kajian longsor di jasirah (semenanjung) leitimor kota ambon propinsi maluku

19
RINGKASAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN I ANALISIS SPASIAL TINGKAT BAHAYA LONGSOR LAHAN DENGAN PEMETAAN MULTI TINGKAT DI KOTA AMBON Ketua Peneliti : Steves. W.J. Louhenapessy, SP., M.Si NIP. Anggota : 1. M.Amin Lasaiba., S.Pd.,M.Sc 2. Drs.E.E.H.Woersok/S, M.Pd 3. Ishaka Lalihun, S.Sos., M.A UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON NOVEMBER – 2011

Upload: mi4sol13

Post on 26-Dec-2015

80 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Kajian Longsor di Kota Ambon

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

RINGKASAN LAPORAN AKHIRPENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN I

ANALISIS SPASIAL TINGKAT BAHAYA LONGSOR LAHAN DENGAN PEMETAAN MULTI TINGKAT

DI KOTA AMBON

Ketua Peneliti :

Steves. W.J. Louhenapessy, SP., M.SiNIP.

Anggota :

1. M.Amin Lasaiba., S.Pd.,M.Sc2. Drs.E.E.H.Woersok/S, M.Pd3. Ishaka Lalihun, S.Sos., M.A

UNIVERSITAS PATTIMURA AMBONNOVEMBER – 2011

Page 2: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

2

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Longsor lahan adalah salah satu bencana alam yang

paling merusak bentang lahan dan banyak menimbulkan korban

jiwa dan kerugian material yang sangat besar di seluruh

dunia setiap tahunnya (Cendreroand Dramis, 1996; Hovius et

al., 1997; Gerrard dan Gardner, 2000; Mather et al., 2003;

Ng, 2009). Di seluruh dunia sekitar 600 kematian per tahun

terjadi akibat bencana ini terutama dilingkaran Pasifik. Di

Amerika Serikat saja di perkirakan 25 jiwa melayang tiap

tahun akibat kelongsoran lebih besar dibanding tingakt

kematian akibat gempa. Longsoran besar dapat menyebabkan

jumlah korban tewas lebih besar lagi, seperti tanah longsor

di lereng-lereng Huascaran, Peru, akibat gempa bumi tahun

1970 yang memakan korban lebih dari 18.000 orang (Wang dan

Sassa, 2006). Sementara itu, di HongKong, sebanyak 26.780

longsor lahan telah terjadi selama 50 tahun antara 1945-1994

dengan frekuensi longsor rata-rata lebih dari 300 per tahun

(Dymond et al., 2006).

Bencana longsor lahan di Indonesia, menurut laporan

data hasil kerjasama Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) - SCDRR BAPPENAS dan UNDP (2009), menunjukan bahwa

bencana longsor lahan yang terjadi di Indonesia antara tahun

2002 – 2008, terjadi sebanyak 2212 kejadian dan sebagian

besar terjadi pada daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah,

masing-masing 394 dan 339 kejadian. Sementara itu untuk

Provinsi Maluku sebanyak 5 kali kejadian. Selanjutya data

korban jiwa yang dilansir Kompas, 2006 dalam Burhanudin,

(2009), menyebutkan daerah Kabupaten Banjarnegara mengalami

korban jiwa terbesar yaitu sebanyak 100 jiwa dan kerusakan

lahan pertanian lebih dari 4 ha.

Sebaran penggunaan lahan di Kota Ambon yang sebagian

meliputi daerah pertanian, perkebunan, permukiman dan tempat

Page 3: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

3

penduduk melakukan aktivitas kehidupannya. Jika terjadi

longsor lahan maka akan mempengaruhi kualitas kehidupan

penduduk. Berdasarkan alasan tersebut perlu diadakan

penelitian mengenai gerakan massa, untuk mengetahui berbagai

faktor yang mempengaruhi, sehingga dapat diketahui besar

luas persebarannya.

1.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini

sebagai berikut :

1. Memetakan sebaran bentuklahan, kemiringan lereng dan

penggunaan lahan dalam penyusunan satuan lahan

berdasarkan Citra penginderaan jauh

2. Mendekripsikan distribusi satuan lahan berdasarkan

faktor-faktor pemicu terjadinya longsor lahan

3. Menganalisis tingkat bahaya longsor lahan di daerah

penelitian

1.3. Urgensi (Keutamaan) Penelitian

Studi ini mempunyai dua macam keutamaan yang penting,

yaitu kegunaan ilmiah dan kegunaan pragmatis praktis.

Keutamaan ilmiah terlihat pada upaya pengembangan diskusi

yang berkaitan dengan gejala longsor lahan dan aspek-

aspeknya pada daerah perkotaan dalam hubungannya dengan

pengembangan kota Kota Ambon. Pembandingan dengan topik

serupa yang dikemukakan oleh beberapa pakar akan memperluas

cakrawala tinjauan dalam pembahasannya..

Keutamaan pragmatis praktis berkaitan dengan

pengembangan perencanaan penggunaan lahan dengan kondisi

keterbatasan lahan di Kota Ambon sebagai Ibukota Provinsi

Maluku, dimana Kota Ambon dengan kondisi bentanglahan

perbukitan yang dominan dan hampir meliputi seluruh wilayah

kota dan menjadi dilema yang sangat sulit untuk dipecahkan

Page 4: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

4

oleh pemerintah daerah seiring dengan tuntutan penduduk

terhadap lahan dengan ketersediaan lahan yang terbatas untuk

dikembangkan, sementara itu, hasil penelitian ini diharapkan

dapat mengungkapkan proses longsor lahana dalam

mengembangkan Kota Ambon dengan pengkajian yang mendalam

sebagai masukan bagi pemerintah daerah dalam penetapan

aturan-aturan secara tegas dalam alokasi penggunaan lahan

yang sesuai dengan kondisi dan daya dukung wilayah,

sekaligus mengoptimalkan daerah resapan (catchment area)

sebagai zona basis dalam penetapan kawasan lindung yang

perlu dilestarikan, dan kawasan budidaya dalam perencanaan

penggunaan lahan yang berbasis ekologis..

BAB II. STUDI PUSTAKA

2.1. Konsepsi Longsor Lahan

Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut

Landslide, adalah perpindahan material pembentuk lereng

berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran

tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses

terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut:

air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah.

Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang

berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin

dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti

lereng dan keluar lereng. Longsor lahan merupakan proses

perpindahan massa batuan dan tanah yang merupakan salah satu

proses geomorfologi yang disebabkan oleh gaya gravitasi.

Pengumpulan air pada lapisan tanah atas, yang berada di atas

lapisan yang tidak tembus air, karena lapisan tanah atas

telah jenuh air, sedangkan lapisan di bawahnya tidak dapat

menyerap air, maka gaya geser melebihi kekuatan geser tanah

Page 5: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

5

sehingga massa tanah lapisan atas tersebut secara bersama-

sama bergerak (Worosuprojo, 2002).

2.2. Jenis-jenis Longsor Lahan

Menurut Subowo (2003), ada 6 (enam) jenis tanah

longsor, yaitu 1) Longsoran Translasi (2) Longsoran Rotasi,

(3) Pergerakan Blok (4) Runtuhan Batu, (5) Rayapan Tanah dan

(6) Aliran Bahan Rombakan yang terjadi ketika massa tanah

bergerak didorong oleh air. Dari keenam jenis longsor

tersebut, jenis longsor translasi dan rotasi paling banyak

terjadi di Indonesia, hal tersebut dikarenakan tingkat

pelapukan batuan yang tinggi, sehingga tanah yang terbentuk

cukup tebal. Sedangkan longsor yang paling banyak menelan

korban harta, benda dan jiwa manusia adalah aliran bahan

rombakan, hal tersebut dikarenakan longsor jenis aliran

bahan rombakan ini dapat menempuh jarak yang cukup jauh

yaitu bisa mencapai ratusan bahkan ribuan meter, terutama

pada daerah-daerah aliran sungai di daerah sekitar

gunungapi.

2.3. Tingkat Kerawanan Longsor Lahan

Longsor lahan merupakan bencana yang predictable

disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor alam dan kegiatan

manusia serta terkait dengan upaya pemanfaatan sumberdaya

daya alam (Comfort, 2005). Longsor Lahan terjadi karena

adanya perubahan-perubahan secara tiba-tiba ataupun

perlahanlahan / bertahap dalam komposisi, struktur, daur

hidrologi atau kondisi vegetasi disuatu lereng (Genderen,

1970). Perubahan-perubahan tersebut menurut Crozier dan

Michael (1973) disebabkan karena : (1) Getaran-getaran

bumi karena gempa, (2) perubahan-perubahan kadar air dalam

tanah (3) Hilangnya penopang tanah permukaan bumi (4)

Peningkatan beban pada tanah yang disebabkan oleh hujan

Page 6: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

6

deras dan (5) Pengairan atau tindakan fisik / kimiawi

lainnya. Biasanya longsor lahan terjadi sebagai dampak

sekunder dari hujan badai yang lebat, gempa bumi serta

letusan gunungapi (Dymond et al, 2006). Bahan-bahan yang

membentuk tanah longsor terbagi menjadi dua jenis lapisan

batu atau lapisan tanah (yang terdiri atas tanah dan

berbagai sisa bahan organik (Clark, 2003). Berdasarkan corak

gerakannya,tanah longsor bisa digolong-golongkan menjadi

guguran/runtuhan, longsoran/luncuran sejumlah besar bahan,

robohan, persebaran lateral dan aliran rombakan Ng (2009).

2.4. Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi

Menurut Lillesand dan Kiefer (1979) bahwa pengideraan

jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang

suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang

diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan

obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. Perolehan data

dengan penginderaan jauh yang cepat, memiliki cakupan luas,

dan dalam bentuk data digital yang compatible, kini telah

digunakan secara bersamaan dengan teknologi Sistem Informasi

Geografi (Hartono, 2003). Pada perkembangannya sebagai suatu

sistem informasi spasial, aplikasi SIG telah berkembang ke

berbagai bidang, misalnya sistem informasi sumberdaya alam,

sistem informasi sensus, sistem evaluasi lahan hutan, sistem

informasi penanggulangan bencana, sistem informasi

pertanahan, dan sebagainya (Hartono, 2003).

2.5. Penelitian Sebelumnya

Longsor alam ini sebagian besar telah diteliti

menggunakan analisis statistik berbasis GIS (Daiand Lee,

2001, 2002). Selai itu dengan pemetaan geomorfologi dengan

menggunakan pendekatan morfometri juga telah digunakan dalam

mengkaji bahaya tanah longsor (Ng et al., 2002; Parry dan

Page 7: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

7

Ruse, 2002; Ng et 2009). Penelitian longsorlahan dapat

dilakukan dengan cara pengukuran indek morfometri longsoran

seperti dilakukan oleh Crozier et al., (1973). Soeters et

al., (1988) melakukan penelitian gerakan massa di Kolumbia

dengan cara interpretasi foto udara, demikian juga Genderen

(1970). Dengan penekanannya pada unsur vegetasi, Fransen,

1996; Crozier, 196; Dymond et al, 1999; Dymond et al, 2008)

telah mengkaji longsor lahan di Selandia Baru yan

menunjukan bahwa daerah semak belukar (scrub) lebih banyak

terjadi longsor lahan dibandingkan dengan daerah hutan.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini mengkaji bencana longsor lahan dengan

unit lahan sebagai satuan analisisnya dengan

menumpangsusunkan (overlay) beberapa data spasial (parameter

penentu rawan longsor) untuk menghasilkan unit pemetaan baru

(unit lahan) yang akan digunakan sebagai unit analisis serta

menggunakan purposive sampling yang merupakan suatu teknik

pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

tertentu berdasarkan karakter populasi. Metode yang

digunakan adalah metode survei yang merupakan suatu metode

dalam menkaji objek penelitian melalui observasi lapangan.

Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif

berdasarkan semua parameter lahan dan pemberian harkat

merupakan suatu cara untuk menilai potensi lahan dengan

memberikan nilai pada masing-masing parameter lahan sehingga

dapat dihitung nilainya dan dapat ditentukan harkatnya.

Data spasial dalam penelitian ini diperoleh dari

interpretasi citra satelit multi tingkat (Landsat, dan DEM

SRTM). Data penggunaan lahan diperoleh dari interpretasi

Citra SPOT, data kedalaman material lepas yang merupakan

Page 8: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

8

hasil deduksi dari peta geomorfologi hasil interpretasi

Citra Landsat data struktur batuan hasil deduksi peta

geologi, kemiringan lereng dari hasil deduksi peta RBI dan

DEM SRTM, tekstur tanah hasil deduksi dari peta tanah, dan

peta curah hujanyang selanjutnya dianalisis untuk mengkaji

tipe dan karaktersitik serta tingkat kerawanan longsor lahan

di daerah penelitian Untuk mendapatkan data di lapangan

dihampiri dengan pendekatan bentang lahan (pendekatan

geomorfologi), disertai dengan data hasil pengamatan

lapangan dan data sekunder dari hasil-hasil penelitian

terdahulu dari instansi terkait.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan keruangan (spatial aproach) dengan tema spatial

Patttern Analysis dan spatial Structure Analysis, yang mana

penekanan utama dari spatial Pattern Analysis adalah pada

sebaran elemen-elemen pembentuk ruang (Hadi Sabari, 2006).

Yang dimaksud dengan elemen pembentuk ruang dalam penlitian

ini adalah sebaran satuan lahan yang disusun berdasarkan

kesamaan sifat yang dimiliki masing-masing satuan lahan. Hal

ini merupakan identifikasi awal mengenai aglomerasi sebaran

satuan lahan yang dikaitkan dengan upaya untuk menjawab

”geographic question”, sedangkan spatial ”Structure

Analysis” menekankan pada analisis susunan elemen-elemen

pembentuk ruang di dalam mengidentifikasi susunan keruangan

yang ada dan dikaitkan dengan upaya menjawab ”geographic

question”. Identifikasi susunan keruangan pada satuan lahan

berdasarkan karakteristik lahan yang dapat menentukan tingkat

degradasi lahan.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Ambon yang secara

administratif terdiri dari lima kecamatan yaitu Kecamatan

Nusaniwe, Kecamatan Sirimau, Kecamatan Teluk Ambon Baguala,

Kecamatan Teluk Ambon dan Kecamatan Leitimur Selatan

Page 9: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

9

3.3. Satuan Analisis

Satuan analisis (unit of anaysis) dalam penelitian ini

adalah satuan lahan yang terdiri dari 18 unit lahan yang

tersebar pada bentuklahan fluvial, denudasional dan

solusional dan juga meliputi karakterisitik lereng dan tipe

penggunaan lahan.

3.4. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini menekankan pada seluruh

land unit yang berbeda yang diperoleh dari hasil overlay dan

penentuan sampel berdasarkan pada area sampling dan

purposive sampling

3.5. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Citra Landsat dan Dem SRTM, Peta geologi, Peta RBI, Peta

tanah, Peta DAS, Peta lereng dan Peta satuan lahan. Alat

yang digunakan stereoskop cermin, plastik transparan, spidol

lap, kertas kalkir, pena teknik, rapidograf, penggaris, GPS

merk Garmin, Kompas geologi tipe Benenton, Rolmeter, tali

nilon, Bor tanah, Bor, ring permeabilitas, Sekop Ring,

Kantong plastik, Lup, Pisau lapang, Yalon,Kamera, gelas

ukur, penyaring dan kran air, dan program Arc/viuw.

3.6. Tahapan-tahapan Penelitian

Pada tahap pra-kerja lapangan kegiatannya adalah Studi

kepustakaan, Orientasi lapangan, dan mengumpulkan bahan

penelitian berupa citra satelit, dan peta penunjang,

Pembuatan peta satuan lahan dan Pembuatan titik sampel. Pada

tahap pekerjaan lapangan yang dilakukan adalah Mencocokkan

dan membetulkan informasi pada peta penggunaan lahan dan

bentuklahan, Mengamati dan mengukur parameter-longor lahan,

Pengambilan sampel tanah dan data curah hujan. Pada tahap

pasca kerja lapangan ini pekerjaan yang dilakukan adalah

Page 10: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

10

revisi Citra, Analisis sampel tanah dan tabulasi data lapang

dan data laboratorium.

3.7. Variabel Penelitian

Variabel yang diamati adalah tekstur tanah,

permeabilitas tanah, daya dukung tanah, kembang kerut,

erodibiltas tanah, kelas kelerengan, tingkat pelapukan

batuan, struktur perlapisan batuan, kedalaman tanah dan

penggunaan lahan.

3.8. Teknik Pengumpulan Data

Data faktor penyebab longsoran diidentifikasi dan

dievaluasi berdasarkan data primer (citra Landsat dan DEM

SRTM) dan sekunder (peta geologi, peta geomorfologi, data

curah hujan) dan pengamatan lapangan. Pengamatan dilakukan

pada daerah yang telah mengalami longsoran dan daerah yang

belum mengalami longsoran.

3.9. Teknik Pengolahan Data

Secara garis besar terdiri dari 4 tahap, yaitu (a)

tahap tumpangsusun data spasial, (b) tahap editing data

atribut, (c) tahap analisis tabuler, dan (d) presentasi

grafis (spasial) hasil analisis. Metode yang digunakan dalam

tahap analisis tabuler adalah metode scoring.

3.10. Teknik Analisis Data

Cara evaluasi tingkat bahaya longsoran dilakukan

dengan metode penjumlahan dari hasil pengharkatan parameter

fisik yang relevan. Analisis data dilakukan dengan metode

skoring, yaitu menjumlahkan skor seluruh parameter dalam

tiap poligon. Penjumlahan skor tersebut menggunakan metode

Sturges dalam Sartohadi (2005).

Page 11: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

11

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengolahana Citra Landsat ETM dan Pemetaan Bentuk

Lahan dan Penggunaan Lahan

Pengolahan data digital Landsat ETM pada penelitian

ini, dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Ermapper

7.0. Koreksi Radiometri pada citra diperoleh nilai piksel

minimum dan maksimum yang diasumsikan ideal pada citra

hasil. Koreksi Geometri menunjukkan tingkat ketelitian hasil

koreksi dengan besarnya nilai ambang Sigma atau nilai ambang

RMSerror total lebih kecil dari 0.05.Penyusunan Citra

Komposit Warna dalam penelitian ini adalah komposit 457,

572, dan 432, dengan visualisasi yang lebih ekspresif

Pemetaan bentuklahan menggunakan pilihan komposit pada

saluran 457 dan ketelitian interpretasi yaitu 87,05, dan

diperoleh luasan terbesar pada bentuklahan asal denudasional

dengan luas 5914,88 hektar, sedangkan terkecil terdapat pada

bentuklahan asal struktural seluas 7,04 hektar. Untuk

penggunaan lahan menggunakan klasifikasi dari Malingreau

(1978) dan Pilihan komposit yang digunakan pada saluran 432

serta uji ketelitian yaitu 84,44 dan diperoleh luasan

terbesar yaitu pada kebun campuran seluas 11950 hektar, dan

terkecil pada hutan bakau seluas 49,391 hektar. Selanjutnya

untuk permukiman dan lahan terbangun seluas 2554,164 hektar.

Gambar 01. Peta Bentuk Lahan dan Peta Penggunaan Lahan Kota Ambon

Page 12: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

12

4.3. Pengolahan Citra DEM SRTM

Berdasarkan hasil analisis DEM SRTM (Shuttle Radar

Topographic Mission) dengan resolusi 30 meter yang

dikeluarkan oleh NASA tahun 2011 dengan liputannya pada

wilayah penelitian yaitu S04E127 dan S04E128. Dari hasil

pengolahan diperoleh luasan wilayah Kota Ambon didominasi

oleh fisiografi berbukit hingga bergunung (80,66%).

Sementara itu, kemiringan lereng sangat terjal sekitar

33,39%. miring sekitar 29,14%, agak miring sekitar 21,66%.

dan datar hingga agak datar sebesar 15,80%. Sedangkan untuk

ketinggian sebagian besar tersebar pada ketinggian 25 - 75

mdpl sekitar 36,39%, dan pada ketinggian lahan > 250 mdpl

hanya sekitar 3,17% yang tersebar pada pegunungan nona,

Pegunungan Sirimau maupun Pegunungan Leihitu.

Gambar 02. Peta Lereng dan Ketinggian Lahan Kota Ambon

4.4. Pemetaan Satuan Lahan Daerah Penelitian

Pemerian satuan lahan di daerah penelitian di susun

berdasarkan tiga unsur utama yakni bentukahan, kemiringan

lereng dan penggunaan lahan. Klasifikasi satuan lahan yang

memiliki luasan terbesar yaitu pada satuan lahan D3 III Tp

dan D3 III H dengan luas masing-masing yaitu 9506,10 hektar

(25,20%) dan 7787,76 hektar (20,65%). Sementara itu, satuan

lahan dengan luasan terkecil hampir sebagian besar tersebar

pada dataran alluvial dan daerah rawa dengan lereng landai

dan penggunan lahan tegalan dan hutan bakau.

Page 13: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

13

Tabel 01. Klasifikasi Satuan Lahan daerah Penelitian

NoSatuanlahan

Bentuklahan LerengPenggunaan

lahanLuas

1 F1 I Pm Dataran Aluvial 2 % Permukiman 1364.4452 F1 I Tg Dataran Aluvial 2 % Tegalan 1109.3633 F7 I Hb Rawa 2 % Hutan Bakau 49.3914 D1 I Kc Perbukitan Denudasional 8 % Kebun Campuran 2014.4665 D1 I Pm Perbukitan Denudasional 6 % Permukiman 367.2776 D1 I Sb Perbukitan Denudasional 8 % Semak Belukar 64.3417 D1 I Tg Perbukitan Denudasional 7 % Perkebunan 39.7368 D2 II H Perbukitan Denudasional 15 % Hutan 1721.9669 D2 II Kc Perbukitan Denudasional 12 % Kebun Campuran 2500.91410 D2 II Tp Perbukitan Denudasional 12 % Perkebunan 1583.15711 D2 II Pm Perbukitan Denudasional 10 % Permukiman 822.44112 D2 II Sb Perbukitan Denudasional 15 % Semak Belukar 299.97313 D3 III H Perbukitan Denudasional 30% Hutan 7356.11614 D3 III Kc Perbukitan Denudasional 25% Kebun Campuran 7434.66515 D3 III Tp Perbukitan Denudasional 30% Perkebunan 4572.38416 D3 III Sb Perbukitan Denudasional 30% Semak Belukar 666.89617 S7 III H Gawir Sesar 35% Hutan 47.45118 S7 III Sb Gawir Sesar 35% Semak Belukar 25.706Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2011

4.5. Faktor-Faktor Pemicu Terjadinya Longsor Lahan

Berdasarkan data curah stasiun meteorologi Pattimura

Ambon memiliki curah hujan rata-rata tahunan yang cukup

tinggi yaitu berkisar antara 1.000 – 3.000 mm dari tahun

2001 hingga tahun 2009 dan meningkat hingga mencapai 5.661

mm pada tahun 2010 dan curah hujan dalam 10 tahun rata-rata

sekitar 2616,2 mm, dengan jumlah hari hujan sekitar 230,9

hari dan rata-rata terdapat 10,4 bulan basah dan 1,5 rata-

rata bulan kering, sehingga dalam setiap tahun, curah hujan

yang terjadi di daerah penelitian cukup intensif walaupun

pada musim kemarau sehingga daerah penelitian mempunyai

Hasil analisis laboratorium Geografi Tanah Fakultas

Geografi UGM (2011) lapisan permukaan bertekstur geluh,

geluh debuan, geluh lempungan. Lempung berpasir dan pasir

berlempung. Kondisi jenis tanah di Kota Ambon. Untuk kelas

permeabiltas, cukup bervariasi yaitu: sangat cepat, agak

cepat, sedang dan sangat lambat. Untuk daya dukung tanah

sebagian besar satuan lahan dengan daya daya dukung 1,4

Kg/cm2. Untuk kembang kerut tanah tersebar pada nilai cole

Page 14: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

14

antara 0.017 -0,168, Nilai erodibilitas berkisar dari rendah

– sangat tinggi dan sebagian besar tersebar pada kategori

sangat tinggi dengan nilai 0,48-0,50.

Pada daerah penelitian dengan kelerengan yang

bervariasi dan sebagian besar pada kelas miring-sangat

miring. Sementara itu, tingkat pelapukan secara keseluruhan

tersebar pada kondisi pelapukan lanjut. Struktur perlapisan

batuan pada daerah penelitian yang diwakili oleh sepuluh

sampel menyilang arah lereng. Keadaan seperti tersebut

yang membuat material lereng sering terjadi gerakan massa,

walaupun kelerengannya juga terjal. Kedalaman tanah di

daerah penelitian yang diwakili oleh sampel bervariasi dari

sedang dan sangat dalam. Sedangkan bentuk penggunaan lahan

di daerah penelitian adalah permukiman, tegalan, perkebunan,

kebun campuran, semak belukar, hutan, dan hutan bakau.

Tanaman perkebunan, kebun campuran dan hutan

4.6. Tingkat Bahaya Longsor lahan

Penentuan tingkat bahaya longsor lahan di daerah

penelitian, berdasarkan hasil pengharkatan terhadap 10

parameter yang terdiri dari kelas Tinggi, sedang dan rendah

dan tersebar pada bentuklahan asal proses fluvial,

denudasional dan struktural. Satuan lahan memiliki harkat

terendah yaitu dengan total skor 17 dengan kategori rendah

dan harkat tertinggi yaitu dengan total skor 35 dengan

kategori tinggi. Kategori rendah sebagian besar tersebar

pada dataran alluvial sementara kategori tinggi tersebar

pada bentuklahan denudasional dn struktural. Penentuan kelas

bahaya longsor lahan ini berdasarkan penjumlahan seluruh

parameter karakteristik lahan yang terdiri dari kemiringan

lereng, erodibilitas, tekstur, kembang kerut tanah, daya

dukung tanah, permiabilitas, daya dukung tanah, kembang

kerut tanah, pelapukan batuan perlapisan batuan dan

kedalaman tanah dan penggunaan lahan.

Page 15: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

15

Tabel 02. Penentuan Tingkat Bahaya Longsor lahan pada Satuan Lahan Daerah Penelitian

Satuan Lahan

ParameterSkor Kelas

Tekstur Permiab D_Duku Kemb_K erodib lereng pelapuk Perlap Kedalam P_lahan

D1_I_Kc 4 4 2 3 4 2 3 2 3 3 30 Sedang

D1_I_Pm 4 4 1 3 4 2 3 2 3 4 30 Sedang

D1_I_Sb 2 4 1 3 4 2 3 3 4 2 28 Sedang

D1_I_Tg 2 4 2 3 4 2 3 2 4 2 28 Sedang

D2_II_H 2 4 2 3 5 3 3 3 4 3 32 Sedang

D2_II_Kc 1 3 2 2 5 3 3 3 5 3 30 Sedang

D2_II_Pk 2 4 2 3 5 3 3 3 4 3 32 Sedang

D2_II_Pm 2 4 2 3 5 3 3 3 4 4 33 Sedang

D2_II_Sb 2 4 1 3 5 3 3 3 4 2 30 Sedang

D3_III_H 1 3 3 2 5 4 3 5 5 3 34 Tinggi

D3_III_Kc 2 4 2 2 5 4 3 4 4 3 33 Sedang

D3_III_Pk 1 3 2 2 5 4 3 4 5 3 32 Sedang

D3_III_Sb 2 4 2 2 5 4 3 4 4 2 32 Sedang

F1_I_Pm 4 5 1 1 1 1 3 1 2 4 23 Rendah

F1_I_Tg 4 5 1 1 1 1 3 1 2 2 21 Rendah

F7_I_Hb 1 2 1 1 1 1 3 1 3 3 17 Rendah

S1_III_H 1 3 3 2 5 5 3 5 5 2 34 Tinggi

S1_III_Sb 1 3 3 2 5 5 3 5 3 35 Tinggi

Page 16: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

16

Pembahasan masing-masing kelas serta luasannya tersaji

pada Tabel berikut.

Tabel 03. Tingkat Bahaya Longsor lahan di Kota Ambon.

Tingkat bahaya longsor lahan Satuan lahan

Luas(Ha) (%)

RendahF1_I_Pm 1364.445 4.2589F1_I_Tg 1109.363 3.4627F7_I_Hb 49.391 0.1542

Luas 2523.199 7.8758

Sedang

D1_I_Kc 2014.466 6.2879D1_I_Pm 367.277 1.1464D1_I_Sb 64.341 0.2008D1_I_Tg 39.736 0.1240D2_II_H 1721.966 5.3749D2_II_Kc 1751.248 5.4663D2_II_Pk 1583.157 4.9416D2_II_Pm 822.441 2.5671D2_II_Sb 299.973 0.9363D3_III_H 302.382 0.9438D3_III_Kc 7434.665 23.2062D3_III_Pk 3585.148 11.1905D3_III_Sb 666.896 2.0816

Luas 20653.696 64.4674

Tinggi

D3_III_H 7053.734 22.0172D3_III_Kc 746.309 2.3295D3_III_Pk 987.236 3.0815S1_III_H 47.451 0.1481S1_III_Sb 25.706 0.0802

Luas 8860.436 27.6565Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2006

Berdasarkan Tabel tersebut, maka uraian atau

penjelasan mengenai tingkat bahaya longsor lahan lahan untuk

permukiman pada setiap satuan lahan sebagai berikut. Satuan

lahan yang dikategorikan rendah terhadap bahaya longsor

lahan terdapat 3 satuan lahan, dari 18 satuan lahan yang

dievaluasi. Satuan lahan ini terdapat pada bentuklahan asal

fluvial dengan satuan lahannya F1 I Pm dengan luasan

1364.445 ha atau 4.26%, F1 I Tg dengan luasan 1109.363 ha atau

3.46 %, dan F7 I Hb dengan luasan 49.391 atau 0.15%. Luas

Page 17: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

17

keseluruhan satuan lahan yang dikategorikan sangat sesuai

untuk permukiman yaitu 2523,199 ha atau 7,876%.

Satuan lahan dengan kategori sedang terhadap bahaya

longsor lahan di daerah penelitan terdapat 13 satuan lahan,

dari 18 satuan lahan yang dievaluasi. Satuan lahan yang

dikategorikan sedang tersebut, terdapat pada bentuklahan

denudasional dengan satuan lahan D1_I_Kc seluas 2014.466 ha,

D1_I_Pm seluas 367.277 ha, D1_I_Sb seluas 64.341 ha, D1_I_Tg

seluas 39.736 ha, D2_II_H seluas 1721.966 ha, D2_II_Kc seluas

1751.248 ha, D2_II_Pk seluas 1583.157 ha, D2_II_Pm seluas 822.441

ha, D2_II_Sb seluas 299.973 ha, D3_III_H seluas 302.382 ha,

D3_III_Kc seluas 7434.665 ha, D3_III_Pk seluas 3585.148 ha dan

D3_III_Sb seluas 666.896 ha.

Satuan lahan dengan kategori tinggi terhadap bahaya

longsor lahan di daerah penelitan terdapat 5 satuan lahan,

dari 18 satuan lahan yang di evaluasi. Satuan lahan yang

dikategorikan tersebut, dengan satuan lahannya adalah

D3_III_H seluas 7053.734 ha atau 22.017%, D3_III_Kc seluas 746.309

ha atau 2.3295%, D3_III_Pk seluas 987.236 ha atau 3.0815%,

S1_III_H seluas 47.451 ha atau 0.1481%, dan S1_III_Sb seluas

25.706 ha atau 0.0802%.

Gambar 03. Peta Satuan Lahan dan Peta Tingkat Bahaya Longsor lahan di Kota Ambon

Page 18: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

18

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Pemantauan Bencana Alam (Banjir, Lngsor dan Gempa Bumi. Laporan. Pusat Pengembangan dan Teknologi Penginderaan Jauh. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Jakarta.

Anonim, 2009. Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana http:// www.bakornaspbp. go.id/new/

Anonim, 2009. Hasil Kerjasama : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) - SCDRR BAPPENAS DAN UNDP.

Anonim, 2008. Laporan Harian Posko BNPB. http://www.bakornaspb.go.id

Blong, R.J., 1974. Lanslide Form And Hill Slope Mophology: An Example from new zeeland, The Australian Geographer, 12,5, pp. 439-444

Clark, G. (2003) A historic viewpoint on insurability. Paper presented at the ‘Challenging Insurability’ deeting, 5 December, Centre for the Analysis of Risk and Regulation, London School of Economics.

Comfort, L. K. 2005. Risk, security and disaster management. Annual Review of Political Science 8 (June): 335–356.

Crozier, Michael, J., 1973. Techniques For The Morphometric Analysis Of Landslips, Zeitschrift Fur Geomorphologie, 17,1, pp. 78-101

Dymond, J. R., A. G. Ausseil ., J. D. Shepherd ., L. Buettner., 2006. Validation of a region-wide model of landslide susceptibility in the Manawatu–Wanganui region of New Zealand. Geomorphology 74.70– 79 Elsevier Publishing Company, Amsterdam.

Genderen, J.L. Van, 1970. The Morphodinamic Of The Crati River Basin-Calabria Italy, ITC No.56

Hermanto, D.A, 2006. Kebijakan Penataan Ruang dalam Pengelolaan Kawasan Rawan Bencana Longsor. Makalah, disampaikan dalam Lokakarya “Penataan Ruang Sebagai Wahana Untuk Meminimalkan Potensi Kejadian Bencana Longsor”, kerjasama Ditjen. Penataan Ruang Dep. Pekerjaan Umum dengan Badan Kejuruan Sipil Persatuan Insinyur Indonesia, Jakarta, 7 Maret 2006.

Lasaiba, (2006). Evaluasi Lahan Untuk Permukiman di Kota Ambon, Tesis S2 Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Mileti, D. 1999. Disasters by design. Washington, DC: Joseph Henry.

Page 19: Kajian Longsor Di Jasirah (Semenanjung) Leitimor Kota Ambon Propinsi Maluku

19

Ng, K.Y., 2009. Landslide locations and drainage network development: A case study of Hong Kong. Geomorphology76.229–239. Elsevier Publishing Company, Amsterdam

Pariourno, (2009), Modul Manajemen Bencana Pengenalan Longsor untuk Penanggulangan Bencana. http://www.abdet.com/maps/map_france.gif.

Sutikno, Jamulya dan Gunadi, 1992. Dampak Penggunaan Lahan terhadap Bencana Alam akibat Gerakan Massa Tanah/Batuan di Daerah Temanggung Jawa Tengah. Hasil Penelitian, Fak. Geografi. UGM. Yogyakarta.

Wang, H. B. and K. Sassa., 2006. Rainfall-induced landslide hazard assessment using artificial neural networksEarth Surf. Process. Landforms 31, 235–247. Published online 21 September 2005 in Wiley InterScience (www.interscience.wiley.com).

Weno, L.F., 1991. Potensi, Permasalaan dan Pengelolaan Teluk Ambon dan Teluk Binnen, Maluku, Penyunting Ongkosongo, O.S.R. Badan Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ambon.

Worosuprojo, 2002. Studi Erosi Parit dan Longsoran dengan Pendekatan Geomorfologi di Daerah Aliran Sungai Oyo Jawa : Desertasi Program Pasca Sarjana UGM.