pendidikan kebencanaan longsor

50
A.Fenomena Bencana Longsor Tanah merupakan suatu sistem terbuka, artinya sewaktu-waktu tanah itu dapat menerima tambahan bahan dari luar, atau kehilangan bahan-bahan yang telah dimilikinya; jadi tanah itu mempunyai input (hasil pelapukan bahan induk, endapan baru, air hujan dan pengairan, sisa-sisa tanaman, energi dan sebagainya) dan output (erosi tanah, penguapan air, penyerapan unsur hara, pencucian, pancaran panas dan sebagainya) (Hardjowigeono, 1989: 24-25). Tanah di alam terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran dengan mudah dipisah-pisahkan satu sama lain dengan kecocokan air. Tanah berasal dari pelapukan batuan, yang prosesnya dapat secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali dipengaruhi oleh sifat batuan induk yang merupakan material asalnya, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut (Hardiyatmo, 2006:60) Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun pencampuran keduanya menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun lereng. Penyebab longsoran dapat dibedakan menjadi penyebab berupa faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng dan proses pemicu longsor.

Upload: muhammad-solikin

Post on 17-Jan-2016

42 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendidikan Kebencanaan Longsor

A. Fenomena Bencana Longsor

Tanah merupakan suatu sistem terbuka, artinya sewaktu-waktu tanah itu dapat

menerima tambahan bahan dari luar, atau kehilangan bahan-bahan yang telah dimilikinya; jadi

tanah itu mempunyai input (hasil pelapukan bahan induk, endapan baru, air hujan dan

pengairan, sisa-sisa tanaman, energi dan sebagainya) dan output (erosi tanah, penguapan air,

penyerapan unsur hara, pencucian, pancaran panas dan sebagainya) (Hardjowigeono, 1989:

24-25).

Tanah di alam terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa

kandungan bahan organik. Butiran-butiran dengan mudah dipisah-pisahkan satu sama lain

dengan kecocokan air. Tanah berasal dari pelapukan batuan, yang prosesnya dapat secara fisik

maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali dipengaruhi oleh sifat batuan induk yang

merupakan material asalnya, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab

terjadinya pelapukan batuan tersebut (Hardiyatmo, 2006:60)

Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun

pencampuran keduanya menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan

tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah longsor terjadi karena ada gangguan

kestabilan pada tanah/batuan penyusun lereng. Penyebab longsoran dapat dibedakan menjadi

penyebab berupa faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng dan proses pemicu longsor.

Gangguan kestabilan lereng ini dikontrol oleh kondisi morfologi (terutama kemiringan

lereng), kondisi batuan ataupun tanah penyusun lereng dan kondisi hidrologi atau tata air

pada lereng. Meskipun suatu lereng rentan atau berpotensi untuk longsor, karena kondisi

kemiringan lereng, batuan/tanah dan tata airnya, namun lereng tersebut belum akan longsor

atau terganggu kestabilannya berupa tanpa pemicu oleh proses pemicu (Ramli, 2010:96).

Gerakan massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longsor (landslide)

merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan di daerah tropis

basah. Kerusakan yang ditimbulkan oleh gerakan massa tersebut tidak hanya kerusakan secara

langsung seperti rusaknya fasilitas umum, lahan pertanian, ataupun adanya korban manusia,

akan tetapi juga kerusakan tidak langsung yang melumpuhkan kegiatan pembangunan dan

aktivitas ekonomi di daerah bencana dan sekitarnya. Bencana alam gerakan massa tersebut

cenderung semakin meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia (Hardiyatmo,

2006:1-3).

Page 2: Pendidikan Kebencanaan Longsor

Banyak faktor semacam kondisi-kondisi geologi dan hidrologi, topografi, iklim, dan

perubahan cuaca dapat memepengaruhi stabilitas lereng yang mengakibatkan terjadinya

longsoran. Longsoran jarang terjadi oleh satu sebab saja. Adapun sebab-sebab longsoran

lereng alam yang sering terjadi adalah:

1. Penambahan beban pada lereng. Tambahan beban pada lereng dapat berupa bangunan

baru, tambahan beban oleh air yang masuk ke pori-pori tanah maupun yang menggenang di

permukaan tanah, dan beban dinamis oleh tumbuh-tumbuhan yang tertiup angin dan lain-

lain.

2. Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng

3. Penggalian yang mempertajam kemiringan lereng

4. Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown) pada bendungan, sungai dan

lain-lain

5. Kenaikan tekanan lateral oleh air (air yang mengisi retakan akan mendorong tanah ke arah

lateral

6. Penurunan tahanan geser tanah pembentuk lerng oleh akibat kenaikan kadar air, kenaikan

tekanan air pori, tekanan rembesan oleh genangan air di dalam tanah, tanah pada lereng

mengandung lempung yang mudah kembang susut dan lain-lain

7. Getaran atau gempa bumi (Hardiyatmo, 2006:2-3).

Menurut Pusat Informasi Bencana Aceh (dalam Widyawati, 2011:24) menyatakan

bahwa bencana tanah longsor dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Hujan, ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada Bulan November seiring

meningkatnya intensitas hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya

penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Muncullah pori-pori dan rongga

tanah, kemudian terjadi retakan dan rekahan tanah di permukaan. Pada saat hujan, air akan

menyusup ke bagian yang retak. Tanah pun dengan cepat mengembang kembali. Pada awal

musim hujan, kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat.

2. Lereng terjal, lereng atau tebing ysng terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng

yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin.

Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180º, apabila ujung lerengnya

terjal dan bidang longsornya mendatar.

Page 3: Pendidikan Kebencanaan Longsor

3. Tanah yang kurang padat dan tebal, jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung

atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng >220. Tanah jenis ini

memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor, terutama bila terjadi hujan. Selain itu,

jenis tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek jika terkena

air dan pecah jika udara terlalu panas.

4. Batuan yang kurang kuat, pada umumnya batuan endapan gunung api dan batuan sedimen

berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir dan lempung kurang kuat. Batuan

tersebut akan mudah menjadi tanah jika mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan

terhadap tanah longsor apabila terdapat pada lereng yang terjal.

5. Jenis tanah lahan, tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan,

perladangan dan danya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya

kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh

dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan

penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsor yang

dalam dan umumnya terjadi di daerah longsor lama.

6. Getaran, getaran yang terjadi biasanya diakibatkan pleh gempa bumi, ledakan, getaran

mesin, dan getaran lalu lintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkan adalah tanah, badan

jalan, lantai dan dinding rumah menjadi retak.

7. Susut muka air danau dan bendungan, akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka

gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi

longsor dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.

8. Adanya beban tambahan, adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan

kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar

tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah

dan retakan yang arahnya ke arah limbah.

9. Pengikisan/erosi, pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu

akibat hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

10. Adanya material timbunan pada tebing, Tanah timbunan pada lembah tersebut belum

terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan

akan terjadi penurunan tanah kemudian diikui dengan retakan tanah.

Page 4: Pendidikan Kebencanaan Longsor

11. Bekas longsoran lama, longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi

pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau

sesudah terjadi patahan kulit bumi.

12. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung), bidang tidak sinambung ini

memiliki ciri perlapisan batuan, kontak antara penutup dengan batuan dasar, kontak

antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat, kontak antara batuan yang dapat

melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air), kontak antara tanah

yang lembek dengan tanah yang padat, bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang

luncuran tanah longsor.

13. Penggundulan hutan, tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif

gundul dimana pengikatannya air tanah sangat kurang.

14. Daerah pembuangan sampah, penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan

sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah

guyuran hujan.

Zaruba dan Mencl 1982 (dalam Hariyanto, 2009:6) menyebutkan bahwa faktor

penyebab longsor adalah 1) perubahan gradient lereng/sudut lereng dan tinggi lereng secara

alami (erosi vertikal maupun secara buatan (penggalian tebing); 2) kelebihan beban baik

material batuan, tanah, atau air dan beban lain; 3) adanya getaran atau goncangan seperti

gempa dan lain-lain; 4) curah hujan dan meningkatnya kandungan air tanah, menyebabkan

pelapukan batuan yang menurunkan daya kohesi; 5) pengaruh vegetasi yang makin

berkurang.

Penanganan tanah longsor di pedesaan, usaha-usaha yang dilakukan untuk mencegah

kelongsoran lereng lebih ditujukan terutama pada pengurangan air yang berinfiltrasi ke dalam

tanah, sebagai berikut:

1. Apabila lereng sudah retak-retak sehabis hujan, maka retakan harus segera ditutup dengan

tanah kedap air yang dipadatkan agar air hujan seminimum mungkin masuk ke dalam

retakan

2. Mengurangi tebal tanah atau kemiringan lereng yang rawan longsor

3. Menanami lereng dengan tanaman yang akarnya dapat menembus lapisan batuan dasar

4. Memasang perkerasan atau membuat kedap air jalan-jalan setapak

Page 5: Pendidikan Kebencanaan Longsor

5. Membuat saluran drainase yang fungsinya mempercepat air mengalir menyusuri lereng,

sehingga mengurangi infiltrasi air hujan ke tanah. (Hardiyatmo, 2006:303-304)

B. Konsep Kesiapsiagaan Longsor

1. Pengertian

Kamus Besar Bahasa Indonesia, mendefinisikan kesiapsiagaan sebagai “keadaan siap

siaga”. Berasal dari kata dasar ‘siap siaga’, yang berarti ‘siap untuk digunakan atau untuk

bertindak’. Dalam Bahasa Inggris, padanan kata ‘kesiapsiagaan’ adalah preparedness.

Secara umum UN-OCHA memberikan penjelasan bahwa kesiapsiagaan adalah aktivitas

pra-bencana yang dilaksanakan dalam konteks manajemen risiko bencana dan berdasarkan

analisa risiko yang baik. Hal ini mencakup pengembangan/peningkatan keseluruhan strategi

kesiapan, kebijakan, struktur institusional, peringatan dan kemampuan meramalkan, serta

rencana yang menentukan langkah-langkah yang dicocokkan untuk membantu komunitas

yang berisiko menyelamatkan hidupdan aset mereka dengan cara waspada terhadap bencana

dan melakukan tindakan yang tepat dalam mengatasi ancaman yang akan terjadi atau bencana

sebenarnya.

Dari definisi dan penjelasan di atas, dapat ditarik pengertian definitif bahwa

‘masyarakat siaga bencana adalah masyarakat yang memiliki kemampuan untuk mengelola

risiko bencana di lingkungannya. Kemampuan tersebut diukur dengan dimilikinya

ketersediaan logistik, keamanan dan kenyamanan di lingkungan pendidikan, infrastruktur,

serta sistem kedaruratan, yang didukung oleh adanya pengetahuan dan kemampuan

kesiapsiagaan, prosedur tetap (standart operasional procedure), dan sistem peringatan dini.

Kemampuan tersebut juga dapat dinalar melalui adanya simulasi regular dengan kerja

bersama berbagai pihak terkait yang dilembagakan dalam kebijakan lembaga masyarakat

tersebut untuk mentransformasikan pengetahuan dan praktik Pengurangan bencana dan

pengurangan risiko bencana kepada seluruh warga masyarakat kontituen lembaga masyarakat

(Konsorsium, 2008:10).

Kesiapsiagaan adalah perkiraan-perkiraan tentang kebutuhan yang akan timbul jika

terjadi bencana dan memastikan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan

demikian kesiapsiagaan akan membawa manusia di daerah rawan bencana pada tataran

kesiapan/kesiapsiagaan yang lebih baik dalam menghadapi bencana. Kegiatan kesiapsiagaan

Page 6: Pendidikan Kebencanaan Longsor

meletakkan aturan-aturan penanggulangan kedaruratan sedemikian rupa sehingga menjadi

lebih efektif, termasuk kegiatan penyusunan dan uji coba rencana kontinjensi,

mengorganisasi, memasang, dan menguji sistem peringatan dini, logistik kebutuhan dasar,

pelatihan, dan prosedur tetap lainnya (Nurjanah, dkk, 2012:53).

Pengupayaan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana merupakan perwujudan dari

Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2010-2012 (Prioritas 5)

yang merupakan penerjemahan dari Prioritas 5 Kerangka Kerja Aksi Hygo 2005-2015, yaitu

memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana untuk respon yang efektif di semua tingkatan

masyarakat. Selain itu, dalam konteks pendidikan pengurangan risiko bencana, konsep dasar

ini merupakan perwujudan dari Kerangka Kerja Hygo 2005-2015, Prioritas 3 (tiga), yaitu

menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya

keselamatan dan ketahanan di semua tingkat.

Dengan demikian, konsep masyarakat siaga bencana tidak hanya terpaku pada unsur

kesiapsiagaan saja, melainkan juga meliputi upaya-upaya mengembangkan pengetahuan

secara inofatif untuk mencapai pembudayaan keselamatan, keamanan, dan ketahanan bagi

seluruh warga masyarakat terhadap bencana. Berdasarkan hal tersebut, maka konsep

Masyarakat Siaga Bencana (MSB) memiliki dua unsur utama yaitu lingkungan yang aman

dan kesiapsiagaan masyarakat(Konsorsium, 2008:10).

Bila dilihat dari istilah berdasarkan pada jenis, waktu dan tujuan aktivitasnya,

kesiapsiagaan merupakan gabungan dari dua istilah yang berbeda, yaitu:

1. Ke-Siap-An (Preparedness)

Masa kesiapan terjadi pada saat menyadari adanya potensi ancaman bahaya sampai

masa tanda-tanda munculnya ancaman bahaya sudah nampak. Lamanya masa ini berbeda

pada tiap ancaman juga tergantung pada jelas tidaknya tanda-tanda munculnya bahaya.

Fokus utama pada masa ini adalah pembuatan “Rencana untuk menghadapi Ancaman

Bahaya (Bencana).” Ada dua rencana (Plan) yang dibuat pada masa ini, yaitu:

a) Rencana persiapan untuk menghadapi ancaman bahaya/bencana (Plan A)

b) Rencana saat ancaman bahaya/bencana terjadi (Plan B)

2. Ke-Siaga-An (Readiness)

Kesiagaan adalah masa yang relatif pendek, dimulai ketika muncul tanda-tanda awal

akan adanya ancaman bahaya. Pada masa ini, rencana saat ancaman bahaya/bencana terjadi

Page 7: Pendidikan Kebencanaan Longsor

mulai dijalankan dan senua orang diajak untuk siap sedia melakukan peran yang sudah

ditentukan sebelumnya.

3. Ke-Waspadaan-An (Alertness)

Kata ini lebih menunjuk ke sebuah momen/saat tertentu, yaitu ketika sebuah

ancaman bahaya pasti dan segera terjadi. Pada masa inilah semua hal yang berhubungan

dengan kesiapsiagaan akan diuji, apakah semua berjalan sesuai dengan rencana ataukah

ada hal-hal baru yang muncul dan perlu ditangani dengan segera. Masa ini tidak bisa

direncanakan, karena itu semua yang terjadi pada masa ini sifatnya sangat darurat.

Antisipasi kita akan datangnya masa inilah yang menetukan rencana kesiapsiagaan kita

(Nugroho, dkk, 2012:103).

Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dapat dikategorikan dalam beberapa aspek

berupa sembilan aktivitas sebagai berikut:

1. Pengukuran Awal, proses yang dinamis antara masyarakat dan lembaga yang ada untuk:

a. Melakukan pengukuran awal terhadap Risiko Bencana (bahaya dan kerentanan)

b. Membuat sumber data yang fokus pada bahaya potensial yang mungkin memberikan

pengaruh

c. Mengantisipasi kebutuhan yang muncul dan sumber daya yang tersedia.

2. Perencanaan, merupakan proses untuk:

a. Memperjelas tujuan dan arah aktivitas kesiapsiagaan

b. Mengidentifikasi tugas-tugas maupun tanggungjawab secara lebih spesifik baik oleh

masyarakat ataupun lembaga dalam situasi darurat.

c. Melibatkan organisasi yang ada di masyarakat (grassroots), LSM, pemerintahan lokal

maupun nasional, lembaga donor yang memiliki komitmen jangka panjang di area

rentan tersebut.

3. Rencana Institusional, koordinasi baik secara vertikal maupun horisontal antara masyarakat

dan lembaga yang akan menghindarkan pembentukan struktur yang baru melainkan saling

kerjasama dalam mengembangkan jaringan dan sistem.

a. Mengukur kekuatan dari komunitas dan struktur yang tersedia

b. Mencerminkan tanggungjawab terhadap keahlian yang ada

c. Memperjelas tugas dan tanggung jawab secara lugas dan sesuai.

Page 8: Pendidikan Kebencanaan Longsor

4. Sistem Informasi, mengkoordinasikan peralatan yang dapat mengumpulkan sekaligus

menyebarkan peringatan awal mengenai bencana dan hasil pengukuran terhadap

kerentanan yang ada baik di dalam lembaga maupun antar organisasi yang terlibat kepada

masyarakat luas.

5. Pusat Sumber Daya. melakukan antisipasi terhadap bantuan dan pemulihan yang

dibutuhkan secara terbuka dan menggunakan pengaturan yang spesifik. Perjanjian atau

pencatatan tertulis sebaiknya dilakukan untuk memastikan barang dan jasa yang

dibutuhkan memang tersedia, termasuk dana bantuan bencana, perencanaan dana bencana,

mekanisme koordinasi peralatan yang ada, penyimpanan

6. Sistem Peringatan, harus dikembangkan sebuah cara yang efektif dalam menyampaikan

peringatan kepada masyarakat luas meskipun tidak tersedia sistem komunikasi yang

memadai. Sebagai pelengkap, masyarakat internasional juga harus diberikan peringatan

menganai bahaya yang akan terjadi yang memungkinkan masuknya bantuan secara

internasional.

7. Mekanisme Respon, respon yang akan muncul terhadap terjadinya bencana akan sangat

banyak dan datang dari daerah yang luas cakupannya sehingga harus dipertimbangkan

serta disesuaikan dengan rencana kesiapsiagaan. Perlu juga dikomunikasikan kepada

masyarakat yang akan terlibat dalam koordinasi dan berpartisipasi pada saat muncul

bahaya.

8. Pelatihan dan Pendidikan Terhadap Masyarakat, dari berbagai jenis program pengetahuan

mengenai bencana seharusnya mempelajari dan mengetahui hal-hal apa saja yang

diharapkan dan apa yang harus dilakukan pada saat bencana tiba. Sebaiknya fasilitator

program pelatihan dan pendidikan sistem peringatan ini juga mempelajari kebiasaan serta

permasalahan yang ada di masyarakat setempat serta kemungkinan kebiasaan serta

perbedaan/pertentangan yang terjadi dalam penerapan rencana.

9. Praktek, kegiatan mempraktikkan hal-hal yang sudah dipersiapkan dalam rencana

kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dibutuhkan untuk menekankan kembali

instruksi-instruksi yang tercakup dalam program, mengidentifikasi kesenjangan yang

mungkin muncul dalam rencana kesiapsiagaan tersebut. Selain itu, agar didapatkan

informasi tambahan yang berhubungan dengan perbaikan rencana tersebut (Nugroho, dkk,

2012:105-106).

Page 9: Pendidikan Kebencanaan Longsor

Kegiatan kesiapsiagaan merupakan langkah penting dalam PB, karena pada kenyataan

tidak semua bahaya dapat dicegah ataupun ditangani dengan aktivitas mitigasi yang

komprehensif. Untuk menghindarkan kerugian lebih besar yang diakibatkan sebuah bencana,

khususnya hilangnya nyawa, maka diperlukan upaya yang jelas dan terencana. Kegiatan

kesiapsiagaan itu juga berfungsi sebagai rencana cadangan (kontinjensi/contigency plan) bila

akhirnya sebuah ancaman bahaya benar-benar menjadi nyata.

Rencana kesiapsiagaan dibuat bukan pada saat bahaya muncul tetapi saat sebelum

ancaman bencana terjadi. Rencana tersebut lebih merupakan tindakan antisipatif jika suatu

saat ancaman bahaya benar-benar muncul. Rencana tersebut merefleksikan sikap kita yang

siap (prepared) terhadap ancaman yang akan datang, maupun juga sikap yang siaga (ready)

bila saatnya bahaya yang akan datang menjadi kenyataan. (Nugroho, dkk, 2012:101).

Membangun kesiagaan adalah unsur penting, namun tidak mudah dilakukan karena

menyangkut sikap mental dan budaya serta disiplin di tengah masyarakat. Kesiagaan adalah

tahapan yang paling strategis karena sangat menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam

menghadapi datangnya suatu bencana (Ramli, 2010:31)

Masyarakat memiliki peranan penting. Pada fase darurat bencana, peran masyarakat

adalah memberikan pertolongan pertama awal (first respon) sebelum bantuan dari luar tiba.

Pada fase pra-bencana dan pasca-bencana mereka adalah pihak-pihak yang paling dekat

dengan bahaya/ancaman.

Masyarakat harus mampu melakukan antisipasi dan langkah-langkah untuk menghadapi

kemungkinan terjadinya bencana setiap saat. Masyarakat harus juga berbuat sesuatu minimal

untuk menolong diri sendiri agar terhindar/selamat dari bencana. Masyarakat harus

meningkatkan kapasitas untuk mengimbangi atau menyesuaikan diri dengan perkembangan

ancaman yang ada di sekitarnya.

Di samping itu, masyarakat harus memiliki pengetahuan, keterampilan, etika moral,

sikap dan komitmen tentang penanggulangan bencana sehingga secara perlahan akan dapat

mendukung terciptanya suatu kondisi dimana masyarakat dapat terhindar/menghindarkan diri

dari ancaman/bencana, atau ancaman/bencana itu sendiri yang harus ditangani agar tidak

bertemu dengan kerentanan masyarakat ( Nurjanah, dkk, 2012:111-112).

Dalam mengembangkan kegiatan masyarakat siaga bencana, anggota-anggota KPB

(Kelompok Penanggulangan Bencana) mempromosikan nilai-nilai yang diyakini untuk

Page 10: Pendidikan Kebencanaan Longsor

menjamin kualitas praktik Pengurangan Risiko Bencana. Nilai-nilai akan menjadi pedoman

baik-buruknya praktik Pengurangan Risiko Bencana(Konsorsium, 2008:19-20). Nilai-nilai

kesiapsiagaan tersebut antara lain:

1. Perubahan Budaya, pendidikan Pengurangan Risiko Bencana ditujukan untuk

menghasilkan perubahan budaya aman (safety) dan perubahan dari aman menjadi

berketahanan.

2. Pengaplikasian tindakan/Pemberdayaan, memampukan masyarakat untuk mengaplikasikan

Pengurangan Risiko Bencana secara kolektif.

3. Kemandirian, mengoptimalkan pendayagunaan sumberdaya masyarakat dan warga

masyarakat dengan mengurangi ketergantungan terhadap sumberdaya luar.

4. Pendekatan berbasis hak, praktik Pengurangan Risiko Bencana selalu memperhatikan hak-

hak dasar manusia

5. Keberlanjutan, mengutamakan keberlanjutan dan terbentuknya institusionalisasi

(pelembagaan)

6. Kearifan lokal, menggali dan mendayagunakan kearifan lokal dalam praktik Pengurangan

Risiko Bencana

7. Kemitraan, berupaya melibatkan pemangku kepentingan, baik dari berbagai komponen,

sektoral, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah dan organisasi non-pemerintah untuk

bekerjasama dalam pencapaian tujuan berdasarkan kesepakatan, prinsip kolaborasi dan

sinergi

8. Inklusivitas, memperhatikan kepentingan semua masyarakat tanpa terkecuali termasuk

mereka yang berkebutuhan khusus.

2. Konsep Dasar Kesiapsiagaan Bencana Longsor

a. Peringatan Dini

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 menjelaskan bahwa peringatan dini adalah

serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang

kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Peringatan

dini merupakan salah satu kegiatan untuk mengurangi resiko bencana. Upaya penanggulangan

bencana dan meminimalisasikan dampak negatif bencana dalam hal ini bencana longsor,

memerlukan data dan informasi spasial tentang karakteristik fisik wilayah rawan longsor,

Page 11: Pendidikan Kebencanaan Longsor

karakteristik longsoran (meliputi mekanisme kejadian longsor/gejala terjadinya longsor dan

faktor penyebab/pemicu), teknik dan cara-cara penanggulangan longsor baik secara

struktural/kerekayasaan, maupun non-struktural (peraturan dan perundang-undangan).

Peringatan dini dapat dilakukan antara lain melalui prediksi cuaca/iklim sebagai salah satu

faktor yang menentukan bencana longsor.

b. Evakuasi dan Penyelamatan

Evakuasi merupakan proses penyelamatan diri atau kelompok secara mandiri ke daerah atau

titik aman dengan selamat dan tepat waktu. Untuk memungkinkan evakuasi berjalan sebagaimana

diharapkan, maka diperlukan rencana yang baik.

Penyelamatan adalah tindakan yang dilakukan oleh orang pertama penanggung bencana, baik

untuk dirinya sendiri dan/atau orang lain yang berada di lokasi yang sama. Alur tindakan dari

dalam ke luar. Bentuk tindakan penyelamatan bergantung pada jenis dan skala bencana serta

lokasi saat terjadi bencana.

Diri sendiri

Pertama-tama, tindakan penyelamatan saat bencana harus didasarkan pada diri

sendiri setiap personal. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko bagi tiap-tiap

orang.

Orang Lain

Kedua, tindakan penyelamatan saat bencana didasarkan pada penyelamatan orang

lain yang berada di lokasi kejadian. Penyelamatan ini mengandung risiko lebih besar

daripada penyelamatan diri sendiri. Namun demikian, penyelamatan ini merupakan

pilihan logis, terutama untuk menyelamatkan personal yang paling rentan terhadap

risiko bencana. Ingat prinsip: No Body Left Behind! (Priambodo, 2009:51-52).

c. Pertolongan Pertama

Pertolongan adalah tindakan yang dilakukan oleh orang yang bukan merupakan korban

bencana secara langsung. Alur tindakan dari luar ke dalam. Umumnya, tindakan pertolongan

merupakan tindakan pencarian dan penyelamatan yang dilakukan sesaat setelah kejadian.

Tindakan pertolongan harus dilakukan secara cermat agar tidak menimbulkan korban ataupun

risiko yang lebih besar (Priambodo, 2009:52).

Pertolongan pertama pada korban atau yang sering disebut P3K merupakan petunjuk dan

tindakan pertolongan pertama yang dilakukan oleh orang yang berada terdekat dengan korban

Page 12: Pendidikan Kebencanaan Longsor

(atau korban itu sendiri) pada saat kejadian atau setelahnya, dengan atau tanpa menggunakan

peralatan dan perlengkapan medis sederhana. Saat kejadian bencana, keberadaan P3K sangat

dibutuhkan, terutama jika ada korban luka. Dalam P3K ada beberapa tahapan yan perlu

diperhatikan.

a. Keamanan. Usahakan korban dan penolong aman dari gangguan atau ancaman

bencana susulan.

b. Tempat. Usahakan tempat untuk melakukan tindakan P3K lapang dan nyaman,

terutama bagi korban. Cari tempat yang aman dengan sirkulasi udara yang baik di

sekitar kejadian.

c. Waktu. Jangan terburu-buru melakukan tindakan pertolongan. Identifikasi luka pada

korban terlebih dahulu sehingga Anda bisa mengambil tindakan P3K yang tepat.

d. Posisi Korban. Usahakan korban terbaring lurus (kecuali korban patah tulang) dengan

posisi kepala menghadap ke atas sejajar dengan badan.

e. Tindakan. Berikan tindakan P3K sesuai dengan luka yang sialami oleh korban

(Priambodo, 2009:95-96).

d. Logistik

Selain menjaga kesehatan jiwa dan raga, saat menghadapi bencana ada beberapa kebutuhan

dasar yang harus turut serta untuk kesiapsiagaan bencana ini. Kebutuhan ini merupakan jainan

bagi keluarga untuk melanjutkan kehidupan. Contohnya adalah makanan dalam kemasan (cepat

saji) dan minuman senantiasa tetap memperhatikan tanggal kadaluarsa dan ganti persediaan

makanan dengan yang baru setiap setengah tahun sekali (Priambodo, 2009:44).

3. Komponen atau Parameter Kesiapsiagaan Bencana Longsor

Untuk mengukur upaya yang dilakukan masyarakat dalam membangun Masyarakat Siaga

Bencana (MSB), perlu ditetapkan parameter dan indikator. Parameter adalah standart minimum

yang bersifat kualitatif dan menentukan tingkat minimum yang harus dicapai dalam pemberian

respon masyarakat.

Indikator merupakan “penanda” yang menunjukkan apakah standart telah dicapai. Indikator

memberikan cara mengukur dan mengkomunikasikan dampak, atau hasil dari suatu program,

sekaligus juga proses, atau metode yang digunakan. Indikator bisa bersifat kualitatif atau

kuantitatif. Parameter kesiapsiagaan masyarakat diidentifikasi terdiri dari empat faktor, yaitu:

Page 13: Pendidikan Kebencanaan Longsor

1. Sikap dan Tindakan

Dasar dari setiap sikap dan tindakan masyarakat adalah adanya persepsi,

pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Siap siaga

masyarakat bertujuan untuk membangun kemampuan seluruh masyarakat baik individu

maupun kelompok masyarakat secara kolektif, untuk menghadapi bencana secara cepat

dan tepat guna. Dengan demikian, seluruh warga masyarakat menjadi target sasaran tidak

hanya individu manusia itu sendiri.

2. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah adalah keputusan yang dibuat secara formal oleh pemerintah

mengenai hal-hal yang perlu didukung dalam pelaksanaan PRB di masyarakat, baik

secara khusus maupun terpadu. Keputusan tersebut bersifat mengikat. Pada praktiknya,

kebijakan pemerintah akan landasan, panduan, arahan pelaksanaan kegiatan terkait denga

PRB di masyarakat.

3. Perencanaan Kesiapsiagaan

Perencanaan kesiapsiagaan bertujuan untuk menjamin adanya tindakan cepat dan

tepat guna pada saat terjadi bencana dengan memadukan dan mempertimbangkan sistem

Pengurangan bencana di daerah dan disesuaikan kondisi wilayah setempat. Bentuk atau

produk dari perencanaa ini adalah dokumen-dokumen, seperti proptap kesiapsiagaan,

rencana kedaruatan/ kontinjensi, dan dokumen pendukung kesiapsiagaan terkait,

termasuk sistem peringatan dini yang disusun dengan mempertimbangkan akurasi dan

kontektualitas lokal.

4. Sarana dan Prasarana

Lembaga masyarakat harus menyiapkan sumber daya manusia, sarana dan prasarana,

serta finansial dalam pengelolaan untuk menjamin kesiapsiagaan bencana masyarakat.

Mobilisasi sumber daya didasarkan pada kemampuan masyarakat dan pemangku

masyarakat. Mobilisasi ini juga terbuka bagi peluang partisipasi dari pemangku

kepentingan lainnya.

Keempat parameter di atas adalah perangkat pengukuran kesiapsiagaan bencana di

masyarakat. Dalam pengukuran, masing-masing parameter itu tidak berdiri sendiri,

melainkan saling terkait satu sama lainnya. Dari ukuran yang didapat dari masyarakat terkait,

dapat diketahui mengenai tingkat ketahanan masyarakat terhadap ancaman bencana tanah

Page 14: Pendidikan Kebencanaan Longsor

longsor. Dalam praktiknya, kesiapsiagaan masyarakat juga dipadukan dengan upaya

kesiapsiagaan aparat pemerintah dan masyarakat di daerah atau lingkungannya.

Secara garis besar, parameter, dan indikator dalam konsep Masyarakat Siaga Bencana

yang dikembangkan Konsep Pengurangan Bencana adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Parameter dan Indikator Konsep Masyarakat Siaga Bencana

No Parameter Indikator

1. Sikap dan

tindakan

- Tersedianya pengetahuan mengenai Bahaya (jenis bahaya, sumber

bahaya dan besaran bahaya): Kerentanan; Kapasitas; Risiko dan

Sejarah Bencana yang terjadi di lingkungan masyarakat atau

daerahnya.

- Tersedianya pengetahuan mengenai upaya yang bisa dilakukan

untuk mengurangi risiko bencana di masyarakat.

- Keterampilan seluruh komponen masyarakat dalam menjalankan

rencana tanggap darurat

- Terlaksananya sosialisasi mengenai pengetahuan Pengurangan

Risiko Bencana, Masyarakat Siaga Bencana dan kesiapsiagaan

kepada masyarakat dan pemangku kepentingan masyarakat

- Terlaksananya pelatihan pengintegrasian Pengurangan Risiko

Bencana

- Terlaksananya kegiatan simulasi drill secara berkala di msyarakat

dengan melibatkan masyarakat luas

2. Kebijakan

Pemerintah

- Adanya kebijakan, kesepakatan dan/atau peraturan pemerintah

yang mendukung upaya pengurangan risiko bencana di

masyarakat

- Tersedianya akses bagi seluruh komponen masyarakat terhadap

informasi, pengetahuan dan pelatihan untuk meningkatkan

kapasitas dalam hal Penaggulangan Risiko Bencana (materi acuan

ikut serta dalam pelatiahan, musyawarah pemerintah, pertemuan

dan lain-lain)

3. Perancanaan - Tersedianya dokumen penilaian risiko bencana yang disusun

Page 15: Pendidikan Kebencanaan Longsor

Kesiapsiagaan bersama secara partisipasif dengan masyarakat dan pemangku

kepentingan masyarakat.

- Tersedianya rencana aksi masyarakat dalam Pengurangan

bencana (sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana)

- Tersedianya Sistem Peringatan Dini yang dipahami oleh seluruh

komponen masyarakat meliputi:

Akses terhadap informasi bahaya, baik dari tanda alam,

informasi dari lingkungan, dan dari pihak berwenang

(pemerintah daerah dan BMKG)

Alat peringatan serta biaya pemeliharaannya dan tanda bahaya

yang disepakati dan dipahami seluruh komponen masyarakat

Proptap penyebarluasan informasi peringatan bahaya di

lingkungan masyarakat

Petugas yang bertanggungjawab dan berwenang

mengoperasikan alat peringatan dini

Adanya peta evakuasi masyarakat, dengan tanda dan rambu

yang terpasang, yang mudah dipahami oleh seluruh komponen

masyarakat

Kesepakatan dan ketersediaan lokasi evakuasi/ shelter terdekat

dengan masyarakat, disosialisasikan kepada seluruh komponen

masyarakat serta pemerintah daerah

Adanya prosedur tetap kesiapsiagaan masyarakat yang

disepakati dan dilaksanakan oleh seluruh komponen

masyarakat, diantaranya meliputi:

- Penggandaan dan penyimpanan dokumen penting sekolah pada

tempat yang aman

- Pencatatan nomer telepon penting yang mudah diakses seluruh

komponen masyarakat (a.l Puskesmas/Rumah Sakit, pemadam

kebakaran dan aparat pemerintah)

4. Sarana dan

Prasarana

- Adanya bangunan yang tahan terhadap bencana

- Jumlah dan jenis perlengkapan, suplai dan kebutuhan dasar pasca

Page 16: Pendidikan Kebencanaan Longsor

bencana yang dimiliki masyarakat

- Adanya gugus siaga bencana dalam masyarakat yang melibatkan

perwakilan dari kepala keluarga

- Adanya kerjasama antar masyarakat di wilayahnya terkait

Pengurangan Risiko Bencana

- Adanya kerjasama dalam penyelengaraan Pengurangan bencana

di kota/kabupaten dengan pihak-pihak terkait setempat (seperti

perangkat desa/ kelurahan, kecamatan, BPBD, dan lembaga

pemerintah lainnya)

- Pemantauan dan evaluasi partisipasif mengenai kesiapsiagan dan

keamanan masyarakat secara rutin (menguji atau melatih

kesiapsiagaan masyarakat secara berkala.

(Konsorsium, 2008:11-18)

4. Langkah-langkah Pelaksanaan Kesiapsiagaan Bencana Longsor

a. Peringatan Dini

1) Memahami terkait pengetahuan bencana tanah longsor atau pemahaman risiko

bencana tanah longsor di masyarakat

i. Memahami jenis-jenis bahaya apa saja yang dihadapi dan harus diwaspadai.

Muncul retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing

Muncul air secara tiba-tiba dari permukaan tanah di lokasi baru

Air sumur di sekitar lereng menjadi keruh

Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan

Hujan yang berkepanjangan

ii. Identifikasi sumber kerentanan (cek jumlah warga masyarakat di sekitar daerah

rawan longsor, kebutuhan khusus, identifikasi hal-hal yang membahayakan seperti

sumur dan parit terbuka, rumah warga dan lain sebagainya).

iii. Petakan kapasitas yang dimiliki masyarakat (seperti kelompok-kelompok

masyarakat, P3K, tenda pengungsian, sumber air bersih dan lain sebagainya)

Page 17: Pendidikan Kebencanaan Longsor

2) Kerjasama antar masyarakat dalam upaya:

Tidak menebang atau merusak hutan, terutama di daerah tebing

Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat seperti nimba, akar wangi,

lamtoro, dll pada lereng-lereng yang gundul

Membangun saluran air hujan

Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang terjal

Menggunakan teknik sengkedan atau terasering dan bedeng yang dapat

mengalirkan kelebihan air

Memeriksa keadaan dan kekuatan tanah

Mengukur tingkat deras hujan

3) Memahami cara mengurangi dampak tanah longsor:

Membangun perumahan jauh dari daerah rawan longsor

Bertanya pada pihak yang mengerti sebelum membangun rumah

Membuat peta ancaman untuk keterangan lebih lanjut

Gunakan sistem peringatan dini

4) Mengenali penyebab bencana tanah longsor

Secara garis besar faktor penyebab tanah longsor sebagai berikut:

1) Faktor alam

Kondisi geologi antara lain batuan lapuk, kemiringan lapisan tanah, gempa bumi

dan letusan gunung api.

Iklim yaitu pada saat curah hujan tinggi.

Keadaan topografi yaitu lereng yang curam.

2) Faktor manusia

Penebangan hutan secara liar di daerah lereng.

Sistem drainase di daerah lereng yang tidak baik.

Pembebanan berlebihan dari bangunan di kawasan perbukitan

5) Tanda peringatan bencana

Tanda larangan menebang pohon di daerah lereng

Tanda tanam 1000 pohon di daerah rawan bencana tanah longsor

Tanda larangan membangun bangunan di sekitar lereng yang curam

6) Melakukan beberapa tindakan pada saat:

Page 18: Pendidikan Kebencanaan Longsor

1) Sebelum bencana

Mengikuti perkembangan informasi bencana tanah longsor

Mengikuti pelatihan mengenai siaga bencana

Pembagian leaflet/brosur/poster mengenai ancaman bencana dan tim pencegahan

Mempublikasikan undang-undang mengenai kebencanaan

Mengadakan sosialisasi peta rawan bencana

Mengadakan sosialisasi pedoman tanggap darurat bencana

Mengadakan Penanaman pohon di lereng yang terjal

pendidikan mengenai kebencanaan

Membuat forum khusus terkait bencana

Pembuatan tanda peringatan bahaya bencana dan larangan di daerah rawan

bencana atau alat pemantau tanah

Gotong royong dalam upaya mitigasi bencana bersama masyarakat

Pengkajian resiko bencana bersama masyarakat

Memfasilitasi alat informasi dan bahan komunikasi

Menyebarkan informasi bencana media informasi

Mengikuti aktifitas bersih lingkungan/ pembuatan bronjong batu, terasering dan

talud serta bangunan lain yang dapat mengurangi resiko bencana tanah longsor

Memastikan HP atau alat komunikasi yang lain dengan baterai yang terisi penuh

dan siap digunakan setiap saat

Sosialisasi rutin tanda dan rambu evakuasi

Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang larangan melakukan

penambangan galian C.

2) Saat bencana

Mengamankan diri sendiri dari bahaya bencana tanah longsor

Menyelamatkan anggota keluarga

Mengamankan rumah dengan mematikan listrik kompor, air dan keluar dari

rumah dengan membawa tas yang berisi tas siaga bencana

Memberitahu kepada seluruh keluarga dan masyarakat umumnya lewat pengeras

suara di tempat ibadah, bunyikan kentongan dan beduk di pos-pos ronda dan

Page 19: Pendidikan Kebencanaan Longsor

masjid dengan ketukan tiga kali secara berirama terus menerus atau dapat juga

menyuarakan toa di masjid-masjid sekitar

Hubungi pihak berwajib melalui telepon atau radio genggam

Tidak menggangu kerja aparat yang sedang memberikan bantuan atau

mengevakuasi korban

Tetap waspada akan bahaya susulan

Dengarkan informasi tentang perkembangan situasi melalui alat komunikasi

Jangan mudah terpancing isu. Dengarkan hanya informasi dari pemerintah atau

aparat yang berwenang

Menyimpan dokumen penting seperti, KTP, ijasah, buku-buku bank, surat tanah,

akta kelahiran, dan lain-lain di bungkus dan di simpan di tempat yang aman

3) Setelah bencana

Memahami informasi tentang perkembangan bencana susulan (waspada bencana

susulan)

Memperbaiki fasilitas umum dan rumah yang rusak

Perbaikan bangunan pencegah bencana tanah longsor

Menanam pohon pada daerah bekas longsor atau daerah di sekitarnya untuk

mencegah erosi lapisan tanah atas yang dapat menyebabkan longsor

Melaporkan kerusakan fasilitas umum kepada pihak yang berwenang

Memeriksa kerusakan pondasi rumah dari tanah di sekitar tempat terjadinya

longsor

Mendengarkan siaran radio lokal atau televisi untuk informasi keadaan terkini.

7) Syarat Sistem Peringatan Dini:

Ada informasi resmi atau yang dapat dipercaya

Ada alat dan tanda bahaya yang disepakati masyarakat

Ada cara untuk mmenyebarluaskan informasi tersebut kepada masyarakat

b. Pertolongan Pertama

a. Melakukan beberapa tindakan pada saat:

1) Sebelum bencana

Page 20: Pendidikan Kebencanaan Longsor

Mempersiapkan obat-obatan pribadi

Mengikuti pelatihan dan simulasi pertolongan pertama

Memfasilitasi penyedian kotak P3K yang berisi obat-obatan, seperti: obat merah,

perban, guntung

Mensimulasikan pertolongan pertama

2) Saat bencana

Melaporkan kepada tim khusus siaga bencana bagi orang lanjut usia, balita, ibu

hamil, orang sakit, dan anak

Berikan pertolongan sesuai kemampuan anda. Prioritaskan korban yang luka serius

Mendapatkan informasi balai pengobatan di sekitar rumah dan siap melayani bila

dibutuhkan

3) Setelah bencana

Membantu bersih lingkungan

Memperbaiki fasilitas yang rusak

Memberi bantuan berupa obat-obatan dan perawatan lanjutan kepada korban bencana

tanah longsor

2. Logistik

a. Melakukan beberapa tindakan pada saat:

1) Sebelum bencana

Mengumpulkan dan menyimpan bahan makanan, seperti beras, ketela

Menyiapkan tenda keluarga

2) Saat bencana

Membantu kelompok masyarakat menyiapkan tempat dan peralatan pengungsian

serta bahan makanan

Pindahkan barang berharga dan persediaan makanan ke tempat yang lebih aman

Membuat dapur umum di tempat aman bagi korban bencana tanah longsor

3) Setelah Bencana

Satuan tugas logistik membantu mencari dan memberi kebutuhan dasar di lokasi

pengungsian

Page 21: Pendidikan Kebencanaan Longsor

Seluruh satuan tugas melakukan pendataan yang diperlukan (pendataan jumlah

warga masyarakat yang selamat, korban terluka, kebutuhan logistik dan lainnya)

3. Evakuasi dan Penyelamatan

a. Pembuatan Rencana Evakuasi Masyarakat

Evakuasi merupakan proses penyelamatan diri atau kelompok secara mandiri ke

daerah atau titik aman dengan selamat dan tepat waktu. Untuk memungkinkan evakuasi

berjalan sebagaimana diharapkan, maka diperlukan rencana yang baik.

Tips Jalur Evakuasi

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penentuan jalur evakuasi, antara lain:

Buat jalur evakuasi berdasarkan denah permukiman dan jalan dengan melakukan

identifikasi pada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat bahaya yang tinggi.

Tentukan arah masyarakat untuk menyelamatkan diri ke lokasi yan lebih aman

dari potensi runtuhnya tanah/bangunan, rusaknya jalan dan lain sebagainya

Tentukan tempat evakuasi yang mampu menampung beberapa keluarga, dapat

menggunakan satu atau dua lokasi evakuasi

Sepakati jalur evakuasi yang mana yang dapat digunakan oleh masing-masing

kepala keluarga menuju tempat evakuasi, usahakan di daerah rawan bencana tanah

longsor sudah disiapkan jalur evakuasi bagi masyarakat dan arah mana yang akan

digunakan pada saat menyelamatkan diri

Pasang tanda jalur evakuasi pada wilayah yang strategis dan mudah dilihat

sebagai acuan pada saat melakukan proses evakuasi seperti di pinggir jalan yang

sering dilalui masyarakat

Sosialisasikan jalur evakuasi tersebut kepada masyarakat sehingga pada saat

melaksanakan latihan ataupun ada kejadian tanah longsor dapat dilakukan dengan

baik.

Tips Tempat Evakuasi

Apabila lokasi permukiman masyarakat dekat dengan lereng-lereng yang rawan

terhadap tanah longsor, maka:

Carilah lokasi tujuan evakuasi yang menjauh dari lereng –lereng yang rawan

terhadap bencana tanah longsor dan menyelamatkan diri ke daerah yang aman

Hindari melalui jalan yang dekat dengan lereng

Page 22: Pendidikan Kebencanaan Longsor

Memilih bangunan-bangunan yang jauh dari longsoran tanah dengan syarakt

bangunan tersebut mutlak dinyatakan aman dari efek bencana tanah longsor oleh

pemerintah yang terkait.

Jalur Evakuasi

Jalur evakuasi aman dari kemungkinan tertimpa longsoran tanah maupun runtuhan

lain seperti pohon, tangga, tiang dan lain sebagainya

Tentukan jalan yang cukup lebar dan menjadi jalur terdekat dalam upaya

penyelamatan diri

Penentuan jalur dengan melibatkan masukan dan ide dari seluruh komponen

masyarakat termasuk kepala desa

Tempat Evakuasi (Shelter)

Tempat evakuasi yang baik yaitu:

Tempat yang aman dari ancaman bahaya bencana tanah longsor

Tempat yang jauh dari longsoran tanah

Jauh dari kemungkina runtuhan rumah, pohon, tiang, dan lain-lain

Terdapat fasilitas umum seperti MCK dan sumber air bersih

Peran dan Pelaku Evakuasi

Melibatkan seluruh komponen masyarakat (Kepala Desa, Ketua RT/RW, Kepala

Keluarga)

Membahas apa yang harus disiapkan sebelum, saat dan sesudah bencana tanah

longsor terjadi

Membahas siapa yang melakukan sesuatu di dalam kondisi sebelum, saat dan

sesudah bencana terjadi

Menetapkan Kelompok Siaga Bencana guna menyiapkan pelatihan dan

pelaksanaan pelatihan di dalam masyarakat sekitar bencana

Tips Peran dan Pelaku Evakuasi

Setiap kelompok masyarakat mempunyai peran yang sama pentingnya terkait

dengan kesiapsiagaan. Keterlibatan beberapa pihak dalam menentukan peran dan

pelaku evakuasi menjadi sangat penting. Seluruh komponen dalam kelompok

masyarakat perlu melakukan diskusi untuk berbagi peran. Peran tersebut antara lain

Page 23: Pendidikan Kebencanaan Longsor

pertolongan pertama, evakuasi/penyelamatan, logistik dan keamanan. Kepala Desa

menjadi penanggung jawab dalam keseluruhan peranan.

Seharusnya di dalam kelompok masyarakat rawan bencana, dibentuk suatu

forum/organisasi khusus atau kelompok siaga bencana yang bertugas melaksanakan

peran terkait dengan kesiapsiagaan bencana tanah longsor.

Tips Tanda dan Rambu Evakuasi

Tentukan letak tanda dan rambu evakuasi

Gunakan warna-warna mencolok dan berbeda agar terlihat jelas

Gunakan simbol gambar seperti di bawah ini,

Tempatkan di tempat-tempat yang mudah dilihat dan dikenali, atau sering dilalui

oleh masyarakat

Tanda evakuasi dapat dilakukan dengan mengginakan bunyi atau simbol suara

atau peralatan seperti lampu, peluit, kentongan, toa, bendera dan lain-lain

Tips Peta Evakuasi

Buatlah denah permikiman dan jalan

Perhatikan dimana rambu evakuasi harus ditempatkan di denah/peta tersebut

Gambarkan jalur yang sudah dibahas dan disepakati bersama menuju tempat

evakuasi

Gambarkan dengan jelas jalur dan lokasi evakuasi

Beri keterangan dengan jelas yang membantu masyarakat untuk memahami

denah/peta dengan baik

Jalur EvakuasiJalur Evakuasi

Page 24: Pendidikan Kebencanaan Longsor

Tandai dalam denah/peta evakuasi, hal-hal yang sebaiknya dihindari saat evakuasi

yang dapat membahayakan

b. Melakukan beberapa tindakan pada saat:

1) Sebelum bencana

Mengetahui tempat evakuasi dan posko bencana

Mengetahui teknik evakuasi sederhana sesuai dengan kemampuan

Mengikuti latihan dan simulasi evakuasi

2) Saat bencana

Dalam melalui jalur evakuasi diharapkan tidak melewati daerah yang rawan

bencana

Segera mengungsi ke tempat aman dan stabil

Hindari reruntuhan material yang dibawa longsor

Bila pengungsian tidak memungkinkan lingkakan tubuh Anda seperti bola dengan

kuat dan lindungi kepala Anda. Posisi ini akan memberikan perlindungan terbaik

untuk badan Anda

Usahakan tetap tenang dan redam rasa panik

Jangan kembali ke rumah sebelum kondisi daerah longsor dikatakan aman dari

bahaya reruntuhan tanah dan bahay ikutan lain seperti robohnya pohon, tiang

listrik, konsleting dan lain-lain.

3) Setelah bencana

Membantu masyarakat melakukan evakuasi sesuai dengan kemampuan.

C. Kelompok Siaga Bencana Tanah Longsor

1. Peringatan Dini

b. Satuan Tugas Peringatan Dini

Page 25: Pendidikan Kebencanaan Longsor

Tugas utamanya adalah menyampaikan peringatan bencana. Satuan tugas ini

mencari tahu, memberikan informasi dan perintah evakuasi Kepala Desa. Retakan tanah

yang sejajar dengan lereng serta runtuhan tanah menjadi informasi awal. Informasi lain

yang dapat menjadi dasar tindakan evakuasi bisa didapat dari petugas yang berwenang

seperti pemerintah daerah dan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika).

Anggota dari satuan tugas ini adalah beberapa orang yang dipilih oleh masyarakat atau

yang ditunjuk oleh Kepala Desa. Di dalam satuan tugas peringatan dini diperlukan

beberapa alat guna menunjang upaya kesiapsiagaan peringatan dini tersebut, alat

tersebut antara lain: alat pendeteksi gerakan tanah, HP, megaphone, dan kentongan.

c. Menyebarkan informasi terkait bencana tanah longsor

Alat Komunikasi: untuk melakukan komunikasi dan koordinasi antar satuan tugas

serta berfungsi untuk memantau informasi dari lembaga terkait lainnya

Kentongan : memberikan tanda bahaya atau perintah evakuasi

Megaphone : mengarahkan dan menenangkan massa

2. Evakuasi dan Penyelamatan

Page 26: Pendidikan Kebencanaan Longsor

a. Satuan tugas evakuasi dan penyelamatan

Satuan tugas ini untuk mengarahkan masyarakat dalam proses evakuasi, agar

seluruh masyarakat dapat tiba dengan cepat dam aman di tempat evakuasi. Anggota

satuan tugas ini dipimpin oleh seseorang yang dipilh oleh masyarakat lain yang

sekiranya mampu mengarahkan dalam upaya evakuasi dan penyelamatan.

b. Kebutuhan teknis satuan tugas evakuasi dan penyelamatan

Alat Komunikasi : untuk melakukan komunikasi dan koordinasi antar satuan

tugas serta berfungsi meminta bantuan evakuasi korban luka berat

Tandu : mengangkat korban luka dan meninggal dunia

Jalur Evakuasi : tanda arah atau jalur ini akan membantu masyarakat menuju

tempat yang lebih aman dan cepat.

3. Pertolongan Pertama

a. Satuan Tugas Pertolongan Pertama

Tugas utamanya adalah memberikan pertolongan pertama dan medik praktis bagi

warga masyarakat yang terluka dan membutuhkan pertolongan. Anggota satuan tugas

ini adalah masyarakat yang terampil dalam pertolongan pertama misalnya, menjadi

anggota PMR/PMI.

Page 27: Pendidikan Kebencanaan Longsor

b. Kebutuhan teknis satuan tugas Pertolongan Pertama

Obat : Obat-obatan yang disediakan adalah obat yang dibutuhkan untuk proses

pertolongan pertama pada korban, seperti obat merah, perban luka, obat pusing

dan lainnya

Tandu : mengangkat korban luka berat atau meninggal dunia

Alat Komunikasi : untuk melakukan komunikasi dan koordinasi antar satuan

tugas serta berfungsi untuk minta bantuan medis kepada dinas kesehatan atau PMI

apabila dibutuhkan

4. Logistik

a. Satuan Tugas Logistik

Tugas utama tugas ini adalah memperhatikan dan memenuhi kebutuhan dasar

seluruh warga masyarakat setelah evakuasi dilakukan. Satuan tugas logistik

memperhatikan ketersediaan sumber air bersih, kebutuhan air minum dan tenda bila

diperlukan, termasuk bagi warga masyarakat berkebutuhan khusus. Anggota satuan

tugas ini bisa dilakukan oleh petugas di kantor desa.

b. Kebutuhan teknis satuan tugas logistik

Page 28: Pendidikan Kebencanaan Longsor

Tenda : Tenda untuk tempat pengungsian

Alat Komunikasi : komunikasi dan koordinasi antar satuan tugas serta berfungsi

meminta bantuan logistik kepada lembaga lain jika dibutuhkan

Logistik : berupa makanan dan minuman

e. Keamanan

a. Satuan Tugas Keamanan

Tugas utama satuan tugas ini adalah menjaga keamanan warga masyarakat, baik

saat proses evakuasi maupun saat setelah tiba di lokasi evakuasi. Petugas ini juga harus

memperhatikan keamanan masyarakat saat ditinggalkan masyarakat saat melakukan

evakuasi. Anggota satuan tugas ini dapat dilakukan oleh unsur keamanan di masyarakat

tersebut.

b. Kebutuhan Teknis Satuan Tugas Keamanan

Alat komunikasi : komunikasi dan koordinasi antar satuan tugas serta berfungsi

meminta bantuan keamanan dan menyampaikan informasi keamanan masyarakat,

tempat evakuasi dan wilayah sekitar

Page 29: Pendidikan Kebencanaan Longsor

Kentongan : memberikan tanda bahaya atau perintah evakuasi

Megaphone : mengarahkan dan menenangkan massa

5. Nilai dan Prinsip Kesiapsiagaan Bencana Longsor

Dalam mengembangkan kegiatan masyarakat siaga bencana, anggota-anggota KPB

mempromosikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diyakini untuk menjamin kualitas

praktik Pengurangan Risiko Bencana. Nilai-nilai akan menjadi pedoman baik-buruknya

praktik Pengurangan Risiko Bencana. Sedangkan prinsip-prinsip menjadi petunjuk

bagaimana praktik Pengurangan Risiko Bencana harus dilakukan. Nilai-nilai dan prinsip-

prinsip ini diharapkan menjadi panduan bagi para pelaku (community of practices) maupun

pemangku kepentingan dalam membangun kesiapsiagaan bencana masyarakat (Konsorsium,

2008:19-20).

1. Nilai-Nilai

a. Perubahan Budaya

Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana ditujukan untuk menghasilkan

perubahan budaya aman (safety) dan perubahan dari aman menjadi berketahanan.

b. Berorientasi Pemberdayaan

Page 30: Pendidikan Kebencanaan Longsor

Memampukan masyarakat untuk mengaplikasikan Pengurangan Risiko Bencana

secara kolektif.

c. Kemandirian

Mengoptimalkan pendayagunaan sumberdaya masyarakat dan warga masyarakat

dengan mengurangi ketergantungan terhadap sumberdaya luar.

d. Pendekatan berbasis hak

Praktik Pengurangan Risiko Bencana selalu memperhatikan hak-hak dasar

manusia

e. Keberlanjutan

Mengutamakan keberlanjutan dan terbentuknya institusionalisasi (pelembagaan)

f. Kearifan lokal

Menggali dan mendayagunakan kearifan lokal dalam praktik Pengurangan Risiko

Bencana

g. Kemitraan

Berupaya melibatkan pemangku kepentingan, baik dari berbagai komponen,

sektoral, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah dan organisasi non-pemerintah

utnuk bekerjasama dalam pencapaian tujuan berdasarkan kesepakatan, prinsip

kolaborasi dan sinergi

h. Inklusivitas

Memperhatikan kepentingan semua masyarakat tanpa terkecuali termasuk mereka

yang berkebutuhan khusus.

2. Prinsip-Prinsip

a. Interdisiplin dan Menyeluruh

Pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana dapat terkandung dan terintegrasi

dalam masyarakat, tidak harus dilaksanakan sebagai kegiatan dalam masyarakat itu

sendiri. Menyeluruh dimaksudkan bahwa proses pembelajaran antar kelompok

masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu untuk mencapai aturan yang telah

ditetapkan.

b. Komunikasi Antar-Budaya

Page 31: Pendidikan Kebencanaan Longsor

Pendekatan Pengurangan Risiko Bencana harus mengutamakan komunikasi antar-

pribadi yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda (ras, etnik, atau sosio-

ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan itu).

c. Berorientasi Nilai

Pendekatan Pengurangan Risiko Bencana harus didasari nilai-nilai bersama yang

disepakati dan menjadi norma yang dianut. Namun dapat selalu dikritisi, didebat,

diuji dan diterapkan dengan adaptasi yang diperlukan.

d. Berorientasi Tindakan

Pengaplikasian pengalaman pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana ke dalam

kehidupan sehari-hari partisipan baik yang bersifat pribadi maupun profesional.

e. Pemikiran Kritis dalam Pemecahan Masalah

Pengembangan pemikiran kritis dan pemecahan masalah dengan membentuk

kepercayaan diri dalam mengungkapkan dilema dan tantangan membangun budaya

aman dan ketangguhan terhadap bencana.

f. Multi-Metodologi

Tidak ada metodologi (tunggal) yang paling sesuai, pendekatan harus dilakukan

untuk memungkinkan pengajar dan pembelajar bekerja bersama untuk mendapatkan

pengetahuan dan memainkan peran dalam menciptakan lingkungan yang aman dan

nyaman

g. Relevan dengan Kondisi Lokal

Membicarakan persoalan lokal dan juga persoalan global dengan bahasa-bahasa

yang paling umum digunakan oleh partisipan. Konsep-konsep dengan tepat

disampaikan dalam konteks lokal.

h. Partisipatif

Pembuatan keputusan yang partipatoris di mana masyarakat ikut serta

memutuskan bagaimana mereka akan melakukan tindakan.

i. Kehati-hatian

Menghindari munculnya kerentanan dan ketergantungan terhadap pihak luar

j. Akuntabilitas

Page 32: Pendidikan Kebencanaan Longsor

Bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan kegiatan harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada anggota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Akuntabilitas juga merupakan kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban itu.

k. Penegakan Fungsi Pemerintah

Fungsi pemerintah untuk memberikan pelayanan dalam tindakan kesiapsiagaan

bencana agar menjadi prioritas utama dalam keadaan darurat.

DAFTAR PUSTAKA

IDEP Foundation (2007), Panduan Umum Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat”.

Konsorium Pendidikan Bencana (2011), “Draft Kerangka Kerja Sekolah Siaga Bencana”

Priambodo, Ari. 2009. Panduan Praktis Menghadapi Bencana. Yogyakarta: Kanisius

Ramli, Koehatman. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana. Jakarta: Dian Rakyat.

Tim BNPB (2011), “Panduan Perencanaan Kontinjensi Menghadapi Bencana”

Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hardjowigeno, Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Mediyatama Sarana Perkasa

Hariyanto, dan Erni Suharini. 2009. Model Antisipasi Penduduk yang Tinggal di Daerah Rawan Longsor Terhadap Bahaya Longsor di Kota Semarang. Penelitian. Semarang:Fakultas Ilmu Sosial UNNES

Page 33: Pendidikan Kebencanaan Longsor

Konsorium Pendidikan Bencana (2011), “Draft Kerangka Kerja Sekolah Siaga Bencana”

Nugroho, Kharisma, Kristanto Endro, Andari Bekti Dwi, Kridanta Setyawan J. 2012. Modul Pelatihan Dasar Penanggulangan Bencana. Jakarta Pusat: PNPB.

Nurjanah, R Sugiharto, Kuswanda Dede, Siswanto BP, Adikoesoemos.2011. Manajemen Bencana. Jakarta: CV.Alfabeta Bandung

Sastramihardja, Wahyunto H, W. Supriatna, W. Wahdini, Sunaryo. 2011. Kerawanan Longsor Lahan Pertanian di Daerah Aliran Sungai Citarum Jawa Barat. Penelitian. Bogor: IPB

Sofyan, Henry. 2010. ‘Sejumlah Daerah di Temanggung Rawan Longsor’. Dalam Suara Merdeka Cybernews. 29 September. http://www. Suara Merdeka.com.all. (22 Agustus 2013).

Suranto, Joko Purwoko. 2008. Kajian Pemanfaatan Lahan pada Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor di Gununglurah, Cilongok, Banyumas. Tesis. Semarang: Fakultas Teknik UNDIP

Triutomo, Sugeng. B. Wisnu Widjaja, R. Sugiharto, Siswanto BP, Yohannes K. 2011. Panduan Perencanaan Kontinjensi Menghadapi Bencana (edisi kedua). Jakarta: BNPB

Widyawati, Nani. 2011. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Masyarakat Terhadap Upaya Penanggulangan Bencana Tanah Longsor Di Desa Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung.Skripsi. Semarang : FIS UNNES

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Perencanaan Penanggulangan Bencana

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.