kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi …...yang diharapkan menjadi stimulus pertumbuhan...
TRANSCRIPT
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Selatan
TRIWULAN II 2015
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 – 3615188/3615189
Faksimili: 0411 – 3615170
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi iii
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,
keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan
uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah
disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan
moneter, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan
dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai advisor dan strategic partner
bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Perekonomian Sulsel triwulan II 2015 tumbuh 7,62% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I 2015 (5,36%; yoy).
Percepatan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh meningkatnya kinerja sektor pertanian dan pertambangan seiring
perbaikan produksi. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan investasi (PMTB) dan konsumsi rumah tangga mampu
mengembalikan pertumbuhan ekonomi daerah kembali pada level yang tinggi. Ekspor daerah juga mulai menunjukan
perbaikan, sementara impor seirama dengan kondisi global masih berada dalam fase penurunan. Konsumsi pemerintah
yang diharapkan menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi daerah tercatat masih sangat rendah realisasinya. Sulsel pada
triwulan II 2015 tercatat sebesar 8,06% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2015 (7,13%, yoy) dan inflasi Nasional (7,26%;
yoy). Peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh kenaikan harga pada beberapa kelompok barang khususnya di
kelompok bahan pangan, sandang dan tarif angkutan sesuai dengan pola musimannya (Ramadhan dan Idul Fitri). Faktor
musiman juga tercermin pada sistem pembayaran tunai, yang ditandai oleh penurunan net inflow yang cukup besar.
Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi melalui survei
dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini, kami
menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran
maupun penyediaan data/informasi secara yang akurat dan berkelanjutan. Saran serta masukan dari para pengguna
sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Makassar, 14 Agustus 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif
iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan
efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan
eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan
dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan
akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta
melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam
rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,
dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri
atas:Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –
Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi v
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR III
DAFTAR ISI V
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 5
1. PERTUMBUHAN EKONOMI 9
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 10
1.2. SISI PENGELUARAN 10
1.3. SISI LAPANGAN USAHA 18
2. KEUANGAN PEMERINTAH 29
2.1. STRUKTUR ANGGARAN 30
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 30
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA ANGGARAN APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL 33
2.4. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL 34
2.5. PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 35
3. INFLASI 39
3.1. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 40
3.2. INFLASI MENURUT KOTA IHK 44
3.3. DISAGREGASI INFLASI 45
3.4. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 46
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 53
4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 54
4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 57
4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 60
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 63
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 64
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 65
DAFTAR ISI
vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 67
6.1. TENAGA KERJA 68
6.2. PENDUDUK MISKIN 69
6.3. RASIO GINI 70
6.4. NILAI TUKAR PETANI 71
7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 73
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 74
7.2. PROSPEK INFLASI 79
7.3. REKOMENDASI KEBIJAKAN 82
LAMPIRAN 85
DAFTAR BOKS
BOKS 1.A. 26
MENGINVENTARIS HAMBATAN PERTUMBUHAN UTAMA SULSEL MELALUI METODE GROWTH DIAGNOSTIC
BOKS 2.A. 37
PENGARUH PERUBAHAN NOMENKLATUR KEMENTERIAN/LEMBAGA TERHADAP PENYERAPAN BELANJA APBN 2015 DI SULSEL
BOKS 3.A. 51
UPAYA STABILITAS HARGA KOMODITAS BAWANG MERAH DI SULAWESI SELATAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Gambaran Umum
Perekonomian Sulawesi Selatan
triwulan II-2015kembali
tumbuhlebih tinggi.
Perekonomian Sulsel triwulan II 2015 tumbuh 7,62% (yoy) lebih tinggi dari
pertumbuhan triwulan I 2015 (5,36%; yoy), sementara untuk keseluruhan tahun 2015
diperkirakan berada pada kisaran bawah 7,0%-8,0% (yoy). Percepatan pertumbuhan
terutama didorong oleh meningkatnya kinerja sektor pertanian dan pertambangan,
sementara sektor lain pada umumnya masih menunjukan pertumbuhan yang masih
kuat walaupun sedikit lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Dari sisi pengeluaran,
pertumbuhan investasi (PMTB) dan konsumsi rumah tangga menjadi kontributor
utama akselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel. Sementara kinerja ekspor menunjukan
perbaikan terkait dengan dengan sedikit pulihnya ekspor nikel matte. Sedangkan Impor
masih menunjukan kontraksi, yang dipengaruhi pelemahan ekonomi domestik dan
faktor nilai tukar. Kemudian, konsumsi pemerintah yang diharapkan dapat menjadi
stimulus pertumbuhan, ternyata realisasinya masih rendah, terkendala oleh faktor
teknis. Pertumbuhan Sulsel diperkirakan akan terakselerasi kembali mulai kuartal
ketiga 2015, sehingga keseluruhan tahun 2015 diperkirakan masih berada dalam
rentang pertumbuhan 7,0%-8,0% (yoy). Pertumbuhan investasi yang dilakukan oleh
pemerintah dan swasta akan menjadi kunci masih tingginya pertumbuhan Sulsel tahun
2015 tersebut.
Di sisi lain, laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 8,06% (yoy) lebih
tinggi dari triwulan I 2015 (7,13%, yoy), sementara untuk 2015 diperkirakan masih
dalam rentang target inflasi nasional. Peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh
kenaikan harga pada beberapa kelompok barang khususnya di kelompok bahan
pangan, sandang dan tarif angkutan. Kenaikan harga tersebut akibat dari kegiatan
masyarakat selama triwulan II 2015 seiring terjadi saat Hari Besar Keagamaan Nasional
(bulan Ramadhan dan Idul Fitri) yang jatuh pada bulan Juni 2015, membuat permintaan
barang/jasa meningkat dan menambah tekanan inflasi. Berjalannya koordinasi antar
instansi, ketersediaan pasokan pangan, dan kebijakan pemerintah untuk energi,
menjadi faktor penentu tercapainya target inflasi 2015.
Pertumbuhan Ekonomi
Sektor pertanian dan investasi
menjadi sumber
utamaakselerasi ekonomi Sulsel
di triwulan II 2015
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami akselerasi pertumbuhan di
triwulan II 2015. Pada triwulan pelaporan, ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 7,62% (yoy)
lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat mencapai (5,36%; yoy).
Percepatan pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya kinerja di sektor primer
(sektor pertanian). Selain pertanian, beberapa sektor yang tercatat tumbuh positif
adalah pertambangan, industri pengolahan, perdagangan, transportasi, informasi dan
komunikasi, administrasi pemerintahan, dan jasa pendidikan. Di sisi lain, sembilan
RINGKASAN EKSEKUTIF
2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
sektor lain termasuk didalamnya sektor konstruksi yang merupakan salah satu sektor
utama penunjang perekonomian Sulsel mengalami penurunan. Dari sisi pengeluaran,
investasi (PMTB) dan konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan utama di
periode pelaporan. Sementara indikasi masih lemahnya kondisi global terlihat dari
lambatnya kinerja perdagangan baik dari sisi ekspor maupun impor. Selain itu,
konsumsi pemerintah yang awalnya diharapkan dapat menjadi stimulus pertumbuhan
tercatat mengalami koreksi yang cukup dalam.
Keuangan Pemerintah
Kenaikan realisasi pendapatan
pemerintah belum diikuti sisi
belanjanya.
Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel hingga triwulan II 2015 relatif
meningkat dibandingkan dengan triwulan II 2014. Faktor pendorong adalah
optimalisasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, serta kenaikan pertumbuhan
ekonomi Sulsel pada triwulan II 2015. Demikian pula di sisi persentase realisasi belanja
untuk APBD Provinsi, hingga triwulan II 2015, cenderung lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama pada tahun 2014. Sementara persentase penyerapan APBN di Sulsel
masih lebih rendah dari tahun 2014. Diperkirakan faktor kendala teknis memengaruhi
penyerapan anggaran pemerintah pusat di Sulsel
Inflasi
Inflasi meningkat, karena
faktor musiman (Ramadhan).
Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
yang disebabkan oleh peningkatan permintaan masyarakat pada beberapa kelompok
barang/jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Inflasi di triwulan II tercatat sebesar
8,06% (yoy) meningkat dari triwulan I 2015 sebesar 7,13% (yoy). Faktor utama
penyebab kenaikan inflasi adalah kenaikan harga –harga barang pangan menjelang
bulan suci ramadhan yang tercatat mengalami peningkatan dari triwulan I 2015
sebesar 12,87% (yoy) menjadi 15,01% (yoy) pada triwulan II 2015. Selain itu, bila dilihat
per kelompok, hampir seluruh kelompok mengalami peningkatan dari triwulan
sebelumnya.
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Intermediasi perbankan tetap
tinggi, dengan kualitas kredit
terjaga pada level aman.
Kinerja perbankan cenderung meningkat. Dari indikator utama yaitu aset, dana pihak
ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, memperlihatkan peningkatan
yang lebih baik pada triwulan laporan. Peningkatan pertumbuhan aset bank umum
didorong oleh peningkatan aset kelompok bank pemerintah. Sementara itu, kegiatan
intermediasi masih tinggi tercermin dari rasio LDR sebesar 128,43% disebabkan
penyaluran kredit lebih besar dibandingkan penghimpunan DPK, meskipun pada
triwulan laporan akselerasi pertumbuhan DPK lebih tinggi daripada kredit. Sementara
itu, risiko kredit perbankan secara umum masih terjaga dengan baik tercermin dari
Rasio Non-Performing Loan (NPL) yang masih berada pada level aman, khususnya
sektor rumah tangga. Kualitas kredit UMKM dan korporasi perlu mendapatkan
perhatian khususnya sektor pertambangan dan konstruksi dimana NPL pada triwulan
laporan sudah melewati batas aman 5%.
Di triwulan I 2015, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor
perdagangan. Kredit korporasi (bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya)
pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp18,85 triliun, dengan pangsa terbesar adalah
sektor perdagangan yaitusebesar 50,14%. Adapun untuk porsi kredit yang ditujukan
pada sektor pertanian dan pertambangan masih relatif kecil dimana masing-masing
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 3
tercatat sebesar 0,82%, dan 1,78%.Di sisi lain, Penyaluran kredit bagi UMKM pada
triwulan I 2015 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit UMKM
tercatat tumbuh melambat sebesar 10,49% (yoy) pada triwulan laporan setelah
sebelumnya sebesar 12,11% (yoy).
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Pada triwulan II terjadi
penurunan besar net inflow
karena masyarakat banyak
melakukan penarikan uang di
Bank untuk menyambut
Ramadhan.
Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan perlambatan pada triwulan
II 2015. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun. Di sisi lain, transaksi keuangan melalui
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga mengalami peningkatan di triwulan
II 2015.
Faktor musiman menunjukkan pengaruh terhadap pergerakan aliran uang kartal net
inflow pada triwulan II 2015. Terjadi tren yang sama dari tahun-tahun sebelumnya
yang cenderung inflow di awal tahun, yang berarti terjadi kegiatan penyetoran uang ke
Bank Indonesia. Sementara itu, langkah Bank Indonesia dalam mewujudkan clean
money policy juga senantiasa terus dilakukan melalui kegiatan pengelolaan uang tunai
oleh Bank Indonesia melalui pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise,
pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang.
Tenaga Kerja dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran dan
kesejahteraan relatif tidak
berubah signifikan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,80% (Sakernas
Februari 2015) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya (Februari 2014).
Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP)
hingga triwulan II 2015 terpantau melemah dibandingkan triwulan I 2015. Sementara
itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding
Maret 2014 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,5%),
relatif lebih baik dibandingkan Sulampua maupun nasional.
Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulsel pada
triwulan III dan keseluruhan
2015 diperkirakan masih akan
lebih tinggi dari pertumbuhan
Nasional
Perekonomian Sulsel pada triwulan III 2015 dan untuk keseluruhan tahun 2015,
masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,2% - 8,2% (yoy) dan 7,0% -
8,0% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel
2015 akan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi masih akan
ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi), sementaraekspor luar
negeri masih sangat tergantung pada prospek ekonomi global yang belum pasti. Di sisi
lapangan usaha, peningkatan didukung oleh sektor sekunder dan tersier, didukung oleh
kebijakan pemerintah dan faktor musiman. Sementara tekanan harga pada triwulan III
2015 diperkirakan masih tinggi seiring dengan masuknya bulan ramadhan, sedangkan
untuk tahun 2015 diperkirakan akan tetap terkendali dalam rentang target inflasi
nasional.
RINGKASAN EKSEKUTIF
4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi kebijakan:
mendorong realisasi potensi
ekonomi Sulsel yang masih
besar melalui pembangunan
ekonomi dan pengendalian
inflasi.
Untuk mendorong realisasi potensi ekonomi Sulsel yang masih besar melalui
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan sehingga mampu
memperkuat peran Sulsel sebagai ‘simpul utama’ perekonomian Kawasan Timur
Indonesia serta mengisi berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, berikut
ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah, antara lain
(1) mendorong peningkatan konsumsi domestik, (2) Penyelesaian kendala teknis dalam
realisasi belanja pemerintah, (3) Optimasi penggunaan transfer pemerintah pusat ke
daerah, (4) Menjaga dan meningkatkan keberlanjutan investasi di Sulsel, (5) Konsisten
dalam pembangunan sektor unggulan berbasis ekspor.
Sementara, untuk pengendalian harga-harga barang dan jasa secara umum, sehingga
tercapai level yang mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, maka
beberapa kebijakan yang dapat disarankan adalah sbb (1) Melakukan langkah cepat
(early warning system), (2) Melakukan intervensi harga dengan melakukan kegiatan
pasar murah ataupun operasi pasar, (3) Menyusun sistem informasi stok bahan
kebutuhan pokok masyarakat yang akurat dan kredibel, (4) Memperkuat koordinasi
anggota TPID beserta semua unsur pendukung termasuk petani, pedagang besar,
aparat keamanan, dan lembaga pembiayaan, (5) Perlunya kebijakan yang sifatnya
jangka menengah panjang.
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi
A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
I II III IV I II III IV I II III IV I II
MAKRO
- Sulawesi Selatan 132.89 133.44 135.69 136.14 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95 118.55
- Sulawesi Utara 128.11 129.75 131.57 133.73 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13 119.91
- Gorontalo 134.65 136.07 137.85 139.32 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96 115.98
- Papua 126.38 127.28 129.07 132.71 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54 112.66 114.05 121.17 121.30 121.90
- Papua Barat 144.28 149.65 152.64 152.79 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41 109.26 113.93 115.18 116.00 118.27
- Maluku 137.57 142.05 142.03 140.74 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38 111.97 112.31 115.86 120.40 121.88
- Sulawesi Tengah 135.20 137.53 141.14 142.34 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34 120.46
- Sulawesi Tenggara 137.27 138.93 141.02 141.15 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43 117.84
- Sulawesi Barat 134.57 134.98 137.56 138.24 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65
- Maluku Utara 133.20 134.73 135.68 136.87 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16 114.28 117.01 122.30 121.04 123.67
- Sulawesi Selatan 4.06 3.84 4.48 4.41 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06
- Sulawesi Utara 0.95 3.73 5.23 6.04 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73
- Gorontalo 5.91 5.95 5.40 5.31 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28 6.09
- Papua 1.94 1.80 2.94 4.52 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57 7.40 4.51 9.11 6.83 8.20
- Papua Barat 2.07 4.11 5.52 5.07 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77 5.27 5.32 6.56 7.00 8.25
- Maluku 8.65 6.25 7.07 6.73 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95 8.85 2.79 7.19 9.08 8.85
- Sulawesi Tengah 2.50 4.99 6.78 5.87 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28 6.00
- Sulawesi Tenggara 5.10 4.65 2.03 5.25 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81 7.35
- Sulawesi Barat 3.81 3.24 3.71 3.28 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65 4.46 7.89 6.68 7.59
- Maluku Utara 4.54 4.30 3.87 3.29 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80 9.75 5.40 9.35 7.92 8.22
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 6,936 -
1. Pertanian 3,787 4,095 4,321 3,329 3,831 4,059 4,491 3,765
2. Pertambangan dan Penggalian 875 1,116 1,091 1,209 1,123 1,181 1,230 1,153
3. Industri Pengolahan 1,948 1,990 2,033 2,079 2,108 2,187 2,210 2,199
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 157 159 164 168 169 173 178 181
5. Konstruksi/Bangunan 841 868 903 955 913 964 1,022 1,058
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,509 2,616 2,738 2,798 2,797 2,876 2,966 3,022
7. Angkutan dan Komunikasi 1,436 1,459 1,502 1,553 1,544 1,613 1,660 1,663
8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 1,129 1,240 1,272 1,338 1,323 1,414 1,468 1,480
9. Jasa-jasa 1,460 1,514 1,522 1,544 1,494 1,529 1,604 1,636
12,293 13,015 14,950 10,551 12,821 14,651
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,445 3,492 4,039 3,995 3,543 3,789
Pertambangan dan Penggalian 7,648 8,213 8,631 8,941 7,920 8,569
Industri Pengolahan 51 55 56 59 55 53
Pengadaan Listrik, Gas 75 77 77 73 75 77
Pengadaan Air 6,494 6,789 7,044 7,301 6,924 7,150
Konstruksi 7,775 8,088 8,620 7,881 8,212 8,656
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 2,072 2,105 2,193 2,272 2,146 2,253
Transportasi dan Pergudangan 765 797 806 815 804 829
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3,492 3,592 3,733 3,743 3,749 3,860
Informasi dan Komunikasi 1,956 2,021 2,013 2,116 2,136 2,072
Jasa Keuangan 2,068 2,124 2,164 2,209 2,252 2,284
Real Estate 245 249 252 254 256 261
Jasa Perusahaan 2,510 2,550 2,653 2,686 2,572 2,679
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,916 2,929 3,105 3,523 3,176 3,195
Jasa Pendidikan 1,065 1,093 1,107 1,169 1,144 1,166
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 707 728 747 761 773 788
Jasa lainnya 55,576 57,918 62,188 58,349 58,558 62,331
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157
1. Konsumsi 9,586 9,767 9,984 10,142 10,136 10,336 10,675 10,852 35,255 37,835 38,891 42,129 37,158 39,680
2. Investasi 4,070 4,797 4,557 3,387 4,666 5,153 4,323 4,052 20,902 23,641 24,033 22,520 23,507 25,108
3. Ekspor 4,755 5,323 5,659 6,158 5,322 5,634 6,169 6,176 14,700 14,295 15,704 14,782 13,417 13,808
4. Impor 4,269 4,830 4,655 4,713 4,820 5,128 4,339 4,923 15,618 17,694 16,474 20,818 15,524 16,265
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157 55,577 57,918 62,241 58,349 58,558 62,331
7.90 8.06 8.70 8.88 8.21 6.23 8.26 7.90 7.71 5.36 7.62
269.15 334.64 425.37 526.60 403.02 389.29 417.56 386.19 360.34 452.96 490.63 444.80 344.16 382.89
223.29 193.78 152.34 245.36 171.92 198.44 499.94 230.41 167.44 182.55 193.36 209.93 163.96 194.52
155.07 186.72 254.70 219.18 300.72 404.72 218.82 123.23 139.10 181.87 149.05 129.39 163.07 180.74
280.95 500.79 246.48 215.54 160.04 472.75 216.69 271.11 221.11 258.82 266.39 217.60 326.28 317.63
114.08 147.92 170.67 307.42 102.30 (15.43) 198.75 262.96 221.25 271.09 341.58 315.40 181.09 202.15
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
***) Sejak tahun 2014 menggunakan Tahun Dasar 2010
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) ***
INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN - PROPINSI SULSEL
INDIKATOR
Indeks Harga Konsumen
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2000 & SNA 1993
2012* 2013* 2015**
Catatan:
Total PDRB (Rp Miliar)
Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)
Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai
2014**
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008
Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)
Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
TABEL INDIKATOR EKONOMI
6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)
I II III IV I II III IV I II III IV I II
Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 108,309 - -
45,734 48,024 49,917 53,717 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339 66,112 66,420 68,867
Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693 7,995 10,154 11,820
Tabungan 25,004 27,206 28,545 31,466 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881
Deposito 13,259 13,536 14,115 14,907 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819 20,690 22,118 22,166 - -
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563
- Modal Kerja 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776 34,627
- Investasi 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482 16,500
- Konsumsi 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045 36,436
119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72% 130.45% 129.21% 125.06% 126.39% 128.43% 127.15%- -
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563
- Pertanian 906 1,128 1,171 1,215 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630 1,788
- Pertambangan 312 363 375 399 447 449 444 397 377 560 537 509 427 390
- Industri pengolahan 3,468 3,904 4,008 5,250 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035 5,109
- Listrik, Gas, dan Air 137 124 135 141 133 116 121 191 218 245 232 350 382 413
- Konstruksi 2,065 2,448 2,582 2,674 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746 4,902
- Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,027 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920 29,003
- Pengangkutan 1,744 1,730 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782 2,693
- Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,105 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,037
- Jasa Sosial Masyarakat 1,570 1,485 1,372 1,404 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473 2,681
- Lain-lain 26,007 27,045 28,781 30,684 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408 36,226 36,174 36,547 - -
18,349 19,582 18,240 20,270 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 28,301 - -
3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 5,883 6,221 6,679
- Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,206 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,088 4,249 4,479 4,674 5,038
- Investasi 382 449 469 467 510 653 764 731 821 1,027 1,048 1,404 1,548 1,642
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - -
8,932 8,933 8,433 8,938 9,290 9,819 9,877 10,037 10,123 10,329 10,885 11,035 10,893 11,161
- Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,760 5,678 6,492 5,624 5,750 5,862 6,076 6,408 6,683 6,596 6,860
- Investasi 3,369 3,085 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296 4,300
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - -
5,884 6,710 6,180 7,660 8,534 10,132 9,932 10,148 10,052 11,046 10,586 10,757 10,313 10,461
- Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,205 6,872 7,278 7,079 7,822 7,680 7,802 7,488 7,698
- Investasi 1,125 1,232 1,347 2,016 2,349 2,927 3,060 2,870 2,972 3,224 2,906 2,954 2,825 2,763
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - -
3.05% 3.08% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36% 3.16%- -
4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21% 5.14%- -
BANK UMUM SYARIAH
3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 - -
1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287
Giro 196 199 200 296 253 232 243 338 221 262 346 380 547 554
Tabungan 756 803 844 984 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,570
Deposito 626 633 773 783 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 - -
2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582
- Modal Kerja 647 645 656 674 673 688 651 631 684 776 985 1,135 1,292 1,535
- Investasi 224 212 228 284 329 362 359 438 488 670 670 825 865 1,015
- Konsumsi 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 3,282 3,423 3,270 3,181 3,081 3,033
174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65% 162.40% 174.20% 171.16% 171.91% 164.36% 169.84%- -
Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara
2012
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
INDIKATOR
BANK UMUM :
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
LDR
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
FDR
Total Aset (Rp Miliar)
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar)
2015****
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
20142013
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 7
C. SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II III IV I II III IV I II
KAS
Inflow (Rp Miliar) 3,872 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,562 4,304 6,184 3,777
Uang Kertas 3,871 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,561 4,304 6,184 3,777
Uang Logam 0.15 0.13 0.02 0.05 0.03 0.08 0.08 0.10 0.14 0.04 0.23 0.01 0.004 0.000
Outflow (Rp Miliar) 1,860 3,174 3,575 3,214 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 4,098 2,248 3,709
Uang Kertas 1,859 3,171 3,574 3,214 1,715 2,885 5,310 4,159 2,343 3,826 5,637 4,096 2,247 3,703
Uang Logam 1.80 2.53 0.86 0.34 0.28 0.78 2.51 2.63 2.20 3.22 3.93 2.07 1.74 5.66
Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 893 158 51 272 350 502 989 708 748 620 269 403 925
TRANSAKSI RTGS
From / Outgoing (Rp Miliar) 11,504 15,473 15,421 19,880 14,448 17,402 18,770 20,540 15,660 21,374 22,719 25,647 19,951 26,709
To / Incoming (Rp Miliar) 29,147 37,788 34,631 40,648 32,767 36,120 37,614 41,480 27,887 33,669 38,096 41,348 21,897 31,935
From - To (Rp Miliar) 4,578 4,355 4,424 5,049 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 10,970 11,845 3,778 4,272
TRANSAKSI KLIRING
Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,296 9,439 9,466 10,139 9,737 9,976 10,239 10,670 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757 10,492
Volume Kliring* (Lembar) 281,461 283,706 285,156 294,745 284,030 285,559 280,922 290,332 260,069 266,025 260,914 280,987 262,477 279,265
Kliring Kredit
Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 558 569 579 605 557 576 874 1,050 675 637 675 805 887 1,027
Volume Kliring Kredit (Lembar) 37,461 38,646 39,105 40,567 36,457 34,774 37,895 41,130 29,191 28,625 30,355 32,940 34,547 32,940
RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 9 9 9 10 9 10 15 17 11 11 11 13 15 17
RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 595 613 621 644 608 580 632 663 487 477 490 515 566 540
Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,737 8,870 8,887 9,534 9,180 9,400 9,365 9,620 8,809 8,978 9,041 10,393 8,870 9,465
Volume Kliring Debet (Lembar) 244,000 245,060 246,051 254,178 247,573 250,785 243,027 249,202 230,878 237,400 230,559 248,047 227,930 246,325
RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 139 141 141 151 153 157 156 155 147 150 146 162 145 155
RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,873 3,890 3,906 4,035 4,126 4,180 4,050 4,019 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737 4,038
Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 294 305 296 292 322 352 402 325 317 387 287 343 341 221
Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,013 7,732 7,412 7,623 7,549 7,531 7,092 6,659 7,114 7,119 6,765 6,008 6,571 5,552
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 5 5 5 5 5 6 7 5 5 6 5 5 6 4
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 111 123 118 121 126 126 118 107 119 119 109 94 108 91
Cek/BG Kosong
Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 208 234 208 206 221 259 307 251 230 328 231 270 239 142
Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,563 6,349 6,033 6,020 5,904 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 4,552 5,185 5,303
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 3 4 3 3 4 4 5 4 4 5 4 4 4 2
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 88 101 96 96 98 103 95 87 95 97 86 71 85 87
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari***) Angka sementara
2015***INDIKATOR
20142012 2013
Kliring Debet Penyerahan
Kliring Debet Pengembalian
TABEL INDIKATOR EKONOMI
8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
D. GRAFIK INDIKATOR
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010
Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
700
750
800
850
900
950
1000
2009 2010 2011 2012 2013 2014
(Ribu Orang)
% Penduduk Miskin - Skala Kanan
Jumlah Penduduk Miskin
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 9
1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel yang diukur berdasarkan PDRB di triwulan II 2015
mencapai Rp84.842 milyar (ADHB) atau Rp63.331 milyar (ADHK), tumbuh
7,62% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I 2015 (5,36%; yoy).
Percepatan pertumbuhan perekonomian Sulsel di Triwulan II 2015 didorong
oleh peningkatan kinerja sektor pertanian.
Dari semua komponen pengeluaran, akselerasi konsumsi rumah tangga dan
investasi (PMTB) menjadi pendorong utama peningkatan laju pertumbuhan
ekonomi Sulsel di triwulan II 2015. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh
5,51% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan I 2015 (5,32%; yoy).
Meningkatnya permintaan disepanjang bulan Ramadhan dan hari raya Idul
Fitri menjadi penyebab utama peningkatan konsumsi rumah tangga di
periode pelaporan. Sementara itu, investasi (PMTB) tercatat tumbuh 7,32%
(yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh
sebesar 7,13% (yoy). Investasi diperkirakan lebih banyak berasal dari
swasta mengingat realisasi belanja modal pemerintah di triwulan II 2015
lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2014. Sementara
kinerja ekspor mulai menunjukkan perbaikan, sehingga tingkat kontraksinya
mulai mengecil. Di sisi lain, impor masih dalam fase penurunan, yang
dipengaruhi pelemahan ekonomi domestik dan faktor nilai tukar.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami akselerasi pertumbuhan di triwulan II 2015. Pada triwulan
pelaporan, ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 7,62% (yoy)lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat mencapai
(5,36%; yoy). Percepatan pertumbuhan terutama didorongoleh meningkatnya kinerja sektor pertanian dan
pertambangan, sementara sektor lain pada umumnya masih menunjukan pertumbuhan yang masih kuat walaupun
sedikit lebih rendah dari triwulan sebelumnya.Dari sisi pengeluaran,pertumbuhan investasi (PMTB) dan konsumsi rumah
tangga menjadi kontributor utama akselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel. Sementara kinerja ekspor mulai menunjukkan
perbaikan, sehingga tingkat kontraksinya mulai mengecil. Di sisi lain, impor masih dalam fase penurunan, yang
dipengaruhi pelemahan ekonomi domestik dan faktor nilai tukar. Kemudian, konsumsi pemerintah yang diharapkan dapat
menjadi stimulus pertumbuhan, ternyata realisasinya masih rendah, terkendala oleh faktor teknis.
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.2. Sisi Pengeluaran Dari semua komponen pengeluaran, akselerasi konsumsi rumah tangga dan investasi (PMTB) menjadi pendorong
utama peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan II 2015. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh
5,51% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan I 2015 (5,32%; yoy). Meningkatnya permintaan disepanjang bulan
Ramadhan dan hari raya Idul Fitri menjadi penyebab utama peningkatan konsumsi rumah tangga di periode pelaporan.
Sementara itu, investasi (PMTB) tercatat tumbuh 7,32% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat
tumbuh sebesar 7,13% (yoy). Investasi diperkirakan lebih banyak berasal dari swasta mengingat realisasi belanja modal
pemerintah di triwulan II 2015 lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2014.
Selain tingginya konsumsi dan investasi, pertumbuhan ekonomi Sulsel juga dipengaruhioleh membaiknya sisi ekspor
yang ditandai dengan mengecilnya tingkat kontraksi. Kontraksi ekspor Sulsel turun dari -9,64% (yoy) di triwulan I 2015
menjadi -2,9% (yoy) di periode pelaporan. Di sisi lain, impor mengalami kontraksi yang dalam di triwulan pelaporan.
Impor Sulsel tercatat mengalami kontraksi-8,6% (yoy). Kontraksi yang terjadi pada ekspor dan impor menunjukan masih
lemahnya kondisi ekonomi global maupun lokal. Hal ini searah dengan proyeksi beberapa lembaga Nasional dan
Internasional yang menurunkan angka proyeksi pertumbuhan ekonomi Dunia termasuk didalamnya Indonesia.
Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)*
I II III IV TOTAL I II
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6.63 6.36 6.2 5.49 5.92 5.32 5.51
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 14.66 15.04 15.41 4.93 11.26 -2.49 -2.13
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4.66 4.55 3.89 -2.92 1.88 7.83 2.18
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.48 8.39 5.32 9.03 9.4 7.13 7.23
5. Perubahan Inventori -126.34 -47.60 -608.99 -18.99 -125.22 -161.2 -15.62
6. Ekspor 14.6 11.56 7.62 14.73 11.85 -9.64 -2.94
7. Impor -9.32 -1.06 6.73 9.35 -1.64 0.62 -8.55
PDRB 8.03 7.34 8.23 7.71 7.57 5.36 7.62
KomponenTahun Dasar 2000
2014 2015
Tahun Dasar 2010
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sangat Sementara
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 11
1.2.1 Konsumsi
Konsumsi menjadi pendorong utama konsumsi di triwulan II 2015. Secara agregat, pengeluaran konsumsi tumbuh 4,9%
(yoy). Pertumbuhan konsumsi didorong oleh akselerasi konsumsi rumah tangga yang mencapai 5,5% (yoy), lebih tinggi
dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 5,3% (yoy). Di sisi lain, konsumsi pemerintah tercatat melambat
di periode pelaporan. Konsumsi pemerintah tumbuh 2,2% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mampu tumbuh 7,8% (yoy). Penurunan persentase realisasi belanja pemerintah hingga triwulan II 2015 terutama terjadi
di belanja APBN (dibahas lebih rinci di BAB 2: Keuangan Pemerintah).
Tingginya permintaan sepanjang bulan Ramadhan menjadi pendorong utama peningkatan konsumsi diperiode
pelaporan. Trend peningkatan konsumsi terutama bahan makanan terjadi menjelang dan sepanjang bulan Ramadhan di
setiap tahunnya. Tingginya konsumsi bahan makanan terlihat dari peningkatan laju inflasi di bulan Juni 2015. Inflasi Sulsel
Bulan Juni 2015 tercatat sebesar 8,06% (yoy) dengan penyumbang terbesar berasal dari komoditas volatile food.
Sementara itu, harga BBM bersubsidi yang stabil paska kenaikan terakhir di bulan Maret 2015 cukup menjaga daya beli
masyarakat
Sumber: Pertamina, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.2. Perkembangan Harga BBM Bersubsidi Grafik 1.3. Perkembangan Inflasi Sulsel
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga searah dengan peningkatan indeks keyakinan konsumen. Hasil Survei Konsumen
Bank Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar pada periode triwulan
laporan mengalalami peningkatan, meskipun secara pertumbuhan masih mengalami perlambatan. IKK Makassar bulan
berada pada level 126,58. IKK diatas 100 menunjukan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi di Sulsel.
Pertumbuhan konsumsi juga terkonfirmasi dari hasil survey penjualan eceran yang menunjukan peningkatan penjualan
sepanjang periode pelaporan. Selain itu, peningkatan konsumsi konsumsi rumah tangga juga dikonfirmasi dari
peningkatan penyaluran kredit konsumsi meskipun dalam tren yang melambat.
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.4. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran
Penerapan kebijakan Loan to Value (LTV) efektif menekan laju pertumbuhan konsumsi masyarakat terhadap
kendaraan bermotor dan properti. Kenaikan uang muka (down payment / DP) atas pemberian Kredit Pemilikan Rumah
(KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) diperkirakan menurunkan konsumsi masyarakat khususnya pada konsumsi
rumah/apartemen. Hal ini terlihat dari penurunan penyaluran Kredit Kepemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) di triwulan
II 2015, dari 8,86% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi 0,43% (yoy) di triwulan pelaporan. Di sisi lain, koreksi tajam juga
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
terjadi pada kredit kendaraan bermotor yang mengalami koreksi sebesar -5,33% (yoy) di triwulan II 2015, jauh lebih
rendah dibandingkan triwulan I 2015 yang masih mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 38,23% (yoy).
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik 1.7. Penyaluran Kredit KPR/A
Konsumsi pemerintah belum mampu mendorong pertumbuhan sebagaimana diharapkan. Konsumsi pemerintah
khususnya di belanja modal yang sebelumnya diharapkan dapat menjadi akselerator pertumbuhan malah mengalami
perlambatan di triwulan pelaporan. Dari hasil FGD dengan Kanwil Dirjen Pembendaharaan Negara (DJPbN) Sulawesi
Selatan serta Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulawesi Selatan diketahui bahwa penyerapan belanja
pemerintah pusat (APBN) di Sulsel di triwulan II 2015 tercatat hanya 27,6% lebih rendah dari periode yang sama di tahun
sebelumnya yang mencapai 32,4%. Dari sumber yang sama, diketahui juga bahwa rendahnya realisasi belanja pemerintah
di triwulan II 2015 disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1. Perubahan Nomenklatur beberapa Kementerian/lembaga
2. Proses pemilihan dan penetapan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang baru
3. Penetapan petunjuk teknis (juknis) dan spek barang
4. Kapasitas PPK yang baru terhadap prosedur pelaksanaan proyek pemerintah yang masih terbatas
5. Pemda memang belum melaksanakan karena kendala pembebasan lahan
6. Proses pengadaan barang dan jasa melalui pihak ketiga yang cukup panjang sehingga penandatanganan
perjanjian/kontrak atas belanja infrastruktur sering mengalami keterlambatan.
Sumber: DJPbN, diolah
Grafik 1.8. Realisasi APBN diSulsel Grafik 1.9. Penyaluran KreditKendaran Bermotor (KKB)
1.2.2 Investasi
Investasi tumbuh stabil di triwulan II 2015. Investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
tumbuh 7,2% (yoy) relatif stabil dibandingkan triwulan I 2015 (7,1%; yoy). Melambatnya investasi Sulsel lebih lambat
diperkirakan disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja modal pemerintah. Pertumbuhan investasi tercermin
terkonfirmasi dari peningkatan impor barang modal di triwulan II 2015. Dirjen Bea Cukai Makassar mencatat impor
barang modal mencapai Rp41,54 triliun atau tumbuh 3,01% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun 2014. Selain
peningkatan impor barang modal, peningkatan investasi juga tercermin dari peningkatan penyaluan kredit investasi. Di
triwulan II 2015, kredit investasi tercatat mencapai Rp19,43 triliun tumbuh 12,76% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di
triwulan sebelumnya yang mencapai 11,8% (yoy).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 13
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.10. Impor Barang Modal Grafik 1.11. Penyaluran Kredit Investasi
Di triwulan II 2015, investasi lebih banyak berasal dari pihak swasta. Kegiatan investasi triwulan laporan dominan
dilakukan oleh sektor swasta sedangkan realisasi anggaran belanja modal pemerintah rendah. Tingginya investasi swasta
di triwulan II juga terlihat dari peningkatan rencana proyek baru. Proyek infrastruktur yang direncanakan dimulai di
triwulan II 2015 mencapai Rp5,74 triliun lebih rendah -7,4% dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 . Dari total
investasi Rp5,74 triliun tersebut, 87,91% nya berasal dari sektor swasta untuk keperluan komersial. Beberapa proyek
pemerintah dan swasta diperkirakan akan dimulai pada triwulan II 2015 adalah Hydro Power Plant (2X60 MW), Smelter
Plant – Bantaeng, Penthouse & Residence di Makassar, Dua hotel di Makassar, Wotu Extra High Voltage Substation
275/150 KV, jalan underpass Simpang Mandai Makassar, Phase 2 Balai diklat BPK RI, dan Proyek jalan kab. Luwu – Wotu –
Kayulangi.
Di sisi lain, perubahan stok di triwulan II 2015 masih mengalami kontraksi yang salah satu penyebabnya adalah
penurunan stok hasil olahan industri nikel. Komponen perubahan stok diperiode pelaporan tercatat mengalami
kontraksi sebesar -2,1% (yoy) di posisi Rp894 miliar. Salah satu faktor yang mempengaruhi posisi perubahan stok adalah
stok hasil olahan industri nikel. Berdasarkan data yang di keluarkan oleh perusahaan pengolahan Nikel terbesar di Sulsel,
diketahui bahwa perubahan stok hasil olahan nikel terkontraksi -239,95% (yoy).
Sumber: BCI Asia, diolah Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.12. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Grafik 1.13. Perubahan Inventori Produsen Nikel
Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar
di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah
pembangunan Makassar New Port. Groundbreaking proyek ini telah dilakukan oleh presiden RI pada bulan Mei 2015.
Mega proyek dengan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini direncanakan akan dibagi menjadi beberapa tahap,
yaitu:
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Sumber: berbagai sumber, diolah
Selain proyek new port Makassar, terdapat beberapa proyek multiyearsyang diperkirakan akan mendorong ekonomi
Sulsel kedepan antara lain proyek KA Makassar-Parepare,proyek PLTU Jeneponto, pembangunan tiga smelter di
Bantaeng, dan rencana pengembangan PLT Tenaga Angin.
Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyearsdi Sulsel
No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Proyek KA Makassar-
Parepare
Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans
Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2.000 km dari
Makassar ke Manado.
Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang
145,23 km
Pembebasan lahan
Alokasi anggaran 2015
o APBD Rp100 milyar
o APBN Rp971 milyar
Alokasi anggaran 2016
o APBN Rp1,3 triliun
2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012
Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross
capacity) atau 2x125 (net capacity).
Rencana pembangunan 18 bulan
Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun
Groundbreaking pada
bulan Maret 2015
3 Smelter PT. A Total Investasi : 6 Triliun Rupiah
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun
Progress terakhir :
Pematangan Lahan
Estimasi produksi : 2016
4 Smelter PT. B Total Investasi : USD 130 Juta
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 50.000 metrik ton per tahun
Progress terakhir : Proses
Konstruksi
Estimasi produksi : 2016
5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 300 Juta
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 300 ribu metrik ton per tahun
Progress terakhir :
Pembebasan Lahan
Estimasi produksi : 2016
6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kabupaten Jeneponto dan Sidrap.
Sumber dan APBD
Rencana kapasitas 80-250 KW tenaga listrik
Studi Kelayakan
Sumber: berbagai sumber, diolah
1.2.3 Ekspor dan Impor
Ekspor Sulsel di triwulan II 2015 membaik, tingkat kontraksinya mengecil. Nilai ekspor terkontraksi sebesar -2,9% (yoy)
lebih baik dibandingkan dari kontraksi di triwulan I 2015 yang tercatat mencapai -9,6% (yoy). Kontraksi ekspor terjadi baik
pada ekspor dengan tujuan luar negeri (LN) maupun dalam negeri (DN). Ekspor LN yang sebagian besar ditopang dari
ekspor non migas, mengalami kontraksi sebesar -3,4% (yoy) turun tajam dibandingkan dengan triwulan I 2015 yang masih
mencatatkan pertumbuhan postif sebesar 3,2% (yoy). Penguatan keseluruhan ekspor diperkirakan berasal dari
perdagangan antar pulau (DN) yang tercermin dari dari kinerja ekspor antar daerah yang menunjukan perbaikan
meskipun masih dalam fase kontraksi sebesar -2,7% (yoy). Hal ini terlihat dari kegiatan muat barang dalam negeri di
pelabuhan Makassar yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2015. Volume muat barang di pelabuhan
Makassar mencapai 1,14 juta ton lebih tinggi dari total muat barang di triwulan I 2015 yang tercatat sebesar 1,05 juta ton.
Meskipun meningkat, namun angka ini masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2014. Secara
tahunan, total muat barang di pelabuhan Makassar mengalami kontraksi sebesar -5,78% (yoy).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 15
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.14. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.15. Volume Barang yang Dimuat
Perbaikan kinerja ekspor di triwulan II 2015 tidak lepas dari perbaikan kinerja Industri pengolahan Nikel. Berdasarkan
data yang dirilis oleh produsen nikel terbesar di Sulsel, diketahui bahwa produksi dan penjualan nikel matte di periode
pelaporan lebih baik dibandingkan triwulan I 2015. Produksi nikel matte di triwulan II 2015 tercatat mencapai 19,2ribu
metrik ton lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat mencapai 17,4ribu metrik ton. Nominal penjualan pun
tercatat mengalami peningkatan dari 18,1ribu metrik ton di triwulan I 2015 menjadi 19,0ribu metrik ton di triwulan
pelaporan. Selain nikel, beberapa komoditas ekspor utama Sulsel juga tercatat mengalami peningkatan di triwulan I 2015.
Tercatat komoditas rumput laut, kayu olahan, dan biji kakao mengalami peningkatan volume ekspor.
Sumber: Produsen Nikel Matte Sumber: Produsen Nikel Matte
Grafik 1.16. Produksi Nikel dalam Matte Grafik 1.17. Penjualan Nikel dalam Matte
Peningkatan ekspor Sulsel tidak lepas dari membaiknya kondisi ekonomi negara mitra dagang utama. Bila mengacu
pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa beberapa negara mitra dagang
utama Sulsel seperti Jepang dan Amerika Serikat menunjukan perbaikan sepanjang triwulan II 2015, termasuk Tiongkok
meski tidak signifikan. Dari lima negara yang dipantau perkembangannya, tercatat hanya Korea Selatan dan Zona Eropa
yang menunjukan penurunan kinerja. Namun hal ini tidak terlalu berpengaruh, mengingat jumlah ekspor ke dua wilayah
tersebut relatif kecil.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg
Grafik 1.18. Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Grafik 1.19. Purchasing Managers Index
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan II 2015 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor di
periode pelaporan tercatat tumbuh negatif sebesar-8,6% (yoy) turun tajam dibandingkan triwulan I 2015 yang masih
sempat tumbuh positif sebesar 0,6% (yoy). Penurunan impor terkonfirmasi dari perlambatan impor LN yang di dominasi
oleh komoditas Non Migas, baik secara nilai maupun volume. Nilai impor LN tercatat mengalami kontraksi sebesar -
0,62% (yoy) turun tajam dibandingkan triwulan I 2015 yang mampu tumbuh 17,23% (yoy). Penurunan juga terjadi pada
impor antar daerah (DN). Nilai impor DN tercatat mengalami kontraksi hingga -12,0% (yoy). Penurunan impor DN
terkonfirmasi dari penurunan kegiatan bongkar barang di pelabuhan Makassar dimana pada triwulan II 2015 volume
bongkar muat mengalami pertumbuhan negatif sebesar -4,27% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.20. Volume Impor Nonmigas Grafik 1.21. Volume Barang yang Dibongkar
Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan II 2015 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan
periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang dari Sulsel yang
dijual ke luar negeri yang diikuti komoditas pertanian. Total impor produk industri mencapai USD288,17 Juta atau 76,26%
dari total ekspor di triwulan II 2015. Sementara itu, impor bahan baku mencatat pangsa terbesar dari total nilai impor
Sulsel di triwulan laporan yang kemudian diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi. Total impor bahan baku
mencapai USD129,61 juta atau 75,14% dari total impor. Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi memiliki
pangsa masing-masing sebesar 24,08% dan 0,78%.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.22. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.23. Pangsa Impor Menurut Kategori
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,
sedangkan gandum kembali menjadi komoditas impor dengan pangsa terbesar. Pada triwulan II 2015, komoditas nikel
matte mengambil pangsa sebesar 61,65% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel. Selanjutnya, kakao dan biji-bijian
berminyak dengan pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 16,7% dan 8,62%. Untuk impor luar negeri, komoditas
gandum mengambil pangsa terbesar dengan total pangsa mencapai 36,99% pada triwulan I 2015. Setelah gandum, impor
mesin dan peralatan listrik dengan pangsa impor yaitu masing-masing 26,24% dan 7,36%.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 17
Tabel 1.3. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.4. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Komoditas (HS)Nilai Ekspor
Triwulan II 2015
(USD)
Pangsa
Nikel 197,775,029 51.65%
Kakao 63,950,325 16.70%
Biji-Bijian Berminyak 32,990,644 8.62%
Ikan dan Udang 30,441,265 7.95%
Kayu dan Barang dari Kayu 11,859,127 3.10%
Buah-Buahan 9,945,855 2.60%
Sayuran 8,427,015 2.20%
Daging dan Ikan Olahan 5,383,277 1.41%
Ampas/Sisa Industri Makanan 4,892,511 1.28%
Garam, Belerang, dan Kapur 2,823,395 0.74%
Komoditas (HS)Nilai Impor
Triwulan II 2015
(USD)
Pangsa
Gandum-Ganduman 66,856,964 36.99%
Mesin-Mesin/Pesawat Mekanik 47,432,883 26.24%
Mesin/Peralatan Listrik 13,305,150 7.36%
Ampas/Sisa Industri Makanan 12,474,663 6.90%
Senjata dan Peledak 8,238,574 4.56%
Bahan Kimia Anorganik 4,497,364 2.49%
Perabot, Penerangan Rumah 4,092,087 2.26%
Kakao 3,401,128 1.88%
Baja dan Besi 3,108,130 1.72%
Pupuk 2,890,000 1.60% Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Berdasarkan negara tujuan, mayoritas ekspor Sulsel ditujukan ke Jepang sedangkan mayoritas impor berasal dari
Australia. Di triwulan II 2015, nilai ekspor Sulsel ke Jepang mencapai USD213,08 juta atau 66,89% dari total ekspor Sulsel
di ikuti oleh Amerika Serikat (12,71%) dan Tiongkok sebesar 11,27%. Dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk
ke Sulsel berasal dari Australia yang mencapai USD47,95 juta atau 26,53% dari total impor Sulsel diikuti oleh Tiongkok
(19,36%), Jerman (11,86%) dan Kanada (10,23%).
Tabel 1.5. Negara Tujuan Utama Ekspor Tabel 1.6. Negara Asal Utama Impor Total Ekspor
FOB (USD)
1 JAPAN 213,088,661 66.89%
2 UNITED STATES OF AMERICA 40,493,805 12.71%
3 R.R.C 35,893,828 11.27%
4 MALAYSIA 32,804,139 10.30%
5 PHILIPPINES 11,210,064 3.52%
6 NETHERLANDS 7,035,451 2.21%
7 SINGAPORE 5,793,320 1.82%
8 SOUTH KOREA 4,541,485 1.43%
9 GERMANY 4,529,575 1.42%
10 HONGKONG 3,878,074 1.22%
No Negara Tujuan Pangsa
Total Impor
CIF (USD)
1 AUSTRALIA 47,954,275 26.53%
2 R.R.C 34,987,489 19.36%
3 GERMANY 21,430,414 11.86%
4 CANADA 18,486,500 10.23%
5 SINGAPORE 11,060,709 6.12%
6 ARGENTINA 10,541,402 5.83%
7 UNITED STATES OF AMERICA 9,845,478 5.45%
8 UKRAINE 8,238,574 4.56%
9 THAILAND 4,540,498 2.51%
10 CAPE VERDE 2,890,000 1.60%
No Negara Asal Pangsa
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Neraca perdagangan Sulsel kembali mengalami defisit di triwulan II 2015. Defisit neraca perdagangan Sulsel di periode
pelaporan mencapai Rp2,45 triliun lebih tinggi dari periode sebelumnya yang mencapai Rp2,11 triliun. Masih tingginya
ketergantungan Sulsel terhadap barang-barang dari luar Sulsel menjadi penyebab semakin tingginya defisit di neraca
perdagangan.
Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.24. Neraca Perdagangan Bersih PDRB Grafik 1.25. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
1.3. Sisi Lapangan Usaha
Sektor Pertanian, Pertambangan, dan Perdagangan menjadi motor utama pendorong pertumbuhan ekonomidi
triwulan II 2015. Sektor Pertanian, Pertambangan, dan Perdagangan tercatat mengalami akselerasi pertumbuhan masing-
masing dari 4,30% (yoy), 2,83% (yoy), dan 5,62% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi 12,57% (yoy), 8,51% (yoy), dan 7,02%
(yoy) di triwulan II 2015. Di sisi lain, sektor Konstruksi yang merupakan penyumbang PDRB terbesar ke-4 mengalami
perlambatan di triwulan pelaporan. Sektor Konstruksi tercatat tumbuh 5,32% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di
triwulan I 2015 yang mencapai 6,63% (yoy).
Tabel 1.7. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi*
I II III IV TOTAL I II
1 Pertanian A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 11.80 12.03 10.83 10.40 9.98 4.30 12.57
2 Pertambangan dan Penggalian B Pertambangan dan Penggalian 8.34 2.54 -0.10 9.60 11.43 2.83 8.51
3 Industri Pengolahan C Industri Pengolahan 3.51 8.03 10.27 15.20 9.45 3.56 4.33
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 8.87 11.75 10.73
D Pengadaan Listrik, Gas 15.00 10.56 6.62 -3.71
E Pengadaan Air -1.20 2.13 0.58 -0.26
5 Bangunan F Konstruksi 7.98 7.40 5.75 5.10 6.14 6.63 5.32
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8.28 9.15 11.41
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3.40 7.20 5.62 7.02
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.80 2.14 5.10 4.03
7 Pengangkutan dan Komunikasi 6.34 3.01 3.56
H Transportasi dan Pergudangan 5.60 7.77 3.60 7.03
J Informasi dan Komunikasi 6.60 5.75 7.34 7.46
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 11.23 7.38 4.57
K Jasa Keuangan 11.90 5.91 9.18 2.52
L Real Estate 9.00 7.97 8.88 7.55
9 Jasa-jasa 6.72 6.10 6.97
M,N Jasa Perusahaan 7.40 6.76 4.77 4.48
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0.70 1.03 2.47 5.04
P Jasa Pendidikan 3.10 4.65 8.90 9.07
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.30 10.23 7.41 6.71
R,S,T,U Jasa lainnya 9.40 7.57 9.41 8.16
8.03 7.34 8.23 7.71 7.57 5.36 7.62
2015
Tahun Dasar 2010
2014Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2000 Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010Tahun Dasar 2000
PDRB PRDB
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.26. PangsaPDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)
Bila dilihat dari andil terhadap PDRB, Lapangan Usaha
Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di
triwulan II 2015. Pangsa Sektor Pertanian terhadap total
PDRB di periode pelaporan mencapai 24,78%, tertinggi
dibandingkan 16 sektor ekonomi lainnya. Sektor lainnya
yang menjadi tumpuan perekomian Sulsel adalah Industri
Pengolahan, Pengolahan,dan Konstruksi. Ketiga sektor ini
memiliki pangsa terhadap total PDRB sebesar 13,19%,
12,61%, dan 11,57%.
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian
Berlangsungnya panen raya komoditas tabama mendorong produksi pertanian tumbuh pesat ditriwulan II 2015.
Lapangan usaha pertanian tercatat mengalami percepatan pertumbuhan dari 4,30% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi
12,57% (yoy) ditriwulan II 2015. Setidaknya ada enam wilayah yang memasuki masa panen raya di triwulan II 2015,
diantaranya adalah kab. Sidrap, kab. Sopeng, kab. Bone, kab. Wajo, kab. Sidrap, dan kab. Luwu. Selain itu, cuaca yang
kondusif mendukung kegiatan penangkapan ikan di sepanjang triwulan II 2015.
Penerapan moratorium disubsektor perikanan mulai menunjukan hasil, khususnya bagi nelayan kecil. Pemerintah
melalui kementrian kelautan dan perikanan telah menerbitkan empat kebijakan, yaitu permen no 56/PERMEN/KP/2014
tentang moratorium penghentian perizinan kapal eks asing, Permen No.57/PERMEN/KP/2014 tentang larangan
transhipment dan penggunaan ABK asing, Permen No.1/PERMEN/KP/2015 tentang larangan penangkapan lobster,
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 19
kepiting dan rajungan dengan ukuran tertentu. dan Permen No.2/PERMEN/KP/2015 tentang larangan penggunaan alat
tangkap pukat hela dan pukat tarik. Tujuan dari keempat kebijakan ini adalah mengurangi praktik Illegal, Unreported, and
Unregulated (IUU) di wilayah RI, menjaga kelestarian sumber daya perikanan, membuka kesempatan kerja bagi nelayan
lokal. Di awal penerapannya, kebijakan ini mengakibatkan penurunan bagi perekonomian daerah, khususnya daerah yang
menggantungkan pendapatannya dari sektor perikanan. Pasalnya, kebijakan ini mengakibatkan penurunan produksi ikan
tangkap yang sangat besar. Namun dari laporan berbagai media, diketahui bahwa kebijakan ini mulai menunjukan hasil
yang positif khususnya bagi nelayan kecil. Jumlah ikan dilaporkan meningkat, sehingga nelayan tidak lagi kesulitan
mendapatkan ikan. Meningkatnya ketersediaan ikan tercermin dari peningkatan hasil ikan tangkap di beberapa tempat
pelelangan ikan. Seperti PPS Bitung yang menunjukan peningkatan produksi sepanjang triwulan II 2015. Di Sulsel sendiri,
peningkatan hasil laut terlihat dari meningkatnya ekspor udang ke beberapa negara tujuan. Jumlah ekspor udang tercatat
mencapai 1,1 juta ton lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang mencapai 829ribu ton.
Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.27. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Grafik 1.28. Volume Ekspor Udang
Subsektor Perkebunan masih mengalami kontraksi di triwulan II 2015. Hal ini telihat dari kondisi ekspor biji cokelat
yang masih mengalami kontraksi sebesar -25,41% (yoy) di triwulan pelaporan. Meskipun kondisi di triwulan II
menunjukan perbaikan, namun secara keseluruhan kinerja ekspor biji cokelat masih jauh lebih rendah dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya. Penurunan pasokan setelah lewatnya masa panen ditambah produktivitas pohon kakao yang
terus menurun dan memasuki masa replacement pohon kakao mengakibatkan tambahan tekanan di subsektor
perkebunan. Selain itu, harga kakao di pasar global yang terus tumbuh melambat juga menambah tekanan produksi
kakao pada triwulan laporan sehingga subsektor perkebunan tidak dapat melaju lebih cepat. Penurunan produksi kakao
pada akhirnya menurunkan pasokan ke industri (saat ini daya serap Industri sekitar 80% produksi) dan ekspor. Lambatnya
proses pemulihan produksi kakao juga sangat lambat. Dari hasil FGD dengan asosiasi pengusaha kakao Sulsel, diketahui
bahwa lambatnya pemulihan pasokan kakao salah satunya di akibatkan oleh kurang berhasilnya program Gernas Kakao
yang di canangkan pemerintah tahun-tahun sebelumnya. Informasi dari pihak asosiasi disebutkan bahwa bibit tanaman
yang digunakan dalam program Gernas Kakao tidak sesuai dengan kondisi tanah di Sulawesi. Tanaman kakao yang baru
rentan terhadap gangguan angin, karena struktur akar yang tidak kuat. Namun di program Gernas 2015, dinas pertanian
telah menyiapkan jenis bibit baru yang lebih sesuai dengan keadaan iklim di Sulawesi. Diharapkan dalam 3-5 tahun
kedepan, produksi dari tanaman kakao yang baru ini dapat kembali menopang subsektor perkebunan.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.29. Volume Ekspor Biji Kakao Grafik 1.30. Harga Internasional Kakao
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
Lapangan usaha pertambangan dan penggalian meningkat di triwulan II 2015. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh
8,51% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan I 2015 yang mencapai 2,83% (yoy). Meskipun meningkat, secara
keseluruhan volume produksi hasil tambang sepanjang 2015 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Dampak
pelarangan ekspor bahan tambang mentah, ditambah dengan pelemahan harga komoditas diperkirakan masih menjadi
penyebab utama penurunan kinerja lapangan usaha pertambangan. Hampir seluruh komoditas tambang termasuk nikel
terus mengalami penurunan harga sejak pertengahan tahun 2014. Rrata-rata harga komoditas Nikel di triwulan II 2015
berada pada level USD12.947 per metrik ton turun -29,89% dibandingkan rata-rata harga di periode yang sama di tahun
2014. Penurunan harga komoditas tambang diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun 2015 seiring dengan
penurunan permintaan konsumen utama barang tambang seperti Tiongkok dan Jepang.
Usaha pertambangan mineral diarahkan untuk memenuhi kebutuhan Nasional. Kebijakan pelarangan ekspor bahan
mineral mentah ditujukan untuk mendorong perkembangan industri hilir, terutama industri pengolahan hasil tambang.
Kebijakan ini berdampak pada menjamurnya pembangunan industri pengolahan hasil tambang (Smelter). Di Sulsel
sendiri, setidaknya ada tiga perusahaan dengan paling progresif dalam pembangunan Smelter dan salah satunya telah
memasuki proses konstruksi. Bahkan di tempat lain, seperti Kab Murowali Sulteng telah berdiri Smelter dengan kapasitas
produksi12 juta ton nikel ore per tahun. Tingginya permintaan dalam negeri terhadap bahan hasil tambang menjadikan
aliran produk hasil usaha tambang lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan nasional dan untuk ekspor LN hasil
tambang saat ini hanya mengandalkan hasil tambang non mineral, seperti marmer dan hasil batuan lainnya. Hal ini
terlihat dari data ekspor LN pertambangan yang menunjukan arah berdeda dibandingkan PDRB sektor pertambangan.
Ekspor pertambangan di triwulan II 2015 tercatat mengalami kontraksi -38,96% (yoy) berbeda arah dengan PDRB hasil
tambang yang menunjukan percepatan pertumbuhan.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.31. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.32. Harga Komoditas Tambang
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh lebih cepat ditriwulan II 2015. Sektor industri pengolahan tumbuh 4,33%
(yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang tercatat mencapai 3,56% (yoy). Pertumbuhan diperkirakan berasal dari industri
besar, hal ini terindikasi dari indeks Industri Besar dan Sedang (IBS) yang menunjukan peningkatan di triwulan II 2015,
sedangkan indeks kinerja Industri Mikro dan Kecil (IMK) mengalami penurunan. Hal ini diperkuat dari data hasil produksi
industri pengolahan nikel yang meningkat di periode pelaporan. Hasil produksi Nikel Matte tumbuh 0,14% (yoy) setelah di
periode sebelumnya mengalami kontraksi sebesar -10,85% (yoy). Membaiknya permintaan dari konsumen utama Nikel
Sulsel yaitu Jepang diperkirakan menajadi salah satu faktor penyebab membaiknya kinerja industri pengolahan khususnya
industri pengolahan hasil tambang. Purchasing Manager Index (PMI) Jepang yang menjadi salah satu indikator perbaikan
Industri di Jepang menunjukan peningkatan dari 50,1 di triwulan I 2015 menjadi 50,2 di periode pelaporan.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 21
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Produsen NIkel
Grafik 1.33. Pertumbuhan Industri Grafik 1.34. Produksi Nikel Matte
Selain industri pengolahan nikel, pertumbuhan sektor
Industri pengolahan juga didorong oleh pertumbuhan
industri kayu olahan. Pertumbuhan industri pengolahan
kayu terindikasi dari meningkatnya volume ekspor kayu
olahan di triwulan I 2015. Ekspor kayu olahan tumbuh
28,46% (yoy) tumbuh tinggi setelah di periode sebelumnya
mengalami kontraksi di angka -35,99% (yoy). Di sisi lain,
subsektor makanan olahan menunjukan tren penurunan
menunjukkan perlambatan di periode pelaporan.
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.35. Volume Ekspor Hasil Industri
1.3.4 Lapangan Usaha Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)1
Pada lapangan usaha Pengadaan Listrik danGas dan lapangan usaha Pengadaan Air mengalami kontraksi masing-
masing sebesar -3,71% (yoy) dan -0,26% (yoy). Masih terbatasnya daya beli masyarakat diperkirakan menjadi faktor
penyebab penurunan pertumbuhan seiring dengan penurunan harga jual usaha sektor LGA. Hal ini diperkuat dengan
menurunnya kapasitas produksi terpakai sektor LGA dibandingkan periode sebelumnya. Kapasitas terpakai LGA di
triwulan II 2015 berada di angka 60,06%, turun dibandingkan triwulan I 2015 yang mencapai 69,39%.
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.36. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan Grafik 1.37. Kapasitas Produksi Terpakai Sektor LGA
1Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor LGA dapat di lihat dari lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas dan lapangan usahan Pengadaan Air (Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi
Pada triwulan II 2015, Lapangan Usaha Konstruksi
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan
pelaporan, sektor ini tumbuh 5,32% (yoy) lebih rendah dari
pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 6,63%
(yoy). Penurunan ini tercermin dari hasil survei penjualan
eceran untuk kelompok barang perlengkapan konstruksi di
triwulan II 2015 yang menunjukan perlambatan.
Pertumbuhan indeks penjualan eceran perlengkapan
konstruksi mengalami perlambatan dari 16,89% (yoy) di
triwulan I 2015 menjadi 15,98% (yoy) di periode pelaporan.
Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.38. Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi
Penurunan sektor konstruksi searah dengan realisasi pengadaan semen dan penyaluran kredit konstruksi. Realisasi
pengadaan semen di triwulan II 2015 mencapai 490ribu ton, tumbuh -3,01% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan
periode triwulan I 2015 (-0,63%; yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi juga mengalami perlambatan
dari 34,02% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi26,21% (yoy). Kredit konstruksi ini terindikasi dari rendahnya realisasi belanja
modal pemerintah di triwulan II 2015. Berdasarkan hasil FGD dengan pihak perbankan, diketahui bahwa rendahnya
realisasi belanja pemerintah berpengaruh signifikan terhadap bisnis perbankan di Sulsel termasuk didalamnya kredit
konstruksi. Data yang dirilis DJPbN Sulsel, diketahui bahwa realisasi belanja modal di triwulan II 2015 hanya mencapai
11%, lebih rendah dari realisasi pada periode yang sama di tahun 2014 yang mencapai 16,2%.
Sumber: Survei Penjualan Eceran Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.39. Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi Grafik 1.40. Kredit kepada Sektor Konstruksi
1.3.6 Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)4
Kategori Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Kendaraan mengalami pertumbuhan sebesar 7,02% (yoy),
sedangkan kategori Penyediaan Akomodasi Makan Minum tumbuh sebesar 4,03% (yoy). Bila dibandingkan dengan
periode sebelumnya, lapangan usaha perdagangan mengalami percepatan pertumbuhan di triwulan II 2015. Hal ini
searah dengan penyaluran pembiayaan ke sektor perdagangan yang masih menunjukan pertumbuhan tinggi meski lebih
lambat dibandingkan periode sebelumnya. Kredit ke sektor perdagangan di periode pelaporan mencapai Rp30,36 triliun
atau tumbuh 12,68% dibandingkan periode yang sama di tahun 2014. Pertumbuhan perdagangan diperkirakan ditopang
oleh penjualan makanan jadi khususnya sepanjang bulan Ramadhan dan dan beberapa produk kebutuhan tersier seperti
alat olah raga dan alat musik. Hal ini terlihat dari kenaikan indeks penjualan eceran ketiga kelompok barang tersebut
sepanjang periode triwulan II 2015.
4Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor PHR dapat di lihat dari kategoriPerdagangan Besar dan
Eceran dan Reparasi Kendaraan serta kategoriPenyediaan Komodasi Makan Minum(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 23
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.41. Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.42. Penjualan Barang Eceran Riil
Permintaan domestik mendominasi permintaan di lapangan usaha penyediaan akomodasi makan minum. Pelonggaran
kebijakan pelarangan rapat di luar kantor yang dikeluarkan oleh pemerintah5 menjadi pendorong utama peningkatan
permintaan di lapangan usaha penyediaan akomodasi makan minum. Hal ini tercermin dari peningkatan tingkat hunian
kamar hotel dari 41,8% di triwulan I menjadi 61,85%. Hal ini sesuai perkiraan, mengingat sebagian besar hotel di Sulsel
mengandalkan kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, andExhibition) untuk menjalankan kegiatan
operasionalnya. Sementara itu, pariwisata dinilai belum mampu mendorong perkembangan usaha penyediaan akomodasi
makan minum. Hal ini mengacu pada indikator pariwisata internasional seperti jumlah kedatangan wisman di triwulan II
2015 yang masih menunjukan pertumbuhan yang negatif di periode pelaporan. Pertumbuhan kedatangan wisman ke
Sulsel di triwulan II 2015 masih mengalami pertumbuhan negatif sebesar -21,83% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.43. Tingkat Penghunian Kamar Hotel Grafik 1.44. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
1.3.7 Lapangan Usaha Angkutan dan Komunikasi6
Di triwulan laporan, lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 7,03% (yoy), sedangkan kelompok
Informasi dan Komunikasi tumbuh meningkat sebesar 7,46% (yoy). Pertumbuhanlapangan usaha transportasi dan
pergudangan searah dengan peningkatanaktivitas penumpang di Bandara Sultan Hasanudin. Jumlah penumpang yang
berangkat tercatat dari Bandara Sultan Hasanudin sepanjang triwulan II 2015 mencapai 778ribu penumpang atau tumbuh
0,85% dibandingkan periode yang sama di tahun 2014. Angka ini membaik dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat
mengalami kontraksi sebesar -6,08% (yoy). Namun peningkatan sektor usaha angkutan ini tidak tercermin dari penyaluran
kredit ke sektor pengangkutan yang tercatat mengalami kontraksi -9,33% (yoy).
5Peraturan Menteri PAN RB No. 6/2015 yang terbit di bulan April 2015.
6 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Angkutan dan Komunikasi dapat dilihat dari pendekatan
kategoriTransportasi dan Pergudangan dan kategoriInformasi Dan Komunikasi(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Sumber: Angkasa Pura Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.45. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara Grafik 1.46. Kredit Sektor Pengangkutan
Subsektor usaha angkutan laut turun masih terkontraksi di triwulan II 2015. Otoritas pelabuhan Makassar menyebutkan
bahwa di triwulan II 2015, kegiatan lalulintas barang maupun penumpang di pelabuhan Makassar masih mengalami
kontraksi. Total volume bongkar muat barang di pelabuhan Makassar sepanjang triwulan II 2015 mencapai 2,53juta ton,
lebih rendah -4,96% (yoy). Kontraksi juga terjadi di pengangkutan penumpang, tercatat kontraksi di triwulan II 2015
mencapai -11,97% (yoy) lebih tinggi dibandingkan kontraksi di triwulan I 2015 sebesar -9,80% (yoy). Masih terpusatnya
gerbang ekspor Indonesia Timur melalui pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya), menjadi salah satu penyebab rendahnya
lalu lintas kapal di Pelabuhan Makassar.
Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar
Grafik 1.47. Lalu Lintas Barangdi Pelabuhan Makassar Grafik 1.48. Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar.
1.3.8 Lapangan Usaha Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan7
Di triwulan pelaporan, lapangan usaha jasa keuangan tumbuh melambat dari sebesar dari 9,18% (yoy) menjadi 2,52%
(yoy), sedangkan lapangan usahareal estatejuga tumbuh melambat dari 8,88% (yoy) menjadi 7,55% (yoy). Faktor
penyebab perlambatan salah satunya datang dari penurunan kinerja subsektor perbankan. Deselerasi penghimpunan DPK
dan penyaluran kredit mengakibatkanpenurunan nilai tambah bruto perbankan di Sulsel pada triwulan II 2015. Di sisi lain,
penurunan di lapangan usaha Real Estate terlihat dari melambatnya penjualan properti di wilayah Sulsel sepanjang
triwulan II 2015. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) menunjukan tendensi perlambatan melanjutkan tren yang
sudah berlangsung sejak pertengahan tahun 2014.
7 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan dapat dilihat
dari pendekatan kategoriJasa Keuangan dan kategori Real Estate(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 25
Grafik 1.49. Nilai Tambah Bank Grafik 1.50. Penjualan Properti
1.3.9 Lapangan Usaha Jasa-jasa8
Di triwulan pelaporan, kategori jasa perusahaan; kategori
administrasi pemerintah; kategori jasa pendidikan;
kategori jasa kesehatan & kegiatan sosial; dan kategori
jasa lainnya, secara berturut-turut tumbuh sebesar 4,48%
(yoy); 5,04% (yoy); 9,07% (yoy); 6,71% (yoy); dan 8,16%
(yoy). Secara agregat, bila dibandingkan dengan
pertumbuhan sektor jasa-jasa triwulan I 2015, maka terjadi
akselerasi pertumbuhan di periode pelaporan. Hal ini
sejalan dengan perkembangan penyaluran kredit ke sektor
jasa sosial masyarakat. Di triwulan I 2015, kredit jasa sosial
masyarakat tumbuh 38,09% (yoy) lebih tinggi dari
pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat
mencapai 29,92% (yoy).
Grafik 1.51. Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat
8 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Jasa-Jasa Perusahaan dapat dilihat dari pendekatan
lapanganusaha yang baru antara lain kategoriJasa Perusahaan, kategoriAdministrasi Pemerintah, kategoriJasa Pendidikan, kategoriJasa Kesehatan & Kegiatan Sosial, dan kategoriJasa Lainnya(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Boks 1.A. Pemetaan Kendala Utama Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (Most Binding Constraint) melalui Metode Growth Diagnostic
Melanjutkan analisis Growth Diagnostic pada Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) pada triwulan IV 2014,
selanjutnya perlu diidentifikasi secara agregate faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan Sulsel. Analisis kali ini
dilakukan berdasarkan teoriComputable General Equilibrium (CGE), dengan asumsi terjadi keseimbangan (equilibrium)
antara faktor input produksi (modal, tenaga kerja, dan tanah), dengan faktor output. Ada pun penghitungan shock dalam
CGE menggunakan program GEMPACK yang dikembangkan oleh CoPS (Centre of Policy Studies), Monash University, yang
telah diaplikasikan di negara Australia, Brazil, Finlandia, Tiongkok, Afrika Selatan, dan Indonesia. Program ini biasanya
untuk menghitung dampak kebijakan kepada indikator makro utama (pertumbuhan, inflasi, penyerapan tenaga kerja,
upah, ekspor, dan import).
Metode penelitian Growth Diagnostic mengadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Hausmann, Rodric, dan
Velasco (2005). Kerangka kerja diagnostik pertumbuhan (growth diagnostic) didasarkan pada strategi untuk
memperhitungkan prioritas kebijakan. Strategi tersebut menyasar pada identifikasi atas kendala mengikat (binding
constraint) pada aktivitas ekonomi, dan perlunya kebijakan yang dapat memecahkannya.
Grafik 1.A.1. Kerangka Berfikir Growth Diagnostic
Menggunakan metode tersebut di atas, dilengkapi dengan beberapa data sekunder, dipetakan faktor-faktor yang
mendukung dan menghambat pertumbuhan Sulsel. Faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan di Sulsel adalah letak
geografis yang strategis, akses yang memadai ke lembaga keuangan, kondisi makroekonomi yang stabil dan kondusif, dan
iklim investasi yang kondusif. Di sisi lain, hambatan pertumbuhan yang teridentifikasi di Sulsel adalah Biaya Dana yang
masih cukup tinggi, ketersediaan tenaga kerja yang rendah (terutama tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan yang
tinggi), kondisi infrastruktur terutama jalan Kabupaten, kehandalan pasokan listrik, penduduk miskin pedesaan dengan
produktivitas terendah, dan kondisi keamanan yang kurang kondusif (tingkat kriminalitas dan konflik).
Untuk mengatasi beberapa permasalahan tersebut, Pemerintah Daerah Provinsi Sulsel telah mencanangkan beberapa
program prioritas. Dengan menghitung dampak kebijakan tersebut secara kuantitatif, akan dicari most binding constraint
terhadap ekonomi Sulsel. Penyelesaian terhadap most binding constraint akan mendorong dampak positif yang besar
terhadap indikator makro utama (PDRB, Inflasi, dll) terhadap Sulsel. Namun perlu menjadi perhatian, bahwa dampak
positif ke Sulsel, belum tentu berdampak positif juga ke provinsi lainnya, karena menggunakan konsep general
equilibrium (GE) antar daerah. Karena antar daerah bersifat borderless, konsep GE akan terus menciptakan keseimbangan
antar faktor produksi yang tradable, seperti tenaga kerja dan modal.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 27
Tabel 1.A.1. Matriks Temuan Permasalahan Berdasarkan Metode HRV
Low Growth and Investment
Binding Finance Binding Social Return
Low Agregat Saving
Bad Finance
Lack of Complementary Factor Low Appropriability
Human Capital Infrastructure, Public Goods (Geography)
Government Failure Coordination
Ex Ante Ex Post Market Fail
Ex Ante Risk Tax Low Property, rights, crime & corruption
Low R&N, Low Self Discovery
DPK Ratio NPL Indeks Pembangunan Manusia
Panjang Jalan Tingkat Inflasi Tingkat Pajak dan Retribusi
Indeks Persepsi Korupsi Defisit Neraca Perdagangan
Jumlah lembaga keuangan
Alokasi kredit Angka Partisipasi Pendidikan
Pemanfaatan Pelabuhan dan Bandara
Kondisi Fiskal Indeks Iklim Investasi
Suku Bunga Rasio pendidikan pada angkatan kerja
Suply Listrik
LDR Pasokan Air Bersih
Sanitasi
Keterangan:
Beberapa program Pemerintah Daerah/Upaya untuk mengatasi permasalahan utama (most binding constraint)di Sulsel
telah masuk ke dalam RPJMD 2013-2018. Dari hasil matriks tabel 1.A.1 dan tabel 1.A.2, maka penyelesaian dari
pembangunan infrastruktur penunjang terutama listrik, merupakan yang paling penting, oleh karena itu,
pembangunannya perlu dilakukan segera dan tepat waktu/target. Industri semen dan perkebunan kakao merupakan
subsektor yang paling diuntungkan dengan pembangunan infrastruktur. Kedua, perbaikan kualitas sumberdaya manusia
di sektor pertanian (beasiswa sekolah kejuruan), terutama akan meningkatkan pertumbuhan di subsektor perkebunan.
Ketiga, perluasan lahan pertanian bahan makanan akan meningkatkan pertumbuhan di sektor bahan makanan, namun
secara agregate dampaknya terhadap pertumbuhan kecil, karena terjadi trade offdengan sub sektor lainnya. Oleh karena
itu, Pemda perlu menentukan prioritas sektor yang menjadi unggulan daerah.Beberapa rencana reformasi struktural yang
akan dilaksanakan Pemda, dapat dijalankan secara simultan, mengingat hasil yang dicapai terhadap pertumbuhan/tenaga
kerja/inflasi relatif lebih baik.
Tabel 1.A.2.Rencana Pempus/Pemda untuk Mengatasi Most Binding Constraint
Most Binding Constraint
Root Causes Rencana Pempus/Pemda Perhitungan Dampak9
Daya dukung sektor industry (listrik)
Peningkatan daya dukung sektor industri (listrik untuk industri).
Bontobatu (FTP2), 110 Mw, Malea 90 Mw (Sulsel), PLTU Jeneponto (3x135Mw), PLTU Sulsel Barru 2 (2 X 50 MW + 100 MW), dan beberapa mini hydro.
PDRB naik 0,028%.
Inflasi turun 0,023%.
Pengangguran turun 0,021%.
Tenaga kerja Terampil dan Inovatif
Pendidikan kejuruan belum berkembang
Gratis biaya pendidikan (terpilih) pada sekolah Kejuruan Khusus (penerbangan, pramugari, SMK pertanian, perkebunan, perikanan).
PDRB naik 0,005%.
Inflasi turun 0,009%.
Pengangguran turun 0,0004%.
Sarana Pergudangan, dan industri belum terintegrasi dengan Pelabuhan dan Bandara
Sarana penghubung kawasan industri dengan pelabuhan/bandara.
Industri kebutuhan dasar.
Pembangunan Makassar New Port.
Pembangunan jalur kereta api Makassar-Parepare menghubungkan Kota Makassar- Kota Parepare sepanjang 144 kilometer.
PDRB naik 0,008%.
Inflasi turun 0,005%.
Pengangguran turun 0,003%
9Perhitungan menggunakan program GEMPACK (General Equilibrium Modelling PACKage) yang dikembangkan oleh Centre of Policy Studies (CoPS) di
Melbourne, Australia.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Peningkatan produksi sektor tradable
Pembangunan waduk, dan saluran irigasi.
Pembangunan Waduk Karaloe, Paseloreng,Pamukulu, Jenelata, Nipa-nipa.
PDRB naik 0,001%.
Inflasi turun 0,0003%.
Pengangguran turun 0,001%.
Total
PDRB naik 0,05%.
Inflasi turun 0,05%.
Pengangguran turun 0,03%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 29
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel hingga triwulan
II 2015 relatif meningkat dibandingkan dengan triwulan II 2014.
Faktor pendorong adalah optimalisasi pemungutan pajak dan
retribusi daerah, serta kenaikan pertumbuhan ekonomi Sulsel pada
triwulan II 2015.
Demikian pula di sisi persentase realisasi belanja untuk APBD Provinsi,
hingga triwulan II 2015, cenderung lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama pada tahun 2014. Sementara persentase
penyerapan APBN di Sulsel masih lebih rendah dari tahun 2014.
Diperkirakan faktor kendala teknis memengaruhi penyerapan
anggaran pemerintah pusat di Sulsel
BAB 2 Keuangan Daerah
30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
2.1. Struktur Anggaran
Keuangan Pemerintah di Sulsel terdiriatas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah/APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota) dan keuangan pemerintah pusat di daerah (APBN di Sulsel), dengan porsi
terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota. Pada tahun anggaran 2015, pagu anggaran belanja keuangan pemerintah daerah
dan pemerintah pusat di Sulselmencapai Rp48,5 triliun yang terbagi atas APBD Provinsi 12,7%, APBD Kabupaten/Kota
53,4%, dan APBN di Sulsel 33,9% (Grafik 2.1).
APBD Provinsi
11,66%
APBD Kabupaten/Kota
46,81%
Anggaran APBN di Sulsel
41,53%
Rp5,49 triliun
Rp1,54 triliun
Rp6,19 triliun*)
Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 2015
Grafik 2.2. Struktur RealisasiBelanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Triwulan II 2015
Pada triwulan II 2015, realisasi belanja APBD Kab/Kota memiliki porsi terbesar dibandingkan kelompok belanja
pemerintah yang lainnya. Realisasi APBD Kab/Kota di triwulan II 2015 diperkirakan mencapai Rp6,19 triliun atau 46,81%
dari total realisasi belanja pemerintah di Sulsel. Sementara realisasi APBN di Sulsel mencapai Rp5,49 triliun (41,53% dari
total realisasi belanja) dan APBD Provinsi mencapai Rp1,54 triliun (11,66% dari total realisasi belanja) (Grafik 2.2).
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi
2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan
Porsi realisasi pendapatan asli daerah (PAD) menunjukkan peningkatan nilai dan persentase terhadap total
pendapatan APBD Provinsi Sulsel. Pada triwulan II 2015, porsi dana perimbangan mengalami penurunan, sementara PAD
meningkat, yang menunjukkan tingkat ketergantungan Provinsi kepada anggaran pusat semakin menurun. Porsi realisasi
PAD triwulan II 2015 mencapai 49,61%, atau secara nominal mencapai Rp 1,43 triliun, lebih tinggi dari triwulan II 2014
(48,57% atau Rp1,23 triliun). Hal ini dapat sebagai indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada triwulan II
2015 dapat berdampak positif terhadap penambahan PAD Sulsel.
Rp735 Rp879Rp1.063 Rp1.132 Rp1.234
Rp1.432
Rp509Rp541
Rp717Rp783
Rp850Rp847Rp0
Rp0
Rp456
Rp602
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
Tw II-2010 Tw II-2011 Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015
Rp miliar
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah
Sumber:Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD
BAB 2 Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 31
2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan
Nominal dan persentase10
realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Selatan relatif meningkat hingga triwulan II
2015 dibandingkan tahun 2014 periode berjalan.Hingga triwulan II 2015, realisasi anggaran pendapatan daerah telah
mencapai 46,77%, 1,81% lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan tahun lalu yang mencapai 44,96%. Nilai realisasi
anggaran pendapatan daerah hingga triwulan II 2015, telah mencapai Rp.2,89 triliun dari total target pendapatan tahunan
sebesar Rp.6,17 triliun. Nominal pendapatan tahun ini lebih besar Rp.0,35 triliun dibandingkan tahun lalu yang hanya
mencapai Rp.2,54 triliun. Peningkatan pendapatan ini masih didorong oleh realisasi PAD, yang terdiri dari pendapatan
pajak senilai Rp.1,25 triliun (41,03%), pendapatan retribusi senilai Rp. 36,67 miliar (40,81%), dan lain-lain pendapatan PAD
yang sah sebesar Rp.57,26 miliar (34,41%), serta dari hasil pengelolaan kekayaan daerah sebesar Rp.88,53 miliar, yang
mana telah melebihi target sebesar Rp.80,23 miliar.
Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi (Rp Miliar)
Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI
1. PENDAPATAN
1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,128.86 1,234 39.44% 3,380.99 1,431.60 42.34%
- Pendapatan Pajak Daerah 2,807.47 1,127.77 40.17% 3,044.55 1,249.15 41.03%
- Pendapatan Retribusi Daerah 84.30 30.52 36.20% 89.85 36.67 40.81%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 74.60 0.68 0.91% 80.23 88.53 110.34%
- Lain-lain PAD yang Sah 162.50 74.96 46.13% 166.37 57.26 34.41%
1.2. DANA PERIMBANGAN 1,575.57 850 53.97% 1,530.72 847.31 55.35%
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 293.00 122.8 41.92% 272.35 115.87 42.55%
- DAU 1,209.60 705.6 58.33% 1,180.01 688.34 58.33%
- DAK 72.98 21.9 30.00% 78.36 43.10 55.00%
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 932.62 455.8 48.87% 1,248.35 601.64 48.19%
1.3. Lain-lain Pendapatan yang Sah 13.52 0.4 3.25% 10.12 5.03 49.76%
JUMLAH PENDAPATAN 5,650.58 2,540.48 44.96% 6,170.18 2,885.59 46.77%
ANGGARAN 2015
Realisasi s/d TRIWULAN II 2015
NO. U R A I A N ANGGARAN 2014
Realisasi s/d TRIWULAN II 2014
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Realisasi dana perimbangan hingga triwulan II 2015 mengalami peningkatan secara persentase namun mengalami
penurunan secara nominal jika dibandingkan dengan tahun lalu. Persentase realisasi dana perimbangan hingga tahun
lalu sebesar 53,97% dengan nominal Rp.850 miliar, sementara tahun ini mencapai 55,35% dengan nominal Rp.847 miliar.
Dari tiga komponen dana perimbangan, yakni dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum (DAU),
dan dana alokasi khusus (DAK), hanya DAK yang mengalami peningkatan yang signifikan baik secara persentase maupun
secara nominal. DAK hingga triwulan II 2015 mencapai Rp.43,1 miliar (55%), sementara tahun lalu sebesar Rp.21,9 miliar
(30%). DBH mengalami peningkatan secara persentase realisasi dari 41,92% di 2014 menjadi 42,55% di 2015, namun
mengalami penurunan nominal dari Rp.122,88 miliar di tahun 2014 menjadi Rp.115,87 di tahun 2015. Sementara
persentase realisasi DAU dan transfer pemerintah pusat lainnya masing-masing sebesar 58,33% (Rp.688,34 miliar) dan
48,19% (Rp.601,64 miliar) relatif sama dengan triwulan II 2014. Peningkatan yang signifikan juga terjadi pada pos lain-lain
pendapatan yang sah, di tahun 2014 senilai Rp.0,4 miliar (3,25%), sementara di tahun 2015 senilai Rp.5,03 miliar
(49,67%).
2.2.2 Belanja
2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja
Porsi realisasi belanja modal menunjukkan peningkatan, dari sisi nilai maupun persentase. Pada triwulan II 2015, porsi
belanja modal naik. Porsi realisasi belanja modal triwulan II 2015 sebesar 7,35%, atau sebesar Rp151,98 miliar, lebih tinggi
dari porsi realisasi triwulan II 2014 porsi terhadap total realisasi yang sebesar 6,46% atau secara nominal Rp126,66 miliar.
Sementara porsi belanja operasional cenderung menurun, dari 70,55% pada triwulan II 2014 menjadi 67,62% di triwulan II
2015.
10Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan).
BAB 2 Keuangan Daerah
32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Rp590 Rp539
Rp1.219 Rp1.305 Rp1.382 Rp1.399Rp30 Rp108
Rp50Rp53
Rp127 Rp152
Rp147Rp365
Rp142
Rp316
Rp450Rp518
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
2.200
Tw II-2010 Tw II-2011 Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015
Rp miliar
Transfer Belanja Modal Belanja Operasional
(55,0%)(44,6%)(41,3%)
(63,2%)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD
2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja
Persentase realisasi belanja APBD Provinsi Sulawesi Selatan hingga triwulan II 2015 relatif mengalami peningkatan
dibandingkan dengan triwulan II tahun 2014. Hingga triwulan II 2015 ini, tercatat realisasi telah berjalan 33,55% atau
sebesar Rp2,07 triliun dari target tahun 2015 sebesar Rp6,17 triliun. Hal ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi
belanja pada tahun 2014 baik secara nominal maupun secara persentase. Pada tahun 2014, realisasi belanja APBD
Provinsi tercatat sebesar 32,20% (Rp1,96 triliun dari target Rp6,09 triliun).
Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi BelanjaAPBD Provinsi (Rp Miliar)
Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI
2. BELANJA
2.1. BELANJA OPERASI 4,020.51 1,382.41 34.38% 4,179.70 1,399.06 33.47%
- Belanja Pegawai 1,055.92 406.99 38.54% 1,165.82 428.17 36.73%
- Belanja Barang 1,379.90 328.35 23.80% 1,220.48 225.77 18.50%
- Belanja Bunga 22.00 5.47 24.85% 39.50 13.65 34.55%
- Belanja Hibah 969.43 468.96 48.38% 1,264.51 605.61 47.89%
- Belanja Bantuan Keuangan 593.25 172.64 29.10% 489.40 125.85 25.72%
2.2. BELANJA MODAL 955.10 126.66 13.26% 658.61 151.98 23.08%
- Belanja Tanah 53.60 0.00% 136.52 1.54 1.13%
- Belanja Peralatan & Mesin 103.81 17.08 16.45% 88.39 13.77 15.58%
- Belanja Gedung dan Bangunan 105.07 1.96 1.87% 155.84 6.12 3.93%
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 690.57 107.54 15.57% 271.13 128.88 47.54%
- Belanja Aset Tetap Lainnya 1.31 0.00 0.23% 1.03 0.55 54.01%
- Aset Lainnya 0.74 0.07 9.41% 5.71 1.11 19.45%
2.3. BELANJA TIDAK TERDUGA 5.50 - 0.00% 20.00 - 0.00%
JUMLAH BELANJA 4,981.10 1,509.07 30.30% 4,858.31 1,551.04 31.93%
TRANSFER 1,103.82 450.36 40.80% 1,308.80 517.99 39.58%
TOTAL BELANJA 6,084.92 1,959.43 32.20% 6,167.11 2,069.03 33.55%
SURPLUS / (DEFISIT) (434.34) 581.05 -133.78% 3.07 816.56 26622.63%
3. PEMBIAYAAN
3.1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 485.34 189 38.99% 132.93 309.74 233.01%
3.2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 51.00 0 0.00% 136.00 68.00 50.00%
JUMLAH PEMBIAYAAN 434.34 189.23 43.57% (3.07) 241.74 -7881.73%
ANGGARAN 2015
Realisasi s/d TRIWULAN II 2015
NO. U R A I A N ANGGARAN 2014
Realisasi s/d TRIWULAN II 2014
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Realisasi belanja operasional yang bersifat rutin, secara persentase tercatat lebih rendah dari periode yang sama tahun
sebelumnya. Total pos belanja operasional terealisasi hingga triwulan II 2015 sebesar Rp1.399,06 miliar (33,47%) dengan
persentase penyerapan terbesar pada belanja hibah yaitu sebesar 47,89% dan terkecil adalah belanja barang (18,5%).
Sementara untuk belanja rutin yang terdiri dari belanja pegawai dan belanja bunga, persentasenya masing-masing
sebesar 36,73% dan 34,55%. Belanja pegawai mengalami penurunan sementara belanja bunga mengalami peningkatan
persentase realisasi belanja APBD Provinsi.
Untuk pembangunan infrastruktur yang bersumber dari belanja modal, realisasinya lebih berkembang dibandingkan
dengan periode berjalan tahun sebelumnya. Pada tahun ini realisasi belanja modal telah mencapai 23,08% (Rp191,98
miliar) lebih tinggi 9,82% dibandingkan tahun lalu (13,26%; Rp126,66 miliar). Belanja jalan, irigasi, dan jaringan masih
merupakan pos dengan porsi terbesar. Hingga triwulan II 2015, realisasi belanja jalan, irigasi, dan jaringan hampir berjalan
BAB 2 Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 33
setengah tahap (47,54%) dari keseluruhan anggaran belanja. Hal ini merupakan peningkatan dari tahun sebelumnya yang
hanya mencapai 15,57%. Hal ini akan berdampak baik karena semakin cepat realisasi belanja jalan, irigasi, dan jaringan,
maka akan mempercepat peningkatan infrastruktur yang pada akhirnya akan memberikan multiplier effect dalam
pertumbuhan investasi dan ekonomi Sulsel.
Pada triwulan II 2015, realisasi transfer berupa bagi pajak, retribusi, dan pendapatan ke Kabupaten/Kota, mengalami
penurunan secara persentase, namun terjadi peningkatan secara nominal. Tercatat sebesar 39,58% realisasi transfer
pada triwulan II 2015, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 40,80%. Namun terjadi peningkatan nominal,
yakni Rp517,99 miliar di 2015 berbanding Rp450,36 miliar di tahun 2014. Surplus hingga periode triwulan II tahun ini
sebesar Rp816,56 miliar, sementara jumlah pembiayaan daerah sebesar Rp241,74 miliar.
2.3. Perkembangan Realisasi Belanja Anggaran APBD Kabupaten/Kota se-Sulsel11
2.3.1 Struktur Realisasi Belanja
Di tingkat kabupaten dan kota, realisasi belanja
operasional mendominasi dibanding komponen lainnya.
Porsi belanja operasional triwulan I 2015 porsinya sebesar
94,12% (Rp1.756miliar). Sementara belanja modal, belanja
tidak terduga, dan transfer, masing-masing baru terealisasi
Rp108 miliar; Rp268 juta; dan Rp1,05 miliar, dengan porsi
5,81%; 0,01%; dan 0,06%.
Belanja OperasiRp1.756 94,12%
Belanja ModalRp108 5,81%
Belanja tidak
terdugaRp0
0,01%
TransferRp1
0,06%
Grafik 2.5. Proporsi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel
2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja
Hingga triwulan I 2015, persentase realisasi APBD Kabupaten/Kota juga relatif masih rendah. Persentaserealisasi
anggaran sampai dengan triwulan I 2015baru mencapai 7,20% atau baru sekitar 7,20%. Pendorong masih rendahnya
persentase realisasi tersebut juga berasal dari realisasi belanja modal yang masih rendah, atau baru sekitar 2,28%. Bahkan
persentase realisasi belanja operasional juga baru mencapai 10,58%. Diharapkan realisasi APBD Kabupaten dan Kota akan
semakin meningkat pada triwulan II 2015, untuk membantu meningkatkan ekonomi Sulsel yang cenderung melambat di
awal tahun 2015.
Baru sekitar sepertiga jumlah kabupaten dan kota yang persentase realisasi APBD-nya melebihi persentase realisasi
APBD Provinsi. Dengan persentase realisasi APBD Provinsi yang mencapai 10,23%, hanya sekitar 10 kabupaten dan kota
dengan persentase realisasi APBD-nya lebih tinggi. Persentase realisasi APBD tertinggi dicapai oleh Kota Palopo, sebesar
14,23%, sementara realisasi yang terendah dicapai oleh kabupaten Luwu Timur. Ruang Kabupaten dan Kota untuk
mendorong ekonomi Sulsel lebih tinggi lagi sangat terbuka dengan melakukan optimalisasi realisasi penyerapan belanja
APBD, mulai triwulan berikutnya.
11 Realisasi untuk 18 Kabupaten dan Kota di Sulsel, antara lain Kab. Bantaeng, Kab. Barru, Kab. Bone, Kab. Bulukumba, Kab. Enrekang, Kab. Jeneponto,
Kab. Luwu Utara, Kab. Pangkajene Kepulauan, Kab. Kepulauan Selayar, Kab. Sinjai, Kab. Soppeng, Kab. Takalar, Kab. Wajo, Kota Pare-Pare, Kota Makassar, Kota Palopo, Kab. Luwu Timur, dan Kab. Toraja Utara.
BAB 2 Keuangan Daerah
34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Tabel 2.3.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan I 2015 APBD Kabupaten dan Kota se-Sulsel8
Belanja
Operasi
Belanja
ModalTotal Belanja
Belanja
Operasi
Belanja
ModalTotal Belanja
Belanja
Operasi
Belanja
ModalTotal Belanja
Kota Palopo 618,99 102,76 722,75 100,05 2,80 102,85 16,16% 2,73% 14,23%
Kab. Sinjai 579,26 135,73 717,98 84,82 3,97 88,86 14,64% 2,92% 12,38%
Kab. Wajo 971,56 254,77 1.227,82 142,53 8,73 151,38 14,67% 3,43% 12,33%
Kab. Barru 654,53 154,90 809,43 66,47 32,60 99,07 10,16% 21,05% 12,24%
Kab. Bantaeng 602,39 79,96 683,35 79,26 3,43 82,69 13,16% 4,29% 12,10%
Kab. Bone 1.365,68 237,34 1.766,10 200,09 9,80 210,95 14,65% 4,13% 11,94%
Kab. Luwu Utara 834,32 186,13 1.021,45 114,84 4,43 119,27 13,76% 2,38% 11,68%
Kota Pare-Pare 390,74 137,96 530,20 58,78 0,76 59,54 15,04% 0,55% 11,23%
Kota Makassar 2.576,40 681,04 3.263,87 331,09 20,45 351,54 12,85% 3,00% 10,77%
Kab. Jeneponto 759,39 200,63 965,93 101,24 - 101,24 13,33% 0,00% 10,48%
Kab. Takalar 780,40 119,85 908,31 87,68 1,62 89,29 11,23% 1,35% 9,83%
Kab. Pangkep 777,34 325,22 1.127,76 103,67 2,35 106,02 13,34% 0,72% 9,40%
Kab. Kepulauan Selayar 568,45 161,42 732,03 61,83 4,69 66,52 10,88% 2,91% 9,09%
Kab. Enrekang 637,10 191,14 858,33 77,15 0,13 77,28 12,11% 0,07% 9,00%
Kab. Toraja Utara 584,55 159,96 747,86 57,28 0,28 57,63 9,80% 0,18% 7,71%
Kab. Bulukumba 1.013,76 319,56 1.337,75 48,40 7,61 56,01 4,77% 2,38% 4,19%
Kab. Soppeng 773,91 162,22 937,73 26,42 - 26,42 3,41% 0,00% 2,82%
Kab. Luwu Timur 639,99 455,67 1.105,90 14,48 4,80 19,28 2,26% 1,05% 1,74%
Total 16.598,68 4.754,90 25.931,59 1.756,08 108,44 1.865,84 10,58% 2,28% 7,20%
Kabupaten/Kota
Anggaran 2015 (Rp miliar) Realisasi Triwulan I 2015 (Rp miliar) Realisasi Triwulan I 2015
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
2.4. Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel
2.4.1 Struktur Realisasi Belanja
Komponen belanja pegawai memiliki kontribusi terbesar dalam realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan II 2015.
Pada periode berjalan, porsi belanja pegawai mencapai 49% dari total keseluruhan realisasi belanja APBN di Sulsel,
dengan nominal Rp2,71 triliun. Porsi belanja pegawai ini mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II tahun 2014
yang hanya mencapai 44% (Rp2,29 triliun). Kemudian, porsi belanja modal juga mengalami peningkatan, dari tahun lalu
sejumlah 14% (Rp0,75 triliun), menjadi 15% (Rp0,84 triliun) pada triwulan II tahun ini. Sementara, belanja barang yang
berkontribusi terbesar kedua dalam belanja APBN di Sulsel, mengalami penurunan porsi dari tahun lalu. Triwulan II tahun
2014, belanja pegawai berkontribusi hingga 32% (Rp1,65 triliun), sedangkan pada tahun ini hanya berkontribusi 26%
(Rp1,42 triliun) dari total belanja APBN di Sulsel hingga triwulan 2014. Di sisi lain, belanja bantuan sosial tidak mengalami
perubahan porsi belanja APBN di Sulsel, masih berada di angka 10% (Rp0,53 triliun pada tahun 2015, dibandingkan
Rp0,55 triliun pada tahun 2014).
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah
Grafik 2.6. Proporsi Belanja APBN di Sulsel di Sulsel
2.4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Hingga periode triwulan II 2015, persentase realisasi anggaran belanja APBN di Provinsi/Kabupaten/Kota Sulawesi
Selatan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan II 2014. Pada tahun 2015, realisasi anggaran pada
periode triwulan kedua baru mencapai 29,0%, lebih rendah dibandingkan periode triwulan II 2014 yang telah mencapai
32,45%. Namun, jika perbandingan dilihat dari segi nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel sebesar Rp5,49 triliun, lebih
besar dari tahun lalu yang mencapai Rp5,24 triliun. Rendahnya persentase realisasi belanja APBN di Sulsel cenderung
BAB 2 Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 35
didorong oleh kendala teknis, karena adanya perubahan nomenklatur Kementerian dan Lembaga untuk dokumen
pencairan anggaran (boks 2.A).
Nominal realisasi anggaran per jenis belanja APBN di Provinsi/Kabupaten/Kota Sulawesi Selatan dan masih didominasi
oleh belanja pegawai. Hingga periode triwulan II 2015, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulawesi Selatan
mencapai Rp2,71 triliun dan telah berjalan 44,53% dari anggaran tahunan sebesar Rp6,1 triliun. Realisasi belanja pegawai
ini masih lebih tinggi dibanding tahun lalu baik secara persentase (40,99%), maupun secara nominal (Rp2,3 triliun). Di sisi
lain, belanja barang, belanja modal, dan belanja bantuan sosial mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu secara
persentase, masing-masing sebesar 25%,0; 15,8%; dan 28,3%. Secara nominal, hanya belanja modal yang mengalami
peningkatan diantara tiga jenis anggaran belanja tersebut yakni sebesarRp0,84 triliun, sementara tahun lalu hanya
sebesar Rp0,75 triliun.
Tabel 2.4.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan I APBN di Sulsel se-Sulsel
Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi
Belanja Pegawai 5,589.88 2,291.29 40.99% 6,082.32 2,708.40 44.53%
Belanja Barang 4,769.18 1,648.84 34.57% 5,664.97 1,416.19 25.00%
Belanja Modal 4,485.40 746.03 16.63% 5,323.78 839.56 15.77%
Belanja Bantuan Sosial 1,291.77 549.36 42.53% 1,869.59 528.46 28.27%
JUMLAH BELANJA 16,136.24 5,235.52 32.45% 18,940.66 5,492.61 29.00%
Anggaran 2015Realisasi s/d Triwulan II 2015
U R A I A N Anggaran 2014Realisasi s/d Triwulan II 2014
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah
Masih rendahnya realisasi belanja juga terlihat dari penyerapan anggaran Dana Desa. Berdasarkan data terakhir (1 Juni
2015), total penyerapan anggaran mencapai Rp191,42 milyar atau 30,13% dari total anggaran Rp635,36 milyar. Angka ini
jauh dari target tahap I (April 2015) yang harusnya sudah mencapai 40%. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No.
93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa
disebutkan bahwa penyaluran dana desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I, pada bulan April sebesar 40% (empat
puluh per seratus);tahap II, pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III, pada bulan Oktober
sebesar 20% (dua puluh per seratus). Dari total 2.253 desa di 24 Kab/Kota se Sulsel, realisasi tertinggi ada di kab. Luwu
(Rp22,72 milyar), di sisi lain terdpat dua kabupaten yaitu kab. Wajo dan kab. Luwu Utara yang belum merealisasikan dana
desa nya sama sekali (Rp0,-)
2.5. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB
Peran realisasi komponen pendapatan pendapatan terhadap ekonomi daerah12
pada triwulan II 2015 relatif menurun
dibandingkan tahun sebelumnya. Dana perimbangan per PDRB ADHB, rasio triwulan II 2015 sebesar 0,52%, lebih rendah
daripada triwulan II 2014 sebesar 0,60%. Namun, rasio PAD terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB)
memperlihatkan peranan yang sedikit naik pada triwulan II 2015 (0,88%) dibandingkan triwulan II 2014 (0,87%) (Grafik
2.7). Pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada triwulan II 2015 di Sulsel, mendorong peningkatan peran PAD terhadap
ekonomi Sulsel. Untuk lebih meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, dapat dilakukan antara lain melalui
perluasan basis penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya pemungutan, ataupun pemberdayaan
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Peran realisasi komponen belanja APBD dan APBN di Sulsel hingga triwulan II 2015, untuk stimulus ekonomi
daerah13
menurun. Rasio belanja operasional triwulan II 2015 sebesar 3,38%, lebih rendah dari triwulan II 2014, yang
sebesar 3,74%. Turunnya rasio belanja operasional dan belanja modal searah dengan perlambatan konsumsi pemerintah
pada triwulan II 2015. Di sisi lain, rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), relatif stabil hingga
triwulan II 2015 menjadi sebesar 0,61%, sementara triwulan II 2014 juga sebesar 0,61%.
12 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif 13 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif
BAB 2 Keuangan Daerah
36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
0,90 0,92 0,96 0,92 0,87 0,88
0,62
0,56
0,65 0,63 0,60
0,52
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
Tw II-2010 Tw II-2011 Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015
%
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
3,64 3,02 4,05 3,87 3,74 3,38
0,52
1,05
0,80 0,80
0,61 0,61
-
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
Tw II-2010 Tw II-2011 Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015
%%
Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan
Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
BAB 2 Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 37
Boks 2.A. Pengaruh Perubahan Nomenklatur Kementerian/Lembaga Terhadap Penyerapan Belanja APBN 2015 di Sulsel
Struktur kementerian/lembaga mengalami perubahan dalam era Pemerintah periode 2014-2019. Pembentukan dan
perubahan kementerian pada Kabinet Kerja sebagaimana yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 121/P
Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019 dan
Peraturan Presiden No 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja mengakibatkan terjadinya
pergeseran tugas dan fungsi antar kementerian negara dan lembaga15
. Beberapa kementerian dan lembaga yang
mengalami perubahan nomenklatur adalah sebagai berikut:
No Nomenklatur Awal No Saat Ini (Perpres No 165/2014)
1 Kementeriaan Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat
1 Kementeriaan Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan
2 Kementeriaan Koordinator Bidang Kemaritiman
2 Kementeriaan Pekerjaan Umum 3 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
3 Kementerian Perumahan Rakyat
4 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 4 Kementerian Pariwisata
5 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 5 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
6 Kementerian Riset dan Teknologi 6 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
7 Kementerian Kehutanan 7 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
8 Kementerian Lingkungan Hidup
9 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 8 Kementerian Ketenagakerjaan
10 Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal 9 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
dan Transmigrasi
11 Badan Pertanahan Nasional 10 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN
Perubahan struktur Kementerian/Lembaga (K/L) tersebut untuk mendukung prioritas pembangunan. Pemerintah
mengambil kebijakan untuk mengalokasikan tambahan anggaran belanja untuk berbagai program/kegiatan prioritas,
untuk mendukung pencapaian visi-misi dan prioritas pembangunan Presiden pada tahun 2015. Anggarannya bersumber
antara lain dari penghematan subsidi bahan bakar minyak (BBM) tahun 2015, serta berbagai upaya terkait optimasi
pendapatan negara. Hal ini sejalan dengan konsep penyusunan APBN tahun 2015 yang masih belum menampung
program dan kegiatan yang merupakan penjabaran dari visi dan misi Presiden. Kebijakan tambahan anggaran prioritas
tersebut, dialokasikan untuk beberapa K/L yang penggunaannya diarahkan untuk:
1. Pembangunan sektor unggulan bidang pangan, energi, kemaritiman, pariwisata, dan industri;
2. Pemenuhan kewajiban dasar di bidang pendidikan (melalui KIP), bidang kesehatan (melalui KIS dan supply side SJSN
Kesehatan), dan bidang perumahan;
3. Pengurangan kesenjangan antarpendapatan antara lain melalui KKS, pengembangan penghidupan berkelanjutan,
dan PKH;
4. pengurangan kesenjangan antarwilayah, antara lain melalui pengembangan wilayah perbatasan dan pembangunan
pasar tradisional; dan
5. Pembangunan infrastruktur konektivitas.
Perubahan struktur tersebut mengubah nomenklatur16
K/L, yang secara tidak langsung, akan berimplikasi dalam
eksekusi anggaran.Perubahan nomenklatur K/L mengakibatkan terjadinya pergeseran tugas dan fungsi antar K/L, yang
memengaruhi proses penganggaran, pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban di tahun anggaran 2015. Selain itu,
perubahan nomenklatur K/L ini terdapat masa transisi, yaitu periode jeda antara waktu penetapan DIPA baru dan waktu
15Tugas dan fungsi K/L pada periode 2010-2014 mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Kemudian, acuan tersebut telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketujuh atas Perpres Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. 16 Nomenklatur atau Tata Nama adalah sebutan atau penamaan bagi suatu unit organisasi yang lazim digunakan instansi pemerintah (Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.01/2009 tentang Pedoman Penataan Organisasi di Lingkungan Departemen Keuangan).
BAB 2 Keuangan Daerah
38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
penonaktifan DIPA lama. Terdapat 11 kementerian/lembaga yang mengalami perubahan nomenklatur17
. Secara nasional,
total anggaran kementerian/lembaga tersebut sebesar Rp201,95 triliun. Sementara di Sulsel, anggaran instansi vertikal
yang terkait dengan K/L tersebut sebesar Rp8,77 triliun. Porsi anggaran instansi vertikal tersebut sebesar 4,34% terhadap
anggaran K/L nasional yang mengalami perubahan nomenklatur, dan 27,38% terhadap total anggaran APBN di Sulsel.
Tabel 2.A.1. Perbandingan Realisasi Belanja APBN di Sulsel antara Nomenklatur K/L Lama dengan Baru
(Dalam Miliar Rupiah)
Kementerian/Lembaga Anggaran
2014 (Rp miliar)
Realisasi Tw II 2014 Kementerian/Lembaga
Anggaran 2015
(Rp miliar)
Realisasi Tw II 2015
Nominal Persentase Nominal Persentase
Kementerian/Lembaga Dengan Perubahan Nomenklatur
5.488 1.547 28,19% Kementerian/Lembaga Dengan Perubahan Nomenklatur
8.772 1.314 14,98%
Badan Pertanahan Nasional 130 40 30,45% Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/BPN
142 31 21,79%
Kementerian Dalam Negeri 395 152 38,42% Kementerian Dalam Negeri
142 18 12,86%
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
1 0 7,91% Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi
155 1 0,49%
Kementerian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
184 52 28,15% Kementerian Ketenagakerjaan
193 11 5,64%
Kementerian Lingkungan Hidup
26 7 25,56% Kementerian Lingkungan Hidup
25 2 6,86%
Kementerian Kehutanan 251 68 27,26% Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan
301 57 19,00%
Kementerian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif
52 11 21,01% Kementerian Pariwisata
54 11 19,72%
Kementerian Pekerjaan Umum
2.610 642 24,60% Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
4.285 673 15,72%
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan
1.839 576 31,32% Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan
1.734 384 22,12%
- - Kementerian Riset, Teknologi Dan Pendidikan Tinggi
1.743 126 7,26%
Kementerian/Lembaga Tanpa Perubahan Nomenklatur
10.886 3.688 33,88% Kementerian/Lembaga Tanpa Perubahan Nomenklatur
14.490 4.179 28,84%
Total 21.862 6.783 31,03% Total 32.035 6.806 21,25%
Sumber : Kanwil Ditjend Perbendaharaan Negara Provinsi Sulsel, diolah
Perubahan nomenklatur secara tidak langsung memengaruhi penyerapan APBN di Sulsel. Hingga triwulan II 2015,
kondisi penyerapan APBN di Sulsel baru berkisar 21,25%, lebih rendah dari triwulan II 2014 (31,03%). Tampak penyerapan
anggaran yang timpang, antara kategori instansi vertikal yang terkait perubahan nomenklatur dengan instansi yang tidak
terkait perubahan nomenklatur. Instansi yang terkait perubahan nomenklatur, penyerapan anggarannya terjadi
penurunan, baik dari sisi nominal maupun persentase realisasinya dibandingkan tahun 2014. Hingga triwulan II 2015,
penyerapan anggaran di instansi yang mengalami perubahan nomenklatur, baru berkisar Rp1,31 triliun (14,98%), turun
dibandingkan triwulan II 2014 (Rp1,55 triliun atau 28,19%). Sementara instasi yang tidak terkait perubahan nomenklatur,
penyerapannya lebih baik. Hingga triwulan II 2015, penyerapan anggaran di instansi yang tidak mengalami perubahan
nomenklatur berkisar Rp4,18 triliun lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2014 (Rp3,69 triliun), walaupun secara
persentase menurun (28,84% menjadi 33,88%).
Diperkirakan pada semester II 2015, permasalahan nomenklatur tidak memengaruhi penyerapan anggaran. Petunjuk
teknis untuk menindaklanjuti perubahan nomenklatur tersebut telah terbit pada triwulan II 2015, melalui Surat Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor S-4160/PB/2015 tanggal 19 Mei 2015 hal Petunjuk Teknis Pelaksanaan Anggaran dalam
Rangka Perubahan Struktur Organisasi Kementerian Negara/Lembaga.
17 Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor S-3047/PB/2015 tanggal 16 April 2015 hal Perubahan Struktur Organisasi Kementerian Negara/Lembaga yang merupakan tindaklanjut atas adanya Perubahan Struktur Organisasi Kementerian Negara/Lembaga berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja dan Proses RAPBN-P Tahun 2015.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 39
3. INFLASI
Bab 3 Inflasi
Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 8,06% (yoy) lebih
tinggi dari triwulan I 2015 (7,13%, yoy) yang disebabkan oleh kenaikan
harga pada beberapa kelompok barang khususnya di kelompok bahan
pangan, sandang dan tarif angkutan. Kenaikan harga tersebut akibat dari
kegiatan masyarakat selama triwulan II 2015 seiring terjadi saat Hari Besar
Keagamaan Nasional (bulan Ramadhan dan Idul Fitri) yang jatuh pada
bulan Juni 2015, membuat permintaan barang/jasa meningkat dan
menambah tekanan inflasi.
Meskipun tekanan inflasi meningkat, namun masih relatif terkendali tidak
terlepas dari kontribusi koordinasi anggota TPID. Koordinasi yang dilakukan
sepanjang periode pelaporan dilakukan dengan melibatkan Pemerintah
Provinsi, Kabupaten dan instansi lainnya dan didukung oleh Surat Edaran
Gubernur Sulsel dalam antisipasi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok
masyarakat.
BAB 3Inflasi
40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa18
Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh
peningkatan permintaan masyarkat pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Inflasi di
triwulan II tercatat sebesar 8,06% (yoy) meningkat dari triwulan I 2015 sebesar 7,13% (yoy). Faktor utama penyebab
kenaikan inflasi adalah kenaikan harga–harga barang pangan menjelang bulan suci ramadhan yang tercatat mengalami
peningkatan dari triwulan I 2015 sebesar 12,87% (yoy) menjadi 15,01% (yoy) pada triwulan II 2015. Selain itu, bila dilihat
per kelompok, hampir seluruh kelompok mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya (Tabel 3.1).
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa
Bahan
Makanan
Makanan
JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM
I 2.68 6.22 3.48 2.16 2.98 7.08 1.18 3.45
I I 7.64 5.23 4.11 7.56 2.73 7.08 1.06 5.00
I I I 13.43 6.21 4.13 7.65 2.92 4.07 1.76 6.58
IV 14.27 5.90 4.14 7.35 3.06 1.80 1.75 6.56
I 13.96 4.47 4.16 8.30 3.08 1.48 1.84 6.32
I I 12.10 5.27 4.57 8.83 6.41 2.43 2.08 6.37
I I I 1.43 4.40 3.70 10.96 7.60 3.00 0.77 3.37
IV 0.24 4.40 3.67 8.69 7.67 2.90 0.73 2.88
I 4.04 4.49 4.18 9.57 7.53 2.94 0.57 4.06
I I 4.94 4.29 3.98 6.99 4.53 2.12 0.47 3.85
I I I 7.81 4.97 3.41 6.51 3.18 1.37 0.63 4.48
IV 6.56 5.03 3.35 7.08 2.83 3.41 1.16 4.40
I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61
I I 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36
I I I 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24
IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22
I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88
I I 6.15 5.38 5.96 5.65 5.22 1.38 7.91 5.92
I I I 1.97 5.80 6.32 4.12 5.28 1.97 0.87 3.72
IV 16.02 6.21 6.87 3.24 5.08 1.85 10.15 8.61
I 12.87 6.34 7.33 4.51 5.75 2.18 4.35 7.13
I I 15.01 6.54 7.84 4.86 5.52 2.35 6.00 8.06 2015
TAHUN
2014
2012
2013
2011
2010
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kelompok barang lainnya yang mengalami kenaikan
tekanan inflasi yaitu kelompok makanan jadi, perumahan,
sandang, dan transpor. Pada triwulan II 2015, kelompok
tersebut mengalami inflasi masing-masing sebesar 6,54%
(yoy), 7,84% (yoy), 4,86% (yoy) dan 6,00% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat sebesar 6,34%
(yoy),7,33% (yoy), 4,51% (yoy) dan 4,35% (yoy). Sementara
itu, kelompok yang tercatat mengalami penurunan laju
inflasi tahunan pada triwulan II 2015 terjadi pada kelompok
kesehatan. Tekanan inflasi kelompok kesehatan menurun
dari 5,75% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi sebesar
3,59% pada triwulan laporan. Inflasi tahunan Sulsel (8,06%,
yoy) lebih tinggi dari laju inflasi tahunan nasional (7,26%,
yoy) pada triwulan II 2015 (Grafik 3.1). Dilihat secara
triwulanan, inflasi Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat
mengalami kenaikan sebesar 1,37% (qtq).
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
18
Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
BAB 3 Inflasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 41
3.1.1 Kelompok Bahan Makanan
Pada triwulan II 2015, inflasi pada kelompok bahan
makanan mengalami peningkatan yang signifikan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan inflasi
terjadi dari 12,87% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi
15,01% (yoy) pada triwulan II 2015 (Grafik 3.2). Naiknya
harga terutama terjadi pada subkelompok padi-padian,
umbi-umbian dan hasilnya, daging dan hasil-hasilnya dan
ikan segar. Komoditas penyumbang inflasi pada triwulan
laporan adalah beras, daging ayam ras, daging sapi, ikan
bandeng, ikan cakalang, ikan layang, ikan teri, dan udang
basah.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Faktor yang bersifat musiman yaitu perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) menjadi salah satu faktor
penyebab naiknya tekanan inflasi. Aktivitas masyarakat yang semakin meningkat pada triwulan laporan mendorong
kenaikan harga pangan. Masuknya musim tanam pada beberapa komoditas seperti beras di daerah Sulawesi Selatan
seperti Kab. Soppeng, Wajo, Sidrap, Bone dan Barru, turut mempengaruhi kenaikan harga pangan. Sementara inflasi pada
komoditas daging seperti daging ayam dan telur yang meningkat diperkirakan merupakan dampak dari kenaikan harga
pakan impor akibat depresiasi rupiah yang berlangsung sejak awal tahun dan pemangkasan DOC (Day Old Chicks)
ditengah permintaan yang meningkat menjelang lebaran.
Komoditas hortikultura menjadi salah satu penahan laju inflasi pada triwulan laporan. Pasokan yang melimpah
menyebabkan harga cabe turun. Selain itu, di beberapa daerah seperti Kabupaten Bulukumba, pemerintah daerah
setempat memiliki program gerakan tanam cabe di pekarangan rumah terutama rumah pegawai negeri. Pada bulan Juni
2015, cabe merah mengalami deflasi sebesar -0,005% (yoy).
3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan
tembakau pada triwulan II 2015 tercatat mengalami
sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kelompok ini mencatat laju inflasi tahunan sebesar 6,54%
(yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan pada
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,34% (yoy)
(Grafik 3.3). Naiknya tekanan inflasi pada kelompok ini
terutama didorong oleh kelompok makanan jadi dan
minuman tidak beralkohol. Naiknya inflasi pada kelompok
makanan jadi dipengaruhi oleh peningkatan permintaan
jelang lebaran. Di sisi lain, pergerakan inflasi pada
kelompok tembakau dan minuman beralkohol terpantau
cukup stabil pada triwulan laporan sehingga dapat
menahan laju inflasi kelompok ini.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Peningkatan laju inflasi terjadi di seluruh sub kelompok makanan jadi, sub kelompok minuman yang tidak beralkohol
dan sub kelompok tembakau & minuman beralkohol. Peningkatan laju inflasi terbesar pada subkelompok makanan jadi
dipengaruhi oleh komoditas ayam goreng, ayam bakar, dan biskuit yang disinyalir terjadi akibat peningkatan permintaan
pada saat Ramadhan dan jelang lebaran. Sementara pada subkelompok minuman yang tidak beralkohol dipengaruhi oleh
komoditas es batu dan air minum kemasan, dan pada subkelompok tembakau & minuman beralkohol dipengaruhi oleh
rokok kretek dan rokok kretek filter.
BAB 3Inflasi
42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Pada triwulan II 2015, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar meningkat dibandingkan
triwulan I 2015. Laju inflasi pada kelompok tersebut tercatat sebesar 7,84% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
(7,33%, yoy) (Grafik 3.4). Secara tahunan, peningkatan inflasi kelompok ini terutama didorong oleh kebijakan pemerintah
untuk menaikkan harga BBM non-subsidi jenis Pertamax dan Solar dan tariff adjustment listrik Rumah
Tangga/bisnis/industri/kantor pemerintah golongan menengah dan besar.
Penerapan kebijakan tariff adjustment Tarif Tenaga Listrik (TTL) menjadi salah satu penyebab utama peningkatan
tekanan inflasi. Kebijakan PLN dalam penyesuaian Tarif Tenaga Listrik dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap
mata uang USD, harga minyak dan inflasi turut mempengaruhi TTL. Sehingga pelemahan rupiah terhadap USD
berpengaruh pada penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) khususnya di kelompok Rumah Tangga/bisnis/industri/kantor
pemerintah golongan menengah dan besar. Selain itu, rata-rata harga minyak dunia pada triwulan II 2015 mencapai 50,94
USD/bbl naik sebesar sebesar 4,92% (qtq) dibandingkan periode sebelumnya (48,55 USD/bbl) (sumber: World Bank,
2015).
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial
Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial
3.1.4 Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2015,
inflasi tercatat sebesar 4,86% (yoy) meningkat dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,51%
(yoy) (Grafik 3.6). Peningkatan laju inflasi terjadi pada subkelompok sandang wanita, anak-anak dan barang pribading dan
sandang lainnya. Peningkatan kelompok sandang diperkirakan disebabkan oleh bulan ramadhan yang terjadi pada bulan
Juni 2015 sehingga menyebabkan konsumsi sandang meningkat.
Penurunan harga emas menjadi faktor penahan tekanan inflasi di kelompok sandang. Pada triwulan II 2015, harga emas
dunia menunjukan penurunan sejak triwulan I 2015. Tercatat pada triwulan II 2015 rata-rata harga emas dunia mencapai
1,201.55 USD/troy oz turun sebesar 1,42% (qtq) dibandingkan periode sebelumnya. Penurunan harga emas dunia
tersebut mengakibatkan penurunan harga emas perhiasan yang merupakan salah satu komoditas yang diperhitungkan
pada inflasi kelompok sandang.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7. Perubahan Harga Emas Internasional
BAB 3 Inflasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 43
3.1.5 Kelompok Kesehatan
Inflasi kelompok kesehatan mengalami penurunan pada triwulan II 2015. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatat
inflasi sebesar 5,52% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 yang mencapai 5,75% (yoy). Sumber utama
penurunan tersebut berasal dari penurunan tekanan inflasi pada subkelompok obat-obatan, jasa perawatan jasmani, dan
perawatan jasmani dan kosmetika.
Harga Eceran Tertinggi Obat Generik diperkirakan menjadi salah satu penyebab penurunan harga obat-obatan. Selain
itu, pemerintah telah berupaya mengakomodir masyarakat untuk mendapatkan akses obat murah yang terlihat dari
prioritas pembahasan UU Paten obat pada tahun 2015. Obat generic telah diberikan ruang dan dapat bersaing sehat
dengan obat paten. Penerapan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga turut berkontribusi menurunkan harga
obat-obatan karena program tersebut memberikan obat generic kepada pasien JKN.
3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan II 2015. Pada
triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 2,35% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai
2,18%(yoy) (Grafik 3.9). Peningkatan laju inflasi tersebut dipengaruhi oleh peningkatan inflasi subkelompok subkelompok
jasa pendidikan dan kursus.Inflasi pada subkelompok jasa pendidikan dan kursus didorong siswa/siswi yang akan
menghadapi ujian nasional pada bulan April 2015 maupun ujian kenaikan kelas pada bulan Juni 2015.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan
3.1.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Pada triwulan II 2015, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami peningkatan
signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar 6,00% (yoy), naik tajam dari 4,35% (yoy) pada
triwulan I 2015 (Grafik 3.10). Subkelompok transpor menjadi penyumbang kenaikan inflasi terbesar, sementara
subkelompok komunikasi dan jasa keuangan relatif stabil.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor Grafik 3.11. Perubahan Harga Karet Internasional
BAB 3Inflasi
44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Naiknya tarif angkutan umum menjadi faktor utama penyebab meningkatnya inflasi kelompok transpor, komunikasi &
keuangan di triwulan II 2015. Meningkatnya kegiatan masyarakat jelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN)
mendorong meningkatnya permintaan sarana transportasi. Selain itu, peningkatan harga BBM nonsubsidi jenis Pertamax
dan Solar, serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD yang sensitif terhadap biaya operasional, turut mendorong
inflasi kelompok ini.
3.2. Inflasi Menurut Kota IHK19
Pada triwulan II 2015, tekanan inflasi Sulsel yang meningkat didorong oleh peningkatan inflasi yang terjadi di beberapa
kota IHK di Sulawesi Selatan (Makassar dan Parepare). Peningkatan inflasi terjadi di Makassar dan Parepare pada
triwulan II 2015, secara berurutan tercatat sebesar 8,61% (yoy) dan 6,98% (yoy). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi di
beberapa kota IHK tersebut tercatat sebesar 7,34%(yoy) dan 6,53% (yoy)(Tabel 3.2).
Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
I II III IV I II III IV I II III IV I II
Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66 4.27
Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34 8.61
Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95 6.89
Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53 6.98
Bulukumba 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21 6.12
Sulawasi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06
20152014Kota
2012 2013
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Musim perayaan yang mendorong peningkatan
permintaan dinilai tetap menjadi penyebab utama
kenaikan inflasi di beberapa kota. Hal tersebut memicu
peningkatan sumbangan inflasi dari beberapa kota IHK di
Sulsel. Bila dilihat secara sebaran Kabupaten/Kota di Sulsel,
sumbangan inflasi terbesar adalah Kota Makassar yaitu
dari 5,73% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 6,73% (yoy)
pada triwulan laporan. Sementara itu, Parepare mencatat
peningkatan yang tidak terlalu besar. Adapun tekanan
inflasi di Watampone mengalami penurunan sedangkan
Palopo tercatat stabil (Tabel 3.3). Faktor lain yang menjadi
pendorong inflasi adalah tariff adjustment Tarif Tenaga
Listrik (TTL) menjadi salah satu penyebab tekanan inflasi.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
I II III IV I II III IV I II III IV I II
Watampone 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47% 0.26% 0.47% 0.33% 0.25%
Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20% 2.79% 6.65% 5.73% 6.73%
Palopo 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47% 0.26% 0.57% 0.44% 0.44%
Parepare 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39% 0.21% 0.66% 0.46% 0.49%
Bulukumba 0.38% 0.39% 0.20% 0.26% 0.17% 0.17%
Sulawasi Selatan 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13% 8.07%
20152014Kota
2012 2013
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
19
Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba
BAB 3 Inflasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 45
3.3. Disagregasi Inflasi20
Meningkatnya tekanan inflasi di Sulsel pada triwulan II 2015 terutama dipengaruhi komponen volatile food dan
administered prices. Komponen volatile food menjadi faktor terbesar yang mendorong peningkatan tingkat inflasi pada
periode laporan ini. Tercatat pada triwulan II 2015 laju inflasi dari komponen volatile food sebesar 16,30% (yoy),
meningkat signifikan dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 13,66% (yoy). Meningkatnya inflasi volatile food
terkait dengan permintaan bahan pangan menghadapi Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yaitu bulan suci
ramadhan. Sementara dari administered price, komponen pendorong peningkatan tingkat inflasi pada periode laporan
adalah tariff adjustment Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan harga BBM non-subsidi yaitu Solar dan Pertamax. Inflasi kelompok
administered price meningkat dari 8,96% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 10,63% (yoy) pada triwulan II 2015.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
%, yoy
Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food
10,63
8,06
16,30
5,02
Sumber: Pertamina Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.13 Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar Grafik 3.14. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
Inflasi volatile food meningkat pada triwulan II 2015 seiring meningkatnya kegiatan dan permintaan masyarakat
terhadap bahan pangan. Inflasi komponen volatile food di triwulan II 2015 mencapai 16,30% (yoy), meningkat
dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 13,66% (yoy). Selain efek meningkatnya permintaan masyarakat saat
bulan ramadhan dan jelang idul fitri, peningkatan di komponen volatile food juga diakibatkan oleh telah masuknya jadwal
tanam pada beberapa komoditas. Faktor penahan inflasi kelompok ini adalah menurunnya intensitas hujan yang
mempengaruhi kelancaran distribusi barang. Curah hujan dan gelombang laut yang tidak setinggi akhir triwulan
sebelumnya dan terus berangsur membaik hingga akhir periode laporan mendukung kegiatan penangkapan ikan laut,
sehingga pasokan ikan segar meningkat. Meski masih terdapat kendala distribusi terkait infrastruktur yang masih
menghambat pasokan ke beberapa daerah, pasokan bahan pangan secara umum masih mencukupi kebutuhan.
Pada inflasi inti (core inflation), tekanan inflasi berada meningkat namun masih berada pada level yang cukup rendah.
Tercatat pada triwulan II 2015, inflasi pada komponen inti mengalami peningkatan dari 4,74% (yoy) menjadi 5,02% (yoy).
Inflasi pada komponen core inflation dipengaruhi oleh masih kuatnya permintaan pada beberapa subkelompok seperti
subkelompok makanan jadi, perumahan, dan sandang. Faktor penahan inflasi inti adalah turunnya harga emas
internasional mempengaruhi harga acuan emas nasional. Sementara itu, harga makanan jadi meningkat yang dipengaruhi
oleh tepung terigu yang juga berasal dari luar negeri, dimana kurs rupiah terhadap dollar mengalami pelemahan sehingga
harga bahan baku terigu mengalami kenaikan harga. Kelompok sandang mengalami peningkatan seiring dengan tradisi
masyarakat Sulsel menghadapi idul fitri yaitu dengan membeli baju baru sehingga mendorong inflasi subkelompok ini.
20Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
BAB 3Inflasi
46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi
Koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel semakin intensif dalam wadah TPID Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Selama
triwulan II 2015 terdapat beberapa kegiatan yang mencakup penguatan kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi dan
Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan, TPID se-wilayah KTI, dan TPID se-Nasional (Tabel 3.4).
Tabel 3.4. Kegiatan TPID Triwulan II 2015
NO TPID KEGIATAN
KET TEMPAT TANGGAL
1 Provinsi Sulawesi Selatan Bali 18 Mei 2015 Rapat Koordinasi Wilayah
(Rakorwil) TPID
2 Provinsi Sulawesi Selatan KPw BI Provinsi Sulsel 22 Mei 2015 Rapat Teknis TPID
3 Provinsi dan Kab/Kota se-Sulsel Jakarta 27 Mei 2015 Rapat Koordinasi Nasional
(Rakornas) TPID
4 Provinsi dan Kab/Kota se-Sulsel Rujab Gubernur Sulsel 16 Juni 2015 HLM
5 Provinsi Sulawesi Selatan Kantor Gubernur DKI Jakarta 25 Juni 2015 Kerjasama Antar Daerah
Pada tanggal 18 Mei 2015, telah dilaksanakan rapat koordinasi wilayah TPID se-KTI (Sulawesi, Maluku, Papua, Bali dan
Nusa Tenggara) di Bali.Rapat tersebut mengundang Ketua TPID se-Sulampua dan Balinusra untuk membicarakan isu
strategis pengendalian inflasi, mendorong kerjasama antar daerah serta upaya pencapaian pemerintah terkait inflasi
3,5±1% pada tahun 2018. Sehubungan dengan hal tersebut, Rakorwil TPID se-Sulampua dan Balinusra menyampaikan
rekomendasi kebijakan sebagai berikut:
1. Percepatan pembangunan proyek infrastruktur pertanian, jalan, kemaritiman, energi untuk meningkatkan kapasitas
dan konektivitas daerah-daerah di KTI.
Jangka pendek:
a. Perlu dipertimbangkan untuk menyediakan tanker Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam rangka memperpendek jalur
distribusi.
Jangka panjang:
a. Mempercepat pembangunan proyek infrastruktur pertanian (a.l waduk dan irigasi) bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas produksi pertanian dan memenuhi permintaan, terutama di tingkat kabupaten yang perlu didukung oleh
Pemerintah Pusat karena faktor keterbatasan APBD.
b. Mempercepat pembangunan proyek infrastruktur perikanan untuk mendukung proses pengolahan yang selama ini
banyak dilakukan di Kawasan Barat Indonesia
c. Mempercepat pembangunan proyek infrastruktur jalan dan kemaritiman (a.l jalan, jembatan, pelabuhan, dan tol
laut) perlu segera direalisasikan untuk meningkatkan konektivitas antara daerah di KTI serta peningkatan efisiensi
pengiriman barang.
d. Mempercepat proyek pembangunan infrastruktur energi untuk mendukung pembangunan industri pengolahan di
KTI agar meningkatkan daya saing ekonomi dan peningkatan nilai tambah.
2. Pemberian perlakukan khusus dari Pemerintah Pusat kepada KTI a.l dalam bentuk insentif APBD dan subsidi.
Jangka Pendek:
a. Memberikan dukungan terhadap daerah yang telah berhasil mengendalikan inflasi perlu diberikan dukungan
berupa insentif (misalnya, dalam bentuk bantuan dana pelaksanaan program pengendalian inflasi).
b. Pemerintah pusat perlu perlu mendorong perkembangan industri pengolahan melalui insentif fiskal (kakao,
perikanan).
c. Terkait dengan pertanian, perlu ada insentif bagi petani melalui subsidi bukan hanya pupuk tapi juga melalui
pembiayaan antara lain pemberian grace period.
d. Mengingat kondisi kemaritiman wilayah KTI, biaya logistik secara umum masih tinggi sehingga diusulkan untuk
dimintakan kepada Pemerintah Pusat terkait subsidi ongkos angkut, termasuk ongkos angkut dari daerah surplus
ke daerah defisit, demikian pula antar sektor. Selain itu, kapal – kapal barang komoditas strategis perlu diberikan
subsidi sehubungan dengan operasionalnya.
e. Pemerintah perlu mengupayakan adanya penambahan SPBU untuk nelayan mengingat ketersediaan SPBU yang
masih terbatas.
BAB 3 Inflasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 47
f. Dalam rangka mendorong pariwisata di wilayah Timur dengan biaya yang terjangkau, Pemerintah dapat
menetapkan tarif batas atas dan tarif batas bawah angkutan udara dengan deviasi yang tidak terlalu tinggi.
g. Pengalihan subisidi BBM diusulkan dialokasikan sebagian besar untuk pembangunan infrastruktur khususnya di
wilayah KTI.
h. Perlunya dialokasikan anggaran APBN/APBD untuk operasi pasar dan penyelenggaraan pasar murah pada saat
harga komoditas tinggi dan atau untuk membeli komoditas saat panen raya untuk melindungi produsen/petani.
3. Kebijakan dan implementasi administered prices yang terkelola dengan baik yang dapat mendukung target pencapaian
inflasi.
a. Implementasi konversi dari minyak tanah ke BBG khususnya LPG 3 kg perlu dipercepat, terkelola dengan baik, dan
merata serta dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah termasuk pengalokasian, pendistribusiannya, dan
jaminan stok.
b. Penguatan sinergitas dan koordinasi TPI Nasional dan Daerah agar dapat merespon dengan cepat permasalahan
inflasi di daerah terkait dengan pengaturan waktu dan besaran kenaikan/penurunan harga komoditas yang diatur
oleh pemerintah seperti TTL, gas LPG, dan BBM.
c. Memberikan dukungan kepada Pemerintah Pusat terkait kebijakan stabilisasi rupiah, upah buruh, dan BBM yang
implikasinya lebih tinggi di Kawasan Indonesia Timur.
4. Peningkatan Perdagangan Antar Daerah di KTI untuk memperlancar arus barang dan jasa dari daerah surplus ke
daerah defisit dengan didukung oleh informasi stok dan harga bahan – bahan pokok dan barang strategis yang
terintegrasi.
a. Perlu sinergitas antar lembaga dalam pemanfaatan kapal barang strategis yang bersubsidi.
b. Perlunya penyediaan kapal khusus pengangkut ternak atau adanya pengolahan RPH di daerah untuk mengurangi
resiko pengangkutan barang.
c. Sistem informasi perdagangan antar daerah yang lengkap dalam hal ini PIHPS Nasional yang terintegrasi dan
mengcover seluruh wilayah di Indonesia agar dapat menyediakan informasi yang akurat, dan up to date terkait
data harga komoditas kebutuhan pokok masyarakat baik di level konsumen dan level produsen. Selain itu, juga
menyediakan data produksi, konsumsi dan surplus defisit komoditas di masing – masing daerah.
d. TPI mendorong peningkatan perdagangan antar daerah yang efektif dan efisien dengan mengoptimalkan
keterlibatan Perum Bulog, PD Pasar, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Persatuan Penggilingan Padi dan
Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), serta Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Koperasi, dan Perbankan
Daerah.
5. Peningkatan peran Bulog dalam menjaga stok dan stabilitas harga beras dan komoditas strategis lainnya yang
berpengaruh besar terhadap inflasi.
Selanjutnya, pada tanggal 22 Mei 2015, telah dilaksanakan rapat teknis TPID Provinsi Sulawesi Selatan di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Kesimpulan dari pertemuan tersebut antara lain:
1. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan peran TPID, dibutuhkan sekretariat dan desk TPID yang bertugas untuk
memantau stok dan ketersediaan bahan pangan pokok, raskin (Bulog), LPG dan BBM baik pada level anggota TPID
maupun pedagang besar. Data tersebut kemudian diolah ke dalam tabel monitoring kebutuhan pokok masyarakat.
Sumber
2. Sebagai bentuk stabilisasi harga beras, raskin Bulog sangat berperan penting. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian
HPP pada Gabah Kering Panen (GKP) sesuai dengan fenomena yang berkembang.
3. Pemerintah Provinsi membuat kebijakan “Gebyar Perizinan Gratis” dalam kepengurusan dokumen ijin usaha belum
banyak diketahui oleh nelayan. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi kepada nelayan mengenai kemudahan ijin
usaha.
4. Melakukan langkah cepat (early warning system) agar dapat mendeteksi dini fenomena pergerakan harga.
5. Membuat manajemen stok yang valid agar dapat mengetahui pergerakan harga khususnya komoditas yang menjadi
penyumbang inflasi
6. Melakukan kunjungan atau inspeksi pasar dan gudang-gudang di tiap kabupaten/kota.
7. Melakukan penetrasi harga dengan melakukan kegiatan pasar murah dan didukung dengan standing budget untuk
operasi pasar (pengendalian harga).
BAB 3Inflasi
48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Kegiatan koordinasi TPID daerah level Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat
diselenggarakan secara rutin setiap tahun oleh Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID pada tanggal 27 Mei 2015 di
Jakarta. Perwakilan TPID se-Sulawesi Selatan yang menghadiri rapat dimaksud baik dari dari perwakilan TPID Provinsi dan
TPID Kabupaten/Kota. Hasil dalam kegiatan tersebut adalah:
1. Pemerintah Daerah diminta untuk menganggarkan biaya untuk kegiatan Operasi Pasar.
2. Fungsi Bulog akan diperluas dimana Bulog tidak hanya akan fokus pada komoditas beras, akan tetapi juga komoditas
pangan strategis lainnya. Perluasan komoditas tersebut masih dalam proses regulasi dan kelembagaan.
3. TPID diharapkan untuk turut melibatkan kejaksaan dan kepolisian dalam stabilisasi harga terutama dalam kegiatan
sidak atau inspekti pasar serta operasi pasar. Pemda diharapkan untuk dapat lebih aktif melakukan Sidak ke Pasar dan
gudang distributor.
4. TPID diharapkan telah terbentuk di semua daerah pada akhir tahun 2015. Provinsi/Kabupaten/Kota yang belum
membentuk TPID hingga akhir tahun 2015, akan diberikan sanksi berupa pengurangan jumlah dana transfer dari pusat
ke daerah.
5. Diperlukan pembenahan infrastruktur dan tata niaga dalam rangka stabilitas harga serta untuk menjaga keterjangkaun
dan ketersediaan barang.
6. Ketersediaan pasokan harus selalu dijaga, oleh karena itu, supply harus terus ditingkatkan terutama komoditas
pertanian.
7. Pemerintah daerah diharapkan dapat mempermudah proses perijinan, dan membangun akses/konektivitas antar
daerah.
8. Pemda diharapkan untuk dapat melakukan hilirisasi produk pertanian dan gerakan yang dapat mendorong
ketersediaan supply seperti gerakan tanam cabai di pekarangan.
9. Kedepan, Pemerintah Pusat akan memberikan insentif anggaran kepada Pemda yang memiliki TPID terbaik.
10. Pemerintah pusat diharapkan dapat memberikan payung hukum yang jelas sehingga daerah memiliki landasan
ketentuan yang jelas dalam melakukan tindakan yang diperlukan dalam pengendalian harga dan pasokan.
High Level Meeting(HLM) TPID Provinsi Sulsel & Kabupaten/Kota se Sulsel dilaksanakan pada tanggal 16 Juni 2015 di
Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan. Agenda HLM tersebut adalah antisipasi kenaikan harga bahan kebutuhan
pokok masyarakat menghadapi puasa dan idul fitri tahun 2015. HLM tersebut dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi
Selatan dan dihadiri oleh Bupati/Walikota se Sulsel, seluruh anggota TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se Sulsel.
Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Melakukan koordinasi intensif, khususnya 9 bapok yang ada di Sulawesi Selatan.
2. Distribusi bahan pokok harus dipersiapkan dengan baik melalui TPID Provinsi dan TPID tingkat Kab/Kota, termasuk
menentukan titik-titik distribusi.
3. Pelaporan data harga secara harian dari TPID Kabupaten/Kota ke Bupati/Walikota dan laporan setiap 3 hari ke TPID
Provinsi.
4. Pertukaran informasi dan kerjasama antar daerah surplus-defisit di Kab/Kota se-Sulawesi Selatan.
5. Pengecekan buffer stock dan kondisi di lapangan bersama muspida baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota
dalam rangka ketersediaan pangan utama dan kerawanan pangan.
6. Meningkatkan produksi cabai besar dan bawang merah di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota.
7. Melakukan Operasi Pasar apabila dibutuhkan.
8. Bulog dijadikan sebagai penyangga untuk melakukan pembelian komoditas selain beras, berkoordinasi dengan TPID.
Usulan rekomendasi tersebut akan dikirimkan ke Kantor Pusat dengan tenggat waktu penyusunan konsep adalah 1
minggu.
9. Perlunya petunjuk teknis dari lembaga/instansi berwenang yang didukung dengan keberadaan payung hukum terkait
dukungan fiskal dari Pemda untuk upaya stabilisasi harga didaerah.
10. Pemda akan berkoordinasi dengan TPID agar mengetahui komoditas yang harus diintervensi
11. Dibutuhkan program kerja unggulan dalam pengendalian inflasi dan diusulkan SOP KONRO sebagai alternatif program
kerja unggulan dan menjadi slogan TPID Sulsel. Kepanjangan dari SOP KONRO adalah sebagai berikut:
BAB 3 Inflasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 49
S = Stok pangan yang selalu tersedia sesuai kebutuhan.
O = Operasi Pasar dan Sidak Pasar untuk menjamin keterjangkauan harga.
P = Pemantauan harga, pasokan dan distribusi secara rutin.
KON = KOordinasi, komuNikasi dan Kerjasama Antar Daerah.
O = Optimalisasi peran TPID dalam pengendalian inflasi melalui Pembentukan TPID Center dan Roadmap
pengendalian inflasi.
12. Mempercepat seluruh proyek pemerintah dengan memperhatikan aturan yang ada untuk meningkatkan serapan
belanja daerah triwulan II sehingga dapat mendorong perekonomian Sulsel.
Kegiatan terakhir pada triwulan II 2015 adalah kerjasama antar daerah yaitu antara Provinsi Sulawesi Selatan dengan
Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 25 Juni 2015 di Kantor Gubernur DKI Jakarta. Kerjasama tersebut bertujuan untuk
mendiskusikan pengiriman produk pangan ke DKI Jakarta, dengan hasil dari rapat tersebut adalah:
1. Kesepakatan Bersama antara Pemprov Sulawesi Selatan dengan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
tentang Kerjasama Perdagangan Untuk Penyediaan Kebutuhan Pangan, seperti Beras, Daging Sapi, Ikan, dan Produk
Pangan lainnya.
2. Pemerintah akan melakukan peningkatan produksi pangan dan kerjasama antar daerah serta mengupayakan untuk
tidak mengambil langkah impor dalam pemenuhan kebutuhan pangan.
BAB 3Inflasi
50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Boks 3.A. Upaya Stabilitas Harga Komoditas Bawang Merah di Sulawesi Selatan
Komoditas yang mempengaruhi inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun 2012-2014 terutama bersumber dari
kelompok volatile food. Pada kelompok volatile food, inflasi didorong oleh kenaikan harga komoditas pangan, dengan
penyumbang tertinggi antara lain berasal dari cabai rawit, beras, cabai merah, ikan bandeng, daging sapi, kangkung,
daging ayam ras, apel, tempe dan bawang merah. Disamping volatile food, inflasi juga bersumber dari kelompok
administered priceyang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti bensin, tarif angkutan dalam kota, tarif listrik,
rokok kretek filter dan bahan bakar rumah tangga (LPG). Adapun untuk kelompok inti yang merupakan kelompok barang
dengan harga yang cenderung stabil, tukang bukan mandor, mie, ayam goreng, besi beton dan ikan bakar merupakan
beberapa komoditas/jasa yang mendorong inflasi pada kelompok dimaksud.
Sebagai salah satu upaya Bank Indonesia dalam mempengaruhi pengendalian harga bawang merah melalui sisi
penawaran, KPw BI Provinsi Sulsel bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Enrekang mengembangkan klaster
Bawang Merah sejak awal tahun 2015. Bentuk fasiltasi Bank Indonesia dalam kerjasama pengembangan klaster bawang
tersebut difokuskan pada ketersediaan benih unggul dan berkualitas serta pengelolaan/manajemen bibit secara teratur
dan kontinyu agar pasokan benih setiap musim tanam selalu tersedia dengan harga yang stabil. Hal ini sebagai salah satu
solusi bagi petani di Enrekang, mengingat setiap kali mengawali musim tanam, benih menjadi langka, mahal dan pada
akhirnya mempengaruhi biaya produksi.
Implementasi kegiatan penyediaan benih dilaksanakan melalui kegiatanstudi banding ke sentra bawang merah di Brebes
dan pelaksanaan sekolah lapang good agriculture practice (SL GAP) Produksi benih bagi 30 orang yang terdiri dari
perwakilan 5 kelompok tani dan penyuluh lapangan.
SL GAP dilaksanakan sebagai sarana pembelajaran bagi petani dan PPL dalam memproduksi benih dengan tambahan
materi dari pakar/ahli ekologi tanah, pupuk organik dan penguatan kelembagaan petani melalui asosiasi petani. Selain itu
kegiatan SL GAP juga disinergikan dengan demplot bawang merah organik menggunakan teknologi MA-11 yang
bersumber dari rumput Alfafa di bawah bimbingan langsung dari narasumber ahli/peneliti formula MA-11. Selanjutnya
diberikan juga pemahaman tentang pentingnya kelembagaan petani yang kuat dan solid sebagai wadah petani dalam
menangani aspek produksi, pemasaran dan sumber pendanaan usaha tani.
Dalam rangka pengendalian harga kelompok volatile food khususnya bawang merah, KPw BI Provinsi Sulsel
mengadakan diskusistabilitasi harga bawang merah. Hal tersebut didasari oleh informasi yang diperoleh dari petani di
Kab. Enrekang bahwa harga jual bawang merah hanya sebesar Rp4.000/kg, sementara rata-rata harga di 3 pasar
(Panampu, Pabaeng-baeng, dan Terong) pada Kota Makassar tanggal 24 Juni 2015 sebesar Rp28.000. Disparitas harga
yang lebar antara tingkat petani dan pengecer dapat berdampak pada menurunnya pendapatan petani sekaligus
berdampak terhadap inflasi
Hasil dari diskusi tersebut menghasilkan beberapa isu dan rekomendasi sebagai berikut:
1. Peran pemerintah. Pemerintah diharapkan secara konsisten dapat membeli komoditas pangan untuk menjaga stabilitas harga pada saat rendah maupun tinggi. Selain itu, pemerintah diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap petani bawang merah, seperti pemberian subsidi pada petani padi, jagung dan kedelai.
2. Petani menjadi salah satu anggota TPID. Mengikutsertakan petani dalam pengambil kebijakan TPID terkait
BAB 3 Inflasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 51
dengan pengendalian harga sehingga dapat mencakup kebijakan hulu hingga hilir serta tepat sasaran.
3. Penguatan kelembagaan petani. Penguatan kelembagaan petani dapat dilakukan dengan evaluasi kepada kelompok tani oleh BP4K dalam membina kelompok tani yang lebih baik. Hal tersebut guna meningkatkan bargaining power petani kepada pedagang.
4. Sistem informasi interkoneksi. Dalam fungsi pertukaran informasi antar petani di Sulsel maupun daerah lain, serta di empat daerah pokok seperti Brebes, Nganjuk, Bima dan Enrekang, dapat dibentuk sebuah sistem pertukaran informasi seperti waktu tanam/panen, produksi, harga, dan pengaturan tata niaga.
5. Pembentukan Lembaga Penyangga Pangan. Lembaga tersebut berfungsi untuk melakukan pembelian bawang merah di tingkat petani agar terjadi stabilitas harga pangan.
6. Pemasaran. Dinas Pertanian memiliki kesulitan dalam memasarkan produk pertanian yang surplus karena tugas pokok Dinas Pertanian adalah membina petani dan meningkatkan produktivitas hasil panen, sehingga diharapkan pemerintah dapat membuat mekanisme kerjasama yang jelas dalam penyaluran komoditas surplus/defisit
7. Kebijakan anggaran. Membuat kebijakan anggaran pertanian seperti pola anggaran pendidikan dan kesehatan, dimana dana dari provinsi sebesar 40% dan pemerintah daerah sebesar 60%. Kebijakan anggaran pertanian yang jelas dapat meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran.
8. Sistem Resi Gudang (SRG). Membuat sistem resi gudang untuk menampung hasil panen serta meminimalkan penyusutan untuk menjaga kualitas umbi.
Sebagai tindak lanjut dari pertemuan stabilitas harga komoditas bawang merah, Bank Indonesia Sulsel berencana
mengundang/memfasilitasi pertemuan Asosiasi Petani Bawang Merah Enrekang, Brebes, Nganjuk dan Bima sebagai disain
awal sistem informasi produksi antar daerah, yang direncanakan pada triwulan III atau IV 2015.
Gambar 3.A.1. Diskusi Upaya Stabilisasi Harga Komoditas Bawang Merah
Gambar 3.A.2. Panen Bawang Merah di Kabupaten Enrekang
BAB 3Inflasi
52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 53
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Bab 4 Sistem Keuangan dan
Pengembangan Akses Keuangan
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan II 2015 mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan sebelumnya, terpantau dari indikator utama yaitu
aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan.
Meskipun demikian, secara kelembagaan, jumlah bank dan kantor bank di
Sulsel justru bertambah. Dengan perlambatan kredit dan DPK, intermediasi
perbankan sedikit mengalami penurunan menjadi 127,15% dibandingkan
triwulan lalu (128,43%) dengan risiko kredit yang masih aman. Berbeda
dengan perbankan umum, kinerja perbankan syariah dan BPR justru
menunjukkan akselerasi pada triwulan II 2015.
Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun
rumah tangga di Sulawesi Selatan masih kuat. Perlambatan penyaluran
kredit pada korporasi dan rumah tangga mampu memperbaiki kualitas
kredit dengan NPL korporasi dan rumah tangga yang berada pada batas
aman. Penyaluran kredi UMKM juga menunjukkan perlambatan
dibandingkan periode triwulan yang sebelumnya.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
4.1. Kondisi Umum Perbankan21
4.1.1 Perkembangan Kelembagaan
Dari sisi kelembagaan, pada triwulan II 2015, jumlah bank umum di Sulsel bertambah dibandingkan triwulan
sebelumnya. Jumlah bank umum pada triwulan II 2015 tercatat sebanyak 51 bank, sedangkan jumlah BPR masih tetap
sebanyak 29 bank. Terjadi penambahan kantor pada bank konvensional sehingga jumlah kantor cabang (KC) bertambah
sebanyak 5 unit, sementara kantor cabang pembantu (KCP), kantor kas (KK) maupun kantor fungsional (KF) tidak berubah
(Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
I II III IV I II III IV I II III IV I II
Bank Umum (Konv. + Syariah) 41 41 41 41 42 44 45 46 46 47 47 48 48 51
Konvensional 35 35 35 35 36 38 39 40 40 41 41 41 41 43
UUS 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7 7 7 7 7
Syariah 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7
Jumlah Kantor* 848 895 925 936 940 950 959 971 974 979 980 972 973 978**
BPR 27 27 28 28 28 29 29 29 29 29 29 29 29 29
**) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF (data sementara)
*) Data Bulan Juni 2015
RINCIAN2012 2013 2014 2015*
4.1.2 Aset Perbankan
Total aset bank umum pada triwulan II 2015 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset
perbankan tercatat tumbuh sebesar 11,00% (yoy) atau menjadi Rp108,31 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan I
2015 yang tumbuh sebesar 15,41% (yoy) (Tabel 4.2). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan pada periode laporan
terutama didorong oleh perlambatan aset pada kelompok bank pemerintah dan swasta nasional masing-masing dari
16,46% (yoy) dan 14,41% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 10,70% (yoy) dan 11,73% (yoy) pada triwulan
laporan. Sementara itu, pertumbuhan aset kelompok bank asing dan campuran menunjukkan sedikit pemulihan yaitu
dari-9,54% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi -7,19% (yoy) pada triwulan laporan.
Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
I II III IV I II I II III IV I II
Total Aset 12,41 12,97 10,28 12,25 15,41 11,00 90.909 97.572 99.571 101.350 104.944 108.309
Bank Pemerintah 8,97 11,72 9,76 9,13 16,46 10,70 52.670 57.579 58.500 58.165 61.182 63.739
Bank Swasta Nasional 17,82 14,87 11,16 16,84 14,41 11,73 37.606 39.391 40.398 42.462 43.112 44.012
Bank Asing dan Bank Campuran 2,01 12,12 3,98 11,76 (9,54) (7,19) 633 602 673 723 649 558
20142014 20152015
Pertumbuhan (%, yoy)
Aset Menurut Kelompok Bank
Nominal (Rp Miliar)
4.1.3 Intermediasi Perbankan
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan II 2015mengalami perlambatan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp68,87 triliun atau tumbuh sebesar 12,16% (yoy), lebih kecil
dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 14,20% (yoy) (Tabel 4.3). Perlambatan
pertumbuhan DPK didorong oleh perlambatan pada setiap komponensimpanan yaitu giro, tabungan dan deposito.
Pertumbuhan giro pada triwulan II 2015 sebesar 21,48% (yoy), tidak sekuat pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang
21 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 55
sebesar 27,09% (yoy). Deposito juga tumbuh melambat dari 24,78% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 19,79% (yoy)
pada triwulan laporan. Sementara pertumbuhan tabungan relatif tetap sebesar 5,16% (yoy) pada triwulan II 2015.
Kredit yang disalurkan perbankan juga tercatat mengalami sedikit perlambatan pada triwulan II 2015. Kredit tercatat
tumbuh sebesar 10,37% (yoy) menjadi Rp87,56 triliun setelah triwulan sebelumnya tumbuh sebesar tumbuh 12,43%
(yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit didorong oleh penurunan pada seluruh jenis kredit terutama pada kredit
investasi (Tabel 4.3). Kredit investasi tumbuh melambat dari 12,57% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 6,68% (yoy) pada
triwulan laporan. Sementara itu, kredit modal kerja dan konsumsi juga tercatat melambat masing-masing dari 20,25%
(yoy) dan 6,10% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 19,15% (yoy) dan 4,68% (yoy) pada triwulan II 2015.
Secara sektoral, penyaluran kredit juga mengalami perlambatan pada sebagian besar sektor terutama pada sektor
pertambangan, LGA dan konstruksi. Namun demikian, sektor pertanian dan jasa dunia masih mencatat pertumbuhan
kredit masing-masing sebesar 19,25% (yoy) dan 12,20% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang sebesar 16,01% (yoy) dan -0,37% (yoy) (Tabel 4.4). Penyaluran kredit dengan pangsa yang besar
terutama diberikan kepada sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi dan sektor jasa dunia
usaha.
Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum
I II III IV I II I II III IV I II
DPK 11,20 14,86 12,17 9,38 14,20 12,16 58.162 61.402 64.339 66.112 66.419 68.867
a. Giro 2,83 20,24 5,11 1,89 27,09 21,48 7.990 9.730 9.693 7.994 10.154 11.820
b. Tabungan 10,66 10,31 8,58 6,92 5,24 5,16 32.446 33.168 34.828 37.428 34.147 34.881
c. Deposito 16,53 20,97 23,39 17,61 24,78 19,79 17.726 18.504 19.819 20.689 22.118 22.166
Kredit 10,97 8,77 7,26 10,84 12,43 10,37 75.874 79.336 80.463 83.560 85.303 87.563
a. Modal Kerja 4,92 9,01 14,09 15,46 20,25 19,15 27.257 29.062 29.847 31.442 32.776 34.627
b. Investasi 19,70 6,77 (1,98) 12,04 12,57 6,68 14.642 15.467 15.457 16.240 16.482 16.500
c. Konsumsi 12,65 9,48 6,27 6,58 6,10 4,68 33.974 34.807 35.159 35.877 36.045 36.436
LDR (%) 130,45 129,21 125,06 126,39 128,43 127,15
NPLs Gross (%) 3,14 3,54 3,57 3,13 3,36 3,16
2014Komponen 2014
Pertumbuhan (%, yoy)
2015
Nominal (Rp Miliar)
2015
Dengan pertumbuhan DPK dan kredit yang melambat, indikator intermediasi perbankan (LDR) dan risiko perbankan
(NPL) juga tercatat sedikit mengalami penurunan. LDR tercatat sebesar127,15% pada triwulan II 2015, sedikit lebih
rendah dibandingkan triwulan I 2015 yang sebesar 128,43% (Tabel 4.3). Risiko kredit perbankan yang tercermin dalam
indikator NPL juga masih berada dalam rentang aman (3,16%), relatif membaik dibandingkan triwulan sebelumnya 3,36%
(yoy).
Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
I II III IV I II I II III IV I II
Kredit 10,97 8,77 7,26 10,84 12,43 10,37 75.874 79.336 80.463 83.560 85.303 87.563
Pertanian 0,18 7,37 3,59 7,60 16,01 19,25 1.405 1.499 1.435 1.506 1.630 1.788
Pertambangan (15,62) 24,84 21,10 28,39 13,16 (30,41) 377 560 537 509 427 390
Industri Pengolahan (26,55) (24,54) (23,94) 13,41 28,49 21,37 3.918 4.210 4.283 4.747 5.035 5.109
Listrik, Gas, Air 63,77 111,80 91,49 83,27 75,06 68,62 218 245 232 350 382 413
Konstruksi 18,62 31,89 40,69 43,92 55,97 33,70 3.043 3.666 4.173 4.366 4.746 4.902
Perdagangan 22,08 11,45 10,23 12,02 14,73 13,35 24.334 25.587 25.748 27.033 27.920 29.003
Pengangkutan 12,48 6,76 3,02 (3,52) (6,00) (8,71) 2.960 2.950 2.951 2.820 2.782 2.693
Jasa Dunia Usaha 15,65 4,79 4,88 3,17 (0,37) 12,20 3.747 3.598 3.581 3.662 3.733 4.037
Jasa Sosial Masyarakat 12,94 19,27 22,03 31,42 35,29 36,25 1.828 1.968 2.115 2.340 2.473 2.681
Lain-lain 9,58 10,18 6,99 7,19 6,26 4,26 34.043 35.053 35.408 36.226 36.173 36.547
20142014Komponen 2015
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
2015
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
4.1.4 Bank Syariah
Aset perbankan syariah pada triwulan II 2015 mengalami akselerasi dari capaian triwulan sebelumnya. Aset perbankan
syariah tercatat tumbuh sebesar 10,84% menjadi Rp6,18 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan I2015 yang
tumbuh sebesar 7,42% (Tabel 4.5). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan
terutama didorong oleh meningkatnya pertumbuhan aset baik pada kelompok bank swasta nasional maupun bank
pemerintah.
Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
I II III IV I II I II III IV I II
Aset 16,31 9,72 3,68 5,92 7,42 10,84 5.586 5.580 5.619 5.906 6.000 6.184
Bank Pemerintah 15,27 9,78 6,81 9,93 4,65 7,70 1.052 1.051 1.103 1.149 1.101 1.132
Bank Swasta Nasional 16,55 9,71 2,94 4,99 8,06 11,57 4.534 4.529 4.516 4.758 4.899 5.052
DPK 28,28 30,73 10,96 3,70 16,22 17,59 2.742 2.795 2.878 2.991 3.187 3.287
a. Giro (12,64) 12,69 42,14 12,31 147,17 111,60 221 262 346 380 547 554
b. Tabungan 30,17 29,51 15,06 13,13 18,01 24,53 1.261 1.261 1.337 1.479 1.488 1.570
c. Deposito 37,60 36,51 0,56 (8,60) (8,54) (8,63) 1.260 1.272 1.195 1.132 1.153 1.162
Pembiayaan 15,07 17,14 15,49 17,55 17,63 14,65 4.453 4.869 4.926 5.141 5.239 5.582
FDR (%) 162,40 174,20 171,16 171,91 164,36 169,84
NPF Gross (%) 1,65 2,97 3,27 2,74 3,80 2,81
Komponen 2014 20142015
Pertumbuhan (%, yoy)
2015
Nominal (Rp Miliar)
Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan II 2015 masih lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya.
Hal ini terutama dilihat dari DPK yang mengalami akselerasi pertumbuhan dari 16,22% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi
17,59% (yoy) pada periode laporan. Pertumbuhan DPK terutama didorong oleh akselerasi pertumbuhan pada komponen
tabungan sementara komponen giro dan deposito justru tercatat mengalami perlambatan. Tabungan syariah pada
triwulan II 2015 mengalami pertumbuhan sebesar 24,53% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh
sebesar 18,01% (yoy). Berbeda dengan tabungan, giro syariah mengalami perlambatan dari triwulan lalu yang tumbuh
147,17% (yoy) menjadi 111,60% (yoy) pada triwulan II 2015. Sementara deposito masih berada pada pertumbuhan
negatif.
Dari sisi pembiayaan, kredit syariah tercatat masih tumbuh cukup kuat yaitu sebesar 14,65% (yoy), meskipun tidak sekuat
triwulan sebelumnya yang tumbuh 17,63% (yoy). Dengan peningkatan DPK, Financing to Deposit Ratio (FDR) pada
triwulan II 2015 juga relatif meningkat menjadi 169,84%. Sementara itu, kualitas pembiayaan tetap terjaga pada level
aman yang tercermin dari non performing financing (NPF) sebesar 2,81% pada triwulan laporan, relatif lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya (3,80%).
4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat
Berbeda dengan kinerja perbankan umum, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) justru mengalami akselerasi pada
triwulan II 2015. Fungsi intermediasi BPR masih sangat tinggi namun sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya,
tercermin dari menurunnya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan I 2015 sebesar 143,56%menjadi 138,89% pada
triwulan II 2015. Menurunnya rasio LDR ditopang oleh akselerasi pertumbuhan yang cukup kuat pada jumlah DPK dari
Rp547 miliar menjadi Rp811 miliar. Sementara pada sisi penyaluran dana, kredit BPR juga tercatat mengalami akselerasi
dari 1,56% (yoy) menjadi 9,77% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Dengan peningkatan DPK dan
kredit tersebut, aset BPR juga mengalami pertumbuhan yang lebih kuat sebesar 19,41% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan lalu yang tumbuh 10,27% (yoy).
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 57
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Miliar Aset
gAset - Skala Kanan
0
50
100
150
200
250
0
200
400
600
800
1.000
1.200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015
%Rp Miliar
DPK Kredit LDR - Skala Kanan
Grafik 4.3. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.4. Perkembangan Intermediasi BPR
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah
Pada triwulan II 2015, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit korporasi (bukan
lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya) pada triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp19,24triliun, dengan pangsa
terbesar adalah sektor perdagangan yaitusebesar 49,98%. Adapun untuk porsi kredit yang ditujukan pada sektor
pertanian dan pertambangan masih relatif kecil dimana masing-masing tercatat sebesar 0,84%, dan 1,51%. Rendahnya
porsi sektor pertanian dan sektor pertambangan menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama, khususnya
sektor primer, masih memiliki ruang untuk ditingkatkan (Grafik 4.5).
Pertumbuhan kredit korporasi tercatat sebesar 16,16% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan I 2015
yang sebesar 25,71% (yoy).Perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh sektor terutama sektor pertanian dan
pertambangan yang menunjukkan penurunan kredit yang semakin dalam. Pada triwulan II 2015, kredit pada sektor
pertanian menunjukkan kontraksi yang semakin besar dari -8,73% (yoy) menjadi -17,78% (yoy). Sementara kredit pada
sektor pertambangan mengalami penurunan sebesar 37,99% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya sempat tumbuh
sebesar 14,72% (yoy). Kredit pada sektor industri, konstruksi dan PHR masih tumbuh cukup baik pada triwulan II 2015
meskipun dalam tren perlambatan.
Pangsa Triwulan II - 2015
Pertanian (0,82%)
Pertambangan (1,51%)
Industri (9,31%)
Konstruksi (21,55%)
PHR (49,98%)
Jasa Dunia Usaha (9,00%)
Lain-lain (7,82%)
-120
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
%, yoy%, yoy
Total Pertanian Industri Konstruksi PHR Pertambangan - rhs Grafik 4.5. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 4.6. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi melanjutkan tren perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada
triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat sebesar 4,62% setelah sebelumnya tercatat
sebesar 5,71%, melewati batas aman (Grafik 4.7). Perbaikan kualitas kredit tersebut didorong oleh perbaikan perbaikan
kualitas kredit sektor PHR dan Industri Pengolahan. Namun demikian, kualitas kredit sektor pertambangan dan konstruksi
masih perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan memiliki NPL yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 21,78%
dan 6,69%. Tingginya NPL kredit sektor pertambangan salah satunya disebabkan oleh kebijakan hilirisasi Minerba atau
larangan ekspor bijih mineral yang berdampak terhadap penurunan penjualan sehingga repayment capacity sektor
korporasi mengalami penurunan. Adapun untuk NPL sektor konstruksi salah satunya disebabkan oleh adanya mismatch
antara cash flow pembayaran angsuran dan bunga dari developer perumahan dengan penghasilan yang diperoleh dari
penjualan rumah. Pertumbuhan kredit konstruksi yang tinggi perlu diiringi dengan pengelolaan cash flow yang lebih baik
sehingga tidak berdampak terhadap NPL.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Sementara NPL kredit sektor pertanian, industri maupun perdagangan masih relatif aman.NPL ketiga sektor tersebut
relatif mengalami perbaikan kualitas dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama pada sektor PHR (Perdagangan, Hotel
dan Restoran) yang mengalami penurunan NPL cukup signifikan dari 4,90% pada triwulan I 2015 menjadi 3,36% pada
triwulan II 2015. Penurunan NPL pada sektor PHR didorong oleh pelunasan yang terjadi pada sektor perdagangan
terutama pada perdagangan dalam negeri beras; perdagangan bahan-bahan konstruksi; perdagangan pupuk dan obat
hama; perdagangan besar tekstil, pakaian jadi dan kulit; perdagangan eceran barang bukan makanan; perdagangan dalam
negeri makanan, minuman dan tembakau; serta perdagangan eceran bahan bakar dan minyak pelumas. Sementara
sektor pertambangan dan konstruksi masih memliki NPL yang tinggi masing-masing sebesar 21,78% dan 6,69%.
(5)
0
5
10
15
20
25
30
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
%%
Total Industri Konstruksi PHR Pertanian - rhs Pertambangan - rhs
Pangsa Triwulan II 2015
Kredit PemilikanRumah, KPR (35,15%)
Kredit KendaraanBermotor, KKB(10,77%)Kredit Multiguna(40,32%)
Kredit Rumah TanggaLainnya (1,99%)
Grafik 4.7. NPL Kredit Korporasi Grafik 4.8. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
Sejalan dengan kinerja kredit, penghimpunan dana pihak ketiga dari sektor korporasi juga mengalami perlambatan.
DPK sektor korporasi pada triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp4,97 triliun atau tumbuh sebesar 18,28% (yoy) lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (27,74%, yoy). Perlambatan tersebut terutama didorong oleh
perlambatan pada seluruh komponen DPK terutama tabungan dan deposito. Komponen tabungan mengalami penurunan
sebesar 12,26% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 9,27% (yoy). Sementara komponen deposito
hanya mampu tumbuh sebesar 8,72% (yoy) pada triwulan II 2015, mengalami perlambatan yang cukup dalam
dibandingkan triwulan I 2015 yang tumbuh sebesar 25,27% (yoy). Komponen giro tumbuh sedikit lebih rendah dari
34,09% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 32,59% (yoy) pada triwulan laporan.
(20)
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
%, yoy
DPK Giro Tabungan Deposito
0102030405060708090
100
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
%
Deposito Tabungan Giro
Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Korporasi Grafik 4.10. Komposisi DPK Korporasi
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah
Kredit mutiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah
tangga pada triwulan II 2015. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar Rp36,87 triliun, kredit
multiguna dan KPR memiliki pangsa mencapai lebih dari 30%, disusul kredit kendaraan bermotor (KKB) dan terakhir kredit
rumah tangga lainnya (termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun
kebutuhan rumah tangga lainnya) yang memiliki pangsa terkecil (Grafik 4.8). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit
bukan lapangan usaha, serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas.
Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga masih menunjukkan tren perlambatan kinerja pada triwulan II 2015.
Kredit kepada sektor rumah tangga pada triwulan sebelumnya tumbuh 5,88% (yoy) turun menjadi 3,95% (yoy) pada
triwulan laporan. Penurunan terjadi pada hampir seluruh jenis kredit rumah tangga kecuali kredit multiguna yang tumbuh
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 59
sedikit lebih kuat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit Multiguna tumbuh dari 36,22% (yoy) pada triwulan I 2015
menjadi 37,37% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara KKB mencatat pertumbuhan negatif pada triwulan II 2015
sebesar -5,33% setelah sebelumnya tumbuha sebesar 38,23% (yoy). KPR juga mencatat perlambatan yang signifikan dari
8,86% (yoy) menjadi 0,43% (yoy) pada triwulan II 2015(Grafik 4.11).
Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga
memiliki NPL di bawah batas aman 5%. Rasio NPL tercatat sedikit meningkat dari 1,98% menjadi 2,15% pada triwulan
laporan. KPR yang mencatat angka NPL tertinggi masih berada pada batas aman sebesar 4,22%. Berdasarkan kondisi ini,
dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan II 2015 (Grafik 4.12).
(50)
50
150
250
350
450
(60)(50)(40)(30)(20)(10)
01020304050
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
%, yoy%, yoy Total KPRKKB RT Lainnya - Skala KananMultiguna - Skala Kanan
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
%
Total KPR KKB RT Lainnya Multiguna
Grafik 4.11. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.12. NPL Kredit Rumah Tangga
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dari sektor rumah tangga tumbuh stabil dibandingkan triwulan
sebelumnya.DPK sektor rumah tangga tercatat tumbuh sebesar 11,58% (yoy) pada triwulan II 2015, relatif stabil
dibandingkan triwulan I 2015 yang tumbuh sebesar 11,76% (yoy). Dilihat perkomponennya, pertumbuhan DPK rumah
tangga terutama didorong oleh pertumbuhan komponen tabungan sementara komponen giro dan deposito tumbuh
melambat. Tabungan rumah tangga tumbuh sebesar 5,59% (yoy) pada triwulan II 2015, sedikit lebih kuat dibandingkan
triwulan I 2015 yang tumbuh 4,42% (yoy). Sementara komponen giro dan deposito mengalami perlambatan masing-
masing dari 22,82% (yoy) dan 26,93% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 10,14% (yoy) dan 25,51% (yoy) pada triwulan
laporan. Secara komposisi, DPK rumah tangga masih didominasi oleh tabungan (62,35%) diikuti oleh deposito (32,49%)
dan giro (5,15%).
(40)
(20)
0
20
40
60
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
%, yoy
DPK Giro Tabungan Deposito
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
%
Deposito Tabungan Giro
Grafik 4.13. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Grafik 4.14. Komposisi DPK Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi relatif lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei
Konsumen Bank Indonesia pada triwulan II 2015, mayoritas pengeluaran rumah tangga pada triwulan II 2015masih
digunakan untuk konsumsi (58,77%), namun terjadi penurunan porsi konsumsi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 68,30%. Porsi konsumsi mengalami pergeseran dengan meningkatnya porsi tabungan menjadi 22,78%, lebih
tinggi dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 11,63%. Kondisi ini menunjukkan bahwa rumah tangga menahan
konsumisnya yang juga dikonfirmasi dengan perlambatan penyaluran kredit RT. Porsi tabungan yang meningkan juga
disinyalir didorong peneriman gaji ke-13 bagi para PNS.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Konsumsi68,30%
Cicilan20,06%
Tabungan11,63%
Konsumsi58,77%Cicilan
18,45%
Tabungan22,78%
Grafik 4.15. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw I - 2015 Grafik 4.16 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw II - 2015
4.3. Pengembangan Akses Keuangan
Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan II 2015 masih melanjutkan tren perlambatan dari triwulan sebelumnya.
Kredit UMKM tercatat tumbuh sebesar 6,84% (yoy) pada triwulan laporan, mengalami penurunan dibandingkan
pertumbuhan triwulan lalu yang sebesar 10,49% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah
32,32% atau sebesar Rp28,30 triliun. Dari nilai tersebut, sekitar 69% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk
modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.10). Angka NPL kredit UMKM masih berada di atas
batas aman (5%) pada triwulan II 2015 sebesar 5,14%, meskipun sedikit menurun dibandingkan NPL pada triwulan lalu
yang sebesar 5,21% (Grafik 4.17). Secara sektor ekonomi, UMKM pada sektor pertambangan, konstruksi, jasa dunia usaha
dan industri pengolahan masih perlu mendapatkan perhatian khusus dengan kondisi NPL yang berada di atas batas aman.
0
5
10
15
20
25
30
35
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
%, yoy%
NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan
Total Kredit Non-UMKM
68%
Total Kredit UMKM
Produktif + Konsumtif
32%69%
31%
Pangsa Kredit UMKM
Modal Kerja Investasi
Grafik 4.17. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.18. Pangsa Kredit UMKM
Peningkatan dan pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan
dan mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan berupaya
memberikan dan memfasilitasi kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk
dan jasa keuangan serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk menabung dan melakukan
pengelolaan keuangan. Pada tanggal 14 April 2015 telah dilakukan kegiatan edukasi keuangan, elektronifikasi, dan
keuangan inklusif kepada pegawai pemerintahan dan masyarakat di Kabupaten Bulukumba sebanyak 100 orang, 29 April
2015 kepada 100 orang mahasiswa dari STIEM Bongaya, 13 Mei 2015 kepada 120 orang Mahasiswa STIE Nitro, 21 Mei
2015 kepada 40 orang petani cabai di Kabupaten Sinjai, 27 Mei kepada 80 orang mahasiwa Universitas Muhammadiyah
Makassar, 10 Juni 2015 kepada 70 orang mahasiswa Universitas Muslim Indonesia. Disamping itu, Bank Indonesia terus
mendorong dan mendukung kegiatan perbankan melalui program Layanan Keuangan Digital (LKD) agar seluruh
masyarakat dapat memperoleh layanan keuangan dengan aman dan terjangkau, serta tanpa menggunakan kantor cabang
bank tradisional.
Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, sementara sisi
kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel tetap menunjukkan
tren peningkatan, dimana pada triwulan laporan rasio tersebut tercatat sebesar 142,07%. Rasio yang lebih besar dari
100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu.
Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 61
dimana terdapat kab/kota yang memiliki rasio yang tinggi seperti Makassar, Parepare dan Palopo. Adapun Luwu, Luwu
Timur, Gowa dan Tana Toraja merupakan Kab/Kota yang memiliki rasio yang cukup rendah. Sementara itu, rasio jumlah
rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di
hampir semua Kabupaten/kota terkecuali Parepare dan Makassar.Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih
kurangnya kegiatan usaha yang didukung sektor perbankan oleh wirausaha baru, ekspansi kredit masih terkonsentrasi
pada debitur yang sudah ada (eksisting).
15
17
19
21
23
25
27
15
35
55
75
95
115
135
155
Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Juni*
2010 2011 2012 2013 2014 2015
%%
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhsRasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja
*) Data Tenaga Kerja Februari 2015
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Kep.
Sel
ayar
Bulu
kum
ba
Bant
aeng
Jene
pont
o
Taka
lar
Gow
a
Sinj
ai
Mar
os
Pang
kep
Barr
u
Bone
Sopp
eng
Waj
o
Sidr
ap
Pinr
ang
Enre
kang
Luw
u
Tana
Tor
aja
Luw
u U
tara
Luw
u Ti
mur
Mak
assa
r
Pare
-Par
e
Palo
po
%
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja
Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja *) Data Tenaga Kerja Februari 2015
Grafik 4.11. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Grafik 4.2. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 63
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Bab 5 Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang
Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan perlambatan pada
triwulan II 2015. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS) menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun. Namun
demikian, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) juga mengalami peningkatan di triwulan II 2015.
Sementara di sisi layanan uang tunai, terjadi penurunan signifikan net inflow
ke Bank Indonesia. Faktor musiman memengaruhi pergerakan aliran uang
kartal pada triwulan lI 2015 sebagaimana tren musiman yang sama dari
tahun-tahun sebelumnya, yaitu terjadi kecenderungan penurunan net inflow
atau terjadi net outflow pada bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri di
triwulan laporan. Hal ini mengindikasikan ekonomi cenderung berputar
secara optimal sejalan dengan kecenderungan perilaku musiman
masyarakat atas penggunaan uang tunai pada periode tersebut.
Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, langkah Bank
Indonesia dalam mewujudkan clean money policy juga senantiasa terus
dilakukan melalui kegiatan pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia
melalui pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise,
pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata
uang.
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran
5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS
Pada triwulan II 2015, transaksi non tunai melalui sistem RTGS mengalami tren pertumbuhan menurun dibanding
dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel pada Triwulan II 2015
sebesar Rp62,92 triliun, mengalami sedikit perlambatan sebesar 2,92% (yoy), tetapi dibanding triwulan sebelumnya
meningkat mencapai 22,1% (qtq). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk
(to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai Rp31,93 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar
(from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp26,71 triliun maupun dari aliran transaksi antarbank yang
ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp4,27 triliun.
Secara tahunan, pertumbuhan aliran transaksi RTGS baik yang masuk ke Sulsel, serta antara bank-bank di Sulsel
menunjukkan penurunan pada triwulan laporan, hanya transaksi keluar Sulsel yang mengalami peningkatan. Transaksi
RTGS dari perbankan di Sulsel kepada perbankan di luar Sulsel mengalami peningkatan pada triwulan laporan sebesar
24,96% (Grafik 5.1).Penurunan terjadi pada transaksi antarbank di Sulsel hingga sebesar 56,25% (Grafik 5.2). Sementara
transaksi RTGS yang masuk ke perbankan Sulsel dari perbankan di luar Sulsel turun tipis pada triwulan II-2015 sebesar
5,15% (yoy) setelah sebelumnya tercatat naik hingga 17,51% (yoy) (Grafik 5.3).
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp TriliunRTGS From
gRTGS From - Skala Kanan
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp TriliunRTGS To gRTGS To - Skala Kanan
Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel) Grafik 5.2. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel)
(80)
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
120
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun
RTGS From-To gRTGS From-To - Skala Kanan
(50)
0
50
100
150
200
250
300
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun Inflow gInflow - Skala Kanan
Grafik 5.3. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel) Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow
5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring
Kegiatan kliring pada triwulan II 2015 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun
jumlah warkat (Tabel 5.1). Jumlah warkat yang dikliringkan pada periode laporan tercatat sebanyak 285 ribu lembar
dengan nominal sebesar Rp10,49 triliun. Nilai kliring pada triwulan laporan mengalami peningkatan pertumbuhan
mencapai 9,1% (yoy) setelah triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan yang melambat sebesar 2,9% (yoy).
Peningkatan ini juga terindikasi dari meningkatnya rata-rata perputaran harian transaksi kliring pada triwulan laporan
dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan rata-rata perputaran harian tersebut
terjadi baik secara nominal maupun volume lembar transaksi.
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 65
Kualitas kliring membaik, seiring tolakan yang menurun.Sementara itu, secara nominal, penolakan warkat (Cek/Bilyet
Giro atau BG) menunjukkan penurunan pada triwulan II 2015 yaitu dari 2,69% menjadi 1,50%. Hal ini sejalan dengan
peningkatan dari sisi rasio penolakan jumlah warkat yaitu dari 2,27% menjadi 2,15%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-
rata nilai transaksi yang warkatnya ditolak pada triwulan I 2015 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
2015
II III IV I II III IV I II III IV I II
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet
Penyerahan
- Nominal (tri l iun rupiah) 9.44 9.47 10.14 9.74 9.98 10.24 10.67 9.48 9.62 9.72 11.20 9.76 10.49
- Lembar (ribuan) 284 285 295 284 286 281 290 260 266 261 281 262 285
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit
dan Debet Penyerahan
- Nominal (tri l iun rupiah) 0.15 0.15 0.16 0.16 0.17 0.17 0.17 0.16 0.16 0.16 0.18 0.16 0.17
- Lembar (ribuan) 4.50 4.53 4.68 4.73 4.76 4.68 4.68 4.33 4.43 4.21 4.53 4.30 4.67
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong
(terhadap Kliring Debet Penyerahan)
- Nominal (%) 2.63 2.34 2.16 2.41 2.75 3.28 2.60 2.61 3.66 2.56 2.60 2.69 1.50
- Lembar (%) 2.59 2.45 2.37 2.38 2.47 2.33 2.17 2.47 2.46 2.30 1.84 2.27 2.15
2013URAIAN
2012 2014
Perputaran Kliring dan cek/BG Kosong
5.2. Pengelolaan Uang Tunai
5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal
Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan II 2015 menunjukkan net inflow uang tunai. Aliran uang masuk
(inflow) yang terjadi adalah sebesar Rp3,78 triliun pada triwulan laporan, menurun dari triwulan sebelumnya yang
sebesar Rp6,18 triliun atau secara triwulanan menurun hingga 38,93% (Grafik 5.4). Selanjutnya, aliran uang yang keluar
(outflow) dari Bank Indonesia mengalami penurunan dari Rp4,1 triliun pada triwulan IV 2014 menjadi Rp2,25 triliun pada
triwulan laporan (Grafik 5.5).
(50)
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun Outflow gOutflow - Skala Kanan
(1,0)
(0,5)
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015
Rp Triliun Net Inflow Net Outflow
Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.6. Selisih Inflow dan Outflow
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia senantiasa menyelenggarakan layanan penukaran uang demi menjaga ketersediaan uang layak edar
(ULE) di masyarakat.Dalam rangka persiapan menjelang pembangunan gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan, sejaktanggal28 April 2015, Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di luar kantor.
Pelayanan tersebut telah dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasi 09.00 s.d. 13.00 WITA
di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar.Selain itu, kegiatan kas keliling keluar Kota Makassar juga telah
dilakukan di Kabupaten Bulukumba, tepatnya di Kelurahan Hila-Hila, Kecamatan Kajang dan Kelurahan Tanah Beru,
Kecamatan Bontohari.
Dalam rangka penerapan clean money policy, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain.Selama periode triwulan II
2015, telah dilakukan sebanyak 2 (dua) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaituKendari
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
(1 Juni 2015) dan Kupang (17 Juni 2015). Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar
(UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp0,94 triliun, meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar Rp0,92 triliun (Grafik 5.7).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu
Pecahan besar yang mendominasi peredaran uang palsu ditemukan sebanyak 298 lembar pada triwulan II
2015.Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp100.000 (51%), diikuti
Rp50.000 (42%) dan pecahan lainnya sebesar (7%) (Grafik 5.8). Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu
sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan senantiasa telah melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah.
(500)
0
500
1.000
1.500
2.000
0,00,20,40,60,81,01,21,41,61,82,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014* 2015
%, yoyRp Triliun Nominal UTLE
51%42%
7% Pecahan 100.000
Pecahan 50.000
Pecahan Lainnya
Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 67
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,80%
(Sakernas Februari 2015) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya
(Februari 2014). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari
Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan II 2015 terpantau melemah
dibandingkan triwulan I 2014.
Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014
menurun dibanding Maret 2014 baik di kota maupun di desa. Persentase
penduduk miskin di Sulsel (9,5%), relatif lebih baik dibandingkan Sulampua
maupun nasional.
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
6.1. Tenaga Kerja
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel
mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2015) atau stabil
dibandingkan periode yang sama di tahun 2014
(Februari 2014). Secara nominal jumlah pengangguran
terbuka Sulsel naik dari 212,57 ribu orang per Februari
2014 menjadi 218,311 ribu orang per Februari 2015.
Namun demikian, karena jumlah angkatan kerja juga
meningkat pada Februari 2015 yang mencapai 3.755,87
ribu orang dari 3.677,57 ribu orang pada Februari 2014
atau naik 78,29 ribu orang.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Februari Februari
2014 2015
Angkatan Kerja 3,677,576 3,755,870
a. Bekerja 3,464,719 3,537,559
b. Pengangguran 212,570 218,311
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.0% 62.2%
Tingkat Pengangguran Terbuka 5.80% 5.80%
KEGIATAN UTAMA
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sektor pertanian, sektor perdagangan, dan sektor lainnya berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Secara
sektoral, penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian lebih tinggi hampir 41 ribu pekerja dibandingkan tahun 2014,
yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas sektor pertanian. Secara pangsa, sektor pertanian masih memegang
peranan penting karena menyerap 40,97% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Februari 2015, dan secara persentase
meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran
mengalami kenaikan sekitar9 ribu pekerja atau sebesar 1,32% (yoy) menjadi sekitar 617,09 ribu orang. Kenaikan tertinggi
dicatat oleh sektor lainnya yaitu sekitar 69 ribu pekerja atau sebesar 15,32% (yoy) menjadi sekitar 519,21 ribu orang.
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan
Pertanian 1,408,447 40.66% -0.17% 1,449,458 40.97% 2.91%
Industri 231,974 6.70% 2.23% 212,802 6.02% -8.26%
Perdagangan 729,346 21.05% 6.22% 738,999 20.89% 1.32%
Jasa 644,253 18.60% 2.82% 617,087 17.44% -4.22%
Lainnya 450,253 13.00% -1.68% 519,213 14.68% 15.32%
Total 3,464,273 100.00% 1.62% 3,537,559 100.00% 2.12%
Februari 2014KEGIATAN UTAMA
Februari 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang
bekerja lebih tinggi dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK naik dari 62,0% pada Februari 2014 menjadi 62,2%
pada Februari 2015. Jumlah angkatan kerja pada Februari 2015mencapai 3,75 juta orang, lebih tinggi daripada periode
setahun sebelumnya sejumlah 3,67 juta orang. Secara sektoral, ditengarai peningkatan TPAK terjadi karena peningkatan
angkatan kerja di sektor pertanian, perdagangan, dan sektor lainnya. Sementara itu, hasil Survei Konsumen Bank
Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, menunjukkan hasil yang berbeda. Rata-rata pertumbuhan Indeks
Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) menurun sebesar -24,58% (yoy). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini
Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya. IPD6 di triwulan Iturun
sebesar -8,34% (yoy).
Sumber: Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 69
6.2. Penduduk Miskin22
Berdasarkan data terakhir, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret 2014,
yang terjadi baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami penurunan menjadi 806,35 ribu
pada September 2014, dari 864,3ribu per Maret 2014, atau turun sebesar -7,56% (yoy). Persentase tersebut turun seiring
dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin kota mengalami
penurunan sebesar -3,82% (yoy) menjadi 154,4 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk
pedesaan yang mengalami penurunan sebesar -6,45% (yoy), menjadi 651,95 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di
pedesaan menyumbang 80,85% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya sebesar 19,15% disumbang oleh
penduduk kota.
152.8 150.8 129,2 133,6 148,0 160,5 162,49 154,40
930.3
880.9696,6
672,3639,7
696,9701,81
651,95
10,3%10,3%
10,1%
9,8%
9,5%
10,3% 10,3%
9,5%
9,0%
9,2%
9,4%
9,6%
9,8%
10,0%
10,2%
10,4%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14
ribu orang
Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan
7,48,3
9,5
12,1 12,813,6
17,418,4
26,327,8
0
5
10
15
20
25
30
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Malut Sulut Sulsel Sulbar Sultra Sulteng Gor Maluku Irjabar Papua
Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua
Menurut Provinsi September 2014
Pertumbuhan garis kemiskinan pada September 2014 baik di kota maupun di desa mengalami perlambatan di
bandingkan dengan Maret 2014. Perlambatan tersebut sejalan dengan perlambatan inflasi pada September 2014
menjadi sebesar 3,72% (yoy) dari yang sebelumnya sebesar 5,88% (yoy) pada Maret 2014. Turunnya inflasi didorong oleh
pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transpor, serta kelompok pendidikan. Pelemahan
tekanan inflasi kelompok bahan makanan terjadi pada komponen volatile food yang didukung membaiknya kondisi cuaca
hingga akhir triwulan III 2014 sehingga aktivitas penangkapan ikan juga ikut membaik. Namun demikian, kondisi
kemiskinan di atas belum mencerminkan dampak setelah kenaikan harga bahan bakar minyak pada November 2014,
sehingga mendorong inflasi pada akhir 2014 meningkat menjadi 8,61% (yoy).
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY
Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Sep-13 Mar-14 Sep-14
Kota 215.790 221.892 235.488 240.276 246.416 9,13% 8,29% 4,64% 7,24% 5,88% 3,72%
Desa 183.959 192.161 207.023 211.271 219.109 12,54% 9,94% 5,84%
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-
Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (9,5%) setelah Provinsi Maluku
Utara (7,4%) dan Sulawesi Utara (8,3%) (Grafik 6.4). Urutan Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Utara tersebut juga tidak
mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada Maret 2014. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi
di Sulampua tercatat sebesar 27,8% dan masih terdapat di Provinsi Papua.
Secara per wilayah, tingkat kemiskinan tertinggi di Kab. Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 2013, tingkat kemiskinan
tertinggi terdapat di Kab. Pangkep yang mencapai 17,75% di ikuti oleh Toraja Utara (16,53%), dan Jeneponto (15,52%).
Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan persentase kemiskinan
mencapai 4,70% di ikuti oleh Sidrap (6,30%), dan Parepare (6,38%). Namun secara keseluruhan, hampir diseluruh wilayah
terjadi perbaikan jumlah kemiskinan.
22 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Tabel 6.4. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan
Tingkat Kemiskinan (%) 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Selayar 18.49 21.38 15.00 13.49 12.87 14.23
Bulukumba 12.26 13.41 9.02 8.12 7.82 9.04
Bantaeng 10.94 11.23 10.25 9.21 8.89 10.45
Jeneponto 22.48 23.57 19.10 17.16 16.58 16.52
Takalar 12.68 14.19 11.16 10.04 9.59 10.42
Gowa 12.79 16.12 9.49 8.55 8.05 8.73
Sinjai 12.73 14.85 10.68 9.63 9.28 10.32
Maros 18.55 19.86 14.62 13.14 12.55 12.94
Pangkajene Kepulauan 21.36 22.91 19.26 17.36 16.62 17.75
Barru 13.49 14.59 10.69 9.35 9.28 10.32
Bone 17.35 17.23 14.08 12.67 12.25 11.92
Soppeng 11.22 5.97 10.42 9.36 9.12 9.43
Wajo 10.16 10.51 8.96 8.06 7.83 8.17
Sidenreng Rappang 7.64 8.59 7.00 6.29 6.00 6.30
Pinrang 9.65 9.80 9.01 8.12 7.82 8.86
Enrekang 20.51 21.90 16.86 15.18 14.44 15.11
Luwu 19.44 19.65 15.44 13.93 13.00 15.10
Tana Toraja 18.57 18.90 14.62 13.22 12.72 13.81
Luwu Utara 18.38 15.30 16.25 14.64 14.02 15.52
Luwu Timur 10.98 10.31 9.18 8.29 7.71 8.38
Toraja Utara - - 19.08 17.06 16.27 16.53
Makassar 5.36 6.18 5.86 5.29 5.02 4.70
Pare Pare 7.11 7.48 6.53 5.91 5.58 6.38
Palopo 12.83 10.49 11.28 10.22 9.46 9.57 Sumber: BPS, diolah
6.3. Rasio Gini23
Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat dan lebih tinggi dari provinsi lain di Sulampua. Nilai gini ratio
selama lima tahun terakhir (2010 sampai dengan 2014) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan
pendapatan penduduk yang semakin besar (Tabel 6.5). Pada 2012, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni
0,41. Namun demikian, pada 2014, gini ratio Sulsel justru meningkat menjadi 0,45 atau lebih tinggi daripada nasional
(0,41).Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi
terjadi di Papua (0,46). Sulsel dan Gorontalo tercatat sebagai provinsi dengan gini ratio kedua terbesar se Sulampua.
Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Provinsi Maluku Utara.
Tabel 6.5. Nilai Gini Ratio
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014
Gorontalo 0.43 0.46 0.44 0.44 0.45
Papua 0.41 0.42 0.44 0.44 0.46
Sulawesi Selatan 0.40 0.41 0.41 0.43 0.45
Sulawesi Tenggara 0.42 0.41 0.40 0.43 0.40
Papua Barat 0.38 0.40 0.43 0.43 0.41
Sulawesi Utara 0.37 0.39 0.43 0.42 0.44
Sulawesi Tengah 0.37 0.38 0.40 0.41 0.35
Maluku 0.33 0.41 0.38 0.37 0.33
Sulawesi Barat 0.36 0.34 0.31 0.35 0.38
Maluku Utara 0.34 0.33 0.34 0.32 0.32
Indonesia 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41 Sumber: BookletData Sosial Ekonomi, BPS
23 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna.
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 71
6.4. Nilai Tukar Petani24
Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif melemah, tercermin dari turunnya pertumbuhan Nilai
Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata NTP Sulsel pada triwulan
II 2015 menurun menjadi sebesar 103,35 lebih rendah dibandingkan rata-rata NTP pada triwulan sebelumnya (104,23)
(Grafik 6.5). Penurunan NTP tersebut didorong oleh kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah
tangga maupun keperluan produksi pertanian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan indeks harga hasil produksi
pertanian. Meskipun rata-rata Indeks yang Diterima Petani naik sebesar 4,94% (yoy) dari sebesar 116,15 pada triwulan II
2014 menjadi sebesar 121,89 pada triwulan II 2015 (Grafik 6.7), namun rata-rata Indeks yang Dibayar Petani pada
triwulan II 2015 juga tumbuh tinggi sebesar 7,28% (yoy) dari 109,93 pada triwulan II 2014 menjadi 117,93 pada triwulan II
2015 (Grafik 6.6).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
Rata-rata NTP Sulsel di triwulan II 2015 terbesar ke-3 se-Indonesia dibawah Kepulauan Bangka Belitung dan Sulawesi
Barat. Rata-rata NTP Sulsel di triwulan II 2015 mencapai 103,353 turun dibandingkan rata-rata di triwulan I 2015 yang
mencapai 104,227 dan Secara nasional posisi rata-rata nilai NTP Sulsel mengalami penurunan setelah di tahun 2014
sempat mencatatkan nilai rata-rata NTP tertinggi nasional. Meskipun demikian, kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan
tahun 2008, dimana NTP Sulsel berada di posisi ke-21.
Peningkatan harga komoditas pangan (inflasi) tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani. Keterkaitan (korelasi)
antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak belakang) (Grafik 6.8). Bahkan pada periode tahun 2012
hingga 2014, negatif dari korelasi tersebut semakin besar, mencapai -0,672 dibandingkan periode tahun 2009 - 2011. Gap
antara kenaikan inflasi dan perbaikan NTP semakin meningkat, pada saat terjadi peningkatan harga pangan seperti terjadi
pada Januari 2009 (kenaikan harga cabe merah, daging ayam ras, dan bawang merah) dan Juni 2010 (kenaikan harga
beras dan cabe merah). Demikian pula saat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi di Juli 2013 dan November
2014, gap antara inflasi dan perkembangan NTP semakin besar.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
24NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Tabel 6.6. Posisi Rata-Rata NTP Sulsel Terhadap Seluruh Provinsi
Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 2014 2015-TW1 2015-TW2
Kepulauan Bangka Belitung 99.08 94.41 95.77 99.170 99.170 100.260 101.549 103.477 105.173
Sulawesi Barat 102.13 105.51 105.49 104.310 104.410 104.20 102.958 102.227 103.807
Sulawesi Selatan 100.19 100.65 101.66 107.090 108.050 107.430 105.392 104.227 103.353
Bali 100.69 103.07 103.80 106.520 108.280 107.220 104.859 103.830 103.343
Jawa Timur 100.47 98.21 98.74 101.660 102.170 102.90 104.746 105.243 102.790
Jawa Barat 96.14 97.22 99.28 104.920 108.940 109.530 104.433 105.697 102.780
Banten 97.31 97.76 101.83 104.810 108.450 110.060 104.749 105.233 102.770
Nusa Tenggara Barat 98.84 96.45 95.31 96.140 95.360 94.230 99.822 101.860 102.277
Lampung 104.19 107.96 115.04 121.490 125.420 124.70 104.173 102.90 102.003
Maluku Utara 97.30 99.99 98.79 101.070 100.660 100.440 103.255 102.623 101.777
Nusa Tenggara Timur 96.03 101.40 102.00 102.210 101.80 99.170 100.266 101.207 101.047
Papua Barat 104.55 106.10 103.55 102.950 101.620 99.640 100.170 99.357 101.043
Gorontalo 102.42 99.47 101.66 104.070 102.330 100.660 101.324 101.503 100.910
Maluku 103.07 106.62 103.54 104.810 104.70 105.480 100.510 100.753 100.113
Kalimantan Selatan 97.54 100.42 106.50 108.40 107.840 105.50 99.827 100.543 100.107
DI Yogyakarta 105.28 107.85 112.64 115.120 116.460 116.890 102.202 100.223 99.437
Kepulauan Riau 102.80 100.82 99.94 103.070 104.650 104.960 100.933 100.140 98.923
Sumatera Utara 101.79 100.82 102.36 103.420 101.710 99.490 100.095 98.523 98.597
Kalimantan Tengah 98.74 98.38 102.88 101.080 99.240 97.930 101.285 98.993 98.467
Sulawesi Tenggara 103.51 107.30 108.64 107.620 106.450 105.990 101.317 98.830 98.353
Kalimantan Timur 101.40 101.05 99.83 98.740 98.040 95.070 99.923 99.947 98.333
Jawa Tengah 99.77 98.67 101.62 104.840 105.350 105.90 100.648 100.860 98.087
Sumatera Selatan 101.50 99.70 104.89 109.630 110.130 109.950 100.918 97.843 97.517
Sumatera Barat 105.17 103.71 105.48 106.250 105.020 104.140 100.614 98.723 97.360
Papua 102.85 101.51 102.59 101.310 102.690 100.840 97.335 97.117 96.953
Sulawesi Tengah 101.15 98.58 97.17 98.860 97.790 97.010 102.180 97.990 96.947
Kalimantan Barat 103.47 100.83 101.19 102.630 100.920 97.990 96.628 97.257 96.667
Riau 101.75 99.07 104.11 105.070 104.260 101.40 96.953 96.840 95.973
Aceh 98.64 99.76 104.12 104.30 104.130 103.130 98.170 96.823 95.947
Sulawesi Utara 101.48 101.40 101.04 103.220 101.460 100.560 99.370 98.013 95.680
Jambi 97.93 94.14 96.14 96.250 92.150 88.930 97.044 95.947 95.213
Bengkulu 105.50 103.58 104.67 102.970 102.410 99.620 96.354 95.473 94.123
Sumber: BPS, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 73
7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Bab 7 Prospek Perekonomian dan
Rekomendasi Kebijakan
Perekonomian Sulsel pada triwulan III 2015 dan untuk keseluruhan tahun
2015, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,2% - 8,2%
(yoy) dan 7,0% - 8,0% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional,
pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015 akan tetap lebih tinggi. Di sisi
permintaan, pertumbuhan ekonomi masih akan ditopang oleh permintaan
domestik (konsumsi dan investasi), sementaraekspor luar negeri masih sangat
tergantung pada prospek ekonomi global yang belum pasti. Di sisi lapangan
usaha, peningkatan didukung oleh sektor sekunder dan tersier, didukung oleh
kebijakan pemerintah dan faktor musiman.
Tekanan harga pada triwulan III 2015 diperkirakan masih tinggi sebagai
efek dari Ramadhan dan Idul Fitri di awal periode, sedangkan untuk tahun
2015 diprakirakan akan tetap terkendali dan akan berada dalam rentang
target inflasi nasional. Perencanaan stok bahan makanan dan koordinasi
TPID diharapkan mampu menjaga inflasi terkendali. Faktor risiko perlu
diwaspadai adalah fenomena alam El-Nino dan kegiatan MICE yang
meningkatkan administered price.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel di triwulan III 2015 diperkirakan akan kembali meningkat, didorong oleh aktivitas semua
komponen PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan III 2015 diperkirakan
kembali dalam arah meningkat dalam kisaran 7,2% - 8,2% (yoy). Dari sisi permintaan, permintaan konsumsi rumah tangga
tetap kuat, yang terpantau dari optimisme ekspektasi konsumen dan pedagang (hasil survei penjualan eceran). Investasi
meningkat, terutama investasi yang dibiayai pemerintah dan komersial. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan di tahun
2015 akan terjadi pada hampir semua lapangan usaha, terutama untuk sektor industri pengolahan, konstruksi,
perdagangan, transportasi, penyediaan akomodasi, informasi/komunikasi, real estate, dan jasa-jasa. Faktor pendorong
sisi sektoral adalah kebijakan pemerintah, faktor musiman, dan meningkatnya aktivitas MICE.
Dengan mempertimbangkan kondisi global dan domestik serta perkembangan indikator ekonomi lainnya,
perekonomian Sulsel pada tahun 2015 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,0% - 8,0% (yoy),atau cenderung stabil jika
dibandingkan pertumbuhan tahun 2014 (7,57%, yoy). Pertumbuhan ekonomi 2015, diperkirakan masih diwarnai dengan
perlambatan permintaan komoditas dari negara mitra dagang yang menyebabkan pelemahan ekspor. Ekonomi global
justru diperkirakan melambat dari tahun 2014. Perbaikan berasal dari ekonomi negara maju (Amerika Serikat, Jepang dan
Kawasan Eropa), serta ASEAN. Sementara ekonomi Tiongkok melambat. Dari sisi domestik, peningkatan beberapa sektor
di Sulsel terkait mulai beroperasinya beberapa hotel baru di Makassar, revisi kebijakan pelarangan kegiatan MICE di hotel,
groundbreaking pelabuhan Makassar New Port, KA Makassar-Parepare, Waduk, dan PLTA. Sebagai faktor risiko adalah
ketidakpastian ekonomi global yang masih akan berlanjut (kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika, krisis ekonomi
Yunani, dan masih berlangsungnya masa penyesuaian ekonomi Tiongkok), tekanan harga komoditas pangan, nilai tukar
rupiah, sinkronisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah, serta kesiapan birokrasi.
4
5
6
7
8
9
10
20
12
Q1
20
12
Q2
20
12
Q3
20
12
Q4
20
13
Q1
20
13
Q2
20
13
Q3
20
13
Q4
20
14
Q1
20
14
Q2
20
14
Q3
20
14
Q4
20
15
Q1
20
15
Q2
20
15
Q3
20
15
Q4
%, yoy
2014:7,57%
2015:7,0% - 8,0%
2012:7,61%
2013:8,37%
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran
Komponen sisi konsumsi triwulan III 2015 diperkirakan lebih baik dibandingkan triwulan II 2015. Komponen permintaan
yang berasal dari komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah, akan terus
mengalami peningkatan. Indikator meningkatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2015 adalah peningkatan daya
beli masyarakat dengan adanya tunjangan hari raya (THR), tendensi ekspektasi konsumen yang kembali membaik (indeks
112,1), disertai dengan peningkatan rencana pembelian barang tahan lama (durable) dengan indeks masih diatas 100.
Jenis barang tahan lama yang diperkirakan meningkat (hasil Survei Penjualan Eceran - Bank Indonesia Sulsel), antara lain
jenis barang peralatan dan komunikasi di toko dan barang budaya dan rekreasi. Di sisi lain, konsumsi pemerintah
diperkirakan juga cenderung meningkat seiring optimalisasi penyerapan anggaran oleh Pemerintah daerah maupun APBN
di Sulsel di Sulsel. Diperkirakan nominal realisasi belanja rutin pemerintah, belanja modal, maupun dana desa, meningkat
signifikan.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 75
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015 yang berkisar 7,0%-8,0% (yoy) masih akan ditopang oleh
permintaan domestik (konsumsi dan investasi). Dengan adanya beberapa kegiatan musiman, diperkirakan akan
mendongkrak permintaan konsumsi. Kemudian beberapa proyek infrastruktur yang mulai berjalan telah dilakukan oleh
pemerintah maupun swasta. Di sisi lain, perkembangan ekspor luar negeri masih melemah, pelemahan prospek ekonomi
global, sehingga menyebabkan permintaan terhadap komoditas ekspor Sulsel juga masih rendah. Dengan perkembangan
tersebut, untuk keseluruhan tahun 2015, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, masing-masing akan tumbuh dalam
kisaran 5,4%-6,4% dan 5,0%-6,0%.
111,8
110,1
111,1110,1 110,7 108,19
96,29106,2
112,1
90
95
100
105
110
115
120
III IV I II III IV I II IIIp
2013 2014 2015
Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT
Rencana pembelian barang durableSum
be
r :
BP
S
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I IIP
2012 2013 2014 2015
%, yoy
Suku cadang dan aksesori Perlengkapan rumah tangga lainnya
Sumber: Badan Pusat Statistik
p) Perkiraan BPS
Sumber: Survei Penjualan Eceran – BI
P) Ekspektasi Pedagang
Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 7.3. Indeks Penjualan Eceran
10,8%
30,9%
52,1%
89,8%
10,0%
29,5%
49,6%
90,1%
11,7%
32,4%
52,8%
91,4%
11,02%
29,00%
53,38%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III-P
2012 2013 2014 2015
p : perkiraan realisasi triwulan III (data historis) Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan
Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel (Realisasi s.d. Maret 2015)
Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah
Komponen investasi Sulsel diprakirakan akan membaik pada triwulan III 2015 dan meningkat pada keseluruhan 2015.
Beberapa proyek pemerintah dan swasta, sesuai rencana akan dimulai pelaksanaannya pada triwulan II 2015 yaitu senilai
Rp9,89 triliun atau tumbuh 574,5% (yoy), mulai membaik jika dibandingkan triwulan II 2015 yang tumbuh -7,4% (yoy).
Mulai triwulan III 2015, beberapa proyek pemerintah dijadwalkan mulai berjalan dengan nilai Rp790,04 miliar (tumbuh
39,7%), yaitu antara lain :
1. Pembangunan Jalan (Rp175,22 miliar) berlokasi di Makassar, Toraja dan Watampone.
2. Gedung perkantoran(Rp114,7 miliar) berlokasi di Makassar, Maros, Palopo, Tana Toraja, dan Bantaeng.
3. Sarana pendidikan (Rp237 miliar) berlokasi di Makassar, Gowa, Parepare, dan Maros.
4. Sarana kesehatan (Rp104 miliar) berlokasi di Makassar, Gowa, Parepare, dan Maros.
5. Pelabuhan dan bandara (Rp149,12 miliar) berlokasi di Makassar dan Bulukumba.
6. Rumah ibadah (Rp10,0 miliar) berlokasi di Makassar.
Sementara proyek swasta yang dimulai pada triwulan III 2015 diperkirakan senilai Rp9,10 triliun (tumbuh 914,5%) antara
lain :
1. Pembangkit listrik/power plant sebesar 3 X 135 MW; 2 X 2,3 MW; 2 X 2,6 MW; 2X2 MW; 2X5 MW; dan 2X2 MW,
senilai Rp5,64 triliun berlokasi di Jeneponto, Enrekang, Gowa, dan Toraja Utara.
2. Tambang (Rp2 triliun) berlokasi di Luwu.
3. Pusat perbelanjaan (Rp408,5 miliar) berlokasi di Makassar, Takalar, Tana Toraja, Bone, dan Gowa.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
4. Hotel dan resort (Rp253 miliar) berlokasi di Makassar dan Bulukumba.
5. Rumah Residensial dan Apartemen (Rp262 miliar) berlokasi di Makassar.
6. Sarana pendidikan (Rp100,5 miliar) berlokasi di Makassar.
7. Sarana kesehatan (Rp432 miliar) berlokasi di Makassar.
8. Rumah ibadah (Rp3,5 miliar) berlokasi di Soppeng dan Bone.
Tabel 7.1. Daftar Pembangunan Proyek Oleh Pemerintah dan Swasta Perkembangan
Kepemilikan Nilai Kepemilikan Nilai (yoy)
Total 2.644.492 Total 988.706 -62,6%
Pemerintah 1.034.610 Pemerintah 264.570 -74,4%
Commercial 1.608.682 Commercial 716.536 -55,5%
Perseorangan 1.200 Perseorangan 7.600 533,3%
Total 6.202.288 Total 5.741.914 -7,4%
Pemerintah 325.388 Pemerintah 694.222 113,4%
Commercial 5.873.900 Commercial 5.047.692 -14,1%
Perseorangan 3.000 Perseorangan - -100,0%
Total 1.467.001 Total 9.895.253 574,5%
Pemerintah 565.481 Pemerintah 790.040 39,7%
Commercial 897.320 Commercial 9.102.963 914,5%
Perseorangan 4.200 Perseorangan 2.250 -46,4%
Total 680.663 Total 6.842.080 905,2%
Pemerintah 208.613 Pemerintah 770.080 269,1%
Commercial 469.050 Commercial 6.071.000 1194,3%
Perseorangan 3.000 Perseorangan 1.000 -66,7%
Total 10.994.444 Total 23.467.953 113,5%
Pemerintah 2.134.092 Pemerintah 2.518.912 18,0%
Commercial 8.848.952 Commercial 20.938.191 136,6%
Perseorangan 11.400 Perseorangan 10.850 -4,8%
Total 2014
Proyek dimulai
Tw I 2015
Proyek dimulai
Tw II 2015
Proyek dimulai
Tw III 2015
Proyek dimulai
Tw IV 2015
Total 2015
KeteranganSulsel Sulsel
Keterangan
Proyek dimulai
Tw I 2014
Proyek dimulai
Tw II 2014
Proyek dimulai
Tw III 2014
Proyek dimulai
Tw IV 2014
Sumber : BCI Asia, 2015
Kinerja ekspor dan impor diprakirakan membaik, termasuk untuk perdagangan antar pulau. Penurunan ekspor Sulsel
pada semester I 2015 diperkirakan akan membaik mulai triwulan III 2015. Rendahnya harga komoditas andalan ekspor
disikapi Pemda dengan melaksanakan kebijakan akselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan ekspor.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel telah mencanangkan kenaikan nilai ekspor non-migas menjadi 3
kali lipat dari kondisi sekarang, kepada setiap Kabupaten diminta agar mempunyai komoditi andalan ekspor, yang telah
dimulai pada bulan Agustus 2015. Beberapa indikasi positif berupa mulai pulihnya permintaan negara-negara partner
dagang utama Sulsel (Jepang) memberikan optimisme kenaikan ekspor daerah. Menurut proyeksi World Economic
Outlook (IMF) (Tabel 7.1), perkembangan perekonomian tahun 2015 untuk Jepang tumbuh 0,8% (proyeksi Juli 2015),
meskipun masih terkoreksi ke bawah dibandingkan proyeksi April 2015 (1,0%).
Tabel 7.2. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)
WEO (IMF) WEO (IMF)
Apr-15 Jul-15
2014 2015p 2016p 2014 2015p 2016p
Amerika Serikat 2,4 3,1 3,1 2,4→ 2,5↓ 3,0↓
Kawasan Eropa 0,9 1,5 1,6 0,8↓ 1,5→ 1,7↑
Kawasan Asia 6,8 6,6 6,4 6,8→ 6,6→ 6,4→
Tiongkok 7,4 6,8 6,3 7,4→ 6,8→ 6,3→
Jepang –0,1 1,0 1,2 –0,1→ 0,8↓ 1,2→
Kawasan ASEAN* 4,6 5,2 5,3 4,6→↑ 4,7↓ 5,1↓
Output Dunia 3,4 3,5 3,8 3,4→ 3,3↓ 3,8→
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Di sisi harga, harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan masih melanjutkan trend pelemahan. Tren
harga internasional tersebut diperkirakan mulai membaik pada akhir tahun 2015 dan secara langsung berimbas positif
pada peningkatan ekspor. Harga komoditas ekspor utama, yaitu nikel trennya masih terus menurun, atau tumbuh -40,1%
(yoy) sehingga terakhir di kisaran harga 11.413 USD /metrik ton (Juli 2015). Sementara harga kakao tumbuh terkoreksi ke
atas 6,14% (yoy) atau menjadi 3,33 USD/kg. Melemahnya harga nikel, karena berkurangnya permintaan industri
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 77
besi/baja, destocking nikel halus Tiongkok, berkontribusi terhadap penurunan harga nikel. Sementara perbaikan harga
kakao terkait dengan menurunnya produksi coklat di Ghana dan Pantai Gading.
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III IV Jan I II
III*
20
15
-p
2011 2012 2013 2014 2015
yoy$/mt
Harga Internasional Nikel g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan
Sumber: World Bank
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III IV Jan I II
III*
20
15
-p
2011 2012 2013 2014 2015
yoyUSD/kg
Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Coklat
Ekspor diperkirakan akan meningkat di triwulan III 2015. Pada tanggal 3 Agustus 2015 yang lalu, pemerintah daerah
telah menginisiasi program ekspor 3 kali lipat dan Sulsel ber SNI sebagai upaya peningkatan ekspor Sulsel. Program ini
dibuka secara simbolis oleh presiden Jokowi. Pada acara tersebut, secara simbolis Presiden melepas ekspor ke 24 negara
tujuan dengan 27 komoditas berbeda dengan nilai Rp62 triliun. Dalam program ini Sulsel membidik 24 negara tujuan
ekspor, diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Italia, Puerto Rico, Jerman, Australia, Malaysia, Singapore
Hongkong, Philipina , Inggris, Taiwan, Tiongkok , Israel, Polandia, Denmark, Dubai (Uni Emirat Arab), Kuwait, Saudi Arabia,
Ukraina, Spanyol, Vietnam, Timor leste. Sedangkan komoditi yang di ekspor adalah udang beku, ikan tuna beku, kepiting,
gurita beku, ikan segar, kakao liquer, kakao powder, kopi, kakao, buah markisa, jagung, budsudan (dupa), kayu olahan,
rumput laut, karet, minyak mete, kulit mete, mete kupas, tepung terigu, dedak gandum, reptile skin, semen, nikel,
marmer, ikan hidup, telur ikan terbang, daging kepiting, dan marmer.
Presiden Jokowi membuka gerakan peningkatan Ekspor 3X lipat dan Sulsel berSNI
di Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar 3 Agustus 2015 yang lalu.
Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih tinggi seiring meningkatnya permintaan pada saat
Ramadhan/Lebaran, serta membaiknya fasilitas dan pelayanan antar pulau. Infrastruktur yang semakin membaik akan
mendukung perhubungan antar pulau25
dan memudahkan lalu lintas pengiriman barang antarpulau yang saat ini
25Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di
Kabupaten Barru.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
menggunakan truk26
dan fasilitas kapal ro-ro. Selain itu, produksi pangan daerah lain yang relatif menurun, akan dipasok
oleh Sulawesi Selatan. Tercatat pengiriman beras Sulsel kepada 22 provinsi lainnya.
7.1.2 Prospek Sisi Lapangan usaha
Pada triwulan III 2015, diperkirakan hampir semua kategori lapangan usaha (sektor) cenderung meningkat, kecuali di
sektor primer. Lapangan usaha primer, yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan cenderung mengalami
perlambatan. Sementara itu, perkembangan lapangan usaha sekunder (industri pengolahan) meningkat untuk memenuhi
pembangunan infrastruktur. Dengan perkembangan di sisi sektor sekunder dan tersier, pertumbuhan ekonomi Sulsel
triwulan III 2015 akan berkisar 7,2%-8,2% (yoy). Sehingga dengan perkembangan yang akan terjadi sampai dengan kuartal
kedua tersebut, maka pertumbuhan keseluruhan tahun 2015 akan berada pada kisaran 7,0% - 8,0% (yoy).
Tahun 2015 Sulsel diperkirakan tumbuh 7,0-8,0% (yoy) dengan faktor pendorong utama berasal dari sektor sekunder
dan tersier. Peningkatan di sektor sekunder didukung oleh permintaan musiman seperti Ramadhan/Idul Fitri dan
penyelenggaraan kegiatan MICE. Sementara sektor tersier didukung oleh perbaikan ekspektasi pelaku usaha keuangan.
Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan melambat pada triwulan III 2014.
Curah hujan yang cenderung rendah, diperkirakan akan memengaruhi peningkatan produksi sektor pertanian. Dari sisi
subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk kopi diperkirakan melemah, sehingga menurunkan ekspor
komoditas tersebut.
Lapangan usaha pertambangan diprakirakan akan tumbuh melambat, seiring harga internasional nikel. Untuk
merespons penurunan harga tersebut, perusahaan tambang hanya menargetkan peningkatan sedikit produksi27
.
Perusahaan tambang di Sulsel pada tahun 2015, untuk menyiasati penurunan permintaan pasar dunia akan lebih fokus
pada pemeliharaan alat produksi, penghematan biaya, dan perluasan wilayah konsesi. Dari sisi harga internasional nikel,
hingga Juli 2015, harga nikel turun -40,1% (yoy) hingga level harga 11.413 USD /metrik ton.
Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan akan meningkat pada triwulan III 2015. Berdasarkan pola historisnya,
pembangunan infrastruktur meningkat pada semester II 2015, sehingga industri semen meningkatkan produksinya. Di sisi
lain, industri bahan makanan diperkirakan juga akan mengalami peningkatan pada triwulan III 2015, karena untuk
memenuhi permintaan saat lebaran/idul fitri.
Lapangan usaha perdagangan besar/eceran kategori diprakirakan akan tumbuh meningkat pada triwulan III 2015.
Kegiatan perdagangan diperkirakan relatif meningkat terkait datangnya bulan Ramadhan dan Lebaran. Indikasi tersebut
sesuai dengan hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia. Indeks penjualan eceran pada triwulan III
2015 meningkat, terutama untuk barang makanan membaik (-10,11%; yoy dari triwulan II 2015 -11,97%; yoy), jenis
barang peralatan/komunikasi di toko juga membaik (-2,0%; yoy dari triwulan II 2015 -3,08%; yoy) dan barang budaya dan
rekreasi (10,9%; yoy dari triwulan II 2015 15,83%; yoy).
Lapangan usaha penyediaan akomodasi diperkirakan meningkat seiring pencabutan kebijakan pelarangan kegiatan di
hotel bagi pegawai negeri sipil. Larangan28
untuk melakukan kegiatan dinas dan penyelenggaraan di hotel untuk pegawai
negeri sipil, yang diterapkan pada triwulan IV 2014, telah dicabut pada awal triwulan II 201529
. Dengan adanya revisi
aturan tersebut, maka diperkirakan akan memulihkan kembali tingkat okupansi hotel, terutama dengan kategori bintang
dua ke bawah. Kenaikan tersebut diperkirakan juga sebagai implikasi dari kegiatan organisasi kemasyarakatan yang besar
di Sulsel pada Agustus 2015.
Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan meningkat, sebagaimana ekspektasi pelaku perbankan.
Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan II 2015, memperkirakan pertumbuhan kredit baru akan menguat pada
triwulan III 2015, seiring membaiknya kondisi ekonomi Indonesia dan meningkatnya kecukupan modal bank. Meskipun
26 Pengiriman barang untuk pengiriman dalam partai kecil,dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang. 27 Setelah mencapai rekor produksi tahun 2014 sebesar 78.726 ton nikel, tahun ini PT X, produsen nikel terbesar di Sulsel, membidik target produksi
tumbuh tipis 1,6% menjadi 80.000 ton nikel. 28 Surat Edaran Mendagri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,menginstruksikan kepada semua kepala daerah, mulai
dari gubernur, wali kota, hingga bupati, untuk menggelar rapat di kantor masing-masing. 29 PermenPan RB Nomor 6/2015, yang mempersyaratkan rapat di luar kantor dan dibiayai APBN/APBD dapat dilaksanakan di luar kantor, tetapi harus
secara selektif dengan memenuhi beberapa kriteria, antara lain bersifat internasional, memiliki urgensi tinggi, terkait pembahasan materi bersifat strategis, atau memerlukan koordinasi lintas sektoral.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 79
demikian, hasil dari survei tersebut untuk keseluruhan tahun 2015, kredit akan sebesar 12,2% (yoy) lebih rendah dari hasil
survei sebelumnya (17,1%; yoy)30
.
7.2. Prospek Inflasi
Laju inflasi triwulan III 2015 secara umum diperkirakan akan relatif tinggi, sama dengan triwulan II dengan rentang
7,7% - 8,7% (yoy). Tekanan harga pada triwulan III diharapkan akan relatif mereda setelah bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Kelompok volatile food biasanya cenderung naik harganya selain karena eforia puasa juga adanya budaya nelayan untuk
tidak melaut selama seminggu awal puasa. Komoditas pangan yang biasanya naik harganya adalah beras, cabai merah,
bawang merah, daging ayam ras, ikan tangkap, dan daging sapi. Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) se-Sulsel diharapkan akan meningkatkan koordinasi untuk menjaga ketersediaan stok pangan dan gejolak harga.
Inflasi di akhir tahun 2015 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Melihat perkembangan inflasi
sepanjang tahun 2015 yang relatif lebih terkendali dibandingkan tahun 2014 ditambah dengan telah berjalannya fungsi
TPID di seluruh Kab/kota, target inflasi Sulsel pada akhir tahun 2015 dikisaran 4%±1% optimis dapat tercapai, dengan
catatan ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, serta tidak ada kebijakan dari pemerintah yang dapat
meningkatkan tekanan inflasi secara simultan hingga akhir tahun 2015, seperti kenaikan harga BBM di akhir tahun 2014
yang lalu.
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 . 12
2011 2012 2013 2014 2015
Infl
asi T
ahu
nan
Nasional
Sulsel
Sasaran Inflasi 2013: 4,5% + 1Sulsel 2013: 6,22%Nasional 2013: 8,38%
Sasaran Inflasi 2011: 5% + 1Sulsel 2011: 2,87%Nasional 2011: 3,79%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5% + 1Sulsel 2012: 4,41%Nasional 2012: 4,30%
Sasaran Inflasi 2015:
4% + 1
Sasaran Inflasi 2014: 4,5% + 1Sulsel 2014: 8,61%Nasional 2014: 8,36%
Grafik 7.7. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya
Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada triwulan III 2015, TPID akan lebih
meningkatkan koordinasi di tingkat Provinsi untuk mengatisipasi dampak kekeringan (El-Nino). Pemerintah Provinsi Sulsel
berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 2015 sekitar 4%. Seiring dengan upaya tersebut, realisasi bulan Juli 2015,
terjadi inflasi sebesar 1,19% (mtm) atau inflasi 8,08% (yoy). Tekanan inflasi Lebaran pada lebaran tahun ini cukup
terkendali, dan tercatat di bawah rata-rata historis inflasi bulanan saat lebaran dalam 4 tahun terakhir yang mencapai
kisaran 1,29% (mtm).
Juli 2015 Agustus 2015 September 2015
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Grafik 7.8. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
30 Statistik Perbankan Indonesia Triwulan II 2015
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
80 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Tekanan inflasi volatile food diperkirakan masih tinggi. Dari sisi stok, kecukupan beras akan tersedia untuk 13 bulan ke
depan. Hasil prognosa Dinas Pertanian, pada triwulan III 2015, produksi beras masih akan terjadi surplus pada saat panen
gadu. Namun demikian, faktor cuaca pada triwulan III 2015 juga relatif kering perlu menjadi perhatian untuk keoptimalan
penanaman tanaman bahan makanan. Meningkatnya intensitas El Nino dari moderat menjadi kuat dan terjadi lebih awal,
sejak Agustus 2015 dan puncak kemarau di beberapa wilayah di Sulawesi Selatan hingga November 2015. Sehubungan
dengan hal tersebut, langkah-langkah antisipasi yang dapat dilakukan antara lain menyiapkan dukungan penyediaan
saprodi (a.l. benih, pupuk, pompa, pengering gabah), mengoptimalkan Sekolah Lapang Iklim (SLI) termasuk melakukan
sosialisasi terutama pada daerah-daerah yang berpotensi mengalami kekeringan, dan memperkuat kerjasama dengan
daerah lain yang mengalami surplus pangan.
Inflasi administered prices triwulan III tahun 2015 diperkirakan akan mengalami tekanan inflasi. Risiko inflasi terutama
yang bersumber dari administered prices masih perlu diwaspadai, terutama terkait kegiatan di Sulsel yang akan
meningkatkan tarif angkutan udara. Inflasi administered price kemungkinan dapat terkoreksi ke bawah, seiring turunnya
harga minyak dunia.
Tekanan inflasi komponen core inflation diperkirakan meningkat, didorong oleh ekspektasi konsumen dan pedagang
yang cenderung meningkat. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang meningkat, yang tercermin
dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.9), meskipun survei pedagang eceran (SPE) (Grafik 7.10). Survei Konsumen
indeksnya relatif meningkat menjadi 187,67 di triwulan III 2015 dan 190,0 di triwulan IV 2015. Namun demikian, indeks
ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang relatif melambat, menjadi 100,21 di triwulan III
2015 dan 100,0 di triwulan IV 2015. Selain itu, harga emas diperkirakan juga dalam tren melambat sampai triwulan III
2015, namun meningkat sampai dengan akhir tahun 2015.
160
165
170
175
180
185
190
195
200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015
Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad
99,8
99,9
100,0
100,1
100,2
100,3
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015
Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 7.9. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Grafik 7.10. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
I II III
IV
I II III IV
I II III
IV
I II III IV
Jan I II
III*
2015
-p
2011 2012 2013 2014 2015
yoyUSD/troy onz
Emas g.Emas - sisi kanan
Sumber: World Bank
Grafik 7.11. Perkembangan Harga Internasional Emas
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 81
Tabel 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)
IV Total I II IIIP Total-P
Sisi Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga 6,51 6,98 5,96 5,49 5,92 5,32 5,51 6,2-7,2 5,4-6,4
Konsumsi LNPRT 6,61 7,14 10,36 4,93 11,26 (2,50) (2,13) 5,4-6,4 0,8-1,8
Konsumsi Pemerintah 4,70 4,20 2,70 (2,92) 1,88 6,99 2,18 5,6-6,6 5,0-6,0
Pembentukan Modal Tetap Bruto 12,73 15,67 13,19 9,03 9,40 7,13 7,23 11,8-12,8 9,1-10,1
Ekspor (9,49) (2,04) 3,06 14,73 11,85 (9,37) (2,94) 0,5-1,5 (3,6)-(4,6)
Impor (7,08) 6,11 5,36 9,35 (1,64) 0,41 (8,55) 2,5-3,5 (1,8)-(2,8)
Sisi Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,89 4,58 4,93 10,40 10,00 2,09 12,57 6,4-7,4 7,6-8,6
Pertambangan dan Penggalian (3,80) 5,32 5,63 9,60 11,40 2,83 8,51 7,6-8,6 6,7-7,7
Industri Pengolahan 9,03 8,66 9,22 15,20 9,50 6,05 4,33 5,6-6,6 5,3-6,3
Pengadaan Listrik, Gas 10,08 16,24 8,19 15,00 10,60 7,52 (3,71) 7,2-8,2 4,8-5,8
Pengadaan Air 12,63 3,54 5,50 (1,20) 2,10 0,58 (0,26) 5,5-6,5 2,4-3,4
Konstruksi 6,92 9,86 10,57 5,10 6,10 6,63 5,32 6,3-7,3 6,1-7,1
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 10,35 11,86 7,23 3,40 7,10 5,62 7,02 8,6-9,6 7,2-8,2
Transportasi dan Pergudangan 13,05 13,45 6,45 4,80 2,10 3,60 7,03 9,0-10,0 6,6-7,6
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,70 11,40 6,76 5,60 7,80 5,81 4,03 7,1-8,1 5,9-6,9
Informasi dan Komunikasi 11,81 20,60 14,07 6,60 5,80 7,34 7,46 8,8-9,8 7,7-8,7
Jasa Keuangan 19,78 15,88 9,28 11,90 5,90 9,18 2,52 7,0-8,0 6,0-7,0
Real Estate 11,13 10,50 8,98 9,00 8,00 8,88 7,55 7,7-8,7 8,0-9,0
Jasa Perusahaan 9,00 8,02 6,97 7,40 6,80 4,77 4,48 8,6-9,6 6,0-7,0
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6,52 2,23 3,07 0,70 1,00 2,47 5,04 6,8-7,8 4,8-5,8
Jasa Pendidikan 10,44 7,50 7,72 3,10 4,70 8,90 9,07 9,1-10,1 8,3-9,3
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,04 10,67 8,25 3,30 10,20 7,41 6,71 8,8-9,8 7,8-8,8
Jasa lainnya 6,69 8,11 7,14 9,40 7,60 9,42 8,16 8,2-9,2 8,3-9,3
PDRB 8,13 8,87 7,63 7,71 7,57 5,23 7,62 7,2-8,2 7,0-8,0
Inflasi 2,87 4,41 6,21 8,61 8,61 7,13 8,06 7,7-8,7 4,0±1,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia
Pertumbuhan Ekonomi dan
Inflasi Provinsi Sulsel2011 2012 2013
2014 2015
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
7.3. Rekomendasi Kebijakan
Untuk mendorong realisasi potensi ekonomi Sulsel yang masih besar melalui pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan dan berkeadilan, mampu memperkuat peran Sulsel sebagai ‘simpul utama’ perekonomian Kawasan
Timur Indonesia, mengisi berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, serta mengantisipasi gejolak ekonomi
global, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah, sebagai berikut:
a. Konsumsi rumah tangga masih akan menjadi penopang ekonomi Sulsel, sejalan dengan anugerah usia produktif yang
relatif besar di Sulsel. Dengan konsumsi yang tinggi tersebut, kebijakan devaluasi Tiongkok perlu diantisipasi, jika
tidak ingin barang impor membanjiri Sulsel, antara lain dengan gerakan cinta produk dalam negeri, kewajiban
penggunaan Rupiah untuk bertransaksi di dalam negeri, kebijakan wajib Standard Nasional Indonesia (SNI) untuk
barang impor, mewajibkan pemakaian baju tenun khas lokal Sulsel pada hari-hari tertentu oleh semua pegawai
pemerintah dan swasta, mengkonsumsi makanan-makanan lokal/tradisional termasuk minuman lokal (seperti
coklat, markisa dll) di setiap acara resmi dan sajian wajib di hotel-hotel, event pariwisata yang menarik di Sulsel
sehingga masyarakatnya tidak berlibur ke luar negeri, dan sebagainya.
b. Konsumsi Pemerintah yang diandalkan menjadi penopang masih terkendala permasalahan yang bersifat teknis
administratif, seperti nomenklatur, proses pengadaan, dan pembebasan lahan, yang memerlukan penyelesaian yang
segera.
c. Transfer dari pemerintah pusat ke daerah, akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah apabila dimanfaatkan
secara optimal. Namun ada indikasi dana tersebut justru mengendap di perbankan. Oleh karena itu, perlu dibentuk
sistem pemantauan anggaran berbasis kinerja hingga ke level pemerintah daerah/desa, yang dapat dipantau secara
real time. Pemantauan tersebut dapat melibatkan pihak perguruan tinggi di Sulsel, yang terjamin secara kemampuan
dan netralitasnya.
d. Menjaga dan meningkatkan keberlanjutan investasi di Sulsel, antara lain iklim investasi daerah melalui penciptaan
Investment Board yang lebih aktif dalam menggaet investor dalam negeri maupun luar negeri, menjaga keamanan
berusaha/berinvestasi di Sulsel terutama meningkatnya eskalasi politik menjelang Pilkada serentak, serta
memelihara dan membangun infrastruktur dasar seperti prasarana transportasi (jalan tol, jalan akses pelabuhan dan
pergudangan, City Outer Ring Road, Pelabuhan, Terminal, telekomunikasi, dsb).
e. Konsistensi untuk pengembangan sektor unggulan berbasis ekspor, antara lain :
i. Sektor pertanian sebagai basis ekonomi rakyat melalui program-program peningkatan produksi dan pemasaran
yang konsisten, terkoordinasi antar dinas/sektor, dan yang menciptakan insentif bagi petani. Program
dimaksud termasuk penguatan kelembagaan petani sehingga tercipta kesetaraan bargaining position antara
petani (produsen), perantara (pedagang) dan konsumen akhir; ketersediaan produk pertanian (tanaman
pangan, perkebunan, perikanan, peternakan) yang pasti dan berkelanjutan untuk pasokan industri; dan
efisiensi pasar sehingga menekan harga jual (inflasi).
ii. Memperkuat sektor produksi dan pengolahan lebih lanjut pada berbagai tahap industri pengolahan (hilirisasi),
yang didukung dengan peningkatan kualitas SDM secara berkelanjutan dan lengkap melalui perbaikan sistem
pendidikan dan latihan yang tepat dengan tantangan serta kebutuhan sektor usaha baik skala daerah, nasional,
maupun lintas Negara (MEA). Saat ini kualitas dan produktivitas tenaga kerja di Sulsel masih perlu ditingkatkan.
Untuk pengendalian harga-harga barang dan jasa secara umum, sehingga tercapai level yang mampu menjadi
pendorong pertumbuhan ekonomi diatas, maka beberapa kebijakan yang dapat disarankan adalah sbb.:
a. Melakukan langkah cepat (early warning system) agar dapat mendeteksi dini fenomena pergerakan harga.
b. Melakukan intervensi harga dengan melakukan kegiatan pasar murah ataupun operasi pasar. Pemerintah Daerah
perlu menyiapkan standing budget untuk langkah intervensi tersebut.
c. Menyusun sistem informasi stok bahan kebutuhan pokok masyarakat yang akurat dan kredibel, agar dapat disusun
kebijakan pengaturan stok pangan yang tepat mengingat kondisi surplus pangan di Sulsel ternyata tidak menjamin
keamanan dari sisi harga.
d. Memperkuat koordinasi anggota TPID beserta semua unsur pendukung termasuk petani, pedagang besar, aparat
keamanan, dan lembaga pembiayaan. Melalui koordinasi diharapkan pola tanam dan panen tanaman pangan yang
terjadwal dapat menjamin adanya ketersediaan pasokan pangan serta distribusi yang efisien agar tercipta harga jual
yang wajar.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 83
e. Perlunya kebijakan yang sifatnya jangka menengah panjang, antara lain:
i. Percepatan pembangunan infrastruktur tanaman pangan seperti waduk, saluran irigasi, pencetakan dan
perluasan area tanam, dan sebagainya. Diharapkan dalam jangka menengah panjang akan meningkatkan
ketersediaan pangan sehingga tujuan kedaulatan pangan di Sulsel dan nasional akan tercapai. Peran Sulsel
sebagai lumbung pangan nasional selama ini diharapkan akan semakin meningkat seiring dengan makin
terbatasnya lahan pertanian di Pulau Jawa.
ii. Mendorong kerjasama antar kabupaten/kota yang surplus dan defisit pangan sehingga ketidakseimbangan stok
pangan dan harganya antar daerah dapat dihindari.
iii. Mendorong peningkatan peran Bulog sebagai penyangga harga pangan daerah, tidak terbatas pada beras saja.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
84 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 85
LAMPIRAN
Lampiran
A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar)
I II
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 42,326 44,263 46,447 51,084 12,821 14,651
B Pertambangan dan Penggalian 11,897 12,530 13,236 14,748 3,543 3,789
C Industri Pengolahan 25,737 27,966 30,545 33,433 7,920 8,569
D Pengadaan Listrik, Gas 159 185 200 221 55 53
E Pengadaan Air 271 280 296 302 75 77
F Konstruksi 21,430 23,542 26,030 27,628 6,924 7,150
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 25,170 28,155 30,190 32,363 8,212 8,656
H Transportasi dan Pergudangan 7,006 7,948 8,461 8,641 2,146 2,253
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,484 2,767 2,954 3,183 804 829
J Informasi dan Komunikasi 10,008 12,070 13,768 14,560 3,749 3,860
K Jasa Keuangan 6,044 7,004 7,654 8,106 2,136 2,072
L Real Estate 6,587 7,279 7,933 8,565 2,252 2,284
M,N Jasa Perusahaan 811 876 937 1,001 256 261
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9,769 9,987 10,293 10,399 2,572 2,679
P Jasa Pendidikan 10,293 11,064 11,919 12,473 3,176 3,195
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,357 3,715 4,021 4,433 1,144 1,166
R,S,T,U Jasa lainnya 2,362 2,554 2,736 2,943 773 788
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 185,708 202,185 217,618 234,084 58,558 62,331
20142015
2011 2012 2013Kategori Uraian
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar HargaBerlaku TD 2010(Rp Miliar)
I II
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 44,974 51,415 57,367 68,437 18,333 21,026
B Pertambangan dan Penggalian 14,647 16,178 17,837 22,508 5,603 5,838
C Industri Pengolahan 26,936 30,799 35,371 41,279 10,251 11,192
D Pengadaan Listrik, Gas 158 177 178 193 46 60
E Pengadaan Air 286 306 355 355 90 94
F Konstruksi 22,888 26,581 31,516 35,963 9,416 9,813
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 26,493 30,654 33,633 37,624 9,944 10,695
H Transportasi dan Pergudangan 7,318 8,961 10,473 13,345 3,546 3,807
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,647 3,145 3,564 4,106 1,076 1,120
J Informasi dan Komunikasi 10,048 12,129 13,785 14,594 3,702 3,808
K Jasa Keuangan 6,423 8,241 9,597 10,877 2,998 2,937
L Real Estate 7,020 8,322 9,904 11,523 3,224 3,499
M,N Jasa Perusahaan 863 999 1,148 1,297 350 363
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10,698 11,451 12,203 13,294 3,564 3,911
P Jasa Pendidikan 10,893 12,096 13,886 15,498 3,996 4,067
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,549 4,079 4,682 5,509 1,506 1,549
R,S,T,U Jasa lainnya 2,447 2,752 3,184 3,722 1,033 1,063
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 198,289 228,285 258,683 300,124 78,679 84,842
20142015
2013Kategori Uraian 2011 2012
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar)
I II
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 106,351 113,779 120,561 127,700 32,822 33,277
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,218 2,376 2,622 2,918 710 721
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 21,545 22,451 23,058 23,492 3,626 5,682
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 64,562 74,678 84,528 92,472 23,101 24,214
5 Perubahan Inventori 2,164 5,431 5,452 (1,375) 405 894
6 Ekspor 52,674 51,598 53,179 59,481 13,417 13,808
7 Impor 64,205 68,129 71,783 70,603 15,524 16,265
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 185,708 202,185 217,618 234,084 58,558 62,331
Kategori Uraian 2011 2012 2013 20142015
LAMPIRAN
86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Miliar)
I II
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 113,547 129,688 149,121 174,682 47,452 48,822
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,314 2,601 3,083 3,864 1,015 1,048
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 23,491 26,124 28,719 31,695 4,858 8,033
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 66,698 82,677 96,605 118,365 30,826 32,920
5 Perubahan Inventori 2,498 5,661 6,395 (1,551) 896 2,010
6 Ekspor 57,273 58,288 58,243 73,178 16,886 16,920
7 Impor 67,533 76,754 83,463 99,859 23,254 24,913
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 198,289 228,285 258,683 300,124 78,679 84,842
Kategori Uraian 2011 2012 2013 20142015
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)
Penduduk (Jiwa) 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163
PDRB per Kapita (Juta Rp) 21.31 24.31 27.67 31.01 35.59
Kategori 2010 2011 2012 2013 2014
Sumber : Badan Pusat Statistik
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 87
B. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran
Umum Bahan
Makanan
Makanan
Jadi,
Minuman,
Rokok, dan
Tembakau
Perumahan,
Air, Listrik,
Gas, dan
Bahan Bakar
Sandang Kesehatan
Pendidikan,
Rekreasi, dan
Olahraga
Transpor dan
Komunikasi
126.75 148.73 131.96 122.00 135.79 119.24 116.86 104.73
130.39 149.06 137.77 126.48 147.55 128.36 120.24 105.50
Triwulan I 132.89 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61
Triwulan II 133.44 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92
Triwulan III 135.69 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22
Triwulan IV 136.14 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72
Triwulan I 139.01 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55
Triwulan II 139.26 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11
Triwulan III 145.51 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97
Triwulan IV 144.60 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08
Triwulan I 109.16 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65
Triwulan II 109.71 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33
Triwulan III 111.72 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29
Triwulan IV 116.89 125.03 114.11 114.88 110.82 109.25 105.45 121.49
Triwulan I 116.94 125.83 115.15 117.40 114.32 112.29 105.70 115.08
Triwulan II 118.55 128.30 116.95 118.18 113.74 113.18 106.16 118.01
2015
2014
IHK
(Akhir Periode)
2010
2011
2012
2013
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
I II III IV I II III IV I II
Makassar 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45 116.50 116.94 118.67
Pa lopo 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34 116.54 116.40 117.88
Parepare 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89 117.71 115.36 116.96
Bone (Watampone) 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81 117.35 116.02 116.35
Bulukumba** 117.21 118.31 119.99 125.61 124.49 125.55
Sumber: Badan Pusat Statis tik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflas i sejak tahun 2014
Kota Inflasi2015*
201320122013 2014*
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
I II III IV I II III IV I II
Makassar 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34 8.61
Pa lopo 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95 6.89
Parepare 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53 6.98
Bone (Watampone) 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66 4.27
Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21 6.12
Sumber: Badan Pusat Statis tik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflas i sejak tahun 2014
20122013
Kota Inflasi2015*2014*
2013
LAMPIRAN
88 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
C. Perbankan
Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
6,275 26,446 13,085 45,807 20,074 9,626 23,198 52,898 115.48%
Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%
Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%
Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%
Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%
Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%
Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%
Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%
Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%
Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%
Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%
Triwulan III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%
Triwulan IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%
Triwulan I 10,154 34,147 22,118 66,420 32,776 16,482 36,045 85,304 128.43%
Triwulan II 11,820 34,881 22,166 68,867 34,627 16,500 36,436 87,563 127.15%
2015
LDRDPK KREDIT
Periode
2014
2013
2011
2012
Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Pertanian TambangIndustri
Pengolahan
Listrik, Gas,
dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan
Jasa Dunia
Usaha
Jasa Sosial
MasyarakatLain-lain
869 309 3,460 144 2,155 15,072 1,629 2,770 1,555 24,935 52,898
Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585
Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035
Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090
Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221
Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371
Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937
Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014
Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388
Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874
Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336
Triwulan III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463
Triwulan IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560
Triwulan I 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 85,304
Triwulan II 1,788 390 5,109 413 4,902 29,003 2,693 4,037 2,681 36,547 87,562
2015
2014
Kredit (Lokasi Bank)
Periode Total
2011
2012
2013
Tabel C.3. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
13.55 11.83 12.83 13.34 13.61 14.09 10.62 6.81 28.61 13.45 12.84 13.32
Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46
Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35
Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19
Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88
Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85
Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74
Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72
Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78
Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86
Triwulan II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97
Triwulan III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00
Triwulan IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13
Triwulan I 13.81 12.12 11.45 14.04 15.29 14.74 10.03 11.38 23.11 13.25 13.13 13.59
Triwulan II 13.42 10.40 13.00 12.91 13.75 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.14 13.61
Bank Umum
Periode
2011
2012
2015
2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran
2014
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 89
D. Sistem Pembayaran
Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 3.87 1.86 2.01 66.21% 48.64% 86.63%
II 2.75 3.17 (0.42) 31.17% 66.32% 319.19%
III 3.93 3.57 0.35 5.71% 9.83% -23.54%
IV 3.20 3.21 (0.01) 30.61% 25.77% 87.00%
13.75 11.82 1.93 29.82% 31.80% 18.87%
I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.82% 33.98%
II 3.24 2.89 0.35 17.50% -9.08% 183.53%
III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.62% 225.76%
IV 4.07 4.16 (0.09) 27.33% 29.50% -536.97%
16.59 14.08 2.52 20.66% 19.05% 30.54%
I 5.30 2.35 2.95 20.17% 36.78% 9.61%
II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.70% -31.38%
III 5.56 5.64 (0.08) 14.16% 6.18% 81.98%
IV 4.30 4.10 0.21 5.64% -1.52% 336.57%
19.24 15.91 3.32 15.93% 13.07% 31.92%
I 6.18 2.25 3.94 16.70% -4.14% 33.26%
II 3.78 3.70 0.07 -7.20% -3.29% -69.42%
2014
2014
PeriodeJumlah yoy
2013
2012
2012
2013
2015
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 0.15 1.80 (1.65) -69.71% 714.38% 720.99%
II 0.13 2.53 (2.40) 0.09% 60.57% -65.80%
III 0.02 0.86 (0.84) 200.52% -75.69% 76.17%
IV 0.05 0.34 (0.29) -72.94% -86.00% 87.11%
0.34 5.53 (5.19) -57.62% -28.79% 25.43%
I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%
II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%
III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%
IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%
0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%
I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% -720.65%
II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% -353.25%
III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% -52.18%
IV 0.13 2.07 (1.94) 29.30% -21.19% 23.20%
0.54 11.42 (10.88) 89.84% 84.31% -84.05%
I 0.00 1.74 (1.73) -97.54% -20.95% 15.58%
II 0.00 5.66 (5.66) -97.47% 75.61% -77.76%
2014
2014
2015
2012
2012
2013
2013
PeriodeJumlah yoy
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)
LAMPIRAN
90 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
From To From-To From To From-To
I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%
II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%
III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%
IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%
62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%
I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%
II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%
III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%
IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%
71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%
I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%
II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%
III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%
III 25.66 41.37 11.87 24.93% -0.27% 62.68%
85.41 141.02 37.36 20.03% -4.70% 60.89%
I 14.45 32.77 4.29 -7.73% 17.51% -9.65%
II 26.71 31.93 4.27 24.96% -5.15% -56.25%
2012
PeriodeJumlah yoy
2015
2014
2013
2012
2013
2014
E. Ekspor dan Impor
Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta)
I II III IV I II III IV I II
1 Nikel 967.33 258.41 247.29 215.37 200.77 921.84 213.11 269.36 289.82 266.27 1039 211.88 197.78
2 Biji Coklat 132.48 50.60 28.35 59.06 39.02 177.03 19.95 35.04 27.08 20.08 102 9.42 23.05
3 Rumput Laut 69.87 15.88 21.04 27.43 26.94 91.29 33.32 35.92 38.83 39.18 147 28.15 32.55
4 Coklat Olahan 39.02 4.70 14.72 17.22 28.38 65.02 29.33 34.26 47.81 37.19 149 21.14 40.90
5 Udang Segar/Beku 43.07 11.81 13.91 16.46 19.58 61.76 14.59 18.01 23.09 12.77 68 11.83 14.98
6 Ikan Olahan 65.68 11.11 10.33 15.23 14.38 51.05 8.80 12.16 17.76 15.59 54 9.90 13.10
7 Kayu Lapis 35.63 9.27 8.84 7.77 9.93 35.81 10.53 9.18 8.25 8.58 37 6.24 10.99
8 Biji Mete 17.71 6.75 6.10 6.66 5.54 25.06 5.91 7.81 6.22 5.42 25 8.27 9.93
9 Semen 8.37 2.53 2.44 13.55 3.28 21.80 1.71 0.92 3.35 1.49 7 2.58 0.55
10 Makanan Ternak 26.84 5.97 4.84 4.62 3.93 19.38 4.60 5.23 4.32 3.87 18 6.13 4.89
1555.76 403.02 389.29 417.56 386.34 1596.21 366.41 460.02 499.05 452.63 1,778.10 344.16 382.89
2015**2014*
2014*2013*
20132012KOMODITAS EKSPOR UTAMA
NILAI EKSPOR SULSEL
Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)
I II III IV I II III IV I II
1 Jepang 1,047.31 222.27 236.10 265.50 276.92 1,000.78 229.81 285.80 311.42 282.42 1,109.45 225.14 213.09
2 Amerika Serikat 97.70 24.96 26.97 23.79 15.90 91.62 26.41 32.15 39.09 35.25 132.90 16.13 40.49
3 Tiongkok 76.40 35.10 30.38 21.97 15.54 102.99 28.28 38.25 40.90 44.01 151.44 28.20 35.89
4 Malaysia 94.45 46.97 49.65 20.35 37.19 154.15 31.36 43.73 37.87 22.78 135.74 22.40 32.80
5 Belanda 9.08 2.98 3.25 2.73 2.04 11.00 3.12 4.08 3.27 5.64 16.11 7.36 7.04
6 Singapura 37.50 4.89 13.67 6.51 10.75 35.82 5.23 8.68 12.43 5.54 31.88 7.96 5.79
7 Korea Selatan 25.90 5.03 5.96 4.22 2.71 17.93 5.46 5.99 10.53 7.10 29.08 6.97 4.54
8 Jerman 17.60 5.85 3.09 4.27 3.06 16.27 6.49 9.62 7.58 6.19 29.88 4.41 4.53
9 Vietnam 24.20 5.51 3.65 5.41 7.42 21.99 6.54 3.61 2.05 4.48 16.68 3.01 3.46
10 Taiwan 7.91 2.56 2.90 2.55 1.20 9.21 1.14 1.43 2.57 1.26 6.40 0.76 1.53
1555.76 386.34 417.56 389.29 403.02 1596.21 366.41 460.02 499.05 452.63 1,778.11 344.16 382.89
2015**2014*
2014*2013
NILAI EKSPOR SULSEL
NEGARA TUJUAN EKSPOR 20122013
Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta)
I II III IV I II III IV I II
1 Gandum 251.76 37.23 56.62 29.66 62.32 185.84 55.11 48.14 59.15 30.29 192.68 43.75 66.86
2 Mesin Khusus Industri 52.65 36.08 18.15 6.78 8.89 69.90 21.57 19.54 20.07 6.17 67.35 13.57 28.71
3 Mesin Industri Umum 129.09 12.75 28.18 7.66 7.75 56.34 13.74 30.79 10.83 5.18 60.55 8.03 18.18
4 Makanan Ternak 65.17 14.07 16.68 19.66 20.16 70.56 11.10 41.00 16.90 27.56 96.56 21.89 12.47
5 Mesin Listrik 11.87 10.91 5.01 0.78 2.39 19.08 0.94 1.69 2.93 1.92 7.48 4.54 8.02
6 Besi dan Baja 11.76 2.41 2.27 1.38 3.22 9.28 6.20 4.64 1.42 8.50 20.77 10.64 5.63
7 Mesin Pembangkit Listrik 63.64 9.83 0.92 0.95 1.97 13.67 2.32 3.85 2.38 0.44 8.99 1.85 5.42
8 Bahan Kimia 15.24 4.85 4.75 2.83 0.00 12.42 3.02 0.84 0.04 4.83 8.73 4.95 4.70
9 Pupuk 38.35 0.00 0.00 7.18 6.25 13.43 1.66 2.51 7.44 5.08 16.69 11.18 2.89
10 Pesawat dan Komponen 0.05 152.31 246.87 121.34 0.00 520.52 3.50 0.00 0.00 0.00 3.50 0.00 0.00
815.69 300.72 404.72 218.82 126.06 1050.31 139.10 181.88 149.05 129.39 599.42 163.07 180.74
2015**2014*2013*
NILAI IMPOR SULSEL
KOMODITAS IMPOR UTAMA 20122013 2014*
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 91
Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Juta)
I II III IV I II III IV I II
1 Australia 181.42 29.36 41.53 29.85 29.35 130.09 40.05 36.63 40.03 18.36 135.07 59.17 47.95
2 Tiongkok 126.69 28.37 2.95 11.29 15.46 58.07 24.59 36.51 29.47 20.99 111.55 29.42 34.99
3 Jerman 36.51 14.31 9.19 0.39 0.75 24.64 0.42 10.07 10.24 2.47 23.20 0.98 21.43
4 Kanada 157.33 12.05 25.18 3.91 12.16 53.29 2.80 15.38 10.27 15.52 43.96 5.29 18.49
5 Singapura 32.42 13.59 11.96 9.63 3.09 38.26 7.90 4.38 8.40 10.86 31.54 26.56 11.06
6 Argentina 56.43 12.57 15.63 13.19 17.78 59.17 10.14 34.03 13.58 19.52 77.27 19.97 10.54
7 Amerika Serikat 48.03 9.77 2.43 7.88 12.16 32.24 25.35 13.44 6.13 8.70 53.62 1.77 9.85
8 Rhailand 54.29 11.31 5.84 3.31 3.16 23.62 9.38 3.38 2.54 7.11 22.41 2.48 4.54
9 Malaysia 3.54 1.47 3.14 2.01 4.15 10.77 5.03 10.68 3.83 1.81 21.35 0.30 2.72
10 Jepang 34.85 2.51 4.49 2.52 0.70 10.21 1.81 0.34 5.58 1.66 9.39 2.31 1.51
815.69 300.72 404.72 218.82 126.06 1050.31 139.10 181.88 149.05 129.39 599.42 163.07 180.74
2015**2014*2013*
NILAI IMPOR SULSEL
NEGARA ASAL IMPOR 20122013
2014*
F. Inklusi Keuangan
Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**
4,070 4,794 4,959 8,207 8,309 8,408 49.59 57.70 58.98
2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**
934 986 1,030 8,207 8,309 8,408 11.38 11.86 12.25
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
Rasio Jumlah Rekening Kredit
terhadap Jumlah Penduduk (%)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
Jumlah Rekening Kredit Lokasi
Proyek (Ribu Rekening)
Jumlah Rekening DPK Lokasi
KC/KCP (Ribu Rekening)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
Rasio Jumlah Rekening DPK
terhadap Jumlah Penduduk (%)
G. Indikator Makro Per Kabupaten/Kota
Tabel G.1.PDRB menurut kabupaten/kota atas dasar harga berlaku dan konstan (Rp Milyar)
2012 2013 2012 2013
1 Kep. Selayar 1,709.08 2,015.89 548.62 600.58
2 Bulukumba 5,044.77 5,830.50 2,019.44 2,181.29
3 Bantaeng 2,536.71 2,950.88 878.59 956.12
4 Jeneponto 3,095.25 3,551.62 1,025.84 1,097.35
5 Takalar 2,749.77 3,130.96 1,049.81 1,126.76
6 Gowa 6,791.07 7,832.78 2,153.40 2,320.97
7 Sinjai 3,716.15 4,284.75 1,223.70 1,312.90
8 Maros 3,495.96 4,018.38 1,339.75 1,445.93
9 Pangkep 7,676.58 8,989.03 3,015.46 3,254.59
10 Barru 2,189.89 2,503.11 884.80 910.80
11 Bone 10,372.89 11,788.87 3,685.70 3,910.25
12 Soppeng 3,690.68 4,254.98 1,401.59 1,507.69
13 Wajo 7,736.09 8,941.54 2,953.19 3,189.60
14 Sidrap 4,932.51 5,642.35 1,847.21 1,984.71
15 Pinrang 7,237.53 8,261.56 2,937.28 3,137.43
16 Enrekang 2,680.81 3,316.60 861.34 921.31
17 Luwu 5,030.50 5,784.73 1,954.09 2,106.12
18 Tana Toraja 2,190.12 2,568.00 772.17 830.59
19 Luwu Utara 4,155.74 4,851.43 1,777.25 1,922.37
20 Luwu Timur 10,465.65 12,789.85 4,807.75 5,270.48
21 Toraja Utara 2,204.39 2,611.38 803.97 872.43
22 Makassar 50,702.40 58,802.55 19,582.06 21,327.23
23 Pare-pare 2,376.53 2,771.80 891.92 967.51
23 Palopo 2,637.55 3,081.64 1,087.42 1,185.21
NO KABUPATEN/KOTA ATAS DASAR HARGA BERLAKU ATAS DASAR HARGA KONSTAN
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
LAMPIRAN
92 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Tabel G.2.Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar)
2009 2010 2011 2012 2013
1 Kep. Selayar 7.89 8.01 8.52 9.18 9.47
2 Bulukumba 6.47 6.27 6.38 8.97 8.01
3 Bantaeng 7.61 7.90 8.43 8.49 8.82
4 Jeneponto 5.38 7.25 7.32 7.27 6.97
5 Takalar 6.58 6.85 7.34 7.40 7.33
6 Gowa 7.99 6.05 6.20 7.28 7.78
7 Sinjai 7.02 6.03 5.90 6.33 7.29
8 Maros 6.27 7.03 7.57 8.00 8.67
9 Pangkep 5.91 6.34 9.17 9.61 7.93
10 Barru 5.72 6.54 7.41 7.77 7.81
11 Bone 7.51 7.63 6.20 8.01 6.09
12 Soppeng 6.81 4.45 7.95 7.48 7.57
13 Wajo 5.10 5.71 10.93 8.71 8.01
14 Sidrap 6.66 4.45 11.82 8.37 7.44
15 Pinrang 7.65 6.22 7.12 8.27 6.81
16 Enrekang 6.62 4.99 6.91 7.18 6.96
17 Luwu 6.82 6.95 7.47 7.49 7.78
18 Tana Toraja 6.10 6.31 7.88 8.02 7.57
19 Luwu Utara 6.68 5.93 7.29 8.03 8.17
20 Luwu Timur -4.04 15.39 -6.62 4.97 9.62
21 Toraja Utara 5.47 7.00 7.90 8.47 8.51
22 Makassar 9.20 9.83 9.65 9.88 8.91
23 Pare-pare 8.09 8.25 7.80 7.92 8.47
24 Palopo 7.86 7.29 8.16 8.68 8.99
NO KABUPATEN/KOTA PERTUMBUHAN PERTAHUN
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah)
2010 2011 2012 2013
1 Kep. Selayar 9.25 11.17 13.61 15.85
2 Bulukumba 9.51 10.74 12.55 14.40
3 Bantaeng 10.33 12.21 14.11 16.30
4 Jeneponto 6.61 7.73 8.88 10.12
5 Takalar 7.60 8.65 9.92 11.16
6 Gowa 7.76 8.87 9.95 11.25
7 Sinjai 12.26 13.98 15.94 18.24
8 Maros 8.12 9.38 10.66 12.11
9 Pangkep 17.54 20.67 24.27 28.06
10 Barru 10.00 11.37 13.00 14.78
11 Bone 10.46 12.19 14.22 16.06
12 Soppeng 12.15 14.28 16.39 18.87
13 Wajo 14.00 17.16 19.87 22.89
14 Sidrap 12.34 15.26 17.63 19.92
15 Pinrang 15.02 17.50 20.20 22.87
16 Enrekang 10.06 11.89 13.78 16.89
17 Luwu 11.15 12.91 14.77 16.83
18 Tana Toraja 6.64 8.04 9.74 11.35
19 Luwu Utara 10.64 12.25 14.12 16.32
20 Luwu Timur 34.02 38.65 40.77 48.63
21 Toraja Utara 6.89 8.31 9.98 11.74
22 Makassar 27.56 31.82 36.55 41.76
23 Pare-pare 13.85 15.77 17.82 20.50
24 Palopo 13.12 14.98 16.84 19.16
No Kabupaten/Kota PDRB perkapita
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 93
Tabel G.4.Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota
No Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 124,104 125,603 127,220 128,744
2 Bulukumba 399,000 401,897 404,896 407,775
3 Bantaeng 178,596 179,800 181,006 182,283
4 Jeneponto 346,308 348,680 351,111 353,287
5 Takalar 273,891 277,218 280,590 283,762
6 Gowa 668,875 682,597 696,096 709,386
7 Sinjai 231,425 233,200 234,886 236,497
8 Maros 324,097 327,998 331,796 335,596
9 Pangkep 310,288 313,722 317,110 320,293
10 Barru 167,511 168,397 169,302 170,316
11 Bone 724,923 729,516 734,119 738,515
12 Soppeng 224,804 225,180 225,512 225,709
13 Wajo 387,815 389,284 390,603 391,980
14 Sidrap 276,327 279,810 283,307 286,610
15 Pinrang 355,312 358,312 361,293 364,087
16 Enrekang 192,822 194,606 196,394 198,194
17 Luwu 336,989 340,491 343,793 347,096
18 Tana Toraja 223,297 224,812 226,212 227,588
19 Luwu Utara 291,414 294,402 297,313 299,989
20 Luwu Timur 250,223 256,699 263,012 269,405
21 Toraja Utara 219,084 220,777 222,393 224,003
22 Makassar 1,364,955 1,387,033 1,408,072 1,429,242
23 Pare-pare 131,514 133,381 135,192 136,903
24 Palopo 152,573 156,603 160,819 164,903
Sulawesi Selatan 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163 Sumber: BPS, diolah
Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut
Kabupaten/Kota (%)
2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 65.1 62.7 61.11 60.6 4.68 3.25 4.62 2.1
2 Bulukumba 64.2 68.4 62.25 65 5.46 2.71 4.16 2.8
3 Bantaeng 65.5 72.2 68.74 71.9 5.54 7.02 6.44 2.4
4 Jeneponto 64.5 67.0 61.96 61.7 5.06 4.35 2.77 2.7
5 Takalar 64.5 62.3 57.69 62.9 5.54 6.21 2.73 2.7
6 Gowa 65.6 62.1 64.17 66.3 7.05 4.01 2.63 2.3
7 Sinjai 65.1 73.1 70.34 68.8 5.59 2.84 0.43 0.9
8 Maros 64.9 64.3 60.98 63.0 6.94 6.43 5.71 4.6
9 Pangkep 65.0 57.6 54.41 57.6 6.09 8.03 5.7 9.9
10 Barru 64.2 56.8 53.43 50.4 5.75 4.78 4.51 2.3
11 Bone 64.0 64.8 63.3 63.9 5.98 3.51 3.8 5
12 Soppeng 63.4 62.1 57.22 57.6 5.16 6.15 6.65 2.4
13 Wajo 67.0 59.9 58.16 55.6 7.45 3.13 3.72 4.9
14 Sidrap 64.6 57.2 52.25 54.0 4.78 6.99 7.62 6.2
15 Pinrang 64.5 55.0 52.07 60.1 6.55 5.35 1.96 2.8
16 Enrekang 66.6 74.5 70.27 68.2 6.66 3.05 1.61 1.4
17 Luwu 65.3 59.7 58.69 62.5 7.41 10.55 7.14 5.1
18 Tana Toraja 67.1 76.3 70.55 80.3 5.56 4.63 3.26 3.3
19 Luwu Utara 65.9 65.6 62.02 66.7 4.47 5.03 4.48 1.8
20 Luwu Timur 68.3 67.3 65.01 67.2 7.16 8.12 6.28 8.1
21 Toraja Utara 63.5 68.3 65.25 69.8 6.05 5.08 2.82 3.7
22 Makassar 61.0 57.9 57.8 56.9 8.41 9.97 9.53 10.9
23 Pare-pare 62.0 60.4 57.72 60.6 7.97 4.21 4.86 7.1
24 Palopo 63.1 59.6 58.13 58.0 9.47 8.43 9.03 8.1
Sulawesi Selatan 64.3 62.8 60.49 62.0 6.56 5.87 5.1 5.1
Kabupaten / KotaTPAK TPT
No
Sumber: BPS, diolah
LAMPIRAN
94 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Tabel G.6.Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
Jumlah
(ribu) % P1 P2
Jumlah
(ribu) % P1 P2
1 Kep. Selayar 16.2 12.87 2.34 0.61 18.2 14.23 2.32 0.54
2 Bulukumba 31.5 7.83 0.93 0.18 36.7 9.04 1.01 0.17
3 Bantaeng 16.00 8.90 1.64 0.45 18.9 10.45 1.68 0.49
4 Jeneponto 58.0 16.59 2.64 0.68 58.1 16.52 2.42 0.61
5 Takalar 26.7 9.60 1.57 0.48 29.3 10.42 1.48 0.35
6 Gowa 55.3 8.06 1.66 0.64 61.0 8.73 1.19 0.25
7 Sinjai 21.7 9.29 1.26 0.26 24.3 10.32 1.41 0.33
8 Maros 41.3 12.56 2.36 0.60 43.1 12.94 2.24 0.63
9 Pangkep 52.3 16.63 2.76 0.77 56.4 17.75 3.15 0.85
10 Barru 15.7 9.28 1.50 0.37 17.5 10.32 1.33 0.26
11 Bone 89.5 12.25 1.90 0.51 87.7 11.92 1.75 0.47
12 Soppeng 20.6 9.12 1.08 0.21 21.3 9.43 0.93 0.15
13 Wajo 30.5 7.83 0.87 0.16 31.9 8.17 1.27 0.35
14 Sidrap 16.9 6.00 0.77 0.14 17.9 6.3 1.00 0.23
15 Pinrang 28.1 7.83 1.37 0.40 32.1 8.86 1.16 0.22
16 Enrekang 28.2 14.45 1.79 0.38 29.7 15.11 2.02 0.44
17 Luwu 45.5 13.34 1.97 0.47 52.0 15.10 2.25 0.52
18 Tana Toraja 28.7 12.73 1.98 0.46 31.3 13.81 1.81 0.38
19 Luwu Utara 41.4 14.03 2.68 0.75 46.2 15.52 2.06 0.43
20 Luwu Timur 19.9 7.72 1.13 0.29 2.2 8.38 1.37 0.32
21 Toraja Utara 36.0 16.28 2.44 0.52 36.8 16.53 3.03 0.86
22 Makassar 69.9 5.02 0.76 0.17 66.4 4.7 0.84 0.24
23 Pare-pare 7.5 5.58 0.88 0.21 8.6 6.38 0.83 0.18
23 Palopo 14.9 9.47 1.61 0.44 15.5 9.57 1.42 0.3
Sulawesi Selatan 812.3 9.82 1.68 0.42 863.2 10.32 1.65 0.40
Kabupaten/Kota
2012 2013
NO
Sumber: BPS, diolah
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 95
H. Daftar Istilah
Istilah Keterangan
Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari
resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk
meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan
risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-
2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management
protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung
jawab anggota tim itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,
atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
LAMPIRAN
96 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Istilah Keterangan
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,
dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar
keuangan dan industrialisasi
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass
through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-
negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap
sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa
risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah
pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting
funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman
kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan
kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi 97
Istilah Keterangan
Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau
bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara
simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter
Pagu hutang / debt
ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan
pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,
bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect Dampak lanjutan
Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan
pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang
selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank
ritel
LAMPIRAN
98 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015
Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Istilah Keterangan
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,
atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional
Yield Imbal hasil
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur
pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan Mata uang Tiongkok