kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi sulawesi selatan · permintaan ekonomi lokal menopang...

78
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 2014

Upload: doankhanh

Post on 10-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I

SULAWESI MALUKU PAPUA

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Provinsi Sulawesi Selatan

Triwulan I

2014

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

www.bi.go.id/web/id/Publikasi/

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Divisi Asesmen Ekonomi & Keuangan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I

Sulawesi Maluku Papua (Sulampua)

Jl. Jenderal Sudirman No. 3

Makassar 90113, Indonesia

(Telepon) 0411 3615188/3615189

(Faksimili) 0411 3615170

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel iii

Kata Pengantar

Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan disusun dan

disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I Sulawesi Maluku Papua

(Sulampua), mencakup aspek makroekonomi, inflasi, perbankan, sistem pembayaran, keuangan

daerah, indikator ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prakiraan ekonomi ke depan.

Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank

Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi

bagi para stakeholder di daerah seperti Pemerintah Daerah, DPRD, lembaga pendidikan, dunia usaha,

dan kalangan masyarakat Iainnya dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank

Indonesia di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai trusted advisor bagi stakeholder di

wilayah kerjanya.

Pada triwulan I-2014, ekonomi Sulsel berhasil tumbuh 8,03% (yoy), meningkat di atas triwulan IV-

2013 (7,90%; yoy). Sektor penggerak pertumbuhan adalah sektor pertambangan dan sektor industri

pengolahan, sedangkan dari sisi pengeluaran adalah ekspor. Hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut

berimplikasi kepada penyerapan tenaga kerja sektor sekunder dan tersier yang lebih banyak, walaupun

berimplikasi kepada ketimpangan pendapatan dan kenaikan belum berhasil menekan angka

kemiskinan. Di sisi lain, laju inflasi Sulsel kuartal I-2014, melambat seiring pasokan yang lebih tersedia.

Inflasi Sulsel masih lebih rendah dibandingkan angka nasional, merupakan salah satu peran TPID yang

patut diapresiasi.

Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia banyak memanfaatkan data dari berbagai institusi serta

informasi langsung yang diperoleh melalui survei maupun liaison. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini kami sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyediaan data dan informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran dan masukan dari

semua pihak sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.

Makassar, 16 Mei 2014

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Wilayah I - Sulampua

Suhaedi

Direktur Eksekutif

iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Visi, Misi, dan Nilai-Nilai Strategis Bank Indonesia

V i s i Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di

regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

M i s i 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas

transmisi kebijakan moneter untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi yang berkualitas

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif

dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal

dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber

pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada

pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan

lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas

moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan

memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan

nasional

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank

Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan

berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola

(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan

tugas yang diamanatkan UU

N i l a i - N i l a i

S t r a t e g i s

Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia dalam

menjalankan tugasnya yang terdiri atas: Trust and Integrity

Professionalism Excellence Public Interest Coordination

and Teamwork

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel v

Daftar Isi

Kata Pengantar .................................................................................................................................... iii

Daftar Isi ............................................................................................................................................... v

Ringkasan Eksekutif ..............................................................................................................................1

Tabel Indikator Ekonomi .......................................................................................................................5

1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah .......................................................................................... 7

1.1. Sisi Permintaan .....................................................................................................................7

1.2. Sisi Penawaran ................................................................................................................... 13

2. Keuangan Pemerintah ..................................................................................................... 21

2.1. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ........................................................... 21

2.2. APBD Provinsi Sulsel Triwulan I 2014.................................................................................. 22

3. Inflasi Daerah ................................................................................................................. 27

3.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang & Jasa ...................................................................... 27

3.2. Inflasi Berdasarkan Kota ..................................................................................................... 34

3.3. Disagregasi Inflasi .............................................................................................................. 35

3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi .......................................................................................... 36

4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan ................................................... 37

4.1. Kondisi Umum Perbankan .................................................................................................. 37

4.2. Stabilitas Sistem Keuangan ................................................................................................ 40

4.3. Pengembangan Akses Keuangan ....................................................................................... 42

5. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang ...................................................................... 43

5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran .................................................................................... 43

5.2. Pengelolaan Uang Tunai .................................................................................................... 44

6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan ................................................................................ 47

6.1. Ketenagakerjaan ................................................................................................................ 47

vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

6.2. Jumlah Penduduk Miskin.................................................................................................... 48

6.3. Gini Ratio ........................................................................................................................... 50

6.4. Nilai Tukar Petani ............................................................................................................... 50

7. Prospek Perekonomian .................................................................................................... 53

7.1. Outlook Kondisi Makroekonomi Regional .......................................................................... 53

7.2. Outlook Inflasi .................................................................................................................... 58

Lampiran ............................................................................................................................................ 61

Ringkasan Eksekutif

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 1

Ringkasan Eksekutif

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Gambaran Umum

Perekonomian Sulawesi

Selatan pada triwulan I-

2014 mengalami

peningkatan dibandingkan

triwulan sebelumnya.

Pada triwulan I-2014, ekonomi Sulsel tumbuh 8,03% (yoy), di atas

triwulan IV 2013 (7,90%; yoy). Dengan angka pertumbuhan

tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel tetap lebih tinggi daripada

pertumbuhan nasional tahun 2013 (5,78%; yoy). Dari sisi permintaan,

pendorong pertumbuhan adalah investasi dan konsumsi, sedangkan

kondisi perekonomian global yang belum pulih memicu pelemahan

pertumbuhan ekspor. sementara itu, dari sisi sektoral pendorongnya

adalah sektor pertanian, sektor bangunan, dan sektor jasa keuangan.

Sektor yang menunjukkan penurunan adalah subsektor pariwisata,

diduga terkait lesunya ekonomi global.

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Kegiatan ekspor luar negeri

tumbuh cukup baik,

ditopang produksi sektor

pertambangan dan industri.

Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan I 2014

mengalami akselerasi pertumbuhan didorong kinerja sektor

tradable yang mendukung kegiatan ekspor. Pertumbuhan ekonomi

Sulsel pada triwulan laporan tercatat sebesar 8,03% (yoy), lebih tinggi

dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,90% (yoy). Dari sisi

permintaan, akselerasi pertumbuhan dimotori oleh kinerja ekspor

komoditas pertambangan serta industri pengolahan. Dari sisi sektoral,

sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) kinerjanya membaik

ditopang oleh kegiatan perdagangan dan pariwisata.

Keuangan Pemerintah

Pendapatan dan belanja

keuangan daerah realisasinya

masih relatif rendah.

Realisasi pos pendapatan maupun belanja relatif masih rendah.

Dari sisi pendapatan, target pendapatan daerah masih cukup rendah,

meski secara nominal, capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama

tahun 2013. Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja daerah juga

masih cukup rendah, dimana realisasinya masih dibawah 13%,

walaupun secara nominal, realisasi belanja triwulan I 2014 tersebut jika

dibandingkan dengan tahun sebelumnya masih lebih tinggi.

Inflasi Daerah

Inflasi Sulsel triwulan I-2014

melambat didukung pasokan

dan distribusi yang memadai.

Pada triwulan I 2014, inflasi Sulsel tercatat sebesar 5,88% (yoy),

lebih rendah dari triwulan IV 2013 (6,22%; yoy), seiring pasokan

pangan yang lebih baik. Tekanan inflasi menurun pada triwulan

Ringkasan Eksekutif

2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

laporan, semakin kondusifnya cuaca untuk produksi ikan, terbatasnya

banjir di lahan pertanian, serta minimalnya kendala distribusi terkait

cuaca. Tekanan inflasi juga tetap datang dari kuatnya permintaan

akibat faktor musiman, dampak lanjutan atas biaya impor bahan baku

obat, serta kenaikan harga komoditas yang diatur oleh pemerintah

seperti LPG 12 kg dan tarif angkutan udara. Pencapaian inflasi yang

lebih rendah didukung oleh semakin berkembangnya koordinasi

pengendalian inflasi di daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah

(TPID).

Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan

Kinerja sistem keuangan

melambat dengan risiko

yang tetap baik. Kegiatan

pengembangan akses

keuangan menunjukkan

peningkatan pangsa UMKM.

Kinerja sistem keuangan Sulsel pada triwulan I 2014, melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan teramati pada

indikator perbankan pertumbuhan aset, dana pihak ketiga, dan kredit.

Perlambatan pertumbuhan aset bank umum terjadi pada bank

pemerintah maupun bank asing dan bank campuran. Sementara itu,

kegiatan intermediasi yang tercermin dari LDR juga sedikit menurun

menjadi 130,81%, walaupun lebih tinggi dibandingkan LDR nasional

sebesar 94,01%. Perlambatan kenaikan dana pihak ketiga terjadi pada

giro, tabungan dan deposito. Sedangkan perlambatan kredit terjadi

pada semua jenis penggunaan (kredit konsumsi, kredit investasi, dan

kredit modal kerja). Secara sektoral, perlambatan penyaluran kredit

tercatat pada sektor utama (pertanian,pertambangan, industri

pengolahan, listrik, konstruksi, perdagangan, pengangkutan, jasa

dunia usaha dan jasa sosial masyarakat). Di sisi lain, risiko kredit

perbankan masih terjaga dengan baik, rasio Non-performing Loans

(NPLs) bank umum masih berada pada level aman (3,14%). Pada

triwulan I-2014, share kredit UMKM terhadap total kredit di Sulawesi

Selatan sebesar 29,49% atau berada diatas kewajiban yang ditetapkan

oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 20%.

Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang

Pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Selatan yang tetap

tinggi didukung oleh

aktivitas di sistem

pembayaran.

Perkembangan sistem pembayaran cenderung mengikuti arah

pertumbuhan indikator perbankan yang mengalami perlambatan

pada triwulan I 2014. Baik transaksi nontunai menggunakan Real

Time Gross Settlement (BI-RTGS) maupun Sistem Kliring Nasional Bank

Indonesia (SKNBI) menunjukkan perlambatan pertumbuhan.

Perlambatan tersebut dinilai merupakan dampak musiman seiring

masih belum optimalnya kegiatan transaksi pelaku usaha maupun

pemerintah di awal tahun. Faktor musiman juga mempengaruhi

pergerakan aliran uang kartal yang pada triwulan I 2014 mengalami

net inflow. Hal ini terjadi seiring masih minimalnya kegiatan penarikan

uang dan lebih dominannya penyetoran di periode awal tahun.

Ringkasan Eksekutif

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 3

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Tingkat pengangguran dan

kesejahteraan relatif tidak

berubah signifikan.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai

5,80% (Februari 2014) atau relatif tidak berubah dari tahun

sebelumnya 5,83% (Februari 2013). Sedangkan tingkat

kesejahteraan yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP)

memperlihatkan perbaikan. Kegiatan ekonomi daerah yang masih

tergolong tinggi (8,03% yoy) mendorong terjadinya perubahan

struktur penyerapan tenaga kerja yaitu adanya peningkatan pada

sektor sekunder (sektor industri pengolahan) dan sektor tersier (sektor

perdagangan dan sektor jasa), dan sebaliknya penurunan penyerapan

tenaga kerja pada sektor Pertanian. Kondisi tersebut turut

berkontribusi pada meningkatnya jumlah penduduk kategori miskin

yang juga dipengaruhi oleh naiknya garis kemiskinan (dari Rp221,89

ribu menjadi Rp235,29 ribu) akibat kuatnya tekanan inflasi. Perubahan

struktur tenaga kerja, pada akhirnya juga memperbesar ketimpangan

pendapatan antar penduduk. Namun demikian kenaikan harga

pertanian pada skala tertentu telah berhasil meningkatkan

kesejahteraan petani yang diukur dari membaiknya indikator Nilai

Tukar Petani (NTP).

Prospek Perekonomian

Pada triwulan II-2014

pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Selatan

diperkirakan akan meningkat

diikuti kenaikan tekanan

inflasi.

Perekonomian Sulsel pada triwulan II-2014 dan untuk keseluruhan

tahun 2014 ke depan, masing-masing diperkirakan akan tumbuh

pada kisaran 7,5% - 8,5% (yoy) dan 7,0% - 8,0% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi yang meningkat tersebut tidak terlepas dari

relatif menguatnya faktor-faktor pendukung pertumbuhan. Jika

dibandingkan dengan ekonomi nasional, angka pertumbuhan ekonomi

Sulsel 2014 tetap lebih baik. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi

ditopang oleh permintaan domestik (lokal) yang tetap kuat. Sementara

di sisi penawaran, sektor pertanian mengalami peningkatan seiring

masuknya musim panen dan kondisi cuaca yang mulai kondusif.

Demikian pula sektor industri, diperkirakan akan meningkatkan

produksinya merespons kenaikan permintaan. Di sisi lain, laju inflasi

triwulan II-2014 diprakirakan akan menghadapi tekanan, didorong

kenaikan permintaan dan penyesuaian tarif.

Ringkasan Eksekutif

4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Halaman ini sengaja dikosongkan

Tabel Indikator Ekonomi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 5

Tabel Indikator Ekonomi

A. INFLASI DAN PDRB

2014*

I II III IV I II III IV I

MAKRO

- Sulawesi Selatan 132.89 133.44 135.69 136.14 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16

- Sulawesi Utara 128.11 129.75 131.57 133.73 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39

- Gorontalo 134.65 136.07 137.85 139.32 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24

- Papua 126.38 127.28 129.07 132.71 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54

- Papua Barat 144.28 149.65 152.64 152.79 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41

- Maluku 137.57 142.05 142.03 140.74 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38

- Sulawesi Tengah 135.20 137.53 141.14 142.34 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45

- Sulawesi Tenggara 137.27 138.93 141.02 141.15 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00

- Sulawesi Barat 134.57 134.98 137.56 138.24 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92

- Maluku Utara 133.20 134.73 135.68 136.87 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16

- Sulawesi Selatan 4.06 3.84 4.48 4.41 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88

- Sulawesi Utara 0.95 3.73 5.23 6.04 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67

- Gorontalo 5.91 5.95 5.40 5.31 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10

- Papua 1.94 1.80 2.94 4.52 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57

- Papua Barat 2.07 4.11 5.52 5.07 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77

- Maluku 8.65 6.25 7.07 6.73 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95

- Sulawesi Tengah 2.50 4.99 6.78 5.87 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42

- Sulawesi Tenggara 5.10 4.65 2.03 5.25 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60

- Sulawesi Barat 3.81 3.24 3.71 3.28 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24

- Maluku Utara 4.54 4.30 3.87 3.29 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80

14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 6,936 16,532

1. Pertanian 3,787 4,095 4,321 3,329 3,831 4,059 4,491 3,765 4,252

2. Pertambangan dan Penggalian 875 1,116 1,091 1,209 1,123 1,181 1,230 1,153 1,141

3. Industri Pengolahan 1,948 1,990 2,033 2,079 2,108 2,187 2,210 2,199 2,233

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 157 159 164 168 169 173 178 181 184

5. Konstruksi/Bangunan 841 868 903 955 913 964 1,022 1,058 986

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2,509 2,616 2,738 2,798 2,797 2,876 2,966 3,022 3,029

7. Angkutan dan Komunikasi 1,436 1,459 1,502 1,553 1,544 1,613 1,660 1,663 1,642

8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 1,129 1,240 1,272 1,338 1,323 1,414 1,468 1,480 1,472

9. Jasa-jasa 1,460 1,514 1,522 1,544 1,494 1,529 1,604 1,636 1,594

14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157 16,532

1. Konsumsi 9,586 9,767 9,984 10,142 10,136 10,336 10,675 10,852 10,777

2. Investasi 4,070 4,797 4,557 3,387 4,666 5,153 4,323 4,052 4,028

3. Ekspor 4,755 5,323 5,659 6,158 5,322 5,634 6,169 6,176 6,098

4. Impor 4,269 4,830 4,655 4,713 4,820 5,128 4,339 4,923 4,371

7.90 8.06 8.70 8.88 8.21 6.23 8.26 7.90 8.03

269.15 334.64 425.37 526.60 403.02 389.29 417.56 386.19 366.39

223.29 193.78 152.34 245.36 171.92 198.44 499.94 230.41 167.44

155.07 186.72 254.70 219.18 300.72 404.72 218.82 123.23 131.04

280.95 500.79 246.48 215.54 160.04 472.75 216.69 271.11 219.60

Catatan :

- per Triwulan II 2008, penghitungan inflasi menggunakan tahun dasar 2007

- per Triwulan I 2014, penghitungan inflasi menggunakan tahun dasar 2012

2013*2012

INDIKATOR

*) Sementara

Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)

Nilai Impor Non Migas (USD Juta)

Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)

Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)

PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar)

Pertumbuhan PDRB (%; yoy)

Indeks Harga Konsumen

Laju Inflasi Tahunan (%; yoy)

PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar)

Tabel Indikator Ekonomi

6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

B. PERBANKAN

2014****

I II III IV I II III IV I

Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 92,253

46,091 48,468 50,928 54,278 53,721 53,299 57,204 60,239 58,003

Giro 7,893 7,764 8,287 7,948 9,252 8,086 9,211 7,836 7,984

Tabungan 24,970 27,186 28,523 31,428 29,262 29,942 31,943 34,840 32,314

Deposito 13,228 13,518 14,117 14,902 15,207 15,271 16,050 17,563 17,705

- - -

58,755 63,265 65,412 69,956 72,019 77,083 79,613 80,509 80,836

- Modal Kerja 22,500 25,045 24,656 28,250 28,671 27,484 27,822 29,217 28,996

- Investasi 11,728 12,256 12,635 11,911 12,725 17,402 18,289 17,089 17,088

- Konsumsi 24,527 25,965 28,121 29,794 30,622 32,197 33,503 34,203 34,752

127.47% 130.53% 128.44% 128.88% 134.06% 144.62% 139.17% 133.65% 139.37%

58,755 63,265 65,412 69,956 72,019 77,083 79,613 80,509 80,836

- Pertanian 883 1,101 1,146 1,187 1,373 1,356 1,354 1,374 1,388

- Pertambangan 568 608 626 564 590 584 599 611 586

- Industri pengolahan 4,842 5,216 5,381 6,013 6,116 5,570 5,720 4,314 4,063

- Listrik,Gas dan Air 379 420 663 782 996 1,357 1,484 1,579 1,554

- Konstruksi 3,148 3,503 3,708 3,848 3,835 4,043 4,405 4,231 4,175

- Perdagangan 15,854 18,288 18,100 19,531 20,344 23,549 24,050 25,010 25,246

- Pengangkutan 1,828 1,809 1,737 2,138 2,317 2,379 2,459 2,600 2,522

- Jasa Dunia Usaha 3,171 3,438 3,474 3,371 3,446 4,511 4,289 4,656 4,613

- Jasa Sosial Masyarakat 1,583 1,465 1,376 1,386 1,479 1,515 1,740 1,800 1,867

- Lain-lain 26,497 27,417 29,202 31,135 31,523 32,219 33,513 34,334 34,821

18,011 19,189 17,890 19,538 20,925 23,185 23,206 23,627 23,839

3,540 3,937 3,637 3,625 3,947 4,177 4,346 4,438 4,560

- Modal Kerja 3,132 3,492 3,173 3,163 3,440 3,528 3,635 3,757 3,811

- Investasi 407 445 464 462 507 649 711 681 750

- Konsumsi - - - - - - - - -

8,718 8,698 8,193 8,469 8,635 9,116 9,180 9,330 9,489

- Modal Kerja 5,506 5,771 5,445 5,668 5,599 6,013 5,564 5,672 5,789

- Investasi 3,212 2,926 2,749 2,802 3,037 3,103 3,616 3,658 3,700

- Konsumsi - - - - - - - - -

5,754 6,554 6,059 7,443 8,343 9,892 9,681 9,858 9,790

- Modal Kerja 4,638 5,292 4,693 5,509 6,011 6,950 6,633 7,048 6,831

- Investasi 1,115 1,262 1,366 1,935 2,332 2,942 3,047 2,810 2,959

- Konsumsi - - - - - - - - -

2.82% 2.88% 2.65% 2.64% 2.84% 2.68% 2.77% 3.13% 2.97%

4.20% 4.24% 4.21% 4.08% 4.37% 4.03% 4.71% 4.52% 4.97%

BANK UMUM SYARIAH

3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 6,929

1,581 1,639 1,821 2,068 2,142 2,138 2,594 2,884 2,750

Giro 197 201 202 299 256 232 243 338 221

Tabungan 758 805 846 986 970 974 1,162 1,307 1,268

Deposito 626 633 773 784 916 932 1,188 1,239 1,261

3,268 3,491 3,859 4,348 4,735 5,158 5,273 5,669 5,631

- Modal Kerja 892 930 1,117 1,137 1,126 1,141 1,253 1,567 1,522

- Investasi 428 440 527 605 729 1,004 985 987 1,027

- Konsumsi 1,948 2,121 2,215 2,606 2,880 3,012 3,035 3,115 3,082

206.70% 213.05% 211.91% 210.20% 221.03% 241.23% 203.31% 196.55% 204.73%

Catatan:

* (<Rp. 50 Juta)

** (Rp. 50 < X < Rp. 500 Juta)

*** (Rp. 500 Juta < X < Rp. 5 M)

**** Data Sementara

2013****

Kredit - dsr. Lokasi Proyek (Rp Miliar)

INDIKATOR

BANK UMUM :

D P K (Rp Miliar)

2012

FDR

Total Aset (Rp Miliar)

D P K (Rp. Miliar)

Pembiayaan - dsr. Lokasi Proyek (Rp. Miliar)

Kredit Menengah *** (Rp Miliar)

L D R

NPL UMKM gross (%)

Kredit UMKM (Rp Miliar)

NPL Total gross (%)

Kredit Mikro* (Rp Miliar)

Kredit - dsr. Lokasi Proyek (Rp Miliar)

Kredit Kecil ** (Rp Miliar)

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 7

1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan I 2014 mengalami akselerasi pertumbuhan

seiring lebih baiknya kinerja sektor tradable yang mendukung kegiatan ekspor. Pertumbuhan ekonomi

Sulsel pada triwulan laporan tercatat sebesar 8,03% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 7,90% (yoy). Dari sisi permintaan, akselerasi pertumbuhan dimotori oleh kinerja

ekspor yang tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kegiatan ekspor yang mengalami

akselerasi didukung oleh ekspor komoditas pertambangan serta industri pengolahan yang secara

sektoral juga mengalami percepatan pertumbuhan. Masih kuatnya permintaan dari mitra dagang serta

minimalnya gangguan dalam kegiatan produksi menjadi faktor yang mendorong penguatan pada

komponen ekspor dan sektor utama Sulsel tersebut. Di samping itu, sektor perdagangan, hotel, dan

restoran (PHR) juga mencatat angka pertumbuhan yang lebih baik dari triwulan sebelumnya.

Membaiknya kinerja sektor PHR ditopang oleh kegiatan perdagangan dan pariwisata yang berhasil

tumbuh meningkat setelah mengalami perlambatan di triwulan sebelumnya.

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan

1.1. Sisi Permintaan

Dari sisi permintaan atau pengeluaran, menguatnya perekonomian Sulsel pada triwulan I 2014

terutama didorong oleh akselerasi komponen ekspor. Menguatnya ekspor didukung oleh

penguatan baik pada ekspor luar negeri maupun ekspor antardaerah. Tetap terjaganya produksi

barang mentah maupun olahan yang dijual untuk memenuhi permintaan dari mitra dagang menjadi

faktor pendorong penguatan ekspor. Hal ini tercermin dari sumbangan bagi pertumbuhan dari ekspor

yang naik dari 0,12% pada triwulan sebelumnya menjadi 5,08% pada triwulan laporan.

Di sisi lain, kegiatan konsumsi dan investasi menjadi penahan laju pertumbuhan ekonomi Sulsel

pada triwulan I 2014 sehingga tidak terakselerasi lebih lanjut. Sumbangan yang diberikan kedua

komponen tersebut bagi pertumbuhan tercatat lebih rendah pada triwulan laporan. Komponen

konsumsi menyumbang sebesar 4,19% sedangkan investasi mengurangi laju pertumbuhan ekonomi

sebesar -4,17%. Pada triwulan IV 2013, sumbangan komponen konsumsi dan investasi masing-masing

adalah sebesar 4,74% dan 4,44% (Tabel 1.1 dan Grafik 1.2).

(6)

(4)

(2)

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011* 2012* 2013** 2014

%

yoy Nasional qtq Sulsel yoy Sulsel

8.03

5.21

2.32

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Sisi Permintaan

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Grafik 1.2. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Komponen Pengeluaran

1.1.1 Konsumsi

Kegiatan konsumsi mengalami deselerasi pertumbuhan di triwulan I 2014 dibandingkan dengan

triwulan IV 2013. Komponen konsumsi tercatat tumbuh sebesar 6,32% (yoy), lebih tinggi dari

pertumbuhan di triwulan sebelumnya (7,00%; yoy). Apabila dilihat menurut pelaku konsumsi,

konsumsi rumah tangga masih tumbuh cukup kuat, namun sedikit melambat pada triwulan laporan.

Sementara itu, konsumsi pemerintah menjadi faktor utama perlambatan kinerja konsumsi.

Pada triwulan I 2014, konsumsi rumah tangga tumbuh cukup stabil dengan tendensi yang sedikit

melambat. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh sebesar 6,74% (yoy) setelah tumbuh 6,79%

(yoy) pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga yang stabil pada

triwulan laporan dinilai merupakan dampak dari realisasi kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang

berhasil menjaga daya beli masyarakat. Adanya beberapa stimulus pengeluaran selama triwulan I 2014

juga menopang kegiatan konsumsi antara lain perayaan tahun baru, hari besar keagamaan, Imlek,

serta penyelenggaraan beberapa event lokal maupun aktivitas terkait pemilu.

2014**

I II III IV I II III IV I II III IV I

PDRB 7.39 8.56 8.36 6.09 7.61 7.90 8.06 8.70 8.88 8.39 8.21 6.23 8.26 7.90 7.65 8.03

Konsumsi 4.76 4.39 4.93 5.92 5.01 7.14 7.21 6.95 5.88 6.79 5.74 5.82 6.92 7.00 6.38 6.32

Konsumsi Rumah Tangga 5.57 5.52 5.67 6.19 5.74 6.24 6.47 7.15 6.78 6.67 6.57 6.71 6.83 6.79 6.73 6.74

Konsumsi Pemerintah 1.62 0.19 2.21 4.95 2.29 10.75 10.11 6.20 2.60 7.24 2.53 2.46 7.28 7.80 5.06 4.69

Investasi 0.08 17.21 59.98 28.36 25.55 39.42 42.14 8.64 -7.88 18.68 14.63 7.42 -5.12 19.63 8.23 -13.68

PMTB 4.74 7.27 11.30 16.69 10.20 22.41 23.43 19.97 15.22 20.00 12.81 13.84 16.05 13.48 14.07 11.48

Ekspor 6.88 9.38 -4.55 -22.45 -3.76 -19.09 -11.88 3.14 17.35 -3.34 11.92 5.86 9.01 0.29 6.42 14.60

Impor -2.43 6.94 15.90 -16.83 -0.70 -7.93 5.18 -1.28 -0.78 -1.21 12.90 6.17 -6.79 4.45 4.02 -9.32

Keterangan:

- Konsumsi nirlaba/lembaga nonprofit rumah tangga termasuk ke dalam konsumsi rumah tangga

- PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto

- Investasi merupakan penggabungan antara PMTB dan perubahan stok/persediaan/inventori

Pertumbuhan Komponen

Penggunaan (%; yoy)

2012*2011* 2012* 2013**

2013**2011*

(25)

(20)

(15)

(10)

(5)

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011* 2012* 2013** 2014**

%

Investasi Konsumsi Ekspor Impor Pertumbuhan PDRB

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 9

Masih kuatnya konsumsi juga tercermin dari beberapa indikator seperti keyakinan konsumen dan

penjualan eceran. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar pada Januari 2014 memang

mengalami penurunan dibandingkan akhir triwulan sebelumnya (Grafik 1.3). Akan tetapi, pada

Februari dan Maret 2014, IKK menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Pola yang hampir sama

terlihat pada pergerakan Indeks Penjualan Eceran di Makassar. Meski turun pada Januari 2014,

pertumbuhan penjualan eceran meningkat pada Februari 2014 dan bergerak cukup stabil jika

dibandingkan dengan pertumbuhan penjualan eceran selama triwulan IV 2013 (Grafik 1.4) Sementara

itu, penyaluran kredit konsumsi tumbuh sedikit melambat (Grafik 1.5).

Dari sisi komponen konsumsi pemerintah, terjadi perlambatan pertumbuhan pada triwulan I

2014 dibandingkan triwulan IV 2013. Konsumsi pemerintah mencatat pertumbuhan sebesar 4,69%

(yoy) setelah sebelumnya tumbuh hingga mencapai 7,80% (yoy). Sesuai pola musimannya, realisasi

belanja daerah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) belum optimal. Apalagi, adanya

mutasi maupun rotasi para pelaksana tugas dan pengguna anggaran dinilai memberikan dampak pada

perlambatan kinerja konsumsi pemerintah. Indikasi ini terlihat dari rekening giro milik Pemerintah

Daerah (Pemda) yang bertambah pada triwulan I 2014 (Grafik 1.6).

Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Indeks Penjualn Eceran

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik 1.6. Giro Pemerintah Daerah

1.1.2 Investasi

Pada triwulan I 2014, investasi yang dihitung dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tetap

tumbuh tinggi namun lebih rendah dari triwulan IV 2013. PMTB tercatat tumbuh tidak sebaik

capaian sebelumnya dari 13,48% (yoy) menjadi 11,48% (yoy). Hal ini sejalan dengan semakin

dalamnya kontraksi realisasi penanaman modal asing (PMA) yang ada di Sulsel (Grafik 1.7). Adapun

110

120

130

140

150

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

Indeks

IKK Makassar (Rata-rata 3 Bulan) IKK Makassar

(40)

(30)

(20)

(10)

0

10

20

80

85

90

95

100

105

110

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%, yoyIndeks

Indeks Penjualan Eceran gIndeks - Skala Kanan

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Triliun

Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

Rp Triliun

Giro Pemerintah Daerah

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

kinerja penanaman modal yang berasal dari dalam negeri (PMDN) menjadi penopang pertumbuhan

seiring pertumbuhan nilai realisasi proyek yang kembali positif setelah terkontraksi pada triwulan

sebelumnya. Nilai proyek PMDN pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp356,70 miliar.

Masih maraknya proyek pembangunan di Sulsel, terutama dari swasta maupun gabungan,

menjadi penopang pertumbuhan investasi. Pembangunan properti (perumahan, ruko, apartemen)

tetap berlangsung, terutama proyek lanjutan dari periode sebelumnya. Beberapa proyek lain di sektor

riil juga direalisasikan pada triwulan berjalan, antara lain di sektor pertambangan, industri makanan,

serta fasilitas pemurnian hasil tambang di beberapa daerah. Selain itu, masih ada proyek

pembangunan pabrik semen di Maros yang akan dirampungkan pada tahun 2014 serta konstruksi

industri pengolahan gas alam di Sengkang. Poyek pemerintah diperkirakan belum terealisasi dengan

optimal karena masih berada dalam tahap pelelangan proyek1

.

Perlambatan PMTB pada triwulan I 2014 sejalan dengan melemahnya kinerja beberapa indikator

kegiatan investasi. Penyaluran kredit yang digunakan untuk investasi masih menunjukkan arah

pertumbuhan yang melambat meski angka pertumbuhannya tetap tinggi. Tren perlambatan

penyaluran kredit investasi telah terjadi sejak triwulan III 2013 (Grafik 1.8). Perlambatan kinerja

investasi juga dikonfirmasi oleh realisasi pengadaan semen. Pada triwulan laporan, pertumbuhan

realisasi pengadaan semen tidak setinggi triwulan sebelumnya (Grafik 1.9).

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.7. Realisasi Penanaman Modal Asing Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Investasi

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber: Produsen, diolah

Grafik 1.9. Realisasi Pengadaan Semen Grafik 1.10. Perubahan Stok Produsen Nikel

Kinerja investasi yang dihitung sebagai jumlah PMTB dengan perubahan stok mengalami

kontraksi pada triwulan I 2014. Angka pertumbuhan untuk triwulan IV 2013 sebesar 19,63% yang

kemudian turun cukup drastis dan tercatat sebesar -13,68% (yoy). Penurunan ini disebabkan oleh

1

Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, Mei 2014

(2,000)

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyUS$ Juta

Total PMA gTotal PMA - Skala Kanan

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Triliun

Kredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan

(5)

0

5

10

15

20

25

30

35

0

100

200

300

400

500

600

700

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRibu Ton

Realisasi Pengadaan gRealisasi - Skala Kanan

(2,500)

(2,000)

(1,500)

(1,000)

(500)

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

(50)

0

50

100

150

200

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyUS$ Juta

Posisi Stok Perubahan Stok gPerubahan Stok - Skala Kanan

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 11

komponen perubahan stok yang memberikan kontribusi negatif bagi pertumbuhan ekonomi Sulsel di

triwulan laporan. Indikasi ini terlihat juga dari pertumbuhan perubahan stok salah satu perusahaan

terbuka di Sulsel yang mengalami kontraksi di triwulan laporan (Grafik 1.10).

1.1.3 Ekspor dan Impor

Neraca perdagangan bersih Sulsel pada triwulan I 2014 tumbuh signifikan seiring kinerja ekspor

yang tumbuh meningkat. Penguatan pada ekspor diikuti oleh melambatnya pertumbuhan impor di

triwulan laporan sehingga neraca perdagangan atas dasar harga konstan (ADHK) mencatat surplus

yang lebih besar dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini berlawanan dengan kondisi pada

triwulan yang sama tahun 2013 ketika terjadi defisit neraca perdagangan (Grafik 1.11). Hal yang sama

terjadi pada neraca perdagangan luar negeri Sulsel untuk barang nonmigas (Grafik 1.12). Di triwulan

laporan, pertumbuhan ekspor luar negeri nonmigas Sulsel lebih tinggi dari triwulan sebelumnya

sedangkan impor luar negeri nonmigas mengalami kontraksi yang lebih besar.

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.11. Neraca Perdagangan Bersih PDRB Grafik 1.12. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri

Pada triwulan I 2014, ekspor mengalami peningkatan pertumbuhan seiring kinerja ekspor luar

negeri yang tumbuh menguat. Ekspor tercatat tumbuh sebesar 14,60% (yoy), jauh lebih tinggi dari

pertumbuhan di triwulan IV 2013 (0,29%, yoy). Akselerasi kinerja ekspor didorong oleh membaiknya

pertumbuhan ekspor barang nonmigas ke luar negeri (Grafik 1.13). Di samping itu, ekspor

antardaerah (pangsa: 38%, ADHK) juga menunjukkan penguatan yang tercermin oleh menguatnya

kinerja volume barang dalam negeri yang dimuat di pelabuhan Makassar (Grafik 1.14).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan

Grafik 1.13. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.14. Volume Barang yang Dimuat

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

(6,000)

(4,000)

(2,000)

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

Rp MiliarRp Miliar

Ekspor ADHK Impor ADHK Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan

(100)

0

100

200

300

400

500

600

700

(600)

(400)

(200)

0

200

400

600

800

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

US$ Juta

Mill

ion

sUS$ Juta

Ekspor Luar Negeri Nonmigas

Impor Luar Negeri Nonmigas

Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

0

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRibu Ton

Volume Ekspor Luar Negeri gVolume Ekspor gNilai Ekspor

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%; yoyRibu Ton

Volume Muat Barang Dalam Negeri gVolume Muat - Skala Kanan

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Komoditas ekspor utama dengan orientasi penjualan luar negeri mencatat akaselerasi

pertumbuhan di triwulan I 2014. Ekspor rumput laut, nikel matte, komoditas pertambangan,

makanan olahan, serta hasil alam olahan (karet dan kayu) tumbuh lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya (Grafik 1.15). Hal ini dipengaruhi juga oleh kinerja industri manufaktur para negara mitra

dagang Sulsel yang masih berekspansi (Grafik 1.16). Sementara itu, ekspor biji coklat dan komoditas

perikanan tumbuh melemah pada triwulan laporan. Terkait perikanan, sesuai dengan hasil liaison

periode sebelumnya, kebijakan pemerintah Filipina untuk memberi keringanan pajak kepada

eksportirnya dinilai telah menekan pagsa ekspor perikanan Indonesia.

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg

Grafik 1.15. Pertumbuhan Ekspor Komoditas Grafik 1.16. Purchasing Managers Index

Impor mengalami kontraksi pertumbuhan pada triwulan I 2014 karena turunnya kinerja impor

antardaerah. Di triwulan laporan, impor turun hingga -9,32% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di

triwulan sebelumnya (4,45%, yoy). Turunnya kinerja impor dikonfirmasi oleh indikator impor

antardaerah (pangsa: 78%, ADHK) yaitu volume barang yang dibongkar di pelabuhan Makassar yang

mengalami kontraksi lebih besar pada triwulan I 2014 (Grafik 1.17). Sementara itu, volume barang

yang diimpor dari luar negeri tercatat tumbuh menguat (Grafik 1.18). Namun demikian, hal ini tidak

mengakselerasi impor karena nilai barang yang diimpor tidak tumbuh lebih tinggi dari triwulan IV

2013, khususnya untuk kategori impor bahan baku dan barang konsumsi.

Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Sumber: Bea Cukai Diolah

Grafik 1.17. Volume Barang yang Dibongkar Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas

Pada triwulan I 2014, struktur ekspor maupun impor Sulsel relatif tidak mengalami perubahan

dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan bagi

barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri Sulsel (Grafik 1.19). Sementara itu, impor bahan baku

mencatat pangsa terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan yang kemudian diikuti oleh

impor barang modal dan barang konsumsi (Grafik 1.20).

(200)

(100)

0

100

200

300

400

500

(60)(40)(20)

0 20 40 60 80

100 120 140

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%, yoy%, yoy

Rumput Laut Nikel Matte

Pertambangan - Skala Kanan Makanan Olahan - Skala Kanan

46

48

50

52

54

56

58

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2013 2014

Indeks

Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan

(40)

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

0200400600800

1,0001,2001,4001,6001,8002,000

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%; yoyRibu Ton

Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gVolume Bongkar - Skala Kanan

(80)(60)(40)(20)0 20 40 60 80 100 120 140

0

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRibu Ton

Volume Impor Luar Negeri gVolume Impor gNilai Impor

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 13

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.19. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.20. Pangsa Impor Menurut Kategori

Dilihat dari total nilainya, nikel matte merupakan komoditas dominan dalam struktur ekspor

sedangkan gandum mengambil pangsa terbesar dalam struktur impor. Pada triwulan I 2014,

komoditas nikel matte mengambil pangsa sebesar 58,16% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel

(Tabel 1.2). Selanjutnya, ganggang laut (rumput laut) dan coklat olahan menjadi komoditas dengan

pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 9,09% dan 8,00%. Untuk impor luar negeri, gandum

yang menjadi bahan baku terigu mengambil pangsa terbesar yaitu 42,05% pada triwulan I 2014.

Selanjutnya, impor gandum diikuti oleh impor hasil industri lainnya serta makanan ternak yang

masing-masing memiliki pangsa sebesar 32,22% dan 8,47% (Tabel 1.3).

Tabel 1.2. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.3. Peringkat Impor Menurut Komoditas

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

1.2. Sisi Penawaran

Dilihat dari sisi penawaran, sektor utama menunjukkan penguatan kinerja, terutama sektor

industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) . Selain itu, beberapa

sektor yang lain juga mengalami akselerasi seperti sektor listrik, gas, dan air (LGA), sektor keuangan,

persewaan, dan jasa perusahaan (keuangan), serta sektor jasa-jasa (Tabel 1.4). Sektor pertambangan

bahkan memberikan sumbangan yang positif sebesar 0,11% pada triwulan laporan setelah

sebelumnya mengurangi pertumbuhan sebesar -0,37% (Grafik 1.21). Adapun sektor pertanian

tercatat tumbuh di atas 10% namun tetap melambat dibandingkan triwulan IV 2013.

21%

78%

1% Pangsa Triwulan I 2014

Komoditas Pertanian: US$77 Juta

Komoditas Industri: US$287 Juta

Komoditas Pertambangan: US$3 Juta

29%

70%

1% Pangsa Triwulan I 2014

Barang Modal: US$39 Juta

Bahan Baku: US$92 Juta

Barang Konsumsi: US$1 Juta

KomoditasNilai Ekspor

Triwulan I 2014

(US$ Juta)

Nikel matte 213.11

Ganggang laut 33.32

Coklat olahan 29.33

Biji coklat 19.95

Udang segar/beku 14.59

Kayu olahan 12.51

Ikan olahan 8.80

Buah/sayur olahan 5.93

Hasil industri lainnya 5.12

Ikan segar dan lainnya 4.96

KomoditasNilai Impor

Triwulan I 2014

(US$ Juta)

Gandum 55.11

Hasil industri lainnya 42.23

Makanan ternak 11.10

Besi/baja 5.99

Alat listrik/ukur/fotografi/dll 4.28

Pesawat udara dan bagiannya 3.50

Bahan kimia 3.35

Kertas dan barnag dari kertas 2.98

Kendaraan roda 4 atau lebih 2.59

Produk keramik 2.29

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Sisi Penawaran

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Grafik 1.21. Sumbangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Sisi Penawaran

1.2.1 Sektor Pertanian

Pada triwulan I 2014, sektor pertanian mengalami deselerasi pertumbuhan karena masih belum

optimalnya kinerja subsektor perkebunan. Angka pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan

laporan tercatat sebesar 10,98% (yoy), lebih rendah dari triwulan IV 2013 yang tercatat sebesar

13,10% (yoy). Subsektor perkebunan, dalam hal ini komoditas kakao, menjadi salah satu faktor

penyebab terjadinya perlambatan. Produksi biji kakao, di Sulawesi pada umumnya dan di Sulsel pada

khususnya, masih terbatas karena belum datangnya masa panen, pengaruh cuaca, program

pemerintah yang kurang optimal, serta umur tanaman yang tua akibat belum adanya peremajaan2

. Hal

ini tercermin dari volume ekspor kakao yang menurun dan patut disayangkan karena harga kakao di

pasar global sedang berada pada tren meningkat (Grafik 1.22 dan Grafik 1.23).

Perlambatan pertumbuhan juga dialami oleh subsektor perikanan seiring belum optimalnya

produksi pada triwulan I 2014. Melemahnya kinerja subsektor ini terlihat dari perkembangan volume

2

Hasil liaison kepada eksportir coklat olahan, triwulan I 2014

2014**

I II III IV I II III IV I II III IV I

PDRB 7.39 8.56 8.36 6.09 7.61 7.90 8.06 8.70 8.88 8.39 8.21 6.23 8.26 7.90 7.65 8.03

Pertanian 12.54 8.59 4.92 -0.17 6.45 5.30 4.31 8.31 3.22 5.40 1.15 -0.89 3.93 13.10 3.95 10.98

Pertambangan & Penggalian -15.49 -0.96 -0.91 -13.66 -7.89 -10.64 2.23 1.16 26.04 4.44 28.41 5.85 12.78 -4.62 9.26 1.54

Industri Pengolahan 3.10 4.47 10.69 12.12 7.64 14.58 8.94 5.64 6.99 8.86 8.24 9.88 8.71 5.76 8.12 5.89

Listrik, Gas & Air Bersih 3.99 2.05 6.34 22.27 8.61 22.02 13.95 10.73 5.31 12.53 7.81 9.18 8.39 8.06 8.36 8.86

Bangunan 8.48 13.46 13.59 12.65 12.09 11.61 7.91 8.38 11.11 9.73 8.62 11.00 13.20 10.73 10.92 7.99

Perdagangan, Hotel & Restoran 11.52 14.02 11.70 6.70 10.88 10.10 9.12 10.41 12.44 10.54 11.48 9.96 8.33 7.98 9.38 8.29

Angkutan & Komunikasi 13.25 10.27 10.81 14.01 12.11 19.42 17.75 14.73 8.68 14.87 7.53 10.55 10.54 7.09 8.92 6.33

Keuangan 10.56 11.94 17.52 19.18 14.84 9.88 19.03 19.81 14.72 15.87 17.21 14.00 15.40 10.62 14.18 11.24

Jasa-jasa 6.80 7.42 6.21 6.40 6.70 1.41 3.19 3.03 1.47 2.27 2.31 0.97 5.38 5.92 3.67 6.72

Keterangan:

- Real estate, persewaan, dan jasa perusahaan termasuk ke dalam Sektor Keuangan

2013**2011*

2011*2012*

2012*2013**Pertumbuhan Sektor Ekonomi

(%; yoy)

(2)

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011* 2012* 2013** 2014**

%

Pertanian Industri PHR Sektor Lainnya PDRB

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 15

ekspor udang segar dan aneka ikan yang terkontraksi (Grafik 1.24 dan Grafik 1.25). Hal ini dinilai

merupakan dampak dari kondisi cuaca yang tidak menguntungkan bagi para nelayan, terutama di

Januari 2014. Meski curah hujan dan gelombang laut mulai membaik pada Februari dan Maret 2014,

produksi perikanan tidak sampai mengalami akselerasi. Adapun kenaikan produksi komoditas padi

palawija3

dinilai berhasil menopang pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan (tabama)

sehingga sektor pertanian secara keseluruhan masih tumbuh cukup tinggi.

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank

Grafik 1.22. Volume Ekspor Biji Coklat Grafik 1.23. Harga Internasional Kakao

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.24. Volume Ekspor Udang Grafik 1.25. Volume Ekspor Aneka Ikan

1.2.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian

Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh positif di triwulan I 2014 setelah mengalami

kontraksi pertumbuhan pada triwulan IV 2013. Pada triwulan laporan, kinerja sektor ini membaik

dan tumbuh sebesar 1,54% (yoy) setelah turun sebesar -4,62% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Hal

ini sejalan dengan arah pertumbuhan ekspor komoditas pertambangan yang kontraksinya semakin

tipis di triwulan I 2014 (Grafik 1.26). Mulai pulihnya harga internasional beberapa komoditas tambang

seperti nikel, logam mulia (emas), dan seng diduga memacu kegiatan produksi sektor pertambangan

dan penggalian di Sulsel (Grafik 1.27). Implementasi UU Minerba sejak Januari 2014 memberikan

dampak yang minimal bagi sektor pertambangan karena mineral utama Sulsel, yaitu bijih nikel, telah

diolah menjadi nikel matte sebelum dijual ke luar negeri oleh eksportir.

3

Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, Mei 2014

(80)

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

0

5

10

15

20

25

30

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%, yoyRibu Ton

Ekspor Biji Coklat gEkspor - Skala Kanan

(40)

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2012 2013 2014

%, yoyUSD/kg Harga Internasional Kakao

gHarga - Skala Kanan

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%, yoyRibu Ton

Ekspor Udang Segar/Beku gEkspor - Skala Kanan

(30)(25)(20)(15)(10)(5)0 5 10 15 20 25

0.00.20.40.60.81.01.21.41.61.82.0

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%, yoyRibu Ton

Ekspor Aneka Ikan gEkspor - Skala Kanan

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank

Grafik 1.26. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.27. Harga Komoditas Tambang

1.2.3 Sektor Industri Pengolahan

Sektor industri pengolahan tumbuh menguat pada triwulan I 2014 seiring penguatan pada

industri mikro dan kecil. Sektor ini tercatat tumbuh sebesar 5,89% (yoy) pada triwulan laporan

setelah sebelumnya tumbuh 5,76% (yoy). Akselerasi pada sektor industri pengolahan didorong oleh

membaiknya kinerja industri mikro dan kecil (IMK) di triwulan laporan. Adapun industri besar dan

sedang (IBS) mtumbuh sedikit melambat pada triwulan laporan sehingga sektor menahan percepatan

pertumbuhan sektor industry pengolahan (Grafik 1.28).

Menguatnya kinerja pertumbuhan sektor industri pengolahan searah dengan perkembangan

beberapa subsektor industri pengolahan. Pada triwulan laporan, kinerja subsektor industri hasil

tambang mengalami akselerasi seiring tidak adanya gangguan operasional dan minimalnya dampak

implementasi UU Minerba (Grafik 1.29). Hasil industri makanan olahan serta kayu olahan juga dinilai

tumbuh meningkat seperti terlihat pada kinerja ekspornya (Grafik 1.30). Untuk kayu olahan, masih

kuatnya pertumbuhan didukung oleh permintaan dari luar negeri seperti Jordan, Singapura, Korea

Selatan, dan Filipina4

.

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Produsen, diolah

Grafik 1.28. Pertumbuhan Industri Grafik 1.29. Produksi Nikel Matte

Penyelenggaraan pemilu legislatif memberikan dampak positif pada beberapa subsektor industri

pengolahan namun tidak signifikan. Persiapan pemilu legislatif meningkatkan permintaan pada

4

Hasil liaison kepada produsen dan eksportir kayu olahan, triwulan I 2014

(150)

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

0

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%, yoyRibu Ton

Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan

13,000

15,000

17,000

19,000

21,000

23,000

25,000

1,600

1,700

1,800

1,900

2,000

2,100

2,200

2,300

2,400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2012 2013 2014

US$/metrik tonUS$/metrik ton

Seng Timah Hitam Nikel - Skala Kanan Timah - Skala Kanan

(15)

(10)

(5)

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%, yoy

IMK IBS

(40)(30)(20)(10)0 10 20 30 40 50 60 70

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRibu Ton Metrik

Produksi Nikel gProduksi

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 17

beberapa subsektor industri selama masa kampanye, khususnya kertas dan barang cetakan5

. Namun

demikian, industri tepung terigu, gula rafinasi, maupun kayu olahan disinyalir tidak terkena dampak

penyelenggaraan pemilu6

. Meningkatnya pertumbuhan produksi industri terigu pada triwulan I 2014

dinilai lebih didorong oleh faktor musiman dan persiapan Lebaran (Grafik 1.31).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Produsen, diolah

Grafik 1.30. Volume Ekspor Hasil Industri Grafik 1.31. Produksi Tepung Terigu

1.2.4 Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Sektor LGA mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan I 2014 dibandingkan triwulan

sebelumnya. Sektor LGA tercatat tumbuh sebesar 8,86% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh sebesar

8,06% (yoy). Menguatnya kinerja sektor LGA terkonfirmasi dari pertumbuhan penjualan eceran gas

yang digunakan oleh rumah tangga (Grafik 1.32). Sementara itu, meski tumbuh relatif melambat pada

triwulan laporan, kredit menurut lokasi proyek yang disalurkan kepada sektor ini tetap tumbuh di atas

50% secara tahunan. Hal ini memberi indikasi masih kuatnya kegiatan penciptaan nilai tambah di

sektor ini seiring aliran dana dari perbankan yang pertumbuhannya masih cukup tinggi.

Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.32. Penjualan Eceran Gas Grafik 1.33. Kredit Sektor LGA

1.2.5 Sektor Bangunan

Pada triwulan I 2014, sektor bangunan kembali tumbuh melemah karena belum optimalnya

seluruh kegiatan pembangunan. Di triwulan IV 2013, sektor ini mampu tumbuh hingga 10,73%

(yoy). Pada triwulan laporan, sektor ini mengalami perlambatan dan tumbuh sebesar 7,99% (yoy).

5

Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, Mei 2014

6

Hasil liaison kepada produsen tepung terigu, gula rafinasi, dan kayu olahan, triwulan I 2014

(200)

(100)

0

100

200

300

400

500

(30)(25)(20)(15)(10)

(5)0 5

10 15 20 25

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%, yoy%, yoy

Kayu Olahan Makanan Olahan - Skala Kanan

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

020406080

100120140160180200

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRibu Ton Metrik

Produksi Terigu gProduksi Terigu - Skala Kanan

(15)

(10)

(5)

0

5

10

15

20

25

0

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%, yoyIndeks

Penjualan Gas untuk Rumah Tangga gIndeks

(50)

0

50

100

150

200

250

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6

1.8

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%, yoyRp Triliun

Kredit Sektor LGA gKredit - Skala Kanan

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Perlambatan di sektor ini sejalan dengan deselarasi pada komponen PMTB yang juga mengalami

perlambatan di triwulan laporan. Hal ini terkonfirmasi oleh melambatnya pertumbuhan penjualan

eceran bahan bangunan (semen dan logam) dan perlengkapan konstruksi (Grafik 1.34). Penyaluran

kredit ke sektor bangunan berdasarkan lokasi proyek juga tercatat mengalami perlambatan

pertumbuhan pada triwulan I 2014 (Grafik 1.35).

Sumber: Survei Penjualan Eceran Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.34. Penjualan Eceran Barang Konstruksi Grafik 1.35. Kredit Sektor Bangunan

1.2.6 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Sektor PHR tumbuh menguat pada triwulan I 2014 yang didorong oleh membaiknya kegiatan

perdagangan dan terjaganya kinerja pariwisata. Pertumbuhan sektor ini tercatat meningkat dari

7,98% (yoy) pada triwulan IV 2013 menjadi sebesar 8,29% (yoy). Akselerasi kinerja sektor PHR salah

satunya didorong oleh menguatnya kegiatan perdagangan baik yang berorientasi ke luar negeri

maupun dalam negeri. Hal ini terkonfirmasi dari indikator total volume barang yang dibongkar dan

dimuat di pelabuhan Makassar yang tumbuh menguat pada triwulan I 2014 (Grafik 1.36).

Perkembangan sektor PHR juga masih didukung oleh penjualan otomotif yang diprakirakan akan

tumbuh secara konservatif di kisaran 10% (yoy)7

.

Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 1.36. Volume Bongkar & Muat Barang Grafik 1.37. Tingkat Penghunian Kamar Hotel

Subsektor hotel juga menopang pertumbuhan sektor PHR pada triwulan laporan seiring hunian

kamar dan kunjungan wisatawan yang terjaga. Secara musiman, tingkat penghunian kamar hotel

serta jumlah wisatawan mancanegara memang berkurang di triwulan I 2014 karena merupakan masa

low season akibat berakhirnya musim liburan. Namun demikian, penurunan yang terjadi tidak sedalam

7

Hasil liaison kepada penjual/pedagang otomotif skala besar, triwulan I 2014

(15)

(10)

(5)

0

5

10

15

20

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%, yoy

Semen Bahan Konstruksi dari Logam Perlengkapan Konstruksi

0

5

10

15

20

25

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%, yoyRp Triliun

Kredit Sektor Konstruksi gKredit - Skala Kanan

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRibu Ton

Volume Muat Volume Bongkar gTotal Volume - Skala Kanan

30

35

40

45

50

55

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%

Sulawesi Selatan

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 19

seperti pada triwulan I di tahun 2013. Hal ini menyebabkan indikator pariwisata memiliki kinerja yang

lebih baik dari capaian di triwulan sebelumnya (Grafik 1.37 dan Grafik 1.38). Sementara itu, realisasi

kegiatan usaha sektor PHR tercatat lebih tinggi dari perkiraannya maupun dari triwulan sebelumnya

sehingga mendukung penguatan pertumbuhan sektor PHR (Grafik 1.39).

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.38. Jumlah Wisatawan Mancanegara Grafik 1.39. Kegiatan Usaha Sektor PHR

1.2.7 Sektor Angkutan dan Komunikasi

Pertumbuhan sektor angkutan dan komunikasi mengalami perlambatan pada triwulan I 2014

karena melambatnya kinerja subsektor transportasi. Sektor ini tercatat tumbuh dari 7,09% (yoy)

menjadi 6,33% (yoy) di triwulan I 2014. Perlambatan yang terjadi terutama disebabkan oleh

melambatnya kinerja moda angkutan udara. Hal ini terkonfirmasi dari pelemahan pertumbuhan lalu

lintas penumpang penerbangan domestik maupun internasional (Grafik 1.40). Belum tibanya musim

liburan menjadi faktor penyebab melambatnya kinerja transportasi udara. Di sisi lain, moda angkutan

laut menopang pertumbuhan sektor angkutan dan komunikasi seiring kontraksi yang tidak sedalam

triwulan sebelumnya (Grafik 1.41).

Sumber: Angkasa Pura Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan

Grafik 1.40. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara Grafik 1.41. Lalu Lintas Penumpang Kapal Laut

1.2.8 Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

Pada triwulan I 2014, sektor keuangan mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya. Sektor keuangan tercatat tumbuh 11,24% (yoy) di triwulan laporan, lebih tinggi dari

pertumbuhan di triwulan IV 2013 (10,62%; yoy). Faktor pendorong dinilai datang dari subsektor usaha

pegadaian dan pembiayaan multiguna. Di tahun 2014, usaha pegadaian diperkirakan meningkatkan

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyOrang

Jumlah Kedatangan Wisman gWisman - Skala Kanan

(10)

(5)

0

5

10

15

20

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, Saldo Bersih Tertimbang

Realisasi Kegiatan Usaha Sektor PHR Perkiraan Kegiatan Usaha Sektor PHR

(5)

0

5

10

15

20

25

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyJuta Orang

Keberangkatan Kedatangan gPenumpang - Skala Kanan

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

0

50

100

150

200

250

300

350

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRibu Orang

Kedatangan Dalam Negeri Keberangkatan Dalam Negeri

gPenumpang - Skala Kanan

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

target penjualan hingga 30%-40%, yang terutama bersumber dari pegadaian emas dan pembiayaan

bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Sementara itu, usaha pembiayaan multiguna diduga

ditopang oleh pembiayaan untuk kendaraan bermotor roda dua yang tingkat permintaannya masih

kuat. Target pembiayaan multiguna diperkirakan akan tumbuh sebesar 8%-10% secara tahunan pada

2014, lebih besar dari capaian tahun 2013 yang tumbuh di kisaran 4%.

Pertumbuhan subsektor perbankan masih berada pada tren yang melambat dan tercermin dari

perkembangan penyaluran kredit secara total. Hal ini menjadi faktor risiko bagi perkembangan

sektor keuangan ke depan sehingga perbankan diperkirakan akan mengoptimalkan pendapatan dari

sisi fee-based income karena melemahnya pendapatan dari interest-based income. Kinerja subsektor

properti pada triwulan laporan juga tidak sebaik triwulan sebelumnya meskipun masih mencatat

pertumbuhan penjualan yang cukup tinggi hingga di atas 20% (Grafik 1.42 dan Grafik 1.43).

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Perusahaan Properti

Grafik 1.42. Penyaluran Kredit Perbankan Grafik 1.43. Penjualan Properti

1.2.9 Sektor Jasa-jasa

Sektor jasa-jasa kembali tumbuh membaik

pada triwulan I 2014 yang terutama didorong

kinerja usaha swasta. Sektor ini tercatat tumbuh

sebesar 6,72% (yoy) setelah tumbuh sebesar

5,92% (yoy) di triwulan IV 2013. Penguatan

tersebut diduga adalah dampak dari stabilnya

kinerja konsumsi rumah tangga dan menguatnya

pertumbuhan sektor PHR yang kemudian turut

meningkatkan kinerja di subsektor jasa hiburan,

rekreasi, dan jasa perorangan atau rumah

tangga. Adapun indikator penyaluran kredit ke

sektor jasa sosial masyarakat tercatat masih

cukup tinggi namun dengan tendensi yang

melambat pada triwulan I 2014 (Grafik 1.44).

Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.44. Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Triliun

Total Kredit gKredit - Skala Kanan

(20)

0

20

40

60

80

100

0

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Miliar

Penjualan Properti gPenjualan - Skala Kanan

(20)

(10)

0

10

20

30

40

0.00.20.40.60.81.01.21.41.61.82.0

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%; yoyRp Triliun

Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat gKredit - Skala Kanan

Keuangan Pemerintah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 21

2. Keuangan Pemerintah

Realisasi pendapatan maupun belanja fiskal daerah relatif belum optimal. Realisasi pos pendapatan

maupun belanja awal tahun 2014 cenderung lebih rendah dari periode yang sama tahun 2013. Dari

sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan daerah masih cukup rendah, meski secara nominal,

capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2013. Realisasi pendapatan daerah tersebut

terutama berasal dari pendapatan pajak daerah (pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama),

seiring penjualan otomotif yang masih relatif besar.

Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja daerah juga masih cukup rendah, dimana realisasinya

sebesar 12,29%, walaupun nominal realisasi belanja triwulan I-2014 tersebut jika dibandingkan

dengan tahun sebelumnya masih lebih tinggi. Penyerapan belanja infrastruktur (belanja modal) mulai

membaik dibandingkan tahun 2013, yang akan menjadi stimulan bagi investasi. Sementara realisasi

belanja pegawai yang lebih tinggi, turut mendorong konsumsi swasta yang meningkat.

2.1. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir, besarnya nilai APBD Provinsi Sulsel terus meningkat, diikuti

dengan perubahan struktur baik pada bagian Pendapatan maupun Belanja. Dari sisi pendapatan,

selama lima tahun terakhir, porsi dana perimbangan mengalami penurunan, yang menunjukkan

tingkat ketergantungan daerah kepada anggaran pusat semakin menurun. Namun demikian, pada pos

Lain-Lain PAD Yang Sah, porsinya mengalami peningkatan dalam kurun dua tahun terakhir, salah

satunya didorong oleh Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) APBD tahun sebelumnya yang cukup

besar. Dari sisi belanja, pada tahun 2014 porsi belanja modal masih relatif sama dengan tahun

sebelumnya yaitu sekitar 19%. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Tentang RPJMN Tahun 2010-

20148

mengharapkan porsi belanja modal adalah 30%. Kenaikan porsi belanja modal tersebut

mencerminkan perhatian Pemprov Sulsel yang terus menguat dalam pembangunan infrastruktur

daerah.

Grafik 2.1. Proporsi Pendapatan APBD Grafik 2.2. Proporsi Belanja APBD

8

Permendagri Nomor 27 tahun 2013 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah

Tahun Anggaran 2014

Rp1.430,08 Rp1.782,15Rp2.348,70 Rp2.587,85 Rp3.107,04

Rp954,63Rp1.090,32

Rp1.323,87 Rp1.457,68

Rp2.473,37

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014

Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah

Rp2,199.15Rp1,847.67

Rp2,998.92Rp3,212.25

Rp3,971.42

Rp230.12Rp367.95

Rp367.75Rp923.79

Rp754.20

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014

Belanja Modal Belanja Operasi

Keuangan Pemerintah

22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

2.2. APBD Provinsi Sulsel Triwulan I 2014

Tabel 2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sampai Dengan Triwulan I 2014

2.2.1 Pendapatan

Realisasi pendapatan daerah pada awal tahun 2014 masih belum optimal. Realisasi pendapatan

daerah tahun triwulan I-2014 berhasil meningkat 6,50% (yoy), meskipun nominal realisasi lebih besar

dibandingkan realisasi tahun sebelumnya. Nilai realisasi anggaran pendapatan daerah pada triwulan I-

2014 mencapai Rp1,23 triliun atau 22,01% dari total target pendapatan sebesar Rp 5,59 triliun.

Peningkatan terutama didorong oleh realisasi Pendapatan Pajak Daerah sebesar Rp0,56 triliun (naik

12,9%), Dana Alokasi Umum Rp0,40 triliun (naik 10,9%) dan Transfer Pemerintah Pusat Lainnya

Rp230,6 miliar (naik 100%).

Peran realisasi komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap ekonomi daerah9

pada

triwulan I-2014 sedikit meningkat dibanding tahun sebelumnya. Dari sisi Dana Perimbangan per

PDRB ADHB, rasio hingga triwulan I 2014 sebesar 1,28%, lebih tinggi daripada triwulan I 2013 yang

sebesar 0,91%. Sementara rasio PAD terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat stabil

pada triwulan I 2014. Rasio PAD per PDRB ADHB pada triwulan I 2014 sebesar 1,21%, sementara

triwulan I 2013 sebesar 1,29%. Perkembangan ekonomi yang tinggi di Sulsel, diharapkan juga dapat

9

Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif, masing-

masing hingga triwulan I

Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI

1. PENDAPATAN

1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 2,587.85 551.11 21.30% 3,107.04 597.25 19.22%

- Pendapatan Pajak Daerah 2,333.13 493.21 21.14% 2,822.47 556.91 19.73%

- Pendapatan Retribusi Daerah 65.41 13.80 21.10% 74.28 12.51 16.84%

- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 66.79 - 71.85 - 0.00%

- Lain-lain PAD yang Sah 122.52 44.10 36.00% 138.44 27.83 20.11%

1.2. DANA PERIMBANGAN 1,457.68 389.27 26.70% 2,473.37 633.80 25.62%

- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 303.64 26.01 8.57% 292.49 - 0.00%

- DAU 1,089.77 363.26 33.33% 1,209.60 403.20 33.33%

- DAK 64.26 - - 72.98 - 0.00%

Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya - - - 898.31 230.60 25.67%

1.3. Lain-lain Pendapatan yang Sah 977.04 215.63 22.07% 13.52 0.11 0.82%

JUMLAH PENDAPATAN 5,022.57 1,156.01 23.02% 5,593.93 1,231.16 22.01%

2. BELANJA

2.1. BELANJA OPERASI 3,212.25 526.66 16.40% 3,971.42 573.64 14.44%

- Belanja Pegawai 969.07 143.22 14.78% 1,058.29 173.22 16.37%

- Belanja Barang 969.95 47.27 4.87% 1,301.75 81.82 6.29%

- Belanja Bunga 46.25 7.50 16.22% 39.50 2.11 5.34%

- Belanja Hibah 1,224.98 328.68 26.83% 930.60 233.38 25.08%

- Belanja Bantuan Keuangan 641.28 83.11 12.96%

2.2. BELANJA MODAL 923.79 0.04 0.0042% 754.20 8.81 1.17%

2.3. BELANJA TIDAK TERDUGA 15.00 1.15 7.67% 15.00 - 0.00%

JUMLAH BELANJA 4,151.04 527.85 12.72% 4,740.61 582.44 12.29%

TRANSFER 843.05 31.48 3.73% 1,098.76 201.06 18.30%

TOTAL BELANJA 4,994.09 559.33 11.20% 5,839.38 783.50 13.42%

SURPLUS / (DEFISIT) 28.47 596.68 2095.73% (245.44) 447.67 -182.39%

3. PEMBIAYAAN

3.1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 623.46 42.26 6.78% 296.44 98.40 33.19%

3.2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 1.63 - - 51.00 - 0.00%

JUMLAH PEMBIAYAAN 621.83 42.26 6.80% 245.44 98.40 40.09%

Sumber : Badan Pengelola Keuangan Sulsel (Data Belanja) & Dinas Pendapatan Daerah (Data Pendapatan)

Ket : Angka Sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited )

NO. U R A I A NANGGARAN

2013

Realisasi s/d TRIWULAN I-2013

(Milyar Rupiah)

ANGGARAN

PERUBAHAN

Realisasi s/d TRIWULAN I-2014

Keuangan Pemerintah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 23

dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, antara lain melalui perluasan

basis penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya pemungutan, ataupun

pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Grafik 2.3. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB

Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencetak persentase realisasi per anggaran, sedikit lebih rendah

dibanding periode yang sama tahun 2013. Realisasi komponen PAD sebesar Rp0,60 triliun atau

19,22% dari anggaran yang ditetapkan, meningkat dibandingkan realisasi triwulan I 2013 (Rp0,55

triliun). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh pendapatan pajak daerah yang persentase

realisasinya sebesar 19,79% (Rp556,91miliar). Hal ini disebabkan masih cukup kuatnya konsumsi

rumah tangga di Sulsel dan upaya Pemprov Sulsel untuk terus mengoptimalkan pungutan pajak di

daerah dalam rangka meningkatkan tax ratio. Sementara itu, pencapaian dan target retribusi daerah

masih belum mencapai yang diharapkan. Pengesahan dua peraturan daerah tentang retribusi jasa

umum10

serta tentang retribusi jasa tertentu11

, yang mulai efektif berlaku sejak Januari 2012, belum

berhasil mendorong kenaikan retribusi daerah. Pada triwulan I 2014, realisasi retribusi baru mencapai

Rp12,51 miliar (16,84%).

Persentase realisasi Dana Perimbangan (DAU dan DAK) masih belum optimal seperti yang telah

dianggarkan. Persentase realisasi sub komponen Dana Alokasi Umum (DAU) yang sebesar Rp403,20

miliar (33,33%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang masih belum ada realisasi, sesuai dengan

anggaran yang disampaikan oleh pemerintah pusat. Komponen yang berada di bawah realisasi tahun

sebelumnya adalah Lain-lain PAD yang Sah, dimana sampai dengan triwulan I 2014 baru mencapai

Rp0,11 miliar (0,82%), lebih rendah dibanding tahun sebelumnya (Rp215,63 miliar atau 22,07%).

Sementara komponen yang realisasinya berada di atas realisasi tahun sebelumnya adalah komponen

transfer pemerintah pusat lainnya yang mencapai Rp230,60 miliar (25,67%).

2.2.2 Belanja

Persentase penyerapan belanja APBD pada triwulan I-2014 belum mencapai titik optimal, dan

sedikit lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2013. Realisasi anggaran belanja daerah

sampai dengan akhir triwulan I-2014 sebesar 12,29%, atau relatif lebih rendah jika dibandingkan

dengan capaian pada triwulan I 2013 yang hanya sebesar 12,72%. Secara nominal, realisasi anggaran

10

PP No. 9 Tahun 2011 Tanggal 30 Desember 2011

11

PP No. 10 Tahun 2011 Tanggal 30 Desember 2011

1.20

2.73

1.30 1.29 1.21

0.96

1.68 1.74

0.91

1.28

0.70

1.20

1.70

2.20

2.70

3.20

Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014

%

Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan

Keuangan Pemerintah

24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

belanja APBD pada periode laporan sebesar Rp582,44 miliar sedikit diatas realisasi tahun 2013 sebesar

Rp527,85 miliar atau naik Rp54,59 miliar.

Pada triwulan I-2014, peran realisasi komponen belanja APBD untuk stimulus ekonomi daerah12

sedikit menurun. Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat

semakin turun hingga triwulan I 2014, yang menunjukkan belum optimalnya peran stimulus fiskal

terhadap investasi. Rasio belanja modal per PDRB ADHB periode laporan sebesar 0,02%, sementara

tahun 2012 sebesar 0,20%. Demikian pula, peran belanja operasional per PDRB ADHB ditengarai

menurun sesuai dengan peningkatan komponen konsumsi pemerintah dalam PDRB. Rasio belanja

operasional triwulan I-2014 hanya sebesar 1,16% lebih rendah daripada tahun 2013 yang sebesar

1,49%.

Grafik 2.4. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB

Realisasi Belanja Operasional yang bersifat rutin, baik secara nominal maupun persentase

capaiannya sedikit lebih rendah dari periode yang sama tahun 2012. Realisasi terbesar berasal dari

Belanja Hibah. Total pos Belanja Operasional terealisasi Rp582,44 miliar (12,29%) dengan penyerapan

terbesar pada Belanja Hibah yaitu sebesar 25,08% dan terkecil adalah Belanja Bunga (5,34%).

Sementara untuk Belanja Rutin yang terdiri dari belanja pegawai dan belanja barang, persentasenya

masih belum optimal, yaitu sebesar 16,37% atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 20132.

Sedangkan Belanja Barang terserap 6,29%, namun masih sedikit lebih tinggi dari tahun 2013 (4,87%)

atau secara nilai sebesar Rp81,82 miliar.

Sementara belanja modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, penyerapannya

mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pos Belanja Modal pada

triwulan I-2014 baru mencapai Rp8,81 miliar (1,17%), terutama untuk belanja peralatan dan mesin,

belanja jalan, irigasi, dan jaringan. Pemeinrtah perlu melakukan upaya percepatan pada periode yang

akan datang sehingga realisasinya dapat optimal. Dengan penyerapan yang optimal tentunya

memberikan dampak yang lebih baik, karena investasi pemerintah untuk pembangunan infrastruktur

dapat berperan sebagai multiplier effect dalam pertumbuhan investasi dan ekonomi Sulsel.

Pada triwulan I 2014, transfer yang merupakan bentuk hubungan vertikal dengan

kabupaten/kota, terealisasi lebih tinggi dibanding triwulan I 2013. Transfer pada periode laporan

12

Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif, masing-masing

hingga triwulan III 2013

1.07

1.99

1.75

1.49

1.16

0.00

1.14

0.24 0.20

0.02 -

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.00

1.10

1.20

1.30

1.40

1.50

1.60

1.70

1.80

1.90

2.00

Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014

%

Belanja Operasi Belanja Modal

Keuangan Pemerintah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 25

terrealisasi sebesar 18,30% atau sebesar Rp201,06 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun

sebelumnya yang hanya mencapai Rp31,48 miliar (3,73%).

Anggaran 2013 yang diperkirakan defisit, tertutupi dengan penerimaan pembiayaan. Berdasarkan

perbandingan antara realisasi belanja dan pendapatan daerah pada triwulan I-2014, masih terjadi

defisit (selisih kurang) anggaran sebesar Rp98,40miliar. Namun dengan karena belum ada pengeluran

pembiayaan daerah maka pada triwulan I 2014, APBD Sulsel masih mencatatkan sisa lebih anggaran

(SILPA) sebesar Rp98,40 miliar.

Keuangan Pemerintah

26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Halaman ini sengaja dikosongkan

Inflasi Daerah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 27

3. Inflasi Daerah

Pada triwulan I 2014, inflasi Sulsel tercatat sebesar 5,88% (yoy), lebih rendah dari triwulan IV 2013

(6,22%; yoy), seiring pasokan pangan yang lebih baik. Sesuai perkiraan sebelumnya, tekanan inflasi

akan berada di jalur yang menurun pada triwulan laporan. Hal ini didukung oleh semakin kondusifnya

cuaca untuk produksi ikan, terbatasnya banjir di lahan pertanian, serta minimalnya kendala distribusi

terkait cuaca. Kenaikan harga komoditas yang diatur oleh pemerintah seperti LPG 12 kg dan tarif

angkutan udara menahan penurunan yang terjadi. Tekanan inflasi juga tetap datang dari kuatnya

permintaan akibat faktor musiman dan dampak lanjutan atas biaya impor yang meningkat. Adapun

pencapaian inflasi yang lebih rendah dari triwulan sebelumnya didukung oleh semakin berkembangnya

koordinasi pengendalian inflasi di daerah melalui kehadiran TPID.

3.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang & Jasa13

Pada triwulan I 2014, tekanan inflasi di Sulsel tercatat lebih rendah dari triwulan sebelumnya.

Inflasi tercatat sebesar 5,88% (yoy), menurun dari inflasi pada akhir tahun 2013 sebesar 6,22% (yoy).

Turunnya inflasi didorong oleh pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok

transpor, serta kelompok pendidikan (Tabel 3.1). Sementara itu, kelompok lainnya tercatat mengalami

peningkatan inflasi tahunan. Secara berurutan, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok transpor

(10,31%, yoy), kelompok perumahan (6,25%, yoy), kelompok makanan jadi (5,39%, yoy), kelompok

bahan makanan (4,76%, yoy), kelompok kesehatan (3,79%, yoy), kelompok sandang (3,73%, yoy),

dan kelompok pendidikan (1,33%, yoy). Inflasi tahunan Sulsel juga masih lebih rendah dari laju inflasi

tahunan nasional yang pada triwulan I 2014 tercatat sebesar 7,32% (yoy) (Grafik 3.1).

Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang & Jasa

Sumber: Badan Pusat Statistik

Mulai Januari 2014, terjadi perubahan dalam metode perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK)

yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Aspek yang mengalami perubahan antara lain

adalah jumlah kabupaten/kota yang disurvei, jumlah komoditas dalam keranjang perhitungan inflasi,

serta tahun dasar nilai konsumsi (NK) yang digunakan. Jumlah kabupaten/kota survei perhitungan

inflasi di Sulsel bertambah sebanyak 1 (satu) kota menjadi 5 (lima) kota, yaitu Makassar, Palopo, Bone,

Parepare, dan kemudian ditambah Bulukumba. Komoditas yang dihitung tercatat sekitar 444 dari

13

Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi

Bahan

Makanan

Makanan

JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM

I 13.96 4.47 4.16 8.30 3.08 1.48 1.84 6.32 II 12.10 5.27 4.57 8.83 6.41 2.43 2.08 6.37 III 1.43 4.40 3.70 10.96 7.60 3.00 0.77 3.37 IV 0.24 4.40 3.67 8.69 7.67 2.90 0.73 2.88 I 4.04 4.49 4.18 9.57 7.53 2.94 0.57 4.06 II 4.94 4.29 3.98 6.99 4.53 2.12 0.47 3.85 III 7.81 4.97 3.41 6.51 3.18 1.37 0.63 4.48 IV 6.56 5.03 3.35 7.08 2.83 3.41 1.16 4.40 I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61 II 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36 III 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24 IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22

2014 I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88

TAHUN

2012

2013

2011

Inflasi Daerah

28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

sekitar 423 komoditas pada periode sebelumnya. Selanjutnya, NK yang digunakan adalah NK tahun

dasar 2012, berubah dari periode sebelumnya yang menggunakan NK tahun dasar 2007.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan

3.1.1 Kelompok Bahan Makanan

Pada triwulan I 2014, inflasi kelompok bahan makanan kembali turun karena pasokan pangan

yang masih cukup memadai. Penurunan inflasi terjadi dari 6,97% (yoy) pada triwulan IV 2013

menjadi 4,76% (yoy) pada triwulan I 2014 (Grafik 3.2). Turunnya harga terutama terjadi pada aneka

bumbu dan daging serta hasilnya di awal triwulan yang diikuti penurunan harga aneka ikan, baik segar

maupun budidaya, di akhir triwulan. Dibukanya keran impor untuk komoditas bumbu dan daging

serta aktivitas penangkapan ikan yang meningkat mendukung penurunan inflasi bahan makanan yang

terjadi. Di samping itu, daerah sentra bawang merah masih memiliki pasokan yang melimpah. Kendala

distribusi terkait cuaca juga berkurang dengan intensitas curah hujan yang semakin rendah.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan

Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH), harga komoditas aneka bumbu, sayur, serta

daging memang mengalami penurunan. Penurunan laju inflasi tahunan beberapa komoditas terjadi

dengan cukup drastis antara lain daging ayam ras, ikan kembung, dan bawang merah (Grafik 3.3).

Sementara itu, beberapa komoditas aneka ikan masih mencatat kenaikan inflasi. Hal ini dinilai

merupakan dampak masih belum optimalnya hasil tangkapan ikan di awal triwulan I 2014 sehingga

harga beberapa ikan naik di pasar seiring pasokan yang berkurang.

(2)

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2010 2011 2012 2013 2014

Nasional (yoy)

Sulawesi Selatan (yoy)

Sulawesi Selatan (qtq)

%

5.88

7.32

1.43

(10)

(5)

0

5

10

15

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014%

yoy qtq

Inflasi Daerah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 29

Daging Sapi

Daging dan Telur Ayam Ras

Aneka Ikan

Tomat Sayur

Cabe Rawit

Bawang Merah & Putih

Sumber: Survei Pemantauan Harga

Grafik 3.3. Perubahan Harga Komoditas Kelompok Bahan Makanan

3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada triwulan I 2014 tercatat

lebih tinggi dari triwulan IV 2013 . Kelompok ini mencatat laju inflasi tahunan sebesar 5,39% (yoy)

pada triwulan laporan (Grafik 3.4). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi yang tercatat adalah sebesar

4,47% (yoy). Naiknya tekanan inflasi dipengaruhi oleh inflasi pada kelompok makanan jadi selama

periode triwulan I 2014. Di sisi lain, inflasi kelompok minuman yang tidak beralkohol serta kelompok

tembakau dan minuman beralkohol terpantau cukup stabil.

(5)

0

5

10

15

20

25

30

0

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Ribu

Harga Daging Sapi gHarga - Skala Kanan

(25)(20)(15)(10)

(5)0 5

10 15 20 25 30

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoy

Daging Ayam Ras Telur Ayam Ras

(20)(15)(10)

(5)0 5

10 15 20

25 30

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoy

Bandeng Teri Layang Kembung

(50)

(40)

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Ribu

Harga Tomat Sayur gHarga - Skala Kanan

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Ribu

Harga Cabe Rawit gHarga - Skala Kanan

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

300

350

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoy

Bawang Merah Bawang Putih

Inflasi Daerah

30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Makanan Jadi

Kenaikan harga beberapa komoditas yang menjadi kebutuhan pokok menjadi pendorong

meningkatnya inflasi. Hal ini terlihat dari hasil SPH yang menunjukkan kenaikan harga minyak

goreng, air kemasan, dan nasi. Harga makanan jadi yang diolah dengan minyak goreng dinilai turut

mengalami peningkatan. Permintaan yang juga kuat seiring perayaan tahun baru di awal tahun dan

beberapa hari besar keagamaan maupun kebudayaan turut mempengaruhi inflasi kelompok ini. Harga

rokok juga mengalami peningkatan yang diduga sebagai dampak penyesuaian pajak daerah untuk

tembakau meski tidak secara signifikan mempengaruhi inflasi (Grafik 3.5).

Makanan & Minuman

Rokok

Sumber: Survei Pemantauan Harga

Grafik 3.5. Perubahan Harga Komoditas Kelompok Makanan Jadi

3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

Pada triwulan I 2014, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar

meningkat dibandingkan triwulan IV 2013 karena tekanan dari seluruh subkelompok. Laju inflasi

tercatat sebesar 6,25% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (6,06%, yoy) (Grafik 3.6). Naiknya

laju inflasi tahunan didorong oleh kenaikan harga bahan bakar yang digunakan oleh rumah tangga.

Selain itu, biaya tempat tinggal juga masih mengalami tekanan inflasi selama periode triwulan I 2014

yang dinilai mempengaruhi naiknya harga bahan bangunan.

Menguatnya laju kelompok perumahan dipengaruhi oleh naiknya harga LPG dan permintaan

yang masih kuat. Harga LPG (liquefied petroleum gas) 12 kg mengalami penyesuaian pada Januari

2014 seiring upaya produsen untuk meminimasi kerugian akibat harga subsidi LPG 12 kg yang terlalu

rendah dibandingkan dengan harga perolehan pokok. Sementara itu, permintaan yang masih tinggi

terhadap bahan bangunan ditandai dengan masih maraknya proyek-proyek pembangunan di Sulawesi

0

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%

yoy qtq

(20)

(10)

0

10

20

30

40

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoy

Minyak Goreng Air Kemasan Nasi Gula Pasir

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoy

Rokok Kretek Rokok Kretek Filter

Inflasi Daerah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 31

Selatan. Naiknya inflasi pada komoditas tersebut juga dikonfirmasi oleh hasil SPH untuk harga bahan

bakar rumah tangga, besi beton, dan batu bata (Grafik 3.7).

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Pemantauan Harga

Grafik 3.6. Inflasi Kelompok Perumahan Grafik 3.7. Perubahan Harga Bahan Bangunan

3.1.4 Kelompok Sandang

Inflasi kelompok sandang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang didorong oleh

pulihnya harga emas di pertengahan triwulan I 2014. Pada triwulan IV 2013, inflasi tercatat sebesar

2,36% (yoy) yang kemudian naik menjadi 3,73% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 3.8). Naiknya

harga komoditas dari subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya, khususnya komoditas emas

perhiasan, juga diikuti oleh inflasi yang terjadi pada subkelompok yang lain. Meski tekanan berkurang

di akhir periode namun laju inflasi tetap tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Sandang

Naiknya harga emas perhiasan dipengaruhi pergerakan harga emas di pasar global yang

menunjukkan tren pemulihan. Setelah berada pada tren yang menurun sejak awal tahun 2013,

pergerakan harga emas internasional menunjukkan pemulihan di tahun 2014 karena investor mulai

kembali melirik investasi pada logam mulia (Grafik 3.9 dan Grafik 3.10). Hal ini dipengaruhi oleh

ketidakpastian perbaikan kondisi perekonomian global. Sementara itu, harga sandang pada

subkelompok yang lain juga menambah tekanan inflasi karena adanya berbagai perayaan yang diiringi

peningkatan daya beli karena naiknya Upah Minimum Provinsi (UMP).

0

1

2

3

4

5

6

7

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%

yoy qtq

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoy

Besi Beton Batu Bata/Batu Tela

(4)

(2)

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%

yoy qtq

Inflasi Daerah

32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Sumber: Survei Pemantauan Harga Sumber: World Bank

Grafik 3.9. Perubahan Harga Emas Perhiasan Grafik 3.10. Perubahan Harga Emas Internasional

3.1.5 Kelompok Kesehatan

Inflasi kelompok kesehatan mengalami peningkatan pada triwulan I 2014 yang didorong oleh

inflasi yang terjadi pada seluruh subkelompok. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatat inflasi

tahunan sebesar 3,79% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar 3,71% (yoy) pada triwulan IV 2013

(Grafik 3.11). Subkelompok jasa kesehatan dan obat-obatan mengalami inflasi yang cukup tinggi

hingga pertengahan triwulan I 2014. Hal ini kemudian diikuti oleh inflasi subkelompok jasa perawatan

jasmani serta subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika di akhir periode.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.11. Inflasi Kelompok Kesehatan

Meningkatnya kebutuhan akan layanan kesehatan serta faktor barang impor mempengaruhi

inflasi pada kelompok ini. Berkembangnya beberapa fasilitas kesehatan di Sulsel dinilai mendorong

penyesuaian pada tarif yang ada karena kualitas dari layanan yang diberikan. Penyesuaian harga obat,

produk kosmetika, produk perawatan jasmani yang diimpor juga terlihat masih berlanjut hingga

periode laporan sehingga inflasi yang terjadi banyak disumbangkan dari faktor imported inflation.

3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi pada

triwulan I 2014. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 1,33% (yoy), lebih

rendah dari triwulan sebelumnya (1,39%; yoy) (Grafik 3.12). Turunnya laju inflasi tersebut didorong

oleh cukup stabilnya inflasi dari seluruh subkelompok selama triwulan I 2014. Adapun laju inflasi dari

(15)(10)(5)0 5 10 15 20 25 30 35

050

100150200250300350400450500

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Ribu

Harga Emas Perhiasan gHarga - Skala Kanan

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyUSD/troy oz

Harga Emas gHarga - Skala Kanan

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%

yoy qtq

Inflasi Daerah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 33

subkelompok rekreasi mengalami penurunan pada pertengahan triwulan laporan sehingga mampu

mendukung penurunan inflasi secara keseluruhan.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.12. Inflasi Kelompok Pendidikan

Dampak kenaikan biaya pendidikan yang terjadi sejak triwulan IV 2012 terus mereda hingga

triwulan laporan. Meredanya tekanan inflasi kelompok ini telah terjadi sejak triwulan IV 2013. Pada

triwulan laporan, tekanan inflasi memang masih datang dari subkelompok kursus-kursus/pelatihan,

khususnya di awal tahun. Akan tetapi, hal tersebut tidak mengakselerasi inflasi secara tahunan

sehingga inflasi kelompok ini tetap terjaga di tingkat yang cukup rendah. Adanya masa liburan sekolah

di awal tahun dan hari raya keagamaan diduga mendorong pemotongan harga barang maupun tarif

jasa (diskon), terutama pada komoditas subkelompok rekreasi.

3.1.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Pada triwulan I 2014, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa kembali menurun

dari triwulan sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar 10,31% (yoy) setelah tercatat sebesar 11,58%

(yoy) pada triwulan IV 2013 (Grafik 3.13). Adanya kenaikan harga tiket pesawat tujuan domestik

akibat kenaikan harga avtur (fuel surcharge) meningkatkan inflasi pada subkelompok transpor di akhir

periode triwulan I 2014. Meski demikian, terjaganya inflasi subkelompok yang lain mampu meredam

dampak naiknya tarif angkutan udara tersebut dan menahan laju inflasi secara umum.

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank

Grafik 3.13. Inflasi Kelompok Transpor Grafik 3.14. Perubahan Harga Karet Internasional

Belum adanya kebijakan dari pemerintah terkait penyesuaian harga komoditas strategis yang

dapat mempengaruhi inflasi mendukung arah penurunan yang terjadi . Tarif angkutan di dalam

kota maupun antarkota mengalami peningkatan namun tidak signifikan. Sementara itu, subkelompok

(2)

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%

yoy qtq

(2)

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%

yoy qtq

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

100

0

1

2

3

4

5

6

7

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyUSD/troy oz

Harga Karet gHarga - Skala Kanan

Inflasi Daerah

34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

komunikasi dan jasa keuangan terpantau stabil sepanjang triwulan I 2014. Penurunan inflasi diduga

salah satunya merupakan dampak dari turunnya harga komoditas ban kendaraan bermotor. Hal ini

dipengaruhi oleh harga karet yang masih berada dalam tren menurun (Grafik 3.14).

3.2. Inflasi Berdasarkan Kota14

Pada triwulan I 2014, tekanan inflasi yang menurun didorong oleh penurunan inflasi yang terjadi

di Makassar dan Parepare. Inflasi di Makassar pada triwulan I 2014 tercatat sebesar 5,46% (yoy)

setelah tercatat lebih tinggi pada triwulan sebelumnya (6,24; yoy) (Grafik 3.15). Di Parepare, inflasi

tercatat sebesar 5,58% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dari inflasi triwulan IV 2013 (6,31%,

yoy). Selanjutnya, inflasi di Palopo dan Watampone mengalami peningkatan di triwulan laporan. Inflasi

di kedua daerah tersebut masing-masing tercatat sebesar 6,22% (yoy) dan 7,86% (yoy) setelah

sebelumnya tercatat sebesar 5,25% (yoy) dan 6,96% (yoy). Sementara itu, pada triwulan I 2014, inflasi

di Bulukumba tercatat cukup tinggi yaitu 13,94% (yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.15. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

Tabel 3.2. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Masih adanya kendala distribusi dari daerah sentra pangan terkait cuaca dan infrastruktur dinilai

menjadi salah satu penyebab masih tingginya inflasi di beberapa daerah. Inflasi bahan makanan di

beberapa daerah tersebut masih mengalami kenaikan karena pasokan yang terhambat, khususnya

14

Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo,

Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2010 2011 2012 2013 2014

Sulawasi Selatan Makassar

Palopo Parepare

Watampone Bulukumba

%, yoy

I II III IV I II III IV I II III IV I

Watampone 0.30% 0.32% 0.17% 0.14% 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45%

Makassar 5.32% 5.35% 2.87% 2.42% 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27%

Palopo 0.35% 0.35% 0.19% 0.16% 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40%

Parepare 0.34% 0.35% 0.18% 0.16% 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39%

Bulukumba 0.38%

Sulawasi Selatan 6.32% 6.37% 3.37% 2.88% 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88%

2014Kota

2011 2012 2013

Inflasi Daerah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 35

pasokan aneka bumbu yang sentranya berada di daerah lain. Inflasi dinilai disumbangkan juga oleh

kelompok makanan jadi dan sandang seiring masih kuatnya permintaan. Kondisi ini menyebabkan

sumbangan inflasi dari setiap daerah secara umum meningkat. Hanya Makassar yang sumbangannya

turun cukup dalam pada triwulan I 2014 dibandingkan triwulan IV 2013 (Tabel 3.2).

3.3. Disagregasi Inflasi15

Melemahnya tekanan inflasi Sulsel pada triwulan I 2014 terutama didorong oleh turunnya inflasi

komponen volatile food. Komponen ini mencatat inflasi 4,62% (yoy), setelah tercatat sebesar 7,39%

(yoy) pada triwulan IV 2013 (Grafik 3.16). Curah hujan dan gelombang laut yang tidak setinggi akhir

triwulan sebelumnya dan terus berangsur membaik hingga akhir triwulan I 2014 mendukung kegiatan

penangkapan ikan laut. Komoditas aneka ikan tangkap bahkan mengalami deflasi yang cukup dalam

pada akhir triwulan I 2014. Meski kendala distribusi terkait infrastruktur masih menghambat pasokan

ke beberapa daerah, pasokan bahan pangan secara umum masih mencukupi kebutuhan yang

didukung tidak adanya banjir serta dibukanya keran impor.

Inflasi administered price meningkat pada triwulan I 2014 seiring peningkatan pada harga bahan

bakar dan tarif angkutan udara. Di triwulan IV 2013, inflasi komponen ini tercatat sebesar 14,67%

(yoy) dan kemudian meningkat menjadi 15,31% (yoy). Naiknya inflasi administered price dipengaruhi

oleh penyesuaian harga LPG 12 kg pada awal triwulan laporan. Meski persentase kenaikan harga LPG

12 kg diturunkan, dampaknya tetap tertangkap pada inflasi komoditas bahan bakar rumah tangga. Di

samping itu, naiknya harga tiket pesawat untuk penerbangan dalam negeri akibat naiknya harga avtur

juga menambah tekanan inflasi komponen administered price.

Survei: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.16. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi

Selanjutnya, inflasi inti (core inflation) sedikit meningkat karena tekanan inflasi dari komoditas

emas perhiasan dan bahan bangunan. Pulihnya harga emas internasional mempengaruhi harga

acuan emas yang ikut tergerek naik. Sementara itu, harga bahan bangunan dan makanan jadi juga

meningkat karena permintaan yang masih kuat, didukung oleh terjaganya tingkat pendapatan dan

ekspektasi konsumen. Inflasi makanan jadi yang berbahan dasar terigu juga menguat seiring indikasi

naiknya biaya impor gandum sebagai bahan baku tepung terigu. Faktor imported inflation juga

memberi tekanan kenaikan harga melalui impor obat-obatan dan produk kosmetika.

15

Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan

administered price). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh

dari faktor yang bersifat fundamental.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

I II III IV I

2013 2014

%; yoy

Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food

15.31

5.88

4.62

3.93

Inflasi Daerah

36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi

Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel terus menunjukkan perkembangan yang

positif. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan secara aktif terus mendorong pembentukan TPID di

Daerah Tingkat II (DATI II) agar koordinasi dan harmonisasi program pengendalian harga di Sulsel

berjalan semakin baik. Tercatat hingga triwulan laporan, telah terbentuk 16 (enam belas) TPID di

tingkat kabupaten/kota Sulawesi Selatan. Dari 16 TPID tersebut, 5 (lima) kabupaten/kota yang menjadi

tempat survei perhitungan inflasi seluruhnya telah memiliki TPID.

Selama triwulan I 2014, TPID Sulsel telah melakukan koordinasi ke tingkat kabupatn/kota

dengan program peningkatan kesadaran dan kompetensi anggota TPID. Workshop mengenai

metode perhitungan inflasi dan pentingnya koordinasi pengendalian inflasi telah dilakukan di

Makassar (Januari 2014), Parepare (Februari 2014), dan Bone (Maret 2014). Melalui workshop

tersebut, TPID Sulsel berupaya untuk memperkuat koordinasi serta pemahaman akan pentingnya

pengendalian inflasi bagi para anggota TPID di tingkat kabupaten/kota. Untuk mendukung efisiensi

dan efektivitas, TPID Sulsel telah membagi wilayah koordinasi ke dalam 5 (lima) zona TPID seperti yang

ditampilkan pada tabel berikut.

Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

No Nama Zona Kabupaten/Kota

1 Zona Palopo Palopo, Luwu, Luwu Timur, Luwu Utara,

Toraja Utara, Tana Toraja

2 Zona Parepare Parepare, Enrekang, Pinrang, Sidrap, Barru

3 Zona Bone Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai

4 Zona Bulukumba Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Selayar

5 Zona Makassar Makassar, Pangkep, Maros, Gowa, Takalar

Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 37

4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan

Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 2014, dari indikator utama yaitu aset, dana pihak ketiga

(DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, memperlihatkan pertumbuhan yang melambat jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan aset bank umum terjadi pada

bank pemerintah maupun bank asing dan bank campuran. Kenaikan nominal aset perbankan pada

umumnya karena bertambahnya jumlah kantor bank umum konvensional. Sementara itu, kegiatan

intermediasi meningkat pada triwulan I 2014 menjadi sebesar 139,37% seiring lebih tingginya angka

pertumbuhan kredit dibandingkan DPK. Perlambatan kenaikan dana pihak ketiga terjadi pada semua

jenis simpanan dan demikian pula untuk semua jenis penggunaan kredit. Di sisi lain, risiko kredit

perbankan masih terjaga dengan baik, rasio Non Performing Loans (NPLs) bank umum masih berada

pada level aman (2,97%). Masih amannya rasio NPL juga mendukung ketahanan baik pada sektor

korporasi, rumah tangga, maupun UMKM.

4.1. Kondisi Umum Perbankan

4.1.1 Perkembangan Kelembagaan

Dari sisi kelembagaan, pada triwulan I 2014, jumlah bank di Sulsel relatif tidak berubah yaitu 51

bank. Kemudian, untuk jumlah BPR juga masih tetap sama seperti periode sebelumnya yaitu sebanyak

29 BPR. Meski demikian, jumlah kantor bank di Sulsel masih terus bertambah pada triwulan laporan

yaitu menjadi sebanyak 974 kantor (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR

4.1.2 Aset Perbankan

Total aset bank umum pada triwulan I 2014 tumbuh melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Aset perbankan tercatat tumbuh sebesar 14,07% (yoy) atau menjadi Rp92,25 triliun,

lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2013 yang tumbuh sebesar 14,66% (yoy) (Tabel 4.2).

Perlambatan pertumbuhan aset perbankan pada periode laporan disebabkan oleh menurunnya

pertumbuhan aset bank pemerintah serta bank asing dan bank campuran, masing-masing dari

11,54% (yoy) dan 21,38% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 9,30% (yoy) dan 2,01%

(yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, bank swasta nasional justru menunjukkan peningkatan

pada pertumbuhan aset yaitu dari 19,18% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 21,52% (yoy)

pada triwulan laporan.

2014

I II III IV I II III IV I II III IV I

Bank Umum 41 42 43 45 46 46 46 46 47 49 50 51 51

Konvensional 31 32 32 34 35 35 35 35 36 38 39 40 40

Syariah 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6

UUS 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

BPR 27 27 27 27 27 27 28 28 28 29 29 29 29

Jumlah Kantor 689 724 812 844 848 895 925 936 940 950 959 971 974

NAMA RINCIAN20122011 2013

Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan

38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank

4.1.3 Intermediasi Perbankan

Sejalan dengan lebih besarnya laju pertumbuhan kredit dibandingkan DPK, indikator intermediasi

perbankan juga meningkat yang tercermin dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menjadi

139,37% pada triwulan I 2014, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2013 yang tercatat sebesar

133,65% (Tabel 4.3). Sesuai pola historisnya, perkembangan intermediasi perbankan selalu tinggi,

lebih dari 100%. Penyaluran kredit yang tinggi terutama untuk penyaluran kepada sektor

perdagangan, sektor jasa dunia usaha, konstruksi dan sektor industri pengolahan.

DPK yang dihimpun oleh Bank Umum pada triwulan I 2014 tumbuh melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp58,00 triliun atau tumbuh sebesar 11,23%

(yoy), sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar

12,50% (yoy) (Tabel 4.3). Perlambatan pertumbuhan DPK terutama disebabkan oleh melambatnya

pertumbuhan jenis simpanan giro dari 6,87% pada triwulan IV 2013 menjadi 2,90% (yoy) serta

melambatnya pertumbuhan tabungan dari 11,17% pada triwulan IV 2013 menjadi 10,64% (yoy) pada

triwulan laporan.

Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum

Kredit yang disalurkan perbankan mencatat perlambatan pertumbuhan pada triwulan I 2014.

Kredit tercatat tumbuh sebesar 12,24% (yoy) menjadi Rp80,84 triliun setelah tumbuh 15,09% (yoy)

pada triwulan I 2014. Perlambatan pada pertumbuhan kredit didorong oleh melambatnya penyaluran

kredit untuk semua jenis penggunaan, yaitu modal kerja, investasi, dan konsumsi (Tabel 4.3). Secara

sektoral, penyaluran kredit juga tumbuh melambat di semua sektor ekonomi, kecuali sektor lain-lain

(Tabel 4.4). Melambatnya pertumbuhan kredit dinilai merupakan dampak dari penyesuaian yang

dilakukan oleh perbankan dalam merespons target pertumbuhan kredit yang ditetapkan Bank

Indonesia berada pada kisaran 15% - 17% (yoy).

2014 2014

I II III IV I I II III IV I

Total Aset 19.69 19.04 20.78 14.66 14.07 80,876 86,366 90,288 90,932 92,253

Bank Pemerintah 17.84 17.14 19.37 11.54 9.30 48,337 51,537 53,300 52,533 52,831

Bank Swasta Nasional 22.81 22.38 23.30 19.18 21.52 31,919 34,293 36,341 37,682 38,788

Bank Asing dan Bank Campuran 9.85 (0.02) 2.89 21.38 2.01 621 537 647 717 633

Aset Menurut Kelompok Bank

Nominal (Rp Miliar)

2013 2013

Pertumbuhan (%, yoy)

2014 2014

I II III IV I I II III IV I

1. DPK 14.41 9.97 14.94 12.50 11.23 52,147 53,299 57,204 60,239 58,003

a. Giro 3.98 11.24 27.11 6.87 2.90 7,759 8,086 9,211 7,836 7,984

b. Tabungan 17.29 10.50 12.34 11.17 10.64 29,206 29,942 31,943 34,840 32,314

c. Deposito 14.85 13.07 13.92 18.06 16.61 15,182 15,271 16,050 17,563 17,705

2. Kredit 22.58 21.84 21.71 15.09 12.24 72,019 77,083 79,613 80,509 80,836

a. Modal Kerja 27.43 9.74 12.84 3.42 1.13 28,671 27,484 27,822 29,217 28,996

b. Investasi 8.51 41.99 44.75 43.47 34.29 12,725 17,402 18,289 17,089 17,088

c. Konsumsi 24.85 24.01 19.14 14.80 13.49 30,622 32,197 33,503 34,203 34,752

3. LDR (%) 138.11 144.62 139.17 133.65 139.37

4. NPLs Gross (%) 2.84 2.68 2.77 3.13 2.97

Komponen 2013 2013

Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)

Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 39

Melemahnya kinerja penyaluran kredit diikuti dengan risiko kredit yang tetap terkendali. Ditinjau

dari aspek pengelolaan manajemen risiko, kondisi perbankan Sulsel pada triwulan I 2014 masih

menunjukkan kinerja yang baik, tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPLs) Bank Umum yang

masih terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu sebesar 2,97% yang tercatat mengalami

penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 3,13% (Tabel 4.3).

Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi

4.1.4 Bank Syariah

Total aset perbankan syariah pada triwulan I 2014 tumbuh meningkat dari capaian di triwulan

sebelumnya. Aset perbankan syariah tercatat tumbuh sebesar 44,29% menjadi Rp6,93 triliun, lebih

tinggi dari pertumbuhan di triwulan IV 2013 yang tumbuh sebesar 23,26% (Tabel 4.5). Peningkatan

pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode laporan terutama didorong oleh meningkatnya

pertumbuhan aset bank pemerintah yaitu sebesar 20,35% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi

32,94% (yoy) pada triwulan laporan.

Tabel 4.5. Perkembangan Bank Umum Syariah

Kinerja perbankan syariah Sulsel pada triwulan I 2014 menunjukkan sedikit penurunan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini terutama dilihat dari indikator pertumbuhan DPK

dan pembiayaan. Meski demikian, pertumbuhan penghimpunan dana dan pembiayaan masih cukup

tinggi yaitu masing-masing sebesar 28,66% (yoy) dan 18,92% (yoy) pada triwulan laporan. Finance to

Deposit Ratio (FDR) tercatat masih sangat tinggi sebesar 204,73%, menunjukkan masih belum

2014 2014

I II III IV I I II III IV I

Kredit (Lokasi Proyek) 22.58 21.84 21.71 15.09 12.24 72,019 77,083 79,613 80,509 80,836

Pertanian 55.44 23.20 18.22 15.81 1.16 1,373 1,356 1,354 1,374 1,388

Pertambangan 3.95 (3.97) (4.26) 8.33 (0.79) 590 584 599 611 586

Industri Pengolahan 26.31 6.78 6.30 (28.26) (33.57) 6,116 5,570 5,720 4,314 4,063

Listrik, Gas, Air 162.55 223.27 123.81 101.85 56.02 996 1,357 1,484 1,579 1,554

Konstruksi 21.81 15.42 18.77 9.94 8.88 3,835 4,043 4,405 4,231 4,175

Perdagangan 28.32 28.77 32.87 28.05 24.10 20,344 23,549 24,050 25,010 25,246

Pengangkutan 26.76 31.52 41.60 21.61 8.86 2,317 2,379 2,459 2,600 2,522

Jasa Dunia Usaha 8.66 31.21 23.48 38.09 33.85 3,446 4,511 4,289 4,656 4,613

Jasa Sosial Masyarakat (6.57) 3.41 26.49 29.89 26.18 1,479 1,515 1,740 1,800 1,867

Lain-lain (Konsumsi) 18.97 17.51 14.76 10.28 10.46 31,523 32,219 33,513 34,334 34,821

Komponen 2013 2013

Nominal (Rp Miliar)Pertumbuhan (%, yoy)

2014 2014

I II III IV I I II III IV I

Asset 42.22 37.86 36.26 23.26 44.29 4,802 5,085 5,420 5,576 6,929

DPK 35.46 30.77 42.76 39.80 28.66 2,138 2,138 2,594 2,884 2,750

a. Giro 29.19 16.82 21.33 14.22 (12.64) 253 232 243 338 221

b. Tabungan 28.09 21.23 37.71 32.91 30.93 969 974 1,162 1,307 1,268

c. Deposito 46.32 47.26 53.83 58.10 37.68 916 932 1,188 1,239 1,261

Pembiayaan 44.87 47.73 36.65 30.38 18.92 4,735 5,158 5,273 5,669 5,631

FDR (%) 221.50 241.23 203.31 196.55 204.73

NPFs Gross (%) 1.53 1.56 1.34 1.16 1.41

Komponen

Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)

2013 2013

Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan

40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

berimbangnya penghimpunan DPK dibandingkan pembiayaan seiring minat masyarakat untuk

mengambil pembiayaan dari perbankan syariah yang masih tumbuh tinggi. Sementara itu, kualitas

pembiayaan tetap terjaga pada level aman, tercermin dari Non Performing Financing (NPF) sebesar

1,41% pada triwulan laporan yang sedikit meningkat dibandigkan triwulan sebelumnya (1,16%).

4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat

Di triwulan I 2014, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) tetap tumbuh dengan cukup baik. Fungsi

intermediasi BPR masih sangat tinggi meskipun sedikit lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya,

tercermin dari penurunan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan IV 2013 sebesar 193,02%

menjadi 177,98%. Di sisi total aset, BPR mengalami peningkatan pertumbuhan menjadi 12,46% (yoy),

dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh melambat sebesar 9,88% (yoy). Di sisi penghimpunan

dana pihak ketiga, BPR mengalami peningkatan pertumbuhan dari 13,35% (yoy) pada triwulan IV

2013 menjadi 29,15% (yoy). Sementara itu, kredit yang disalurkan tumbuh melambat dari 27,40%

(yoy) menjadi sebesar 25,62% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2).

Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR

4.2. Stabilitas Sistem Keuangan

4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah

Di triwulan I 2014, penyaluran kredit korporasi

masih didominasi oleh sektor perdagangan.

Sektor perdagangan memiliki pangsa terbesar

dalam struktur kredit kepada korporasi yang

tercatat sebesar Rp22,18 triliun (kredit produktif

non-UMKM). Rendahnya porsi sektor pertanian

dan sektor pertambangan menunjukkan bahwa

peran perbankan bagi sektor utama, khususnya

sektor primer, masih memiliki ruang untuk

ditingkatkan (Grafik 4.3).

Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi

Dari sisi pertumbuhan, penyaluran kredit kepada sektor korporasi kembali melambat pada

triwulan I 2014. Tren ini terlihat telah terjadi sejak awal 2012. Melemahnya pertumbuhan kredit

kepada korporasi kepada sektor pertambangan menjadi salah satu faktor penyebab perlambatan di

triwulan laporan. Kredit korporasi kepada sektor pertanian dan industri pengolahan bahkan

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2010 2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Miliar

Aset

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

0

200

400

600

800

1,000

1,200

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2010 2011 2012 2013 2014

%Rp Miliar

DPK Kredit LDR - Skala Kanan

Pangsa Triwulan I 2014

Pertanian (0.8%)

Pertambangan (1.8%)

Industri (11.5%)

Perdagangan (46.5%)

Lainnya (39.3%)

Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 41

mengalami kontraksi. Adapun kredit korporasi kepada sektor perdagangan mampu tumbuh sedikut

menguat pada triwulan I 2014 sehingga menahan perlambatan yang terjadi (Grafik 4.4).

Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi secara keseluruhan mas ih memiliki kualitas yang

cukup baik hingga triwulan I 2014. Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur

dari NPLs tercatat turun menjadi 2,70% setelah sebelumnya tercatat sebesar 4,03% (Grafik 4.5).

Turunnya NPLs sektor perdagangan dan industri pengolahan menjadi pendorong membaiknya kualitas

penyaluran kredit. Adapun NPLs di sektor primer tercatat melebihi batas aman sebesar 5%. Meski

demikian, pangsanya yang kecil membuat dampaknya tidak signifikan sehingga ketahanan sektor

korporasi daearah dapat dikatakan masih cukup baik.

Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi Grafik 4.5. NPLs Kredit Korporasi

4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah

Kredit pemilikan rumah mengambil pangsa

terbesar dalam struktur kredit rumah tangga

pada triwulan I 2014. Dari total kedit yang

disalurkan kepada rumah tangga sebesar

Rp26,43 triliun, KPR memiliki pangsa mencapai

lebih dari 30%, disusul kredit multiguna, kredit

rumah tangga lainnya (termasuk perlengkapan

dan kredit bukan lapangan usaha lainnya), dan

terakhir kredit kendaraan bermotor (Grafik 4.6).

Grafik 4.6. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga

Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mencatat kinerja yang melambat di triwulan I

2014. Perlambatan tersebut didorong oleh pertumbuhan KPR pada triwulan I 2014 yang tidak sebaik

triwulan sebelumnya. Kredit rumah tangga lainnya juga tercatat tumbuh melambat sedangkan kredit

multiguna mengalami kontraksi yang lebih dalam. Adapun KKB mampu menunjukkan kinerja yang

akseleratif di tengah perlambatan jenis kredit rumah tangga yang lain (Grafik 4.7).

Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada level yang aman. Seluruh jenis kredit

rumah tangga memiliki NPLs di bawah batas aman 5%. KPR yang mencatat angka NPLs tertinggi juga

tetap memiliki rasio yang masih aman. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan

sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan I 2014 (Grafik 4.8). Adanya peningkatan

NPLs total dari 1,58% menjadi 1,78% dinilai merupakan dampak penyesuaian suku bunga yang

dilakukan perbankan sehingga kewajiban nasabah bertambah yang berujung pada ketidakmampuan

nasabah untuk membayar kewajibannya.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%, yoy%, yoyTotal - Skala Kanan Pertanian

Pertambangan Industri

Perdagangan

0

10

20

30

40

50

60

0

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%%

Total Industri

Perdagangan Pertanian - Skala Kanan

Pertambangan - Skala Kanan

Pangsa Triwulan I 2014

Kredit Pemilikan

Rumah, KPR (32.6%)

Kredit Kendaraan

Bermotor, KKB (10.4%)

Kredit Multiguna (30.3%)

Kredit Rumah Tangga

Lainnya (26.8%)

Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan

42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Grafik 4.7. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.8. NPLs Kredit Rumah Tangga

4.3. Pengembangan Akses Keuangan

Penyaluran kredit UMKM masih menunjukkan perlambatan pertumbuhan hingga triwulan I

2014. Melambatnya pertumbuhan kredit di UMKM menggambarkan masih belum optimalnya

pengembangan akses keuangan di daerah sehingga masih dapat ditingkatkan lagi (Grafik 4.9). Pangsa

kredit UMKM terhadap total kredit adalah 29,49% atau sebesar Rp23,84 triliun. Dari nilai tersebut,

sekitar 69% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya

digunakan untuk investasi (Grafik 4.10). Angka NPLs kredit UMKM bergerak naik pada triwulan I 2014

namun tercatat masih berada sedikit di bawah batas aman yaitu sebesar 4,97% (Grafik 4.9).

Katalisator pertumbuhan ekonomi dari sisi UMKM adalah bagaimana menghubungkan

perusahaan pembiayaan kepada para pelaku UMKM. Namun demikian, hal ini tidak mudah untuk

diwujudkan mengingat tidak semua masyarakat sudah memahami mengenai produk dan jasa

keuangan. Oleh karena itu, KPw BI Wilayah I Sulampua mencoba melakukan beberapa program yang

dimulai dari usia dini hingga dewasa melalui Gerakan Indonesia Menabung (GIM) bagi pelajar, edukasi

keuangan kepada Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), dan beberapa kajian dalam upaya penetrasi akses

keuangan bagi masyarakat. Salah satu wujud fasilitasi KPw BI Wilayah I Sulampua dalam upaya

menghubungkan pelaku UMKM kepada lembaga keuangan formal tercermin dari pembiayaan yang

dilakukan perbankan di Sulawesi Barat (Sulbar) kepada kelompok petani kakao. Bersama dengan

pemda setempat, pada setiap kegiatan bantuan teknis kepada petani kakao tersebut, pihak perbankan

selalu dilibatkan sehingga komunikasi dengan pelaku UMKM akan terjalin dengan baik.

Grafik 4.9. Pertumbuhan dan NPLs Kredit UMKM Grafik 4.10. Pangsa Kredit UMKM

(50)

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%, yoy%, yoyTotal KPRKKB LainnyaMultiguna - Skala Kanan

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%

Total KPR KKB Lainnya Multiguna

0

1

2

3

4

5

6

0

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%%, yoy

Pertumbuhan Kredit UMKM NPLs UMKM - Skala Kanan

Total Kredit Non-UMKM

71%

Total Kredit UMKM

29%

69%

31%

Pangsa Kredit UMKM

Modal Kerja Investasi

Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 43

5. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang

Perkembangan sistem pembayaran cenderung mengikuti arah pertumbuhan indikator perbankan yang

mengalami perlambatan pada triwulan I 2014. Baik transaksi nontunai menggunakan Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS) maupun Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan

perlambatan pertumbuhan. Perlambatan tersebut dinilai merupakan dampak musiman seiring masih

belum optimalnya kegiatan transaksi pelaku usaha di awal tahun. Faktor musiman juga mempengaruhi

pergerakan aliran uang kartal yang pada triwulan I 2014 mengalami net inflow. Hal ini terjadi seiring

masih minimalnya kegiatan penarikan uang dan lebih dominannya penyetoran di periode awal tahun.

Pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melakukan layanan penukaran uang,

kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang.

5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran

5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS

Pada triwulan I 2014, transaksi nontunai melalui sarana RTGS mengalami kontraksi. Hal tersebut

disebabkan oleh penurunan aliran dana masuk ke Sulsel yang lebih besar daripada peningkatan aliran

dana keluar dari Sulsel. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel di triwulan I 2014 sebesar Rp43,54

triliun atau kontraksi menjadi -7,78% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp62,02 triliun

yang tumbuh 2,46% (Grafik 5.1). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran

dana yang masuk (incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai Rp27,88 triliun, lebih tinggi dari aliran

yang keluar (outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp15,66 triliun. Pertumbuhan aliran

dana yang masuk (incoming) melambat dari triwulan sebelumnya yaitu 2,05% (yoy) menjadi kontraksi

sebesar -14,91% (yoy) (Grafik 5.2). Kondisi berbeda terjadi pada pertumbuhan aliran dana yang keluar

melalui RTGS (outgoing) pada triwulan laporan yang mengalami peningkatan yaitu dari 3,32% (yoy)

pada triwulan IV 2013 menjadi tumbuh sebesar 8,39% (yoy) (Grafik 5.3).

Grafik 5.1. Transaksi RTGS Total Grafik 5.2. Transaksi RTGS Incoming

Grafik 5.3. Transaksi RTGS Outgoing

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

0

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Triliun

Total gTotal Incoming & Outgoing - Skala Kanan

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Triliun

Incoming

gIncoming - Skala Kanan

(15)

(10)

(5)

0

5

10

15

20

25

30

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp TriliunOutgoing

gOutgoing - Skala Kanan

Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang

44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring

Transaksi nontunai melalui sarana kliring mengalami penurunan pada triwulan I 2014.

Pertumbuhan nilai kliring pada triwulan laporan masih menunjukkan kondisi belum membaik. Nilai

klriing pada triwulan laporan turun sebesar -34,70% (yoy) dimana sebelumnya juga turun sebesar -

30,22% (yoy). Demikian pula, jumlah pengiriman melalui sarana ini mengalami penurunan. Rata-rata

harian nilai nominal perputaran kliring pada triwulan I 2014 tercatat sebesar Rp100 miliar, mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp110 miliar. Sementara itu, dari

jumlah lembar, rasio rata-rata harian warkat juga mengalami penurunan dari 2,93 ribu lembar menjadi

2,61 ribu lembar (Tabel 5.1). Bank Indonesia selalu mewaspadai terkait rasio rata-rata harian

penolakan warkat (Cek/BG), yang secara nominal sedikit mengalami penurunan dari 2,75% pada

triwulan sebelumnya menjadi 2,38% pada triwulan laporan.

Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong

5.2. Pengelolaan Uang Tunai

5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal

Pada triwulan I 2014, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net inflow sebesar

Rp1,26 triliun. Pada triwulan I 2014, aliran uang masuk tercatat sebesar Rp2,76 triliun, lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp4,08 triliun (Grafik 5.4). Di samping itu,

aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia juga mengalami penurunan dari Rp4,16 triliun pada

triwulan IV 2013 menjadi Rp1,50 triliun pada triwulan laporan (Grafik 5.5). Terjadinya net inflow pada

triwulan laporan disebabkan oleh siklus triwulan I yang cenderung belum terjadi penarikan uang kartal

yang besar (Grafik 5.6).

Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Masuk (Inflow) Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Keluar (Outflow)

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

300

0

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp TriliunInflow

gInflow - Skala Kanan

(50)

0

50

100

150

200

250

300

350

400

0

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Triliun

Outflow

gOutflow - Skala Kanan

Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 45

Grafik 5.6. Selisih Aliran Uang Kartal Inflow & Outflow

5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar

Bank Indonesia terus berupaya untuk menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat

agar semakin membaik. Dalam rangka penerapan clean money policy, Bank Indonesia secara berkala

melakukan kegiatan penukaran uang dan kas keliling yang menjangkau seluruh wilayah di Sulsel.

Selama periode triwulan I 2014, kegiatan kas keliling telah dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dan

semuanya di luar kota, yaitu pada Januari di Jeneponto, Bantaeng dan Bulukumba, kemudian pada

Februari di Bone dan Soppeng.

Di samping itu, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Wilayah I (Sulampua) dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain. Selama periode

triwulan I 2014, telah dilakukan sebanyak 2 (dua) kali kegiatan remise ke luar yaitu pada bulan Januari

ke Kendari (Rp217,53 miliar) dan ke Kupang pada bulan Februari (Rp63,74 miliar). Bank Indonesia juga

secara berkala melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan

UTLE pada triwulan I 2014 tercatat sebesar Rp0,69 triliun, menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar Rp0,71 triliun (Grafik 5.7).

Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar

(1.0)

(0.5)

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

Rp Triliun Net Inflow

Net Outflow

(500)

0

500

1,000

1,500

2,000

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6

1.8

2.0

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyRp Triliun

Nominal UTLE

gUTLE - Skala Kanan

Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang

46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

5.2.3 Perkembangan dan Penanggulangan Uang Palsu

Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan sebanyak 180 lembar pada

triwulan I 2014. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah

pecahan Rp100.000 (54,05%), diikuti Rp50.000 (27,03%), Rp20.000 (10,81%), dan Rp10.000

(5,41%) (Grafik 5.8). Dalam rangka mengantisipasi peredaran uang palsu, secara berkala Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulampua) melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang

rupiah hingga ke pelosok daerah, salah satunya telah diselenggarakan pada bulan Maret 2014, di

Kabupaten Majene dan Pasang Kayu (Mamuju Utara, Sulawesi Barat).

Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu

100,000 54.05%50,000

27.03%

20,000 10.81%

10,000 5.41%

5,000 2.70%

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 47

6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2014) atau

relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya 5,83% (Februari 2013). Sedangkan tingkat kesejahteraan

yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) memperlihatkan perbaikan. Kegiatan ekonomi daerah yang

masih tergolong tinggi (8,03% yoy) mendorong terjadinya perubahan struktur penyerapan tenaga

kerja yaitu adanya peningkatan pada sektor sekunder (sektor industri pengolahan) dan sektor tersier

(sektor perdagangan dan sektor jasa), dan sebaliknya penurunan penyerapan tenaga kerja pada sektor

Pertanian. Kondisi tersebut turut berkontribusi pada meningkatnya jumlah penduduk kategori miskin

yang juga dipengaruhi oleh naiknya garis kemiskinan (dari Rp221,89 ribu menjadi Rp235,29 ribu)

akibat kuatnya tekanan inflasi. Perubahan struktur tenaga kerja, pada akhirnya juga memperbesar

ketimpangan pendapatan antar penduduk. Namun demikian kenaikan harga pertanian pada skala

tertentu telah berhasil meningkatkan kesejahteraan petani yang diukur dari membaiknya indikator

Nilai Tukar Petani (NTP).

6.1. Ketenagakerjaan

TPT Sulsel mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2014) atau menurun tipis (0,03%) dibandingkan

tahun sebelumnya sebesar 5,83% (Februari 2013). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka

Sulsel naik dari 211,06 ribu orang per Februari 2013 menjadi 212,57 ribu orang per Februari 2014

(Tabel 6.1). Namun karena jumlah angkatan kerja juga meningkat pada Februari 2014 yang mencapai

3.677,57 ribu orang dari 3.619,99 ribu orang pada Februari 2013 atau naik 57 ribu orang, sehingga

tingkat pengangguran menjadi cenderung sama. Pertumbuhan ekonomi Sulsel yang masih tergolong

tinggi yaitu 8,03% yoy telah mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyerapan tenaga kerja.

Sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih

besar. Secara sektoral penyerapan tenaga kerja pada sektor primer (sektor pertanian) lebih rendah

hampir 2 ribu pekerja dibandingkan tahun 2013, yang disebabkan oleh makin menurunya aktivitas

sektor pertanian. Namun demikian, secara pangsa, sektor pertanian masih memegang peranan

penting karena menyerap 40,7% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Februari 2014 (BRS-BPS 5

Mei 2014). Sebaliknya sektor industri mengalami kenaikan penyerapan 5 ribu pekerja atau sebesar

2,23% (yoy) menjadi 231,97 ribu orang di bulan Februari 2014. Kenaikan tertingi dicatat oleh sektor

perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 42 ribu pekerja atau sebesar 6,22% (yoy) menjadi

sekitar 729,35 ribu orang (Tabel 6.2). Sementara sektor jasa meningkat 2,82% (yoy) atau menjadi

644,25 ribu orang. Berdasarkan pekerjaan utama hingga Februari 2014, terjadi peningkatan pada

jumlah pekerja formal (buruh/karyawan) yang tumbuh 7,19% (yoy) menjadi 1,13 juta orang, demikian

pula untuk pekerja yang berusaha sendiri yang tumbuh 12,24% (yoy) menjadi 638,26 ribu orang.

Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama

Sumber: Badan Pusat Statistik

Feb-13 Feb-14

1. Angkatan Kerja 3.619.993 3.677.576

– Bekerja 3.408.929 3.464.719

– Tidak Bekerja (Pengangguran Terbuka) 211.064 212.570

2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 63,60% 62,00%

3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 5,83% 5,80%

Kegiatan Utama

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel sedikit menurun. TPAK turun dari 63,6% pada

Februari 2013 menjadi 62,0% pada Februari 2014. Penurunan TPAK disebabkan oleh kenaikan jumlah

angkatan kerja yang bekerja lebih rendah dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. Jumlah angkatan

kerja pada Februari 2014 mencapai 3,46 juta orang, lebih tinggi daripada periode setahun sebelumnya

sejumlah 3,41 juta orang (Tabel 6.1). Secara sektoral, ditengarai penurunan TPAK terjadi karena

pengurangan angkatan kerja di sektor pertanian dan sektor lainnya. Hasil Survei Konsumen Bank

Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, juga menunjukkan rata-rata pertumbuhan Indeks

Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) pada triwulan laporan menurun sebesar -9,98% (yoy),

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (14,71%; yoy), lebih dikarenakan naiknya jumlah

angkatan kerja di Sulawesi Selatan pada Februari 2014 (Grafik 6.1). Indeks Penghasilan Saat Ini

Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga turun dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 6.2). Pertumbuhan

IPD6 semakin turun sebesar -7,44% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya (-1,59%; yoy).

Sumber: Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah

Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan

Lapangan Kerja Saat Ini

Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini

Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

6.2. Jumlah Penduduk Miskin16

Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan pada September 2013 meningkat dibanding Maret

2013. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami kenaikan menjadi 857,44 ribu pada September

2013, dari 787,66 ribu per Maret 2013, atau naik sebesar 6,40% (yoy). Persentase tersebut meningkat

seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat dari naiknya garis batas kemiskinan.

Peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi di daerah kota dan pedesaan. Di kota, peningkatannya

relatif besar, mencapai 20,14% (yoy) menjadi 696,91 ribu orang. Sementara di pedesaan,

16

BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan

pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan

dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk

yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

yoy

Indeks ketersediaan lapangan kerja saat ini Pertumbuhan - kanan

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

yoy

Penghasilan saat ini Pertumbuhan - kanan

Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan

Pertanian 1.410.845 41,39% -3,98% 1.408.447 40,65% -0,17%

Industri 226.919 6,66% -4,48% 231.974 6,70% 2,23%

Perdagangan 686.653 20,14% 4,17% 729.346 21,05% 6,22%

Jasa 626.566 18,38% 7,53% 644.253 18,59% 2,82%

Lainnya 457.946 13,43% -0,10% 450.699 13,01% -1,58%

Jumlah 3.408.929 100,00% 0,05% 3.464.719 100,00% 1,64%

Februari 2014Kategori

Februari 2013

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 49

peningkatannya 3,66%, menjadi 160,53 ribu orang (Grafik 6.3). Porsi penduduk miskin di pedesaan

mencapai 81,28% yang jauh lebih besar dari daerah perkotaan (18,72%). Diperlukan upaya terpadu

melalui pengembangan kewirausahaan di pedesaan dengan pengembangan komoditas unggulan

daerah untuk memperluas lapangan kerja di pedesaan. Hal tersebut selain dapat mengurangi

pengangguran, juga dapat mengurangi kemiskinan di pedesaan. Selain itu, juga diharapkan dapat

meningkatkan minat masyarakat untuk tetap bekerja di desa dan dapat mengurangi tingkat

urbanisasi.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulsel Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin

Sulampua Menurut Provinsi September 2013

Peningkatan garis kemiskinan sejalan dengan naiknya inflasi. Kenaikan harga BBM bersubsidi

mendorong inflasi menjadi 7,24% (yoy), sehingga garis kemiskinan naik 9,13% (yoy) menjadi

Rp235,49 ribu/kapita/bulan. Komoditi makanan yang memberi pengaruh besar pada kenaikan garis

kemiskinan (September 2013) adalah beras, rokok kretek filter, bandeng, gula pasir, mie instan, telur

ayam ras, tongkol/tuna/cakalang, teri, kopi, dan bawang merah. Kenaikan garis kemiskinan akan

mendorong masyarakat yang masih dalam kategori hampir miskin terperosok menjadi kategori miskin

(Tabel 6.3). Namun, apabila inflasi kembali terkoreksi ke bawah, secara langsung garis kemiskinan

akan kembali turun, dan menjadikan masyarakat kategori miskin terangkat kembali.

Tabel 6.3. Perkembangan Garis Batas Kemiskinan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah, jika dibandingkan

dengan provinsi lain se-Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan

ketiga terendah (10,32%) setelah Provinsi Sulawesi Utara (8,50%) dan Maluku Utara (7,64%) (Grafik

5.4). Urutan Provinsi Sulawesi Utara dan Maluku Utara tersebut juga tidak mengalami perubahan

dibandingkan kondisi pada Maret 2013. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di

Sulampua tercatat sebesar 31,53% masih terdapat di Provinsi Papua.

152.8 150.8 129.2 133.6 148.0 160.5

930.3

880.9

696.6672.3

639.7

696.9

10.310.3

10.1

9.8

9.5

10.3

9.0

9.2

9.4

9.6

9.8

10.0

10.2

10.4

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1,000

Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13

%Ribu Orang

Kota Desa % Total Penduduk Miskin - Skala Kanan

8.5

14.3

10.3

13.7

18.0

12.2

19.3

7.6

27.1

31.5

0

5

10

15

20

25

30

35

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gto Sulbar Maluku Malut Pabar Papua

%%

Kota Desa % Total Penduduk Miskin - Skala Kanan

Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-13 Sep-13 Mar-13 Sep-13

Kota 206,201 215,790 221,892 235,488 7.61% 9.13% 4.61% 7.24%

Desa 191,195 183,959 192,161 207,023 0.51% 12.54%

Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Inflasi YoYPertumbuhan YoY

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

6.3. Gini Ratio17

Gini Ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat. Nilai Gini Ratio selama empat tahun

terakhir (2010-2013) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan pendapatan

penduduk yang semakin besar (Tabel 6.4). Pada 2012, Gini Ratio Sulsel masih sama dengan nasional

yakni 0,41, namun pada 2013 justru meningkat menjadi 0,43 atau lebih tinggi daripada nasional

(0,41).

Tabel 6.4. Nilai Gini Ratio

Provinsi 2010 2011 2012 2013

Gorontalo 0,43 0,46 0,44 0,44

Papua 0,41 0,42 0,44 0,44

Sulawesi Selatan 0,40 0,41 0,41 0,43

Sulawesi Tenggara 0,42 0,41 0,40 0,43

Papua Barat 0,38 0,40 0,43 0,43

Sulawesi Utara 0,37 0,39 0,43 0,42

Sulawesi Tengah 0,37 0,38 0,40 0,41

Maluku 0,33 0,41 0,38 0,37

Sulawesi Barat 0,36 0,34 0,31 0,35

Maluku Utara 0,34 0,33 0,34 0,32

Indonesia 0,38 0,41 0,41 0,41

Sumber : Booklet Indikator Kersejahteraan Rakyat, BPS, Agustus 2013

Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka

gini rasio tertinggi (0,44) terjadi di Gorontalo dan Papua yang terjadi selama 2 (dua) tahun berturut-

turut. Setelah dua provinsi tersebut, berlanjut nilai gini ratio terbesar kedua (0,43) adalah Provinsi

Sulawesi Selatan dan Papua Barat. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Provinsi

Maluku Utara dan nilainya lebih baik daripada tahun 2012.

6.4. Nilai Tukar Petani18

Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif membaik, tercermin dari naiknya

pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I 2014. Beban petani sedikit terkurangi

dengan membaiknya sisi pendapatan yang diterima dibandingkan sisi biaya pengeluaran. NTP Sulsel

pada triwulan I 2014 membaik menjadi sebesar 105,56 lebih tinggi dibandingkan NTP pada triwulan

sebelumnya (104,95) (Grafik 6.5). Perkembangan NTP tersebut didorong oleh peningkatan penerimaan

petani yang lebih tinggi dibandingkan harga yang harus dibayar oleh petani, atau terlihat dari

pertumbuhan Indeks yang Diterima Petani lebih tinggi dibandingkan Indeks yang Dibayar Petani.

Perkembangan harga yang diterima petani meningkat lebih tinggi, terutama untuk komoditas

tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman perkebunan rakyat. Dengan perkembangan tersebut,

pertumbuhan Indeks yang Diterima Petani sebesar 8,62% (yoy), dari masih menunjukan kenaikan dari

sebesar 105,70 pada triwulan I-2013 menjadi sebesar 114,81 pada triwulan I-2014 (Grafik 6.7).

Sementara Indeks Dibayar Petani pada triwulan I-2014 tumbuh sebesar 7,55% (yoy) dari 101,13 di

triwulan I-2013 menjadi 108,76 pada triwulan I-2014 (Grafik 6.6).

17

Angka Koefisien Gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan.

Angka Koefisien Gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu

menggambarkan ketidakmeraaan sempurna.

18

NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 51

Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata

Nilai Tukar Petani

Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata

Indeks yang Dibayar Petani

Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

85

90

95

100

105

110

115

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

Nilai Tukar Petani Growth YoY - sisi kanan

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

85

90

95

100

105

110

115

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

Indeks yang Dibayar Petani Growth YoY - sisi kanan

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

85

90

95

100

105

110

115

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

Indeks yang Diterima Petani

Growth YoY - sisi kanan

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Halaman ini sengaja dikosongkan

Prospek Perekonomian

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 53

7. Prospek Perekonomian

Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2014 dan untuk keseluruhan tahun 2014, masing-masing

diperkirakan akan tumbuh pada level 7,5% - 8,5% (yoy) dan 7,0% - 8,0% (yoy). Jika dibandingkan

dengan ekonomi nasional, angka pertumbuhan ekonomi Sulsel 2014 tetap lebih baik. Di sisi

permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (lokal) yang tetap kuat.

Sementara kegiatan ekspor diperkirakan tertekan didorong pelemahan permintaan luar negeri.

Mendukung peningkatan, di sisi penawaran, sektor pertanian mengalami peningkatan seiring

masuknya musim panen dan kondisi cuaca yang mulai kondusif. Demikian pula sektor industri,

diperkirakan akan meningkatkan produksinya merespons kenaikan permintaan. Sementara sektor

keuangan, khususnya kinerja perbankan, diperkirakan melambat pada tahun 2014, merespons dari

kebijakan Bank Indonesia.

Laju inflasi triwulan II-2014 diprakirakan akan menghadapi tekanan, didorong kenaikan permintaan

dan penyesuaian tarif. Dari sisi permintaan, ekspektasi konsumen mengenai tingkat harga ke depan

diperkirakan meningkat, sementara ekspektasi pedagang relatif stabil. Sepanjang tahun 2014

direncanakan akan terjadi penyesuaian tarif, antara lain tarif energi dan angkutan. Untuk itu, peran

TPID untuk mendorong Pemerintah Daerah dalam memastikan pasokan dan distribusi akan mampu

mendukung pencapaian target inflasi nasional tahun 2014.

Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya

7.1. Outlook Kondisi Makroekonomi Regional

Perekonomian Sulsel di kuartal kedua 2014 masih didukung kuatnya permintaan lokal,

sementara permintaan dari luar daerah/negeri diperkirakan melemah. Sulsel pada triwulan II-2014

diperkirakan masih meningkat dalam kisaran 7,5% - 8,5% (yoy). Dari sisi permintaan, permintaan

konsumsi swasta yang masih baik perlu dijaga melalui kondisi politik yang kondusif. Demikian pula

realisasi investasi dan konsumsi pemerintah dioptimalkan ketepatan waktu penyaluran/penyelesaian

sesuai dengan target. Dari sisi produksi/sektoral, sektor pertanian dan sektor industri akan meningkat

seiring peningkatan produksi untuk merespon kenaikan permintaan domestik.

Kondisi negara-negara mitra dagang Sulsel dalam tren melambat. Perekonomian Jepang

diperkirakan tumbuh melambat, yang diindikasikan dengan defisit neraca perdagangan, turunnya

produksi industri, dan pelemahan permintaan domestik. Demikian pula, pertumbuhan ekonomi

Tiongkok diperkirakan masih belum seperti semula dan masih dalam proses transisi menuju

pertumbuhan yang lebih seimbang dan berkelanjutan. Dengan demikian, untuk tahun 2014, ekonomi

5

6

7

8

9

10

20

11

Q1

20

11

Q2

20

11

Q3

20

11

Q4

20

12

Q1

20

12

Q2

20

12

Q3

20

12

Q4

20

13

Q1

20

13

Q2

20

13

Q3

20

13

Q4

20

14

Q1

20

14

Q2

20

14

Q3

20

14

Q4

%, yoyTahun 2013:

7,65%Tahun 2011:

7,61%

Tahun 2012:8,39%

Tahun 2014:7,00% - 8,00%

Laju Pertumbuhan Sulsel

Laju Pertumbuhan NasionalTahun 2014:5,1% - 5,5%

Prospek Perekonomian

54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Sulsel diperkirakan akan tumbuh pada level 7,0% - 8,0% (yoy), atau relatif stabil dari tahun 2013

(7,65%; yoy).

7.1.1 Sisi Permintaan

Pada triwulan II-2014, komponen sisi permintaan diproyeksikan meningkat dibandingkan

triwulan I-2014. Peningkatan terjadi pada komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga

maupun konsumsi pemerintah, serta komponen investasi, seiring peningkatan pertumbuhan yang

didukung oleh aktivitas pemilihan eksekutif.

Kinerja komponen konsumsi diprakirakan meningkat pada triwulan II-2014 (6,7%-7,7%),

didorong oleh ekspektasi konsumen yang membaik. Konsumsi rumah tangga triwulan II-2014

diprakirakan meningkat, seiring dengan optimisme/tendensikonsumen yang lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya. Tendensi tersebut mencerminkan rencana masyarakat untuk melakukan pembelian

barang tahan lama. Konsumsi pemerintah diperkirakan juga akan cenderung meningkat sehubungan

dengan penyerapan anggaran APBD, yang tercermin dari giro Pemda di BPD yang cenderung

melambat.

Sumber: Badan Pusat Statistik, p) Proyeksi Sumber: Survei Konsumen

Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 7.3. Indeks Ekspektasi Konsumen

Tendensi ekspektasi konsumen pada triwulan mendatang cenderung lebih optimis. Tendensi

konsumen hasil Indeks Tendensi Konsumen (BPS) maupun Survei Konsumen (BI) menunjukkan arah

yang identik. Indeks Tendensi Konsumen pada triwulan II 2014 sebesar 117,2 sementara triwulan

sebelumnya 111,10. Indeks Perkiraan Pendapatan Rumah Tangga sebesar 118,28, lebih tinggi dari

triwulan sebelumnya (110,77). Demikian pula rencana pembelian barang durable good mencatat

indeks 115,29, lebih rendah dari triwulan sebelumnya (103,78). Demikian pula hasil Survei Konsumen,

menunjukkan Indeks Ekspektasi Konsumen19

(IEK) untuk 6 (enam) bulan mendatang cenderung lebih

tinggi. Konsumen memprakirakan bahwa kondisi ekonomi enam bulan yang akan datang dan

ketersediaan lapangan kerja enam bulan yang akan datang lebih baik daripada kondisi saat ini.

Komponen investasi Sulsel diprakirakan masih akan meningkat tinggi pada triwulan II 2014.

Keberlanjutan proyek-proyek yang bersifat multiyears masih menjadi penopang pertumbuhan investasi

Sulsel. Beberapa proyek besar yang akan berlangsung antara lain pembangunan tahap pertama

pelabuhan peti kemas New Port Makassar dengan telah terbitnya rekomendasi izin dari Kementerian

Perhubungan, proyek pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Jeneponto (PLTU; 2x100 MW),

19

Angka indeks tersebut merupakan gabungan dari ekspektasi masyarakat akan kondisi perekonomian,

ekspektasi penghasilan, dan ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang

112,3

114,6113,5

111,2

107,0

109,7

112,8

109,0

105,5

108,1

111,8

110,1111,1

117,2

100

102

104

106

108

110

112

114

116

118

120

I II III IV I II III IV I II III IV I II*

2011 2012 2013 2014

Indeks Tendensi Konsumen Sulsel

Sum

be

r : B

PS

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014

Indeks Ekspektasi Konsumen Pertumbuhan - kanan

Sumber : Survei Konsumen BI

Prospek Perekonomian

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 55

pembangunan LNG di Kabupaten Wajo, kelanjutan proyek pembangunan 23 hotel dengan kapasitas

mencapai 6.000 kamar di Makassar, dan pembangunan pusat belanja terintegrasi. Sementara untuk

menindaklanjuti UU No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Peraturan

Menteri ESDM 1/2014, di Sulsel setidaknya ada 8 smelter yang sudah menunjukkan progress

pembangunan, sementara 2 smelter lainnya belum menunjukkan progress yang signifikan (Tabel 7.1).

Tabel 7.1. Rencana Pembangunan Smelter di Sulsel

Nama Perusahaan Rencana Operasi Perkembangan

PT Titan Mineral Utama Bantaeng, Sulsel 2015 Tahap konstruksi dan MoU Pasokan listrik

dengan PLN (60 MW)

PT Cinta Jaya Bantaeng, Sulsel 2015 Tahap AMDAL, izin lokasi, dan MoU

Pasokan listrik dengan PLN (35 MW)

PT Bhakti Bumi Sulawesi Bantaeng, Sulsel 2015 Peletakan batu pertama dan izin lokasi dan

MoU Pasokan listrik dengan PLN (120 MW)

PT Cheng Feng Mining Bantaeng, Sulsel 2015 MoU Pasokan listrik dengan PLN (39 MW)

PT Eastone Mining and Mineral Mining Bantaeng, Sulsel 2015 MoU Pasokan listrik dengan PLN (70 MW)

PT Macro Link Internasional Mining Bantaeng, Sulsel 2015 Izin prinsip dari Pemda dan MoU Pasokan

listrik dengan PLN (300 MW)

PT Yinyi Mining Indonesia Bantaeng, Sulsel 2015 -

PT Multi Kilang Pratama 2015 -

PT Indosmelt Maros, Sulsel 2017 Ditunda karena dalam negosiasi pasokan

bahan baku konsentrat

Bosowa Corporindo Jeneponto, Sulsel 2017

Penyelesaian pemilihan kontraktor dan

proses rekayasa konstruksi, untuk persiapan

groundbreaking

Sumber:Informasi Anekdot

Kinerja perdagangan eksternal (ekspor-impor) diprakirakan masih akan tertahan sehubungan

dengan masih stabil/lambatnya perekonomian negara mitra dagang. Pertumbuhan net ekspor-

impor cenderung masih belum kuat pada tahun 2014, sebagaimana proyeksi World Economic Outlook

(IMF) (Tabel 7.2). Adapun negara-negara tujuan ekspor utama Sulsel antara lain adalah Jepang,

Malaysia, Amerika Serikat, Tiongkok, Singapura, dan Vietnam. Perkembangan negara Tiongkok

diperkirakan stabil, sementara negara Jepang dan kawasan ASEAN cenderung turun.

Pada tahun 2014, indeks harga internasional komoditas utama (nikel dan kakao) diperkirakan

sedikit membaik. Harga nikel hanya membaik pada triwulan I-2014 dengan tumbuh sebesar -15,23%

dari akhir 2013 (-18,11%). Masih turunnya harga nikel karena berlimpahnya pasokan. Pemulihan

harga akan tergantung perkembangan ekonomi Tiongkok yang mencerminkan 45% permintaan

dunia. Sementara harga kakao diperkirakan meningkat, sejalan dengan kekhawatiran atas pasokan

komoditi tersebut yang diperkirakan turun 2,9% pada 2014. Berdasarkan perkiraan produksi yang

dipantau dari perdagangan berjangka, stok kakao akan mencapai 105.000 metrik ton lebih kecil dari

permintaan tahun 2013.

Prospek Perekonomian

56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Grafik 7.4. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Nikel

Tabel 7.2. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara

Pertumbuhan Ekonomi (%; yoy)

WEO (IMF) Januari 2014

WEO (IMF) April 2014

2013p 2014p 2015p 2013 2014p 2015p

Amerika Serikat 1,9 2,8 3,0 1,9→ 2,8→ 3,0→

Kawasan Eropa -0,4 1,0 1,4 -0,5↓ 1,2↑ 1,5↑

Kawasan Asia

Cina 7,7 7,5 7,3 7,7→ 7,5→ 7,3→

Jepang 1,7 1,7 1,0 1,5↓ 1,4↓ 1,0→

Kawasan ASEAN* 5,0 5,1 5,6 5,2↑ 4,9↓ 5,4↓ *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi

Keterangan: ↑Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya

→Sama dengan perkiraan sebelumnya

↓Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya

Sementara itu, perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan juga akan menjadi

pendorong pertumbuhan ekspor dan impor Sulsel. Prospek perdagangan antarpulau Sulsel

diprakirakan semakin membaik ke depan dengan penambahan dermaga peti kemas di Pelabuhan

Timur) - Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru20

.Selain itu, Pelabuhan Garongkong juga akan

difungsikan sebagai second line Makassar, terutama untuk bongkar muat kapal dengan ukuran 22

ribu GT ke atas.

7.1.2 Sisi Penawaran

Pada triwulan II-2014, beberapa sektor utama ekonomi Sulsel masih menghadapi tantangan

produksi dan pola musiman. Sektor-sektor utama daerah yang diperkirakan melambat adalah sektor

pertanian, sektor keuangan, dan sektor jasa-jasa. Selain karena faktor pola historis, khusus untuk

sektor keuangan diperkirakan target kredit nasional Bank Indonesia21

(15%-17%), telah diterapkan

perbankan dalam menjalankan rencana bisnis bank. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Sulsel

20

Diresmikan tanggal 29 April 2013

21

Sambutan Akhir Tahun Gubernur Bank Indonesia Pertemuan Tahunan Perbankan, 14 November 2013

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

yoy$/mtNickel g.Nikel - sisi kanan

Prospek Perekonomian

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 57

tersebut masih akan tetap berada di atas level pertumbuhan ekonomi nasional, dan dapat mendukung

target perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2014 (5,1%-5,5%; yoy).

Sektor pertanian, terutama subsektor tabama, diprakirakan akan meningkat pada triwulan II-2014.

Setelah padi melewati musim tanam ketiga (Januari s.d. April), diperkirakan akan mulai terjadi panen

dan mendorong peningkatan sektor pertanian. Namun demikian, curah hujan yang masih tinggi di

sebagian besar wilayah Sulsel pada Triwulan II-2014, tetap perlu diwaspadai (Grafik 6.9).

Sektor pertambangan diprakirakan akan tumbuh meningkat, seiring kapasitas pabrik yang mampu

menyerap produksi lebih besar dan lancarnya pasokan dari daerah lain yang diolah ke Sulsel. Sektor

pertambangan di Sulsel terutama berupa produk nikel. Kebijakan Kementerian ESDM dan Kementerian

Keuangan tidak berpengaruh besar terhadap kegiatan eksplorasi/eksploitasi tambang mineral di Sulsel,

karena hampir semua ekspor tambang Sulsel sudah dalam bentuk olahan (matte dan ferronikel).

Faktor yang memengaruhi besarnya produksi diperkirakan akan berasal dari harga internasional nikel,

yang pada tahun 2014 diperkirakan sedikit membaik.

Sektor industri pengolahan diprakirakan akan tetap tumbuh dengan meningkat pada triwulan II-

2014. Industri tepung terigu akan meningkatkan produksinya untuk menghadapi kenaikan permintaan

saat Ramadhan dan Idul Fitri. Sementara keseluruhan 2014, industri tepung masih optimis dengan

meningkatkan target penambahan produksi sampai dengan 25% per bulan sebagai upaya antisipasi

kenaikan permintaan tahun 2014 sekitar lima persen. Sementara itu, industri pengolahan biji nikel

tidak terpengaruh oleh UU Minerba, karena produksi sudah mencapai 78% dalam bentuk nikel matte.

Bahkan biji nikel (ore) dari provinsi lain masih potensial dapat menjadi tambahan produksi industri

pengolahan biji nikel di Sulsel, karena di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) baru terdapat

3 (tiga) industri pemurnian logam. Potensi biji nikel Sulampua yang masih dapat diolah sekitar 64 juta

ton. Sementara itu, dua industri semen di Sulsel meningkatkan kapasitas produksinya, sehingga

masing-masing akan meningkatkan penjualannya sebesar 33,3% dan 42,6%.

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) diprakirakan masih akan tumbuh meningkat cukup

tinggi pada triwulan II-2014. Kapasitas infrastruktur perhubungan semakin tinggi, yaitu Pelabuhan

Makassar dan Pelabuhan Garongkong. Sehubungan dengan implikasi UU Mineral dan Batubara22

dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM23

dan Menteri Keuangan24

, diperkirakan dampaknya

minimal di Sulsel, sehingga kegiatan perdagangan relatif masih kuat. Selain itu, dimulainya proses

pelaksanaan kampanye25

pemilu eksekutif akan meningkatkan kegiatan di sektor PHR.

Kemudian, sektor keuangan diperkirakan masih akan melambat yang diindikasikan oleh pertumbuhan

aset, kredit, dan DPK perbankan Sulsel hingga triwulan I-2014 yang melambat masing-masing tumbuh

14,1%(yoy); 11,0%(yoy); dan 11,2%(yoy). Pertumbuhan tersebut masih searah dengan perkiraan Bank

Indonesia terhadap pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga tahun 2014 akan melambat dalam

kisaran 15% - 17%. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan I-2014 menghasilkan perkiraan

pertumbuhan kredit 2014 akan sebesar 18,0% lebih rendah dari hasil survei sebelumnya (19,1%),

maupun realisasi tahun 2013. Hasil survei menyatakan bahwa faktor pendorong berupa kenaikan suku

bunga kredit dan meningkatnya potensi kenaikan NPL.

22

UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

23

Peraturan Menteri ESDM 1/2014: Pemerintah masih mengizinkan ekspor enam komoditas mineral yang sudah

diolah atau berbentuk konsentrat hingga 2017

24

PMK Nomor 6/PMK.011/2014: Tarif BK ditetapkan naik mulai dari 20% atau 25% sampai dengan 60% secara

bertahap setiap semester

25

11 Januari 05 April 2014: Periode Pelaksanaan Kampanye

Prospek Perekonomian

58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

7.2. Outlook Inflasi

Laju inflasi triwulan II-2014 secara umum berpotensi menghadapi tekanan, seiring kenaikan

permintaan menjelang bulan Ramadhan. Tekanan inflasi berasal dari semua komponen disagregasi

inflasi (volatile food, administered price, dan inflasi inti). Dari sisi permintaan, tekanan berasal dari

ekspektasi konsumen yang meningkat26

. Sementara dari harga yang ditentukan pemerintah, kenaikan

tarif energi akan ditetapkan selama tahun 2014. Namun demikian, Pemerintah Daerah menjamin

pasokan dan distribusi, melalui efektivitas Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi maupun

Kabupaten/Kota, sehingga inflasi Sulsel akan mampu mendukung pencapaian target nasional

(4,5%±1%), dalam rentang 4,30% - 5,30% (yoy).

Grafik 7.5. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya

Inflasi volatile food diperkirakan dalam level moderat, seiring dengan pasokan yang memadai.

Curah hujan Sulsel masih akan berada pada level menengah (Grafik 7.6), sehingga ketinggian

gelombang diharapkan kembali normal (1 meter hingga 1,5 meter). Selain itu, pasokan tanaman

bahan makanan berpotensi meningkat seiring mulai masuknya masa panen tanaman bahan makanan.

Namun terdapat faktor risiko yang berasal dari permintaan bahan makanan (antara lain pesta

pernikahan) menjelang Ramadhan yang diperkirakan akan meningkat.

Inflasi administered price tahun 2014 diperkirakan meningkat seiring penyesuaian tarif

sepanjang 2014. Meskipun efek kenaikan harga BBM bersubsidi relatif telah mereda pada akhir tahun

2013, namun terdapat potensi faktor risiko yang dapat mengakselerasi inflasi administered price. Pada

awal 2014, harga rokok meningkat seiring dengan naiknya pajak tembakau dan harga elpiji.

Sementara itu, hingga pertengahan tahun 2014, potensi kenaikan inflasi berasal dari rencana kenaikan

tarif listrik industri yang akan direalisasikan pada Mei 2014. Peningkatan tarif berkisar antara 40%-

65% dan akan diterapkan secara bertahap setiap dua bulan dari Mei sampai November 2014. Selain

itu, juga terjadi kenaikan airport tax di Bandara Sultan Hasanuddin, Sulsel, baik untuk penumpang

domestik (25%) maupun internasional (50%) yang mulai berlaku per 1 April 2014.

26

Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) maupun Survei Konsumen (SK)

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 ... 12

2011 2012 2013 2014

Infl

asi T

ahu

nan

Nasional yoy Sulsel yoy

Sasaran Inflasi 2013: 4,5% + 1Sulsel 2013: 6,22%

Nasional 2011: 8,38%

Sasaran Inflasi 2011: 5% + 1Sulsel 2011: 2,87%

Nasional 2011: 3,79%

Sasaran Inflasi 2012: 4,5% + 1

Sulsel 2012: 4,41%Nasional 2012: 4,30%

Sasaran

Inflasi 2014:4,5% + 1

Prospek Perekonomian

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 59

April 2014 Mei 2014 Juni 2014

Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

Grafik 7.6. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan

Komponen core inflation diperkirakan meningkat, didorong oleh peningkatan ekspektasi

konsumen. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang meningkat, yang

tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK). Demikian pula, harga emas internasional yang

menunjukkan tren meningkat kembali, mulai triwulan I-2014. Sementara indeks ekspektasi pedagang

terhadap harga 3 bulan yang akan datang relatif stabil.

Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran

Grafik 7.7. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap

Harga-harga dalam 3 Bulan yang Akan Datang

Grafik 7.8. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap

Harga-harga dalam 3 Bulan yang Akan Datang

150

155

160

165

170

175

180

185

190

195

200

I II III IV I II III IV I II*

2012 2013 2014

Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad

99,80

99,85

99,90

99,95

100,00

100,05

100,10

100,15

100,20

100,25

100,30

I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014

Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad

Prospek Perekonomian

60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Halaman ini sengaja dikosongkan

Lampiran

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 61

Lampiran

A. Data Ekonomi Makro

Tabel A.1. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan

Atas Dasar Harga Konstan (Rp Miliar)

Tabel A.2. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas

Dasar Harga Konstan (Rp Miliar)

B. Data Inflasi

Tabel B. Laju Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran

2014***

I II III IV I II III IV I

1. Pertanian 3,787 4,095 4,321 3,329 15,533 3,831 4,059 4,491 3,765 16,145 4,252

2. Pertambangan & Penggalian 875 1,116 1,091 1,209 4,290 1,123 1,181 1,230 1,153 4,688 1,141

3. Industri Pengolahan 1,948 1,990 2,033 2,079 8,050 2,108 2,187 2,210 2,199 8,704 2,233

4. Listrik,Gas & Air Bersih 157 159 164 168 648 169 173 178 181 702 184

5. Bangunan 841 868 903 955 3,567 913 964 1,022 1,058 3,957 986

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 2,509 2,616 2,738 2,798 10,661 2,797 2,876 2,966 3,022 11,661 3,029

7. Angkutan & Komunikasi 1,436 1,459 1,502 1,553 5,950 1,544 1,613 1,660 1,663 6,480 1,642

8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 1,129 1,240 1,272 1,338 4,979 1,323 1,414 1,468 1,480 5,685 1,472

9. Jasa - jasa 1,460 1,514 1,522 1,544 6,041 1,494 1,529 1,604 1,636 6,262 1,594

PDRB 14,142 15,057 15,545 14,974 59,718 15,304 15,995 16,828 16,157 64,284 16,532

Sumber : BPS

* Angka Sementara, ** Angka Sangat Sementara, *** Angka Sangat Sangat Sementara

Total2012* 2013**

TotalSEKTORAL

2014***

I II III IV I II III IV I

Konsumsi 9,586 9,767 9,984 10,142 39,480 10,136 10,336 10,675 10,852 41,999 10,777

Investasi 4,070 4,797 4,557 3,387 16,811 4,666 5,153 4,323 4,052 18,194 4,028

Ekspor 4,755 5,323 5,659 6,158 21,895 5,322 5,634 6,169 6,176 23,301 6,098

Dikurangi Impor 4,269 4,830 4,655 4,713 18,467 4,820 5,128 4,339 4,923 19,209 4,371

PDRB 14,142 15,057 15,545 14,974 59,718 15,304 15,995 16,828 16,157 64,284 16,532

Sumber : BPS

* Angka Sementara, ** Angka Sangat Sementara, *** Angka Sangat Sangat Sementara

Total2012* 2013**

TotalPENGGUNAAN

KELOMPOKPENGELUARAN Jan Feb Mar Jan Feb Mar mtm ytd yoy

Umum 102.24 102.86 103.10 108.81 109.14 109.16 0.02% 1.44% 5.88%

Bahan Makanan 103.50 105.48 106.20 112.16 112.04 111.25 -0.71% 3.23% 4.76%

Makanan Jadi, Mnman, Rkk & Tembakau 102.71 102.90 103.24 107.86 108.46 108.80 0.31% 1.27% 5.39%

Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 101.87 102.56 102.68 108.33 108.87 109.10 0.21% 1.49% 6.25%

Sandang 104.13 104.09 104.12 106.92 107.97 108.00 0.03% 0.61% 3.73%

Kesehatan 101.50 101.62 101.64 104.36 105.10 105.49 0.37% 1.46% 3.79%

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 102.09 102.21 102.30 103.67 103.66 103.66 0.00% 0.12% 1.33%

Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 100.30 100.29 100.31 110.34 110.36 110.65 0.26% 0.32% 10.31%

Sumber : BPS

Menggunakan tahun dasar 2012

IHK (2013) IHK (2014) Growth

Lampiran

62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

C. Data Perbankan

Tabel C.1. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum (Rp Miliar)

Tabel C.2. Penghimpunan Dana Bank Umum (Rp Miliar)

Tabel C.3. Penyaluran Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan (Rp Miliar)

I 28,625.67 31,563.21 110.26%

II 29,520.99 32,919.44 111.51%

III 29,450.83 33,872.77 115.01%

IV 33,601.07 36,430.30 108.42%

I 29,843.83 37,041.42 124.12%

II 32,401.02 39,883.76 123.09%

III 33,596.66 41,120.47 122.39%

IV 37,298.83 43,025.20 115.35%

I 37,461.05 46,519.87 124.18%

II 39,159.37 50,084.59 127.90%

III 41,077.42 53,400.54 130.00%

IV 45,722.22 56,978.79 124.62%

I 46,090.40 58,754.53 127.48%

II 48,467.59 63,265.48 130.53%

III 50,927.51 65,411.85 128.44%

IV 54,278.13 69,955.59 128.88%

I 52,147.16 86,014.00 164.94%

II 53,299.02 77,082.60 144.62%

III 57,203.84 79,613.42 139.17%

IV 60,238.62 80,508.83 133.65%

2014 I 58,002.69 80,835.54 139.37%

2009

THN TRW LDRDPK KREDIT

2012

2011

2010

2013

2014

I II III IV I II III IV I II III IV I

Giro 6,516 6,715 6,835 6,607 7,893 7,764 8,287 7,948 7,759 8,086 9,211 7,836 7,984

Tabungan 19,648 20,907 21,923 26,430 24,970 27,186 28,523 31,428 29,206 29,942 31,943 34,840 32,314

Deposito 11,298 11,537 12,319 12,685 13,228 13,518 14,117 14,902 15,182 15,271 16,050 17,563 17,705

TOTAL 37,461 39,159 41,077 45,722 46,090 48,468 50,928 54,278 52,147 53,299 57,204 60,239 58,003

GROWTH 24.14% 19.56% 20.96% 22.62% 23.04% 23.77% 23.98% 18.71% 13.14% 9.97% 12.32% 10.98% 11.23%

Sumber : Laporan Bank

JENIS SIMPANAN2011 2012 2013

2014

I II III IV I II III IV I II III IV I

Modal Kerja 17,247 18,799 20,120 22,032 22,500 25,045 24,656 28,250 28,671 27,484 27,822 29,217 28,996

Investasi 9,148 10,027 10,683 11,324 11,728 12,256 12,635 11,911 12,725 17,402 18,289 17,089 17,088

Konsumsi 20,125 21,258 22,598 23,623 24,527 25,965 28,121 29,794 30,622 32,197 33,503 34,203 34,752

TOTAL 46,520 50,085 53,401 56,979 58,755 63,265 65,412 69,956 72,019 77,083 79,613 80,509 80,836

GROWTH 25.59% 25.58% 29.86% 39.42% 26.30% 26.32% 22.49% 22.77% 22.58% 21.84% 21.71% 15.09% 12.24%

Sumber : Laporan Bank

JENIS

PENGGUNAAN

2011 2012 2013

Lampiran

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 63

D. Data Sistem Pembayaran

Tabel D.1. Aliran Uang Kartal di Depo KPw BI Wilayah I (Sulampua) (Rp Triliun)

Tabel D.2. Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)

Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow

I 2.23 0.24 2.00 -4.35% -59.95% 14.75% 2.16% -84.21% 196.72%

II 0.87 0.86 0.01 -20.65% -52.71% 100.83% -61.24% 259.65% -99.70%

III 0.91 0.78 0.13 -36.76% -58.48% 129.01% 4.52% -9.61% 2028.91%

IV 1.65 0.70 0.95 -24.78% -53.81% 40.61% 81.77% -9.99% 639.77%

I 1.84 0.28 1.56 -17.45% 17.52% -21.64% 12.12% -59.84% 65.36%

II 0.61 1.26 (0.65) -29.99% 45.92% 10904.55% -67.13% 346.58% -141.49%

III 1.29 1.53 (0.24) 42.37% 96.23% 285.16% 112.57% 21.55% -63.52%

IV 1.20 1.35 (0.15) -26.92% 92.97% 115.63% -6.69% -11.49% -37.57%

I 2.33 1.25 1.08 26.29% 344.76% -30.94% 93.75% -7.43% -830.89%

II 2.10 1.91 0.19 246.34% 52.18% 129.29% -9.87% 52.80% -82.41%

III 3.71 3.25 0.46 187.85% 113.03% 294.34% 76.67% 70.16% 142.11%

IV 2.45 2.56 (0.11) 103.73% 89.58% 25.56% -33.96% -21.23% -123.91%

I 3.87 1.86 2.01 66.09% 48.80% 86.11% 57.96% -27.34% -1927.27%

II 2.75 3.17 (0.42) 30.95% 65.97% 321.05% -28.94% 70.43% -120.90%

III 3.93 3.57 0.36 5.93% 9.85% -21.74% 42.91% 12.62% -185.71%

IV 3.20 3.21 (0.01) 30.61% 25.39% 90.91% -18.58% -10.08% -102.78%

I 4.41 1.72 2.70 13.95% -7.53% 34.08% 37.81% -46.42% -27050.00%

II 3.24 2.89 0.35 17.67% -8.99% 183.57% -26.62% 67.73% -86.98%

III 4.87 5.31 (0.44) 23.97% 48.82% 222.44% 50.56% 84.15% -225.58%

IV 4.08 4.16 (0.09) 27.36% 29.67% -767.46% -16.35% -21.66% -80.32%

2014 I 2.76 1.50 2.70 -37.39% -12.67% 0.00% -32.25% -63.91% -3206.77%

2009

2012

2013

2011

2010

Thn TrwY.O.YJUMLAH Q.T.Q

Incoming Outgoing Netto Incoming Outgoing Netto Incoming Outgoing Netto

I 22.00 10.88 11.12 23.47% -8.76% 88.70% -22.73% -20.54% -24.76%

II 26.05 12.17 13.88 16.09% -3.37% 40.98% 18.41% 11.86% 24.82%

III 33.90 13.10 20.80 38.64% 11.77% 63.38% 30.13% 7.64% 49.86%

IV 34.60 16.10 18.50 21.52% 17.58% 25.17% 2.06% 22.90% -11.06%

I 30.50 12.40 18.10 38.64% 13.97% 62.77% -11.85% -22.98% -2.16%

II 38.60 16.00 22.60 48.18% 31.47% 62.82% 26.56% 29.03% 24.86%

III 35.60 15.90 19.70 5.01% 21.37% -5.29% -7.77% -0.62% -12.83%

IV 41.50 20.70 20.80 19.94% 28.57% 12.43% 16.57% 30.19% 5.58%

I 32.77 14.45 18.32 7.43% 16.52% 1.21% -21.04% -30.20% -11.93%

II 36.12 17.40 18.72 -6.42% 8.76% -17.17% 10.23% 20.44% 2.18%

III 37.61 18.77 18.84 5.66% 18.05% -4.35% 4.13% 7.87% 0.67%

IV 41.48 20.54 20.94 -0.05% -0.77% 0.67% 10.28% 9.43% 11.12%

2014 I 27.88 15.66 12.22 -14.91% 8.39% -33.29% -32.79% -23.76% -41.64%

20

13

20

12

Q.T.QThn Trw

JUMLAH Y.O.Y

20

11

Lampiran

64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

E. Data Ekspor dan Impor

Tabel E.1. Perkembangan Ekspor dan Impor Antar Provinsi Sulawesi Selatan

EKSPOR NONMIGAS LUAR NEGERI

SULAWESI SELATAN

IMPOR NONMIGAS LUAR NEGERI

SULAWESI SELATAN

Grafik E.1. Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Sulsel Grafik E.2. Nilai Impor Terbesar Sulsel

Grafik E.3. Pangsa Komoditas Ekspor Sulsel (2014) Grafik E.4. Pangsa Komoditas Impor Sulsel (2014)

Grafik E.5. Pangsa Komoditas Ekspor Sulsel (2013) Grafik E.5. Pangsa Komoditas Impor Sulsel (2013)

Indikator Ekspor-Impor 2014

Sulawesi Selatan I II III IV I II III IV I II III IV I

Ekspor Antar Provinsi (Rp miliar) 4.050 2.838 2.872 3.118 3.669 3.696 3.813 4.205 4.289 4.787 5.029 5.504 5.609

Kontribusi Thd Seluruh Ekspor 49,56% 35,86% 40,43% 44,49% 54,69% 47,09% 45,93% 46,97% 52,10% 53,08% 50,76% 52,91% 54,69%

Impor Antar Provinsi (Rp miliar) 5.160 4.755 4.855 7.578 7.179 8.301 8.176 8.968 8.724 9.834 9.681 12.020 11.709

Kontribusi Thd Seluruh Impor 63,08% 58,46% 58,21% 70,78% 72,83% 70,60% 67,35% 70,41% 63,53% 62,62% 69,90% 74,39% 75,81%

Sumber: PDRB - BPS

2011 2012 2013

-

50

100

150

200

250

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

NILAI EKSPOR SULSEL NIKELBIJI COKLAT RUMPUT LAUTCOKLAT OLAHAN UDANG SEGAR/BEKUIKAN OLAHAN KAYU LAPISBIJI METE SEMENMAKANAN TERNAK

USD Juta

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

NILAI IMPOR SULSEL GANDUMMESIN KHUSUS INDUSTRI MAKANAN TERNAKPESAWAT DAN KOMPONEN MESIN INDUSTRI UMUMBESI DAN BAJA PUPUKBAHAN KIMIA MESIN LISTRIKMESIN PEMBANGKIT LISTRIK

USD

57%

11%

9%

4%

4%

3%

2%2%

1%0%

7%Nikel

Rumput Laut

Coklat Olahan

Biji CoklatUdang Segar/Beku

Kayu Lapis

Ikan OlahanMakanan Ternak

Biji Mete

SemenLainnya

31%

20%12%

11%

10%

7%

0%

0%

0% 0%

9%

Gandum

Mesin Khusus Industri

Makanan Ternak

Pesawat Dan Komponen

Mesin Industri Umum

Besi Dan Baja

Mesin Listrik

Mesin Pembangkit Listrik

Bahan Kimia

Pupuk

Lainnya

51%

11%

9%

6%

5%

3%

2%

1% 1%1%

10%Nikel

Biji CoklatCoklat Olahan

Rumput Laut

Udang Segar/BekuIkan OlahanBiji Mete

Kayu LapisMakanan Ternak

Semen

Lainnya

38%

18%

12%

11%

7%

3% 2%

1% 1%0%

7%Makanan Ternak

Gandum

Mesin Industri Umum

Pupuk

Mesin Khusus Industri

Besi Dan Baja

Mesin Listrik

Mesin Pembangkit Listrik

Bahan Kimia

Pesawat Dan Komponen

Lainnya

Lampiran

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 65

Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Komoditas Unggulan (USD Juta)

Tabel E.3. Perkembangan Negara Tujuan Ekspor (USD Juta)

Tabel E.4. Perkembangan Negara Asal Impor (USD Juta)

Tabel E.5. Perkembangan Komoditas Impor (USD Juta)

2014

I II III IV I II III IV I II III IV I

1 Nikel 114,69 168,73 44,88 60,43 36,30 94,31 89,57 95,46 81,57 78,19 81,45 65,55 71,01

2 Biji Coklat 15,00 18,76 12,52 10,20 6,01 9,48 21,09 13,91 20,31 8,34 28,85 14,63 4,93

3 Rumput Laut 7,90 6,86 6,42 6,32 6,98 5,39 7,11 4,76 6,96 5,77 12,23 7,46 14,00

4 Coklat Olahan 4,48 8,33 4,73 3,71 3,19 3,41 3,64 2,44 2,55 5,23 6,23 11,97 10,56

5 Udang Segar/Beku 4,11 5,62 3,99 3,40 3,39 4,52 4,98 2,46 4,71 3,71 7,49 6,07 4,72

6 Ikan Olahan 1,48 2,57 2,17 4,57 4,94 5,97 7,98 5,64 3,85 3,48 4,82 4,26 2,85

7 Kayu Lapis 3,96 3,68 4,35 2,82 2,74 3,23 3,06 2,47 3,68 3,36 2,07 1,76 3,49

8 Biji Mete 1,40 1,76 0,90 1,62 2,09 1,54 1,15 1,67 1,74 1,14 2,40 2,45 1,90

9 Semen 1,38 0,65 1,18 0,38 1,04 0,67 0,84 0,37 0,76 0,00 5,45 1,24 0,00

10 Makanan Ternak 1,62 1,29 1,82 0,00 3,86 2,55 1,46 2,91 2,31 1,50 2,97 1,33 2,18

168,72 233,07 98,94 112,63 81,52 142,04 154,72 146,73 137,15 120,08 166,69 129,77 123,73

Sumber: Bea Cukai

2013KOMODITAS UNGGULAN

NILAI EKSPOR SULSEL

2011 2012

2014

I II III IV I II III IV I II III IV I

1 Jepang 120,64 173,36 51,84 67,83 40,83 101,22 98,22 101,69 89,39 83,62 89,13 71,17 76,79

2 Malaysia 10,83 14,17 11,66 7,46 4,72 9,15 9,69 9,06 13,27 4,18 24,15 19,65 10,75

3 RRC 7,58 7,79 7,21 9,90 6,54 4,33 7,76 7,61 6,56 6,41 13,75 13,65 10,55

4 Amerika Serikat 8,00 11,05 5,98 7,28 8,11 11,23 9,20 6,29 5,16 9,22 10,22 8,79 9,26

5 Singapura 2,15 3,05 2,67 2,42 1,80 1,54 4,01 5,95 6,40 1,86 5,48 0,79 0,61

6 Korea Selatan 0,86 1,27 4,72 1,52 1,77 2,18 4,14 1,39 0,53 1,67 3,25 1,43 1,71

7 Vietnam 2,17 1,63 2,10 0,11 4,20 1,42 0,21 3,51 2,50 1,59 1,54 2,61 2,91

8 Taiwan 0,76 0,65 0,97 0,80 0,57 0,33 1,12 0,61 0,44 0,83 1,34 0,63 0,21

9 Jerman 3,13 4,81 2,47 1,60 1,56 1,43 1,45 1,71 1,08 1,54 1,33 1,58 2,07

10 Belanda 0,67 0,64 1,01 1,77 0,70 0,50 1,09 0,65 0,53 1,53 1,10 0,90 1,12

168,72 233,07 98,94 112,63 81,52 142,04 154,72 146,73 137,15 120,08 166,69 129,77 123,73

Sumber: Bea Cukai

10 NEGARA TUJUAN EKSPOR

TERBESAR SULSEL

2011 2012 2013

NILAI EKSPOR

2014

I II III IV I II III IV I II III IV I

1 Australia 26,23 8,22 0,47 3,77 16,70 10,77 9,81 2,97 9,35 21,90 0,08 0,73 7,67

2 RRC 5,20 29,89 17,22 2,56 2,66 1,59 6,26 52,86 1,92 0,87 1,80 6,84 4,70

3 Thailand 0,31 2,20 3,30 4,94 4,28 0,34 0,13 0,04 4,98 5,27 0,50 0,04 4,53

4 Malaysia 0,76 - 0,07 0,40 0,18 0,14 0,09 0,99 0,20 2,67 0,48 0,79 4,27

5 Argentina - - - 9,18 - - - 15,75 12,57 - 9,26 13,80 3,29

6 Amerika Serikat 7,38 3,04 1,27 1,31 0,49 6,48 2,89 14,00 1,09 0,71 4,46 1,89 2,22

7 Jerman 6,62 7,35 1,08 0,97 0,26 1,35 0,21 11,01 0,10 5,32 0,11 0,40 0,00

8 Singapura 3,01 2,52 5,62 8,08 2,06 2,60 3,02 2,22 3,86 1,47 1,91 0,92 0,00

9 Rusia 10,31 1,44 - 1,28 - - 0,57 - 0,55 1,08 120,79 6,94 -

10 Kanada 0,61 0,05 0,33 0,62 0,13 5,07 9,78 0,32 0,60 10,52 3,44 0,48 -

67,12 58,99 34,67 50,76 37,46 48,39 39,21 112,53 40,63 53,52 145,27 38,22 30,81

Sumber: Bea Cukai

10 NEGARA ASAL IMPOR

TERBESAR SULSEL

2011 2012 2013

NILAI IMPOR

2014

I II III IV I II III IV I II III IV I

1 Gandum 33,01 10,22 - 14,48 16,43 15,22 16,20 16,73 8,87 22,46 0,35 6,94 9,37

2 Mesin Khusus Industri 9,29 11,35 4,58 5,98 4,41 1,18 0,85 4,65 10,10 7,08 1,01 2,72 5,97

3 Makanan Ternak 0,29 0,80 0,27 9,32 0,15 0,42 1,59 16,56 13,29 0,16 9,58 14,53 3,79

4 Pesawat dan Komponen 7,00 0,00 - - - - - - - 0,01 121,34 - 3,50

5 Mesin Industri Umum 4,04 10,35 6,76 1,81 2,57 2,04 3,08 12,66 2,25 7,78 5,05 4,56 3,06

6 Besi dan Baja 0,99 1,60 1,68 3,97 0,57 0,78 0,43 1,42 0,18 0,24 0,18 1,30 2,04

7 Pupuk 3,31 - - - 6,25 7,41 - - - - - 4,03 -

8 Bahan Kimia 0,01 0,01 0,06 0,05 0,29 0,22 0,26 - 0,01 0,20 0,25 0,21 0,08

9 Mesin Listrik 0,57 1,78 4,52 2,27 1,02 0,40 1,41 1,91 0,98 0,34 0,30 0,80 0,10

10 Mesin Pembangkit Listrik 0,81 15,46 7,95 0,52 1,11 1,27 5,44 8,40 0,65 0,33 0,50 0,32 0,09

67,12 58,99 34,67 50,76 37,46 48,39 39,21 112,53 40,63 53,52 145,27 38,22 30,81

Sumber: Bea Cukai

10 KOMODITAS IMPOR

TERBESAR SULSEL

2011 2012 2013

NILAI IMPOR

Lampiran

66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

F. Daftar Istilah

Istilah Keterangan

Administered prices

Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur

Pemerintah

Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang

untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari resesi

berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter,

kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk meningkatkan konsumsi

dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor

Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau

belanja Pemerintah

Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan

dana/likuiditas

Balance Sheet Neraca

Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga

stabilitas perbankan

Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan

minyak internasional

Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang

didasarkan pada kecukupan modal bank, stress

testing , dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel

Committee on Banking Super vision dan akan diimplementasikan 2013-

2018

BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan

moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa

bergantung pada keberadaan kantor cabang

Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat

Clean money policy Kebijakan peng gantian uang rusak dengan uang layak edar

Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan meng gabungkan bersama

beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat

menggunakan metodologi yang berbeda

Lampiran

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 67

Istilah Keterangan

Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman

bank

Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh

dana baik hutang , saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan

untuk mendanai suatu investasi perusahaan

Credit Limit Batas kredit

Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi

Crisis Management

Protocol

Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim

manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim

itu

Debt ceiling Pagu hutang

Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu

negara

Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh

dua entitas ekonomi

Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia non produktif terhadap penduduk

yang produktif

Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan

Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu

penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah

Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran

internasional

Disposable Income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya

pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting ,

atau diselamatkan

Lampiran

68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Istilah Keterangan

Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik

dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek

Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang

sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap

setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan

perhitungan rinci dan penyortiran

Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran

pemerintah

Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat

yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan

industrialisasi

E-money Uang elektronik

Exchange rate pass

through

Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat

perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-negara

pengekspor dan pengimpor

External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu

positif atau negatif berlebihan

Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari

selisih bunga

Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan Financial exclusion

pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian

segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat

Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal

Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan,

dimana investor menjual apa yang mereka ang gap sebagai investasi

beresiko dan membeli investasi yang lebih aman

Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak,

dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa risiko gagal bayar

Lampiran

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 69

Istilah Keterangan

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat

dengan meng gunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau

dengan pemindah bukuan

Good corporate

governance

Tata kelola yang baik

Growth-supporting

funding facility

Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan

ekonomi

Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau

probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan

Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan

Idle money Uang yang tidak terpakai

Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Indeks kedalaman

kemiskinan

Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk

miskin terhadap batas miskin

Indeks keparahan

kemiskinan

Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin

Industrial upgrading Peningkatan industri produk non komoditas

Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

Inflasi inti

Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten ( persistent

component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor

fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga

komoditi internasional, inflasi mitra dagang dan Ekspektasi Inflasi

Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain

Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen

lain dalam satu struktur organisasi

Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan

Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di

pasar keuangan

Investment grade Peringkat layak investasi

Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan

Lampiran

70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Istilah Keterangan

Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan

dana kepada dealer utama

Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran non tunai

Long-term financing

Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan

eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas

operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun

M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)

M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito

Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem

keuangan secara keseluruhan

Margin Selisih

Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan

secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya

Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan

Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang

Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan

Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi

internet

Operation twist Kebijakan the Fed pada akhir 2011, dimana the Fed mengambil inisiatif

membeli surat berharga jangka panjang dan secara simultan menjual

yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka

panjang

Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia

dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter

Pagu hutang / debt

ceiling

Jumlah total utang Pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan

dalam periode tertentu

Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi

Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan

Lampiran

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel 71

Istilah Keterangan

Price taker Pengambil harga

Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-

waktu)

Push factor Faktor pendorong

Quantitative easing Kebijakan dimana the Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya

pada bank untuk memberikan dukungan pembiayaan/pendanaan

usaha/bisnis dengan bunga terjangkau

Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat

ketimpangan pendapatan

Second round effect Dampak lanjutan

Short term liquidity Likuiditas jangka pendek

Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu

pihak ke pihak lain

Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya

Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat

berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga & pokoknya)

Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi

permintaan agregat (ag gregate demand) yang selanjutnya (diharapkan)

akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek

Sukuk

Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang

dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi Syariah

Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun

Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya

Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan

keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel

Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar

Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok

bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor

perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun

perkembangan harga komoditas pangan internasional

Lampiran

72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014

Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel

Istilah Keterangan

Yield Imbal hasil

Yuan Mata uang China