kajian ekonomi dan keuangan regional - bi.go.id · indonesia provinsi nusa tenggara timur di daerah...
TRANSCRIPT
Agustus 2016
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
KPW BI Provinsi NTT
Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT
[0380] 832-047 ; fax : [0380] 822-103
www.bi.go.id
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016|
ii
Kata Pengantar
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting
dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter.
Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank
Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis
ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi
eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta
stakeholder lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini
mencakup Ekonomi Makro Regional, Keuangan Pemerintah Daerah, Perkembangan
Inflasi, Stabilitas Keuangan Daerah, Perkembangan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan
Uang Rupiah, Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan serta Prospek Perekonomian Daerah
2016. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank
Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan,
oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan
kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun
dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami
mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus
berlanjut di masa yang akan datang.
Kupang, Agustus 2016
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016|
iii
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016|
iv
Daftar Isi
Halaman Judul ------------------------------------------------------------------------------------------- i Kata Pengantar ------------------------------------------------------------------------------------------ ii Daftar Isi -------------------------------------------------------------------------------------------------- iv Daftar Grafik -------------------------------------------------------------------------------------------- vi Daftar Tabel --------------------------------------------------------------------------------------------- ix Ringkasan Umum --------------------------------------------------------------------------------------- x Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur ----------------------------- xiii
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1 Kondisi Umum----------------------------------------------------------------------------- 1 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan ------------------------------------------ 2 1.2.1. Konsumsi --------------------------------------------------------------------------- 3 1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi --------------------------------- 7 1.2.3. Ekspor dan Impor ---------------------------------------------------------------- 8 1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah ------------------------------------- 8 1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri --------------------------------------- 9 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral ------------------------------------------------ 10 1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan -------------------------------- 11
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial - 13 1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor --- 14 1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya ----------------------------------------------------------- 16 BOKS 1. Potensi Kepariwisataan di NTT ------------------------------------------------ 20 BOKS 2. Kondisi Konektivitas Angkutan Laut di Provinsi NTT --------------------- 23
BAB II KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH 2.1 Kondisi Umum----------------------------------------------------------------------------- 25 2.2 Pendapatan Daerah ---------------------------------------------------------------------- 25 2.3 Belanja Daerah ---------------------------------------------------------------------------- 27 2.3.1. Belanja APBN ---------------------------------------------------------------------- 29 2.3.2. Belanja Pemerintah Provinsi NTT ---------------------------------------------- 29 2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/ Kota ---------------------------------------- 30 2.4 Dana Pemerintah di Perbankan -------------------------------------------------------- 31
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI 3.1. Kondisi Umum --------------------------------------------------------------------------- 33 3.1.1. Inflasi Tahunan ------------------------------------------------------------------- 34 3.1.2. Inflasi Triwulanan ---------------------------------------------------------------- 35 3.1.3. Inflasi Bulanan -------------------------------------------------------------------- 36 3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas ------------------------------------------ 39 3.2.1. Bahan Makanan ----------------------------------------------------------------- 39 3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan ---------------------------- 40 3.2.3. Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau --------------------------------- 41 3.2.4. Komoditas Lainnya -------------------------------------------------------------- 42 3.3. Disagregasi Inflasi NTT ------------------------------------------------------------------ 43 3.3.1 Kelompok Volatile foods ------------------------------------------------------- 44 3.3.2 Kelompok Administered prices ------------------------------------------------ 45
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016|
v
3.3.3 Inflasi Inti (Core) ------------------------------------------------------------------ 46 3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota ---------------------------------------------------------- 46 3.4.1 Inflasi Kota Kupang -------------------------------------------------------------- 46 3.4.2 Inflasi Kota Maumere ----------------------------------------------------------- 48 3.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID -------------------------------------------- 49
BOKS 3. Kondisi Angkutan Udara di NTT dan Permasalahannya ----------------- 51
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH 4.1. Kondisi Umum --------------------------------------------------------------------------- 54 4.2. Asesmen Ketahanan Rumah Tangga ------------------------------------------------ 55 4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga ---------------- 55
4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan ------------------------------------- 56 4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM ------------------------------------- 58
4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha ------------------------------------------ 58 4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM ---------------------------------- 59 4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM ---------------------------------------- 61
4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi ------------------------------------------------------- 62 4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi ------------------------------- 62 4.5. Asesmen Perbankan --------------------------------------------------------------------- 64
4.5.1 Kinerja Bank Umum ------------------------------------------------------------- 64 4.4.1 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat --------------------------------------------- 65
BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1 Kondisi Umum----------------------------------------------------------------------------- 67 5.2 Transaksi Pembayaran Tunai ----------------------------------------------------------- 68
5.2.1 Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow) -------- 68 5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) ----------------------------- 69 5.2.1 Perkembangan Uang Palsu (UPAL) ------------------------------------------- 70
5.3 Transaksi Pembayaran Non Tunai ----------------------------------------------------- 71 5.4 Perkembangan Layanan Keuangan Digital ------------------------------------------ 72
BAB VI KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN 6.1 Kondisi Umum----------------------------------------------------------------------------- 73 6.2 Perkembangan Tingkat Kemiskinan -------------------------------------------------- 73 6.3 Indeks Pengembangan Manusia (IPM) ----------------------------------------------- 75 6.4 Angka Partisipasi Sekolah (APS) ------------------------------------------------------- 76 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang --------- 77 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha --------------------------------------------------- 78
BOKS 3.Hari Keluarga Nasional Ke-23 di Provinsi NTT ------------------------------ 79
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT ------------------------------------------------- 81
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2016 ------------------------------ 81 7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016 ------------------------------------ 82
7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan -------------------------------------- 82 7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral -------------------------------------------- 83
7.2 Inflasi ---------------------------------------------------------------------------------------- 84
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016|
vi
DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional------ ----------------------------------------- 2 Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional----- 2 Grafik 1.3 Survei Penjualan Eceran ---------------------------------------------------- 4 Grafik 1.4 Perkembangan Konsumsi BBM----- -------------------------------------- 4 Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------------------ 5 Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga ---------------------- 5 Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha --------------------------------------------- 5 Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi ----------------------------------------------- 5 Grafik 1.9 Perkembangan Survei Konsumen ---------------------------------------- 6 Grafik 1.10 Perkembangan Survei Penjualan Eceran -------------------------------- 6 Grafik 1.11 Proyeksi Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------ 6 Grafik 1.12 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT --------------------------------- 8 Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas------------------------------------------------- 9 Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat ---- ------------------------------------------------ 9 Grafik 1.15 Perkembangan Ekspor dan Impor ---------------------------------------- 10 Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor ------------------------------------------------------- 10 Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak ---------------------------------------------------- 11 Grafik 1.18 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau ----------------------- 11 Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Tukar Petani ---------------------------------------- 12 Grafik 1.20 Perkembangan SKDU Pertanian ------------------------------------------ 12 Grafik 1.21 Perkembangan Kredit Pertanian ------------------------------------------ 12 Grafik 1.22 Proyeksi SKDU Pertanian --------------------------------------------------- 13 Grafik 1.23 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah --------------------------------- 14 Grafik 1.24 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan ----------------- 14 Grafik 1.25 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan ---------------------------- 15 Grafik 1.26 Perkembangan Survei Konsumen ---------------------------------------- 15 Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan ---------------------------- 15 Grafik 1.28 Proyeksi SKDU Perdagangan ---------------------------------------------- 16 Grafik 1.29 Perkembangan Tamu Hotel ------------------------------------------------ 17 Grafik 1.30 Perkembangan Penumpang Bandara ------------------------------------ 17 Grafik Boks 1.1. Jumlah Tamu Hotel Wisman di 15 Provinsi Destinasi Utama di Indonesia ------------------------------------------------------------- 20 Grafik Boks 1.2. Jumlah Wisatawan di NTT dan Pertumbuhannya --------------- 20 Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT-------------------------------------- 25 Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN ----------------------------- 26 Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/Kab-Kota ----- 26 Grafik 2.4 Pangsa Belanja Kabupaten/Kota ------------------------------------------- 27 Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Belanja -------------------------------------------- 28 Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi Belanja Modal----------------------------------- 28 Grafik 2.7 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota NTT ------- 29 Grafik 2.8 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD --- 30 Grafik 2.9 Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi, dan Kab/Kota di NTT ---------------------------------------------------------- 30 Grafik 2.10 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT -------------------- 31 Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional ------------------------------ 34 Grafik 3.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional --------------------------- 34
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016|
vii
Grafik 3.3 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia --------------------------- 38 Grafik 3.4 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara ------------ 38 Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ---------------------------------------- 40 Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas -------------------------------------------------------- 40 Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ------ 41 Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas -------------------- 41 Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi,Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ---------------- 42 Grafik 3.10 Inflasi Kelompok Komoditas Komoditas Makanan Jadi,Minuman
Dan Tembakau per Sub Kelompok Komoditas ------------------------ 42 Grafik 3.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------------------------------- 43 Grafik 3.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------------------------------- 43 Grafik 3.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan -------------- 46 Grafik 3.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang --------------------------------------------- 47 Grafik 3.15 Inflasi Triwulanan Kota Kupang ------------------------------------------ 47 Grafik 3.16 Inflasi Bulanan Kota Kupang ---------------------------------------------- 47 Grafik 3.17 Inflasi Tahunan Kota Maumere ------------------------------------------ 48 Grafik 3.18 Inflasi Triwulanan Kota Maumere --------------------------------------- 48 Grafik 3.19 Inflasi Bulanan Kota Maumere -------------------------------------------- 48 Grafik Boks 3.1. Volatillitas Inflasi Angkutan Udara Bulanan ---------------------- 51 Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat ------------------------------ 55 Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK ---------------------------------------------------------------- 55 Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas -------------- 56 Grafik 4.4 Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan --- 56 Grafik 4.5 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga ---------------- 57 Grafik 4.6 Pertumbuhan DPK ------------------------------------------------------------- 57 Grafik 4.7 Preferensi DPK Rumah Tangga --------------------------------------------- 57 Grafik 4.8 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga ---------------------------------------- 57 Grafik 4.9 Kredit Rumah Tangga -------------------------------------------------------- 58 Grafik 4.10 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga --------------------------------------- 58 Grafik 4.11 Perkembangan Dunia Usaha ---------------------------------------------- 59 Grafik 4.12 Kondisi Keuangan ----------------------------------------------------------- 59 Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit UMKM ----------------------------------------------- 60 Grafik 4.14 NPL UMKM -------------------------------------------------------------------- 60 Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha -------------- 60 Grafik 4.16 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi ----------------------- 61 Grafik 4.17 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha------------------------------------ 62 Grafik 4.18 NPL UMKM 3 Sektor -------------------------------------------------------- 62 Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi ------------------------------- 62 Grafik 4.20 NPL Kredit Sektor Korporasi ----------------------------------------------- 62 Grafik 4.21 NPL Kredit 2 Sektor Korporasi --------------------------------------------- 63 Grafik 4.22 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy) ------------------------------- 64 Grafik 4.23 Perkembangan LDR ---------------------------------------------------------- 64 Grafik 4.24 BOPO dan ROA Bank Umum ---------------------------------------------- 65 Grafik 4.25 LDR dan CAR BPR ------------------------------------------------------------ 66
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016|
viii
Grafik 4.26 BOPO, ROA, NPL BPR ------------------------------------------------------- 66 Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Tunai --------------------------------------------- 68 Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring ------------------------------------------- 68 Grafik 5.3 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE ------------------------------- 69 Grafik 5.4 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)--------------------- 69 Grafik 5.5 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT -------------------------------------- 71 Grafik 5.6 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT -------------------------------------- 71 Grafik 6.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan NTT dan Nasional ------------- 74 Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi --- 74 Grafik 6.3 Prosentase Penduduk Miskin NTT ------------------------------------------ 74 Grafik 6.4 Perkembangan Garis Kemiskinan ------------------------------------------ 75 Grafik 6.5 Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan ------------------------- 75 Grafik 6.6 Indeks Kedalaman Kemiskinan --------------------------------------------- 75 Grafik 6.7 Indeks Keparahan Kemiskinan ---------------------------------------------- 75 Grafik 6.8 IPM Provinsi di Indonesia (2015) ------------------------------------------- 76 Grafik 6.9 Angka Partisipasi Sekolah ---------------------------------------------------- 77 Grafik 6.10 Angka Partisipasi Murni ---------------------------------------------------- 77 Grafik 6.11 Presentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar ------------------------------------------------------------ 78 Grafik 6.12 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang ------------------------------------------------------------------------- 78 Grafik 6.13 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU ---------------------------- 78 Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-IV 2016 -------------- 81 Grafik 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT 2016 ----------------------------- 82 Grafik 7.3 Survei Konsumen -------------------------------------------------------------- 83 Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Akhir Tahun 2016 ------------------------------------------ 85
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016|
ix
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw-II 2016 ------------ 3 Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi RT Provinsi NTT Tw-II 2016 ------------- 3 Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah NTT Tw-II 2016 ------------ 5 Tabel 1.4 PDRB Komponen Investasi Provinsi NTT Tw-II 2016 ------------------- 7 Tabel 1.5 Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal DN ------------ 8 Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT berdasarkan Sektor Ekonomi Tw-II 2016 ------- 10 Tabel Boks 1.1 Kapasitas Industri Pariwisata di NTT --------------------------------- 22 Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten ---------- 29 Tabel 2.2 Komposisi DPK Pemerintah di NTT ---------------------------------------- 31 Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah ----------- 32 Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di NTT --------- 35 Tabel 3.2 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di NTT ------ 36 Tabel 3.3 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di NTT -------------- 37 Tabel 3.4 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di NTT ------------- 38 Tabel 3.5 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas------------ 39 Tabel 3.6 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas ---------- 48 Tabel 3.7 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas -------- 49 Tabel 5.1 Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT -------------------------- 70 Tabel 5.1 Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT -------------------------- 70
DAFTAR GAMBAR Gambar Boks 1.1 Sebaran Kunjungan Pariwisata dan Hotel di NTT ------------- 21 Gambar Boks 2.1 Peta Alur Angkutan Laut Penumpang --------------------------- 23 Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2016 Sebaran Pembentukan TPID ---------------------------------------------------------- 50 Gambar Boks 3.1 Peta Konektivitas Angkutan Udara di NTT ---------------------- 52 Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di NTT (2015) ------------------------------------- 76 Gambar Boks 4.1 Kapasitas Angkutan Udara dan Penginapan di Kupang ----- 79 Gambar Boks 4.2 Kapasitas Rumah Makan dan Taksi di Kota Kupang --------- 79
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016|
x
Ringkasan Umum
KER Provinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan IV-2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada
triwulan II-2016 mencapai Rp 20,68 triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar
5,29% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar 5,08% (yoy)
dan dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy). Adanya kegiatan Tour de
Flores, rapat koordinasi pemerintah di hotel, masa liburan sekolah, peningkatan
konsumsi Pemerintah seiring realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil, dan
meningkatnya konsumsi menjelang perayaan Idul Fitri mampu menjadi pendorong
utama pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT di triwulan II 2016.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III diperkirakan akan
cenderung sedikit meningkat dengan kisaran 5,1-5,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi
triwulan III diperkirakan didorong oleh kegiatan investasi seiring dengan penyerapan
belanja modal yang masih cukup rendah. Konsumsi diperkirakan juga menjadi
pendorong pertumbuhan seiring dengan adanya masa liburan sekolah yang masih
berlangsung, tahun ajaran baru,untuk pendidikan dasar dan pendidikan tinggi,
kegiatan nasional Harganas serta adanya perayaan hari kemerdakaan republik
Indonesia.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah
mencapai Rp 12,7 triliun atau 51,36% dari total rencana pendapatan 2016 sebesar
Rp 24,7 triliun. Sementara itu, realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di
Provinsi NTT hingga semester-I 2016 masih mencapai Rp 10,46 triliun atau 29,81%
dari pagu belanja yang sebesar Rp 35,08 triliun, namun tercatat lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya sebesar 23,92% atau Rp
7,43 triliun. Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi seiring dengan upaya
percepatan realisasi anggaran oleh pemerintah, melalui himbauan Presiden dan
didukung adanya sanksi kepada pemerintah daerah yang memiliki kinerja realisasi
anggaran yang rendah. Selain itu, realisasi gaji ke-13 serta ke-14 Pegawai Negeri
Sipil pada bulan Juni 2016 juga mendorong adanya peningkatan belanja pemerintah.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016|
xi
PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi pada triwulan II 2016 mengalami kenaikan dibanding triwulan
sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi Provinsi NTT mencapai 1,23% (qtq) lebih
tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar 0,44% (qtq) dan menjadi provinsi
dengan nilai inflasi triwulanan tertinggi ke-8 di Indonesia. Namun demikian,
besarnya deflasi pada bulan Juli 2016 yang mencapai -0,32% (mtm) mampu kembali
menurunkan nilai inflasi NTT menjadi hanya 0,87% (qtq) dan menjadi daerah
dengan nilai inflasi triwunan terendah di Indonesia.
Tingginya inflasi pada triwulan II 2016 lebih disebabkan oleh turunnya
produksi bahan pangan sehingga harga cenderung meningkat. Adanya beberapa
kegiatan di NTT seperti Tour De Flores pada bulan Mei 2016, libur sekolah,
penyaluran gaji ke-14 dan hari raya Idul Fitri juga memberi tekanan inflasi terlebih
pada angkutan udara dan sandang.
Pada triwulan III 2016, inflasi Provinsi NTT diperkirakan akan cenderung
rendah dikarenakan oleh deflasi yang terjadi pada bulan Juli 2016 karena cukupnya
pasokan bahan pangan, masih berpotensi terjadinya deflasi pada bulan Agustus
seiring dengan kembali normalnya aktivitas paska libur sekolah, Hari Raya Idul Fitri
dan Harganas, serta potensi inflasi rendah di bulan September seiring dengan tidak
adanya aktivitas khusus yang mampu menekan inflasi.
PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN
Kondisi Stabilitas Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan laporan
masih terjaga, di tengah meningkatnya risiko global dan domestik. Masih tingginya
keyakinan rumah tangga terhadap kemampuan perekonomian ke depan, cukup
banyaknya simpanan rumah tangga dan rendahnya tingkat risiko kredit rumah
tangga di perbankan menjadi penguat stabilitas keuangan rumah tangga. Stabilitas
keuangan UMKM relatif terjaga yang terlihat dari peningkatan kredit yang cukup
tinggi disertai dengan resiko gagal bayar yang rendah. Industri perbankan juga
menunjukkan kinerja yang positif yang terlihat dari terjaganya rasio LDR, kecukupan
modal (CAR) maupun potensi gagal bayar nasabah yang relatif terjaga. Adapun yang
perlu mendapat perhatian adalah stabilitas keuangan tingkat korporasi yang
menunjukkan adanya peningkatan resiko gagal bayar kredit walaupun secara nilai
nominal tidak signifikan.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016|
xii
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Transaksi sistem pembayaran di Provinsi NTT mengalami peningkatan yang
cukup besar seiring dengan adanya peningkatan ekonomi pada triwulan II 2016.
Pertumbuhan tranksaksi pembayaran tunai secara triwulanan (qtq) maupun tahunan
(yoy) mengalami peningkatan yang signifikan dikarenakan oleh besarnya permintaan
uang tunai masyarakat dan pelaku usaha menjelang hari raya idul Fitri, libur sekolah
dan pencairan gaji ke-14. Di sisi lain, Perkembangan transaksi pembayaran non tunai
juga ikut mengalami peningkatan yang terlihat dari tingginya pertumbuhan SKNBI
dan Layanan Keuangan Digital (LKD)
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Indikator kesejahteraan dan ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan
adanya peningkatan yang terlihat dari penurunan kemiskinan, kenaikan nilai IPM dan
peningkatan indikator tenaga kerja SKDU. Penurunan penduduk miskin juga
diimbangi oleh ketimpangan pendapatan yang menurun. Sementara itu, Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2015 tercatat sebesar 62,67 atau
meningkat dari 62,26 (2014) walaupun tidak sebesar peningkatan IPM di daerah
lain.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan meningkat dan
berada pada rentang 5,2-5,6% (yoy). Sepanjang tahun 2016, pertumbuhan ekonomi
diperkirakan bertumbuh sebesar 5,1-5,5% (yoy). Peningkatan pertumbuhan
ekonomi pada triwulan-IV diperkirakan didorong oleh sektor Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor Perdagangan Besar
dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Sementara itu, pertumbuhan
ekonomi NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan didorong oleh konsumsi
pemerintah dan investasi.
Di sisi lain, inflasi hingga akhir tahun diperkirakan berada pada kisaran 3,5-
4,0% (yoy). Adanya deflasi pada bulan Juli dan potensi deflasi bulan Agustus
diperkirakan mampu menurunkan proyeksi inflasi hingga akhir tahun. Adanya hari
ibu nasional di bulan Desember diperkirakan tidak akan menimbulkan inflasi sebesar
perayaan HKSN dan natal bersama tahun 2015 dikarenakan oleh jumlah peserta
yang diyakini tidak sebanyak kedua acara tersebut.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016|
xiii
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
2015 2015
%yoy*) II I II % qtq**) %yoy***)
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 68,598.5 76,432.5 5.02 18,568.9 19,689.8 20,681.0 4.54 5.29
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20,447.4 22,665.7 2.93 5,716.9 5,740.8 5,982.2 5.41 0.47
Pertambangan dan Penggalian 1,070.3 1,307.6 6.42 324.3 314.9 354.4 10.92 1.75
Industri Pengolahan 843.7 940.9 5.23 222.4 239.1 250.9 3.80 7.07
Pengadaan Listrik dan Gas 31.8 40.0 10.19 9.3 12.7 12.7 3.87 11.25
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 45.5 47.2 2.07 11.5 11.4 12.1 4.62 0.86
Konstruksi 7,096.0 7,908.2 5.22 1,899.8 2,048.2 2,187.0 6.64 6.32
Perdagangan Besar&Eceran; Reparasi Mobil & Sepeda Motor 7,296.7 8,274.0 6.09 1,994.7 2,098.4 2,221.8 4.60 4.26
Transportasi dan Pergudangan 3,566.9 3,976.0 5.49 955.5 1,058.3 1,086.7 2.09 7.25
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 422.4 487.1 6.17 117.1 128.0 137.7 7.05 10.85
Informasi dan Komunikasi 5,134.4 5,477.4 7.14 1,321.9 1,383.6 1,414.7 2.24 6.10
Jasa Keuangan dan Asuransi 2,698.9 2,995.5 5.76 703.3 781.8 844.1 7.17 16.34
Real Estate 1,860.9 2,054.3 3.85 499.4 526.1 538.5 3.40 2.94
Jasa Perusahaan 210.9 235.5 4.61 57.4 59.8 61.5 2.39 1.41
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan JamSos Wajib 8,392.7 9,399.6 7.09 2,193.8 2,502.5 2,701.3 5.19 12.36
Jasa Pendidikan 6,568.2 7,367.7 4.85 1,737.9 1,936.7 1,989.4 0.80 6.37
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,414.6 1,616.4 5.52 397.9 425.5 448.6 3.52 5.27
Jasa lainnya 1,497.0 1,639.5 3.72 405.6 421.8 437.4 3.04 3.03
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 68,598.5 76,432.5 5.02 18,568.9 19,689.8 20,681.0 4.54 5.29
1. Konsumsi Rumah Tangga 50,952.8 56,027.9 6.33 13,078.6 14,712.8 15,290.1 3.01 5.87
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT) 2,323.8 2,539.4 4.49 603.8 583.5 631.3 7.53 0.79
3. Konsumsi Pemerintah 20,592.3 23,705.4 7.97 5,194.9 3,195.8 5,729.4 77.83 4.14
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 26,693.0 32,505.8 17.19 8,144.7 8,187.8 9,046.6 8.94 0.67
5. Perubahan Inventori 1,024.3 967.6 -15.22 149.7 23.5 255.4 991.01 54.21
6. Ekspor Luar Negeri 1,382.3 1,608.8 19.99 379.2 305.2 357.2 11.94 -11.14
7. Impor Luar Negeri 527.2 261.5 -54.99 90.2 55.2 74.3 32.25 -20.01
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor) -33,842.9 -40,660.9 18.66 -8,891.7 -7,263.6 -10,554.8 35.39 1.84
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD) 18,410 24,018 30.46 6,595 5,516 6,610 19.83 0.22
Volume Ekspor Nonmigas (ton) 61,410 83,016 35.18 17,277 20,530 24,171 17.73 39.90
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD) 26,013 5,352 -79.43 3,653 8,289 38 -99.54 -98.96
Volume Impor Nonmigas (ton) 76,708 3,042 -96.03 1,503 20,199 71 -99.65 -95.29
Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB)
*) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014
**) Pertumbuhan Q2 2016 dibandingkan Q1 2016
***) Pertumbuhan Q2 2016 dibandingkan Q2 2015
****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
INDIKATOR 2014 20152016
II. INFLASI
I II III IV I II III IV I II III IV I II
Indeks Harga Konsumen
NTT 104.41 104.78 108.66 110.58 112.52 113.27 113.15 119.15 118.59 120.07 120.78 125.02 124.56 126.10
- Kota Kupang 104.56 104.91 108.85 110.84 112.91 113.63 113.50 120.06 119.47 121.09 121.54 126.15 125.64 127.42
- Maumere 103.39 103.96 107.42 108.85 110.00 110.93 110.85 113.20 112.81 113.42 115.77 117.60 117.50 117.47
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT 7.11 5.26 8.29 8.41 7.78 8.10 4.13 7.76 5.39 6.01 6.74 4.92 5.04 5.02
- Kota Kupang 7.06 5.56 8.88 8.84 7.99 8.31 4.27 8.32 5.81 6.57 7.08 5.07 5.16 5.23
- Maumere 7.38 3.73 5.32 6.24 6.39 6.70 3.19 4.00 2.55 2.24 4.44 3.89 4.16 3.57
20162014 2015INDIKATOR
2013
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016|
xiv
II. PERBANKAN
I II III IV I II III IV I II
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset 25,600 28,602 23,316 26,398 27,114 25,600 29,877 32,778 32,750 28,602 30,931 33,626
2. DPK 18,571 21,478 17,078 18,791 19,092 18,571 19,798 21,764 22,341 21,478 21,945 23,527
- Giro 3,717 4,372 4,137 5,516 5,091 3,717 5,474 6,379 6,537 4,372 5,604 6,893
- Tabungan 10,385 11,933 8,577 8,568 9,041 10,385 9,092 9,149 9,644 11,933 10,449 10,507
- Deposito 4,469 5,173 4,363 4,707 4,960 4,469 5,232 6,236 6,159 5,173 5,893 6,127
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek 17,094 19,483 15,071 15,947 16,532 17,094 17,226 18,198 18,897 19,492 19,546 20,587
- Modal Kerja 5,252 5,917 4,322 4,742 5,008 5,252 5,218 5,626 5,848 5,922 5,742 6,275
- Investasi 1,309 1,381 1,115 1,201 1,235 1,309 1,318 1,359 1,338 1,381 1,317 1,401
- Konsumsi 10,534 12,185 9,634 10,004 10,289 10,534 10,690 11,212 11,710 12,189 12,487 12,912
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 17,759 20,284 15,756 16,652 17,220 17,759 16,907 17,845 18,552 20,284 20,525 21,731
- Modal Kerja 5,316 6,110 4,439 4,881 5,122 5,316 5,011 5,392 5,618 6,110 6,127 6,693
- Investasi 1,537 1,650 1,344 1,444 1,444 1,537 1,260 1,303 1,286 1,650 1,567 1,696
- Konsumsi 10,905 12,524 9,972 10,326 10,654 10,905 10,636 11,150 11,648 12,524 12,830 13,342
LDR (%) 92.0% 90.7% 88.3% 84.9% 86.6% 92.0% 87.0% 83.6% 83.7% 89.9% 88.3% 91.2%
Kredit UMKM 5,162 6,075 4,185 4,753 5,000 5,162 5,234 5,611 5,996 6,080 6,188 6671
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
Total Aset 415 510 343 355 374 415 437 454 482 513 535 545
Dana Pihak Ketiga 309 381 250 257 275 309 311 331 353 382 403 412
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 319 366 270 294 306 319 330 349 354 369 368 389
LDR (%) 79.4% 76.7% 82.6% 85.6% 84.1% 79.4% 80.5% 82.4% 80.5% 76.70% 77.6% 79.8%
C. Grand Total (A+B) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset 26,016 29,112 23,660 26,753 27,487 26,016 30,314 33,232 33,232 29,115 31,466 34,170
2. Dana Pihak Ketiga 18,880 21,859 17,328 19,048 19,367 18,880 20,109 22,095 22,694 21,860 22,348 23,939
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang18,077 19,849 16,026 16,946 17,527 18,077 17,237 18,194 18,906 20,652 20,893 22,120
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%) 1.6% 1.8% 1.5% 1.3% 1.4% 1.6% 1.4% 1.4% 1.4% 1.8% 1.7% 1.6%
2. Dana Pihak Ketiga (%) 1.6% 1.7% 1.4% 1.4% 1.4% 1.6% 1.5% 1.5% 1.6% 1.7% 1.8% 1.7%
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)1.8% 1.8% 1.7% 1.7% 1.7% 1.8% 1.9% 1.9% 1.9% 1.8% 1.8% 1.8%
III. SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II III IV I
Transaksi Tunai
Inflow (Rp. Triliun) 3.4 3.7 1.4 0.7 0.8 0.5 1.8 0.5 0.8 0.5 1.8 0.7
Outflow (Rp. Triliun) 4.6 5.6 0.3 0.8 1.3 2.1 0.4 0.9 1.7 2.6 0.3 1.7
Uang Palsu (lembar) 72 1098 14 11 39 8 27 966 52 53 25 89
Transaksi Non Tunai
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) 92.71 136 14.18 13.05 29.84 35.63 34.61 43.75 41.55 15.84 8.69 6.76
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 33,747 21,758 7,809 7,868 8,776 9,294 5,984 6,086 5,877 3,811 323 335
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) 3.79 6.32 0.84 0.85 0.91 1.19 0.99 0.93 1.38 3.01 3.11 3.36
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)152,284 201,975 34,677 36,188 37,809 43,610 39,971 40,708 48,453 72,843 67,315 75,723
Cek/BG Kosong 897 1,203 179 175 276 267 300 254 342 307 229 247
20142014 2015
2016
To NTT
2015
INDIKATOR 20142015
20152014
INDIKATOR
BI-RTGS
2016
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 1
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II 2016 mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan I-2016.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II-2016 mencapai 5,29% (yoy)
meningkat dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar 5,08% (yoy) dan
dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy).
Dari sisi penggunaan, peningkatan konsumsi rumah tangga dan adanya
perlambatan impor antar daerah menjadi faktor utama pendorong
pertumbuhan ekonomi NTT, sementara itu dari sisi sektoral, pertumbuhan
ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib.
Sementara itu, tracking pertumbuhan ekonomi pada triwulan III
diperkirakan akan mengalami sedikit peningkatan terutama didorong oleh
sektor investasi.
1.1 Kondisi Umum
Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada
triwulan II-2016 mencapai Rp 20,68 triliun dengan pertumbuhan tahunan
sebesar 5,29% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga
menjadi yang tertinggi dengan angka mencapai 5,87% (yoy) yang terutama ditopang
oleh konsumsi bidang Restoran dan Hotel yang tumbuh mencapai 55,58% (yoy) seiring
adanya kegiatan Tour de Flores, Rapat koordinasi pemerintah di hotel dan masa liburan
sekolah. Pertumbuhan juga ditunjang oleh peningkatan konsumsi kolektif Pemerintah
sebesar 5,40% (yoy) seiring realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta
impor antar daerah yang hanya tumbuh sebesar 1,84% (yoy). Dari sisi sektoral,sektor
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib menjadi pendorong
utama dengan pertumbuhan mencapai 12,36% (yoy) yang diperkirakan juga ditunjang
oleh realisasi gaji ke-13 dan ke-14 serta sektor Konstruksi yang salah satunya didorong
oleh proyek-proyek pemerintah, seperti bendungan, jalan dan Pos Lintas Batas Negara
(PLBN).
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II sebesar 5,29% (yoy)
tersebut juga tercatat masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar
5,18% (yoy).Pertumbuhan nasional terutama didorong oleh peningkatan konsumsi
rumah tangga seiring membaiknya daya beli masyarakat dan meningkatnya konsumsi
menjelang perayaan Idul Fitri serta peningkatan konsumsi pemerintah. Namun,
pertumbuhan ekonomi NTT masih cenderung lebih rendah apabila dibandingkan
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 2
dengan Provinsi Bali yang mencapai 6,53% (yoy) yang masih ditopang oleh
pertumbuhan sektor utama, yaitu penyediaan akomodasi dan makan minum serta
konstruksi. Pertumbuhan ekonomi NTT juga masih lebih rendah apabila dibandingkan
dengan NTB sebesar 9,92% (yoy) yang masih ditunjang sektor pertambangan dan
penggalian.
Grafik 1.1. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional
Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III diperkirakan akan
cenderung sedikit meningkat dengan kisaran 5,1-5,5% (yoy). Pertumbuhan
ekonomi triwulan III diperkirakan didorong oleh kegiatan investasi. Hal ini terutama
berasal dari Investasi Pemerintah seiring dengan realisasi belanja modal pemerintah
yang hingga akhir bulan Juni baru mencapai 13,9% atau Rp 1,3 triliun dari total pagu
belanja pemerintah sebesar Rp 9,7 triliun di tahun 2016. Investasi lainnya diperkirakan
masih berasal dari realisasi investasi sektor swasta. Sementara itu, belanja konsumsi
rumah tangga juga diperkirakan masih tumbuh positif seiring dengan masa liburan
sekolah dan ajaran baru serta dorongan belanja setelah realisasi tunjangan kinerja ke-
13 untuk PNS di Bulan Juli.
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
Pada triwulan II 2016 pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar
5,87% (yoy) menjadi pendorong utama perekonomian NTT. Pertumbuhan
konsumsi rumah tangga terutama didorong oleh konsumsi restoran dan hotel yang
meningkat hingga 55,58% (yoy) yang terutama disebabkan oleh adanya even bersifat
nasional seperti Tour de Flores, kegiatan rapat di hotel-hotel, serta tibanya musim
liburan sekolah. Sementara itu, konsumsi pemerintah juga mengalami pertumbuhan
cukup tinggi sebesar 4,14% dengan didorong oleh pertumbuhan konsumsi kolektif
pemerintah sebesar 5,40% (yoy) seiring realisasi gaji ke-13 dan 14.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 3
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II-2016
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
1.2.1 Konsumsi
Secara umum, pengeluaran konsumsi pada triwulan II menunjukkan
pertumbuhan sebesar 5,28% (yoy) melambat apabila dibandingkan triwulan I-
2016 yang sebesar 5,75% (yoy). Pertumbuhan konsumsi pemerintah yang melambat
dari 6,87% (yoy) pada triwulan-I 2016 menjadi 4,14% (yoy) di triwulan-II 2016 seiring
dampak upaya penghematan anggaran pemerintah diperkirakan menjadi salah satu
penyebab utama. Sementara itu, perkembangan pada setiap komponen pembentuk
konsumsi adalah sebagai berikut:
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan-II sebesar 5,87%
(yoy) meningkat dibandingkan triwulan-I yang sebesar 5,60%
(yoy).Pertumbuhan terutama didorong oleh restoran dan hotel yang mencapai
55,58%(yoy) dan diperkirakan disebabkan oleh adanya even bersifat nasional,
peningkatan frekuensi kegiatan rapat di hotel dan tibanya musim liburan sekolah.
Peningkatan juga terjadi pada komponen yang memiliki bobot terbesar pada
komponen konsumsi, yaitu konsumsi makanan dan minuman yang tumbuh sebesar
3,77% (yoy) seiring masa liburan sekolah dan momen menjelang Idul Fitri. Adanya gaji
ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta masa panen komoditas padi juga menjadi
pendorong peningkatan konsumsi masyarakat NTT.
Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan II-2016
Sumber: BPS (diolah)
2015
2014 2015 TW II TW I TW II1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 50,952,750 56,027,892 13,078,616 14,712,817 15,290,144 73.9 5.87
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,323,762 2,539,408 603,754 583,485 631,294 3.1 0.79
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 20,592,320 23,705,393 5,194,853 3,195,817 5,729,408 27.7 4.14
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 26,693,029 32,505,797 8,144,679 8,187,777 9,046,634 43.7 0.67
5. Perubahan Inventori 1,024,332 967,562 149,693 23,514 255,447 1.2 54.21
6. Ekspor Luar Negeri 1,382,328 1,608,842 379,197 305,214 357,151 1.7 -11.14
7. Impor Luar Negeri 527,152 261,549 90,151 55,159 74,286 0.4 -20.01
8. Net Ekspor Antar Daerah (33,842,869) (40,660,869) (8,891,748) (7,263,645) (10,554,837) -51.0 1.84
P D R B 68,598,500 76,432,477 18,568,891 19,689,820 20,680,956 100.0 5.29
UraianYOY
Bobot2016
yoy
2015
2014 2015 TW II TW I TW IIKons Makanan dan Minuman 20,652,675 22,787,208 5,469,348 5,914,915 6,279,283 41.1 3.77
Kons Pakaian & Alas Kaki 1,981,604 2,221,724 256,227 548,409 611,510 4.0 3.09
Kons Perumahan & Perl RT 9,354,500 9,643,623 2,290,279 2,470,458 2,452,525 16.0 -0.54
Kesehatan & Pendidikan 3,717,431 4,358,224 865,265 1,113,479 1,163,667 7.6 17.87
Transportasi & Komunikasi 12,226,260 12,900,929 3,182,515 3,619,762 3,632,993 23.8 4.31
Restoran & Hotel 1,311,689 2,683,934 701,683 639,004 720,896 4.7 55.58
Konsumsi Lainnya 1,708,591 1,432,250 313,297 406,789 429,271 2.8 8.40
Konsumsi 50,952,750 56,027,892 13,078,616 14,712,817 15,290,144 100.0 5.87
UraianYOY 2016
Bobot yoy
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 4
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga dapat terlihat dari hasil Survei
Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia dan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang
meningkat pada periode triwulan II tahun 2016. Pertumbuhan penjualan SPE terdapat
pada usaha makanan dan tembakau, peralatan rumah tangga serta pakaian dan
perlengkapannya yang secara omset tumbuh cukup tinggi. Pertumbuhan juga terjadi
pada konsumsi BBM (Premium, Pertamax, Minyak Tanah, Solar dan Bio Solar) yang
meningkat sebesar 0,61% (yoy) setelah dilakukan konversi ke dalam rupiah.
Grafik 1.3. Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. PerkembanganKonsumsi BBM
Sumber : Bank Indonesia Sumber : PT Pertamina, diolah
Indikasi peningkatan juga terlihat dari angka Indeks Tendensi Konsumen
(ITK) dan pertumbuhan kredit konsumsi. Dari survei BPS, seiring dengan kenaikan
angka indeks pendapatan rumah tangga, angka ITK menunjukkan peningkatan menjadi
sebesar 103,87 pada triwulan II-2016 dibandingkan triwulan I yang hanya sebesar
98,15. Pertumbuhan juga tercatat pada konsumsi listrik rumah tangga yang tumbuh
sebesar 5,5% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-I yang tumbuh 10,67% (yoy)
namun mencatat angka pemakaian listrik rumah tangga tertinggi triwulanan selama
beberapa tahun terakhir dengan total pemakaian 122.618 ribu Kwh. Indikator yang
mendukung adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II diantaranya
adalah indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang
menunjukkan peningkatan angka indeks kegiatan dunia usaha, harga jual dan tenaga
kerja pada triwulan II 2016. Sementara itu, dari indikator perbankan, pertumbuhan
kredit konsumsi mencapai 15,3%(yoy) atau dengan nominal outstanding sebesar Rp
13,3 triliun.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 5
Grafik 1.5. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.6. Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Sumber : BPS, diolah Sumber : PT PLN, diolah
Grafik 1.7. Indeks Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah
Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga
(LNPRT) tumbuh 0,79% (yoy) melambat dibandingkan triwulan I 2016 yang
sebesar 3,92% (yoy).Perlambatan diperkirakan terjadi seiring dengan masih belum
adanya kegiatan pilkada ataupun kegiatan lembaga swadaya masyarakat yang bersifat
massif pada triwulan II 2016.
Perkembangan Konsumsi Pemerintah pada triwulan II-2016 tumbuh
sebesar 4,14% (yoy) melambat dibandingkan triwulan I-2016 yang tumbuh
6,87% (yoy).Melambatnya komponen konsumsi pemerintah terutama berasal dari
terbatasnya pertumbuhan konsumsi individu pemerintah yang hanya tumbuh sebesar
1,90% (yoy) seiring dengan masih terbatasnya peningkatan belanja untuk jaminan
sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan serta adanya arahan Presiden untuk
melakukan penghematan belanja konsumsi.
Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan II-2016
Sumber: BPS (diolah)
Sementara itu, berdasarkan data realisasi belanja konsumsi Pemerintah (APBN,
APBD Kab/Kota, APBD Provinsi) hingga akhir triwulan II-2016 di NTT tercatat telah
2015
2014 2015 TW II TW I TW IIKons Kolektif Pemerintah 11,865,895 13,704,950 3,280,943 1,902,033 3,638,326 63.5 5.40
Kons Individu Pemerintah 8,726,426 10,000,443 1,913,909 1,293,784 2,091,082 36.5 1.90
Konsumsi Pemerintah 20,592,320 23,705,393 5,194,853 3,195,817 5,729,408 100.0 4.14
UraianYOY 2016
Bobot yoy
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 6
mencapai Rp 9,1 triliun atau 36,14% dari pagu anggaran 2016. Jumlah tersebut
mengalami peningkatan sebesar 40% (yoy) dari realisasi belanja konsumsi pada
triwulan-II 2015 yang hanya mencapai Rp 6,5 triliun. Peningkatan belanja konsumsi
pemerintah diperkirakan turut didorong oleh realisasi gaji ke-13 dan ke-14 di bulan
Juni.
Perkembangan pada triwulan berjalan menunjukkan adanya optimisme
pertumbuhan. Hasil Survei Konsumen-Bank Indonesia menunjukkan adanya
kecenderungan perlambatan untuk indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks
Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) namun dengan
angka indeks yang masih diatas 100 maka masih menunjukkan optimisme konsumen
untuk menghadapi triwulan-II. Indikasi optimisme juga terlihat dari indikator Survei
Penjualan Eceran yang menunjukkan proyeksi peningkatan untuk bulan Juli dan
Agustus serta Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menunjukkan proyeksi kenaikan
pada triwulan-III 2016. Sementara itu, berdasarkan tracking kegiatan masyarakat,
adanya kegiatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) di kota Kupang yang dihadiri
12.000 sd 15.000 orang dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia, momen liburan
sekolah dan libur keagamaan, serta masuknya masa ajaran baru juga diperkirakan
dapat turut mendorong konsumsi secara umum.
Grafik 1.9. Perkembangan Survei Konsumen Grafik 1.10. Perkembangan Survei Penjualan Eceran
Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 1.11.Proyeksi Indeks Tendeksi
Konsumen
Sumber : BPS Provinsi NTT, diolah
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 7
Sementara itu konsumsi pemerintah diperkirakan mengalami
perlambatan. Perlambatan disebabkan oleh turut adanya arahan Presiden untuk
melakukan penghematan anggaran. Selain itu, adanya pemotongan anggaran diluar
belanja infrastruktur seiring dengan tidak tercapainya target pemasukan pajak juga
diperkirakan dapat menjadi salah satu faktor penyebab perlambatan. Salah satu hal
yang dapat menghambat perlambatan adalah realisasi tunjangan kinerja PNS ke-13 dan
realisasi dana desa serta belanja hibah.
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi
Pertumbuhan investasi/PMTB di NTT pada triwulan II-2016 mengalami
pertumbuhan terbatas sebesar 0,67% (yoy) melambat jika dibandingkan
triwulan-I yang tumbuh sebesar 9,33% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi
karena terbatasnya pertumbuhan investasi baik dari komponen PMTB bangunan yang
hanya tumbuh 0,86% (yoy) serta PMTB non bangunan yang tumbuh hanya sebesar
0,11% (yoy). Hal ini diperkirakan juga disebabkan oleh tingginya investasi pemerintah
di Provinsi NTT pada tahun sebelumnya, sebagai contoh pengembangan bandara tahun
2015 yang mencapai 14 buah sementara saat ini hanya 9 buah. Saat ini peningkatan
investasi lebih pada pembangunan bendungan (Raknamo dan Rotiklot) dan investasi
swasta. Sementara itu belanja modal pemerintah yang merupakan gambaran investasi
pemerintah hingga akhir triwulan-II baru mencapai Rp 1,35 triliun atau 13,88%.
Tabel 1.4. PDRB Komponen Investasi Provinsi NTT Triwulan II-2016
Sumber: BPS (diolah)
Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan
adanya indikasi peningkatan investasi di NTT. Berdasarkan data BKPMD Provinsi
NTT, pada triwulan-II 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar US$ 22,58 juta dan Rp 504,84 miliar.
Angka ini meningkat dibandingkan triwulan I-2016 yang tercatat US$ 9,4 juta dan Rp
369,37 miliar. Sehingga total realisasi investasi NTT hingga semester-I mencapai US$
32,02 Juta dan Rp 874,21 miliar. Secara spasial, total realisasi investasi tertinggi pada
semester-I 2016 ada di Kota Kupang dengan nilai realisasi Rp 355,73 miliar dengan
total 6 perusahaan yang berinvestasi (2 sektor sekunder dan 4 tersier) yang mampu
menyerap lebih dari 1500 tenaga kerja. Di sisi lain, Penanaman Modal Asing (PMA)
2015
2014 2015 TW II TW I TW IIPMTB Bangunan 20,049,429 24,648,097 6,226,198 6,087,531 6,558,857 72.5 0.86
PMTB Non Bangunan 6,643,600 7,857,700 1,918,480 2,100,246 2,487,776 27.5 0.11
PMTB 26,693,029 32,505,797 8,144,679 8,187,777 9,046,634 100.0 0.67
UraianYOY 2016
Bobot yoy
Sumber : KBI Kupang
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 8
tercatat cukup tinggi di Kab. Rote Ndao (US$ 5,7 juta), Kab. Timor Tengah Utara (US$ 5
Juta) dan Kab. Flores Timur (US$ 4,6 Juta). Secara umum, investasi terbanyak di Provinsi
NTT berada pada sektor tersier sebanyak 41 perusahaan. Dari indikator penjualan
semen, terlihat adanya pertumbuhan penjualan semen sebesar 5,8% (yoy) pada
triwulan II-2016 atau melambat dibandingkan triwulan-I yang tumbuh mencapai
37,91% (yoy). Pertumbuhan penjualan semen yang melambat ini merupakan penguat
indikasi perlambatan kegiatan investasi terutama di sektor PMTB Bangunan.
Tabel 1.5. Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal Dalam Negeri
Grafik 1.12. Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
Sumber : BKPMD NTT, diolah Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Sementara itu, berdasarkan tracking triwulan berjalan, diperkirakan
perkembangan PMTB/Investasi akan kembali meningkat pada triwulan-III.
Indikasi tersebut terlihat dari serapan belanja modal pemerintah yang baru mencapai
13,9% hingga bulan Juni 2016 dan diperkirakan kembali meningkat sepanjang
triwulan-III. Selain itu, masih berjalannya proyek bendungan, jalan negara dan provinsi,
serta pengembangan pelabuhan diperkirakan dapat pula menjadi pendorong. Selain
itu, adanya rencana investasi swasta dan BUMN seperti pengembangan proyek
perumahan seiring adanya permintaan rumah paska pameran perumahan yang
diadakan di Kota Kupang pada bulan Juli. Nilai transaksi pada pameran tersebut
mencapai Rp 40,2 miliar dengan total 201 rumah terjual, pengembangan parking stand
pesawat serta berbagai investasi swasta di bidang tersier dan sekunder.
1.2.3 Ekspor Impor
1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah
Pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan II-2016 sebesar
1,84% (yoy) tercatat melambat apabila dibandingkan dengan triwulan I yang
sebesar 8,93% (yoy). Perlambatan impor turut didorong oleh adanya pertumbuhan
ekspor antar daerah sebesar 4,35% (yoy) yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan impor antar daerah yang hanya sebesar 2,17% (yoy). Pertumbuhan
Uraian Tw-I Tw-II Total
PMA (US$) 9,440,669 22,578,115 32,018,784
PMA (Rp) 369,374,956,150 (781,708,200)
PMDN (Rp) 505,619,508,200 874,212,756,150
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 9
ekspor diperkirakan turut ditunjang oleh pengoperasian kapal ternak yang sudah mulai
rutin melakukan pengiriman kapal ke Pulau Jawa setiap 2 minggu sekali. Sementara itu,
perlambatan impor terjadi seiring dengan perlambatan investasi/PMTB di NTT pada
triwulan-II yang mengindikasikan penurunan kebutuhan impor untuk kegiatan investasi
di NTT. Perlambatan ini juga terkonfirmasi dari penurunan kegiatan peti kemas sebesar
-2,7% (yoy). Namun disisi lain, kegiatan bongkar muat menunjukkan angka net
bongkar yang cukup tinggi mencapai 88.361 ton atau meningkat hingga 739% (yoy)
yang mengindikasikan masih banyaknya frekuensi pengiriman kebutuhan pangan atau
barang bersifat curah ke Provinsi NTT.
Grafik 1.13. Perkembangan Peti Kemas Grafik 1.14. Aktivitas Bongkar Muat
Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah
Perkembangan net impor dalam negeri pada triwulan-III diperkirakan
turut meningkat. Masih terbatasnya industri pengolahan dan produksi lokal
menyebabkan masih tingginya ketergantungan Provinsi NTT dari daerah lain. Pada
triwulan-III 2016, diperkirakan adanya peningkatan kegiatan investasi dan kebutuhan
pemenuhan bahan pokok (seperti beras) seiring telah lewatnya musim panen
diperkirakan mendorong peningkatan impor dari daerah lain. Di sisi lain, kebutuhan
masyarakat akan sapi untuk perayaan Idul Adha diperkirakan dapat menahan
pertumbuhan net impor dari sisi pertambahan ekspor.
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri
Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-II 2016 masih mengalami
penurunan sebesar -8,3% (yoy) namun membaik dibanding penurunan net
ekspor triwulan-I 2016 yang sebesar -28,6% (yoy). Berdasarkan data ekspor-impor
Bank Indonesia, pada triwulan-II 2016 Provinsi NTT mengalami net ekspor sebesar US$
6,9 juta. Ekspor utama NTT terutama kendaraan serta suku cadangnya dan semen ke
negara Timor Leste.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 10
Grafik 1.15.Perkembangan Ekspor dan Impor Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor
Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah
Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-III 2016 diperkirakan
tidak akan tumbuh terlalu tinggi. Ekspor luar negeri NTT diperkirakan masih
didorong oleh pengiriman semen dan kendaraan serta suku cadangnya ke negara
Timor Leste (transit). Namun, pertumbuhan ekspor diharapkan pula dapat didorong
oleh peningkatan komoditas ikan (tuna dan cakalang) serta perkebunan (jambu mete
dan kakao) seiring tibanya musim panen dan cuaca yang biasanya mendukung
peningkatan produksi.
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan II-2016 didorong oleh
sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib.
Peningkatan sektor Administrasi Pemerintahan tercatat sebesar 12,36% (yoy) yang
salah satunya disebabkan oleh realisasi gaji ke-13 dan 14 Pegawai Negeri Sipil.
Pertumbuhan juga terjadi pada sektor jasa keuangan dan asuransi yang mencapai
16,34% (yoy) dan sektor konstruksi sebesar 6,32% (yoy).
Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2016
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp
2015
2014 2015 TW II TW I TW IIA Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20,447,428 22,665,673 5,716,892 5,740,821 5,982,164 28.9 0.47
B Pertambangan dan Penggalian 1,070,349 1,307,566 324,312 314,905 354,389 1.7 1.75
C Industri Pengolahan 843,708 940,862 222,408 239,111 250,936 1.2 7.07
D Pengadaan Listrik dan Gas 31,840 40,001 9,348 12,740 12,744 0.1 11.25
EPengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang45,529 47,150 11,494 11,405 12,099 0.1 0.86
F Konstruksi 7,095,979 7,908,227 1,899,771 2,048,240 2,186,957 10.6 6.32
GPerdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor7,296,703 8,273,959 1,994,737 2,098,437 2,221,823 10.7 4.26
H Transportasi dan Pergudangan 3,566,950 3,975,985 955,527 1,058,306 1,086,688 5.3 7.25
I Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum422,443 487,091 117,133 128,017 137,718 0.7 10.85
J Informasi dan Komunikasi 5,134,426 5,477,449 1,321,882 1,383,555 1,414,671 6.8 6.10
K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,698,906 2,995,475 703,325 781,762 844,076 4.1 16.34
L Real Estate 1,860,878 2,054,341 499,416 526,120 538,473 2.6 2.94
M,N Jasa Perusahaan 210,879 235,528 57,442 59,801 61,466 0.3 1.41
OAdministrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib8,392,732 9,399,572 2,193,833 2,502,540 2,701,344 13.1 12.36
P Jasa Pendidikan 6,568,193 7,367,666 1,737,853 1,936,741 1,989,418 9.6 6.37
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,414,584 1,616,418 397,896 425,545 448,574 2.2 5.27
R,S,T,U Jasa lainnya 1,496,973 1,639,515 405,622 421,774 437,416 2.1 3.03
PDRB 68,598,500 76,432,477 18,568,891 19,689,820 20,680,956 100 5.29
YOYUraianKategori Bobot
2016yoy
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 11
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Secara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II2016
sebesar 0,47% (yoy) cenderung meningkat apabila dibandingkan triwulan-I
2016 yang hanya tumbuh 0,23% (yoy). Peningkatan terjadi seiring dengan panen
komoditas beras pada triwulan-II 2016 walaupun secara tahunan masih tumbuh
terbatas seiring adanya permasalahan kekeringan dan serangan hama di berbagai
tempat, seperti hama putih di Flores Timur, hama ulat batang di Manggarai Barat dan
hama wereng cokelat di Kab. Nagekeo. Pertumbuhan yang terbatas juga diperkirakan
terjadi akibat penurunan harga komoditas, seperti rumput laut serta kondisi gelombang
dan cuaca yang fluktuatif sehingga mengakibatkan terbatasnya produksi ikan tangkap
nelayan. Namun demikian, produksi pertanian juga tertopang oleh adanya peningkatan
pengiriman sapi melalui kapal ternak. Di sisi lain, pada triwulan II-2016 tercatat
pengiriman sapi ke luar NTT mencapai 25.025 ekor dengan tujuan paling banyak ke
Provinsi Jawa Barat sebanyak 9.977 ekor, pengiriman juga dilakukan untuk ternak
kerbau (2.025 ekor) dan kuda (2.780 ekor) dengan pengiriman paling banyak ke
Provinsi Sulawesi Selatan. Perkembangan pengiriman ternak juga terlihat dari data
Pelindo yang menunjukkan adanya pertumbuhan pengiriman ternak sebesar 97% (yoy)
dengan jumlah 10.382 ekor pada triwulan II melambat dibandingkan triwulan I yang
tumbuh sebesar 120,8% (yoy) namun secara kuantitas masih lebih tinggi dibandingkan
triwulan I yang hanya 5.361 ekor.
Di sisi lain, indikasi pertumbuhan sektor pertanian yang terbatas juga terlihat
dari angka Nilai Tukar Petani (NTP) yang menurun dari 101,18 (triwulan-I) menjadi
100,26 (triwulan-II) yang ditengarai sebagai dampak dari permasalahan kekeringan dan
hama yang menyerang berbagai lahan pertanian di NTT.
Grafik 1.17. Data Pengiriman Ternak Grafik 1.18. Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau
Sumber : Dinas Peternakan NTT, diolah Sumber : Pelindo II, diolah
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 12
Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Tukar Petani
Sumber : BPS, diolah
Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian,
perkebunan dan kehutanan searah dengan pertumbuhan PDRB yang
menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan terlihat dari angka indeks kegiatan
usaha, harga jual dan tenaga kerja pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang
mengalami peningkatan pada triwulan II. Hal yang sama juga terjadi pada
pertumbuhan kredit pertanian yang mengalami peningkatan dari 9,7% (yoy) pada
triwulan-I 2016 menjadi 28,9% (yoy) pada triwulan-II 2016.
Grafik 1.20. Perkembangan SKDU Pertanian
Grafik 1.21. Perkembangan Kredit Pertanian
Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha terlihat adanya perlambatan
pada triwulan III-2016. Perlambatan diperkirakan lebih pada belum tibanya musim
panen ke-2 untuk komoditas padi sebagai komoditas pertanian utama di Provinsi
NTT.Faktor yang menjadi penyumbang pertumbuhan pada triwulan-III lebih berasal dari
komoditas perkebunan (jambu mete, asam, kopi dan kakao), peningkatan produksi
ikan tangkap seiring dukungan cuaca serta peningkatan pengiriman sapi ke pulau lain
(Jawa dan Kalimantan) untuk kebutuhan Idul Adha. Tercatat pengiriman ternak ke luar
daerah pada bulan Juli telah mencapai 2.710 ekor dengan rincian: sapi (2.597 ekor),
kerbau (56 ekor) dan kuda (57 ekor) dan dengan tujuan pengiriman sapi terbanyak ke
Jawa Barat sebesar 1.888 ekor.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 13
Grafik 1.22. Proyeksi SKDU Pertanian
Sumber : Bank Indonesia, diolah
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib pada triwulan II 2016 sebesar 12,36% (yoy) meningkat
dibandingkan triwulan-I yang hanya sebesar 8,86% (yoy).Pertumbuhan sektor ini
diperkirakan turut ditunjang oleh adanya realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri
Sipil (PNS) pada akhir bulan Juni 2016. Selain itu adanya realisasi dana desa tahap I
pada triwulan II juga menjadi pendorong lainnya. Hal ini terkonfirmasi dari data realisasi
belanja pegawai Pemerintah di NTT hingga semester-I 2016 yang telah mencapai Rp
5,43triliun atau meningkat 31,4% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Kenaikan cukup tinggi juga terjadi pada belanja barang dan jasa yang
menunjukkan adanya usaha percepatan kegiatan lelang untuk kegiatan barang dan jasa
pemerintah, serta kenaikan pada belanja hibah dan bantuan keuangan yang
diperkirakan didorong oleh realisasi dana desa.
Sementara itu, indikator peningkatan realisasi belanja juga terlihat dari simpanan
pemerintah di perbankan mengalami perlambatan mencapai -6,2% (yoy) pada triwulan
II-2016 atau sebesar Rp 6,93 triliun. Angka ini melanjutkan trend perlambatan seperti
pada triwulan-I yang tumbuh sebesar -3,1% (yoy). Hal ini mengkonfirmasi percepatan
penyerapan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 14
Grafik 1.23. Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.24. Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah
Pada triwulan-III 2016 sektor Administrasi Pemerintahan diperkirakan
masih tumbuh walaupun cenderung melambat.Perlambatan lebih disebabkan oleh
tingginya pertumbuhan sektor ini pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya,
selain itu adanya pemotongan anggaran konsumsi pemerintah seiring tidak tercapainya
target pajak diperkirakan menjadi penyebab lainnya. Untuk triwulan-III 2016
pertumbuhan sektor ini diperkirakan disebabkan oleh adanya realisasi tunjangan kinerja
PNS ke-13 pada bulan Juli, adanya target realisasi dana desa sebesar 40% pada bulan
Agustus (total nominal Rp 739 miliar) serta kemungkinan realisasi dana hibah
pemerintah daerah kepada masyarakat.
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan
sepeda motor pada triwulan-II 2016 sebesar 4,26% (yoy) cenderung meningkat
apabila dibandingkan triwulan-I yang sebesar 4,14% (yoy). Peningkatan
diperkirakan didorong pula oleh faktor peningkatan daya beli masyarakat seiring
peningkatan pendapatan melalui gaji ke-13 dan ke-14 serta panen raya komoditas
padi, selain juga dorongan peningkatan kebutuhan belanja memasuki masa liburan
sekolah dan menjelang Idul Fitri. Penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT
juga menjadi indikasi adanya perbaikan daya beli masyarakat.
Peningkatan juga terlihat dari Indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) dan Survei Konsumen (SK). Indikator SKDU berupa indeks kegiatan usaha,
harga jual dan tenaga kerja menunjukkan peningkatan yang mengindikasikan adanya
peningkatan kegiatan perdagangan pada triwulan II. Indikasi yang sama juga terlihat
pada Survei Konsumen-Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Dari sisi kredit, kredit
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 15
perdagangan hingga akhir triwulan II-2016 mencapai Rp 5,17 triliun atau tumbuh
sebesar 9,3% (yoy).
Grafik 1.25. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 1.26. Perkembangan Survei Konsumen
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha-SKDU sektor
Perdagangan terlihat adanya proyeksi peningkatan pada triwulan-III.
Peningkatan terjadi pada indeks kegiatan usaha, indeks harga jual dan indeks tenaga
kerja. Peningkatan ini diperkirakan didorong oleh optimisme masyarakat menjelang
panen komoditas perkebunan, kebutuhan untuk masa ajaran baru, serta dukungan dari
realisasi proyek-proyek pemerintah yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru
untuk buruh di bidang kontraktor. Selain itu adanya kegiatan pameran, seperti
Pameran Pembangunan di Kota Kupang dan Hari Keluarga Nasional diperkirakan dapat
pula mendorong belanja masyarakat dan mendukung pertumbuhan sektor
perdagangan.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 16
Grafik 1.28. Proyeksi SKDU Perdagangan
Sumber : Bank Indonesia, diolah
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya
Pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-II 2016 sebesar 6,32%
(yoy) melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan-I yang sebesar 8,69%
(yoy). Faktor penyebab melambatnya pertumbuhan sektor konstruksi disebabkan oleh
lebih tingginya kegiatan proyek pada tahun 2015, sementara untuk tahun 2016
kegiatan proyek agak menurun, seperti contohnya kegiatan pengembangan bandara
yang berkurang dari 14 Bandara (2015) menjadi 9 Bandara (2016). Kegiatan proyek
yang tercatat hingga saat ini adalah penyelesaian bendungan Raknamo dan Rotiklot
serta Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Motaain, Motamasin, dan Winni.
Selain juga terdapat pembangunan gedung pemerintahan dan jalan (cth. Sabuk
Perbatasan sepanjang 81 KM).Tracking untuk triwulan III diperkirakan terjadi
perlambatan yang lebih disebabkan oleh siklus pertumbuhan sektor konstruksi pada
triwulan-III yang cenderung tinggi. Namun, pertumbuhan diperkirakan masih tetap
terjadi karena turut didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal pemerintah, dan
dukungan cuaca yang secara siklikal cukup baik.
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-II 2016
masih tumbuh tinggi namun melambat menjadi sebesar 10,85% (yoy)
dibandingkan triwulan-I yang tumbuh 12,53% (yoy). Hal ini mengindikasikan
bahwa kegiatan masyarakat yang menggunakan hotel masih cukup tinggi pada
triwulan-II. Adanya beberapa kegiatan seperti Tour De Flores turut mendukung
pertumbuhan sektor ini. Sementara itu, tingginya pertumbuhan terjadi lebih karena
pertumbuhan sektor akomodasi yang secara siklikal tumbuh cukup tinggi setiap
triwulan-II. Hal ini juga terkonfirmasi dari pertumbuhan penumpang pesawat yang
mencapai 40,6% (yoy) atau 832.113 orang pada triwulan-II 2016.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 17
Grafik 1.29 Perkembangan Tamu Hotel Grafik 1.30. Perkembangan Penumpang Bandara
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Pada triwulan-III 2016, diperkirakan terjadi peningkatan cukup signifikan pada
sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Hal ini terkait dengan adanya
kegiatan bersifat nasional seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas) pada akhir Juli
2016 yang dihadiri sekitar 12.000-15.000 orang dari seluruh Indonesia dan sempat
membuat langkanya kamar hotel saat penyelenggaraan acara. Selain itu, terdapat pula
kegiatan Expo Alor dan pemeran pembangunan (kota Kupang) yang dilaksanakan pada
pertengahan Agustus dan dapat mendukung pula pertumbuhan sektor akomodasi.
Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tercatat tumbuh cukup tinggi
sebesar 16,34% (yoy) lebih tinggi dari triwulan-I yang sebesar 5,26% (yoy).
Peningkatan cukup tinggi ini didukung pula oleh pertumbuhan kredit di NTT yang
mencapai 14,93% (yoy) atau sebesar Rp 21,73 triliun dan Dana Pihak Ketiga yang
tumbuh 10,41% (yoy) dengan nominal Rp 23,83 triliun. Peningkatan juga terjadi pada
kegiatan sistem pembayaran yang terlihat dari pertumbuhan kliring yang mencapai
261,82% (yoy) atau dengan nominal Rp 3,36 triliun serta perputaran kas masuk/keluar
di Bank Indonesia yang mencatat peningkatan pertumbuhan sebesar 117,9% (yoy) atau
dengan nominal net keluar Rp 945,8 miliar.
Pada triwulan III, pertumbuhan sektor jasa keuangan diperkirakan cukup stabil
karena belum adanya kebutuhan jasa keuangan terutama untuk kredit dan sistem
pembayaran yang meningkat signifikan seperti saat menjelang musim tanam ataupun
masa liburan sekolah dan hari natal. Berdasarkan data kas, pertumbuhan net outflow
pada bulan Juli tercatat -89,7% (mtm) dibandingkan bulan Juni yang mengindikasikan
penurunan kebutuhan pelayanan terkait pembayaran tunai di awal triwulan-III.
Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan
sebesar 7.25% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-I yang sebesar 8,71%
(yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi karena proses penambahan rute trayek kapal
atau pesawat yang biasanya terjadi di awal tahun atau triwulan-I. Di sisi lain, terdapat
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 18
beberapa penambahan kegiatan pada sektor ini diantaranya:1) Penambahan penyedia
jasa transportasi laut melalui KM Egon tipe roll-on/roll-off dengan rute Surabaya-
Labuan Bajo-Maropokot-Makassar (PP). 2) Penambahan frekuensi penerbangan seperti
NAM Air tujuan Denpasar-Labuan Bajo dan Lion Air yaitu Kupang-Alor dan Kupang-
Atambua dari 1x per hari menjadi 2x per hari diperkirakan menjadi pendorong. 3)
Penambahan jalur Kapal Barang (Permata Nusantara 01) yang melayani Rote-Sabu-
Surabaya. 4) Pengoperasian kapal feri yang melayani Larantuka-Adonara-Maumere
serta kapal feri jurusan Bolok-Kupang-Waibalun-Larantuka dengan frekuensi 3 kali
seminggu. Tracking sektor transportasi dan pergudangan diperkirakan mengalami
pertumbuhan yang melambat pada triwulan-III 2016 yang lebih disebabkan oleh telah
dibukanya rute-rute baru, baik kapal maupun pesawat terbang pada periode
sebelumnya. Namun, melambatnya pertumbuhan diperkirakan dapat tertahan oleh
adanya peningkatan penumpang terutama untuk transportasi laut (mencapai 30%) dan
transportasi udara pada bulan Juli seiring libur sekolah dan keagamaan, serta adanya
perayaan Hari Keluarga Nasional yang membutuhkan fasilitas transportasi udara.
Sektor real estate tercatat tumbuh 2,94% (yoy) melambat dibandingkan
triwulan-I yang sebesar 5,10% (yoy).Hal ini lebih terjadi karena perlambatan
kegiatan penjualan real estate pada triwulan-I yang tercatat mencapai 270 unit untuk
rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), sementara untuk triwulan II
ketiadaan kegiatan pameran perumahan (baru diadakan pada bulan Juli) juga
menyebabkan pertumbuhan penjualan yang terbatas. Tracking pada triwulan III
diperkirakan meningkat seiring adanya kegiatan REI Expo 2016 pada awal Bulan Juli
yang dapat membukukan total transaksi Rp 40,2 miliar. Total rumah yang terjual
sebanyak 201 unit dengan rincian 154 unit rumah FLPP dan 47 unit non FLPP.
Sektor industri pengolahan tercatat tumbuh 7,07% (yoy) meningkat
dibandingkan triwulan-I yang sebesar 4,98% (yoy). Pertumbuhan yang meningkat
turut didukung oleh mulai beroperasinya beberapa pabrik pengolahan di NTT,
diantaranya pengolahan rumput laut menjadi Alkali Treated Cattonii (ATC) di Kab. Sabu
Raijua serta berproduksinya pabrik pengolahan tepung di Lembata yang kembali
memproses 300 ton ikan tembang menjadi tepung ikan untuk diekspor ke Thailand dan
Jepang.Tracking pada triwulan III diperkirakan masih tumbuh stabil dengan triwulan II
karena belum adanya penambahan pabrik pengolahan baru yang dapat meningkatkan
produk olahan lokal NTT secara signifikan. Praktis industri pengolahan NTT masih
bertumpu pada semen, makanan jadi, rumput laut dan tepung ikan.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 19
Sektor pengadaan listrik dan gas tercatat tumbuh 11,25% (yoy)
melambat dibandingkan triwulan-I yang sebesar 12,78% (yoy). Perlambatan lebih
disebabkan pada kegiatan penambahan jaringan listrik yang masih terbatas. Beberapa
kegiatan pada triwulan-II diantaranya: 1) penambahan tiga Mesin PLN di Larantuka
dengan kapasitas masing-masing 500 Kw, 2)Pengoperasian Gardu Induk (GI)
Nonohanis 1X20 MVA dan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 KV Bolok-
Maulafa-Naibonat-Nonohonis di Soe, Kab. TTS. 3) Terdapat penambahan kapasitas
terutama untuk jaringan Kupang sebesar 5 MW seiring adanya tambahan mesin sewa
oleh PT. PLN, serta 4) Program Indonesia Terang di Rote Ndao dengan penambahan
kapasitas listrik melalui mesin diesel 500 KW pada April 2016.
Sementara itu, sektor lainnya seperti Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang, sektor Informasi dan Komunikasi, sektor Jasa Perusahaan,
sektor Jasa Pendidikan, sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial serta sektor Jasa
Lainnya cenderung mengalami perlambatan.
Secara umum, tracking untuk sektor lainnya pada triwulan-III diperkirakan turut
meningkat. Hal ini terutama didukung oleh kegiatan investasi baik pemerintah maupun
swasta, serta percepatan realisasi anggaran yang dilakukan di berbagai sektor di
Provinsi NTT.
Boks 1. | Potensi Kepariwisataan di NTT 20
Pariwisata NTT menunjukkan adanya perkembangan yang cukup menjanjikan.
Dengan lebih dari 450 destinasi wisata yang menawarkan keunikan di tiap destinasi,
pariwisata NTT menjadi sangat kaya untuk dijelajahi. Setidaknya terdapat 12 jenis
destinasi wisata yang bisa ditemui seperti pantai, keindahan alam, danau, diving dan
snorkeling, hingga obyek wisata budaya seperti tempat bersejarah, kampung
tradisional, festival tradisional, wisata rohani, kuliner, belanja hingga wisata buatan.
Wisata alam dan pantai menjadi obyek wisata terbanyak dengan total sebanyak 238
obyek wisata, dan wisata budaya sebanyak 227 obyek wisata, sehingga wisata alam
dan budaya menjadi ciri khas wisata di NTT.
Secara nasional, tingkat kunjungan wisata di NTT hanya menempati urutan ke-
25 dilihat dari total jumlah penggunaan kamar tahun 2014 yang mencapai 791 ribu
kamar. Namun demikian, apabila dilihat dari jenis turisnya, Provinsi NTT menempati
urutan ke-11 total kunjungan jumlah turis asing dilihat dari pemesanan hotel di NTT.
Hal ini menunjukkan adanya potensi devisa yang cukup besar ke depan apabila
pariwisata dikelola secara maksimal. Pertumbuhan pemesanan hotel pada tahun 2014
juga menunjukkan adanya pertumbuhan yang cukup besar hingga hampir 50% seiring
dengan adanya sail komodo yang waktu itu diadakan oleh pemerintah pusat di NTT.
Total kunjungan wisatawan pada tahun 2015 mampu tumbuh 11% dengan total
wisatawan sebanyak 441 ribu orang.
Grafik Boks 1.1. Jumlah Tamu Hotel Wisman di
15 Provinsi destinasi utama di Indonesia Grafik Boks 1.2. Jumlah wisatawan di NTT dan
Pertumbuhannya
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Berdasarkan sebaran daerah, Kabupaten Manggarai Barat menjadi pintu
gerbang pariwisata dan paling diminati wisatawan mancanegara, disusul oleh
pariwisata Danau Kelimutu di Ende, Wisata dataran tinggi Ruteng di Manggarai dan
rumah adat Bena di Ngada. Tingginya kunjungan wisatawan mancanegara di
Manggarai dan Ngada bahkan melampaui tiga kawasan strategis pariwisata nasional
lainnya yang sudah ditetapkan pemerintah di NTT yaitu Kabupaten Sumba Barat, Alor
dan Rote Ndao. Kedekatan wilayah dengan Labuan Bajo diduga menjadi penyebab
tingginya kunjungan wisata di kedua obyek wisata tersebut.
Boks 1. | Potensi Kepariwisataan di NTT 21
Untuk wisata domestik, pusat aktivitas pariwisata berada di Kota Kupang yang
terlihat dari tingginya kunjungan wisata domestik di Kota Kupang yang mencapai 185
ribu orang pada tahun 2015. Tingginya kunjungan wisatawan tersebut diduga
didorong oleh kunjungan MICE, adanya proyek pemerintah, atau dalam perjalanan
transit kunjungan ke daerah lain. Hal ini didukung oleh sistem konektivitas angkutan
udara di Provinsi NTT yang masih terpusat di Kota Kupang sebagai hub penerbangan ke
daerah lain.
Gambar Boks 1.1. Sebaran Kunjungan Pariwisata dan Hotel di NTT
Sumber : Badan Pusat Statistik, riset Bank Indonesia, diolah
Tingginya kunjungan wisatawan, harus didukung oleh jumlah industri yang
mencukupi. Berdasarkan data total, jumlah industri baik jumlah hotel, kapasitas kamar
dan jumlah restaurant masih relatif mencukupi. Permasalahan yang ada adalah besaran
kapasitas hotel yang terkesan kurang mencukupi ketika terdapat acara khusus seperti
contoh semana santa di Larantuka, pasola di Sumba ataupun Sail Indonesia dan MICE
yang diadakan di NTT.
Rasio kamar dibanding jumlah kapasitas penumpang sebesar 1,03 yang berarti
jumlah kamar relatif sebanding untuk memenuhi permintaan kamar oleh wisatawan.
Namun demikian, apabila dibandingkan dengan tingkat penghunian kamar yang hanya
sekitar 30%, dapat diketahui bahwa penggunaan angkutan udara lebih untuk sarana
transportasi penduduk dan bukan untuk tujuan pariwisata. Rendahnya okupansi hotel
salah satunya diduga berasal dari minimnya penerbangan ke daerah tujuan wisata
seperti lembata, Alor dan Rote sehingga hotel kesulitan mendapatkan pengunjung dan
kontraproduktif terhadap industri pariwisata di daerah tersebut.
Boks 1. | Potensi Kepariwisataan di NTT 22
Tabel Boks 1.1. Kapasitas Industri Pariwisata di
NTT Grafik Boks 1.3. Perbandingan Tarif Angkutan
Udara 3 Destinasi Wisata Utama NTT dan LN
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Weego Senin, 15 Agustus 2016, diolah
Terbatasnya sarana transportasi tersebut berdampak pada mahalnya biaya
transportasi ke daerah tujuan wisata yang berakibat pada melemahnya daya saing
pariwisata di NTT. Berdasarkan data biaya perjalanan ke tiga obyek wisata utama di
NTT yaitu Labuan Bajo, Ende dan Tambolaka, dibandingkan dengan biaya perjalanan ke
tiga negara tujuan utama wisata luar negeri yaitu Singapura, Kuala Lumpur dan
Bangkok Thailand didapatkan bahwa hanya perjalanan dari Bali yang relatif berdaya
saing dari segi biaya transportasi. Bagi wisatawan yang berasal dari Surabaya dan
terlebih Jakarta, biaya wisata ke NTT cenderung lebih mahal dibandingkan pergi ke tiga
Negara tujuan wisata. Hal ini membuat orang lebih cenderung pergi ke luar negeri
dikarenakan adanya keunggulan dari sisi biaya transportasi, obyek wisata yang sudah
tertata maupun pengalaman ke luar negeri yang didapat. Lagipula dengan total
penerbangan dari Surabaya, Jakarta, Denpasar dan Makasar yang hanya sebanyak 26
penerbangan per hari membuat estimasi jumlah turis yang datang tidak akan lebih dari
800 ribu dalam waktu satu tahun, mengkonfirmasi jumlah kunjungan wisatawan di
NTT saat ini yang masih di kisaran 400 ribu wisatawan per tahun.
Pemerintah tidak dapat berharap perusahaan penerbangan menambah
penerbangan ke NTT karena mereka juga harus memikirkan profit perusahaan yang
dapat diperoleh bila menambah frekuensi penerbangan ke NTT. Yang pemerintah bisa
lakukan adalah terus mengkomunikasikan keindahan alam dan keunikan budaya NTT,
sehingga semakin banyak wisatawan yang ingin berkunjung ke NTT. Ketika pesawat
penuh, maka perusahaan penerbangan pasti berpikir untuk menambah penerbangan
dikarenakan potensi profit yang mereka peroleh. Promosi dan even pariwisata yang
sudah efektif dilakukan saat ini juga harus didukung oleh pembenahan destinasi
wisata, penyediaan sarana dan prasaran serta industri pariwisata yang memadai.
Diharapkan, pelayanan yang diberikan dapat memenuhi atau bahkan melampaui
ekspektasi yang diharapkan, sehingga pariwisata yang berkelanjutan di NTT dapat
berjalan dan semakin banyak orang mengunjungi NTT. Semakin banyak permintaan
wisata ke NTT berarti semakin banyak penerbangan yang dibutuhkan. Semakin banyak
penerbangan ke NTT cenderung akan lebih menstabilkan tarif penerbangan, dan
banyaknya frekuensi juga mendorong tarif untuk turun yang berarti daya saing
transportasi wisata NTT juga akan mengalami peningkatan.
Kabupaten Kabupaten
Alor 11 6 123 143 Nagakeo 92 7 88
Belu 78 14 310 144 RoNda 29 8 118 72
Ende 53 34 405 495 SaRai 8 6 55
Flotim 24 16 207 50 Sikka 55 31 530 381
Kupang 15 3 51 SumBar 21 7 162
Lembata 23 5 135 50 SBD 6 8 163 360
Malaka - SumTeng 6
Manggarai 72 18 299 50 SumTim 14 8 157 246
Mabar 33 50 801 879 TTS 15 10 237
Matim 12 7 66 TTU 52 9 187
Ngada 88 23 290 144 Kota Kupang253 64 2,107 3,702
Boks 2. | Kondisi Konektivitas Angkutan Laut di NTT 23
Sebagai Provinsi Kepulauan, angkutan laut tetap memegang peranan penting
sebagai sarana transportasi antar pulau satu ke pulau yang lain. Selain angkutan rakyat,
saat ini terdapat 15 kapal yang dioperasikan oleh PT PELNI, ASDP dan PT. Flobamora
yang digunakan untuk melayani penyeberangan antar pulau di NTT. Dengan kapasitas
angkut antara 200 1.700 orang per kapal, dalam satu tahun estimasi kapasitas
angkut kapal dapat mencapai lebih dari 1,6 juta penumpang. Apabila diasumsikan
penumpang naik dan turun di tiap pemberhentian, perkiraan kapasitas angkut kapal di
NTT dapat mencapai sekitar 2,5 juta penumpang, lebih banyak dibanding total
kapasitas angkutan udara di NTT yang sebesar 1,7 juta penumpang. Namun demikian,
dikarenakan pertimbangan waktu tempuh dan kenyamanan, banyak masyarakat lebih
suka menggunakan angkutan udara dibanding angkutan laut yang terlihat dari rasio
penumpang angkutan laut yang relatif rendah. Bertambahnya beberapa rute pesawat
baru di NTT yang diikuti oleh penurunan tarif membuat masyarakat beralih
menggunakan pesawat. Walaupun demikian, bukan berarti angkutan laut akan
ditinggalkan masyarakat. Dengan tarif penyeberangan yang jauh lebih murah dan
potensi membawa barang dalam jumlah banyak membuat angkutan laut tidak akan
pernah ditinggalkan oleh masyarakat. Apalagi dengan kondisi sosial ekonomi
masyarakat di NTT yang sebagian besar masih berpenghasilan rendah, maka bepergian
menggunakan angkutan laut menjadi pilihan logis yang akan terus digunakan oleh
masyarakat.
Gambar Boks 2.1. Peta Alur Angkutan Laut Penumpang
Sumber : PELNI, ASDP, PT Flobamora, diolah
Berdasarkan rute penyebarangan, ke lima belas kapal tersebut menyinggahi 13
Kabupaten/Kota di NTT dan beberapa pelabuhan di kabupaten tersebut. PT ASDP dan
PT Flobamora khusus melayani pelayaran di wilayah NTT, sedangkan lima kapal PT
PELNI juga melayani pelayaran luar NTT meliputi Bima (NTB), Makasar, Kaltim, Kalsel,
Kaltara, Maluku, Papua, Surabaya, Semarang, Jakarta, hingga Kepulauan Riau. Waktu
Boks 2. | Kondisi Konektivitas Angkutan Laut di NTT 24
perjalanan kapal antara dua kali sehari hingga 21 hari sekali mengikuti rute perjalanan
kapal yang panjang. Apabila dalam angkutan udara, Denpasar, Surabaya dan Jakarta
menjadi tujuan utama mobilisasi penumpang dari dan ke NTT, maka pada angkutan
laut, tujuan utama pelayaran adalah ke Makasar, Bima dan Maluku. Dengan total
estimasi kapasitas penumpang ke luar NTT yang hanya sekitar 150 ribu orang,
angkutan laut jelas tidak dapat digunakan sebagai indikator mobilisasi masyarakat ke
luar NTT. Lamanya waktu perjalanan menjadi penyebab utama masyarakat enggan
menggunakan angkutan laut ke luar Provinsi NTT.
Berdasarkan sebaran rute pelayaran, terlihat bahwa rute pelayaran kapal
penumpang sangat berbeda dengan rute penerbangan di NTT. Apabila dalam angkutan
udara peran Bandara El Tari sangat vital sebagai hub penerbangan di NTT, pada
angkutan laut, hub pelayaran hampir tidak dikenal. Walaupun rute pelayaran ke
Kupang masih relatif besar, hal ini semata-mata karena arus migrasi melalui Kupang
juga relatif tinggi. Selain menjadi sentra penyeberangan laut untuk Pulau Timor, Migrasi
ke Kupang juga lebih karena adanya aktivitas ekonomi atau pendidikan. Total
penyeberangan melalui Kabupaten dan Kota Kupang mencapai 17 rute pelayaran
dengan total estimasi kapasitas per tahun mencapai 700 ribu penumpang.
Berdasarkan total jumlah rute penyeberangan, Pelayaran di Kupang masih kalah
dengan rute penyeberangan di Larantuka yang mencapai 18 rute, belum termasuk
banyaknya kapal rakyat yang juga melayani rute pendek seperti Pulau Solor, Adonara
maupun Lembata. Sebagai kabupaten kepulauan, angkutan laut memang menjadi
sarana utama penyeberangan orang di wilayahnya. Selain itu, Larantuka juga menjadi
titik terdekat yang menghubungkan Pulau Flores dan Pulau Timor, sehingga
penyeberangan antar pulau tersebut dipusatkan di Larantuka. Total estimasi kapasitas
penumpang yang mampu diangkut mencapai sekitar 400 ribu orang per tahun.
Banyaknya rute perjalanan laut di beberapa daerah kemungkinan besar juga
menjelaskan mengapa beberapa daerah seperti Alor, Rote Ndao, Larantuka, Lembata,
dan Sabu Raijua hanya memiliki satu sampai dua penerbangan per hari. Besarnya
kapasitas angkutan laut cukup menggantikan kekurangan angkutan udara.
Dengan banyaknya lubang pelayanan yang belum dilayani oleh angkutan udara
dan keunggulan dari sisi harga dan kapasitas angkut, angkutan laut diyakini tidak akan
terpengaruh cukup besar oleh keberadaan angkutan udara. Yang perlu diperhatikan
adalah kejelian dalam melihat peluang pelayaran laut yang belum dilayani oleh
angkutan udara dan kejelian dalam melihat peluang ekonomi terlebih sebagai sarana
memindahkan hasil bumi ke daerah lain yang membutuhkan, yang pastinya tidak akan
dapat dilawan oleh angkutan udara.
Sementara itu, berdasarkan informasi terbaru terdapat penambahan kapasitas kapal
angkut di perairan NTT dengan beroperasinya KM Egon tipe roll-on/roll-off yang
berlayar dengan rute Surabaya-Labuan Bajo-Maropokot-Makassar (PP) dan dapat
memuat 27 kendaraan serta 443 penumpang dengan panjang kapal 95,5 meter dan
gross tonase (GT) 4.916.
| Bab II - Keuangan Daerah 25
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan II-2016 mencapai Rp 12,7
triliun (51,36%) dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp 24,73 triliun.
Sementara itu, realisasi belanja pemerintah tercatat sebesar Rp 10,46 triliun
(29,81%) dibandingkan pagu belanja sebesar Rp 35,08 triliun.
2.1 Kondisi Umum
Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah mencapai
Rp 12,7 triliun atau 51,36% dari total rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7
triliun. Realisasi pendapatan tertinggi berada di sisi APBN Pemerintah Pusat yang
terutama masih berasal dari realisasi Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak termasuk dalam
rencana pendapatan namun merupakan pendapatan utama dalam struktur APBN di
daerah. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah di NTT telah mencapai Rp 10,46
triliun atau 29,81% dari total pagu belanja sebesar Rp 35,08 triliun. Pencapaian
tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan semester-I 2015 yang sebesar Rp 7,44 triliun
atau 23,92% dari pagu anggaran. Pencapaian realisasi belanja tertinggi diperoleh oleh
Pemerintah Provinsi sebesar 40,19%.
Grafik 2.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
2.2 Pendapatan Daerah
Total pendapatan pemerintah di Provinsi NTT hingga semester-I 2016
mencapai Rp 12,7 triliun. Berdasarkan level kewenangan pemerintah, pendapatan
APBN telah mencapai Rp 1,04 triliun atau 408,66% dari target dengan pendapatan
terbesar berasal dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 513,7 miliar atau 49,31% dari total
pendapatan APBN. Pendapatan yang menyumbang porsi cukup besar lainnya adalah
Pajak Pertambahan Nilai (Rp 234,28 miliar) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Rp
217,88 miliar) yang terdiri dari Pendapatan Pendidikan, Pendapatan Jasa dan
Pendapatan lainnya. Di tingkat kabupaten kota, realisasi Dana Alokasi Umum (DAU)
| Bab II - Keuangan Daerah 26
tercatat cukup tinggi mencapai 54,67% atau sebesar 7,1 triliun. Untuk tingkat Provinsi,
realisasi DAU hingga semester-I 2016 mencapai Rp 657,4 miliar (33,8% dari total
realisasi pendapatan hingga semester I-2016) dan merupakan yang penerimaan
tertinggi ke-2 di tingkat Provinsi setelah Dana Alokasi Khusus (DAK) yang mencapai Rp
689,4 miliar (35,5%). Di sisi lain, pendapatan untuk tingkat Kabupaten/Kota didominasi
oleh penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) yang mencapai Rp 6,4 triliun (66,4%).
Sementara itu, porsi Penerimaan Asli Daerah (PAD) untuk Provinsi NTT tergolong cukup
tinggi yaitu Rp 557,24 miliar (28,7%). Hal yang berbeda terjadi pada tingkat
Kabupaten/Kota, dimana porsi PAD masih cukup kecil sebesar Rp 443,91 miliar atau
4,6% dari total realisasi pendapatan di tingkat Kabupaten/Kota. Penggalian potensi-
potensi sumber ekonomi yang didorong dengan peningkatan investasi, terutama
swasta perlu terus dilakukan guna meningkatkan pendapatan PAD yang dapat
menunjang kemandirian fiskal di daerah.
Dari sisi spasial, porsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber pembiayaan
kegiatan pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT cenderung kecil dengan rata-rata
5,89% dari total sumber pendapatan. Kota Kupang menjadi daerah yang memiliki porsi
PAD terbesar yaitu 12% dari total pendapatan, sementara Kab. Malaka menjadi yang
terendah sebesar 3,08%. Sementara itu, Kab. Manggarai Barat dengan daerah
wisatanya yang terkenal (Labuan Bajo) memiliki porsi PAD yang juga masih tergolong
kecil sebesar 8,84%. Di sisi lain, apabila melihat porsi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang
merupakan dana perimbangan untuk penugasan khusus dari Pemerintah Pusat, Kab.
Ende memiliki porsi terbesar yaitu 27,67% dari total pendapatan. Sementara itu,
apabila dilihat dari segi realisasi pendapatan, rata-rata realisasi pendapatan Permerintah
Kabupaten/Kota di Provinsi NTT mencapai 47,03% . Kab. Manggarai Barat menjadi
Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan
APBN
Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/ Kab-Kota
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
| Bab II - Keuangan Daerah 27
kabupaten dengan pencapaian realisasi pendapatan tertinggi sebesar 53,89%, disusul
oleh Kab. Sumba Barat (51,43%) dan Sumba Tengah (51,24%). Sementara itu,
pencapaian realisasi terendah berada di Kab. Sabu Raijua sebesar 36,49% seiring
dengan rendahnya penerimaan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang baru mencapai Rp
2,46 miliar atau 1,93% dari target DAK tahun 2016 sebesar Rp 127,47 miliar.
2.3 Belanja Daerah
Realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga semester-I
2016 mencapai Rp 10,46 triliun atau 29,81% dari pagu belanja yang sebesar Rp 35,08
triliun. Pencapaian tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun
2015 yang hanya sebesar 23,92% atau Rp 7,43 triliun. Peningkatan realisasi terjadi di
semua tingkat pemerintahan, baik APBN, APBD Kabupaten/Kota serta APBD Provinsi.
Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi seiring dengan upaya percepatan realisasi
anggaran oleh Pemerintah, melalui himbauan Presiden dan didukung adanya sanksi
kepada pemerintah daerah yang memiliki kinerja realisasi anggaran yang rendah. Selain
itu, realisasi gaji ke-13 serta ke-14 Pegawai Negeri Sipil pada bulan Juni 2016 juga
mendorong adanya peningkatan belanja pemerintah.
Sementara itu, berdasarkan pangsa belanja masing-masing Pemerintah terlihat
bahwa belanja pegawai masih menjadi komponen utama untuk tingkat
kabupaten/Kota. Kota Kupang memiliki pangsa belanja pegawai tertinggi sebesar
56,2% diikuti oleh Kab.Timor Tengah Utara (51,3%) dan Kab. Belu (47,3%). Sementara
itu, pangsa tertinggi belanja modal yang terutama digunakan untuk belanja
infrastruktur berada di Kab. Sabu Raijua sebesar 39,2% diikuti Kab. Sumba Barat (33%)
dan Kab. Malaka (32%).
Grafik 2.4. Pangsa Belanja Kabupaten/Kota
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
| Bab II - Keuangan Daerah 28
Apabila dilihat dari sisi belanja modal, realisasi belanja tercatat baru mencapai
13,9% atau Rp 1,35 triliun pada semester-I 2016, namun masih lebih tinggi
dibandingkan pencapaian semester-I 2015 sebesar 10,15% atau Rp 931,55 miliar.
Pembangunan pada semester-I 2016, terutama terbantu oleh kegiatan proyek
multiyears seperti bendungan serta gedung pemerintah, serta pembangunan berbagai
fasilitas publik, seperti jalan dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di beberapa tempat
Di sisi lain, belanja
modal yang masih tergolong rendah diperkirakan masih terjadi karena kontraktor yang
belum mengambil termin pembayaran dan adanya perpanjangan proyek pemerintah di
triwulan I-2016 yang berlanjut pada triwulan-II yang masih belum memasuki kriteria
penyelesaian untuk dapat dilakukan proses untuk pembayaran. Dalam hal belanja
modal, realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi juga menjadi yang tertinggi sebesar
27% atau Rp151,6 miliar dari total pagu sebesar Rp 562,1 miliar.
Berdasarkan komposisinya, belanja konsumsi menjadi yang tertinggi di Provinsi
NTT dengan total 36,1%. Tingginya realisasi belanja tersebut mendukung pula asumsi
dorongan realisasi gaji ke-13 dan ke-14 yang menjadi salah satu faktor peningkatan
belanja pemerintah pada semester-I. Hal ini juga terlihat dari realisasi belanja pegawai
yang telah mencapai Rp 5,42 triliun atau 51,87% dari pangsa total realisasi belanja
pemerintah pada semester-I 2016. Realisasi belanja konsumsi tertinggi berada di
Pemerintah Provinsi sebesar 44,2% atau Rp 1,41 triliun dari total pagu belanja
konsumsi sebesar Rp 3,2 triliun.
Grafik 2.5. Perkembangan Realisasi Belanja Grafik 2.6. Perkembangan Realisasi Belanja Modal
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
| Bab II - Keuangan Daerah 29
Grafik 2.7. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Nominal %
BELANJA DAERAH 35,084.6 10,460.0 29.81 100
Belanja Modal 9,756.1 1,354.1 13.88 12.95
Belanja Konsumsi 25,194.8 9,105.9 36.14 87.05
Belanja Pegawai 12,307.8 5,425.6 44.08 51.87
Belanja Barang dan Jasa 7,834.2 1,945.2 24.83 18.60
Belanja Hibah 1,606.6 842.3 52.43 8.05
Belanja Bantuan Sosial 86.5 16.0 18.48 0.15
Belanja Bagi Hasil 666.9 158.7 23.79 1.52
Bantuan Keuangan 2,615.3 711.9 27.22 6.81
Konsumsi Lainnya 77.3 6.3 8.10 0.06
Belanja Lainnya 133.7 - -
URAIAN RENCANAREALISASI PANGSA
(%)
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan perkembangan realisasi belanja dari masing-masing tingkat
pemerintahan, maka dapat diketahui hal-hal berikut:
2.3.1 Belanja APBN
Realisasi belanja APBN hingga semester-I mencapai Rp 2,8 triliun atau 29,64%
dari total pagu belanja APBN tahun 2016 sebesar Rp 9,45 triliun. Porsi realisasi belanja
APBN terbesar hingga semester-I dipergunakan untuk belanja pegawai yaitu sebesar Rp
1,23 triliun (43,8%) dan diikuti oleh belanja barang dan jasa sebesar Rp 899,15 miliar
(32,1%). Di sisi lain, pangsa realisasi belanja modal pada APBN juga masih tergolong
tinggi sebesar 24,08 atau Rp 674,6 miliar. Realisasi tersebut dipergunakan bagi
pembangunan beberapa infrastruktur utama seperti bendungan, embung, rekonstruksi
jalan, pembangunan jembatan, serta pemeliharaan jalan rutin.
2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT
Hingga semester-I 2016, realisasi belanja Pemerintah Provinsi telah mencapai Rp
1,56 triliun atau 40,19% dari pagu belanja sebesar Rp 3,89 triliun. Belanja Pemerintah
Provinsi lebih didominasi oleh belanja hibah yang mencapai Rp 789 miliar atau 50,36%
dari total realisasi belanja yang diperkirakan dipergunakan untuk penyaluran dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta mendukung kelanjutan program pemerintah,
seperti Desa Mandiri Anggur Merah. Dari komponen belanja konsumsi, belanja pegawai
memiliki pangsa realisasi tertinggi sebesar Rp 288,24 miliar atau 18,4% diikuti belanja
barang dan jasa yang mencapai Rp 252,86 miliar atau 16,4%. Sementara itu, realisasi
belanja modal baru mencapai Rp 151,65 miliar atau 9,68%.
| Bab II - Keuangan Daerah 30
Grafik 2.8. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota
Realisasi Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota hingga semester-I 2016 mencapai
Rp 6,09 triliun atau 28,03% dari total pagu belanja sebesar Rp 21,7 triliun. Komponen
realisasi terbesar pada triwulan-II adalah belanja pegawai sebesar Rp 3,91 triliun
(64,19%) diikuti belanja barang dan jasa sebesar Rp 793,2 miliar (13,02%), sementara
itu realisasi belanja modal baru mencapai Rp 527,88 miliar. Secara spasial, presentase
belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota di Provinsi NTT hingga semester-I 2016
mencapai rata-rata 28,11%, sementara belanja modal sebesar 9,86%.
Grafik 2.9. Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
Presentase belanja pemerintah tertinggi ada di Kabupaten Flores Timur sebesar
43,35%, diikuti oleh Kab. Rote (39,1%) dan Kab. Manggarai Barat (36,5%). Namun
dari sisi komponen belanja, sebagian besar realisasi digunakan untuk belanja pegawai
yang bahkan mencapai lebih dari 80% untuk beberapa kabupaten, diantaranya Kab.
Timor Tengah Utara, Kab. Belu, Kab. Malaka dan Kab. Timor Tengan Selatan.
Sementara itu, belanja terendah berada di Kabupaten Malaka (17,32%) dengan
| Bab II - Keuangan Daerah 31
komponen realisasi terbesar adalah belanja pegawai (83,4%). Optimalisasi penggunaan
anggaran guna mendorong efek turunan terhadap pertumbuhan perekonomian daerah
perlu untuk dilakukan. Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui identifikasi (dialog
dan koordinasi internal) terhadap permasalahan penghambat realisasi dan melakukan
koordinasi dengan pihak eksternal (Biro Keuangan Provinsi dan Ditjen Perbendaharaan).
2.4 Dana Pemerintah di Perbankan
Berdasarkan data perbankan hingga Triwulan II-2016, tercatat Dana Pihak Ketiga
(DPK) Pemerintah dalam bentuk simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 6,93
triliun. DPK tersebut meningkat 24,6% (qtq) apabila dibandingkan triwulan I-2016 yang
sebesar Rp 5,56 triliun. Peningkatan menjadi indikasi belum optimalnya penggunaan
anggaran Pemerintah daerah hingga triwulan-II 2016 walaupun di sisi lain juga
menunjukkan perbaikan penyerapan anggaran dibanding tahun sebelumnya yang
terlihat dari penurunan posisi DPK pemerintah dibanding tahun lalu. Total DPK
pemerintah sendiri paling banyak berada pada komponen Giro sebesar Rp 5,27 triliun.
Grafik 2.10. Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT
Tabel 2.2. Komposisi DPK Pemerintah di NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Rp miliar
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT 88.57 0.07 - 88.64
PROVINSI 276.04 9.68 204.64 490.36
KOTA 523.98 23.46 151.10 698.55
KABUPATEN 4,384.00 176.10 1,095.01 5,655.10
TOTAL 5,272.60 209.31 1,450.75 6,932.65 Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
| Bab II - Keuangan Daerah 32
Lampiran:
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Rp jutaan
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
PENDAPATAN DAERAH 254,657 20,596,566 3,876,020 24,727,244 1,040,683 9,713,825 1,944,495 12,699,003
BELANJA DAERAH 9,451,875 21,734,099 3,898,591 35,084,565 2,801,089 6,092,295 1,566,656 10,460,040
Belanja Modal 3,699,403 5,494,514 562,136 9,756,053 674,603 527,886 151,649 1,354,139
Belanja Konsumsi 5,752,472 16,239,585 3,202,708 25,194,766 2,126,486 5,564,408 1,415,007 9,105,901
Belanja Pegawai 2,430,060 9,204,001 673,780 12,307,840 1,226,676 3,910,637 288,240 5,425,552
Belanja Barang dan Jasa 3,299,677 3,878,752 655,806 7,834,235 899,147 793,183 252,897 1,945,226
Belanja Hibah - 147,693 1,458,914 1,606,606 - 53,291 789,031 842,322
Belanja Bantuan Sosial 22,736 41,932 21,830 86,498 663 13,678 1,645 15,987
Belanja Bagi Hasil - 309,245 357,699 666,944 - 87,259 71,407 158,666
Bantuan Keuangan - 2,590,659 24,679 2,615,338 - 700,258 11,632 711,890
Konsumsi Lainnya - 67,305 10,000 77,305 - 6,102 156 6,258
Belanja Lainnya - - 133,746 133,746 - (0) - -
SURPLUS/DEFISIT (9,197,218) (1,137,533) (22,570) (10,357,321) (1,760,406) 3,621,531 377,838 2,238,962
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan 1,154,085 82,570 1,236,656 768,948 159,325 928,273
SILPA Tahun Lalu 1,138,901 75,000 1,213,901 768,348 158,726 927,074
Lainnya 15,184 7,570 22,755 601 599 1,199
Pengeluaran 102,285 60,000 162,285 39,360 51,978 91,338
Penyertaan Modal 96,200 50,000 146,200 38,000 50,000 88,000
Lainnya 6,085 10,000 16,085 1,360 1,978 3,338
PEMBIAYAAN NETTO 1,051,800 22,570 1,074,371 729,588 107,347 836,935
SILPA SEKARANG (85,733) - (85,733) 4,351,119 485,185 4,836,304
APBN/APBD REALISASI
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 33
33
Sepanjang triwulan II 2016, inflasi Provinsi NTT cenderung meningkat lebih tinggi dibanding inflasi nasional. Ketika secara nasional inflasi bulan April cenderung deflasi, NTT justru mengalami inflasi. Demikian pula pada bulan Mei dan Juni yang juga mengalami inflasi. Tingginya inflasi tersebut akhirnya dapat diredam oleh deflasi bulan Juli 2017, yang di saat bersamaan, daerah lain mengalami inflasi karena libur hari raya Idul Fitri dan Libur sekolah. Kembali terpenuhinya pasokan bahan pangan diduga menjadi penyebab utama deflasi di bulan Juli 2016.
Kelompok komoditas bahan makanan menjadi penyumbang utama inflasi
triwulan II 2016, diikuti oleh inflasi kelompok komoditas makanan jadi,
minuman dan tembakau, dan kelompok komoditas sandang. Terbatasnya
produksi pangan akibat dari terbatasnya ketersediaan air, kenaikan cukai
rokok dan pakaian anak menjadi penyebab utama kenaikan harga pada
kelompok komoditas di atas.
Sepanjang triwulan berjalan, NTT justru mengalami deflasi yang cukup
besar hingga -0,32% di bulan Juli 2016 dan menjadi satu dari dua daerah
yang mengalami deflasi di bulan ini.Dengan kondisi harga komoditas yang
masih stabil dan cenderung turun di bulan Agustus 2016, inflasi triwulan III
2016 diperkirakan akan cukup rendah. Potensi inflasi di Bulan September
lebih karena pembalikan harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang
sudah cukup rendah.
3.1. Kondisi Umum
Inflasi pada triwulan II 2016 mengalami kenaikan dibanding triwulan
sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi Provinsi NTT mencapai 1,23% (qtq) lebih
tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar 0,44% (qtq) dan menjadi daerah
dengan nilai inflasi triwulanan tertinggi ke-8 di Indonesia. Namun demikian,
besarnya deflasi pada bulan Juli 2016 yang mencapai -0,32% (mtm) mampu
kembali menurunkan nilai inflasi NTT menjadi hanya 0,87% (qtq) dan menjadi
daerah dengan nilai inflasi triwunan terendah di Indonesia. Tingginya inflasi pada
triwulan II 2016 lebih disebabkan oleh kurangnya pasokan air di NTT terlebih di Pulau
Timor, sehingga produksi bahan pangan mengalami penurunan dan harga cenderung
meningkat. Adanya beberapa kegiatan di NTT seperti Tour De Flores pada bulan Mei
2016, ataupun libur sekolah dan hari raya Idul Fitri juga memberi tekanan inflasi
terlebih pada angkutan udara. Adanya penyaluran gaji ke-13 dan 14 juga memberikan
tekanan inflasi terutama pada inflasi sandang yang menunjukkan adanya kenaikan
harga seiring dengan adanya peningkatan penjualan. Adanya sedikit hujan akibat dari
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 34
34
anomali cuaca La Nina diduga mampu menaikkan produksi hortikultura yang terlihat
dari deflasi bahan makanan yang cukup tinggi di bulan Juli 2016. Hingga bulan
Agustus harga komoditas bahan makanan masih cenderung turun paska even nasional
Harganas. Hingga akhir triwulan III 2016, inflasi di NTT diprediksi masih akan
cenderung rendah.
Grafik 3.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan
Nasional Grafik 3.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan
Nasional
3.1.1 Inflasi Tahunan Secara tahunan, Inflasi Provinsi NTT triwulanan II 2016 mencapai 5,02%
(yoy), sedikit menurun dibanding inflasi triwulan I 2016 yang sebesar 5,04%
(yoy) namun masih jauh lebih tinggi dibanding inflasi tahunan nasional yang
hanya sebesar 3,45% (yoy). Besarnya gap inflasi dengan nasional lebih disebabkan
oleh relatif lebih tingginya inflasi NTT pada bulan April dan Mei 2016 ketika di saat
yang sama, inflasi nasional justru mengalami perlambatan. Tingginya inflasi bahan
makanan dan makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyebab utama
inflasi tahunan di NTT. Dari total 10 komoditas utama penyumbang inflasi utama di NTT
dalam satu tahun terakhir, terdapat 5 komoditas bahan makanan ( sawi putih, daging
ayam ras, ikan kembung, kubis, dan tomat sayur), dan 4 komoditas makanan jadi,
minuman dan tembakau ( rokok kretek filter, rokok kretek, nasi dengan lauk dan gula
pasir) yang persisten menjadi penyumbang inflasi utama. Di sisi lain, deflasi lebih
disebabkan oleh turunnya harga BBM dan listrik karena turunnya harga BBM, serta
bahan bangunan seiring dengan adanya penurunan permintaan.
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 35
35
Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
Sumber : BPS, diolah
Adanya deflasi di bulan Juli 2016 mampu menurunkan inflasi tahunan
NTT. Adanya penurunan harga bahan makanan setelah mengalami kenaikan cukup
tinggi dalam beberapa bulan terakhir mampu menurunkan inflasi tahunan NTT di bulan
Juli menjadi hanya sebesar 3,59% (yoy). Gap inflasi tahunan dengan nasional juga
mengecil dengan inflasi tahunan nasional sebesar 3,21% (yoy). Inflasi tahunan agustus
diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan inflasi Juli 2016. Walaupun diprediksi
masih mengalami deflasi, namun penurunan inflasi diperkirakan tidak sebesar tahun
sebelumnya. Demikian pula dengan inflasi September 2016 yang diperkirakan tidak
serendah di tahun sebelumnya.
3.1.2 Inflasi Triwulanan Secara triwulanan, Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2016 mencapai
1,24% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Tingginya inflasi lebih disebabkan
oleh adanya kenaikan bahan makanan dan makanan jadi. Adanya kegiatan Tour
De Flores, libur sekolah dan hari raya Idul Fitri juga membuat penggunaan angkutan
udara mengalami kenaikan cukup besar yang berakibat pada terjadinya kenaikan tarif
angkutan udara. Membaiknya kondisi cuaca serta adanya panen raya padi mampu
menurunkan harga beras dan ikan tangkap di NTT. Menurunnya kegiatan proyek
setelah perpanjangan deadline penyelesaian proyek pemerintah hingga bulan Maret
2016 juga telah menurunkan harga komoditas bahan bangunan. Menurunnya harga
minyak dunia juga membuat harga BBM dan tarif listrik secara umum mengalami
penurunan. Namun demikian, adanya keterbatasan sumber daya air membuat produksi
hortikultura cenderung menurun sehingga harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan
cenderung meningkat. Adanya kenaikan harga pakan juga telah meningkatkan harga
daging ayam ras, sehingga secara total NTT mengalami inflasi yang cukup tinggi di
triwulan II 2016.
komoditas Inflasi yoysum
yoykomoditas Deflasi yoy
sum
yoy
Sawi Putih 82.23 0.89 Bensin (11.80) (0.31)
Daging Ayam Ras 47.56 0.56 Besi Beton (14.07) (0.11)
Rokok Kretek Filter 23.29 0.41 Batako (14.00) (0.06)
Kembung 30.22 0.34 Seng (6.17) (0.06)
Kubis 132.42 0.29 Solar (25.36) (0.05)
Nasi dengan Lauk 8.23 0.18 Tarip Listrik (1.36) (0.04)
Tomat Sayur 34.85 0.16 Laptop/Notebook (8.96) (0.03)
Semen 6.44 0.16 Kangkung (3.27) (0.03)
Rokok Kretek 23.14 0.15 Kakap Merah (12.92) (0.02)
Gula Pasir 16.82 0.15 Jeruk (19.49) (0.02)
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 36
36
Tabel 3.2. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di Provinsi NTT
Sumber : BPS, diolah
Dari 10 komoditas penyumbang utama inflasi, 7 diantaranya disumbang oleh
komoditas bahan makanan antara lain daging ayam, sawi putih, kubis, cabai merah,
kangkung, bawang merah dan bayam. Tiga komoditas lainnya adalah gula pasir yang
mengalami kenaikan karena kurangnya pasokan secara nasional, rokok kretek filter
yang meningkat karena kenaikan cukai dan kenaikan harga angkutan udara. Sementara
itu, deflasi disumbang oleh 4 komoditas bahan makanan (beras, tongkol, kembung dan
cabai rawit) karena panen dan membaiknya cuaca, 3 komoditas dalam kontrol
pemerintah (bensin, solar, tarif listrik), 2 komoditas bahan bangunan (semen dan besi
beton) dan gelas minum.
Inflasi triwulanan pada triwulan berjalan diperkirakan mengalami penurunan
cukup besar seiring dengan penurunan inflasi Bulan Juli, potensi deflasi bulan Agustus
dan tidak adanya even besar di bulan September.
3.1.3 Inflasi Bulanan Sepanjang triwulan II 2016, Provinsi NTT selalu mengalami inflasi di tiap
bulannya. Pada bulan April 2016, terjadi inflasi sebesar 0,04% (mtm) terutama
disebabkan oleh meningkatnya harga bahan makanan, sedangkan di sisi lain terjadi
penurunan harga BBM dan tarif listrik seiring dengan penurunan tarif oleh pemerintah.
Pada bulan Mei 2016, terjadi inflasi sebesar 0,61% (mtm) terutama disebabkan oleh
even Tour De Flores, kekurangan pasokan bahan makanan maupun kenaikan harga
bahan makanan dari Jawa. Pada bulan Juni 2016, terjadi inflasi sebesar 0,58% (mtm)
terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan, makanan jadi dan
transportasi karena adanya kenaikan pendapatan seiring dengan diterimanya gaji ke-13
oleh PNS, libur sekolah, lomba selancar di Rote Ndao maupun hari raya Idul Fitri.
Pada bulan Juli 2016, NTT justru mengalami deflasi sebesar -0,32% (mtm)
terendah ke-2 di Indonesia setelah Provinsi Papua. Adanya peningkatan pasokan bahan
komoditas Inflasi qtqsum
qtqkomoditas Deflasi qtq sum qtq
Angkutan Udara 13.82 0.39 Beras (3.55) (0.24)
Daging Ayam Ras 32.09 0.38 Kembung (20.85) (0.23)
Sawi Putih 19.19 0.21 Bensin (7.18) (0.19)
Kol Putih/Kubis 79.27 0.17 Semen (4.25) (0.10)
Cabai Merah 73.88 0.17 Tongkol (17.64) (0.07)
Kangkung 18.07 0.16 Gelas Minum (16.49) (0.03)
Gula Pasir 15.00 0.13 Besi Beton (4.01) (0.03)
Rokok Kretek Filter 6.77 0.12 Tarip Listrik (1.15) (0.03)
Bawang Merah 23.74 0.12 Cabai Rawit (19.25) (0.02)
Bayam 36.60 0.11 Solar (8.85) (0.02)
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 37
37
makanan yang cukup besar membuat harga bahan makanan mengalami penurunan
cukup besar. Walaupun di saat yang sama terjadi kenaikan yang cukup besar pada
komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, komoditas sandang dan transportasi
seiring dengan adanya libur panjang dan hari raya serta even harganas, deflasi tetap
terjadi seiring besarnya bobot bahan makanan terhadap total konsumsi masyarakat.
Pada bulan Agustus NTT masih berpotensi deflasi seiring dengan masih turunnya harga
bahan makanan, sedangkan bulan September berpotensi terjadi inflasi seiring dengan
harga komoditas yang sudah rendah.
Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan Komoditas utama penyumbang inflasi dalam 4 bulan terakhir, total
terdapat 24 komoditas yang masuk dalam 10 komoditas penyumbang inflasi utama.
Angkutan udara, kangkung, gula pasir dan bayam telah menjadi komoditas yang secara
persisten menjadi penyumbang inflasi utama selama 3 bulan. Selain itu, terdapat 8
komoditas yang menjadi penyumbang inflasi utama selama 2 bulan1, dan terdapat 12
komoditas2 yang sekali menjadi penyumbang inflasi utama. Komoditas bahan makanan
masih menjadi penyumbang inflasi utama dengan total 18 komoditas yang lebih
disebabkan oleh kurangnya pasokan terlebih pada triwulan II 2016. Angkutan udara
secara persisten menjadi penyumbang inflasi utama lebih disebabkan oleh tingginya
permintaan seiring dengan adanya acara Tour De Flores, libur sekolah dan hari raya Idul
Fitri, dan di sisi lain, suplai angkutan udara relatif terbatas.
1 Daging ayam ras, sawi putih, tongkol, tembang, rokok kretek filter, cabai merah, kentang, dan kubis
2 Kembung, bawang merah, tahun mentah, telur ayam ras, pasir, tarif listrik, bawang putih, wortel, tomat
sayur, mie, ayam hidup, kakap merah
KomoditasInflasi
(%)
Andil
(%)Komoditas
Inflasi
(%)
Andil
(%)Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%)
Kangkung 13.15 0.08 Angkutan Udara 11.06 0.29 Daging Ayam Ras 22.84 0.27 Angkutan Udara 10.93 0.31
Sawi Putih 8.29 0.07 Sawi Putih 23.19 0.20 Angkutan Udara 4.51 0.13 Tongkol 33.42 0.16
Tahu Mentah 14.68 0.05 Kangkung 20.69 0.15 Kembung 10.52 0.12 Tembang 40.68 0.09
Kol Putih/Kubis 32.74 0.04 Bawang Merah 19.07 0.08 Tongkol 21.59 0.08 Pasir 5.23 0.05
Cabai Merah 30.30 0.04 Bayam 29.53 0.07 Rokok Kretek Filter 3.73 0.07 Gula Pasir 4.87 0.04
Rokok Kretek Filter 2.31 0.04 Gula Pasir 7.92 0.06 Gula Pasir 5.94 0.05 Tarif Listrik 1.37 0.04
Daging Ayam Ras 3.40 0.04 Cabai Merah 32.40 0.06 Bayam 15.36 0.05 Mie 2.74 0.03
Bawang Putih 11.75 0.04 Kentang 33.97 0.05 Kentang 18.99 0.04 Bayam 7.73 0.03
Wortel 24.07 0.04 Telur Ayam Ras 7.19 0.05 Ayam Hidup 4.49 0.03 Kangkung 3.52 0.03
Tomat Sayur 8.75 0.03 Kol Putih/Kubis 31.55 0.05 Tembang 9.92 0.02 Kakap Merah 12.65 0.02
JuliApril Mei Juni
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 38
38
Tabel 3.4. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan 10 Komoditas utama penyumbang deflasi dalam 4 bulan terakhir,
hanya terdapat 9 komoditas yang persisten menyumbang inflasi yaitu komoditas semen
yang mengalami 3 kali penurunan harga lebih disebabkan oleh penurunan harga paska
penyelesaian perpanjangan proyek pemerintah dan 8 komoditas3 yang dua kali
mengalami deflasi dalam 4 bulan terakhir. Penurunan harga lebih disebabkan oleh
meningkatnya pasokan pada komoditas bahan makanan tidak tahan lama (sayur-
sayuran dan ikan), beberapa dikarenakan panen komoditas, kembali ke harga normal
setelah mengalami kenaikan tinggi di bulan sebelumnya, ataupun karena kebijakan
pemerintah (premium, solar dan tarif listrik).
Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi 5 regional di
Indonesia Grafik 3.4. Perbandingan Inflasi di Wilayah
Balinusra
Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra secara tahunan pada triwulan II
2016 masih cukup rendah sebesar 3,72% (yoy), demikian pula pada inflasi triwulanan
yang hanya sebesar 0,43% (qtq). Baik secara tahunan maupun triwulanan, Bali menjadi
provinsi dengan Pengendalian inflasi terbaik di wilayah Balinusra, disusul oleh NTB dan
NTT.
3 Ayam hidup, kentang, bawang merah, sawi hijau, tomat sayur, beras, sawi putih, kembung.
KomoditasDeflasi
(%)
Andil
(%)Komoditas
Deflasi
(%)
Andil
(%)Komoditas
Deflasi
(%)
Andil
(%)Komoditas
Deflasi
(%)
Andil
(%)
Bensin (7.14) (0.21) Kembung (27.51) (0.43) Kangkung (13.54) (0.12) Sawi Putih (38.19) (0.35)
Semen (2.18) (0.06) Beras (3.02) (0.21) Sawi Putih (10.66) (0.11) Daging Ayam Ras (14.83) (0.21)
Angkutan Udara (1.93) (0.05) Tongkol (32.09) (0.18) Sawi Hijau (25.96) (0.05) Tomat Sayur (34.62) (0.15)
Kentang (20.48) (0.04) Semen (1.42) (0.04) Buncis (20.34) (0.03) Kubis (53.30) (0.12)
Tarip Listrik (1.53) (0.04) Ayam Hidup (4.61) (0.03) Tomat Sayur (5.76) (0.03) Kembung (7.76) (0.09)
Minuman Ringan (7.57) (0.04) Gelas Minum (8.70) (0.02) Wortel (12.42) (0.02) Bawang Merah (15.80) (0.07)
Cabai Rawit (22.05) (0.04)
Celana Pendek
Laki (11.20) (0.02) Sepatu (7.55) (0.02) Sawi Hijau (28.70) (0.05)
Beras (0.39) (0.03) Besi Beton (1.77) (0.01) Bawang Merah (3.99) (0.02) Ayam Hidup (4.56) (0.03)
Bayam (8.58) (0.02) Seng (1.21) (0.01) Semen (0.71) (0.02) Bawang Putih (9.10) (0.03)
Solar (8.85) (0.02) Kayu Balokan (2.17) (0.01) Daun Singkong (11.38) (0.02) Kentang (10.30) (0.03)
JuliApril Mei Juni
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 39
39
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas
Secara tahunan, Tingginya inflasi pada triwulan II 2016 disebabkan oleh
tingginya inflasi komoditas bahan makanan dan makanan jadi. Namun
demikian, berdasarkan kondisi inflasi sepanjang tahun berjalan, makanan jadi,
minuman dan tembakau justru menjadi penyumbang inflasi utama baik pada
triwulan II 2016 maupun proyeksi di triwulan III 2016. Secara triwulanan, bahan
makanan dan makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi
penyumbang inflasi utama pada triwulan II 2016. Namun demikian, kondisi
inflasi bergeser pada bulan Juli yang justru menunjukkan angkutan udara
sebagai penyumbang utama inflasi, disusul oleh kenaikan harga makanan jadi,
minuman dan tembakau. Tingginya inflasi makanan jadi, minuman dan tembakau
lebih disebabkan oleh adanya kenaikan cukai rokok, kenaikan harga gula pasir secara
nasional maupun kenaikan harga makanan jadi seiring dengan adanya kenaikan harga
komoditas bahan makanan. Kenaikan tarif angkutan udara terutama disebabkan oleh
adanya beberapa even nasional dan internasional seperti Harganas dan Tour De Flores,
serta libur sekolah dan hari raya Idul Fitri. Kenaikan harga bahan makanan terutama
disebabkan oleh adanya penurunan pasokan pangan.
Tabel 3.5. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
Sumber : BPS, diolah
3.2.1 Bahan Makanan
Inflasi tahunan komoditas bahan makanan pada triwulan II 2016 mengalami
kenaikan cukup besar mencapai sebesar 11,03% (yoy) dibanding tahun sebelumnya
dan menjadi nilai inflasi bahan makanan terbesar dalam 5 tahun terakhir. Adanya
penurunan pasokan terlebih pada komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan
menjadi penyebab utama kenaikan harga bahan makanan sepanjang triwulan II 2016.
Selain itu, adanya pengurangan DOC dan kenaikan harga pakan masih menjadi
penyebab utama tingginya kenaikan harga daging-daging terutama daging ayam ras.
Apr Mei Jun Jul Tw II Jul Tw II Jul Tw II Jul Apr Mei Jun Jul
INFLASI UMUM 124.6 125.4 126.1 125.7 5.02 3.59 0.87 0.55 1.24 0.88 0.04 0.61 0.58 (0.32)
Bahan Makanan 122.0 122.7 124.6 120.1 11.03 7.14 2.08 (1.58) 3.21 (1.55) 1.06 0.57 1.54 (3.59)
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau137.6 139.5 140.8 142.7 10.17 10.69 6.10 7.47 2.80 3.70 0.41 1.40 0.96 1.29
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar122.5 122.1 121.9 122.3 2.10 1.88 (0.60) (0.34) (0.72) (0.20) (0.26) (0.35) (0.12) 0.27
Sandang 122.3 123.5 123.4 123.7 5.73 3.14 2.51 2.69 1.68 1.14 0.72 0.99 (0.04) 0.18
Kesehatan 113.9 114.8 114.3 114.1 3.71 2.85 1.47 1.30 0.85 0.17 0.52 0.76 (0.43) (0.17)
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga123.4 123.4 123.3 123.6 3.22 1.30 (0.14) 0.07 0.02 0.17 0.05 (0.01) (0.03) 0.20
Transportasi, Komunikasi dan Jasa127.1 129.1 130.0 132.3 (1.48) (2.32) (2.60) (0.86) 0.66 4.10 (1.58) 1.59 0.68 1.78
KomoditiIHK 2016 MTMQTQYTDYOY
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 40
40
Grafik 3. 5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan
Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan
Bulanan
Grafik 3.6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan
Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Pada triwulan III 2016, inflasi bahan makanan diperkirakan mengalami
penurunan seiring dengan terjadinya deflasi bulan Juli terutama disebabkan oleh
meningkatnya pasokan komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan daging ayam
ras. Pada bulan Agustus 2016, bahan makanan juga berpotensi deflasi. Peningkatan
harga berpotensi terjadi pada bulan September seiring dengan pembalikan harga.
3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di triwulan II 2016 masih
relatif terkendali yang ditunjukkan oleh nilai inflasi yang sebesar 0,66% (qtq) dibanding
triwulan sebelumnya. Setelah mengalami deflasi pada bulan April, komoditas
transportasi kembali mengalami inflasi pada bulan Mei dan Juni 2016 seiring dengan
adanya even Tour De Flores, hari libur sekolah dan hari raya Idul Fitri. Walaupun
mengalami peningkatan inflasi triwulanan, baik secara tahunan maupun tahun berjalan
justru menunjukkan terjadi deflasi, yang berarti kenaikan harga yang terjadi tidak
sebesar posisi harga sektor transportasi baik dibanding triwulan II 2015 maupun kondisi
harga transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di akhir tahun.
Berdasarkan komoditas, hanya komoditas angkutan udara yang mengalami
kenaikan cukup besar pada triwulan II 2016 sedangkan komoditas lainnya cenderung
stabil. Dibandingkan tahun sebelumnya, komoditas transportasi justru menunjukkan
adanya penurunan yang menunjukkan posisi harga rata-rata tahun ini tidak setinggi
tahun sebelumnya. Deflasi terutama terjadi pada penurunan harga BBM seiring dengan
penurunan harga oleh pemerintah mengikuti penurunan harga minyak dunia. Kenaikan
inflasi hanya terjadi pada sarana dan penunjang transport serta komoditas jasa
keuangan.
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 41
41
Grafik 3. 7. Inflasi Kelompok Komoditas
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Komoditas
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per
Sub Kelompok Komoditas
Pada bulan Juli 2016, Inflasi kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan
jasa keuangan mengalami kenaikan cukup besar hingga 1,78% (mtm) terutama
disebabkan oleh tingginya kenaikan harga tiket angkutan udara seiring dengan adanya
libur sekolah, hari raya Idul Fitri maupun pelaksanaan Hari Keluarga Nasional (Harganas)
yang jatuh pada bulan Juli 2016. Tarif angkutan udara kembali menurun pada bulan
Agustus berdasarkan pengamatan harga hingga minggu ke-3 dan berpotensi tetap
menurun hingga akhir triwulan III 2016 disebabkan oleh tidak adanya aktivitas even
nasional yang berpotensi menimbulkan lonjakan permintaan.
3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Kelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau pada triwulan II
2016 maupun hingga bulan Juli 2016 menjadi satu-satunya komoditas yang secara
persisten selalu mengalami inflasi dalam lebih dari 2 tahun terakhir. Inflasi tahunan
pada triwulan II mencapai 10,17% (yoy), tertinggi kedua setelah inflasi bahan makanan.
Bahkan pada bulan Juli 2016 inflasi komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau
mencapai 10,69% dan menjadi kelompok komoditas dengan inflasi tertinggi di bulan
Juli 2016. Kenaikan cukai rokok yang dibebankan tiap bulan mampu menjadi
pendorong utama tingginya inflasi kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau.
Selain itu, tingginya inflasi bahan makanan dan masih relatif minimnya persaingan
usaha, membuat pedagang juga ikut menaikkan harga makanan jadi yang mereka jual.
Adanya penurunan pasokan gula pasir dalam tiga bulan terakhir juga berdampak pada
kenaikan inflasi minuman tidak beralkohol yang mengalami kenaikan signifikan pada
bulan Juni dan Juli 2016. Hingga akhir triwulan III 2016, kenaikan inflasi akibat
kenaikan cukai rokok masih menjadi ancaman inflasi. kelompok minuman tidak
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 42
42
beralkohol diperkirakan deflasi seiring dengan peningkatan pasokan gula mengikuti
kondisi panen dan giling tebu di Jawa. Harga makanan jadi diperkirakan relatif stabil.
Grafik 3. 9. Inflasi Kelompok Komoditas
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau secara
Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Komoditas Makanan
Jadi, Minuman dan Tembakau per Sub Kelompok
Komoditas
Dibandingkan posisi akhir tahun 2015, kenaikan inflasi pada kelompok komoditas ini
sudah mencapai 7,47% (ytd) dengan pendorong utama kenaikan pada komoditas tembakau
dan minuman beralkohol yang naik hingga 13,40% (ytd). Secara triwulanan, kenaikan harga
komoditas minuman tak beralkohol menjadi penyumbang utama inflasi terutama disebabkan
oleh kenaikan harga gula yang mencapai 20,03% (qtq) dalam 3 bulan terakhir.
3.2.4 Komoditas Lainnya
Inflasi pada komoditas lainnya seperti komoditas perumahan, air, listrik, gas dan
bahan bakar, komoditas sandang, kesehatan maupun pendidikan masih relatif stabil.
Kenaikan harga di triwulan II 2016 hanya terjadi pada komoditas sandang terutama
disebabkan oleh meningkatnya belanja sandang paska penyaluran gaji ke-13. Demikian
pula dengan peningkatan harga sandang di Bulan Juli yang disebabkan oleh adanya
tambahan penghasilan berupa gaji ke-14 bagi PNS.
Kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan
II 2016 justru mengalami deflasi terutama disebabkan oleh menurunnya tarif listrik.
Inflasi pada komoditas pendidikan relatif stabil walaupun pada bulan Juni dan Juli 2016
terdapat kenaikan kelas dan tahun ajaran baru pada pendidikan dasar. Inflasi kelompok
komoditas kesehatan juga relatif stabil diduga disebabkan oleh banyaknya masyarakat
yang mengikuti program BPJS kesehatan, sehingga biaya kesehatan menjadi cenderung
tetap.
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 43
43
3.3. Disagregasi Inflasi
Pada triwulan II 2016, inflasi volatile food menjadi pendorong utama
inflasi di Provinsi NTT dengan nilai sebesar 4,12% (qtq) dibanding triwulan
sebelumnya. Komoditas administered price relatif mengalami sedikit kenaikan
(1,47%-qtq) terutama disebabkan oleh kenaikan cukai rokok, sedangkan
komoditas bahan bakar, penerangan dan air mengalami penurunan karena
adanya penurunan tarif listrik. Komoditas transportasi juga sempat mengalami
penurunan terutama di bulan April seiring dengan penurunan harga BBM,
namun kembali meningkat di bulan Mei dan Juni seiring dengan kenaikan tarif
angkutan udara. Secara tahunan, komoditas volatile food (11,85%-yoy) masih
menjadi penyumbang utama inflasi berdasarkan disagregasi inflasi, diikuti oleh inflasi
pada komoditas inti (core inflation) sebesar 4,05% (yoy) dan administered price
(1,99%-yoy). Terbatasnya pasokan pangan, adanya beberapa even nasional4 dan
internasional5 serta kenaikan harga komoditas secara nasional berpengaruh terhadap
tingginya inflasi di triwulan II 2016.
Grafik 3. 11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan
Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik 3.12. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan
Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Pada bulan Juli 2016, Provinsi NTT mengalami deflasi yang cukup besar hingga -
0,32% (mtm). Dibanding triwulan sebelumnya, Provinsi NTT mengalami inflasi 0,88%
(qtq) melambat dibanding capaian inflasi triwulanan bulan sebelumnya. Volatile food
menjadi pendorong utama penurunan inflasi dengan total mengalami deflasi sebesar -
1,64% (qtq). Kelompok administered price menjadi penyumbang inflasi utama bulan
Juli 2016 dengan nilai inflasi triwulanan mencapai 4,17% (qtq), diikuti oleh inflasi
komoditas inti yang mencapai 0,74% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Hingga
4 Hari Keluarga Nasional (Harganas), hari raya Idul Fitri, libur sekolah
5 Tour De Flores, Lomba Selancar di Rote Ndao
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 44
44
akhir triwulan III 2016, inflasi diperkirakan cenderung rendah disebabkan oleh
menurunnya inflasi volatile food dan kembali menurunnya tarif angkutan udara dan
gula yang sudah mulai memasuki masa giling di Jawa.
3.3.1 Kelompok Volatile Foods
Baik secara tahunan (yoy), posisi tahun berjalan (ytd), triwulanan (qtq)
maupun bulanan (mtm), komoditas Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile
foods) menjadi penyumbang utama inflasi provinsi NTT di sepanjang triwulan II
2016. Penurunan pasokan komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan
karena keterbatasan pasokan air serta kenaikan harga pakan dan DOC pada
komoditas daging ayam ras menyebabkan inflasi komoditas volatile food
mengalami kenaikan yang cukup besar. Inflasi tahunan volatile food mencapai
11,85% (yoy) tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Inflasi posisi tahun berjalan sebesar
2,95% (ytd) dan inflasi triwulanan sebesar 4,12% (qtq).
Berdasarkan komoditas pendorong inflasi utama, Kenaikan harga daging ayam
ras menjadi penyumbang inflasi utama dikarenakan kenaikan harga pakan dan DOC
yang terjadi secara nasional. Beberapa komoditas sayur juga menjadi penyumbang
inflasi utama seperti kol putih, kangkung dan bayam yang disebabkan oleh kurangnya
pasokan karena keterbatasan sumber daya air. Demikian pula dengan komoditas cabe
merah dan bawang merah yang juga mengalami kenaikan karena keterbatasan
pasokan di pasar.
Penurunan harga terjadi pada komoditas padi-padian dan ikan segar seiring
dengan dengan adanya panen raya di beberapa daerah di Indonesia maupun
meningkatnya hasil tangkapan ikan seiring membaiknya cuaca di triwulan II 2016.
Inflasi volatile food pada bulan Juli 2016 mengalami perlambatan seiring dengan
terjadinya deflasi pada bulan Juli 2016 sebesar 3,59% (mtm) dibanding bulan
sebelumnya. Secara tahunan, inflasi volatile food menjadi berkurang signifikan menjadi
hanya 7,26% (yoy). Bahkan dibanding posisi akhir tahun, Provinsi NTT mengalami
deflasi -1,31% (ytd). Secara triwulanan, juga masih terjadi deflasi -1,64 (qtq) dibanding
triwulan sebelumnya. Meningkatnya pasokan sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan
seiring dengan perbaikan cuaca serta menurunnya harga daging ayam ras menjadi
penyebab utama penurunan inflasi volatile food di bulan Juli 2016. Kondisi ini
diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir triwulan III 2016.
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 45
45
3.3.2 Kelompok Administered Prices
Secara umum, inflasi administered price pada triwulan II 2016 relatif
terjaga yang terlihat dari nilai inflasi yang relatif rendah. Adanya penurunan
harga BBM, dan tarif listrik mampu menahan inflasi administered price. Namun
demikian, kenaikan cukai telah mendorong inflasi komoditas tembakau. Tarif
angkutan udara yang sangat berfluktuasi telah menyebabkan fluktuasi inflasi
yang cukup besar pula. Pada bulan April, kelompok administered price mengalami
deflasi -0,96% (mtm) terutama disebabkan oleh menurunnya harga BBM, 12 golongan
tarif listrik dan angkutan udara. Kenaikan cukai menjadi penghambat utama deflasi.
Pada bulan Mei 2016, Kelompok administered price berbalik mengalami inflasi 1,49%
(mtm) seiring dengan kenaikan tarif angkutan udara karena adanya event internasional
Tour De Flores dan kenaikan cukai rokok. Pada bulan ini masih terjadi penurunan tarif
listrik pada beberapa golongan sehingga dapat menahan laju inflasi yang terjadi. Pada
bulan Juni 2016, kelompok administered price kembali mengalami inflasi sebesar
0,92% (mtm) terutama disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara dan cukai rokok
seiring dengan adanya libur sekolah, menjelang hari raya Idul Fitri maupun even
internasional lomba surfing di Kabupaten Rote Ndao.
Secara triwulanan, kelompok administered price mengalami inflasi sebesar
1,47% (qtq) dengan komoditas tembakau dan minuman beralkohol menjadi
penyumbang inflasi utama. Dibandingkan dengan posisi inflasi akhir tahun 2015, inflasi
tahun berjalan justru mengalami deflasi 0,60% (ytd) dengan pendorong utama adalah
penurunan tarif angkutan udara. Secara tahunan, kelompok administered price
mengalami inflasi 1,99% (yoy) dan kenaikan harga tembakau dan minuman beralkohol
menjadi penyebab utama dengan kenaikan mencapai 20,19% (yoy) dibanding tahun
sebelumnya dikarenakan oleh kenaikan cukai tembakau dan bahan baku rokok.
Inflasi Administered price pada bulan Juli 2016 mengalami kenaikan 1,69%
(mtm) terutama disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya
libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan hari keluarga nasional yang tahun ini dipusatkan di
Kota Kupang. Pada bulan ini juga terjadi kenaikan tarif listrik pada beberapa golongan
tarif dan kenaikan harga rokok dan tembakau.Inflasi diperkirakan akan kembali
menurun di bulan Agustus dan September seiring dengan tidak adanya aktivitas yang
bisa menimbulkan lonjakan permintaan angkutan udara. Kenaikan cukai rokok masih
menjadi ancaman inflasi di triwulan III 2016.
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 46
46
3.3.3 Kelompok Inti (core)
Inflasi kelompok inti pada triwulan II 2016 relatif stabil sebesar 0,16%
(qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Adanya kenaikan harga pada komoditas
makanan jadi dan minuman tak beralkohol, diimbangi dengan adanya
penurunan harga bahan bangunan di triwulan ini. Sepanjang semester 1 2016,
inflasi komoditas inti mencapai 0,64% (ytd) dengan kenaikan harga komoditas
makanan jadi dan minuman tak beralkohol sebagai penyumbang utama inflasi.
Kenaikan gula pasir menjadi pendorong utama kenaikan harga pada komoditas
minuman tak beralkohol, sedangkan kenaikan makanan jadi terjadi mengikuti kenaikan
bahan makanan yang terjadi. Minimnya persaingan antar penjual makanan jadi juga
memudahkan penjual dalam menaikkan harga apabila dirasa terjadi kenaikan harga
bahan makanan untuk menjaga keuntungan mereka. Tekanan inflasi inti triwulanan III
diperkirakan mereda seiring dengan adanya peningkatan produksi gula di Jawa.
Perkiraan inflasi dalam 3 dan 6 bulan ke depan menunjukkan bahwa inflasi
dalam 3 bulan ke depan akan cenderung menurun seiring dengan tidak adanya even
nasional. Peningkatan inflasi diperkirakan akan terjadi di akhir tahun seiring dengan
adanya persiapan natal dan tahun baru.
Grafik 3.13. Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6
bulan ke Depan
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
3.4.1 Inflasi Kota Kupang
Pada triwulan II 2016, Kota Kupang selalu mengalami inflasi di tiap
bulannya. Inflasi triwulan II mencapai 1,42% (qtq) meningkat dibanding inflasi
triwulan I 2016 yang mengalami deflasi -0,40% (qtq). Kenaikan harga bahan
makanan, makanan jadi, minuman dan tembakau serta kenaikan tarif angkutan
udara menjadi penyebab utama inflasi yang terjadi. Secara tahunan, Kota Kupang
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 47
47
mengalami inflasi 5,23% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan harga bahan
makanan hingga 12,04% (yoy) dan makanan jadi, minuman dan tembakau sebesar
10,59% (yoy) menjadi penyebab utama tingginya inflasi di Kota Kupang. Secara
bulanan, Kota Kupang juga senantiasa mengalami inflasi dengan kenaikan terbesar
terjadi pada bulan Juni 2016 seiring dengan menurunnya pasokan sayur-sayuran dan
bumbu-bumbuan, adanya libur sekolah dan persiapan libur hari raya Idul Fitri.
Grafik 3.14. Inflasi Tahunan
Kota Kupang Grafik 3.15. Inflasi Triwulanan
Kota Kupang Grafik 3.16. Inflasi Bulanan
Kota Kupang
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Pada bulan Juli 2016, Kota Kupang mengalami deflasi sebesar -0,35%
(mtm) dan membuat inflasi tahunan juga mengalami penurunan menjadi
sebesar 3,79% (yoy) demikian pula inflasi triwulanan melambat menjadi
sebesar 0,97% (qtq). Adanya peningkatan pasokan bahan makanan telah
menurunkan harga rata-rata bahan makanan. Inflasi terutama disebabkan oleh
kenaikan cukai rokok yang menyebabkan kenaikan harga komoditas makanan,
minuman dan tembakau sebesar 11,30% (yoy). Komoditas transportasi juga mengalami
kenaikan sebesar 1,94% (mtm) namun relatif lebih rendah dibanding tahun
sebelumnya yang terlihat dari deflasi transportasi, komunikasi dan jasa keuangan
sebesar -2,06% (yoy). Adanya penambahan frekuensi penerbangan diduga menjadi
penyebab penurunan harga secara tahunan. Namun demikian, kebutuhan angkutan
udara dirasakan masih kurang yang terlihat dari fluktuasi harga yang terjadi.
Komoditas lainnya yang mengalami kenaikan antara lain komoditas sandang
seiring dengan kenaikan permintaan paska pemberian gaji ke-13 dan 14 PNS. Harga
pendidikan dan kesehatan relatif stabil seiring dengan tidak adanya kenaikan biaya
yang cukup berarti di sektor pendidikan ataupun penggunaan BPJS kesehatan yang
sudah mulai meluas. Komoditas perumahan, air, listrik dan gas sedikit menurun lebih
disebabkan oleh adanya penurunan tarif listrik pada beberapa golongan. Hingga akhir
triwulan III 2016, inflasi Kota Kupang diperkirakan justru mengalami penurunan.
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 48
48
Tabel 3.6. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Sumber : BPS, diolah
3.4.2 Inflasi Kota Maumere
Berbeda dengan Inflasi Kota Kupang, Kota Maumere pada triwulan II
2016 justru mengalami deflasi -0,03% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.
Penurunan harga bahan makanan menjadi penyebab utama deflasi berbanding
terbalik dengan kondisi di Kupang. Dibanding posisi akhir tahun 2015, inflasi Kota
Maumere masih mengalami deflasi -0,11% (ytd). Secara tahunan, Kota Maumere
mengalami inflasi 3,57% (yoy), tidak terlalu jauh berbeda dengan inflasi nasional yang
sebesar 3,45% (yoy). Di saat Kota Kupang mengalami inflasi karena kenaikan harga
bahan makanan, Kota Maumere justru mengalami deflasi bahan makanan terutama
komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan padi-padian.
Pada bulan Juli 2016, Kota Maumere kembali mengalami deflasi sehingga nilai
inflasi tahunan menjadi hanya 2,16% lebih rendah dibanding inflasi nasional yang
sebesar 3,21% (yoy) atau inflasi NTT yang mencapai 3,79% (yoy). Selama semester 1
2016, Maumere mengalami deflasi sebesar -0,16% (ytd) terutama disebabkan oleh
turunnya harga bahan pangan dan trasportasi dibanding posisi di akhir tahun 2015.
Grafik 3.17. Inflasi Tahunan
Kota Maumere Grafik 3.18. Inflasi Triwulanan
Kota Maumere Grafik 3.19. Inflasi Bulanan
Kota Maumere
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Komoditas bahan makanan menjadi penyumbang utama deflasi triwulanan Kota
Maumere di Triwulan II 2016. Turunnya harga komoditas sayur-sayuran, bumbu-
bumbuan, padi-padian dan ikan segar berdampak pada rendahnya inflasi di Kota
Maumere. Hal ini menunjukkan pula bahwa tidak terjadi permasalahan pasokan karena
permasalahan iklim sebagaimana terjadi di Kota Kupang. Kelompok komoditas
Apr Mei Jun Jul Tw II Jul Tw II Jul Tw II Jul Apr Mei Jun Jul
INFLASI UMUM 125.8 126.6 127.4 127.0 5.23 3.79 1.01 0.65 1.42 0.97 0.09 0.70 0.62 (0.35)
Bahan Makanan 124.6 125.5 127.6 122.6 12.04 8.06 2.99 (1.07) 3.74 (1.60) 1.27 0.73 1.70 (3.94)
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau136.9 139.0 140.5 142.5 10.59 11.30 6.25 7.77 3.03 4.05 0.43 1.53 1.04 1.43
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar123.3 122.8 122.6 123.0 1.76 1.50 (1.15) (0.87) (0.80) (0.26) (0.26) (0.40) (0.15) 0.29
Sandang 124.1 125.4 125.4 125.6 6.28 3.29 2.61 2.82 1.87 1.25 0.81 1.10 (0.06) 0.20
Kesehatan 114.3 115.3 114.6 114.4 3.83 2.83 1.52 1.31 0.87 0.09 0.57 0.88 (0.57) (0.21)
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga120.8 120.8 120.7 121.0 2.76 1.30 (0.17) 0.07 0.02 0.21 0.05 (0.01) (0.02) 0.24
Transportasi, Komunikasi dan Jasa129.3 131.5 132.4 135.0 (1.17) (2.06) (2.52) (0.63) 0.75 4.41 (1.64) 1.71 0.70 1.94
KomoditiIHK 2016 MTMYOY YTD QTQ
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 49
49
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga mengalami deflasi terutama
disebabkan oleh turunnya tarif listrik dan harga bahan bangunan. Di sisi lain, makanan
jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyebab utama inflasi dikarenakan oleh
kenaikan gula pasir dan cukai rokok.
Secara bulanan, Pada bulan April 2016, Kota Maumere mengalami deflasi -
0,29% (mtm) terutama disebabkan oleh penurunan harga bahan makanan, tarif listrik
dan BBM. Pada bulan Mei, Kota Maumere masih mengalami deflasi sebesar -0,01%
(mtm) terutama masih disebabkan oleh turunnya harga bahan makanan, dan tarif
listrik. Adanya Tour De Flores meningkatkan tarif angkutan udara namun tidak terlalu
besar. Pada bulan Juni 2016, Kota Maumere mengalami inflasi 0,27% (mtm) terutama
disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan setelah mengalami penurunan dalam
3 bulan sebelumnya dan kenaikan harga makanan jadi, minuman dan tembakau
terutama harga gula pasir dan cukai rokok. Pada bulan Juli 2016, Kota Maumere
kembali mengalami deflasi terutama disebabkan oleh kembali menurunnya harga
bahan makanan terutama sayur-sayuran dan buah-buahan. Harga makanan jadi,
minuman dan tembakau mengalami kenaikan karena kenaikan gula pasir dan cukai
rokok dan kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya libur sekolah dan hari
raya Idul Fitri.
Tabel 3.7. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Sumber : BPS, diolah
3.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
Selama triwulan II 2016, TPID provinsi NTT setidaknya telah
menyelenggarakan 2 kali rapat teknis, 2 kali rapat koordinasi untuk Pulau
Timor dan Flores, 1 kali HLM, 1 kali inspeksi bersama SKPD, Operasi pasar dan 1
kali press conference. Pada bulan Juli, Kabupaten Malaka telah memiliki TPID,
sehingga saat ini Provinsi NTT memiliki 23 TPID yang terdiri dari 1 provinsi dan
seluruh kabupaten/kota di NTT. Adapun beberapa permasalahan struktural yang
berhasil digali antara lain : 1). Adanya potensi gagal tanam dan kerawanan pangan di
Apr Mei Jun Jul Tw II Jul Tw II Jul Tw II Jul Apr Mei Jun Jul
INFLASI UMUM 117.2 117.2 117.5 117.4 3.57 2.16 (0.11) (0.16) (0.03) 0.21 (0.29) (0.01) 0.27 (0.05)
Bahan Makanan 104.9 104.2 104.6 103.7 3.50 0.53 (4.65) (5.43) (0.84) (1.15) (0.51) (0.65) 0.32 (0.82)
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau141.8 142.6 143.3 143.9 7.56 6.89 5.14 5.57 1.32 1.49 0.24 0.63 0.45 0.40
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar117.5 117.5 117.6 117.8 4.46 4.54 3.31 3.49 (0.17) 0.23 (0.23) (0.01) 0.07 0.17
Sandang 110.6 110.8 110.9 111.0 1.82 2.02 1.72 1.80 0.32 0.31 0.08 0.14 0.10 0.07
Kesehatan 111.8 111.8 112.4 112.6 2.87 3.00 1.08 1.20 0.73 0.69 0.16 - 0.56 0.12
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga140.5 140.5 140.5 140.5 5.92 1.33 0.02 0.02 0.02 (0.04) 0.06 - (0.04) -
Transportasi, Komunikasi dan Jasa112.7 113.5 114.1 114.7 (3.77) (4.26) (3.22) (2.66) 0.02 1.79 (1.18) 0.67 0.54 0.58
KomoditiIHK 2016 MTMYOY YTD QTQ
| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 50
50
NTT, 2). Masih ditemukan pengiriman beras ke luar NTT, 3). Terdapat potensi
kekurangan pasokan angkutan udara, 4). Potensi tekanan inflasi dari realisasi gaji ke-13
dan 14, libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan Harganas, 5). Adanya La Nina berpotensi
melakukan penanaman di luar musim untuk mengurangi potensi kerawanan pangan
yang ada.
Beberapa langkah aksi yang direncanakan untuk dilakukan antara lain : 1).
BULOG mengambil beras dari Jawa Timur untuk menanggulangi kerawanan pangan,
2). Dilakukan operasi pasar dan sidak dalam menanggulangi inflasi hari raya, 3). PT.
Pelindo melakukan prioritas bongkar kepada komoditas bahan pangan selama hari
raya, 4). BKP telah membuat rumah pangan untuk menampung hasil panen petani, 5).
Pertamina akan menambah depot pertamina di Kalabahi, Atapupu, Ende dan Reo, 6).
Operasional stasiun pengisian LPG dilakukan di bulan September, 7). Terkait
kekurangan frekuensi angkutan udara, Angkasa Pura akan menambah apron untuk 2
pesawat, mengusulkan penambahan frekuensi pada even-even nasional/ tertentu, dan
mohon pertimbangan untuk penurunan batas tarif atas, 8). Seluruh SKPD diminta
untuk membuat laporan inflasi bulanan dan dilaporkan di tiap rapat teknis, 9).
Pembahasan Road Map TPID dilakukan dalam format FGD oleh panitia khusus.
Gambar 3.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2016 dan
Sebaran Pembentukan TPID
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
Boks 3. | Kondisi Angkutan Udara di NTT dan Permasalahannya 51
Angkutan udara saat ini menjadi alat transportasi utama di Provinsi NTT. Dengan kondisi
geografis wilayah yang merupakan provinsi kepulauan, maka angkutan utama untuk
menghubungkan antar wilayah yang dipisahkan oleh lautan hanyalah menggunakan pesawat
maupun kapal laut. Dengan keunggulan waktu tempuh yang pendek, angkutan udara saat ini
cenderung menjadi pilihan utama penduduk maupun wisatawan untuk bepergian ke daerah
lain di NTT. Pada tahun 2016, sebagaimana disampaikan GM Angkasa Pura 1, jumlah frekuesi
angkutan udara di Bandara El Tari meningkat signifikan dari 25 frekuensi per hari di tahun 2015
menjadi 37 frekuensi per hari di tahun 2016. Total penerbangan komersial saat ini mencapai
lebih dari 26 ribu penerbangan per tahun dengan total kapasitas lebih dari 1,7 juta
penumpang, jauh lebih besar dibanding kondisi 2014 yang mampu mengangkut 1,1 juta
penumpang dan 22 ribu penerbangan setahun.
Berdasarkan bobot nilai konsumsi dalam inflasi, saat ini, bobot konsumsi angkutan
udara sudah menjadi komoditas dengan konsumsi terbesar ke-2 setelah beras. Pada survei biaya
hidup BPS pada tahun 2012, bobot angkutan udara masih menempati posisi 7 konsumsi
terbesar di NTT setelah beras, bensin, tukang bukan mandor, angkutan dalam kota, semen, dan
akademi/ perguruan tinggi. Tingginya permintaan angkutan udara mendorong harga angkutan
udara mengalami peningkatan yang cukup besar. PT Angkasa Pura dan UPT angkutan udara
sebenarnya sudah berusaha keras untuk selalu meningkatkan penerbangan di NTT yang terlihat
dari penambahan frekuensi yang relatif banyak terlebih di tahun 2015-2016, namun demikian
dikarenakan semakin besarnya permintaan angkutan udara, membuat penambahan angkutan
yang ada cenderung tidak bisa mengimbangi permintaan penerbangan, terlebih pada saat hari
raya ataupun pada even-even nasional yang diadakan di NTT.
Grafik Boks 3.1. Volatilitas Inflasi Angkutan
Udara Bulanan Tabel Boks 3.1. Sumbangan Inflasi Angkutan
Udara terhadap Inflasi di NTT
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan pola inflasi angkutan udara dalam 6 tahun terakhir, terlihat bahwa inflasi
akan cenderung melambat di awal tahun dan berangsur meningkat dengan puncak inflasi pada
pertengahan tahun seiring dengan datangnya libur sekolah dan hari raya Idul Fitri. Inflasi akan
cenderung turun setelah libur sekolah dan hari raya Idul Fitri yang ditunjukkan oleh
kecenderungan deflasi pada waktu tersebut dan kembali meningkat pada akhir tahun seiring
tingginya permintaan pada saat libur natal dan tahun baru.
10 besar penyumbang inflasi 10 Besar penyumbang Deflasi
Inflasi > 10 besar Deflasi > 10 besar
Boks 3. | Kondisi Angkutan Udara di NTT dan Permasalahannya 52
Dengan terbatasnya kapasitas angkut penumpang di Bandara El Tari yang lebih kurang
saat ini hanya sebesar 3.600 orang per hari, maka setiap kali libur sekolah, penduduk NTT yang
bepergian ke luar NTT akan cenderung meningkat signifikan. Apalagi ketika berbarengan
dengan momen hari raya Idul Fitri, maka jumlah penumpang akan meningkat sangat signifikan.
Dengan mayoritas pedagang dan pekerja proyek masih banyak menggunakan tenaga kerja dari
Jawa, maka dengan adanya momen hari raya, sebagian besar pekerja dari Jawa akan
cenderung pulang kampung dan membuat permintaan angkutan udara meningkat signifikan.
Berdasarkan pemantauan, Kondisi tiket akan cenderung habis pada 1 minggu sebelum dan
sesudah lebaran. Bahkan, pada tahun ini, kondisi tiket balik ke NTT habis hingga 2 minggu
setelah lebaran dikarenakan berbarengan dengan pelaksanaan kegiatan nasional yang
diselenggarakan di Kota Kupang. Harga tiket juga mengalami kenaikan hingga lebih dari dua
kali lipat dikarenakan adanya kenaikan permintaan yang luar biasa.
Berdasarkan pergerakan harga, Tarif angkutan udara saat ini juga semakin berfluktuasi
yang terlihat dari besar sumbangan tarif angkutan udara dalam menyumbang inflasi di NTT.
Dalam 6 tahun terakhir, tarif angkutan udara setidaknya menyumbang hingga 8-9 bulan
sebagai komoditas utama penyumbang inflasi di NTT. Bahkan pada tahun 2015, tarif angkutan
udara dalam 12 bulan mampu menjadi penyumbang utama inflasi di NTT dengan dua kali
penyumbang deflasi utama dan lima kali penyumbang inflasi utama. Pada tahun 2016, dari 7
bulan yang sudah dilalui, angkutan udara mampu menyumbang 6 kali sebagai komoditas
penyumbang inflasi dan deflasi utama. Hal ini menunjukkan fluktuasi kenaikan dan penurunan
tarif angkutan udara yang semakin besar dari tahun ke tahun.
PT Angkasa Pura sudah melakukan berbagai macam usaha untuk meningkatkan
frekuensi angkutan udara yang terlihat dari penambahan frekuensi yang cukup banyak,
penambahan waktu kerja hingga pukul 22.00 WITA maupun perbaikan kualitas layanan dan
kapasitas terminal. Dalam kondisi normal, kapasitas angkut masih memenuhi, namun pada
kondisi khusus seperti libur sekolah dan hari raya Idul Fitri dan Natal serta adanya even-even
nasional dan Internasional seperti Harganas, HKSN, Natal nasional bersama, Tour De Flores,
terlihat bahwa kapasitas angkutan udara tidak memenuhi. Gambar Boks 3.1. Peta Konektivitas Angkutan Udara di NTT
Sumber : Wego, traveloka, diolah
Kurangnya daya tamping tersebut selain karena tingginya permintaan angkutan udara,
Bandara El Tari juga berfungsi sebagai hub penerbangan ke 13 bandara lainnya di NTT selain
juga bandara Ngurah Rai Bali. Saat ini terdapat 3 daerah utama tujuan penerbangan ke luar
Boks 3. | Kondisi Angkutan Udara di NTT dan Permasalahannya 53
NTT yaitu Surabaya, Bali dan Jakarta, serta 1 kali penerbangan ke Makasar. Dari total 37
frekuensi penerbangan yang ada di El Tari Kupang, total kapasitas angkut ke luar NTT hanya
sekitar 2.600 orang per hari. Kondisi ini menjelaskan mengapa pada saat harganas bulan Juli
2016 lalu tiket relatif sulit didapat. Dengan estimasi peserta mencapai 15 ribu orang, maka
diperlukan waktu 1 minggu untuk bisa pulang pergi. Tentunya tidak semua menggunakan
angkutan udara terlebih peserta yang berasal dari NTT.
Rendahnya kapasitas angkut penumpang juga berpotensi adanya permainan harga
dengan membooking terlebih dahulu tiket dikarenakan tingginya permintaan. Hal ini memacu
harga meningkat lebih cepat. Adanya keterbatasan daya tampung pesawat di Bandara El Tari
juga sedang dibenahi berupa peningkatan apron untuk dua buah pesawat maupun
peningkatan kapasitas terminal. Namun demikian, hal ini tentunya membutuhkan waktu untuk
penyelesaiannya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sekiranya diperlukan beberapa langkah
konkrit untuk mengatasi permasalahan khusus yang terjadi di NTT. Penambahan frekuensi
angkutan udara pada saat tertentu sekiranya dapat menjadi alternatif yang paling
memungkinkan untuk dilakukan, sebagaimana juga dilakukan oleh organisasi pemuda yang
beberapa bulan lalu mengadakan rakornas di Maumere. Berdasarkan pergerakan pesawat di El
Tari, terlihat bahwa rata-rata keberangkatan dan kedatangan pesawat masih dalam rentang 10
menit lebih per pergerakan dengan konsentrasi penerbangan pada pagi dan siang hari,
sehingga penambahan frekuensi masih memungkinkan. Tinggal menyesuaikan dengan waktu
senggang di bandara tujuan. Penggunaan pesawat yang lebih besar sekiranya juga menjadi
alternatif seperti yang sudah dilakukan oleh salah satu maskapai, selain penambahan apron dan
terminal yang sedang dikerjakan oleh PT Angkasa Pura 1. Dalam menarik industri penerbangan
untuk menambah frekuensi penerbangan salah satunya adalah dengan menggiatkan industri
pariwisata di NTT. Dengan peningkatan pariwisata, pertumbuhan generik angkutan udara
dapat diakselerasi berkat tingginya jumlah wisatawan yang ingin berkunjung ke NTT.
| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 54
STABILITAS KEUANGAN DAERAH
Stabilitas Sistem Keuangan Daerah Provinsi NTT di triwulan II 2016 tetap
terjaga didukung oleh kinerja sektor rumah tangga dan UMKM yang relatif
kondusif
Kredit sektor rumah tangga tumbuh sebesar 13,45% (yoy) dan secara
agregat memiliki rasio NPL sebesar 0,50%.
Meski sempat mengalami perlambatan di awal tahun 2015, kredit UMKM
mulai menunjukkan tren pertumbuhan hingga triwulan laporan.
Pertumbuhan tercatat sebesar 19,23% (yoy) dan didukung dengan rasio NPL
yang relatif baik yakni sebesar 3,00%.
Meski sumbangan kredit korporasi relatif kecil dari keseluruhan kredit yang
disalurkan di Provinsi NTT, perbankan perlu mencermati peningkatan risiko
gagal bayar yang dialami oleh beberapa sektor korporasi.
Industri perbankan masih menunjukkan kinerja yang positif.
4.1 Kondisi Umum
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan
laporan masih terjaga, di tengah meningkatnya risiko global dan domestik. Hal tersebut
ditopang oleh kondusifitas kinerja sektor rumah tangga dan UMKM. Meskipun,
pengeluaran konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang utama perekonomian
menunjukkan tren perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya, optimisme rumah
tangga terhadap kondisi perekonomian ke depan relatif meningkat. Tingkat risiko
kredit rumah tangga di perbankan juga cukup terjaga yang diindikasikan oleh non
performing loan yang relatif rendah.
Kondisi saat ini dan prospek untuk sektor usaha UMKM masih terpantau relatif
baik. Sektor UMKM masih menunjukkan geliat yang positif dan didukung oleh
peningkatan kredit dengan risiko gagal bayar yang relatif tetap terjaga. Namun
demikian, perlu dicermati tekanan risiko yang dialami oleh sektor korporasi karena
terjadi penurunan kredit yang diikuti dengan adanya peningkatan potensi risiko gagal
bayar.
Sementara itu, industri perbankan secara umum masih menunjukkan kinerja
yang positif. Meskipun terjadi penurunan posisi aset ditriwulan laporan, kinerja
penyaluran kredit relatif kondusif dengan rasio LDR yang senantiasa tetap terjaga
dalam interval optimal (78%-92%). Begitu pula halnya dengan kinerja intermediasi
| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 55
5.87%
3.01%
-8%-6%-4%-2%0%2%4%6%8%10%
02000400060008000
100001200014000160001800020000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
RT LNPRT Pemerintah g RT (yoy) g RT (qtq)
120.7
106.7
134.7
100
110
120
130
140
150
160
170
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
Bank Perkreditan Rakyat yang senantiasa terjaga dengan ditopang rasio Capital
Adequacy Ratio (CAR) yang cukup tinggi.
4.2 Asesmen Ketahanan Rumah Tangga
4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Sektor rumah tangga sebagai kontributor utama dalam PDRB pada triwulan II
2016 mengalami perlambatan pertumbuhan yang tercermin dari pertumbuhan
konsumsi RT yang melambat 5,87% (yoy) di triwulan laporan atau lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 7,43% (yoy). Namun demikian secara
triwulanan, konsumsi RT tumbuh lebih tinggi yakni sebesar 3,01% (qtq) dibandingkan
triwulan sebelumnya yang turun sebesar 4,25% (qtq).
Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi RT Terhadap Konsumsi Agregat
Grafik 4.2. IKK, IKE, dan IEK
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Perlambatan konsumsi RT dibandingkan tahun lalu, tercermin pula dari Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK), yang menggambarkan keyakinan konsumen terhadap
kondisi perekonomian, mengalami penurunan. Meski membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya, optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini tidak sebaik
tahun sebelumnya. Kondisi ini disebabkan oleh adanya penurunan optimisme
konsumen terhadap penghasilan saat ini dan pesimisme konsumen terhadap
kemudahan mencari pekerjaan. Namun demikian, konsumen optimis terhadap kondisi
perekonomian 6 bulan mendatang. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya peningkatan
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK).
Selain itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan Juni 2016 terkonfirmasi
bahwa perlambatan konsumsi secara tahunan diantaranya disebabkan oleh adanya
penurunan indeks pengeluaran rumah tangga untuk bahan makanan yang turun dari
193,0 di Juni 2015 menjadi 181,9 di Juni 2016. Di samping itu, indeks pengeluaran
| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 56
193.0
179.8 181.9
161.5 147.2
178.5 167.8
136.2
150.3
120
130
140
150
160
170
180
190
200
210
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan dan Energi
1.55
1.79
1.66
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
untuk biaya perumahan dan energi juga terpantau turun dari 167,8 di Juni 2015
menjadi 150,3 di Juni 2016. Penurunan tersebut salah satunya disebabkan karena
dampak penurunan harga Tarif Tenaga Listrik (TTL) sejak awal tahun. Penurunan
pengeluaran di beberapa kelompok komoditas tampaknya dialihkan untuk pembelian
makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yang terpantau naik dari 161,5 di Juni
2015 menjadi 178,5 di Juni 2016. Di sisi lain, Indeks kepercayaan masyarakat terhadap
jasa perbankan menunjukkan perbaikan yang terlihat dari penurunan nilai indeks dari
sebelumnya 1,79 di triwulan I 2016 menjadi 1,66 di triwulan laporan. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat masih percaya untuk menyimpan dananya di
perbankan terlebih karena dana mereka masih dalam nilai penjaminan pemerintah.
Grafik 4.3. Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas
Grafik 4.4. Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Indeks lain yang menggambarkan tingkat ketahanan keuangan sektor rumah
tangga menunjukkan kondisi yang relatif stabil. Indeks keterlambatan rumah tangga
membayar cicilan triwulan laporan masih memperlihatkan kondisi yang cukup baik
yakni sebesar 1,45. Meski lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan triwulan
sebelumnya yang masing-masing sebesar 1,18 dan 1,41; rumah tangga masih
dikategorikan aman dari keterlambatan pembayaran cicilan untuk konsumsi. Hal
tersebut juga didukung oleh indeks kepemilikan dana cadangan rumah tangga untuk
kebutuhan tak terduga yang menunjukkan bahwa rumah rata-rata memiliki dana
cadangan lebih dari 1 bulan pendapatan belum termasuk dana cadangan non tunai.
Dengan demikian, kekhawatiran terjadinya keterlambatan pembayaran cicilan dapat
diminimalisasi.
4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
Terjadi peningkatan pertumbuhan DPK RT pada triwulan laporan. DPK tumbuh
sebesar 20,54% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni sebesar
| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 57
20.54%
-0.74%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
I II III IV I II
2015 2016
RT/ Perseorangan Non RT
28.49%
21.95%
15.54%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
I II III IV I II
2015 2016
Giro Tabungan Deposito
58.42 53.56 54.1067.95 60.56 58.34
41.58 46.44 45.9032.05 39.44 41.66
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
I II III IV I II
2015 2016
RT/ Perseorangan Non RT
3.52 4.40 5.18 7.46 4.10 4.69
69.57 69.08 77.85 97.87 69.50 69.88
26.91 26.52 28.90 29.85 26.40 25.42
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II
2015 2016
Giro Tabungan Deposito
15,91% (yoy). Sektor RT masih mendominasi porsi DPK perbankan yakni sebesar
58,34%. Porsi DPK RT mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 60,56%, namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015
sebesar 53,56%.
Grafik 4.5. Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga
Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah Preferensi RT dalam simpanan masih didominasi oleh tabungan dan deposito masing-
masing dengan porsi sebesar 69,88% dan 25,42% pada triwulan laporan. Pertumbuhan
DPK dalam bentuk tabungan meningkat dibanding triwulan sebelumnya dari 15,79%
(yoy) menjadi 21,95% (yoy) dan lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2015 sebesar
5,39%. Selain itu, deposito juga mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya
yaitu dari 13,73% (yoy) menjadi 15,54% (yoy).
Sementara itu, berbeda halnya dengan giro pemerintah daerah yang mengalami
penurunan akibat adanya akselerasi realisasi anggaran, giro rumah tangga masih tetap
tumbuh walau melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni
dari 42,81% (yoy) menjadi 28,49% (yoy).
Grafik 4.7. Preferensi DPK Rumah Tangga Grafik 4.8. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sementara itu, kredit sektor RT pada triwulan laporan secara agregat masih
dalam tren pertumbuhan yakni sebesar 13,45%. Meski Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 58
13.45
-10
0
10
20
30
40
50
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Rumah Tinggal KKB Multiguna g total
16.24
2.33
-1.04
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
g Multiguna g Rumah Tinggal g KKB
melambat dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) mengalami penurunan, pertumbuhan
berhasil ditopang oleh tumbuhnya kredit multiguna sebesar 16,24%.
Grafik 4.9. Kredit Konsumsi Rumah Tangga Grafik 4.10. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah Kebijakan pelonggaran Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) di
tahun 2015 belum berhasil mendorong berjalannya fungsi intermediasi perbankan di
sektor properti maupun kendaraan bermotor. KPR secara keseluruhan mengalami tren
perlambatan sejak tahun 2014 dan mengalami pertumbuhan paling kecil pada triwulan
laporan yakni sebesar 2,33% lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang tumbuh
16,60%. Begitu pula halnya dengan KKB yang justru mengalami tren penurunan pasca
diberlakukannya kebijakan pelonggaran FTV.
Perlambatan KPR dan penurunan KKB diiringi dengan penurunan rasio NPL yang
sampai saat ini masih terjaga di bawah level 1%. Selain itu, secara agregat kredit yang
disalurkan pada sektor RT memiliki NPL yang sangat baik yakni sebesar 0,50% dan
lebih rendah dibandingkan beberapa triwulan sebelumnya. Namun demikian, NPL harus
tetap dicermati mengingat masih rentannya kondisi perekonomian domestik yang
dapat memengaruhi kemampuan membayar sektor RT atas semua kewajibannya,
terutama kepada perbankan.
4.3 Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM
4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
Dunia usaha memandang bahwa kondisi ekonomi saat ini masih cukup
kondusif. Peningkatan kegiatan usaha diantaranya disebabkan oleh sektor pertanian
dengan SBT sebesar 9,70%, sektor jasa-jasa sebesar 18,54%, serta sektor konstruksi
sebesar 5,39%. Namun demikian, prospek kegiatan dunia usaha di triwulan III 2016
diperkirakan akan menurun sebagaimana tercermin dari SBT yang sebesar 9,74%.
| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 59
37.06
9.74
4.54
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2013 2014 2015 2016
SBT Kegiatan Usaha (skala kiri) % PDRB qtq (skala kanan) %
38.10
3.00
0.00.51.01.52.02.53.03.54.04.5
0
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
SBT Kondisi Keuangan % (skala kiri) NPL % (skala kanan)
Penurunan tersebut salah satunya disebabkan oleh kegiatan usaha di sektor pertanian
yang diprediksi turun di triwulan III seiring belum tibanya musim panen.
Grafik 4.11. Perkembangan Dunia Usaha Grafik 4.12. Kondisi Keuangan
Sumber: Bank Indonesia, 2016
Kondisi usaha yang cukup kondusif pada triwulan laporan juga didukung
dengan kondisi keuangan yang relatif baik. SBT kondisi keuangan meningkat menjadi
sebesar 38,10% pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar 33,80%. Pelaku usaha
menganggap bahwa peningkatan kinerja usaha pada triwulan laporan berdampak
positif pada likuiditas perusahaan sehingga pelaku usaha mampu memenuhi
kewajiban-kewajiban terutama kepada perbankan. Hal tersebut juga terkonfimasi dari
data NPL untuk kredit sektor usaha sebesar 3,00% pada triwulan laporan yang turun
dari sebelumnya sebesar 3,49% pada triwulan I 2016.
4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
Meski mengalami tren perlambatan di awal tahun 2015, kredit UMKM mulai
menunjukkan tren pertumbuhan hingga triwulan laporan. Pertumbuhan didukung pula
oleh rasio NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 5%. Penyaluran kredit Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada triwulan laporan mencapai 6,93 triliun atau
mencapai 31,85% dari total penyaluran kredit perbankan di NTT. Penyaluran kredit
UMKM tersebut tumbuh sebesar 19,23% (yoy), meningkat dibanding triwulan
sebelumnya yang sebesar 18,01% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan di periode yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar
18,00% (yoy). Peningkatan kredit UMKM mengindikasikan adanya geliat positif pada
sektor riil di Provinsi NTT.
| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 60
19.23%
19.76%
16.65%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
%, yoyRpmiliar
Modal Kerja Investasi Growth Kredit
g Modal Kerja g Investasi
3.00%3.03%
2.84%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Kredit UMKM Modal Kerja Investasi Batas
1,8
21
2,9
29
2,1
85
19.25%
15.09%
26.53%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
%, yoyRpmiliar
MIKRO KECILMENENGAH g Menengahg Kecil g Mikro
Grafik 4.13. Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.14. NPL UMKM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh komponen kredit baik Kredit Investasi
(KI) maupun Kredit Modal Kerja (KMK). KI mencatatkan pertumbuhan sebesar 16,65%
(yoy) pada triwulan laporan atau lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar 12,69% (yoy) dan periode yang sama tahun 2015 sebesar 11,34% (yoy).
Sementara itu, KMK terpantau mengalami pertumbuhan sebesar 19,76% (yoy) dan
sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama
tahun 2015 yang masing-masing sebesar 19,18% (yoy) dan 19,48% (yoy). Selain itu
berdasarkan jenis usaha, meski kredit menengah mengalami perlambatan
dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan kredit secara keseluruhan berhasil
ditopang oleh kenaikan pertumbuhan kredit dari usaha mikro dan kecil yang tumbuh
masing-masing sebesar 26,53% dan 15,09% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya sebesar 20,31% dan 12,83% (yoy).
Grafik 4.15. Pertumbhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi
hampir di seluruh sektor, bahkan beberapa sektor mengalami peningkatan yang cukup
signifikan antara lain sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan penyedia
| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 61
-21.75%
8.34%
-21.98%
22.76%
41.62%39.95%
62.67%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Adm Pemerintahan Konstruksi perantara keuangan Perdagangan
Industri Pengolahan Pertanian Perikanan
akomodasi. Adapun sektor yang tercatat mengalami penurunan cukup dalam antara
lain sektor perantara keuangan dan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan
jaminan sosial wajib yang masing-masing mencatatkan penurunan sebesar -21,98%
(yoy) dan -21,75% (yoy).
Grafik 4.16. Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi
Sumber: Bank Indonesia, diolah
4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM
Pada triwulan laporan, rasio NPL gross mengalami penurunan menjadi 3,00%
dari 3,49% pada triwulan sebelumnya dan 3,03% pada periode yang sama tahun
2015. Berdasarkan jenis usaha, pada triwulan laporan risiko kredit untuk usaha
menengah, kecil, dan mikro mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya.
Penurunan NPL terbesar terjadi pada kredit mikro yaitu dari 3,05% pada triwulan II
2015 menjadi 1,78% pada triwulan laporan. Selain itu, rasio NPL gross kredit usaha
kecil terpantau turun dari 3,65% pada triwulan II 2015 menjadi 3,09% pada triwulan
laporan, serta kredit usaha menengah turun dari 5,11% menjadi 3,88%.
Bila dibandingkan tahun sebelumnya, hampir seluruh sektor mengalami
penurunan NPL dengan sektor listrik, gas, dan air yang mengalami penurunan NPL
paling tinggi yakni dari sebelumnya sebesar 38,98% di triwulan II 2015 menjadi
10,51% di triwulan laporan, namun rasio NPL harus terus dicermati karena masih
melebihi 5%. Selain itu, terdapat beberapa sektor lain yang memiliki NPL tinggi, yakni
sektor konstruksi (9,48%) dan sektor perantara keuangan (7,59%).
Adapun NPL sektor konstruksi didominasi oleh subsektor jalan raya yang
mencatatkan rasio sebesar 15,82% di triwulan laporan. Dari sektor listrik, air, dan gas,
NPL didominasi oleh subsektor ketenagalistrikan yang tercatat sebesar 12,19%.
Sementara itu dari sektor perantara keuangan, NPL didominasi oleh subsektor
perantara keuangan dari koperasi non simpan pinjam yang tercatat sebesar 8,28%.
| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 62
1.78%
3.09%
3.88%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
8.0%
9.0%
10.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
MIKRO KECIL MENENGAH Batas
9.48%
10.51%
7.59%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Konstruksi Listrik, Gas Dan Air Batas Perantara Keuangan
957
532
-4.73%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
%, yoyRpmiliar
Modal Kerja Investasi Growth Kredit
6.07%
7.43%
3.63%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Kredit Modal Kerja Investasi Batas
Grafik 4.17. NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Grafik 4.18. NPL UMKM 3 Sektor
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Secara keseluruhan risiko kredit UMKM masih dalam taraf yang terjaga.
Meskipun demikian, perbankan harus lebih selektif dalam memperhitungkan risiko
debitur untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan NPL di masa yang akan datang
terutama untuk sektor yang di triwulan laporan mencatatkan NPL di atas 5%.
4.4 Asesmen Ketahanan Korporasi
4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
Kredit korporasi menyumbang 6,84% dari keseluruhan penyaluran kredit di
provinsi NTT. Secara tahunan, penyaluran kredit korporasi mengalami penurunan di
triwulan laporan, namun penurunan tersebut melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Rasio NPL secara industri juga mengalami peningkatan hingga lebih dari
5%.
Grafik 4.19. Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi Grafik 4.20. NPL Kredit Sektor Korporasi
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Kredit korporasi terdiri atas kredit modal kerja dengan pangsa sebesar 64,26%
atau 957 milyar dan kredit investasi sebesar 35,73% atau 532 milyar. Pada triwulan
laporan terjadi penurunan sebesar -4,73% (yoy) atau turun dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 11,97% (yoy), namun penurunan sedikit melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -7,96% (yoy).
| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 63
6.56%
23.91%
100.00%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
Listrik, Gas Dan Air
Konstruksi
Batas
Pertambangan dan Penggalian
Kredit perbankan kepada sektor korporasi mengalami penurunan pada hampir
seluruh sektor dengan sektor yang mengalami penurunan cukup dalam antara lain
sektor perikanan sebesar -87,03% (yoy), dan sektor transportasi pergudangan sebesar -
85,72% (yoy). Sementara itu, berdasarkan pangsa kredit, penyaluran kredit perbankan
didominasi oleh sektor perdagangan sebesar 42,66%, diikuti sektor penyediaan
akomodasi sebesar 15,10%, dan sektor konstruksi sebesar 13,54%.
Penurunan kredit korporasi pada triwulan laporan disertai dengan terjadinya
peningkatan risiko kredit. Rasio NPL pada sektor korporasi naik dari 4,99% di triwulan I
2016 menjadi 6,07% dengan risiko kredit modal kerja yang meningkat menjadi 7,43%.
Peningkatan NPL terjadi pada beberapa sektor terutama sektor perdagangan besar dan
eceran, sektor listrik air dan gas, serta sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan.
Grafik 4.21. NPL Kredit 2 Sektor Korporasi
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Perlu dicermati potensi risiko gagal bayar yang tercermin dari rasio NPL untuk
sektor korporasi antara lain di sektor konstruksi; pertambangan, serta listrik, gas, dan
air. Dari sektor listrik, gas, dan air; NPL terbesar disumbang oleh perusahaan swasta/
perseorangan dari subsektor ketenagalistrikan. Sementara itu, tingginya NPL di sektor
pertambangan dan penggalian sejak triwulan I 2016 berasal dari Kabupaten Kupang
yang ditengarai dipengaruhi oleh aktivitas pertambangan galian C yang terganggu
akibat adanya penolakan warga terhadap kegiatan eksplorasi. Di samping itu, NPL di
sektor konstruksi yang cenderung tinggi disebabkan salah satu diantaranya adalah
adanya proyek di tahun 2016 yang seharusnya menggunakan anggaran tahun 2015
yang saat ini pembayarannya masih dalam tahap menunggu proses perubahan
anggaran di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 64
16.87%
10.41%13.99%
14.93%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
20%
I II III IV I II
2015 2016
DPK Kredit
87.61%
91.19%
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
96%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
I II III IV I II
2015 2016
DPK Kredit LDR
4.5 Asesmen Perbankan
4.5.1 Kinerja Bank Umum
Total aset industri perbankan pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar
Rp.32,32 triliun, mengalami penurunan pertumbuhan dibandingkan triwulan
sebelumnya yaitu dari 3,53% (yoy) menjadi -1,39% (yoy). Hal ini disebabkan
diantaranya adalah karena terdapat penurunan jumlah posisi aset antar kantor sebesar
-16,04% (yoy) di triwulan laporan atau terjadi pemindahan aset kantor beberapa
cabang bank di NTT ke kantor bank di provinsi lain.
Grafik 4.22. Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)
Grafik 4.23. Perkembangan LDR
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Pertumbuhan kredit perbankan cenderung meningkat dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya, sedangkan DPK tumbuh melambat. Pertumbuhan DPK
(yoy) pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,41% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 16,87% (yoy). Sementara itu,
pertumbuhan kredit naik tipis dari 13,99% (yoy) pada triwulan yang sama tahun 2015
menjadi 14,93% (yoy) pada triwulan laporan. Pertumbuhan DPK yang lebih rendah
dibandingkan kredit tersebut salah satunya menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR)
naik dari 87,61% menjadi 91,19% pada triwulan laporan. Hal tersebut masih dinilai
wajar karena berada pada rentang optimal LDR yakni sebesar 78-92%.
Berdasarkan jenis simpanan, perlambatan pertumbuhan DPK terjadi pada giro
dan deposito yang masing-masing mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,22% (yoy) dan
1,04%, dibandingkan 18,44% (yoy) dan 32,17% pada triwulan yang sama tahun
2015. Perlambatan pertumbuhan giro dan deposito disumbang oleh sektor non rumah
tangga yang mencatatkan penurunan total DPK sebesar -0,74% (yoy).
| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 65
67.8 67.65
4.0
4.11
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
4.0
4.1
4.2
4.3
4.4
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
I II III IV I II
2015 2016
% BOPO (skala kiri) % ROA (skala kanan)
Sementara itu dari sisi kredit, terpantau bahwa kredit modal kerja dan kredit
investasi di triwulan laporan mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yakni dari 18,16% (yoy) dan 13,71% menjadi 17,46% (yoy) dan
3,39%. Namun demikian, perlambatan tersebut berhasil ditahan oleh relaksasi
pertumbuhan kredit konsumsi dari sebelumnya 12,08% (yoy) pada triwulan II 2015
menjadi 15,32% di triwulan laporan. Peningkatan kredit konsumsi salah satunya
ditopang oleh kredit multiguna yang tumbuh sebesar 16,24%.
Selain itu, pertumbuhan kredit juga mempengaruhi efisiensi bank umum secara
industri pada triwulan laporan yang sedikit mengalami peningkatan dibandingkan
tahun sebelumnya (BOPO turun dari 67,8% menjadi 67,65%) karena adanya
peningkatan pendapatan bunga. Dengan demikian profitabilitas bank yang terpantau
melalui ROA juga mengalami kenaikan dari sebelumnya 4,0% menjadi 4,11%.
Grafik 4.24. BOPO dan ROA Bank Umum
Sumber: Bank Indonesia, diolah
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
Rasio LDR yang mencerminkan kinerja intermediasi mengalami penurunan pada
triwulan laporan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari
82,38% menjadi 79,83%. Hal ini disebabkan salah satunya karena secara tahunan DPK
tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit. Rasio LDR tersebut
dinilai masih dalam kondisi wajar karena berada pada rentang 78-92% dan ditopang
dengan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang senantiasa masih tinggi yakni sebesar
29,69% pada triwulan laporan.
| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 66
79.83
29.69
24
25
26
27
28
29
30
31
32
72
74
76
78
80
82
84
86
88
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
% LDR (skala kiri) % CAR (skala kanan)
82.42
2.61
6.2
0
1
2
3
4
5
6
7
72
74
76
78
80
82
84
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
% BOPO (skala kiri) % ROA (skala kanan)
% NPL (skala kanan)
Grafik 4.25. LDR dan CAR BPR Grafik 4.26. BOPO, ROA, NPL BPR
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Namun demikian, rasio NPL perlu mendapatkan perhatian karena sejak tahun 2015
berada pada posisi di atas batas NPL yang aman. Pada triwulan laporan rasio NPL sebesar
6,2% dan menyentuh angka tertinggi selama 3 tahun terakhir. Dengan demikian, ke
depan BPR perlu lebih berhati-hati dalam memperhitungkan risiko calon debitur yang
akan melakukan peminjaman dana.
Peningkatan NPL ditengarai juga berdampak pada efisiensi BPR di triwulan laporan
yang secara umum mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya (BOPO
meningkat dari 81,31% menjadi 82,42%). Hal tersebut berdampak pula pada penurunan
rasio profitabilitas BPR secara industri yang tercermin dari turunnya ROA menjadi 2,61%
dari sebelumnya sebesar 2,86%.
| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 67
Transaksi sistem pembayaran di Provinsi NTT mengalami peningkatan yang
cukup besar seiring dengan adanya peningkatan ekonomi pada triwulan II
2016.
Pertumbuhan tranksaksi pembayaran tunai secara triwulanan (qtq) maupun
tahunan (yoy) mengalami peningkatan yang signifikan dikarenakan oleh
besarnya permintaan uang tunai masyarakat dan pelaku usaha menjelang
hari raya idul Fitri, libur sekolah dan pencairan gaji ke-14
Perkembangan transaksi pembayaran non tunai juga ikut mengalami
peningkatan yang terlihat dari tingginya pertumbuhan SKNBI dan Layanan
Keuangan Digital (LKD)
5.1. KONDISI UMUM
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada triwulan II
2016 menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sistem Pembayaran Tunai mengalami
net-outflow sebesar Rp.945,77 miliar atau tumbuh 117,86% lebih tinggi dibandingkan
dengan tahun lalu pada periode yang sama. Besarnya Net outflow terutama disebabkan
oleh momentum perayaan bulan puasa dan Idul Fitri serta momen tahun ajaran baru
2016 yang membuat konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan.
Sementara itu, uang palsu yang ditemukan pada triwulan ini sebanyak 89
lembar, meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Temuan uang palsu
ini disebabkan oleh meningkatnya pemahaman dan kesadaran perbankan tentang uang
palsu, serta aktifnya sosialisasi ciri-ciri uang rupiah dari Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT kepada masyarakat. Sementara itu, pihak kepolisian juga
berperan aktif dalam membantu mengungkapkan kasus uang palsu tersebut.
Peningkatan pertumbuhan tidak hanya pada transaksi pembayaran tunai, namun
peningkatan yang signifikan juga terjadi pada transaksi pembayaran secara non tunai.
Penggunaan transaksi pembayaran melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) di Provinsi NTT dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan
masing-masing sebesar 86,02% (yoy) dan 261,82% (yoy). Selain itu, pertumbuhan
transaksi pembayaran melalui SKNBI di Provinsi NTT masih tetap berada di atas
pertumbuhan Nasional. Tingginya penggunaan SKNBI sebagai alat transfer dana
| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 68
tersebut terutama disebabkan oleh diberlakukannya peraturan transfer dana yang baru
tentang batasan nominal transaksi penggunaan fasilitas BI-RTGS maupun SKNBI. Hal ini
mengakibatkan kegiatan transfer dana menggunakan SKNBI mengalami peningkatan
signifikan. Sebaliknya, kegiatan BI-RTGS justru mengalami penurunan cukup besar.
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.2. Transaksi Pembayaran Tunai
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan,
diantaranya jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow),
jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan
pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL)
5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)
Pada triwulan II 2016 perkembangan uang tunai di Provinsi NTT
mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh peningkatan outflow atau uang yang
beredar sebesar 81,78% (yoy) atau mencapai Rp.1.683,68 miliar, lebih tinggi dari
triwulan I 2016 yang justru turun sebesar 6,14% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
Sementara itu, aliran inflow atau uang yang disetor di Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT mengalami penurunan, dari Rp.1.832.88 miliar pada triwulan I
2016, menjadi Rp.737,91 miliar. Tingginya uang yang diedarkan (outflow) dibanding
uang yang ditarik (inflow) ini menyebabkan jumlah uang yang beredar di masyarakat
mengalami peningkatan hingga sebesar Rp.945,77 miliar, meningkat 117,86% (yoy)
dibanding tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas
ekonomi yang cukup tinggi di Provinsi NTT terlebih untuk kebutuhan konsumsi
masyarakat dan investasi (realisasi proyek).
-40,00%
-20,00%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
-100,00%
0,00%
100,00%
200,00%
300,00%
400,00%
500,00%
Y-o-Y
Volume Kliring Nominal Kliring
Nominal Cek/BG Kosong Volume Cek/BG Kosong
| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 69
Uang beredar di masyarakat maupun perbankan hingga triwulan II 2016 sejak
tiga tahun terakhir ini terjadi ekspansi sebesar 4,06 triliun rupiah. Hal ini dilihat dari
uang yang masuk (inflow) dan uang yang keluar (outflow) di Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT. Sejak tahun 2013 jumlah uang yang beredar terus mengalami
peningkatan, walupun pada tahun 2014 sempat melambat namun kembali meningkat
di tahun 2015 dan 2016. Selain itu hal ini juga menggambarkan perkembangan
ekonomi yang meningkat pada tahun 2015 dan 2016.
Grafik 5.3 Perkembangan Inflow, Outflow dan
UTLE
Grafik 5.4 Perkembangan Arus Uang Tunai
(Inflow-Outflow)
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di Provinsi NTT
hingga triwulan II 2016 mencapai Rp.517,72 miliar atau meningkat 87,21%
(yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional
pada triwulan II 2016 yaitu sebesar 1,06% semakin meningkat bila dibandingkan
triwulan-triwulan sebelumnya. Peningkatan ini sebagai wujud komitmen Bank Indonesia
untuk menyediakan uang layak edar dimasyarakat, sehingga uang tidak layak edar
(UTLE) atau yang dimusnahkan dari peredaran semakin meningkat. Selain itu, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga melakukan kegiatan dropling. Kegiatan ini
dilakukan sebagai tindak lanjut atas hasil survei ULE yang telah dilakukan. Pada
prakteknya, program dropling akan menyasar pada 3 pelaku ekonomi yang akan
dilakukan penukaran UTLE yaitu pasar, pedagang besar dan perbankan. Dalam
pelaksanaannya, program dropling juga dibarengkan dengan sosialisasi CIKUR agar
dapat menekan peredaran uang palsu di daerah.
Sementara itu, jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
NTT pada triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp.556,95 miliar, atau melambat 33,06%
(yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai
-2.000,00
-1.500,00
-1.000,00
-500,00
0,00
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
3.000,00
Inflow (Rp. Miliar) UTLE Outflow (Rp. Miliar) Net Outflow
-80,00%
0,00%
80,00%
160,00%
0,00
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
3.000,00
Tw1
-12
Tw2
-12
Tw3
-12
Tw4
-12
Tw1
-13
Tw2
-13
Tw3
-13
Tw4
-13
Tw1
-14
Tw2
-14
Tw3
-14
Tw4
-14
Tw1
-15
Tw2
-15
Tw3
-15
Tw4
-15
Tw1
-16
Tw2
-16
Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) yoy inflow yoy outflow
| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 70
Rp.716,63 miliar atau tumbuh 50,22% (yoy). Hal ini diperkirakan karena tingginya
setoran UTLE pada triwulan I 2016, sehingga pada triwulan II 2016 UTLE yang disetor
tidak terlalu banyak. Selain itu, UTLE yang beredar juga mulai berkurang karena
banyaknya ULE pada triwulan IV 2015 dan triwulan II 2016.
Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT
Untuk mendukung kelancaran pengedaran uang serta ketersediaan Uang Layak
Edar (ULE) di daerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT bekerjasama
dengan perbankan di daerah membuka 3 wilayah Kas Titipan, yaitu di Kabupaten Sikka,
Kabupaten Sumba Timur, dan Kabupaten Belu. Kegiatan-kegiatan dalam rangka kas
titipan yang dilakukan diantaranya melakukan droping Uang Layak Edar (ULE) dan
menarik Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari wilayah kas titipan dimana untuk tahun
2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melaksanakan sebanyak 13
kali droping.
Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT secara rutin melakukan
Kas Keliling dalam kota dan luar kota, dimana sampai dengan Juli 2016 telah
dilaksanakan sebanyak 57 kali dan 56% merupakan kas keliling luar kota. Kegiatan kas
keliling khususnya luar kota sangat penting untuk menjaga ketersediaan uang di daerah
terlebih Provinsi NTT merupakan provinsi dengan daerah yang luas dan terdiri dari
banyak pulau.
5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)
Pada triwulan II 2016 temuan uang palsu yang tercatat di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah lembar uang palsu meningkat
dari 25 lembar menjadi 89 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang ditemukan
pada triwulan II 2016 umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-.
Peningkatan uang palsu yang ditemukan menggambarkan bahwa kegiatan pengenalan
ciri-ciri keaslian uang rupiah berdampak positif dan terus diperlukan untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat.
Periode Kota/Kab
Indikator *)Sumba Timor Flores Jumlah Sumba Timor Flores Jumlah
Kas Keliling 2 10 7 19 3 23 12 38
Kas Titipan 2 1 1 4 4 3 2 9
Total 4 11 8 23 7 26 14 47
*) Frekuens iSumber : KPw BI Provins i NTT diolah
TW1 2016 TW2 2016
| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 71
Grafik 5.5. Perkembangan UTLE di Provinsi NTT Grafik 5.6. Perkembangan UPAL di Povinsi NTT
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga terus mengupayakan untuk
mencegah beredarnya uang palsu di Provinsi NTT. Upaya yang telah dilakukan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT untuk mencegah uang palsu adalah dengan
cara melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) kepada masyarakat,
akademisi maupun aparat.
Pada tahun 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah
melakukan sosialisasi sebanyak lima kali, yang diadakan di Kota Kupang, Kabupaten
Sumba Timur, Kabupaten Ngada, dan Kabupaten Manggarai Timur.
5.3. Transaksi Pembayaran Non Tunai
Perkembangan transaksi menggunakan Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) pada triwulan II 2016 dari sisi volume maupun nominal
mengalami peningkatan yang signifikan. Dari sisi volume mengalami peningkatan
sebesar 86,02% (yoy) atau mencapai 75.723 transaksi, sedangkan berdasarkan nominal
mengalami peningkatan sebesar 261,82% (yoy) atau sebesar 3,36 triliun. Tingginya
penggunaan SKNBI sebagai alat pembayaran transfer dana tersebut terutama
disebabkan oleh diberlakukannya BI-RTGS Gen 2. Sejak tanggal 16 November 2015
sampai dengan 30 Juni 2016, nilai nominal transfer dana antar bank peserta sistem BI-
RTGS minimal Rp.500 juta per instruksi setelmen dana. Sementara itu, untuk nilai
nominal transfer dana melalui SKNBI tidak dibatasi. Pada tanggal 1 Juli 2016, minimal
nilai nominal transfer dana menggunakan BI-RTGS turun menjadi Rp.100 juta per
instruksi setelmen dana. Sementara itu, maksimal nilai nominal transfer dana
menggunakan SKNBI dibatasi maksimal Rp. 500 juta per transaksi. Tingginya
peningkatan transaksi kliring juga disebabkan oleh adanya peningkatan aktivitas
ekonomi yang juga dikuatkan oleh indikator sistem pembayaran tunai. Selain itu,
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
1400%
1600%
1800%
2000%
0,00
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
3.000,00
Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) UTLE QtQ UTLE YoY UTLE
-50
50
150
250
350
450
550
650
750
850
950
Tw1-
12
Tw2-
12
Tw3-
12
Tw4-
12
Tw1-
13
Tw2-
13
Tw3-
13
Tw4-
13
Tw1-
14
Tw2-
14
Tw3-
14
Tw4-
14
Tw1-
15
Tw2-
15
Tw3-
15
Tw4-
15
Tw1-
16
Tw2-
16
UPAL
| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 72
pertumbuhan SKNBI di provinsi NTT juga masih berada jauh di atas pertumbuhan SKNBI
secara Nasional.
5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital
Branchless banking atau yang dikenal dengan Layanan keuangan digital
merupakan kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan/atau keuangan terbatas yang
dilakukan tanpa melalui kantor fisik, namun dengan menggunakan sarana teknologi
antara lain mobile based maupun web based dan jasa pihak ketiga (agen), dengan
target layanan masyarakat unbanked dan underbanked. Dikarenakan perbankan tidak
dapat melakukan sendiri secara efisien , dibutuhkan kerjasama dengan pihak lain, yaitu
terutama perusahaan telekomunikasi. Selain itu, tujuan semula yang hanya berupaya
untuk memperluas akses keuangan, kini semakin berkembang menjadi upaya
peningkatan aktivitas ekonomi berbasis teknologi. Dengan mempertimbangkan hal
tersebut, maka branchless banking diperluas menjadi Layanan Keuangan Digital (LKD).
Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT mengalami
perlambatan, namun dari sisi penggunaan tranksaksi LKD oleh masyarakat
mengalami peningkatan yang signifikan. Pada triwulan II 2016, jumlah agen LKD
tumbuh 6,43% (qtq), sedikit melambat dibanding triwulan I 2016 yang mencapai
10,75% (qtq). Namun demikian, pertumbuhan jumlah transaksi menggunakan LKD
meningkat 142% (qtq) atau sebanyak 768.867 transaksi. Hal ini menunjukkan
masyarakat sudah mulai menerima dan menggunakan transaksi digital dalam aktivitas
mereka. Berdasarkan data transaksi terlihat bahwa rata-rata jumlah transaksi agen LKD
di Provinsi NTT yang berjumlah 1.009 agen mencapai 8 transaksi per hari untuk tiap
agennya, meningkat dibandingkan rata-rata transaksi triwulan sebelumnya yang hanya
sebanyak 4 transaksi per agen per hari.
Beberapa kegiatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dalam usaha
meningkatkan jumlah LKD didaerah diantaranya adalah :
a. Melakukan MoU antara Bank Indonesia, perbankan dan instansi daerah terkait
pembayaran gaji (elektronifikasi).
b. Melakukan sosialisasi LKD kepada pemerintah daerah dan universitas serta
pengusaha.
c. Melakukan kerjasama antara perbankan dan universitas untuk pembayaran
beasiswa kepada mahasiswa.
| Bab VI Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 73
73
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
Indikator kesejahteraan dan ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan adanya peningkatan yang terlihat dari penurunan kemiskinan, kenaikan nilai IPM dan peningkatan indikator tenaga kerja SKDU.
Perkembangan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT mengalami penurunan. Penurunan penduduk miskin juga diimbangi oleh ketimpangan pendapatan yang menurun.
Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2015 tercatat sebesar 62,67 atau meningkat dari 62,26 (2014) namun tidak sebesar peningkatan IPM di daerah lain.
Indeks ketenagakerjaan mengalami peningkatanbaik pada triwulan II maupun proyeksi triwulan III 2016.
66..11.. KKoonnddiissii UUmmuumm
Kondisi kesejahteraan masyarakat NTT menunjukkan perbaikan yang
terlihat dari adanya penurunan presentase penduduk miskin. Jumlah penduduk
miskin di Provinsi NTT pada bulan Maret 2016 sebesar 1.149,92 ribu orang atau
menurun sebesar 10.610 orang dibandingkan bulan September 2015 yang sebesar
1.160,53 ribu orang. Hal ini didukung oleh membaiknya kondisi perekonomian yang
didorong peningkatan investasi serta daya beli masyarakat.
Di sisi lain, perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi
NTT pada tahun 2015 mencapai 62,67. IPM NTT cenderung meningkat apabila
dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 62,26. Namun, apabila dibandingkan Provinsi
lain di Indonesia, Provinsi NTT hanya berada pada peringkat ke-32 di atas Provinsi
Papua Barat (61,73) dan Provinsi Papua (57,25). Sementara itu, Angka Partisipasi
Sekolah (APS) di NTT mengalami sedikit peningkatan. APS untuk kelompok umur
7-12 tahun pada tahun 2015 mencapai 98,1% meningkat dibandingkan 2014 yang
sebesar 98%, sementara kelompok umur 13-15 tahun mencapai 94,4%, sedangkan
untuk kelompok 16-18 tahun mencapai 74,3%.
66..22.. PPeerrkkeemmbbaannggaann TTiinnggkkaatt KKeemmiisskkiinnaann
Persentase penduduk miskin NTT masih lebih tinggi dibandingkan
persentase penduduk miskin nasional. Persentase penduduk miskin NTT pada bulan
Maret 2016 sebesar 22,19% dan berada di atas angka nasional yang sebesar 10,86%.
Jumlah penduduk miskin untuk tataran nasional mencapai 28,01 juta orang dengan
| Bab VI Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 74
74
jumlah terbanyak masih berada di pedesaan (17,67 juta orang). Provinsi yang memiliki
presentasi penduduk miskin paling sedikit adalah Provinsi Bangka Belitung (5,22%),
Kalimantan Utara (6,23%) dan Kalimantan Timur (6,11%). Sementara itu Provinsi NTT
masih berada di peringkat ke-3 terbawah, di atas Papua Barat (25,43%) dan Papua
(28,54%).
Dari sisi komposisi, penduduk miskin di NTT yang berada di perkotaan
menunjukkan peningkatan sebesar 15,4% dari 97,06 ribu (Sept 2015) menjadi 112,02
ribu (Maret 2016). Peningkatan ini salah satunya ditengarai terjadi karena migrasi
masyarakat dari pedesaan ke perkotaan dan disertai dengan ketersediaan lapangan
kerja yang masih terbatas di perkotaan. Sementara itu, penduduk miskin di kawasan
pedesaan mengalami penurunan sebesar 2,4% dari 1.063,47 ribu (Sept 2015) menjadi
1.037,9 ribu (Maret 2016). Penurunan diperkirakan didorong pula oleh panen produksi
perkebunan di pedesaan.
Grafik 6.3. Persentase Penduduk Miskin di NTT
Sumber : BPS, diolah
Di sisi lain, adanya kenaikan tingkat harga beberapa komoditas mendorong
peningkatan garis kemiskinan di Provinsi NTT sebesar 5,12% dari Rp 307.224,-/kapita
(Sept 2015) menjadi Rp 322.947,-/kapita (Maret 2016). Peningkatan tertinggi terjadi
pada komoditas bukan makanan sebesar 7,47% dengan komponen terbesar adalah
biaya perumahan. Peningkatan harga kontrak rumah juga menjadi salah satu
Grafik 6.1 Perbandingan Persentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Persentase Penduduk Miskin Tertinggi
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
| Bab VI Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 75
75
penyumbang inflasi tertinggi di bulan Maret. Dari sisi peringkat, nilai garis kemiskinan
Provinsi NTT berada di peringkat ke-8 terendah di atas Jawa Timur, Sulawesi Utara,
Jawa Tengah dan Sulawesi Barat. Peningkatan garis kemiskinan yang diiringi oleh
penurunan jumlah penduduk miskin mengindikasikan adanya perbaikan daya beli
masyarakat di NTT.
Grafik 6.4. Perkembangan Garis Kemiskinan Grafik 6.5. Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada Maret 2016 tercatat sebesar 4,69, sedikit
meningkat dibandingkan September 2015 (4,62) yang mengindikasikan melebarnya rata-
rata pengeluaran penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan dari garis kemiskinan.
Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan (P2) tercatat menurun dari 1,44 (Sept 2015)
menjadi 1,30 (Maret 2016) yang mengindikasikan adanya penurunan ketimpangan
pengeluaran di antara penduduk miskin di NTT.
Grafik 6.6. Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik 6.7. Indeks Keparahan Kemiskinan
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
66..33.. IINNDDEEKKSS PPEEMMBBAANNGGUUNNAANN MMAANNUUSSIIAA ((IIPPMM))
Berdasarkan perhitungan IPM terbaru tahun 2015, Provinsi NTT memiliki angka
IPM 62,67 dan berada di peringkat ke-32 dari 34 Provinsi. Sementara itu berdasarkan
perhitungan dari setiap indikator pembentuk IPM terlihat bahwa komponen
Pengeluaran Riil Per Kapita (PPK) Provinsi NTT sebesar Rp 7.003.000,- (peringkat ke-33
Nasional), Rata-Rata Lama Sekolah (RLS): 6,93 tahun (ke-32), serta Angka Harapan
| Bab VI Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 76
76
Hidup (AHH): 65,96 tahun (ke-29) merupakan komponen yang tergolong rendah di
tingkat nasional. Sementara itu, komponen Harapan Lama Sekolah (HLS): 12,84 tahun
tergolong cukup baik karena berada pada peringkat ke-12 nasional. Berdasarkan
penilaian komponen tersebut, diperlukan adanya pengembangan investasi dan sektor
ekonomi baru sehingga dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat. Selain itu,
diperlukan pula perbaikan terhadap masalah infrastruktur kesehatan dan sanitasi guna
mendorong peningkatan AHH.
Apabila dilihat berdasarkan Kabupaten/Kota, angka IPM tertinggi di Provinsi NTT
ada pada Kota Kupang (77,95) sementara yang terendah adalah Kab. Sabu Raijua
(53,28). Dari 22 Kab/Kota di Provinsi NTT, hanya kota Kupang yang memiliki IPM >70,
sementara 2 Kabupaten pada rentang 65-70, 10 Kabupaten 60-65, serta 9 Kabupaten
≤60. Dari sisi indikator pembentuk IPM, indikator Angka Harapan Hidup (68,34),
Harapan Lama Sekolah (15,75), Rata-Rata Lama Sekolah (11,43) dan Pengeluaran Rill
Per Kapita (Rp 12,88 juta) Kota Kupang menjadi yang tertinggi di NTT. Sementara itu,
Kab. Sabu Raijua memiliki Angka Harapan Hidup Terendah (58,38) dan Pendapatan Rill
Per Kapita (Rp 4,78 juta) terendah, Kab. Manggarai Timur: Angka Harapan Lama
Sekolah terendah (10,3), serta Kab. Sumba Tengah: Rata-Rata Lama Sekolah terendah
(5,12).
Grafik 6.8. IPM Provinsi di Indonesia (2015) Gambar 6.1. IPM Kabupaten/Kota di NTT (2015)
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
66..44.. AANNGGKKAA PPAARRTTIISSIIPPAASSII SSEEKKOOLLAAHH ((AAPPSS))
Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan proporsi dari semua anak yang
masih sekolah pada satu kelompok umur tertentu terhadap penduduk dengan
kelompok umur yang sesuai. Perkembangan APS Provinsi NTT menunjukkan angka
yang cukup tinggi pada tahun 2015. Jumlah penduduk sekolah untuk usia 7-12 tahun
mencapai 98,13%, usia 13-15 tahun (94,39%) dan usia 16-18 tahun (74,25%).
Namun, proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang bersekolah
| Bab VI Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 77
77
tepat pada tingkat kelompok umurnya atau Angka Partisipasi Murni (APM) masih
menunjukkan proporsi yang cukup rendah untuk tingkat >SMP. Tercatat partisipasi
sekolah untuk tingkat SMP hanya sebesar 66,32 sementara untuk tingkat SMA (52,51).
Hal yang berbeda terjadi pada tingkat SD yang tercatat sudah cukup baik sebesar
94,95%.
Masih rendahnya angka APS dan APM tersebut menunjukkan bahwa kesadaran
penduduk NTT untuk menempuh pendidikan yang sesuai dengan kelompok umurnya
masih tergolong rendah. Hal ini dimungkinkan karena kecenderungan pemuda untuk
bekerja terlebih dahulu, terutama di sektor pertanian, selain kemampuan ekonomi
keluarga yang tidak mencukupi. Namun, kesadaran tersebut mulai muncul seiring
adanya kebutuhan untuk peningkatan kemampuan diri seiring perkembangan umur.
Grafik 6.9. Angka Partisipasi Sekolah Grafik 6.10. Angka Partisipasi Murni
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
66..55.. KKoonnddiissii TTeennaaggaa KKeerrjjaa SSeekkttoorr IInndduussttrrii MMaannuuffaakkttuurr BBeessaarr ddaann
SSeeddaanngg
Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT
Triwulan I-2016, diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh industri
barang galian bukan logam (35,95%) dan diikuti oleh industri makanan (28,09%).
Sementara itu, tingginya porsi tenaga kerja industri barang galian bukan logam juga diikuti
oleh tingkat produktivitas yang tertinggi sebesar Rp 29,81 juta/tenaga kerja, walaupun
mengalami penurunan dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar Rp 31,29 juta/tenaga
kerja. Secara umum, pada triwulan II-2016 terjadi penurunan pada industri barang galian
bukan logam, furnitur dan industri minuman, sementara industri makanan mengalami
peningkatan.
| Bab VI Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 78
78
66..66.. HHaassiill SSuurrvveeii KKeeggiiaattaann DDuunniiaa UUssaahhaa ((SSKKDDUU))
Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan
menunjukkan peningkatan pada triwulan II-2016. Hal ini menunjukkan adanya
peningkatan dalam penggunaan tenaga kerja di Provinsi NTT, terutama pertanian,
perdagangan, hotel dan restoran, serta pengangkutan dan komunikasi. Sementara itu,
untuk periode triwulan III 2016, penyerapan tenaga kerja diperkirakan kembali
meningkat yang terlihat dari peningkatan indeks proyeksi penggunaan tenaga kerja
yang diperkirakan terutama berada pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.
Grafik 6.11. Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar
Grafik 6.12. Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Grafik 6.13. Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Boks 4. | Hari Keluarga Nasional ke-23 di NTT 79
-
Pada tanggal 27 30 Juli 2016, Kota Kupang menjadi tuan rumah
hari keluarga nasional (Harganas) ke-23. Acara puncak yang diikuti secara
langsung oleh presiden ini dihadiri oleh sekitar 12-15 ribu orang, dan
menjadi salah satu acara terbesar nasional di NTT dalam satu tahun terakhir,
bersama dengan hari kesetiakawanan sosial nasional (HKSN) dan natal
nasional bersama di akhir tahun 2015. Untuk mengantisipasi banyaknya peserta
yang datang, panitia sudah mempersiapkan segala informasi terkait akomodasi selama di
Kupang, meliputi peta Kota Kupang, Lokasi Kegiatan, jadwal penerbangan, hotel dan
penginapan, info pariwisata, kuliner, souvenir, jadwal acara, rental kendaraan hingga peta dan
jadwal kegiatan selama acara berlangsung.
Pelaksanaan acara tersebut juga patut diapresiasi karena walaupun mendatangkan
sekian banyak peserta dari berbagai macam daerah, inflasi Kota Kupang relatif cukup terkendali
bahkan tercatat deflasi 0,35% (mtm) dan menjadi satu dari dua provinsi di Indonesia yang bisa
mencapai deflasi pada bulan Juli 2016. Hal ini jauh berbeda dengan kondisi perayaan HKSN dan
natal bersama yang berdampak terhadap kenaikan inflasi hingga 2,67% (mtm) di bulan
Desember 2016 karena adanya kekurangan pasokan pada komoditas bahan makanan seperti
daging ayam, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Pelaksanaan Harganas saat ini juga
didukung oleh kondisi cuaca yang cukup bersahabat sehingga tidak terdapat permasalahan
berarti dengan kondisi pasokan bahan makanan. Permasalahan yang cukup berarti hanya
didapatkan pada kapasitas angkut pesawat dan kebutuhan kamar yang dirasa kurang
mencukupi.
Gambar Boks 4.1. Kapasitas Angkutan Udara
dan Penginapan di Kota Kupang Gambar Boks 4.2. Kapasitas Rumah Makan dan
Taksi di Kota Kupang
Sumber : DJPK Kemenkeu RI, Biro Keuangan NTT, diolah Sumber : DJPK Kemenkeu RI, diolah
Berdasarkan perhitungan, total kapasitas angkut pesawat dari bandara El Tari Kupang
ke Surabaya, Jakarta dan Denpasar sekitar 2.600 orang per hari, sehingga untuk mengangkut
peserta masuk dan keluar Kota Kupang dibutuhkan beberapa hari hingga semua peserta dapat
kembali ke daerah masing-masing. Berdasarkan hasil pencarian, tiket pesawat sudah habis
seminggu sebelum dan setelah acara sehingga menyulitkan peserta yang akan mengikuti dan
kembali ke daerah asal. Total kamar yang tersedia di Kota Kupang untuk hotel dan homestay
lebih kurang hanya sebanyak 3.300 kamar sehingga banyak peserta yang harus mencari tempat
kos atau menumpang rumah warga untuk dapat mengikuti acara. Total rumah makan yang ada
dirasa sudah mencukupi dengan rasio per rumah makan melayani 20 pembeli per hari. Armada
taksi juga relatif memadai dengan 60 taksi argo, 79 jasa rental mobil yang masing-masing
Boks 4. | Hari Keluarga Nasional ke-23 di NTT 80
memiliki beberapa buah mobil belum termasuk taksi bandara yang armadanya juga mencapai
puluhan.
Adanya kekurangan angkutan udara tersebut sekiranya dapat diberlakukan kebijakan
khusus untuk NTT terlebih terkait penambahan frekuensi pesawat. Terbatasnya armada
pesawat yang melayani penerbangan ke Kupang tersebut menyebabkan angkutan udara
menjadi penyumbang inflasi utama di bulan Juli 2016. Adanya penambahan angkutan udara
diharapkan dapat menekan potensi inflasi yang terjadi. Kekurangan penginapan sebenarnya
sudah dapat diatasi oleh peserta dan panitia yang membantu mencarikan kos ke rumah warga.
Penekanan perbaikan ke depan lebih kepada prioritas penggunaan hotel untuk tamu prioritas
seperti kepala daerah atau pejabat pemerintah yang diundang. Secara keseluruhan, acara
berhasil diselenggarakan dengan baik dan dengan tetap menjaga kecukupan pasokan bahan
pangan yang ada, sehingga inflasi dapat terkendali. Semoga pelaksanaan acara tersebut dapat
menjadi contoh pelaksanaan acara serupa ke depannya.
| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 81
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan meningkat dan
berada pada rentang 5,2-5,6% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016
diperkirakan masih sesuai proyeksi sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy). Di sisi
lain, inflasi hingga akhir tahun diperkirakan berada pada kisaran 3,5-4,0%
(yoy).
Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan-IV diperkirakan didorong
oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun
2016 diperkirakan didorong oleh konsumsi pemerintah dan investasi.
Dari sisi inflasi, adanya pencapaian deflasi pada beberapa periode bulan di
Provinsi NTT menyebabkan proyeksi inflasi NTT pada akhir tahun
diperkirakan berada pada rentang 3,5-4,0% (yoy).
7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2016
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan mengalami
sedikit peningkatan pada rentang 5,2-5,6% (yoy) yang disebabkan oleh dorongan
sektor Administrasi Pemerintahan seiring dengan peningkatan realisasi belanja di akhir
tahun serta peningkatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran seiring dorongan
belanja masyarakat memasuki momen libur keagamaan di akhir tahun.
Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2016
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 82
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 diperkirakan masih
berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy). Peningkatan terjadi terutama disebabkan oleh
peningkatan realisasi belanja pemerintah di banding tahun sebelumnya. Dana desa
diharapkan juga dapat terealisasi cukup besar dari total anggaran yang mencapai Rp
1,85 triliun. Selain itu, adanya gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil dan
peningkatan produksi komoditas pertanian dan perkebunan diharapkan dapat
mendorong kenaikan konsumsi masyarakat hingga akhir tahun. Dorongan juga berasal
dari berbagai kegiatan proyek-proyek seperti bendungan (Raknamo dan Rotiklot) serta
berbagai kegiatan proyek lainnya, seperti pengembangan irigasi, jalan, Pos Lintas Batas
Negara dan berbagai sarana perhubungan (dermaga dan bandara) dan juga dorongan
dari investasi swasta di berbagai sektor, terutama sektor pariwisata dan industri
pengolahan.
Grafik 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga pada triwulan
IV diperkirakan meningkat yang terindikasi dari Survei Konsumen. Peningkatan
terlihat dari berbagai indikator indeks, diantaranya Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yang
akan datang, ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang serta kondisi
ekonomi Indonesia 6 bulan yang akan datang yang menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa akan terjadi kenaikan belanja
rumah tangga masyarakat pada akhir tahun 2016.
Kinerja investasi diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan-IV.
Peningkatan kinerja diperkirakan berasal dari tingginya realisasi investasi pemerintah.
| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 83
Dengan realisasi investasi yang masih 13,9%, penyerapan investasi diperkirakan akan
kembali meningkat signifikan di triwulan IV 2016.
Grafik 7.3. Survei Konsumen
Sumber :Bank Indonesia, diolah Kinerja net impor antar daerah dan ekspor luar negeri NTT pada triwulan
IV diperkirakan juga akan meningkat. Peningkatan impor antar daerah disebabkan
oleh tingginya kebutuhan masyarakat akan bahan pangan dari daerah lain, terutama
dalam rangka memenuhi kebutuhan perayaan natal serta kebutuhan pembangunan
proyek di akhir tahun. Sementara itu, ekspor ke luar NTT juga diperkirakan meningkat
karena pengiriman kendaraan, suku cadang dan semen ke Timor Leste dan ekspor
komoditas perikanan terutama ikan tongkol/tuna.
7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral
Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-IV 2016
diperkirakan mengalami peningkatan. Peningkatan pada sektor pertanian terutama
berasal dari tibanya masa panen holtikultura, padi dan perkebunan rakyat. Adanya
perbaikan sarana irigasi di berbagai tempat diharapkan dapat menunjang peningkatan
produksi pertanian di NTT. La Nina yang terjadi juga memungkinkan bagi petani untuk
melakukan penanaman di luar musim. Sementara itu, adanya kapal ternak dapat pula
menunjang stabilnya pengiriman ternak dari NTT. Di sisi lain, karena faktor musiman,
sektor perikanan diperkirakan akan melambat karena cuaca dan gelombang yang
kurang baik di akhir tahun.
Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan pada triwulan-IV lebih
disebabkan oleh adanya program penghematan belanja karena potensi tidak
terealisasinya target pajak. Selain itu, realisasi anggaran pemerintah yang terealisasi
lebih cepat juga membuat realisasi di triwulan IV tidak setinggi tahun
| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 84
sebelumnya.namun diperkirakan masih terjadi karena pola realisasi anggaran
pemerintah yang biasanya meningkat cukup tinggi di akhir tahun. Selain itu, potensi
keterlambatan pencairan dana desa juga menjadi penyumbang pertumbuhan triwulan
IV-2016.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
diperkirakan mengalami pelambatan pada Triwulan-IV. Perlambatan juga
didorong oleh tingginya pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2015. Namun,
pertumbuhan pada triwulan IV-2016 diperkirakan masih cukup tinggi dengan dorongan
dari kegiatan masyarakat memasuki liburan sekolah dan keagamaan. Selain itu,
pendapatan masyarakat paska panen yang meningkat serta adanya kegiatan proyek-
proyek pemerintah yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru diperkirakan dapat
menopang pertumbuhan sektor ini.
Sektor konstruksi diperkirakan mengalami peningkatan di triwulan-IV.
Peningkatan diperkirakan disebabkan oleh realisasi penyelesaian proyek-proyek
multiyears dan tahun tunggal di NTT, seperti bendungan (raknamo dan rotiklot),
jembatan petuk, jalan sabuk perbatasan (81 KM), kantor Gubernur NTT serta Pos Lintas
Batas Negara.
7.2 Inflasi
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2016 diperkirakan
berada pada kisaran 3,5-4% (yoy). Rendahnya inflasi pada akhir tahun 2016
didorong oleh pencapaian deflasi pada beberapa periode bulan di tahun 2016,
diantaranya bulan Februari, Maret dan Juli. Selain itu, di sisa tahun 2016 diperkirakan
masih terdapat potensi adanya pencapaian satu kali deflasi. Dari sisi komoditas, Inflasi
yang cukup rendah ditopang oleh stabilnya harga bahan makanan secara umum.
Fluktuasi harga yang cukup tinggi hanya terjadi di beberapa komoditas utama seperti
daging ayam ras, ikan segar, telur ayam ras dan sawi putih. Sementara itu, komoditas
yang memiliki fluktuasi cukup tinggi sebagai pendorong inflasi adalah tarif angkutan
udara seiring adanya beberapa momen bersifat nasional yang diadakan di tahun 2016,
seperti Hari Keluarga Nasional, Alor Expo dan Tour de Flores. Guna menjaga agar
proyeksi pencapaian inflasi hingga akhir tahun dapat tercapai, peningkatan koordinasi
dalam lingkup Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT perlu untuk tetap
terus dilakukan. Beberapa program TPID seperti pemantauan harga secara berkala,
operasi pasar dan pengawasan terhadap ketersediaan stok maupun langkah aksi terkait
| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 85
penyediaan stok bahan makanan perlu dilakukan. Dengan adanya pola siklikal inflasi
NTT akan cukup tinggi pada periode November dan Desember, maka ketersediaan stok
pada momen liburan sekolah, liburan keagamaan dan peningkatan kegiatan
pemerintah dari segi pembangunan proyek di akhir tahun harus tetap dijaga.
Grafik 7.4. Prediksi Inflasi Akhir Tahun 2016
Sumber: BPS & Bank Indonesia, diolah