kajian ekonomi dan keuangan regional · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi...

144
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur “Menyongsong Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Berkualitas” Februari 2017 Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur

Upload: truonghuong

Post on 08-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur

“Menyongsong Pembangunan di Provinsi Nusa

Tenggara Timur yang Berkualitas”

Februari 2017

Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur

Page 2: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi

KPW BI Provinsi NTT

Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT

[0380] 832-364/827-916 ; fax : [0380] 822-103

www.bi.go.id

Page 3: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

ii

Kata Pengantar

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam

memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara

triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap

perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia

dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini

dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal

stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder lainnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini

mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan

Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian

Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal

dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh

karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi

dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik,

dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang

telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.

Kupang, Februari 2017

Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor Sinaga

Deputi Direktur

Page 4: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

iii

Daftar Isi

Halaman Judul ------------------------------------------------------------------------------------------- i

Kata Pengantar ------------------------------------------------------------------------------------------ ii

Daftar Isi --------------------------------------------------------------------------------------------------- iii

Daftar Grafik --------------------------------------------------------------------------------------------- vi

Daftar Tabel ---------------------------------------------------------------------------------------------- x

Daftar Gambar ------------------------------------------------------------------------------------------ xi

Ringkasan Umum ---------------------------------------------------------------------------------------- xii

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur ------------------------------ xvi

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1 Kondisi Umum ----------------------------------------------------------------------------- 1

1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Tahun 2016 ------------------------- 1

1.1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV 2016 ------------------- 2

1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan ------------------------------------------- 4

1.2.1. Konsumsi --------------------------------------------------------------------------- 4

1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi --------------------------------- 9

1.2.3. Ekspor dan Impor ----------------------------------------------------------------- 12

1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah -------------------------------------- 12

1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri ---------------------------------------- 13

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral ------------------------------------------------- 14

1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan --------------------------------- 15

1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial --- 18

1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor ---- 20

1.3.4. Sektor Konstruksi ----------------------------------------------------------------- 22

1.3.5. Sektor-Sektor Lainnya ------------------------------------------------------------ 23

BOKS 1. Karakter Ekonomi Provinsi NTT dan Kontribusi Terhadap

Perekonomian Indonesia --------------------------------------------------------- 28

BOKS 2. Kajian Growth Diagnostic Provinsi NTT --------------------------------------- 32

BOKS 3. Distribusi Bahan Bakar Minyak di Provinsi NTT ------------------------------ 35

BOKS 4. Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di Provinsi NTT ---------- 38

BAB II KEUANGAN DAERAH

2.1 Kondisi Umum ---------------------------------------------------------------------------- 43

2.2 Pendapatan Daerah ---------------------------------------------------------------------- 44

2.3 Belanja Daerah --------------------------------------------------------------------------- 46

2.3.1. Belanja APBN -------------------------------------------------------------------- 48

2.3.2. Belanja Pemerintah provinsi NTT ---------------------------------------------- 49

2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota ---------------------------------------- 50

2.4 Dana Pemerintah di Perbankan ------------------------------------------------------ 52

BAB III PERKEMBANGAN INFLASI

3.1. Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 55

3.1.1. Inflasi Bulanan -------------------------------------------------------------------- 58

3.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas ------------------------------------------------------- 60

Page 5: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

iv

3.2.1. Bahan Makanan ------------------------------------------------------------------ 61

3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan ----------------------------- 62

3.2.3. Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau ----------------------------------- 63

3.2.4. Komoditas Lainnya --------------------------------------------------------------- 64

3.3. Disagregasi Inflasi NTT ----------------------------------------------------------------- 65

3.3.1 Volatile foods ---------------------------------------------------------------------- 65

3.3.2 Administered prices --------------------------------------------------------------- 66

3.3.3 Inflasi Inti (Core) ------------------------------------------------------------------- 66

3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota --------------------------------------------------------- 67

3.4.1 Inflasi Kota Kupang --------------------------------------------------------------- 67

3.4.2 Inflasi Kota Maumere ------------------------------------------------------------ 69

3.5. Proyeksi Inflasi Provinsi NTT Triwulan I-2017 -------------------------------------- 70

3.6. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID -------------------------------------------- 72

BOKS 5. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi NTT dalam 6 Tahun Terakhir -- 75

BOKS 6. Pola Perdagangan Antar Wilayah di Provinsi NTT --------------------------- 78

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH

4.1. Kondisi Umum ------------------------------------------------------------------------- 83

4.2. Asesmen Kebutuhan Rumah Tangga --------------------------------------------- 84

4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga -------------- 84

4.2.2. Eksposur Rumah Tangga di Perbankan ----------------------------------- 86

4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM ------------------------------------ 89

4.3.1. Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha ---------------------------------------- 89

4.3.2. Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM -------------------------------- 90

4.3.3. Perkembangan Risiko Kredit UMKM --------------------------------------- 92

4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi------------------------------------------------------ 93

4.4.1. Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi ------------------------------ 93

4.5. Asesmen Perbankan ------------------------------------------------------------------- 95

4.5.1. Kinerja Bank Umum ----------------------------------------------------------- 95

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat --------------------------------------------- 96

BOKS 7. Penyusunan Regional Finance Accounts Provinsi NTT --------------------- 98

BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

5.1. Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 103

5.2. Transaksi Pembayaran Tunai --------------------------------------------------------- 104

5.2.1. Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow) ----- 104

5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) -------------------------- 105

5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL) ----------------------------------------- 107

5.2.4. Penerbitan Uang NKRI Tahun Emisi 2016 -------------------------------- 107

5.3. Transaksi Pembayaran Non Tunai -------------------------------------------------- 108

5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital --------------------------------------- 109

BAB VI KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN

6.1 Kondisi Umum ---------------------------------------------------------------------------- 111

6.2. Kondisi Kesejahteraan ------------------------------------------------------------------ 111

6.2.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan ---------------------------------------- 111

6.2.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani ------------------------------------------- 115

6.2.3 Survei Konsumen (SK) dan Indeks Tendensi Kosumen (ITK) ----------- 116

6.3. Kondisi Ketenagakerjaan -------------------------------------------------------------- 116

6.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan Secara Umum ----------------------------------- 116

6.3.2 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Manufaktur Besar & Sedang ------------ 117

Page 6: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

v

6.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) -------------------------------- 118 ---------------------------------------------------------------------------------------------

BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT ------------------------------------------------- 119

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II 2017 ---------------------------- 119

7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan ------------------------------------ 120

7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral ----------------------------------------- 121

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017 --------------------------------- 122

7.2 Inflasi ---------------------------------------------------------------------------------------- 123

7.2.1 Inflasi Triwulan-II Tahun 2017 ----------------------------------------------- 123

7.2.2 Inflasi Tahun 2017 -------------------------------------------------------------- 124

BOKS 8. Perhitungan Potensi Inflasi 2017 ----------------------------------------------- 125

Page 7: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

vi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi

NTT dibandingkan Nasional ------------------------------------------------ 2

Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Tahunan Beberapa Provinsi

di Indonesia------ -------------------------------------------------------------- 2

Grafik 1.3 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT dibanding

Nasional Triwulanan (%yoy) ----------------------------------------------- 3

Grafik 1.4 PDRB & Pertumbuhan PDRB Triwulanan NTT, Bali dan

Nasional (% yoy) -------------------------------------------------------------- 3

Grafik 1.5 Survei Konsumen---- --------------------------------------------------------- 6

Grafik 1.6 Survei Penjualan Eceran ----------------------------------------------------- 6

Grafik 1.7 Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------------------ 7

Grafik 1.8 Indeks Kegiatan Dunia Usaha ---------------------------------------------- 7

Grafik 1.9 Perkembangan Konsumsi BBM -------------------------------------------- 7

Grafik 1.10 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga ---------------------- 7

Grafik 1.11 Penyaluran Kredit Konsumsi ----------------------------------------------- 7

Grafik 1.12 Perkembangan Survei Konsumen ----------------------------------------- 9

Grafik 1.13 Perkembangan Survei Penjualan Eceran --------------------------------- 9

Grafik 1.14 Proyeksi Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------- 9

Grafik 1.15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi NTT --------------------- 11

Grafik 1.16 Realisasi Konsumsi Semen di Provinsi NTT ------------------------------ 11

Grafik 1.17 Perkembangan Peti Kemas ------------------------------------------------- 13

Grafik 1.18 Aktivitas Bongkar Muat ----------------------------------------------------- 13

Grafik 1.19 Perkembangan Ekspor dan Impor ----------------------------------------- 14

Grafik 1.20 Negara Tujuan Ekspor ------------------------------------------------------- 14

Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Tukar Petani ----------------------------------------- 17

Grafik 1.22 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau ------------------------ 17

Grafik 1.23 Perkembangan Kredit Pertanian ------------------------------------------- 17

Grafik 1.24 Perkembangan SKDU Pertanian ------------------------------------------- 17

Grafik 1.25 Proyeksi SKDU Pertanian ---------------------------------------------------- 18

Grafik 1.26 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Tahun 2016 ----------------- 19

Grafik 1.27 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Triwulan IV-2016 ----------- 19

Grafik 1.28 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan ----------------- 19

Grafik 1.29 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan ----------------------------- 21

Grafik 1.30 Perkembangan Survei Konsumen ---------------------------------------- 21

Grafik 1.31 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan ---------------------------- 21

Grafik 1.32 Proyeksi SKDU Perdagangan ---------------------------------------------- 22

Grafik 1.33 Perkembangan Tamu Hotel ----------------------------------------------- 24

Grafik 1.34 Perkembangan Penumpang Bandara ------------------------------------ 24

Grafik 1.35 Perkembangan NTB Perbankan -------------------------------------------- 25

Grafik Boks 1.1. Rangking PDRB dan Jumlah Penduduk 34 Provinsi Indonesia 28

Grafik Boks 1.2. Rangking PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi

34 Provinsi di Indonesia ------------------------------------------------ 28

Grafik Boks 1.3. Struktur Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Sektoral ---------- 29

Grafik Boks 1.4. Struktur Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Penggunaan ----- 29

Grafik Boks 1.5. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sektoral di Provinsi NTT --------- 30

Grafik Boks 1.6. Andil Pertumbuhan Ekonomi Penggunaan di Provinsi NTT --- 30

Grafik Boks 1.7. Rangking PDRB dan Jumlah Penduduk 22 Kab/Kota di NTT -- 30

Page 8: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

vii

Grafik Boks 1.8. Rangking PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi 22 Kab/

Kota di NTT -------------------------------------------------------------- 30

Grafik Boks 2.1. Kondisi Pendidikan Angkatan Kerja -------------------------------- 33

Grafik Boks 2.2. Angka Partisipasi Sekolah Provinsi NTT ---------------------------- 33

Grafik Boks 3.1. Penyaluran BBM di Provinsi NTT ------------------------------------- 35

Grafik Boks 3.2. Pangsa Penyaluran BBM di Provinsi NTT --------------------------- 35

Grafik Boks 3.3. Rasio Penyaluran BBM dengan PDRB Sektor Transportasi

dan Komunikasi -------------------------------------------------------- 37

Grafik Boks 3.4. Rasio Penggunaan BBM Berdasarkan Rumah Tangga dan

Kendaraan ---------------------------------------------------------------- 37

Grafik Boks 4.1. Arus Barang Berdasarkan Perdagangan dan Distribusi

di Pelabuhan Tenau ---------------------------------------------------- 40

Grafik Boks 4.2. Arus Barang Berdasarkan Perdagangan dan Distribusi

di Pelabuhan NTT ------------------------------------------------------- 40

Grafik Boks 4.3. Kapasitas Muatan Sapi Per Tahun ---------------------------------- 41

Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi,

dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT -------------------------------------- 43

Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN ------------------------------ 44

Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/Kab-Kota ------ 44

Grafik 2.4 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota dan

Komponennya Triwulan-IV 2016 ------------------------------------------- 45

Grafik 2.5 Pangsa Belanja Kabupaten/ Kota ------------------------------------------ 46

Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah ---------------------------------- 47

Grafik 2.7 Perkembangan Realisasi Belanja Modal ----------------------------------- 47

Grafik 2.8 Pertumbuhan Realisasi Belanja (% yoy) ----------------------------------- 47

Grafik 2.9 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota di NTT ---- 48

Grafik 2.10 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD -- 49

Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi,

dan Kab/Kota di NTT --------------------------------------------------------- 51

Grafik 2.11 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT --------------------- 52

Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional 2001-2016 ---------------- 56

Grafik 3.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Sepanjang 2016 di NTT ----- 56

Grafik 3.3 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Secara Triwulanan ------- 57

Grafik 3.4 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia ----------------------------- 60

Grafik 3.5 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara -------------- 60

Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara

Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ----------------------------------------- 61

Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub

Kelompok Komoditas ---------------------------------------------------------- 61

Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi

dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ------ 63

Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi

dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas -------------------- 63

Grafik 3.10 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi,Minuman dan

Tembakau secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ---------------- 64

Grafik 3.11 Inflasi Kelompok Komoditas Komoditas Makanan Jadi,Minuman

Dan Tembakau per Sub Kelompok Komoditas ------------------------- 64

Grafik 3.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan

Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------------------------------- 65

Grafik 3.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan --------------- 67

Grafik 3.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang --------------------------------------------- 68

Page 9: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

viii

Grafik 3.15 Inflasi Tahunan Kota Maumere ------------------------------------------- 70

Grafik Boks 5.1. Korelasi Pergerakan Gabungan 10 Komoditas Utama

Penyumbang Inflasi dan Deflasi di Kota Kupang 6 tahun

Terakhir dengan Inflasi Kota Kupang ------------------------------ 75

Grafik Boks 5.2. Korelasi Pergerakan Gabungan 10 Komoditas Utama

Penyumbang Inflasi dan Deflasi di Kota Maumere 6 tahun

Terakhir dengan Inflasi Kota Maumere ---------------------------- 75

Grafik Boks 5.3. Pola Pergerakan Inflasi 19 Komoditas Utama Penyumbang

Inflasi di Kota Kupang 6 Tahun Terakhir -------------------------- 76

Grafik Boks 5.4. Pola Pergerakan Inflasi 25 Komoditas Utama Penyumbang

Inflasi di Kota Maumere 6 Tahun Terakhir ------------------------ 76

Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat ------------------------------- 84

Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK ---------------------------------------------------------------- 84

Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas --------------- 85

Grafik 4.4 Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan ---- 85

Grafik 4.5 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga ----------------- 86

Grafik 4.6 Pertumbuhan DPK ------------------------------------------------------------- 86

Grafik 4.7 Preferensi DPK Rumah Tangga ---------------------------------------------- 87

Grafik 4.8 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga ----------------------------------------- 87

Grafik 4.9 Kredit Konsumsi Rumah Tangga -------------------------------------------- 88

Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga ------------------------------------- 88

Grafik 4.11 Perkembangan Dunia Usaha ----------------------------------------------- 90

Grafik 4.12 Kondisi Keuangan ------------------------------------------------------------ 90

Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit UMKM ----------------------------------------------- 91

Grafik 4.14 NPL UMKM -------------------------------------------------------------------- 91

Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha --------------- 91

Grafik 4.16 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi------------------------ 92

Grafik 4.17 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha ------------------------------------ 93

Grafik 4.18 NPL UMKM 3 Sektor --------------------------------------------------------- 93

Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi -------------------------------- 94

Grafik 4.20 NPL Kredit Sektor Korporasi ------------------------------------------------ 94

Grafik 4.21 NPL Kredit 4 Sektor Korporasi --------------------------------------------- 94

Grafik 4.22 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy) -------------------------------- 95

Grafik 4.23 Perkembangan LDR ---------------------------------------------------------- 95

Grafik 4.24 BOPO dan ROA Bank Umum ----------------------------------------------- 96

Grafik 4.25 LDR dan CAR BPR ------------------------------------------------------------ 97

Grafik 4.26 BOPO, ROA, NPL BPR -------------------------------------------------------- 97

Grafik 5.1 Perkembangan Inflow/Outflow di Provinsi NTT -------------------------- 103

Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai --------------------------------------------- 104

Grafik 5.3 Perkembangan Transaksi Kliring -------------------------------------------- 104

Grafik 5.4 Share Setoran Bank 2016 ---------------------------------------------------- 105

Grafik 5.5 Share Bayaran Bank 2016 ---------------------------------------------------- 105

Grafik 5.6 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE -------------------------------- 106

Grafik 5.7 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT --------------------------------------- 106

Grafik 5.8 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT -------------------------------------- 107

Grafik 5.9 5 Daerah Terbesar Tujuan SKNBI NTT ------------------------------------- 109

Grafik 5.10 5 Daerah Terbesar Asal SKNBI NTT --------------------------------------- 109

Grafik 6.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional --- 112

Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin

Tertinggi -------------------------------------------------------------------------- 112

Page 10: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

ix

Grafik 6.3 Prosentase Penduduk Miskin di NTT --------------------------------------- 113

Grafik 6.4 Gini Ratio Nasional dan NTT ------------------------------------------------- 113

Grafik 6.5 Perkembangan Garis Kemiskinan ------------------------------------------- 113

Grafik 6.6 Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan -------------------------- 113

Grafik 6.7 Indeks Kedalaman Kemiskinan ---------------------------------------------- 114

Grafik 6.8 Indeks Keparahan Kemiskinan ---------------------------------------------- 114

Grafik 6.9 Perkembangan Nilai Tukar Petani ------------------------------------------- 115

Grafik 6.10 Perkembangan Nilai Tukar Petani Per Sektor --------------------------- 115

Grafik 6.11 Perkembangan Survei Konsumen-BI dan Indeks Tendensi

Konsumen BPS ---------------------------------------------------------------- 116

Grafik 6.12 Perkembangan Tenaga Kerja di NTT ------------------------------------- 117

Grafik 6.13 Perkembangan Status Pekerja --------------------------------------------- 117

Grafik 6.14 Porsentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur

Besar dan Sedang ------------------------------------------------------------ 117

Grafik 6.15 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan

Sedang -------------------------------------------------------------------------- 117

Grafik 6.16 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU ----------------------------- 118

Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-II 2017 --------------- 120

Grafik 7.2 Survei Konsumen -------------------------------------------------------------- 121

Grafik 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017 ---------------------- 123

Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Tw II 2017 dan 2017 --------------------------------------- 124

Page 11: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran 2016 -------------------- 4

Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT 2016 ----- 6

Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT 2016 ---------- 8

Tabel 1.4 PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT 2016 ------------------ 11

Tabel 1.5 Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT Tahun 2016 --------------- 11

Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi 2016 ---------------- 15

Tabel 1.7 Perkembangan Pengiriman Sapi -------------------------------------------- 17

Tabel Boks 2.1 Matriks Hambatan Utama Perekonomian di Provinsi NTT ------- 32

Tabel Boks 2.2 Matriks Dampak Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan

Tenaga Kerja -------------------------------------------------------------- 34

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota

di Provinsi NTT ------------------------------------------------------------------ 48

Tabel 2.2. Komposisi DPK Pemerintah di NTT ---------------------------------------- 52

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah

Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT ------------------- 53

Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT 57

Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT ---- 59

Tabel 3.3 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT -- 59

Tabel 3.4 Inflasi di NTT Berdasarkan Kelompok Komoditas ----------------------- 61

Tabel 3.5 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas ---------- 68

Tabel 3.6 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas -------- 70

Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT ----------------------- 89

Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT ------------------ 95

Tabel Boks 7.1 Regional Financial Accounts ------------------------------------------- 100

Tabel Boks 7.2 Aliran Perpindahan Aset & Kewajiban Antar Pelaku Ekonomi - 101

Tabel 5.1 Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT --------------------------- 106

Tabel Boks 8.1 Perhitungan Potensi Inflasi di Kota Kupang dan Kota

Maumere Menggunakan Pendekatan Komoditas Utama

Penyumbang Inflasi Daerah -------------------------------------------- 126

Page 12: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Boks 3.1 Peta Distribusi BBM Per Kab/Kota di Provinsi NTT ------------- 36

Gambar Boks 4.1 Peta Alur Transportasi Laut Barang ------------------------------- 39

Gambar 2.1 Realisasi Belanja Modal Kab/Kota di Provinsi NTT -------------------- 52

Gambar 3.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT 2016 & Sebaran Pembentukan TPID - 74

Gambar Boks 6.1 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Beras ----------- 78

Gambar Boks 6.2 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Gula Pasir ----- 79

Gambar Boks 6.3 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Cabai Merah - 80

Gambar Boks 6.4 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas

Bawang Merah -------------------------------------------------------- 81

Gambar Boks 7.1 Kerangka Integrated Economic Accounts ----------------------- 99

Gambar Boks 7.2 Konsep Penyusunan FABS ------------------------------------------ 100

Page 13: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

xii

Ringkasan Umum

KER Provinsi Nusa Tenggara Timur

Februari 2017

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Produk Domestik Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada tahun 2016 mencapai Rp 84,17

triliun (harga berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,18% (yoy) meningkat

dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) dan nasional yang

sebesar 5,02% (yoy). Komponen pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT pada

tahun 2016 terutama adalah konsumsi rumah tangga yang tumbuh mencapai 6,80%

(yoy). Perbaikan daya beli masyarakat timbul karena peningkatan pendapatan seiring

adanya gaji ke-13 & 14 PNS, peningkatan pendapatan sektor pertanian dan dorongan

kegiatan proyek-proyek Pemerintah dan Swasta. Selain itu, kegiatan bersifat regional

maupun nasional di NTT, seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas), Alor Expo, Sunda

Kecil Expo, Pameran Pembangunan, dan Tour De Flores juga mendorong tumbuhnya

konsumsi masyarakat di NTT. Sementara itu, PDRB NTT pada triwulan IV-2016 mencapai

Rp 22,09 triliun (ADHB) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,19% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,11% (yoy) dan nasional yang sebesar 4,94%

(yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan juga didorong oleh peningkatan konsumsi

rumah tangga yang mencapai 7,27% (yoy) dan Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar

4,45% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan pada periode triwulan III-

2016. Peningkatan ini ditengarai disebabkan oleh musim panen komoditas perkebunan

seperti jambu mete, kopra dan kakao dan telah masuknya panen komoditas padi, serta

adanya momen natal, libur sekolah dan menjelang akhir tahun. Sementara itu,

peningkatan kegiatan investasi didorong oleh beberapa kegiatan proyek pemerintah dan

swasta, diantaranya bendungan, sarana irigasi dan perairan, gedung pemerintahan,

pasar, pos lintas batas negara, rumah sakit, sarana perbelanjaan dan hotel.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2017 diperkirakan

akan cukup stabil dengan kisaran 5-5,4% (yoy) yang didorong oleh pertumbuhan sektor

perdagangan dan administrasi pemerintahan seiring penyelenggaraan pemilu di 3 (tiga)

daerah dan kegiatan konstruksi seiring adanya proyek multiyears, seperti bendungan dan

Pos Lintas Batas Negara serta perpanjangan proyek tahun 2016 selama 50 hari di tahun

2017. Selain itu, panen komoditas padi yang masih terjadi juga menjadi faktor

pendorong pertumbuhan ekonomi lainnya.

Page 14: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

xiii

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan

pemerintah di Provinsi NTT pada hingga akhir tahun 2016 telah mencapai Rp 25,99 triliun

atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016 sebesar Rp 24,92 triliun.

Sementara itu, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari

pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 35,52 triliun, jumlah tersebut meningkat

dibandingkan realisasi tahun 2015 yang sebesar Rp 24,98 triliun yang terutama didorong

oleh peningkatan realisasi belanja konsumsi di tengah penurunan realisasi belanja modal.

Upaya pemerintah dalam merealisasikan anggaran sejak paruh pertama 2016 tampaknya

cukup efektif, sehingga secara kumulatif realisasi APBN, APBD provinsi dan

kabupaten/kota lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi Provinsi NTT tahun 2016 mengalami penurunan signifikan dibanding tahun

sebelumnya, yaitu dari 4,92% (yoy) di tahun 2015 menjadi 2,48% (yoy) di tahun 2016,

lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 3,02% (yoy) atau rata-rata inflasi

NTT dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 5,05% (yoy). Hal ini menjadikan inflasi tahunan

NTT menjadi capaian inflasi terendah setidaknya dalam 15 tahun terakhir. Besarnya

penurunan tersebut, selain disebabkan oleh kondisi pasokan yang relatif lebih terjaga

dibanding tahun sebelumnya, juga disebabkan oleh kenaikan inflasi di triwulan IV 2016

yang tidak setinggi tahun sebelumnya, sehingga secara tahunan mengalami penurunan.

Komoditas padi-padian, sayur-sayuran serta daging dan hasil-hasilnya yang pada tahun

sebelumnya menjadi penyumbang utama inflasi NTT, cenderung relatif stabil dan bahkan

untuk komoditas padi-padian mengalami penurunan di tahun 2016. Penurunan inflasi

juga didorong kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang

mengalami deflasi seiring adanya penurunan tarif penerbangan sebagai dampak positif

bertambahnya jumlah penerbangan di NTT.

Di sisi lain, inflasi pada triwulan I-2017 diperkirakan mengalami peningkatan yang

terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga 900VA pada bulan

Januari dan potensi kenaikan kembali pada bulan Maret 2017. Dorongan inflasi juga

terjadi dari kenaikan biaya perpanjangan STNK dan kenaikan harga bahan makanan

seiring kondisi cuaca yang kurang baik di awal tahun.

Page 15: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

xiv

PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN

Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Provinsi NTT pada triwulan laporan masih

cukup terjaga yang terindikasi pada masih positifnya pertumbuhan indikator perbankan

berupa aset dan kredit. Di sisi lain meskipun terjadi perlambatan pada komponen kredit

UMKM, namun pertumbuhan yang masih cukup tinggi sebesar 16,71% (yoy) dan rasio

kredit bermasalah yang masih terjaga sebesar 2,97% menunjukkan perkembangan kredit

yang masih cukup baik. Sementara itu, adanya peningkatan rasio NPL kredit korporasi

perlu untuk menjadi perhatian perbankan agar lebih mencermati profil debitur dan model

bisnis debitur selain mengejar pencapaian pertumbuhan kredit kepada korporasi.

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Selama tahun 2016, transaksi sistem pembayaran tunai di NTT cenderung

mengalami perlambatan. Jumlah uang yang beredar di masyarakat atau net-outflow

pada tahun 2016 sebesar Rp.1.407,97 miliar, menurun jika dibandingkan dengan tahun

2015 yang mencapai Rp.1.896,83 miliar. Sementara itu, transaksi sistem pembayaran

tunai di triwulan IV 2016 tercatat cukup stabil yang didorong oleh aliran net-outflow

pada triwulan IV 2016 yang mencapai Rp.1.566,87 miliar, lebih tinggi dibandingkan

triwulan III 2016 yang hanya sebesar Rp.394,56 miliar. Hal ini sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi NTT pada komponen konsumsi rumah tangga yang berkaitan

dengan momen hari raya natal dan tahun baru 2017. Sementara itu dalam rangka

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terkait kebutuhan uang layak edar, pada

tahun 2016 Bank Indonesia telah meresmikan penambahan kas titipan di 3 (tiga) daerah

yaitu Ende, Ruteng (Kab. Manggarai) serta Lewoleba (Kab. Lembata).

Di sisi lain, transaksi non tunai yaitu kliring di NTT juga mengalami perlambatan.

pada triwulan IV 2016 baik secara nominal maupun volume warkat yang ditengarai

seiring dengn perlambatan investasi pemerintah. Sementara itu, dalam upaya menjaga

kelancaran transaksi pembayaran non tunai, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

NTT terus mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan

Digital (LKD) dan elektronifikasi serta melakukan monitoring pada bank Koordinator

Pertukaran Warkat Debit (KPWD).

PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN

Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT pada bulan September 2016

menunjukkan perbaikan walaupun tidak terlalu signifikan menjadi 22,01% dibandingkan

dengan Maret 2016 yang sebesar 22,19% dan September 2015 (22,58%). Menurunnya

Page 16: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

xv

presentase penduduk miskin ini juga dibarengi dengan menurunnya angka indeks

kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan yang mengindikasikan adanya

perbaikan kondisi sosial masyarakat NTT pada tahun 2016 dibandingkan 2015 dan

potensi penurunan penduduk miskin di masa datang.

Dari sisi ketenagakerjaan, terjadi perbaikan kondisi tenaga kerja yang terlihat pada

penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2016 yang tercatat

sebesar 3,25% dibandingkan bulan Februari yang 3,59%. Perbaikan juga terindikasi dari

peningkatan porsi tenaga kerja formal yang menunjukkan adanya perbaikan kualitas

SDM di NTT. Kondisi tenaga kerja yang positif juga terindikasi pada indikator Survei

Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia triwulan IV-2016.

PROSPEK PEREKONOMIAN

Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-

5,5% (yoy) yang didorong oleh peningkatan pendapatan masyarakat dari sektor

pertanian seiring panen Perdana padi musim 2017 serta pencairan gaji ke-13 dan 14 PNS.

Adanya libur keagamaan (Idul Fitri) dan libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan turut

mendorong belanja masyarakat. Sementara itu pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun

2017 diperkirakan juga berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy) yang masih didorong oleh

sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran serta administrasi pemerintahan. Selain

juga didukung pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama.

Dari sisi perkembangan inflasi, pencapaian inflasi pada triwulan-II 2017

diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy) yang disebabkan oleh adanya

penyesuaian tarif pada komponen harga yang diatur pemerintah (listrik dan STNK) serta

kondisi cuaca awal tahun. Sementara pencapaian inflasi sepanjang tahun 2017

diperkirakan berada pada rentang 4,8-5,2% (yoy) yang dipengaruhi oleh cukup

rendahnya harga komoditas bahan makanan di tahun sebelumnya serta kenaikan harga

komponen yang diatur pemerintah.

Page 17: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

xvi

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

2016 2015

%yoy*) IV III IV % qtq**) %yoy***)

Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 76,190.9 84,172.6 5.18 20,299.5 21,875.2 22,096.6 0.28 5.19

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 22,765.5 24,315.8 2.23 5,627.5 6,417.8 6,094.6 -6.05 4.53

Pertambangan dan Penggalian 1,073.5 1,166.8 5.66 292.4 301.7 309.4 2.43 3.19

Industri Pengolahan 940.9 1,034.3 4.98 259.3 265.2 279.2 4.17 3.41

Pengadaan Listrik dan Gas 43.6 59.4 14.61 13.7 15.3 16.0 3.72 11.52

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 47.2 49.0 0.38 12.3 12.7 12.8 1.10 1.27

Konstruksi 7,908.2 9,095.3 8.46 2,244.0 2,389.2 2,465.0 2.80 8.48

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8,272.3 9,321.8 6.77 2,217.5 2,456.3 2,487.9 0.40 7.57

Transportasi dan Pergudangan 3,986.6 4,528.3 6.73 1,089.8 1,186.1 1,210.7 2.07 5.48

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 487.1 586.1 14.46 137.0 154.6 159.8 2.72 13.01

Informasi dan Komunikasi 5,477.4 5,878.5 6.76 1,462.3 1,511.0 1,569.3 3.23 7.23

Jasa Keuangan dan Asuransi 2,995.5 3,362.9 8.47 799.2 838.7 899.0 5.90 8.38

Real Estate 2,054.3 2,209.5 3.41 550.9 567.4 577.5 1.72 3.53

Jasa Perusahaan 235.5 257.2 2.83 62.3 66.4 69.5 4.13 5.57

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9,375.0 10,665.0 5.63 2,628.6 2,731.1 2,827.9 2.15 1.60

Jasa Pendidikan 7,303.2 8,103.3 4.18 2,041.2 2,068.0 2,182.0 4.88 2.51

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,585.5 1,768.0 6.19 432.9 443.9 473.6 5.89 5.20

Jasa lainnya 1,639.5 1,771.4 3.55 428.6 449.9 462.3 1.90 4.32

Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 76,190.9 84,172.6 5.18 20,299.5 21,875.2 22,096.6 0.28 5.19

1. Konsumsi Rumah Tangga 57,361.6 64,246.5 6.80 15,875.4 16,073.1 17,390.2 4.01 7.27

2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT) 2,539.4 2,636.9 0.41 727.6 677.2 744.9 8.95 -0.29

3. Konsumsi Pemerintah 21,765.7 22,518.3 -0.36 7,289.5 6,946.7 7,359.4 3.08 -3.08

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 30,996.1 35,725.0 5.06 8,827.5 9,341.9 10,143.2 6.41 4.42

5. Perubahan Inventori 967.6 458.3 -55.80 352.4 136.7 166.7 19.70 -55.29

6. Ekspor Luar Negeri 1,592.0 1,287.6 -20.81 349.5 330.6 315.3 5.01 -1.86

7. Impor Luar Negeri 261.5 274.8 5.91 72.6 93.4 51.9 -44.96 -29.03

8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor) -38,770.0 -42,425.1 2.00 -13,049.8 -11,537.6 -13,971.3 12.15 0.99

Data Ekspor Impor di Provinsi NTT

Ekspor

Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD) 21,194 21,393 0.94 5,655 5,042 6,074 20.46 7.40

Volume Ekspor Nonmigas (ton) 78,589 102,733 30.72 24,964 32,105 25,575 -20.34 2.45

Impor

Nilai Impor Nonmigas (ribu USD) 5,465 12,367 126.32 1,439 3,388 652 -80.75 -54.67

Volume Impor Nonmigas (ton) 3,633 22,401 516.68 760 614 1,518 147.25 99.60

Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB)

*) Total Pertumbuhan 2016 dibandingkan 2015

**) Pertumbuhan Q4 2016 dibandingkan Q3 2016

***) Pertumbuhan Q4 2016 dibandingkan Q4 2015

****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan

INDIKATOR 2015 20162016

II. INFLASI

2017

I II III IV I II III IV I II III IV JAN

Indeks Harga Konsumen

NTT 112.52 113.27 113.15 119.15 118.59 120.07 120.78 125.02 124.56 126.10 124.48 128.12 129.07

- Kota Kupang 112.91 113.63 113.50 120.06 119.47 121.09 121.54 126.15 125.64 127.42 125.41 129.07 130.09

- Maumere 110.00 110.93 110.85 113.20 112.81 113.42 115.77 117.60 117.50 117.47 118.41 121.86 122.35

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)

NTT 7.78 8.10 4.13 7.76 5.39 6.01 6.74 4.92 5.04 5.02 3.07 2.48 2.48

- Kota Kupang 7.99 8.31 4.27 8.32 5.81 6.57 7.08 5.07 5.16 5.23 3.18 2.31 2.32

- Maumere 6.39 6.70 3.19 4.00 2.55 2.24 4.44 3.89 4.16 3.57 2.28 3.62 3.61

2016INDIKATOR

2014 2015

Page 18: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017|

xvii

II. PERBANKAN

I II III IV I II III IV I II III IV

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset 28,602 29,757 23,316 26,398 27,114 25,600 29,877 32,778 32,750 28,602 30,931 32,321 30,327 29,757

2. DPK 21,478 21,466 16,804 18,465 18,895 18,367 19,648 21,581 22,341 21,478 21,945 23,829 22,405 21,466

- Giro 4,372 3,722 3,954 5,310 5,015 3,634 5,412 6,290 6,537 4,372 5,604 6,429 5,059 3,722

- Tabungan 11,933 12,819 8,515 8,475 8,959 10,306 9,046 9,106 9,644 11,933 10,449 11,150 11,063 12,819

- Deposito 5,173 4,924 4,336 4,680 4,922 4,427 5,190 6,186 6,159 5,173 5,893 6,250 6,283 4,924

3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek 20,284 22,837 15,695 16,587 17,153 17,698 17,843 18,908 19,742 20,284 20,525 21,731 22,383 22,837

- Modal Kerja 6,110 7,121 4,385 4,822 5,061 5,261 5,260 5,698 6,072 6,110 6,127 6,693 7,050 7,121

- Investasi 1,650 1,659 1,343 1,443 1,443 1,536 1,533 1,641 1,570 1,650 1,567 1,696 1,661 1,659

- Konsumsi 12,524 14,057 9,968 10,322 10,649 10,900 11,049 11,569 12,100 12,524 12,830 13,342 13,672 14,057

4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 19,492 21,913 15,071 15,947 16,532 17,094 17,226 18,198 18,897 19,492 19,556 20,845 21,508 21,913

- Modal Kerja 5,922 6,813 4,322 4,742 5,008 5,252 5,218 5,626 5,848 5,922 5,748 6,409 6,764 6,813

- Investasi 1,381 1,474 1,115 1,201 1,235 1,309 1,318 1,359 1,338 1,381 1,317 1,442 1,472 1,474

- Konsumsi 12,189 13,627 9,634 10,004 10,289 10,534 10,690 11,212 11,710 12,189 12,491 12,995 13,272 13,627

LDR (%) 90.8% 102.1% 89.7% 86.4% 87.5% 93.1% 87.7% 84.3% 84.6% 90.8% 89.1% 87.5% 96.0% 102.1%

Kredit UMKM 6,301 7,358 4,324 4,922 5,176 5,329 5,422 5,814 6,180 6,301 6,395 6,933 7,308 7,358

B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

Total Aset 510 620 343 355 374 415 437 454 482 510 535 545 572 620

Dana Pihak Ketiga 381 469 250 257 275 309 311 331 353 381 403 412 434 469

Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 366 449 270 294 306 319 330 349 354 366 368 389 421 449

LDR (%) 76.7% 75.2% 82.6% 85.6% 84.1% 79.4% 80.5% 82.4% 80.5% 76.70% 77.6% 79.8% 77.9% 75.2%

C. Grand Total (A+B) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset 29,112 30,377 23,660 26,753 27,487 26,016 30,314 33,233 33,232 29,112 31,466 32,866 30,900 30,377

2. Dana Pihak Ketiga 21,859 21,935 17,055 18,723 19,170 18,676 19,959 21,912 22,694 21,859 22,348 24,241 22,839 21,935

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 19,858 22,362 15,341 16,241 16,838 17,413 17,556 18,546 19,250 19,858 19,924 21,235 21,929 22,362

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total

1. Total Aset (%) 1.8% 2.0% 1.5% 1.3% 1.4% 1.6% 1.4% 1.4% 1.4% 1.8% 1.7% 1.7% 1.9% 2.0%

2. Dana Pihak Ketiga (%) 1.7% 2.1% 1.5% 1.4% 1.4% 1.7% 1.6% 1.5% 1.6% 1.7% 1.8% 1.7% 1.9% 2.1%

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%) 1.8% 2.0% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.9% 1.9% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.9% 2.0%

III. SISTEM PEMBAYARAN

I II III IV I II III IV I II III IV

Transaksi Tunai

Inflow (Rp. Triliun) 3.7 4.2 1.4 0.7 0.8 0.5 1.8 0.5 0.8 0.5 1.8 0.7 0.9 0.7

Outflow (Rp. Triliun) 5.6 5.6 0.3 0.8 1.3 2.1 0.4 0.9 1.7 2.6 0.3 1.7 1.3 2.3

Uang Palsu (lembar) 1,098 178 14 11 39 8 27 966 52 53 25 89 38 26

Transaksi Non Tunai

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) 135.76 15 14.18 13.05 29.84 35.63 34.61 43.75 41.55 15.84 8.69 6.76 0.00 0.00

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 21,758 658 7,809 7,868 8,776 9,294 5,984 6,086 5,877 3,811 323 335 0.00 0.00

Kliring

Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) 6.32 12.66 0.84 0.85 0.91 1.19 0.99 0.93 1.38 3.01 3.11 3.36 2.81 3.38

Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) 201,975 302,914 34,677 36,188 37,809 43,610 39,971 40,708 48,453 72,843 67,315 75,723 73,560 86,316

Cek/BG Kosong 1,203 1,020 179 175 276 267 300 254 342 307 229 247 244 300

*Data Triwulan III dan IV 2016 tidak tersedia karena adanya perubahan sistem di Bank Indonesia

BI-RTGS*

To NTT

20152015

20162014 2016

2016

INDIKATOR

INDIKATOR2014

2015 20162015

Page 19: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 1

EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2016 mengalami peningkatan

apabila dibandingkan dengan tahun 2015. Pendorong utama pertumbuhan

ekonomi terutama berasal dari peningkatan daya beli masyarakat yang terlihat dari

komponen konsumsi rumah tangga. Sementara pertumbuhan sisi sektoral terutama

berasal dari sektor 1) Konstruksi serta 2)Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2016 tercatat sebesar 5,18% (yoy)

lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) ataupun nasional

yang tumbuh sebesar 5,02% (yoy) pada tahun 2016.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar

5,19% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,11%(yoy).

Sumber pertumbuhan terutama berasal dari peningkatan pertumbuhan sektor

pertanian sebagai sektor utama dan didukung pertumbuhan yang cukup tinggi pada

sektor konstruksi serta sektor perdagangan besar dan eceran.

Dari tracking pertumbuhan ekonomi triwulan I-2017 diperkirakan cukup stabil seiring

dorongan pertumbuhan tahunan pada sektor perdagangan, konstruksi dan

administrasi pemerintahan.

1.1 Kondisi Umum

1.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT tahun 2016

PDRB NTT pada tahun 2016 mencapai Rp 84,17 triliun (harga berlaku) dengan

pertumbuhan ekonomi mencapai 5,18% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan

tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) dan nasional yang sebesar 5,02% (yoy).

Komponen pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016 terutama

adalah konsumsi rumah tangga yang tumbuh mencapai 6,80% (yoy). Perbaikan daya beli

masyarakat timbul karena peningkatan pendapatan seiring adanya gaji ke-13 & 14 PNS,

peningkatan pendapatan sektor pertanian dan dorongan kegiatan proyek-proyek

Pemerintah dan Swasta. Selain itu, kegiatan bersifat regional maupun nasional di NTT,

seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Pameran

Pembangunan, dan Tour De Flores juga mendorong tumbuhnya konsumsi masyarakat di

NTT. Dari sisi sektoral, tingginya pertumbuhan beberapa sektor utama seperti sektor

konstruksi dan perdagangan juga menggambarkan adanya perbaikan daya beli dan

kegiatan proyek yang meningkat sepanjang tahun 2016.

Secara spasial, pertumbuhan ekonomi NTT tahun 2016 cenderung masih lebih

rendah apabila dibandingkan beberapa Provinsi di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Provinsi NTT hanya berada diatas Provinsi Papua Barat. Pertumbuhan yang cukup tinggi

Page 20: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 2

di KTI sendiri terutama disebabkan oleh adanya relaksasi ekspor pertambangan, relaksasi

moratorium perikanan, produksi pengolahan tambang yang meningkat seiring

beroperasinya smelter serta peningkatan produksi pertanian dan perkebunan. Masih

tingginya tingkat kunjungan wisatawan juga mendorong perekonomian KTI terutama

Provinsi Bali.

Grafik 1.1. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB

Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional

Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB

Tahunan Beberapa Provinsi di Indonesia

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

1.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV 2016

Di sisi lain, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan

IV-2016 mencapai Rp 22,09 triliun (ADHB) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar

5,19% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV tercatat meningkat apabila

dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,11% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan

juga didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga yang mencapai 7,27% (yoy)

dan Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 4,45% (yoy), meningkat dibandingkan

pertumbuhan tahunan pada periode triwulan III-2016. Peningkatan kedua sektor

tersebut juga tercermin pada pertumbuhan sisi sektoral. Sektor pertanian sebagai sektor

utama tercatat tumbuh sebesar 4,53% (yoy) lebih tinggi apabila dibandingkan triwulan

III yang hanya tumbuh 3% (yoy). Peningkatan ini ditengarai disebabkan oleh musim

panen komoditas perkebunan seperti jambu mete, kopra dan kakao serta telah masuknya

panen komoditas padi. Dampak positif meningkatnya pasokan air karena La Nina dan

perbaikan irigasi, serta berkurangnya serangan hama menjadi beberapa pendorong

peningkatan produksi. Pertumbuhan cukup tinggi juga terlihat pada sektor perdagangan

besar dan eceran yang mencapai 7,57% (yoy) seiring perbaikan daya beli dan

pendapatan masyarakat serta adanya momen natal, libur sekolah dan menjelang akhir

tahun. Adanya peningkatan kegiatan investasi juga melalui proyek pemerintah dan

swasta juga terlihat pada tingginya pertumbuhan sisi konstruksi yang mencapai 8,48%

(yoy). Beberapa proyek yang berjalan diantaranya bendungan, sarana irigasi dan perairan,

Page 21: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 3

gedung pemerintahan, pasar, pos lintas batas negara, rumah sakit, sarana perbelanjaan

dan hotel.

Dari sisi spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan IV-2016 yang

sebesar 5,19% (yoy) tercatat masih lebih tinggi apabila dibandingkan nasional dan

Prov. Nusa Tenggara Barat. Pertumbuhan nasional tercatat hanya sebesar 4,94% (yoy)

melambat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,01% (yoy) seiring perlambatan

pertumbuhan sektor industri pengolahan serta pertambangan dan penggalian.

Sementara itu pertumbuhan ekonomi NTB tercatat sebesar 3,77% (yoy) meningkat

dibandingkan triwulan III yang sebesar 3,43% (yoy) seiring peningkatan pada sektor

pertambangan yang ditopang oleh produksi tembaga dan industri pengolahan seiring

beroperasinya pabrik gula di Kab. Dompu. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali

tercatat sebesar 5,47% (yoy) melambat dibandingkan triwulan III yang sebesar 6,61%

(yoy). Perlambatan pada sektor akomodasi dan penyediaan makan minum (Hotel dan

Restoran) sebagai sektor utama menjadi salah satu penyebab utama.

Grafik 1.3. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB

Provinsi NTT dibanding Nasional Triwulanan (%yoy)

Grafik 1.4. PDRB dan Pertumbuhan PDRB

Triwulanan NTT, Bali, NTB dan Nasional (% yoy)

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2017 diperkirakan akan

cenderung stabil dengan kisaran 5-5,4% (yoy). Adanya penyelenggaraan pilkada di 3

(tiga) daerah, yaitu Kota Kupang, Kab. Flores Timur dan Kab. Lembata diperkirakan dapat

mendorong sektor perdagangan seiring kebutuhan untuk kegiatan kampanye dan

penyelenggaraan pemilu. Selain itu, penyelenggaraan pemilu juga diperkirakan dapat

mendorong sektor administrasi pemerintahan seiring adanya penggunaan dana hibah

untuk kegiatan pemilu. Pertumbuhan triwulan I juga diperkirakan didorong oleh

peningkatan sektor konstruksi seiring adanya kegiatan proyek yang belum selesai pada

tahun 2016 dan diundur hingga 50 hari di tahun 2017 serta pengerjaan proyek

multiyears seperti bendungan, Pos Lintas Batas Wini dan Motamasin serta

Pengembangan Infrastruktur Pemukiman di Motaain dan Motamasin. Di sisi lain,

Page 22: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 4

pertumbuhan sektor pertanian juga diperkirakan masih positif seiring dengan panen

komoditas padi yang masih terjadi hingga awal tahun 2017.

1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

Secara tahunan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang mencapai

6,80% (yoy) menjadi pendorong utama pada tahun 2016. Pertumbuhan tersebut

terutama berasal dari sub komponen konsumsi restoran dan hotel serta konsumsi

makanan dan minuman yang ditengarai turut didorong adanya kegiatan bersifat nasional

di NTT dan momen-momen libur sekolah serta libur keagamaan. Selain itu, adanya

perbaikan daya beli masyarakat seiring peningkatan produksi sektor pertanian, tambahan

gaji ke-13 dan 14 PNS, serta dorongan proyek menjadi penyebab lainnya.

Pada triwulan IV 2016 pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga juga

tercatat menjadi pendorong utama dengan pertumbuhan mencapai 7,27% (yoy).

Pertumbuhan tersebut tercatat cukup stabil dibandingkan triwulan-III yang sebesar

7,22% (yoy). Faktor pendorong ditengarai berasal dari konsumsi masyarakat di akhir

tahun seiring masa liburan sekolah dan libur keagamaan serta akhir tahun. Perbaikan

pendapatan masyarakat seiring panen komoditas pertanian juga mendorong kenaikan

daya beli masyarakat. Sementara itu, komponen PMTB tercatat tumbuh meningkat

menjadi 4,42% (yoy) dibandingkan triwulan III yang sebesar 3,87% (yoy) seiring dengan

adanya peningkatan kegiatan proyek pemerintah di akhir tahun.

Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran 2016

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

1.2.1 Konsumsi

Pengeluaran konsumsi secara umum pada tahun 2016 tercatat tumbuh

4,70% (yoy) melambat dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh 6,63% (yoy).

Penyebab perlambatan terutama berasal dari belanja konsumsi pemerintah yang tercatat

kontraksi -0,36% (yoy) walaupun berdasarkan data APBN, APBD Kab/Kota dan APBD

Provinsi realisasi belanja konsumsi pada tahun 2016 mencapai Rp 23,29 triliun atau

meningkat sebesar 15% (yoy) dibandingkan 2015 yang sebesar Rp 20,19 triliun. Namun

2015

2015 2016 TW IV TW III TW IV

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 57,361,610 64,246,464 6.80 15,875,399 16,073,052 17,390,210 78.70 4.01 7.27

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,539,408 2,636,946 0.41 727,600 677,222 744,944 3.37 8.95 -0.29

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 21,765,744 22,518,264 (0.36) 7,289,527 6,946,749 7,359,416 33.31 3.08 -3.08

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 30,996,063 35,724,984 5.06 8,827,478 9,341,925 10,143,179 45.90 6.41 4.42

5. Perubahan Inventori 967,562 458,340 (55.80) 352,370 136,664 166,701 0.75 19.70 -55.29

6. Ekspor Luar Negeri 1,592,015 1,287,553 (20.81) 349,505 330,630 315,296 1.43 5.01 -1.86

7. Impor Luar Negeri 261,549 274,813 5.91 72,579 93,436 51,931 0.24 -44.96 -29.03

8. Net Ekspor Antar Daerah (38,769,998) (42,425,100) 2.00 (13,049,790) (11,537,570) (13,971,251) -63.23 12.15 0.99

P D R B 76,190,854 84,172,637 5.18 20,299,511 21,875,236 22,096,563 100.00 0.28 5.19

Tw IV

(yoy)qtqUraian

YOYBobot

2016Thn

(yoy)

Page 23: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 5

di sisi lain terdapat beberapa indikator penurunan belanja tahun 2016, diantaranya

penurunan pagu belanja APBN di Provinsi NTT yang mencapai 23,9% (yoy) (Rp 11,34

triliun di tahun 2015 menjadi Rp 8,63 triliun pada tahun 2016) seiring upaya

penghematan anggaran APBN oleh Pemerintah Pusat serta adanya penundaan realisasi

Dana Alokasi Umum (DAU) pada rentang September sd. Desember 2016 untuk 5 (lima)

Pemerintah Daerah, yaitu Provinsi NTT, Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan

Kab. Manggarai Barat, meskipun untuk bulan Desember akhirnya terjadi pencairan.

Untuk komponen konsumsi sendiri, pertumbuhan pada tahun 2016 terutama terbantu

oleh peningkatan pertumbuhan sektor konsumsi rumah tangga dari 6,21% (yoy) tahun

2015 menjadi 6,80% (yoy) di tahun 2016 seiring peningkatan daya beli masyarakat,

dorongan kegiatan bersifat nasional, pameran, momen libur sekolah serta keagamaan.

Sementara itu komponen pengeluaran konsumsi secara umum (Gabungan

antara sub komponen konsumsi rumah tangga, Konsumsi LNPRT dan konsumsi

pemerintah) untuk triwulan IV-2016 tercatat sedikit meningkat menjadi 3,83% (yoy)

dari triwulan III yang 3,68%(yoy). Sektor konsumsi rumah tangga masih menjadi

pendorong utama peningkatan. Sementara konsumsi pemerintah dan konsumsi

Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) cenderung masih tumbuh

pada trend negatif seperti triwulan IV-2016.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV tercatat 7,27% (yoy)

sedikit meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 7,22% (yoy). Pertumbuhan

sendiri didorong oleh beberapa faktor, diantaranya libur natal dan libur sekolah di akhir

tahun, peningkatan pendapatan seiring mulainya panen padi dan komoditas perkebunan

(jambu mete, kakao dan kopra), serta peningkatan kegiatan proyek-proyek pemerintah

di akhir tahun. Selain itu, adanya program dana desa dengan alokasi mencapai Rp 1,84

triliun pada tahun 2016 juga diperkirakan mendorong penciptaan kegiatan ekonomi di

pedesaan. Di sisi lain, peningkatan sisi konsumsi tertinggi berasal dari pertumbuhan

komponen restoran dan hotel yang mencapai 70,9% (yoy) seiring momen akhir dan

kegiatan bersifat nasional, seperti Hari Nusantara di Kab. Lembata. Hal ini terindikasi dari

data BPS yang juga menunjukkan peningkatan jumlah tamu hotel di NTT tahun 2016

sebesar 35,7% (yoy) dibandingkan 2015. Peningkatan juga terjadi pada konsumsi

pakaian dan alas kaki seiring momen libur sekolah dan perayaan keagamaan, konsumsi

perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang turut didukung pameran perumahan

dan peningkatan biaya listrik, serta konsumsi transportasi dan komunikasi yang turut

didorong penambahan rute pesawat serta kapal laut selain tingginya frekuensi perjalanan

Page 24: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 6

masyarakat dan penggunaan sarana telekomunikasi di akhir tahun. Sementara itu,

komponen konsumsi makanan dan minuman sebagai komponen utama konsumsi

dengan bobot mencapai 43% masih tumbuh positif sebesar 5,7% (yoy).

Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT 2016

Sumber: BPS (diolah)

Indikasi pertumbuhan ekonomi yang positif pada triwulan-IV juga terlihat dari

hasil Survei Konsumen-Bank Indonesia yang meningkat dari sisi Indeks Keyakinan

Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini

(IKE). Selain itu, indikator Survei Penjualan Eceran (SPE)-Bank Indonesia juga masih

menunjukkan pertumbuhan angka omset yang positif sebesar 27,13% (yoy).

Pertumbuhan terutama berasal dari perdagangan suku cadang & aksesori sepeda motor,

peralatan elektronik serta tembakau. Peningkatan penjualan barang dagangan non

pokok tersebut, kembali mengindikasikan peningkatan daya beli masyarakat.

Grafik 1.5. Survei Konsumen Grafik 1.6. Survei Penjualan Eceran

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Pertumbuhan positif juga terlihat pada beberapa indikator seperti Indeks

Tendensi Konsumen (ITK)-Badan Pusat Statistik dan Survei Kegiatan Dunia Usaha

(SKDU)-Bank Indonesia. Indikator ITK menunjukkan peningkatan pada triwulan IV

termasuk pada komponen pendapatan rumah tangga, yang mengindikasikan adanya

perbaikan pendapatan masyarakat NTT. Hal serupa juga terjadi pada indeks kegiatan

dunia usaha-SKDU yang menunjukkan peningkatan dan mengindikasikan adanya

peningkatan kegiatan usaha terutama dari sektor perdagangan, hotel dan restoran,

2015

2015 2016 TW IV TW III TW IV

Kons Makanan dan Minuman 24,081,155 27,349,820 5.23 6,726,088 6,718,367 7,476,732 43.0 5.70

Kons Pakaian & Alas Kaki 2,775,990 3,104,885 0.75 797,041 833,572 889,303 5.1 4.52

Kons Perumahan & Perl RT 10,073,481 10,341,297 -1.42 2,757,343 2,744,537 2,895,669 16.7 4.43

Kesehatan & Pendidikan 4,053,827 4,905,624 18.24 1,121,180 1,293,448 1,325,072 7.6 17.66

Transportasi & Komunikasi 12,928,430 13,351,581 8.81 3,502,821 3,138,881 3,350,726 19.3 4.89

Restoran & Hotel 2,038,602 3,894,964 72.81 559,594 994,088 1,099,524 6.3 70.90

Konsumsi Lainnya 1,410,124 1,298,292 -13.98 411,333 350,160 353,184 2.0 -14.68

Konsumsi RT 57,361,610 64,246,464 6.80 15,875,399 16,073,052 17,390,210 100.0 7.27

UraianYOY 2016

BobotTw IV

(yoy)

Thn

(yoy)

Page 25: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 7

sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa. Peningkatan juga terjadi

pada penjualan BBM (Minyak Tanah, Solar, Premium, Pertamax dan Pertalite) yang

tumbuh sebesar 9,5% (yoy) pada triwulan IV, meningkat dibandingkan triwulan III yang

tumbuh sebesar 3,56% (yoy). Di sisi lain, indikator konsumsi listrik rumah tangga

cenderung mengalami perlambatan walaupun secara tahunan masih tumbuh 1,77%

(yoy). Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya beberapa kali gangguan distribusi pada

akhir tahun yang disebabkan oleh kondisi cuaca dan persiapan koneksi jaringan untuk

penambahan daya melalui kapal listrik. Pertumbuhan cukup tinggi juga terjadi pada

penyaluran kredit konsumsi pada triwulan IV yang sebesar 12,2% (yoy) dan menunjukkan

positifnya indikator perekonomian di NTT. Hal ini juga terlihat dari angka Non Performing

Loan (NPL)/Kredit Macet kredit konsumsi yang hanya 0,71% di triwulan-IV 2016

membaik dibandingkan triwulan III yang sebesar 0,82%.

Grafik 1.7. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.8. Indeks Kegiatan Dunia Usaha

Sumber : BPS, diolah Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.9. Perkembangan Konsumsi BBM Grafik 1.10. Perkembangan Konsumsi Listrik

Rumah Tangga

Sumber : PT Pertamina (Persero), diolah Sumber : PT PLN, diolah

Grafik 1.11. Penyaluran Kredit Konsumsi

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Page 26: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 8

Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga

(LNPRT) tercatat masih berada pada tren kontraksi sebesar -0,29% (yoy). Adanya

kontraksi/penurunan tersebut diperkirakan disebabkan oleh menurunnya kegiatan

organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial ataupun LSM pada triwulan IV 2016

dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Ketiadaan kegiatan pemilu yang baru akan

terjadi pada tahun 2017 diperkirakan menjadi salah satu penyebab.

Pertumbuhan negatif/kontraksi masih terjadi pada sub kelompok konsumsi

pemerintah di triwulan IV-2016. Pertumbuhan konsumsi pemerintah tercatat -3,08%

(yoy) dan masih berada pada trend negatif seperti angka revisi pertumbuhan konsumsi

pemerintah triwulan III yang sebesar -3,25%(yoy). Kontraksi masih terjadi pada konsumsi

individu pemerintah sebesar -15,32% (yoy). Berdasarkan data APBN, APBD Kab/Kota dan

APBD Provinsi secara umum masih terjadi peningkatan realisasi belanja konsumsi

pemerintah tahun 2016 menjadi Rp 23,3 triliun, meningkat 15,3% (yoy) dibandingkan

tahun 2015 yang sebesar Rp 20,2 triliun. Namun terdapat penurunan pada realisasi

belanja konsumsi APBN dari Rp 5,07 triliun (2015) menjadi Rp 5,03 triliun (2016). Hal ini

diperkirakan turut dipengaruhi oleh program penghematan anggaran yang dicanangkan

pemerintah pusat sehingga terjadi penurunan pagu belanja yang berimbas pada

penurunan belanja pemerintah pusat di Provinsi NTT. Di sisi lain, terdapat pula

penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) pada beberapa Pemerintah Daerah dan hanya

dilakukan pencairan untuk bulan Desember sehingga menyebabkan kurang optimalnya

realisasi anggaran pada daerah tersebut. Menurut informasi, penundaan DAU yang

belum dicairkan pada tahun 2016 akan dikompensasikan pada penganggaran tahun

2017. Sementara untuk kinerja triwulan IV, realisasi belanja konsumsi tercatat sebesar Rp

8,23 triliun, sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 8,04

triliun. Namun, terdapat beberapa komponen yang mengalami penurunan dibanding

triwulan IV-2015 seperti belanja barang dan jasa, bantuan sosial dan belanja bagi hasil.

Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT 2016

Sumber: BPS (diolah)

Di sisi lain, tracking pertumbuhan komponen konsumsi pada triwulan-I 2017

diperkirakan cenderung stabil. Pertumbuhan terutama diperkirakan terjadi pada

seluruh komponen konsumsi seiring dengan adanya dorongan belanja untuk kegiatan

Pemilu di tiga daerah yaitu Kota Kupang, Kab. Lembata dan Kab. Flores Timur.

2015

2015 2016 TW IV TW III TW IV

Kons Kolektif Pemerintah 12,815,032 14,222,574 9.22 4,315,054 4,461,147 4,724,563 64.2 7.46

Kons Individu Pemerintah 8,950,713 8,295,690 (11.35) 2,974,472 2,485,602 2,634,853 35.8 (15.32)

Konsumsi Pemerintah 21,765,744 22,518,264 (0.36) 7,289,527 6,946,749 7,359,416 100.0 (3.08)

UraianYOY 2016

BobotTw IV

(yoy)

Thn

(yoy)

Page 27: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 9

Pertumbuhan tersebut didorong penjualan alat-alat kampanye dan kegiatan pemilu, serta

belanja hibah pemerintah. Pertumbuhan juga diperkirakan turut didorong oleh

Pendapatan masyarakat seiring panen pada bulan Desember yang sebagian dibelanjakan

pada Januari serta perpanjangan kegiatan proyek pemerintah yang belum selesai 2016

selama 50 hari pada tahun 2017 dan membuka lapangan kerja bagi pegawai proyek.

Indikasi pertumbuhan juga terlihat pada Survei Konsumen-Bank Indonesia pada bulan

Januari yang menunjukkan peningkatan Indeks Ekspektasi Konsumen, walaupun Indeks

Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menunjukkan

perlambatan, namun dengan angka masih >100 maka masih terjadi optimisme pada

masyarakat. Indikasi pertumbuhan positif juga terlihat pada proyeksi Survei Penjualan

Eceran (SPE)-Bank Indonesia bulan Januari yang masih berada pada trend pertumbuhan.

Indikasi yang sama juga terlihat pada proyeksi Indeks Tendensi Konsumen-Badan Pusat

Statistik yang menunjukkan adanya peningkatan proyeksi indeks dan pendapatan rumah

tangga di triwulan-I 2017.

Grafik 1.12. Perkembangan Survei Konsumen Grafik 1.13. Perkembangan Survei Penjualan

Eceran

Sumber : SK Bank Indonesia Sumber: SPE Bank Indonesia

Grafik 1.14. Proyeksi Indeks Tendeksi

Konsumen

Sumber : BPS Provinsi NTT

1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi

Pertumbuhan PMTB/Investasi pada tahun 2016 tercatat mengalami

pertumbuhan yang positif sebesar 5,06% (yoy) walaupun cenderung melambat

apabila dibandingkan 2015 yang sebesar 11,88% (yoy). Perlambatan lebih

Sumber : KBI Kupang

Page 28: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 10

disebabkan oleh tingginya lonjakan pembangunan proyek pemerintah di tahun 2015

dibandingkan tahun 2014 terutama di bidang aksesbilitas perhubungan (pelabuhan dan

dermaga serta aksesbilitas air (bendungan,jaringan irigasi dan embung). Sementara itu,

PMTB/Investasi pada tahun 2016 sendiri masih berasal dari pembangunan infrastruktur

publik, seperti proyek Multiyears Bendungan Raknamo dan Bendungan Rotiklot, jalan

jalur sabuk perbatasan, Program Pengembangan Infrastruktur Permukiman (PIP) di

Perbatasan, gedung pemerintahan dan Pos Lintas Batas Negara. Selain itu, masih terus

pula dilakukan proyek perbaikan jalan, sarana irigasi, embung, pembangunan rumah

sakit dan pasar. Dari sisi swasta dan BUMN, investasi yang dilakukan diantaranya

pembangunan pembangkit listrik, jaringan kelistrikan, Base Transceiver Station (BTS),

hotel, sarana perbelanjaan dan investasi lainnya. Adanya pemakaian anggaran dana desa

untuk pembangunan infrastruktur pedesaan (jalan,jembatan dan irigasi) juga

diperkirakan membantu pertumbuhan komponen PMTB/Investasi. Sementara itu,

berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT sendiri, realisasi investasi pada tahun 2016

mencapai Rp 3,15 triliun meningkat dibandingkan 2015 yang sebesar Rp 3 triliun.

Realisasi investasi sepanjang tahun 2016 terbesar berada di sektor telekomunikasi sebesar

Rp 738,2 miliar walaupun dari sisi jumlah, sektor pariwisata atau pembangunan hotel

berbintang menjadi yang terbanyak yaitu 22 investasi. Sementara dari sisi wilayah, Kota

Kupang menjadi daerah dengan nominal investasi terbesar (Rp 1,47 triliun) sedangkan

dari banyaknya investasi baru, Kab. Manggarai Barat menjadi yang terbanyak dengan 48

investasi dan mayoritas merupakan investasi sektor penunjang pariwisata.

Di sisi lain, pertumbuhan PMTB/ Investasi di NTT pada triwulan IV-2016

tercatat tumbuh sebesar 4,42% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan III yang

tumbuh 3,87% (yoy). Peningkatan terutama berasal dari PMTB bangunan yang tumbuh

mencapai 14,72% (yoy). Pertumbuhan ini diperkirakan berasal dari peningkatan kegiatan

proyek pemerintah di akhir tahun, terutama jalan, gedung pemerintahan, rumah sakit,

pasar dan sarana perhubungan (dermaga), pos lintas batas negara. Selain itu, terdapat

pula investasi sebagai dampak alokasi dana desa seperti pembangunan jalan pedesaan,

pipanisasi untuk akses air, sarana irigasi dan jembatan. Di sisi lain terdapat pula

pembangunan sektor swasta, berupa pembangkit listrik Tenaga Surya (Independent

Power Producer), pusat perbelanjaan dan hotel serta BUMN diantaranya perbaikan

bandara. Sementara sektor non bangunan tercatat tumbuh negatif sebesar -32,87%

(yoy) walaupun tercatat masih terdapat beberapa realisasi investasi yang dilakukan seperti

penambahan dua unit Electric Rubber Tyred Gantry (E-RTG) baterei senilai Rp 36 miliar

Page 29: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 11

dan truk trailer pada PT. Pelindo III cabang Tenau serta telah tibanya kapal listrik MVPP

Gokhan Bey berkapasitas 60 MW yang akan disewa PT. PLN (Persero) guna meningkatkan

kapasitas listrik di Pulau Timor.

Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT 2016

Sumber: BPS (diolah)

Data realisasi BKPM Menunjukkan adanya peningkatan realisasi investasi

pada triwulan-IV 2016. Berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT dan tracking data

sebelumnya, pada triwulan-IV 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp 1,44 triliun. Angka ini meningkat

dibandingkan realisasi triwulan-III yang diperkirakan mencapai Rp 391 miliar.

Peningkatan realisasi pada triwulan IV terutama di bidang Telekomunikasi Tanpa Kabel

oleh PT. Telkomsel dan PT. XL Axiata, wisata tirta, hotel, restoran, perumahan, serta

kelistrikan. Sementara itu, pertumbuhan penjualan semen di Provinsi NTT cenderung

melambat walaupun masih menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 6,5% (yoy).

Grafik 1.15. Perkembangan Realisasi Investasi

di Provinsi NTT

Tabel 1.5. Lokasi dan Sektor Utama Investasi

di NTT Tahun 2016

Sumber : BKPMD NTT, diolah

Sumber: BKPMD NTT, diolah

Grafik 1.16. Realisasi Konsumsi Semen

Provinsi NTT

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

Sementara itu, berdasarkan tracking pada triwulan I-2017 pertumbuhan

PMTB/investasi secara tahunan diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan

2015

2015 2016 TW IV TW III TW IV

PMTB Bangunan 24,089,547 28,518,052 11.94 6,800,994 7,683,971 8,393,027 82.75 14.72

PMTB Non Bangunan 6,906,516 7,206,932 -19.15 2,026,485 1,657,954 1,750,152 17.25 -32.87

PMTB 30,996,063 35,724,984 5.06 8,827,478 9,341,925 10,143,179 100.00 4.42

UraianYOY 2016

BobotTw IV

(yoy)

Thn

(yoy)

Jumlah Realisasi Nominal

Kab. Manggarai Barat (48) Kota Kupang (Rp 1,47 T)

Kab. Sumba Timur (13) Kab. Sumba Timur (Rp 724,3 M)

Kota Kupang (12) Kab. Manggarai Barat (Rp 299,5 M)

Kab. Kupang (7) Kab. Flores Timur (Rp 210,1 M)

Kab. Sumba Barat (5) Kab. Rote Ndao (Rp 125,5 M)

Lokasi Investasi

Jumlah Realisasi Nominal

Hotel Bintang (22) Telekomunikasi (Rp 738,2 M)

Wisata Tirta (22) Pertanian Tanaman Serelia (Rp 361,1 M)

Restoran dan Penyediaan Makanan (10) Real Estate (Rp 341,8 M)

Ketenagalistrikan (6) Hotel Bintang (Rp 273 M)

Peternakan, Hotel Melati (4) Penangkapan Ikan di Laut (Rp 210,1 M)

Investasi Sektoral

Page 30: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 12

triwulan IV-2016. Secara historis, nominal investasi/PMTB pada triwulan I cenderung

selalu menurun dibandingkan triwulan IV pada setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena

belum masifnya kegiatan proyek pemerintah di awal tahun. Namun apabila dilihat dari

sisi pertumbuhan tahunan (%yoy), tracking investasi pada triwulan I-2017 diperkirakan

lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahunan investasi triwulan IV-2016. Dorongan

investasi terutama berasal dari adanya perpanjangan kegiatan proyek pemerintah yang

belum selesai pada tahun 2016 selama 50 hari di tahun2017, adanya tambahan proyek

multiyears (bendungan raknamo dan rotiklot), rencana penyelesaian proyek pembangkit

listrik dan kegiatan pembangunan pusat perbelanjaan di Kota Kupang investasi di sektor

non bangunan seperti pembelian mesin dan kendaraan.

1.2.3 Ekspor Impor

1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah

Secara tahunan, kinerja net impor antar daerah Provinsi NTT mengalami

perlambatan dari 14,31% (yoy) pada tahun 2016 menjadi 2% (yoy) pada tahun

2015. Apabila dilihat dari sisi komponen, penurunan terjadi pada ekspor antar provinsi

yang mencapai -50,99% (yoy) dan impor antar provinsi yang sebesar -9,45% (yoy).

Penurunan diperkirakan terjadi seiring dengan melambatnya kegiatan PMTB/investasi

yang mengurangi kebutuhan barang investasi dari Provinsi lain.

Sementara itu secara triwulan pertumbuhan net impor antar daerah

mencatatkan peningkatan dari kontraksi sebesar -2,46%(yoy) pada triwulan III-2016

menjadi tumbuh 0,99% pada triwulan IV-2016. Pertumbuhan juga terindikasi dari

adanya peningkatan perputaran peti kemas di Pelabuhan Tenau yang mencapai 22,6%

(yoy) atau 33.100 teus selama triwulan IV. Sementara itu, kondisi bongkar muat juga

mencatatkan adanya pertumbuhan net bongkar sebesar 62.386 ton untuk komoditas

yang bersifat curah. Peningkatan pada triwulan IV tersebut ditengarai terkait dengan

pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan masyarakat untuk persiapan perayaan hari

keagamaan serta peningkatan kegiatan proyek/investasi di akhir tahun.

Page 31: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 13

Grafik 1.17. Perkembangan Peti Kemas Grafik 1.18. Aktivitas Bongkar Muat

Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah

Pada triwulan I-2017 diperkirakan net impor akan mengalami perlambatan.

Perlambatan diperkirakan terjadi karena menurunnya kebutuhan masyarakat paska

perayaan hari raya keagamaan di akhir tahun 2016. Selain itu, dengan kondisi cuaca

buruk dan gelombang tinggi yang secara historis selalu terjadi di awal tahun diperkirakan

telah diantisipasi oleh para pedagang dengan pengiriman stok barang dagangan dan

kebutuhan proyek pada periode sebelumnya.

1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri

Secara tahunan, net ekspor luar negeri mengalami kontraksi sebesar

-25,8% (yoy). Menurut data BPS, nilai ekspor NTT pada tahun 2016 mencapai US$ 23,65

Juta menurun dibandingkan 2015 yang mencapai US$ 23,94 juta. Sementara itu, nilai

impor meningkat dari US$ 7,87 juta (2015) menjadi US$ 29,09 juta (2016). Penurunan

ekspor terutama terjadi pada komoditas kendaraan dan komponennya serta bahan bakar

mineral ke Timor Leste. Sementara komoditas lokal cukup terbantu dengan peningkatan

ekspor garam, belerang dan kapur. Sementara itu, peningkatan impor terutama berasal

dari impor beras di awal tahun dari Thailand serta bahan bakar mineral dan aspal dari

Singapura yang dipergunakan bagi kegiatan proyek dan bahan bakar kendaraan.

Dilihat dari kinerja pertumbuhan di setiap triwulannya, terjadi peningkatan

net ekspor pada triwulan-IV menjadi 5,2% (yoy) dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang mencatat kontraksi. Peningkatan terutama pada ekspor semen, besi

dan baja, kendaraan dan komponennya ke Timor Leste serta didukung oleh ekspor

komoditas garam dan ikan (tuna dan cakalang). Angka net ekspor triwulan IV sendiri

mencapai US$ 5,86 Juta (tidak termasuk BBM), sementara impor non BBM tercatat

sebesar US$ 208 ribu yang terutama merupakan komoditas kopi dan biji-bijian dari Timor

Leste. Di sisi lain, berdasarkan data Exim Bank Indonesia, terdapat ekspor buah olahan

ke Vietnam dan India yang mencapai US$ 9,8 juta yang diperkirakan merupakan

Page 32: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 14

komoditas jambu mete dan tidak tercatat sebagai sumbangan PDRB untuk NTT karena

pengiriman ke luar negeri yang berasal dari luar daerah NTT.

Grafik 1.19.Perkembangan Ekspor dan Impor Grafik 1.20. Negara Tujuan Ekspor

Sumber : Cognos BI, diolah Sumber : Cognos BI, diolah

Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-I 2017 diperkirakan

mengalami perlambatan. Perlambatan diperkirakan turut didorong oleh penurunan

kebutuhan dari negara lain, terutama Timor Leste sebagai negara tujuan utama ekspor

NTT. Penurunan kegiatan masyarakat paska perayaan hari raya Natal juga diperkirakan

menjadi faktor utama. Selain itu, kondisi cuaca yang kurang baik juga diperkirakan

berpengaruh pada penurunan produksi lokal NTT seperti ikan tuna dan cakalang.

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016 terutama

didorong oleh sektor konstruksi serta sektor perdagangan besar & eceran, reparasi

mobil dan sepeda motor. Sektor kontruksi tercatat tumbuh sebesar 8,46% (yoy) yang

didorong oleh peningkatan kegiatan proyek di Provinsi NTT, termasuk bendungan

Raknamo yang telah memasuki tahap konstruksi serta penyelesaian Pos Lintas Batas

serta program infrastruktur pemukiman

(PIP) berupa pembangunan sumur bor serta infrastruktur pendukung akses lainnya di

. Sementara itu pertumbuhan sektor perdagangan besar dan

eceran mencapai 6,77% (yoy) yang didukung oleh peningkatan daya beli masyarakat

seiring peningkatan produksi sektor pertanian dan perkebunan, peningkatan kegiatan

proyek dan pendapatan gaji ke-13 serta 14 PNS. Pertumbuhan ekonomi secara tahunan

juga didukung pertumbuhan positif pada sektor pertanian, Kehutanan dan Perikanan

sebagai sektor utama serta sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan

Sosial Wajib yang masih terus tumbuh walaupun mengalami perlambatan dibandingkan

pertumbuhan tahun 2015.

Page 33: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 15

Dari sisi triwulan, peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV-2016 terutama

terjadi pada sektor pertanian sebagai sektor utama dan didukung oleh pertumbuhan

yang cukup tinggi pada sektor konstruksi serta sektor perdagangan besar dan

eceran. Sektor Pertanian tercatat tumbuh 4,53% (yoy) pada triwulan IV atau meningkat

dibandingkan triwulan III yang sebesar 3% (yoy). Peningkatan tersebut didukung oleh

adanya panen komoditas pertanian seperti padi serta komoditas perkebunan (jambu

mete, kakao dan kopra), dari sektor peternakan tercatat adanya pengiriman sapi yang

meningkat dari 30% (yoy) atau dari 8.524 ekor pada triwulan IV- 2015 menjadi 11.129

ekor di periode yang sama tahun 2016. Selain itu, terjadi pula pertumbuhan cukup tinggi

pada sektor konstruksi yang mencapai 8,48% (%) seiring dengan peningkatan kegiatan

proyek pemerintah seperti jalan, rumah sakit, gedung pemerintahan, pasar dan sarana

irigasi di akhir tahun, serta swasta melalui pembangunan hotel dan pusat perbelanjaan.

Peningkatan juga didukung oleh sektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh

7,57% (yoy) seriring perbaikan daya beli masyarakat memasuki momen perayaan libur

sekolah, keagamaan dan akhir tahun.

Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi 2016

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp

1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Pada tahun 2016, pertumbuhan sektor pertanian mencapai 2,73% (yoy)

melambat apabila dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh sebesar 3,40% (yoy).

2015

2015 2016 TW IV TW III TW IV

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 22,765,546 24,315,826 2.23 5,627,528 6,417,780 6,094,647 27.58 -6.05 4.53

B Pertambangan dan Penggalian 1,073,475 1,166,764 5.66 292,383 301,698 309,436 1.40 2.43 3.19

C Industri Pengolahan 940,862 1,034,289 4.98 259,276 265,244 279,169 1.26 4.17 3.41

D Pengadaan Listrik dan Gas 43,569 59,409 14.61 13,747 15,331 15,975 0.07 3.72 11.52

EPengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah dan Daur Ulang47,150 48,990 0.38 12,305 12,691 12,841 0.06 1.10 1.27

F Konstruksi 7,908,227 9,095,349 8.46 2,243,992 2,389,245 2,464,950 11.16 2.80 8.48

GPerdagangan Besar dan Eceran; Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor8,272,331 9,321,848 6.77 2,217,468 2,456,270 2,487,909 11.26 0.40 7.57

H Transportasi dan Pergudangan 3,986,583 4,528,290 6.73 1,089,803 1,186,069 1,210,726 5.48 2.07 5.48

I Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum

487,091 586,079 14.46 137,030 154,603 159,845 0.72 2.72 13.01

J Informasi dan Komunikasi 5,477,449 5,878,513 6.76 1,462,281 1,511,013 1,569,272 7.10 3.23 7.23

K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,995,475 3,362,944 8.47 799,178 838,662 898,971 4.07 5.90 8.38

L Real Estate 2,054,341 2,209,476 3.41 550,863 567,351 577,531 2.61 1.72 3.53

M,N Jasa Perusahaan 235,528 257,185 2.83 62,344 66,388 69,530 0.31 4.13 5.57

OAdministrasi Pemerintahan, Pertahanan

dan Jaminan Sosial Wajib9,374,991 10,664,989 5.63 2,628,642 2,731,064 2,827,864 12.80 2.15 1.60

P Jasa Pendidikan 7,303,246 8,103,265 4.18 2,041,237 2,067,982 2,181,982 9.87 4.88 2.51

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,585,475 1,767,997 6.19 432,868 443,925 473,595 2.14 5.89 5.20

R,S,T,U Jasa lainnya 1,639,515 1,771,425 3.55 428,566 449,919 462,317 2.09 1.90 4.32

PDRB 76,190,854 84,172,637 5.18 20,299,511 21,875,236 22,096,563 100.00 0.28 5.19

qtqTw IV

(yoy)

YOYUraianKategori Bobot

2016Thn

(yoy)

Page 34: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 16

Berdasarkan refleksi kinerja sepanjang tahun 2016, perlambatan sektor pertanian

terutama terjadi pada triwulan I dan triwulan II seiring dengan kondisi kekeringan,

serangan hama serta proses perbaikan irigasi yang sempat mengganggu produksi

pertanian dan perkebunan, serta menurunnya harga komoditas (jambu mete, kakao dan

rumput laut) di tingkat global. Namun, produksi pertanian mulai meningkat pada

semester 2 seiring selesainya perbaikan irigasi dan peningkatan curah hujan, serta

penambahan luas tanam yang mendorong peningkatan produksi jagung dan padi.

Adanya pengiriman sapi melalui kapal ternak dan produksi garam di Sabu Raijua dan

Kab. Kupang juga turut mendorong pertumbuhan secara tahunan.

Pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 4,53%

(yoy) meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 3% (yoy). Peningkatan ini

diperkirakan terjadi seiring dengan adanya panen ke-2 padi pada akhir tahun 2016

terutama di beberapa sentra padi NTT (Kab Ngada, Kab. Manggarai Barat dan Kab.

Manggarai). Selain itu, panen komoditas jambu mete, kopra dan kakao juga diperkirakan

turut mendorong pertumbuhan pada triwulan IV. Indikasi ini terlihat dari adanya

peningkatan Nilai Tukar Petani pada triwulan IV-2016 dibandingkan triwulan III yang

terutama berasal dari sub sektor tanaman padi-palawija. Di sisi lain, pertumbuhan juga

masih ditopang oleh pengiriman ternak ke luar Provinsi NTT. Tercatat pertumbuhan

pengiriman dari pelabuhan Tenau secara tahunan meningkat 35,8% (yoy) dibandingkan

periode yang sama tahun 2015 atau sebanyak 7.232 ternak. Untuk keseluruhan NTT,

menurut data Dinas Peternakan Provinsi NTT tercatat telah dikirimkan 12.755 ternak

pada triwulan IV yang terdiri dari Sapi (11.129 ekor), Kerbau (975 ekor) dan Kuda (651

ekor). Jumlah ini meningkat sebesar 11,75% (yoy) dibandingkan triwulan IV-2015 yang

sebanyak 11.414 ternak. Untuk ternak sendiri pengiriman dilakukan ke DKI Jakarta, Jawa

Barat, Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan

IV juga terbantu oleh produksi perdana garam sebanyak 300 ton di Bipoli, Kab. Kupang.

Di sisi lain, kondisi subsektor perikanan diperkirakan melambat pada triwulan IV yang

disebabkan kondisi cuaca dan gelombang tinggi.

Page 35: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 17

Grafik 1.21. Perkembangan Nilai Tukar

Petani

Grafik 1.22. Data Pengiriman Ternak dari

Pelabuhan Tenau

Sumber : BPS, diolah Sumber : Pelindo II, diolah

Tabel 1.7. Perkembangan Pengiriman Sapi

Sumber : Dinas Peternakan Provinsi NTT, diolah

Pertumbuhan sektor pertanian juga tercermin dari peningkatan kredit

pertanian dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Bank Indonesia. Pertumbuhan

kredit pertanian pada triwulan IV-2016 mencapai 40,6% (yoy) atau sebesar Rp 278,25

miliar meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan III sebesar 37,9% (yoy) atau

sebesar Rp 259,5 miliar. Hal ini juga terindikasi dari trend SKDU yang menunjukkan

perbaikan kegiatan usaha masyarakat di sektor pertanian meskipun masih berada di level

negatif karena rendahnya harga komoditas dan potensi produksi yang negatif karena

kondisi cuaca (terutama di sub sektor perikanan).

Grafik 1.23. Perkembangan Kredit Pertanian

Grafik 1.24. Perkembangan SKDU Pertanian

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

Pada triwulan-I 2017, kinerja sektor pertanian diperkirakan mengalami

perlambatan. Indikasi ini terlihat pada hasil indeks proyeksi SKDU yang menunjukkan

trend penurunan. Kondisi ini diperkirakan terjadi akibat telah lewatnya musim panen ke-

I II III IV I II III IV

Sapi 5,836 14,013 24,402 8,524 9,992 24,825 17,483 11,129

Kerbau 308 840 876 1,207 490 2,023 1,250 975

Kuda 593 2,357 2,166 1,683 1,052 2,780 1,089 651

Total 6,737 17,210 27,444 11,414 11,534 29,628 19,822 12,755

Ternak

(Ekor)

2015 2016

Page 36: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 18

2 padi di triwulan IV dan produksi komoditas yang cenderung terbatas akibat kondisi

cuaca dan gelombang (terutama untuk perikanan dan sayur-sayuran). Selain itu juga,

permintaan ternak yang masih terbatas dari daerah lain dan pengoperasian kapal ternak

(KM Camara Nusantara I) yang sempat terhenti karena kontrak yang telah selesai antara

Kementerian Perhubungan dan PT. Pelni. Namun, potensi pertumbuhan secara tahunan

masih dapat terjadi seiring panen komoditas padi yang masih terjadi hingga awal tahun

2017 dan komoditas perkebunan (jambu mete).

Grafik 1.25. Proyeksi SKDU Pertanian

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

Wajib

Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan

dan Jaminan Sosial Wajib tumbuh sebesar 5,63% (yoy) di tahun 2016. Pertumbuhan

tersebut tercatat melambat apabila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2015

yang sebesar 6,81% (yoy). Secara tahunan sendiri, terjadi peningkatan realisasi belanja

pegawai (10,1%-yoy), belanja barang dan jasa (16,3%), hibah (16,7%) dan bantuan

keuangan (85,6%) dengan total realisasi mencapai Rp 22,84 triliun. Pertumbuhan sendiri

diperkirakan didorong oleh peningkatan realisasi alokasi dana desa dan gaji pegawai

negeri sipil seiring adanya THR atau gaji ke-14 di tahun ini. Di sisi lain, adanya

perlambatan pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan pada tahun 2016

diperkirakan disebabkan oleh adanya perlambatan pertumbuhan secara tahunan pada

realisasi belanja hibah dan bantuan sosial dibandingkan pertumbuhan tahun 2015.

Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan pada triwulan IV tercatat

sebesar 1,60% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan III yang sebesar 4,56%

(yoy). Perlambatan dari sisi triwulan IV diperkirakan diperkirakan terjadi seiring adanya

langkah penghematan belanja pemerintah pusat di Provinsi NTT dan penundaan DAU

pada periode triwulan IV-2016 yang hanya direalisasikan selama satu bulan di Bulan

Page 37: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 19

Desember dan sisanya akan dikompensasikan pada tahun 2017. Apabila dilihat dari

indikator realisasi anggaran pemda terlihat bahwa pertumbuhan relisasi belanja pegawai

untuk triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan IV 2015 hanya sebesar 0,9% (yoy) bahkan

untuk belanja barang dan jasa cenderung tumbuh negatif (-2,7%), sementara belanja

hibah dan bantuan keuangan masih tumbuh cukup tinggi. Total realisasi keempat

komponen belanja konsumsi pemerintah tersebut tercatat sebesar Rp 8,17 triliun pada

2016. Indikasi Penghematan anggaran pemerintah pusat dan penundaan DAU menjadi

penyebab perlambatan terlihat dari adanya kontraksi pada pertumbuhan realisasi belanja

pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja bantuan sosial di tingkat Pemerintah Pusat

dan Pemerintah Provinsi.

Sementara dari indikator perbankan, simpanan pemerintah di perbankan tercatat

sebesar Rp 2,01 triliun pada akhir 2016 atau tumbuh negatif sebesar -26,6% (yoy)

dibandingkan tahun 2015 yang Rp 2,74 triliun. Penurunan ini ditengarai karena adanya

peningkatan realisasi pemerintah di akhir tahun yang dibarengi penghematan anggaran

pemerintah pusat di daerah sehingga simpanan pemerintah cenderung terkontraksi di

akhir tahun 2016.

Grafik 1.26. Realisasi Belanja Konsumsi

Pemerintah Tahun 2016

Grafik 1.27. Realisasi Belanja Konsumsi

Pemerintah Triwulan IV-2016

Sumber : Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT Sumber: Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT

1.28. Perkembangan Simpanan Pemerintah

di Perbankan

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Page 38: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 20

Pada triwulan I-2017 diperkirakan pertumbuhan sektor administrasi

pemerintahan akan meningkat. Peningkatan ini lebih disebabkan oleh realisasi

anggaran hibah untuk kegiatan pilkada pada 3 Kota/Kabupaten di Provinsi NTT, yaitu

Kota Kupang, Kab. Lembata dan Kab. Flores Timur. Pemilu yang terjadi di awal tahun

dan tidak terjadi pada tahun sebelumnya diperkirakan mendorong pertumbuhan sektor

administrasi pemerintah yang meningkat. Sementara itu, untuk realisasi anggaran lainnya

diperkirakan masih terbatas seiring tahapan konsolidasi anggaran, baru dimulainya

proses lelang barang dan jasa serta reorganisasi di pemerintah daerah.

1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda

Motor

Secara tahunan, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan

sepeda motor tumbuh sebesar 6,77% (yoy) pada tahun 2016 meningkat

dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh 6,07% (yoy). Peningkatan ini

menggambarkan adanya perbaikan daya beli masyarakat NTT pada tahun 2016 yang

diperkirakan turut ditopang oleh peningkatan penghasilan di sektor pertanian dan

perkebunan, dorongan gaji ke-13 dan ke-14 PNS dan peningkatan kegiatan proyek-

proyek pemerintah dan swasta pada tahun 2016. Selain itu, kegiatan bersifat nasional

seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas) dan Alor Expo, serta pameran-pameran yang

dilakukan di daerah (Pameran Pembangunan) diperkirakan turut mendorong kinerja

penjualan komoditas di Provinsi NTT. Momen keagamaan dan liburan, seperti Natal,

Paskah, Idul Fitri dan Idul Adha juga turut mendorong sektor perdagangan.

Sementara itu pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran pada

triwulan IV-2016 tercatat 7,57% (yoy) melambat apabila dibandingkan triwulan III

yang sebesar 8,10% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan oleh tingginya pertumbuhan

sektor perdagangan secara historis setiap triwulan-IV seiring momen natal, liburan

sekolah dan menjelang tahun baru di triwulan IV. Namun, angka pertumbuhan yang

cukup tinggi mencapai 7,57% (yoy) menggambarkan masih terjaganya daya beli

masyarakat di akhir tahun 2016. Adanya panen komoditas pertanian (padi dan jambu

mete), kegiatan proyek-proyek, dorongan alokasi dana desa yang digunakan untuk

kegiatan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat di pedesaan sehingga membuka

lapangan kerja baru serta kegiatan Hari Nusantara di Kab. Lembata diperkirakan menjadi

faktor yang menjaga konsistensi daya beli masyarakat NTT di akhir tahun.

Pertumbuhan positif juga terlihat dari beberapa indikator survei Bank

Indonesia, yaitu Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK).

Page 39: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 21

Indikator SKDU berupa Indeks Kegiatan Dunia Usaha dan Indeks Harga Jual menunjukkan

adanya trend meningkat yang menggambarkan peningkataan kegiatan usaha yang

dirasakan oleh para pelaku usaha pada triwulan IV-2016. Selain itu indikator Survei

Konsumen juga menunjukkan adanya peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK),

Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang

menggambarkan adanya kenaikan optimisme konsumen dalam melihat kondisi ekonomi

NTT di triwulan IV yang menandakan adanya kecenderungan potensi kenaikan belanja

konsumen. Di sisi lain, indikator perbankan berupa kredit perdagangan menunjukkan

adanya perlambatan pertumbuhan dari 18,2% (yoy) di triwulan III menjadi 15,3% (yoy)

di triwulan IV dengan nominal kredit mencapai Rp 5,84 triliun. Namun, pertumbuhan

kredit yang masih cukup tinggi ini menunjukkan pergerakan sektor perdagangan yang

masih terjaga cukup tinggi di akhir tahun.

Grafik 1.29. Perkembangan SKDU Sektor

Perdagangan

Grafik 1.30. Perkembangan Survei

Konsumen

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.31. Perkembangan Kredit Sektor

Perdagangan

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Pada triwulan I-2017, perkembangan sektor perdagangan diperkirakan

cukup stabil dibandingkan triwulan IV-2016. Secara historis, pertumbuhan sektor

perdagangan pada triwulan I cenderung selalu mengalami perlambatan karena ketiadaan

momen-momen keagamaan yang dapat mendorong kenaikan konsumsi masyarakat

Page 40: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 22

secara umum. Namun, untuk triwulan I-2017 terdapat momen Pemilu Kepala Daerah

yang diperkirakan dapat menjaga pertumbuhan penjualan tahunan terutama untuk alat-

alat kampanye seperti spanduk, sandang dan keperluan konsumsi. Selain itu, keperluan

alat tulis untuk kegiatan pemilu juga diperkirakan mendorong sektor perdagangan. Di

sisi lain, berdasarkan hasil SKDU-Bank Indonesia terdapat trend penurunan pada

indikator kegiatan dunia usaha dan harga jual. Namun dengan angka yang masih positif

(>0), maka masih terdapat potensi optimisme pelaku usaha akan terjadinya pertumbuhan

kegiatan dunia usaha pada triwulan I-2017.

Grafik 1.32. Proyeksi SKDU Perdagangan

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

1.3.4 Sektor Konstruksi

Pertumbuhan sektor konstruksi sepanjang 2016 mencapai 8,46% (yoy)

meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 5,22% (yoy). Peningkatan

pertumbuhan ini diperkirakan turut ditopang oleh kegiatan proyek multiyear pemerintah

yang telah memasuki tahap kontruksi seperti bendungan raknamo,jalan sabuk

perbatasan, dan pos lintas batas negara. Proyek-proyek lainnya yang dilakukan

pemerintah diantaranya pembangunan dan perbaikan jalan di berbagai kabupaten-kota,

pembangunan jembatan, jaringan irigasi, pasar, embung, dermaga, rumah sakit dan

gedung pemerintahan. Sementara pembangunan dari pihak swasta dan BUMN,

diantaranya hotel, pusat perbelanjaan, jaringan BTS dan pembenahan bandara.

Pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-IV 2016 tercatat 8,48% (yoy)

melambat dibandingkan triwulan-III yang sebesar 9,30% (yoy). Perlambatan lebih

disebabkan oleh tingginya kegiatan konsentrasi pembangunan pemerintah pada triwulan

III karena didukung kondisi cuaca yang menyebabkan banyak investor swasta lebih

memilih memulai proses pembangunan dan percepatan kegiatan proyek yang akan

diresmikan pada triwulan IV (Gedung Pemerintahan dan Pos Lintas Batas Negara).

Namun, pertumbuhan konstruksi tercatat tetap terjaga (>8%-yoy) pada triwulan IV yang

Page 41: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 23

didukung oleh penyelesaian proyek multiyear yang masih dilakukan (bendungan, PLBN

Motamasin dan PLBN Wini) serta kelanjutan proyek jalur sabuk perbatasan dan Proyek

Pengembangan Infrastruktur pemukiman (PIP) di Motaain dan Motamasin. Selain itu,

pengembangan proyek konstruksi pada triwulan IV juga diperkirakan masih didorong

oleh percepatan kegiatan proyek single year pemerintah seperti pembangunan dan

perbaikan jalan, sarana irigasi dan gedung pemerintahan. Selain juga pembangunan dari

BUMN dan swasta, seperti sarana komunikasi tanpa kabel (BTS), pengembangan

bandara, hotel dan pusat perbelanjaan yang masih dilakukan.

Tracking pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan I-2017 diperkirakan

masih tumbuh cukup stabil. Kegiatan konstruksi di awal tahun terjadi pada proyek-

proyek multiyears pemerintah yang terus berlanjut dan telah memasuki masa kontruksi

serta kegiatan proyek 2016 yang diperpanjang jangka waktu penyelesaian hingga 50 hari

di tahun 2017. Selain itu, kegiatan proyek lainnya juga diindikasikan akan dimulai pada

awal tahun, seperti pembangunan RSUD, perbaikan jalan dan jembatan serta proyek

swasta seperti pembangunan perumahan.

1.3.5 Sektor-sektor Lainnya

Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh cukup tinggi pada

tahun 2016 yaitu sebesar 14,46% (yoy) jauh meningkat dibandingkan tahun 2015

yang sebesar 6,17% (yoy). Peningkatan pertumbuhan sektor akomodasi pada tahun

2016 diperkirakan turut didorong oleh kegiatan-kegiatan bersifat nasional dan regional

yang mendorong kenaikan tingkat okupansi hotel dan restoran. Beberapa kegiatan

bersifat nasional diantaranya Hari Keluarga Nasional (Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil

Expo, Hari Nusantara, dan Tour De Flores. Selain itu, dorongan juga berasal dari kegiatan

rapat yang diadakan di hotel seperti Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah

(Rakor Pusda) di Kota Kupang dan rapat intra pemerintah lainnya.

Pada triwulan IV-2016, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum

mengalami pertumbuhan sebesar 13,01% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-

III yang sebesar 16,51% (yoy). Perlambatan terutama disebabkan oleh menurunnya

kegiatan bersifat nasional serta pameran-pameran. Tercatat hanya terdapat satu even

nasional yaitu Hari Nusantara di Kab. Lembata, selain itu kondisi cuaca dan gelombang

tinggi di akhir tahun juga menghambat kegiatan wisata alam yang banyak terdapat di

NTT sehingga berdampak pada penurunan kunjungan wisatawan di triwulan IV. Namun,

adanya kenaikan permintaan dari internal NTT terutama memasuki momen natal dan

menjelang tahun baru diperkirakan menjadi penyangga pertumbuhan yang masih cukup

Page 42: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 24

tinggi. Hal ini terindikasi dari tidak begitu signifikannya penurunan jumlah tamu hotel

dari 65.360 orang (triwulan III) menjadi 65.320 orang (triwulan IV). Namun secara

pertumbuhan, terjadi perlambatan cukup tajam untuk kunjungan tamu hotel dari 28,6%

(yoy) di triwulan III menjadi 6,7% (yoy) di triwulan IV. Indikasi lainnya adalah penurunan

perputaran penumpang bandara yang cukup besar. Pada triwulan IV tercatat penumpang

berangkat dan pulang dari bandara-bandara di NTT mencapai 88.750 orang atau tumbuh

13,9% (yoy) namun menurun dibandingkan triwulan III yang sebesar 924.015 orang atau

tumbuh mencapai 29,1% (yoy).

Di sisi lain, tracking pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum pada

triwulan I-2017 diperkirakan mengalami perlambatan. Hal ini diperkirakan terjadi karena

ketiadaan even bersifat nasional dan momen liburan keagamaan ataupun hari besar di

awal tahun. Selain itu, kondisi cuaca yang masih cukup buruk menjadi penghambat

antusiasme kunjungan wisatawan ke NTT. Namun, pertumbuhan positif masih terjadi

seiring kegiatan-kegiatan rapat koordinasi pemda dan timses pilkada di hotel atau

restoran.

Grafik 1.33. Perkembangan Tamu Hotel Grafik 1.34. Perkembangan Penumpang

Bandara

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tercatat tumbuh sebesar 8,47% (yoy)

pada tahun 2016. Sementara itu pertumbuhan triwulan IV meningkat menjadi

8,38% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang 4,45% (yoy). Peningkatan kegiatan jasa

keuangan dan asuransi terindikasi dari pertumbuhan indikator Nilai Tambah Bank (NTB)

untuk Bank Umum yang mencapai 15,7% (yoy) pada tahun 2016. Pertumbuhan

didorong oleh adanya perkembangan pada pendapatan FISIM (Financial Intermediation

Services Indirectly Measured) atau pendapatan bank dari margin suku bunga, Pendapatan

Provisi/Komisi dan Pendapatan Sekunder Bank yang mencapai Rp 2,14 triliun (2016)

dibandingkan 2015 yang sebesar Rp 1,86 triliun. Hal ini terlihat pula pada tingginya kredit

Bank Umum di Provinsi NTT hingga akhir tahun 2016 yang tercatat sebesar Rp 22,84

triliun atau tumbuh 12,59% (yoy).

Page 43: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 25

Sementara itu secara triwulanan, pertumbuhan NTB Bank Umum juga mengalami

kenaikan dari 7,07% (yoy) pada triwulan III menjadi 15,2% (yoy) pada triwulan IV.

Adanya peningkatan nominal kredit yang mencapai Rp 454,6 miliar pada triwulan IV

dibanding triwulan III diperkirakan menjadi salah satu penyebab.

Di sisi lain, perkembangan jasa keuangan dan asuransi pada triwulan I-2017

diperkirakan tumbuh cukup stabil. Pertumbuhan diperkirakan terjadi karena masih

tingginya kebutuhan masyarakat akan jasa keuangan dan asuransi di NTT, selain itu

pertumbuhan juga ditopang kredit masyarakat seiring kebutuhan pendanaan untuk

musim tanam dan pengiriman pendanaan untuk kegiatan perusahaan dan pemerintah

di awal tahun.

Grafik 1.35. Perkembangan NTB Perbankan

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh sebesar 6,73% (yoy) pada

tahun 2016 dan tumbuh 5,48% (yoy) di triwulan IV. Pertumbuhan sepanjang tahun

2016 diperkirakan turut ditopang oleh adanya pembukaan beberapa rute penerbangan

baru seperti Garuda (Denpasar-Maumere dan Jakarta-Kupang (direct)), Airfast (Labuan

Bajo-Ruteng), Trans Nusa (Ngada-Kupang), Nam Air (Denpasar-Labuan Bajo), serta Lion

Air (Kupang-Alor dan Kupang-Atambua) Selain itu, terdapat pula penambahan rute kapal

laut, seperti Kapal Motor Tilongkabila (Rinca dan Komodo) serta 18 rute baru ASDP dan

mulai beroperasinya taksi argo (Go Go Taxi) di Kota Kupang. Selain itu juga, peningkatan

penumpang pesawat hingga 20% dan kapal laut (10%) pada libur perayaan Idul Fitri

menjadi indikasi peningkatan lainnya.

Secara triwulanan, pertumbuhan triwulan IV cenderung melambat.

Perlambatan disebabkan oleh minimnya pembukaan rute baru pesawat yang tercatat

hanya Lion Air tujuan Kupang-Lombok dan Wings Air tujuan Kupang-Tambolaka-Ende,

serta kondisi cuaca yang menyebabkan penurunan penggunaan kapal laut untuk

Page 44: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 26

perjalanan di akhir tahun, walaupun pertumbuhan masih tetap terjadi seiring adanya

perayaan hari raya natal dan tahun baru di akhir tahun.

Di sisi lain, pertumbuhan pada triwulan I-2017 diperkirakan juga melambat.

Ketiadaan momen libur hari besar dan libur keagamaan diperkirakan mengurangi

frekuensi penggunaan pesawat terbang dan kapal laut di awal tahun. Selain itu, kondisi

cuaca yang kurang baik juga diperkirakan mengurangi pengiriman stok barang dagangan

dari daerah lain, sehingga berdampak pada terbatasnya pertumbuhan sektor

pergudangan.

Sektor real estate tercatat tumbuh 3,41% (yoy) pada tahun 2016 dan tumbuh

sebesar 3,53% (yoy) pada triwulan IV-2016. Pertumbuhan sektor real estate pada

tahun 2016 turut terbantu oleh beberapa kegiatan pameran perumahan seperti kegiatan

Real Estate Indonesia (REI) Expo 2016 dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan

(FLPP). Sementara itu pertumbuhan triwulan IV turut ditopang pameran BTN Expo 2016

pada bulan Oktober dan REI-Bank NTT Expo di akhir tahun 2016. Tracking pertumbuhan

sektor real estate pada triwulan I-2017 diperkirakan sedikit meningkat karena adanya

tindak lanjut penyediaan rumah sebagai hasil kegiatan pameran sepanjang tahun 2016.

Sektor industri pengolahan tercatat tumbuh 4,98% (yoy) di tahun 2016 dan

tumbuh sebesar 3,41% (yoy) di triwulan IV-2016. Sepanjang tahun 2016 belum

terdapat lonjakan pertumbuhan berarti pada sektor industri pengolahan karena belum

adanya penambahan industri besar di NTT. Tercatat hanya terdapat beberapa pabrik kelas

menengah kecil, seperti air kemasan dan rumput laut di Sabu Raijua. Pengembangan

industri cukup besar seperti semen kupang III dan pabrik gula (Sumba Timur) baru akan

mulai dibangun pada tahun 2017. Minimnya produksi pengolahan juga terjadi pada

triwulan-IV 2016 yang diperkirakan lebih didorong oleh peningkatan industri makan

minum memasuki momen natal dan akhir tahun. Sementara itu, prospek pada triwulan

I-2017 diperkirakan masih cukup stabil dan belum tumbuh terlalu besar karena baru akan

dimulainya pembangunan pabrik skala besar.

Pada tahun 2016, sektor pengadaan Listrik dan gas tumbuh sebesar 14,61%

(yoy) dan 11,52% (yoy) pada triwulan IV 2016. Pertumbuhan tahunan yang cukup

tinggi diperkirakan turut didorong oleh penambahan kapasitas melalui pasokan mesin

(diantaranya Kab. Sikka, Sumba dan Kab. Flores Timur), Gardu Induk, dan Saluran Udara

Tegangan Extra Tinggi (SUTET). Sementara itu pertumbuhan triwulan IV cenderung

melambat karena masih terbatasnya penambahan infrastruktur ketenagalistrikan.

Kedatangan Kapal Pembangkit Listrik Marine Vessel Power Plant (MVPP) Gokhan Bey

Page 45: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 27

berkapasitas 60 MW baru akan dioptimalisasikan pada tahun 2017. Sementara itu

dengan adanya kapal MVPP dan rencana penambahan kapasitas melalui PLTU IPP Bolok

(2 x 15 MW) pada bulan Maret, diperkirakan pertumbuhan triwulan I-2017 akan

meningkat.

Sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh 6,76% (yoy) pada tahun

2016 dan sebesar 7,23% (yoy) pada triwulan IV-2016. Sepanjang tahun 2016

pertumbuhan turut didorong penguatan layanan melalui pengembangan jaringan oleh

PT. Telkomsel dan PT. XL Axiata. Selain itu, dilakukan pula proses migrasi dan promosi

pengguna layanan Telkomsel ke 4G di tahun 2016 serta adanya kenaikan tarif pulsa

ponsel di bulan September. Sementara itu, pertumbuhan triwulan IV-2016 diperkirakan

turut ditunjang peningkatan trafik data internet dan telepon di akhir tahun. Pertumbuhan

pada triwulan I-2017 diperkirakan melambat karena belum adanya langkah promosi

paket dari provider dan ketiadaan momen keagamaan atau hari besar yang dapat

meningkatkan penggunaan trafik data dan telepon secara signifikan. Namun, potensi

peningkatan terjadi dari adanya kenaikan tarif pulsa ponsel di awal tahun.

Secara tahunan sektor lainnya, jasa pendidikan mengalami perlambatan

pertumbuhan yang kemungkinan disebabkan oleh terhambatnya penyaluran tunjangan

sertifikasi guru.Sementara sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur

ulang, sektor jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya cenderung mengalami

perlambatan. Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian serta sektor jasa

kesehatan dan kegiatan sosial cenderung meningkat.

Di sisi lain secara pertumbuhan triwulan IV dibandingkan triwulan III , sektor

pertambangan serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial cenderung melambat, sementara

sektor jasa pendidikan, sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur

ulang, sektor jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya cenderung meningkat di akhir

tahun. Peningkatan sektor pengadaan air diperkirakan turut ditopang oleh kegiatan

PDAM Kota Kupang untuk pemasangan 2.000 sambungan bagi Masyarakat

Berpenghasilan Rendah (MBR) pada tahun 2016 yang telah mencapai target di bulan

Desember. Sementara itu, pencairan DAU pada bulan Desember diperkirakan turut

berpengaruh bagi pencairan untuk kegiatan tunjangan sertifikasi guru. Sementara itu,

tracking untuk sektor lainnya pada triwulan I-2017 secara umum diperkirakan mengalami

peningkatan yang ditopang oleh percepatan kegiatan dibandingkan periode yang sama

pada tahun sebelumnya.

Page 46: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Boks 1 Karakter Ekonomi Provinsi NTT dan Kontribusi Terhadap Perekonomian Indonesia 28

PDB Indonesia pada tahun 2016 mencapai 12.407 triliun rupiah, meningkat 5,02%

(yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 11,531 triliun rupiah. Provinsi DKI

Jakarta menjadi provinsi dengan PDRB terbesar mencapai 2,122 triliun rupiah, diikuti oleh

Provinsi Jawa Timur dengan PDRB sebesar 1.855 triliun, Jawa Barat (1.653 triliun), Jawa

Tengah (1.095 triliun) dan Provinsi Riau (682 triliun). Total PDRB Provinsi NTT pada tahun

2016 sebesar 84 triliun rupiah, atau sebesar 0,66% dari total PDB Indonesia, menempatkan

PDRB Provinsi NTT pada ranking 9 terendah di Indonesia. Dengan jumlah penduduk sebesar

5,2 juta (estimasi 2016), membuat PDRB perkapita di NTT menempati urutan terbawah

dengan nilai sebesar 16 juta perkapita per tahun, cukup jauh dibandingkan rata-rata PDB

perkapita nasional yang sebesar 45 juta perkapita per tahun atau Provinsi DKI Jakarta dengan

PDRB per kapita mencapai 212 juta perkapita per tahun.

Grafik Boks 1.1. Ranking PDRB dan Jumlah

Penduduk 34 Provinsi di Indonesia

Grafik Boks 1.2. Ranking PDRB perkapita dan

Pertumbuhan Ekonomi 34 Provinsi di Indonesia

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT tahun 2016 mencapai 5,18% (yoy), cukup

meningkat bila dibandingkan PDRB tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) atau PDB Nasional

yang sebesar 5,02% (yoy). Secara keseluruhan, terdapat 26 Provinsi yang memiliki

pertumbuhan di atas pertumbuhan nasional atau hanya 8 provinsi yang memiliki

pertumbuhan ekonomi di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Provinsi Kalimantan Timur

menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi negatif -0,38% (yoy) terutama disebabkan

oleh masih belum pulihnya kinerja pertambangan yang juga berdampak pada menurunnya

kinerja konstruksi di Kalimantan Timur.

Berdasarkan pangsa sektoral, sektor pertanian masih menjadi penyumbang utama

PDRB, diikuti oleh sektor administrasi pemerintah, perdagangan besar dan eceran, konstruksi

dan jasa pendidikan. Berdasarkan rincian sub sektor pertanian, tanaman pangan dan

peternakan memiliki pangsa terbesar ke-3 dan ke-4, setelah administrasi pemerintahan dan

konstruksi. Dibanding pangsa nasional, subsektor tanaman pangan memiliki nilai bobot relatif

terbesar ke-3 di Indonesia setelah Provinsi Gorontalo dan Provinsi Lampung. Bahkan,

subsektor peternakan memiliki pangsa terbesar dibanding rata-rata nasional yang terlihat dari

nilai LQ peternakan yang mencapai 3,11 dan pangsa terhadap total PDRB NTT mencapai

9,57%. Subsektor peternakan NTT juga memiliki kontribusi terbesar ke-8 nasional dengan

Page 47: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Boks 1 Karakter Ekonomi Provinsi NTT dan Kontribusi Terhadap Perekonomian Indonesia 29

besar pangsa terhadap PDB Indonesia mencapai 3,76% yang terutama disumbang oleh

peternakan sapi. Adapun sektor lain yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap

perekonomian NTT relatif dibanding nasional antara lain sektor informasi dan komunikasi (LQ-

2,01, bobot 7,48%), jasa pendidikan (LQ-2,89%, bobot 9,57%) dan administrasi

pemerintahan (LQ-3,16, bobot 12,23%). Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan

pertumbuhan ekonomi di NTT masih sangat dipengaruhi oleh tumbuhnya sektor pertanian

dan pengeluaran pemerintah.

Grafik Boks 1.3. Struktur Ekonomi Provinsi NTT

Berdasarkan Sektoral

Grafik Boks 1.4. Struktur Ekonomi Provinsi NTT

Berdasarkan Penggunaan

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

Berdasarkan pendekatan pengeluaran, didapatkan bahwa 32,5% pengeluaran rumah

tangga digunakan untuk konsumsi makanan dan minuman, dan 43,83% digunakan untuk

konsumsi non makanan dan minuman, dengan pengeluaran terbesar pada konsumsi untuk

keperluan transportasi (15,86%) dan perumahan (12,29%). Konsumsi pemerintah

menyumbang 26,75% dari total PDRB NTT. Pengeluaran besar lainnya didapatkan dari

investasi pembangunan fisik dengan pangsa hingga 33,88% dari total PDRB NTT, diikuti

investasi non bangunan (8,56%). Namun demikian, tingginya belanja domestik ini tidak

sepenuhnya dinikmati masyarakat di NTT yang terlihat dari besarnya impor antar daerah yang

mencapai 64,77% dari total PDRB NTT. Hal ini berarti terdapat lebih dari 54 triliun rupiah

uang keluar NTT yang digunakan untuk keperluan konsumsi dan investasi di NTT. Tingginya

impor antar daerah tersebut berdampak negatif terhadap PDRB NTT yang secara langsung

mengurangi potensi total pendapatan atau pengeluaran yang bisa dihasilkan Provinsi NTT

dalam waktu satu tahun. Ekspor antar daerah di NTT juga masih relatif kecil dengan pangsa

hanya 14, 37% terutama berasal dari ekspor peternakan, perikanan, garam, dan hasil

perkebunan di NTT. Adapun kegiatan ekspor dan impor antar negara masih didominasi oleh

kegiatan ekspor jasa luar negeri terutama disumbang oleh pengiriman TKI walaupun

pertumbuhannya mengalami penurunan seiring dengan adanya moratorium pengiriman TKI

ataupun banyaknya ditemukan praktek pengiriman TKI ilegal dari Provinsi NTT. Sektor

pariwisata belum terlalu berkontribusi besar walaupun pada tahun 2016, jumlah kunjungan

wisatawan sudah mencapai 1 juta orang.

Walaupun pangsa terhadap perekonomian masih sangat kecil, sektor pariwisata

berpotensi untuk berkontribusi lebih terhadap perekonomian di NTT yang terlihat dari

pertumbuhan ekonomi sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang tumbuh

hingga 14,46% (yoy) dan menjadi pertumbuhan sektoral terbesar di Indonesia. Tingginya

potensi sumbangan pariwisata terhadap perekonomian NTT juga terlihat dari banyaknya

investasi pembangunan hotel, restoran dan jasa pariwisata di NTT yang mencapai lebih dari

50% dari total 104 komitmen investasi di tahun 2016.

Page 48: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Boks 1 Karakter Ekonomi Provinsi NTT dan Kontribusi Terhadap Perekonomian Indonesia 30

Grafik Boks 1.5. Andil Pertumbuhan Ekonomi

Sektoral di Provinsi NTT

Grafik Boks 1.6. Andil Pertumbuhan Ekonomi

Penggunaan di Provinsi NTT

Berdasarkan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi didapatkan bahwa sektor

pertanian mengalami perlambatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh adanya El Nino

di awal tahun yang mempengaruhi turunnya produksi pertanian tanaman pangan. Gejala La

Nina di tengah dan akhir tahun juga menurunkan produksi tanaman perkebunan dan hasil

tangkap ikan. Di tengah perlambatan tersebut, sektor konstruksi mampu memberikan

sumbangan pertumbuhan ekonomi terbesar, disusul oleh sektor perdagangan dan

administrasi pemerintah. Kegiatan administrasi pemerintah juga mengalami perlambatan

terutama disebabkan oleh adanya penghematan belanja yang dilakukan oleh satker

pemerintah pusat di NTT.

Perlambatan investasi juga terlihat dari rendahnya realisasi investasi di NTT terutama

disebabkan oleh penurunan belanja modal pemerintah pusat di NTT. Turunnya investasi juga

langsung berimbas terhadap turunnya impor antar daerah yang dilakukan.

Grafik Boks 1.7. Ranking PDRB dan Jumlah

Penduduk 22 Kabupaten Kota di NTT

Grafik Boks 1.8. Ranking PDRB Perkapita dan

Pertumbuhan Ekonomi 22 Kabupaten Kota di NTT

Apabila kembali dirinci berdasarkan data kabupaten kota tahun 2015, PDRB terbesar

dihasilkan oleh Kota Kupang dengan total nilai PDRB mencapai 16,62 triliun rupiah, diikuti

kabupaten Timor Tengah Selatan (5,52 T), Kabupaten Kupang (5,44 T), Ende (4,58T) dan

Sumba Timur (4,56T). Masih terdapat 2 kabupaten yang memiliki PDRB kurang dari satu triliun

yaitu Kabupaten Sumba Tengah dan Sabu Raijua. Dengan jumlah penduduk yang besar, dan

di sisi lain nilai nominal PDRB yang dihasilkan relatif rendah membuat PDRB perkapita di NTT

juga sangat rendah, bahkan terendah di Indonesia. Hanya Kota Kupang yang memiliki nilai

Page 49: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Boks 1 Karakter Ekonomi Provinsi NTT dan Kontribusi Terhadap Perekonomian Indonesia 31

PDRB per kapita mendekati rata-rata nasional, selebihnya berada di kisaran 12 juta rupiah per

kapita per tahun dengan Kabupaten Manggarai Timur dan Sumba Barat Daya sebagai daerah

dengan pendapatan perkapita terendah di NTT dengan nilai hanya 8,35 juta dan 8,43 juta

per kapita per tahun.

Berdasarkan total pangsa ekonomi per sektor, didapatkan bahwa Kabupaten Timor

Tengah Selatan dan Kabupaten Kupang menjadi sentra pertanian terbesar di NTT dengan

pangsa masing-masing sebesar 11,45% dan 10,99% dari total PDRB Sektor pertanian di NTT.

Subsektor peternakan menjadi komoditas utama penyumbang pertanian di kedua daerah

tersebut, selain juga disumbang oleh sub sektor tanaman pangan.

Berdasarkan pangsa sektoral, didapatkan bahwa 15 kabupaten di NTT masih sangat

tergantung pada sektor pertanian dan 12 kabupaten juga menggantungkan ekonominya dari

belanja pemerintah. Tingginya ketergantungan terhadap sektor pertanian tersebut

berdampak pada tren rendahnya PDRB di daerah-daerah tersebut. Dengan kondisi ekonomi

yang terlalu tergantung pada pertanian dan pengeluaran pemerintah, maka pertumbuhan

ekonomi akan sangat dipengaruhi oleh besarnya pengeluaran pemerintah atau inovasi

pertanian yang dilakukan.

Dengan karakter ekonomi di Provinsi NTT yang masih dominan digerakkan oleh sektor

primer dan pengeluaran pemerintah, maka dengan kondisi pengetatan anggaran yang

terjadi, pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT diperkirakan akan cenderung rendah pada

kisaran 5% dalam beberapa tahun ke depan. Akselerasi ekonomi diperkirakan baru akan

terjadi setelah pembangunan waduk, industri semen, garam dan gula selesai dilakukan.

Potensi pertumbuhan sebenarnya juga masih dapat diraih apabila kelebihan pasokan daya

listrik yang saat ini terjadi benar-benar dapat dimanfaatkan dengan mengupayakan

industrialisasi ekonomi yang sudah direncanakan dalam Kawasan Industri Bolok. Apabila

peluang industrialisasi ekonomi dapat segera ditangkap, maka pertumbuhan ekonomi di atas

6% dapat segera diraih.

Page 50: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 2 | Kajian Growth Diagnostic Provinsi NTT 32

Boks 2. Kajian Growth Diagnostic Provinsi NTT Pertumbuhan ekonomi provinsi NTT selama periode 2010-2016 cenderung stabil dalam

kisaran 5% (yoy) dan belum mengalami lonjakan pertumbuhan yang cukup tinggi. pangsa

perekonomian provinsi NTT yang cenderung bertumpu pada sektor pertanian dengan

peningkatan produksi yang terbatas menjadi salah satu penyebab terjadinya trend tersebut.

Apabila dilihat dari satu sisi, pencapaian tersebut merupakan hal yang positif karena

menunjukkan keberhasilan Provinsi NTT dalam menjaga stabilitas perekonomiannya. Namun

disisi lain perlu adanya reformasi struktural guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih

tinggi sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum. Sebagai

landasan perumusan strategi pembangunan, maka Bank Indonesia Provinsi NTT bersama

Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter telah melakukan kajian mengenai faktor-faktor

penghambat pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan pendekatan Growth Diagnostic

melalui metode HRV Tree (Hausmann, Rodrik, dan Velasco, 2005) yang mencakup analisis

hambatan utama perekonomian NTT. Sebagai langkah kuantifikasi terhadap dampak simulasi

kebijakan, juga digunakan Model Computable General Equilibrium (CGE)-INDOTERM yang

dibangun oleh Bappenas, CoPS Australia, CEDS UNPAD, ADB dan USAID.

Dalam metode HRV Tree dilakukan analisis untuk menentukan prioritas hambatan

utama yang dapat memberikan efek pertumbuhan ekonomi paling besar (most binding

constraint). Dalam metode ini terdapat dua hal utama penghambat investasi sebagai salah satu

pendorong pertumbuhan ekonomi di suatu daerah, yaitu 1) Tingkat pengembalian dari aktivitas

ekonomi yang rendah (didalamnya terdiri dari: rendahnya kualitas SDM, kurangnya

infrastruktur, geografis yang buruk, manajemen SDA yang buruk, serta kegagalan pemerintah

dan kegagalan pasar), dan 2) Ongkos dari pembiayaan yang tinggi (ketidakcukupan

pembiayaan domestik dan internasional karena tabungan yang rendah atau fungsi intermediasi

yang buruk). Data yang digunakan merupakan data-data sekunder dari BPS ataupun lembaga

lainnya. Dari hasil analisis ditemukan beberapa faktor penghambat utama investasi di NTT,

diantaranya adalah Kualitas Sumber Daya Manusia dan kurangnya infrastruktur terutama listrik.

Tabel Boks 2. 1. Matriks Hambatan Utama Perekonomian di Provinsi NTT

Penjelasan

Rasio Kredit/PDRB dan Simpanan/PDRB masih cukup rendah (<30%)

Loan to Deposit Ratio (LDR) masih tergolong rendah (sekitar 80%)

Pangsa Kredit Konsumsi sangat tinggi (rata-rata 63%)

Suku Bunga Investasi tinggi (rata-rata >14%)

Geografis Terdiri dari 8 musim kemarau dan 4 musim hujan dengan curah hujan rendah.

Manajemen

SDA Buruk

Produktivitas Pertanian dan alokasi pupuk subsidi yang rendah

Rasio Elektrifikasi masih rendah (58,6%) dengan konsumsi perkapita sangat rendah 139 Kwh/Kapita

Jumlah jalan beraspal masih rendah

Masih banyak terjadi sengketa lahan. Namun rasio penyelesaian cukup tinggi 80%

Akses sanitasi dan air bersih masih rendah

Biaya kirim logistik masih cukup tinggi

Tenaga kerja mayoritas tidak terididik (>60%), IPM masih rendah peringkat ke 31 dari 34 Provinsi

Produktivitas masih rendah 33,6 Juta/tahun dengan sektor terendah industri (Rp 8,2 juta/kapita)

Pangsa pengangguran terdidik selalu meningkat setiap tahun (miss match lapangan kerja)

Akses pendidikan dan kesehatan masih cukup rendah

Inflasi masih searah dengan nasional

Alokasi belanja modal Pemda masih sangat rendah

Indeks Tata Kelola Daerah, Indeks Persepsi Korupsi, Indeks Tata Ekonomi Daerah dan Daya Saing masih rendah

Persentase penyelesaian kasus masih cukup tinggi

Jumlah tindak pidana masih rendah

Jumlah kasus sengketa lahan rendah dan persentasi penyelesaian cukup tinggi

Analisis

Ke

ua

ng

an

Do

me

stik

Ko

mp

eti

si

Pe

nd

ap

ata

n d

ari

Ak

tiv

ita

s E

ko

no

mi

Pe

nd

ap

ata

n S

osi

al

Infr

ast

ruk

tur

SD

M

Re

sik

o

Ma

kro

Ma

kro

Re

sik

o

Mik

ro

Mik

ro

Page 51: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 2 | Kajian Growth Diagnostic Provinsi NTT 33

Sesuai temuan awal tersebut kemudian dilakukan Focus Group Discussion dengan

Pemerintah Daerah, Akademisi dan Pelaku Usaha di Provinsi NTT dalam rangka pengayaan

informasi dan masukan tambahan mengenai faktor-faktor penghambat investasi di NTT.

Sehingga akhirnya ditemukan 6 hal (permasalahan dan potensi ekonomi) yang dapat

menghambat perekonomian NTT, diantaranya: 1) Kurangnya Kualitas SDM, 2) Kurangnya akses

listrik, 3) Kurangnya akses air, 4) Permasalahan pembebasan lahan, 5) Permasalahan akses jalan

dan 6) Potensi pariwisata sebagai alternatif pendorong ekonomi di Provinsi NTT.

Rendahnya kualitas SDM sendiri terlihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT

yang berada di peringkat ke-32 dari 34 Provinsi di Indonesia. Di sisi lain, tenaga kerja di NTT

juga masih didominasi oleh tingkat Sekolah Dasar ke bawah (>60%). Hal ini juga tergambar

dari tingginya tingkat partisipasi murni sekolah untuk tingkat SD yang mencapai 94,56%.

Sementara itu tingkat SMP baru mencapai 65,86% dan SMA (52,15%). Konsentrasi tenaga

kerja yang berada di sektor pertanian sehingga tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja dengan

tingkat pendidikan yang tinggi ditengarai menjadi salah satu faktor penyebab.

Grafik Boks 2. 1. Kondisi Pendidikan Angkatan

Kerja

Grafik Boks 2.2. Angka Partisipasi Sekolah

Provinsi NTT

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Di sisi lain, ketersediaan infrastruktur yang masih kurang baik seperti rendahnya

kapasitas listrik, akses sanitasi dan kelayakan jalan dapat menjadi kendala kritikal lainnya bagi

pengembangan investasi di Provinsi NTT. Rasio elektrifikasi Provinsi NTT pada tahun 2015 baru

mencapai 58,38% atau ke-2 terendah diatas Provinsi Papua yang sebesar 45,6%. Kondisi NTT

yang merupakan daerah kepulauan mendorong pembangunan pembangkit listrik yang isolated

dan tidak terkoneksi antar pulau. Akses air bersih sendiri baru mencapai 52,7% lebih rendah

daripada nasional yang 68,1%. Dari sisi konektivitas, jumlah ketersediaaan jalan aspal baru

56,2% dari total panjang jalan di NTT, kondisi jalan yang buruk dapat menyebabkan

terhambatnya kegiatan sirkulasi barang antar daerah. Sementara itu, permasalahan

pembebasan lahan juga menghambat beberapa rencana investasi BUMN/ swasta, seperti Pabrik

Semen Kupang dan PT. Gulf Mangan, serta proyek pemerintah seperti bendungan Kolhua.

Berdasarkan temuan tersebut maka dilakukan simulasi dengan model CGE-INDOTERM

untuk mengkuantifikasikan dampak pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja

apabila dilakukan pembenahan terhadap faktor-faktor tersebut. Adapun asumsi yang dilakukan

menggunakan dokumen RPJMN, RPJMD, dan informasi dari media massa dan FGD terkait

rencana pemerintah hingga tahun 2020. Asumsi yang digunakan diantaranya 1) peningkatan

lama sekolah dari 7,35 tahun (2014) menjadi 8,82 tahun (2020) untuk perbaikan kualitas SDM,

2) Peningkatan kapasitas listrik sebesar 313,6 MW, 3)Peningkatan kategori jalan baik dari

54,4% (2014) menjadi 70% (2018), 4) Pembangunan 7 bendungan di NTT, 5) Penyelesaian

permasalahan lahan untuk investasi PT. Semen Kupang dan PT. Gulf Mangan dan 6)

Peningkatan kunjungan wisatawan mancanagera ke NTT hingga 2011 ribu orang (2020).

Page 52: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 2 | Kajian Growth Diagnostic Provinsi NTT 34

Tabel Boks 2. 2. Matriks Dampak Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja

Berdasarkan hasil simulasi CGE-INDOTERM diketahui bahwa peningkatan rata-rata lama

sekolah di NTT dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun sebesar 0,35%

dari kondisi normal (baseline) dan peningkatan penyerapan tenaga kerja 0,41%. Hal ini

menggambarkan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi pengembangan

ekonomi di NTT. Sementara prioritas kedua adalah pengembangan pariwisata yang

memberikan dampak peningkatan pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun sebesar 0,39%

dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,25%. Prioritas ketiga yang dapat dilakukan adalah

peningkatan kapasitas listrik yang berdampak peningkatan rata-rata pertumbuhan ekonomi

pertahun sebesar 0,39% dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,18%. Kebijakan selanjutnya

yang dapat dilakukan secara berturut-turut adalah peningkatan akses terhadap air dengan

pembangunan bendungan, penyelesaian masalah lahan dan perbaikan kondisi jalan.

Adapun beberapa masukan yang dapat dilakukan dalam pengembangan ekonomi dan

investasi di Provinsi NTT, diantaranya:

1. Upaya pengembangan Sumber Daya Manusia: a) Peningkatan pembentukan pendidikan

non formal (kepelatihan/ kursus) terutama di bidang pariwisata, b) Peningkatan sarana

penunjang di sekolah pedesaan, seperti internet dan komputer, c) Perlunya peningkatan

kualitas guru dan dosen melalui pemberian beasiswa atau pelatihan, serta e) Upaya

pengiriman SDM NTT secara massif untuk bersekolah di Pulau Jawa yang kemudian harus

kembali ke NTT untuk mengembangkan daerahnya.

2. Upaya Pengembangan Pariwisata: a) Dukungan terhadap rencana pembangunan kawasan

Strategis Pariwisata Nasional di NTT, b)Pembenahan SDM dan kemudahan investasi sektor

pariwisata, c) Promosi melalui media sosial dan elektronik, d)Pembenahan akses dan fasilitas

penunjang (seperti WC Umum) di daerah wisata.

3. Upaya Pengembangan Tenaga Listrik: a) Pengembangan energi alternatif seperti hidro,

arus laut, surya dan bayu, dan b) Pendirian Pembangkit Listrik Kapasitas besar >500 MW.

4. Upaya Peningkatan Akses terhadap Air dan Produktivitas Padi: a) Dukungan terhadap

pembangunan 7 bendungan di NTT, b) Penggunaan teknologi pengolahan air laut menjadi

air tawar, dan c) Konservasi daerah-daerah serapan air di NTT.

5. Upaya Mengatasi Permasalahan Lahan: a)Perlunya melibatkan masyarakat lokal dalam

kegiatan investasi, b) Pembenahan dokumen administrasi dan pertanahan oleh BPN, serta c)

Peningkatan koordinasi pusat dan daerah sehingga tidak terjadi tumpang tindih izin.

6. Upaya Perbaikan Konektivitas/Jalan: 1)Evaluasi status jalan menjadi jalan negara, dan b)

pembenahan transportasi alternatif seperti kapal laut dan sarana penunjangnya.

PDRB Tenaga Kerja

1 Peningkatan Rata-Rata sekolahPeningkatan rata-rata lama sekolah dari yang semula

selama 7,35 tahun menjadi 8,82 tahun.0.35 0.41

2 Peningkatan Kapasitas ListrikKenaikan kapasitas terpasang listrik di NTT dari 249 MW

(2015) menjadi 474 MW (2020). 0.39 0.18

3 Perbaikan Jalan Peningkatan jalan kategori baik dari 54,4% menjadi 70% 0.06 0.03

4 Pembangunan BendunganPembangunan 7 Bendungan, peningkatan produksi

Pertanian 10,09% (2020) dan akses air 0.22 0.08

5 Permasalahan Lahan Penyelesaian proyek mangan dan semen di NTT 0.2 0.08

6 Diversifikasi Pariwisata Peningkatan jumlah Kunjungan Wisman 0.39 0.25

1.61 1.03Total

ASUMSIDampak Makro Ekonomi

KebijakanNo

Page 53: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 2 | Distribusi BBM di Provinsi Nusa Tenggara Timur 35

Boks 3. Distribusi Bahan Bakar Minyak di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Pada tahun 2016, PT Pertamina telah berhasil menyalurkan 550 ribu kilo liter BBM1 di

Provinsi NTT dengan total nilai omset lebih kurang mencapai 3 triliun rupiah. Secara tahunan,

penyaluran BBM mengalami pertumbuhan hingga 9,08% (yoy), lebih tinggi dibanding tahun

sebelumnya yang relatif tetap, ataupun dibanding pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT yang

tumbuh 5,18%. Tingginya pertumbuhan konsumsi BBM kemungkinan besar lebih disebabkan

oleh membaiknya kondisi perekonomian di Provinsi NTT, yang membuat konsumsi masyarakat

juga mengalami peningkatan. Selain itu, Penurunan harga BBM yang terjadi di tahun 2016

mampu meningkatkan gairah masyarakat untuk beraktivitas yang terlihat dari tingginya

konsumsi transportasi dan komunikasi masyarakat terutama pada triwulan I dan II 2016. Gejala

peningkatan konsumsi BBM mulai terlihat di triwulan IV 2015 yang disebabkan oleh

menurunnya harga BBM. Pada triwulan I hingga III 2015, penggunaan BBM cenderung

mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang disebabkan oleh sentimen negatif

paska kenaikan harga BBM di akhir tahun 2014.

Berdasarkan pangsa penyaluran BBM, penjualan BBM di tahun 2016 masih didominasi

oleh penjualan BBM bersubsidi berupa premium, solar dan minyak tanah dengan total pangsa

mencapai 95,84%. Namun demikian, penjualan BBM Non Subsidi di tahun 2016 menunjukkan

lonjakan yang sangat signifikan, dengan pertumbuhan mencapai lebih dari 10 kali lipat,

terutama disebabkan oleh mulai dijualnya beragam BBM Non subsidi lainnya seperti pertalite di

8 kota, Dexlite dan pertamina dex di Kota Kupang dan Timor Tengah Utara, solar non subsidi di

12 kabupaten/kota di NTT, dan pertamax plus Kota Kupang. Pangsa BBM non subsidi juga

meningkat signifikan, dari hanya 0,40% di tahun 2015 menjadi 4,16% di tahun 2016.

Grafik Boks 3. 1. Penyaluran BBM di Provinsi NTT Grafik Boks 3.2. Pangsa Penyaluran BBM Di

Provinsi NTT

Sumber: PT Pertamina, diolah

Sumber: PT Pertamina, diolah

Berdasarkan jaringan distribusi, PT Pertamina saat ini memiliki 8 depot distribusi yang

tersebar di Pulau Timor, Flores dan Sumba. Adapun dalam pendistribusiannya, TBBM Tenau

Kupang, akan mendapat BBM dari Kilang Balikpapan atau Termintal Transit Utama (TTU) Tuban,

Bali, untuk didistribusikan ke TBBM Sumba Timur, Ende dan Atapupu. Adapun TBBM Maumere,

1 BBM yang disalurkan adalah realisasi lembaga penyalur ritel yaitu data agen minyak tanah dan penyaluran

Pertamina ke SPBU, APMS, dan SPDN dimana lembaga penyalur tersebut melayani sektor ritel yaitu kendaraan, usaha

mikro, sektor pertanian, dan layanan umum seperti rumah sakit tipe C dan D, tempat ibadah, dll

Page 54: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 2 | Distribusi BBM di Provinsi Nusa Tenggara Timur 36

akan mendapatkan suplai BBM dari TTU Bau-Bau untuk didistribusikan ke TBBM Reo, TBBM

Larantuka dan TBBM Kalabahi. Apabila terdapat kekurangan pasokan, TT Manggis, Bali akan

melakukan suplai ke 5 TBBM, sedangkan TBBM Tenau akan disuplai dari TT Tanjung Wangi.

Sebagai cadangan, TBBM Atapupu dapat disuplai via jalur darat dari TBBM Tenau.

Gambar Boks 3.1. Peta Distribusi BBM Per Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Sumber: PT Pertamina, diolah

Dari total 550 ribu kilo liter yang didistribusikan, 118 ribu kilo liter didistribusikan di

Kota Kupang, terdiri dari 111 kilo liter BBM bersubsidi dan 7 ribu KL BBM non subsidi. Besarnya

pendistribusian di Kota Kupang lebih disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk dan skala

ekonomi yang dilakukan. Kabupaten Sikka menjadi daerah dengan penggunaan BBM terbesar

ke-3 dengan jumlah mencapai 40 ribu kl, disusul oleh Kabupaten Manggarai (37 ribu kl), Belu

(36 ribu kl), Sumba Timur (31 ribu kl) dan Ende (29 ribu kl). Kabupaten Sabu Raijua, Sumba

Tengah, Rote Ndao, dan Lembata menjadi daerah dengan penggunaan BBM terendah di

Provinsi NTT dengan penggunaan masing-masing sebesar 4 ribu kl, 5 ribu kl, 9 ribu kl dan 10,5

ribu kl. Berdasarkan volume penggunaan BBM, hanya Kota Kupang yang menggunakan BBM

lebih dari 100 ribu kl, 10 kabupaten dengan rentang penggunaan antara 20 hingga 50 ribu kl,

8 Kabupaten dengan penggunaan antara 10 hingga 20 ribu kl, dan 3 kabupaten dengan

penggunaan kurang dari 10 ribu kl.

Apabila besar penyaluran BBM tersebut dibandingkan dengan PDRB sektor transportasi

dan komunikasi ataupun dengan sebaran jumlah penduduk, didapatkan bahwa nilai distribusi

BBM bersubsidi berkorelasi positif signifikan dengan nilai PDRB sektor transportasi dan

komunikasi serta dengan jumlah penduduk. Baik bahan bakar premium, solar maupun minyak

tanah menunjukkan nilai korelasi (R2) di atas 90% yang artinya besaran jumlah BBM yang

didistribusikan ke masing-masing kabupaten/kota sudah mengikuti penyebaran jumlah

penduduk dan kapasitas ekonomi di masing-masing wilayah. Arah sebaran grafik cenderung

bias ke kanan yang menunjukkan bahwa semakin besar kapasitas ekonomi, maka peningkatan

kebutuhan BBM akan bertambah lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi yang ada.

Hanya Kota Kupang yang terlihat keluar dari sebaran normal yang kemungkinan lebih

disebabkan oleh fungsi Kota Kupang sebagai pusat ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur,

sehingga untuk beberapa moda transportasi seperti kapal dan pesawat dimungkinkan

mendapat pasokan dari luar daerah.

Page 55: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 2 | Distribusi BBM di Provinsi Nusa Tenggara Timur 37

Grafik Boks 3. 3. Rasio Penyaluran BBM dengan

PDRB Sektor Transportasi dan Komunikasi

Grafik Boks 3.4. Rasio Penggunaan BBM

Berdasarkan Rumah Tangga dan Kendaraan

Sumber: PT Pertamina, diolah

Sumber: PT Pertamina, diolah

Apabila dilihat lebih detil, Rasio penggunaan minyak tanah di Kota Kupang terlihat

paling besar dibanding daerah lain. Rata-rata tiap rumah tangga menggunakan 0,6 liter minyak

tanah per hari, lebih besar dibanding daerah lainnya. Hal ini kemungkinan besar disebabkan

oleh tidak adanya alternatif bahan bakar lain sebagaimana biasa digunakan oleh penduduk

pedesaan. Secara rata-rata, rumah tangga di Provinsi NTT menggunakan 1 liter minyak tanah

untuk 4 hari memasak. Rasio penggunaan minyak tanah per rumah tangga terendah di

Kabupaten Sabu Raijua, Manggarai Timur, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya yang

kemungkinan besar lebih disebabkan oleh penggunaan bahan bakar lain dalam memasak

makanan seperti menggunakan kayu bakar atau arang bakar.

Setiap rumah tangga di Provinsi NTT dalam sehari rata-rata menggunakan 0,7 liter

premium untuk kendaraannya. Tingkat konsumsi premium tertinggi terjadi di Kota Kupang,

dengan rata-rata per hari mengkonsumsi 2 liter premium atau setara dengan 3 kali lipat rata-

rata konsumsi premium di NTT. Hal ini dinilai wajar mengingat cakupan nilai PDRB per kapita

Kota Kupang yang juga mencapai 3 kali lipat dibanding rata-rata NTT. Berdasarkan rasio jumlah

kendaraan per rumah tangga juga terbukti bahwa rumah tangga di Kota Kupang rata-rata

memiliki 2 buah kendaraan bermotor, bandingkan dengan Kabupaten Manggarai Timur yang di

tiap 4 rumah tangga baru memiliki 1 kendaraan bermotor. Rasio penggunaan premium per

jumlah kendaraan juga menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan premium per kendaraan di

Kota Kupang justru paling rendah dibanding kota lainnya di Nusa Tenggara Timur. Temuan

yang cukup menarik adalah tingginya rasio penggunaan premium di Kota Sabu Raijua yang

mencapai 218 km/ per kendaraan yang menunjukkan bahwa pasokan premium yang dikirimkan

sudah sangat memenuhi kebutuhan, walaupun di sisi lain, konsumsi premium per rumah

tangga menunjukkan nilai yang rendah. Tingginya rasio penggunaan premium ataupun solar di

Sabu Raijua kemungkinan besar disebabkan oleh adanya kendaraan dari luar NTT yang tidak

tercatat dan juga penggunaan untuk bahan bakar kapal nelayan yang juga cukup tinggi.

Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah tingginya minat masyarakat untuk

membeli kendaraan dari luar daerah dikarenakan bea balik nama kendaraan yang relatif lebih

rendah. Kondisi tersebut selain menyebabkan pemerintah tidak mendapatkan pendapatan

pajak, kendaraan dari luar NTT yang tidak tercatat juga berpotensi membuat perhitungan rasio

penggunaan BBM per kendaraan menjadi bias yang dapat berpengaruh pada sulitnya

menentukan kebijakan distribusi yang diambil.

Page 56: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 4 | Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di NTT 38

Boks 4. Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di Provinsi NTT

Sebagai negara kepulauan, pembenahan sektor logistik menjadi agenda penting

Indonesia untuk menurunkan biaya transportasi barang serta meningkatkan daya saing. Sampai

dengan tahun 2016, kinerja sektor logistik Indonesia masih tergolong tertinggal dibandingkan

negara tetangga di Asia termasuk Asia Tenggara. Berdasarkan data Logistic Performance Index

oleh Bank Dunia (2016), Indonesia masih menempati posisi cukup rendah yakni peringkat 63 dari

160 negara. Sementara dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia menempati

peringkat 4 dari 10 negara. Posisi tersebut masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga

seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Provinsi Nusa Tenggara Timur, sebagai provinsi

kepulauan dengan 1.192 pulau (44 pulau di antaranya berpenghuni) merupakan representasi

penting Indonesia sebagai negara kepulauan, sehingga dengan mempelajari karakteristik logisitik

yang ada di provinsi ini maka dimungkinkan dapat membantu menggambarkan karakteristik

logistik di Indonesia pada umumnya.

Transportasi laut memegang peranan sangat penting di Provinsi NTT sebagai sarana

perpindahan barang antara pulau satu ke pulau yang lain maupun dari dan ke Provinsi NTT.

Terdapat 5 pelabuhan laut komersial di NTT, yaitu Pelabuhan Laut Tenau (Kupang), Waingapu

(Sumba), Kalabahi (Alor), Maumere (Sikka) dan Ende. Selain itu, terdapat pelabuhan non

komersial yang juga melayani transportasi barang di antaranya Pelabuhan Reo, Labuan Bajo,

Aimere, Larantuka, Lewoleba, Baranusa, Atapupu, Rote, Sabu dan Waikelo. Pelabuhan Laut

Tenau (Kupang) masih menjadi satu-satunya pelabuhan yang dapat disandari kapal besar hingga

10.000 dead weight ton (DWT), sementara pelabuhan lain berkapasitas relatif kecil atau kurang

dari 2.000 DWT dan sebagai pelabuhan pengumpan. Dengan demikian, sebagian besar logistik

dengan tujuan Provinsi NTT melalui Pelabuhan Laut Tenau sebagai pelabuhan pengumpul, serta

sebagian melalui Pelabuhan Maumere untuk daratan Flores. Peran Pelabuhan Laut Tenau sebagai

hub sentral atau pintu masuk dan keluar utama transportasi laut barang menyebabkan kinerja

pelabuhan tersebut berpengaruh besar terhadap keseluruhan kinerja transportasi laut barang di

Provinsi NTT.

Sampai saat ini ketergantungan Provinsi NTT terhadap wilayah lain di Indonesia masih

sangat tinggi, terutama Surabaya. Banjarmasin, Makassar dan sekitarnya juga memasok barang

ke Provinsi NTT berupa general cargo, namun dengan jumlah yang jauh lebih kecil. Pola

ketergantungan Provinsi NTT berupa pusat-pinggiran. Artinya, sebagian besar barang yang

datang ke Provinsi NTT mengarah ke Pelabuhan Laut Tenau di Kupang baru kemudian diantar ke

wilayah-wilayah lain menggunakan kapal yang lebih kecil. Namun berdasarkan hasil survei pola

perdagangan antar wilayah di Provinsi NTT, diketahui bahwa antara Tenau (Timor) dan Flores

tidak terhubung dalam jalur distribusi untuk 5 komoditas perdagangan penyumbang inflasi

terbesar di Provinsi NTT yakni beras, gula pasir, cabai merah dan bawang merah. Masing-masing

distributor atau pedagang lebih memilih untuk mengambil sendiri barang-barang komoditas dari

pemasok dan mengirimkannya langsung ke tujuan tanpa melalui Pelabuhan Laut Tenau sebagai

hub sentral untuk menekan biaya transportasi. Setelah Tenau, pelabuhan dengan aktivitas

bongkar-muat barang relatif ramai di antaranya Waingapu (Sumba), Kalabahi (Alor), Atapupu

(Timor), Maumere, Ende dan Aimere (tiga pelabuhan di Flores).

Page 57: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 4 | Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di NTT 39

Berdasarkan sebaran rute pelayaran sebagaimana Gambar Boks 2.1, terlihat bahwa jalur

Surabaya-Kupang menjadi jalur utama kapal laut antarprovinsi, sementara Surabaya-Labuan Bajo

menjadi jalur masuk terdekat untuk barang ke Flores yang dilayani dengan truk-feri. Jalur

Surabaya-Maumere juga menjadi jalur masuk barang ke Flores yang dilayani dengan kapal laut

dan truk-feri. Selain itu, terlihat pula bahwa jalur laut barang antarpulau di Provinsi NTT cukup

ramai dengan hampir seluruh pelabuhan terhubung satu sama lain dengan peran sebagai hub

utama dipegang Pelabuhan Laut Tenau di Kupang.

Gambar Boks 4.1. Peta Alur Transportasi Laut Barang

Sumber : Dirjen Perhubungan Laut Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kupang, diolah

Saat ini terjadi tren peningkatan arus barang masuk ke Provinsi NTT, sementara

pengiriman barang keluar masih sangat rendah. Berdasarkan data agregat tahun 2016, volume

barang yang dimuat di seluruh pelabuhan Provinsi NTT hanya 3,5% dari total volume barang

yang dibongkar. Ketidakseimbangan volume bongkar-muat tidak hanya terjadi pada pengiriman

barang antarprovinsi namun juga pada pengiriman barang antarpulau dalam provinsi. Volume

barang yang dimuat di Kupang jauh lebih rendah dibandingkan barang yang masuk ke Kupang

dengan data agregat 2016 menunjukkan bahwa barang yang dimuat hanya 4,89% dari total

volume barang yang dibongkar. Hal tersebut menyebabkan biaya transportasi per satuan berat

di Provinsi NTT menjadi lebih tinggi dan waktu tunggu pengumpulan barang yang akan dikirim

menjadi lebih lama karena harus menunggu muatan penuh. Dalam rangka mengurangi

ketidakseimbangan perdagangan antarprovinsi dan antarpulau tersebut, maka peningkatan

kinerja perekonomian daerah serta peningkatan kualitas dan pengelolaan infrastruktur sejalan

dengan fokus pemerintah pusat saat ini perlu menjadi prioritas pemerintah Provinsi NTT.

Page 58: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 4 | Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di NTT 40

Selain menggunakan kapal laut, pengiriman barang di Provinsi NTT juga dilakukan melalui

truk dan feri. Namun demikian, pengiriman barang antarprovinsi di Provinsi NTT lebih dominan

menggunakan kapal laut karena selain jarak Surabaya-Kupang yang jauh, juga karena biaya yang

lebih rendah dan kapasitas lebih besar meskipun waktu yang diperlukan lebih lama. Sementara

pengiriman barang menggunakan truk dan feri umumnya banyak dimanfaatkan untuk

pengiriman barang antarpulau dalam provinsi dan dari/ke Flores barat, dengan pertimbangan

volume barang yang rendah dan waktu tempuh yang lebih singkat. Karakteristik barang yang

dimuat dan dibongkar secara keseluruhan berbeda dan tercermin dari struktur ekonomi Provinsi

NTT. Banyaknya barang primer berupa hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan yang dimuat

tercermin dari distribusi sektor pertanian terhadap PDRB menurut lapangan usaha yang terbesar

dibandingkan sektor lain, yaitu 28,89% (triwulan IV 2016). Di sisi lain, barang sekunder dan

tersier dengan nilai tambah tinggi mendominasi barang-barang yang dibongkar, menunjukkan

Provinsi NTT sebagai hilir dalam perdagangan kategori barang tersebut.

Sementara itu, transportasi ternak di Provinsi NTT khususnya sapi berdasarkan hasil

pencatatan diangkut menggunakan kapal khusus ternak sebanyak 11 buah yang beroperasi

mengangkut sapi dari Provinsi NTT ke daerah lain. Kapasitas angkut tiap kapal mulai dari 2.420-

13.200 ekor sapi per tahun dan secara total seluruh kapal dapat mengangkut sebanyak 53.500

sapi. Dapat diketahui bahwa rata-rata sapi yang diangkut dari Provinsi NTT sebesar 53.000-

54.000 ekor per tahun. Akan tetapi pada tahun 2016 total jumlah sapi yang diangkut lebih besar

daripada kapasitas maksimal kapal ternak tersebut, yakni 63.429 ekor sapi, sehingga sisanya

sebanyak 9.929 ekor sapi diangkut dengan kapal cargo biasa. Hal tersebut menunjukkan

peningkatan permintaan sapi dari Provinsi NTT sebagai salah satu penghasil utama di Indonesia,

sehingga kebutuhan akan kapal pengangkut sapi dan skema rute perjalanan yang lebih efisien

dibutuhkan agar mampu menekan biaya pengiriman dan dapat menekan harga sapi serta turut

berperan dalam menekan inflasi nasional.

Grafik 4.1. Arus Barang berdasarkan

Perdagangan dan Distribusi di Pelabuhan Tenau

a. Grafik 4.2. Arus Barang berdasarkan

Perdagangan dan Distribusi di Pelabuhan NTT

b.

Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), diolah c. Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), diolah

Page 59: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 4 | Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di NTT 41

Grafik 4.3. Kapasitas Muatan Sapi per Tahun

Sumber: PELNI, ASDP, PT Flobamora, diolah

Mengingat pentingnya transportasi laut barang di Provinsi NTT yang memiliki kondisi

geografis kepulauan, peningkatan kinerja transportasi ini mutlak diperlukan untuk meningkatkan

daya saing dengan daerah lain, baik dari segi pembangunan infrastruktur, sistem pengelolaan

yang menekankan optimalisasi waktu bongkar-muat dan rute kapal sejalan dengan fokus

pemerintah pusat saat ini, serta ketersediaan data dan informasi yang memadai.

Ketidakseimbangan perdagangan yang berdampak pada tingginya biaya transportasi laut barang

di Provinsi NTT dapat diatasi antara lain dengan peningkatan aktivitas perekonomian termasuk

pemerataan pertumbuhan ekonomi antara Kupang dengan daerah lain yang didukung dengan

kualitas infrastruktur, pelabuhan dan iklim usaha yang baik diantaranya regulasi dan kemudahan

akses modal.

Page 60: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya
Page 61: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Bab II |Keuangan Daerah 43

KEUANGAN DAERAH Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah

di Provinsi NTT pada triwulan IV-2016 telah mencapai Rp 25,99 triliun atau 104,27%

dari total rencana pendapatan tahun 2016 sebesar Rp 24,92 triliun.

Sementara itu, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 30,95 triliun atau 87,11%

dari pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 35,52 triliun, meningkat dibandingkan

tahun lalu didorong oleh peningkatan realisasi belanja konsumsi di tengah penurunan

realisasi belanja modal.

2.1 Kondisi Umum

Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan

pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan IV 2016 sebesar Rp 25,99 triliun atau 104,27%

dari total rencana pendapatan tahun 2016 yang sebesar Rp 24,92 triliun. Secara persentase,

realisasi pendapatan APBN Pemerintah Pusat di Provinsi NTT menjadi yang tertinggi yakni

sebesar 446,51% atau Rp 2,81 triliun yang terutama diperoleh dari Pajak Penghasilan (PPh).

Sementara realisasi belanja pemerintah di Provinsi NTT sebesar Rp 30,95 triliun atau 87,11%

dari total pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp Rp 35,52 triliun yang disertai adanya

peningkatan pagu belanja pada triwulan IV sebesar Rp 1,42 triliun. Pencapaian realisasi

belanja tersebut lebih tinggi dibandingkan pencapaian triwulan IV tahun 2015 yang sebesar

Rp 29,48 triliun atau 85,44% dari pagu anggaran 2015. Upaya pemerintah dalam

merealisasikan anggaran sejak paruh pertama 2016 tampaknya cukup efektif, sehingga

secara kumulatif realisasi APBN, APBD provinsi dan kabupaten/kota lebih baik dibandingkan

periode yang sama di tahun sebelumnya. Secara agregat pencapaian realisasi belanja

tertinggi oleh Pemerintah Provinsi sebesar 97,41%.

Grafik 2.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa

Tenggara Timur

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Page 62: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Bab II |Keuangan Daerah 44

2.2 Pendapatan Daerah

Pendapatan pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat

sebesar Rp 25,99 triliun. Komposisi pendapatan terdiri dari pendapatan APBN sebesar Rp

2,81 triliun atau di atas target sebesar 446,51% dengan sumber pendapatan terutama

dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 1,20 triliun atau 42,76% dari total pendapatan APBN,

Pajak Pertambahan Nilai (Rp 807,80 miliar) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Rp

739,14 miliar) terutama dari Bagian Pemerintah atas Laba BUMN (Rp 304,66 miliar). Pada

triwulan IV 2016, realisasi pendapatan tingkat provinsi mencapai Rp 3,86 triliun atau

104,92% dengan sumber utama dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 1,41 triliun

disusul oleh Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 1,34 triliun. Masih dominannya DAK

dan DAU didukung derajat otonomi fiskal (DOF) APBD Provinsi NTT, yaitu perbandingan

antara rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap total pendapatan yang masih rendah

sebesar 9,33%. Di samping itu, realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota

mencapai Rp 19,32 triliun atau 93,72% dengan dominasi masih berasal dari pendapatan

DAU sebesar Rp 11,67 triliun dan pencapaian sebesar 101,00%. Pencairan kembali DAU

yang sempat tertunda pada bulan November dan Desember 2016 sesuai pagu anggaran

awal oleh pemerintah pusat untuk Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab.

Manggarai Barat membantu pencapaian pendapatan Kabupaten/Kota tersebut yang

pada akhirnya berkontribusi terhadap pendapatan daerah.

Secara spasial, Kab. Manggarai Barat dan Kab. Manggarai Timur menjadi kabupaten yang

memiliki pencapaian realisasi pendapatan di atas 100%, yaitu masing-masing sebesar

106,91% dan 100,34% dari rencana 2016. Pencapaian tinggi Kab. Manggarai Barat

disumbangkan terutama oleh realisasi dana perimbangan yakni Dana Alokasi Umum

Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan

APBN

Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan

APBD Provinsi/ Kab-Kota

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT

Page 63: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Bab II |Keuangan Daerah 45

sebesar Rp 499,05 miliar atau 116,94% dari rencana 2016. Peringkat realisasi

pendapatan tertinggi selanjutnya diikuti oleh Kab. Flores Timur (98,19%), Kab. Sumba

Tengah (97,43%) dan Kab. Sabu Raijua (97,19%). Sementara itu, Kab. Manggarai

(85,58%), Kab. Malaka (86,99%) dan Kab. Sumba Barat Daya (89,67%) menjadi daerah

dengan realisasi pendapatan terendah sampai dengan Triwulan IV 2016. Dominasi DAU

dalam realisasi pendapatan di masing-masing daerah pada triwulan laporan masih cukup

tinggi dengan rata-rata mencapai 56,12%, meskipun sedikit turun dibandingkan triwulan

III 2016 sebesar 67,7%. Sementara itu, komposisi PAD tertinggi masih dipegang oleh

Kota Kupang sebesar 12,26%, komposisi DAK tertinggi oleh Kab. Nagekeo (23,33%)

dan pendapatan lain-lain tertinggi oleh Kab. Timor Tengah Utara (17,64%) terutama

disumbangkan pendapatan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp 144,14

miliar.

Di sisi lain, realisasi pendapatan DAK terendah terjadi di Kab. Malaka, Kab. Timor Tengah

Utara dan Kab. Ngada masing-masing sebesar 42,86%, 47,28% dan 56,95%. Di Kab.

Malaka, realisasi pendapatan DAK rendah salah satunya karena keterlambatan rencana

pelaksanaan pengadaan per paket proyek. Di Kab. Timor Tengah Utara penyebabnya

hampir sama yakni karena keterlambatan perencanaan proyek yang baru dilakukan pada

bulan April hingga Juni dengan target selesai bulan Desember 2016. Sementara di Kab.

Ngada, rendahnya realisasi pendapatan DAK terutama dipengaruhi adanya pemotongan

DAK oleh pemerintah pusat senilai lebih dari Rp 14,32 miliar sehingga pemerintah daerah

mempertimbangkan kembali kemampuan untuk pendanaan proyek yang bersumber dari

DAK dengan mengurangi paket pekerjaan dari 210 paket menjadi 179 paket.

Grafik 2.4. Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Komponennya Triwulan-IV 2016

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

Page 64: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Bab II |Keuangan Daerah 46

2.3 Belanja Daerah

Pada triwulan IV 2016, perkembangan realisasi belanja APBN dan APBD

Pemerintah di Provinsi NTT mencapai Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari pagu belanja

tahun 2016 sebesar Rp 35,52 triliun. Pagu belanja pemerintah meningkat dibandingkan

triwulan III 2016 sebesar 4,15% atau Rp 1,42 triliun. Realisasi belanja pemerintah

tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar Rp 29,48 triliun

(85,44%). Pencairan kembali DAU 4 (empat) daerah yaitu Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab.

Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat yang sempat tertunda pada November dan

Desember 2016 membantu pencapaian realisasi belanja kabupaten-kabupaten tersebut

dan berkontribusi pada realisasi belanja daerah secara umum. Secara pertumbuhan year-

on-year, terdapat perlambatan pertumbuhan realisasi belanja pada triwulan III dan IV

2016 yang terjadi di semua pos terutama APBN karena terkait dengan isu penghematan

anggaran oleh pemerintah pusat pada periode tersebut sehingga pemerintah pusat

cukup menahan diri untuk mendorong realisasi belanja. Dari sisi komponen belanja, Kota

Kupang (57,75%), Kab. Timor Tengah Utara (47,16%) dan Kab. Belu (45,09%) masih

menjadi tiga daerah dengan komponen belanja pegawai tertinggi. Adapun untuk

komponen belanja modal, Kab. Sabu Raijua (41,66%), Sumba Barat (35,16%) dan

Nagekeo (33,44%) masih menjadi tiga daerah tertinggi.

Grafik 2.5. Pangsa Belanja Kabupaten/Kota

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

Secara kumulatif, sampai dengan triwulan IV 2016 realisasi belanja pemerintah

mencapai 87,11%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar

85,44%. Realisasi belanja secara umum lebih baik dibandingkan dengan tahun 2015

dengan didorong oleh berbagai upaya percepatan realisasi anggaran pemerintah dalam

mendorong aktivitas ekonomi masyarakat sejak awal tahun. Meskipun pada triwulan

laporan realisasi belanja modal sedikit menurun menjadi 81,72% dibandingkan triwulan

Page 65: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Bab II |Keuangan Daerah 47

IV 2015 sebesar 84,57%, realisasi belanja secara umum meningkat karena didorong oleh

belanja konsumsi terutama belanja pegawai (93,50%) dan belanja bantuan sosial

(88,25%). Sementara turunnya realisasi belanja modal terjadi terkait dengan adanya

penghematan dari pemerintah pusat dalam rangka mengembalikan neraca keuangan

negara agar lebih realistis di tengah perekonomian global yang cenderung stagnan.

Realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi menjadi yang tertinggi dengan pencapaian

sebesar 106,41% (Rp 598,15 miliar) dari total pagu sebesar Rp 562,14 miliar.

Sementara itu, realisasi belanja konsumsi tertinggi oleh Pemerintah Provinsi

sebesar 97,28% atau Rp 3,10 triliun dari total pagu Rp 3,18 triliun. Berdasarkan

komposisi belanja konsumsi, realisasi belanja pegawai pada triwulan laporan meningkat

menjadi 93,50% dibanding triwulan IV 2015 yang sebesar 90,15%. Peningkatan realisasi

belanja konsumsi lebih besar terjadi pada belanja bantuan sosial yang meningkat menjadi

88,25% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 82,12%. Hal ini sejalan dengan rencana

belanja Pemerintah Provinsi NTT yaitu bahwa belanja bantuan sosial sebagai manifestasi

pemerintah dalam memberdayakan masyarakat dan mengurangi risiko sosial.

Grafik 2.6. Perkembangan Realisasi Belanja Daerah Grafik 2.7. Perkembangan Realisasi Belanja Modal

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

Grafik 2.8. Pertumbuhan Realisasi Belanja (yoy)

Page 66: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Bab II |Keuangan Daerah 48

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD

Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Grafik 2.9. Realisasi Belanja APBN dan APBD

Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan

Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro

Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp)

Perkembangan realisasi belanja dari masing-masing tingkat pemerintahan dapat

dijabarkan sebagai berikut :

2.3.1 Belanja APBN

Sampai dengan triwulan IV 2016, realisasi belanja APBN tercatat sebesar 83,83%

(Rp 7,24 triliun) dari total pagu sebesar Rp 8,63 triliun. Realisasi tersebut lebih rendah

dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 sebesar 89,17%. Penurunan realisasi

belanja APBN terutama disumbang oleh penurunan realisasi belanja modal tahun 2016

menjadi 78,10% (Rp 2,21 triliun) dibandingkan tahun 2015 sebesar 92,75% (Rp 5,04

triliun) disebabkan adanya upaya penghematan dari pemerintah pusat dalam rangka

mengembalikan neraca keuangan negara agar lebih realistis di tengah perekonomian

global yang cenderung stagnan. Penghematan pemerintah pusat ditunjukkan dengan

penurunan pagu belanja modal APBN tahun 2016 sebesar 48,05% dibandingkan pagu

tahun 2015, yakni sebesar Rp 5,44 triliun menjadi hanya Rp 2,82 triliun sehingga hal

tersebut cukup menghambat pencapaian realisasi belanja yang optimal. Pangsa realisasi

belanja APBN di triwulan IV 2016 tertinggi masih dipegang oleh belanja barang dan jasa

sebesar Rp 2,53 triliun (34,96%), diikuti oleh belanja pegawai sebesar Rp 2,48 triliun

(34,26%) dan belanja modal sebesar Rp 2,21 triliun atau 30,49%. Ke depan pangsa

realisasi belanja modal dapat terus ditingkatkan untuk dapat lebih mendorong aktivitas

ekonomi di Provinsi NTT, seperti yang saat ini mulai terlihat dengan pembangunan

beberapa infrastruktur utama yaitu bendungan, irigasi dan jalan raya.

Page 67: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Bab II |Keuangan Daerah 49

2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT

Realisasi belanja Pemerintah Provinsi NTT sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat

sebesar Rp 3,69 triliun atau 97,41% dari total pagu sebesar Rp 3,79 triliun. Sebelumnya

penundaan pencairan DAU oleh pemerintah pusat pada Agustus 2016 sebesar Rp 242

miliar sedikit menghambat pencapaian realisasi yang optimal pada triwulan III 2016.

Namun demikian keputusan pencairan DAU yang tertunda tersebut oleh Menkeu pada

bulan November dan Desember 2016 serta upaya dari Pemerintah Provinsi meningkatkan

pendapatan daerah melalui penagihan wajib pajak, wajib retribusi dan kontrak sewa

bangunan yang cukup gencar di triwulan IV 2016 untuk membantu pendanaan belanja

mampu membantu pencapaian realisasi triwulan IV 2016 sehingga mencapai 97,41%

atau lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 95,42%. Dari segi

komposisi, pangsa realisasi belanja Pemerintah Provinsi pada triwulan IV 2016 tetap

didominasi oleh belanja hibah yang mencapai 39,84% atau Rp 1,47 triliun untuk

penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta program Desa Mandiri Anggur

Merah yang masih terus berjalan sesuai strategi kebijakan pemberdayaan masyarakat

Pemerintah Provinsi NTT. Selain itu, belanja pegawai memiliki pangsa realisasi sebesar

17,20% atau Rp 635,64 miliar diikuti oleh belanja barang dan jasa sebesar 16,51% atau

Rp 610,08 miliar. Sementara pangsa realisasi belanja modal masih perlu untuk

ditingkatkan dimana saat ini baru sebesar 16,19% atau Rp 598,15 miliar.

Grafik 2.10. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN

Pemerintah dan APBD

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi

NTT, diolah

Page 68: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Bab II |Keuangan Daerah 50

2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota

Hingga triwulan IV 2016, realisasi belanja Pemerintah Kabupaten/Kota tercatat Rp

20,02 triliun atau 86,65% dari total pagu belanja sebesar Rp 23,10 triliun. Realisasi

tersebut meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar

81,50% dari total pagu belanja. Realisasi belanja terbesar yakni belanja pegawai yang

mencapai Rp 8,67 triliun atau 91,54% dari total pagu belanja sebesar Rp 9,47 triliun,

dengan pangsa realisasi sebesar 43,30% terhadap total realisasi belanja Pemerintah

Kabupaten/Kota. Selain itu, bantuan keuangan juga mencatatkan pencapaian realisasi

yang tinggi yakni 98,12% (Rp 2,92 triliun) dari total pagu Rp 2,97 triliun. Sementara itu,

realisasi belanja modal masih perlu ditingkatkan karena sampai dengan triwulan IV 2016

baru mencapai Rp 4,85 triliun atau 81,11% dari total pagu belanja sebesar Rp 5,99 triliun

dengan pangsa 24,25%. Begitu pula dengan belanja barang dan jasa yang baru

mencapai Rp 3,33 triliun atau 76,98% dari total pagu belanja sebesar Rp 4,32 triliun. Di

sisi lain, rata-rata realisasi belanja di tiap Kabupaten/Kota mencapai 86,94% dengan rata-

rata realisasi belanja pegawai sebesar 91,88% dan modal kerja baru tercatat 81,59%.

Secara spasial, Kab. Manggarai Timur menjadi daerah di Provinsi NTT dengan

realisasi belanja terbesar yakni 94,42% atau Rp 862,44 miliar, diikuti oleh Kab.

Manggarai Barat dengan realisasi sebesar 94,27% atau Rp 902,80 miliar dan Flores Timur

sebesar 94,18% atau Rp 1,07 triliun. Sebaliknya, Kab. Malaka, Kab. Sumba Barat Daya

dan Kab. Ende menjadi daerah dengan realisasi belanja terendah yakni masing-masing

75,48%, 81,48% dan 82,06%. Dilihat dari pangsa realisasi belanja modal terhadap total

realisasi belanja, Kab. Sabu Raijua, Kab. Sumba Barat Daya dan Kab. Nagekeo memiliki

pangsa realisasi belanja modal yang tertinggi yakni 39,08%, 35,54% dan 31,23%.

Sebaliknya, pangsa realisasi belanja modal terendah di Kab. Flores Timur (16,2%), Kab.

Timor Tengah Selatan (16,3%) dan Kab. Lembata (18,2%). Sampai dengan triwulan IV

2016, sebagian besar realisasi belanja masih digunakan untuk belanja pegawai dengan

pangsa tertinggi adalah Kota Kupang sebesar 58,7% terhadap total realisasi belanjanya.

Sementara itu, pencapaian realisasi belanja Kab. Rote sebesar 91,20% (tertinggi ke-5)

didukung oleh komposisi belanja yang relatif berimbang, yakni belanja pegawai (39,6%),

belanja modal (29,8%), belanja barang dan jasa (18,5%) dan belanja lainnya (12,0%).

Hal ini menggambarkan bahwa Pemda cukup mempertimbangkan kebutuhan belanja

produktif untuk kemajuan ekonomi daerah setempat.

Page 69: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Bab II |Keuangan Daerah 51

Grafik 2.11. Realisasi Belanja dan Komponennya Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

Keputusan pencairan seluruh DAU empat daerah yang sempat ditunda

pemerintah pusat pada bulan November dan Desember 2016 mampu mendorong

pencapaian realisasi empat daerah tersebut pada triwulan IV 2016, yakni Kab. Kupang

(87,94%), Kab. Ende (82,06%), Kab. Sumba Timur (85,03%) dan Kab. Manggarai Barat

(94,27%). Hanya pencapaian realisasi belanja Kab. Sumba Timur yang tercatat sedikit

lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 sementara tiga daerah

lainnya meningkat. Hal ini tidak lepas dari upaya Pemerintah Provinsi berkoordinasi

dengan Kementrian Keuangan terkait pencairan DAU tertunda serta upaya

meningkatkan pendapatan daerah melalui penagihan wajib pajak, wajib retribusi dan

kontrak sewa bangunan yang cukup gencar di triwulan IV 2016 untuk membantu

pendanaan belanja Kota/Kabupaten dalam rangka mengejar realisasi belanja yang

optimal. Hal ini ditunjukkan dengan realisasi pajak daerah yang melebihi target baik di

tingkat Provinsi NTT maupun Kabupaten masing-masing sebesar 102,16% (Rp 745,44

miliar) dan 113,66% (Rp 337,28 miliar).

Page 70: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Bab II |Keuangan Daerah 52

Gambar 2.1. Realisasi Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

2.4 Dana Pemerintah Di Perbankan

Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah yang disimpan di perbankan pada triwulan

IV 2016 tercatat sebesar Rp 2,01 triliun. Jumlah tersebut turun 64,75% (qtq)

dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar Rp 5,70 triliun. Berdasarkan jenis simpanan,

giro turun sebesar 64,97% (qtq) dari sebelumnya Rp 3,89 triliun, tabungan meningkat

sebesar 38,16% (qtq) dari sebelumnya Rp 143,97 miliar dan deposito turun sebesar

73,14% (qtq) dari sebelumnya Rp 1,67 triliun. Simpanan pemerintah terbanyak dalam

bentuk giro sebesar Rp 1,36 triliun. Penurunan DPK pemerintah terutama giro adalah

dalam rangka meningkatkan realisasi anggaran pada triwulan IV 2016. Penurunan DPK

pemerintah terjadi terutama di Kabupaten/Kota yakni 68,72% (qtq) dari triwulan

sebelumnya Rp 4,73 triliun.

Grafik 2.11. Dana Pihak Ketiga Pemerintah di

Perbankan NTT

Tabel 2.2. Komposisi DPK Pemerintah di NTT

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Page 71: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Bab II |Keuangan Daerah 53

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan

Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Page 72: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya
Page 73: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 55

55

Laju Inflasi Provinsi NTT pada tahun 2016 cukup rendah mencapai 2,48% (yoy)

dan menjadi capaian inflasi terendah dalam 15 tahun terakhir. Adanya penurunan

harga BBM, beras, bahan bangunan, angkutan udara dan beberapa komoditas

bahan makanan mampu menahan inflasi pada angka yang cukup rendah.

Penurunan harga tersebut terutama disebabkan oleh rendahnya harga minyak

dunia, cukup berlimpahnya pasokan beras, tersedianya pasokan bahan bangunan

serta adanya penambahan rute dan frekuensi penerbangan di NTT sehingga

mampu membuat inflasi tahun 2016 terjaga rendah.

Berdasarkan disagregasi inflasi, hampir semua kelompok komoditas mengalami

penurunan inflasi walaupun komoditas volatile food kembali meningkat pada

triwulan IV 2016 seiring dengan buruknya cuaca di Provinsi NTT. Komoditas

administered price mampu menjadi penahan inflasi utama di NTT terutama

disebabkan oleh turunnya harga bensin, solar dan angkutan udara. Namun

demikian, tingginya harga rokok menahan penurunan inflasi yang terjadi.

Inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan terutama

disebabkan oleh kenaikan harga komoditas yang diatur oleh pemerintah seperti

biaya perpanjangan STNK, kenaikan tarif listrik rumah tangga golongan 900VA,

kenaikan cukai rokok yang berimbas pada kenaikan biaya rokok dan tembakau serta

adanya kenaikan tarif pulsa ponsel seiring tingginya biaya investasi yang telah

dilakukan.

3.1. Kondisi Umum

Inflasi Provinsi NTT tahun 2016 mengalami penurunan signifikan dibanding

tahun sebelumnya, yaitu dari 4,92% (yoy) di tahun 2015 menjadi 2,48% (yoy) di

tahun 2016, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 3,02% (yoy)

atau rata-rata inflasi NTT dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 5,05% (yoy). Hal ini

menjadikan inflasi tahunan NTT menjadi capaian inflasi terendah setidaknya dalam

15 tahun terakhir. Besarnya penurunan tersebut, selain disebabkan oleh kondisi

pasokan yang relatif lebih terjaga dibanding tahun sebelumnya, juga disebabkan oleh

kenaikan inflasi di triwulan IV 2016 yang tidak setinggi tahun sebelumnya, sehingga

secara tahunan mengalami penurunan. Komoditas padi-padian, sayur-sayuran serta

daging dan hasil-hasilnya yang pada tahun sebelumnya menjadi penyumbang utama

inflasi NTT, di tahun 2016 sudah relatif stabil dan bahkan mengalami penurunan untuk

komoditas padi-padian. Komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi

penyumbang utama inflasi terutama disebabkan oleh adanya peningkatan cukai rokok,

selain juga kenaikan harga minuman dan makanan jadi. Inflasi komoditas perumahan,

listrik dan bahan bakar, sandang, kesehatan dan pendidikan pada tahun 2016 juga

Page 74: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 56

56

relatif stabil, bahkan kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan

mengalami deflasi yang terutama disebabkan oleh adanya penurunan tarif

penerbangan seiring dengan bertambahnya jumlah penerbangan di NTT.

Grafik 3.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan

Nasional 2001-2016

Grafik 3.2. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi

Sepanjang Tahun 2016 di Provinsi NTT

Berdasarkan komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi di Provinsi NTT di

sepanjang tahun 2016, didapatkan 21 komoditas yang secara terus menerus menjadi

penyumbang inflasi utama di Provinsi NTT terdiri dari 16 Komoditas bahan makanan, 2

komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, 2 komoditas perumahan, listrik, gas

dan bahan bakar serta 1 komoditas transportasi. Komoditas sawi putih menjadi

komoditas utama yang paling bergejolak di sepanjang tahun 2016 dengan total

sebanyak 12 kali menjadi penyumbang inflasi dan deflasi utama di NTT, diikuti oleh

komoditas angkutan udara sebanyak 11 kali, kangkung, daging ayam ras dan tomat

sayur (10 kali), bayam dan ikan kembung (9 kali), kentang (8 kali), tongkol, ayam

hidup, cabai merah, tarif listrik, dan gula pasir (7 kali), bawang merah dan cabai rawit

(6 kali), rokok kretek filter, ikan tembang, telur ayam ras, beras, daun singkong dan

semen masing-masing sebanyak 5 kali.

Fluktuasi harga sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan ikan-ikanan lebih

disebabkan oleh adanya keterbatasan pasokan terutama pada saat cuaca buruk, begitu

pula dengan komoditas ayam yang mengalami keterbatasan DOC. Komoditas

angkutan udara walaupun mengalami deflasi, namun besarnya fluktuasi harga yang

terjadi masih menunjukkan adanya keterbatasan daya angkut pesawat, sehingga

adanya sedikit kenaikan permintaan langsung berimbas terhadap kenaikan harga.

Kenaikan harga komoditas rokok lebih disebabkan oleh kenaikan bea cukai yang

dibebankan bertahap di tiap bulannya, demikian juga dengan tarif listrik yang

meningkat mengikuti kenaikan biaya bahan bakar. Secara umum, besarnya fluktuasi

inflasi yang terjadi tersebut mencerminkan adanya keterbatasan pasokan, sehingga

Page 75: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 57

57

menjaga keseimbangan neraca konsumsi dengan menyediakan pasokan yang

berimbang menjadi hal yang mendesak untuk dilakukan.

Rendahnya inflasi tersebut selain disebabkan oleh relatif rendahnya nilai inflasi

bulanan, juga pada tahun 2016 terjadi 5 kali deflasi di bulan Februari, Maret, Juli,

Agustus dan September 2016, sehingga nilai inflasi relatif dapat terkendali.

Berdasarkan pergerakan inflasi di tiap triwulan, terlihat bahwa inflasi mulai

mengalami penurunan signifikan pada triwulan III dan berlanjut di triwulan IV 2016.

Dengan nilai inflasi sebesar 2, 48% (yoy), Provinsi NTT menjadi provinsi dengan nilai

inflasi terendah ke-10 di Indonesia.

Grafik 3.3. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan

Nasional Secara Triwulanan

Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang

Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

Komoditas bawang merah menjadi komoditas penyumbang inflasi utama

di tahun 2016 seiring dengan tingginya inflasi yang terjadi pada bulan Januari,

Mei dan Desember 2016 karena gangguan pasokan. Pada bulan Desember,

bahkan terdapat pengiriman ke luar daerah dikarenakan tingginya harga di luar

NTT yang berdampak pada meningkatnya harga di NTT. Komoditas rokok kretek

dan kretek filter menjadi komoditas terbesar ke-2 penyumbang inflasi di NTT

yang lebih disebabkan oleh adanya kenaikan cukai rokok. Tingginya inflasi sawi

putih, cabai merah, kangkung dan ikan tongkol lebih disebabkan oleh

penurunan pasokan di pasar. Sedangkan tingginya inflasi tahu mentah dan

bawang putih lebih disebabkan oleh adanya kenaikan harga bahan baku kedelai

dan impor bawang putih dari pemasok.

Rendahnya harga minyak dunia di tahun 2016 juga direspon oleh

penurunan harga BBM yang terjadi. Harga komoditas beras juga relatif stabil di

sepanjang tahun 2016 yang lebih disebabkan oleh lancarnya pasokan dari

Makasar, Sumbawa dan Surabaya seiring dengan adanya pelonggaran proteksi

komoditas Inflasi yoysum

yoykomoditas Deflasi yoy

sum

yoy

Bawang Merah 137.29 0.63 Bensin (11.52) (0.31)

Rokok Kretek Filter 19.56 0.37 Beras (3.55) (0.24)

Sawi Putih 29.93 0.27 Kembung (24.03) (0.20)

Cabai Merah 72.68 0.22 Semen (6.95) (0.17)

Pisang 43.37 0.20 Angkutan Udara (3.22) (0.08)

Tahu Mentah 44.93 0.19 Daun Singkong (45.82) (0.07)

Kangkung 25.49 0.17 Besi Beton (6.21) (0.05)

Rokok Kretek 24.14 0.17 Solar (23.03) (0.05)

Bawang Putih 45.00 0.15 Wortel (49.35) (0.05)

Tongkol 28.05 0.15 Daging Ayam Ras (3.39) (0.04)

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 76: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 58

58

cadangan pangan di daerah tersebut. Penurunan harga bahan bangunan lebih

disebabkan oleh kondisi ketersediaan barang yang cukup, disertai dengan

kondisi permintaan yang tidak sebesar tahun sebelumnya. Penambahan rute dan

frekuensi penerbangan telah mampu menurunkan harga tiket walaupun

ketersediaan armada masih relatif terbatas yang terlihat dari tingginya fluktuasi

yang terjadi, sedangkan penurunan harga daging ayam lebih disebabkan oleh

tingginya posisi harga di tahun sebelumnya.

3.1.1 Inflasi Bulanan

Secara triwulanan, inflasi di triwulan IV 2016 mengalami peningkatan yang

sangat signifikan dibanding 3 triwulan sebelumnya. Secara total, inflasi triwulanan

pada triwulan IV mengalami peningkatan sebesar 2,92% (qtq), terutama disebabkan

oleh buruknya kondisi cuaca di NTT, peningkatan permintaan karena hari raya Natal

dan tahun baru, serta tingginya permintaan angkutan udara seiring dengan adanya

acara nasional Hari Nusantara yang diadakan di Kabupaten Lembata.

Pada bulan Oktober 2016, NTT mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm).

Terbatasnya pasokan DOC membuat pasokan ayam ras berkurang dan harga ayam ras

mengalami kenaikan cukup tinggi. Harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan juga

mulai mengalami peningkatan setelah mengalami deflasi dalam 3 bulan terakhir.

Ketersediaan pasokan ikan masih relatif melimpah yang berkontribusi dalam menahan

laju inflasi bulan Oktober 2016.

Pada bulan November, inflasi mulai meningkat cukup besar hingga 0,79% (mtm)

terutama disebabkan oleh turunnya pasokan sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan

daging ayam ras yang disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca yang berdampak pada

menurunnya pasokan komoditas dan gangguan distribusi. Dari 10 komoditas utama

penyumbang inflasi, hanya komoditas rokok kretek filter yang bukan merupakan

komoditas bahan makanan. Namun demikian, adanya penurunan tarif angkutan udara

mampu membantu menahan inflasi yang terjadi.

Page 77: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 59

59

Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Sumber : BPS, diolah

Pada bulan Desember, Provinsi NTT mengalami kenaikan inflasi yang signifikan

hingga mencapai 1,92% (mtm). Tingginya inflasi yang terjadi tersebut, membuat

capaian inflasi NTT mengalami lonjakan dari posisi 0,55% (ytd) hingga bulan November

2016 menjadi 2,48% (ytd/yoy) di bulan Desember 2016. Tingginya inflasi tersebut

terutama disebabkan oleh tingginya inflasi angkutan udara seiring dengan adanya even

nasional Hari Nusantara dan libur Natal dan tahun baru. Harga komoditas ikan-ikanan

juga mengalami kenaikan luar biasa terutama disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca,

sehingga banyak dari nelayan yang tidak bisa melaut. Pasokan komoditas sayur-sayuran

juga mengalami penurunan dikarenakan petani khawatir mengalami gagal panen

sehingga lebih memilih untuk menanam dengan tanaman pangan. Demikian pula

dengan komoditas bawang merah dan cabai rawit yang juga mengalami kenaikan,

selain karena adanya penurunan pasokan, juga disebabkan oleh tingginya harga

komoditas tersebut secara nasional, sehingga membuat pedagang dan petani turut

menaikkan harga sesuai dengan kenaikan yang terjadi secara nasional.

Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Sumber : BPS, diolah

Berdasarkan kawasan, regional Sulampua mampu menjadi daerah dengan

capaian inflasi terendah di Indonesia, diikuti wilayah Jawa, Balinusra, Kalimantan dan

Sumatera. Secara triwulanan, inflasi di Wilayah Balinusra mengalami inflasi terbesar

kedua setelah Sumatera. Tingginya inflasi di Balinusra secara triwulanan terutama

KomoditasInflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas

Inflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas

Inflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas

Inflasi

(%)

Andil

(%)

Daging Ayam Ras 12.95 0.14 Sawi Putih 43.98 0.27 Angkutan Udara 16.23 0.41 Tarip Listrik 6.51 0.18

Sawi Putih 20.16 0.11 Daging Ayam Ras 9.68 0.11 Kembung 32.59 0.27 Tarip Pulsa Ponsel 9.18 0.16

Beras 0.79 0.05 Tomat Sayur 50.67 0.09 Ayam Hidup 28.45 0.19 Cabai Rawit 58.00 0.13

Buncis 74.74 0.05 Cabai Merah 38.77 0.08 Sawi Putih 19.40 0.18 Tembang 39.95 0.12

Tarip Listrik 1.64 0.05 Bawang Merah 17.46 0.07 Kangkung 24.51 0.17 Perpanjangan STNK 102.93 0.10

Bayam 12.96 0.03 Tongkol 13.43 0.07 Bawang Merah 26.75 0.12 Mobil 7.58 0.10

Ayam Hidup 4.03 0.03 Cabai Rawit 79.19 0.06 Cabai Rawit 66.99 0.09 Kangkung 8.52 0.07

Tembang 9.58 0.02 Rokok Kretek Filter 1.89 0.04 Tomat Sayur 20.19 0.06 Kakap Merah 34.56 0.07

Bawang Putih 7.73 0.02 Pepaya 36.97 0.03 Tongkol 10.20 0.06 Daging Babi 10.59 0.07

Kubis 33.81 0.02 Telur Ayam Ras 3.13 0.02 Cakalang/Sisik 47.66 0.05 Cakalang/Sisik 34.32 0.06

November Desember JanuariOktober

KomoditasDeflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas

Deflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas

Deflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas

Deflasi

(%)

Andil

(%)

Kangkung (11.39) (0.09) Angkutan Udara (5.69) (0.15) Cabai Merah (25.91) (0.08) Angkutan Udara (10.48) (0.30)

Angkutan Udara (2.92) (0.08) Kakap Merah (22.33) (0.05) Daging Ayam Ras (4.59) (0.06) Sawi Putih (25.45) (0.27)

Kembung (5.61) (0.05) Kangkung (5.42) (0.04) Air Minum Pikulan (9.05) (0.04) Ayam Hidup (10.04) (0.08)

Kakap Merah (15.62) (0.04) Sepatu (13.30) (0.03) Tempe (5.60) (0.02) Bawang Merah (7.34) (0.04)

Tomat Sayur (18.87) (0.04) Ekor Kuning (17.21) (0.02) Daun Singkong (14.34) (0.02) Daging Ayam Ras (3.25) (0.04)

Tarip Pulsa Ponsel (2.01) (0.04) Beras (0.37) (0.02) Labu Siam/Jipang (28.98) (0.02) Tomat Sayur (9.38) (0.03)

Wortel (22.85) (0.03) Kembung (1.98) (0.02) Merah (19.99) (0.02) Bunga Pepaya (17.70) (0.03)

Ekor Kuning (12.39) (0.02) Cakalang (12.11) (0.01) Jeruk (11.79) (0.02) Beras (0.38) (0.03)

Telur Ayam Ras (2.30) (0.02) Daging Ayam Kampung (8.74) (0.01) Gula Pasir (1.47) (0.01) Pucuk Labu (16.64) (0.02)

Gula Pasir (1.92) (0.02) Jagung Manis (19.60) (0.01) Minyak Goreng (0.91) (0.01) Sepatu (4.07) (0.01)

November Desember JanuariOktober

Page 78: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 60

60

disebabkan oleh tingginya inflasi di Provinsi NTT yang disebabkan oleh adanya

peningkatan permintaan jelang hari raya Natal dan tahun baru. Namun demikian,

secara tahunan, inflasi Provinsi NTT menjadi inflasi terendah di kawasan, diikuti oleh

NTB (2,60% - yoy) dan Bali (3,34% - yoy).

Grafik 3.4. Perbandingan Inflasi 5 regional di

Indonesia

Grafik 3.5. Perbandingan Inflasi di Wilayah

Balinusra

3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas

Konsistensi kenaikan harga rokok dan tembakau di sepanjang tahun 2016

dan kenaikan harga makanan jadi dan minuman tak beralkohol telah membuat

kelompok komoditas makanan, minuman dan tembakau menjadi penyumbang

utama inflasi di Provinsi NTT tahun 2016. Adapun komoditas bahan makanan

menjadi penyumbang terbesar ke-2 terutama disebabkan oleh tingginya harga

bumbu-bumbuan. Beberapa kelompok komoditas lainnya seperti perumahan, listrik,

gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan dan pendidikan cenderung stabil di

sepanjang tahun 2016, dengan hanya beberapa komoditas yang mengalami kenaikan.

Bahkan, kelompok komoditas transportasi, rekreasi dan olah raga justru mengalami

deflasi secara tahunan, walaupun secara bulanan mengalami fluktuasi inflasi yang

cukup tinggi terutama disebabkan oleh fluktuasi tarif angkutan udara. Adanya

peningkatan rute dan tarif berhasil menjaga nilai inflasi tetap rendah. Namun demikian,

jumlah angkutan dirasa masih kurang mencukupi pada saat-saat tertentu yang terlihat

dari lonjakan tarif yang cukup besar terutama menjelang hari raya atau even-even

nasional yang diselenggarakan di Provinsi NTT.

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 79: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 61

61

Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

Sumber : BPS, diolah

3.2.1 Bahan Makanan

Nilai inflasi bahan makanan pada akhir tahun 2016 sebesar 3,86% (yoy)

jauh lebih rendah dibanding rata-rata inflasi bahan makanan dalam 3 tahun

terakhir yang sebesar 6,12% (av-yoy). Rendahnya posisi harga bahan makanan

hingga triwulan III 2016 cukup membantu menahan kenaikan harga yang cukup tinggi

di triwulan IV 2016 yang mencapai 9,62% (qtq), lebih tinggi dibanding kenaikan tahun

sebelumnya yang sebesar 8,79% (qtq). Tingginya inflasi bahan makanan di triwulan IV

2016 lebih disebabkan oleh adanya anomali musim La-Nina, yang berdampak pada

buruknya kondisi cuaca di NTT. Hal ini menyebabkan adanya penurunan produksi

beberapa produk hortikultura karena serangan hama, penurunan produktivitas ataupun

perubahan tanaman ke tanaman pangan untuk menghindari serangan hama. Selain itu,

banyak nelayan tidak berani melaut seiring dengan tingginya ombak di perairan NTT

yang mencapai 5 meter, sehingga pasokan ikan mengalami penurunan. Tingginya

gelombang juga membuat distribusi barang terganggu seiring dengan ditutupnya

beberapa pelabuhan penyeberangan utama di NTT. Semua hal tersebut membuat

pasokan secara umum mengalami penurunan dan meningkatkan harga jual.

Grafik 3. 6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan

Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan

Bulanan

Grafik 3.7. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan

Makanan per Sub Kelompok Komoditas

2017

Oct Nov Dec Jan Tw IV Jan

INFLASI UMUM 124.7 125.7 128.1 129.1 2.48 2.48

Bahan Makanan 116.5 120.4 126.7 128.5 3.86 2.25

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau143.7 144.4 144.5 145.1 8.83 7.69

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar123.2 123.6 123.6 124.9 0.77 0.55

Sandang 124.3 123.7 125.0 124.1 3.84 3.42

Kesehatan 115.3 115.4 115.7 115.9 2.72 3.00

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga126.1 126.2 127.0 127.5 2.82 3.15

Transportasi, Komunikasi dan Jasa127.8 126.8 130.1 130.7 (2.52) 0.71

Komoditi

YOYIHK 2016

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 80: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 62

62

Adanya perayaan hari raya Natal dan tahun baru juga telah meningkatkan

permintaan komoditas bahan makanan secara cukup signifikan. Berdasarkan sub

kelompok komoditas, komoditas bumbu-bumbuan menjadi komoditas dengan

kenaikan inflasi tertinggi mencapai 41,70% (yoy) terutama disebabkan oleh kenaikan

harga bawang merah, bawang putih, cabai merah dan cabai rawit karena adanya

penurunan pasokan dan gangguan distribusi akibat dari gangguan cuaca yang terjadi.

Komoditas kacang-kacangan dan sayur-sayuran menjadi komoditas lainnya yang

menjadi penyumbang utama inflasi bahan makanan dengan nilai inflasi masing-masing

sebesar 17,58% (yoy) dan 3,73% (yoy). Tingginya inflasi kacang-kacangan lebih

disebabkan oleh tingginya kenaikan harga tahu mentah pada awal triwulan II 2016,

sedangkan inflasi sayur-sayuran disebabkan oleh tingginya kenaikan harga sawi putih,

kangkung, seledri, sawi putih, tomat sayur, buncis dan bayam di triwulan IV seiring

dengan adanya penurunan pasokan karena kondisi cuaca. Beberapa komoditas sayur

lainnya cenderung memiliki inflasi yang rendah bahkan deflasi terutama disebabkan

oleh tingginya kenaikan harga di tahun sebelumnya sehingga dibandingkan dengan

posisi harga tahun sebelumnya, harga komoditas sayur lainnya cenderung lebih rendah.

Kenaikan harga daging dan hasil-hasilnya lebih disebabkan oleh lonjakan

permintaan menjelang hari raya Natal dan di sisi lain juga terjadi keterbatasan pasokan

karena terbatasnya jumlah DOC yang ada di pasar. Komoditas ikan segar mengalami

kenaikan secara triwulanan sebesar 13,34% (qtq) terutama dikarenakan kondisi

nelayan yang tidak dapat melaut seiring dengan buruknya cuaca. Namun demikian,

secara tahunan, harga komoditas ikan segar tidak mengalami kenaikan berarti.

3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada tahun 2016

justru menjadi satu-satunya kelompok komoditas yang mengalami deflasi (-2,52%

- yoy), melanjutkan tren di tahun sebelumnya yang juga mengalami deflasi sebesar

-1,04% (yoy). Adanya penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan masih

rendahnya harga minyak dunia dan kecenderungan penurunan tarif angkutan udaran

seiring penambahan rute dan frekuensi angkutan udara menjadi penyebab utama

deflasi di kelompok komoditas ini. Dampak positif perluasan runway bandara masih

dirasakan hingga saat ini yang terlihat dari banyaknya penambahan rute dan frekuensi

pesawat di sepanjang tahun 2016. Penambahan rute baru tersebut berdampak positif

dalam meningkatkan persaingan dan pelayanan angkutan udara yang terlihat dari

Page 81: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 63

63

turunnya tarif angkutan udara di NTT. Namun demikian, jumlah tersebut dirasakan

masih kurang mencukupi yang terlihat dari besarnya fluktuasi harga yang terjadi,

sehingga di sepanjang tahun 2016, angkutan udara hampir selalu menjadi komoditas

penyumbang inflasi dan deflasi utama di NTT. Sinergi kebijakan perlu terus dilakukan

oleh pemerintah seperti halnya terkait pengembangan kebijakan pariwisata. Selain

berpotensi meningkatkan ekonomi, investasi dan lapangan kerja seiring dengan

datangnya wisatawan, peningkatan pariwisata juga dapat menambah frekuensi

penerbangan, sehingga fluktuasi inflasi dapat lebih terjaga seiring dengan adanya

peningkatan pasokan angkutan udara.

Grafik 3. 8. Inflasi Kelompok Komoditas

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Komoditas

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per

Sub Kelompok Komoditas

Kenaikan harga secara tahunan juga terjadi pada komoditas jasa keuangan yang

disebabkan oleh adanya kenaikan biaya administrasi di awal tahun, sedangkan inflasi

pada komoditas komunikasi dan pengiriman, serta komoditas sarana dan penunjang

transportasi pada triwulan IV 2016 cenderung tetap.

3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

Makanan jadi, minuman dan tembakau pada tahun 2016 menjadi penyumbang

utama inflasi di Provinsi NTT dengan nilai inflasi mencapai 8,83% (yoy), lebih tinggi

dibanding rata-rata inflasi komoditas dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 7,74% (av-

yoy). Tingginya inflasi sub kelompok komoditas tembakau dan minuman beralkohol

terutama disebabkan oleh dikeluarkannya peraturan menteri keuangan nomor

198/PMK.010/2015 yang isinya tentang perubahan pengenaan tarif cukai rokok

dengan rata-rata kenaikan sebesar 11,5%. Kenaikan cukai rokok tersebut ditanggapi

produsen dengan menaikkan harga rokok secara bertahap di tiap bulannya hingga total

mengalami inflasi sebesar 18,31% (yoy) dengan kenaikan harga terbesar pada rokok

kretek yang mencapai 24,14% (yoy) dan rokok kretek filter yang mencapai 19,56%

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 82: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 64

64

(yoy). Inflasi pada sub kelompok komoditas minuman yang tidak beralkohol terutama

disebabkan oleh kenaikan harga gula hingga 10,54% (yoy), sedangkan inflasi pada sub

kelompok komoditas makanan jadi disebabkan oleh adanya kenaikan inflasi komoditas

mie, kue kering, ikan bakar, dan roti manis. Secara keseluruhan, hampir semua

komoditas makanan jadi mengalami kenaikan, walaupun tren pergerakannya

mengalami penurunan yang terlihat dari rata-rata inflasi 3 tahun terakhir yang

mencapai 6,17% (av-yoy), lebih tinggi dibanding inflasi inflasi komoditas makanan jadi

tahun 2016 yang sebesar 5,44% (yoy). Tingginya posisi harga makanan jadi di Provinsi

NTT sekiranya dapat diturunkan dengan terus membuka pusat kuliner baru di Kota

Kupang pada khususnya.

Grafik 3. 10. Inflasi Kelompok Komoditas

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau secara

Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.11. Inflasi Kelompok Komoditas Makanan

Jadi, Minuman dan Tembakau per Sub Kelompok

Komoditas

Secara triwulanan, deflasi hanya terjadi pada komoditas minuman yang tidak beralkohol

yang disebabkan oleh mulai lancarnya pasokan gula pasir di NTT, sehingga harga gula pasir

berangsur-angsur mengalami penurunan.

3.2.4 Komoditas Lainnya

Inflasi pada kelompok komoditas lainnya seperti komoditas perumahan, air,

listrik, gas dan bahan bakar, komoditas sandang, kesehatan maupun pendidikan

masih relatif stabil. Kenaikan inflasi pada triwulan IV 2016 hanya terjadi pada

beberapa komoditas seperti kenaikan biaya sewa rumah, upah pembantu rumah

tangga pada kelompok komoditas perumahan, serta kenaikan harga sandang laki-laki

pada kelompok komoditas sandang. Penurunan harga justru terjadi pada komoditas

sandang wanita, anak-anak serta barang pribadi dan sandang lain walaupun tidak

terlalu besar.

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 83: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 65

65

3.3. Disagregasi Inflasi

Berdasarkan disagregasi, pada triwulan IV 2016 terjadi peningkatan inflasi

komoditas volatile food yang cukup tinggi seiring dengan memburuknya kondisi

cuaca di NTT. Namun demikian, kondisi peningkatan masih relatif terjaga

dibanding tahun sebelumnya, sehingga inflasi masih relatif terjaga. Komoditas inti

menunjukkan adanya perlambatan inflasi, demikian pula halnya dengan komoditas

administered price.

Grafik 3. 12. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan

Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur

3.3.1 Kelompok Volatile foods

Setelah mengalami penurunan yang cukup signifikan pada triwulan III 2016,

inflasi kelompok komoditas volatile foods kembali mengalami kenaikan signifikan

terutama pada bulan November dan Desember yang disebabkan oleh tingginya

permintaan menjelang hari raya Natal dan tahun baru, serta memburuknya kondisi

cuaca yang mengganggu distribusi barang dan menurunkan pasokan komoditas.

Namun demikian, secara tahunan, nilai inflasi volatile foods masih dapat terjaga

seiring dengan nilai kenaikan inflasi triwulan IV yang tidak sebesar tahun

sebelumnya. Nilai inflasi volatile food pada triwulan IV sebesar 3,62% (yoy), meningkat

dibanding posisi inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar 2,86% (yoy), namun lebih

rendah dibanding nilai inflasi pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yang sebesar

8,86% (yoy). Relatif tingginya posisi harga di tahun sebelumnya berhasil meredam

kenaikan inflasi di tahun 2016. Beberapa komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi,

demikian pula dengan komoditas daging dan hasil-hasilnya, maupun komoditas ikan

segar. Pasokan beras yang cukup lancar dan melimpah juga berhasil menurunkan inflasi

padi-padian sebesar -3,02% (yoy).

Sumber : BPS, diolah

Page 84: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 66

66

Berdasarkan pergerakan harga yang terjadi, inflasi volatile food mengalami titik

terendah pada triwulan III 2016. Pada triwulan IV 2016, harga komoditas volatile food

berangsur-angsur mengalami peningkatan seiring dengan mulai datangnya musim penghujan

dan mencapai titik inflasi tertinggi pada bulan Desember dengan nilai inflasi mencapai 5,38%

(mtm) yang disebabkan oleh tingginya permintaan komoditas bahan makanan untuk

merayakan hari raya Natal dan tahun baru.

3.3.2 Kelompok Administered prices

Walaupun pada bulan Desember inflasi administered price mengalami

kenaikan seiring dengan tingginya kenaikan tarif angkutan udara menjelang hari

raya Natal dan tahun baru maupun adanya perayaan Hari Nusantara, Secara

tahunan inflasi administered price relatif rendah bahkan hanya tumbuh sebesar

0,79% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan cukai rokok masih menjadi

penyebab utama inflasi komoditas administered price. Namun demikian, adanya

penurunan tarif angkutan udara, bensin dan solar mampu menahan kenaikan inflasi

pada komoditas tembakau dan minuman beralkohol.

3.3.3 Kelompok Inti (core)

Inflasi kelompok inti pada triwulan IV 2016 hanya sebesar 2,63% (yoy),

menurun dibanding posisi triwulan sebelumnya yang sebesar 3,58% (yoy) atau

tahun sebelumnya yang mencapai 4,69% (yoy). Rendahnya inflasi komoditas inti

lebih disebabkan oleh adanya penurunan biaya tempat tinggal, perlengkapan rumah

tangga dan perlengkapan pendidikan. Dibanding tahun sebelumnya, hampir semua

komoditas pembentuknya juga mengalami penurunan inflasi. Dari 22 kelompok

komoditas pembentuknya, hanya 5 komoditas yang mengalami kenaikan inflasi yaitu

penyelenggaraan rumah tangga, rekreasi, olah raga, barang pribadi dan jasa kesehatan.

Berdasarkan andil inflasi, komoditas makanan jadi masih menjadi pendorong utama

inflasi, diikuti oleh komoditas minuman tidak beralkohol, pendidikan dan

penyelenggaraan rumah tangga. Kenaikan harga makanan jadi dan minuman yang

tidak beralkohol lebih disebabkan oleh ketersediaan pusat kuliner yang masih kurang,

walaupun membaik dibanding tahun sebelumnya. Tingginya harga jual makanan jadi

diharapkan dapat menarik pengusaha makanan untuk berinvestasi di NTT. Kenaikan

biaya penyelenggaraan rumah tangga lebih disebabkan oleh kenaikan upah pembantu

rumah tangga yang mengalami kenaikan 7,94% (yoy). Rata-rata kenaikan tersebut

masih sangat wajar mengikuti kenaikan UMP yang terjadi.

Page 85: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 67

67

Ekspektasi harga konsumen dalam 3 dan 6 bulan mendatang menunjukkan

adanya penurunan setelah bulan Januari 2017. Kenaikan diperkirakan akan terjadi

pada bulan Mei, melambat di bulan Juni dan kembali meningkat di bulan Juli. Namun

demikian, arah ekspektasi inflasi ini sepertinya masih dipengaruhi kondisi historis yang

cenderung meningkat di bulan Juli karena adanya hari raya Idul Fitri dan libur sekolah.

Dengan kondisi hari raya Idul Fitri yang di tahun 2017 terjadi di akhir bulan Juni, maka

kenaikan inflasi diperkirakan terjadi pada bulan Juni dan Juli 2017.

Grafik 3.13. Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6

bulan ke Depan

Sumber : Bank Indonesia, diolah

3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota

3.4.1 Inflasi Kota Kupang

Pada tahun 2016, Kota Kupang mengalami inflasi terendah dalam 15 tahun

terakhir dengan nilai inflasi sebesar 2,31% (yoy), jauh lebih rendah dibanding

inflasi pada tahun sebelumnya yang sebesar 5,07% (yoy). Deflasi yang terjadi pada

komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2,4% (yoy) menjadi

pendorong utama rendahnya inflasi di Kota Kupang. Selain itu, komoditas perumahan,

air, listrik, gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan olah

raga juga menunjukkan nilai yang rendah dan stabil. Inflasi bahan makanan juga relatif

rendah dengan nilai inflasi hanya sebesar 3,88% (yoy), jauh lebih rendah dibanding

tahun sebelumnya yang sebesar 9,55% (yoy). Komoditas makanan jadi, minuman dan

tembakau pada tahun 2016 ini menjadi penyumbang inflasi tertinggi di Kota Kupang

dengan nilai inflasi sebesar 9,10% (yoy), lebih tinggi dibanding nilai inflasi tahun

sebelumnya yang sebesar 8,63% (yoy). Tingginya kenaikan cukai rokok ditambah

dengan kenaikan biaya dan keuntungan lainnya pada komoditas tembakau dan

minuman beralkohol membuat inflasi pada komoditas ini mengalami peningkatan

signifikan hingga 18,88% (yoy) di sepanjang tahun 2016.

Page 86: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 68

68

Berdasarkan komoditas, adanya penurunan harga beras, BBM, angkutan udara,

ikan segar dan biaya tempat tinggal telah mampu menahan inflasi dengan andil deflasi

mencapai -0,94% (sum - yoy). Adapun kenaikan harga bumbu-bumbuan, tembakau

dan minuman beralkohol, makanan jadi dan minuman tak beralkohol, sayur-sayuran,

kacang-kacangan dan pendidikan telah menyebabkan inflasi dengan andil mencapai

2,94% (sum - yoy). Walaupun secara triwulanan harga ikan segar mengalami

peningkatan yang cukup besar, namun dikarenakan tingginya posisi harga di tahun

sebelumnya, membuat secara tahunan, harga ikan segar masih mengalami penurunan.

Kenaikan harga signifikan pada komoditas bawang merah, bawang putih, cabai merah

dan cabai rawit telah menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang yang

terutama disebabkan oleh adanya penurunan pasokan maupun perdagangan barang ke

luar daerah yang disebabkan oleh harga barang yang lebih tinggi di daerah lain,

sehingga harga di Kota Kupang juga bergerak naik. Kenaikan harga sandang anak-anak

dan laki-laki juga mampu menyumbang inflasi, namun masih dalam batas wajar.

Grafik 3.14. Inflasi Tahunan Kota Kupang Tabel 3.5. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan

Kelompok Komoditas

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Selain ikan segar, beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga

yang cukup besar pada triwulan IV antara lain sayur-sayuran (28,27% - qtq),

bumbu-bumbuan (25,67% - qtq), serta daging dan hasil-hasilnya (11,86 qtq).

Kenaikan harga komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan lebih disebabkan oleh

memburuknya cuaca seiring dengan datangnya musim penghujan. Kenaikan harga

daging lebih disebabkan oleh terbatasnya pasokan daging ayam ras dan ayam hidup

yang disebabkan oleh terbatasnya pasokan DOC secara nasional, sehingga berdampak

pada terbatasnya pasokan ayam di pasar. Di sisi lain, adanya peningkatan permintaan

yang cukup tinggi untuk perayaan hari raya Natal dan tahun baru membuat harga jual

melonjak dikarenakan kekurangan pasokan komoditas yang ada.

2017

Oct Nov Dec Jan Tw IV Jan

INFLASI UMUM 125.6 126.6 129.1 130.1 2.31 2.32

Bahan Makanan 118.1 122.1 128.7 130.9 3.88 1.92

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau143.4 144.2 144.2 144.9 9.10 8.06

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar123.8 124.1 124.2 125.5 0.10 0.18

Sandang 126.2 125.5 126.9 125.7 3.86 3.47

Kesehatan 115.6 115.6 115.9 116.0 2.63 2.95

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga123.6 123.7 124.6 125.2 3.04 3.41

Transportasi, Komunikasi dan Jasa130.2 128.9 132.6 132.9 (2.40) 0.70

Komoditi

YOYIHK 2016

Page 87: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 69

69

3.4.2 Inflasi Kota Maumere

Berbeda dengan pola pergerakan inflasi di Kota Kupang, ketika inflasi di

Kota Kupang bergerak menurun, inflasi di Kota Maumere justru menunjukkan

adanya kenaikan terutama di triwulan IV 2016 yang mengalami inflasi sebesar

3,61% (yoy). Walaupun masih tergolong rendah, adanya kenaikan harga bahan

makanan yang tinggi di triwulan IV 2016 telah membuat inflasi bergerak naik

dibanding posisi triwulan III yang hanya sebesar 2,28% (yoy). Kenaikan inflasi tersebut

terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi komoditas daging dan hasil-hasilnya

(25,29% - yoy) dan buah-buahan (23,14% - yoy). Kenaikan harga daging dan hasil-

hasilnya terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga ayam hidup dan daging

ayam ras masing-masing sebesar 25,65% (yoy) dan 8,37% (yoy). Kelangkaan

penyediaan DOC menjadi masalah utama penyediaan pasokan ayam ras di Pulau Flores,

dikarenakan pemenuhan bibit ayam tersebut harus dipenuhi dari Kupang, Bali atau

Surabaya, sehingga adanya gangguan distribusi langsung berdampak pada kelangkaan

penyediaan DOC di Maumere. Permasalahan distribusi juga menjadi penyebab utama

berkurangnya pasokan buah-buahan dari Jawa, sehingga harga buah mengalami

kenaikan yang cukup besar.

Secara triwulanan, selain komoditas ayam ras hidup dan buah-buahan, kenaikan

inflasi juga terjadi pada komoditas sayur-sayuran (19,89 qtq) dan ikan segar (16,14

qtq). Setelah cenderung mengalami penurunan harga hingga triwulan III 2016, harga

komoditas sayur-sayuran dan ikan segar meningkat pada triwulan IV 2016 disebabkan

oleh memburuknya cuaca yang berdampak pada penurunan pasokan ikan segar dan

sayur-sayuran di pasar. Meskipun demikian, secara tahunan harga masih relatif

terkendali bahkan cenderung mengalami penurunan.

Berdasarkan andil komoditas terhadap inflasi di Kota Maumere, komoditas

perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menjadi komoditas penyumbang utama

inflasi dengan nilai inflasi sebesar 5,55% (yoy) dan memiliki andil terhadap inflasi

hingga sebesar 1,34% (sum-yoy). Tingginya sumbangan kelompok komoditas ini lebih

disebabkan oleh meningkatnya biaya kontrak rumah sejak awal tahun 2016 dan sewa

rumah yang kembali meningkat pada triwulan IV 2016 yang mampu memberikan andil

pada inflasi Maumere hingga 0,90% (sum yoy). Kenaikan tarif air minum PAM hingga

sebesar 19,80% (yoy) pada bulan September 2016 juga menyumbang inflasi hingga

0,20% (sum-yoy). Komoditas makanan jadi menjadi komoditas penyumbang inflasi

terbesar kedua di Maumere dengan andil hingga 1,2% (sum-yoy) terutama disebabkan

Page 88: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 70

70

oleh meningkatnya harga rokok dan tembakau mengikuti kenaikan cukai rokok yang

ada.

Grafik 3.15. Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik 3.6. Inflasi Inflasi di Kota Maumere

berdasarkan Kelompok Komoditas

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Adapun sektor transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mampu menjadi

komoditas utama yang menahan laju inflasi di Kota Maumere. Deflasi pada komoditas

ini terutama disebabkan oleh turunnya harga bensin hingga -11,45% (yoy), angkutan

udara hingga -35,63% (yoy), dan solar sebesar -23,13% (yoy). Penurunan tarif

angkutan udara kemungkinan disebabkan oleh turunnya jumlah penumpang yang

berangkat dari bandara Frans Seda Maumere pada bulan Desember 2016 sebesar

0,55% (mtm) dan di sisi lain, frekuensi penerbangan justru mengalami penambahan.

3.5. Proyeksi Inflasi Provinsi NTT Triwulan I 2017

Inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan,

terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga 900VA pada

bulan Januari dan Maret 2017. Adanya kenaikan listrik hingga dua kali tersebut,

berpotensi menyebabkan inflasi tarif listrik hingga 14,5% dan memberikan andil

terhadap inflasi triwulan I 2017 hingga 0,42%. Adanya kenaikan cukai rokok dengan

kenaikan harga eceran rata-rata hingga 12,26% diperkirakan juga akan membuat

kenaikan harga rokok dilakukan rutin setiap bulannya sebagaimana terjadi pada tahun

2016. Kondisi cuaca diperkirakan membaik yang berdampak pada turunnya harga

bahan makanan. Harga komoditas transportasi diperkirakan masih cenderung rendah

seiring dengan masih rendahnya mobilitas antar wilayah menggunakan angkutan

udara, namun adanya kenaikan biaya perpanjangan STNK hingga 102,09% (mtm) pada

bulan Januari dan kenaikan tarif pulsa ponsel diperkirakan menahan potensi deflasi

yang terjadi.

3.62 3.61

2.48

2.48

0.02

1.02

2.02

3.02

4.02

5.02

6.02

7.02

8.02

9.02

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Maumere

NTT

2017

Oct Nov Dec Jan Tw IV Jan

INFLASI UMUM 118.7 119.9 121.9 122.4 3.62 3.61

Bahan Makanan 105.9 108.7 113.7 113.2 3.70 4.89

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau145.4 145.6 146.0 146.5 7.14 5.30

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar119.3 120.0 120.1 121.1 5.55 3.08

Sandang 111.8 111.9 113.0 113.1 3.70 3.06

Kesehatan 113.4 113.8 115.0 115.4 3.34 3.33

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga142.6 142.6 142.7 142.8 1.57 1.69

Transportasi, Komunikasi dan Jasa112.8 112.8 113.8 116.5 (3.44) 0.75

YOY

Komoditi

IHK 2016

Page 89: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 71

71

Berdasarkan perkembangan inflasi triwulan I 2017 di bulan Januari, Provinsi NTT

mengalami inflasi sebesar 0,74% (mtm) terutama disebabkan oleh kenaikan harga

bahan makanan seiring dengan kondisi cuaca yang memburuk dan berdampak pada

adanya himbauan dilarang melaut bagi nelayan, ditutupnya pelabuhan penyeberangan

dan berhentinya kegiatan pelayaran lainnya yang mengganggu penyediaan pasokan di

NTT. Dampak buruknya cuaca tersebut terlihat dari tingginya nilai inflasi ikan segar

pada bulan Januari yang mencapai 14,19% (mtm), seiring dengan kosongnya

persediaan ikan di pasar. Pada bulan ini juga terjadi kelangkaan penyediaan cabai rawit

yang menyebabkan kenaikan harga hingga 58,00% (mtm), sehingga dibanding

triwulan sebelumnya, harga cabai rawit telah mengalami kenaikan hingga 367,70%

(qtq).

Dibanding nasional yang mengalami inflasi 0,97% (mtm), inflasi Provinsi masih

relatif lebih terjaga. Adanya penurunan permintaan di bulan Januari 2017 dinilai

mampu meredam permintaan komoditas yang juga mengalami penurunan pasokan,

sehingga inflasi tidak naik signifikan. Kenaikan inflasi yang cukup signifikan adalah

adanya kenaikan tarif listrik rumah tangga dengan 900VA dan biaya perpanjangan

STNK yang naik lebih dari 100%.

Pada bulan Februari, inflasi diperkirakan akan lebih stabil seiring dengan kondisi

cuaca yang membaik. Namun demikian, adanya La Nina yang terjadi diperkirakan akan

memperpanjang musim hujan di NTT yang terlihat dari hasil survei pemantauan harga

minggu ke-1 Februari 2017 yang masih menunjukkan adanya inflasi pada nilai yang

rendah. Komoditas cabai rawit sudah mulai menunjukkan adanya penurunan harga di

pasar, demikian pula dengan penurunan harga telur dan daging ayam ras seiring mulai

tersedianya pasokan di pasar dan kondisi distribusi komoditas yang mulai membaik.

Harga ikan segar juga sudah berangsur menurun, begitu juga dengan harga tahu

mentah, gula pasir dan emas perhiasan. Hingga akhir bulan Februari 2017, inflasi

diperkirakan rendah dan cenderung deflasi walaupun tidak terlalu besar.

Page 90: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 72

72

3.6. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID

Sebagai upaya untuk terus menjaga inflasi yang rendah dan stabil di

Provinsi NTT, TPID telah melakukan beberapa kegiatan pengendalian inflasi di

triwulan IV 2016 dengan berbagai macam kegiatan sebagai berikut :

1. Telah dilakukan penyusunan dan pembahasan draft final Roadmap TPID Provinsi

NTT untuk panduan kegiatan hingga tahun 2018 dengan program unggulan

dilakukan TPID yang sudah diupdate dan direvisi ditambah dengan 10 program

penguatan TPID hasil kompilasi RKPD yang telah disusun oleh masing-masing

dinas.

2. Telah dilakukan sosialisasi TPID di Kabupaten Rote Ndao pada tanggal 29

Oktober 2016.

3. Telah dilakukan rapat koordinasi daerah TPID Provinsi NTT yang dipimpin oleh

sekretaris daerah provinsi NTT dan dihadiri oleh seluruh anggota TPID Kabupaten

Kota di Provinsi NTT. Adapun beberapa hasil rapat koordinasi tersebut meliputi :

a. Telah dilakukan penandatanganan Roadmap TPID NTT tahun 2016-2018

dengan program yang diangkat yaitu JUPE RUN 10 K.

b. Permasalahan yang teridentifikasi dalam rapat, diantaranya

1) Belum adanya standarisasi ukuran di level pedagang eceran dan konsumen,

2) Kendala cuaca terhadap kestabilan pasokan dan bibit penyakit pada ternak.

3) Pemasalahan struktural seperti biaya distribusi yang mahal dan pasar yang

Oligopoli.

4) Minimnya industri pengolahan di Provinsi NTT.

5) Sulitnya penyerapan beras oleh Bulog akibat harga pasar di petani dan

penggilingan lebih tinggi dari harga penetapan pemerintah

6) Pasokan minyak tanah dan BBM yang masih terbatas di beberapa daerah

sehingga harga meningkat di tingkat pengecer. Di NTT sendiri masih

terdapat 13 wilayah yang belum memiliki penyalur

c. Hal-hal yang disepakati dalam rapat diantaranya:

Page 91: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 73

73

1) Perlunya penyelarasan roadmap TPID dalam penyusunan Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD) dan program kerja Provinsi/Kab-Kota di NTT

tahun 2017-2018.

2) Peningkatan keaktifan TPID Kab/kota dengan diketuai Sekretaris Daerah

yang juga Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), sehingga diharapkan

kebijakan bisa lebih efektif dan sejalan dengan perencanaan anggaran.

3) Perlunya koordinasi antar sektor melalui rapat koordinasi dan peningkatan

kerjasama antar kabupaten/kota.

4) Perlu adanya monitoring dan pemeriksaan di gudang-gudang bekerjasama

dengan kepolisian dan kejaksaan untuk menghindari penimbunan di akhir

tahun.

5) Perlunya pengembangan sektor pariwisata masyarakat melalui alokasi

anggaran di daerah bagi pengembangan usaha kecil di daerah guna

mendukung pariwisata.

6) Perlunya dibentuk sub penyalur resmi di kabupaten yang kesulitan

mendapatkan distribusi minyak tanah maupun bbm. Adanya dana desa

dapat menjadi salah satu sumber pendanaan bagi pembentukan sub

penyalur resmi tersebut.

7) Perlunya kerjasama yang berkelanjutan dengan BPS untuk kegiatan

perhitungan inflasi di setiap daerah sehingga data historis dapat dimiliki

guna mendukung identifikasi pengendalian inflasi di setiap daerah.

8) Perlu dilaksanakannya hasil pembahasan rakorwil TPID di Ternate oleh

seluruh kab/kota.

4. Dalam rangka menjaga inflasi menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru di NTT,

TPID Provinsi NTT bersama dengan TPID Kota Kupang telah melakukan beberapa

kegiatan penanggulangan dan pemantauan harga diantaranya inspeksi

mendadak bersama dengan Gubernur NTT di gudang BULOG divre NTT dan

pelabuhan peti kemas PELINDO 3, operasi pasar BULOG dan pasar murah oleh

BMPD di Pasar Kasih Naikoten.

Page 92: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 74

74

Gambar 3.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT 2016 dan Sebaran Pembentukan TPID

Sumber : Sekretariat TPID, diolah

5. Pada tanggal 11 Januari 2017 telah dilakukan rapat HLM TPID Provinsi NTT dan

dipimpin oleh sekretaris daerah Provinsi NTT dengan bahasan utama berupa

langkah-langkah pengendalian harga cabai rawit di Kota Kupang. Dalam rapat

tersebut disepakati untuk dibentuk satgas pengendalian harga cabai rawit merah

dengan dinas pertanian sebagai koordinator. Dalam pelaksanaannya, satgas

telah menjual lebih dari 1 ton cabai rawit merah, dengan harga 60 ribu rupiah.

Adapun harga cabai rawit juga menunjukkan adanya penurunan, dari 120 ribu

pada minggu kedua dapat turun hingga mencapai 60 ribu di minggu ke-5

Januari 2017.

Page 93: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 5 | Komoditas Utama Penyumbang Inflasi NTT dalam 6 Tahun Terakhir 75

Boks 5. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di NTT dalam 6 tahun terakhir

Secara konseptual, Inflasi pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai rata-rata pergerakan

harga-harga komoditas yang dikonsumsi oleh suatu rumah tangga. Dengan pendekatan

Laspeyres sebagaimana digunakan di Indonesia, inflasi dihitung menggunakan indeks harga yang

disusun di tiap tahun dasar melalui survei biaya hidup yang dilakukan oleh BPS. Pendekatan ini

juga mengatur bahwa bobot masing-masing komoditas menggunakan bobot yang dihasilkan

pada saat survei di tahun dasar, sehingga yang dihitung tiap bulannya hanyalah perubahan harga

yang terjadi. Adapun komoditas yang diperhitungkan adalah komoditas yang secara signfikan

memiliki proporsi nilai konsumsi lebih dari 0,02% dari total pengeluaran rumah tangga, atau bisa

kurang dari 0,02% namun signifikan dibutuhkan oleh suatu rumah tangga seperti pembelian

saus tomat, sikat gigi atau popok bayi di Kota Kupang. Dari ribuan komoditas yang disurvei,

dengan menggunakan prasyarat di atas, didapatkan 430 komoditas yang akan disurvei secara

rutin oleh BPS di tiap bulannya di Provinsi NTT.

Grafik Boks 5. 1. Korelasi Pergerakan

Gabungan 10 Komoditas Utama Penyumbang

Inflasi dan Deflasi di Kota Kupang 6 Tahun

Terakhir dengan Inflasi Kota Kupang

Grafik Boks 5.2. Korelasi Pergerakan Gabungan

10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan

Deflasi di Kota Maumere 6 Tahun Terakhir

dengan Inflasi Kota Maumere

Dari 430 komoditas yang disurvei tiap bulannya, secara rata-rata 220 komoditas tidak

mengalami perubahan harga dan hanya sekitar 210 komoditas yang berubah dengan besar

kenaikan/penurunan yang beraneka ragam. Perubahan harga tersebut yang berpengaruh

terhadap terjadinya inflasi. Berdasarkan pola pergerakan inflasi, didapatkan bahwa secara rata-

rata hanya terdapat 20 komoditas yang berpengaruh signifikan terhadap inflasi di suatu daerah

atau setara dengan hanya 10% dari total komoditas yang mengalami perubahan harga. Apabila

andil inflasi dari komoditas terbesar tersebut dijumlahkan, maka nilai inflasi bulanan akan

mendekati hasil penjumlahan 10 komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama tersebut

dengan korelasi di kisaran 90%. Maka berdasarkan kecenderungan tersebut, telah dilakukan light

research / penelitian ringkas terhadap 10 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi

bulanan utama di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kota Kupang dan Kota Maumere. Adapun

jumlah sampel per masing-masing kota sebanyak 1.440 sampel meliputi total 20 komoditas

utama penyumbang inflasi dan deflasi utama pada 3 daerah tersebut di tiap bulannya dalam

jangka waktu 6 tahun terakhir dan didapatkan hasil sebagai berikut:

Berdasarkan data 10 komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama di Provinsi NTT

selama 6 tahun terakhir, didapatkan bahwa dari 1.440 sampel, ternyata hanya terdapat 140

Page 94: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 5 | Komoditas Utama Penyumbang Inflasi NTT dalam 6 Tahun Terakhir 76

komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi di provinsi NTT dalam 6 tahun terakhir, 146

komoditas di Kota Kupang dan 141 komoditas di Kota Maumere. Apabila dalam 72 bulan

pencacahan tersebut diambil komoditas yang secara persisten setidaknya 10 kali menjadi

penyumbang inflasi utama dalam 6 tahun terakhir, maka didapatkan bahwa hanya terdapat 41

komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi di Provinsi NTT dan Kota Maumere, serta

44 komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi di Kota Kupang.

Apabila dilihat dari 10 komoditas utama yang secara persisten menyumbang fluktuasi

inflasi di Kota Kupang dan Kota Maumere, didapatkan bahwa terdapat 6 komoditas yang sama-

sama menjadi penyebab utama inflasi di Kota Kupang dan Maumere, antara lain angkutan udara,

kangkung, ikan kembung, bawang merah, cabe rawit dan tongkol. Adapun komoditas lainnya

yang menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang adalah daging ayam ras, sawi putih,

tomat sayur dan beras. Sedangkan komoditas lainnya yang secara persisten menjadi 10 besar

penyumbang inflasi utama di Maumere adalah ikan selar, ikan layang, sawi hijau dan bayam.

Di Kota Kupang, setidaknya terdapat 4 komoditas yang menjadi penyumbang fluktuasi

tertinggi hingga di atas 55 kali dalam 6 tahun atau berarti setidaknya dalam 12 bulan, keempat

komoditas tersebut minimal 9 kali menjadi penyumbang inflasi atau deflasi utama di Kota

Kupang, yaitu komoditas angkutan udara, kangkung, daging ayam ras dan sawi putih. Di Kota

Maumere juga terdapat 4 komoditas yang setidaknya dalam 1 tahun menjadi penyumbang inflasi

dan deflasi utama dengan frekuensi lebih dari 9 kali antara lain komoditas ikan selar, ikan layang,

sawi hijau dan komoditas kangkung. Dengan tingginya frekuensi komoditas tersebut dalam

menyumbang fluktuasi inflasi di NTT, maka proses menjaga pasokan komoditas tersebut menjadi

hal yang mutlak harus dilakukan dalam menanggulangi inflasi di NTT.

Grafik Boks 5. 3. Pola Pergerakan Inflasi 19

Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Kota

Kupang 6 Tahun Terakhir

Grafik Boks 5.4. Pola Pergerakan Inflasi 25

Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Kota

Maumere 6 Tahun Terakhir

Dalam rangka mencari komoditas utama yang secara persisten menjadi penyumbang

inflasi NTT dalam 6 tahun terakhir, maka diambil 10 komoditas yang menjadi penyumbang

fluktuasi inflasi utama di masing-masing kota, ditambah dengan beberapa komoditas dari 44 dan

41 komoditas yang memiliki korelasi positif terbesar terhadap pergerakan inflasi di masing-

masing daerah. Dari hal tersebut dihasilkan kesimpulan bahwa untuk mengetahui dan

mengendalikan pergerakan inflasi di Kota Kupang sebenarnya dapat dilakukan dengan hanya

menjaga harga dan pasokan pada 19 komoditas saja, antara lain komoditas angkutan udara,

kangkung, daging ayam, sawi putih, tomat sayur, ikan kembung, beras, bawang merah, cabe

rawit, ikan tongkol, bensin, ikan tembang, pasir, tarif listrik, telur ayam ras, cabai merah, wortel,

bayam, dan semen. Ke-19 komoditas tersebut sudah dapat memprediksi arah inflasi dengan

tingkat korelasi mencapai 98%, artinya baik arah dan besaran inflasi dapat diprediksi dengan

hanya melihat pergerakan harga ke-19 komoditas tersebut dengan ketepatan mencapai 98%.

Page 95: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 5 | Komoditas Utama Penyumbang Inflasi NTT dalam 6 Tahun Terakhir 77

Adapun untuk pengendalian inflasi di Kota Maumere, terdapat 25 komoditas yang paling

mempengaruhi pergerakan inflasi antara lain komoditas ikan selar, ikan layang, sawi hijau,

kangkung, cabai rawit, ikan tongkol, angkutan udara, bawang merah, ikan kembung, bayam,

bensin, pisang, beras, ayam hidup, telur ayam ras, daging ayam ras, kubis, tarif listrik, rokok

kretek filter, daun singkong, rokok putih, ikan tembang, ketela pohon, dan tauge. Dengan hanya

mengetahui pergerakan harga ke-25 komoditas tersebut, maka nilai inflasi bisa diprediksi dengan

tingkat korelasi mencapai 90%. Dari semua komoditas di atas, ternyata terdapat 14 komoditas

yang menjadi penyumbang utama fluktuasi inflasi baik di kota Kupang maupun Maumere, yang

berarti program pengendalian inflasi untuk ke-14 komoditas tersebut dapat saling disinergikan.

Hasil analisa di atas juga sesuai dengan hasil analisa dalam roadmap TPID yang

menunjukkan bahwa dari 16 komoditas prioritas dalam pengendalian inflasi, 10 diantaranya

menjadi 10 komoditas dengan fluktuasi inflasi tertinggi, sehingga apabila pemerintah ingin

mengendalikan inflasi di daerah, maka pengendalian harga dan stabilisasi pasokan terhadap ke-

19 dan 25 komoditas tersebut di atas sekiranya dapat menjadi perhatian utama TPID di kota

perhitungan inflasi. Bentuk pengendalian yang dilakukan cukup mengikuti roadmap TPID yang

telah ditandatangani bersama oleh TPID Provinsi NTT.

Semoga dengan penanganan pengendalian inflasi yang lebih terfokus, inflasi di Provinsi

NTT dapat semakin dijaga rendah dan stabil.

Page 96: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 6 | Potensi Ancaman Inflasi Daging Ayam Ras di NTT 78

Boks 6. Pola Perdagangan Antar Wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Selain memastikan pasokan komoditas tersedia dalam jumlah yang cukup, pemahaman

terkait pola perdagangan komoditas antar wilayah menjadi hal yang mutlak dipahami oleh

pemangku kebijakan dalam upaya menjaga pasokan dan mengendalikan harga di daerah.

Dalam upaya memetakan pola perdagangan komoditas pangan strategis di Nusa Tenggara

Timur (NTT), telah dilakukan penelitian pola perdagangan antar wilayah terhadap 5 komoditas

penyumbang inflasi terbesar di NTT yaitu komoditas beras, gula pasir, cabai merah, bawang

merah, dan daging ayam ras. Adapun pembahasan hanya akan difokuskan pada 4 komoditas

yaitu beras, gula pasir, cabai merah dan bawang merah, sedangkan komoditas daging ayam

ras, lebih kurang sudah dibahas pada triwulan sebelumnya.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan pola

perdagangan yang cukup besar antara pola perdagangan di Pulau Timor dan Pulau Flores

bagian timur. Pola perdagangan di Pulau Timor terpusat di Kota Kupang, sedangkan di Pulau

Flores bagian timur tidak ada daerah yang terlalu menonjol sebagai pusat perdagangan. Pola

perdagangan tiap-tiap komoditas juga relatif berbeda tergantung dari karakteristik masing-

masing komoditas, kemudahan sarana transportasi, kedekatan dengan sentra produksi,

ketersediaan modal usaha dan ukuran pasar, serta efisiensi persaingan yang terjadi. Hasil

penelitian juga tidak menunjukkan adanya hubungan perdagangan antar wilayah yang kuat

antara Pulau Timor dan Flores bagian timur, bahkan dengan Flores bagian barat dan Pulau

Sumba.

Gambar Boks 6.1. Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Beras

Berdasarkan jenis komoditas, konsumsi beras di Provinsi NTT setiap tahun sebesar 600

ribu ton beras, sedangkan produksinya hanya sebesar 450 ribu ton beras sehingga mengalami

defisit hingga sekitar 150 ribu ton per tahun yang pemenuhan kekurangan pasokan dilakukan

melalui penyediaan beras BULOG ataupun melalui mekanisme pasar. Total penyaluran beras

BULOG di tahun 2016 mencapai 110 ribu ton beras dengan rincian 76 ribu ton beras sejahtera

dan sekitar 35 ribu ton beras disalurkan untuk pemenuhan kebutuhan beras PNS dan operasi

Page 97: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 6 | Potensi Ancaman Inflasi Daging Ayam Ras di NTT 79

pasar. Adapun pemenuhan beras melalui mekanisme pasar per tahun lebih kurang disalurkan

55 ribu ton beras, dengan Sulawesi Selatan sebagai pemasok beras utama dengan pangsa

mencapai 62,3%, disusul oleh Provinsi Jawa Timur dengan pangsa mencapai 23,8% dan

Provinsi NTB dengan pangsa sebesar 7,0%. Fokus distribusi beras hanya pada Pulau Timor dan

Flores bagian timur dikarenakan kondisi produksi beras di Flores Bagian Barat dan Sumba yang

mengalami surplus, sehingga tidak membutuhkan pasokan dari luar.

Perdagangan beras di Pulau Timor sangat terkonsentrasi di Kota Kupang sebagai hub

perdagangan ke semua Kabupaten di daratan Timor, Alor, Rote Ndao dan Sabu Raijua. Di sisi

lain, pola perdagangan antar wilayah di Pulau Flores bagian timur cenderung tersebar dengan

Kabupaten Sikka sebagai hub utama perdagangan antar wilayah. Adanya perbaikan pelabuhan

membuat kebanyakan pengusaha di masing-masing kota langsung mengambil barang dari

produsen atau distributor besar di Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Sumbawa karena adanya

perbedaan harga yang cukup material.

Gambar Boks 6.2. Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Gula Pasir

Pola perdagangan gula pasir lebih terkonsentrasi dibanding beras, dengan lebih dari

90% pasokan berasal dari Jawa Timur. Hal ini terutama disebabkan oleh 60% pasokan gula

pasir nasional diproduksi oleh pabrik-pabrik di Jawa Timur. Pola perdagangan di Pulau Timor

masih terkonsentrasi di Kota Kupang dengan pola perdagangan lebih kurang sama dengan pola

perdagangan beras. Adapun pola perdagangan di Pulau Flores lebih tersebar dengan masing-

masing daerah langsung mengambil pasokan gula pasir dari pedagang besar di Surabaya

dengan beberapa diantaranya memanfaatkan fasilitas tol laut yang melewati daerah mereka.

Pemain besar hanya terdapat di Ende yang juga melakukan distribusi di Ende dan daerah

sekitarnya, namun sebagian besar pasokan tetap didatangkan dari Surabaya.

Konsumsi komoditas cabai merah sebenarnya tidak terlalu besar. Namun karena hasil

produksi juga relatif rendah, menjadikan provinsi NTT sebagai daerah yang mengalami defisit

pasokan cabai. Berdasarkan hasil penelitian, Kota Kupang masih menjadi hub utama distribusi

cabai merah di daratan Timor, walaupun terbatas di Kabupaten TTU, Belu, Alor dan Sabu

Raijua. Suplai komoditas cabai merah paling banyak diperoleh dari Provinsi NTT sendiri seperti

Kabupaten Belu dan Kupang, disusul oleh suplai dari Surabaya dan Makasar. Kabupaten

Kupang bahkan juga memasok ke daerah lain seperti Kota Kupang, Kabupaten Flores Timur

Page 98: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 6 | Potensi Ancaman Inflasi Daging Ayam Ras di NTT 80

dan Timor Tengah Selatan. Adapun struktur pasar pada komoditas ini masih cenderung

oligopoli lemah, dengan beberapa pedagang besar yang tidak mengendalikan harga.

Gambar Boks 6.3. Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Cabai Merah

Kondisi perdagangan antar wilayah yang berbeda ditunjukkan oleh peta distribusi di

Pulau Flores. Daerah Sikka yang seharusnya surplus, ternyata mendapatkan pasokan cabai

merah dari Makasar, Ende, Sikka sendiri dan Kabupaten Ngada, baru didistribusikan di

Kabupaten Sikka dan Lembata. Kabupaten Ende yang seharusnya defisit cukup besar ternyata

justru dapat memproduksi cabai merah dan mendistribusikannya ke Kabupaten Sikka. Adapun

pasokan komoditas selain dari Kabupaten Ende sendiri, juga mendapat pasokan dari Kabupaten

Nagekeo. Pasokan cabai merah di Kabupaten Flores Timur terutama berasal dari Kabupaten

Ende, selain juga mendapatkan pasokan dari Kabupaten Kupang atau Makasar terlebih ketika

harga mengalami kenaikan. Temuan penelitian yang cukup menarik adalah mulai adanya

interaksi perdagangan antara Flores bagian barat dan Flores bagian timur seiring dengan

adanya kegiatan perdagangan dengan Kabupaten Ngada.

Pola perdagangan antar wilayah komoditas bawang merah justru menunjukkan luasnya

rantai distribusi komoditas ini. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa 65% pasokan

bawang merah dapat diperoleh dari NTT sendiri antara lain Pulau Semau di Kabupaten Kupang,

Kabupaten Rote Ndao, Sabu Raijua dan Kabupaten Manggarai Timur. Selebihnya, pasokan

diperoleh dari Kabupaten Bima, NTB dan Brebes, Jawa Tengah. Sebagian kecil pasokan juga

diperoleh dari Makasar, terutama hanya di Kabupaten Sikka dan ketika terjadi kelangkaan

pasokan.

Page 99: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 6 | Potensi Ancaman Inflasi Daging Ayam Ras di NTT 81

Gambar Boks 6.4. Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Bawang Merah

Pola perdagangan antar wilayah di Pulau Timor menunjukkan pola yang terkonsentrasi

di Kota Kupang. Pasokan dari daerah penghasil utama seperti Kabupaten Rote Ndao, dan Pulau

Semau, ditambah dengan pasokan dari Brebes, Jawa Tengah dan sebagian kecil dari Surabaya

dikumpulkan terlebih dahulu di Kota Kupang untuk kemudian kembali didistribusikan ke 11

kabupaten/kota baik di Provinsi NTT maupun di luar NTT. Bawang Merah dari Pulau Rote selain

didistribusikan ke Kota Kupang, juga langsung didistribusikan ke Kabupaten Flores Timur, Alor

dan Timor Tengah Selatan.

Berbeda dengan pola perdagangan di Pulau Timor, perdagangan antar wilayah di Pulau

Flores juga relatif terdistribusi walaupun konsentrasi perdagangan utama masih terjadi di

Kabupaten Sikka. Suplai utama bawang merah di Pulau Flores dari luar NTT didapatkan dari

Kabupaten Bima, NTB yang disebabkan oleh kedekatan personal para pedagang besar yang

sebagian besar berasal dari daerah tersebut. Luasnya distribusi juga terlihat dari rantai pasokan

yang juga berasal dari Flores bagian barat dan Kabupaten Sabu Raijua. Penjualan di Kabupaten

Sikka juga mencapai daerah Ambon walaupun dalam nilai yang tidak terlalu besar.

Harga beli dan harga jual akan cenderung rendah pada daerah yang menjadi pusat

distribusi per masing-masing komoditas. Tidak ditemukan pula adanya keterkaitan harga yang

membentuk suatu klaster antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Adapun biaya

pengiriman di NTT relatif besar, dengan jarak pengangkutan, moda transportasi, dan tonase

angkutan menjadi variabel utama yang mempengaruhi besarnya biaya pengiriman. Sebagian

besar pengusaha memiliki fasilitas pergudangan, namun daya simpan komoditas tidak terlalu

besar. Pembentukan harga jual sangat dipengaruhi oleh harga pembelian dan besarnya biaya

transportasi yang timbul. Selain itu, gangguan cuaca dan keterbatasan moda transportasi masih

menjadi faktor penghambat utama dalam distribusi barang di Provinsi NTT yang berpotensi

menyebabkan fluktuasi harga yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk menjaga pasokan,

pertama-tama diharapkan untuk dapat dilakukan peningkatan produksi komoditas. Adanya

rencana pembangunan pabrik gula di Sumba Timur perlu dukungan ekstra pemerintah agar

neraca konsumsi tidak selalu negatif. Adanya hasil penelitian ini, sekiranya dapat dijadikan alat

bagi pemangku kebijakan dalam menjaga pasokan komoditas penyumbang inflasi ke depan,

agar harga dan pasokan barang dapat senantiasa terjaga.

Page 100: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya
Page 101: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 83

STABILITAS KEUANGAN DAERAH Walaupun terjadi perlambatan pada kinerja kredit di sektor konsumsi dan UMKM,

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga.

Kredit sektor rumah tangga secara agregat tumbuh sebesar 6,80% (yoy) dengan rasio

NPL terjaga sebesar 1,15%.

Walau melambat, kredit UMKM masih dapat tumbuh sebesar 16,71% (yoy) dengan

rasio NPL masih relatif terjaga sebesar 2,97%.

Meskipun porsi kredit korporasi relatif kecil, perbankan perlu lebih mencermati

peningkatan risiko kredit bermasalah dengan adanya peningkatan rasio NPL dari

triwulan sebelumnya menjadi di atas 5% yaitu sebesar 8,04%.

Industri perbankan masih menunjukkan kinerja yang cukup positif dengan aset

meningkat 4,04% (yoy), sementara kredit tumbuh sedikit melambat sebesar 12,59%

(yoy) dan penghimpunan dana mengalami kontraksi -0,06% (yoy) terutama karena

penarikan dana oleh pemerintah.

4.1 Kondisi Umum

Walaupun terjadi perlambatan pada kinerja kredit di sektor konsumsi dan UMKM,

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga.

Sampai dengan triwulan laporan, adanya relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV)

atau Financing To Value (FTV) pada bulan Agustus 2016 belum cukup mampu

mendorong fungsi intermediasi perbankan NTT terutama di sektor properti, meskipun

terdapat sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Rumah tangga tetap

optimis terhadap kondisi ekonomi ke depan sehingga terdapat prospek peningkatan

kinerja kredit konsumsi pada periode selanjutnya.

Perlambatan kinerja kredit UMKM disebabkan terutama oleh melambatnya

pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran yang memegang porsi dominan

kredit UMKM di Provinsi NTT. Sementara kredit sektor pertanian dan penyediaan

akomodasi masih mampu tumbuh di tengah perlambatan sektor-sektor lain. Tekanan

risiko kredit UMKM cukup rendah melihat rasio NPL yang membaik di tengah

perlambatan. Perbankan perlu lebih mencermati tekanan risiko kredit pada sektor

korporasi sebagaimana tercermin dari rasio NPL yang meningkat.

Kinerja industri perbankan di Provinsi NTT secara umum masih cukup positif. Posisi

aset terpantau meningkat pada triwulan laporan, sementara penyaluran kredit cukup

kondusif. Hal yang perlu dicermati yaitu posisi rasio LDR yang menunjukkan tren

Page 102: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 84

meningkat seiring dengan penghimpunan dana dari masyarakat yang masih melambat.

Selain itu kinerja intermediasi Bank Perkreditan Rakyat juga masih cukup terjaga dengan

rasio permodalan CAR (Capital Adequacy Ratio) yang cukup kuat.

4.2 Asesmen Ketahanan Rumah Tangga

4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

Rumah tangga memiliki dua fungsi dalam sistem keuangan, yakni sebagai

penyedia dana dan sebagai penerima dana. Jika rumah tangga menempatkan kelebihan

dana kepada institusi keuangan atau instrumen keuangan yang kemudian digunakan

sebagai sumber dana pelaku ekonomi lainnya, maka disebut sebagai penyedia dana.

Sedangkan apabila rumah tangga meminjam dana dari institusi keuangan yang dananya

berasal dari pelaku ekonomi yang mengalami surplus, maka disebut sebagai penerima

dana. Oleh karena itu, semakin besar peran rumah tangga dalam aktivitas ekonomi dan

keuangan suatu daerah maka semakin penting peran ketahanan sektor rumah tangga

dalam menjaga stabilitas keuangan daerah tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi

ketahanan rumah tangga di antaranya tingkat pendapatan, tingkat konsumsi, lapangan

kerja dan stabilitas harga.

Konsumsi sektor Rumah Tangga (RT) sebagai kontributor utama dalam PDRB

mengalami pertumbuhan sebesar 7,27% (yoy) di triwulan laporan atau meningkat cukup

signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 4,77% (yoy), sehingga

meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang tercatat 5,18% (yoy)

dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 5,03% (yoy). Sementara apabila dibandingkan

triwulan sebelumnya, konsumsi RT tumbuh melambat yakni sebesar 3,94% (qtq)

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,37% (qtq).

Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi RT Terhadap

Konsumsi Agregat Grafik 4.2. IKK, IKE, dan IEK

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Page 103: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 85

Perlambatan konsumsi RT triwulanan pada akhir tahun juga tercermin dari Indeks

Keyakinan Konsumen (IKK), yang menggambarkan keyakinan konsumen terhadap

kondisi perekonomian, serta pengeluaran membeli barang tahan lama yang mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. IKK juga menurun bila dibandingkan

tahun lalu, didukung ekspektasi konsumen dengan kondisi ekonomi enam bulan ke

depan yang juga menurun. Namun demikian, tingkat keyakinan konsumen masih terjaga

di level optimis. Grafik 4.2 juga menunjukkan kecenderungan pergeseran puncak

keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi dari tahun ke tahun, dengan tahun 2016

puncaknya telah terjadi pada Triwulan III dari sebelumnya Triwulan IV tahun 2015 dan

seterusnya. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumen memiliki ekspektasi bahwa dalam

setiap triwulan terdapat peningkatan kondisi ekonomi.

Selain itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan Desember 2016 didapatkan

informasi bahwa pertumbuhan konsumsi secara tahunan menunjukkan adanya

peningkatan, di antaranya disebabkan oleh peningkatan indeks pengeluaran rumah

tangga untuk makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dan biaya sandang.

Peningkatan tersebut salah satunya karena adanya perayaan Hari Raya Natal dan Tahun

Baru 2017 yang didukung meningkatnya daya beli masyarakat. Di sisi lain, kepercayaan

masyarakat terhadap jasa perbankan pada triwulan laporan sedikit menurun yang

tercermin dari peningkatan nilai indeks dari 1,56 di triwulan III 2016 menjadi 1,60 yang

berarti masyarakat masih meyakini tingkat keamanan dananya di perbankan, terutama

karena jumlah simpanan yang masih dalam batas penjaminan pemerintah. .

Grafik 4.3. Indeks Pengeluaran

Berdasarkan Kelompok Komoditas

Grafik 4.4. Indeks Sikap Masyarakat Terhadap

Kasus Kejahatan Perbankan

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Indeks lain yang menggambarkan tingkat ketahanan keuangan sektor rumah

tangga juga menunjukkan kondisi yang relatif stabil meskipun sedikit mengalami

penurunan ketahanan. Pada triwulan ini, ada sedikit kenaikan keterlambatan

Page 104: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 86

pembayaran cicilan yang lebih disebabkan oleh kelalaian konsumen. Namun demikian,

secara umum masih relatif lancar yang ditunjukkan oleh nilai indeks sebesar 1,78,

walaupun lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan triwulan sebelumnya yang masing-

masing sebesar 1,30 dan 1,74. Indeks kepemilikan dana cadangan rumah tangga untuk

kebutuhan tak terduga pada triwulan laporan turun menjadi 1,21 dari triwulan III 2016

yakni 1,24, menunjukkan bahwa mayoritas (hampir 80%) rumah tangga masih memiliki

dana cadangan sampai dengan 1 bulan pendapatan namun terdapat kecenderungan

penurunan penyimpanan dana yang dapat berpotensi mengganggu pembayaran cicilan.

Penurunan simpanan kemungkinan besar disebabkan oleh adanya peningkatan konsumsi

menjelang hari raya dan tahun sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan indeks

pengeluaran konsumen.

4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

Sektor rumah tangga masih mendominasi penghimpunan Dana Pihak Ketiga di

bank umum dengan porsi sebesar 72,63% (Rp 15,71 triliun) dari seluruh DPK terhimpun

di NTT, atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 62,08% dan

lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 67,95%. Sebagian

besar simpanan dana rumah tangga dalam bentuk tabungan (73,12%), diikuti deposito

(22,34%) dan sebagian kecil giro (4,54%). Porsi tabungan rumah tangga mencapai

89,63% dari dana terhimpun, sementara deposito tercatat 71,29%, sehingga peran

rumah tangga sebagai penyedia dana di perbankan NTT cukup tinggi.

Grafik 4.5. Pangsa DPK Rumah Tangga dan

Non Rumah Tangga

Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Pada triwulan IV 2016, penghimpunan DPK rumah tangga kembali mengalami

perlambatan. DPK tumbuh sebesar 6,61% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya yang sebesar 15,05% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK rumah tangga

Page 105: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 87

berkontribusi terhadap penurunan DPK bank umum di Provinsi NTT sebesar 0,24% (yoy)

dibandingkan triwulan III 2016 yang tumbuh 0,26% (yoy). Hal tersebut dikonfirmasi pula

oleh indeks simpanan rumah tangga yang menurun menjadi 1,21 dibandingkan triwulan

III 2016 yakni 1,24.

Grafik 4.7. Preferensi DPK Rumah Tangga Grafik 4.8. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Perlambatan DPK rumah tangga terjadi pada seluruh jenis simpanan, yaitu

tabungan, giro dan deposito. Tak berbeda jauh dengan giro pemerintah daerah yang

mengalami penurunan karena realisasi anggaran di akhir tahun, giro rumah tangga juga

mengalami penurunan cukup dalam dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Giro mengalami kontraksi menjadi -12,35% (yoy) dari 11,69% (yoy) di

triwulan III 2016 karena adanya perbaikan daya beli masyarakat sehingga konsumsi untuk

perayaan Natal dan Tahun Baru menjadi meningkat. Sementara tabungan melambat

menjadi 7,68% (yoy) dari 15,63% (yoy) serta deposito menjadi 7,85% (yoy) dari 14,09%

(yoy). Kecenderungan rumah tangga tiap tahun masih sama yaitu menjelang akhir tahun

lebih meningkatkan simpanan dalam bentuk tabungan dan giro yang lebih mudah

dicairkan untuk mencukupi kebutuhan dana akhir tahun dengan mengurangi atau

mencairkan simpanan deposito.Sementara itu, pada triwulan laporan penyaluran kredit

ke rumah tangga mencapai Rp 8,62 triliun atau 37,75% dari total kredit yang disalurkan

ke NTT. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 6,98 triliun atau 80,91% disalurkan dalam

bentuk kredit multiguna, sementara Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp 1,31 triliun

(15,19%) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) sebesar Rp 324 miliar (3,76%).

Kredit rumah tangga pada triwulan laporan secara agregat mengalami

pertumbuhan yakni sebesar 6,80% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 5,92%

(yoy). Pertumbuhan terutama didorong oleh Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang

meningkat dari sebelumnya 3,14% (yoy) menjadi 28,57% (yoy) dan Kredit Perlengkapan

Page 106: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 88

dan Peralatan Rumah Tangga dari sebelumnya 34,93% (yoy) menjadi 53,63% (yoy).

Kredit Multiguna masih menunjukkan perlambatan namun relatif lebih stabil dari 6,97%

(yoy) menjadi 5,95% (yoy).

Grafik 4.9. Kredit Konsumsi Rumah Tangga Grafik 4.10. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Meskipun kredit sektor properti menunjukkan perbaikan kinerja pada triwulan

laporan dengan tumbuh sebesar 6,26% (yoy) dibandingkan tahun lalu sebesar 5,34%

(yoy), namun relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV)

pada Agustus 2016 masih belum mampu mendorong fungsi intermediasi perbankan NTT.

Hal ini terkonfirmasi pula dari hasil survei konsumen dalam indeks pengeluaran membeli

barang tahan lama yang sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya. Selain itu,

implementasi paket kebijakan ekonomi pemerintah dalam percepatan izin pembangunan

perumahan, program sejuta rumah serta insentif pembangunan rumah sederhana masih

perlu terus digencarkan untuk lebih mendorong kredit rumah tangga.

Risiko gagal bayar KKB, KPR dan kredit multiguna masih terjaga dengan rasio NPL

berkisar antara 0,68%-1,5%. Secara agregat NPL kredit pada sektor rumah tangga juga

masih rendah sebesar 1,15% atau membaik dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar

1,35%. Dengan masih rentannya perekonomian domestik saat ini, maka NPL masih tetap

perlu dicermati terutama bagi perbankan agar dalam mendorong pertumbuhan

penyaluran kredit tetap menerapkan prinsip kehati-hatian.

Secara spasial, kredit rumah tangga mayoritas disalurkan di Kota Kupang, dengan

pertumbuhan terbesar di Kab. Sabu Raijua, Kab. Nagekeo dan Kab. Manggarai Barat.

Kredit yang disalurkan di Kota Kupang sebesar Rp 2,44 triliun atau 28,27% dari total

Provinsi NTT dengan pertumbuhan 11,46% (yoy) pada triwulan IV 2016. Pertumbuhan

kredit di Kab. Sabu Raijua meningkat signifikan sebesar 93,87% (yoy), sementara Kab.

Page 107: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 89

Nagekeo sebesar 46,24% (yoy) dan Kab. Manggarai Barat sebesar 24,02% (yoy). Hal ini

mengindikasikan peningkatan akses kredit pada tiga wilayah tersebut.

Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT

Sumber: Bank Indonesia, diolah

4.3 Perkembangan Akses Keuangan Dan UMKM

4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

Kredit yang disalurkan untuk UMKM di Provinsi NTT terus meningkat meskipun

tumbuh melambat, dengan kualitas yang terjaga cukup baik. Pada triwulan IV 2016

kredit UMKM mencapai Rp 7,36 triliun. Hal ini didukung oleh dunia usaha yang menilai

kondisi ekonomi saat ini masih cukup kondusif, ditunjukkan dengan masih meningkatnya

kegiatan usaha yang didorong oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan SBT

sebesar 6,18% dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 4,89%.

Page 108: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 90

Grafik 4.11. Perkembangan Dunia Usaha Grafik 4.12. Kondisi Keuangan

Sumber: Bank Indonesia, 2016

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Kondisi usaha yang kondusif pada triwulan laporan juga didukung kondisi

keuangan yang masih terjaga cukup baik. SBT kondisi keuangan meskipun sedikit

menurun menjadi 39,28% pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar 43,06%,

namun risiko keterlambatan pemenuhan kewajiban dunia usaha terutama kepada

perbankan relatif kecil karena NPL tetap terjaga di bawah 5% bahkan membaik menjadi

2,97% dari sebelumnya 3,27%.

4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

Kredit UMKM kembali melambat meskipun masih tumbuh 2 digit dibandingkan

triwulan III 2016 yakni menjadi sebesar 16,71% (yoy) dari sebelumnya 18,21% (yoy).

Pertumbuhan tersebut juga lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2015

yang tercatat sebesar 18,24% (yoy). Perlambatan kredit UMKM diikuti perbaikan rasio

NPL triwulan berjalan yang berada di angka 2,97% dibandingkan triwulan sebelumnya

sebesar 3,27%. Hal ini menunjukkan perbankan cukup berhati-hati dalam menyalurkan

kreditnya. Tercatat penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada

triwulan laporan sebesar Rp 7,36 triliun atau mencapai 32,13% dari total penyaluran

kredit perbankan di NTT. Pertumbuhan kredit UMKM yang tetap berada di kisaran 2 digit

mengindikasikan pergerakan sektor riil yang terus konsisten di Provinsi NTT dengan

dukungan dari perbankan yang juga tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam

penyaluran dananya.

Page 109: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 91

Grafik 4.13. Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.14. NPL UMKM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Perlambatan kredit terutama disumbang oleh perlambatan Kredit Modal Kerja

(KMK) dan Kredit Investasi (KI). KMK mencatatkan pertumbuhan sebesar 17,73%,

melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 17,89%. Sementara KI

mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,02%, melambat dibandingkan triwulan III 2016

yang sebesar 19,77%. Selain itu berdasarkan jenis usaha, kredit menengah mengalami

perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode yang sama di tahun

sebelumnya. Pertumbuhan kredit ditopang oleh kenaikan pertumbuhan kredit usaha

mikro dan kecil yang tumbuh masing-masing sebesar 27,57% (yoy) dan 16,74% (yoy),

lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 14,55% (yoy) dan 6,86% (yoy).

Grafik 4.15. Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi

terutama di sektor perdagangan besar dan eceran (pangsa 70,65%) dari total kredit

UMKM) yang melambat di triwulan laporan menjadi 16,62% (yoy) dari triwulan

sebelumnya 20,08% (yoy). Beberapa sektor yang meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya antara lain sektor pertanian dan penyediaan akomodasi. Adapun sektor lain

yang mengalami perlambatan antara lain sektor konstruksi, transportasi dan real estate.

Page 110: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 92

Grafik 4.16. Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi

Sumber: Bank Indonesia, diolah

4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM

Pada triwulan laporan, rasio NPL gross sedikit membaik menjadi 2,97% dari

3,27% pada triwulan sebelumnya. Perbaikan rasio NPL disebabkan menurunnya kredit

bermasalah pada kredit mikro dan kecil menjadi masing-masing 1,39% dan 2,01% dari

triwulan sebelumnya sebesar 1,58% dan 2,64%, sementara NPL kredit menengah sedikit

meningkat menjadi 5,61% dari 5,57% pada triwulan sebelumnya.

Dibandingkan triwulan sebelumnya, sektor yang mengalami peningkatan NPL

terbesar adalah sektor listrik, gas dan air bersih yang naik menjadi 31,38% dari

sebelumnya 23,44%. Sementara sektor lain yang memiliki NPL tinggi yaitu sektor

konstruksi (9,94%). Kredit bermasalah sektor listrik, gas dan air hampir seluruhnya

disumbangkan oleh subsektor ketenagalistrikan lainnya yang mencatatkan rasio sebesar

46,43% di triwulan laporan, atau meningkat dari triwulan sebelumnya 31,18%.

Sementara dari sektor konstruksi, kredit bermasalah disumbang terutama oleh subsektor

bangunan jalan raya (pangsa 25,37% terhadap total kredit konstruksi) dengan rasio NPL

sebesar 15,55%, atau meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 12,05%.

Page 111: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 93

Grafik 4.17. NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Grafik 4.18. NPL UMKM 3 Sektor

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Secara umum risiko kredit UMKM masih cukup terjaga. Meskipun demikian

perbankan perlu lebih cermat dan selektif dalam menyalurkan kredit terutama pada

sektor-sektor penyumbang rasio NPL di atas 5%.

4.4 Asesmen Ketahanan Korporasi

4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi

Badan usaha/korporasi secara umum berfungsi sebagai penerima dana, yang

selanjutnya menggunakan dana pinjaman dari institusi keuangan atau pemilik modal

untuk kegiatan produksi. Semakin besar aktivitas badan usaha dalam aktivitas ekonomi

suatu daerah, maka perlu dilakukan pemantauan kondisi ketahanan badan usaha di

daerah tersebut dalam rangka menjaga stabilitas keuangan daerah. Kategori badan

usaha dengan porsi kredit terbesar di Provinsi NTT yaitu perdagangan, konstruksi dan

penyediaan akomodasi.

Kredit korporasi menyumbang sebesar 6,49% dari total penyaluran kredit di

Provinsi NTT. Kredit korporasi pada triwulan laporan tumbuh sebesar 0,08% dari triwulan

III 2016 sebesar -3,24%. Pertumbuhan kredit korporasi disumbangkan oleh kredit modal

kerja yang tumbuh sebesar 13,30% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar

6,93% (yoy). Meskipun demikian, pertumbuhan penyaluran kredit modal kerja disertai

dengan peningkatan risiko kredit, ditunjukkan dengan rasio NPL yang meningkat di

triwulan berjalan menjadi 10,47% dari triwulan sebelumnya 5,48% sehingga rasio NPL

kredit korporasi juga turut meningkat menjadi 8,04% dari triwulan sebelumnya 4,28%.

Hal ini perlu menjadi perhatian perbankan agar lebih mencermati profil debitur dan

model bisnis debitur selain mengejar pencapaian pertumbuhan kredit kepada korporasi.

Page 112: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 94

Grafik 4.19. Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi Grafik 4.20. NPL Kredit Sektor Korporasi

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Kredit perbankan kepada sektor korporasi pada triwulan laporan secara umum

meningkat pada hampir seluruh sektor. Peningkatan disumbangkan terutama oleh

sektor-sektor antara lain konstruksi sebesar 78,92% (yoy) dan perdagangan sebesar

10,06% (yoy) dengan pangsa kredit masih didominasi oleh sektor perdagangan sebesar

46,40%, diikuti konstruksi 16,89% dan sektor penyediaan akomodasi 13,32%.

Peningkatan oleh sektor-sektor tersebut terutama berkaitan dengan realisasi

pembangunan pada akhir tahun oleh kontraktor serta libur panjang Natal dan tahun baru

yang mendorong kegiatan konsumsi masyarakat.

Grafik 4.21. NPL Kredit 4 Sektor Korporasi

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Potensi risiko gagal bayar sektor korporasi yang perlu dicermati antara lain di

sektor konstruksi, perdagangan, pertambangan dan real estate. Di sektor konstruksi, NPL

terbesar disumbang oleh subsektor konstruksi bangunan elektrikal dan komunikasi

lainnya yang menyumbang 62,19% dari keseluruhan posisi NPL. Di samping itu, sektor

perdagangan disumbang terutama oleh subsektor perdagangan dalam negeri semen

sebesar 70,06% dari total posisi NPL. Sementara tingginya NPL di sektor pertambangan

terkonsentrasi sepenuhnya di Kabupaten Kupang kemungkinan terkait aktivitas

pertambangan galian C yang sampai saat ini masih bermasalah terkait izin dari

Page 113: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 95

pemerintah setempat dan masyarakat. NPL di sektor real estate, usaha persewaan dan

jasa perusahaan sebesar 10,23% didominasi oleh perusahaan swasta di subsektor jasa

perusahaan.

4.5 Asesmen Perbankan

4.5.1 Kinerja Bank Umum

Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Total aset industri perbankan di Provinsi NTT pada akhir triwulan laporan tercatat

sebesar Rp 29,76 triliun (pangsa 0,36% terhadap nasional), mengalami peningkatan

pertumbuhan dibandingkan triwulan III 2016 yaitu dari -7,40% (yoy) menjadi 4,04%

(yoy). Peningkatan aset dialami baik oleh bank pemerintah maupun bank swasta yang

masing-masing meningkat sebesar 3,80% (yoy) dan 5,66% (yoy).

Grafik 4.22. Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy) Grafik 4.23. Perkembangan LDR

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Kredit perbankan tumbuh melambat dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya, sementara penghimpunan dana dari masyarakat masih menurun sehingga

rasio LDR di triwulan laporan kembali meningkat menjadi 106,39% dari triwulan

sebelumnya 99,90%. Pertumbuhan kredit melambat menjadi 12,59% (yoy) dari triwulan

Page 114: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 96

sebelumnya 13,37% (yoy). Pertumbuhan DPK pada triwulan laporan tercatat kontraksi

sebesar -0,06% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,29% (yoy).

Berdasarkan jenis simpanan, hanya tabungan yang masih mampu untuk tumbuh

meskipun melambat menjadi 7,43% dari triwulan IV 2015 sebesar 15,79%. Sementara

giro dan deposito seluruhnya turun signifikan masing-masing menjadi -14,85% dan -

4,81% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 20,31% dan 16,84%. Penurunan giro

agregat terutama disebabkan turunnya giro pemerintah daerah sebesar -66,15% (yoy).

Grafik 4.24. BOPO dan ROA Bank Umum

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Dari sisi kredit, tercatat kredit investasi dan konsumsi mengalami perlambatan

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara kredit modal kerja

mampu tumbuh tipis. Perlambatan kredit secara agregat pada triwulan laporan

menyebabkan efisiensi bank umum secara industri mengalami cukup tekanan

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni BOPO meningkat dari

66,56% menjadi 68,95% karena peningkatan beban operasional (12,04% yoy) lebih

besar dibandingan peningkatan pendapatan operasional (8,15% yoy). Hal tersebut

menurunkan rentabilitas perbankan yang tercermin dari rasio ROA yang menurun

menjadi 4,17% dari triwulan IV 2015 sebesar 4,31%.

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

Pada triwulan IV 2016, BPR di Provinsi NTT mengalami peningkatan kinerja.

Permodalan menguat ditunjukkan dengan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang

meningkat menjadi 29,92% dari triwulan sebelumnya 29,47%, sementara operasional

sedikit lebih efisien ditunjukkan dengan rasio BOPO yang turun menjadi 81,18% dari

sebelumnya 82,00%. Kemampuan BPR menghasilkan laba relatif stabil dan sedikit

meningkat pada triwulan laporan menjadi 2,60% dari triwulan sebelumnya 2,59%. Hal

tersebut juga didukung dengan rasio NPL yang membaik menjadi 5,82% dari sebelumnya

Page 115: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 97

6,56%. Namun demikian, tren rasio NPL yang relatif konsisten di angka 5% dengan

kecenderungan meningkat patut menjadi perhatian oleh BPR terutama dalam rencana

penyaluran kreditnya. Selain itu, penurunan LDR menunjukkan intermediasi BPR menurun

disebabkan penyaluran kredit yang melambat sementara penghimpunan dana relatif stabil

di triwulan IV 2016. Penghimpunan dana BPR yang relatif stabil di triwulan laporan

didukung dengan peningkatan kemampuan BPR membayar kembali simpanan nasabah,

ditunjukkan Cash Ratio (CR) yang naik menjadi 18,86% dari triwulan sebelumnya 15,90%.

Grafik 4.25. LDR dan CAR BPR Grafik 4.26. BOPO, ROA, NPL BPR

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Page 116: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 7 | Penyusunan RFA Provinsi NTT 98

Boks 7. Penyusunan Regional Financial Accounts Provinsi Nusa Tenggara Timur

Kegiatan perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur saat ini telah berkembang sangat

pesat dan kompleks. Kompleksitas sistem perekonomian dan keuangan menuntut pemahaman

yang cukup atas interaksi dan keterkaitan di antara unit/ sektor dalam perekonomian yang

memiliki beragam fungsi, motivasi, jenis aktivitas, serta karakteristik dan perilaku. Di sisi lain,

indikator makro ekonomi utama untuk mengetahui kegiatan perekonomian yang ada saat ini

hanyalah PDRB yang lebih menitikberatkan pada aktivitas menghasilkan pendapatan atau

pengeluaran yang dilakukan oleh suatu wilayah dalam satu tahun, tetapi tidak menyentuh

bagaimana proses pemenuhan aktivitas tersebut. Indikator yang menerangkan tentang

bagaimana harta dan kepemilikan modal digunakan untuk memenuhi aktivitas ekonomi tersebut

hingga saat ini belum ada. Bahkan indikator yang menerangkan tentang bagaimana

menempatkan penambahan/pengurangan aset, modal ataupun peningkatan pinjaman karena

pengeluaran yang lebih besar dari pendapatan juga belum ada hingga sekarang, sehingga Bank

Indonesia berinisiatif untuk membuat suatu indikator yang bisa digunakan untuk menerangkan

posisi aset suatu perekonomian, aktivitas ekonomi yang dilakukan, sumber pembiayaan, hingga

proses netting/ penyesuaian nilai aset, modal dan hutang yang dimiliki oleh suatu perekonomian.

Dengan adanya indikator yang mampu mengukur perpindahan uang tersebut, maka adanya

potensi kerentanan sektor riil dan keuangan, hingga potensi kerentanan yang menimbulkan efek

menular terhadap entitas ekonomi yang lain dapat diketahui.

Adapun indikator tersebut antara lain adalah penyusunan statistic National dan Regional

Financial accounts and Balance Sheet (FABS). Melalui statistik FABS diharapkan dapat diketahui

keterkaitan, ketidak-seimbangan keuangan dan potensi terjadinya krisis maupun jalur efek

menular yang menimbulkan risiko sistemik sehingga tindakan dan kebijakan yang lebih bersifat

preventif dapat segera dilakukan.

Penyusunan FABS, khususnya National FABS, mengacu pada Standar Internasional yakni

System of National Account (SNA) 2008 yang berisi tentang pedoman pencatatan aktivitas

ekonomi bedasarkan prinsip ekonomi dan akuntansi. Dalam pedoman tersebut, aktivitas ekonomi

dan keuangan suatu negara/ daerah yang terintegrasi digambarkan melalui akun ekonomi yang

terintegrasi /Integrated Economic Account.

Dalam buku Konsep dan Metodologi Penyusunan Financial account and Balance Sheet

oleh Departemen Statistik Bank Indonesia (terbit tahun 2015), dijelaskan bahwa akun ekonomi

yang terintegrasi (Integrated Economic Account) menyajikan data posisi dan arus (flows) uang

yang menggambarkan keterkaitan antar unit institusi dalam perekonomian baik domestik

maupun internasional, antar sektor finansial dan non finansial guna mengetahui konsistensi

kegiatan antar berbagai sektor. Lebih lanjut, akun ekonomi yang terintegrasi tersebut dapat

menjadi alat dalam menganalisis hubungan antara sektor riil (aktivitas produksi, konsumsi, dan

investasi) dan sektor finansial (arus dana dan pembiayaan antar institusi.

Page 117: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 7 | Penyusunan RFA Provinsi NTT 99

Gambar Boks 7.1. Kerangka Integrated Economic Accounts

Sumber: Paparan Departemen Statistik, Overview of Integrated Economic Accounts

Cakupan akun ekonomi yang terintegrasi /Integrated Economic Account:

- Current Account: neraca berjalan yang mencatat produksi barang dan jasa,

pendapatan yang tercipta dari aktivitas produksi, distribusi dan redistribusi pendapatan

di antara unit institusi, serta penggunaan pendapatan untuk tujuan konsumsi atau

tabungan. Berada di dalamnya meliputi akun produksi berupa PDB dan akun distribusi

dan penggunaan pendapatan.

- Accumulation Account: mencatat perubahan aliran aset dan kewajiban yang

memengaruhi posisi neraca yang terdiri atas akun modal (capital account), akun

keuangan (financial account), perubahan aset lainnya (other changes in asset), dan

akun penyesuaian nilai kekayaan (revaluation account).

- Balance Sheet: posisi neraca non keuangan, neraca keuangan, dan hutang, serta selisih

antara aset dan hutang/kewajiban.

Page 118: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 7 | Penyusunan RFA Provinsi NTT 100

Gambar Boks 7.2. Konsep Penyusunan FABS

Sumber: Paparan Departemen Statistik, Financial accounts And Balance Sheet

Secara terpisah, konsep akun keuangan regional/ Regional Financial account (RFA)

mencatat transaksi aset dan kewajiban finansial antar sektor yang menunjukkan aliran keuangan

antar sektor institusi. RFA disajikan dalam dua sisi yakni: perubahan aset dan kewajiban dan

perubahan aset dan kewajiban bersih, dengan penyajian sebagai berikut:

Tabel Boks 7.1. Regional Financial accounts

Untuk mengetahui aliran perpindahan aset dan kewajiban antar sektor ekonomi, maka

dilakukan perhitungan dengan template sebagai berikut :

Korporasi

Nonfinansial

(NFC)

Bank

(ODC)

IKNB

(OFC)

Pemda

(LG)

Rumah

Tangga

(HH)

Total

Domestik

Luar

Negeri

(ROW)

Financial Asset XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX

Monetary and gold SDRs X X X X X X X

Currency and deposits X X X X X X X

Debt Securities X X X X X X X

Loans X X X X X X X

Equity X X X X X X X

Insurance and pension X X X X X X X

Financial derivatives X X X X X X X

Other accounts receivable X X X X X X X

Financial Liabilities XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX

Monetary and gold SDRs X X X X X X X

Currency and deposits X X X X X X X

Debt Securities X X X X X X X

Loans X X X X X X X

Equity X X X X X X X

Insurance and pension X X X X X X X

Financial derivatives X X X X X X X

Other accounts Payable X X X X X X X

Net Assets, atau

Net Liabilities

Financial Aset > Financial Liabilities

Financial Aset < Financial Liabilities

PROVINSI NTT

Instrumen

Luar NTT

Page 119: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 7 | Penyusunan RFA Provinsi NTT 101

Tabel Boks 7.2. Aliran Perpindahan Aset dan Kewajiban Antar Pelaku Ekonomi

Berdasarkan hasil penyusunan RFA Provinsi NTT untuk tahun 2015, diperoleh gambaran

sebagai berikut:

- Secara agregat di akhir tahun 2015, provinsi NTT mengalami net hutang (net

liabilities) sebesar Rp.2,19 triliun atau sedikit meningkat dibandingkan tahun 2014

yang tercatat sebesar Rp.2,18 triliun. Adapun pembiayaan berasal dari domestik

sebesar 53,47% dan dari luar negeri sebesar 46,53%.

- Sumbangan peningkatan hutang terbesar diperoleh dari sektor korporasi non

finansial disusul oleh sektor perbankan, dan sektor rumah tangga. Kenaikan

pinjaman yang terjadi di sektor korporasi disebabkan antara lain karena peningkatan

modal dan hutang.

- Peningkatan pinjaman bersih terjadi seiring meningkatnya pinjaman keuangan

berupa peningkatan mata uang dan simpanan atau Dana Pihak Ketiga (DPK)

sedangkan di sektor rumah tangga disebabkan oleh peningkatan kredit kepada

perbankan.

- Sementara itu, di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB) terpantau mengalami

peningkatan aset bersih disebabkan oleh penurunan hutang dan peningkatan

jumlah kas/setara kas. Demikian pula halnya dengan sektor Pemerintah Daerah yang

mengalami net assets karena peningkatan jumlah antara lain kas/setara kas.

- Dari hasil analisis RFA, diketahui bahwa sektor yang memiliki keterkaitan paling besar

dari segi nilai adalah Rumah Tangga dan Perbankan karena perbankan memberikan

kredit kepada rumah tangga, dan sebaliknya rumah tangga menyimpan dana di

perbankan.

Data RFABS tersebut masih dalam tahap penyempurnaan karena ke depan melalui data

tersebut dapat diperoleh informasi yang lebih baik mengenai kondisi perekonomian dan sistem

keuangan. Selain itu, dengan adanya RFABS dapat menggambarkan aktivitas perekonomian

secara terintegrasi melalui identifikasi keterkaitan antara sektor riil dan sektor keuangan. Lebih

lanjut, RFABS dapat menggambarkan sinyal risiko di sektor keuangan sebagai bahan penyusunan

analisis dan kebijakan ekonomi di level regional.

TOTAL NFC ODC OFC LG HH ROI ROW

xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx

NFC xxx - xxx xxx xxx xxx xxx xxx

ODC xxx xxx - xxx xxx xxx xxx xxx

OFC xxx xxx xxx - xxx xxx xxx xxx

LG xxx xxx xxx xxx - xxx xxx xxx

HH xxx xxx xxx xxx xxx - xxx xxx

ROI xxx xxx xxx xxx xxx xxx - -

ROW xxx xxx xxx xxx xxx xxx - -

Closing PositionLiabilities

TOTAL

Ass

ets

NTT

Page 120: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya
Page 121: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 103

Aktivitas sistem pembayaran di Provinsi NTT pada triwulan IV 2016 mengalami

perlambatan.

Sistem pembayaran tunai pada triwulan IV 2016 relatif baik karena ditopang oleh

daya beli/konsumsi masyarakat NTT yang tinggi pada hari raya natal dan tahun

baru.

5.1. KONDISI UMUM

Selama tahun 2016, transaksi sistem pembayaran tunai di NTT mengalami perlambatan.

Jumlah uang yang beredar di masyarakat atau net-outflow pada tahun 2016 sebesar

Rp.1.407,97 miliar, menurun jika dibandingkan dengan tahun 2015 yang mencapai

Rp.1.896,83 miliar. Sementara itu, transaksi sistem pembayaran tunai di triwulan IV

2016 juga masih relatif stabil. Hal ini didorong oleh aliran net-outflow pada triwulan IV

2016 yang mencapai Rp.1.566,87 miliar, lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2016

yang hanya sebesar Rp.394,56 miliar. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi

NTT pada komponen konsumsi rumah tangga yang berkaitan dengan momen hari raya

natal dan tahun baru 2017.

Grafik 5.1 Perkembangan Inflow/Outflow di Povinsi NTT

Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT juga tercatat melambat, tercermin dari

pertumbuhan UTLE triwulan IV 2016 yang sebesar 14,11% (yoy) dari 60,79% pada

triwulan III 2016. Secara nominal jumlah setoran UTLE pada triwulan IV 2016 sebesar

Rp.309,61 miliar, sedangkan triwulan sebelumnya sebesar Rp.459,04 miliar. Temuan

-80%

0%

80%

160%

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) yoy inflow yoy outflow

Page 122: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 104

uang palsu di NTT juga mengalami penurunan yang cukup signifikan, sebesar -50,94%

(yoy), dengan total jumlah uang palsu sebesar 26 lembar.

Seiring dengan perlambatan investasi pemerintah, transaksi non tunai yaitu kliring di

NTT juga mengalami perlambatan. Transaksi kliring pada triwulan IV 2016 baik secara

nominal maupun volume warkat tumbuh melambat.

Dalam upaya menjaga kelancaran transaksi pembayaran non tunai, Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi NTT mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) melalui

Layanan Keuangan Digital (LKD) dan elektronifikasi serta melakukan monitoring pada

bank Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD).

Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 5.3 Perkembangan Transaksi Kliring

5.2. Transaksi Pembayaran Tunai

5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)

Aktivitas peredaran uang pada triwulan IV mengalami kenaikan yang cukup

signifikan dibanding triwulan III 2016, namun cenderung melambat bila

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Adanya peningkatan konsumsi

rumah tangga jelang hari raya Natal dan tahun baru serta pembayaran realisasi proyek-

proyek pemerintah dan swasta telah meningkatkan aliran uang keluar bersih (net

outflow) Bank Indonesia. Namun demikian, apabila dibandingkan triwulan IV 2015,

jumlah uang keluar bersih cenderung mengalami perlambatan yang terlihat dari

penurunan nilai net outflow dari Rp.2,1 triliun di triwulan IV 2015 menjadi Rp.1,6

triliun pada triwulan IV 2016, atau menurun sebesar 24,12%. Penurunan aktivitas

peredaran uang rupiah ini diduga disebabkan oleh adanya perlambatan ekonomi,

seiring dengan adanya beberapa investasi yang sudah terealisasi sebelumnya yang

terlihat dari tingginya kegiatan pertukaran uang antar bank TUKAB pada triwulan I dan

-300%

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

-2.500,00

-2.000,00

-1.500,00

-1.000,00

-500,00

0,00

500,00

1.000,00

1.500,00

2.000,00

Net In/Out (Rp. Miliar) qtq yoy

Ou

tflo

wIn

flo

w

-40,00%

-20,00%

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

-100,00%

0,00%

100,00%

200,00%

300,00%

400,00%

500,00%

Y-o-Y

Volume Kliring Nominal Kliring

Nominal Cek/BG Kosong Volume Cek/BG Kosong

Page 123: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 105

III 2016. Sementara di triwulan IV 2016, kegiatan pertukaran uang antar bank (TUKAB)

menunjukkan adanya penurunan sebesar -6,01% (yoy). Namun demikian secara

tahunan, pertukaran uang antar bank masih bertumbuh sebesar 9,70% (yoy).

Grafik 5.4 Share Setoran Bank 2016 Grafik 5.5 Share Bayaran Bank 2016

Berdasarkan jenis bank, kegiatan setoran (inflow) ke Bank Indonesia masih

dominan dilakukan oleh bank pemerintah, namun terdapat 32,02% bank swasta yang

juga melakukan kegiatan setoran. Hal ini berbeda dibanding kegiatan bayaran yang

99,27% (outflow) didominasi oleh bank pemerintah. Hal ini menunjukkan pola

perputaran dan penyimpanan uang yang sebagian besar pembayaran transaksi proyek

atau belanja dilakukan melalui bank pemerintah, untuk kemudian kembali ditabung di

bank swasta.

5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

Setoran UTLE selama tahun 2016 tercatat sebesar Rp.1.776,78 miliar atau tumbuh

69,70% (yoy) lebih tinggi dari tahun 2015 yang sebesar Rp.1.047,04 miliar.

Sementara itu, pada triwulan IV 2016 setoran UTLE mencapai Rp.309,61 miliar atau

mengalami perlambatan sebesar 52,88% (yoy) lebih rendah dibanding triwulan III 2016

yang tumbuh 86,79% (yoy).

Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi NTT pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp.304,75 miliar, atau

tumbuh 20,55% (yoy) lebih rendah dari triwulan III 2016 yang sebesar Rp.456,75 miliar.

Sedangkan total pemusnahan UTLE selama tahun 2016 mencapai Rp.1.788,92 miliar

dari Rp.1.066,73 miliar atau tumbuh 67,70% (yoy) lebih tinggi dari tahun 2015.

- Bank pemerintah

67,94%

- Bank swasta32,02%

- Bukan bank

0,04%

- Bank pemerintah

99,27%

- Bank swasta0,50%

- Bukan bank

0,23%

Page 124: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 106

Grafik 5.6 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE Grafik 5.7 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT

Dalam upaya Bank Indonesia untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat

tentang pentingnya penggunaan uang rupiah yang baik dan benar serta pengenalan

terhadap keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT selalu

memberikan sosialisasi pada saat kegiatan penukaran uang/kas keliling di berbagai

tempat.

Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT

Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga bekerjasama dengan

perbankan di daerah untuk membuka Kas Titipan Bank Indonesia demi kelancaran

distribusi uang rupiah layak edar hingga pelosok-pelosok di daerah NTT. Hingga saat ini

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah mempunyai 6 kantor kas titipan

yang tersebar di beberapa daerah, diantaranya Kabupaten Sikka, Sumba Timur, Belu

(Atambua), Ende, Manggarai dan Lembata. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam

rangka kas titipan diantaranya melakukan dropping Uang Layak Edar (ULE) dan menarik

Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari wilayah kas titipan. Selama tahun 2016, Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melaksanakan 48 kali kegiatan dropping

dan penarikan UTLE di kas titipan. Walaupun telah mempunyai beberapa kas titipan

didaerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga tetap melakukan

kegiatan Kas Keliling untuk penukaran uang di daerah-daerah. Kegiatan kas keliling

-2.000

-1.500

-1.000

-500

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

Inflow (Rp. Miliar) UTLE Outflow (Rp. Miliar) NetOutFlow

-200%

0%

200%

400%

600%

800%

1000%

1200%

1400%

1600%

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) UTLE QtQ UTLE YoY UTLE

Periode

Kota/Kab

Indikator *)Sumba Timor Flores Jumlah Sumba Timor Flores Jumlah

Kas Keliling 1 17 6 24 1 4 3 8

Kas Titipan 3 5 4 12 4 4 6 14

Total 4 22 10 36 5 8 9 22*) Frekuens i

Sumber : KPw BI Provins i NTT diolah

Triwulan III 2016 Triwulan IV 2016

Page 125: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 107

tersebut dilakukan di dalam kota Kupang maupun di daerah-daerah, dan selama tahun

2016 sudah sebanyak 83 kali kegiatan kas keliling dilakukan.

5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)

Pada triwulan IV 2016, pertumbuhan uang palsu di Provinsi NTT terus mengalami

penurunan, dari 38 lembar pada triwulan III 2016 menjadi 26 lembar. Dari sisi

pertumbuhan, pada triwulan IV 2016 uang palsu mengalami penurunan signifikan

sebesar 50,95% (yoy), atau lebih rendah dari triwulan III 2016 yang hanya sebesar

26,92% (yoy). Pecahan uang palsu yang ditemukan pada triwulan IV 2016 dominan

seperti periode-periode sebelumnya yaitu uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan

Rp.50.000,-.

Untuk mencegah beredarnya uang palsu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

NTT juga terus melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) kepada

masyarakat, akademisi maupun aparat di Provinsi NTT.

Grafik 5.8 Perkembangan UPAL di Povinsi NTT

Pada tahun 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melakukan

sosialisasi CIKUR sekitar 20 kali kegiatan, yang diadakan di Kota Kupang, Kabupaten

Sumba Timur, Ngada, TTU, Sikka, Alor, Belu dan Kabupaten Manggarai Timur.

5.2.4. Penerbitan Uang NKRI Tahun Emisi 2016

Pada tanggal 19 Desember 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan uang NKRI

tahun emisi 2016. Penerbitan uang baru tersebut merupakan pelaksanaan amanat

Undang-Undang No.7 tahun 2011 tentang mata uang yang mengatur ciri-ciri umum

dan khusus yang dimuat dalam uang rupiah. Adapun ciri-ciri khusus yang ada dalam

-50

50

150

250

350

450

550

650

750

850

950

Tw1

-12

Tw2

-12

Tw3

-12

Tw4

-12

Tw1

-13

Tw2

-13

Tw

3-1

3

Tw4

-13

Tw1

-14

Tw

2-1

4

Tw3

-14

Tw4

-14

Tw1

-15

Tw2

-15

Tw3

-15

Tw4

-15

Tw1

-16

Tw2

-16

Tw3

-16

Tw4

-16

UPAL

Page 126: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 108

mata uang NKRI adalah adanya tanda tangan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri

Keuangan, dibanding mata uang lama yang hanya ditanda tangani oleh Gubernur Bank

Indonesia, gambar utama adalah pahlawan yang telah meninggal, memuat gambar

Indonesia. Beberapa ciri umum yang terdapat dalam mata uang kertas adalah adanya

gambar pahlawan nasional, tari daerah, obyek wisata alam unggulan dan bunga khas

nusantara. Adapun ciri umum mata uang logam adalah gambar pahlawan nasional,

Terdapat 11 pecahan yang dikeluarkan, meliputi 7 uang kertas pecahan Rp 1.000, Rp

2.000, Rp 5.000, Rp 10.000, Rp 20.000, Rp 50.000 dan Rp 100.000, serta 4 uang

logam pecahan Rp 100, Rp 200, Rp 500, dan Rp 1.000. Terkait dengan penerbitan

uang baru tersebut, Provinsi NTT patut berbangga karena dapat menyumbang 2 ikon

dalam penerbitan uang baru tersebut, yaitu Pahlawan Nasional Prof. Dr. Ir. Herman

Johanes yang diabadikan dalam uang logam Rp 100,- dan Taman Nasional Komodo

yang diabadikan dalam mata uang pecahan Rp 50.000,-.

Dari sisi keamanan, tingkat keamanan uang baru juga mengalami penambahan dengan

total fitur keamanan mencapai 9-12 unsur pengamanan antara lain cetak kasar, tanda

air, benang pengaman, tulisan mikro, tinta berubah warna, gambar tersembunyi,

gambar saling isi, pewarnaan yang cukup unik, intaglio, dll. Dengan diterbitkannya

uang baru ini diharapkan tingkat keamanan uang akan semakin bagus, sehingga

menekan pemalsuan uang. Desain yang lebih bagus diharapkan juga dapat

meningkatkan kebanggaan masyarakat terhadap rupiah, yang pada akhirnya juga

dapat meningkatkan kebanggan masyarakat terhadap Negara Indonesia.

5.3. Transaksi Pembayaran Non Tunai

5.3.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Penggunaan transaksi kliring di NTT pada triwulan IV 2016 mengalami

perlambatan. Nominal transaksi kliring tercatat sebesar Rp.3.382,88 miliar, atau

tumbuh melambat 12,29% (yoy), jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada

triwulan III 2016 yang mencapai 102,94% (yoy). Sementara itu, dari sisi volume pada

triwulan ini sebanyak 86.316 warkat atau tumbuh 18,50% (yoy) lebih rendah dari

pertumbuhan triwulan III 2016 yang mampu tumbuh 51,82% (yoy). Ini artinya bahwa

fasilitas kliring di NTT pada triwulan IV 2016 penggunaannya masih stabil namun

peningkatannya tidak setinggi pertumbuhan pada awal tahun 2016. Selain itu, sejak

Page 127: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 109

triwulan I 2015 hingga triwulan II 2016 batas maksimal transfer dana menggunakan

SKNBI tidak dibatasi, namun mulai tanggal 1 Juli 2016 atau masuk triwulan III 2016

maksimal nominal transaksi menggunakan SKNBI adalah Rp.500 juta. Hal ini juga

disinyalir menjadi penyebab perlambatan transaksi SKNBI di NTT.

Pertumbuhan penyerahan Cek/BG kosong di NTT mengalami penurunan. Pada triwulan

IV 2016, volume penyerahan Cek/BG kosong sebesar 300 warkat, atau menurun

2,28% (yoy). Kendati demikian, secara qtq mengalami peningkatan 22,95% atau dari

244 warkat menjadi 300 warkat. Dengan demikian masih perlu adanya sosialisasi dari

perbankan kepada nasabahnya terkait transaksi dengan warkat Cek/BG untuk

memperhatikan dana simpanannya.

Grafik 5.9 5 Daerah Terbesar Tujuan SKNBI NTT Grafik 5.10 5 Daerah Terbesar Asal SKNBI diNTT

5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital

Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT pada triwulan IV

2016 mengalami peningkatan yang signifikan. Pada triwulan IV 2016, jumlah agen

LKD berjumlah 3.170 agen atau tumbuh 185,33% (qtq), lebih tinggi dibandingkan

pertumbuhan triwulan III 2016 yang hanya mencapai 10,11% (qtq). Selain itu, jumlah

transaksi yang dilakukan selama triwulan IV 2016 mencapai Rp.440,78 juta.

Beberapa kegiatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dalam usaha

meningkatkan jumlah LKD didaerah diantaranya adalah :

a. Melakukan sosialisasi penggunaan Uang Elektronik kepada Ikatan Wanita

Perbankan NTT.

b. Melakukan koordinasi dengan bank penyelenggara LKD terkait perkembangan

transaksi agen LKD.

c. Melakukan pemantauan data dan perkembangan proram LKD Bank.

1 DKI JAKARTA 98,24%

2 NTT *) 0,65%

3 JAWA TIMUR 0,61%

4 JAWA BARAT 0,50%

5 BALI 0,00%

NTT *) 69,51%

DKI JAKARTA 27,15%

JAWA TIMUR 2,37%

BALI 0,67%

SULAWESI SELATAN 0,29%

Page 128: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya
Page 129: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 111

111

KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT mengalami penurunan dari 22,19%

(Maret 2016) menjadi 22,01% (September 2016). Sementara itu dari sisi

ketenagakerjaan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada bulan Agustus

menunjukkan penurunan dan ditandai peningkatan porsi tenaga kerja formal.

66..11.. KKoonnddiissii UUmmuumm

Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT menunjukkan perbaikan

walaupun tidak terlalu signifikan. Presentase penduduk miskin di Provinsi NTT

tercatat menurun menjadi 22,01% pada bulan September 2016 dibandingkan

dengan Maret 2016 yang sebesar 22,19% dan September 2016 (22,58%).

Menurunnya presentase penduduk miskin ini juga dibarengi dengan menurunnya

angka indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2)

yang menggambarkan makin mendekatnya pengeluaran rata-rata penduduk

miskin dengan garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk yang

makin rendah. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan kondisi sosial

masyarakat NTT pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015 dan potensi

penurunan penduduk miskin di masa datang. Di sisi lain, permasalahan struktural

seperti minimnya akses bahan bakar layak, akses sumber penerangan, akses air

bersih dan sanitasi (IRGSC, 2016) serta pendidikan menjadi tantangan utama

dalam upaya pengurangan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT.

Dari sisi ketenagakerjaan, terjadi perbaikan kondisi tenaga kerja yang

terlihat pada penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan

Agustus 2016. TPT NTT tercatat sebesar 3,25% dibandingkan bulan Februari

yang 3,59%. Perbaikan juga terlihat dari peningkatan porsi tenaga kerja formal

yang menunjukkan adanya perbaikan kualitas SDM di NTT. Hal serupa juga

terindikasi pada indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia

triwulan IV-2016 yang menunjukkan perkembangan positif.

66..22.. KKoonnddiissii KKeesseejjaahhtteerraaaann

66..22..11 PPeerrkkeemmbbaannggaann TTiinnggkkaatt KKeemmiisskkiinnaann

Secara nasional, persentase penduduk miskin Provinsi NTT masih lebih

tinggi dibandingkan nasional. Persentase penduduk miskin NTT pada bulan

Page 130: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 112

112

September 2016 mencapai 22,01% atau diatas nasional yang sebesar 10,70%

dengan jumlah 27,76 juta orang. Apabila dilihat dari segi konsentrasi penduduk

miskin terbanyak masih berada di pedesaan dengan jumlah sebesar 17,28 juta

jiwa dibandingkan perkotaan yang 10,49 juta jiwa. Di sisi lain, secara historis

terjadi perkembangan positif dimana persentase penduduk miskin pada tingkat

nasional dan NTT cenderung berada pada trend menurun sejak tahun 2015. Dari

sisi peringkat nasional sendiri, persentase penduduk miskin NTT (22,01%) berada

pada peringkat ke-32 dari 34 Provinsi di Indonesia atau berada di atas Provinsi

Papua Barat (24,88%) dan Provinsi Papua (28,4%).

D

a

r

i

s

i

s

Dari komposisi jumlah penduduk miskin, mayoritas penduduk miskin di

NTT pada bulan September 2016 masih berada di daerah pedesaan sebanyak

1,04 juta jiwa sementara penduduk miskin di perkotaan mencapai 112,5 ribu

jiwa. Hal yang cukup menarik adalah persentase penduduk miskin di perkotaan

yang menunjukkan adanya peningkatan dari 9,41% (September 2015) menjadi

10,17% (September 2016) dan berbanding terbalik dengan persentase penduduk

miskin di pedesaan yang mengalami penurunan. Hal ini dapat mengindikasikan

adanya migrasi penduduk dari daerah pedesaan ke perkotaan untuk

mendapatkan pekerjaan yang layak supaya dapat lepas dari kemiskinan, namun

adanya keterbatasan keterampilan yang dimiliki justru menyulitkan untuk

mendapatkan pekerjaan yang memadai. Sementara itu, dari sisi ketimpangan

pengeluaran, gini ratio di NTT pada tahun 2016 sebesar 0,34 cenderung berada

pada level ketimpangan menengah dan lebih baik dibandingkan dengan nasional

yang sebesar 0,40. Hal ini mengindikasikan bahwa pengeluaran masyarakat di

NTT cenderung lebih merata apabila dibandingkan dengan nasional.

Grafik 6.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan

Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah

Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Page 131: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 113

113

D

i

s

i

s

Dari sisi garis kemiskinan, terdapat peningkatan pada bulan September 2016

menjadi Rp 327.003,- apabila dibandingkan Maret 2016 yang sebesar Rp

322.947,-. Peningkatan terutama berasal dari komoditas bukan makanan yang

mencapai 1,97% yaitu biaya pendidikan dan angkutan. Di sisi lain, komoditas

makanan juga meningkat sebesar 1,07% yang terutama berasal dari komoditas

rokok kretek filter, daging sapi, daging babi serta ikan segar (tongkol dan

kembung). Untuk peringkat nasional, garis kemiskinan NTT berada di peringkat

ke-7 terbawah setelah Provinsi Jawa Timur. Provinsi dengan garis kemiskinan

terendah sendiri berada di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp 275.361,- yang

mengindikasikan rendahnya tingkat harga di Provinsi tersebut. Sementara itu,

garis kemiskinan tertinggi berada di Bangka Belitung sebesar Rp 564.391,-.

Grafik 6.5. Perkembangan Garis Kemiskinan

Grafik 6.6. Sepuluh Peringkat Terendah Garis

Kemiskinan

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Dari sisi indikator indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan

kemiskinan (P2) tercatat adanya perbaikan pula untuk kondisi NTT. P1 tercatat

sebesar 3,83 jauh menurun dibandingkan Maret 2016 yang sebesar 4,69 ataupun

September 2015 yang sebesar 4,62. Sementara itu, angka P2 tercatat 0,96 atau

menurun dibandingkan Maret 2016 (1,30) dan September 2015 (1,44).

Grafik 6.3. Presentase Penduduk Miskin di NTT Grafik 6.4. Gini Ratio Nasional dan NTT

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Page 132: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 114

114

Penurunan P1 mengindikasikan bahwa terjadi perbaikan untuk pengeluaran rata-

rata penduduk miskin yang semakin mendekati garis kemiskinan, sementara

penurunan P2 menunjukkan bahwa ketimpangan pengeluaran antar penduduk

miskin semakin rendah. Hal ini menunjukkan adanya potensi yang cukup besar

bagi banyaknya penduduk NTT untuk dapat keluar dari kategori miskin.

Grafik 6.7. Indeks Kedalaman Kemiskinan

Grafik 6.8. Indeks Keparahan Kemiskinan

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Kondisi kemiskinan di NTT sendiri berdasarkan penelitian Institute of

Resource Governance and Social Change (IRGSC) tahun 2016 didorong oleh

kurangnya akses terhadap beberapa kebutuhan primer masyarakat, diantaranya

bahan bakar layak, akses sumber penerangan, akses air bersih dan sanitasi. Dalam

hal tersebut, IRGSC memberikan masukan untuk peningkatan akses masyarakat

terhadap hal-hal tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Menteri Keuangan, Sri

Mulyani Indrawati (2016) yang menyebutkan bahwa untuk memutus rantai

kemiskinan, maka keluarga miskin harus mampu menikmati apa yang disebut

dengan pelayanan dasar yaitu pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sanitasi.

Selain itu, disebutkan pula bahwa peningkatan kualitas SDM menjadi hal yang

penting karena dapat mewujudkan masyarakat produktif, inovatif dan berdaya

saing. Apabila dilihat dari Provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi,

permasalahan SDM terjadi di Provinsi Papua, Papua Barat dan NTT sehingga

program-program pengembangan SDM (aksesibilitas, kesehatan, pendidikan serta

keterampilan) perlu dikedepankan dalam upaya mengurangi kemiskinan.

Di sisi lain, untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat NTT dari sisi

perekonomian dan daya beli, perlu adanya dukungan terhadap pengembangan

investasi di daerah yang dapat membuka lapangan pekerjaan secara luas. Adanya

program dana desa perlu untuk dioptimalkan melalui bimbingan dan pengawasan

yang berkesinambungan sehingga dapat bermanfaat dan bernilai tambah

Page 133: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 115

115

ekonomi tinggi. Selain itu, rencana-rencana investasi swasta atau BUMN

hendaknya dapat didukung. Dengan adanya peningkatan lapangan kerja di

pedesaan, sisi positif yang didapat lainnya adalah berkurangnya migrasi

masyarakat pedesaan ke perkotaan. Selain itu, dalam upaya mendukung kualitas

SDM NTT, perlu adanya program-program pelatihan keterampilan dan wirausaha

masyarakat. Dari sektor unggulan NTT, diharapkan adanya keseriusan dalam

pengembangan sektor pariwisata. Karena sektor tersebut dapat mendorong

lapangan kerja bagi semua lapisan masyarakat, baik dari sisi perdagangan, tour

guide, penyewaan kendaraan dan hal-hal lainnya. Hal ini terbukti pada Provinsi

Bali yang menjadi Provinsi ke-2 terendah dari sisi jumlah penduduk miskin.

66..22..22 PPeerrkkeemmbbaannggaann NNiillaaii TTuukkaarr PPeettaannii ((NNTTPP))

Berdasarkan kinerja triwulanan, tingkat kesejahteraan Pedesaan

Provinsi NTT yang digambarkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan

Perlambatan. NTP tercatat melambat dari 102,03 (triwulan III-2016) menjadi

101,31 (triwulan IV-2016). Namun dengan nilai masih diatas 100 maka secara

umum masih terjadi pertumbuhan pendapatan bagi petani. Penurunan NTP sendiri

terjadi karena adanya kenaikan indeks yang dibayar (IB) yang lebih tinggi

dibandingkan indeks yang diterima (IT). Hal ini disebabkan adanya peningkatan

biaya konsumsi rumah tangga yang harus dibayar petani, terutama untuk bahan

makanan, sandang dan biaya perumahan. Dari sisi sektoral, peningkatan hanya

terjadi pada tanaman padi-palawija yang disebabkan adanya panen ke-2

komoditas padi di akhir 2016. Sementara kondisi cuaca berpengaruh pada

penurunan pendapatan sektor-sektor lain seperti holtikultura dan perikanan.

Grafik 6.9. Perkembangan Nilai Tukar Petani

Grafik 6.10. Perkembangan Nilai Tukar Petani Per

Sektor

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Page 134: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 116

116

66..22..33 SSuurrvveeii KKoonnssuummeenn ((SSKK)) ddaann IInnddeekkss TTeennddeennssii KKoonnssuummeenn ((IITTKK))

Berdasarkan Survei Konsumen (SK)-Bank Indonesia dan Indeks Tendensi

Konsumen (ITK)-Badan Pusat Statistik (BPS) masih menunjukkan indikasi positif.

Angka indeks penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan lalu mengalami kenaikan

dari 142 (TW-III 2016) menjadi 143.5 (TW IV) yang mengindikasikan adanya

perbaikan pendapatan pada triwulan IV apabila dibandingkan triwulan II.

Sementara itu, ITK meningkat dari 106,14 (TW-III) menjadi 109,62 (TW-IV) yang

mengindikasikan adanya perbaikan daya beli masyarakat di triwulan IV. Adanya

momen liburan sekolah, libur keagamaan dan disertai pendapatan dari sektor

pertanian (panen ke-2) serta kegiatan proyek pemerintah ditengarai menjadi

beberapa penyebab peningkatan.

66..33.. KKoonnddiissii KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaann

66..33..11 KKoonnddiissii KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaann SSeeccaarraa UUmmuumm

Berdasarkan data BPS, angka pengangguran pada bulan Agustus 2016

tercatat sebesar 76.580 orang menurun dibandingkan Februari 2016 yang sebesar

87.699 orang. Sementara itu tingkat pengangguran terbuka (TPT) tercatat

mengalami penurunan menjadi 3,25% (Agustus 2016) dibandingkan Februari

2016 (3,59%) dan Agustus 2015 (3,83%). Perkembangan positif pada sektor

tenaga kerja juga terjadi pada peningkatan jumlah pekerja formal mencapai 98

ribu orang pada Agustus 2016 dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan kualitas tenaga kerja

NTT sehingga terjadi pergeseran tenaga kerja ke sektor formal yang tentunya

mengisyaratkan kompetensi SDM sebagai salah satu syarat perekrutan.

Berdasarkan data BPS, peningkatan tertinggi berasal dari sektor jasa

kemasyarakatan yang mencapai 79.725 orang yang diperkirakan terjadi sebagai

Grafik 6.11 Perkembangan Survei Konsumen-BI dan Indeks

Tendensi Konsumen-BPS

Sumber : BPS, diolah

Page 135: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 117

117

salah satu dampak positif adanya alokasi dana desa yang dapat membuka

lapangan kerja bagi pendamping dana desa dan tenaga administrasi. Di sisi lain,

adanya perbaikan kualitas tenaga kerja yang dapat bekerja di sektor formal juga

dapat memberikan peningkatan pendapatan yang pada akhirnya mengurangi

jumlah penduduk miskin di masyarakat karena standar pendapatan yang tetap

dan berada di kisaran Upah Minimum. Sementara itu, masih banyaknya tenaga

kerja informal yang bersifat pekerja tidak dibayar ditengarai berperan pula pada

tingginya angka kemiskinan di NTT karena status pendapatan yang kurang jelas.

66..33..22 KKoonnddiissii TTeennaaggaa KKeerrjjaa SSeekkttoorr IInndduussttrrii MMaannuuffaakkttuurr BBeessaarr ddaann SSeeddaanngg

Data sektor Industri Manufaktur Besar dan sedang (IBS) menunjukkan

tingginya porsi penyerapan tenaga kerja untuk barang galian bukan logam

(32,62%) pada triwulan IV-2016 yang diperkirakan turut disumbangkan oleh

masih tingginya kebutuhan barang galian untuk kegiatan proyek-proyek

pemerintah. Sementara itu untuk perkembangan produktivitas, industri makanan

dan minuman mengalami peningkatan pada triwulan IV yang diperkirakan turut

didorong oleh kebutuhan masyarakat dalam merayakan hari libur keagamaan dan

libur sekolah.

Grafik 6.12. Perkembangan Tenaga Kerja di NTT Grafik 6.13. Perkembangan Status Pekerja

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Grafik 6.14. Porsentase Penyerapan Tenaga Kerja

Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Grafik 6.15. Perkembangan Produktivitas Industri

Manufaktur Besar dan Sedang

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 136: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 118

118

66..33..33 HHaassiill SSuurrvveeii KKeeggiiaattaann DDuunniiaa UUssaahhaa ((SSKKDDUU))

Dari Hasil SKDU Bank Indonesia, indeks tenaga kerja pada triwulan IV-2016

cenderung menunjukkan angka positif sebesar 0,97, sedikit meningkat

dibandingkan triwulan III-2016. Peningkatan terutama pada sektor keuangan,

pengangkutan dan komunikasi serta listrik,gas dan air bersih yang diperkirakan

turut didorong oleh adanya peningkatan kegiatan masyarakat di akhir tahun dan

masih berjalannya kegiatan proyek pemerintah dan swasta.

Grafik 6.16. Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU

Sumber : SKDU-BI, diolah

Page 137: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 119

PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Berdasarkan perkembangan survei dan informasi anekdotal perekonomian terkini, pertumbuhan ekonomi NTT triwulan II-2017 diperkirakan berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy), sementara itu pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2017 diperkirakan juga berada pada rentang yang sama sebesar 5,1-5,5% (yoy) atau sedikit meningkat dibandingkan pencapaian tahun 2016 yang sebesar 5,18% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan inflasi pada triwulan II-2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy) dan inflasi akhir tahun 2017 akan berada pada kisaran 4,8-5,2% (yoy) atau lebih tinggi dibanding 2016 yang 2,48% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2017 diperkirakan didorong oleh peningkatan

pendapatan masyarakat dari sektor pertanian seiring panen Perdana padi musim

2017 serta pencairan gaji ke-13 dan 14 PNS. Adanya libur keagamaan (Idul Fitri) dan

libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan turut mendorong belanja masyarakat.

Sementara itu pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan masih didorong oleh

sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran serta administrasi pemerintahan.

Selain juga didukung pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama.

Dari sisi perkembangan inflasi, pencapaian inflasi pada triwulan-II 2017 diperkirakan

berada pada rentang 4-4,4% (yoy) yang disebabkan oleh adanya penyesuaian tarif

pada komponen harga yang diatur pemerintah (listrik dan STNK) serta kondisi cuaca

awal tahun. Sementara pencapaian inflasi sepanjang tahun 2017 diperkirakan

berada pada rentang 4,8-5,2% (yoy) yang dipengaruhi oleh cukup rendahnya harga

di tahun sebelumnya serta kenaikan harga komponen yang diatur pemerintah.

7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II 2017

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II-2017 diperkirakan

berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy) atau mengalami sedikit peningkatan dari kisaran

pertumbuhan triwulan I yang berada pada rentang 5-5,4% (yoy). Secara umum kondisi

pertumbuhan ekonomi triwulan II dipengaruhi oleh potensi peningkatan penghasilan

masyarakat seiring tibanya panen komoditas padi, tambahan penghasilan gaji ke-13

dan ke-14 PNS serta adanya kegiatan bersifat internasinal seperti Tour De Flores. Di sisi

lain, kegiatan investasi pemerintah juga diperkirakan tumbuh seiring rencana

dimulainya pembangunan beberapa sarana publik, seperti dermaga, gedung

pemerintahan, perbaikan jalan, tempat pembuangan akhir sampah serta kegiatan

proyek multiyears (bendungan raknamo dan rotiklot). Selain itu terdapat pula rencana

dimulainya pembangunan pabrik semen Kupang III oleh BUMN.

Page 138: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 120

Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT

Triwulan II 2017

4.66% 5.13% 5.17% 5.15% 5.07% 5.35% 5.11% 5.19% 5-5.4% 5.1-5.5%-3%

-1%

1%

3%

5%

7%

9%

11%

4.20%

4.40%

4.60%

4.80%

5.00%

5.20%

5.40%

5.60%

I II III IV I II III IV I* II*

2015 2016 2017

PDRB (yoy) Pertanian, Kehutanan & Prkn (yoy) Administrasi Pemerintahan (yoy)Perdagangan Besar & Eceran (yoy) Konstruksi (yoy) Jasa Pendidikan (yoy)

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)

7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan

Apabila dilihat dari sisi pengunaan, dorongan pertumbuhan terutama

berasal dari konsumsi rumah tangga. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya,

dorongan konsumsi rumah tangga diperkirakn berasal dari peningkatan pendapatan

masyarakat di sektor pertanian seiring dengan potensi panen perdana padi di akhir

triwulan II 2017. Selain itu, adanya potensi realisasi gaji ke-13 dan ke-14 PNS secara

bersamaan dapat mendorong konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah seiring

kenaikan realisasi belanja. Di sisi lain, adanya momen libur Idul Fitri dan libur sekolah

juga diperkirakan mendorong rencana belanja masyarakat. Dorongan lainnya adalah

rencana kegiatan Tour De Flores pada bulan Mei yang akan diikuti peserta dari 24

negara dan diperkirakan dapat menopang sisi konsumsi masyarakat terutama pada sub

komponen konsumsi restoran dan hotel. Sementara itu, konsumsi Lembaga Non Profit

yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) diperkirakan masih tumbuh seiring potensi

pilkada tahap ke-2 di Kabupaten Flores Timur. Indikasi pertumbuhan sendiri telihat dari

Survei Konsumen Bank Indonesia Bulan Desember yang menunjukkan angka diatas 100

untuk Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yang akan datang (yad), ketersediaan lapangan

kerja 6 bulan yad dan Kondisi Ekonomi Indonesia 6 bulan yad yang menggambarkan

optimisme masyarakat untuk triwulan II-2017.

Page 139: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 121

Grafik 7.2. Survei Konsumen

100.0

120.0

140.0

160.0

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)

Ekspektasi penghasilan 6 bulan y.a.d. Kondisi ekonomi Indonesia 6 bulan y.a.d.

Ketersediaan Lapangan Kerja 6 bulan y.a.d

Sumber :Bank Indonesia (diolah)

Kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ investasi diperkirakan

masih tumbuh meskipun melambat pada triwulan II-2017. Pertumbuhan sektor

investasi pada triwulan II diperkirakan didorong oleh mulai berjalannya kegiatan proyek

pemerintah pada awal tahun. Beberapa kegiatan proyek diantaranya pembangunan

bendungan, jalan, dermaga dan gedung pemerintahan. Selain itu, potensi investasi

swasta terjadi pada rencana pembangunan pabrik semen kupang III. Namun demikian,

terjadinya perlambatan pada triwulan II lebih disebabkan proyeksi pertumbuhan sektor

investasi di triwulan I yang cukup tinggi seiring adanya proyek multiyears dan

penambahan waktu kegiatan proyek pemerintah yang belum selesai pada tahun 2016

selama 50 hari di triwulan I-2017 serta potensi investasi non bangunan seperti

penambahan mesin kelistrikan (optimalisasi kapal listrik dan rencana peresmian PLTU

IPP Bolok pada bulan Maret) pada triwulan I-2017.

Kinerja net impor antar daerah dan ekspor luar negeri NTT pada triwulan II

juga diperkirakan akan meningkat. Dari sisi impor antar daerah, peningkatan

terutama terjadi seiring meningkatnya pasokan bahan pangan dan komoditas lainnya

dari daerah lain guna menambah stok milik pedagang. Selain itu, potensi peningkatan

kegiatan proyek, seiring selesainya proses tender dan konsisi gelombang serta cuaca

yang mendukung juga diperkirakan mendorong para kontraktor dan pengusaha untuk

memasok barang-barang keperluan proyek dari daerah lain. Sementara itu, kondisi

cuaca yang baik juga diperkirakan menopang produksi komoditas ikan tangkap untuk

ekspor (tuna dan cakalang).

7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral

Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II 2017

diperkirakan masih mengalami sedikit peningkatan. Peningkatan ditunjang oleh

adanya panen ke-2 komoditas padi, potensi peningkatan pengiriman ternak sapi ke

Pulau Jawa seiring peningkatan permintaan memasuki masa Bulan Suci Ramadhan,

Page 140: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 122

serta peningkatan produksi perikanan yang ditunjang membaiknya kondisi cuaca dan

gelombang. Selain itu, dorongan produksi garam di Kab. Kupang dan Kab. Sabu Raijua

serta panen komoditas kakao diprediksi menunjang peningkatan sektor pertanian.

Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

diperkirakan juga mengalami peningkatan. Peningkatan diperkirakan terutama

ditunjang oleh realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta realisasi dana

desa tahap pertama yang sudah mulai dapat dicairkan pada bulan Maret dan

diperkirakan masih berlangsung hingga triwulan-II. Di sisi lain, peningkatan juga

diperkirakan terjadi seiring percepatan kegiatan realisasi belanja paska selesainya

penyesuaian reorganisasi di beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

diperkirakan masih mengalami pertumbuhan positif pada Triwulan II-2017.

Pertumbuhan diprediksi turut ditopang oleh adanya momen libur keagamaan (Idul Fitri)

dan libur sekolah serta peningkatan pendapatan sektor pertanian dan pegawai negeri

sipil yang mendorong daya beli masyarakat pada triwulan II-2017.

Sektor konstruksi diperkirakan meningkat pada triwulan-II 2017.

Peningkatan turut ditunjang oleh proyek multiyears (bendungan dan jalan sabuk

perbatasan) juga adanya proyek-proyek konstruksi yang ditargetkan dimulai pada

triwulan II seperti dermaga, jalan, tempat pembuangan akhir sampah dan gedung

pemerintahan. Selain itu, adanya kegiatan proyek swasta seperti pembangunan hotel

dan sarana perbelanjaan menjadi faktor pendorong lainnya.

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017

Pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada

kisaran rentang 5,1-5,5% (yoy). Faktor pendorong utama pertumbuhan ekonomi tahun

2017 diperkirakan masih berasal dari konsumsi rumah tangga dan investasi.

Pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga turut didorong oleh kenaikan

pendapatan sektor pertanian yang ditopang perbaikan sarana irigasi yang dilakukan

sepanjang tahun 2016, peningkatan Upah Minimum Provinsi, peningkatan aktivitas

proyek yang dapat membuka lapanan kerja dan pendapatan Pegawai Negeri Sipil.

Sementara itu pertumbuhan sisi investasi masih ditopang oleh proyek-proyek

pemerintah, seperti penyelesaian bendungan raknamo (target akhir 2017), bendungan

rotiklot, rencana groundbreaking Bendungan Nappunggete, pembangunan gedung

Page 141: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 123

pemerintahan, perbaikan jalan, sarana pembuangan sampah, rumah sakit, jembatan,

dermaga, pasar dan pos lintas batas negara. Sementara itu sektor BUMN dan swasta

akan terus melakukan investasi dalam pembangunan Pembangkit Listrik (PLTU dan

PLTG), hotel, pusat perbelanjaan, terminal penumpang untuk Pelabuhan, dermaga dan

perumahan. Beberapa investasi cukup besar juga direncanakan dimulai pada tahun

2017, diantaranya pembangunan pabrik tebu PT. Muria Sumba Manis (MSM) di Sumba

Timur, pusat perbelanjaan Trans Mart di Kota Kupang, pembangunan Hotel Ayana dan

Hotel Alila di Labuan Bajo, Kab. Manggarai Barat, pembangunan pabrik Semen Kupang

III dan pengembangan terminal penumpang serta dermaga PT. Pelindo III. Sementara

itu, pertumbuhan juga terjadi di sisi konsumsi pemerintah melalui peningkatan alokasi

dana desa hingga 27,6% dari Rp 1,85 Triliun (2016) menjadi Rp 2,36 triliun (2017).

Grafik 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT

Tahun 2017

5.46% 5.41% 5.05% 5.03% 5.18% 5.1-5.5%0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

4.0

4.2

4.4

4.6

4.8

5.0

5.2

5.4

2012 2013 2014 2015 2016 2017*

PDRB (yoy) Pertanian, Kehutanan & Prkn (yoy) Administrasi Pemerintahan (yoy)

Perdagangan Besar & Eceran (yoy) Konstruksi (yoy) Jasa Pendidikan (yoy)

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)

7.2 Inflasi

7.2.1 Inflasi Triwulan-II Tahun 2017

Pertumbuhan inflasi pada triwulan-II 2017 diperkirakan berada pada kisaran

4-4,4% (yoy) atau meningkat dibanding triwulan I-2017 yang diperkirakan berada

pada rentang 3,5-3,9% (yoy). Peningkatan diperkirakan terjadi karena dorong infasi

administered prices (harga yang diatur pemerintah) yaitu kenaikan listrik sering

pengurangan subsidi listrik pelanggan 900 VA yang direncanakan kembali dilakukan

pada bulan Mei 2017. Kenaikan juga diperkirakan terjadi pada bulan Juni seiring libur

sekolah dan libur keagamaan yang mendorong adanya kenaikan permintaan dari

masyarakat. Selain itu, momen Idul Fitri juga diperkirakan mendorong harga-harga

komoditas terutama yang dipasok dari pulau Jawa dan Sulawesi, seperti gula pasir dan

beras seiring tingginya permintaan di daerah asal. Momen libur panjang dan Tour De

Flores juga diperkirakan turut mendorong kenaikan tarif angkutan udara.

Page 142: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 124

7.2.2 Inflasi Tahun 2017

Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2017 diperkirakan

berada pada kisaran 4,8-5,2% (yoy). Proyek inflasi tahun 2017 tersebut meningkat

dibandingkan realisasi tahun 2016 yang sebesar 2,48% (yoy). Peningkatan terutama

didorong oleh adanya penyesuaian tarif listrik hingga 123% seiring pengurangan

subsidi pada pelanggan berkapasitas 900 VA. Kenaikan sendiri dilakukan secara

bertahap pada bulan Januari, Maret dan Mei. Faktor lainnya adalah adanya kenaikan

tarif biaya STNK dan BPKB, cukai rokok dan tarif ponsel serta potensi kenaikan harga

pada komoditas bahan makanan, terutama beras, sayuran, daging dan hasil-hasilnya

serta ikan segar seiring telah rendahnya tingkat harga pada tahun 2016 dan

diperkirakan menyebabkan penyesuaian harga di tingkat pedagang. Sementara itu,

potensi kenaikan bahan bakar minyak (BBM) juga dapat terjadi terutama dari faktor

eksternal yaitu adanya kenaikan harga minyak dunia akibat rencana penurunan

produksi minyak dari negara-negara anggota Organization of Petroleum Exporting

Countries (OPEC) serta kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah seiring ketidakpastian

perekonomian global dan potensi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat.

Namun, adanya perbaikan jaringan irigasi, perbaikan konektivitas melalui tol laut dan

perbaikan dermaga, bantuan benih dan alsistan, program-program operasi pasar Bulog

serta koordinasi TPID diharapkan dapat menjaga tingkat inflasi di kisaran target 4±1%.

Grafik 7.4. Prediksi Inflasi TW II-2017 dan 2017

Sumber: BPS & BI (diolah)

Page 143: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 8 | Perhitungan Potensi Inflasi 2017 125

Boks 8. Perhitungan Potensi Inflasi 2017

Potensi Inflasi tahun 2017 baik secara nasional maupun regional menunjukkan adanya

kecenderungan meningkat dibanding inflasi tahun 2016. Dengan nilai inflasi yang rendah di

tahun 2016, beberapa komoditas berpotensi mengalami peningkatan harga seiring dengan

sudah cukup rendahnya harga komoditas tersebut di tahun 2016.

Berdasarkan hasil inflasi bulan Januari 2017 dan ketetapan pemerintah, didapatkan

bahwa pada tahun 2017, setidaknya terdapat 4 komoditas yang mengalami kenaikan yaitu

biaya perpanjangan STNK, tarif pulsa ponsel, tarif listrik dan bea cukai rokok. Tingginya

kenaikan biaya perpanjangan STNK hingga 102% tersebut tertuang dalam PP No. 60 tahun

2016 menggantikan PP No. 50 tahun 2010 dan efektif diterapkan pada tanggal 6 Januari 2017.

Tujuan dari kenaikan tarif lebih disebabkan oleh adanya komitmen perbaikan pelayanan di

kepolisian dan sudah 6 tahun biaya perpanjangan STNK tidak mengalami perubahan. Tingginya

kenaikan biaya pulsa telepon kemungkinan besar disebabkan oleh mahalnya biaya investasi

komunikasi di NTT, sehingga kenaikan biaya pulsa diduga digunakan untuk mengkompensasi

tingginya biaya investasi yang terjadi. Berdasarkan data realisasi ijin investasi BKPMD didapatkan

tingginya nilai investasi telekomunikasi yang mencapai 738 miliar dan dilakukan oleh 2

perusahaan telekomunikasi.

Dari komoditas tarif listrik, kenaikan tarif listrik akan terjadi pada tarif listrik rumah

tangga dengan daya 900 watt. Di NTT, saat ini terdapat lebih dari 130 ribu pelanggan listrik

dengan daya 900 watt yang terdampak kebijakan pengalihan subsidi tersebut. Dengan pangsa

pelanggan mencapai 20% dari total 643 ribu pelanggan, maka dengan dilepasnya subsidi

menyebabkan tarif listrik pada golongan ini akan mengalami kenaikan hingga akhir tahun

mencapai 123,47%, yaitu dari Rp 605,- per kwh menjadi Rp 1.352,- per kwh. Kenaikan

tersebut diperkirakan akan meningkatkan total tarif listrik hingga 25% dan memberikan andil

inflasi tarif listrik hingga sebesar 0,72% (sum-yoy) pada akhir tahun 2017. Kenaikan tarif

tersebut akan dilakukan bertahap yaitu pada bulan Januari, Maret, dan Mei 2017.

Pada komoditas tembakau, potensi kenaikan harga juga terjadi setelah pemerintah

mengeluarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan

Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/3012 tentang Tarif Cukai Hasil

Tembakau. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa secara rata-rata akan terjadi kenaikan

tarif cukai rokok sebesar 10,54% dan kenaikan harga eceran penjualan rokok sebesar 12,26%.

Kenaikan tarif cukai rokok tersebut sedikit menurun dibandingkan kenaikan tarif cukai rokok

tahun sebelumnya yang sebesar 11,5%, sehingga kenaikan harga rokok diperkirakan

mengalami perlambatan dibanding tahun 2016 namun masih tetap tinggi seiring dengan

tingginya kenaikan cukai rokok yang dilakukan pemerintah.

Page 144: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan ... Grafik 1.20 Negara Tujuan ... Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya

Boks 8 | Perhitungan Potensi Inflasi 2017 126

Tabel Boks 8.1. Perhitungan Potensi Inflasi di Kota Kupang dan Kota Maumere Menggunakan

Pendekatan Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Daerah

Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa kenaikan tarif keempat komoditas

tersebut untuk kota Kupang berpotensi memberikan andil inflasi hingga 1,60% (sum-yoy) dan

1,83% (sum-yoy) untuk Kota Maumere. Apabila ditambahkan dengan potensi kenaikan harga

19 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi di Kota Kupang, didapatkan perkiraan

inflasi kota Kupang pada tahun 2017 mencapai 5,06% (yoy) dan inflasi Kota Maumere

mencapai 5,50% (yoy). Total potensi inflasi Provinsi NTT berdasarkan komoditas unggulan

penyumbang inflasi menjadi sebesar 5,12% (yoy) masih dalam rentang proyeksi inflasi provinsi

NTT 2017 yang sebesar 4,8% 5,2% (yoy) dengan kecenderungan bias ke atas. Apabila dalam

tahun 2017 terjadi kenaikan harga BBM mengikuti tren kenaikan minyak dunia yang terjadi,

maka inflasi diperkirakan dapat meningkat lebih tinggi.

Dengan kondisi perkiraan kenaikan harga tersebut, maka pengendalian harga

komoditas menjadi langkah besar yang harus dilakukan oleh pemerintah agar dampak

tingginya potensi inflasi yang terjadi dapat diminimalisir. Berdasarkan hasil penelitian di awal

sudah didapatkan bahwa pengendalian pasokan dan harga pada 19 komoditas penyumbang

utama fluktuasi inflasi dapat mengendalikan inflasi di Kota Kupang, demikian pula dengan

pengendalian pasokan dan harga pada 25 komoditas penyumbang inflasi utama Kota

Maumere.Oleh karena itu, upaya pengendalian inflasi di tahun 2017 sekiranya dapat terfokus

pada tercukupinya penyediaan komoditas utama tersebut, agar langkah aksi TPID dapat lebih

tepat sasaran dengan usaha yang relatif lebih terkendali.

Kupang InflasiAndil

InflasiMaumere Inflasi

Andil

Inflasi

Tarip Pulsa Ponsel 9.18 0.16 Tarip Pulsa Ponsel 11.93 0.20

Biaya Perpanjangan STNK 102.93 0.10 Biaya Perpanjangan STNK 102.09 0.10

Tarif Listrik 25.03 0.72 Tarif Listrik 25.03 0.80

Rokok 16.78 0.61 Rokok 13.52 0.73

Sumbangan Inflasi 4 Komoditas 1.60 Sumbangan Inflasi 4 Komoditas 1.83

Inflasi 19 Komoditas 3.47 Inflasi 25 Komoditas 3.67

Perkiraan Inflasi Kupang 5.06 Perkiraan Inflasi Maumere 5.50

Inflasi NTT 5.12