kajian ekonomi dan keuangan regional - bi.go.id · grafik 2.10. andil berdasarkan kelompok barang...

108
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I website : www.bi.go.id email : [email protected] 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Upload: truongtu

Post on 30-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

TRIWULAN I

website : www.bi.go.id email : [email protected]

2016

KAJIAN EKONOMI DAN

KEUANGAN REGIONAL

Page 2: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

VISI BANK INDONESIA :

kredibel dan terbaik di regional

melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian

inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

MISI BANK INDONESIA :

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi

kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

yang berkualitas;

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien

serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk

mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi

pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional;

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang

berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan

stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan

akses dan kepentingan nasional;

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia

yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta

melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka

NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :

-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai

untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity,

Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork

Page 3: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kata Pengantar

iii

BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan

perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan

ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I 2016 dengan penekanan

kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi,

Perbankan dan Sistem Pembayaran, Ketenagakerjaan dan Prakiraan Perkembangan

Ekonomi Daerah pada triwulan II 2016. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan

bulanan bank umum, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank

Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS)

Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya.

Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada

stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,

dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber

referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak

lain yang membutuhkan.

Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan

buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi

sangat diharapkan.

Pekanbaru, 17 Mei 2016

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

Ismet Inono Deputi Direktur

KATA PENGANTAR

Page 4: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kata Pengantar

iv

duduk di rumah memegang amanah

duduk di tanah memegang petuah

duduk di kampung menjadi payung

duduk di banjar bertunjuk ajar

duduk di ladang tenggang menenggang

duduk di negeri tahukan diri

duduk di dusun ia penyantun

duduk beramai elok perangai

apa tanda Melayu bertuah,

tahu berguru pada yang sudah

tahu berbuat pada yang ada

tahu memandang jauh ke muka

apa tanda Melayu terbilang,

dada lapang pandangan panjang

Page 5: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

iv

HALAMAN

Kata Pengantar ..................................................................................................... iii

Daftar Isi ............................................................................................................... iv

Daftar Tabel ......................................................................................................... vii

Daftar Grafik ........................................................................................................ viii

Daftar Gambar...................................................................................................... xii

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih............................................................................ xiii

RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................ 1

BAB 1. KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL .............................................. 9

1.

2.

Kondisi Umum...........................................................................

PDRB Sisi Penggunaan...............................................................

9

11

2.1. Konsumsi ..................................................................... 12

2.2 Investasi (PMTB)............................................................. 15

2.3 Ekspor dan Impor ......................................................... 16

2.3.1. Ekspor ................................................................

2.3.2. Impor .................................................................

16

19

3. PDRB Sektoral ........................................................................... 20

3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan.................. 21

3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian .......................... 23

3.3. Sektor Industri Pengolahan ........................................... 24

3.4. Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, dan Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor...............................................

26

3.5. Sektor Konstruksi.......................................................... 27

Boks 1 Pemanfaatan CPO Supporting Fund

Boks 2 Strategi & Implementasi Dalam Pengembangan Kota Cerdas

DAFTAR ISI

Page 6: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

v

HALAMAN

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ................................................... 29

1. Kondisi Umum........................................................................... 29

2. Perkembangan Inflasi

2.1. Inflasi Kota.........................................................................

2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru..............................................

2.1.2. Inflasi Kota Dumai....................................................

2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan............................................

2.2. Disagregasi Inflasi...............................................................

2.2.1. Inflasi Inti (Core)........................................................

2.2.2. Inflasi Volatile Foods.................................................

2.2.3. Inflasi Administered Price..........................................

30

35

35

36

37

38

39

40

41

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH 43

1. Kondisi Umum Perbankan........................................................... 43

2. Perkembangan Bank Umum........................................................ 44

2.1. .................................... 44

2.2. Perkembangan Dana Pihak 46

2.3. 47

3.

4.

Intermediasi dan Risiko Perbankan

49

51

4.1. 51

4.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah....................... 52

4.3. .......... 54

5. 56

6. . 58

7. Perkembangan Transaksi Pembayara ...... 60

7.1. 60

7.2. 60

7.2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow-

60

61

61

Page 7: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

vi

HALAMAN

7.3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non

............

62

7.3.1 .. .. 62

BAB 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH ........................................................... 64

1. Kondisi Umum .......................................................................... 64

2. Realisasi APBD 2015.................................................................. 65

2.1. Realisasi Pendapatan..................................................... 65

2.2. Realisasi Belanja............................................................. 67

Boks 3. Percepatan Penyerapan APBD Riau Tahun 2016

BAB 5 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah................ 70

1. ....... 70

2.

3.

Ketenagakerjaan... .......

Kesejahteraan Daerah.............................................................

3.1. Nilai Tukar Petani..............................................................

71

75

75

BAB 6 76

1. Prospek Makro ....... 76

2. Perkiraan Inflasi...... ................ 79

3. 81

Daftar Istilah xv

Page 8: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Tabel

vii

HALAMAN

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) ........................... 12

Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau ............................ 13

Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) ............... 16

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) ....... 21

Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Riau (RpJuta) ............ 44

Tabel 3.2. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (RpMiliar) .. 47

Tabel 3.3. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau ............. 52

Tabel 3.4 Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw.IV-2015 Menurut Sektor Ekonomi . 55

Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tw I-2015 dan Tw-I 2016 .................. 65

Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau ........................ 66

Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi belanja Daerah Provinsi Riau ............................... 68

Tabel 5.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%) ......................... 71

Tabel 5.2. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Pekerjaan Utama ........................................................... 72

Tabel 6.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan

Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2016 (dalam%, yoy) ...... 77

Tabel 6.2. Outlook Perekonomian Global ........................................................ 78

Tabel 6.3. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Tw.I-2016 ...... 79

DAFTAR TABEL

Page 9: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

viii

HALAMAN

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%) .... 10

Grafik 1.2.Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Provinsi Riau .................... 12

Grafik 1.3.Pergerakan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini ........................................ 13

Grafik 1.4.Pergerakan Harga CPO Internasional dan TBS Lokal ............................. 13

Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Perumahan ....................................................... 14

Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Durable Goods .................................................. 14

Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Multiguna ........................................................ 14

Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor ......................................... 14

Grafik 1.9. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau ............................ 15

Grafik 1.10.Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau ............................ 15

Grafik 1.11. Perkembangan Industrial Production Amerika Serikat ........................ 17

Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau ...................... 17

Grafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau .......................... 17

Grafik 1.14. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau ................................... 18

Grafik 1.15. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau ............................ 18

Grafik 1.16. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah

Tujuan .............................................................................................. 18

Grafik 1.17. Growth Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan .... 19

Grafik 1.18. Perkembangan Impor Non Migas Riau ............................................... 20

Grafik 1.19. Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau ........... 20

Grafik 1.20. Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier ............................ 20

Grafik 1.21. Perkembangan Impor Barang Konsumsi ........................................... 20

Grafik 1.22. Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian ............................. 22

Grafik 1.23. Perkembangan Kredit Perkebunan Kelapa Sawit ................................ 22

Grafik 1.24. Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian ......................... 23

Grafik 1.25. Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau ............................. 23

Grafik 1.26. Perkembangan Usaha Sektor Pertambangan dan Penggalian ........... 23

DAFTAR GRAFIK

Page 10: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

ix

Grafik 1.27. Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan ........... 25

Grafik 1.28. Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Industri Pengolahan ............. 25

Grafik 1.29. Pertumbuhan Sektor Perdagangan Berdasarkan Subsektor ............. 26

Grafik 1.30. Realisasi Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan ......... 26

Grafik 1.31. Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan

Minuman dan Tembakau di Riau ....................................................... 27

Grafik 1.32. Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Komoditi

Lainnya di Riau .................................................................................. 27

Grafik 1.33. Konsumsi Semen Riau ....................................................................... 27

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) .............................. 32

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy) ................................ 32

Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy) .................. 33

Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) ............ 33

Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw I di Provinsi Riau (qtq) ............................... 34

Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw I

2016 di Riau (qtq) ............................................................................. 35

Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw I

(2011-2015) .................................................................................... 36

Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru

Tw I 2016 ......................................................................................... 36

Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis

Tw I (2011-2015) .............................................................................. 37

Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai

Tw I 2016 .......................................................................................... 37

Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan ............................................. 38

Grafik 2.12. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota

Tembilahan Tw I 2016 ........................................................................ 38

Grafik 2.13. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) .............................................. 39

Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) .................................... 40

Grafik 2.15. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD ............................. 40

Grafik 2.16. Perkembangan Harga Emas Dunia .................................................... 40

Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable

Goods (yoy) ...................................................................................... 40

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) .............................. 41

Page 11: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

x

Grafik 2.19. Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di

Kota Pekanbaru ................................................................................ 41

Grafik 2.20. Perkembangan inflasi Administered Price .......42

Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau ............................ 45

Grafik 3.2. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok ................ 45

Grafik 3.3. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank ......... 45

Grafik 3.4. Pangsa Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank ..................... 45

Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan ............. 46

Grafik 3.6. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan ............... 46

Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan...................... 48

Grafik 3.8. Pertumbuhan KRedit Berdasarkan Jenis Penggunaan ...................... 48

Grafik 3.9. Perkembangan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta ................ 48

Grafik 3.10. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta .................. 48

Grafik 3.11. Perkembangan LDR di Provinsi Riau ................................................ 49

Grafik 3.12. Perkembangan Non Performing Loan (NPL) di Provinsi Riau ............ 50

Grafik 3.13. Perkembangan NPL Sektoral di Provinsi Riau Triwulan I-2016............ 50

Grafik 3.14. Pangsa NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Tw I-2016 ........... 50

Grafik 3.15. Growth NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Tw I-2016 ......... 50

Grafik 3.16. Perkembangan Harga TBS dan CPO Dunia ..................................... 51

Grafik 3.17. Perkembangan Harga Karet Dunia ................................................... 51

Grafik 3.18. Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-2016 .............. 52

Grafik 3.19. Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-2016 ................ 52

Grafik 3.20. Perkembangan Kredit Perumahan .................................................... 53

Grafik 3.21. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor .................................... 53

Grafik 3.22. Perkembangan Kredit Multiguna ..................................................... 53

Grafik 3.23. Perkembangan Kredit Durable Goods ............................................. 53

Grafik 3.24. Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM ............................ 54

Grafik 3.25. Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha ............................... 54

Grafik 3.26. Perkembangan NPL Kredit UMKM .................................................. 55

Grafik 3.27. NPL Sektoral UMKM Triwulan I-2016 (%) ....................................... 55

Grafik 3.28. Perkembangan Aset Perbankan Syariah .......................................... 56

Grafik 3.29. Perkembangan DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan ... 56

Page 12: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

xi

Grafik 3.30. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah Menurut Jenis

Penggunaan ................................................................................... 57

Grafik 3.31. Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Sektoral ............ 57

Grafik 3.32. Perkembangan NPL Perbankan Syariah ........................................... 58

Grafik 3.33. Perkembangan FDR Perbankan Syariah .......................................... 58

Grafik 3.34. Perkembangan Aset BPR/S ............................................................. 58

Grafik 3.35. Perkembangan DPK BPR/S .............................................................. 58

Grafik 3.36. Perkembangan Kredit BPR/S ........................................................... 59

Grafik 3.37. Penyaluran Kredit Sektoral ............................................................. 59

Grafik 3.38. Perkembangan NPL BPR/S .............................................................. 59

Grafik 3.39. Perkembangan LDR BPR/S .............................................................. 59

Grafik 3.40. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau ........................ 60

Grafik 3.41. Perkembangan Inflow dan Outflow Bulanan Tw.I-2016 .............. 60

Grafik 3.42. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan ........................................ 61

Grafik 3.43. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Riau .............. 62

Grafik 3.44. Perkembangan Nilai dan Volume Transaksi Kliring di Riau .............. 63

Grafik 3.45. Growth Nilai dan Volume Transaksi Kliring di Riau ......................... 63

Grafik 4.1. Realisasi APBD Riau Tw I-2016 dan Tw I-2015 ................................. 66

Grafik 5.1. Perkembangan TPAK Riau Feb-2016 ............................................... 71

Grafik 5.2. Tingkat Pengangguran Terbuka Feb-2016 ........................................ 72

Grafik 5.3. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja ............................... 72

Grafik 5.4. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja ................................ 73

Grafik 5.5. Jumlah Jam Kerja Per Minggu Feb-2016 .......................................... 74

Grafik 5.6. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan ............................................. 74

Grafik 5.7. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan ....................... 74

Grafik 5.8. Perkembangan NTP Riau ................................................................. 75

Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen .................................... 77

Grafik 6.2. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen .................................... 77

Grafik 6.3. Perkembangan Harga Bumbu-bumbuan di Pekanbaru ..................... 80

Grafik 6.4. Perkembangan Harga Daging Segar dan Hasilnya di Pekanbaru. ....... 80

Page 13: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Gambar

xii

HALAMAN

Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw I 2016 dibandingkan dengan

Historisnya (yoy).....................................

31

DAFTAR GAMBAR

Page 14: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Tabel Indikator

xiii

2016

I II III IV I II III IV I

Indeks Harga Konsumen*) :

- Provinsi Riau 111,51 112,42 115,00 119,90 118,39 120,73 121,55 123,08 123,63

- Kota Pekanbaru 111,13 111,89 114,51 119,56 117,98 120,31 121,04 122,80 123,16

- Kota Dumai 111,27 112,62 115,02 119,60 118,50 120,83 122,16 122,75 124,23

- Kota Tembilahan 116,05 117,61 120,11 124,06 122,58 124,94 125,77 126,62 127,48

Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) :

- Provinsi Riau 7,75 6,59 5,81 8,65 6,17 7,39 5,70 2,65 4,42

- Kota Pekanbaru 7,38 6,17 5,50 8,53 6,16 7,53 5,70 2,71 4,39

- Kota Dumai 7,26 6,78 5,88 8,53 6,50 7,29 6,21 2,63 4,84

- Kota Tembilahan 12,59 10,64 8,91 10,06 5,63 6,23 4,71 2,06 4,00

Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 4,05 2,83 2,61 1,39 (0,01) (2,13) (1,38) 4,45 2,34

Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 2.988,85 2.833,27 3.075,96 3.162,66 2.596,67 3.009,71 2.558,21 2.670,62 2.220,87

Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4.442,86 4.119,36 4.548,42 5.196,40 4.348,07 5.124,68 4.697,82 5.378,39 4.183,82

Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 407,21 351,21 380,77 299,12 304,74 280,97 303,32 195,42 264,90

Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 542,25 585,34 602,44 686,66 723,88 531,30 482,82 390,43 670,17

2016

I II III IV I II III IV I

Bank Umum

Total Aset (dalam Rp Juta) 73.201.701 82.036.875 86.572.336 85.652.213 90.534.888 98.451.429 95.323.470 81.686.208 84.514.141

DPK (dalam Rp Juta) 54.466.287 60.795.211 63.383.834 64.143.197 66.525.297 70.420.859 69.189.487 62.050.178 62.588.183

- Giro 12.556.764 16.863.613 14.828.129 13.723.591 15.108.109 15.301.001 14.785.606 9.874.611 11.909.735

- Tabungan 27.363.917 26.936.859 27.586.835 29.478.220 27.139.376 27.688.804 28.427.087 31.117.804 28.694.078

- Deposito 14.545.606 16.994.736 20.968.870 20.941.386 24.277.812 27.431.054 25.976.795 21.057.764 21.984.370

Kredit (dalam Rp Juta) 48.487.679 50.668.252 50.978.867 52.283.437 52.401.716 54.012.485 54.946.577 56.538.247 56.252.232

- Modal Kerja 14.871.302 15.620.041 15.971.702 16.318.273 16.078.784 16.801.235 16.801.524 17.653.632 17.488.673

- Investasi 15.482.142 16.292.777 16.080.635 16.621.249 16.716.814 17.125.784 17.428.770 17.480.648 17.203.391

- Konsumsi 18.134.236 18.755.434 18.926.530 19.343.915 19.606.118 20.085.465 20.716.283 21.403.968 21.560.168

- LDR (%) 89,02 83,34 80,43 81,51 78,77 76,70 79,41 91,12 89,88

- NPL (%) 3,32 3,54 3,57 3,46 3,64 4,16 4,34 3,71 4,07

Kredit UMKM (dalam Rp Juta) 18.094.921 19.753.458 19.687.770 20.032.690 19.809.940 20.212.276 19.894.360 19.884.668 19.905.368

- Mikro 4.424.699 5.210.241 4.940.401 5.402.536 5.461.112 5.531.045 5.465.328 5.645.990 5.835.773

- Kecil 7.030.433 7.279.402 7.669.811 7.531.647 7.439.193 7.775.301 7.771.320 7.687.958 7.791.884

- Menengah 6.639.789 7.263.815 7.077.558 7.098.507 6.909.635 6.905.929 6.657.713 6.550.721 6.277.711

NPL MKM (%) 5,12 5,82 5,99 5,49 6,20 6,71 7,41 6,76 7,65

BPR

Total Aset (dalam Rp Juta) 1.102.376 1.091.313 1.106.417 1.160.162 1.189.489 1.185.757 1.186.762 1.228.315 1.246.785

DPK (dalam Rp Juta) 748.775 744.336 770.216 809.748 847.560 857.250 881.188 877.171 895.393

- Tabungan 336.569 345.835 352.030 356.075 364.632 349.230 353.742 348.011 347.972

- Deposito 412.206 398.502 418.186 453.673 482.929 508.020 527.447 529.160 547.421

Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek 762.700 782.561 815.127 836.111 864.307 911.096 916.504 907.081 916.870

Rasio NPL (%) 15,47 15,78 15,56 13,75 14,45 13,84 14,39 12,92 14,08

LDR (%) 101,86 105,14 105,83 103,26 101,98 106,28 104,01 103,41 102,40

2015

2015

B. PERBANKAN

INDIKATOR

2014

2014

A. INFLASI DAN PDRB

INDIKATOR

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

Page 15: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Tabel Indikator

xiv

C. SISTEM PEMBAYARAN2016

I II III IV I II III IV I

247.524 2.250.641 2.610.379 3.154.898 (111.261) 2.575.811 1.801.608 3.405.622 (868.335)

1.884.781 1.135.202 2.330.869 721.361 1.798.608 1.405.848 2.414.612 1.224.352 2.434.651

2.132.305 3.385.843 4.941.248 3.876.259 1.687.347 3.981.659 4.216.220 4.629.974 1.566.316

Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 380.769 317.520 196.336 249.464 185.727 303.590 171.823 185.255 185.727

Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) *) 73.538 97.703 90.461 104.120 89.640 109.603 88.477 68.937 -

Volume Transaksi RTGS (lembar) *) 47.244 48.670 48.509 52.078 31.363 32.636 30.853 13.564 -

Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1.226 1.656 1.413 1.578 1.446 1.797 1.404 1.094 -

Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 787 825 758 789 506 535 490 215 -

Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 7.742 7.672 8.070 8.438 7.881 5.163 8.684 7.366 7.367

Volume Transaksi Kliring (lembar) 261.889 257.996 256.661 274.715 254.005 135.164 237.984 206.110 223.872

Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 129 130 135 128 127 85 138 117 121

Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring (lembar) 60 59 60 66 62 61 63 63 61

20152014

Inflow (dalam Rp Juta)

Outflow (dalam Rp Juta)

Posisi Kas Gabungan (dalam Rp Juta)

INDIKATOR

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

Page 16: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

1

I. GAMBARAN UMUM

Perekonomian Riau pada triwulan I 2016 tercatat melambat jika dibandingkan

dengan triwulan IV 2015, yaitu dari 4,45% (yoy) menjadi 2,34% (yoy), namun lebih

baik jika dibandingkan triwulan awal 2015 yang mengalami kontraksi 0,01% (yoy).

Perlambatan ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang juga tercatat

melambat dari 5,02% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 4,92% (yoy) pada

triwulan I 2016. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau tanpa migas juga tercatat

Perekonomian Riau pada triwulan I-2016 melambat dibandingkan periode

sebelumnya

RINGKASAN EKSEKUTIF

Page 17: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

2

mengalami perlambatan dibandingkan triwulan IV 2015 yaitu dari 6,20% (yoy)

menjadi 3,52% (yoy). Perbaikan harga komoditas internasional yang masih terbatas,

belum optimalnya realisasi APBD pemerintah daerah, dan kinerja lifting minyak bumi

yang masih melanjutkan kontraksi menjadi penyebab utama melambatnya

pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2016.

II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL

Perlambatan ekonomi dari sisi penggunaan pada triwulan I 2016 utamanya

disebabkan oleh menurunnya konsumsi pemerintah dan ekspor serta

melambatnya investasi. Menurunnya konsumsi pemerintah dipengaruhi oleh

pola musiman belanja yang relatif terbatas pada awal tahun. Sedangkan

menurunnya kinerja net ekspor utamanya dipicu oleh gejolak ekonomi

negara tujuan ekspor yang berdampak terhadap menurunnya permintaan

komoditas ekspor unggulan baik migas dan non migas. Perlambatan

kegiatan investasi ini dipengaruhi oleh perilaku investor yang masih

cenderung menunggu perbaikan kondisi ekonomi (wait and see) sehingga

turut menjadi faktor yang menahan laju pertumbuhan ekonomi Riau

triwulan I 2016.

Di sisi lain, konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan I 2016

tercatat meningkat jika dibandingkan triwulan IV 2015. Meningkatnya

pertumbuhan konsumsi rumah tangga di awal tahun 2016 didorong oleh

perbaikan daya beli masyarakat seirig dengan peningkatan upah/gaji dan

perbaikan harga komoditas internasional, meskipun masih terbatas.

Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan I 2016 secara

umum menunjukkan perlambatan. Perlambatan kinerja terjadi dari tiga

sektor utama yaitu sektor pertanian, industri pengolahan dan konstruksi.

Selain itu, beberapa sektor tersier seperti sektor transportasi dan

pergudangan, sektor penyediaan akomodasi makanan dan minuman, sektor

informasi dan komunikasi juga mengalami perlambatan. Sementara itu,

sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial mengalami

kontraksi sehingga menahan laju pertumbuhan pada triwulan laporan.

Namun demikian, perlambatan yang lebih dalam tertahan oleh kontraksi

yang semakin melandai di sektor pertambangan dan penggalian, serta

Perlambatan ekonomi Riau pada triwulan I 2016 utamanya berasal dari penurunan konsumsi pemerintah dan net ekspor.

Konsumsi rumah tangga cenderung meningkat seiring dengan perbaikan harga komoditas

global.

Perlambatan ekonomi dari sisi sektoral didorong oleh perlambatan kinerja sektor pertanian dan sektor industri pengolahan.

Page 18: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

3

peningkatan yang terjadi pada sektor pengadaan listrik dan gas, sektor

perdagangan besar, eceran, reparasi mobil dan motor dan sektor jasa

keuangan.

Perlambatan kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada

triwulan laporan terindikasi dari melambatnya subsektor pertanian,

peternakan, perburuan dan jasa pertanian yang memiliki kontribusi terbesar

mencapai 0,94% terhadap total pertumbuhan. Salah satu faktor yang

mendorong perlambatan kinerja di sektor pertanian berasal dari

perlambatan perkebunan kelapa sawit sebagai dampak dari kabut asap yang

terjadi pada akhir tahun 2015 sehingga menyebabkan proses pemupukan

tertunda. Akibatnya, produktifitas sawit pada awal tahun 2016 mengalami

penurunan.

Perlambatan kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan laporan

utamanya didorong oleh perlambatan subsektor industri makanan dan

minuman. Perlambatan kinerja industri makanan dan minuman diperkirakan

terutama bersumber dari industri pengolahan kelapa sawit yang disebabkan

oleh gejolak ekonomi di Amerika Serikat, Eropa dan Tiongkok yang masih

berlanjut sehingga mengakibatkan menurunnya permintaan ekspor. Selain

itu, belum stabilnya harga komoditas global turut menggoncang kinerja

perusahaan pada triwulan laporan.

Kinerja sektor pertambangan Riau pada triwulan I 2016 relatif membaik

dibandingkan triwulan IV 2015, namun masih mencatatkan kontraksi.

Kontraksi pada sektor pertambangan utamanya didorong oleh kontraksi

pada subsektor pertambangan minyak bumi dan gas bumi akibat semakin

berkurangnya cadangan minyak bumi dan keterbatasan perusahaan untuk

melakukan eksplorasi dan investasi ditengah melemahnya harga minyak

yang tidak memenuhi nilai keekonomisannya.

III. ASSESMEN INFLASI

Tekanan inflasi Riau pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu dari 2,65% (yoy) menjadi

4,42% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi terutama bersumber dari

kelompok volatile food akibat kenaikan harga pada kelompok bahan

Inflasi Provinsi Riau pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 2,65%

(yoy).

Perlambatan kinerja subsektor perkebunan kelapa sawit di awal tahun sebagai dampak asap di akhir tahun 2015 lalu.

Masih berlanjutnya gejolak ekonomi global berpengaruh terhadap penurunan kinerja sektor industri pengolahan Riau.

Pertambangan migas relatif membaik namun masih mencatatkan

kontraksi.

Page 19: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

4

makanan, terutama berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan, padi-

padian, ikan segar dan sayur-sayuran. Komoditas utama penyumbang inflasi

dari kelompok tersebut ialah cabai merah, bawang merah, bawang putih,

beras, jengkol, cabai rawit, patin dan buncis.

Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di

Kota Dumai yaitu mencapai 4,84% (yoy), diikuti oleh Pekanbaru dan

Tembilahan masing-masing 4,39% (yoy) dan 4,00% (yoy). Tekanan inflasi

pada ketiga kota tersebut menunjukkan peningkatan bila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Namun demikian, pencapaian inflasi tersebut

juga menunjukkan disparitas inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan

dengan Pekanbaru dan Dumai) relatif mengecil.

IV. ASSESMEN KEUANGAN

Perbankan

Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-2016 mengalami penurunan

dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yang tercermin dari menurunnya

pertumbuhan Aset, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun Kredit.

Pada triwulan I-2016 aset perbankan tercatat mencapai Rp85,76 triliun,

mengalami penurunan dari kontraksi 4,49% (yoy) pada triwulan sebelumnya

menjadi kontraksi lebih dalam sebesar 6,50% (yoy). Sementara, DPK pada

triwulan laporan tercatat sebesar Rp63,48 triliun, juga menurun dari kontraksi

3,12% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi kontraksi lebih dalam sebesar

5,77% (yoy) pada triwulan laporan.

Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan I-2016

mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun

masih lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

sebelumnya. Menurunnya fungsi intermediasi tercermin dari nilai Loan to

Deposit Ratio (LDR) yaitu sebesar 89,88% yang sebelumnya di triwulan IV-

2015 tercatat sebesar 91,12%. Namun demikian, nilai LDR tersebut masih

dibawah 100% yang menunjukkan bahwa risiko likuiditas pada kondisi yang

masih terjaga dan adanya sikap kehati-hatian perbankan dalam penyaluran

kredit.

Kota Dumai tercatat mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 4,84% (yoy) diikuti Kota Pekanbaru dan Kota Tembilahan masing-masing 4,39% dan

4,00% (yoy)

Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan IV-

2015.

Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan I-2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya.

Page 20: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

5

Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan I 2016 masih didominasi oleh

sektor pertanian dan sektor perdagangan yang memiliki pangsa masing-

masing 22,30% dan 21,65% dengan nilai kredit masing-masing sebesar

Rp12,54 triliun dan Rp12,18 triliun. Penyaluran kredit kepada sektor pertanian

masih didominasi oleh subsektor perkebunan kelapa sawit, sedangkan

subsektor perdagangan didominasi oleh subsektor perdagangan eceran

makanan, minuman dan tembakau.

Pertumbuhan kredit konsumsi di triwulan I-2016 melambat jika dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi

tercermin dari melambatnya pertumbuhan kredit perumahan dan kredit

kendaraan bermotor di Provinsi Riau. Menurunnya realisasi kredit konsumsi

pada triwulan laporan diperkirakan didorong oleh daya beli masyarakat yang

belum membaik ditengah perbaikan harga komoditas yang masih terbatas.

Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp19,91 triliun pada

triwulan I 2016, meningkat 0,48% (yoy) jika dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 0,74%. Porsi kredit yang

diserap UMKM dari total kredit yang diberikan bank umum di Provinsi Riau

juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari

35,17% menjadi 35,39%.

Kinerja perbankan syariah di Provinsi Riau pada triwulan I-2016 tercatat

membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari

meningkatnya pertumbuhan aset, DPK dan pembiayaan dibandingkan

triwulan IV-2015. Aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp4,93 triliun

meningkat sebesar 6,78% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-

2015 yang tumbuh sebesar 6,16% (yoy).

Aset BPR/S di Provinsi Riau pada triwulan I-2016 tercatat sebesar Rp1,24

triliun, melambat dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yaitu dari 5,87%

menjadi 4,82% (yoy). Sementara, DPK BPR/S pada triwulan I-2016 tercatat

sebesar Rp895 miliar, tumbuh 5,64% (yoy) atau melambat dibandingkan

dengan triwulan IV-2015 yang tumbuh sebesar 5,64% (yoy). Melambatnya

Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan I 2016 masih didominasi oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan

Kinerja perbankan syariah tercatat membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara, kinerja BPR/S menunjukkan

perlambatan.

Pertumbuhan kredit konsumsi di triwulan I-2016 melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Penyaluran kredit UMKM pada triwulan I 2016 meningkat dibandingkan triwulan IV 2015.

Page 21: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

6

DPK BPR/S didorong oleh perlambatan Deposito (pangsa 61,14%) dari

16,64% menjadi 13,35% (yoy), serta terkontraksinya Tabungan (pangsa

38,86%) lebih dalam sebesar 4,57% (yoy).

Keuangan Daerah

Alokasi anggaran pendapatan daerah Provinsi Riau pada tahun 2016 secara

umum mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015. Dari sisi

pendapatan, APBD Provinsi Riau tercatat menurun sebesar 13% (yoy), yaitu

dari Rp8,7 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp7,6 triliun pada 2016. Di sisi

lain, anggaran belanja pemerintah daerah pada tahun 2016 relatif

meningkat dibandingkan tahun 2015. Peningkatan utamanya berasal dari

anggaran belanja transfer pemerintah Provinsi kepada pemerintah

Kabupaten/Kota.

Perkembangan Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

Provinsi Riau pada awal tahun 2016 secara umum meningkat dibandingkan

periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hingga triwulan I 2016

Anggaran Pendapatan Daerah telah terealisasi sebesar 22,74% dari total

yang dianggarkan, sementara itu realisasi Anggaran Belanja Daerah masih

sangat terbatas yaitu mencapai 4,61% dari total yang dianggarkan.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah

Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada

awal tahun 2016 menunjukkan perkembangan yang cukup

menggembirakan. Dari indikator terkait menunjukkan terjadi peningkatan

kualitas ketenagakerjaan antara lain menurunnya angka Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 6,72% di tahun 2015 menjadi 5,94%

di tahun 2016. Sementara perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga

membaik terlihat dari indikator Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I-2016

meningkat jika dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yakni dari 95,03

menjadi 97,36.

Realisasi anggaran pendapatan pemerintah Riau di triwulan I 2016 meningkat dibandingkan triwulan I 2015.

Perkembangan ketengakerjaan dan kesejahteraan daerah di awal tahun 2016 terindikasi membaik.

Page 22: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

7

V. PROSPEK

Perekonomian Daerah

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II-2016 secara umum

diperkirakan tumbuh meningkat, berada pada kisaran 2.51+0.5%(yoy)

dengan tendensi ke arah batas atas. Sumber pertumbuhan dari sisi

penggunaan diperkirakan berasal dari seluruh komponen baik konsumsi,

investasi, maupun ekspor yang mengalami perbaikan kinerja dibandingkan

triwulan sebelumnya. Sementara itu, secara sektoral peningkatan kinerja

diperkirakan berasal dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor

industri pengolahan, sektor konstruksi, sektor perdagangan besar dan

eceran. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi Riau tertahan oleh berlanjutnya

penurunan produksi sektor pertambangan dan penggalian yang

diperkirakan lebih dalam dari kontraksi yang terjadi pada triwulan I 2016.

Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan pada triwulan

II 2016 diperkirakan ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi

rumah tangga. Sementara itu konsumsi pemerintah juga diperkirakan akan

meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya, terkait dengan mulai

meningkatnya realisasi APBD pada triwulan II 2016. Dari sisi eksternal, kinerja

ekspor pada triwulan II 2016 diperkirakan membaik namun masih terbatas.

Dari sisi sektoral, kinerja sektor pertanian di triwulan mendatang

diperkirakan akan membaik dibandingkan triwulan I 2016. Faktor

pendorong meningkatnya pertumbuhan diperkirakan berasal dari subsektor

perkebunan sawit. Sejalan dengan peningkatan kinerja sektor pertanian

Riau, perkembangan sektor industri pengolahan juga diperkirakan akan

meningkat yang didorong oleh meningkatnya industri pengolahan CPO dan

produk turunannya termasuk biodiesel, serta industri pengolahan pulp and

paper. Di sisi lain, menurunnya kinerja industri pengilangan migas menjadi

faktor yang menahan laju pertumbuhan.

Inflasi

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II-2016 diperkirakan tumbuh meningkat pada kisaran

2.51+0.5%(yoy).

Inflasi Riau pada triwulan II-2016 diperkirakan akan cenderung menurun yaitu kisaran 2.66+0.5% (yoy).

Dari sisi penggunaan, peningkatan diperkirakan berasal dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan ekspor. Sementara dari sisi sektoral diperkirakan bersala dari sektor pertanian dan sektor industri

pengolahan.

Page 23: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

8

Inflasi Provinsi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan cenderung

mengalami perlambatan, yaitu berada pada kisaran 2.66+0.5% (yoy).

Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar 0.26+0.5% (qtq).

Adapun capaian inflasi hingga akhir tahun berada pada kisaran 3,62-4,62%

(yoy) 2015, masih berada di dalam sasaran inflasi nasional tahun 2016

sebesar 4±1% (yoy).

Faktor pendorong inflasi Riau pada triwulan II 2016 diperkirakan terutama

berasal dari inflasi volatile food, bersumber dari kenaikan harga bahan

makanan akibat keterbatasan pasokan seiring dengan berakhirnya masa

panen raya dan gangguan panen di beberapa sentra produksi yang banyak

memasok kebutuhan ke wilayah Riau. Inflasi kelompok administered price,

meski mengalami penurunan tekanan pada awal triwulan II 2016 akibat

penurunan harga BBM bensin dan solar, diperkirakan akan mulai meningkat

didorong oleh rencana peningkatan tarif listrik bulan Mei dan Juni.

Sementara itu, meskipun relatif stabil tekanan inflasi inti diperkirakan sedikit

meningkat akibat mulai membaiknya daya beli masyarakat karena

meningkatnya penghasilan (akibat mulai meningkatnya harga TBS lokal).

Beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi melewati

batas atas kisaran proyeksi (downside risk) antara lain, El Nino yang

berpotensi menganggu produksi daerah sentra pertanian dan meningkatkan

inflasi bahan makanan. Sementara itu, terdapat beberapa faktor yang

berpotensi membawa inflasi ke batas bawah (upside risks) proyeksi, yaitu

perkembangan harga minyak dunia yang masih belum membaik sehingga

meminimalisir tekanan inflasi dari kelompok administered prices.

Page 24: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

9

1. KONDISI UMUM

Perekonomian Riau pada triwulan I 2016 mengalami pertumbuhan positif, yaitu

sebesar 2,34% (yoy). Pertumbuhan ini mengalami perlambatan jika dibandingkan

dengan triwulan IV 2015 yang tercatat sebesar 4,45% (yoy), namun lebih baik jika

dibandingkan triwulan awal 2015 yang mengalami kontraksi 0,01% (yoy).

Perlambatan ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang juga tercatat

melambat dari 5,02% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 4,92% (yoy) pada

triwulan I 2016. Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi provinsi Riau tanpa migas

Bab 1 KONDISI EKONOMI

MAKRO REGIONAL

Page 25: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

10

juga tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan IV 2015 yaitu dari

6,20% (yoy) menjadi 3,52% (yoy).

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%)

Sumber: BPS

Melambatnya perekonomian Provinsi Riau pada triwulan I 2016 utamanya

disebabkan oleh perlambatan kinerja sektor pertanian, industri pengolahan dan

konstruksi. Selain itu, beberapa sektor tersier seperti sektor transportasi dan

pergudangan, sektor penyediaan akomodasi makanan dan minuman, sektor

informasi dan komunikasi juga mengalami perlambatan. Seiring dengan

pelambatan sektor-sektor tersebut di atas, sektor administrasi pemerintahan,

pertahanan dan jaminan sosial juga mengalami kontraksi sehingga mendorong

perlambatan pada triwulan laporan. Di sisi lain, perlambatan yang lebih dalam

tertahan oleh kontraksi yang semakin melandai di sektor pertambangan dan

penggalian, serta peningkatan yang terjadi pada sektor pengadaan listrik dan gas,

sektor perdagangan besar, eceran, reparasi mobil dan motor dan sektor jasa

keuangan.

Faktor yang mendorong perlambatan kinerja di sektor pertanian berasal dari

perlambatan perkebunan kelapa sawit. Sementara itu, perlambatan kinerja sektor

industri pengolahan terutama bersumber dari subsektor industri pengolahan kelapa

sawit, subsektor pengolahan pulp dan kertas serta subsektor industri pengolahan

karet. Di sisi lain, perlambatan di sektor konstruksi terindikasi dari realisasi konsumsi

semen yang belum menunjukkan peningkatan yang signifikan pada awal tahun

2016.

Page 26: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

11

Dari sisi penggunaan, perlambatan kinerja ekonomi utamanya disebabkan oleh

menurunnya pertumbuhan konsumsi pemerintah dan pertumbuhan ekspor serta

melambatnya investasi selama triwulan I 2016. Pelemahan konsumsi pemerintah

utamanya disebabkan oleh pola musiman belanja pemerintah di awal tahun yang

masih relatif terbatas. Sementara itu, kontraksi pertumbuhan ekspor dipengaruhi

oleh gejolak ekonomi negara mitra dagang yang berdampak terhadap menurunnya

permintaan ekspor. Disamping itu, perilaku investor yang masih cenderung

menunggu (wait and see) berdampak terhadap melemahnya kegiatan investasi.

2. PDRB SISI PENGGUNAAN

Perlambatan ekonomi dari sisi penggunaan pada triwulan I 2016 utamanya

disebabkan oleh menurunnya konsumsi pemerintah dan ekspor serta melambatnya

investasi. Konsumsi pemerintah pada triwulan laporan tercatat mengalami

kontraksi, demikian juga dengan kinerja ekspor yang menunjukkan kontraksi lebih

dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Menurunnya konsumsi pemerintah

dipengaruhi oleh pola musiman belanja yang relatif terbatas pada awal tahun.

Sedangkan menurunnya kinerja net ekspor utamanya dipicu oleh gejolak ekonomi

negara tujuan ekspor yang berdampak terhadap menurunnya permintaan

komoditas ekspor unggulan baik migas dan non migas. Namun pertumbuhan

ekspor yang lebih dalam mampu tertahan oleh ekspor antar daerah yang tercatat

tumbuh positif. Selain itu, kegiatan investasi masih tercatat tumbuh namun

melambat dibandingkan triwulan IV 2015. Perlambatan kegiatan investasi ini

dipengaruhi oleh perilaku investor yang masih cenderung menunggu perbaikan

kondisi ekonomi (wait and see) sehingga turut menjadi faktor yang menahan laju

pertumbuhan ekonomi Riau triwulan I 2016. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga,

yang memiliki pangsa terbesar kedua PDRB dari sisi penggunaan, tercatat

mengalami peningkatan pada triwulan laporan.

Page 27: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

12

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Riau

2.1. Konsumsi

Konsumsi rumah tangga Provinsi

Riau pada triwulan I 2016 tercatat

meningkat jika dibandingkan

triwulan IV 2015, yakni dari 5,56%

(yoy) menjadi 6,41% (yoy).

Meningkatnya pertumbuhan

konsumsi rumah tangga terindikasi

pula dari meningkatnya Indeks

Ekspektasi Konsumen (IEK) pada

level 110,8% pada triwulan I 2016 yang mengindikasikan optimisme konsumen

terhadap ekonomi ke depan (diatas batas 100) (Grafik 1.2). Meningkatnya IEK

didorong oleh peningkatan komponen Indeks Penghasilan Konsumen dan Indeks

Kegiatan Usaha seiring dengan adanya kenaikan upah/gaji di awal tahun dan

perbaikan harga komoditas pada triwulan I 2016.

2016

I II III IV I Tw 4 Tw 1

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 7,23 6,00 6,36 5,92 5,56 5,95 6,41 1,88 2,04 2,31

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 15,44 (0,07) (1,61) 0,70 2,09 0,29 2,89 0,01 0,00 0,01

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3,08) 2,27 1,17 3,30 7,39 3,75 (7,29) 0,32 0,14 -0,22

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 1,81 1,61 2,40 5,31 6,79 4,06 5,17 2,07 1,23 1,65

5. Ekspor Luar Negeri 4,82 (30,63) (17,75) (9,55) 1,96 (15,27) (4,68) 0,64 -4,96 -1,24

6. Impor Luar Negeri (13,01) (7,10) (8,25) (17,42) 4,17 (7,65) (3,47) 0,15 -0,29 -0,14

7. Net Ekspor Antar Daerah 26,49 (83,04) (63,82) (983,21) 15,62 (59,89) (10,81) 0,15 -0,95 -0,46

PDRB 2,70 (0,01) (2,13) (1,38) 4,45 0,22 2,34 4,45 0,22 2,34

2015 2016 2015

Kontribusi Pertumbuhan

(%)

Komponen Pengeluaran

2014 2015

2015

Growth (% yoy)

Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Provinsi Riau

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

50

70

90

110

130

150

170

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

2013 2014 2015 2016

Indeks

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 100

Page 28: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

13

Hingga triwulan I 2016 pergerakan harga CPO Internasional menunjukkan

peningkatan sehingga mendorong perkembangan harga TBS lokal. Pada triwulan I

2016, harga CPO rata-rata mencapai $576 USD/MT atau naik sebesar 14,21% (yoy)

jika dibandingkan rata-rata harga triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar $504

USD/MT. Kondisi ini juga mendorong kenaikan harga TBS lokal yang tercatat

mencapai Rp1.387/Kg atau naik sebesar 13,05% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1.227/Kg (Grafik 1.4). Peningkatan

harga komoditas tersebut berpengaruh terhadap peningkatan penghasilan

masyarakat setempat yang tercermin dari meningkatnya indeks penghasilan

konsumen pada level 109,2 dan indeks kegiatan usaha sebesar 115,4.

Faktor lainnya yang mendorong masih baiknya tingkat konsumsi masyarakat pada

triwulan I 2016 tercermin dari penyaluran kredit konsumsi pada triwulan laporan

yang tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Total

kredit konsumsi yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai

Rp21,56 triliun atau tumbuh sebesar 9,97% (yoy). Peningkatan penyaluran kredit

konsumsi utamanya didorong oleh peningkatan penyaluran kredit konsumsi untuk

kredit durable goods dan kredit multiguna.

Grafik 1.3. Pergerakan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 1.4. Pergerakan Harga CPO Internasional dan TBS Lokal

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

2013 2014 2015 2016

Indeks

Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja

INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN ( IEK ) Garis 100

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,000

1,100

1,200

1,300

1,400

1,500

1,600

1,700

1,800

1,900

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

TBS (Rp/Kg) CPO (USD/MT)

Page 29: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

14

Di sisi lain, kredit konsumsi untuk perumahan tercatat melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya, sementara pertumbuhan kredit kendaraan bermotor tercatat

masih terkontraksi.

Sementara itu, perkembangan konsumsi pemerintah pada triwulan laporan tercatat

mengalami kontraksi dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 7,39% (yoy)

menjadi -7,29% (yoy). Kondisi pelemahan konsumsi pemerintah ini dipengaruhi

oleh pola musiman belanja pemerintah di awal tahun yang masih relatif terbatas.

Realisasi APBD pemerintah secara total tahun 2015 mencapai 67,41% (yoy) atau

mencapai Rp 7,6 triliun pada Triwulan IV-2015. Jika dilihat secara triwulanan, porsi

realisasi tersebut mencapai 6,36% (yoy) dari seluruh realisasi anggaran belanja

Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Perumahan

Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Durable Goods

Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Multiguna

Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Per

sen

(%

)

Rp

Tri

liu

n

Perumahan g - yoy (kanan)

-100

-50

0

50

100

150

200

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

Mili

ar

Durable goods g - yoy (kanan)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Per

sen

(%

)

Rp

. Tr

iliu

n

Multiguna g - yoy (kanan)

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

0

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

. M

iliar

Kendaraan g - yoy (kanan)

Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau

Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Page 30: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

15

pemerintah Provinsi Riau pada tahun 2016. Sementara itu, bila dibandingkan

dengan realisasi triwulan I tahun-tahun sebelumnya, realisasi APBD Riau pada

triwulan laporan tercatat paling rendah sebesar 4,61% (yoy). Sedangkan realisasi

tertinggi triwulan I terjadi pada tahun 2010 yang mencapai 10,62% (yoy).

2.2. Investasi (PMTB)

Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan I 2016 tercatat melambat jika

dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 6,79% (yoy) menjadi 5,17% (yoy).

Kondisi ini disebabkan oleh menurunnya realisasi investasi baik Penanaman Modal

Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) pada triwulan I

2016. Realisasi PMDN Riau triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp42,46 miliar,

menurun signifikan dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencapai Rp265,27

Miliar. Sedangkan realisasi PMA triwulan laporan tercatat sebesar Rp.1,34 triliun,

lebih rendah dibandingkan realisasi PMA triwulan sebelumnya yang mencapai

Rp2,78 triliun. Jika dilihat dari pertumbuhan, PMDN Riau triwulan I 2016

mengalami kontraksi sebesar 15,91% (yoy), menurun signifikan dibandingkan

dengan PMDN triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh mencapai 93,63%.

Sementara itu, PMA menunjukkan kontraksi yang lebih dalam dari 0,86% (yoy)

pada triwulan IV 2015 menjadi kontraksi 20,05% (yoy) pada triwulan laporan.

Kondisi ini dipengaruhi oleh perilaku investor swasta yang masih cenderung

menunggu (wait and see) berdampak pada masih lemahnya kegiatan investasi, di

tengah upaya untuk mempercepat proyek-proyek infrastruktur pemerintah.

Adapun pendorong PMDN di Riau utamanya bersumber dari kegiatan investasi

konstruksi dan properti, sedangkan PMA di provinsi Riau didominasi oleh investasi

di bidang industri kimia dasar, barang kimia dan farmasi.

Grafik 1.9. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau

Grafik 1.10. Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

-200

-100

0

100

200

300

400

500

600

-

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

3.000.000

3.500.000

4.000.000

4.500.000

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

% yoyRp Juta Realisasi PMDN growth (yoy)

-500

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

% yoyUSD Ribu Realisasi PMA growth (yoy)

Page 31: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

16

2.3. Ekspor dan Impor

2.3.1. Ekspor

Kinerja net ekspor Provinsi Riau pada triwulan I 2016 tercatat mengalami kontraksi

sebesar 4,18% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi triwulan IV 2015 sebesar

0,42% (yoy). Sejalan dengan kinerja net ekspor, perkembangan ekspor luar negeri

Provinsi Riau pada triwulan laporan mengalami kontraksi sebesar 4,68% (yoy),

menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar

1,96% (yoy). Kontraksi kinerja ekspor pada triwulan laporan didorong oleh

perlambatan ekspor migas dan perbaikan kinerja sektor pertambangan dan

penggalian batubara yang belum menunjukkan perbaikan signifikan. Selain itu,

kinerja ekspor non migas juga tercatat melambat seiring dengan melambatnya

kinerja ekspor utama non migas Provinsi Riau yaitu minyak dan lemak nabati.

Berdasarkan komoditasnya, rendahnya pertumbuhan ekspor non migas Riau pada

triwulan laporan didorong oleh perlambatan ekspor CPO, pulp dan kertas serta

penurunan ekspor karet.

Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton)

2016

I II III IV I IV-15 I-16 IV-15 I-16

Makanan dan Hewan Bernyawa 426,03 378,30 398,85 530,07 1.733,24 385,27 9,85 9,21 10,48 (9,57)

Tembakau dan Minuman 6,89 9,54 5,53 5,97 27,93 7,47 0,11 0,18 (9,56) 8,38

Barang Mentah 741,56 711,78 737,73 729,47 2.920,53 685,76 13,56 16,39 (14,52) (7,52)

Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 28,20 53,34 15,37 22,16 119,06 40,08 0,41 0,96 10,79 42,10

Minyak dan Lemak Nabati 2.613,93 3.403,66 3.004,55 3.541,13 12.563,28 2.455,28 65,84 58,69 11,22 (6,07)

Bahan Kimia 118,96 171,17 114,89 136,84 541,85 172,27 2,54 4,12 (46,35) 44,81

Barang Manufaktur 412,50 396,91 420,91 413,11 1.643,43 437,40 7,68 10,45 (1,06) 6,04

Mesin dan Peralatan - 0,00 0,00 0,00 0,01 0,29 0,00 0,01 (96,31) 0,00

Hasil Olahan Manufaktur 0,00 0,00 0,01 0,00 0,01 - 0,00 - (98,95) (100,00)

Koin, bukan mata uang - - - - - - - - - -

4.348,07 5.124,70 4.697,83 5.378,75 19.549,34 4.183,82 100,00 100,00 3,11 (3,78) Total

Jenis 2015Pangsa (%) yoy (%)2015 (ribu ton)

Page 32: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

17

Berdasarkan hasil survei dan liaison, perlambatan kinerja subsektor industri

pengolahan kelapa sawit dipengaruhi oleh gejolak ekonomi di Amerika Serikat,

Eropa dan Tiongkok yang masih berlanjut sehingga mengakibatkan menurunnya

permintaan ekspor. Selain itu, belum stabilnya harga komoditas global turut

menggoncang kinerja perusahaan pada triwulan laporan. Sejalan dengan subsektor

industri makanan dan minuman, kinerja komoditas pulp dan kertas juga mengalami

perlambatan karena menurunnya permintaan kertas dari luar negeri sehubungan

dengan masih berlanjutnya politik dumping negara-negara kawasan Amerika

terhadap produk kertas Indonesia. Sementara itu, komoditas karet cenderung

melanjutkan tren penurunan sebagai dampak dari harga komoditas yang belum

menunjukkan perbaikan yang signifikan.

Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau

Grafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau

(20,0)

(10,0)

-

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

%

rib

u t

on

Vol (kiri) yoy (kanan)

(20,00)

(10,00)

-

10,00

20,00

30,00

40,00

-

100,0

200,0

300,0

400,0

500,0

600,0

700,0

800,0

900,0

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

%

rib

u t

on

Vol (kiri) yoy (kanan)

Grafik 1.11. Perkembangan Industrial Production Amerika Serikat

Sumber: Recent Economic Development Bank Indonesia

Page 33: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

18

Grafik 1.14. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau

Grafik 1.15. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau

Berdasarkan negara tujuan ekspornya, perlambatan ekspor non migas pada

triwulan laporan utamanya berasal dari penurunan ekspor ke Eropa yang tercatat

sebesar 501 ribu ton. Volume ekspor tersebut mengalami kontraksi sebesar

15,36% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

kontraksi 0,38% (yoy).

Grafik 1.16. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

(120,0)

(100,0)

(80,0)

(60,0)

(40,0)

(20,0)

-

20,0

40,0

60,0

-

50,0

100,0

150,0

200,0

250,0

300,0

350,0

400,0

450,0

500,0

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

%

ribu t

on

Vol (kiri) yoy (kanan)

-100

-50

0

50

100

150

200

250

-

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

%

rib

u t

on

Vol (kiri) yoy (kanan)

786 762 1.078 1.034

678 759 766 1.024 965 780 869 942 681 891 971 1.188 773

511 481

787 675 835 818 635

920 598

538 651 990

510 798 644

720

524

783 733

842 922 851 662 814

920

691 651 548

518

580

637 606

787

622

734 563

600 901

644 585 658

609

573 432

589

759

592

570 587

756

501

1.343 1.257

1.433 1.457

1.830 1.657 1.558

1.667

1.617 1.717

1.892

1.988

1.985

2.228

1.890

1.928

1.638

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

Cina India ASEAN MEE Lainnya

Page 34: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

19

Grafik 1.17. Growth Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Menurunnya pertumbuhan ekspor non migas ke Eropa utamanya tertahan oleh

peningkatan ekspor ke India. Volume ekspor ke India pada triwulan I 2016

mencapai 524 ribu ton, lebih tinggi jika dibandingkan volume ekspor triwulan yang

sama periode sebelumnya yang tercatat sebesar 510 ribu ton. Kinerja ekspor ke

India pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dari

kontraksi sebesar 27,30% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi 2,80% (yoy) pada

triwulan laporan seiring dengan pertumbuhan ekonomi India yang menunjukkan

peningkatan.

2.3.2. Impor

Perkembangan impor Riau pada triwulan I 2016 tercatat meningkat dari 3,38%

(yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi 4,89% (yoy) pada triwulan laporan.

Peningkatan impor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan laporan bersumber dari

peningkatan impor non migas yang mengalami perbaikan kinerja dari kontraksi

sebesar 43,14% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi kontraksi 7,40% (yoy) pada

triwulan laporan. Jika dilihat dari jenis barang non migas yang diimpor, impor

barang konsumsi mengalami peningkatan yang sangat signifikan, utamanya

bersumber dari peningkatan barang konsumsi durable goods. Hal ini juga

terindikasi dari peningkatan volume impor durable goods dan kredit konsumsi

durable goods. Sementara itu, peningkatan kinerja impor juga didorong oleh

perbaikan kontraksi impor barang modal dan impor barang intermedier pada

triwulan laporan yang masing-masing tercatat sebesar 69,59% (yoy) dan 9,13%

-120

-100

-80

-60

-40

-20

0

20

40

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

growth total

(% yoy)

growth per tujuan

(% yoy) Total Cina India ASEAN MEE Lainnya

Page 35: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

20

(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang masing-masing tercatat

kontraksi 93,11% (yoy) dan 36,34% (yoy). Kondisi ini juga dipengaruhi oleh

penguatan nilai tukar rupiah yang pada triwulan I 2016 secara rata-rata tercatat

sebesar Rp13.527,00/USD, membaik jika dibandingkan rata-rata nilai tukar rupiah

pada triwulan IV 2015 sebesar Rp13.773,00/USD.

Grafik 1.18. Perkembangan Impor Non Migas Riau

Grafik 1.19. Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau

Grafik 1.20. Perkembangan Volume

Impor Barang Intermedier

Grafik 1.21. Perkembangan Impor

Barang Konsumsi

3. PDRB SEKTORAL

Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan I 2016 secara

umum menunjukkan perlambatan. Perlambatan kinerja terjadi dari tiga sektor

utama yaitu sektor pertanian, industri pengolahan dan konstruksi. Selain itu,

beberapa sektor tersier seperti sektor transportasi dan pergudangan, sektor

penyediaan akomodasi makanan dan minuman, sektor informasi dan komunikasi

juga mengalami perlambatan. Sementara itu, sektor administrasi pemerintahan,

pertahanan dan jaminan sosial mengalami kontraksi sehingga menahan laju

pertumbuhan pada triwulan laporan. Namun demikian, perlambatan yang lebih

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

yoy,%Ribu Ton Volume (ribu ton) growth (rhs)

(200)

(100)

-

100

200

300

400

500

600

700

800

-

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

%ribu Ton Barang Modal(lhs) yoy (rhs)

(50)

(40)

(30)

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

60

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

%ribu Ton Barang intermedier (lhs) yoy (rhs)

(200)

(100)

-

100

200

300

400

500

600

-

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

%ribu Ton Barang Konsumsi (lhs) yoy (rhs)

Page 36: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

21

dalam tertahan oleh kontraksi yang semakin melandai di sektor pertambangan dan

penggalian, serta peningkatan yang terjadi pada sektor pengadaan listrik dan gas,

sektor perdagangan besar, eceran, reparasi mobil dan motor dan sektor jasa

keuangan.

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%)

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan I 2016

masih tercatat mengalami pertumbuhan positif sebesar 3,26% (yoy) namun

melambat jika dibandingkan triwulan IV 2015 yang tercatat sebesar 8,24% (yoy).

Perlambatan kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan

laporan terindikasi dari melambatnya subsektor pertanian, peternakan, perburuan

dan jasa pertanian yang memiliki kontribusi terbesar mencapai 0,94% terhadap

total pertumbuhan. Pada triwulan I 2016, pertumbuhan subsektor pertanian,

peternakan, perburuan dan jasa pertanian tercatat sebesar 6,01% (yoy), lebih

2015 2016

I II III IV I IV I

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,21 7,28 -4,54 -7,62 8,24 0,35 3,26 1,85 0,08 0,75

Pertambangan dan Penggalian -5,28 -8,43 -7,62 -6,07 -5,50 -6,91 -2,92 -1,64 -2,12 0,94

Industri Pengolahan 5,63 -0,48 0,94 4,28 9,58 3,61 5,48 2,32 0,86 -0,29

Pengadaan Listrik, Gas 6,81 8,32 8,67 8,51 1,18 6,43 19,55 0,00 0,00 0,00

Pengadaan Air 1,06 -2,90 3,10 2,55 7,01 2,41 2,00 0,00 0,00 -0,85

Konstruksi 8,46 4,59 5,07 8,06 7,69 6,39 3,84 0,63 0,51 -0,61

Perdagangan Besar, Eceran, Rep. Mobil Motor 3,82 1,36 0,57 0,58 3,97 1,63 4,61 0,36 0,14 -0,06

Transportasi dan Pergudangan 7,99 4,29 4,58 5,69 6,85 5,38 4,52 0,05 0,04 0,00

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,97 1,08 -2,17 -0,03 8,75 1,89 5,47 0,05 0,01 -0,13

Informasi dan Komunikasi 5,64 8,88 7,70 5,26 6,90 7,15 4,21 0,04 0,04 1,33

Jasa Keuangan 4,93 5,84 -3,44 -0,11 -0,69 0,35 1,72 -0,01 0,00 0,04

Real Estate 5,32 7,04 7,91 8,38 9,98 8,34 1,91 0,08 0,07 1,02

Jasa Perusahaan 12,84 6,98 7,09 8,31 8,25 7,67 0,19 0,00 0,00 0,00

Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sos. 1,53 1,38 6,08 5,92 4,21 4,39 -5,07 0,07 0,07 0,00

Jasa Pendidikan 5,90 6,29 6,47 8,91 3,94 6,35 0,63 0,02 0,03 0,00

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,40 11,68 8,92 11,06 8,26 9,94 0,17 0,02 0,02 0,00

Jasa lainnya 11,14 8,41 9,55 11,20 11,24 10,14 5,65 0,05 0,04 0,23

2,70 -0,01 -2,13 -1,38 4,45 0,22 2,34 4,45 0,22 0,01

5,92 2,83 -0,57 -0,28 6,20 2,01 3,52 6,20 2,01 0,02

2015

Kontribusi Pertumbuhan (%)

2016

Growth (% yoy)

2015 2015 2014

PDRB

PDRB Tanpa Migas

Uraian

Page 37: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

22

rendah dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 10,88% (yoy). Berdasarkan

informasi dari contact liaison, faktor yang mendorong perlambatan kinerja di sektor

pertanian berasal dari perlambatan perkebunan kelapa sawit sebagai dampak dari

kabut asap yang terjadi pada akhir tahun 2015 sehingga menyebabkan proses

pemupukan tertunda. Akibatnya, produktifitas sawit pada awal tahun 2016

mengalami penurunan. Selain itu, faktor lain yang turut menekan pertumbuhan

sektor pertanian adalah musim hujan yang terjadi pada awal triwulan laporan yang

berdampak terhadap gagal panennya ribuan hektar padi.

Grafik 1.22. Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian

Sumber: BPS Provinsi Riau

Grafik 1.23. Perkembangan Kredit Perkebunan Kelapa Sawit

Sumber : LBU Bank Indonesia

Perlambatan kinerja juga dikonfirmasi oleh perkembangan kredit berdasarkan

lokasi bank yang disalurkan ke sektor pertanian yang tumbuh dari 10,88% (yoy) di

triwulan IV 2015 melambat menjadi 9,57% (yoy) pada triwulan I 2016, atau secara

nominal mencapai Rp. 12,54 triliun. Kredit pertanian tersebut sangat didominasi

oleh kredit yang disalurkan ke perkebunan kelapa sawit (pangsa 91,37%), yang

mengalami perlambatan pertumbuhan dari 15,09% (yoy) pada triwulan IV 2015

menjadi 13,47% (yoy) pada triwulan laporan. Demikian juga dengan kredit yang

disalurkan ke perkebunan karet tercatat mengalami kontraksi yang semakin dalam

dari kontraksi 8,92% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi kontraksi 14,01% (yoy)

pada triwulan I 2016. Hal tersebut mengindikasikan melambatnya kinerja

perkebunan kelapa sawit dan kinerja perkebunan karet di Provinsi Riau yang masih

melanjutkan tren penurunan.

Sejalan dengan subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian,

kinerja subsektor kehutanan dan penebangan kayu turut menekan laju

pertumbuhan karena masih mengalami kontraksi sebesar 7,10% (yoy), lebih dalam

-15,00

-10,00

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

% yoy

Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian

Kehutanan dan Penebangan Kayu

Perikanan

0

10

20

30

40

50

60

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

Tri

liu

n

Kredit Kelapa Sawit g - yoy (kanan)

Page 38: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

23

dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 0,01% (yoy). Disisi

lain, subsektor perikanan juga mengalami perlambatan dari 3,01% (yoy) pada

triwulan IV 2015 menjadi 0,09% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan tersebut

diperkirakan karena cuaca ekstrim pada awal triwulan laporan akibat musim hujan

yang menimbulkan gelombang tinggi sehingga menjadi faktor penghambat untuk

melaut.

3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Kinerja sektor pertambangan Riau pada triwulan I 2016 relatif membaik

dibandingkan triwulan IV 2015, yaitu dari

kontraksi sebesar 5,50% (yoy) menjadi

kontraksi 2,92% (yoy). Kontraksi pada sektor

pertambangan utamanya didorong oleh

kontraksi pada subsektor pertambangan

minyak bumi dan gas bumi. Berdasarkan hasil

survei dan liaison, penurunan tersebut

disebabkan semakin berkurangnya cadangan

minyak bumi dan keterbatasan perusahaan

untuk melakukan eksplorasi dan investasi ditengah melemahnya harga minyak

yang tidak memenuhi nilai keekonomisannya. Kondisi ini juga tercermin dari

pencapaian lifting minyak bumi Provinsi Riau yang hingga triwulan I 2016 masih

cenderung melanjutkan tren penurunan. Pada bulan Januari 2016, total produksi

minyak kondesat di Provinsi Riau sebesar 263,07 ribu barrel per hari, menurun jika

dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 302,81 ribu barrel per hari.

Grafik 1.25. Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau

Sumber: Kementerian ESDM

Grafik 1.26. Perkembangan Kegiatan Usaha di Provinsi Riau

Sumber: SKDU Bank Indonesia

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

I II III IV I II III IV I II III IV Tw-I

2013 2014 2015 2016

SBT

Grafik 1.24. Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian

Sumber: BPS Prov. Riau (diolah)

-100,00

-80,00

-60,00

-40,00

-20,00

0,00

20,00

40,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

% yoy

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

Pertambangan Batubara dan Lignit

Pertambangan Bijih Logam

Pertambangan dan Penggalian Lainnya

Page 39: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

24

Kinerja lifting minyak bumi di Riau ke depannya diperkirakan akan semakin

menurun akibat penurunan produktivitas sumur minyak yang sudah tua (natural

declining) dan minimnya penemuan sumber cadangan minyak baru yang produktif

di Provinsi Riau. Beberapa perusahaan pertambangan minyak berusaha menahan

laju penurunan produksi melalui penggunaan alat-alat drilling berteknologi tinggi,

seperti injeksi uap dan mulai melakukan uji coba bahan-bahan kimia seperti injeksi

kuman serta bahan kimia lainnya agar dapat mengambil sisa-sisa minyak bumi

namun tingginya biaya investasi tidak sebanding dengan harga minyak saat ini

sehingga tidak memenuhi nilai keekonomisannya. Selain itu, perusahaan minyak

juga dihadapkan pada permasalahan perijinan antara lain meliputi ijin eksploitasi,

ijin pengembangan sumur dan fasilitas produksi, serta ijin lingkungan (AMDAL)

termasuk terkait pembuangan limbah, dimana terjadi tumpang tindih antara

peraturan beberapa pihak berwenang.

Di sisi lain, perbaikan kontraksi di sektor pertambangan dan penggalian bersumber

dari perbaikan kinerja pertambangan batu bara yang tercatat kontraksi sebesar

24,44% (yoy), membaik dibandingkan kontraksi triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 73,19% (yoy). Berdasarkan informasi dari contact liaison, kondisi ini

didorong oleh perkembangan harga batubara dunia yang mulai menunjukkan

peningkatan, sehingga perusahaan berupaya untuk terus mempertahankan

produksi dalam rangka menjaga eksistensi perusahaan dan memenuhi kontrak

dengan buyer pada triwulan laporan.

3.3. Sektor Industri Pengolahan

Kinerja sektor industri pengolahan dengan migas pada triwulan I 2016 tumbuh

5,48% (yoy), namun melambat jika dibandingkan triwulan IV 2015 yang tercatat

sebesar 9,58% (yoy). Perlambatan kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan

laporan didorong oleh perlambatan subsektor industri makanan dan minuman,

subsektor industri kertas dan barang dari kertas, dan subsektor industri karet,

barang dari karet dan plastik. Pertumbuhan kinerja subsektor industri makanan dan

minuman pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 5,77% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,38%. Perlambatan

kinerja industri makanan dan minuman diperkirakan terutama bersumber dari

industri pengolahan kelapa sawit. Berdasarkan hasil survei dan liaison, perlambatan

kinerja subsektor industri pengolahan kelapa sawit dipengaruhi oleh gejolak

Page 40: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

25

ekonomi di Amerika Serikat, Eropa dan Tiongkok yang masih berlanjut sehingga

mengakibatkan menurunnya permintaan ekspor. Selain itu, belum stabilnya harga

komoditas global turut menggoncang kinerja perusahaan pada triwulan laporan.

Sejalan dengan subsektor industri makanan dan minuman, subsektor industri kayu

dan barang dari kayu juga mengalami perlambatan dari 10,36% (yoy) pada

triwulan laporan menjadi 7,70% (yoy) pada triwulan laporan. Berdasarkan

informasi dari contact liaison, perlambatan tersebut disebabkan oleh menurunnya

permintaan kertas dari luar negeri sehubungan dengan masih berlanjutnya politik

dumping negara-negara kawasan Amerika terhadap produk kertas Indonesia.

Pertumbuhan subsektor industri karet, barang dari karet dan plastik juga tercatat

melambat 3,65% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar

15,74%. Perlambatan ini utamanya disebabkan oleh harga komoditas yang belum

menunjukkan perbaikan yang signifikan. Berdasarkan hasil survei dan liaison,

minimnya pasokan bahan baku mengakibatkan kinerja perusahaan di subsektor

industri pengolahan karet juga semakin menurun.

Di sisi lain, perlambatan kinerja sektor industri pengolahan tertahan oleh

peningkatan kinerja subsektor industri batubara dan pengilangan migas seiring

dengan perbaikan kinerja perusahaan batubara untuk menjaga eksistensinya

dengan meningkatkan produksi untuk memenuhi kontrak pada triwulan laporan.

Perlambatan kinerja sektor industri pengolahan juga dikonfirmasi oleh hasil Survei

Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia yang menunjukkan perkembangan kegiatan

usaha sektor industri pengolahan pada triwulan I 2016 relatif melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya.

Grafik 1.27 Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan

Sumber : BPS Provinsi Riau

Grafik 1.28. Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Industri Pengolahan

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia

-15,00

-10,00

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

% yoy

Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik

Industri Makanan dan Minuman

Industri Kertas dan Barang dari Kertas, Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman

Industri Batubara dan Pengilangan Migas -7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

I II III IV I II III IV I II III IV Tw-I

2013 2014 2015 2016

SBT

Page 41: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

26

3.4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor

Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda

motor pada triwulan I 2016 tercatat perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya,

yaitu dari 3,97% (yoy) menjadi 4,61% (yoy). Peningkatan pada sektor ini terutama

didorong oleh peningkatan kinerja subsektor perdagangan mobil, sepeda motor

dan reparasinya yang pada triwulan IV 2015 tercatat kontraksi sebesar 0,03%

(yoy), meningkat menjadi 0,14% (yoy) pada triwulan laporan. Kondisi ini sejalan

dengan peningkatan konsumsi rumah tangga yang tercermin dari peningkatan

Indeks Rata-rata Penggunaan Penghasilan Konsumen untuk pengeluaran barang

transpor.

Grafik 1.29. Pertumbuhan Sektor Perdagangan berdasarkan subsektor

Sumber: BPS Provinsi Riau

Grafik 1.30. Jenis Pengeluaran Rumah Tangga

Sumber: Survei Konsumen BI

Disisi lain, pertumbuhan kinerja subsektor perdagangan besar dan eceran triwulan I

2016 tercatat sebesar 4,27% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan triwulan IV

2015 yang tercatat sebesar 6,11% (yoy). Faktor yang menahan perbaikan kinerja

subsektor tersebut diperkirakan akibat penguatan nilai tukar rupiah yang masih

terbatas hingga triwulan laporan, sehingga harga barang-barang impor dan bahan

baku relatif tinggi. Selain itu, perkembangan perekonomian yang melambat juga

mensinyalir penurunan daya beli masyarakat sehingga kegiatan jual-beli tidak dapat

berjalan optimal.

-6,00

-4,00

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

% yoy

Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya Perdagangan Besar dan Eceran

50

70

90

110

130

150

170

190

210

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2013 2014 2015 2016

Indeks

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Pengeluaran Konsumsi Pengeluaran Barang Transpor

Page 42: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

27

Namun demikian, jika dilihat dari kredit perbankan, peningkatan pertumbuhan

sektor perdagangan juga tercermin dari membaiknya kontraksi kredit subsektor

perdagangan besar dan eceran makanan, minuman, dan tembakau serta

meningkatnya pertumbuhan penyaluran kredit untuk subsektor perdagangan

eceran komoditi lainnya (bukan makanan, minuman, dan tembakau) berdasarkan

lokasi bank di Provinsi Riau. Pada triwulan I 2016, jumlah kredit yang disalurkan ke

subsektor perdagangan besar dan eceran makanan, minuman, dan tembakau

mencapai Rp2,42 triliun, tumbuh 3,18% atau lebih baik dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat kontraksi sebesar 2,11% (yoy). Sementara itu,

penyaluran kredit ke subsektor perdagangan besar dan eceran komoditi lainnya

juga mencapai Rp728,6 miliar atau tumbuh 13,06% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,93% (yoy).

3.5. Sektor Konstruksi

Kinerja sektor konstruksi pada triwulan

I 2016 melambat dibandingkan

triwulan IV 2015. Pertumbuhan sektor

konstruksi di Provinsi Riau pada

triwulan laporan tercatat sebesar

3,84% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya

yang mencapai 7,69% (yoy).

Grafik.1.31. Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan,

Minuman dan Tembakau di Riau

Sumber: LBU Bank Indonesia

Grafik.1.32. Perkembangan Kredit Perdagangan Besar & Eceran Komoditi

Lainnya di Riau

Sumber: LBU Bank Indonesia

Grafik 1.33. Konsumsi Semen Riau

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia

-50

0

50

100

150

200

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

Tri

liu

n

Perdagangan eceran didominasi makanan, minuman dan tembakau

g - yoy (kanan)

-15

-10

-5

0

5

10

15

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

Tri

liu

n

Perdagangan eceran komoditi lainnya (bukan makanan, minuman dan tembakau)

g - yoy (kanan)

-20

-10

0

10

20

30

40

50

-

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

%

rib

u T

on

Konsumsi Semen (kiri) g.yoy (kanan)

Page 43: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

28

Melambatnya pertumbuhan konstruksi pada triwulan laporan diindikasikan dengan

perlambatan realisasi konsumsi semen yaitu dari 546 ribu ton pada triwulan IV

2015 menjadi 374 ton pada triwulan laporan. Secara tahunan, pertumbuhan

konsumsi semen di Riau tercatat tumbuh sebesar 6,28% (yoy), lebih tinggi jika

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,29% (yoy). Perlambatan

investasi PMDN dan PMA di bidang konstruksi diperkirakan mendorong

perlambatan kinerja sektor ini pada triwulan laporan. Selain itu, belum

terealisasinya proyek-proyek pemerintah seiring dengan pola musiman belanja

pemerintah di awal tahun yang masih relatif terbatas turut menjadi faktor yang

menahan pertumbuhan sektor konstruksi1.

1 Pembahasan terkait realisasi APBD dapat dilihat pada Bab IV Buku KEKR ini.

Page 44: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

BOKS 1 PEMANFAATAN CPO SUPPORTING FUND

Kelapa sawit merupakan komoditas strategis penyumbang cadangan devisa non migas

terbesar. Provinsi Riau merupakan provinsi yang memiliki areal perkebunan terluas di Indonesia.

Total areal perkebunan sawit di Provinsi Riau tercatat sekitar 5,5 juta Ha, terdiri dari 1,5 juta Ha

kebun petani rakyat dengan komposisi 134.212 Ha merupakan kebun plasma petani. Sebagian

besar (80%) dari kebun plasma petani tersebut telah memasuki usia replanting. Kegiatan

replanting seharusnya sudah mulai dilakukan sejak tahun 2006. Namun realisasi sampai dengan

2016, baru sekitar 60.000 Ha yang sudah direplanting. Pada awal tahun 1990, para petani

berinisiatif untuk melakukan penanaman tanpa memperoleh bimbingan/bantuan teknis dari

pemerintah daerah dan menggunakan sumber daya yang kurang memadai sehingga 65% dari

bibit yang digunakan bukan merupakan bibit unggul (Hasil FGD KPw.Bank Indonesia dengan

asosiasi dan pelaku usaha industri sawit, Februari 2016.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah mengeluarkan Peraturan Menteri

Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan,

Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain. Untuk

mendukung kebijakan tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No.113

Tahun 2105 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit

(BPDPKS). Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini bertugas untuk

mengumpulkan dan mengelola dana pungutan atau yang dikenal dengan CPO Supporting Fund

(CSF) dalam rangka mendukung pengembangan industri kelapa sawit berkelanjutan.

Tabel Mandatori Biodiesel

Sumber : Kementerian ESDM

2015 2020 2025 2015 2020 2025

Transportation (PSO) 5% 10% 20% 15% 20% 30%

Transportation (Non PSO) 7% 10% 20% 15% 20% 30%

Industri 10% 15% 20% 15% 20% 30%

Kelistrikan 10% 15% 20% 25% 30% 30%

Mandatori Biodiesel

Permen ESDM No.32/2008

Mandatori Biodiesel

Permen ESDM No.12/2015Sektor

Page 45: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

Mempertimbangkan kondisi saat ini, pungutan tersebut dinilai cukup memberatkan petani,

bahkan pada saat produksi mengalami penurunan dan belum stabilnya harga komoditas dunia,

petani tetap dikenakan pajak TBS sebesar 10%. Selain pajak yang dikenakan terhadap Tandan

Buah Segar (TBS), pelaku usaha juga dibebankan dengan pungutan termasuk pajak ekspor CPO

dan turunannya. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yang diberlakukan

sejak 10 Juli 2015, menetapkan dana pungutan sebesar US$ 50 per ton produk ekspor CPO dan

US$ 30 per ton ekspor produk turunan CPO. Apabila harga patokan ekspor melampaui US$ 750

ton, pengekspor wajib membayarkan bea keluar sebesar 7,5%.

Tabel Kinerja Crude Palm Oil (CPO) Dunia

Sumber : USDA, Maret 2016

Total CPO Supporting Fund yang dihimpun selama tahun 2015 tercatat sekitar Rp.6,9

Triliun, dengan alokasi sekitar sekitar Rp.544 Miliar untuk subsidi biodiesel. Pada tahun 2016,

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan mengucurkan dana sebesar Rp.9,5

Triliun dengan rencana alokasi penggunaan Rp.8 Triliun untuk subsidi pembayaran selisih kurang

antara HIP BBM Jenis Minyak Solar dengan HIP BBN Jenis Biodiesel, sisanya sebesar Rp.1,5 Triliun

digunakan untuk kegiatan riset, replanting, dan sebagainya.

Page 46: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

Berdasarkan hasil FGD yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

dengan pelaku usaha dan asosiasi kelapa sawit pada tanggal 29 Februari 2016 lalu, pengenaan

pajak pungutan ekspor CPO dibebankan kembali kepada petani kelapa sawit, namun petani hanya

menerima sebagian kecil dari dana pungutan yang telah terhimpun tersebut. Dalam ekonomi

kerakyatan, pungutan ekspor yang dikembalikan kepada masyarakat akan menghasilkan multiplier

effect yang cukup signifikan bagi perekonomian setempat. Oleh sebab itu, penggunaan alokasi

CPO Fund tersebut perlu direview kembali dan diharapkan dapat dialihkan ke alokasi dana untuk

membantu kebutuhan replanting dan pengembangan petani swadaya serta petani plasma kelapa

sawit.

Disisi lain, kebutuhan biaya replanting tercatat sekitar Rp.60 juta/Ha, namun dana yang

disalurkan kepada petani dari Badan Layanan Umum (BLU) hanya sebesar Rp.35 juta, sedangkan

sisanya ditanggung sendiri oleh pihak petani. Selain itu, dana hibah untuk replanting sampai

dengan tanam dan pemeliharaan 1 tahun pertama tercatat sebesar Rp.25 juta/Ha, sedangkan yang

dibutuhkan adalah sebesar Rp.43,5 juta/Ha sehingga terdapat kekurangan dana sebesar Rp.18,5

juta/Ha. Kekurangan biaya tersebut diharapkan dapat ditutup melalui bantuan dari pemerintah baik

pusat maupun daerah, termasuk support dari alokasi CPO Fund. Demikian juga dengan masalah

pembiayaan bagi petani kelapa sawit, sejumlah petani kelapa sawit mengharapkan agar

mekanisme pemberian kredit perbankan lebih dipermudah. Untuk mendukung optimalisasi

pemanfaatan CPO Supporting Fund diperlukan pula regulasi terkait proteksi harga sawit setempat

agar kesejahteraan petani kelapa sawit tidak terganggu, serta mengingat besarnya kontribusi

subsektor perkebunan kelapa sawit terhadap perekonomian Provinsi Riau.

Page 47: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

BOKS 2 STRATEGI & IMPLEMENTASI DALAM PENGEMBANGAN KOTA CERDAS

Secara garis besar, kota cerdas merupakan pengembangan, penerapan, dan implementasi tatanan kota

yang menggunakan teknologi digital untuk meningkatkan kualitas kehidupan, mengurangi biaya dan

konsumsi sumber daya. Selain itu, implementasi kota cerdas ini dapat membantu meningkatkan

interaksi antar kota dan warganya secara lebih efektif sebagaimana yang tertuang dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Pada dasarrnya, sebuah kota/wilayah diklasifikasikan

sebagai kota cerdas jika memiliki 6 kriteria sebagai berikut:

Pengembangan kota cerdas meliputi beberapa tahapan, antara lain;

Ad.Hoc : Pengembangan dasar atau tahap rencana

Opportunistic : Kolaborasi secara proaktif antar departemen dan stakeholder

Repeatable : Terintegrasi, fokus untuk peningkatan hasil pelayanan

Smart Economy (Competitiveness)

•Innovative spirit

•Entrepreneurship

•Economic image & trademarks

•Productivity

•Flexibility of labour market

•International embeddedness

•Ability to transform

Smart People (Social and Human Capital)

•Level of qualification

•Affinity to life long learning

•Social and ethnic plurality

•Flexibility

•Creativity

•Cosmopolitan/Open-mindedness

•Participation in public life

Smart Governance (Participation)

•Participation in decision making

•Public and social services

•Transparent governance

•Political strategies & perspectives

Smart Mobility (Transport and ICT)

•Local accessibility

•(Inter-) national accessibility

•Availability of ICT-infrastructure

•Sustainable, innovative and safe transport systems

Smart Environment (Natural Resources)

•Attractivity of natural conditions

•Pollution

•Environmental protection

•Sustainable resource management

Smart Living (Quality of Life)

•Cultural facilities

•Health conditions

•Individual safety

•Housing quality

•Education facilities

•Touristic attractivity

•Social cohesion

Tabel Kriteria Kota Cerdas

Page 48: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

Managed : Sistem yang diperuntukkan mendukung aliran data/informasi dan proses

kerja serta memiliki standar

Optimis : Implementasi yang berkelanjutan dalam mencapai pertumbuhan yang

Berkelanjutan

Berdasarkan hasil pemetaan implementasi di Sumatera, perkembangan kota cerdas masih terfokus pada

smart government. Hal ini mengindikasikan cukup besarnya gap implementasi kota cerdas antar kota di

wilayah Sumatera. Sementara itu, jika dilihat dari tahapan pengembangan kota cerdas, Pekanbaru

berada pada tahapan Opportunistic yang merupakan kolaborasi secara proaktif antar departemen dan

stakeholder.

Untuk mendukung implementasi Kota Cerdas di Pekanbaru, terdapat beberapa rekomendasi yang perlu

mendapatkan perhatian pemerintah daerah, sebagai berikut:

Penyediaan sarana dan prasarana transportasi dan infrastruktur yang memadai

Pemberdayaan masyarakat termasuk UMKM dan Koperasi

Peningkatan kualitas pelayanan publik dan perbaikan prosedur perizinan

Percepatan masterplan pengembangan kota cerdas

Membentuk komitmen dan dasar hukum pengembangan kota cerdas

Melakukan kerjasama dengan vendor (mitra kerja) pendukung melalui Memorandum of

Understanding

Pengintegrasian dan konektivitas antar aplikasi.

-1,0

1,0

3,0

5,0

SmartEconomy

SmartPeople

SmartGovern…

SmartMobility

SmartEnviron…

SmartLiving

Pekanbaru

(1,00)

1,00

3,00

5,00Smart Economy

Smart People

SmartGovernment

Smart Mobility

SmartEnvironment

Smart Living

SUMATERA

Tabel Klasifikasi Tahapan Kota Cerdas Pekanbaru dan Sumatera

Page 49: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

29

1. KONDISI UMUM

Perkembangan inflasi Provinsi Riau pada triwulan I 2016 berada pada level di

bawah perkiraan sebelumnya. Meski demikian tekanan inflasi Riau pada triwulan I

2016 (yoy)1 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Peningkatan tekanan inflasi terutama bersumber dari kelompok volatile food akibat

kenaikan harga pada kelompok bahan makanan, terutama berasal dari

subkelompok bumbu-bumbuan, padi-padian, ikan segar dan sayur-sayuran.

Komoditas utama penyumbang inflasi dari kelompok tersebut ialah cabai merah,

bawang merah, bawang putih, beras, jengkol, cabai rawit, patin dan buncis.

Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan gangguan produksi selama musim

1 yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya

PERKEMBANGAN

INFLASI DAERAH

Bab 2

Page 50: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

30

hujan di wilayah sentra produksi di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Jawa,

serta berakhirnya masa panen padi. Namun demikian, peningkatan laju inflasi

tertahan oleh penurunan harga komoditas pada akhir triwulan seperti daging ayam

ras, telur ayam ras, ikan gabus, daging sapi, kentang dan wortel karena

meningkatnya pasokan sehingga mendorong penurunan harga pada komoditas

tersebut. Sejalan dengan inflasi kelompok volatile food, kelompok administered

price juga mengalami peningkatan inflasi secara tahunan akibat koreksi harga pada

kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang tidak sedalam awal tahun

lalu.

Sebaliknya, pergerakan inflasi kelompok core tercatat mengalami penurunan

sebagai dampak relatif terjaganya nilai tukar rupiah yang mulai menunjukkan trend

penurunan sejak awal tahun 2016. Disamping itu, penurunan tingkat inflasi ini juga

turut dipengaruhi oleh penurunan daya beli masyarakat akibat perlambatan

ekonomi Riau yang menyebabkan penurunan permintaan secara umum. Selain itu,

pada akhir bulan triwulan laporan perlambatan tekanan inflasi inti didorong oleh

penurunan harga beberapa bahan bangunan seperti batu bata, semen, dan seng,

serta beberapa obat-obatan. Di sisi lain, hal utama yang menahan laju penurunan

inflasi inti adalah kenaikan harga komoditas emas perhiasan dan kenaikan harga

sepeda motor seiring dengan kenaikan harga emas di pasar global dan kenaikan

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) hingga 30%.

2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU

Inflasi Riau pada triwulan I-2016 tercatat sebesar 4,42% (yoy), lebih tinggi jika

dibandingkan triwulan IV-2015 yang tercatat sebesar 2,65%. Kondisi ini sejalan

dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan peningkatan dari

3,35% pada triwulan IV-2015 menjadi 4,45% pada triwulan I-2016. Namun, jika

dibandingkan dengan rata-rata historisnya 5 tahun terakhir 2011-2015, inflasi Riau

pada triwulan I-2016 masih tercatat lebih rendah.

Page 51: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

31

Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw I 2016 dibandingkan dengan Historisnya (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Secara tahunan, peningkatan inflasi Riau bersumber dari kelompok volatile food

akibat kenaikan harga cabai merah, bawang merah, bawang putih dan beras pada

akhir triwulan. Kenaikan tersebut terjadi seiring dengan gangguan produksi selama

musim hujan di wilayah sentra produksi di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan

Jawa, serta berakhirnya masa panen padi. Disamping itu, tekanan inflasi juga

terjadi pada kelompok administered price bersumber dari kenaikan harga tarif listrik

akibat penyesuaian harga tarif listrik rumah tangga golongan 1.300VA-2.200VA

pada bulan Januari 2016 (meskipun menurun pada 2 bulan berikutnya) dan

penurunan harga BBM yang tidak sedalam dengan penurunan harga pada awal

tahun lalu. Disisi lain, tekanan inflasi inti terutama bersumber dari kenaikan harga

komoditas emas perhiasan yang didorong oleh kenaikan harga emas di pasar

global seiring dengan ketidakpastian peningkatan Fed Fund Rate (FFR) dan

kenaikan harga sepeda motor akibat kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

hingga 30%.

Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota

Dumai yaitu mencapai 4,84% (yoy), diikuti oleh Pekanbaru dan Tembilahan

masing-masing 4,39% (yoy) dan 4,00% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga kota

tersebut menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Namun demikian, pencapaian inflasi tersebut juga menunjukkan

disparitas inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan

Dumai) relatif mengecil.

2.65 4.42

6.23

Tw IV Tw I Avg Tw I

2015 2016 2011 - 2015

Riau

3.35 4.45

6.04

Tw IV Tw I Avg Tw I

2015 2016 2011 - 2015

Nasional

Page 52: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

32

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan

Nasional (yoy)

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota

di Riau (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau,

sumber peningkatan tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan I 2016 terutama

berasal dari peningkatan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok makanan

jadi, kelompok perumahan, kelompok transportasi dan komunikasi, serta kelompok

pendidikan, rekreasi dan olahraga dengan kontribusi masing-masing sebesar

2,34%, 1,00%, 0,49%, 0,33% dan 0,25% terhadap inflasi Riau. Kelompok bahan

makanan, kelompok transportasi dan komunikasi, kelompok pendidikan, rekreasi

dan olahraga serta kelompok sandang mengalami peningkatan kontribusi

dibandingkan triwulan sebelumnya. Sebaliknya kelompok perumahan, kelompok

makanan jadi dan kelompok kesehatan mengalami penurunan kontribusi

dibandingkan triwulan sebelumnya. Adapun kelompok barang dan jasa yang

memberikan kontribusi terkecil adalah kelompok kesehatan dan kelompok sandang

masing-masing memberikan kontribusi sebesar 0,09% dan 0,15%.

Apabila dilihat level inflasinya, tingkat inflasi tertinggi pada triwulan I-2016 dialami

oleh kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan

tembakau masing-masing sebesar 9,27% (yoy) dan 4,89% (yoy), diikuti kelompok

pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 2,32% (yoy).

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

% (yoy) Nas Riau Smt

4.39

4.84

4.00

4.42

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

% (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan Riau

Page 53: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

33

Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy)

Sementara itu, perkembangan inflasi Riau secara triwulanan menunjukkan

penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 1,25%

menjadi 0,45% (qtq). Angka inflasi Riau pada triwulanan laporan juga lebih turun

jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya dalam kurun waktu 5 (lima) tahun

terakhir yang tercatat sebesar 0,77% (qtq).

Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq)

Sumber : BPS, diolah

Menurunnya tekanan inflasi Riau secara triwulanan didorong oleh menurunnya

harga subkelompok daging dan hasil-hasilnya; telur, susu dan hasil-hasilnya; bahan

bakar, penerangan dan air; sayur-sayuran dan transpor. Dilihat dari komoditasnya,

Page 54: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

34

penurunan harga utamanya bersumber dari penurunan daging ayam ras, telur

ayam ras, tarip listrik dan ikan gabus. Penurunan harga daging ayam ras dan telur

ayam ras diperkirakan seiring dengan panen Day Old Chick (DOC) dan

meningkatnya impor jagung yang mampu meredam peningkatan harga pakan

ternak. Selain itu beberapa upaya pengendalian inflasi di Provinsi Riau juga mulai

diintensifkan pelaksanaannya, antara lain operasi pasar oleh Bulog Divre Riau-Kepri,

monitoring tata niaga LPG (dikoordinir oleh Pertamina dan Disperindag), upaya

peningkatan produksi pangan lokal melalui pencetakan sawah baru di beberapa

lokasi dan program urban farming di bebebrapa wilayah perkotaan. Lebih lanjut,

TPID Riau juga memiliki beberapa rencana kegiatan intervensi dalam rangka

stabilisasi harga pangan 2016, antara lain operasi pasar dan pasar murah, sidak

distributor/gudang dengan melibatkan seluruh unsur antar Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD)/Instansi swasta di tingkat Kabupaten/Kota.

Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw I di Provinsi Riau (qtq)

Sumber : BPS, diolah

Berdasarkan kota yang disurvei di Provinsi Riau, maka inflasi triwulanan terbesar

terjadi di kota Dumai sebesar 1,21% (qtq), sementara inflasi di Tembilahan dan

Pekanbaru masing-masing sebesar 0,68% (qtq) dan 0,29% (qtq). Inflasi triwulanan

di Pekanbaru tercatat lebih rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang

sebesar 1,45% (qtq), sebaliknya inflasi di Dumai tercatat lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya sebesar 0,48% (qtq). Sementara itu jika dibandingkan dengan historis

5 tahun terakhir, inflasi triwulanan Pekanbaru dan Tembilahan pada triwulan

laporan lebih rendah, sedangkan Dumai menjadi satu-satunya daerah yang

mengalami inflasi lebih tinggi dibandingkan historis 5 tahun terakhir yang sebesar

0,18% (qtq).

1.00

0.770.87

0.18

0.88

0.62

0.45

0.29

1.21

0.68

-0.5

0.5

1.5

Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan

% (qtq) Historis 2011-2015 Tw I-2016

Page 55: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

35

Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, kelompok

transportasi & komunikasi dan kelompok perumahan merupakan kelompok yang

mengalami deflasi sebesar -1,24% (qtq) dan -0,07% (qtq). Kedua kelompok

tersebut memberikan andil pada inflasi triwulan laporan masing-masing sebesar -

0,19% dan -0,02%. Sementara itu, kelompok bahan makanan merupakan

kelompok yang mengalami inflasi triwulanan tertinggi yaitu 1,49% (qtq) sehingga

memberikan andil inflasi secara keseluruhan 0,38%.

Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw I 2016 di Riau (qtq)

Sumber : BPS, diolah

2.1. Inflasi Kota

2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru

Pada triwulan I-2016, Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 4,39% (yoy), lebih

tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 2,71% (yoy).

Peningkatan tekanan inflasi terutama terjadi pada kelompok volatile food, akibat

peningkatan harga komoditas bumbu-bumbuan terutama cabai merah, bawang

merah dan bawang putih seiring dengan gangguan produksi selama musim hujan

di wilayah sentra produksi di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Jawa. Sumber

peningkatan inflasi juga bersumber dari kelompok core akibat kenaikan harga emas

perhiasan, biaya pendidikan dan harga sepeda motor. Laju tekanan inflasi tertahan

oleh penurunan harga daging ayam ras dan telur ayam ras pada kelompok volatile

food, serta kelompok administered price akibat menurunnya tarif listrik, angkutan

udara dan bensin pada triwulan laporan.

Page 56: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

36

Dilihat berdasarkan kelompok barang jasa, inflasi tertinggi dialami oleh kelompok

bahan makanan (10,09%, yoy) dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok,

tembakau (4,42%, yoy), selanjutnya diikuti oleh inflasi pada kelompok pendidikan,

rekreasi, olahraga (2,94%, yoy), kelompok perumahan (2,37%, yoy), kelompok

transportasi & komunikasi (2,11%, yoy) dan kelompok sandang dan kesehatan

yang masing-masing tercatat sebesar 1,91% (yoy) dan 1,51% (yoy).

Sebagian besar kelompok komoditas mengalami inflasi yang lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya, dengan peningkatan terbesar terjadi pada

kelompok bahan makanan dari 5,79% (yoy) menjadi 10,09% (yoy), kelompok

transportasi & komunikasi dari -3,05% (yoy) menjadi 2,11% (yoy), serta kelompok

pendidikan, rekreasi, olahraga dari 1,75% (yoy) menjadi 2,94% (yoy),. Sebaliknya,

kelompok komoditas yang mengalami penurunan laju inflasi yaitu kelompok

kesehatan dari 2,51% (yoy) menjadi 1,51% (yoy), kelompok perumahan dari

3,31% (yoy) menjadi 2,37% (yoy) dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok

tembakau dari 4,96% (yoy) menjadi 4,42% (yoy).

Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw I (2011-

2015)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw I

2016

2.1.2. Inflasi Kota Dumai

Sejalan dengan perkembangan inflasi kota Pekanbaru, inflasi kota Dumai juga

mengalami peningkatan dari 2,63% (yoy) menjadi 4,84% (yoy). Peningkatan inflasi

kota Dumai terutama bersumber dari peningkatan inflasi volatile food akibat

keterbatasan pasokan cabai merah, beras dan bawang merah akibat keterbatasan

-2

-1

0

1

2

3

4

5

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

% (qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy

Page 57: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

37

pasokan, serta peningkatan inflasi kelompok core yang berasal dari kelompok

makanan jadi, minuman, rokok & tembakau akibat kenaikan harga bahan baku.

Peningkatan inflasi juga terjadi pada kelompok administered price akibat kenaikan

tarip parkir, rokok kretek filter dan bahan pelumas/oli.

Apabila dilihat per kelompok komoditas, peningkatan inflasi tertinggi terjadi pada

kelompok bahan makanan dari -2,23% (yoy) menjadi 5,84% (yoy), diikuti

kelompok transportasi & komunikasi dari -3,23% (yoy) menjadi 2,08% (yoy), serta

kelompok kesehatan dari 3,69% (yoy) menjadi 5,40% (yoy). Sebaliknya penurunan

tekanan inflasi terjadi pada kelompok perumahan dari 4,00% (yoy) menjadi 1,77%

(yoy), kelompok makanan jadi dari 10,45% (yoy) menjadi 8,32% (yoy), kelompok

sandang dari 5,27% (yoy) menjadi 4,39% (yoy) dan kelompok pendidikan, rekreasi,

olahraga dari 7,89% (yoy) menjadi 7,58% (yoy).

Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw I (2011-2015)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016

2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan

Inflasi yang terjadi di Kota Tembilahan tercatat sebagai inflasi terendah di Provinsi

Riau yaitu mencapai 4,00% (yoy) pada triwulan I 2016. Searah dengan kedua kota

lainnya, tekanan inflasi Kota Tembilahan pada triwulan laporan mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,06% (yoy),

terutama akibat kenaikan harga komoditas volatile food seperti bawang merah dan

cabai merah, beras, cabai rawit dan bawang putih. Kenaikan harga ini

menyebabkan peningkatan tekanan inflasi yang signifikan terhadap inflasi

kelompok bahan makanan dari 2,72% (yoy) menjadi 7,51% (yoy).

-2

-1

0

1

2

3

4

5

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

% (qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy

Page 58: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

38

Selain itu, tekanan inflasi dari kelompok core berasal dari kenaikan harga emas

perhiasan yang dipengaruhi oleh kenaikan harga emas di pasar global. Disisi lain

tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok administered price yang bersumber dari

kelompok transportasi & komunikasi sehingga meningkatkan tekanan inflasi

dibandingkan dari -3,02% (yoy) menjadi 1,89% (yoy).

Kelompok komoditas lainnya yang mengalami peningkatan inflasi adalah kelompok

sandang dari 1,63% (yoy) menjadi 2,19% (yoy) dan kelompok makanan jadi dari

2,83% (yoy) menjadi 3,26% (yoy). Sedangkan penurunan tekanan inflasi terjadi

pada kelompok perumahan dari 4,15% (yoy) menjadi 2,08% (yoy), kelompok

kesehatan 4,69% (yoy) menjadi 4,14% (yoy) dan kelompok pendidikan, rekreasi,

olahraga dari 4,88% (yoy) menjadi 4,84% (yoy).

Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.12. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw I 2016

2.2. Disagregasi Inflasi2 (yoy)

Peningkatan tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan, utamanya didorong oleh

kelompok volatile food akibat kenaikan harga yang terjadi pada kelompok bahan

makanan, terutama berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan, padi-padian, ikan

segar dan sayur-sayuran. Komoditas utama penyumbang inflasi dari kelompok

tersebut ialah cabai merah, bawang merah, bawang putih, beras, jengkol, cabai

rawit, patin dan buncis. Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan gangguan

2 Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok

Page 59: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

39

produksi selama musim hujan di wilayah sentra produksi di Sumatera Barat,

Sumatera Utara dan Jawa dan berakhirnya masa panen padi.

Sejalan dengan inflasi kelompok volatile food, peningkatan juga terjadi pada

kelompok core akibat kenaikan harga komoditas emas perhiasan seiring dengan

kenaikan harga emas di pasar global, serta kenaikan harga kendaraan bermotor

akibat kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) hingga 30% namun peningkatan

tersebut tidak setinggi triwulan sebelumnya.

Sebaliknya, peningkatan laju inflasi tertahan oleh penurunan harga dari kelompok

administered price akibat penurunan tarif listrik dan harga bensin sebagai lanjutan

koreksi harga pada triwulan laporan.

Grafik 2.13. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy)

2.2.1. Inflasi Inti (Core)

Laju inflasi inti pada triwulan I 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan

IV 2015 sebagai dampak relatif terjaganya nilai tukar rupiah yang mulai

menunjukkan trend penurunan sejak awal tahun 2016. Penurunan tingkat inflasi ini

juga turut dipengaruhi oleh penurunan daya beli masyarakat akibat perlambatan

ekonomi Riau yang menyebabkan penurunan permintaan secara umum. Selain itu,

pada akhir periode triwulan laporan perlambatan tekanan inflasi inti didorong oleh

penurunan harga beberapa bahan bangunan seperti batu bata, semen, dan seng,

serta beberapa penurunan harga obat-obatan.

Page 60: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

40

Di sisi lain, hal utama yang menahan laju penurunan inflasi inti adalah kenaikan

harga komoditas emas perhiasan yang didorong oleh kenaikan harga emas di pasar

global seiring dengan ketidakpastian peningkatan Fed Fund Rate (FFR). Selain emas

perhiasan, penyumbang inflasi inti terbesar lainnya adalah kenaikan harga sepeda

motor seiring dengan kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) hingga 30%.

Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvei, maka inflasi inti tertinggi terjadi di kota

Dumai yaitu sebesar 4,69% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 2 (dua) kota lainnya

yaitu kota Pekanbaru dan Tembilahan masing-masing sebesar 2,67% (yoy) dan

2,44% (yoy). Apabila dilihat pergerakannya, inflasi inti di ketiga kota tersebut

mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.15. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 2.16. Perkembangan Harga Emas Dunia

Sumber : Bloomberg, diolah

Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy)

Sumber : BPS, diolah

2.2.2. Inflasi Volatile Food

Perkembangan harga kelompok volatile food pada periode laporan juga mengalami

peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

20

May

20

13

11

Ju

ly 2

01

3

09

Sep

tem

ber

1 N

ove

mb

er

20

13

27

Dec

em

be

r…

21

Feb

ruar

y 2

01

4

17

Ap

ril 2

01

4

16

Ju

ne

20

14

14

Au

gust

20

14

6 O

cto

be

r 2

01

4

26

No

vem

ber

21

Jan

uar

y 2

01

5

16

Mar

ch 2

01

5

8 M

ay 2

01

5

2 J

uly

20

15

31

Agu

st 2

01

5

23

Okt

20

15

15

Des

20

15

10

-Fe

b-1

6

5-A

pr-

16

-30

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4

2014 2015 2016

Harga Emas (LHS) growth (RHS)

0

2

4

6

8

10

12

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3

2013 2014 2015 2016

% (yoy)Tradeable Non Tradeable

Page 61: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

41

tekanan inflasi volatile food tersebut didorong oleh inflasi yang terjadi pada

kelompok bahan makanan, terutama berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan,

padi-padian, ikan segar dan sayur-sayuran. Komoditas utama penyumbang inflasi

dari kelompok tersebut ialah cabai merah, bawang merah, bawang putih, beras,

jengkol, cabai rawit, patin dan buncis. Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan

gangguan produksi selama musim hujan di wilayah sentra produksi di Sumatera

Barat, Sumatera Utara dan Jawa dan berakhirnya masa panen padi.

Namun demikian, beberapa harga komoditas mulai menunjukkan penurunan harga

pada akhir triwulan sehingga menahan penurunan laju inflasi kelompok volatile

food pada triwulan laporan. Beberapa komoditas tersebut antara lain daging ayam

ras, telur ayam ras, gabus, daging sapi, kentang dan wortel. Penurunan harga ini

didorong oleh panen Day Old Chick (DOC), meningkatnya impor jagung yang

mampu meredam peningkatan harga pakan ternak dan meningkatnya pasokan

dari daerah sentra produksi sehingga mendorong penurunan harga pada

komoditas tersebut.

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy)

Grafik 2.19. Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di Kota Pekanbaru

Sumber : BPS, diolah

Sumber: Survei Pemantantauan Harga BI

2.2.3. Inflasi Administered Prices

Jika dibandingkan dengan triwulan IV 2015, inflasi kelompok administered prices

Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan akibat koreksi harga pada

kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang tidak sedalam koreksi

yang terjadi pada awal tahun lalu. Jika dilihat per kota, peningkatan inflasi

-8

-4

0

4

8

12

16

20

24

28

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

% (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU

- 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000

MIV MV MIV MIV MV MIV MIV MIV

Aug-15 Sep-15 Okt-15 Nov-15 Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16

Rup

iah

Cabe Merah Cabe Rawit

Bawang Merah Bawang Putih

Page 62: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

42

administered price terjadi pada semua kota yang disurvei di Provinsi Riau. Inflasi

administered price tertinggi dialami oleh Kota Dumai sebesar 4,39% (yoy), diikuti

Tembilahan dan Pekanbaru masing-masing tercatat sebesar 3,31% (yoy) dan

3,24% (yoy).

Grafik 2.20. Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy)

Sumber : BPS, diolah

-4

0

4

8

12

16

20

24

28

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

% (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU

Page 63: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

43

1. Kondisi Umum Perbankan

Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-2016 mengalami penurunan

dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yang tercermin dari menurunnya

pertumbuhan Aset, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun Kredit. Pada

triwulan I-2016 aset perbankan tercatat mencapai Rp85,76 triliun, mengalami

penurunan dari kontraksi 4,49% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi kontraksi

lebih dalam sebesar 6,50% (yoy). Sementara, DPK pada triwulan laporan tercatat

sebesar Rp63,48 triliun, juga menurun dari kontraksi 3,12% (yoy) pada triwulan

sebelumnya menjadi kontraksi lebih dalam sebesar 5,77% (yoy) pada triwulan

laporan.

Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN

DAN SISTEM PEMBAYARAN

DAERAH

Page 64: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

44

Sejalan dengan perkembangan aset dan DPK yang mengalami penurunan,

penyaluran kredit pada triwulan I-2016 juga melambat dibandingkan triwulan IV-

2015, yaitu dari 8,14% (yoy) menjadi 7,33% (yoy) dengan nilai mencapai Rp57,16

triliun. Disisi lain, kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan semakin turun. NPL

perbankan di triwulan I-2016 tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan NPL di

triwulan IV-2015 dari 3,86% menjadi 4,23%. Sejalan dengan penurunan

pertumbuhan DPK yang diikuti pertumbuhan kredit yang melambat, LDR perbankan

berada pada level 90,05% yang mencerminkan bahwa masih cukup terjaganya

likuiditas perbankan di Provinsi Riau.

Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Riau (RpJuta)

Sumber : Bank Indonesia

2. Perkembangan Bank Umum

2.1. Perkembangan Aset

Pada triwulan I 2016, aset bank umum di Provinsi Riau tercatat sebesar Rp84,51

triliun mengalami kontraksi sebesar 6,65% (yoy) menurun dibandingkan triwulan IV

2015 yang mengalami kontraksi sebesar 4,63% (yoy). Namun jika dilihat secara

triwulanan aset bank umum mengalami ekspansi sebesar 3,46% (qtq).

2016 (yoy, %)

I II III IV I Tw IV 2015 Tw I 2016

Aset (Rp Juta) 91.724.376 99.637.187 96.510.233 82.914.524 85.760.926 (4,49) (6,50)

- Bank Umum 90.534.888 98.451.429 95.323.470 81.686.208 84.514.141 (4,63) (6,65)

- BPR/S 1.189.489 1.185.757 1.186.762 1.228.315 1.246.785 5,87 4,82

Kredit (Rp Juta) 53.266.023 54.923.581 55.863.081 57.445.328 57.169.102 8,14 7,33

- Bank Umum 52.401.716 54.012.485 54.946.577 56.538.247 56.252.232 8,14 7,35

- BPR/S 864.307 911.096 916.504 907.081 916.870 8,49 6,08

Kredit UMKM (Rp Juta) 19.809.940 20.212.276 19.894.360 19.884.668 19.905.368 (0,74) 0,48

Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) 67.372.858 71.278.108 70.070.676 62.927.349 63.483.576 (3,12) (5,77)

- Bank Umum 66.525.297 70.420.859 69.189.487 62.050.178 62.588.183 (3,26) (5,92)

- BPR/S 847.560 857.250 881.188 877.171 895.392,67 8,33 5,64

LDR 79,06% 77,06% 79,72% 91,29% 90,05%

NPL 3,82% 4,33% 4,50% 3,86% 4,23%

- Bank Umum 3,64% 4,16% 4,34% 3,71% 4,07%

- BPR/S 14,45% 13,84% 14,39% 12,92% 14,08%

(yoy, %)2015Indikator

Page 65: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

45

Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.2. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok

Sumber : Bank Indonesia

Berdasarkan kepemilikannya, menurunnya pertumbuhan aset bank umum pada

triwulan laporan terutama bersumber dari terkontraksinya aset kelompok bank

umum pemerintah sebesar 9,64% (yoy), terkontraksi lebih dalam dibanding triwulan

sebelumnya sebesar 6,51% (yoy). Sementara pertumbuhan aset bank swasta

mengalami pertumbuhan sebesar 1,40% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya yang

mengalami kontraksi sebesar 0,13% (yoy). Pangsa aset bank umum pemerintah

masih tetap mendominasi dengan share 70,57% meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya dengan share 69,19%.

Grafik 3.3. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.4. Pangsa Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank

Sumber : Bank Indonesia

Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan kegiatannya, aset bank umum konvensional

(pangsa 94,19%) pada triwulan I-2016 tercatat mengalami kontraksi sebesar 7,37%

(yoy) dengan nilai mencapai Rp79,61 triliun. Namun berbeda dengan kinerja bank

umum syariah (pangsa 5,81%), dimana ditengah perlambatan pertumbuhan aset

bank umum konvensional, kinerja bank umum syariah masih tercatat cukup baik

-10-5051015202530

0

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

Tri

liu

n

Aset g - yoy (kanan)

20

40

60

80

100

120

1020304050607080

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Rp Triliun

Pemerintah Swasta Total (kanan)

1

2

3

4

5

6

10

30

50

70

90

110

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Rp

Tri

liu

n

Konvensional Total Syariah (kanan)0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

I

II

III

IV

I

II

III

IV

I

II

III

IV

I

2013

2014

2015

2016

Konvensional Syariah

Page 66: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

46

dengan aset yang tumbuh sebesar 6,84% (yoy) dengan nilai mencapai Rp4,91 triliun,

dibanding dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,19% (yoy).

2.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK)

Penghimpunan DPK oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan I-2016 tercatat

mengalami kontraksi sebesar 5,92% (yoy). Penurunan kinerja tersebut melanjutkan

perlambatan pertumbuhan DPK yang terjadi mulai triwulan I sampai dengan triwulan

IV 2015. Terkontraksinya DPK pada triwulan laporan bersumber dari Deposito

(pangsa 35,13%) yang terkontraksi lebih dalam yaitu dari tumbuh 0,56% (yoy) di

triwulan IV-2015 menjadi kontraksi sebesar 9,45% (yoy) di triwulan I-2016, dan

komponen Giro (pangsa 19,03%) mengalami kontraksi sebesar 21,17% (yoy), sedikit

membaik dibanding triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar

28,05% (yoy). Sementara itu komponen Tabungan (pangsa 45,85%) mengalami

peningkatan walaupun belum signifikan yaitu tumbuh 5,56% (yoy) pada triwulan IV-

2015 menjadi 5,73% (yoy) di Triwulan I-2016.

Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.6. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan

S Sumber : Bank Indonesia

Deposito yang terkontraksi lebih dalam disebabkan oleh Deposito milik Badan Usaha

Milik Negara yang terkontraksi cukup signifikan yaitu dari tumbuh 6,15% (yoy) di

triwulan IV-2015 menjadi kontraksi sebesar 49,21% (yoy) di triwulan I-2016. Kondisi

ini menunjukkan Badan Usaha Milik Negara melakukan penarikan sejumlah dana

yang disimpan dalam bentuk deposito. Sementara itu membaiknya pertumbuhan

Giro disebabkan oleh tumbuhnya Giro sektor Swasta sebesar 7,17% (yoy)

dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 4,09% dan

membaiknya pertumbuhan giro pemerintah daerah yang pada triwulan sebelumnya

mengalami kontraksi sebesar 54,44% (yoy), membaik pada triwulan I-2016 dengan

5

10

15

20

25

30

35

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Rp

Tri

liun

DPK Giro Tabungan Deposito

-40

-20

0

20

40

60

80

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Giro Tabungan Deposito DPK

Page 67: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

47

mengalami kontraksi sebesar 44,81% (yoy). Terjadinya kontraksi giro pemerintah

daerah pada triwulan IV-2015 dan triwulan I-2016 merupakan efek dari

diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan No.235/PMK.07/2015 perihal

Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum Dalam Bentuk

Non Tunai dimana sejak PMK tersebut diberlakukan, Dana Bagi Hasil (DBH) atau

Dana Alokasi Umum (DAU) yang selama ini disalurkan pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah dalam bentuk dana tunai berubah kedalam bentuk Surat

Berharga Negara (SBN). Di sisi lain, Tabungan menunjukkan tren pertumbuhan dari

triwulan I-2015 hingga triwulan I-2016 meskipun pertumbuhan di triwulan laporan

relatif belum signifikan. Kondisi ini mencerminkan masih cukup rendahnya daya beli

masyarakat dan ekspektasi kondisi perekonomian yang masih rendah sehingga

masyarakat cenderung berjaga-jaga menyimpan dananya dalam bentuk tabungan di

perbankan.

Tabel 3.2. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (RpMiliar)

Sumber : Bank Indonesia

2.3. Perkembangan Penyaluran Kredit

Pada triwulan I 2016, kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau tercatat

sebesar Rp56,25 triliun. Jumlah ini tumbuh sebesar 7,35% (yoy), sedikit turun jika

dibandingkan dengan triwulan IV 2015 yang tumbuh sebesar 8,14%(yoy).

Penurunan penyaluran kredit menunjukkan masih terbatasnya permintaan kredit

pada triwulan laporan.

I II III IV

Pemerintah 10.846 16.103 17.859 16.726 6.254 9.396 -41,65

Pemerintah Pusat 245 291 294 335 360 431 47,92

Pemerintah Daerah 8.987 13.832 15.818 14.341 4.094 7.634 -44,81

Badan/ Lembaga Pemerintah 56 106 102 114 130 165 55,07

Badan Usaha Milik Negara 1.485 1.820 1.602 1.768 1.525 1.038 -42,99

Badan Usaha Milik Daerah 72 53 43 168 144 129 143,71

Swasta 9.313 8.093 9.256 8.165 9.133 7.734 -4,43

Perusahaan Asuransi 119 84 67 80 85 82 -2,04

Perusahaan Swasta 8.241 7.001 8.189 7.051 7.836 6.561 -6,29

Yayasan dan Badan Sosial 767 793 783 820 922 848 6,98

Koperasi 186 214 218 214 290 242 13,04

Lainnya 3 3 3 3 2 3 -3,99

Perorangan 43.981 42.326 43.302 44.295 46.661 45.455 7,39

2014 2016 g - yoyRpMiliar2015

Page 68: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

48

Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.8. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

S Sumber : Bank Indonesia

Melambatnya penyaluran kredit pada triwulan I-2016 bersumber dari melambatnya

penyaluran kredit pada sektor pemerintah yang tumbuh sebesar 13,65% (yoy) lebih

rendah jika dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 15,15 (yoy). Perlambatan kredit

yang lebih dalam tertahan oleh membaiknya penyaluran kredit di sektor swasta yang

mengalami kenaikan walaupun masih mengalami kontraksi sebesar 4,50% (yoy)

pada triwulan laporan, namun masih sedikit lebih baik jika dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 4,55% (yoy). Sementara itu

melambatnya pertumbuhan kredit menurut jenis penggunaannya bersumber dari

melambatnya kredit investasi (pangsa 30,58%) yaitu dari 5,17% (yoy) di triwulan IV

2015 menjadi 2,91% (yoy) di triwulan I-2016 dengan nilai mencapai Rp21.56 triliun.

Diikuti dengan melambatnya kredit konsumsi (pangsa 38,33%) yaitu dari 10,65%

(yoy) di triwulan IV-2015 menjadi 9,97% (yoy) di triwulan I-2016 dengan nilai

mencapai Rp21,56 triliun. Berdasarkan kondisi tersebut, maka penyaluran kredit

produktif di triwulan IV-2015 mencapai Rp34,69 triliun atau tumbuh sebesar 5,78%

(yoy).

Grafik 3.9. Perkembangan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.10. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta

S Sumber : Bank Indonesia

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Rp

Tril

iun

Modal kerja Investasi Konsumsi Produktif Total

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Modal kerja Investasi Konsumsi

Produktif Total

0

1

2

3

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Rptriliun

Pemerintah Swasta Rupiah Valas (kanan)

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

-10

-5

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Pemerintah Swasta Rupiah Valas (kanan)

Page 69: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

49

Berdasarkan valutanya penyaluran kredit masih didominasi oleh mata uang rupiah

yaitu mencapai Rp55,35 triliun, tumbuh 7,99% (yoy) walaupun relatif menurun jika

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,55% (yoy). Sejalan dengan itu,

pemberian kredit mata uang asing mengalami kontraksi cukup dalam sebesar

21,52% (yoy) jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar

10,16% (yoy).

3. Intermediasi dan Risiko Perbankan

Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan I-2016 mengalami

penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun masih lebih baik jika

dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Menurunnya

fungsi intermediasi tercermin dari nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) yaitu sebesar

89,88% yang sebelumnya di triwulan IV-2015 tercatat sebesar 91,12%. Namun

demikian, nilai LDR tersebut masih dibawah 100% yang menunjukkan bahwa risiko

likuiditas pada kondisi yang masih terjaga dan adanya sikap kehati-hatian perbankan

dalam penyaluran kredit.

Grafik 3.11. Perkembangan LDR di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

NPL kredit bank umum pada periode laporan menunjukkan peningkatan

dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,71% menjadi 4,07%. Tingkat NPL

kredit bank umum yang meningkat menunjukkan trend penurunan kualitas kredit

yang disalurkan bank umum di Provinsi Riau dalam kurun 3 bulan terakhir. Meskipun

memburuknya kualitas kredit di Provinsi Riau masih berada di bawah batas kewajaran

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (5%) namun perlu menjadi perhatian oleh

perbankan, mengingat kecenderungan NPL yang semakin meningkat.

74

76

78

80

82

84

86

88

90

92

94

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

DPK Kredit LDR (kanan)

Page 70: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

50

Grafik 3.12. Perkembangan Non Performing Loan (NPL) di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.13. Perkembangan NPL Sektoral di Provinsi Riau Triwulan I-2016

S Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.14. Pangsa NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Triwulan I-2016

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.15. Growth NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Triwulan I-2016

S Sumber : Bank Indonesia

Dilihat dari sektor ekonominya, NPL tertinggi masih dialami oleh sektor konstruksi

yaitu sebesar 9,48%, meningkat dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar

8,67%. Beberapa sektor lain yang memilki NPL cukup tinggi pada periode laporan

ini adalah sektor perdagangan sebesar 7,01% dan sektor pengangkutan 4,87%.

Pada kedua sektor tersebut angka NPL juga tercatat menunjukkan peningkatan

dibandingkan triwulan sebelumnya.

Rata-rata harga TBS dan CPO dunia masing-masing sebesar Rp1.387/kg dan 579

USD/MT, membaik dibandingkan triwulan IV-2015 masing-masing sebesar

Rp1.190/kg dan 504 USD/MT. Di sisi lain, harga karet di triwulan I-2016 sebesar 1,40

USD/kg lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV-2015 sebesar 1,56 USD/kg.

0 2 4 6 8 10 12 14

1

2

3

4

5

- 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

%

Rp

Tri

liun

Kurang lancar Diragukan Macet NPL (kanan)

0123456789

10

3,92

1,09 1,04 0,64

9,48

7,01

4,87 4,62

2,33

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Pertanian

Pertambangan

Perindustrian

Listrik, gas dan air

Konstruksi

Perdagangan, resto dan hotel

Pengangkutan, pergudangan

Jasa

Lainnya

21,47

0,17

1,10

0,06

7,18

37,32

3,11

7,59

21,99

-60

-40

-20

0

20

40

60

8060,46

-42,71

23,93

-30,63

-0,16

28,62

-13,39

2,84 1,79

Axis Title

Page 71: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

51

Grafik 3.16. Perkembangan Harga TBS dan CPO Dunia

Sumber : Bloomberg dan Disbun Provinsi Riau

Grafik 3.17. Perkembangan Harga Karet Dunia

S Sumber : Bloomberg

4. Stabilitas Sistem Keuangan

4.1. Ketahanan Sektor Korporasi Daerah

Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan I 2016 masih didominasi oleh sektor

pertanian dan perdagangan yang memiliki pangsa masing-masing 22,30% dan

21,65% dengan nilai kredit masing-masing sebesar Rp12,54 triliun dan Rp12,18

triliun. Tingginya penyerapan kredit pada sektor tersebut tidak terlepas dari masih

prospektifnya sektor tersebut di Provinsi Riau. Penyaluran kredit kepada sektor

pertanian masih didominasi oleh subsektor perkebunan kelapa sawit dengan pangsa

92,37%dari total kredit sektor pertanian atau sebesar Rp11,59 triliun. Sedangkan

subsektor perdagangan didominasi oleh subsektor perdagangan eceran makanan,

minuman dan tembakau dengan pangsa 19,87% dari total kredit sektor

perdagangan atu sebesar Rp2,42 triliun. Penyaluran kredit kepada sektor pertanian

melambat dari 10,88% (yoy) pada TWIV-2015 menjadi 9,57% (yoy) pada TWI-2016

berbeda dengan sektor perdagangan yang tumbuh dari 7,39% (yoy) menjadi 8,71%

(yoy).

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

TBS (Rp/Kg) CPO (USD/MT)

3,29 3,09

2,73 2,67 2,44 2,37

2,20

1,93 1,83 1,96

1,79 1,56

1,40

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Page 72: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

52

Tabel 3.3. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (RpTriliun)

Sumber : Bank Indonesia

Disisi lain, meningkatnya penyaluran kredit sektor perdagangan utamanya

didorong oleh peningkatan subsektor perdagangan eceran komoditi lainnya

(bukan makanan, minuman dan tembakau) (pangsa 5,98% dari kredit sektor

perdagangan) dari 7,93% (yoy) di triwulan IV-2015 menjadi 13,06% (yoy) di

triwulan I-2016.

Grafik 3.18. Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-2016

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.19. Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-2016

S Sumber : Bank Indonesia

4.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah

Pertumbuhan kredit konsumsi di triwulan I-2016 melambat jika dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Namun masih lebih baik jika dibandingkan dengan

triwulan yang sama pada tahun sebelumnya.

I II III IV

Pertanian 11,39 11,45 11,87 12,14 12,62 12,54 22,30 9,57

Pertambangan 0,38 0,39 0,50 0,42 0,45 0,36 0,64 (8,28)

Perindustrian 2,03 2,14 2,26 2,28 2,31 2,43 4,32 13,42

Listrik, gas dan air 0,12 0,11 0,10 0,11 0,22 0,21 0,37 83,88

Konstruksi 1,78 1,76 1,88 2,14 1,90 1,73 3,08 (1,32)

Perdag, resto dan hotel 11,21 11,20 11,47 11,48 12,04 12,18 21,65 8,71

Pengangkutan, pergud 1,59 1,62 1,57 1,55 1,51 1,46 2,60 (9,62)

Jasa 4,30 4,08 4,24 4,08 4,05 3,76 6,68 (7,89)

Lainnya 19,48 19,65 20,11 20,74 21,43 21,58 38,36 9,82

Total 52,28 52,40 54,01 54,95 56,54 56,25 100,00 7,35

Pangsa g - yoy2014 2016RpTriliun2015

13,47

-14,01

3,181,60

13,06

-1,09

14,91

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Pe

rse

n (

%)

92,37

3,07

19,87

5,23

5,98

5,21

8,48

0 20 40 60 80 100

Perkebunan kelapa sawit

Perkebunan karet dan getah lainnya

Perdagangan eceran didominasi makanan..

Perdagangan kelapa dan kelapa sawit

Perdagangan eceran komoditi lainnya..

Perdagangan eceran bahan konstruksi

Hotel bintang

Persen %

Page 73: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

53

Grafik 3.20. Perkembangan Kredit Perumahan

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.21. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor

S Sumber : Bank Indonesia

Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi tercermin dari melambatnya

pertumbuhan kredit perumahan dan kredit kendaraan bermotor di Provinsi Riau.

Pada triwulan I-2016, kredit perumahan tercatat sebesar Rp7,77 triliun, menurun

dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yaitu dari 8,33% (yoy) menjadi 5,22% (yoy).

Hal ini bersumber dari penurunan kredit rumah tangga kepemilikan rumah tinggal

tipe 22 s.d 70 sebesar 14,55% (yoy) dan kredit Ruko atau Rumah Toko yang

terkontraksi lebih dalam dari triwulan sebelumnya yaitu dari 2,44% (yoy) menjadi

8,26% (yoy). Menurunnya realisasi kredit perumahan pada triwulan laporan

diperkirakan didorong masih rendahnya permintaan kredit di awal tahun.

Grafik 3.22. Perkembangan Kredit Multiguna

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.23. Perkembangan Kredit Durable Goods

S Sumber : Bank Indonesia

Sementara kredit kendaraan bermotor pada triwulan I-2016 tercatat sebesar

Rp373,33 miliar, mengalami kontraksi yang lebih dalam jika dibandingkan triwulan

sebelumnya yakni kontraksi 6,21% (yoy) menjadi 12,05% (yoy). Melambatnya

pertumbuhan di sektor kendaraan bermotor bersumber dari menurunnya kredit

kendaraan roda empat yang mengalami kontraksi lebih dalam dari kontraksi

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

Tri

liun

Perumahan g - yoy (kanan)

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

0

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

. M

ilia

r

Kendaraan g - yoy (kanan)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Per

sen

(%

)

Rp

. Tri

liun

Multiguna g - yoy (kanan)

-100

-50

0

50

100

150

200

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

Mili

ar

Durable goods g - yoy (kanan)

Page 74: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

54

triwulan sebelumnya yaitu 5,71% (yoy) menjadi 12,73% (yoy). Perlambatan kredit

konsumsi sedikit tertahan oleh kredit durable goods yang mengalami peningkatan

yang signifikan yaitu dari 128,46% (yoy) di triwulan IV-2015 menjadi 182,40% (yoy)

di triwulan I-2016 dengan nilai mencapai Rp55,60 miliar. Meningkatnya kredit

durable goods sejalan dengan kredit multiguna yang pertumbuhannya meningkat

dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari 11,99% (yoy) menjadi 12,62% (yoy)

dengan nilai kredit sebesar Rp12,70 triliun.

4.3. Ketahanan Sektor UMKM

Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) oleh

bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp19,91 triliun pada triwulan I 2016,

meningkat 0,48% (yoy) jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami

kontraksi sebesar 0,74%. Porsi kredit yang diserap UMKM dari total kredit yang

diberikan bank umum di Provinsi Riau juga mengalami peningkatan dibandingkan

triwulan sebelumnya yaitu dari 35,17% menjadi 35,39%. Penyaluran kredit skala

usaha mikro memiliki pertumbuhan tertinggi pada triwulan I 2016 yaitu sebesar

6,86% (yoy), diikuti oleh kredit skala usaha kecil yang memiliki pangsa terbesar kredit

UMKM Riau (39,14%) pada triwulan 1 2016 dengan pertumbuhan sebesar 4,74%

(yoy), sementara kredit skala usaha menengah mengalami kontraksi sebesar 9,15%,

lebih dalam dari kontraksi pada triwulan sebelumnya yakni sebesar 7,72%.

Grafik 3.24. Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.25. Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

S Sumber : Bank Indonesia

Jika dilihat porsinya, kredit UMKM lebih banyak disalurkan pada usaha kecil sebesar

Rp7,79 triliun (pangsa 39,14%), kemudian diikuti oleh kredit usaha menengah

-5

0

5

10

15

20

25

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

Tri

liun

Kredit UMKM g - yoy (kanan)

Mikro29%

Kecil39%

Menengah32%

Page 75: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

55

(pangsa 31,54%) dan kredit usaha mikro (pangsa 29,32%) masing-masing sebesar

Rp6,28 triliun dan Rp5,84 triliun.

Tabel 3.4. Kredit UMKM di Provinsi Riau TwIV-2015 Menurut Sektor Ekonomi (RpMiliar)

Sumber : Bank Indonesia

Secara sektoral, penyerapan kredit UMKM yang disalurkan oleh bank umum di

Provinsi Riau masih didominasi oleh sektor perdagangan (pangsa 45,49%) dan

pertanian (pangsa 33,62%). Pada triwulan I-2016, kredit UMKM yang disalurkan ke

sektor perdagangan mencapai Rp9,05 triliun atau tumbuh sebesar 7,09% (yoy) di

triwulan I-2016, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 2,23% (yoy).

Sementara itu, kredit UMKM yang disalurkan ke sektor pertanian mencapai Rp6,69

triliun atau tumbuh melambat 0,52% (yoy) dari 2,77% (yoy).

Grafik 3.26. Perkembangan NPL Kredit UMKM

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.27. NPL Sektoral UMKM Triwulan IV-2015 (%)

S Sumber : Bank Indonesia

NPL UMKM tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan IV-2015

yaitu dari 6,76% menjadi 7,65%. Masih tingginya NPL tersebut didorong oleh NPL

sektor konstruksi dan sektor perdagangan yang tercatat cukup tinggi yaitu masing-

masing sebesar 10,56% dan 8,26%. Masih tingginya NPL kedua sektor tersebut

I II III IV pangsa g. yoy

Pertanian 6.589 6.658 6.956 6.952 6.772 6.693 33,62 0,52

Pertambangan 128 158 186 150 161 92 0,46 -41,72

Perindustrian 393 466 391 390 432 415 2,08 -10,94

Listrik, gas dan air 113 107 99 105 38 89 0,45 -17,25

Konstruksi 1.137 1.060 1.060 1.023 1.046 1.078 5,41 1,71

Perdagangan 8.639 8.456 8.634 8.563 8.831 9.056 45,49 7,09

Pengangkutan 749 719 708 662 640 580 2,91 -19,31

Jasa 2.199 2.166 2.168 2.041 1.945 1.888 9,48 -12,84

Lainnya 86 21 12 9 20 17 0,08 -21,42

Total 20.033 19.810 20.212 19.894 19.885 19.905 100 0,48

2014 Tw I 2016Tw I 2016

RpMiliar2015

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

Tri

liu

n

Kredit UMKM NPL (kanan)

0

2

4

6

8

10

12

6,68

3,78

6,00

1,49

10,56

8,26

6,06

7,80

4,64

Page 76: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

56

sejalan dengan masih rendahnya daya beli masyarakat sehingga berpengaruh

terhadap kemampuan membayar hutang jatuh tempo. Di sisi lain, angka NPL

tersebut telah jauh melampaui batas aman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

yaitu sebesar 5%. Oleh karena itu, perlu menjadi perhatian serius perbankan untuk

semakin meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit UMKM.

5. Perkembangan Perbankan Syariah

Kinerja perbankan syariah di Provinsi Riau pada triwulan I-2016 tercatat membaik

dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya

pertumbuhan aset, DPK dan pembiayaan dibandingkan triwulan IV-2015. Aset

perbankan syariah tercatat sebesar Rp4,93 triliun meningkat sebesar 6,78% (yoy)

atau lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2015 yang tumbuh sebesar 6,16% (yoy).

Sementara, dana yang dihimpun oleh perbankan syariah tercatat sebesar Rp3,82

triliun atau tumbuh 12,18% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya

yang sebesar 10,90% (yoy). Peningkatan DPK perbankan syariah didorong oleh

meningkatnya jenis simpanan tabungan (pangsa 53,74%) dibandingkan triwulan III-

2015. Tabungan meningkat dari 0,49% menjadi 5,45% (yoy). Sementara

pertumbuhan giro (pangsa 10,67%) dan Deposito (pangsa 35,39%) masing-masing

tumbuh melambat dari 42,15% (yoy) menjadi 19,16% (yoy) dan dari 22,72% (yoy)

menjadi 21,79% (yoy).

Grafik 3.28. Perkembangan Aset Perbankan Syariah

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.29. Perkembangan DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan

S Sumber : Bank Indonesia

-20

-10

0

10

20

30

40

4,20

4,40

4,60

4,80

5,00

5,20

5,40

5,60

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

Tri

liu

n

Aset g - yoy (kanan)

- 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Rp

Mil

iar

Giro Tabungan Deposito Total

Page 77: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

57

Grafik 3.30. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah Menurut Penggunaan

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.31. Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Sektoral

S Sumber : Bank Indonesia

Sementara disisi pembiayaan, perbankan syariah pada triwulan I-2016 tercatat

sebesar Rp3,66 triliun meningkat dibandingkan triwulan IV-2015 dari tumbuh 2,32%

(yoy) menjadi 6,22% (yoy). Meningkatnya pembiayaan perbankan syariah didorong

oleh peningkatan pembiayaan konsumsi (pangsa 50,67%) dan modal kerja (pangsa

20,20% (yoy). Pembiayaan konsumsi meningkat dari 7,22% menjadi 11,63% (yoy)

dan pembiayaan modal kerja mengalami perbaikan yang pada triwulan sebelumnya

kontraksi sebesar 17,98%, pada triwulan I 2016 mengalami kontraksi sebesar

9,38%.

Secara sektoral, pembiayaan perbankan syariah masih terkonsentrasi pada sektor

pertanian (pangsa 14,08%) dan perdagangan (pangsa 12,58%). Pembiayaan sektor

pertanian dan perdagangan pada triwulan IV-2015 masing-masing tercatat sebesar

Rp513 miliar dan Rp458 miliar mengalami peningkatan dibandingkan triwulan

III-2015. Pembiayaan sektor pertanian meningkat dari tumbuh sebesar 7,80%

menjadi 18,87% (yoy), sementara pembiayaan sektor perdagangan meningkat dari

12,32% (yoy) menjadi 16,12% (yoy).

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

- 200 400 600 800

1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Rp

Mili

ar

Rp

Mili

ar

Modal Kerja Investasi Konsumsi Total Kanan

Rp

Mili

ar

Page 78: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

58

Grafik 3.32. Perkembangan NPL Perbankan Syariah

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.33. Perkembangan FDR Perbankan Syariah

S Sumber : Bank Indonesia

Selanjutnya, kualitas pembiayaan oleh perbankan syariah pada triwulan laporan

tercatat membaik, hal ini tercermin dari menurunnya NPF yaitu dari 5,70% di

triwulan IV-2015 menjadi 5,53% di triwulan I-2016. Namun demikian, perbankan

syariah tetap perlu meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran

pembiayaan. Di sisi lain, FDR perbankan syariah tercatat sebesar 95,80% yang

menunjukkan bahwa risiko likuiditas berada pada kondisi yang masih terjaga.

6. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S)

Aset BPR/S di Provinsi Riau pada triwulan I-2016 tercatat sebesar Rp1,24 triliun,

melambat dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yaitu dari 5,87% menjadi 4,82%

(yoy). Sementara, DPK BPR/S pada triwulan I-2016 tercatat sebesar Rp895 miliar,

tumbuh 5,64% (yoy) atau melambat dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yang

tumbuh sebesar 5,64% (yoy). Melambatnya DPK BPR/S didorong oleh perlambatan

Deposito (pangsa 61,14%) dari 16,64% menjadi 13,35% (yoy), serta terkontraksinya

Tabungan (pangsa 38,86%) lebih dalam sebesar 4,57% (yoy).

Grafik 3.34. Perkembangan Aset BPR/S

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.35. Perkembangan DPK BPR/S

S Sumber : Bank Indonesia

0

1

2

3

4

5

6

7

0

50

100

150

200

250

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Nominal NPL (kanan)

75

80

85

90

95

100

105

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

DPK Pembiayaan FDR (Kanan)

012345678910

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Aset g - yoy (kanan)

-

200

400

600

800

1.000

-

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Tabungan Deposito DPK (kanan)

Page 79: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

59

Grafik 3.36. Perkembangan Kredit BPR/S

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.37. Penyaluran Kredit Sektoral

S Sumber : Bank Indonesia

Perlambatan juga terjadi dari sisi penyaluran kredit, pada triwulan I-2016 kredit yang

disalurkan oleh BPR/S tercatat sebesar Rp917 miliar atau tumbuh 6,08% (yoy) atau

melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 8,49% (yoy). Melambatnya

penyaluran kredit utamanya bersumber dari perlambatan sektor pertanian (pangsa

28,22%) dari 0,77% (yoy) di triwulan IV-2015 menjadi mengalami kontraksi sebesar

1,82% (yoy) di triwulan I-2016. Sementara penyaluran kredit ke sektor perdagangan

(pangsa 25,37%) tercatat tumbuh melambat dari sebesar 14,93% (yoy) di triwulan IV-

2015 menjadi 12,78% (yoy) pada triwulan I 2016.

Melambatnya pertumbuhan kredit yang disalurkan oleh BPR/S tercermin pula dari kualitas

kredit yang tercatat memburuk yakni sebesar 14,08% pada triwulan I 2016,

dibandingkan dengan triwulan III-2015 yang tercatat sebesar 12,92%. Selain itu, risiko

likuiditas BPR/S juga perlu menjadi perhatian dimana angka LDR BPR/S pada triiwulan IV-

2015 mencapai 102,40% yang menunjukkan bahwa DPK BPR/S tidak dapat menutupi

jumlah kredit yang disalurkan.

Grafik 3.38. Perkembangan NPL BPR/S

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.39. Perkembangan LDR BPR/S

S Sumber : Bank Indonesia

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1.000

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Kredit g - yoy (kanan)

-

50

100

150

200

250

300

350

259

1 5 3 13

233

22 39

343

Rp M

iliar

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

-

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Nominal NPL (kanan)

96

98

100

102

104

106

108

110

112

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Page 80: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

60

7. Perkembangan Transaksi Pembayaran

7.1. Kondisi Umum

Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan I 2016

mengalami net inflow, tidak jauh berbeda dengan triwulan yang sama pada tahun

sebelumnya. Hal ini utamanya didorong oleh penurunan outflow dan peningkatan

inflow. Menurunnya outflow Riau pada triwulan laporan diperkirakan karena masih

minimnya realisasi anggaran di awal tahun. Di sisi lain, transaksi non tunai melalui

kliring mengalami peningkatan baik dari sisi nominal maupun volume.

7.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai

7.2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow)

Pada triwulan laporan, terjadi peningkatan sisi inflow dari Rp1,22 triliun menjadi

Rp2,43 triliun atau meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 98,85% (qtq).

Sementara itu sesuai dengan historisnya, jumlah outflow pada triwulan I 2016

mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu Rp4,63

triliun menjadi Rp1,56 triliun atau turun 66,17% (qtq). Penurunan jumlah outflow

merupakan kondisi musiman dimana setelah pada triwulan sebelumnya terjadi

permintaan yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada hari

besar keagamaan dan tahun baru. Tingginya peningkatan inflow dan rendahnya

jumlah outflow pada triwulan laporan telah mendorong terjadinya net inflow sebesar

Rp868 miliar. Relatif rendahnya jumlah outflow dalam kurun 1 (satu) triwulan

diperkirakan karena minimnya realisasi APBD pada triwulan I 2016.

Grafik 3.40. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.41. Perkembangan Inflow dan Outflow Bulanan Triwulan I-2016

S Sumber : Bank Indonesia

(2.000)

(1.000)

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Rp

Mili

ar

Inflow Outflow Net Outlflow (1.000)

(500)

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

Inflow Outflow Net Outflow

2.435

1566

(868)

Rp

. M

ilia

r

Page 81: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

61

7.2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar

Sebagai salah satu bentuk upaya Bank Indonesia dalam memenuhi uang kartal layak

edar (fit for circulation) kepada masyarakat, maka secara berkala Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak

Edar (UTLE). Uang tidak layak edar tersebut diterima dari setoran bank maupun

penukaran uang dari masyarakat.

Grafik 3.42. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan

Sumber : Bank Indonesia

Jumlah UTLE yang dimusnahkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

pada triwulan I-2016 tercatat sebesar Rp770 miliar meningkat dibanding triwulan

sebelumnya sebesar 146% (qtq) dengan rasio UTLE terhadap inflow sebesar 31,63%.

Meningkatnya pemusnahan uang tidak layak edar pada triwulan I - 2016 sejalan

dengan meningkatnya jumlah inflow pada triwulan laporan sejalan dengan kebijakan

clean money policy Bank Indonesia.

7.2.3. Uang Rupiah Tidak Asli

Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian

uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan

sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat termasuk

kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Dengan adanya

sosialisasi ciri keaslian uang rupiah, masyarakat diharapkan terhindar dari penyebaran

uang rupiah tidak asli. Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan I-2016 tercatat meningkat

dibandingkan dengan triwulan IV-2015. Pada triwulan laporan, jumlah uang rupiah

-150

-100

-50

0

50

100

150

200

250

300

350

400

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

Per

sen

(%

)

Rp

Mili

ar

UTLE Inflow Rasio g - yoy

Page 82: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

62

tidak asli sebanyak 369 lembar, sementara pada triwulan sebelumnya sebanyak 132

lembar.

Grafik 3.43. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

Uang rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Riau terdiri dari 143 lembar menyerupai pecahan Rp100 ribu, 211 lembar

menyerupai pecahan Rp50 ribu dan 15 lembar menyerupai pecahan Rp20 ribu.

Penemuan tersebut berdasarkan permintaan klarifikasi perbankan dan masyarakat

serta setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau.

Selanjutnya, dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam

mengidentifikasi keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Riau secara rutin melakukan sosialisasi keaslian uang rupiah kepada masyarakat

termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang).

7.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI

7.3.1. Transaksi Kliring

Transaksi pembayaran dengan kliring pada triwulan I 2016 tercatat meningkat baik

dari segi nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Nilai transaksi

kliring pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp7,367 triliun dengan volume transaksi

mencapai 223.872 lembar, meningkat sedikit jika dibandingkan dengan triwulan IV

2015 yang nilainya tercatat sebesar Rp7,366 triliun dengan volume transaksi 206.110

lembar. Meskipun terjadi kenaikan transaksi pembayaran dengan kliring baik dari

segi nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan, namun nilai rata-rata

84 89 94 86 100179

346

543

125 106 104 87 123202

126 132

369

-200

-100

0

100

200

300

400

500

600

0

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

Per

sen

(%

)

Lem

bar

Uang Rupiah Tidak Asli g - yoy (kanan)

Page 83: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah

63

transaksi per warkat tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari

Rp35,74 juta menjadi Rp32,90 juta per warkat.

Grafik 3.44. Perkembangan Volume Transaksi Kliring di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.45. Perkembangan Nilai Transaksi Kliring di Provinsi Riau

S Sumber : Bank Indonesia

-45

-40

-35

-30

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

-

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Wa

rka

t

Warkat yoy - lembar

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

. M

ilia

r

Nominal yoy - nominal

Page 84: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

64

1. Kondisi Umum

Perkembangan Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi

Riau pada awal tahun 2016 secara umum meningkat dibandingkan periode yang

sama pada tahun sebelumnya. Hingga triwulan I 2016 Anggaran Pendapatan Daerah

telah terealisasi sebesar 22,74% dari total yang dianggarkan, sementara itu realisasi

Anggaran Belanja Daerah masih sangat terbatas yaitu mencapai 4,61% dari total

yang dianggarkan.

KONDISI KEUANGAN

DAERAH

Bab 4

Page 85: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

65

2. Realisasi APBD Triwulan I 2016

Alokasi anggaran pendapatan daerah Provinsi Riau pada tahun 2016 secara umum

mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015. Dari sisi pendapatan, APBD

Provinsi Riau tercatat menurun sebesar 13% (yoy), yaitu dari Rp8,7 triliun pada tahun

2015 menjadi Rp7,6 triliun pada 2016. Kondisi ini didorong oleh penurunan rata-

rata harga minyak internasional yaitu dari USD 48,68/barel di tahun 2015 menjadi

USD 34,27/ barel di tahun 2016. Penurunan harga minyak dunia tersebut berdampak

terhadap penurunan Dana Bagi Hasil Provinsi Riau hingga 65% (yoy), disamping

karena adanya penurunan lifting minyak bumi akibat natural declining. Di sisi lain,

anggaran belanja pemerintah daerah pada tahun 2016 relatif meningkat

dibandingkan tahun 2015. Peningkatan utamanya berasal dari anggaran belanja

transfer pemerintah Provinsi kepada pemerintah Kabupaten/Kota.

Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Triwulan I 2015 dan Triwulan I 2016

Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Realisasi APBD pemerintah Provinsi Riau pada awal tahun 2016 relatif meningkat

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari realisasi pendapatan

dan belanja pemerintah Provinsi Riau yang masing-masing mencapai 22,74% dan

4,61% pada triwulan I 2016. Realisasi tersebut relatif meningkat dibandingkan

periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 19,72% dan 4,57% dari

total yang dianggarkan.

Peningkatan realisasi APBD didorong oleh adanya program percepatan

pembangunan melalui percepatan realisasi APBD yang telah dilaksanakan oleh

pemerintah Provinsi Riau sejak awal tahun 2016. Selain itu, rendahnya realisasi

belanja pemerintah selama dua tahun terakhir disinyalir juga menjadi dorongan bagi

pemerintah daerah untuk mempercepat realisasi APBD khususnya dari sisi belanja

daerah.

Anggaran (Rp Miliar) Realisasi % Anggaran (Rp Miliar) Realisasi %

Pendapatan 8,721.57 1,719.83 19.72 7,588.65 1,725.50 22.74

Belanja 10,683.97 487.76 4.57 10,972.07 506.08 4.61

Pembiayaan Daerah 1,962.40 0.07 0.00 3,383.43 3,383.43 100.00

Surplus/ (Defisit) (1,962.40) 1,232.07 (3,383.43) 1,219.42

Triwulan I 2015 Triwulan I 2016Uraian

Page 86: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

66

2.1. Realisasi Pendapatan

Realisasi pendapatan daerah

Provinsi Riau hingga triwulan I

2016 tercatat sebesar 22,74%,

lebih besar dibandingkan

periode yang sama pada tahun

sebelumnya yang tercatat

sebesar 19,72%. Peningkatan

realisasi pendapatan didorong

oleh peningkatan realisasi

kelompok pendapatan asli

daerah (PAD).

Komponen utama yang mendorong peningkatan realisasi PAD berasal dari

peningkatan realisasi retribusi daerah, yaitu mencapai Rp305,03 miliar, jauh melebihi

target pendapatan retribusi yang dianggarkan sebesar Rp11 miliar. Peningkatan ini

diperkirakan berkenaan dengan peningkatan target pungutan pajak kepada objek

pajak yang selama ini belum membayarkan pajak atau kurang bayar, seperti pajak

sewa gedung pernikahan, ATM, dsb. Hal ini juga merupakan salah satu upaya yang

dilakukan pemerintah Provinsi Riau dalam rangka menekan penurunan pendapatan

yang berasal dari dana bagi hasil sumber daya alam di tahun 2016.

Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Tw I 2015 dan Tw I

2016

Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi %

PENDAPATAN DAERAH 8,722 1,720 19.72 7,581 1,726 22.76

PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,656.36 614.52 16.81 3,495.55 817.14 23.38

Pajak Daerah 2,924.92 577.32 19.74 2,765.55 424.45 15.35

Retribusi Daerah 24.37 5.33 21.85 11.00 305.03 2,773.01

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 208.54 - - 218.00 1.70 0.78

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 498.52 31.87 6.39 501.00 85.96 17.16

DANA PERIMBANGAN 4,196.34 888.03 21.16 4,085.27 908.37 22.24

Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak 559.67 190.24 33.99 877.34 219.83 25.06

Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 2,903.25 479.72 16.52 1,015.83 204.95 20.18

Pendapatan Dana Alokasi Umum 654.22 218.07 33.33 737.74 184.44 25.00

Pendapatan Dana Alokasi Khusus 79.20 - - 1,454.36 299.15 20.57

PENDAPATAN TRANSFER LAINNYA 868.88 217.28 25.01 5.00 - -

Dana Otonomi Khusus - - - - - -

Dana Penyesuaian 868.88 217.28 25.01 5.00 - -

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 2.83 - -

Tw I 2015 Tw I 2016Uraian (Miliar Rupiah)

N/A

Grafik 4.1.Realisasi Pendapatan Berdasarkan

Kelompok Pendapatan Tw I 2016 dan Tw I

2015

Sumber: Biro Perekonomian Prov. Riau

Page 87: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

67

Selanjutnya, realisasi pendapatan yang berasal dari pajak daerah hingga triwulan I

2016 mencapai Rp424,45 miliar atau sebesar 15,35% dari total yang dianggarkan

di tahun 2016. Realisasi ini lebih rendah jika dibandingkan tahun sebelumnya yang

mencapai Rp577,32 miliar atau sebesar 19,74% dari total yang dianggarkan.

Penurunan realisasi pendapatan pajak daerah diperkirakan bersumber dari

penurunan realisasi pajak restoran dan perhotelan di awal tahun 2016. Hal ini

diperkirakan akibat aktivitas ekonomi lokal yang masih terbatas di tengah perbaikan

harga komoditas internasional dan perekonomian nasional yang belum optimal.

Sementara itu, pendapatan yang berasal dari pendapatan transfer hingga triwulan I

2016 tercatat mencapai Rp908,37 miliar atau sebesar 22,24% dari total yang

dianggarkan. Realisasi ini relatif meningkat dibandingkan periode yang sama pada

tahun sebelumnya yang mencapai Rp888,03 miliar atau 21,16% dari total yang

dianggarkan. Peningkatan realisasi pendapatan transfer berasal dari komponen

pendapatan dana alokasi khusus dan dana bagi hasil pajak. Adanya peningkatan

pendapatan dari dana alokasi khusus sejalan dengan beberapa proyek pemerintah

pusat di Provinsi Riau, diantaranya proyek jalan tol Pekanbaru-Dumai dan

pembangunan jalur lintas kereta api trans-sumatera. Sementara itu, peningkatan

dana bagi hasil pajak diperkirakan merupakan peningkatan alokasi dari pemerintah

pusat sebagai kompensasi menurunnya dana bagi hasil sumber daya alam yang terus

turun akibat penurunan harga minyak dunia. Penurunan pendapatan daerah yang

berasal dari dana bagi hasil sumber daya alam diperkirakan mencapai 65% pada

tahun 2016 dibandingkan tahun 2015. Kondisi ini terjadi akibat penurunan harga

minyak dunia dan faktor penurunan produksi yang disebabkan oleh kondisi sumur

yang semakin tua (natural declining).

2.2. Realisasi Belanja

Alokasi anggaran belanja langsung pada tahun 2016 secara umum menurun

dibandingkan tahun 2015, khususnya pada komponen belanja barang dan jasa dan

belanja modal. Belanja barang dan jasa pada tahun 2016 dianggarkan sebanyak

Rp2,7 triliun, lebih rendah dibandingkan tahun 2015 yang dianggarkan sebanyak

Rp3,11 triliun. Sementara itu, belanja modal yang dianggarkan pada tahun 2016

ialah sebesar Rp2,53 triliun, juga menurun dibandingkan tahun 2015 yang

Page 88: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

68

dianggarkan sebesar Rp2,90 triliun. Penurunan alokasi anggaran diperkirakan akibat

penyesuaian terhadap menurunnya pendapatan di tahun 2016.

Di sisi lain, rencana anggaran kelompok belanja tidak langsung pada tahun 2016

cenderung meningkat dibandingkan tahun 2015, yaitu dari Rp4,4 triliun menjadi

Rp5,4 triliun. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan pada belanja hibah, belanja

bagi hasil kepada pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa serta belanja

pegawai. Kondisi ini diperkirakan akibat adanya peningkatan UMP dan UMK di

tahun 2016 serta fokus pemerintahan di tahun 2016 yang lebih menitikberatkan

pada percepatan pembangunan di pedesaan.

Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Tw I 2015 dan Tw I 2016

Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Realisasi anggaran belanja pemerintah Provinsi Riau pada awal tahun 2016 tercatat

sebesar Rp506,08 miliar atau 4,61% dari total belanja sebesar Rp10,97 triliun yang

dianggarkan dalam APBD 2016. Meskipun mengalami peningkatan dari realisasi di

awal tahun 2015 yang tercatat sebesar 4,57%, namun penyerapan anggaran belanja

relatif belum optimal. Hal ini tercermin dari realisasi belanja langsung yang baru

mencapai 1,72%. Sementara itu, realisasi belanja tidak langsung hingga Maret 2016

mencapai 7,61% dari total yang dianggarkan dan cenderung menurun dibandingkan

periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 9,50%.

Realisasi belanja modal dan belanja barang dan jasa di awal tahun 2016 tercatat

relatif meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hingga

Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi %

BELANJA DAERAH 10,683.97 487.76 4.57 10,972.07 506.08 4.61

BELANJA TIDAK LANGSUNG 4,402.19 418.06 9.50 5,388.35 409.96 7.61

Belanja Pegawai 1,122.75 160.77 14.32 1,202.95 111.67 9.28

Belanja Bunga - - - - -

Belanja Subsidi - - - - - -

Belanja Hibah 1,070.65 217.22 - 1,293.61 298.30 23.06

Belanja Bantuan Sosial 7.18 - - 10.00 - -

Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan

Pemerintah Desa1,159.15 - - 1,283.58 - -

Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota,

Pemerintah Desa dan Partai Politik1,032.47 40.07 3.88 1,580.21 - -

Belanja Tidak Terduga 10.00 - - 18.00 - -

BELANJA LANGSUNG 6,281.78 69.70 1.11 5,583.72 96.12 1.72

Belanja Pegawai 272.81 21.32 7.82 340.56 17.53 5.15

Belanja Barang dan Jasa 3,107.85 47.93 1.54 2,711.04 74.89 2.76

Belanja Modal 2,901.12 0.44 0 2,532.12 3.70 0

Uraian (Miliar Rupiah)Triwulan I 2015 Triwulan I 2016

Page 89: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

69

maret 2016, realisasi belanja modal pemerintah Provinsi Riau tercatat mencapai

Rp3,7 miliar, relatif menigkat dibandingkan periode yang sama pada tahun 2015

yang mencapai Rp440 juta. Selanjutnya, realisasi belanja barang dan jasa pada awal

tahun 2016 mencapai Rp74,89 miliar, lebih besar dibandingkan realisasi pada

periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai Rp47,93 miliar. Adanya

program percepatan realisasi APBD yang dilakukan pemerintah Provisi Riau

berdampak terhadap peningkatan realisasi belanja di awal tahun 2016 meskipun

belum optimal.

Selanjutnya pada kelompok belanja tidak langsung, anggaran belanja yang baru

terealisasi berasal dari komponen belanja pegawai dan belanja hibah, yaitu masing-

masing sebesar 9,28% dan 23,06% dari total yang dianggarkan. Realisasi belanja

pegawai dalam komponen belanja tidak langsung pada triwulan I 2016 tercatat lebih

rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2015 yang mencapai 14,38%.

Hal ini diperkirakan merupakan tindakan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh

pemerintah Provinsi Riau terkait penyesuaian pendapatan daerah. Selanjutnya,

realisasi belanja hibah relatif meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu

mencapai Rp298,30 miliar.

Page 90: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

BOKS 3 PERCEPATAN PENYERAPAN APBD RIAU TAHUN 2016

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi

Riau, realisasi APBD dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir terus tercatat lebih rendah

dibandingkan ketersediaan anggaran. Pada tahun 2010, anggaran yang tersedia mencapai Rp.4,26

Triliun dengan realisasi mencapai 95,31% atau sebesar Rp.4,06 Triliun. Jika dibandingkan dengan

realisasi anggaran tahun 2015 sebesar Rp7,38 Triliun, persentase realisasi anggaran tahun 2010

tercatat lebih tinggi dibandingkan 2015 yang hanya mencapai 64,76% dari total anggaran sebesar

Rp11,38 Triliun.

Grafik Anggaran dan Realisasi APBD Riau Tahun 2010-2015

Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Riau

Pada tahun 2016, Pemerintah Provinsi Riau menetapkan 5 langkah Percepatan Penyerapan

Anggaran 2016 sebagai berikut:

1. Mempersiapkan perangkat pelaksana (SK Pejabat Pengelola, Susun RUP, Rencana Kas dan

Identifikasi Paket.

2. Memperhatikan jadwal proses pelelangan.

3. Memperhatikan sembilan titik kritis tahapan pelaksanaan APBD.

4. Percepatan realisasi anggaran harus tetap memperhatikan akuntabilitas dan kualitas.

5. Melaporkan secara berkala dan mengambil tindakan perbaikan setiap bulannya.

4,264,79

8,378,91 8,84

11,38

4,064,54

6,848,08

5,73

7,88

-1

1

3

5

7

9

11

13

15

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Rp Triliun

Anggaran (Rp Triliun) Realisasi (Rp Triliun)

Page 91: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

Skema Percepatan Penyerapan Anggaran

Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Riau

Dengan asumsi telah disahkannya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi

Riau, pemerintah rencana penyerapan anggaran sebagaimana yang tercantum pada skema diatas

dapat dilakukan. Untuk itu, Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA) juga terus

melakukan pemantauan terhadap setiap tahapan pelaksanaan anggaran karena perlambatan pada

setiap fase akan berdampak pada keterlambatan fase selanjutnya.

Page 92: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah

70

1. Kondisi Umum

Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada awal

tahun 2016 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Dari

indikator terkait menunjukkan terjadi peningkatan kualitas ketenagakerjaan antara

lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 6,72% di

tahun 2015 menjadi 5,94% di tahun 2016. Sementara perkembangan

kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari indikator Nilai Tukar

Petani (NTP) pada triwulan I-2016 meningkat jika dibandingkan dengan triwulan IV-

2015 yakni dari 95,03 menjadi 97,36.

Bab 5 PERKEMBANGAN

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH

Page 93: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah

71

2. Ketenagakerjaan

Grafik 5.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Feb - 2016

Sumber : BPS

Grafik 5.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Feb - 2016

Sumber : BPS

Provinsi Riau pada periode Februari 2016 menunjukkan bahwa 2,98 juta dari 4,4

juta jiwa penduduk dengan usia 15 tahun ke atas atau 67,01% merupakan

angkatan kerja. Angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan

dari periode Februari 2015 yang tercatat sebesar 6,72% menjadi 5,94%. Hal

tersebut menunjukkan terjadi peningkatan kondisi ketenagakerjaan Riau yang

mengindikasikan terjadinya penurunan angka pengangguran. Trend penurunan TPT

Riau yang searah dengan pergerakan TPT Indonesia yang tercatat 5,81% pada

Februari 2015 menjadi 5,50% di periode Februari 2016 mengindikasikan terjadinya

peningkatan ketenagakerjaan secara nasional.

Di tingkat regional, Riau merupakan provinsi dengan angka TPT kelima tertinggi di

Sumatera. Sementara Bengkulu menjadi daerah dengan angka TPT terendah di

Sumatera dengan angka 3,84%. Jika dibandingkan dengan periode Agustus 2015,

Kepulauan Riau, merupakan satu-satunya provinsi di Sumatera yang mengalami

peningkatan TPT di tahun 2016, yang diperkirakan akibat perlambatan ekonomi

khususnya sektor industri, sehingga banyak pegawai yang di phk atau dirumahkan.

Tabel 5.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%)

Sumber: BPS.

73,59

70,34

70,01

68,87

68,63

68,53

68,06

68,06

67,01

65,58

64,24

58 60 62 64 66 68 70 72 74 76

Bengkulu

Sumatera Barat

Sumatera Selatan

Sumatera Utara

Lampung

Jambi

Bangka Belitung

Indonesia

Riau

Kepulauan Riau

Aceh

9,03

8,13

6,49

6,17

5,94

5,81

5,5

4,66

4,54

3,94

3,84

0 2 4 6 8 10

Kepulauan Riau

Aceh

Sumatera Utara

Bangka Belitung

Riau

Sumatera Barat

Indonesia

Jambi

Lampung

Sumatera Selatan

Bengkulu

Provinsi Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel BengkuluLampung Babel Kepri

Agt 2014 9,02 6,23 6,50 6,56 5,08 4,96 3,47 4,79 5,14 6,69

Feb 2015 7,73 6,39 5,99 6,72 2,73 5,03 3,21 3,44 3,35 9,05

Agt 2015 9,93 6,71 6,89 7,83 4,34 6,07 4,91 5,14 6,29 6,20

Feb 2016 8,13 6,49 5,81 5,94 4,66 3,94 3,84 4,54 6,17 9,03

Page 94: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah

72

Tabel 5.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Sumber: BPS

Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh

sektor pertanian yaitu mencapai 41,44% dari total tenaga kerja, diikuti oleh sektor

perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi dan sektor jasa kemasyarakatan

sosial dan perorangan dengan penyerapan tenaga kerja masing-masing mencapai

22,04% dan 18,26%. Penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian tercatat

menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu 46,09%

menjadi 41,44%. Disisi lain, penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan

rumah makan dan jasa akomodasi mengalami peningkatan, yaitu dari 16,04%

menjadi 22,04%.

Grafik 5.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

2014 2015 2016

Pertanian Perkebunan Kehutanan Perburuan dan Perikanan 42,41 46,09 41,44

Pertambangan dan Penggalian 1,73 1,32 1,91

Industri 5,51 4,91 6,06

Listrik Gas dan Air Minum 0,31 0,12 0,32

Konstruksi 5,54 4,84 5,39

Perdagangan Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 20,5 16,04 22,04

Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 3,79 3,85 2,14

Lembaga Keuangan Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 2,29 2,98 2,44

Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perorangan 17,91 19,85 18,26

Total 100 100 100

FebruariLapangan Pekerjaan Utama

0 10 20 30 40 50

Pertanian, Pekerbunan..

Pertambangan dan..

Industri

Listrik, Gas..

Konstruksi

Perdagangan, ru..

Transportasi, Per..

Lembaga Keuangan

Jasa Kemasyarakatan

%2016 2015 2014

Page 95: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah

73

Sebagian besar penduduk bekerja di Provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai

buruh/karyawan/pegawai yaitu sebesar 41,20%. Angka ini cenderung menurun

dibandingkan tahun 2015 yang tercatat sebesar 44,15%. Penurunan penduduk

yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai diperkirakan karena terjadinya

perlambatan ekonomi khususnya di sektor migas yang menyebabkan terjadinya

pengurangan karyawan di sektor usaha tersebut. Sedangkan penduduk yang

bekerja dengan berusaha sendiri mengalami peningkatan dari 18,63% di tahun

2015 menjadi 21,01% di tahun 2016, hal ini mengindikasikan bahwa penduduk

dituntut untuk kreatif menciptakan lapangan kerja yang sendiri pasca terjadinya

pengurangan karyawan di sektor usaha tersebut.

Grafik 5.4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Dilihat dari jumlah jam kerja perharinya, mayoritas tenaga kerja di Riau

menghabiskan waktu jam kerjanya selama 0 dan lebih dari 35 jam seminggu, yaitu

sebanyak 62,05%. Pekerja dengan waktu lebih dari 35 jam seminggu merupakan

pekerja penuh, sementara pekerja dengan waktu kurang dari 35 jam seminggu

merupakan pekerja tidak penuh. Dengan demikian, mayoritas angkatan kerja yang

bekerja di Riau pada Februari 2015 merupakan pegawai penuh. Hal ini sesuai

dengan jumlah status pekerja terbesar di Riau yang berprofesi sebagai

buruh/karyawan/pegawai. Pekerja tidak penuh di Riau didominasi oleh pekerja yang

berprofesi sebagai wirausaha, pekerja keluarga dan buruh bebas.

21%

12%

5%41%

5%3%

13%

Berusaha Sendiri

Berusaha Dibantu BuruhTidak Tetap / Buruh TidakDibayar

Berusaha Dibantu BuruhTetap / Buruh Dibayar

Buruh /Karyawan/Pegawai

Pekerja Bebas di Pertanian

Page 96: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah

74

Grafik 5.5. Jumlah Jam Kerja per Minggu Februari - 2016

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Grafik 5.6. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Grafik 5.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh tenaga kerja di Riau mayoritas

merupakan tamatan SMP kebawah atau sebesar 56,40%. Kondisi ini tidak jauh

berbeda dengan tahun sebelumnya yang mencapai 58,58%dari total angkatan

kerja yang bekerja. Pekerja dengan tingkat pendidikan diploma dan universitas

hanya mencapai 11,43%, sementara pekerja yang menamatkan tingkat pendidikan

SMA dan SMK mencapai 32,17%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

tingkat pendidikan tenaga kerja di Riau masih tergolong rendah.

Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT) terbesar berada pada kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan

3% 7%

13%

15%62%

1 - 7

8 - 14

15 - 24

25 - 34

0 dan 35+

SD kebawah37%

SMP19%

SMA23%

SMK9%

Diploma3%

Universitas9%

SD kebawah

SMP

SMA

SMK

Diploma

Universitas

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

SD KEBAWAH SMP SMA SMK DIPLOMA UNIVERSITAS

2,79

6,237,70

8,48

13,54

8,05

Feb 2015 Feb 2016

Page 97: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah

75

Diploma dan Universitas, yaitu mencapai 21,59%kondisi ini menunjukkan bahwa

lapangan kerja yang tersedia di Provinsi Riau belum optimal dalam menyerap

tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

3. Kesejahteraan Daerah

3.1 Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar Petani pada triwulan I-2016 meningkat jika dibandingkan dengan

triwulan IV-2015 yakni dari 95,03 menjadi 97,36. Kenaikan NTP pada triwulan I-

2016 disebabkan oleh kenaikan indeks harga yang diterima petani sebesar 3,81%,

lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks harga yang dibayar petani

sebesar 0,73%. Nilai NTP dibawah 100 secara umum memberikan gambaran

bahwa kegiatan pertanian di Provinsi Riau belum berjalan efisien dan kurang

bernilai tambah untuk meningkatkan taraf hidup petani, tercermin dari besarnya

biaya yang harus dikeluarkan petani dibanding pendapatan yang diperoleh.

Peningkatan nilai tukar petani dicatatkan oleh seluruh sub sektor kecuali sub sektor

tanaman pangan yang menurun dari 115,45 di triwulan IV-2015 menjadi 112,56 di

triwulan I-2016.

Nilai tukar petani terendah dicatatkan oleh subsektor tanaman perkebunan rakyat

sebesar 103,80. Sementara nilai tukar petani tertinggi dicatatatkan oleh subsektor

tanaman pangan sebesar 112,56.

Grafik 5.8 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, data diolah.

90

95

100

105

110

115

120

125

Mar Jun Sep Des Mar Juni Sep Des Mar

2014 2015 2016

Tanaman Pangan Hortikultura

Tanaman Perkebunan Rakyat Peternakan

Perikanan Indeks yang diterima

Indeks yang dibayar Nilai Tukar Petani Umum

Page 98: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

76

1. PROSPEK MAKROREGIONAL

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II-2016 secara umum diperkirakan

tumbuh meningkat, berada pada kisaran 2.51+0.5%(yoy) dengan tendensi ke arah

batas atas. Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan berasal dari

seluruh komponen baik konsumsi, investasi, maupun ekspor yang mengalami

perbaikan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, secara

sektoral peningkatan kinerja diperkirakan berasal dari sektor pertanian, kehutanan,

dan perikanan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, sektor perdagangan

besar dan eceran. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi Riau tertahan oleh

berlanjutnya penurunan produksi sektor pertambangan dan penggalian yang

diperkirakan lebih dalam dari kontraksi yang terjadi pada triwulan I 2016.

PROSPEK PEREKONOMIAN

DAERAH

Bab 6

Page 99: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

77

Tabel 6.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II-2016 serta 2016 (Dalam %)

*: Data Sementara; ** Data Sangat Sementara:P Proyeksi Bank Indonesia

Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan pada triwulan II

2016 diperkirakan ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah

tangga. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK) bulan April 2016 di Provinsi Riau yang tercatat meningkat. Peningkatan

optimisme konsumen tersebut diperkirakan karena ekspektasi perbaikan ekonomi

sampai dengan 6 bulan yang akan datang, terutama espektasi terhadap

penghasilan dan konsumsi durable goods meskipun masih sangat terbatas. Selain

itu prakiraan pengeluaran 3 bulan yang akan datang juga relatif meningkat

terutama pengeluaran pada kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi,

minuman, rokok, tembakau, kelompok perumahan, dan kelompok pendidikan,

rekreasi, dan olahraga.

Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 6.2. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Sementara itu konsumsi pemerintah juga diperkirakan akan meningkat jika

dibandingkan triwulan sebelumnya, terkait dengan mulai meningkatnya realisasi

APBD pada triwulan II 2016.

Dari sisi eksternal, kinerja ekspor pada triwulan II 2016 diperkirakan membaik

namun masih terbatas. Ekspor luar negeri diperkirakan masih mengalami kontraksi

I II III IV I IIP

PDRB 2.70 -0.01 -2.13 -1.38 4.45 0.22 2.34 2.0-3.0 1.9-2.9

Komponen 2016P2014*2015**

2015**2016

0

20

40

60

80

100

120

140

160

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3

2013 2014 2015 2016

Indeks

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 100

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4

2013 2014 2015 2016

Indeks

Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja

Indeks Konsumsi Durable Goods Garis 100

Page 100: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

78

sejalan dengan masih menurunnya kinerja sektor pertambangan dan penggalian

dari sisi migas, serta masih terbatasnya perbaikan kinerja sektor perkebunan sawit

dan industri CPO (non migas). Selain itu faktor yang menahan pertumbuhan

ekonomi Riau adalah perbaikan pertumbuhan ekonomi global terutama negara

mitra dagang utama yang diperkirakan masih terbatas pada triwulan mendatang.

Tabel 6.2 Outlook Perekonomian Global

Sumber: Recent Economic Development Bank Indonesia, April 2016

Dari sisi sektoral, kinerja sektor pertanian di triwulan mendatang diperkirakan akan

membaik dibandingkan triwulan I 2016. Faktor pendorong meningkatnya

pertumbuhan diperkirakan berasal dari subsektor perkebunan sawit. Kurang

optimalnya produksi sawit di triwulan I 2016 akibat tertundanya pemupukan pada

saat kondisi asap, diperkirakan akan mulai membaik pada triwulan II 2016. Selain

itu mulai meningkatnya harga TBS lokal dan meningkatnya permintaan domestik

CPO (termasuk penyerapan untuk produk turunan), serta mulai berproduksinya

beberapa lahan replanting mendorong laju pertumbuhan sektor pertanian. Sejalan

dengan peningkatan kinerja sektor pertanian Riau, perkembangan sektor industri

pengolahan juga diperkirakan akan meningkat yang didorong oleh meningkatnya

industri pengolahan CPO dan produk turunannya termasuk biodiesel, serta industri

pengolahan pulp and paper. Di sisi lain, menurunnya kinerja industri pengilangan

migas menjadi faktor yang menahan laju pertumbuhan.

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 secara keseluruhan

diperkirakan berada pada kisaran 1,9 2,9% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

2015 2016 2017 2016 2017 2016 2017 2016 2017 2016 2017 2016 2017

Dunia 3,1 3,4 3,6 3,2 3,5 3,4 3,7 3,5 4,0 3,50 3,80 3,40 3,60

Negara Maju 1,9 2,1 2,1 1,9 2,0 1,9 2,1 2,2 2,4 2,2 2,2 2,1 2,1

Amerika Serikat 2,5 2,6 2,6 2,4 2,5 2,1 2,5 2,1 2,4 2,7 2,8 2,6 2,5

Kawasan Eropa 1,5 1,7 1,7 1,5 1,6 1,6 1,7 1,5 1,6 1,6 1,7 1,7 1,7

Jepang 0,6 1,0 0,3 0,5 -0,1 1,3 0,7 0,7 0,6 1,0 0,4 1,0 0,4

Negara Berkembang 4,0 4,3 4,7 4,1 4,6 4,7 5,2 4,8 5,4 4,5 4,9 4,3 4,7

Negara Berkembang Asia 6,6 6,3 6,2 6,4 6,3

Tiongkok 6,9 6,3 6,0 6,5 6,2 6,4 6,4 6,4 6,2 6,3 6,0 6,3 6,0

India 7,3 7,5 7,5 7,5 7,5 7,7 7,8 7,6 7,7 7,5 7,5 7,5 7,5

Volume Perdagangan Dunia (barang dan jasa) 2,6 3,4 4,1 3,1 3,8 3,4 3,8 2,9 3,3

Harga Komoditas (U.S.Dollars)

Minyak (Minas&ICP, USD per barel) 50,9 42,0 48,2 34,8 41,1 48 52 37 46

Non bahan bakar (rata-rata berdasarkan bobot

ekspor komoditas dunia) -17,4 -9,5 0,4 -9,4 0,7 -9,90 0,50 -10,10 0,40

Februari 2016 Maret 2016

Bank Indonesia

Januari 2016 Februari 2016

Consensus Forecast WEO IMF

Januari 2016Realisasi

April 2016

Page 101: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

79

tahun 2015 yang tercatat sebesar 0,22% (yoy), dengan perbaikan yang

diperkirakan terjadi mulai triwulan II 2016. Peningkatan kinerja ekonomi didorong

oleh peningkatan kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dan sektor

industri pengolahan. Meningkatnya permintaan ekspor ke negara tujuan utama

dan permintaan domestik terutama produk CPO, pulp dan kertas serta turunannya.

Di sisi lain faktor yang menghambat laju pertumbuhan adalah penurunan kinerja

sektor pertambangan dan penggalian disebabkan oleh penurunan kinerja lifting

minyak bumi akibat natural declining sehingga tingkat produksi turun pada kisaran

6-8%. Dari sisi penggunaan, peningkatan ekonomi pada tahun 2016 utamanya

disebabkan oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah,

dan investasi akibat mulai meningkatnya kondisi perekonomian, serta perbaikan

kontraksi kinerja ekspor Riau.

Meskipun demikian, terdapat risiko yang berpotensi membawa pertumbuhan

ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi (downside risks). Kondisi ini

utamanya terkait dengan kondisi sumur minyak yang tidak produktif (natural

declining), tidak optimalnya penggunaan teknologi injeksi untuk optimalisasi

produksi, serta eksplorasi sumur baru yang terkendala proses perizinan sehingga

diperkirakan berpotensi mengakibatkan kontraksi yang lebih dalam pada sektor

pertambangan migas. Selain itu, potensi pemulihan kinerja sektor pertanian masih

cukup rendah, terutama terhadap subsektor perkebunan kelapa sawit sehubungan

dengan dampak el nino dan la nina yang berpotensi menyebabkan kebakaran

hutan dan lahan, serta kondisi banjir sehingga produksi pertanian relatif terganggu.

2. PERKIRAAN INFLASI

Tabel 6.3. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Triwulan II 2016

Inflasi Provinsi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan cenderung

mengalami perlambatan, yaitu berada pada kisaran 2.66+0.5% (yoy). Sedangkan

secara triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar 0.26+0.5% (qtq). Adapun capaian

I II III IV I IIP

Inflasi Tahunan (% yoy) 6.17 7.40 5.70 2.65 4.42 2.16 - 3.16 3.62 - 4.62

Inflasi Triwulanan (% qtq) (1.26) 1.97 0.68 1.25 0.45 -0.24 - 0.76

Keterangan2015 2016P

2016P

Page 102: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

80

inflasi hingga akhir tahun berada pada kisaran 3,62-4,62% (yoy) 2015, masih

berada di dalam sasaran inflasi nasional tahun 2016 sebesar 4±1% (yoy).

Faktor pendorong inflasi Riau pada triwulan II 2016 diperkirakan terutama berasal

dari inflasi volatile food, bersumber dari kenaikan harga bahan makanan akibat

keterbatasan pasokan seiring dengan berakhirnya masa panen raya dan gangguan

panen di beberapa sentra produksi yang banyak memasok kebutuhan ke wilayah

Riau. Beberapa komoditas seperti beras, cabe merah, bawang merah, daging sapi

mulai menunjukkan peningkatan karena keterbatasan pasokan. Selain itu tekanan

inflasi volatile food juga didorong oleh meningkatnya permintaan masyarakat

memasuki bulan Ramadhan pada akhir triwulan.

Inflasi kelompok administered price, meski mengalami penurunan tekanan pada

awal triwulan II 2016 akibat penurunan harga BBM bensin dan solar, diperkirakan

akan mulai meningkat didorong oleh rencana peningkatan tarif listrik bulan Mei

dan Juni. Sementara itu, meskipun relatif stabil tekanan inflasi inti diperkirakan

sedikit meningkat akibat mulai membaiknya daya beli masyarakat karena

meningkatnya penghasilan (akibat mulai meningkatnya harga TBS lokal). Faktor

yang menahan peningkatan tekanan inflasi inti adalah penguatan nilai tukar rupiah

sehingga menurunkan imported inflation.

Grafik 6.3. Perkembangan Harga Bumbu-Bumbuan di Kota Pekanbaru

Grafik 6.4. Perkembangan Harga Daging Segar & Hasilnya di Kota Pekanbaru

Sumber: Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia

Beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi melewati batas

atas kisaran proyeksi (downside risk) antara lain, El Nino yang berpotensi

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

MIV MV MIV MIV MV MIV MIV MV MIV

Aug-15 Sep-15 Okt-15 Nov-15 Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16

Ru

pia

h

Cabe Merah Cabe Rawit Bawang Merah Bawang Putih

110,000

115,000

120,000

125,000

130,000

135,000

140,000

145,000

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

MIV MV MIV MIV MV MIV MIV MV MIV

Aug-15 Sep-15 Okt-15 Nov-15 Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16

Ru

pia

h

Ru

pia

h

Daging Ayam Ras (RHS) Telur Ayam Ras Daging Sapi (LHS)

Page 103: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

81

menganggu produksi daerah sentra pertanian dan meningkatkan inflasi bahan

makanan. Sementara itu, terdapat beberapa faktor yang berpotensi membawa

inflasi ke batas bawah (upside risks) proyeksi, yaitu perkembangan harga minyak

dunia yang masih belum membaik sehingga meminimalisir tekanan inflasi dari

kelompok administered prices. Pada tingkat regional, koordinasi aktif forum Tim

Pengendalian Inflasi Daerah terus ditingkatkan baik di tingkat Provinsi maupun

Kabupaten/Kota dengan beberapa fokus program pengendalian inflasi daerah

antara lain: (1) dalam rangka persiapan menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya

Idul Fitri akan dilaksanakan pertemuan dengan mengundang beberapa distributor

besar untuk memantau kecukupan stok dan memberikan himbauan untuk tidak

melakukan tindakan spekulatif, melakukan koordinasi terkait rencana program

operasi pasar, serta sidak pergudangan; (2) Perbaikan tata niaga dan pasar

tradisional di beberapa daerah; (3) penertiban perizinan pasar modern yang

menjamur di kota Dumai dan Pekanbaru; (4) kota Dumai dan Tembilahan

menyepakati untuk menyediakan data harian yang akan di upload dalam PIHPS

nasional sebagai bagian program Pokjanas TPID 2016; (5) peningkatan kegiatan

urban farming di beberapa daerah dan monitoring kegiatan pencetakan lahan

pertanian baru dalam rangka peningkatan produksi pangan lokal (mengurangi

ketergantungan dari daerah lain).

3. REKOMENDASI

Sehubungan dengan upaya pengendalian inflasi, dan upaya peningkatan

pertumbuhan ekonomi, maka diusulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Jangka pendek

a. Monitoring dan evaluasi perbaikan infrastruktur pertanian terutama

sarana irigasi yang banyak (sekitar 80%) mengalami kerusakan.

b. Dukungan Kepala Daerah untuk melakukan monitoring dan evaluasi

tindak lanjut Hasil Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah

(TPID) Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota yang telah disepakati.

2. Jangka panjang

a. Fokus pengembangan kawasan industri dan infrastruktur yang

mendukung industrialisasi seperti sarana jalan, pelabuhan dan

Page 104: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

82

kelistrikan dengan terus melakukan monitoring progress dan evaluasi

secara intensif terutama untuk mendukung program hilirisasi sawit

(menciptakan nilai tambah produk kelapa sawit);

b. Merumuskan rencana pengembangan sektor ekonomi yang berpotensi

untuk menggantikan laju penurunan sektor pertambangan dan

penggalian (natural declining), antara lain sektor pariwisata, jasa dan

perdagangan. Perlu pembuatan blueprint dan milestone

pengembangan yang terperinci yang dimasukkan dalam RPJMD dan

RPJP

c. Meningkatkan kerjasama dengan stakeholder dalam rangka

menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) khususnya dalam

sektor pariwisata.

Page 105: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xv

Aktiva Produktif

Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan

tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran

kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank

Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan

risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin

kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah

mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang

diberikan kepada perorangan.

Kualitas Kredit

Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan

kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5

kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar,

Diragukan dan Macet.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva

Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro,

tabungan atau deposito.

DAFTAR ISTILAH

Page 106: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xvi

Financing to Deposit Ratio (FDR)

Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap

dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum

konvensional.

Inflasi

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Inflasi Administered Price

Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam

kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan

bakar).

Inflasi Inti

Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran aggregat and permintaan

agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan

ekspektasi masyarakat.

Inflasi Volatile Food

Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk

dalam kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya

beras).

Kliring

Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta

kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang

perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

Kliring Debet

Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan

penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada

penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang

memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal)

Page 107: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xvii

dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit

kerja yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan

secara nasional.

Kliring Kredit

Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung

oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa

menyampaikan fisik warkat (paperless).

Loan to Deposit Ratio (LDR)

Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang

diterima (giro, tabungan dan deposito).

Net Interest Income (NII)

Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.

Non Core Deposit (NCD)

Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga.

Dalam laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan

10% deposito berjangka waktu 1-3 bulan.

Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)

Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar,

Diragukan dan Macet

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin

timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP

ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar

PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang

Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi

agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah

100% dari total kredit macet (setelah dikurangi agunan).

Page 108: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2016 ..... 37 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xviii

Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)

Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total

kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin

rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb.

Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net

Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit

Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)

Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan

seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta

pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan

pembayaran.

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)

Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring

kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Adalah persentase jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.