kajian brahma widya dalam teks Śiwa tattwa purĀna

23
KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA Oleh: I GEDE PASEK MANCAPARA UPT – PPKB UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2019

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

Oleh: I GEDE PASEK MANCAPARA

UPT – PPKB UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2019

Page 2: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agama Hindu merupakan agama yang universal dan memiliki ajaran

yang mencakup seluruh kehidupan baik itu mikro kosmos ataupun makrokosmos.

Hal itu ditunjukkan dengan terdapatnya konsep ketuhanan yang saguna yaitu

Tuhan yang memiliki sifat dan nirguna yaitu Tuhan yang tidak bersifat. Hal

tersebut jarang ditemui dalam agama lain yang bahkan melarang untuk

menyamakan Tuhan dengan ciptaannya. Sehingga hal tersebut menunjukkan

agama Hindu merupakan agama yang fleksibel dan universal, tidak hanya boleh

mewujudkan Tuhan sebagaimana manusia Hindu menghendakinya sesuai dengan

kebutuhan beragama, dari yang paling agung, cantik, tampan, hingga memiliki

rupa menyeramkan dengan demikian memudahkan manusia mendekatkan diri

dengan Tuhan yang transcendent melalui symbol-simbol serta perwujudan sifat-

Nya dalam dunia material (Imanent).

Keterbatasan umat Hindu yang masih awam tentang spiritual diberi

kemudahan dalam agama Hindu untuk memuja Tuhan melalui jalan bhakti marga

ataupun karma marga yang dimudahkan juga dengan konsep Saguna Brahman

tersebut, sebaliknya juga terdapat jalan yang lebih susah untuk dilaksanakan yaitu

jalan menuju Tuhan dengan Jnana marga ataupun Raja marga.

Ajaran yang terdapat dalam kitab suci agama Hindu sangatlah lengkap

untuk kehidupan manusia sebagai mikrokosmos ataupun kehidupan alam semesta

Page 3: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

sebagai makro kosmos. Baik itu kebutuhan manusia mengenai benda material

ataupun non material atau juga disebut sebagai ilmu pengetahuan Para Widya dan

Apara Widya, yang tercakup dalam suatu ilmu pengetahuan ketuhanan dalam

agama Hindu disebut Brahma Widya, dimana Para Widya merupakan ilmu

pengetahuan tentang yang supernatural sedangkan pengetahuan Apara Widya

merupakan ilmu pengetahuan dalam Veda yang mengajarkan tentang ilmu

pengetahuan alamiah. Segala ajaran tersebut tertuang dalam kitab suci Hindu yang

demikian banyaknya. Mengingat ada banyak juga ilmu pengetahuan yang

dibutuhkan manusia di alam semesta ini sehingga tidak seperti kitab suci agama

alainnya, agama Hindu memiliki sangat banyak kitab suci dengan berbagai

macam ajaran yang tertuang didalamnya.

Secara umum kitab suci utama dalam agama Hindu disebut Catur Veda

sebagai kitab suci yang utama yaitu; Rg Veda, Yajur Veda, Sama Veda, dan

Atharva Veda, namun dewasa ini disebutkan adanya penyempurnaan dengan

menambahkan satu Veda lagi yaitu Bhagavad Gita sehingga disebut Pancama

Veda. Mengingat bahwa agama Hindu merupakan agama yang fleksibel dan

universal, maka penganut agama Hindu akan selalu menyesuaikan dengan lokus

dimana agama tersebut diterapkan dan berkembang. Dinyatakan bahwa untuk

mempeajari Veda yang utama tersebut sebagai Veda Sruti, sebaiknya terlebih

dahulu mempelajari Veda Smrti untuk mempermudah nantinya dalam

mempelajari Veda Sruti baik itu dalam kitab Itihasa, Purana, Upaveda,

Upangaveda, atau juga berbentuk berbentuk nibanda, serta lontar-lontar yang

Page 4: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

telah dimodisikasi namun tidak menghilangkan esensi ataupun kontradiksi dengan

sumber aslinya yaitu Veda/ Veda Sruti.

Mengingat bahwa panjangnya waktu yang dilalui dari awal mula

turunnya Veda hingga sekarang ini, tentu semakin banyak naskah suci yang

mengalami perubahan-perubahan dalam bentuk ataupun isi naskah yang

disesuaikan dengan desa, kala, patra saat penulisannya dan tentunya melalui

penyaringan yang bijaksana sehingga memudahkan umat untuk mempelajarinya,

dari bnyaknya naskah suci yang ada tersebut, salah satu naskah bernama Siwa

Tattva Purana.

Adapun dalam makalah ini akan dibahas bahwa dalam naskah Siwa

Tattva Purana sebgai salah satu bentuk Brahma Widya juga memiliki nilai

ketuhanan yang masih sangat relevan untuk dipelajari dan tentunya diterapkannya

yang tercermin dari ajaran yang universal didalamnya seperti halnya keesaan

Tuhan, Tuhan yang ada dimana-mana, Tuhan sebagai sumber segala, Tuhan yang

maha gaib, Tuhan yang imanen dan transenden, hingga Tuhan sebagai penguasa

segala penjuru.

1.2 Tujuan

Kitab-kitab nibanda juga memiliki kedudukan yang sangat penting untuk

dipelajari yang memungkinkan untuk mempermudah pemahaman mengenai kitab

sruti. Sehingga dengan menggali nilai-nilai Brahma Widya yang terdapat dalam

salah satu kitab tersebut tidak lain bertujuan untuk mempermudah siapapun yang

Page 5: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

memiliki ketertarikan terhadap ilmu yang terkandung didalamnya sekaligus

melestarikan khasanah budaya bangsa.

II

PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Naskah

Naskah Siwa Tattwa Purana seperti namanya merupakan salah satu

naskah/ susastra Hindu yang tergolong kitab Smrti yaitu tergolong kitab Purana.

Naskah Siwa Tattva Purana merupakan salah satu dari sekian banyaknya lontar

yang dimiliki agama Hindu yang memiliki ajaran Siwaistik. Lontar ini berisikan

terdiri dari 20 lembar lontar yang berisi tentang ajaran Siwa yang diwejangkan

oleh Siwa (Sanghyang Jagatpati yang mengajarkan Acara agama kepada putra-

putra-Nya dengan cara dialog dan ceramah.

Jika dilihat dan ditinjau dari latar belakang budaya serta bahasa yang

digunakan, teks dalam naskah Siwa Tattwa Purana ini ditulis pada saat jaman Bali

tengahan. Hal tersebut bisa dilihat dari bahasa kawi yang digunakan pada naskah

banyak yang menyerap istilah-istilah dan tradisi kebudayaan jaman Bali

pertengahan, bisa dilihat juga dari struktur bahsa yang kurang rapi dan sosial

budaya pada masyarakat Bali tengahan/ Bali tradisional dalam sistem upacaranya

yang sangat dominan menentukan perbedaan sistem pelaksanaan upacara/ acara

yang dilaksanakan seperti sarana upacara ngaben untuk mereka yang dari

keturunan brahmana sedikit berbeda dengan mereka yang berasal dari golongan

satriya, terlebih-lebih dari mereka yang berasal dari golongan sudra.

Page 6: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

Adapun secara umum teks ini menceritakan tentang wejangan Dewa

Siwa (Sanghyang Jagatpati) di Siwaloka, pada bulan kartika mengadakan

pertemuan dengan putra-putra-Nya kemudian mewejangkan tentang upacara Pitra

Yadnya dari tingkatan nista, madya, hingga yang utama. Upacara yang

diterangkan diantaranya adalah; ngaben, nyekah, memukur, maligia, dan angluer.

Kemudian setelah itu diajarkan dan menitahkan juga tentang Manusa Yadnya,

Butha Yadnya, dan Dewa Yadnya hingga wariga/ astronomi.

Adapun Manusa Yadnya diantaranya yaitu; magedong-gedongan,

miyaksih, macolongan, mapetik, ototnan, matatah, pernikahan, madudus agung,

dan mapodgala. Kemudian Butha Yadnya diantaranya; Macaru, Sabuh rah,

Tawur Eka dasa Rudra, Otonan untuk senjata, binatang, dan tumbuh-tumbuhan.

Dewa Yadnya diantaranya sebagai berikut: Galungan dan Kuningan, Ngusaba

Desa, Pagerwesi, Sugihan, dan Nyepi.

2.2 Tuhan Itu Esa

Sebelum lebih jauh, kiranya sebagai landasan sebaiknya diketahui hal-hal

yang mendasar yang terdapat dalam kitab suci Veda. Dapat ditemui pernyataan

yang secara tegas dalam kitab suci Veda bahwa Tuhan itu Esa adanya, para

bijaklah yang memberi nama atau abhisekanama yang berbeda-beda, seperti Agni,

Indra, Vayu, dan lain-lain (Titib, 2003: 14), Seperti dinyatakan dalam mantra

Veda berikut :

Indram Mitram varuņam agnim āhur Atho divyah sa suparņo garutmān, Ekam sadviprā bahudhāvadanty Agnim yamam matarisvānam āhuh.

Page 7: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

(Ŗgveda I.164.46.) Artinya : Mereka menyebut-Nya dengan Indra, Mitra, Varuna, dan Agni, Ia yang bersayap keemasan Garuda, Ia adalah Esa, para maharsi (viprah) memberinya banyak nama, mereka menyebut Indra, Yama, Matarisvan. Didukung juga dalam kutipan Veda sebagai berikut : Tad eva agnis tad ādityas Tad vāyus tad u candramāh, Tad eva śukram tad brahma Ta ‘āpah sa prajāpatih. (Yajurveda XXXII.1.) Artinya : Sesungguhnya Ia adalah Agni, Ia adalah Aditya, Ia adalah Vayu, Ia adalah Candrama, Ia adalah Sukra, Ia adalah Apah, Ia Yang Esa itu adalah Prajapati (Titib, 2003: 14). Beberapa kutipan mantra diatas menjelaskan sesungguhnya agama Hindu

memiliki konsep ketuhanan yang Esa seperti agama yang lainnya, namunn para

bijak memberinya banyak nama. Baik itu Dewa Agni, Indra, Aditya, Garuda,

Yama, dan lain sebagainya merupakan Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut diatas

juga didukung dalam pernyataan Donder (2006: 234) sebagai berikut :

Hinduisme sangat menyadari dan sangat meyakini akan ke Esaan Tuhan. Sebagaimana agama yang lain, Hinduisme juga memiliki konsep bahwa Tuhan itu tidak memiliki wujud tertentu, acintya, nirguna, dan tidak dapat dipikirkan tetapi konsep Tuhan yang demikian itu sifatnya hanya cocok dipedomani oleh orang yang telah mapan dalam pemahamannya tentang sesuatu yang absolut sekaligus abstract. Tuhan yang didefenisikan seperti itu sangat sulit dihayati oleh umat manusia pada umumnya. Oleh sebab itu demi kepentingan umat manusia secara keseluruhan (Tanpa terkecuali) agar dapat berbakti kepada Tuhan, maka Hinduisme memberikan pilihan jalan atau cara; muai dari tahap yang paling dasar hingga tahap yang paling tinggi dimana aktivitas pikiran harus dihentikan. Itulah sebabnya dalam HInduisme menyediakan tahap keyakinan dari animism, dinamisme, politheisme hingga monotheisme. Bisa dibilang bahwa agama Hindu hampir memiliki semua paham isme

ketuhanan yang ada, dari animism, dinamisme, antropomorfisme, pantheisme,

Page 8: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

politheisme, hingga monotheisme terdapat dalam konsep isme agama Hindu.

Dibalik itu semua dalam konsep ketuhanan agama Hindu tetap mengakui adanya

satu Tuhan yaitu Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai macam sebutannya

sesuai dengan budaya daerah agama Hindu tersebut diterapkan dan berkembang,

salah satunya di Bali Tuhan Yang Maha Esa disebut sebagai Ida Sang Hyang

Widhi Wasa. Kemudian Tuhan/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang Esa dalam

kosmologi Hindu yang tertuang dalam kitab Manavadharmasastra I.6 sebagai

berikut :

Tatah svayambhūr bhagavān Avyakto vyañjannidam, Mahābuthādi vŗttaujāh Prādurāsītta monudah. (Manavadharmasastra I.6) Artinya : Kemudian dengan kekuatan tapa-Nya Yang Maha Ada dengan sendirinya walaupun tanpa wujud, menciptakan alam semesta ini secara bertahap, dari mahabutha (unsur alam semesta) dan lainnya, yang melenyapkan kegelapan. Kemudian dilanjutkan pada sloka Manavadharmasastra I.8 sebagai

berikut : So’ bhidhāyah śarīrāt swāt- Sisŗkşur vividhā prajāh, Apa eva sasarjādau Tāsu bījam avā sŗjat. (Manavadharmasastra I.8) Artinya : Ia yang berkeinginan menciptakan berbagai jenis makhluk hidup dari badan-Nya sendiri, pertama kali menciptakan air dan meletakkan benih di dalamnya. Kutipan sloka diatas menjelaskan keesaan Tuhan sebagai sumber alam

semesta. Untuk memahami Tuhan yang tidak terpikirkan dan Yang Maha Esa

tersebut kemudian para maha Rsi terdahulu dengan bijaksana memudahkannya

Page 9: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

dengan cara membentuk suatu konsep ketuhanan yang Saguna Brahman. Konsep

ketuhanan Saguna Brahman tidak hanya diajarkan dalam kitab Smrti saja, bahkan

dalam kitab Sruti sekalipun juga terdapat konsep Tuhan Yang Saguna Brahman

dengan adanya pemujaan terhadap dewa Agni yang tberarti api yang tentunya

memiliki sifat panas, demikian juga Dewa Vayu, Indra dan lainnya.

Demikian juga halnya konsep ketuhanan dalam lontar Siwa Tattwa

Purana. Adapun dalam Siwa Tattwa Purana memilki konsep Saguna Brahman

yang tercermin dari nama-nama dewa yang disebutkan yang memiliki fungsiya

dan tugasnya masing-masing, jika ditelusuri dari isi teks, maka naskah ini

termasuk juga ke henotheisme/ kathenoisme yaitu ada satu dewa tertinggi diantara

dewa-dewa lainnya pada satu masa tertentu. Tiak hanya itu terdapat konsep

politheisme yaitu ada banyak nama Dewa, hingga kosep monotheise yaitu Tuhan

Ynag Maha esa, yang bisa dilihat dari kutipan teks Siwa Tattwa Purana 14.a

sebagai berikut :

“…Ia adalah Widhi Wasa, …hari-hari itu disebut wuncal walung. Tetapi baik untuk Tuhan..” Kemudian terdapat juga disebutkan agar mempersembahkan banten

lkepada Tuhan dalam teks Siwa Tattwa Purana 17.a hingga 18.a sebagai berikut :

“….mereka sepatutnya mempersembahkan banten kepada Tuhan. Hari itu disebut Pagerwesi…Dewa Yadnya adalah melaksanakan pemujaan yang ditujukan kepada Tuhan, Widhi Widana …” Beberapa kutipan teks diatas menunjukkan terdapatnya suatu eksistensi

Tuhan Yang Maha Esa dibalik dari eksistensi para Dewa yang tertuang dalam teks

sehingga sesuai dengan konsep ketuhanan agama Hindu bahwa Ia yang nirguna

Page 10: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

merupakan sumber dari para Dewa bahkan juga para maha rsi seperti yang

tertuang dalam Bhagavad Gita X : 2

Na me viduh sura-ganah Prabhavam na maharsayah Aham adir hi devanam Maharsinam ca sarvasah (Bhagavad Gita X : 2)

Artinya :

Baik para dewa maupun rsi-rsi yang mulia tidak mengenal asal mula maupun kehebatan-Ku, sebab dalam segala hal, aku adalah sumber dewa-dewa dan rsi-rsi. Kutipan sloka diatas menjelaskan dengan gamblang bahwa sumber dari

para Dewa yang Saguna/ sebagai Tuhan yang memiliki sifat, tidak lain adalah

bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa yang tidak terpikirkan, tidak berwujud,

tidak bersifat yang dikenal sebagai Nirguna Brahman itu. Tuhan Yang maha Esa

memanifestasikan diri-Nya sesuai dengan tugas dan fungsinya berwujud para

Dewa (Saguna Brahman) untuk proses penciptaan, pemeliharaan/ berlangsungnya

kehidupan, hingga peleburan alam semesta beserta isinya yang terus mengalami

perputaran utpeti, stiti, pralina demikian seterusnya yang terjadi berulang-ulang

sesuai dengan hukum rta yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

2.3 Tuhan ada Dimana-Mana

Isi naskah Siwa Tattwa Purana menjelaskan bahwa eksistensi Tuhan ada

dimana-mana, atau dalam bahasa keilmuannya disebut sebagai paham/ isme yang

memiliki pandangan bahwa Tuhan ada dimana-mana yang disebut sebagai

Page 11: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

pantheisme. Hal tersebut bisa dilihat dari teks Siwa Tattwa Purana 9.a yang

menyatakan bahwa air membawa sumber kehidupan yang disebut sebagai amerta

yang akan muncul jika Sanghyang Antabogha merasa bahagia akibat suatu

persembahyan korban suci/ Yadnya yang dilaksanakan kepada-Nya. Seperti

kutipan dalam terjemahan teks 9a berikut “…Sesajen yang patut dipersembahkan

di danau disesuaikan dengan upacara yang lainnya. Maka bahagialah Sanghyang

Antabogha. Musim kemarau berubah menjadi musim hujan. Segala yang kena air

Hujan berubah menjadi sumber kehidupan, amreta. Negara menjadi sejahtera…”.

Selanjutnya disampaikan dalam diri manusia juga terdapat Tuhan,

diantaranya disebutkan bahwa Hyang Semara ada didalam setiap tubuh manusia,

sesuai dengan halnya kutipan Siwa Tattwa Purana 9.b sampai 10.a berikut; “Hai

anakku, Hyang Uma. Engkau yang patut memahami proses terciptanya manusia.

Hyang Semara ada di dalam setiap tubuh manusia, ada yang disebut hyang Harun,

bertahta dipusat pikiran, perbawanya bagaikan mutiara. Lintasannya adalah otot

mata.demikian disebutkan, dan ada sesuatu yang bening bertempat di bagian putih

mata. Lintasannya di otot mata bagian kanan. Dan mengambil tempat di gedong

emas. Sanghyang Semara menjadi air mani, Sanghyang Ratih menjadi sel telur.

Setelah bersatu mereka menuju gedong emas. Disanalah mereka bertemu dan

menjadi satu. Kemudian berubah wujud menjadi janin,…setelah menjadi janin

disebut Hyang Tiksna, setelah berwujud bayi disebut Kula Maya…”.

Selanjutnya dinyatakan bahwa Tuhan juga terdapat dalam sanggar yaitu

dengan menanam rambut si bayi yang telah diupacarai 3 bulanan dengan banten

Madudus Nawa Ratna, sebagai penghormatan karena Beliau yang menganugerahi

Page 12: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

tulang tempat melekatnya otot, menganugerahi tenaga, suara, dan pikiran, seperti

yang tertuang dalam teks 11.a yaitu :

“Setelah berumur 3 bulan, bayi itu kembali dibuatkan upacara dengan upacara banten Madudus Nawa ratna, lainnya adalah Mapetik. Rambut bayi itu digunting, dimasukkan kedalam balyag, yaitu tempat membersihkan rambut dimaksud, dibuatkan upacara pebangkit 1 soroh, dinaikkan pada Udupeji. Pelaksanaan upacaranya dipimpin oleh seorang sulinggih. Kemudian tanamlah rambut itu didepan sanggar. Sebab Beliaulah yang menganugerahi tulang tempat melekatnya otot, menganugerahi tenaga, suara, dan pikiran”. Dijelaskan selanjutnya bahwa pada tanahpun juga terdapat Tuhan yaitu

Sanghyang Pertiwi. Si anak tidak diperkenankan menginjak tanah sebelum

diupacarai otonan yang dilaksanakan jika anak telah berusia enam bulan. Jika

belum diupacarai otonan itu, anak tidak diperkenankan menginjak tanah, hal itu

dinyatakan dalam teks Siwa Tattwa Purana 11.a sebagai berikut :

“…Setelah berumur 6 bulan, buatkanlah upacara otonan yang pertama. Saat itu bayi baru dibolehkan untuk diturunkan untuk menginjak tanah…jika belum diupacarai seperti tersebut diatas, bayi itu tidak dibenarkan untuk turun ke tanah. Oleh karena Hyang Prethiwi belum mendapat upah dan upacara Mapetik”. Bahkan dalam haripun dinyatakan terdapat Tuhan sebagai manifestasinya

menjadi dewa-dewa diantaranya Sanghyang Brahma menjadi pahing, Sanghyang

Mahadewa menjadi Pwon, Sanghyang Iswara menjadi Umanis, Sanghyang Wisnu

menjadi Wage, Sanghyang Siwa menjadi Kliwon, hal tersebut dinyatakn dalam

Siwa Tattwa Purana 13.a hingga 13.b sebagai berikut :

“..dan ini titahKu untuk menciptakan hari. Sanghyang Brahma menjadi pahing, Sanghyang Mahadewa menjadi Pwon, Sanghyang Iswara menjadi Umanis, Sanghyang Wisnu menjadi Wage, Sanghyang Siwa menjadi Kliwon..”

Page 13: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

Beberapa hal tersebut diatas menyatakan bahwa Tuhan sebagai

manifestasi-Nya yang berbeda-beda menempati setiap hal yang ada didunia baik

mikro kosmos ataupun makro kosmos.

2.4 Tuhan Sumber Segala

Konsep ketuhanan dalam agama Hindu yaitu Nirguna Brahman dan

Saguna Brahman. Nirguna Brahman berarti Tuhan yang tak bersifat dan tak

terpikirkan ataupun tidak terwujud, sedangkan kebalikannya Tuhan sebagai

Saguna Brahman merupakan Tuhan yang memiliki sifat dan bisa dibayangkan

wujudnya sehingga memudahkan mausia untuk memuja-Nya. Dalam konsep

ketuhanan politheisme yang juga ada dalam Agama Hindu yang berpandangan

adanya lebih dari satu perwujudan Tuhan Yang Maha Esa yaitu berkaitan dengan

konsep Saguna Brahman sehingga dalam agama Hindu juga mengenal banyak

nama Dewa sebagai manifestasi Tuhan Yang maha Esa.

Mengingat bahwa Siwa Tattwa Purana merupakan salah satu lontar

Siwaistik, tentu sesuai dengnan konsep henotheisme menyatakan bahwa Siwa

sebagai sumber semua Dewa yaitu Tuhan tertinggi. Siwa tattwa Purana

megajarkan bahwa Tuhan merupakan sumber segalanya. Dari awal mulanya

mikro kosmos berawal dari manifestasi Tuhan yang maha Esa berwujud para

dewa, tidak hanya sebatas penciptaan tersebut, namun bagaimana proses dalam

menjalani kehidupan di dunia ini baik kebahagiaan, ataupun kesedihan (suka

dhukka) disebabkan oleh-Nya. Hal itu dituangkan dalam teks Siwa Tattwa Purana

9b sampai 10a berikut;

“Hai anakku, Hyang Uma. Engkau yang patut memahami proses terciptanya manusia. Hyang Semara ada di dalam setiap tubuh manusia,

Page 14: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

ada yang disebut hyang Harun, bertahta dipusat pikiran, perbawanya bagaikan mutiara. Lintasannya adalah otot mata.demikian disebutkan. Dan ada sesuatu yang bening bertempat di bagian putih mata. Lintasannya di otot mata bagian kanan. Dan mengambil tempat di gedong emas. Sanghyang Semara menjadi air mani, Sanghyang Ratih menjadi sel telur. Setelah bersatu mereka menuju gedong emas. Disanalah mereka bertemu dan menjadi satu. Kemudian berubah wujud menjadi janin,…setelah menjadi janin disebut Hyang Tiksna, setelah berwujud bayi disebut Kula Maya…”.

Kutipan tersebut diatas menunjukkan bahwa penciptaan manusia atau

mikro kosos berawal dari Tuhan sebagai Sanghyang Semara yang ada disetiap

tubuh manusia dan Sanghyang Ratih yang jika bertemu akan menghasilkan suatu

penciptaan kehidupan/ janin dan membentuk bayi dan terciptalah suatu kehidupan

mikrokosmos yang baru. Untuk memperoleh kebahagiaan juga dipengaruhi oleh

Tuhan sebagai teks Siwa Tattwa Purana 9.a menyatakan sebagai berikut:

“…Sesajen yang patut dipersembahkan di danau disesuaikan dengan upacara yang lainnya. Maka bahagialah Sanghyang Antabogha. Musim kemarau berubah menjadi musim hujan. Segala yang kena air Hujan berubah menjadi sumber kehidupan, amreta. Negara menjadi sejahtera…”. Teks diatas menjelaskan bahwa kebahagiaan Tuhan turut menentukan

kesejahteraan yang didapatkan manusia dalam makro kosmos ini. Seperti kutipan

diatas yang menyatakan bahwa kebahagiaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai

Antabogha turut menentukan kesejahteraan manusia, dengan bahagianya

Sanghyang Antabogha maka musim kemaraupun berubah menjadi musim hujan

yang memberkati kehidupan manusia di dunia ini. Hal tersebut bisa menyatakan

bahwa turunnya Hujan sekalipun disebabkan oleh Tuhan atau dengan kata lain,

Tuhan sebagai sumber hujan. Sesuai juga dengan kutipan dalam Bhagavad Gita

beriut :

Page 15: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

Istan bhogan hi vo deva dasyante yajna bhavitah Tair dattan apradayaibhyo yo bhunke stena eva sah. (Bhagavad Gita, III. 2). Artinya : Sesungguhnya keinginan untuk mendapatkan kesenangan telah diberikan kepadamu oleh para dewa karena yajna mu, sedangkan ia yang telah memperoleh kesenangan tanpa melakukan yajna sesungguhnya ia adalah pencuri. Melalui kutipan sloka diatas menunjukkan bahwa Tuhan sebagai sumber

segalanya, termasuk kesejahteraan yang manusia dapatkan didunia ini, dinyatakan

juga melalui suatu persembahan yang tulus iklas oleh manusia kepada Tuhan

ataupun para dewa akan menghasilkan kebahagiaan tertinggi untuk manusia itu

sendiri, seperti dinyatakan oleh Donder (2007: 318) kesenangan tertinggi yang

disebut bahagia (Anandam)hanya akan mungkin didapat melalui sebuh proses

latihan spiritual, salah satunya yaitu beryadnya. Beberapa hal yang menunjukkan

bahwa Tuhan merupakan sumber segala yang ada di alam semesta ini.

2.5 Tuhan Maha Gaib

Gaib secara psikologi agama berarti suatu cara-cara dan maksud

menggunakan kekuatan-kekuatan yang diduga ada di alam gaib, yaitu yang tidak

dapat diamati oleh rasio dan pengalaman fisik manusia (Jalaluddin, 2015: 118).

Adapun dalam teks Siwa Tattwa Purana sangat banyak hal yang menunjukkan

bahwa Tuhan Yang Maha Gaib. Melalui isi naskah yang menjelaskan bagaimana

proses dalam wejangan-wejangan Dewa Siwa bersama anak-anaknya baik

mengenai upacara agama yang bersifat diluar nalar manusia seperti pitra yadnya

pitra yadnya, manusa yadnya, hingga dewa yadnya yang melibatkan kekuatan

supernatural.

Page 16: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

Tidak hanya itu dimasing-masing penjuru arah juga terdpat kekuatan

supernatural yang dikuasai oleh dewa-dewa, terdapatnya istana/ sthana para dewa

dimasing-masing penjuru yang dikuasainya, kemudian hingga peristiwa turunnya

hujan, dan tanah sekalipun juga terdapat dewa yang bersthana padanya. Seperti

salah satu kutipan Siwa Tattwa Purana 1.b sampai 3.a diantaranya :

“…Sanghyang Brahma datang dari selatan. PerbawaNya merah demikian juga busananya, berpayung emas. Diikuti oleh Ki Butha Bang. Di Brahmaloka alam kekuasaannya,…Sanghyang Wisnu dari utara, perbawaNya hitam, demikian juga dengan busanaNya, Wisnu Loka nama alam kekuasaannya. Sanghyang Iswara datang dari timur, berbusana serba putih, alam kekuasaannya adalah Iswaraloka. …Sanghyang Mahadewa datang dari barat, dengan busana kuning,..wilayah kekuasaannya disebut Rudra Bhuwana. Sanghyang Mahesora dan Sanghyang Indra datang dari tenggara, berbusana putih kemerah-merahan, …alam kekuasaannya disebut Indra Bhuwana. …Sanghyang Satarudra datang dari barat daya, berbusana merah kekuning-kuningan, alamnya disebut Rudra Loka. Sanghyang Sangkara datang dari arah barat laut, berbusana serba hijau dengan alam kekuasaannya adalah Sangkara Loka. …Sanghyang Kwera yang datang terahir, berbusana aneka warna yang datang dari timur laut, dunianya adalah Kweraloka…”.

Dinyatakan dalam kutipan teks diatas bahwa masing-masing penjuru

dikuasai oleh para dewa dengan perbawaNya yang tentunya tidak bisa dilihat

melalui kasat mata. Dengan adanya penguasa penjuru tersebut, maka diharapkan

dengan mempelajari naskah ini setiap orang/ manusia yang akan melaksanakan

kegiatan aktivitas memohon pada masing-masing dewa sesuai dengan perhitungan

hari baik yang diajarkan pada bagian terahir naskah Siwa Tattwa Purana,

sehingga menemukan keselamatan dan keberhasilan dalam aktivitas tersebut.

Demikian keterlibatan Tuhan dalam setiap hal yang ada di dunia ini yang tidak

terlihat oleh kasat mata ataupun penginderaan manusia, sehingga hal tersebut

termasuk hal yang gaib dan menunjukkan bahwa Tuhan Maha Gaib.

Page 17: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

2.6 Tuhan Imanen dan Transenden

Tuhan Transenden merupakan Tuhan yang Maha esa berada jauh diluar

ciptaan-Nya, Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Luhur tidak terjangkau oleh akal

pikiran manusia. Sedangkan Tuhan yang Imanen merupakan Tuhan sebagai

pencipta alam semesta beserta isinya, Tuhan Yang Maha Esa tersebut berada

diluar dan sekaligus didalam ciptaan-Nya (Titib, 2003: 32).

Merujuk pada pengertian tersebut diatas, bahwa dalam teks Siwa Tattwa

Purana juga terdapat ajaran ketuhanan yang imanen dan transenden. Tuhan yang

transenden dan imanen bisa dilihat dalam teks berikut ini :

Sanghyang Girinatha kembali bersabda: Ia adalah Dewa, Ia adalah Sanghyang, Ia adalah Widhi, Ia adalah Cahaya, Ia adalah tanpa bentuk, Ia adalah suci, Ia adalah Butha, Ia adalah Kala, Ia adalah Dengen. Ia adalah Durggha, Ia juga adalah ayam. Pahamilah perilakunya masing-masing. Ya demikianlah, pahamilah itu anak-Ku, tentang diciptakannya ratmka : rat adalah dunia, ma adalah jalan, dan ka adalah waktu. Hendaknya engkau memahami jalan dimaksud. Ialah yang menciptakan sorga dan neraka, hidup dan mati. (Siwa Tattwa Purana, 13.a) Kutipan teks tersebut diatas menunjukkan sekaligus kedudukan Tuhan

yang imanen dan transenden. Sebagai Tuhan yang transenden jelas dinyatakan

dalam teks tersebut dengan penggunaan kata “Ia” yang menunjukkan adanya

eksistensi yang tertinggi sebagai awal dari segala yang ada atau causa prima,

dimana Sanghyang Girinatha/ Jagatpati/ Sanghyang Siwa sebagai personifikasi

Tuhan Yang Maha Esa dalam dialognya dengan anak-anaknya menyebutkan kata

Ia sebagai segalanya termasuk ayam yang ada di dunia sebagai Tuhan yang

imanen.

Page 18: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

2.7 Tuhan Penguasa Penjuru

Teks yang terdapat dalam naskah Siwa Tattva Purana juga berisikan

tentang Tuhan sebagai penguasa penjuru. Hal itu bisa dilihat dalam isi teks yang

menyatakan bahwa para Dewa penguasa arah mata angin/ penjuru/ yang disebut

sebagai Ista Dewata yang dinyatakan sebagai anak dari dewa Siwa, seperti yang

diketahui bahwa naskah ini merupakan naskah Siwaistik sehingga kedudukan

Siwa sebagai Dewa tertinggi. Dinyatakan bahwa para Dewa penguasa penjuru

menghadiri pertemuan pada bulan Kartika tersebut.

Adapun para Dewa penguasa penjuru tersebut diantaranya; Dewa

Brahma sebagai penguasa arah selatan dengan warna perbawa-Nya berwarna

merah, kemudian Dewa Wisnu sebagai penguasa arah utara dengan warna

perbawa-Nya yang berwarna Hitam, Dewa Iswara sebagai penguasa arah timur

dengan perbawa-Nya berwarna serba putih, Sang Hyang Mahadewa yang dating

dari barat sebagai penguasa arah barat dengan busana, dan perbawa-Nya berwarna

kuning, Sang Hyang Mahesora dan Sang Hyang Indra sebagai penguasa arah

Tenggara dengan busana dan perbawa-Nya berwarna putih kemerah-merahan,

Sang Hyang Satarudra sebagai penguasa arah barat daya dengan warna perbawa-

Nya merah kekuning-kuningan, Sang Hyang Sangkara yang sebagai penguasa

arah barat laut dengan warna perbawa-Nya yang berwarna hijau, Sang Hyang

Kwera sebagai penguasa arah timur laut. Hal tersebut diatas bisa dilihat dari

kutipan teks Siwa Tattva Purana 1b sampai 3a diantaranya :

“…Sanghyang Brahma datang dari selatan. PerbawaNya merah demikian juga busananya, berpayung emas. Diikuti oleh Ki Butha Bang. Di Brahmaloka alam kekuasaannya,…Sanghyang Wisnu dari utara, perbawaNya hitam, demikian juga dengan busanaNya, Wisnu Loka nama

Page 19: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

alam kekuasaannya. Sanghyang Iswara dating dari timur, berbusana serba putih, alam kekuasaannya adalah Iswaraloka. …Sanghyang Mahadewa dating dari barat, dengan busana kuning,..wilayah kekuasaannya disebut Rudra Bhuwana. Sanghyang Mahesora dan Sanghyang Indra dating dari tenggara, berbusana putih kemerah-merahan, …alam kekuasaannya disebut Indra Bhuwana. …Sanghyang Satarudra dating dari barat daya, berbusana merah kekuning-kuningan, alamnya disebut Rudra Loka. Sanghyang Sangkara datang dari arah barat laut, berbusana serba hijau dengan alam kekuasaannya adalah Sangkara Loka. …Sanghyang Kwera yang datang terahir, berbusana aneka warna yang datang dari timur laut, dunianya adalah Kweraloka…”.

Selain penjuru arah mata angina tersebut terdapat juga penguasa alam

baik itu alam diantaranya alam Swaraloka (Sanghyang Iswinodewa ), Hanaloka

(Sanghyang Dharmmika), Sunyaloka (Sanghyang Kala dan Sanghyang Gelap),

Bhuwana Loka (Sanghyang Bharuna) Suryaloka (Sanghyang Rawi), Yamaloka

(Sanghyang Yama), yang disuratkan dalam Siwa Tattwa Purana 2b hingga 3a

seperti berikut :

“…Sanghyang Iswinodewa datang, berbusana lima macam warnanya, berpayung halus cemerlang. prabawaNya menawan hati, alamnya adalah Swaraloka,. Sanghyang Dharmmika berbusana serba biru. Berpayung permata cemerlang. negaraNya adalah Hanaloka. Sanghyang Kala tiba bersama Sanghyang Gelap. PrabhawaNya menakutkan. Berbusana merah loreng. Berpayung hitam-putih. Diiringi oleh Ki Butha Anggarupa. Datang dari Sunyaloka. Sanghyang Bharuna tiba dengan busana beraneka warna. Alam tempat beliau bertahta bernama bhuwanaloka. Sanghyang Rawi datang dari langit berbusana dengan buah jenetri. Bersepatu indah cemerlang berpayung putih, di Suryaloka alamNya. Beliaulah sebagai saksi para dewa. …adalah Sanghyang Yama. Beliau datang dari selatan bagaikan kala gerak-geriknya menakutkan. Berbusana merah loreng. Bertedung tiga warna, bercahaya kerlap-kerlip. Diiringi oleh Butha Saliwah. AlamNya adalah Yamaloka”. Kemudian disinggung juga mengenai upacara persembahan kepada

Sembilan dewata, yang disebut sebagai Nawa Dewata seperti yang disebutkan

dalam teks Siwa Tattwa Purana berikut :

Page 20: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

“…ndah kawenanganya angeka dasa rudra bhumi. Sang sadhaka wenang harepakena Nawa Dewata, ring Madhya Siwa Buddha. Ajha tan wruh ring ungguhaning Nawa Dewata…” (Siwa Tattva Purana, 8.b). Artinya :

“…..upacara yang patut memimpin upacara persembahan kepada Sembilan Dewata, nawa dewata, yang ditengah adalah pendeta Siwa dan pendeta Buddha. Jangan tidak mengetahui sthana kesembilan dewata ini…”

Page 21: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

III

PENUTUP

Kesimpulan

Siwa Tattva Purana merupakan suatu naskah suci yang didalamnya

terdapat teks-teks mengenai wejangan Sanghyang Jagatpati (Sanghyang Siwa)

ataupun dialog yang terjadi antara Sanghyang Jagatpati dengan anak-anaknya

mengenai proses upacara ngaben (Pitra Yadnya), Dewa Yadnya, hingga Manusa

Yadnya, berisi tentang penugasan para dewa oleh Sanghyang Jagatpati mengenai

tugas penciptaan material sebagai kebutuhan manusia hingga hari baik/ wariga.

Naskah Siwa Tattva Purana merupakan salah satu dari sekian banyaknya lontar

yang dimiliki agama Hindu yang memiliki ajaran Siwaistik. Lontar ini berisikan

terdiri dari 20 lembar lontar yang berisi tentang ajaran Siwa yang diwejangkan

oleh Siwa (Sanghyang Jagatpati) yang mengajarkan Acara agama kepada putra-

putra-Nya dengan cara dialog dan ceramah.

Adapun secara umum teks ini menceritakan tentang wejangan Dewa

Siwa (Sanghyang Jagatpati) di Siwaloka, pada bulan kartika, mengadakan

pertemuan dengan putra-putra-Nya kemudian mewejangkan tentang upacara Pitra

Yadnya dari tingkatan nista, madya, hingga yang utama. Upacara yang

diterangkan diantaranya adalah; ngaben, nyekah, memukur, maligia, dan angluer.

Page 22: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

Kemudian setelah itu diajarkan dan menitahkan juga tentang Manusa Yadnya,

Butha Yadnya, dan Dewa Yadnya hingga wariga/ astronomi.

Adapun Manusa Yadnya diantaranya yaitu; magedong-gedongan,

miyaksih, macolongan, mapetik, ototnan, matatah, pernikahan, madudus agung,

dan mapodgala. Kemudian Butha Yadnya diantaranya; Macaru, Sabuh rah,

Tawur Eka dasa Rudra, Otonan untuk senjata, binatang, dan tumbuh-tumbuhan.

Dewa Yadnya diantaranya sebagai berikut: Galungan dan Kuningan, Ngusaba

Desa, Pagerwesi, Sugihan, dan Nyepi.

Sebagai suatu naskah suci yang usianya sudah sangat tua, dan sebagai

kitab hasil olah para bijaksana terdahulu yang disesuaikan dengan desa, kala, dan

patra namun ternyata isinya tidaklah kontradiksi dengan kitab Veda, hal itu

ditunjukkan dengan adanya nilai ketuhanan yan termuat dalam teks ini dan dapat

ditemui juga dalam kitab suci Veda diantaranya yaitu Tuhan itu Esa, Tuhan ada

dimana-mana, Tuhan sebagai sumber segalanya, Tuhan transenden dan imanen,

Tuhan Yang Maha Gaib, hingga Tuhan sebagai penguasa penjuru.

Page 23: KAJIAN BRAHMA WIDYA DALAM TEKS ŚIWA TATTWA PURĀNA

DAFTAR PUSTAKA

Donder, I Ketut, 2007. Kosmologi Hindu Penciptaan, Pemeliharaan, dan

Peleburan Serta Penciptaan Kembali Alam Semesta. Surabaya: Pāramita.

Donder, I Ketut, 2006. Brahmavidyā : Teologi Kasih Semesta & Kritik Terhadap

Epistemologi Teologi, Klaim Kebenaran, Program Misi, Komparasi

teologi, dan Konversi. Surabaya: Pāramita.

Jalaluddin, 2015. Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan

Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Maswinara, I Wayan, 1999. Veda Śruti Ŗg Veda Samhitā (Sākala Śākhā) Resensi

Dari Śākala Maņdala I, II, III. Surabaya: Pāramita.

Naskah Lontar Siwa Tattwa Purana.

Pudja, G., dan Tjokorda Rai Sudharta, 2004. Mānava Dharmaśāstra (Manu

Dharmaśāstra) atau Veda Smŗti Compedium Hukum Hindu. Surabaya:

Pāramita.

Titib, I Made, 1996. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya:

Pāramita.

Titib, I Made, 2003. Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Surabaya:

Pāramita.