kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

92
TESIS KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH BERKORELASI POSITIF DENGAN JUMLAH LESI SKIN TAG PUTU AGUS GAUTAMA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

Upload: lamnhi

Post on 11-Dec-2016

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

TESIS

KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH

BERKORELASI POSITIF DENGAN

JUMLAH LESI SKIN TAG

PUTU AGUS GAUTAMA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 2: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

TESIS

KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH

BERKORELASI POSITIF DENGAN

JUMLAH LESI SKIN TAG

PUTU AGUS GAUTAMA

NIM 0914088102

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 3: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH

BERKORELASI POSITIF DENGAN

JUMLAH LESI SKIN TAG

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

PUTU AGUS GAUTAMA

NIM 0914088102

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 4: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH

BERKORELASI POSITIF DENGAN

JUMLAH LESI SKIN TAG

Tesis untuk Memperoleh Gelar Spesialis Kulit dan Kelamin

Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

PUTU AGUS GAUTAMA

NIM 0914088102

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUP SANGLAH

DENPASAR

2014

Page 5: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL : 19 Februari 2014

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr.dr.Md Wardhana, SpKK(K) FINSDV Prof.dr.Md Swastika A, SpKK(K) INSDV

FAADV

NIP. 19530811 1981021001 NIP. 19520101 1980031003

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. Wimpie, I. Pangkahila, Sp.And., FAACS Dr.dr.Md Wardhana, SpKK(K)., FINSDV

NIP. 19461213.1971071001 NIP 195902151985102001

Page 6: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai

Oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Pada Tanggal 19 Februari 2014

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No: 0382a/UN.14.4/HK/2014

Tanggal: 17 Februari 2014

Panitia Penguji Tesis adalah:

Ketua : Dr. dr. Made Wardhana, Sp.KK(K) FINSDV

Anggota :

1. Prof. dr. Made Swastika Adiguna, Sp.KK(K) FINSDV, FAADV

2. dr. IGA Sumedha Pindha, Sp.KK(K)

3. dr. IGK Darmada. Sp.KK(K)

4. Dr. dr. AAGP Wiraguna, Sp.KK(K), FINSDV

Page 7: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang

Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung kerta wara nugraha-

Nya / kurnia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Dr. dr. Made Wardhana, Sp.KK(K), FINSDV, selaku pembimbing I dan

juga Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat,

bimbingan dan saran selama penulis mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin serta khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terimakasih

sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof. dr. Made Swastika Adiguna,

Sp.KK(K), FINSDV, FAADV, selaku pembimbing II dan juga Kepala Bagian/SMF Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit

Umum Pusat Sanglah Denpasar yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah

memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr.

dr. I Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada

penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Program Magister Ilmu Biomedik di Universitas

Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A A Raka Sudewi, Sp.S(K) atas

kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister

Ilmu Biomedik pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis

ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes selaku Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk

mengikuti Program Magister. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terima

Page 8: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

kasih kepada Prof. Dr. dr. Wimpie, I. Pangkahila, Sp.And., FAACS, selaku Ketua Program

Studi Ilmu Biomedik atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti

pendidikan pada Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para penguji tesis, yaitu dr. IGA

Sumedha Pindha, Sp.KK(K), dr. IGK Darmada. Sp.KK(K) dan Dr. dr. AAGP Wiraguna,

Sp.KK(K), FINSDV, yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dan koreksi

sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai

penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah

dasar sampai perguruan tinggi. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Ibu dan Ayah yang telah mengasuh dan membesarkan penulis,

memberikan kasih sayang yang tulus dan semangat untuk terus menempuh pendidikan yang

lebih tinggi serta memberikan dukungan seluruh dana pendidikan hingga saat ini. Akhirnya

penulis sampaikan terima kasih kepada istri tercinta dr. LP Intan Kartika Chandra Dewi,

M.Biomed, Sp.M yang dengan penuh pengorbanan selalu memberikan semangat, dukungan

dan kerjasama yang baik serta kepada anak-anak kami yang tersayang Putu Mahatma

Vishnusatya Gautama dan Kadek Shamhita Pradnya Pratistha Gautama, penulis ucapkan

pula terima kasih atas keceriaan yang selalu menghibur disaat lelah berkonsentrasi selama

penulis menempuh pendidikan dan penyelesaian penulisan tesis ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan

asung kerta wara nugraha-Nya serta melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang

telah membantu pelaksanaan penyelesaian tesis ini. Penulis berharap tesis ini dapat

membantu dan memberikan sumbangan ilmu dalam perkembangan pengetahuan di Bagian

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.

Denpasar, 31 Januari 2014

Penulis

Page 9: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

ABSTRAK

KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH BERKORELASI

POSITIF DENGAN JUMLAH LESI SKIN TAG

Skin tag atau dengan istilah lain acrochordons, fibrolipomas, fibroepithelial polyps

merupakan tumor jinak kulit. Penyebab dan patogenesis skin tag belum diketahui secara

pasti. Gangguan metabolisme karbohidrat maupun lemak serta kadar leptin serum berkaitan

dengan terjadinya skin tag.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya korelasi antara kadar leptin

serum dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan jumlah lesi skin tag. Penelitian ini

menggunakan rancangan penelitian cross sectional analytic dengan melibatkan sampel

sebanyak 55 subyek dengan skin tag dan 25 subyek tanpa skin tag yang dilakukan sejak

November 2013 hingga Januari 2014 di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUP Sanglah Denpasar. Sampel penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

penghitungan jumlah lesi skin tag, pengukuran IMT serta dilakukan pemeriksaan kadar

leptin serum di laboratorium klinik Prodia. Uji Spearman dilakukan untuk mencari korelasi

antara jumlah leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag.

Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar leptin serum pada kelompok subyek

dengan skin tag sebesar 21,5±16,9 ng/ml lebih tinggi dibandingkan pada kelompok tanpa

skin tag yaitu sebesar 4,6±2,2 ng/ml dengan perbedaan rerata sebesar 16,9 ng/mL. Rerata

IMT pada kelompok subyek dengan skin tag juga lebih tinggi yaitu sebesar 27,4±2,3 kg/m2

dibandingkan pada kelompok subyek tanpa skin tag yaitu 23,5±1,7 kg/m2 dengan perbedaan

rerata sebesar 3,92 kg/m2. Terdapat korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi

skin tag (r = 0,91) serta korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag (r = 0,61) dengan

nilai P yang signifikan (P < 0,001).

Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat korelasi positif sangat kuat antara kadar

leptin serum dengan jumlah lesi skin tag dan korelasi positif kuat antara IMT dengan jumlah

lesi skin tag.

Kata kunci: skin tag, kadar leptin serum, IMT, jumlah lesi skin tag

Page 10: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

ABSTRACT

POSITIVE CORRELATION BETWEEN SERUM LEPTIN LEVEL AND INDEKS

MASSA TUBUH WITH NUMBER OF SKIN TAGS

Skin tag or acrochordons, fibrolipomas, fibroepithelial polyps, is one of benign skin

tumor. Its etiology and pathogenesis are still uncertain. Carbohydrate, lipid metabolism

disturbance and also leptin serum are assumed to be related to skin tags.

The aim of the study is to determine the correlation between leptin serum level and

body mass index (BMI) with number of skin tags. It was a cross sectional analytic study

involving 55 samples with skin tags and 25 non skin tags which was conducted on

November 2013 to January 2014 at Dermato Venereology Clinic, Sanglah General Hospital,

Denpasar. Each samples was interviewed and underwent physical examination, skin tags

lesion counting and BMI measurement. Leptin serum was examined at Prodia Laboratory.

Correlation between serum leptin level and BMI to number of skin tags was analyzed by

Spearman test.

Mean of serum leptin level in skin tags group was higher than those non skin tag

group, 21,5±16,9 ng/ml and 4,6±2,2 ng/ml respectively with mean difference was 16,9

ng/ml. Level of BMI on skin tags group was also higher than non skin tags group, 27,4±2,3

and 23,5±1,7 respectively with mean difference was 3,9. Serum leptin level was correlated

to number of skin tags (r=0,91) and also there was a correlation between BMI and number

of skin tags (r = 0,61). The results were statistically significant (P < 0.001).

It can be concluded that serum leptin level has very highly positive correlation to

number of skin tags and there was also high positively correlation between BMI and number

of skin tags.

Key words: skin tag, serum leptin level, BMI, number of skin tags

Page 11: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ………………………………………………………. i

PRASYARAT GELAR …………………………………………………... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………... iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……………………………………... v

UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………... vi

ABSTRAK ……………………………………………………………….. vii

ABSTRACT …………………………………………………………… viii

DAFTAR ISI ….………………………………………………………… x

DAFTAR TABEL ………………………………………………………... xiii

DAFTAR GAMBAR ….………………………………………………... xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .………………………….. xv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1

1.1 Latar Belakang ….………………………………………..………. 1

1.2 Rumusan Masalah ..…………………………………….………… 4

1.3 Tujuan Penelitian ..………………………………………………. 4

1.3.1 Tujuan umum ….…………………………………………… 4

1.3.2 Tujuan khusus ……………………………………………… 4

1.4 Manfaat Penelitian .……………………………………………… 5

1.4.1 Manfaat teoritis ….………………………………………… 5

1.4.2 Manfaat praktis …………………………………………….. 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA …………………………………………… 6

2.1 Skin Tag ……………..………………………………………….... 6

2.1.1 Tanda klinis skin tag ............................................................. 6

2.1.2 Etiopatogenesis dan faktor-faktor yang berperan .................. 9

Page 12: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

2.2 Jaringan Adiposa sebagai Organ Endokrin .................................... 10

2.3 Leptin .............................................................................................. 12

2.3.1 Leptin-dependent signaling …………………………………. 13

2.3.2 Leptin dan hypothalamo-pituitary-adrenal (HPA) axis …….. 15

2.3.3 Resistensi leptin ..................................................................... 17

2.4 Leptin dan Kulit ............................................................................. 17

2.5 Obesitas dan Indeks Massa Tubuh .................................................. 18

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN …………………………………………….……

21

3.1 Kerangka Berpikir ….…….………………………………………. 21

3.2 Konsep Penelitian ……….………...……………………………... 23

3.3 Hipotesis Penelitian ….……………………………………..…….. 23

BAB IV METODE PENELITIAN …………………………………….. 24

4.1 Rancangan Penelitian ..………………………………………….... 24

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..……………………………….…... 24

4.3 Ruang Lingkup Penelitian …………………………………….….. 25

4.4 Penentuan Sumber Data ….……………………………………..... 25

4.4.1 Populasi …………………………………………………….. 25

4.4.2 Sampel . …………………………………………………….. 25

4.4.3 Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ................................ 26

4.4.3.1 Kriteria inklusi ...……………………………………. 26

4.4.3.2 Kriteria eksklusi …………………………………….. 26

4.4.4 Besar sampel ……………………………………………….. 26

4.5 Variabel Penelitian ……………………………………………….. 27

4.5.1 Klasifikasi dan identifikasi variabel ……………………....... 27

4.5.2 Definisi operasional variabel ..…….……………………….. 28

4.6 Bahan Penelitian ......…………………….………………………... 30

4.6.1 Bahan sampel ......…………………….…………………….. 30

Page 13: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

4.6.2 Bahan kimia ........................................................................... 30

4.7 Instrumen Penelitian........................................................................ 30

4.8 Prosedur Penelitian........................................................................... 31

4.8.1 Tahap persiapan...................................................................... 31

4.8.2 Pelaksanaan penelitian .......................................................... 31

4.8.3 Alur Penelitian ....................................................................... 33

4.9 Analisis Data ……………..……………………………………..... 34

BAB V HASIL PENELITIAN ………………………………………… 36

5.1 Karakteristik Sampel ………….…..……………………………… 36

5.2 Korelasi Kadar Leptin Serum dan IMT dengan Jumlah Lesi Skin

Tag ………………………………………………………………..

37

5.3 Rerata Kadar Leptin Serum Dan IMT Lebih Tinggi Pada Subyek

Dengan Skin Tag ………………………..………………………..

40

BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………... 41

6.1 Karakteristik Sampel Penelitian …………………………………. 41

6.2 Korelasi Kadar Leptin Serum dan IMT dengan Jumlah Lesi Skin

Tag …………………………………….…………………………...

43

6.3 Rerata Kadar Leptin Serum Dan IMT Pada Kelompok Subyek

Dengan Skin Tag Dan Tanpa Skin Tag ……......……...……………

45

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN …………………………………... 48

7.1 Simpulan ………………………………………………………….. 48

7.2 Saran ……………………………………………………………… 48

DAFTAR PUSTAKA ...……………………..….………………....…….. 49

LAMPIRAN ……………………………………………………………… 55

Page 14: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

DAFTAR TABEL

Halaman

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian ………………………………………… 36

5.2 Korelasi antara Kadar Leptin Serum dan IMT dengan Jumlah Lesi Skin

tag ……………………………………………………………

38

5.3 Hasil Analisis Regresi Linier Kadar Leptin Serum dan IMT Terhadap

Jumlah Lesi Skin Tag …………………………………………………………..

39

Page 15: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Skin tag yang multipel ….………………………………………………… 7

2.2 Gambaran histopatologi skin tag ………………………………………… 9

2.3 Reseptor leptin ………………………………………………………. 14

2.4 Gambaran terintegrasi hubungan antara leptin dan HPA axis ……… 16

3.1 Bagan konsep penelitian...................................................................... 23

4.1 Rancangan penelitian cross-sectional ................................................. 24

4.2 Bagan hubungan antar variabel ......................................................... 27

4.3 Skema alur penelitian .......................................................................... 34

5.1 Grafik Q-Q Plot Korelasi antara Kadar Leptin Serum dengan Jumlah Lesi

Skin Tag ………………………………………………………………………..……

38

5.2 Grafik Q-Q Plot Korelasi antara IMT dengan Jumlah Lesi Skin Tag ……… 39

Page 16: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DM = Diabetes Mellitus

IR = Insulin Resistance

HPV = Human Papilloma Virus

Ob = Obese

FGF-2 = Fibroblast Growth Factor-2

DNA = Deoxyribosa Nucleic Acid

PCR = Polimerase Chain Reaction

VLDL = Very Low-Density Lipoprotein

LDL = Low-Density Lipoprotein

HDL = High Density Lipoprotein

IMT = Indeks massa tubuh

PAI-1 = Plasminogen Activator Inhibitor-1

IGF-1 = Insulin-like Growth Factor-1

EGF = Epidermal Growth Factor

16kDa = 16 kilo Dalton

IL-6 = Interleukin-6

IL-11 = Interleukin-11

TNF-α = Tumor Necrosis Factor Alpha

VEGF = Vascular Endothelial Growth Factor

MMP = Matrix Metalloproteinase

STAT3 = Signal Tranducer and Activator of Transcription-3

JAK2 = Janus-family tyrosine kinase-2

ObR = Obese Reseptor

AMPK = Adenosine Monophosphate Kinase

PPAR = Peroxisome Proliferator-Activated Receptor

PGC = Peroxisome Gamma Coactivator

HPA = Hypothalamo-Pituitary-Adrenal

Page 17: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

NPY = neuropeptide Y

CRH = Corticotrophin Releasing Hormon

WHO = World Health Organization

ELISA = Enzym Linked Immunosorbent Assay

SIM = Surat Ijin Mengemudi

Page 18: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kelaikan Etik................................................................ 55

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian RSUP Sanglah............................ 56

LLampiran 3 Informasi/Penjelasan Penelitian………..................... 57

JjLampiran 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan..…………… 60

LLampiran 5 Formulir Penelitian ……………..………………….. 61

LLampiran 6 Tabel Induk Penelitian ………………….…………. 64

LLampiran 7 Hasil Pemeriksaan Leptin ……….…………………. 66

LLampiran 8 Out Put SPSS ……………….………..…………….. 69

Page 19: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seseorang yang sehat secara jasmani salah satunya ditandai dengan memiliki berat

badan yang ideal tanpa timbunan lemak yang berlebihan pada bagian viseral, subkutan dan

bagian tubuh lainnya. Tanda tubuh yang sehat selain hal tersebut di atas yaitu memiliki kulit

yang bersih tanpa adanya lesi kulit yang mengganggu. Skin tag merupakan salah satu lesi

kulit yang menggangu secara kosmetik dan biasanya ditemukan pada individu yang

mengalami kegemukan.

Skin tag atau dikenal dengan beberapa istilah lain seperti soft fibromas, acrochordons,

fibrolipomas, fibroepithelial polyps merupakan tumor jinak kulit. Lesi ini sangat mudah

dikenali yaitu memiliki tanda klinis berupa lesi yang metanpajol atau bertangkai di atas

permukaan kulit, memiliki warna yang sama dengan kulit disekitarnya, konsistensi lunak

dan biasanya timbul pada daerah lipatan yang sering mengalami gesekan seperti leher,

ketiak dan lipatan paha. Terdapat tiga tipe klinis skin tag yaitu tipe papul furrowed,

filiformis dan tipe large bag-like protuberances. Tipe filiformis dan large bag-like

protuberances merupakan tipe yang paling banyak ditemukan pada populasi (Thomas, et

al., 2012). Gambaran histopatologis skin tag secara umum ditandai dengan epidermis yang

mengalami akantosis papilomatosis disertai adanya jaringan ikat longgar, sedikit serabut

kolagen dan terdapat pelebaran pembuluh darah kapiler pada bagian dermis (Weedon,

2010).

Page 20: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Pada populasi diatas umur 40 tahun, angka kejadian skin tag meningkat sebesar 37%

dibandingkan pada umur yang lebih muda (Barbato, et al., 2012). Menurut Laksmi, et al

(2010), dalam penelitian retrospektif di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Sanglah Denpasar

periode tahun 2005-2009 didapatkan prevalensi skin tag sebesar 9,8% dari seluruh penderita

tumor jinak kulit, lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki, lokasi lesi

terbanyak pada daerah leher, angka kejadian semakin tinggi seiring bertambahnya umur dan

dalam penelitian ini skin tag paling banyak didapatkan pada umur ≥ 50 tahun.

Penyebab dan patogenesis skin tag belum diketahui secara pasti namun beberapa faktor

seperti proses penuaan, obesitas, dislipidemia, diabetes mellitus (DM) dan insulin resistance

(IR), infeksi human papilloma virus (HPV), kehamilan, akromegali, hormon tiroid,

suseptibilitas genetik dan faktor gesekan dikatakan berhubungan dengan terjadinya skin tag

(Tamega, et al., 2010; Safoury, et al., 2011; Erkek, et al., 2011).

Skin tag sering ditemukan pada individu dengan obesitas dan mengalami sindrom

metabolik sehingga adanya skin tag dikatakan merupakan penanda terjadinya sindrom

metabolik (Sudy, et al., 2008). Beberapa literatur dan penelitian terbaru menunjukkan

adanya peranan gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat serta adanya peranan leptin

yang merupakan produk protein dari jaringan adiposa dalam patogenesis terjadinya skin tag

(Gorpelioglu, et al., 2009; Sari, et al., 2010; Erkek, et al., 2011).

Penanganan skin tag dapat dilakukan dengan mudah namun penderita biasanya datang

ke dokter apabila lesi ini mengganggu secara kosmetik atau mengalami iritasi. Terapi skin

tag dapat dilakukan dengan cara pengangkatan lesi secara mekanis yaitu dengan

menggunakan curved blade scissor, elektrokauter atau bedah eksisi sederhana bila terdapat

Page 21: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

lesi yang besar. Hal penting lainnya yang berkaitan dengan skin tag adalah lesi ini sering

mengalami rekurensi (Thomas, et al., 2012).

Kadar leptin dalam serum yang berasal dari jaringan adiposa dapat mengindikasikan

banyaknya timbunan lemak yang terdapat dalam tubuh dan defek pada leptin akan

mengakibatkan kebiasaan makan yang berlebihan sehingga terjadi obesitas (Wauters, et al.,

2000). Leptin dapat bekerja secara sentral sebagai hormon metabolik melalui mekanisme

umpan balik negatif untuk menekan nafsu makan dan meningkatkan pembakaran kalori

melalui peningkatan aktifitas tubuh (Auwerx, et al., 1998). Kerja leptin secara perifer dapat

memicu proliferasi dan diferensiasi sel-sel keratinosit dan fibroblast (Safoury, et al., 2010).

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya peranan peningkatan kadar leptin

serum pada terjadinya skin tag (Gorpelioglu, et al., 2009; Erkek, et al., 2011).

Banyaknya jaringan adiposa atau tingkat obesitas seorang individu dapat diukur dengan

memeriksa body mass index (IMT). Pemeriksaan ini mudah dilakukan dengan cara

mengukur berat badan seseorang dalam satuan kilogram kemudian dibagi dengan tinggi

badan dalam satuan meter pangkat dua. Pemeriksaan dan interpretasi IMT penting

dilakukan pada penderita skin tag untuk mengetahui adanya hubungan antara obesitas dan

skin tag.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag?

2. Apakah terdapat korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag?

Page 22: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

3. Apakah kadar leptin serum meningkat pada kelompok subyek dengan skin tag

dibandingkan tanpa skin tag?

4. Apakah IMT meningkat pada kelompok subyek dengan skin tag dibandingkan tanpa

skin tag?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui hubungan antara kadar leptin serum dan IMT dengan

jumlah lesi skin tag.

2. Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar leptin serum dan IMT pada

kelompok subyek dengan skin tag dan tanpa skin tag.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag.

2. Mengetahui korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag.

3. Mengetahui perbedaan rerata kadar leptin serum antara kelompok subyek dengan

skin tag dan tanpa skin tag.

4. Mengetahui perbedaan rerata IMT antara kelompok subyek dengan skin tag dan

tanpa skin tag.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Page 23: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Meningkatkan dan menambah wawasan serta pemahaman bahwa terdapat hubungan

antara kadar leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag.

1.4.2 Manfaat praktis

Dapat mengetahui seberapa besar peningkatan jumlah lesi skin tag dengan mengetahui

data kadar leptin serum dan IMT pada seorang individu.

BAB II

Page 24: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Skin Tag

Skin tag atau sering disebut dengan istilah acrochordon merupakan tumor jinak kulit

yang sering ditemukan pada individu yang mengalami obesitas dan sering muncul pada usia

dekade keempat namun kadang ditemukan pada usia yang lebih muda. Penyebab pasti

penyakit ini belum diketahui dengan jelas meskipun banyak faktor yang mempengaruhi

timbulnya penyakit ini (Thomas, et al., 2012; Weedon, 2010). Skin tag biasanya

asimptomatis dan penderita biasanya datang ke dokter untuk memeriksakan hal ini bila lesi

skin tag mengganggu secara kosmetik atau mengalami iritasi akibat bergesekan dengan

pakaian yang digunakan penderita (Thomas, et al., 2012).

2.1.1 Tanda klinis skin tag

Diagnosis skin tag umumnya ditegakkan secara klinis dengan melakukan pemeriksaan

fisik yaitu menemukan adanya lesi yang khas, berukuran kecil berdiameter antara 1 mm

sampai 1 cm, warnanya seperti warna kulit disekitarnya, memiliki konsistensi yang lunak,

kadang metanpajol atau bertangkai di atas permukaan kulit, biasanya timbul pada daerah

fleksural atau pada tempat yang sering mengalami gesekan seperti pada leher, ketiak atau

pada lipatan paha (Thomas, et al., 2012). Gambar lesi skin tag dapat dilihat pada Gambar

2.1.

Tiga tipe klinis skin tag yaitu tipe furrowed, filiformis dan large bag-like

protuberances. Tipe furrowed ditandai dengan bentuk lesi berupa papul kecil berukuran

Page 25: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

lebar dan tinggi ± 2 mm dengan permukaan beralur, sewarna dengan kulit disekitarnya,

konsistensi lunak dan sering terdapat pada daerah leher. Tipe filiformis merupakan tipe yang

paling sering dijumpai, ditandai dengan lesi kecil berukuran lebar ± 1 mm dan tumbuh

meninggi di atas permukaan kulit dengan tinggi ± hingga 5 mm dan konsistensinya lunak.

Tipe large bag-like protuberances yang merupakan tipe skin tag dengan bentuk paling besar

dan jarang dijumpai, biasanya terdapat pada punggung atau tubuh bagian bawah. Tipe yang

terbesar ini sering disebut tipe fibroepithelial polyp dan jarang muncul secara multipel pada

satu individu (Thomas, et al., 2012).

Gambar 2.1 Skin tag yang multipel (Allegue, et al., 2008)

Skin tag tipe furrowed biasanya didiagnosis banding secara klinis dengan keratosis

seboroik namun perbedaannya lesi ini memiliki warna yang lebih gelap dan konsistensi

lebih keras, diagnosis banding dengan hiperplasia kelenjar sebasea karena memiliki

permukaan lesi yang mirip yaitu beralur namun lesi ini memiliki warna yang sedikit

Page 26: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

kekuningan dan sering terdapat pada bagian wajah. Veruka plana sering sebagai diagnosis

banding skin tag tipe furrowed namun veruka plana memilki konsistensi keras dan

predileksi biasanya pada ektremitas atas atau bawah. Diagnosis banding skin tag tipe

filiformis adalah akantosis nigrikan yang sering terdapat pada leher bagian belakang

seorang individu yang mengalami obesitas namun memiliki warna yang lebih gelap sampai

kehitaman dibandingkan lesi skin tag. Veruka pilaris mirip seperti skin tag tipe filiformis

namun memiliki konsistensi yang keras. Diagnosis banding skin tag tipe large bag-like

protuberances adalah neurofibromatosis namun lesi ini tidak memilki tangkai dan sering

dijumpai multipel pada tubuh penderita, sementara tipe large bag-like protuberances jarang

dijumpai lesi yang multipel (Thomas, et al., 2012).

Penegakan diagnosis skin tag pada tipe lesi yang meragukan dapat dilakukan dengan

pemeriksaan dermoskopi. Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat morfologi setiap lesi secara

lebih detail dan dapat dibedakan dengan lesi yang bukan skin tag. Selain dermoskopi dapat

dilakukan pemeriksaan histopatologi pada kasus yang meragukan (Thomas, et al., 2012).

Gambaran histopatologi skin tag secara umum adalah tampak adanya hiperplasia epidermis

dan jaringan ikat longgar serta serabut kolagen longgar pada dermis yang bervariasi sesuai

dengan tipe klinisnya. Gambaran histopatologi skin tag secara umum dapat dilihat pada

Gambar 2.2. (Weedon, 2010).

Page 27: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Gambar 2.2 Gambaran histopatologi skin tag (Weedon, 2010)

2.1.2 Etiopatogenesis dan faktor-faktor yang berperan

Penyebab pasti skin tag belum diketahui secara pasti namun beberapa faktor dikatakan

memiliki peranan dalam patogenesisnya. Kadar hormon androgen dan estrogen serta

peranan reseptor α dan β diduga memiliki hubungan dengan terjadinya skin tag karena kulit

merupakan target organ hormonal tanpareproduktif terbesar dari estrogen dan androgen

(Safoury, et al., 2009). Human papiloma virus (HPV) berhubungan dengan timbulnya

beberapa lesi jinak pada kulit. Penelitian yang dilakukan Dianzani (1998), ditemukan

adanya deoxyribosa nucleic acid (DNA) HPV 6 & 11 pada 8,8% pasien skin tag. Individu

yang mengalami skin tag dikatakan juga memiliki kelainan nodul tiroid namun hubungan

kedua hal ini belum diketahui dengan jelas dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

(Rezzonico, et al., 2009). Pada laporan kasus yang dibuat Allegue et al (2008), terdapat satu

kasus skin tag multipel bentuk linear sepanjang pakaian dalam yang digunakan seorang

wanita dengan obesitas yang disebabkan oleh karena adanya gesekan yang berulang-ulang

dengan pakaian yang digunakan pasien.

Page 28: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Beberapa penelitian mengungkapkan peranan gangguan metabolisme karbohidrat (Rasi,

et al., 2007; Gorpelioglu, et al., 2009; Tamega, et al., 2010; Sari, et al., 2010; Barbato, et

al., 2012) dan gangguan metabolisme lipid serta hormon leptin dalam patogenesis terjadinya

skin tag (Gorpelioglu, et al., 2009; Sari, et al., 2010; Erkek, et al., 2011). Obesitas dengan

peningkatan kadar profil lipid merupakan salah satu faktor risiko terjadinya skin tag dan hal

ini merupakan penanda terjadinya gangguan metabolisme lemak dalam tubuh serta dapat

meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular (Luba, et al.,

2003; Sari, et al., 2010). Laporan kasus yang dibuat Crook et al (2000), pada empat pasien

dengan skin tag multipel dan dilakukan pengukuran terhadap kadar profil lipid aterogenik,

diperoleh hasil seluruh pasien mengalami peningkatan kadar trigliserida dan penurunan

kadar HDL serum.

Jumlah lesi skin tag diduga berhubungan dengan peningkatan berat badan dan

prevalensi obesitas menggunakan nilai IMT dan ditemukan skin tag sebesar 28,7% pada

individu dengan obesitas (Levine, 1996). Pada penelitian yang dilakukan Erkek et al (2011),

skin tag berhubungan dengan peningkatan berat badan dan peningkatan kadar profil lipid

kolesterol, trigliserida, LDL dan VLDL.

2.2 Jaringan Adiposa sebagai Organ Endokrin

Lipoprotein berfungsi mengatur siklus lemak dengan cara mengangkut lipid dari

intestinal dan mendistribusikannya ke sebagian besar jaringan tubuh dan juga disimpan

sebagai cadangan energi pada jaringan adiposa. Peningkatan massa jaringan adiposa dalam

tubuh pada bagian viseral, subkutan maupun pada bagian tubuh lainnya dapat

Page 29: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

mengakibatkan terjadinya obesitas. Penumpukan lemak terutama pada daerah subkutan

dibandingkan daerah viseral diduga dapat berakibat terjadinya kelainan kulit berupa skin tag

(Botham, et al., 2003; Sari, et al., 2010).

Jaringan adiposa selain berfungsi sebagai tempat cadangan energi dalam tubuh juga

berperan sebagai organ endokrin yang memiliki struktur yang komplek, esensial dan

memiliki aktifitas metabolik yang tinggi. Selain sel-sel lemak, jaringan adiposa juga

memiliki struktur jaringan ikat, sel-sel stroma dan vaskular serta jaringan saraf. Komponen

ini secara bersama-sama berfungsi membentuk unit yang terintegrasi. Fungsi endokrin dari

jaringan adiposa adalah mampu meregulasi dan mendeteksi adanya penumpukan maupun

terjadinya defisiensi lemak dalam tubuh. Jaringan adiposa juga merupakan tempat utama

metabolisme steroid dan glukokortikoid. Jaringan adiposa tidak hanya berespon terhadap

signal aferen yang berasal dari sistem hormonal dan sistem saraf pusat namun juga

mengekspresikan serta mensekresi beberapa mediator yang memiliki fungsi endokrin yang

penting. Mediator-mediator tesebut diantaranya adalah beberapa sitokin, adiponektin,

komponen komplemen, plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), protein dari sistem renin

angiotensin, resistin dan leptin (Kershaw, et al., 2004).

Leptin adalah salah satu produk sekresi dari seluruh jaringan adiposa yang terdapat

dalam tubuh. Skin tag berhubungan dengan terjadinya gangguan metabolisme lipid yang

dipengaruhi oleh hormon leptin yang bekerja secara sentral dan perifer (Fain, et al., 2004).

2.3 Leptin

Leptin merupakan suatu protein produk dari gen obesitas (ob) dengan berat molekul

16kDa yang disintesis terutama oleh jaringan adiposa dan awalnya diidentifikasi pada tahun

Page 30: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

1994 oleh Friedman sebagai gen yang berperan dalam terjadinya obesitas pada tikus

percobaan (Zhang, et al., 1994). Leptin berasal dari bahasa Yunani “leptos” yang berarti

kurus. Kadar leptin yang meningkat dalam serum dikatakan sebagai indikator perasaan

kenyang (Poeggeler, et al., 2010).

Kadar leptin yang terdapat dalam sirkulasi berhubungan dengan massa jaringan adiposa

dan kadar yang tinggi akan memberikan signal pada sistem saraf pusat bahwa telah terdapat

cukup simpanan energi dalam tubuh sehingga keadaan ini akan memberikan respon balik

untuk mengurangi asupan makanan dan meningkatkan penggunaan energi. Leptin

memberikan signal untuk mencapai suatu homeostasis keseimbangan energy. Kadar leptin

normal adalah 1 - 5 ng/ml (Friedman, et al., 1998). Leptin merupakan molekul yang bersifat

pleiotropik yaitu berperan sebagai regulator energi, mengatur fungsi endokrin dan imunitas.

Leptin dapat diklasifikasikan sebagai suatu sitokin bila dilihat dari struktur dan reseptornya.

Struktur leptin memiliki kesamaan dengan rantai panjang bentuk helik dari kelompok

sitokin seperti pada interleukin-6 (IL-6) dan IL-11 (Faggioni, et al., 2001).

Sintesis leptin pada sel adiposa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti insulin

(Cusin, et al., 1995), glukokortikoid (Dagogo, et al., 1997), tumor necrosis factor alpha

(TNF-α) (Zhang, et al., 2000), hormon reproduktif (Machinal-Quelin, et al., 2002) dan

prostaglandin (Fairfield, et al., 2002). Leptin dapat berfungsi dalam neo-angiogenesis

dengan memicu pembentukan vascular endothelial growth factor (VEGF) dan fibroblast

growth factor-2 (FGF-2) (Bouloumie, et al., 1998; Sierra-Honigmann, et al., 1998; Cao, et

al., 2001). Leptin yang memiliki fungsi proangiogenik dapat meningkatkan pertumbuhan sel

endotelial (Bouloumie, et al., 1998; Sierra-Honigmann, et al., 1998) dan dapat menekan

Page 31: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

proses apoptosis (Artwohl, et al., 2002). Peranan leptin dalam neo-vaskularisasi didukung

oleh suatu observasi bahwa hormon ini dapat meningkatkan kadar dan aktifitas enzim yang

terlibat dalam angiogenesis seperti matrix metalloproteinase (MMP) 2 dan 9 (Park, et al.,

2001; Kume, et al., 2002).

Leptin juga banyak dihasilkan dari jaringan plasenta selain dari jaringan adiposa.

Plasenta dapat mensintesis leptin dan hal ini telah dinyatakan bahwa leptin plasenta

berkontribusi terhadap peningkatan kadar leptin maternal selama kehamilan (Holness, et al.,

1999). Leptin yang disintesis oleh plasenta manusia dihasilkan dari gen yang sama seperti

pada jaringan adiposa. Peranan leptin yang diproduksi oleh plasenta belum diketahui secara

pasti (Gavrilova, et al., 1997).

2.3.1 Leptin-dependent signaling

Pada beberapa penelitian telah dijelaskan tentang ditemukannya beberapa jenis reseptor

leptin (ObR). Reseptor Ob secara umum diklasifikasikan menjadi bentuk pendek ( ObRa,

ObRc, ObRd dan ObRf), bentuk terlarut (ObRe) dan bentuk panjang (ObRb) (Peelman, et

al., 2006). Gen ObRb secara normal terdapat dalam jumlah yang sangat banyak pada

hipotalamus dan pada tipe sel lainnya termasuk sel T serta sel endotel vaskular (Sierra, et

al., 1998; Lord, et al., 1998). Reseptor leptin bentuk panjang ObRb berperan sebagai

mediator utama aksi fisiologis leptin dalam mengontrol keinginan makan dan keseimbangan

energi karena hanya reseptor bentuk panjang yang memiliki kemampuan untuk mengaktifasi

seluruh proses signaling dalam sel target (Bjørbaek, et al., 2004; Peelman, et al., 2006).

Bentuk pendek reseptor leptin ObRa dan ObRc terdapat dalam jumlah sangat banyak di

Page 32: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

pembuluh darah sistem saraf pusat dan reseptor ini berperan sebagai protein transport bagi

leptin melalui sawar darah otak (Bjørbaek, et al., 2004). Reseptor leptin tidak memiliki

aktifitas enzimatik intrinsik sehingga diperlukan proses signaling yang diinduksi ligan

Janus-family tyrosine kinase 2 (JAK2) (Auwerx, et al., 1998).

Gambar 2.3 Reseptor leptin (Auwerx, et al., 1998)

Leptin bekerja melalui ikatan leptin dengan reseptornya akan menginduksi proses

signaling selanjutnya melalui the janus kinase (JAK) kemudian menginduksi

phosphorylation of tyrosine (Y) pada reseptor yang terletak pada sitoplasma membentuk

ikatan phosphotyrosine pada protein STAT. Setelah terjadi proses phosphorylation dan

terbentuk residu tyrosine pada protein STAT, ikatan ini akan memisahkan diri dari reseptor

dan akan berfungsi sebagai regulator aktif pada proses transkripsi gen. Setelah

ditransportasikan ke dalam nukleus akan mengalami ikatan dengan element STAT dan

Page 33: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

DNA untuk menstimulasi proses transkripsi gen target (Auwerx, et al., 1998). Penjelasan

tentang reseptor leptin dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Jalur STAT3 tidak diaktivasi pada jaringan lainnya. Signaling STAT3 leptin-dependent

dan adenosisne monophosphate kinase (AMPK) dapat menginduksi dan mengorganisasikan

peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR) serta gamma coactivator (PGC) dan

mampu mensupport integritas serta fungsi mitokondria (Guo, et al., 2008). Leptin

meningkatkan ekspresi fos yang merupakan target dari STAT3 serta meningkatkan ekspresi

beberapa gen lainnya secara spesifik pada hipotalamus (Woods, et al., 1996).

2.3.2 Leptin dan hypothalamo-pituitary-adrenal (HPA) axis

Leptin serum berhubungan dengan jumlah lemak dalam tubuh dan memiliki fungsi

regulator sintesis dan sekresi glukokortikoid. Reseptor leptin yang terdapat pada

hipotalamus berfungsi untuk menghambat neuropeptide Y (NPY)-ergic dan stimulasi

aktifitas corticotrophin releasing hormon (CRH)-ergic yang akan meningkatkan pemecahan

lemak dalam tubuh (Frederich, et al., 1995).

Obesitas sering dihubungkan dengan peningkatan kortisol turnover dan berkaitan

dengan hiper-responsifitas HPA axis. Glukokortikoid memiliki peran ikut mengatur

keseimbangan asupan makanan dan berat badan. Hormon ini juga memiliki efek sentral

pada sistem saraf pusat, menghambat jalur anabolisme pada NPY dan mengaktifasi jalur

katabolisme pada CRH serta α-melanocyte-stimulating hormon (α-MSH) (Wauters, et al.,

2000).

Page 34: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Leptin dan kadar kortisol memiliki hubungan yang berkebalikan dalam tubuh

(Korbonits, et al., 1997). Hal ini menyatakan bahwa leptin dapat mengatur HPA axis secara

sentral pada CRH dan secara perifer pada kelenjar adrenal. Secara sentral leptin bekerja

dengan cara menekan HPA axis. Defisiensi leptin pada tikus percobaan akan menunjukkan

terjadinya hiperkortisolemia namun hal ini dapat bersifat reversible dengan pemberian

terapi leptin (Ahima, et al., 1998).

Reseptor leptin juga terdapat pada jaringan adrenal baik pada kortek maupun pada

medulla (Glasow, et al., 1998). Pada beberapa penelitian in vitro dikatakan terdapat adanya

peranan leptin dalam mengatur sekresi kortikosteroid adrenal (Bornstein, et al., 1997).

Hubungan antara leptin dan HPA axis dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Gambaran terintegrasi hubungan antara leptin dan HPA axis (Casanueva, et al.,

1999)

2.3.3 Resistensi leptin

Page 35: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Skin tag berhubungan dengan terjadinya resistensi leptin pada seseorang dengan

obesitas. Obesitas yang terjadi pada manusia diduga disebabkan oleh timbulnya resistensi

terhadap leptin (Erkek, et al., 2011). Adanya timbunan lemak dalam tubuh yang

berlangsung lama dan seiring bertambahnya umur akan terjadi resistensi leptin dan hal ini

kadang bersifat progresif ditandai oleh adanya kerusakan dan disfungsi signaling STAT3,

AMPK, PGC, dan PPAR (Poeggeler, et al., 2010; Erkek, et al., 2011).

2.4 Leptin dan Kulit

Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1994, telah diketahui bahwa leptin paling

banyak disintesis oleh sel-sel adiposa namun sintesis leptin dan reseptornya juga telah

ditemukan pada sel-sel fibroblast dan keratinosit (Murad, et al., 2003; Sumikawa, et al.,

2008). Leptin dan reseptornya terdapat pada lapisan epidermis pada tingkat gen dan ekspresi

proteinnya (Murad, et al., 2003; Cerman, et al., 2008) serta dapat dikonfirmasi

keberadaannya dengan melakukan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)

(Johnston, et al., 2008).

Antibodi poliklonal Ob (A-20) sc-842 dapat digunakan untuk mengetahui adanya

leptin-like immunoreactivity. Metoda immunostaining ini dapat menentukan leptin-like

immunoreactivity yang bereaksi kuat pada sel-sel keratinosit pada lapisan basal dan

suprabasal epidermis, sementara reaksi yang kurang kuat terdapat pada sel endotelial dan

fibroblast (Poeggeler, et al., 2009).

Leptin dapat diproduksi dalam jumlah yang bermakna dengan menggunakan kultur sel

fibroblast dan sintesis serta sekresinya dapat distimulasi oleh insulin (Glasow, et al., 2001).

Page 36: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Banyak penelitian yang telah mengkonfirmasi bahwa leptin dan signaling STAT3 berperan

dalam proses diferensiasi, proliferasi, migrasi, angiogenesis dan perfusi jaringan (Kanda, et

al., 2008). Patogenesis skin tag berkaitan dengan adanya reseptor leptin pada sel keratinosit

dan fibroblast yang memicu proliferasi serta diferensiasi sel-sel tersebut dan dapat melalui

ikatan terhadap reseptor leptin maupun insulin-like growth factor-1 (IGF-1) serta epidermal

growth factor (EGF) (Erkek, et al., 2011; Barbato, et al., 2012).

Sintesis dan sekresi leptin juga meningkat pada keadaan terdapat trauma fisik dan

percobaan pada binatang dengan keadaan defisit leptin akan menghambat penyembuhan

luka (Murad, et al., 2003). Stimulasi leptin secara auto maupun parakrin dapat menstimulasi

sel keratinosit untuk berproliferasi dan berdiferensiasi serta dapat menstimulasi fibroblast

untuk mensintesis kolagen sehingga mempercepat penyembuhan luka dan regenerasi kulit

(Murad, et al., 2003; Lin, et al., 2007).

2.5 Obesitas dan Indeks Massa Tubuh

Obesitas merupakan suatu keadaan dalam tubuh akibat adanya ketidak-seimbangan

antara asupan energi yang melebihi energi yang digunakan. Obesitas di beberapa negara

berkembang telah menjadi masalah kesehatan yang serius. Prevalensi overweight dan

obesitas meningkat sangat tajam di kawasan Asia-Pasifik. Sebanyak 20,5% penduduk Korea

Selatan tergolong overweight dan 1,5% obesitas. Di Thailand, 16% penduduknya

mengalami overweight dan 4% mengalami obesitas, sementara prevalensi overweight di

Cina adalah 12% pada laki-laki dan 14,4% pada perempuan (Inoue, et al., 2000). Data riset

kesehatan dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2010 terdapat

Page 37: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

angka obesitas pada usia dewasa secara nasional yaitu sebesar 21,7% meningkat

dibandingkan data Riskesdas 2007 dengan angka obesitas 19,1%. Angka obesitas di

Provinsi Bali pada Riskesdas 2010 adalah sebesar 20,9% lebih rendah dibandingkan angka

nasional (BPPK DepKes RI Riskesdas, 2010).

Kenaikan angka mortalitas pada penderita obesitas merupakan akibat dari beberapa

penyakit yang mengancam kehidupan seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, stroke dan

penyakit lainnya. Mekanisme fisiologis berperan penting dalam tubuh untuk

menyeimbangkan keseluruhan asupan energi dengan keseluruhan energi yang digunakan

namun mekanismenya tidak diketahui secara sempurna. Keseluruhan mekanisme ini

dikordinasikan dalam otak untuk mengatur perubahan pola makan, aktifitas fisik dan

metabolisme tubuh sehingga cadangan energi dalam tubuh dapat dijaga (Woo, et al., 2004).

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh obesitas pada kulit.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut disimpulkan bahwa obesitas bertanggung jawab

terhadap perubahan fungsi barier kulit, kelenjar sebasea dan produksi sebum, kelenjar

keringat, limfatik, struktur dan fungsi kolagen serta penyembuhan luka. Selain daripada hal

tersebut diatas, obesitas berperan dalam terjadinya beberapa penyakit-penyakit kulit seperti

akantosis nigrikan, skin tag, keratosis pilaris, striae distensae, hiperkeratosis palmoplantar,

selulitis, hidraadenitis supurativa, psoriasis dan lain-lain (Yosipovitch, et al., 2007).

Cara yang paling mudah secara medis untuk menilai kelebihan jaringan lemak dalam

tubuh adalah dengan mengukur IMT. World Health Organization (WHO) telah

merekomendasikan IMT sebagai standar pengukuran keadaan obesitas seorang individu.

Hasil IMT seseorang diperoleh dengan cara membagi berat badan dalam kilogram (kg)

Page 38: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

dengan kuadrat tinggi badan dalam meter pangkat dua (m2). Nilai IMT dibagi menjadi

beberapa katagori yaitu underweight ≤ 18,5 kg/m2, normal weight = 18,5 – ≤ 25 kg/m2,

overweight >25-30 kg/m2 dan obesitas bila >30 kg/m2 (WHO, 2000).

Penilaian menggunakan IMT merupakan cara termudah untuk memperkirakan obesitas

dan hal ini berkorelasi dengan massa lemak tubuh atau dapat menggambarkan lemak tubuh

yang berlebihan dan memiliki cara perhitungan yang sederhana. Keterbatasannya adalah

kadang membutuhkan penilaian lain bila dipergunakan secara individual serta tidak bisa

membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang serta tidak dapat

mengidentifikasi distribusi lemak tubuh (Rippe, et al., 2001; Haslam & James, 2005; Bray,

2007).

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Skin tag merupakan tumor jinak kulit dengan tanda klinis lesi yang metanpajol atau

bertangkai di atas permukaan kulit, konsistensi lunak, memiliki warna yang mirip seperti

kulit di sekitarnya dan biasanya timbul pada daerah lipatan yang sering mengalami gesekan

Page 39: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

seperti leher, ketiak atau lipatan paha. Penyebab dan patogenesis skin tag belum diketahui

secara pasti. Beberapa faktor berhubungan dengan terjadinya skin tag yaitu proses penuaan

berkaitan dengan bertambahnya umur, jenis kelamin, DM, obesitas, kehamilan,

suseptibilitas genetik serta adanya faktor gesekan pada beberapa tempat predileksi skin tag

tersering seperti pada daerah leher, aksila dan inguinal.

Lesi skin tag sering ditemukan pada individu dengan obesitas sehingga pada penelitian-

penelitian sebelumnya dikatakan merupakan penanda terjadinya gangguan metabolisme

lemak dan karbohidrat. Individu dengan obesitas memiliki massa jaringan adiposa lebih

besar dibandingkan dengan individu tanpa-obesitas dan hal ini ditandai dengan IMT > 25.

Pada literatur dan penelitian yang dilakukan sebelumnya diungkapkan bahwa leptin yang

sekresikan oleh jaringan adiposa diduga ikut berperan dalam terjadinya skin tag.

Jaringan adiposa merupakan sumber utama leptin. Leptin secara umum berperan dalam

mengatur keseimbangan massa jaringan adiposa dalam tubuh melalui respon secara sentral

melalui rangsangan pada hipotalamus untuk meningkatkan atau menurunkan asupan

makanan dan meningkatkan atau menurunkan penggunaan energi. Kerja leptin secara

perifer adalah melalui ikatan leptin dengan reseptor yang terdapat pada beberapa organ

tubuh termasuk kulit. Adanya ikatan leptin dan reseptornya di kulit dapat memicu

proliferasi serta diferensiasi sel-sel keratinosit dan fibroblast dan hal ini diduga berperan

dalam terjadinya skin tag. Sekresi leptin dipengaruhi juga oleh beberapa faktor seperti

massa jaringan adiposa, insulin, TNF-α, glukokortikoid dan hormon reproduksi. Pada

penelitian lain yang dilakukan di luar negeri yang berkaitan dengan skin tag dilaporkan

adanya korelasi antara leptin serum dengan skin tag namun pada beberapa penelitian lainnya

Page 40: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

tidak ditemukan adanya korelasi sehingga belum didapatkan korelasi yang konsisten antara

kedua variabel tersebut.

Penjelasan yang telah disebutkan di atas merupakan dasar atau kerangka berpikir dari

peneliti untuk melakukan penelitian mencari korelasi antara kadar leptin serum yang

dihasilkan oleh jaringan adiposa dan nilai IMT sebagai indikator obesitas dengan jumlah

lesi skin tag pada penderita skin tag di RSUP Sanglah Denpasar.

3.2 Konsep Penelitian

Leptin

serum

Skin Tag

jumlah lesi

Keterangan:

Diteliti

Tidak diteliti

Umur

Jenis kelamin

Suseptibilitas genetik

Kehamilan

DM

Massa jaringan adiposa

Insulin

TNF-α

Glukokortikoid

Hormon reproduksi

Kehamilan

IMT Berat badan Tinggi badan

Page 41: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Gambar 3.1 Bagan konsep penelitian

3.3 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag.

2. Terdapat korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag.

3. Terdapat perbedaan rerata kadar leptin serum antara kelompok subyek dengan skin

tag dan tanpa skin tag.

4. Terdapat perbedaan rerata IMT antara kelompok subyek dengan skin tag dan tanpa

skin tag.

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan untuk mengetahui adanya korelasi antara kadar

leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag, dilakukan penelitian observasional

analitik dengan pendekatan studi potong lintang (cross-sectional). Secara skematis

rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini:

Page 42: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Gambar 4.1 Rancangan penelitian cross-sectional

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar.

Pemeriksaan kadar leptin serum dilakukan di laboratorium Prodia Denpasar. Penelitian

diperkirakan memerlukan waktu selama tiga bulan mulai bulan November tahun 2013

sampai bulan Januari tahun 2014.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah pada Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin lebih khususnya di sub-bagian tumor dan bedah kulit.

4.4 Penentuan Sumber Data

4.4.1 Populasi

Populasi

Sampel

Skin Tag Tanpa Skin Tag

Kadar leptin serum

IMT

Kadar leptin serum

IMT

Jumlah lesi skin tag

Page 43: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

1. Populasi target adalah semua penderita skin tag.

2. Populasi terjangkau adalah semua penderita skin tag yang datang berobat ke

Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah selama tiga bulan

dari bulan November tahun 2013 sampai bulan Januari tahun 2014.

4.4.2 Sampel

Sampel adalah subyek yang diteliti berasal dari populasi terjangkau yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel dipilih dengan teknik consecutive sampling. Sampel

pada penelitian ini adalah semua penderita skin tag yang berkunjung di Poliklinik Kulit dan

Kelamin RSUP Sanglah Denpasar periode November 2013 sampai Januari 2014 yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.4.3 Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian

4.4.3.1 Kriteria inklusi

a. Penderita skin tag yang berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP

Sanglah Denpasar.

b. Warga Negara Indonesia (WNI).

c. Bersedia untuk mengikuti penelitian dan menandatangani lembar

informed concent.

4.4.3.2 Kriteria eksklusi

a. Subyek merupakan penderita DM.

Page 44: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

b. Subyek sedang hamil.

c. Subyek yang sudah pernah dilakukan tindakan yang bertujuan untuk

menghilangkan lesi skin tag pada tubuhnya.

4.4.4 Besar sampel

Untuk menentukan besar sampel penelitian analitik korelatif, maka digunakan rumus

Ronald Fisher’s classic z transformation sebagai berikut (Dahlan, 2008).

2

( Zα + Zβ )

n = + 3

0,5 ln [ (1+ r) / ( 1- r) ]

Keterangan : Zα = 1,645 (kesalahan tipe I sebesar 5%)

Zβ = 1.282 (kesalahan tipe II sebesar 10%)

r = koefisien korelasi yang digunakan sebesar 0,4.

n = 51

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, maka jumlah sampel minimal

(n) yang diperlukan untuk rancangan ini adalah 51 orang.

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Klasifikasi dan identifikasi variabel

Page 45: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Variabel penelitian adalah karakteristik atau ciri sampel penelitian yang diukur secara

numerik. Semua variabel tersebut ditentukan dan disusun sesuai dengan rancangan

penelitian yang direncanakan.

1. Variabel bebas yaitu kadar leptin serum dan IMT. Kadar leptin dan IMT

digolongkan sebagai variabel numerik.

2. Variabel tergantung adalah jumlah lesi skin tag yang digolongkan sebagai

variable numerik.

3. Variabel kendali adalah umur, jenis kelamin, suseptibilitas genetik, DM,

kehamilan dan obesitas.

Gambar 4.2 Bagan hubungan antar variabel

4.5.2 Definisi operasional variabel

Untuk menghindari adanya kesalahan dalam pengumpulan data, berdasarkan

identifikasi dan klasifikasi variabel, maka operasional variabel tersebut didefinisikan

sebagai berikut;

1. Skin tag adalah tumor jinak kulit yang diagnosisnya ditegakkan secara klinis, ditandai

oleh adanya jaringan yang tumbuh berdiri atau bertangkai di atas permukaan kulit,

teraba lunak, berwarna seperti kulit sekitarnya dan terutama terdapat pada daerah yang

Variabel bebas

Kadar leptin serum

Tingkat obesitas (IMT)

Variabel tergantung

Skin tag (jumlah lesi)

Variabel kendali

Umur, jenis kelamin, kehamilan, suseptibilitas genetik, DM,

obesitas

Page 46: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

sering mengalami gesekan seperti pada leher, aksila dan inguinal. Diagnosis lesi kulit

yang meragukan secara klinis dilakukan pemeriksaan dermoskopi.

2. Subyek dengan skin tag adalah seseorang yang memiliki lesi skin tag pada tubuhnya.

3. Subyek tanpa skin tag adalah seseorang yang tidak memiliki lesi skin tag pada

tubuhnya.

4. Jumlah lesi skin tag adalah jumlah total lesi skin tag yang terdapat pada tubuh

penderita skin tag yang dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh lesi skin tag pada

setiap bagian tubuh.

5. Kadar leptin serum adalah jumlah kadar leptin dalam serum yang diperiksa dengan

cara mengambil sampel darah vena pada daerah kubiti sebanyak 5 cc, kemudian

diproses menggunakan teknik enzym linked immunosorbent assay (ELISA) di

laboratorium Prodia Denpasar. Kadar leptin serum memiliki satuan pengukuran

ng/ml.

6. Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai pengukuran untuk menilai tingkat obesitas

yang didapat dari perhitungan yang didapat dari perhitungan perbandingan antara

berat badan yang diukur dalam satuan kilogram (kg) dibagi dengan kuadrat

tinggi badan yang diukur dalam satuan meter (m). Nilai IMT memiliki satuan

pengukuran kg/m2.

7. Umur adalah jumlah tahun kehidupan ditentukan dari tanggal kelahiran sampai

saat datang ke rumah sakit yang dapat ditentukan dengan melihat data

kelahiran pada kartu tanda penduduk, surat ijin mengemudi (SIM) atau kartu

keluarga.

Page 47: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

8. Jenis kelamin adalah ditentukan secara fenotip yaitu laki-laki dan perempuan.

9. Suseptibilitas genetik adalah kerentanan penurunan penyakit secara genetik dan dalam

penelitian ini diperoleh dari anamnesis mengenai riwayat adanya anggota

keluarga yang lain dalam satu garis keturunan yang juga memiliki lesi skin tag di

tubuhnya.

10. Tindakan menghilangkan lesi skin tag adalah semua tindakan yang bertujuan untuk

menghilangkan lesi skin tag dapat menggunakan curved blade scissor, elektrokauter,

tindakan eksisi atau tindakan lainnya sehingga lesi skin tag hilang dari permukaan

tubuh penderita.

11. Hamil adalah adanya janin dalam rahim seorang wanita yang dibuktikandengan

adanya hasil tes kehamilan yang positif atau terlihat janin dalam rahim pada

pemeriksaan ultrasonography (USG) yang dilakukan oleh dokter.

12 Penderita diabetes melitus adalah seseorang yang memiliki kadar gula darah sewaktu

> 200 mg/dL yang diperiksa dengan menggunakan alat GlukoTest atau seseorang

yang sebelumnya telah didiagnosis DM oleh dokter.

4.6 Bahan Penelitian

4.6.1 Bahan sampel

Bahan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel darah yang diambil

dari pembuluh darah vena di daerah fossa kubiti sebanyak 5 cc untuk pemeriksaan kadar

leptin serum di laboratorium.

4.6.2 Bahan kimia

Page 48: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Bahan kimia yang digunakan adalah untuk pemeriksaan kadar leptin serum yaitu Leptin

conjugate, Leptin Standart, Assay Diluent RD1-19, Calibrator Diluent RD5P (5X)

Concentrate, Wash Buffer Concentrate, Color Reagent A, Color Reagent B, Stop Solution.

4.7 Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik dan pengambilan

sampel darah. Untuk wawancara telah dipersiapkan kuesioner untuk mendapatkan data

demografis subyek penelitian. Pemeriksaan fisik dilakukan secara lengkap disertai

pemeriksaan status dermatologis.

Peralatan yang digunakan dalam pengukuran kadar leptin serum dalam penelitian ini

adalah Leptin Microplate (96-well polystyrene microplate), pipettes dan pipette tip,

deionized atau air yang terdestilasi, multi-channel pipette, squirt bottle, manifold dispenser

or automated microplate washer, 12 mm x 75 mm polypropylene test tube, plate covers.

Berat badan diukur menggunakan timbangan berat badan merek OneMed Elegance dengan

satuan pengukuran kilogram (kg). Tinggi badan diukur menggunakan alat ukur tinggi badan

dengan merek Stature Meter OneMed dengan satuan pengukuran sentimeter (cm). Indeks

Massa Tubuh dihitung menggunakan kalkulator berdasarkan data berat badan (kg) dan

tinggi badan (m) sampel penelitian.

4.8 Prosedur Penelitian

4.8.1 Tahap persiapan

Page 49: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Untuk penelitian cross-sectional, semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria

inklusi dan dikurangi dengan kriteria eksklusi, secara teknik consecutive sampling

dimasukkan sebagai sampel penelitian. Sebelum penelitian dimulai lebih dahulu diberikan

penjelasan secara rinci tentang maksud dan tujuan penelitian dan kemudian subjek

penelitian menandatangani informed consent. Dari besar sampel yang diperoleh yaitu 51

sampel dilakukan identifikasi tentang karateristik sampel penelitian.

4.8.2 Pelaksanaan penelitian

1. Diagnosis skin tag ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas berupa

papul yang metanpajol atau bertangkai di atas permukaan kulit, konsistensi

lunak, warnanya seperti kulit di sekitarnya dan sering terdapat pada daerah yang

sering mengalami gesekan seperti leher, aksila dan inguinal. Diagnosis lesi kulit

yang meragukan atau tidak bisa ditegakkan secara klinis maka dilakukan

pemeriksaan bantuan berupa pemeriksaan dermoskopi. Seluruh lesi skin tag yang

terdapat pada tubuh penderita dihitung jumlah keseluruhannya.

2. Pengukuran kadar leptin serum menggunakan “The Quantikine human Leptin

Immunoassay”. Prinsip analisis kadar leptin serum adalah adanya ikatan

antibodi monoklonal spesifik terhadap leptin yang ditunjukkan dengan

timbulnya warna yang semakin pekat seiring dengan adanya ikatan leptin

dengan antibodi monoklonal. Kadar leptin dihitung secara kuantitatif.

Cara pengerjaan pengukuran kadar leptin serum adalah sebagai berikut:

a. Persiapan sampel

Page 50: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Darah vena diambil ± 6 cc ditampung dalam serum separator tube (SST) dan

biarkan darah sampel terbentuk bekuan 30 menit sebelum disentrifugasi

selama 15 menit pada 1000 x g.

b. Persiapan reagent

Bawa semua reagent ke tempat dengan kadar suhu ruangan sebelum memulai

prosedur. Reagent yang diperlukan yaitu wash buffer, substrate solution,

calibrator diluents RD5P (1X), leptin standard dan polypropylene tubes.

c. Prosedur pengukuran kadar leptin

Siapkan semua reagent termasuk reagent standards dan sampel darah.

Tambahkan 100 µL Assay Diluent RD1-19 pada setiap wadah. Setelah itu

tambahkan 100 µL reagent standard pada setiap wadah dan diinkubasi

selama 2 jam. Lakukan aspirasi dan titrasi sebanyak 4 kali. Tambahkan 200

µL conjugate pada setiap wadah dan diinkubasi selama 1 hari. Aspirasi dan

titrasi kembali sebanyak 4 kali. Tambahkan 200 µL substrate solution pada

setiap wadah lalu inkubasi 30 menit serta lindungi dari paparan sinar

matahari. Tambahkan 50 µL stop solution pada setiap wadah dan baca

hasilnya pada 450 nm dalam 30 menit kedepan.

3. Berat badan diukur dengan timbangan berat badan OneMed Elegance dan saat

pengukuran berat badan, sampel penelitian tidak menggunakan alas kaki serta

menggunakan pakaian yang ringan. Hasil pengukuran berat badan dicatat dalam buku

penelitian dalam satuan kilogram.

Page 51: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

4. Tinggi badan diukur dengan alat ukur tinggi badan merek OneMed Elegance.

Pengukuran tinggi badan dilakukan sampel penelitian tanpa menggunakan alas kaki dan

hasil pengukuran dicatat dalam buku penelitian dalam satuan meter.

5. Penghitungan IMT dilakukan dengan menggunakan kalkulator yaitu menggunakan rumus

berat dalam satuan kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam satuan meter.

Satuan nilai IMT adalah kg /m2.

4.8.3 Alur penelitian

Untuk lebih mempermudah dalam pelaksanaan penelitian maka dibuat alur penelitian

yang ditunjukkan dengan bagan alur penelitian pada Gambar 4.2.

Populasi target Semua Penderita skin tag

Populasi terjangkau Penderita skin tag yang datang ke poli kulit

RS Sanglah selama 3 bulan

Kriteria inklusi

Kriteria eksklusi

Sampel

Pengambilan darah vena 5 cc, pengukuran berat badan

dan tinggi badan, hitung seluruh lesi skin tag

Informed consent

Page 52: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Gambar 4.3 Skema alur penelitian

4.9 Analisis Data

Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kelengkapan

data. Setelah data lengkap dilanjutkan dengan analisis data. Untuk menjawab permasalahan

penelitian dilakukan rangkaian tahapan analisis data:

1. Analisis statistik deskriptif

Analisis ini digunakan untuk menggambarkan karakteristik umum dan distribusi

variabel yaitu umur, jenis kelamin, kadar leptin serum, IMT dan jumlah lesi skin tag

setiap penderita.

2. Uji normalitas data

Untuk menilai normalitas data, maka digunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov

karena besar sampel > 50. Data berdistribusi nomal bila nilai p > 0,05 pada uji

normalitas. Jika tidak berdistribusi normal, maka dilakukan transformasi data untuk

DATA PENELITIAN

(Kadar leptin serum, IMT dan jumlah lesi skin tag)

Analisis statistik

Page 53: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

menormalkan data. Proses transformasi data yang digunakan adalah dengan

menggunakan fungsi log, akar dan kuadrat.

3. Analisis komparasi

Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar leptin serum dan IMT antara penderita skin

tag dan penderita tanpa skin tag dilakukan uji T tidak berpasangan.

4. Analisis korelasi-regresi

Untuk mengetahui korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag,

korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag dilakukan analisis korelasi

menggunakan uji Pearson jika data berdistribusi normal. Bila salah satu atau kedua

data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji korelasi Spearman. Tingkat

kemaknaan yang dianggap signifikan adalah p < 0,05 (Dahlan, 2008).

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Sampel

Sampel penelitian dipilih secara konsekutif dari penderita dengan skin tag dan tanpa skin

tag yang datang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah, Denpasar selama

periode November 2013 hingga Februari 2014. Delapan puluh sampel sebagai subyek

penelitian telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yang terdiri dari 55 subyek dengan

Page 54: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

skin tags dan 25 subyek tanpa skin tag. Karakteristik sampel penelitian ditampilkan pada

tabel 5.1.

Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian

No Variabel Skin tag (n=55)

Tanpa Skin tag (n=25)

Beda rerata

Nilai P CI 95%

1 Umur (tahun)

(rerata ± SD)

44,6±11,3 33,2±11,3 11,4 < 0,001 5,9 -

16,8

2 Jenis Kelamin

- Laki-laki

frekuensi ( %) - Perempuan

frekuensi (%)

22 (40%)

33 (60%)

20 (80%)

5 (20%)

< 0,001

< 0,001

3 Kadar Leptin ng/mL (rerata ±

SD)

21,5±16,9 4,6±2,2 16,9 < 0,001 10,1-

23,6

4 Indeks Massa

Tubuh (rerata ± SD)

27,4±2,3 23,5±1,7 3,9 < 0,001 2,9-4,9

5 Jumlah Lesi

(rerata ± SD)

12,7±6,9 0 12,7 < 0,001 9,9-

15,5

Keterangan:

n = jumlah subyek setiap kelompok

Nilai P = bermakna bila p < 0,05

CI 95% = interval kepercayaan 95%

Rerata umur pada kelompok subyek dengan skin tag adalah 44,6±11,3 tahun

sedangkan pada kelompok subyek tanpa skin tag rerata umurnya adalah 33,2±11,3 tahun.

Dari tabel tersebut, jenis kelamin perempuan pada kelompok subyek dengan skin tag

sebanyak 33 (60%) lebih banyak dibandingkan jenis kelamin laki-laki yaitu 22 subyek

(40%), sedangkan pada kelompok subyek tanpa skin tag jenis kelamin laki-laki sebanyak 20

(80%) lebih banyak dibandingkan jenis kelamin perempuan 5 (20%).

Page 55: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

5.2 Korelasi Kadar Leptin Serum dan Indeks Massa Tubuh dengan

Jumlah Lesi Skin tag

Korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi, dan korelasi IMT dengan

jumlah lesi diuji dengan Uji Spearman karena distribusi data tidak normal. Seperti yang

ditampilkan pada tabel 5.2 tampak korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi

skin tag berkorelasi positif dengan derajat korelasi sangat kuat (r = 0,912), hasil ini

bermakna secara statistik (p < 0,001). Korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag

berkorelasi positif dengan derajat korelasi kuat (r = 0,612) dan hasil ini juga bermakna

secara statistik (p < 0,001).

Tumbelaka et al (2007) menyebutkan klasifikasi nilai koefisien korelasi (r) yaitu

sangat kuat bila nilai r ≥ 0,8; berkorelasi kuat bila bila r = 0,60 - 0,799; berkorelasi sedang

bila r = 0,40 - 0,599; berkorelasi lemah bila bila r = 0,20 – 0,399 dan berkorelasi sangat

lemah bila r = 0,00 – 0,199.

Tabel 5.2 Korelasi antara Kadar Leptin Serum dan Indeks Massa Tubuh dengan

Jumlah Lesi Skin tag

Variabel Jumlah Lesi Nilai P

Kadar Leptin Serum r = 0,912 < 0,001

IMT r = 0,612 < 0,001

Hasil Uji Spearman

Page 56: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Keterangan:

r = koefisien korelasi

Nilai P = bermakna bila p < 0,05

Korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag dalam bentuk Q-Q plot dapat

dilihat pada gambar 5.1

Gambar 5.1 Grafik Q-Q Plot Korelasi antara Kadar Leptin Serum dengan Jumlah Lesi Skin Tag

Keterangan: Setiap peningkatan kadar leptin serum akan diikuti peningkatan

jumlah lesi skin tag

Korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag dalam bentuk Q-Q plot dapat dilihat pada

gambar 5.2

Jumlah

lesi skin

tag

Page 57: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Gambar 5.2 Grafik Q-Q Plot Korelasi antara IMT dengan Jumlah Lesi Skin Tag

Keterangan: Setiap peningkatan IMT diikuti peningkatan jumlah lesi skin tag

Tabel 5.3 Hasil Analisis Regresi Linier Kadar Leptin Serum dan IMT Terhadap

Jumlah Lesi Skin Tag

Variabel R2

Adj R2

β Nilai P CI 95%

Konstanta -16,230 -31,983-0,478

Kadar Leptin

Serum

0,558 0,604 0,239 < 0,001 0,16-0,32

IMT 0,377 0,604 0,870 < 0,001 0,26-1,48

Keterangan:

R2 = koefisien determinasi

Adj R2 = adjusted koefisien korelasi variabel bebas terhadap variabel tergantung

β = konstanta pengaruh korelasi variabel bebas terhadap variabel tergantung

Nilai P = bermakna bila P < 0,05

CI 95% = interval kepercayaan 95%

Jumlah

lesi skin

tag

Page 58: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Pada tabel 5.3 dapat dilihat hasil analisis regresi linear didapatkan nilai R2 (koefisien

determinasi) kadar leptin serum terhadap jumlah lesi skin tag sebesar 55,8%, sedangkan

variabel IMT terhadap jumlah lesi skin tag didapatkan R2 sebesar 37,7%. Nilai adjusted R

2

kedua variabel bebas yaitu kadar leptin serum dan IMT terhadap jumlah lesi skin tag adalah

sebesar 60,4%. Nilai β untuk kadar leptin terhadap jumlah lesi skin tag adalah 0,24,

sedangkan niali β untuk IMT terhadap jumlah lesi skin tag adalah 0,87

5.3 Rerata Kadar Leptin Serum Dan Indeks Massa Tubuh Lebih Tinggi

Pada Subyek Dengan SkinTag

Hasil komparasi kadar leptin serum dan IMT antara kelompok subyek dengan skin tag

dibandingkan tanpa skin tag dapat dilihat pada Tabel 5.1. Rerata kadar leptin serum pada

kelompok subyek dengan skin tag lebih tinggi (21,5±16,9 ng/mL) dibandingkan kelompok

tanpa skin tag (4,6±2,2 ng/mL) dengan beda rerata 16,9 dan bermakna secara statistik (p <

0,001) serta CI 95%: 10,1-23,6. Rerata IMT pada kelompok subyek dengan skin tag sedikit

lebih tinggi (27,4±2,3) dibandingkan kelompok tanpa skin tag (23,5±1,7) dengan beda

rerata 3,9 dan bermakna secara statistik (p < 0,001) serta CI 95%: 2,9-4,9. Rerata jumlah

lesi skin tag yaitu 12,7±6,9 dengan beda rerata 12,7 dan bermakna secara statistik (p <

0,001) serta CI 95%: 9,9-15,5.

BAB VI

Page 59: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Penelitian ini melibatkan 80 sampel. Karakteristik penelitian meliputi umur, jenis

kelamin, kadar leptin serum, IMT dan jumlah lesi skin tag.

Skin tag dikatakan merupakan salah satu tanda klinis dari proses penuaan dan sering

dijumpai pada seseorang di atas umur 40 tahunan (Sari, et al., 2010). Berdasarkan umur,

penelitian Gorpelioglu et al (2009) memperoleh hasil rerata umur penderita skin tag adalah

55,6 tahun. Penelitian oleh Rasi et al (2007) memperoleh hasil rerata umur penderita skin

tag adalah 51,15 tahun. Penelitian oleh Erkek et al (2011), rerata umur penderita skin tag

adalah 45,67 tahun dengan rentang umur 24-67 tahun. Peningkatan jumlah lesi skin tag

setelah umur 40 tahun disebutkan sebesar 37% dan hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan

penderita yang berumur di bawah 40 tahun (Barbato, et al., 2012). Penelitian oleh Safoury

et al (2011) menyebutkan rata-rata jumlah skin tag meningkat sesuai peningkatan umur.

Pada penelitian ini rerata umur pada kelompok subyek dengan skin tag adalah 41,0 ± 12,4

tahun. Hal ini sesuai dengan rerata umur penderita skin tag pada beberapa penelitian

sebelumnya yaitu di atas 40 tahun.

Skin tag lebih banyak dijumpai pada jenis kelamin perempuan di bandingkan pada

laki-laki. Penelitian oleh Erkek, et al., (2011), memperoleh hasil penderita skin tag lebih

banyak dijumpai pada perempuan yaitu sebanyak 62,1%. Penelitian oleh Gorpelioglu, et al.,

(2009) juga memperoleh hasil yang serupa yaitu skin tag lebih banyak dijumpai pada

perempuan (82,8%) dibandingkan jenis kelamin laki-laki (17,2%).

Page 60: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Pada penelitian ini skin tag lebih banyak dijumpai pada perempuan yaitu 60%

dibandingkan pada laki-laki 40%. Skin tag disebutkan berhubungan dengan mekanisme

hormonal terutama pada perempuan yang mengalami obesitas. Estrogen merupakan hormon

predominan yang berperan pada karakteristik seksual perempuan serta berpengaruh pada

fungsi organ tubuh termasuk kulit yang merupakan target organ non-reproduktif terbesar

estrogen (Safoury, et al., 2009).

Perbedaan jumlah rerata skin tag disebutkan berbeda bermakna pada penderita

dengan obesitas dibandingkan penderita tanpa obesitas. Hal tersebut kemungkinan karena

terdapat lipatan kulit yang lebih banyak pada penderita dengan obesitas. Jumlah rerata lesi

skin tag secara signifikan lebih tinggi dijumpai pada leher, aksila dan badan (Sofoury et al

2011). Penelitian oleh Sari et al (2009) menyebutkan jumlah lesi skin tag yang ditemukan

bervariasi dari 1-48 yang tersebar di seluruh tubuh dengan rerata 16,1±20,1. Skin tag

ditemukan pada leher sebanyak 68,1%, pada pungggung 26,5%, aksila 20,4% dan pada

ekstremitas sebanyak 5,3%. Penelitian oleh Rasi et al (2007) menemukan jumlah lesi skin

tag tergolong ringan yaitu < 10 lesi pada 13,2% penderita, 59,3% tergolong sedang (10-29

lesi) dan 27,5% tergolong tinggi (≥ 30 lesi). Lesi skin tag paling banyak terdapat pada lokasi

daerah leher dan aksila serta tidak terdapat perbedaan bermakna jumlah lesi antara laki dan

perempuan.

Hasil penelitian ini rata-rata subyek pada kelompok dengan skin tag adalah

overweight (rerata IMT = 27,4±2,3). Skin tag pada penelitiaan ini paling banyak terdapat

pada daerah leher yaitu 74,5%, aksila 56,4%, punggung 41,8% dan inguinal 25,5%.

Page 61: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

6.2 Korelasi Kadar Leptin Serum dan Indeks Massa Tubuh dengan Jumlah

Lesi Skin Tag

Jumlah lesi skin tag berhubungan dengan terjadinya gangguan metabolisme lipid

yang salah satunya juga dipengaruhi oleh leptin dengan bekerja secara sentral dan perifer

(Fain, et al., 2004). Penelitian Erkek et al (2011) memperoleh hasil kadar leptin serum

berkorelasi positif dengan jumlah lesi skin tag (r = 0,62), nilai p < 0,001.

Pada penelitian ini diperoleh hasil adanya korelasi positif sangat kuat (r = 0,91)

antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag dengan P < 0,001. Pengaruh yang kuat

ini berkaitan dengan keadaan rerata IMT yang lebih tinggi pada kelompok subyek dengan

skin tag yaitu 27,4 kg/m2. Indeks massa tubuh yang tinggi berkaitan dengan jumlah jaringan

lemak yang lebih banyak dan kemudian akan mensekresi leptin dengan jumlah yang banyak

pula sehingga berefek pada berbagai organ termasuk kulit. Akibat adanya leptin dan

reseptor leptin R ob dalam jumlah yang banyak pada sel-sel keratinosit serta fibroblast akan

dapat memicu proliferasi serta diferensiasi sel menjadi lesi skin tag.

Penderita obesitas secara bermakna memiliki rerata jumlah skin tag lebih banyak

dibandingkan penderita tanpa obesitas. Hasil yang berbeda ditemukan dari penelitian Sari et

al (2010) yaitu diperoleh hasil tidak terdapat korelasi antara jumlah lesi skin tag dengan

IMT. Pada penelitian Rasi et al (2007) juga memperoleh hasil yang serupa yaitu tidak

terdapat korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag (r = 0,092), nilai P = 0,413. Pada

penelitian ini korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag adalah kuat dengan nilai r =

0,61 dan p < 0,001.

Page 62: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Penelitian Erkek et al (2011) terdapat korelasi antara kadar leptin serum dengan

IMT (r = 0,48), nilai P < 0,001. Penelitian Sari et al (2009) memperoleh hasil terdapat

korelasi positif antara kadar leptin serum dengan IMT (r = 0,42), nilai P < 0,001. Penelitian

Wu et at (2002) memperoleh hasil terdapat korelasi antara kadar leptin serum dengan IMT

pada anak laki-laki dan perempuan (r = 0,64), P < 0,001. Pada penelitian ini juga

memperoleh hasil adanya korelasi positif kuat antara kadar leptin serum dengan IMT (r =

0,64), nilai P < 0,001.

Pada penelitian ini diperoleh hasil analisis regresi linear antara kadar leptin serum

terhadap jumlah lesi skin tag didapatkan nilai R2 sebesar 55,8%, sedangkan variabel IMT

dengan jumlah lesi skin tag didapatkan R2 sebesar 37,7%. Hasil analisis regresi linear kedua

variabel kadar leptin serum dan IMT terhadap jumlah lesi skin tag didapatkan nilai adjusted

R2 sebesar 60,4% yang memiliki arti pengaruh kedua faktor kadar leptin dan IMT terhadap

peningkatan jumlah lesi skin tag sebesar 60,4%. Pengaruh ini lebih tinggi dibandingkan bila

R2 kadar leptin serum dan IMT dianalisis secara tersendiri.

Hasil analisis regresi linier didapatkan nilai β untuk kadar leptin terhadap jumlah lesi

skin tag adalah 0,24, sedangkan nilai β untuk IMT terhadap jumlah lesi skin tag adalah 0,87.

Nilai β = 0,24 memiliki arti setiap peningkatan kadar leptin serum sebesar 1ng/mL akan

meningkatkan jumlah lesi skin tag sebanyak 0,24 atau dapat diartikan bahwa setiap

peningkatan 4ng/mL akan menambah jumlah lesi skin tag sebanyak satu buah. Nilai β =

0,87 memiliki arti setiap peningkatan satu nilai IMT akan meningkatkan jumlah lesi skin tag

sebanyak 0,87 atau hampir satu buah lesi skin tag pada tubuh seseorang. Namun hal ini

Page 63: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

memiliki nilai kebenaran sebesar ± 60,4% sesuai dengan besar adjusted dari koefisien

determinasi (R2) kedua variabel tersebut.

6.3 Rerata Kadar Leptin Serum Dan Indeks Massa Tubuh Pada Kelompok

Subyek Dengan Skin Tag Dan Tanpa Skin Tag

Obesitas dengan peningkatan sekresi leptin dalam tubuh mampu mempengaruhi

berbagai sistem organ termasuk kulit dan dikatakan merupakan salah satu faktor yang

berhubungan dengan terjadinya skin tag, namun patogenesisnya belum diketahui dengan

pasti.

Pada penelitian Gorpelioglu et al (2009) memperoleh rerata kadar leptin serum pada

kelompok subyek dengan skin tag sebesar 49,6±2,6 dibandingkan 3,9±2,2 pada kelompok

subyek tanpa skin tag (P < 0,05). Penelitian oleh Erkek et al (2011) memperoleh hasil rerata

kadar leptin serum pada kelompok subyek dengan skin tag sebesar 12,2±4,7 lebih tinggi

dibandingkan pada kelompok tanpa skin tag 5,5±5,2 dengan P = 0,003. Pada penelitian Sari

et al (2010) memperoleh hasil rerata kadar leptin pada kelompok subyek dengan skin tag

35,7±30,7 sedangkan pada kelompok tanpa skin tag ditemukan sebanyak 20,4±13,9 ng/ml

namun beda rerata kadar leptin serum kedua kelompok tersebut tidak bermakna secara

statistik (P > 0,05).

Penelitian oleh Safoury et al (2011) menemukan bahwa rerata kadar leptin serum

pada kelompok subyek dengan skin tag yaitu 43,2 ± 5,72 lebih tinggi dibandingkan

kelompok subyek tanpa skin tag 28,5 ± 6,23 dan hasil ini bermakna secara statistik p <

0,001.

Page 64: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Penelitian oleh Kazmi et al (2013) yang meneliti kadar leptin pada kelompok obese

dan tanpa obese memperoleh hasil rerata kadar leptin pada kelompok obese 52,8±24,6

ng/ml, sedangkan pada kelompok tanpa obese 6,3±3,1 ng/ml dengan nilai p < 0,001. Kadar

leptin serum ditemukan tidak berhubungan dengan umur namun kadarnya lebih tinggi pada

perempuan dibandingkan laki-laki pada kelompok usia yang sama. Hal ini belum diketahui

secara jelas namun hal ini diduga karena persentase massa lemak pada perempuan lebih

tinggi ataupun adanya efek induksi dari estrogen dan progesteron.

Pada penelitian ini kadar leptin serum pada kelompok subyek dengan skin tag

sebesar 21,5±16,9 ng/ml lebih tinggi dibandingkan 4,6±2,2 ng/ml pada kelompok subyek

tanpa skin tag.

Lesi skin tag lebih banyak ditemukan pada penderita obesitas dengan nilai IMT > 25

kg/m2. Gorpelioglu et al (2009) dalam penelitiannya memperoleh hasil rerata IMT pada

kelompok subyek dengan skin tag adalah 27,7±4,9 yang termasuk kategori overweight

dibandingkan pada kelompok subyek tanpa skin tag dengan IMT sebesar 22,4±3,2 (P =

0,002). Rerata IMT pada penelitian Erkek et al (2011) pada kelompok subyek dengan skin

tag yaitu sebesar 31,3±5,6 yang termasuk dalam kategori obese dan hasil ini lebih tinggi

dibandingkan pada kelompok subyek tanpa skin tag yaitu 23,7±5,2 yang termasuk normal

weight dengan nilai P = 0,0001. Penelitian oleh Sari et al (2010) memperoleh hasil lesi skin

tag lebih banyak dijumpai pada penderita dengan obesitas yaitu hingga 74% dan

prevalensinya berhubungan dengan tingkat obesitas.

Pada penelitian ini rerata IMT pada kelompok subyek dengan skin tag yaitu 27,4 ±

2,3 lebih tinggi dibandingkan kelompok tanpa skin tag 23,5 ± 1,9 dengan beda rerata 3,9

Page 65: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

dan nilai p < 0,001. Pada penelitian ini, subyek pada kelompok dengan skin tag rata-rata

mengalami overweight dibandingkan pada kelompok tanpa skin tag yang rata-rata adalah

normal weight.

Etiopatogenesis skin tag belum diketahui secara pasti dan banyak faktor yang

berperan dalam terjadinya lesi ini dan salah satu faktor yang berperan adalah adanya

suseptibilitas genetik. Kelemahan penelitian ini adalah tidak mengidentifikasi adanya faktor

genetik pada setiap sampel disebabkan oleh keterbatasan biaya penelitian untuk memastikan

adanya gen yang berperan dalam terjadinya skin tag.

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu:

1. Terdapat korelasi positif sangat kuat antara kadar leptin serum dengan jumlah

Page 66: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

lesi skin tag (r = 0,912; nilai P < 0,001).

2. Terdapat korelasi positif kuat antara IMT dengan jumlah lesi skin tag (r –

0,612; nilai P < 0,001).

3. Rerata kadar leptin serum lebih tinggi pada kelompok subyek dengan skin tag

( 21,5±16,9) dibandingkan tanpa skin tag (4,6±2,2), nilai P < 0,001.

4. Rerata IMT lebih tinggi pada kelompok subyek dengan skin tag (27,4±2,3)

dibandingkan tanpa skin tag (23,5±1,7), nilai P < 0,001.

7.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk membuktikan adanya hubungan

kausalitas antara variabel kadar leptin serum dan IMT dengan variabel jumlah lesi skin tag

serta kaitannya dengan berbagai tipe lesi skin tag. Mengingat skin tag merupakan salah satu

penanda adanya gangguan metabolisme lipid dan dapat menyebabkan terjadinya sindroma

metabolik serta pengakit kardiovaskular maka pada penelitian selanjutnya perlu dicari

hubungan kausalitas antara variabel profil lipid penderita dengan peningkatan jumlah lesi

skin tag.

DAFTAR PUSTAKA

Ahima, R.S., Prabakaran, D., Flier, J.S. 1998. Postnatal leptin surge and regulation of

circadian rhythm of leptin by feeding; implications for energy homeostasis and

neuroendocrine function. J Clin Invest, 101:1020-27.

Allegue, F., Fachal, C., Perez, L. 2008. Friction induced skin tags. DOJ, 14(3):18-23.

Page 67: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Artwohl, M., Roden, M., Holzenbein, T., Freudenthaler, A., Waldhausl, W., Baumgartner-

Parzer, S.M. 2002. Modulation by leptin of proliferation and apoptosis in vascular

endothelial cells. Int J Obes Relat Metab Disord, 26(4):577–80.

Auwerx, J., Staels, B. 1998. Leptin: review article. The Lancet; 351:737–42.

BPPK (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan) RI. 2010.

Laporan Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan RI 2010.

Barbato, M.T., Kris-da-Silva, A., Guerine, M.B., Criado, P.R., Averbeck, E., Bittencourt-

de-Sa, N. 2012. Association of acanthosis nigricans and skin tag with insulin

resistance. An Bras Dermatol, 87(1):97-104.

Bjørbaek, C., Kahn, B.B. 2004. Leptin signaling in the central nervous system and the

periphery. Recent Prog Horm Res, 59:305–31.

Bornstein, S.R., Uhlmann K., Haidan, A., Ehrhart-Bornstein, M., Scherbaum, W.A. 1997.

Evidence for a novel peripheral action of leptin as a metabolic signal to the adrenal

gland. Leptin inhibits cortisol release directly. Diabetes, 46:1235-38.

Bouloumie, A., Drexler, H.C., Lafontan, M., Busse, R. 1998. Leptin, the product of Ob

gene, promotes angiogenesis. Circ Res, 83(10):1059–66.

Bray, G.A. 2007. Costs, pathology and health risks of obesity and the metabolic syndrome.

In : Bray GA, The metabolic syndrome and obesity, 1stedition, Humana Press Inc, New

Jersey. p. 67-92.

Cao, R., Brakenhielm, E., Wahlestedt, C., Thyberg, J., Cao, Y. 2001. Leptin induces

vascular permeability and synergistically stimulates angiogenesis with FGF-2 and

VEGF. Proc Natl Acad Sci USA, 98(11):6390–95.

Casanueva, F.F., Dieques, C. 1999. Neuroendokrin regulation and actions of leptin.

Frontiers in Neuroendocrinologiy, 20:317-36.

Cerman, A.A., Bozkurt, S., Sav, A., Tulunay, A., Elbas, M.O., Ergun, T. 2008. Serum leptin

levels, skin leptin and leptin reseptor expression in psoriasis. Br J Dermatol, 159:820-

26.

Crook, M.A. 2000. Skin tags and the atherogenic lipid profile. J Clin Pathol, 53:873-74.

Cusin, I., Sainsbury, A., Doyle, P., Rohner-Jeanrenaud, F., Jeanrenaud, B. 1995. The ob gen

and insulin. A relationship leading to clues to the understanding of obesity. Diabetes,

44(12):1467-70.

Page 68: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Dagogo-Jack, S., Selke, G., Melson, A.K. 1997. Robust leptin secretory responses to

dexamethasone in obese subjects. J Clin Endocrinol Metab, 82(10):3230-33.

Dahlan, M.S. 2008. Menentukan Rumus Besar Sampel. Dalam: Besar Sampel dan Cara

Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, edisi 2. Salemba

Medika. h. 17-19.

Dianzani, C., Calvieri, S., Pierangeli, A., Imperi, M., Bucci, M., Degener, A.M. 1998. The

detection of human papillomavirus DNA in skin tags. Br J Dermatol, 138:649-51.

Erkek, E., Kisa, U., Bagci, Y., Sezikli, H. 2011. Leptin resistance and genetic predisposition

as potential mechanisms in the development of skin tags. Hongkong J Dermatol.

Venerol, 19:108-14.

Faggioni, R., Feingold, K.R., Grunfeld, C. 2001. Leptin regulation of the immune response

and the immunodeficiency of malnutrition. The FASEB Journal, 15:2565-71.

Fain, J.N., Madan, A.K., Hiler, M.L., Cheema, P., Bahouth, S.W. 2004. Comparison of the

release of adipokines by adipose tissue, adipose tissue matrix, and adipocytes from

visceral and subcutaneous abdominal adipose tissues of obese humans. Endocrinology,

145:2273–82.

Fairfield, K.M., Willett, W.C., Rosner, B.A., Manson, J.E., Speizer, F.E., Hankinson, S.E.

2002. Obesity, weight gain, and ovarian cancer. Obstet Gynecol, 100(2):288-96.

Frederich, R.C., Hamann, A., Anderson, S., Lollman, B., Lowell, B.B, Flier, J.S. 1995.

Leptin level reflect body lipid content in mice evidence for diet-induced resistance to

leptin action. Nat Med, 1:1311-14.

Friedman, J.M., Halaas, J.L. 1998. Leptin and the regulation of body weight in mammals.

Nature, 395:763-70.

Glasow, A., Haidan, A., Hilbers, U., Breidert, M., Gillespie, J., Scherbaum, W.A. 1998.

Expression of Ob receptor in normal human adrenals: differential regulation of

adrenocortical and adrenomedullary function by leptin. J Clil Endocrinol and Metab,

83:4459-66.

Glasow, A., Kiess, W., Anderegg, U., Berthold, A., Bottner, A., Kratzsch, J. 2001.

Expression of leptin (Ob) and leptin reseptor (Ob-R) in human fibroblasts: regulation of

leptin secretion by insulin. J Clin Endocrinol Metab, 86:4472-79.

Page 69: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Gorpelioglu, C., Erdal, E., Ardicoglu, Y., Adam, B., Sarifakioglu, E. 2009. Serum leptin,

atherogenic lipids and glucose levels in patients with skin tags. Indian J Dermatol,

2009;54:20-22.

Guo, Z., Jiang, H., Xu, X., Duan, W., Mattson, M.P. 2008. Leptin-mediated cell

survival signaling in hippocampal neurons mediated by JAK STAT3 and

mitochondrial stabilization. J Biol Chem, 283:1754–63.

Haslam, D.W., James, W.P.T. 2005. Obesity. Lancet, 366:1197-209.

Holness, M.J., Munns, M.J., Sugden, M.C. 1999. Current concepts concerning the

role of leptin in reproductive fuction. Mol Cell Endocrinol, 157:11-20.

Inoue, S., Zimmet, P., Caterson, I. 2000. The Asia Pacific Perspective; Redefining

Obesity and Its Treatment. Health Communication, Australia. p. 9-11.

Johnston, A., Arnadotti, S., Gudjonsson, J.E. 2008. Obesity in psoriasis: leptin and

resistin as mediators of cutaneous inflammation. Br J Dermatol, 159:342-

50.

Kanda, N., Watanabe, S. 2008. Leptin enhances β-defensin-2 production in human

keratinocytes. Endocrinology, 149:5189-98.

Kazmi A.,Sattar A., Hashim R., Khan S.P., Younus M., Khan F.A. 2013. Serum Leptin

Values in the Healthy Obese and tanpa-Obese Subjects of Rawalpindi. Journal Pak

Med; 63:245-248

Kershaw, E.E., Flier, J.S. 2004. Adipose tissue as an Endocrine Organ. J Clin Endocrinol

Metab, 89:2548–56.

Korbonits, M., Trainer, P.J., Little, J.A., Edwards, R., Kopelman, P.G., Besser, G.M. 1997.

Leptin levels do not change acutely with food administration in normal or obese

subjects, but are negatively correlated with pituitary±adrenal activity. Clinical

Endocrinology, 46:751-57.

Kume, K., Satomura, K., Nishisho, S., Kitaoka, E., Yamanouchi, K., Tobiume, S.,

Nagayama, M. 2002. Potential role of leptin in endochondral ossification. J Histochem

Cytochem, 50(2):159–69.

Laksmi-Dewi, B.A.A.A., Puspawati, M.D., Wardhana, M. 2010. Profil Tumor Jinak Kulit

Pada Pasien Dewasa Di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Sanglah Denpasar Periode

Page 70: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Januari 2005-Desember 2008. Buku Makalah Lengkap II Pertemuan Ilmiah Tahunan

XI PERDOSKI. Bali 2010.

Levine, N. 1996. Brown patches, skin tags on axilla. Are this patient’s velvety plaques

related to this obesity and diabetes? Geriatric, 51:27-30.

Lord, G.M. 1998. Leptin modulates the T-cell immune response and reverses starvation

induced immunosuppression. Nature, 394:891–97.

Machinal-Quelin, F., Dieudonne, M.N., Pecquery, R., Leneveu, M.C., Giudicelli, Y. 2002.

Direct in vitro effects of androgens and estrogens on ob gene expression and leptin

secretion in human adipose tissue. Endocrine, 18(2):179-84.

Murad, A., Nath, A.K., Cha, S.T., Demir, E., Flores-Riveros, J., Sierra-Honigmann, M.R.

2003. Leptin is an autocrine /paracrine regulator of wound healing. FASEB J, 17:1895-

97.

Park, H.Y., Kwon, H.M., Lim, H.J., Hong, B.K., Lee, J.Y., Park, B.E., Jang, Y., Cho, S.Y.,

Kim, H.S. 2001. Potential role of leptin in angiogenesis: Leptin induces endothelial cell

proliferation and expression of matrix metalloproteinases in vivo and in vitro. Exp Mol

Med, 33(2):95–102.

Peelman, F., Couturier, C., Dam, J., Zabeau, L., Tavernier, J., Jockers, R. 2006. Techniques:

new pharmacological perspectives for the leptin receptor. Trends Pharmacol Sci,

27:218–25.

Poeggeler, B., Schulz, C., Pappolla, M.A., Bodo, E., Tiede, E., Lehnert, H., Paus, R. 2010.

Leptin and the skin: a new frontier. Exp Dermatol, 19:12–18.

Rasi, A., Arabshahi, R.S., Shahbazi, N. 2007. Skin tag as acutaneous marker for impaired

carbohydrate metabolism: a case-control study. Int J of Dermatol, 46:1155-59.

Rezzonico, J., Rezzonico, M., Pusiol, A., Pitoia, F., Niepomniszcze, H. 2009. High

prevalence of thyroid nodules in patients with achrocordons (skin tags). Possible role of

insulin resistance. Medicina. 2009;69:302-04.

Rippe, J., McInnis, K., Melanson, K. 2001. Physician Involvement in the Management of

Obesity as A Primary Medical Condition. Obesity Research. p. 302 –11.

Safoury O.E., dan Ibrahim M. 2011. A Clinical Evaluation of Skin Tags in Relation to

Obesity, Type 2 Diabetes Mellitus, Age, and Sex. Indian Journal of Dermatology;

56:393-397

Page 71: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Safoury, O.E., Fawzy, M.M., Abdel-Hay, R.M., Hassan, A.S., El-Maadawi, Z.M., Rashed,

L.A. 2010. Increased tissue leptin hormone level and mast cell count in skin tags: a

possible role of adipoimmune in the growth of benign skin growths. Indian J Dermatol

Venereol Leprol, 76:538-42.

Safoury, O.E., Rashid, L., Ibrahim, M. 2009. The Role of Androgen and Estrogen Reseptors

Alpha and Beta in the Pathogenesis of Skin Tags. Indian J Dermatol, 20:71-78.

Sari, R., Akman, A., Alpsoy, E., Balci, M.K. 2010. The metabolic profile in patients with

skin tags. Clin Exp Med, 10:193-97..

Sierra-Honigmann, M.R., Nath, A.K., Murakami, C., Garcia-Cardena, Papapetropoulos, A.,

Sessa, W.C., Madge, L.A., Schechner, J.S., Schwabb, M.B., Polverini, P.J., Flores-

Riveros J.R. 1998. Biological action of leptin as an angiogenic factor. Science,

281(5383):1683–86.

Sudy, E., Urbina, F., Maliqueo, M., Sir, T. 2008. Screening of glucose/insulin metabolic

alterations in men with multiple skin tags on the neck. J Dtsch Dermatol Ges, 6:852-56.

Sumikawa, Y., Nakajima, T., Inui, S., Itami, S. 2008. Leptin is a paracrine regulator of hair

cycle. J Invest Dermatol, 128:146-376.

Thomas, V.D., Snavely, N.R., Lee, K.K., Swanson, N.A. 2012. Benign Epithelial Tumors,

Hamartomas, and Hyperplasias. In: Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller,

A.S., Leffell, D.J., Wolff, K., editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine.

8th.

Ed. New York: MacGraw-Hill. p.1319-36.

Tumbelaka A.R., Riono P., Sastroasmoro., Wirjodiarjo M., Pudjiastuti P., Firman K. 2007.

Pemilihan Uji Hipotesis dalam: Sastroasmoro S., dan Imael S., editor. Dasar-dasar

Metodelogi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto. P.295-296

Wauters, M., Considine, R.V., Van-Gaal, L.F. 2000. Human leptin: from an adipocyte

hormone to an endocrine mediator. Eur J Endocrinol, 143:293-311.

Weedon, D. 2010. Tumors and tumor-like proliferations of fibrous and related tissues. In

Strutton G Weedon’s Skin Pathology, 3rd

Ed. Churchill Livingstone, 2010: p: 810-44.

WHO. 2000. Obesity: preventing and managing the global epidemic: report of a WHO

consultation. World Health Organ Tech Rep Ser. 894. p. 1-253.

Woo, K.S., Chook, P., Yu, C.W. 2004. Effects of Diet and Exercise on Obesity-related

Vascular Dysfunction in Children. Circulation. p. 1981-86.

Page 72: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Woods, A.J., Stock, M.J. 1996. Leptin activation in hypothalamus. Nature, 381:745-55.

Wu, D.M., Shen, M.H., Chu, N.F. 2002. Relationship between plasma leptin levels and lipid

profiles among school children in Taiwan-The Taipe Children Heart Study. Eur J of

Epid, 17:911-16.

Yosipovitch, G., De-Vore, A., Dawn, A. 2007. Obesity and the Skin: Skin Physiology and

Skin Manifestations of Obesity. J Am Acad Dermatol, 56: 901-16.

Zhang, H.H., Kumar, S., Barnett, A.H., Eggo, M.C. 2000. Tumour necrosis factor-alpha

exerts dual effects on human adipose leptin synthesis and release. Mol Cell Endocrinol,

159(2):70-88.

Zhang, Y., Proenca, R., Maffei, M., Barone, M., Leopold, L., Friedman, J.M. 1994.

Positional cloning of the mouse obese gene and its human homologue. Nature,

372:425–432.

Lampiran 3

INFORMASI / PENJELASAN PENELITIAN

“Kadar Leptin Serum dan Indeks Massa Tubuh Berkorelasi Positif dengan

Jumlah Lesi Skin Tag”

Trimakasih atas waktu anda dan kami sangat mengharapkan keikut-sertaan anda dalam

penelitian yang dilaksanakan oleh dr. Putu Agus Gautama. Penelitian ini akan

mengikutsertakan 55 orang pasien skin tag. Bacalah informasi ini dengan baik sebelum

anda memutuskan setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini. Apabila anda belum mengerti

dan belum jelas mengenai informasi ini, silakan untuk mengajukan pertanyaan.

Skin tag sering terdapat pada seseorang dengan kegemukan atau obesitas, berusia lebih

dari dekade ke empat namun juga dapat muncul pada usia yang lebih muda. Lesi sering

Page 73: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

terdapat pada daerah lipatan dan sering terjadi gesekan seperti pada leher, kelopak mata,

ketiak, lipatan paha, jarang pada punggung. Gambaran klinis lesi skin tag berupa papul

sewarna kulit bertangkai dengan ukuran diameter 0,1-0,2 cm, kadang dapat timbul lesi yang

besar dengan diameter 1 cm bertangkai berisi sel-sel lemak didalamnya dikelilingi jaringan

ikat longgar.

Penyebab pasti skin tag belum diketahui secara pasti namun beberapa faktor yang

berhubungan dengan penyakit ini adalah kegemukan, gangguan metabolisme lemak dan

karbohidrat, penuaan, gangguan hormon tiroid, kehamilan, menopause dan adanya

kerentanan genetik. Beberapa penelitian mengungkapkan adanya kaitan antara kegemukan

dengan skin tag dan kaitan antara kadar leptin serum yang dihasilkan oleh sel-sel lemak

dalam tubuh dengan terjadinya skin tag. Untuk mengetahui tingkat obesitas atau kegemukan

seseorang maka perlu dilakukan pengukuran indeks massa tubuh (IMT). Makin gemuk

seseorang maka diduga makin mudah dan makin banyak lesi skin tag yang ditemukan pada

kulitnya.

Pengobatan skin tag biasanya mudah dengan melakukan pengangkatan lesi dengan

shave biopsy, elektrokauter atau tindakan pengangkatan sederhana lainnya. Pengobatan

dengan cara pengangkatan lesi tidak menjamin lesi akan hilang selamanya namun dapat

terjadi kekambuhan pada tempat yang sama atau muncul pada tempat lainnya.

Berkaitan dengan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi

kadar leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag yang terdapat pada tubuh. Bila

terbukti berkorelasi positif antara kadar leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag

maka perlu dilakukan evaluasi terhadap pola makan dan perlunya berolahraga secara teratur

Page 74: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

untuk mengurangi timbunan lemak dalam tubuh. Timbunan lemak dalam tubuh akan

menghasilkan kadar leptin serum yang tinggi dan hal ini kemungkinan dapat memicu

terjadinya lesi skin tag yang banyak.

Prosedur yang berkenaan dengan penelitian ini meliputi anamnesia, pemeriksaan fisik

umum dan pemeriksaan darah sampel. Pengambilan serum darah yang diambil dari darah

vena sebanyak 5 mililiter untuk pemeriksaan leptin serum. Pengukuran IMT dilakukan

dengan cara menghitung berat dan tinggi badan kemudian dimasukkan kedalam rumus IMT.

Seluruh lesi skin tag pada permukaan kulit dihitung dan dicatat jumlahnya. Semua

pemeriksaan darah sampel dan tindakan lainnya tidak dipungut biaya.

Jika terjadi hal-hal yang tidak terduga akan menjadi tanggung jawab peneliti untuk

mengantisipasinya sesuai protokol yang berlaku. Segala prosedur ini hanya dapat dilakukan

bila telah mendapat ijin dari anda dan dengan menanda tangani pernyataan kesediaan

(terlampir) setelah anda mengerti maksud, tujuan, manfaat dan prosedur penelitian ini.

Data dari hasil pemeriksaan dan wawancara ini akan dikumpulkan ke dalam komputer

dengan kode nama untuk menjaga kerahasiaan identitas anda. Hanya dokter peneliti yang

mengetahui data-data kesehatan anda yang berkaitan dengan penelitian ini. Namun bila anda

ingin mengetahuinya anda dapat memperolehnya dari kami. Data ini mungkin akan

dipublikasi tanpa mencantumkan identitas dari mana data tersebut diperoleh.

Apabila selama keikutsertaan anda dalam penelitian ini terdapat hal-hal yang dirasakan

mengganggu dan merugikan, anda dapat mengundurkan diri atau membatalkan keikut

sertaan anda ini, tanpa prasyarat apapun.

Page 75: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Berkaitan dengan hal ini atau sewaktu-waktu anda memerlukan informasi lebih lanjut

anda dapat menghubungi dr. Putu Agus Gautama.

Lampiran 4

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Sex & Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Telepon :

Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai maksud, tujuan dan manfaat

penelitian ini serta mempertimbangkan berbagai hal, maka saya menyatakan setuju dan

bersedia ikut serta dalam penelitian ini.

Page 76: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Denpasar, ............................ 2013

Tanda tangan pasien Peneliti

................................... dr. Putu Agus Gautama

Saksi

....................................

Lampiran 5

FORMULIR PENELITIAN

“Kadar Leptin Serum dan Indeks Massa Tubuh Berkorelasi Positif dengan

Jumlah Lesi Skin Tag”

No/RM : Tanggal :

Nama : Umur:

Alamat :

Pekerjaan :

Page 77: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Status WNI / WNA:

ANAMNESIS

Keluhan utama:

Apakah keluhan tersebut 1. Pertama kali atau 2. Berulang

Lokasi lesi skin tag? .(Sebutkan lokasinya: ..........................................

Jumlah lesi skin tag? (Konfirmasi dengan melakukan pemeriksaan fisik) ...........

Riwayat penyakit dahulu dan masih diderita saat ini : (Penyakit tersebut didiagnosis oleh

dokter, seperti diabetes melitus atau penyakit lainnya)

(bila ada sebutkan jenisnya) : _________________________________

Riwayat Keluarga

Apakah ada anggota keluarga sedarah (ayah, ibu, saudara kandung, sepupu, keponakan,

paman atau bibi, kakek atau nenek) yang menderita skin tag?

1) Ya 2). Tidak

Riwayat Kehamilan Saat Ini

1) Ya 2). Tidak

Riwayat Pengobatan Sebelumnya

Terapi:

PEMERIKSAAN FISIK

Berat badan (dalam satuan kg) :

Page 78: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Tinggi badan (dalam satuan meter) :

IMT (dalam satuan kg/m2) :

PEMERIKSAAN DERMATOLOGI

Lokasi (lihat pada gambar) :

Effloresensi :

Jumlah lesi skin tag :

Lokasi Lesi Skin Tag

Page 79: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Kadar Leptin Serum: ………..…..ng/ml.

Lampiran Out Put SPSS

T-Test

Group Statistics

penderita

skintag N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Umur skintag 55 44.5818 11.28042 1.52105

non skintag 25 33.2400 11.30000 2.26000

BMI skintag 55 27.3705 2.32681 .31375

non skintag 25 23.4536 1.86856 .37371

Kadar_Leptin skintag 55 21.4516 16.86986 2.27473

non skintag 25 4.5740 2.21541 .44308

Jumlah_Lesi skintag 55 12.7091 6.88711 .92866

non skintag 25 .0000 .00000 .00000

Page 80: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Umur Equal variances assumed .202 .654 4.166 78

Equal variances not assumed 4.163 46.433

BMI Equal variances assumed .500 .482 7.395 78

Equal variances not assumed 8.027 57.139

Kadar_Leptin Equal variances assumed 8.399 .005 4.966 78

Equal variances not assumed 7.283 57.988

Jumlah_Lesi Equal variances assumed 36.085 .000 9.195 78

Equal variances not assumed 13.685 54.000

Page 81: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error

Difference

Umur Equal variances assumed .000 11.34182 2.72239

Equal variances not assumed .000 11.34182 2.72419

BMI Equal variances assumed .000 3.91695 .52970

Equal variances not assumed .000 3.91695 .48795

Kadar_Leptin Equal variances assumed .000 16.87764 3.39870

Equal variances not assumed .000 16.87764 2.31748

Jumlah_Lesi Equal variances assumed .000 12.70909 1.38223

Equal variances not assumed .000 12.70909 .92866

Page 82: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Umur Equal variances assumed 5.92195 16.76169

Equal variances not assumed 5.85969 16.82394

BMI Equal variances assumed 2.86240 4.97149

Equal variances not assumed 2.93989 4.89400

Kadar_Leptin Equal variances assumed 10.11134 23.64393

Equal variances not assumed 12.23867 21.51660

Jumlah_Lesi Equal variances assumed 9.95728 15.46090

Equal variances not assumed 10.84724 14.57094

Crosstabs

Page 83: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis_Kelamin * penderita

skintag

80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Jenis_Kelamin * penderita skintag Crosstabulation

penderita skintag

skintag non skintag Total

Jenis_Kelamin laki Count 22 20 42

% within penderita skintag 40.0% 80.0% 52.5%

perempuan Count 33 5 38

% within penderita skintag 60.0% 20.0% 47.5%

Total Count 55 25 80

% within penderita skintag 100.0% 100.0% 100.0%

Page 84: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 11.028a 1 .001

Continuity Correctionb 9.482 1 .002

Likelihood Ratio 11.652 1 .001

Fisher's Exact Test .001 .001

N of Valid Cases 80

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.88.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 85: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Correlations

Correlations

Kadar_Leptin BMI Jumlah_Lesi

Kadar_Leptin Pearson Correlation 1 .649** .803

**

Sig. (1-tailed) .000 .000

N 80 80 80

BMI Pearson Correlation .649** 1 .750

**

Sig. (1-tailed) .000 .000

N 80 80 80

Jumlah_Lesi Pearson Correlation .803** .750

** 1

Sig. (1-tailed) .000 .000

N 80 80 80

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Page 86: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Explore

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jumlah_Lesi 55 100.0% 0 .0% 55 100.0%

Kadar_Leptin 55 100.0% 0 .0% 55 100.0%

BMI 55 100.0% 0 .0% 55 100.0%

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Jumlah_Lesi .162 55 .001 .878 55 .000

Kadar_Leptin .218 55 .000 .591 55 .000

BMI .132 55 .018 .921 55 .001

a. Lilliefors Significance Correction

Page 87: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Nonparametric Correlations

Correlations

Kadar_Leptin BMI Jumlah_Lesi

Spearman's rho Kadar_Leptin Correlation Coefficient 1.000 .636** .912

**

Sig. (1-tailed) . .000 .000

N 55 55 55

BMI Correlation Coefficient .636** 1.000 .612

**

Sig. (1-tailed) .000 . .000

N 55 55 55

Jumlah_Lesi Correlation Coefficient .912** .612

** 1.000

Sig. (1-tailed) .000 .000 .

N 55 55 55

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Page 88: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Curve Fit

Model Summary and Parameter Estimates

Dependent Variable:Jumlah_Lesi

Equation

Model Summary Parameter Estimates

R Square F df1 df2 Sig. Constant b1

Linear .558 66.839 1 53 .000 6.169 .305

The independent variable is Kadar_Leptin.

Curve Fit

Model Summary and Parameter Estimates

Dependent Variable:Jumlah_Lesi

Equation

Model Summary Parameter Estimates

R Square F df1 df2 Sig. Constant b1

Linear .377 32.028 1 53 .000 -37.012 1.817

Page 89: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Model Summary and Parameter Estimates

Dependent Variable:Jumlah_Lesi

Equation

Model Summary Parameter Estimates

R Square F df1 df2 Sig. Constant b1

Linear .377 32.028 1 53 .000 -37.012 1.817

The independent variable is BMI.

Regression

Variables Entered/Removed

Model

Variables

Entered

Variables

Removed Method

1 BMI,

Kadar_Leptina

. Enter

a. All requested variables entered.

Page 90: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Model Summary

Model

R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .786a .618 .604 4.33557

a. Predictors: (Constant), BMI, Kadar_Leptin

Model Summary

Model

Change Statistics

R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .618 42.131 2 52 .000

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1583.891 2 791.945 42.131 .000a

Residual 977.455 52 18.797

Total 2561.345 54

a. Predictors: (Constant), BMI, Kadar_Leptin

Page 91: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Model Summary

Model

Change Statistics

R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .618 42.131 2 52 .000

b. Dependent Variable: Jumlah_Lesi

Cefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) -16.230 7.850 -2.068 .044

Kadar_Leptin .239 .042 .587 5.739 .000

BMI .870 .303 .294 2.875 .006

a. Dependent Variable: Jumlah_Lesi

Page 92: kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif

Coefficientsa

Model

95.0% Confidence Interval for B Collinearity Statistics

Lower Bound Upper Bound Tolerance VIF

1 (Constant) -31.983 -.478

Kadar_Leptin .156 .323 .703 1.423

BMI .263 1.477 .703 1.423

a. Dependent Variable: Jumlah_Lesi

Collinearity Diagnosticsa

Model

Dimensi

on

Variance Proportions

Eigenvalue Condition Index (Constant) Kadar_Leptin BMI

1 1 2.736 1.000 .00 .03 .00

2 .261 3.238 .00 .71 .00

3 .003 32.328 1.00 .26 1.00

a. Dependent Variable: Jumlah_Lesi