kadar leptin serum dan indeks massa tubuh berkorelasi positif
TRANSCRIPT
TESIS
KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH
BERKORELASI POSITIF DENGAN
JUMLAH LESI SKIN TAG
PUTU AGUS GAUTAMA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
TESIS
KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH
BERKORELASI POSITIF DENGAN
JUMLAH LESI SKIN TAG
PUTU AGUS GAUTAMA
NIM 0914088102
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH
BERKORELASI POSITIF DENGAN
JUMLAH LESI SKIN TAG
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
PUTU AGUS GAUTAMA
NIM 0914088102
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH
BERKORELASI POSITIF DENGAN
JUMLAH LESI SKIN TAG
Tesis untuk Memperoleh Gelar Spesialis Kulit dan Kelamin
Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
PUTU AGUS GAUTAMA
NIM 0914088102
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUP SANGLAH
DENPASAR
2014
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL : 19 Februari 2014
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr.dr.Md Wardhana, SpKK(K) FINSDV Prof.dr.Md Swastika A, SpKK(K) INSDV
FAADV
NIP. 19530811 1981021001 NIP. 19520101 1980031003
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. Wimpie, I. Pangkahila, Sp.And., FAACS Dr.dr.Md Wardhana, SpKK(K)., FINSDV
NIP. 19461213.1971071001 NIP 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai
Oleh Panitia Penguji pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal 19 Februari 2014
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No: 0382a/UN.14.4/HK/2014
Tanggal: 17 Februari 2014
Panitia Penguji Tesis adalah:
Ketua : Dr. dr. Made Wardhana, Sp.KK(K) FINSDV
Anggota :
1. Prof. dr. Made Swastika Adiguna, Sp.KK(K) FINSDV, FAADV
2. dr. IGA Sumedha Pindha, Sp.KK(K)
3. dr. IGK Darmada. Sp.KK(K)
4. Dr. dr. AAGP Wiraguna, Sp.KK(K), FINSDV
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung kerta wara nugraha-
Nya / kurnia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Dr. dr. Made Wardhana, Sp.KK(K), FINSDV, selaku pembimbing I dan
juga Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat,
bimbingan dan saran selama penulis mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin serta khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terimakasih
sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof. dr. Made Swastika Adiguna,
Sp.KK(K), FINSDV, FAADV, selaku pembimbing II dan juga Kepala Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr.
dr. I Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Program Magister Ilmu Biomedik di Universitas
Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A A Raka Sudewi, Sp.S(K) atas
kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister
Ilmu Biomedik pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis
ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk
mengikuti Program Magister. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terima
kasih kepada Prof. Dr. dr. Wimpie, I. Pangkahila, Sp.And., FAACS, selaku Ketua Program
Studi Ilmu Biomedik atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan pada Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para penguji tesis, yaitu dr. IGA
Sumedha Pindha, Sp.KK(K), dr. IGK Darmada. Sp.KK(K) dan Dr. dr. AAGP Wiraguna,
Sp.KK(K), FINSDV, yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dan koreksi
sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai
penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah
dasar sampai perguruan tinggi. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Ibu dan Ayah yang telah mengasuh dan membesarkan penulis,
memberikan kasih sayang yang tulus dan semangat untuk terus menempuh pendidikan yang
lebih tinggi serta memberikan dukungan seluruh dana pendidikan hingga saat ini. Akhirnya
penulis sampaikan terima kasih kepada istri tercinta dr. LP Intan Kartika Chandra Dewi,
M.Biomed, Sp.M yang dengan penuh pengorbanan selalu memberikan semangat, dukungan
dan kerjasama yang baik serta kepada anak-anak kami yang tersayang Putu Mahatma
Vishnusatya Gautama dan Kadek Shamhita Pradnya Pratistha Gautama, penulis ucapkan
pula terima kasih atas keceriaan yang selalu menghibur disaat lelah berkonsentrasi selama
penulis menempuh pendidikan dan penyelesaian penulisan tesis ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan
asung kerta wara nugraha-Nya serta melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang
telah membantu pelaksanaan penyelesaian tesis ini. Penulis berharap tesis ini dapat
membantu dan memberikan sumbangan ilmu dalam perkembangan pengetahuan di Bagian
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Denpasar, 31 Januari 2014
Penulis
ABSTRAK
KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH BERKORELASI
POSITIF DENGAN JUMLAH LESI SKIN TAG
Skin tag atau dengan istilah lain acrochordons, fibrolipomas, fibroepithelial polyps
merupakan tumor jinak kulit. Penyebab dan patogenesis skin tag belum diketahui secara
pasti. Gangguan metabolisme karbohidrat maupun lemak serta kadar leptin serum berkaitan
dengan terjadinya skin tag.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya korelasi antara kadar leptin
serum dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan jumlah lesi skin tag. Penelitian ini
menggunakan rancangan penelitian cross sectional analytic dengan melibatkan sampel
sebanyak 55 subyek dengan skin tag dan 25 subyek tanpa skin tag yang dilakukan sejak
November 2013 hingga Januari 2014 di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUP Sanglah Denpasar. Sampel penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
penghitungan jumlah lesi skin tag, pengukuran IMT serta dilakukan pemeriksaan kadar
leptin serum di laboratorium klinik Prodia. Uji Spearman dilakukan untuk mencari korelasi
antara jumlah leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag.
Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar leptin serum pada kelompok subyek
dengan skin tag sebesar 21,5±16,9 ng/ml lebih tinggi dibandingkan pada kelompok tanpa
skin tag yaitu sebesar 4,6±2,2 ng/ml dengan perbedaan rerata sebesar 16,9 ng/mL. Rerata
IMT pada kelompok subyek dengan skin tag juga lebih tinggi yaitu sebesar 27,4±2,3 kg/m2
dibandingkan pada kelompok subyek tanpa skin tag yaitu 23,5±1,7 kg/m2 dengan perbedaan
rerata sebesar 3,92 kg/m2. Terdapat korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi
skin tag (r = 0,91) serta korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag (r = 0,61) dengan
nilai P yang signifikan (P < 0,001).
Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat korelasi positif sangat kuat antara kadar
leptin serum dengan jumlah lesi skin tag dan korelasi positif kuat antara IMT dengan jumlah
lesi skin tag.
Kata kunci: skin tag, kadar leptin serum, IMT, jumlah lesi skin tag
ABSTRACT
POSITIVE CORRELATION BETWEEN SERUM LEPTIN LEVEL AND INDEKS
MASSA TUBUH WITH NUMBER OF SKIN TAGS
Skin tag or acrochordons, fibrolipomas, fibroepithelial polyps, is one of benign skin
tumor. Its etiology and pathogenesis are still uncertain. Carbohydrate, lipid metabolism
disturbance and also leptin serum are assumed to be related to skin tags.
The aim of the study is to determine the correlation between leptin serum level and
body mass index (BMI) with number of skin tags. It was a cross sectional analytic study
involving 55 samples with skin tags and 25 non skin tags which was conducted on
November 2013 to January 2014 at Dermato Venereology Clinic, Sanglah General Hospital,
Denpasar. Each samples was interviewed and underwent physical examination, skin tags
lesion counting and BMI measurement. Leptin serum was examined at Prodia Laboratory.
Correlation between serum leptin level and BMI to number of skin tags was analyzed by
Spearman test.
Mean of serum leptin level in skin tags group was higher than those non skin tag
group, 21,5±16,9 ng/ml and 4,6±2,2 ng/ml respectively with mean difference was 16,9
ng/ml. Level of BMI on skin tags group was also higher than non skin tags group, 27,4±2,3
and 23,5±1,7 respectively with mean difference was 3,9. Serum leptin level was correlated
to number of skin tags (r=0,91) and also there was a correlation between BMI and number
of skin tags (r = 0,61). The results were statistically significant (P < 0.001).
It can be concluded that serum leptin level has very highly positive correlation to
number of skin tags and there was also high positively correlation between BMI and number
of skin tags.
Key words: skin tag, serum leptin level, BMI, number of skin tags
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ………………………………………………………. i
PRASYARAT GELAR …………………………………………………... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………... iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……………………………………... v
UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………... vi
ABSTRAK ……………………………………………………………….. vii
ABSTRACT …………………………………………………………… viii
DAFTAR ISI ….………………………………………………………… x
DAFTAR TABEL ………………………………………………………... xiii
DAFTAR GAMBAR ….………………………………………………... xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .………………………….. xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang ….………………………………………..………. 1
1.2 Rumusan Masalah ..…………………………………….………… 4
1.3 Tujuan Penelitian ..………………………………………………. 4
1.3.1 Tujuan umum ….…………………………………………… 4
1.3.2 Tujuan khusus ……………………………………………… 4
1.4 Manfaat Penelitian .……………………………………………… 5
1.4.1 Manfaat teoritis ….………………………………………… 5
1.4.2 Manfaat praktis …………………………………………….. 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA …………………………………………… 6
2.1 Skin Tag ……………..………………………………………….... 6
2.1.1 Tanda klinis skin tag ............................................................. 6
2.1.2 Etiopatogenesis dan faktor-faktor yang berperan .................. 9
2.2 Jaringan Adiposa sebagai Organ Endokrin .................................... 10
2.3 Leptin .............................................................................................. 12
2.3.1 Leptin-dependent signaling …………………………………. 13
2.3.2 Leptin dan hypothalamo-pituitary-adrenal (HPA) axis …….. 15
2.3.3 Resistensi leptin ..................................................................... 17
2.4 Leptin dan Kulit ............................................................................. 17
2.5 Obesitas dan Indeks Massa Tubuh .................................................. 18
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN …………………………………………….……
21
3.1 Kerangka Berpikir ….…….………………………………………. 21
3.2 Konsep Penelitian ……….………...……………………………... 23
3.3 Hipotesis Penelitian ….……………………………………..…….. 23
BAB IV METODE PENELITIAN …………………………………….. 24
4.1 Rancangan Penelitian ..………………………………………….... 24
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..……………………………….…... 24
4.3 Ruang Lingkup Penelitian …………………………………….….. 25
4.4 Penentuan Sumber Data ….……………………………………..... 25
4.4.1 Populasi …………………………………………………….. 25
4.4.2 Sampel . …………………………………………………….. 25
4.4.3 Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ................................ 26
4.4.3.1 Kriteria inklusi ...……………………………………. 26
4.4.3.2 Kriteria eksklusi …………………………………….. 26
4.4.4 Besar sampel ……………………………………………….. 26
4.5 Variabel Penelitian ……………………………………………….. 27
4.5.1 Klasifikasi dan identifikasi variabel ……………………....... 27
4.5.2 Definisi operasional variabel ..…….……………………….. 28
4.6 Bahan Penelitian ......…………………….………………………... 30
4.6.1 Bahan sampel ......…………………….…………………….. 30
4.6.2 Bahan kimia ........................................................................... 30
4.7 Instrumen Penelitian........................................................................ 30
4.8 Prosedur Penelitian........................................................................... 31
4.8.1 Tahap persiapan...................................................................... 31
4.8.2 Pelaksanaan penelitian .......................................................... 31
4.8.3 Alur Penelitian ....................................................................... 33
4.9 Analisis Data ……………..……………………………………..... 34
BAB V HASIL PENELITIAN ………………………………………… 36
5.1 Karakteristik Sampel ………….…..……………………………… 36
5.2 Korelasi Kadar Leptin Serum dan IMT dengan Jumlah Lesi Skin
Tag ………………………………………………………………..
37
5.3 Rerata Kadar Leptin Serum Dan IMT Lebih Tinggi Pada Subyek
Dengan Skin Tag ………………………..………………………..
40
BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………... 41
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian …………………………………. 41
6.2 Korelasi Kadar Leptin Serum dan IMT dengan Jumlah Lesi Skin
Tag …………………………………….…………………………...
43
6.3 Rerata Kadar Leptin Serum Dan IMT Pada Kelompok Subyek
Dengan Skin Tag Dan Tanpa Skin Tag ……......……...……………
45
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN …………………………………... 48
7.1 Simpulan ………………………………………………………….. 48
7.2 Saran ……………………………………………………………… 48
DAFTAR PUSTAKA ...……………………..….………………....…….. 49
LAMPIRAN ……………………………………………………………… 55
DAFTAR TABEL
Halaman
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian ………………………………………… 36
5.2 Korelasi antara Kadar Leptin Serum dan IMT dengan Jumlah Lesi Skin
tag ……………………………………………………………
38
5.3 Hasil Analisis Regresi Linier Kadar Leptin Serum dan IMT Terhadap
Jumlah Lesi Skin Tag …………………………………………………………..
39
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Skin tag yang multipel ….………………………………………………… 7
2.2 Gambaran histopatologi skin tag ………………………………………… 9
2.3 Reseptor leptin ………………………………………………………. 14
2.4 Gambaran terintegrasi hubungan antara leptin dan HPA axis ……… 16
3.1 Bagan konsep penelitian...................................................................... 23
4.1 Rancangan penelitian cross-sectional ................................................. 24
4.2 Bagan hubungan antar variabel ......................................................... 27
4.3 Skema alur penelitian .......................................................................... 34
5.1 Grafik Q-Q Plot Korelasi antara Kadar Leptin Serum dengan Jumlah Lesi
Skin Tag ………………………………………………………………………..……
38
5.2 Grafik Q-Q Plot Korelasi antara IMT dengan Jumlah Lesi Skin Tag ……… 39
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
DM = Diabetes Mellitus
IR = Insulin Resistance
HPV = Human Papilloma Virus
Ob = Obese
FGF-2 = Fibroblast Growth Factor-2
DNA = Deoxyribosa Nucleic Acid
PCR = Polimerase Chain Reaction
VLDL = Very Low-Density Lipoprotein
LDL = Low-Density Lipoprotein
HDL = High Density Lipoprotein
IMT = Indeks massa tubuh
PAI-1 = Plasminogen Activator Inhibitor-1
IGF-1 = Insulin-like Growth Factor-1
EGF = Epidermal Growth Factor
16kDa = 16 kilo Dalton
IL-6 = Interleukin-6
IL-11 = Interleukin-11
TNF-α = Tumor Necrosis Factor Alpha
VEGF = Vascular Endothelial Growth Factor
MMP = Matrix Metalloproteinase
STAT3 = Signal Tranducer and Activator of Transcription-3
JAK2 = Janus-family tyrosine kinase-2
ObR = Obese Reseptor
AMPK = Adenosine Monophosphate Kinase
PPAR = Peroxisome Proliferator-Activated Receptor
PGC = Peroxisome Gamma Coactivator
HPA = Hypothalamo-Pituitary-Adrenal
NPY = neuropeptide Y
CRH = Corticotrophin Releasing Hormon
WHO = World Health Organization
ELISA = Enzym Linked Immunosorbent Assay
SIM = Surat Ijin Mengemudi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Kelaikan Etik................................................................ 55
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian RSUP Sanglah............................ 56
LLampiran 3 Informasi/Penjelasan Penelitian………..................... 57
JjLampiran 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan..…………… 60
LLampiran 5 Formulir Penelitian ……………..………………….. 61
LLampiran 6 Tabel Induk Penelitian ………………….…………. 64
LLampiran 7 Hasil Pemeriksaan Leptin ……….…………………. 66
LLampiran 8 Out Put SPSS ……………….………..…………….. 69
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seseorang yang sehat secara jasmani salah satunya ditandai dengan memiliki berat
badan yang ideal tanpa timbunan lemak yang berlebihan pada bagian viseral, subkutan dan
bagian tubuh lainnya. Tanda tubuh yang sehat selain hal tersebut di atas yaitu memiliki kulit
yang bersih tanpa adanya lesi kulit yang mengganggu. Skin tag merupakan salah satu lesi
kulit yang menggangu secara kosmetik dan biasanya ditemukan pada individu yang
mengalami kegemukan.
Skin tag atau dikenal dengan beberapa istilah lain seperti soft fibromas, acrochordons,
fibrolipomas, fibroepithelial polyps merupakan tumor jinak kulit. Lesi ini sangat mudah
dikenali yaitu memiliki tanda klinis berupa lesi yang metanpajol atau bertangkai di atas
permukaan kulit, memiliki warna yang sama dengan kulit disekitarnya, konsistensi lunak
dan biasanya timbul pada daerah lipatan yang sering mengalami gesekan seperti leher,
ketiak dan lipatan paha. Terdapat tiga tipe klinis skin tag yaitu tipe papul furrowed,
filiformis dan tipe large bag-like protuberances. Tipe filiformis dan large bag-like
protuberances merupakan tipe yang paling banyak ditemukan pada populasi (Thomas, et
al., 2012). Gambaran histopatologis skin tag secara umum ditandai dengan epidermis yang
mengalami akantosis papilomatosis disertai adanya jaringan ikat longgar, sedikit serabut
kolagen dan terdapat pelebaran pembuluh darah kapiler pada bagian dermis (Weedon,
2010).
Pada populasi diatas umur 40 tahun, angka kejadian skin tag meningkat sebesar 37%
dibandingkan pada umur yang lebih muda (Barbato, et al., 2012). Menurut Laksmi, et al
(2010), dalam penelitian retrospektif di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Sanglah Denpasar
periode tahun 2005-2009 didapatkan prevalensi skin tag sebesar 9,8% dari seluruh penderita
tumor jinak kulit, lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki, lokasi lesi
terbanyak pada daerah leher, angka kejadian semakin tinggi seiring bertambahnya umur dan
dalam penelitian ini skin tag paling banyak didapatkan pada umur ≥ 50 tahun.
Penyebab dan patogenesis skin tag belum diketahui secara pasti namun beberapa faktor
seperti proses penuaan, obesitas, dislipidemia, diabetes mellitus (DM) dan insulin resistance
(IR), infeksi human papilloma virus (HPV), kehamilan, akromegali, hormon tiroid,
suseptibilitas genetik dan faktor gesekan dikatakan berhubungan dengan terjadinya skin tag
(Tamega, et al., 2010; Safoury, et al., 2011; Erkek, et al., 2011).
Skin tag sering ditemukan pada individu dengan obesitas dan mengalami sindrom
metabolik sehingga adanya skin tag dikatakan merupakan penanda terjadinya sindrom
metabolik (Sudy, et al., 2008). Beberapa literatur dan penelitian terbaru menunjukkan
adanya peranan gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat serta adanya peranan leptin
yang merupakan produk protein dari jaringan adiposa dalam patogenesis terjadinya skin tag
(Gorpelioglu, et al., 2009; Sari, et al., 2010; Erkek, et al., 2011).
Penanganan skin tag dapat dilakukan dengan mudah namun penderita biasanya datang
ke dokter apabila lesi ini mengganggu secara kosmetik atau mengalami iritasi. Terapi skin
tag dapat dilakukan dengan cara pengangkatan lesi secara mekanis yaitu dengan
menggunakan curved blade scissor, elektrokauter atau bedah eksisi sederhana bila terdapat
lesi yang besar. Hal penting lainnya yang berkaitan dengan skin tag adalah lesi ini sering
mengalami rekurensi (Thomas, et al., 2012).
Kadar leptin dalam serum yang berasal dari jaringan adiposa dapat mengindikasikan
banyaknya timbunan lemak yang terdapat dalam tubuh dan defek pada leptin akan
mengakibatkan kebiasaan makan yang berlebihan sehingga terjadi obesitas (Wauters, et al.,
2000). Leptin dapat bekerja secara sentral sebagai hormon metabolik melalui mekanisme
umpan balik negatif untuk menekan nafsu makan dan meningkatkan pembakaran kalori
melalui peningkatan aktifitas tubuh (Auwerx, et al., 1998). Kerja leptin secara perifer dapat
memicu proliferasi dan diferensiasi sel-sel keratinosit dan fibroblast (Safoury, et al., 2010).
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya peranan peningkatan kadar leptin
serum pada terjadinya skin tag (Gorpelioglu, et al., 2009; Erkek, et al., 2011).
Banyaknya jaringan adiposa atau tingkat obesitas seorang individu dapat diukur dengan
memeriksa body mass index (IMT). Pemeriksaan ini mudah dilakukan dengan cara
mengukur berat badan seseorang dalam satuan kilogram kemudian dibagi dengan tinggi
badan dalam satuan meter pangkat dua. Pemeriksaan dan interpretasi IMT penting
dilakukan pada penderita skin tag untuk mengetahui adanya hubungan antara obesitas dan
skin tag.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag?
2. Apakah terdapat korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag?
3. Apakah kadar leptin serum meningkat pada kelompok subyek dengan skin tag
dibandingkan tanpa skin tag?
4. Apakah IMT meningkat pada kelompok subyek dengan skin tag dibandingkan tanpa
skin tag?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui hubungan antara kadar leptin serum dan IMT dengan
jumlah lesi skin tag.
2. Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar leptin serum dan IMT pada
kelompok subyek dengan skin tag dan tanpa skin tag.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag.
2. Mengetahui korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag.
3. Mengetahui perbedaan rerata kadar leptin serum antara kelompok subyek dengan
skin tag dan tanpa skin tag.
4. Mengetahui perbedaan rerata IMT antara kelompok subyek dengan skin tag dan
tanpa skin tag.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Meningkatkan dan menambah wawasan serta pemahaman bahwa terdapat hubungan
antara kadar leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag.
1.4.2 Manfaat praktis
Dapat mengetahui seberapa besar peningkatan jumlah lesi skin tag dengan mengetahui
data kadar leptin serum dan IMT pada seorang individu.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Skin Tag
Skin tag atau sering disebut dengan istilah acrochordon merupakan tumor jinak kulit
yang sering ditemukan pada individu yang mengalami obesitas dan sering muncul pada usia
dekade keempat namun kadang ditemukan pada usia yang lebih muda. Penyebab pasti
penyakit ini belum diketahui dengan jelas meskipun banyak faktor yang mempengaruhi
timbulnya penyakit ini (Thomas, et al., 2012; Weedon, 2010). Skin tag biasanya
asimptomatis dan penderita biasanya datang ke dokter untuk memeriksakan hal ini bila lesi
skin tag mengganggu secara kosmetik atau mengalami iritasi akibat bergesekan dengan
pakaian yang digunakan penderita (Thomas, et al., 2012).
2.1.1 Tanda klinis skin tag
Diagnosis skin tag umumnya ditegakkan secara klinis dengan melakukan pemeriksaan
fisik yaitu menemukan adanya lesi yang khas, berukuran kecil berdiameter antara 1 mm
sampai 1 cm, warnanya seperti warna kulit disekitarnya, memiliki konsistensi yang lunak,
kadang metanpajol atau bertangkai di atas permukaan kulit, biasanya timbul pada daerah
fleksural atau pada tempat yang sering mengalami gesekan seperti pada leher, ketiak atau
pada lipatan paha (Thomas, et al., 2012). Gambar lesi skin tag dapat dilihat pada Gambar
2.1.
Tiga tipe klinis skin tag yaitu tipe furrowed, filiformis dan large bag-like
protuberances. Tipe furrowed ditandai dengan bentuk lesi berupa papul kecil berukuran
lebar dan tinggi ± 2 mm dengan permukaan beralur, sewarna dengan kulit disekitarnya,
konsistensi lunak dan sering terdapat pada daerah leher. Tipe filiformis merupakan tipe yang
paling sering dijumpai, ditandai dengan lesi kecil berukuran lebar ± 1 mm dan tumbuh
meninggi di atas permukaan kulit dengan tinggi ± hingga 5 mm dan konsistensinya lunak.
Tipe large bag-like protuberances yang merupakan tipe skin tag dengan bentuk paling besar
dan jarang dijumpai, biasanya terdapat pada punggung atau tubuh bagian bawah. Tipe yang
terbesar ini sering disebut tipe fibroepithelial polyp dan jarang muncul secara multipel pada
satu individu (Thomas, et al., 2012).
Gambar 2.1 Skin tag yang multipel (Allegue, et al., 2008)
Skin tag tipe furrowed biasanya didiagnosis banding secara klinis dengan keratosis
seboroik namun perbedaannya lesi ini memiliki warna yang lebih gelap dan konsistensi
lebih keras, diagnosis banding dengan hiperplasia kelenjar sebasea karena memiliki
permukaan lesi yang mirip yaitu beralur namun lesi ini memiliki warna yang sedikit
kekuningan dan sering terdapat pada bagian wajah. Veruka plana sering sebagai diagnosis
banding skin tag tipe furrowed namun veruka plana memilki konsistensi keras dan
predileksi biasanya pada ektremitas atas atau bawah. Diagnosis banding skin tag tipe
filiformis adalah akantosis nigrikan yang sering terdapat pada leher bagian belakang
seorang individu yang mengalami obesitas namun memiliki warna yang lebih gelap sampai
kehitaman dibandingkan lesi skin tag. Veruka pilaris mirip seperti skin tag tipe filiformis
namun memiliki konsistensi yang keras. Diagnosis banding skin tag tipe large bag-like
protuberances adalah neurofibromatosis namun lesi ini tidak memilki tangkai dan sering
dijumpai multipel pada tubuh penderita, sementara tipe large bag-like protuberances jarang
dijumpai lesi yang multipel (Thomas, et al., 2012).
Penegakan diagnosis skin tag pada tipe lesi yang meragukan dapat dilakukan dengan
pemeriksaan dermoskopi. Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat morfologi setiap lesi secara
lebih detail dan dapat dibedakan dengan lesi yang bukan skin tag. Selain dermoskopi dapat
dilakukan pemeriksaan histopatologi pada kasus yang meragukan (Thomas, et al., 2012).
Gambaran histopatologi skin tag secara umum adalah tampak adanya hiperplasia epidermis
dan jaringan ikat longgar serta serabut kolagen longgar pada dermis yang bervariasi sesuai
dengan tipe klinisnya. Gambaran histopatologi skin tag secara umum dapat dilihat pada
Gambar 2.2. (Weedon, 2010).
Gambar 2.2 Gambaran histopatologi skin tag (Weedon, 2010)
2.1.2 Etiopatogenesis dan faktor-faktor yang berperan
Penyebab pasti skin tag belum diketahui secara pasti namun beberapa faktor dikatakan
memiliki peranan dalam patogenesisnya. Kadar hormon androgen dan estrogen serta
peranan reseptor α dan β diduga memiliki hubungan dengan terjadinya skin tag karena kulit
merupakan target organ hormonal tanpareproduktif terbesar dari estrogen dan androgen
(Safoury, et al., 2009). Human papiloma virus (HPV) berhubungan dengan timbulnya
beberapa lesi jinak pada kulit. Penelitian yang dilakukan Dianzani (1998), ditemukan
adanya deoxyribosa nucleic acid (DNA) HPV 6 & 11 pada 8,8% pasien skin tag. Individu
yang mengalami skin tag dikatakan juga memiliki kelainan nodul tiroid namun hubungan
kedua hal ini belum diketahui dengan jelas dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
(Rezzonico, et al., 2009). Pada laporan kasus yang dibuat Allegue et al (2008), terdapat satu
kasus skin tag multipel bentuk linear sepanjang pakaian dalam yang digunakan seorang
wanita dengan obesitas yang disebabkan oleh karena adanya gesekan yang berulang-ulang
dengan pakaian yang digunakan pasien.
Beberapa penelitian mengungkapkan peranan gangguan metabolisme karbohidrat (Rasi,
et al., 2007; Gorpelioglu, et al., 2009; Tamega, et al., 2010; Sari, et al., 2010; Barbato, et
al., 2012) dan gangguan metabolisme lipid serta hormon leptin dalam patogenesis terjadinya
skin tag (Gorpelioglu, et al., 2009; Sari, et al., 2010; Erkek, et al., 2011). Obesitas dengan
peningkatan kadar profil lipid merupakan salah satu faktor risiko terjadinya skin tag dan hal
ini merupakan penanda terjadinya gangguan metabolisme lemak dalam tubuh serta dapat
meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular (Luba, et al.,
2003; Sari, et al., 2010). Laporan kasus yang dibuat Crook et al (2000), pada empat pasien
dengan skin tag multipel dan dilakukan pengukuran terhadap kadar profil lipid aterogenik,
diperoleh hasil seluruh pasien mengalami peningkatan kadar trigliserida dan penurunan
kadar HDL serum.
Jumlah lesi skin tag diduga berhubungan dengan peningkatan berat badan dan
prevalensi obesitas menggunakan nilai IMT dan ditemukan skin tag sebesar 28,7% pada
individu dengan obesitas (Levine, 1996). Pada penelitian yang dilakukan Erkek et al (2011),
skin tag berhubungan dengan peningkatan berat badan dan peningkatan kadar profil lipid
kolesterol, trigliserida, LDL dan VLDL.
2.2 Jaringan Adiposa sebagai Organ Endokrin
Lipoprotein berfungsi mengatur siklus lemak dengan cara mengangkut lipid dari
intestinal dan mendistribusikannya ke sebagian besar jaringan tubuh dan juga disimpan
sebagai cadangan energi pada jaringan adiposa. Peningkatan massa jaringan adiposa dalam
tubuh pada bagian viseral, subkutan maupun pada bagian tubuh lainnya dapat
mengakibatkan terjadinya obesitas. Penumpukan lemak terutama pada daerah subkutan
dibandingkan daerah viseral diduga dapat berakibat terjadinya kelainan kulit berupa skin tag
(Botham, et al., 2003; Sari, et al., 2010).
Jaringan adiposa selain berfungsi sebagai tempat cadangan energi dalam tubuh juga
berperan sebagai organ endokrin yang memiliki struktur yang komplek, esensial dan
memiliki aktifitas metabolik yang tinggi. Selain sel-sel lemak, jaringan adiposa juga
memiliki struktur jaringan ikat, sel-sel stroma dan vaskular serta jaringan saraf. Komponen
ini secara bersama-sama berfungsi membentuk unit yang terintegrasi. Fungsi endokrin dari
jaringan adiposa adalah mampu meregulasi dan mendeteksi adanya penumpukan maupun
terjadinya defisiensi lemak dalam tubuh. Jaringan adiposa juga merupakan tempat utama
metabolisme steroid dan glukokortikoid. Jaringan adiposa tidak hanya berespon terhadap
signal aferen yang berasal dari sistem hormonal dan sistem saraf pusat namun juga
mengekspresikan serta mensekresi beberapa mediator yang memiliki fungsi endokrin yang
penting. Mediator-mediator tesebut diantaranya adalah beberapa sitokin, adiponektin,
komponen komplemen, plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), protein dari sistem renin
angiotensin, resistin dan leptin (Kershaw, et al., 2004).
Leptin adalah salah satu produk sekresi dari seluruh jaringan adiposa yang terdapat
dalam tubuh. Skin tag berhubungan dengan terjadinya gangguan metabolisme lipid yang
dipengaruhi oleh hormon leptin yang bekerja secara sentral dan perifer (Fain, et al., 2004).
2.3 Leptin
Leptin merupakan suatu protein produk dari gen obesitas (ob) dengan berat molekul
16kDa yang disintesis terutama oleh jaringan adiposa dan awalnya diidentifikasi pada tahun
1994 oleh Friedman sebagai gen yang berperan dalam terjadinya obesitas pada tikus
percobaan (Zhang, et al., 1994). Leptin berasal dari bahasa Yunani “leptos” yang berarti
kurus. Kadar leptin yang meningkat dalam serum dikatakan sebagai indikator perasaan
kenyang (Poeggeler, et al., 2010).
Kadar leptin yang terdapat dalam sirkulasi berhubungan dengan massa jaringan adiposa
dan kadar yang tinggi akan memberikan signal pada sistem saraf pusat bahwa telah terdapat
cukup simpanan energi dalam tubuh sehingga keadaan ini akan memberikan respon balik
untuk mengurangi asupan makanan dan meningkatkan penggunaan energi. Leptin
memberikan signal untuk mencapai suatu homeostasis keseimbangan energy. Kadar leptin
normal adalah 1 - 5 ng/ml (Friedman, et al., 1998). Leptin merupakan molekul yang bersifat
pleiotropik yaitu berperan sebagai regulator energi, mengatur fungsi endokrin dan imunitas.
Leptin dapat diklasifikasikan sebagai suatu sitokin bila dilihat dari struktur dan reseptornya.
Struktur leptin memiliki kesamaan dengan rantai panjang bentuk helik dari kelompok
sitokin seperti pada interleukin-6 (IL-6) dan IL-11 (Faggioni, et al., 2001).
Sintesis leptin pada sel adiposa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti insulin
(Cusin, et al., 1995), glukokortikoid (Dagogo, et al., 1997), tumor necrosis factor alpha
(TNF-α) (Zhang, et al., 2000), hormon reproduktif (Machinal-Quelin, et al., 2002) dan
prostaglandin (Fairfield, et al., 2002). Leptin dapat berfungsi dalam neo-angiogenesis
dengan memicu pembentukan vascular endothelial growth factor (VEGF) dan fibroblast
growth factor-2 (FGF-2) (Bouloumie, et al., 1998; Sierra-Honigmann, et al., 1998; Cao, et
al., 2001). Leptin yang memiliki fungsi proangiogenik dapat meningkatkan pertumbuhan sel
endotelial (Bouloumie, et al., 1998; Sierra-Honigmann, et al., 1998) dan dapat menekan
proses apoptosis (Artwohl, et al., 2002). Peranan leptin dalam neo-vaskularisasi didukung
oleh suatu observasi bahwa hormon ini dapat meningkatkan kadar dan aktifitas enzim yang
terlibat dalam angiogenesis seperti matrix metalloproteinase (MMP) 2 dan 9 (Park, et al.,
2001; Kume, et al., 2002).
Leptin juga banyak dihasilkan dari jaringan plasenta selain dari jaringan adiposa.
Plasenta dapat mensintesis leptin dan hal ini telah dinyatakan bahwa leptin plasenta
berkontribusi terhadap peningkatan kadar leptin maternal selama kehamilan (Holness, et al.,
1999). Leptin yang disintesis oleh plasenta manusia dihasilkan dari gen yang sama seperti
pada jaringan adiposa. Peranan leptin yang diproduksi oleh plasenta belum diketahui secara
pasti (Gavrilova, et al., 1997).
2.3.1 Leptin-dependent signaling
Pada beberapa penelitian telah dijelaskan tentang ditemukannya beberapa jenis reseptor
leptin (ObR). Reseptor Ob secara umum diklasifikasikan menjadi bentuk pendek ( ObRa,
ObRc, ObRd dan ObRf), bentuk terlarut (ObRe) dan bentuk panjang (ObRb) (Peelman, et
al., 2006). Gen ObRb secara normal terdapat dalam jumlah yang sangat banyak pada
hipotalamus dan pada tipe sel lainnya termasuk sel T serta sel endotel vaskular (Sierra, et
al., 1998; Lord, et al., 1998). Reseptor leptin bentuk panjang ObRb berperan sebagai
mediator utama aksi fisiologis leptin dalam mengontrol keinginan makan dan keseimbangan
energi karena hanya reseptor bentuk panjang yang memiliki kemampuan untuk mengaktifasi
seluruh proses signaling dalam sel target (Bjørbaek, et al., 2004; Peelman, et al., 2006).
Bentuk pendek reseptor leptin ObRa dan ObRc terdapat dalam jumlah sangat banyak di
pembuluh darah sistem saraf pusat dan reseptor ini berperan sebagai protein transport bagi
leptin melalui sawar darah otak (Bjørbaek, et al., 2004). Reseptor leptin tidak memiliki
aktifitas enzimatik intrinsik sehingga diperlukan proses signaling yang diinduksi ligan
Janus-family tyrosine kinase 2 (JAK2) (Auwerx, et al., 1998).
Gambar 2.3 Reseptor leptin (Auwerx, et al., 1998)
Leptin bekerja melalui ikatan leptin dengan reseptornya akan menginduksi proses
signaling selanjutnya melalui the janus kinase (JAK) kemudian menginduksi
phosphorylation of tyrosine (Y) pada reseptor yang terletak pada sitoplasma membentuk
ikatan phosphotyrosine pada protein STAT. Setelah terjadi proses phosphorylation dan
terbentuk residu tyrosine pada protein STAT, ikatan ini akan memisahkan diri dari reseptor
dan akan berfungsi sebagai regulator aktif pada proses transkripsi gen. Setelah
ditransportasikan ke dalam nukleus akan mengalami ikatan dengan element STAT dan
DNA untuk menstimulasi proses transkripsi gen target (Auwerx, et al., 1998). Penjelasan
tentang reseptor leptin dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Jalur STAT3 tidak diaktivasi pada jaringan lainnya. Signaling STAT3 leptin-dependent
dan adenosisne monophosphate kinase (AMPK) dapat menginduksi dan mengorganisasikan
peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR) serta gamma coactivator (PGC) dan
mampu mensupport integritas serta fungsi mitokondria (Guo, et al., 2008). Leptin
meningkatkan ekspresi fos yang merupakan target dari STAT3 serta meningkatkan ekspresi
beberapa gen lainnya secara spesifik pada hipotalamus (Woods, et al., 1996).
2.3.2 Leptin dan hypothalamo-pituitary-adrenal (HPA) axis
Leptin serum berhubungan dengan jumlah lemak dalam tubuh dan memiliki fungsi
regulator sintesis dan sekresi glukokortikoid. Reseptor leptin yang terdapat pada
hipotalamus berfungsi untuk menghambat neuropeptide Y (NPY)-ergic dan stimulasi
aktifitas corticotrophin releasing hormon (CRH)-ergic yang akan meningkatkan pemecahan
lemak dalam tubuh (Frederich, et al., 1995).
Obesitas sering dihubungkan dengan peningkatan kortisol turnover dan berkaitan
dengan hiper-responsifitas HPA axis. Glukokortikoid memiliki peran ikut mengatur
keseimbangan asupan makanan dan berat badan. Hormon ini juga memiliki efek sentral
pada sistem saraf pusat, menghambat jalur anabolisme pada NPY dan mengaktifasi jalur
katabolisme pada CRH serta α-melanocyte-stimulating hormon (α-MSH) (Wauters, et al.,
2000).
Leptin dan kadar kortisol memiliki hubungan yang berkebalikan dalam tubuh
(Korbonits, et al., 1997). Hal ini menyatakan bahwa leptin dapat mengatur HPA axis secara
sentral pada CRH dan secara perifer pada kelenjar adrenal. Secara sentral leptin bekerja
dengan cara menekan HPA axis. Defisiensi leptin pada tikus percobaan akan menunjukkan
terjadinya hiperkortisolemia namun hal ini dapat bersifat reversible dengan pemberian
terapi leptin (Ahima, et al., 1998).
Reseptor leptin juga terdapat pada jaringan adrenal baik pada kortek maupun pada
medulla (Glasow, et al., 1998). Pada beberapa penelitian in vitro dikatakan terdapat adanya
peranan leptin dalam mengatur sekresi kortikosteroid adrenal (Bornstein, et al., 1997).
Hubungan antara leptin dan HPA axis dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Gambaran terintegrasi hubungan antara leptin dan HPA axis (Casanueva, et al.,
1999)
2.3.3 Resistensi leptin
Skin tag berhubungan dengan terjadinya resistensi leptin pada seseorang dengan
obesitas. Obesitas yang terjadi pada manusia diduga disebabkan oleh timbulnya resistensi
terhadap leptin (Erkek, et al., 2011). Adanya timbunan lemak dalam tubuh yang
berlangsung lama dan seiring bertambahnya umur akan terjadi resistensi leptin dan hal ini
kadang bersifat progresif ditandai oleh adanya kerusakan dan disfungsi signaling STAT3,
AMPK, PGC, dan PPAR (Poeggeler, et al., 2010; Erkek, et al., 2011).
2.4 Leptin dan Kulit
Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1994, telah diketahui bahwa leptin paling
banyak disintesis oleh sel-sel adiposa namun sintesis leptin dan reseptornya juga telah
ditemukan pada sel-sel fibroblast dan keratinosit (Murad, et al., 2003; Sumikawa, et al.,
2008). Leptin dan reseptornya terdapat pada lapisan epidermis pada tingkat gen dan ekspresi
proteinnya (Murad, et al., 2003; Cerman, et al., 2008) serta dapat dikonfirmasi
keberadaannya dengan melakukan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)
(Johnston, et al., 2008).
Antibodi poliklonal Ob (A-20) sc-842 dapat digunakan untuk mengetahui adanya
leptin-like immunoreactivity. Metoda immunostaining ini dapat menentukan leptin-like
immunoreactivity yang bereaksi kuat pada sel-sel keratinosit pada lapisan basal dan
suprabasal epidermis, sementara reaksi yang kurang kuat terdapat pada sel endotelial dan
fibroblast (Poeggeler, et al., 2009).
Leptin dapat diproduksi dalam jumlah yang bermakna dengan menggunakan kultur sel
fibroblast dan sintesis serta sekresinya dapat distimulasi oleh insulin (Glasow, et al., 2001).
Banyak penelitian yang telah mengkonfirmasi bahwa leptin dan signaling STAT3 berperan
dalam proses diferensiasi, proliferasi, migrasi, angiogenesis dan perfusi jaringan (Kanda, et
al., 2008). Patogenesis skin tag berkaitan dengan adanya reseptor leptin pada sel keratinosit
dan fibroblast yang memicu proliferasi serta diferensiasi sel-sel tersebut dan dapat melalui
ikatan terhadap reseptor leptin maupun insulin-like growth factor-1 (IGF-1) serta epidermal
growth factor (EGF) (Erkek, et al., 2011; Barbato, et al., 2012).
Sintesis dan sekresi leptin juga meningkat pada keadaan terdapat trauma fisik dan
percobaan pada binatang dengan keadaan defisit leptin akan menghambat penyembuhan
luka (Murad, et al., 2003). Stimulasi leptin secara auto maupun parakrin dapat menstimulasi
sel keratinosit untuk berproliferasi dan berdiferensiasi serta dapat menstimulasi fibroblast
untuk mensintesis kolagen sehingga mempercepat penyembuhan luka dan regenerasi kulit
(Murad, et al., 2003; Lin, et al., 2007).
2.5 Obesitas dan Indeks Massa Tubuh
Obesitas merupakan suatu keadaan dalam tubuh akibat adanya ketidak-seimbangan
antara asupan energi yang melebihi energi yang digunakan. Obesitas di beberapa negara
berkembang telah menjadi masalah kesehatan yang serius. Prevalensi overweight dan
obesitas meningkat sangat tajam di kawasan Asia-Pasifik. Sebanyak 20,5% penduduk Korea
Selatan tergolong overweight dan 1,5% obesitas. Di Thailand, 16% penduduknya
mengalami overweight dan 4% mengalami obesitas, sementara prevalensi overweight di
Cina adalah 12% pada laki-laki dan 14,4% pada perempuan (Inoue, et al., 2000). Data riset
kesehatan dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2010 terdapat
angka obesitas pada usia dewasa secara nasional yaitu sebesar 21,7% meningkat
dibandingkan data Riskesdas 2007 dengan angka obesitas 19,1%. Angka obesitas di
Provinsi Bali pada Riskesdas 2010 adalah sebesar 20,9% lebih rendah dibandingkan angka
nasional (BPPK DepKes RI Riskesdas, 2010).
Kenaikan angka mortalitas pada penderita obesitas merupakan akibat dari beberapa
penyakit yang mengancam kehidupan seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, stroke dan
penyakit lainnya. Mekanisme fisiologis berperan penting dalam tubuh untuk
menyeimbangkan keseluruhan asupan energi dengan keseluruhan energi yang digunakan
namun mekanismenya tidak diketahui secara sempurna. Keseluruhan mekanisme ini
dikordinasikan dalam otak untuk mengatur perubahan pola makan, aktifitas fisik dan
metabolisme tubuh sehingga cadangan energi dalam tubuh dapat dijaga (Woo, et al., 2004).
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh obesitas pada kulit.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut disimpulkan bahwa obesitas bertanggung jawab
terhadap perubahan fungsi barier kulit, kelenjar sebasea dan produksi sebum, kelenjar
keringat, limfatik, struktur dan fungsi kolagen serta penyembuhan luka. Selain daripada hal
tersebut diatas, obesitas berperan dalam terjadinya beberapa penyakit-penyakit kulit seperti
akantosis nigrikan, skin tag, keratosis pilaris, striae distensae, hiperkeratosis palmoplantar,
selulitis, hidraadenitis supurativa, psoriasis dan lain-lain (Yosipovitch, et al., 2007).
Cara yang paling mudah secara medis untuk menilai kelebihan jaringan lemak dalam
tubuh adalah dengan mengukur IMT. World Health Organization (WHO) telah
merekomendasikan IMT sebagai standar pengukuran keadaan obesitas seorang individu.
Hasil IMT seseorang diperoleh dengan cara membagi berat badan dalam kilogram (kg)
dengan kuadrat tinggi badan dalam meter pangkat dua (m2). Nilai IMT dibagi menjadi
beberapa katagori yaitu underweight ≤ 18,5 kg/m2, normal weight = 18,5 – ≤ 25 kg/m2,
overweight >25-30 kg/m2 dan obesitas bila >30 kg/m2 (WHO, 2000).
Penilaian menggunakan IMT merupakan cara termudah untuk memperkirakan obesitas
dan hal ini berkorelasi dengan massa lemak tubuh atau dapat menggambarkan lemak tubuh
yang berlebihan dan memiliki cara perhitungan yang sederhana. Keterbatasannya adalah
kadang membutuhkan penilaian lain bila dipergunakan secara individual serta tidak bisa
membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang serta tidak dapat
mengidentifikasi distribusi lemak tubuh (Rippe, et al., 2001; Haslam & James, 2005; Bray,
2007).
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Skin tag merupakan tumor jinak kulit dengan tanda klinis lesi yang metanpajol atau
bertangkai di atas permukaan kulit, konsistensi lunak, memiliki warna yang mirip seperti
kulit di sekitarnya dan biasanya timbul pada daerah lipatan yang sering mengalami gesekan
seperti leher, ketiak atau lipatan paha. Penyebab dan patogenesis skin tag belum diketahui
secara pasti. Beberapa faktor berhubungan dengan terjadinya skin tag yaitu proses penuaan
berkaitan dengan bertambahnya umur, jenis kelamin, DM, obesitas, kehamilan,
suseptibilitas genetik serta adanya faktor gesekan pada beberapa tempat predileksi skin tag
tersering seperti pada daerah leher, aksila dan inguinal.
Lesi skin tag sering ditemukan pada individu dengan obesitas sehingga pada penelitian-
penelitian sebelumnya dikatakan merupakan penanda terjadinya gangguan metabolisme
lemak dan karbohidrat. Individu dengan obesitas memiliki massa jaringan adiposa lebih
besar dibandingkan dengan individu tanpa-obesitas dan hal ini ditandai dengan IMT > 25.
Pada literatur dan penelitian yang dilakukan sebelumnya diungkapkan bahwa leptin yang
sekresikan oleh jaringan adiposa diduga ikut berperan dalam terjadinya skin tag.
Jaringan adiposa merupakan sumber utama leptin. Leptin secara umum berperan dalam
mengatur keseimbangan massa jaringan adiposa dalam tubuh melalui respon secara sentral
melalui rangsangan pada hipotalamus untuk meningkatkan atau menurunkan asupan
makanan dan meningkatkan atau menurunkan penggunaan energi. Kerja leptin secara
perifer adalah melalui ikatan leptin dengan reseptor yang terdapat pada beberapa organ
tubuh termasuk kulit. Adanya ikatan leptin dan reseptornya di kulit dapat memicu
proliferasi serta diferensiasi sel-sel keratinosit dan fibroblast dan hal ini diduga berperan
dalam terjadinya skin tag. Sekresi leptin dipengaruhi juga oleh beberapa faktor seperti
massa jaringan adiposa, insulin, TNF-α, glukokortikoid dan hormon reproduksi. Pada
penelitian lain yang dilakukan di luar negeri yang berkaitan dengan skin tag dilaporkan
adanya korelasi antara leptin serum dengan skin tag namun pada beberapa penelitian lainnya
tidak ditemukan adanya korelasi sehingga belum didapatkan korelasi yang konsisten antara
kedua variabel tersebut.
Penjelasan yang telah disebutkan di atas merupakan dasar atau kerangka berpikir dari
peneliti untuk melakukan penelitian mencari korelasi antara kadar leptin serum yang
dihasilkan oleh jaringan adiposa dan nilai IMT sebagai indikator obesitas dengan jumlah
lesi skin tag pada penderita skin tag di RSUP Sanglah Denpasar.
3.2 Konsep Penelitian
Leptin
serum
Skin Tag
jumlah lesi
Keterangan:
Diteliti
Tidak diteliti
Umur
Jenis kelamin
Suseptibilitas genetik
Kehamilan
DM
Massa jaringan adiposa
Insulin
TNF-α
Glukokortikoid
Hormon reproduksi
Kehamilan
IMT Berat badan Tinggi badan
Gambar 3.1 Bagan konsep penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Terdapat korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag.
2. Terdapat korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag.
3. Terdapat perbedaan rerata kadar leptin serum antara kelompok subyek dengan skin
tag dan tanpa skin tag.
4. Terdapat perbedaan rerata IMT antara kelompok subyek dengan skin tag dan tanpa
skin tag.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan untuk mengetahui adanya korelasi antara kadar
leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag, dilakukan penelitian observasional
analitik dengan pendekatan studi potong lintang (cross-sectional). Secara skematis
rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini:
Gambar 4.1 Rancangan penelitian cross-sectional
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar.
Pemeriksaan kadar leptin serum dilakukan di laboratorium Prodia Denpasar. Penelitian
diperkirakan memerlukan waktu selama tiga bulan mulai bulan November tahun 2013
sampai bulan Januari tahun 2014.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pada penelitian ini adalah pada Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin lebih khususnya di sub-bagian tumor dan bedah kulit.
4.4 Penentuan Sumber Data
4.4.1 Populasi
Populasi
Sampel
Skin Tag Tanpa Skin Tag
Kadar leptin serum
IMT
Kadar leptin serum
IMT
Jumlah lesi skin tag
1. Populasi target adalah semua penderita skin tag.
2. Populasi terjangkau adalah semua penderita skin tag yang datang berobat ke
Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah selama tiga bulan
dari bulan November tahun 2013 sampai bulan Januari tahun 2014.
4.4.2 Sampel
Sampel adalah subyek yang diteliti berasal dari populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel dipilih dengan teknik consecutive sampling. Sampel
pada penelitian ini adalah semua penderita skin tag yang berkunjung di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP Sanglah Denpasar periode November 2013 sampai Januari 2014 yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4.4.3 Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian
4.4.3.1 Kriteria inklusi
a. Penderita skin tag yang berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP
Sanglah Denpasar.
b. Warga Negara Indonesia (WNI).
c. Bersedia untuk mengikuti penelitian dan menandatangani lembar
informed concent.
4.4.3.2 Kriteria eksklusi
a. Subyek merupakan penderita DM.
b. Subyek sedang hamil.
c. Subyek yang sudah pernah dilakukan tindakan yang bertujuan untuk
menghilangkan lesi skin tag pada tubuhnya.
4.4.4 Besar sampel
Untuk menentukan besar sampel penelitian analitik korelatif, maka digunakan rumus
Ronald Fisher’s classic z transformation sebagai berikut (Dahlan, 2008).
2
( Zα + Zβ )
n = + 3
0,5 ln [ (1+ r) / ( 1- r) ]
Keterangan : Zα = 1,645 (kesalahan tipe I sebesar 5%)
Zβ = 1.282 (kesalahan tipe II sebesar 10%)
r = koefisien korelasi yang digunakan sebesar 0,4.
n = 51
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, maka jumlah sampel minimal
(n) yang diperlukan untuk rancangan ini adalah 51 orang.
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Klasifikasi dan identifikasi variabel
Variabel penelitian adalah karakteristik atau ciri sampel penelitian yang diukur secara
numerik. Semua variabel tersebut ditentukan dan disusun sesuai dengan rancangan
penelitian yang direncanakan.
1. Variabel bebas yaitu kadar leptin serum dan IMT. Kadar leptin dan IMT
digolongkan sebagai variabel numerik.
2. Variabel tergantung adalah jumlah lesi skin tag yang digolongkan sebagai
variable numerik.
3. Variabel kendali adalah umur, jenis kelamin, suseptibilitas genetik, DM,
kehamilan dan obesitas.
Gambar 4.2 Bagan hubungan antar variabel
4.5.2 Definisi operasional variabel
Untuk menghindari adanya kesalahan dalam pengumpulan data, berdasarkan
identifikasi dan klasifikasi variabel, maka operasional variabel tersebut didefinisikan
sebagai berikut;
1. Skin tag adalah tumor jinak kulit yang diagnosisnya ditegakkan secara klinis, ditandai
oleh adanya jaringan yang tumbuh berdiri atau bertangkai di atas permukaan kulit,
teraba lunak, berwarna seperti kulit sekitarnya dan terutama terdapat pada daerah yang
Variabel bebas
Kadar leptin serum
Tingkat obesitas (IMT)
Variabel tergantung
Skin tag (jumlah lesi)
Variabel kendali
Umur, jenis kelamin, kehamilan, suseptibilitas genetik, DM,
obesitas
sering mengalami gesekan seperti pada leher, aksila dan inguinal. Diagnosis lesi kulit
yang meragukan secara klinis dilakukan pemeriksaan dermoskopi.
2. Subyek dengan skin tag adalah seseorang yang memiliki lesi skin tag pada tubuhnya.
3. Subyek tanpa skin tag adalah seseorang yang tidak memiliki lesi skin tag pada
tubuhnya.
4. Jumlah lesi skin tag adalah jumlah total lesi skin tag yang terdapat pada tubuh
penderita skin tag yang dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh lesi skin tag pada
setiap bagian tubuh.
5. Kadar leptin serum adalah jumlah kadar leptin dalam serum yang diperiksa dengan
cara mengambil sampel darah vena pada daerah kubiti sebanyak 5 cc, kemudian
diproses menggunakan teknik enzym linked immunosorbent assay (ELISA) di
laboratorium Prodia Denpasar. Kadar leptin serum memiliki satuan pengukuran
ng/ml.
6. Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai pengukuran untuk menilai tingkat obesitas
yang didapat dari perhitungan yang didapat dari perhitungan perbandingan antara
berat badan yang diukur dalam satuan kilogram (kg) dibagi dengan kuadrat
tinggi badan yang diukur dalam satuan meter (m). Nilai IMT memiliki satuan
pengukuran kg/m2.
7. Umur adalah jumlah tahun kehidupan ditentukan dari tanggal kelahiran sampai
saat datang ke rumah sakit yang dapat ditentukan dengan melihat data
kelahiran pada kartu tanda penduduk, surat ijin mengemudi (SIM) atau kartu
keluarga.
8. Jenis kelamin adalah ditentukan secara fenotip yaitu laki-laki dan perempuan.
9. Suseptibilitas genetik adalah kerentanan penurunan penyakit secara genetik dan dalam
penelitian ini diperoleh dari anamnesis mengenai riwayat adanya anggota
keluarga yang lain dalam satu garis keturunan yang juga memiliki lesi skin tag di
tubuhnya.
10. Tindakan menghilangkan lesi skin tag adalah semua tindakan yang bertujuan untuk
menghilangkan lesi skin tag dapat menggunakan curved blade scissor, elektrokauter,
tindakan eksisi atau tindakan lainnya sehingga lesi skin tag hilang dari permukaan
tubuh penderita.
11. Hamil adalah adanya janin dalam rahim seorang wanita yang dibuktikandengan
adanya hasil tes kehamilan yang positif atau terlihat janin dalam rahim pada
pemeriksaan ultrasonography (USG) yang dilakukan oleh dokter.
12 Penderita diabetes melitus adalah seseorang yang memiliki kadar gula darah sewaktu
> 200 mg/dL yang diperiksa dengan menggunakan alat GlukoTest atau seseorang
yang sebelumnya telah didiagnosis DM oleh dokter.
4.6 Bahan Penelitian
4.6.1 Bahan sampel
Bahan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel darah yang diambil
dari pembuluh darah vena di daerah fossa kubiti sebanyak 5 cc untuk pemeriksaan kadar
leptin serum di laboratorium.
4.6.2 Bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan adalah untuk pemeriksaan kadar leptin serum yaitu Leptin
conjugate, Leptin Standart, Assay Diluent RD1-19, Calibrator Diluent RD5P (5X)
Concentrate, Wash Buffer Concentrate, Color Reagent A, Color Reagent B, Stop Solution.
4.7 Instrumen Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik dan pengambilan
sampel darah. Untuk wawancara telah dipersiapkan kuesioner untuk mendapatkan data
demografis subyek penelitian. Pemeriksaan fisik dilakukan secara lengkap disertai
pemeriksaan status dermatologis.
Peralatan yang digunakan dalam pengukuran kadar leptin serum dalam penelitian ini
adalah Leptin Microplate (96-well polystyrene microplate), pipettes dan pipette tip,
deionized atau air yang terdestilasi, multi-channel pipette, squirt bottle, manifold dispenser
or automated microplate washer, 12 mm x 75 mm polypropylene test tube, plate covers.
Berat badan diukur menggunakan timbangan berat badan merek OneMed Elegance dengan
satuan pengukuran kilogram (kg). Tinggi badan diukur menggunakan alat ukur tinggi badan
dengan merek Stature Meter OneMed dengan satuan pengukuran sentimeter (cm). Indeks
Massa Tubuh dihitung menggunakan kalkulator berdasarkan data berat badan (kg) dan
tinggi badan (m) sampel penelitian.
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1 Tahap persiapan
Untuk penelitian cross-sectional, semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria
inklusi dan dikurangi dengan kriteria eksklusi, secara teknik consecutive sampling
dimasukkan sebagai sampel penelitian. Sebelum penelitian dimulai lebih dahulu diberikan
penjelasan secara rinci tentang maksud dan tujuan penelitian dan kemudian subjek
penelitian menandatangani informed consent. Dari besar sampel yang diperoleh yaitu 51
sampel dilakukan identifikasi tentang karateristik sampel penelitian.
4.8.2 Pelaksanaan penelitian
1. Diagnosis skin tag ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas berupa
papul yang metanpajol atau bertangkai di atas permukaan kulit, konsistensi
lunak, warnanya seperti kulit di sekitarnya dan sering terdapat pada daerah yang
sering mengalami gesekan seperti leher, aksila dan inguinal. Diagnosis lesi kulit
yang meragukan atau tidak bisa ditegakkan secara klinis maka dilakukan
pemeriksaan bantuan berupa pemeriksaan dermoskopi. Seluruh lesi skin tag yang
terdapat pada tubuh penderita dihitung jumlah keseluruhannya.
2. Pengukuran kadar leptin serum menggunakan “The Quantikine human Leptin
Immunoassay”. Prinsip analisis kadar leptin serum adalah adanya ikatan
antibodi monoklonal spesifik terhadap leptin yang ditunjukkan dengan
timbulnya warna yang semakin pekat seiring dengan adanya ikatan leptin
dengan antibodi monoklonal. Kadar leptin dihitung secara kuantitatif.
Cara pengerjaan pengukuran kadar leptin serum adalah sebagai berikut:
a. Persiapan sampel
Darah vena diambil ± 6 cc ditampung dalam serum separator tube (SST) dan
biarkan darah sampel terbentuk bekuan 30 menit sebelum disentrifugasi
selama 15 menit pada 1000 x g.
b. Persiapan reagent
Bawa semua reagent ke tempat dengan kadar suhu ruangan sebelum memulai
prosedur. Reagent yang diperlukan yaitu wash buffer, substrate solution,
calibrator diluents RD5P (1X), leptin standard dan polypropylene tubes.
c. Prosedur pengukuran kadar leptin
Siapkan semua reagent termasuk reagent standards dan sampel darah.
Tambahkan 100 µL Assay Diluent RD1-19 pada setiap wadah. Setelah itu
tambahkan 100 µL reagent standard pada setiap wadah dan diinkubasi
selama 2 jam. Lakukan aspirasi dan titrasi sebanyak 4 kali. Tambahkan 200
µL conjugate pada setiap wadah dan diinkubasi selama 1 hari. Aspirasi dan
titrasi kembali sebanyak 4 kali. Tambahkan 200 µL substrate solution pada
setiap wadah lalu inkubasi 30 menit serta lindungi dari paparan sinar
matahari. Tambahkan 50 µL stop solution pada setiap wadah dan baca
hasilnya pada 450 nm dalam 30 menit kedepan.
3. Berat badan diukur dengan timbangan berat badan OneMed Elegance dan saat
pengukuran berat badan, sampel penelitian tidak menggunakan alas kaki serta
menggunakan pakaian yang ringan. Hasil pengukuran berat badan dicatat dalam buku
penelitian dalam satuan kilogram.
4. Tinggi badan diukur dengan alat ukur tinggi badan merek OneMed Elegance.
Pengukuran tinggi badan dilakukan sampel penelitian tanpa menggunakan alas kaki dan
hasil pengukuran dicatat dalam buku penelitian dalam satuan meter.
5. Penghitungan IMT dilakukan dengan menggunakan kalkulator yaitu menggunakan rumus
berat dalam satuan kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam satuan meter.
Satuan nilai IMT adalah kg /m2.
4.8.3 Alur penelitian
Untuk lebih mempermudah dalam pelaksanaan penelitian maka dibuat alur penelitian
yang ditunjukkan dengan bagan alur penelitian pada Gambar 4.2.
Populasi target Semua Penderita skin tag
Populasi terjangkau Penderita skin tag yang datang ke poli kulit
RS Sanglah selama 3 bulan
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Sampel
Pengambilan darah vena 5 cc, pengukuran berat badan
dan tinggi badan, hitung seluruh lesi skin tag
Informed consent
Gambar 4.3 Skema alur penelitian
4.9 Analisis Data
Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kelengkapan
data. Setelah data lengkap dilanjutkan dengan analisis data. Untuk menjawab permasalahan
penelitian dilakukan rangkaian tahapan analisis data:
1. Analisis statistik deskriptif
Analisis ini digunakan untuk menggambarkan karakteristik umum dan distribusi
variabel yaitu umur, jenis kelamin, kadar leptin serum, IMT dan jumlah lesi skin tag
setiap penderita.
2. Uji normalitas data
Untuk menilai normalitas data, maka digunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov
karena besar sampel > 50. Data berdistribusi nomal bila nilai p > 0,05 pada uji
normalitas. Jika tidak berdistribusi normal, maka dilakukan transformasi data untuk
DATA PENELITIAN
(Kadar leptin serum, IMT dan jumlah lesi skin tag)
Analisis statistik
menormalkan data. Proses transformasi data yang digunakan adalah dengan
menggunakan fungsi log, akar dan kuadrat.
3. Analisis komparasi
Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar leptin serum dan IMT antara penderita skin
tag dan penderita tanpa skin tag dilakukan uji T tidak berpasangan.
4. Analisis korelasi-regresi
Untuk mengetahui korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag,
korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag dilakukan analisis korelasi
menggunakan uji Pearson jika data berdistribusi normal. Bila salah satu atau kedua
data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji korelasi Spearman. Tingkat
kemaknaan yang dianggap signifikan adalah p < 0,05 (Dahlan, 2008).
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Sampel
Sampel penelitian dipilih secara konsekutif dari penderita dengan skin tag dan tanpa skin
tag yang datang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah, Denpasar selama
periode November 2013 hingga Februari 2014. Delapan puluh sampel sebagai subyek
penelitian telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yang terdiri dari 55 subyek dengan
skin tags dan 25 subyek tanpa skin tag. Karakteristik sampel penelitian ditampilkan pada
tabel 5.1.
Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian
No Variabel Skin tag (n=55)
Tanpa Skin tag (n=25)
Beda rerata
Nilai P CI 95%
1 Umur (tahun)
(rerata ± SD)
44,6±11,3 33,2±11,3 11,4 < 0,001 5,9 -
16,8
2 Jenis Kelamin
- Laki-laki
frekuensi ( %) - Perempuan
frekuensi (%)
22 (40%)
33 (60%)
20 (80%)
5 (20%)
< 0,001
< 0,001
3 Kadar Leptin ng/mL (rerata ±
SD)
21,5±16,9 4,6±2,2 16,9 < 0,001 10,1-
23,6
4 Indeks Massa
Tubuh (rerata ± SD)
27,4±2,3 23,5±1,7 3,9 < 0,001 2,9-4,9
5 Jumlah Lesi
(rerata ± SD)
12,7±6,9 0 12,7 < 0,001 9,9-
15,5
Keterangan:
n = jumlah subyek setiap kelompok
Nilai P = bermakna bila p < 0,05
CI 95% = interval kepercayaan 95%
Rerata umur pada kelompok subyek dengan skin tag adalah 44,6±11,3 tahun
sedangkan pada kelompok subyek tanpa skin tag rerata umurnya adalah 33,2±11,3 tahun.
Dari tabel tersebut, jenis kelamin perempuan pada kelompok subyek dengan skin tag
sebanyak 33 (60%) lebih banyak dibandingkan jenis kelamin laki-laki yaitu 22 subyek
(40%), sedangkan pada kelompok subyek tanpa skin tag jenis kelamin laki-laki sebanyak 20
(80%) lebih banyak dibandingkan jenis kelamin perempuan 5 (20%).
5.2 Korelasi Kadar Leptin Serum dan Indeks Massa Tubuh dengan
Jumlah Lesi Skin tag
Korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi, dan korelasi IMT dengan
jumlah lesi diuji dengan Uji Spearman karena distribusi data tidak normal. Seperti yang
ditampilkan pada tabel 5.2 tampak korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi
skin tag berkorelasi positif dengan derajat korelasi sangat kuat (r = 0,912), hasil ini
bermakna secara statistik (p < 0,001). Korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag
berkorelasi positif dengan derajat korelasi kuat (r = 0,612) dan hasil ini juga bermakna
secara statistik (p < 0,001).
Tumbelaka et al (2007) menyebutkan klasifikasi nilai koefisien korelasi (r) yaitu
sangat kuat bila nilai r ≥ 0,8; berkorelasi kuat bila bila r = 0,60 - 0,799; berkorelasi sedang
bila r = 0,40 - 0,599; berkorelasi lemah bila bila r = 0,20 – 0,399 dan berkorelasi sangat
lemah bila r = 0,00 – 0,199.
Tabel 5.2 Korelasi antara Kadar Leptin Serum dan Indeks Massa Tubuh dengan
Jumlah Lesi Skin tag
Variabel Jumlah Lesi Nilai P
Kadar Leptin Serum r = 0,912 < 0,001
IMT r = 0,612 < 0,001
Hasil Uji Spearman
Keterangan:
r = koefisien korelasi
Nilai P = bermakna bila p < 0,05
Korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag dalam bentuk Q-Q plot dapat
dilihat pada gambar 5.1
Gambar 5.1 Grafik Q-Q Plot Korelasi antara Kadar Leptin Serum dengan Jumlah Lesi Skin Tag
Keterangan: Setiap peningkatan kadar leptin serum akan diikuti peningkatan
jumlah lesi skin tag
Korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag dalam bentuk Q-Q plot dapat dilihat pada
gambar 5.2
Jumlah
lesi skin
tag
Gambar 5.2 Grafik Q-Q Plot Korelasi antara IMT dengan Jumlah Lesi Skin Tag
Keterangan: Setiap peningkatan IMT diikuti peningkatan jumlah lesi skin tag
Tabel 5.3 Hasil Analisis Regresi Linier Kadar Leptin Serum dan IMT Terhadap
Jumlah Lesi Skin Tag
Variabel R2
Adj R2
β Nilai P CI 95%
Konstanta -16,230 -31,983-0,478
Kadar Leptin
Serum
0,558 0,604 0,239 < 0,001 0,16-0,32
IMT 0,377 0,604 0,870 < 0,001 0,26-1,48
Keterangan:
R2 = koefisien determinasi
Adj R2 = adjusted koefisien korelasi variabel bebas terhadap variabel tergantung
β = konstanta pengaruh korelasi variabel bebas terhadap variabel tergantung
Nilai P = bermakna bila P < 0,05
CI 95% = interval kepercayaan 95%
Jumlah
lesi skin
tag
Pada tabel 5.3 dapat dilihat hasil analisis regresi linear didapatkan nilai R2 (koefisien
determinasi) kadar leptin serum terhadap jumlah lesi skin tag sebesar 55,8%, sedangkan
variabel IMT terhadap jumlah lesi skin tag didapatkan R2 sebesar 37,7%. Nilai adjusted R
2
kedua variabel bebas yaitu kadar leptin serum dan IMT terhadap jumlah lesi skin tag adalah
sebesar 60,4%. Nilai β untuk kadar leptin terhadap jumlah lesi skin tag adalah 0,24,
sedangkan niali β untuk IMT terhadap jumlah lesi skin tag adalah 0,87
5.3 Rerata Kadar Leptin Serum Dan Indeks Massa Tubuh Lebih Tinggi
Pada Subyek Dengan SkinTag
Hasil komparasi kadar leptin serum dan IMT antara kelompok subyek dengan skin tag
dibandingkan tanpa skin tag dapat dilihat pada Tabel 5.1. Rerata kadar leptin serum pada
kelompok subyek dengan skin tag lebih tinggi (21,5±16,9 ng/mL) dibandingkan kelompok
tanpa skin tag (4,6±2,2 ng/mL) dengan beda rerata 16,9 dan bermakna secara statistik (p <
0,001) serta CI 95%: 10,1-23,6. Rerata IMT pada kelompok subyek dengan skin tag sedikit
lebih tinggi (27,4±2,3) dibandingkan kelompok tanpa skin tag (23,5±1,7) dengan beda
rerata 3,9 dan bermakna secara statistik (p < 0,001) serta CI 95%: 2,9-4,9. Rerata jumlah
lesi skin tag yaitu 12,7±6,9 dengan beda rerata 12,7 dan bermakna secara statistik (p <
0,001) serta CI 95%: 9,9-15,5.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Penelitian ini melibatkan 80 sampel. Karakteristik penelitian meliputi umur, jenis
kelamin, kadar leptin serum, IMT dan jumlah lesi skin tag.
Skin tag dikatakan merupakan salah satu tanda klinis dari proses penuaan dan sering
dijumpai pada seseorang di atas umur 40 tahunan (Sari, et al., 2010). Berdasarkan umur,
penelitian Gorpelioglu et al (2009) memperoleh hasil rerata umur penderita skin tag adalah
55,6 tahun. Penelitian oleh Rasi et al (2007) memperoleh hasil rerata umur penderita skin
tag adalah 51,15 tahun. Penelitian oleh Erkek et al (2011), rerata umur penderita skin tag
adalah 45,67 tahun dengan rentang umur 24-67 tahun. Peningkatan jumlah lesi skin tag
setelah umur 40 tahun disebutkan sebesar 37% dan hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan
penderita yang berumur di bawah 40 tahun (Barbato, et al., 2012). Penelitian oleh Safoury
et al (2011) menyebutkan rata-rata jumlah skin tag meningkat sesuai peningkatan umur.
Pada penelitian ini rerata umur pada kelompok subyek dengan skin tag adalah 41,0 ± 12,4
tahun. Hal ini sesuai dengan rerata umur penderita skin tag pada beberapa penelitian
sebelumnya yaitu di atas 40 tahun.
Skin tag lebih banyak dijumpai pada jenis kelamin perempuan di bandingkan pada
laki-laki. Penelitian oleh Erkek, et al., (2011), memperoleh hasil penderita skin tag lebih
banyak dijumpai pada perempuan yaitu sebanyak 62,1%. Penelitian oleh Gorpelioglu, et al.,
(2009) juga memperoleh hasil yang serupa yaitu skin tag lebih banyak dijumpai pada
perempuan (82,8%) dibandingkan jenis kelamin laki-laki (17,2%).
Pada penelitian ini skin tag lebih banyak dijumpai pada perempuan yaitu 60%
dibandingkan pada laki-laki 40%. Skin tag disebutkan berhubungan dengan mekanisme
hormonal terutama pada perempuan yang mengalami obesitas. Estrogen merupakan hormon
predominan yang berperan pada karakteristik seksual perempuan serta berpengaruh pada
fungsi organ tubuh termasuk kulit yang merupakan target organ non-reproduktif terbesar
estrogen (Safoury, et al., 2009).
Perbedaan jumlah rerata skin tag disebutkan berbeda bermakna pada penderita
dengan obesitas dibandingkan penderita tanpa obesitas. Hal tersebut kemungkinan karena
terdapat lipatan kulit yang lebih banyak pada penderita dengan obesitas. Jumlah rerata lesi
skin tag secara signifikan lebih tinggi dijumpai pada leher, aksila dan badan (Sofoury et al
2011). Penelitian oleh Sari et al (2009) menyebutkan jumlah lesi skin tag yang ditemukan
bervariasi dari 1-48 yang tersebar di seluruh tubuh dengan rerata 16,1±20,1. Skin tag
ditemukan pada leher sebanyak 68,1%, pada pungggung 26,5%, aksila 20,4% dan pada
ekstremitas sebanyak 5,3%. Penelitian oleh Rasi et al (2007) menemukan jumlah lesi skin
tag tergolong ringan yaitu < 10 lesi pada 13,2% penderita, 59,3% tergolong sedang (10-29
lesi) dan 27,5% tergolong tinggi (≥ 30 lesi). Lesi skin tag paling banyak terdapat pada lokasi
daerah leher dan aksila serta tidak terdapat perbedaan bermakna jumlah lesi antara laki dan
perempuan.
Hasil penelitian ini rata-rata subyek pada kelompok dengan skin tag adalah
overweight (rerata IMT = 27,4±2,3). Skin tag pada penelitiaan ini paling banyak terdapat
pada daerah leher yaitu 74,5%, aksila 56,4%, punggung 41,8% dan inguinal 25,5%.
6.2 Korelasi Kadar Leptin Serum dan Indeks Massa Tubuh dengan Jumlah
Lesi Skin Tag
Jumlah lesi skin tag berhubungan dengan terjadinya gangguan metabolisme lipid
yang salah satunya juga dipengaruhi oleh leptin dengan bekerja secara sentral dan perifer
(Fain, et al., 2004). Penelitian Erkek et al (2011) memperoleh hasil kadar leptin serum
berkorelasi positif dengan jumlah lesi skin tag (r = 0,62), nilai p < 0,001.
Pada penelitian ini diperoleh hasil adanya korelasi positif sangat kuat (r = 0,91)
antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag dengan P < 0,001. Pengaruh yang kuat
ini berkaitan dengan keadaan rerata IMT yang lebih tinggi pada kelompok subyek dengan
skin tag yaitu 27,4 kg/m2. Indeks massa tubuh yang tinggi berkaitan dengan jumlah jaringan
lemak yang lebih banyak dan kemudian akan mensekresi leptin dengan jumlah yang banyak
pula sehingga berefek pada berbagai organ termasuk kulit. Akibat adanya leptin dan
reseptor leptin R ob dalam jumlah yang banyak pada sel-sel keratinosit serta fibroblast akan
dapat memicu proliferasi serta diferensiasi sel menjadi lesi skin tag.
Penderita obesitas secara bermakna memiliki rerata jumlah skin tag lebih banyak
dibandingkan penderita tanpa obesitas. Hasil yang berbeda ditemukan dari penelitian Sari et
al (2010) yaitu diperoleh hasil tidak terdapat korelasi antara jumlah lesi skin tag dengan
IMT. Pada penelitian Rasi et al (2007) juga memperoleh hasil yang serupa yaitu tidak
terdapat korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag (r = 0,092), nilai P = 0,413. Pada
penelitian ini korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag adalah kuat dengan nilai r =
0,61 dan p < 0,001.
Penelitian Erkek et al (2011) terdapat korelasi antara kadar leptin serum dengan
IMT (r = 0,48), nilai P < 0,001. Penelitian Sari et al (2009) memperoleh hasil terdapat
korelasi positif antara kadar leptin serum dengan IMT (r = 0,42), nilai P < 0,001. Penelitian
Wu et at (2002) memperoleh hasil terdapat korelasi antara kadar leptin serum dengan IMT
pada anak laki-laki dan perempuan (r = 0,64), P < 0,001. Pada penelitian ini juga
memperoleh hasil adanya korelasi positif kuat antara kadar leptin serum dengan IMT (r =
0,64), nilai P < 0,001.
Pada penelitian ini diperoleh hasil analisis regresi linear antara kadar leptin serum
terhadap jumlah lesi skin tag didapatkan nilai R2 sebesar 55,8%, sedangkan variabel IMT
dengan jumlah lesi skin tag didapatkan R2 sebesar 37,7%. Hasil analisis regresi linear kedua
variabel kadar leptin serum dan IMT terhadap jumlah lesi skin tag didapatkan nilai adjusted
R2 sebesar 60,4% yang memiliki arti pengaruh kedua faktor kadar leptin dan IMT terhadap
peningkatan jumlah lesi skin tag sebesar 60,4%. Pengaruh ini lebih tinggi dibandingkan bila
R2 kadar leptin serum dan IMT dianalisis secara tersendiri.
Hasil analisis regresi linier didapatkan nilai β untuk kadar leptin terhadap jumlah lesi
skin tag adalah 0,24, sedangkan nilai β untuk IMT terhadap jumlah lesi skin tag adalah 0,87.
Nilai β = 0,24 memiliki arti setiap peningkatan kadar leptin serum sebesar 1ng/mL akan
meningkatkan jumlah lesi skin tag sebanyak 0,24 atau dapat diartikan bahwa setiap
peningkatan 4ng/mL akan menambah jumlah lesi skin tag sebanyak satu buah. Nilai β =
0,87 memiliki arti setiap peningkatan satu nilai IMT akan meningkatkan jumlah lesi skin tag
sebanyak 0,87 atau hampir satu buah lesi skin tag pada tubuh seseorang. Namun hal ini
memiliki nilai kebenaran sebesar ± 60,4% sesuai dengan besar adjusted dari koefisien
determinasi (R2) kedua variabel tersebut.
6.3 Rerata Kadar Leptin Serum Dan Indeks Massa Tubuh Pada Kelompok
Subyek Dengan Skin Tag Dan Tanpa Skin Tag
Obesitas dengan peningkatan sekresi leptin dalam tubuh mampu mempengaruhi
berbagai sistem organ termasuk kulit dan dikatakan merupakan salah satu faktor yang
berhubungan dengan terjadinya skin tag, namun patogenesisnya belum diketahui dengan
pasti.
Pada penelitian Gorpelioglu et al (2009) memperoleh rerata kadar leptin serum pada
kelompok subyek dengan skin tag sebesar 49,6±2,6 dibandingkan 3,9±2,2 pada kelompok
subyek tanpa skin tag (P < 0,05). Penelitian oleh Erkek et al (2011) memperoleh hasil rerata
kadar leptin serum pada kelompok subyek dengan skin tag sebesar 12,2±4,7 lebih tinggi
dibandingkan pada kelompok tanpa skin tag 5,5±5,2 dengan P = 0,003. Pada penelitian Sari
et al (2010) memperoleh hasil rerata kadar leptin pada kelompok subyek dengan skin tag
35,7±30,7 sedangkan pada kelompok tanpa skin tag ditemukan sebanyak 20,4±13,9 ng/ml
namun beda rerata kadar leptin serum kedua kelompok tersebut tidak bermakna secara
statistik (P > 0,05).
Penelitian oleh Safoury et al (2011) menemukan bahwa rerata kadar leptin serum
pada kelompok subyek dengan skin tag yaitu 43,2 ± 5,72 lebih tinggi dibandingkan
kelompok subyek tanpa skin tag 28,5 ± 6,23 dan hasil ini bermakna secara statistik p <
0,001.
Penelitian oleh Kazmi et al (2013) yang meneliti kadar leptin pada kelompok obese
dan tanpa obese memperoleh hasil rerata kadar leptin pada kelompok obese 52,8±24,6
ng/ml, sedangkan pada kelompok tanpa obese 6,3±3,1 ng/ml dengan nilai p < 0,001. Kadar
leptin serum ditemukan tidak berhubungan dengan umur namun kadarnya lebih tinggi pada
perempuan dibandingkan laki-laki pada kelompok usia yang sama. Hal ini belum diketahui
secara jelas namun hal ini diduga karena persentase massa lemak pada perempuan lebih
tinggi ataupun adanya efek induksi dari estrogen dan progesteron.
Pada penelitian ini kadar leptin serum pada kelompok subyek dengan skin tag
sebesar 21,5±16,9 ng/ml lebih tinggi dibandingkan 4,6±2,2 ng/ml pada kelompok subyek
tanpa skin tag.
Lesi skin tag lebih banyak ditemukan pada penderita obesitas dengan nilai IMT > 25
kg/m2. Gorpelioglu et al (2009) dalam penelitiannya memperoleh hasil rerata IMT pada
kelompok subyek dengan skin tag adalah 27,7±4,9 yang termasuk kategori overweight
dibandingkan pada kelompok subyek tanpa skin tag dengan IMT sebesar 22,4±3,2 (P =
0,002). Rerata IMT pada penelitian Erkek et al (2011) pada kelompok subyek dengan skin
tag yaitu sebesar 31,3±5,6 yang termasuk dalam kategori obese dan hasil ini lebih tinggi
dibandingkan pada kelompok subyek tanpa skin tag yaitu 23,7±5,2 yang termasuk normal
weight dengan nilai P = 0,0001. Penelitian oleh Sari et al (2010) memperoleh hasil lesi skin
tag lebih banyak dijumpai pada penderita dengan obesitas yaitu hingga 74% dan
prevalensinya berhubungan dengan tingkat obesitas.
Pada penelitian ini rerata IMT pada kelompok subyek dengan skin tag yaitu 27,4 ±
2,3 lebih tinggi dibandingkan kelompok tanpa skin tag 23,5 ± 1,9 dengan beda rerata 3,9
dan nilai p < 0,001. Pada penelitian ini, subyek pada kelompok dengan skin tag rata-rata
mengalami overweight dibandingkan pada kelompok tanpa skin tag yang rata-rata adalah
normal weight.
Etiopatogenesis skin tag belum diketahui secara pasti dan banyak faktor yang
berperan dalam terjadinya lesi ini dan salah satu faktor yang berperan adalah adanya
suseptibilitas genetik. Kelemahan penelitian ini adalah tidak mengidentifikasi adanya faktor
genetik pada setiap sampel disebabkan oleh keterbatasan biaya penelitian untuk memastikan
adanya gen yang berperan dalam terjadinya skin tag.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu:
1. Terdapat korelasi positif sangat kuat antara kadar leptin serum dengan jumlah
lesi skin tag (r = 0,912; nilai P < 0,001).
2. Terdapat korelasi positif kuat antara IMT dengan jumlah lesi skin tag (r –
0,612; nilai P < 0,001).
3. Rerata kadar leptin serum lebih tinggi pada kelompok subyek dengan skin tag
( 21,5±16,9) dibandingkan tanpa skin tag (4,6±2,2), nilai P < 0,001.
4. Rerata IMT lebih tinggi pada kelompok subyek dengan skin tag (27,4±2,3)
dibandingkan tanpa skin tag (23,5±1,7), nilai P < 0,001.
7.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk membuktikan adanya hubungan
kausalitas antara variabel kadar leptin serum dan IMT dengan variabel jumlah lesi skin tag
serta kaitannya dengan berbagai tipe lesi skin tag. Mengingat skin tag merupakan salah satu
penanda adanya gangguan metabolisme lipid dan dapat menyebabkan terjadinya sindroma
metabolik serta pengakit kardiovaskular maka pada penelitian selanjutnya perlu dicari
hubungan kausalitas antara variabel profil lipid penderita dengan peningkatan jumlah lesi
skin tag.
DAFTAR PUSTAKA
Ahima, R.S., Prabakaran, D., Flier, J.S. 1998. Postnatal leptin surge and regulation of
circadian rhythm of leptin by feeding; implications for energy homeostasis and
neuroendocrine function. J Clin Invest, 101:1020-27.
Allegue, F., Fachal, C., Perez, L. 2008. Friction induced skin tags. DOJ, 14(3):18-23.
Artwohl, M., Roden, M., Holzenbein, T., Freudenthaler, A., Waldhausl, W., Baumgartner-
Parzer, S.M. 2002. Modulation by leptin of proliferation and apoptosis in vascular
endothelial cells. Int J Obes Relat Metab Disord, 26(4):577–80.
Auwerx, J., Staels, B. 1998. Leptin: review article. The Lancet; 351:737–42.
BPPK (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan) RI. 2010.
Laporan Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan RI 2010.
Barbato, M.T., Kris-da-Silva, A., Guerine, M.B., Criado, P.R., Averbeck, E., Bittencourt-
de-Sa, N. 2012. Association of acanthosis nigricans and skin tag with insulin
resistance. An Bras Dermatol, 87(1):97-104.
Bjørbaek, C., Kahn, B.B. 2004. Leptin signaling in the central nervous system and the
periphery. Recent Prog Horm Res, 59:305–31.
Bornstein, S.R., Uhlmann K., Haidan, A., Ehrhart-Bornstein, M., Scherbaum, W.A. 1997.
Evidence for a novel peripheral action of leptin as a metabolic signal to the adrenal
gland. Leptin inhibits cortisol release directly. Diabetes, 46:1235-38.
Bouloumie, A., Drexler, H.C., Lafontan, M., Busse, R. 1998. Leptin, the product of Ob
gene, promotes angiogenesis. Circ Res, 83(10):1059–66.
Bray, G.A. 2007. Costs, pathology and health risks of obesity and the metabolic syndrome.
In : Bray GA, The metabolic syndrome and obesity, 1stedition, Humana Press Inc, New
Jersey. p. 67-92.
Cao, R., Brakenhielm, E., Wahlestedt, C., Thyberg, J., Cao, Y. 2001. Leptin induces
vascular permeability and synergistically stimulates angiogenesis with FGF-2 and
VEGF. Proc Natl Acad Sci USA, 98(11):6390–95.
Casanueva, F.F., Dieques, C. 1999. Neuroendokrin regulation and actions of leptin.
Frontiers in Neuroendocrinologiy, 20:317-36.
Cerman, A.A., Bozkurt, S., Sav, A., Tulunay, A., Elbas, M.O., Ergun, T. 2008. Serum leptin
levels, skin leptin and leptin reseptor expression in psoriasis. Br J Dermatol, 159:820-
26.
Crook, M.A. 2000. Skin tags and the atherogenic lipid profile. J Clin Pathol, 53:873-74.
Cusin, I., Sainsbury, A., Doyle, P., Rohner-Jeanrenaud, F., Jeanrenaud, B. 1995. The ob gen
and insulin. A relationship leading to clues to the understanding of obesity. Diabetes,
44(12):1467-70.
Dagogo-Jack, S., Selke, G., Melson, A.K. 1997. Robust leptin secretory responses to
dexamethasone in obese subjects. J Clin Endocrinol Metab, 82(10):3230-33.
Dahlan, M.S. 2008. Menentukan Rumus Besar Sampel. Dalam: Besar Sampel dan Cara
Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, edisi 2. Salemba
Medika. h. 17-19.
Dianzani, C., Calvieri, S., Pierangeli, A., Imperi, M., Bucci, M., Degener, A.M. 1998. The
detection of human papillomavirus DNA in skin tags. Br J Dermatol, 138:649-51.
Erkek, E., Kisa, U., Bagci, Y., Sezikli, H. 2011. Leptin resistance and genetic predisposition
as potential mechanisms in the development of skin tags. Hongkong J Dermatol.
Venerol, 19:108-14.
Faggioni, R., Feingold, K.R., Grunfeld, C. 2001. Leptin regulation of the immune response
and the immunodeficiency of malnutrition. The FASEB Journal, 15:2565-71.
Fain, J.N., Madan, A.K., Hiler, M.L., Cheema, P., Bahouth, S.W. 2004. Comparison of the
release of adipokines by adipose tissue, adipose tissue matrix, and adipocytes from
visceral and subcutaneous abdominal adipose tissues of obese humans. Endocrinology,
145:2273–82.
Fairfield, K.M., Willett, W.C., Rosner, B.A., Manson, J.E., Speizer, F.E., Hankinson, S.E.
2002. Obesity, weight gain, and ovarian cancer. Obstet Gynecol, 100(2):288-96.
Frederich, R.C., Hamann, A., Anderson, S., Lollman, B., Lowell, B.B, Flier, J.S. 1995.
Leptin level reflect body lipid content in mice evidence for diet-induced resistance to
leptin action. Nat Med, 1:1311-14.
Friedman, J.M., Halaas, J.L. 1998. Leptin and the regulation of body weight in mammals.
Nature, 395:763-70.
Glasow, A., Haidan, A., Hilbers, U., Breidert, M., Gillespie, J., Scherbaum, W.A. 1998.
Expression of Ob receptor in normal human adrenals: differential regulation of
adrenocortical and adrenomedullary function by leptin. J Clil Endocrinol and Metab,
83:4459-66.
Glasow, A., Kiess, W., Anderegg, U., Berthold, A., Bottner, A., Kratzsch, J. 2001.
Expression of leptin (Ob) and leptin reseptor (Ob-R) in human fibroblasts: regulation of
leptin secretion by insulin. J Clin Endocrinol Metab, 86:4472-79.
Gorpelioglu, C., Erdal, E., Ardicoglu, Y., Adam, B., Sarifakioglu, E. 2009. Serum leptin,
atherogenic lipids and glucose levels in patients with skin tags. Indian J Dermatol,
2009;54:20-22.
Guo, Z., Jiang, H., Xu, X., Duan, W., Mattson, M.P. 2008. Leptin-mediated cell
survival signaling in hippocampal neurons mediated by JAK STAT3 and
mitochondrial stabilization. J Biol Chem, 283:1754–63.
Haslam, D.W., James, W.P.T. 2005. Obesity. Lancet, 366:1197-209.
Holness, M.J., Munns, M.J., Sugden, M.C. 1999. Current concepts concerning the
role of leptin in reproductive fuction. Mol Cell Endocrinol, 157:11-20.
Inoue, S., Zimmet, P., Caterson, I. 2000. The Asia Pacific Perspective; Redefining
Obesity and Its Treatment. Health Communication, Australia. p. 9-11.
Johnston, A., Arnadotti, S., Gudjonsson, J.E. 2008. Obesity in psoriasis: leptin and
resistin as mediators of cutaneous inflammation. Br J Dermatol, 159:342-
50.
Kanda, N., Watanabe, S. 2008. Leptin enhances β-defensin-2 production in human
keratinocytes. Endocrinology, 149:5189-98.
Kazmi A.,Sattar A., Hashim R., Khan S.P., Younus M., Khan F.A. 2013. Serum Leptin
Values in the Healthy Obese and tanpa-Obese Subjects of Rawalpindi. Journal Pak
Med; 63:245-248
Kershaw, E.E., Flier, J.S. 2004. Adipose tissue as an Endocrine Organ. J Clin Endocrinol
Metab, 89:2548–56.
Korbonits, M., Trainer, P.J., Little, J.A., Edwards, R., Kopelman, P.G., Besser, G.M. 1997.
Leptin levels do not change acutely with food administration in normal or obese
subjects, but are negatively correlated with pituitary±adrenal activity. Clinical
Endocrinology, 46:751-57.
Kume, K., Satomura, K., Nishisho, S., Kitaoka, E., Yamanouchi, K., Tobiume, S.,
Nagayama, M. 2002. Potential role of leptin in endochondral ossification. J Histochem
Cytochem, 50(2):159–69.
Laksmi-Dewi, B.A.A.A., Puspawati, M.D., Wardhana, M. 2010. Profil Tumor Jinak Kulit
Pada Pasien Dewasa Di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Sanglah Denpasar Periode
Januari 2005-Desember 2008. Buku Makalah Lengkap II Pertemuan Ilmiah Tahunan
XI PERDOSKI. Bali 2010.
Levine, N. 1996. Brown patches, skin tags on axilla. Are this patient’s velvety plaques
related to this obesity and diabetes? Geriatric, 51:27-30.
Lord, G.M. 1998. Leptin modulates the T-cell immune response and reverses starvation
induced immunosuppression. Nature, 394:891–97.
Machinal-Quelin, F., Dieudonne, M.N., Pecquery, R., Leneveu, M.C., Giudicelli, Y. 2002.
Direct in vitro effects of androgens and estrogens on ob gene expression and leptin
secretion in human adipose tissue. Endocrine, 18(2):179-84.
Murad, A., Nath, A.K., Cha, S.T., Demir, E., Flores-Riveros, J., Sierra-Honigmann, M.R.
2003. Leptin is an autocrine /paracrine regulator of wound healing. FASEB J, 17:1895-
97.
Park, H.Y., Kwon, H.M., Lim, H.J., Hong, B.K., Lee, J.Y., Park, B.E., Jang, Y., Cho, S.Y.,
Kim, H.S. 2001. Potential role of leptin in angiogenesis: Leptin induces endothelial cell
proliferation and expression of matrix metalloproteinases in vivo and in vitro. Exp Mol
Med, 33(2):95–102.
Peelman, F., Couturier, C., Dam, J., Zabeau, L., Tavernier, J., Jockers, R. 2006. Techniques:
new pharmacological perspectives for the leptin receptor. Trends Pharmacol Sci,
27:218–25.
Poeggeler, B., Schulz, C., Pappolla, M.A., Bodo, E., Tiede, E., Lehnert, H., Paus, R. 2010.
Leptin and the skin: a new frontier. Exp Dermatol, 19:12–18.
Rasi, A., Arabshahi, R.S., Shahbazi, N. 2007. Skin tag as acutaneous marker for impaired
carbohydrate metabolism: a case-control study. Int J of Dermatol, 46:1155-59.
Rezzonico, J., Rezzonico, M., Pusiol, A., Pitoia, F., Niepomniszcze, H. 2009. High
prevalence of thyroid nodules in patients with achrocordons (skin tags). Possible role of
insulin resistance. Medicina. 2009;69:302-04.
Rippe, J., McInnis, K., Melanson, K. 2001. Physician Involvement in the Management of
Obesity as A Primary Medical Condition. Obesity Research. p. 302 –11.
Safoury O.E., dan Ibrahim M. 2011. A Clinical Evaluation of Skin Tags in Relation to
Obesity, Type 2 Diabetes Mellitus, Age, and Sex. Indian Journal of Dermatology;
56:393-397
Safoury, O.E., Fawzy, M.M., Abdel-Hay, R.M., Hassan, A.S., El-Maadawi, Z.M., Rashed,
L.A. 2010. Increased tissue leptin hormone level and mast cell count in skin tags: a
possible role of adipoimmune in the growth of benign skin growths. Indian J Dermatol
Venereol Leprol, 76:538-42.
Safoury, O.E., Rashid, L., Ibrahim, M. 2009. The Role of Androgen and Estrogen Reseptors
Alpha and Beta in the Pathogenesis of Skin Tags. Indian J Dermatol, 20:71-78.
Sari, R., Akman, A., Alpsoy, E., Balci, M.K. 2010. The metabolic profile in patients with
skin tags. Clin Exp Med, 10:193-97..
Sierra-Honigmann, M.R., Nath, A.K., Murakami, C., Garcia-Cardena, Papapetropoulos, A.,
Sessa, W.C., Madge, L.A., Schechner, J.S., Schwabb, M.B., Polverini, P.J., Flores-
Riveros J.R. 1998. Biological action of leptin as an angiogenic factor. Science,
281(5383):1683–86.
Sudy, E., Urbina, F., Maliqueo, M., Sir, T. 2008. Screening of glucose/insulin metabolic
alterations in men with multiple skin tags on the neck. J Dtsch Dermatol Ges, 6:852-56.
Sumikawa, Y., Nakajima, T., Inui, S., Itami, S. 2008. Leptin is a paracrine regulator of hair
cycle. J Invest Dermatol, 128:146-376.
Thomas, V.D., Snavely, N.R., Lee, K.K., Swanson, N.A. 2012. Benign Epithelial Tumors,
Hamartomas, and Hyperplasias. In: Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller,
A.S., Leffell, D.J., Wolff, K., editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine.
8th.
Ed. New York: MacGraw-Hill. p.1319-36.
Tumbelaka A.R., Riono P., Sastroasmoro., Wirjodiarjo M., Pudjiastuti P., Firman K. 2007.
Pemilihan Uji Hipotesis dalam: Sastroasmoro S., dan Imael S., editor. Dasar-dasar
Metodelogi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto. P.295-296
Wauters, M., Considine, R.V., Van-Gaal, L.F. 2000. Human leptin: from an adipocyte
hormone to an endocrine mediator. Eur J Endocrinol, 143:293-311.
Weedon, D. 2010. Tumors and tumor-like proliferations of fibrous and related tissues. In
Strutton G Weedon’s Skin Pathology, 3rd
Ed. Churchill Livingstone, 2010: p: 810-44.
WHO. 2000. Obesity: preventing and managing the global epidemic: report of a WHO
consultation. World Health Organ Tech Rep Ser. 894. p. 1-253.
Woo, K.S., Chook, P., Yu, C.W. 2004. Effects of Diet and Exercise on Obesity-related
Vascular Dysfunction in Children. Circulation. p. 1981-86.
Woods, A.J., Stock, M.J. 1996. Leptin activation in hypothalamus. Nature, 381:745-55.
Wu, D.M., Shen, M.H., Chu, N.F. 2002. Relationship between plasma leptin levels and lipid
profiles among school children in Taiwan-The Taipe Children Heart Study. Eur J of
Epid, 17:911-16.
Yosipovitch, G., De-Vore, A., Dawn, A. 2007. Obesity and the Skin: Skin Physiology and
Skin Manifestations of Obesity. J Am Acad Dermatol, 56: 901-16.
Zhang, H.H., Kumar, S., Barnett, A.H., Eggo, M.C. 2000. Tumour necrosis factor-alpha
exerts dual effects on human adipose leptin synthesis and release. Mol Cell Endocrinol,
159(2):70-88.
Zhang, Y., Proenca, R., Maffei, M., Barone, M., Leopold, L., Friedman, J.M. 1994.
Positional cloning of the mouse obese gene and its human homologue. Nature,
372:425–432.
Lampiran 3
INFORMASI / PENJELASAN PENELITIAN
“Kadar Leptin Serum dan Indeks Massa Tubuh Berkorelasi Positif dengan
Jumlah Lesi Skin Tag”
Trimakasih atas waktu anda dan kami sangat mengharapkan keikut-sertaan anda dalam
penelitian yang dilaksanakan oleh dr. Putu Agus Gautama. Penelitian ini akan
mengikutsertakan 55 orang pasien skin tag. Bacalah informasi ini dengan baik sebelum
anda memutuskan setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini. Apabila anda belum mengerti
dan belum jelas mengenai informasi ini, silakan untuk mengajukan pertanyaan.
Skin tag sering terdapat pada seseorang dengan kegemukan atau obesitas, berusia lebih
dari dekade ke empat namun juga dapat muncul pada usia yang lebih muda. Lesi sering
terdapat pada daerah lipatan dan sering terjadi gesekan seperti pada leher, kelopak mata,
ketiak, lipatan paha, jarang pada punggung. Gambaran klinis lesi skin tag berupa papul
sewarna kulit bertangkai dengan ukuran diameter 0,1-0,2 cm, kadang dapat timbul lesi yang
besar dengan diameter 1 cm bertangkai berisi sel-sel lemak didalamnya dikelilingi jaringan
ikat longgar.
Penyebab pasti skin tag belum diketahui secara pasti namun beberapa faktor yang
berhubungan dengan penyakit ini adalah kegemukan, gangguan metabolisme lemak dan
karbohidrat, penuaan, gangguan hormon tiroid, kehamilan, menopause dan adanya
kerentanan genetik. Beberapa penelitian mengungkapkan adanya kaitan antara kegemukan
dengan skin tag dan kaitan antara kadar leptin serum yang dihasilkan oleh sel-sel lemak
dalam tubuh dengan terjadinya skin tag. Untuk mengetahui tingkat obesitas atau kegemukan
seseorang maka perlu dilakukan pengukuran indeks massa tubuh (IMT). Makin gemuk
seseorang maka diduga makin mudah dan makin banyak lesi skin tag yang ditemukan pada
kulitnya.
Pengobatan skin tag biasanya mudah dengan melakukan pengangkatan lesi dengan
shave biopsy, elektrokauter atau tindakan pengangkatan sederhana lainnya. Pengobatan
dengan cara pengangkatan lesi tidak menjamin lesi akan hilang selamanya namun dapat
terjadi kekambuhan pada tempat yang sama atau muncul pada tempat lainnya.
Berkaitan dengan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi
kadar leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag yang terdapat pada tubuh. Bila
terbukti berkorelasi positif antara kadar leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag
maka perlu dilakukan evaluasi terhadap pola makan dan perlunya berolahraga secara teratur
untuk mengurangi timbunan lemak dalam tubuh. Timbunan lemak dalam tubuh akan
menghasilkan kadar leptin serum yang tinggi dan hal ini kemungkinan dapat memicu
terjadinya lesi skin tag yang banyak.
Prosedur yang berkenaan dengan penelitian ini meliputi anamnesia, pemeriksaan fisik
umum dan pemeriksaan darah sampel. Pengambilan serum darah yang diambil dari darah
vena sebanyak 5 mililiter untuk pemeriksaan leptin serum. Pengukuran IMT dilakukan
dengan cara menghitung berat dan tinggi badan kemudian dimasukkan kedalam rumus IMT.
Seluruh lesi skin tag pada permukaan kulit dihitung dan dicatat jumlahnya. Semua
pemeriksaan darah sampel dan tindakan lainnya tidak dipungut biaya.
Jika terjadi hal-hal yang tidak terduga akan menjadi tanggung jawab peneliti untuk
mengantisipasinya sesuai protokol yang berlaku. Segala prosedur ini hanya dapat dilakukan
bila telah mendapat ijin dari anda dan dengan menanda tangani pernyataan kesediaan
(terlampir) setelah anda mengerti maksud, tujuan, manfaat dan prosedur penelitian ini.
Data dari hasil pemeriksaan dan wawancara ini akan dikumpulkan ke dalam komputer
dengan kode nama untuk menjaga kerahasiaan identitas anda. Hanya dokter peneliti yang
mengetahui data-data kesehatan anda yang berkaitan dengan penelitian ini. Namun bila anda
ingin mengetahuinya anda dapat memperolehnya dari kami. Data ini mungkin akan
dipublikasi tanpa mencantumkan identitas dari mana data tersebut diperoleh.
Apabila selama keikutsertaan anda dalam penelitian ini terdapat hal-hal yang dirasakan
mengganggu dan merugikan, anda dapat mengundurkan diri atau membatalkan keikut
sertaan anda ini, tanpa prasyarat apapun.
Berkaitan dengan hal ini atau sewaktu-waktu anda memerlukan informasi lebih lanjut
anda dapat menghubungi dr. Putu Agus Gautama.
Lampiran 4
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Sex & Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
Telepon :
Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai maksud, tujuan dan manfaat
penelitian ini serta mempertimbangkan berbagai hal, maka saya menyatakan setuju dan
bersedia ikut serta dalam penelitian ini.
Denpasar, ............................ 2013
Tanda tangan pasien Peneliti
................................... dr. Putu Agus Gautama
Saksi
....................................
Lampiran 5
FORMULIR PENELITIAN
“Kadar Leptin Serum dan Indeks Massa Tubuh Berkorelasi Positif dengan
Jumlah Lesi Skin Tag”
No/RM : Tanggal :
Nama : Umur:
Alamat :
Pekerjaan :
Status WNI / WNA:
ANAMNESIS
Keluhan utama:
Apakah keluhan tersebut 1. Pertama kali atau 2. Berulang
Lokasi lesi skin tag? .(Sebutkan lokasinya: ..........................................
Jumlah lesi skin tag? (Konfirmasi dengan melakukan pemeriksaan fisik) ...........
Riwayat penyakit dahulu dan masih diderita saat ini : (Penyakit tersebut didiagnosis oleh
dokter, seperti diabetes melitus atau penyakit lainnya)
(bila ada sebutkan jenisnya) : _________________________________
Riwayat Keluarga
Apakah ada anggota keluarga sedarah (ayah, ibu, saudara kandung, sepupu, keponakan,
paman atau bibi, kakek atau nenek) yang menderita skin tag?
1) Ya 2). Tidak
Riwayat Kehamilan Saat Ini
1) Ya 2). Tidak
Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Terapi:
PEMERIKSAAN FISIK
Berat badan (dalam satuan kg) :
Tinggi badan (dalam satuan meter) :
IMT (dalam satuan kg/m2) :
PEMERIKSAAN DERMATOLOGI
Lokasi (lihat pada gambar) :
Effloresensi :
Jumlah lesi skin tag :
Lokasi Lesi Skin Tag
Kadar Leptin Serum: ………..…..ng/ml.
Lampiran Out Put SPSS
T-Test
Group Statistics
penderita
skintag N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Umur skintag 55 44.5818 11.28042 1.52105
non skintag 25 33.2400 11.30000 2.26000
BMI skintag 55 27.3705 2.32681 .31375
non skintag 25 23.4536 1.86856 .37371
Kadar_Leptin skintag 55 21.4516 16.86986 2.27473
non skintag 25 4.5740 2.21541 .44308
Jumlah_Lesi skintag 55 12.7091 6.88711 .92866
non skintag 25 .0000 .00000 .00000
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Umur Equal variances assumed .202 .654 4.166 78
Equal variances not assumed 4.163 46.433
BMI Equal variances assumed .500 .482 7.395 78
Equal variances not assumed 8.027 57.139
Kadar_Leptin Equal variances assumed 8.399 .005 4.966 78
Equal variances not assumed 7.283 57.988
Jumlah_Lesi Equal variances assumed 36.085 .000 9.195 78
Equal variances not assumed 13.685 54.000
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference
Umur Equal variances assumed .000 11.34182 2.72239
Equal variances not assumed .000 11.34182 2.72419
BMI Equal variances assumed .000 3.91695 .52970
Equal variances not assumed .000 3.91695 .48795
Kadar_Leptin Equal variances assumed .000 16.87764 3.39870
Equal variances not assumed .000 16.87764 2.31748
Jumlah_Lesi Equal variances assumed .000 12.70909 1.38223
Equal variances not assumed .000 12.70909 .92866
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Umur Equal variances assumed 5.92195 16.76169
Equal variances not assumed 5.85969 16.82394
BMI Equal variances assumed 2.86240 4.97149
Equal variances not assumed 2.93989 4.89400
Kadar_Leptin Equal variances assumed 10.11134 23.64393
Equal variances not assumed 12.23867 21.51660
Jumlah_Lesi Equal variances assumed 9.95728 15.46090
Equal variances not assumed 10.84724 14.57094
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jenis_Kelamin * penderita
skintag
80 100.0% 0 .0% 80 100.0%
Jenis_Kelamin * penderita skintag Crosstabulation
penderita skintag
skintag non skintag Total
Jenis_Kelamin laki Count 22 20 42
% within penderita skintag 40.0% 80.0% 52.5%
perempuan Count 33 5 38
% within penderita skintag 60.0% 20.0% 47.5%
Total Count 55 25 80
% within penderita skintag 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 11.028a 1 .001
Continuity Correctionb 9.482 1 .002
Likelihood Ratio 11.652 1 .001
Fisher's Exact Test .001 .001
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.88.
b. Computed only for a 2x2 table
Correlations
Correlations
Kadar_Leptin BMI Jumlah_Lesi
Kadar_Leptin Pearson Correlation 1 .649** .803
**
Sig. (1-tailed) .000 .000
N 80 80 80
BMI Pearson Correlation .649** 1 .750
**
Sig. (1-tailed) .000 .000
N 80 80 80
Jumlah_Lesi Pearson Correlation .803** .750
** 1
Sig. (1-tailed) .000 .000
N 80 80 80
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jumlah_Lesi 55 100.0% 0 .0% 55 100.0%
Kadar_Leptin 55 100.0% 0 .0% 55 100.0%
BMI 55 100.0% 0 .0% 55 100.0%
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Jumlah_Lesi .162 55 .001 .878 55 .000
Kadar_Leptin .218 55 .000 .591 55 .000
BMI .132 55 .018 .921 55 .001
a. Lilliefors Significance Correction
Nonparametric Correlations
Correlations
Kadar_Leptin BMI Jumlah_Lesi
Spearman's rho Kadar_Leptin Correlation Coefficient 1.000 .636** .912
**
Sig. (1-tailed) . .000 .000
N 55 55 55
BMI Correlation Coefficient .636** 1.000 .612
**
Sig. (1-tailed) .000 . .000
N 55 55 55
Jumlah_Lesi Correlation Coefficient .912** .612
** 1.000
Sig. (1-tailed) .000 .000 .
N 55 55 55
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Curve Fit
Model Summary and Parameter Estimates
Dependent Variable:Jumlah_Lesi
Equation
Model Summary Parameter Estimates
R Square F df1 df2 Sig. Constant b1
Linear .558 66.839 1 53 .000 6.169 .305
The independent variable is Kadar_Leptin.
Curve Fit
Model Summary and Parameter Estimates
Dependent Variable:Jumlah_Lesi
Equation
Model Summary Parameter Estimates
R Square F df1 df2 Sig. Constant b1
Linear .377 32.028 1 53 .000 -37.012 1.817
Model Summary and Parameter Estimates
Dependent Variable:Jumlah_Lesi
Equation
Model Summary Parameter Estimates
R Square F df1 df2 Sig. Constant b1
Linear .377 32.028 1 53 .000 -37.012 1.817
The independent variable is BMI.
Regression
Variables Entered/Removed
Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1 BMI,
Kadar_Leptina
. Enter
a. All requested variables entered.
Model Summary
Model
R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .786a .618 .604 4.33557
a. Predictors: (Constant), BMI, Kadar_Leptin
Model Summary
Model
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .618 42.131 2 52 .000
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1583.891 2 791.945 42.131 .000a
Residual 977.455 52 18.797
Total 2561.345 54
a. Predictors: (Constant), BMI, Kadar_Leptin
Model Summary
Model
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .618 42.131 2 52 .000
b. Dependent Variable: Jumlah_Lesi
Cefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -16.230 7.850 -2.068 .044
Kadar_Leptin .239 .042 .587 5.739 .000
BMI .870 .303 .294 2.875 .006
a. Dependent Variable: Jumlah_Lesi
Coefficientsa
Model
95.0% Confidence Interval for B Collinearity Statistics
Lower Bound Upper Bound Tolerance VIF
1 (Constant) -31.983 -.478
Kadar_Leptin .156 .323 .703 1.423
BMI .263 1.477 .703 1.423
a. Dependent Variable: Jumlah_Lesi
Collinearity Diagnosticsa
Model
Dimensi
on
Variance Proportions
Eigenvalue Condition Index (Constant) Kadar_Leptin BMI
1 1 2.736 1.000 .00 .03 .00
2 .261 3.238 .00 .71 .00
3 .003 32.328 1.00 .26 1.00
a. Dependent Variable: Jumlah_Lesi