kadar nitric oxide plasma berkorelasi positif …

114
i TESIS KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF DENGAN INDEKS BAKTERI PADA PENDERITA KUSTA HERJUNI OEMATAN NIM 1114088206 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RS SANGLAH DENPASAR 2016

Upload: others

Post on 14-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

i

TESIS

KADAR NITRIC OXIDE PLASMA

BERKORELASI POSITIF DENGAN INDEKS BAKTERI

PADA PENDERITA KUSTA

HERJUNI OEMATAN

NIM 1114088206

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RS SANGLAH DENPASAR

2016

Page 2: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

ii

TESIS

KADAR NITRIC OXIDE PLASMA

BERKORELASI POSITIF DENGAN INDEKS BAKTERI

PADA PENDERITA KUSTA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

HERJUNI OEMATAN

NIM 1114088206

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

Page 3: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

iii

TESIS

KADAR NITRIC OXIDE PLASMA

BERKORELASI POSITIF DENGAN INDEKS BAKTERI

PADA PENDERITA KUSTA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Spesialis Kulit dan Kelamin pada

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

HERJUNI OEMATAN

NIM 1114088206

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RS SANGLAH DENPASAR

2016

Page 4: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

iv

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 20 JULI 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK, FINSDV

NIP. 19590330 198511 2 001

Dr. dr. AAGP. Wiraguna, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

NIP. 19560912 198412 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Ketua Program Studi

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Universitas Udayana/RSUP Sanglah

Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, SpGK

NIP. 195805211985031002

Dr.dr. Made Wardhana, Sp.KK(K), FINSDV

NIP. 19530811198102001

Page 5: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

v

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji

pada Tanggal 20 Juli 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana No: 3276/UN14.4/HK/2016, Tanggal: 18 Juli 2016

Ketua : Dr. dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK, FINSDV

Sekretaris : Dr. dr. AAGP. Wiraguna, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV

Anggota :

1. Prof. dr. Made Swastika Adiguna, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

2. Dr. dr. Made Wardhana, Sp.KK(K), FINSDV

3. Dr. dr. IGAA. Praharsini, Sp.KK, FINSDV

Page 6: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

vi

Page 7: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama penulis menaikkan Puji dan Syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha

Kuasa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang

berjudul “Kadar Nitric Oxide Plasma Berkorelasi Positif Dengan Indeks Bakteri Pada

Penderita Kusta”.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Dr. dr. Luh Made Mas Rusyati, SpKK, FINSDV dan Dr. dr. AAGP.

Wiraguna, SpKK(K), FINSDV, FAADV sebagai pembimbing yang selalu

membimbing serta memberikan saran dan pendapat sejak awal penyusunan tesis

hingga tesis ini dapat tersusun dengan baik. Saya menyadari bahwa proses

penyusunan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa sumbangan pikiran,

arahan, bimbingan, dorongan semangat dan bantuan lainnya yang sangat berharga

dari pembimbing. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada

Prof. dr. Made Swastika Adiguna, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV selaku kepala

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana yang telah mendukung penuh selama proses penyusunan tesis ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana,

Prof. DR. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD dan Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT, M.Kes, FICS, yang telah

memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan

menyelesaikan program pendidikan dokter spesialis I di Universitas Udayana.

Page 8: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

viii

Terima kasih kepada Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Prof. Dr.

dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) dan Ketua Program Pascasarjana Kekhususan

Kedokteran Klinik (Combined Degree), Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc,

SpGK, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa

Program Kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree). Terima kasih kepada

Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. I Wayan Sudana, M.Kes, karena telah

memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Bagian/SMF Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin serta memberikan ijin untuk melakukan penelitian di

RSUP Sanglah Denpasar.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. dr.

Made Wardhana, SpKK(K), FINSDV selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter

Spesialis I (KPS PPDS-I) Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar dan penguji, yang telah

memberikan kesempatan, bimbingan dan arahan sejak awal sampai akhir pendidikan.

Kepada Prof. dr. Made Swastika Adiguna, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV, dan Dr. dr.

IGAA. Praharsini, Sp.KK, FINSDV selaku penguji yang telah memberikan

bimbingan dan masukan dalam proses penyusunan dan penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih yang berikut penulis sampaikan kepada Laboratorium

Analitik Universitas Udayana Denpasar karena dengan adanya sarana dan prasarana

yang tersedia, dapat mendukung kelancaran penelitian ini. Terima kasih kepada

teman-teman seangkatan dr. Ary Wulandari, M.BioMed., Sp.KK, dr. Ida Ayu

Page 9: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

ix

Komang Utami Dewi, dr. Ni Made Dina Pranidya Ari, dr. Nieke Andina Wijaya, dr.

Gde Ngurah Arya Ariwangsa yang telah memberikan ide, saran, pendapat dan

bantuan dalam proses penyusunan tesis ini. Terimakasih kepada teman-teman

seperjuangan dr. Desak Made Putri Pidari, dr. Tjokorda Istri Oka Dwiprasetia

Handayani, dr. Dulce Madalena da Costa Alberto, dr. Azhar Ramadan Nonci yang

selalu memberikan semangat dan saling mendukung hingga akhir penyusunan tesis

ini. Terimakasih kepada senior dr. IGA. Made Sri Widyastuti, M.Biomed., Sp.KK

dan dr. I Putu Artana, M.Biomed., Sp.KK yang telah memberikan bantuan, motivasi

dan semangat dalam proses penyusunan tesis ini. Kepada sahabat dan teman yang

telah membantu saya dr. Veronica, dr. Nila Wardhani Batan, dr. Julianti, dr. Fresa

Nathania, dr. Christiana Paramita dan seluruh teman-teman residen lainnya yang

tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan dan

kerjasamanya dalam suka maupun duka selama menempuh pendidikan. Kepada

seluruh tenaga paramedis dan non medis di unit rawat jalan, ibu Ida Ayu Ketut

Ariningsih sebagai analis di Laboratorium Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin, seluruh staf dan pegawai di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin yang

telah membantu kelancaran dalam proses pendidikan dan penyelesaian tesis ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada ayah dan ibu terkasih, Ir.

Herman Arfaksad Oematan dan Iretty Juningsih Oematan-Ndun serta Oma terkasih

Regina Oematan-Taboy, sebagai orang tua yang telah mengasuh, membesarkan,

membimbing, dan memberikan dukungan moril serta materiil yang tiada henti.

Page 10: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

x

Kepada suami tercinta, Andrias Alexander Tonak, S. Si, Apt., terima kasih karena

telah mendukung, berkorban dan memberikan motivasi serta semangat dalam

menyelesaikan tesis dan pendidikan ini. Tak lupa penulis juga menyampaikan terima

kasih kepada Kakak tersayang Herjuno R. S. Oematan, SE dan Gratiana Sianto, SE

serta kedua keponakan tersayang Aby dan Ecel. Terakhir saya ucapkan terima kasih

kepada kedua sahabat saya Rosita Mulia, ST dan I Gde Indra Vitata Yuda, ST yang

selalu mendukung dan membantu saya dalam menyelesaikan tesis dan pendidikan ini.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis tetap memohon kritik,

masukan dan saran karena tentunya tesis ini sangat jauh dari sempurna.

Denpasar, Juni 2016

Penulis,

dr. Herjuni Oematan

Page 11: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xi

ABSTRAK

KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF DENGAN

INDEKS BAKTERI PADA PENDERITA KUSTA

Penyakit kusta adalah suatu penyakit infeksi granulomatosa kronis yang

disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M. leprae), bermanifestasi klinis sebagai

suatu spektrum luas tergantung dari respon imun pejamu yang diperankan oleh nitric

oxide (NO) sebagai komponen utama dari makrofag. Nitric oxide diproduksi di dalam

makrofag dengan bantuan enzim inducible nitric oxide synthase ketika terjadi induksi

oleh produk M. leprae yaitu phenolic glycolipid-1 dan beberapa sitokin. Penelitian ini

bertujuan untuk membuktikan adanya perbedaan rerata kadar NO plasma antara

subjek kusta tipe pausibasilar (PB) dengan subjek kusta tipe multibasilar (MB) serta

adanya korelasi antara kadar NO plasma dengan indeks bakteri pada penderita kusta.

Penelitian ini adalah penelitian cross sectional analitik yang melibatkan 51

subjek kusta yang terdiri dari 17 pasien kusta tipe PB dan 34 pasien kusta tipe MB.

Pada subjek kusta dilakukan pemeriksaan hapusan sayatan kulit untuk menentukan

nilai indeks bakteri berdasarkan skala logaritme Ridley’s dan pemeriksaan kadar NO

plasma dengan metode Greiss.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar NO plasma pada subjek kusta tipe

MB (150,98 ± 10,21 µmol/L; p < 0,001) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan

dengan subjek kusta tipe PB (133,15 ± 5,87 µmol/L) serta adanya korelasi positif

yang kuat antara kadar NO plasma dengan indeks bakteri, dengan nilai koefisien

korelasi (r) = 0,968 dan p < 0,001.

Simpulan pada penelitian ini adalah semakin tinggi nilai indeks bakteri maka

kadar NO plasma juga akan semakin tinggi yang dibuktikan dengan kadar NO plasma

pada subjek kusta tipe MB lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan subjek

kusta tipe PB serta adanya korelasi positif yang kuat antara kadar NO plasma dengan

indeks bakteri. Berdasarkan hasil penelitian ini maka kadar NO plasma dapat

dipertimbangkan sebagai parameter untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit

kusta dan dapat menjadi dasar pemikiran untuk melakukan penelitian lebih lanjut

dengan tujuan untuk mengetahui apakah kadar NO dapat menjadi faktor risiko

terhadap tingkat keparahan penyakit kusta

Kata kunci: kusta, indeks bakteri, kadar nitric oxide plasma

Page 12: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xii

ABSTRACT

NITRIC OXIDE PLASMA LEVELS ARE POSITIVELY CORRELATED

WITH THE BACTERIAL INDEX OF LEPROSY

Leprosy is a granulomatous chronic infection disease that caused by

Mycobacterium leprae (M. leprae), clinically manifested as a spectrum depends on

the host immune response represented by nitric oxide (NO) as the main component of

macrophage. Nitric oxide was produced inside of macrophage with the help of

inducible nitric oxide synthase enzyme when induced by M. leprae products such as

phenolic glycolipid-1 and few cytokines. This study purpose is to prove there are

differences in nitric oxide mean plasma levels between paucibacillary and

multibacillary subjects and shows there’s correlation between NO plasma levels with

bacterial index of leprosy patients.

This is an analytic cross sectional study involving 51 leprosy subjects consist of

17 PB and 34 MB leprosy patients. Slit skin smear examination were done on the

subjects to determine the bacterial index based on Ridley’s logarithm and NO plasma

level with Greiss method.

Study results show that NO plasma level mean on MB leprosy patients (150,98 ±

10,21 µmol/L; p < 0,001) is significantly higher compare to NO plasma level mean

on PB leprosy patients (133,15 ± 5,87 µmol/L) and also there’s a strong positive

correlation between NO plasma level with bacterial index, with correlation coefficient

(r) = 0,968 dan p < 0,001.

The conclusion from this study is that the higher leprosy bacterial index was,

plasma NO level will also increase. This was proven by plasma NO level on MB type

leprosy subjects was significantly higher than PB type leprosy subjects and there’s a

strong positive correlation between plasma NO level and leprosy bacterial index.

Based on this study we can suggest plasma NO level as one of the parameter to

determine leprosy severity and can act as based for further study to know plasma NO

level role as risk factor for leprosy severity.

Key words: leprosy, bacterial index, nitric oxide plasma level

Page 13: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ………………………………………………………….. i

PRASYARAT GELAR ……………………………………………………… ii

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………….. iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ………………………………………… v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ……………………………… vi

UCAPAN TERIMAKASIH …………………………………………………. vii

ABSTRAK …………………………………………………………………... xi

ABSTRACT …………………………………………………………………. xii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………… xiii

DAFTAR TABEL …………………………………………………………… xviii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………... xix

DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………………. xx

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xxiv

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………….. 1

1.1 Latar Belakang ………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………. 6

1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………….. 6

1.3.1 Tujuan Umum ……………………………………. 6

1.3.2 Tujuan Khusus …………………………………… 6

Page 14: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xiv

1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………… 6

1.4.1 Manfaat Teoritis ……………………………..….. 6

1.4.2 Manfaat Praktis ………………………………...… 7

1.4.2.1 Manfaat Untuk Klinisi …………………… 7

1.4.2.2 Manfaat Untuk Penderita ………………… 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………………………………………….. 8

2.1 Penyakit Kusta …………………………………………... 8

2.1.1 Definisi Penyakit Kusta ………………………... 8

2.1.2 Epidemiologi Penyakit Kusta ……………..…… 8

2.1.3 Etiologi Penyakit Kusta ……………………….. 9

2.1.4 Penularan Penyakit Kusta ……………………… 10

2.1.5 Faktor Risiko Penyakit Kusta ………………….. 10

2.1.6 Imunopatologi Penyakit Kusta …………………. 11

2.1.7 Penegakan Diagnosis Penyakit Kusta …………. 15

2.1.8 Pemeriksaan Hapusan Sayatan Kulit ………….. 16

2.1.9 Klasifikasi Penyakit Kusta …………………….. 19

2.1.10 Penatalaksanaan Penyakit Kusta ………………. 21

2.2 Nitric Oxide ……………………………………………… 21

2.2.1 Definisi Nitric Oxide …………………………… 21

2.2.2 Biosintesis Nitric Oxide …………………...…… 22

2.2.3 Mekanisme Regulasi Produksi Nitric Oxide …… 24

Page 15: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xv

2.2.4 Regulator Produksi Nitric Oxide oleh iNOS …… 26

2.2.5 Jalur Nitric Oxide dan Aktivitas Antimikroba …. 27

2.2.6 Peran Nitric Oxide Pada Penyakit Kusta ………. 31

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN .……..…………………………………………...

36

3.1 Kerangka Berpikir ……………………………………….. 36

3.2 Kerangka Konsep ………………………………………... 37

3.3 Hipotesis Penelitian ……………………………………… 38

BAB IV METODE PENELITIAN ……………………………………… 39

4.1 Rancangan Penelitian ……………………………………. 39

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………. 39

4.3 Penentuan Sumber Data …………………………………. 40

4.3.1 Populasi Target ……………….………………... 40

4.3.2 Populasi Terjangkau ……………………………. 40

4.3.3 Sampel Penelitian ………………………………. 40

4.3.3.1 Kriteria Inklusi ………………………. 40

4.3.3.2 Kriteria Eksklusi ……………………. 40

4.3.4 Besar Sampel …………………………………... 41

4.4 Variabel Penelitian …………………………………...…. 42

4.4.1 Klasifikasi dan Identifikasi Variabel …………... 42

4.4.2 Definisi Operasional Variabel …………………. 43

Page 16: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xvi

4.5 Bahan Penelitian …………………………………………. 49

4.6 Instrumen Penelitian …………………………………….. 49

4.6.1 Instrumen ………………………………………. 49

4.6.2 Reagen …………………………………………. 50

4.7 Prosedur Penelitian ……………………………………… 51

4.8 Analisis Data …………………………………………….. 57

4.9 Etika Penelitian ………………………………………….. 58

BAB V HASIL PENELITIAN …………………………………………. 59

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ………………………….. 59

5.2 Uji Normalitas Data ……………………………………... 61

5.3 Komparasi Kadar Nitric Oxide Plasma pada Subjek Kusta

Tipe PB dan Kusta Tipe MB …………………………….

62

5.4 Korelasi Kadar Nitric Oxide plasma dengan Indeks

Bakteri pada Subjek Kusta ……………………………….

66

5.5 Analisis Regresi Linier Hubungan Kadar NO Plasma

dengan Indeks Bakteri ……………………………………

67

BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………….. 68

6.1 Karakteristik Subjek Penelitian ………………………….. 68

6.2 Komparasi Kadar Nitric Oxide Plasma pada Subjek Kusta

Tipe Pausibasilar dengan Kusta Tipe Multibasilar ………

74

6.3 Korelasi Kadar Nitric Oxide Plasma dengan Indeks

Bakteri pada Subjek Kusta ……………………………….

77

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………. 80

Page 17: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xvii

7.1 Simpulan ………………………………………………… 80

7.2 Saran …………………………………………………….. 80

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 81

LAMPIRAN …………………………………………………………………. 89

Page 18: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Spektrum Penyakit Kusta Berdasarkan Ridley dan Jopling Tahun 1966 . 20

Tabel 2.2 Klasifikasi Penyakit Kusta Berdasarkan WHO Tahun 1998…………….. 20

Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Kusta ……………………………………………… 61

Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data ………………………………………………. 62

Tabel 5.3 Hasil Analisis Perbandingan Kadar Nitric Oxide Plasma Antara

Subjek Kusta Tipe Pausibasilar dengan Kusta Tipe Multibasilar ……….

63

Tabel 5.4 Hasil Analisis Perbandingan Kadar Nitric Oxide Plasma antara Subjek

Kusta yang Sudah Mendapatkan Terapi MDT dengan yang Belum

Mendapatkan Terapi MDT ………………………………………………

65

Tabel 5.5 Hasil Uji Korelasi Kadar Nitric Oxide Plasma dengan Indeks Bakteri …. 66

Tabel 5.6 Hasil Analisis Regresi Linier Hubungan Kadar Nitric Oxide Plasma

dengan Indeks Bakteri pada Subjek Kusta ………………………………

67

Page 19: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Imunopatologi Penyakit Kusta ………………………………………... 13

Gambar 2.2 Mekanisme Perlekatan M. leprae dengan Sel Schwann ……………… 14

Gambar 2.3 Mekanisme Kerusakan Saraf ….……………………………………… 15

Gambar 2.4 Biosintesis NO dan Citruline dari L-arginine serta Molekul Oksigen .. 23

Gambar 2.5 A. Struktur Utama Enzim iNOS Manusia …………………………….

B. Model untuk Organisasi Dimer iNOS ……………………………..

26

26

Gambar 2.6 Mekanisme Kerja NO pada Differensiasi Sel T ……………………… 27

Gambar 2.7 Jalur Nitric Oxide dan Aktivitas Antimikroba ………………………... 28

Gambar 2.8 Jalur Metabolik Respon Imun Pada Penyakit Kusta ………………….. 33

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian …………………………………... 37

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Cross-Sectional ……………………………….. 39

Gambar 4.2 Bagan Hubungan antar Variabel Penelitian …………………………. 43

Gambar 4.3 Alur Penelitian ………………………………………………………... 56

Gambar 5.1 Grafik Box Plot Perbandingan Kadar Nitric Oxide Plasma Antara

Subjek Kusta Tipe Pausibasilar dengan Kusta Tipe Multibasilar …….

63

Gambar 5.2 Grafik Box Plot Perbandingan Kadar Nitric Oxide Plasma antara

Subjek Kusta yang Sudah Mendapatkan Terapi MDT dengan yang

Belum Mendapatkan Terapi MDT …………………………………....

65

Gambar 5.3 Grafik Box Plot Kadar Nitric Oxide Plasma dengan Indeks Bakteri …. 66

Page 20: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xx

DAFTAR SINGKATAN

AL : Argininosuccinate lyase

APC : Antigen presenting cell

AS : Argininosuccinate synthetase

BB : Borderline-borderline

BCG : Bacillus Calmette-Guerin

BH4 : (6R)-tetrahydrobiopterin

BL : Borderline-lepromatous

BT : Borderline-tuberculoid

BTA : Basil tahan asam

Ca2+ :

Kalsium bebas dalam sitosol

CaM : Calmodulin

CAT : Cationic amino acid transporters

CD4+ : Cluster of differentiation 4+

CD8+ : Cluster of differentiation 8+

cGMP : Cyclic guanosine monophosphate

cNOS : Constitutive nitric oxide synthase

CR3 : Reseptor komplemen 3

DA : Dermatitis atopik

ENL : Eritema nodusum leprosum

Page 21: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxi

eNOS : Endhotelial nitric oxide synthase

FAD : Flavin adenine dinucleotide

FMN : Flavin mononucleotide

GTP-CH I : Guanosine 5’-triphosphate cyclohydrolase I

IB : Indeks bakteri

IFN-β : Interferon-beta

IFN-γ : Interferon-gamma

IgE : Immunoglobulin E

IL-10 : Interleukin-10

IL-12 : Interleukin-12

IL12-Rβ : Reseptor beta-interleukin 12

IL-17 : Interleukin-17

IL-4 : Interleukin-4

IL-5 : Interleukin-5

IM : Indeks morfologi

iNOS : Inducible nitric oxide synthase

KTP : Kartu tanda penduduk

LL : Lepromatous

L-NAME : Nitro-L-arginin methyl ester

L-NMMA : NG-monomethyl-L-arginin

M. leprae : Mycobacterium leprae

Page 22: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxii

MB : Multibasilar

MDT : Multidrug treatment

MH : Morbus Hansen

NADPH : Nicotineamide adenine dinucleotide phosphate

NF-κB : Nuclear factor kappa B

nNOS : Neuronal nitric oxide synthase

NO : Nitric oxide

NO- : Ion nitroxyl

NO* :

Radikal bebas neutral

NO+ :

Ion nitrosium

NO2- :

Nitrit

NO3- : Nitrat

NOS : Nitric oxide synthase

ODC : Ornithine decarboxylase

PB : Pausibasilar

PGL-1 : Phenolic glycolipid-1

RFT : Release from treatment

RNI : Reactive nitrogen intermediates

ROM : Rifampisin, ofloksasin, minosiklin

RR : Reaksi reversal

RSUP : Rumah sakit umum pusat

Page 23: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxiii

SLPB : Single lesion paucibacillary

SMAD : Small ’mother againts’ decapentaplegic

TGF-β : Tumor growth factor beta

Th1 : T helper 1

Th2 : T helper 2

TLR1 : Toll-like receptor 1

TLR2 : Toll-like receptor 2

TLRs : Toll-like receptor

TNF-α : Tumor necrosis factor-alpha

TT : Tuberculoid

VDR : Reseptor vitamin D

WHO : World Health Organization

Page 24: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Kelaikan Etik …………………………………………………... 89

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian …………………………………………………… 90

Lampiran 3 Penjelasan dan Form Persetujuan Penelitian ………………………….. 91

Lampiran 4 Persetujuan Ikut Serta Dalam Penelitian ……………………………… 93

Lampiran 5 Kuesioner Penelitian …………………….……………………………. 94

Lampiran 6 Data Sampel Penelitian ……………………………………………….. 100

Lampiran 7 Karakteristik Subjek Penelitian ……………………………………….. 103

Lampiran 8 Uji Normalitas Data …………………………………………………... 105

Lampiran 9 Uji Mann-Whitney Kadar NO Plasma antara Kelompok Kusta tipe PB

dengan Kusta tipe MB …………………………………………………...

106

Lampiran 10 Uji Korelasi Spearman’s rho antara Kadar NO dengan Indeks Bakteri

pada Subjek Kusta ………………………………………………

109

Lampiran 11 Analisis Regresi Linier Kadar NO dengan Indeks Bakteri pada

Subjek Kusta …………………………………………………………….

109

Lampiran 12 Foto Prosedur Penelitian …………………………………………….. 110

Lampiran 13 Foto Sampel Penelitian ……………………………………………… 111

Page 25: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kusta atau Morbus Hansen (MH) sudah ada sejak ribuan tahun yang

lalu namun sampai saat ini penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan

umum di seluruh dunia baik dari segi medis maupun sosial dan ekonomi.

Eliminasi kusta belum tercapai di seluruh dunia karena prevalensinya yang masih

tetap tinggi setiap tahun. Penegakan diagnosis kusta yang tepat sangat membantu

dalam upaya memutuskan rantai penularan penyakit ini terutama pada populasi

yang tinggal di daerah endemik. Upaya ini masih menemukan hambatan

mengingat lesi kulit pada penderita kusta dapat menyerupai lesi pada penyakit

kulit lainnya sehingga penyakit ini juga disebut sebagai great imitator.

Berdasarkan laporan statistik tahunan World Health Organization (WHO)

yang diterima dari 121 negara ditemukan jumlah kasus kusta baru di seluruh dunia

pada tahun 2013 sebanyak 215.656 kasus sementara pada tahun 2014 menurun

menjadi 213.899 kasus dengan jumlah kasus terbanyak ditemukan di Asia yaitu

sebanyak 154.834 kasus. Indonesia menempati peringkat ketiga dengan jumlah

kasus baru pada tahun 2013 hingga 2014 mengalami peningkatan yaitu dari 16.856

kasus menjadi 17.025 kasus, diantaranya merupakan kusta tipe multibasilar (MB)

Page 26: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxvi

yaitu sebanyak 14.213 kasus (WHO, 2015). Pada tahun 2013, Provinsi Jawa

Timur merupakan provinsi dengan jumlah kasus baru yang paling tinggi yaitu

sebanyak 4132 kasus dari 16.856 kasus baru di seluruh Indonesia (Infodatin,

2015). Prevalensi penyakit kusta di Bali yang tercatat di Dinas Kesehatan Provinsi

Bali pada tahun 2014 yaitu sebesar 0,21 per 10.000 penduduk dengan jumlah

penyakit kusta tipe pausibasilar (PB) dan MB sebanyak 89 kasus (Yudianto,

2015).

Penyakit kusta adalah suatu penyakit infeksi granulomatosa kronis yang

disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M. leprae), bermanifestasi klinis sebagai

suatu spektrum luas tergantung dari respon imun pejamu (Eichelmann et al, 2013).

Terdapat beberapa klasifikasi penyakit kusta seperti klasifikasi oleh Madrid pada

tahun 1953, Indian pada tahun 1981, Ridley dan Jopling pada tahun 1966, World

Health Organization (WHO) pada tahun 1982, 1988 dan tahun 1998 (Mishra dan

Kumar, 2010).

Spektrum penyakit kusta yang ditandai oleh sejumlah sistem klasifikasi secara

kliniko-imunopatologi yang paling sering digunakan adalah klasifikasi Ridley dan

Jopling pada tahun 1966, yang membedakan pasien kusta menjadi lima tipe yaitu

penyakit kusta tipe tuberculoid (TT), borderline-tuberculoid (BT), borderline-

borderline (BB), borderline-lepromatous (BL) dan lepromatous (LL) (Kumar dan

Dogra, 2010). Pemeriksaan hapusan sayatan kulit merupakan salah satu kriteria

klasifikasi Ridley dan Jopling yang dilakukan untuk menghitung indeks bakteri

Page 27: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxvii

(IB) dan selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan pengobatan (Eichelmann

et al, 2013).

World Health Organization pada tahun 1982 membedakan penyakit kusta

hanya berdasarkan IB, yang dibagi menjadi tipe PB dengan IB < +2 dan tipe

multibasilar (MB) dengan IB ≥ +2 (Lastoria dan Morgado de Abreu, 2014a).

Namun pada tahun 1988, WHO merubah klasifikasinya hanya berdasarkan gejala

klinis saja karena beberapa negara tidak memiliki sarana pemeriksaan hapusan

sayatan kulit. Klasifikasi ini membagi penyakit kusta menjadi tipe PB dengan

jumlah lesi kulit ≤ 5 dan/atau hanya satu saraf yang terlibat, dan tipe MB dengan

jumlah lesi kulit > 5 dan/atau lebih dari satu saraf yang terlibat (Santos et al, 2013;

Pardilo et al, 2007). Pada tahun 1998, WHO kemudian mengkorelasikan tipe PB

dan MB dengan klasifikasi Ridley dan Jopling pada tahun 1966 yaitu penyakit

kusta tipe TT, BT dimasukkan kedalam tipe PB sementara penyakit kusta tipe BB,

BL, LL dimasukkan kedalam tipe MB (Northern Territory Government, 2010).

Indeks bakteri menggambarkan kepadatan kuman, yang mana setelah pasien

mendapat pengobatan rifampisin sekitar lebih dari 99,9 % basil yang hidup akan

mati, setelah itu IB hanya akan menunjukkan basil yang mati dan kadang-kadang

sedikit saja yang masih hidup. Basil yang mati akan dikeluarkan dari tubuh

melalui mekanisme alami pejamu, IB mulai menurun setelah satu tahun pemberian

multidrug treatment (MDT) yaitu sekitar 0,6-1,0 log per tahun dan terus menurun

bahkan setelah pengobatan dihentikan (Mahajan, 2013).

Page 28: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxviii

Produksi reactive nitrogen intermediates (RNIs) terutama nitric oxide (NO)

oleh makrofag yang dihasilkan dari L-arginine melalui enzim inducible nitric

oxide synthase (iNOS), merupakan komponen utama dari makrofag yang berperan

penting dalam pertahanan respon imun pejamu terhadap perkembangan klinis

penyakit kusta (Matila dan Thomas, 2014; Quaresma et al, 2010). Efek sitotoksik

NO tidak hanya menyerang M. leprae tapi juga dapat menghambat pertumbuhan

kuman tersebut sama seperti yang terjadi pada penyakit infeksi oleh bakteri, virus,

jamur dan parasit (Garad et al, 2014; Gautam dan Jain, 2007). Namun berbeda

pada penyakit kusta karena kuman M. leprae memiliki efikasi patogen yang

terdapat pada komponen kapsul dan dinding sel terutama PGL-1 sehingga kuman

ini tidak mudah dibunuh (Eichelmann et al, 2013). Penelitian terbaru melaporkan

bahwa NO dapat diproduksi oleh makrofag ketika terjadi infeksi oleh bakteri gram

positif seperti M. leprae dan Mycobacterium tuberculosis (Garad et al, 2014; Boga

et al, 2010). Produk mikroba M. leprae seperti phenolic glycolipid-1 (PGL-1), dan

beberapa sitokin seperti interferon (IFN)-γ, IFN-β, tumor necrosis factor (TNF)-α,

interleukin (IL)-1 dan IL-2 dapat menginduksi makrofag untuk memproduksi NO

(Gautam dan Jain, 2007; Goulart, 2008). Kadar NO yang tinggi diproduksi sebagai

respon terhadap stimulus inflamasi yang dimediasi oleh sitokin proinflamasi, juga

dapat menyebabkan efek destruktif terhadap saraf (Korhonen et al, 2005).

Penelitian Boga et al. (2010) di Mumbai, didapatkan perbandingan rerata

kadar NO pada kelompok pasien kusta tipe PB dan MB dengan rerata kadar NO

Page 29: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxix

pada kelompok kontrol sehat (40,57 ± 12,26 µM) menunjukkan peningkatan

sepanjang spektrum penyakit kusta, namun peningkatan yang signifikan hanya

pada kelompok MB (67,65 ± 27,07 µM; p < 0,001). Penelitian Elesawy et al.

(2015) yang dilakukan pada tahun 2012 hingga tahun 2013 di Mesir, didapatkan

perbandingan rerata kadar metabolit serum NO pada kelompok pasien kusta tipe

MB (366,49 ± 263,97 µmol; p = 0,001) meningkat secara signifikan dibandingkan

kelompok kontrol sehat (165,87 ± 13,05 µmol). Penelitian Garad et al. (2014) di

India, didapatkan hasil rerata kadar NO pada pasien kusta tipe MB (144,78 ±

92,57 µmol/L; p < 0,001) signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan pasien

kusta tipe PB (70,87 ± 19,21 µmol/L).

Pada kusta tipe tuberkuloid ditemukan ekspresi enzim iNOS yang tinggi

terlokalisir pada lesi kulit yang dicurigai sebagai akibat adanya induksi terhadap

stimulus inflamasi. Kenyataannya, kadar serum NO dapat menunjukkan status

metabolik didalam tubuh dibuktikan dengan ditemukannya kadar NO yang lebih

tinggi pada pasien kusta tipe MB dengan lesi kronik yang multipel (Elesawy et al,

2015). Oleh karena itu kadar NO dalam darah dapat digunakan sebagai penanda

inflamasi untuk menentukan status imun sepanjang spektrum penyakit dan tingkat

keparahan penyakit kusta (Garad et al, 2014; Boga et al, 2010).

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut disimpulkan bahwa NO sebagai

penanda inflamasi juga dapat berperan untuk mengetahui tingkat keparahan

penyakit kusta yang mana kadar NO akan meningkat sepanjang spektrum penyakit

Page 30: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxx

kusta. Indeks bakteri merupakan salah satu kriteria untuk menentukan spektrum

penyakit kusta yang dapat dihitung apabila fasilitas kesehatan memiliki sarana

pemeriksaan hapusan sayatan kulit, namun belum ada penelitian mengenai

hubungan antara NO dengan IB. Berdasarkan data-data tersebut, maka perlu

dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara kadar NO dengan IB pada

penderita kusta yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah

Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah

Uraian ringkasan dalam latar belakang masalah tersebut memberi dasar bagi

peneliti untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan kadar nitric oxide plasma antara penderita kusta

tipe PB dengan penderita kusta tipe MB di RSUP Sanglah Denpasar?

2. Apakah terdapat korelasi positif antara kadar nitric oxide plasma dengan nilai

indeks bakteri pada penderita kusta di RSUP Sanglah Denpasar?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk membuktikan hubungan antara nitric oxide dengan penyakit kusta di

RSUP Sanglah Denpasar.

1.3.2 Tujuan khusus

Page 31: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxxi

1. Untuk membuktikan adanya perbedaan kadar nitric oxide plasma antara

penderita kusta tipe PB dengan penderita kusta tipe MB di RSUP Sanglah

Denpasar.

2. Untuk membuktikan adanya korelasi positif antara kadar nitric oxide plasma

dengan nilai indeks bakteri pada penderita kusta di RSUP Sanglah Denpasar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Memberi sumbangan ilmu pengetahuan mengenai peranan reactive nitrogen

intermediates (RNIs) terutama nitric oxide pada patogenesis penyakit kusta dan

hubungannya dengan indeks bakteri.

1.4.2 Manfaat praktis

1.4.2.1. Manfaat untuk klinisi

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pemikiran untuk

melakukan penelitian lebih lanjut dengan tujuan untuk mengetahui apakah kadar

NO dapat menjadi faktor risiko terhadap tingkat keparahan penyakit kusta.

1.4.2.2. Manfaat untuk penderita

Dengan membuktikan hubungan antara kadar nitric oxide plasma dengan

indeks bakteri pada penderita kusta, maka kadar NO plasma dapat

dipertimbangkan sebagai parameter untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit

kusta.

BAB II

Page 32: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxxii

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Kusta

2.1.1 Definisi penyakit kusta

Penyakit kusta adalah suatu penyakit infeksi granulomatosa kronis yang

disebabkan oleh M. leprae (Walker, 2006). Penyakit kusta terutama menyerang

sistem saraf perifer dan kulit dengan lesi kulit merupakan tanda eksternal utama.

Selain itu, dapat juga menyerang jaringan lain seperti mata, mukosa saluran

pernapasan atas, otot, tulang dan testis (Saonere, 2011).

2.1.2 Epidemiologi penyakit kusta

Penyakit kusta merupakan penyakit endemik di negara-negara tropis

khususnya negara berkembang dan belum berkembang (Lastoria dan Morgado de

Abreu, 2014a). Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2014 yang diterima dari

121 negara di seluruh dunia, dilaporkan sebanyak 213.899 kasus baru yang

terdeteksi. Jumlah kasus terbanyak ditemukan di Asia yaitu sebanyak 154.834

kasus diikuti oleh Amerika 33.789 kasus, Afrika 18.597 kasus, Pasifik Barat 4.337

kasus dan Mediterania Barat sebanyak 2.342 kasus. Indonesia dilaporkan

menempati peringkat ketiga dengan jumlah kasus baru terbanyak setelah India dan

Brazil yaitu sebanyak 17.025 kasus, diantaranya merupakan kusta tipe MB yaitu

sebanyak 14.213 kasus dengan 6.370 kasus terjadi pada perempuan (WHO, 2015).

Penelitian oleh Widodo dan Menaldi di rumah sakit Cipto Mangunkusumo

Page 33: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxxiii

(RSCM) Jakarta pada tahun 2006 sampai tahun 2009 tentang karakteristik pasien

kusta di Jakarta, ditemukan bahwa terdapat 1021 kasus baru yang terdiri dari 630

pasien laki-laki (61,7 %) dan 391 perempuan (38,3 %), dengan tipe MB lebih dari

80 % sebagai tipe penyakit kusta baru (Widodo dan Menaldi, 2012). Penyakit

kusta dapat terjadi pada semua usia namun lebih sering terjadi di antara kelompok

usia 20 tahun hingga 30 tahun. Pada daerah endemik, infeksi umumnya terjadi

pada masa anak-anak. Sementara pada daerah non endemik, infeksi dapat terjadi

pada orang dewasa atau usia lanjut (Thorat dan Sharma, 2010).

2.1.3 Etiologi penyakit kusta

Penyakit kusta terutama disebabkan oleh M. leprae, namun Han et al.

menemukan bahwa M. lepromatosis menjadi penyebab utama penyakit kusta di

daerah Meksiko (Saonere, 2011; Polycarpou et al, 2013). Mycobacterium leprae

merupakan basil gram positif, berdinding tebal, bersifat tahan asam, aerob dan non

motil dengan ukuran panjang 1-8 µM dan diameter 0,3 µM dengan bentuk yang

cembung (Lee et al, 2012; Sekar, 2010). Basil ini merupakan parasit obligat

intraseluler yang tidak dapat tumbuh dan berkembang diluar pejamu. Secara in

vivo bakteri ini tumbuh pada suhu 27º C hingga 30º C, dibawah suhu basal

manusia sehingga area tubuh yang menjadi tropisme adalah kulit, mukosa nasal,

dan saraf perifer (sel Schwann) (Lee et al, 2012). Mycobacterium leprae

bereplikasi dengan cara binary fission dan replikasi tersebut terjadi sekitar 11

hingga 13 hari (Eichelmann et al, 2013). Basil ini dapat bertahan hidup sampai 5

Page 34: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxxiv

bulan pada lingkungan (Worobec, 2012). Masa inkubasi sesuai manifestasi klinis

bervariasi yaitu pada kusta tipe PB sekitar 2 tahun hingga 5 tahun sedangkan kusta

tipe MB sekitar 5 tahun hingga 10 tahun namun kadang-kadang dapat lebih lama

(WHO, 2010). Efikasi patogen ini terutama ditentukan oleh dua elemen struktur

seperti kapsul dan dinding sel (Eichelmann et al, 2013). Kapsul M. leprae

mengandung dua lipid bakteri utama yaitu pthiocerol dimycocerosate dan PGL-1.

Komponen dinding sel M. leprae yang penting adalah lipoarabinomanan (LAM)

merupakan suatu antigen terhadap makrofag (Sekar, 2010; Lee et al, 2012).

2.1.4 Penularan penyakit kusta

Rute penularan sebenarnya tidak diketahui secara pasti, namun dikatakan

sumber penularan M. leprae terutama melalui pasien kusta tipe MB yang belum

diobati dibandingkan pasien kusta tipe PB (Northern Territory Goverment, 2010).

Traktus respiratorius khususnya hidung adalah pintu keluar M. leprae dari tubuh

pasien yang terinfeksi saat pasien bersin (Thorat dan Sharma, 2010). Jumlah basil

dari lesi mukosa nasal pasien kusta tipe lepromatosa bervariasi mulai dari 10.000

hingga 10.000.000 (Eichelmann et al, 2013). Penularan dapat terjadi melalui dua

port d’entry utama yaitu melalui traktus respiratorius atas dan kulit terutama

barrier kulit yang rusak (Rao, et al 2012; Thorat dan Sharma, 2010).

Mycobacterium leprae sangat banyak ditemukan pada lapisan keratin superfisial

pasien kusta tipe lepromatosa sehingga menunjukkan bahwa organisme tersebut

dapat keluar saat sekresi kelenjar sebasea (Bhat dan Prakash, 2012).

Page 35: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxxv

2.1.5 Faktor risiko penyakit kusta

Epidemiologi penyakit kusta ditentukan oleh faktor pejamu, agen, dan

lingkungan (Thorat dan Sharma, 2010). Faktor pejamu yaitu usia, jenis kelamin,

migrasi populasi dari desa ke kota sehingga terjadi peningkatan penyakit kusta di

daerah perkotaan, imunitas pejamu, faktor genetik, kurang asupan nutrisi atau

penyakit lain yang menekan fungsi imun dan terdapat anggota keluarga yang

menderita penyakit kusta. Faktor lingkungan yaitu kelembaban lingkungan karena

transmisi penularan meningkat pada lingkungan yang lembab, individu yang

tinggal di daerah endemik (Bhat dan Prakarsh, 2012). Pada area endemik risiko

meningkat melalui kontak erat dan durasi kontak (Thorat dan Sharma, 2010).

2.1.6 Imunopatologi penyakit kusta

Gambaran manifestasi klinis dan histopatologi penyakit kusta sangat

bervariasi tergantung respon imun pejamu (Nath dan Chaduvula, 2010). Awalnya

kuman M. leprae masuk kedalam tubuh manusia melalui mukosa hidung dan

kemudian menyebar ke kulit dan saraf melalui sirkulasi darah (Walker dan

Lockwood, 2006). Berbagai reseptor pada monosit dan makrofag menfasilitasi

fagositosis M. leprae (Misch et al, 2010; Nath et al, 2015). Awalnya fagositosis

oleh monosit dimediasi oleh lipid pada kapsul sel M. leprae yaitu PGL-1 yang

dikenali oleh reseptor komplemen 3 (CR3) dan serum komplemen 3 (Nath dan

Chaduvula, 2010). Phenolic glycolipid-1 yang mengandung lipoprotein 19 dan 33

KDa kemudian mengaktivasi heterodimer toll-like receptor (TLR)2, TLR4 pada

Page 36: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxxvi

monosit sehingga menyebabkan monosit berdiferensiasi menjadi makrofag dan sel

dendritik (Nath dan Chaduvula, 2010; Walker dan Lockwood, 2006). Setelah

terjadi fagositosis M. leprae oleh makrofag melalui TLR1, TLR2 kemudian

terjadinya aktivasi jalur sinyal dan ekspresi sitokin proinflamasi yang

menyebabkan proliferasi sel T naïve kearah T helper (Th) 1 atau Th2, yang mana

masing-masing mempromosikan sel respon imun seluler dan humoral terhadap M.

leprae (Misch et al, 2010). Hal ini yang menyebabkan terjadi evolusi penyakit

kusta kearah tipe tuberkuloid atau tipe lepromatosa (Lastoria dan Margado de

Abreu, 2014a). Sekresi IL-12 menginduksi pelepasan sitokin IFN-γ sehingga

memperkuat ekpresi TLR1 dan menyebabkan terjadinya inflamasi melalui

produksi TNF-α, keadaan ini menyebabkan penyakit kusta berkembang kearah

tipe tuberkuloid (Nath dan Chaduvula, 2010; Goulart, 2008). Stimulasi TLR1,

TLR2 juga mengaktivasi nuclear factor kappa B (NF-kB) yang memodulasi

transkripsi banyak gen respon imun (Walker dan Lockwood, 2006).

Berdasarkan analisis klon sel T dari lesi menunjukkan pola sitokin yang

berbeda yang diproduksi oleh subkelas cluster of differentiation 4+ (CD4+) dan

CD8+ (Lastoria dan Margado de Abreu, 2014a). Klon sel CD4+ dari pasien kusta

tipe tuberkuloid memproduksi IFN-γ, IL-2, dan TNF-α yang tinggi (Walker dan

Lockwood, 2006). Klon ini disebut sel T CD4+ sesuai pola Th1 yang dapat

meningkatkan imunitas yang dimediasi oleh sel dan mereduksi proliferasi M.

leprae (Nath et al, 2006). Makrofag dibawah pengaruh sitokin terutama TNF-α

Page 37: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxxvii

bersama dengan limfosit dapat membentuk granuloma (Walker dan Lockwood,

2006).

Pada pasien kusta tipe lepromatosa melalui aktifitas makrofag, klon sel CD8+

memproduksi sitokin supresor seperti IL-4, IL-5, dan IL-10 yang tinggi namun

IFN-γ rendah. Interleukin-4 tampaknya berfungsi sebagai downregulator TLR2

pada monosit dan IL-10 mensupresi produksi IL-12 (Walker dan Lockwood,

2006). Klon sel ini disebut sel T CD8+ sesuai pola Th2 yang berkontribusi

terhadap stimulasi limfosit B sehingga terjadi peningkatan respon imun humoral

walaupun antibodi yang terbentuk sangat banyak namun tidak protektif (Misch et

al, 2010; Nath et al, 2015). Pada pasien kusta tipe lepromatosa, imunitas seluler

juga tidak terbentuk sehingga perkembangan penyakit lebih berat (Lastoria dan

Margado de Abreu, 2014a; Misch et al, 2010). Pada pasien kusta tipe lepromatosa

terdapat peningkatan tumor growth factor-beta (TGF-β) dimana pada pasien kusta

tipe tuberkuloid tidak terdapat TGF-β dan kadarnya menurun pada kusta tipe

borderline. Sitokin ini menekan aktivasi makrofag, yang menghambat produksi

TNF-α dan IFN-γ sehingga infeksi tetap terjadi (Lastoria dan Margado de Abreu,

2014a) yang dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Misch et al, 2010).

Page 38: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxxviii

Gambar 2.1

Imunopatologi penyakit kusta (Misch et al, 2010)

Kerusakan saraf akibat invasi kuman M. leprae pada sel Schwann merupakan

tanda progresifitas penyakit kusta yang menyerang saraf bermielin maupun tidak

bermielin (Barker, 2006; Misch, 2010). Patogenesis diawali dengan perlekatan

lipid bakteri yaitu PGL-1 dan laminin binding protein 21 (LBP21) pada M. leprae

dengan rantai alfa 2 dari laminin-2 (LAMA2) dan alfa-distroglikan (α-DG) pada

sel Schwann yang dapat dilihat pada Gambar 2.2 (Misch et al 2010; Scollard,

2008).

Page 39: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xxxix

Gambar 2.2

Mekanisme perlekatan M. leprae dengan sel Schwann (Misch et al, 2010)

Kerusakan saraf dapat terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu pada tingkat

jaringan dan tingkat seluler. Pada tingkat jaringan terjadi influks sel imun seperti

limfosit, sel epiteloid, giant cells dan sel Schwann itu sendiri yang dapat

membentuk granuloma serta terjadi edema di dalam selubung saraf yang

menyebabkan kerusakan akson melalui mekanisme kompresi, iskemia dan

demielinisasi. Pada tingkat seluler terjadi trauma secara imunologi yang

dipertimbangkan sebagai mekanisme utama kerusakan saraf (Misch et al, 2010).

Secara imunologi, setelah terjadi perlekatan antara M. leprae dengan sel Scwhann,

makrofag intraneural mensekresi sitokin proinflamasi seperti TNF-α dan kemokin

dalam jumlah banyak. Sitokin TNF-α berkerja secara sinergis dengan sitokin

lainnya untuk menginisiasi apoptosis sel Scwhann yang dapat dilihat pada Gambar

2.3 (Misch et al 2010; Scollard, 2008).

Page 40: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xl

Gambar 2.3

Mekanisme kerusakan saraf (Misch et al, 2010)

2.1.7 Penegakan diagnosis penyakit kusta

Diagnosis penyakit kusta dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis

dan didukung dengan pemeriksaan hapusan sayatan kulit (Bryceson dan

Pfaltzgraff, 1990). Penegakan diagnosis kusta secara klinis berdasarkan tiga tanda

kardinal yang telah ditetapkan oleh WHO expert committee on leprosy pada tahun

1997. Diagnosis ditegakkan apabila ditemukan 1 atau lebih dari 3 tanda kardinal

(Eichelmann et al, 2013, Kumar dan Dogra, 2010).

Pertama, lesi kulit yang disertai dengan anestesi. Lesi kulit sering menjadi

tanda klinis awal penyakit kusta, lesi tersebut dapat berupa makula dan plak

dengan warna yang bervariasi mulai dari lesi hipopigmentasi, hiperpigmentasi,

hingga eritema atau berwarna seperti tembaga. Permukaan lesi kulit dapat tampak

kering dan kasar ataupun mengkilat dan halus. Banyak lesi kulit yang mirip

dengan lesi kusta oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan anestesi terhadap

rasa raba, suhu, dan nyeri.

Page 41: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xli

Kedua, penebalan saraf tepi. Penebalan saraf tepi terjadi setelah adanya lesi

kulit yang anestesi. Keterlibatan saraf tepi mengikuti pola distribusi lesi kulit yang

khas dan lebih jelas pada pasien kusta tipe MB namun pada fase awal belum

terjadi penebalan saraf. Pemeriksaan dilakukan secara sistematis mulai dari saraf

aurikularis magnus, ulnaris, radialis, medianus, peroneus lateralis dan tibialis

posterior/anterior.

Ketiga, ditemukan basil tahan asam (BTA) pada pemeriksaan hapusan sayatan

kulit atau pemeriksaan histopatologi. Sediaan hapusan sayatan kulit yang telah

diwarnai dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen untuk melihat BTA mempunyai

spesifisitas 100 % namun sensitifitas rendah bila penegakan diagnosis hanya

berdasarkan kriteria ini saja karana pasien dengan pemeriksaan BTA yang positif

mewakili hanya 10 % - 50 % dari keseluruhan kasus. Oleh karena itu pemeriksaan

histopatologi tetap menjadi baku emas untuk penyakit kusta. Indeks bakteri

dengan menggunakan skala logaritme Ridley’s digunakan untuk

menginterpretasikan hasil hapusan sayatan kulit.

2.1.8 Pemeriksaan hapusan sayatan kulit

Penyakit kusta adalah satu-satunya penyakit dimana terjadi invasi BTA pada

dermis dan mukosa nasal (Noto et al, 2011). Basil ini dapat dilihat melalui

pemeriksaan hapusan sayatan kulit (Alter et al, 2008). Pemeriksaan bakteriologis

merupakan prosedur skrining penting untuk semua pasien yang dicurigai

menderita kusta setelah pemeriksaan klinis secara rinci (Noto et al, 2011). Tujuan

Page 42: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xlii

pemeriksaan ini adalah untuk mengkonfirmasi diagnosis kusta, menentukan

klasifikasi kusta, menentukan inefektifitas pasien, menentukan progresifitas

penyakit dan mengevaluasi pasien selama menjalani pengobatan (Job dan

Ponnaiya, 2010).

Pemeriksaan hapusan sayatan kulit diambil dari daerah lesi yang paling

dicurigai dan paling sering terlibat yaitu cuping telinga kanan dan kiri, lesi kulit

yang paling aktif, ruas kedua dorsum jari tengah dan dorsum ibu jari kaki karena

pada daerah tersebut kemungkinan terdapat BTA paling tinggi (Mahajan, 2013).

Hapusan sayatan kulit harus diambil dari tepi lesi yang aktif namun apabila tidak

ada tepi lesi yang aktif maka sebaiknya diambil dari bagian tengah lesi (Northern

Territory Government, 2010). Semua spesimen harus diletakkan pada satu objek

gelas dan sebaiknya lokasi pengambilan spesimen selalu ditempat yang sama

seperti pengambilan sebelumnya (Yawalkar, 2009).

Hapusan sayatan kulit yang telah diwarnai dengan teknik pewarnaan Ziehl-

Neelsen dapat digunakan untuk menghitung IB dan indeks morfologi (IM)

(Lastoria dan Morgado de Abreu, 2014b). Indeks bakteri adalah skor rata-rata

yang menunjukkan jumlah basil pada kulit (Northern Territory Government,

2010). Hasil IB didapat dengan cara menambahkan skor dari setiap area dan

dibagi dengan jumlah area pengambilan spesimen (Lockwood, 2010). Berdasarkan

skala logaritme Ridley’s, IB diberi skor mulai dari +0 sampai +6 tergantung dari

jumlah basil pada rata-rata lapangan pandang (LP) mikroskop menggunakan

Page 43: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xliii

minyak emersi (Yawalkar, 2009):

1. +6 terdapat banyak gumpalan atau lebih dari 1000 basil pada satu LP.

2. +5 terdapat 100 sampai 1000 basil pada satu LP.

3. +4 terdapat 10 sampai 100 basil pada satu LP.

4. +3 terdapat 1 sampai 10 basil pada satu LP.

5. +2 terdapat 1 sampai 10 basil pada 10 LP.

6. +1 terdapat 1 sampai 10 basil pada 100 LP.

7. +0 tidak ada basil yang tampak pada 100 LP.

Pemeriksaan IB bermanfaat untuk membantu menentukan status pasien saat

awal pengobatan dan untuk menentukan progresifitas penyakit (Rao et al, 2012).

Pada pasien yang tidak diobati, jumlah basil ditemukan paling banyak pada area

cuping telinga. Sementara pada pasien yang telah diobati, permukaan dorsal jari

sering merupakan area terakhir yang memberikan hasil negatif (Noto et al, 2011;

Bhat dan Prakash, 2012).

Indeks morfologi adalah presentasi basil yang solid dengan bentuk dan ukuran

yang normal, yang dihitung setelah dilakukan pemeriksaan pada 100 basil yang

tampak dibawah mikroskop (Job dan Ponnaiya, 2010). Tujuan pemeriksaan IM

adalah untuk menentukan apakah basil masih hidup atau tidak (Lastoria dan

Morgado de Abreu, 2014b). Basil solid adalah suatu basil yang masih hidup,

dimana seluruh basil berwarna merah dan mampu menginfeksi individu. Basil

tersebut dapat tampak sebelum pengobatan dan kondisi relaps. Selain itu, pada

Page 44: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xliv

pemeriksaan hapusan sayatan kulit juga dapat ditemukan basil fragmentasi dan

granuler. Pada basil fragmentasi akan tampak celah kecil karena terjadi interupsi

pada sintesis komponen basil. Sementara basil granuler akan tampak celah yang

besar dengan bintik-bintik merah (Lastoria dan Morgado de Abreu, 2014b;

Northern Territory Government, 2010). Dua tipe basil yang terakhir adalah basil

yang sudah mati dan akan tampak pada pasien yang telah diobati (Lastoria dan

Morgado de Abreu, 2014b).

2.1.9 Klasifikasi penyakit kusta

Penyakit kusta memiliki variasi pada tampilan klinis sehingga perlu dilakukan

klasifikasi menurut Ridley dan Jopling (1966) berdasarkan gambaran klinis,

bakteriologi, respon imunologis, dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan

histopatologi sebagai baku emas (Mishra dan Kumar, 2010; Kumar dan Dogra,

2010). Ridley dan Jopling mengklasifikasikan pasien kusta ke dalam spektrum

yang terdiri dari 5 tipe yaitu kusta tipe tuberculoid (TT), borderline-tuberculoid

(BT), borderline-borderline (BB), borderline-lepromatous (BL) dan lepromatous

(LL) yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Kumar dan Dogra, 2010).

Klasifikasi WHO, digunakan sejak tahun 1998 untuk mengklasifikasikan

kusta berdasarkan jumlah lesi pada kulit yang dibuat untuk menyederhanakan dan

membantu diagnosis penyakit kusta di lapangan serta sebagai panduan pemberian

terapi MDT. Klasifikasi ini dibagi menjadi dua tipe yaitu PB dan MB dengan

Page 45: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xlv

jumlah > 5 lesi kulit, namun PB berikutnya dibagi lagi menjadi PB lesi tunggal

atau single lesion paucibacillary (SLPB) dan PB dengan jumlah 2-5 lesi kulit,

yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 (Northern Territory Government, 2010).

Tabel 2.1

Spektrum penyakit kusta berdasarkan Ridley dan Jopling tahun 1966

(Kumar dan Dogra, 2010)

Lesi TT BT BB BL LL

Jumlah Biasanya

tunggal (s/d 3)

Sedikit (s/d 10) Beberapa (10-

30)

Banyak

asimetris (>30)

Tidak

terhitung,

simetris

Ukuran Bervariasi,

umumnya

besar

Bervariasi,

beberapa besar

Bervariasi Kecil,

beberapa dapat

besar

Kecil

Permukaan Kering, dengan

skuama

Kering, dengan

skuama,

terlihat cerah,

infiltrasi

Kusam atau

sedikit

mengkilap

Mengkilap Mengkilap

Sensasi Absen Menurun

dengan jelas

Menurun

sedang

Sedikit

menurun

Menurun

minimal, atau

normal

Pertumbuhan

rambut

Absen Menurun

dengan jelas

Menurun

sedang

Sedikit

menurun

Normal pada

tahap awal

BTA Negatif Negatif atau

sedikit

Jumlah sedang Banyak Banyak sekali

termasuk globi

Reaktivitas

lepromin

Positif kuat

(+++)

Positif lemah

(+ atau ++)

Negatif atau

positif lemah

Negatif Negatif

Tabel 2.2

Klasifikasi penyakit kusta berdasarkan WHO tahun 1998

(Northern Territory Government, 2010)

Page 46: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xlvi

Klasifikasi klinis SLPB PB MB

Jumlah lesi kulit Hanya 1 lesi 2-5 lesi 6 atau lebih lesi

DAN

Sediaan hapusan Negatif pada

semua area

Negatif pada semua

area

Positif pada semua

area

Distribusi - Asimetris Lebih simetris

Hilangnya sensasi Terbatas Terbatas Luas

Kerusakan saraf Saraf dibadan tidak

terlibat

Hanya 1 saraf

dibadan yang

terlibat

Banyak saraf dibadan

yang terlibat

Korelasi dengan

Ridley dan Jopling

I, TT, BT TT, kebanyakan BT Beberapa BT, BB,

BL, LL

2.1.10 Penatalaksanaan penyakit kusta

Berdasarkan klasifikasi WHO pada tahun 1998 untuk kepentingan

pengobatan, penderita kusta dibagi menjadi 3 kelompok dengan rejimen multi

drug treatment (MDT) sebagai berikut yaitu pertama, PB dengan lesi kulit tunggal

yang terdiri dari rifampisin 600 mg ditambah dengan ofloksasin 400 mg dan

minosiklin 100 mg (ROM), diberikan dosis tunggal; kedua, PB dengan jumlah 2-5

lesi kulit terdiri dari rifampisin 600 mg sebulan sekali dibawah pengawasan,

ditambah dapson 100 mg per hari (1-2 mg/kg berat badan) diminum sendiri, lama

pengobatan 6 bulan; ketiga penderita MB dengan jumlah > 5 lesi kulit terdiri dari

kombinasi rifampisin 600 mg sebulan sekali dibawah pengawasan, dapson 100 mg

per hari diminum sendiri, ditambah klofazimin 300 mg sebulan sekali diawasi dan

50 mg per hari diminum sendiri, lama pengobatan 1 tahun (Soebono dan

Suhariyanto, 2003).

Page 47: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xlvii

2.2 Nitric Oxide

2.2.1 Definisi nitric oxide

Nitric oxide adalah suatu molekul sinyal paling kecil dan merupakan radikal

bebas dengan waktu paruh yang sangat singkat, terlibat dalam berbagai kondisi

fisiologi maupun patofisiologi dalam tubuh manusia (Bogdan, 2001; Gautam dan

Jain 2007). Nitric oxide terdiri dari atom yang berasal dari satu nitrogen dan satu

oksigen serta tujuh elektron dari nitrogen dan delapan elektron dari oksigen yang

membentuk molekul yang belum teraktivasi (Habib dan Ali, 2011). Nitric oxide

adalah semua reactive nitrogen intermediates (RNIs) yang melibatkan baik produk

immediate dari reaksi nitrit oxide synthase (NOS) seperti ion nitrosium (NO+),

radikal bebas neutral (NO*), dan ion nitroxyl (NO

-) atau produk konversi NO

seperti nitrit (NO2-) dan nitrat (NO3

-) (Thippeswamy et al, 2006).

2.2.2 Biosintesis nitric oxide

Sintesis NO di dalam tubuh terjadi pada semua jaringan melalui dua

mekanisme yaitu jalur enzimatik dan jalur non-enzimatik (Khazan dan Hdayati,

2015). Sebagian besar sintesis NO melalui jalur enzimatik yaitu berasal dari asam

amino L-arginine dengan bantuan enzim nitric oxide synthase (NOS) (Gautam dan

Jain, 2007; Hamalainen, 2008). Reaksi yang dikatalisis oleh NOS ini terjadi

melalui dua langkah reaksi oksidasi yang membutuhkan 1 molekul oksigen (O2)

dan 1 nicotineamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH) dimana langkah

pertama menghasilkan komponen intermediate yaitu N-hydroxy-L-arginine

Page 48: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xlviii

(Ghazemi dan Saleh, 2011). Langkah kedua yaitu terjadi oksidasi N-hydroxy-L-

arginine hingga akhirnya memproduksi NO dan citruline yang dapat dilihat pada

Gambar 2.4 (Hamalainen, 2008; Bogdan, 2015). Uptake dan sintesis L-arginine

dapat diperkuat ketika ekspresi NO diinduksi oleh produk bakteri dan sitokin,

dengan ketersediaan L-arginine dapat menentukan rata-rata sintesis NO seluler

(Gautam dan Jain, 2007).

Sintesis NO dengan jalur non-enzimatik yaitu berasal dari nitrit yang terjadi

melalui banyak jalur, terutama bila berada dalam kondisi asam contohnya keadaan

iskemik. Jalur utama tersebut adalah melalui reduksi satu elektron nitrit yang

terutama terjadi di jaringan. Dalam keadaan iskemik, produksi NO yang dimediasi

oleh nitrit mendekati produksi cNOS maksimum. Hal ini membuat jalur ini

menjadi alternatif produksi NO apabila produksi NO oleh NOS terganggu (Khazan

dan Hdayati, 2015; Luiking et al, 2010).

Gambar 2.4

Biosintesis NO dan citruline dari L-arginine serta molekul oksigen

(Hamalainen, 2008)

Page 49: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xlix

Waktu paruh NO sangat singkat yaitu ≤ 1 detik karena NO cepat dioksidasi

oleh oksihemoglobin menjadi nitrat dan nitrit yang secara kumulatif disebut

sebagai metabolit NO (NOx) di dalam plasma dan darah (Khazan dan Hdayati,

2015). Waktu paruh nitrat yaitu 5 hingga 8 jam sementara nitrit hanya 110 detik

dan oleh karena waktu paruh NO di dalam darah juga sangat singkat sehingga

konsentrasi NO yang diperiksa adalah NOx (Luiking et al, 2010). Kadar NO yang

terbentuk pada manusia yaitu 0,9 µmol/kg/jam atau sekitar 1 mmol/hari.

Penyimpanan NO pada jaringan tidak terlalu tinggi dan pada kondisi seperti

hipoksia, iskemia, atau trauma yang mana L-arginine atau jalur NOS terganggu

maka adanya serum NOx dapat memproduksi NO (Ghasemi dan Zahediasl, 2011).

Belum ada konsensus yang menentukan nilai normal atau referensi tentang

kadar NOx normal, namun Ghazemi et al. telah melakukan penelitian pada tahun

2010 untuk mencari nilai normal kadar NOx pada populasi dewasa sehat sesuai

jenis kelamin. Ghazemi et al. melaporkan kadar NOx pada total populasi yaitu

sebesar 10,3 hingga 66,8 µmol/L dengan perbedaan pada laki-laki sebesar 11,5

hingga 76,4 µmol/L, sementara pada perempuan 10,1 hingga 65,6 µmol/L

(Ghazemi et al, 2010). Kadar NOx yang diambil dari sampel plasma, serum dan

urin adalah metode yang paling tepat untuk menentukan sintesis NO in vivo, yang

sangat berkaitan dengan produksi NO endogen (Ghasemi dan Zahediasl, 2011).

2.2.3 Mekanisme regulasi produksi nitric oxide

Nitric oxide synthase (NOS) adalah enzim yang mengkatalisis konversi L-

Page 50: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

l

arginine menjadi citruline dan NO (Habib dan Ali, 2011; Matila dan Thomas,

2014). Tiga isoform utama NOS yaitu neuronal NOS (nNOS/NOS1), inducible

NOS (iNOS/NOS2), dan endotel NOS (eNOS/NOS3) dengan pengaturan pola

ekspresi dan karakteristik yang berbeda-beda (Matila dan Thomas, 2014;

Hamalainen, 2008). Nitric oxide synthase-1 disebut nNOS karena ekspresinya

pertama kali ditemukan pada neuron jaringan otak namun kemudian dapat

ditemukan pada sumsum tulang, ganglion simpatis dan kelenjar adrenal, nervus

perifer, sel epitel berbagai organ, sel makula densa ginjal, sel islet pankreas, dan

otot polos vaskuler (Forstermann dan William, 2012). Nitric oxide synthase-3

sering disebut sebagai eNOS karena kebanyakan diekspresi pada sel endotel

(Matila dan Thomas, 2014). Dua isoform NOS yaitu nNOS/NOS1 dan

eNOS/NOS3 merupakan enzim yang diekspresikan secara constitutive,

regulasinya tergantung dengan kalsium dan kalmodulin sementara iNOS/NOS2

diekspresikan secara inducible, tidak diekspresi pada sel namun ekspresinya

diinduksi oleh produk bakteri dan sitokin yang mana regulasinya tidak tergantung

kalsium (Alderton dan Cooper, 2001; Wink et al, 2011). Constitutive NOS sekali

diaktivasi dapat menghasilkan NO dengan konsentrasi rendah (< 1 µM) yang

berfungsi menstimulasi sistem imun dengan cara meningkatkan proliferasi sel

imun, diferensiasi dan apoptosis, produksi sitokin, ekspresi adhesi dan faktor ko

stimulator, serta sintesis konstituen matriks seluler dan deposisi (Alder, 2015).

Berbeda dengan iNOS sebagai komponen sistem imun alamiah yang

Page 51: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

li

menghasilkan NO dengan konsentrasi tinggi (> 1 µM) ketika diaktivasi oleh

produk bakteri dan sitokin proinflamasi yang berfungsi sebagai antimikroba, oleh

karena itu NO merupakan molekul berperan ganda (Janus double-faced) (Alder,

2015; Korhonen, 2005).

Ketiga enzim NOS hanya aktif sebagai homodimer melalui katalisis ketika

NOS mengalami dimerisasi dan membutuhkan dua substrat yaitu L-arginine serta

molekul oksigen sementara NADPH sebagai ko-substrat (Matila dan Thomas,

2014; Gautam dan Jain, 2007). Katalisis ini juga memerlukan beberapa ko-faktor

seperti flavin adenine dinucleotide (FAD), flavin mononucleotide (FMN) dan

5,6,7,8-tetrahydro-L-biopterin (BH4), iron protoporphyrin IX (heme) serta

calmodulin (CaM) berikatan kuat dalam mengekspresikan aktivitasnya (Bogdan,

2015; Habib dan Ali, 2011). Struktur utama iNOS manusia ditampilkan pada

Gambar 2.5.A, dan model dimer iNOS yang diusulkan dijelaskan pada Gambar

2.5.B (Hamalainen, 2008).

Page 52: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lii

Gambar 2.5

A. Struktur utama enzim iNOS manusia, B. Model untuk organisasi dimer iNOS.

Panah menunjukkan arah arus elektron FMN= flavin mononucleotide, FAD=

flavin adenine dinucleotide, NADPH= nicotineamide adenine dinucleotide

phosphate, CaM= calmodulin, Fe= ferrous 2+, BH4= (6R)-tetrahydrobiopterin

(Hamalainen, 2008)

2.2.4 Regulator produksi nitric oxide oleh iNOS

Limfosit T CD4+ naïve mengenali antigen pada antigen precenting cells

(APC) pada organ limfoid perifer dan menyebabkan limfosit yang spesifik

terhadap antigen berekspansi dan selanjutnya berdiferensiasi menjadi sel efektor

yang dapat dibedakan berdasarkan sitokin dasar yang disekresi (Ibiza dan

Serrador, 2008). Penyakit infeksi diregulasi oleh sel Th1 dan Th2. Diferensiasi sel

yang paling penting yaitu sel Th1 yang diinduksi oleh IL-12 dan sel Th2 yang

diinduksi oleh IL-4 (Goulart, 2008). Sel Th1 memproduksi IFN-γ, TNF-α, dan IL-

2 yang berfungsi untuk mengaktivasi imunitas seluler sementara sel Th2

memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10 yang berfungsi meregulasi respon imun

humoral. Nitric oxide yang diproduksi oleh APC menyebabkan peningkatan

produksi cyclic guanosine monophosphate (cGMP) dan ekspresi reseptor beta-

IL12 (IL12-Rβ) yang menfasilitasi diferensiasi sel Th1 melalui sinyal yang

dimediasi oleh IL-2 dapat dilihat pada Gambar 2.6 (Ibiza dan Serrador, 2008).

Page 53: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

liii

Gambar 2.6

Mekanisme kerja NO pada diferensiasi sel T

(Ibiza dan Serrador, 2008)

2.2.5 Jalur nitric oxide dan aktivitas antimikroba

Aktivasi iNOS diregulasi oleh berbagai sitokin dan produk mikroba yaitu

PGL-1 yang mempengaruhi uptake L-arginine (L-Arg) oleh cationic amino acid

transporters (CAT) serta melalui sintesis kofaktor (seperti BH4 oleh guanosin 5’

triphosphate-cyclohydrolase I (GTP-CH I), ekspresi mRNA dan protein iNOS

sehingga terjadi perubahan enzimatik dari citruline menjadi arginino-succinate

melalui argininosuccinate synthetase (AS) kemudian kembali menjadi L-Arg

dibantu oleh argininosuccinate lyase (AL) (Bogdan, 2001). Poliamin (putresin,

spermidin, spermin) yang merupakan produk ornithine decarboxylase (ODC)

melalui jalur arginase, bekerja sebagai imunosupresan dan bisa downregulasi

produksi NO. Regulasi dan aktivitasi makrofag oleh berbagai sitokin inflamasi

Page 54: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

liv

tersebut menginduksi produksi NO yang berfungsi sebagai antimikroba, yang

dapat dilihat pada Gambar 2.7 (Bogdan, 2001; Boga et al, 2010). Peran NO

sebagai antimikroba terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu pertama,

menghambat replikasi bakteri melalui ikatan langsung DNA rantai ganda yang

menyebabkan deaminasi dan kerusakan; kedua menganggu metaloprotein zinc

yang terlibat dalam sintesis DNA; ketiga menganggu fungsi bakteri dengan cara

menganggu enzim bakteri yang mengandung heme dan oksidasi lipid bakteri

(Ibiza dan Serrador, 2008). Namun pada penyakit kusta, kuman M. leprae tidak

mudah dibunuh karena kuman ini memiliki efikasi patogen yang terdapat pada

komponen kapsul dan dinding sel terutama PGL-1 (Eichelmann et al, 2013).

Gambar 2.7

Jalur NO dan aktivitas antimikroba (Bogdan, 2001)

Pada proses fisiologis, NO yang berasal dari endotel berperan dalam regulasi

Page 55: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lv

resistensi vaskuler selama kehamilan normal dan preeklamsi. Penelitian Choi et al.

(2002) didapatkan produksi kadar NO meningkat seiring bertambahnya usia

kehamilan normal dan menurun saat terjadi preeklamsi, yang mana peningkatan

kadar NO ini akan menurun kembali ke nilai normal sekitar 12 minggu setelah

melahirkan.

Selain proses fisiologis, NO juga berperan dalam proses patofisiologi seperti

pada penyakit infeksi, inflamasi, kulit, disfungsi vaskuler, endokrin, dan

keganasan (Gautam dan Jain, 2007). Pada penyakit infeksi tuberkulosis, bakteri M.

tuberculosis menstimulasi produksi NO melalui iNOS untuk menghambat

pertumbuhan bakteri tersebut (Cals-Grierson dan Ormerod, 2004). Penyakit

inflamasi seperti reumatoid artritis dan asma, secara umum berhubungan dengan

pelepasan sitokin pro-inflamasi serta mediator inflamasi seperti NO (Khazan and

Hdyati, 2015). Pada penyakit reumatoid artritis, adanya NO mengakibatkan terjadi

pelepasan mediator inflamasi seperti IL-β, dan PGE2 yang menyebabkan

kerusakan kartilago (Gautam dan Jain, 2007). Pada penyakit asma, ditemukan sel

Th2 juga dipengaruhi oleh NO dengan demikian peningkatan jumlah NO

dikatakan berkontribusi terutama pada respon Th2 dan oleh karena itu terjadi

pelepasan immunoglobulin E (IgE) (Guzik et al, 2003).

Pada beberapa penyakit kulit seperti psoriasis vulgaris, produksi NO oleh

iNOS meningkat sebagai penanda inflamasi (Mahmoud et al, 2013; Kadam et al,

2010; Samuel dan Murari, 2013). Pada pasien lupus eritematosus sistemik dengan

Page 56: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lvi

manifestasi kulit ditemukan peningkatan produksi NO karena peningkatan regulasi

ekspresi iNOS pada sel endotel yang teraktivasi dan keratinosit setelah terpapar

sinar ultraviolet (UV) A dan UVB (Uva et al, 2012). Penelitian Siebra et al.

(2006) didapatkan kadar serum NO meningkat pada pasien pemfigus vulgaris

dibandingkan kontrol. Peningkatan ekspresi iNOS pada sel endotel lesi kulit

dermatitis atopik (DA) dapat menginduksi produksi NO yang menyebabkan

vasodilatasi sehingga lesi kulit pasien DA tampak eritema atau edema (Taniuchi et

al, 2001). Penelitian Kalkan et al. (2013) didapatkan kadar NO signifikan

meningkat pada pasien urtikaria akut dibandingkan kontrol. Penelitian Shuja et al.

(2015) didapatkan peningkatan NO yang signifikan pada pasien melasma.

Produksi NO juga meningkat pada penyakit dengan disfungsi vaskuler seperti

penyakit jantung koroner (Mori, 2010; Campbell et al, 2014; Smiljic et al, 2014).

Pada pasien diabetes melitus, produksi NO yang berlebihan melalui induksi iNOS

tampaknya menghambat kerja insulin sehingga menyebabkan terjadi resistensi

insulin (Ewadh dan Al-Khafaji, 2014). Penelitian Kirkali et al. (2000) didapatkan

kadar metabolit NO pada pasien sirosis hepatis signifikan meningkat dibandingkan

kontrol.

Pada beberapa penyakit kanker seperti kanker paru, payudara dan otak

ditemukan ekspresi iNOS yang berlebihan sebagai pro-neoplastik, memproduksi

kadar NO yang tinggi namun ekspresi eNOS dan nNOS juga ditemukan sangat

tinggi. Secara fisiologi kadar NO yang tinggi bersifat mutagenik dan berkontribusi

Page 57: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lvii

pada karsinogenesis (Gautam dan Jain, 2007).

Pada pasien yang merokok terjadi peroksidase lipid sehingga dapat

meningkatkan sintesis NO, karena NO bekerja sebagai inhibitor peroksidase lipid

(Chaves et al, 2007). Penelitian Budzynski et al. (2004) didapatkan kadar NOx

plasma pada individu yang tidak minum alkohol dalam kurun waktu 4 minggu

sebelum diambil sampel darah signifikan lebih rendah dibandingkan kelompok

kontrol.

Konsumsi glukokortikoid dan beberapa sitokin seperti TGF-β, IL-5, atau IL-

10, dapat menghambat induksi iNOS sehingga kadar NO rendah (Guzik et al,

2003). Kadar metabolit serum NO pada pasien kusta menurun bertahap sepanjang

perbaikan klinis sebagai respon terhadap terapi MDT (Elesawy et al, 2015).

Penelitian Osadolor dan Okosun (2014) didapatkan kadar vitamin C dan E pada

pasien kusta menurun secara signifikan (p < 0,05) dibandingkan dengan kontrol

sehat. Penelitian Trimbake et al. (2013) didapatkan kadar vitamin E pada pasien

kusta tipe MB (0,50 ± 0,06 mg/dl) menurun secara signifikan dibandingkan

kontrol (0,93 ± 0,15 mg/dl). Trimbake et al. (2013) juga meneliti kadar vitamin C,

didapatkan kadar vitamin C pada pasien kusta tipe MB (0,58 ± 0,06 mg/dl)

menurun secara signifikan dibandingkan kontrol. Vitamin C dan E dapat

meningkatkan kerja stimulasi sistem imun dan imunitas yang dimediasi oleh sel

yang sangat menurun pada kelompok lepromatous (Trimbake et al, 2013).

Defisiensi vitamin A menyebabkan ketidakseimbangan regulasi sistem imun yang

Page 58: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lviii

mengakibatkan respon imun mengarah ke Th2 sehingga terjadi menifestasi klinis

kearah lepromatosa (Austenaa dan Ross, 2001).

2.2.6 Peran nitric oxide pada penyakit kusta

Empat jalur sinyal yang terjadi pada makrofag melalui interaksi molekul yang

terdiri dari aktivasi TLRs oleh antigen M. leprae, peran TGF-β, jalur regulasi

TNF-α dan jalur yang dimediasi oleh vitamin D yang dapat dilihat pada Gambar

2.8 (Goulart, 2008).

Pertama, aktivasi TLRs oleh antigen M. leprae. Awalnya PGL-1, dan produk

bakteri lainnya dikenali oleh heterodimer TLR2/1 kemudian terjadi aktivasi TLR

yang menginduksi produksi sitokin dan molekul ko-stimulator yang memodulasi

respon imun didapat (Elesawy et al, 2015; Bogdan, 2015). Stimulasi TLRs yang

spesifik menyebabkan aktivasi sel T naïve untuk melepaskan IL-10 dan TGF-β

atau IL-12 dan IL-18 sehingga dapat ditentukan apakah respon sel T terhadap

respon imun yang terjadi mengarah ke Th1 atau Th2. Respon imun Th2 yang

terjadi pada pasien kusta tipe lepromatosa terbentuk jika sinyal dimediasi oleh

TLR2 sehingga dapat menginduksi pelepasan IL-10 dan TGF-β, sementara TLR1

menginduksi pelepasan sitokin IL-12 dan IL-18 yang selanjutnya menginduksi

pelepasan IFN-γ sehingga respon imun yang terbentuk mengarah ke Th1 yaitu

respon imun yang terjadi pada pasien kusta tipe tuberkuloid (Goulart, 2008).

Interferon-γ berperan penting dalam mekanisme pertahanan pejamu melawan

infeksi karena berperan untuk menginduksi produksi NO didalam makrofag,

Page 59: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lix

biasanya tampak pada lesi granuloma pasien kusta tipe tuberkuloid dan merupakan

sitokin utama pada respon Th1 (Thippeswamy, 2006; Goulart, 2008).

Kedua, peran TGF-β yaitu memediasi kerja supresi secara lokal berhubungan

dengan adanya PGL-1 dan menginduksi efek proinflamasi ketika disekresikan

secara sistemik oleh monosit sehingga bekerja sebagai sitokin yang memodulasi

reaksi inflamasi akut saat terbentuk respon imun Th2 pada penyakit kusta tipe MB

(Goulart, 2008).

Ketiga, makrofag yang diaktivasi oleh M. leprae dapat mensekresi berbagai

sitokin seperti IFN-γ, TNF-α dan IFN-β akibat partikel bakteri yang telah mati

sehingga dapat memproduksi NO (Garad et al, 2014). Keempat, aktivasi TLRs

makrofag juga meningkatkan regulasi reseptor vitamin D (VDR) dan gen vitamin

D-1-hydroxylase sehingga menyebabkan induksi katelisidin yang berfungsi

membunuh bakteri (Goulart, 2008; Nath et al, 2015). Vitamin D3 mengontrol

transkripsi gen target melalui VDR. Salah satu protein small ’mother againts’

decapentaplegic (SMAD) yaitu SMAD3 yang berakhir pada jalur sinyal TGF-β

yang berperan sebagai ko-aktivator spesifik untuk transaktivasi VDR. Oleh karena

itu SMAD3 berfungsi membantu aktivasi VDR sehingga dapat memperkuat jalur

sinyal TGF-β dan vitamin D3 (Goulart, 2008).

Page 60: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lx

Gambar 2.8

Jalur metabolik respon imun pada penyakit kusta (Goulart, 2008)

Nitric oxide juga dapat menyebabkan kerusakan saraf baik pada penyakit

kusta tipe PB maupun tipe MB dengan mekanisme yang berbeda (Scollard, 2008).

Ekspresi iNOS dan sintesis NO yang ditemukan pada saraf perifer pasien kusta

menunjukkan adanya peran NO pada mekanisme kerusakan saraf (Visca et al,

2002). Pada saraf pasien kusta tipe BL ditemukan nitrotirosin yang merupakan

produk akhir dari metabolisme NO, berkaitan dengan peroksidasi lipid mielin

yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya demielinisasi (Nath dan Chaduvula,

2010; Garad, 2014).

Penelitian kasus kontrol yang dilakukan pada bulan Oktober 2012 hingga

September 2013 oleh Elesawy et al. (2015) didapatkan perbandingan kadar NO

pada kelompok pasien kusta tipe PB dan MB lebih tinggi dibandingkan kontrol

Page 61: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxi

sehat, namun diantara kelompok tersebut kadar NO yang signifikan lebih tinggi

adalah pada kelompok pasien kusta tipe MB (366,49 ± 263,97 µmol; p = 0,001)

dibandingkan kelompok kontrol sehat (165,87 ± 13,05 µmol). Hal ini

menunjukkan bahwa kadar NO meningkat secara bertahap sepanjang spektrum

penyakit kusta (Elesawy et al, 2015). Temuan ini sesuai dengan penelitian oleh

Boga et al. (2010) tentang kadar NO pada pasien kusta dengan manisfestasi klinis

yang diklasifikasikan menjadi tipe PB dan MB, didapatkan perbandingan rerata

kadar NO signifikan paling tinggi pada pasien tipe MB (67,65 ± 27,07 µM; p <

0,001) dibandingkan kontrol sehat (40,57 ± 12,26 µM). Namun hal ini berbeda

dengan temuan kadar enzim iNOS yang tinggi pada lesi kulit pasien TT (Boga et

al, 2010). Pada pasien kusta, IFN-γ tampak pada lesi granuloma tipe tuberkuloid

dan merupakan sitokin utama dari respon Th1 karena IFN-γ berfungsi untuk

menginduksi produksi radikal bebas dalam makrofag (Goulart, 2008). Sejak enzim

iNOS diinduksi selama proses inflamasi, diduga sintesis NO dapat meningkat pada

lesi kulit pasien kusta tipe TT namun dikatakan bahwa kadar NO pada serum

dapat menunjukkan status metabolik pada seluruh tubuh dan oleh karena itu

didapatkan kadar metabolit NO yang lebih tinggi pada pasien kusta tipe MB

dengan lesi multipel kronik (Boga, 2010; Visca et al, 2002). Penelitian kasus

kontrol oleh Garad et al. (2014) juga memperoleh hasil yang sama yaitu terjadi

peningkatan kadar NO yang signifikan pada kelompok pasien kusta tipe MB

(144,78 ± 92,57 µmol/L; p < 0,001) dibandingkan kelompok pasien kusta tipe PB

Page 62: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxii

(70,87 ± 19,21 µmol/L).

Page 63: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxiii

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Penyakit kusta merupakan suatu penyakit infeksi granulomatosa kronis

dengan spektrum penyakit yang bervariasi tergantung dari respon imun alamiah

dan didapat. Seorang individu dapat menderita kusta tergantung dari faktor pejamu

yaitu genetik, agen dan lingkungan. Spektrum penyakit yang bervariasi tersebut

ditentukan sesuai klasifikasi Ridley dan Jopling pada tahun 1966, yang telah

digunakan sebagai dasar klasifikasi untuk menunjukkan status imun pasien

sekaligus mempermudah pemberian pengobatan. Salah satu kriteria dalam

klasifikasi ini adalah IB yang dapat membantu menentukan spektrum penyakit

kusta. Pertahanan pejamu terhadap perkembangan klinis penyakit kusta diatur oleh

aktivasi makrofag yang ditandai dengan adanya produksi NO. Pada individu yang

telah terinfeksi M. leprae terjadi pengenalan antigen M. leprae yaitu PGL-1 oleh

TLRs sehingga dilepaskan sitokin IFN-γ dan dengan adanya aktivasi jalur regulasi

TNF-α maka diproduksi enzim iNOS. Dengan bantuan enzim iNOS, asam amino

L-arginine kemudian memproduksi NO yang nantinya berfungsi untuk

menghambat pertumbuhan M. leprae. Oleh karena itu NO sebagai penanda

inflamasi juga dapat berperan untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit kusta,

yang mana kadar NO akan meningkat sepanjang spektrum kusta.

Page 64: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxiv

3.2 Kerangka Konsep

Konsep penelitian untuk mengetahui hubungan antara kadar nitric oxide

plasma dengan IB penderita kusta yang dinilai menggunakan skala logaritme

Ridley’s yang akan ditunjukkan pada Gambar 3.1.

`

NO Plasma ↑

Faktor Intrinsik

Usia > 60 tahun

Hamil

Reaksi kusta

Penyakit kulit

Penyakit sistemik

Faktor Ekstrinsik

Terapi MDT

Kortikosteroid

Antioksidan

Alkohol

Merokok

Kusta Tipe PB dan MB

Indeks Bakteri

PGL-1

Inducible

Nitric Oxide

Synthase

Genetik

Interferon-γ

Tumor necrosis factor-α

Keterangan :

: diteliti dan dianalisis

: tidak diteliti

NO : nitric oxide

PGL-1 : phenolic glycolipid-1

Page 65: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxv

Gambar 3.1

Bagan Kerangka Konsep Penelitian

3.3 Hipotesis Penelitian

1. Kadar nitric oxide plasma pada penderita kusta tipe MB lebih tinggi

dibandingkan penderita kusta tipe PB di RSUP Sanglah Denpasar.

2. Kadar nitric oxide plasma berkorelasi positif dengan indeks bakteri pada

penderita kusta di RSUP Sanglah Denpasar.

Page 66: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxvi

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional analitik

untuk mengetahui perbedaan kadar nitric oxide plasma antara penderita kusta tipe

PB dengan MB serta korelasi antara kadar nitric oxide plasma dengan indeks

bakteri pada subjek kusta berdasarkan pemeriksaan hapusan sayatan kulit

menggunakan skala logaritme Ridley’s. Rancangan penelitian ini dapat dilihat

secara skematis pada Gambar 4.1, dibawah ini:

Gambar 4.1

Rancangan penelitian cross-sectional

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar

selama pertengahan bulan Mei 2016 hingga pertengahan bulan Juni 2016.

Populasi

Sampel

Kusta Tipe PB

Indeks Bakteri

Kadar NO plasma

Kusta Tipe MB

Indeks Bakteri

Kadar NO plasma

Page 67: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxvii

Pemeriksaan hapusan sayatan kulit untuk menghitung nilai IB dilakukan di

laboratorium poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar, sedangkan

pemeriksaan kadar NO plasma dilakukan di Unit Pelayanan Teknis (UPT)

Laboratorium Analitik Universitas Udayana.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi target

Populasi target adalah semua pasien kusta berusia 5 tahun hingga 60 tahun.

4.3.2 Populasi terjangkau

Populasi terjangkau adalah semua pasien kusta berusia 5 tahun hingga 60

tahun yang berkunjung ke Poliklinik Kulit dan Kelamin Subdivisi Morbus Hansen

RSUP Sanglah Denpasar selama pertengahan bulan Mei 2016 hingga pertengahan

bulan Juni 2016.

4.3.3 Sampel penelitian

Sampel penelitian diambil dari populasi terjangkau yaitu semua pasien kusta

yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dengan cara consecutive sampling

sampai memenuhi jumlah yang diperlukan.

4.3.3.1 Kriteria inklusi

1. Semua pasien kusta baru dan lama yang memenuhi kriteria diagnosis, yang

berkunjung ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar.

2. Pasien warga negara Indonesia (WNI), berjenis kelamin laki-laki atau

Page 68: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxviii

perempuan yang berusia 5 hingga 60 tahun.

3. Bersedia ikut serta dalam penelitian dan telah menandatangani informed

consent.

4.3.3.2 Kriteria eksklusi

1. Subjek yang telah menyelesaikan pengobatan MDT atau release from

treatment (RFT).

2. Subjek yang sedang mengalami reaksi kusta yaitu reaksi reversal (RR) atau

eritema nodusum leprosum (ENL).

3. Subjek adalah pasien kusta yang mengalami relaps.

4. Subjek adalah seorang wanita hamil.

5. Subjek adalah seseorang perokok.

6. Subjek yang sedang atau pernah menderita penyakit kulit, seperti psoriasis

vulgaris, pemfigus vulgaris, dermatitis atopik, urtikaria, dan melasma.

7. Subjek yang sedang atau pernah menderita penyakit sistemik seperti asma

bronkhial, artritis reumatoid, lupus eritematosus sistemik, sirosis hepatis,

penyakit jantung koroner, keganasan, diabetes melitus dan infeksi

tuberkulosis.

8. Subjek yang sedang mengkonsumsi alkohol sebanyak minimal 1 gelas sehari

selama > 4 minggu sebelum diikutsertakan dalam penelitian.

9. Subjek yang sedang atau pernah mengkonsumsi antioksidan yaitu vitamin A,

Page 69: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxix

C dan E dalam waktu 4 minggu sebelum diikutsertakan dalam penelitian.

10. Subjek yang sedang atau pernah mengkonsumsi kortikosteroid dalam waktu 4

minggu sebelum diikutsertakan dalam penelitian.

4.3.4 Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus untuk

uji korelasi sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mencari korelasi antara kadar

nitric oxide plasma dengan IB. Rumus yang digunakan adalah rumus dari Fisher’s

arctanh (Z) transformation (Dahlan, 2008; Madiyono dkk, 2010).

Informasi data yang diperlukan untuk menentukan besar sampel pada

penelitian cross-sectional dengan menggunakan koefisien korelasi (r), yaitu:

1. Taksiran koefisien korelasi, r yaitu sebesar 0,4.

2. Tingkat kemaknaan atau interval kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95%,

yaitu α = 0,05.

3. Power penelitian yang direncanakan sebesar 80 %, yaitu β = 0,20.

Rumus Fisher’s arctanh (Z) transformation (Dahlan, 2008; Madiyono dkk,

2010):

Pada penelitian dengan rancangan cross-sectional ini direncanakan

menggunakan power sebesar 80 persen, yaitu β = 0,20 dengan Zβ = 0,842. Pada

penelitian ini juga ditetapkan α = 0,05 sehingga besarnya Zα = 1,96 dan koefisien

N = Zα + Zβ 2

0,5 ln[(1+r)/(1-r)] +3

Page 70: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxx

korelasi yang diperkirakan adalah 0,4. Berdasarkan perhitungan dengan

menggunakan rumus diatas, maka jumlah sampel minimal (n) yang diperlukan

untuk rancangan ini adalah 47 orang. Pada penelitian ini didapatkan jumlah

sampel sebanyak 51 orang.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Klasifikasi dan identifikasi variabel

Variabel penelitian merupakan karakteristik sampel penelitian yang diukur,

baik secara numerik maupun kategorikal. Variabel-variabel pada penelitian ini

ditampilkan pada Gambar 4.2.

Adapun variabel penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas adalah indeks bakteri, yang ditentukan menggunakan skala

logaritme Ridley’s, digolongkan sebagai variabel numerik.

2. Variabel tergantung adalah nitric oxide plasma, digolongkan sebagai variabel

numerik.

3. Variabel kendali adalah usia, reaksi kusta, kehamilan, perokok, psoriasis

vulgaris, pemfigus vulgaris, dermatitis atopik, urtikaria, melasma, asma

bronkhial, artritis reumatoid, lupus eritematosus sistemik, sirosis hepatis,

penyakit jantung koroner, keganasan, diabetes melitus, infeksi tuberkulosis,

terapi MDT, konsumsi alkohol, antioksidan, dan kortikosteroid.

Kadar NO plasma

Indeks bakteri

Usia, reaksi kusta, kehamilan, perokok, psoriasis vulgaris, pemfigus vulgaris,

dermatitis atopik, urtikaria, melasma, asma bronkhial, artritis reumatoid,

Variabel Kendali

Variabel Bebas Variabel Tergantung

Page 71: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxi

Gambar 4.2

Bagan hubungan antar variabel penelitian

4.4.2 Definisi operasional variabel

1. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi granulomatosa kronis yang ditandai

tiga tanda kardinal yaitu adanya lesi kulit berupa bercak putih atau merah

yang mati rasa, penebalan saraf, dan didapatkan adanya BTA pada hapusan

sayatan kulit. Diagnosis dan klasifikasi tipe kusta berdasarkan Ridley dan

Jopling yang ditegakkan berdasarkan adanya satu atau lebih tanda kardinal

melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik berupa klinis dan pemeriksaan IB.

Kemudian WHO mengkorelasikan tipe PB dan MB dengan klasifikasi Ridley

dan Jopling yaitu penyakit kusta tipe TT dan BT dimasukkan kedalam tipe PB

sementara penyakit kusta tipe BB, BL dan LL dimasukkan kedalam tipe MB.

2. Indeks bakteri adalah jumlah rata-rata basil M. leprae pada kulit yang didapat

dari hasil pemeriksaan hapusan sayatan kulit. Jumlah rata-rata basil M. leprae

yang dihitung dibawah mikroskop cahaya dengan mencari BTA yang solid,

Page 72: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxii

fragmentasi dan granuler pada 100 lapangan pandang. Berdasarkan skala

logaritme Ridley’s, IB diberi skor mulai dari +0 sampai +6.

3. Kadar NO plasma adalah jumlah kadar NO dalam plasma yang diperiksa

dengan cara mengambil sampel darah vena pada daerah kubiti sebanyak 3 cc,

kemudian diukur dengan metode Griess dan kit Cayman. Hasil pemeriksaan

didapatkan dalam data numerik dengan satuan µmol/liter dalam plasma.

4. Usia adalah jumlah tahun kehidupan ditentukan dari tanggal kelahiran sampai

saat datang ke rumah sakit yang dapat ditentukan dengan melihat data

kelahiran pada KTP, surat ijin mengemudi atau kartu keluarga.

5. Reaksi kusta adalah reaksi yang terjadi selama perjalanan penyakit, selama

pengobatan atau setelah pengobatan. Dua tipe reaksi kusta yaitu reaksi kusta

tipe 1 atau RR dengan keluhan timbul bercak kulit yang sebelumnya telah ada

makin merah, makin tebal dan jumlahnya bertambah banyak yang dapat

disertai demam dan nyeri saraf. Reaksi kusta tipe 2 atau ENL dengan keluhan

timbul benjolan merah baru, yang dapat disertai demam dan nyeri saraf.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

6. Kehamilan adalah adanya janin dalam rahim seorang wanita yang dibuktikan

dengan adanya hasil tes kehamilan yang positif atau terlihat janin dalam rahim

pada pemeriksaan ultrasonography (USG) yang dilakukan oleh dokter.

7. Perokok adalah seseorang yang sedang merokok > 10 batang per hari selama

3 tahun atau lebih yang didapatkan melalui teknik wawancara.

Page 73: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxiii

8. Psoriasis vulgaris adalah penyakit peradangan kronis pada kulit berupa bercak

merah berbatas tegas ditutupi sisik tebal berwarna putih keperakan di daerah

predileksi terutama ekstremitas bagian ekstensor seperti siku dan lutut, kulit

kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia, yang disertai tanda Auspitz,

koebner dan fenomena bercak lilin yang positif. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

9. Pemfigus vulgaris adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh bula yang

mudah pecah, tampak pada kulit normal maupun pada kulit yang eritema di

seluruh permukaan kulit dan membran mukosa kecuali telapak tangan dan

kaki. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

10. Dermatitis atopik adalah peradangan pada kulit yang disertai rasa gatal,

berlangsung kronis atau berulang pada predileksi dan morfologi yang khas

sesuai usia, dengan riwayat pribadi serta riwayat keluarga atopi (asma, rhinitis

alergi). Diagnosis dermatitis atopik ditegakkan bila memenuhi 3 kriteria

mayor dan 3 kriteria minor berdasarkan kriteria Hanifin dan Rajka melalui

anamnesis dan pemeriksaan fisik.

11. Urtikaria adalah keluhan pada kulit berupa reaksi kemerahan dan edema yang

timbul tiba-tiba serta cepat menghilang disertai rasa gatal. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

12. Melasma adalah makula hiperpigmentasi simetris, irregular, berwarna coklat

muda hingga coklat tua pada bagian tubuh yang sering terpapar sinar

Page 74: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxiv

matahari, terutama pada daerah wajah, yaitu dahi, hidung, dagu, diatas bibir,

pipi, rahang atas dan bawah. Kedalaman lesi makula tersebut dapat ditentukan

dengan menggunakan lampu Wood. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik.

13. Asma bronkhial adalah suatu keadaan yang ditandai dengan serangan sesak

napas berulang, dengan mengi akibat kontraksi spasmodik bronki. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik atau seseorang yang

sebelumnya telah didiagnosis menderita asma bronkhial oleh dokter yang

ditanyakan melalui anamnesis.

14. Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun yang menyebabkan inflamasi

pada sendi yang berlangsung kronik ditandai oleh kaku sendi pagi hari lebih

dari 1 jam, artritis mengenai 3 sendi atau lebih yaitu sendi proksimal

interfalang kanan dan kiri, pergelangan tangan dan kaki, siku, lutut dimana

keterlibatan sendi biasanya simetris dan memeneuhi kriteria American

Collage of Rheumatology (ACR) tahun 1987. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

15. Lupus eritematosus sistemik adalah penyakit autoimun yang menyerang

banyak organ antara lain sendi, kulit, jantung, ginjal, paru. Diagnosis

ditegakkan dengan menggunakan kriteria ACR yaitu adanya malar rash,

fotosensitivitas, ulkus di mulut, lesi kulit diskoid, nyeri sendi, kejang,

kelainan hematologi, kelainan ginjal, tes antinuclear antibody positif.

Page 75: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxv

Diagnosis ditegakkan bila dijumpai 4 dari 11 kriteria ACR. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

16. Sirosis hepatis adalah seseorang yang memiliki tanda klinis berupa adanya

ikterus, asites dan edema, pembesaran hati serta hipertensi portal melalui

anamnesis dan pemeriksaan fisik atau seseorang yang sebelumnya telah

didiagnosis menderita sirosis hepatis oleh dokter yang ditanyakan melalui

anamnesis.

17. Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan akibat terjadinya

penyempitan, penyumbatan atau kelainan pembuluh nadi koroner, ditandai

dengan rasa tidak nyaman atau sesak di dada terutama pada dada tengah dan

menyebar ke leher, dagu dan tangan, serta rasa tercekik. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik atau seseorang yang

sebelumnya telah didiagnosis menderita penyakit jantung koroner oleh dokter

yang ditanyakan melalui anamnesis.

18. Keganasan adalah kanker, neoplasma atau tumor yang tumbuh secara tidak

terkontrol dan memburuk secara progresif hingga menyebabkan kematian.

Keganasan ditandai dengan adanya anaplasia, invasif, dan metastasis.

Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan fisik atau sebelumnya telah

didiagnosis menderita keganasan oleh dokter yang ditanyakan melalui

anamnesis.

19. Diabetes melitus adalah kelainan metabolik yang disebabkan oleh banyak

Page 76: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxvi

faktor seperti kurangnya insulin atau resistensi insulin yang ditandai dengan

keluhan berat badan menurun, poliuri (sering berkemih), polidipsi (sering

haus), dan polifagi (sering lapar). Diagnosis ditegakkan berdasarkan

anamnesis atau sebelumnya telah didiagnosis menderita diabetes melitus oleh

dokter yang ditanyakan melalui anamnesis.

20. Infeksi tuberkulosis adalah penyakit infeksi paru kronis yang ditandai dengan

keluhan batuk kronis yang disertai batuk darah, demam, keringat malam, dan

berat badan menurun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik atau seseorang yang sebelumnya telah didiagnosis

menderita tuberkulosis oleh dokter yang ditanyakan melalui anamnesis.

21. Multiple drug therapy (MDT) adalah pengobatan standar kusta menurut WHO

terdiri dari kombinasi obat rifampisin, dapson, dan klofazimin. Regimen PB

dengan lesi kulit 2-5 buah, terdiri atas rifampisin 600 mg sebulan sekali

ditambah dapson 100 mg/hari selama 6 bulan. Regimen MB dengan lesi kulit

lebih dari 5 buah, terdiri atas kombinasi rifampisin 600 mg sebulan sekali,

dapson 100 mg/hari ditambah klofazimin 300 mg/sebulan dengan lama

pengobatan 12 bulan. Regimen PB dosis tunggal terdiri atas rifampisin 600

mg ditambah ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg (ROM) dosis tunggal.

22. Konsumsi alkohol adalah subjek yang sedang mengkonsumsi minuman yang

mengandung alkohol 1 gelas sehari selama > 4 minggu sebelum

diikutsertakan dalam penelitian, yang didapatkan melalui teknik wawancara.

Page 77: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxvii

23. Konsumsi kortikosteroid adalah subjek yang sedang atau pernah

mengkonsumsi kortikosteroid dalam waktu ≤ 4 minggu sebelum

diikutsertakan dalam penelitian, yang didapatkan melalui teknik wawancara.

24. Konsumsi antioksidan adalah subjek yang sedang atau pernah mengkonsumsi

vitamin A, C dan E dalam waktu ≤ 4 minggu sebelum diikutsertakan dalam

penelitian, yang didapatkan melalui teknik wawancara.

4.5 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serum dari 5 lokasi yaitu

cuping telinga kanan dan kiri, lesi kulit yang paling aktif, ruas kedua dorsum jari

tengah dan dorsum ibu jari kaki untuk pemeriksaan hapusan sayatan kulit, serta

darah vena dari subjek penelitian untuk pemeriksaan kadar NO plasma.

4.6 Instrumen Penelitian

4.6.1 Instrumen

Alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Lembaran informed consent.

2. Kuesioner dipersiapkan sebelumnya untuk memperoleh karakteristik pasien.

3. Perlengkapan untuk mengambil sampel hapusan sayatan kulit: objek gelas,

lampu spiritus (bunsen), scalpel, kapas alkohol, selotip, botol yang berisi:

larutan carbol fuchsin 0,3 %, asam alkohol 3 %, larutan methylene blue 0,3 %,

Page 78: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxviii

jam dengan alarm, wastafel dengan air mengalir, pipet, besi penyangga, rak

objek gelas, kertas tisu, sarung tangan.

4. Perlengkapan untuk mengambil sampel darah vena: sarung tangan, torniket,

antiseptik, jarum serta spuit sekali pakai 3 ml, kasa verban, plester.

5. Kit Cayman Nitrate/Nitrite Colorimetric Assay untuk pemeriksaan NO

dengan metode Greiss.

6. Ice box.

7. Sentrifugasi dengan pendingin 40

C untuk memisahkan sel darah dengan

plasma.

8. Microplate reader dan aksesoris.

9. Pengocok dan pengaduk.

10. Mikropipet 10 µL, 50 µL, 100 µL.

11. Tabung kaca, rak tabung dan gelas beker.

4.6.2 Reagen

1. Assay buffer

2. Nitrat reduktase

3. Enzim kofaktor

4. Nitrat standar

5. Nitrit standar

6. Reagen Greiss R1 dan R2

Page 79: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxix

4.7 Prosedur Penelitian

1. Pemilihan sampel penelitian yaitu semua pasien kusta baru dan lama yang

berkunjung ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi melalui anamnesis dan pemeriksaan

fisik.

2. Diagnosis penyakit kusta ditegakkan berdasarkan adanya satu atau lebih tanda

kardinal dengan kriteria yaitu lesi kulit berupa bercak putih atau merah yang

mati rasa, penebalan saraf, dan didapatkan adanya basil tahan asam (BTA)

pada hapusan sayatan kulit. Subjek kusta dengan klasifikasi Ridley dan

Jopling kemudian dikorelasikan dengan klasifikasi berdasarkan WHO yang

membagi kusta menjadi dua tipe yaitu kusta tipe PB dan kusta tipe MB.

3. Subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diminta untuk

menandatangani informed consent sebagai bukti telah bersedia dan setuju

untuk ikut serta dalam penelitian. Subjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi dikeluarkan dari sampel penelitian.

4. Pada subjek dilakukan pemeriksaan IB melalui pemeriksaan hapusan sayatan

kulit. Interpretasi IB ditentukan menggunakan skala logaritme Ridley’s.

Pemeriksaan hapusan sayatan kulit dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Pengambilan spesimen pada 5 lokasi yaitu cuping telinga kanan dan

kiri, lesi kulit yang paling aktif, ruas kedua dorsum jari tengah dan

Page 80: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxx

dorsum ibu jari kaki untuk pemeriksaan hapusan sayatan kulit.

b. Bersihkan lokasi pengambilan spesimen yaitu lobus telinga dan lesi

kulit dengan kapas alkohol 70% lalu biarkan sampai mengering.

c. Nyalakan api bunsen.

d. Jepit lobus telinga dengan erat menggunakan ibu jari dan telunjuk

sampai kulit menjadi pucat agar tidak berdarah, jika berdarah

bersihkan darah tersebut dengan kapas alkohol karena akan

mengganggu pewarnaan dan pembacaan.

e. Membuat sayatan dengan arah dari atas ke bawah sampai didapat

bubur jaringan menggunakan scalpel no. 15, panjang sayatan sekitar 5

mm dan kedalaman 2-3 mm, lalu putar pisau scalpel 90° dan

pertahankan pada sudut yang tepat pada irisan.

f. Membuat hapusan dari serum atau bubur jaringan tersebut pada objek

gelas berbentuk lingkaran dengan diameter 8 mm, pada sisi yang sama

dengan letak identitas (satu objek gelas bisa untuk 2-3 hapusan).

g. Biarkan objek gelas tersebut mengering beberapa saat dengan

temperatur ruangan, tetapi tidak boleh dibawah cahaya matahari

langsung.

h. Hapus kotoran pada mata pisau scalpel menggunakan kapas alkohol.

Lewatkan mata pisau scalpel diatas nyala api bunsen selama 3-4 detik.

Page 81: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxxi

Biarkan dingin tapi jangan sampai menyentuh sesuatu.

i. Fiksasi hapusan dengan cara melewatkan bagian bawah objek gelas

sebanyak 3 kali diatas api bunsen sebelum pewarnaan. Kaca objek

tersebut jangan sampai terlalu panas saat disentuh.

j. Tutup luka sayatan dengan kapas dan dilekatkan dengan menggunakan

selotip.

k. Ulangi langkah diatas untuk lokasi hapusan sayatan kulit yang lain.

l. Buatlah pewarnaan dengan teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen.

m. Letakkan objek gelas pada rak pewarnaan dengan sisi hapusan

menghadap keatas.

n. Pewarnaan dilakukan dengan cara:

1. Teteskan larutan carbol fuchsin pada seluruh permukaan objek

gelas lalu biarkan selama 10 menit.

2. Panaskan objek gelas diatas lampu spiritus dengan hati-hati sampai

uap carbol fuchsin keluar tetapi tidak boleh sampai mendidih.

3. Bilas objek gelas perlahan dengan air mengalir dan keringkan air

hingga objek gelas tidak berwarna lagi.

4. Teteskan asam alkohol 3 % pada seluruh permukaan objek gelas

lalu biarkan selama 10 detik kemudian dibilas perlahan dengan air

mengalir.

5. Teteskan methylene blue 0,3 % pada permukaan objek gelas lalu

Page 82: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxxii

biarkan selama 1 menit.

6. Bilas objek gelas dengan air mengalir dan biarkan mengering di rak

pengeringan dengan posisi miring, sisi hapusan menghadap

kebawah.

o. Cara melakukan pembacaan hapusan sayatan kulit:

1. Letakkan objek gelas dibawah mikroskop dengan hapusan

menghadap ke atas.

2. Fokuskan gambar menggunakan objektif 10 kali kemudian

tetesi permukaannya dengan setetes minyak emersi.

3. Rubah objektif menjadi pembesaran 100 kali.

4. Basil tahan asam akan tampak sebagai batang merah dengan

latar belakang biru. Bentuknya dapat lurus atau melengkung,

dan warna merah merata atau homogen (solid) atau tidak rata

(fragmentasi dan granuler).

5. Setelah melakukan pemeriksaan lapangan pandang pertama,

dipindahkan ke lapangan pandang berikutnya. Pemeriksaan

dilakukan sekitar 100 lapangan pandang tiap hapusan.

6. Jika BTA terlihat, maka dijumlahkan menurut skala berikut,

lalu IB dijumlahkan untuk setiap hapusan secara terpisah.

a) 0 : 0 BTA dalam 100 LP

b) +1 : 1-10 BTA dalam 100 LP

Page 83: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxxiii

c) +2 : 1-10 BTA dalam 10 LP

d) +3 : 1-10 BTA dalam rata-rata 1 LP

e) +4 : 10-100 BTA dalam rata-rata 1 LP

f) +5 : 100-1000 BTA dalam rata-rata 1 LP

g) +6 : >1000 BTA dalam rata-rata 1 LP

5. Pada subjek dilakukan pengambilan darah vena sebanyak 3 cc untuk

memeriksa kadar metabolit NO plasma yang akan dilakukan di UPT Analitik

Universitas Udayana menggunakan metode Greiss. Prosedur pengambilan

darah sebagai berikut:

a. Darah vena yang telah diambil dari subjek dimasukkan ke dalam tabung

darah berisi EDTA 10 % kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1000

rpm selama 10 menit hingga sel darah terpisah dari plasma, kemudian

aspirasi plasma tersebut.

b. Plasma diaspirasi dan dimasukkan ke dalam microtube 1 cc yang telah

diberi label (identitas subjek, nomor urut sampel penelitian) kemudian

diambil 80 µl dan dilarutkan secara manual dengan menambahkan 200 µl

larutan assay buffer.

c. Larutan ditambahkan 10 µl enzim kofaktor dan 10 µl nitrat reduktase

kemudian ditutup dan diinkubasi pada suhu ruangan selama 3 jam.

d. Selanjutnya ditetesi 50 µl reagen Greiss R1 dan dengan cepat

menambahkan 50 µl reagen Greiss R2, piringan digoyang perlahan untuk

Page 84: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxxiv

mencampurkan reagen dan inkubasi selama 10 menit pada suhu ruangan.

e. Baca absorban pada 540 nm atau 550 nm menggunakan microplate reader

(BIO-RAD model 680). Kadar NO dinyatakan dalam satuan µmol/liter.

6. Analisis data statistik.

Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, maka dibuat alur penelitian

dalam bentuk bagan alur penelitian pada Gambar 4.3.

Page 85: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxxv

Page 86: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxxvi

4.8 Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis data untuk penelitian cross-

sectional analitik. Data yang dikumpulkan diperiksa, dikode, diolah dan dianalisis

menggunakan perangkat lunak komputer. Uji statistik dilakukan dengan program

Statistical Package for Social Sciences (SPSS), versi 17.0. Analisis data statistik

terdiri dari:

1. Analisis statistik deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik

umum dan distribusi variabel seperti: jenis kelamin, usia, riwayat kontak,

indeks bakteri, tipe kusta berdasarkan WHO serta Ridley dan Jopling, dan

riwayat terapi.

2. Uji normalitas data

Normalitas data dinilai menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov

karena jumlah sampel lebih dari 50. Pada uji normalitas, data memiliki

distribusi normal jika nilai kemaknaan atau nilai p > 0,05 dan data

berdistribusi tidak normal jika nilai kemaknaan atau nilai p < 0,05.

3. Analisis komparasi

Analisis komparasi dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar nitric oxide

plasma antara subjek kusta tipe PB dengan subjek kusta tipe MB, serta untuk

mengetahui perbedaan kadar nitric oxide plasma antara subjek kusta yang

belum mendapat terapi MDT dengan subjek kusta yang sudah mendapat terapi

Page 87: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxxvii

MDT. Uji komparasi yang digunakan adalah uji non parametrik Mann-Whitney

karena data kadar NO plasma berdistribusi tidak normal.

4. Analisis korelasi

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui korelasi antara kadar nitric

oxide plasma dengan indeks bakteri. Analisis yang digunakan adalah uji

Spearman’s rho karena data kadar NO plasma dan nilai IB berdistribusi tidak

normal.

4.9 Etika Penelitian

Protokol penelitian untuk ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian

Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah Denpasar telah diberikan sebelum

penelitian dilaksanakan. Subjek yang memenuhi kriteria penelitian diberikan

penjelasan mengenai tujuan dari protokol penelitian serta diminta untuk mengisi

informed consent secara tertulis.

Subjek penelitian memiliki hak sepenuhnya untuk menolak ikut serta dalam

penelitian apabila tidak bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini. Seluruh

biaya penelitian dan biaya lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini

ditanggung oleh peneliti.

Page 88: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxxviii

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional analitik yang dilakukan

di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar selama pertengahan

bulan Mei 2016 hingga pertengahan bulan Juni 2016, didapatkan 51 sampel

penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel penelitian terdiri

dari 17 subjek kusta tipe PB dan 34 subjek kusta tipe MB. Data karakteristik

subjek kusta meliputi jenis kelamin, usia, riwayat kontak, indeks bakteri, tipe

penyakit kusta berdasarkan WHO dan Ridley Jopling, serta riwayat terapi MDT,

yang dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Pada penelitian ini didapatkan subjek kusta yang berjenis kelamin laki-laki

lebih banyak dibandingkan perempuan dengan jumlah laki-laki sebanyak 29 orang

(56,9 %) dan perempuan sebanyak 22 orang (43,1 %). Berdasarkan karakteristik

usia digunakan usia terendah 5 tahun dan usia tertinggi 60 tahun, dengan rerata

usia yaitu 36,76 ± 12,93 tahun dan median 35 tahun. Subjek kusta dengan rentang

usia 5 tahun hingga 60 tahun kemudian dikelompokkan menjadi beberapa

kelompok usia. Berdasarkan pengelompokan usia tersebut didapatkan kelompok

usia 26-35 tahun adalah kelompok usia yang paling banyak menderita kusta yaitu

sebanyak 18 orang (35,3 %) sementara kelompok usia 5-15 tahun adalah

Page 89: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

lxxxix

kelompok usia yang paling sedikit menderita kusta yaitu hanya sebanyak 2 orang

(3,9 %).

Data riwayat kontak dengan penderita kusta yang paling banyak ditemukan

adalah riwayat kontak positif yaitu sebanyak 28 orang (54,9 %) sementara riwayat

kontak negatif hanya sebanyak 23 orang (45,1 %). Diantara riwayat kontak positif

yang paling banyak ditemukan 13 orang (25,5 %) dengan riwayat kontak serumah.

Seluruh subjek kusta diklasifikasikan spektrum penyakitnya berdasarkan

WHO serta Ridley dan Jopling. Berdasarkan WHO didapatkan kelompok kusta

tipe MB lebih banyak yaitu sebanyak 34 orang (66,7 %) dan sisanya 17 orang

(33,3 %) dengan kusta tipe PB. Berdasarkan Ridley dan Jopling yang paling

banyak ditemukan adalah kusta tipe borderline, diantara tipe tersebut kusta tipe

BL yang paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 20 orang (39,2 %), diikuti kusta

tipe BT sebanyak 15 orang (29,4 %) dan kusta tipe BB sebanyak 10 orang (19,6

%). Pada pemeriksaan IB yang paling banyak ditemukan adalah nilai IB 0 yaitu

sebanyak 14 orang (27,5 %) dengan distribusi IB 0 lebih banyak pada kelompok

kusta tipe PB yaitu 12 orang sedangkan pada kelompok kusta tipe MB didapatkan

hanya sebanyak 2 orang. Dari 51 subjek kusta tersebut sebanyak 36 orang (70,6

%) sudah mendapatkan terapi MDT sementara sisanya yaitu 15 orang (29,4 %)

belum pernah mendapatkan terapi MDT.

Page 90: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xc

Tabel 5.1

Karakteristik subjek kusta

No. Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

Kelompok Usia (tahun)

5 - 15

16 - 25

26 - 35

36 - 45

46 - 55

56 - 60

Riwayat Kontak

Tidak ada kontak

Kontak serumah

Kontak Tetangga

Kontak teman kerja/lain-lain

Indeks Bakteri

0

+1

+2

+3

+4

Tipe Kusta Berdasarkan WHO

Tipe PB

Tipe MB

Tipe Kusta Berdasarkan Ridley

dan Jopling

Tipe TT

Tipe BT

Tipe BB

Tipe BL

29

22

2

7

18

11

7

6

23

13

10

5

14

12

6

13

6

17

34

2

15

10

20

56,9

43,1

3,9

13,7

35,3

21,6

13,7

11,8

45,1

25,5

19,6

9,8

27,5

23,5

11,8

25,5

11,8

33,3

66,7

3,9

29,4

19,6

39,2

Page 91: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xci

7.

Tipe LL

Riwayat terapi MDT

Belum terapi

Sudah terapi

4

15

36

7,8

29,4

70,6

5.2 Uji Normalitas Data

Pada data penelitian kadar nitric oxide plasma dan nilai indeks bakteri yang

diperiksa dari subjek kusta dilakukan uji normalitas, yang dapat dilihat pada Tabel

5.2. Uji normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov karena jumlah

sampel penelitian lebih dari 50, didapatkan hasil uji normalitas data kadar NO

plasma, indeks bakteri dan riwayat terapi MDT berditribusi tidak normal dengan

nilai p < 0,05.

Tabel 5.2

Hasil uji normalitas data

No. Variabel p

1.

2.

Kadar NO

Nilai indeks bakteri

0,007

< 0,001

Page 92: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xcii

3. Riwayat terapi MDT 0,016

Signifikansi nilai p > 0,05

5.3 Komparasi Kadar Nitric Oxide Plasma pada Subjek Kusta Tipe

Pausibasilar dan Kusta Tipe Multibasilar

Pada penelitian ini didapatkan rerata kadar NO plasma pada kelompok subjek

kusta tipe PB yaitu 133,15 ± 5,87 µmol/L, serta median 130,66 µmol/L dengan

nilai minimum 122,53 µmol/L dan nilai maksimum 144,86 µmol/L. Pada

kelompok subjek kusta tipe MB rerata kadar NO plasma yaitu 150,98 ± 10,21

µmol/L, serta median 155,50 µmol/L dengan nilai minimum 130,81 µmol/L dan

nilai maksimum 166,57 µmol/L. Berdasarkan hasil uji normalitas data didapatkan

kadar NO plasma berdistribusi tidak normal baik pada kelompok kusta tipe PB

maupun kusta tipe MB, sehingga dilakukan uji non parametrik Mann-Whitney

untuk menganalisis perbedaan kadar NO plasma pada kedua kelompok tersebut.

Berdasarkan hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa kadar NO plasma pada

kelompok subjek kusta tipe MB lebih tinggi secara signifikan dibandingkan

dengan kelompok subjek kusta tipe PB, dengan nilai p < 0,001 (p < 0,05), yang

dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3

Hasil analisis perbandingan kadar nitric oxide plasma antara

subjek kusta tipe pausibasilar dengan kusta tipe multibasilar

n Rerata ± SD (µmol/L)

Median

(minimum-maksimum)

p

Page 93: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xciii

Kusta Tipe PB

Kusta Tipe MB

17

34

133,15 ± 5,87

150,98 ± 10,21

130,66

(122,53 - 144,86)

155,50

(130,81-166,57)

< 0,001

Signifikansi nilai p < 0,05

Pada grafik box plot menunjukkan perbandingan nilai kadar NO plasma pada

kelompok subjek kusta tipe MB lebih tinggi dibandingkan kelompok subjek kusta

tipe PB, yang dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1

Grafik box plot perbandingan kadar nitric oxide plasma antara

subjek kusta tipe pausibasilar dengan kusta tipe multibasilar

Pada penelitian ini subjek kusta yang sudah mendapatkan terapi MDT dapat

menjadi variabel pengganggu yang tidak dieksklusi, dari 51 subjek kusta

Page 94: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xciv

didapatkan sebanyak 36 orang (70,6 %) yang sudah mendapatkan terapi MDT.

Oleh karena itu dilakukan analisis terhadap kadar NO plasma antara subjek kusta

yang sudah mendapatkan terapi MDT dengan yang belum mendapatkan terapi

MDT.

Pada penelitian ini didapatkan rerata kadar NO plasma pada kelompok subjek

kusta yang sudah mendapatkan terapi MDT yaitu 145,29 ± 12,44 µmol/L, serta

median 145,24 µmol/L dengan nilai minimum 122,53 µmol/L dan nilai maksimum

166,57 µmol/L. Pada kelompok subjek kusta yang belum mendapatkan terapi

MDT rerata kadar NO plasma yaitu 145,62 ± 12,37 µmol/L, serta median 144,86

µmol/L dengan nilai minimum 128,61 µmol/L dan nilai maksimum 161,85

µmol/L. Berdasarkan hasil uji normalitas data didapatkan kadar NO plasma

berdistribusi tidak normal pada kelompok subjek kusta yang sudah mendapatkan

terapi MDT sedangkan pada kelompok yang belum mendapatkan terapi MDT

kadar NO plasma berdistribusi normal, sehingga dilakukan uji non parametrik

Mann-Whitney untuk menganalisis perbedaan kadar NO plasma pada kedua

kelompok tersebut. Berdasarkan hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa kadar

NO plasma pada kelompok subjek kusta yang sudah mendapatkan terapi MDT dan

yang belum mendapatkan terapi MDT tidak berbeda secara signifikan dengan nilai

p = 0,741 (p > 0,05), yang dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4

Page 95: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xcv

Hasil analisis perbandingan kadar nitric oxide plasma antara

subjek kusta yang sudah mendapatkan terapi MDT dengan

yang belum mendapatkan terapi MDT

n Rerata ± SD (µmol/L)

Median

(minimum-maksimum)

p

Sudah Terapi MDT

Belum terapi MDT

36

15

145,29 ± 12,44

145,62 ± 12,37

145,24

(122,53 - 166,57)

144,86

(128,61-161,85)

0,741

Signifikansi nilai p < 0,05

Pada gambaran box plot menunjukkan kadar NO plasma pada kelompok

subjek kusta yang sudah mendapatkan terapi MDT dan yang belum mendapatkan

terapi MDT tidak berbeda secara signifikan, yang dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2

Grafik box plot perbandingan kadar nitric oxide plasma antara

subjek kusta yang sudah mendapatkan terapi MDT dengan

yang belum mendapatkan terapi MDT

Page 96: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xcvi

5.4 Korelasi Kadar Nitric Oxide Plasma dengan Indeks Bakteri pada Subjek

Kusta

Pada penelitian ini dilakukan uji korelasi Spearman’s rho untuk mengetahui

korelasi antara kadar NO plasma dengan indeks bakteri karena data kadar NO

plasma dan indeks bakteri pada subjek kusta berdistribusi tidak normal. Hasil

analisis ini menunjukkan korelasi positif yang kuat antara kadar NO plasma

dengan indeks bakteri (r = 0,968; p < 0,001), artinya semakin tinggi nilai indeks

bakteri maka kadar NO plasma juga akan semakin tinggi, yang dapat dilihat pada

Tabel 5.5 dan Gambar 5.3.

Tabel 5.5

Hasil uji korelasi kadar nitric oxide plasma dengan indeks bakteri

Indeks bakteri

Kadar NO plasma Kekuatan korelasi (r)

p

n

0,968

< 0,001

51

Signifikansi nilai p < 0,01

Page 97: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xcvii

Gambar 5.3

Grafik box plot kadar nitric oxide plasma dengan indeks bakteri

5.5 Analisis Regresi Linier Hubungan Kadar Nitric Oxide Plasma dengan

Indeks Bakteri

Hasil analisis regresi liner didapatkan koefisien beta (β= 8,45), menunjukkan

adanya pengaruh signifikan antara nilai indeks bakteri dengan kadar NO plasma

pada subjek kusta. Setiap peningkatan indeks bakteri sebesar +1, akan diikuti oleh

peningkatan kadar NO plasma sebesar 8,45 µmol/L. Berdasarkan koefisien

determinasi (R2 = 95 %), artinya sebesar 95 % kadar NO plasma pada subjek kusta

dipengaruhi oleh nilai indeks bakteri dan hanya sebesar 5 % dipengaruhi oleh

faktor lain, yang dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6

Hasil analisis regresi linier hubungan kadar nitric oxide plasma

dengan indeks bakteri pada subjek kusta

Page 98: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xcviii

Variabel Koefisien Beta (β) Koefisien determinasi (R2) p

Indeks Bakteri 8,45 95 % < 0,001

Page 99: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

xcix

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan 51 subjek kusta yang terdiri dari 17 subjek kusta

tipe PB dan 34 subjek kusta tipe MB. Pada kedua kelompok tersebut dilakukan

pengambilan darah vena untuk pemeriksaan kadar NO plasma dan pemeriksaan

hapusan sayatan kulit untuk menentukan nilai indeks bakteri berdasarkan skala

logaritme Ridley’s.

Pada penelitian ini didapatkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita

kusta dibandingkan perempuan dengan jumlah laki-laki sebanyak 29 orang (56,9

%) sementara perempuan sebanyak 22 orang (43,1 %) dengan perbandingan 1,3:1

antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan beberapa laporan, penyakit kusta

dapat menyerang baik laki-laki maupun perempuan namun sebagian besar Negara

di dunia menemukan bahwa laki-laki lebih banyak menderita penyakit kusta

dibandingkan perempuan dengan perbandingan 2:1 (Rao et al, 2012; Thorat dan

Sharma, 2010). Hasil penelitian ini serupa dengan beberapa penelitian deskriptif

sebelumnya. Penelitian Bhat dan Chaitra (2013) di India Selatan, melaporkan dari

46 kasus kusta baru (83,63 %) pada tahun 2011 dan 2012 diantaranya ditemukan

laki-laki lebih banyak yaitu sebanyak 25 orang (54,35 %). Penelitian Tosepu et al,

(2015) di Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara, melaporkan dari 34 penderita

Page 100: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

c

kusta didapatkan 19 orang (55,9%) laki-laki sementara sisanya 15 orang (44,1 %)

perempuan. Laki-laki lebih banyak menderita penyakit kusta karena mobilitas

laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga lebih memudahkan

terjadinya kontak dengan penderita kusta (Thorat dan Sharma, 2010; Bhat dan

Chaitra, 2013). Berbeda dengan hasil penelitian Gomes da Cruz Silva et al. (2015)

di Brazil yang melaporkan jumlah kasus kusta lebih banyak pada perempuan

dibandingkan laki-laki. Jumlah perempuan yang menderita kusta lebih banyak

dibandingkan laki-laki karena perempuan lebih sering mencari pelayanan

kesehatan, berbeda dengan laki-laki yang hanya akan mencari pelayanan

kesehatan bila gejala yang tampak sudah berat atau bahkan sudah mengalami

kecacatan. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan lebih perduli terhadap

penampilan fisiknya dibandingkan dengan laki-laki (Gomes da Cruz Silva et al,

2015; Bhat dan Chaitra, 2013). Distribusi karakteristik berdasarkan jenis kelamin

juga berkaitan dengan paparan dan derajat kerentanan individu, oleh karena itu

bila terdapat perbedaan jumlah kasus berdasarkan jenis kelamin maka harus

dianalisis apakah perbedaan tersebut karena terdapat perbedaan perbandingan jenis

kelamin pada populasi atau karena faktor genetik (Tosepu et al, 2015).

Rentang usia subjek kusta yang digunakan pada penelitian ini yaitu 5 tahun

yang merupakan usia terendah hingga 60 tahun, dengan rerata usia yaitu 36,76 ±

12,927 tahun dan median 35 tahun. Subjek kusta dengan rentang usia tersebut

kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kelompok usia. Kelompok usia yang

Page 101: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

ci

paling banyak menderita kusta adalah kelompok usia 26-35 tahun yaitu sebanyak

18 orang (35,3 %) sementara kelompok usia yang paling sedikit menderita kusta

adalah kelompok usia 5-15 tahun yaitu hanya sebanyak 2 orang (3,9 %). Penyakit

kusta dapat terjadi pada semua usia namun lebih sering terjadi pada kelompok usia

20-30 tahun (Thorat dan Sharma, 2010). Hasil penelitian ini serupa dengan

penelitian deskriptif Bhat dan Chaitra (2013) di India Selatan, yang melaporkan

bahwa penyakit kusta lebih banyak terjadi pada kelompok usia 36-50 tahun yaitu

sebanyak 19 orang (41,31 %) diikuti kelompok usia 16-35 tahun yaitu sebanyak

14 orang (30,43 %). Pada daerah endemik rendah, infeksi mungkin terjadi pada

orang dewasa atau usia lebih tua. Peningkatan jumlah kasus pada anak-anak di

populasi yang secara epidemiologi signifikan, menunjukkan adanya transmisi

penyakit yang aktif dalam komunitas (Thorat and Sharma, 2010). Kebanyakan

penelitian melaporkan distribusi penyakit kusta menurut usia berdasarkan

prevalensi, hanya sedikit yang berdasarkan insiden karena onset timbulnya

penyakit sangat sulit diketahui. Oleh karena itu pada penyakit kusta, angka

prevalensi berdasarkan kelompok usia tidak menggambarkan risiko kelompok usia

tertentu untuk terkena penyakit, dan dari banyak laporan yang terbanyak

ditemukan adalah pada usia muda dan produktif (Aditama, 2012). Bila kelompok

usia muda dan produktif menderita kusta maka dampak negatif dapat terjadi pada

perkembangan ekonomi karena pada populasi ini dapat terjadi kecacatan, lesi

kulit, dan reaksi kusta yang dapat menyebabkan kelompok tersebut menarik diri

Page 102: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

cii

dari aktivitas produktif (Bhat dan Chaitra, 2012).

Pada penelitian ini riwayat kontak positif sebesar 54,9 % dibandingkan

riwayat kontak negatif sebesar 45,1 %. Riwayat kontak positif yang paling banyak

adalah pasien yang mengalami kontak serumah yaitu sebanyak 13 orang (25,5 %)

dan diikuti oleh pasien yang mengalami kontak dengan tetangga sebanyak 10

orang (19,6 %). Hasil ini serupa dengan penelitian di India Selatan, didapatkan

riwayat kontak positif sebanyak 8 orang (17,39 %) dan kontak erat dengan

individu yang menderita kusta dapat menimbulkan penyakit pada individu yang

rentan (Bhat dan Chaitra, 2013). Hasil yang serupa juga dilaporkan pada penelitian

di Mesir yang menemukan deteksi kasus kusta sangat tinggi diantara kelompok

yang kontak dengan penderita kusta, hal ini menunjukkan adanya transmisi aktif

diantara kelompok tersebut (Amer dan Mansour, 2014). Namun bila hanya sedikit

individu yang akan menderita kusta setelah kontak dengan penderita kusta maka

hal ini disebabkan karena adanya kekebalan tubuh (Aditama, 2012). Riwayat

kontak positif menjadi faktor risiko berkembangnya penyakit kusta, namun

terdapat beberapa faktor yang juga menjadi risiko yaitu tipe kusta dari penderita,

usia dan jenis kelamin pasien yang mengalami kontak, riwayat vaksin Bacillus

Calmette-Guerin (BCG), faktor genetik, dan jarak kontak dengan pasien (Moet,

2006).

Distribusi klasifikasi penyakit kusta berdasarkan WHO ditemukan lebih

banyak yang menderita kusta tipe MB yaitu sebanyak 34 orang (66,7 %) dan

Page 103: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

ciii

sisanya 17 orang (33,3 %) yang menderita kusta tipe PB. Hasil penelitian ini

serupa dengan beberapa penelitian sebelumnya, penelitian Amer dan Mansour

(2014) di Mesir serta Widodo dan Menaldi (2012) di rumah sakit Cipto

Mangunkusumo, Jakarta yang menemukan kasus kusta tipe MB lebih banyak

dibandingkan kusta tipe PB. Secara umum rerata usia pada kusta tipe MB lebih

tinggi dibandingkan kusta tipe PB karena masa inkubasi bentuk kusta tipe MB

lebih lama. Pengaruh usia maupun jenis kelamin terhadap proporsi jumlah kasus

MB dimana kasus kusta tipe MB lebih banyak terjadi pada rerata usia yang lebih

tinggi dan laki-laki dibandingkan perempuan dikatakan mempunyai korelasi yang

sangat kuat (Gaschignard et al, 2016). Rerata usia pada hasil penelitian ini yaitu

36,76 ± 12,93 tahun dengan kelompok usia 26-35 tahun adalah kelompok yang

paling banyak menderita kusta sementara kelompok usia 5-15 tahun adalah

kelompok yang paling sedikit menderita kusta. Pada penelitian ini juga didapatkan

laki-laki lebih banyak menderita kusta dibandingkan perempuan, hal ini

menunjukkan bahwa distribusi karakteristik berdasarkan usia dan jenis kelamin

yang ditemukan pada penelitian ini sesuai dengan proporsi jumlah kasus kusta tipe

MB.

Distribusi spektrum penyakit kusta berdasarkan Ridley dan Jopling didapatkan

yang paling banyak adalah kusta tipe borderline dengan tipe BL sebanyak 20

orang (39,2 %), diikuti kusta tipe BT sebanyak 15 orang (29,4 %), sementara kusta

tipe LL hanya sebanyak 4 orang (7,8 %). Hasil ini sedikit berbeda dengan

Page 104: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

civ

penelitian Bhat dan Chaitra (2013) di India Selatan, diantara 46 kasus kusta baru

(83,63 %) yang paling banyak ditemukan adalah tipe BT yaitu sebanyak 16 orang

(34,78 %). Hasil ini juga berbeda dengan penelitian di rumah sakit Universitas

Parana di Brazil, yang melaporkan tipe lepromatosa lebih banyak (35,93 %)

dibandingkan tipe borderline (34,39 %). Kusta tipe lepromatosa paling banyak

ditemukan pada pasien usia tua oleh karena adanya penurunan sistem imun, hal ini

mungkin berkaitan dengan peningkatan prevalensi tipe kusta pada pasien usia tua.

Banyaknya jumlah pasien dengan usia tua pada sampel penelitian di Brazil ini

menunjukkan jumlah prevalensi tipe kusta yang ditemukan (Silva de Lima et al,

2015). Pada penelitian ini kelompok usia yang paling banyak menderita kusta

adalah kelompok usia produktif dan bukan kelompok usia tua sehingga tipe kusta

yang lebih banyak ditemukan adalah tipe borderline.

Pada pemeriksaan indeks bakteri didapatkan indeks bakteri terbanyak yaitu 0

sebanyak 14 orang (27,5 %), diikuti dengan IB +3 sebanyak 13 orang (25,5 %), IB

+1 sebanyak 12 orang (23,5 %). Diantara keseluruhan subjek kusta yang sudah

mendapat terapi MDT lebih banyak yaitu sebanyak 36 orang (70,6 %) sementara

sisanya 15 orang (29,4 %) belum pernah mendapatkan terapi MDT.

Indeks bakteri menunjukkan kepadatan kuman dan merupakan salah satu

kriteria untuk menentukan spektrum penyakit berdasarkan Ridley dan Jopling.

Pada tahun 1998, WHO kemudian mengkorelasikan tipe PB dan MB dengan

klasifikasi Ridley dan Jopling yaitu penyakit kusta tipe TT, BT dengan IB negatif

Page 105: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

cv

dimasukkan kedalam tipe PB sementara penyakit kusta tipe BB, BL, LL dengan

IB positif dimasukkan kedalam tipe MB (Eichelmann et al, 2013; Northern

Territory Government, 2010). Penurunan IB sangat lambat karena IB mulai

menurun setelah satu tahun pemberian MDT yaitu sekitar 0,6-1,0 log per tahun

dan terus menurun bahkan setelah pengobatan dihentikan (Mahajan, 2013). Pada

penelitian ini ditemukan lebih banyak indeks bakteri 0 karena diantara 14 orang

dengan nilai IB 0 ternyata didapatkan yang paling banyak adalah subjek kusta tipe

PB yaitu sebanyak 12 orang dan hanya 2 orang yang menderita kusta tipe MB.

Kedua subjek kusta tipe MB memiliki nilai IB 0 karena kedua subjek tersebut

telah mengkonsumsi MDT sebanyak 11 paket. Oleh karena itu dapat disimpulkan

bahwa banyaknya nilai IB yang ditemukan sesuai dengan jumlah tipe kusta yang

paling banyak ditemukan.

6.2 Komparasi Kadar Nitric Oxide Plasma pada Subjek Kusta Tipe

Pausibasilar dengan Kusta Tipe Multibasilar

Pada penelitian ini didapatkan rerata kadar NO plasma pada subjek kusta tipe

MB yaitu sebesar 150,98 ± 10,21 µmol/L sementara pada subjek kusta tipe PB

didapatkan sebesar 133,15 ± 5,87 µmol/L. Setelah dilakukan uji non parametrik

Mann-Whitney didapatkan kadar NO plasma pada kelompok subjek kusta tipe MB

lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan kelompok subjek kusta tipe

PB, dengan nilai p < 0,001. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Garad et

al. (2014) di India yang menemukan perbedaan signifikan antara rerata kadar NO

Page 106: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

cvi

pada pasien kusta tipe MB dibandingkan pasien kusta tipe PB dengan nilai p <

0,001. Rerata kadar NO pada pasien kusta tipe MB lebih tinggi yaitu sebesar

144,78 ± 92,57 µmol/L dibandingkan pada pasien kusta tipe PB yaitu 70,87 ±

19,21 µmol/L.

Nitric oxide merupakan komponen utama dari makrofag yang berperan

penting dalam pertahanan respon imun pejamu terhadap perkembangan klinis

penyakit kusta (Matila dan Thomas, 2014). Nitric oxide diproduksi di dalam

makrofag dengan bantuan enzim iNOS ketika terjadi infeksi oleh M. leprae

(Quaresma et al, 2014). Produk M. leprae seperti PGL-1 dan beberapa sitokin

seperti IL-1, IL-2, IFN-γ, IFN-β, TNF-α akibat partikel yang telah mati dapat

memproduksi NO (Goulart, 2008; Gautam dan Jain, 2007).

Perbedaan rerata kadar NO pada pasien kusta tipe PB dan MB terjadi karena

ditemukan kadar enzim iNOS yang sangat tinggi terlokalisir pada lesi kulit pasien

kusta tipe tuberkuloid (Boga et al, 2010). Sejak enzim iNOS diinduksi selama

proses inflamasi, diduga sintesis NO dapat meningkat pada lesi kulit pasien kusta

tipe tuberkuloid namun dikatakan kadar NO dalam darah juga dapat menunjukkan

status metabolik pada seluruh tubuh. Oleh karena itu pada pasien kusta tipe MB

dengan lesi kulit kronik yang multipel ditemukan kadar NO yang lebih tinggi

(Garad et al, 2014; Visca et al, 2002). Semakin banyak lesi kulit pada pasien kusta

tipe MB maka akan semakin banyak pula enzim iNOS yang terlokalisir pada lesi

kulit sehingga produksi NO dalam darah juga akan semakin tinggi. Pada pasien

Page 107: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

cvii

kusta tipe PB memiliki IB negatif sedangkan pasien kusta tipe MB memiliki IB

positif, yang mana semakin tinggi nilai IB menunjukkan adanya produk kuman

baik yang masih hidup maupun sudah mati sehingga dapat menginduksi produksi

NO.

Nitric oxide juga dapat menyebabkan kerusakan saraf baik pada pasien kusta

tipe PB maupun MB dengan mekanisme yang berbeda (Scollard,2008). Pada saraf

pasien kusta tipe BL ditemukan nitrotirosin yang merupakan produk akhir dari

metabolisme NO, berkaitan dengan peroksidasi lipid mielin sehingga akhirnya

menyebabkan terjadinya demielinisasi (Nath dan Chadavula, 2010; Garad et al,

2014). Oleh karena itu kadar NO dapat digunakan sebagai penanda inflamasi

untuk menentukan status imun sepanjang spektrum penyakit dan tingkat

keparahan penyakit kusta (Boga et al, 2010; Garad et al, 2014 ).

Pada penelitian ini subjek kusta yang sudah mendapatkan terapi MDT dapat

menjadi variabel pengganggu yang dibuktikan dengan beberapa hasil penelitian

sebelumnya. Penelitian Elesawy et al. (2015) yang dilakukan pada tahun 2012

hingga tahun 2013 di Mesir, didapatkan perbandingan rerata kadar metabolit

serum NO pada kelompok kusta tipe MB yang belum diobati (366,49 ± 263,97

µmol; p = 0,001) meningkat secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol

sehat (165,87 ± 13,05 µmol). Perbandingan rerata kadar metabolit serum NO pada

kelompok kusta tipe MB yang sudah diobati (161,7 ± 20,87 µmol; p = 0,001)

menurun secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol sehat (165,87 ± 13,05

Page 108: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

cviii

µmol). Hasil ini menunjukkan bahwa kadar metabolit serum NO pada pasien kusta

menurun bertahap sepanjang perbaikan klinis sebagai respon terhadap terapi

MDT. Penelitian Boga et al. (2010) di Mumbai juga mendapatkan hasil yang

serupa, didapatkan kadar NO plasma pada pasien kusta tipe MB yang telah

mendapatkan pengobatan minimal selama 6 bulan menurun secara signifikan

(40,82 ± 13,21 µM; p < 0,01). Namun kedua hasil penelitian tersebut berbeda

dengan temuan pada penelitian ini, yaitu didapatkan kadar NO plasma pada

kelompok subjek kusta yang sudah mendapatkan terapi MDT (145,29 ± 12,44

µmol/L; p = 0,741) dan yang belum mendapatkan terapi MDT (145,62 ± 12,37

µmol/L) tidak berbeda secara signifikan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa

terapi MDT pada penelitian ini tidak menjadi variabel penganggu. Kadar NO

plasma pada kelompok subjek kusta yang sudah mendapatkan terapi MDT dengan

yang belum mendapatkan terapi MDT tidak berbeda secara signifikan karena

kuman M. leprae memiliki efikasi patogen yang terdapat pada dinding sel

terutama PGL-1 sehingga kuman ini tidak mudah dibunuh dan meskipun pada

pasien kusta yang telah mendapatkan pengobatan ternyata didapatkan penurunan

IB sangat lambat bahkan setelah pengobatan dihentikan (Eichelmann et al, 2013:

Mahajan, 2013).

6.3 Korelasi Kadar Nitric Oxide Plasma dengan Indeks Bakteri pada Subjek

Kusta

Pada penelitian ini terdapat korelasi positif yang kuat antara kadar NO plasma

Page 109: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

cix

dengan nilai indeks bakteri pada subjek kusta dengan nilai r = 0,968 dan nilai p <

0,001. Tingkat korelasi pada hasil penelitian ini lebih kuat dibandingkan

hipotesisnya yaitu r = 0,4. Pada Gambar 5.3 menunjukkan grafik box plot korelasi

kadar NO plasma dengan nilai indeks bakteri pada subjek kusta, yang artinya

bahwa semakin tinggi nilai indeks bakteri maka kadar NO plasma juga akan

semakin tinggi.

Belum ada penelitian mengenai hubungan antara kadar NO plasma dengan IB

pada subjek kusta yang dilaporkan sebelumnya. Namun terdapat beberapa

penelitian yang melaporkan perbandingan rerata kadar NO pada masing-masing

kelompok pasien kusta tipe PB dan MB dibandingkan dengan rerata kadar NO

pada kelompok kontrol sehat. Data-data penelitian ini juga yang menjadi dasar

pemikiran untuk melakukan penelitian ini.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Boga et al. (2010) di

Mumbai yang melaporkan perbandingan rerata kadar NO pada kelompok pasien

kusta tipe PB dan MB dibandingkan dengan rerata kadar NO pada kelompok

kontrol sehat (40,57 ± 12,26 µM) menunjukkan peningkatan sepanjang spektrum

penyakit kusta, namun peningkatan yang signifikan hanya pada kelompok MB

(67,65 ± 27,07 µM; p < 0,001). Temuan ini sesuai dengan penelitian Elesawy et

al. (2015) di Mesir didapatkan didapatkan perbandingan kadar NO pada kelompok

pasien kusta tipe PB dan MB lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol sehat,

namun diantara kelompok tersebut kadar NO yang signifikan lebih tinggi adalah

Page 110: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

cx

pada kelompok pasien kusta tipe MB (366,49 ± 263,97 µmol; p = 0,001)

dibandingkan kontrol (165,87 ± 13,05 µmol).

Penyakit kusta adalah suatu penyakit infeksi granulomatosa kronis yang

disebabkan oleh M. leprae, bermanifestasi klinis sebagai suatu spektrum luas

tergantung dari respon imun pejamu (Eichelmann et al, 2013). Pertahanan respon

imun pejamu terhadap perkembangan klinis penyakit kusta ditentukan oleh

komponen utama dari makrofag yaitu kadar NO (Matila dan Thomas, 2014).

Nitric oxide diinduksi oleh produk kuman M. leprae seperti PGL-1 dan beberapa

sitokin seperti IL-1, IL-2, IFN-γ, IFN-β, TNF-α akibat partikel yang telah mati

dengan bantuan enzim iNOS yang terjadi di dalam makrofag (Gautam dan Jain,

2007; Goulart, 2008).

Indeks bakteri menggambarkan kepadatan kuman, yang mana setelah pasien

mendapat pengobatan rifampisin sekitar lebih dari 99,9 % basil yang hidup akan

mati, setelah itu IB hanya akan menunjukkan basil yang mati dan kadang-kadang

sedikit saja yang masih hidup (Mahajan, 2013). Berdasarkan WHO tahun 1982,

pasien kusta tipe PB memiliki IB negatif dan tipe MB memiliki IB positif

(Lastoria and Morgado de Abreu, 2014a). Oleh karena itu disimpulkan bahwa

pada pasien kusta tipe MB yang memiliki nilai IB yang lebih tinggi dibandingkan

dengan pasien kusta tipe PB akan memproduksi kadar NO plasma yang lebih

tinggi pula akibat adanya produk kuman baik yang masih hidup maupun yang

sudah mati. Selain itu dengan adanya produk kuman M. leprae juga dapat

Page 111: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

cxi

mengaktifkan makrofag sehingga melepaskan beberapa sitokin yang dapat

menginduksi produksi NO. Kadar NO yang tinggi juga dapat menyebabkan efek

destruktif terhadap saraf dan berperan pada mekanisme kerusakan saraf, terbukti

dengan temuan ekspresi iNOS dan sintesis NO yang ditemukan pada saraf perifer

pasien kusta (Korhonen et al, 2005; Visca et al, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian ini dan didukung oleh beberapa penelitian

sebelumnya serta data-data dari beberapa laporan dapat disimpulkan bahwa kadar

NO plasma sebagai penanda inflamasi juga dapat berperan untuk mengetahui

tingkat keparahan penyakit kusta yang mana kadar NO akan meningkat sepanjang

spektrum penyakit kusta.

Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat praktis untuk

klinisi karena hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pemikiran untuk melakukan

penelitian lebih lanjut dengan tujuan untuk mengetahui apakah kadar NO dapat

menjadi faktor risiko terhadap tingkat keparahan penyakit kusta. Sementara

manfaat praktis untuk penderita kusta itu sendiri adalah kadar NO dapat

dipertimbangkan sebagai parameter untuk mengetahui tingkat kepararahan

penyakit kusta.

Page 112: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

cxii

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan

bahwa semakin tinggi nilai indeks bakteri maka kadar nitric oxide plasma juga

akan semakin tinggi yang dibuktikan dengan:

1. Kadar nitric oxide plasma pada subjek kusta tipe multibasilar lebih tinggi

secara signifikan dibandingkan dengan subjek kusta tipe pausibasilar.

2. Kadar nitric oxide plasma memiliki korelasi positif yang kuat dengan nilai

indeks bakteri pada subjek kusta.

7.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diberikan saran sebagai

berikut:

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pemikiran untuk melakukan

penelitian lebih lanjut dengan tujuan untuk mengetahui apakah kadar nitric

oxide dapat menjadi faktor risiko terhadap tingkat keparahan penyakit

kusta.

2. Kadar nitric oxide plasma dapat dipertimbangkan sebagai parameter untuk

mengetahui tingkat keparahan penyakit kusta.

3. Disarankan melakukan penelitian lebih lanjut dengan tujuan untuk

Page 113: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

cxiii

membuktikan apakah penurunan kadar nitric oxide dengan pemberian

antioksidan dapat menurunkan nilai indeks bakteri.

Page 114: KADAR NITRIC OXIDE PLASMA BERKORELASI POSITIF …

cxiv