bab i pendahuluan a. latar belakang...

23
1 Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan utama kegiatan riset di Indonesia meliputi tiga aspek, yaitu alokasi biaya riset yang kurang memadai, produktivitas riset yang rendah, dan pemanfaatan hasil riset dalam pembangunan Indonesia yang kurang maksimal. Ketiga masalah tersebut saling berkaitan satu sama lain sehingga dibutuhkan pemecahan secara sistematis dan menyeluruh terhadap ketiga masalah tersebut. Kegiatan riset berkorelasi erat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dan diyakini bahwa penguasaan iptek oleh suatu bangsa berperan penting dalam menunjang kemajuan pembangunan dan pembentukan peradaban bangsa dan masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat penguasaan iptek oleh masyarakat, maka semakin tinggi pula kualitas kehidupan masyarakat yang pada akhirnya mampu berkontribusi maksimal dalam pendayagunaan potensi sumber daya yang dimilikinya. Kemajuan iptek juga mendorong terjadinya globalisasi kehidupan manusia karena manusia semakin mampu memberikan solusi tanpa terikat oleh dimensi jarak dan waktusehingga manusia semakin produktif. Perbedaan lokasi geografis dan batas-batas negara bukan lagi menjadi hambatan utama. Keadaan tersebut memberikan keuntungan tersendiri bagi negara untuk mampu menguasai, memanfaatkan, dan memajukan iptek dan memperkuat posisinya dalam persaingan antarbangsa di dunia. Kondisi tersebut dapat mamacu Indonesia dan mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi bagi kesejahteraan bangsa. Temuan riset diperhitungkan sebagai masukan bagi pembuat kebijakan. Masukan-masukan dari hasil riset ini dapat berupa alternatif dalam menyusun program-program pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dilaksanakan melalui aktivitas pembangunan. Ketika

Upload: vonguyet

Post on 12-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Permasalahan utama kegiatan riset di Indonesia meliputi tiga aspek,

yaitu alokasi biaya riset yang kurang memadai, produktivitas riset yang

rendah, dan pemanfaatan hasil riset dalam pembangunan Indonesia yang

kurang maksimal. Ketiga masalah tersebut saling berkaitan satu sama lain

sehingga dibutuhkan pemecahan secara sistematis dan menyeluruh terhadap

ketiga masalah tersebut.

Kegiatan riset berkorelasi erat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi

(iptek), dan diyakini bahwa penguasaan iptek oleh suatu bangsa berperan

penting dalam menunjang kemajuan pembangunan dan pembentukan

peradaban bangsa dan masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian,

semakin tinggi tingkat penguasaan iptek oleh masyarakat, maka semakin

tinggi pula kualitas kehidupan masyarakat yang pada akhirnya mampu

berkontribusi maksimal dalam pendayagunaan potensi sumber daya yang

dimilikinya. Kemajuan iptek juga mendorong terjadinya globalisasi

kehidupan manusia karena manusia semakin mampu memberikan solusi

tanpa terikat oleh dimensi jarak dan waktusehingga manusia semakin

produktif. Perbedaan lokasi geografis dan batas-batas negara bukan lagi

menjadi hambatan utama. Keadaan tersebut memberikan keuntungan

tersendiri bagi negara untuk mampu menguasai, memanfaatkan, dan

memajukan iptek dan memperkuat posisinya dalam persaingan antarbangsa di

dunia. Kondisi tersebut dapat mamacu Indonesia dan mampu menghasilkan

nilai tambah yang lebih tinggi bagi kesejahteraan bangsa.

Temuan riset diperhitungkan sebagai masukan bagi pembuat

kebijakan. Masukan-masukan dari hasil riset ini dapat berupa alternatif dalam

menyusun program-program pembangunan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat yang dilaksanakan melalui aktivitas pembangunan. Ketika

2

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

program pembangunan berjalan, riset menjadi bagian penting untuk terus

dilakukan dalam upaya menganalisis kelebihan dan kelemahan yang

3

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

berhubungan dengan faktor-faktor sosial budaya, sosial ekonomi, sosial

politik dan berbagai hal lain dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan.

Jika kemudian ditemukan ada hambatan terdapat selama program

pembangunan, maka melalui aktivitas riset dapat diketahui berbagai faktor

penyebab secara empirik akademik dan segera ditemukan solusi penyelesaian

masalahnya yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kultur

akademik yang berlaku.

Kebijakan riset dan pembangunan berbasis teknologi (Kemristek,

2012) adalah riset harus menjadi upaya efektif dan produktif dalam memacu

perkembangan iptek dengan mengacu pada amanah konstitusi, yakni untuk

memajukan peradaban dan menyejahterakan umat manusia Indonesia. Oleh

sebab itu, aktivitas riset yang diniatkan untuk pembangunan berbasis iptek

tersebut tidak boleh hanya untuk memenuhi hasrat individu atau kelompok

tertentu secara terbatas saja. Dengan kata lain, aktivitas riset juga harus

dipertanggungjawabkan kepada publik untuk kepentingan pembangunan.

Terkait dengan kebijakan riset, Pemerintah Indonesia telah

menetapkan berbagai perangkat peraturan perundang-undangan antara lain

Undang-Undang (UU) No.18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional

Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(Sisnas P3 Iptek). Di samping itu, guna melindungi hak atas kekayaan

intelektual, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 20

Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual. Selanjutnya,

pemerintah telah mengatur kebijakan tentang insentif bagi dunia industri

melalui PP No. 35 tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagian Pendapatan

Badan Usaha untuk Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi dan

Difusi Teknologi. Seluruh perangkat perundang-undangan tersebut ternyata

belum mampu memberi insentif positif dalam bentuk finansial kepada

inventor teknologi atau prototipe hasil riset karena terbentur oleh kebijakan

pembiayaan riset dalam aturan keuangan negara dan sistem akuntansi

keuangan pemerintah. Di samping itu, insentif riset yang belum diperoleh

oleh lembaga riset adalah pengurangan atau bahkan penghapusan pajak

4

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

terhadap bahan dan alat-alat riset yang diimpor dari luar negeri. Kondisi ini

tentu saja dapat meningkatkan biaya nonteknis riset yang dapat menghambat

produktivitas riset atau pengembangan prototipe hasil riset, dan akhirnya

berdampak pada upaya hilirisasi hasil riset oleh industri.

Terkait dengan kebijakan kelembagaan riset di Indonesia, terdapat

tiga lembaga yang fungsi sebagai advokasi yaitu Komite Inovasi Nasional

(KIN) yang dibentuk dengan Peraturan Presiden Nomor 32/2010, Akademi

Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) yang dibentuk melalui Undang-undang

Nomor 8/1990, dan Dewan Riset Nasional (DRN) sebagai amanat Undang-

undang Nomor 18/2002. Sementara lembaga yang berfungsi sebagai

penyusun kebijakan adalah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan

Tinggi (Ristek Dikti) beserta kementerian sektoral yang lain. Lembaga

penyelenggara riset dan penyedia layanan teknologi ada 8 (delapan) lembaga

penelitian non-kementerian (LPNK), lembaga penelitian di kementerian, dan

perguruan tinggi sebagai amanat tridharma perguruan tinggi. Di samping

pembiayaan dari APBN di masing-masing lembaga penelitian tersebut,

Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) juga menyediakan bantuan

biaya riset yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hasil

pendapatan dari pengelolaan dana abadi pendidikan (endowment fund).

Pada saat ini iptek tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia

sehari-hari. Para penghasil teknologi dituntut untuk mampu menciptakan

sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi para pengguna teknologi melalui

kajian-kajian ilmu pengetahuan yang semakin terbuka secara luas. Mereka

yang disebut penghasil teknologi dituntut untuk terus berpikir kreatif dan

mengembangkan potensi yang dimilikinya melalui kegiatan riset yang

bermanfaat. Berbagai strategipun dilakukan oleh masing-masing negara

dalam rangka pengembangan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakatnya. Kolaborasi riset, pembangunan dan

perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi menjadi salah satu strategi yang

dilakukan dalam kebijakan pembangunan di banyak negara. Upaya tersebut

dilakukan karena kemajuan iptek akan berdampak positif tidak hanya dari sisi

5

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

luaran ilmiah tetapi juga dalam hal peningkatan sumber daya dan inovasi

untuk perubahan melalui aktivitas pembangunan yang terencana, terukur dan

dapat dipertanggungjawabkan. Negara-negaraseperti Jepang, India dan

Tiongkok (lihat grafik 1.1), merupakan sebagian dari contoh negara-negara

di kawasan Asia yang memiliki fokus pembangunan/kebijakan riset berbasis

perencanaan dan dukungan aspek political will yang sangat baik. Bahkan

pada saat ini, kemajuan riset dan teknologi yang dilakukan pemerintah

Tiongkok telah membawa negara ini sebagai new emerging power di kawasan

Asia yang sangat diperhitungkan negara-negara Barat.

Tabel 1.1. World of Research and Development FORECAST GROSS EXPENDITURE ON R&D

2012 2013

2014

No Country GDP

PPP

BillUSD

R&D

%of

GDP

GERD*

BillUSD

GDP

PPP

BilUSD

R&D

%of

GDP

GERD*

BillUSD

GDP

PPP

BilUSD

R&D

%of

GDP

GERD*

BillUSD

1 USA 15,940 2.8 447 16.195 2.8 450 16.616 2.8 465

2. Tiongkok 12.610 1.8 232 13.568 1.9 258 14.559 2.0 284

3. Japan 4.704 3.4 160 4.798 3.4 163 4.856 3.4 165

4. Germany 3.250 2.8 92 3.266 2.8 92 3.312 2.9 92

5. South

Korea

1.640 3.6 59 1.686 3.6 61 1.748 3.6 63

6. France 2.291 2.3 52 2.296 2.3 52 2.319 2.3 52

7. United

Kingdom

2.375 1.8 4.3 2.408 1.8 44 2.454 1.8 44

8. India 4.761 0.9 40 4.942 0.85 42 5.194 0.9 44

9. Russia 2.555 1.5 38 2.593 1.5 38 2.671 1.5 40

10. Brazil 2.394 1.3 30 2.454 1.3 31 2.515 1.3 33

40 Indonesia 1.237 0.1 2 1.303 0.2 2 1.374 0.2 3

Subtotal

(Top 40)

73.362 2.0 1.478 75.338 2.0 1.518 77.896 2.0 1.576

Rest of

world

10.071 0.4 39 10.413 0.4 40 10.837 0.4 42

Global

Spending

83.434 1.8 1.517 85.751 1.8 1.558 88.733 1.8 1.618

6

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

*GERD = Gross Expenditure on Research and Development

PPP = Purchasing Power parity (used to normalize)

(Sumber:Diolah dari Dokumen Laporan UNESCO, 2014)

Grafik tersebut menggambarkan bahwa posisi Indonesia berada di urutan

terakhir dalam pengalokasian dana riset dan pengembangan (R&D).

Perjalanan pembangunan di Indonesia, secara empirik ditemukan

program-program pembangunan yang salah arah dan salah tujuan. Misalnya

pembangunan sejuta hektar lahan sawah di Kalimantan Tengah,

penanggulangan kemiskinan melalui Bantuan Tunai Langsung ke masyarakat

dan sebagainya, setelah ditelisik dari beberapa penyebab kegagalan tersebut,

salah satunya karena tidak didukung data hasil riset yang valid secara

holistik dari berbagai aspek ekonomi, sosial, budaya dan politik yang

melingkupi kehidupan masyarakatnya. Dengan kata lain, ditemukan beberapa

program pembangunan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan

dari masyarakat. Asumsi yang muncul dari kelemahan ini antara lain

disebabkan oleh para pengambil kebijakan di Indonesia lebih terfokus pada

pemanfaatan teori dengan mengesampingkan kebutuhan dasar serta nilai-nilai

sosial budaya masyarakat Indonesia yang dapat digambarkan secara utuh

melalui proses riset yang berkualitas.

Hasil kajian awal tentang analisis riset dan hasil riset di Indonesia

dihadapkan pada persoalan pembiayaan riset yang akan mempengaruhi hasil

riset dan berbuntut panjang pada pemanfaatan hasil riset dalam kebijakan

pembangunan. Pada persoalan pembiayaan riset di Jepang, Tiongkok dan

Korea Selatan, ketiga negara tersebut memiliki investasi di bidang penelitian

dan pengembangan lebih dari 1 persen dari Gross Domestic Product (GDP).

Hal tersebut dipertegas dengan investasi riset di Jepang berada pada posisi di

atas 2 persen dari GDP sejak tahun 1980an, dan sekarang telah mencapai 3,4

persen dari GDP. Korea Selatan telah menginvestasikan 3,6 persen dari GDP

untuk Litbang sejak tahun 2012. Selain itu, kemajuan riset di Jepang, Korea

Selatan dan Tiongkok juga didukung oleh optimalisasi pengelolaan biaya

riset dalam bentuk grant. Korea Selatan memiliki lembaga pendanaan riset

yang dikenal dengan National Research Foundation yang menghimpun

7

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

pendanaan untuk riset dan dialokasikan pada berbagai institusi riset,

perguruan tinggi dan lainnya melalui mekanisme seleksi kompetitif dan

efektif. Sementara itu Amerika Serikat memiliki National Science

Foundation untuk melakukan pengelolaan pembiayaan riset.

Dalam peta global, dalam tiga tahun terakhir (2012 s.d. 2014),

pendanaan riset dunia didominasi oleh negara-negara Asia (dengan kontribusi

sebesar 39,1%) dipimpin oleh Tiongkok dengan kontribusi sebesar 17,5%.

Kemudian disusul oleh negara-negara Amerika (dengan kontribusi sebesar

33,9%) dipimpin oleh Amerika Serikat dengan kontribusi sebesar 31,3%, dan

selanjutnya negara-negara Eropa (dengan kontribusi sebesar 21,7%) dipimpin

oleh Jerman dengan kontribusi sebesar 5,7%. Selengkapnya dapat dilihat

pada Bagan Tabel 1.2 berikut.

Tabel 1.2 Share of Total Global R&D Spending

Country 2012 2013 2014

Americas (21) 34.5% 34.0% 33.9%

USA 32.0% 31.4% 31.1%

Asia (20) 37.0% 38.3% 39.1%

Tingkok 15.3% 16.5% 17.5%

Japan 10.5% 10.5% 10.2%

India 2.7% 2.7% 2.7%

Europe (34) 23.1% 22.4% 21.7%

Germany 6.1% 5.9% 5.7%

Rest of World (36) 5.4% 5.3% 5.3%

Diolah dari sumber, Battele, R&D Magazine

Sebagaimana diutarakan di depan bahwa permasalahan riset yang

dihadapi oleh Indonesia terutama berkaitan dengan alokasi biaya riset,

produktivitas riset, dan pemanfaatan hasil riset dalam pembangunan

Indonesia.

Terkait dengan alokasi biaya riset, pembiayan riset Indonesia belum

memadai dibanding dengan alokasi pembiayaan riset di negara-negara lain,

baik di tingkat Asia maupun dunia (lihat gambar 1.1).

8

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Gambar 1.1. Amount of R&D Spending

Peta global riset dan pembangunan memperlihatkan bahwa Indonesia

masih belum mampu menempatkan eksistensi dan urgensi riset dan

pengembangan sebagai skala prioritas utama dalam alokasi sumber

pendanaan negara. Data World of Research and Development (2014)

menunjukkan bahwa produk domestik bruto atau Gross Domestic Product

(GDP) Indonesia sebesar 1.374 milyar USD atau setara dengan Rp.17.862

trilyun dengan alokasi 3 milyar USD untuk pengeluaran pada aktivitas riset

dan pengembangan (Gross Expenditure on Research and Development) atau

sebesar 0,2% dari GDP. Data terakhir tentang pembiayaan riset Indonesia

disampaikan oleh Menristek Dikti pada Forum Nasional: Inventor-Inovator-

Investor 2015 di Indonesia Convention Exhibition (ICE), Banten, pada

tanggal 5 Agustus 2015 yang menyatakan bahwa saat ini alokasi biaya riset

baru mencapai 0,09% dari GDP (Merdeka.com, 5 Agustus 2015). Alokasi

biaya riset dan aktivitas riset dan pengembangan tersebut tersebar pada

instansi pemerintah, perguruan tinggi, dan industri, dengan alokasi terbesar

pada pemerintah sebesar 74% dan swasta sebesar 26%.

Berpijak pada sumber Menristek Dikti tersebut, dengan asumsi

pertumbuhan ekonomi sebesar 5,6% di tahun 2015, data Kementerian

Keuangan dalam Pengantar Nota Keuangan 2015 menyatakan bahwa Produk

Domestik Bruto (PDB) tahun 2015 sebesar Rp 11.098,352 trilyun. Dengan

demikian, alokasi biaya riset dan pengembangan tersebut sebesar 0,09% dari

PDB atau setara dengan Rp.9,9trilyun. Menurut rekomendasi United Nations

Educational, Scientific, and Cultural Organisation (UNESCO), rasio

anggaran iptek yang memadai adalah sebesar 2 persen dari PDB yang berarti

alokasi ideal dana riset Indonesia sekitar Rp220 trilyun. Dengan demikian,

Indonesia baru mampu mengalokasikan 1/22 dari kebutuhan dana riset dan

pengembangan yang ideal sebuah negara.

9

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Laporan-laporan World Economic Forum mencatat bahwa indeks

daya saing global Indonesia sempat berada di peringkat 54 pada tahun 2009,

lalu naik ke peringkat 44 pada tahun 2010. Namun, peringkat Indonesia

kembali turun ke peringkat 46 pada tahun 2011 dan peringkat 50 pada tahun

2012, selanjutnya kembali naik ke peringkat 38 pada tahun 2013, lalu naik

lagi ke peringkat 34 pada tahun 2014.

Naiknya peringkat daya saing global tidak lepas dari optimalisasi riset

dari meningkatnya kemampuan sumber daya Indonesia dalam pilar-pilar

tersebut. Perubahan sangat tampak pada dua pilar, yaitu a) kesiapan

teknologi, yang dalam hal ini Indonesia berada di posisi 85 pada tahun 2012-

2013 menjadi posisi 75 pada tahun 2013-2014, dan b) pilar inovasi, yang

semula berada di posisi 39 pada tahun 2012-2013 menjadi posisi 33 di tahun

2013-2014 (Adawiyah, Aji, dan Edi, 2014: 2). Meskipun peringkat daya

saing global Indonesia meningkat ternyata belum mampu menjadikan

Indonesia sebagai negara dengan publikasi internasional yang tinggi.

Berdasarkan data publikasi internasional, Indonesia selama kurun waktu

2001-2010 hanya menghasilkan 7.843 publikasi ilmiah, jauh lebih rendah

dibandingkan dengan Singapura, Thailand, dan Malaysia yang telah

menghasilkan lebih dari 30.000 publikasi ilmiah internasional. Menurut data

yang diperoleh dari SCImago sejak 1996-2013, Indonesia menduduki posisi

61 dari 239 negara, dengan jumlah dokumen sebanyak 25.481 (lihat tabel

1.3). Kondisi ini mengindikasikan bahwa tradisi riset masih sangat rendah di

kalangan akademisi. Berdasarkan survei SCImago (SCImago Journal &

Country Rank, 2013), publikasi berdasarkan hasil penelitian selama 16 tahun

(1996-2013) hanya mencapai 25.481 tulisan, padahal jumlah dosen/peneliti di

Perguruan Tinggi saja sekitar 120.492 orang. Belum lagi peneliti dan

perekayasa, sebanyak 11.234 orang (Kementerian Riset dan Teknologi,

2014).

Tabel 1.3, Peringkat Output Riset Indonesia Berdasarkan Jumlah Dokumen

Penelitian yang Terindeks Scopus

10

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Rank Country Docs Citable

Docs Citations Self-Citations

Citations

per Doc

H

index

1 USA 7.846.972 7.281.575 152.984.430 72.993.120 22.02 1.518

2. Tiongkok 3.129.719 3.095.159 14.752.062 8.022.637 6.81 436

3. United

Kingdom 2.141/375 1.932.907 37.450.384 8.829.739 19.82 934

4. Germany 1.9983.270 1.876.342 30.644.118 7.966.777 17.39 815

5. Japan 1.929.402 1.874.277 23.632.173 6.832.173 13.01 694

59. Cuba 27.139 26.186 147.685 31.514 6.35 106

60. Belarus 26.920 26.525 148.685 28.24 11.86 114

61. Indonesia 25.481 24.461 185.695 20.75 11.86 126

62. Bangladesh 23.028 22.286 147.791 28.986 9.26 112

63. UEA 22.874 21.785 131.259 14.245 8.42 100

239. Tokelau 1 1 36 0 36.0 1

Riset yang berkualitas ditentukan oleh sumber daya iptek, bukan saja

sumber daya manusia (SDM), tetapi juga pembiayaan iptek, sarana/prasarana

iptek, data dan informasi iptek serta kekayaan intelelektual. Di bidang SDM,

perbandingan jumlah peneliti dengan penduduk di Indonesia tahun 2013,

berkisar 529,38 peneliti dari setiap 1 juta jiwa, dan jumlah peneliti saat ini

hanya sekitar 8.912 orang dan perekayasa 2.322 orang, sedangkan pengajar di

Perguruan Tinggi (PT) Negeri dan Swasta tahun 2013 sekitar 120.492 ribu

orang.

Data Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, pada

tahun 2015 implikasi yang diharapkan dari pengalokasian biaya riset adalah

1) peningkatan jumlah paten terdaftar dalam skala internasional pada kurun

waktu lima tahun ke depan, yaitu pada 2015 menargetkan 1,580 paten, pada

2016 menargetkan 1.735 paten, pada 2017 menargetkan 1.910 paten, pada

2018 menargetkan 2.100 paten, dan pada akhir 2019 menargetkan 2.305

paten. 2) peningkatan jumlah publikasi internasional dalam lima tahun ke

depan, yaitu pada 2015 menargetkan 5.008 judul, pada 2016 menargetkan

6.229 judul, pada 2017 menargetkan 7.769 judul, pada 2018 menargetkan

9.689 judul, dan pada akhir 2019 menargetkan 12.089 judul. 3) peningkatan

jumlah prototipe dan teknologi tepat guna lima tahun ke depan, yaitu pada

11

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

2015 menargetkan 530 prototipe, pada 2016 menargetkan 632 prototipe, pada

2017 menargetkan 783 prototipe, pada 2018 menargetkan 930 prototipe, dan

pada akhir 2019 menargetkan 1.081 prototipe (sumber: Rencana Strategis

Kemristek, 2014—2019).

Tantangan kebutuhan pembiayaan riset dan idealisme tersebut

dijawab dengan optimis melalui pengalokasian dana riset dan pengembangan

sektor pemerintah dituangkan dalam alokasi pembiayaan riset oleh

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang diprioritaskan

pada riset untuk peningkatan daya saing bangsa melalui peningkatan mutu

pendidikan tinggi dan inovasi, publikasi internasional, dan hilirisasi hasil riset

yang siap diproduksi oleh industri dan dunia usaha lainnya.

Produktivitas riset sangat terkait dengan pembiayaan riset baik

mekanisme pembiayaan maupun alokasi biaya riset. Pembiayaan riset

nasional menjadi variabel penting dalam meningkatkan produktivitas iptek

nasional kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia.

Permasalahan pembiayaan riset juga disebabkan karena masih rendahnya

investasi riset dari lembaga-lembaga nonpemerintah termasuk dunia usaha.

Kondisi tersebut menggambarkan masih rendahnya tingkat kolaborasi antar

instansi dalam mendorong aktivitas riset sebagai basis pembangunan

berkelanjutan untuk perubahan. Kondisi ini diperkuat dengan tersebarnya

pembiayaan riset yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih pembiayaan

riset, topik riset serta hasil riset yang tidak dapat diimplementasikan dengan

baik untuk kepentingan pembangunan. Lemahnya sistem pengelolaan

pembiayaan riset menjadi perbincangan menarik dari kalangan para periset

dalam melaksanakan tugas dan pengembangan kualitas diri sebagai periset

profesional.

Selain pembiayaan riset dan produktivitas riset, permasalahan riset

lainnya terkait dengan pemanfaatan hasil riset atau alih teknologi dalam

pembangunan Indonesia. Selama ini, riset-riset yang dilakukan hanya

menumpuk di gudang-gudang lembaga litbang dan perguruan tinggi atau

berhenti pada tingkat prototipe atau model atau dalam terminologi ristek baru

12

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

sampai tingkat kesiapan teknologi (technology readiness level) 6 setara

dengan tingkat kesiapan inovasi (innovation readiness level) 3. Hal ini

berakibat pada kurangnya inovasi, yang kemudian berpengaruh terhadap

produktivitas. Kondisi ini perlu segera dibenahi dengan mendorong

kolaborasi antara perguruan tinggi, lembaga litbang dan industri. Penjelasan

tersebut menyiratkan dua persoalan penting dalam masalah riset di

Indonesia. Pertama, berkaitan dengan pembiayaan baik alokasi maupun

mekanismenya, kedua menyangkut masalah kapabilitas sumber daya

manusia, yang masih ditambah dengan pengelolaan pembiayaan riset yang

dinilai kurang efektif dan efisien (Kemristek, 2012) yang dinyatakan sebagai

berikut:

“. . . .sumber pembiayaan riset yang bersifat grant tersebar di berbagai

instansi pemerintah. Sebagai contoh di Kementrian Riset dan Teknologi, di

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan bahkan di Kementrian KUKM.

Hal ini mengakibatkan sering terjadi tumpang tindih program-program

litbang pada level lembaga riset, LPNK dan perguruan tinggi. . . .

Persoalan lain yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaan pengelolaan

pendanaan riset dilakukan oleh swasta maka akan sulit dalam

memanfaatkan dan mengakomodir pendanaan dari sektor swasta untuk

investasi litbang”.

Pendapat tersebut menegaskan tentang simpul produktivitas riset dalam

kerangka pembangunan dan pengembangan iptek. Dalam upaya

menghasilkan produk riset yang berkualitas terdapat beberapa domain yang

berpengaruh seperti kewenangan yang dimiliki, kapasitas pembiayaan,

kapasitas sumber daya manusia, kapasitas infrastruktur dan ilmu pengetahuan

yang saling mengkait satu sama lain menuju kualitas kinerja penciptaan

temuan baru untuk pembangunan.

Dalam rangka menyusun struktur kerangka pikir peningkatan kinerja

pembiayaan riset, Kementerian Riset dan Teknologi (sekarang Kementerian

13

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengupayakan tiga jalur perbaikan

dan peningkatan kapasitas yaitu: 1) optimalisasi pembiayaan Riset dan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi (RIPTEK); 2) revitalisasi sistem pengelolaan

pendanan RIPTEK; dan 3) peningkatan alokasi pendanaan RIPTEK. Ketiga

jalur perbaikan tersebut dikemas dalam program Pengembangan Pendanaan

RIPTEK yang diharapkan dapat mewujudkan peningkatan produktivitas

RIPTEK. Hal tersebut menggambarkan bahwa pembiayaan riset menjadi

problem krusial dalam mencapai produktivitas riset yang diharapkan.

Terkait denganpemanfaatan hasil riset, langkah awal pemerintah

adalah kebijakan menggabungkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi ke

dalam Kementerian Riset dan Teknologi. Terobosan ini walaupun menuai

banyak kritik dari berbagai kalangan, terutama perguruan tinggi khusunya

dari aspek kultur akademik di perguruan tinggi, namun mengandung manfaat

dalam penerapan kebijakan hilirisasi hasil riset oleh kalangan industri, seperti

dikatakan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dalam

Rakernas Ristek Dikti 2015, “Ujung tombak industri ada di perguruan

tinggi. Maka harus ada kerja sama antara akademisi, pemerintah, dan

industri. Riset yang dihasilkan harus bisa dihilirkan pada dunia usaha”.

Sejalan dengan upaya hilirisasi hasil riset, intervensi kebijakan alokasi dana

riset di setiap perguruan tinggi sebesar 30% dari Bantuan Operasional PTN

(BO PTN) sehingga kolaborasi riset yang dimulai dari perguruan tinggi dapat

mencapai tahap inovasi sampai tahap menghasilkan prototipe yang siap

diproduksi atau diimplementasikan oleh industri. Di samping itu, di tingkat

kebijakan nasional, Kemristek Dikti menempatkan pengelolaan riset oleh dua

Direktorat Jenderal, yaitu Direktorat Jenderal Riset dan Pengembanan yang

bertanggung jawab untuk mengelola kebijakan riset dengan tingkat kesiapan

teknologi (technology readiness level) 1 sampai dengan 6, sedangkan riset

dengan TKT 7 sampai dengan 9 dikelola oleh Direkorat Jenderal Penguatan

Inovasi.

Kemajuan pembangunan suatu bangsa tidak cukup bila hanya dilihat

dari laju pertumbuhannya dari tahun ke tahun. Konsep pembangunan

14

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

sebagaimana dikatakan Arda (2014) menegaskan bahwa pembangunan dapat

didefinisikan sebagai serangkaian upaya yang direncanakan dan dilaksanakan

oleh pemerintah, badan-badan atau lembaga-lembaga internasional, nasional,

atau lokal yang terwujud dalam kebijakan, program atau proyek yang secara

terencana mengubah cara-cara hidup atau kebudayaan dari suatu masyarakat

sehingga warga masyarakat tersebut dapat hidup lebih baik atau lebih

sejahtera daripada sebelum pembangunan tersebut. Aktivitas pembangunan

suatu bangsa menjadi instrumen penting dalam mengukur kualitas sumber

daya manusia dalam melakukan perubahan demi perubahan untuk menjawab

tantangan global yang dihadapi. Perubahan yang dimaksud adalah

perubahanmenuju kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik pada tataran

ekonomi, politik, sosial dan budaya sebagai kunci utama keberhasilan

pembangunan yang telah dirancang dan dilaksanakan. Geliat pembangunan

dan keberhasilan yang dapat diwujudkan dapat dicermati dari seberapa besar

aktivitas riset sebagai langkah inovatif yang dilakukan untuk perubahan

menuju kehidupan yang lebih baik. Riset dilakukan dan ditujukan bukan

hanya untuk kemajuan akademik di perguruan tinggi dan berkaitan dengan

konteks tridarma perguruan tinggi, akan tetapi riset yang juga dapat

diterapkan bagi pelaku usaha dalam dunia bisnis dalam melakukan ekspansi

bisnis berbasis riset dalam konteks pembangunan secara menyeluruh

(Tanjung, 2014). Salah satu kontribusi hasil riset adalah ditemukannya

formula pemecahan masalah manusia dan kemanusiaan secara empirik dan

akademik yang dapat dipertanggungjawabkan. Hasil riset sangat baik bila

digunakan oleh para stakeholder untuk mengambil keputusan seperti di

lingkup perbankan, dunia usaha/industri, investor, pemerintah dan para

pengambil kebijakan di berbagai bidang.

Pemanfaatan hasil riset untuk pembangunan dan pengembangan iptek

perlu terus ditingkatkan agar dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan

secara berkelanjutan, khususnya di negara berkembang yang sedang menuju

negara maju (thedeveloping goes to the developed country) seperti Indonesia.

Kedudukan riset bagi perkembangan suatu bangsa dapat dimaknai sebagai

15

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

suatu aktivitas berpikir ilmiah berdasarkan metodologi tertentu yang dapat

dipertanggungjawabkan secara empirik ilmiah. Secara historis dapat

dipelajari bahwa dalam kenyataannya tidak ada satu negara majupun di

dunia yang berhasil dalam pembangunan tanpa didukung oleh kegiatan riset

yang berkualitas sehingga muncul anggapan bahwa riset hanya dapat

dilakukan oleh negara-negara maju. Realitas anggapan ini didasarkan pada

asumsi bahwa negara-negara maju yang dimaksud memiliki dukungan

pendanaan dan tenaga periset yang memadai. Sehubungan dengan hal itu,

Rahardjo (2010) menyatakan “besarnya biaya yang dikeluarkan untuk riset

tidak hanya dapat dilihat dari jumlah uang dan tenaga yang dipergunakan

tetapi yang paling penting adalah manfaat dari riset tersebut bagi

pembangunan negara-negara berkembang” seperti di Indonesia.

Peranan riset dalam sejarah pembangunan dan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi bangsa Indonesia saat ini sudah tidak diragukan

lagi. Melalui berbagai bentuk riset yang pernah dilakukan maka segala

masalah atau potensi yang ada selama proses pembangunan berlangsung

dapat diketahui, dirancang, direncanakan solusi dan dimanfaatkan hasilnya.

Berbagai bentuk pengujian-pengujian, evaluasi dan tinjauan kembali terhadap

berbagai kegiatan pembangunan hanya dapat diketahui apabila riset

dilaksanakan dan mendapat dukungan baik dari para pembuat kebijakan.

Dengan kata lain, riset memegang peran penting dalam setiap pengambilan

keputusan atau langkah-langkah dalam segala aspek pembangunan.

Pembangunan dan riset memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan

kualitas hidup manusia sehingga kehidupannya lebih baik dan lebih sejahtera.

Di tingkat abstraksi, Arda (2014) menyatakan dua konsep ini tidak terdapat

pertentangan. Secara teori, pembangunan harus dilakukan dengan melibatkan

proses riset di dalamnya. Riset dilakukan sebagai upaya permulaan untuk

mengidentifikasi adanya masalah-masalah yang berkaitan dengan

pembangunan. Riset bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembuat

keputusan untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan

mengkomunikasikan kebijakan dari pembuat keputusan.

16

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Produktivitas riset menurut Kemristek (2012) dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor, antara lain faktor demografi, perkembangan karir individu,

institusi, dan lingkungan. Faktor demografi berkaitan dengan karakteristik

personal dan kondisi sosial ekonomi individu yang terlibat dalam proses riset.

Hal ini berkaitan dengan kualitas metodologi pelaku riset dan cara pandang

pelaku riset terhadap pembiayaan riset dengan kebutuhan pribadi yang

melingkupi. Karakteristik ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,

pengalaman melakukan riset, usia, jenis kelamin dan motivasi personal dalam

melakukan riset. Perkembangan karir individu dipengaruhi oleh kualifikasi

akademik dan kualifikasi personal, kemampuan dan minat individu, sikap dan

komitmen, pengalaman melakukan riset, pengalaman training, keahlian dan

ketrampilan berkomunikasi, kepuasan kerja, kecukupan pendanaan dan

kebebasan untuk berkolaborasi. Sementara itu faktor institusi yang dimaksud

berkaitan dengan birokrasi dan kebijakan, kemajuan teknologi, dukungan

finansial untuk pendanaan riset, gaji dan waktu yang digunakan untuk riset,

termasuk masalah kepemimpinan serta struktur organisasi yang ada.

Berdasarkan arah kebijakan yang ditunjang data empirik dan landasan

teori sebagaimana dijelaskan di atas, dapat diidentifikasi permasalahan

sebagai berikut.

1. Sumber pembiayaan riset di Indonesia sampai saat ini masih didominasi

dari pemerintah baik melalui APBN maupun APBD, sedangkan pihak

swasta belum banyak yang terlibat dalam pembiayaan riset. Sebagai

pembanding, di Singapura, sekitar 80% pembiayaan riset bersumber dari

pihak swasta, sedangkan dari pemerintah hanya 20%. Berbeda dengan

Indonesia, data Kemristek Dikti menyatakan bahwa pembiayaan riset dari

pemerintah masih mayoritas, yakni 74%, sedangkan dunia usaha dan dunia

industri hanya 26%(Kemristek Dikti, 2015). Namun demikian, perbedaan

data tersebut mengindikasikan kesamaan bahwa hasil riset di Indonesia

belum mampu menarik pihak swasta untuk memanfaatkannya dalam

bentuk skema komersialisasi hasil riset. Hal inilah yang kemudian menjadi

17

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

kendala dalam melakukan alih teknologi hasil riset dalam pengembangan

dunia industri.

2. Pengelolaan biaya riset di Indonesia memiliki dua tipe sistem pembiayaan,

yaitu sistem pembiayaan riset langsung (direct budgetting) dan

pembiayaan riset tidak langsung(indirect budgetting). Pembiayaan riset

langsung (direct budgetting) meliputi dua skema yaitu: a) Project

Research (Konsorsium berdasarkan Kebijakan Nasional) yang dikelola

oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang

menggunakan sumber dana dari APBN; b) Nonproject Research (Afirmasi

Nasional), yang dikelola oleh instansi pemerintah yang menerapkan PK-

BLU yang menggunakan sumber dana dari Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP). Sistem pembiayaan riset tidak langsung (indirect

budgetting) jugamemiliki dua skema yaitu: a) skema hibah kompetisi,

yang dikelola oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), BPPT,

Litbang K/L, dan instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. Sumber

pembiayaan riset untuk perguruan tinggi, LIPI, dan Litbang K/L adalah

APBN, sedangkan sumber pembiayaan instansi pemerintah yang

menerapkan PK-BLU berasal dari PNBP. b) skema kuota, yang dikelola

oleh perguruan tinggi sesuai dengan klaster yang ditetapkan oleh

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang menggunakan

sumber pembiayaan yang berasal dari APBN.

3. Mekanisme pembiayaan riset masih terbagi ke dalam mekanisme APBN

dan mekanisme PK-BLU. Mencermati sifat kegiatan riset, maka

mekanisme PK-BLU dinilai lebih tepat karena tidak terganggu dengan

siklus APBN dan mempunyai fleksibilitas yang memadai dalam

pengelolaan dana dan penetapan standar biaya riset. Sesuai dengan

ketentuan Peraturan Pemerintah 23 Tahun 2005, salah satu manfaat BLU

yang mempunyai standar biaya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya

adalah dapat menggunakan standar biaya tersebut untuk menyusun

rencana bisnis dan anggaran (RBA). Penggunaan standar biaya

berdasarkan perhitungan akuntansi biaya yang disusun sendiri oleh

18

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

lembaga BLU tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan

efektivitas penyediaan layanan BLU. Berdasarkan uraian tersebut,

lembaga BLU perlu memiliki standar biaya yang jelas agar setiap layanan

yang diberikan dapat secara efektif dan efisien serta memberikan value

yang dapat dipertanggungjawabkan. Standar biaya dapat disajikan dalam

bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan

atau hasil per investasi dana. Untuk itu, lembaga BLU membutuhkan

informasi yang jelas mengenai satuan tarif biaya layanan yang berkaitan

mencakup harga pokok produksi/biaya pelayanan, biaya satuan (unit cost)

per unit layanan, maupun analisis varian antara biaya standar dan biaya

sesungguhnya yang dikeluarkan.

4. Terkait dengan mekanisme pembiayaan riset yang selama ini dilaksanakan

melalui dua jalur kelembagaan. Pertama, kelembagaan satuan kerja yang

mengacu pada siklus APBN. Kedua,kelembagaan yang menerapkan PK-

BLU dengan fleksibilitas pengeloaan keuangan karena tidak terikat dengan

mekanisme dan siklus APBN. PK-BLU terdapat dibeberapa instansi

pemerintah sesuai dengan visi dan misi intansi masing-masing. Instansi

Pemerintah yang menerapkan PK-BLU memiliki karakteristik tertentu dan

membedakan dengan instansi pemerintah lainnya. BLU dibentuk untuk

memberikan penyediaan layanan barang maupun jasa kepada masyarakat

dengan tidak mengutamakan mencari keuntungan dan dalam memberikan

layanan kepada masyarakat, BLU dimungkinkan untuk mengenakan tarif

layanan untuk setiap layanan yang diberikan, namun tarif layanan yang

ditetapkan harus dalam besaran yang wajar dan tidak dimaksudkan

mencari keuntungan.

5. Instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU dalam menghitung tarif

layanan untuk setiap layanan yang diberikan, membutuhkan besaran

standar biaya tertentu untuk setiap satuan aktivitas yang dilakukan.

Metode yang digunakan untuk menentukan standar biaya yaitu dengan

menggunakan perhitungan akuntansi biaya. Sebagaimana telah

diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005, yang

19

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

disempurnakan dengan peraturan pemerintah No. 74 Tahun 2012,

pemanfaatan konsep perhitungan akuntansi biaya dalam instansi BLU

sangat berperan penting dalam pelaksanaan aktivitas perencanaan,

pelaksanaan, dan pelaporan. Secara umum tujuan pengaplikasian konsep

perhitungan akuntansi biaya dalam instansi pemerintahan adalah untuk

menghasilkan informasi biaya satuan (unit cost) per unit layanan,

pertanggungjawaban kinerja, dan juga sebagai bahan informasi lain bagi

kepentingan manajerial. Perhitungan akuntansi biaya menurut jenis

layanannya paling kurang menyajikan perhitungan biaya langsung dan

biaya tidak langsung.

6. Produktivitas riset merupakan capaian kinerja periset atau lembaga riset

dalam memanfaatkan potensi biaya dan sumber daya yang ada.

Produktivitas riset secara tidak langsung akan berdampak pada tingkat

produktivitas nasional yang ditandai dengan indeks daya saing global

(Global Competiiveness Index/GCI). Pada tahun 2014, Indeks Daya Saing

Global Indonesia naik ke peringkat 34 dari 144 negara. Penilaian peringkat

daya saing global didasarkan pada 12 pilar daya saing, yaitu: (a)

pengelolaan institusi yang baik; (b) infrastruktur; (c) kondisi dan situasi

ekonomi makro; (d) kesehatan dan pendidikan dasar; (e) pendidikan

tingkat atas dan pelatihan; (f) efisiensi pasar; (g) efisiensi tenaga kerja; (h)

pengembangan pasar finansial; (i) kesiapan teknologi; (j) ukuran pasar; (k)

lingkungan bisnis; dan (l) inovasi.

Sehubungan dengan identifikasi permasalahan tersebut, penelitian ini

menganalisis kebijakan pembiayaan dan pengelolaan pembiayaan riset di

berbagai instansi pemerintah yang menerapkan pengelolaan keuangan badan

layanan umum (PK-BLU). Terdapat dua alasan penting kenapa penelitian ini

mengarah pada mekanisme pembiayaan riset pada instansi pemerintah yang

menerapkan PK-BLU. Pertama, Indonesia belum terbangun sinkronisasi dan

integrasi landasan hukum tentang mekanisme pembiayaan riset di lingkungan

instansi pemerintah (badan penelitian dan pengembangan

kementerian/lembaga riset nonkementerian dan perguruan tinggi). Selama imi

20

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

meknisme pembiayaan riset mengacu pada mekanisme anggaran tahunan

dalam siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara

reguler, sehingga terkendala dari segi efektivitas pemanfaatan waktu

pelaksanaan riset dan mekanisme pertanggungjawaban pembiayaan riset

yang lebih mengedepankan aspek administrasi keuangan daripada aspek

substansi riset itu sendiri. Kedua, pembatasan sasaran penelitian pada instansi

pemerintah yang menerapkan PK-BLU didasarkan pada karakteristik

organisasi BLU yang mempunyai fleksibilitas dalam manajemen pembiayaan

intenal organisasi sehingga dapat menerapkan model pembiayaan yang

dikembangkan dalam penelitian ini. Mengacu pada kedua alasan tersebut,

penelitian ini mengembangkan model manajemen pembiayaan riset yang

dapat diterapkan di seluruh instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan,penelitian ini

mengembangkan model manajemen pembiayaan dan implementasi hasil riset

pada satuan kerja instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. Model

manajemen pembiayaan dan implementasi hasil riset tersebut mencakup dua

submodel. Pertama submodel terkait masalah manajemen pembiayaan riset di

tingkat lembaga pengelola dana riset dan lembaga riset. Kedua, submodel

terkait masalah mekanisme kerja sama antara lembaga riset dan mitra riset

dalam rangka alih teknologi dan komersialisasi dan/atau implmentasi hasil

riset.

Berdasarkan hasil tersebut, masalah dalam penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut:

1. Apakah kriteria seleksi proposal riset sudah ditetapkan dan

diimplementasikan pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU?

2. Apakah standar biaya dan komponen pembiayaan riset sudah ditetapkan

dan dijadikan acuan dalam pembiayaan riset pada instansi pemerintah

yang menerapkan PK-BLU?

21

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

3. Apakah pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU sudah

mempunyai dan menerapkan pola kerjasama dalam perencanaan

kebutuhan riset, pengelolaan alih teknologi hasil riset, komersialaisasi

hasil risetdan pengelolaan dampak komersialisasihasil riset?

4. Bagaimana penerapan mekanisme monitoring, evaluasi dan pelaporan

penggunaan biaya risetpada instansi pemerintah yang menerapkan PK-

BLU?

5. Bagaimana alih teknologi hasil riset dikelola pada instansi pemerintah

yang menerapkan PK-BLU?

6. Apakah pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU sudah

mempunyai dan menerapkan standar komersialisasi hasil riset?

7. Bagaimana dampak komersialisasi hasil riset dikelola pada instansi

pemerintah yang menerapkan PK-BLU?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah tersusunnya model manajemen

pembiayaan dan implementasi hasil riset yang dapat digunakan oleh

seluruh satuan kerja instansi pemerintah yang menerapkan PK BLU,

sehingga tersusun mekanisme pembiayaan riset dan mekanisme kerja

sama alih teknologi dan komersialaisasi hasil riset di lingkungan instansi

pemerintah yang menerapkan PK-BLU.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

a. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasinya terkait

kriteria seleksi proposal riset pada instansi pemerintah yang

menerapkan PK-BLU.

b. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasinya terkait

standar biaya dan komponen pembiayaan riset pada instansi

pemerintah yang menerapkan PK-BLU.

22

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

c. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasinya pada

instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU terkait pola

kerjasama dalam perencanaan kebutuhan riset, pengelolaan alih

teknologi hasil riset, komersialisasi hasil riset dan pengelolaan

dampak komersialisasihasil riset.

d. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasinya terkait

mekanisme monitoring, evaluasi dan pelaporan penggunaan biaya

risetpada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU.

e. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasi terkait alih

teknologi hasil riset pada instansi pemerintah yang menerapkan

PK-BLU.

f. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasi terkait

standar komersialisasi hasil risetpada instansi pemerintah yang

menerapkan PK-BLU.

g. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasi terkait

dampak komersialisasi hasil risetpada instansi pemerintah yang

menerapkan PK-BLU.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut:

a. memberikan informasi sebagai khazanah ilmu pengetahuan dan

wawasan tentang manajemen pembiayaan riset.

b. dapat digunakan sebagai rujukan bagi peneliti lainnya dalam

melakukan kajian tentang manajemen pembiayaan riset di Indonesia,

khususnya di instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut

a. dapat digunakan sebagai rekomendasi bagi pengambil kebijakan untuk

nenerapkan model manajemen pembiayaan dan implementasi hasil

riset di instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU, baik dalam

23

Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

lingkungan lembaga pemberi dana riset, lembaga riset, maupun

perguruan tinggi.

b. dapat menjadi acuan dalam mengembangkan model kerja sama antara

lembaga periset dan mitra riset terkait alih teknologi dan

komersialisasi hasil riset baik di lingkungan lembaga pemberi dana

riset, lembaga riset, maupun perguruan tinggi.

E. Struktur Organisasi Disertasi

Disertasi ini akan disusun dalam lima bab. Bab I adalah pendahuluan,

yang mencakup tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah

penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi

disertasi. Bab II adalah kajian pustaka, memuat tentang kajian teoritis terkait

manajemen pembiayaan riset dan pelaksanaan riset dalam rangka alih

teknologi dan komersialisasi riset, serta kerangka pemikiran dari penelitian

ini. Bab III adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini. Bab IV

adalah temuan dan pembahasan, yang berisi temuan penelitian dan

pembahasan temuan penelitian. Dalam subbab pembahasan, disajikan model

hipotetik manajemen pembiayaan dan implementasi hasil riset pada instansi

pemerintah yang menerapkan PK-BLU. Terakhir pada Bab V disajikan

simpulan, implikasi, dan rekomendasi.