kadar kurkuminoid, total fenol dan aktivitas … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (who...

54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA BERBAGAI TEKNIK PENGERINGAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Oleh : Grafianita H 0607013 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: dangphuc

Post on 15-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS

ANTIOKSIDAN SIMPLISIA TEMULAWAK

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA BERBAGAI TEKNIK

PENGERINGAN

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Oleh :

Grafianita

H 0607013

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS

ANTIOKSIDAN SIMPLISIA TEMULAWAK

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA BERBAGAI TEKNIK

PENGERINGAN

Yang dipersiapkan dan disusun oleh

GRAFIANITA

H 0607013

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada tanggal:

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Ketua

Ir. Kawiji, MP

NIP. 196112141986011001

Anggota I

Edhi Nurhartadi, S.TP, MP

NIP. 197606152009121002

Anggota II

Setyaningrum Ariviani, S.TP, M.Sc

NIP. 197604292002122002

Surakarta, Juli 2011

Mengetahui

Universitas Sebelas Maret

Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 195602251986011001

Page 3: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi dengan

judul “Kadar Kurkuminoid, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Simplisia

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Pada Berbagai Teknik

Pengeringan”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus

dipenuhi oleh mahasiswa untuk mencapai gelar Sarjana Stratum Satu (S-1) pada

program studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk

itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Ir. Kawiji, MP selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan

selaku Pembimbing Utama Skripsi yang telah memberi bimbingan dan

masukan dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan

baik.

3. Bapak Edhi Nurhartadi, S.TP, MP selaku Pembimbing Pendamping Skripsi yang

memberi masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Ibu Setyaningrum Ariviani, S.TP, M.Sc selaku Dosen Penguji Skripsi yang

telah memberikan banyak masukan.

5. Bapak R. Baskara Katri Anandito, S.TP, MP selaku Pembimbing Akademik

yang telah membimbing penulis selama empat tahun masa kuliah.

6. Ibu Sri Liswardani S.TP, Pak Slameto, Pak Giyo, Pak Joko, terima kasih

banyak atas segala bantuannya selama penelitian.

7. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta atas segala bantuan selama masa perkulihan penulis.

8. Skripsi ini, saya persembahkan kepada orang tua saya atas segala dukungan,

kasih sayang, semangat, pengorbanan, dan doanya. Semoga kita selalu dalam

lindungan Allah SWT.

Page 4: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

9. Dian dan Nina yang telah mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

serta senantiasa melatih penulis untuk selalu bersabar dalam menghadapi

setiap tantangan.

10. Teman-teman seperjuangan selama empat tahun Ana, Arin, Ambar, Eni, Nora,

Lorenz, Galuh, Yuli, dan Tina terima kasih atas bantuannya dan

persahabatannya selama ini. Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa kalian.

11. Theresia yang senantiasa memberikan bantuan dari awal penelitian hingga

terselesaikannya skripsi ini, thanks for my partner.

12. Tarso yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi walaupun terpisah

jauh, terima kasih atas cinta dan kasih sayangnya.

13. Angkatan THP 07 yang telah mengisi hari-hari penulis selama empat tahun.

14. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini dan

memberi dukungan, doa serta semangat bagi penulis untuk terus berjuang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juni 2011

Penulis

Page 5: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix

RINGKASAN .................................................................................................. x

SUMMARY...................................................................................................... xi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Perumusan Masalah .............................................................................. 4

C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4

D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Temulawak....................................................................................... ..... 5

B. Simplisia Temulawak.............................................................................. 8

C. Kurkuminoid........................................................................................... 9

D. Senyawa fenolik...................................................................................... 13

E. Antioksidan............................................................................................. 15

F. Pengeringan ............................................................................... ........... 18

G. Hipotesis................................................................................................ 20

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 21

B. Bahan dan Alat ...................................................................................... 21

1. Bahan .............................................................................................. 21

2. Alat .................................................................................................. 21

C. Tahap Penelitian .................................................................................... 22

1. Penyiapan Bahan & Perajangan . .................................................... 22

Page 6: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

2. Pengeringan...................................................................................... 22

3. Analisis Senyawa Aktif Oleorasin Temulawak............................... 23

D. Rancangan Penelitian.............................................................................. 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kadar Air.............................................................................................. 26

B. Kadar Kurkuminoid Simplisia Temulawak Pada Berbagai Teknik

Pengeringan.......................................................................................... 28

C. Kadar Total Fenol Simplisia Temulawak Pada Berbagai Teknik

Pengeringan.......................................................................................... 32

D. Aktivitas Antioksidan Simplisia Temulawak Pada Berbagai Teknik

Pengeringan.......................................................................................... 36

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .......................................................................................... 43

B. Saran .................................................................................................. 43

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 44

LAMPIRAN .................................................................................................... 48

Page 7: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Karakteristik Mutu Simplisia Temulawak........................................... 9

Tabel 3.1 Metode Analisis Senyawa Aktif Simplisia Temulawak…………… 23

Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Acak Lengkap dengan Satu Faktor………… 25

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kadar Air Simplisia Temulawak.................................. 27

Tabel 4.2 Hasil Analisis Kadar Kurkuminoid Simplisia Temulawak.................. 29

Tabel 4.3 Hasil Analisis Total Fenol Simplisia Temulawak................................ 33

Tabel 4.4 Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan Simplisia Temulawak............... 37

Page 8: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Tanaman Temulawak.................................................................... 5

Gambar 2.2 Rimpang Temulawak Berumur 10-12 Bulan................................. 7

Gambar 2.3 Struktur Kimia Kurkuminoid.......................................................... 12

Gambar 2.4 Struktur Kimia Fenol..................................................................... 13

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Simplisia Temulawak............................. 24

Gambar 4.1 Kadar Kurkuminoid Simplisia Temulawak pada Berbagai Teknik Pengeringan................................................................................... 31

Gambar 4.2 Total Fenol Simplisia Temulawak pada Berbagai Teknik Pengeringan................................................................................. 35

Gambar 4.3 Perbandingan Aktivitas Antioksidan Simplisia Temulawak pada Berbagai Teknik Pengeringan dengan Asam Askorbat 500 ppm... 41

Page 9: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Metode Analisis.................................................................... 49

a. Analisis Kadar Air.................................................................. 49

b. Analisis Kurkuminoid............................................................. 49

c. Analisis Total Fenol............................................................... 49

d. Analisis Aktivitas Antioksidan............................................. 50

2. Hasil Analisis Kadar Air...................................................... 51

3. Hasil Analisis Kimia Pengaruh Berbagai Teknik Pengeringan .........................................................................

51

a. Hasil Analisis Kadar Kurkuminoid................................... 51

b. Hasil Analisis Total Fenol............................................... 53

c. Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan................................ 55

4. Hasil Analisis Menggunakan SPSS (One Way Anova) ..... 56 a. Semua data (3 kali perulangan, 3 kali analisis)................ 56

b. Rata-Rata Analisis Tiap Perlakuan.................................. 61

5. Dokumentasi Penelitian...................................................... 63

Page 10: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL, DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

PADA BERBAGAI TEKNIK PENGERINGAN

Grafianita 1)

Ir. Kawiji, MP 2) Edhi Nurhartadi, S.TP, MP 3)

RINGKASAN

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan komponen

penyusun hampir setiap jenis obat tradisional yang dibuat di Indonesia. Temulawak biasanya digunakan dalam bentuk simplisia tunggal atau merupakan salah satu komponen dari suatu ramuan. Temulawak memiliki banyak manfaat kesehatan karena mengandung senyawa aktif, salah satunya berupa kurkuminoid yang merupakan senyawa fenolik dan memiliki aktivitas antioksidan. Saat ini di Indonesia dalam pemanfaatan temulawak di tingkat petani sebagian besar hanya diolah menjadi simplisia. Simplisia temulawak merupakan hasil rajangan temulawak yang telah dikeringkan sampai kadar air tertentu. Pengeringan di tingkat petani hanya terbatas dengan penjemuran langsung sinar matahari yang tentunya tidak dapat mempertahankan senyawa aktif dalam temulawak yang dapat rusak oleh cahaya maupun panas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai teknik pengeringan terhadap kadar kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan simplisia temulawak. Selain itu, akan dipilih pengeringan yang paling efektif dan dalam mempertahankan kadar kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan simplisia temulawak. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu berbagai variasi teknik pengeringan. Berbagai teknik pengeringan yang digunakan adalah SM (pengeringan sinar matahari tanpa kain penutup (k)), SD (solar dryer dengan kain penutup warna putih), CD A (cabinet dryer suhu 35oC), CD B (cabinet dryer suhu 40oC), dan CD C (cabinet dryer suhu 45oC).

Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan cabinet dryer dengan suhu 45oC berpengaruh mempertahankan kadar kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan simplisia temulawak dibandingkan dengan teknik pengeringan lainnya. Pengeringan dengan menggunakan cabinet dryer suhu 45oC menghasilkan kadar kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan masing-masing sebesar 0,495%, 0,933%, dan 57,701%.

Kata kunci : Simplisia temulawak, pengeringan, kurkuminoid, aktivitas

antioksidan, total fenol

Page 11: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ANTIOXIDANT ACTIVITY, TOTAL PHENOL AND CONCENTRATION CURCUMINOIDS CURCUMA SIMPLICIA

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) IN VARIATION DRYING TECHNIQUE

Grafianita 1)

Ir. Kawiji, MP 2) Edhi Nurhartadi, S.TP, MP 3)

SUMMARY

Curcuma (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is a component that compiler almost every kind of traditional medicine made in Indonesia. Curcuma usually used in kind of single simplicia or become one of component from a ingredients. Curcuma have many function for health because of they contains active compound, the ones of all is curcuminoid that included phenolic compound and have antioxidant activity. Today, in Indonesia using Curcuma in farmer’s community usually just processed as simplisia. Simplisia of Curcuma is the result of cut curcuma that has been drying until certain compound of water. The desiccation in farmer’s community just limiting in using sun drying that of course can not defend active compound in Curcuma that can be broken by light and also heat.

This research is aim to find out the influence variation of drying tehnique concerning curcuminoid compound, total phenol, and antioxidan activity simplicia curcuma. Beside that, will be choose the drying technique that most effective in defend curcuminoid compound, total phenol, and antioxidant activity simplisia curcuma. This research used Completely Randomized Design (CRD) with one factor, that are variety of drying technique. Variety drying technique that we use is SM (sun drying without cover (k)), SD (solar dryer with the white cloth cover), CD 35oC (cabinet dryer temperature 35oC), CD 40oC (cabinet dryer temperature 40oC), dan CD 45oC (cabinet dryer temperature 45oC).

The result of research shows that using cabinet dryer with temperature 45oC influential in defend curcuminoid compound, total phenol, and antioxidant activity simplicia curcuma than using another drying technique. The drying that using cabinet dryer temperature 45oC producing curcuminoid compound, total Fenol, and antioxidan activity each 0,495%, 0,933%, dan 57,701%.

Keyword : Curcuma Simplicia, drying, curcuminoids, total phenol, antioxidant

activity

Page 12: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu

tanaman obat suku Zingiberaceae yang banyak digunakan sebagai bahan baku

dalam industri jamu dan obat di Indonesia. Temulawak merupakan komponen

penyusun hampir setiap jenis obat tradisional di Indonesia. Dalam obat

tradisional Indonesia temulawak digunakan sebagai simplisia tunggal atau

merupakan salah satu komponen dari suatu ramuan. Selain sebagai bahan

baku industri jamu dan obat, olahan temulawak juga digunakan dalam industri

pangan dan kosmetik. Ekspor rimpang temulawak di Indonesia tahun 2006

mencapai US$ 1,255 juta dengan jumlah sebanyak 2.647 ton rimpang

temulawak (BPS, 2006). Temulawak diketahui memiliki banyak manfaat

antara lain sebagai antihepatitis, antiinflamasi, antikarsinogenik, antimikroba,

antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008).

Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan farmasi

menurut Parahita (2007) temulawak diketahui mengandung senyawa kimia

yang mempunyai keaktifan fisiologis, yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri.

Menurut Yunus dan Rahayu (2009) temulawak terdiri dari fraksi pati,

kurkuminoid, dan minyak atsiri. Pati merupakan komponen terbesar dalam

rimpang temulawak, yaitu sekitar 30-40% dihitung dari bobot kering,

berbentuk serbuk berwarna putih kekuningan karena mengandung

kurkuminoid. Kurkuminoid terdiri atas senyawa berwarna kuning kurkumin

dan turunannya sebanyak 1,60-2,20% (Kunia, 2006). Minyak atsiri dalam

temulawak sebanyak 6-10% terdiri dari isofuranogermakren, trisiklin, allo-

aromadendren, germakren, dan xanthorrizol (Dalimartha, 2000).

Saat ini penanganan temulawak oleh petani selain dijual dalam bentuk

rimpang hanya sebatas dibuat menjadi simplisia sebagai upaya meningkatkan

nilai ekonominya. Simplisia merupakan hasil pengeringan dari tanaman obat

yang belum diolah lebih lanjut atau baru dirajang saja yang kemudian

dijemur. Dari simplisia dapat diolah menjadi berbagai macam produk, seperti

Page 13: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

serbuk, minyak atsiri, ekstrak kental/ oleoresin, ekstrak kering maupun kapsul

(Sembiring, 2008).

Pengeringan yang dilakukan oleh petani (produsen) simplisia

temulawak pada umumnya hanya dengan dijemur dibawah sinar matahari

langsung. Cara ini dianggap oleh masyarakat merupakan cara yang mudah dan

murah karena tidak membutuhkan biaya yang mahal dan dapat dilakukan

dimana saja. Permasalahan yang timbul adalah rendahnya kualitas dan

rendahnya kontinuitas suplai simplisia temulawak. Hal ini dikarenakan

pengeringan langsung dengan sinar matahari di alam terbuka menyebabkan

terjadinya resiko kontaminasi oleh jamur, terganggunya proses pengeringan

pada musim hujan, dan rusaknya kandungan senyawa aktif oleh sinar UV

yang ada cukup tinggi (Widyasari, 2000).

Mengingat manfaat yang besar dari peran temulawak di berbagai

bidang industri baik makanan maupun farmasi maka diperlukan dukungan

teknologi untuk pengembangannya. Teknik pasca panen merupakan periode

kritis yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas simplisia temulawak.

Salah satu tahap penting pasca panen temulawak yang dapat mempengaruhi

kandungan senyawa berkhasiat dalam temulawak adalah proses pengeringan.

Menurut Kiswanto (2005) rimpang temulawak segar mengandung air sekitar

75%-80%. Kadar air yang tinggi menyebabkan temulawak mudah mengalami

kerusakan karena gangguan mikroba. Pengeringan pada rimpang temulawak

ini dilakukan dengan tujuan membuang sejumlah air untuk menjamin

penyimpanan dan mencegah terjadinya reaksi enzimatis. Pengeringan dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan panas buatan ataupun

dengan menjemur langsung di bawah sinar matahari. Dalam pengeringan

harus diperhatikan suhu dan jenis bahan yang akan dikeringan. Menurut

Parahita (2007) bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif dan tidak

tahan panas harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 30-

45oC.

Teknik pengeringan yang bersifat tradisional merupakan salah satu

penyebab rendahnya mutu (kadar air, kadar kurkuminoid, total fenol, dan

Page 14: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

aktivitas antioksidan) serta tumbuhnya jamur sehingga menurunkan harga dan

pendapatan petani. Tanpa adanya usaha perbaikan teknik pengeringan

temulawak yang telah ada saat ini akan menyebabkan tidak terjaminnya

kualitas simplisia temulawak yang dihasilkan. Melihat manfaat yang banyak

dari penggunaan temulawak sebagai bahan baku industri dalam bentuk

simplisia maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kadar kurkuminoid,

total fenol dan aktivitas antioksidan simplisia temulawak (Curcuma

xanthorrhiza Roxb.) pada berbagai teknik pengeringan. Teknik pengeringan

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengeringan sinar matahari tanpa

kain penutup (kontrol), solar dryer dengan kain penutup warna putih, cabinet

dryer suhu 35oC, cabinet dryer suhu 40oC, dan cabinet dryer suhu 45oC.

Dengan teknik pengeringan yang tepat diharapkan mampu mempertahankan

kadar kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan temulawak.

Page 15: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana kadar kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan

simplisia temulawak pada berbagai teknik pengeringan?

2. Teknik pengeringan manakah yang paling efektif dalam mempertahankan

kadar kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan simplisia

temulawak?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kadar kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan

simplisia temulawak pada berbagai teknik pengeringan

2. Mengetahui teknik pengeringan yang paling efektif dalam

mempertahankan kadar kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan

simplisia temulawak

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang

teknik pengeringan yang paling efektif dan efisien dalam mempertahankan

kadar kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan simplisia temulawak

sehingga dapat menjadi alternatif pengeringan bagi produsen untuk

mempertahankan mutu simplisia temulawak yang dihasilkan.

Page 16: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Temulawak

Temulawak merupakan sumber bahan pangan, pewarna, bahan baku

industri (seperti kosmetika dan farmasi), maupun dapat dibuat makanan atau

minuman segar. Temulawak telah dibudidayakan dan banyak ditanam di

pekarangan atau tegalan, sering ditemukan tumbuh liar di hutan jati atau

padang alang-alang. Tanaman ini lebih produktif pada tempat terbuka yang

terkena sinar matahari dan dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai

dataran tinggi. Akan tetapi, untuk mencapai hasil yang maksimal, sebaiknya

ditanam pada ketinggian sekitar 200-600 mdpl. Rimpang temulawak

termasuk yang paling besar di antara semua rimpang marga Curcuma.

Rimpangnya dipanen jika bagian-bagian tanaman yang ada di atas tanah

sudah mulai kering dan mati (Dalimartha, 2000).

Gambar 2. 1 Tanaman Temulawak

Tanaman temulawak adalah tanaman obat berupa tumbuhan rumpun

berbatang semu (Gambar 2.1). Seluruh batang tanaman temulawak terdiri

dari pelepah-pelepah daun yang menyatu dan mempunyai umbi batang.

Tinggi tanaman antara 50-200 cm. Daun berbentuk jorong, memanjang,

permukaan atas daun berwarna hijau tua bergaris-garis coklat, panjang daun

Page 17: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

20-80 cm, lebar daun 15-30 cm, serta tulang daun menyirip dan licin.

Permukaan bawah daun berwarna hijau pucat dan mengilat. Bunga pendek

dan lebar, berwarna kuning muda atau kuning bertabur warna merah

dipuncaknya, panjang helaian bunga 2,5-3,5 cm, panjang tongkol bunga 10-

20 cm (Siswanto, 2004).

Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat temulawak berasal dan

kemudian menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia

Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Barbados, India, Jepang,

Korea, di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. Klasifikasi temulawak

adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Keluarga : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.

(Rukmana, 1995).

Perbedaan umur panen tanaman temulawak dapat mempengaruhi

produktivitas dan mutu rimpang temulawak. Petani umumnya memanen

tanaman temulawak pada umur 9 bulan, bahkan sampai umur 24 bulan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa umur panen 7 bulan menghasilkan

produktivitas rimpang tertinggi (Balai Penelitian Tanaman Industri, 1982

dalam Khaerana, 2008).

Page 18: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Gambar 2.2 Rimpang Temulawak Berumur 10-12 Bulan

Menurut Sembiring (2007) rimpang temulawak dipanen setelah

tanaman berumur 10-12 bulan (Gambar 2.2). Temulawak yang dipanen pada

umur tersebut menghasilkan kadar minyak atsiri dan kurkumin yang tinggi.

Rimpang temulawak berbentuk bulat atau bulat telur, dari luar berwarna

kuning tua atau coklat kemerahan, sedang sisi dalam jingga kecoklatan. Dari

induk rimpang akan tumbuh rimpang-rimpang baru ke arah samping.

Rimpang baru ini lebih kecil, berwarna lebih muda, serta bentuknya beraneka

ragam. Aroma rimpang harum, tajam, serta rasanya pahit agak pedas. Ujung-

ujung akar biasanya membengkak, membentuk umbi kecil berbentuk bulat

sampai bulat telur (Siswanto, 2004).

Akar rimpang temulawak terbentuk dengan sempurna dan bercabang

kuat, berwarna hijau gelap. Rimpang induk dapat memiliki 3-4 buah rimpang.

Warna kulit rimpang cokelat kemerahan atau kuning tua, sedangkan warna

daging rimpang oranye tua atau kuning. Tiap rumpun umumnya memiliki 6

buah rimpang tua dan 5 buah rimpang muda (Parahita, 2007).

Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri,

pati, protein, lemak, selulosa, dan mineral. Di antara komponen yang

dikandung oleh temulawak, yang paling banyak kegunaannya adalah pati,

kurkuminoid, dan minyak atsiri (Husein, 2008 dalam Pandiangan, 2007).

Menurut Yunus dan Rahayu (2009) temulawak terdiri dari fraksi pati,

kurkuminoid, dan minyak atsiri. Pati merupakan komponen terbesar dalam

Page 19: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

rimpang temulawak, yaitu sekitar 30-40% dihitung dari bobot kering,

berbentuk serbuk berwarna putih kekuningan karena mengandung

kurkuminoid. Fraksi kurkuminoid dalam temulawak terdiri dari dua

komponen, yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin. Kadar kurkuminoid

dalam temulawak berkisar antara 1-2%. Sedangkan fraksi minyak atsiri

temulawak sebesar 6-10% (Parahita, 2007).

Banyaknya manfaat temulawak baik untuk obat tradisional maupun

fitofarmaka karena rimpangnya mengandung protein, pati, zat warna kuning

kurkuminoid dan minyak atsiri. Kandungan kimia minyak atsiri antara lain :

feladren, kamfer, tumerol, tolilmetilkarbinol, arkurkumen, zingiberen,

kuzerenon, germakron, β-tumeron serta xanthorrizol yang memiliki

kandungan tertinggi sampai 40% (Rahardjo dan Rostiana, 2004 dalam

Kristina, 2006).

B. Simplisia Temulawak

Simplisia merupakan hasil pengeringan dari tanaman obat yang belum

diolah lebih lanjut atau baru dirajang saja yang kemudian dijemur. Dari

simplisia dapat diolah menjadi berbagai macam produk, seperti serbuk,

minyak atsiri, ekstrak kental/ oleoresin, ekstrak kering maupun kapsul

(Sembiring, 2008).

Irisan temulawak biasanya melintang setebal 2-3 mm. Hasil irisan

langsung dijemur di bawah terik matahari. Irisan rimpang dihamparkan di

bawah terik matahari dan dibalik satu kali. Perlakuan ini akan meningkatkan

kualitas simplisia. Apabila pengirisan dilakukan pada sore hari dan baru

dijemur keesokan harinya, maka kualitas simplisianya kurang baik

(Anonimc, 2010).

Ukuran perajangan tergantung dari bahan yang digunakan dan ber-

pengaruh terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan. Perajangan terlalu tipis

dapat mengurangi zat aktif yang terkandung dalam bahan. Sedangkan jika

terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan

memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran dan kemungkinan besar

bahan mudah ditumbuhi oleh jamur (Sembiring, 2007).

Page 20: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Kualitas simplisia sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan aktif,

warna, kontaminasi mikroba dan metabolit sekunder seperti minyak atsiri,

flavonoid, fenolat, dan klorofil. Pada penentuan kualitas simplisia terbagi atas

analisa secara fisik dan kimia. Secara fisik biasanya termasuk

penampakannya secara visual terhadap warna, kotoran dan lainnya,

sedangkan secara kimia adalah analisa kandungan bahan aktifnya. Bahan

tanaman harus langsung dikeringkan setelah dikecilkan ukurannya. Apabila

tertunda, akan terjadi proses fermentasi, pemucatan, dan dekomposisi kimia

bahan aktifnya (Hernani dan Rahmawati, 2009).

Menurut Sembiring dkk (2006), Karakteristik mutu simplisia

temulawak dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik Mutu Simplisia Temulawak Karakteristik Hasil Analisis (%) *Standar Mutu (%)

Kadar Air 10,85 <12 Kadar Abu 3,92 3-7 Kadar Sari Air 13,08 - Kadar Sari Alkohol 10,95 >5 Kadar Minyak Atsiri 6,48 Min 5 Kadar Kurkumin 1,36 0,02-2 Kadar Xanthorizol 1,86 -

*Sumber : Materi Medika Indonesia (1979) dalam Sembiring dkk (2006),

C. Kurkuminoid

Kurkuminoid adalah kelompok senyawa fenolik yang terkandung dalam

rimpang tanaman famili Zingiberceae antara lain : Curcuma longa syn.

Curcuma domestica (kunyit) dan Curcuma xanthorhiza (temulawak).

Kurkuminoid bermanfaat untuk mencegah timbulnya infeksi berbagai

penyakit (Kristina, 2006).

Kurkuminoid berkhasiat menetralkan racun, menurunkan kadar

kolesterol, dan trigliserida darah, antibakteri, analgetik, dan antiinflamasi.

Sekarang telah banyak diteliti bahwa kurkuminoid dapat digunakan sebagai

antioksidan dan inhibitor virus HIV (Anonim, 2007 dalam Irawati, 2008).

Kurkuminoid merupakan komponen yang memberi warna kuning pada

rimpang temulawak. Kurkuminoid berwarna kuning atau kuning jingga,

berbentuk serbuk dengan rasa pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam asetat,

Page 21: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

dan alkali hidroksida. Kurkuminoid mempunyai aroma yang khas dan tidak

bersifat toksik. Bila kurkuminoid terkena cahaya akan terjadi dekomposisi

struktur berupa siklisasi kurkuminoid. Siklisasi kurkuminoid menyebabkan

senyawa kurkuminoid terdegradasi menjadi asam ferulat sehingga kadarnya

dalam ekstrak menjadi rendah (Sidik dkk., 1995).

Fraksi kurkuminoid terdiri dari curcumin (diferuloyl methane atau

kurkumin I) dan turunannya yaitu desmethoxy-curcumin (feruloyl-p-

hydroxy-cinnamoyl methane atau kurkumin II) dan bis-desmethoxy-

curcumin (bis-(p-hydroxycinnamoyl)-methane atau kurkumin III) (Wardini

dan Prakoso, 1999 dalam Devy, 2009).

Sering kali kadar total kurkuminoid dihitung sebagai % kurkumin.

Beberapa penelitian baik fitokimia maupun farmakologi lebih ditekankan

pada kurkumin karena kandungannya yang jauh lebih besar (50-60%)

dibanding komponen penyusun kurkuminoid yang lain yaitu

monodesmetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin (Sumiyati dan

Adnyana, 2002 dalam Parinussa, 2006).

Menurut Jayaprakasha dkk. (2005), kurkumin merupakan molekul

dengan kadar polifenol yang rendah namun memiliki aktivitas biologi yang

tinggi antara lain memiliki potensi sebagai antioksidan. Gugus hidroksil dan

metoksil pada cincin fenil dan substituen 1,3 diketon memiliki peran yang

sangat signifikan dalam kemampuan kurkumin sebagai antioksidan. Aktivitas

antioksidan meningkat dengan meningkatnya gugus hidroksil pada cincin

fenil pada posisi orto dengan gugus metoksi. Sedangkan menurut Jovanovic

dkk. (2001) aktivitas antioksidan kurkumin disebabkan oleh kemampuan

donor atom hidrogen oleh β-diketon untuk menetralkan radikal bebas.

Kurkumin mempunyai aktivitas antioksidan karena mempunyai gugus

yang berperan penting dalam menangkal radikal bebas. Struktur kurkumin

terdiri dari gugus hidroksi fenolik dan gugus β-diketon. Gugus hidroksi

fenolik kemungkinan berfungsi sebagai penangkap radikal bebas pada fase

pertama mekanisme anti oksidatif dan gugus β-diketon kemungkinan

berfungsi sebagai penangkap radikal pada fase berikutnya. Bersama

Page 22: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

turunannya, demetoksi kurkumin dan bis-demetoksi kurkumin, bertanggung

jawab terhadap efek antioksidan dari turmerik (Tonnesen dan Greenhill,

1992; Majeed et al., 1995 dalam Nugroho, 2006). Kurkumin mempunyai dua

buah cincin aromatik yang mengandung gugus hidroksi fenolik, keduanya

dihubungkan rantai pendek yang terkonjugasi dengan gugus β-diketon.

Kurkumin juga memiliki gugus metoksi pada cincin aromatiknya yang

bersifat sebagai pendorong elektron sehingga akan menambah kerapatan

elektron pada ikatan π yang akan mempermudah senyawa dalam menangkap

radikal hidroksi (Nugroho, 2006). Delokalisasi radikal pada posisi fenolik ke

dalam sistem rantai alkil terkonjugasi pada kurkumin dan derivatnya

memegang peranan penting dalam aktivitasnya sebagai antioksidan (Masuda

et al., 1999 dalam Nugroho, 2006).

Sifat kimia kurkuminoid yang menarik adalah sifat perubahan warna

akibat perubahan pH lingkungan. Dalam susana asam, kurkuminoid berwarna

kuning atau kuning jingga, sedangkan dalam suasana basa berwarna merah.

Dalam suasana basa selain terjadi proses disosiasi, kurkumin dapat

mengalami degradasi membentuk asam ferulat dan feruloilmetan. Degradasi

ini terjadi bila kurkumin berada dalam lingkungan pH 8,5-10,0 dalam waktu

yang relatif lama, walaupun hal ini tidak berarti bahwa dalam waktu yang

relatif singkat tidak terjadi degradasi kurkumin, karena proses degradasi

sangat dipengaruhi juga oleh suhu lingkungan. Salah satu hasil degradasi,

yaitu feruloilmetan mempunyai warna kuning coklat yang akan

mempengaruhi warna merah yang seharusnya terjadi (Tonnesen dan Karsen,

1985 dalam Kiswanto, 2005).

Kurkumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 dengan bobot molekul

368 g/mol, sedangkan desmetoksikurkumin mempunyai rumus molekul

C20H18O5 dan bobot molekul 338 g/mol (Supriadi, 2008). Struktur kimia

kurkuminoid dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Page 23: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

R1 R2 -OCH3 -OCH3 = kurkumin -OCH3 -H = desmetoksikurkumin -H -H = bis-demetoksikurkumin

Gambar 2.3 Struktur Kimia Kurkuminoid

Kurkumin (1,7-bis-4 (4’-hidroksi-3’-metoksi fenil) hepta-1,6-diene-

3,5- dion dikenal sebagai bahan alam yang memiliki aktivitas biologis dengan

spektrum luas, seperti antioksidan, antiinflamasi, antikanker dan antimutagen.

Kurkumin merupakan senyawa yang tidak stabil pada pH di atas 6,5 dan

pengaruh cahaya karena adanya gugus metilen aktif pada strukturnya. Di

alam kurkumin selalu terdapat bersama dengan dua turunan senyawa lainnya

yaitu dimetoksi kurkumin dan bis-demetoksikurkumin, yang dikenal dengan

nama kurkuminoid (Tonnesen dan Karlsen., 1985 dalam Astuti, 2009).

Dalam Astuti (2009) juga disebutkan, Masuda et al., (1999) telah menemukan

mekanisme penangkapan radikal oleh kurkumin. Berdasarkan mekanisme

Masuda, gugus hidroksi fenolik berperan dalam penangkapan radikal pertama

kali pada kurkumin.

Kurkumin akan mengalami dekomposisi jika terkena cahaya. Produk

degradasinya yang utama adalah asam ferulat, aldehid ferulat,

dehidroksinaftalen, vinilquaikol, vanilin dan asam vanilat. Kurkumin

memperlihatkan kepekaan terhadap radikal bebas, kurkumin dapat bereaksi

selama atom H dilepas atau radikal hidroksil ditambahkan pada molekul

kurkumin. Pengurangan sebuah atom H menghasilkan pembentukan radikal

OH

O

HO

HO

R1

R2

Page 24: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

kurkumin yang terdekomposisi atau menjadi stabil dengan sendirinya (Van

der Good, 1995 dalam Kurnia, 2010).

D. Senyawa Fenolik

Gambar 2.4 Struktur Kimia Fenolik

Fenol (C6H5OH) atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal

tidak berwarna yang memiliki bau yang khas. Struktur fenol memiliki gugus

hidroksil (OH-) yang berikatan dengan cincin fenil dapat dilihat pada Gambar

2.4 di atas. Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yaitu 8,3 gram/100

ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, yang artinya dapat

melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut

menjadikan anion fenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air. Sifat

dan karakteristik senyawa fenol adalah sebagai berikut :

a. Mengandung gugus OH

b. Mempunyai titik didih yang tinggi

c. Mempunyai rumus molekul C6H6O

d. Larut dalam pelarut organik

e. Berupa padatan (kristal) yang tidak berwarna

f. Mempunyai massa molar 94,110 g/ mol.

g. mempunyai titik didih 181,9oC

h. mempunyai titik lebur 40,9oC

(Anonima, 2004).

Fenol mempunyai sifat asam, mudah dioksidasi, mudah menguap,

sensitif terhadap cahaya dan oksigen, serta bersifat antiseptik. Kadar fenol

tersebut akan menurun antara lain dengan perlakuan pencucian, perebusan,

dan proses pengolahan lebih lanjut untuk dijadikan produk yang siap

dikonsumsi (Sundari, 2009).

OH

Page 25: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Senyawa fenolik pada bahan makanan dapat dikelompokkan menjadi

fenol sederhana dan asam fenolat (p-kresol, 3-etil fenol, 3,4-dietil fenol,

hidroksiquinon, vanilin dan asam galat), turunan asam hidroksi sinamat (p-

kumarat, kafeat, asam fenolat dan asam klorogenat) dan flavonoid (katekin,

proantosianin, antisianidin, flavon, flavonol dan glikosidanya). Fenol juga

dapat menghambat okidasi lipid dengan menyumbangkan atom hidrogen

kepada radikal bebas. Senyawa fenol (AH) jika berdiri sendiri tidak aktif

sebagai antioksidan, substitusi grup alkil pada posisi 2, 4 dan 6 dapat

meningkatkan densitas elektron gugus hidroksil, sehingga meningkatkan

keaktifannya terhadap radikal lipid (Widiyanti, 2009).

Menurut Andayani (2008) banyak tanaman obat yang mengandung

antioksidan dalam jumlah besar. Efek antioksidan terutama disebabkan

karena adanya senyawa fenolik seperti flavonoid, asam fenolat. Senyawa

fenolik memiliki efek antioksidan karena mempunyai gugus hidroksi yang

tersubstitusi pada posisi ortho dan para terhadap gugus –OH dan –OR.

Senyawa alami antioksidan tumbuhan umumnya adalah senyawa

fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid turunan

asam sinamat, kumarin, tokoferol. Senyawa ini diklasifikasikan dalam 2

bagian yaitu fenol sederhana dan polifenol. Senyawa-senyawa polifenol

seperti flavonoid dan galat mampu menghambat antioksidan melalui

mekanisme penangkapan radikal (radical scavenging) dengan cara

menyumbangkan satu elektron kepada elektron yang tidak berpasangan

dalam radikal bebas sehingga banyaknya radikal bebas menjadi berkurang

(Yuswantina, 2009).

Antioksidan fenolik yang berasal dari tanaman cenderung larut air dan

banyak terdapat sebagai glikosida dan berada pada vakuola sel. Mekanisme

antioksidan dari senyawa fenolik : (1) antioksidan fenolik alami (natural

phenolic antioxidant) menghalangi proses oksidasi dengan mendonorkan

atom hidrogen ke radikal (RO*), reaksinya : RO* + NPH NP*+ ROH,

(2) substansi intermediat yang stabil, phenoxy radical (NP*) bereaksi sebagai

Page 26: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

terminator dari propagasi dengan cara bereaksi dengan radikal lainnya,

reaksinya RO* + NP* RONP (Abdullah, 2009).

Antioksidan yang termasuk golongan fenol mempunyai intensitas

warna yang rendah atau kadang-kadang tidak berwarna dan banyak

digunakan karena tidak beracun. Antioksidan golongan fenol meliputi

sebagian besar antioksidan yang dihasilkan oleh alam dan sejumlah kecil

antioksidan sintetis, serta banyak digunakan dalam lemak atau bahan pangan

berlemak. Beberapa contoh antioksidan yang termasuk golongan ini antara

lain hidrokuinon gossipol, pyrogallol, catechol resorsinol dan eugenol.

Aktivitas antioksidan tipe fenol mempunyai hubungan dengan proses

kesetimbangan oksidasi-reduksi (redoks) antara quinol dengan quinon

(Ketaren, 1986).

E. Antioksidan

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat

reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada

orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal

bebas akan bereaksi dengan molekul di sekitarnya untuk memperoleh

pasangan elektron. Reaksi ini akan berlangsung terus-menerus dalam tubuh

dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti

kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya.

Oleh karena itu, tubuh memerlukan suatu substansi penting yaitu antioksidan

yang mampu menangkap radikal bebas tersebut sehingga tidak dapat

menginduksi suatu penyakit (Kikuzaki, et al.,2002; Sibuea, 2003; dan

Halliwell, 2000 dalam Andayani, 2008).

Antioksidan adalah zat yang berfungsi melindungi tubuh dari serangan

radikal bebas. Yang termasuk ke dalam golongan zat ini antara lain vitamin,

polifenol, karoten dan mineral. Secara alami, zat ini sangat besar peranannya

pada manusia untuk mencegah terjadinya penyakit. Antioksidan melakukan

semua itu dengan cara menekan kerusakan sel yang terjadi akibat proses

oksidasi radikal bebas. Radikal bebas sebenarnya berasal dari molekul

oksigen yang secara kimia strukturnya berubah akibat dari aktivitas

Page 27: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

lingkungan. Aktivitas lingkungan yang apat memunculkan radikal bebas

antara lain radiasi, polusi, merokok dan lain sebagainya (Anonimb, 2008).

Menurut Kochar dan Tossel dalam Hudson (1990) dalam Yuswantina

(2009) berkaitan dengan fungsinya senyawa-senyawa antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe antioksidan yaitu:

1. Primary Antioxidant yaitu senyawa-senyawa, terutama senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal

bebas asam lemak. Dalam hal ini memberikan atom hidrogen yang

berasal dari gugus hidroksi senyawa fenol sehingga terbentuk senyawa

yang stabil. Senyawa antioksidan yang termasuk kelompok ini misalnya:

BHA, BHT, TBHQ, PG dan tokoferol.

2. Oxygen Scavengers yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai

pengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Dalam hal

ini, senyawa tersebut akan mengadakan reaksi dengan oksigen yang

berada dalam sistem sehingga jumlah oksigen akan berkurang.

Contoh dari senyawa-senyawa kelompok ini adalah vitamin C (asam

askorbat) askorbil palmitat, asam eritorbat dan sulfit.

3. Secondary Antioxydant yaitu senyawa-senyawa yang mempunyai

kemampuan untuk mendekomposisi hidroperoksida menjadi produk

akhir yang stabil. Pada umumnya tipe antioksidan ini digunakan untuk

menstabilkan polyoefin resin contohnya adalah asam tiodipropionat dan

dilauril tipropionat.

4. Antioxidant Enzyme yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya

radikal bebas. Contohnya: glukosaoksidase, superoksidadismutase (SOD)

glutation perioksidase dan katalase.

5. Chelator Sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu

mengikat logam seperti besi (Fe) dan tembaga (Cu) yang mampu

mengkatalisa reaksi oksidasi lemak. Senyawa antioksidan yang

termasuk didalamnya adalah asam sitrat, asam amino, etylenediaminetetra

aceticacid (EDTA) dan fosfolipid.

Page 28: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Berdasarkan sumbernya antioksidan digolongkan menjadi 2 macam,

yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik). Antioksidan alami

mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan spesies

oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif serta

mampu menghambat peroksidasi lipid pada makanan. Peroksidasi lipid

merupakan salah satu faktor yang cukup berperan dalam kerusakan selama

dalam penyimpanan dan pengolahan makanan. Antioksidan tidak hanya

digunakan dalam industri farmasi, tetapi juga digunakan secara luas dalam

industri makanan, industri petroleum, industri karet, dan sebagainya (Ilham,

2007).

Fungsi utama antioksidan digunakan sebagai upaya untuk memperkecil

terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya

proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam

industri makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam

makanan serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi. Peroksidasi

lipid merupakan salah satu faktor yang cukup berperan dalam kerusakan

selama dalam penyimpanan dan pengolahan makanan (Hernani dan Raharjo,

2005).

Skema mekanisme reaksi pembentukan radikal bebas adalah sebagai

berikut :

1. Pada tahap inisiasi, radikal lipid terbentuk dari molekul lipid dan

terjadi pengurangan atom hidrogen oleh radikal reaktif misalnya radikal

hidrogen.

RH→ R* + H *

2. Selanjutnya tahap propagasi, radikal lipid diubah menjadi radikal lipid

yang berbeda dan mengakibatkan pengurangan atom hidrogen dari

molekul lipid atau penambahan atom oksigen pada radikal alkil.

R* + O2→ ROO*

ROO* + RH → ROOH + R*

3. Pada tahap terminasi, radikal bebas bergabung untuk membentuk

molekul dengan membentuk pasangan antar radikal.

Page 29: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

ROO* + ROO *→ ROOR + O2

ROO * +R *→ ROOR

R *+ R *→ RR

(Rohman dan Riyanto, 2004 dalam Astuti, 2009).

F. Pengeringan

Pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air bahan

sampai ke tingkat yang diinginkan dan menghilangkan aktivitas enzim yang

bisa menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif. Beberapa faktor yang

mempengaruhi proses pengeringan, antara lain waktu pengeringan, suhu

pengeringan, kelembapan udara di sekitarnya, kelembapan bahan atau

kandungan air dari bahan, ketebalan bahan yang dikeringkan, sirkulasi udara

dan luas permukaan bahan. Suhu pengeringan sangat berpengaruh terhadap

kualitas, terutama pada perubahan kadar fitokimia atau senyawa aktif. Bila

menggunakan suhu tinggi konsekuensinya dapat menghilangkan kandungan

atsiri, akan tetapi pada suhu rendah akan meningkatkan jumlah mikroba.

Untuk bahan yang mengandung minyak atsiri, suhu pengeringan yang terbaik

adalah 35-45°C (Hernani dan Rahmawati, 2009).

Dengan menerima panas matahari langsung, irisan rimpang temulawak

akan bisa benar-benar kering (kadar air di bawah 15%) dalam jangka waktu 4

hari penuh. Tanda irisan rimpang temulawak telah benar-benar kering adalah,

bisa dipatahkan dengan mudah dan tidak bisa digigit. Warna irisan rimpang

temulawak kering kualitas baik adalah merah bata merata. Apabila

dipatahkan bekas patahan berwarna oranye cerah dan aromanya segar. Kalau

dikunyah rasanya tajam dan pahit (Anonimc, 2010).

Pada umumnya suhu pengeringan adalah antara 40-60oC dan hasil yang

baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air

10%. Pada umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering memiliki kadar air

± 8-10%. Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakan bahan dapat ditekan

baik dalam pengolahan maupun waktu penyimpanan (Sembiring, 2007).

Semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan menyebabkan

semakin tingginya inaktivasi enzim polifenol oksidase sehingga aktivitas

Page 30: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

enzim akan semakin rendah, kerusakan fenol semakin kecil. Akan tetapi

stabilitas fenol juga akan terganggu oleh semakin meningkatnya suhu

pengeringan sehingga jumlah total fenol terdeteksi akan mencapai puncak

maksimum kemudian konstan dan cenderung menurun (Susanti, 2008).

Pengeringan temu-temuan dapat dilakukan di atas para-para dengan

menggunakan sinar matahari dan ditutupi dengan kain hitam juga dapat

dilakukan dengan kombinasi antara sinar matahari dengan alat. Hasil dari

pengeringan untuk temulawak diperoleh kadar kurkumin 1,36%, kadar

xantorizol 1,92%, kadar minyak atsiri 6,48% (Sembiring, 2008).

Solar drying merupakan metode pengeringan yang saat ini sering

digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan makanan hasil panen. Metode

ini bersifat ekonomis pada skala pengeringan besar karena biaya operasinya

lebih murah dibandingkan dengan pengeringan dengan mesin. Prinsip dari

solar drying ini adalah pengeringan dengan menggunakan bantuan sinar

matahari. Perbedaan dari pengeringan dengan sinar matahari biasa adalah

solar drying dibantu dengan alat sederhana sedemikian rupa sehingga

pengeringan yang dihasilkan lebih efektif. Metode solar drying sering

digunakan untuk mengeringkan padi. Namun karena pada prinsipnya

pengeringan adalah untuk mengurangi jumlah air (kelembaban) bahan, maka

metode ini juga dapat diaplikasikan untuk bahan makanan lain. Cara kerja

solar dryer adalah sebagai berikut: bahan yang ingin dikeringkan dimasukkan

ke dalam bilik yang berada pada ketinggian tertentu dari permukaan tanah.

Udara sekitar masuk melalui saluran yang dibuat lebih rendah daripada bilik

pemanasan dan secara otomatis terpanaskan oleh sinar matahari secara

konveksi pada saat udara tersebut mengalir menuju bilik pemanasan. Udara

yang telah terpanaskan oleh sinar matahari kemudian masuk kedalam bilik

pemanas dan memanaskan bahan makanan. Pengeringan bahan makanan jadi

lebih efektif karena pemanasan yang terjadi berasal dari dua arah, yaitu dari

sinar matahari secara langsung (radiasi) dan aliran udara panas dari bawah

(konveksi) (Yissaluthana, 2010).

Page 31: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Pengering berbentuk kabinet memiliki rak-rak untuk menempatkan

bahan yang akan dikeringkan. Satu alat pengering kabinet rata-rata memiliki

3 atau 4 rak sebagai wadah atau tempat hasil tanaman yang akan dikeringkan,

rak-rak ditempatkan secara tersusun dalam alat dan dengan penyebaran udara

panas kedalamnya selama waktu yang telah ditentukan, pengeringan akan

berlangsung dengan baik mendekati pengeringan sempurna dengan sinar

matahari (Riata, 2010). Menurut Yissaluthana (2010) setelah ruangan ditutup,

maka udara panas dialirkan ke dalam ruang pemanas hingga semua bahan

menjadi kering. Udara panas yang masuk dari sebelah bawah ruang

menyebabkan material yang ada kolom yang paling bawah menjadi yang

paling pertama kering. Setelah tenggat waktu tertentu, tray akan dikeluarkan

dan material yang telah kering diambil. Material lain yang ingin dikeringkan

dimasukkan dan prosedur terjadi berulang-ulang sehingga dapat disebut juga

batch dryer.

G. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah penggunaan teknik pengeringan

yang berbeda (pengeringan sinar matahari tanpa kain penutup (kontrol), solar

dryer dengan kain penutup warna putih, cabinet dryer suhu 35oC, cabinet

dryer suhu 40oC, dan cabinet dryer suhu 45oC) diduga mempengaruhi kadar

kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan simplisia temulawak.

Page 32: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses

Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian

dilaksanakan dalam jangka waktu 4 bulan mulai bulan Januari-April 2011.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Dalam penelitian ini bahan utama yang digunakan adalah rimpang

temulawak yang dirajang dengan ukuran 3 mm. Dalam analisis akan

digunakan bahan-bahan sebagai berikut :

a. Analisis Kadar Air : toluene (xylene)

b. Analisis Kadar Kurkuminoid : kurkuminoid standar, etanol 96%

c. Analisis Antioksidan : DPPH (Diphenyl picrylhydrazyl), metanol

d. Analisis Total Fenol : aquadest, folin Ciocalteu, Na2CO3 2%, dan

fenol murni

2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan simplisia

temulawak adalah mesin perajang (slicer); 3 buah tampah; solar dryer;

kain putih; cabinet dryer; mesin penepungan dengan ayakan kecil 80

mesh; dan termometer. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk analisis

antara lain :

a. Analisis Kadar Air : gelas ukur, labu destilasi, pipet, alat destilasi.

b. Analisis Kadar Kurkuminoid : spektrofotometer UV-Vis, beker glass,

pipet, gelas ukur, vortex, tabung reaksi.

c. Analisis Antioksidan : spektrofotometer UV-Vis, vial, pipet volume

dan vortex.

d. Analisis Total Fenol : erlenmeyer 100 ml, gelas ukur, vortex, tabung

reaksi, spektrofotometer UV-Vis, labu takar, pengaduk, pipet volume.

Page 33: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

C. Tahap Penelitian

Tahapan-tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penyiapan Bahan dan Perajangan

Rimpang temulawak yang digunakan berasal dari Batu, Wonogiri

dengan umur rata-rata 10-12 bulan. Rimpang tersebut dicuci sampai

bersih dan dilakukan proses perajangan dengan menggunakan mesin

perajang. Proses perajangan dilakukan untuk mempercepat proses

pengeringan dengan memperluas permukaan bahan. Ketebalan rimpang

temulawak mengacu pada Anonimc (2010) rajangan temulawak biasanya

melintang setebal 2-3 mm.

2. Pengeringan

Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang

terkandung dalam rimpang temulawak. Penghentian proses pengeringan

mengacu pada Cahyono (2007) pada umumnya indikator yang digunakan

oleh para petani dalam memperoleh gambaran mengenai kadar air

simplisia jika simplisia tersebut bisa dipatahkan. Umumnya kadar air

simplisia yang bisa dipatahkan kira-kira antara 10-12%. Proses

pengeringan ini dilakukan dengan beberapa variasi teknik pengeringan

yaitu dijemur alami tanpa kain penutup (kontrol), solar dryer dengan kain

penutup warna putih, cabinet dryer suhu 35oC, cabinet dryer suhu 40oC,

dan cabinet dryer suhu 45oC. Teknik pengeringan ini selain mengacu dari

penelitian terdahulu yaitu penelitian Nugraha (2010), pemilihan suhu

pada cabinet dryer didasarkan pada Hernani dan Rahmawati (2009)

bahwa untuk bahan yang mengandung minyak atsiri, suhu pengeringan

yang terbaik adalah 35-45°C. Dikatakan juga menurut Parahita (2007)

bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif dan tidak tahan panas

harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 30-45oC.

Pengujian kadar air dilakukan dengan pengambilan sampel secara

acak dengan menggunakan metode thermovolumetri (Sudarmadji dkk,

1997).

Page 34: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

3. Analisis senyawa aktif simplisia temulawak

Metode analisis senyawa aktif pada simplisia temulawak dapat

dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Metode Analisis Senyawa Aktif Simplisia Temulawak No Macam uji Metode 1 Kurkuminoid Spektrofotometri (Zahro, 2009

dalam Nugraha, 2010) 2 Total fenol Folin Ciocalteu (Senter et al., 1989

dalam Sundari, 2009) 3 Aktivitas Antioksidan DPPH (Othman et al., 2007 dalam

Sartini, 2007)

Page 35: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Simplisia Temulawak

Rajangan temulawak

Simplisia Kadar air 10-12%

Pengeringan dengan berbagai variasi teknik : 1. Dijemur alami tanpa kain penutup (kontrol) 2. Solar dryer dengan kain penutup warna putih 3. Cabinet dryer dengan suhu 35oC 4. Cabinet dryer dengan suhu 40oC 5. Cabinet dryer dengan suhu 45oC

Uji simplisia temulawak : 1. Kadar kurkuminoid 2. Kadar total fenol 3. Aktivitas antioksidan 4.

Dirajang dengan ketebalan 2-3 mm

Dibersihkan

Temulawak

Page 36: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

D. Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan

menggunakan satu faktor, yaitu variasi teknik pengeringan (dijemur alami

tanpa kain penutup (k), solar dryer dengan kain penutup warna putih, cabinet

dryer suhu 35oC, cabinet dryer suhu 40oC, dan cabinet dryer suhu 45oC ).

Percobaan dilakukan dengan tiga kali pengulangan untuk setiap perlakuan dan

tiga kali pengulangan analisis. Tabel rancangan percobaan Acak Lengkap

dengan satu faktor yaitu variasi teknik pengeringan dapat dilihat pada Tabel

3.2.

Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Acak Lengkap dengan Satu Faktor Percobaan SM SD CD 35oC CD 40oC CD 45oC

1 SM 1 SD 1 CD 35oC 1 CD 40oC 1 CD 45oC 1 2 SM 2 SD 2 CD 35oC 2 CD 40oC 2 CD 45oC 2 3 SM 3 SD 3 CD 35oC 3 CD 40oC 3 CD 45oC 3

Keterangan : SM = pengeringan sinar matahari tanpa kain penutup (kontrol) SD = solar dryer dengan kain penutup putih CD 35oC = cabinet dryer T 35oC CD 40oC = cabinet dryer T 40oC CD 45oC = cabinet dryer T 45oC 1, 2, 3 = ulangan percobaan

Data yang diperoleh dari percobaan selanjutnya dianalisis dengan

menggunakan uji analisis varian (ANOVA). Analisis ini bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya perbedaan pada masing-masing teknik pengeringan

tersebut pada tingkat signifikansi α = 0,05. Apabila terdapat beda nyata,

analisis dilanjutkan dengan uji DMRT pada tingkat signifikansi α yang sama.

Page 37: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Simplisia temulawak merupakan hasil rajangan temulawak yang telah

dikeringkan. Simplisia temulawak dapat diolah menjadi berbagai macam produk,

seperti serbuk, minyak atsiri, ekstrak kental/ oleoresin, ekstrak kering maupun

kapsul temulawak. Permasalahan yang muncul adalah rendahnya kualitas dan

kontinuitas suplai simplisia temulawak. Hal ini dikarenakan proses pengeringan

yang dilakukan oleh para petani (produsen) masih mengandalkan pada

pengeringan langsung dengan sinar matahari di alam terbuka. Sehingga resiko

terkontaminasi oleh jamur, terganggunya proses pengeringan pada musim hujan,

dan rusaknya kandungan senyawa aktif oleh sinar UV yang cukup tinggi. Melihat

manfaat yang banyak dari penggunaan temulawak sebagai bahan baku industri

dalam bentuk simplisia maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui

kandungan senyawa aktif simplisia temulawak berbagai teknik pengeringan.

Pada pembuatan simplisia temulawak, langkah pertama yaitu rimpang

temulawak setelah dicuci kemudian dirajang dengan ketebalan yang sama yaitu 2-

3 mm. Hasil rajangan temulawak dikeringkan dengan berbagai variasi teknik

pengeringan yaitu pengeringan sinar matahari tanpa kain penutup sebagai kontrol,

solar dryer dengan kain penutup warna putih yang merupakan hasil terbaik dari

penelitian sebelumnya (Nugraha, 2010), cabinet dryer suhu 35oC, cabinet dryer

suhu 40oC, dan cabinet dryer suhu 45oC. Pengeringan dihentikan ketika kadar air

telah mencapai 10-12% dengan indikator temulawak mudah dipatahkan

dilanjutkan dengan uji kadar air untuk memastikannya. Setelah itu dilakukan

pengujian kadar kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan simplisia

temulawak dari berbagai teknik pengeringan.

A. Kadar Air

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air

dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Semua

bahan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan

makanan hewani maupun nabati. Kandungan air dalam bahan makanan

mempengaruhi daya tahan makanan tersebut terhadap serangan mikroba yang

Page 38: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

pada akhirnya juga akan mempengaruhi mutu bahan pangan tesebut. Kadar air

bahan merupakan jumlah air yang terikat secara fisik dalam bahan sehingga

bahan dapat dinyatakan sebagai suatu material basah atau kering (Siswanto,

2004). Umumnya untuk mengurangi kadar air dalam bahan dilakukan

pengeringan, baik secara alami atau menggunakan alat pengering buatan.

Menurut Riata (2010) pengeringan akan mencegah agar simplisia

tidak berjamur dan kandungan kimia yang berkhasiat tidak berubah karena

proses fermentasi. Adanya air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar

tertentu dapat menjadi media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.

Enzim tertentu dalam sel, masih dapat bekerja menguraikan senyawa aktif

sesaat setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut masih mengandung

kadar air tertentu. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi

enzimatik melalui pengeringan, dapat mencegah penurunan kualitas atau

kerusakan senyawa aktif simplisia.

Salah satu parameter utama untuk menentukan kualitas simplisia

temulawak adalah dengan menentukan kadar airnya. Dalam penelitian ini uji

kadar air menggunakan metode thermovolumetri (Sudarmadji dkk, 1997)

dengan pengambilan secara acak pada masing-masing sampel. Hasil analisis

kadar air simplisia bubuk temulawak dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kadar Air Simplisia Temulawak Simplisia Kering

Temulawak

Kadar Air SM

Kadar Air SD

Kadar Air CD 35oC

Kadar Air CD 40oC

Kadar Air CD 45oC

Ulangan 1 11,5 % 10 % 10 % 10 % 9 % Ulangan 2 10 % 11 % 12 % 11 % 10 % Ulangan 3 11 % 10 % 12 % 11,5 % 11 % Rata –rata 10,83 % 10,33% 11,33% 10,83% 10,00%

Hasil penelitian menunjukkan kadar air rata-rata simplisia

temulawak dengan 3 kali ulangan yaitu dengan pengering sinar matahari

sebesar 10,83%; dengan solar dryer tanpa kain penutup sebesar 10,33%;

dengan cabinet dryer suhu 35oC sebesar 11,33%; dengan cabinet dryer suhu

40oC sebesar 10,83%; dan dengan cabinet dryer suhu 45oC sebesar 10,00%.

Kadar air simplisia temulawak menurut Materia Medika Indonesia (1979)

Page 39: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

dalam penelitian Sembiring, dkk (2006) adalah maksimal 12%. Dari hasil

yang didapat menunjukkan bahwa kadar air simplisia temulawak pada

keseluruhan sampel yang diwakili dari pengambilan sebagian pada masing-

masing sampel kadar airnya kurang dari 12%. Dengan kadar air yang telah

memenuhi standar, dilakukan pengujian terhadap senyawa bioaktif simplisia

temulawak untuk mengetahui efektivitas pengeringan terhadap senyawa

bioaktifnya. Senyawa bioaktif dalam simplisia temulawak akan lebih dapat

dipertahankan dengan teknik pengeringan yang tepat pada standar kadar air

yang sama. Penghentian proses pengeringan berdasarkan pada Cahyono

(2007) bahwa pada umumnya indikator yang digunakan oleh para petani

dalam memperoleh gambaran mengenai kadar air simplisia jika simplisia

tersebut bisa dipatahkan. Umumnya kadar air simplisia yang bisa dipatahkan

antara 10-12%.

B. Kadar Kurkuminoid Simplisia Temulawak Pada Berbagai Teknik

Pengeringan

Salah satu parameter kualitas simplisia temulawak adalah senyawa

aktif dalam temulawak berupa pigmen warna kuning yang disebut

kurkuminoid. Kurkuminoid berbentuk serbuk dengan rasa pahit, larut dalam

aseton, alkohol, asam asetat, dan alkali hidroksida. Bila kurkuminoid terkena

cahaya akan terjadi dekomposisi struktur berupa siklisasi kurkuminoid.

Siklisasi kurkuminoid menyebabkan senyawa kurkuminoid terdegradasi

menjadi asam ferulat sehingga kadarnya dalam ekstrak menjadi rendah (Sidik

dkk., 1995). Oleh karena itu, dibutuhkan teknik pengeringan yang tepat untuk

mempertahankan kurkuminoid dalam temulawak agar tetap memiliki

keaktifan fisiologis. Pada penelitian ini digunakan berbagai teknik

pengeringan dalam menghasilkan simplisia temulawak yaitu pengeringan sinar

matahari tanpa kain penutup (kontrol), solar dryer dengan kain penutup putih,

dan cabinet dryer (35oC, 40oC, dan 45oC). Hasil analisis kadar kurkuminoid

simplisia temulawak dinyatakan dalam persen berat kering/ %db (dry basis).

Kadar kurkuminoid simplisia temulawak dari berbagai teknik pengeringan

dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Page 40: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Tabel 4.2. Hasil Analisis Kadar Kurkuminoid Simplisia Temulawak Teknik Pengeringan Kadar Kurkuminoid

(% db) Sinar Matahari (kontrol) 0,248a

Solar Dryer 0,402c

Cabinet dryer 35oC 0,323b

Cabinet dryer 40oC 0,446d

Cabinet dryer 45oC 0,495e

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tinglat signifikansi α 0,05

Dari hasil analisis statistik didapatkan hasil uji kadar kurkuminoid

simplisia temulawak berbeda nyata pada tiap teknik pengeringan yang

ditunjukkan dengan huruf yang berbeda. Simplisia temulawak dengan

pengeringan sinar matahari tanpa kain penutup kadar kurkuminoid yang

didapat sebesar 0,248%, simplisia temulawak yang dikeringkan dengan solar

dryer dan ditutup kain putih kadar kurkuminoidnya sebesar 0,402%.

Sedangkan simplisia temulawak yang dikeringkan dengan cabinet dryer suhu

35oC kadar kurkuminoidnya sebesar 0,323%, cabinet dryer suhu 40oC kadar

kurkuminoidnya sebesar 0,446% dan cabinet dryer suhu 45oC kadar

kurkuminoidnya sebesar 0,495%.

Dari hasil tersebut diperoleh kadar kurkuminoid terendah dihasilkan

oleh simplisia temulawak dengan pengeringan sinar matahari langsung tanpa

kain penutup. Telah disebutkan oleh Sidik dkk. (1995) bahwa bila

kurkuminoid terkena cahaya akan terjadi dekomposisi struktur berupa siklisasi

kurkuminoid, sehingga kadarnya dalam ekstrak menjadi rendah. Siklisasi

kurkuminoid menyebabkan senyawa kurkuminoid terdegradasi. Produk

degradasi kurkumin yang utama adalah asam ferulat, aldehid ferulat,

dehidroksinaftalen, vinilquaikol, vanilin dan asam vanilat (Van der Good,

1995 dalam Kurnia, 2010). Selain itu, pengeringan sinar matahari langsung

sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca sehingga memerlukan waktu yang

relatif lebih lama dibanding dengan pengering buatan. Menurut Hernani dan

Rahmawati (2009) suhu sinar matahari yang sangat bervariasi (35-47oC) juga

merupakan faktor penyebab kerusakan pada kurkumin.

Page 41: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Pada pengeringan dengan solar dryer ditutup kain putih menghasilkan

kadar kurkuminoid simplisia temulawak yang lebih tinggi dibanding dengan

pengeringan sinar matahari. Fungsi kain penutup putih pada pengeringan

simplisia dengan solar dryer ini adalah untuk melindungi bahan yang

dikeringkan dari panas sinar matahari yang dapat menyebabkan rusaknya

kandungan dalam bahan yang dikeringkan karena kain putih bersifat

memantulkan semua spektrum cahaya termasuk sinar UV yang dapat

mendegradasi kurkuminoid (Yadie, 2009 dalam Nugraha, 2010).

Menurut Yissaluthana (2010) pengeringan bahan makanan dengan solar

dryer lebih efektif karena pemanasan yang terjadi berasal dari dua arah, yaitu

dari sinar matahari secara langsung (radiasi) dan aliran udara panas dari bawah

(konveksi). Pemanasan yang berasal dari dua arah inilah yang mempercepat

proses pengeringan, sehingga didapat kadar kurkuminoid simplisia temulawak

yang dikeringkan dengan solar dryer ditutup kain putih lebih besar atau

dengan kata lain lebih dapat mempertahankan kadar kurkuminoid dibanding

simplisia temulawak yang dikeringkan dengan cabinet dryer suhu 35oC karena

waktu pengeringannya juga lebih singkat. Berdasarkan Susilowati (2010)

penurunan kadar kurkuminoid ekstrak rimpang temulawak semakin besar

seiring lamanya waktu pemanasan walaupun suhu yang digunakan lebih

rendah. Kemungkinan yang sama juga terjadi dalam proses pengeringan

simplisia temulawak. Selama pemanasan, kurkuminoid mengalami degradasi

dan membentuk asam ferulat dan ferulloimetan yang berwarna kuning

kecoklatan (Mohammad dkk., 2007 dalam Susilowati, 2010). Pembentukan

asam ferulat akibat degradasi kurkuminoid menjadikan kadarnya dalam

ekstrak menjadi rendah (Sidik dkk., 1995).

Dari hasil penelitian diperoleh kadar kurkuminoid simplisia temulawak

yang dikeringkan dengan cabinet dryer suhu 45oC lebih besar dibandingkan

kedua suhu di bawahnya dengan alat pengering yang sama. Didapat pula kadar

kurkuminoid tertinggi dari semua teknik pengeringan dihasilkan oleh simplisia

dengan pengeringan cabinet dryer suhu 45oC. Suhu pengeringan sangat

berpengaruh terhadap kualitas, terutama pada perubahan kadar fitokimia atau

Page 42: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

senyawa aktif (Hernani dan Rahmawati, 2009). Dengan menggunakan

pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik

karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih

cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca (Kiswanto, 2005). Pengeringan

dengan cabinet dryer suhunya lebih stabil dibanding dengan kedua teknik

pengeringan lainnya yang masih bergantung pada panas matahari dan cuaca.

Selain itu, pengeringan dengan cabinet dryer menghindarkan bahan dari

paparan sinar UV matahari yang merupakan salah satu faktor penyebab

kerusakan senyawa aktif terutama kurkuminoid.

Perbandingan kadar kurkuminoid simplisia temulawak pada berbagai

teknik pengeringan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Keterangan :

SM = pengeringan sinar matahari tanpa kain penutup (kontrol) SD = solar dryer dengan kain penutup putih CD 35 C = cabinet dryer T 35oC CD 40 C = cabinet dryer T 40oC CD 45 C = cabinet dryer T 45oC

Gambar 4.1 Kadar Kurkuminoid Simplisia Temulawak pada Berbagai Teknik Pengeringan

Dari gambar di atas diperoleh kadar kurkuminoid antara 0,248-

0,495%. Hasil yang diperoleh jauh lebih kecil dibanding dengan Parahita

(2007) dimana kadar kurkuminoid dalam temulawak berkisar antara 1-2%.

0.0000.0500.1000.1500.2000.2500.3000.3500.4000.4500.500

SM SD CD 35 C CD 40 C CD 45 C

0.248

0.402

0.323

0.4460.495

Kada

r Kur

kum

inoi

d (%

)

Teknik Pengeringan

Page 43: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Perbedaan kandungan kurkuminoid yang diperoleh mungkin disebabkan oleh

beberapa faktor, di antaranya umur rimpang, tempat tumbuh, dan metode yang

digunakan (Fatmawati, 2008). Biasanya kandungan kurkuminoid dianalisis

dari bentuk ekstraknya (oleoresin) sedangkan dalam penelitian ini kadar

kurkuminoid dianalisis dalam bentuk simplisia yang digiling menjadi bubuk

sehingga kadarnya lebih kecil karena masih mengandung banyak komponen

lainnya (pati, protein, minyak atsiri, dan lain-lain). Perbedaan metode analisis

dapat menghasilkan kadar yang berbeda pula.

C. Kadar Total Fenol Simplisia Temulawak Pada Berbagai Teknik

Pengeringan

Fenol (C6H5OH) atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal

tidak berwarna yang memiliki bau yang khas. Struktur fenol memiliki gugus

hidroksil (OH-) yang berikatan dengan cincin fenil. Fenol memiliki kelarutan

terbatas dalam air, yaitu 8,3 gram/100 ml (Anonima, 2004). Menurut

Yuswantina (2009) senyawa alami antioksidan tumbuhan umumnya adalah

senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid

turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol. Senyawa ini diklasifikasikan dalam

2 bagian yaitu fenol sederhana dan polifenol. Fenol dapat menghambat

okidasi lipid dengan menyumbangkan atom hidrogen kepada radikal bebas

(Widiyanti, 2009). Senyawa fenolik merupakan senyawa aktif yang menjadi

parameter kualitas simplisia temulawak. Pengeringan pada simplisia

temulawak merupakan faktor penting dan harus diperhatikan karena

kandungan senyawa aktif temulawak rentan sekali mengalami kerusakan. Oleh

karena itu, diperlukan teknik pengeringan yang tepat untuk mempertahankan

kandungan senyawa aktif fenolik dalam temulawak. Hasil analisis total fenol

simplisia temulawak dinyatakan dalam persen berat kering/ %db (dry basis).

Total fenol simplisia temulawak dari berbagai teknik pengeringan dapat dilihat

pada Tabel 4.3.

Page 44: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Tabel 4.3 Hasil Analisis Kadar Total Fenol Simplisia Temulawak Pengeringan Total Fenol (% db)

Sinar Matahari (kontrol) 0,358a

Solar Dryer 0,476b

Cabinet dryer 35oC 0,450ab

Cabinet dryer 40oC 0,516b

Cabinet dryer 45oC 0,933c

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat signifikansi α 0,05

Dari hasil analisis statistik yang diperoleh, hanya kandungan total fenol

simplisia temulawak dengan pengeringan cabinet dryer suhu 45oC yang

berbeda nyata dengan total fenol simplisia temulawak yang diperoleh dengan

teknik pengeringan lainnya. Total fenol simplisia temulawak yang dihasilkan

dari berbagai teknik pengeringan berturut-turut dari yang terkecil hingga

terbesar adalah dengan pengeringan sinar matahari tanpa kain penutup total

fenolnya sebesar 0,358%; dengan cabinet dryer suhu 35oC total fenolnya

sebesar 0,450%; dengan solar dryer ditutup kain putih total fenolnya sebesar

0,476%; dengan cabinet dryer suhu 40oC total fenolnya sebesar 0,516%; dan

dengan cabinet dryer suhu 45oC total fenolnya sebesar 0,933%.

Dari hasil tersebut diperoleh total fenol terendah dihasilkan oleh

simplisia temulawak dengan pengeringan sinar matahari langsung tanpa kain

penutup. Fenol mempunyai sifat asam, mudah dioksidasi, mudah menguap,

sensitif terhadap cahaya dan oksigen (Sundari, 2009). Pengeringan matahari di

udara terbuka menyebabkan temulawak terpapar langsung oleh cahaya, panas,

dan oksigen yang menyebabkan senyawa fenol rusak serta menguap sehingga

kadarnya dalam simplisia rendah.

Pada simplisia temulawak yang dikeringkan dengan teknik solar dryer

ditutup kain putih memiliki total fenol yang sedikit lebih tinggi dari pada

pengeringan alami karena kain putih dapat memantulkan semua spektrum

cahaya termasuk sinar UV yang dapat menyebabkan oksidasi senyawa fenol

(Yadie, 2009 dalam Nugraha, 2010). Selain itu, pengeringan tanpa kain

penutup menyebabkan penguapan yang terlalu cepat sehingga penggunaan

kain penutup disini lebih dapat melindungi minyak atsiri yang juga merupakan

senyawa fenolik dari penguapan yang terlalu cepat.

Page 45: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Menurut Yissaluthana (2010) pengeringan bahan makanan dengan solar

dryer lebih efektif karena pemanasan yang terjadi berasal dari dua arah, yaitu

dari sinar matahari secara langsung (radiasi) dan aliran udara panas dari bawah

(konveksi). Pemanasan yang berasal dari dua arah inilah yang mempercepat

proses pengeringan, sehingga didapat total fenol simplisia temulawak yang

dikeringkan dengan solar dryer ditutup kain putih lebih besar dibanding total

fenol simplisia temulawak yang dikeringkan dengan cabinet dryer suhu 35oC

karena waktu pengeringannya lebih singkat. Berdasarkan Susilowati (2010)

kadar total fenol menurun seiring lamanya waktu pemanasan meskipun

dengan suhu yang lebih rendah. Hal ini sejalan dengan pengaruh metode

pemanasan terhadap kadar kurkuminoid. Senyawa fenol mengalami degradasi

karena panas sehingga semakin lama pemanasan maka senyawa fenol semakin

rusak.

Pada pengeringan dengan teknik cabinet dryer suhu 45oC memiliki total

fenol tertinggi dibanding dengan teknik pengeringan yang lain. Dengan

menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu

yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan

akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca (Kiswanto, 2005).

Suhu pada cabinet dryer lebih stabil dibandingkan dengan pengeringan sinar

matahari maupun dengan solar dryer. Selain itu, pengeringan dengan cabinet

dryer menghindarkan bahan dari paparan sinar UV matahari yang merupakan

salah satu faktor penyebab kerusakan senyawa aktif. Pengeringan dengan

teknik solar dryer meskipun termasuk pengering buatan akan tetapi masih

membutuhkan sinar matahari sebagai sumber panasnya sehingga suhu pada

solar dryer juga tergantung pada kondisi cuaca,

Simplisia temulawak yang dikeringkan dengan cabinet dryer suhu 45oC

memiliki total fenol lebih besar dibandingkan dengan simplisia temulawak

dengan cabinet dryer suhu 35 dan 40oC. Suhu pengeringan sangat

berpengaruh terhadap kualitas, terutama pada perubahan kadar fitokimia atau

senyawa aktif (Hernani dan Rahmawati, 2009). Menurut Su et al, (2004),

pada tahap awal proses pengeringan senyawa fenol cenderung mengalami

Page 46: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

penurunan sangat cepat yang disebabkan karena selama pengeringan senyawa

fenol mengalami oksidasi oleh enzim polifenol oksidase menjadi kuinon.

Sedangkan Susanti (2008) semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan

juga menyebabkan semakin tingginya inaktivasi enzim polifenol oksidase

sehingga aktivitas enzim akan semakin rendah, kerusakan fenol semakin kecil.

Akan tetapi stabilitas fenol juga akan terganggu oleh semakin meningkatnya

suhu pengeringan sehingga jumlah total fenol terdeteksi akan mencapai

puncak maksimum kemudian konstan dan cenderung menurun.

Perbandingan total fenol simplisia temulawak pada berbagai teknik

pengeringan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Keterangan :

SM = pengeringan sinar matahari tanpa kain penutup (kontrol) SD = solar dryer dengan kain penutup putih CD 35 C = cabinet dryer T 35oC CD 40 C = cabinet dryer T 40oC CD 45 C = cabinet dryer T 45oC

Gambar 4.2 Total Fenol Simplisia Temulawak pada Berbagai Teknik Pengeringan

Dari gambar di atas diperoleh kadar total fenol simplisia temulawak

berkisar antara 0,358-0,933%. Hasil total fenol temulawak yang diperoleh

mendekati total fenol yang dihasilkan oleh penelitian Oktaviana (2010) yaitu

0.0000.1000.2000.3000.4000.5000.6000.7000.8000.9001.000

SM SD CD 35 C CD 40 C CD 45 C

0.358

0.476 0.4500.516

0.933

Tota

l Fen

ol(%

)

Teknik Pengeringan

Page 47: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

antara 0,685-2,511% dimana dalam penelitian tersebut simplisia temulawak

diekstrak dengan pelarut air dengan perbandingan 1:10. Perbedaan metode

analisis dapat menghasilkan kadar yang berbeda pula.

D. Aktivitas Antioksidan Simplisia Temulawak Pada Berbagai Teknik

Pengeringan

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat

reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada

orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal

bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan

elektro. Oleh karena itu, tubuh memerlukan suatu substansi penting yaitu

antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas tersebut sehingga tidak

dapat menginduksi suatu penyakit (Kikuzaki, et al., 2002; Sibuea, 2003; dan

Halliwell, 2000 dalam Andayani, 2008).

Tanaman obat mengandung antioksidan dalam jumlah besar. Biasanya

senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan adalah senyawa fenol

yang mempunyai gugus hidroksi yang tersubstitusi pada posisi ortho dan para

terhadap gugus –OH dan –OR (Andayani, 2008). Antioksidan fenolik alami

(natural phenolic antioxidant) menghalangi proses oksidasi dengan

mendonorkan atom hidrogen ke radikal (Abdullah, 2009). Berdasarkan Su et

al. (2004), aktivitas antioksidan senyawa fenolik dipengaruhi oleh jumlah dan

posisi gugus hidroksil aromatik. Menurut Jovanovic dkk. (2001) aktivitas

antioksidan kurkumin disebabkan oleh kemampuan donor atom hidrogen oleh

β-diketon untuk menetralkan radikal bebas. Dalam Astuti (2009) juga

disebutkan. Masuda et a., (1999) telah menemukan mekanisme penangkapan

radikal oleh kurkumin. Berdasarkan mekanisme Masuda, gugus hidroksi

fenolik berperan dalam penangkapan radikal pertama kali pada kurkumin.

Dalam penelitian ini digunakan metode DPPH untuk mengetahui

aktivitas antioksidan pada simplisia temulawak. Pemilihan metode DPPH pada

penentuan aktivitas antioksidan temulawak karena merupakan metode yang

sederhana, mudah, cepat, peka, serta hanya memerlukan sedikit contoh

(Irawati, 2008). Mekanisme penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan

Page 48: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

cukup sederhana, yaitu berupa donasi proton kepada radikal. Oleh karena itu,

senyawa-senyawa yang memungkinkan mendonasikan protonnya memiliki

aktivitas penangkapan radikal cukup kuat. Senyawa tersebut adalah golongan

fenol, flavonoid, tanin, senyawa yang memiliki banyak gugus sulfida, dan

alkaloid. Donasi proton menyebabkan radikal DPPH (berwarna ungu) menjadi

senyawa non-radikal. Senyawa non-radikal DPPH tersebut tidak berwarna.

Dengan demikian aktivitas penangkapan radikal dapat dihitung dari peluruhan

radikal DPPH (Blois, 1958 dalam Mun’im et al., 2003). Hasil analisis aktivitas

antioksidan simplisia temulawak pada berbagai teknik pengeringan ini

dibandingkan dengan aktivitas antioksidan alami lainnya yaitu asam askobat

500 ppm.

Sifat antioksidan adalah mudah teroksidasi dengan adanya cahaya,

panas, dan oksigen (Zapsalis, 1985 dalam Widiyanti, 2006). Oleh karena itu,

dibutuhkan teknik pengeringan yang efektif dalam mempertahankan senyawa

berkhasiat antioksidan yang terkandung dalam rimpang temulawak sehingga

dapat meningkatkan kualitas simplisia temulawak yang dihasilkan. Hasil

analisis aktivitas antioksidan simplisia temulawak dinyatakan dalam persen

penangkapan radikal bebas DPPH oleh antioksidan yang ditandai oleh

perubahan warna dari ungu menjadi tidak berwarna. Semakin kecil absorbansi

sampel semakin besar penangkapan radikal bebas oleh senyawa aktif yang

bersifat antioksidan. Aktivitas antioksidan simplisia temulawak dengan

perlakuan berbagai teknik pengeringan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan Simplisia Temulawak Pengeringan Aktivitas Antioksidan

(%) Sinar Matahari (kontrol) 13,513a

Solar Dryer 31,610c

Cabinet dryer 35oC 27,741b

Cabinet dryer 40oC 39,384d

Cabinet dryer 45oC 57,701e

Asam askorbat 500 ppm 97,855f

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat signifikansi α 0,05

Page 49: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Dari hasil analisis statistik diperoleh aktivitas antioksidan simplisia

temulawak yang dihasilkan dari berbagai teknik pengeringan didapat nilai

yang berbeda nyata ditunjukkan oleh huruf yang berbeda. Aktivitas

antioksidan simplisia temulawak yang dihasilkan dari berbagai teknik

pengeringan berturut-turut dari yang terkecil hingga terbesar adalah dengan

pengeringan sinar matahari tanpa kain penutup aktivitas antioksidannya

sebesar 13,513%; dengan cabinet dryer suhu 35oC aktivitas antioksidannya

sebesar 27,741%; dengan solar dryer ditutup kain putih aktivitas

antioksidannya sebesar 31,610%; dengan cabinet dryer suhu 40oC aktivitas

antioksidannya sebesar 39,384%; dan dengan cabinet dryer suhu 45oC

aktivitas antioksidannya sebesar 57,701%. Aktivitas antioksidan asam

askorbat 500 ppm yang didapat pada metode uji yang sama yaitu sebesar

97,855%.

Dari hasil penelitian diperoleh aktivitas antioksidan yang paling rendah

dihasilkan oleh simplisia temulawak yang dikeringkan sinar matahari tanpa

kain penutup. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa sifat antioksidan

adalah mudah teroksidasi dengan adanya cahaya, panas, dan oksigen

(Zapsalis, 1985 dalam Widiyanti, 2006). Pengeringan dengan sinar matahari

menghasilkan kadar aktivitas antioksidan yang paling rendah dikarenakan

paparan sinar matahari yang mengandung sinar UV yang dapat mendegradasi

senyawa antioksidan dalam temulawak. Sifat kurkuminoid yang sensitif

terhadap cahaya dan mudah terdegradasi sehingga kemungkinan berpengaruh

terhadap aktivitas antioksidannya (Irawati, 2008). Selain cahaya, suhu

matahari yang sangat bervariasi 35-47oC (Hernani dan Rahmawati, 2009) juga

merupakan faktor penyebab kerusakan pada kurkumin. Tanpa adanya kain

penutup, antioksidan akan mudah terpapar oksigen dari lingkungan yang

merupakan pemicu terjadinya oksidasi.

Pada simplisia temulawak yang dikeringkan dengan teknik solar dryer

ditutup kain putih memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari pada

pengeringan alami karena kain putih dapat memantulkan semua spektrum

cahaya termasuk sinar UV yang dapat menyebabkan kerusakan antioksidan

Page 50: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

(Yadie, 2009 dalam Nugraha, 2010). Namun, kerusakan antioksidan pada

simplisia temulawak tidak dapat sepenuhnya dicegah dengan pengeringan

solar dryer, karena solar dryer masih memanfaatkan energi matahari yang

suhunya tidak dapat dikontrol.

Menurut Yissaluthana (2010) pengeringan bahan makanan dengan solar

dryer lebih efektif karena pemanasan yang terjadi berasal dari dua arah, yaitu

dari sinar matahari secara langsung (radiasi) dan aliran udara panas dari bawah

(konveksi). Pemanasan yang berasal dari dua arah inilah yang mempercepat

proses pengeringan, sehingga didapat aktivitas antioksidan simplisia

temulawak yang dikeringkan dengan solar dryer dan ditutup kain putih lebih

tinggi dibandingkan aktivitas antioksidan simplisia temulawak yang

dikeringkan dengan cabinet dryer suhu 35oC karena waktu pengeringan yang

dibutuhkan juga lebih singkat. Berdasarkan Susilowati (2010) potensi

antioksidan menurun seiring lamanya waktu pemanasan meskipun

menggunakan suhu yang lebih rendah. Hal ini sejalan dengan data kadar

kurkuminoid pada Tabel 4.2 dan data kadar total fenol pada Tabel 4.3. Seperti

yang telah diketahui bahwa senyawa fenolik termasuk didalamnya

kurkuminoid bertanggung jawab terhadap kemampuan rimpang temulawak

sebagai antioksidan. sehingga perubahan kadar kurkuminoid dan perubahan

kadar total fenol berkorelasi linier dengan aktivitas antioksidan simplisia

temulawak.

Pada pengeringan dengan cabinet dryer suhu 45oC memiliki aktivitas

antioksidan tertinggi dibanding dengan teknik pengeringan yang lain. Dengan

menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu

yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan

akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca (Kiswanto, 2005).

Selain itu, pengeringan dengan cabinet dryer menghindarkan bahan dari

paparan sinar UV matahari yang merupakan salah satu faktor penyebab

kerusakan senyawa aktif. Suhu pada cabinet dryer lebih stabil dari pada

dengan pengeringan sinar matahari maupun dengan solar dryer. Pengeringan

dengan solar dryer meskipun termasuk pengering buatan akan tetapi masih

Page 51: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

membutuhkan sinar matahari sebagai sumber panasnya sehingga suhu pada

solar dryer juga tergantung pada kondisi cuaca.

Dari hasil penelitian diperoleh aktivitas antioksidan simplisia

temulawak yang dikeringkan dengan cabinet dryer suhu 45oC lebih besar

dibandingkan kedua suhu di bawahnya dengan alat pengering yang sama.

Aktivitas antioksidan tertinggi dari semua teknik pengeringan juga dihasilkan

oleh simplisia dengan teknik pengeringan cabinet dryer suhu 45oC. Suhu

pengeringan sangat berpengaruh terhadap kualitas, terutama pada perubahan

kadar fitokimia atau senyawa aktif (Hernani dan Rahmawati, 2009). Tanaman

obat mengandung antioksidan dalam jumlah besar, Biasanya senyawa-

senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan adalah senyawa fenol (Andayani,

2008). Temulawak juga termasuk tanaman obat yang memiliki aktivitas

antioksidan yang berasal dari senyawa fenol termasuk di dalamnya

kurkuminoid yang merupakan senyawa fenolik. Dengan demikian, makin

banyaknya total fenol yang terkandung dalam temulawak, maka akan

mempengaruhi pula aktivitas antioksidannya karena senyawa fenol dalam

temulawak bersifat sebagai antioksidan. Namun dari hasil penelitian, kenaikan

aktivitas antioksidan simplisia temulawak sebanding dengan kadar

kurkuminoid yang terkandung akan tetapi tidak sebanding dengan total

fenolnya.

Perbandingan aktivitas antioksidan simplisia temulawak pada berbagai

teknik pengeringan dengan aktivitas antioksidan asam askorbat 500 ppm dapat

dilihat pada Gambar 4.3.

Page 52: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Keterangan : SM = pengeringan sinar matahari tanpa kain penutup (kontrol) SD = solar dryer dengan kain penutup putih CD 35 C = cabinet dryer T 35oC CD 40 C = cabinet dryer T 40oC CD 45 C = cabinet dryer T 45oC Gambar 4.3 Perbandingan Aktivitas Antioksidan Simplisia Temulawak pada

Berbagai Teknik Pengeringan dengan Asam Askorbat 500 ppm

Dari gambar diperoleh aktivitas antioksidan simplisia temulawak

berkisar antara 13,513-57,701%. Hasil aktivitas antioksidan simplisia

temulawak dari kelima teknik pengeringan tersebut dibandingkan dengan

aktivitas antioksidan pada asam askorbat 500 ppm (dengan metode yang

sama) dan didapatkan aktivitas antioksidan dalam simplisia temulawak 2-7

kali lebih kecil dibanding dengan aktivitas antioksidan asam askorbat 500

ppm. Sedangkan menurut Hidaka (1999) dalam Wahyudi (2006) kurkumin

mempunyai efek antioksidan yang lebih tinggi dibanding dengan asam sitrat

dan asam askorbat. Hal ini disebabkan pembentukan radikal yang lebih stabil

pada kurkumin berjalan baik. Penentuan aktivitas antioksidan ekstrak

tumbuhan yang dilakukan dengan metode yang berbeda memberikan hasil

yang acak, sulit untuk dibandingkan dan terkadang menimbulkan

ketidakcocokan (Koleva et al., 2002 dalam Ridwina 2008, dalam Irawati,

2008). Selain itu, pada pengujian aktivitas antioksidan ini simplisia temulawak

yang dianalisis masih berupa bubuk dan belum diekstrak sehingga kadarnya

0.00010.00020.00030.00040.00050.00060.00070.00080.00090.000

100.000

SM SD CD 35 C CD 40 C CD 45 C AsAskorbat500 ppm

13.513

31.610 27.74139.384

57.701

97.855

Aktiv

itas

Antio

ksid

an (%

)

Teknik Pengeringan

Page 53: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

lebih kecil karena masih mengandung banyak komponen lainnya (pati,

protein, minyak atsiri, dan lain-lain) sedangkan asam askorbat yang digunakan

adalah dalam bentuk murni. Meskipun demikian dilihat dari aktivitas

antioksidan simplisia temulawak yang dihasilkan, masih memiliki potensi

sebagai alternatif antioksidan alami yang nantinya diharapkan dapat

menggantikan pemakaian antioksidan sintetik. Karena pemakaian antioksidan

sintetik dalam waktu yang lama dan dalam dosis yang berlebihan dapat

menyebabkan mutagenetik dan karsinogenetik. Senyawa antioksidan alami

diharapkan dapat menggantikan antioksidan sintetik seperti BHA (butil

hidroksi anisol) dan BHT (butil hidroksi toluen) (Darmawan, 2009).

Page 54: KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS … · antiviral, detoksifikasi, dan antioksidan (WHO 1999 dalam Irawati, 2008). Terkait dengan temulawak sebagai bahan baku obat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian Kadar Kurkuminoid,

Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Simplisia Temulawak (Curcuma

xanthorrhiza Roxb.) Pada Berbagai Teknik Pengeringan ini adalah :

1. Penggunaan teknik pengeringan yang berbeda berpengaruh terhadap

kandungan senyawa aktif (kurkuminoid, total fenol) dan aktivitas

antioksidan simplisia temulawak.

2. Penggunaan pengering buatan mampu mempertahankan senyawa aktif

simplisia temulawak dibandingkan pengeringan alami (sinar matahari).

3. Pengeringan simplisia temulawak yang paling efektif mempertahankan

senyawa aktif (kurkuminoid, total fenol) dan aktivitas antioksidan

temulawak adalah dengan teknik cabinet dryer suhu 45oC. Kadar

kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan simplisia temulawak

yang dikeringkan dengan menggunakan cabinet dryer suhu 45oC masing-

masing sebesar 0,495%, 0,933%, dan 57,701%.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan alat pengeringan lainnya

(seperti: oven dan pengering vacum) dan variasi suhu pengeringan lainnya

yang lebih tinggi untuk mengetahui seberapa efektif dan efisien teknik

pengeringan tersebut dalam meminimalkan terjadinya kerusakan pada

senyawa aktif temulawak.

2. Penelitian ini masih perlu disempurnakan dengan penelitian lebih lanjut

tentang simplisia temulawak pada perlakuan berbagai teknik pengeringan

dan variasi suhu pengeringan yang dapat dilanjutkan dengan menguji

untuk mengetahui efek simplisia temulawak terhadap kesehatan.