jurnal_potio tbc ok

37
LAPORAN UJIAN PRAKTIKUM FARMASETIKA PROGRAM PROFESI APOTEKER SEMESTER : GENAP 2009/2010 FORMULASI : POTIO TUBERKULOSIS Mengandung INH, Pyridoxine HCl, Rifampicin 3 fls @ 60 mL I. Pendahuluan I.1 Tuberkulosis (TBC) Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini termasuk basil gram positif, berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Penyakit ini biasanya menyerang paru-paru (disebut sebagai TB Paru), walaupun pada sepertiga kasus, organ-organ lain ikut terlibat. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan. Obat ini digunakan sebagai pencegahan dari tuberkulosis aktif pada individu yang telah terinfeksi oleh Micobakterium tuberculosis. ( Katzung ed 8 buku 3, hal 94)

Upload: raluvdog

Post on 14-Jun-2015

2.094 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal_Potio TBC OK

LAPORAN UJIAN PRAKTIKUM FARMASETIKAPROGRAM PROFESI APOTEKER

SEMESTER : GENAP 2009/2010

FORMULASI : POTIO TUBERKULOSIS

Mengandung INH, Pyridoxine HCl, Rifampicin3 fls @ 60 mL

I. Pendahuluan

I.1 Tuberkulosis (TBC)

Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini termasuk basil gram positif, berbentuk

batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan

Asam (BTA). Penyakit ini biasanya menyerang paru-paru (disebut sebagai TB

Paru), walaupun pada sepertiga kasus, organ-organ lain ikut terlibat. Jika diterapi

dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks Mycobacterium

tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan.

Obat ini digunakan sebagai pencegahan dari tuberkulosis aktif pada individu

yang telah terinfeksi oleh Micobakterium tuberculosis.

( Katzung ed 8 buku 3, hal 94)

I.2 Definisi Sediaan

Sediaan yang beredar dipasaran biasanya terdiri dari 2 kombinasi yaitu

terdiri dari INH dan Pyridoxine HCl, masing-masing dengan dosis INH 100 mg

dan Pyridoxine HCl 10 mg (MIMS, 2008 hal 290).

Dalam formulasi ini terdapat zat aktif Isoniazid, Pyridoxine HCl dan

Rifampicin. Dalam hal ini Rifampicin tidak dapat larut air dan etanol ,sehingga

tidak dapat dipilih bentuk larutan dan eliksir,tetapi dipilihlah bentuk sediaan

suspensi.

Page 2: Jurnal_Potio TBC OK

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang

terdispersi dalam fase cair ( Farmakope Indonesia IV. 1995, hal 17). Suspensi ini

dibagi menjadi tiga antara lain : Suspensi oral, suspensi topikal dan suspensi otic

(USP XXVII, 2004, hal 2587). Suspensi Oral adalah sediaaan cair

mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan

pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan oral (Farmakope

Indonesia IV, 1995, hlm 18). Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh

cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahan harus segera terdispersi kembali.

Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Kekentalan

suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.

(Farmakope Indonesia, edisi III, Hal 32)

1.2.1 Kelebihan dan Kelemahan Bentuk Sediaan Suspensi

Kelebihan :

1. Bentuk cair lebih disukai daripada bentuk padat, karena mudahnya

menelan cairan, terutama untuk anak-anak dan manula.

2. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.

3. Homogenitas tinggi

4. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet/kapsul.

5. Keluwesan dalam pemberian dosis : mudah untuk memberikan dosis yang

relatif sangat besar dan mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak-

anak.

6. Kerugian dari obat tertentu yang mempunyai rasa tidak enak bila diberikan

dalam bentuk larutan akan tidak terasa bila diberikan sebagai partikel yang

tidak larut dalam suspensi (Ansel, hal 355)

Kekurangan :

1. Kestabilan rendah

2. Jika membentuk “cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga

homogenitasnya turun.

3. Alirannya menyebabkan sukar dituang

Page 3: Jurnal_Potio TBC OK

4. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan.

5. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi

(cacking, flokulasi, deflokulasi) terutama bila terjadi perubahan temperatur

(Ansel, hal 356)

1.2.2 Syarat Suspensi

Syarat – syarat suspensi tersebut terdiri dari :

1. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap

2. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali

3. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi

4. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok

dan dituang.

5. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari

suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan

(Ansel, 356)

II. Formula

II.1 Formula umum

Formula umum dari bentuk sediaan suspensi terdiri dari :

1. Zat berkhasiat

2. Zat Pembawa, yang terdiri atas:

a. Zat pembawaconroh : air, sirup

b. Zat pensuspensi/pelarut (Suspending agent)

Contoh : Na-CMC, Gom Arab, HPMC

c. Zat perasa/ pemanis

Contoh pemanis alami: sukrosa, fruktosa

pemanis buatan Na-siklamat, sakarin, aspartam

d. Zat pengaroma contoh : stroberry

e. Zat pengawet contoh : Metil / propel paraben

Page 4: Jurnal_Potio TBC OK

(The Science of Dosage Form Design, ulton, 275-276;

Excipients,95, 97, 112, 283, 287, 289, 386, 108, 110;

Pharmaceutical Practise, Aulton, 101)

2.2 Formula Baku Pyravit

Tiap 5 mL mengandung :

INH 100 mg

Pyridoxine 10 mg

(MIMS 2008, hal 290)

Tiap 5 ml mengandung:

R/ Isoniazidum 50 mg

Acidum Citricum 12,5 mg

Natrii Citrat 60 mg

Glyserolum 1 ml

Sorbitol solution 70% hingga 5 ml.

(Fornas ed 2, hal 167)

2.3 Zat Aktifa. INH (Isoniazid)

1. Monografi

Struktur Kimia :

T. P. Sycheva, T. N. Pavlova and M. N. Shchukina (1972). "Synthesis of isoniazid from 4-cyanopyridine".

Pharmaceutical Chemistry Journal 6 (11): 696–698.

Nama resmi : Isoniazidum

Rumus Molekul : C6H7N3O

Page 5: Jurnal_Potio TBC OK

Berat Molekul : 137,14

Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarnaatau serbuk

hablur putih ; tidak berbau, perlahan – lahan dipengaruhi oleh udara

cahaya.

(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 472)

2. Sifat Fisika dan Kimia

Kelarutan : Mudah larut dalam air ; agak sukar larut dalam

etanol; sukar larut dalam kloroform dan dalam eter.

(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 472)

3. Identifikasi a. Spektrum serapan infra merah zat yang telah dikeringkan dan di

dispersikan dalam kalium bromide P menunjukan maksimum

hanya pada panjang gelombang yang sama seperti isoniazid

BPFI. (Farmakope Indonesia Edisi IV hal 472)b. Masukan lebih kurang 50 mg ke dalam labu terukur 500 ml,

tambahkanj air sampai tanda. Masukan 10 ml larutan ini ke

dalam labu terukur 100 mL tambahkan 2 mL asam klorida

0,1 N, encerkan dengan air sampai tanda; spectrum serapan

ultraviolet menunjukan maksimum dan minimum hanya pada

panjang gelombang yang sama seperti pada isoniazid BPFI.

(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 472)

b. Pyridoxine HCl (Vitamin B6)

1. Monografi

Struktur Kimia :

(Foot note)

Nama resmi : Pyridoxini Hydrochloridum

Page 6: Jurnal_Potio TBC OK

Rumus Molekul : C8H11NO3. HCl

Berat Molekul : 205,64

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih atau hampir

putih, stabil diudara, secara perlahan-lahan dipengaruhi oleh cahaya

matahari.

(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 473)

2. Sifat Fisika dan Kimia

Kelarutan : Mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol,

tidak larut dalam eter.

pH : Dalam larutan mempunyai pH lebih kurang 3.

(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 473)

3. Identifikasi A. Spektrum serapan inframerah zat yang dididispersikan dalam

minyak mineral P, menunjukkan maksimum hanya pada panjang

gelombang yang sama pada piridoksin Hidroklorida BPFI.

B. Menunjukkan reaksi klorida cara A, B, dan C seperti yang

tertera pada Uji Identifikasi Umum.

(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 474)

c. Rifampisin1. Monografi

Nama resmi : Rifampicinum

Rumus Molekul : C43H58N4O12

Berat Molekul : 822,95

Pemerian : Serbuk hablur, cokelat merah

(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 744)

2. Sifat Fisika dan Kimia

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam

kloroform; larut dalam etil asetat dan dalam

methanol.

pH : Antara 4 dan 6,5

Page 7: Jurnal_Potio TBC OK

(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 744)

3. Stabilitas

Rifampisisn kapsul harus terlindung udara,cahaya dan panas. Kapsul

harus disimpan pada wadah tertutup rapat dan terlindung dari

cahaya pada temperatur 15- 300C.

Sediaan serbuk rifampisin untuk injeksi harus terlindung dari cahaya

dan panas dengan temperatur ± 400C. (AHFS,1999. Hal 492)

4. Identifikasi

Spektrum serapan inframerah zat yang didispersikan dalam minyak

mineral P menunjukkan maksimum hanya pada panjang gelombang

yang sama seperti pada Rifampisin BPFI.

(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 744)

Zat Tambahan :

a. CMC Na

Kelarutan : Larut dalam air (pada semua temperatur), memberikan

larutan jernih, praktis tidak larut dalam pelarut organik.

pH : 1 % larutan dalam air mempunyai pH 6 – 8,5. Stabil pada range

pH 5 – 10. Viskositas musilago CMC Na menurun drastis pada pH < 5

atau pH > 10. Musilago lebih peka terhadap perubahan pH daripada

metilselulosa.

Stabilitas : terhadap panas, CMC Na dapat disterilisasi dalam keadaan

kering dengan mempertahankan suhu pada 160oC selama 1 jam, tetapi

akan terjadi penurunan viskositas secara perlahan-lahan dan sifat-sifat

larutan yang dibuat dari bahan yang telah disterilkan memburuk.

Kegunaan : CMC Na digunakan untuk suspending agent dalam

sediaan cair (pelarut air) yang ditujukan untuk pemakaian eksternal, oral

atau parenteral. Juga dapat digunakan untuk penstabil emulsi dan untuk

melarutkan endapan yang terbentuk bila tinctur ber-resin ditambahkan

ke dalam air. Untuk tujuan-tujuan ini 0,25 % - 1 % atau 0,5 % - 2 %

CMC Na dengan derajat viskositas medium umumnya mencukupi.

( Martindale 28th, 950-951)

Page 8: Jurnal_Potio TBC OK

b. Metil Paraben

Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak

berbau berbau khas lemah

Penggunaan larutan oral : 0,015- 2 %

Kompatibilitas : aktivitas menurun dengan adanya surfaktan

(HOPE, hal 310,312).

2.4 Farmakologi

a. Isoniazid (INH)

1. Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja isoniazid belum diketahui, tetapi ada beberapa

hipotesis yang dianjurkan , diantaranya efek pada lemak, biosistesis

asam nukleat, dan glikolisis. Selain itu juga menghambat biosisntesis

asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel

mikobakterium. Isoniazid kadar rendah mecegah meperpanjangnya

rantai asam dan menurunkan jumlah lemak yang sangat panjang yang

merupakan bentuk awal molekul asam mikolat. Isoniazid

menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang

terekstrasi oleh methanol dan mikobakterium.

(Farmakologi dan Terapi, hal 599)

1. Farmakokinetika

Absorpsi : Diabsorbsi cepat dan lengkap, dan kecepatannya dapat

dihambat oleh makanan.

Distribusi : Keseluruhan jaringan dan cairan tubuh termasuk cairan

serebrospinal, menembus plasenta, dan masuk ke air

susu. Ikatan protein berkisar antara 10-15%

Metabolisme: Dimetabolisme di hati, kecepatan metabolisme ditentukan

oleh asetilasi secara genetik.

Page 9: Jurnal_Potio TBC OK

Waktu paruh : pada asetilator cepat 30-100 menit, asetilator lambat 2-5

jam; mungkin diperlambat oleh kerusakan hati atau

ginjal parah. Waktu untuk mencapai kadar puncak 1-2

jam

Ekskresi : lewat urin (75-95%), tinja dan air liur.

(ISO farmakoterapi, hal 854)

2. Penggunaan

Isoniazid masih tetap merupakan obat yang sangat penting untuk

mengobati semua tipe tuberculosis. Efek non terapi dapat dicegah

dengan pemberian piridoksin dan pengawasan yang cermat pada

penderita. Untuk tujuan terapi, obat ini harus digunakan bersama obat

lain untuk tujuan pencegahan dapat diberikan tunggal.

(Farmakologi dan Terapi, hal 599)

4 Efek Samping, Kontra Indikasi dan Interaksi Obat

Efek samping:

Mual, muntah, hipersensitivitas, neuropati perifer, kerusakan hati,

gangguan hematologi, reaksi alergi (demam, kulit kemerahan, dan

hepatitis sering terjadi), dan insomnia.

(Katzung ed VI, hal 739)

Kontra Indikasi :

Hepatitis yang diinduksi oleh obat atau penyakit hati akut karena

penyebab apapun, dan hipersensitif terhadap INH.

(ISO farmakoterapi, hal 854)

Interaksi Obat :

Kadar obat di jaringan meningkat oleh Para Amino Salisilat (PAS).

Isoniazid dapat meningkatkan efek fenitoin, menghambat Penggunaan

metabolisme primidon dan mengurangi toleransi alkohol.

Isoniazid bersamaan dengan rifampisin dalam jangka waktu lama

dapat meningkatkan terjadinya gangguan fungsi hati.

(Farmakologi dan Terapi, hal 602 dan MIMS 2008 hal 215 )

Page 10: Jurnal_Potio TBC OK

5 Dosis

Isoniazid terdapat dalam bentuk tablet 50,100,300 dan 400 mg serta

sirup 10 mg/mL. dalam tablet kadang – kadang telah ditambahkan

vitamnin B6 biasanya diberikan dosis tunggal per oral tiap hari. Dosis

umumnya 5 mg/kg BB, maksimum 300mg/hari. Untuk yang TBC

berat dapat diberikan 10 mg/kg BB, maksimum 600 mg/hari.

Anak dibawah 4 tahun dosisnya 10 mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat

diberikan secara intermiten 2 kali seminggu dengan dosis 15

mg/kg/BB/hari.

(Farmakologi dan Terapi, hal 600 dan MIMS 2008 hal 214 )

b. Pyridoxine HCl

1. Mekanisme Kerja

Sebagai koenzim yang merangsang pertumbuhan heme

(Farmakologi dan Terapi, edisi 4, hal 741)

Sebagai koenzim pada metabolisme protein dan asam-asam amino, antara

lain pada pengubahan triptofan melalui oksitriptofan menjadi serotonin

dan sintesis GABA, serta pada metabolisme karbohidrat dan lemak.

(Farmakologi dan Terapi, edisi IV, hal 720)

2. Farmakokinetik

Mudah diabsorpsi melalui saluran cerna. Ekskresi melalui urin terutama \

dalam bentuk 4-asam piridoksat dan piridoksal.

(Farmakologi dan Terapi, edisi IV, hal 720)

3. Penggunaan

Untuk mencegah defisiensi vitamin B6. diberikan bersama vitamin B lain

sebagai multivitamin. Juga digunakan untuk mencegah dan mengobati

neonitis perifer oleh obat, untuk wanita yang menggunakan kontrasepsi

oral yang mengandung estrogen, dan untuk penderita anemia.

(Farmakologi dan Terapi, edisi IV, hal 720)

Page 11: Jurnal_Potio TBC OK

4. Efek samping, Kontra Indikasi, dan Interaksi Obat

Efek Samping

Dapat menyebabkan neuropati sensorik atau sindrom neopati pada dosis

antara 50-70 g/hari untuk penggunaan jangka panjang

Interaksi Obat

INH, hidralazin, penisilin menghilangkan efek piridoksin.

(Tan Hoan Tjay, hal 805)

5. Dosis

Profilaksis : oral, 1 mg atau 2 mg.

Terapi : oral 5 -150 mg

(Farmakope Indonesia, edisi III, hal 987)

c. Rifampisin

1. Mekanisme Kerja

Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh.

Kerjanya berikatan kuat dengan RNA polimerase yang bergantung

pada DNA sehingga akan menghambat sintesis RNA bakteri. Pada

mikobakteri resisten terjadi mutasi pada enzim RNA polimerase ini

sehingga tidak lagi mengikat rifampicin.

(Farmakologi dan terapi ed 4, hal 601)

2. Farmakokinetika1. Absorpsi :Secara oral absorbsi baik, makanan dapat memperlambat

atau menurunkan puncak.

2. Distribusi : Karena sangat lifofilik, dapat menembus sawar darah

otak. Berdifusi dari darah ke cairan serebrospinal, difusi cukup

kuat tanpa atau dengan adanya inflamasi.

3. Metabolisme : Di hati, mengalami resirkulasi enterohepatik.

4. Waktu paruh : 3-4 jam, diperlama oleh adanya gangguan hati.5. Ekskresi : Melalui tinja (60-65%) dan urin (sekitar 30%) sebagai

bentuk utuh.

(ISO farmakoterapi 2008, hal 855)

Page 12: Jurnal_Potio TBC OK

3. Penggunaan

Rifampisin merupakan obat yang sangat efektif untuk pengobatan

tuberculosis dan sering digunakan bersama isoniazid utnuk terapi

tuberculosis jangka pendek. Efek sampingnya beraneka ragam, tetapi

insidennya rendah dan jarang sampai perlu menghentikan terapi.

(Farmakologi dan Terapi, edisi IV, hal 601)

4. Efek Samping, Kontra Indikasi dan Interaksi Obat

Efek Samping : Gangguan saluran cerna meliputi mual, muntah,

anoreksia, diare. Pada terapi interman dapat terjadi sindrom influenza,

gangguan respirasi (napas pendek), kolaps dan syok, anemia

hemolitik, anemia, gagal ginjal akut, ikterus, flushing, urtikaria, ruam.

(ISO farmakologi, hal 855)

Rifampisin mengakibatkan warna oranye yang tidak membahayakan

pada urin, keringat, air mata, dan lensa kontak (soft lens dapat

ternodai secara permanent). (Katzung ed 8 buku 3, hal 98)

Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap rifampisin, pasien dengan

gangguan saluran empedu, serta selama kehamilan trisemester

pertama.

(MIMS ed 8, hal 215)

Interaksi Obat : Rifampisin merupakan pemacu metabolisme obat

yang cukup kuat,sehingga berbagai obat hipoglikemik oral,

kortikosteroid, dan kontrasepsi oral akan berkurang efektifitasnya bila

diberikan secara bersamaan dengan rifampisin. Rifampicin mungkin

juga menggangu metabolisme vitamin D sehingga dapat menimbulkan

kelainan tulang berupa osteomalasia (Farmakologi dan Terapi, edisi

IV, hal 601)

5. Dosis

600mg per hari (10-20 mg/kg berat badan), terapi jangka pendek 600

mg 2 kali seminggu. Obat ini biasanya diberikan sehari sekali

sebaiknya 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah jam makan.

(MIMS ed 8, hal 215)

Page 13: Jurnal_Potio TBC OK

III. Rancangan Penentuan Formula dan Proses Pembuatan

Dibuat dalam 3 fls @ 60 mlDalam tiap 5 mL mengandung :

No. Nama Bahan Jumlah

Untuk

Volume 5 mL

Untuk

volume 60 ml

Fungsi

1. Isoniazid 100 mg 100 mg 1,2 g Zat aktif

2. Pyridoxine HCl 10 mg 10 mg 0,12 g Zat aktif

3. Rifampicin 100 mg 100 mg 1,2 g Zat aktif

4. Sirupus simplek 10% 0,5 g 6 g Pemanis

5. Sorbitol 30% 1,5 g 18 g Pemanis / caplocking

6. Na.CMC 1% 0,05 g 0,6 g Suspending agent

7. Metil paraben 0,25% 0,0125 0,15 g Pengawet

8. Natrium sitrat 0,2 % 0,01 g 0,12 g Pendapar

9. Asam sitrat 0,2% 0,01 g 0,12 g Pendapar, acidifier

10 Stoberry oil qs qs qs Pengaroma

11. Aq. dest ad 5 ml Ad 5ml Ad 60 Pembawa

Alasan Pemilihan Formula

Kombinasi INH dan Rifampisin bertujuan untuk mencegah terjadinya

resistensi bakteri dan meningkatkan efektifitas masing – masing zat .

tersebut..Sediaan yang beredar dipasaran biasanya terdiri dari 2 kombinasi yaitu

terdiri dari INH dan Pyridoxine HCl, masing-masing dengan dosis INH 100 mg

dan Pyridoxine HCl 10 mg.

Pembuatan bentuk suspensi dikarenakan zat aktif rifampisin tidak larut

dalam air sehingga tidak dapat dibuat dalam bentuk larutan. Sediaan suspensi ini

diharapkan dapat diminati oleh penggunanya, mengingat memiliki rasa dan aroma

yang enak, bentuk dan warna yang menarik terutama diberikan kepada anak -

anak.

Suspensi memiliki rentang pada pH 6-8 oleh karena itu perlu ditambah

dapar dengan menggunakan zat dapar sitrat. Sirupus simplek dikombinasikan

dengan sorbitol, karena selain menambah rasa manis, sorbitol juga dapat berfungsi

sebagai caplocking.

Page 14: Jurnal_Potio TBC OK

Keterangan Perhitungan :

Tiap 5 ml mengandung

INH = 100 mg

Piridoksin HCl = 10 mg

Rifampisin = 100 mg

Sirupus simplek = = 0,5 g

Sorbitol = = 1,5 g

Na-CMC = = 0,05 g

Metil paraben = = 0,125 g

Asam sitrat = = 0,01 g

Natrium sitrat = = 0,01 g

Pembuatan Sirupus Simplex :

Sakarosa/ Gula pasir 65 gram

Aq.dest ad 100 ml

Cara :

65 gram sukrosa dilarutkan dalam air panas hingga diperoleh 100 ml

larutan.

Page 15: Jurnal_Potio TBC OK

Proses pembuatan sediaan :

a. Masing-masing zat

ditimbang dengan seksama.b. Na.CMC

dikembangkan dengan cara menaburkan Na-CMC secara perlahan

- lahan dan sedikit demi sedikit ke dalam mortir yang telah diisi air

panas. Setelah semua serbuk Na-CMC terbasahi, lalu aduk dengan

cepat.c. Isoniazid (INH) ,

Pyridoxine HCl dan Rifampisin digerus hingga homogen.d. Lalu dimasukan ke

dalam suspending agent yang telah dikembangkan.

e. Metil paraben

dilarutkan dalam air panas.

f. Asam sitrat dan

Na.sitrat dilarutkan dalam aqua dest.

g. Sirupus simplek,

sorbitol, larutan pengawet, zat warna,ditambahkan dan diaduk

sampai homogen. Tambahkan aq. dest hingga volume yang

diinginkan.

h. Suspensi dimasukan

ke dalam botol yang telah di cuci, dikeringkan dan ditara 60 ml.

IV. Rancangan Pembungkusan dan Penandaan

1. Wadah

Suspensi dimasukkan ke dalam botol coklat.

2. Kemasan

Di dalam kemasan dilengkapi dengan brosur.

Pada kemasan sekunder (dus) tertera :

- Nama Produk

- Isi Bersih

- Logo Golongan Obat

- Cara Kerja Obat

Page 16: Jurnal_Potio TBC OK

- Indikasi

- Dosis

- Kontra Indikasi

- Cara Penyimpanan

- Komposisi

- Efek Samping

- No. Registrasi

- No. Batch

- Tanggal Produksi

- Kadaluarsa

- Label Kocok Dahulu- Harus Dengan Resep Dokter

- Barcode

- Label peringatan

- Nama dan alamat pabrik

3. Brosur

Di dalam kemasan terdapat brosur yang memuat keterangan yang lebih

lengkap dari sediaan yang dibuat, meliputi :

a. Nama produk

b. Komposisi

c. Tinjauan Umum

d. Indikasi

e. Kontra Indikasi

f. Efek Samping

g. Peringatan

h. Dosis

i. Penyimpanan

j. Kemasan

k. Kadaluarsa

l. No. Registrasi

m. No. Batch

n. Tanggal Produksi

o. Label Peringatan

p. Harus Dengan Resep Dokter

q. Logo Golongan Obat

r. Nama dan alamat pabrik

4. Evaluasi Sediaan

Evaluasi sediaan yang dilakukan meliputi :

1. Uji organoleptis : penampilan visual, warna, rasa dan bau.

2. Uji viskositas

Viskositas suspensi dapat diukur dengan alat viskometer Rion.

Caranya dengan menempatkan sediaan ke dalam wadah dan rotor

pemutar yang sesuai untuk sediaan suspensi dimasukkan ke dalam

sediaan sampai tanda batas terendam, lalu rotor tersebut dijalankan.

Harga viskositas dapat dibaca pada skala angka yang tertera.

3. Uji distribusi ukuran partikel

Page 17: Jurnal_Potio TBC OK

Prosedur :

Mikroskop yang digunakan adalah mikroskop yang telah

dilengkapi dengan mikrometer, dan kalibrasi dilakukan

terhadap ukuran kotak yang ada pada mikrometer tersebut.

Sediaan suspensi diteteskan pada gelas obyek.

Partikel diamati dengan pembesaran obyek yang cocok. Ukuran

partikelnya ditentukan sesuai dengan ukuran kotak skala.

Jumlah partikel yang dihitung untuk memperoleh data yang

baik adalah 300-500 partikel.

4. Uji redispersibilitas

Penentuan redispersi dapat ditentukan dengan cara mengocok

sediaannya dalam wadahnya secara konstan atau dengan

menggunakan pengocok mekanik. Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi

sempurna dengan pengocokan tangan maksimum 30 detik.

5. Uji pH

Pengamatan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH-meter

atau kertas indikator pH.

6. Uji homogenitas

Homogenitas dapat ditentukan secara visual. Caranya sampel

diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan pada kaca objek

lain sehingga terbentuk lapisan tipis. Partikel diamati secara visual.

7. Berat jenis sediaan Digunakan piknometer bersih, kering, dan telah dikalibrasi

dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru

dididihkan, pada suhu 25C. Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20C, masukkan ke dalam

piknometer. Atur hingga suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu

25C.

Buang kelebihan zat dan timbang.

Page 18: Jurnal_Potio TBC OK

Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer

yang telah diisi.

Dilakukan perhitungan :

- bobot piknometer kosong ditimbang : w0

- bobot piknometer yang telah diisi air : w1

- bobot piknometer yang telah diisi sediaan : w2

- bobot jenis ditentukan dengan rumus :

(w2 – w0) / (w1 – w0)

8. Volume sedimentasi

Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang

berskala.

Volume yang diisikan merupakan volume awal (Vo).

Setelah beberapa waktu/ hari diamati volume akhir dengan

terjadinya sedimentasi. Volume terakhir tersebut diukur (Vu).

Volume sedimentasi dihitung dengan persamaan :

F = Vu / Vo

Penyimpanana. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat(FI IV, hal

18)

b. Wadah tertutup rapat harus melindungi isi terhadap masuknya

bahan cair, bahan padat atau uap dan mencegah kehilangan,

merekat, mencair, atau menguapnya bahan selama penanganan,

pangangkutan, dan distribuasi dan harus dapat ditutup rapat

kembali. Wadah tertutup rapat dapat diganti dengan wadah tertutup

kedap untuk bahan dosis tunggal).

Penandaan

Pada etiket harus tertera “Kocok Dahulu”(FI III, hal 32).

Page 19: Jurnal_Potio TBC OK

V. REALISASI FORMULASI

Formula LengkapTiap 5 ml mengandung :

R/ Isoniazid 100 mg

Pyridoxine HCl

Rifampisin

10 mg

100 mg

Sirupus simplek 0,5 g

Sorbitol 1,5 g

Na.CMC 0,05 g

Metil paraben 0,0125 g

Natrium sitrat 0,01 g

Asam sitrat

Pengaroma

0,01 g

q.s

Aquadest 5 ml

VI. REALISASI PEMBUATAN SEDIAAN1. Penimbangan Bahan

No Nama BahanJumlah

Paraf Cek Waktu1 Fls(60 ml)

3 Fls(180 ml)

1. Isoniazid 1,2 g 3,6 g

2. Pyridoxine HCl 0,12 g 0,36 g

3. Rifampisin 1,2 g 3,6 g

4. Sirupus simplek 6 g 18 g

5. Sorbitol 18 g 54 g

6. Na.CMC 0,6 g 1,8 g

7. Metil paraben 0,15 g 0,45 g

Page 20: Jurnal_Potio TBC OK

8. Natrium sitrat 0,12 g 0,36 g

9. Asam sitrat 0,12 g 0,36 g

10. Stoberry oil qs qs

11. Aq. dest ad 60 ml Ad 180 ml

2. Prosedur Pembuatan

No Prosedur Paraf Cek Waktu

1. Disiapkan alat dan bahan.

2. Botol dikalibrasi 60 ml.

3. Na.CMC dikembangkan dengan cara

menaburkan Na-CMC secara perlahan dan

sedikit demi sedikit ke dalam mortir yang telah

diisi air panas (20 x jumlah CMC-Na ).Setelah

semua serbuk Na-CMC terbasahi, lalu aduk

dengan cepat

4. Asam sitrat dilarutkan dalam air.

5. Natrium Sitrat dilarutkan dalam air hangat,

didinginkan.

6. Metil paraben dilarutkan dalam air mendidih,

didinginkan.

7. Na-CMC yang sudah mengenbang, digerus

hingga terbentuk massa yang homogen,

kemudian disisihkan.

8. Isoniazid, Pyridoxine HCl dan Rifampisin

digerus halus hingga homogen.

9. Na-CMC dimasukkan ke dalam campuran no.

8 sedikit demi sedikit, digerus hingga

homogen.

10. Larutan no. 4 dicampurkan dengan larutan no.

5, diaduk

11. Larutan no. 10 dan no. 6 dimasukkan sedikit

demi sedikit, digerus hingga homogen

Page 21: Jurnal_Potio TBC OK

12. Sirupus simpleks dimasukkan sedikit demi

sedikit ke dalam mortir, digerus hingga

homogen

13. Stoberry oil dimasukkan ke dalam mortir,

digerus hingga homogen

14. Sisa aquadest ditambahkan sedikit demi

sedikit ke dalam mortir, digerus hingga

homogen

15. Suspensi dimasukan ke dalam botol yang telah

di cuci, dikeringkan dan ditara 60 ml.

3. Evaluasi Sediaan

No Jenis Evaluasi Hasil Analisa Sediaan Waktu Paraf Cek

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Uji organoleptis :

- visual

- warna

- rasa

- bau

Uji viskositas

Uji distribusi

ukuran partikel

Uji

redispersibilitas

Uji pH

Uji berat jenis

4. Penandaan (Etiket) pada wadah

Page 22: Jurnal_Potio TBC OK

5. Penandaan pada kemasan sekunder

Page 23: Jurnal_Potio TBC OK

6. Brosur

Page 24: Jurnal_Potio TBC OK

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi ke-4. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope III. Edisi ke-3. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope IV. Edisi ke-4. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional. Edisi ke-2. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Ganiswarna, G.S. et al. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI.

Sukandar, YE., Andrajati, R., Sigit, IJ., Adnyana, K., Kusnandar. 2008. Iso Farmakoterapi. PT ISFI Penerbitan. Jakarta

Lacy, C.F., 2005. Drug Information AHFS. American Society of Hospital

Pharmacicst.

Lund, Walter, 1994, The Pharmaceutical Codex, 12th Ed., Principle and Practice

of Pharmaceutics, The. Pharmaceutical Press, London

Reynolds, J.E.F., 2000. Martindale The Extra Pharmacopeiae. 32nd edition. London: The Royal Pharmaceutical Society of Breat Britain

Van Duin, C.F., et al. 1954. Ilmu Resep dalam Praktek dan Teori. Penerbit Soeroengan. Jakarta.

Wade, A. & P.J. Weller, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 1994, 2nd ed, The Pharmaceutical Press London.

Winotopradjoko, M., et al. 2003 ISO Indonesia, Volume 38. Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi Insonesia.

Anonim, 2009. Baycadron. www.drugs.com/pro/baycadron.html [diakses: 8 Desember 2009]

Page 25: Jurnal_Potio TBC OK