jurnalpenelitianperikananindonesia - lp2t.kkp.go.id laju pancing rawai...prof. dr. ir. endi setiadi...

16

Upload: vanminh

Post on 18-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom
Page 2: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom

JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIA

ISSN 0853 - 5884

Volume 19 Nomor 4 Desember 2013Nomor Akreditasi: 455/AU2/P2MI/LIPI/08/2012

(Periode: Agustus 2012 - Agustus 2015)

Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia adalah wadah informasi perikanan,baik laut maupun perairan umum daratan. Jurnal ini menyajikan hasil penelitian

sumber daya, penangkapan, oseanografi, lingkungan, rehabilitasilingkungan, dan pengkayaan stok ikan.

Terbit pertama kali tahun 1994. Tahun 2006, frekuensi penerbitanJurnal ini tiga kali dalam setahun padabulan April, Agustus, dan Desember.

Tahun 2008, frekuensi penerbitan menjadi empat kali yaitu padabulan MARET, JUNI, SEPTEMBER, dan DESEMBER.

Ketua Redaksi:Prof. Dr. Wudianto, M.Sc

Anggota:Prof. Dr. Ir. Ngurah Nyoman Wiadnyana, DEA

Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc.Prof. Dr. Ir. Indra Jaya

Prof. Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEADr. Ir. Abdul Ghofar, M.Sc.

Mitra Bestari untuk Nomor ini:Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc.

Redaksi Pelaksana:Dra. Endang Sriyati

Arief Gunawan, S.Kom.

Desain Grafis :Kharisma Citra, S.Sn

Alamat Redaksi/Penerbit:Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya IkanGedung Balitbang KP II, Jl. Pasir Putih II Ancol Timur Jakarta Utara 14430Telp. (021) 64700928, Fax. (021) 64700929Email: [email protected]

Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia diterbitkan oleh Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan danKonservasi Sumber Daya Ikan-Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan-Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Page 3: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom

i

KATAPENGANTAR

Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia (JPPI) di tahun 2013 memasuki Volume ke-19. Pencetakan jurnalini dibiayai oleh Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan anggaran tahun2013. Semua naskah yang terbit telah melalui proses evaluasi oleh Dewan Redaksi dan editing oleh RedaksiPelaksana.

Penerbitan keempat di Volume 19 tahun 2013 menampilkan tujuh artikel hasil penelitian perikanan diperairan Indonesia. Ketujuh artikel tersebut mengulas tentang: Struktur komunitas ikan karang di perairanpulau raya, pulau rusa, pulau rondo dan taman laut rinoi dan rubiah, NanggroeAceh Darussalam, Perbedaanwaktu pengoperasian terhadap hasil tangkapan bagan tancap di perairan Sungsang, Sumatera Selatan, Sebaranlaju pancing rawai tuna di Samudera Hindia, Daya dukung dan potensi produksi ikan waduk Sempor dikabupaten Kebumen-Propinsi Jawa Tengah, Produktivitas dan kerentanan ikan kurisi (Nemipterus spp.) hasiltangkapan cantrang di Laut Jawa, Dinamika populasi dan tingkat pemanfaatan udang windu (Penaeus monodon)di perairan Tarakan, Kalimantan Timur, Status bio-ekonomi perikanan udang di Laut Arafura.

Diharapkan tulisan ini dapat memberikan kontribusi bagi para pengambil kebijakan dan pengelola sumberdaya perikanan di Indonesia. Redaksi mengucapkan terima kasih atas partisipasi aktif para peneliti darilingkup dan luar Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan.

Redaksi

Page 4: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom

ISSN 0853 - 5884

JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIAVolume 19 Nomor 4 Desember 2013

DAFTAR ISI

Halaman

i

iii

175-186

187-194

195-202

203-212

213-220

221-226

227-234

iii

KATAPENGANTAR ………………………………………………………………………………………...

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………….

Struktur Komunitas Ikan Karang di Perairan Pulau Raya, Pulau Rusa, Pulau Rondo dan TamanLaut Rinoi dan Rubiah, Nanggroe Aceh DarussalamOleh: Isa Nagib Edrus, Suseno Wangsit Wijaya, & Iwan Erik Setyawan…………………………………

Perbedaan Waktu Pengoperasian Terhadap Hasil Tangkapan Bagan Tancap di Perairan Sungsang,Sumatera SelatanOleh: Fauziyah, Freddy Supriyadi, Khairul Saleh, dan Hadi………………………………………………

Sebaran Laju Pancing Rawai Tuna di Samudera HindiaOleh: Andi Bahtiar, Abram Barata, dan Dian Novianto.....................................................................

Daya Dukung dan Potensi Produksi Ikan Waduk Sempor di Kabupaten Kebumen-Propinsi JawaTengahOleh: Kunto Purnomo, Andri Warsa dan Endi. S Kartamihardja…………………………………………

Produktivitas dan Kerentanan Ikan Kurisi (Nemipterus spp.) Hasil Tangkapan Cantrang di LautJawaOleh: Setiya Triharyuni, Sri Turni Hartati, dan Regi Fiji Anggawangsa……………………………………

Dinamika Populasi dan Tingkat Pemanfaatan Udang Windu (Penaeus monodon) di Perairan Tarakan,Kalimantan TimurOleh: Duranta Diandria Kembaren dan Erfind Nurdin………………………………………………………

Status Bio-Ekonomi Perikanan Udang di Laut ArafuraOleh: Purwanto…………………………………………………………………………………………………

Page 5: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom

iv

JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIAVol.19 No.4-Desember 2013

KUMPULAN ABSTRAK

STRUKTUR KOMUNITAS IKAN KARANG DI PERAIRANPULAURAYA,PULAURUSA,PULAURONDODANTAMANLAUT RINOI DAN RUBIAH, NANGGROE ACEHDARUSSALAMSTRUKTURKOMUNITASIKANKARANGDIPERAIRAN PULAU RAYA, PULAU RUSA, PULAU RONDODANTAMANLAUTRINOIDANRUBIAH, NANGGROEACEH

DARUSSALAM

Isa Nagib EdrusJPPI Juni 2013, Vol. 19 No. 4, Hal. 175-186.

Penelitian struktur komunitas ikan karang dilakukan di 10stasiun pada perairan pulau terluar dan 2 stasiun padataman laut Nanggroe Aceh Darussalam. Tujuan penelitianuntuk mengindentifikasi struktur komunitas ikan karang.Metode yang digunakan adalah transek sabuk dan sensusvisual dalam area 250 m2. Hasil penelitian menunjukkanbahwa didapat 235 jenis ikan karang yang mewakili 45suku. Komposisi jenis dan keanekaragaman (H) bervariasiantar stasiun. Pulau Raya memiliki jumlah jenis ikankarang dan keanekaragaman jenis yang paling rendahdibanding Pulau Rusa dan Pulau Rondo. Lokasi PulauRondo lebih jauh dari daratan utama dan memiliki jenisdan keanekaragaman yang lebih tinggi dari pada PulauRaya dan Rusa, tetapi semua itu masih rendah jikadibandingkan dengan dua lokasi taman laut, Rinoi danRubiah. Ikan hias yang umum dijumpai di perairanNanggroe Aceh Darusasalam, tetapi jarang dijumpai ditempat lain, adalah dari jenis kepe-kepe seperti Chaetodonandamanensis, Chaetodon xanthocephalus,Hemitaurichthys zoster dan jenis ikan antias punggungkuning, Pseudanthias evansi. Sementara, kepadatan individuper meter persegi tergolong rendah pada semua stasiunpenelitian. Penelitian struktur komunitas ikan karang dilakukandi 10 stasiun pada perairan pulau terluar dan 2 stasiun padataman laut Nanggroe Aceh Darussalam. Tujuan penelitianuntuk mengindentifikasi struktur komunitas ikan karang.Metode yang digunakan adalah transek sabuk dan sensusvisual dalam area 250 m2. Hasil penelitian menunjukkanbahwa didapat 235 jenis ikan karang yang mewakili 45 suku.Komposisi jenis dan keanekaragaman (H) bervariasi antarstasiun. Pulau Raya memiliki jumlah jenis ikan karang dankeanekaragaman jenis yang paling rendah dibanding PulauRusa dan Pulau Rondo. Lokasi Pulau Rondo lebih jauh daridaratan utama dan memiliki jenis dan keanekaragaman yanglebih tinggi dari pada Pulau Raya dan Rusa, tetapi semua itumasih rendah jika dibandingkan dengan dua lokasi tamanlaut, Rinoi dan Rubiah. Ikan hias yang umum dijumpai diperairan Nanggroe Aceh Darusasalam, tetapi jarang dijumpaidi tempat lain, adalah dari jenis kepe-kepe seperti Chaetodonandamanensis, Chaetodon xanthocephalus, Hemitaurichthyszoster dan jenis ikan antias punggung kuning, Pseudanthiasevansi. Sementara, kepadatan individu per meter persegitergolong rendah pada semua stasiun penelitian.

KataKunci : Ikankarang,StrukturKomunitas,PulauRaya,Pulau Rusa, Pulau Rondo, Taman Laut,Nanggroe Aceh Darussalam

PERBEDAAN WAKTU PENGOPERASIAN TERHADAPHASIL TANGKAPAN BAGAN TANCAP DI PERAIRANSUNGSANG, PERBEDAAN WAKTU PENGOPERASIANTERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN TANCAP DIPERAIRAN SUNGSANG, SUMATERASELATAN

FauziyahJPPI Juni 2013, Vol. 19 No. 4, Hal. 187-194.

Di perairan Sungsang Sumatera Selatan, target utamapenangkapan dengan alat tangkap bagan adalah ikanteri (Stolephorus sp) dan ikan lainnya sebagai hasilsampingan. Pada umumnya, bagan tancap dioperasikanoleh nelayan setempat sebelum tengah malam sampaimenjelang pagi. Berdasarkan fakta tersebut, pengkajianwaktu pengoperasian yang optimum terhadap hasiltangkapan bagan tancap perlu dilakukan. Tujuanpenelitian adalah untuk menganalisis perbedaan waktuoperasi dan waktu operasi optimum terhadap hasiltangkapan bagan tancap. Penelitian ini dilaksanakanpada kondisi bulan gelap pada bulan Mei 2012 denganmetode experimental fishing dan model Rencana ArahLengkap (RAL) dengan perlakuan perbedaan waktuoperasi yaitu sebelum tengah malam (21.00-23.59WIB), saat tengah malam (00.00-02.59WIB), dan setelahtengah malam (03.00-05.59 WIB). Empat bagan tancapdioperasikan dengan masing-masing 3 kali trip. Hasilpenelit ian menunjukkan bahwa waktu operasipenangkapan bagan tancap berpengaruh nyataterhadap hasil tangkapan, dan waktu pengoperasianyang optimum bagan tancap adalah pada saat tengahmalam (00.00-02.59 WIB). Di perairan SungsangSumatera Selatan, target utama penangkapan denganalat tangkap bagan adalah ikan teri (Stolephorus sp)dan ikan lainnya sebagai hasil sampingan. Padaumumnya, bagan tancap dioperasikan oleh nelayansetempat sebelum tengah malam sampai menjelangpagi. Berdasarkan fakta tersebut, pengkajian waktupengoperasian yang optimum terhadap hasil tangkapanbagan tancap perlu dilakukan. Tujuan penelitian adalahuntuk menganalisis perbedaan waktu operasi dan waktuoperasi optimum terhadap hasil tangkapan bagantancap. Penelitian ini dilaksanakan pada kondisi bulangelap pada bulan Mei 2012 dengan metodeexperimental fishing dan model Rencana Arah Lengkap(RAL) dengan perlakuan perbedaan waktu operasi yaitusebelum tengah malam (21.00-23.59 WIB), saat tengahmalam (00.00-02.59WIB), dan setelah tengah malam(03.00-05.59 WIB). Empat bagan tancap dioperasikandengan masing-masing 3 kali trip. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa waktu operasi penangkapanbagan tancap berpengaruh nyata terhadap hasiltangkapan, dan waktu pengoperasian yang optimumbagan tancap adalah pada saat tengah malam (00.00-02.59 WIB).

Kata Kunci : Hasil tangkapan, waktu operasi, bagantancap, perairan Sungsang

Page 6: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom

SEBARAN LAJU PANCING RAWAI TUNADI SAMUDERAHINDIA SEBARAN LAJU PANCING RAWAI TUNA DISAMUDERAHINDIA

Andi BahtiarJPPI Juni 2013, Vol. 19 No. 4, Hal. 195-202.

Rawai tuna adalah alat tangkap yang efektif untukmenangkap tuna lapisan dalam dan bersifat pasif dalampengoperasiannya sehingga tidak merusaksumberdaya hayati di perairan. Laju pancing (hook rate)ikan tuna merupakan salah satu penentu indekskelimpahan tuna di daerah penangkapan tuna diSamudera Hindia. Penelit ian ini bertujuan untukmengetahui sebaran nilai laju pancing ikan tuna diSamudera Hindia. Penelitian dilakukan sebanyak 67 tripobservasi mulai tahun 2005 sampai tahun 2010 denganmenggunakan kapal-kapal rawai tuna yang berbasis diPelabuhan Benoa. Hasil penelitian menunjukkanbahwa jenis albacore (Thunnus alallunga) memiliki nilailaju pancing rata-rata tertinggi yaitu 0,30 pada tahun2008 dan yang terendah pada tahun 2005 sebesar 0,02.Nilai laju pancing terendah bigeye tuna terjadi padatahun 2010 sebesar 0,19 dan yang tertinggi pada tahun2005 sebesar 0,27. Nilai laju pancing yellowfin tunaterendah sebesar 0,01 terjadi pada tahun 2005 dantertinggi pada tahun 2006 sebesar 0,12, sedangkan nilailaju pancing Southern bluefin tuna, terendah terjadi padatahun 2010 sebesar 0,002 dan tertinggi pada tahun 2005sebesar 0,04.Rawai tuna adalah alat tangkap yangefektif untuk menangkap tuna lapisan dalam danbersifat pasif dalam pengoperasiannya sehingga tidakmerusak sumberdaya hayati di perairan. Laju pancing(hook rate) ikan tuna merupakan salah satu penentuindeks kelimpahan tuna di daerah penangkapan tunadi Samudera Hindia. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui sebaran nilai laju pancing ikan tuna diSamudera Hindia. Penelitian dilakukan sebanyak 67 tripobservasi mulai tahun 2005 sampai tahun 2010 denganmenggunakan kapal-kapal rawai tuna yang berbasis diPelabuhan Benoa. Hasil penelitian menunjukkanbahwa jenis albacore (Thunnus alallunga) memiliki nilailaju pancing rata-rata tertinggi yaitu 0,30 pada tahun2008 dan yang terendah pada tahun 2005 sebesar 0,02.Nilai laju pancing terendah bigeye tuna terjadi padatahun 2010 sebesar 0,19 dan yang tertinggi pada tahun2005 sebesar 0,27. Nilai laju pancing yellowfin tunaterendah sebesar 0,01 terjadi pada tahun 2005 dantertinggi pada tahun 2006 sebesar 0,12, sedangkan nilailaju pancing Southern bluefin tuna, terendah terjadi padatahun 2010 sebesar 0,002 dan tertinggi pada tahun 2005sebesar 0,04.

Kata Kunci : Rawai tuna, laju pancing, ikan tuna,

Samudera Hindia

DAYA DUKUNG DAN POTENSI PRODUKSI IKAN WADUKSEMPOR DI KABUPATEN KEBUMEN-PROPINSI JAWATENGAH DAYADUKUNG DAN POTENSI PRODUKSI IKANWADUKSEMPORDIKABUPATENKEBUMEN-PROPINSIJAWATENGAH

Kunto PurnomoJPPI Juni 2013, Vol. 19 No. 4, Hal. 203-212.

Waduk Sempor di Kabupaten Kebumen mempunyai luas275 ha, fungsi utama untuk pengendali banjir, pengairan danfungsi sekunder untuk perikanan tangkap dan budidaya sertapariwisata. Pengembangan perikanan tangkap dan budi dayayang berkelanjutan harus didasarkan atas potensi produksiikan dan daya dukung perairan waduk. Penelitian ini bertujuanuntuk menduga potensi produksi ikan dan daya dukungperairan waduk Sempor serta implikasi optimasipemanfaatannya bagi pengembangan perikanan. Penelitiandilakukan dengan metode survey dan pencatatan hasiltangkapannelayandilakukanolehenumerator.Hasil penelitianmenunjukkan bahwa daya dukung perairan waduk Semporberkisar antara 72-236 ton/tahun atau setara dengan 118 unitKJA ukuran 6x6x3 m3 dengan asumsi setiap unit KJAmenghasilkan 2 ton ikan per tahun. Potensi produksi ikanuntuk pengembangan perikanan tangkap berkisar antara 237-307 ton/th. Dayadukungdanpotensiproduksi ikanberfluktuasisesuai dengan fluktuasi tinggi muka air, luas permukaan airdan volume waduk. Dewasa ini, ikan lohan (Cichlacomatrimaculatum) yang termasuk ikan asing invasif dan nila(Oreochromis niloticus) yang termasuk ikan ekonomismerupakan jenis ikan yang dominan tertangkap. Hasiltangkapan nelayan cenderung menurun dan sangat rendahyaitu 2,3 kg/nelayan/hari. Optimasi hasil tangkapan ikan dapatdilakukan dengan penebaran ikan planktivora sebanyak103.518-242.388 ekor per tahun dengan frekewensi dua kalidalam setahun dan pengendalian ikan asing invasif. WadukSempor di Kabupaten Kebumen mempunyai luas 275 ha,fungsi utama untuk pengendali banjir, pengairan dan fungsisekunder untuk perikanan tangkap dan budidaya sertapariwisata. Pengembangan perikanan tangkap dan budi dayayang berkelanjutan harus didasarkan atas potensi produksiikan dan daya dukung perairan waduk. Penelitian ini bertujuanuntuk menduga potensi produksi ikan dan daya dukungperairan waduk Sempor serta implikasi optimasipemanfaatannya bagi pengembangan perikanan. Penelitiandilakukan dengan metode survey dan pencatatan hasiltangkapannelayandilakukanolehenumerator.Hasil penelitianmenunjukkan bahwa daya dukung perairan waduk Semporberkisar antara 72-236 ton/tahun atau setara dengan 118 unitKJA ukuran 6x6x3 m3 dengan asumsi setiap unit KJAmenghasilkan 2 ton ikan per tahun. Potensi produksi ikanuntuk pengembangan perikanan tangkap berkisar antara 237-307 ton/th. Dayadukungdanpotensiproduksi ikanberfluktuasisesuai dengan fluktuasi tinggi muka air, luas permukaan airdan volume waduk. Dewasa ini, ikan lohan (Cichlacomatrimaculatum) yang termasuk ikan asing invasif dan nila(Oreochromis niloticus) yang termasuk ikan ekonomismerupakan jenis ikan yang dominan tertangkap. Hasiltangkapan nelayan cenderung menurun dan sangat rendahyaitu 2,3 kg/nelayan/hari. Optimasi hasil tangkapan ikan dapatdilakukan dengan penebaran ikan planktivora sebanyak103.518-242.388 ekor per tahun dengan frekewensi dua kalidalam setahun dan pengendalian ikan asing invasif.KataKunci: Daya dukung, potensi produksi ikan,

perikanan tangkap, perikanan budidaya,

Waduk Sempor

v

Page 7: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom

vi

PRODUKTIVITAS DAN KERENTANAN IKAN KURISI(Nemipterus spp.) HASIL TANGKAPAN CANTRANG DILAUT JAWAPRODUKTIVITAS DAN KERENTANAN IKANKURISI (Nemipterus spp.) HASIL TANGKAPANCANTRANG DI LAUT JAWA

Setiya TriharyuniJPPI Juni 2013, Vol. 19 No. 4, Hal. 213-220.

Ikan kurisi (Nemipteridae) termasuk kelompok ikandemersal yang memiliki salah satu sifat melakukanruaya yang tidak terlalu jauh dan aktivitas gerak yangrelatif rendah. Sifat ini mengakibatkan daya tahan ikankurisi ini menjadi rendah terhadap tekananpenangkapan. Ukuran ikan yang tertangkappuncenderung semakin kecil. Analisis produktivitas dankerentanan (PSA) merupakan sebuah cara yang dapatdigunakan untuk mengevaluasi kerentanan stok dengandasar produktivitas biologi dan kerentanan perikananyang mengeksploitasinya. Dengan menggunakananalisis PSA ini maka dapat digambarkan tingkat resikoikan kurisi akibat penangkapannya. Hasil penilaian PSAmenghasilkan jenis N. japonicus dan N. gracilis memilikiresiko tinggi terhadap penangkapan dan N. hexodonberesiko sedang dan N. mesoprion memiliki resiko yangrendah terhadap penangkapan. Ini ditunjukkan denganpenilaian terhadap atribut produktivitas yangmemberikan nilai yang relatif sama terhadap keempatjenis ikan kurisi (1,71-2,14), sedangkan nilai atributkerentanan N. Japonicus dan N. gracilis adalah tinggidan N. hexodon adalah sedang dan nilai atributkerentanan terhadap dan N. mesoprion adalahrendah.Ikan kurisi (Nemipteridae) termasuk kelompokikan demersal yang memiliki salah satu sifat melakukanruaya yang tidak terlalu jauh dan aktivitas gerak yangrelatif rendah. Sifat ini mengakibatkan daya tahan ikankurisi ini menjadi rendah terhadap tekananpenangkapan. Ukuran ikan yang tertangkappuncenderung semakin kecil. Analisis produktivitas dankerentanan (PSA) merupakan sebuah cara yang dapatdigunakan untuk mengevaluasi kerentanan stok dengandasar produktivitas biologi dan kerentanan perikananyang mengeksploitasinya. Dengan menggunakananalisis PSA ini maka dapat digambarkan tingkat resikoikan kurisi akibat penangkapannya. Hasil penilaian PSAmenghasilkan jenis N. japonicus dan N. gracilis memilikiresiko tinggi terhadap penangkapan dan N. hexodonberesiko sedang dan N. mesoprion memiliki resiko yangrendah terhadap penangkapan. Ini ditunjukkan denganpenilaian terhadap atribut produktivitas yangmemberikan nilai yang relatif sama terhadap keempatjenis ikan kurisi (1,71-2,14), sedangkan nilai atributkerentanan N. Japonicus dan N. gracilis adalah tinggidan N. hexodon adalah sedang dan nilai atributkerentanan terhadap dan N. mesoprion adalah rendah.

Kata Kunci: Ikan kurisi, cantrang, produktivitas,kerentanan dan resiko penangkapan

DINAMIKA POPULASI DAN TINGKAT PEMANFAATANUDANG WINDU (Penaeus monodon) DI PERAIRANTARAKAN, KALIMANTAN TIMUR

Duranta Diandria KembarenJPPI Juni 2013, Vol. 19 No. 4, Hal. 221-226.

Penelitian dinamika populasi dan tingkat pemanfaatanudang windu (Penaeus monodon) di perairan Tarakan,Kalimantan Timur dilakukan berdasarkan data frekuensipanjang karapas yang dikumpulkan sejak bulan Januarisampai Nopember 2012. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui dinamika populasi udang windu.Pendugaan dinamika populasi udang windu dilakukandengan menggunakan alat bantu program FiSAT II. Hasilanalisa menunjukkan bahwa panjang karapas infinitif(CL") udang windu sebesar 84,8 mm dengan lajupertumbuhan (K) sebesar 1,6/tahun, laju kematian total(Z) 4,17/tahun, laju kematian alami (M) 1,85/tahun, danlaju kematian penangkapan 2,32/tahun. Laju ekploitasi(E) sebesar 0,56 menunjukkan bahwa tingkatpengusahaan sudah berada dalam keadaan jenuh (fullyexploited) dan cenderung mengarah pada kondisi lebihtangkap (overexploited) sehingga diperlukanpengelolaan perikanan udang yang hati-hati danbertanggungjawab.

Kata Kunci : Dinamika populasi, tingkat pemanfaatan,udang windu, perairan Tarakan

Page 8: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom

STATUS BIO-EKONOMI PERIKANAN UDANG DI LAUTARAFURASTATUS BIO-EKONOMI PERIKANAN UDANGDI LAUT ARAFURA

PurwantoJPPI Juni 2013, Vol. 19 No. 4, Hal. 227-234.

Tulisan ini menyajikan hasil kajian potensi ekonomi danupaya penangkapan optimal dari perikanan udang diLaut Arafura, termasuk pula estimasi dampak daripeningkatan upaya penangkapan terhadap profitabilitaspengoperasian kapal dan keuntungan ekonomiperikanannya. Berdasarkan hasil analisis, totalkeuntungan optimum dari pemanfaatan stok udang diLaut Arafura adalah sekitar US$ 168,4 juta per tahunyang dihasilkan dengan upaya penangkapansekitar 388unit setara kapal penangkap udang.Walaupun upayapenangkapan dari kapal yang memiliki surat izinpenangkapan ikan di Laut Arafura tahun 2011 lebihrendah dibandingkan upaya penangkapanyang secaraekonomis optimal, stok udang penaeid tersebut telahdimanfaatkan melebihi tingkat optimumnya akibattingginya intensitas operasi kapal perikanan tanpa izin.Estimasi kerugian ekonomi akibat kegiatanpenangkapan ikan ilegal juga disajikan disini.Tulisanini menyajikan hasil kajian potensi ekonomi dan upayapenangkapan optimal dari perikanan udang di LautArafura, termasuk pula estimasi dampak daripeningkatan upaya penangkapan terhadap profitabilitaspengoperasian kapal dan keuntungan ekonomiperikanannya. Berdasarkan hasil analisis, totalkeuntungan optimum dari pemanfaatan stok udang diLaut Arafura adalah sekitar US$ 168,4 juta per tahunyang dihasilkan dengan upaya penangkapansekitar 388unit setara kapal penangkap udang.Walaupun upayapenangkapan dari kapal yang memiliki surat izinpenangkapan ikan di Laut Arafura tahun 2011 lebihrendah dibandingkan upaya penangkapanyang secaraekonomis optimal, stok udang penaeid tersebut telahdimanfaatkan melebihi tingkat optimumnya akibattingginya intensitas operasi kapal perikanan tanpa izin.Estimasi kerugian ekonomi akibat kegiatanpenangkapan ikan ilegal juga disajikan disini.

Kata Kunci : Perikanan udang, produksi ekonomimaksimum, upaya penangkapanoptimum, penangkapan ikan illegal

vii

Page 9: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom

195

Sebaran Laju Pancing Rawai Tuna di Samudera Hindia (Bahtiar A, et al)

SEBARAN LAJU PANCING RAWAI TUNA DI SAMUDERA HINDIA

DISTRIBUTION OF THE HOOK RATE OF TUNA LONGLINEIN THE INDIAN OCEAN

Andi Bahtiar, Abram Barata, dan Dian NoviantoLoka Penelitian Perikanan Tuna Benoa, Bali

Teregistrasi I tanggal: 01 Maret 2013; Diterima setelah perbaikan tanggal: 06 Desember 2013;

Disetujui terbit tanggal: 12 Desember 2013

ABSTRAK

Rawai tuna adalah alat tangkap yang efektif untuk menangkap tuna lapisan dalam dan bersifat

pasif dalam pengoperasiannya sehingga tidak merusak sumberdaya hayati di perairan. Laju pancing

(hook rate) ikan tuna merupakan salah satu penentu indeks kelimpahan tuna di daerah penangkapan

tuna di Samudera Hindia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran nilai laju pancing ikan

tuna di Samudera Hindia. Penelitian dilakukan sebanyak 67 trip observasi mulai tahun 2005 sampai

tahun 2010 dengan menggunakan kapal-kapal rawai tuna yang berbasis di Pelabuhan Benoa. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa jenis albacore (Thunnus alallunga) memiliki nilai laju pancing rata-

rata tertinggi yaitu 0,30 pada tahun 2008 dan yang terendah pada tahun 2005 sebesar 0,02. Nilai laju

pancing terendah bigeye tuna terjadi pada tahun 2010 sebesar 0,19 dan yang tertinggi pada tahun

2005 sebesar 0,27. Nilai laju pancing yellowfin tuna terendah sebesar 0,01 terjadi pada tahun 2005

dan tertinggi pada tahun 2006 sebesar 0,12, sedangkan nilai laju pancing Southern bluefin tuna,

terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 0,002 dan tertinggi pada tahun 2005 sebesar 0,04.

KATA KUNCI : Rawai tuna, laju pancing, ikan tuna, Samudera Hindia.

ABSTRACT

Tuna longline fishing is an effective fishing gear used to catch tuna species. The hook rate is an

index of tuna abundance in the Indian Ocean. This research aimed to a investigate distribution of the

hook rate of tuna longline in the Indian Ocean. The research was made has been conducted at 67

trips of observations from 2005 to 2010 using the tuna longline vessels based in Port Benoa. The

results showed that the highest of average hook rate of albacore 0,30 accured in 2008, and the lowest

was 0,02 in 2005. The lowest of bigeye hook rate amounted to 0,19 in 2010 and the highest was 0,27

in 2005. The lowest of yellowfin tuna hook rate was 0,01 in 2005 and the highest at 0,12 in 2006. While

the lowest hook rate southern bluefin tuna, of 0,002 in 2010 and the highest at 0,04 in 2005.

KEYWORDS : Tuna longline, hook rate, tuna, Samudera Hindia

PENDAHULUAN

Salah satu kelompok ikan pelagis besar yang

sangat penting adalah tuna. Tuna mata besar

merupakan salah satu spesies tuna yang memiliki

nilai jual tinggi. Seiring langkanya bluefin tuna dan

pembatasan kuota ekspor Indonesia ke pasar

internasional, maka bigeye tuna (tuna mata besar)

merupakan target utama dalam kegiatan

penangkapan longline dan harganya relatif lebih mahal

bila dibandingkan jenis yellowfin dan albacore.

Sumberdaya tuna tersebar di seluruh perairan di dunia

dan pada umumnya menghuni perairan tropis seperti

Samudera Hindia. Menurut Kleiber et al. (1987) dalam

Gafa et al. (2004), tuna merupakan ikan yang

berumur panjang dan mempunyai fekunditas tinggi.

Rawai tuna (tuna longline) merupakan alat tangkap

yang efektif untuk menangkap tuna. Menurut

Sainsbury (1986), pancing rawai adalah alat tangkap

yang efisien bahan bakar, ramah lingkungan dan

memiliki metode penangkapan paling bersih serta

dapat digunakan untuk menangkap ikan demersal

maupun pelagis. Rawai tuna bersifat pasif dalam

pengoperasiannya sehingga tidak merusak

sumberdaya hayati yang ada di perairan, inilah yang

menjadikan tuna longline memiliki metode

penangkapan paling bersih. Dalam laporan kegiatan

pengawasan perikanan di Pelabuhan Benoa tahun

2007, kapal-kapal tuna longline yang berbasis di

Pelabuhan Benoa-Bali berjumlah 691 kapal, mulai

yang berukuran <30GT hingga >100GT (Anonymous,

2007).

___________________

Korespondensi penulis:

Loka Penelitian Perikanan Tuna

Jl. Raya Pelabuhan Benoa, Denpasar - Bali

Page 10: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom

J. Lit. Perikan. Ind. Vol.19 No. 4 Desember 2013 :

196

Laju pancing (hook rate) merupakan salah satu

indikator penentu daerah penangkapan tuna.

Tersedianya data laju pancing sangat diperlukan oleh

para nahkoda dalam membuat rencana operasi

penangkapan. Besarnya nilai laju pancing juga

merupakan indikasi tinggi rendahnya kelimpahan tuna

yang ada di perairan tersebut. Nilai laju pancing

diartikan banyaknya tuna yang tertangkap tiap 100

mata pancing. Dengan mengumpulkan data-data laju

pancing secara kontinyu, maka dapat dibuat peta

area penangkapan dalam zona tertentu dan para

nahkoda dapat menentukan posisi pengoperasian

rawai tuna di Samudera Hindia. Tulisan ini bertujuan

untuk mengetahui sebaran nilai laju pancing ikan tuna

di Samudera Hindia baik secara bulanan maupun

tahunan berdasarkan pengamatan data observer tahun

2005-2010.

BAHAN DAN METODE

Bahan penelitian ini adalah rawai tuna yang

menangkap empat jenis tuna, yaitu bigeye tuna

(Thunnus obesus), yellowfin tuna (Thunnus

albacares), southern bluefin tuna (Thunnus macoyii)

dan albacore (Thunnus alallunga). Alat lain yang

digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global

Positioning System), meteran dan handy tally counter.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode

observasi langsung dengan mengikuti kegiatan operasi

penangkapan kapal-kapal rawai tuna yang berbasis

di Pelabuhan Benoa selama 67 trip mulai Agustus

2005 sampai Desember 2010 di Samudera Hindia.

Data yang dikumpulkan berupa data operasional

penangkapan ( daerah penangkapan dan hasil

tangkapan).

Untuk analisis kelimpahan ikan yang dinyatakan

dalam nilai laju pancing yaitu jumlah ikan yang

tertangkap oleh 100 mata pancing yang dioperasikan

berdasarkan masing-masing posisi daerah

penangkapan. Mengacu dalam Nugraha et al. (2009)

hook rate dihitung menggunakan rumus:

LP = E/P x 100 ……………………........…….. (1)

keterangan :

LP = laju pancing (hook rate)

E = jumlah ikan yang tertangkap (ekor)

P = jumlah pancing yang digunakan (buah)

100 = konstanta

Penyebaran daerah penangkapan tuna di sajikan

dalam bentuk petatematik.

HASIL DAN BAHASAN

HASIL

Deskripsi Pengoperasian Rawai Tuna

Desain dan konstruksi rawai tuna di Benoa pada

dasarnya dibedakan menjadi 2 sistem, yaitu sistem

arranger (mesin) dan non arranger (manual). Sistem

non arranger meliputi sistem blong dan basket

ataupun perpaduan keduanya. Perbedaaan dengan

sistem arranger terletak pada bahan tali utama di mana

untuk sistem non arranger terbuat dari monofilmen

(PA) dan untuk arranger terbuat dari Monofilamen dan

polyester , mesin hauler, penyusunan main line dan

pemasangan branch line (Barata dan Iskandar, 2009).

Satu unit rawai tuna terdiri atas pelampung (float),

tali pelampung (float line), tali utama (main line)

dengan sejumlah tali cabang (branch line) yang

berpancing (hook). Jumlah pancing yang di gunakan

dalam sistem arranger maupun non arranger sama.

Gambar 1 menunjukkan bahan tali utama dan tali

cabang pada sistem non arranger terbuat dari bahan

monofilamen (PA) sedangkan Gambar 2 menunjukkan

bahan tali utama dan tali cabang sistem arranger

terbuat dari perpaduan antara monofilamen dan

polyester (PE) seperti kuralon. Perbedaan pemakaian

bahan ini mempengaruhi jenis line hauler yang

digunakan.

Pada sistem arranger, diameter main line yaitu 7 mm

dan tali cabang berdiameter 4 mm. Penebaran tali

utama tidak dilakukan secara manual tetapi

menggunakan line shooter. Kecepatan setting tali

utama sudah diatur antara 9-10 m/s. Pemasangan

tali cabang berpancing pada tali utama langsung

dikaitkan dengan snape. Pada saat hauling, main line

ditarik dengan line hauler khusus yang dihubungkan

melalui pipa panjang menuju wadah penampung main

line. Konstruksi rawai tuna pada sistem arranger lebih

kuat dan jarang terjadi putus main line. Sistem non

arranger lebih banyak dioperasikan secara manual.

Tali utama (main line) berdiameter 3 mm dan branch

line berdiameter 2 mm. Pada saat hauling, main line

ditarik oleh line hauler dan disusun pada blong-blong

yang ada. Tali cabang dipasang pada tali penghubung

( join line) yang dipasang pada tali utama.

Pemasangan branch line pada main line ada yang

menggunakan snape dan dengan ikat simpul.

Pengoperasian pada sistem non arranger sering terjadi

kusut dan putus main line. Akan tetapi, bila dilihat

dari biaya operasional atau permodalan, sistem non

arranger lebih murah bila dibandingkan sistem

arranger.

195-202

Page 11: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom

197

Sebaran Laju Pancing Rawai Tuna di Samudera Hindia (Bahtiar A, et al)

Gambar 1. Tali utama dan tali cabang pada sistem non arranger

Figure 1. Main line and branch line on non arranger system

Gambar 2. Tali utama dan tali cabang pada sisitem arranger

Figure 2. Main line and branch line on arranger system

Daerah Penangkapan

Posisi penangkapan pada observasi kapal-kapal

rawai tuna milik perusahaaan yang berbasis di

Pelabuhan Benoa yaitu pada posisi 780-1270 BT dan

80-330 LS. Posisi ini berada di sebelah barat daya

Pulau Sumatera, selatan Jawa sampai Nusa Tenggara

dan di dalam maupun di luar perairan Zona Ekonomi

Eksklusif Indonesia. Menurut Wudianto et al. (2003),

daerah penangkapan kapal tuna longline yang berasal

dari Cilacap dan Benoa yaitu di perairan selatan Jawa

Tengah antara 108-1180 BT dan 8-220 LS dimana

sebagian besar (>70%) melakukan penangkapan di

luar perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Hasil penelitian Novianto et al. (2009), menyatakan

bahwa terdapat 2 zona penangkapan ikan tuna

berdasarkan posisi Pelabuhan Benoa, yaitu zona di

sebelah tenggara (selatan-timur) dan zona sebelah

barat daya (selatan-barat). Kapal-kapal rawai tuna

yang hasil tangkapan utamanya adalah fresh tuna,

lebih banyak menangkap di zona selatan barat,

terutama pada bulan September-Desember yang

merupakan musim penangkapan tuna. Di kawasan

tersebut, ikan-ikan tuna yang tertangkap juga memiliki

kualitas yang lebih bagus bila dibandingkan dengan

hasil tangkapan di sekitar perairan pantai sebelah

selatan Banyuwangi, Pulau Bali hingga Sumbawa.

Zona penangkapan tuna di sebelah selatan timur

Pelabuhan Umum Benoa, juga menjadi target

penangkapan kapal-kapal rawai tuna. Ikan-ikan tuna

yang tertangkap di zona ini biasanya memiliki ukuran

lebih besar (Novianto et al., 2009).

Gambar 3 menunjukkan posisi penangkapan 67

trip observasi pada kapal-kapal rawai tuna milik

perusahaan yang berbasis di Pelabuhan Benoa dari

tahun 2005 – 2010 yaitu pada posisi 780-1270 BT dan

80-330 LS.

Page 12: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom

J. Lit. Perikan. Ind. Vol.19 No. 4 Desember 2013 :

198

Keterangan :

● observasi tahun 2005 ● observasi tahun 2008

● observasi tahun 2006 ● observasi tahun 2009

● observasi tahun 2007 ● observasi tahun 2010

Gambar 3. Daerah penangkapan kapal-kapal rawai tuna yang berbasis di Pelabuhan Benoa berdasarkan data

observer 2005-2010.

Figure 3. Fishing grounds of tuna longliners at Benoa Harbour based on observer data 2005-2010.

Gambar 4 menunjukkan fluktuasi nilai laju pancing

masing-masing jenis Ikan Tuna mulai tahun 2005-

2010. Jenis albacore (Thunnus alallunga) memiliki

nilai laju pancing (hook rate) rata-rata tertinggi yaitu

0,30 dengan standar error 0,003 pada tahun 2008 dan

yang terendah pada tahun 2005 sebesar 0,02 dengan

standar error 0,022. Nilai hook rate terendah bigeye

tuna pada 2010 sebesar 0,19 dengan standar error 0,

001 dan yang tertinggi pada tahun 2005 sebesar 0,27

dengan standar error 0,022. Jenis yellowfin tuna

memiliki nilai hook rate terendah sebesar 0,001dengan

standar error 0,002 pada 2005 dan tertinggi pada 2006

sebesar 0,12 dengan standar error 0,008. Sedangkan

southern bluefin tuna, nilai hook rate terendah pada

2010 sebesar 0,002 dengan standar error 0,008 dan

tertinggi pada 2005 sebesar 0,04 dengan standar error

0,001. Nilai hook rate rata-rata bulanan berdasarkan

pengamatan data observer 2005-2010, menunjukkan

nilai tertinggi albacore memiliki hook rate 0,37 dengan

standar error 0,051 pada bulan April, bigeye tuna

memiliki nilai hook rate 0,35 dengan standar error

0,024 pada bulan Juli, yellowfin tuna memiliki nilai

hook rate 0,19 dengan standar error 0,016 pada bulan

Mei dan southern bluefin tuna memiliki nilai hook rate

0,3 dengan standar error 0,006 pada bulan Nopember

(Gambar 5). Secara keseluruhan keseluruhan laju

pancing tahunan meningkat dari tahun 2005 sebesar

0,34 menjadi 0,63 pada tahun 2008.

195-202

Page 13: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom

199

Sebaran Laju Pancing Rawai Tuna di Samudera Hindia (Bahtiar A, et al)

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Laju Pancing

Tahun

Albakora

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Laju Pancing

Tahun

Tuna mata besar

0.00

0.02

0.04

0.06

0.08

0.10

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Laju Pancing

Tahun

Tuna sirip biru selatan

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Laju Pancing

Tahun

Madidihang

Gambar 4. Sebaran nilai laju pancing tahunan masing-masing jenis ikan tuna

Figure 4. Distribution of annual hook rate based on tuna species

Page 14: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom

J. Lit. Perikan. Ind. Vol.19 No. 4 Desember 2013 :

200

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

0.50

Rata-rata Laju Pancing

BulanAlbakora Tuna mata besar

2005-2010

Gambar 5. Sebaran nilai laju pancing bulanan masing-masing jenis Ikan Tuna

Figure 5. Distribution of monthly hook rates of each tuna species

BAHASAN

Sebaran Ikan Tuna

Kondisi geografs Indonesia yang terletak diantara

Samudera Pasifik dan Samudera Hindia merupakan

jalur perlintasan bagi jenis – jenis ikan tuna yang

bermigrasi jauh. Ikan tuna termasuk salah satu

sumberdaya ikan yang mempunyai daya jelajah

renang sangat cepat dan beruaya jauh. Sebaran tuna

tersebar di seluruh perairan Indonesia yang bersifat

oseanik, penyebaran tuna dapat di bedakan menjadi

2 macam yaitu penyebaran horisontal atau

penyebaran menurut letak geografis perairan meliputi

perairan barat dan selatan Sumatera, perairan selatan

Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Laut Flores, Laut Sulawesi

dan perairan utara Papua, sedangkan penyebaran

vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan

meliputi penyebaran tuna sangat dipengaruhi oleh suhu

dan kedalaman renang (Sumadhiharga, 2009). .

Penyebaran dan kelimpahan ternyata sangat

dipengaruhi oleh beberapa parameter oseanografi,

variasi suhu perairan memiliki peran penting di dalam

menentukan penyebaran ikan tuna secara spasial.

Jenis madidihang memiliki penyebaran secara vertikal

yang di batasi oleh dalamnya thermoklin, sedangkan

albakora dan mata besar biasanya hidup di lapisan

perairan di bawah thermoklin (Wudianto et al., 2003).

Laju Pancing (Hook Rate) Tuna

Laju pancing data sebagai indikator kepadatan

stok, digunakan untuk mengetahui tingkat eksploitasi

sumberdaya perikanan di suatu perairan. Perbedaan

laju pancing tuna longline dapat disebabkan oleh

perbedaan jenis umpan, teknologi alat tangkap,

ukuran tonase kapal (GT) dan keterampilan anak buah

kapal (ABK) (Bahar, 1987). Hasil analisis sebaran laju

pancing tahunan meningkat dari tahun 2005 sebesar

0,34 menjadi 0,63 tahun 2008, sedikit berbeda dengan

hasil penelitian Nugraha & Triharyuni (2009), rata-rata

laju pancing ikan tuna di Samudera Hindia sebesar

0,52. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh jenis umpan

yang digunakan karena selain musim penangkapan,

jenis umpan mempengaruhi jumlah hasil tangkapan

pada perikanan tuna longline, dikatakan bahwa umpan

cumi merupakan umpan terbaik yang digunakan pada

setting sore hari. Penurunan laju pancing merupakan

salah satu indikasi berkurangnya ketersediaan tuna

(Barata et al., 2011), meskipun telah terjadi penurunan

laju pancing nelayan tetap terus meningkatkan upaya

penangkapan tuna karena permintaan pasar dan nilai

ekonominya (wwf.or.id.2012). Sementara sebaran nilai

laju pancing tahunan masing – masing jenis ikan tuna

terlihat berfluktuasi. Tuna mata besar relatif tidak

bervariasi yaitu sebesar 0,27 tahun 2005 dan terendah

tahun 2010 sebesar 0,19. Albakora pada tahun 2007

– 2008 laju pancing relatif naik karena kapal rawai

tuna yang diikuti untuk observasi adalah adalah kapal

rawai tuna yang khusus menangkap albakora. Di

antara empat jenis ikan tuna, jenis tuna sirip biru yang

memiliki nilai laju pancing paling rendah yaitu 0,04

tahun 2010. Hal ini disebabkan karena populasi tuna

sirip biru sudah menurun memiliki nilai harga yang

paling tinggi sehingga telah lama di jadikan sebagai

target penangkapan, terutama oleh armada yang

berasal dari Jepang, Taiwan, Korea, Australia. Diduga

menurunnya populasi ikan ini disebabkan oleh

intensitas pemanfaatan yang berlebihan

(Industri.kontan.co.id 2004). sehingga perlu adanya

pengelolaan sumberdaya yang menyeluruh agar

perikanan tuna berkelanjutan.

195-202

Page 15: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom

201

Sebaran Laju Pancing Rawai Tuna di Samudera Hindia (Bahtiar A, et al)

Untuk sebaran nilai laju pancing bulanan ikan tuna

tidak terlalu berfluktuatif, nilai tertinggi pada bulan April

(0.67) dan terendah pada bulan Februari (0,21). trend

sebaran nilai laju pancing mengalami penurunan yang

drastis pada bulan Januari hingga Februari karena

pada bulan-bulan tersebut angin musim utara melintasi

kwatulistiwa berbelok ke arah timur mengakibatkan

terjadinya musim barat laut (BRPL 2004), sehingga

kapal-kapal rawai tuna mengalami kendala dalam

menangkap tuna. Nilai sebaran laju pancing tertinggi

adalah albakora yaitu pada bulan April 0, 37 dan

Desember sebesar 0,35, nilai laju pancing relatif lebih

tinggi di bandingkan bulan lainnya. Dengan indikasi

ini musim penangkapan albakora dalam satu tahun

berlangsung dua kali yaitu pada bulan April dan

Desember. Tuna mata besar laju pancing tertinggi

bulan Juli, madidihang pada bulan Mei. Tuna sirip biru

yang memiliki nilai laju pancing paling rendah karena

tuna sirip biru di indikasi populasinya sudah

berkurang.

KESIMPULAN

Secara garis besar kapal rawai tuna yang berbasis

di Pelabuhan Benoa beroperasi di sebelah barat daya

Pulau Sumatera, selatan Jawa sampai Nusa Tenggara

dengan sebaran laju pancing tahunan untuk seluruh

hasil tangkapan tuna mengalami kenaikan rata-rata

24,73 % mulai tahun 2005 – 2008 yaitu 0,09 – 0,19

dan kemudian terjadi penurunan secara terus menerus

sampai tahun 2010 menjadi rata-rata laju pancing tuna

0,10. Sebaran laju pancing bulanan tertinggi pada

albakora terjadi pada bulan April, tuna mata besar

bulan Juli, madidihang bulan Mei dan tuna sirip biru

selatan bulan Nopember.

PERSANTUNAN

Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan

hasil riset program observer tuna Samudera Hindia

pada kapal-kapal tuna longline di Pelabuhan Benoa,

T.A. 2005-2009, kerjasama antara Pusat Riset

Perikanan Tangkap dengan Australian Centre for

International Agricultural Research. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada para observer di

Loka Penelitian Perikanan Tuna Benoa, yang telah

membantu dalam pengumpulan data dengan obervasi

langsung di kapal rawai tuna.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2007. Laporan Kegiatan Pengawasan

Perikanan di Pelabuhan Benoa Bali. Unit

Pengawasan Perikanan. Dinas Perikanan dan

Kelautan. Bali.

Barata, A. & B.I.Prisantoso. 2009. Beberapa Jenis

Ikan Bawal (Angel fish, Bramidae) yang Tertangkap

dengan Rawai Tuna (Tuna Long Line) di Samudera

Hindia dan Aspek Penangkapannya. Bawal. Pusat

Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan

dan Perikanan 2 (5) : 223 – 227

Barata, A., A. Bahtiar., & H. Hartati. 2011. Pengaruh

Perbedaan Umpan dan Waktu Setting Rawai Tuna

Terhadap Hasil Tangkapan Tuna di Samudera

Hindia. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia : Vol.

17 No. 2. Hal 133-138.

Bahar, S. 1987. Studi Penggunaan Rawai Tuna

Lapisan Perairan Dalam Untuk Menangkap Tuna

Mata Besar (Thunnus obesus) di Perairan Barat

Sumatera. Jurnal Penelitian Perikanan Laut

Jakarta : No 40. Hal 51-63.

Balai Riset Perikanan Laut (BPPL). 2004. Musim

Penangkapan Ikan di Indonesia

Gafa, B., K. Wagiyo & B. Nugraha. 2004. Hubungan

Antara Suhu dan Kedalaman Mata Pancing

Terhadap Hasil Tangkapan Bigeye Tuna Longline

di Perairan Laut Banda dan sekitarnya. Proseding

Hasil – Hasil Riset. Pusat Riset Perikanan

Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.

Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/marine/

publication/galerifoto/juara3_ kategoriumum.cfm,

di akses 2 Juli 2012.http://industri.kontan.co.id/

news/nelayan-harus-susah-payah-berburu-tuna-di-

laut1 Di akses 2 Juli 2012.

Sainsbury, J.C 1996. Commercial Fishing Methods:

An Introduction To Vessel and Gear. London.

Fhising News Book Ltd.

Novianto, D, A. Barata & A. Bahtiar. 2010. Efektifitas

tali Cucut sebagai Alat Tambahan pada

Pengoperasian Rawai Tuna dalam Penangkapan

Cucut. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.

Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan Dan

Konservasi Sumberdaya Ikan. Badan Penelitian

dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan 16

(3) : 251-258.

Nugraha.,B, S.Triharyuni. 2009. Pengaruh Suhu dan

Kedalaman Mata Pancing Rawai Tuna (Tuna

Longline) Terhadap hasil Tangkapan Tuna di

Samudera Hindia. Jurnal Penelitian Perikanan

Indonesia : Vol 15 No. 3 Hal 230 – 241.

Page 16: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA - lp2t.kkp.go.id LAJU PANCING RAWAI...Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc. Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Arief Gunawan, S.Kom

J. Lit. Perikan. Ind. Vol.19 No. 4 Desember 2013 :

202

Wudianto.K,Wagiyo & B.Wibowo. 2003. Sebaran

Daerah penangkapan Ikan Tuna di Samudera

Hindia. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.

Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen

Kelautan dan Perikanan. 7 (5).

195-202