jurnalpenelitianperikananindonesia hasil tangkapan... · alamat redaksi/penerbit: pusat penelitian...

16

Upload: hoangmien

Post on 25-Aug-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl
Page 2: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl

JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIA

ISSN 0853 - 5884

Volume 21 Nomor 2 Juni 2015Nomor Akreditasi: 455/AU2/P2MI/LIPI/08/2012

(Periode: Agustus 2012 - Agustus 2015)

Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia adalah wadah informasi perikanan,baik laut maupun perairan umum daratan. Jurnal ini menyajikan hasil penelitian

sumber daya, penangkapan, oseanografi, lingkungan, rehabilitasilingkungan, dan pengkayaan stok ikan.

Terbit pertama kali tahun 1994. Tahun 2006, frekuensi penerbitanJurnal ini tiga kali dalam setahun padabulan April, Agustus, dan Desember.

Tahun 2008, frekuensi penerbitan menjadi empat kali yaitu padabulan MARET, JUNI, SEPTEMBER, dan DESEMBER.

Ketua Redaksi:Prof. Dr. Ir. Wudianto, M.Sc. (Teknologi Penangkapan Ikan-P4KSI)

Anggota:Prof. Dr. Ir. Ngurah Nyoman Wiadnyana, DEA. (Ekologi Perairan-P4KSI)

Prof. Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA. (Ekologi Ikan-IPB)Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA. (Matematika dan Statistika Terapan-IPB)

Prof. Dr. Ali Suman (Teknologi Penangkapan Ikan-BPPL)Dr. Eko Sriwiyono, S.Pi, M.Si. (Teknologi Kapasitas Penangkapan Ikan-IPB)

Bebestari untuk Nomor ini:Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M. Sc. (Pengelolaan Perikanan PUD-P4KSI)

Prof. Dr. Ir. Sam Wouthuyzen, M.Sc. (Oseanografi Perikanan-LIPI)Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. (Teknologi Penangkapan Ikan-IPB)

Dr. Ir. Sudarto, M.Si. (Genetika Akuakultur-BP2BIH)Drs. Bambang Sumiono, M.Si. (Biologi Perikanan-P4KSI)

Redaksi Pelaksana:Dra. Endang SriyatiDarwanto, S.Sos.

Sekretariat :Ofan Bosman, S.Pi

Alamat Redaksi/Penerbit:Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya IkanGedung Balitbang KP II, Jl. Pasir Putih II Ancol Timur Jakarta Utara 14430Telp. (021) 64700928, Fax. (021) 64700929Website : http://p4ksi.litbang.kkp.go.idEmail: [email protected]

Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia diterbitkan oleh Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan danKonservasi Sumber Daya Ikan-Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan-Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Page 3: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl

i

KATAPENGANTAR

Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia (JPPI) di tahun 2015 memasuki Volume ke-21. Pencetakan jurnalini dibiayai oleh Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan tahun anggaran2015. Semua naskah yang terbit telah melalui proses evaluasi oleh Dewan Redaksi dan editing oleh RedaksiPelaksana.

Penerbitan kedua di Volume 21 Nomor 2 tahun 2015 menampilkan delapan artikel hasil penelitian perikanandi perairan Indonesia. Kedelapan artikel tersebut mengulas tentang: Penentuan status stok sumberdayarajungan (Portunus pelagicus Linnaeus, 1758) dengan metode spawning potential ratio di perairan sekitarBelitung; Stok dan kondisi habitat daerah asuhan beberapa jenis krustasea di Segara Anakan; Sebaran hasiltangkapan madidihang (Thunnus albacares Bonnaterre, 1788) di Samudera Hindia Bagian Timur; Statuspemanfaatan ikan di Selat Alas Propinsi Nusa Tenggara Barat; Dinamika ekologi Laut Sulawesi (WPP 716)sebagai daya dukung terhadap perikanan malalugis (Decapterus macarellus Cuvier, 1833); Sebaran larva ikandan kaitannya dengan kondisi oseanografi Laut Sulawesi; Kelimpahan stok ikan arwana Papua (Scleropagesjardinii Saville-Kent, 1892) di sungai Kumbe, Kabupaten Merauke, Papua; Perbedaan hasil tangkapan baganapung yang menggunakan lampu merkuri dengan Lampu LED.

Diharapkan tulisan ini dapat memberikan kontribusi bagi para pengambil kebijakan dan pengelola sumberdaya perikanan di Indonesia. Redaksi mengucapkan terima kasih atas partisipasi aktif para peneliti darilingkup dan luar Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan.

Redaksi

Page 4: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl

iii

ISSN 0853 - 5884

JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIAVolume 21 Nomor 2 Juni 2015

DAFTAR ISI

Halaman

i

iii

v-vii

viii

63-70

71-78

79-86

87-94

95-102

103-114

115-122

123-130

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………...................................

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………..……………………..

KUMPULAN ABSTRAK .......................................................................................................

LEMBAR RALAT VOLUME 21 NOMOR 1 MARET 2015..........................................................

Penentuan Status Stok Sumberdaya Rajungan (Portunus pelagicus Linnaeus, 1758) dengan MetodeSpawning Potential Ratio di Perairan sekitar BelitungOleh: Tri Ernawati, Duranta Kembaren dan Karsono Wagiyo....................................................................................

Stok dan Kondisi Habitat Daerah Asuhan Beberapa Jenis Krustasea di Segara AnakanOleh: Karsono Wagiyo dan Khairul Amri........................................................................................................................

Sebaran Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus albacares Bonnaterre, 1788) di Samudera HindiaBagian TimurOleh: Arief Wujdi, Ririk Kartika Sulistyaningsih dan Fathur Rochman......................................................................

Status Pemanfaatan Ikan di Selat Alas Propinsi Nusa Tenggara BaratOleh: Didik Santoso, Mulyono S. Baskoro, Domu Simbolon, Yopi Novita dan Mustaruddin................................

Dinamika Ekologi Laut Sulawesi (WPP 716) Sebagai Daya Dukung terhadap Perikanan Malalugis(Decapterus macarellus Cuvier, 1833)Oleh: Puji Rahmadi dan Reny Puspasari......................................................................................................................

Sebaran Larva Ikan dan Kaitannya dengan Kondisi Oseanografi Laut SulawesiOleh: Khairul Amri, Atiah Al Mutoharoh dan Dwi Ernaningsih....................................................................................

Kelimpahan Stok Ikan Arwana Papua (Scleropages jardinii Saville-Kent, 1892) di Sungai Kumbe,Kabupaten Merauke, PapuaOleh: Agus Arifin Sentosa, Arip Rahman dan Hendra Satria......................................................................................

Perbedaan Hasil Tangkapan BaganApung yang Menggunakan Lampu Merkuri dengan Lampu LEDOleh: Muhammad Sulaiman, Mulyono S. Baskoro, Am Azbas Taurusman, Sugeng Hari Wisudo, danRoza Yusfiandayani..........................................................................................................................................................

Page 5: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl

JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIAVol. 21 No.2 Juni 2015

KUMPULAN ABSTRAK

v

PENENTUAN STATUS STOK SUMBERDAYARAJUNGAN (Portunus pelagicus Linnaeus, 1758)DENGAN METODE SPAWNING POTENTIAL RATIODI PERAIRAN SEKITAR BELITUNG

Tri ErnawatiJPPI Juni 2015, Vol.21 No.2, Hal.63-70.e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Sumber daya rajungan (Portunus pelagicusLinnaeus, 1758) di perairan sekitar Belitungdieksploitasi terus menerus dilakukan sebagai sumbermata pencaharian. Pemanfaatan intensif sumber dayarajungan dapat menurunkan ketersediaan stokrajungan di perairan. Indikasi tangkap berlebih(overfishing) terhadap pemanfaatan sumber dayarajungan sudah mulai terlihat dari penurunan hasiltangkapan dan ukuran individu. Tulisan ini bertujuanmengetahui kondisi dan status stok sumber dayarajungan berdasarkan pada hasil penelitian yangdilakukan dari Februari sampai dengan November 2014di perairan sekitar Pulau Belitung. Metode yangdigunakan untuk penentuan status stok rajungandengan menggunakan pendekatan metode SpawningPotential Ratio (SPR). Hasil penelitian menunjukkanbahwa status stok sumber daya rajungan di perairansekitar Belitung mengalami penurunan yangditunjukkan dengan hasil SPR 5% atau telah mengalamiheavily exploited. Indikasi penurunan populasi jugaditunjukkan dengan nilai rata-rata ukuran lebar karapas(CW) rajungan yang tertangkap (CW

50) sebesar 93 mm,

dibawah ukuran lebar karapas rata-rata pertama kalimatang gonad (CWm) sebesar 118,9 mm. Upayapemulihan stok dapat dilakukan dengan carameningkatkan SPR pada level 10% dan 20% sebagaibatas dan target pengelolaan untuk keberlanjutansumber daya rajungan atau pada rata-rata ukuran lebarkarapas (CW) rajungan yang tertangkap adalah 12 cm.

KATAKUNCI: Rajungan (Portunus pelagicus Linnaeus,1758), status stok, SPR, perairanBelitung

STOK DAN KONDISI HABITAT DAERAH ASUHANBEBERAPA JENIS KRUSTASEA DI SEGARAANAKAN

Karsono WagiyoJPPI Juni 2015, Vol.21 No.2, Hal.71-78.e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Di Cilacap, produksi krustasea menambah nilaisebesar US$ 12 juta/tahun. Produksi krustasea

menurun seiring dengan penurunan kualitas habitat.Fenomena ini dapat diungkap dengan penelitian stokkrutasea dan kondisi habitatnya, untuk mengetahui;kelimpahan, laju tangkap, komposisi dan hubungannyadengan kondisi habitat. Penelitian dilakukan pada tahun2013 dengan sampling pada area dan musim yangberbeda. Hasil penelitian mendapatkan kelimpahankrustasea di Area Timur (6.865 ekor/104m3) lebih tinggidari Area Tengah (1.023 ekor/104m3) dan Area Barat(441 ekor/104m3), Musim Timur (4.378 ekor/104m3) lebihtinggi dari Musim Peralihan II (1.174 ekor/104m3). Lajutangkap krustasea di Area Timur (1.910 gr/jam) lebihtinggi dari Area Tengah (1.104 gr/jam) dan Area Barat(389 gr/jam), Musim Timur (1.222 gr/jam) lebih tinggidari Musim Peralihan II (1.046 gr/jam). Prosentasekrustasea di Area Barat (71,50 %) lebih tinggi dari AreaTengah (67,66 %) dan Area Timur (50,68 %), MusimTimur (56,84 %) lebih rendah dari Musim Peralihan II(69,72 %). Kelimpahan larva udang di Area Tengah(70.313 ekor/103m3) lebih tinggi dari Area Barat (13.357ekor/103m3) dan Area Timur (18.400 ekor/103m3), MusimPeralihan I (56.861 ekor/103m3) lebih tinggi dari MusimTimur (11.186 ekor/103m3). Kondisi perairan antarwilayah dan musim menunjukan kualitas yang berbeda.Oksigen dan karbondioksida terlarut lebih baik di AreaTimur dibandingkan Area Barat dan Area Tengah.Kecerahan, salinitas dan kecepatan arus di Area Timurlebih tinggi dibandingkan area lainnya. Musim PeralihanI memiliki kandungan oksigen dan pH lebih baik dariMusim Timur, salinitas dan kecepatan arus lebih rendahdari Musim Timur. Larva udang lebih menyukai tutupanmangrove tinggi sedangkan juvenil lebih menyukai jenismangrove Rhizopora spp.

KATAKUNCI: Krustasea, kelimpahan, laju tangkap,

kondisi habitat, Segara Anakan

SEBARAN HASIL TANGKAPAN MADIDIHANG(Thunnus albacares Bonnaterre, 1788) DISAMUDERA HINDIA BAGIAN TIMUR

Arief WujdiJPPI Juni 2015, Vol.21 No.2, Hal.79-86.e-mail:[email protected]

ABSTRAK

Ikan Madidihang (Thunnus albacares) merupakansalah satu komoditas penting bagi industri perikanan diIndonesia dimana hasil tangkapannya merupakan yangtertinggi dibandingkan jenis tuna lainnya. Saat ini,kondisi stok madidihang berada dalam kondisi yangbaik. Namun, untuk menjaga kelangsunganpemanfaatan stok ikan tuna, diperlukan upayapengelolaan sumber daya tuna. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui distribusi laju tangkap madidihangdi Samudera Hindia Bagian Timur. Pengumpulan data

Page 6: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl

vi

dilakukan oleh pemantau ilmiah pada kapal rawai tunakomersial yang berbasis di Benoa, Pelabuhanratu danBungus dari Agustus 2005 sampai Desember 2013;serta program monitoring pendaratan tuna yangberbasis di Benoa tahun 2010-2013. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa laju pancing bervariasi secarabulanan dan tahunan. Rata-rata bulanan laju pancingtertinggi terjadi pada Mei (0,17 ekor/100 pancing) danterendah pada Februari (0,01 ekor/100 pancing),sedangkan rata-rata laju pancing tahunan tertinggi pada2006 (0,11 ekor/100 pancing) dan terendah pada 2011(0,06 ekor/100 pancing). Rata-rata laju pancing tahunancenderung mengalami penurunan sebesar 29,48%/tahun. Ikan madidihang tertangkap oleh rawai tunaIndonesia tersebar dari 0°-34° LS dan 76°-134° BT.Sebaran spasial laju pancing tertinggi berada di sekitarKepulauan Mentawai dan selatan Jawa Timur hinggaNusa Tenggara.

KATAKUNCI: Madidihang, distribusi, laju pancing,Samudera Hindia Bagian Timur

STATUS PEMANFAATAN IKAN DI SELAT ALASPROPINSI NUSA TENGGARABARAT

Didik SantosoJPPI Juni 2015, Vol.21 No.2, Hal.87-94.e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Upaya untuk pengelolaan perikanan tangkap yangberpijak pada konsep efisiensi untuk meraihkeunggulan komparatif dan kompetitif adalah denganmenentukan status pemanfaaatan ikan, khususnya ikanyang bernilai ekonomi penting sebagai tahap awal.Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan statuspemanfaatan ikan khususnya ikan-ikan yang bernilaiekonomi penting di Selat Alas Propinsi NTB. Metodeyang digunakan untuk menentukan tingkat pemanfaatanadalah dengan menggunakan potensi maksimumlestari dari Schaefer. Penelitian dilakukan di desa-desanelayan di sekitar Selat Alas Propinsi Nusa TenggaraBarat (NTB). Status pemanfaatan cumi-cumi (Loligoedulis) adalah sebesar 140,4%, tongkol (Euthynnusaffinis) sebesar 156,6%, dan kerapu (Ephinephelus sp)sebesar 197,2% tergolong status over exploited.Sedangkan ikan cakalang (Katsuwanus pelamis) 72,6%,dan kakap merah (Lutjanus campechanus) sebesar65,7% berada dalam status moderately exploited.

KATAKUNCI: Status pemanfaatan, ikan, Overexploited, Persamaan Schaefer model,Selat Alas, Propinsi NTB

DINAMIKAEKOLOGI LAUT SULAWESI (WPP 716)SEBAGAI DAYADUKUNG TERHADAP PERIKANANMALALUGIS (Decapterus macarellus)

Puji RahmadiJPPI Juni 2015, Vol.21 No.2, 95-102.e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Ikan Malalugis adalah ikan pelagis kecil yangmerupakan hasil tangkapan utama nelayan di perairanLaut Sulawesi. Pada tahun 2012 dilaporkan bahwaperikanan pelagis kecil menjadi salah satu hasilperikanan yang penting, dan hasil tangkapan yangdominan dari perikanan pelagis kecil tersebut adalahikan malalugis biru (Decapterus macarellus). Jenis ikanmalalugis memiliki sifat bermigrasi dan membentukgerombolan kecil yang mana sangat dipengaruhi olehkondisi lingkungannya. Tipe arus pasut di Teluk Manado(Laut Sulawesi) merupakan arus pasut bolak balik(reversing current). Banyaknya arus yang begitu aktifmerupakan salah satu faktor yang mendukung habitatikan malalugis. Diduga kekhasan sifat distribusi arusdi daerah Laut Sulawesi ini yang membuat kelimpahanikan malalugis relatif tinggi di perairan Sulawesi Utaradibandingkan dengan daerah perairan lainnya diIndonesia. Kelimpahan ikan malalugis yang tinggimendorong ikan ini menjadi komoditas penting dalamsektor perikanan di Laut Sulawesi. Meski demikian padatahun 2012 dilaporkan bahwa tingkat produksi ikanmalalugis mengalami penurunan. Hal ini diduga karenaterlalu tingginya tingkat eksploitasi atau diakibatkan olehadanya perubahan dalam kondisi ekosistem ikantersebut di Laut Sulawesi. Oleh karena itu studi inidi lakukan untuk mengkaji tingkat daya dukunglingkungan terhadap keberlangsungan sumberdayaperikanan malalugis di wilayah perairan Laut Sulawesi.

KATAKUNCI: Laut Sulawesi, malalugis, ekosistem,daya dukung

SEBARAN LARVAIKAN DAN KAITANNYADENGAN

KONDISI OSEANOGRAFI LAUT SULAWESI

Khairul AmriJPPI Juni 2015, Vol.21 No.2, 103-114.e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Laut Sulawesi diketahui sebagai daerahpenangkapan ikan yang potensial sekaligus didugasebagai lokasi pemijahan. Berbagai jenis larva ikanpelagis maupun demersal ditemukan di perairan ini.Kelimpahan dan sebaran larva ikan di suatu perairan

Page 7: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl

vii

sangat dipengaruhi oleh kondisi oseanografi sepertitemperatur, salinitas dan sejumlah parameter lainnyatermasuk ketersediaan pakan. Untuk mengetahuipengaruh parameter oseanografi terhadap kelimpahandan sebaran spasial larva ikan di Laut Sulawesi, telahdilakukan penelitian menggunakan kapal riset KRBaruna Jaya VII pada Oktober 2012. Parameteroseanografi yaitu temperatur dan salinitas diukurmenggunakan iCTD dan sampling larva menggunakanbonggo net pada 18 stasiun pengukuran. Analisahubungan kondisi oseanografi dengan sebaran larvadilakukan secara deskriptif dan pemetaan sebarannyadilakukan secara spasial. Hasil menunjukan keterkaitansejumlah parameter oseanografi dengan kelimpahandan sebaran spasial larva ikan. Sebaran larva familiScombroidae dominan berada pada perairanbersalinitas tinggi karena merupakan jenis ikanoseanik. Larva ikan demersal banyak ditemukan diperairan sekitar Kep.Sangihe Talaud. Kelimpahan larvatertinggi ditemukan di perairan bagian utara dan baratlokasi penelitian dimana kelimpahan plankton tinggiditemukan.

KATAKUNCI: Laut Sulawesi, kondisi oseanografi,kelimpahan dan distribusi, larva ikan

KELIMPAHAN STOK IKAN ARWANA PAPUA(Scleropages jardinii Saville-Kent, 1892) DISUNGAI KUMBE, KABUPATEN MERAUKE, PAPUA

Agus Arifin SentosaJPPI Juni 2015, Vol.21 No.2, 115-122.e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Sungai Kumbe merupakan salah satu habitat utamaikan arwana Papua (Scleropages jardinii Saville-Kent,1892) di Kabupaten Merauke. Penelitian ini bertujuanuntuk mengkaji kelimpahan ikan arwana Papua diSungai Kumbe, Merauke. Pengambilan data dilakukanpada Februari – Maret dan November-Desember 2013dengan metode survei melalui percobaan penangkapanserta wawancara langsung dengan nelayan danpengumpul anakan arwana. Kelimpahan dihitungdengan membagi jumlah induk atau anakan arwanadengan luas area tercakup. Hasil menunjukkan bahwarata-rata kelimpahan induk dan anakan ikan arwanaPapua di Sungai Kumbe sebanyak 1 ekor induk/ha dan58 ekor anakan/ha. Total anakan yang dapatdimanfaatkan dari perairan Sungai Kumbe agar populasiikan arwana Papua terjaga kelestariannya sebanyak 321– 6.419 ekor anakan.

KATAKUNCI: Arwana Papua, Scleropages jardinii,kelimpahan, Sungai Kumbe, Merauke

PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN BAGANAPUNGYANG MENGGUNAKAN LAMPU MERKURIDENGAN LAMPU LED

Muhammad SulaimanJPPI Juni 2015, Vol.21 No.2, 123-130.e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Teknik penangkapan ikan dengan alat tangkapbagan di Indonesia khususnya di Kabupaten Barruumumnya masih menggunakan lampu merkuri yangmana membutuhkan energi listrik yang cukup besar.Salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaanenergi listrik yang besar ini dapat digunakan jenis lampuhemat energi seperti lampu Light Emitting Diode (LED).Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuiperbedaan jenis ikan yang dominan tertangkap,komposisi jenis, dan berat ikan tertangkap antara baganyang menggunakan lampu merkuri dengan lampu LED.Penelitian dilakukan di perairan Kabupaten Barru-SelatMakassar, Sulawesi Selatan. Lokasi pengamatanterletak pada posisi 4°22’48,7"-4°33’47,8"LS sampaidengan 119°25’05,0"- 119°33’42,7"BT. Pengamatanlapang/uji coba penangkapan dilakukan pada periodeOktober-Nopember 2012 dan April-Mei 2013 (sebanyak50 (Trip penangkapan). Hasil penelitian menunjukkanbahwa komposisi hasil tangkapan bagan yangmenggunakan lampu merkuri dan lampu LEDdidominasi oleh ikan teri hitam, teri putih, kembung lelaki,tembang, cumi-cumi, dan peperek, masing-masingsebanyak 90% dan 83%. Dengan komposisi jenis hasiltangkapan yang demikian ini menunjukkan bahwalampu LED dapat digunakan sebagai alat bantupenangkapan ikan karena mampu memikat jenis ikantarget dan cenderung hasil tangkapannya sama denganmenggunakan lampu merkuri yang digunakan nelayanbagan. Terdapat perbedaan berat hasil tangkapan baganyang menggunakan lampu merkuri dari pada yangmenggunakan lampu LED, namun dari nilai hasiltangkapan tampak tidak berbeda. Berat per jenis hasiltangkapan yang dominan tertangkap dengan lampu LEDsebanyak17,49 kg/watt sedangkan lampu merkurisebanyak 4,89 kg/watt. Hasil ini menunjukkan bahwabagan dengan lampu LED mendapatkan tangkapanlebih banyak dibandingkan dengan bagan lampumerkuri.

KATAKUNCI: Bagan, hasil tangkapan, perbedaanlampu merkuri, LED

Page 8: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl

viii

RALAT VOLUME 21 NOMOR 1 MARET 2015

NO PENULISAN AWAL PERBAIKAN HALAMAN1. Tabel 4. Keragaman genetik ikan

sidat di perairan IndonesiaSatuan dalam kolom tabel adayang kurang jelas.

50

Tabel 4. Keragaman genetik ikan sidat di perairan Indonesia

Table 4. Genetic diversity of tropical eel in Indonesian waters

Species/subspecies nP

Nhp h Tajima's D

test

A. marmorata 9216

450.937

0.861

-1.9511*A. interioris 13 4 12 0.974 0.541 -0.8798A. n. nebulosa 7 4 6 0.953 0.302 -1.6226*A. b. pacifica 18 4 12 0.935 ± 0.048 1.012 -2.2838**A. b. bicolor 66 8 46 0.931 ± 0.026 1.060 -1.8541*A. celebesensis 14 4 10 0.923 0.544 -0.4112A. borneensis 3 1 3 1.000 0.128 n.d.

Total 213 134 6.653 0.307 4.448 0.010 -Average - - 0.950 0.044 0.635 0.001 -

Tabel 4. Keragaman genetik ikan sidat di perairan Indonesia

Table 4. Genetic diversity of tropical eel in Indonesian waters

Species/subspecies n P Nhp h Tajima's D test

A. marmorata 92 16 45 0.937 0.861 -1.9511*

A. interioris 13 4 12 0.974 0.541 -0.8798

A. n. nebulosa 7 4 6 0.953 0.302 -1.6226*

A. b. pacifica 18 4 12 0.935 ± 0.048 1.012 -2.2838**

A. b. bicolor 66 8 46 0.931 ± 0.026 1.060 -1.8541*

A. celebesensis 14 4 10 0.923 0.544 -0.4112

A. borneensis 3 1 3 1.000 0.128 n.d.

Total 213 134 6.653 0.307 4.448 0.010 -

Average - - 0.950 0.044 0.635 0.001 -

Page 9: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl

79

Sebaran Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus albacares) di Samudera Hindia Bagian Timur (A. Wujdi., et al)

SEBARAN HASIL TANGKAPAN MADIDIHANG (Thunnus albacares Bonnaterre,1788) DI SAMUDERA HINDIA BAGIAN TIMUR

CATCH DISTRIBUTION OF YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacares Bonnaterre,

1788) IN THE EASTERN INDIAN OCEAN

Arief Wujdi, Ririk Kartika Sulistyaningsih dan Fathur RochmanPeneliti Loka Penelitian Perikanan Tuna, Benoa-Bali

Teregistrasi I tanggal: 03 Februari 2015; Diterima setelah perbaikan tanggal: 27 Mei 2015;Disetujui terbit tanggal: 01 Juni 2015

ABSTRAK

Ikan Madidihang (Thunnus albacares Bobbaterre, 1788) merupakan salah satu komoditaspenting bagi industri perikanan di Indonesia dimana hasil tangkapannya merupakan yang tertinggidibandingkan jenis tuna lainnya. Saat ini, kondisi stok madidihang berada dalam kondisi yangbaik. Namun, untuk menjaga kelangsungan pemantaatan stok ikan tuna, diperlukan upayapengelolaan sumber daya tuna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi laju tangkapmadidihang di Samudera Hindia Bagian Timur. Pengumpulan data dilakukan oleh pemantauilmiah pada kapal rawai tuna komersial yang berbasis di Benoa, Pelabuhanratu dan Bungus dariAgustus 2005 sampai Desember 2013; serta program monitoring pendaratan tuna yang berbasisdi Benoa tahun 2010-2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pancing bervariasi secarabulanan dan tahunan. Rata-rata bulanan laju pancing tertinggi terjadi pada Mei (0,17 ekor/100pancing) dan terendah pada Februari (0,01 ekor/100 pancing), sedangkan rata-rata laju pancingtahunan tertinggi pada 2006 (0,11 ekor/100 pancing) dan terendah pada 2011 (0,06 ekor/100pancing). Rata-rata laju pancing tahunan cenderung mengalami penurunan sebesar 29,48%/tahun. Ikan madidihang tertangkap oleh rawai tuna Indonesia tersebar dari 0°-34° LS dan 76°-134° BT. Sebaran spasial laju pancing tertinggi berada di sekitar Kepulauan Mentawai dan selatanJawa Timur hingga Nusa Tenggara.

KATA KUNCI: Madidihang, distribusi, laju pancing, Samudera Hindia Bagian Timur

ABSTRACT

Yellowfin tuna (Thunnus albacares Bobbaterre, 1788) is one of the important commodity for thefishing industry in Indonesia because it has the highest catches compared with other tunas.Nowadays, the yellowfin stock is currently in good condition (not overfished and not subject tooverfishing). However, management measure was required to support sustainability of tuna fishery.This study aims to determine the hook rate distribution of yellowfin tuna in the Eastern IndianOcean. Data was obtained by scientific observers on commercial tuna longline vessels, mainlybased in Benoa, Palabuhan Ratu and Bungus Fihing Port, from August 2005 to November 2013;also monitoring program of tuna catches mainly landed in Benoa during 2010 to 2013. The resultsshowed that the hook rate of yellowfin tuna was varied monthly and yearly. The highest of monthlyaverage CPUE occurred in May (0,17 fish/100 hooks) and the lowest were in February (0,01 fish/100 hooks), while the highest annually CPUE also occurred in 2006 (0,11 fish/100 hooks) and thelowest in 2011 (0,06 fish/100 hooks). CPUE also has declining with 29,48%/year. Distribution ofyellowfin tuna caught by Indonesia tuna longline spreads from 0°-34° S dan 76°-134° E. Thehighest CPUE was around Mentawai islands and also in south coast of East Java to Nusa Tenggara.

KEYWORDS: Yellowfin tuna, distribution, hook rate, Eastern Indian Ocean

___________________Korespondensi penulis:

Loka Penelitian Perikanan Tuna-Benoa-Denpasar; e-mail: [email protected]

Jl. Raya Pelabuhan Benoa, Denpasar Selatan, Bali

PENDAHULUAN

Di Indonesia terdapat 4 jenis tuna yang tergolonggenus Thunnus spp yang tertangkap tuna long lineyaitu madidihang (Thunnus albacares), tuna matabesar (Thunnus obesus), tuna albakora (Thunnusalalunga) dan hasil tuna sirip biru selatan (Thunnusmaccoyii). Ikan madidihang (Thunnus albacares)merupakan hasil tangkapan terbanyak dibandingkan

dengan jenis tuna lainnya di Indonesia (DirektoratJenderal Perikanan Tangkap, 2012). Hasil tangkapankeempat jenis tuna di Indonesia secara keseluruhanpada kurun waktu 2004 hingga 2011 mencapai1.297.062 ton, dari jumlah ini sebanyak 69% hasiltangkapan adalah madidihang. Selanjutnya hasiltangkapan diikuti oleh tuna mata besar (Thunnusobesus), tuna albakora (Thunnus alalunga) dan hasiltuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) masing-

Page 10: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl

J. Lit. Perikan. Ind. Vol.21 No.2 Juni 2015:

80

masing sebesar 24%, 6% dan kurang dari 1%(Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2012).

Ikan madidihang merupakan spesies yangbermigrasi jauh (highly migratory species) yangsebarannya meliputi perairan tropis dan subtropis padakedalaman hingga 250 meter (Kailola et al., 1993)dengan kisaran suhu 15-31°C (Collette & Nauen,1983). Menurut Brill et al. (1999), madidihangmenghabiskan sekitar 80% waktu hidupnya untukberenang di kedalaman tidak lebih dari 100 meter,dimana madidihang mampu menjelajah perairan yanglebih dalam pada siang hari (70-110 meter)dibandingkan malam hari, yaitu 40-70 meter (Cayré,1991), Spesies ini dapat ditemukan di SamuderaAtlantik, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik,namun tidak ditemukan di Laut Mediterania (FAO,1994). Namun penyebaran madidihang di Indonesiameliputi perairan Samudera Hindia (barat Sumaterahingga selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara), SelatMakasar, Laut Flores, Teluk Tomini, Laut Sulawesi,LautArafura, Laut Banda, perairan sekitar Maluku danSamudera Pasifik (Uktolseja et al., 1991; Wudianto& Nikijuluw, 2004).

Status stok madidihang di Samudera Hindia dalamkeadaan baik (IOTC, 2013; ISSF, 2013). Menurut IOTC(2013), laju tangkap madidihang pada perikanan pukatcincin menunjukkan tren peningkatan, sedangkandisisi lain laju tangkap armada rawai tuna cenderungstabil. Tingginya permintaan di pasar dunia dalambeberapa tahun terakhir berdampak terhadappemanfaatan yang makin intensif. Meskipunsumberdaya perikanan termasuk sumberdaya yangdapat pulih (renewable), namun apabila tidakdilakukan upaya pengelolaan secara baik dan benardikhawatirkan akan mengancam kelestariansumberdaya tersebut. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui sebaran laju tangkap ikan madidihangyang tertangkap rawai tuna (tuna longline) diSamudera Hindia bagian timur. Menurut Lehodey(2001), selain faktor lingkungan perairan (oseanografi),informasi mengenai sebaran laju tangkap merupakanhal yang penting untuk menentukan tingkatpemanfaatan dan pendugaan stok madidihang.Informasi sebaran laju tangkap dapat menjadi bahanpendukung dalam menentukan langkah-langkahpengelolaan untuk mewujudkan pemanfaatan sumberdaya madidihang yang bertanggung jawab danberkelanjutan.

BAHAN DAN METODEPengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian melalui pencatatanharian hasil tangkapan melalui program enumerasi

yang berbasis di pelabuhan Benoa. Pelabuhan Benoadipilih karena tempat pendaratan ini berkontribusilebih dari 60% total hasil tangkapan tuna di Indonesia(Satria et al., 2011). Pencatatan hasil tangkapanharian madidihang dikumpulkan dari 16 unitperusahaan pengolahan (processing plant) periode2010-2013. Data dari pengambilan contoh (sampling)di tempat pendaratan Pelabuhan Benoa ini yang akandianalisis. Selain program enumerasi, pengumpulandata juga dilakukan melalui kegiatan pengamatanilmiah di atas kapal (on-board scientific observer),yaitu kegiatan validasi terhadap operasional dan tekniskegiatan penangkapan ikan secara langsung denganmengikuti kapal rawai tuna komersil yang berbasis diBenoa, Palabuhanratu, dan Bungus pada Agustus2005 hingga Desember 2013. Data yang diperolehdari program enumerasi meliputi jenis hasiltangkapan, bobot ikan setelah disiangi (gilled andgutted weight) dalam satuan kilogram, ukuran panjangcagak (fork length) dengan ketelitian 1 centimeter.Sedangkan data yang dikumpulkan dari programobservasi ilmiah meliputi posisi pemasangan alattangkap (setting), jumlah pelampung dan jumlah matapancing, serta jumlah hasil tangkapan berdasarkanjenis ikan.

Analisis Data

Data enumerasi monitoring hasil tangkapan pada16 unit perusahaan pengolahan ditabulasi dalamaplikasi software WinTuna dan dilakukan perhitunganberat estimasi total tangkapan dengan formulamenurut IOTC (2002) dan Sulistyaningsih et al. (2014)sebagai berikut:

...........................................(1)

dimana:C-M = hasil tangkapan per bulan (ton)LM = jumlah kapal mendarat (unit)AVM = rata-rata hasil tangkapan per bulan (ton/unit

kapal)

Data pengamatan ilmiah di atas kapal ditabulasidengan aplikasi software Microsoft Excel untukpenghitungan laju tangkap, komposisi hasiltangkapan, kemudian dipetakan denganmenggunakan aplikasi ArcGIS ver. 10.1 untukmenyajikan sebaran spasial lokasi penangkapan danlaju pancing. Nilai laju pancing (hook rate)dikelompokkan menurut koordinat dengan ukuran grid5x5° lintang dan bujur. Perhitungan laju pancingmenggunakan rumus menurut Klawe (1990) danNugraha & Triharyuni (2009), sebagai berikut:

C - M = LM x AVM

79-86

Page 11: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl

81

...................................................(2)

dimana:HR : laju pancing atau hook rate (ekor/100 pancing)JI : jumlah hasil tangkapan ikan (ekor)JP : jumlah total pancingA : konstanta (100 mata pancing)

HASIL DAN BAHASANHASIL

Daerah Penangkapan Ikan

Daerah penangkapan kapal rawai tuna yangmenangkap ikan madidihang di Samudera Hindiasecara umum tersebar di wilayah antara 0o7’ – 33o6’

LS dan 76o2’ – 133o5’ BT. Kapal rawai tuna yangberbasis di Pelabuhan Benoa memiliki daerahpenangkapan yang cenderung terpusat yaitu di sekitarSamudera Hindia bagian timur yaitu di sekitar 8-18o

LS dan 107-122o BT. Kapal yang berbasis diPalabuhanratu menangkap madidihang di bagianselatan Selat Sunda (9-12o LS dan 99-102o),sedangkan kapal yang berbasis di Bungus tersebardi sekitar Pulau Mentawai yaitu di sekitar 0-2o LSdan 92-97o BT (Gambar 1). Penyebaran daerahpenangkapan madidihang oleh kapal rawai tunabervariasi setiap tahunnya, dimana lokasipenangkapan terjauh terjadi pada 2006-2008 yaitu disekitar 15-34o LS dan 76-105o BT, sedangkan pada2009-2013 daerah penangkapan cenderung terpusatdi selatan Jawa Timur hingga Nusa Tenggara Timur(9-15oLS dan 110-121oBT).

J1HR= X A

JP

Gambar 1.Sebaran posisi pemasangan rawai tuna tahun 2005-2013.Figure 1. Distribution of observed setting for tuna longline from 2005 to 2013.

Estimasi Total Hasil Tangkapan

Estimasi total hasil tangkapan madidihang yangdidaratkan di Pelabuhan Benoa pada 2010-2013cenderung mengalami penurunan dimana nilaitertinggi pada tahun 2010 yaitu 5.372 ton/tahun danterendah tahun 2012 yaitu 2.092 ton/tahun (Tabel 1).Rata-rata hasil tangkapan bulanan menunjukkanvariasi secara bulanan. Rata-rata hasil tangkapansecara bulanan pada periode 2010-2013 tertinggiterjadi pada Juni (485,2 ton/bulan) dan terendah padaSeptember, yaitu 121,33 ton/bulan (Gambar 2).

Laju Pancing (Hook Rate)

Sebaran laju pancing (hook rate) madidihang yangtertangkap dengan rawai tuna bervariasi secaratahunan dan bulanan (Gambar 3). Rata-rata lajupancing tertinggi terjadi pada 2006 sebanyak 0,11ekor/100 pancing dan terendah pada 2011 yaitu 0,06

ekor/100 pancing. Variasi laju pancing madidihang jugaterjadi secara bulanan dimana nilai rata-rata lajupancing tertinggi terjadi pada Mei (0,17 ekor/100pancing) dan terendah pada Februari (0,01 ekor/100pancing).

Ikan madidihang yang tertangkap rawai tuna skalaindustri membentang dari 0°7’-33°6’ LS dan 76°2’-133°5’ BT. Sebaran laju pancing madidihang jugamenunjukkan variasi secara spasial. Rata-rata lajupancing cenderung tinggi (> 0,12 ekor/100 pancing)berada pada lokasi di sekitar perairan KepulauanMentawai (grid 2° LU-3° LS dan 95°-100° BT) danselatan Jawa Timur hingga Nusa Tenggara Barat (grid8°-13° LS dan 110°-120° BT; serta 13°-18° LS dan 115°-120° BT). Sedangkan laju tangkap cenderung rendah (<0,04ekor/100pancing)beradadisekitarperairanBengkulu(grid3°-8°LSdan100°-105°BT);selatanPulauJawa(grid13°-18° LS dan 105°-115° BT); dan grid 23°-33° LS dan100°-110°BT(Gambar4).

Sebaran Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus albacares) di Samudera Hindia Bagian Timur (A. Wujdi., et al)

Page 12: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl

J. Lit. Perikan. Ind. Vol.21 No.2 Juni 2015:

82

Tabel 1. Estimasi total hasil tangkapan madidihang yang didaratkan di Benoa pada 2010-2013Table 1. Total catch estimation of yellowfin tuna landed in Benoa fishing port from 2010-2013

Bulan/Month

2010 2011 2012 2013

Sampling(ton)

Estimasi(ton)

Sampling(ton)

Estimasi(ton)

Sampling(ton)

Estimasi(ton)

Sampling(ton)

Estimasi(ton)

Jan - - 246 581 51 84 131 207

Feb 22 40 99 242 67 112 78 111

Mar 81 156 133 348 75 131 50 89

Apr 219 563 189 451 76 153 73 102

Mei 236 505 136 349 107 170 198 343

Jun 426 972 141 327 150 266 194 377

Jul 371 798 51 138 196 333 231 397

Agu 188 417 61 139 66 115 50 85

Sep 105 219 32 64 71 126 52 76

Oct 271 643 39 98 115 177 85 163

Nov 299 686 44 143 102 176 109 237

Des 147 379 49 123 141 248 138 287

Total 2.368 5.372 1.222 3.003 1.219 2.092 1.384 2.474

Keterangan/Remark: - tidak ada data/no data

Gambar 2.Rata-rata bulanan hasil tangkapan madidihang yang didaratkan di Benoa pada 2010-2013.

Figure 2. Monthly catch average of yellowfin tuna landed in Benoa fishing port from 2010 to 2013.

Gambar 3.(A) Rata-rata laju pancing tahunan dan (B) bulanan madidihang yang tertangkap rawai tuna tahun2005-2013.

Figure 3. (A) Annually and (B) monthly average hook rate of YFT caught by longliner in period 2005 - 2013.

79-86

Page 13: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl

83

Gambar 4.Sebaran laju pancing madidihang di Samudera Hindia bagian timur tahun 2005-2013.

Figure 4. The CPUE distribution of yellowfin tuna in Eastern Indian Ocean from 2005 to 2013.

BAHASAN

Rata-rata laju pancing (hook rate) bulananmadidihang tertangkap rawai tuna menunjukkan nilaiterendah pada Februari (akhir musim barat). Hal inimenunjukkan bahwa laju pancing dipengaruhi olehkondisi musim. Angin yang berhembus dari benuaAsia pada musim barat laut melintasi khatulistiwa danberbelok ke arah timur mengakibatkan terjadinyamusim barat laut (BRPL, 2004) sehingga kapal-kapalrawai tuna mengalami kendala dalam menangkaptuna. Rata-rata bulanan menunjukkan nilai tertinggipada Mei. Hasil ini serupa dengan penelitiansebelumnya yang juga dilaporkan oleh Bahtiar et al.(2013), dimana laju pancing tertinggi madidihangterjadi pada Mei.

Rata-rata laju pancing tahunan menunjukkan nilaiterendah pada tahun 2011. Rendahnya laju pancingsecara tidak langsung diduga dipengaruhi olehvariabilitas iklim dimana tahun 2010 merupakanperiode La-Nina dengan intensitas kuat dandilanjutkan dengan periode La-Nina dengan internsitasrendah pada 2011 (Kumar et al., 2014). Periode La-Nina ditandai dengan tingginya curah hujan sehinggasuhu permukaan laut (SPL) di sekitar Indonesiamenjadi lebih hangat (Amri & Satria, 2013) dansalinitas menjadi rendah akibat masukan air tawar(Hendiarti et al., 2004). Kondisi tersebutmengakibatkan madidihang bermigrasi mencari habitatsesuai preferensinya. Madidihang terkadang berenangpada suhu 18oC atau 8oC lebih rendah dari suhupermukaan laut, namun menghabiskan 90% waktuhidupnya di kolom perairan dengan suhu diatas 22oC(Brill et al., 1999).

Periode La-Nina juga mengakibatkan rendahnyakelimpahan ikan pelagis kecil yang terkait dalam rantaimakanan madidihang seperti (famili Clupidae) danlayang (famili Carangidae) (Setyadji et al., 2012).Menurut Prasetyo & Natsir (2010), hasil tangkapanlemuru di Selat Bali juga mengalami penurunan saatperiode La-Nina, hal yang sama juga terjadi pada hasiltangkapan ikan layang di Selat Makasar (Prasetyo &Suwarso, 2010). Interaksi antara mangsa danpemangsa memainkan peranan penting dalam strukturdan dinamika dalam ekosistem pelagis yang bersifatmultispesies (Notmoorn et al.,2008). Apabila salahsatu komunitas yang terlibat dalam suatu ekologirantai makanan mengalami gangguan, makakomunitas lainnya juga akan mengalami hal yangsama, terutama pada tingkat konsumen/pemangsa.Oleh karena itu, diperlukan kajian yang komprehensifdan lebih mendalam mengenai pengaruh kondisilingkungan oseanografi berkaitan dengan kondisiekologi rantai makanan pada ekosistem pelagis kecildan pelagis besar.

Rata-rata laju pancing (hook rate) tahunanmadidihang pada 2006-2013 bervariasi dan cenderungmengalami penurunan sebesar 29,48% per tahun. Lajupancing dapat digunakan sebagai indikatorkelimpahan stok dibandingkan dengan tingkateksploitasi di suatu perairan (Bahtiar, et al., 2013).Semakin menurunnya nilai rata-rata laju pancingtahunan ini mengindikasikan bahwa stok madidihangdi Samudera Hindia mengalami penurunan. Namundemikian, upaya penangkapan tuna terus mengalamipeningkatan karena permintaan pasar dan nilaiekonominya yang tinggi (WWF, 2014). Hargamadidihang di Jepang sebagai pasar utama adalah ¥

Sebaran Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus albacares) di Samudera Hindia Bagian Timur (A. Wujdi., et al)

Page 14: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl

J. Lit. Perikan. Ind. Vol.21 No.2 Juni 2015:

84

800/kg atau Rp 88.000/kg (kurs ¥ 1 = Rp 110)(Hamilton et al., 2011).

Menurut IOTC (2013), status stok madidihang diSamudera Hindia dalam keadaan baik (not overfishedand not subject to overfishing), dimana rata-rata hasiltangkapan dalam 5 tahun terakhir (2008-2012) masihdi bawah estimasi hasil tangkapan maksimum lestari.Meskipun demikian, madidihang masuk ke dalamkategori hampir terancam (near threatened), dimanatotal biomass mengalami penurunan sebesar 33%secara global dalam kurun rentang waktu 10 tahundari 1998 hingga 2008. Penurunan populasimadidihang dikhawatirkan akan terus berlanjut seiringdengan adanya kemungkinan indikasi telah terjadinyakelebihan tangkap (overfishing) di Samudera Hindiadalam beberapa tahun terakhir (IUCN, 2013).

Sebaran laju pancing secara spasial menunjukkanbahwa laju pancing tertinggi berada di sekitar perairanIndonesia, yaitu di sekitar Kepulauan Mentawai danselatan Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara (Gambar4). Distribusi dan kelimpahan sumber daya ikan tunadipengaruhi oleh beberapa parameter oseanografi.Pola distribusi ikan tuna secara horizontal menurutletak geografis suatu perairan, sedangkan distribusivertikal berdasarkan variasi kedalaman dan suhuperairan. Ikan madidihang tergolong ke dalam spesiestuna tropis dengan preferensi habitat pada perairanhangat (IOTC, 2013) sehingga memiliki kelimpahanyang relatif tinggi di daerah tropis. Meskipundemikian, madidihang juga ditemukan pada perairansub tropis sehingga pola distribusinya secarahorizontal dapat pula digolongkan ke dalam jeniskosmopolitan (Collette & Nauen, 1983). Madidihangmemiliki pola penyebaran secara vertical yang dibatasioleh dalamnya lapisan termoklin, sedangkan albakoradan mata besar biasanya hidup di lapisan perairan dibawah termoklin (Wudianto et al., 2003). Madidihangmemiliki kesamaan swimming layer dengan tunaalbakora yaitu pada kedalaman berkisar antara 35-299 meter pada suhu berkisar 12-27o C. Kedalamanoptimal dimana banyak ditemukan madidihangdengan ukuran yang lebih besar dari panjang saatseparuh populasi mengalami matang gonad (L

50= 100

cm, IOTC, 2013) berada pada kisaran 85-168 meterdengan suhu berkisar antara 22-26,5oC (Barata et al.,2011).

Laju tangkap madidihang di Samudera Hindiabagian timur yang tertangkap oleh rawai tunaIndonesia pada periode 2005-2013 berkisar antara 0hingga 2,9 ekor/100 pancing. Nilai tersebut masih lebihkecil jika dibandingkan dengan laju tangkapmadidihang di Samudera Hindia bagian barat yangtertangkap oleh armada perikanan rawai tuna Korea

Selatan (Kim et al., 2011), dan Jepang (Matsumoto &Satoh, 2012) pada Gambar 5. Kecilnya laju tangkapmadidihang di Samudera Hindia bagian timur seiringdengan pergeseran daerah penangkapan yangdilakukan oleh armada rawai tuna Korea Selatan keperairan yang berada di bagian lebih barat dan selatanpada periode 2006-2010 (Kim et al., 2011).

Laju tangkap madidihang yang tertangkap armadarawai tuna Indonesia di Samudera Hindia bagian timurpada periode 2005-2013 bernilai lebih kecil dari padatuna mata besar (Thunnus obesus) seperti dilaporkanJatmiko et al. (2014). Hal senada juga dilaporkan olehNugraha & Triharyuni (2009) dan Nootmorn et al.(2010). Menurut Bahar (1987), variasi nilai laju tangkapdapat dipengaruhi oleh teknologi alat tangkap, jenisumpan, ukuran tonase kapal (GT), keterampilan anakbuah kapal (ABK), dan musim. Alat tangkap rawaituna yang digunakan dalam penelitian ini dapatdigolongkan kedalam kategori shallow, halfway, dandeep longline dengan tali cabang berjumlah 7-21 buahper basket dengan kedalaman 92-445 meter. Didugatali cabang tersebut lebih efektif menjangkauswimming layer tuna mata besar dibandingkanmadidihang. Menurut Barata et al. (2011), swimminglayer tuna mata besar berkisar antara 92-470 meter,sedangkan madidihang berkisar 35-299 meter. Kondisidemikian ini diduga berakibat pada laju pancingmadidihang di Samudera Hindia bagian timur relatifkecil.

KESIMPULAN

Sebaran laju pancing ikan madidihang jugamenunjukkan variasi secara spasial dimana sebarantertinggi berada di sekitar Kepulauan Mentawai sertadi selatan Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Lajupancing bulanan tertinggi terjadi pada Mei (0,17 ekor/100 pancing) dan terendah pada Februari (0,01 ekor/100 pancing), sedangkan laju pancing tahunan pada2006-2013 berfluktuasi dimana tertinggi pada 2006(0,11 ekor/100 pancing) dan terendah pada 2011 (0,06ekor/100 pancing). Laju pancing madidihangcenderung mengalami penurunan 29,48% per tahunyang mengindikasikan terjadinya penurunan populasimadidihang di Samudera Hindia bagian timur.

PERSANTUNAN

Tulisan ini merupakan wujud kontribusi darikegiatan program enumerasi monitoring hasiltangkapan tuna di Pelabuhan Benoa dan programobserver tuna pada kapal tuna longline di SamuderaHindia tahun 2005-2010 terselenggara atas kerjasama antara Pusat Riset Perikanan tangkap denganAustralian Centre for International Agricultural

79-86

Page 15: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl

85

Research (ACIAR)melaluiACIAR PROJECT FIS/2002/074: Capacity Development to Monitor, Analyse andReport on Indonesian Tuna Fisheries. Tulisan ini jugamerupakan wujud kontribusi kegiatan penelitiansumber daya perikanan tuna di Samudera Hindia pada2011-2013 yang dibiayai oleh DIPA Balai PenelitianPerikanan Laut dan Loka Penelitian Perikanan Tuna.Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruhtenaga enumerator dan observer ilmiah di LokaPenelitian Perikanan Tuna (LP2T) yang telahmembantu dalam proses pengumpulan data penelitianini.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. & F. Satria. 2013. Impact of climate anomalyon catch composition of neritic tuna in Sunda Strait(Eastern Part of Indian Ocean). The 3rd WorkingParty on Neritic Tunas, Bali, Indonesia, 2–5 July2013. p. 1-17.

Bahar, S. 1987. Studi penggunaan rawai tuna lapisanperairan dalam untuk menangkap tuna mata besar(Thunnus obesus) di perairan barat Sumatera. J.Lit.Perik.Laut. 40: 51-63.

Bahtiar, A., A. Barata & D. Novianto. 2013. Sebaranlaju pancing rawai tuna di Samudera Hindia. J.Lit.Perik.Ind. 19 (4): 195-202.

Balai Riset Perikanan Laut. 2004. MusimPenangkapan Ikan di Indonesia. Pusat RisetPerikanan Tangkap. Departemen Kelautan danPerikanan. Jakarta. 116 pp.

Barata, A., A. Bahtiar & D. Novianto. 2011. Sebaranikan tuna berdasarkan suhu dan kedalaman diSamudera Hindia. J.Ilmu.Kel. 16 (3): 165-170.

Brill, R.W., B. A Block., C.H. Boggs, K.A. Bigelow,E.V.Freund, D.J. Marcinek. 1999. Horizontalmovements and depth distribution of large adultyellowfin tuna (Thunnus albacares) near theHawaiian Islands, recorded using ultrasonictelemetry: implications for the physiologicalecology of pelagic fishes.Mar.Biol. (133): 395-408.

Cayré, P. 1991. Behaviour of yellowfin tuna (Thunnusalbacares) and skipjack tuna (Katsuwonuspelamis) around fish aggregating devices (FADs)in the Comoros Islands as determined byultrasonic tagging. Aquat.Living.Resour (4): 1-12.

Collete, H.B. & C.E. Nauen. 1983. FAO SpeciesCatalogue. Vol. 2. Scombrids of the world. AnAnnonated and illustrated catalogue of tunas,

mackerels, bonitos, and related species knownto date. FAO Fisheries Synopsis. No. 125, Vol. 2.Rome, Italy: FAO Press, 137 pp.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2012. StatistikPerikanan Tangkap Indonesia 2011. KementerianKelautan dan Perikanan, Jakarta. 190 pp.

Food andAgriculture Organization. 1994. World reviewof highly migratory species and straddling stocks.FAO Fisheries Department. Tech.Paper. No. 337.Rome, FAO. 70 pp.

Hamilton, A., A. Lewis, M.A. McCoy, E. Havice & L.Campling. 2011. Market and industry dynamics inthe global tuna supply chain. Pacific Islands ForumFisheries Agency. 396 pp.

Hendriarti, N., H. Siegel, & T. Ohde. 2004. Investigationof Different Coastal Processes in IndonesianWaters using Sea WiFS Data. Deep.Sea.Res. II(51): 85-97.

Indian Ocean Tuna Commission. 2002. Field Manualfor Data Collection on Tuna Landings fromLongliners. IOTC Tehnical Report 02/02.Seychelles. IOTC Secretariat. 34 pp.

Indian Ocean Tuna Commission. 2013. Report of theFifteenth Session of the IOTC Working Party onTropical Tunas. San Sebastian, Spain, 23–28October 2013. 93 pp.

International Seafood Sustainability Foundation. 2013.ISSF Tuna Stock Status Update, 2013(2): Statusof the world fisheries for tuna. ISSF TechnicalReport 2013-04A. International SeafoodSustainability Foundation, Washington, D.C.,USA. 88 pp.

International Union for Conservation of Nature. 2013.The IUCN Red List of Threatened Species. Version2014.1. http://www.iucnredlist.org/details/21857/0.Diaksespada tanggal 19Juli2014.

Kailola, P.J., M.J. Williams, P.C. Stewart, R.E. Reichelt,A.Mc Nee & C. Grieve, 1993. Australian fisheriesresources. Bureau of Resource Sciences, Canberra,Australia. 422 pp.

Kim,Z.G.,S.I.Lee,D.Y.Moon,&D.W.Lee.2011.ReviewofyellowfintunacatchbyKoreanlonglinefleet intheIndianOcean.The13rd IOTCWorkingPartyonTropicalTuna.Maldives, 16-23 Oktober 2011. http://iotc.org/sites/default/files/documents/proceedings/2011/wptt/IOTC-2011-WPTT13-51.pdf.p.1-13.

Sebaran Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus albacares) di Samudera Hindia Bagian Timur (A. Wujdi., et al)

Page 16: JURNALPENELITIANPERIKANANINDONESIA HASIL TANGKAPAN... · Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Gedung Balitbang KPII, Jl

J. Lit. Perikan. Ind. Vol.21 No.2 Juni 2015:

86

Klawe, W. L. 1980. Longlines catches of tunas withinthe 200 miles Economic zones of the lndian andWestern Pacific Ocean. Dev. Rep. lndian OceanProg. 48: 83 pp.

Kumar, P.S., G.N. Pillai, & U. Manjusha. 2014. ElNino Southern Oscillation (ENSO) impact on tunafisheries in Indian Ocean. Springer Plus. 3 (591):1-13.

Lehodey, P. 2001. The pelagic ecosystem of thetropical Pacific Ocean: dynamic spatial modellingand biological consequences of ENSO. Progr.Oceanogr. 49: 439-468.

Matsumoto, T. & K. Satoh. 2012. Review of Japanesefisheries and tropical tuna catch in the IndianOcean. The 14th IOTC Working Party on TropicalTuna. Mauritius 24-29 Oktober 2012. http://iotc.org/sites/default/files/documents/proceedings/2012/wptt/IOTC-2012-WPTT14-17%20Rev_1.pdf.p. 1-28.

Nootmorn, P., Sumontha, M., Keereerut, P.,Jayasinghe, R.P.P.K., Jagannath, N. & M.K.Sinha. 2008. Stomach content of the three largepelagic fishes in Bay of Bengal. The 11th IOTCWorking Party on Environtment and Bycatch,Bangkok 20-22 October 2008. http://iotc.org/sites/default/files/documents/proceedings/2008/wpeb/IOTC-2008-WPEB-11.pdf. p. 1-13.

Nootmorn, P., S.Petpiroon & K.Maeroh. 2010. Thaituna longline fishing in the Indian Ocean from 2000-2006. Kasetsart.Jour. (Nat. Sci.) 44: 61-69.

Nugraha, B & S. Triharyuni. 2009. Pengaruhkedalaman mata pancing rawai tuna (tuna longline)terhadap hasil tangkapan tuna di Samudera Hindia.J.Lit.Perik.Ind. 15 (3): 239-247.

Prasetyo,A.P & M. Natsir. 2010. Pengaruh variabilitasiklim ekstrim terhadap perikanan lemuru di SelatBali. Prosiding Seminar Hasil Penelitian TerbaikTahun 2010. Badan Litbang Kelautan danPerikanan. Jakarta. ISBN 978-979-3692-33-3: 21-38.

Prasetyo, A.P & Suwarso. 2010. Produktifitas primerdan kelimpahan ikan layang (Decapterus spp.)hubungannya dengan fenomena ENSO, di SelatMakassar bagian selatan. Marine Fisheries, J.Tek. dan Man. Perik. Laut 1 (2): 159-168.

Satria, F., Wudianto, D. Nugroho, L. Sadiyah, B.Nugraha, A. Barata, & Suryanto. 2011. Nationalreport Indonesia southern bluefin tuna fisheries.Bali, Benoa, 19-28th July 2011. CCSBT – ESC/1107/SBT FISHERIES – Indonesia (revised edition).15 pp.

Setyadji, B.,A. Bahtiar & D. Novianto. 2012. Stomachcontent of three tuna species in the eastern IndianOcean. Ind.Fish.Res.J. 18 (2): 57-62.

Sulistyaningsih,R., A. Wujdi, & B. Nugraha. 2014.Distribusi panjang dan estimasi total hasiltangkapan tuna sirip biru selatan (Thunnusmaccoyii) pada musim pemijahan di SamuderaHindia. J. Lit.Perik.Ind. 20 (4): 215-224.

Uktolseja J.C.B., B. Gafa & S. Bahar. 1991. Potensidan penyebaran sumberdaya ikan tuna dancakalang. Di dalam: Martosubroto P., N. Naamin,B.B.A. Malik, editor. Potensi dan PenyebaranSumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia.Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan. PusatPenelitian dan Pengembangan Perikanan. PusatPenelitian dan Pengembangan Oseanologi. p. 29-43.

World Wild Fund. 2014. Perikanan yangberkelanjutan. http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/marine/publication/galerifoto/juara3_kategoriumum.cfm. Diakses pada tanggal19 Juli 2014.

Wudianto & V.P.H. Nikijuluw. 2004. Guide to Investon Fisheries in Indonesia. Directorate of Capitaland Investment System. Ministry of Marine Affairand Fisheries Republic of Indonesia. 17 pp.

Wudianto, K.Wagiyo & B.Wibowo. 2003. Sebarandaerah penangkapan ikan tuna di Samudera Hindia.J.Lit.Perik.Ind. Edisi Penangkapan. 9 (7): 19-27.

79-86