jurnal veteriner - simdos.unud.ac.id · alternatif insektisida terhadap miasis ... dan dokumentasi...

8
Vol. 18 No. 1, Maret 2017 18(1) : 1-166 Vol. 18 No. 1 : 1-166 Maret 2017 INDONESIAN VETERINARY JOURNAL Kunjungi kami : ojs.unud.ac.id/index.php/jvet Jurnal Veteriner Diakreditasi Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia No. 36a/E/KPT/2016, 23 Mei 2016 I WAYAN SUARDANA, DYAH AYU WIDIASIH, KOMANG JANUARTHA PUTRA PINATIH Sekuen Nukleotida Gene Shiga like toxin-2 dari Isolat Lokal Escherichia coli O157:H7 asal Hewan dan Manusia ......... 83-93 MAYA DEWI DYAH MAHARANI, SUMARDJO, ERIYATNO, EKO SUGENG PRIBADI Strategi Pengelolaan Usaha Jasa Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia Secara Berkelanjutan ......... 94-106 ZIKRI MAULINA GAZNUR, HENNY NURAINI, RUDY PRIYANTO Evaluasi Penerapan Standar Sanitasi dan Higien di Rumah Potong Hewan Kategori II ......... 107-115 TRI WAHYU PANGESTININGSIH, TRINI SUSMIATI, HERY WIJAYANTO Kandungan L-3, 4-dihydroxyphenylalanine Suatu Bahan Neuroprotektif pada Biji Koro Benguk (Mucuna pruriens) Segar, Rebus, dan Tempe .........116-120 IETJE WIENTARSIH, AULIA ANDI MUSTIKA, APRIL HARI WARDHANA, DODI DARMAKUSUMAH, LINA NOVIYANTI SUTARDI Daun Binahong (Andredera cordifolia Steenis) Sebagai Alternatif Insektisida Terhadap Miasis yang Disebabkan Lalat Chrysomya bezziana ......... 121-127 1 IKA WAHYUNI , WIDJIATI, SRI PANTJA MADYAWATI, FEDIK ABDUL RANTAM Pemberian Buah Merah (Pandanus conoideus Lam) sebelum Dipapar Timah Hitam Menekan Ekspresi Caspase-8 dan Jumlah Sel Hofbauer Mencit (Mus musculus) Bunting ......... 128-134 LA JUMADIN, ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS, KOEKOEH SANTOSO Ekstrak Daun Singkong Baik Sebagai Antioksidan pada Burung Puyuh Dewasa yang Mendapat Paparan Panas Singkat ......... 135-143 RIRI SARFAN, SUTOPO, EDY KURNIANTO Polimorfisme Protein Plasma Darah pada Kelinci Rex, Lokal dan New Zealand White ......... 144-153 NI NYOMAN SURYANI, I WAYAN SUARNA, NI PUTU SARINI, I GEDE MAHARDIKA, MAGNA ANURAGA PUTRA DUARSA Pemberian Ransum Berenergi Tinggi Memperbaiki Performans Induk dan Menambah Bobot Lahir Pedet Sapi Bali ......... 154-159 BAHRI SYAMSURYADI, RUDI AFNAN, IRMA ISNAFIA ARIEF, DAMIANA RITA EKASTUTI Ayam Pedaging Jantan yang Dipelihara di Dataran Tinggi Sulawesi Selatan Produktivitasnya Lebih Tinggi ......... 160-166 Cacing Parasit pada Harimau Kebun Binatang Gambaran Histopatologi Kucing Toksoplasmosis Seroprevalensi Sistiserkosis Babi di Papua Profil Ig-G Serum Kambing Peranakan Etawah Gambaran Darah Kucing Selama Auto-Skin Graft Profil Hematologi Domba Garut Pemakan Tauge Gambaran Biokimia Darah Ayam Pemakan Ragi Tempe Maturasi dan Fertilisasi Oosit Domba Prapubertas Ekspresi VEGF dan MAP Kinase Plasenta Tikus Terpapar Carbon Black Semen Beku Babi dalam Pengencer yang Diimbuhi Trehalosa Sekuensing 16s DNA Bakteri Selulotik Rumen Sapi Peranakan Ongole Sekuen Gen Stx-2 E. coli O157:H7 Sapi Bali dan Manusia Strategi Pengelolaan Jasa RPH Ruminansia Secara Berkesinambungan Standar Sanitasi dan Higiene RPH Katagori II Kandungan Bahan Neuroprotektif pada Koro Benguk Daun Binahong Sebagai Insektisida Alternatif pada Miasis Buah Merah Menekan Ekspresi Caspase-6 dan Jumlah Sel Hofbauer Daun Singkong Berguna Sebagai Antioksidan pada Burung Puyuh Polimorfisma Protein Plasma pada Kelinci Memperbaiki Performans Induk dan Bobot Lahir Pedet Sapi Bali Produktivitas Ayam Pedaging Jantan di Daerah Dataran Tinggi RISA TIURIA, UNITA PRATIWI, LIGAYA ITA TUMBELAKA Parasitic Worm in Tiger (Panthera tigris) at Serulingmas Zoological Garden Banjarnegara, Bandung Zoological Garden, and Indonesia Safari Park Bogor (CACING PARASIT PADA HARIMAU (Panthera tigris) KEBUN BINATANG SERULING MAS BANJAR NEGARA, KEBUN BINATANG BANDUNG, DAN TAMAN SAFARI BOGOR ......... 1-10 MUHAMMAD HANAFIAH, WISNU NURCAHYO, JOKO PRASTOWO, SRI HARTATI Gambaran Histopatologi Toksoplasmosis pada Kucing Peliharaan .........11-17 IDA BAGUS NGURAH SWACITA, I KETUT SUADA, KETUT BUDIASA, NYOMAN SADRA DHARMAWAN, NYOMAN MANTIK ASTAWA, IDA AYU PASTI APSARI, I NYOMAN POLOS, I MADE DAMRIYASA Seroprevalensi Sistiserkosis pada Babi di Papua ......... 18-23 SUS DERTHI WIDHYARI, ANITA ESFANDIARI, I KETUT SUTAMA, SETYO WIDODO, I WAYAN TEGUH WIBAWAN, RIZAL RAHADIAN RAMDHANY .Profil Imunoglobulin-G Serum Kambing Peranakan Etawah Bunting yang Diberi Imbuhan Pakan Mineral Seng ......... 24- 30 . ERWIN, GUNANTI, EKOWATI HANDHARYANI, DENI NOVIANA Blood Profile of Domestic Cat (Felix catus) During Skin Graft Recovery with Different Period ......... 31-37 SRI RAHAYU, MOHAMAD YAMIN, CECE SUMANTRI, DEWI APRI ASTUTI Profil Hematologi dan Status Metabolit Darah Domba Garut yang Diberi Pakan Limbah Tauge pada Pagi atau Sore Hari ......... 38-45 ISROLI, TURRINI YUDIARTI, SUGIHARTO Gambaran Biokimia dan Leukosit Darah Ayam Kampung Umur 25 Hari yang Diberi Fungi Rhizopus oryzae ......... 46-50 ANITA HAFID, NI WAYAN KURNIANI KARJA, MOHAMAD AGUS SETIADI Kompetensi Maturasi dan Fertilisasi Oosit Domba Prapubertas Secara In Vitro ......... 51-58 VISKI FITRI HENDRAWAN, WIDJIATI, SUHERNI SUSILOWATI, PUDJI SRIANTO Peningkatan Ekspresi Vascular Endothel Growth Factor dan Mitogen Activating Protein Kinase Plasenta Tikus yang Dipapar Carbon Black ......... 59-68 TUTY LASWARDI YUSUF, RADEN IIS ARIFIANTINI, RENI RATNI DAPAWOLE, WILMIENTJE MARLENE MESANG NALLEY Kualitas Semen Beku Babi dalam Pengencer Komersial yang Disuplementasi dengan Trehalosa ......... 69-75 WIDYA PARAMITA LOKAPIRNASARI, ADRIANA MONICA SAHIDU, TRI NURHAJATI,KOESNOTO SUPRANIANONDO, ANDREAS BERNYYULIANTO Sekuensing 16S DNA Bakteri Selulolitik Asal Limbah Cairan Rumen Sapi Peranakan Ongole ......... 76-82 1 4 11 8326 9 772477 566 990

Upload: vuongtruc

Post on 25-May-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Vol. 18 No. 1, Maret 2017

18(1) : 1-166

Vo

l. 18 N

o. 1

: 1-1

66 M

are

t 2017

INDONESIAN VETERINARY JOURNAL

Kunjungi kami : ojs.unud.ac.id/index.php/jvet

Jurnal Veteriner

Diakreditasi Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia No. 36a/E/KPT/2016, 23 Mei 2016

I WAYAN SUARDANA, DYAH AYU WIDIASIH,

KOMANG JANUARTHA PUTRA PINATIH

Sekuen Nukleotida Gene Shiga like toxin-2 dari Isolat Lokal Escherichia coli O157:H7 asal Hewan

dan Manusia ......... 83-93

MAYA DEWI DYAH MAHARANI, SUMARDJO, ERIYATNO, EKO SUGENG PRIBADI

Strategi Pengelolaan Usaha Jasa Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia Secara Berkelanjutan ......... 94-106

ZIKRI MAULINA GAZNUR, HENNY NURAINI,

RUDY PRIYANTO

Evaluasi Penerapan Standar Sanitasi dan Higien di Rumah Potong Hewan Kategori II ......... 107-115

TRI WAHYU PANGESTININGSIH, TRINI SUSMIATI, HERY WIJAYANTO

Kandungan L-3, 4-dihydroxyphenylalanine Suatu Bahan Neuroprotektif pada Biji Koro Benguk (Mucuna pruriens) Segar, Rebus, dan Tempe .........116-120

IETJE WIENTARSIH, AULIA ANDI MUSTIKA, APRIL HARI WARDHANA, DODI DARMAKUSUMAH,

LINA NOVIYANTI SUTARDI

Daun Binahong (Andredera cordifolia Steenis) Sebagai Alternatif Insektisida Terhadap Miasis yang Disebabkan Lalat Chrysomya bezziana ......... 121-127

1IKA WAHYUNI , WIDJIATI, SRI PANTJA MADYAWATI, FEDIK ABDUL RANTAM

Pemberian Buah Merah (Pandanus conoideus Lam) sebelum Dipapar Timah Hitam Menekan Ekspresi Caspase-8 dan Jumlah Sel Hofbauer Mencit (Mus musculus) Bunting ......... 128-134

LA JUMADIN, ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS, KOEKOEH SANTOSO

Ekstrak Daun Singkong Baik Sebagai Antioksidan pada Burung Puyuh Dewasa yang Mendapat Paparan Panas Singkat ......... 135-143

RIRI SARFAN, SUTOPO, EDY KURNIANTO

Polimorfisme Protein Plasma Darah pada Kelinci Rex, Lokal dan New Zealand White ......... 144-153

NI NYOMAN SURYANI, I WAYAN SUARNA,

NI PUTU SARINI, I GEDE MAHARDIKA,

MAGNA ANURAGA PUTRA DUARSA

Pemberian Ransum Berenergi Tinggi Memperbaiki Performans Induk dan Menambah Bobot Lahir Pedet Sapi Bali ......... 154-159

BAHRI SYAMSURYADI, RUDI AFNAN,

IRMA ISNAFIA ARIEF, DAMIANA RITA EKASTUTI

Ayam Pedaging Jantan yang Dipelihara di Dataran Tinggi Sulawesi Selatan Produktivitasnya

Lebih Tinggi ......... 160-166

Cacing Parasit pada Harimau Kebun Binatang

Gambaran Histopatologi Kucing Toksoplasmosis

Seroprevalensi Sistiserkosis Babi di Papua

Profil Ig-G Serum Kambing Peranakan Etawah

Gambaran Darah Kucing Selama Auto-Skin Graft

Profil Hematologi Domba Garut Pemakan Tauge

Gambaran Biokimia Darah Ayam Pemakan Ragi Tempe

Maturasi dan Fertilisasi Oosit Domba Prapubertas

Ekspresi VEGF dan MAP Kinase Plasenta Tikus Terpapar Carbon Black

Semen Beku Babi dalam Pengencer yang Diimbuhi Trehalosa

Sekuensing 16s DNA Bakteri Selulotik Rumen Sapi Peranakan Ongole

Sekuen Gen Stx-2 E. coli O157:H7 Sapi Bali dan Manusia

Strategi Pengelolaan Jasa RPH Ruminansia Secara Berkesinambungan

Standar Sanitasi dan Higiene RPH Katagori II

Kandungan Bahan Neuroprotektif pada Koro Benguk

Daun Binahong Sebagai Insektisida Alternatif pada Miasis

Buah Merah Menekan Ekspresi Caspase-6 dan Jumlah Sel Hofbauer

Daun Singkong Berguna Sebagai Antioksidan pada Burung Puyuh

Polimorfisma Protein Plasma pada Kelinci

Memperbaiki Performans Induk dan Bobot Lahir Pedet Sapi Bali

Produktivitas Ayam Pedaging Jantan di Daerah Dataran Tinggi

RISA TIURIA, UNITA PRATIWI, LIGAYA ITA TUMBELAKAParasitic Worm in Tiger (Panthera tigris) at Serulingmas

Zoological Garden Banjarnegara, Bandung Zoological Garden, and Indonesia Safari Park Bogor (CACING PARASIT

PADA HARIMAU (Panthera tigris) KEBUN BINATANG SERULING MAS

BANJAR NEGARA, KEBUN BINATANG BANDUNG, DAN TAMAN SAFARI BOGOR ......... 1-10

MUHAMMAD HANAFIAH, WISNU NURCAHYO, JOKO PRASTOWO, SRI HARTATI

Gambaran Histopatologi Toksoplasmosis pada Kucing Peliharaan .........�11-17

IDA BAGUS NGURAH SWACITA, I KETUT SUADA, KETUT BUDIASA, NYOMAN SADRA DHARMAWAN,

NYOMAN MANTIK ASTAWA, IDA AYU PASTI APSARI, I NYOMAN POLOS, I MADE DAMRIYASA

Seroprevalensi Sistiserkosis pada Babi di Papua ......... 18-23

SUS DERTHI WIDHYARI, ANITA ESFANDIARI, I KETUT SUTAMA,

SETYO WIDODO, I WAYAN TEGUH WIBAWAN, RIZAL RAHADIAN RAMDHANY

.Profil Imunoglobulin-G Serum Kambing Peranakan Etawah Bunting yang Diberi Imbuhan Pakan Mineral Seng ......... 24-

30.

ERWIN, GUNANTI, EKOWATI HANDHARYANI, DENI NOVIANA

Blood Profile of Domestic Cat (Felix catus) During Skin Graft Recovery with Different Period ......... 31-37

SRI RAHAYU, MOHAMAD YAMIN, CECE SUMANTRI, DEWI APRI ASTUTI

Profil Hematologi dan Status Metabolit Darah Domba Garut yang Diberi Pakan Limbah Tauge pada Pagi atau

Sore Hari ......... 38-45

ISROLI, TURRINI YUDIARTI, SUGIHARTOGambaran Biokimia dan Leukosit Darah Ayam Kampung

Umur 25 Hari yang Diberi Fungi Rhizopus oryzae ......... 46-50

ANITA HAFID, NI WAYAN KURNIANI KARJA, MOHAMAD AGUS SETIADI

Kompetensi Maturasi dan Fertilisasi Oosit Domba Prapubertas Secara In Vitro ......... 51-58

VISKI FITRI HENDRAWAN, WIDJIATI, SUHERNI SUSILOWATI, PUDJI SRIANTO

Peningkatan Ekspresi Vascular Endothel Growth Factor dan Mitogen Activating Protein Kinase Plasenta Tikus

yang Dipapar Carbon Black ......... 59-68

TUTY LASWARDI YUSUF, RADEN IIS ARIFIANTINI, RENI RATNI DAPAWOLE,

WILMIENTJEMARLENE MESANG NALLEYKualitas Semen Beku Babi dalam Pengencer Komersial

yang Disuplementasi dengan Trehalosa ......... 69-75

WIDYA PARAMITA LOKAPIRNASARI, ADRIANA MONICA SAHIDU,

TRI NURHAJATI,KOESNOTO SUPRANIANONDO, ANDREAS BERNYYULIANTO

Sekuensing 16S DNA Bakteri Selulolitik Asal Limbah Cairan Rumen Sapi Peranakan Ongole ......... 76-82

1 4 1 1 8326

9 772477 566990

Jurnal Veteriner, adalah jurnal yang artikelnya ditelaah oleh para mitra bebestasi dalam lingkup bidang

kedokteran hewan dan kehewanan. Jurnal Veteriner didedikasikan untuk mempublikasikan artikel ilmiah dalam

bidang kedokteran hewan dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Diterbitkan empat kali setahun pada bulan

Maret, Juni, September, dan Desember. Penerbitan Jurnal veteriner diharapkan dapat menjadi wahana registrasi

dan dokumentasi karya ilmiah yang utama, di samping menjadi ajang diskusi bidang kedokteran hewan.

Jurnal Veteriner berpegang teguh pada etika publikasi yang baku bagi semua pihak yang terlibat dalam

penerbitan, antara lain : penulis, penyunting (reviewer), mitra bebestari (peer reviewer), dan penerbit.

Penulis Plagiarisme merupakan tindakan yang kurang etis. Penulis wajib menyerahkan karya asli, tidak

mempublikasikannya sebagian atau sepenuhnya ke jurnal lain, sampai Jurnal Veteriner memberi jawaban atas

kelayakan artikel yang telah dikirimkan. Penulis wajib menyertakan data penelitian yang akurat dan dapat

dipercaya. Penulis wajib menyitir pustaka yang memengaruhi artikelnya, baik itu artikel dalam jurnal cetak mau

pun on line, atau hasil wawancara secara personal. Jika penulis menemukan dan menyadari adanya kekeliruan

atau kesalahan dalam artikelnya, mereka wajib memberitahukannya kepada editor atau penerbit, agar dapat

menarik atau memperkaiki artikel dimaksud.

Mitra Bebestari/Peer Reviewers Mitra bebestari diharapkan berperan memberi masukan dan membantu editor dalam mengambil

kebijakan terhadap artikel yang ditelaah di samping membantu para penulis meningkatkan kualitas artikelnya.

Mitra bebestari hendaknya menginformasikan editor perihal kepatutan dan kemampuannya menelaah artikel

yang dikirimkan. Keseluruhan artikel yang sedang mengalami proses penyuntingan mesti dijaga kerahasiaannya.

Proses penyuntingan hendaknya dilakukan seobjektif mungkin dengan memberikan alas an yang masuk akal, dan

tidak mengkritik penulis secara personal. Andaikan artikel yang sedang disunting kurang layak, kerahasiaan

artikel tersebut tetap harus dijaga, dan tidak dimanfaatkan oleh orang lain tanpa seijin para penulis.

Penyunting/Editor Para penyunting bertanggungjawab menerima naskah yang dikirim para penulis. Dalam proses

penyuntingan naskah, para penyunting dalam melakukan penilaian harus tetap mengedepankan bobot ilmiah

artikel yang diperiksa, dengan mengenyampingkan ras, jenis kelamin, etnis, agama, kewarganegaraan, dan

pandangan politik. Para penyunting tidak diperkenankan merahasiakan informasi perihal artikel yang dimaksud,

kecuali kepada para penulis, mitra bebestari, dan penerbit. Jika naskah yang diterima kurang layak diterbitkan,

para penyunting mesti tetap menjaga kerahasiaan naskah tersebut, dan tidak dimanfaatkan oleh orang lain,

kecuali mendapat ijin dari para penuisnya.

Penerbit Sebagai penerbit jurnal, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, bekerja sama dengan

organisasi profesi dokter hewan, yakni Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia, selalu mendorong para

penyunting untuk mematuhi tatacara penulisan artikel ilmiah yang umum dianut. Penerbit bekerja sama dengan

para penyunting bertugas selalu menjaga kualitas jurnal dan mengeluarkan kebijakan yang mendorong untuk

perkembangan jurnal kearah yang lebih baik. Penerbit akan selalu memastikan bahwa kebijakan penyunting

untuk mempublikasikan atau menolak suatu artikel, berdasarkan atas saran para mitra bebestari, dan tidak

dipengaruhi oleh kepentingan yang sifatnya komersial.

154

Pemberian Ransum Berenergi Tinggi

Memperbaiki Performans Induk dan Menambah Bobot

Lahir Pedet Sapi Bali

(PROVISION HIGHER LEVEL OF ENERGY RATION IMPROVE CATTLE

PERFORMANCE AND CALVES BIRTH WEIGHT)

Ni Nyoman Suryani1, I Wayan Suarna2, Ni Putu Sarini3 ,

I Gede Mahardika1 , Magna Anuraga Putra Duarsa2

1Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

2Laboratorium Tanaman Pakan Ternak3Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Ternak

Fakultas Peternakan, Universitas Udayana

Jln. Sudirman Denpasar Bali, 80232 Indonesia

Telp 0361-222096, Email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh level energi ransum pada sapi bali bunting

tujuh bulan terhadap bobot lahir pedet. Penelitian dilakukan di Stasiun Penelitian Sobangan, Mengwi,

Badung, Bali pada 12 ekor induk bunting fase pre-calving (dua bulan menjelang kelahiran) dengan bobot

badan induk sekitar 300 kg/ekor. Perlakuan yang diberikan adalah empat jenis ransum iso protein 10%

dengan level energi berbeda (2000, 2100, 2200, dan 2300 kkal ME/kg) sebagai perlakuan A, B, C dan D.

Peubah yang diamati: pertambahan bobot badan, konsumsi bahan kering (BK), bahan organik (BO),

konsumsi energi, protein kasar (PK), serat kasar (SK), dan bobot lahir pedet. Rancangan yang digunakan

adalah Rancangan Acak Kelompok. . Hasil penelitian menunjukkan konsumsi BK bervariasi dari 5175,80–

5366,80 g/h. Konsumsi BO mulai dari 4438,54–4610,44 g/e/h. Bobot lahir pedet juga tertinggi pada induk

dengan perlakuan D yaitu 18 kg/e. Semua perbedaan ini secara statistika tidak nyata (P>0,05). Konsumsi

energi nyata (P<0,05) tertinggi pada perlakuan D yaitu 19,320,65 kkal GE/h. Simpulan dari hasil penelitian

ini adalah pemberian energi ransum dari 2000–2300 kkal ME/kg meningkatkan konsumsi energi,

memprbaiki performans sapi bali bunting tujuh bulan dan menambah bobott lahir pedet sehingga menjadi

18 kg.

Kata-kata kunci: energi ransum; sapi bali, bobot lahir pedet

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of energy levels in bali cattle rations of seven months

pregnant on birth weight calves. The study was conducted in Farm Sobangan Badung Regency on 12

pregnant breeding phase of pre-calving (two months before the birth) with the parent body weight at

average 300 kg/head. The treatments were four types of rations which was iso protein 10% with the energy

level were 2000, 2100, 2200 and 2300 kcal ME/kg respectively. Variables measured were: weight gain,

consumption of dry matter (DM), organic matter (OM), consumption energy, crude protein (CP) and crude

fiber (CF), and birth weight calves. The design used was a randomized block design. Results showed DM

intake varied from 5175.80 to 5366.80 g/d. Consumption of OM ranging from 4438.54 to 4610.44 g/d. Calf

birth weight was also highest in the parent with treatment D is 18 kg. All these differences were not

statistically significant (P>0.05). Energy consumption significantly highest (P <0.05) at the treatment D

i.e. 19320.65 kcal GE/d. The conclusion of this study is energizing ration of 2000 - 2300 kcal ME/kg increase

energy consumption however, improve performance seven months pregnant Bali cattle and calf birth

weight to add into 18 kg.

Keywords: energy ration; Bali cattle; calf birth weight

Jurnal Veteriner Maret 2017 Vol. 18 No. 1 : 154-159pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.1.154Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvetKemenristek Dikti RI S.K. No. 36a/E/KPT/2016

155

PENDAHULUAN

Banyak faktor berpengaruh terhadap bobot

lahir dan kelangsungan hidup pedet.

Berkurangnya asupan nutrien pada periode

akhir kebuntingan (pre-calving) tidak saja

berakibat menurunnya bobot lahir bahkan dapat

mengakibatkan kematian pedet. Pada sapi yang

sedang bunting, tidak semua pasokan nutrien

dimanfaatkan untuk pertumbuhan induk saja,

melainkan juga digunakan untuk pertumbuhan

fetus dalam uterusnya. Pertumbuhan fetus

sangat pesat selama beberapa minggu akhir

kebuntingan. Agar pedet yang dilahirkan sehat

dan kuat maka pada periode pre-calving perlu

dilakukan challenge feeding program yaitu

meningkatkan kualitas pakan yang diberikan.

Salah satu caranya adalah dengan

meningkatkan kandungan energi ransum.

Menurut Khan et al. (2014), terdapat

hubungan yang sangat erat antara asupan

pakan selama kebuntingan dengan produksi

susu dan bobot lahir pedet. Apabila kekurangan

asupan terjadi terus menerus selama tiga bulan

sebelum partus, dapat mengakibatkan kematian

pedet baik ketika masih dalam kandungan

maupun setelah lahir. LeViness (1993)

menyatakan, sapi bunting umur 80-90 hari

sebelum melahirkan merupakan periode kritis

karena: harus mencukupi kebutuhan nutrien

bagi pertumbuhannnya dan juga perkembangan

fetus karena saat itu terjadi pertambahan bobot

badan hingga tiga kali lipat; mempertahankan

kondisi tubuh agar tetap kuat untuk kelahiran

yang menghasilkan pedet sehat. Induk yang

lemah akan melahirkan pedet yang lemah atau

kematian pedet; induk perlu menghasilkan susu

dengan nutrisi yang cukup bagi pedet. Agar

kebutuhan ini tercapai, maka Moran (2005)

menyarankan, sapi dengan umur kebuntingan

tujuh bulan perlu diberikan peningkatan energi

ransum dalam metabolic energy (ME) sebesar

10 MJ/kg. Pada umur kebuntingan delapan dan

sembilan bulan peningkatan kebutuhan energi

mencapai masing-masing 15 dan 20 ME (MJ/

kg). Freetly et al. (2007) melaporkan bahwa

terjadi penurunan efisiensi retensi ME pada fase

kebuntingan yang diakibatkan oleh peningkatan

produksi panas karena meningkatnya umur

kebuntingan. Produksi panas meningkat

selama trimester ketiga kebuntingan.

Peningkatan panas ini merupakan akibat dari

panas yang diproduksi untuk maintenan

jaringan maternal dan panas yang dilepaskan

selama perkembangan jaringan maternal dan

jaringan fetus.

Roche (2000) melaporkan bahwa konsumsi

bahan kering (BK) sapi bunting berpengaruh

besar terhadap produksi susu setelah

melahirkan. Apabila kebutuhan energi tidak

terpenuhi maka akan menurunkan lemak susu

15-20%. Energi metabolis (ME) yang dibutuhkan

sapi dengan bobot badan 550 kg dua bulan

menjelang melahirkan adalah 70 MJ/h.

Kebutuhan ini meningkat menjadi 100 MJ/h

pada saat melahirkan.

Prasojo et al. (2010) menyatakan, bobot

lahir pedet sapi bali jantan dan betina sangat

bervariasi. Kisaran bobot lahir pedet jantan

antara 10,5-22,0 kg dengan rataan 18,9±1,4 kg.

Pedet betina memiliki kisaran bobot lahir antara

13-26 kg dengan rataan 17,9±1,6 kg.

Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan

penelitian ini dilakukan adalah untuk

mengetahui pengaruh level energi yang berbeda

dalam ransum sapi bali bunting tujuh bulan

terhadap konsumsi nutrien dan bobot lahir

pedet.

METODE PENELITIAN

Sapi Bali Bunting

Penelitian ini meggunakan 12 ekor sapi bali

bunting yang dipelihara di Stasiun Penelitian

Peternakan Sobangan, Mengwi, Badung, Bali.

Masing-masing induk sapi dipelihara dalam

kandang individu. Pakan yang diberikan terdiri

dari hijauan dan konsentrat. Pakan konsentrat

diberikan pada pagi hari, sedangkan pakan

hijauan diberikan dalam keadaan segar setelah

diberikan pakan konsentrat. Susunan ransum

disajikan pada Tabel 1 dan kandungan nutrien

ransum pada Tabel 2.

Rancangan Percobaan

Percobaan menggunakan Rancangan Acak

Kelompok. Empat jenis ransum iso protein 10%

dengan empat level energi (2000, 2100, 2200,

dan 2300 kkal ME/kg) sebagai perlakuan A, B,

C, dan D dengan empat kelompok induk dengan

bobot badan berbeda sebagai ulangan.

Peubah yang Diamati

Konsumsi Bahan Kering, Bahan

Organik, dan Nutrien Ransum. Konsumsi

bahan kering ransum adalah konsumsi bahan

kering hijauan ditambah dengan konsumsi

bahan kering konsentrat. Konsumsi bahan

kering diperoleh dengan mengurangi bahan

Suryani, et al Jurnal Veteriner

156

Bobot Lahir Pedet. Pedet yang baru lahir

setelah dibersihkan badannya, langsung

ditimbang bobot badannya. Hasil pengukuran

yang diperoleh merupakan bobot lahir pedet.

Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini

dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat

hasil yang berbeda nyata (P<0,05) antar

perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan

uji kontras ortogonal pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama penelitian, konsumsi BK, BO, SK,

dan PK ransum tidak menunjukkan perbedaan

yang nyata (P>0,05) seperti disajikan pada Tabel

3. Konsumsi BK sapi bali yang mendapat energi

ransum terendah adalah 5392,86 kg/e/h dan

konsumsi BK sapi bali yang mendapat energi

tertinggi adalah 5516,29 g/e/h. Konsumsi BK

kering ransum yang diberikan dengan bahan

kering ransum sisa. Pengukuran konsumsi

ransum dilakukan setiap hari selama penelitian.

Konsumsi nutrien dihitung dengan persamaan

seperti berikut: Konsumsi bahan organik (BO)

= jumlah konsumsi ransum x %BO ransum;

Konsumsi energi = jumlah konsumsi ransum x

%BK ransum x kandungan energi ransum;

Konsumsi protein kasasr (PK) = jumlah

konsumsi ransum x %BK ransum x %protein;

Konsumsi serat kasar (SK) = jumlah konsumsi

ransum x %BK ransum x %SKb

Pertambahan Berat Badan Induk.

Penimbangan sapi-sapi calon induk dilakukan

setiap dua minggu untuk melihat pertambahan

bobot badannya. Pertambahan bobot hidup

ternak sapi diperoleh dengan mengurangi bobot

pada penimbangan di akhir kebuntingan dengan

bobot awal penelitian. Pertambahan bobot hidup

harian diperoleh dengan membagi pertambahan

bobot badan secara keseluruhan dengan

lamanya penelitian.

Tabel 1. Susunan ransum perlakuan terhadap sapi bali bunting tujuh bulan

Perlakuan

No Komposisi

A B C D

1 Konsentrat 35,00 37,00 40,00 43,00

2 Rumput raja 64,255 61,02 56,66 51,125

3 Minyak kelapa 0,245 1,48 2,84 5,375

4 Vitamin/Mineral 0,50 0,50 0,50 0,50

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00

Keterangan: A = ransum mengandung 10% PK dan 2000 kkal ME/kg

B = ransum mengandung 10% PK dan 2100 kkal ME/kg

C = ransum mengandung 10% PK dan 2200 kkal ME/kg

D = ransum mengandung 10% PK dan 2300 kkal ME/kg

Tabel 2. Kandungan nutrien ransum sapi bali bunting tujuh bulan

Perlakuan

No. Nutrien Pakan

A B C D

1 Protein Kasar (%) 10,17 10,21 10,31 10,32

2 ME (kkal/kg) 2000 2100 2200 2300

3 Serat Kasar (%) 27,67 27,09 26,37 25,29

4 Kalsium (%) 0,42 0,42 0,42 0,42

5 Phospor (%) 0,27 0,27 0,27 0,26

Keterangan: Analisis ransum dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fapet-Unud

ME = metabolizable energy

Jurnal Veteriner Maret 2017 Vol. 18 No. 1 : 154-159

157

cenderung meningkat dengan meningkatnya

energi ransum. Demikian juga halnya dengan

konsumsi BO dan PK, terjadi kecenderungan

peningkatan konsumsi BO dan PK dengan

meningkatnya energi ransum. Konsumsi BO

dan PK pada sapi bali yang mendapat ransum

dengan kandungan energi 2000 ME/kg masing-

masing 4656,65 g/e/h dan 591,16 g/e/h

meningkat menjadi 4740,02 g/e/h dan 597,05 g/

e/h. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Hartati et al. (2008)

pada sapi bali bunting juga memperoleh

konsumsi BK terendah 4,83 ± 0,38 kg dan

teringgi 5,25 ± 0,13 kg. Sementara konsumsi

BO terendah 4,03 ± 0,33 kg dan tertinggi 4,39 ±

0,11kg serta konsumsi PK terendah 599,19 ±

11,6 g dan tertinggi 611,98 ± 4,03 g.

Dalam penelitian ini hanya konsumsi energi

yang menunjukkan perbedaan yang nyata

(P<0,05). Semakin tinggi kandungan energi

ransum, maka konsumsi energi juga semakin

meningkat. Konsumsi energi tertinggi

ditunjukan oleh sapi bali yang mendapat

kandungan energi ransum 2300 ME/kg, yaitu

13,90% (P<0,05) lebih tinggi dari konsumsi

energi sapi yang mendapat 2000 kkal ME/kg,

sedangkan konsumsi mineral juga

menunjukkan perbedaan yang tidak nyata

(P>0,05). Konsumsi energi sapi bali dalam

penelitian ini setara 15,6 ME (Mkal/h) untuk

yang mendapat ransum mengandung energi

2000 ME (kkal/kg) ransum sampai 17,8 ME

(Mkal/h) untuk mendapat ransum mengandung

energi 2300 ME (kkal/kg). Hal ini sesuai dengan

anjuran yang diberikan oleh Moe dan Tyrrell

(1971) bahwa 75 hari sebelum partus, sapi

bunting dengan bobot badan 400-750 kg, maka

energi yang harus dikonsumsi agar terpenuhi

kebutuhan induk dan fetus adalah 14,1–22,5 ME

(Mkal/h).

Sementara itu Moran (2005) menyarankan,

sapi pada umur kebuntingan tujuh bulan

diberikan peningkatan energi ransum sebesar

10 ME (MJ/kg) setara 2,39 ME (Mkal/kg). Pada

umur kebuntingan delapan dan sembilan bulan

peningkatan kebutuhan energi mencapai

masing-masing 15 dan 20 ME (MJ/kg) setara

dengan 3,59 dan 4,78 ME (Mkal/kg). Selama

masa kebuntingan terjadi beberapa perubahan

secara fisiologi seperti: peningkatan kebutuhan

nutrisi untuk perkembangan fetus dan kelenjar

ambing (Bell, 1995). Kebutuhan energi pada

akhir kebuntingan meningkat pesat karena

uterus menggunakan hampir setengah dari

pasokan glukosa yang tersedia. Oleh karena itu,

kebutuhan energi sapi bunting fase pre-calving

75% lebih tinggi dibandingkan sapi yang tidak

bunting. Sejalan dengan perkembangan janin

dan kebutuhannya akan nutrien, maka aliran

darah menuju kelenjar ambing meningkat

200%, serapan glukosa dan asetat oleh kelenjar

ambing meningkat masing-masing 400% dan

180%.

Efisiensi pemanfaatan pakan (feed

Tabel 3. Pengaruh level energi ransum terhadap konsumsi bahan kering, bahan organik dan nutrien

ransum.

Ransum Perlakuan

Peubah SEM

A B C D

Bahan Kering g/e/h 5392,86 5414,52 5439,23 5516,29 64,41

Bahan Organik g/e/h 4656,65 4657,37 4668,51 4740,02 57,39

Protein Kasar g/e/h 591,16 596,20 592,38 597,05 4,92

Serat Kasar g/e/h 1448,62 1450,70 1466,53 1492,53 20,57

Energi kkal/e/h 19526,32a 20301,13b 20943,85b 22239,55c 223,22

Kalsium g/e/h 24,06 24,24 24,15 24,38 0,22

Phosphor g/e/h 15,12 15,22 15,19 15,34 0,15

Fe (besi) g/e/h 9,15 9,26 9,26 9,18 0,06

Keterangan: A = ransum mengandung 10% PK dan 2000 kkal ME/kg

B = ransum mengandung 10% PK dan 2100 kkal ME/kg

C = ransum mengandung 10% PK dan 2200 kkal ME/kg

D = ransum mengandung 10% PK dan 2300 kkal ME/kg

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05)

SEM = “Standard Error of the Treatment Means”

Suryani, et al Jurnal Veteriner

158

convertion ratio/FCR) sapi bali bunting tujuh

bulan hasil penelitian ini, walaupun secara

statistika tidak menunjukkan perbedaan yang

nyata (P<0,05), akan tetapi tampak sapi yang

mendapat energi ransum tertinggi mengubah

pakan paling efisien. Hal ini ditunjukkan

dengan pertambahan bobot badan induk

menjelang partus tertinggi pada sapi yang

mendapat perlakuan D, dan bobot lahir pedet

juga tertinggi dihasilkan dari induk yang

mendapat perlakuan D (Tabel 4). Akan tetapi

semua perbedaan ini secara statistika tidak

nyata (P>0,05). Banyak faktor berpengaruh

terhadap bobot lahir dan kelangsungan hidup

pedet. Berkurangnya konsumsi nutrien pada

periode akhir kebuntingan (pre-calving) bisa

berakibat pada menurunnya bobot lahir bahkan

kematian pedet. Pada ternak sapi perah yang

sedang bunting, tidak semua nutrien dari pakan

dimanfaatkan untuk pertumbuhan induk saja,

melainkan juga digunakan untuk pertumbuhan

fetus. Agar pedet yang dilahirkan sehat dan kuat

maka 2-3 minggu sebelum melahirkan perlu

dilakukan challenge feeding program yaitu

dengan meningkatkan kualitas pakan yang

diberikan. Sesuai dengan pernyataan Funston

et al. (2010) bahwa status gizi induk sapi

merupakan salah satu faktor ekstrinsik yang

sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan,

perkembangan dan fungsi utama sistem organ

fetus. Menurut Godfrey dan Barker (2000)

kekurangan asupan nutrien pada fase prenatal

meningkatkan risiko kematian pada saat partus

dan menurunkan kesehatan pedet saat

pertumbuhan. Selanjunya pedet yang lahir di

atas rataan bobot lahir mempunyai daya tahan

tubuh yang lebih kuat dibantingkan pedet yang

lahir di bawah berat rata-rata.

Peningkatan energi ransum dari 2000

menjadi 2300 kkal ME/kg menghasilkan bobot

lahir pedet berkisar dari 17,33–18,00 kg/ekor.

Bobot lahir pedet sangat menentukan

keberlangsungan usaha di bidang peternakan

sapi. Bobot lahir yang rendah dan jika diikuti

dengan manajemen pemberian pakan tidak

memenuhi nutrisi yang dibutuhkan, maka hal

tersebut akan menyokong angka kematian pedet

yang tinggi. Walaupun bobot lahir pedet

tertinggi dilahirkan dari induk yang mendapat

energi tertinggi, namun secara statistik tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05).

Hasil penelitian ini sejalan dengan Prasojo et

al. (2010) yang melaporkan bahwa bobot lahir

pedet sapi bali bervariasi yaitu 18,4 ± 1,6 kg.

Sementara itu Kadarsih (2004) dalam laporan

penelitiannya terhadap performans

pertumbuhan sapi bali mendapatkan bobot lahir

yang lebih rendah dari penelitian ini, bobot lahir

sapi bali betina berkisar antara 14,41–16,09 dan

bobot lahir sapi bali jantan adalah 15,55–17,11

kg. Di lain pihak Panjaitan et al. (2003) yang

mengamati performans sapi bali di Sumbawa

mendapatkan bobot lahir sapi bali berkisar 13,8-

15,2 kg.

Tabel 4. Pengaruh level energi ransum terhadap pertambahan bobot badan induk dan bobot lahir

pedet sapi bali

Ransum Perlakuan

Peubah SEM

A B C D

Berat badan awal kg/e 291,67 290,67 293,00 294,67 6,574

Berat badan akhir kg/e 330,00 335,67 329,00 340,00 6,085

Pertambahan berat 435,61 511,36 409,09 515,15 25,150

badan (pbb) g/e/h

FCR 12,38 10,83 13,30 10,71 0,648

Berat lahir pedet kg/e 17,83 17,67 17,33 18,00 0,840

Keterangan: A = ransum mengandung 10% PK dan 2000 kkal ME/kg

B = ransum mengandung 10% PK dan 2100 kkal ME/kg

C = ransum mengandung 10% PK dan 2200 kkal ME/kg

D = ransum mengandung 10% PK dan 2300 kkal ME/kg

SEM = “Standard Error of the Treatment Means”

Jurnal Veteriner Maret 2017 Vol. 18 No. 1 : 154-159

159

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa pemberian energi ransum

2000–2300 kkal ME/kg ransum tidak

berpengaruh terhadap performans sapi bali

bunting tujuh bulan dan menghasilkan bobot

lahir pedet 17,33–18,00 kg. Peningkatan energi

ransum menyebabkan meningkatnya konsumsi

energi.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian dengan

meningkatkan kandungan protein dan energi

ransum. Dengan demikian akan ditemukan

tingkat protein dan energi ransum optimal bagi

ternak untuk mengekspresikan potensi

genetiknya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan

kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

atas pendanaan penelitian ini melalui hibah

Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi dengan

nomor kontrak: 311-165/UN14.2/PNL.01.03.00/

2015. Terima kasih juga kami sampaikan kepada

Rektor dan LPPM Universitas Udayana yang

telah memfasilitasi dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Bell AW. 1995. Regulation of organic nutrient

metabolism during transition from

latepregnancy to early lactation. J Anim Sci

73: 2804-2819.

Freetly HC, Nienaber JA, Brown-Brandl T.

2008. Partitioning of energi in pregnant beef

cows during nutritionally induced body

weight fluctuation. J Anim Sci 86: 370-

377. doi:10.2527/jas.2007-0250.

Funston RN, Larson DM, dan Vonnahme KA.

2010. Effects of maternal nutrition on

conceptus growth and offspring

performance: Implications for beef cattle

production. J Anim Sci 88(E. Suppl.):E205–

E215 doi:10.2527/jas.2009-2351.

Godfrey KM, Barker DJP. 2000. Fetal nutrition

and adult disease. Am J Clin Nutr

71(Suppl.):1344S–1352S.

Hartati E, Katipana NGF, Saleh A. 2008.

Konsumsi dan kecernaan zat-zat makanan

pada sapi bali akhir kebuntingan yang

diberi pakan padat gizi mengandung

minyak lemuru dan seng. Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor.

P: 155–160.

Kadarsih S. 2004. Performans sapi bali

berdasarkan ketinggian tempat di daerah

transmigrasi Bengkulu. I. Performans

Pertumbuhan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian

Indonesia 6(1): 50–56.

Khan MAA, Islam MN, Khan MAS, Akbar MA.

2004. Effects of Feeding High and Low

Energy Levels during Late Pregnancy on

Performance of Crossbred Dairy Cows and

Their Calves. Asian-Aust J Anim Sci 17(7):

947-953

LeViness E. 1993. Range Cow Nutrition in Late

Pregnancy. Arizona Ranchers’ Management

Guide. Gum R, Ruyle G, Rice R (Editors).

Arizona Cooperative Extension.

Moe PW, Tyrrell HF. 1971. Metabolizable

Energy Requirements of Pregnant Dairy

Cows. J Dairy Sci 55(4): 480–483.

Moran J. 2005. Tropical Dairy Farming. Feeding

Management for Small Holder Dairy

Farmers in the Humid Tropic. Depart of

Primary Industries. Landlink Press. 150

Oxford St (PO Box 1139) Collingwood VIC

3066 Australia.

Panjaitan T, Fordyce G, Poppi D. 2003. Bali

Cattle Performance in the Dry Tropics of

Sumbawa. Jurnal Ilmu Ternak dan

Veteriner 8(3): 1-6.

Prasojo G, Arifiantini I, Mohamad K. 2010.

Korelasi Antara Lama Kebuntingan, Bobot

Lahir dan Jenis Kelamin Pedet Hasil

Inseminasi Buatan pada Sapi Bali. J

Veteriner 11(1): 41–45.

Roche JR. 2000. Feeding the transition cow. The

myths and the magic, Dalam: Proceedings

of the Ruakura Farmers Conference,

Hamilton, New Zealand. Hlm. 29-36.

Suryani, et al Jurnal Veteriner