jurnal veteriner - simdos.unud.ac.id · alternatif insektisida terhadap miasis ... dan dokumentasi...
TRANSCRIPT
Vol. 18 No. 1, Maret 2017
18(1) : 1-166
Vo
l. 18 N
o. 1
: 1-1
66 M
are
t 2017
INDONESIAN VETERINARY JOURNAL
Kunjungi kami : ojs.unud.ac.id/index.php/jvet
Jurnal Veteriner
Diakreditasi Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia No. 36a/E/KPT/2016, 23 Mei 2016
I WAYAN SUARDANA, DYAH AYU WIDIASIH,
KOMANG JANUARTHA PUTRA PINATIH
Sekuen Nukleotida Gene Shiga like toxin-2 dari Isolat Lokal Escherichia coli O157:H7 asal Hewan
dan Manusia ......... 83-93
MAYA DEWI DYAH MAHARANI, SUMARDJO, ERIYATNO, EKO SUGENG PRIBADI
Strategi Pengelolaan Usaha Jasa Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia Secara Berkelanjutan ......... 94-106
ZIKRI MAULINA GAZNUR, HENNY NURAINI,
RUDY PRIYANTO
Evaluasi Penerapan Standar Sanitasi dan Higien di Rumah Potong Hewan Kategori II ......... 107-115
TRI WAHYU PANGESTININGSIH, TRINI SUSMIATI, HERY WIJAYANTO
Kandungan L-3, 4-dihydroxyphenylalanine Suatu Bahan Neuroprotektif pada Biji Koro Benguk (Mucuna pruriens) Segar, Rebus, dan Tempe .........116-120
IETJE WIENTARSIH, AULIA ANDI MUSTIKA, APRIL HARI WARDHANA, DODI DARMAKUSUMAH,
LINA NOVIYANTI SUTARDI
Daun Binahong (Andredera cordifolia Steenis) Sebagai Alternatif Insektisida Terhadap Miasis yang Disebabkan Lalat Chrysomya bezziana ......... 121-127
1IKA WAHYUNI , WIDJIATI, SRI PANTJA MADYAWATI, FEDIK ABDUL RANTAM
Pemberian Buah Merah (Pandanus conoideus Lam) sebelum Dipapar Timah Hitam Menekan Ekspresi Caspase-8 dan Jumlah Sel Hofbauer Mencit (Mus musculus) Bunting ......... 128-134
LA JUMADIN, ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS, KOEKOEH SANTOSO
Ekstrak Daun Singkong Baik Sebagai Antioksidan pada Burung Puyuh Dewasa yang Mendapat Paparan Panas Singkat ......... 135-143
RIRI SARFAN, SUTOPO, EDY KURNIANTO
Polimorfisme Protein Plasma Darah pada Kelinci Rex, Lokal dan New Zealand White ......... 144-153
NI NYOMAN SURYANI, I WAYAN SUARNA,
NI PUTU SARINI, I GEDE MAHARDIKA,
MAGNA ANURAGA PUTRA DUARSA
Pemberian Ransum Berenergi Tinggi Memperbaiki Performans Induk dan Menambah Bobot Lahir Pedet Sapi Bali ......... 154-159
BAHRI SYAMSURYADI, RUDI AFNAN,
IRMA ISNAFIA ARIEF, DAMIANA RITA EKASTUTI
Ayam Pedaging Jantan yang Dipelihara di Dataran Tinggi Sulawesi Selatan Produktivitasnya
Lebih Tinggi ......... 160-166
Cacing Parasit pada Harimau Kebun Binatang
Gambaran Histopatologi Kucing Toksoplasmosis
Seroprevalensi Sistiserkosis Babi di Papua
Profil Ig-G Serum Kambing Peranakan Etawah
Gambaran Darah Kucing Selama Auto-Skin Graft
Profil Hematologi Domba Garut Pemakan Tauge
Gambaran Biokimia Darah Ayam Pemakan Ragi Tempe
Maturasi dan Fertilisasi Oosit Domba Prapubertas
Ekspresi VEGF dan MAP Kinase Plasenta Tikus Terpapar Carbon Black
Semen Beku Babi dalam Pengencer yang Diimbuhi Trehalosa
Sekuensing 16s DNA Bakteri Selulotik Rumen Sapi Peranakan Ongole
Sekuen Gen Stx-2 E. coli O157:H7 Sapi Bali dan Manusia
Strategi Pengelolaan Jasa RPH Ruminansia Secara Berkesinambungan
Standar Sanitasi dan Higiene RPH Katagori II
Kandungan Bahan Neuroprotektif pada Koro Benguk
Daun Binahong Sebagai Insektisida Alternatif pada Miasis
Buah Merah Menekan Ekspresi Caspase-6 dan Jumlah Sel Hofbauer
Daun Singkong Berguna Sebagai Antioksidan pada Burung Puyuh
Polimorfisma Protein Plasma pada Kelinci
Memperbaiki Performans Induk dan Bobot Lahir Pedet Sapi Bali
Produktivitas Ayam Pedaging Jantan di Daerah Dataran Tinggi
RISA TIURIA, UNITA PRATIWI, LIGAYA ITA TUMBELAKAParasitic Worm in Tiger (Panthera tigris) at Serulingmas
Zoological Garden Banjarnegara, Bandung Zoological Garden, and Indonesia Safari Park Bogor (CACING PARASIT
PADA HARIMAU (Panthera tigris) KEBUN BINATANG SERULING MAS
BANJAR NEGARA, KEBUN BINATANG BANDUNG, DAN TAMAN SAFARI BOGOR ......... 1-10
MUHAMMAD HANAFIAH, WISNU NURCAHYO, JOKO PRASTOWO, SRI HARTATI
Gambaran Histopatologi Toksoplasmosis pada Kucing Peliharaan .........�11-17
IDA BAGUS NGURAH SWACITA, I KETUT SUADA, KETUT BUDIASA, NYOMAN SADRA DHARMAWAN,
NYOMAN MANTIK ASTAWA, IDA AYU PASTI APSARI, I NYOMAN POLOS, I MADE DAMRIYASA
Seroprevalensi Sistiserkosis pada Babi di Papua ......... 18-23
SUS DERTHI WIDHYARI, ANITA ESFANDIARI, I KETUT SUTAMA,
SETYO WIDODO, I WAYAN TEGUH WIBAWAN, RIZAL RAHADIAN RAMDHANY
.Profil Imunoglobulin-G Serum Kambing Peranakan Etawah Bunting yang Diberi Imbuhan Pakan Mineral Seng ......... 24-
30.
ERWIN, GUNANTI, EKOWATI HANDHARYANI, DENI NOVIANA
Blood Profile of Domestic Cat (Felix catus) During Skin Graft Recovery with Different Period ......... 31-37
SRI RAHAYU, MOHAMAD YAMIN, CECE SUMANTRI, DEWI APRI ASTUTI
Profil Hematologi dan Status Metabolit Darah Domba Garut yang Diberi Pakan Limbah Tauge pada Pagi atau
Sore Hari ......... 38-45
ISROLI, TURRINI YUDIARTI, SUGIHARTOGambaran Biokimia dan Leukosit Darah Ayam Kampung
Umur 25 Hari yang Diberi Fungi Rhizopus oryzae ......... 46-50
ANITA HAFID, NI WAYAN KURNIANI KARJA, MOHAMAD AGUS SETIADI
Kompetensi Maturasi dan Fertilisasi Oosit Domba Prapubertas Secara In Vitro ......... 51-58
VISKI FITRI HENDRAWAN, WIDJIATI, SUHERNI SUSILOWATI, PUDJI SRIANTO
Peningkatan Ekspresi Vascular Endothel Growth Factor dan Mitogen Activating Protein Kinase Plasenta Tikus
yang Dipapar Carbon Black ......... 59-68
TUTY LASWARDI YUSUF, RADEN IIS ARIFIANTINI, RENI RATNI DAPAWOLE,
WILMIENTJEMARLENE MESANG NALLEYKualitas Semen Beku Babi dalam Pengencer Komersial
yang Disuplementasi dengan Trehalosa ......... 69-75
WIDYA PARAMITA LOKAPIRNASARI, ADRIANA MONICA SAHIDU,
TRI NURHAJATI,KOESNOTO SUPRANIANONDO, ANDREAS BERNYYULIANTO
Sekuensing 16S DNA Bakteri Selulolitik Asal Limbah Cairan Rumen Sapi Peranakan Ongole ......... 76-82
1 4 1 1 8326
9 772477 566990
Jurnal Veteriner, adalah jurnal yang artikelnya ditelaah oleh para mitra bebestasi dalam lingkup bidang
kedokteran hewan dan kehewanan. Jurnal Veteriner didedikasikan untuk mempublikasikan artikel ilmiah dalam
bidang kedokteran hewan dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Diterbitkan empat kali setahun pada bulan
Maret, Juni, September, dan Desember. Penerbitan Jurnal veteriner diharapkan dapat menjadi wahana registrasi
dan dokumentasi karya ilmiah yang utama, di samping menjadi ajang diskusi bidang kedokteran hewan.
Jurnal Veteriner berpegang teguh pada etika publikasi yang baku bagi semua pihak yang terlibat dalam
penerbitan, antara lain : penulis, penyunting (reviewer), mitra bebestari (peer reviewer), dan penerbit.
Penulis Plagiarisme merupakan tindakan yang kurang etis. Penulis wajib menyerahkan karya asli, tidak
mempublikasikannya sebagian atau sepenuhnya ke jurnal lain, sampai Jurnal Veteriner memberi jawaban atas
kelayakan artikel yang telah dikirimkan. Penulis wajib menyertakan data penelitian yang akurat dan dapat
dipercaya. Penulis wajib menyitir pustaka yang memengaruhi artikelnya, baik itu artikel dalam jurnal cetak mau
pun on line, atau hasil wawancara secara personal. Jika penulis menemukan dan menyadari adanya kekeliruan
atau kesalahan dalam artikelnya, mereka wajib memberitahukannya kepada editor atau penerbit, agar dapat
menarik atau memperkaiki artikel dimaksud.
Mitra Bebestari/Peer Reviewers Mitra bebestari diharapkan berperan memberi masukan dan membantu editor dalam mengambil
kebijakan terhadap artikel yang ditelaah di samping membantu para penulis meningkatkan kualitas artikelnya.
Mitra bebestari hendaknya menginformasikan editor perihal kepatutan dan kemampuannya menelaah artikel
yang dikirimkan. Keseluruhan artikel yang sedang mengalami proses penyuntingan mesti dijaga kerahasiaannya.
Proses penyuntingan hendaknya dilakukan seobjektif mungkin dengan memberikan alas an yang masuk akal, dan
tidak mengkritik penulis secara personal. Andaikan artikel yang sedang disunting kurang layak, kerahasiaan
artikel tersebut tetap harus dijaga, dan tidak dimanfaatkan oleh orang lain tanpa seijin para penulis.
Penyunting/Editor Para penyunting bertanggungjawab menerima naskah yang dikirim para penulis. Dalam proses
penyuntingan naskah, para penyunting dalam melakukan penilaian harus tetap mengedepankan bobot ilmiah
artikel yang diperiksa, dengan mengenyampingkan ras, jenis kelamin, etnis, agama, kewarganegaraan, dan
pandangan politik. Para penyunting tidak diperkenankan merahasiakan informasi perihal artikel yang dimaksud,
kecuali kepada para penulis, mitra bebestari, dan penerbit. Jika naskah yang diterima kurang layak diterbitkan,
para penyunting mesti tetap menjaga kerahasiaan naskah tersebut, dan tidak dimanfaatkan oleh orang lain,
kecuali mendapat ijin dari para penuisnya.
Penerbit Sebagai penerbit jurnal, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, bekerja sama dengan
organisasi profesi dokter hewan, yakni Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia, selalu mendorong para
penyunting untuk mematuhi tatacara penulisan artikel ilmiah yang umum dianut. Penerbit bekerja sama dengan
para penyunting bertugas selalu menjaga kualitas jurnal dan mengeluarkan kebijakan yang mendorong untuk
perkembangan jurnal kearah yang lebih baik. Penerbit akan selalu memastikan bahwa kebijakan penyunting
untuk mempublikasikan atau menolak suatu artikel, berdasarkan atas saran para mitra bebestari, dan tidak
dipengaruhi oleh kepentingan yang sifatnya komersial.
154
Pemberian Ransum Berenergi Tinggi
Memperbaiki Performans Induk dan Menambah Bobot
Lahir Pedet Sapi Bali
(PROVISION HIGHER LEVEL OF ENERGY RATION IMPROVE CATTLE
PERFORMANCE AND CALVES BIRTH WEIGHT)
Ni Nyoman Suryani1, I Wayan Suarna2, Ni Putu Sarini3 ,
I Gede Mahardika1 , Magna Anuraga Putra Duarsa2
1Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak
2Laboratorium Tanaman Pakan Ternak3Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Ternak
Fakultas Peternakan, Universitas Udayana
Jln. Sudirman Denpasar Bali, 80232 Indonesia
Telp 0361-222096, Email : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh level energi ransum pada sapi bali bunting
tujuh bulan terhadap bobot lahir pedet. Penelitian dilakukan di Stasiun Penelitian Sobangan, Mengwi,
Badung, Bali pada 12 ekor induk bunting fase pre-calving (dua bulan menjelang kelahiran) dengan bobot
badan induk sekitar 300 kg/ekor. Perlakuan yang diberikan adalah empat jenis ransum iso protein 10%
dengan level energi berbeda (2000, 2100, 2200, dan 2300 kkal ME/kg) sebagai perlakuan A, B, C dan D.
Peubah yang diamati: pertambahan bobot badan, konsumsi bahan kering (BK), bahan organik (BO),
konsumsi energi, protein kasar (PK), serat kasar (SK), dan bobot lahir pedet. Rancangan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Kelompok. . Hasil penelitian menunjukkan konsumsi BK bervariasi dari 5175,80–
5366,80 g/h. Konsumsi BO mulai dari 4438,54–4610,44 g/e/h. Bobot lahir pedet juga tertinggi pada induk
dengan perlakuan D yaitu 18 kg/e. Semua perbedaan ini secara statistika tidak nyata (P>0,05). Konsumsi
energi nyata (P<0,05) tertinggi pada perlakuan D yaitu 19,320,65 kkal GE/h. Simpulan dari hasil penelitian
ini adalah pemberian energi ransum dari 2000–2300 kkal ME/kg meningkatkan konsumsi energi,
memprbaiki performans sapi bali bunting tujuh bulan dan menambah bobott lahir pedet sehingga menjadi
18 kg.
Kata-kata kunci: energi ransum; sapi bali, bobot lahir pedet
ABSTRACT
This study aimed to determine the effect of energy levels in bali cattle rations of seven months
pregnant on birth weight calves. The study was conducted in Farm Sobangan Badung Regency on 12
pregnant breeding phase of pre-calving (two months before the birth) with the parent body weight at
average 300 kg/head. The treatments were four types of rations which was iso protein 10% with the energy
level were 2000, 2100, 2200 and 2300 kcal ME/kg respectively. Variables measured were: weight gain,
consumption of dry matter (DM), organic matter (OM), consumption energy, crude protein (CP) and crude
fiber (CF), and birth weight calves. The design used was a randomized block design. Results showed DM
intake varied from 5175.80 to 5366.80 g/d. Consumption of OM ranging from 4438.54 to 4610.44 g/d. Calf
birth weight was also highest in the parent with treatment D is 18 kg. All these differences were not
statistically significant (P>0.05). Energy consumption significantly highest (P <0.05) at the treatment D
i.e. 19320.65 kcal GE/d. The conclusion of this study is energizing ration of 2000 - 2300 kcal ME/kg increase
energy consumption however, improve performance seven months pregnant Bali cattle and calf birth
weight to add into 18 kg.
Keywords: energy ration; Bali cattle; calf birth weight
Jurnal Veteriner Maret 2017 Vol. 18 No. 1 : 154-159pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.1.154Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvetKemenristek Dikti RI S.K. No. 36a/E/KPT/2016
155
PENDAHULUAN
Banyak faktor berpengaruh terhadap bobot
lahir dan kelangsungan hidup pedet.
Berkurangnya asupan nutrien pada periode
akhir kebuntingan (pre-calving) tidak saja
berakibat menurunnya bobot lahir bahkan dapat
mengakibatkan kematian pedet. Pada sapi yang
sedang bunting, tidak semua pasokan nutrien
dimanfaatkan untuk pertumbuhan induk saja,
melainkan juga digunakan untuk pertumbuhan
fetus dalam uterusnya. Pertumbuhan fetus
sangat pesat selama beberapa minggu akhir
kebuntingan. Agar pedet yang dilahirkan sehat
dan kuat maka pada periode pre-calving perlu
dilakukan challenge feeding program yaitu
meningkatkan kualitas pakan yang diberikan.
Salah satu caranya adalah dengan
meningkatkan kandungan energi ransum.
Menurut Khan et al. (2014), terdapat
hubungan yang sangat erat antara asupan
pakan selama kebuntingan dengan produksi
susu dan bobot lahir pedet. Apabila kekurangan
asupan terjadi terus menerus selama tiga bulan
sebelum partus, dapat mengakibatkan kematian
pedet baik ketika masih dalam kandungan
maupun setelah lahir. LeViness (1993)
menyatakan, sapi bunting umur 80-90 hari
sebelum melahirkan merupakan periode kritis
karena: harus mencukupi kebutuhan nutrien
bagi pertumbuhannnya dan juga perkembangan
fetus karena saat itu terjadi pertambahan bobot
badan hingga tiga kali lipat; mempertahankan
kondisi tubuh agar tetap kuat untuk kelahiran
yang menghasilkan pedet sehat. Induk yang
lemah akan melahirkan pedet yang lemah atau
kematian pedet; induk perlu menghasilkan susu
dengan nutrisi yang cukup bagi pedet. Agar
kebutuhan ini tercapai, maka Moran (2005)
menyarankan, sapi dengan umur kebuntingan
tujuh bulan perlu diberikan peningkatan energi
ransum dalam metabolic energy (ME) sebesar
10 MJ/kg. Pada umur kebuntingan delapan dan
sembilan bulan peningkatan kebutuhan energi
mencapai masing-masing 15 dan 20 ME (MJ/
kg). Freetly et al. (2007) melaporkan bahwa
terjadi penurunan efisiensi retensi ME pada fase
kebuntingan yang diakibatkan oleh peningkatan
produksi panas karena meningkatnya umur
kebuntingan. Produksi panas meningkat
selama trimester ketiga kebuntingan.
Peningkatan panas ini merupakan akibat dari
panas yang diproduksi untuk maintenan
jaringan maternal dan panas yang dilepaskan
selama perkembangan jaringan maternal dan
jaringan fetus.
Roche (2000) melaporkan bahwa konsumsi
bahan kering (BK) sapi bunting berpengaruh
besar terhadap produksi susu setelah
melahirkan. Apabila kebutuhan energi tidak
terpenuhi maka akan menurunkan lemak susu
15-20%. Energi metabolis (ME) yang dibutuhkan
sapi dengan bobot badan 550 kg dua bulan
menjelang melahirkan adalah 70 MJ/h.
Kebutuhan ini meningkat menjadi 100 MJ/h
pada saat melahirkan.
Prasojo et al. (2010) menyatakan, bobot
lahir pedet sapi bali jantan dan betina sangat
bervariasi. Kisaran bobot lahir pedet jantan
antara 10,5-22,0 kg dengan rataan 18,9±1,4 kg.
Pedet betina memiliki kisaran bobot lahir antara
13-26 kg dengan rataan 17,9±1,6 kg.
Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan
penelitian ini dilakukan adalah untuk
mengetahui pengaruh level energi yang berbeda
dalam ransum sapi bali bunting tujuh bulan
terhadap konsumsi nutrien dan bobot lahir
pedet.
METODE PENELITIAN
Sapi Bali Bunting
Penelitian ini meggunakan 12 ekor sapi bali
bunting yang dipelihara di Stasiun Penelitian
Peternakan Sobangan, Mengwi, Badung, Bali.
Masing-masing induk sapi dipelihara dalam
kandang individu. Pakan yang diberikan terdiri
dari hijauan dan konsentrat. Pakan konsentrat
diberikan pada pagi hari, sedangkan pakan
hijauan diberikan dalam keadaan segar setelah
diberikan pakan konsentrat. Susunan ransum
disajikan pada Tabel 1 dan kandungan nutrien
ransum pada Tabel 2.
Rancangan Percobaan
Percobaan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok. Empat jenis ransum iso protein 10%
dengan empat level energi (2000, 2100, 2200,
dan 2300 kkal ME/kg) sebagai perlakuan A, B,
C, dan D dengan empat kelompok induk dengan
bobot badan berbeda sebagai ulangan.
Peubah yang Diamati
Konsumsi Bahan Kering, Bahan
Organik, dan Nutrien Ransum. Konsumsi
bahan kering ransum adalah konsumsi bahan
kering hijauan ditambah dengan konsumsi
bahan kering konsentrat. Konsumsi bahan
kering diperoleh dengan mengurangi bahan
Suryani, et al Jurnal Veteriner
156
Bobot Lahir Pedet. Pedet yang baru lahir
setelah dibersihkan badannya, langsung
ditimbang bobot badannya. Hasil pengukuran
yang diperoleh merupakan bobot lahir pedet.
Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini
dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat
hasil yang berbeda nyata (P<0,05) antar
perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan
uji kontras ortogonal pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama penelitian, konsumsi BK, BO, SK,
dan PK ransum tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata (P>0,05) seperti disajikan pada Tabel
3. Konsumsi BK sapi bali yang mendapat energi
ransum terendah adalah 5392,86 kg/e/h dan
konsumsi BK sapi bali yang mendapat energi
tertinggi adalah 5516,29 g/e/h. Konsumsi BK
kering ransum yang diberikan dengan bahan
kering ransum sisa. Pengukuran konsumsi
ransum dilakukan setiap hari selama penelitian.
Konsumsi nutrien dihitung dengan persamaan
seperti berikut: Konsumsi bahan organik (BO)
= jumlah konsumsi ransum x %BO ransum;
Konsumsi energi = jumlah konsumsi ransum x
%BK ransum x kandungan energi ransum;
Konsumsi protein kasasr (PK) = jumlah
konsumsi ransum x %BK ransum x %protein;
Konsumsi serat kasar (SK) = jumlah konsumsi
ransum x %BK ransum x %SKb
Pertambahan Berat Badan Induk.
Penimbangan sapi-sapi calon induk dilakukan
setiap dua minggu untuk melihat pertambahan
bobot badannya. Pertambahan bobot hidup
ternak sapi diperoleh dengan mengurangi bobot
pada penimbangan di akhir kebuntingan dengan
bobot awal penelitian. Pertambahan bobot hidup
harian diperoleh dengan membagi pertambahan
bobot badan secara keseluruhan dengan
lamanya penelitian.
Tabel 1. Susunan ransum perlakuan terhadap sapi bali bunting tujuh bulan
Perlakuan
No Komposisi
A B C D
1 Konsentrat 35,00 37,00 40,00 43,00
2 Rumput raja 64,255 61,02 56,66 51,125
3 Minyak kelapa 0,245 1,48 2,84 5,375
4 Vitamin/Mineral 0,50 0,50 0,50 0,50
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Keterangan: A = ransum mengandung 10% PK dan 2000 kkal ME/kg
B = ransum mengandung 10% PK dan 2100 kkal ME/kg
C = ransum mengandung 10% PK dan 2200 kkal ME/kg
D = ransum mengandung 10% PK dan 2300 kkal ME/kg
Tabel 2. Kandungan nutrien ransum sapi bali bunting tujuh bulan
Perlakuan
No. Nutrien Pakan
A B C D
1 Protein Kasar (%) 10,17 10,21 10,31 10,32
2 ME (kkal/kg) 2000 2100 2200 2300
3 Serat Kasar (%) 27,67 27,09 26,37 25,29
4 Kalsium (%) 0,42 0,42 0,42 0,42
5 Phospor (%) 0,27 0,27 0,27 0,26
Keterangan: Analisis ransum dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fapet-Unud
ME = metabolizable energy
Jurnal Veteriner Maret 2017 Vol. 18 No. 1 : 154-159
157
cenderung meningkat dengan meningkatnya
energi ransum. Demikian juga halnya dengan
konsumsi BO dan PK, terjadi kecenderungan
peningkatan konsumsi BO dan PK dengan
meningkatnya energi ransum. Konsumsi BO
dan PK pada sapi bali yang mendapat ransum
dengan kandungan energi 2000 ME/kg masing-
masing 4656,65 g/e/h dan 591,16 g/e/h
meningkat menjadi 4740,02 g/e/h dan 597,05 g/
e/h. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Hartati et al. (2008)
pada sapi bali bunting juga memperoleh
konsumsi BK terendah 4,83 ± 0,38 kg dan
teringgi 5,25 ± 0,13 kg. Sementara konsumsi
BO terendah 4,03 ± 0,33 kg dan tertinggi 4,39 ±
0,11kg serta konsumsi PK terendah 599,19 ±
11,6 g dan tertinggi 611,98 ± 4,03 g.
Dalam penelitian ini hanya konsumsi energi
yang menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05). Semakin tinggi kandungan energi
ransum, maka konsumsi energi juga semakin
meningkat. Konsumsi energi tertinggi
ditunjukan oleh sapi bali yang mendapat
kandungan energi ransum 2300 ME/kg, yaitu
13,90% (P<0,05) lebih tinggi dari konsumsi
energi sapi yang mendapat 2000 kkal ME/kg,
sedangkan konsumsi mineral juga
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
(P>0,05). Konsumsi energi sapi bali dalam
penelitian ini setara 15,6 ME (Mkal/h) untuk
yang mendapat ransum mengandung energi
2000 ME (kkal/kg) ransum sampai 17,8 ME
(Mkal/h) untuk mendapat ransum mengandung
energi 2300 ME (kkal/kg). Hal ini sesuai dengan
anjuran yang diberikan oleh Moe dan Tyrrell
(1971) bahwa 75 hari sebelum partus, sapi
bunting dengan bobot badan 400-750 kg, maka
energi yang harus dikonsumsi agar terpenuhi
kebutuhan induk dan fetus adalah 14,1–22,5 ME
(Mkal/h).
Sementara itu Moran (2005) menyarankan,
sapi pada umur kebuntingan tujuh bulan
diberikan peningkatan energi ransum sebesar
10 ME (MJ/kg) setara 2,39 ME (Mkal/kg). Pada
umur kebuntingan delapan dan sembilan bulan
peningkatan kebutuhan energi mencapai
masing-masing 15 dan 20 ME (MJ/kg) setara
dengan 3,59 dan 4,78 ME (Mkal/kg). Selama
masa kebuntingan terjadi beberapa perubahan
secara fisiologi seperti: peningkatan kebutuhan
nutrisi untuk perkembangan fetus dan kelenjar
ambing (Bell, 1995). Kebutuhan energi pada
akhir kebuntingan meningkat pesat karena
uterus menggunakan hampir setengah dari
pasokan glukosa yang tersedia. Oleh karena itu,
kebutuhan energi sapi bunting fase pre-calving
75% lebih tinggi dibandingkan sapi yang tidak
bunting. Sejalan dengan perkembangan janin
dan kebutuhannya akan nutrien, maka aliran
darah menuju kelenjar ambing meningkat
200%, serapan glukosa dan asetat oleh kelenjar
ambing meningkat masing-masing 400% dan
180%.
Efisiensi pemanfaatan pakan (feed
Tabel 3. Pengaruh level energi ransum terhadap konsumsi bahan kering, bahan organik dan nutrien
ransum.
Ransum Perlakuan
Peubah SEM
A B C D
Bahan Kering g/e/h 5392,86 5414,52 5439,23 5516,29 64,41
Bahan Organik g/e/h 4656,65 4657,37 4668,51 4740,02 57,39
Protein Kasar g/e/h 591,16 596,20 592,38 597,05 4,92
Serat Kasar g/e/h 1448,62 1450,70 1466,53 1492,53 20,57
Energi kkal/e/h 19526,32a 20301,13b 20943,85b 22239,55c 223,22
Kalsium g/e/h 24,06 24,24 24,15 24,38 0,22
Phosphor g/e/h 15,12 15,22 15,19 15,34 0,15
Fe (besi) g/e/h 9,15 9,26 9,26 9,18 0,06
Keterangan: A = ransum mengandung 10% PK dan 2000 kkal ME/kg
B = ransum mengandung 10% PK dan 2100 kkal ME/kg
C = ransum mengandung 10% PK dan 2200 kkal ME/kg
D = ransum mengandung 10% PK dan 2300 kkal ME/kg
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05)
SEM = “Standard Error of the Treatment Means”
Suryani, et al Jurnal Veteriner
158
convertion ratio/FCR) sapi bali bunting tujuh
bulan hasil penelitian ini, walaupun secara
statistika tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05), akan tetapi tampak sapi yang
mendapat energi ransum tertinggi mengubah
pakan paling efisien. Hal ini ditunjukkan
dengan pertambahan bobot badan induk
menjelang partus tertinggi pada sapi yang
mendapat perlakuan D, dan bobot lahir pedet
juga tertinggi dihasilkan dari induk yang
mendapat perlakuan D (Tabel 4). Akan tetapi
semua perbedaan ini secara statistika tidak
nyata (P>0,05). Banyak faktor berpengaruh
terhadap bobot lahir dan kelangsungan hidup
pedet. Berkurangnya konsumsi nutrien pada
periode akhir kebuntingan (pre-calving) bisa
berakibat pada menurunnya bobot lahir bahkan
kematian pedet. Pada ternak sapi perah yang
sedang bunting, tidak semua nutrien dari pakan
dimanfaatkan untuk pertumbuhan induk saja,
melainkan juga digunakan untuk pertumbuhan
fetus. Agar pedet yang dilahirkan sehat dan kuat
maka 2-3 minggu sebelum melahirkan perlu
dilakukan challenge feeding program yaitu
dengan meningkatkan kualitas pakan yang
diberikan. Sesuai dengan pernyataan Funston
et al. (2010) bahwa status gizi induk sapi
merupakan salah satu faktor ekstrinsik yang
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan,
perkembangan dan fungsi utama sistem organ
fetus. Menurut Godfrey dan Barker (2000)
kekurangan asupan nutrien pada fase prenatal
meningkatkan risiko kematian pada saat partus
dan menurunkan kesehatan pedet saat
pertumbuhan. Selanjunya pedet yang lahir di
atas rataan bobot lahir mempunyai daya tahan
tubuh yang lebih kuat dibantingkan pedet yang
lahir di bawah berat rata-rata.
Peningkatan energi ransum dari 2000
menjadi 2300 kkal ME/kg menghasilkan bobot
lahir pedet berkisar dari 17,33–18,00 kg/ekor.
Bobot lahir pedet sangat menentukan
keberlangsungan usaha di bidang peternakan
sapi. Bobot lahir yang rendah dan jika diikuti
dengan manajemen pemberian pakan tidak
memenuhi nutrisi yang dibutuhkan, maka hal
tersebut akan menyokong angka kematian pedet
yang tinggi. Walaupun bobot lahir pedet
tertinggi dilahirkan dari induk yang mendapat
energi tertinggi, namun secara statistik tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05).
Hasil penelitian ini sejalan dengan Prasojo et
al. (2010) yang melaporkan bahwa bobot lahir
pedet sapi bali bervariasi yaitu 18,4 ± 1,6 kg.
Sementara itu Kadarsih (2004) dalam laporan
penelitiannya terhadap performans
pertumbuhan sapi bali mendapatkan bobot lahir
yang lebih rendah dari penelitian ini, bobot lahir
sapi bali betina berkisar antara 14,41–16,09 dan
bobot lahir sapi bali jantan adalah 15,55–17,11
kg. Di lain pihak Panjaitan et al. (2003) yang
mengamati performans sapi bali di Sumbawa
mendapatkan bobot lahir sapi bali berkisar 13,8-
15,2 kg.
Tabel 4. Pengaruh level energi ransum terhadap pertambahan bobot badan induk dan bobot lahir
pedet sapi bali
Ransum Perlakuan
Peubah SEM
A B C D
Berat badan awal kg/e 291,67 290,67 293,00 294,67 6,574
Berat badan akhir kg/e 330,00 335,67 329,00 340,00 6,085
Pertambahan berat 435,61 511,36 409,09 515,15 25,150
badan (pbb) g/e/h
FCR 12,38 10,83 13,30 10,71 0,648
Berat lahir pedet kg/e 17,83 17,67 17,33 18,00 0,840
Keterangan: A = ransum mengandung 10% PK dan 2000 kkal ME/kg
B = ransum mengandung 10% PK dan 2100 kkal ME/kg
C = ransum mengandung 10% PK dan 2200 kkal ME/kg
D = ransum mengandung 10% PK dan 2300 kkal ME/kg
SEM = “Standard Error of the Treatment Means”
Jurnal Veteriner Maret 2017 Vol. 18 No. 1 : 154-159
159
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa pemberian energi ransum
2000–2300 kkal ME/kg ransum tidak
berpengaruh terhadap performans sapi bali
bunting tujuh bulan dan menghasilkan bobot
lahir pedet 17,33–18,00 kg. Peningkatan energi
ransum menyebabkan meningkatnya konsumsi
energi.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian dengan
meningkatkan kandungan protein dan energi
ransum. Dengan demikian akan ditemukan
tingkat protein dan energi ransum optimal bagi
ternak untuk mengekspresikan potensi
genetiknya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan
kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
atas pendanaan penelitian ini melalui hibah
Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi dengan
nomor kontrak: 311-165/UN14.2/PNL.01.03.00/
2015. Terima kasih juga kami sampaikan kepada
Rektor dan LPPM Universitas Udayana yang
telah memfasilitasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Bell AW. 1995. Regulation of organic nutrient
metabolism during transition from
latepregnancy to early lactation. J Anim Sci
73: 2804-2819.
Freetly HC, Nienaber JA, Brown-Brandl T.
2008. Partitioning of energi in pregnant beef
cows during nutritionally induced body
weight fluctuation. J Anim Sci 86: 370-
377. doi:10.2527/jas.2007-0250.
Funston RN, Larson DM, dan Vonnahme KA.
2010. Effects of maternal nutrition on
conceptus growth and offspring
performance: Implications for beef cattle
production. J Anim Sci 88(E. Suppl.):E205–
E215 doi:10.2527/jas.2009-2351.
Godfrey KM, Barker DJP. 2000. Fetal nutrition
and adult disease. Am J Clin Nutr
71(Suppl.):1344S–1352S.
Hartati E, Katipana NGF, Saleh A. 2008.
Konsumsi dan kecernaan zat-zat makanan
pada sapi bali akhir kebuntingan yang
diberi pakan padat gizi mengandung
minyak lemuru dan seng. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor.
P: 155–160.
Kadarsih S. 2004. Performans sapi bali
berdasarkan ketinggian tempat di daerah
transmigrasi Bengkulu. I. Performans
Pertumbuhan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
Indonesia 6(1): 50–56.
Khan MAA, Islam MN, Khan MAS, Akbar MA.
2004. Effects of Feeding High and Low
Energy Levels during Late Pregnancy on
Performance of Crossbred Dairy Cows and
Their Calves. Asian-Aust J Anim Sci 17(7):
947-953
LeViness E. 1993. Range Cow Nutrition in Late
Pregnancy. Arizona Ranchers’ Management
Guide. Gum R, Ruyle G, Rice R (Editors).
Arizona Cooperative Extension.
Moe PW, Tyrrell HF. 1971. Metabolizable
Energy Requirements of Pregnant Dairy
Cows. J Dairy Sci 55(4): 480–483.
Moran J. 2005. Tropical Dairy Farming. Feeding
Management for Small Holder Dairy
Farmers in the Humid Tropic. Depart of
Primary Industries. Landlink Press. 150
Oxford St (PO Box 1139) Collingwood VIC
3066 Australia.
Panjaitan T, Fordyce G, Poppi D. 2003. Bali
Cattle Performance in the Dry Tropics of
Sumbawa. Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteriner 8(3): 1-6.
Prasojo G, Arifiantini I, Mohamad K. 2010.
Korelasi Antara Lama Kebuntingan, Bobot
Lahir dan Jenis Kelamin Pedet Hasil
Inseminasi Buatan pada Sapi Bali. J
Veteriner 11(1): 41–45.
Roche JR. 2000. Feeding the transition cow. The
myths and the magic, Dalam: Proceedings
of the Ruakura Farmers Conference,
Hamilton, New Zealand. Hlm. 29-36.
Suryani, et al Jurnal Veteriner