jurnal nisya annisa yuristyar d1210053

31
Terpaan Pemberitaan Tentang Partai Demokrat Di Televisi, Persepsi Dan Orientasi Mahasiswa Terhadap Partai Demokrat (Studi Korelasi Pengaruh Terpaan Pemberitaan di Media Televisi Metro TV Tentang Kasus Korupsi di Tubuh Partai Demokrat dengan Persepsi Mengenai Citra Partai Demokrat dan Orientasi Terhadap Partai Demokrat pada Pemilu 2014 di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010 FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta) Nisya Annisa Yuristyar Totok Sarsito Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract This research aims to determine the correlation between news exposure influence in television media Metro TV about corruption cases in the Democratic Party with perception regarding the Democratic Partys Image and with orientation for the Democratic Party in the 2014 election, among the students of Communication Studies class of 2010, Faculty of Social Science and Political Science, Sebelas Maret University, Surakarta. This research included in explanatives research what aimed to explain the correlation between the variables studied. The data was collected using survey methods, and using questionnaires as data collection instruments. Sampling using purposive sampling technique and measured by Slovin formula that produces sample as much as 70 people. These data are analyzed using multiple testing techniques, including validity test, 1

Upload: aditya-iqbal-maulana

Post on 22-Jan-2016

52 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

Terpaan Pemberitaan Tentang Partai Demokrat Di Televisi, Persepsi Dan

Orientasi Mahasiswa Terhadap Partai Demokrat

(Studi Korelasi Pengaruh Terpaan Pemberitaan di Media Televisi Metro TV

Tentang Kasus Korupsi di Tubuh Partai Demokrat dengan Persepsi

Mengenai Citra Partai Demokrat dan Orientasi Terhadap

Partai Demokrat pada Pemilu 2014 di Kalangan

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010

FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta)

Nisya Annisa Yuristyar

Totok Sarsito

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

This research aims to determine the correlation between news exposure influence in television media Metro TV about corruption cases in the Democratic Party with perception regarding the Democratic Partys Image and with orientation for the Democratic Party in the 2014 election, among the students of Communication Studies class of 2010, Faculty of Social Science and Political Science, Sebelas Maret University, Surakarta. This research included in explanatives research what aimed to explain the correlation between the variables studied. The data was collected using survey methods, and using questionnaires as data collection instruments. Sampling using purposive sampling technique and measured by Slovin formula that produces sample as much as 70 people. These data are analyzed using multiple testing techniques, including validity test, reliability test and hypotheses test. The result of the analysis stated that the questionnaires used in this study is valid and reliable. Correlation coefficient of Spearman’s Rho Rank-Order Correlations of the correlation between the news exposure with the perception is found as much as 0.600. And the correlation coefficient between the news exposure with the orientation, is found as much as 0.694. Both of the correlation coefficient values was significant. Since both of the correlation coefficient values is positive, than the correlation between the variables is proportional.Keywords : Correlation Studies, Media Influence, News Exposure, Television, Perception, Party Image, Orientation

1

Page 2: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

Pendahuluan

Partai Demokrat merupakan partai muda yang dibentuk atas inisiatif

Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2001 dan disahkan pada 27 Agustus

2003. Pada Pemilu Legislatif 2009 Partai Demokrat menjadi pemenang telak

dengan perolehan suara sebesar 21.703.137 atau 20,4 % dari total jumlah suara

sah sebanyak 104.099.785 suara dan mendapatkan 150 kursi di DPR RI.1

Meski sebagai partai baru, Partai Demokrat memiliki strategi yang baik

dalam menanamkan citra positif di benak masyarakat sehingga mampu mengantar

partai tersebut pada kemenangan telak di Pemilu 2009. Banyak program Partai

Demokrat yang mampu mengambil hati masyarakat Indonesia untuk memberikan

dukungan terhadap partai tersebut. Salah satu program dari Partai Demokrat yang

sangat terkenal adalah program pemberantasan korupsi.

Namun sangat ironis, Partai Demokrat yang selalu mengunggulkan

program pemberantasan korupsi tersebut, saat ini justru beberapa kadernya terlibat

kasus korupsi Wisma Atlet. Salah satu kader yang terlibat adalah Muhammad

Nazaruddin yang merupakan Bendahara Umum Partai Demokrat. Muhammad

Nazaruddin telah dinyatakan sebagai terdakwa kasus suap Wisma Atlet dan

divonis empat tahun sepuluh bulan penjara. Ia dinyatakan terbukti melanggar

pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU_No.20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Korupsi.2 Kemudian Angelina Sondakh yang

merupakan Wakil Sekretaris Jenderal I Partai Demokrat, juga telah ditetapkan

sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA

Games di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan dengan terdakwa Muhammad

Nazaruddin.3 Selain itu beberapa petinggi Partai Demokrat seperti Ketua Umum

Partai Demokrat yaitu Anas Urbaningrum, dan Menteri Pemuda dan Olahraga,

Andi Mallaranggeng, juga disebut-sebut terlibat dalam kasus korupsi Wisma Atlet

dan telah diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).4

1 http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Demokrat/(2/19/2012/12:43)2 http://jurnalpatrolinews.com/2012/04/20/tipikor-nazaruddin-dihukum-4-tahun-10-bulan-penjara/(5/29/2012/7:13)3 http://www.surabaya post.co.id/(5/29/2012/2:50)4 http://jurnalpatrolinews.com/2012/04/20/tipikor-nazaruddin-dihukum-4-tahun-10-bulan-penjara/(5/29/2012/7:13)

2

Page 3: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

Berbagai pemberitaan mengenai hal tersebut beredar di segala media

massa, baik cetak maupun elektronik, termasuk media televisi Metro TV. Segala

pemberitaan tersebut, tentu akan memberikan efek atau respon tertentu yang

muncul dari individu yang terkena terpaan pesan dari media massa. Efek-efek

yang muncul tersebut dapat memicu adanya pembentukan dan perubahan citra

terhadap suatu hal. Citra bagi sebuah partai politik penting perannya dalam

membangun persepsi masyarakat untuk mau ikut serta mendukung eksistensi

partai tersebut dalam penyelenggaraan negara.

Pemberitaan di media massa mengenai peristiwa-peristiwa seperti di atas

tentunya dapat memperburuk citra Partai Demokrat di mata masyarakat. Hal ini

dikarenakan segala bentuk informasi dan pemberitaan di media massa, memiliki

peranan penting dalam membentuk persepsi masyarakat tentang suatu partai

politik dan mempengaruhi orientasi serta perilaku politik masyarakat. Perilaku

politik masyarakat akan tercermin dalam berbagai kegiatan politik, terutama

dalam pemberian suara pada pemilihan umum.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut :

a. “Apakah terdapat hubungan antara terpaan pemberitaan di Metro TV tentang

kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat dengan persepsi masyarakat mengenai

citra Partai Demokrat di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan

2010, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret,

Surakarta?”

b. “Apakah terdapat hubungan antara terpaan pemberitaan di Metro TV tentang

kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat dengan orientasi masyarakat terhadap

Partai Demokrat pada Pemilu 2014 di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi

angkatan 2010, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas

Maret, Surakarta?”

3

Page 4: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

1. Telaah Pustaka

A. Komunikasi massa

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari

kata Latin communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama.

Sama disini maksudnya adalah sama makna.5 Menurut Carl I. Hovland

sebagaimana dikutip oleh Deddy Mulyana, “Komunikasi adalah proses yang

memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya

lambang-lambang verbal) untuk merubah perilaku orang lain.”6

“Ilmu komunikasi meliputi intrapersonal communication, interpersonal

communication, group communication, mass communication, intercultural

communicatoin, dan sebagainya.”7 Dari sekian banyak bidang dalam ilmu

komunikasi, mass communication atau komunikasi massa berkembang setelah

munculnya banyak penemuan yang berhubungan dengan penyampaian informasi

kepada khalayak luas. Seperti penemuan mesin cetak untuk pembuatan buku cetak

dan surat kabar, serta radio dan televisi.

“Para ahli komunikasi berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan

komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi melalui media

massa, jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass media

communication).”8

Komunikasi massa memiliki ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh sifat-

sifat komponennya yaitu, komunikasi massa berlangsung satu arah, komunikator

pada komunikasi massa melembaga, pesan pada komunikasi massa bersifat

umum, media komunikasi massa menimbulkan keserempakan dan komunikan

komunikasi massa bersifat heterogen.9

5 Onong Uchjana Effendi. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya. Bandung. 1990. Hlm 9.6 Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2010. Hlm 627 Onong Uchjana Effendi. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya. Bandung. 1990. Hlm 68 Ibid. Hlm 209 Ibid. Hlm 21-25

4

Page 5: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

B. Media massa

Komunikasi massa merupakan komunikasi dengan menggunakan media

massa. Media massa sering diidentikkan dengan pers. Ada dua pengertian

mengenai pers, yaitu pers dalam arti kata sempit dan pers dalam arti kata luas.

“Pers dalam arti kata sempit yaitu yang menyangkut kegiatan komunikasi yang

hanya dilakukan dengan perantara barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti kata

luas adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan dengan

media cetak maupun dengan media elektronik seperti radio, televisi maupun

internet.”10

Pers memiliki tugas dan fungsi dalam mewujudkan keinginan manusia

untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi mengenai berbagai hal di

sekitarnya dan di dunia. Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat

menuliskan beberapa fungsi pers yaitu yang pertama adalah memberikan

informasi atau berita kepada khalayak ramai dengan cara yang teratur. Kedua,

fungsi pers sebagai kontrol sosial dengan melakukan pengawasan terhadap kinerja

pemerintah maupun perusahaan. Kemudian yang ketiga adalah memberikan

interpretasi dan bimbingan kepada masyarakat tentang arti suatu kejadian.

Keempat, fungsi pers untuk menghibur masyarakat melalui humor, drama, dan

musik. Selanjutnya fungsi kelima adalah fungsi regeneratif, yaitu menyampaikan

warisan sosial dari satu generasi ke generasi berikutnya. Fungsi yang keenam

adalah fungsi pengawalan hak-hak warga negara. Lalu fungsi ketujuh adalah

fungsi ekonomi dimana pers melayani sistem ekonomi melalui iklan. Dan yang

terakhir adalah fungsi swadaya, yaitu bahwa pers mempunyai kewajiban untuk

memupuk kemampuannya sendiri agar ia dapat membebaskan dirinya dari

pengaruh-pengaruh serta tekanan-tekanan dalam bidang keuangan.11

Dalam kaitannya dengan politik, kehadiran media massa memiliki peran

penting dalam menyampaikan pesan-pesan politik pada khalayak luas. Media

10 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat. Jurnalistik Teori dan Praktik. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2009. Hlm 1711 Ibid. Hlm 27

5

Page 6: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

massa selalu dipandang memiliki pengaruh yang kuat terutama dalam membangun

opini dan pengetahuan bagi khalayak.

C. Televisi

Televisi merupakan salah satu media massa elektronik yang memiliki

unsur audio dan visual. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, yang dimaksud

dengan televisi adalah:

“Pesawat sistem penyiaran gambar obyek yang bergerak yang disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar, digunakan untuk penyiaran pertunjukan, berita dan sebagainya.”12

Unsur suara serta gambar yang dimiliki televisi menjadi daya tarik

tersendiri bagi masyarakat untuk memilih televisi sebagai media informasi. Onong

Uchjana Effendy mengungkapkan bahwa:

“TV mempunyai daya tarik yang kuat tak perlu dijelaskan lagi. Kalau radio mempunyai daya tarik yang kuat disebabkan unsur-unsur kata-kata, musik dan sound effect, maka TV selain ketiga unsur tersebut juga memiliki unsur visual berupa gambar. Dan gambar ini bukan gambar mati, melainkan gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan yang mendalam pada penonton.”13

Daya tarik tersebut menjadikan televisi sebagai media yang cukup

berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Hal ini membuat segala macam pesan

dan informasi yang disampaikan televisi menjadi begitu mudah tersampaikan

kepada masyarakat luas, termasuk pesan-pesan dan informasi dalam berita politik.

D. Pemberitaan

Berita yang dalam bahasa Inggris disebut news, kemungkinan sekali

berasal dari bentuk jamak dari kata Inggris pertengahan (Middle English), yaitu

newe, yang berarti “sesuatu yang baru”. Dapat dikatakan bahwa syarat utama

sebuah berita adalah sifatnya yang baru, biasanya berita itu harus pula penting

(importance) dan menarik (interesting).14

12 Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. 1984. Hlm 99413 Onong Uchjana Effendy. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2003. Hlm 17714 Soewardi Idris. Jurnalistik Televisi. 1987. Remadja Karya. Bandung. Hlm 142

6

Page 7: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat dalam bukunya

Jurnalistik Teori dan Praktik, menuliskan: “Berita adalah informasi aktual tentang

fakta-fakta dan opini yang menarik perhatian orang.”15

Tidak semua peristiwa dapat dikategorikan sebagai berita yang layak

untuk dimuat atau dipublikasikan kepada khalayak ramai. Berita memiliki sifat-

sifat istimewa yang juga disebut sebagai unsur-unsur layak berita. Di Indonesia

unsur-unsur layak berita tersebut tercermin pada pasal 5 Kode Etik Jurnalistik

Wartawan Indonesia yang berbunyi: “Wartawan Indonesia menyajikan berita

secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan ketepatan, serta tidak

mencampurkan fakta dan opini sendiri. Tulisan berisi interpretasi dan opini

wartawan agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.”16 Dari

ketentuan yang ditetapkan oleh Kode Etik Jurnalistik itu menjadi jelas pada kita

bahwa berita pertama-tama harus cermat dan tepat atau dalam bahasa jurnalistik

harus akurat. Selain cermat dan tepat, berita juga harus lengkap (complete), adil

(fair) dan berimbang (balanced). Kemudian berita pun harus tidak mencampurkan

fakta dan opini sendiri atau dalam bahasa akademis disebut objektif. Dan, yang

merupakan syarat praktis tentang penulisan berita, tentu saja berita itu harus

ringkas (concise), jelas (clear), dan hangat (current).17

Tidak semua peristiwa dapat dikategorikan sebagai berita. Dan tidak

semua berita layak untuk diberitakan. Setiap berita memiliki nilai berita yang

membuat berita tersebut menjadi layak atau tidak untuk diberitakan. Untuk

mengetahui nilai sebuah berita, kriteria atau unsur yang digunakan adalah:

1) Aktualitas (Timeliness)

Berita tak ubahnya seperti es krim yang gampang meleleh, bersamaan dengan

berlalunya waktu, nilai suatu berita semakin berkurang.

2) Kedekatan (Proximity)

15 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat. Jurnalistik Teori dan Praktik. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2009. Hlm 4016 Ibid. Hlm 4717 Ibid.

7

Page 8: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

Peristiwa yang mengandung unsur kedekatan dengan pembaca, akan menarik

perhatian. Kedekatan yang dimaksud dapat berupa kedekatan geografis

maupun emosional.

3) Keterkenalan (Prominence)

Peristiwa yang terkait dengan seseorang atau sesuatu yang terkenal misalnya

kematian tokoh terkenal, atau suatu peristiwa yang terjadi di tempat atau

kondisi yang terkenal juga memiliki nilai berita yang tinggi.

4) Dampak (Consequence)

Peristiwa yang memiliki dampak luas terhadap masyarakat memiliki nilai

berita tinggi.

5) Human Interest

Dalam berita human interest terkandung unsur yang menarik empati, simpati

atau menggugah perasaan khalayak. Unsur-unsur yang dapat memikat hati

khalayak tersebut yaitu ketegangan (suspense), ketidaklaziman (unusualness),

minat Pribadi (personal interest), konflik (conflict), simpati (sympathy),

kemajuan (progress), seks (sex), usia (age), binatang (animals), dan humor.18

E. Persepsi

Deddy Mulyana menuliskan bahwa: “Persepsi adalah inti komunikasi,

sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan

penyandian balik (decoding) dalam proses komunikasi. Persepsi disebut inti

komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita

berkomunikasi dengan efektif.”19

Persepsi antara dua orang atau lebih mengenai suatu hal yang sama bisa

berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan informasi yang diterima oleh masing-

masing orang. Meskipun informasi yang mereka terima sama, namun pemahaman

antara satu orang dengan orang yang lain bisa berbeda-beda tergantung pada

bagaimana proses masing-masing individu dalam menerima informasi tersebut,

mengolahnya, menyimpannya serta menghasilkannya kembali. Jalaluddin

18 Ibid. Hlm 6419 Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2010. Hlm 180

8

Page 9: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi manamakan proses pengolahan

informasi ini sebagai komunikasi intrapersonal, yang meliputi sensasi, persepsi,

memori dan berpikir.20

“Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Persepsi ialah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasi informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respons.”21

Kesemuanya tadi merupakan suatu proses seseorang dalam menerima

informasi berupa stimuli, mengolahnya, menyimpan, serta menghasilkannya

kembali sebagai suatu respon.

F. Citra Politik

“Salah satu tujuan komunikasi politik adalah membentuk citra politik yang

baik pada khalayak. Citra politik terbentuk berdasarkan informasi yang diterima,

baik langsung maupun melalui media politik, termasuk media sosial dan media

massa yang bekerja menyampaikan pesan politik yang umum dan aktual.”22

Citra berasal dari bahasa sansekerta yang berarti gambar. Kemudian kata

gambar berkembang menjadi kata gambaran sebagai padanan kata image dalam

bahasa Inggris. Citra merupakan sesuatu yang abstrak dan komplek serta

melibatkan aspek emosi (afeksi) dan aspek penalaran (kognisi).23

Dalam kaitannya dengan dunia politik, citra memiliki peranan dalam

memberikan gambaran seseorang mengenai berbagai masalah politik. Anwar

Arifin menuliskan: “Citra politik dapat dipahami sebagai gambaran seseorang

tentang politik (kekuasaan, kewenangan, otoritas, kerjasama, konflik dan

konsensus) yang memiliki makna, kendatipun tidak selamanya sesuai dengan

realitas politik yang sebenarnya.”24

20 Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. 1989. Hlm 5521 Ibid.22 Anwar Arifin. Komunikasi Politik Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2011. Hlm 17723 Ibid. Hlm 17824 Ibid.

9

Page 10: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

Citra politik seseorang akan membantu dalam pemahaman, penilaian dan

identifikasi dengan peristiwa, gagasan, tujuan atau pemimpin politik. Citra

membantu memberikan alasan yang dapat diterima secara subjektif tentang

mengapa segala sesuatu hadir sebagaimana tampaknya, tentang preferensi politik,

dan tentang penggabungan dengan orang lain.25

Citra politik memiliki peran penting bagi berbagai elemen politik seperti

lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan partai politik, serta para politikus dan

pemimpin politik sangat perlu membangun citra politik yang baik. “Di antara

semua lembaga politik tersebut, yang paling perlu melakukan upaya pencitraan

adalah partai politik, karena partai politik itu berkompetisi atau bersaing dengan

sejumlah partai lainnya, terutama dalam aktivitas memenangkan pemilihan umum

yang berlangsung secara periodik.”26

Menurut Dan Nimmo: “Citra partai terdiri atas apa yang dipercaya rakyat

tentang setiap partai politik utama, suka atau tidak suka terhadap mereka, dan apa

yang diharapkan dilakukan oleh partai.”27

Membangun citra partai melalui komunikasi politik dengan menggunakan

media sosial maupun media massa memerlukan waktu yang lama. Hal ini

dikarenakan rakyat ingin mengetahui kesesuaian dirinya dengan ideologi, visi dan

misi serta kinerja dan reputasi partai politik dan tokoh-tokohnya. Selain itu rakyat

juga ingin mengetahui konsistensi dan integritas suatu partai politik.28 Apabila

suatu partai politik tidak melakukan kinerja yang baik, tidak mempunyai

konsistensi dan integritas, maka citra yang melekat di benak rakyat akan menjadi

buruk. “Citra yang melekat di benak individu-individu itu akan tersimpan dalam

kesadaran kolektif rakyat, sehingga semua perilaku partai politik terutama yang

disiarkan berulang-ulang oleh media massa atau media sosial tidak akan terhapus

begitu saja.”29 Semua informasi mengenai perilaku partai politik yang didapatkan

25 Dan Nimmo. Komunikasi Politik Khalayak dan Efek. Remadja Karya. Bandung. 1989. Hlm 826 Anwar Arifin. Komunikasi Politik Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2011. Hlm 17927 Dan Nimmo. Komunikasi Politik Khalayak dan Efek. Remadja Karya. Bandung. 1989. Hlm 21228 Anwar Arifin. Komunikasi Politik Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2011. Hlm 18029 Ibid.

10

Page 11: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

rakyat dari media massa dan media sosial tersebut, akan tersusun menjadi sebuah

persepsi mengenai citra partai politik.

G. Pengaruh Media Massa (Teori Kultivasi)

Terpaan pesan dan informasi dari media massa yang secara terus-menerus

diterima oleh seseorang, lambat laun dapat menimbulkan efek-efek tertentu pada

seseorang. Jalaluddin Rakhmat menjelaskan tiga efek pesan media massa yang

meliputi aspek kognitif, afektif, dan behavioral.

“Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap atau nilai. Kemudian efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku.”30

Dalam kajian ilmu komunikasi terdapat banyak teori tentang efek atau

dampak media. Salah satu teori yang berkembang mengenai dampak media massa

khususnya televisi adalah teori kultivasi (cultivation). Teori kultivasi

dikembangkan untuk menjelaskan dampak menyaksikan televisi pada persepsi,

sikap dan nilai-nilai seseorang. “Teori ini berasal dari program riset jangka

panjang dan ekstensif yang dilakukan George Gerbner beserta para koleganya di

Annenberg School of Communication di University of Pennsylvania.”31

“Cultivation berarti penguatan, pengembangan, perkembangan,

penanaman atau pereratan. Maksudnya bahwa terpaan media (khususnya televisi)

mampu memperkuat persepsi khalayak terhadap realitas sosial.”32

“Penelitian yang dilakukan oleh George Gerbner dan rekan-rekannya

tentang teori pengembangan atau cultivation theory menyatakan bahwa televisi

menghadirkan cara untuk memandang dunia.”33

30 Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Remadja Karya. Bandung. 1989. Hlm 24931 Dennis McQuail. Teori Komunikasi Massa. Erlangga. Jakarta. 1996. Hlm 31932 Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2010. Hlm 28533 Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss. Theoris of Human Communication, terj. Mohammad Yusuf Hamdan. Salemba Humanika. Jakarta. 2009. Hlm 424

11

Page 12: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

Secara ringkas Gerbner memberikan proposisi-proposisi tentang teori

kultivasi sebagai berikut:

1. Televisi merupakan suatu media yang unik yang memerlukan pendekatan

khusus untuk diteliti.

2. Pesan-pesan televisi membentuk sebuah sistem yang koheren, mainstream dari

budaya.

3. Sistem-sistem isi pesan tersebut memberikan tanda-tanda untuk kultivasi.

4. Analisis kultivasi memfokuskan pada sumbangan televisi terhadap waktu

untuk berpikir dan bertindak dari golongan-golongan sosial yang besar dan

heterogen.

5. Teknologi baru (seperti VCR) memperluas daripada mengelakkan jangkauan

pesan televisi.

6. Analisis kultivasi memfokuskan pada penstabilan yang meluas dan

penyamaan akibat-akibat.34

“Menurut teori ini, televisi mampu menciptakan “sindrom dunia makna”,

artinya bagaimana seseorang memaknai dunia dipengaruhi oleh pemaknaan

televisi. Sindrom tersebut dapat dilihat dari hasil riset kultivasi yang dilakukan

Gerbner.”35

Selain Gerbner, Nancy Signorielli juga melakukan sebuah penelitian

tentang pengaruh tindak kekerasan pada tayangan televisi terhadap pandangan

pemirsa tentang dunia. Littlejohn dan Foss dalam bukunya “Theoris of Human

Communication” menuliskan penelitian yang dilakukan oleh Signorielli, tentang

sindrom dunia yang kejam. Ia menganalisis tindak kekerasan pada lebih dari 2000

program televisi anak-anak termasuk 6000 karakter utama antara tahun 1967 dan

1985. Penelitian Signorielli menyatakan bahwa ada banyak tindak kekerasan yang

ditampilkan di televisi. Selanjutnya penelitian Signorielli mencoba untuk

menentukan pengaruh tindak kekerasan di televisi pada pemirsa. Signorielli

meneliti orang-orang pada lima kesempatan antara tahun 1980 dan 1986 mengenai

pandangan mereka tentang keadaan dunia. Penemuannya menunjukkan bahwa

34 Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2010. Hlm 28535 Ibid. Hlm 286

12

Page 13: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

penonton kelas berat cenderung memandang dunia sebagai sesuatu yang lebih

kelam dan lebih jahat daripada yang dilakukan oleh penonton kelas ringan, dan

penonton kelas berat lebih cenderung tidak mempercayai orang lain daripada yang

dilakukan oleh penonton kelas ringan.36

2. Metodologi Penelitian

Jenis penelitian ini dikategorikan sebagai tipe penjelasan atau

menerangkan (explanatory research) karena fokus penelitian ini untuk

mengetahui adanya hubungan antara variabel dengan menguji hipotesis yang

diajukan. Menurut Kriyantono, dalam penelitian ini, peneliti menghubungkan atau

mencari sebab akibat antara dua atau lebih konsep (variabel) yang akan diteliti.

Jenis penelitian ini juga sering disebut sebagai jenis riset korelasional dan

komparatif.37 Penelitian ini menggunakan metode survei eksplanatif asosiatif

dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen pengumpulan datanya. Sampel

yang digunakan adalah jenis sampling nonprobabilitas, yaitu purposive sampling.

Dalam purposive sampling, orang-orang yang dijadikan sampel mencakup orang-

orang dalam populasi yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang

sudah ditentukan peneliti berdasarkan tujuan penelitian.38 Jumlah sampel yang

digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Slovin.

Data-data penelitian dianalisis dengan beberapa teknik pengujian, meliputi uji

validitas, uji reliabilitas dan uji hipotesis.

3. Sajian dan Analisis Data

A. Penyajian Data

Dalam penelitian ini terdapat 3 variabel yang akan diukur korelasionalnya.

Variabel yang pertama adalah terpaan pemberitaan di Metro TV mengenai kasus

korupsi di tubuh Partai Demokrat, kemudian yang kedua adalah persepsi

36 Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss. Theoris of Human Communication, terj. Mohammad Yusuf Hamdan. Salemba Humanika. Jakarta. 2009. Hlm 42437 Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2010. Hlm 6938 Ibid. Hlm 158

13

Page 14: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

mahasiswa terhadap citra Partai Demokrat, dan yang ketiga orientasi mahasiswa

terhadap Partai Demokrat pada Pemilu 2014. Ketiga variabel tersebut diukur

melalui pertanyaan dan pernyataan yang memiliki pilihan jawaban dengan skala

Likert berjenjang lima, dengan nilai berkisar dari angka 1-5 sebagai patokan

kecenderungan terpaan, persepsi dan orientasi dari terlemah hingga terkuat.

Setelah diperoleh data dari kuesioner, langkah selanjutnya yang harus dilakukan

adalah mengetahui tinggi rendahnya penyajian jawaban para responden dari

beberapa pertanyaan dan pernyataan yang berkaitan dengan ketiga variabel.

Peneliti membuat pengklasifikasian data dengan lima kategori. Untuk variabel

pertama, semakin tinggi kategori berarti semakin tinggi terpaan pemberitaan yang

menerpa responden, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Tabel ITerpaan Pemberitaan di Metro TV Mengenai Kasus Korupsi di Tubuh

Partai Demokratn=70

Kategori Frekuensi PersentaseSangat Tinggi 4 5,71%Tinggi 48 68,57%Sedang 16 22,86%Rendah 2 2,86%Sangat Rendah 0 0Jumlah 70 100%

Sumber: Data kuesioner diolah

Kemudian untuk variabel kedua, semakin tinggi kategori berarti semakin

besar pembentukan persepsi negatif terhadap citra Partai Demokrat, seperti yang

ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Tabel IIPersepsi Mahasiswa Terhadap Citra Partai Demokrat

n=70

Kategori Frekuensi PersentaseSangat Tinggi 7 10%Tinggi 49 70%Sedang 13 18,57%

14

Page 15: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

Rendah 1 1,43%Sangat Rendah 0 0Jumlah 70 100%

Sumber: Data kuesioner diolah

Dan untuk variabel ketiga, semakin tinggi kategori berarti semakin tinggi

orientasi yang menunjukkan bahwa Partai Demokrat tidak dapat meraih

kemenangan pada Pemilu 2014, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Tabel IIIOrientasi Mahasiswa Terhadap Partai Demokrat Pada Pemilu 2014

n=70

Kategori Frekuensi PersentaseSangat Tinggi 11 15,71%Tinggi 41 58,57%Sedang 16 22,86%Rendah 2 2,86%Sangat Rendah 0 0Jumlah 70 100%

Sumber: Data kuesioner diolah

B. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menguji benar atau

tidaknya hipotesis yang telah disusun. Terdapat dua hipotesis dalam penelitian ini.

Hipotesis yang pertama adalah :

Ho1 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara terpaan pemberitaan di

media televisi Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat

dengan persepsi masyarakat mengenai citra Partai Demokrat di kalangan

mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Ha1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara terpaan pemberitaan di media

televisi Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat dengan

persepsi masyarakat mengenai citra Partai Demokrat di kalangan

mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Sedangkan hipotesis yang kedua adalah :

15

Page 16: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

Ho2 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara terpaan pemberitaan di

media televisi Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat

dengan orientasi terhadap Partai Demokrat pada Pemilu 2014 di kalangan

mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Ha2 : Terdapat hubungan yang signifikan antara terpaan pemberitaan di media

televisi Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat dengan

orientasi terhadap Partai Demokrat pada Pemilu 2014 di kalangan

mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Untuk membuktikan kebenaran kedua hipotesis tersebut, peneliti

menggunakan teknik statistik untuk riset eksplanatif yang bertujuan menjelaskan

hubungan antara dua atau lebih variabel. Teknik statistik tersebut adalah teknik

analisis Spearman’s Rho Rank-Order Correlations atau Tata Jenjang Spearman,

dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

rs (rho) : koefisien korelasi spearman1 : angka konstan6 : angka konstand : perbedaan antara pasang jenjang∑ : sigma atau jumlahN : jumlah individu dalam sampel

Dalam penelitian ini, penghitungan korelasi Tata Jenjang Spearman

menggunakan alat bantu program SPSS For Windows Version 19, dengan taraf

signifikansi yang ditentukan adalah 0,05. Hasil penghitungan korelasi antara

ketiga variabel disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel IV

Hasil Uji Hipotesis

16

Page 17: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

Correlations

terpaan persepsi orientasiSpearman's rho terpaan Correlation Coefficient 1.000 .600** .694**

Sig. (2-tailed) . .000 .000N 70 70 70

persepsi Correlation Coefficient .600** 1.000 .551**

Sig. (2-tailed) .000 . .000N 70 70 70

orientasi Correlation Coefficient .694** .551** 1.000Sig. (2-tailed) .000 .000 .N 70 70 70

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Sumber: Data kuesioner diolah

Berdasarkan hasil penghitungan, diperoleh rhoxy untuk penghitungan

korelasi, antara terpaan pemberitaan dengan persepsi sebesar 0,600. Dan nilai

rhoxy untuk penghitungan korelasi, antara terpaan pemberitaan dengan orientasi

diketahui sebesar 0,694. Kemudian nilai rhoxy antara persepsi dengan orientasi

diketahui sebesar 0,551. Nilai-nilai koefisien korelasi antara ketiga variabel

tersebut dikonsultasikan dengan nilai r tabel dengan taraf kepercayaan (α) sebesar

0,05 dan jumlah populasi (N) sejumlah 70 responden (derajat kebebasan, df = 68),

yaitu sebesar 0,235. Karena ketiga nilai koefisien korelasi (rhoxy) lebih besar

daripada nilai r tabel (rhoxy > 0,235), maka dapat disimpulkan bahwa hubungan

bivariat masing-masing dari ketiga variabel tersebut adalah signifikan.

Besarnya nilai korelasi adalah antara -1 hingga 1. Nilai korelasi sebesar -1

menunjukkan hubungan negatif yang sempurna. Nilai korelasi sebesar 0

menunjukkan tidak ada hubungan sama sekali. Dan nilai korelasi sebesar 1

menunjukkan hubungan positif yang sempurna.

Untuk nilai koefisien korelasi yang pertama (antara terpaan pemberitaan

dengan persepsi) hasil yang muncul adalah sebesar 0,600. Dengan demikian Ho1

ditolak dan Ha1 diterima. Kemudian untuk nilai koefisien korelasi yang kedua

(antara terpaan pemberitaan dengan orientasi) diketahui sebesar 0,694. Dengan

demikian Ho2 ditolak dan Ha2 diterima.

Berdasarkan skala kekuatan hubungan yang ditetapkan oleh Burhan

Bungin39, diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan, dengan kekuatan

39 Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Kencana. Jakarta. 2006. Hlm 184

17

Page 18: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

hubungan yang mantap, antara variabel independen dengan variabel dependen

pertama. Dan juga terdapat hubungan yang signifikan, dengan kekuatan hubungan

yang mantap, antara variabel independen dengan variabel dependen kedua.

Karena hasil koefisien korelasi bersifat positif, maka hubungan antar

variabel berbanding lurus, atau dapat dikatakan, semakin tinggi terpaan

pemberitaan di media televisi Metro TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai

Demokrat, maka semakin besar pembentukan persepsi negatif terhadap citra

Partai Demokrat dan semakin tinggi orientasi atau pandangan bahwa Partai

Demokrat tidak dapat meraih kemenangan pada Pemilu 2014.

Kesimpulan

1. Hasil uji hipotesis pertama menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar

0,600. Dengan demikian Ho1 ditolak dan Ha1 diterima, artinya terdapat

hubungan yang signifikan antara terpaan pemberitaan di media televisi Metro

TV tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat, dengan persepsi

mengenai citra Partai Demokrat di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi

Angkatan 2010, FISIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Hasil uji hipotesis kedua menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,694.

Dengan demikian Ho2 ditolak dan Ha2 diterima, artinya terdapat hubungan

yang signifikan antara terpaan pemberitaan di media televisi Metro TV

tentang kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat, dengan orientasi terhadap

Partai Demokrat pada Pemilu 2014 di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi

Angkatan 2010, FISIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Nilai kedua koefisien korelasi dari uji hipotesis di atas menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang mantap diantara variabel independen dengan variabel

dependen pertama, dan variabel dependen kedua. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa terpaan pemberitaan di media televisi Metro TV tentang kasus korupsi

di tubuh Partai Demokrat memiliki pengaruh terhadap persepsi mengenai citra

Partai Demokrat, dan juga berpengaruh pada orientasi terhadap Partai

Demokrat pada Pemilu 2014 di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi

Angkatan 2010, FISIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

18

Page 19: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

4. Nilai kedua koefisien korelasi yang positif menunjukkan bahwa, semakin

tinggi terpaan pemberitaan di media televisi Metro TV tentang kasus korupsi

di tubuh Partai Demokrat, maka akan semakin besar pembentukan persepsi

negatif mengenai citra Partai Demokrat, dan akan semakin tinggi orientasi

atau pandangan bahwa Partai Demokrat tidak dapat meraih kemenangan pada

Pemilu 2014 di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010, FISIP,

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Saran

Kasus korupsi yang melibatkan suatu Partai Politik, dapat berpengaruh

terhadap penurunan citra Partai, terlebih lagi apabila kasus korupsi tersebut

mencuat di berbagai media massa, dan diberitakan secara terus-menerus kepada

masyarakat luas. Pemberitaan negatif tentang Partai tersebut tentunya akan

mempengaruhi persepsi masyarakat mengenai citra Partai tersebut. Oleh karena

itu, Partai Politik sebaiknya senantiasa mengarahkan dan mengingatkan para

kadernya, untuk menghindari tindak korupsi yang dapat merugikan negara sekecil

apapun, sehingga citra dan nama baik Partai Politik dapat selalu terjaga.

Daftar Pustaka

Arifin, Anwar. (2011). Komunikasi Politik Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Bungin, Burhan. (2006). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.

Effendi, Onong Uchjana. (1990). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Idris, Soewardi. (1987). Jurnalistik Televisi. Bandung: Remadja Karya.

Kriyantono, Rachmat. (2010). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Kusumaningrat, Hikmat & Purnama Kusumaningrat. (2009). Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya.

19

Page 20: Jurnal Nisya Annisa Yuristyar d1210053

Littlejohn, Stephen W & Karen A. Foss. (2009). Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

McQuail, Dennis. (1996). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga.

Mulyana, Deddy. (2010). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nimmo, Dan. (1989). Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek. Bandung: Remadja Karya.

Rakhmat, Jalaluddin. (1989). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.

Tim Penyusun Kamus. (1984). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Demokrat/(2/19/2012/12:43)

http://jurnalpatrolinews.com/2012/04/20/tipikor-nazaruddin-dihukum-4-tahun-10-bulan-penjara/(5/29/2012/7:13)

http://www.surabaya post.co.id/(5/29/2012/2:50)

http://jurnalpatrolinews.com/2012/04/20/tipikor-nazaruddin-dihukum-4-tahun-10-bulan-penjara/(5/29/2012/7:13)

20