jurnal m ibnu hidayah universitas sumatera utara usu

24
Jurnal Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH: M IBNU HIDAYAH 110200130 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGURUS YAYASAN YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TANPA IZIN (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Ri Nomor 275 K/ Pid.Sus/ 2012 Tentang Yayasan UISU)

Upload: muhammad-ibnu-hidayah

Post on 23-Jan-2016

47 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Yayasan Terhadap Tindak Pidana Penyelenggaraan Pendidikan Tanpa Izin

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

Jurnal

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir

Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

M IBNU HIDAYAH

110200130

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGURUS YAYASAN YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TANPA IZIN

(Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Ri Nomor 275 K/ Pid.Sus/ 2012 Tentang

Yayasan UISU)

Page 2: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

ABSTRAKSI

M Ibnu Hidayah *

Nurmalawaty S.H., M.Hum **

Dr. Muhammad Ekaputra S.H.,M.Hum ***

Pendidikan merupakan hal yang utama untuk mencapai kesejahteraan di

masyarakat, Yayasan sebagai salah satu penyelenggaraan pendidikan swasta

bertanggung jawab untuk mencapai tujuan pendidikan. Namun pelaksanaannya

sering terjadi penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan secara tanpa izin oleh

Yayasan melalui pengurusnya yang dapat menyebabkan ijazah yang dikeluarkan

tidak sah. Salah satu contoh kasus penyelenggaraan tanpa izin tersebut adalah

Kasus Yayasan UISU. Berdasarkan hal ini maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: Bagaimana kedudukan pengurus yayasan terhadap

penyelenggaraan perguruan tinggi berdasarkan perspektif hukum positif di

Indonesia, bagaimana ketentuan pidana terhadap penyelenggaraan pendidikan

tanpa izin, bagaimana pertanggungjawaban pengurus yayasan dalam

penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi berdasarkan putusan MA RI No.

275 K/ Pid.Sus/2012 tentang Yayasan UISU.

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah hukum normatif dengan

pendekatan Undang-Undang, yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum

yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan maupun putusan hakim di

pengadilan. Sifat penelitian adalah deskriptif analitis yakni menggambarkan dan

menguraikan peraturan perundang - undangan yang terkait dengan

penyelenggaraan pendidikan tanpa izin yang dilakukan oleh pengurus yayasan.

Berdasarkan penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan

pengurus Yayasan dalam penyelenggaraan Pendidikan Tinggi memiliki peran di

bidang administrasi, di bidang keuangan, dan yang paling utama adalah

pembentukan statuta Perguruan Tinggi. Selanjutnya ketentuan pidana terhadap

penyelenggaraan pendidikan tanpa izin berdasarkan UU No 20 Tahun 2003

adalah pidana penjara dan denda. Dimana ancaman pidana penjara adalah sepuluh

tahun dan ancaman denda adalah Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan

UU No 12 Tahun 2012 menerapkan sanksi administratif. Pertanggungjawaban

pidana pengurus Yayasan terhadap penyelenggaraan pendidikan tanpa izin

berdasarkan putusan Mahakamah Agung No 275 K/Pid.Sus/2012, adalah

berkaitan dengan pemberian ijazah tanpa hak, dengan pidana penjara selama 1

(satu) tahun, dengan masa percobaan 2 (dua) tahun, dengan denda sebesar Rp.

200.000.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti

dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan, dimana dalam putusan ini, yang

bertanggung jawab adalah Ketua Yayasan.

* Mahasiswa Fakultas Hukum USU

** Dosen Pembimbing I Staf Pengajar Fakultas Hukum USU

*** Dosen Pembimbing II Staf Pengajar Fakultas Hukum USU

Page 3: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan

seseorang dengan pendidikan yang tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas

pula pengetahuannya. Tujuan dari pendidikan sudah tercantum dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu untuk meningkatkan

keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang serta untuk kemajuan

peradaban serta kesejahteraan umat manusia.1 Serta membantu terwujudnya

tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke

IV yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian

abadi dan keadilan sosial.

Pengelolaan sistem penyelenggaraan pendidikan nasional merupakan

tanggung jawab pemerintah melalui menteri. Dimana pemerintah

menyelenggarakan sekurang – kurangnya satu satuan pendidikan pada semua

jenjang pendidikan dan pemerintah daerah melakukan koordinasi atas

penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan

penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota

untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. Sementara penyelenggaraan

Perguruan Tinggi memiliki otonomi dalam menentukan kebijakan di lembaganya.

Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam

proses perkembangan di masyarakat. Karena Pendidikan Tinggi merupakan

jenjang pendidikan tertinggi, setelah pendidikan menengah yang mencakup

program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan

program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh Perguruan

Tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.2 Salah satu bentuk badan

penyelenggara Perguruan Tinggi yang lazim ditemukan di masyarakat adalah

berbentuk badan hukum Yayasan. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas

kekayaan yang dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunnyai anggota.3 Yayasan

memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan memperoleh

pengesahan dari kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan berarti sangat

bergantung terhadap organ – organ Yayasan untuk menyelenggarakan pendidikan.

Hal ini berarti organ – organ Yayasan adalah pihak yang dapat menyelenggarakan

1 Pasal 33 Ayat (3) Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 2 Pasal 1 Butir 2 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang

Pendidikan Tinggi 3 Pasal 1 butir 1 Undang Undang Republik Indonesia No 16 tahun 2001 tentang Yayasan

Jo Undang – undang No 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang undang No 16 tahun 2001

tentang Yayasan

Page 4: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

pendidikan tersebut. Terutama pengurus Yayasan yang memiliki peran sangat

dominan dalam melaksanakan kegiatan Yayasan, dalam hal ini penyelenggaraan

pendidikan. Berbagai masalah timbul dalam penyelenggaraan pendidikan di

Indonesia, baik itu permasalahan non akademis sampai permasalahan akademis.

Permasalahan yang timbul disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya keadaan

sosial di masyarakat, pengaruh negatif dari media ataupun konflik internal dari

penyelenggara pendidikan yang berdampak terhadap para siswanya. Dalam

beberapa tahun terakhir sering terdengar di media bahwa terjadi permasalahan

penyelenggaraan pendidikan di tingkat Perguruan Tinggi, dimana kasus yang

terjadi banyak Perguruan Tinggi swasta yang dinyatakan illegal. Contohnya

adalah kasus PTS Universitas Generasi Muda (UGM) Medan dan Universitas of

Sumatera4, dimana Perguruan Tinggi swasta tersebut dinyatakan illegal karena

dituduh tidak memiliki izin operasional untuk menyelenggarakan pendidikan,

namun tetap membuka penerimaan mahasiswa dan tetap memberikan ijazah

kepada mahasiswanya.

Salah satu kasus penyelenggaraan pendidikan tanpa izin yang juga

menjadi sorotan di masyarakat adalah kasus penyelenggaraan pendidikan oleh

Yayasan Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) yang disebabkan oleh konflik

internal Yayasan sehingga menyebabkan terjadinya permasalahan legalitas dan

izin operasional pendidikan. Permasalahan ini berujung ke permasalahan pidana

terhadap penyelenggaraan pendidikan dimana Mahkamah Agung RI melalui

putusan No: 275 K/PID.SUS/2012 akhirnya menjatuhkan pidana terhadap

pengurus Yayasan UISU yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan

tanpa izin, dimana dalam putusan tersebut, yang dijatuhkan pidana adalah

pengurus Yayasan, dalam hal ini ketua Yayasan Universitas Islam Sumatera

Utara. Hal ini perlu dikaji lebih dalam karena dalam Kasus Yayasan UISU

tersebut yang menjadi penyebab permasalahan izin penyelenggaraan pendidikan

tersebut dikarenakan adaya konflik internal dari Pengurus Yayasan.

Izin penyelenggaraan pendidikan merupakan hal yang esensial dalam

penyelenggaraan pendidikan di Universitas, karena apabila suatu universitas tidak

memiliki izin penyelenggaraan, pihak yang paling dirugikan adalah mahasiswa

serta alumni lulusan universitas tersebut. Ijazah yang dikeluarkan oleh Universitas

yang tidak memiliki izin dianggap tidak sah dan tidak berlaku, dan gelar

akademik yang diperoleh tidak dapat digunakan. Hal ini akan berpengaruh

terhadap kepentingan mahasiswa kedepannya karena akan kesulitan untuk

mendapatkan pekerjaan di masa depan. Berdasarkan latar belakang diatas serta

berbagai permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan, terutama masalah

tentang pertanggungjawaban pidana oleh pengurus Yayasan atas penyelenggaraan

pendidikan tanpa izin serta tindak pidana penyelenggaraan pendidikan tanpa izin

tersebut perlu diteliti lebih dalam, karena berhubungan dengan kepentingan

masyarakat dan kepentingan dunia pendidikan di Indonesia.

4 Medan Bisnis Daily, Dua PTS Dilaporkan Kopertis Ke Kepolisian, diakses dari:

http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/03/01/81960/dua-pts-dilaporkan-kopertis-ke-

kepolisian, Pada Tanggal 6 Maret 2014 Pukul 18.00 WIB

Page 5: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang di atas, adapun yang menjadi pokok

permasalahan dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kedudukan pengurus Yayasan dalam penyelenggaraan

pendidikan di Perguruan Tinggi berdasarkan perspektif hukum positif di

Indonesia?

2. Bagaimana ketentuan sanksi pidana terhadap penyelenggaraan pendidikan

tanpa izin?

3. Bagaimana pertanggungjawaban pidana pengurus Yayasan dalam

penyelenggaraan pendidikan di Perguruan Tinggi berdasarkan putusan

mahkamah agung no 275 K/ Pid.Sus/2012 ?

Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini, metode penelitian diperlukan agar lebih

terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode penelitian yang

digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum

normatif digunakan dalam penelitian ini guna melakukan penelusuran terhadap

norma – norma hukum yang terdapat dalam peraturan – peraturan mengenai

pertanggungjawaban pengurus Yayasan terhadap penyelenggaraan pendidikan

tanpa izin.

Selain itu juga untuk memperoleh data maupun keterangan yang terdapat

dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil penelitian, situs internet,

Koran dan sebagainya5. Penggunaan metode hukum normatif dimaksudkan untuk

meneliti berbagai bacaan yang mempunyai sumber relevansi dengan judul skripsi

ini yang dapat diambil secara teoritis ilmiah sehingga dapat menganalisa

permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

Penelitian hukum normatif seringkali hukum dikonsepsikan sebagai apa

yang tertulis dalam peraturan perundang – undangan atau hukum dikonsepkan

sebagai kaidah berpatokan pada perilaku manusia yang dianggap pantas.6

2. Pendekatan

Pendekatan yang dilakukan dalam penulisan ini adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach). Pendekatan perundang – undangan yang

ada sudah cukup mampu menampung permasalahan hukum yang ada berkaitan

5 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad 20, (bandung:

penerbit Alumni, 1994), Hal. 139 6 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: P.T. Raja

Grafindo Persada, 2003), Hal. 118

Page 6: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

dengan pertanggungjawaban pidana pengurus Yayasan terhadap penyelenggaraan

pendidikan tanpa izin.

3. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang dipergunakan adalah menggunakan metode penelitian

deskriptif yang bertujuan menggambarkan keadaan objek atau masalah tanpa

maksud untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum.

Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan

yang dilakukan untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan

rujukan dalam menyelesaikan permasalahan yang menjadi objek kajian.7

4. Sumber Data

Dalam penulisan skripsi ini digunakan data sekunder yang terdiri atas:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan – bahan hukum yang mengikat

yang merupakan landasan utama yang digunakan dalam penulisan

skripsi ini. Seperti berbagai peraturan perundang undangan yang

meliputi Undang – undang, peraturan pemerintah, dll.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menunjang, yang

memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku –

buku, dan pendapat para ahli hukum.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan dari bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus

hukum, dan kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)

5. Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan penelitian kepustakaan

dengan cara melakukan inventarisasi terhadap buku, literatur, peraturan

perundang-undangan dan artikel yang selanjutnya dicatat relevansinya dalam

rangka memecahkan masalah.

6. Analisis Data

Analisis data adalah proses menyusun data agar data tersebut dapat

ditafsirkan. Dalam hal ini, analisis yang digunakan adalah analisis data kualitatif

yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara langsung.

Dengan demikian maka setelah data primer dan data sekunder berupa

dokumen diperoleh lengkap, selanjutnya dianalisis dengan peraturan yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti.

7 H. Zainudin Ali, Metode penelitian hukum, ( Jakarta: Sinar grafika, 2009), Hal. 175-177

Page 7: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

PEMBAHASAN

TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS YAYASAN BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG YAYASAN

Pengurus merupakan organ eksekutif dalam Yayasan, karena pengurus

yang melakukan pengurusan baik di dalam dan di luar Yayasan. Pengurus

menjalankan roda Yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan. Anggota

pengurus yang telah diangkat dalam rapat Pembina, memiliki masa jabatan yang

terbatas seperti pada umumnya yang berlaku pada pejabat Negara/ Pemerintah

maupun pejabat perusahaan. Untuk pengurus Yayasan, Pasal 23 ayat (1) Undang

– undang Yayasan menyebutkan, bahwa masa jabatan pengurus Yayasan adalah

lima tahun dan dapat diangkat kembali. Pembatasan pengangkatan pengurus

Yayasan tidak dibatasi oleh Undang – undang, namun dapat dibatasi oleh

anggaran daasar Yayasan. 8

Pengurus bertanggungjawab sepenuhnya atas kepengurusan Yayasan, baik

untuk kepentingan maupun tujuan Yayasan serta mewakili Yayasan, baik didalam

maupun diluar pengadilan, sesuai dengan asas persona standi in judicio. Ini

berarti bahwa pengurus mewakili Yayasan dalam melakukan gugatan atau

digugat. Pengurus bertanggungjawab secara pribadi apabila yang bersangkutan

dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan anggaran dasar.9

Berdasarkan Pasal 35 Undang – undang Yayasan Nomor 16 tahun 2001,

tugas dan wewenang Yayasan adalah:

a. Bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan

tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan, baik di dalam maupun di luar

pengadilan

b. Setiap pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab

untuk kepentingan dan tujuan Yayasan.

c. Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pengurus dapat

mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan.

d. Ketentuan tentang syarat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan

Yayasan diatur dalam anggaran dasar Yayasan

e. Setiap pengurus bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang

bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan

anggaran dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga.

Kemudian Pasal 39 Undang – undang Yayasan Nomor 16 tahun 2001:

a. Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian pengurus dan

kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan

tersebut,maka setiap anggota pengurus secara tanggung renteng bertanggung

jawab atas kerugian tersebut.

8 Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia ,( Jakarta: Rineka Cipta, 2008), Hal. 85

- 86 9 Chatamarrasjid Ais, Op.Cit.,Hal. 106.

Page 8: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

b. Anggota pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena

kesalahan atau kelalaiannya, tidak bertanggungjawaab secara tanggung renteng

atas kerugian tersebut.

Dari ketentuan dalam Pasal 35 tersebut, yang menyatakan bahwa

pengurus harus melakukan tugasnya dengan itikad baik, menunjukan bahwa

pengurus dalam melakukan tugasnya berdasarkan fiduciary duty. Sedangkan

ketentuan yang menyatakan bahwa pengurus dalam melaksanakan tugasnya

dibatasi oleh anggaran dasar (statytory duty).

Kedudukan Pengurus Yayasan Terhadap Penyelenggaraan Perguruan

Tinggi di Indonesia

Dalam penyelenggaraan Pendidikan Tinggi di Indonesia terdapat beberapa prinsip

yaitu10

:

a. Pencarian kebenaran ilmiah oleh Sivitas Akademika

b. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya,

kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa;

c. Pengembangan budaya akademik dan pembudayaan kegiatan baca

tulis bagi Sivitas Akademika

d. Pembudayaan dan pemberdayaan bangsa yang berlangsung sepanjang

hayat

e. Keteladanan, kemauan, dan pengembangan kreativitas Mahasiswa

dalam pembelajaran;

f. Pembelajaran yang berpusat pada Mahasiswa dengan memperhatikan

lingkungan secara selaras dan seimbang;

g. Kebebasan dalam memilih Program Studi berdasarkan minat, bakat,

dan kemampuan Mahasiswa;

h. Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna

i. Keberpihakan pada kelompok Masyarakat kurang mampu secara

ekonomi

j. Pemberdayaan semua komponen Masyarakat melalui peran serta

dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan Pendidikan

Tinggi

Pada dasarnya kedudukan pengurus Yayasan dalam penyelenggaraan Pendidikan

Tinggi memiliki peran yang cukup besar baik di bidang administrasi maupun di

bidang keuangan. Namun, hal yang paling utama dari kedudukan pengurus

10 Pasal 6 Undang – undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

Page 9: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

Yayasan dalam penyelenggaraan pendidikan di Perguruan Tinggi adalah

pembentukan statuta Perguruan Tinggi.

Statuta adalah peraturan dasar Pengelolaan Perguruan Tinggi yang digunakan

sebagai landasan penyusunan peraturan dan prosedur operasional di Perguruan

Tinggi. Hal ini berarti ketentuan mengenai organisasi dan tata kelola Perguruan

Tinggi yang diselenggarakan oleh Yayasan haruslah berdasarkan statuta

Perguruan Tinggi.

Statuta Perguruan Tinggi tersebut paling sedikit memuat:

1. Ketentuan Umum

2. Identitas

3. Penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tingi

4. Sistem penjaminan mutu internal

5. Bentuk dan tata cara Penetapan Peraturan

6. Pendanaan dan kekayaan

7. Ketentuan Peralihan dan

8. Ketentuan Penutup

Dari ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa pengurus Yayasan memiliki

kedudukan dan peranan yang cukup besar dalam penyelenggaraan Perguruan

Tinggi, yaitu dari pembuatan statuta Perguruan Tinggi yang juga mencakup

tentang peraturan Perguruan Tinggi, pendanaan, serta sistem penyelenggaraannya.

Dalam penyelenggaraannya, Perguruan Tinggi juga memiliki akuntabilitas

publik, yang diwujudkan melalui pemenuhan atas kewajiban untuk menjalankan

visi dan misi Pendidikan Tinggi nasional sesuai izin Perguruan Tinggi dan sesuai

izin program studi yang ditetapkan oleh menteri. Dalam penyelenggaraan

Perguruan Tinggi swasta, target kinerja tersebut juga ditetapkan oleh badan

penyelenggara, dalam hal ini pengurus Yayasan penyelenggara Perguruan Tinggi.

Karena ketentuan mengenai akuntabilitas publik Perguruan Tinggi tersebut diatur

di dalam statuta masing – masing Perguruan Tinggi.

Dalam pengelolaan Pendidikan Tinggi terdapat pengaturan yang meliputi

otonomi Perguruan Tinggi, pola pengelolaan Perguruan Tinggi, tata kelola

Perguruan Tinggi dan akuntabilitas publik. Hal ini berarti Perguruan Tinggi

memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat

penyelenggaraan tridharma Perguruan Tinggi, termasuk juga Perguruan Tinggi

swasta.

Page 10: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

KETENTUAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENYELENGGARAAN

PENDIDIKAN TANPA IZIN

Di dalam pengaturan tentang sistem pendidikan tersebut juga diatur

mengenai ketentuan pidana, yaitu terdapat di bab XX. Tujuan diaturnya ketentuan

pidana dalam Undang – undang No 20 Tahun 2003 tersebut adalah untuk

tercapainya ketertiban dalam sistem penyelenggaraan di Indonesia. Ketentuan

pidana tersebut adalah sebagai berikut11

:

1. Pasal 67:

(1) Perseorangan , organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang

memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan /atau

vokasi tanpa hak, dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun

dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

(2) Penyelenggara Perguruan Tinggi yang dinyatakan ditutup berdasarkan

Pasal 21 ayat (5) dan masih beroperasi dipidana dengan pidana penjara paling

lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00

(satu milyar rupiah)

(3) Penyelenggara pendidikan yang memberikan sebutan guru besar atau

profesor dengan melanggar Pasal 23 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara

paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

(4) Penyelenggara pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara

paling lama sepuluh tahun dan /atau pidana denda paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

2. Pasal 68:

(1) Setiap orang yang membantu memberikan ijazah, sertifikat

kompetensi, gelar akademik, profesi, dan /atau vokasi dari satuan pendidikan yang

tidak memenuhi persyaratan , dipidana dengan pidana penjara paling lama lima

tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah)

(2) Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar

akademik, profesi dan/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang

tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima

tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah)

11 Pasal 67 – 71, Undang Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional

Page 11: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

(3) Setiap orang yang menggunakan gelar lulusan yang tidak sesuai

dengan bentuk dan singkatan yang diterima dari Perguruan Tinggi yang

bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dipidana dengan

pidana penjara paling lama dua tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

(4) Setiap orang yang memperoleh dan/atau menggunakan sebutan guru

besar yang tidak sesuai dengan Pasal 21 ayat(1) dan /atau ayat (2) dipidana

dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling

banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupuah)

3. Pasal 69:

(1) Setiap orang yang menggunakan ijazah , sertifikat kompetensi, gelar

akademik, profesi dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana

penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

(2) Setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak menggunakan ijazah

dan/atau sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat(2) dan

ayat (3) yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima

tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah)

4. Pasal 70:

Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar

akademik, profesi atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat(2)

terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua

tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah)

5. Pasal 71:

Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin pemerintah

atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana

dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling

banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

Dari ketentuan pidana diatas, dapat kita klasifikasikan bahwa Tindak

Pidana yang diatur dalam UU 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional adalah:

a. Tindak Pidana Memberikan Ijazah, Sertifikat Kompetensi, Gelar

akademik, Profesi, dan/atau Vokasi tanpa Hak.

b. Menyelenggarakan Perguruan Tinggi yang telah ditutup.

Page 12: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

c. Penyelenggara Pendidikan yang Memberikan gelar Guru Besar atau

Profesor yang melanggar ketentuan Undang – undang Sistem

Pendidikan Nasional.

d. Penyelenggaraan pendidikan jarak jauh yang tidak sesuai dengan

ketentuan Undang – undang Sistem Pendidikan Nasional

e. Membantu memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik,

profesi, dan /atau vokasi tanpa hak.

f. Penggunaan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan

/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak sesuai

dengan undang-undang sistem pendidikan nasional.

g. Penggunaan gelar lulusan yang tidak sesuai bentuk dan singkatan yang

diterimanya dari Perguruan Tinggi yang sah.

h. Memperoleh dan/atau menggunakan sebutan guru besar yang tidak

sesuai dengan undang-undang sistem pendidikan nasional yang

berlaku

i. Tindak Pidana penggunaan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar

akademik, profesi dan/atau vokasi palsu

j. Pembuatan Karya Ilmiah yang merupakan Plagiat / Jiplakan

k. Penyelenggaraan Pendidikan Tanpa Izin dari pemerintah

Undang – undang No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi sebagai

garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan mengembangkan

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk memajukan kesejahteran umum dan

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, juga mengatur ketentuan pidana

tentang penyelenggaraan Pendidikan Tinggi, yaitu :

Pasal 93 Undang – undang No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi:

Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan Tinggi yang melanggar

Pasal 28 ayat (6) atau ayat (7), Pasal 42 ayat (4), Pasal 43 ayat (3), Pasal 44 ayat

(4), Pasal 60 ayat (2), dan Pasal 90 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling

lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Dari ketentuan Pasal 93 Undang – undang No 12 Tahun 2012 tentang

Pendidikan Tinggi disebutkan bahwa penyelenggara pendidikan yang melanggar

Pasal 28 ayat (6) atau ayat (7), Pasal 43 ayat (3), Pasal 44 ayat (4), Pasal 60 ayat

(2), dan Pasal 90 ayat (4) dapat dikenakan sanksi pidana. Masing – masing Pasal

tersebut mengatur tentang:

Pasal 28 ayat (6):

Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak

dilarang memberikan gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar profesi.

Page 13: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

Pasal 28 ayat (7):

Perseorangan yang tanpa hak dilarang menggunakan gelar akademik, gelar

vokasi, dan/atau gelar profesi.

Pasal 42 ayat (4):

Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak

dilarang memberikan ijazah.

Pasal 43 ayat (3):

Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak

dilarang memberikan sertifikat profesi.

Pasal 44 ayat (4):

Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak

dilarang memberikan sertifikat kompetensi

Pasal 60 ayat (2):

PTS didirikan oleh Masyarakat dengan membentuk badan penyelenggara

berbadan hukum yang berprinsip nirlaba dan wajib memperoleh izin Menteri.

Pasal 90 ayat (4):

Perguruan Tinggi lembaga negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

wajib:

a. memperoleh izin Pemerintah;

b. berprinsip nirlaba;

c. bekerja sama dengan Perguruan Tinggi Indonesia atas izin Pemerintah; dan

d. mengutamakan Dosen dan tenaga kependidikan warga negara Indonesia.

Dari ketentuan pidana diatas, dapat kita klasifikasikan bahwa Tindak

Pidana yang diatur dalam Undang – undang No 12 Tahun 2012 tentang

Pendidikan Tinggi adalah:

a. Larangan kepada perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan

Tinggi secara tanpa hak memberikan gelar akademik, gelar vokasi, atau

gelar profesi.

b. Larangan secara tanpa hak menggunakan gelar akademik, gelar vokasi,

dan/atau gelar profesi.

c. Larangan terhadap perseorangan, organisasi, atau penyelenggara

Pendidikan Tinggi secara tanpa hak memberikan ijazah.

d. Larangan terhadap perseorangan, organisasi, atau penyelenggara

Pendidikan Tinggi secara tanpa hak memberikan sertifikat profesi.

e. Larangan terhadap perseorangan, organisasi, atau penyelenggara

Pendidikan Tinggi secara tanpahak memberikan sertifikat kompetensi.

f. Perguruan Tinggi Swasta yang didirikan oleh masyarakat dengan

membentuk badan penyelenggara berbadan hukum yang berprinsip nirlaba

wajib memperoleh izin menteri.

Page 14: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

g. Perguruan Tinggi lembaga negara lain yang menyelenggarakan

Pendidikan Tinggi di Indonesia wajib memperoleh izin Pemerintah,

berprinsip nirlaba, bekerja sama dengan Perguruan Tinggi di Indonesia

atas izin Pemerintah, serta mengutamakan Dosen dan tenaga kependidikan

warga negara Indonesia.

Berdasarkan ketentuan pidana Pasal 93 Undang – undang No 12 Tahun

2012 tentang Pendidikan Tinggi, ketentuan tentang tindak pidana

penyelenggaraan pendidikan tanpa izin terdapat pada larangan yang melanggar

Pasal 60 ayat (2) dan Pasal 90 ayat (4). Sedangkan ketentuan tentang tindak

pidana memberikan ijazah tanpa hak terdapat pada larangan melanggar Pasal 42

ayat (4).

Unsur pelaku atau subyek hukum yang terdapat di dalam Pasal 60 ayat (2),

Pasal 90 ayat (4) dan Pasal 42 ayat 4 adalah perorangan, organisasi atau

penyelenggara pendidikan. Hal ini berarti terdapat kesamaan mengenai pelaku

tindak pidana didalam Undang – undang No 20 Tahun 2003 dengan Undang –

undang Nomor 12 Tahun 2012, yaitu Manusia dan Korporasi.

Berdasarkan ketentuan Pasal 93 Undang – undang No 12 Tahun 2012

Tentang Pendidikan Tinggi, sanksi pidana yang diberikan adalah dalam bentuk

Sanksi pidana pokok, sedangkan sanksi pidana tambahan tidak ada. Pidana pokok

yang terdapat didalam Pasal tersebut adalah pidana penjara dan denda. Dimana

ancaman pidana penjara adalah sepuluh tahun dan ancaman denda adalah Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Selain sanksi pidana, Undang – undang No 12 Tahun 2012 Tentang

Pendidikan Tinggi juga menerapkan sanksi administratif yang berupa12

:

a. Peringatan tertulis;

b. Penghentian sementara bantuan biaya Pendidikan dari Pemerintah;

c. Penghentian sementara kegiatan penyelenggaraan Pendidikan;

d. Penghentian pembinaan; dan/atau

e. Pencabutan izin.

PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS YAYASAN DALAM

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI

BERDASARKAN PUTUSAN MA Reg. 275 K/ PID.SUS/2012 TENTANG

YAYASAN UISU

Putusan Mahkamah Agung No Reg. 275 K/Pid.Sus/2012

Kronologis Kasus

Dalam kurun waktu 2009 dan 2010, Terdakwa, Ir. Helmi Nasution M.Hum

yang merupakan Ketua Umum Yayasan UISU berdasarkan Akta Tengku Perdana

Sulaeman No. 2 Tahun 2006 tentang Kepengurusan Yayasan Universitas Islam

Sumatera Utara, bersama – sama dengan Chairul M. Mursin selaku Rektor

Universitas Islam Sumatera Utara menyelenggarakan pendidikan pada Universitas

Islam Sumatera Utara, yaitu dengan menerima mahasiswa baru dan

12 Pasal 92 ayat 2, Undang – undang No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi

Page 15: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

menyelenggarakan perkuliahan pada 9 (Sembilan) program pendidikan strata 1

dan 1 (satu) program pasca sarjana. Dimana selama tahun 2009 jumlah mahasiswa

yang diterima adalah kurang lebih 1594 (seribu lima ratus Sembilan puluh empat)

untuk pendidikan tingkat strata 1 (S1) dan kurang lebih 83 (delapan puluh tiga)

orang untuk pendidikan tingkat strata 2 (S2) dan selama tahun 2010 adalah kurang

lebih 942 (sembilan ratus empat puluh dua) orang untuk pendidikan tingkat strata

1 (S1).

Selama kurun waktu tahun 2009 dan 2010 Terdakwa Helmi Nasution.

bertindak selaku Ketua Umum Yayasan Universitas Islam Sumatera Utara (UISU)

dengan Chairul M. Mursin selaku Rektor Universitas Islam Sumatera Utara

(UISU) juga telah melaksanakan wisuda sebanyak 3 tiga kali.

Dalam setiap pelaksanaan wisuda tersebut, Chairul M. Mursin selalu

melaporkannya kepada Terdakwa. Kemudian Terdakwa selaku Ketua Yayasan

UISU memimpin pada setiap pelaksanaan wisuda yang diselenggarakan di

Auditorium UISU yang terletak di kampus induk (Al Munawarah) Jl. SM. Raja

Kel. Teladan Barat Kec. Medan Kota, dan memberikan ijazah yang telah

ditandatangani oleh Chairul M. Mursin selaku Rektor kepada para wisudawan.

Namun akibat terjadi konflik di dalam Yayasan UISU, sehingga UISU

terbagi menjadi dua Yayasan, maka Menteri Pendidikan Nasional selaku

penanggung jawab sistem pendidikan nasional menerbitkan Surat Nomor:

131/MPN/DT/2009 tanggal 11 September 2009 perihal penyelesaian masalah

UISU yang ditujukan kepada Ketua Umum Yayasan UISU dalam hal ini Usman

Pelly yang pada pokoknya menyatakan : Yayasan yang dipimpin oleh Usman

Pelly memiliki hak dan kewenangan untuk mengelola Perguruan Tinggi

Universitas Islam Sumatera Utara disingkat UISU beserta seluruh sumber daya

yang dimiliki.

Pihak Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi telah memanggil para pihak

yaitu: Rektor Usman dan Chairul M. Mursin dan menyatakan bahwa yang berhak

atas Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) adalah Usman dan meminta agar

Chairul M. Mursin agar mematuhi Surat Menteri Pendidikan Nasional No.

131/MPN/DT/2009 tanggal 11 September 2009 perihal penyelesaian masalah

UISU tersebut.

Pihak Kopertis Wilayah 1 Nangroe Aceh Darusalam – Sumatera Utara

dengan surat nomor: 057/L.1.2.1/PS/2010 tanggal 12 April 2010 yang ditujukan

kepada Chairul M. Mursin sudah melarang pelaksanaan wisuda dan sekaligus

melarang melakukan penerimaan mahasiswa baru serta melaksanakan kegiatan

belajar mengajar dengan mengatas namakan Universitas Islam Sumatera Utara

(UISU). Namun baik Terdakwa Helmi Nasution. maupun Chairul M. Mursin tidak

mengindahkannya.

1. Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 4046/Pid.B/2010/PN.Mdn

Putusan Mahkamah Agung No Reg. 275 K/Pid.Sus/2012 merupakan

putusan kasasi atas putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor:

Page 16: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

4046/Pid.B/2010/PN.Mdn tanggal 06 Juli 2011 yang amar selengkapnya sebagai

berikut:

1. Menyatakan perbuatan yang didakwakan kepadaTerdakwa Helmi

Nasution terbukti akan tetapi perbuatan yang terbukti itu tidak merupakan

suatu tindak pidana ;

2. Melepaskan Terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum ;

3. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat

serta martabatnya;

4. Memerintahkan barang bukti berupa:

a. Surat dari Chairul M. Mursin mengatas namakan Rektor UISU

mengirimkan nama-nama peserta Wisuda Periode Pertama/2010

tanggal 3 April 2010;

b. Surat dari Koordinator Kopertis Wilayah – 1 NAD – SUMUT

Nomor: 057/L.1.2.1./PS/2010 tanggal 12 April 2010 tentang

larangan kepada Chairul M. Mursin untuk melakukan wisuda dan

penerimaan mahasiswa baru atas nama UISU;

c. Kwitansi pembayaran SPP/ Uang Kuliah Pembayaran pada tahun

2006 – 2007 sebesar Rp. 3.850.000,- (tiga juta delapan ratus lima

puluh ribu rupiah) yang disetorkan kepada Marnelly pada tanggal

23 Februari 2008;

d. Kwitansi pembayaran SPP/ Uang kKuliah Pembayaran pada tahun

2007 – 2008 sebesar Rp.5.500.000,- (lima juta lima ratus ribu

rupiah) yang disetorkan kepada Irwansyah Harahap, SE pada

tanggal 14 Februari 2008

e. Kwitansi pembayaran SPP/ Uang kKuliah Pembayaran pada tahun

2008 – 2009 sebesar Rp.5.500.000,- (lima juta lima ratus ribu

rupiah) yang disetorkan kepada Najamuddin Nasution, S.Sos pada

tanggal 18 Juli 2008.

f. Kwitansi pembayaran SPP/ Uang kKuliah Pembayaran pada tahun

2008 – 2009 sebesar Rp.5.500.000,- (lima juta lima ratus ribu

rupiah) yang disetorkan kepada Irwansyah Harahap, SE pada

tanggal 14 Februari 2008

g. 1 (satu) lembar ijazah mahasiswi Fakultas kedokteran a.n Elfida

Sari ditandatangani oleh Rektor a.n Chairul M. Mursin dengan

Dekan a.n. Rahmad Nasution

h. Surat transkrip nilai Pendidikan Profesi Dokter dari Fakultas

Kedokteran UISU atas nama Elfida Sari Haarahap dengan nomor

Page 17: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

seri : 09.71.08.1.092 tanggal 13 Juli 2009 yang ditandatangani oleh

Rektor a.n. Chairul M. Mursin dengan Dekan a.n. Rahmad

Nasution

Terlampir dalam berkas perkara lain a.n Chairul M. Mursin.

5. Membebankan biaya perkara kepada negara.

2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 275 K/Pid.Sus/2012

Kemudian Jaksa Penuntut Umum mengajukan permohonan Kasasi dengan

Nomor:84/Akta Pid/2011/PN.Mdn yang diajukan pada tanggal 18 Juli 2011 serta

memori kasasi pada tanggal 28 Juli 2011. Atas permohonan kasasi oleh Jaksa

Penuntut Umum tersebut, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan tersebut

melalui Putusan No Reg. 275 K/Pid.Sus/2012 yang Amarnya adalah sebagai

berikut:

1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa

Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Medan tersebut:

2. Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor :

4046/Pid.B/2010/PN.Mdn tanggal 06 Juli 2011.

Mengadili Sendiri

1. Menyatakan Terdakwa Ir. Helmi Nasution M.Hum terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “secara

bersama-sama memberikan ijazah tanpa hak”

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Helmi Nasution oleh

karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun.

3. Menetapkan bahwa pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali

apabila dikemudian hari ada perintah lain dengan putusan Hakim,

karena Terdakwa sebelum masa percobaan selama 2 (dua) tahun

berakhir telah melakukan perbuatan yang dapat dipidana.

4. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa untuk membayar denda

sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan

apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana

kurungan selama 3 (tiga) bulan.

5. Menetapkan barang bukti berupa:

a. Surat dari Chairul M. Mursin mengatas namakan Rektor

UISU mengirimkan nama-nama peserta Wisuda Periode

Pertama/2010 tanggal 3 April 2010;

b. Surat dari Koordinator Kopertis Wilayah – 1 NAD –

SUMUT Nomor: 057/L.1.2.1./PS/2010 tanggal 12 April

Page 18: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

2010 tentang larangan kepada Chairul M. Mursin untuk

melakukan wisuda dan penerimaan mahasiswa baru atas

nama UISU;

c. Kwitansi pembayaran SPP/ Uang Kuliah Pembayaran pada

tahun 2006 – 2007 sebesar Rp. 3.850.000,- (tiga juta

delapan ratus lima puluh ribu rupiah) yang disetorkan

kepada Marnelly pada tanggal 23 Februari 2008;

d. Kwitansi pembayaran SPP/ Uang kKuliah Pembayaran

pada tahun 2007 – 2008 sebesar Rp.5.500.000,- (lima juta

lima ratus ribu rupiah) yang disetorkan kepada Irwansyah

Harahap, SE pada tanggal 14 Februari 2008

e. Kwitansi pembayaran SPP/ Uang kKuliah Pembayaran

pada tahun 2008 – 2009 sebesar Rp.5.500.000,- (lima juta

lima ratus ribu rupiah) yang disetorkan kepada Najamuddin

Nasution, S.Sos pada tanggal 18 Juli 2008.

f. Kwitansi pembayaran SPP/ Uang kKuliah Pembayaran

pada tahun 2008 – 2009 sebesar Rp.5.500.000,- (lima juta

lima ratus ribu rupiah) yang disetorkan kepada Irwansyah

Harahap, SE pada tanggal 14 Februari 2008

g. 1 (satu) lembar ijazah mahasiswi Fakultas kedokteran a.n

Elfida Sari ditandatangani oleh Rektor a.n Chairul M.

Mursin dengan Dekan a.n. Rahmad Nasution. Surat

transkrip nilai Pendidikan Profesi Dokter dari Fakultas

Kedokteran UISU atas nama Elfida Sari Haarahap dengan

nomor seri : 09.71.08.1.092 tanggal 13 Juli 2009 yang

ditandatangani oleh Rektor a.n. Chairul M. Mursin dengan

Dekan a.n. Rahmad Nasution

Terlampir dalam berkas perkara lain a.n Chairul M. Mursin.

Membebankan Terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara dalam

tingkat kasasi ini sebesar Rp. 2500,- (dua ribu lima ratus rupiah)

1. Analisis Putusan

Berdasarkan kasus tersebut, ada beberapa fakta hukum yang dapat menjadi

pertimbangan untuk menganalisa kasus tersebut lebih lanjut yaitu:

a. Terdapat dualisme dalam kepengurusan Yayasan UISU yaitu

Yayasan UISU yang dipimpin oleh Terdakwa Ir Helmi Nasution

dan Yayasan UISU yang dipimpin oleh Usman Pelly

Page 19: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

b. Akibat dualisme dalam kepengurusan Yayasan UISU tersebut,

timbul permasalahan Yayasan UISU mana yang berhak atas

penyelenggaraan Universitas Islam Sumatera Utara.

Dalam kasus tersebut, Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaannya

merumuskan dakwaan alternatif, dimana didalam dakwaan alternatif harus

diperiksa dan pertimbangkan duli dakwaan urutan pertama dengan ketentuan13

:

a. Apabila dakwaan urutan pertama terbukti, pemeriksaan terhadap

dakwaan yang selebihnya (urutan kedua atau ketiga) tidak perlu

lagi diperiksa dan dipertimbangkan

b. Penjatuhan hukuman didasarkan pada dakwaan yang dianggap

terbukti.

Dakwaan pertama adalah bahwa perbuatan Terdakwa diatur dan diancam

pidana sebagaimana dalam Pasal 67 ayat (1) Undang – undang No. 20 Tahun

2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan dakwaan kedua adalah bahwa Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam

pidana sebagaimana Pasal 71 Undang – undang Republik Indonesia No. 20 Tahun

2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Dalam dakwaan tersebut terdapat unsur penyertaan yaitu pasal 55 KUHP.

Pasal 55 KUHP memberikan klasifikasi siapa orang yang dianggap sebagai pelaku

dan pembantu dalam suatu tindak pidana. Ternyata dalam pasal tersebut

menganggap pelaku bukan saja mereka yang memenuihi unsur suatu kejahatan,

akan tetapi juga mereka yang terlibat dalam peristiwa tindak pidana.14

Majelis Hakim pada tingkat Pengadilan Negeri melalui Putusan No

4046/Pid.B/2010/PN.Mdn tanggal 06 Juli 2011 Menyatakan perbuatan yang

didakwakan kepadaTerdakwa Helmi Nasution terbukti akan tetapi perbuatan yang

terbukti itu tidak merupakan suatu tindak pidana. Putusan PN Medan tersebut

merupakan putusan lepas dari segala tuntutan hukum dimana merupakan salah

satu dari jenis putusan pengadilan sebagaimana yang ditentukan berdasarkan

Pasal 191 ayat (2) KUHAP.15

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 191 ayat (2) KUHAP ini dapat

disimpulkan bahwa putusan lepas dari segala tuntutan hukum itu, dijatuhkan

apabila pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa bukan

merupakan tindak pidana, meskipun perbuatannya itu terbukti dilakukan olehnya.

Dengan kata lain, dalam putusan lepas ini, sebenarnya perbuatan itu ada/terjadi

13

M Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

Penyidikan dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006) Hal. 400 14

Loebby Loqman, Percobaan, Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana,

(Jakarta: Universitas Tarumanegara, 1996) Hal. 52 15Pasal 191 ayat (2) KUHAP berbunyi: “jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan

yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak

pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.

Page 20: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

dan terbukti dilakukan oleh pelaku/terdakwa sebagaimana yang didakwakan oleh

Jaksa Penuntut Umum, akan tetapi perbuatan itu bukan merupakan tindak

pidana.16

Pasal 67 KUHAP mengatur bahwa terdakwa dan penuntut umum berhak

minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap

putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah

kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan. Selanjutnya pasal 244

KUHAP mengatur bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada

timgkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung,

terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi

kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas. Berdasarkan ketentuan

di atas jelas bahwa menurut KUHAP putusan bebas tidak dapat dimintakan upaya

huukum, baik banding maupun kasasi.17

Namun dengan adanya putusan

Mahkamah Konstitusi No. 114/PUU – X/2012 tanggal 28 Maret 2013 yang

menyatakan frasa “kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 Undang –

undang No 8 Tahun 1981 tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,

maka Mahkamah Agung berwenang memeriksa permohonan kasasi terhadap

putusan bebas.

Majelis Hakim pada tingkat kasasi melalui Putusan No Reg. 275

K/Pid.Sus/2012 Menyatakan Terdakwa Ir. Helmi Nasution M.Hum terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “secara bersama-sama

memberikan ijazah tanpa hak”. Menetapkan bahwa pidana tersebut tidak usah

dijalani, kecuali apabila dikemudian hari ada perintah lain dengan putusan Hakim,

karena Terdakwa sebelum masa percobaan selama 2 (dua) tahun berakhir telah

melakukan perbuatan yang dapat dipidana. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa

untuk membayar denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan

ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana

kurungan selama 3 (tiga) bulan.

Ada beberapa hal yang menarik untuk dianalisa dari putusan tersebut,

yang pertama adalah pertimbangan majelis hakim mengenai dualisme Yayasan

UISU tersebut. Dalam pertimbangannya majelis hakim berpendapat bahwa

Yayasan UISU yang sah adalah Yayasan yang dipimpin oleh Usman Pelly. Dasar

pertimbangan Majelis Hakim tersebut adalah Surat Nomor: 131/MPN/DT/2009

tanggal 11 September 2009 perihal Yayasan tersebut bahwa ketua Yayasan yang

sah adalah Usman Pelly dan rektornya yaitu Usman. Yang dikeluarkan oleh

Menteri Pendidikan Nasional.

Sedangkan menurut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan dalam

pertimbangannya menyatakan bahwa didalam surat dimaksud pada pokoknya

16

M. Hamdan dan M Eka Putra, Eksaminasi Putusan Nomor:

362/PID.SUS/2013/PN.SRG, Hal. 22, Disampaikan dalam acara Eksaminasi Putusan Pengadilan

Tentang Lingkungan Hidup di Universitas Sumatera Utara 17

A. Wisnubroto, Pembaharuan Hukum Acara Pidana, (Bandubg: PT

Citra Aditya Bakti, 2005) Hal 105

Page 21: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

meminta kepada Usman Pelly untuk menyelesaikan terjadinya dualisme

pengelolaan Yayasan UISU tanpa diskriminatif dan disamping itu juga terdapat

pengakuan dari Mendiknas terhadap Usman Pelly sebagai pengelola Yayasan

UISU sehingga surat tersebut tidak dapat menyelesaikan permasalahan adanya

dualisme kepengurusan Yayasan yang mengelola UISU karena kenyataannya

sampai saat ini Usman Pelly sebagai pihak yang diminta untuk menyelesaikan

tidak dapat menyelesaikan permasalahan sesuai dengan isi surat tersebut.

Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur “tanpa hak” tersebut terpenuhi

karena tidak mempunyai izin dari pihak yang berwenang, sehingga

penyelenggaraan pendidikan Yayasan UISU yang dikelola oleh Terdakwa

dianggap tidak memiliki izin pada saat pemberian ijazah tersebut yaitu pada tahun

2009 sampai 2010. Namun Majelis Hakim dalam pertimbangannya bertentangan

satu sama lain, karena dalam pertimbangan pertama menyebutkan

“penyelenggaraan izin operasional sejak tahun 1952 tetapi telah berakhir 2007”

sedangkan dalam pertimbangan selanjutnya menyatakan “ Ketua Umum Yayasan

menyelenggarakan pendidkan dengan mengangkat Chairul M. Mursin sebagai

rektor, lalu menggunakan fasilitas Yayasan UISU, kemudian menerima

mahasiswa baru sampai melakukan wisuda, akan tetapi izin operasional dalam

menyelenggarakan pendidikan tinggi tersebut telah berakhir pada tahun 2010 ”.

Apabila izin operasional tersebut memang berakhir pada 2007, hal ini

berarti Terdakwa memang menyelenggarakan pendidikan tanpa izin pada tahun

2009 dan 2010, namun apabila izin tersebut berakhir pada 2010, maka

penyelenggaraan pendidikan pada tahun 2009 dan 2010 tersebut bukanlah

penyelenggaraan pendidikan tanpa izin. Sehingga unsur “tanpa hak” tersebut

seharusnya tidak terpenuhi. Hal ini mengakibatkan ketidakjelasan mengenai izin

operasional tersebut apakah berakhir tahun 2007 atau 2010.

Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah putusan oleh Majelis Hakim

dalam kasus tersebut. Majelis Hakim menerapkan putusan yang tidak memberikan

manfaat apapun terhadap masyarakat secara langsung, khususnya terhadap

penyelesaian permasalahan penyelenggaraan pendidikan oleh Yayasan UISU

tersebut. Pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim adalah pidana bersyarat,

dengan masa percobaan 2 (dua tahun). Serta denda sebesar Rp. 200.000.000

dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan

pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.

Apabila ditinjau dari tujuan pemidanaan, suatu putusan pidana seharusnya

memiliki efek jera terhadap pelaku tindak pidana, atau memberi manfaat terhadap

pembinaan terdakwa serta pencegahan terulangnya suatu tindak pidana. Namun

didalam Putusan Mahkamah Agung No Reg. 275 K/Pid.Sus/2012 tidak jelas

tujuan dari pemidanaan terhadap pelaku, karena tidak memberikan efek jera sama

sekali dan tidak memberikan penyelesaian apapun terhadap dualisme

penyelenggaraan pendidikan oleh Yayasan UISU pada saat itu.

Seharusnya Majelis Hakim lebih teliti dalam menerapkan pemidanaan

terhadap kasus penyelenggaraan pendidikan tanpa izin di perguruan tinggi

Page 22: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

tersebut, karena lebih tepat diterapkan sanksi administratif dalam Putusan

Mahkamah Agung No Reg. 275 K/Pid.Sus/2012 yang akan lebih bermanfaat

dibandingkan sanksi pidana. Sanksi administratif tersebut sebenarnya telah diatur

didalam UU No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.

Kesimpulan

1. Pengurus Yayasan dalam melakukan tugasnya dan kemudian

mempertanggungjawabkannya berdasarkan Fiduciary Duty, Duty of Skill dan

Care dan Statutory duty, dimana tidak boleh ada kepentingan antara

pengurus dan Yayasan, dan tidak memanfaatkan Yayasan untuk kepentingan

pribadi. Tugas dan kewajiban pengurus Yayasan bersumber dari kontrak,

kepatutan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku. Pada dasarnya

kedudukan pengurus Yayasan dalam penyelenggaraan Pendidikan Tinggi

memiliki peran yang cukup besar baik di bidang administrasi maupun di

bidang keuangan. Namun, hal yang paling utama dari kedudukan pengurus

Yayasan dalam penyelenggaraan pendidikan di Perguruan Tinggi adalah

pembentukan statuta Perguruan Tinggi.

2. Berdasarkan Undang – undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional, tindak pidana yang berhubungan dengan

penyelenggaraan pendidikan tanpa izin diatur didalam Pasal 67 ayat (1), (2),

dan Pasal 71. Sedangkan berdasarkan Undang – undang No 12 Tahun 2012

Tentang Pendidikan Tinggi, ketentuan pidana diatur di dalam Pasal 93.

Subjek Hukum dalam Undang – undang No 20 Tahun 2003 dan Undang –

undang No 12 Tahun 2012 adalah perorangan, organisasi atau penyelenggara

pendidikan. Berarti Korporasi, dalam hal ini organisasi penyelenggara

pendidikan dapat

dijatuhi pemidanaan terhadap penyelenggaraan pendidikan tanpa izin. sanksi

pidana yang diberikan dalam ketentuan pidana tersebut adalah dalam bentuk

Sanksi pidana pokok, sedangkan sanksi pidana tambahan tidak ada. Pidana

pokok yang terdapat didalam Pasal tersebut adalah pidana penjara dan denda.

Dimana ancaman pidana penjara adalah sepuluh tahun dan ancaman denda

adalah Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Namun Undang – undang

No 12 Tahun 2012 juga menerapkan sanksi administratif.

3. Kasus penyelenggaraan pendidikan tanpa izin berdasarkan putusan

Mahkamah Agung No Reg. 275 K/Pid.Sus/2012 tentang Yayasan UISU

tersebut merupakan tindak pidana yang disebabkan karena adanya konflik

internal Pengurus Yayasan yang menyebabkan terjadinya dualisme

penyelenggaraan UISU. Menurut pertimbangan majelis hakim, dikarenakan

penyelenggaraan Yayasan UISU tersebut tidak diperpanjang, sehingga tidak

memiliki izin, maka perbuatan pelaku dalam hal ini Ketua Yayasan UISU

adalah tanpa hak. Majelis Hakim memberlakukan Pasal 67 ayat (1) Undang

Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional terhadap

pelaku. Sehingga pertanggungjawaban pidana pengurus Yayasan terhadap

penyelenggaraan pendidikan tanpa izin berdasarkan putusan Mahkamah

Page 23: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

Agung No Reg. 275 K/Pid.Sus/2012 adalah berkaitan dengan pemberian

ijazah tanpa hak, dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun., dengan masa

percobaan 2 (dua tahun), serta denda sebesar Rp. 200.000.000 dengan

ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana

kurungan selama 3 (tiga) bulan.

Saran

1. Diperlukan pembedaan tegas antara kedudukan Pengurus Yayasan sebagai

penyelenggara pendidikan dengan pihak pengelola Universitas. Hal ini

bertujuan agar tidak terjadinya perbedaan kepentingan yang dapat

memberikan dampak negative terhadap penyelenggaraan pendidikan.

Pengurus Yayasan haruslah menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai

peraturan perundang undangan dan ketentuan anggaran dasar dan anggaran

rumah tangga dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi.

2. Perlunya pengawasan dari Pemerintah, masyarakat, dan para penegak hukum

terhadap penyelenggaraan pendidikan. Agar pelanggaran – pelanggaran

terhadap ketentuan pidana dalam UU Sisdiknas dan UU Pendidikan Tinggi

dapat dicegah. Hal ini sangat esensial bagi perkembangan dunia pendidikan

terutama perguruan tinggi.

3. Perlunya pemahaman oleh masyarakat dan para penegak hukum tentang

perizinan dari penyelenggaraan pendidikan. Agar kedepannya tidak lagi

terjadi permasalahan seperti dualisme Yayasan UISU yang menyebabkan

ketidakjelasan status Mahasiswa UISU pada saat itu. Para penegak hukum

juga harus dapat membedakan tentang perselisihan pengurus Yayasan yang

merupakan sengketa perdata dimana belum ada pengesahan yang jelas

mengenai status Yayasan pada saat itu, sehingga menyebabkan pertimbangan

yang kurang baik dalam penyelesaian kasus penyelenggaraan pendidikan

tanpa izin.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Ais Chatamarrasjid, Badan Hukum Yayasan, PT Citra Aditya Bakti, Jakarta,

2006.

Kansil C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum, Balai Pustaka, Jakarta, 2002

Lamintang P.A.F., Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung

1984

Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, 1990

Page 24: JURNAL M IBNU HIDAYAH Universitas Sumatera Utara USU

106

Chazawi Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, PT. RajaGrafindo Persada,

Jakarta, 2002

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 3 Percobaan & Penyertaan,

RajaGrafindo, Jakarta, 2002

Ekaputra Muhammad, Dasar – dasar Hukum Pidana, USUPress, Medan,2010

Prodjodikoro Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT.Eresco,

Bandung, 2000

Peraturan Perundang-Undangan

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan

Tinggi

Kitab Undang Undang Hukum Pidana

Undang – undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional

Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang Undang Republik Indonesia no 16 tahun 2001 tentang Yayasan

Peratutan Pemerintah No 04 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan

Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi

Lain – Lain

M. Hamdan dan M Eka Putra, Eksaminasi Putusan Nomor:

362/PID.SUS/2013/PN.SRG, Disampaikan dalam acara Eksaminasi Putusan

Pengadilan Tentang Lingkungan Hidup di Universitas Sumatera Utara