jurnal ilmiah ilmu dasar dan li gkg gan hidup filepelepasan dari negara lain yang ... pada sisi...

8
I I JURNAL ILMIAH ILMU DASAR DAN LIGKGGAN HIDUP Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam U niversitas Pakuan

Upload: doankhue

Post on 24-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

I I

JURNAL ILMIAH ILMU DASAR DAN LI�GKG�GAN HIDUP

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam U niversitas Pakuan

Ekologia, Vol. 9 No.2, Oktober 2009: 31-37

ABSTRAK

SUPPLY-CHAIN TRACING MODEL UNTUK MENGUKUR POTENSI KARBON

Kata kunci: model supply-chain, perdagangan karbon, industri produk kayu, ekonometrika

negara industri yang diwajibkan mengurangi emisi dapat membeli hak pelepasan dari negara lain yang industrinya tidak menghasilkan gas rumah kaca sebanyak mereka. Pasar untuk karbon ini dapat terbentuk karena tujuan dari Kyoto Protocol mengurangi pelepasan GHG secara kolektif.

Pada sisi perdagangan produk berbasis kayu, peningkatan permintaan dunia menyebabkan ketidakseimbangan penawaran-permintaan kayu bulat semakin besar, memperbesar tekanan terhadap hutan. Sektor kehutanan menghadapi masalah rumit, di satu sisi diandalkan sebagai sumber dana pembangunan, di sisi lain proses memperoleh dana pembangunan tersebut diperdebatkan sebagai sumber kerusakan lingkungan. Kyoto Protocol memberikan altematif baru sebagai pemecahan masalah kehutanan. Skim "debt for nature swap" merupakan skim pengurangan hutang negara berkembang dengan imbalan konsentrasi pada pelestarian hutan. Harga permintaan pada pasar lingkungan global pada skim adalah WTP (willingness to pay) untuk konsevasi dari warganegara negara

PENDAHULUAN Perubahan iklim adalah isu penting

dunia. Keberlangsungan kehidupan terancam lapisan ozone yang terganggu oleh emisi gas rumah kaca, hujan asam, dan pemanasan global. Kebanyakan kerusakan ekosistem bumi disebabkan oleh insentif ekonomi. Hutan dibuka untuk ekstraksi sumberdaya alam (minyak, produk hasil hutan) atau untuk menanam tanaman industri dan padang gembalaan. Menurut Mudiyarso (1999), karbon yang terlepas sebesar 0.33 Gt/tahun/ha saat terjadi konversi hutan dan deforestasi. Tiap kali pohon ditebang, areal tutupan hutan berkurang. Hutan tropis menyimpan karbon 300 tc/hektar, lautan 2 gtc/tahun, pohon 1.5-2.5 gtc/tahun. (Totten, WRI, 1999)

Perdagangan Karbon adalah gagasan yang merespons Kyoto Protocol. Kyoto Protocol meminta 38 negara industri untuk mengurangi emisi greenhouse gas (GHG, gas rumah kaca) antara tahun 2008 sampai 2012 ke tingkat 5.2% lebih rendah dari tingkat tahun 1990. Pasar akan tercipta untuk memfasilitasi jual beli hak untuk melepas gas rumah kaca. Negara-

Isu perubahan iklim global selalu menyebutkan perlunya k�lestarian hutan. Berkurangnya luas areal berhutan mengurangi daya dukung hutan terhadap kehidupan. Hutan tropis menyimpan karbon sebesar 300 tc per hektar, lautan 2 gtc per tahun dan pohon 1.5 - 2.5 gtc per tahun (Totten, WRI, 1999). Selama ini pengukuran potensi karbon diukur secara fisik yang memerlukan upaya besar berbiaya mahal. Diperlukan cara alternatif yang lebih efisien untuk pendugaan potensi penyimpanan karbon. Dengan membangun model persamaan simultan berdasarkan konsep penelusuran supply-chain, dapat diketahui bahwa perdagangan karbon merupakan alternatif devisa negara dengan potensi sebesar US$19.84 milyar dan penerapan Pigovian Tax ternyata memperbesar basil bersih perdagangan karbon, sementara perdagangan kayu basil hutan turun sebesar 657%.

Inna Sri Supina Adi1J dan Wahyu Prihatini2J J) Jurusan Manajemen FE-Universitas Pakuan

2) Program Studi Biologi FMIPA-Universitas Pakuan

Supply-Chain Tracing Model Untuk Mengukur (Inna Sri S.A. dan Wahyu Prihatini ) 31

Ekologia, Vol. 9 No.2, Oktober 2009: 31-37

perdagangan karbon sebagai altematif devisa Negara

Perdagangan Karbon Perdagangan karbon serupa dengan

perdagangan saham atau komoditi di bursa. Karbon diberi nilai ekonomi, memungkinkan perorangan, perusahaan atau negara . memperdagangkannya.

BAHAN DAN METODE Berdasarkan data satelit (1986-

2002) Inventarisasi Rutan Nasional memperkirakan luas hutan Indonesia adalah 109.57 ha, dengan perkiraan persebaran Sumatera 20.8%, Kalimantan 32%, Sulawesi 9.7%, Maluku 5.5%, Papua 29.9% dan pulau-pulau lain 2.1 % (FAO, 2000-2006). Luas hutan tersebut kemudian dikategorikan oleh Departemen Kehutanan, yaitu Rutan Konversi 12.46 persen, Rutan Produksi Tetap, 25.36 persen, Rutan Produksi 14.78 persen, Rutan Lindung, 26.4 7 persen dan Kawasan Suaka Alam dan Perairan, 21.16 persen. Dengan kekayaan seperti ini, Indonesia memiliki potensi untuk mengisi peluang dengan turut serta dalarn perdagangan karbon global. Namun di sisi lain, Indonesia juga mengandalkan hutan sebagai sumber penerimaan melalui ekstraksi hutan dan industri perkayuan yang berorientasi ekspor.

Studi mi upaya mengungkap hubungan perdagangan karbon dan industri perkayuan di Indonesia melalui lacak mundur supply chain industri perkayuan di Indonesia. Supply chain yang luas memaksa pembatasan-pembatasan ruang lingkup, yaitu pada : 1. Produk yang dianalisis terbatas pada

output industri hulu perkayuan 2. Input yang dilacak mundur hanya pada

input utama produk. 3. Pelacakan mundur dilakukan melalui

pola perdagangan yang dibentuk penawaran dan permintaan produk

4. Bentuk kalkulasi bersifat transaksional.

1 yaitu penelusuran mundur kebutuhan input suatu industri, konsep diambil dari supply chain management, manajemen produksi dan operasi Supply-Chain Tracing Model Untuk Mengukur (Inna Sri SA. dan Wahyu Prihatini)

32

pemberi penghapusan hutang. Dengan skim ini negara berkembang dapat terlepas dari hutang luar negeri yang semakin besar atau dapat mernbangun dengan "kredit karbon" berfokus kelestarian hutan, atau bahkan keduanya.

Pada kondisi permintaan pasar global yang meningkat, kebijakan restriksi perdagangan kayu bulat maupun kebijakan penghapusannya menyebabkan eksploitasi hutan yang berlebihan; maraknya pembalakan illegal baik di lahan konsesi dan kawasan konservasi, maupun tebang habis di lahan konversi dengan dalih membuka areal perkebunan (Adi, 2007). Altematif perdagangan karbon dapat dilakukan dengan kebijakan moratorium pembalakan. Apakah kiranya introduksi kebijakan konservasi berupa moratorium pembalakan dapat membantu mengurangi tekanan terhadap hutan, bagaimana pengaruh kebijakan ini terhadap industri produk-perkayuan danapabila kerugian yang diderita oleh industri perkayuan, mekanisme kompensasi apa yang tersedia bagi pemerintah?

Mengingat bahwa penyimpanan karbon tidak terlepas dari perilaku pasar produk berbasis kayu dan ketersediaan sumberdayan1a, melalui penelusuran supply-chain , besaran perdagangan produk berbasis kayu dapat digunakan untuk mengukur potensi penyimpanan karbon suatu wilayah. Untuk itu dibangun model pendugaan potensi penyimpanan karbon di Indonesia, agar dapat diperoleh : 1. informasi mengenai perkembangan

keragaan industri perkayuan di · Indonesia, terutarna yang berkaitan dengan dampak berbagai kebijakan kehutanan dan perdagangan terhadap perkembangan perdagangan perkayuan dengan proses deforestasi di Indonesia.

2. model pendugaan potensi penyimpanan karbon Indonesia sebagai dasar

Ekologia, Vol. 9 No.2, Oktober 2009: 31-37

(II)

SSTi, SDTi, ... ... .. . ... ... ... ... ... ... ... ... .. . .. . ... (8)

Ekspor produk j Indonesia pada tahun t (m'), dimanaj = jenis PBK yaitu S = kayu gergajian; P = kayu lapis, U= pulp O = lainnya Tarif ekspor Ind untuk produkj tahun t (%) Produksi total produk j Indonesia tahun t (nr') Harga riil dunia produk j tahun t (US$/CPI/ m') Nilai tukar riil (Rp/US$)/INT Indeks nilai tukar nominal Ekspor dunia produk j pada tahun t (rrr') Impor dunia produk j pada tahun t (rrr')

QSi• XRWEi.................................... (12)

RERI1

INT xsw,

f (PDi� XS Ti, , POP,, GDP,, QDin-i) . . . . . . ( I 0)

SDT1, QDT1,+ XST1, (7)

SSTi, QST1, + IMT1, (6)

QDTi, }:QDin.......................................... (5)

dimana: XS Tit

QSTi, }:QSin (3)

PWi, f(XSWi,, IMWil, PWj,-i) ... ... ... ... ... ... (2)

XSTi, f(PWit,TXXi,, QSTi., RERI., XSTi1•1) ••• (!)

HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut teori ekonomi, kuantitas

yang ditawarkan ataupun diminta selalu tergantung pada harga komoditi itu sendiri. Harga keseimbangan dari sisi penawaran secara relatif adalah proksi harga input, biaya transaksi dan operasi, serta laba, dengan asumsi tiap "produsen memaksimumkan pendapatan. Dari sisi permintaan, secara relatif mengandung daya beli, ketersediaan barang dan selera; dengan asumsi tiap konsumen memaksimumkan kepuasan. Teori tersebut pada industri kayu menurunkan model sebagai berikut:

Perdagangan Produk Berbasis Kayu Indonesia

Manurung dan Bungiomo (1992) menggunakan spatial equilibrium market model dengan data cross-section dan time­ series memprediksi dampak pajak impor yang diterapkan Masyarakat Eropa terhadap perdagangan intemasional kayu tropis. Hasilnya menunjukkan penetapan pajak impor ad valorem yang diterapkan sebagian besar akan ditanggung oleh Masyarakat Eropa sendiri. Para importir yang bukan anggota Masyarakat Eropa diuntungkan; membayar lebih sedikit dan mengimpor lebih banyak, cukup untuk mengkompensasikan hampir seluruh penurunan jumlah impor Masyarakat Eropa, sehingga dampak bersih pada ekspor total dunia kayu tropis tak berarti.

Penelitian WRI menunjukkan, penghapusan tariff mengurangi biaya perdagangan meningkatkan konsumsi perkayuan. Peningkatan dalam konsumsi meningkatkan permintaan perkayuan. Permintaan perkayuan domestik dikendalikan faktor pendapatan, laju pertumbuhan penduduk, teknologi baru, dan tingkat bunga yang mempengaruhi pembangunan perumahan dan industri konstruksi. (Sizer, Downes, Kaimowitz, 1999). Dampak harga perkayuan lebih besar terhadap penawaran daripada permintaan. Wilayah dengan respons yang besar terhadap harga memperoleh kenaikan pangsa pasar. Pengurangan tarif di Indonesia, Malaysia dan Kanada meningkatkan produksi kayu.

Apabila sebuah negara membeli karbon, negara tersebut membeli hak untuk membakarnya, dan negara yang menjual karbon melepas hak tersebut. Nilai karbon didasarkan pada kemampuan negara pemilik karbon untuk menyimpannya atau mencegahnya lepas ke atmosfir. (semakin baik tersimpan, semakin besar nilainya).

Supply-Chain Tracing Model Untuk Mengukur (Inna Sri SA. dan Wahyu Prihatini) 33

Ekologia, Vol. 9 No.2, Oktober 2009: 31-37

Penawaran total produk j domestik tahun t (nr') Permintaan total produkj Ind pada tahun t (m') Penawaran produk j di wilayah i tahun t (nr') Impor total produkj Indonesia pada tahun t (m3)

Tarif impor Ind prod j tahun t (%) Permintaan domestik produk j Ind tahun t (nr') Permintaan j wilayah i pada tahun t (m') Harga riil domestik j pada tahun t (Rp/IHK/ nr') Harga riil domestik kayu bulat t (Rp/lHK/ m') Tingkat suku bunga riil Ind pada tahun t (%) Jumlah penduduk wilayah i pada tahun t (jiwa) Produk domestik bruto wilayah i t (milyarRp) Konsumsi kayu bulat industri produkj wilayah i pada tahun t (m') Roundwood Equivalent, nilai setara kayu bulat untuk produkj

impor Indonesia (persamaan 13 dan 14) Meskipun sejak tahun 1985 secara praktis tidak terjadi ekspor yang disebabkan oleh pajak ekspor yang sangat tinggi (200%), namun saat perdagangan bebas dimulai yang dicirikan oleh rendahnya restriksi fiskal, diperkirakan ekspor kayu bulat kembali terjadi Untuk itu persamaan ek�por maupun persamaan impor dibangun Sejak tahun 1990 tercatat ada impor kayu bulat ke Indonesia Dengan pendeknya periode impor dan ekspor dalam waktu pengamatan, kedua persamaan mi diperkirakan akan kurang nyata secara statistik. Ketersediaan kayu bulat Indonesia y�ng merupakan volume kayu bulat yang ditawarkan Indonesia (Persamaan 16), merupakan penjumlahan dari volume kayu bul�t regional yaitu merupakan penjumlahan dari impor kayu bulat Indonesia dan produksi kayu bulat HPH produksi kayu bulat IPK, produksi ka; bulat ilegal (hasil pembalakan illegal) pada

Fenomena perkayuan Indonesia persamaan (17) adalah permintaan kayu bulat lebih besar Kayu bulat IPK diperoleh dari dari penawarannya. Permintaan kayu bulat pembukaan lahan untuk kepentingan ini diturunkan dari kebutuhan konsumsi pembangunan HTI, perkebunan besar dan kayu bulat pabrik- pabrik pengolahan PBK lokasi transmigrasi, yang izmnya sebagai input dan konsumsi untuk dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan keperluan lainnya Selisih ini dipenuhi oleh berdasarkan tata guna hutan kesepakatan kayu bulat IPK dan pembalakan liar berupa hutan konversi Volume produksi sehingga dalam penelitian ini ditetapkan kayu IPK diargumentasikan sebagai luas persamaan identitas bahwa permintaan ijm areal perkebunan, HTI dan merupakan penjumlahan kayu bulat hasil Transmigrasi dikalikan potensi tegakan tiap pembalakan ( ouput HPH), kayu bulat hasil wilayah (Persamaan 18) Perbedaan kayu land clearing dan kayu bulat hasil bulat IPK dengan output .HPH terletak pada pembalakan illegal; permintaan kayu bulat cara pemanenan HPH panen berdasarkan juga merupakan hasil penjumlahan pada ketentuan prosedur panen lestari, konsumsi kayu bulat pabrik-pabrik dengan batas volume panen yang diijinkan pengolahan PBK dan konsumsi lainnya per tahun atau allowable annual cut

Keberlanjutan diakomodasikan (AAC), sementara kayu bulat IPK melalui ijin tebang tahunan (annual dilakukan dengan sistem tebang habis allowable cut, AA C) sebagai peubah. tanpa mengindahkan prosedur pan en Kebijakan yang berpihak pada konservasi lestari. akan memperkecil AAC dan sebaliknya Kayu bulat ilegal diperoleh dari Blok kayu bulat terbagi menjadi sub-blok pembalakan illegal di kawasan konservasi global dan re.gional. Sub-blok global yang ti?ak termasuk dalam pembahasa� dimulai dengan persamaan ekspor dan ini, dtperlakukan sebagai sisa dari Supply-Chain Tracing Model Untuk Menguku 17 S. · S r. · · · · · · ····l· nna rz .A. dan Wahyu Prihatini)

34

SDT1t

Ekologia, Vol. 9 No.2, Oktober 2009: 31-37

Luas areal berhutan yang dialokasikan untuk konsesi di i tahun t (ribu ha) Produksi kayu bulat HPH di wilayah i pada tahun t (rrr') Dana reboisasi yang diterima pemerintah pada tahun t (juta rupiah) Iuran hasil hutan yang diterima pemerintah pada tahun t (juta rupiah) Potensi tegakan di i pada tahun t (m3/ha) Variabel semu kebijakan otda; 0 = tidak diberlakukan; I = berlaku Variabel semu untuk kebijakan perberlakuan Tata Guna Hulan Kesepakatan; 0 = sebelum diberlakukan; 1 =sejak diberlakukan Luas areal berhutan pada areal yang dialokasikan untuk konsesi di wilayah i pada 1 tahun sebelum tahun t (ribu ha)

DRi

it

TGHKi1 ,ALi 1tJ (24l

Dimana: AL.it

TGHK

PRi1 OTDA

Hubungan luas areal berhutan dengan harga kayu bulat secara hipotesis negatif sedangkan dengan tingkat suku bunga positif Berarti, apabila harga kayu bulat naik, maka areal berhutan yang ditebang semakin luas, sehingga areal berhutan yang tersisa semakin berkurang Suku bunga yang berlaku di Indonesia merupakan proksi dari investasi faktor produksi Tingkat suku bunga diperlakukan sebagai harga modal, sehingga peningkatan suku bunga akan menurunkan investasi faktor produksi, menyebabkan berkurangnya intensitas pembalakan

(13)

(14)

(15) (16)

(17) (18) (19) (20)

(21) (22) (23)

f(PLW1,TXLX1, RERiii, XSLT1.1) f (PLW1 , TXLMi, RERiii, IMLT1.1) f(IMLW1, XSLWi, PLW1.1) f(QSLTi, IMLT1, XSLTi, PLD1.1) L QSLit + IMLT1 QQLi1 + QIPKi1 + QILLi1 (AECii + ATRii) * PRit f(PLDi, PDS1,PDP1, AACii, AACi1-1) QDLi1 - QSLi1 l:c�it f (PLD1, GDP ii, QSLii, QDLi1-1)

Ekspor kayu bulat Ind tahun t (nr') Impor kayu bulat Ind tahun t (m3)

Harga riil dunia tahun t (US$/CPI/ nr') Tarifimpor Ind tahun t (%) Model Pendugaan Potensi Perdagangan Tarif ekspor Indonesia (%) Karbon Nilai tukar riil (Rp/US$)/INT) Potensi pasar jasa penyimpanan Indeks Nilai Tukar Rp/US$ karbon dapat diukur melalui asumsi bahwa Impor kayu bulat dunia tahun t (m') Ekspor kayu bulat dunia tahun t (m') industri perkayuan dan kondisi lahannya Penawaran kayu bulat Ind tahun t (rrr') bersubstitusi dengan pasar karbon. Dengan Penawaran kayu bulat wil i tahun t (nr') demikian, potensi pasar jasa penyimpanan Produksi HPI:I wila�ah i tahun 3t (m') karbon dapat terlihat pada luas hutan yang Kayu !PK wil_ayah 1 _tahun t (m ) tersedia dikalikan willingness to pay. Luas Kayu ilegal wilayah 1 tahun t (rrr') . . . . Permintaan wilayah i tahun t (rrr') hutan yang tersedia mt ditentukan oleh jumlah tebangan yang diijinkan di ambang batas hutan konsesi, ambang batas wilayah i tahun t (rrr') tutupan hutan konversi dan luas hutan

kritis. Supply-Chain Tracing Model Untuk Mengukur (Inna Sri SA. dan Wahyu Prihatini)

35

Dimana: XSLT1 IMLT1 PLW1•

TXMLi TXXLi RERiit INT IMLW1

XSLW1 QSLT1

QSLi1 QQLi1 QIPKi1 QILLii QDLi, AA Ci,

QILLi1 QDLi1 QDLit

QSLT QSLi1 QIPKit QQLit

permintaan dikurangi produksi kayu legal di tiap wilayah (persamaan 20) Meskipun sama-sama illegal, kayu hasil curian dari areal konservasi terpisah dari kayu illegal yang diperoleh dari overcutting areal HPH, yaitu pelanggaran terhadap AAC yang dilakukan para pengusaha HPH. Permintaan kayu bulat per wilayah merupakan penjumlahan konsumsi kayu bulat pabrik-pabrik pengolahan kayu; dan juga merupakan fungsi dari harga riil kayu bulat domestik, ketersediaan kayu bulat yang diwakili oleh penawaran kayu bulat wilayah, dan peubah bedakala permintaan kayu bulat wilayah (Persamaan 33) Sistem persamaan yang terbentuk dari uraian di atas:

Ekologia, Vol. 9 No.2, Oktober 2009: 31-37

Tabel 2. Simulasi Model

Keterangan: Sken _ 1: Skenario Kebijakan moratorium total (penghapusan AAC) selama 10 tahun (2003-2012) Sken_2: Skenario Kebijakan mengurangi AAC sebesar 50% per tahun mulai 2003 - 2012 . Sken_3: Kebijakan pengurangan AAC sebesar 50% mencapai no/ persen pada tahun 2012 dan pengurangan tariff ekspor sebesar 20% hingga mencapai maksimum 3% pada tahun 2012 disertai kenaikan iuran hutan sebesar 20%. Sken_ 4: Skenario Kebijakan pengurangan AAC sebesar 20% per tahun, meningkatkan pajak hutan sebesar 20% per tahun pada kondisi basis. Disertai penurunan pajak ekpor dan impor kondisi kenaikan harga-harga komoditi perkebunan sebesar 5% per tahun.

�PERUBAHAtJ : Peubah scen1 .... scen2 lCe1l3 sceM 'AEC1 , 101�:=�:�°Jjj�::'.:'.'=.!1L ' 9 67 967 967 19.Sf XSTP : -JO 19! .JO 19 -10.74 -53.95!

7.82' 7.82 7.83 9.Dl XSTS . [email protected][ -6-0.17 3699] 10691! . 848 ).48 .. .. 8A8 7 84 XSTU 10183! 101.83 8782 97.35j Al.1 ,7144 -7144 I -JS.95! /1l2 -15l95. -154 95 80341 0.61! AJ.3 ms -22.16 116988 Air··············· -ioff .·.· .... :1011. -!�\l......... . DfC1 222.01 22201 -12..14 21 -12uS.66 am

:om 3341: 1rn -1213.75 -mmi am om 45.40 45.40 -315945 .315945j am Cm 391U9 3914.49 -2825.JS . 262[ IMll _ •.. 123.61 123.61 123.51 91. . 28834 30078: 287.79!

-IM!P -91� •..... -92.50 :7074 :§22., .. Q�J ' -20)lJ0932 J0932. :��47j �.!TS 9.6l 963 1238 34 57; QSi.4 17352! 178 52 181.57: 166.02! 'if,ffiJ -24.10 -24.10 -1931 -2l2t QSlT : 593! 5.93 rn: 593i Pi:o · · ······· iif · a 11 1.� ····· iif or ftil.0 4511 1�21 .2Jjf -iiis1

:�: ��·-1:.::· ... J��--·····Ji�- - :j:•�·······:-er···-�.:····-��-1:·�:-·1:�1 PWS 91.49 9149 9149 J!J.. .JlT MD. -5818' _ -7524 -7101 �100.SJ Pi'ilJ ·62.58 .... .S258-�:if ... :7604 ... DT MC ... -73( .. 152.55 30$ -2590.19: QOP1 30535 30535 30535 263?3 tc,fC1 : 46107: 47417 10.34 1494'

:� 2;::;· .. �:}-�:�······· 2:;:: ��1

·.·�i:��! 1:: 36::, JlJm 178.52 17852 160.61: UfC4: J5U7: 40186 -2720.24 -375.05!

:aos1 _1ot.9( 1lll.99 .... 1s14019016 w:cr: m92i 47rn1i1t·ml4i QDS2 il265 44255 5203 574.40' CQS1 ! 10499' 10499 157.40 190 IS!

:aoSJ -1965.11. .19ss.11 .1935.11 -103564 cas2 : m.65: m 55 52t 11 ·siuo1 ;aDS4 i79.1T 17917 257.49 300.42 CQ§J; -1965.13' -1965.73 -198573 -1035.66( :oou 46i . _131 -77.�J -76.93 COS4 .: 119i1i ii9ii' 21ii ·10Q42i .�ll rn ... �.� .. Jl'l!P: :2m�, cQP1 , i�5.3s13c�1s J.01i.5 �ml �ll -25% -21.18 -1161.67 -111147 COP2 , 16145: 261.45 251.45 23780! a[i .;i1a ·· :trn :11ii:11ifsr·c&ifT ij6\' nsi ii.er wos1 QSP1 305.35 30535 305 35 26373 COP4 l 178.52: 178.52 178.52· 16-0.61:

'QSP2 26145. 26145 ·-···ifiis .. 23130.- QIX.1 ... 25( .. 2 56 ... 2 66 ·-· 2.621 '9sp3 7161 m1 m1 .2:.0L a1U _ 2aax 2ss.34 30013• 21rni QSP4 178.52 17852 17852 160 51 OID : -109 32' -209.32 -209 32 -23641: _ass, 1ot.99 1lll 99 1srn )90 1,..)bo·. 0114 • 178c� •... 17852 1aur 166.oii :OSS2 . 44265. 44265 . 52633 ,.. 01:U , 5.93: 5.93 617 59JJ. lass3 -19857t -198511 -198511 .2035 st

kerugian karena kehilangan peluang perdagangan kayu Keuntungan dari perdagangan karbon lahan kritis yang tersedia ambang batas tajuk hutan konsesi ambang batas tajuk hutan konversi luas hutan yang tersedia Penerimaan total Willingness to pay negara maju Biaya aforestasi, reforestasi Harga minyak sawit dunia Harga kayu bulat dunia PDRB per kapita

f(PPOW, PLW, GDPP, CRARl); f(PLW, IR, GDPP, FRTX, FRSACSI); f(PAG, lR, GDPP, FRSACVl); CRAR + FRSACS + FRSACV; FAAV*WTP; FAAV*PLCO; TREV -TCOST - TTLOSS

Dari Tabel 1 Hasil validasi dapat dikatakan bahwa menunjukkan model cukup kokoh, untuk dapat melakukan simulasi. Model ini memberikan altematif pengukuran potensi pasar jasa penyimpanan karbon atau singkatnya pasar karbon Indonesia.

Berdasarkan kalkulasi, potensi jasa penyimpanan karbon Indonesia yang diperoleh dari formula TREV = FAA V* WTP diketahui sebesar US$ 19.84 milyar. Pendugaan yang dilakukan terhadap model dengan menggunakan data F AO 1982- 2005 menunjukkan hasil pemgujian ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Validasi Model

: 000:: :� :: :: :�: · ::;i - ooo; · ::.-:�:

},c.: ooo( ooi5L o.9ie; oo:ii oosi ooof 0�1: •.. · o§IC rnl!j :1,m 0.021 oooi: o*S· 002ff OOJ1 o1 0.012, o.918 0011: '1!.1 ·o:oc···-r rn. 0.0339 oau . oOof ·a 044 . 095.i' 0:oe;i] ,AL2.. o 011 o 0011 o ss o 0621 ouz o 01a; Doil' · o ;;f O:ii,'{ �13 002: ····o: ·o.m."01074 QQL3 . o.ooi 02a9 oiol ofaj'. ;1· ooiif 0154: Darf OiiEe:.· aiid · o: 0021· osii oosil'

'n,�1.. : 021(._1�,' om 01309 asiii . coot 0111' oa2C oim! ;Cft2 ; , 00 11 .. 38�, .. 00:l.···· o5aJ o0 ., .. s1 1 11185• a0s5PP13 :00000 1!!

•.... o065• .. 09ff. o.151a:

·DfC3 ·� om: , om• ..... o 11 o J™i ,,ci · .... o.oii'-ToJT;·· �m oi'isf ·asi>.i · ·· ooo.il 0112, o.m. 02�, ,ur, 0.001 o 1.211 o.873 o 3384' ass1 · ····o: 0.015 o.985 rnn: !WTP O oif O 01' 0 �.f 03599 05$2 0 063: . 0 001 0 93f 0.5964: ms o 011 o'oil: a 951 rnn cssi · · ·· · o 001: ·T o.m o.ml !":' o ooi: · oif o.0496 osS4 ··oooi ooo ·0951 oim, FLO 0.02! Jol2, 0 944! coil QSU1 o: 0 022' o§!i' 0 oil] PLW ; 0.006- 0.107i o.asr ··o 1i6(' XSW ····o.oosr 0.09i ···o.90{ .. "'0'1oao!

•""' . oooi' 0106i isis o'. Oi1f oan 02139: . Fi!S "' o 005 o.om xsru · · o 1165. · · o oof o.sll 03152: ·P«J ·· o··o o.11649· oot1 ··· ·· f··oo1(· 0·911 oom: OOPi 0.019 o. oi11 o 1fa: OOl2 o.141 o 002 oisf o i1G' acf1 0.001 rn11 o.a1 01194 QDll ·ooit 0002, o.m 09425,

•"""' . .. o oo( o 1w Oai4' o i:ioii act! o ooi'. . o oif oiii: o.m1: ooo, ·· -o· · o ois! o 985 o28oi3· ooi r o 066' ·· o 033 ·· · · · ff oJiit'

RENTE CRAR FRSACS FRSACV FAAV TREV WTP PLCO PPOW PLW GDDP

CRAR FRSACS FRSACV FAAV TREV TCOST RENTE Dimana: TTLOSS

Supply-Chain Tracing Model Untuk Mengukur (Inna Sri SA. dan Wahyu Prihatini ) 36

Ekologia, Vol. 9 No.2, Oktober 2009: 31-37

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Model yang dibangun cukup kokoh dalam menjelaskan keragaan perdagangan kayu hasil hutan Indoensia

2. Potensi perdagangan karbon Indoensia sebesar US$19.84 berdasarkan skim CDM.

3. Penerapan Pigovian Tax ternyata memperbesar hasil bersih perdagangan karbon, sementara perdagangan kayu hasil hutan "menderita" turun sebesar 657%.

Rekomendasi yang dapat disampaikan adalah untuk dapat memanfaatkan model ini sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pengambilan kebijakan perlu dilakukan pemanjangan data point.

DAFf AR PUSTAKA

Brown, David W. 1999. Addicted to Rent: Corporate and Spatial Distribution of Forest Resources in Indonesia; Implications for Forest Sustainability and Government Policy. DFID/ITFMP, 7 September.

Buongiomo, Joseph. Manurung, E.G. Togu. 1992. Predicted Effects of An Import Tax In The European Community of

International Trade in Tropical Timbers. Journal of World Forest Resource Management, vol 6., pp. 117- 137.

Departemen Kehutanan, 2003. Statistik Kehutanan Indonesia, 1978 - 2003. Departemen Kehutanan, Jakarta.

Departemen Kehutanan, 2004. "Skim Tarif Umum Yang Dikehendaki Oleh 10 Negara Asean Dan Inclusion List Produk Kehutanan "

Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, Direktorat Penyiapan Pengusahaan Hutan, 1998. Laporan Hasil Monitoring dan Evaluasi Perkembangan HPH Sampai dengan Bulan Maret 1998. Departemen Kehutanan, Jakarta Indonesia,

GAIT, 1985. "Trade Policies for a Better Future: Proposals for Action", Geneva.

Makundi.W.R.L. 1990. An Econometric Analysis of International Trade in Selected Forest Products with Emphasis on the Impact of Exchare Rate Fluctuation. Ph.D. Dissertation, University of California, Berkeley. Totten, Michael. 1999. Getting It Right: Emerging Markets for Storing Carbon in Forests< World Resource Institute.

Supply-Chain Tracing Model Untuk Mengukur (Inna Sri SA. dan Wahyu Prihatini) 37