juknis penanganan kokon
TRANSCRIPT
Petunjuk Teknis Penanganan Kokon
1
JUKNIS PENANGANAN KOKON
BALAI PERSUTERAAN ALAM
BAB I
PENDAHULUAN
Hasil akhir dari pemeliharaan ulat sutera adalah kokon yang lebih lanjut
akan diproses menjadi benang kemudian ditenun menjadi kain sutera. Kokon yang
berkualitas akan sangat menentukan hasil dari benang dan kain sutera yang
diproduksi. Oleh karena itu proses selama pengokonan dan kegiatan pasca panen
harus benar-benar diperhatikan. Kokon yang berkualitas baik akan ditentukan oleh
beberapa faktor antara lain bibit/telur, teknik pemeliharaan, peralatan
pemeliharaan dan perlakuan selama pengokonan dan pengolahan kokon (pasca
panen).
Perlakukan selama pengokonan sangat dipengaruhi oleh alat
pengokonannya. Seperti diketahui, ulat instar V yang akan mengokon dimasukkan ke
tempat pengokonan. Tempat pengokonan ini sebaiknya selain berasal dari bahan
yang mudah didapat maka juga memenuhi beberapa persyaratan antara lain
mampu menyerap air, murah dan tahan lama. Alat pengokonan yang baik akan
mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi kokon yang akan dipanen.
Pemanenan kokon dilakukan bila ulat hampir semuanya mengokon dan
waktunya harus tepat yaitu keyika pupa sudah berwarna coklat dan kulitnya sudah
keras (6 – 7 hari setelah ulat ditempatkan di alat pengokonan). Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan mengupas 1 – 2 butir kokon untuk melihat pupanya, dan bila
pupanya sudah berwarna coklat berarti kokon sudah siap dipanen. Pemanenan yang
terlalu cepat akan menghasilkan kokon yang belum sempurna, kulit pupa masih
lemah/lunak dan mudah luka sewaktu diambil sehingga kokon menjadi kotor di
bagian dalam. Sementara pemanenan yang lambat akan menyebabkan pupa sudah
berubah menjadi kupu-kupu dan merusak kulit kokon.
Petunjuk Teknis Penanganan Kokon
2
Arti penting dari kegiatan pasca panen dalam mempengaruhi kualitas kokon
dikemukakan oleh Tomigawa (1984) yang menyatakan bahwa salah satu penyebab
rendahnya kualitas kokon adalah belum adanya seleksi kokon yang memadai. Seleksi
kokon yang bertujuan untuk memisahkan kokon yang baik dan kokon yang cacat
merupakan kegiatan pasca panen yang sangat penting dan harus dilakukan sebelum
kokon dijual dan sebelum kokon dipintal.
Pasca panen (pengolahan kokon) merupakan proses pengolahan kokon dari
setelah panen sampai menjadi benang sutera. Kegiatan-kegiatan yang ada dalam
pasca panen meliputi :
1. Flossing (pembersihan kokon)
2. Seleksi Kokon
3. Pengeringan
4. Penyimpanan
5. Pemintalan
Proses pasca panen kokon juga dapat digambarkan dalam diagram berikut
ini:
KOKON
Pengepakan Benang
Rereelingng
Penyimpanan Kokon
Reeling
Sortasi
Pembersihan
Pengeringan
Petunjuk Teknis Penanganan Kokon
3
Proses pengeringan dilakukan pada tahap awal penanganan kokon (pasca
penen) bertujuan agar:
a. Benang lebih kuat
b. Kokon bersih
c. Tidak mengkerut sehingga mudah dicari ujung benangnya (filamennya)
d. Tidak melakukan pekerjaan 2x dalam proses pembersihan
Petunjuk Teknis Penanganan Kokon
4
BAB II
PEMBERSIHAN KOKON
Bagian luar dari kokon dilapisi oleh serabut lembut yang dinamakan floss,
oleh karena itu kegiatan pembersihan kokon ini juga dikenal dengan sebutan
Flossing. Tujuan dari kegiatan flossing adalah untuk menghilangkan floss (serabut)
pada permukaan kulit kokon. Kokon yang belum dihilangkan floss-nya akan sulit
untuk dipintal. Selain itu manfaat dari kegiatan flossing dapat disebutkan sebagai
berikut:
a. Kokon akan kelihatan bersih
b. Memudahkan dalam membedakan kokon baik, kokon jelek, dan kokon jelek
c. Mengurangi kelembaban pada kokon
d. Mempermudah mencari ujung serat pada saat dipintal
Pembersihan kokon dalam jumlah sedikit dapat dilakukan secara manual
dengan tangan. Tetapi dalam jumlah banyak/besar, maka pembersihan harus
dilakukan dengan menggunakan mesin yang biasa disebut dengan floss remover.
Penggunaan floss remover akan memudahkan dan menghemat waktu dalam proses
pembersihan kokon. Hal yang perlu diingat adalah floss remover tidak bisa
digunakan jika kokon yang akan dibersihkan termasuk dalam kriteria kokon tipis
karena akan merusak kulit kokonnya.
Gambar 1 & 2. Proses pembersihan kokon secara manual dan mekanis
Petunjuk Teknis Penanganan Kokon
5
BAB III
SELEKSI KOKON
Kokon yang sudah dimatikan pupanya (dengan perebusan dilanjutkan
pengeringan maupun dengan pengeringan saja) disortir agar mudah dalam penarikan
benang ketika dilakukan kegiatan pemintalan dengan menggunakan mesin reeling.
Kegiatan penyortiran atau seleksi kokon ini merupakan kegiatan untuk memisahkan
antara kokon jelek dan kokon cacat dari kokon baik. Hal ini karena kokon jelek dan
kokon cacat biasanya tidak dapat atau sulit untuk dipintal.
Kokon-kokon yang tidak dapat dipintal antara lain:
1. Kokon jelek (kokon jelek ini masih bisa dipintal tetapi hasil benang
suteranya akan jelek dan berwarna coklat)
Kokon kotor di dalam
Kokon kotor di luar
Kokon kulit tipis
Kokon berjamur
2. Kokon cacat (kokon yang masuk dalam kriteria ini tidak bisa dipintal sama
sekali)
Kokon ganda/dobel
Kokon berlubang
Kokon berbulu
Kokon berbentuk tidak normal
Kokon cacat karena alat pengokonan
Kokon ujung (tipis) runcing
Sementara kokon yang bila dipintal dapat menghasilkan benang yang
bagus dan kualitasnya realtif tinggi disebut kokon baik, antara lain kokon bentuk
normal, kokon bersih dan kokon tidak cacat.
Petunjuk Teknis Penanganan Kokon
6
Kokon yang termasuk dalam kokon baik dapat diindikasikan dengan
tanda-tanda, antara lain:
a. Persentase berat kulit kokon minimal 15% dari total berat kokon
b. Persentase cacat kokon tidak lebih dari 10% dari total jumlah kokon (10 kokon
cacat dalam setiap 100 sample kokon)
Selain tentang kokon cacat, jelek dan baik, maka perlu diketahui juga
tentang ciri-ciri kokon tua dan muda. Kokon tua akan berwarna kecoklat-coklatan
agak keras, sementara kokon muda berwarna putih dan lembek.
Berikut disajikan beberapa gambar bentuk-bentuk kokon:
Manfaat dari kegiatan seleksi kokon:
a. Menghasilkan kokon yang baik dan seragam serta mempunyai kualitas yang tinggi
b. Hasil pemintalan akan menghasilkan benang sutera yang bagus dan berkualitas
tinggi
a b c
d e f
Gambar 2a-f. Contoh kokon jelek dan cacat Keterangan:
a. Kokon kotor luar b. Kokon tercetak c. Kokon tipis d. Kokon ganda e. Kokon kotor dalam f. Kokon berbulu
Petunjuk Teknis Penanganan Kokon
7
BAB IV PENGERINGAN
Kokon hasil seleksi kemudian dilakukan pengeringan. Pengeringan ini
merupakan kegiatan dengan tujuan untuk mematikan pupa yang ada dalam kokon
agar tidak menjadi kupu-kupu dan mengurangi kadar air yang ada pada kokon.
Pengeringan kokon yang sempurna dilakukan sampai beratnya kira-kira tinggal 45%
dari berat kokon segar, sehingga kokon tidak mudah rusak selama masa
penyimpanan.
Tabel 1. Kandungan air yang terdapat di dalam kokon
Bagian dari Kokon Kokon Segar
(%) Kokon Kering
(%)
Kulit kokon 11- 12 6 – 7
Pupa 75 – 79 7 – 13
Seluruh Kokon 61 - 64 6 - 12
Manfaat dari kegiatan pengeringan :
a. Mencegah keluarnya kupu-kupu
b. Mengurangi kelembaban pada kokon sehingga kokon bisa disimpan lama di
bawah temperatur dan RH (kelembaban) yang normal
Jenis pengeringan yang dikenal:
a. Bertujuan mematikan pupa
b. Setengah kering
c. Kering standar
Kering standar adalah tingkat kekeringan kokon dimana kadar air di dalam
kokon mencapai titik minimal. Kering standar dicapai apabila persentase
kekeringan 38 – 42 %
Petunjuk Teknis Penanganan Kokon
8
Rumus persen kekeringan :
Berat kokon kering
X 100 %
Berat kokon basah
Tanda-tanda kokon kering standar:
a. Berat kokon ringan sekali
b. Suara kokon apabila kokon dikocok gemerincing
c. Apabila pupa di dalam kokon dikeluarkan dan ditekan, pupa akan
hancur
Pada dasarnya cara pengeringan kokon dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan pemanasan langsung dan tidak langsung.
1. Dengan pemanasan langsung
Dengan panas matahari
Kokon dijemur di bawah sinar matahari langsung selama tiga hari, setiap
harinya 1,5 – 2 jam saat panas maksimal. Kokon diusahakan tersebar/tidak
saling bertumpuk sehingga tidak lengket satu sama lain. Kokon yang lengket
satu sama lain serat suteranya akan mudah putus dan sulit dicari ujungnya.
Setelah proses pengeringan baru dilakukan pemisahan antara kokon yang
rusak dan kokon yang baik.
Alat :
- Lembaran papan/seng
- Sinar matahari yang cerah
Cara :
- Kokon disebar di atas lembaran papan/seng yang kering
- Dijemur di bawah sinar matahari yang cerah
Waktu :
- Untuk mematikan pupa 3 – 5 hari berturut- turut
Petunjuk Teknis Penanganan Kokon
9
- Untuk setengah kering dan kering standar diperlukan waktu
yang lebih lama
Kelebihan :
- Murah dan praktis
Kelemahan :
- Matahari harus selalu cerah selesai panen
- Memerlukan waktu yang lama
Gambar 3. Alat pengering kokon menggunakan tenaga sinar matahari
2. Dengan pemanasan tidak langsung
Dengan uap panas/uap air
Dalam skala kecil, pengeringan dilakukan dengan menempatkan kokon pada
kukusan dan diuapkan dengan uap air selama beberapa jam (kurang lebih ½
jam sudah cukup) untuk membunuh pupa tanpa berakibat buruk terhadap
serat-serat suteranya. Sementara dalam skala besar kokon ditempatkan di
dalam ruang penguapan yang dilengkapi dengan ketel uap yang uap airnya
dialirkan dari bawah ruang penguapan. Suhu dalam ruangan diusahakan
antara 65o – 75o C selama 5 – 20 menit. Setelah pupanya mati, kokon-kokon
tersebut dikeringkan dalam ruang pengering.
Alat :
- Dandang (panci untuk memasak nasi) atau ketel uap
Petunjuk Teknis Penanganan Kokon
10
Cara :
- Dikukus, kokon dimasukkan setelah air pada dandang
mendidih
- Ditempatkan di dalam ruang penguapan yang dilengkapi
dengan ketel uap yang uap airnya dialirkan dari bawah ruang
penguapan
Waktu :
- Untuk mematikan pupa 3 – 5 menit. Setelah selesai dikukus
kokon segera diangin – anginkan
- Dengan ketel uap , suhu dalam ruangan diusahakan antara 65o
– 75o C selama 5 – 20 menit
Kelebihan :
- Waktu mematikan pupa relatif lebih singkat dibanding sistem
panas matahari
Kelemahan :
- Hanya mematikan pupa, tidak mengeringkan kokon
- Tidak bisa dicapai kekeringan standar
Pemanasan dalam ruangan yang dipanaskan
Pengeringan yang dilakukan dalam ruangan yang suhu udara di dalamnya
sudah diatur. Pemanasan dilakukan dengan bahan bakar minyak tanah, gas
atau arang, dengan syarat tidak menimbulkan asap kotor yang akan merusak
mutu kokon.
Pemanasan dalam ruangan dilakukan secara bertingkat mula-mula 90o C
selama 2 jam, kemudian berangsur-angsur diturunkan menjadi 75o C selama
1,5 jam dan diturunkan lagi sampai suhu 55o C selama 2,5 jam. Kokon
dikeluarkan, didinginkan, baru disimpan.
Petunjuk Teknis Penanganan Kokon
11
Dengan oven
Kokon ditempatkan dalam tromol-tromol yang terdapat dalam oven,
kemudian oven dipanaskan dengan suhu diatur berangsur-angsur meningkat
mulai dari 50o C hingga 95o C sambil memutar trombol tersebut dengan
tangan selama kurang lebih 30 menit. Pengeringan dengan cara dioven juga
dapat dilakukan dengan cara bertahap dari temperatur 60, 70, 80, 90o C
masing-masing selama 1 jam. Untuk mematikan pupa ½ - 1 jam dengan
temperatur 100 0C, sementara untuk kekeringan standar perlu 5 – 6 jam.
Selanjutnya kokon dikeluarkan dan diangin-anginkan kemudian disimpan.
Alat :
- Oven
- Bangunan khusus
Cara :
- Kokon diletakkan dalam sasak/rak dengan ketebalan tertentu
- Oven dipanaskan dengan kompor/listrik
Waktu :
- Untuk mematikan pupa ½ - 1 jam dengan temperatur 100 0C
- Untuk kekeringan standar perlu 5 – 6 jam
- Peng”oven”an dilakukan secara bertahap dari temperatur 60,
70, 80, 90 0 C masing-masing selama 1 jam
- Peng”oven”an dilakukan secara bertahap dari temperatur 50o
– 95o C selama kurang lebih 30 menit
Kelebihan :
- Mematikan sekaligus mengeringkan kokon
- Waktu relatif lebih singkat
- Mampu mengeringkan kokon dalam jumlah banyak
Petunjuk Teknis Penanganan Kokon
12
Kelemahan :
- Biayanya mahal
- Jika sistem distribusi panas dalam oven tidak dibantu dengan
kipas angin maka panas dalam oven tidak merata, kokon harus
sering dibolak-balik
Gambar 4. Oven
Petunjuk Teknis Penanganan Kokon
13
BAB V
PENYIMPANAN
Penyimpanan kokon yang benar perlu diperhatikan agar kokon yang
disimpan dalam waktu yang lama tidak menurun kualitasnya. Kegiatan
penyimpanan kokon ini pada dasarnya bukan suatu tahapan yang harus dilaksanakan
tetapi disesuaikan dengan situasi dan kondisi, misalnya kokon yang telah
dikeringkan menunggu waktu untuk dipintal atau dijual.
Pada beberapa petunjuk penanganan pasca panen disebutkan bahwa salah
satu syarat yang harus dipenuhi dalam penyimpanan kokon yang baik adalah kokon
harus kering (kering standar lebih baik). Tetapi sebenarnya penyimpanan kokon
tidak hanya ditujukan untuk kokon kering saja, tetapi penyimpanan juga dapat
dilakukan terhadap kokon segar.
Penyimpanan kokon segar harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kokon segar tidak boleh ditumpuk sampai tinggi maksimal 10 – 12 cm. Dalam
proses pengangkutan kokon juga perlu diperhatikan agar jangan dibiarkan
bertumpuk terlalu lama dalam keranjang
2. Menghindari goncangan-goncangan dalam pengangkutan agar kokon tidak
rusak
3. Kokon segar hendaknya disimpan dalam ruangan yang mempunyai aerasi yang
baik, cukup kering dan sejuk
4. Sudah dilakukan pemisahan antara kokon baik dengan kokon yang rusak
5. Penyimpanan kokon segar dapat dilakukan maksimal selama 3 hari
Sementara penyimpanan terhadap kokon kering harus memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
1. Ruang penyimpanan kokon kering harus selalu kering dan tidak terpengaruh
oleh cuaca luar
2. Bebas dari kemungkinan gangguan hama pemakan pupa (misalnya tikus,
semut, dll) dan jamur-jamur yang dapat merusak kokon
Petunjuk Teknis Penanganan Kokon
14
3. Ruang penyimpanan disarankan sebuah gudang yang tertutup dengan lantai
disemen sehingga kondisi ruangan tidak lembab dan aerasi dapat terjaga
dengan baik.
Cara penyimpanan kokon yang sering dilakukan adalah:
a. Kokon dimasukkan dalam karung kain
b. Karung diletakkan pada suatu tempat yang tidak lembab dan sesuai dengan
syarat di atas. Jika ruangan lembab, kokon akan terserang jamur
Lama penyimpanan kokon sangat tergantung pada jenis dan sistem
pengeringannya. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa selama disimpan
kokon harus sering diperiksa, diangin-anginkan atau dijemur ulang. Penjemuran
atau diangin-anginkan ulang akan menambah lama penyimpanan. Untuk kokon yang
kering mati pupa, ketahanan dalam penyimpanan kurang lebih selama 2 minggu,
sedangkan kokon kering 45% ketahanan penyimpanan 3 – 5 bulan.