makalah tentang sutra dari kokon
DESCRIPTION
Berisi makalah, analisis biaya tentang pembuatan Benang Sutra dari bahan baku Kokon.TRANSCRIPT
OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA
CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI
KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
MAULANA YUSUP
H34066080
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA
CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI
KABUPATEN BOGOR
MAULANA YUSUP
H34066080
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
RINGKASAN
MAULANA YUSUP. Optimalisasi Produksi Kain Tenun Sutera pada CV
Batu Gede di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen
Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di
bawah Bimbingan ANNA FARIYANTI).
Laju pertumbuhan produksi Industri Kecil dan Menengah dari tahun 2006
ke tahun 2007 menunjukkan komoditas sutera alam memiliki nilai yang paling
tinggi dibandingkan komoditas lainnya yaitu sebesar 8,9 persen. Permintaan pasar
akan produk sutera alam, khususnya kain sutera relatif tidak terpengaruh oleh
perubahan situasi ekonomi karena mengandalkan konsumen kelas masyarakat
menengah dan atas. Penggunaan kain sutera tidak terbatas untuk kebutuhan
sandang tetapi telah meluas untuk kebutuhan tekstil non-sandang seperti dekorasi
dan interior hotel-hotel, gedung perkantoran dan lain-lain. Ekspor yang
berkembang positif dan potensi pasar dunia yang cukup besar merupakan peluang
dalam peningkatan produktivitas sutera alam. Salah satu perusahaan yang
bergerak dalam produksi sutera alam adalah CV Batu Gede yang terletak di
Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Produk yang diproduksi dan dijual oleh CV Batu Gede adalah produk kain
sutera jenis dobby (putih polos) dan tenun warna. Adanya peluang pasar yang
potensial, permintaan yang tinggi dan fluktuasi penjualan menyebabkan
perusahaan perlu melakukan produksi yang optimal untuk memaksimalkan
keuntungan. Dalam memproduksi kain sutera yang optimal, perusahaan pun harus
efektif dan efisien pada penggunaan input-input produksi yang dimilikinya yaitu
bahan baku, bahan pembantu, tenaga kerja langsung (TKL) serta Alat Tenun
Bukan Mesin (ATBM). Selain itu, perusahaan dihadapkan pada keadaan
lingkungan yang berubah. Dengan perubahan-perubahan tersebut, tentu saja dapat
mempengaruhi optimalisasi produksi kain sutera di CV Batu Gede. Oleh karena
itu perlu diketahui dan dianalisis sejauh mana perusahaan dapat mencapai
produksi yang optimal sehingga dapat memaksimumkan keuntungan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan:
menganalisis kombinasi produksi kain sutera yang tepat bagi CV Batu Gede agar
mencapai kondisi optimal yang dapat memaksimalkan keuntungan, mengkaji
alokasi sumberdaya yang dimiliki CV Batu Gede sebagai kendala produksi untuk
mencapai kondisi optimal, dan menganalisis solusi terbaik jika terjadi perubahan,
dalam hal ini peningkatan harga benang sutera dan pengurangan jumlah tenaga
kerja langsung dalam perumusan program linier.
Penelitian dilaksanakan di CV Batu Gede yang berlokasi di Batu Gede,
Ciapus, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor pada bulan Agustus – Oktober
2008.Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Jenis data yang
digunakan meliputi data primer dan sekunder yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Metode pengolahan menggunakan software LINDO (Linear
Interactive of Discrete Optimizer) dengan model Linear Programming. Hasil
pengolahan data akan dianalisis dengan menggunakan beberapa metode analisis
yaitu analisis primal, dual, sensitivitas dan post optimal.
Langkah-langkah formulasi model program linier diawali dengan
menentukan variabel keputusan, kemudian menentukan fungsi tujuan dan kendala.
Variabel keputusan menunjukkan jumlah produksi setiap jenis produk yang
dihasilkan (dobby dan warna). Model program linier diperoleh 24 variabel
keputusan periode (12 bulan) produksi yaitu periode September 2007 sampai
dengan Agustus 2008. Variabel keputusan disimbolkan dengan Xij (i
menunjukkan jenis produk dan j menunjukkan periode bulan produksi). Fungsi
tujuan pada penelitian ini adalah maksimisasi keuntungan. Fungsi kendala
ditentukan dari kendala-kendala yang dihadapi CV Batu Gede untuk mencapai
produksi yang optimal antara lain : kendala ketersediaan bahan baku (benang
pakan dan lungsi), ketersediaan bahan pembantu (soda as dan zat pewarna),
ketersediaan jam kerja TKL, ketersediaan jam kerja ATBM dan permintaan pasar.
Berdasarkan hasil analisis primal, secara keseluruhan nilai produksi aktual
perusahaan masih lebih rendah dibandingkan nilai produksi optimalnya. Hasil
optimalisasi menyarankan perusahaan dapat meningkatkan produksi kain tenun
sutera jenis dobby untuk memperoleh keuntungan tambahan. Total keuntungan
aktual yang diperoleh perusahaan dalam memproduksi kain tenun sutera jenis
dobby dan tenun warna selama periode yang dianalisis adalah sebesar Rp
82.862.122,62 sedangkan berdasarkan hasil analisis optimalisasi keuntungan yang
dapat dicapai pada kondisi optimal adalah sebesar Rp 85.057.260,00. Hal ini
berarti perusahaan akan memperoleh keuntungan tambahan sebesar Rp
2.195.137,38 apabila dapat berproduksi pada kondisi optimal. Berdasarkan hasil
analisis dual, penggunaan sumberdaya pada CV Batu Gede belum efisien dilihat
dari adanya perbedaan penggunaan sumberdaya antara kondisi aktual dan optimal.
Sumberdaya yang berstatus berlebih pada perusahaan adalah bahan baku (benang
pakan dan lungsi) dan bahan pembantu (soda as dan zat pewarna. Sedangkan
sumberdaya yang berstatus langka adalah jam kerja TKL dan jam kerja ATBM.
Permintaan pasar pada perusahaan digunakan sebagai pembatas produksi.
Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai selang
kepekaan tersempit terdapat pada jenis produk kain tenun sutera warna sehingga
perusahaan dapat lebih fokus melakukan perubahan keuntungan dari produk kain
tenun sutera dobby agar tetap berada dalam kondisi yang optimal. Analisis
sensitivitas nilai sebelah kanan kendala menunjukkan bahwa kendala yang
memiliki nilai batas perubahan kenaikan dan penurunan dalam ketersediaannya
adalah permintaan pasar kain sutera jenis dobby. Sehingga kendala tersebut
berstatus kendala pembatas. Sedangkan kendala bahan baku, bahan pembantu,
jam kerja ATBM dan TKL berstatus kendala bukan pembatas karena pada nilai
batas kenaikan perubahan ketersediaannya mencapai tidak terhingga (infinity)
dimana berapapun jumlah perubahan kenaikan ketersediaannya yang terjadi tidak
akan mempengaruhi solusi optimal.
Berdasarkan perubahan yang dilakukan untuk menguji solusi optimal awal
dengan menggunakan tiga skenario, optimalisasi produksi kain sutera pada CV
Batu Gede lebih peka berubah terhadap perubahan yang terjadi akibat adanya
kenaikan biaya bahan baku benang sutera. Saran yang dapat direkomendasikan
yaitu perusahaan diharapkan lebih fokus produksi kain sutera dobby,
menggunakan kelebihan ketersediaan sumberdaya yang ada dengan cara
melakukan perencanaan produksi berdasarkan hasil optimalisasi yang telah
dilakukan dan penambahan TKL dan ATBM akan lebih memaksimalkan
keuntungan yang dapat diterima perusahaan.
Judul Skripsi : Optimalisasi Produksi Kain Tenun Sutera pada CV Batu Gede di
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor
Nama : Maulana Yusup
NIM : H34066080
Disetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si
NIP. 131 918 115
Diketahui,
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 131 415 082
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Optimalisasi
Produksi Kain Tenun Sutera pada CV Batu Gede di Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian
akhir skrispi ini.
Bogor, April 2009
Maulana Yusup
H34066080
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada 24 Oktober 1984 sebagai anak pertama
dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Sutirta dan Ibu Cici Haerani.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pasireurih 1 Kabupaten
Bogor pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada
tahun 2000 di SLTPN 2 Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 5
Bogor diselesaikan pada tahun 2003.
Penulis diterima pada Program Studi D3 Manajemen Bisnis dan Koperasi,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) pada tahun 2003. Penulis lulus dengan gelar Ahli Madya
(A.Md) pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan
untuk memperoleh gelar sarjana di Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus,
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat
dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan
salam selalu tercurah pada teladan hidup Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi strata
satu dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana
Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi dengan judul “Optimalisasi
Produksi Kain Tenun Sutera pada CV Batu Gede di Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor” ini berisi tentang analisis optimalisasi produksi kain tenun
sutera di CV Batu Gede dengan tujuan menentukan perencanaan produksi dan
alokasi sumberdaya perusahaan yang tepat agar mencapai keuntungan yang
maksimal.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih ada kekurangan,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang relevan serta
membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat berguna dan
bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, April 2009
Maulana Yusup
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan dengan terselesaikannya skripsi ini, sebagai bentuk rasa syukur
kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan
kepada :
1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan pengarahan, nasehat dan saran-saran yang membangun kepada
penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Ir. Harmini, M.Si, atas ketersediaannya menjadi dosen penguji utama dan
Rahmat Yanuar, SP, M.Si atas ketersediaannya menjadi dosen penguji wakil
komisi akademik yang telah meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan
saran demi perbaikan skripsi ini.
3. Para staf sekretariat Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus, Departemen
Agribisnis, FEM, IPB.
4. Kedua orang tua penulis atas kasih sayang, nasehat dan limpahan doa serta
tidak lupa untuk mengingatkan penulis akan masa depan yang harus dicapai
dengan kerja keras dan penuh perjuangan.
5. Adikku tercinta dan semua kerabat saudara atas dukungan dan semangat yang
diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.
6. Pimpinan dan para staf karyawan CV Batu Gede yang telah memberikan
kesempatan, fasilitas, dukungan dan semangat kepada penulis selama
penelitian.
7. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Ekstensi Agribisnis MAMI Angkatan 1
atas kebersamaan dan semua perjuangan yang telah terjadi, semoga menjadi
pengalaman yang tidak terlupakan.
8. Teman-teman, sahabat-sahabat dekat penulis, dan seluruh pihak yang tidak
dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan nasehat, dukungan dan
semangat dalam penyusunan skripsi.
Bogor, April 2009
Maulana Yusup
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xvii
I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 4
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................. 8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 8
II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 9
2.1. Sutera Alam ............................................................................ 9
2.2. Ulat Sutera ............................................................................... 10
2.3. Pemintalan Benang Sutera ....................................................... 11
2.4. Pertenunan Sutera .................................................................... 12
2.5. Hasil Penelitian Terdahulu ....................................................... 13
III KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................ 17
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................. 17
3.1.1. Teori Produksi ............................................................... 17
3.1.2. Optimalisasi Produksi ................................................... 22
3.1.3. Program Linier ............................................................... 24
3.1.4. Analisis Primal ............................................................. 28
3.1.5. Analisis Dual ................................................................ 29
3.1.6. Analisis Sensitivitas ...................................................... 29
3.1.7. Analisis Post Optimal ................................................... 30
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................ 31
IV METODE PENELITIAN .............................................................. 34
4.1. Lokasi dan Waktu ................................................................. 34
4.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 34
4.3. Metode Pengolahan Data ....................................................... 35
4.4. Perumusan Model Program Linier ......................................... 36
4.4.1. Menentukan Variabel Keputusan ............................... 36
4.4.2. Menentukan Fungsi Tujuan ........................................ 37
4.4.3. Menentukan Fungsi Kendala ...................................... 38
4.4.4. Kendala Ketersediaan Bahan Baku ............................ 38
4.4.5. Kendala Ketersediaan Bahan Pembantu ...................... 40
4.4.6. Kendala Jam Tenaga Kerja Langsung ........................ 41
4.4.7. Kendala Jam Kerja ATBM ......................................... 41
4.4.8. Kendala Permintaan .................................................... 42
4.5. Metode Analisis Data ............................................................. 42
4.5.1. Analisis Primal ........................................................... 43
4.5.2. Analisis Dual .............................................................. 43
4.5.3. Analisis Sensitivitas ................................................. 44
4.5.4. Analisis Post Optimal ............................................... 44
4.6. Definisi Operasional ............................................................ 45
V DESKRIPSI PERUSAHAAN CV BATU GEDE ...................... 47
5.1. Lokasi dan Keragaan Perusahaan ....................................... 47
5.2. Organisasi dan Ketenagakerjaan Perusahaan ..................... 49
5.3. Kegiatan Produksi Perusahaan ............................................ 50
5.3.1. Penggunaan Bahan Baku ........................................... 51
5.3.2. Penggunaan Bahan Pembantu ................................... 53
5.3.3. Penggunaan Tenaga Kerja Langsung (TKL) ............ 58
5.3.4. Penggunaan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)....... 61
5.4. Biaya Produksi ...................................................................... 62
5.5. Penerimaan Penjualan Produksi ........................................... 66
5.6. Kegiatan Pemasaran Perusahaan ......................................... 66
VI HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 68
6.1. Menentukan Fungsi Tujuan ................................................. 68
6.2. Menentukan Fungsi Kendala .............................................. 70
6.2.1. Kendala Ketersediaan Bahan Baku .......................... 71
6.2.2. Kendala Ketersediaan Bahan Pembantu ................... 74
6.2.3. Kendala Ketersediaan Jam Kerja TKL ...................... 77
6.2.4. Kendala Ketersediaan Jam Kerja ATBM .................. 81
6.2.5. Kendala Permintaan Pasar Kain Sutera ..................... 84
6.3. Analisis Primal ..................................................................... 85
6.4. Analisis Dual ........................................................................ 88
6.4.1. Status Penggunaan Bahan Baku ................................ 89
6.4.2. Status Penggunaan Bahan Pembantu ........................ 92
6.4.3. Status Penggunaan Jam Kerja TKL .......................... 94
6.4.4. Status Penggunaan Jam Kerja ATBM ....................... 96
6.4.5. Pengaruh Permintaan Pasar Pada Kondisi Optimal .. 97
6.5. Analisis Sensitivitas .............................................................. 99
6.5.1. Analisis Sensitivitas Nilai Koefisien Fungsi Tujuan. 99
6.5.2. Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan Kendala .. 101
6.6. Analisis Post Optimal ........................................................... 113
6.6.1. Skenario 1 ................................................................. 113
6.6.2. Skenario 2 ................................................................. 116
6.6.3. Skenario 3 ................................................................. 122
6.7. Perbandingan Kondisi Aktual Perusahaan, Hasil Optimal
Awal, Skenario 1, 2 dan 3 ................................................... 124
VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 127
7.1. Kesimpulan .......................................................................... 127
7.2. Saran ................................................................................... 128
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 129
LAMPIRAN .......................................................................................... 131
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kurva Kemungkinan Produksi Produk X dan Y ...................... 18
2. Kurva Isoquant dan Garis Isocost ............................................ 20
3. Alur Kerangka Pemikiran Operasional .................................... 33
4. Skema Proses Produksi Kain Tenun Sutera
CV Batu Gede .......................................................................... 58
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Struktur Organisasi CV Batu Gede Bogor ............................... 132
2. Jumlah Produksi dan Permintaan Kain Sutera Jenis
Dobby dan Warna di CV Batu Gede Bogor pada
Periode September 2007 sampai Agustus 2008 ....................... 131
3. Jumlah Penjualan Produksi Kain Sutera Jenis
Dobby dan Warna di CV Batu Gede Bogor pada
Periode September 2007 sampai Agustus 2008 ....................... 132
4. Kebutuhan Bahan Baku untuk Produksi Kain Sutera
pada CV Batu Gede Bogor Periode 12 Bulan .......................... 133
5. Kebutuhan Bahan Pembantu untuk Produksi Kain
Sutera pada CV Batu Gede Bogor Periode 12 Bulan ............... 134
6. Ketersediaan Jam Kerja Alat Tenun Bukan Mesin
(ATBM) untuk Produksi Kain Sutera pada CV Batu
Gede Bogor Periode 12 Bulan ................................................. 135
7. Ketersediaan Jam Kerja Tenaga Kerja Langsung
untuk Produksi Kain Sutera pada CV Batu Gede
Bogor Periode 12 Bulan ........................................................... 136
8. Biaya Pengeluaran Bahan Pembantu Produksi Kain
Sutera pada CV Batu Gede Bogor Periode 12 Bulan ............... 137
9. Biaya Pengeluaran Tenaga Kerja Langsung Produksi
Kain Sutera pada CV Batu Gede Bogor Periode 12 Bulan ...... 138
10. Biaya Produksi Tidak Langsung pada CV Batu Gede
Bogor Periode 12 Bulan ........................................................... 140
11. Biaya Total Pengeluaran Produksi Kain Sutera pada
CV Batu Gede Bogor Periode 12 Bulan .................................. 141
12. Perolehan Laba Penjualan Kain Sutera pada CV Batu
Gede Bogor Periode 12 Bulan ................................................. 143
13. Nilai Laba Penjualan Kain Sutera per Meter pada CV
Batu Gede Bogor Periode 12 Bulan ......................................... 144
14. Output LINDO Solusi Optimal Awal Pada CV Batu Gede ..... 145
15. Output LINDO Skenario 1 Pada CV Batu Gede ...................... 150
16. Output LINDO Skenario 2 Pada CV Batu Gede ...................... 155
17. Output LINDO Skenario 3 Pada CV Batu Gede ...................... 160
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan Jumlah Unit Usaha, Nilai Produksi IKM
untuk Komoditi Prioritas Tahun 2006 – 2007 Di Indonesia .... 1
2. Nilai dan Perkembangan Ekspor Produk Sutera Alam
Indonesia Tahun 2003-2006 ..................................................... 4
3. Jumlah Produksi dan Permintaan Kain Sutera pada
CV Batu Gede Tahun 2003-2007 ............................................. 5
4. Jumlah Produksi dan Permintaan Kain Sutera Jenis Dobby
dan Warna di CV Batu Gede Bogor pada Periode
September 2007 sampai Agustus 2008 .................................... 6
5. Metode-Metode Analisis Optimalisasi pada Penelitian
Terdahulu ................................................................................. 16
6. Matriks Variabel Aktivitas Produksi Kain Sutera pada
CV Batu Gede Bogor Periode Bulan September
Tahun 2007 sampai dengan Bulan Agustus 2008 .................... 37
7. Jumlah Produksi Kain Tenun Sutera Dobby dan Warna
CV Batu Gede Periode 12 Bulan ............................................. 48
8. Penggunaan dan Nilai Ketersediaan Bahan Baku
Benang Pakan untuk Produksi Kain Sutera pada
CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan ................................. 52
9. Penggunaan dan Nilai Ketersediaan Bahan Baku
Benang Lungsi untuk Produksi Kain Sutera pada
CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan ................................. 53
10. Penggunaan Bahan Pembantu Untuk Produksi Kain Sutera
Dobby pada CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan ............ 54
11. Penggunaan Bahan Pembantu Untuk Produksi Kain Sutera
Tenun Warna pada CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan . 55
12. Ketersediaan Bahan Pembantu Untuk Produksi Kain Sutera
pada CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan ........................ 56
13. Penggunaan dan Ketersediaan Tenaga Kerja Langsung
untuk Produksi Kain Tenun Dobby pada CV Batu Gede
Selama Periode 12 Bulan ......................................................... 59
14. Penggunaan dan Ketersediaan Tenaga Kerja Langsung
untuk Produksi Kain Tenun Warna pada CV Batu Gede
Selama Periode 12 Bulan ......................................................... 60
15. Penggunaan dan Ketersediaan Jam Kerja ATBM untuk
Produksi Kain Tenun Dobby pada CV Batu Gede
Selama Periode 12 Bulan ......................................................... 61
xiii
16. Penggunaan dan Ketersediaan Jam Kerja ATBM untuk
Produksi Kain Tenun Warna pada CV Batu Gede
Selama Periode 12 Bulan ......................................................... 62
17. Total Biaya untuk Produksi Kain Tenun Dobby pada
CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan ................................. 64
18. Total Biaya untuk Produksi Kain Tenun Warna pada
CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan ................................. 65
19. Penerimaan Penjualan Produksi Kain Sutera pada
CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan ................................. 66
20. Perkembangan Nilai Keuntungan Penjualan Kain Sutera
pada CV Batu Gede Selama Periode Analisis.......................... 69
21. Nilai Koefisien dan Ketersediaan Benang Pakan Untuk
Memproduksi Kain Dobby dan Warna pada
CV Batu Gede .......................................................................... 72
22. Nilai Koefisien dan Ketersediaan Benang Lungsi Untuk
Memproduksi Kain Dobby dan Warna pada
CV Batu Gede .......................................................................... 73
23. Nilai Koefisien dan Ketersediaan Soda As Untuk
Memproduksi Kain Dobby dan Warna pada
CV Batu Gede .......................................................................... 74
24. Nilai Koefisien dan Ketersediaan Zat Pewarna Untuk
Memproduksi Kain Tenun Warna pada CV Batu Gede........... 76
25. Ketersediaan dan Nilai Koefisien Jam Kerja TKL untuk
Proses Produksi Kain Dobby Pada CV Batu Gede .................. 78
26. Ketersediaan dan Nilai Koefisien Jam Kerja TKL untuk
Proses Produksi Kain Tenun Warna Pada CV Batu Gede ....... 79
27. Jumlah Total Ketersediaan Jam Kerja TKL Produksi
Kain Dobby dan Warna Pada CV Batu Gede Selama
Periode 12 Bulan ...................................................................... 80
28. Ketersediaan dan Nilai Koefisien Jam Kerja ATBM
Untuk Proses Produksi Kain Dobby Pada CV Batu Gede
Selama Periode 12 Bulan ......................................................... 81
29. Ketersediaan dan Nilai Koefisien Jam Kerja ATBM
Untuk Proses Produksi Kain Tenun Warna Pada
CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan ...................................... 82
30. Jumlah Total Ketersediaan Jam Kerja ATBM Untuk
Produksi Kain Dobby dan Warna Pada CV Batu Gede
Selama Periode 12 Bulan ......................................................... 83
xiv
31. Jumlah Permintaan Kain Sutera Pada CV Batu Gede
Selama 12 Bulan ............................................................................ 84
32. Perbandingan Kondisi Aktual dan Hasil Optimalisasi
Produksi Kain Sutera Dobby Pada CV Batu Gede ........................ 86
33. Perbandingan Kondisi Aktual dan Hasil Optimalisasi
Produksi Kain Sutera Tenun Warna Pada CV Batu Gede ............ 86
34. Hasil Analisis Dual Penggunaan Bahan Baku Benang Pakan
Untuk Produksi Kain Tenun Sutera Dobby dan Warna Pada
Kondisi Optimal ............................................................................ 90
35. Hasil Analisis Dual Penggunaan Bahan Baku Benang Lungsi
Untuk Produksi Kain Tenun Sutera Dobby dan Warna Pada
Kondisi Optimal ............................................................................ 91
36. Hasil Analisis Dual Penggunaan Soda As Untuk Produksi
Kain Tenun Sutera Dobby dan Warna Pada Kondisi Optimal ...... 92
37. Hasil Analisis Dual Penggunaan Zat Pewarna Untuk Produksi
Kain Tenun Sutera Warna Pada Kondisi Optimal......................... 93
38. Hasil Analisis Dual Penggunaan Jam Kerja TKL Untuk
Produksi Kain Tenun Sutera Dobby dan Warna Pada
Kondisi Optimal ............................................................................ 95
39. Analisis Dual Penggunaan Jam Kerja ATBM Untuk
Produksi Kain Tenun Sutera Dobby dan Warna Pada
Kondisi Optimal ............................................................................ 96
40. Hasil Olahan Model Linear Programming Terhadap
Pengaruh Permintaan Kain Dobby Pada Keuntungan Optimal ..... 97
41. Hasil Olahan Model Linear Programming Terhadap
Pengaruh Permintaan Kain Warna Pada Keuntungan Optimal ..... 98
42. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Koefisien Fungsi Tujuan
Produksi Kain Tenun Sutera Dobby dan Tenun Warna
pada CV Batu Gede Selama Periode Analisis ............................... 100
43. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan (RHS)
Kendala Ketersediaan Bahan Baku Jenis Benang Pakan
pada CV Batu Gede ....................................................................... 103
44. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan (RHS)
Kendala Ketersediaan Bahan Baku Jenis Benang Lungsi
pada CV Batu Gede ....................................................................... 104
45. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan (RHS)
Kendala Ketersediaan Bahan Pembantu Jenis Soda As
xv
pada CV Batu Gede ....................................................................... 105
46. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan (RHS)
Kendala Ketersediaan Bahan Pembantu Jenis Zat Pewarna
pada CV Batu Gede .................................................................. 107
47. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan (RHS)
Kendala Ketersediaan Jam Kerja TKL Pada
CV Batu Gede ............................................................................... 108
48. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan (RHS)
Kendala Ketersediaan Jam Kerja ATBM Pada
CV Batu Gede ............................................................................... 109
49. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan (RHS)
Kendala Permintaan Kain Dobby Pada CV Batu Gede ................. 111
50. Hasil Olahan Model Linear Programming Terhadap
Pengaruh Permintaan Kain Warna Pada Keuntungan Optimal ..... 112
51. Nilai Keuntungan Penjualan Kain Sutera setelah Terjadinya
Kenaikan Total Biaya Bahan Baku Benang Sutera
Sebesar 20 Persen Pada CV Batu Gede ........................................ 114
52. Ketersediaan dan Nilai Koefisien Jam Tenaga Kerja Langsung
Produksi Kain Tenun Warna pada Skenario 2 .............................. 117
53. Jumlah Total Ketersediaan Jam Tenaga Kerja Langsung
Produksi Kain Dobby dan Warna Pada Skenario 2 ....................... 118
54. Perbandingan Kondisi Aktual dan Kondisi Optimal
Skenario 2 Produksi Kain Sutera Dobby Pada
CV Batu Gede ............................................................................... 119
55. Perbandingan Kondisi Aktual dan Kondisi Optimal
Skenario 2 Produksi Kain Sutera Tenun Warna
Pada CV Batu Gede ....................................................................... 120
56. Perbandingan Kombinasi Produksi dan Nilai Keuntungan
antara Kondisi Aktual, Optimal Awal, Skenario 1,
Skenario 2 serta Skenario 3 .......................................................... 125
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kurva Kemungkinan Produksi Produk X dan Y ...................... 18
2. Kurva Isoquant dan Garis Isocost ............................................ 20
3. Alur Kerangka Pemikiran Operasional .................................... 33
4. Skema Proses Produksi Kain Tenun Sutera
CV Batu Gede .......................................................................... 58
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Struktur Organisasi CV Batu Gede Bogor ............................... 132
2. Rincian Kebutuhan Biaya Bahan Baku untuk Produksi
Kain Sutera pada CV Batu Gede Bogor Periode 12 Bulan ...... 133
3. Rincian Kebutuhan Biaya Bahan Pembantu Produksi
Kain Sutera pada CV Batu Gede Bogor Periode 12 Bulan ...... 134
4. Rincian Kebutuhan Biaya Tenaga Kerja Langsung (TKL)
Produksi Kain Sutera pada CV Batu Gede Bogor
Selama Periode 12 Bulan ......................................................... 135
5. Rincian Biaya Produksi Tidak Langsung pada CV
Batu Gede Bogor Selama Periode 12 Bulan ............................ 137
6. Perolehan Keuntungan Penjualan Kain Sutera pada
CV Batu Gede Bogor Selama Periode 12 bulan ...................... 138
7. Perhitungan Nilai Keuntungan Penjualan Kain Sutera
per Meter pada CV Batu Gede Bogor Periode 12 Bulan ......... 139
8. Output LINDO Solusi Optimal Awal Pada CV Batu Gede ..... 140
9. Output LINDO Skenario 1 Pada CV Batu Gede ...................... 145
10. Output LINDO Skenario 2 Pada CV Batu Gede ...................... 150
11. Output LINDO Skenario 3 Pada CV Batu Gede ...................... 155
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor industri Indonesia tumbuh dengan laju rata-rata diatas 10 persen per
tahun. Hal ini selaras dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
ekonomi yang tumbuh dengan rata-rata tujuh persen per tahun. Peran PDB sektor
industri terhadap PDB Nasional meningkat pada tahun 2005 dari 25,24 persen
menjadi 25,71 persen pada tahun 2006 dan 26,01 persen pada tahun 2007. Salah
satu subsektor industri Indonesia adalah Industri Kecil Menengah (IKM). Peran
PDB IKM terhadap PDB Nasional berkisar antara 38 – 39 persen pada tahun 2006
hingga tahun 2007. Perkembangan jumlah usaha dan nilai produksi IKM tahun
2006 – 2007 dapat dilihat pada Tabel 1. 1)
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Usaha dan Nilai Produksi IKM untuk
Komoditas Prioritas Tahun 2006 – 2007 Di Indonesia
No.
Komoditas
IKM
Unit Usaha
(unit)
Laju
Pertum
buhan
(%)
Nilai Produksi
(Juta Rp)
Laju
Pertum
buhan
(%) 2006 2007*)
2006 2007*)
1. Makanan
Ringan 66.288 68.277 3,00 1.996.201,00 2.154.314,00 7,92
2. Sutera Alam 32.547 33.524 3,00 347.898,00 379.068,00 8,96
3. Penyamakan
Kulit 386 398 3,11 141.367,00 148.638,00 5,14
4. CPO-IKM 11 12 9,10 1.114.807,00 1.212.613,00 8,77
5. Pupuk 412 425 3,15 142.133,00 152.407,00 7,23
6. Garam 2.866 2.952 3,00 156.239,00 167.333,00 7,10
7. Genteng 197.909 203.846 3,00 3.870.177,00 4.095.505,00 5,82
8. Alsintan 404 416 2,97 32.403,00 35.214,00 8,67
9. Motorisasi
Kapal Nelayan 2.516 2.591 2,98 83.604,00 91.003,00 8,85
10. Kapal Kecil 2.010 2.070 2,98 350.150,00 380.214,00 8,59
11. Mesin Alat
Pertanian
Tradisional
24.324 25.054 3,00 467.352,00 496.130,00
6,16
12. Tenun
Tradisional 185.458 191.021 3,00 1.119.154,00 1.218.650,00 8,89
13. Perhiasan 18.955 19.524 3,00 866.379,00 935.801,00 8,01
14. Anyaman 659.967 679.766 3,00 1.567.795,00 1.705.622,00 8,79
*) Angka Estimasi
Sumber : Direktorat Jenderal Industri dan Dagang Kecil Menengah (2008)
1)
Http:// ikm.depperin.go.id. Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah. Diakses
tanggal 20 Januari 2009.
2
Tabel 1 menunjukkan perkembangan berbagai jenis komoditas prioritas
industri kecil dan menengah pada tahun 2006 – 2007. Dilihat dari segi laju
pertumbuhan produksi dari tahun 2006 ke tahun 2007, komoditas sutera alam
memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi walaupun jumlah unit dan nilai
produksinya bukan yang tertinggi dibandingkan komoditas lainnya. Hal ini
menunjukkan komoditas sutera alam memiliki potensi untuk dikembangkan.
Industri Kecil Menengah (IKM) merupakan industri penggerak perekonomian
daerah yang memproduksi barang dan jasa dengan menggunakan bahan baku
utamanya berbasis pada pendayagunaan sumber daya alam, bakat dan karya seni
tradisional dari daerah setempat. Lingkup komoditas prioritas pada IKM antara
lain: makanan ringan, sutera alam, penyamakan kulit, minyak sawit (CPO-IKM),
pupuk (alam dan organik), garam, genteng, alsintan, kapal kecil (kurang dari 100
GT), motorisasi kapal nelayan, alat pertanian tradisional, tenun tradisional,
perhiasan dan anyaman2)
.
Sutera alam merupakan salah satu subsektor agro-industri yang memiliki
potensi untuk dikembangkan karena memiliki berbagai keunggulan yaitu seluruh
bahan baku tersedia dan berasal dari sumber daya alam lokal. Berdasarkan sistem
agribisnis, sutera alam merupakan kegiatan dengan rangkaian usaha yang cukup
panjang, menjadi bagian dari pengembangan di bidang pertanian dan kehutanan
yang dikaitkan dengan kegiatan agroindustri. Kegiatan usaha sutera alam terbagi
dalam dua segmen, yaitu produksi bahan mentah dalam hal ini kepompong ulat
sutera (kokon) yang disebut industri hulu dan segmen produksi pengelolaan bahan
mentah menjadi bahan baku industri dalam hal ini benang sutera dan pengelolaan
bahan baku (benang sutera) menjadi hasil jadi kain sutera yang disebut industri
hilir 3)
.
Produk berbasis sutera alam memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Hal itu
dikarenakan selain teknologi yang digunakan relatif sederhana, kegiatan sutera
alam bersifat padat karya yaitu hasil dari keterampilan tangan dan dapat menjadi
sumber pendapatan masyarakat, sehingga kegiatan ini merupakan salah satu
alternatif untuk meningkatkan peranan sektor pertanian dan kehutanan dalam
2)
Http:// ikm.depperin.go.id. Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah. Diakses
tanggal 20 Januari 2009. 3)
Http://www.bi.go.id/sipuk. Latar Belakang Budidaya Sutera. Diakses tanggal 28 Agustus
2008.
3
mendorong perekonomian masyarakat. Produk benang sutera merupakan
komoditas ekspor yang menjadi bahan baku industri lain di dalam maupun luar
negeri, sehingga dapat meningkatkan devisa, menyerap tenaga kerja, dan memiliki
keterkaitan yang erat dengan sektor atau subsektor lain diluar subsektor
agroindustri 4)
.
Permintaan pasar akan produk sutera alam, khususnya kain sutera relatif
tidak terpengaruh oleh perubahan situasi ekonomi karena mengandalkan
konsumen kelas masyarakat menengah dan atas. Selain itu, penggunaan kain
sutera tidak saja terbatas untuk kebutuhan sandang tetapi telah meluas untuk
kebutuhan tekstil non-sandang seperti dekorasi dan interior hotel-hotel, gedung
perkantoran dan lain-lain. Hal ini menyebabkan tingginya permintaan pasar
terhadap kain sutera 5)
.
Volume impor sutera alam dari berbagai negara produsen sutera seperti
China, India, Jepang, Korea dan Brazil lebih banyak pada hasil budidaya ulat
sutera (produksi kokon) dan benang sutera. Kenyataan ini sangat bertolak
belakang dengan potensi sumber daya alam yang menunjang bagi pengembangan
budidaya murbei dan pemeliharaan kokon di Indonesia. Dengan demikian pasar
bagi pemenuhan kebutuhan kokon dan benang dalam negeri masih terbuka.
Sedangkan untuk volume ekspor banyak pada produksi kain dan barang jadi. Hal
tersebut menunjukkan masih besarnya respon pasar luar negeri untuk produk-
produk hilir persuteraan alam, baik dalam bentuk kain maupun barang jadi seperti
kemeja, dasi, kaos kaki dan lain-lain. Serta besarnya volume ekspor kain dan
barang jadi berbasis sutera menunjukkan perkembangan yang positif 4)
.
Peningkatan permintaan produk sutera alam dunia merupakan peluang
bagi Indonesia untuk memproduksi sutera alam yang lebih optimal. Ekspor sutera
alam Indonesia saat ini telah mencakup berbagai negara, antara lain : Malaysia,
Jepang, Turki, Yunani, Jerman, Amerika dan Spanyol 6)
. Nilai dan perkembangan
ekspor sutera alam di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
4)
Http://www.bi.go.id/sipuk. Latar Belakang Budidaya Sutera. Diakses tanggal 28 Agustus
2008. 5)
Http://pdf.usaid.gov. Pengembangan Komoditi Unggulan LPE Al-Syura. Diakses tanggal 28
Agustus 2008. 6)
Http://www.bi.go.id/sipuk. Aspek Pemasaran Sutera: Prospek Pemasaran. Diakses tanggal 28
Agustus 2008.
4
Tabel 2. Nilai dan Perkembangan Ekspor Produk Sutera Alam Indonesia
Tahun 2003-2006
Tahun Nilai Ekspor (US $) Perkembangan (%)
2003 275.993 -
2004 365.844 32,56
2005 1.866.493 410,19
2006 1.972.568 5,68
Sumber : Badan Pusat Statistik (2007) 7)
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai ekspor produk sutera alam di Indonesia
dari tahun 2003 sampai tahun 2006 mengalami peningkatan. Nilai ekspor dari
tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 berkembang positif. Persentase
perkembangan nilai ekspor terbesar terjadi pada periode tahun 2005. Hal ini
dikarenakan permintaan untuk ekspor pakaian jadi berbasis sutera pada tahun
tersebut meningkat tajam seiring dengan berkembangnya dunia mode di berbagai
negara. Walaupun demikian, secara keseluruhan nilai ekspor produk sutera alam
di Indonesia meningkat, hal ini berarti peluang bisnis pesuteraan alam di
Indonesia masih menjanjikan.
Ekspor yang berkembang positif karena adanya permintaan produk sutera
yang meningkat dan potensi pasar dunia yang cukup besar merupakan momentum
dan peluang bagi Indonesia untuk memacu peningkatan produktivitas sutera alam.
Oleh karena itu perlu diketahui dan dianalisis sejauh mana produksi sutera alam
khususnya produk kain sutera mencapai produksi yang optimal sehingga dapat
memaksimumkan keuntungan dan meningkatkan pendapatan para pengusaha
sutera. Salah satu perusahaan yang bergerak dalam produksi sutera alam adalah
CV Batu Gede yang terletak di Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.
1.2 Perumusan Masalah
Perusahaan CV Batu Gede merupakan bentuk usaha yang bergerak di
bidang agribisnis, agrowisata serta pendidikan dan pelatihan pesuteraan alam.
Perusahaan CV Batu Gede ini sering juga disebut Rumah Sutera. Lokasi Rumah
Sutera ini berada di Ciapus, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi
7)
Http://www.bps.go.id. Data BPS. Diakses tanggal 28 Agustus 2008.
5
Jawa Barat. Kegiatan CV Batu Gede menghasilkan produk berbasis sutera alam
melalui pengembangan kebun murbei, pemeliharaan ulat kecil, ulat besar, kokon
(kepompong), pemintalan benang sutera dan penenunan kain sutera.
Produk yang diproduksi dan dijual oleh CV Batu Gede adalah produk kain
sutera jenis dobby (putih polos) dan tenun warna. Kain sutera yang dihasilkan CV
Batu Gede ini dapat mencapai kurang lebih 1.200 meter per tahun. Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari pimpinan perusahaan, permintaan kain sutera di CV
Batu Gede mencapai kurang lebih 1.300 - 1.400 meter per tahun. CV Batu Gede
memiliki pasar potensial di Bogor, Garut, Tasikmalaya, Bandung, Jakarta,
Lampung, dan kota-kota lainnya. Untuk memanfaatkan peluang tersebut
perusahaan harus merencanakan kegiatan produksinya agar memperoleh
keuntungan yang maksimal. Jumlah produksi dan permintaan kain sutera pada CV
Batu Gede atau Rumah Sutera dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Produksi dan Permintaan Kain Sutera pada CV Batu
Gede Tahun 2003-2007
Tahun Produksi (m) Jumlah
(m)
Permintaan (m) Jumlah
(m) Dobby Warna Dobby Warna
2003 638,4 212,8 851,2 734,2 244,7 978,9
2004 833,0 277,7 1.110,7 957,9 319,3 1.277,2
2005 912,3 304,1 1.216,4 1.049,2 349,7 1.398,9
2006 898,7 299,6 1.198,3 1.033,5 344,5 1.378,0
2007 904,0 301,3 1.205,3 1.039,6 346,5 1.386,1 Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah produksi kain sutera di CV Batu
Gede Bogor masih rendah dibandingkan dengan jumlah permintaan yang ada.
Selisih jumlah produksi dan permintaan yang ada dari tahun ke tahun pada
umumnya adalah sebesar 15 persen. Hal ini berarti 15 persen permintaan belum
terpenuhi dari total produksi CV Batu Gede Bogor. Jumlah permintaan yang
lebih besar daripada jumlah produksi merupakan peluang bagi perusahaan untuk
lebih meningkatkan produksi.
Perkembangan jumlah produksi, permintaan dan penjualan kain sutera
pada CV Batu Gede Bogor selama periode 12 bulan dapat dilihat pada Tabel 4.
6
Tabel 4. Jumlah Produksi dan Permintaan Kain Sutera Jenis Dobby dan
Warna di CV Batu Gede Bogor pada Periode September 2007
sampai Agustus 2008
Tahun Bulan Produksi Kain Sutera (m) Permintaan Kain Sutera (m)
Dobby Warna Jumlah Dobby Warna Jumlah
2007 September 81,4 27,1 108,5 93,6 31,2 124,8
Oktober 83,1 27,7 110,8 95,6 31,9 127,4
Nopember 78,9 26,3 105,2 90,7 30,2 121,0
Desember 75,5 25,2 100,7 86,9 29,0 115,8
2008 Januari 82,2 27,4 109,6 94,5 31,5 126,0
Februari 73,7 24,6 98,2 84,7 28,2 112,9
Maret 79,1 26,4 105,5 91,0 30,3 121,3
April 79,4 26,5 105,8 91,3 30,4 121,7
Mei 80,9 27,0 107,9 93,1 31,0 124,1
Juni 82,6 27,5 110,1 95,0 31,7 126,6
Juli 86,6 28,9 115,4 99,5 33,2 132,7
Agustus 83,6 27,9 111,5 96,2 32,1 128,2
Jumlah 966,9 322,3 1289,2 1111,9 370,6 1482,6
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Tabel 4 menunjukkan bahwa baik produksi maupun permintaan yang ada
pada perusahaan cenderung berfluktuatif namun masih menunjukkan
perkembangan yang positif. Hal ini dikarenakan permintaan produk kain sutera
akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan dan perkembangan dunia
mode. Permintaan terendah terjadi pada bulan Februari 2008, hal ini terjadi akibat
pada bulan sebelumnya yaitu Januari 2008 terjadi permintaan yang tinggi karena
memasuki periode tahun baru yang menyebabkan berkembangnya mode pakaian
jadi sutera sehingga pada Februari 2008 konsumen melakukan penurunan
permintaan yang dimungkinkan masih tersedianya stok pakaian berbahan baku
kain sutera.
Oleh karena itu, dengan melihat produksi kain sutera perusahaan yang
menunjukkan perkembangan yang positif seiring dengan meningkatnya
permintaan yang ada, perlu diketahui dan dianalisis sejauh mana produksi kain
sutera perusahaan mencapai optimal yang dapat memaksimalkan keuntungan.
7
Untuk memproduksi kain sutera, perusahaan pun harus merencanakan
penggunaan input produksi yang dimilikinya, sehingga perusahaan dapat
mengetahui sumberdaya yang berlebih dan sumberdaya yang terbatas. Input
produksi yang dijadikan kendala dalam mencapai produksi yang optimal yaitu
bahan baku, bahan pembantu, tenaga kerja langsung dan Alat Tenun Bukan Mesin
(ATBM).
Selain kendala-kendala input produksi, tingginya jumlah permintaan pun
dapat menjadi kendala dalam melakukan optimalisasi produksi. Meskipun
permintaan yang tinggi itu merupakan peluang, namun sekaligus juga menjadi
pembatas produksi agar produksi kain sutera tidak melebihi permintaan yang ada
karena akan dapat mengurangi keuntungan yang diperoleh. Oleh karena itu,
perusahaan memerlukan suatu manajemen pengendalian produksi dengan
memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dan adanya jumlah permintaan yang
tinggi agar produk yang dihasilkan mencapai optimal. Kendala-kendala pada CV
Batu Gede dapat diminimalkan dengan mengadakan perkiraan dan perhitungan
secara kuantitatif yang dapat dilakukan dengan menggunakan analisis optimalisasi
terhadap produksi kain sutera yang dihasilkan perusahaan.
Selain itu, perusahaan dihadapkan pada keadaan lingkungan yang berubah.
Perubahan yang terjadi misalnya peningkatan biaya bahan baku atau penurunan
jumlah tenaga kerja langsung. Peningkatan biaya bahan baku jenis benang sutera
pada CV Batu Gede biasa terjadi 10 hingga 20 persen dari biaya bahan baku awal
dan pengurangan tenaga kerja langsung dimungkinkan terjadi karena sifatnya
borongan atau tidak tetap sehingga sewaktu-waktu tenaga kerja tersebut dapat
beralih ke pekerjaan jenis lain yang sesuai dengan kemampuannya di bidang lain
apabila proses produksi kain sutera perusahaan telah selesai dikerjakannya.
Dengan perubahan-perubahan tersebut, tentu saja dapat mempengaruhi
optimalisasi produksi kain sutera di CV Batu Gede.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka perumusan masalah pada CV Batu
Gede dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Bagaimana kombinasi produksi kain sutera yang tepat bagi CV Batu Gede
agar mencapai kondisi optimal yang dapat memaksimalkan keuntungan ?
2. Bagaimana alokasi sumberdaya yang dimiliki CV Batu Gede sebagai kendala
produksi untuk mencapai kondisi optimal?
8
3. Bagaimana solusi terbaik jika terjadi perubahan, dalam hal ini peningkatan
harga benang sutera dan pengurangan jumlah tenaga kerja langsung dalam
perumusan program linier?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah
dikemukakan, maka tujuan penelitian ini antara lain :
1. Menganalisis kombinasi produksi kain sutera yang tepat bagi CV Batu Gede
agar mencapai kondisi optimal yang dapat memaksimalkan keuntungan.
2. Mengkaji alokasi sumberdaya yang dimiliki CV Batu Gede sebagai kendala
produksi untuk mencapai kondisi optimal.
3. Menganalisis solusi terbaik jika terjadi perubahan, dalam hal ini peningkatan
harga benang sutera dan pengurangan jumlah tenaga kerja langsung dalam
perumusan program linier.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain :
1. Sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan keputusan tingkat produksi
bagi perusahaan dalam mencapai produksi yang optimal untuk meningkatkan
keuntungan.
2. Sebagai bahan informasi, pustaka dan pengetahuan mengenai optimalisasi
produksi bagi penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian fokus pada kegiatan produksi sutera alam di CV
Batu Gede. Data produksi yang digunakan adalah data produksi selama 12 bulan
yaitu produksi periode September 2007 – Agustus 2008. Data lainnya mengenai
gambaran umum perusahaan digunakan sebagai data pelengkap penelitian.
Produk yang akan diteliti adalah kain tenun sutera putihan / dobby dan
kain tenun sutera warna yang merupakan hasil produksi sektor hilir perusahaan
yang berfluktuatif penjualannya. Keuntungan yang diperhitungkan adalah
keuntungan kotor yang diperoleh dari hasil pengurangan total penerimaan dan
pengeluaran produksi kain sutera. Model analisis yang digunakan adalah model
program linier yang didalamnya terdapat asumsi-asumsi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kegiatan Persuteraan Alam Di Indonesia
Sutera alam adalah produk olahan dari ulat sutera Bombyx mori linn.
Persuteraan alam merupakan kegiatan agro industri yang meliputi pembibitan ulat
sutera, budidaya tanaman murbei, pemeliharaan ulat sutera, pemintalan,
pertenunan, pembatikan / pencelupan / pencapan / penyempurnaan, garmen dan
pembuatan benang jadi lainnya termasuk pemasarannya (SKB Menteri
Kehutanan, Menteri Petrindustrian dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah). Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan, Nomor 50/Kpts-
II/1997, tanggal 20 Januari 1997, yang dimaksud dengan persuteraan alam adalah
bagian kegiatan perhutanan sosial dengan hasil kokon atau benang sutera yang
terdiri dari kegiatan moriculture, sericulture, filature dan manufacture 8)
.
Kegiatan moriculture adalah kegiatan budidaya atau memelihara tanaman
murbei untuk menghasilkan daun sebagai pakan ulat sutera. Sedangkan
sericulture adalah kegiatan pemeliharaan ulat sutera sampai menghasilkan kokon
(kepompong) sebagai bahan baku pembuatan benang sutera. Setelah itu adalah
kegiatan filature, yaitu kegiatan mengolah kokon menjadi benang sutera. Kegiatan
akhir pada pesuteraan alam adalah manufacture yaitu pertenunan dan pembuatan
benang sutera menjadi kain sutera dan produk barang jadi lainnya yang berbasis
sutera serta meliputi pemasarannya 8)
.
Persuteraan alam diawali dengan kegiatan pemeliharaan tanaman murbei.
Daun tanaman murbei digunakan sebagai pakan ulat sutera. Untuk menghasilkan
kualitas kain sutera yang baik dibutuhkan kualitas ulat sutera yang baik, maka dari
itu pakan yang diberikan pada ulat sutera harus diperhatikan oleh petani-petani
ulat sutera. Tanaman murbei tahan terhadap perlakuan pemangkasan dan
membutuhkan sinar matahari penuh. Murbei yang dipangkas dan dipelihara
dengan baik akan tumbuh tunas baru yang muda, jumlahnya banyak dan tumbuh
pesat serta dapat menghasilkan daun yang banyak berwarna hijau segar. Daun
inilah yang akan digunakan untuk pakan ulat sutera (Nasaruddin & Nurcahyo
1992) 8)
. Kuantitas dan kandungan gizi yang ada dalam daun murbei sangat
8)
Http://www.dephut.co.id. RLPS – Statistik Kehutanan Indonesia 2002. Diakses tanggal 28
Agustus 2008.
10
penting untuk pertumbuhan ulat sutera. Hal ini akan mempengaruhi produksi
kokon serta mutu kokon yang dihasilkan oleh ulat sutera, sehingga baik langsung
maupun tidak langsung akan mempengaruhi jumlah dan mutu benang sutera yang
dihasilkan (Santoso 1997) 9)
.
2.2 Ulat Sutera Sebagai Penghasil Benang Sutera
Ulat sutera adalah serangga atau sejenis ngengat penghasil benang sutera.
Ulat sutera mempunyai metamorfosa sempurna dalam siklus hidupnya mulai dari
telur, larva, pupa sampai dengan kupu-kupu. Ulat sutera yang dikembangkan di
Indonesia ialah species Bombyx mori linn. Menurut Atmosoedarjo et al. (2000) 10)
,
klasifikasi ulat sutera adalah sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Bombycidae
Genus : Bombyx
Species : Bombyx mori linn
Selain Bombyx mori linn ada pula jenis ulat atau serangga lain yang
mampu menghasilkan sutera, antara lain : Antheraca pernyi yang hidup di China,
dan Antheraca paphia di India. Ketiga jenis serangga tersebut merupakan anggota
keluarga Saturmidae yang juga berasal dari bangsa Lepideptera. Sutera sendiri
sebetulnya berasal dari serat yang dianyam oleh ulat menjadi kepompong (kokon).
Kepompong itu berfungsi sebagai pelindung saat ulat merubah diri menjadi
bentuk pupa. Filamen sutera yang dikeluarkan dari mulut ulat sutera tersebut,
terdiri atas beberapa asam amino seperti alanin, fenil alanin, asam asparat, asam
glutamat, glisin, lisin oksiprolin, prolin ,serin dan kirosin. Sebuah kepompong
yang melingkari tubuh ulat itu bila dipintal menjadi filamen mencapai 900 m
bahkan 1800 m 10)
.
9)
Http://manajerial.blogspot.com. Sistem Persuteraan Alam Jawa Barat. Diakses tanggal 28
Agustus 2008. 10)
Http://www. dishut.jabarprov.go.id. Sutera Alam. Diakses tanggal 28 Agustus 2008.
11
2.3 Pemintalan Benang Sutera
Pemintalan merupakan proses penyatuan filamen yang berasal dari kokon
untuk dipintal menjadi benang. Industri pemintalan sutera Indonesia tahun 2007
terdapat 4.463 unit usaha dengan daerah penghasil utama terdapat di daerah
Sulawesi Selatan dan Jawa Barat. Tenaga kerja yang terserap sebanyak 7.796
orang dengan nilai produksi sebesar Rp. 19,5 milyar dan benang sutera yang
dihasilkan sekitar 78 ton per tahun. Produksi ini masih di bawah kapasitas
produksi terpasang industri benang samping diekspor ke Jepang, Italia, Perancis
dan Amerika Serikat 11)
.
Satu set mesin pemintal serat sutra terdiri dari oven kokon dengan bahan
bakar minyak tanah, mesin pengupas serabut kolosom serta panci untuk memasak
kokon agar serat benang terurai dan siap untuk dipintal. Selain itu, terdapat bak
pemilah kokon untuk menyeleksi kokon, mesin relling untuk memintal kokon
menjadi benang, mesin re-relling untuk mengeringkan dan menggulung benang,
serta mesin kelos besar untuk persiapan penggabungan benang. Pada proses
pemintalan selanjutnya menggunakan mesin twist gintir untuk memilin dan
merangkapkan benang dari dua benang tunggal menjadi satu benang ganda.
Setelah itu, digulung dengan menggunakan mesin kelos kecil untuk persiapan
proses tenun. (Ujang & Vitex 2005) 12)
.
Menurut Atmosoedarjo et al. (2000) 13)
, mesin utama dalam proses
pengolahan benang sutera, adalah mesin reeling. Spesifikasi terbaik mesin ini
tergantung dari beberapa faktor seperti : kapasitas produksi, kualitas kokon,
sistem penyuapan atau pengambilan ujung, sistem kecepatan pengambilan ujung
dan penggulungan filamen serta keterampilan operator. Mesin reeling yang
digunakan dalam industri pemintalan benang sutera terdiri dari; reeling
tradisional yang dibuat oleh pengrajin setempat dan menghasilkan benang kasar
(nomor besar), reeling mekanis yang dibuat oleh pengusaha industri kecil, dan
reeling otomatis yang dapat diperoleh dari impor yaitu mesin dengan teknologi
maju yang berkecepatan tinggi guna mengolah kokon yang bermutu. Selain itu,
11)
Ir. Billy Hindra, MSc. Direktorat Bina Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan
Http://www.situbondo.go.id. Diakses tanggal 28 Agustus 2008. 12)
Http://www2.kompas.com. Mesin Pemintal Sutera Ala Bandung. Diakses tanggal 28 Agustus
2008. 13)
Http:www. dishut.jabarprov.go.id. Sutera Alam. Diakses tanggal 28 Agustus 2008.
12
mesin dan perlengkapan lain yang diperlukan dalam pemintalan benang adalah
mesin re-reeling, mesin doubling/twisting, dryer dan sentrifuge/ekstraktor untuk
pengeringan benang, mesin kelos (winding) dan gudang penyimpan kokon dan
benang serta perlengkapan penunjangnya.
2.4 Pertenunan Sutera
Pertenunan merupakan tahap produksi setelah melakukan proses
pemintalan, kegiatan pertenunan ini merupakan proses membuat kain dari bahan
baku benang dengan menggunakan mesin atau alat tenun. Pertenunan sutera di
Indonesia menggunakan dua jenis alat tenun yaitu Alat Tenun Mesin (ATM) dan
Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Produktivitas ATM lebih tinggi dan
kualitasnya pun lebih baik dibandingkan dengan ATBM. Pertenunan yang
menggunakan ATM, kerapatan anyaman pada kain sutera yang dihasilkan akan
merata dan sebaliknya bila menggunakan ATBM (Hafsah 2007).
Keluhan konsumen terhadap produk sutera dalam negeri adalah
kenampakan yang tidak rata, warna yang kurang mengkilau dan warna tidak
tahan luntur. Permasalahan tersebut terutama disebabkan proses pertenunan
dengan ATBM. Untuk itu perlu dilakukan penyempurnaan kualitas sutera alam
dengan proses penenunan sebagai berikut: 14)
a. Proses Degumming
Filamen sutera mentah terdiri dari dua filamen fibroin yang terbungkus
dalam serisin. Komposisi serat sutera tersebut antara lain serisin 22 – 25 persen,
fibroin 62 – 67 persen, air 10 – 11 persen dan garam mineral 1 – 1,5 persen.
Serisin adalah protein albumin yang tidak larut dalam air dingin, tetapi menjadi
lemah didalam air panas, larut didalam alkali lemah dan sabun. Proses
degumming ini dilakukan melalui perebusan atau pemasakan benang sutera yang
sudah dipintal.
b. Proses Penghilangan Kanji
Sebelum proses pertenunan pada umumnya benang lungsi dikanji terlebih
dahulu untuk memperkuat benang supaya tidak mudah putus karena gesekan
selama proses pertenunan. Kanji yang ada pada kain perlu dihilangkan, karena
14)
Http://pdf.usaid.gov. Pengembangan Komoditi Unggulan LPE Al-Syura. Diakses tanggal 28
Agustus 2008.
13
kanji yang ada akan menghalangi penyerapan zat warna atau zat-zat kimia lain
pada bahan untuk proses selanjutnya.
c. Proses Pengelantangan
Serat sutera mempunyai warna agak kekuning-kuningan atau kecokelat-
cokelatan. Untuk mendapatkan warna yang putih perlu proses pemutihan yang
disebut proses pengelantangan. Proses pengelantangan sutera dapat dilakukan
dengan menggunakan zat pengelantangan jenis Natrium Hidrosulfit atau
oksidator Hidrogen Peroksida pada pH, konsentrasi, suhu dan waktu tertentu.
d. Proses Pengikatan
Tenun sutera tradisional Indonesia umumnya ada dua macam, yaitu tenun
ikat dan jumputan (sasirangan). Tenun ikat yaitu benang sutera setelah melalui
proses degumming dan atau pengelantangan kemudian benang tersebut diikat
sesuai dengan motif yang diinginkan (ikat lungsi, ikat pakan atau keduanya)
kemudian dicelup. Disini bahan yang terikat tidak akan tercelup sehingga pada
waktu bahan tersebut ditenun akan memberikan motif. Jumputan (sasirangan),
bahan-bahan diikat setelah proses degumming,
e. Proses Pencelupan
Proses pencelupan adalah proses pemberian warna pada bahan secara
merata. Di Indonesia pencelupan bahan sutera banyak mempergunakan zat
warna direk, asam, kationik, naftol dan reaktif.
Walaupun Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) memiliki kekurangan
dibandingkan dengan Alat Tenun Mesin (ATM) namun ATBM juga memiliki
beberapa kelebihan. Menurut Muflikh (2003), kelebihan-kelebihan ATBM yaitu
kekuatan kain yang dihasilkan sangat tinggi, harga jual kain lebih tinggi dan kain
tersesan lebih eksklusif karena dikerjakan secara manual. Jenis-jenis kain tenun
yang dihasilkan oleh beberapa daerah di Indonesia melalui ATBM antara lain
sarung mandar, sengkang, samarinda dan songket.
2.5 Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian Muflikh (2003), mengenai nilai tambah pengolahan dan
optimalisasi produksi kain tenun sutera alam menunjukkan bahwa pengolahan
kain tenun sutera alam “Aman Sahuri” telah memberikan nilai tambah yang cukup
besar dengan rata-rata rasio di atas 60 persen dari nilai output. Penggunaan
14
benang sutera produksi dalam negeri memberikan nilai tambah dan tingkat
keuntungan lebih besar daripada penggunaan benang sutera impor untuk
menghasilkan berbagai jenis kain sutera. Hasil analisis produksinya menunjukkan
perusahaan belum berproduksi secara optimal. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
peningkatan keuntungan perusahaan setelah memanfaatkan seluruh bahan baku
sutera alam untuk mencapai produksi optimal. Peningkatan keuntungan
perusahaan setelah adanya optimalisasi produksi sebesar Rp 68.169.250,00.
Purwaningsih (2001) melakukan penelitian mengenai optimalisasi
produksi benih hortikultura Sang Hyang Seri Selection di PT Sang Hyang Seri
Regional Manager I UPPB Sukamandi, Jawa Barat. Pada penelitiannya dilakukan
pembagian musim yaitu musim tanam I dan II. Analisis yang dilakukan adalah
analisis optimalisasi produksi dan analisis post optimal yang meliputi tiga
skenario, yaitu : (1) melakukan perubahan koefisien fungsi tujuan kacang panjang
usus hijau musim tanam I; (2) melakukan perubahan pada nilai sisi kanan
anggaran upah tenaga kerja langsung musim tanam II; dan (3) melakukan
penambahan sejumlah kendala permintaan khususnya cabe rawit dan labu kuning
yang juga akan mempengaruhi terhadap perubahan nilai sisi kanan kendala bahan
baku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan belum dapat melakukan
produksi secara optimal. Hal ini dilihat dari nilai fungsi tujuan pada kondisi
optimal lebih besar dari pada keuntungan aktual dengan selisih sebesar Rp
75.535.809,00.
Maryati (2008) melakukan penelitian mengenai optimalisasi produksi bibit
tanaman hias pada PT Inggu Laut Abadi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Analisis optimalisasi produksi yang digunakan adalah analisis primal, analisis
dual, analisis sensitivitas dan analisis post optimal. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa penggunaan sumberdaya di perusahaan belum efisien dilihat
dari adanya perbedaan penggunaan sumberdaya antara kondisi aktual dengan
kondisi optimal. Pada analisis post optimal dilakukan dua skenario yaitu
meningkatkan harga bahan baku dan mengurangi jam tenaga kerja. Nilai
keuntungan yang diperoleh pada skenario pertama lebih besar dari kondisi aktual
sedangkan pada skenario kedua lebih kecil.
15
Astuti (2007) melakukan penelitian mengenai optimalisasi sayuran
hidroponik pada PT Saung Mirwan, Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten
Bogor. Analisis optimalisasi produksi yang digunakan adalah analisis primal-dual
dan analisis post optimal. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan
sumberdaya di perusahaan belum efisien dilihat dari adanya perbedaan
penggunaan sumberdaya antara kondisi aktual dengan kondisi optimal. Melalui
optimalisasi perusahaan masih dapat meningkatkan keuntungan sebesar 7,52
persen dari keuntungan semula. Jenis tanaman yang diproduksi untuk mencapai
kondisi optimal sama dengan jenis tanaman pada kondisi aktual, namun jumlah
tanaman yang akan ditanam berbeda. Hal itu karena pada saat pengolahan dengan
menggunakan LINDO, jumlah tanaman yang berpotensi menghasilkan
keuntungan yang lebih tinggi akan lebih banyak ditanam.
Keseluruhan hasil penelitian terdahulu mengenai optimalisasi produksi
menyatakan bahwa perusahaan-perusahan yang diteliti belum mampu melakukan
produksi secara optimal. Hal ini dilihat dari keadaan aktual perusahaan masih
lebih kecil dibandingkan dengan hasil optimalisasinya. Analisis mengenai
optimalisasi produksi dilakukan dengan membandingkan kondisi aktual
perusahaan baik produksi maupun keuntungannya dengan kondisi optimal hasil
olahan komputer. Dapat diketahui juga bahwa perencanaan linier adalah alat
analisis yang cukup baik untuk menyusun kebijakan keputusan berproduksi secara
optimal. Penelitian-penelitian terdahulu memiliki kesamaan dengan penelitian
yang sedang dilaksanakan ini, yaitu menggunakan analisis optimalisasi untuk
mengetahui pengalokasian sumberdaya terbatas dalam memperoleh tingkat
produksi yang optimal. Perbedaannya terletak pada perusahaan, komoditi, dan
lokasi penelitian serta pada penggunaan skenario analisis post optimal dan analisis
sensitivitas untuk mengetahui dampak dari perubahan-perubahan dalam model
terhadap nilai-nilai peubah pengambilan keputusan.
Secara keseluruhan, perbandingan metode-metode analisis optimalisasi
produksi pada penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 5.
16
Tabel 5. Metode-Metode Analisis Optimalisasi pada Penelitian Terdahulu
Penulis Tahun Judul Skripsi Metode Analisis
Purwaningsih 2001 Optimalisasi Produksi Benih
Hortikultura Sang Hyang Seri
Selection Di PT Sang Hyang Seri
Regional Manager I UPPB
Sukamandi, Jawa Barat
Analisis primal-
dual dan Analisis
post optimal
Muflikh 2003 Nilai Tambah Pengolahan dan
Optimalisasi Produksi Kain Tenun
Sutera Alam Di Perusahaan “Aman
Sahuri”
Analisis Primal,
Analisis Dual
dan Analisis
Sensitivitas
Astuti 2007 Optimalisasi Sayuran Hidroponik
Pada PT Saung Mirwan, Kecamatan
Mega Mendung, Kabupaten Bogor
Analisis primal-
dual dan Analisis
post optimal
Maryati 2008 Optimalisasi Produksi Bibit
Tanaman Hias Pada PT Inggu Laut
Abadi Di Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat
Analisis Primal,
Analisis Dual,
Analisis
Sensitivitas dan
Analisis post
optimal
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis diperoleh dari buku-buku yang berkaitan
dengan topik penelitian yang dilaksanakan. Diharapkan dari buku-buku tersebut
dapat diperoleh informasi dan gambaran mengenai produksi, optimalisasi dan
teori-teori yang dapat membantu dalam menyelesaikan permasalahan dalam topik
penelitian ini.
3.1.1 Teori Produksi
Menurut Beattie dan Taylor (1996), produksi adalah proses kombinasi dan
koordinasi material-material serta kekuatan-kekuatan input (faktor, sumberdaya
atau jasa-jasa produksi) dalam pembuatan suatu barang atau jasa (output atau
produk). Proses produksi dimulai dengan adanya permintaan akan barang dan
jasa, kemudian didukung oleh penyediaan input yang mendukung. Unit terkecil
dari kegiatan produksi adalah operasi, yaitu langkah tertentu dalam keseluruhan
proses menghasilkan produk atau jasa yang membawa kepada keluaran akhir
(Buffa & Sarin 1996).
Metode produksi adalah suatu kombinasi dari faktor-faktor produksi yang
dibutuhkan untuk memproduksikan satu satuan produk (Sudarsono 1984). Untuk
memperoleh keuntungan maksimal dalam menentukan kombinasi produk yang
optimal dapat dijelaskan melalui kurva kemungkinan produksi (KKP) dan garis
isorevenue. Kurva kemungkinan produksi adalah kurva yang menjelaskan
kombinasi produk yang dapat dihasilkan dengan menggunakan sumberdaya dalam
jumlah yang tetap. Garis isorevenue adalah garis yang menunjukkan kombinasi
produk yang dapat dijual oleh perusahaan yang akan memberikan penerimaan
tertentu. Menurut Doll dan Orazem (1984), kurva kemungkinan produksi dapat
juga disebut isoresource curve, karena masing-masing titik dalam kurva
menunjukkan kombinasi dari output yang dapat dihasilkan dengan menggunakan
input yang sama.
Kurva kemungkinan produksi / production possibility curve dapat
menunjukkan daerah batas kemungkinan produksi / production possibility
frontier, yaitu semua kemungkinan kombinasi barang-barang yang dapat
18
diproduksi dengan sejumlah sumberdaya tertentu (Nicholson 2002). Kurva
tersebut menunjukkan berbagai perbedaan kombinasi dari output yang dapat
diproduksi dari sumberdaya tertentu yang jumlahnya terbatas. Kurva
kemungkinan produksi untuk perusahaan yang memproduksi dua jenis barang
dapat dilihat pada Gambar 1.
Keterangan :
X : Produk X
Y : Produk Y
TR1 : Total Penerimaan 1
TR2 : Total Penerimaan 2
R : Kombinasi Produksi Optimum
X2 : Jumlah Produk X yang Diproduksi pada Kondisi Optimum
Y2 : Jumlah Produk Y yang Diproduksi pada Kondisi Optimum
U : Kombinasi Produksi yang Tidak Menghabiskan Sumberdaya yang
Tersedia
P : Kombinasi Produksi X dan Y yang Tidak Optimum
Q : Kombinasi Produksi X dan Y yang Tidak Optimum
ARB : Batas Kemungkinan Produksi yang membatasi kombinasi produksi yang
dapat dicapai dan tidak dapat dicapai oleh perusahaan
OARB : Kurva Kemungkinan Produksi untuk Produk X dan Y
Gambar 1. Kurva Kemungkinan Produksi Produk X dan Y. Sumber : Nicholson (2002)
R
TR2 TR1
P
Q
X2
Y2
A
B O
Y
X
U
19
Pada Gambar 1 diasumsikan perusahaan memproduksi dua jenis barang
yaitu barang X dan Y dengan menggunakan sumberdaya yang ada pada jumlah
tertentu. Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) untuk barang X dan Y diwakili
oleh titik OARB. Batas kemungkinan produksi yang membatasi antara kombinasi
produksi yang dapat dicapai dan tidak dapat dicapai oleh perusahaan. Titik
kombinasi produk untuk barang X dan Y dengan tidak menghabiskan semua
sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan ditandai dengan huruf U. Wilayah luar
garis ARB merupakan wilayah kombinasi produksi barang X dan Y yang tidak
dapat dicapai oleh perusahaan karena sumberdaya yang dimiliki perusahaan tidak
mencukupi untuk memproduksi kedua barang tersebut.
Kombinasi produk yang belum optimal ditunjukkan oleh perpotongan
antara garis isorevenue (TR1) dengan batas kemungkinan produksi. Barang X dan
Y masing-masing diproduksi pada titik P atau memproduksi barang X dan Y
masing-masing pada titik Q menghasilkan penerimaan yang masih rendah
dibandingkan dengan jika perusahaan melakukan kombinasi produksi saat garis
isorevenue (TR2) bersinggungan dengan batas kemungkinan produksi. Pada titik
persinggungan (titik R), perusahaan memproduksi X dan Y masing-masing
sejumlah X2 dan Y2 dengan penerimaan yang diperoleh TR2 lebih tinggi dari TR1.
kombinasi yang kedua ini sumberdaya yang tersedia bagi perusahaan habis
digunakan untuk memproduksi X dan Y sehingga mampu menekan sumberdaya
yang berlebih.
Pada batas kemungkinan produksi terdapat tiga konsep (Lipsey et al.
1995), antara lain :
1. Kelangkaan (scarcity), yaitu kombinasi yang tidak dapat dicapai melebihi
batas.
2. Pilihan (choice), yaitu berdasarkan kebutuhan memilih dari sejumlah titik-
titik alternatif yang dapat dicapai batas.
3. Biaya peluang (opportunity cost), yaitu nilai yang hilang jika memilih
alternatif produk lain berdasarkan kemiringan batas ke kanan bawah (bentuk
kurva cembung).
Tujuan perusahaan adalah memperoleh keuntungan yang maksimal. Untuk
mencapai tujuan tersebut perusahaan tidak hanya perlu memperhatikan tingkat
20
keuntungan yang diharapkan tetapi harus memperhatikan juga sumberdaya yang
terbatas. Pada tiga konsep Lipsey et al. (1995), dapat disimpulkan bahwa
sumberdaya yang terbatas dapat mengakibatkan kelangkaan, kondisi ini
menunjukkan tingkat produksi yang diharapkan tidak dapat melebihi keterbatasan
sumberdaya yang ada. Perusahaan yang mengalami kelangkaan akan memilih
beberapa alternatif pilihan yang dapat dicapai sepanjang batas kemungkinan
produksi. Pemilihan yang terjadi ini akan menimbulkan biaya peluang, artinya
seberapa besar biaya yang hilang atas pemilihan salah satu alternatif yang
dibandingkan dengan alternatif lain.
Perusahaan menghasilkan kombinasi output yang memberikan nilai
penerimaan yang maksimum, tentu saja menggunakan kombinasi penggunaan
sumberdaya (input) yang optimal. Penggunaan input yang optimal yaitu
kombinasi dengan biaya paling minimum. Kombinasi penggunaan input optimal
yang menghasilkan biaya minimum dapat dijelaskan dengan kurva isoquant dan
garis isocost. Kurva isoquant adalah kurva yang menunjukkan semua kombinasi
faktor produksi yang secara teknis efisien dalam memproduksi output tertentu.
Sedangkan garis isocost adalah penyajian grafis semua kombinasi berbagai faktor
produksi (input) yang diperoleh perusahaan, jika perusahaan mengeluarkan
sejumlah dana tertentu pada harga tetap faktor produksi tersebut (Lipsey et al.
1995). Kurva isoquant dan garis isocost dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva Isoquant dan Garis Isocost. Sumber : Lipsey et al. (1995)
a
b
c
A
C
D B X1 X2 X3
Y1
Y2
Y3
Input Y
Input X
IQz
21
Gambar 2 menunjukkan bahwa perusahaan diasumsikan menggunakan
input X1, X2, X3, Y1, Y2 dan Y3 untuk memproduksi output z. Kurva isoquant
produk z ditunjukkan oleh kurva IQz dan garis isocost ditunjukkan oleh garis AB
dan CD. Produk z dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi input di titik
a, b, atau c yang terdapat pada kurva isoquant. Kombinasi input pada masing-
masing titik tersebut akan menghasilkan jumlah output yang sama. Kurva
isoquant mempunyai kemiringan atau slope yang bernilai negative. Slope ini
disebut dengan tingkat subtitusi teknis marjinal atau marginal rate of technical
substitutions (MRTS) yaitu jumlah pengurangan salah satu input ketika satu unit
input lainnya ditambahkan sementara output konstan. Kemiringan kurva isoquant
ditentukan oleh rasio produksi marjinalnya (Lipsey et al. 1995).
Kemiringan atau slope garis isocost ditentukan oleh rasio harga kedua
input produksi (X dan Y). Garis isocost AB dan CD menggambarkan jumlah
biaya produksi yang sama. Titik a dan c memiliki jumlah biaya yang sama karena
berada pada garis isocost yang sama yaitu garis AB. Titik b memiliki jumlah
biaya yang paling minimum jika dibandingkan dengan titik a dan c karena
semakin tinggi biaya maka semakin jauh garis isocost dari titik awal.
Garis isocost AB memotong kurva isoquant IQz di titik a dan c. Jika
perusahaan melakukan produksi dengan menggunakan kombinasi input di kedua
titik tersebut, maka prodses produksi tidak dilaksanakan secara efisien.
Perusahaan harus menemukan kombinasi input yang paling murah agar proses
produksi dapat dilaksanakan dengan secara efisien. Kombinasi input dengan biaya
yang terendah ditunjukkan oleh titik persinggungan antara garis isocost CD
dengan kurva isoquant IQz. Jika perusahaan sampai pada posisi biaya terendah,
maka perusahaan tersebut telah menyamakan rasio harga (yang diketahui dari
harga pasar) dengan rasio produk marjinal yang dapat disesuaikan dengan
mengubah proporsi penggunaan faktor-faktor produksi (Lipsey et al. 1995). Oleh
karena itu, proses produksi output z dengan biaya yang paling minimum adalah
dengan menggunakan kombinasi input X dan Y pada titik b. Titik b merupakan
titik optimal penggunaan penggunaan input X sebesar X2 dan input Y sebesar Y2
dengan nilai total biaya yang tunjukkan oleh garis isocost CD.
22
3.1.2 Optimalisasi Produksi
Optimalisasi merupakan pendekatan normatif dengan mengidentifikasi
penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan pada titik
maksimum atau minimum suatu fungsi tujuan (Nasendi & Anwar 1985).
Optimalisasi produksi diperlukan perusahaan dalam rangka mengoptimalkan
sumberdaya yang digunakan agar suatu produksi dapat menghasilkan produk
dalam kuantitas dan kualitas yang diharapkan, sehingga perusahaan dapat
mencapai tujuannya. Menurut Soekartawi (1995), optimalisasi produksi adalah
penggunaan faktor-faktor produksi yang terbatas seefisien mungkin. Faktor-faktor
produksi tersebut adalah modal, mesin, peralatan, bahan baku, bahan pembantu
dan tenaga kerja.
Mulyono (1991) menyatakan bahwa berdasarkan langkah-langkah
optimalisasi, setelah masalah diidentifikasi dan tujuan ditetapkan maka langkah
selanjutnya adalah memformulasikan model matematik yang meliputi tiga tahap,
yaitu :
1. Menentukan variabel yang tidak diketahui (variabel keputusan) dan nyatakan
dalam simbol matematik,
2. Membentuk fungsi tujuan yang ditunjukkan sebagai hubungan linier (bukan
perkalian) dari variabel keputusan,
3. Menentukan semua kendala masalah tersebut dan mengekspresikan dalam
persamaan atau pertidaksamaan yang juga merupakan hubungan linier dari
variabel keputusan yang mencerminkan keterbatasan sumberdaya masalah
tersebut.
Setiap perusahaan akan berusaha mencapai keadaan optimal dengan
memaksimalkan keuntungan atau dengan meminimalkan biaya yang dikeluarkan
dalam proses produksi. Perusahaan mengharapkan hasil yang terbaik dengan
keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, namun dalam mengatasi permasalahan
dengan teknik optimalisasi jarang menghasilkan suatu solusi yang terbaik. Hal
tersebut dikarenakan berbagai kendala yang dihadapi berada diluar jangkauan
perusahaan.
Untuk menggunakan sejumlah input tertentu, perusahaan akan memilih
kombinasi output sedemikian sehingga keuntungan yang dihasilkan akan
23
maksimal. Analisis kondisi optimal tersebut dapat menggunakan dua analisis dari
sisi input dan output. Analisis tersebut dapat menggunakan kurva isoquant dan
isocost atau kurva isorevenue dan kurva kemungkinan produksi (Nicholson 2002).
Optimalisasi dapat ditempuh dengan dua cara yaitu maksimisasi dan
minimisasi. Maksimisasi adalah optimalisasi produksi dengan menggunakan atau
mengalokasian input yang sudah tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang
maksimal / constrained output maximization. Sedangkan minimisasi adalah
optimalisasi produksi untuk menghasilkan tingkat output tertentu dengan
menggunakan input atau biaya yang paling minimal / constrained output
minimization.
Menurut Nicholson (1994), persoalan optimalisasi dibagi menjadi dua
jenis yaitu tanpa kendala dan dengan kendala. Pada optimalisasi tanpa kendala,
faktor-faktor yang menjadi kendala atau keterbatasan-keterbatasan yang ada
terhadap fungsi tujuan diabaikan sehingga dalam menentukan nilai maksimum
atau minimum tidak terdapat batasan-batasan terhadap berbagai pilihan alternatif
yang tersedia. Sedangkan pada optimalisasi dengan kendala, faktor-faktor yang
menjadi kendala terhadap fungsi tujuan diperhatikan dalam menentukan titik
maksimum atau minimum fungsi tujuan.
Menurut Supranto (1988), optimalisasi dengan kendala pada dasarnya
merupakan persoalan dalam menentukan nilai variabel suatu fungsi menjadi
maksimum atau minimum dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang
ada. Keterbatasan-keterbatasan itu meliputi input atau faktor-faktor produksi
seperti modal, bahan baku, tenaga kerja dan mesin. Optimalisasi produksi dengan
kendala perlu memperhatikan faktor-faktor yang menjadi kendala pada fungsi
tujuan karena kendala menentukan nilai maksimum dan minimum. Fungsi tujuan
merupakan suatu pernyataan matematis yang digunakan untuk mempresentasikan
kriteria dalam mengevaluasi solusi suatu masalah. Fungsi tujuan dalam teknik
optimalisasi produksi merupakan unsur yang penting karena akan menentukan
kondisi optimal suatu keadaan.
Fungsi tujuan dan kendala merupakan suatu fungsi garis lurus atau linier.
Salah satu metode untuk memecahkan masalah optimalisasi produksi yang
mencakup fungsi tujuan dan kendala adalah metode pemrograman linier. Metode
24
ini adalah suatu teknik perencanaan analitis dengan menggunakan model
matematika yang bertujuan untuk menemukan beberapa kombinasi alternatif
solusi.
3.1.3 Program Linier
Menurut Soekartawi (1995), linear programming adalah suatu metode
perhitungan untuk perencanaan terbaik diantara kemungkinan-kemungkinan
tindakan yang dapat dilakukan. Metode program ini variabelnya disusun dengan
persamaan linier. Oleh berbagai analis, linear programming diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia menjadi “programasi linier”, “pemrograman garis lurus”,
“programasi garis lurus”, atau lainnya. Linear programming merupakan salah satu
teknik riset yang penggunaannya sangat meluas dan dapat digunakan untuk
beragam persoalan produksi dan operasi.
Linear programming adalah suatu metode analitik paling terkenal yang
merupakan suatu bagian kelompok teknik-teknik yang disebut programasi
matematik. Metode-metode programasi matematikal pada umumnya dirancang
untuk mengalokasian berbagai sumberdaya yang terbatas diantara berbagai
alternatif penggunaan sumberdaya-sumberdaya tersebut agar tujuan dicapai atau
dioptimalkan (Handoko 1997). Hubungan linear pada faktor-faktor atau fungsi-
fungsi matematik berarti bahwa apabila salah satu faktor berubah maka faktor-
faktor lain akan berubah dengan jumlah yang konstan secara proporsional. Kata
programming secara mendasar digunakan sebagai perencanaan.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, program linier sudah
dibuktikan kemudahan dan keakuratannya dibandingkan metode yang lain dalam
memecahkan masalah optimalisasi produksi. Hal ini dikarenakan beberapa
keuntungan dalam menggunakan metode program linier, yaitu dapat memecahkan
permasalahan ekonomi yang kompleks dan memperoleh solusinya serta dengan
program linier dapat melihat permasalahan biasa dengan sudut pandang yang
berbeda sehingga diperoleh pengetahuan ekonomi yang baru.
Sebagai alat kuantitatif untuk melakukan pemrograman, program linier
mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan (Soekartawi 1995). Kelebihan-
kelebihan program linier yaitu :
1. Mudah digunakan terutama jika menggunakan alat bantu komputer.
25
2. Dapat menggunakan banyak variabel sehingga berbagai kemungkinan untuk
memperoleh pemanfaatan sumberdaya yang optimal dapat dicapai.
3. Fungsi tujuan dapat difleksibelkan / direlax sesuai dengan tujuan penelitian
atau berdasarkan data yang tersedia.
Kekurangan-kekurangan dari program linier yaitu :
1. Apabila alat bantu komputer tidak tersedia, maka program linier dengan
menggunakan banyak variabel akan menyulitkan analisisnya bahkan mungkin
tidak dapat dikerjakan secara manual. Metode ini tidak dapat digunakan
secara bebas dalam setiap kondisi, tetapi dibatasi oleh asumsi-asumsi.
2. Metode ini hanya dapat digunakan untuk satu tujuan misalnya hanya untuk
maksimisasi keuntungan atau minimisasi biaya.
Alternatif pemecahan masalah yang terbaik dalam upaya penyusunan
strategi tentang alokasi sumberdaya dan dana yang terbatas untuk mencapai tujuan
dan sasaran perusahaan secara optimal dapat dipilih pada program linier / linear
programming. Namun ada beberapa syarat agar dapat menyusun dan merumuskan
masalah ke dalam model program linier (Nasendi & Anwar 1985). Persyaratan
yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
1. Penentuan Tujuan.
Ada tujuan permasalahan yang ingin dipecahkan disebut sebagai fungsi
tujuan. Menentukan fungsi tujuan harus jelas dan tegas. Fungsi tujuan dapat
berupa dampak positif, manfaat, keuntungan dan kebaikan-kebaikan yang
ingin dimaksimalkan atau dampak negatif, kerugian, risiko, waktu, jarak dan
biaya-biaya yang ingin diminimalkan.
2. Alternatif Perbandingan
Harus ada sesuatu atau berbagai alternatif yang ingin diperbandingkan.
Menentukan alternatif yang ingin diperbandingkan misalnya antara kombinasi
waktu tercepat dan biaya tertinggi dengan waktu terlambat dan biaya
terendah, antara padat modal dengan padat karya, antara kebijakan A dengan
B, atau antara proyeksi tinggi dengan rendah.
3. Sumberdaya yang Terbatas
Sumberdaya yang dianalisis harus berada dalam keadaan yang terbatas. Hal
ini disebut juga sebagai kendala. Kendala terbagi dalam tiga tipe dasar, yaitu
26
kendala maksimum yang menunjukkan penggunaan sumberdaya tidak
melebihi sumberdaya yang tersedia; kendala minimum yang menunjukkan
penggunaan sumberdaya minimal sama dengan yang tersedia; dan kendala
persamaan yang menunjukkan penggunaan sumberdaya sama dengan yang
tersedia.
4. Perumusan Kuantitatif
Fungsi tujuan dan kendala harus dirumuskan secara kuantitatif dalam suatu
model yang disebut dengan model matematik. Model merupakan abstraksi
dan simplifikasi dari keadaan nyata yang menunjukkan berbagai hubungan
fungsional yang langsung maupun tidak langsung, interaksi dan
interdependensi antara satu unsur dengan unsur lainnya yang membentuk
suatu sistem. Model yang baik harus mencakup tiga kriteria yaitu kesesuaian,
kesederhanaan, dan keserasian. Kesesuaian yaitu model harus mampu
merangkum unsur-unsur yang sangat pokok dari persoalan yang dihadapi.
Kesederhanaan yaitu model harus dibuat sesederhana mungkin sesuai dengan
kemampuan yang ada dan urgensi permasalahan. Keserasian yaitu model
harus mampu mengesampingkan hal-hal yang kurang berguna.
5. Keterkaitan Peubah
Peubah-peubah yang membentuk fungsi tujuan dan kendala harus memiliki
keterkaitan atau hubungan fungsional. Hubungan keterkaitan tersebut dapat
diartikan sebagai hubungan yang saling mempengaruhi, hubungan interaksi,
interdependensi, timbal balik atau saling menunjang.
Program linier mencakup perencanaan kegiatan-kegiatan untuk mencapai
suatu hasil yang optimal, yaitu hasil yang mencerminkan tercapainya suatu
sasaran tertentu yang paling baik (menurut model matematis) diantara alternatif-
alternatif yang mungkin dengan menggunakan fungsi linier.. Maka dari itu,
menurut Soekartawi (1995), teknik program linier dapat digunakan dalam dua
cara yaitu :
1. Meminimumkan biaya dalam rangka tetap mendapatkan total penerimaan
atau total keuntungan sebesar mungkin (selanjutnya cara seperti ini dikenal
dengan istilah program “minimisasi” atau “meminimumkan” / “minimize”).
27
2. Memaksimumkan total penerimaan atau total keuntungan pada kendala
sumberdaya yang terbatas (selanjutnya disebut dengan istilah program
“maksimisasi” atau “memaksimalkan” / “maximize”).
Hasil dari kedua cara tersebut relatif sama. Penggunaan salah satu dari dua
cara tersebut dilakukan karena tersedianya data yang berbeda. Data yang
digunakan dalam program linier ini merupakan data primer atau data yang
dikumpulkan sendiri sehingga peneliti dapat menggunakan program linier sesuai
dengan kehendaknya.
Pada program linier terdapat dua macam fungsi, yaitu fungsi tujuan dan
fungsi kendala. Fungsi tujuan menggambarkan sasaran pada permasalahan
program linier dan berkaitan dengan pengaturan sumberdaya untuk mencapai
keuntungan maksimal dan biaya yang minimal. Biasanya fungsi tujuan dinyatakan
atau disimbolkan sebagai Z. Fungsi kendala adalah bentuk matematis dari
kendala-kendala yang akan dialokasikan secara optimal pada berbagai aktivitas.
Menurut Nasendi dan Anwar (1985), model matematis program linier
dalam bentuk standar dirumuskan sebagai berikut :
Maksimisasi atau Minimisasi Z = C1X1 + C2X2 + …. + CnXn
Fungsi tujuan harus memenuhi kendala-kendala atau syarat-syarat ikatan
sebagai berikut :
a11X1 + a12X2 + …. + a1nXn ≤; =; atau ≥ b1
a21X1 + a22X2 + …. + a2nXn ≤; =; atau ≥ b2
. . . . .
. . . . .
am1X1 + am2X2 + …. + amnXn ≤; =; atau ≥ bm
dan X1 ≥ 0, X2 ≥ …., Xn ≥ 0
Keterangan :
Z = Fungsi tujuan
Cn = koefisien peubah pengambilan keputusan ke-n dalam fungsi tujuan
Xn = peubah pengambilan keputusan atau kegiatan ke-n (tingkat kegiatan)
amn = koefisien teknis dalam kendala ke-m pada aktivitas ke-n
bm = sumberdaya yang terbatas / konstanta dari kendala ke-m
28
Penggunaan program linier harus memenuhi beberapa asumsi (Nasendi &
Anwar 1995) sebagai berikut :
1. Linearitas
Asumsi ini menginginkan agar perbandingan antara input yang satu dengan
input yang lainnya atau untuk suatu input dengan output besarnya tetap dan
tidak tergantung pada tingkat produksi.
2. Proporsionalitas
Asumsi ini menyatakan bahwa perubahan (naik turun) nilai fungsi tujuan (Z)
dan penggunaan sumberdaya atau fasilitas yang tersedia akan berubah dalam
proporsi yang sama dalam perubahan tingkat kegiatan. Implikasi asumsi ini
adalah bahwa dalam model program linier yang bersangkutan tidak berlaku
hukum kenaikan yang semakin menurun.
3. Aditivitas
Asumsi ini menyatakan bahwa nilai parameter suatu kriteria optimalisasi
(koefisien peubah pengambil keputusan dalam fungsi tujuan) merupakan
jumlah dari nilai individu-individu Cj (j = 1,2,3,…..,n).
4. Divisibilitas
Asumsi ini menyatakan bahwa peubah-peubah pengambil keputusan Xn, jika
diperlukan dapat dibagi ke dalam pecahan-pecahan artinya nilai-nilai Xn
tidak perlu integer (hanya 0 dan 1 atau bilangan bulat) tetapi dapat pula
berupa non integer (misalnya ½; 0,5; 12,345; dan sebagainya). Demikian pula
dengan nilai Z yang dihasilkan.
5. Deterministik
Asumsi ini menghendaki agar semua koefisien model program linier (nilai
peubah pengambilan keputusan, kendala dalam teknis dan sumberdaya yang
tersedia) tetap atau dapat diperkirakan secara pasti.
3.1.4 Analisis Primal
Analisis primal digunakan untuk mengetahui dan menentukan kombinasi
produksi terbaik yang dapat menghasilkan tujuan dengan keterbatasan
sumberdaya yang ada. Maka dari itu, akan diperoleh diperoleh berapa jumlah
setiap variabel keputusan (Xn) yang akan diproduksi dan dapat memaksimumkan
nilai fungsi tujuan (Z) dengan dihadapkan pada sumberdaya yang ada. Hasil
29
analisis primal akan dibandingkan dengan tingkat kombinasi produk aktual
perusahaan, sehingga dapat diketahui apakah perusahaan sudah melakukan
kombinasi produk pada tingkat yang optimal (Taha 1996).
3.1.5 Analisis Dual
Analisis dual dilakukan untuk mengetahui penilaian terhadap sumberdaya
dengan melihat kekurangan (slack) atau kelebihan (surplus) dan nilai dualnya.
Slack atau surplus digunakan untuk menandai sisa atau kelebihan kapasitas yang
akan terjadi pada variabel optimal. Variabel slack (≤) akan berkaitan dengan
batasan dan mewakili jumlah kelebihan sisi kanan dari batasan tersebut
dibandingkan sisi kiri. Variable surplus diidentifikasikan dengan batasan (≥) dan
mewakili kelebihan sisi kiri dibandingkan sisi kanan. Nilai dual (dual price)
menunjukkan perubahan yang akan terjadi pada fungsi tujuan apabila sumberdaya
berubah sebesar satu satuan. Jika sumberdaya yang digunakan memiliki nilai slack
atau surplus yang sama dengan nol dan nilai dualnya lebih besar dari nol
menunjukkan bahwa seluruh kapasitas pada kendala dipergunakan semua atau
sumberdaya tersebut merupakan sumberdaya langka atau kendala aktif yang
membatasi nilai tujuan. Sedangkan jika sumberdaya yang digunakan memiliki
nilai slack atau surplus lebih besar nol dan nilai dualnya sama dengan nol, berarti
sumberdaya tersebut merupakan sumberdaya yang lebih. Kendala tersebut
termasuk ke dalam kendala tidak aktif, yaitu kendala yang tidak habis terpakai
dalam proses produksi dan tidak akan mempengaruhi fungsi tujuan jika terjadi
penambahan sebesar satu satuan. Nilai dual juga dapat dilihat berdasarkan harga
bayangan (shadow price) yaitu batas harga tertinggi suatu sumberdaya yang
membuat perusahaan masih dapat melakukan pembelian (Taha 1996).
3.1.6 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana jawaban
optimal dapat diterapkan apabila terjadi perubahan parameter yang membangun
model. Perubahan yang dapat terjadi adalah perubahan koefisien fungsi tujuan,
perubahan koefisien fungsi kendala, perubahan nilai sebelah kanan model, dan
adanya tambahan variabel keputusan. Analisis ini bertujuan untuk memperoleh
30
informasi mengenai pemecahan optimum baru yang memungkinkan sesuai
dengan parameter perhitungan tambahan yang minimal.
Dengan kata lain, analisis sensitivitas berguna untuk mengetahui seberapa
jauh solusi optimal awal tidak akan berubah jika terjadi perubahan pada harga jual
setiap produk, biaya per satuan produk, dan ketersediaan sumberdaya yang
dimiliki. Apabila perubahan-perubahan yang terjadi masih dalam selang yang
diperbolehkan, maka solusi optimal awal tidak akan berubah. Selang dalam
program linier terdiri atas batas penurunan (allowable decrease) dan batas
peningkatan (allowable increase). Batas penurunan memperlihatkan besarnya
nilai penurunan parameter fungsi tujuan atau nilai penurunan ketersediaan
sumberdaya yang tidak mengubah solusi optimal awal. Batas atas memperlihatkan
nilai peningkatan yang tidak akan mengubah solusi optimal awal. Pada fungsi
kendala, analisis sensitivitas dapat menilai ruas sebelah kanan kendala yang
digunakan untuk menentukan status kendala pembatas dan bukan pembatas pada
optimalisasi produksi. Suatu kendala dikatakan pembatas apabila terdapat nilai
batas penurunan dan peningkatan sebesar nilai tertentu. Sedangkan kendala
dikatakan bukan pembatas apabila tidak terdapat nilai sebesar tertentu pada nilai
batas penurunan dan peningkatan. Biasanya kendala bukan pembatas ditunjukkan
oleh adanya nilai tidak terhingga (infinity) pada nilai batas peningkatan (allowable
increase). Hal ini menunjukkan selang perubahan peningktan mencapai tidak
terhingga. Artinya seberapapun peningkatan nilai sebelah kanan kendala tersebut
tidak akan mempengaruhi solusi optimal. Solusi awal akan berubah apabila
perubahan yang terjadi di luar selang perubahan yang diperbolehkan (Taha 1996).
3.1.7 Analisis Post Optimal
Analisis post optimal digunakan untuk mempelajari nilai-nilai dari
peubah-peubah pengambilan keputusan dalam suatu model jika satu atau beberapa
parameter model tersebut berubah, maka akan mengubah kondisi optimal.
Analisis post optimal disebut juga analisis pasca optimal atau analisis setelah
optimal / analisis kepekaan. Menurut Nasendi dan Anwar (1985), pada persoalan
program linier, analisis post optimal menyangkut analisis terhadap nilai-nilai
perubah pengambilan keputusan sebagai dampak dari beberapa perubahan berikut:
1. Perubahan koefisien tujuan.
31
2. Perubahan koefisien teknologi input/output.
3. Perubahan ketersediaan sumberdaya atau nilai sebelah kanan model (Right
Hand Sides / RHS fungsi kendala).
4. Adanya tambahan fungsi kendala baru maupun tambahan peubah
pengambilan keputusan.
Tujuan analisis post optimal adalah untuk memperoleh informasi tentang
solusi optimal yang baru dan yang dimungkinkan atau yang sesuai dengan
perubahan dalam parameter model melalui perhitungan tambahan yang minimal.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Pada dasarnya suatu perusahaan memiliki suatu tujuan yang harus dicapai
untuk kelancaran kontinuitas usahanya. Salah satu tujuan CV Batu Gede sebagai
penghasil produk kain sutera alam yaitu memaksimalkan keuntungan yang
diperoleh. Namun dalam upaya pencapaian tujuan tersebut, CV Batu Gede
dihadapkan pada beberapa kendala yang membatasi kegiatan produksinya.
Kendala-kendala tersebut antara lain perusahaan belum memanfaatkan input
produksinya secara optimal. Hal tersebut merupakan kendala untuk mencapai
keuntungan yang maksimal. Beberapa faktor-faktor produksi belum dimanfaatkan
secara optimal oleh CV Batu Gede antara lain faktor bahan baku dan bahan
pembantu, ketersediaan jam kerja Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) serta jam
kerja tenaga kerja langsung. Menghadapi permintaan pasar yang berfluktuatif
menuntut perusahaan dalam menggunakan sumberdaya yang sama untuk
menghasilkan dua jenis kain sutera membutuhkan pengalokasian yang optimal.
Pada umumnya apabila suatu perusahaan yang berproduksi lebih dari satu
jenis produk akan kesulitan dengan ketersediaan sumberdaya yang terbatas,
sehingga menuntut adanya pengalokasian sumberdaya yang cermat dan seefisien
mungkin dalam menghasilkan tingkat produksi tertentu. Untuk itu diperlukan
perencanaan produksi yang tepat agar sumberdaya yang tersedia dapat digunakan
secara optimal sehingga diperoleh tingkat produksi yang optimal. Maka dari itu,
CV Batu Gede membutuhkan suatu perencanaan produksi yang optimal untuk
dijadikan pedoman dalam proses pengambilan keputusan.
Penelitian ini akan membahas persoalan optimalisasi produksi pada CV
Batu Gede dengan menggunakan metode analisis Linear Programming.
32
Penggunaan alat analisis ini adalah dengan mempertimbangkan bahwa program
linier merupakan suatu teknik yang sudah banyak digunakan dalam kegiatan
produksi diberbagai jenis usaha. Selain itu, program linier juga sudah dibuktikan
kemudahan dan keakuratannya berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu.
Program linier memberikan solusi bagi perencanaan produksi optimal, dengan
mengidentifikasi aktivitas dan kendala pada kegiatan produksi yang dilakukan CV
Batu Gede. Setelah itu dibuat suatu bentuk penyederhanaan yang disebut dengan
model antara lain model fungsi tujuan dan fungsi kendala. Fungsi tujuan
didasarkan dari nilai keuntungan penjualan kain tenun sutera per meter selama 12
bulan, dari model tersebut dihasilkan empat analisis, yaitu analisis primal, dual,
sensitivitas dan post optimal. Nilai fungsi tujuan didasarkan pada laba atau
keuntungan perusahaan karena tujuan perusahaan adalah memaksimalkan
keuntungan. Sedangkan model fungsi kendala mencakup kendala bahan baku dan
bahan pembantu, ketersediaan jam kerja Tenaga Kerja Langsung (TKL),
ketersediaan jam kerja Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dan permintaan pasar.
Analisis primal menunjukkan jumlah produksi optimal dari setiap jenis
produk yang dihasilkan oleh CV Batu Gede Bogor sehingga dapat mencapai laba
kontribusi total maksimal. Selanjutnya pada analisis sumberdaya akan dilakukan
analisis status sumberdaya dengan menggunakan analisis dual untuk mengetahui
sumberdaya yang langka dan tidak. Analisis sensitivitas dilakukan sebagai
penilaian terhadap batas-batas kepekaan, baik terhadap fungsi tujuan atau kendala
yang tidak akan mempengaruhi solusi optimal.
Perusahaan dapat menghadapi suatu ketidakpastian atau perubahan yang
dapat mempengaruhi kondisi perusahaan, misalnya terdapat perubahan biaya
bahan baku yang dapat merubah total biaya produksi sehingga perolehan
keuntungan dapat berubah serta adanya perubahan jumlah tenaga kerja langsung
yang dapat merubah aktivitas produksi perusahaan. Maka dari itu, analisis post
optimal diperlukan untuk mengetahui solusi optimal yang terjadi jika terdapat
perubahan terhadap parameter yang membentuk suatu model.
Hasil dari optimalisasi produksi adalah kombinasi produksi optimal yang
dapat memaksimalkan keuntungan perusahaan. Evaluasi terhadap hasil olahan
optimalisasi produksi dan perbandingannya dengan kondisi aktual perusahaan
33
Kebutuhan Perencanaan
Optimalisasi Produksi
Riset Operasi
Model Linear Programming
Adanya perubahan
input produksi
(biaya bahan baku
dan jumlah TKL)
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan untuk kegiatan
produksi selanjutnya. Kerangka pemikiran operasional penelitian pada CV Batu
Gede lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Alur Kerangka Pemikiran Operasional.
CV Batu Gede
Produk yang dihasilkan:
Kain tenun sutera dobby dan kain tenun warna
Maksimisasi Keuntungan Kendala :
1. Ketersediaan bahan baku dan bahan pembantu
2. Ketersediaan jam kerja ATBM
3. Ketersediaan jam kerja TK Langsung
4. Permintaan Pasar
Analisis primal
(Kombinasi Produksi Optimal)
Analisis Post Optimal
Evaluasi Hasil
Analisis Dual
(SD langka dan SD berlebih)
Analisis Sensitivitas
(Kendala Pembatas dan Bukan Pembatas)
Kondisis Aktual
Perusahaan
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di CV Batu Gede yang berlokasi di Batu Gede,
Ciapus, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. CV Batu
Gede merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang persuteraan alam.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
bahwa CV Batu Gede merupakan salah satu perusahaan persuteraan alam yang
kegiatan usahanya meliputi sektor hulu sampai ke hilir. Kegiatan persuteraan alam
pada CV Batu Gede dimulai dari budidaya tanaman murbei, pemeliharaan
kepompong ulat sutera (kokon), pemintalan benang sutera sampai pertenunan kain
sutera. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Agustus – Oktober 2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian meliputi data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung (observasi) dan
wawancara dengan pemilik dan para karyawan bagian produksi. Data sekunder
sebagai data pelengkap dan penunjang diperoleh dari dokumen tertulis perusahaan
yang berkaitan dengan penelitian, bahan pustaka, data internet, hasil-hasil
penelitian terdahulu, serta literatur-literatur dari instansi terkait yang relevan
dengan penelitian. Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain:
1. Data keragaan perusahaan yang meliputi sejarah perusahaan, struktur
organisasi perusahaan, aktivitas produksi, pengadaan bahan baku, jenis
produk yang dihasilkan, pemasaran dan keuangan perusahaan.
2. Data historis perusahaan yang meliputi biaya produksi, volume produksi,
harga jual produk dan realisasi penjualan.
3. Data historis produksi yang meliputi biaya bahan baku dan bahan pembantu,
kebutuhan bahan baku dan bahan pembantu untuk masing-masing produk,
penggunaan jam kerja tenaga kerja langsung, penggunaan jam kerja Alat
Tenun Bukan Mesin (ATBM) dan data permintaan produk.
35
4.3 Metode Pengolahan Data
Proses pengolahan data penelitian meliputi beberapa tahapan, yaitu :
1. Editing
Tahap ini diawali dengan melakukan rekapitulasi data yang telah
dikumpulkan sehingga diketahui apakah data-data tersebut konsisten dan baik
untuk dianalisis lebih lanjut. Penelitian ini menggunakan pengolahan data
secara kualtitatif dan kuantitatif. Pada tahap editing, data kualitatif dijabarkan
secara deskriptif mengenai gambaran dan kondisi perusahaan. Sedangkan
data kuantitatif yang digunakan adalah data penerimaan, data biaya dan
keuntungan perusahaan. Data yang digunakan pada analisis optimalisasi
produksi dengan tujuan memaksimalkan keuntungan yaitu data memiliki
trend yang meningkat pada periode tertentu. Pada CV Batu Gede data
keuntungan yang diperoleh selama periode 12 bulan menunjukkan
perkembangan yang positif, maka dari itu optimalisasi produksi pada
penelitian ini dapat dianalisis lebih lanjut pada tahap berikutnya.
2. Coding
Pada tahap ini yang dilakukan adalah mengklasifikasikan data yang telah
diedit ke dalam bentuk kode menurut jenis ragamnya. Mengkode data ini
diperlukan terutama untuk mempermudah dalam pengolahan data dengan
menggunakan komputer. Pada penelitian ini, data yang diedit diklasifikasikan
ke bentuk symbol dalam perumusan model. Misalnya, maksimisasi tujuan
disimbolkan dengan Z dan koefisien variabel baik dalam fungsi tujuan dan
kendala disimbolkan dengan X.
3. Tabulating
Pada tahap ini, data disusun ke dalam bentuk tabel/diagram/grafik agar lebih
mudah dipahami dan dapat dihitung atau diperinci ke dalam berbagai
kategori. Data-data pada penelitian ini disusun ke dalam bentuk tabel dan
matriks. Setelah data-data disimbolkan maka data-data tersebut dimasukkan
beserta variabel atau parameternya ke dalam bentuk tabel atau matriks. Hal
ini dapat dilihat dalam perumusan model program linier pada sub-bab
berikutnya.
36
4. Verification
Data yang telah diedit dan ditabulasi kemudian diperiksa kembali sebelum
diolah lebih lanjut agar tidak terjadi kesalahan. Pemeriksaan data pada
penelitian ini dilakukan secara manual apakah terjadi salah pengetikan baik
dalam pengkodean atau perhitungan variabel dan parameternya. Data-data
pada tahap ini disesuaikan dengan perolehan data sebelum diolah.
5. Processing
Tahap ini merupakan tahap mengolah data yang dimulai dengan perhitungan
secara manual kemudian dilanjutkan pengolahan secara komputerisasi dengan
menggunakan software LINDO (Linear Interactive of Discrete Optimizer)
yang hasilnya akan dilakukan analisis. Pada penelitian ini, data-data yang
telah diperiksa dan tidak salah lalu diaplikasikan dan diolah dalam analisis
optimalisasi dengan menggunakan bantuan software LINDO pada komputer.
Hasil program software ini langsung menunjukkan status optimal perusahaan
yang masih dalam bentuk kuantitatif atau angka-angka. Kemudian data-data
tersebut di intepretasikan secara deskriptif pada hasil dan pembahasan
penelitian.
4.4 Perumusan Model Program Linier
Langkah-langkah formulasi model program linier untuk menghasilkan
keuntungan yang maksimal diawali dengan menentukan variabel keputusan,
kemudian dilanjutkan dengan menentukan fungsi tujuan dan kendala.
4.4.1 Menentukan Variabel Keputusan
Penentuan variabel keputusan didasarkan pada produk yang akan
dioptimalkan. Variabel keputusan menunjukkan aktivitas produksi setiap jenis
produk yang dihasilkan perusahaan. CV Batu Gede memproduksi dua jenis
produk, yaitu kain tenun sutera putihan / dobby dan kain tenun warna.
Keuntungan yang diperoleh dari kedua jenis produk tersebut berfluktuatif setiap
bulannya. Maka dari itu, variabel keputusan yang disusun adalah berdasarkan
keuntungan yang diperoleh kedua jenis produk selama aktivitas produksi per
bulan. Jadi pada model program linier yang akan disusun diperoleh 24 variabel
keputusan di CV Batu Gede selama periode (12 bulan) produksi yaitu periode
37
September 2007 – Agustus 2008. Periode selama 12 bulan ini ditentukan karena
sasaran tujuan yang ingin dicapai adalah maksimisasi keuntungan per satuan dari
masing-masing jenis produk yang dihasilkan. Keuntungan tersebut diperoleh dari
hasil penjualan produk dikurangi dengan biaya pengeluarannya. Perusahaan
berproduksi berdasarkan pesanan atau permintaan, dimana produksi dan
permintaan tersebut berbeda nilainya setiap bulan. Data produksi dan permintaan
perusahaan selama 12 bulan menunjukkan perkembangan yang positif. Maka dari
itu periode keuntungan selama 12 bulan digunakan untuk mengetahui sejauh mana
kondisi perusasaan mencapai optimal. Variabel keputusan disimbolkan dengan Xij
(i menunjukkan jenis produk dan j menunjukkan periode bulan produksi). Matriks
variabel aktivitas produksi kain sutera pada CV Batu Gede selama 12 bulan dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Matriks Variabel Aktivitas Produksi Kain Sutera pada CV Batu
Gede Periode Bulan September Tahun 2007 sampai dengan Bulan
Agustus 2008
Bulan Jenis Kain Sutera
Dobby Warna
September X11 X21
Oktober X12 X22
Nopember X13 X23
Desember X14 X24
Januari X15 X25
Februari X16 X26
Maret X17 X27
April X18 X28
Mei X19 X29
Juni X110 X210
Juli X111 X211
Agustus X112 X212
4.4.2 Menentukan Fungsi Tujuan
Tujuan dari optimalisasi yang dibentuk ke dalam suatu fungsi
menggambarkan sasaran yang ingin dicapai dalam permasalahan program linier
yang berkaitan dengan penggunaan sumberdaya-sumberdaya yang terbatas secara
optimal. Fungsi tujuan yang dirumuskan pada penelitian ini adalah maksimisasi
keuntungan. Keuntungan yang akan dimaksimalkan merupakan selisih antara total
38
penerimaan dengan total biaya produksi. Koefisien fungsi tujuan pada model
program linier ini adalah keuntungan dari penjualan masing-masing jenis produk
kain sutera per satuan yang dihasilkan CV Batu Gede. Formulasi persamaan
fungsi tujuan yang diperoleh yaitu :
Maks
Keterangan :
Z = Nilai fungsi tujuan / keuntungan yang ingin dimaksimumkan (Rp)
TRij = Kontribusi penerimaan dari produk ke-i pada bulan ke-j (Rp)
TCij = Kontribusi biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk ke-i pada
bulan ke-j (Rp)
Aij = Kontribusi keuntungan per satuan yang dihasilkan dari produk ke-i pada
bulan ke-j (Rp)
Xij = Jumlah aktivitas produksi dari produk ke-i pada bulan ke-j (m)
i = Jenis produk yang dihasilkan (1 = Kain dobby; 2 = Kain warna)
j = Periode produksi selama satu tahun (12 bulan)
4.4.3 Menentukan Fungsi Kendala
Keterbatasan sumberdaya-sumberdaya yang dimiliki perusahaan dalam
kegiatan produksinya merupakan faktor-faktor kendala yang harus dipecahkan
dalam permasalahan optimalisasi produksi. Kendala-kendala yang dihadapi CV
Batu Gede untuk mencapai produksi yang optimal antara lain kendala
ketersediaan bahan baku, bahan pembantu, jam kerja tenaga kerja langsung
(TKL), jam kerja Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang dimiliki, dan
permintaan pasar yang berfluktuasi.
4.4.4 Kendala Ketersediaan Bahan Baku
Kain tenun dobby dan warna yang dihasilkan CV Batu Gede menggunakan
bahan baku utama yang sama yaitu benang sutera. Keberadaan benang sutera
dijadikan sebagai bahan utama dikarenakan jika benang sutera tidak tersedia maka
perusahaan tidak akan dapat memproduksi kain tenun sutera. Benang sutera yang
dijadikan bahan baku dalam produksi kain tenun dobby dan warna terdiri dari dua
ijij
ijij
i j
ijij
i j
ij
XAXAXAXAZ
XAZ
XTCTRZ
....
)(
131312121111
2
1
12
1
2
1
12
1
39
jenis, yaitu benang pakan dan benang lungsi. Rasio proporsi penggunaan benang
pakan dan benang lungsi dalam menghasilkan kain sutera adalah tiga berbanding
satu (3:1). Kendala ketersediaan bahan baku mengacu pada jumlah bahan baku
yang dibutuhkan untuk menghasilkan masing-masing jenis produk.
a. Kendala Ketersediaan Benang Pakan
Benang pakan merupakan benang sutera yang dipasang secara horizontal
pada Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) untuk menghasilkan kain tenun sutera,
baik jenis kain dobby maupun warna. Proporsi penggunaan benang pakan lebih
besar dibandingkan dengan bahan baku lain. Nilai koefisien dari pertidaksamaan
fungsi kendala benang pakan menunjukkan banyaknya benang pakan yang
dibutuhkan dalam memproduksi setiap jenis kain tenun sutera. Jumlah
ketersediaan benang pakan untuk memproduksi kain sutera dalam periode yang
dianalisis merupakan nilai sebelah kanan / Right Hand Sides (RHS) kendala.
Kendala ketersediaan benang pakan dirumuskan sebagai berikut :
jij
i j
ij bXB
2
1
12
1
Keterangan :
ijB = Koefisien penggunaan benang pakan untuk aktivitas ke-i pada bulan ke-j
(kg/bulan).
jb = Ketersediaan benang pakan pada bulan ke-j (kg/bulan) selama periode
analisis.
b. Kendala Ketersediaan Benang Lungsi
Benang lungsi adalah benang sutera yang dipasang secara vertikal pada
Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Walaupun proporsi penggunaan benang lungsi
lebih kecil dibandingkan benang pakan untuk menghasilkan kain tenun sutera,
namun benang lungsi sangat penting untuk diperhitungkan dalam perumusan
kendala produksi kain sutera karena ketersediaannya yang terbatas. Nilai koefisien
dari pertidaksamaan fungsi kendala benang lungsi menunjukkan banyaknya
benang lungsi yang dibutuhkan dalam memproduksi setiap jenis kain tenun sutera.
Nilai sebelah kanan kendala menunjukkan jumlah ketersediaan benang lungsi
pada periode yang dianalisis. Kendala ketersediaan benang lungsi dirumuskan
sebagai berikut :
40
jij
i j
ij cXC
2
1
12
1
Keterangan :
ijC = Koefisien penggunaan benang lungsi untuk aktivitas ke-i pada bulan ke-j
(kg/bulan).
jc = Ketersediaan benang lungsi pada bulan ke-j (kg/bulan) selama periode
analisis.
4.4.5 Kendala Ketersediaan Bahan Pembantu
Pada proses produksi kokon sampai menjadi kain tenun sutera
memerlukan bahan lain sebagai pembantu selain benang sutera sebagai bahan
baku utamanya. Bahan pembantu yang diperlukan dalam produksi sutera alam
kain sutera yaitu soda as, zat pewarna, kazesol, natrium silikat dan hidrogen
peroksida. Namun pada CV Batu Gede yang menjadi kendala dalam
ketersediaannya hanya soda as dan zat pewarna. Hal ini dikarenakan proporsi
penggunaan kedua bahan pembantu ini lebih besar dibandingkan bahan pembantu
lainnya untuk menghasilkan kain tenun sutera disamping ketersediaannya yang
terbatas. Kendala ketersediaan bahan pembantu mengacu pada jumlah bahan
pembantu yang diperlukan untuk menghasilkan kain sutera.
a. Kendala Ketersediaan Soda As
Proses perebusan atau penggodokan benang sutera memerlukan soda as
untuk menghilangkan kotoran pada benang sutera sehingga tekstur benang
menjadi halus. Nilai koefisien dari pertidaksamaan fungsi kendala soda as
menunjukkan banyaknya soda as yang diperlukan. Nilai sebelah kanan / Right
Hand Sides (RHS) kendala menunjukkan jumlah ketersediaan soda as dalam
periode yang dianalisis. Kendala ketersediaan soda as dirumuskan sebagai berikut:
jij
i j
ij dXD
2
1
12
1
Keterangan :
ijD = Koefisien penggunaan soda as untuk aktivitas ke-i pada bulan ke-j
(kg/bulan).
jd = Ketersediaan soda as pada bulan ke-j (kg/bulan) selama periode analisis.
41
b. Kendala Ketersediaan Zat Pewarna
Zat pewarna pada proses produksi kain sutera digunakan untuk
memberikan warna pada jenis kain tenun sutera warna. Nilai koefisien dari
pertidaksamaan fungsi kendala zat pewarna menunjukkan banyaknya zat pewarna
yang diperlukan untuk menghasilkan kain tenun sutera warna. Nilai sebelah kanan
kendala menunjukkan jumlah ketersediaan zat pewarna selama periode yang
dianalisis. Kendala ketersediaan zat pewarna dirumuskan sebagai berikut :
jij
i j
ij eXE
2
1
12
1
Keterangan :
ijE = Koefisien penggunaan zat pewarna untuk aktivitas ke-i pada bulan ke-j
(kg/bulan).
je = Ketersediaan zat pewarna pada bulan ke-j (kg/bulan) selama periode
analisis.
4.4.6 Kendala Jam Kerja Tenaga Kerja Langsung (TKL)
Tenaga kerja pada CV Batu Gede berhubungan langsung dengan proses
produksi kain sutera. Tenaga kerja yang melakukan kegiatan produksi secara
langsung disebut tenaga kerja langsung (TKL). Nilai koefisien dari
pertidaksamaan fungsi kendala jam kerja tenaga kerja langsung menunjukkan jam
jam kerja tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk menghasilkan kain sutera.
Nilai sebelah kanan kendala menunjukkan jumlah jam kerja tenaga kerja langsung
selama periode yang dianalisis. Kendala ketersediaan jam kerja tenaga kerja
langsung dirumuskan sebagai berikut :
ijij
i j
ij fXF
2
1
12
1
Keterangan :
ijF = Koefisien penggunaan tenaga kerja langsung untuk aktivitas ke-i pada
bulan ke-j (jam/m/bulan).
ijf = Ketersediaan jam kerja tenaga kerja langsung untuk menghasilkan
produk ke-i pada bulan ke-j selama periode analisis (jam).
4.4.7 Kendala Jam Kerja ATBM
Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) merupakan alat tenun tangan yang
digunakan dalam kegiatan penenunan sutera alam untuk menghasilkan kain sutera
42
baik jenis dobby maupun tenun warna. Nilai koefisien dari pertidaksamaan fungsi
kendala jam kerja ATBM menunjukkan jam kerja ATBM yang diperlukan untuk
menghasilkan kain sutera. Nilai sebelah kanan kendala menunjukkan jumlah jam
kerja ATBM selama periode yang dianalisis. Kendala ketersediaan jam kerja
ATBM dirumuskan sebagai berikut :
ijij
i j
ij gXG
2
1
12
1
Keterangan :
= Koefisien penggunaan jam kerja ATBM untuk aktivitas ke-i pada bulan
ke-j (jam/m/bulan).
ijg = Ketersediaan jam kerja ATBM untuk menghasilkan produk ke-i pada
bulan ke-j selama periode analisis (jam).
4.4.8 Kendala Permintaan
Permintaan yang berfluktuasi dapat mempengaruhi keuntungan dan
produksi yang harus dihasilkan oleh perusahaan. Jumlah produksi aktual masih
lebih kecil dari jumlah permintaan pada perusahaan. Kendala permintaan
digunakan untuk mengetahui batas produksi yang harus dihasilkan oleh
perusahaan untuk memenuhi permintaan yang ada. Kendala permintaan untuk
produk kain sutera dirumuskan sebagai berikut :
ijij HX
Keterangan :
ijX = Jumlah aktivitas produksi dari produk ke-i pada bulan ke-j (m)
ijH = Jumlah permintaan untuk setiap produk ke-I pada bulan ke-j selama
periode analisis (m)
4.5 Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah data diolah dan diformulasikan ke dalam
model program linier. Secara komputerisasi, data diolah dengan bantuan LINDO
(Linear Interactive of Discrete Optimizer). LINDO merupakan salah satu
perangkat lunak komputer yang dapat membantu memecahkan permasalahan
optimalisasi produksi. Perangkat lunak ini terdiri dari input berupa fungsi tujuan
dan kendala serta output berupa penyelesaian optimal. Hasil pengolahan data akan
ijG
43
dianalisis dengan menggunakan beberapa metode analisis yaitu analisis primal,
dual, sensitivitas dan post optimal.
4.5.1 Analisis Primal
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui jumlah kombinasi produk terbaik
yang dapat menghasilkan tujuan yang optimal. Pada penelitian ini, analisis primal
dilakukan untuk memaksimalkan keuntungan (maksimisasi Z) dengan
menggunakan sumberdaya-sumberdaya terbatas yang dijadikan sebagai kendala
produksi. Analisis ini dapat membandingkan tingkat produksi aktual dengan
tingkat produksi optimal, sehingga hasil dari analisis ini dapat digunakan sebagai
bahan evaluasi perusahaan dan rekomendasi produksi untuk periode yang akan
datang.
4.5.2 Analisis Dual
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui nilai terhadap status atau
penggunaan sumberdaya. Status sumberdaya dapat dilihat dari nilai kekurangan
(slack) atau kelebihan (surplus) dan nilai dual. Nilai dual menunjukkan perubahan
yang akan terjadi pada fungsi tujuan apabila sumberdaya berubah sebesar satu
satuan. Apabila nilai slack atau surplus lebih dari nol dan nilai dualnya sama
dengan nol, maka artinya sumberdaya yang digunakan merupakan sumberdaya
yang berlebih atau tidak menjadi kendala. Sumberdaya yang berlebih termasuk
kedalam sumberdaya tidak aktif / pasif yaitu kendala yang tidak habis terpakai
dalam proses produksi dan tidak mempengaruhi fungsi tujuan apabila terjadi
penambahan sumberdaya sebesar satu satuan. Sumberdaya yang nilai dualnya
lebih dari nol menunjukkan bahwa sumberdaya bersifat langka atau aktif dan
termasuk kendala yang membatasi nilai fungsi tujuan. Apabila nilai slack atau
surplus dan nilai dualnya sama dengan nol maka artinya penambahan atau
pengurangan sumberdaya tidak akan berpengaruh terhadap nilai solusi
optimalnya. Nilai dual dapat dilihat dari nilai harga bayangan (shadow price)
yaitu batas nilai harga tertinggi suatu sumberdaya yang masih dapat dijangkau
oleh perusahaan yang tidak merubah kondisi optimal.
44
4.5.3 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana jawaban
optimal masih dapat diterapkan apabila terjadi perubahan parameter yang
membangun model. Perubahan parameter meliputi perubahan pada nilai koefisien
fungsi tujuan dan ketersediaan sumberdaya yang ditunjukkan oleh nilai sebelah
kanan dari fungsi kendala. Analisis ini juga digunakan untuk memberikan selang
perubahan fungsi tujuan tanpa mempengaruhi nilai optimal variabel keputusan.
Pengaruh perubahan dapat dilihat dari selang kepekaan yang terdiri dari
batas minimum (allowable decrease) dan batas maksimum (allowable increase).
Batas minimum merupakan batas penurunan nilai parameter yang diperbolehkan
agar tidak mengubah kondisi optimal. Batas maksimum menunjukkan batas
kenaikan nilai parameter yang diperbolehkan agar kondisi optimal tidak berubah.
Semakin kecil atau sempit selang kepekaan yang terjadi pada suatu parameter
model, maka parameter tersebut akan semakin peka dalam mengubah solusi
optimal yang dihasilkan. Analisis sensitivitas sangat penting untuk dilakukan
karena dalam dunia nyata akan menghadapi ketidakpastian yang menyebabkan
adanya perubahan. Analisis ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai
pemecahan optimalisasi baru yang sesuai dengan perhitungan tambahan yang
minimum.
4.5.4 Analisis Post Optimal
Analisis post optimal dilakukan untuk mempelajari nilai-nilai dari peubah-
peubah pengambilan keputusan dalam suatu model jika terdapat perubahan
terhadap parameter yang membentuk model. Analisis post optimal menyangkut
analisis terhadap koefisien fungsi tujuan, koefisien teknologi, nilai sebelah kanan
model dan adanya tambahan peubah pengambil keputusan baru. Selain itu,
analisis ini berguna untuk mengetahui perubahan solusi optimal sebagai respon
terhadap perubahan-perubahan parameter input.
Pada penelitian ini, analisis post optimal akan digunakan dengan
melakukan perubahan terhadap input produksi yaitu menaikkan total biaya bahan
baku (benang sutera) dan mengurangi jumlah tenaga kerja langsung (TKL).
Kenaikan biaya bahan baku (benang sutera) diasumsikan sebesar 20 persen. Hal
ini didasarkan dari pengalaman perusahaan terhadap perubahan harga benang
45
sutera. Harga benang sutera pada tahun 2005 yaitu Rp 240.000,00 sedangkan pada
tahun 2006 menjadi Rp 265.000,00 per kg, bahkan pada tahun 2007 harga benang
sutera mencapai Rp 300.000,00 per kg. Hal ini berarti peningkatan harga benang
sutera yang pernah terjadi berkisar antara 10 sampai 15 persen. Maka dari itu,
asumsi kenaikan sebesar 20 persen didasarkan sebagai antisipasi apabila terjadi
kenaikan harga yang lebih besar.
Pengurangan jumlah TKL didasarkan karena tenaga kerja langsung pada
proses produksi kain sutera di CV Batu Gede merupakan tenaga kerja borongan
bukan tenaga kerja tetap, sehingga hal yang dapat terjadi adalah beralihnya tenaga
kerja borongan untuk mencari pekerjaan jenis yang lain. Maka dari itu
ketersediaan jumlah tenaga kerja langsung untuk produksi kain tenun warna
diasumsikan berkurang dari lima orang menjadi tiga orang.
Selain itu, perubahan peningkatan harga benang sutera dan pengurangan
jumlah TKL yang dapat mengakibatkan berkurangnya ketersediaan jam kerja
TKL, dimungkinkan dapat terjadi pada kurun waktu yang sama. Maka dari itu,
perlu dianalisis perubahan solusi optimal terhadap perubahan-perubahan input
produksi yang dapat terjadi secara bersamaan.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka analisis post optimal ini akan
dilakukan dengan menggunakan beberapa skenario, yaitu :
Skenario I : Menaikkan total biaya bahan baku (benang sutera) sebesar 20
persen.
Skenario II : Menurunkan jumlah tenaga kerja langsung untuk produksi kain
tenun warna menjadi tiga orang.
Skenario III : Menaikkan total biaya bahan baku (benang sutera) sebesar 20
persen dan menurunkan jumlah tenaga kerja langsung untuk
produksi kain tenun warna menjadi tiga orang.
4.6 Definisi Operasional
Beberapa definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu :
1. ATBM adalah alat tenun bukan mesin yang digunakan untuk menenun
benang sutera menjadi kain sutera, disebut juga sebagai alat tenun tangan.
2. Benang Lungsi adalah benang sutera yang melalui proses pengkajian dan
dipasang secara vertical pada ATBM.
46
3. Benang Pakan adalah benang sutera yang dipasang secara horizontal pada
ATBM.
4. Input produksi adalah bahan-bahan, mesin dan tenaga kerja yang dibutuhkan
dalam proses produksi secara langsung.
5. Kain Dobby adalah produk yang dihasilkan berupa kain tenun sutera putihan
(berwarna putih polos)
6. Kain warna adalah produk yang dihasilkan berupa kain tenun sutera dengan
berbagai variasi, motif dan corak warna.
7. Kendala adalah factor pembatas dalam pengambilan keputusan yang meliputi
sumberdaya yang tersedia.
8. Keuntungan kotor adalah selisih antara total penerimaan dengan beberapa
bagian biaya (pada penelitian ini hanya total biaya produksi saja)
9. Pemintalan sutera adalah kegiatan mengolah kepompong ulat sutera yang
dipintal menjadi benang sutera.
10. Pertenunan sutera adalah kegiatan menenun benang sutera hingga menjadi
kain sutera.
11. Soda As adalah bahan pembantu sebagai pelarut serisin (getah) yang
digunakan dalam proses perebusan benang sutera.
12. Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang melakukan proses produksi
secara langsung.
13. Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang tidak melakukan proses
produksi kain sutera secara langsung, misalnya petani tanaman murbei,
pemelihara ulat sutera, tenaga kerja bagian pemasaran, keuangan dan lainnya.
14. Zat warna adalah bahan pembantu yang memberikan warna pada kain tenun
sutera. Contoh : direk, asam, kationik, naftol dan reaktif.
V. DESKRIPSI PERUSAHAAN CV BATU GEDE
5.1 Lokasi dan Keragaan Perusahaan
CV Batu Gede adalah bentuk usaha yang didirikan oleh Bapak Tatang
Gozali Gandasasmita sejak tahun 2003. Perusahaan ini bergerak dibidang
agribisnis, agrowisata serta pendidikan dan pelatihan persuteraan alam. Lokasi CV
Batu Gede berada di Batu Gede, Ciapus, Kecamatan Tamansari, Kabupaten
Bogor, Propinsi Jawa Barat.
CV Batu Gede dibidang agribisnis menghasilkan produk berbasis sutera
alam melalui kegiatan pengembangan kebun murbei, pemeliharaan ulat kecil, ulat
besar dan kepompong / kokon (cocoon), pemintalan benang sutera, serta
penenunan kain sutera. Produk-produk yang dihasilkan oleh CV Batu Gede adalah
benang sutera Raw Silk dan Thrown Silk serta kain tenun sutera jenis tenun putih /
dobby dan tenun warna. Koleksi produk penenunan tersebut dipamerkan di galeri
Rumah Sutera. CV Batu Gede hanya melakukan penjualan untuk produk akhir
berupa kain tenun sutera baik jenis dobby maupun tenun warna, karena benang
sutera yang dihasilkan dijadikan bahan baku untuk memproduksi kedua jenis kain
sutera tersebut.
CV Batu Gede dibidang agrowisata menawarkan wisata pendidikan
berbasis persuteraan alam. Pendidikan tersebut dimulai dari cara berkebun murbei,
penetasan telur ulat sutera, pemeliharaan ulat kecil dan ulat besar, pembentukan
kokon, panen kokon dan pengolahan pasca panen yaitu pemintalan kokon menjadi
benang sutera, twisting, sampai penenunan kain sutera. Kegiatan persuteraan alam
tersebut dapat juga disebut dengan istilah moriculture, sericulture, filature dan
manufacture yang ada pada CV Batu Gede.
Dibidang pendidikan dan pelatihan persuteraan alam, CV Batu Gede
menawarkan pendidikan dan pelatihan persuteraan alam secara mandiri.
Pengalaman pendidikan dan pelatihan persuteraan alam telah dimulai sejak tahun
2003. Fasilitas yang disediakan untuk pendidikan dan pelatihan persuteraan alam
antara lain; ruang kelas pelatihan dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelatihan,
tenaga pengajar profesional yang telah berpengalaman, tempat praktek lapangan,
mulai dari kebun murbei, rumah ulat kecil (RUK), rumah ulat besar (RUB),
48
tempat pemintalan benang, twisting, dan penenunan dengan Alat Tenun Bukan
Mesin (ATBM).
CV Batu Gede memiliki kebun murbei seluas dua hektar. Di areal ini,
pemilik mengembangkan budidaya ulat sutera mulai dari pemeliharaan tanaman
murbei. Daun murbei digunakan untuk pakan ulat sutera. Tanaman murbei dapat
tumbuh subur di berbagai ketinggian tanah dengan syarat tanahnya cukup subur
dan mendapatkan penyinaran matahari yang cukup. Bibit tanaman murbei
diperoleh dengan cara distek. Pada CV Batu Gede terdapat beberapa jenis
tanaman murbei yaitu chatayana, multicoulis, canva, nigra dan lembang. Daun
murbei dapat dijadikan pakan ulat sutera setelah berusia tiga bulan.
Benang sutera yang dihasilkan dari pemintalan kokon akan ditenun
menjadi kain dengan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). CV Batu
Gede memiliki dua buah ATBM yang dapat berkapasitas produksi 150 m per
bulan. Satu kg benang sutera dapat menghasilkan 10 m kain sutera. Proses
penenunan dilakukan dengan peralatan sederhana secara manual. Kain sutera yang
telah ditenun kemudian diletakkan di ruangan penyimpanan. Berbagai motif kain
sutera dihasilkan sesuai permintaan pasar. Kain sutera ini dipasarkan ke Jawa
Barat dan Jakarta, serta berbagai kota-kota lain di Indonesia. Jumlah produksi kain
sutera CV Batu Gede selama 12 bulan dapat di lihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Produksi Kain Tenun Sutera Dobby dan Warna CV Batu
Gede Periode 12 Bulan
Tahun Bulan Produksi Kain Sutera (m)
Dobby Warna Jumlah
2007
September 81,4 27,1 108,5
Oktober 83,1 27,7 110,8
Nopember 78,9 26,3 105,2
Desember 75,5 25,2 100,7
2008
Januari 82,2 27,4 109,6
Februari 73,7 24,6 98,2
Maret 79,1 26,4 105,5
April 79,4 26,5 105,8
Mei 80,9 27,0 107,9
Juni 82,6 27,5 110,1
Juli 86,6 28,9 115,4
Agustus 83,6 27,9 111,5
Jumlah 966,9 322,3 1289,2
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
49
Tabel 7 menunjukkan bahwa produksi kain sutera CV Batu Gede terendah
yaitu 98,2 m pada bulan Februari 2008. Sedangkan produksi tertinggi selama 12
bulan berdasarkan data pada tabel yaitu sebesar 115, 4 m pada bulan Juli 2008.
Hal ini dikarenakan menjelang hari raya sehingga banyak pelanggan yang
menambah kuantitas permintaannya. Rata-rata produksi kain tenun sutera pada
CV Batu Gede diperoleh sebesar 107,4 m per bulan. Junlah produksi kain sutera
pada CV Batu Gede menunjukkan jumlah kuantitas penjualannya kepada
konsumen, sehingga tidak ada sisa produksi yang disimpan konsumen. Hal ini
dikarenakan perusahaan melakukan produksi apabila ada pesanan atau order dari
konsumen.
5.2 Organisasi dan Ketenagakerjaan Perusahaan
CV Batu Gede Bogor merupakan perusahaan yang bergerak dibidang
agribisnis, agrowisata serta pendidikan dan pelatihan persuteraan alam. Tipe
organisasi bisnis CV Batu Gede Bogor adalah perusahaan perseorangan.
Perusahaan perseorangan dikelola dan dipimpin oleh seseorang yang bertanggung
jawab sepenuhnya terhadap semua risiko dari aktivitas usaha yang dijalankan.
Struktur organisasi CV Batu Gede Bogor adalah struktur organisasi bentuk
lini dan staf. Bentuk ini secara umum digunakan oleh organisasi karena bentuknya
sederhana sehingga cepat dalam pengambilan keputusan. Struktur organisasi
tersebut dapat memperlihatkan hubungan antara tugas dan wewenang atasan
secara horizontal dan vertikal, selain itu melalui hubungan tersebut dapat
memberikan data maupun informasi yang diperlukan oleh pihak yang
bersangkutan.
CV Batu Gede memiliki satu orang tenaga kerja administrasi yang
menangani ketiga bidang tersebut, satu orang supir, lima orang petani sutera
sekaligus sebagai pendidik dan pelatih persuteraan alam, serta sepuluh orang
tenaga kerja langsung untuk produksi kain sutera yang merupakan tenaga kerja
borongan. Semua tenaga kerja pada CV Batu Gede berasal dari lingkungan sekitar
perusahaan yang sudah berpengalaman dan memahami mengenai pesuteraan
alam. Struktur organisasi CV Batu Gede dapat dilihat pada Lampiran 1.
Hari kerja CV Batu Gede adalah enam hari seminggu dengan jumlah jam
kerja selama tujuh jam kerja dalam sehari, dimulai pukul 08.00 – 16.00 WIB
50
(istirahat satu jam). Hari dan jam kerja tersebut berlaku untuk tenaga kerja
administrasi dan petani sutera. Sedangkan tenaga kerja borongan untuk produksi
kain sutera, jumlah hari dan jam kerja mereka disesuaikan dengan produksi kain
sutera perusahaan. Hari orang kerja (HOK) per periode (satu bulan) pada CV Batu
Gede adalah 24 – 26 HOK.
CV Batu Gede sebagai salah satu perusahaan yang sedang berkembang,
memiliki visi dan misi untuk membawa persuteraan alam ke dalam era
modernisasi dan globalisasi. Visi CV Batu Gede adalah menjadi salah satu
perusahaan yang kreatif, produktif dan pendorong dalam perkembangan
persuteraan alam sehingga tercipta masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Misi
dari CV Batu Gede antara lain :
1. Memberi kesempatan pelatihan dan magang kepada masyarakat / petani
sutera mengenai pemeliharaan kebun murbei, pemeliharaan ulat dengan
maksud agar masyarakat betul-betul mampu membudidayakan ulat sutera.
2. Membina petani plasma baik dari segi teknis maupun manajemen usaha tani.
3. Menjalin kerjasama dengan mitra tani, pemerintah dan pihak swasta dalam
hal pengelolaan kebun murbei dan pemeliharaan ulat sutera sehingga
produksi kokon tidak langka sebagai bahan baku produk hilir sutera.
5.3 Kegiatan Produksi Perusahaan
Kegiatan produksi CV Batu Gede menghasilkan produk yang berbasis
sutera seperti benang sutera dan kain tenun sutera. Kegiatan produksi diawali
dengan penanaman murbei, budidaya murbei sebagai pakan ulat sutera,
pemeliharaan ulat sutera, pengokonan ulat sutera, pemintalan benang sutera
sampai penenunan kain sutera. Produk yang dijual oleh CV Batu Gede adalah
produk kain sutera dobby dan warna. Untuk memproduksi kain sutera jenis dobby
(putih polos) dan tenun warna (motif, solid, corak atau batik) ada beberapa proses
produksi yang dilakukan perusahaan. Sebelum proses produksi dilakukan,
perusahaan melakukan pengadaan bahan baku sebagai salah satu input produksi
kain sutera tahap awal.
51
5.3.1 Penggunaan Bahan Baku
Bahan baku untuk memproduksi kain sutera adalah benang sutera. Benang
sutera yang dibutuhkan adalah jenis pakan dan lungsi. Benang pakan merupakan
benang sutera yang dipasang secara horizontal pada Alat Tenun Bukan Mesin
(ATBM), sedangkan benang lungsi adalah benang sutera yang dipasang secara
vertikal pada ATBM. Proporsi penggunaan benang pakan lebih besar untuk
menghasilkan kain tenun sutera. Rasio perbandingan penggunaan benang pakan
dan benang lungsi untuk menghasilkan kain tenun sutera adalah tiga berbanding
satu (3:1). Setiap meter produksi kain sutera membutuhkan 0,075 kg benang
pakan dan 0,025 kg benang lungsi.
Pengadaan bahan baku untuk memproduksi kain sutera terdapat dua
proses. Pertama, bahan baku diperoleh diawali dengan proses budidaya murbei
sebagai pakan ulat sutera dan budidaya ulat sutera sebagai penghasil kokon.
Kegiatan ini dilakukan oleh petani di lahan perusahaan. Kokon yang dihasilkan
akan diolah melalui proses perebusan dan pemintalan sehingga menghasilkan
benang sutera mentah (Raw Silk). Saat ini jumlah produksi kokon CV Batu Gede
adalah rata-rata 25 kg per bulan. Jumlah tersebut masih jauh untuk kebutuhan
kokon sebagai penghasil benang sutera yang merupakan bahan baku kain sutera
pada CV Batu Gede yaitu rata-rata 115 kg per bulan. Sehingga perusahaan
melakukan pengadaan bahan baku pada proses yang kedua, yaitu melakukan
kerjasama melalui pembelian benang sutera pada mitra tani perusahaan yang
berada di wilayah perkebunan murbei Karya Sari, Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
Penggunaan dan nilai ketersediaan bahan baku benang pakan untuk
memproduksi kain sutera di CV Batu Gede dapat dilihat pada Tabel 8.
52
Tabel 8. Penggunaan dan Nilai Ketersediaan Bahan Baku Benang Pakan
untuk Produksi Kain Sutera pada CV Batu Gede Selama Periode
12 Bulan
Tahun Bulan Penggunaan Benang Pakan (kg)
Ketersediaan (kg) Kain Dobby Kain Warna
2007
September 6,1 2,0 12,50
Oktober 6,2 2,1 12,67
Nopember 5,9 2,0 14,44
Desember 5,7 1,9 14,72
2008
Januari 6,2 2,1 16,33
Februari 5,5 1,8 13,26
Maret 5,9 2,0 14,44
April 6,0 2,0 14,55
Mei 6,1 2,0 17,27
Juni 6,2 2,1 17,34
Juli 6,5 2,2 17,48
Agustus 6,3 2,1 16,54
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Tabel 8 menunjukkan jumlah penggunaan benang pakan lebih banyak
untuk memproduksi kain dobby. Hal ini dikarenakan jumlah produksi kain dobby
pada perusahaan lebih besar dari pada kain tenun warna. Ketersediaan bahan baku
benang pakan merupakan jumlah persediaan yang ada di gudang perusahaan
selama periode produksi.
Untuk bahan baku jenis benang lungsi, penggunaan dan nilai
ketersediaannya dapat dilihat pada Tabel 9.
53
Tabel 9. Penggunaan dan Nilai Ketersediaan Bahan Baku Benang Lungsi
untuk Produksi Kain Sutera pada CV Batu Gede Selama Periode
12 Bulan
Tahun Bulan Penggunaan Benang Lungsi (kg)
Ketersediaan (kg) Kain Dobby Kain Warna
2007
September 2,0 0,7 3,50
Oktober 2,1 0,7 3,56
Nopember 2,0 0,7 5,42
Desember 1,9 0,6 7,31
2008
Januari 2,1 0,7 9,53
Februari 1,8 0,6 9,24
Maret 2,0 0,7 9,43
April 2,0 0,7 9,43
Mei 2,0 0,7 9,49
Juni 2,1 0,7 9,54
Juli 2,2 0,7 9,67
Agustus 2,1 0,7 6,79
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Sama halnya dengan penggunaan benang pakan, pada Tabel 9
menunjukkan bahwa benang lungsi digunakan lebih banyak untuk memproduksi
kain dobby. Penggunaan dan ketersediaan bahan baku terbesar terjadi pada bulan
Juli 2008, hal ini dikarenakan tingginya produksi pada bulan tersebut. Lebih
tingginya kebutuhan benang pakan dari pada benang lungsi dikarenakan proporsi
penggunaan benang pakan lebih besar dari pada benang lungsi untuk
menghasilkan kain tenun sutera.
5.3.2 Penggunaan Bahan Pembantu
Bahan pembantu yang digunakan dalam proses produksi kain sutera pada
CV Batu Gede antara lain : soda as, zat pewarna (direk, asam, kationik, naftol dan
reaktif), kazesol, natrium silikat dan hidrogen peroksida. Bahan-bahan pembantu
tersebut diperoleh perusahaan dengan melakukan pembelian pada toko kimia yang
berada di pasar Anyar Bogor. Zat soda as digunakan untuk menghilangkan
kotoran dan serisin pada benang sutera sehingga tekstur benang menjadi halus.
54
Serisin adalah protein albumin yang terdapat pada benang sutera mentah yang
tidak larut dalam air dingin, tetapi menjadi lemah di dalam air panas dan larut di
dalam alkali lemah seperti zat soda as. Zat pewarna (direk, asam, kationik, naftol
dan reaktif) digunakan untuk memberikan warna pada serat benang sutera
sehingga menghasilkan kain tenun warna. Kazesol digunakan untuk
menghaluskan tekstur benang sutera dengan menghilangkan zat kanji pada
benang sutera yang menyebabkan benang menjadi kaku. Natrium silikat
digunakan untuk memutihkan benang atau kain sutera dan hidrogen peroksia
sebagai zat oksidatornya.
Penggunaan bahan-bahan pembantu untuk produksi kain dobby dan tenun
warna pada CV Batu Gede selama periode 12 bulan masing-masing dapat dilihat
pada Tabel 10 dan 11.
Tabel 10. Penggunaan Bahan Pembantu Untuk Produksi Kain Sutera
Dobby pada CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan
Tahun Bulan Produksi
(m)
Penggunaan Bahan Pembantu (kg)
Soda As Kazesol Natrium Silikat Hid. Peroksida
2007
September 81,4 0,40 0,24 0,20 0,20
Oktober 83,1 0,41 0,25 0,21 0,21
Nopember 78,9 0,40 0,24 0,20 0,20
Desember 75,5 0,37 0,23 0,19 0,19
2008
Januari 82,2 0,41 0,25 0,21 0,21
Februari 73,7 0,37 0,22 0,18 0,18
Maret 79,1 0,40 0,24 0,20 0,20
April 79,4 0,40 0,24 0,20 0,20
Mei 80,9 0,41 0,24 0,20 0,20
Juni 82,6 0,41 0,25 0,21 0,21
Juli 86,6 0,44 0,26 0,22 0,22
Agustus 83,6 0,42 0,25 0,21 0,21
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa bahan pembantu yang digunakan
untuk produksi kain dobby pada CV Batu Gede adalah soda as, kazesol, natrium
silikat dan hidrogen peroksida. Bahan pembantu yang paling banyak digunakan
55
adalah soda as, hal ini dikarenakan proporsi penggunaannya lebih besar daripada
bahan pembantu lainnya. Setiap meter produksi kain sutera membutuhkan 0,005
kg soda as; 0,003 kg kazesol; 0,0025 kg natrium silikat; dan 0,0025 hidrogen
peroksida.
Tabel 11. Penggunaan Bahan Pembantu Untuk Produksi Kain Sutera
Tenun Warna pada CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan
Tahun Bulan Produksi
(m)
Penggunaan Bahan Pembantu (kg)
Soda
As Kazesol
Natrium
Silikat
Hid.
Peroksida
Zat
Pewarna
2007
September 27,1 0,14 0,08 0,07 0,07 0,14
Oktober 27,7 0,14 0,08 0,07 0,07 0,14
Nopember 26,3 0,13 0,08 0,07 0,07 0,13
Desember 25,2 0,13 0,08 0,06 0,06 0,13
2008
Januari 27,4 0,14 0,08 0,07 0,07 0,14
Februari 24,6 0,12 0,07 0,06 0,06 0,12
Maret 26,4 0,13 0,08 0,07 0,07 0,13
April 26,5 0,13 0,08 0,07 0,07 0,13
Mei 27,0 0,14 0,08 0,07 0,07 0,14
Juni 27,5 0,14 0,08 0,07 0,07 0,14
Juli 28,9 0,14 0,09 0,07 0,07 0,14
Agustus 27,9 0,14 0,08 0,07 0,07 0,14
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Sama halnya dengan produksi kain dobby, pada Tabel 11 menunjukkan
bahwa bahan pembantu yang digunakan untuk produksi kain tenun warna adalah
soda as, kazesol, natrium silikat dan hidrogen peroksida. Komposisi kebutuhan
bahan pembantu untuk produksi kain tenun warna sama dengan komposisi
kebutuhan untuk produksi kain dobby. Namun dalam proses produksi kain tenun
warna ini diperlukan bahan pembantu tambahan seperti zat pewarna untuk
memperoleh jenis warna pada kain sesuai dengan permintaan. Komposisi zat
pewarna yang dibutuhkan dalam produksi kain tenun warna adalah 0,005 kg per
meter. Berdasarkan Tabel 10 dan 11, bahan pembantu yang paling banyak
digunakan dalam produksi kain sutera pada CV Batu Gede adalah soda as dan zat
pewarna.
56
Ketersediaan bahan-bahan pembantu di gudang untuk produksi kain dobby
dan tenun warna pada CV Batu Gede selama periode 12 bulan dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12. Ketersediaan Bahan Pembantu Untuk Produksi Kain Sutera pada
CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan
Tahun Bulan
Ketersediaan Bahan Pembantu (kg)
Soda As Kazesol Natrium
Silikat
Hid.
Peroksida
Zat
Pewarna
2007
September 2,25 0,17 0,23 0,23 0,50
Oktober 2,50 0,34 0,45 0,45 0,25
Nopember 2,00 0,53 0,69 0,19 0,50
Desember 1,50 0,72 0,94 0,44 0,25
2008
Januari 2,50 0,40 0,66 0,16 0,40
Februari 1,75 0,10 0,42 0,42 0,25
Maret 2,33 0,28 0,65 0,65 0,33
April 2,00 0,47 0,89 0,89 0,40
Mei 1,67 0,64 1,12 0,62 0,50
Juni 1,50 0,81 1,34 0,84 0,25
Juli 2,25 0,97 1,56 1,06 0,50
Agustus 2,50 0,63 1,28 0,78 0,25
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Pada tahap selanjutnya setelah melakukan pengadaan bahan baku dan
bahan pembantu, perusahaan melakukan kegiatan produksi kain sutera yang
terdiri dari beberapa proses. Proses produksi kain sutera pada CV Batu Gede
yaitu:
1. Pembersihan getah benang (degumming yarn)
Proses ini dilakukan melalui perebusan atau pemasakan benang sutera yang
sudah dipintal dengan menggunakan zat Soda As. Soda As digunakan untuk
menghilangkan getah (serisin) yang terdapat pada benang. Setelah perebusan
atau pemasakan, pada benang lungsi dilakukan pengkanjian atau pemberian zat
kazesol dan hidrogen peroksida agar benang tidak keras dan berbulu.
Pengkanjian ini digunakan agar benang menjadi kuat, putih bersih dan lentur.
2. Pengelosan (twisting lungsi)
Pengelosan atau penggulungan adalah kegiatan menggulung benang lungsi
pada gulungan kelos. Gulungan kelos ini merupakan gulungan benang lungsi
57
yang berdiameter dua cm. Pengelosan dilakukan secara manual dengan tangan
menggunakan alat kincir yang diputar.
3. Pemaletan (twisting pakan)
Sama halnya dengan pengelosan, pemaletan ini merupakan kegiatan
menggulung benang pakan pada gulungan palet dengan menggunakan alat
kincir secara manual. Gulungan palet adalah gulungan benang pakan yang
berukuran lebih kecil dari gulungan kelos yaitu berdiameter satu cm.
4. Pewarnaan atau pencelupan
Proses ini dilakukan untuk menghasilkan kain tenun warna. Sebelumnya
benang sutera diikat sesuai dengan motif yang diinginkan (ikat lungsi, ikat
pakan atau keduanya) kemudian dicelup. Benang yang terikat tidak akan
tercelup sehingga pada waktu bahan tersebut ditenun akan memberikan motif.
Pencelupan dilakukan untuk memberikan warna secara merata. Disini bahan
yang terikat tidak akan tercelup sehingga pada waktu bahan tersebut ditenun
akan memberikan motif. Bahan sutera mempergunakan zat warna direk, asam,
kationik, naftol dan reaktif.
5. Penghanian
Penghanian merupakan kegiatan memasukkan dan mensejajarkan benang hasil
gulungan pada alat hani.
6. Pencucukan
Setelah benang dihani, maka selanjutnya dilakukan pencucukan yaitu benang
pada alat hani dimasukkan pada alat tenun bukan mesin (ATBM).
7. Penenunan
Penenunan merupakan kegiatan menenun benang sutera secara manual dengan
tangan menggunakan ATBM untuk menghasilkan kain tenun sutera. Proses
penenunan ini, benang pakan dipasang secara horizontal dan benang lungsi
dipasang secara vertikal pada ATBM.
8. Pembersihan kain tenun (degumming cloth)
Proses ini dilakukan melalui perebusan kain tenun sutera dalam larutan soda
as, setelah itu dijemur agar kain tidak kotor dan tidak kaku.
Proses produksi kain tenun sutera pada CV Batu Gede di awali dari tahap
pembersihan getah benang (degumming yarn) sampai dengan pembersihan kain
58
tenun (degumming cloth), namun untuk produksi kain tenun jenis dobby (putih
polos) tidak dilakukan tahap pewarnaan. Sedangkan untuk memproduksi kain
tenun warna dilakukan proses pewarnaan pada benang setelah melalui tahap
pengelosan dan pemaletan. Secara singkat, proses produksi kain tenun sutera pada
CV Batu Gede dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Skema Proses Produksi Kain Tenun Sutera CV Batu Gede.
5.3.3 Penggunaan Tenaga Kerja Langsung (TKL)
Seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya mengenai
organisasi dan ketenagakerjaan perusahaan, CV Batu Gede memiliki tenaga kerja
tidak langsung dan tenaga kerja langsung. Tenaga kerja tidak langsung merupakan
tenaga kerja yang tidak melakukan rangkaian proses produksi kain tenun sutera,
yaitu staf adminsitrasi, supir dan petani sutera. Sedangkan tenaga kerja langsung
(TKL) merupakan tenaga kerja yang melakukan seluruh tahap proses produksi
Kain Dobby
Pewarnaan
Kain Warna
Degumming Yarn
Pengelosan
Pemaletan
Penghanian
Pencucukan
Penenunan
Degumming Cloth
Penghanian
Pencucukan
Penenunan
Degumming Cloth
59
kain tenun sutera baik dobby ataupun warna. Tenaga kerja langsung pada CV Batu
Gede merupakan tenaga kerja pemborong yang melakukan semua kegiatan
produksi kain tenun sutera. Artinya TKL tersebut bukan tenaga kerja tetap
perusahaan melainkan tenaga kerja yang digunakan perusahaan untuk
memproduksi kain tenun sutera berdasarkan order atau pesanan yang ada
perusahaan. maka dari itu sewaktu-waktu TKL ini dapat beralih ke perusahaan
lain atau mengerjakan jenis pekerjaan lain sesuai dengan keahlian mereka apabila
perusahaan tidak melakukan produksi lagi atau adanya penurunan produksi.
Tenaga kerja langsung perusahaan berjumlah sepuluh orang melakukan
proses produksi kain tenun dobby dan warna masing-masing lima orang. Jumlah
hari dan jam kerja mereka disesuaikan dengan produksi kain sutera perusahaan.
Hari orang kerja (HOK) per periode (satu bulan) pada CV Batu Gede adalah 24 –
26 HOK. Berdasarkan data produksi perusahaan baik untuk produksi kain dobby
maupun kain warna, penggunaan tenaga kerja langsung mengenai jumlah pekerja,
jam kerja, HOK dan ketersediaan jumlah jam kerja selama periode produksi dapat
dilihat pada Tabel 13 dan 14.
Tabel 13. Penggunaan dan Ketersediaan Tenaga Kerja Langsung Produksi
Kain Tenun Dobby pada CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan
Tahun Bulan Produksi
(m)
Jumlah TKL
(orang)
Jam Kerja/hari
(jam)
HOK
(hari)
Ketersediaan
(jam)
2007
September 81,4 5 7 25 875
Oktober 83,1 5 7 26 910
Nopember 78,9 5 7 25 875
Desember 75,5 5 7 26 910
2008
Januari 82,2 5 7 26 910
Februari 73,7 5 7 24 840
Maret 79,1 5 7 26 910
April 79,4 5 7 25 875
Mei 80,9 5 7 26 910
Juni 82,6 5 7 25 875
Juli 86,6 5 7 26 910
Agustus 83,6 5 7 26 910
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
60
Tabel 13 menunjukkan bahwa jumlah ketersediaan jam kerja TKL paling
sedikit terdapat pada bulan Februari 2008, hal ini dikarenakan jumlah produksi
pada bulan tersebut paling sedikit daripada bulan lainnya sehingga penggunaan
HOK untuk memproduksi kain tenun dobby pada bulan tersebut paling kecil
dibandingkan bulan lainnya. Jumlah ketersediaan jam kerja TKL diperoleh
dengan cara mengalikan jumlah pekerja, jam kerja per hari dan HOK-nya.
Penggunaan dan ketersediaan TKL untuk produksi kain tenun warna pada CV
Batu Gede dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Penggunaan dan Ketersediaan Tenaga Kerja Langsung Produksi
Kain Tenun Warna pada CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan
Tahun Bulan Produksi
(m)
Jumlah TKL
(orang)
Jam Kerja/hari
(jam)
HOK
(hari)
Ketersediaan
(jam)
2007
September 27,1 5 7 25 875
Oktober 27,7 5 7 26 910
Nopember 26,3 5 7 25 875
Desember 25,2 5 7 26 910
2008
Januari 27,4 5 7 26 910
Februari 24,6 5 7 24 840
Maret 26,4 5 7 26 910
April 26,5 5 7 25 875
Mei 27,0 5 7 26 910
Juni 27,5 5 7 25 875
Juli 28,9 5 7 26 910
Agustus 27,9 5 7 26 910
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Sama halnya dengan produksi dobby, Tabel 14 menunjukkan bahwa
jumlah ketersediaan jam kerja TKL untuk memproduksi kain tenun warna paling
sedikit terjadi pada bulan Februari 2008, hal ini dikarenakan jumlah produksi pada
bulan tersebut paling sedikit daripada bulan lainnya sehingga penggunaan HOK
pada bulan tersebut paling kecil dibandingkan bulan lainnya. Sedangkan rata-rata
jumlah HOK per bulan untuk bulan lainnya adalah sama sehingga ketersediaan
jam kerja TKL untuk produksi kain tenun warna rata-rata sama setiap bulannya.
Hal ini dikarenakan produksi kain tenun warna setiap bulannya hanya mengalami
peningkatan yang relatif sedikit.
61
5.3.4 Penggunaan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)
Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) digunakan oleh tenaga kerja langsung
perusahaan pada proses penenunan sutera baik untuk produksi kain tenun dobby
maupun warna. CV Batu Gede memiliki dua buah unit ATBM dalam kegiatan
produksinya masing-masing satu unit untuk produksi kain tenun dobby dan warna.
Penggunaan dan ketersediaan jam kerja ATBM untuk memproduksi kain dobby
dan warna dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16.
Tabel 15. Penggunaan dan Ketersediaan Jam Kerja ATBM untuk Produksi
Kain Tenun Dobby pada CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan
Tahun Bulan Produksi
(m)
Jumlah Mesin
(unit)
Jam Kerja/hari
(jam)
HOK
(hari)
Ketersediaan
(jam)
2007
September 81,4 1 7 25 175
Oktober 83,1 1 7 26 182
Nopember 78,9 1 7 25 175
Desember 75,5 1 7 26 182
2008
Januari 82,2 1 7 26 182
Februari 73,7 1 7 24 168
Maret 79,1 1 7 26 182
April 79,4 1 7 25 175
Mei 80,9 1 7 26 182
Juni 82,6 1 7 25 175
Juli 86,6 1 7 26 182
Agustus 83,6 1 7 26 182
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Pada Tabel 15 menunjukkan bahwa ketersediaan jam kerja ATBM untuk
produksi kain dobby diperoleh dari perhitungan hasil perkalian antara jumlah
mesin yang digunakan, jam kerja per hari dan ketersediaan HOK. Ketersediaan
jam kerja ATBM untuk produksi kain dobby paling sedikit terdapat pada periode
bulan Februari 2008. Hal ini dikarenakan HOK pada bulan tersebut jumlahnya
sedikit dibandingkan bulan-bulan lainnya.
62
Tabel 16. Penggunaan dan Ketersediaan Jam Kerja ATBM untuk Produksi
Kain Tenun Warna pada CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan
Tahun Bulan Produksi
(m)
Jumlah Mesin
(unit)
Jam Kerja/hari
(jam)
HOK
(hari)
Ketersediaan
(jam)
2007
September 27,1 1 7 25 175
Oktober 27,7 1 7 26 182
Nopember 26,3 1 7 25 175
Desember 25,2 1 7 26 182
2008
Januari 27,4 1 7 26 182
Februari 24,6 1 7 24 168
Maret 26,4 1 7 26 182
April 26,5 1 7 25 175
Mei 27,0 1 7 26 182
Juni 27,5 1 7 25 175
Juli 28,9 1 7 26 182
Agustus 27,9 1 7 26 182
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Tabel 15 dan 16 menunjukkan bahwa penggunaan dan ketersediaan jam
kerja ATBM besarnya sama baik untuk memproduksi kain tenun dobby atau tenun
warna. Hal ini dikarenakan penggunaan dan ketersediaan jam kerja ATBM tidak
terpengaruh oleh besar kecilnya jumlah produksi yang ada. Jam kerja ATBM
tersebut tersedia selama ATBM masih berfungsi untuk melakukan produksi
perusahaan.
5.4 Biaya Produksi
Biaya produksi untuk kegiatan produksi kain tenun sutera pada CV Batu
Gede terdiri dari biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung.
Biaya produksi langsung merupakan jumlah pengeluaran yang diperhitungkan
dalam kegiatan proses produksi kain tenun sutera (input produksi) seperti biaya
bahan baku, biaya bahan pembantu dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya
produksi langsung dihitung berdasarkan kebutuhan input produksi yang
digunakan per jenis kain tenun sutera dikalikan dengan nilai harga input produksi.
Sedangkan biaya produksi tidak langsung merupakan jumlah pengeluaran yang
63
diperhitungkan diluar kegiatan proses produksi kain tenun sutera seperti biaya
tenaga kerja tidak langsung (staf administrasi dan supir), biaya listrik dan biaya
telepon. Biaya produksi tidak langsung tidak dihitung berdasarkan penggunaan
dan harga input produksi melainkan dihitung berdasarkan pengeluaran perusahaan
dalam menggaji tenaga kerja tidak langsung, biaya listrik dan biaya telepon
selama periode yang dianalisis. Perhitungan biaya tidak langsung (staf
adiministrasi, supir, listrik dan biaya telepon) untuk kedua jenis kain sutera
merupakan masing-masing dari biaya tidak langsung tersebut yang telah
dikeluarkan perusahaan yang telah dibagi dua. Rincian biaya produksi kain tenun
sutera pada CV Batu Gede dapat dilihat pada Lampiran 2 s/d 5.
Total biaya untuk setiap jenis kain sutera merupakan penjumlahan
keseluruhan biaya input produksi masing-masing jenis kain sutera dan biaya
produksi tidak langsung yang dibagi dua untuk setiap jenis kain sutera. Nilai total
biaya produksi yang dikeluarkan baik untuk jenis kain tenun dobby maupun kain
tenun warna pada CV Batu Gede ditunjukkan oleh Tabel 17 dan 18.
Tabel 17. Total Biaya untuk Produksi Kain Tenun Dobby pada CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan
Tahun Bulan Biaya Produksi Langsung (Rp) Biaya Produksi Tidak Langsung (Rp)
Jumlah (Rp) Bahan Baku Bahan Pembantu TK Langsung TK Tidak Langsung Listrik Telepon
2007
September 2.441.250,00 40.687,50 1.057.875,00 1.000.000,00 132.525,25 160.287,50 4.832.625,25
Oktober 2.493.000,00 41.550,00 1.080.300,00 1.000.000,00 133.187,88 161.088,94 4.909.126,81
Nopember 2.367.000,00 39.450,00 1.025.700,00 1.000.000,00 133.853,82 161.894,38 4.727.898,20
Desember 2.265.750,00 37.762,50 981.825,00 1.000.000,00 134.523,08 162.703,85 4.582.564,44
2008
Januari 2.466.000,00 41.100,00 1.068.600,00 1.000.000,00 135.195,70 163.517,37 4.874.413,07
Februari 2.209.500,00 36.825,00 957.450,00 1.000.000,00 135.871,68 164.334,96 4.503.981,64
Maret 2.373.750,00 39.562,50 1.028.625,00 1.000.000,00 136.551,04 165.156,64 4.743.645,17
April 2.380.500,00 39.675,00 1.031.550,00 1.000.000,00 137.233,79 165.982,42 4.754.941,21
Mei 2.427.750,00 40.462,50 1.052.025,00 1.000.000,00 137.919,96 166.812,33 4.824.969,79
Juni 2.477.250,00 41.287,50 1.073.475,00 1.000.000,00 138.609,56 167.646,39 4.898.268,45
Juli 2.596.500,00 43.275,00 1.125.150,00 1.000.000,00 139.302,61 168.484,62 5.072.712,23
Agustus 2.508.750,00 41.812,50 1.087.125,00 1.000.000,00 139.999,12 169.327,05 4.947.013,67
Total (Rp) 57.672.159,94
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Tabel 18. Total Biaya untuk Produksi Kain Tenun Warna pada CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan
Tahun Bulan Biaya Produksi Langsung (Rp) Biaya Produksi Tidak Langsung (Rp)
Jumlah (Rp)
Bahan Baku Bahan Pembantu TK Langsung TK Tidak Langsung Listrik Telepon
2007
September 813.750,00 14.240,63 406.875,00 1.000.000,00 132.525,25 160.287,50 2.527.678,38
Oktober 831.000,00 14.542,50 415.500,00 1.000.000,00 133.187,88 161.088,94 2.555.319,31
Nopember 789.000,00 13.807,50 394.500,00 1.000.000,00 133.853,82 161.894,38 2.493.055,70
Desember 755.250,00 13.216,88 377.625,00 1.000.000,00 134.523,08 162.703,85 2.443.318,81
2008
Januari 822.000,00 14.385,00 411.000,00 1.000.000,00 135.195,70 163.517,37 2.546.098,07
Februari 736.500,00 12.888,75 368.250,00 1.000.000,00 135.871,68 164.334,96 2.417.845,39
Maret 791.250,00 13.846,88 395.625,00 1.000.000,00 136.551,04 165.156,64 2.502.429,55
April 793.500,00 13.886,25 396.750,00 1.000.000,00 137.233,79 165.982,42 2.507.352,46
Mei 809.250,00 14.161,88 404.625,00 1.000.000,00 137.919,96 166.812,33 2.532.769,17
Juni 825.750,00 14.450,63 412.875,00 1.000.000,00 138.609,56 167.646,39 2.559.331,58
Juli 865.500,00 15.146,25 432.750,00 1.000.000,00 139.302,61 168.484,62 2.621.183,48
Agustus 836.250,00 14.634,38 418.125,00 1.000.000,00 139.999,12 169.327,05 2.578.335,54
Total (Rp) 30.284.717,44
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
66
5.5 Penerimaan Penjualan Produksi
Penerimaan perusahaan diperoleh dari penjualan produksi kain sutera yang
telah dilakukan perusahaan. Penerimaan penjualan produksi kain sutera dihitung
berdasarkan jumlah produk yang diproduksi dan dijual dikalikan dengan nilai
harga jualnya baik untuk jenis kain tenun dobby maupun kain tenun warna. Harga
jual yang diperhitungkan berdasarkan nilai harga yang paling banyak terjual dari
masing-masing jenis kain sutera yaitu Rp 110.000,- untuk jenis kain tenun dobby
dan Rp 200.000,- untuk jenis kain tenun warna. Penerimaan penjualan produksi
kain sutera CV Batu Gede selama periode 12 bulan dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Penerimaan Penjualan Produksi Kain Sutera pada CV Batu Gede
Selama Periode 12 Bulan
Tahun Bulan Penerimaan Penjualan Produksi (Rp)
Dobby Warna Jumlah
2007
September 8.951.250,00 5.425.000,00 14.376.250,00
Oktober 9.141.000,00 5.540.000,00 14.681.000,00
Nopember 8.679.000,00 5.260.000,00 13.939.000,00
Desember 8.307.750,00 5.035.000,00 13.342.750,00
2008
Januari 9.042.000,00 5.480.000,00 14.522.000,00
Februari 8.101.500,00 4.910.000,00 13.011.500,00
Maret 8.703.750,00 5.275.000,00 13.978.750,00
April 8.728.500,00 5.290.000,00 14.018.500,00
Mei 8.901.750,00 5.395.000,00 14.296.750,00
Juni 9.083.250,00 5.505.000,00 14.588.250,00
Juli 9.520.500,00 5.770.000,00 15.290.500,00
Agustus 9.198.750,00 5.575.000,00 14.773.750,00
Total 106.359.000,00 64.460.000,00 170.819.000,00
Sumber : Data Penjualan CV Batu Gede Bogor (2008)
5.6 Kegiatan Pemasaran Perusahaan
Kegiatan pemasaran kain sutera pada CV Batu Gede meliputi kegiatan
penjualan, distribusi, transaksi pembayaran dan promosi. Produk kain sutera yang
dijual perusahaan adalah kain tenun sutera putih polos (dobby) dan kain tenun
sutera warna. Harga kedua jenis kain sutera tersebut bervariatif, namun rata-rata
67
harga produk yang paling banyak dipesan oleh konsumen untuk kain dobby adalah
Rp 110.000,00 per meter dan kain tenun warna adalah Rp 200.000,00 per meter.
Kegiatan penjualan kain sutera pada CV Batu Gede meliputi kegiatan
penerimaan pesanan dan penawaran melalui telepon atau negosiasi langsung dari
konsumen. Konsumen yang menjadi pelanggan perusahaan terdiri dari para
pedagang kain, tailors, toko pakaian dan butik yang berada di Bogor, Jakarta dan
kota-kota lainnya di wilayah Jawa Barat. Konsumen baru yang akan menjadi
calon pelanggan dilakukan negosiasi dan supervisi terlebih dahulu oleh pemilik
perusahaan dan bagian administrasi perusahaan, yaitu dengan memberikan dafar
kain sutera yang dijual beserta daftar harganya. Kesepakatan akan ditentukan pada
saat melakukan kerjasama, seperti menentukan jenis kain sutera, waktu
pengiriman atau pengambilan, waktu dan bentuk pembayarannya. Sebagian besar
konsumen biasanya mengambil pesanan kain sutera secara datang langsung ke
perusahaan sebelumnya pihak perusahaan memberitahukan selesainya pesanan via
telepon.
Kegiatan distribusi dilakukan apabila konsumen menginginkan perusahaan
mengantarkan pesanannya ke lokasi konsumen. Kegiatan ini dilakukan oleh supir
dan bagian administrasi perusahaan. Saluran distribusi perusahaan merupakan
saluran distribusi tidak langsung karena produk kain sutera yang dijual perusahaan
tidak berhubungan langsung dengan konsumen akhir melainkan melalui perantara
(distributor) terlebih dahulu seperti pemborong (jobber), pedagang, toko-toko
atau butik. Lamanya proses pemesanan tergantung pada jenis dan jumlah produk
yang dipesan. Biaya pengiriman produk ditanggung oleh konsumen atau
perusahaan berdasarkan dengan permintaan konsumen. Kegiatan pembayaran dari
konsumen ditangani langsung oleh pemilik perusahaan. Sistem pembayaran dapat
dilakukan secara tunai atau tidak tunai dengan pemberian uang muka sebesar 30
persen dari total pembelian dan pelunasannya dilakukan apabila semua pesanan
produk telah diterima konsumen. Kegiatan promosi dilakukan untuk
menyampaikan informasi mengenai profil, kegiatan dan produk perusahaan
kepada konsumen yaitu melalui katalog dan website. Website perusahaan yang
dapat dikunjungi konsumen adalah www.rumahsuteraalam.com.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis optimalisasi produksi kain tenun sutera pada penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan. Produk
hasil perusahaan yang akan dioptimalkan adalah kain tenun sutera jenis putihan
(dobby) dan warna. Produksi kain sutera merupakan hasil proses penenunan dari
kombinasi benang sutera jenis pakan dan lungsi.
Optimalisasi produksi didasarkan pada metode penelitian yang didahului
dengan menentukan variabel keputusan, kemudian dilanjutkan dengan
menentukan fungsi tujuan dan kendala. Keputusan yang terbentuk pada model
persamaan linier terdiri dari 24 variabel. Jumlah variabel keputusan tersebut
didasarkan pada dua jenis produk yang akan dioptimalkan yaitu dobby dan warna
selama periode analisis yaitu 12 bulan.
Aktivitas yang dimasukkan ke dalam rumusan model persamaan linier
terdiri dari aktivitas keuntungan yang diperoleh dari pengurangan nilai penjualan
dan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi dua jenis produk (kain tenun
dobby dan warna) setiap bulan. Aktivitas-aktivitas tersebut ditetapkan sebagai
variabel pengambil keputusan pada fungsi tujuan, yaitu pembentuk keuntungan
yang akan dimaksimumkan.
6.1 Menentukan Fungsi Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk menentukan
kombinasi produksi yang optimal pada CV Batu Gede sehingga dapat
memperoleh keuntungan yang maksimal. Koefisien fungsi tujuan menunjukkan
keuntungan yang diperoleh perusahaan per bulan dari dua jenis produk (kain
tenun dobby dan warna) selama periode analisis (12 bulan). Nilai keuntungan di
hitung per meter berdasarkan selisih antara nilai penjualan dengan biaya produksi.
Nilai keuntungan per meter untuk masing-masing jenis kain sutera setiap periode
diperoleh dari total penerimaan masing-masing jenis kain sutera dikurangi total
biaya masing-masing jenis kain sutera dibagi dengan jumlah produksi yang dijual
setiap periode.
Berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan, nilai penjualan produksi
perusahaan cenderung berfluktuasi setiap bulannya. Maka dari itu terdapat selisih
69
nilai keuntungan per bulan. Rincian perhitungan nilai keuntungan penjualan
produksi kain sutera pada CV Batu Gede dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7.
Perkembangan keuntungan penjualan kain sutera pada CV Batu Gede selama
periode analisis dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Perkembangan Nilai Keuntungan Penjualan Kain Sutera pada
CV Batu Gede Selama Periode Analisis
Tahun Bulan Nilai Keuntungan per meter (Rp)
Kain Dobby (X1) Kain Tenun Warna (X2)
2007
September 50.612,90 106.813,70
Oktober 50.925,07 107.750,21
Nopember 50.077,34 105.207,01
Desember 49.323,87 102.946,62
2008
Januari 50.700,57 107.076,71
Februari 48.846,14 101.513,43
Maret 50.048,72 105.121,15
April 50.076,36 105.204,07
Mei 50.377,27 106.106,80
Juni 50.680,98 107.017,93
Juli 51.389,81 109.144,42
Agustus 50.842,89 107.503,66
Sumber : CV Batu Gede Bogor (2008, diolah)
Pada Tabel 20 menunjukkan adanya selisih keuntungan dari penjualan
kain sutera jenis dobby dan warna yang diperoleh setiap bulannya selama periode
analisis yang dilakukan. Nilai keuntungan per meter dari kedua jenis tersebut
berbeda. Hal ini dikarenakan harga jual untuk kedua jenis kain tenun sutera
berbeda. Harga produk yang diperhitungkan diperoleh dari harga yang paling
banyak dipesan oleh konsumen yaitu kain dobby sebesar Rp 110.000,00 per meter
dan kain tenun warna sebesar Rp 200.000,00 per meter. Biaya yang dikeluarkan
untuk memproduksi kedua jenis kain sutera berbeda, perbedaannya hanya terdapat
tambahan biaya pewarnaan untuk jenis kain tenun sutera warna. Selain itu,
penjualan produksi dari masing-masing jenis kain sutera berfluktuasi selama
periode 12 bulan. Oleh karena itu, terdapat perbedaan nilai keuntungan dai hasil
70
penjualan masing-masing jenis kain sutera. Nilai-nilai keuntungan tersebut
merupakan koefisien dari variabel keputusan kombinasi produksi kain dobby yang
disimbolkan dengan X1 dan kain tenun warna yang disimbolkan dengan X2 yang
ingin dioptimalkan, sehingga dapat membentuk fungsi tujuan untuk
memaksimalkan keuntungan.
Formulasi persamaan fungsi tujuan yang diperoleh berdasarkan metode
penelitian yaitu :
Maks
Keterangan :
Z = Nilai fungsi tujuan / keuntungan yang ingin dimaksimumkan (Rp)
TRij = Kontribusi penerimaan dari produk ke-i pada bulan ke-j (Rp)
TCij = Kontribusi biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk ke-i pada
bulan ke-j (Rp)
Aij = Kontribusi keuntungan per satuan yang dihasilkan dari produk ke-i pada
bulan ke-j (Rp)
Xij = Jumlah aktivitas produksi dari produk ke-i pada bulan ke-j (m)
i = Jenis produk yang dihasilkan (1 = Kain dobby; 2 = Kain warna)
j = Periode produksi selama satu tahun (12 bulan)
Maka dari itu, berdasarkan Tabel 7 dan formulasi persamaan fungsi tujuan
pada metode penelitian dapat diperoleh model fungsi tujuan persamaan linier
sebagai berikut :
Maks Z =
6.2 Menentukan Fungsi Kendala
Kendala merupakan faktor pembatas dalam pengambilan keputusan yang
meliputi sumberdaya yang dimiliki perusahaan. Dalam upaya pencapaian tujuan,
ijij
ijij
i j
ijij
i j
ij
XAXAXAXAZ
XAZ
XTCTRZ
....
)(
131312121111
2
1
12
1
2
1
12
1
21221121029
28272625
24232221
11211111019
18171615
14131211
107.503,66109.144,42107.017,93106.106,80
105.204,07105.121,15101.513,43107.076,71
102.946,62105.207,01107.750,21106.813,70
50.842,8951.389,8150.680,9850.377,27
50.076,3650.048,7248.846,1450.700,57
49.323,8750.077,3450.925,0750.612,90
XXXX
XXXX
XXXX
XXXX
XXXX
XXXX
71
CV Batu Gede Bogor dihadapkan pada beberapa kendala yang membatasi
kegiatan produksinya sehingga perusahaan belum dapat memanfaatkan input
produksinya secara optimal. Kendala-kendala yang dihadapi CV Batu Gede Bogor
dalam mencapai produksi yang optimal antara lain kendala ketersediaan bahan
baku, bahan pembantu, jumlah tenaga kerja langsung (TKL), jam kerja Alat
Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang dimiliki, dan permintaan pasar yang
berfluktuasi.
6.2.1 Kendala Ketersediaan Bahan Baku
Bahan baku utama sebagai input produksi kain sutera adalah benang sutera
jenis benang pakan dan benang lungsi. Ketersediaan benang sutera dibagi menjadi
dua yaitu ketersediaan benang pakan dan ketersediaan benang lungsi. Pengadaan
bahan baku sebagian besar diperoleh dari mitra tani yaitu sebesar 78 persen dari
keseluruhan kebutuhan bahan baku yang diperlukan dalam proses produksi. Hal
tersebut dikarenakan keterbatasan produksi benang sutera yang dihasilkan oleh
petani perusahaan.
Rasio proporsi penggunaan benang pakan dan benang lungsi dalam
menghasilkan satu meter kain sutera adalah tiga berbanding satu (3:1). Artinya,
setiap meter produksi kain sutera membutuhkan 0,075 kg benang pakan dan 0,025
kg benang lungsi. Sehingga nilai koefisien yang diperoleh untuk benang pakan
adalah 0,075 dan benang lungsi adalah 0,025. Nilai kebutuhan benang pakan
untuk masing-masing jenis kain sutera diperoleh dari hasil perkalian antara nilai
koefisien dengan produksi masing-masing jenis kain sutera. Sedangkan jumlah
ketersediaan benang pakan dan benang lungsi untuk memproduksi kain dobby dan
warna merupakan ketersediaan yang terdapat di gudang perusahaan. Untuk lebih
jelas, nilai koefisien dan ketersediaan benang pakan dan benang lungsi dapat
dilihat pada Tabel 21 dan Tabel 22.
72
Tabel 21. Nilai Koefisien dan Ketersediaan Benang Pakan Untuk
Memproduksi Kain Dobby dan Warna pada CV Batu Gede
Tahun Bulan Produksi (m)
Kebutuhan
Benang Pakan
(kg) Koefisien
(kg/m)
Keterse
diaan
(kg) Dobby Warna Dobby Warna
2007
September 81,4 27,1 6,1 2,0 0,075 12,50
Oktober 83,1 27,7 6,2 2,1 0,075 12,67
Nopember 78,9 26,3 5,9 2,0 0,075 14,44
Desember 75,5 25,2 5,7 1,9 0,075 14,72
2008
Januari 82,2 27,4 6,2 2,1 0,075 16,33
Februari 73,7 24,6 5,5 1,8 0,075 13,26
Maret 79,1 26,4 5,9 2,0 0,075 14,44
April 79,4 26,5 6,0 2,0 0,075 14,55
Mei 80,9 27,0 6,1 2,0 0,075 17,27
Juni 82,6 27,5 6,2 2,1 0,075 17,34
Juli 86,6 28,9 6,5 2,2 0,075 17,48
Agustus 83,6 27,9 6,3 2,1 0,075 16,54
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Berdasarkan Tabel 21, maka dapat disusun model pertidaksamaan sebagai
fungsi kendala ketersediaan benang pakan berikut:
16,54075,0075,0
17,48075,0075,0
17,34075,0075,0
17,27075,0075,0
14,55075,0075,0
14,44075,0075,0
13,26075,0075,0
16,33075,0075,0
14,72075,0075,0
14,44075,0075,0
67,21075,0075,0
12,50075,0075,0
212112
211111
210110
2919
2818
2717
2616
2515
2414
2313
2212
2111
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
73
Untuk koefisien dan ketersediaan bahan baku jenis benang lungsi dapat
dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Nilai Koefisien dan Ketersediaan Benang Lungsi Untuk
Memproduksi Kain Dobby dan Warna pada CV Batu Gede
Tahun Bulan Produksi (m)
Kebutuhan
Benang Lungsi
(kg) Koefisien
(kg/m)
Keterse
diaan
(kg) Dobby Warna Dobby Warna
2007
September 81,4 27,1 2,0 0,7 0,025 3,50
Oktober 83,1 27,7 2,1 0,7 0,025 3,56
Nopember 78,9 26,3 2,0 0,7 0,025 5,42
Desember 75,5 25,2 1,9 0,6 0,025 7,31
2008
Januari 82,2 27,4 2,1 0,7 0,025 9,53
Februari 73,7 24,6 1,8 0,6 0,025 9,24
Maret 79,1 26,4 2,0 0,7 0,025 9,43
April 79,4 26,5 2,0 0,7 0,025 9,43
Mei 80,9 27,0 2,0 0,7 0,025 9,49
Juni 82,6 27,5 2,1 0,7 0,025 9,54
Juli 86,6 28,9 2,2 0,7 0,025 9,67
Agustus 83,6 27,9 2,1 0,7 0,025 6,79
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Berdasarkan Tabel 22, model pertidaksamaan untuk fungsi kendala
ketersediaan benang pakan dapat disusun sebagai berikut:
79,6025,0025,0
67,9025,0025,0
54,9025,0025,0
49,9025,0025,0
43,9025,0025,0
43,9025,0025,0
24,9025,0025,0
53,9025,0025,0
31,7025,0025,0
42,5025,0025,0
3,56025,0025,0
3,50025,0025,0
212112
211111
210110
2919
2818
2717
2616
2515
2414
2313
2212
2111
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
74
Nilai koefisien pada fungsi kendala ketersediaan benang lungsi diperoleh
dengan cara membandingkan penggunaan benang lungsi dengan setiap meter kain
sutera (dobby dan warna) yang dihasilkan, yaitu 0,025 kg per meter kain sutera.
Nilai sebelah kanan / Right Hand Sides (RHS) kendala diperoleh dari jumlah
ketersediaan bahan baku benang lungsi yang terdapat di gudang perusahaan
selama periode yang dianalisis.
6.2.2 Kendala Ketersediaan Bahan Pembantu
a. Kendala Ketersediaan Soda As
Kendala ketersediaan soda as mengacu pada jumlah soda as yang
diperlukan untuk menghasilkan kain sutera dobby dan tenun warna. Penggunaan
soda as dalam proses perebusan atau penggodokan benang sutera pada CV Batu
Gede adalah sebesar 0,005 kg untuk setiap kg benang sutera yang digunakan baik
untuk produksi kain sutera dobby maupun tenun warna. Sehingga koefisien soda
as memiliki nilai yang sama yaitu 0,005. Nilai koefisien dan ketersediaan soda as
dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Nilai Koefisien dan Ketersediaan Soda As Untuk Memproduksi
Kain Dobby dan Warna Pada CV Batu Gede
Tahun Bulan Produksi
(m)
Kebutuhan
Soda As (kg)
Koefisien
(kg/m)
Ketersediaan
(kg)
2007
September 108,5 0,54 0,005 1,25
Oktober 110,8 0,55 0,005 1,26
Nopember 105,2 0,53 0,005 1,23
Desember 100,7 0,50 0,005 2,21
2008
Januari 109,6 0,55 0,005 2,26
Februari 98,2 0,49 0,005 2,20
Maret 105,5 0,53 0,005 2,24
April 105,8 0,53 0,005 2,24
Mei 107,9 0,54 0,005 3,25
Juni 110,1 0,55 0,005 3,26
Juli 115,4 0,58 0,005 3,28
Agustus 111,5 0,56 0,005 2,71
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
75
Berdasarkan Tabel 23, model pertidaksamaan untuk fungsi kendala
ketersediaan soda as dapat disusun sebagai berikut:
Nilai koefisien pada fungsi kendala ketersediaan soda as diperoleh dari
komposisi soda as yang digunakan dalam proses pemasakan benang sutera pakan
dan lungsi yaitu 0,005 kg per kg benang sutera. Nilai sebelah kanan / Right Hand
Sides (RHS) kendala diperoleh dari jumlah ketersediaan soda as yang terdapat di
gudang perusahaan selama periode yang dianalisis.
b. Kendala Ketersediaan Zat Pewarna
Kendala ketersediaan zat pewarna mengacu pada banyaknya zat pewarna
yang diperlukan untuk menghasilkan kain tenun warna. Penggunaan zat pewarna
dalam proses pewarnaan pada CV Batu Gede adalah sebesar 0,005 kg untuk setiap
kg benang sutera yang digunakan untuk produksi kain sutera tenun warna. Nilai
koefisien dan ketersediaan zat pewarna dapat dilihat pada Tabel 24.
2,71005,0005,0
3,28005,0005,0
3,26005,0005,0
3,25005,0005,0
2,24005,0005,0
2,24005,0005,0
2,20005,0005,0
2,26005,0005,0
2,21005,0005,0
23,1005,0005,0
1,26005,0005,0
1,25005,0005,0
212112
211111
210110
2919
2818
2717
2616
2515
2414
2313
2212
2111
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
76
Tabel 24. Nilai Koefisien dan Ketersediaan Zat Pewarna Untuk
Memproduksi Kain Tenun Warna Pada CV Batu Gede
Tahun Bulan Produksi
(m)
Kebutuhan Zat
Pewarna (Kg)
Koefisien
(kg/m)
Ketersediaan
(kg)
2007
September 27,1 0,14 0,005 0,50
Oktober 27,7 0,14 0,005 0,50
Nopember 26,3 0,13 0,005 0,50
Desember 25,2 0,13 0,005 0,49
2008
Januari 27,4 0,14 0,005 0,50
Februari 24,6 0,12 0,005 0,49
Maret 26,4 0,13 0,005 0,50
April 26,5 0,13 0,005 0,50
Mei 27,0 0,13 0,005 0,50
Juni 27,5 0,14 0,005 0,50
Juli 28,9 0,14 0,005 0,51
Agustus 27,9 0,14 0,005 0,50
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Berdasarkan Tabel 24, model pertidaksamaan untuk fungsi kendala
ketersediaan zat pewarna dapat disusun sebagai berikut:
0,50005,0
0,51005,0
0,50005,0
0,50005,0
0,50005,0
0,50005,0
0,49005,0
0,50005,0
0,49005,0
0,50005,0
0,50005,0
0,50005,0
212
211
210
29
28
27
26
25
24
23
22
21
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
77
Nilai koefisien pada fungsi kendala ketersediaan zat pewarna diperoleh
dari komposisi zat pewarna yang digunakan dalam proses pewarnaan benang
sutera yaitu 0,005 kg per kg benang sutera untuk memproduksi kain tenun warna.
Nilai sebelah kanan / Right Hand Sides (RHS) kendala diperoleh dari jumlah
ketersediaan zat pewarna yang terdapat di gudang perusahaan selama periode
yang dianalisis.
6.2.3 Kendala Ketersediaan Jam Kerja Tenaga Kerja Langsung (TKL)
Tenaga kerja langsung (TKL) pada CV Batu Gede Bogor adalah tenaga
kerja berhubungan langsung dengan proses produksi kain sutera. Sifat TKL pada
CV Batu Gede adalah borongan bukan tenaga kerja tetap, mereka dapat bekerja di
tempat lain atau melakukan pekerjaan jenis yan lain sesuai dengan keahlian yang
mereka miliki. Jumlah TKL pada CV Batu Gede Bogor adalah sepuluh orang
diantaranya lima orang melakukan proses produksi kain dobby dan lima orang
melakukan proses produksi kain tenun warna. Lamanya jam kerja TKL adalah
tujuh jam sehari. Jumlah hari orang kerja (HOK) per periode (satu bulan) pada CV
Batu Gede adalah 24 – 26 HOK.
Ketersediaan jam tenaga kerja langsung yang digunakan untuk
memproduksi setiap meter kain sutera dijadikan dasar perhitungan kendala jam
tenaga kerja langsung. Hal tersebut karena adanya hubungan jam kerja dengan
tenaga kerja yang berkaitan langsung dengan produksi kain sutera. Ketersediaan
dan nilai koefisien jam tenaga kerja langsung untuk proses produksi kain dobby
dapat dilihat pada Tabel 25.
78
Tabel 25. Ketersediaan dan Nilai Koefisien Jam Kerja TKL untuk Proses
Produksi Kain Dobby Pada CV Batu Gede
Tahun Bulan
Jumlah
TKL
(orang)
Jam
Kerja/hari
(jam)
HOK
(hari)
Ketersediaan
(jam)
Produksi
(m)
Koefisien
(jam/m)
2007
September 5 7 25 875 81,4 10,75
Oktober 5 7 26 910 83,1 10,95
Nopember 5 7 25 875 78,9 11,09
Desember 5 7 26 910 75,5 12,05
2008
Januari 5 7 26 910 82,2 11,07
Februari 5 7 24 840 73,7 11,40
Maret 5 7 26 910 79,1 11,50
April 5 7 25 875 79,4 11,02
Mei 5 7 26 910 80,9 11,25
Juni 5 7 25 875 82,6 10,59
Juli 5 7 26 910 86,6 10,51
Agustus 5 7 26 910 83,6 10,89
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Pada Tabel 25 menunjukkan nilai koefisien setiap bulan terdapat
perbedaan, hal ini dikarenakan ketersediaan jam kerja dan jumlah produksi
berfluktuatif. Nilai koefisien jam tenaga kerja langsung diperoleh dari hasil
pembagian antara jumlah ketersediaan jam kerja dengan jumlah produksi kain
dobby per bulannya. Semakin kecil jumlah produksi maka nilai koefisien semakin
besar, apabila jumlah ketersediaan jam kerja tetap, begitu juga sebaliknya.
Semakin besar jumlah ketersediaan jam kerja maka nilai koefisien pun akan
semakin besar apabila jumlah produksi tetap, begitu juga sebaliknya. Nilai
koefisien terbesar terdapat pada bulan Desember 2007 yaitu sebesar 12,05. Hal itu
dikarenakan jumlah ketersediaan jam kerja pada bulan Desember 2007 cukup
besar sedangkan jumlah produksi kain dobby pada bulan tersebut relatif sedikit.
Ketersediaan dan nilai koefisien jam tenaga kerja langsung untuk proses
produksi kain tenun warna pada CV Batu Gede dapat dilihat pada Tabel 26.
79
Tabel 26. Ketersediaan dan Nilai Koefisien Jam Kerja TKL Untuk Proses
Produksi Kain Tenun Warna pada CV Batu Gede
Tahun Bulan
Jumlah
TKL
(orang)
Jam
Kerja/hari
(jam)
HOK
(hari)
Ketersediaan
(jam)
Produksi
(m)
Koefisien
(jam/m)
2007
September 5 7 25 875 27,1 32,29
Oktober 5 7 26 910 27,7 32,85
Nopember 5 7 25 875 26,3 33,27
Desember 5 7 26 910 25,2 36,11
2008
Januari 5 7 26 910 27,4 33,21
Februari 5 7 24 840 24,6 34,15
Maret 5 7 26 910 26,4 34,47
April 5 7 25 875 26,5 33,02
Mei 5 7 26 910 27,0 33,70
Juni 5 7 25 875 27,5 31,82
Juli 5 7 26 910 28,9 31,49
Agustus 5 7 26 910 27,9 32,62
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Pada Tabel 26 menunjukkan nilai koefisien terkecil terdapat pada bulan
Juli 2008 yaitu sebesar 31,49. Hal itu dikarenakan jumlah ketersediaan jam kerja
pada bulan Juli 2008 dan jumlah produksi kain tenun warna pada bulan tersebut
relatif besar. Sama halnya dengan nilai koefisien untuk produksi kain dobby, nilai
koefisien jam tenaga kerja langsung untuk kain tenun warna diperoleh dari hasil
pembagian antara jumlah ketersediaan jam kerja dengan jumlah produksi kain
tenun warna per bulannya. Jumlah keseluruhan ketersediaan jam kerja TKL untuk
memproduksi kain dobby dan kain tenun warna pada CV Batu Gede dapat di lihat
pada Tabel 27.
80
Tabel 27. Jumlah Total Ketersediaan Jam Kerja TKL Produksi Kain Sutera
Pada CV Batu Gede Selama Periode 12 Bulan
Tahun Bulan Ketersediaan Jam Kerja TKL (jam)
Kain Dobby Kain Warna Total
2007
September 875 875 1750
Oktober 910 910 1820
Nopember 875 875 1750
Desember 910 910 1820
2008
Januari 910 910 1820
Februari 840 840 1680
Maret 910 910 1820
April 875 875 1750
Mei 910 910 1820
Juni 875 875 1750
Juli 910 910 1820
Agustus 910 910 1820
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Pada Tabel 27, nilai total ketersediaan jam kerja TKL merupakan faktor
pembatas dalam merumuskan fungsi kendala jam tenaga kerja langsung pada
model program linier, sehingga dapat dijadikan nilai sebelah kanan / Right Hand
Sides (RHS) pada fungsi kendala. Berdasarkan nilai koefisien dan nilai total
ketersediaan jam kerja TKL yang telah diperoleh serta dijelaskan sebelumnya,
maka fungsi kendala jam tenaga kerja langsung dapat disusun sebagai berikut:
182032,6210,89
182031,4910,51
175031,8210,59
182033,7011,25
175033,0211,02
182034,4750,11
168034,1511,40
182033,2111,07
182036,1112,05
175033,2711,09
182032,8510,95
175032,2910,75
212112
211111
210110
2919
2818
2717
2616
2515
2414
2313
2212
2111
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
81
6.2.4 Kendala Ketersediaan Jam Kerja Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)
CV Batu Gede memiliki dua unit Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang
digunakan dalam kegiatan penenunan sutera alam untuk menghasilkan kain sutera
baik jenis dobby maupun tenun warna. Masing-masing unit ATBM dapat
digunakan untuk memproduksi kain dobby atau tenun warna. Ketersediaan jam
kerja ATBM merupakan jumlah jam kerja satu unit ATBM dikalikan dengan
jumlah jam kerja per hari dan jumlah hari kerja per periode pada perusahaan.
Sedangkan koefisien kendala ketersediaan jam kerja ATBM diperoleh dari
ketersediaan jam kerja ATBM dibagi dengan jumlah produksi. Ketersediaan dan
nilai koefisien jam kerja ATBM untuk proses produksi kain dobby pada CV Batu
Gede dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Ketersediaan dan Nilai Koefisien Jam Kerja ATBM Untuk Proses
Produksi Kain Dobby Pada CV Batu Gede Selama Periode 12
Bulan
Tah
un
Bulan
Jumlah
Mesin
(unit)
Jam
Kerja/hari
(jam)
HOK
(hari)
Ketersediaan
(jam)
Produksi
(m)
Koefisien
(jam/m)
2007
September 1 7 25 175 81,4 2,15
Oktober 1 7 26 182 83,1 2,19
Nopember 1 7 25 175 78,9 2,22
Desember 1 7 26 182 75,5 2,41
20
08
Januari 1 7 26 182 82,2 2,21
Februari 1 7 24 168 73,7 2,28
Maret 1 7 26 182 79,1 2,30
April 1 7 25 175 79,4 2,20
Mei 1 7 26 182 80,9 2,25
Juni 1 7 25 175 82,6 2,12
Juli 1 7 26 182 86,6 2,10
Agustus 1 7 26 182 83,6 2,18
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Pada Tabel 28 menunjukkan bahwa nilai koefisien berbeda setiap
bulannya, hal ini dikarenakan ketersediaan jam kerja dan jumlah produksi
82
berfluktuatif. Nilai koefisien jam kerja ATBM diperoleh dari hasil pembagian
antara jumlah ketersediaan jam kerja ATBM dengan jumlah produksi kain dobby
per bulannya. Semakin kecil jumlah produksi maka nilai koefisien semakin besar,
apabila jumlah ketersediaan jam kerja tetap, begitu juga sebaliknya. Semakin
besar jumlah ketersediaan jam kerja maka nilai koefisien pun akan semakin besar
apabila jumlah produksi tetap, begitu juga sebaliknya. Nilai koefisien terkecil
terdapat pada bulan Juli 2008 yaitu sebesar 2,10. Hal itu dikarenakan jumlah
jumlah produksi kain dobby terbesar terdapat pada bulan Juli 2008. Artinya, pada
bulan tersebut CV Batu Gede dapat menenun satu meter kain sutera dobby dengan
waktu 2,1 jam menggunakan satu unit ATBM.
Ketersediaan dan nilai koefisien jam kerja ATBM untuk proses produksi
kain tenun warna pada CV Batu Gede dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Ketersediaan dan Nilai Koefisien Jam Kerja ATBM Untuk Proses
Produksi Kain Tenun Warna Pada CV Batu Gede Selama Periode
12 Bulan
Tah
un
Bulan
Jumlah
Mesin
(unit)
Jam
Kerja/hari
(jam)
HOK
(hari)
Ketersediaan
(jam)
Produksi
(m)
Koefisien
(jam/m)
2007
September 1 7 25 175 27,1 6,46
Oktober 1 7 26 182 27,7 6,57
Nopember 1 7 25 175 26,3 6,65
Desember 1 7 26 182 25,2 7,22
20
08
Januari 1 7 26 182 27,4 6,64
Februari 1 7 24 168 24,6 6,83
Maret 1 7 26 182 26,4 6,89
April 1 7 25 175 26,5 6,60
Mei 1 7 26 182 27,0 6,74
Juni 1 7 25 175 27,5 6,36
Juli 1 7 26 182 28,9 6,30
Agustus 1 7 26 182 27,9 6,52
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Pada Tabel 29 menunjukkan nilai koefisien terkecil terdapat pada bulan
Juli 2008 yaitu sebesar 6,30. Hal itu dikarenakan jumlah ketersediaan jam kerja
83
ATBM pada bulan Juli 2008 dan jumlah produksi kain tenun warna pada bulan
tersebut relatif besar. Sama halnya dengan nilai koefisien untuk produksi kain
dobby, nilai koefisien jam kerja ATBM untuk kain tenun warna diperoleh dari
hasil pembagian antara jumlah ketersediaan jam kerja ATBM dengan jumlah
produksi kain tenun warna per bulannya. Jumlah keseluruhan ketersediaan jam
kerja ATBM untuk memproduksi kain dobby dan kain tenun warna pada CV Batu
Gede dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Jumlah Total Ketersediaan Jam Kerja ATBM Untuk Produksi
Kain Dobby dan Warna Pada CV Batu Gede Selama Periode 12
Bulan
Tahun Bulan Ketersediaan Jam Kerja ATBM (jam)
Kain Dobby Kain Warna Total
2007
September 175 175 350
Oktober 182 182 364
Nopember 175 175 350
Desember 182 182 364
2008
Januari 182 182 364
Februari 168 168 336
Maret 182 182 364
April 175 175 350
Mei 182 182 364
Juni 175 175 350
Juli 182 182 364
Agustus 182 182 364
Sumber : Data Produksi CV Batu Gede Bogor (2008)
Berdasarkan Tabel 30, nilai total ketersediaan jam kerja ATBM dapat
dijadikan nilai sebelah kanan / Right Hand Sides (RHS) sebagai faktor pembatas
dalam merumuskan fungsi kendala jam kerja ATBM pada model program linier.
Berdasarkan nilai koefisien dan nilai total ketersediaan jam kerja ATBM yang
telah diperoleh serta dijelaskan sebelumnya, maka fungsi kendala jam kerja
ATBM dapat disusun sebagai berikut:
84
6.2.5 Kendala Permintaan Pasar Kain Sutera
Kendala permintaan digunakan untuk mengetahui batas produksi yang
harus dihasilkan oleh perusahaan untuk memenuhi permintaan yang ada. Hal ini
bertujuan agar kontinuitas produk kepada konsumen tetap terjaga. Jumlah aktual
produksi kain sutera pada CV Batu Gede masih lebih kecil dibandingkan dengan
jumlah permintaan pasar yang diterima CV Batu Gede. Jumlah permintaan kain
sutera pada CV Batu Gede dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Permintaan Kain Sutera Pada CV Batu Gede Selama 12 Bulan
Tahun Bulan Permintaan Kain Sutera (m)
Dobby Warna
2007
September 93,6 31,2
Oktober 95,6 31,9
Nopember 90,7 30,2
Desember 86,9 29,0
2008
Januari 94,5 31,5
Februari 84,7 28,2
Maret 91,0 30,3
April 91,3 30,4
Mei 93,1 31,0
Juni 95,0 31,7
Juli 99,5 33,2
Agustus 96,2 32,1
Sumber : Data Penjualan CV Batu Gede Bogor (2008, diolah)
3646,522,18
3646,302,10
3506,362,12
3646,742,25
3506,602,20
3646,892,30
3366,832,28
3646,642,21
3647,222,41
3506,652,22
3646,572,19
3506,462,15
212112
211111
210110
2919
2818
2717
2616
2515
2414
2313
2212
2111
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
85
Pada Tabel 31 menunjukkan bahwa jumlah permintaan kain sutera terbesar
terjadi pada bulan Juli 2008 yaitu 99,5 meter untuk jenis dobby dan 33,2 meter
untuk jenis warna. Tingginya permintaan tersebut dikarenakan menjelangnya
momen bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri sehingga banyak konsumen
terutama tailor dan butik-butik pakaian jadi yang memesan bahan kain sutera
kepada CV Batu Gede. Jumlah permintaan pasar menunjukkan nilai sebelah kanan
/ Right Hand Sides (RHS) sebagai faktor pembatas dalam fungsi kendala
permintaan pasar kain sutera pada model program linier.
Berdasarkan uraian tersebut, maka fungsi kendala permintaan pasar kain
sutera dapat disusun sebagai berikut:
a. Permintaan Kain Dobby : b. Permintaan Kain Tenun Warna :
6.3 Analisis Primal
Berdasarkan hasil analisis primal dengan menggunakan model Linear
Programming (LP) diperoleh hasil optimal yang dapat dicapai perusahaan.
Keputusan yang dibentuk pada model Linear Programming terdiri dari 24
variabel dan dibatasi oleh tujuh macam kendala. Jumlah variabel keputusan
tersebut didasarkan pada dua jenis produk yang akan dioptimalkan yaitu kain
sutera dobby dan tenun warna selama periode analisis yaitu 12 bulan. Output
olahan LINDO untuk analisis optimalisasi produksi CV Batu Gede dapat dilihat
pada Lampiran 8.
96,2
99,5
95,0
93,1
91,3
91,0
84,7
,549
,968
,709
,659
,639
112
111
110
19
18
17
16
15
14
13
12
11
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
32,1
33,2
31,7
31,0
30,4
30,3
28,2
31,5
29,0
30,2
31,9
31,2
212
211
210
29
28
27
26
25
24
23
22
21
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
86
Jumlah produksi aktual dan optimal untuk kain dobby berdasarkan hasil
olahan LINDO dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Perbandingan Kondisi Aktual dan Hasil Optimalisasi Produksi
Kain Sutera Dobby Pada CV Batu Gede
Produksi Dobby
Variabel Aktual
(m)
Optimal
(m)
Perbedaan
Tahun Bulan Selisih
(m)
Persentase
(%)
2007
September X11 81,4 93,6 -12,2 -15,0
Oktober X12 83,1 95,6 -12,5 -15,0
Nopember X13 78,9 90,7 -11,8 -15,0
Desember X14 75,5 86,9 -11,4 -15,1
2008
Januari X15 82,2 94,5 -12,3 -15,0
Februari X16 73,7 84,7 -11,0 -14,9
Maret X17 79,1 91,0 -11,9 -15,0
April X18 79,4 91,3 -11,9 -15,0
Mei X19 80,9 93,1 -12,2 -15,0
Juni X110 82,6 95,0 -12,4 -15,0
Juli X111 86,6 99,5 -12,9 -14,9
Agustus X112 83,6 96,2 -12,6 -15,0
Pada Tabel 32, diketahui bahwa kondisi optimal untuk produksi kain tenun
dobby masih lebih besar dibandingkan kondisi aktual produksi kain tenun dobby
perusahaan. Selisih nilai aktual dengan optimal untuk produksi kain dobby selama
periode 12 bulan bertanda negatif. Hal ini berarti produksi kain tenun dobby
perusahaan belum mencapai nilai yang optimal. Selisih negatif terbesar terjadi
pada bulan Juli 2008 yaitu sebesar 12,9. Hal ini dikarenakan hasil analisis primal
menunjukkan bahwa produksi yang dapat dicapai pada bulan Juli 2008 untuk
kondisi optimal dapat lebih besar lagi dari produksi optimal pada bulan-bulan
sebelumnya (September 2007 sampai dengan Juni 2008). Artinya pada bulan Juli
2008 perlu dilakukan peningkatan produksi kain dobby sebesar 12,9 meter untuk
mencapai keuntungan yang maksimal pada kondisi optimal. Pada bulan tersebut
kondisi produksi aktual untuk kain dobby adalah sebesar 86,6 meter sedangkan
kondisi optimalnya perusahaan dapat mencapai produksi kain dobby sebesar 99,5
87
meter, hal ini menunjukkan perusahaan harus meningkatkan produksi sebesar 14,9
persen dari produksi aktualnya untuk mencapai kondisi optimal.
Jumlah produksi aktual dan optimal untuk kain tenun warna berdasarkan
hasil olahan LINDO dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33. Perbandingan Kondisi Aktual dan Hasil Optimalisasi Produksi
Kain Sutera Tenun Warna Pada CV Batu Gede
Produksi Tenun Warna
Variabel Aktual
(m)
Optimal
(m)
Perubahan
Tahun Bulan Selisih
(m)
Persentase
(%)
2007
September X21 27,1 23,0 4,1 15,0
Oktober X22 27,7 23,5 4,2 15,0
Nopember X23 26,3 22,4 3,9 15,0
Desember X24 25,2 21,4 3,8 15,0
2008
Januari X25 27,4 23,3 4,1 14,9
Februari X26 24,6 20,9 3,7 14,9
Maret X27 26,4 22,4 4,0 15,0
April X28 26,5 22,5 4,0 14,9
Mei X29 27,0 22,9 4,1 15,0
Juni X210 27,5 23,4 4,1 15,0
Juli X211 28,9 24,6 4,3 14,9
Agustus X212 27,9 23,7 4,2 15,1
Pada Tabel 33, dapat diketahui bahwa kondisi aktual untuk produksi kain
tenun warna pada CV Batu Gede lebih besar dibandingkan hasil optimalisasi yang
telah dilakukan. Hal itu juga ditunjukkan oleh selisih antara produksi aktual
dengan produksi optimal untuk kain tenun warna selama periode 12 bulan bernilai
positif setiap bulannya. Selisih yang bernilai positif tersebut menunjukkan bahwa
produksi perusahaan untuk menghasilkan kain tenun warna berada pada kondisi
berlebih atau di atas kondisi optimal. Selisih positif terbesar terjadi pada bulan
Juli 2008 yaitu bernilai 4,3 yang artinya pada bulan Juli 2008 sebaiknya
perusahaan mengurangi produksi kain tenun warna sebesar 4,3 meter dan
dialihkan untuk memproduksi kain dobby agar mencapai kondisi yang optimal.
Pada bulan tersebut kondisi produksi aktual untuk kain tenun warna adalah
88
sebesar 28,9 meter sedangkan perusahaan sudah mencapai kondisi optimal apabila
perusahaan memproduksi kain tenun warna sebanyak 24,6 meter. Hal ini
menunjukkan perusahaan dapat menurunkan produksi kain tenun warna sebesar
14,9 persen dari produksi aktualnya.
Berdasarkan hasil analisis primal yang ditunjukkan oleh Tabel 32 dan 33
serta keterangan yang sudah diuraikan, secara keseluruhan nilai produksi aktual
kain dobby masih lebih rendah dibandingkan nilai produksi optimalnya sedangkan
nilai produksi aktual kain warna lebih besar dibandingkan nilai produksi
optimalnya. Maka dari itu, perusahaan perlu lebih meningkatkan produksi kain
dobby dan mengurangi produksi kain tenun warna untuk mencapai kondisi
optimal. Perusahaan sebaiknya lebih fokus dalam memproduksi kain tenun sutera
jenis dobby. Walaupun kontribusi keuntungan per meter kain dobby bukan yang
tertinggi, maka berdasarkan hasil optimalisasi Linear Programming (LP),
perusahaan disarankan dapat meningkatkan produksi kain tenun sutera jenis dobby
untuk memperoleh keuntungan tambahan.
Total keuntungan aktual yang diperoleh perusahaan dalam memproduksi
kain tenun sutera jenis dobby dan tenun warna selama periode yang dianalisis
adalah sebesar Rp 82.862.122,62 sedangkan berdasarkan hasil analisis
optimalisasi keuntungan yang dapat dicapai pada kondisi optimal adalah sebesar
Rp 85.057.260,00. Hal ini berarti perusahaan akan memperoleh keuntungan
tambahan sebesar Rp 2.195.137,38 apabila dapat berproduksi pada kondisi
optimal.
6.4 Analisis Nilai Dual
Tingkat produksi kain tenun sutera dobby dan warna dipengaruhi oleh
ketersediaan sumberdaya setiap bulannya. Ketersediaan sumberdaya dapat
dikatakan terbatas atau tidak terbatas berdasarkan nilai dari hasil analisis dual.
Analisis dual memberikan penilaian terhadap sumberdaya dengan melihat nilai
slack atau surplus dan nilai dual. Nilai sumberdaya yang terbatas dinyatakan
dengan nilai slack atau nilai sama dengan nol. Nilai slack menunjukkan
sumberdaya yang langka atau terbatas sehingga disebut dengan kendala aktif.
Artinya bahwa sumberdaya tersebut akan sangat mempengaruhi nilai keuntungan
optimal perusahaan. Sebaliknnya nilai sumberdaya yang berlebih dinyatakan
89
dengan nilai surplus atau nilai lebih besar daripada nol. Nilai surplus
menunjukkan sumberdaya berlebih atau disebut kendala tidak aktif (pasif).
Artinya bahwa sumberdaya tersebut tidak akan mempengaruhi nilai keuntungan
optimal perusahaan.
Nilai dual merupakan nilai harga sumberdaya yang menunjukkan besarnya
pengaruh terhadap nilai fungsi tujuan karena penambahan atau pengurangan pada
nilai sebelah kanan kendala. Nilai dual positif pada sumberdaya terbatas
menunjukkan bahwa setiap penambahan sumberdaya sebesar satu satuan akan
meningkatkan nilai fungsi tujuan sebesar nilai dual nya. Nilai dual negatif pada
sumberdaya terbatas menunjukkan bahwa setiap penambahan sumberdaya sebesar
satu satuan akan menurunkan nilai fungsi tujuan sebesar nilai dual tersebut. Nilai
dual sama dengan nol menunjukkan bahwa sumberdaya dinyatakan berlebih dan
berstatus kendala tidak aktif (pasif), nilai dual tersebut juga menunjukkan
penambahan atau pengurangan pada sumberdaya tidak akan mempengaruhi nilai
fungsi tujuan.
6.4.1 Status Penggunaan Bahan Baku
a. Status Penggunaan Benang Sutera Jenis Pakan
Bahan baku benang sutera jenis pakan pada kondisi optimal untuk
produksi kain tenun sutera dobby dan warna selama periode 12 bulan lebih sedikit
penggunaannya daripada ketersediaannya setiap bulan, sehingga terdapat
persediaan yang berlebih. Hal ini ditunjukkan dengan adanya nilai surplus setiap
bulan selama periode yang dianalisis pada hasil pengolahan Linear Programming
(LP). Secara rinci hasil analisis dual penggunaan bahan baku benang pakan untuk
produksi kain sutera dobby dan warna dapat dilihat pada Tabel 34.
90
Tabel 34. Hasil Analisis Dual Penggunaan Bahan Baku Benang Pakan
Untuk Produksi Kain Tenun Sutera Dobby dan Warna Pada
Kondisi Optimal
Tahun Bulan Slack or Surplus Dual Prices
2007
September 3,752910 0,00000
Oktober 3,734749 0,00000
Nopember 5,961041 0,00000
Desember 6,597290 0,00000
2008
Januari 7,494792 0,00000
Februari 5,338495 0,00000
Maret 5,932014 0,00000
April 6,012901 0,00000
Mei 8,568007 0,00000
Juni 8,462641 0,00000
Juli 8,173450 0,00000
Agustus 7,550261 0,00000
Pada Tabel 34, menunjukkan adanya nilai lebih dari nol pada kolom Slack
or Surplus setiap bulannya. Hal ini berarti status penggunaan bahan baku benang
pakan dalam kondisi berlebih (surplus) dan nilai dualnya sama dengan nol setiap
bulan, artinya penggunaan bahan baku benang pakan setiap bulan termasuk
kendala tidak aktif yang tidak akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan apabila
terjadi penambahan atau pengurangan pada bahan baku benang pakan. Nilai
surplus terbesar ditunjukkan pada bulan Mei 2008, hal ini dikarenakan perusahaan
melakukan pengadaan bahan baku benang pakan kembali pada bulan Mei 2008
untuk mengantisipasi tingginya permintaan menjelang hari raya sedangkan tingkat
produksi dan penjualan pada bulan-bulan sebelumnya lebih rendah, sehingga
terdapat sisa persediaan benang pakan yang berlebih pada bulan tersebut. Selama
ini belum ada kebijakan dari perusahaan dalam memanfaatkan sumberdaya yang
berlebih, sehingga kelebihan atau penumpukan persediaan di gudang sering
terjadi.
91
b. Status Penggunaan Benang Sutera Jenis Lungsi
Berdasarkan hasil analisis dual, penggunaan benang lungsi sebagai bahan
baku selain benang pakan untuk memproduksi kain sutera dobby dan tenun warna
sebagai salah satu fungsi kendala pada model program linier termasuk kendala
tidak aktif setiap bulannya selama periode analisis. Sama halnya dengan
penggunaan benang pakan, penggunaan benang lungsi pun lebih sedikit daripada
ketersediaan setiap bulannya. Hasil analisis dual penggunaan bahan baku benang
lungsi untuk produksi kain sutera dobby dan warna dapat dilihat lebih jelas pada
Tabel 35.
Tabel 35. Hasil Analisis Dual Penggunaan Bahan Baku Benang Lungsi
Untuk Produksi Kain Tenun Sutera Dobby dan Warna Pada
Kondisi Optimal
Tahun Bulan Slack or Surplus Dual Prices
2007
September 0,584303 0,00000
Oktober 0,581583 0,00000
Nopember 2,593680 0,00000
Desember 4,602430 0,00000
2008
Januari 6,584931 0,00000
Februari 6,599498 0,00000
Maret 6,594005 0,00000
April 6,584301 0,00000
Mei 6,589336 0,00000
Juni 6,580881 0,00000
Juli 6,567817 0,00000
Agustus 3,793420 0,00000
Pada Tabel 35, menunjukkan bahwa status penggunaan bahan baku
benang lungsi dalam kondisi berlebih (surplus), artinya penggunaan bahan baku
lungsi setiap bulan sebagai salah satu fungsi kendala dalam model Linear
Programming termasuk kategori kendala tidak aktif (pasif). Nilai surplus terbesar
ditunjukkan pada bulan Februari 2008, hal ini dikarenakan tingkat produksi dan
penjualan pada bulan Februari 2008 paling rendah dibandingkan bulan-bulan yang
lain selama periode analisis, sehingga masih banyak ketersediaan benang lungsi
92
yang disimpan di gudang. Dual prices yang menunjukkan nilai sama dengan nol
setiap bulan mengartikan bahwa penambahan atau pengurangan pada bahan baku
benang lungsi tidak akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan.
6.4.2 Status Penggunaan Bahan Pembantu
a. Status Penggunaan Soda As
Salah satu bahan pembantu untuk memproduksi kain sutera dobby dan
tenun warna yang dijadikan kendala dalam model Linear Programming adalah
soda as. Hal ini dikarenakan penggunaan soda as belum dimanfaatkan seluruhnya
setiap bulan. Hasil analisis dual membuktikan adanya nilai surplus pada
penggunaan soda as, sehingga ketersediaan masih terdapat sisa setiap bulannya.
Untuk lebih jelasnya, hasil analisis dual penggunaan soda as untuk produksi kain
sutera dobby dan warna dapat dilihat pada Tabel 36.
Tabel 36. Hasil Analisis Dual Penggunaan Soda As Untuk Produksi Kain
Tenun Sutera Dobby dan Warna Pada Kondisi Optimal
Tahun Bulan Slack or Surplus Dual Prices
2007
September 0,666861 0,000000
Oktober 0,664317 0,000000
Nopember 0,664736 0,000000
Desember 1,668486 0,000000
2008
Januari 1,670986 0,000000
Februari 1,671900 0,000000
Maret 1,672801 0,000000
April 1,670860 0,000000
Mei 2,669867 0,000000
Juni 2,668176 0,000000
Juli 2,659563 0,000000
Agustus 2,110684 0,000000
Pada Tabel 36, menunjukkan bahwa soda as merupakan kendala tidak
aktif, hal ini ditunjukkan adanya nilai lebih dari nol pada kolom Slack or Surplus
setiap bulannya. Status penggunaan soda as berada dalam kondisi yang berlebih
(surplus) dan nilai dualnya sama dengan nol setiap bulan, artinya penggunaan
93
soda as setiap bulan masih sedikit daripada ketersediaannya. Nilai surplus terbesar
ditunjukkan pada bulan Mei 2008. Hal ini dikarenakan perusahaan melakukan
pembelian soda as untuk mengantisipasi adanya permintaan kain sutera yang
tinggi menjelang hari raya sedangkan tingkat produksi dan penjualan pada bulan-
bulan sebelumnya lebih rendah sehingga persediaan soda as menumpuk.
b. Status Penggunaan Zat Pewarna
Zat pewarna digunakan sebagai bahan pembantu untuk memproduksi kain
tenun warna. Penggunaan zat pewarna pada CV Batu Gede masih sedikit
dibandingkan dengan persediaannya digudang. Sama halnya dengan bahan
pembantu soda as, zat pewarna ini merupakan sumberdaya yang tidak habis
terpakai dalam proses produksi kain tenun warna, sehingga zat pewarna ini
dijadikan salah satu fungsi kendala dalam optimalisasi produksi pada model
Linear Programming. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai hasil analisis dual
penggunaan zat pewarna untuk produksi kain tenun warna dapat dilihat pada
Tabel 37.
Tabel 37. Hasil Analisis Dual Penggunaan Zat Pewarna Untuk Produksi
Kain Tenun Sutera Warna Pada Kondisi Optimal
Tahun Bulan Slack or Surplus Dual Prices
2007
September 0,384861 0,000000
Oktober 0,382317 0,000000
Nopember 0,388236 0,000000
Desember 0,382986 0,000000
2008
Januari 0,383486 0,000000
Februari 0,385400 0,000000
Maret 0,387801 0,000000
April 0,387360 0,000000
Mei 0,385367 0,000000
Juni 0,383176 0,000000
Juli 0,387063 0,000000
Agustus 0,381684 0,000000
94
Pada Tabel 37, menunjukkan bahwa pada penggunaan zat pewarna untuk
memproduksi kain tenun warna selama periode analisis terdapat nilai surplus dan
nilai dualnya nol setiap bulan. Hal ini menyatakan status penggunaan zat pewarna
sebagai salah satu sumberdaya yang digunakan CV Batu Gede untuk
memproduksi kain tenun warna termasuk dalam kendala tidak aktif atau
sumberdaya yang berlebih. Artinya, selama proses produksi setiap bulan masih
terdapat sisa persediaan zat pewarna di gudang yang dibuktikan dengan adanya
nilai surplus pada hasil analisis dualnya. Hampir setiap bulan selama periode
analisis, penggunaan zat pewarna memiliki nilai surplus yang sama yaitu sebesar
0,38. Hal ini dikarenakan jumlah sisa persediaan zat pewarna di gudang relatif
sama setiap bulannya.
6.4.3 Status Penggunaan Jam Kerja Tenaga Kerja Langsung (TKL)
Tenaga kerja langsung (TKL) pada CV Batu Gede merupakan tenaga kerja
borongan (bukan tenaga kerja tetap) yang melakukan langsung setiap langkah
proses produksi kain tenun sutera baik untuk jenis dobby atau tenun warna.
Tenaga kerja langsung dapat melakukan kegiatannya apabila masih ada proses
produksi pada perusahaan, setelah proses produksi telah selesai maka mereka
dapat mengerjakan pekerjaan jenis lain dibidang lain atau di perusahaan lain
sesuai dengan keahlian yang mereka miliki. Maka dari itu, penggunaan jumlah
jam kerja tenaga kerja langsung harus dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin
agar proses produksi mencapai optimal. Secara rinci, hasil analisis dual
penggunaan jam tenaga kerja langsung terhadap produksi kain tenun sutera dobby
dan warna pada CV Batu Gede dapat dilihat pada Tabel 38.
95
Tabel 38. Hasil Analisis Dual Penggunaan Jam Kerja TKL Untuk Produksi
Kain Tenun Sutera Dobby dan Warna Pada Kondisi Optimal
Tahun Bulan Slack or Surplus Dual Prices
2007
September 0,230279 0,000000
Oktober 0,000000 0,000000
Nopember 0,459944 0,000000
Desember 0,000000 2.850,917236
2008
Januari 0,000000 3.224,230957
Februari 0,000000 2.972,574707
Maret 0,000000 3.049,641602
April 0,000000 3.186,071289
Mei 0,000000 0,000000
Juni 0,482704 0,000000
Juli 0,000000 3.466,002441
Agustus 0,488736 0,000000
Pada Tabel 38, menunjukkan bahwa bulan September 2007 dan Nopember
2007 pada kolom Slack or Surplus terdapat nilai lebih dari nol dan nilai dualnya
nol. Hal ini berarti penggunaan jam kerja tenaga kerja langsung pada bulan
September 2007 dan Nopember 2007 masih dalam keadaan berlebih atau berstatus
kendala tidak aktif. Hal yang sama terjadi pada bulan Juni dan Agustus 2008.
Namun, secara keseluruhan penggunaan jam kerja tenaga kerja langsung CV Batu
Gede pada bulan-bulan lainnya selama periode analisis berstatus kendala aktif.
Hal ini dibuktikan dengan adanya nilai Slack or Surplus sama dengan nol dan
nilai dual lebih dari nol secara keseluruhan. Nilai dual terbesar terdapat pada
bulan Juli 2008 yaitu sebesar 3.466,002441. Artinya, apabila perusahaan dapat
menambahkan jam kerja tenaga kerja langsung sebesar satu satuan maka akan
meningkatkan keuntungan sebesar Rp 3.466,00. Hal ini dikarenakan tingkat
produksi dan penjualan serta peluang permintaan kain sutera yang tinggi pada
bulan Juli 2008.
96
6.4.4 Status Penggunaan Jam Kerja Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)
Ketersediaan jam kerja ATBM untuk memproduksi kain tenun sutera
dobby dan warna dijadikan salah satu fungsi kendala pada model Linear
Programming. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunananya sudah
semaksimal mungkin dalam mencapai produksi yang optimal. Untuk mengetahui
status penggunaan jam kerja ATBM pada CV Batu Gede berdasarkan hasil
analisis dual yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 39.
Tabel 39. Hasil Analisis Dual Penggunaan Jam Kerja ATBM Untuk
Produksi Kain Tenun Sutera Dobby dan Warna Pada Kondisi
Optimal
Tahun Bulan Slack or Surplus Dual Prices
2007
September 0,000000 16.534,628906
Oktober 0,000000 16.400,335938
Nopember 0,000000 15.820,602539
Desember 0,042806 0,000000
2008
Januari 0,424606 0,000000
Februari 0,000000 0,000000
Maret 0,089759 0,000000
April 0,455312 0,000000
Mei 0,000000 15.742,848633
Juni 0,000000 16.826,718750
Juli 0,149825 0,000000
Agustus 0,000000 16.488,291016
Pada Tabel 39, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan penggunaan jam
kerja ATBM memiliki nilai dual. Sama halnya dengan penggunaan jam kerja
TKL, status penggunaan jam kerja ATBM pada CV termasuk kendala aktif,
artinya perusahaan dapat meningkatkan keuntungan sebesar nilai dualnya apabila
melakukan penambahan jam kerja ATBM sebesar satu satuan. Hal ini dikarenakan
jam kerja ATBM sudah digunakan secara maksimal untuk melakukan produksi
kain sutera. Nilai dual terbesar terdapat pada bulan Juni 2008 yaitu sebesar
16.826,718750. Artinya, apabila perusahaan dapat menambahkan jam kerja
97
ATBM sebesar satu satuan maka akan meningkatkan keuntungan sebesar Rp
16.826,72.
6.4.5 Pengaruh Permintaan Pasar Pada Kondisi Optimal
Permintaan pasar bukan merupakan suatu sumberdaya yang dimiliki
perusahaan melainkan merupakan peluang yang dapat digunakan untuk
meningkatkan keuntungan perusahaan. Permintaan pasar dijadikan batas produksi
yang dilakukan perusahaan untuk mencapai keuntungan yang optimal. Permintaan
pasar kain sutera pada CV Batu Gede merupakan target penjualan yang ditetapkan
berdasarkan hasil analisis rata-rata permintaan dan ramalan yang dilakukan
pimpinan perusahaan. Hasil olahan model linear programming terhadap pengaruh
permintaan kain tenun dobby pada keuntungan optimal pada CV Batu Gede dapat
dilihat pada Tabel 40.
Tabel 40. Hasil Olahan Model Linear Programming Terhadap Pengaruh
Permintaan Kain Tenun Dobby Pada Keuntungan Optimal
Tahun Bulan Slack or Surplus Dual Prices
2007
September 0,000000 15.063,449219
Oktober 0,000000 15.008,333008
Nopember 0,000000 14.955,601562
Desember 0,000000 14.970,317383
2008
Januari 0,000000 15.008,333008
Februari 0,000000 14.958,787109
Maret 0,000000 14.977,839844
April 0,000000 14.965,855469
Mei 0,000000 14.955,860352
Juni 0,000000 15.008,336914
Juli 0,000000 14.962,123047
Agustus 0,000000 14.898,415039
Berdasarkan Tabel 40, dapat diketahui bahwa permintaan kain dobby
setiap bulan selama periode analisis memiliki nilai Slack or Surplus sama dengan
nol dan nilai dual lebih dari nol (positif). Hal ini menunjukkan bahwa apabila
terjadi peningkatan permintaan untuk kain dobby maka dapat menambah jumlah
98
keuntungan kotor yang diterima perusahaan. Nilai dual terkecil terdapat pada
bulan Agustus 2008 yaitu sebesar 14.898,415039. Artinya, masih menguntungkan
bagi CV Batu Gede untuk meningkatkan jumlah produksi kain jenis dobby jika
terjadi kenaikan jumlah permintaan kain dobby, karena setiap satu meter kain
dobby yang dijual oleh perusahaan akan meningkatkan keuntungan kotor sebesar
Rp 14.898,41 pada bulan tersebut. Hasil olahan linear programming terhadap
pengaruh permintaan kain tenun warna pada keuntungan optimal dapat dilihat
pada Tabel 41.
Tabel 41. Hasil Olahan Model Linear Programming Terhadap Pengaruh
Permintaan Kain Tenun Warna Pada Keuntungan Optimal
Tahun Bulan Slack or Surplus Dual Prices
2007
September 8,172136 0,000000
Oktober 8,363318 0,000000
Nopember 7,847218 0,000000
Desember 7,597203 0,000000
2008
Januari 8,197229 0,000000
Februari 7,279942 0,000000
Maret 7,860197 0,000000
April 7,872017 0,000000
Mei 8,073442 0,000000
Juni 8,335220 0,000000
Juli 8,612671 0,000000
Agustus 8,436810 0,000000
Berbeda dengan kain tenun dobby, pada Tabel 41 dapat dilihat secara
keseluruhan hasil olahan linear programming terhadap pengaruh permintaan kain
tenun warna pada keuntungan optimal terdapat nilai slack or surplus lebih dari nol
sedangkan nilai dualnya sama dengan nol. Hal ini berarti secara keseluruhan
produksi kain tenun warna belum memenuhi permintaannya. Untuk memenuhi
permintaan tersebut, perusahaan harus memanfaatkan semua sumberdaya yang
dimiliki terutama sumberdaya yang ketersediaannya berlebih seperti bahan baku
dan bahan pembantu.
99
6.5 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui kepekaan model,
seberapa jauh hasil optimal dapat diterapkan apabila terjadi perubahan pada
model. Hal ini dilakukan karena lingkungan bisnis bersifat dinamis atau dapat
berubah setiap saat sehingga hasil olahan optimalisasi produksi tidak selalu dapat
diterapkan. Maka dari itu perlu dilakukan analisis sensitivitas setelah solusi
optimal tercapai. Pengaruh perubahan dapat dilihat dari selang kepekaan yang
terdiri dari batas kenaikan yang diperbolehkan (allowable increase) dan
penurunan yang diperbolehkan (allowable decrease). Jika parameter model
optimalisasi produksi masih berada pada selang tersebut maka tidak akan terjadi
perubahan pada kombinasi produksi optimal. Semakin sempit nilai selang
kepekaan maka akan semakin peka terjadi perubahan solusi optimal. Berikut ini
akan dijelaskan analisis sensitivitas yang terbagi atas dua bagian yaitu analisis
sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan dan analisis sensitivitas nilai sebelah
kanan kendala / Right Hand Side (RHS).
6.5.1 Analisis Sensitivitas Nilai Koefisien Fungsi Tujuan
Analisis sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan diperlukan untuk
mengetahui selang perubahan keuntungan kotor per satuan yang masih
diperbolehkan yang tidak merubah kombinasi produksi optimal. Analisis
sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan pada CV Batu Gede digunakan untuk
mengetahui batas kenaikan dan penurunan keuntungan yang masih diperbolehkan
agar kondisi optimal tetap bertahan. Hasil analisis sensitivitas nilai koefisien
fungsi tujuan model Linear Programming pada kondisi optimal selama periode
yang dianalisis untuk produksi kain tenun sutera dobby dan warna di CV Batu
Gede dapat dilihat pada Tabel 42.
100
Tabel 42. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Produksi
Kain Tenun Sutera Dobby dan Tenun Warna pada CV Batu Gede
Selama Periode Analisis
Tahun Bulan Produk
Current Coef Allowable Allowable
(Variabel) Increase Decrease
2007
September Dobby (X11) 50.612,90 INFINITY 15.063,449219
Oktober Dobby (X12) 50.925,07 INFINITY 15.008,333008
Nopember Dobby (X13) 50.077,34 INFINITY 14.955,601562
Desember Dobby (X14) 49.323,87 INFINITY 14.970,317383
2008
Januari Dobby (X15) 50.700,57 INFINITY 15.008,333008
Februari Dobby (X16) 48.846,14 INFINITY 14.958,787109
Maret Dobby (X17) 50.048,72 INFINITY 14.977,839844
April Dobby (X18) 50.076,36 INFINITY 14.965,855469
Mei Dobby (X19) 50.377,27 INFINITY 14.955,860352
Juni Dobby (X110) 50.680,98 INFINITY 15.008,336914
Juli Dobby (X111) 51.389,81 INFINITY 14.962,123047
Agustus Dobby (X112) 50.842,89 INFINITY 14.898,415039
2007
September Warna (X21) 106.813,70 107.347,771641 45.260,410156
Oktober Warna (X22) 107.750,21 108.288,954141 45.024,996094
Nopember Warna (X23) 105.207,01 105.733,050703 44.799,437500
Desember Warna (X24) 102.946,62 103.461,350274 44.861,257812
2008
Januari Warna (X25) 107.076,71 107.612,094493 45.024,996094
Februari Warna (X26) 101.513,43 102.020,988984 44.810,750000
Maret Warna (X27) 105.121,15 105.646,754180 44.894,445312
April Warna (X28) 105.204,07 105.730,090664 44.843,242188
Mei Warna (X29) 106.106,80 106.637,330859 44.801,113281
Juni Warna (X210) 107.017,93 107.553,019336 45.025,007812
Juli Warna (X211) 109.144,42 109.690,136132 44.829,425781
Agustus Warna (X212) 107.503,66 108.041,174531 44.558,562500
Berdasarkan Tabel 42, dapat diketahui kain tenun sutera dobby secara
keseluruhan memiliki batas kenaikan keuntungan kotor yang tidak terhingga
(infinity) dan batas penurunan keuntungan kotor yang diperbolehkan sebesar nilai
tertentu, hal ini menunjukkan seberapapun kenaikan keuntungan kotor yang
101
terjadi dari produk jenis kain dobby tidak akan mempengaruhi solusi optimal dan
batas penurunannya yang diperbolehkan yaitu sebesar nilai yang ditunjukkan oleh
kolom allowable decrease. Sedangkan pada kain tenun warna, secara keseluruhan
kenaikan dan penurunan keuntungan kotornya masing-masing memiliki batas nilai
tertentu agar tetap berada pada kondisi yang optimal. Hal ini ditunjukkan oleh
adanya nilai pada kolom allowable increase dan allowable decrease. Sebagai
contoh pada periode Agustus 2008, untuk produk kain dobby per meter batas
kenaikan keuntungannya adalah tidak terhingga dan batas penurunan
keuntungannya adalah maksimal mencapai nilai Rp 14.898,41 dari keuntungan
awal agar tetap mempertahankan kondisi optimal. Sedangkan untuk kain tenun
warna, kondisi optimal akan berubah apabila kenaikan keuntungan kotornya
melebihi nilai Rp 108.041,17 dan penurunannya melebihi nilai Rp 44.558,56 dari
nilai keuntungan awal.
Maka dari itu, hasil analisis sensitivitas fungsi tujuan menunjukkan bahwa
keuntungan kotor dari kain tenun dobby tidak memiliki nilai selang kepekaan
sebesar tertentu yang dapat mempengaruhi solusi optimal, karena batas kenaikan
keuntungan yang diperbolehkan secara keseluruhan mencapai tidak terhingga
(infinity). Sedangkan untuk keuntungan kotor yang diperoleh dari kain tenun
warna memiliki nilai selang kepekaan sebesar tertentu dengan nilai batas
kenaikannya yang ditunjukkan oleh nilai allowable increase dan nilai batas
penurunannya yang ditunjukkan oleh nilai allowable decrease. Hal ini
menunjukkan selang kepekaan yang tersempit dari hasil analisis sensitivitas antara
kedua produk yang dihasilkan CV Batu Gede terdapat pada jenis produk kain
tenun sutera warna. Artinya, kondisi keuntungan optimal perusahaan akan lebih
peka berubah apabila terjadi perubahan pada nilai keuntungan dari kain tenun
sutera warna per meternya, sehingga perusahaan dapat lebih fokus melakukan
perubahan keuntungan dari produk kain tenun sutera dobby agar tetap berada
dalam kondisi yang optimal.
6.5.2 Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan Kendala
Analisis sensitivitas nilai sebelah kanan kendala menunjukkan selang
perubahan pada nilai ketersediaan sumberdaya atau nilai sebelah kanan / Right
Hand Side (RHS), yang tetap mempertahankan kondisi optimal dan tidak
102
mengubah nilai dual sumberdaya atau kendala yang bersangkutan. Nilai selang
perubahan ditunjukkan oleh nilai batas kenaikan yang diperbolehkan dan
penurunan yang diperbolehkan. Selama perubahan pada kapasitas kendala masih
berada dalam jangkauan nilai selang maka nilai dual kendala tersebut tidak akan
berubah, sebaliknya apabila perubahan tersebut berada diluar jangkauan nilai
selang maka nilai dual kendala akan berubah. Semakin sempit nilai selang
perubahan pada suatu sumberdaya atau kendala maka semakin peka sumberdaya
tersebut terhadap perubahan ketersediaanya. Hal ini berarti perubahan
ketersediaan sumberdaya atau kendala akan sangat mempengaruhi solusi optimal.
Maka dari itu diperlukan analisis sensitivitas untuk mengetahui batas-batas
perubahan yang dapat merubah kondisi optimal.
Analisis sensitivitas nilai sebelah kanan kendala berkaitan dengan status
sumberdaya. Suatu kendala berstatus pembatas apabila terdapat nilai batas
penurunan dan peningkatan sebesar nilai tertentu. Sedangkan kendala dikatakan
bukan pembatas apabila tidak terdapat nilai sebesar tertentu pada nilai batas
penurunan dan peningkatan. Kendala bukan pembatas ditunjukkan oleh adanya
nilai tidak terhingga (infinity) pada nilai batas peningkatan (allowable increase).
Hal ini menunjukkan selang perubahan peningkatan mencapai tidak terhingga.
Artinya seberapapun peningkatan nilai sebelah kanan kendala tersebut tidak akan
mempengaruhi solusi optimal. Optimalisasi produksi kain sutera dobby dan warna
dengan menggunakan analisis sensitivitas nilai sebelah kanan kendala (Right
Hand Side Ranges) berdasarkan hasil olahan Linear Programming LINDO pada
CV Batu Gede dijelaskan sebagai berikut.
a. Kepekaan Ketersediaan Bahan Baku Jenis Benang Sutera Pakan
Analisis senstivitas nilai RHS kendala benang sutera pakan digunakan
untuk mengetahui sejauh mana perubahan nilai ketersediaan kendala tersebut
dapat merubah kondisi optimal. Berdasarkan hasil analisis dual, kondisi optimal
produksi untuk kain sutera dobby dan warna dengan menggunakan fungsi kendala
benang pakan menunjukkan bahwa kendala tersebut berstatus berlebih atau
penggunaannya lebih sedikit dibandingkan dengan ketersediaannya sehingga
terdapat persediaan sisa. Untuk mengetahui perubahan ketersediaan benang pakan
103
yang dapat merubah kondisi optimal, dapat dilihat pada hasil analisis sensitivitas
Tabel 43.
Tabel 43. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan (RHS) Kendala
Ketersediaan Bahan Baku Jenis Benang Pakan Pada CV Batu
Gede
Tahun Bulan Current RHS Allowable Allowable
Increase Decrease
2007
September 12,50 INFINITY 3,752910
Oktober 12,67 INFINITY 3,734749
Nopember 14,44 INFINITY 5,961041
Desember 14,72 INFINITY 6,597290
2008
Januari 16,33 INFINITY 7,494792
Februari 13,26 INFINITY 5,338495
Maret 14,44 INFINITY 5,932014
April 14,55 INFINITY 6,012901
Mei 17,27 INFINITY 8,568007
Juni 17,34 INFINITY 8,462641
Juli 17,48 INFINITY 8,173450
Agustus 16,54 INFINITY 7,550261
Pada Tabel 43, dapat diketahui bahwa kolom Current RHS menunjukkan
nilai koefisien sebelah kanan kendala atau nilai ketersediaan aktual benang pakan
perusahaan, kolom allowable increase menunjukkan nilai batas kenaikan
perubahan ketersediaan benang pakan dan kolom allowable decrease
menunjukkan nilai batas penurunan perubahan ketersediaan benang pakan yang
dapat mempertahankan solusi tujuan yang optimal. Berdasarkan hasil analisis
sensitivitas, secara keseluruhan kendala benang pakan untuk produksi kain sutera
dobby dan warna pada CV Batu Gede termasuk kendala bukan pembatas. Hal ini
ditunjukkan oleh adanya nilai tidak terhingga (infinity) pada batas kenaikan
perubahan ketersediaannya dan adanya nilai pada batas penurunannya sebesar
nilai slack or surplusnya di setiap bulan selama periode yang dianalisis. Artinya
kendala ketersediaan benang pakan bukan termasuk kendala aktif untuk mencapai
optimalisasi produksi kain tenun sutera dobby dan warna pada CV Batu Gede.
104
Nilai terbesar yang ditunjukkan oleh kolom allowable decrease terdapat
pada bulan Mei 2008 yaitu sebesar 8,568007. Artinya batas penurunan
ketersediaan benang pakan yang diperbolehkan agar produksi tetap optimal adalah
sebesar 8,57 kg dari ketersediaan yang ada di gudang (17,27 kg). Hal ini
menunjukkan ketersediaan benang pakan tidak boleh kurang dari 8,70 kg agar
solusi optimal tidak berubah. Nilai tersebut diperoleh dari nilai ketersediaan yang
ada dikurangi dengan nilai batas penurunannya. Untuk batas kenaikan
ketersediaan benang pakan menunjukkan nilai tidak terhingga (infinity) yang
ditunjukkan oleh kolom allowable increase. Hal ini berarti berapapun nilai
kenaikan ketersediaan benang pakan tidak akan merubah nilai keuntungan yang
akan diterima perusahaan.
b. Kepekaan Ketersediaan Bahan Baku Jenis Benang Sutera Lungsi
Hasil analisis sensitivitas nilai RHS kendala ketersediaan benang lungsi
dapat dilihat pada Tabel 44.
Tabel 44. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan (RHS) Kendala
Ketersediaan Bahan Baku Jenis Benang Lungsi Pada CV Batu
Gede
Tahun Bulan Current RHS Allowable Allowable
Increase Decrease
2007
September 3,50 INFINITY 0,584303
Oktober 3,56 INFINITY 0,581583
Nopember 5,42 INFINITY 2,593680
Desember 7,31 INFINITY 4,602430
2008
Januari 9,53 INFINITY 6,584931
Februari 9,24 INFINITY 6,599498
Maret 9,43 INFINITY 6,594005
April 9,43 INFINITY 6,584301
Mei 9,49 INFINITY 6,589336
Juni 9,54 INFINITY 6,580881
Juli 9,67 INFINITY 6,567817
Agustus 6,79 INFINITY 3,793420
105
Pada Tabel 44 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan ketersediaan benang
lungsi merupakan kendala bukan pembatas. Sama halnya dengan kendala
ketersediaan benang pakan, nilai pada kolom allowable increase menunjukkan
nilai yang tidak terhingga (infinity) dan adanya nilai sebesar tertentu pada kolom
allowable decrease. Nilai terbesar yang ditunjukkan oleh kolom allowable
decrease terdapat pada bulan Februari 2008 yaitu sebesar 6,599498. Artinya batas
penurunan ketersediaan benang lungsi yang diperbolehkan agar produksi tetap
optimal adalah sebesar 6,60 kg dari ketersediaan yang ada di gudang pada bulan
Februari 2008 (9,24 kg). Hal ini menunjukkan ketersediaan benang lungsi tidak
boleh kurang dari 2,64 kg agar solusi optimal tidak berubah. Sedangkan batas
kenaikan ketersediaan benang lungsi menunjukkan nilai tidak terhingga (infinity)
yang ditunjukkan oleh kolom allowable increase. Artinya, berapapun nilai
kenaikan ketersediaan benang lungsi tidak akan merubah nilai keuntungan yang
akan diterima perusahaan. Hal ini menunjukkan ketersediaan benang lungsi
merupakan kendala yang tidak aktif atau berlebih.
c. Kepekaan Ketersediaan Bahan Pembantu Jenis Soda As
Hasil analisis sensitivitas nilai RHS kendala ketersediaan soda as dapat
dilihat pada Tabel 45.
Tabel 45. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan (RHS) Kendala
Ketersediaan Bahan Pembantu Jenis Soda As Pada CV Batu
Gede
Tahun Bulan Current RHS Allowable Allowable
Increase Decrease
2007
September 1,25 INFINITY 0,666861
Oktober 1,26 INFINITY 0,664317
Nopember 1,23 INFINITY 0,664736
Desember 2,21 INFINITY 1,668486
2008
Januari 2,26 INFINITY 1,670986
Februari 2,20 INFINITY 1,671900
Maret 2,24 INFINITY 1,672801
April 2,24 INFINITY 1,670860
Mei 3,25 INFINITY 2,669867
Juni 3,26 INFINITY 2,668176
Juli 3,28 INFINITY 2,659563
Agustus 2,71 INFINITY 2,110684
106
Berdasarkan Tabel 45, perolehan hasil analisis sensitivitas pada nilai
ketersediaan soda as sama seperti bahan baku jenis benang pakan dan lungsi, yaitu
nilai pada kolom allowable increase menunjukkan nilai yang tidak terhingga
(infinity) dan adanya nilai sebesar tertentu pada kolom allowable decrease. Hal ini
menyatakan bahwa ketersediaan soda as bukan termasuk kendala pembatas Nilai
terbesar yang ditunjukkan oleh kolom allowable decrease terdapat pada bulan
Mei 2008 yaitu sebesar 2,669867. Artinya batas penurunan ketersediaan soda as
yang diperbolehkan agar produksi tetap optimal adalah sebesar 2,67 kg dari
ketersediaan yang ada di gudang pada bulan tersebut (3,25 kg). Hal ini
menunjukkan ketersediaan soda as tidak boleh kurang dari 0,58 kg agar solusi
optimal tidak berubah. Sedangkan batas kenaikan ketersediaan soda as
menunjukkan nilai tidak terhingga (infinity) yang ditunjukkan oleh kolom
allowable increase. Artinya, berapapun nilai kenaikan ketersediaan soda as tidak
akan merubah nilai keuntungan yang akan diterima perusahaan. Hal ini
menunjukkan ketersediaan soda as merupakan kendala yang tidak aktif atau
berlebih terhadap produksi kain sutera tenun dobby dan warna.
d. Kepekaan Ketersediaan Bahan Pembantu Jenis Zat Pewarna
Besarnya perubahan nilai ketersediaan zat pewarna atau nilai sebelah
kanan / Right Hand Side (RHS) kendala ketersediaan zat pewarna sangat penting
diketahui agar produksi kain tenun warna tetap berada pada kondisi optimal. Hasil
analisis sensitivitas nilai RHS kendala ketersediaan zat pewarna untuk produksi
kain tenun warna dapat dilihat pada Tabel 46.
107
Tabel 46. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan (RHS) Kendala
Ketersediaan Bahan Pembantu Jenis Zat Pewarna Pada CV Batu
Gede
Tahun Bulan Current RHS Allowable Allowable
Increase Decrease
2007
September 0,50 INFINITY 0,384861
Oktober 0,50 INFINITY 0,382317
Nopember 0,50 INFINITY 0,388236
Desember 0,49 INFINITY 0,382986
2008
Januari 0,50 INFINITY 0,383486
Februari 0,49 INFINITY 0,385400
Maret 0,50 INFINITY 0,387801
April 0,50 INFINITY 0,387360
Mei 0,50 INFINITY 0,385367
Juni 0,50 INFINITY 0,383176
Juli 0,51 INFINITY 0,387063
Agustus 0,50 INFINITY 0,381684
Sama halnya dengan bahan pembantu jenis soda as, pada Tabel 46 dapat
diketahui bahwa secara keseluruhan terdapat nilai yang tidak terhingga (infinity)
pada kolom allowable increase dan adanya nilai sebesar tertentu pada kolom
allowable decrease. Hal ini menyatakan bahwa ketersediaan zat pewarna bukan
termasuk kendala pembatas. Nilai terbesar yang ditunjukkan oleh kolom
allowable decrease terdapat pada bulan Nopember 2007 yaitu sebesar 0,388236.
Artinya batas penurunan ketersediaan zat pewarna yang diperbolehkan adalah
sebesar 0,39 kg dari ketersediaan yang ada di gudang pada bulan tersebut (0,50
kg). Hal ini menunjukkan ketersediaan zat pewarna tidak boleh kurang dari 0,11
kg agar solusi optimal tidak berubah. Batas kenaikan ketersediaan zat pewarna
menunjukkan nilai tidak terhingga (infinity) yang ditunjukkan oleh kolom
allowable increase. Artinya, berapapun nilai kenaikan ketersediaan soda as tidak
akan merubah nilai keuntungan yang akan diterima perusahaan. Hal ini
menunjukkan ketersediaan zat pewarna bukan merupakan kendala yang aktif
terhadap produksi kain sutera tenun warna.
108
e. Kepekaan Ketersediaan Jam Kerja Tenaga Kerja Langsung
Hasil analisis sensitivitas nilai RHS kendala ketersediaan jam kerja tenaga
kerja langsung (TKL) pada CV Batu Gede dapat dilihat pada Tabel 47.
Tabel 47. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan (RHS) Kendala
Ketersediaan Jam Kerja TKL Pada CV Batu Gede
Tahun Bulan Current RHS Allowable Allowable
Increase Decrease
2007
September 1.750 INFINITY 0,230279
Oktober 1.820 INFINITY 0,000000
Nopember 1.750 INFINITY 0,459944
Desember 1.820 0,214087 772,855042
2008
Januari 1.820 2,123667 773,885010
Februari 1.680 0,000000 714,419983
Maret 1.820 0,449057 773,500000
April 1.750 2,277939 743,873962
Mei 1.820 INFINITY 0,000000
Juni 1.750 INFINITY 0,482704
Juli 1.820 0,748889 774,255005
Agustus 1.820 INFINITY 0,488736
Berdasarkan Tabel 47, hasil analisis sensitivitas ketersediaan jam kerja
tenaga kerja langsung (TKL) pada kolom allowable increase dan allowable
decrease secara keseluruhan menunjukkan adanya nilai-nilai sebesar tertentu. Hal
ini menyatakan bahwa ketersediaan jam kerja TKL termasuk kendala pembatas
selama periode yang dianalisis kecuali untuk bulan September – Nopember 2007
dan Mei – Juni 2008 serta Agustus 2008 dimana pada bulan-bulan tersebut
terdapat nilai tidak terhingga pada batas kenaikannya (allowable increase). Untuk
bulan-bulan lainnya terdapat nilai batas kenaikan dan penurunan pada perubahan
ketersediaan jam kerja TKL.
Nilai selang kepekaan tersempit terdapat pada bulan April 2008, sehingga
perubahan ketersediaan jam kerja TKL pada bulan tersebut lebih peka terhadap
perubahan kondisi optimal perusahaan dibandingkan dengan bulan yang lainnya
selama priode analisis. Nilai batas kenaikan perubahan ketersediaan jam kerja
TKL pada bulan tersebut sebesar 2,277939. Sedangkan nilai batas penurunan
perubahannya sebesar 743,873962, sehingga nilai selang perubahannya adalah
109
sebesar 741,596023. Artinya apabila perubahan yang terjadi masih di antara nilai
kedua batas tersebut atau nilai selang, maka kondisi optimal masih dapat bertahan,
namun apabila perubahan melebihi nilai selangnya maka kondisi optimal akan
berubah. Nilai selang tersebut diperoleh dengan cara nilai batas penurunan
dikurangi dengan nilai batas kenaikkannya atau sebaliknya (absolute).
Peningkatan ketersediaan jam kerja TKL pada bulan April 2008 tidak boleh
melebihi 2,277939 atau 2 jam dan penurunannya tidak boleh lebih dari
743,873962 atau 744 jam dari ketersediaan yang ada yaitu selama 1750 jam.
Dengan kata lain, selisih nilai batas perubahan peningkatan dan penurunan
ketersediaan jam kerja TKL yang terjadi tidak boleh lebih dari 741,596023 atau
742 jam agar kondisi keuntungan perusahaan tetap optimal. Hal ini menunjukkan
secara keseluruhan ketersediaan jam kerja TKL merupakan kendala yang aktif
atau kurang ketersediaannya terhadap produksi kain sutera tenun dobby dan warna
pada CV Batu Gede.
f. Kepekaan Ketersediaan Jam Kerja Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)
Hasil analisis sensitivitas nilai RHS kendala ketersediaan jam kerja Alat
Tenun Bukan Mesin (ATBM) pada CV Batu Gede dapat dilihat pada Tabel 48.
Tabel 48. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan (RHS) Kendala
Ketersediaan Jam Kerja ATBM Pada CV Batu Gede
Tahun Bulan Current RHS Allowable Allowable
Increase Decrease
2007
September 350 0,046070 148,760010
Oktober 364 0,000000 154,636002
Nopember 350 0,091934 148,645996
Desember 364 INFINITY 0,042806
2008
Januari 364 INFINITY 0,424606
Februari 336 INFINITY 0,000000
Maret 364 INFINITY 0,089759
April 350 INFINITY 0,455312
Mei 364 0,000000 154,524994
Juni 350 0,096480 148,600006
Juli 364 INFINITY 0,149825
Agustus 364 0,097687 154,283997
110
Pada Tabel 48, menunjukkan bahwa ketersediaan jam kerja ATBM pada
bulan September – Nopember 2007 dan Mei – Juni 2008 serta Agustus 2008
merupakan kendala yang aktif atau kendala pembatas. Ketersediaan jam kerja
ATBM pada kedua bulan tersebut memiliki nilai batas pada perubahan kenaikan
dan penurunannya. Nilai selang tersempit terdapat pada bulan Juni 2008 yaitu
sebesar 148,503526 dimana nilai batas kenaikan perubahannya sebesar 0,096480
dan penurunannya sebesar 148,600006. Artinya, perubahan ketersediaan jam kerja
ATBM yang terjadi pada bulan September 2007 lebih peka terhadap berubahnya
kondisi optimal dibandingkan bulan-bulan lainnya selama periode analisis,
dimana batas kenaikan perubahannya tidak boleh lebih dari 0,096480 atau 0,1 jam
atau enam menit dan penurunannya tidak boleh lebih dari 148,60000698 atau 149
jam dari ketersediaan yang ada yaitu selama 350 jam agar kondisi keuntungan
tetap optimal. Secara keseluruhan selama periode yang dianalisis, ketersediaan
jam kerja ATBM merupakan kendala aktif atau kendala pembatas. Hal ini
ditunjukkan oleh adanya nilai batas pada perubahan kenaikan dan penurunannya.
g. Kepekaan Pengaruh Permintaan Terhadap Kondisi Optimal
Perubahan naik atau turunnya tingkat permintaan pasar kain sutera dapat
mempengaruhi kondisi produksi optimal kain sutera dobby dan warna pada CV
Batu Gede. Untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan permintaan kain sutera
dobby terhadap kondisi optimal perusahaan dapat dilihat dari hasil analisis
sensitivitas nilai RHS kendala permintaan pasar pada Tabel 49.
111
Tabel 49. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan (RHS) Kendala
Permintaan Kain Sutera Jenis Dobby Pada CV Batu Gede
Tahun Bulan Current RHS Allowable Allowable
Increase Decrease
2007
September 93,6 35,031090 24,554419
Oktober 95,6 34,894974 25,089954
Nopember 90,7 66,957657 23,506306
Desember 86,9 64,137344 22,766390
2008
Januari 94,5 69,908310 24,591688
Februari 84,7 62,668423 21,807894
Maret 91,0 67,260872 23,560087
April 91,3 67,502174 23,587477
Mei 93,1 68,677780 24,184446
Juni 95,0 70,094337 25,005661
Juli 99,5 73,668411 25,805235
Agustus 96,2 70,772476 25,233027
Pada tabel 49, menunjukan bahwa permintaan kain dobby di setiap bulan
selama periode analisis memiliki batas nilai tertentu untuk tingkat perubahan
kenaikan dan penurunnya. Hal ini menunjukkan secara keseluruhan permintaan
pasar merupakan kendala pembatas untuk mencapai kondisi optimal tanpa
merubah nilai dualnya. Berdasarkan hasil analisis, nilai selang kepekaan
perubahan tersempit terdapat pada bulan Oktober 2007 yaitu sebesar 9,805020
dengan nilai batas kenaikan sebesar 34,894974 dan batas penurunannya sebesar
25,089954. Artinya, perubahan permintaan pasar pada bulan Oktober 2007 lebih
peka dibandingkan bulan-bulan lain selama periode analisis terhadap kondisi
optimal perusahaan.
Nilai batas kenaikan permintaan pasar kain tenun sutera pada bulan
Oktober 2007 adalah sebesar 34,894974 atau 34,9 meter dan batas penurunannya
adalah sebesar 25,089954 atau 25,0 meter. Informasi ini dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi perusahaan untuk menentukan jumlah produksi apabila terjadi
perubahan permintaan pasar. Apabila total kuantitas permintaan pasar kain tenun
sutera naik hingga batas maksimum sebesar 34,9 meter dari permintaan yang ada
sebesar 95,6 meter atau meningkat menjadi sebesar 130,5 meter pada bulan
112
Oktober 2007, maka masih menguntungkan bagi perusahaan untuk meningkatkan
produksinya karena penambahan total produksi kain sutera pada bulan tersebut
akan meningkatkan keuntungan sebesar nilai dualnya yaitu sebesar Rp 15.008,33
per meter.
Tingkat kepekaan perubahan permintaan kain sutera tenun warna terhadap
kondisi optimal perusahaan dapat dilihat dari hasil analisis sensitivitas nilai RHS
kendala permintaan pasar pada Tabel 50.
Tabel 50. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Sebelah Kanan (RHS) Kendala
Permintaan Kain Sutera Jenis Warna Pada CV Batu Gede
Tahun Bulan Current RHS Allowable Allowable
Increase Decrease
2007
September 31,2 INFINITY 8,172136
Oktober 31,9 INFINITY 8,363318
Nopember 30,2 INFINITY 7,847218
Desember 29,0 INFINITY 7,597203
2008
Januari 31,5 INFINITY 8,197229
Februari 28,2 INFINITY 7,279942
Maret 30,3 INFINITY 7,860197
April 30,4 INFINITY 7,872017
Mei 31,0 INFINITY 8,073442
Juni 31,7 INFINITY 8,335220
Juli 33,2 INFINITY 8,612671
Agustus 32,1 INFINITY 8,436810
Berdasarkan Tabel 50 secara keseluruhan hasil analisis sensitivitas
terhadap pengaruh permintaan kain tenun warna pada keuntungan optimal
terdapat nilai yang tak terhingga pada batas nilai kenaikannya. Hal ini
menunjukkan pada kondisi optimal, produksi kain tenun warna masih belum
memenuhi permintaannya. Oleh karena itu, untuk memenuhi permintaan tersebut,
perusahaan harus memanfaatkan semua sumberdaya yang dimiliki terutama
sumberdaya yang ketersediaannya berlebih.
113
6.6 Analisis Post Optimal
Analisis post optimal dilakukan untuk mencari kemungkinan-
kemungkinan dan besarnya perubahan pada solusi optimal atau nilai dual apabila
terjadi perubahan pada koefisien nilai fungsi tujuan dan nilai sebelah kanan
kendala. Pada penelitian yang dilakukan, analisis post optimal akan digunakan
dengan melakukan perubahan terhadap input produksi yaitu menaikkan total biaya
bahan baku (benang sutera) dan mengurangi jumlah tenaga kerja langsung.
Analisis post optimal pada penelitian ini terfokus pada beberapa skenario yaitu:
1. Menaikkan total biaya bahan baku (benang sutera) sebesar 20 persen. Hal ini
didasarkan dari pengalaman perusahaan terhadap perubahan harga benang
sutera. Harga benang sutera pada tahun 2005 yaitu Rp 240.000,00 sedangkan
pada tahun 2006 menjadi Rp 265.000,00 per kg, bahkan pada tahun 2007
harga benang sutera mencapai Rp 300.000,00 per kg. Hal ini berarti
peningkatan harga benang sutera yang pernah terjadi berkisar antara 10
sampai 15 persen. Maka dari itu, asumsi kenaikan sebesar 20 persen
didasarkan sebagai antisipasi apabila terjadi kenaikan harga yang lebih besar.
2. Menurunkan jumlah tenaga kerja langsung untuk produksi kain tenun warna
menjadi tiga orang. Hal ini didasarkan karena tenaga kerja langsung pada
proses produksi kain sutera di CV Batu Gede Bogor merupakan tenaga kerja
borongan bukan tenaga kerja tetap, sehingga hal yang mungkin terjadi adalah
beralihnya tenaga kerja borongan untuk mencari pekerjaan jenis yang lain.
3. Menaikkan total biaya bahan baku (benang sutera) sebesar 20 persen dan
menurunkan jumlah tenaga kerja langsung untuk produksi kain tenun warna
menjadi tiga orang. Hal ini didasarkan dari asumsi skenario 1 dan 2 terjadi
pada kurun waktu yang sama.
6.6.1 Skenario 1
Kenaikan biaya bahan baku akan berdampak pada menurunnya
keuntungan per unit dari setiap produk yang dihasilkan. Pengujian model terhadap
kenaikan biaya bahan baku dilakukan untuk mengetahui kenaikan biaya produksi
terhadap keputusan produksi, alokasi sumberdaya dan keuntungan optimal
perusahaan. Kenaikan biaya bahan baku benang sutera dapat mengubah koefisien
fungsi tujuan pada model optimalisasi yang telah dilakukan. Pada skenario 1, nilai
114
keuntungan penjualan kain sutera setelah terjadinya kenaikan total biaya bahan
baku benang sutera sebesar 20 persen dapat dilihat pada Tabel 51.
Tabel 51. Nilai Keuntungan Penjualan Kain Sutera setelah Terjadinya
Kenaikan Total Biaya Bahan Baku Benang Sutera Sebesar 20
Persen Pada CV Batu Gede
Tahun Bulan Nilai Laba/Keuntungan per meter (Rp)
Kain Dobby (X1) Kain Tenun Warna (X2)
2007
September 44.612,90 100.813,70
Oktober 44.925,07 101.750,21
Nopember 44.077,34 99.207,01
Desember 43.323,87 96.946,62
2008
Januari 44.700,57 101.076,71
Februari 42.846,14 95.513,43
Maret 44.048,72 99.121,15
April 44.076,36 99.204,07
Mei 44.377,27 100.106,80
Juni 44.680,98 101.017,93
Juli 45.389,81 103.144,42
Agustus 44.842,89 101.503,66
Berdasarkan Tabel 51 maka diperoleh model fungsi tujuan persamaan
linier sebagai berikut :
Maks Z =
Pada analisis post optimal skenario 1 menunjukkan bahwa nilai fungsi
tujuan pada model mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi didasarkan
adanya penurunan keuntungan setelah terjadi kenaikan biaya bahan baku sebesar
20 persen. Sedangkan kombinasi jumlah produk optimal tidak berubah atau sama
dengan hasil optimalisasi yang sudah dilakukan (solusi optimal awal). Untuk lebih
21221121029
28272625
24232221
11211111019
18171615
14131211
101.503,66103.144,42101.017,93100.106,80
99.204,0799.121,1595.513,43101.076,71
96.946,6299.207,01101.750,21100.813,70
44.842,8945.389,8144.680,9844.377,27
44.076,3644.048,7242.846,1444.700,57
43.323,8744.077,3444.925,0744.612,90
XXXX
XXXX
XXXX
XXXX
XXXX
XXXX
115
jelasnya, output LINDO hasil analisis post optimal skenario 1 pada CV Batu Gede
dapat dilihat pada Lampiran 9.
Kentungan optimal pada hasil analisis post optimal skenario 1 adalah
sebesar Rp 76.740.350,00. Dibandingkan dengan keuntungan kondisi optimal
awal yaitu sebesar Rp 85.057.260,00, maka nilai keuntungan pada analisis post
optimal skenario 1 lebih rendah. Hal ini berarti perusahaan sudah mencapai
optimal dengan keuntungan sebesar Rp 76.740.350,00 pada kondisi skenario 1.
Hasil analisis post optimal skenario 1 menunjukkan adanya penurunan
nilai dual pada ketersediaan sumberdaya dari kondisi optimal awal. Hal ini
menyebabkan menurunnya nilai keuntungan optimal awal. Penurunan nilai dual
terdapat pada kendala permintaan pasar yang menjadi pembatas produksi pada
skenario 1. Hal ini berarti masih menguntungkan bagi CV Batu Gede untuk
meningkatkan jumlah produksi kain sutera jika terjadi kenaikan jumlah
permintaan, karena setiap satu meter kain sutera baik jenis kain dobby atau tenun
warna yang dihasilkan oleh perusahaan akan meningkatkan keuntungan kotor
sebesar nilai dualnya.
Status penggunaan sumberdaya pada hasil analisis post optimal skenario 1
secara keseluruhan tidak berbeda dengan kondisi optimal awal. Sumberdaya yang
berstatus berlebih atau kendala tidak aktif yaitu bahan baku jenis benang pakan,
benang lungsi, bahan pembantu soda as, dan zat pewarna. Sedangkan sumberdaya
yang berstatus langka atau kendala aktif adalah ketersediaan jam kerja ATBM
dan tenaga kerja langsung. Sehingga penambahan jam kerja ATBM dan tenaga
kerja langsung perusahaan diperlukan untuk mencapai keuntungan maksimal.
Batas kenaikan dan penurunan nilai koefisien fungsi tujuan pada hasil
analisis post optimal skenario 1 mengalami beberapa perubahan. Nilai batas
kenaikan (allowable increase) koefisien tujuan untuk produk kain sutera dobby
tidak mengalami perubahan sedangkan nilai batas penurunannya (allowable
decrease) mengalami penurunan dari kondisi optimal awal. Sebaliknya, nilai batas
kenaikan koefisien tujuan untuk produk kain sutera tenun warna mengalami
penurunan sedangkan nilai batas penurunannya tidak mengalami perubahan dari
kondisi optimal awal. Hal ini menunjukkan selang kepekaan nilai koefisien tujuan
pada skenario 1 lebih sempit dibandingkan pada kondisi optimal awal. Artinya,
116
nilai koefisien fungsi tujuan semakin peka berubah terhadap menurunnya nilai
keuntungan kain sutera dobby dan meningkatnya nilai keuntungan kain sutera
tenun warna.
Nilai selang kepekaan terhadap sumberdaya pada skenario 1 secara
keseluruhan tidak berubah dari kondisi optimal. Hal ini menunjukkan perubahan
pada skenario 1 tidak mempengaruhi nilai sebelah kanan fungsi kendala pada
model optimalisasi tetapi hanya mempengaruhi nilai koefisien fungsi tujuan. Oleh
karena itu, setelah dilakukan pengujian model melalui analisis post optimal
skenario 1 yaitu dengan menaikkan total biaya bahan baku (benang sutera) sebesar
20 persen perusahaan diharapkan meningkatkan nilai jual kain sutera dobby dan
kain sutera tenun warna paling tidak sebesar kenaikan biaya bahan baku yang
terjadi agar perusahaan dapat mempertahankan penjualan dan keuntungan
optimalnya.
6.6.2 Skenario 2
Pada analisis post optimal skenario 2, model di uji dengan melakukan
perubahan pada koefisien fungsi kendala yaitu menurunkan jumlah tenaga kerja
langsung (TKL) untuk produksi kain tenun warna dari lima orang menjadi tiga
orang. Dasar asumsi tersebut yaitu TKL pada proses produksi kain sutera di CV
Batu Gede Bogor merupakan tenaga kerja borongan bukan tenaga kerja tetap,
sehingga hal yang dapat terjadi adalah menurunnya jumlah TKL akibat mereka
beralih untuk mencari pekerjaan jenis yang lain. Nilai koefisien kendala
ketersediaan jam kerja TKL pada skenario 2 dapat dilihat pada Tabel 52.
117
Tabel 52. Ketersediaan dan Nilai Koefisien Jam Tenaga Kerja Langsung
Produksi Kain Tenun Warna pada Skenario 2
Tahun Bulan
Jumlah
TKL
(orang)
Jam
Kerja/hari
(jam)
HOK
(hari)
Ketersediaan
(jam)
Produksi
(m)
Koefisien
(jam/m)
2007
September 3 7 25 525 27,1 19,37
Oktober 3 7 26 546 27,7 19,71
Nopember 3 7 25 525 26,3 19,96
Desember 3 7 26 546 25,2 21,67
2008
Januari 3 7 26 546 27,4 19,93
Februari 3 7 24 504 24,6 20,49
Maret 3 7 26 546 26,4 20,68
April 3 7 25 525 26,5 19,81
Mei 3 7 26 546 27,0 20,22
Juni 3 7 25 525 27,5 19,09
Juli 3 7 26 546 28,9 18,89
Agustus 3 7 26 546 27,9 19,57
Pada Tabel 52, dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja langsung untuk
produksi kain tenun warna pada skenario 2 adalah tiga orang, hal ini terjadi
pengurangan dua orang dari lima orang tenga kerja langsung yang ada untuk
produksi kain tenun warna. Akibat dari pengurangan tersebut jumlah ketersediaan
jam kerja dan nilai koefisien tenaga kerja langsung untuk produksi kain tenun
warna menjadi lebih kecil dari kondisi sebelum terjadi pengurangan. Hal ini dapat
dibandingkan dengan Tabel 26 pada pembahasan sebelumnya. Oleh karena itu
jumlah total ketersediaan jam kerja tenaga kerja langsung pada skenario 2 yang
dijadikan sebagai nilai sebelah kanan kendala ketersediaan jam tenaga kerja
langsung dapat dilihat pada Tabel 53.
118
Tabel 53. Jumlah Total Ketersediaan Jam Tenaga Kerja Langsung
Produksi Kain Dobby dan Warna Pada Skenario 2
Tahun Bulan Ketersediaan Jam Kerja TKL (jam)
Kain Dobby Kain Warna Total
2007
September 875 525 1.400
Oktober 910 546 1.456
Nopember 875 525 1.400
Desember 910 546 1.456
2008
Januari 910 546 1.456
Februari 840 504 1.344
Maret 910 546 1.456
April 875 525 1.400
Mei 910 546 1.456
Juni 875 525 1.400
Juli 910 546 1.456
Agustus 910 546 1.456
Berdasarkan Tabel 53 dapat diketahui jumlah total ketersediaan jam kerja
tenaga kerja langsung (TKL) mengalami perubahan dari kondisi sebelum adanya
pengurangan TKL produksi kain tenun warna yang dapat dilihat pada Tabel 27.
Jumlah total ketersediaan jam kerja TKL menurun dari kondisi sebelumnya
sehingga nilai sebelah kanan kendala ketersediaan jam kerja TKL mengalami
perubahan. Berdasarkan nilai koefisien dan nilai total ketersediaan jam kerja TKL
yang telah diperoleh, maka fungsi kendala jam TKL pada skenario 2 dapat
disusun sebagai berikut:
145619,5710,89
145618,8910,51
140019,0910,59
145620,2211,25
140019,8111,02
145620,6811,50
134420,4911,40
145619,9311,07
145621,6712,05
140019,9611,09
145619,7110,95
140019,3710,75
212112
211111
210110
2919
2818
2717
2616
2515
2414
2313
2212
2111
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
119
Output LINDO hasil analisis post optimal skenario 2 pada CV Batu Gede
dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil analisis post optimal skenario 2
menunjukkan nilai fungsi tujuan tidak mengalami perubahan, variabel yang
mengalami perubahan adalah variabel nilai fungsi kendala jam kerja tenaga kerja
langsung. Pengurangan jumlah TKL mengakibatkan berkurangnya jumlah jam
TKL untuk memproduksi kain tenun sutera, sehingga hal ini menyebabkan
menurunnya jumlah produksi optimal dibandingkan dengan produksi pada kondisi
optimal awal. Perbandingan tingkat produksi kain sutera dobby antara kondisi
aktual dan kondisi optimal pada skenario 2 dapat dilihat pada Tabel 54.
Tabel 54. Perbandingan Kondisi Aktual dan Kondisi Optimal Skenario 2
Produksi Kain Sutera Dobby Pada CV Batu Gede
Produksi Dobby Variabel
Aktual
(m)
Optimal
(m)
Perubahan
Tahun Bulan Selisih (m) Persentase (%)
2007
September X11 81,4 81,4 0,0 0,00
Oktober X12 83,1 83,1 0,0 0,00
Nopember X13 78,9 78,9 0,0 0,00
Desember X14 75,5 75,5 0,0 0,00
2008
Januari X15 82,2 81,9 0,3 0,36
Februari X16 73,7 73.,7 0,0 0,00
Maret X17 79,1 79,1 0,0 0,00
April X18 79,4 79,1 0,3 0,38
Mei X19 80,9 80,9 0,0 0,00
Juni X110 82,6 82,7 -0,1 -0,12
Juli X111 86,6 86,5 0,1 0,12
Agustus X112 83,6 83,6 0,0 0,00
Pada Tabel 54, menunjukkan bahwa secara keseluruhan produksi aktual
kain sutera dobby perusahaan hampir sama dengan produksi optimal pada
skenario 2. Hal ini dikarenakan pengurangan jam kerja tenaga kerja langsung
hanya terjadi pada produksi kain tenun warna, sehingga produksi kain sutera
dobby perusahaan sudah dapat dikatakan mencapai optimal pada analisis post
optimal skenario 2. Walaupun demikian, kondisi optimal produksi kain sutera
dobby pada skenario 2 masih lebih rendah dibandingkan dengan kondisi optimal
120
awal. Oleh karena itu, perusahaan diharapkan tetap meningkatkan produksi kain
sutera dobby sebesar selisih negatifnya dan mengurangi produksinya sebesar
selisih positifnya untuk mencapai keuntungan yang maksimal.
Perbandingan tingkat produksi kain sutera tenun warna antara kondisi
aktual dan kondisi optimal pada skenario 2 dapat dilihat pada Tabel 55.
Tabel 55. Perbandingan Kondisi Aktual dan Kondisi Optimal Skenario 2
Produksi Kain Sutera Tenun Warna Pada CV Batu Gede
Produksi Tenun Warna Variabel
Aktual
(m)
Optimal
(m)
Perubahan
Tahun Bulan Selisih (m) Persentase (m)
2007
September X21 27,1 27,1 0,0 0,00
Oktober X22 27,7 27,7 0,0 0,00
Nopember X23 26,3 26,3 0,0 0,00
Desember X24 25,2 25,2 0,0 0,00
2008
Januari X25 27,4 27,4 0,0 0,00
Februari X26 24,6 24,6 0,0 0,00
Maret X27 26,4 26,4 0,0 0,00
April X28 26,5 26,7 -0,2 -0,75
Mei X29 27,0 27,0 0,0 0,00
Juni X210 27,5 27,5 0,0 0,00
Juli X211 28,9 28,9 0,0 0,00
Agustus X212 27,9 27,9 0,0 0,00
Sama halnya dengan produksi kain sutera dobby, pada Tabel 55
menunjukkan bahwa produksi aktual kain tenun warna perusahaan secara
keseluruhan hampir sama dengan kondisi optimal pada skenario 2. Hal ini berarti
pengurangan tenaga kerja langsung tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi
aktual perusahaan. Tetapi, kondisi optimal produksi kain sutera tenun warna pada
skenario 2 lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi optimal awal. Hal ini
menunjukkan perusahaan harus lebih fokus terhadap produksi kain sutera dobby
untuk mencapai keuntungan yang maksimal.
Pengurangan jam kerja tenaga kerja langsung pada skenario 2
mengakibatkan berkurangnya keuntungan optimal. Keuntungan kondisi optimal
awal yaitu sebesar Rp 86.826.900,00 sedangkan keuntungan optimal pada
121
skenario 2 adalah Rp 82.893.570,00. Namun jika dibandingkan dengan kondisi
optimal skenario 1 dan kondisi aktual perusahaan, nilai keuntungan optimal pada
skenario 2 lebih tinggi.
Status penggunaan sumberdaya pada hasil analisis post optimal skenario 2
tidak terdapat perubahan dari kondisi optimal awal. Sumberdaya yang berstatus
berlebih atau kendala tidak aktif yaitu bahan baku jenis benang pakan, benang
lungsi, bahan pembantu soda as, dan zat pewarna. Sedangkan sumberdaya yang
berstatus langka atau kendala aktif adalah ketersediaan jam kerja tenaga kerja
langsung dan jam kerja ATBM. Namun status untuk kendala permintaan pasar
kain dobby berubah dari status kendala pembatas menjadi bukan pembatas. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya nilai slack or surplus yang positif dan nilai dualnya
nol. Artinya tingkat permintaan pasar untuk kain jenis dobby tidak mempengaruhi
keuntungan atau fungsi tujuan perusahaan pada saat kondisi skenario 2.
Batas kenaikan dan penurunan nilai koefisien fungsi tujuan pada hasil
analisis post optimal skenario 2 mengalami beberapa perubahan dari kondisi
optimal awal. Nilai batas kenaikan (allowable increase) koefisien tujuan untuk
produk kain sutera dobby secara keseluruhan berubah dari tak terhingga (infinity)
menjadi sebesar nilai-nilai tertentu sedangkan nilai batas penurunannya
(allowable decrease) mengalami peningkatan. Sebaliknya, nilai batas kenaikan
koefisien tujuan untuk produk kain sutera tenun warna secara keseluruhan
mengalami peningkatan sedangkan nilai batas penurunannya mengalami
penurunan dari kondisi optimal awal. Artinya, nilai koefisien fungsi tujuan
semakin peka berubah terhadap meningkatnya nilai keuntungan kain sutera dobby
dan menurunnya nilai keuntungan kain sutera tenun warna.
Nilai selang kepekaan terhadap sumberdaya pada skenario 2 yang berubah
secara signifikan dari kondisi optimal awal yaitu ketersediaan jam kerja tenaga
kerja langsung, ketersediaan jam kerja ATBM dan permintaan pasar. Nilai selang
kepekaan ketersediaan jam kerja tenaga kerja langsung dan jam kerja ATBM
semakin sempit dibandingkan dengan kondisi optimal awal. Hal ini menunjukkan
pada scenario 2, apabila ketersediaan jam kerja TKL dan ATBM berubah maka
akan semakin peka merubah kondisi optimal. Pada permintaan pasar, perubahan
terjadi pada permintaan untuk kain jenis dobby. Permintaaan dobby pada kondisi
122
skenario 2 menunjukkan nilai batas kenaikan yang tidak terhingga (infinity)
dimana pada kondisi optimal awal permintaan pasar terdapat nilai tertentu pada
batas kenaikannya. Hal ini menunjukkan status permintaan kain dobby berubah
dari kendala pembatas menjadi bukan pembatas.
Secara keseluruhan, perubahan pada skenario 2 yang mempengaruhi nilai
sebelah kanan fungsi kendala dan jumlah produksi optimal awal perusahaan hanya
pada kendala permintaan dobby. Hal ini memberikan informasi kepada
perusahaan bahwa dengan adanya pengurangan tenaga kerja langsung untuk
produksi kain tenun warna perusahaan harus dapat mengendalikan produksinya
dan memanfaatkan seluruh ketersediaan sumberdaya yang dimilikinya untuk
mencapai keuntungan yang maksimal.
6.6.3 Skenario 3
Pada analisis post optimal skenario 3, model solusi optimal di uji dengan
menggabungkan asumsi skenario 1 dan 2, yaitu menaikkan total biaya bahan baku
(benang sutera) sebesar 20 persen dan menurunkan jumlah tenaga kerja langsung
untuk produksi kain tenun warna menjadi tiga orang. Pada skenario 3 ini, fungsi
tujuan pada model menggunakan asumsi perubahan pada skenario 1 sedangkan
fungsi kendala menggunakan asumsi pada skenario 2. Nilai-nilai koefisien fungsi
tujuan yang diperoleh sama dengan skenario 1 dan nilai-nilai koefisien fungsi
kendala sama dengan skenario 2. Output LINDO hasil analisis post optimal
skenario 3 pada CV Batu Gede dapat dilihat pada Lampiran 11.
Hasil analisis post optimal skenario 3 menunjukkan perbandingan nilai
produksi aktual dan optimal untuk kain sutera dobby dan tenun warna sama
dengan yang ditunjukkan oleh masing-masing Tabel 54 dan 55 pada hasil analisis
post optimal skenario 2. Namun keuntungan optimal yang diperoleh pada skenario
3 ini berbeda dengan keuntungan optimal pada skenario 1 dan 2. Nilai keuntungan
optimal pada skenario 3 adalah sebesar Rp 75.157.860,00. Nilai ini jauh lebih
rendah dibandingkan nilai keuntungan optimal yang diperoleh dari skenario 1 dan
2 yaitu masing-masing Rp 76.740.350,00 dan Rp 82.893.570,00. Hal ini
dikarenakan model solusi awal pada skenario 3 di uji dengan menggunakan dua
asumsi sekaligus.
123
Pada hasil nilai slack or surplus dan nilai dual fungsi-fungsi kendala yang
diperoleh dari analisis post optimal skenario 3 menunjukkan status yang tidak
jauh berbeda dengan hasil analisis post optimal skenario 2. Perubahan yang terjadi
hanya pada nilai dual fungsi kendala ketersediaan jam kerja TKL dan jam kerja
ATBM. Pada skenario 3 ini, nilai dual fungsi kendala ketersediaan jam kerja
tenaga kerja langsung mengalami penurunan dan nilai dual fungsi kendala
ketersediaan jam kerja ATBM mengalami kenaikan dari hasil yang ditunjukkan
oleh skenario 2. Hal ini menunjukkan apabila perusahaan menambah jam kerja
TKL sebanyak satu satuan perusahaan masih dapat memperoleh keuntungan
sebesar nilai dualnya walaupun tidak sebesar nilai dual pada skenario 2 dan
apabila perusahaan menambah jam kerja ATBM sebesar satu satuan maka
perusahaan dapat menambahkan keuntungannya sebesar nilai dualnya yang lebih
besar dari hasil skenario 3. Hal ini diduga kenaikan biaya total bahan baku sebesar
20 persen dan pengurangan tenaga kerja langsung produksi kain tenun warna
mengakibatkan perusahaan harus lebih memfokuskan produksi dan
mengefisienkan penggunaan ATBM yang dimilikinya untuk memproduksi kain
sutera tenun dobby agar mencapai keuntungan yang optimal.
Sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan pada model optimalisasi skenario
3 memiliki nilai-nilai batas kenaikan dan penurunan. Walaupun nilai koefisien
fungsi tujuan pada model ini sama dengan nilai fungsi tujuan pada skenario 1,
namun hasil analisis post optimal skenario 3 ini menunjukkan adanya perbedaan
baik pada nilai batas kenaikan atau pada nilai batas penurunannya. Secara
keseluruhan selama periode analisis, nilai batas kenaikan koefisien tujuan
produksi kain sutera dobby pada skenario 3 memiliki nilai sebesar tertentu
dibandingkan dengan hasil skenario 1 yang mencapai tidak terhingga (infinity)
dan untuk produksi kain tenun warna nilai batas penurunannya yang lebih rendah.
Hal ini menunjukkan selang kepekaan nilai koefisien fungsi tujuan pada skenario
3 lebih sempit dibandingkan pada skenario 1. Artinya nilai koefisien fungsi tujuan
produksi kain sutera dobby dan kain tenun warna lebih peka berubah terhadap
kenaikan total biaya bahan baku dan pengurangan tenaga kerja langsung apabila
kedua perubahan tersebut terjadi dalam kurun waktu yang sama.
124
Untuk nilai sensitivitas sebelah kanan kendala pada skenario 3, secara
keseluruhan sama dengan hasil nilai skenario 2. Hal ini dikarenakan fungsi
kendala model di uji dengan menggunakan asumsi yang sama dengan skenario 2
yaitu mengurangi jumlah TKL, sehingga koefisien fungsi sebelah kanan kendala
berubah dari kondisi optimal awal. Kendala yang menjadi pembatas adalah
kendala ketersediaan jam kerja TKL dan jam kerja ATBM, artinya kedua kendala
memiliki nilai batas kenaikan atau penurunan sebesar tertentu. Secara
keseluruhan, hasil analisis post optimal skenario 3 menunjukkan informasi kepada
perusahaan untuk lebih mengendalikan produksinya dengan mengefisienkan
sumberdaya yang dimilikinya terutama bahan baku, TKL dan ATBM.
6.7 Perbandingan Kondisi Aktual Perusahaan, Optimal Awal, Post Optimal
Skenario 1, 2 dan 3
Berdasarkan analisis optimalisasi produksi yang dilakukan, maka hasil
kombinasi output produksi kain sutera pada CV Batu Gede dengan menggunakan
kombinasi input yang dimiliki perusahaan pada solusi optimal awal dan dengan
melakukan perubahan pada kombinasi input termasuk biaya total bahan baku serta
jam kerja tenaga kerja langsung terdapat perbedaan. Perbedaan atau perbandingan
hasil kombinasi output antara kondisi aktual, solusi optimal dan skenario post
optimal dapat dilihat pada Tabel 56.
Pada Tabel 56 menunjukkan bahwa jumlah kombinasi produksi optimal
berbeda dengan kondisi aktual. Jumlah produksi kain sutera jenis dobby pada
solusi optimal lebih besar dibandingkan dengan jumlah produksi aktualnya.
Sedangkan jumlah produksi kain sutera jenis tenun warna pada solusi optimal
menunjukkan jumlah yang lebih kecil dari jumlah produksi aktualnya.
Kombinasi jumlah produksi pada kondisi skenario 1 tidak berbeda dengan
kondisi solusi awal. Artinya, perubahan kenaikan biaya total bahan baku benang
sutera pada skenario 1 masih berada pada selang kepekaan solusi awal. Selain itu,
presentase biaya bahan baku masih kecil terhadap biaya total produksi sehingga
tidak terlalu berpengaruh terhadap solusi optimal awal. Sedangkan kombinasi
jumlah produksi pada kondisi skenario 2 dan 3 hampir sama dengan kondisi
aktual perusahaan. Hal ini menunjukkan perusahaan tetap harus fokus pada
produksi kain sutera jenis dobby untuk mencapai kondisi optimal.
Tabel 56. Perbandingan Kombinasi Produksi dan Nilai Keuntungan antara Kondisi Aktual, Optimal Awal, Skenario 1, Skenario 2
serta Skenario 3
Tahun Bulan
Aktual Optimal Awal Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
Dobby
(m)
Warna
(m)
Dobby
(m)
Warna
(m)
Dobby
(m)
Warna
(m)
Dobby
(m)
Warna
(m)
Dobby
(m)
Warna
(m)
2007
September 81,4 27,1 93,6 23,0 93,6 23,0 81,4 27,1 81,5 27,1
Oktober 83,1 27,7 95,6 23,5 95,6 23,5 83,1 27,7 83,1 27,7
Nopember 78,9 26,3 90,7 22,4 90,7 22,3 78,9 26,3 78,9 26,3
Desember 75,5 25,2 86,9 21,4 86,9 21,4 75,5 25,2 75,5 25,2
2008
Januari 82,2 27,4 94,5 23,3 94,5 23,3 81,9 27,4 81,9 27,5
Februari 73,7 24,6 84,7 20,9 84,7 20,9 73.,7 24,6 73,7 24,6
Maret 79,1 26,4 91,0 22,4 91,0 22,4 79,1 26,4 79,1 26,4
April 79,4 26,5 91,3 22,5 91,3 22,5 79,1 26,7 79,1 26,6
Mei 80,9 27,0 93,1 22,9 93,1 22,9 80,9 27,0 80,9 27,0
Juni 82,6 27,5 95,0 23,4 95,0 23,4 82,7 27,5 82,7 27,5
Juli 86,6 28,9 99,5 24,6 99,5 24,6 86,5 28,9 86,5 28,9
Agustus 83,6 27,9 96,2 23,7 96,2 23,7 83,6 27,9 83,6 27,9
Keuntungan Rp 82.862.122,62 Rp 85.057.260,00 Rp 76.740.350,00 Rp 82.893.570,00 Rp 75.157.860,00
71
Secara keseluruhan, perbandingan nilai keuntungan pada Tabel 56
menunjukkan nilai terendah pada hasil post optimal skenario 3. Hal ini
dikarenakan kenaikan biaya bahan baku benang sutera dan pengurangan jam kerja
tenaga kerja langsung yang terjadi secara bersamaan menyebabkan keuntungan
optimal semakin menurun. Namun dari dua perubahan yang terjadi, nilai
keuntungan yang paling rendah terjadi ketika adanya kenaikan total biaya bahan
baku benang sutera sebesar 20 persen (skenario 1). Pada skenario 1 tersebut dapat
juga dilihat perubahan kombinasi jumlah produksi yang signifikan terhadap
kondisi aktual perusahaan dan hampir sama dengan kombinasi produksi pada
solusi optimal awal. Maka dari itu, hasil analisis post optimal menunjukkan
bahwa model optimalisasi produksi kain sutera pada CV Batu Gede lebih peka
berubah terhadap perubahan yang terjadi akibat adanya kenaikan biaya bahan
baku benang sutera.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian optimalisasi produksi kain sutera yang
dilakukan pada CV Batu Gede Bogor serta tujuan dari penelitian, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kombinasi atau jenis kain sutera yang diproduksi CV Batu Gede untuk
mencapai kondisi optimal sama dengan jenis kain sutera yang diproduksi
pada kondisi aktual yaitu jenis kain sutera dobby dan tenun warna. Sedangkan
jumlah atau kuantitas produk optimal berbeda dengan kondisi awal karena
pada saat pengolahan model optimalisasi dengan LINDO, jumlah produk
yang memiliki potensi keuntungan lebih tinggi akan lebih banyak. Dalam hal
ini, produk yang lebih berpotensi mencapai keuntungan optimal adalah kain
sutera jenis dobby.
2. Penggunaan sumberdaya pada CV Batu Gede belum efisien dilihat dari
adanya perbedaan penggunaan sumberdaya antara kondisi aktual dan optimal.
Sumberdaya yang berstatus berlebih pada perusahaan adalah bahan baku
(benang pakan dan lungsi), dan bahan pembantu (soda as dan zat pewarna).
Sedangkan sumberdaya yang berstatus aktif atau langka adalah jam kerja
tenaga kerja langsung (TKL) produksi dan jam kerja Alat Tenun Bukan
Mesin (ATBM). Permintaan kain sutera dobby pada perusahaan digunakan
sebagai pembatas produksi untuk memenuhi permintaan kain sutera tenun
warna yang belum terpenuhi.
3. Keuntungan aktual perusahaan selama periode analisis (12 bulan) adalah
sebesar Rp 82.862.122,62. Sedangkan keuntungan yang masih dapat dicapai
perusahaan pada kondisi optimal adalah sebesar Rp 85.057.260,00. Artinya,
perusahaan akan memperoleh keuntungan tambahan sebesar Rp 2.195.137,38
selama periode 12 bulan.
4. Berdasarkan perubahan yang dilakukan untuk menguji solusi optimal awal
dengan menggunakan tiga skenario, yaitu peningkatan biaya bahan baku
(benang sutera) sebesar 20 persen, pengurangan TKL produksi kain tenun
warna menjadi tiga orang, dan penggabungan keduanya. Maka keuntungan
optimal yang diperoleh berubah terhadap kondisi optimal awal, namun
128
keuntungan optimal dari ketiga skenario tersebut masih lebih kecil
dibandingkan dengan keuntungan solusi optimal awal. Hal ini menunjukkan
perubahan yang terjadi masih berada pada nilai selang kepekaan solusi
optimal awal.
5. Nilai keuntungan optimal pada skenario 1 adalah sebesar Rp 76.740.350,00.
Keuntungan optimal tersebut masih lebih rendah dari keuntungan kondisi
aktual dan optimal awal, sehingga tidak merubah solusi optimal awal. Nilai
keuntungan optimal pada skenario 2 yaitu Rp 82.893.570,00. Jumlah
keuntungan pada skenario 2 tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan
kondisi aktual perusahaan, maka dari itu solusi optimal pun berubah dari
solusi optimal awal.
6. Nilai keuntungan optimal terendah terjadi pada skenario 3 yaitu sebesar
Rp75.157.860,00. Hal ini dikarenakan kenaikan biaya bahan baku benang
sutera dan pengurangan jam kerja tenaga kerja langsung yang terjadi secara
bersamaan pada skenario 3 menyebabkan keuntungan optimal semakin
menurun. Oleh karena itu, optimalisasi produksi kain sutera pada CV Batu
Gede lebih peka berubah terhadap perubahan yang terjadi akibat adanya
kenaikan biaya bahan baku benang sutera.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat dipertimbangkan
perusahaan adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan diharapkan lebih fokus pada produksi kain sutera jenis dobby
karena kontribusi penerimaan keuntungan lebih maksimal diperoleh dari
produk jenis dobby dengan melihat dari segi kapasitas produksi perusahaan
dan permintaan pasar yang ada.
2. Perusahaan sebaiknya dapat menggunakan kelebihan ketersediaan
sumberdaya yang dimiliki yaitu bahan baku (benang pakan dan lungsi), bahan
pembantu (soda as dan zat pewarna) sehingga pemanfaatanya akan lebih
efisien dengan cara melakukan perencanaan produksi berdasarkan hasil
optimalisasi yang telah dilakukan.
3. Penambahan jam kerja tenaga kerja langsung (TKL) dan Alat Tenun Bukan
Mesin (ATBM) yang merupakan sumberdaya langka akan lebih
memaksimalkan keuntungan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, M.D. 2007. Optimalisasi Produksi Sayuran Hidroponik PT Saung Mirwan di
Desa Sukamanah Kecamatan Megamendung Bogor. Skripsi. Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Balai Persuteraan Alam. 1997. Laporan Balai Persuteraan Alam Sulawesi Selatan.
Gowa.Http://www.dishut.sulselprov.go.id/balai-persuteraan-alam-sulsel.htm
[28 Agustus 2008]
Beattie, B.R. dan C.R Taylor. 1996. Ekonomi Produksi. Terjemahan. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Buffa, E.S. dan R.K. Sarin. 1996. Manajemen Operasi dan Produksi Modern.
Terjemahan. Edisi Kedelapan. Jilid I. Binarupa Aksara, Jakarta.
Direktorat Bina Perhutanan Sosial. 2008. Pembinaan dan Pengembangan
Persuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster. Jakarta.
Hafsah, N.I. 2007. Optimalisasi Produksi Kain Sutera Alam pada Koperasi Warga
Sejahtera Kecamatan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis. Skripsi. Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Handoko, T.H. 1997. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Pertama.
Badan Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Hikmah, L.N. 2007. Optimalisasi Produksi Sepatu di Perusahaan Defanada,
Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Joesron, T.S. dan M. Fathorozi. 2003. Teori Ekonomi Mikro : Dilengkapi Beberapa
Bentuk Fungsi Produksi. Edisi Pertama. Salemba Empat, Jakarta.
Lipsey, R.G., P.N. Courant, D.D. Purvis dan P.O. Steiner. 1995. Pengantar Mikro
Ekonomi. Terjemahan. Edisi Kesepuluh. Jilid I. Binarupa Aksara, Jakarta.
Maryati, S. 2008. Optimalisasi Produksi Bibit tanaman Hias PT Inggu Laut Abadi
Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor
Muflikh, M. 2003. Nilai Tambah Pengolahan dan Optimalisasi Produksi Kain
Tenun Sutera Alam Di Perusahaan “Aman Sahuri”. Skripsi. Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mulyono, S. 1991. Operation Research. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta.
Nasendi, B.D. dan A. Anwar. 1985. Program Linier dan Variasinya. PT Gramedia,
Jakarta.
Nicholson, W. 1991. Teori Mikro Ekonomi. Edisi Kesepuluh. Jilid I. Binarupa
Aksara, Jakarta.
130
Nicholson, W. 1994. Teori Mikro Ekonomi Prinsip Dasar dan Pengembangan.
Cetakan Ketiga. Terjemahan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi
Kedelapan. Erlangga, Jakarta.
Purwaningsih, D.A. 2001. Optimalisasi Benih Hortikultura Sang Hyang Seri
Selection di PT Sang Hyang Seri Regional Manager I UPPB Sukamandi,
Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sastrawan, U. 2006. Optimalisasi Produksi Obat Tradisional pada KTO Enggal
Damang Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat.
Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soekartawi. 1995. Linear Programming : Teori dan Aplikasinya Khususnya dalam
Bidang Pertanian. Rajawali Press, Jakarta.
Sudarsono. 1984. Pengantar Ekonomi Mikro. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan
Penerangan Ekonomi Sosial, Jakarta.
Supranto, J. 1988. Riset Operasi : Untuk Pengambilan Keputusan. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
Suntana, A. 2008. Mulberry and Silkworm. Http://feeds.feddburner.com/%7Er
/MulberrySilkworm/%7E6/2. [28 Agustus 2008].
Taha. 1996. Riset Operasi, Suatu Pengantar. Bina Binarupa Aksara, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi CV Batu Gede
Keterangan :
= Garis Wewenang dan Tanggung Jawab
CV Batu Gede Bogor
Pemilik / Pimpinan
Administrasi
Unit
Agribisnis
Unit
Agrowisata
Unit
Diklat
Budidaya
Murbei
Produksi
Kain Sutera
Petani Sutera TK Langsung
Lampiran 2. Rincian Kebutuhan Biaya Bahan Baku untuk Produksi Kain
Sutera pada CV Batu Gede Bogor Periode 12 Bulan
Tahun Bulan Kebutuhan Bahan Baku untuk Dobby (Kg)
Biaya (Rp) Benang Pakan Benang Lungsi Jumlah
2007
September 6,1 2,0 8,1 2.441.250,00
Oktober 6,2 2,1 8,3 2.493.000,00
Nopember 5,9 2,0 7,9 2.367.000,00
Desember 5,7 1,9 7,6 2.265.750,00
2008
Januari 6,2 2,1 8,3 2.466.000,00
Februari 5,5 1,8 7,3 2.209.500,00
Maret 5,9 2,0 7,9 2.373.750,00
April 6,0 2,0 7,9 2.380.500,00
Mei 6,1 2,0 8,1 2.427.750,00
Juni 6,2 2,1 8,3 2.477.250,00
Juli 6,5 2,2 8,7 2.596.500,00
Agustus 6,3 2,1 8,4 2.508.750,00
Jumlah 29.007.000,00
Sumber : CV Batu Gede Bogor, 2008 (diolah)
Tahun Bulan Kebutuhan Bahan Baku untuk Kain Warna (Kg)
Biaya (Rp) Benang Pakan Benang Lungsi Jumlah
2007
September 2,0 0,7 2,7 813.750,00
Oktober 2,1 0,7 2,8 831.000,00
Nopember 2,0 0,7 2,7 789.000,00
Desember 1,9 0,6 2,5 755.250,00
2008
Januari 2,1 0,7 2,8 822.000,00
Februari 1,8 0,6 2,4 736.500,00
Maret 2,0 0,7 2,7 791.250,00
April 2,0 0,7 2,7 793.500,00
Mei 2,0 0,7 2,7 809.250,00
Juni 2,1 0,7 2,8 825.750,00
Juli 2,2 0,7 2,9 865.500,00
Agustus 2,1 0,7 2,8 836.250,00
Jumlah 9.669.000,00
Sumber : CV Batu Gede Bogor, 2008 (diolah)
Lampiran 3. Rincian Kebutuhan Biaya Bahan Pembantu Produksi Kain
Sutera pada CV Batu Gede Bogor Periode 12 Bulan
Biaya Bahan Pembantu Produksi Kain Dobby Periode 12 Bulan (Rp)
Tahun Bulan Soda As Kazesol Natrium
silikat
Hidrogen
peroksida Total
2007
September 35.805,00 3.661,88 1.017,19 203,44 40.687,50
Oktober 36.564,00 3.739,50 1.038,75 207,75 41.550,00
Nopember 34.716,00 3.550,50 986,25 197,25 39.450,00
Desember 33.231,00 3.398,63 944,06 188,81 37.762,50
2008
Januari 36.168,00 3.699,00 1.027,50 205,50 41.100,00
Februari 32.406,00 3.314,25 920,63 184,13 36.825,00
Maret 34.815,00 3.560,63 989,06 197,81 39.562,50
April 34.914,00 3.570,75 991,88 198,38 39.675,00
Mei 35.607,00 3.641,63 1.011,56 202,31 40.462,50
Juni 36.333,00 3.715,88 1.032,19 206,44 41.287,50
Juli 38.082,00 3.894,75 1.081,88 216,38 43.275,00
Agustus 36.795,00 3.763,13 1.045,31 209,06 41.812,50
Jumlah 483.450,00
Sumber : CV Batu Gede Bogor, 2008 (diolah)
Biaya Bahan Pembantu Produksi Kain Tenun Warna Periode 12 Bulan (Rp)
Tahun Bulan Soda As Kazesol Natrium
silikat
Hidrogen
peroksida
Zat
Warna Total
2007
September 11.935,00 1.220,63 339,06 67,81 678,13 14.240,63
Oktober 12.188,00 1.246,50 346,25 69,25 692,50 14.542,50
Nopember 11.572,00 1.183,50 328,75 65,75 657,50 13.807,50
Desember 11.077,00 1.132,88 314,69 62,94 629,38 13.216,88
2008
Januari 12.056,00 1.233,00 342,50 68,50 685,00 14.385,00
Februari 10.802,00 1.104,75 306,88 61,38 613,75 12.888,75
Maret 11.605,00 1.186,88 329,69 65,94 659,38 13.846,88
April 11.638,00 1.190,25 330,63 66,13 661,25 13.886,25
Mei 11.869,00 1.213,88 337,19 67,44 674,38 14.161,88
Juni 12.111,00 1.238,63 344,06 68,81 688,13 14.450,63
Juli 12.694,00 1.298,25 360,63 72,13 721,25 15.146,25
Agustus 12.265,00 1.254,38 348,44 69,69 696,88 14.634,38
Jumlah 169.207,50
Sumber : CV Batu Gede Bogor, 2008 (diolah)
Lampiran 4. Rincian Kebutuhan Biaya Tenaga Kerja Langsung Produksi (TKL) Kain Sutera pada CV Batu Gede Bogor Selama
Periode 12 Bulan
Biaya Tenaga Kerja Langsung Produksi Kain Dobby (Rp)
Tahun Bulan Degumming Benang Pengelosan Pemaletan Penghanian Pencucukan Penenunan Degumming Kain Total
2007
September 40.687,50 40.687,50 40.687,50 40.687,50 40.687,50 813.750,00 40.687,50 1.057.875,00
Oktober 41.550,00 41.550,00 41.550,00 41.550,00 41.550,00 831.000,00 41.550,00 1.080.300,00
Nopember 39.450,00 39.450,00 39.450,00 39.450,00 39.450,00 789.000,00 39.450,00 1.025.700,00
Desember 37.762,50 37.762,50 37.762,50 37.762,50 37.762,50 755.250,00 37.762,50 981.825,00
2008
Januari 41.100,00 41.100,00 41.100,00 41.100,00 41.100,00 822.000,00 41.100,00 1.068.600,00
Februari 36.825,00 36.825,00 36.825,00 36.825,00 36.825,00 736.500,00 36.825,00 957.450,00
Maret 39.562,50 39.562,50 39.562,50 39.562,50 39.562,50 791.250,00 39.562,50 1.028.625,00
April 39.675,00 39.675,00 39.675,00 39.675,00 39.675,00 793.500,00 39.675,00 1.031.550,00
Mei 40.462,50 40.462,50 40.462,50 40.462,50 40.462,50 809.250,00 40.462,50 1.052.025,00
Juni 41.287,50 41.287,50 41.287,50 41.287,50 41.287,50 825.750,00 41.287,50 1.073.475,00
Juli 43.275,00 43.275,00 43.275,00 43.275,00 43.275,00 865.500,00 43.275,00 1.125.150,00
Agustus 41.812,50 41.812,50 41.812,50 41.812,50 41.812,50 836.250,00 41.812,50 1.087.125,00
Jumlah 12.569.700,00
Sumber : CV Batu Gede Bogor, 2008 (diolah)
Biaya Tenaga Kerja Langsung Produksi Kain Tenun Warna (Rp)
Tahun Bulan Degumming Benang Pengelosan Pemaletan Penghanian Pencucukan Penenunan Pewarnaan Degumming Kain Total
2007
September 13.562,50 13.562,50 13.562,50 13.562,50 13.562,50 271.250,00 54.250,00 13.562,50 406.875,00
Oktober 13.850,00 13.850,00 13.850,00 13.850,00 13.850,00 277.000,00 55.400,00 13.850,00 415.500,00
Nopember 13.150,00 13.150,00 13.150,00 13.150,00 13.150,00 263.000,00 52.600,00 13.150,00 394.500,00
Desember 12.587,50 12.587,50 12.587,50 12.587,50 12.587,50 251.750,00 50.350,00 12.587,50 377.625,00
2008
Januari 13.700,00 13.700,00 13.700,00 13.700,00 13.700,00 274.000,00 54.800,00 13.700,00 411.000,00
Februari 12.275,00 12.275,00 12.275,00 12.275,00 12.275,00 245.500,00 49.100,00 12.275,00 368.250,00
Maret 13.187,50 13.187,50 13.187,50 13.187,50 13.187,50 263.750,00 52.750,00 13.187,50 395.625,00
April 13.225,00 13.225,00 13.225,00 13.225,00 13.225,00 264.500,00 52.900,00 13.225,00 396.750,00
Mei 13.487,50 13.487,50 13.487,50 13.487,50 13.487,50 269.750,00 53.950,00 13.487,50 404.625,00
Juni 13.762,50 13.762,50 13.762,50 13.762,50 13.762,50 275.250,00 55.050,00 13.762,50 412.875,00
Juli 14.425,00 14.425,00 14.425,00 14.425,00 14.425,00 288.500,00 57.700,00 14.425,00 432.750,00
Agustus 13.937,50 13.937,50 13.937,50 13.937,50 13.937,50 278.750,00 55.750,00 13.937,50 418.125,00
Jumlah 4.834.500,00
Sumber : CV Batu Gede Bogor, 2008 (diolah)
Lampiran 5. Rincian Biaya Produksi Tidak Langsung pada CV Batu Gede
Bogor Selama Periode 12 Bulan
Tahun Bulan Tenaga Kerja (Rp)
Listrik (Rp) Telepon (Rp) Administrasi Supir
2007
September 1.100.000,00 900.000,00 265.050,50 320.575,00
Oktober 1.100.000,00 900.000,00 266.375,75 322.177,88
Nopember 1.100.000,00 900.000,00 267.707,63 323.788,76
Desember 1.100.000,00 900.000,00 269.046,17 325.407,71
2008
Januari 1.100.000,00 900.000,00 270.391,40 327.034,75
Februari 1.100.000,00 900.000,00 271.743,36 328.669,92
Maret 1.100.000,00 900.000,00 273.102,07 330.313,27
April 1.100.000,00 900.000,00 274.467,58 331.964,84
Mei 1.100.000,00 900.000,00 275.839,92 333.624,66
Juni 1.100.000,00 900.000,00 277.219,12 335.292,78
Juli 1.100.000,00 900.000,00 278.605,22 336.969,25
Agustus 1.100.000,00 900.000,00 279.998,24 338.654,09
Sumber : CV Batu Gede Bogor, 2008 (diolah)
Lampiran 6. Perolehan Keuntungan Penjualan Kain Sutera pada CV Batu
Gede Bogor Selama Periode 12 bulan
Keuntungan Penjualan Kain Dobby
Tahun Bulan Penerimaan (Rp) Pengeluaran (Rp) Keuntungan (Rp)
2007
September 8.951.250,00 4.832.625,25 4.118.624,75
Oktober 9.141.000,00 4.909.126,81 4.231.873,19
Nopember 8.679.000,00 4.727.898,20 3.951.101,80
Desember 8.307.750,00 4.582.564,44 3.725.185,56
2008
Januari 9.042.000,00 4.874.413,07 4.167.586,93
Februari 8.101.500,00 4.503.981,64 3.597.518,36
Maret 8.703.750,00 4.743.645,17 3.960.104,83
April 8.728.500,00 4.754.941,21 3.973.558,79
Mei 8.901.750,00 4.824.969,79 4.076.780,21
Juni 9.083.250,00 4.898.268,45 4.184.981,55
Juli 9.520.500,00 5.072.712,23 4.447.787,77
Agustus 9.198.750,00 4.947.013,67 4.251.736,33
Jumlah 48.686.840,06
Sumber : CV Batu Gede Bogor, 2008 (diolah)
Keuntungan Penjualan Kain Tenun Warna
Tahun Bulan Penerimaan (Rp) Pengeluaran (Rp) Keuntungan (Rp)
2007
September 5.425.000,00 2.527.678,38 2.897.321,63
Oktober 5.540.000,00 2.555.319,31 2.984.680,69
Nopember 5.260.000,00 2.493.055,70 2.766.944,30
Desember 5.035.000,00 2.443.318,81 2.591.681,19
2008
Januari 5.480.000,00 2.546.098,07 2.933.901,93
Februari 4.910.000,00 2.417.845,39 2.492.154,61
Maret 5.275.000,00 2.502.429,55 2.772.570,45
April 5.290.000,00 2.507.352,46 2.782.647,54
Mei 5.395.000,00 2.532.769,17 2.862.230,83
Juni 5.505.000,00 2.559.331,58 2.945.668,42
Juli 5.770.000,00 2.621.183,48 3.148.816,52
Agustus 5.575.000,00 2.578.335,54 2.996.664,46
Jumlah 34.175.282,56
Sumber : CV Batu Gede Bogor, 2008 (diolah)
Lampiran 7. Perhitungan Nilai Keuntungan Penjualan Kain Sutera per
Meter pada CV Batu Gede Bogor Periode 12 Bulan
Tahun Bulan
Kain Dobby
A. Penjualan
Produksi (m)
B. Keuntungan
Penjualan (Rp)
C. Keuntungan per
meter (B/A) (Rp)
2007
September 81,4 4.118.624,75 50.612,90
Oktober 83,1 4.231.873,19 50.925,07
Nopember 78,9 3.951.101,80 50.077,34
Desember 75,5 3.725.185,56 49.323,87
2008
Januari 82,2 4.167.586,93 50.700,57
Februari 73,7 3.597.518,36 48.846,14
Maret 79,1 3.960.104,83 50.048,72
April 79,4 3.973.558,79 50.076,36
Mei 80,9 4.076.780,21 50.377,27
Juni 82,6 4.184.981,55 50.680,98
Juli 86,6 4.447.787,77 51.389,81
Agustus 83,6 4.251.736,33 50.842,89
Sumber : CV Batu Gede Bogor, 2008 (diolah)
Tahun Bulan
Kain Tenun Warna
A. Penjualan
Produksi (m)
B. Keuntungan
Penjualan (Rp)
C. Keuntungan per
meter (B/A) (Rp)
2007
September 27,1 2.897.321,63 106.813,70
Oktober 27,7 2.984.680,69 107.750,21
Nopember 26,3 2.766.944,30 105.207,01
Desember 25,2 2.591.681,19 102.946,62
2008
Januari 27,4 2.933.901,93 107.076,71
Februari 24,6 2.492.154,61 101.513,43
Maret 26,4 2.772.570,45 105.121,15
April 26,5 2.782.647,54 105.204,07
Mei 27,0 2.862.230,83 106.106,80
Juni 27,5 2.945.668,42 107.017,93
Juli 28,9 3.148.816,52 109.144,42
Agustus 27,9 2.996.664,46 107.503,66
Sumber : CV Batu Gede Bogor, 2008 (diolah)
140
Lampiran 8. Output LINDO Solusi Optimal Awal Pada CV Batu Gede
MAX
1) 50612.90X11 + 50925.07X12 + 50077.34X13 + 49323.87X14 + 50700.57X15 + 48846.14X16 +
50048.72X17 + 50076.36X18 + 50377.27X19 + 50680.98X110 + 51389.81X111 + 50842.89X112 +
106813.70X21 + 107750.21X22 + 105207.01X23 + 102946.62X24 + 107076.71X25 +
101513.43X26 + 105121.15X27 + 105204.07X28 + 106106.80X29 + 107017.93X210 +
109144.42X211+ 107503.66X212
SUBJECT TO
2) 0.075X11+0.075X21<=12.50
3) 0.075X12+0.075X22<=12.67
4) 0.075X13+0.075X23<=14.44
5) 0.075X14+0.075X24<=14.72
6) 0.075X15+0.075X25<=16.33
7) 0.075X16+0.075X26<=13.26
8) 0.075X17+0.075X27<=14.44
9) 0.075X18+0.075X28<=14.55
10) 0.075X19+0.075X29<=17.27
11) 0.075X110+0.075X210<=17.34
12) 0.075X111+0.075X211<=17.48
13) 0.075X112+0.075X212<=16.54
14) 0.025X11+0.025X21<=3.50
15) 0.025X12+0.025X22<=3.56
16) 0.025X13+0.025X23<=5.42
17) 0.025X14+0.025X24<=7.31
18) 0.025X15+0.025X25<=9.53
19) 0.025X16+0.025X26<=9.24
20) 0.025X17+0.025X27<=9.43
21) 0.025X18+0.025X28<=9.43
22) 0.025X19+0.025X29<=9.49
23) 0.025X110+0.025X210<=9.54
24) 0.025X111+0.025X211<=9.67
25) 0.025X112+0.025X212<=6.79
26) 0.005X11+0.005X21<=1.25
27) 0.005X12+0.005X22<=1.26
28) 0.005X13+0.005X23<=1.23
29) 0.005X14+0.005X24<=2.21
30) 0.005X15+0.005X25<=2.26
31) 0.005X16+0.005X26<=2.20
32) 0.005X17+0.005X27<=2.24
33) 0.005X18+0.005X28<=2.24
34) 0.005X19+0.005X29<=3.25
35) 0.005X110+0.005X210<=3.26
36) 0.005X111+0.005X211<=3.28
37) 0.005X112+0.005X212<=2.71
38) 0.005X21<=0.50
39) 0.005X22<=0.50
40) 0.005X23<=0.50
41) 0.005X24<=0.49
42) 0.005X25<=0.50
43) 0.005X26<=0.49
44) 0.005X27<=0.50
45) 0.005X28<=0.50
46) 0.005X29<=0.50
47) 0.005X210<=0.50
48) 0.005X211<=0.51
49) 0.005X212<=0.50
50) 10.75X11+32.29X21<=1750
141
51) 10.95X12+32.85X22<=1820
52) 11.09X13+33.27X23<1750
53) 12.05X14+36.11X24<=1820
54) 11.07X15+33.21X25<=1820
55) 11.40X16+34.15X26<=1680
56) 11.50X17+34.47X27<=1820
57) 11.02X18+33.02X28<=1750
58) 11.25X19+33.70X29<=1820
59) 10.59X110+31.82X210<=1750
60) 10.51X111+31.49X211<=1820
61) 10.89X112+32.62X212<=1820
62) 2.15X11+6.46X21<=350
63) 2.19X12+6.57X22<=364
64) 2.22X13+6.65X23<=350
65) 2.41X14+7.22X24<=364
66) 2.21X15+6.64X25<=364
67) 2.28X16+6.83X26<=336
68) 2.30X17+6.89X27<=364
69) 2.20X18+6.60X28<=350
70) 2.25X19+6.74X29<=364
71) 2.12X110+6.36X210<=350
72) 2.10X111+6.30X211<=364
73) 2.18X112+6.52X212<=364
74) X11<=93.6
75) X12<=95.6
76) X13<=90.7
77) X14<=86.9
78) X15<=94.5
79) X16<=84.7
80) X17<=91.0
81) X18<=91.3
82) X19<=93.1
83) X110<=95.0
84) X111<=99.5
85) X112<=96.2
86) X21<=31.2
87) X22<=31.9
88) X23<=30.2
89) X24<=29.0
90) X25<=31.5
91) X26<=28.2
92) X27<=30.3
93) X28<=30.4
94) X29<=31.0
95) X210<=31.7
96) X211<=33.2
97) X212<=32.1
END
142
LP OPTIMUM FOUND AT STEP 24
OBJECTIVE FUNCTION VALUE
1) 0.8505726E+08
VARIABLE VALUE REDUCED COST
X11 93.599998 0.000000
X12 95.599998 0.000000
X13 90.699997 0.000000
X14 86.900002 0.000000
X15 94.500000 0.000000
X16 84.699997 0.000000
X17 91.000000 0.000000
X18 91.300003 0.000000
X19 93.099998 0.000000
X110 95.000000 0.000000
X111 99.500000 0.000000
X112 96.199997 0.000000
X21 23.027864 0.000000
X22 23.536682 0.000000
X23 22.352781 0.000000
X24 21.402798 0.000000
X25 23.302771 0.000000
X26 20.920059 0.000000
X27 22.439802 0.000000
X28 22.527983 0.000000
X29 22.926558 0.000000
X210 23.364780 0.000000
X211 24.587330 0.000000
X212 23.663191 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
2) 3.752910 0.000000
3) 3.734749 0.000000
4) 5.961041 0.000000
5) 6.597290 0.000000
6) 7.494792 0.000000
7) 5.338495 0.000000
8) 5.932014 0.000000
9) 6.012901 0.000000
10) 8.568007 0.000000
11) 8.462641 0.000000
12) 8.173450 0.000000
13) 7.550261 0.000000
14) 0.584303 0.000000
15) 0.581583 0.000000
16) 2.593680 0.000000
17) 4.602430 0.000000
18) 6.584931 0.000000
19) 6.599498 0.000000
20) 6.594005 0.000000
21) 6.584301 0.000000
22) 6.589336 0.000000
23) 6.580881 0.000000
24) 6.567817 0.000000
25) 3.793420 0.000000
26) 0.666861 0.000000
27) 0.664317 0.000000
28) 0.664736 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
29) 1.668486 0.000000
30) 1.670986 0.000000
31) 1.671900 0.000000
32) 1.672801 0.000000
33) 1.670860 0.000000
34) 2.669867 0.000000
35) 2.668176 0.000000
36) 2.659563 0.000000
37) 2.110684 0.000000
38) 0.384861 0.000000
39) 0.382317 0.000000
40) 0.388236 0.000000
41) 0.382986 0.000000
42) 0.383486 0.000000
43) 0.385400 0.000000
44) 0.387801 0.000000
45) 0.387360 0.000000
46) 0.385367 0.000000
47) 0.383176 0.000000
48) 0.387063 0.000000
49) 0.381684 0.000000
50) 0.230279 0.000000
51) 0.000000 0.000000
52) 0.459944 0.000000
53) 0.000000 2850.917236
54) 0.000000 3224.230957
55) 0.000000 2972.574707
143
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
56) 0.000000 3049.641602
57) 0.000000 3186.071289
58) 0.000000 0.000000
59) 0.482704 0.000000
60) 0.000000 3466.002441
61) 0.488736 0.000000
62) 0.000000 16534.628906
63) 0.000000 16400.335938
64) 0.000000 15820.602539
65) 0.042806 0.000000
66) 0.424606 0.000000
67) 0.000000 0.000000
68) 0.089759 0.000000
69) 0.455312 0.000000
70) 0.000000 15742.848633
71) 0.000000 16826.718750
72) 0.149825 0.000000
73) 0.000000 16488.291016
74) 0.000000 15063.449219
75) 0.000000 15008.333008
76) 0.000000 14955.601562
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:
OBJ COEFFICIENT RANGES
VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE
COEF INCREASE DECREASE
X11 50612.898438 INFINITY 15063.449219
X12 50925.070312 INFINITY 15008.333008
X13 50077.339844 INFINITY 14955.601562
X14 49323.871094 INFINITY 14970.317383
X15 50700.570312 INFINITY 15008.333008
X16 48846.140625 INFINITY 14958.787109
X17 50048.718750 INFINITY 14977.839844
X18 50076.359375 INFINITY 14965.855469
X19 50377.269531 INFINITY 14955.860352
X110 50680.980469 INFINITY 15008.336914
X111 51389.808594 INFINITY 14962.123047
X112 50842.890625 INFINITY 14898.415039
X21 106813.703125 107.347,771641 45260.410156
X22 107750.210938 108.288,961993 45024.996094
X23 105207.007812 105.733,042851 44799.437500
X24 102946.617188 103.461,350274 44861.257812
X25 107076.710938 107.612,094493 45024.996094
X26 101513.429688 102.020,996836 44810.750000
X27 105121.148438 105.646,754180 44894.445312
X28 105204.070312 105.730,090664 44843.242188
X29 106106.796875 106.637,330859 44801.113281
X210 107017.929688 107.553,019336 45025.007812
X211 109144.421875 109.690,143984 44829.425781
X212 107503.656250 108.041,174531 44558.562500
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
77) 0.000000 14970.317383
78) 0.000000 15008.333008
79) 0.000000 14958.787109
80) 0.000000 14977.839844
81) 0.000000 14965.855469
82) 0.000000 14955.860352
83) 0.000000 15008.336914
84) 0.000000 14962.123047
85) 0.000000 14898.415039
86) 8.172136 0.000000
87) 8.363318 0.000000
88) 7.847218 0.000000
89) 7.597203 0.000000
90) 8.197229 0.000000
91) 7.279942 0.000000
92) 7.860197 0.000000
93) 7.872017 0.000000
94) 8.073442 0.000000
95) 8.335220 0.000000
96) 8.612671 0.000000
97) 8.436810 0.000000
NO. ITERATIONS= 24
144
RIGHTHAND SIDE RANGES
ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE
RHS INCREASE DECREASE
2 12.500000 INFINITY 3.752910
3 12.670000 INFINITY 3.734749
4 14.440000 INFINITY 5.961041
5 14.720000 INFINITY 6.597290
6 16.330000 INFINITY 7.494792
7 13.260000 INFINITY 5.338495
8 14.440000 INFINITY 5.932014
9 14.550000 INFINITY 6.012901
10 17.270000 INFINITY 8.568007
11 17.340000 INFINITY 8.462641
12 17.480000 INFINITY 8.173450
13 16.540001 INFINITY 7.550261
14 3.500000 INFINITY 0.584303
15 3.560000 INFINITY 0.581583
16 5.420000 INFINITY 2.593680
17 7.310000 INFINITY 4.602430
18 9.530000 INFINITY 6.584931
19 9.240000 INFINITY 6.599498
20 9.430000 INFINITY 6.594005
21 9.430000 INFINITY 6.584301
22 9.490000 INFINITY 6.589336
23 9.540000 INFINITY 6.580881
24 9.670000 INFINITY 6.567817
25 6.790000 INFINITY 3.793420
26 1.250000 INFINITY 0.666861
27 1.260000 INFINITY 0.664317
28 1.230000 INFINITY 0.664736
29 2.210000 INFINITY 1.668486
30 2.260000 INFINITY 1.670986
31 2.200000 INFINITY 1.671900
32 2.240000 INFINITY 1.672801
33 2.240000 INFINITY 1.670860
34 3.250000 INFINITY 2.669867
35 3.260000 INFINITY 2.668176
36 3.280000 INFINITY 2.659563
37 2.710000 INFINITY 2.110684
38 0.500000 INFINITY 0.384861
39 0.500000 INFINITY 0.382317
40 0.500000 INFINITY 0.388236
41 0.490000 INFINITY 0.382986
42 0.500000 INFINITY 0.383486
43 0.490000 INFINITY 0.385400
44 0.500000 INFINITY 0.387801
45 0.500000 INFINITY 0.387360
46 0.500000 INFINITY 0.385367
47 0.500000 INFINITY 0.383176
48 0.510000 INFINITY 0.387063
49 0.500000 INFINITY 0.381684
RIGHTHAND SIDE RANGES
ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE
RHS INCREASE DECREASE
50 1750.000000 INFINITY 0.230279
51 1820.000000 INFINITY 0.000000
52 1750.000000 INFINITY 0.459944
53 1820.000000 0.214087 772.855042
54 1820.000000 2.123667 773.885010
55 1680.000000 0.000000 714.419983
56 1820.000000 0.449057 773.500000
57 1750.000000 2.277939 743.873962
58 1820.000000 INFINITY 0.000000
59 1750.000000 INFINITY 0.482704
60 1820.000000 0.748889 774.255005
61 1820.000000 INFINITY 0.488736
62 350.000000 0.046070 148.760010
63 364.000000 0.000000 154.636002
64 350.000000 0.091934 148.645996
65 364.000000 INFINITY 0.042806
66 364.000000 INFINITY 0.424606
67 336.000000 INFINITY 0.000000
68 364.000000 INFINITY 0.089759
69 350.000000 INFINITY 0.455312
70 364.000000 0.000000 154.524994
71 350.000000 0.096480 148.600006
72 364.000000 INFINITY 0.149825
73 364.000000 0.097687 154.283997
74 93.599998 35.031090 24.554419
75 95.599998 34.894974 25.089954
76 90.699997 66.957657 23.506306
77 86.900002 64.137344 22.766390
78 94.500000 69.908310 24.591688
79 84.699997 62.668423 21.807894
80 91.000000 67.260872 23.560087
81 91.300003 67.502174 23.587477
82 93.099998 68.677780 24.184446
83 95.000000 70.094337 25.005661
84 99.500000 73.668411 25.805235
85 96.199997 70.772476 25.233027
86 31.200001 INFINITY 8.172136
87 31.900000 INFINITY 8.363318
88 30.200001 INFINITY 7.847218
89 29.000000 INFINITY 7.597203
90 31.500000 INFINITY 8.197229
91 28.200001 INFINITY 7.279942
92 30.299999 INFINITY 7.860197
93 30.400000 INFINITY 7.872017
94 31.000000 INFINITY 8.073442
95 31.700001 INFINITY 8.335220
96 33.200001 INFINITY 8.612671
97 32.099998 INFINITY 8.436810
145
Lampiran 9. Output LINDO Skenario 1 Pada CV Batu Gede
MAX
1) 44612.90X11 + 44925.07X12 + 44077.34X13 + 43323.87X14 + 44700.57X15 + 42846.14X16 +
44048.72X17 + 44076.36X18 + 44377.27X19 + 44680.98X110 + 45389.81X111 + 44842.89X112 +
100813.70X21 + 101750.21X22 + 99207.01X23 + 96946.62X24 + 101076.71X25 + 95513.43X26 +
99121.15X27 + 99204.07X28 + 100106.80X29 + 101017.93X210 + 103144.42X211 +
101503.66X212
SUBJECT TO
2) 0.075X11+0.075X21<=12.50
3) 0.075X12+0.075X22<=12.67
4) 0.075X13+0.075X23<=14.44
5) 0.075X14+0.075X24<=14.72
6) 0.075X15+0.075X25<=16.33
7) 0.075X16+0.075X26<=13.26
8) 0.075X17+0.075X27<=14.44
9) 0.075X18+0.075X28<=14.55
10) 0.075X19+0.075X29<=17.27
11) 0.075X110+0.075X210<=17.34
12) 0.075X111+0.075X211<=17.48
13) 0.075X112+0.075X212<=16.54
14) 0.025X11+0.025X21<=3.50
15) 0.025X12+0.025X22<=3.56
16) 0.025X13+0.025X23<=5.42
17) 0.025X14+0.025X24<=7.31
18) 0.025X15+0.025X25<=9.53
19) 0.025X16+0.025X26<=9.24
20) 0.025X17+0.025X27<=9.43
21) 0.025X18+0.025X28<=9.43
22) 0.025X19+0.025X29<=9.49
23) 0.025X110+0.025X210<=9.54
24) 0.025X111+0.025X211<=9.67
25) 0.025X112+0.025X212<=6.79
26) 0.005X11+0.005X21<=1.25
27) 0.005X12+0.005X22<=1.26
28) 0.005X13+0.005X23<=1.23
29) 0.005X14+0.005X24<=2.21
30) 0.005X15+0.005X25<=2.26
31) 0.005X16+0.005X26<=2.20
32) 0.005X17+0.005X27<=2.24
33) 0.005X18+0.005X28<=2.24
34) 0.005X19+0.005X29<=3.25
35) 0.005X110+0.005X210<=3.26
36) 0.005X111+0.005X211<=3.28
37) 0.005X112+0.005X212<=2.71
38) 0.005X21<=0.50
39) 0.005X22<=0.50
40) 0.005X23<=0.50
41) 0.005X24<=0.49
42) 0.005X25<=0.50
43) 0.005X26<=0.49
44) 0.005X27<=0.50
45) 0.005X28<=0.50
46) 0.005X29<=0.50
47) 0.005X210<=0.50
48) 0.005X211<=0.51
49) 0.005X212<=0.50
146
50) 10.75X11+32.29X21<=1750
51) 10.95X12+32.85X22<=1820
52) 11.09X13+33.27X23<1750
53) 12.05X14+36.11X24<=1820
54) 11.07X15+33.21X25<=1820
55) 11.40X16+34.15X26<=1680
56) 11.50X17+34.47X27<=1820
57) 11.02X18+33.02X28<=1750
58) 11.25X19+33.70X29<=1820
59) 10.59X110+31.82X210<=1750
60) 10.51X111+31.49X211<=1820
61) 10.89X112+32.62X212<=1820
62) 2.15X11+6.46X21<=350
63) 2.19X12+6.57X22<=364
64) 2.22X13+6.65X23<=350
65) 2.41X14+7.22X24<=364
66) 2.21X15+6.64X25<=364
67) 2.28X16+6.83X26<=336
68) 2.30X17+6.89X27<=364
69) 2.20X18+6.60X28<=350
70) 2.25X19+6.74X29<=364
71) 2.12X110+6.36X210<=350
72) 2.10X111+6.30X211<=364
73) 2.18X112+6.52X212<=364
74) X11<=93.6
75) X12<=95.6
76) X13<=90.7
77) X14<=86.9
78) X15<=94.5
79) X16<=84.7
80) X17<=91.0
81) X18<=91.3
82) X19<=93.1
83) X110<=95.0
84) X111<=99.5
85) X112<=96.2
86) X21<=31.2
87) X22<=31.9
88) X23<=30.2
89) X24<=29.0
90) X25<=31.5
91) X26<=28.2
92) X27<=30.3
93) X28<=30.4
94) X29<=31.0
95) X210<=31.7
96) X211<=33.2
97) X212<=32.1
END
147
LP OPTIMUM FOUND AT STEP 24
OBJECTIVE FUNCTION VALUE
1) 0.7674035E+08
VARIABLE VALUE REDUCED COST
X11 93.599998 0.000000
X12 95.599998 0.000000
X13 90.699997 0.000000
X14 86.900002 0.000000
X15 94.500000 0.000000
X16 84.699997 0.000000
X17 91.000000 0.000000
X18 91.300003 0.000000
X19 93.099998 0.000000
X110 95.000000 0.000000
X111 99.500000 0.000000
X112 96.199997 0.000000
X21 23.027864 0.000000
X22 23.536682 0.000000
X23 22.352781 0.000000
X24 21.402798 0.000000
X25 23.302771 0.000000
X26 20.920059 0.000000
X27 22.439802 0.000000
X28 22.527983 0.000000
X29 22.926558 0.000000
X210 23.364780 0.000000
X211 24.587330 0.000000
X212 23.663191 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
2) 3.752910 0.000000
3) 3.734749 0.000000
4) 5.961041 0.000000
5) 6.597290 0.000000
6) 7.494792 0.000000
7) 5.338495 0.000000
8) 5.932014 0.000000
9) 6.012901 0.000000
10) 8.568007 0.000000
11) 8.462641 0.000000
12) 8.173450 0.000000
13) 7.550261 0.000000
14) 0.584303 0.000000
15) 0.581583 0.000000
16) 2.593680 0.000000
17) 4.602430 0.000000
18) 6.584931 0.000000
19) 6.599498 0.000000
20) 6.594005 0.000000
21) 6.584301 0.000000
22) 6.589336 0.000000
23) 6.580881 0.000000
24) 6.567817 0.000000
25) 3.793420 0.000000
26) 0.666861 0.000000
27) 0.664317 0.000000
28) 0.664736 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
29) 1.668486 0.000000
30) 1.670986 0.000000
31) 1.671900 0.000000
32) 1.672801 0.000000
33) 1.670860 0.000000
34) 2.669867 0.000000
35) 2.668176 0.000000
36) 2.659563 0.000000
37) 2.110684 0.000000
38) 0.384861 0.000000
39) 0.382317 0.000000
40) 0.388236 0.000000
41) 0.382986 0.000000
42) 0.383486 0.000000
43) 0.385400 0.000000
44) 0.387801 0.000000
45) 0.387360 0.000000
46) 0.385367 0.000000
47) 0.383176 0.000000
48) 0.387063 0.000000
49) 0.381684 0.000000
50) 0.230279 0.000000
51) 0.000000 0.000000
52) 0.459944 0.000000
53) 0.000000 2684.758301
54) 0.000000 3043.562500
55) 0.000000 2796.879395
148
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
56) 0.000000 2875.577393
57) 0.000000 3004.363037
58) 0.000000 0.000000
59) 0.482704 0.000000
60) 0.000000 3275.465820
61) 0.488736 0.000000
62) 0.000000 15605.835938
63) 0.000000 15487.094727
64) 0.000000 14918.347656
65) 0.042806 0.000000
66) 0.424606 0.000000
67) 0.000000 0.000000
68) 0.089759 0.000000
69) 0.455312 0.000000
70) 0.000000 14852.640625
71) 0.000000 15883.322266
72) 0.149825 0.000000
73) 0.000000 15568.045898
74) 0.000000 11060.352539
75) 0.000000 11008.333008
76) 0.000000 10958.608398
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:
OBJ COEFFICIENT RANGES
VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE
COEF INCREASE DECREASE
X11 44612.898438 INFINITY 11060.352539
X12 44925.070312 INFINITY 11008.333008
X13 44077.339844 INFINITY 10958.608398
X14 43323.871094 INFINITY 10972.533203
X15 44700.570312 INFINITY 11008.333008
X16 42846.140625 INFINITY 10961.715820
X17 44048.718750 INFINITY 10979.581055
X18 44076.359375 INFINITY 10968.278320
X19 44377.269531 INFINITY 10958.828125
X110 44680.980469 INFINITY 11008.336914
X111 45389.808594 INFINITY 10964.664062
X112 44842.890625 INFINITY 10904.549805
X21 100813.703125 101116.144234 33232.500000
X22 101750.210938 102055.461571 33024.996094
X23 99207.007812 99504.628835 32826.460938
X24 96946.617188 97237.457040 32881.175781
X25 101076.710938 101379.941071 33024.996094
X26 95513.429688 95799.969977 32837.070312
X27 99121.148438 99418.511883 32910.101562
X28 99204.070312 99501.682523 32865.023438
X29 100106.796875 100407.117266 32827.781250
X210 101017.929688 101320.983477 33025.007812
X211 103144.421875 101808.167219 32852.261719
X212 101503.656250 103453.855141 32613.607422
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
77) 0.000000 10972.533203
78) 0.000000 11008.333008
79) 0.000000 10961.715820
80) 0.000000 10979.581055
81) 0.000000 10968.278320
82) 0.000000 10958.828125
83) 0.000000 11008.336914
84) 0.000000 10964.664062
85) 0.000000 10904.549805
86) 8.172136 0.000000
87) 8.363318 0.000000
88) 7.847218 0.000000
89) 7.597203 0.000000
90) 8.197229 0.000000
91) 7.279942 0.000000
92) 7.860197 0.000000
93) 7.872017 0.000000
94) 8.073442 0.000000
95) 8.335220 0.000000
96) 8.612671 0.000000
97) 8.436810 0.000000
NO. ITERATIONS= 24
149
RIGHTHAND SIDE RANGES
ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE
RHS INCREASE DECREASE
2 12.500000 INFINITY 3.752910
3 12.670000 INFINITY 3.734749
4 14.440000 INFINITY 5.961041
5 14.720000 INFINITY 6.597290
6 16.330000 INFINITY 7.494792
7 13.260000 INFINITY 5.338495
8 14.440000 INFINITY 5.932014
9 14.550000 INFINITY 6.012901
10 17.270000 INFINITY 8.568007
11 17.340000 INFINITY 8.462641
12 17.480000 INFINITY 8.173450
13 16.540001 INFINITY 7.550261
14 3.500000 INFINITY 0.584303
15 3.560000 INFINITY 0.581583
16 5.420000 INFINITY 2.593680
17 7.310000 INFINITY 4.602430
18 9.530000 INFINITY 6.584931
19 9.240000 INFINITY 6.599498
20 9.430000 INFINITY 6.594005
21 9.430000 INFINITY 6.584301
22 9.490000 INFINITY 6.589336
23 9.540000 INFINITY 6.580881
24 9.670000 INFINITY 6.567817
25 6.790000 INFINITY 3.793420
26 1.250000 INFINITY 0.666861
27 1.260000 INFINITY 0.664317
28 1.230000 INFINITY 0.664736
29 2.210000 INFINITY 1.668486
30 2.260000 INFINITY 1.670986
31 2.200000 INFINITY 1.671900
32 2.240000 INFINITY 1.672801
33 2.240000 INFINITY 1.670860
34 3.250000 INFINITY 2.669867
35 3.260000 INFINITY 2.668176
36 3.280000 INFINITY 2.659563
37 2.710000 INFINITY 2.110684
38 0.500000 INFINITY 0.384861
39 0.500000 INFINITY 0.382317
40 0.500000 INFINITY 0.388236
41 0.490000 INFINITY 0.382986
42 0.500000 INFINITY 0.383486
43 0.490000 INFINITY 0.385400
44 0.500000 INFINITY 0.387801
45 0.500000 INFINITY 0.387360
46 0.500000 INFINITY 0.385367
47 0.500000 INFINITY 0.383176
48 0.510000 INFINITY 0.387063
49 0.500000 INFINITY 0.381684
RIGHTHAND SIDE RANGES
ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE
RHS INCREASE DECREASE
50 1750.000000 INFINITY 0.230279
51 1820.000000 INFINITY 0.000000
52 1750.000000 INFINITY 0.459944
53 1820.000000 0.214087 772.855042
54 1820.000000 2.123667 773.885010
55 1680.000000 0.000000 714.419983
56 1820.000000 0.449057 773.500000
57 1750.000000 2.277939 743.873962
58 1820.000000 INFINITY 0.000000
59 1750.000000 INFINITY 0.482704
60 1820.000000 0.748889 774.255005
61 1820.000000 INFINITY 0.488736
62 350.000000 0.046070 148.760010
63 364.000000 0.000000 154.636002
64 350.000000 0.091934 148.645996
65 364.000000 INFINITY 0.042806
66 364.000000 INFINITY 0.424606
67 336.000000 INFINITY 0.000000
68 364.000000 INFINITY 0.089759
69 350.000000 INFINITY 0.455312
70 364.000000 0.000000 154.524994
71 350.000000 0.096480 148.600006
72 364.000000 INFINITY 0.149825
73 364.000000 0.097687 154.283997
74 93.599998 35.031090 24.554419
75 95.599998 34.894974 25.089954
76 90.699997 66.957657 23.506306
77 86.900002 64.137344 22.766390
78 94.500000 69.908310 24.591688
79 84.699997 62.668423 21.807894
80 91.000000 67.260872 23.560087
81 91.300003 67.502174 23.587477
82 93.099998 68.677780 24.184446
83 95.000000 70.094337 25.005661
84 99.500000 73.668411 25.805235
85 96.199997 70.772476 25.233027
86 31.200001 INFINITY 8.172136
87 31.900000 INFINITY 8.363318
88 30.200001 INFINITY 7.847218
89 29.000000 INFINITY 7.597203
90 31.500000 INFINITY 8.197229
91 28.200001 INFINITY 7.279942
92 30.299999 INFINITY 7.860197
93 30.400000 INFINITY 7.872017
94 31.000000 INFINITY 8.073442
95 31.700001 INFINITY 8.335220
96 33.200001 INFINITY 8.612671
97 32.099998 INFINITY 8.436810
150
Lampiran 10. Output LINDO Skenario 2 Pada CV Batu Gede
MAX
1) 50612.90X11 + 50925.07X12 + 50077.34X13 + 49323.87X14 + 50700.57X15 +48846.14X16+
50048.72X17+ 50076.36X18 + 50377.27X19 + 50680.98X110 + 51389.81X111 + 50842.89X112 +
106813.70X21 + 107750.21X22 + 105207.01X23 + 102946.62X24 + 107076.71X25 +
101513.43X26+ 105121.15X27 + 105204.07X28 + 106106.80X29 + 107017.93X210 +
109144.42X211+ 107503.66X212
SUBJECT TO
2) 0.075X11+0.075X21<=12.50
3) 0.075X12+0.075X22<=12.67
4) 0.075X13+0.075X23<=14.44
5) 0.075X14+0.075X24<=14.72
6) 0.075X15+0.075X25<=16.33
7) 0.075X16+0.075X26<=13.26
8) 0.075X17+0.075X27<=14.44
9) 0.075X18+0.075X28<=14.55
10) 0.075X19+0.075X29<=17.27
11) 0.075X110+0.075X210<=17.34
12) 0.075X111+0.075X211<=17.48
13) 0.075X112+0.075X212<=16.54
14) 0.025X11+0.025X21<=3.50
15) 0.025X12+0.025X22<=3.56
16) 0.025X13+0.025X23<=5.42
17) 0.025X14+0.025X24<=7.31
18) 0.025X15+0.025X25<=9.53
19) 0.025X16+0.025X26<=9.24
20) 0.025X17+0.025X27<=9.43
21) 0.025X18+0.025X28<=9.43
22) 0.025X19+0.025X29<=9.49
23) 0.025X110+0.025X210<=9.54
24) 0.025X111+0.025X211<=9.67
25) 0.025X112+0.025X212<=6.79
26) 0.005X11+0.005X21<=1.25
27) 0.005X12+0.005X22<=1.26
28) 0.005X13+0.005X23<=1.23
29) 0.005X14+0.005X24<=2.21
30) 0.005X15+0.005X25<=2.26
31) 0.005X16+0.005X26<=2.20
32) 0.005X17+0.005X27<=2.24
33) 0.005X18+0.005X28<=2.24
34) 0.005X19+0.005X29<=3.25
35) 0.005X110+0.005X210<=3.26
36) 0.005X111+0.005X211<=3.28
37) 0.005X112+0.005X212<=2.71
38) 0.005X21<=0.50
39) 0.005X22<=0.50
40) 0.005X23<=0.50
41) 0.005X24<=0.49
42) 0.005X25<=0.50
43) 0.005X26<=0.49
44) 0.005X27<=0.50
45) 0.005X28<=0.50
46) 0.005X29<=0.50
47) 0.005X210<=0.50
48) 0.005X211<=0.51
49) 0.005X212<=0.50
50) 10.75X11+19.37X21<=1400
151
51) 10.95X12+19.71X22<=1456
52) 11.09X13+19.96X23<1400
53) 12.05X14+21.67X24<=1456
54) 11.07X15+19.93X25<=1456
55) 11.40X16+20.49X26<=1344
56) 11.50X17+20.68X27<=1456
57) 11.02X18+19.81X28<=1400
58) 11.25X19+20.22X29<=1456
59) 10.59X110+19.09X210<=1400
60) 10.51X111+18.89X211<=1456
61) 10.89X112+19.57X212<=1456
62) 2.15X11+6.46X21<=350
63) 2.19X12+6.57X22<=364
64) 2.22X13+6.65X23<=350
65) 2.41X14+7.22X24<=364
66) 2.21X15+6.64X25<=364
67) 2.28X16+6.83X26<=336
68) 2.30X17+6.89X27<=364
69) 2.20X18+6.60X28<=350
70) 2.25X19+6.74X29<=364
71) 2.12X110+6.36X210<=350
72) 2.10X111+6.30X211<=364
73) 2.18X112+6.52X212<=364
74) X11<=93.6
75) X12<=95.6
76) X13<=90.7
77) X14<=86.9
78) X15<=94.5
79) X16<=84.7
80) X17<=91.0
81) X18<=91.3
82) X19<=93.1
83) X110<=95.0
84) X111<=99.5
85) X112<=96.2
86) X21<=31.2
87) X22<=31.9
88) X23<=30.2
89) X24<=29.0
90) X25<=31.5
91) X26<=28.2
92) X27<=30.3
93) X28<=30.4
94) X29<=31.0
95) X210<=31.7
96) X211<=33.2
97) X212<=32.1
END
152
LP OPTIMUM FOUND AT STEP 36
OBJECTIVE FUNCTION VALUE
1) 0.8289357E+08
VARIABLE VALUE REDUCED COST
X11 81.458298 0.000000
X12 83.105026 0.000000
X13 78.947456 0.000000
X14 75.466339 0.000000
X15 81.919922 0.000000
X16 73.684212 0.000000
X17 79.072968 0.000000
X18 79.125214 0.000000
X19 80.888885 0.000000
X110 82.677368 0.000000
X111 86.529533 0.000000
X112 83.614090 0.000000
X21 27.068832 0.000000
X22 27.701674 0.000000
X23 26.276188 0.000000
X24 25.225225 0.000000
X25 27.553761 0.000000
X26 24.597364 0.000000
X27 26.434277 0.000000
X28 26.655231 0.000000
X29 27.002968 0.000000
X210 27.472322 0.000000
X211 28.934599 0.000000
X212 27.871363 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
2) 4.360465 0.000000
3) 4.359498 0.000000
4) 6.548226 0.000000
5) 7.168132 0.000000
6) 8.119473 0.000000
7) 5.888882 0.000000
8) 6.526956 0.000000
9) 6.616466 0.000000
10) 9.178110 0.000000
11) 9.078773 0.000000
12) 8.820189 0.000000
13) 8.178591 0.000000
14) 0.786822 0.000000
15) 0.789833 0.000000
16) 2.789409 0.000000
17) 4.792711 0.000000
18) 6.793158 0.000000
19) 6.782960 0.000000
20) 6.792319 0.000000
21) 6.785489 0.000000
22) 6.792704 0.000000
23) 6.786258 0.000000
24) 6.783397 0.000000
25) 4.002864 0.000000
26) 0.707364 0.000000
27) 0.705967 0.000000
28) 0.703882 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
29) 1.706542 0.000000
30) 1.712632 0.000000
31) 1.708592 0.000000
32) 1.712464 0.000000
33) 1.711098 0.000000
34) 2.710541 0.000000
35) 2.709252 0.000000
36) 2.702679 0.000000
37) 2.152573 0.000000
38) 0.364656 0.000000
39) 0.361492 0.000000
40) 0.368619 0.000000
41) 0.363874 0.000000
42) 0.362231 0.000000
43) 0.367013 0.000000
44) 0.367829 0.000000
45) 0.366724 0.000000
46) 0.364985 0.000000
47) 0.362638 0.000000
48) 0.365327 0.000000
49) 0.360643 0.000000
50) 0.000000 3500.418213
51) 0.000000 3426.560059
52) 0.000000 3378.528320
53) 0.000000 3106.051758
54) 0.000000 3394.906738
55) 0.000000 3280.435791
153
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
56) 0.000000 3253.987549
57) 0.000000 3398.114014
58) 0.000000 3323.524658
59) 0.000000 3550.868408
60) 0.000000 3562.105225
61) 0.000000 3427.557373
62) 0.000000 6038.791992
63) 0.000000 6120.656250
64) 0.000000 5679.937988
65) 0.000000 4936.077148
66) 0.000000 5936.177246
67) 0.000000 5021.566895
68) 0.000000 5490.375977
69) 0.000000 5740.520020
70) 0.000000 5772.274902
71) 0.000000 6168.530762
72) 0.000000 6643.849609
73) 0.000000 6200.361816
74) 12.141701 0.000000
75) 12.494977 0.000000
76) 11.752542 0.000000
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:
OBJ COEFFICIENT RANGES
VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE
COEF INCREASE DECREASE
X11 50612.898438 8666.773438 15063.448242
X12 50925.070312 8936.158203 15008.333008
X13 50077.339844 8376.855469 14955.601562
X14 49323.871094 7921.481445 14960.801758
X15 50700.570312 8774.551758 15062.085938
X16 48846.140625 7632.781738 14958.787109
X17 50048.718750 8408.399414 14957.480469
X18 50076.359375 8447.055664 15008.336914
X19 50377.269531 8658.412109 14955.861328
X110 50680.980469 8686.221680 15008.337891
X111 51389.808594 9335.857422 15008.335938
X112 50842.890625 8979.023438 14898.414062
X21 106813.703125 107080.737383 45260.406250
X22 107750.210938 108019.586465 45025.000000
X23 105207.007812 105470.025332 44799.437500
X24 102946.617188 103203.983731 44820.324219
X25 107076.710938 107344.402715 45254.417969
X26 101513.429688 101767.213262 44810.753906
X27 105121.148438 105383.951309 44807.406250
X28 105204.070312 105467.080488 45025.011719
X29 106106.796875 106372.063867 44801.109375
X210 107017.929688 107285.474512 45025.011719
X211 109144.421875 109417.282930 45025.011719
X212 107503.656250 107772.415391 44558.558594
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
77) 11.433662 0.000000
78) 12.580076 0.000000
79) 11.015789 0.000000
80) 11.927031 0.000000
81) 12.174786 0.000000
82) 12.211111 0.000000
83) 12.322630 0.000000
84) 12.970464 0.000000
85) 12.585911 0.000000
86) 4.131168 0.000000
87) 4.198326 0.000000
88) 3.923813 0.000000
89) 3.774775 0.000000
90) 3.946240 0.000000
91) 3.602635 0.000000
92) 3.865723 0.000000
93) 3.744768 0.000000
94) 3.997033 0.000000
95) 4.227677 0.000000
96) 4.265401 0.000000
97) 4.228637 0.000000
NO. ITERATIONS= 36
154
RIGHTHAND SIDE RANGES
ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE
RHS INCREASE DECREASE
2 12.500000 INFINITY 4.360465
3 12.670000 INFINITY 4.359498
4 14.440000 INFINITY 6.548226
5 14.720000 INFINITY 7.168132
6 16.330000 INFINITY 8.119473
7 13.260000 INFINITY 5.888882
8 14.440000 INFINITY 6.526956
9 14.550000 INFINITY 6.616466
10 17.270000 INFINITY 9.178110
11 17.340000 INFINITY 9.078773
12 17.480000 INFINITY 8.820189
13 16.540001 INFINITY 8.178591
14 3.500000 INFINITY 0.786822
15 3.560000 INFINITY 0.789833
16 5.420000 INFINITY 2.789409
17 7.310000 INFINITY 4.792711
18 9.530000 INFINITY 6.793158
19 9.240000 INFINITY 6.782960
20 9.430000 INFINITY 6.792319
21 9.430000 INFINITY 6.785489
22 9.490000 INFINITY 6.792704
23 9.540000 INFINITY 6.786258
24 9.670000 INFINITY 6.783397
25 6.790000 INFINITY 4.002864
26 1.250000 INFINITY 0.707364
27 1.260000 INFINITY 0.705967
28 1.230000 INFINITY 0.703882
29 2.210000 INFINITY 1.706542
30 2.260000 INFINITY 1.712632
31 2.200000 INFINITY 1.708592
32 2.240000 INFINITY 1.712464
33 2.240000 INFINITY 1.711098
34 3.250000 INFINITY 2.710541
35 3.260000 INFINITY 2.709252
36 3.280000 INFINITY 2.702679
37 2.710000 INFINITY 2.152573
38 0.500000 INFINITY 0.364656
39 0.500000 INFINITY 0.361492
40 0.500000 INFINITY 0.368619
41 0.490000 INFINITY 0.363874
42 0.500000 INFINITY 0.362231
43 0.490000 INFINITY 0.367013
44 0.500000 INFINITY 0.367829
45 0.500000 INFINITY 0.366724
46 0.500000 INFINITY 0.364985
47 0.500000 INFINITY 0.362638
48 0.510000 INFINITY 0.365327
49 0.500000 INFINITY 0.360643
RIGHTHAND SIDE RANGES
ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE
RHS INCREASE DECREASE
50 1400.000000 52.249725 53.416000
51 1456.000000 54.728001 55.166000
52 1400.000000 52.024529 52.029938
53 1456.000000 55.072090 54.470001
54 1456.000000 55.813667 52.603733
55 1344.000000 50.231998 49.212002
56 1456.000000 54.824528 53.230999
57 1400.000000 53.771969 49.618179
58 1456.000000 54.950001 53.879997
59 1400.000000 52.083652 53.606945
60 1456.000000 54.648888 53.914669
61 1456.000000 54.706631 54.972672
62 350.000000 10.683201 17.425566
63 364.000000 11.033199 18.242666
64 350.000000 10.415371 17.332823
65 364.000000 10.894000 18.348892
66 364.000000 10.501739 18.595221
67 336.000000 9.842400 16.743999
68 364.000000 10.646200 18.266005
69 350.000000 9.905625 17.914942
70 364.000000 10.776000 18.316666
71 350.000000 10.731512 17.352121
72 364.000000 10.772674 18.225939
73 364.000000 11.004630 18.226225
74 93.599998 INFINITY 12.141701
75 95.599998 INFINITY 12.494977
76 90.699997 INFINITY 11.752542
77 86.900002 INFINITY 11.433662
78 94.500000 INFINITY 12.580076
79 84.699997 INFINITY 11.015789
80 91.000000 INFINITY 11.927031
81 91.300003 INFINITY 12.174786
82 93.099998 INFINITY 12.211111
83 95.000000 INFINITY 12.322630
84 99.500000 INFINITY 12.970464
85 96.199997 INFINITY 12.585911
86 31.200001 INFINITY 4.131168
87 31.900000 INFINITY 4.198326
88 30.200001 INFINITY 3.923813
89 29.000000 INFINITY 3.774775
90 31.500000 INFINITY 3.946240
91 28.200001 INFINITY 3.602635
92 30.299999 INFINITY 3.865723
93 30.400000 INFINITY 3.744768
94 31.000000 INFINITY 3.997033
95 31.700001 INFINITY 4.227677
96 33.200001 INFINITY 4.265401
97 32.099998 INFINITY 4.228637
155
Lampiran 11. Output LINDO Skenario 3 Pada CV Batu Gede
MAX
1) 44612.90X11 + 44925.07X12 + 44077.34X13 + 43323.87X14 + 44700.57X15 + 42846.14X16 +
44048.72X17 + 44076.36X18 + 44377.27X19 + 44680.98X110 + 45389.81X111 + 44842.89X112 +
100813.70X21 + 101750.21X22 + 99207.01X23 + 96946.62X24 + 101076.71X25 + 95513.43X26 +
99121.15X27 + 99204.07X28 + 100106.80X29 + 101017.93X210 + 103144.42X211 +
101503.66X212
SUBJECT TO
2) 0.075X11+0.075X21<=12.50
3) 0.075X12+0.075X22<=12.67
4) 0.075X13+0.075X23<=14.44
5) 0.075X14+0.075X24<=14.72
6) 0.075X15+0.075X25<=16.33
7) 0.075X16+0.075X26<=13.26
8) 0.075X17+0.075X27<=14.44
9) 0.075X18+0.075X28<=14.55
10) 0.075X19+0.075X29<=17.27
11) 0.075X110+0.075X210<=17.34
12) 0.075X111+0.075X211<=17.48
13) 0.075X112+0.075X212<=16.54
14) 0.025X11+0.025X21<=3.50
15) 0.025X12+0.025X22<=3.56
16) 0.025X13+0.025X23<=5.42
17) 0.025X14+0.025X24<=7.31
18) 0.025X15+0.025X25<=9.53
19) 0.025X16+0.025X26<=9.24
20) 0.025X17+0.025X27<=9.43
21) 0.025X18+0.025X28<=9.43
22) 0.025X19+0.025X29<=9.49
23) 0.025X110+0.025X210<=9.54
24) 0.025X111+0.025X211<=9.67
25) 0.025X112+0.025X212<=6.79
26) 0.005X11+0.005X21<=1.25
27) 0.005X12+0.005X22<=1.26
28) 0.005X13+0.005X23<=1.23
29) 0.005X14+0.005X24<=2.21
30) 0.005X15+0.005X25<=2.26
31) 0.005X16+0.005X26<=2.20
32) 0.005X17+0.005X27<=2.24
33) 0.005X18+0.005X28<=2.24
34) 0.005X19+0.005X29<=3.25
35) 0.005X110+0.005X210<=3.26
36) 0.005X111+0.005X211<=3.28
37) 0.005X112+0.005X212<=2.71
38) 0.005X21<=0.50
39) 0.005X22<=0.50
40) 0.005X23<=0.50
41) 0.005X24<=0.49
42) 0.005X25<=0.50
43) 0.005X26<=0.49
44) 0.005X27<=0.50
45) 0.005X28<=0.50
46) 0.005X29<=0.50
47) 0.005X210<=0.50
48) 0.005X211<=0.51
49) 0.005X212<=0.50
50) 10.75X11+19.37X21<=1400
156
51) 10.95X12+19.71X22<=1456
52) 11.09X13+19.96X23<1400
53) 12.05X14+21.67X24<=1456
54) 11.07X15+19.93X25<=1456
55) 11.40X16+20.49X26<=1344
56) 11.50X17+20.68X27<=1456
57) 11.02X18+19.81X28<=1400
58) 11.25X19+20.22X29<=1456
59) 10.59X110+19.09X210<=1400
60) 10.51X111+18.89X211<=1456
61) 10.89X112+19.57X212<=1456
62) 2.15X11+6.46X21<=350
63) 2.19X12+6.57X22<=364
64) 2.22X13+6.65X23<=350
65) 2.41X14+7.22X24<=364
66) 2.21X15+6.64X25<=364
67) 2.28X16+6.83X26<=336
68) 2.30X17+6.89X27<=364
69) 2.20X18+6.60X28<=350
70) 2.25X19+6.74X29<=364
71) 2.12X110+6.36X210<=350
72) 2.10X111+6.30X211<=364
73) 2.18X112+6.52X212<=364
74) X11<=93.6
75) X12<=95.6
76) X13<=90.7
77) X14<=86.9
78) X15<=94.5
79) X16<=84.7
80) X17<=91.0
81) X18<=91.3
82) X19<=93.1
83) X110<=95.0
84) X111<=99.5
85) X112<=96.2
86) X21<=31.2
87) X22<=31.9
88) X23<=30.2
89) X24<=29.0
90) X25<=31.5
91) X26<=28.2
92) X27<=30.3
93) X28<=30.4
94) X29<=31.0
95) X210<=31.7
96) X211<=33.2
97) X212<=32.1
END
157
LP OPTIMUM FOUND AT STEP 36
OBJECTIVE FUNCTION VALUE
1) 0.7515786E+08
VARIABLE VALUE REDUCED COST
X11 81.458298 0.000000
X12 83.105026 0.000000
X13 78.947456 0.000000
X14 75.466339 0.000000
X15 81.919922 0.000000
X16 73.684212 0.000000
X17 79.072968 0.000000
X18 79.125214 0.000000
X19 80.888885 0.000000
X110 82.677368 0.000000
X111 86.529533 0.000000
X112 83.614090 0.000000
X21 27.068832 0.000000
X22 27.701674 0.000000
X23 26.276188 0.000000
X24 25.225225 0.000000
X25 27.553761 0.000000
X26 24.597364 0.000000
X27 26.434277 0.000000
X28 26.655231 0.000000
X29 27.002968 0.000000
X210 27.472322 0.000000
X211 28.934599 0.000000
X212 27.871363 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
2) 4.360465 0.000000
3) 4.359498 0.000000
4) 6.548226 0.000000
5) 7.168132 0.000000
6) 8.119473 0.000000
7) 5.888882 0.000000
8) 6.526956 0.000000
9) 6.616466 0.000000
10) 9.178110 0.000000
11) 9.078773 0.000000
12) 8.820189 0.000000
13) 8.178591 0.000000
14) 0.786822 0.000000
15) 0.789833 0.000000
16) 2.789409 0.000000
17) 4.792711 0.000000
18) 6.793158 0.000000
19) 6.782960 0.000000
20) 6.792319 0.000000
21) 6.785489 0.000000
22) 6.792704 0.000000
23) 6.786258 0.000000
24) 6.783397 0.000000
25) 4.002864 0.000000
26) 0.707364 0.000000
27) 0.705967 0.000000
28) 0.703882 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
29) 1.706542 0.000000
30) 1.712632 0.000000
31) 1.708592 0.000000
32) 1.712464 0.000000
33) 1.711098 0.000000
34) 2.710541 0.000000
35) 2.709252 0.000000
36) 2.702679 0.000000
37) 2.152573 0.000000
38) 0.364656 0.000000
39) 0.361492 0.000000
40) 0.368619 0.000000
41) 0.363874 0.000000
42) 0.362231 0.000000
43) 0.367013 0.000000
44) 0.367829 0.000000
45) 0.366724 0.000000
46) 0.364985 0.000000
47) 0.362638 0.000000
48) 0.365327 0.000000
49) 0.360643 0.000000
50) 0.000000 2570.185791
51) 0.000000 2513.318115
52) 0.000000 2475.592041
53) 0.000000 2276.176270
54) 0.000000 2492.651123
55) 0.000000 2403.885010
158
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
56) 0.000000 2384.422119
57) 0.000000 2492.453613
58) 0.000000 2435.295166
59) 0.000000 2604.496094
60) 0.000000 2612.738037
61) 0.000000 2508.721436
62) 0.000000 7899.257324
63) 0.000000 7947.140137
64) 0.000000 7487.848145
65) 0.000000 6595.828613
66) 0.000000 7740.688965
67) 0.000000 6772.742188
68) 0.000000 7229.506348
69) 0.000000 7549.782715
70) 0.000000 7546.755859
71) 0.000000 8065.739258
72) 0.000000 8538.062500
73) 0.000000 8038.034180
74) 12.141701 0.000000
75) 12.494977 0.000000
76) 11.752542 0.000000
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:
OBJ COEFFICIENT RANGES
VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE
COEF INCREASE DECREASE
X11 44612.898438 11336.881836 11060.353516
X12 44925.070312 11602.824219 11008.333984
X13 44077.339844 11043.188477 10958.608398
X14 43323.871094 10585.072266 10963.572266
X15 44700.570312 11441.887695 11059.074219
X16 42846.140625 10294.568359 10961.715820
X17 44048.718750 11071.841797 10960.381836
X18 44076.359375 11109.347656 11008.336914
X19 44377.269531 11320.133789 10958.828125
X110 44680.980469 11357.777344 11008.336914
X111 45389.808594 11997.582031 11008.335938
X112 44842.890625 11640.240234 10904.549805
X21 100813.703125 101116,144234 33232.500000
X22 101750.210938 102055,461571 33025.000000
X23 99207.007812 99504,628835 32826.460938
X24 96946.617188 97237,457040 32845.222656
X25 101076.710938 101379,941071 33227.265625
X26 95513.429688 95799,969977 32837.070312
X27 99121.148438 99418,511883 32833.492188
X28 99204.070312 99501,682523 33025.011719
X29 100106.796875 100407,117266 32827.777344
X210 101017.929688 101320,983477 33025.011719
X211 103144.421875 103453,855141 33025.007812
X212 101503.656250 101808,167219 32613.607422
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES
77) 11.433662 0.000000
78) 12.580076 0.000000
79) 11.015789 0.000000
80) 11.927031 0.000000
81) 12.174786 0.000000
82) 12.211111 0.000000
83) 12.322630 0.000000
84) 12.970464 0.000000
85) 12.585911 0.000000
86) 4.131168 0.000000
87) 4.198326 0.000000
88) 3.923813 0.000000
89) 3.774775 0.000000
90) 3.946240 0.000000
91) 3.602635 0.000000
92) 3.865723 0.000000
93) 3.744768 0.000000
94) 3.997033 0.000000
95) 4.227677 0.000000
96) 4.265401 0.000000
97) 4.228637 0.000000
NO. ITERATIONS= 36
159
RIGHTHAND SIDE RANGES
ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE
RHS INCREASE DECREASE
2 12.500000 INFINITY 4.360465
3 12.670000 INFINITY 4.359498
4 14.440000 INFINITY 6.548226
5 14.720000 INFINITY 7.168132
6 16.330000 INFINITY 8.119473
7 13.260000 INFINITY 5.888882
8 14.440000 INFINITY 6.526956
9 14.550000 INFINITY 6.616466
10 17.270000 INFINITY 9.178110
11 17.340000 INFINITY 9.078773
12 17.480000 INFINITY 8.820189
13 16.540001 INFINITY 8.178591
14 3.500000 INFINITY 0.786822
15 3.560000 INFINITY 0.789833
16 5.420000 INFINITY 2.789409
17 7.310000 INFINITY 4.792711
18 9.530000 INFINITY 6.793158
19 9.240000 INFINITY 6.782960
20 9.430000 INFINITY 6.792319
21 9.430000 INFINITY 6.785489
22 9.490000 INFINITY 6.792704
23 9.540000 INFINITY 6.786258
24 9.670000 INFINITY 6.783397
25 6.790000 INFINITY 4.002864
26 1.250000 INFINITY 0.707364
27 1.260000 INFINITY 0.705967
28 1.230000 INFINITY 0.703882
29 2.210000 INFINITY 1.706542
30 2.260000 INFINITY 1.712632
31 2.200000 INFINITY 1.708592
32 2.240000 INFINITY 1.712464
33 2.240000 INFINITY 1.711098
34 3.250000 INFINITY 2.710541
35 3.260000 INFINITY 2.709252
36 3.280000 INFINITY 2.702679
37 2.710000 INFINITY 2.152573
38 0.500000 INFINITY 0.364656
39 0.500000 INFINITY 0.361492
40 0.500000 INFINITY 0.368619
41 0.490000 INFINITY 0.363874
42 0.500000 INFINITY 0.362231
43 0.490000 INFINITY 0.367013
44 0.500000 INFINITY 0.367829
45 0.500000 INFINITY 0.366724
46 0.500000 INFINITY 0.364985
47 0.500000 INFINITY 0.362638
48 0.510000 INFINITY 0.365327
49 0.500000 INFINITY 0.360643
RIGHTHAND SIDE RANGES
ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE
RHS INCREASE DECREASE
50 1400.000000 52.249725 53.416000
51 1456.000000 54.728001 55.166000
52 1400.000000 52.024529 52.029938
53 1456.000000 55.072090 54.470001
54 1456.000000 55.813667 52.603733
55 1344.000000 50.231998 49.212002
56 1456.000000 54.824528 53.230999
57 1400.000000 53.771969 49.618179
58 1456.000000 54.950001 53.879997
59 1400.000000 52.083652 53.606945
60 1456.000000 54.648888 53.914669
61 1456.000000 54.706631 54.972672
62 350.000000 10.683201 17.425566
63 364.000000 11.033199 18.242666
64 350.000000 10.415371 17.332823
65 364.000000 10.894000 18.348892
66 364.000000 10.501739 18.595221
67 336.000000 9.842400 16.743999
68 364.000000 10.646200 18.266005
69 350.000000 9.905625 17.914942
70 364.000000 10.776000 18.316666
71 350.000000 10.731512 17.352121
72 364.000000 10.772674 18.225939
73 364.000000 11.004630 18.226225
74 93.599998 INFINITY 12.141701
75 95.599998 INFINITY 12.494977
76 90.699997 INFINITY 11.752542
77 86.900002 INFINITY 11.433662
78 94.500000 INFINITY 12.580076
79 84.699997 INFINITY 11.015789
80 91.000000 INFINITY 11.927031
81 91.300003 INFINITY 12.174786
82 93.099998 INFINITY 12.211111
83 95.000000 INFINITY 12.322630
84 99.500000 INFINITY 12.970464
85 96.199997 INFINITY 12.585911
86 31.200001 INFINITY 4.131168
87 31.900000 INFINITY 4.198326
88 30.200001 INFINITY 3.923813
89 29.000000 INFINITY 3.774775
90 31.500000 INFINITY 3.946240
91 28.200001 INFINITY 3.602635
92 30.299999 INFINITY 3.865723
93 30.400000 INFINITY 3.744768
94 31.000000 INFINITY 3.997033
95 31.700001 INFINITY 4.227677
96 33.200001 INFINITY 4.265401
97 32.099998 INFINITY 4.228637