jtptunimus gdl ariyanimar 5223 2 bab2

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Candida Spesies Candida telah dikenal dan dipelajari sejak abad ke-18 dan penyakit yang disebabkannya dihubungkan dengan higiene yang tidak baik. Pada tahun 1850 ditemukan pada stomatis (sariawan) yang disebut “oral thurs“, kemudian jamur tersebut dinamakan “trush fungus“. Berdasarkan jamur yang bulat agak lonjong dan koloninya berwarna putih , maka diberi nama Oidium albikan. Nama Oidium barasal dari Monila, yang dianggap lebih sesuai karena spora jamur yang tampak merupakan untaian manik menyerupai kalung (Monil). Akan tetapi pemberian nama Monila telah menimbulkan kericuhan karena dalam Ilmu Pertanian telah dikenal sebagai penyebab penyakit pada tumbuh-tumbuhan. Untuk mengatasi kericuhan tersebut nama Monila diganti dengan Candida. Didalam perkembangannya genus Candida telah dikenal lebih dari 32 spesies, tetapi hanya 7 diantaranya yang terdapat pada manusia. (Siti, D.S. , 1982 ) Candida merupakan suatu ragi lonjong, bertunas yang menghasilkan pseudomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan eksudat. Ragi ini adalah anggota flora normal selaput mukosa saluran pernapasan, saluran pencernanan, dan genitalia wanita. Candida dapat menyebabkan penyakit sistemik progresif pada penderita yang system imunnya tertekan. Selain itu Candida juga dapat menimbulkan invasi dalam aliran darah, tromboflebitis, endokarditis, infeksi mata, dan organ lain bila masuk kedalam tubuh secara intravena. ( Ernest, J. , 1992 )

Upload: rafael

Post on 08-Nov-2015

221 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

1

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Candida Spesies

    Candida telah dikenal dan dipelajari sejak abad ke-18 dan penyakit yang

    disebabkannya dihubungkan dengan higiene yang tidak baik. Pada tahun 1850

    ditemukan pada stomatis (sariawan) yang disebut oral thurs, kemudian jamur

    tersebut dinamakan trush fungus. Berdasarkan jamur yang bulat agak lonjong dan

    koloninya berwarna putih , maka diberi nama Oidium albikan. Nama Oidium barasal

    dari Monila, yang dianggap lebih sesuai karena spora jamur yang tampak merupakan

    untaian manik menyerupai kalung (Monil). Akan tetapi pemberian nama Monila telah

    menimbulkan kericuhan karena dalam Ilmu Pertanian telah dikenal sebagai penyebab

    penyakit pada tumbuh-tumbuhan. Untuk mengatasi kericuhan tersebut nama Monila

    diganti dengan Candida. Didalam perkembangannya genus Candida telah dikenal

    lebih dari 32 spesies, tetapi hanya 7 diantaranya yang terdapat pada manusia. (Siti,

    D.S. , 1982 )

    Candida merupakan suatu ragi lonjong, bertunas yang menghasilkan

    pseudomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan eksudat. Ragi ini adalah

    anggota flora normal selaput mukosa saluran pernapasan, saluran pencernanan, dan

    genitalia wanita. Candida dapat menyebabkan penyakit sistemik progresif pada

    penderita yang system imunnya tertekan. Selain itu Candida juga dapat menimbulkan

    invasi dalam aliran darah, tromboflebitis, endokarditis, infeksi mata, dan organ lain

    bila masuk kedalam tubuh secara intravena. ( Ernest, J. , 1992 )

  • 1. Morfologi dan Identifikasi

    Candida secara mikroskopis berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong,

    gram positiv, dengan ukuran 2-5 x 3-6 hingga 2-5,5 x 5-28,5 koloni pada

    medium padat sedikit menimbul dari permukaan media, dengan permukaan halus,

    licin atau berlipat-lipat, berwarna putih kekuning-kuningan dan berbau ragi. (Siti,

    D.S. , 1982 )

    Pada media SGA yang dieramkan pada suhu kamar, bentuk koloni lunak

    berwarna coklat berbau seperti ragi. Pertumbuhannya terdiri atas pseudomiselium

    yang terdiri atas pseudohifa yang membentuk blastokista pada nodus-nodus dan

    kadang klamidokonidia pada ujungnya.

    2. Reproduksi

    Candida memperbanyak diri dengan cara aseksual yaitu spora yang

    dibentuk langsung dari hifa tanpa adanya peleburan inti dengan membentuk tunas

    , maka spora Candida disebut dengan Blastospora atau sel ragi. Candida

    membentuk pseudohifa yang sebenarnya adalah rangkaian Blastospora yang dapat

    bercabang-cabang. Berdasarkan bentuk tersebut maka dikatakan bahwa Candida

    menyerupai ragi atau yeast like , untuk membedakan dengan jamur yang hanya

    membentuk Blastospora. (Ernest, J. , 1992)

    3. Sifat kimiawi

    Spesies Candida dapat dibedakan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

    asimilasi terhadap larutan glukosa, maltosa, sakarosa, galaktosa, dan

  • laktosa.Candida dapat meragikan glukosa dan maltosa, menghasilkan asam dan

    gas, asam dari sukrosa. Kadang peragian karbohidrat ini bersama dengan sifat

    koloni dan morfologi. (Siti, D.S. , 1982)

    4. Pathogenitas

    Candida dapat hidup sebagai saprofit atau disebut saproba tanpa

    menyebabkan kelainan suatu apapun di dalam berbagai alat tubuh baik manusia

    maupun hewan. Pada keadaan tertentu maka sifat jamur dapat berubah menjadi

    pathogen dan menyebabkan penyakit yang disebut kandidiasis. Kandidiasis

    adalah suatu infeksi akut atau subakut yang disebabkan oleh Candida sp. yang

    dapat menyerang berbagai jarngan tubuh. (R.S. Siregar, 1991)

    Beberapa faktor yang menyebabkan Candida menjadi pathogen adalah

    daya tahan tubuh menurun, pemberian anti biotik yang terlalu lama, dan

    berlebihan, menggunakan pil KB, gangguan hormonal diabetes malitus dan juga

    kontak langsung dengan penderita melalui hubungan kelamin. Pada mulanya

    penyakit kandidasis dianggap hanya penyakit ringan, tetapi setelah ditemukan

    kasus yang fatal pada penderita kandidiasis, maka dapat disimpulkan bahwa

    kandidiasis juga dapat menyerang organ dalam sepert jantung, ginjal, paru-paru.

    (Mansur, A .N. , 1990)

    5. Pemeriksaan Laboratorium

    a. Pemeriksaan langsung

    Pemeriksaan langsung dilakukan dengan cara pegecatan menggunakan

    larutan KOH 10 %. Sampel yang telah ditambah larutan KOH 10 % pada

  • objek glass ditutup dan diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 100x atau

    450x , sehingga dapat dilihat Blastospora atau Pseudohifa .

    b. Kultur Media

    Material diinolulasikan pada media SGA kemudian diinkubasi pada suhu 370

    selama 2-3 hari, maka akan didapatkan koloni Candida dengan bentuk bulat,

    berdiameter 1-5 mm, warna krem, konsistensi smooth, elevasi cembung, dan

    berbau seperti ragi.

    c. Pertumbuhan koloni

    Salah satu cara untuk mendapatkan pembiakan yaitu dengan penggoresan

    (ditanam pada permukaan media). Cara yang dilakukan dengan menggunakan

    ose mata lalu digoreskan diatas media.

    Sesudah inkubasi akan didapat permukaan yang rapat pada goresan pertama,

    tetapi akan terlihat koloni terpisah pada goresan terakhir. Cara ini digunakan

    untuk mendapatkan biakan murni juga untuk mengetahui pertumbuhan kuman

    secara kualitatif. (Satish, G. , 1990)

    B. Pertumbuhan Mikroorganisme

    Pertumbuhan secara umum dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara

    teratur semua komponen di dalam sel hidup. Dengan demikian, pertambahan ukuran

    yang diakibatkan oleh bertambahnya air atau oleh karena penumpukan lemak, bukan

    merupakan pertumbuhan. Perbanyakan sel adalah konsekuensi dari

    pertumbuhan.(Lud, W. ,2004)

  • 1. Pertumbuhan Mikroba

    Mikroba berkembang biak secara pembelahan biner, artinya satu sel induk

    membelah menjadi dua sel anakan. Masing-masing sel anakan tersebut akan

    membentuk dua sel anakan lagi, dan demikian seterusnya.

    Peristiwa tersebut disebut dengan siklus sel. Selama siklus sel terjadi

    perluasan dinding sel dan membran sel, pembentukan sekat dan pembagian DNA

    ke sel-sel anakan. Selama pembelahan sel, replikasi DNA harus selaras sehingga

    tiap sel anakan akan menerima paling sedikit satu salinan dari genom (sebuah

    bahan genetic pada suatu organisme). Waktu yang diperlukan untuk pembelahan

    sel dari satu sel menjadi dua sel anakan yang sempurna disebut waktu generasi.

    Selain waktu generasi disebut juga istilah kecepatan pertumbuhan yang berarti

    jumlah generasi per satuan waktu tertentu.(Depkes RI, 1982)

    2. Fase Pertumbuhan Mikroba.

    Suatu mikroba yang ditumbuhkan kedalam medium baru pada umumnya

    tidak segera membelah diri, tetapi akan memerlukan waktu untuk penyesuaian

    diri di dalam media tersebut. Jika faktor lingkungannya, maka bakteri akan

    membelah diri. Dalam berkembang biak mikroba memiliki beberapa fase

    pertumbuhan yaitu:

    a. Fase Adaptasi/ Fase Lag

    Fase penyesuaian merupakan suatu masa saat sel-sel, yang kekurangan

    metabolit dan enzim akibat keadaan yang tidak menguntungkan dalam

  • pembiakan terdahulu, menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Enzim dan

    zat-zat antara terbentuk dan terkumpul sampai mencapai konsentrasi yang

    memungkinkan untuk pertumbuhan dimulai lagi.(Jawets, 1996)

    b. Fase Pertumbuhan Awal

    Setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan yang

    masih rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri.

    c. Fase Eksponensial/ Fase Logaritma

    Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat

    tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien, suhu dan kelembapan udara.

    Pada fase ini sel sel membutuhkan energi lebih banyak dibandingkan fase

    lannya, selain itu sel lebih sensitive terhadap keadan lingkungan.

    d. Fase Pertumbuhan Lambat

    Pada fase ini pertumbuhan sel tidak stabil, tetapi jumlah populasi masih naik.

    Hal ini karena jumlah sel yang masih tumbuh lebih banyak dari pada jumlah

    sel yang mati. Selain itu disebabkan pula oleh zat nutrisi di dalam medium

    sudah sangat berkurang, adanya zat hasil metabolisme yang mungkin beracun

    atau dapat menhambat pertumbuhan mikroba.

    e. Fase Stasioner

    Pada fase ini jumlah populasi tetap karena jumlah sel yang terbentuk sama

    dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini lebih kecil karena sel

    tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah habis. Pada fase ini sel-sel

  • menjadi lebih tahan terhadap keadaan ekstrem seperti panas, dingin, radiasi,

    dan bahan kimia.

    f. Fase Kematian

    Pada fase ini sebagian populasi jasad renik mulai mengalami kematian karena,

    nutrien didalam medium sudah habis dan energi cadangan di dalam sel habis.

    Jumlah sel yang mati semakin lama akan semakin banyak, dan kecepatan

    kematian dipengaruhi kondisi nutrien, lingkungan, dan jenis jasad renik.(Lud,

    W. ,2004)

    3. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba

    Faktor-faktor yang mempengaruhi pertunbuhan jasad renik yang bersifat

    heterotrof adalah tersedianya nutrient, air, suhu, pH, oksigen, dan potensial

    oksidasi reduksi, adanya zat-zat penghambat, dan adanya jasad renik yang lain.

    a. Nutrient

    Penyediaan makanan bagi pertumbuhan suatu organisme disebut nutrisi.

    Mikroba terdiri dari bermacam-macam jenis yang masing-masing berbeda

    dalam sifat fisiologisnya, karena itu kebutuhan makanan tiap-tiap golongan

    atau jenis mikroba berbeda-beda. Ada bakteri yang dapat hidup dari zat

    organik saja, tetapi ada pula mikroba yang hidup jika tidak ada zat organik.

    Kebanyakan mikroba membutuhkan zat organic seperti garam-garam yang

    mengandung Na, K, Ca, Mg, Fe, Cl, S dan P. Kecuali zat tersebut mikroba

    juga memerlukan sumber makanan yang mengandung C, H, O, N yang

    berfungsi sebagai penyusun protoplasma.(Depkes RI, 1982)

    b. Tersedianya Air

  • Sel jasad renik membutuhkan air untuk hidup dan berkembang biak.

    Pertumbuhan jasad renik di dalam suatu bahan sangat dipengaruhi oleh jumlah

    air yang tersedia. Selain merupakan bagian terbesar dari komponen sel (70-

    80%), air juga dibutuhkan sebagai reaktan dalam berbagai reaksi biokimia.

    c. Nilai pH

    Nilai pH medium sangat berpengaruh pada jenis mikroba yang tumbuh.

    Mikroba pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6 unit. Kebanyakan

    mikroba memiliki pH optimum, yakni dimana pertumbuhannya optimum

    sekitar 6,5-7,5. Pada pH di bawah 5,0 dan di atas 8,5 mikroba tidak dapat

    tumbuh dengan baik.

    d. Suhu

    Masing-masing jasad renik mempunyai suhu optimum, minimum, dan

    maksimum untuk pertumbuhannya. Hal ini disebabkan di bawah suhu

    minimum dan di atas suhu maksimum, aktivitas enzim akan berhenti, bahkan

    pada suhu yang terlalu tinggi akan terjadi denaturasi enzim.

    e. Tersedianya Oksigen

    Konsentrasi oksigen di alam mempengaruhi jenis mikroba yang dapat tumbuh.

    Mikroba dapat dibedakan berdasarkan kebutuhannya akan oksigen untuk

    pertumbuhannya, yakni jasad renik bersifat aerob, anaerob, anaerob fakultatif,

    dan mikroaerofil.

    f. Komponen Anti mikroba

    Komponen anti mikroba dalam suatu bahan dapat menghambat pertumbuhan

    jasad renik. Komponen anti mikroba dapat terdapat secara alami pada bahan

  • pangan, misalnya laktenin dan faktor anti koliform di dalam susu, dan lisozim

    di dalam putih telur.(Lud, W. ,2004)

    C. Shampo Anti Ketombe

    Shampo anti ketombe adalah suatu sediaan kosmetika yang umumnya

    mengandung desinfektan digunakan untuk maksud membersihkan rambut dan dibuat

    khusus mengatasi gangguan rambut dan kulit.

    Ketombe adalah bentuk kering kapitis saborea yang lazim dikenal sebagai

    saborea sika (kering), yakni sisik kering berlapis-lapis yang rapuh mudah terlepas

    yang melekat menutupi saborea kulit kepala.

    Apapun penyebabnya, yang jelas dan terpenting, gangguan itu merupakan

    masalah faal, sehingga tidak mungkin dapat diatasi hanya sekedar dengan sediaan

    topical saja.

    Oleh karena itu, shampo anti ketombe dibuat untuk mencegah atau

    menghilangkan ketombe dari berbagai bentuk. Sehingga shampo anti ketombe

    diharapkan dapat berfungsi:

    1. Membersihkan rambut dan kulit kepala tanpa menjadikan rambut

    berlemak atau kering dan mudah diatur.

    2. Tidak boleh merangsang jaringan lemak, tetapi hanya boleh meningkatkan

    aktivitasnya.

    3. Efektif sebagai germisidum dan fungisidum, sehingga dapat mencegah

    pertumbuhan bakteri dan jamur, bahkan dapat mencegah infeksi untuk

    beberapa waktu setelah keramas.

  • 4. Kadar zat aktif yang digunakan tidak boleh meningkatkan kepekaan kulit

    kepala; ini berart kadar manfaat dalam penggunaan tidak boleh

    menyebabkan kegatalan, kulit mengelupas atau peradangan.( DepKes RI,

    1985 )

    1. Bahan Dasar Utama Shampo Anti Ketombe

    a. Zat pembentuk busa

    Zat pembentuk busa ini diperlukan guna memungkinkan berbusa banyak.

    b. Zat pengasing

    Zat ini dipergunakan sebagai pengikat garam-garam kalsium dan magnesium.

    c. Zat pembening

    Bertujuan untuk membuat shampo lebih enak dipandang.

    d. Zat pengawet

    Dengan pemberian zat pengawet, Shampo akan lebih lama disimpan.

    e. Zat pewangi

    Pemberian zat pewangi pada shampo, selain membuat shampoo lebih menarik

    juga bertujuan memberi semacam identitas kepada shampo yang

    bersangkutan.

    f. Zat pelembab

    Untuk mencegah minyak alami yang hilang pada waktu pencucian rambut

    maka shampo juga mengandung zat yang berfungsi sebagai conditioner.(

    Djen, M. , 1978)

  • 2. Zat Aktif Yang Terdapat Dalam Shampo Anti Ketombe

    Zat aktif yang digunakan dalam shampo anti ketombe menunjukkan salah

    satu atau keaktifan bakterisidium, fungisidium, dan mengurangi atau menghalangi

    sekresi kelenjar lemak.

    Zat aktif yang digunakan dalam shampo anti ketombe umumnya

    merupakan zat yang menunjukan keaktivan kuat dermatologi, artinya meskipun

    zat itu digunakan dengan kadar yang disyaratkan kemungkinan besar dapat

    menimbulkan reaksi kulit yang tidak dikehendaki, seperti ruam, pruritus,

    dermatitis, dan rambut rontok.( Dep Kes RI, 1985 )

    Shampo anti ketombe mengandung zat aktif berupa ZnPtO (Zink

    Pirythione) yang berfungsi fungistatik (bersifat menghambat fungi) dan efektif

    untuk mengobati infeksi kulit kepala karena jamur dan termasuk anti mikroba

    yang menghambat sintesa asam nukleat.

    Selain mengandung ZnPtO juga terdapat kandungan lain seperti

    sulfamoid, grisea fulfin yang mengurangi dan mencegah ketombe. ZnPtO dalam

    penggunaannya memiliki batas kadar maksimum yaitu 5 %. Dan dalam

    pemakaiannya hanya untuk sediaan bilas, dilarang digunakan pada sediaan

    hygiene mulut.( Badan POM, 2003 )

    ZnPtO memiliki fungsi diantaranya mengatas serta mengurangi kerak

    pada kulit kepala, anti mikroba berspektrum luas efektif terhadap bakteri gram

    positive dan negative mold dan yeast, mengatasi penyebab ketombe,

    membersihkan kulit kepala, menghilangkan gatal akibat ketombe, serta

  • menghambat serta mencegah pertumbuhan jamur penyebab ketombe. (Rudi, H.S.

    , 2003)

    B. Pemeriksaan Anti Mikroba

    Anti mikroba adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama fungi

    atau jamur dan veast bersifat membasmi mikroba jenis lain, yang diperoleh secara

    alamiah. Sifat anti mikroba pada umumnya adalah mematikan atau menghambat

    pertumbuhan mikroba yang besar, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relative

    kecil.

    1. Mekanisme Kerja Anti Mikroba

    Anti mikroba memiliki beberapa mekanisme kerja antara lain ;

    a. Merusak DNA

    Sejumlah unsur anti mikroba bekerja dengan merusak DNA, yang meliputi

    radiasi pengion ( ionisasi ), sinar ultra ungu dan zat-zat kimia reaktif DNA.

    Kerusakan DNA yang ditimbulkan karena penyinaran atau secara kimiawi

    akan mematikan sel karena mengganggu replikasi DNA.

    b. Denaturasi protein

    Protein terdapat dalam keadaan tiga dimensi, terlipat, yang ditentukan oleh

    pertautan disulfida kovalen intramolekuler dan sejumlah pertautan kovalen

    seperti ikatan ion, ikatan hidrofob, dan ikatan hydrogen. Keadaan ini

    dinamakan struktur tersier protein. Struktur ini mudah mudah terganggu

  • sehingga protein tidak dapat berfungsi lagi yang dinamakan denaturasi

    protein.

    c. Gangguan selaput atau dinding sel

    Selaput sel berguna sebagai penghalang yang selektif, meloloskan beberapa

    zat terlarut dan menahan zat lainnya. Zat-zat yang terkonsentrasi pada

    permukaan sel mungkin mengubah sifat fisik dan kimiawi selaput, sehingga

    menghalangi fungsi normalnya dan dengan demikian membunuh sel.

    Dinding sel berlaku sebagai struktur pemberi bentuk pada sel dan melindungi

    sel terhadap lisis osmotic, sehingga apabila ada zat yang merusak dinding sel

    atau menghalangi sintesis normalnya maka akan menyebabkan sel lisis.(

    Ernest, J. , 1996 )

    2. Metode Pemeriksaan

    Aktivitas anti mikrobia diukur secara in vitro untuk menentukan; potensi zat

    anti mikroba dalam larutan, konsentrasinya dalam cairan tubuh dan jaringan,

    kepekaan mikroorganisme terhadap obat pada konsentrasi tertentu.

    Penentuan nilai ini dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode berikut:

    a. Metode pengeceran

    Sejumlah obat anti mikroba tertentu dicampurkan pada pembenihan cair atau

    padat. Pembenihan ditanami bakteri yang diperiksa dan dieram. Prinsip dari cara

    pengenceran ini adalah penghambatan pertumbuhan mikroba dalam pembenihan

    cair oleh suatu obat yang dicampurkan kedalam pembenihan. Pembenihan yang

  • dipakai harus merupakan pembenihan yang dapat menumbuhkan mikroba secara

    optimum dan tidak dinetralkan obat yang digunakan.

    b. Metode difusi

    Suatu cakram kertas saring, cawan berliang renik atau silinder beralas yang

    mengandung obat dalam jumlah tertentu, ditempatkan pada pembenihan yang

    telah ditanami mikroba test. Setelah pengeraman, garis tengah daerah hambatan

    yang mengelilingi obat dianggap sebagai kekuatan ukuran hambatan mikroba test.

    Bila menentukan kepekaan mikroba dengan cara difusi sebagian besar

    laboratorium menggunakan cakram kertas saring yang telah diberi anti biotika.

    Kesulitan terbesar adalah laju pertumbuhan yang bervariasi diantara barbagai

    mikroba dan harus dikoreksi dengan merubah kepadatan inokulum. Interpretasi

    hasil test harus dibandingkan antara metode pengenceran dan metode difusi.

    Perbandingan tersebut telah dibuat rujukan standart internasional.(Ernest, J.,

    1996)

    Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas anti mikroba secara in vitro yaitu;

    a. pH lingkungan

    Beberapa obat lebih aktif pada pH asam dan yang lain pada pH basa.

    b. Komponen-komponen pembenihan

    Baik yang ditambahkan atau yang terdapat pada reagen pembenihan seringkali

    mempengaruhi aktivitas anti mikroba.

    c. Stabilitas obat

  • Pada suhu pengeraman, beberapa obat anti mikroba dapat kehilangan daya

    kerjanya.

    d. Besarnya inokulum

    Umumnya makin besar inokulum, makin rendah kepekatannya. Populasi

    mikroba yang lebih besar, lebih lambat dan peka hambatannya dari pada

    populasi kecil.

    e. Masa pengenceran

    Dalam banyak hal, mikroba tidak dimatikan tetapi hanya dihambat setelah

    berhubungan singkat dengan obat anti mikroba. Makin lama masa

    pengeraman berlangsung, makin besar tumbuhnya resistensi.

    f. Ativitas metabolik mikroba

    Mikroba yang aktif dan pertumbuhan yang lebih cepat peka terhadap daya

    kerja obat yang barada dalam keadaan istirahat.(Ernest, J., 1996 )