jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang mendukung faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, yaitu : 1. Kepatuhan Wajib Pajak Menurut kamus umum bahasa Indonesia (sebagaimana dikutip oleh nugroho, 2006), kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam hal pajak, aturan yang berlaku adalah aturan perpajakan. Wajib pajak merupakan orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungutan pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo, 2009). Menurut kamus umum bahasa Indonesia wajib pajak orang pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan diatas pendapatan kena pajak (PKP). Jadi dalam hubungannya dengan wajib pajak yang patuh, maka pengertian kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan- aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan (Nugroho, 2006). Sejak reformasi perpajakan tahun 1983 dan yang terakhir tahun 2000 dengan diubahnya Undang-Undang Perpajakan tersebut menjadi UU No. 16 Tahun 2000, UU No. 17 Tahun 2000 dan UU No. 18 Tahun 2000, maka sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah Self Assessment System.

Upload: andika-wiranata

Post on 31-Dec-2015

28 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

st

TRANSCRIPT

Page 1: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang mendukung faktor-faktor yang

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, yaitu :

1. Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut kamus umum bahasa Indonesia (sebagaimana dikutip oleh nugroho, 2006),

kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam hal pajak, aturan yang

berlaku adalah aturan perpajakan. Wajib pajak merupakan orang pribadi atau badan,

meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungutan pajak yang mempunyai hak

dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan (Mardiasmo, 2009). Menurut kamus umum bahasa Indonesia wajib pajak orang

pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan diatas pendapatan kena pajak

(PKP). Jadi dalam hubungannya dengan wajib pajak yang patuh, maka pengertian kepatuhan

wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-

aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan (Nugroho, 2006).

Sejak reformasi perpajakan tahun 1983 dan yang terakhir tahun 2000 dengan diubahnya

Undang-Undang Perpajakan tersebut menjadi UU No. 16 Tahun 2000, UU No. 17 Tahun

2000 dan UU No. 18 Tahun 2000, maka sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah Self

Assessment System.

Page 2: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

Menurut Mardiasmo (2009), Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak

yang memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak

yang terutang. Dalam sistem ini mengandung pengertian bahwa wajib pajak mempunyai

kewajiban untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan surat

pemberitahuan (SPT) secara benar, lengkap dan tepat waktu. Dalam kaitannya dengan

akuntansi maka kepatuhan wajib pajak mengandung pengertian tersebut di atas.

Dalam Practice Note tentang Compliance Measurement yang diterbitkan oleh OECD

(2001) yang dikutip oleh Santoso (2008), kepatuhan dibagi menjadi dua kategori, yaitu: (1)

kepatuhan administratif (administrative compliance); dan (2) kepatuhan teknis (technical

compliance). Kepatuhan administratif mencakup kepatuhan pelaporan dan kepatuhan

prosedural. Sedangkan kepatuhan teknis mencakup kepatuhan dalam penghitungan jumlah

pajak yang akan dibayar oleh wajib pajak. Berdasarkan definisi kepatuhan tersebut, dapat

disimpulkan bahwa kepatuhan administratif adalah kepatuhan formal, yakni kepatuhan yang

terkait dengan ketentuan umum dan tatacara perpajakan. Sedangkan kepatuhan teknis adalah

kepatuhan material, yakni kepatuhan yang terkait dengan kebenaran pengisian SPT dalam

menentukan jumlah pajak yang harus dibayar.

Hak dalam pemungutan pajak didukung dengan beberapa teori yang menjelaskan

pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain

(Mardiasmo, 2009) :

a. Teori asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyat. Oleh karena itu

rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena

memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

Page 3: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

b. Teori kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya

perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap

negara, makin tinggi pajak yang harus dibayarkan.

c. Teori daya pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai

dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2

(dua) pendekatan, yaitu :

a) Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki

oleh seseorang.

b) Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus

dipenuhi.

2. Pengetahuan Perpajakan

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, pengetahuan berarti informasi yang telah

dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindak yang lantas melekat

dibenak seseorang. Atau dalam arti lain pengetahuan merupakan berbagai gejala yang

ditemukan dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pajak adalah iuran rakyat

kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

mendapat jasa timbal (kontrapretasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan

untuk membayar pengeluaran umum. Jadi, pengetahuan perpajakan adalah informasi

mengenai perpajakan yang diperoleh melalui pengamatan akal seseorang.

Page 4: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

Undang-undang pajak penghasilan (PPh) mengatur pengenaan pajak penghasilan

terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam

tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh

penghasilan, dalam Undang-Undang PPh disebut wajib pajak. Wajib pajak dikenai pajak

atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula

dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak

subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Objek pajak adalah penghasilan,

yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik

yang berasal dari Indonesia (dalam negeri) maupun dari luar Indonesia (luar negeri), yang

dapat dipakai untuk konsumsi ataupun untuk menambah kekayaan wajib pajak yang

bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Bagi wajib pajak dalam Negeri, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan baik yang

berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan wajib pajak Luar Negeri,

yang menjadi objek pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja. Selain

membayarkan pajak, wajib pajak terlebih dahulu membuat surat pemberitahuan (SPT) untuk

melaporkan kegiatannya yang terdapat kaitannya dengan pengenaan pajak.

Surat Pemberitahuan atau yang biasa disebut dengan SPT adalah surat yang oleh wajib

pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan

atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan. Fungsi SPT bagi wajib pajak penghasilan adalah sebagai

sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang

sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :

Page 5: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui

pemotong atau pemungut pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun

pajak;

b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;

c. Harta dan kewajiban; dan

d. Pembayaran dari potongan atau pemungutan tentang pemotongan atau pemungutan

pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Kesadaran dan Niat

Kesadaran dalam kamus umum bahasa Indonesia merupakan keadaan pada saat orang

tau atau ingat (keadaan yang sebenarnya). Sedangkan niat dalam kamus bahasa Indonesia

(yang dikutip dalam Harisnani, 2011) adalah maksud atau niat, atau kehendak (keinginan

dalam hati) akan melakukan sesuatu. Wajib pajak menurut Sehingga Kesadaran dan niat

wajib pajak adalah suatu kondisi di mana wajib pajak mengetahui, memahami, dan

melaksanakan ketentuan perpajakan dengan sukarela.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam sistem perpajakan yang baru, wajib pajak

diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem

menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan sendiri pajak yang terutang.

Besarnya pajak dihitung sendiri oleh wajib pajak, kemudian membayar pajak yang terutang

berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Dengan

sistem perpajakan yang baru diharapkan akan tercipta unsur keadilan dan kebenaran

Page 6: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

mengingat pada wajib pajak yang bersangkutanlah yang sebenarnya mengetahui besarnya

pajak yang terutang.

Kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah satu sebab

banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dijaring. Kesadaran perpajakan juga seringkali

menjadi kendala dalam masalah pengumpulan pajak dari masyarakat. Kesadaran wajib pajak

atas perpajakan amatlah diperlukan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Secara

empiris juga telah dibuktikan bahwa makin tinggi kesadaran perpajakan wajib pajak maka

makin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak (Nugroho, 2006).

4. Persepsi tentang Sanksi Pajak

Berdasarkan kamus umum bahasa Indonesia, persepsi adalah sebuah proses saat

individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan

arti bagi lingkungan mereka. Pengertian sanksi menurut Nugroho (2006) menyatakan

bahwa: “Sanksi adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan”, Menurut

Mardiasmo (2009) dalam bukunya Perpajakan, menyatakan bahwa: “Sanksi perpajakan

merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma

perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat

pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan”. Jadi dapat disimpulkan

bahwa persepsi atas sanksi perpajakan merupakan gambaran yang terstruktur dan bermakna

pada hukuman yang dikenakan kepada wajib pajak yang tidak melaksanakan ketentuan

peraturan perundangan-undangan perpajakan.

Dalam hal penyampaian SPT ada kalanya wajib pajak melakukan kesalahan dalam

penghitungan pajaknya, maka dari itu wajib pajak dengan kemauan sendiri dapat

membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis,

Page 7: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

dengan syarat Direktorat Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Dalam hal

pembetulan SPT menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan

paling lambat 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan. Dalam hal ini wajib pajak

membetulkan sendiri SPT tahunan maupun SPT masa yang mengakibatkan utang pajak

menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen)

per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran

sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan

penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan wajib pajak, terhadap

ketidakbenaran perbuatan wajib pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan apabila

wajib pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut

dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang

beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari

jumlah pajak yang kurang bayar. Meskipun Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan

pemeriksaan, dengan syarat Direktorat Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan

pajak. Wajib pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri

tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan sesuai keadaan yang

sebenarnya, yang dapat mengakibatkan (Mardiasmo, 2009):

a. Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;

b. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;

c. Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau

d. Jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil.

Page 8: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

Pajak yang kurang bayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ini beserta

sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang

kurang bayar, harus dilunasi oleh wajib pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud

disampaikan. Batas waktu dalam penyampaian SPT dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu

(Mardiasmo, 2009):

a. Untuk SPT Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak;

b. Untuk SPT tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga)

bulan setelah akhir tahun pajak; atau

c. Untuk SPT tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan, paling lama 4 (empat)

bulan setelah akhir tahun pajak.

Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas

waktu perpajangan penyampaian SPT, dikenakan sanksi administrasi sebesar (Mardiasmo,

2009):

a. Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT masa pajak pertambahan nilai;

b. Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk SPT masa lainnya;

c. Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk SPT tahunan pajak pengalihan wajib pajak

badan;

d. Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk SPT tahunan pajak penghasilan wajib pajak

orang pribadi.

Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan

SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau tidak melampirkan keterangan yang

isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak

dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh wajib pajak dan

Page 9: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

wajib pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang

beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah

pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar. Selain sanksi berupa denda, wajib pajak juga dapat dikenakan sanksi bunga.

Sanksi bunga adalaah wajib pajak diharuskan untuk mebayar utang pajaknya dalam jumlah

yang benar dan pada waktu yang tepat. Jadi bunga merupakan sanksi administrasi yang

dikenakan pada wajib pajak yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak dalam

jumlah yang benar dan pada waktu yang tepat. Ketentuan atas pengenaan sanksi berupa

denda menurut UU No.28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :

Page 10: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

Tabel 2.1. Ketentuan pengenaan sanksi denda

Masalah Besar/lamanya sanksi Cara

membayar/menagih

Dasar Hukum

Pembetulan sendiri SPT yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar

2% perbulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir s.d tanggal pembayaran karena pembetulan SPT itu

SSP Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000

Berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar

2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa/bagian tahun/tahun pajak s.d. diterbitkannya SKPKB

SKP Pasal 13 ayat (2)

Pada saat jatuh tempo pembayaran pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar

2% (dua persen) sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

STP Pasal 19 ayat (1)

Wajib Pajak yang diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

2% sebulan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

SSP/STP Pasal 19 ayat (2)

Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian SPT

2% sebulan yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan

SSP/STP Pasal 19 ayat (3)

Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung

2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak

STP Pasal 14 ayat (3)

Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana perpajakan setelah lewat waktu 10 tahun

48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar yang ditambahkan dalam SKPKB

SKP Pasal 13 ayat (5)

Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana perpajakn setelah lewat waktu 10 tahun

48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar yang ditambahkan dalam SKPKBT

SKP Pasal 15 ayat (4)

Page 11: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

Undang-undang dan peraturan secara garis besar berisikan hak dan kewajiban, tindakan

yang diperkenankan dan tidak diperkenankan oleh masyarakat. Agar Undang-undang dan

peraturan tersebut dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya, demikian halnya

untuk hukum pajak (Suyatmin, 2004). Wajib pajak akan mematuhi pembayaran pajak bila

memandang sanksi denda akan lebih banyak merugikannya. Semakin banyak sisa tunggakan

pajak yang harus dibayar wajib pajak, maka akan semakin berat bagi wajib pajak untuk

melunasinya. Oleh sebab itu, sikap atau pandangan wajib pajak terhadap sanksi denda

diduga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.

Penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh

pemerintah akan menggerakkan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar

pajak (Suyatmin, 2004).

Hal senada juga dinyatakan oleh Loekman Sutrisno (1994) yang menyatakan bahwa

membayar pajak merupakan sumbangan wajib pajak bagi terciptanya kesejahteraan bagi

terciptanya kesejahteraan bagi diri mereka sendiri serta bangsa secara keseluruhan.

Soemarso (1998) menyatakan bahwa kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah

seringkali menjadi salah satu sebab banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dijaring.

Lerche (1980) juga mengemukakan bahwa kesadaran perpajakan seringkali menjadi kendala

dalam masalah pengumpulan pajak dari masyarakat. Kesadaran wajib pajak atas perpajakan

amatlah diperlukan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

B. PENELITIAN SEBELUMNYA

Berikut adalah penelitian terdahulu yang mendasari penelitian ini :

1. Nugroho (2006)

Page 12: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

Dalam penelitian Nugroho (2006) yang meneliti tentang sanksi denda dengan kesadaran

yang berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Dalam penelitian ini menyatakan

bahwa pelaksanaan sanksi denda secara parsial memiliki pengaruh positif yang signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi sikap wajib pajak

terhadap pelaksanaan sanksi denda maka makin tinggi pula kepatuhan wajib pajak.

Sedangkan kesadaran perpajakan secara parsial memiliki pengaruh positif yang signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi sikap wajib pajak

terhadap kesadaran perpajakan maka makin tinggi pula kepatuhan wajib pajak.

2. Mustikasari (2007)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mustikasari (2007) adalah: (1) tax professional yang

memiliki sikap terhadap ketidakpatuhan positif, niat ketidakpatuhan pajaknya tinggi, (2)

pengaruh orang sekitar (perceived social pressure) yang kuat mempengaruhi niat tax

professional untuk berperilaku patuh, (3) tax professional yang memiliki kewajiban

moral yang tinggi, niat ketidakpatuhan pajaknya rendah atau sebaliknya, (4) semakin

rendah persepsi tax professional atas kontrol yang dimilikinya akan mendorong tax

professional berniat patuh.

3. Supriyati dan Nur Hidayat (2008)

Dalam penelitian yang dilakukan Supriyati dan Nur Hidayat (2008) menyatakan bahwa

pengetahuan tentang perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Salah satu

penyebab berpengaruhnya pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan adalah adanya

sumber informasi perpajakan yang didapat oleh setiap wajib pajak, sebagian besar wajib

pajak memperoleh pengetahuan pajak dari petugas pajak. Selain dari petugas pajak,

Page 13: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

pengetahuan wajib pajak ada yang diperoleh dari televisi, surat kabar, buku perpajakan,

dan konsultan pajak, adapula yang diperoleh dari pelatihan pajak. Pengetahuan pajak juga

diperoleh wajib pajak dari sosialisasi yang dilakukan oleh Dirjen Pajak. Bertambahnya

wawasan wajib pajak mampu memberikan kesadaran akan pentingnya pajak bagi mereka,

masyarakat dan negara.

4. Dewi (2009)

Prosedur peraturan perpajakan dan sanksi perpajakan berpengaruh terahadap kepatuhan

wajib pajak. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian diketahui bahwa model regresi yang

digunakan tidak cocok untuk menguji hipotesis yang diajukan, karena nilai Fhitung yang

diperoleh sebesar 3,300 dengan taraf signifikan sebesar 0,059. Karena taraf signifikansi

yang lebih besar dari 0,05.

5. Muliari dan Setiawan (2009)

Penelitian Muliari dan Setiawan (2009) menyatakan bahwa persepsi wajib pajak tentang

sanksi perpajakan secara parsial berpengaruh Positif dan signifikan pada kepatuhan

pelaporan wajib pajak orang pribadi. Begitu juga kesadaran wajib pajak yang secara

parsial juga berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak

orang pribadi.

6. Hapsari (2010)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hapsari (2010) dapat diambil

kesimpulan bahwa pengetahuan perpajakan dan kesadaran wajib pajak berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak tidak terbukti kebenarannya. 

7. Harisnani (2011)

Page 14: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

Penelitian yang dilakukan oleh Harisnani (2011) menyatakan bahwa niat memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, penelitian ini terbukti dengan

pengujian yang dilakukan menggunakan uji Simultan dan Parsial.

8. Laksono (2011)

Hasil dari penelitian yang dilakukan Laksono (2011) menunjukkan bahwa pengaruh dari:

(1) sikap terhadap perilaku kepatuhan terhadap kepatuhan pajak badan adalah positif dan

signifikan, (2) norma subyektif terhadap kepatuhan pajak badan adalah positif dan

signifikan, (3) kontrol keperilakuan yang dipersepsikan terhadap kepatuhan pajak badan

adalah positif dan signifikan, (4) kondisi keuangan perusahaan terhadap kepatuhan pajak

badan adalah positif dan signifikan.

9. Tambunan (2011)

Tambunan (2011) meneliti tentang persepsi wajib pajak dan kesadaran terhadap

kepatuhan, dan dalam penelitian tersebuty menyatakan bahwa terdapat pengaruh simultan

yang signifikan dari persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib

pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan dalam pengujian secara parsial

Persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan

wajib pajak, begitupula dengan kesadaran wajib pajak yang secara parsial berpengaruh

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak

C. KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang

tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber daya yang dimiliki suatu

Page 15: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

negara, baik berupa hasil kekayaan alam maupun iuran dari masyarakat. Salah satu bentuk iuran

masyarakat tersebut adalah pajak.

Menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-

undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebagai salah satu unsur penerimaan negara,

pajak memiliki peran yang sangat besar dan semakin diandalkan untuk kepentingan

pembangunan dan pengeluaran pemerintahan. Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan

negara diharapkan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu penyebab peningkatan

penerimaan pajak adalah karena sejak tahun fiskal 1984 pemerintah memberlakukan reformasi

perpajakan dengan menerapkan sistem self assessment dalam pemungutan pajak. Berbeda

dengan sistem pemungutan pajak sebelumnya, yaitu official assessment system.

Sistem self assessment memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk

menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan seluruh pajak yang menjadi

kewajibannya. Dengan kata lain, wajib pajak menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Sistem self assessment menuntut adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam pemenuhan

kewajiban perpajakannya.

Sanksi, Pemahaman, Kesadaran dan kepatuhan yang tinggi dari Wajib Pajak merupakan

faktor terpenting dari pelaksanaan sistem tersebut. Dianutnya sistem self assessment membawa

misi dan konsekuensi perubahan sikap (kesadaran) warga masyarakat untuk membayar pajak

secara sukarela (voluntary compliance).23) Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara

sukarela merupakan tulang punggung sistem self assessment. Wajib pajak bertanggung jawab

Page 16: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu

membayar dan melaporkan pajak tersebut.

Dengan demikian, berikut merupakan kerangka pemikiran penelitian ini:

Page 17: jhptump-a-lenapratiw-552-2-babii

Gambar. 2.1. Kerangka Pemikiran

D. HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka penelitian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

H1 : pengetahuan tentang perpajakan, kesadaran dan niat, dan persepsi tentang sanksi pajak

berpengaruh signifikan secara bersama-sama (simultan) terhadap kepatuhan wajib pajak orang

pribadi di Purwokerto.

H2 : pengetahuan tentang perpajakan, kesadaran dan niat, dan persepsi tentang sanksi pajak

berpengaruh signifikan positif secara individual (parsial) terhadap kepatuhan wajib pajak orang

pribadi di Purwokerto.

 

X1 = Pengetahuan tentang Perpajakan

X3 = Persepsi tentang sanksi pajak

X2 = Kesadaran dan niat wajib pajak

Y = Kepatuhan Wajib Pajak

H2 H1

X1 = Pengetahuan tentang Perpajakan

X3 = Persepsi tentang sanksi pajak

X2 = Kesadaran dan niat wajib pajak