babii tinjauanpustaka...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kecemasan Komunikasi
2.1.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan merupakan keadaan emosi yang ditandai secara subjektif, secara
sadar merasakan ketegangan, ketakutan, gugup, yang berkaitan dengan sistem
saraf otonom (Xun, 2008: 126). Pendapat lain disampaikan oleh Spielberger
(dalam Kuper & Kuper, 2000: 203) mengenai kecemasan, ia menyatakan bahwa
kecemasan adalah perasaan ketakutan yang ditandai dengan beberapa simtom
seperti pusing, mual, gangguan otot seperti tremor, perasaan gelisah dan lemas.
Hal ini sejalan dengan pendapat Kuper & Kuper (2000:38) bahwa kecemasan
merupakan perasaan takut, gugup, khawatir, panik yang disertai dengan detak
jantung meningkat, berkeringat, ketegangan otot, peningkatan pernapasan dan
mulut kering.
Menurut (Gunarsa, 1989: 24), kecemasan merupakan rasa takut ditimbulkan
oleh adanya ancaman sehingga seseorang akan menghindar. Pendapat yang
hampir sama di sampaikan oleh Ayres & Bristow (2008: 45) bahwa kecemasan
adalah rasa atau perasaan tidak nyaman dan khawatir tentang ancaman yang
berupa ancaman fisik atau psikologis yang muncul secara alami.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kecemasan adalah suatu ketakutan, perasaan gugup, panik, tegang, tidak
nyamandan kekhawatiran tentang ancaman yang berupa ancaman fisik atau
psikologis yang muncul secara alami.
9
2.1.2 Pengertian Komunikasi
Menurut Richert dan Strohner (2008: 38), komunikasi adalah interaksi
sosial yang berbentuk tindakan kolektif dan bekerjasama. Komunikasi merupakan
proses pembentukan dan bertukar informasi dalam percakapan informal, interaksi
grup atau berbicara di depan publik (Verbender et al, 2009: 176).
Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian
suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang
terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Merujuk pada pengertian Ruben dan
Steward (2006: 268) mengenai komunikasi manusia adalah proses yang
melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan
masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan
lingkungan satu sama lain. Menurut Effendy (2003: 34) istilah komunikasi
merujuk pada kalimat mendiskusikan makna, mengirim pesan dan memberikan
informasi, pesan, atau gagasan pada orang lain dengan maksud agar orang lain
tersebut memiliki kesamaan informasi, pesan atau gagasan dengan pengirim pesan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
adalah proses interaksi sosial dan pertukaran informasi yang melibatkan individu-
individu dalam suatu hubungan, kelompok dan masyarakat dalam mendiskusikan
makna ataupun gagasan pada orang lain dengan mengirimkan pesan.
2.2 Komunikasi antar pribadi
2.2.1 Pengertian Komunikasi antar pribadi
Meskipun komunikasi antar pribadi merupakan kegiatan yang sangat
dominan dalam kehidupan sehari-hari, namun tidak mudah memberikan definisi
yang dapat diterima semua pihak. Sebagaimana layaknya konsep-konsep dalam
10
ilmu lainnya, komunikasi antar pribadi juga mempunyai banyak definisi sesuai
dengan persepsi para ahli-ahli komunikasi yang memberikan batasan penelitian.
Littlejohn (1999: 29) memberikan definisi komunikasi antar pribadi
(interpersonalcommunication) adalah komunikasi antara individu-individu. Agus
M Hardjana (2003: 85) mengatakan komunikasi interpersonal adalah interaksi
tatap muka antar dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan
pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi
secara langsung pula. Pendapat senada dikemukakan oleh Deddy Mulyana (2008:
81) bahwa komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi adalah
komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal
maupun nonverbal.
Menurut Johnson, secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku
seseorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain. Setiap
bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga merupakan
bentuk komunikasi. Sedangkan secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan
yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar
untuk mempengaruhi tingkah laku si penerima. Joseph A. Devito mengartikan the
process of sending and receiving messages between two person, or among a small
group of persons, with some effect and some immediate feedback. (komunikasi
interpersonal adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua
orang, atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa umpan balik
seketika). Bochner (Dalam Devito, 2001: 99), komunikasi antarpribadi merupakan
proses penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain
11
atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang
untuk memberikan umpan balik segera. Everett M. Rogers mengartikan bahwa
komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi
dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Komunikasi antar pribadi
adalah komunikasi antar perorangan dan bersifat pribadi, baik yang terjadi secara
langsung (tanpa medium) ataupun tidak langsung (melalui medium). Cappela
(Dalam Devito, 2001: 252), komunikasi antar pribadi sebagai komunikasi yang
berlangsung diantara dua orang atau yang mempunyai hubungan yang mantab dan
jelas. Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antar
pribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini
dan perilaku komunikan, sebab komunikasi berlangsung secara tatap muka. Oleh
karena komunikator dengan komunikan itu saling bertatap muka, maka terjadilah
kontak pribadi; pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan. Ketika
komunikator menyampaikan pesan, umpan balik berlangsung seketika (immediate
feedback).
Komunikator dapat mengetahui pada saat itu tanggapan komunikan terhadap
pesan yang dilontarkan komunikator. Apabila umpan baliknya positif, artinya
tanggapan komunikan menunjukkan bahwa pesan yang disampaikan tadi bisa
dimengerti oleh komunikan atau sesuai yang diinginkan komunikator, maka
komunikator dapat mempertahankan gaya komunikasinya, sebaliknya jika
tanggapan komunikan negatif, maka komunikator dapat mengubah gaya
komunikasinya sampai komunikasi tersebut berhasil. Dari beberapa pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi antar pribadi adalah proses
12
penyampaian pesan antara dua orang atau kelompok kecil secara langsung baik itu
pesan verbal maupun non verbal sehingga mendapatkan feedback secara langsung.
2.3 Pengertian Kecemasan Komunikasi
Kecemasan dapat terjadi dalam berbagai situasi, salah satunya adalah
kecemasan yang dialami dalam lingkup komunikasi. Kecemasan dalam
melakukan komunikasi diungkapkan oleh West & Turner (2008: 104-105) sebagai
kecemasan komunikasi yaitu ketakutan berupa perasan negatif yang dirasakan
individu dalam melakukan komunikasi, biasanya berupa perasaan tegang, gugup
atau pun panik ketika melakukan komunikasi. Hal ini sama seperti yang di
kemukakan oleh Sellnow (2005: 35) bahwa kecemasan dalam komunikasi dapat
diartikan sebagai ketakutan atau kekhawatiran individu yang berkaitan dengan
komunikasi nyata dengan orang lain. Pengertian tersebut sejalan dengan
penjelasan Weiten, Lloyd, Dunn, & Hammer (2009: 66) yang menyatakan bahwa
kecemasan komunikasi merupakan ketegangan yang dialami individu ketika akan
berbicara dengan orang lain seperti perasaan gugup.
Philip (dalam Soonthornsawad, 2009) berpendapat bahwa kecemasan
komunikasi adalah perasaan takut untuk ikut berpartisipasi dalam komunikasi
lisan pada situasi tertentu. Individu yang merasakan kekhawatiran ketika
melakukan hubungan komunikasi dengan orang lain maupun orang banyak berarti
merasakan kecemasan dalam berkomunikasi (McCroskey, dalam Soonthornsawad,
2009). Powell & Powell (2010) menjelaskan kecemasan komunikasi sebagai
tingkat ketakutan individu yang diasosiasikan dengan situasi komunikasi, baik
komunikasi yang nyata ataupun komunikasi yang akan dilakukan individu dengan
orang lain maupun dengan orang banyak.
13
Menurut Turner & West (2009) kecemasan komunikasi merupakan
ketakutan yang dirasakan oleh individu berupa perasaan negatif dalam melakukan
komunikasi. Hal senada disampaikan pula oleh Spence, Westerman, Skalski,
Seeger, Ulmer, Venette, dan Sellnow (2005) yang mengatakan bahwa kecemasan
dalam komunikasi diartikan sebagai kekhawatiran individu yang berkaitan dengan
komunikasi dengan individu lain. Penjelasan tersebut sejalan dengan penjelasan
Weiten, Dunn, dan Hammer (2011) yang mengatakan bahwa kecemasan
komunikasi merupakan suatu ketegangan yang dialami oleh individu ketika
berbicara dengan orang lain.
McCroskey (1982: 30) mendefinisikan kecemasan komunikasi sebagai
ketakutan yang dialami individu yang berhubungan dengan komunikasi baik
secara langsung maupun tidak langsung antara individu dengan individu lain.
Kecemasan komunikasi menurut McCroskey sendiriterbagi menjadi empat tipe
dimana salah satunya mewakili pengertian dari kecemasan komunikasi dalam
mempresentasikan tugas di depan kelas. Tipe tersebut adalah situasional
communication apprehension yang merupakan kecemasan komunikasi yang
berhubungan dengan situasi ketika seseorang mendapat perhatian yang tidak biasa
dari orang lain. Hal ini menunjuk pada individu ketika melakukan presentasi tugas
di depan kelas mendapat perhatian dari teman-teman dan dosen.
Dari beberapa definisi di atas, definisi operasional didasarkan pada definisi
kecemasan komunikasi oleh McCroskey karena definisi kecemasan komunikasi
yang dinyatakan oleh McCroskey lebih tepat dalam membahas kecemasan
komunikasi ketika mempresentasikan tugas di depan kelas dibandingkan teori lain
yang membahas kecemasan komunikasi secara interpersonal. Definisi kecemasan
14
komunikasi dalam mempresentasikan tugas dikelas adalah ketakutan atau
kekhawatiran yang dialami oleh individu yang berhubungan dengan komunikasi
secara langsung ketika individu dihadapkan pada suatu situasi yang menuntut
individu untuk mendapat perhatian yang tidak biasa dari orang lain, yaitu ketika
mempresentasikan tugas di depan kelas.
2.3.1 Karakteristik Kecemasan Komunikasi
McCroskey (1982: 51) mengemukakan, individu yang mengalami kecemasan
komunikasi, memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Internal Discomfort
Individu mengalami perasaan tidak nyaman pada diri. Ketidaknyamanan
dalam diri individu akan menimbulkan respon-respon yang negatif seperti
kekhawatiran atau ketakutan, sehingga individu akan memunculkan
kepanikan, malu, tegang atau gugup.
b. Avoidance of Communication
Individu yang mengalami kecemasan komunikasi cenderung untuk
menghindari situasi atau keadaan yang memerlukan komunikasi. Pada
situasi tersebut, perilaku yang dimunculkan biasanya berupa diam ataupun
berbicara seperlunya atau memunculkan respon berupa kalimat pendek.
c. Communication Disruption
Individu yang mengalami kecemasan dalam berkomunikasi cenderung
mengalami ketidaklancaran dalam presentasi verbal ataupun memunculkan
perilaku non verbal yang tidak natural. Pemilihan strategi komunikasi
yang kurang terencana terkadang terefleksikan dalam respon individu
berupa: “seharusnya saya…”
15
d. Overcommunication
Individu lebih memperdulikan kuantitas daripada kualitas dari komunikasi
yang disampaikan. Individu cenderung menampilkan respon yang berlebih
untuk menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki kualitas yang baik
dalam melakukan presentasi namun sebenarnya perilaku itu muncul untuk
menutupi komunikasi yang kurang pada diri individu. Sebagai contoh,
individu ketika melakukan presentasi di depan kelas mengucapkan
kalimatkalimat yang tidak sesuai dengan topik yang dibawakan.
2.3.2 Tipe-Tipe Kecemasan Komunikasi
McCroskey (1982: 66) membagi empat tipe kecemasan komunikasi, diantaranya
adalah:
a. Traitlike Communication Apprehension
Kecenderungan kecemasan komunikasi yang relatif panjang waktunya dan
stabil ketika individu dihadapkan pada konteks komunikasi. Tipe ini dapat
dilihat sebagai refleksi orientasi kepribadian dari individu yang mengalami
tingkat kecemasan berkomunikasi. Contoh dari kecemasan tipe ini adalah
individu yang memiliki kecemasan karena faktor bawaan atau kepribadian
yang dimiliki individu dan tipe ini cenderung sulit untuk diubah karena
merupakan sifat bawaan dari individu.
b. Generalized Context Communication Apprehension
Kecemasan yang timbul ketika individu berada hanya pada konteks yang
bagi individu tersebut merasa terancam dan kecemasan akan berubah
apabila individu berada pada konteks yang berbeda. Contoh dari kecemasan
tipe ini adalah individu yang memiliki kecemasan ketika berada pada
16
konteks berdiskusi kelompok dengan individu lainnya, namun ketika
individu dihadapkan pada konteks yang berbeda seperti melakukan pidato,
individu tidak akan mengalami kecemasan.
c. Audience Communication Apprehension
Individu merasa cemas apabila individu dihadapkan ketika individu
berkomunikasi pada tipe-tipe orang tertentu tanpa memandang waktu dan
konteks. Contoh dari kecemasan tipe ini adalah individu akan mengalami
kecemasan komunikasi apabila dalam melakukan pidato dihadapkan pada
orangtua dari individu tersebut, namun apabila individu melakukan pidato
tanpa kehadiran orangtua, maka individu tersebut tidak akan mengalami
kecemasan.
d. Situasional Communication Apprehension
Individu akan mengalami kecemasan ketika individu dihadapkan pada
situasi-situasi yang dimana individu mendapatkan perhatian yang tidak
biasa dari orang lain. Sebagai contoh, individu akan mengalami kecemasan
ketika individu dihadapkan pada situasi sedang mempresentasikan skripsi
dihadapan para dosen karena individu menjadi pusat perhatian ketika
melakukan presentasi skripsi maka individu mengalami kecemasan.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Komunikasi
Kecemasan komunikasi yang dialami individu dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Menurut Powell & Powell (2010: 44), faktor yang mempengaruhi
munculnya kecemasan komunikasi yaitu :
17
a. Genetika
Kecemasan komunikasi dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dari
individutersebut,dimana bersifat genetik bahwa kecemasan komunikasi
adalah ketakutan terkait dengan faktor-faktor seperti sosialisasi,
penampilan fisik, bentuk tubuh. Hal ini juga ditingkatkan atau dibatasi
oleh faktor lingkungan. Richmond (dalam Sellnow, 2005) menjelaskan
bahwa individu yang berada yang dalam keluarga yang cenderung
merasa cemas ketika melakukan komunikasi akan dapat memiliki
kecenderungan untuk mengalami kecemasan dalam melakukan
komunikasi.
b. Skill acquisition
Individu akan merasa cemas dipengaruhi oleh keberhasilan individu
mengembangkan ketrampilan dalam komunikasi. Keterampilan seperti
penggunaan bahasa, kepekaan terhadap komunikasi nonverbal,
keterampilan manajemen interaksi dengan orang lain sehingga individu
cenderung mengalami kecemasan dalam berkomunikasi.
c. Modelling
Kecemasan komunikasi berkembang dari proses imitasi terhadap orang
lain yang diamati oleh seseorang di dalam interaksi sosialnya. Ketika
individu mengamati orang lain yang mengalami kecemasan, maka
kecemasan komunikasi cenderung muncul dalam diri invidu tersebut.
Bandura (dalam Sellnow, 2005: 36) juga menjelaskan bahwa proses
melihat orang lain dalam berperilaku dan memberikan respon terhadap
18
komunikasi akan membuat individu cenderung berperilaku atau
memberikan respon yang sama.
d. Reinforcement
Kecemasan komunikasi dipengaruhi oleh seberapa sering individu
mendapat penguatan untuk melakukan komunikasi dari lingkungan
sekitarnya. Individu yang menerima reinforcement positif dalam
komunikasi akan dapat mengurangi kecemasan komunikasi, sedangkan
individu yang jarang diberikan kesempatan untuk melakukan
komunikasi dan tidak didorong untuk berkomunikasi akan
mengembangkan sikap negatif mengenai komunikasi sehingga muncul
kecemasan komunikasi.
2.5.Konsep Diri
2.5.1. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri merupakan sebuah konstruk psikologis yang telah lama menjadi
pembahasan dalam ranah ilmu-ilmu sosial (Marsh & Craven, 2008: 6). Shavelson,
Hubner, & Stanton (1976) menyatakan bahwa konsep diri merupakan persepsi
seseorang terhadap dirinya sendiri, dimana persepsi ini dibentuk melalui
pengalaman dan interprestasi seseorang terhadap dirinya sendiri. Marsh (1990)
juga menambahkan bahwasanya konsep diri merupakan nilai dari hasil proses
pembelajaran yang dilakukan dan dari hasil situasi psikologis yang diterima.
Menurut Purkey (1987: 112), konsep diri merupakan totalitas dari kepercayaan
terhadap diri individu, sikap dan opini mengenai dirinya, dan individu tersebut
merasa hal tersebut sesuai dengan kenyataan pada dirinya. Menurut Rice & Gale
(1975: 109) konsep diri terdiri dari berbagai aspek, misalnya aspek sosial, aspek
19
fisik, dan moralitas. Konsep diri merupakan suatu proses yang terus selalu
berubah, terutama pada masa kanak-kanak dan remaja. Menurut Gage dan
Berliner (1998: 11) selain merupakan cara bagaimana individu melihat tentang
diri mereka sendiri, konsep diri juga mengukur tentang apa yang akan dilakukan
dimasa yang akan datang, dan bagaimana mereka mengevaluasi performa diri
mereka.
Berzonsky (1981: 32), mengemukakan bahwa konsep diri adalah gambaran
mengenai diri seseorang, baik persepsi terhadap diri nyatanya maupun penilaian
berdasarkan harapannya yang merupakan gabungan dari aspek-aspek fisik, psikis,
sosial, dan moral. Sejalan dengan defenisi tersebut Kobal dan Musek (2002)
mendefenisikan konsep diri sebagai suatu kesatuan psikologis yang meliputi
perasaan-perasaan, evaluasi-evaluasi, dan sikap-sikap kita yang dapat
mendeskripsikan diri kita. Demikian juga Paik dan Micheal (2002) menjelaskan
konsep diri sebagai sekumpulan keyakinan-keyakinan yang kita miliki mengenai
diri kita sendiri dan hubungannya dengan perilaku dalam situasi-situasi tertentu.
Konsep diri juga dapat diartikan sebagai penilaian keseluruhan terhadap
penampilan, perilaku, perasaan, sikap-sikap, kemampuan serta sumber daya yang
dimiliki seseorang (Labenne dan Greene, 1969). Konsep diri sebagai suatu
penilaian terhadap diri juga dijelaskan dalam defenisi konsep diri yang
dikemukakan oleh Partosuwido, dkk (1985) yaitu bahwa konsep diri adalah cara
bagaimana individu menilai diri sendiri, bagaimana penerimaannya terhadap diri
sendiri sebagaimana yang dirasakan, diyakini, dan dilakukan, baik ditinjau dari
segi fisik, moral, keluarga, personal, dan sosial.
20
Konsep diri merupakan hal yang penting dalam kehidupan sebab
pemahaman seseorang mengenai konsep dirinya akan menentukan dan
mengarahkan perilaku dalam berbagai situasi. Jika konsep diri seseorang negatif,
maka akan negatiflah perilaku seseorang, sebaliknya jika konsep diri seseorang
tinggi, maka positiflah perilaku seseorang tersebut (Fits dan Shavelson, dalam
Yanti, 2000: 4). Hurlock (1999: 77) juga menambahkan bahwasanya konsep diri
individu dapat menentukan keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam
hubungannya dengan masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan konsep diri bukanlah
faktor bawaan namun merupakan basil interaksi dengan lingkungan, dan
merupakan cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi
kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun
lingkungan terdekatnya.
2.5.2. Pembentukan Konsep Diri
Perkembangan konsep diri merupakan suatu proses yang terus berlanjut di
sepanjang kehidupan manusia. Symonds (dalam Agustiani, 2006: 34)
menyatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat individu
dilahirkan, melainkan berkembang secara bertahap seiring dengan munculnya
kemampuanperseptif. Selama periode awal kehidupan, perkembangan konsep diri
individu sepenuhnya didasari oleh persepsi mengenai diri sendiri. Lalu seiring
dengan bertambahnya usia, pandangan mengenai diri sendiri ini mulai
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diperoleh dari interaksi dengan orang lain
(Taylor dalam Agustiani, 2006: 34).
21
Mead (dalam Calhoun & Acocella, 1995: 21)menjelaskan bahwa konsep
diri berkembang dalam dua tahap: pertama, melalui internalisasi sikap orang
lain terhadap kita; kedua melalui internalisasi norma masyarakat. Dengan kata lain,
konsep diri merupakan hasil belajar melalui hubungan individu dengan orang lain.
Hal ini sejalan dengan istilah “looking glass self” yang dikemukakan oleh Cooley
(dalam Baumeister, 1999), yaitu ketika individu memandang dirinya berdasarkan
interpretasi dari pandangan orang lain terhadap dirinya.
2.5.3. Dimensi-Dimensi Konsep Diri
Calhoun dan Acocella menjelaskan bahwa konsep diri terdiri atas tiga
dimensi yang meliputi:
a. Pengetahuan terhadap diri sendiri yaitu seperti usia, jenis kelamin,
kebangsaan, suku pekerjaan dan lain-lain, yang kemudian menjadi
daftar julukan yang menempatkan seseorang ke dalam
kelompok sosial, kelompok umur, kelompok suku bangsa maupun
kelompok-kelompoktertentu lainnya.
b. Pengharapan mengenai diri sendiri yaitu pandangan tentang
kemungkinan yang diinginkan terjadi pada diri seseorang di masa
depan. Pengharapan ini merupakan diri ideal.
c. Penilaian tentang diri sendiri yaitu penilaian antara pengharapan
mengenai diri seseorang dengan standar dirinya yang akan
menghasilkan rasa harga diri yang dapat berarti seberapa besar
seseorang menyukai dirinya sendiri.
Adapun Brenzoky (1981) menjelaskan aspek-aspek konsep diri, yaitu:
22
1. Konsep diri fisik
Konsep diri fisik berarti pandangan, pikiran, perasaan dan pemikiran
individu terhadap fisiknya sendiri. Individu memiliki konsep diri yang
tinggi bila memandang secara positif penampilannya, kondisi kesehatan
kulitnya, ketampanan atau kecantikan serta ukuran tubuh ideal. Individu
dipandang memiliki konsep diri negatif bila memandang secara negatif
hal-hal di atas.
2. Konsep diri psikis
Konsep diri psikis berarti pandangan, pikiran, perasaan dan penilaian
individu terhadap pribadinya sendiri. Seseorang digolongkan memiliki
konsep diri tinggi bila memandang dirinya sebagai individu yang bahagia,
optimis, mampu mengontrol diri dan memiliki berbagai kemampuan.
Sebaliknya, individu digolongkan sebagai orang yang memilki konsep diri
negatif bila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak bahagia,
pesimistik, tidak mampu mengontrol diri dan memiliki berbagai macam
kekurangan.
3. Konsep diri sosial
Konsep diri sosial berarti pandangan, pikiran dan penilaian individu
terhadap kecendrungan sosial yang ada pada dirinya sendiri. Konsep diri
sosial berkaitan dengan kemampuan yang berhubungan dengan dunia di
luar dirinya, perasaan mampu, dan berharga dalam lingkup interaksi sosial.
Individu digolongkan memiliki konsep diri sosial tinggi bila memandang
dirinya sebagai orang yang terbuka pada orang lain, memahami orang lain,
merasa mudah akrab dengan orang lain, merasa diperhatikan, menjaga
23
perasaan orang lain. Sebaliknya, individu yang memiliki konsep diri sosial
negatif bila tidak memberi perhatian terhadap orang lain dan tidak aktif
dalam kegiatan sosial.
4. Konsep diri moral
Konsep diri moral berarti pandangan, pikiran, perasaan, dan penilaian
individu terhadap moralitas diri sendiri. Konsep diri moral berkaitan
dengan nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan
seseorang. Digolongkan memiliki konsep diri moral positif bila
memandang dirinya sebagai orang yang berpegang teguh pada nilai etik
moral, namun sebaliknya, individu digolongkan memiliki konsep diri
moral negatif bila memandang dirinya sebagai orang yang menyimpang
dari standar nilai moral yang seharusnya diikutinya.
2.6. Kajian Teori
Sigmund Freud, ahli psikoanalisis pada tahun 1900 mengungkapkan
bahwasanya hal yang terpenting dari diri individu adalah proses mental. Sigmund
Freud mengatakan bahwasanya konsep diri merupakan sebuah unit psikologis
yang paling dasar untuk memahami proses mental individu. Konsep ini terus
dikembangkan oleh Freud dalam perkembangan teori ego dan dalam interpretasi
terhadap diri individu. Dalam perkembangannya, konsep diri semakin luas
digunakan dalam dunia terapi dan konseling. Prescott Lecky, ahli psikologi
tentang self concistency pada tahun 1945 menggunakan istilah konsistensi diri
yang mengacu pada dasar-dasar perilaku individu dalam terapi dan pada tahun
1948, Raimy memperkenalkan istilah konsep diri dalam wawancara konseling
karena ia melihat bahwasanya dasar-dasar dari konseling adalah bagaimana
24
individu tersebut melihat dirinya secara utuh dalam konsep dirinya (Purkey, 1988).
Selanjutnya, Carl Rogers, pengembang teori self concept pada tahun 1947
mencoba untuk mengembangkan pola “self” dalam sebuah sistem psikologis.
Roger menilai bahwa ―self” merupakan dasar atau hal utama yang menjadi
bagian dari kepribadian dan penyesuaian individu. Roger juga mengatakan
bahwasanya ―self” merupakan produk sosial yang tumbuh dari proses
interpersonal yang dilakukan. Teori konsep diri semakin berkembang pada tahun
1970 sampai tahun 1980-an dengan pola konsep diri umum. Pada saat itu semakin
banyak peneliti yang menyadari betapa pentingnya mempelajari konsep diri
karena konsep diri sangat mempengaruhi perilaku individu. Dalam permasalahan
seperti penggunaan alkohol, permasalahan keluarga, penyalahgunaan obat-obatan,
masalah akademis dan lain sebagainya, sangat dipengaruhi oleh konsep diri
seseorang. Sehingga banyak para peneliti mengembangkan suatu cara bagaimana
agar dapat menguatkan konsep diri untuk menjadi lebih baik (Purkey, 1988).
Pada awalnya konsep diri merupakan suatu konstruk yang bersifat umum
atau yang lebih dikenal dengan istilah unidimensional (Prasetyo, 2006). Konsep
diri umum merupakan generalisasi pemahaman konsep diri tanpa melihat
deskripsi spesifik dari apa yang dilihat secara khusus. Hal ini mengandung arti
bahwa konsep diri umum merupakan pemahaman seorang individu terhadap diri
mereka secara umum tanpa melihat bagian-bagian yang lebih spesifik dari diri
mereka (Puspasari, 2007).
Perkembangan konsep diri selanjutnya lebih mengarah pada konsep diri
yang bersifat spesifik atau yang lebih dikenal dengan istilah multidimensional.
Konsep diri spesifik merupakan pola penilaian konsep diri individu yang melihat
25
ke dalam perspektif yang lebih luas terhadap diri individu, sehingga bisa
mendapatkan gambaran diri individu dari berbagai sudut pandang yang beragam
dan dinamis (Metivier, 2009). Jika hanya ada satu penjelasan mengenai konsep
diri unidimensional, maka pada konsep diri multidimensional dapat melihat diri
seseorang dari berbagai konteks, seperti konsep diri spiritual, konsep diri sosial,
konsep diri terhadap lingkungan dan lain sebagainya (James, dalam Metivier,
2009).
Pada seperempat abad terakhir, penelitian mengenai konsep diri semakin
meningkat. Hal ini disebabkan karena keinginan para peneliti untuk
mengembangkan konstruk konsep diri pada diri individu. Salah satu pola
pengembangan konsep diri yang banyak dilakukan adalah dengan menggunakan
pola konsep diri yang bersifat multidimensional (Marsh & Craven, 2008). Marsh
& Parker (dalam Metivier, 2009) mengatakan bahwasanya pola pengukuran
konsep diri yang bersifat multidimensional memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan dengan pola unidimensional. Dalam konsep diri yang bersifat
multidimensional kita dapat melihat karakteristik individu dari berbagai macam
konteks pada diri individu, dapat memprediksi perilaku seseorang, dapat
membantu menyelesaikan permasalahan pada individu, dan dapat
mengembangkan integrasi antar konstruk daripada konsep diri yang bersifat
unidimensional.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep diri yang bersifat
multidimensional. Hal ini dilakukan untuk mengetahui konsep diri secara spesifik
sehingga mendapatkan berbagai macam konsep diri individu dari sudut pandang
yang beragam selain dari beberapa keunggulan pola konsep diri multidimensional
26
yang telah disebutkan di atas.
Shavelson, Hubner, dan Stanton (1976) membagi konsep diri menjadi
beberapa bagian, yakni general-esteem, konsep diri akademis dan konsep diri non
akademis. Dimana konsep diri akademis dan non akademis dibagi menjadi
beberapa bagian lagi seperti dalam tabel berikut :
Gambar 2.1
Struktur konsep diri Shavelson, Hubner, & Stanon (1976)
2.7. Definisi Konsep dan Definisi Operasional
2.7.1. Definisi Konseptual
Batasan tentang pengertian yang diberikan peneliti terhadap variabel-
variabel (konsep) yang hendak diukur, diteliti dan digali datanya agar
peneliti memperoleh kejelasan pengertian tentang variabel-variabel
tersebut (Hamidi, 2010).
Berikut fokus penelitian disini adalah :
a. Konsep Diri
Adapun pengertian dari konsep diri merupakan persepsi seseorang
27
terhadap dirinya sendiri, dimana persepsi ini dibentuk melalui
pengalaman dan interprestasi seseorang terhadap dirinya sendiri
(Baron, 2003)
b. Kecemasan Komunikasi
Ketakutan berupa perasaan negatif yang dirasakan individu dalam
melakukan komunikasi, biasanya berupa perasaan tegang, gugup
ataupun panik ketika melakukan komunikasi (West, 2008).
2.7.2. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah petunjuk bagaimana sebuah variabel diukur,
yaitu dengan menetapkan jenis dan jumlah indikator variabel tersebut
berdasarkan definisi konseptual variabel yang telah dibuat sebelumnya
(Hamidi,2010).
Berikut definisi operasional dalam penelitian ini yang terbagi dalam 2 (dua)
variabel:
1. Konsep Diri (Variabel Bebas)
Menurut Brenzosky (1981) Konsep diri adalah persepsi dan perasaan
seseorang tentang dirinya sendiri. Konsep diri diukur menggunakan
Skala self-concept berdasarkan indikator :
1) Kondisi fisik
2) KondisiMental
3) Kondisi Sosial
4) Kondisi Ekonomi
2. Kecemasan komunikasi (Variabel Terikat).
Menurut Powel dan Powel (2010) tingkat ketakutan individu yang
28
diasosiasikan dengan situasi komunikasi, baik komunikasi yang nyata
ataupun komunikasi yang akan dilakukan individu dengan orang lain
maupun dengan orang banyak.Di ukur dengan menggunakan skala
kecemasan yang berdasarkan indikator :
1) Panik
2) Takut
3) Menghindar
4) Tegang
5) Tidak nyaman
6) Khawatir