babii tinjauanpustaka a. psychologicalwellbeing …repository.untag-sby.ac.id/94/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
-
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PSYCHOLOGICAL WELL BEING
1. Pengertian psychological well being
Menurut Diener (dalam Papalia, 2008) mengatakan bahwa
psychological well being merupakan perasaan subjektif dan evaluasi
individu terhadap dirinya sendiri. Maslow dan Rogers (dalam Wells, 2010)
berfokus pada aktualisasi diri dan pandangan tentang orang yang
berfungsi sepenuhnya masing-masing, sebagai cara untuk mencapai
psychological well being dan kepuasan pribadi. Menurut Ryff (1989),
well-being itu sendiri terkait dengan fungsi psikologi positif yang
selanjutnya disebut sebagai psychological well-being. Psychological well-
being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu
dimana individu dapat menerima masa lalunya dengan segala kelebihan
dan kekurangannya (self acceptance), menunjukkan sikap mandiri
(autonomy), mampu membina hubungan yang positif dengan orang lain
(positive relation with others), dapat menguasai lingkungannya
(environmental mastery), memiliki tujuan dalam hidup (purpose in life),
serta mampu mengembangkan pribadinya (personal growth). Berdasarkan
-
9
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa psychological well being adalah
kesejahteraan psikologis merupakan suatu kondisi tertinggi yang dapat
dicapai oleh individu yang mencakup evaluasi dan penerimaan diri pada
berbagai aspek kehidupan serta merasa puas dalam kehidupan.
2. Dimensi psychological well-being.
Dirumuskan oleh Ryff (dalam Wells, 2010) yaitu:
a. Penerimaan Diri (Self-Acceptance)
Penerimaan diri adalah bagian penting dari psychological well
being dan lebih memperhatikan pendapat positif seseorang mengenai
dirinya. Ini tidak mengacu kepada cinta diri atau harga diri yang
dangkal, melainkan untuk membangun harga diri yang mencakup
aspek positif dan negatif. Skor yang tinggi pada dimensi ini
mengindikasikan orang yang memiliki sikap positif, mengakui dan
menerima segala aspek dalam diri, termasuk kualitas baik dan
buruknya dan dapat memandang masa lalu dengan perasaan yang
positif. Skor rendah pada dimensi ini muncul pada orang yang
sebagian besar tidak puas dengan diri mereka sendiri, mereka merasa
tidak nyaman dengan apa yang terjadi dalam kehidupan masa lalu
mereka, mengkhawatirkan kualitas pribadi dan ingin mengubahnya.
-
10
b. Pertumbuhan pribadi (Personal Growth)
Dimensi ini mencakup kemampuan seseorang untuk menyadari
potensi dan bakat yang ada dalam diri dan untuk mengembangkan
sumber daya baru. Hal ini sering menemukan kesulitan sehingga
dibutuhkan untuk menggali secara mendalam agar dapat menemukan
kekuatan batin seseorang. Skor tinggi pada dimensi ini menunjukan
orang yang ingin terus berkembang. Mereka mengamati partumbuhan
dan perkembangan diri mereka sendiri, terbuka terhadap pengalaman
baru, mereka merasa sudah memenuhi potensinya, dapat melihat
perbaikan diri dan perilaku dari waktu ke waktu dan dan mengadakan
perubahan dalam meningkatkan pengetahuan diri dan efektivitas
mereka. Skor yang rendah pada dimensi ini muncul pada orang dengan
rasa stagnasi pribadi, dengan tidak ada perbaikan dan perkembangan
dari waktu ke waktu, mereka merasa bosan dan kurang berminat dalam
menjalani hidup.
c. Tujuan dalam hidup (Purpose in life)
Tujuan dalam hidup adalah kemampuan seseorang untuk
menemukan makna dan arah dalam pengalaman sendiri, dan untuk
menetapkan tujuan dalam hidupnya. Skor tinggi dalam dimensi ini
muncul pada orang yang memiliki tujuan dan arahan dalam hidup,
mereka merasa baik masa lalu maupun sekarang hidup mereka berarti,
mereka memegang keyakinan yang memberi tujuan pada kehidupan
-
11
mereka serta tujuan dan alasan untuk hidup. Skor rendah muncul pada
orang yang merasa hidup mereka tidak ada artinya dan tidak memiliki
tujuan dan arah, mereka tidak dapat melihat setiap titik dalam
pengalaman masa lalunya.
d. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)
Dimensi ini fokus terhadap tantangan dari orang lain yang
menguasai lingkungan sekitar. Kemampuan ini memerlukan
keterampilan dalam menciptakan dan mempertahankan lingkungan
yang bermanfaat bagi orang lain. Skor tinggi dalam dimensi ini
diperoleh oleh orang-orang dengan rasa penguasaan dan kompetensi di
sekeliling mereka, yang bisa menggunakan peluang yang muncul
secara efektif dan dapat memilih atau menciptakan konteks yang tepat
bagi kebutuhan mereka dan nilai –nilai pribadi mereka. Skor rendah
menunjukan kesulitan dalam mengelola urusan sehari-hari, atau
mengubah atau memperbaiki lingkungan mereka dan kurang dapat
menggunakan sebagi an besar peluang yang muncul serta kurangnya
kontrol terhadap dunia sekitar mereka.
e. Otonomi (Autonomy)
Dimensi ini mengacu pada kemampuan seseorang untuk
mengejar keyakinan pribadi dan kepercayaan, bahkan jika melawan
ajaran atau kepercayaan yang diterima atau kebijaksanaan biasa. Hal
ini juga mengacu pada kemampuan untuk sendirian jika diperlukan
-
12
dan untuk hidup mandiri. Skor tinggi dalam dimensi ini menunjukan
orang-orang yang menentukan segala sesuatunya sendiri dan tidak
tergantung kepada orang lain, maupun menahan tekanan sosial dan
mengatur perilaku berdasarkan penilaian pribadi. Orangorang ini
mengevaluasi diri sesuai dengan standar pribadi. Skor rendah
menunjukan orang yang terlalu peduli dengan harapan-harapan orang
lain, mereka bergantung pada penilaian orang lain sebelum membuat
keputusan penting, pemikiran dan tindakan mereka dipengaruhi oleh
tekanan sosial.
f. Hubungan positif dengan orang lain (Positive relation with others)
Dimensi ini mencakup ketabahan, kesenangan dan kesenangan
manusia yang berasal dari hubungan dekat dengan orang lain, dari
keintiman dan cinta. Skor tinggi muncul pada orang yang hangat,
memiliki hubungan yang memuaskan dan percaya kepada orang lain,
peduli terhadap kesejahteraan orang lain dan memiliki kapasitas untuk
merasa empati, mempengaruhi dan keintiman serta memberi dan
menerima segala hal di dalam hubungan mereka. Skor rendah
menunjukan bahwa seseorang kurang memiliki hubungan erat dan
kurang percaya dengan orang lain, merasa sulit untuk menjadi hangat
dan terbuka dan merasakan keprihatinan terhadap kesejahteraan orang
lain. Mereka merasa frustasi dan terisolasi dengan hubungan sosial.
Orang-orang ini tidak menginginkan komitmen dengan orang lain.
-
13
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Psychological Well-Being
Menurut Ryff (dalam Malika, R. 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi
PWB, yaitu:
a. Usia
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ryff (dalam Malika, R.
2008), ditemukan adanya perbedaan tingkat psychological well-being
pada orang dari berbagai kelompok usia. Dalam dimensi penguasaan
lingkungan terlihat profil meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Semakin bertambah usia seseorang maka semakin mengetahui kondisi
yang terbaik bagi dirinya. Oleh karenanya, individu tersebut semakin
dapat pula mengatur lingkungannya menjadi yang terbaik sesuai dengan
keadaan dirinya. Individu yang berada dalam usia dewasa akhir memiliki
skor psychological well-being yang lebih rendah dalam dimensi tujuan
hidup dan pertumbuhan pribadi; individu yang berada dalam usia dewasa
madya memiliki skor psychological well-being yang lebih tinggi dalam
dimensi penguasaan lingkungan; individu yang berada dalam usia dewasa
awal memiliki skor yang lebih rendah dalam dimensi otonomi dan
penguasaan lingkungan dan memiliki skor psychological well-being yang
lebih tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi. Dimensi penerimaan
diri dan dimensi hubungan positif dengan orang lain tidak
memperlihatkan adanya perbedaan seiring dengan pertambahan usia
(Ryff dalam Malika, R. 2008).
-
14
b. Jenis kelamin
Menurut Ryff (dalam Malika, R. 2008), satu-satunya dimensi yang
menunjukkan perbedaan signifikan antara laki-laki dan perempuan adalah
dimensi hubungan positif dengan orang lain. Sejak kecil, stereotipe jender
telah tertanam dalam diri anak laki-laki digambarkan sebagai sosok yang
agresif dan mandiri, sementara itu perempuan digambarkan sebagai sosok
yang pasif dan tergantung, serta sensitif terhadap perasaan orang lain
(Papalia dkk., 2009). Tidaklah mengherankan bahwa sifat-sifat stereotipe
ini akhirnya terbawa oleh individu sampai individu tersebut dewasa.
Sebagai sosok yang digambarkan tergantung dan sensitif terhadap
perasaan sesamanya, sepanjang hidupnya wanita terbiasa untuk membina
keadaan harmoni dengan orang-orang di sekitarnya. Inilah yang
menyebabkan mengapa wanita memiliki skor yang lebih tinggi dalam
dimensi hubungan positif dan dapat mempertahankan hubungan yang
baik dengan orang lain.
c. Budaya
Ada perbedaan kesejahteraan psikologis antara masyarakat yang
memilikibudaya yang berorientasi pada individualisme dan kemandirian
seperti dalam aspek penerimaan diri atau otonomi lebih menonjol dalam
konteks budaya barat. Sementara itu, masyarakat yang memiliki budaya
yang berorientasi kolektif dan saling ketergantungan dalam konteks
-
15
budaya timur seperti yang termasuk dalam aspek hubungan positif dengan
orang yang bersifat kekeluargaan.
d. Religiusitas
Menurut Chamberlain & Zika (dalam jurnal Religiusitas dan
Psychological Well-Being pada Korban Gempa, Amadiyati & Utami,
2007) menyebutkan bahwa religiusitas mempunyai hubungan positif
dengan kesejahteraan dan kesehatan mental. Lebih lanjut, Ellison (dalam
Amadiyati & Utami, 2007) menyatakan bahwa agama mampu
meningkatkan PWB dalam diri seseorang. Ellison juga menjelaskan
bahwa adanya korelasi antara religiusitas dengan PWB, dimana individu
dengan religiusitas yang kuat, tingkat PWB juga akan lebih tinggi,
sehingga akan semakin sedikit dampak negatif yang dirasakan dari
peristiwa traumatik dalam hidup.
e. Dukungan Sosial
Menurut Persma (dalam jurnal Family’s Social Support and
Psychological Well-Being of the Elderly in Tembalang, Desiningrum,
2010) menyatakan bahwa dukungan secara informatif disertai dengan
dukungan emosional yang baik akan meningkatkan psychological well
being pada individu. Menurut Winnubust (dalam Desiningrum, 2010)
dukungan sosial erat kaitannya dengan hubungan yang harmonis dengan
orang lain sehingga individu tersebut mengetahui bahwa orang lain peduli,
menghargai dan mencintai dirinya.
-
16
g. Kepribadian
Ryff dan Keyes (1995) mengatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi psychological well being adalah kepribadian.
h. Stres
Menurut Rathi dan Rastogi (2007), stres merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya psychological well being
pada diri seseorang.
B. SOCIAL SUPPORT
1. Pengertian social support
Baron dan Byrne (2000) mendefinisikan social support sebagai
kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman-teman dan
keluarga individu tersebut. Sama halnya Menurut Taylor (2009)
mendefinisikan social support sebagai informasi yang diterima dari orang
lain bahwa individu tersebut dicintai, diperthatikan, memiliki harga diri
dan bernilai serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan
kewajiban bersama yang berarti saling dibutuhkan yang didapat dari orang
tua, suami, atau orang yang dicintai, keluarga, teman, hubungan sosial dan
komunikasi. Cobb (dalam Sarafino, 2006), social support adalah suatu
kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang dirasakan
individu dari orang-orang atau kelompok-kelompok lain. Sedangkan
Cohen dan Wills (dalam Bishop, 1997) mendefinisikan social support
-
17
sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari
interaksinya dengan orang lain. Weiten (dalam Karanina, 2005)
mendefinisikan social support sebagai suatu bentuk bantuan yang terdiri
dari berbagai tipe yaitu dukungan emosional, dukungan penilaian,
dukungan informasi, dan dukungan instrumental dan tersedia dari anggota
jaringan sosial. Sementara menurut Weiss (dalam Eviaty, 2005)
mengemukakan definisi dukungan sosial dengan lebih mendalam dan
komprehensif bahwa dukungan sosial melibatkan:
a. Kedekatan secara emosional dengan seseorang yang dapat
memberikan rasa aman, perlindungan dan kepercayaan.
b. Integrasi sosial yang ditandai dengan perasaan menjadi bagian dari
suatu kelompok dimana individu dapat saling berbagi minat, perhatian,
kepedulian, dan aktivitas-aktivitas santai.
c. Pernyataan mengenai nilai pribadi, yakni ungkapan penghargaan
atas kemampuan, keterampilan, dan arti penting seseorang.
d. Persekutuan yang dapat diandalkan, yakni individu dapat
mengandalkan bantuan orang lain pada berbagai kesempatan.
e. Bimbingan dari orang lain, yakni individu mendapat bimbingan,
nasihat, petunjuk, atau informasi dari orang lain saat ia menghadapi
masalah.
f. Opportunity to provide nurturance, yakni perasaan dibutuhkan oleh
orang lain
-
18
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa social support
adalah suatu bentuk dorongan, perhatian yang diberikan oleh orang
terdekat guna untuk memberikan energi positif dan dapat menjalani hidup
pada seseorang yang sedang berada disituasi yang sulit.
2. Bentuk-bentuk social support
Wills & Fegan (dalam Sarafino, 2006) mengemukakan 4 bentuk-bentuksocial support, yaitu:
a. Emotional or esteem support
Jenis dukungan ini melibatkan rasa empati, peduli terhadap
seseorang sehingga memberikan perasaan nyaman, perhatian, dan
penerimaan secara positif, dan memberikan semangat kepada orang
yang dihadapi. Taylor (2009) berpendapat dengan menyediakan
kenyamanan dan menjamin dengan mendalam perasaan dan sehingga
seseorang yang menerima dukungan ini akan merasa dicintai dan
dihargai.
b. Tangible or instrumental Support
Dukungan jenis ini meliputi bantuan yang diberikan secara
langsung atau nyata, sebagaimana orang yang memberikan atau
meminjamkan uang atau langsung menolong teman sekerjanya yang
sedang mengalami stres. Menurut Taylor (2009), Tangible support ini
termasuk berupa dukungan material, seperti pelayanan, bantuan
-
19
finansial, atau benda-benda yang dibutuhkan. Dimatteo (1991),
menyatakan tangible support sebagai bentuk-bentuk yang lebih nyata
seperti meminjamkan uang, berbelanja, dan merawat anak.
c. Informational Support
Jenis dukungan ini adalah dengan memberikan nasehat, arahan,
sugesti atau feedback mengenai bagaimana orang melakukan sesuatu.
Dukungan ini dapat dilakukan dengan memberi informasi yang
dibutuhkan oleh seseorang. Adanya informasi akan membantu
individu memahami situasi yang stressful lebih baik dan dapat
menetapkan sumber dan strategi coping yang harus dilakukan untuk
mengatasinya. Menurut House (dalam Orford, 1992) menjelaskan
bahwa dukungan informsi terdiri dari 2 bentuk, yaitu dukungan
informasi yang berarti memberikan informasi atau mengajarkan
sesuatu keterampilan yang berguna untuk mendapatkan pemecahan
masah dan yang kedua adalah berupa dukungan penilaian (appraisal
support) yang meliputi informasi yang membantu seseorang dalam
melakukan penilaian atas kemampuan dirinya sendiri.
d. Companionship Support
Dukungan jenis ini merupakan kesediaan untuk meluangkan
waktu dengan orang lain dengan memberikan perasaan keanggotaan
dalam suatu kelompok orang yang tertarik untuk saling berbagi dan
kegiatan sosial. Menolong seseorang yang terganggu dari
-
20
kekhawatiran akan masalah yang ia miliki, atau memfasilitasi perasaan
yang positif (Cohen dan Wills dalam Orford, 1992)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk-
bentuk social support diatas menggunakan teori dari para ahli yaitu
Sarafino(2006) yang meliputi emotional or esteem support, tangible or
instrumental support, informational support dan companionship
support.
3. Dampak social support
Lieberman (1992) mengemukakan bahwa secara teori social support
dapat menurunkan kecenderungan munculnya kejadian yang dapat
mengakibatkan stres. Selain itu, adanya social support yang diterima oleh
individu yang sedang mengalami atau menghadapi stres maka hal ini akan
dapat mempertahankan daya tahan tubuh dan meningkatkan kesehatan
individu (Baron & Byrne, 2000).
Sarafino (2006) dan Taylor (2009) mengemukakan dua teori untuk
menjelaskan bagaimana social support mempengaruhi kesehatan, yaitu:
a. Buffering Hypotesis
Social support akan mempengaruhi kesehatan dengan berfungsi
sebagai pelindung dari stres. Social support melindungi seseorang
untuk melawan efek-efek negatif dari stres tinggi. Buffering effect
bekerja dengan dua cara, yaitu: pertama saat seseorang bertemu
-
21
dengan stresor yang kuat, dan yang kedua adalah social support dapat
memodifikasi respon-respon seseorang sesudah munculnya stresor
b. Direct effect hypotesis
Individu dengan tingkat social support yang tinggi memiliki
perasaan yang kuat bahwa individu tersebut dicintai dan dihargai.
Individu dengan dukungan sosial tinggi merasa bahwa orang lain
peduli dan membutuhkanindividu tersebut, sehingga hal ini dapat
mengarahkan individu kepada gaya hidup yang sehat.
4. Faktor-faktor yang Membentuk Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan suatu bentuk dorongan, perhatian yang
diberikan oleh orang terdekat guna untuk memberikan energi positif dan
dapat menjalani hidup pada seseorang yang sedang berada disituasi yang
sulit. Pada dukungan sosial terbentuk karena berbagai faktor. Myres
(dalam Runtu, 2002) mengemukakan bahwa sedikitnya ada 3 faktor
penting yang mendorong seseorang untuk memberikan bantuan atau
dukungan yang positif. Pertama, empati yaitu turut merasakan kesusahan
orang lain dengan tujuan mengantisipasi emosi dan memotivasi tingkah
laku untuk mengurangi kesusahan dan meningkatkan kesejahteraan orang
lain. Kedua, norma & nilai sosial yang berguna untuk membimbing
individu untuk menjalankan kewajiban dalam kehidupan. Ketiga,
pertukaran sosial yaitu hubungan timbal balik perilaku sosial antara cinta,
-
22
pelayanan, informasi dan status dengan strategi minimax, yaitu
meminimalkan korban dan memaksimalkan reward, dan untuk
meramalkan tingkah laku seseorang.
5. Manfaat Dukungan Sosial.
Dukungan sosial dapat diartikan bantuan yang diberikan pada seorang
yang sedang dalam situasi yang kurang menyenangkan, dukungan tersebut
dapat diperoleh dengan berbagai bentuk yang kedepannya akan
memberikan manfaat tersendiri bagi seorang tersebut. Menurut Lu (1997)
mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan moderator untuk
mengurangi stress kehidupan. Johnson dan Johnson (dalam Witridiani,
1996) dukungan sosial dapat memberikan dukungan emosi, instrumental,
penilaian positif dan informasi yang bermanfaat bagi individu dalam :
a. Meningkatkan produktivitas bila dihubungkan dengan pekerjaan.
b. Meningkatkan kesejahteraan psikologis dan penyesuaian diri
dengan menyediakan rasa memiliki, memperjelas identitas diri,
menambah harga diri,serta mengurangi stress.
c. Meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik.
d. Pengelolaan terhadap stres dengan menyediakan pelayanan,
perawatan, sumber-sumber informasi dan umpan balik yang
dibutuhkan untuk menghadapi stres dan tekanan.
-
23
Anwar (2008) menyebutkan bahwa dukungan sosial bekerja
sebagai pelindung untuk melawan perubahan peristiwa yang penuh
dengan stress. Dengan adanya dukungan sosial kesejahteraan
psikologis akan mengikat, perhatian dan pengertian akan
menimbulkan perasaan memiliki serta meningkatkan harga diri dan
memiliki perasaan positif mengenai diri sendiri.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa social support
memberikan energi yang positif bagi diri seorang tersebut,selain itu
dengan dukungan sosial yang diberikan lingkungan sedikit cepat dapat
mengurangi stres dan membantu seorang tersebut untuk bisa
menyesuaikan dengan perubahan yang dialami saat menopause.
C. Menopause
1. Pengertian Menopause
Kata “menopause” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua
kata, yaitu “Men” yang berrati bulan dan “Pause, Pausa, Paudo” yang
berarti periode atau berhenti, sehingga menopause dapat diartikan sebagai
berhentinya menstruasi. Menopause juga merupakan suatu peralihan dari
masa produktif menuju perubahan secara perlahan–lahan ke non-
produktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan
progesteron seiring dengan bertambahnya usia (Kuntjoro, 2002). Spencer
dan Brown (2006) menopause adalah fase alami dalam kehidupan setiap
-
24
wanita yang menandai berakhirnya masa subur, dimana kadar estrogen
dan progesteron turun dengan dramatis karena ovarium berhenti merespon
FSH dan LH yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis yang ada di otak.
Menurut Potter dan Perry (2005) perubahan fisiologis mayor pada
manusia terjadi antara usia 40-65 tahun dan perubahan itu adalah masa
menopause yang dialami oleh wanita. Menopause menandakan
berakhirnya kesuburan dan berakhirnya menstruasi (Gilly, 2009). Menurut
Kasdu (2002), menopause adalah sebuah kata yang mempunyai banyak
arti. Men dan peuseis adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan
untuk menggambarkan berhentinya haid.
2. Faktor yang Mempengaruhi Menopause
Menurut Faisal (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi menopause
adalah:
a. Umur sewaktu mendapat haid pertama kali (menarche)
Beberapa penelitian menemukan hubungan antara umur pertama
mendapat haid pertama dengan umur sewaktu memasuki menopause.
Semakin muda umur sewaktu mendapat haid pertama kali, semakin tua
usia memasuki menopause.
b. Kondisi kejiwaan dan pekerjaan
Ada peneliti yang menemukan pada perempuan yang tidak menikah
dan bekerja, umur memasuki menopause lebih muda dibandingkan
dengan perempuan sebaya yang tidak bekerja dan menikah.
-
25
c. Jumlah anak
Ada peneliti yang menemukan, makin sering melahirkan, makin tua
baru memasuki menopause. Kelihatannya kenyataan ini lebih sering
terjadi pada golongan ekonomiberkecukupan dibandingkan pada
golongan masyarakat ekonomi kurang mampu.
d. Penggunaan obat-obat Keluarga Berencana (KB)
Karena obat-obat KB memang menekan fungsi hormon dari indung
telur, kelihatannya perempuan yang menggunakan pilKB lebih lama
baru memasuki umur menopause.
e. Merokok
Perempuan perokok kelihatannya akan lebih muda memasuki usia
menopause dibandingkan dengan perempuan yang tidak merokok.
f. Cuaca dan ketinggian tempat tinggal dari pemukaan laut
Perempuan yang tinggal di ketinggian lebih dari 2000-3000m dari
permukaan laut lebih cepat 1-2 tahun memasuki usia menopause
dibandingkan dengan perempuan yang tinggal di ketinggian < 1000 m
dari permukaan laut.
g. Sosio-ekonomi
Menopause juga dipengaruhi oleh faktor status sosioekonomi,di
samping pendidikan dan pekerjaan suami. Begitu juga hubungan antara
tinggi badan dan berat badan perempuan yang bersangkutan termasuk
dalam pengaruh sosio-ekonomi.
-
26
3. Usia Memasuki Menopause
Memasuki usia 40 tahun merupakan usia yang rentan dengan setiap
perubahan, tetapi perubahan yang terjadi tidak setiap orang sama,
perubahan tersebut adalah menopause. Yatim (dalam Kasdu, 2002),
menyebutkan hasil studinya bahwa rata-rata seorang wanita memasuki
masa menopouse berbeda pada setiap ras. Meskipun dalam satu ras, tetap
tidak sama pada setiap orang. Webster’s Ninth New Collection
mendefinisikan menopause sebagai periode berhentinya haid secara
alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45 dan 50.
Sebuah penelitian yang sudah dilakukan pada tahun 1992 oleh Samil di
Kota Jawa Tengah dengan responden wanita berpendidikan, diketahui
bahwa wanita mengalami menopause pada usia 50,2 tahun . Pada wanita
yang tinggal di pedesaan, terjadi pada usia 46,5 tahun. Angka ini hampir
sama dengan rata-rata usia wanita Amerika dan Eropa mulai memasuki
masa menopouse (Kasdu, 2002).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan yang terjadi pada
wanita tidak sama. Perubahan atau menopause yang terjadi pada wanita
bervariatif. Hal tersebut sangat bergantung pada berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Umumnya dapat diambil rata-ratanya seorang wanita
akan mengalami menopause sekitar usia 45 sampai 50 tahun (Kasdu,
-
27
2002) . Menurut Kasdu (2002), masa klimakterium ini berlangsung secara
bertahap sebagai berikut :
a. premenopause, adalah masa sebelum menopause yang ditandai dengan
timbulnya keluhan-keluhan klimakterium dan periode pendarahan uterus
yang bersifat tidak teratur. Dimulai sekitar usia 40 tahun. Pendarahan
terjadi karena penurunan kadar estrogen.
b. perimenopause, periode dengan keluhan memuncak, rentang waktu 1
sampai 2 tahun sebelum dan sesudah menopause. Masa wanita
mengalami akhir datangnya haid sampai berhenti sama sekali. Keluhan
yang sering dijumpai adalah berupa gejolak panas (hot flushes),
berkeringat banyak, insomnia, depresi serta perasaan mudah tersinggung.
c. postmenopause, periode setelah menopause sampai senilis. Masa yang
berlangsung kurang lebih 3-5 tahun setelah menopause
4. Tanda dan Gejala Menopause
Perubahan yang terjadi karena menopause merupakan bagian dari
perkembangan manusia (wanita). Pada perubahan yang melibatkan
berbagai macam aspek termasuk di dalamnya fisiologis manusia. Tanda
dan gejala tersebut dapat dilihat baik dari segi fisik atau psikologisnya
(Smart, 2010). Berikut merupakan tanda-tanda fisik yang dapat diamati :
-
28
a. Pendarahan
Pendarahan yang terjadi pada saat menopause tidak seperti
menstruasi. Di sini siklus pendarahan yang keluar dari vagina tidak
teratur. Pendarahan seperti ini terjadi di awal manopause dalam
rentang beberapa bulan yang kemudian akan berhenti sama sekali.
Gejala ini disebut gejala peralihan.
b. Rasa panas (Hot Flash) dan keringat malam
Pada saat memasuki masa menopause wanita akan mengalami rasa
panas yang menyebar dari wajah ke seluruh tubuh. Rasa panas ini
terutama terjadi pada dada, wajah, dan kepala. Rasa panas ini sering
diikuti dengan timbulnya warna kemerahan pada kulit dan berkeringat
malam yang menyebabkan tidur tidak nyaman serta timbulnya rasa
cemas dan detak jantung yang lebih cepat. Rasa ini sering terjadi
selama 30 detik sampai dengan beberapa menit. Rasa panas terkadang
terjadi sebelum wanita memasuki usia menopause. Gejala ini biasanya
menghilang dalam 5 tahun tetapi beberapa di antaranya akan terus
mengalaminya hingga 10 tahun.
c. Vagina menjadi kering dan kurang elastis
Gejala pada vagina yang timbul akibat perubahan yang terjadi pada
lapisan dinding vagina. Ini disebabkan karena penurunan hormon
estrogen. Selain itu, juga muncul rasa gatal dan sakit saat berhubungan
-
29
seksual hingga akhirnya wanita menopause rentan terhadap infeksi
vagina.
d. Saluran uretra mengering, menipis dan kurang elastis
Perubahan ini akan menyebabkan wanita menopause rentan terkena
infeksi saluran kencing yang terkadang ditampakkan dengan rasa
selalu ingin kencing dan ngompol yang disebut dengan inkontinensia.
e. Perubahan fisik (lebih gemuk)
Banyak wanita yang bertambah berat badannya pada masa
menopause karena perilaku makan yang sembarangan dan kurangnya
olahraga.
f. Insomnia
g. Gangguan punggung dan tulang belulang (osteoporosis)
h. Linu dan nyeri disebabkan kurangnya penyerapan kalsium
i. Perubahan pada indera perasa (indera pengecap)
j. Muncul gangguan vasomotoris yang berupa penyempitan atau
pelebaran pembuluh-pembuluh darah
k. Pusing dan sakit kepala terus-menerus
l. Gangguan sembelit, yaitu gangguan atau sakit saraf
m. Payudara kehilangan bentuknya dan mulai kendur.ini merupakan
akibat dari kadar estrogen yang menurun
-
30
Selain tanda-tanda fisik, menopause juga memperlihatkan
berbagai macam gejala psikologis. Di bawah ini adalah gejala-gejala
psikologis yang tampak :
1. Ingatan menurun, sebelum menopause seorang wanita dapat
mengingat dengan mudah, tetapi setelah mengalami menopause
kecepatan dan daya ingatnya menurun.
2. Perubahan emosional dan kognitif, gejala ini bervariasi di setiap
individu di antaranya kelelahan mental, masalah daya ingat, lekas
marah, dan perubahan mood yang berlangsung cepat. Umumnya
perubahan emosional tidak disadari oleh yang bersangkutan.
3. Depresi, beberapa wanita yang mengalami masa menopause tidak
sekedar mengalami perubahan mood yang sangat drastis bahkan
ada yang mengalami depresi. Wanita ini akan lebih sering merasa
sedih karena kehilangan reproduksinya,kehilangan kesempatan
untuk memiliki anaknya, kehilangan daya tariknya dan tertekan
jika kehilangan seluruh perannya sebagai wanita.
-
31
D. Kerangka Berfikir
Dewasa madya merupakan periode yang panjang dalam rentang
kehidupan manusia. Papilia (2008) mendefinisikan masa dewasa madya
dalam terminologi kronologis, yaitu dialami individu saat berusia 45 sampai
65 tahun. Dewasa madya ditandai oleh adanya perubahan-perubahan fisik dan
psikis. Berkaitan dengan hal tersebut pada usia dewasa madya terdapat tugas
perkembangan yang harus dijalani, berikut tugas perkembangan menurut
Havighurst (dalam Hurlock, 1999) adalah tugas yang berkaitan penyesuaian
terhadap perubahan fungsi seksual, pada masa ini pria memasuki masa
andropause, sedangkan wanita memasuki masa menopause. Kata
“menopause” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu
“Men” yang berrati bulan dan “Pause, Pausa, Paudo” yang berarti periode
atau berhenti, sehingga menopause dapat diartikan sebagai berhentinya
menstruasi. Menurut Kuntjoro, 2002 menopause juga merupakan suatu
peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahan–lahan ke
non-produktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan
progesteron seiring dengan bertambahnya usia. Wanita yang menopause
membuthkan dorongan dari lingkungan sekitar dan terutama dorongan dari
suami, menopause menjadi menakutkan jika wanita tersebut belum siap
menghadapi menopause sebaliknya jika wanita tersebut dapat melewati fase
menopause wanita tersebut dapat menerima dirinya dengan segala perubahan
yang akan dialami. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi wanita
-
32
menopause dapat meneria diri dalam menghadapi menopause adalah sosial
support. Menurut Taylor (2009) mendefinisikan social support sebagai
informasi yang diterima dari orang lain bahwa individu tersebut dicintai,
diperthatikan, memiliki harga diri dan bernilai serta merupakan bagian dari
jaringan komunikasi dan kewajiban bersama yang berarti saling dibutuhkan
yang didapat dari orang tua, suami, atau orang yang dicintai, keluarga, teman,
hubungan sosial dan komunikasi., sama halnya dengan teori yang
dikemukakan oleh Menurut Winnubust (dalam Desiningrum, 2010) dukungan
sosial erat kaitannya dengan hubungan yang harmonis dengan orang lain
sehingga individu tersebut mengetahui bahwa orang lain peduli, menghargai
dan mencintai dirinya. Dorongan dari lingkungan sekitar terutama suami akan
berdampak positif bagi wanita menopause, wanita yang mendapat dorongan
akan mudah untuk menerima dirinya dengan segala perubahan, wanita yang
dapat menerima dirinya sama halnya dengan psychological well being yang
baik.
Berdasarkan uraian di atas peneliti berusaha untuk merangkai dan
mencoba membuat hipotesa bahwa social support yang tinggi kepada wanita
menopause akan berdampak positif dalam kehidupan yang dijalani.
-
33
E. Hipotesis
Berdasarkan penjelasan secara teoritis, maka dapat dikemukakan
hipotesis sebagai berikut : ada hubungan positif antara social support dengan
psychological well being pada masa dewasa madya fase menopause. Artinya
semakin besar social support yang diterima subyek, maka seorang wanita
akan memiliki psychological well being yang tinggi terhadap perubahan yang
terjadi saat menopause, begitu sebaliknya semakin kecil dukungan sosial yang
diterima maka psychological well being semakin rendah dengan perubahan
yang terjadi saat menopause.