jbptunikompp gdl apendinim1 18214 5 bab5
TRANSCRIPT
![Page 1: Jbptunikompp Gdl Apendinim1 18214 5 Bab5](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071715/55cf9a6e550346d033a1b020/html5/thumbnails/1.jpg)
146
BAB 5
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Setelah melakukan identifikasi dan analisis mengenai model kemitraan
antara masyarakat dengan lembaga pengelola kawasan pariwisata di kawasan
pariwisata Jatiluhur, maka dalam bab ini penulis menutup dengan kesimpulan
disertai dengan rekomendasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Bab ini
juga memberikan kelemahan penelitian dan anjuran studi untuk penelitian-
penelitian lain yang akan dilakukan.
5.1 Kesimpulan
Dari hasil identifikasi dan analisis berdasarkan sasaran terhadap potensi
wisata, permasalahan di kawasan pariwisata Jatiluhur, peran masyarakat di
kawasan pariwisata Jatiluhur, dan model kemitraan (kerjasama) masyarakat
dengan lembaga pengelola kawasan pariwisata Jatiluhur, maka didapat analisis
untuk menjawab rumusan permasalahan serta untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Dari hasil tersebut, penulis akan menyimpulkan hasil penelitian yang
telah dilakukan.
Potensi yang terdapat di kawasan pariwisata Jatilhur adalah Waduk Ir. H
Juanda. water world, pemancingan, kereta mono rel, jetsky, slancar air, kapal feri,
outbound, dan wisata kuliner. Sedangkan permasalahan yang terdapat di kawasan
pariwisata Jatiluhur adalah belum terciptanya suatu model kemitraan (kerjasama)
antara masyarakat dengan lembaga pengelola kawasan pariwisata.
Dari hasil identifikasi di kawasan pariwisata Jatiluhur peran serta
masyarakat di kawasan pariwisata adalah sebagai penyewa lahan milik lembaga
pengelola kawasan pariwisata. Sedangkan hasil identifikasi di kawasan pariwisata
mengenai peran serta masyarakat dalam pengembangan wisata tidak ada. Oleh
karena itu penelitian ini akan bertujuan mengidentifikasi model kemitraan di
kawasan pariwisata Jatiluhur.
Setelah teridentifikasi hal apa yang akan dimitrakan, siapa yang akan
bermitra, serta kebutuhan apa yang diperlukan dalam model kemitraan, maka
terbentuklah model-model kemitraan potensial pada setiap potensi wisata di
![Page 2: Jbptunikompp Gdl Apendinim1 18214 5 Bab5](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071715/55cf9a6e550346d033a1b020/html5/thumbnails/2.jpg)
147
kawasan pariwisata Jatiluhur. Berikut ini adalah kebutuhan pengembangan wisata
yang dimitrakan pada setiap potensi wisata:
1. Pengembangan potensi wisata air (zetski, kapal feri, selancar air, dan perahu
tradisional), aspek-aspek yang dibutuhkan didalamnya adalah:
Penyediaan dana (modal) untuk kebutuhan pengembangan wisata air
Pembangunan dermaga
Penyediaan perahu jetsky, papan slancar air, dan kapal peri
Penyediaan Perahu tradisional
Penyediaan bahan bakar
Pemandu atau Instruktur pengoperasian jetsky, papan slancar air, kapal
peri dan perahu tradisional
Regu penyelamat kegiatan jetsky, papan slancar air, kapal peri, dan
perahu tradisional
Teknisi/montir jetsky, kapal peri dan perahu tradisional
Promosi daya tarik wisata air jetsky, papan slancar air, kapal peri perahu
tradisional
Sedangkan kebutuhan pengembangan potensi wisata yang dimitrakan
adalah pemandu atau instruktur, regu penyelamat, penyedia perahu tradisional,
dan teknisi/montir. Dalam model tersebut peran dari masyarakat adalah sebagai
colon tenaga kerja yang dipersiapkan untuk memenuhi segala kebutuhan yang
diperlukan serta mengikuti segala proses dalam model kemitraan tersebut.
Sedangkan peran lembaga pengelola kawasan wisata berawal dari pengangkatan
para calon tenaga kerja yang dibutuhkan, memberikan pelatihan kepada para calon
tenaga kerja, serta menyediakan berbagai kebutuhan pada setiap kebutuhan yang
dimitrakan. Sedangkan model kemitraan yang terbentuk pada wisata air ada dua
bagian
a. Model kemitraan setara (seimbang) pada kebutuhan penyediaan perahu
dan montir perahu.
b. Model kemitraan peran serta yaitu pada kebutuhan instruktur dan
kebutuhan regu penyelamat.
![Page 3: Jbptunikompp Gdl Apendinim1 18214 5 Bab5](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071715/55cf9a6e550346d033a1b020/html5/thumbnails/3.jpg)
148
2. Hal-hal yang dibutuhkan dalam pengembangan potensi wisata pemancingan
adalah sebagai berikut:
Penyediaan dana (modal) untuk kebutuhan pengembangan wisata
pemancingan
Pembangunan tempat pemancingan
Penyediaan ikan yang akan dipancingkan
Penyediaan tenaga kerja pengelola wisata pemancingan
Pembangunan kolam ikan
Penyediaan peralatan pancing
Penyediaan pakan ikan
Promosi daya tarik wisata pemancingan ikan.
Dari kebutuhan-kebutuhan tersebut, aspek yang dimitrakan hanya aspek
kebutuhan penyediaan ikan saja. Dalam model kemitraan tersebut peran dari
masyarakat adalah sebagai peternak ikan, mulai dari pembenihan, peternakan,
penyortiran, hingga dihasilkannya ikan-ikan yang siap untuk dipancingkan.
Sedangkan peran dari lembaga pengelola kawasan pariwisata adalah sebagai
pemberi pinjaman modal serta pembeli ketika ikan siap untuk dijadikan sebagai
ikan pemancingan. Sedangkan model kemitraan yang terbentuk adalah peran yang
setara (seimbang).
3. Pengembangan potensi wisata kereta mono rel dan kereta gantung aspek-aspek
yang dibutuhkan dalam pengembangannya adalah:
Penyediaan dana (modal) untuk kebutuhan pengembangan wisata kereta
penyediaan kereta mono rel dan penyediaan kereta gantung
pembangunan statsiun atau pemberhentian masing-masing kereta
penyediaan rel untuk jalur kereta mono rel
pemasangan dan pembangunan seling-seling kereta gantung
pemandu atau Instruktur pengoperasian kereta
Montir/perawat kereta mono rel dan kereta gantung
Promosi daya tarik wisata kereta
![Page 4: Jbptunikompp Gdl Apendinim1 18214 5 Bab5](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071715/55cf9a6e550346d033a1b020/html5/thumbnails/4.jpg)
149
Dari aspek kebutuhan di atas, aspek yang dimitrakan adalah aspek
pemandu/instruktur kereta, dan montir/perawat kereta. Didalam kedua model
tersebut, peran masyarakat adalah sebagai orang-orang yang dicalonkan sebagai
tenaga instruktur dan tenaga montir tersebut. Tetapi sebelum menjadi tenaga kerja
siap pakai, masyarakat yang diangkat sebagai tenaga kerja harus mengikuti
pelatihan yang diberikan oleh lembaga pengelola wisata. Sedangkan peran dari
lembaga pengelola selain memberikan pelatihan, juga memfasilitasi segala
kebutuhan instruktur dan montir kereta tersebut. Sedangkan model kemitraan
yang terbentuk adalah peran serta.
4. Potensi wisata restoran terapung mempunyai kebutuhan-kebutuhan
pengembangan potensinya, berikut ini adalah kebutuhan-kebutuhan yang
diperlukan.
Penyediaan dana (modal) untuk kebutuhan pengembangan wisata restoran
terapung
Pembangunan restoran terapung
Pemilihan hidangan yang akan dijadikan menu restoran
Penyediaan bahan yang akan dijadikan menu hidangan
Penyediaan koky (tukang masak)
Pengelolaan restoran terapung termasuk penyediaan tenaga kerja di
restoran
Promosi wisata restoran terapung kepada publik.
Sedangkan kebutuhan yang kemitraan adalah tenaga pengelolaan restoran.
Sedangkan di dalam model kemitraan tersebut peran masyarakat adalah sebagai
tenaga kerja sekaligus sebagai pengelola restoran yang mengelola operasional
restoran. Sedangkan peran lembaga pengelola kawasan pariwisata adalah
memberikan fasilitas restoran terapung yang dibutuhkan dan memanagemen
kegiatan yang dilakukan dalam restoran tersebut. Sedangkan model kemitraan
yang terbentuk adalah peran serta.
![Page 5: Jbptunikompp Gdl Apendinim1 18214 5 Bab5](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071715/55cf9a6e550346d033a1b020/html5/thumbnails/5.jpg)
150
5. Pengembangan potensi wisata outbound, aspek-aspek dibutuhkan adalah:
Penyediaan modal untuk pengembangan wisata outbound
Penyediaan lahan untuk kebutuhan kegiatan outbound
Penyediaan semua perlengkapan yang dibutuhkan dalam kegiatan
outbound
Penyediaan instruktur outbound dan penyediaan tenaga kerja outbound
Promosi wisata kepada public
Sedangkan kebutuhan dimitrakan adalah penyediaan instruktur outbound.
Dalam model kemitraan ini peran masyarakat adalah sebagai tenaga yang
disiapkan untuk instruktur outbound. Sedangkan peran dari lembaga pengelola
adalah memberikan fasilitas dan memberikan segala perlengkapan yang
dibutuhkan para instruktur. Sedangkan model kemitraan yang terbentuk adalah
peran serta.
6. Dalam pengembangan potensi wisata kebun binatang, kebutuhan yang
diperlukan adalah:
Penyediaan dana (modal) untuk kebutuhan pengembangan wisata kebun
binatang
Pembangunan kandang
penyediaan binatang yang akan dijadikan binatang peliharaan di dalam
kebun binatang
Pakan binatang
Penyediaan pawang binatang dan dokter hewan
Penyediaan tenaga kerja
Promosi daya tarik wisata kebun binatang yang dikembangkan
Sedangkan kebutuhan yang dimitrakan adalah penyediaan tenaga kerja
kebun binatang. Pada model kemitraan penyediaan tenaga kerja, masyarakat
berperan sebagai tenaga kerja yang mengerti akan karakter binatang-binatang
yang ada, dan peran lembaga pengelola adalah memberikan pelatihan terhadap
tenaga kerja berkaitan dengan segala hal mengenai binatang, serta memberikan
![Page 6: Jbptunikompp Gdl Apendinim1 18214 5 Bab5](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071715/55cf9a6e550346d033a1b020/html5/thumbnails/6.jpg)
151
fasilitas kepada para tenaga kerja yang ada. Sedangkan model kemitraan yang
terbentuk adalah peran serta.
5.2 Rekomendasi
Pada dasarnya kawasan pariwisata Jatiluhur merupakan kawasan
pariwisata yang mempunyai kegiatan wisata sejalan dengan aktifitas penduduk
dalam wilayah kawasan pariwisata. Oleh karena itu baiknya masyarakat dilibatkan
dalam kegiatan pengembangan pariwisata, karena masyarakat merupakan salah
stakeholder yang bisa dilibatkan didalamnya. Hal tersebut akan lebih baik, apabila
semuanya dilakukan dengan suatu bentuk kerjasama. Berikut ini adalah
rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan.
1. Adanya bentuk kemitraan (kerjasama) yang harus terjalin antara masyarakat
dengan lembaga pengelola wisata, dalam pengembangan potensi wisata.
2. Dibentuknya model-model kemitraan (kerjasama) dalam pengembangan
kawasan pariwisata. Selain itu sebelum terbentuknya model kemitraan
(kerjasama), harus dilakukan pendekatan supaya tidak terjadi kesalahan setelah
proses model kemitraan dilaksanakan.
3. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengembangkan potensi
wisata secara mandiri, tetapi tetap diberikan arahan dalam melakukan
pengembangan potensi tersebut.
4. Selalu melibatkan berbagai stakeholser dalam setiap perencanaan yang akan
dilakukan, khususnya dalam peningkatan pengembangan kawasan pariwisata.
5.3 Saran Untuk Studi Lanjutan
Dengan berbagai keterbatasan studi yang ada, studi lanjutan yang
disarankan adalah :
1. Perlu dilakukan studi banding untuk mengkaji hal-hal apa yang tidak
dilakukan atau hal-hal yang harus dilakukan di kawasan pariwisata atau
obyek wisata. Hal ini untuk dijadikan perbandingan semua hal yang telah
dilakukan apakah sesuai atau berlebihan.
2. Melakukan suatu bentuk studi khusus yang berhubungan dengan manfaat apa
yang akan didapat dari semua yang telah dilakukan sebelumnya, terutama
![Page 7: Jbptunikompp Gdl Apendinim1 18214 5 Bab5](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071715/55cf9a6e550346d033a1b020/html5/thumbnails/7.jpg)
152
keterkaitan pengembangan pariwisata yang dikaitkan dengan ilmu
perencanaan.
3. Studi yang dilakukan harus lebih mementingkan kepentingan masyarakat,
lingkungan dan prospek yang akan dilakukan untuk keberlangsungan
perencanaan pengembangan suatu kawasan wisata. Hal ini harus dilakukan
untuk menciptakan perencanaan yang berkualitas dan tidak berjalan ditempat.
5.4 Kelemahan Studi
Penelitian yang dilakukan mempunyai beberapa kelemahan, dan hal ini
harus dihindari karena untuk kesempurnaan studi yang akan dilakukan. Berikut
adalah kelemahan studi yang telah dilakukan.
1. Studi ini hanya melibatkan dua pihak yaitu masyarakat dan pengelola.
Sedangkan pihak-pihak yang belum terlibat masih banyak seperti pemerintah
pusat sebagai pemegang kendali, pemerintah daerah dimana kawasan
pariwisata berada, dan keterlibatan pengguna (wisata).
2. Studi ini hanya mengidentifikasi model kemitraan yang terjadi antara
masyarakat kawasan pariwisata dan lembaga pengelola kawasan pariwisata.
Sedangkan untuk spesifiknya mengenai hal apa saja yang harusnya dilakukan
didalam proses model kemitraan (kerjasama) itu belum ada.
3. Dalam studi ini tidak ada perbandingan dengan kawasan pariwisata lain yang
mempunyai karakteristik sama dengan kawasan wilayah studi. Hal lainnya
adalah tidak adanya studi mengenai pariwisata apa saja yang menjadi saingan
bagi kawasan pariwisata Jatiluhur, dan kondisi eksternal yang mempengaruhi
keberadaan kegiatan pariwisata Jatiluhur.