jati diri imam husain

4
Jati Diri Imam Husain Sebagaimana maklum, Imam Husain adalah cucu Rasulullah saw. Kaum Muslimin tanpa pandang mazhab mencintai Imam Husain. Beliau memiliki kepribadian yang menarik perhatian tidak hanya kaum Muslimin, tetapi juga umat Kristen, Budha, …, sampai- sampai Ghandi ketika ditanya dari mana dia mendapat inspirasi untuk pergerakannya, dia menjawab, “Dari Husain.” Ini dikarenakan panji yang diusung Imam Husain adalah panji kebebasan bukan hanya bagi kaum Muslimin, tapi juga bagi umat manusia. Kepribadian Imam Husain dapat dikaji dari perspektif politik, sejarah, akidah, dll. Tulisan ini akan mengkajinya secara sekilas dari perspektif irfan—yang dalam tradisi Ahlussunnah lebih dikenal dengan istilah tasawuf. Kaum Muslimin tentu sedikit banyak telah mengenal istilah irfan/tasawuf, dan dapat dikatakan bahwa maqam Husain dalam bidang ini sangat tinggi. Pada tahun 61 H, keadaan kaum Muslimin sudah sedemikian rusak, sehingga Yazid yang bejat akhlaknya dapat menjadi khalifah. Kebejatan Yazid terlihat dari riwayat-riwayat yang diakui kebenarannya oleh kaum Syiah maupun Sunnah bahwa Yazid senang berfoya-foya, bahkan menyuarakan kekafiran dalam syair- syairnya. Karena itu, jika secara politis lahiriah, revolusi Husain, sebagaimana beliau katakan sendiri, “Bukan untuk mencari kekuasaan, melainkan untuk melindungi agama kakekku,” maka dari perspektif irfan dapat dikatakan bahwa revolusi itu bertujuan “melindungi cahaya Allah yang hendak dipadamkan oleh Yazid.” Dalam kajian tasawuf, insan kamil adalah orang yang berupaya membawa makhluk lain kepada Allah. Rasul juga demikian. Demikian juga Imam Husain. Bayangkan diri Anda berada di padang pasir yang sangat luas, gelap gulita, tidak tahu ujung pangkalnya. Atau berada di tengah gelombang dahsyat lautan tanpa kompas untuk menunjukkan arah. Pada contoh kedua, bayangkan ada lampu mercusuar yang menyorot ke laut untuk mengarahkan perahu-perahu di laut. Cahaya itu adalah Nur Muhammad. Cahaya untuk menghidayahi orang-orang yang terombang-ambing di alam semesta.

Upload: ahmad-fadhil

Post on 15-Mar-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tulisan ini mengupas revolusi Imam Husain dari perspektif irfani.

TRANSCRIPT

Page 1: Jati Diri Imam Husain

Jati Diri Imam Husain

Sebagaimana maklum, Imam Husain adalah cucu Rasulullah saw. Kaum Muslimin tanpa pandang mazhab mencintai Imam Husain. Beliau memiliki kepribadian yang menarik perhatian tidak hanya kaum Muslimin, tetapi juga umat Kristen, Budha, …, sampai-sampai Ghandi ketika ditanya dari mana dia mendapat inspirasi untuk pergerakannya, dia menjawab, “Dari Husain.” Ini dikarenakan panji yang diusung Imam Husain adalah panji kebebasan bukan hanya bagi kaum Muslimin, tapi juga bagi umat manusia.

Kepribadian Imam Husain dapat dikaji dari perspektif politik, sejarah, akidah, dll. Tulisan ini akan mengkajinya secara sekilas dari perspektif irfan—yang dalam tradisi Ahlussunnah lebih dikenal dengan istilah tasawuf. Kaum Muslimin tentu sedikit banyak telah mengenal istilah irfan/tasawuf, dan dapat dikatakan bahwa maqam Husain dalam bidang ini sangat tinggi.

Pada tahun 61 H, keadaan kaum Muslimin sudah sedemikian rusak, sehingga Yazid yang bejat akhlaknya dapat menjadi khalifah. Kebejatan Yazid terlihat dari riwayat-riwayat yang diakui kebenarannya oleh kaum Syiah maupun Sunnah bahwa Yazid senang berfoya-foya, bahkan menyuarakan kekafiran dalam syair-syairnya. Karena itu, jika secara politis lahiriah, revolusi Husain, sebagaimana beliau katakan sendiri, “Bukan untuk mencari kekuasaan, melainkan untuk melindungi agama kakekku,” maka dari perspektif irfan dapat dikatakan bahwa revolusi itu bertujuan “melindungi cahaya Allah yang hendak dipadamkan oleh Yazid.”

Dalam kajian tasawuf, insan kamil adalah orang yang berupaya membawa makhluk lain kepada Allah. Rasul juga demikian. Demikian juga Imam Husain. Bayangkan diri Anda berada di padang pasir yang sangat luas, gelap gulita, tidak tahu ujung pangkalnya. Atau berada di tengah gelombang dahsyat lautan tanpa kompas untuk menunjukkan arah.

Pada contoh kedua, bayangkan ada lampu mercusuar yang menyorot ke laut untuk mengarahkan perahu-perahu di laut. Cahaya itu adalah Nur Muhammad. Cahaya untuk menghidayahi orang-orang yang terombang-ambing di alam semesta.

Lalu, ada orang pada zaman Imam Husain yang hendak memadamkan cahaya itu, yaitu Yazid. Imam Husain berjuang agar cahaya itu tidak padam.

Bagaimana caranya?

Sejarah Islam mencatat perjuangan beliau itu sebagai kisah yang sangat menyedihkan.

Semua manusia memiliki ketergantungan atau kesukaan. Diri sendiri, keluarga, harta. Imam Husain juga tentu memiliki ketergantungan itu. Karena itu, suluk irfani pertama beliau adalah beliau tidak akan baiat pada Yazid, simbol ketergantungan dan kesukaan pada dunia. Suluk kedua adalah mencapai yaqzhah, keterjagaan. Ketika sudah terjaga, maka beliau mulai bergerak. Ini adalah perjalanan menepis hijab demi hijab, penghalang demi penghalang, dinding demi dinding, tirai demi tirai menuju Allah. Hijab-hijab yang harus dilewati ini tak lain dari apa-apa yang disukai selain Allah.

“Hati adalah kuil Allah. Janganlah engkau serahkan kuil Allah itu kepada selain Allah.”

Manusia harus membersihkan hati dari kecintaan pada selain Allah. Imam Husain sebagai seorang pesuluk, juga sebagai manusia, sebagaimana telah disinggung, pasti memiliki kecintaan pada diri sendiri, keluarga, dan harta yang telah beliau miliki. Beliau harus membuang itu semua dan menyajikan hatinya kepada Allah saja.

Page 2: Jati Diri Imam Husain

Pergerakan Imam Husain berujung kesyahidan. Ini sudah diberitakan oleh Rasulullah saw. Imam Husain pun sudah mengetahui hal itu. Beliau bisa memilih tidak bergerak, karena pilihan ada di tangan beliau. Tapi, beliau memilih untuk mempertahankan lampu itu, mercusuar itu, meski harus mengorbankan diri, keluarga, dan teman.

Jika kita mengingat firman Allah:

“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Maka, masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (al-Fajr: 27-30)

Maka, Imam Husain, berkat didikan Rasulullah saw dan kedua orang tuanya telah mencapai nafs muthmainnah tersebut. Allah menggunakan kata ganti orang pertama dalam kata “hamba-hamba-Ku” dan “surga-Ku”. Ini untuk menunjukkan makna yang khusus, yaitu hamba itu adalah hamba yang khusus dan surga itu adalah surga yang khusus. Orang yang ingin mendapatkannya harus mengorbankan segala sesuatu selain Allah.

Imam Husain terbunuh di Karbala. Di dunia, selain Imam Husain, banyak orang yang mati terbunuh. Yang membedakan Imam Husain dengan mereka adalah dimensi tersebut. Dalam kesyahidannya, Imam Husain telah mengorbankan dan membersihkan segala sesuatu selain Allah dari hatinya, hingga hatinya murni hanya untuk Allah. Imam Husain, sebagai orang yang terakhir syahid di Padang Karbala, di akhir hayatnya mengatakan, “Aku rida dengan apa yang membuat-Mu rida. Aku taat kepada-Mu, tidak menyembah selain-Mu.”

Diriwayatkan bahwa semakin dekat dengan kesyahidannya, wajah Imam Husain semakin berseri-seri.

Imam Husain memiliki anak bernama Ali Akbar yang wajahnya, sifatnya, dan bicaranya sangat mirip dengan Rasulullah. Ketika sahabat-sahabat Imam Husain sudah syahid satu demi satu, dan jumlah mereka tinggal sedikit, mereka berperang dengan cara maju satu per satu. Ali Akbar yang pertama maju, seorang diri melawan banyak orang. Ketika Ali Akbar maju, banyak orang dari kubu musuh yang lari karena mereka mengira bahwa Rasulullah sendiri yang maju berperang. Mereka sudah mendengar bahwa Imam Husain memiliki anak yang sangat mirip dengan Rasulullah dan mereka tahu bahwa Imam Husain pasti sangat mencintai anaknya itu.

Sebelum maju satu per satu itu, prajurit di kubu Imam Husain—sahabat atau kerabatnya—meminta ijin kepada beliau. Yang pertama diijinkan adalah anak beliau tersebut.

Dalam suluk irfani, ada dua hijab. Hijab gelap, yaitu dosa, cinta dunia, istri, dan anak. Dan hijab cahaya, yaitu cinta kebaikan seperti ilmu dan cinta kepada orang yang beriman.

Cinta kepada Allah tidak boleh disubstitusi dengan apa pun, bahkan dengan kecintaan pada ilmu.

Imam Husain, dengan mengirim anaknya yang mirip Rasulullah, telah merobek hijab cahaya tersebut.

Ketika terjadi gerhana matahari, agar kita dapat melihat matahari, maka kita harus menggunakan kaca mata penghalang untuk menghilangkan efek cahaya matahari. Begitu juga melihat Allah. Ada dua penghalang dari melihat Allah. Hijab kegelapan membuat orang-orang seperti berada di dalam rumah ketika gerhana matahari terjadi. Dia sama sekali tidak dapat melihat matahari. Pesuluk adalah orang yang sudah berada di luar rumah, tapi hijab cahaya masih membuatnya tidak dapat melihat matahari.

Imam Husain sebagai wali harus melihat Allah. Karena itu, cahaya-cahaya Allah pun harus ditepis dan tidak disukai. Contoh, cahaya Allah yang terwujud pada diri Ali Akbar yang

Page 3: Jati Diri Imam Husain

badan dan karakternya sangat mirip dengan Rasulullah. Karena itulah, ketika Imam Husain syahid wafat, seakan-akan cahaya melesat dari bumi ke langit, dari awal hingga akhir zaman. Cahaya itu adalah cahaya pembeda antara kebenaran dengan kebatilan.

Asyura sebagai peringatan syahidnya Imam Husain tidak diperingati sebagai hari duka cita saja. Asyura adalah peringatan tentang seorang pencinta kebebasan, agar manusia bebas mengabdi kepada Allah. Perjuangan Imam Husain bukan milik orang-orang yang kini dikenal sebagai orang Syiah saja. Tapi juga buat orang Ahlussunnah. Tapi juga buat seluruh umat manusia. Sebab, perjuangan Imam Husain bukan untuk orang-orang Syii saja, tapi juga untuk orang-orang Sunni, bahkan seluruh umat manusia sebagai hamba Allah.

Karena itu, Imam Husain dicintai tidak hanya oleh orang Islam saja.

Peringatan Asyura adalah momen untuk menyuarakan hal-hal yang diperjuangkan oleh Imam Husain. Salah satu perkataan indah dari Imam Husain ketika beliau sudah tidak dapat bangkit, tapi masih dapat melihat keluarganya dijarah oleh pasukan musuh, sambil bertelekan pedang, beliau berkata kepada orang-orang yang telah buta matahatinya, yang tidak malu menjarah kaum wanita keluarga Imam Husain, “Jika kalian bukan seorang muslim, hendaklah kalian menjadi orang yang bebas.”

Perjuangan Imam Husain membuat Ghandi terkagum-kagum. Dia mengusir Inggris dengan mogok makan. Setelah itu, Ghandi ditanya, “Dari mana engkau mendapatkan inspirasi mengorbankan diri demi kebebasan?” Dia menjawab, “Dari Husain aku belajar bagaimana menjadi orang yang dizalimi tapi meraih kemenangan.”