jarak tanam dan pemberian silika pada tss (true … · bawang merah memiliki sifat yang hampir sama...

37
JARAK TANAM DAN PEMBERIAN SILIKA PADA TSS (TRUE SHALLOT SEED) UNTUK PRODUKSI UMBI MINI BAWANG MERAH (Allium ascolanicum L.) ALFIANI ROKHIMA PUTRI A24144002 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Upload: phamthuy

Post on 02-Mar-2019

250 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

JARAK TANAM DAN PEMBERIAN SILIKA PADA TSS (TRUE

SHALLOT SEED) UNTUK PRODUKSI UMBI MINI BAWANG

MERAH (Allium ascolanicum L.)

ALFIANI ROKHIMA PUTRI

A24144002

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyerahkan bahwa skripsi berjudul Jarak Tanam dan

Pemberian Silika pada TSS (True Shallot Seed) untuk Produksi Umbi Mini Bawang

Merah (Allium ascolanicum L.) adalah karya saya dengan arahan komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau di kutip dari karya yang diterbitkan

dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka

di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Alfiani Rokhima Putri

NIM A24144002

ABSTRAK

ALFIANI ROKHIMA PUTRI. Jarak Tanam dan Pemberian Silika pada TSS (True

Shallot Seed) untuk Produksi Umbi Mini Bawang Merah (Allium ascolanicum L.).

Dibimbing oleh M. RAHMAD SUHARTANTO dan ENDAH RETNO PALUPI.

Rendahnya ketersediaan benih berkualitas dan bebas penyakit mendorong

penggunaan biji botani (true shallot seed) untuk menghasilkan umbi mini sehat.

Umbi mini merupakan umbi yang bebas penyakit, produksi tinggi, dan volume

kebutuhan benih per hektar sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak

tanam yang tepat untuk pertumbuhan tanaman bawang merah dan pengaruh

pemberian pupuk silika dalam produksi umbi mini bawang merah. Penelitian

dilakukan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT), Pasir

Kuda, Bogor, Jawa Barat. Rancangan percobaan yang digunakan ialah rancangan

kelompok lengkap teracak dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah

jarak tanam yang terdiri dari tiga taraf yaitu 3 cm x 3 cm, 5 cm x 5 cm, dan 7 cm x

7 cm. Faktor kedua adalah konsentrasi silika yang terdiri dari dua taraf yaitu 0 ml

l-1 (kontrol) dan 12,5 ml l-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak tanam 5 cm

memiliki diameter umbi lebih besar dibandingkan dengan jarak tanam lain

meskipun besarnya diameter umbi diduga bukan disebabkan akibat perbedaan jarak

tanam. Pemupukan silika konsentrasi 12,5 ml l-1 menurunkan bobot umbi segar per

tanaman dan diameter umbi, namun meningkatkan keseragaman bobot umbi segar

per tanaman.

Kata kunci: diameter umbi, bobot umbi segar, keseragaman bobt umbi

ABSTRACT

ALFIANI ROKHIMA PUTRI. Planting distance and silica application on True

Shallot (Allium ascolanicum L.) Seed to produce mini tubers. Supervised by M.

RAHMAD SUHARTANTO dan ENDAH RETNO PALUPI.

Low availability of quality seeds and disease-free encourage the use of

botanical seeds (true shallot seed) to produce healthy mini tubers. Mini tubers is

disease free, have high productivity as bulb seed and due to its small size, thus,

lower seed requirement. This study was aimed to determine optimum planting

distance for plant growth and to study the influence of silica application by

production and quality of the mini tubers. The research was conducted at Pusat

Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) Teaching Farm, Pasir Kuda, Bogor, West

Java. The experiment was arranged in randomized complete block design with two

factors and three replications. The first factor was planting distance i.e. 3 cm x 3

cm, 5 cm x 5 cm, and 7 cm x 7 cm. The second factor was concentration of silica

i.e. 0 ml l-1 (control) and 12,5 ml l-1. The results showed that planting distance of 5

cm x 5 cm has produced larger bulbs than others but the bulb diameter was not due

to difference planting distance. Silica application of 12.5 ml l-1 reduced tuber fresh

weight and bulb diameter, but increases uniformity of tuber fresh weight.

Keywords: bulb diameter, tuber fresh weight, uniformity of tuber weight

JARAK TANAM DAN PEMBERIAN SILIKA PADA TSS (TRUE

SHALLOT SEED) UNTUK PRODUKSI UMBI MINI BAWANG

MERAH (Allium ascolanicum L.)

ALFIANI ROKHIMA PUTRI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam

penelitian ini adalah Jarak Tanam dan Pemberian Silika pada TSS (True Shallot

Seed) untuk Produksi Umbi Mini Bawang Merah (Allium ascolanicum L.)

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto,

M.Si. sebagai dosen pembimbing I, Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Si. sebagai dosen

pembimbing II, dan Dr. Ir. Ade Wachjar, MS. sebagai dosen pembimbing

akademik, Dr. Tatik Kartika Suharsi, MS sebagai dosen penguji, dan juga Pusat

Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB yang telah membiayai penelitian saya.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, dan keluarga serta

teman-teman alih jenis 2014 dan teman-teman agronomi dan hortikultura 49 yang

telah membantu dan memberikan doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016

Alfiani Rokhima Putri

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xv

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2

TINJAUAN PUSTAKA 2 Botani Bawang Merah 2

Umbi Mini Bawang Merah 2 Jarak Tanam 3 Silika 3

METODE PENELITIAN 4 Tempat dan Waktu Penelitian 4

Bahan dan Alat 4

Rancangan Percobaan 5 Prosedur Percobaan 5 Pengamatan Percobaan 6

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum Penelitian 7 Tinggi Tanaman 9 Jumlah Daun 10

Hasil Umbi 11 Daya Tumbuh Benih Setelah Simpan 13

KESIMPULAN DAN SARAN 13 Kesimpulan 13 Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 17

RIWAYAT HIDUP 21

DAFTAR TABEL

1 Daya tumbuh benih bawang merah Varietas Bima Brebes 8

2 Respon tinggi tanaman (cm) terhadap jarak tanam dan pemberian pupuk

silika 9 3 Respon jumlah daun (helai) terhadap jarak tanam dan pemberian pupuk

silika 10 4 Respon jarak tanam dan pemupukan silika terhadap hasil umbi bawang

merah 11

DAFTAR GAMBAR

1 Ciri-ciri penyakit yang menyerang tanaman bawang merah a) Fusarium

oxysporium b) Colletotrichum sp. c) Altenanteria porri 8 2 Jumlah tanaman hidup dari serangan penyakit pada setiap perlakuan J: jarak

tanam, S: silika 9

3 Kurva sebaran normal bobot umbi segar per tanaman terhadap pemupukan

silika 12

4 Kurva sebaran normal diameter umbi terhadap pemupukan silika 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data iklim dan curah hujan wilayah Dramaga Bogor pada bulan Feb – Jun

2016 19

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah (Allium ascolanicum L.) merupakan komoditas hortikultura

yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Bawang merah memiliki arti penting bagi

masyarakat baik secara nilai ekonomis (nilai keuntungan yang besar) maupun

manfaat kandungan gizinya (vitamin C, serat dan asam folat baik untuk kesehatan).

Di Indonesia, produksi bawang merah dari tahun 2012 sampai tahun 2014

mengalami peningkatan. Produksi bawang merah tercatat pada tahun 2012 sebesar

964.221 ton dan pada tahun 2014 meningkat mencapai 1.233.989 ton (BPS, 2015).

Permasalahan utama yang dihadapi petani bawang merah adalah rendahnya

ketersediaan benih berkualitas dan bebas penyakit. Bawang merah umumnya

diperbanyak secara vegetatif menggunakan umbi. Kekurangannya adalah

membawa hama dan penyakit seperti Fusarium sp., Colletotrichum sp. dan bakteri

lain dari tanaman asalnya sehingga menurunkan produktivitas bawang merah

(Sumarni dan Rosliani, 2010). Kekurangan lainnya adalah memiliki masa dormansi

(4-9 minggu) (Hilman et al., 2014), volumenius (meruah) karena kebutuhan dalam

satu hektar sekitar 1,3-2,6 ton (Azmi et al., 2011).

Penggunaan alternatif sumber benih selain menggunakan umbi adalah

penggunaan biji botani True Shallot Seed (TSS). Benih TSS berasal dari

perbanyakan secara generatif atau biji. Benih TSS menghasilkan umbi mini bawang

merah. Menurut Sumarni et al. (2012a) umbi mini adalah umbi benih berukuran

kecil dengan bobot <2 g.

Kelebihan penggunaan umbi mini dibandingkan umbi konsumsi adalah umbi

yang dihasilkan lebih sehat karena bebas dari patogen (Sumarni dan Rosliani,

2010), mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas umbi konsumsi bawang merah,

dan mengurangi penggunaan umbi benih bawang merah per satuan luas (Sumarni

et al., 2012a). Menurut Rosliani et al. (2014) bahwa penggunaan umbi mini juga

dapat menghasilkan umbi berukuran lebih besar dan bulat. Kerapatan tanaman mempengaruhi produksi umbi mini yang dihasilkan.

Menurut Nugrahini (2013) bahwa tingkat kerapatan populasi tanaman yang tinggi

dapat menyebabkan terjadinya kompetisi antar tanaman terhadap faktor tumbuh

(air, unsur hara, cahaya, dan ruang tumbuh) sehingga akan mempengaruhi hasil

tanaman bawang merah. Menurut hasil penelitian Sumarni et al. (2005), penanaman

benih TSS dengan kerapatan tanaman 5 cm x 5 cm pada bawang merah Varietas

Bima menghasilkan jumlah umbi berukuran kecil dengan bobot 2,5-5 g/umbi.

Pemupukan merupakan salah satu cara pengembalian unsur hara baik unsur

hara makro dan mikro yang telah hilang akibat proses pemanenan pada tanaman

sebelumnya. Pemupukan juga digunakan untuk memperbaiki pertumbuhan dan

perkembangan tanaman setelah proses penanaman. Salah satu unsur hara yang

dibutuhkan oleh tanaman adalah silika (Si). Silika terdiri dari enzim Si kompleks

digunakan sebagai pelindung dan pengatur fotosintesis dan aktivitas enzim lainnya

(Bennett, 1996). Menurut Puteri (2013), silika sangat berperan dalam proses laju

fotosintesis dan resistensi tanaman terhadap cekaman biotik dan abiotik dalam

jumlah yang kecil. Ketersediaan Si juga dapat menekan senyawa Al dan Fe pada

tanah pada kondisi daerah bercurah hujan tinggi sehingga kemasaman tanah tidak

2

akan menurun. Menurut hasil penelitian Amrullah (2015) pemberian silika terbaik

pada tanaman padi adalah 122 ppm per bak kultur yang ekuivalen dengan dosis

pemupukan 300 kg ha-1 memberikan hasil pertumbuhan dan hasil gabah yang

optimum.

Tujuan

Tujuan dari penelitian adalah mengetahui jarak tanam yang tepat untuk

pertumbuhan tanaman bawang merah dan pengaruh pemberian pupuk silika dalam

produksi umbi mini bawang merah.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Bawang Merah

Bawang merah merupakan sayuran yang dimanfaatkan umbi lapis di

Indonesia. Di Indonesia, bawang merah umumnya digunakan sebagai bumbu

masakan. Bawang merah memiliki nama latin Allium ascolanicum L. Taksonomi

bawang merah menurut Brewster (2008) yaitu, Kelas Monokotil, Ordo

Asparagales, Famili Alliaceae, Genus Allium.

Bawang merah memiliki sifat yang hampir sama dengan bawang putih yang

tidak tahan dengan kekeringan karena memiliki sistem perakaran yang pendek, dan

tidak tahan dengan air hujan atau kondisi tempat yang selalu basah dan jenuh air.

Tempat yang paling baik untuk membudidayakan bawang merah adalah kondisi

daerah yang bercuaca cerah dengan suhu udara yang tinggi (Widiawati, 2014).

Tanaman bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di

dataran rendah sampai dengan dataran tinggi, hingga ketinggian ± 1.100 m dpl.

Produksi terbaik bawang merah dihasilkan di dataran rendah (0-500 m dpl), bersuhu

25-32 °C, pH tanah antara 5,5-6,5 dan intensitas sinar matahari ± 70% (Suminah et

al., 2002). Curah hujan optimal untuk pertumbuhan bawang merah adalah 100-200

mm/bulan dengan lama penyinaran sekitar 12 jam. (Direktorat Jenderal

Hortikultura, 2007).

Umbi Mini Bawang Merah

Benih merupakan faktor penentu dalam produksi tanaman. Bawang merah

umumnya dibudidayakan menggunakan umbi bibit (vegetatif). Penggunaan biji

atau True Shallots Seed (TSS) merupakan salah satu alternatif teknologi yang

potensial untuk memperoleh benih yang berkualitas dan mengurangi biaya

kebutuhan benih per hektar hingga 50% (Putrasamedja, 2007).

Kelebihan penggunaan TSS adalah biaya pengangkutan dan penyimpanan

TSS lebih mudah dan murah, menghasilkan tanaman yang lebih sehat dan bebas

patogen (Sumarni et al., 2012b), volume kebutuhan benih per hektar rendah sekitar

3-6 kg dan memiliki umur daya simpan yang lebih lama yaitu 1-2 tahun (Rosliani

et al., 2013). Kekurangan penggunaan TSS adalah persentase pembungaan dan

pembentukan biji masih rendah (30-40%) (Rosliani et al., 2013). Rendahnya

3

persentase pembungaan disebabkan karena iklim di Indonesia memiliki panjang

hari yang pendek dan rata-rata suhu harian >18 oC sehingga inisiasi pembungaan

rendah (Pangestuti dan Sulistyaningsih, 2011). Kelemahan penggunaan TSS

lainnya yaitu benih harus dilakukan persemaian terlebih dahulu dan umur panen di

lapangan lebih lama dibandingkan dengan umbi (Sopha dan Basuki, 2010).

Penggunaan TSS menghasilkan umbi mini. Umbi mini adalah benih umbi

berukuran kecil dengan bobot 2-3 g. Kelebihan penggunaan umbi mini adalah lebih

mudah dan praktis dalam transportasi dan tidak mengubah sistem produksi petani

(Sumarni et al., 2012a). Kriteria umbi mini bawang merah yang layak untuk

dijadikan benih adalah umbi berukuran sedang dengan diameter 1,5-1,8 cm dan

berbentuk simetri (Sumarni dan Hidayat, 2005). Produksi umbi mini asal TSS dapat

dilakukan dengan tiga cara, yaitu penanaman TSS langsung di lapangan (direct

seedling), penyemaian benih TSS terlebih dahulu sehingga dihasilkan bibit

(seedlings) dan penanaman umbi mini (mini tuber/shallots set) yaitu umbi yang

berukuran kecil dengan bobot 2-3 g yang berasal dari penanaman biji TSS (Darma

et al., 2015)

Jarak Tanam

Penggunaan TSS memerlukan perbaikan teknik budidaya untuk memperoleh

hasil yang optimal. Salah satunya yaitu dengan pengaturan jarak tanam.

Penggunaan jarak tanam akan menentukan kerapatan populasi per satuan luas.

Penggunaan jarak tanam pada dasarnya untuk memberikan ruang sekitar

pertumbuhan tanaman yang baik tanpa mengalami persaingan antar tanaman. Jarak

tanam yang terlalu rapat akan mengakibatkan terjadinya persaingan antar tanaman

dalam memperoleh air, unsur hara, dan sinar matahari (Afrida, 2005).

Penggunaan jarak tanam akan mempengaruhi jumlah dan ukuran umbi yang

dihasilkan karena erat hubungannya dengan persaingan antar tanaman. Jarak tanam

yang tinggi dapat memberikan hasil umbi total per satuan luas yang lebih tinggi dan

ukuran umbi yang lebih kecil dan begitu juga sebaliknya. Jarak tanam yang rendah

akan menghasilkan hasil umbi total per satuan luas lebih rendah dan ukuran umbi

yang lebih besar (Sumarni et al., 2005).

Menurut Sitepu et al. (2013) tingkat kerapatan populasi tanaman yang

optimum akan menghasilkan Indeks Luas Daun (ILD) yang optimum dengan

pembentukan bahan kering yang maksimum. Menurut Sumarni dan Rosliani (2010)

TSS bawang merah Varietas Bima dengan kerapatan tanaman 3 g/m2 dapat

menghasilkan umbi mini bawang merah. Hasil penelitian Sumarni et al. (2005)

bahwa TSS bawang merah Varietas Bima dengan kerapatan tanaman 5 cm x 5 cm

menghasilkan umbi bibit dengan bobot 2,5-5 g dan 5 cm x 10 cm menghasilkan

umbi konsumsi dengan bobot >7,5 g.

Silika

Silika (Si) merupakan salah satu unsur yang banyak terdapat di kerak bumi.

Silika mampu menggantikan fiksasi fosfor oleh Al dan Fe. Selain itu, silika mampu

menekan Fe dan Mn dalam tanaman sehingga kandungan fosfor (P) menjadi lebih

tersedia dan mampu memperbaiki sifat fisik tanah yang berpengaruh terhadap

kelarutan P dalam tanah (Yohana et al., 2013).

4

Silika dibutuhkan dalam jumlah sedikit pada tanaman. Kandungan Si pada

tanaman serealia dan rumput-rumputan adalah 0,2-2,0%, tanaman dikotil adalah

0,1%, dan tanaman tertentu lainnya adalah 10% (Makarin et al., 2007). Kebutuhan

Si pada tanaman dikelompokkan menjadi dua yaitu akumulator dan non

akumulator. Tanaman akumulator adalah tanaman yang memiliki kandungan Si

lebih besar dibandingkan dengan Si yang diserap dan tanaman non akumulator

adalah tanaman yang memiliki kandungan Si lebih kecil dibandingkan dengan Si

yang diserap. Contoh tanaman akumulator Si adalah padi dan tebu (Krishardianto,

2016)

Kandungan Si di dalam akar menyebabkan tanaman seperti sorgum menjadi

toleran terhadap kekeringan. Silika berfungsi sebagai memperkuat dinding jaringan

epidermis dan jaringan pembuluh, mengurangi kekurangan air pada tanaman, dan

menghambat infeksi jamur ketika intensitas curah hujan tinggi (Makarin et al.,

2007). Silika juga berfungsi untuk meningkatkan ketegakan daun dan

meningkatkan P tersedia (Pikukuh et al., 2015). Silika diserap oleh tanaman dalam

bentuk Si (OH)4. Beberapa tanaman tertentu terdapat jumlah silika yang lebih besar

daripada N dan K (Bennett, 1996).

Defisiensi Si menyebabkan tanaman kurang terlindungi oleh lapisan silika

yang kuat dan mengakibatkan daun tanaman lemah terkulai, tidak efektif

menangkap sinar matahari sehingga produktivitas tanaman rendah, pada permukaan

daun dan batang tanaman terjadi percepatan penguapan air sehingga tanaman

mudah layu atau peka terhadap kekeringan, daun dan batang tanaman mudah

terserang hama dan penyakit, tanaman mudah rebah, dan hasil produk tanaman

tidak optimal sehingga mutu produk rendah (Krishardianto, 2016).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura

Tropika (PKHT), Pasir Kuda, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada tanggal

9 Februari 2016 sampai dengan 14 Juli 2016.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah benih TSS bawang merah

Varietas Bima Brebes yang diperoleh dari produsen benih di Nganjuk, insektisida

yang berbahan aktif Karbofuran, fungisida yang berbahan aktif Mankozeb, media

tanam yaitu tanah, pupuk kandang, dan sekam dengan perbandingan masing-

masing berturut-turut adalah 1:2:1,5, mulsa hitam perak, pupuk silika (Si murni

1,17%) dengan konsentrasi 100 cc/8 l dan ekuivalen dengan dosis 400 l ha-1, wadah

tanam dengan ukuran 40 cm x 60 cm, polybag, atonik 2 ml l-1 dan media pasir. Alat

yang digunakan adalah timbangan analitik, gembor, jangka sorong, gelas ukur,

sprayer, dan meteran.

5

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan ialah rancangan kelompok lengkap

teracak dalam pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jarak tanam

yang terdiri dari tiga taraf yaitu 3 cm x 3 cm (J1), 5 cm x 5 cm (J2), dan 7 cm x 7 cm

(J3). Faktor kedua adalah konsentrasi silika yang terdiri dari dua taraf yaitu 0 ml l-1

(S0) dan 12,5 ml l-1 (S1). Dari perlakuan tersebut maka diperoleh 6 kombinasi,

dengan menggunakan 3 ulangan sehingga terdapat 18 satuan percobaan.

Model linier untuk percobaan ini adalah:

𝑌𝑖𝑗𝑘 = 𝜇 + 𝛼𝑖 + 𝛽𝑗 + (𝛼𝛽)𝑖𝑗 + ρ𝑘 + 𝜀𝑖𝑗𝑘 ;

i : J1, J2, dan J3 (jarak tanam)

j : S0 dan S1 (konsentrasi silika)

Keterangan :

Yijk : Nilai pengamatan dari jarak tanam ke-i, konsentrasi silika ke-j dan ulangan

ke-k

µ : Nilai rataan umum

αi : Pengaruh utama faktor jarak tanam taraf ke-i

βj : Pengaruh utama faktor konsentrasi silika taraf ke-j

(αβ)ij : Interaksi antara jarak tanam taraf ke-i dan konsentrasi silika taraf

ke-j

ρ𝑘 : Pengaruh aditif dari ulangan dan diasumsikan tidak berinteraksi dengan

perlakuan

𝜀𝑖𝑗𝑘 : Pengaruh galat percobaan pengaruh utama faktor jarak tanam taraf ke-i dan

konsentrasi silika ke-j

Prosedur Percobaan

Percobaan dilakukan dengan menyiapkan alat dan bahan penelitian.

Persiapan tanam dilakukan pada wadah tanam dengan komposisi media berupa

pupuk kandang, tanah, dan sekam dengan perbandingan 2:1:1,5. Persiapan tanam

dilakukan dua minggu sebelum tanam pada kondisi lahan ternaungi. Lahan

penelitian dinaungi dengan plastik dengan ketebalan 0,3 mm untuk mengontrol

intensitas cahaya matahari dan mengurangi serangan penyakit pada pertanaman.

Menurut Sumarni dan Rosliani (2010) prinsip naungan adalah untuk memperbaiki

kondisi lingkungan tumbuh agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi secara

optimal.

Perendaman benih dilakukan sebelum penanaman. Tujuannya untuk

mengetahui benih bernas dan tidak bernas. Benih yang bernas dijadikan sebagai

bahan tanam. Penanaman benih TSS bawang merah dilakukan dengan cara biji

ditanam langsung pada setiap lubang tanam di dalam wadah tanam. Tujuannya

adalah untuk mengurangi kerusakan pada akar. Wadah tanam berbentuk box

dengan panjang, lebar, dan tinggi berturut-turut sebesar 40 cm x 60 cm x 30 cm

yang diletakkan diatas permukaan tanah. Benih TSS ditanam sebanyak 2 benih per

lubang. Jika dalam satu lubang terdapat dua bibit setelah umur 2 MST, bibit yang

lain dipindahtanam pada lubang yang tidak tumbuh benih. Benih yang sudah

ditanam diberikan karbofuran pada setiap lubang tanam sebanyak 5-7 butir dan

6

dilakukan penyiraman dengan campuran fungisida berbahan aktif mankozeb

dengan konsentrasi 5 g/15 liter. Volume siram yang dibutuhkan dalam 100 tanaman

adalah 1,6 liter. Benih yang sudah ditanam ditutup dengan menggunakan mulsa

plastik untuk mengurangi evaporasi pada tanah sehingga kelembaban tanah terjaga.

Benih yang sudah berumur 1 MST (minggu setelah tanam) dilakukan

pembukaan mulsa plastik untuk mendapatkan cahaya matahari yang cukup. Benih

yang berumur 2 MST dilakukan pengamatan daya tumbuh dan penyulaman

dengan menggunakan bibit dengan umur yang sama untuk mengurangi

ketidakseragaman kondisi umur tanaman. Pemupukan silika dilakukan mulai

berumur 4-9 MST dan dilakukan setiap minggu. Aplikasi pemberian pupuk silika

dengan cara penyemprotan daun dengan volume semprot 2 ml/tanaman atau setara

dengan 0.0125 ml Si/tanaman. Tanaman bawang merah dipanen pada umur 15 MST

dengan ciri-ciri 70% daun mulai mengering dan tanaman mulai rebah. Pemanenan

dilakukan dengan cara mencabut tanaman kemudian dibersihkan dari sisa tanah dan

dikeringkan dengan cara dikeringanginkan selama 7 hari dalam rumah kaca. Umbi

yang sudah kering disimpan selama 30 hari dan kemudian diuji daya tumbuh pada

media pasir.

Pengamatan Percobaan

Pengamatan dilakukan pada setiap satuan percobaan meliputi peubah sebagai

berikut,

a. Pertumbuhan tanaman

Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dilakukan pada 20

tanaman contoh yang dilakukan secara acak dari umur 5 MST sampai

dengan 9 MST. Pengamatan meliputi :

1. Daya tumbuh di laboratorium: menghitung persentase jumlah

kecambah yang tumbuh normal selama 2 minggu sebelum penanaman

di lapangan.

2. Indeks vigor: menghitung persentase kecambah normal pada hitungan

pertama (7 HST).

3. Daya tumbuh di lapangan: menghitung persentase jumlah benih yang

tumbuh normal di wadah tanam umur 2 MST.

4. Tinggi tanaman: diukur dari atas permukaan tanah sampai dengan

ujung daun tertinggi dengan satuan centimeter pada umur 5 MST-9

MST.

5. Jumlah daun: menghitung banyaknya daun muda hingga tua dengan

kondisi tidak layu dengan satuan helai pada umur 5 MST-9 MST.

b. Produksi umbi

Pengamatan panen umbi bawang merah dilakukan pada semua tanaman dan

tanaman sampel hidup. Pengamatan dilakukan pada umur 15 MST.

Pengamatan meliputi :

1. Jumlah umbi per tanaman: menghitung umbi yang terbentuk pada setiap

rumpun tanaman sampel.

2. Diameter umbi: mengukur diameter umbi pada bagian tengah umbi

secara vertikal dengan menggunakan jangka sorong pada tanaman

sampel dengan satuan centimeter

7

3. Bobot umbi segar per tanaman: dilakukan dengan menghitung bobot

basah pada satu tanaman sampel dengan satuan gram

4. Bobot umbi kering per tanaman: menghitung bobot umbi yang sudah

dikeringanginkan selama 7 hari pada tanaman sampel dengan satuan

gram.

c. Daya tumbuh benih setelah simpan

Pengamatan daya tumbuh bawang merah dilakukan setelah di simpan

selama 30 hari setelah pengeringan dan jumlah sampel yang diamati

sebanyak 3 sampel pada setiap satuan percobaan. Pengamatan dilakukan

dengan menghitung persentase umbi yang hidup dalam satuan percobaan.

Analisis Data

Hasil data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui pengaruh dari

perlakuan dan interaksi dengan melakukan uji F pada taraf 5%. Perbedaan antara

perlakuan diuji dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tempat dengan ketinggian 200 m dpl (meter

di bawah permukaan laut). Berdasarkan data iklim yang diambil dari Badan

Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika Darmaga (2016) menunjukkan bahwa

rata-rata kondisi iklim selama penelitian (Februari 2016-Juni 2016) sebagai berikut,

rata-rata suhu harian adalah 26,4 oC, rata-rata kelembaban per bulan adalah 85,4%,

rata-rata intensitas cahaya per bulan adalah 299 cal/cm2, dan rata-rata curah hujan

adalah 390 mm/bulan (Lampiran 1).

Penyakit yang banyak menyerang selama proses pertumbuhan tanaman

bawang merah adalah Altenanteria porri, Fusarium oxysporium, dan

Colletotrichum sp. Ciri-ciri penyakit Fusarium oxysporium adalah daun terpelintir

dan bagian pangkal umbi membusuk (Gambar 1a). Ciri-ciri penyakit

Colletotrichum sp. sama dengan ciri-ciri penyakit Altenanteria porri namun pada

area bercak terdapat bintik-bintik hitam (Gambar 1b). Ciri-ciri penyakit

Altenanteria porri adalah pada daun terdapat bercak kecil dan berwarna putih

kemudian area bercak akan membesar berwarna coklat dengan cincin berwarna

ungu, daun melekuk, dan pada bagian pangkal umbi membusuk (Gambar 1c).

Menurut Udiarto et al. (2005) penyakit ini akan berkembang dengan cepat jika

kondisi kelembaban udara tinggi berkisar 70-90%. Pada saat penelitian ini rata-rata

kelembaban udara sebesar 85,4%/bulan dimana kelembaban tersebut sesuai dengan

perkembangan penyakit.

8

Gambar 1 Ciri-ciri penyakit yang menyerang tanaman bawang merah a) Fusarium

oxysporium b) Colletotrichum sp. c) Altenanteria porri

Hasil pengujian daya berkecambah yang digunakan menunjukkan bahwa

daya berkecambah benih TSS Varietas Bima Brebes sebesar 82% dengan indeks

vigor 36%. Hal ini memberikan indikasi bahwa benih yang digunakan mempunyai

mutu tinggi diatas persyaratan minimal sebesar 75% (Direktorat Bina Perbenihan

Nasional, 2007). Namun demikian daya tumbuh benih di lapang cukup rendah

dengan rata-rata 41,7% (Tabel 1).

Tabel 1. Daya tumbuh benih bawang merah Varietas Bima Brebes

Jarak tanam (cm) Pemupukan silika (ml l-1) Daya tumbuh (%)

3 x 3 0 35,22

12,5 32,69

5 x 5 0 41,72

12,5 46,40

7 x 7 0 44,35

12,5 50,23

Rendahnya daya tumbuh di lapangan disebabkan indeks vigor yang rendah

dan serangan penyakit. Menurut Setiawan (2013) indeks vigor yang rendah

menunjukkan benih yang memiliki daya tumbuh kecambah yang tidak serempak di

lapangan, menurunkan produksi tanaman, dan waktu panen yang tidak seragam.

Menurut Sadjad (1999) sedangkan benih yang memiliki vigor tinggi akan

menunjukkan kecepatan yang tinggi dalam proses pertumbuhannya karena proses

reaktivitas metabolisme tinggi jika suhu untuk tumbuh adalah optimum dan proses

metabolisme tidak terhambat baik proses katabolik dan anabolik.

Tingkat serangan penyakit yang tinggi menyebabkan rendahnya jumlah

tanaman hidup. Rata-rata tanaman hidup pada setiap perlakuan pada 15 MST

sebesar 11,7% (Gambar 2). Penurunan jumlah tanaman yang tinggi terjadi pada

umur 5-8 MST karena serangan penyakit. Jumlah tanaman per petak pada 2 MST

tidak mencapai jumlah tanaman yang direncanakan karena rendahnya daya tumbuh

TSS. Jumlah tanaman per petak pada jarak tanam 3 cm x 3 cm berkisar 160

tanaman, jarak tanam 5 cm x 5 cm berkisar 94 tanaman, dan jarak tanam 7 cm x 7

cm berkisar 53 tanaman.

(a) (b) (c)

9

Gambar 2 Jumlah tanaman hidup dari serangan penyakit pada setiap perlakuan J:

jarak tanam, S: silika

Tinggi Tanaman

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jarak tanam dan pemberian pupuk

silika tidak mempengaruhi tinggi tanaman pada umur 5-9 MST (Tabel 2). Interaksi

antara jarak tanam dan pemberian pupuk silika juga tidak mempengaruhi tinggi

tanaman pada umur 5-9 MST.

Tabel 2. Respon tinggi tanaman (cm) terhadap jarak tanam dan pemberian pupuk

silika

Perlakuan Umur (MST)

5 6 7 8 9

Jarak tanam (cm)

3 x 3 17,60 23,22 25,37 31,65 32,34

5 x 5 19,36 24,16 27,87 33,12 33,28

7 x 7 18,57 23,36 27,94 31,92 32,06

Rata-rata 18,51 23,58 27,06 32,23 32,56

Pupuk silika (ml l-1)

0 19,28 23,88 26,89 32,45 32,99

12,5 17,74 23,27 27,23 32,21 32,08

Rata-rata 18,51 23,58 27,06 32,33 32,54

KK (%) 10,77 12,17 15,00 17,55 10,96 Keterangan : Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama dan perlakuan yang sama

berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α

= 5%

Rata-rata tinggi tanaman bawang merah umur 9 MST adalah 32,56 cm.

Peningkatan pertambahan tinggi tanaman bawang merah hanya sampai umur 9

MST karena pada tanaman umur 10 MST tidak mengalami pertambahan tinggi.

Hasil penelitian Sumarni et al. (2012b) menunjukkan bahwa rata-rata tinggi

0

50

100

150

200

250

300

350

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Jum

lah t

anam

an h

idup

Minggu setelah tanam (MST)

J3S0 J3S1 J5S0 J5S1 J7S0 J7S1

10

tanaman umur 8 MST asal biji TSS Varietas Bima pada dataran rendah (Cianjur)

adalah 24,22 cm. Data ini menunjukkan bahwa tanaman bawang merah pada

penelitian ini mampu tumbuh lebih baik daripada Sumarni et al. (2012b).

Pemberian silika tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Silika berperan

dalam meningkatkan resistensi terhadap cekaman abiotik (Yukamgo dan Yuwono,

2007) dan tidak berfungsi meningkatkan pertumbuhan.

Jumlah Daun

Jarak tanam dan pemberian pupuk silika tidak mempengaruhi jumlah daun

tanaman bawang merah pada umur 5-9 MST (Tabel 3). Interaksi antara jarak tanam

dan pemberian pupuk silika juga tidak mempengaruhi jumlah daun pada umur 5-9

MST.

Tabel 3. Respon jumlah daun (helai) terhadap jarak tanam dan pemberian pupuk

silika

Perlakuan Umur (MST)

5 6 7 8 9

Jarak tanam (cm)

3 x 3 2,85 3,05 3,25 4,35 4,13

5 x 5 2,97 3,28 3,64 4,31 4,39

7 x 7 2,94 3,36 3,82 4,07 4,41

Rata-rata 2,92 3,23 3,57 4,24 4,31

Pupuk silika (ml l-1)

0 3,01 3,28 3,66 4,29 4,32

12,5 2,83 3,18 3,48 4,10 4,41

Rata-rata 2,92 3,23 3,57 4,20 4,37

KK (%) 8,34 8,24 7,27 5,14 8,25 Keterangan : Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama dan perlakuan yang sama

berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α

= 5%

Rata-rata jumlah daun per tanaman pada 9 MST adalah 4,31 helai. Daun yang

dihitung adalah daun yang segar berwarna hijau, tidak termasuk beberapa daun

mengering karena serangan Colletotrichum sp. dan Altenanteria sp.. Hasil

penelitian ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Sumarni et al. (2012b) yang

menyatakan bahwa rata-rata jumlah daun umur 8 MST asal biji TSS Varietas Bima

di dataran rendah adalah 7,05 helai. Rendahnya jumlah daun yang dihasilkan

disebabkan oleh serangan penyakit Altenanteria porri dan Colletotrichum sp.

Menurut Sumarni dan Rosliani (2010), penyakit Colletotrichum sp. dan

bercak ungu (Alternanteria sp.) menyebabkan rendahnya jumlah daun. Penyakit

tersebut ditandai dengan daun yang menguning kecoklatan kemudian daun tersebut

mati. Menurut Sumarni et al. (2012a) menguningnya daun pada tanaman dapat

menyebabkan ketidakmampuan tanaman menghasilkan umbi akibat produksi

fotosintat menurun dan tidak mencukupi untuk disimpan sebagai bahan

pembentukan umbi.

11

Hasil Umbi

Jarak tanam tidak mempengaruhi jumlah umbi per tanaman, bobot umbi segar

per tanaman, dan bobot umbi kering per tanaman (Tabel 4). Pemupukan silika tidak

mempengaruhi jumlah umbi per tanaman dan bobot umbi kering per tanaman.

Interaksi jarak tanam dan pemupukan silika tidak mempengaruhi hasil umbi.

Jumlah umbi per tanaman yang dihasilkan oleh TSS bawang merah adalah

satu umbi per tanaman. Menurut Sumarni et al. (2012b) bahwa tanaman bawang

merah asal biji TSS Varietas Bima bisa membentuk dua umbi per tanaman.

Menurut Rabinowitch dan Kamenetsky (2002) pembentukan umbi pada TSS

terjadi pada ujung batang yang memiliki meristem apikal. Meristem apikal tersebut

akan membentuk satu batang semu. Batang semu tersebut terbungkus oleh lapisan-

lapisan yang merupakan modifikasi daun, sehingga membentuk umbi. Tunas aksilar

pada batang semu akan berkembang setalah daun ketiga pada batang yang

terdeferensiasi. Tunas tersebut terus berkembang sehingga akan membentuk anakan

umbi lainnya.

Bobot umbi segar per tanaman dan bobot umbi kering per tanaman sangat

beragam sehingga dilakukan transformasi data. Hal ini terjadi karena jumlah

tanaman hidup pada satuan percobaan rendah. Rendahnya jumlah tanaman hidup

disebabkan tingginya penyakit yang menyerang.

Tabel 4 Respon jarak tanam dan pemupukan silika terhadap hasil umbi bawang

merah

Perlakuan

Jumlah

umbi per

tanaman

(umbi)

Bobot umbi

segar per

tanaman (g)A

Bobot umbi

kering per

tanaman

(g)A

Diameter

umbi

(cm)

Jarak tanam (cm)

3 x 3 1,00 5,19 2,01 1,54b

5 x 5 1,00 6,78 2,29 2,13a

7 x 7 1,02 6,16 3,78 1,71b

Rata-rata 1,01 6,04 2,69

Pupuk silika (ml l-1)

0 1,01 7,70a 3,19 1,94a

12,5 1,00 4,38b 2,44 1,56b

Rata-rata 1,01 2,82

KK (%) 3,12 16,62 80,14 13,01 Keterangan : - Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama dan perlakuan yang sama

berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf

α = 5%

A data di transformasi √𝑥 + 0.5

Pemupukan silika dengan konsentrasi 12,5 ml l-1 menurunkan bobot umbi

segar tanaman bawang merah. Penurunan hasil bobot umbi segar akibat pemupukan

silika sebesar 43,1%. Namun, pemberian pemupukan silika dengan konsetrasi 12,5

ml l-1 mampu menyeragamkan bobot umbi segar per tanaman dibandingkan kontrol

(Gambar 3). Menurut Amrullah (2014) silika mampu menjaga kandungan air dalam

tanah sehingga kandungan air di dalam umbi tetap terjaga dan tahan terhadap

kondisi lingkungan kekeringan.

12

Gambar 3 Kurva sebaran normal bobot umbi segar per tanaman terhadap

pemupukan silika

Pada peubah diameter umbi pada pemupukan silika dengan konsetrasi 12,5

ml l-1 memiliki keseragaman yang sama dengan kontrol (Gambar 4). Hal ini

disebabkan silika memiliki sifat menekan jumlah air keluar dari sel sehingga hanya

mempengaruhi bobot umbi segar per tanaman dan tidak mempengaruhi

pembentukan umbi. Menurut Yukamgo dan Yuwono (2007), silika mampu

memperkuat dinding sel epidermis sehingga dapat menekan kegiatan transpirasi sel

dan mengurangi resiko cekaman air.

Gambar 4 Kurva sebaran normal diameter umbi terhadap pemupukan silika

TSS yang ditanam pada jarak 5 cm x 5 cm menghasilkan umbi dengan

diameter 2,13 cm lebih besar dibandingkan dengan umbi yang diperoleh dari jarak

tanam 3 cm x 3 cm dan 7 cm x 7 cm masing-masing sebesar 1,54 cm dan 1,71 cm.

Namun, besarnya diameter umbi pada jarak tanam 5 cm x 5 cm diduga bukan

disebabkan perbedaan jarak tanam. Hal ini disebabkan banyaknya tanaman mati

13

pada setiap satuan percobaan sehingga tanaman yang masih hidup tidak sesuai lagi

dengan jarak tanam lainnya. Pemupukan silika dengan dosis 12,5 ml l-1 menurunkan

diameter umbi bawang merah dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan

dinding sel pada umbi memperkecil diameter umbi akibat pemberian pupuk silika.

Daya Tumbuh Benih Setelah Simpan

Hasil umbi bawang merah asal TSS yang diperoleh tidak optimal karena

sebagian besar umbi terserang penyakit yang disebabkan oleh cendawan Fusarium

sp.. Hasil umbi yang terbatas mengakibatkan jumlah sampel yang dibutuhkan pada

pengujian mutu fisiologis juga terbatas. Umbi yang diperoleh dengan jarak tanam

3 cm x 3 cm menghasilkan umbi dengan daya tumbuh sebesar 33% lebih kecil

daripada umbi yang diperoleh dengan jarak tanam 5 cm x 5 cm dan 7 cm x 7 cm

masing-masing sebesar 67%.

Pemberian pupuk silika konsentrasi 12,5 ml l-1 menghasilkan umbi dengan

daya tumbuh sebesar 67% lebih besar daripada umbi yang diperoleh dengan pupuk

silika konsentrasi 0 ml l-1 sebesar 50%. Pengaruh pemberian pupuk silika dalam

peningkatan viabilitas perlu dipelajari lebih lanjut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Jarak tanam tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman (tinggi

tanaman dan jumlah daun) dan hasil umbi (jumlah umbi per tanaman). Jarak tanam

5 cm x 5 cm menghasilkan umbi mini yang memiliki diameter umbi lebih besar

dibandingkan dengan jarak tanam lain meskipun besarnya diameter umbi diduga

bukan disebabkan akibat perbedaan jarak tanam. Pemupukan silika konsentrasi 12,5

ml l-1 menurunkan bobot umbi segar per tanaman dan diameter umbi. Pemupukan

silika konsentrasi 12,5 ml l-1 meningkatkan keseragaman bobot umbi segar per

tanaman. Hasil percobaan pada daya tumbuh benih setelah simpan belum dapat

disimpulkan karena jumlah sampel yang diamati terbatas.

Saran

Kondisi suhu dan kelembaban yang tinggi pada saat musim hujan

menyebabkan hasil umbi yang tidak optimal akibat serangan penyakit. Disarankan

untuk penelitian selanjutnya, penanaman TSS dilakukan saat di musim kemarau

dengan suhu tinggi dan kelembaban yang rendah di dataran rendah sehingga akan

meminimalkan tanaman yang terserang penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2016. Data iklim dan

curah hujan tahun 2016. Stasiun Klimatologi Darmaga. Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi tanaman hortikultura.

http://www.bps.go.id/site/resultTab. [28 Desember 2015]

Afrida E. 2005. Efektivitas penggunaan pupuk organik A32 dan jarak tanam

terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah (Allium

ascolanicum L.) Varietas Brebes. J. Penelitian Bidang Ilmu Penelitian

3(1):43-47.

Amrullah. 2015. Pengaruh nano silika terhadap pertumbuhan, respon

morfofisiologi dan produktivitas tanaman padi (Oryza sativa L.). Tesis.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Amrullah, Sopandie D., Sugiyanta dan Junaedi A. 2014. Peningkatan produktivitas

tanaman padi (Oryza sativa L.) melalui pemberian nano silika. J. Pangan 23

(1): 17-32.

Azmi C., Hidayat I.M. dan Wiguna G. 2011. Pengaruh varietas dan ukuran umbi

terhadap produktivitas bawang merah. J. Hortikultura 21(3):206-213.

Bennett W.F. 1996. Nutrient Deficiencies and Toxicities in Crop Plants. Bennett

W.F., editor. Minnesota (US): APS Press.

Brewster J.L. 2008. Onions and other vegetable alliums 2nd edition. Cabi

international. Amsterdam. 227p.

Darma W.A., Susila A.D. dan Dinarti D. 2015. Pertumbuhan dan hasil bawang

merah asal umbi TSS Varietas Tuk-tuk pada ukuran dan jarak tanam yang

berbeda. Agrovigor 8(2):1-7

Direktorat Bina Perbenihan. 2007. Pedoman sertifikasi dan pengawasan peredaran

mutu benih. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jakarta

Hilman Y., Rosliani R. dan Palupi E.R. 2014. Pengaruh ketinggian tempat terhadap

pembungaan, produksi, dan mutu benih botani bawang merah. J. Hortikultura

24(2): 154-161.

Krishardianto A. 2016. Pertumbuhan anggrek cattleya pada perlakuan kombinasi

pupuk dan silika serta karakterisasi morfologi. Skripsi. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Makarin A.K., Suhartatik E. dan Kartohardjono A. 2007. Silikon: hara penting pada

sistem produksi padi. Bul. Iptek Tanaman Pangan 2(2):195-204.

Nugrahini T. 2013. Respon tanaman bawang merah (Allium ascolanicum L.)

Varietas Tuk-tuk terhadap pengaturan jarak tanam dan konsentrasi pupuk

organik cair nasa. Ziraah 36(1) : 60-65.

Pangestuti R. dan Sulistyaningsih E. 2011. Potensi penggunaan true shallot seed

(TSS) sebagai sumber benih bawang merah di Indonesia. Prosiding Semiloka

Nasional Dukungan Agro Inovasi untuk Pemberdayaan Petani hal 258-266

Pikukuh P, Djajadi S.Y., Tyasmoro dan Aini N. 2015. Pengaruh frekuensi dan

konsentrasi penyemprotan pupuk silika (Si) terhadap pertumbuhan tanaman

tebu (Saccharum officinarum L.). J. Produksi Tanaman 3(3): 249-258.

15

Puteri E.A. 2013. Pengaruh aplikasi fosfor dan silika terhadap pertumbuhan dan

hasil tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merill). Skripsi. Universitas

Lampung. Lampung.

Putrasamedja S. 2007. Pengaruh berbagai macam bobot umbi bibit bawang merah

(Allium ascalonicum L.) yang berasal dari generasi ke satu terhadap produksi.

Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” 11(1):19-24.

Rabinowitch H.D. dan Kemenetsky R. 2002. Shallot (Allium cepa var. aggeratum

group). In: H.D. Rabinowitch dan L. Currah (Eds). Allium crop science:

recent advances. Cabi Publishing. London.

Rosliani R., Hilman Y., Hidayat I.M. dan Sulastrini I. 2014. Teknik produksi umbi

mini bawang merah asal biji (True Shallot Seed) dengan jenis media tanam

dan dosis NPK yang tepat di dataran rendah. J. Hortikultura 24(3): 239-248.

Rosliani R., Palupi E.R. dan Hilman Y. 2013. Pengaruh benzilaminopurin dan

boron terhadap pembungaan, viabilitas serbuk sari, produksi, dan mutu benih

bawang merah di dataran rendah. J. Hortikultura 23(4):339-349

Sadjad S. 1999. Dari benih kepada benih. Gramedia Widiasarana Indonesia,

Jakarta.

Sitepu B.H., Ginting S. dan Mariati. 2013. Respon pertumbuhan dan produksi

bawang merah (Allium ascalonicum L. Var. Tuk-tuk) asal biji terhadap

pemberian pupuk kalium dan jarak tanam. J. Online Agroteknologi. 1(3):

711-724.

Setiawan B. 2013. Kajian perkecambahan dan pertumbuhan bibit biji botani

bawang merah (Allium ascolanicum L.) pada beberapa macam media. Skripsi.

Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Sopha G.A. dan Basuki R.S. 2010. Pengaruh komposisi media semai lokal terhadap

pertumbuhan bibit bawang merah asal biji (True Shllot Seed) di Brebes. J.

Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik 12(1):1-4

Sumarni N. dan Hidayat A. 2005. Budidaya bawang merah. Balai Penelitian

Tanaman Sayuran, Lembang.

Sumarni N. dan Rosliani R. 2010. Pengaruh naungan plastik transparan, kerapatan

tanaman, dan dosis N terhadap produksi umbi bibit asal biji bawang merah.

J. Hortikultura 20(1):52-59.

Sumarni N., Rosliani R. dan Suwandi. 2012a. Optimasi jarak tanam dan dosis

pupuk NPK untuk produksi bawang merah dari benih umbi mini di dataran

tinggi. J. Hortikultura 22(2):147-154.

Sumarni N., Sopha G.A. dan Gaswanto R. 2012b. Respon tanaman bawang merah

asal biji (True Shallot Seed) terhadap kerapatan tanaman pada musim hujan.

J. Hortikultura 22(1):23-28

Sumarni N.E., Sumiati, dan Suwandi. 2005. Pengaruh kerapatan tanaman dan

aplikasi zat pengatur tumbuh terhadap produksi umbi bibit bawang merah asal

biji kultivar Bima. J. Hortikultura 15(3): 208-214.

Suminah, Sutarno dan Setywan A.D. 2002. Induksi poliploidi bawang merah

(Allium ascalonicum L.) dengan pemberian kolkisin. J. Biodiversitas 3(1):

174-180.

Udiarto B.K., Setiawati S. dan Suryaningsih E. 2005. Pengenalan hama dan

penyakit pada tanaman bawang merah dan pengendaliannya. Balai Penelitian

Tanaman Sayuran, Bandung.

16

Widiawati F. 2014. Perubahan mutu bawang merah (Allium ascalonicum L.) pada

penyimpanan suhu rendah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yohana O, Hanum H. dan Supriadi. 2013. Pemberian bahan silika pada tanah sawah

berkadar P-total tinggi untuk memperbaiki ketersediaan P dan Si tanah,

pertumbuhan dan produksi padi (Oryza sativa L.). J. Agroteknologi

1(4):1444-1452

Yukamgo E. dan Yuwono N.W. 2007. Peran Si sebagai unsur bermanfaat pada

tanaman tebu. J. Ilmu Tanah dan Lingkungan 7(2):103-116.

,

LAMPIRAN

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data iklim dan curah hujan wilayah Dramaga Bogor pada bulan Feb–

Jun 2016

Bulan Suhu (oC) Kelembaban

(%)

Intensitas cahaya

(cal/cm2)

Curah hujan

(mm/bulan)

Februari 25,7 88,5 250 507,2

Maret 26,4 85,7 316 377

April 26,7 85 337 460

Mei 27,1 84 295 254

Juni 26,2 84 297 352

Rata-rata 26,4 85,4 299 390

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 04 Desember 1992 di

kecamatan Jebres Surakarta sebagai putri pertama dari dua

bersaudara laki-laki keluarga Bapak Yuris Tiyanto dan Ibu Siti

Barokah.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah

Pertama Negeri (SMPN) 19 Jakarta tahun 2008 dan melanjutkan

ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 47 Jakarta, lulus

pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswi IPB

Program Diploma Program Keahlian Teknologi Industri Benih angkatan 48 melalui

jalur reguler. Penulis mengikuti keanggotaan Gabungan Mahasiswa Pertanian

(GAMAPERTA) pada tahun 2011-2012. Pada tahun 2014, penulis diterima sebagai

mahasiswi program Alih jenis IPB Departemen Agronomi dan Hortikultura

Fakultas Pertanian. Penulis mengikuti keanggotaan dalam acara Investment

Horticultura Indonesia Bussiness Forum (IHIBF) di Festival Buah dan Bunga

Nusantara pada tahun 2015.