jarak tanam dan pemberian silika pada tss (true … · bawang merah memiliki sifat yang hampir sama...
TRANSCRIPT
JARAK TANAM DAN PEMBERIAN SILIKA PADA TSS (TRUE
SHALLOT SEED) UNTUK PRODUKSI UMBI MINI BAWANG
MERAH (Allium ascolanicum L.)
ALFIANI ROKHIMA PUTRI
A24144002
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyerahkan bahwa skripsi berjudul Jarak Tanam dan
Pemberian Silika pada TSS (True Shallot Seed) untuk Produksi Umbi Mini Bawang
Merah (Allium ascolanicum L.) adalah karya saya dengan arahan komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau di kutip dari karya yang diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Alfiani Rokhima Putri
NIM A24144002
ABSTRAK
ALFIANI ROKHIMA PUTRI. Jarak Tanam dan Pemberian Silika pada TSS (True
Shallot Seed) untuk Produksi Umbi Mini Bawang Merah (Allium ascolanicum L.).
Dibimbing oleh M. RAHMAD SUHARTANTO dan ENDAH RETNO PALUPI.
Rendahnya ketersediaan benih berkualitas dan bebas penyakit mendorong
penggunaan biji botani (true shallot seed) untuk menghasilkan umbi mini sehat.
Umbi mini merupakan umbi yang bebas penyakit, produksi tinggi, dan volume
kebutuhan benih per hektar sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak
tanam yang tepat untuk pertumbuhan tanaman bawang merah dan pengaruh
pemberian pupuk silika dalam produksi umbi mini bawang merah. Penelitian
dilakukan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT), Pasir
Kuda, Bogor, Jawa Barat. Rancangan percobaan yang digunakan ialah rancangan
kelompok lengkap teracak dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah
jarak tanam yang terdiri dari tiga taraf yaitu 3 cm x 3 cm, 5 cm x 5 cm, dan 7 cm x
7 cm. Faktor kedua adalah konsentrasi silika yang terdiri dari dua taraf yaitu 0 ml
l-1 (kontrol) dan 12,5 ml l-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak tanam 5 cm
memiliki diameter umbi lebih besar dibandingkan dengan jarak tanam lain
meskipun besarnya diameter umbi diduga bukan disebabkan akibat perbedaan jarak
tanam. Pemupukan silika konsentrasi 12,5 ml l-1 menurunkan bobot umbi segar per
tanaman dan diameter umbi, namun meningkatkan keseragaman bobot umbi segar
per tanaman.
Kata kunci: diameter umbi, bobot umbi segar, keseragaman bobt umbi
ABSTRACT
ALFIANI ROKHIMA PUTRI. Planting distance and silica application on True
Shallot (Allium ascolanicum L.) Seed to produce mini tubers. Supervised by M.
RAHMAD SUHARTANTO dan ENDAH RETNO PALUPI.
Low availability of quality seeds and disease-free encourage the use of
botanical seeds (true shallot seed) to produce healthy mini tubers. Mini tubers is
disease free, have high productivity as bulb seed and due to its small size, thus,
lower seed requirement. This study was aimed to determine optimum planting
distance for plant growth and to study the influence of silica application by
production and quality of the mini tubers. The research was conducted at Pusat
Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) Teaching Farm, Pasir Kuda, Bogor, West
Java. The experiment was arranged in randomized complete block design with two
factors and three replications. The first factor was planting distance i.e. 3 cm x 3
cm, 5 cm x 5 cm, and 7 cm x 7 cm. The second factor was concentration of silica
i.e. 0 ml l-1 (control) and 12,5 ml l-1. The results showed that planting distance of 5
cm x 5 cm has produced larger bulbs than others but the bulb diameter was not due
to difference planting distance. Silica application of 12.5 ml l-1 reduced tuber fresh
weight and bulb diameter, but increases uniformity of tuber fresh weight.
Keywords: bulb diameter, tuber fresh weight, uniformity of tuber weight
JARAK TANAM DAN PEMBERIAN SILIKA PADA TSS (TRUE
SHALLOT SEED) UNTUK PRODUKSI UMBI MINI BAWANG
MERAH (Allium ascolanicum L.)
ALFIANI ROKHIMA PUTRI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
penelitian ini adalah Jarak Tanam dan Pemberian Silika pada TSS (True Shallot
Seed) untuk Produksi Umbi Mini Bawang Merah (Allium ascolanicum L.)
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto,
M.Si. sebagai dosen pembimbing I, Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Si. sebagai dosen
pembimbing II, dan Dr. Ir. Ade Wachjar, MS. sebagai dosen pembimbing
akademik, Dr. Tatik Kartika Suharsi, MS sebagai dosen penguji, dan juga Pusat
Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB yang telah membiayai penelitian saya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, dan keluarga serta
teman-teman alih jenis 2014 dan teman-teman agronomi dan hortikultura 49 yang
telah membantu dan memberikan doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
Alfiani Rokhima Putri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xv
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 2 Botani Bawang Merah 2
Umbi Mini Bawang Merah 2 Jarak Tanam 3 Silika 3
METODE PENELITIAN 4 Tempat dan Waktu Penelitian 4
Bahan dan Alat 4
Rancangan Percobaan 5 Prosedur Percobaan 5 Pengamatan Percobaan 6
Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Kondisi Umum Penelitian 7 Tinggi Tanaman 9 Jumlah Daun 10
Hasil Umbi 11 Daya Tumbuh Benih Setelah Simpan 13
KESIMPULAN DAN SARAN 13 Kesimpulan 13 Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 17
RIWAYAT HIDUP 21
DAFTAR TABEL
1 Daya tumbuh benih bawang merah Varietas Bima Brebes 8
2 Respon tinggi tanaman (cm) terhadap jarak tanam dan pemberian pupuk
silika 9 3 Respon jumlah daun (helai) terhadap jarak tanam dan pemberian pupuk
silika 10 4 Respon jarak tanam dan pemupukan silika terhadap hasil umbi bawang
merah 11
DAFTAR GAMBAR
1 Ciri-ciri penyakit yang menyerang tanaman bawang merah a) Fusarium
oxysporium b) Colletotrichum sp. c) Altenanteria porri 8 2 Jumlah tanaman hidup dari serangan penyakit pada setiap perlakuan J: jarak
tanam, S: silika 9
3 Kurva sebaran normal bobot umbi segar per tanaman terhadap pemupukan
silika 12
4 Kurva sebaran normal diameter umbi terhadap pemupukan silika 12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data iklim dan curah hujan wilayah Dramaga Bogor pada bulan Feb – Jun
2016 19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah (Allium ascolanicum L.) merupakan komoditas hortikultura
yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Bawang merah memiliki arti penting bagi
masyarakat baik secara nilai ekonomis (nilai keuntungan yang besar) maupun
manfaat kandungan gizinya (vitamin C, serat dan asam folat baik untuk kesehatan).
Di Indonesia, produksi bawang merah dari tahun 2012 sampai tahun 2014
mengalami peningkatan. Produksi bawang merah tercatat pada tahun 2012 sebesar
964.221 ton dan pada tahun 2014 meningkat mencapai 1.233.989 ton (BPS, 2015).
Permasalahan utama yang dihadapi petani bawang merah adalah rendahnya
ketersediaan benih berkualitas dan bebas penyakit. Bawang merah umumnya
diperbanyak secara vegetatif menggunakan umbi. Kekurangannya adalah
membawa hama dan penyakit seperti Fusarium sp., Colletotrichum sp. dan bakteri
lain dari tanaman asalnya sehingga menurunkan produktivitas bawang merah
(Sumarni dan Rosliani, 2010). Kekurangan lainnya adalah memiliki masa dormansi
(4-9 minggu) (Hilman et al., 2014), volumenius (meruah) karena kebutuhan dalam
satu hektar sekitar 1,3-2,6 ton (Azmi et al., 2011).
Penggunaan alternatif sumber benih selain menggunakan umbi adalah
penggunaan biji botani True Shallot Seed (TSS). Benih TSS berasal dari
perbanyakan secara generatif atau biji. Benih TSS menghasilkan umbi mini bawang
merah. Menurut Sumarni et al. (2012a) umbi mini adalah umbi benih berukuran
kecil dengan bobot <2 g.
Kelebihan penggunaan umbi mini dibandingkan umbi konsumsi adalah umbi
yang dihasilkan lebih sehat karena bebas dari patogen (Sumarni dan Rosliani,
2010), mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas umbi konsumsi bawang merah,
dan mengurangi penggunaan umbi benih bawang merah per satuan luas (Sumarni
et al., 2012a). Menurut Rosliani et al. (2014) bahwa penggunaan umbi mini juga
dapat menghasilkan umbi berukuran lebih besar dan bulat. Kerapatan tanaman mempengaruhi produksi umbi mini yang dihasilkan.
Menurut Nugrahini (2013) bahwa tingkat kerapatan populasi tanaman yang tinggi
dapat menyebabkan terjadinya kompetisi antar tanaman terhadap faktor tumbuh
(air, unsur hara, cahaya, dan ruang tumbuh) sehingga akan mempengaruhi hasil
tanaman bawang merah. Menurut hasil penelitian Sumarni et al. (2005), penanaman
benih TSS dengan kerapatan tanaman 5 cm x 5 cm pada bawang merah Varietas
Bima menghasilkan jumlah umbi berukuran kecil dengan bobot 2,5-5 g/umbi.
Pemupukan merupakan salah satu cara pengembalian unsur hara baik unsur
hara makro dan mikro yang telah hilang akibat proses pemanenan pada tanaman
sebelumnya. Pemupukan juga digunakan untuk memperbaiki pertumbuhan dan
perkembangan tanaman setelah proses penanaman. Salah satu unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman adalah silika (Si). Silika terdiri dari enzim Si kompleks
digunakan sebagai pelindung dan pengatur fotosintesis dan aktivitas enzim lainnya
(Bennett, 1996). Menurut Puteri (2013), silika sangat berperan dalam proses laju
fotosintesis dan resistensi tanaman terhadap cekaman biotik dan abiotik dalam
jumlah yang kecil. Ketersediaan Si juga dapat menekan senyawa Al dan Fe pada
tanah pada kondisi daerah bercurah hujan tinggi sehingga kemasaman tanah tidak
2
akan menurun. Menurut hasil penelitian Amrullah (2015) pemberian silika terbaik
pada tanaman padi adalah 122 ppm per bak kultur yang ekuivalen dengan dosis
pemupukan 300 kg ha-1 memberikan hasil pertumbuhan dan hasil gabah yang
optimum.
Tujuan
Tujuan dari penelitian adalah mengetahui jarak tanam yang tepat untuk
pertumbuhan tanaman bawang merah dan pengaruh pemberian pupuk silika dalam
produksi umbi mini bawang merah.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Bawang Merah
Bawang merah merupakan sayuran yang dimanfaatkan umbi lapis di
Indonesia. Di Indonesia, bawang merah umumnya digunakan sebagai bumbu
masakan. Bawang merah memiliki nama latin Allium ascolanicum L. Taksonomi
bawang merah menurut Brewster (2008) yaitu, Kelas Monokotil, Ordo
Asparagales, Famili Alliaceae, Genus Allium.
Bawang merah memiliki sifat yang hampir sama dengan bawang putih yang
tidak tahan dengan kekeringan karena memiliki sistem perakaran yang pendek, dan
tidak tahan dengan air hujan atau kondisi tempat yang selalu basah dan jenuh air.
Tempat yang paling baik untuk membudidayakan bawang merah adalah kondisi
daerah yang bercuaca cerah dengan suhu udara yang tinggi (Widiawati, 2014).
Tanaman bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di
dataran rendah sampai dengan dataran tinggi, hingga ketinggian ± 1.100 m dpl.
Produksi terbaik bawang merah dihasilkan di dataran rendah (0-500 m dpl), bersuhu
25-32 °C, pH tanah antara 5,5-6,5 dan intensitas sinar matahari ± 70% (Suminah et
al., 2002). Curah hujan optimal untuk pertumbuhan bawang merah adalah 100-200
mm/bulan dengan lama penyinaran sekitar 12 jam. (Direktorat Jenderal
Hortikultura, 2007).
Umbi Mini Bawang Merah
Benih merupakan faktor penentu dalam produksi tanaman. Bawang merah
umumnya dibudidayakan menggunakan umbi bibit (vegetatif). Penggunaan biji
atau True Shallots Seed (TSS) merupakan salah satu alternatif teknologi yang
potensial untuk memperoleh benih yang berkualitas dan mengurangi biaya
kebutuhan benih per hektar hingga 50% (Putrasamedja, 2007).
Kelebihan penggunaan TSS adalah biaya pengangkutan dan penyimpanan
TSS lebih mudah dan murah, menghasilkan tanaman yang lebih sehat dan bebas
patogen (Sumarni et al., 2012b), volume kebutuhan benih per hektar rendah sekitar
3-6 kg dan memiliki umur daya simpan yang lebih lama yaitu 1-2 tahun (Rosliani
et al., 2013). Kekurangan penggunaan TSS adalah persentase pembungaan dan
pembentukan biji masih rendah (30-40%) (Rosliani et al., 2013). Rendahnya
3
persentase pembungaan disebabkan karena iklim di Indonesia memiliki panjang
hari yang pendek dan rata-rata suhu harian >18 oC sehingga inisiasi pembungaan
rendah (Pangestuti dan Sulistyaningsih, 2011). Kelemahan penggunaan TSS
lainnya yaitu benih harus dilakukan persemaian terlebih dahulu dan umur panen di
lapangan lebih lama dibandingkan dengan umbi (Sopha dan Basuki, 2010).
Penggunaan TSS menghasilkan umbi mini. Umbi mini adalah benih umbi
berukuran kecil dengan bobot 2-3 g. Kelebihan penggunaan umbi mini adalah lebih
mudah dan praktis dalam transportasi dan tidak mengubah sistem produksi petani
(Sumarni et al., 2012a). Kriteria umbi mini bawang merah yang layak untuk
dijadikan benih adalah umbi berukuran sedang dengan diameter 1,5-1,8 cm dan
berbentuk simetri (Sumarni dan Hidayat, 2005). Produksi umbi mini asal TSS dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu penanaman TSS langsung di lapangan (direct
seedling), penyemaian benih TSS terlebih dahulu sehingga dihasilkan bibit
(seedlings) dan penanaman umbi mini (mini tuber/shallots set) yaitu umbi yang
berukuran kecil dengan bobot 2-3 g yang berasal dari penanaman biji TSS (Darma
et al., 2015)
Jarak Tanam
Penggunaan TSS memerlukan perbaikan teknik budidaya untuk memperoleh
hasil yang optimal. Salah satunya yaitu dengan pengaturan jarak tanam.
Penggunaan jarak tanam akan menentukan kerapatan populasi per satuan luas.
Penggunaan jarak tanam pada dasarnya untuk memberikan ruang sekitar
pertumbuhan tanaman yang baik tanpa mengalami persaingan antar tanaman. Jarak
tanam yang terlalu rapat akan mengakibatkan terjadinya persaingan antar tanaman
dalam memperoleh air, unsur hara, dan sinar matahari (Afrida, 2005).
Penggunaan jarak tanam akan mempengaruhi jumlah dan ukuran umbi yang
dihasilkan karena erat hubungannya dengan persaingan antar tanaman. Jarak tanam
yang tinggi dapat memberikan hasil umbi total per satuan luas yang lebih tinggi dan
ukuran umbi yang lebih kecil dan begitu juga sebaliknya. Jarak tanam yang rendah
akan menghasilkan hasil umbi total per satuan luas lebih rendah dan ukuran umbi
yang lebih besar (Sumarni et al., 2005).
Menurut Sitepu et al. (2013) tingkat kerapatan populasi tanaman yang
optimum akan menghasilkan Indeks Luas Daun (ILD) yang optimum dengan
pembentukan bahan kering yang maksimum. Menurut Sumarni dan Rosliani (2010)
TSS bawang merah Varietas Bima dengan kerapatan tanaman 3 g/m2 dapat
menghasilkan umbi mini bawang merah. Hasil penelitian Sumarni et al. (2005)
bahwa TSS bawang merah Varietas Bima dengan kerapatan tanaman 5 cm x 5 cm
menghasilkan umbi bibit dengan bobot 2,5-5 g dan 5 cm x 10 cm menghasilkan
umbi konsumsi dengan bobot >7,5 g.
Silika
Silika (Si) merupakan salah satu unsur yang banyak terdapat di kerak bumi.
Silika mampu menggantikan fiksasi fosfor oleh Al dan Fe. Selain itu, silika mampu
menekan Fe dan Mn dalam tanaman sehingga kandungan fosfor (P) menjadi lebih
tersedia dan mampu memperbaiki sifat fisik tanah yang berpengaruh terhadap
kelarutan P dalam tanah (Yohana et al., 2013).
4
Silika dibutuhkan dalam jumlah sedikit pada tanaman. Kandungan Si pada
tanaman serealia dan rumput-rumputan adalah 0,2-2,0%, tanaman dikotil adalah
0,1%, dan tanaman tertentu lainnya adalah 10% (Makarin et al., 2007). Kebutuhan
Si pada tanaman dikelompokkan menjadi dua yaitu akumulator dan non
akumulator. Tanaman akumulator adalah tanaman yang memiliki kandungan Si
lebih besar dibandingkan dengan Si yang diserap dan tanaman non akumulator
adalah tanaman yang memiliki kandungan Si lebih kecil dibandingkan dengan Si
yang diserap. Contoh tanaman akumulator Si adalah padi dan tebu (Krishardianto,
2016)
Kandungan Si di dalam akar menyebabkan tanaman seperti sorgum menjadi
toleran terhadap kekeringan. Silika berfungsi sebagai memperkuat dinding jaringan
epidermis dan jaringan pembuluh, mengurangi kekurangan air pada tanaman, dan
menghambat infeksi jamur ketika intensitas curah hujan tinggi (Makarin et al.,
2007). Silika juga berfungsi untuk meningkatkan ketegakan daun dan
meningkatkan P tersedia (Pikukuh et al., 2015). Silika diserap oleh tanaman dalam
bentuk Si (OH)4. Beberapa tanaman tertentu terdapat jumlah silika yang lebih besar
daripada N dan K (Bennett, 1996).
Defisiensi Si menyebabkan tanaman kurang terlindungi oleh lapisan silika
yang kuat dan mengakibatkan daun tanaman lemah terkulai, tidak efektif
menangkap sinar matahari sehingga produktivitas tanaman rendah, pada permukaan
daun dan batang tanaman terjadi percepatan penguapan air sehingga tanaman
mudah layu atau peka terhadap kekeringan, daun dan batang tanaman mudah
terserang hama dan penyakit, tanaman mudah rebah, dan hasil produk tanaman
tidak optimal sehingga mutu produk rendah (Krishardianto, 2016).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura
Tropika (PKHT), Pasir Kuda, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada tanggal
9 Februari 2016 sampai dengan 14 Juli 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah benih TSS bawang merah
Varietas Bima Brebes yang diperoleh dari produsen benih di Nganjuk, insektisida
yang berbahan aktif Karbofuran, fungisida yang berbahan aktif Mankozeb, media
tanam yaitu tanah, pupuk kandang, dan sekam dengan perbandingan masing-
masing berturut-turut adalah 1:2:1,5, mulsa hitam perak, pupuk silika (Si murni
1,17%) dengan konsentrasi 100 cc/8 l dan ekuivalen dengan dosis 400 l ha-1, wadah
tanam dengan ukuran 40 cm x 60 cm, polybag, atonik 2 ml l-1 dan media pasir. Alat
yang digunakan adalah timbangan analitik, gembor, jangka sorong, gelas ukur,
sprayer, dan meteran.
5
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan ialah rancangan kelompok lengkap
teracak dalam pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jarak tanam
yang terdiri dari tiga taraf yaitu 3 cm x 3 cm (J1), 5 cm x 5 cm (J2), dan 7 cm x 7 cm
(J3). Faktor kedua adalah konsentrasi silika yang terdiri dari dua taraf yaitu 0 ml l-1
(S0) dan 12,5 ml l-1 (S1). Dari perlakuan tersebut maka diperoleh 6 kombinasi,
dengan menggunakan 3 ulangan sehingga terdapat 18 satuan percobaan.
Model linier untuk percobaan ini adalah:
𝑌𝑖𝑗𝑘 = 𝜇 + 𝛼𝑖 + 𝛽𝑗 + (𝛼𝛽)𝑖𝑗 + ρ𝑘 + 𝜀𝑖𝑗𝑘 ;
i : J1, J2, dan J3 (jarak tanam)
j : S0 dan S1 (konsentrasi silika)
Keterangan :
Yijk : Nilai pengamatan dari jarak tanam ke-i, konsentrasi silika ke-j dan ulangan
ke-k
µ : Nilai rataan umum
αi : Pengaruh utama faktor jarak tanam taraf ke-i
βj : Pengaruh utama faktor konsentrasi silika taraf ke-j
(αβ)ij : Interaksi antara jarak tanam taraf ke-i dan konsentrasi silika taraf
ke-j
ρ𝑘 : Pengaruh aditif dari ulangan dan diasumsikan tidak berinteraksi dengan
perlakuan
𝜀𝑖𝑗𝑘 : Pengaruh galat percobaan pengaruh utama faktor jarak tanam taraf ke-i dan
konsentrasi silika ke-j
Prosedur Percobaan
Percobaan dilakukan dengan menyiapkan alat dan bahan penelitian.
Persiapan tanam dilakukan pada wadah tanam dengan komposisi media berupa
pupuk kandang, tanah, dan sekam dengan perbandingan 2:1:1,5. Persiapan tanam
dilakukan dua minggu sebelum tanam pada kondisi lahan ternaungi. Lahan
penelitian dinaungi dengan plastik dengan ketebalan 0,3 mm untuk mengontrol
intensitas cahaya matahari dan mengurangi serangan penyakit pada pertanaman.
Menurut Sumarni dan Rosliani (2010) prinsip naungan adalah untuk memperbaiki
kondisi lingkungan tumbuh agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi secara
optimal.
Perendaman benih dilakukan sebelum penanaman. Tujuannya untuk
mengetahui benih bernas dan tidak bernas. Benih yang bernas dijadikan sebagai
bahan tanam. Penanaman benih TSS bawang merah dilakukan dengan cara biji
ditanam langsung pada setiap lubang tanam di dalam wadah tanam. Tujuannya
adalah untuk mengurangi kerusakan pada akar. Wadah tanam berbentuk box
dengan panjang, lebar, dan tinggi berturut-turut sebesar 40 cm x 60 cm x 30 cm
yang diletakkan diatas permukaan tanah. Benih TSS ditanam sebanyak 2 benih per
lubang. Jika dalam satu lubang terdapat dua bibit setelah umur 2 MST, bibit yang
lain dipindahtanam pada lubang yang tidak tumbuh benih. Benih yang sudah
ditanam diberikan karbofuran pada setiap lubang tanam sebanyak 5-7 butir dan
6
dilakukan penyiraman dengan campuran fungisida berbahan aktif mankozeb
dengan konsentrasi 5 g/15 liter. Volume siram yang dibutuhkan dalam 100 tanaman
adalah 1,6 liter. Benih yang sudah ditanam ditutup dengan menggunakan mulsa
plastik untuk mengurangi evaporasi pada tanah sehingga kelembaban tanah terjaga.
Benih yang sudah berumur 1 MST (minggu setelah tanam) dilakukan
pembukaan mulsa plastik untuk mendapatkan cahaya matahari yang cukup. Benih
yang berumur 2 MST dilakukan pengamatan daya tumbuh dan penyulaman
dengan menggunakan bibit dengan umur yang sama untuk mengurangi
ketidakseragaman kondisi umur tanaman. Pemupukan silika dilakukan mulai
berumur 4-9 MST dan dilakukan setiap minggu. Aplikasi pemberian pupuk silika
dengan cara penyemprotan daun dengan volume semprot 2 ml/tanaman atau setara
dengan 0.0125 ml Si/tanaman. Tanaman bawang merah dipanen pada umur 15 MST
dengan ciri-ciri 70% daun mulai mengering dan tanaman mulai rebah. Pemanenan
dilakukan dengan cara mencabut tanaman kemudian dibersihkan dari sisa tanah dan
dikeringkan dengan cara dikeringanginkan selama 7 hari dalam rumah kaca. Umbi
yang sudah kering disimpan selama 30 hari dan kemudian diuji daya tumbuh pada
media pasir.
Pengamatan Percobaan
Pengamatan dilakukan pada setiap satuan percobaan meliputi peubah sebagai
berikut,
a. Pertumbuhan tanaman
Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dilakukan pada 20
tanaman contoh yang dilakukan secara acak dari umur 5 MST sampai
dengan 9 MST. Pengamatan meliputi :
1. Daya tumbuh di laboratorium: menghitung persentase jumlah
kecambah yang tumbuh normal selama 2 minggu sebelum penanaman
di lapangan.
2. Indeks vigor: menghitung persentase kecambah normal pada hitungan
pertama (7 HST).
3. Daya tumbuh di lapangan: menghitung persentase jumlah benih yang
tumbuh normal di wadah tanam umur 2 MST.
4. Tinggi tanaman: diukur dari atas permukaan tanah sampai dengan
ujung daun tertinggi dengan satuan centimeter pada umur 5 MST-9
MST.
5. Jumlah daun: menghitung banyaknya daun muda hingga tua dengan
kondisi tidak layu dengan satuan helai pada umur 5 MST-9 MST.
b. Produksi umbi
Pengamatan panen umbi bawang merah dilakukan pada semua tanaman dan
tanaman sampel hidup. Pengamatan dilakukan pada umur 15 MST.
Pengamatan meliputi :
1. Jumlah umbi per tanaman: menghitung umbi yang terbentuk pada setiap
rumpun tanaman sampel.
2. Diameter umbi: mengukur diameter umbi pada bagian tengah umbi
secara vertikal dengan menggunakan jangka sorong pada tanaman
sampel dengan satuan centimeter
7
3. Bobot umbi segar per tanaman: dilakukan dengan menghitung bobot
basah pada satu tanaman sampel dengan satuan gram
4. Bobot umbi kering per tanaman: menghitung bobot umbi yang sudah
dikeringanginkan selama 7 hari pada tanaman sampel dengan satuan
gram.
c. Daya tumbuh benih setelah simpan
Pengamatan daya tumbuh bawang merah dilakukan setelah di simpan
selama 30 hari setelah pengeringan dan jumlah sampel yang diamati
sebanyak 3 sampel pada setiap satuan percobaan. Pengamatan dilakukan
dengan menghitung persentase umbi yang hidup dalam satuan percobaan.
Analisis Data
Hasil data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui pengaruh dari
perlakuan dan interaksi dengan melakukan uji F pada taraf 5%. Perbedaan antara
perlakuan diuji dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tempat dengan ketinggian 200 m dpl (meter
di bawah permukaan laut). Berdasarkan data iklim yang diambil dari Badan
Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika Darmaga (2016) menunjukkan bahwa
rata-rata kondisi iklim selama penelitian (Februari 2016-Juni 2016) sebagai berikut,
rata-rata suhu harian adalah 26,4 oC, rata-rata kelembaban per bulan adalah 85,4%,
rata-rata intensitas cahaya per bulan adalah 299 cal/cm2, dan rata-rata curah hujan
adalah 390 mm/bulan (Lampiran 1).
Penyakit yang banyak menyerang selama proses pertumbuhan tanaman
bawang merah adalah Altenanteria porri, Fusarium oxysporium, dan
Colletotrichum sp. Ciri-ciri penyakit Fusarium oxysporium adalah daun terpelintir
dan bagian pangkal umbi membusuk (Gambar 1a). Ciri-ciri penyakit
Colletotrichum sp. sama dengan ciri-ciri penyakit Altenanteria porri namun pada
area bercak terdapat bintik-bintik hitam (Gambar 1b). Ciri-ciri penyakit
Altenanteria porri adalah pada daun terdapat bercak kecil dan berwarna putih
kemudian area bercak akan membesar berwarna coklat dengan cincin berwarna
ungu, daun melekuk, dan pada bagian pangkal umbi membusuk (Gambar 1c).
Menurut Udiarto et al. (2005) penyakit ini akan berkembang dengan cepat jika
kondisi kelembaban udara tinggi berkisar 70-90%. Pada saat penelitian ini rata-rata
kelembaban udara sebesar 85,4%/bulan dimana kelembaban tersebut sesuai dengan
perkembangan penyakit.
8
Gambar 1 Ciri-ciri penyakit yang menyerang tanaman bawang merah a) Fusarium
oxysporium b) Colletotrichum sp. c) Altenanteria porri
Hasil pengujian daya berkecambah yang digunakan menunjukkan bahwa
daya berkecambah benih TSS Varietas Bima Brebes sebesar 82% dengan indeks
vigor 36%. Hal ini memberikan indikasi bahwa benih yang digunakan mempunyai
mutu tinggi diatas persyaratan minimal sebesar 75% (Direktorat Bina Perbenihan
Nasional, 2007). Namun demikian daya tumbuh benih di lapang cukup rendah
dengan rata-rata 41,7% (Tabel 1).
Tabel 1. Daya tumbuh benih bawang merah Varietas Bima Brebes
Jarak tanam (cm) Pemupukan silika (ml l-1) Daya tumbuh (%)
3 x 3 0 35,22
12,5 32,69
5 x 5 0 41,72
12,5 46,40
7 x 7 0 44,35
12,5 50,23
Rendahnya daya tumbuh di lapangan disebabkan indeks vigor yang rendah
dan serangan penyakit. Menurut Setiawan (2013) indeks vigor yang rendah
menunjukkan benih yang memiliki daya tumbuh kecambah yang tidak serempak di
lapangan, menurunkan produksi tanaman, dan waktu panen yang tidak seragam.
Menurut Sadjad (1999) sedangkan benih yang memiliki vigor tinggi akan
menunjukkan kecepatan yang tinggi dalam proses pertumbuhannya karena proses
reaktivitas metabolisme tinggi jika suhu untuk tumbuh adalah optimum dan proses
metabolisme tidak terhambat baik proses katabolik dan anabolik.
Tingkat serangan penyakit yang tinggi menyebabkan rendahnya jumlah
tanaman hidup. Rata-rata tanaman hidup pada setiap perlakuan pada 15 MST
sebesar 11,7% (Gambar 2). Penurunan jumlah tanaman yang tinggi terjadi pada
umur 5-8 MST karena serangan penyakit. Jumlah tanaman per petak pada 2 MST
tidak mencapai jumlah tanaman yang direncanakan karena rendahnya daya tumbuh
TSS. Jumlah tanaman per petak pada jarak tanam 3 cm x 3 cm berkisar 160
tanaman, jarak tanam 5 cm x 5 cm berkisar 94 tanaman, dan jarak tanam 7 cm x 7
cm berkisar 53 tanaman.
(a) (b) (c)
9
Gambar 2 Jumlah tanaman hidup dari serangan penyakit pada setiap perlakuan J:
jarak tanam, S: silika
Tinggi Tanaman
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jarak tanam dan pemberian pupuk
silika tidak mempengaruhi tinggi tanaman pada umur 5-9 MST (Tabel 2). Interaksi
antara jarak tanam dan pemberian pupuk silika juga tidak mempengaruhi tinggi
tanaman pada umur 5-9 MST.
Tabel 2. Respon tinggi tanaman (cm) terhadap jarak tanam dan pemberian pupuk
silika
Perlakuan Umur (MST)
5 6 7 8 9
Jarak tanam (cm)
3 x 3 17,60 23,22 25,37 31,65 32,34
5 x 5 19,36 24,16 27,87 33,12 33,28
7 x 7 18,57 23,36 27,94 31,92 32,06
Rata-rata 18,51 23,58 27,06 32,23 32,56
Pupuk silika (ml l-1)
0 19,28 23,88 26,89 32,45 32,99
12,5 17,74 23,27 27,23 32,21 32,08
Rata-rata 18,51 23,58 27,06 32,33 32,54
KK (%) 10,77 12,17 15,00 17,55 10,96 Keterangan : Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama dan perlakuan yang sama
berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α
= 5%
Rata-rata tinggi tanaman bawang merah umur 9 MST adalah 32,56 cm.
Peningkatan pertambahan tinggi tanaman bawang merah hanya sampai umur 9
MST karena pada tanaman umur 10 MST tidak mengalami pertambahan tinggi.
Hasil penelitian Sumarni et al. (2012b) menunjukkan bahwa rata-rata tinggi
0
50
100
150
200
250
300
350
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jum
lah t
anam
an h
idup
Minggu setelah tanam (MST)
J3S0 J3S1 J5S0 J5S1 J7S0 J7S1
10
tanaman umur 8 MST asal biji TSS Varietas Bima pada dataran rendah (Cianjur)
adalah 24,22 cm. Data ini menunjukkan bahwa tanaman bawang merah pada
penelitian ini mampu tumbuh lebih baik daripada Sumarni et al. (2012b).
Pemberian silika tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Silika berperan
dalam meningkatkan resistensi terhadap cekaman abiotik (Yukamgo dan Yuwono,
2007) dan tidak berfungsi meningkatkan pertumbuhan.
Jumlah Daun
Jarak tanam dan pemberian pupuk silika tidak mempengaruhi jumlah daun
tanaman bawang merah pada umur 5-9 MST (Tabel 3). Interaksi antara jarak tanam
dan pemberian pupuk silika juga tidak mempengaruhi jumlah daun pada umur 5-9
MST.
Tabel 3. Respon jumlah daun (helai) terhadap jarak tanam dan pemberian pupuk
silika
Perlakuan Umur (MST)
5 6 7 8 9
Jarak tanam (cm)
3 x 3 2,85 3,05 3,25 4,35 4,13
5 x 5 2,97 3,28 3,64 4,31 4,39
7 x 7 2,94 3,36 3,82 4,07 4,41
Rata-rata 2,92 3,23 3,57 4,24 4,31
Pupuk silika (ml l-1)
0 3,01 3,28 3,66 4,29 4,32
12,5 2,83 3,18 3,48 4,10 4,41
Rata-rata 2,92 3,23 3,57 4,20 4,37
KK (%) 8,34 8,24 7,27 5,14 8,25 Keterangan : Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama dan perlakuan yang sama
berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α
= 5%
Rata-rata jumlah daun per tanaman pada 9 MST adalah 4,31 helai. Daun yang
dihitung adalah daun yang segar berwarna hijau, tidak termasuk beberapa daun
mengering karena serangan Colletotrichum sp. dan Altenanteria sp.. Hasil
penelitian ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Sumarni et al. (2012b) yang
menyatakan bahwa rata-rata jumlah daun umur 8 MST asal biji TSS Varietas Bima
di dataran rendah adalah 7,05 helai. Rendahnya jumlah daun yang dihasilkan
disebabkan oleh serangan penyakit Altenanteria porri dan Colletotrichum sp.
Menurut Sumarni dan Rosliani (2010), penyakit Colletotrichum sp. dan
bercak ungu (Alternanteria sp.) menyebabkan rendahnya jumlah daun. Penyakit
tersebut ditandai dengan daun yang menguning kecoklatan kemudian daun tersebut
mati. Menurut Sumarni et al. (2012a) menguningnya daun pada tanaman dapat
menyebabkan ketidakmampuan tanaman menghasilkan umbi akibat produksi
fotosintat menurun dan tidak mencukupi untuk disimpan sebagai bahan
pembentukan umbi.
11
Hasil Umbi
Jarak tanam tidak mempengaruhi jumlah umbi per tanaman, bobot umbi segar
per tanaman, dan bobot umbi kering per tanaman (Tabel 4). Pemupukan silika tidak
mempengaruhi jumlah umbi per tanaman dan bobot umbi kering per tanaman.
Interaksi jarak tanam dan pemupukan silika tidak mempengaruhi hasil umbi.
Jumlah umbi per tanaman yang dihasilkan oleh TSS bawang merah adalah
satu umbi per tanaman. Menurut Sumarni et al. (2012b) bahwa tanaman bawang
merah asal biji TSS Varietas Bima bisa membentuk dua umbi per tanaman.
Menurut Rabinowitch dan Kamenetsky (2002) pembentukan umbi pada TSS
terjadi pada ujung batang yang memiliki meristem apikal. Meristem apikal tersebut
akan membentuk satu batang semu. Batang semu tersebut terbungkus oleh lapisan-
lapisan yang merupakan modifikasi daun, sehingga membentuk umbi. Tunas aksilar
pada batang semu akan berkembang setalah daun ketiga pada batang yang
terdeferensiasi. Tunas tersebut terus berkembang sehingga akan membentuk anakan
umbi lainnya.
Bobot umbi segar per tanaman dan bobot umbi kering per tanaman sangat
beragam sehingga dilakukan transformasi data. Hal ini terjadi karena jumlah
tanaman hidup pada satuan percobaan rendah. Rendahnya jumlah tanaman hidup
disebabkan tingginya penyakit yang menyerang.
Tabel 4 Respon jarak tanam dan pemupukan silika terhadap hasil umbi bawang
merah
Perlakuan
Jumlah
umbi per
tanaman
(umbi)
Bobot umbi
segar per
tanaman (g)A
Bobot umbi
kering per
tanaman
(g)A
Diameter
umbi
(cm)
Jarak tanam (cm)
3 x 3 1,00 5,19 2,01 1,54b
5 x 5 1,00 6,78 2,29 2,13a
7 x 7 1,02 6,16 3,78 1,71b
Rata-rata 1,01 6,04 2,69
Pupuk silika (ml l-1)
0 1,01 7,70a 3,19 1,94a
12,5 1,00 4,38b 2,44 1,56b
Rata-rata 1,01 2,82
KK (%) 3,12 16,62 80,14 13,01 Keterangan : - Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama dan perlakuan yang sama
berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf
α = 5%
A data di transformasi √𝑥 + 0.5
Pemupukan silika dengan konsentrasi 12,5 ml l-1 menurunkan bobot umbi
segar tanaman bawang merah. Penurunan hasil bobot umbi segar akibat pemupukan
silika sebesar 43,1%. Namun, pemberian pemupukan silika dengan konsetrasi 12,5
ml l-1 mampu menyeragamkan bobot umbi segar per tanaman dibandingkan kontrol
(Gambar 3). Menurut Amrullah (2014) silika mampu menjaga kandungan air dalam
tanah sehingga kandungan air di dalam umbi tetap terjaga dan tahan terhadap
kondisi lingkungan kekeringan.
12
Gambar 3 Kurva sebaran normal bobot umbi segar per tanaman terhadap
pemupukan silika
Pada peubah diameter umbi pada pemupukan silika dengan konsetrasi 12,5
ml l-1 memiliki keseragaman yang sama dengan kontrol (Gambar 4). Hal ini
disebabkan silika memiliki sifat menekan jumlah air keluar dari sel sehingga hanya
mempengaruhi bobot umbi segar per tanaman dan tidak mempengaruhi
pembentukan umbi. Menurut Yukamgo dan Yuwono (2007), silika mampu
memperkuat dinding sel epidermis sehingga dapat menekan kegiatan transpirasi sel
dan mengurangi resiko cekaman air.
Gambar 4 Kurva sebaran normal diameter umbi terhadap pemupukan silika
TSS yang ditanam pada jarak 5 cm x 5 cm menghasilkan umbi dengan
diameter 2,13 cm lebih besar dibandingkan dengan umbi yang diperoleh dari jarak
tanam 3 cm x 3 cm dan 7 cm x 7 cm masing-masing sebesar 1,54 cm dan 1,71 cm.
Namun, besarnya diameter umbi pada jarak tanam 5 cm x 5 cm diduga bukan
disebabkan perbedaan jarak tanam. Hal ini disebabkan banyaknya tanaman mati
13
pada setiap satuan percobaan sehingga tanaman yang masih hidup tidak sesuai lagi
dengan jarak tanam lainnya. Pemupukan silika dengan dosis 12,5 ml l-1 menurunkan
diameter umbi bawang merah dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan
dinding sel pada umbi memperkecil diameter umbi akibat pemberian pupuk silika.
Daya Tumbuh Benih Setelah Simpan
Hasil umbi bawang merah asal TSS yang diperoleh tidak optimal karena
sebagian besar umbi terserang penyakit yang disebabkan oleh cendawan Fusarium
sp.. Hasil umbi yang terbatas mengakibatkan jumlah sampel yang dibutuhkan pada
pengujian mutu fisiologis juga terbatas. Umbi yang diperoleh dengan jarak tanam
3 cm x 3 cm menghasilkan umbi dengan daya tumbuh sebesar 33% lebih kecil
daripada umbi yang diperoleh dengan jarak tanam 5 cm x 5 cm dan 7 cm x 7 cm
masing-masing sebesar 67%.
Pemberian pupuk silika konsentrasi 12,5 ml l-1 menghasilkan umbi dengan
daya tumbuh sebesar 67% lebih besar daripada umbi yang diperoleh dengan pupuk
silika konsentrasi 0 ml l-1 sebesar 50%. Pengaruh pemberian pupuk silika dalam
peningkatan viabilitas perlu dipelajari lebih lanjut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Jarak tanam tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman (tinggi
tanaman dan jumlah daun) dan hasil umbi (jumlah umbi per tanaman). Jarak tanam
5 cm x 5 cm menghasilkan umbi mini yang memiliki diameter umbi lebih besar
dibandingkan dengan jarak tanam lain meskipun besarnya diameter umbi diduga
bukan disebabkan akibat perbedaan jarak tanam. Pemupukan silika konsentrasi 12,5
ml l-1 menurunkan bobot umbi segar per tanaman dan diameter umbi. Pemupukan
silika konsentrasi 12,5 ml l-1 meningkatkan keseragaman bobot umbi segar per
tanaman. Hasil percobaan pada daya tumbuh benih setelah simpan belum dapat
disimpulkan karena jumlah sampel yang diamati terbatas.
Saran
Kondisi suhu dan kelembaban yang tinggi pada saat musim hujan
menyebabkan hasil umbi yang tidak optimal akibat serangan penyakit. Disarankan
untuk penelitian selanjutnya, penanaman TSS dilakukan saat di musim kemarau
dengan suhu tinggi dan kelembaban yang rendah di dataran rendah sehingga akan
meminimalkan tanaman yang terserang penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2016. Data iklim dan
curah hujan tahun 2016. Stasiun Klimatologi Darmaga. Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi tanaman hortikultura.
http://www.bps.go.id/site/resultTab. [28 Desember 2015]
Afrida E. 2005. Efektivitas penggunaan pupuk organik A32 dan jarak tanam
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah (Allium
ascolanicum L.) Varietas Brebes. J. Penelitian Bidang Ilmu Penelitian
3(1):43-47.
Amrullah. 2015. Pengaruh nano silika terhadap pertumbuhan, respon
morfofisiologi dan produktivitas tanaman padi (Oryza sativa L.). Tesis.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Amrullah, Sopandie D., Sugiyanta dan Junaedi A. 2014. Peningkatan produktivitas
tanaman padi (Oryza sativa L.) melalui pemberian nano silika. J. Pangan 23
(1): 17-32.
Azmi C., Hidayat I.M. dan Wiguna G. 2011. Pengaruh varietas dan ukuran umbi
terhadap produktivitas bawang merah. J. Hortikultura 21(3):206-213.
Bennett W.F. 1996. Nutrient Deficiencies and Toxicities in Crop Plants. Bennett
W.F., editor. Minnesota (US): APS Press.
Brewster J.L. 2008. Onions and other vegetable alliums 2nd edition. Cabi
international. Amsterdam. 227p.
Darma W.A., Susila A.D. dan Dinarti D. 2015. Pertumbuhan dan hasil bawang
merah asal umbi TSS Varietas Tuk-tuk pada ukuran dan jarak tanam yang
berbeda. Agrovigor 8(2):1-7
Direktorat Bina Perbenihan. 2007. Pedoman sertifikasi dan pengawasan peredaran
mutu benih. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jakarta
Hilman Y., Rosliani R. dan Palupi E.R. 2014. Pengaruh ketinggian tempat terhadap
pembungaan, produksi, dan mutu benih botani bawang merah. J. Hortikultura
24(2): 154-161.
Krishardianto A. 2016. Pertumbuhan anggrek cattleya pada perlakuan kombinasi
pupuk dan silika serta karakterisasi morfologi. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Makarin A.K., Suhartatik E. dan Kartohardjono A. 2007. Silikon: hara penting pada
sistem produksi padi. Bul. Iptek Tanaman Pangan 2(2):195-204.
Nugrahini T. 2013. Respon tanaman bawang merah (Allium ascolanicum L.)
Varietas Tuk-tuk terhadap pengaturan jarak tanam dan konsentrasi pupuk
organik cair nasa. Ziraah 36(1) : 60-65.
Pangestuti R. dan Sulistyaningsih E. 2011. Potensi penggunaan true shallot seed
(TSS) sebagai sumber benih bawang merah di Indonesia. Prosiding Semiloka
Nasional Dukungan Agro Inovasi untuk Pemberdayaan Petani hal 258-266
Pikukuh P, Djajadi S.Y., Tyasmoro dan Aini N. 2015. Pengaruh frekuensi dan
konsentrasi penyemprotan pupuk silika (Si) terhadap pertumbuhan tanaman
tebu (Saccharum officinarum L.). J. Produksi Tanaman 3(3): 249-258.
15
Puteri E.A. 2013. Pengaruh aplikasi fosfor dan silika terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merill). Skripsi. Universitas
Lampung. Lampung.
Putrasamedja S. 2007. Pengaruh berbagai macam bobot umbi bibit bawang merah
(Allium ascalonicum L.) yang berasal dari generasi ke satu terhadap produksi.
Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” 11(1):19-24.
Rabinowitch H.D. dan Kemenetsky R. 2002. Shallot (Allium cepa var. aggeratum
group). In: H.D. Rabinowitch dan L. Currah (Eds). Allium crop science:
recent advances. Cabi Publishing. London.
Rosliani R., Hilman Y., Hidayat I.M. dan Sulastrini I. 2014. Teknik produksi umbi
mini bawang merah asal biji (True Shallot Seed) dengan jenis media tanam
dan dosis NPK yang tepat di dataran rendah. J. Hortikultura 24(3): 239-248.
Rosliani R., Palupi E.R. dan Hilman Y. 2013. Pengaruh benzilaminopurin dan
boron terhadap pembungaan, viabilitas serbuk sari, produksi, dan mutu benih
bawang merah di dataran rendah. J. Hortikultura 23(4):339-349
Sadjad S. 1999. Dari benih kepada benih. Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta.
Sitepu B.H., Ginting S. dan Mariati. 2013. Respon pertumbuhan dan produksi
bawang merah (Allium ascalonicum L. Var. Tuk-tuk) asal biji terhadap
pemberian pupuk kalium dan jarak tanam. J. Online Agroteknologi. 1(3):
711-724.
Setiawan B. 2013. Kajian perkecambahan dan pertumbuhan bibit biji botani
bawang merah (Allium ascolanicum L.) pada beberapa macam media. Skripsi.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Sopha G.A. dan Basuki R.S. 2010. Pengaruh komposisi media semai lokal terhadap
pertumbuhan bibit bawang merah asal biji (True Shllot Seed) di Brebes. J.
Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik 12(1):1-4
Sumarni N. dan Hidayat A. 2005. Budidaya bawang merah. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran, Lembang.
Sumarni N. dan Rosliani R. 2010. Pengaruh naungan plastik transparan, kerapatan
tanaman, dan dosis N terhadap produksi umbi bibit asal biji bawang merah.
J. Hortikultura 20(1):52-59.
Sumarni N., Rosliani R. dan Suwandi. 2012a. Optimasi jarak tanam dan dosis
pupuk NPK untuk produksi bawang merah dari benih umbi mini di dataran
tinggi. J. Hortikultura 22(2):147-154.
Sumarni N., Sopha G.A. dan Gaswanto R. 2012b. Respon tanaman bawang merah
asal biji (True Shallot Seed) terhadap kerapatan tanaman pada musim hujan.
J. Hortikultura 22(1):23-28
Sumarni N.E., Sumiati, dan Suwandi. 2005. Pengaruh kerapatan tanaman dan
aplikasi zat pengatur tumbuh terhadap produksi umbi bibit bawang merah asal
biji kultivar Bima. J. Hortikultura 15(3): 208-214.
Suminah, Sutarno dan Setywan A.D. 2002. Induksi poliploidi bawang merah
(Allium ascalonicum L.) dengan pemberian kolkisin. J. Biodiversitas 3(1):
174-180.
Udiarto B.K., Setiawati S. dan Suryaningsih E. 2005. Pengenalan hama dan
penyakit pada tanaman bawang merah dan pengendaliannya. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran, Bandung.
16
Widiawati F. 2014. Perubahan mutu bawang merah (Allium ascalonicum L.) pada
penyimpanan suhu rendah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yohana O, Hanum H. dan Supriadi. 2013. Pemberian bahan silika pada tanah sawah
berkadar P-total tinggi untuk memperbaiki ketersediaan P dan Si tanah,
pertumbuhan dan produksi padi (Oryza sativa L.). J. Agroteknologi
1(4):1444-1452
Yukamgo E. dan Yuwono N.W. 2007. Peran Si sebagai unsur bermanfaat pada
tanaman tebu. J. Ilmu Tanah dan Lingkungan 7(2):103-116.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data iklim dan curah hujan wilayah Dramaga Bogor pada bulan Feb–
Jun 2016
Bulan Suhu (oC) Kelembaban
(%)
Intensitas cahaya
(cal/cm2)
Curah hujan
(mm/bulan)
Februari 25,7 88,5 250 507,2
Maret 26,4 85,7 316 377
April 26,7 85 337 460
Mei 27,1 84 295 254
Juni 26,2 84 297 352
Rata-rata 26,4 85,4 299 390
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 04 Desember 1992 di
kecamatan Jebres Surakarta sebagai putri pertama dari dua
bersaudara laki-laki keluarga Bapak Yuris Tiyanto dan Ibu Siti
Barokah.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama Negeri (SMPN) 19 Jakarta tahun 2008 dan melanjutkan
ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 47 Jakarta, lulus
pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswi IPB
Program Diploma Program Keahlian Teknologi Industri Benih angkatan 48 melalui
jalur reguler. Penulis mengikuti keanggotaan Gabungan Mahasiswa Pertanian
(GAMAPERTA) pada tahun 2011-2012. Pada tahun 2014, penulis diterima sebagai
mahasiswi program Alih jenis IPB Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian. Penulis mengikuti keanggotaan dalam acara Investment
Horticultura Indonesia Bussiness Forum (IHIBF) di Festival Buah dan Bunga
Nusantara pada tahun 2015.