jancuk sebuah kata dalam budayarepository.ub.ac.id/10872/4/bab iii.pdfdigolongkan pada tingkat...

29
41 BAB III JANCUK SEBUAH KATA DALAM BUDAYA Dalam bagian Bab III ini akan menjelaskan mengenai temuan data yang telah didapatkan oleh peneliti saat berada di Semolowaru Utara Surabaya. Temuan data yang akan dijelaskan dalam bab ini meliputi tentang asal mula kata jancuk yang didalamnya dibahas mengenai terbentuknya kata jancuk, sebelum menjelaskan mengenai asal mula kata jancuk itu peneliti juga menjabarkan terlebih dahulu tingkatan bahasa jawa. Pada sub bab kedua membahas tentang pengaruh bahasa makian itu dikalangan anak-anak, bahasa makian jancuk saat ini memang kerap sering terdengar dan seakan menjadi bahasa yang populer dikalangan remaja bahkan kini anak anak juga dapat mengucapkannya tanpa adanya perasaan ragu, dan kemudian masuk kedalam pokok permasalahan yaitu bagaimana anak-anak dalam memaknai kata jancuk itu sendiri. 3.1 Asal mula kata Jancuk Jawa Timur memiliki keragaman bahasa yang sangat unik dan bervariasi.Mayoritas seluruh penduduk di Jawa Timur menggunakan bahasa Jawa.Tetapi pada setiap bagian wilayah di Jawa Timur memiliki ciri khas masingmasing dalam berbahasa. Pada bahasa Jawa sendiri memiliki beberapa tingkatan, tingkatan dalam bahasa tersebut menjadi sebuah pembeda tingkatan usia atau golongan dalam masyarakat. Tingkatan tersebut dalam digambarkan sebagai berikut :

Upload: others

Post on 29-Jan-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 41

    BAB III

    JANCUK SEBUAH KATA DALAM BUDAYA

    Dalam bagian Bab III ini akan menjelaskan mengenai temuan data yang

    telah didapatkan oleh peneliti saat berada di Semolowaru Utara Surabaya. Temuan

    data yang akan dijelaskan dalam bab ini meliputi tentang asal mula kata jancuk

    yang didalamnya dibahas mengenai terbentuknya kata jancuk, sebelum

    menjelaskan mengenai asal mula kata jancuk itu peneliti juga menjabarkan

    terlebih dahulu tingkatan bahasa jawa.

    Pada sub bab kedua membahas tentang pengaruh bahasa makian itu

    dikalangan anak-anak, bahasa makian jancuk saat ini memang kerap sering

    terdengar dan seakan menjadi bahasa yang populer dikalangan remaja bahkan kini

    anak – anak juga dapat mengucapkannya tanpa adanya perasaan ragu, dan

    kemudian masuk kedalam pokok permasalahan yaitu bagaimana anak-anak dalam

    memaknai kata jancuk itu sendiri.

    3.1 Asal mula kata Jancuk

    Jawa Timur memiliki keragaman bahasa yang sangat unik dan

    bervariasi.Mayoritas seluruh penduduk di Jawa Timur menggunakan bahasa

    Jawa.Tetapi pada setiap bagian wilayah di Jawa Timur memiliki ciri khas masing–

    masing dalam berbahasa. Pada bahasa Jawa sendiri memiliki beberapa tingkatan,

    tingkatan dalam bahasa tersebut menjadi sebuah pembeda tingkatan usia atau

    golongan dalam masyarakat. Tingkatan tersebut dalam digambarkan sebagai

    berikut :

  • 42

    Gambar 3.1 Tingkatan Bahasa Jawa

    Sumber : Prof. Dr. Suyono, M.Pd (Ahli bahasa dan Sastra Universitas

    Negeri Malang).

    Dijelaskan pada susunan bahasa Jawa diatas pada tingkat paling atas

    bahasa Jawa yang sangat sopan disebut kedaton berasal dari kata daton, dalam

    bahasa jawa kedaton ini lebih banyak digunakan oleh orang-orang jawa yang

    masih memiliki keturunan darah biru. Oleh sebab itu kedaton banyak digunakan

    oleh para rakyat para raja untuk berbicara dengan rajanya. Pada susunan kedua

    kromo alus, hampir sama dengan kedaton, kromo alus juga digunakan saat

    berbicara dengan orang yang lebih tua atau orang dihormati. Selanjutnya kromo

    inggil, yang membedakan kromo inggil dengan kromo alus adalah pada susunan

    kata perkata yang diucapkan, seperti : Dahar/ makan (kromo alus) = kata tersebut

    diperuntukan pada seorang yang berusia lebih muda saat berbicara dengan

    seorang yang lebih tua, Nedho / makan = nedho yang berarti makan kata tersebut

    juga digunakan saat berbicara dengan orang yang lebih tua, namun masih

    KEDATON

    KROMO ALUS

    KROMO INGGIL

    NGOKO

    KASAR

  • 43

    terbilang kasar sebab biasanya kata tersebut digunakan pada orang yang lebih tua

    dalam runtutan usia yang tidak terlalu jauh dengan penutur. Ngoko lebih

    menunjukkan pada tataran bahasa yang kasar namun masih biasa dikatakan pada

    obrolan ringan yang dilakukan oleh penutur dengan usia yang sama. Kemudian

    pada kategori selanjutnya masuk pada bahasa kasar, bahasa kasar pada bagian ini

    digolongkan pada tingkat bahasa paling kasar, sebab pada bahasa kasar ini masuk

    pada kata makian dan kata-kata kotor.

    Menurut Prof. Dr. Suyono, M.Pd yang menjelaskan mengenai bahasa

    kasar yang didalamnya terdapat berbagai kata umpatan atau makian. Dalam hal ini

    merujuk pada penelitian yang dilakukan mengenai bahasa makian kota Surabaya

    yaitu jancuk. Jancuk sebenarnya terbentuk dari awal kata diancuk yang kemudian

    kata tersebut menyatu saat pengucapannya. Dasar kata diancuk berawal dari kata

    encuk, biasanya kata tersebut mendapat kata tambahan jaran( Kuda ).Oleh karena

    itu masyarakat Surabaya diancuk jaran yaitu diencuk jaran (kuda).

    Sedangkan dalam bidang etnoliguistik bahasa makian digolongkan

    sebagai kata tabu. Kata tabu merupakan kata yang dianggap sebagai kata yang

    tidak pantas untuk dikatakan seperti kata-kata cabul dan pada umumnya bahasa

    yang dapat diterima dan tidak dapat diterima dalam lingkungan masyarakat (

    Dikutip dari : Bahasa dan Komunikasi bab 13 ). Karena bentuk kata yang

    dianggap senonoh maka kata tersebut banyak kurang diterima oleh masyarakat,

    penyebabnya kata-kata lebih banyak mengarah pada kata-kata yang berhubungan

    dengan seks dan kotoran. Seperti halnya pada bahasa makian yang sejak dulu

    menjadi ciri khas kota Surabaya yaitu kata Jancuk yang berarti sebuah kata yang

  • 44

    mengarah pada sebuah hubungan sexualitas manusia melakukan hubungan badan

    dengan lain jenisdengan memasukan alat kelamin laki-laki kedalam kelamin

    wanita yang dalam masyarakat jawa timur hal tersebut dikatakan sebagai

    ngencuk(bersetubuh). Namun seiring dengan perkembangan bahasa dalam

    masyarakat yang ikut pula terjadi atas kondisi suatu kebudayaan yang ada maka

    kata tersebut mengalami berbagai modifikasi yang diciptakan oleh pelaku budaya

    yaitu manusia. Modifikasi kata tersebut tetap memiliki makna yang sama

    meskipun kata yang berbeda pengucapannya.

    Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh seorang antropologi

    inggris Edmund Leach yang menarik sebuah hubungan yang menyolok antara

    nama binatang, kata-kata makian, dan tabu kebudayaan. Leach misalnya

    menemukan hubungan antara kepercayaan kebudayaan yang kuno tentang kotoran

    anjing adalah suatu hinaan dalam bahasa inggris untuk menyebut seseorang itu

    anjing dan kenyataan yang terjadi bahwa orang inggris tidak diperbolehkan untuk

    makan daging anjing ( Antropologi : Bahasa dan Komunikasi bab 13 ). Berbagai

    makna yang didapat tersebut dapat diketahui melalui sebuah dialek dimana kata

    makian tersebut dapat memiliki banyak makna jika dalam dialek yang diucapkan

    memilki perbedaan pada nada saat pengucapan dilakukan.

    Kata makian khas Surabaya yang dikenal dengan jancuk bermula dari

    gabungan dua kata dalam bahasa jawa yaitu Jalok( Minta ) dan diencuk (

    bersetubuh / melakukan hubungan sexual dengan lain jenis ) kata tersebut

    terdengar sangat vulgar oleh sebab itu mengapa kata ini menjadi bentuk kata kotor

    yang digunakan sebagai kata umpatan maupun makian. Akan tetapi asal mula kata

  • 45

    jancuk itu sendiri banyak memiliki versi yang berbeda namun pada maknanya

    tetap memiliki arti yang sama. Jancuk sudah dikenal lama oleh masyarakat

    Surabaya oleh karena itu jancuk seakan menjadi bahasa khas Surabaya. Meskipun

    pada umumnya kata makian itu banyak juga dimiliki oleh setiap daerah namun

    kata makian asal Surabaya ini seakan lebih banyak didengar tidak hanya

    diwilayah kota Surabaya saja namun juga kota sekitar Surabaya.Bahkan karena

    ketenaran kata ini sampai ada beberapa musisi yang menjadikan kata tersebut

    sebagai lagu.Dengan hal-hal seperti itulah kata jancuk kini tidak menjadi kata

    vulgar lagi karena banyak yang sudah menganggap kata tersebut sebagai kata khas

    yang banyak mengandung arti.

    Terlepas dari hal tersebut jancuk teryata digunakan dalam pengobaran

    semangat saat perang, dimana saat pejuang berperang melawan penjajah kata

    jancuk diucapkan untuk membakar semangat saat adanya sebuah rasa kecewa, dan

    amarah yang memancing emosi meledak-ledak seperti pada film perjuangan 10

    November 1945.Akan tetapi tidak memungkiri bahwa jancuk tetap menjadi kata

    seharusnya tidak dapat dikatakan pada sembarang tempat.Pada dasarnya jancuk

    merupakan penanda masyarakat Surabaya yang berwatak keras, penuh

    perlawanan, spontanitas dan egaliter.Namun pada kenyataannya asumsi negative

    tetap dibebankan pada kata jancuk yang mempengaruhi perkembangan moralitas

    anak Surabaya. Namun pada pernyataan tersebut tidak dapat disalahkan juga

    sebab secara harfiah memang kata jancuk mengandung sebuah arti yang tidak

    layak untuk dikatakan atau sebagai kata yang ditabukan namun pada masyarakat

    dalam proses interaksi social yang menganut sistem masyarakat yang bersifat

  • 46

    egaliter.System masyarakat yang egaliter adalah sebuah perilaku sosial dalam

    sebuah proses interaksi sosial yang tidak membeda-bedakan manusia, terutama

    dalam ruang lingkup kelompok sosialnya sendiri, dalam hal status dan derajat

    sosialnya (Kellner, 2003 : 215).

    Masyarakat Surabaya kini lebih banyak menggunakan kata tersebut

    sebagai kata yang biasa saja digunakan.Pada remaja Surabaya sendiri jancuk

    dijadikan kata wajib yang tidak lepas dari semua bentuk interaksi yang mereka

    lakukan.Misalnya :Cuk nandi kon?( Cuk dimana kamu? ) kata tersebut merupakan

    kata sapaan yang dilakukan oleh remaja Surabaya namun dapat memperoleh

    bentuk makna yang berbeda. Sehingga jancuk sendiri memiliki makna yang

    berbeda ketika dalam sebuah kondisi dan situasi yang berbeda pula. Fenomena

    tersebut nampak menjadi hal biasa bagi remaja Surabaya bahkan orang dewasa di

    kota Surabaya, namun bagaimana jika kata tersebut diucapkan oleh anak-anak

    dibawah usia 17 tahun bahkan anak-anak yang masih duduk di sekolah dasar,

    fenomena tersebut memancing berbagai pertanyaan mengenai bentuk komunikasi

    anak dalam lingkungannya, sehingga melibatkan adanya peran orang tua

    dalamnya. Sebab meruntut dari awal kata jancuk tersebut, kata itu kebanyakan

    diucapkan pada saat emosi kemarahan saja namun saat ini yang ada kata jancuk

    menjadi kata yang populer di masyarakat kota Surabaya.

    3.2 Popularitas KataJancuk dalam Kehidupan Mayarakat Luas hingga

    Menyentuh Dunia Anak.

    Surabaya, siapa yang tidak kenal dengan kota berjuta germelap dunia

    anak muda. Banyak didirikan universitas yang maju sehingga mendatangkan

  • 47

    berbagai pemuda untuk turut serta belajar di kota tersebut. Kota Surabaya yang

    saat ini banyak diminati untuk didatangi oleh besar masyarakat dari luar kota

    untuk mengais rizeki dan memperbaiki hidup. Perubahan kota Surabaya pun

    semakin nampak sehingga menjadi kota metropolitan di jawa timur dengan

    menyuguhkan berbagai keunggulan kota tersebut dengan bangunan kota yang

    megah serta perkantoran dan lapangan pekerjaan yang menjanjikan.

    Ditelurusi lebih dalam tentang Surabaya tentu ada hal menarik dalam kota

    ini, termasuk pada bahasa orang Surabaya yang khas dengan kata jancuknya.

    Jancuk ini bukan lagi kata tabuh melainkan kini seakan menjadi kata yang wajar

    saja jika diucapkan, jancuk kini tidak hanya di Surabaya melainkan mulai

    merambah di kota-kota sekitar Surabaya bahkan diluar jawa timur jancuk sudah

    dikenal.

    Jancuk seakan menjadi kata popular di kota Surabaya terutama pada

    kalangan remaja dan dewasa, hampir dalam setiap percakapan yang mereka

    lakukan kata jancuk kerap dikatakan.

    Perubahan makna kata jancuk ketika adanya sebuah hubungan yang

    sudah dekat dan saling kenal sehingga menjadikan hubungan interaksi yang dekat.

    Dapat berarti juga ketika menjumpai orang lain yang belum memiliki hubungan

    dekat atau pertemanan yang akrab maka kata jancuk tersebut menjadi kata yang

    tidak sopan dalam bertutur kata. Akan tetapi melihat kejadian yang sudah saat ini

    banyak anak-anak yang mulai mengenal kata tersebut. Seperti Lina ( 6 tahun )

    seorang anak perempuan yang dengan mahirnya dia dapat mengungkapkan kata

    jancuk dengan lantang tidak hanya kata jancuk saja namun juga kata makian

  • 48

    lainnya seperti : taek (kotoran hewan), dia seperti sudah terbiasa mengatakan kata

    – kata tersebut dalam kesehariannya. Lina merupakan anak perempuan dari

    pasangan suami istri bernama Tohir dan Atik (nama samaran). Orang tua lina

    bekerja sebagai buruh bangunan sedangkan ibunya membuka warung kopi didekat

    rumahnya.Keseharian Lina mengikuti ibunya yang berjualan kopi di

    warungnya.Di warung Lina sering bertemu dengan orang – orang yang sudah

    dewasa, namun kebanyakan yang datang diwarung tersebut merupakan anak-anak

    muda kampung tersebut. Menurut cerita dari salah satu teman Lina yang ditemui

    saat bermain di sekitar perkampungan tersebut, Lina sering membuat onar dengan

    perilaku yang kurang baik, seperti mengolok-olok temannya, melempar temannya

    dengan batu, bahkan ia tak segan untuk berkata kotor didepan orang yang lebih

    dewasa dari usianya. Karena perilaku yang seperti itu maka banyak teman sebaya

    Lina yang menjauh darinya. Akan tetapi disisi lain Lina juga sering mendapat

    ejekan dari temannya karena fisiknya kurang terawat dibandingkan dengan teman-

    temanya. Dengan rambut yang acak-acakan serta kulitnya yang hitam Lina sering

    dipanggil orang gila oleh teman-temanya, selain itu karena sikapnya yang arugan

    serta suka berkata kotor atau mengumpat temanya tersebut Lina juga sering

    dijauhi.Pada saat terjadi fenomena tersebut Lina sering berperilaku yang tidak

    baik terkadang Lina mengambil batu untuk melempar temannya, mengambil

    sandal temannya, bahkan juga sering meludahi teman-teman yang mengejeknya.

    Dilihat dari fenomena kejadian ini bukan saja dari pihak orang tua yang

    berperan namun orang disekelilingnya ikut pula memberikan peran. Karena

    seringya mendapatkan ejekan dan olokan dari teman-temannya maka Lina merasa

  • 49

    marah dan terkadang ia juga merasa seperti dipermalukan. Disamping itu juga

    keterkaitan orang tua untuk mendampingi anak sangat kurang.Oleh sebab itu Lina

    terkadang kurang diperhatikan. Menurut Lina dia tidak merasa berbeda, dan apa

    yang dia katakana selama ini juga atas kehendaknya dia juga tidak pernah

    dimarahi orang tuanya apabila dia berkata kotor.

    Perilaku yang ditunjukan oleh Lina memang tidak baik ditampilkan oleh

    seorang anak, namun dalam hal ini peran orang tua sangat diperlukan karena

    pendidikan yang baik berasal dari dalam keluarga.Pada usia 5 hingga 10 tahun

    anak-anak mudah untuk menirukan seuatu hal yang dilakukan oleh orang dewasa,

    sebab itu pengawasan sangat perlu dilakukan. Lina menganggap kata makian yang

    dia ucapakan biasa saja karena pada saat peneliti menanyakan hal tersebut Lina

    menjawab mengetahui kata tersebut adalah kata kotor namun dia tidak

    mengetahui secara mendalam makna dari kata tersebut. Lina bercerita dia sering

    bermain dengan teman-temannya, dia juga memiliki teman banyak disekelilinya,

    namun saat bermain dia lebih sering bermain permainan disekolah taman kanak-

    kanak dekat rumahnya, setiap sore dia bertemu dengan teman-temannya dan

    bermain, seperti biasa anak-anak bermain dengan bergurau namun disela – sela itu

    terkadang ada hal yang menyebabkan terjadinya perselisihan, namun pada saat

    perselisihan itu terjadi menimbulkan sebuah kegiatan bullying. Mereka mengolok

    teman satu sama lain, dan kebanyakan yang terjadi bully tersebut lebih banyak

    mengarah pada diri Lina.

    Lina biasa memberontak dengan ikut mengolok temannya namun tidak

    banyak yang dapat dikatakan oleh Lina, maka dari itu dia sering mengatakan kata

  • 50

    jancuk dan lainnya bahkan terkadang ia juga mencari batu untuk dihatamkan ke

    temannya. Kata yang sering diucapkan Lina saat marah dengan temannya adalah :

    jancuk, ndasmu ( kepalamu ), mati kon ( mati kamu ), taek ( kotoran hewan ),

    entotmu ( kentutmu ). Kata –kata tersebut seolah sudah melekat dipikiran Lina,

    sebab dalam nada bicara Lina pun hampir mirip dengan anak laki-laki bahkan bisa

    juga dikatakan selayaknya orang dewasa yang sedang marah, kata yang kasar dan

    keras sering diucapkan oleh Lina, sehingga teman-teman Lina juga sering

    mengolok dia “ kon iku gak wedok tapi lanang, ohhh wong lanang banci ngono

    anak e minto “ artinya : “ kamu itu bukan perempuan tapi laki-laki, ohh orang

    laki-laki banci anaknya masrop “. Masrop adalah banci yang namanya sudah

    banyak dikenal.

    Perilaku yang didapat Lina dari teman-temannya memang kurang baik

    sehingga bimbingan dari orang tua pun tidak mencukupi untuk mengatur perilaku

    anak dengan baik, namun dalam sebuah lingkungan yang baik maka dapat

    menimbulkan perilaku yang baik pula.Lina memaparkan bahwa iasering

    mendengkar kata makian tersebut juga dari para remaja yang sedang ngopi di

    warung ibunya.Bahkan dia terkadang tiap malam ikut duduk – duduk dan

    mendengarkan cerita para pelanggan kopi ibunya.Dari cerita yang didengar Lina

    kebanyakan para remaja tersebut bercanda dan saling tertawa dengan lelucon yang

    dibuat. Dalam memaknai kata jancuk tersebut bagi seorang anak mungkin masih

    dalam tahap menirukan mereka tidak mengetahui dan memahami secara detail

    tentang makna kata makian jancuk tersebut. Akan tetapi kepopuleran kata jancuk

    tersebut semakin meluas tidak hanya pada kalangan remaja dan orang dewasa saja

  • 51

    namun juga kini anak-anak seolah fasih dalam mengucapkan kata tersebut

    meskipun masih dalam kondisi dan lingkungan tertentu.

    Tidak sembarangan anak kecil juga yang bisa mengucapkan kata tersebut

    ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seorang anak kecil memakai kata

    jancuk:

    1. Faktor lingkungan, dalam lingkungan bermain dan teman sebaya anak-anak

    memberikan pengaruh penting dalam pengenalan sebuah bahasa, anak-anak

    dalam usia tahap belajar mereka dapat mencerna berbagai kata dan bahasa

    baru dalam setiap harinya, dengan pengenalan bahasa baru tersebut maka

    terkadang seorang anak memiliki berbagai pertanyaan.

    2. Faktor keluarga, keluarga memiliki peran penting dalam proses pendidikan

    anak, didalam keluarga yang utuh maka pendidikan anak dapat terlihat

    dengan baik, proses belajar yang diberikan oleh orang tua terhadap anak dan

    pengetahuan yang diajarkan membawa pengaruh besar dalam pola berpikir

    anak. Didalam keluarga inilah perilaku anak dapat disaring oleh orang tua.

    Dalam lingkungan bermain anak dengan teman sebaya, anak-anak lebih

    mendengarkan teman yang dianggapnya paling mengerti dan berkuasa digolongan

    mereka.Pada kelompok bermain anak, seperti halnya dengan orang dewasa

    mereka memiliki golongan atau kelompok-kelompok bermain yang mereka pilih

    sesuai dengan keinginan ketua kelompok yang pada posisi tersebut biasanya

    diberikan kepada anak yang memiliki fisik besar dan ditakuti oleh anak-anak

    lainnya.

  • 52

    Gambar 3.2 Aktivitas anak-anak yang sedang bermain pada malam hari

    Pada gambar diatas menggambarkan aktivitas anak-anak yang sedang

    bermain dengan teman sebaya mereka.Pada aktivitas bermain tersebut kata jancuk

    biasa dipakai dalam komunikasi bermain mereka.Misalnya pada saat anak-anak

    kalah dalam bermain mereka tidak hanya sekedar biasa saja dalam menerima

    kekalahan kelompok mereka namun mereka lebih mengeluarkan argument mereka

    untuk tidak menerima kekalahan dalam bermain begitu saja.Biasanya dalam

    sebuah argument yang dikeluarkan oleh anak-anak terkadang tanpa mereka

    sengaja, mereka mengeluarkan kata makian disela perbincangan.Apa yang telah

    mereka katakana secara spontan terjadi, tanpa mereka sadari bahwa mereka

    memang sudah biasa menggunakan kata tersebut. Akan tetapi pada sebuah

    lingkungan bermain anak jika disekitar mereka terdapat orang yang lebih dewasa

    atau orang tua, mereka tidak mudah begitu saja mengatakan kata makian tersebut,

    sehingga dalam bermain mereka terdapat kontrol komunikasi anak.

  • 53

    Misalnya saja percapakan yang dilakukan oleh anak-anak pada gambar

    diatas saat bermain, suara yang keras dan lantang terdengar sehingga

    menimbulkan suasana yang ramai.

    “ Heh kon kalah cok, ojok nakalan.”

    “Arek ikilo mesti nakalan.”

    ( Percakapan yang biasa diucapkan oleh anak laki-laki saat bermain )

    ( Surabaya, 13 September 2015)

    Kata–kata diatas merupakan sebagian kecil dari obrolan yang mereka

    lakukan pada saat bermain. Memang bagi seorang anak laki-laki kata makian

    nampak biasa saja namun disisi lain kata jancuk juga kerap diucapkan oleh anak

    perempuan.Faktanya kata jancuk bukan lagi menjadi kata yang tabuh lagi

    melainkan menjadi sebuah kata yang terlihat keren dan wajar saja jika dikatakan

    oleh orang dewasa bahkan anak-anak.

    3.3 Tentang Lina

    Lina adalah gadis kecil putri pasangan Bpk. Tohir dan Ibu Atik ( nama

    samaran ), Lina dibesarkan di sebuah lingkungan perkotaan tepatnya diwilayah

    perkampungan padat penduduk kota Surabaya. Lina berasal dari keluarga

    menengah kebawah, sang ayah yang bekerja sebagai buruh bangunan dan sang ibu

    yang sebagai penjual makanan di warung miliknya. Setiap hari Lina melakukan

    aktifitasnya sendiri, dia sudah terbiasa mandiri sejak kecil meskipun dia adalah

    anak bungsu dari 2 bersaudara. Lina terbilang menjadi anak yang sangat aktif,

    mungkin banyak yang tidak disadari bahwa keaktifan perilaku seorang anak kecil

    perlu untuk diawasi oleh orang tua ataupun orang dewasa yang hidup

  • 54

    disekelilingnya.Karena kedua orang tua Lina yang sibuk dengan pekerjaan

    masing-masing sehingga Lina kurang mendapat pengawasan. Lina yang sekarang

    duduk di bangku sekolah dasar kelas 4 seperti anak-anak lainnya, dia juga

    mencari teman dan membutuhkan teman meskipun pada kenyataannya dia sering

    terlihat sendiri akan tetapi kesendirian Lina dalam bermain masih tetap ceria

    seperti teman lainnya. Di tempat tinggalnya Lina memiliki 3 teman yang sering

    dia ajak bermain yaitu Zahra, Amel, Kheisa dan Nur, selayaknya seperti teman

    bermain yang erat Lina kerap melakukan hal yang terlalu over dalam berprilaku

    dan berkata, terkadang saat dia bermain Lina juga sering melakukan hal – hal

    yang kurang baik kepada teman-temannya.

    Berbicara tentang Lina, tentunya banyak yang tidak kita ketahui tentang

    bocah kecil tersebut. Fisik Lina dapat dikatakan kurang terawat, dengan

    rambutnya yang kriting tebal, kulit sawo matang, serta bibir tebal dan badan yang

    tidak terlalu tinggi Lina seperti kurang terawat, dia juga berperilaku seperti anak

    laki-laki yang gemar bermain lompat-lompat, berkelahi dan berbicara kotor. Lina

    kerap sekali mengatakan kalimat buruk saat bermain, kenyataannya dia terlihat

    biasa saja saat berbicara seperti itu.Meskipun teman-temannya sudah memarahi

    bahkan terkadang mereka menjauhi Lina dan tak jarang juga mereka mengolok

    Lina seperti anak laki-laki.

    Pada cerita tentang Lina ini tentunya sudah tidak asing dengan fenomena

    bullying yang beberapa tahun lalu gencar dengan segala kasusnya. Nah Lina saat

    ini mengalami hal tersebut, mengapa ? Saatbermain Lina kerap berbuat nakal,

    meskipun dalam dunia anak-anak kenakalan seorang anak tidak dapat disebut

  • 55

    dengan kenakalan, namun sebuah interaksi perilaku anak yang dilakukan hanya

    untuk mendapat perhatian dari orang sekelilingnya, termasuk Lina. Lina sering

    menjahili teman-temannya, bahkan setelah mendapat perlawanan dari teman-

    temannya, Lina kerap menjadi semakin nakal, dia terkadang meludahi temannya

    dan tak segan dia mengambil batu untuk melempar temannya tersebut dan juga

    melakukan hal lainnya yang dapat mengakibatkan sebuah kecelakaan fisik

    terhadap anak-anak. Mengapa Lina seperti itu ? Lina melakukan hal tersebut

    bukan tanpa alasan, dia sering diolok-olok yang berujung saling membully untuk

    menghentikan bullyan temannya tersebut Lina biasanya berucap kasar sambil

    melakukan hal-hal untuk mengancam agar temannya diam. Namun apa yang

    dilakukan tidak sepenuhnya bias menghentikan temannya namun malah

    menjadikan temannya menjauh dan pergi.

    Dalam rutinitas bermain Lina, dia hanya ada waktu sekitar 15 menit saja

    menjadi anak yang akrab dengan teman-temannya selebihnya Lina akan menjadi

    bahan olokan karena fisiknya dan ucapannya. Kasar ?menurut penulis apa yang

    dilakukan Lina tidak dapat dianggap kasar, sebab itu merupakan hal manusiawi

    yang dilakukan untuk membela diri akan tetapi cara dilakukan salah, bukan salah

    Lina namun lingkungan yang membawanya kearah yang salah. Lina sering

    berbuat seperti layaknya anak laki-laki.

    “ Hee cok menengo nyocot ae” ( “ Hee cok diam, ngomong saja “ )

    “Taekmu, ndasmu tak gorok” (“ Taik kamu, kepalamu tak penggal “)

    “ Hahaha…. Gilani raimu dewe koyok wedhos” ( “ Hahaa.. menjijikan mukamu kayak

    kambing “)

    “ Tak antem awakmu “ (“ ku lempar kamu “)

  • 56

    Kata-kata diatas merupakan kata-kata yang sering diucapkan Lina saat

    melakukan perlawanan terhadap teman-temannya.Terkadang temannya menjauhi

    Lina saat Lina sudah benar-benar marah karena yang dilakukan Lina kadang

    sangat mengkhawatirkan.

    Mengetahui hal seperti itu bagaimana dengan orang tua Lina ? Mereka

    menggap itu seperti hal lelucon yang dilakukan oleh anak-anak, ibu Lina berkata :

    “ jenenge arek cilik, dulinan tukaran iku yowes biasa malah lek kakean diseneni

    mbarai arek iku tambah njarak “

    ( Namanya anak kecil, bermain lalu berkelahi itu ya sudah biasa malah kalau

    kebanyakan dimarahi menjadikan anak itu makin menjadi )

    Surabaya, 4 Juni 2015 : 16.23 Wib

    Bukan berarti orang tua sepenuhnya tidak memperhatikan Lina, mereka

    memperhatikan Lina namun memperhatikan yang dimaksut adalah hal lain yaitu

    seperti tetap memberikan uang jajan, dan juga membelikan Lina baju. Bukan

    memperhatikan pada bagaimana sikap anaknya tersebut di lingkungan tempat

    bermainnya.

    3.4 Peran Suro dan Boyo dalam Dunia Bahasa Suroboyo.

    Tidak hanya pada fenomena nyata saja kata jancuk menjadi populer, tetapi

    juga di media kata jancuk seolah menjadi trend yang sangat kental di kota

    Surabaya. Tahukah mengenai sebuah film animasi pendek yang didalamnya

    terdapat dua tokoh utama yaitu suro dan boyo. Tokoh yang digambarkan tersebut

    adalah seekor hewan buaya dan ikan hiu, buaya ( Boyo ) dan ikan hiu ( Suro ).

    Kedua tokoh tersebut sangat menarik untuk ditonton pola tingkahnya karena

    kelucuannya, akan tetapi jika film animasi pendek tersebut diputar kemungkinan

    besar bagi penonton awam akan terperangah melihat bahasa yang digunakan.

  • 57

    Bahasa yang digunakan dalam film animasi tersebut adalah bahasa jawa dengan

    pisuannya yaitu Jancuk . hal tersebut menandakan bahwa bahasa makian

    Surabaya memang sudah melegenda dan bahkan menjadi bahasa khas kota

    tersebut.

    Dalam cerita episode “ Belajar gaya bahasa Suroboyo” pada episode cerita

    tersebut menunjukan bahwa seolah bahasa jancuk memang menunjukan identias

    kota Surabaya. Dengan cerita mengambil pertemuan dua sahabat didalam

    percakapan mereka dihitung seberapa banyak mereka mengucapkan kata jancuk

    pada setiap obrolan mereka ditelepon.Hal tersebut menunjukan bahwa kata jancuk

    suroboyoan sudah bisa diterima dikalangan masyarakat.

    Gambar 3.3 Cuplikan adegan film animasi Suro dan Boyo

    Dalam film diatas mengartikan bahwa kata makian jancuk saat ini sangat

    popular, bahkan film tersebut tersebar luas di youtube. Hal tersebut menunjukan

    bahwa film dengan menggunakan bahasa makian khas kota Surabaya dapat

  • 58

    dinikmati oleh siapa saja. Kepopuleran bahasa makian kota Surabaya tersebut

    tidak hanya ada di Surabaya saja namun kini kota-kota lain juga asyik

    menggunakan kata makian jancuk meskipun tetap pada logat pengucapannya

    berbeda dengan orang asli Surabaya.

    Akan tetapi kepopuleran kata jancuk tersebut tidak selalu menguntungkan

    sebab pada dasarnya kata tersebut tergolong kata yang tidak baik untuk digunakan

    pada saat berkomunikasi.Dulu film suro dan boyo sering diputar untuk ditonton

    oleh masyarakat, karena dalam kemasan film yang lucu dan berbentuk animasi

    sehingga mendorong anak-anak untuk tertarik menotonnya. Bahkan anak-anak

    terkadang melihatnya dengan tertawa dan sesakali menirukan apa yang diucapkan

    oleh kedua tokoh kartun tersebut.

    3.5 Pengaruh bahasa makian dalam komunikasi anak

    Bahasa memang menjadi hal yang sangat rawan dan dapat memicu

    berbagai hal jika tidak digunakan dengan baik dan sesuai dengan kaidahnya.Kata

    jancuk yang sangat ini menjadi kata makian yang popular mulai masuk dan

    dibawa oleh anak-anak dibawah umur, hal tersebut memang nyata pada

    kenyatannya.Anak-anak saat ini dengan mudah menggunakan kata tersebut

    sebagai komunikasi keseharian mereka.Kata jancuk sangat cepat dapat masuk

    dalam lingkungan dunia anak-anak sehingga membawa pengaruh buruk pada si

    anak itu sendiri. Dari mana kata tersebut dapat masuk sehingga anak-anak

    mengenal kata itu ? Tentu saja lingkungan serta pengamatan anak itu sendiri

    terhadap orang disekitarnya. Anak-anak yang pada usia saat ini memang banyak

  • 59

    yang memahami kata tersebut hanya sekedar kata biasa tanpa mereka mengerti

    tentang makna atau arti sebenarnya yang terkandung didalamnya.

    “ iyo, iyo aku wero”

    “ heh menengo sek talah, aku wero mbak, aku dikandani bapakku lek iku

    omongan elek, aku yo gaole niru jarene ayah mbek mama, mulakno aku lek nak

    omah dijiwit lek nakal ngomong ngono, dadie aku yo wedi “

    “ lek aku biasa ae akeh seng ngmong ngono tapi biasa ae, alay kon iku”

    Dialog diatas merupakan obrolan yang dilakukan oleh lina dan zahrah.

    Perilaku yang ditunjukan oleh anak dari segi bahasa atau tutur kata dan sikap

    memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap bentuk sosialisasi mereka didalam

    masyarakat.Akan tetapi dengan perilaku anak yang menyimpang tersebut banyak

    orang tua yang memilih membiarkan saja dan seolah tidak mau tau dengan sikap

    anaknya tersebut. Sehingga tidak hanya lingkungan sekitar saja akan tetapi

    pengaruh dalam pembimbingan anak di keluarga sangat dibutuhkan dan berperan.

    Sehingga orang tua memiliki peran penting pada pendidikan serta

    pengasuhan anak, pengawasan orang tua terhadap perilaku anak sangat

    diperlukan.Dalam kasus yang terjadi pada Lina sangat disayangkan.Orang tua

    Lina yang bekerja sebagai buruh bangunan dan penjaga warung menjadikan

    mereka kurang mengawasi perkembangan Lina, sehingga yang terjadi adalah

    perilaku menyimpang seorang anak. Orang tua Lina dalam keseharianya memang

    terbilang acuh dengan kondisi Lina.Ayahnya yang bekerja sebagai buruh

    bangunan biasanya berada diluar kota untuk berhari-hari, dia hanya pulang pada

    saat pekerjaannya sudah selesai sehingga peran seorang ayah kurang dia dapatkan,

    sedangkan ibunya yang sehari-hari bekerja di warung kopi lebih banyak

  • 60

    menghabiskan waktunya untuk berjualan, warung kopi milik orang tua Lina buka

    dari pukul 10 pagi sampai 12 malam bahkan bisa lebih dari 12 malam. Sedangkan

    saat Lina sepulang sekolah dia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk

    bermain diluar dan sesekali dia pergi ke warung ibunya untuk makan.Kondisi

    yang terjadi pola asuh orang tua Lina sangat kurang dalam membimbing serta

    memberikan waktu untuk anak. Mereka lebih banyak menghabiskan waktunya

    untuk bekerja, dalam hal ini faktor ekonomi sebuah keluarga juga membawa

    peran dalam pemberian pendidikan anak, ekonomi keluarga Lina yang terbilang

    menengah kebawah ikut memberikan faktor pendorong terhadap anak dalam

    proses interaksi orang tua dengan anak. Kurangnya komunikasi yang terjalin

    antara anak dengan orang tua ikut serta mempengaruhi, sehingga anak yang

    mendapatkan hal baru dari lingkungan luar tidak bisa ia tanyakan kepada orang

    tuanya sehingga anak dapat mencari jawabannya melalui orang lain. Selain itu

    kondisi orang tua yang sibuk dengan pekerjaan dan sedikit meluangkan waktunya

    untuk anak – anaknya juga dapat mempengaruhi pola berpikir anak serta

    berperilaku, sebab dalam keseharian kegiatan seorang anak kurang adanya sosok

    yang dia tirukan didalam keluarganya. Untuk mencari contoh terkadang anak-

    anak selalu melihat dilingkungan sekitar mereka.Kondisi yang terjadi saat ini pada

    lingkungan rumah lina memang sangat kurang didikan orang tua serta interaksi

    orang tua dengan anak juga kurang, oleh karena itu tidak dapat disalahkan jika

    seorang anak menjadi tidak terkendali dalam perilaku dan perkataan.Kondisi yang

    terjadi kadang banyak yang menyalah artikan perilaku anak yang menyimpang

    adalah hasil dari anak yang menirukan lingkungan bermainnya, namun anggapan

  • 61

    tersebut dapat ditepis karena adanya faktor kurangan pengawasan yang dilakukan

    oleh orang tua. Orang tua tidak hanya berperan sebagai pengayom saja namun

    juga sebagai filter atau penyaring segala sesuatu yang didapat oleh anak dari

    lingkungan luar. Pola asuh yang dilakukan oleh orang tua Lina dapat dikatakan

    kurang mendukung bahkan kurang baik sebab kedua orang tua yang ada tidak

    dapat menjalankan dengan baik fungsi orang tua terhadap anak.Kondisi yang

    terlihat tersebut dapat lebih parah lagi jika semakin kurangnya pendidikan di

    dalam keluarga.

    Terkadang orang tua tidak tahu bagaimana kondisi anak pada saat bermain

    dengan teman – temannya, bahkan orang tua memilih acuh, dalam hal ini peneliti

    menyorot kasus yang terjadi pada Lina.Orang tua yang memilih untuk acuh dan

    tidak memperhatikan perkembangan anaknya sangat disayangkan karena pada

    realita yang ada saat ini Lina seakan menjadi anak yang dipojokan oleh teman-

    temannya pada saat bermain sedangkan orang tua lina seakan tidak mau ambil

    pusing dengan kondisi anak.Fenomena yang terlihat pada kasus lina kurang

    adanya sebuah kontrol dalam keluarga sehingga seorang anak tidak mendapatkan

    pendidikan mengenai nilai kesopanan dalam bertutur kata.

    Menurut orang tua Lina mereka memang hampir tidak pernah berkomunikasi

    dengan anaknya dikarena kesibukan, sebab baginya kehidupan kondisi ekonomi mereka

    yang kurang menjadikan mereka tidak memiliki waktu yang banyak hanya untuk sekedar

    melihat perkembangan anak mereka. Akan tetapimereka mengakui bahwa tidak menyukai

    jika lina sering berkata kasar dan dengan mudah mengucapkan kata makian, namun

    menurut penuturan ibu Lina dia tidak mengetahui bahwa anaknya gemar berkata kotor

    ketika sedangan bermain dengan teman-teman sebayanya. Ketika orang tua mengetahui

  • 62

    hal tersebut terjadi padaanaknya mereka lebih sering mengatakan mengenai

    ketidaktahuan kalau pada saat anak bermain selalu mengatakan kata kotor dengan

    temannya. Dari penjelasan yang didapat dari orang tua maka disini orang tua tidak ingin

    dipersalahkan dalam pola asuh terhadap anak.

    Tanpa disadari oleh orang tua Lina bahwa kini kondisi lingkungan anaknya dapat

    dikatakan salah sebab Lina tidak mendapatkan ruang untuk sekedar bertanya dengan

    orang tuannya. Terkadang orang tua Lina juga tidak menyadari bahwa pengaruh kata

    jancuk yang sering dikatakan oleh anaknya tersebut membawa dampak yang tidak baik

    dalam sebuah komunikasi anak dilingkungan bermainnya. Mereka tidak sadar bahwa kata

    jancuk tersebut banyak memberikan dampak negatif, dan juga penurunan moral anak

    dikalangan masyarakat bebas. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa pendapat masyarakat

    luas akan mengarah pada pemikiran negatif terhadap anak tersebut, sehingga orang atau

    anak lain yang ketika itu mendengarkan ucapan anak maka tidak dapat disalahkan jika

    dalam pergaulannya dikucilkan atau dihindari karena dapat membawa pengaruh tidak

    baik.

    Saat ditanya mengenai seberapa banyak dalam sehari Lina mengucapkan kata

    jancuk, Lina enggan menjawab. Pada pertemuan pertama peneliti dengan anak yang

    bernama Lina memang terbilang memiliki jarak dan Lina pun terlihat enggan mendekat,

    akan tetapi ketika banyak teman-temannya yang ikut mendekat dia mulai mendekat dan

    memang dia hanya perlu sebentar untuk berani bertegur sapa. Dia tidak banyak berbicara

    namun dia lebih menunjukan ekspresi tingkah lakunya didepan teman-temannya.

    Menurut penuturan Zahra salah satu teman Lina, Linamemang anaknya nakal tidak hanya

    dilingkungan temapt tinggal saja namun juga disekolah mereka Lina tergolong anak yang

    nakal meskipun dia perempuan. Di sekolah Lina sering menjadi bahan olokan karena

    kenakalannya, sehingga dia jarang berbicara jika teman-temannya sedang berkumpul, dia

  • 63

    hanya melihat dan sesekali berbicara jika dia sedang diolok teman-temannya. Berbeda

    dengan Lina pada saat dilingkungan tempat tinggalnya. Lina cenderung menjadi anak

    kecil yang berani dan tidak punya rasa takut meskipun ada orang lebih dewasa yang

    memarahinya.

    Di warung orang tua Lina, dia sering menjadi bahan godaan para remaja

    tanggung yang sedang ngopi disana. Terkadang saat Lina ke warung ibunya hanya

    sekedar meminta makan ataupun uang Lina sering digoda, pada peristiwa tersebut

    digoda yang dimaksut bukan seperti halnya menggoda genit namun lebih ke

    bentuk percakapannya. Sudah banyak yang tahu bahwa Lina memang anak yang

    berani apapun yang ingin dia katakan dapat keluar begitu saja dari mulutnya.

    ” aku sering digudo mbek mas hendro lek ngopi nak ibukku, tapi aku yo

    biasa ae hendro ae kok gak wedi blas, tapi kadang yo aku meneng ae lek

    digudo, aku luweh seneng nak warung soale akeh koncoe.”

    Lina berbicara itu saat dia bermain di sekolah taman kanak-kanak dekat

    rumahnya. Pada saat berkumpul dengan teman-temanya Lina cenderung lebih

    agresif dan menunjukan bahwa dia berani, hal tersebut terlihat ketika Lina

    menguasai semua permainan yang dipakai oleh teman-temanya, sikap tersebut

    nampak ketika salah seorang temannya bernama adel yang sedang memainkan

    permainan kincir angin, dengan cepat Lina berlari dari yang tadinya dia berposisi

    di ayunan langsung berlari menuju adel dan kemudian memutarnya kencang

    sampai salah satu teman lainnya berbicara untuk menyarankan agar berhenti

    jangan diputar lagi. Lina memang menghentika permainan tersebut akan tetapi dia

    berkata ”Oo.. cok” kata tersebut keluar sambil dia meludah.

  • 64

    Menurut penuturan Lina dia spontan berbicara seperti dan mengapa selalu

    dia berkata jancuk pun dia mengatakan bahwa kata tersebut biasa saja baginya

    meskipun saat ditanya mengenai arti kata tersebut dia menjawab hanya sekedar

    miso ( pisuan ) saja. Untuk sebuah arti yang mendalam Lina hanya tau sekilas

    itupun dia hanya tahu dari orang-orang yang berada diwarung ibunya. Dia biasa

    mendengar kata jancuk seperti ini ” Jancuk cuk ngencuk ”. Itu adalah kata yang

    sering dia dengar pada saat melihat para remaja tanggung yang sedang ngopi di

    warung ibunya.

    3.6 Pemaknaan Kata Jancuk Pada Kalangan Anak-Anak

    Kata jancuk banyak dimaknai sebagai kata yang tidak layak untuk

    dikatakan didepan umum sebab dalam pengartiannya kata jancuk memiliki arti

    yang dapat dikatakan buruk atau tidak sepantasnya dikatakan saat berbicara

    dengan orang lain. Pada lingkungan anak-anak saat ini seakan kata jancuk banyak

    dijumpai namun tidak sesering seperti orang dewasa atau remaja yang

    mengatakannya. Sebab anak-anak cenderung menirukan apa yang mereka lihat

    dan dengar kemudian mereka aplikasikan dalam lingkungan bermain mereka.

    Namun pada setiap perkataan saat mengatakan kata makian jancuk ekspresi yang

    mereka keluarkan berbeda-beda. Seorang anak cenderung menggunakan kata

    jancuk dalam komunikasinya yaitu untuk keinginan ekspresi yang ingin mereka

    keluarkan karena rasa ingin mencoba.

    Pada saat bermain anak-anak memiliki kelompok-kelompok bermain

    sendiri, dalam kelompok-kelompok tersebut mereka cenderung membagi atas

  • 65

    dasar gender atau perbedaan kelamin yaitu perempuan dan laki-laki. Berikut

    pengambaran dalam pola pengelompokan teman bermain anak-anak :

    POLA PENGELOMPOKAN TEMAN BERMAIN ANAK-ANAK

    Tabel 3.1 Pengelompokan bermain anak sesuai usia

    Sumber: Olahan Penulis

    Bagan diatas menjelaskan mengenai pola pembagian teman bermain anak-

    anak berdasarkan usia, sebab anak-anak cenderung memilih teman bermain sesuai

    usia mereka atau dalam hal tersebut dapat diukur dengan tingkatan sekolah

    mereka. Pada saat bermain antara anak-anak laki-laki dengan anak perempuan

    memiliki perbedaan yang cukup jauh, dimana anak laki-laki saat bermain mereka

    cenderung membiarkan sifat mereka untuk ikut serta berbaur dengan apa adanya.

    Pada saat bermain anak-anak lebih bisa mengekspresikan apa yang mereka miliki

    dalam dirinya dan yang ingin mereka ketahui. Sehingga tidak dapat dipungkiri

    bahwa dalam sebuah kelompok bermain anak akan timbul atau hadirnya salah

    satu anak yang menjadi dominan dalam kelompok tersebut. Sebab kebanyakan

    anak-anak laki-laki memiliki sifat pemimpin yang terkadang didalamnya akan

    hadir rasa untuk memimpin dan menguasai lingkungan mereka. Berbeda halnya

    dengan anak perempuan yang saat bermain lebih menggunakan media atau bahan

    Anak Laki - Laki

    Anak laki-laki usia 6-8 tahun

    Anak laki-laki usia 9-12 tahun

    Anak Perempuan

    Anak perempuan usia 6-8 tahun

    Anak perempuan usia 9-12 tahun

  • 66

    cerita seperti : boneka, maupun menjadikan salah satu teman mereka sebagai

    objek pembicaraan, tidak heran pada hal ini jika akan keluar sifat atau naluri

    biologis yang memang sudah banyak terjadi dimana seorang anak perempuan

    lebih cenderung gemar berbicara dan bercerita. Pada saat bercerita pun mereka

    pun banyak menirukan drama-drama yang ada ditelevisi, oleh sebab itu anak-anak

    terkadang lebih mahir dan mudah menyerap apa yang mereka lihat dan dengar.

    Sehingga anak-anak cenderung dapat memperoleh suatu bahasa

    komunikasi mereka dari apa yang mereka dengar dari obyek lainnya. Makna suatu

    bahasa yang diucapkan oleh anak-anak dapat diperoleh dari keterangan yang

    mereka ucapkan dan bentuk bunyi yang mereka keluarkan saat mengatakan kata

    tersebut. Seperti halnya pada kata jancuk, anak-anak cenderung mengetakan kata

    tersebut dari apa yang mereka dengar dari orang lain kemudian rasa keingintahuan

    mereka yang besar maka akan memunculkan rasa penasaran dan mencoba

    mengatakan kata jancuk. Pada kenyataanya anak-anak cenderung mengartikan

    kata jancuk tersebut sebagai kata makian biasa seperti : taik, jangkrik dan lainnya,

    berikut kata makian yang kerap dikatakan oleh anak-anak saat bermain :

    Data kata makian yang sering diucapkan oleh anak-anak

    Usia / L&P Kata Pengucapan

    Sebenarnya

    Pengucapan

    Fakta

    L : 6–8 Tahun - Jancuk

    - Jankrik

    - Taik

    / Jancuk /

    / Jangkrik /

    / Taik /

    / Jancok, cok /

    / Jangkrek, krek

    /

    / Taek /

  • 67

    L:9–12 Tahun - Jancuk

    - Jangkrik

    - Asu

    - Jamput

    / Jancuk /

    / Jangkrik /

    / Asu /

    / Jamput /

    / Jancok /

    / Jangkrek /

    / Assu /

    / Jampot /

    P :6–8 Tahun - Jancuk

    - Taik

    / Jancuk /

    / Taik /

    / Jancok /

    / Taek /

    P:9–12 Tahun - Jancuk

    - Taik

    / Jancuk /

    / Taik /

    / Jancok /

    / Taek /

    Tabel 3.1 Data Kata Makian

    Keterangan :

    L = Laki – Laki

    P = Perempuan

    Data diatas menjelaskan mengenai kata makian yang kerap digunakan oleh

    anak-anak saat ini, dan sesuai dengan data diatas kata makian yang digunakan

    diambil dari lingkungan bermain mereka, kelompok – kelompok bermain mereka

    yang digolongkan dari ukuran usia, kemudian menghasilkan data diatas yang

    menunjukan bahwa anak-anak kerap mengatakan hal tersebut sedang bermain

    biasa, sehingga makna yang dihasilkan oleh adanya pengucapak kata makian

    jancuk tersebut seolah menjadi kata biasa atau kata tambahan dalam

    berkomunikasi, lain lagi jika kata makian tersebut diucapkan pada situasi yang

    berbeda, semisal munculnya rasa kebencian anak-anak terhadap teman

    sepermainannya kemudian rasa marah dan sebagainya, maka kata tersebut

  • 68

    memiliki makna yang berbeda. Saat bermain pun anak-anak memiliki lingkungan

    sendiri dan bentuk bahasa komunikasi yang berbeda, saat bermain dengan teman

    sesama laki – laki maka kata makian tersebut cenderung lebih banyak memiliki

    peran dalam penyambung komunikasi mereka. Faktanya anak – anak saat ini

    seakan terbiasa dalam mengucapkan kata tersebut. Hal tersebut terjadi karena

    adanya keterbiasaan dengan kondisi dan situasi serta lingkungan seorang anak

    saat bermain. Berbeda halnya dengan anak perempuan yang bermain dengan

    sesama jenisnya maka yang dihasilkan adalah bentuk komunikasi ringan yang

    katakan seperti halnya anak perempuan yang gemar bermain dengan mengolah

    kata untuk membuat sebuah drama. Namun disisi lainnya saat dilihat saat anak

    perempuan bermain dengan anak laki – laki maka betuk komunikasi yang mereka

    hasilkan berbeda lagi. Mereka cenderung mengikuti situasi yang dibuat oleh anak

    laki – laki , anak perempuan cenderung akan mengucapakan kata makian jika

    mereka saling meledek dan bercanda terkadang juga terdapat situasi yang benar-

    benar menunjukan rasa ketidaknyamanan saat bermain dilingkungan anak

    perempuan. Oleh sebab itu makna kata jancuk dapat berubah – ubah sesuai

    dengan kondisi dan situasi yang dibuat oleh pelaku dan juga bentuk mengucapan

    mereka yang dipengaruhi oleh adanya rasa suasana hati anak-anak. Akan tetapi

    dalam pengartiannya kata jancuk tetap memiliki arti yang sama namun makna

    yang berbeda.

  • 69