isu dan permasalahan remaja serta implikasinya dalam pendidikan
TRANSCRIPT
Isu dan Permasalahan Remaja serta Implikasinya dalam Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Remaja seringkali dianggap sebagai kelompok yang “aneh”, karena
dalam kehidupannya kelompok ini sering menganut kaidah-kaidah dan nilai-
nilai yang berbeda atau bertentangan dengan kaidah-kaidah dan nilai yang
dianut oleh orang dewasa terutama orang tuanya. Dilihat dari demensi usia
dan perkembangannya, nampak bahwa kelompok ini tergolong pada
kelompok “tradisional” (masa peralihan) dalam pengertian remaja
merupakan
decade yang bersifat sementara yaitu rentang waktu antara usia anak-
anak dengan usia dewasa, sehingga bisa dipahami bahwa pada setiap
periode transisi selalu ada gejolak dan badai yang menyertai perubahan.
Dan masa transisi ini pulalah yang mengakibatkan remaja setelah
mengalami gejolak dalam mencari identitasnya, meskipun gejolak pada
setiap remaja memiliki kuantitas dan kualitas yang berbeda.
Perkembangan kepribadian seseorang termasuk remaja merupakan hasil
hubungan dan pengaruh timbal balik secara terus menerus antara pribadi
dengan lingkungannya, lingkungan sosial bagi kelompok remaja merupakan
sumber inspirasi yang dapat memberikan kekuatan dan kekuatan fisik
maupun kesehatan mental yang dapat merupakan upaya mencegah
timbulnya gangguan perkembangan kepribadian.
Kegagalan remaja dalam melakukan tugas perkembangannya termasuk
dalam menjalin hubungan dengan lingkungan sosialnya sering menimbulkan
konflik-konflik internal maupun konflik yang terjadi antar individu dan
kelompok yang mengarah pada munculnya perilaku menyimpang atau
kenakalan remaja. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada dasarnya perilaku
menyimpang atau kenakalan yang sering muncul pada kelompok remaja
sebenernya merupakan kompensasi dari segala kekurangan dan kegagalan
yang dialaminya.
Memperhatikan permasalahan yang mungkin timbul dalam kehidupan
masa remaja, pemahaman dan pemecahannya harus dilakukan secara
interdisipliner dan antarlembaga. Meskipun demikian, pendekatan dan
pemecahannya dari pendidikan merupakan salah satu jalanyang paling
strategis, karena bagi sebagian besar remaja bersekolah dengan para
pendidik, khususnya para gurulah, mereka itu paling banyak mempunyai
kesempatan berkomunikasi dan bergaul.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang dapat diambil dari pemaparan makalah ini yaitu:
1. Siapakah remaja itu?
2. Apa saja permasalahan yang timbul pada masa remaja?
3. Apa saja bentuk penyimpangan remaja?
4. Bagaimanakah implikasinya bagi pendidikan?
C. TUJUAN PENULISAN
Dengan disusunnya makalah ini, penulis dapat menyimpulkan tujuan dari
tulisan ini, diantaranya :
1. Mengetahui karakteristik remaja.
2. Mengetahui berbagai permasalahan yang timbul pada masa remaja.
3. Mengetahui bentuk penyimpangan remaja.
4. Mengetahui implikasi isu dan permasalahan remaja tersebut dalam
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Remaja
Secara umum, remaja merupakan bagian dari masyarakat yang di
kemudian hari akan bertanggung jawab terhadap kemajuan suatu bangsa.
Seorang remaja ialah individu yang berusia sekitar 13- 21 tahun, dengan
periode perkembangan sejak berakhirnya masa anak sampai datangnya
awal masa dewasa atau lebih dikenal dengan periode peralihan. Dapat
dikatakan bahwa sikap remaja saat ini masih dalam tahap mencari jati diri
atau mencari identitas dari dirinya. Jati diri yang dicari oleh seorang remaja
berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya di dalam
masyarakat. Sehingga mereka berupaya untuk menentukan sikapnya agar
mencapai ke tingkat yang dinamakan dewasa. Namun, pada kenyataannya,
saat perkembangan remaja menuju tahap dewasa, mereka tidak selalu
dapat menunjukkan siapa dirinya dan apa kontribusi yang dapat
dilakukannya dalam masyarakat. Hal ini mungkin dapat terjadi karena
banyak faktor yang dapat berpengaruh pada diri individu semasa ia kecil,
baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan masyarakat pada saat ia
berkembang.
Padahal, jikalau perkembangan masa kecil individu berjalan dengan baik,
maka kemungkinan pada tahapan perkembangan selanjutnya ia tidak akan
mengalami permasalahan yang berarti dalam usahanya untuk menyesuaikan
dirinya terhadap lingkungan. Berkaitan dengan usaha penyesuaian diri ke
arah dewasa, biasanya para remaja mengalami kegalauan untuk
menemukan konsep dirinya, karena kebanyakan mereka belum menemukan
status dirinya secara utuh. Saat konsep diri negatif yang menjadi acuan
seseorang, maka jelas dapat dipastikan bahwa remaja tersebut akan
menghasilkan perilaku yang negatif yang erat kaitannya dengan
penyimpangan yang terjadi pada masa remaja.
B. Permasalahan yang Timbul Pada Masa Remaja
Laju proses perkembangan perilaku dan pribadi itu dipengaruhi oleh tiga
faktor dominan, yaitu faktor bawaan (heredity), kematangan (maturation),
dan lingkungan (environment) termasuk belajar dan latihan (training and
learning). Ketiga faktor dominan utama itu senantiasa bervariasi yang
mungkin dapat menguntungkan atau menghambat atau membatasi lajunya
proses perkembangan tersebut.
Oleh karena garis lintasan perpindahan dari awal sampai akhir masa
remaja itu tidaklah selalu berjalan lurus dan mulus, tetapi mungkin
sebaliknya berliku-liku yang bergantung atas variasi salah satu atau
beberapa dari ketiga faktor dominan tersebut. Liku-liku perkembangan yang
ekstrem merupakan masalah yang tidak mudah diatasi, baik oleh individu
yang bersangkutan maupun oleh masyarakat secara keseluruhan. Beberapa
diantaranya ialah berikut ini :
1. Masalah-masalah yang mungkin timbul berhubungan dengan
perkembangan fisik dan psikomotorik, misalnya :
a. Adanya variasi yang mencolok dalam tempo dan irama serta kepesatan laju
perkembangan fisik antarindividual atau kelompok (wanita lebih cepat
sekitar 1-2 tahun dari pria) dapat menimbulkan kecanggungan-
kecanggungan bergaul satu sama lain.
b. Perkembangan ukuran-ukuran tinggi dan berat badan yang kurang
proporsional, juga dapat membawa ekses psikologis tertentu, umpamanya
munculnya nama-nama cemoohan (nickname) si congcorang, si gendut, dan
sebagainya. Yang lebih jauh lagi dapat membawa kea rah self-rejection
karena bodu-image-nya tidak sesuai dengan self-picture yang
diharapkannya.
c. Perubahan suara dan peristiwa menstruasi dapat juga menimbulkan gejala-
gejala emosional tertentu seperti perasaan malu.
d. Matangnya organ reproduksi, membutuhkan pemuasan biologis, kalau tidak
terbimbing oleh norma-norma tertentu dapat mendorong remaja melakukan
masturbasi, homo-sexual, atau mencoba heterosexual yang mungkin
berakibat lebih jauh lagi berkembang penyakit kelamin, di samping
merupakan pelanggaran atas norma kesusilaan.
2. Masalah-masalah yang mungkin timbul berhubungan dengan
perkembangan bahasa dan perilaku kognitif.
a. Bagi individu-individu tertentu, mempelajari bahasa asing bukanlah hal yang
menyenangkan. Kelemahan-kelemahan dalam fonetik misalnya, juga dapat
merupakan bahan semacam cemoohan, yang bukan mustahil berakibat
sikap negatif terhadap pelajaran dan guru bahasa asing yang bersangkutan,
benci pelajarannya dan juga terhadap gurunya.
b. Intelegensi juga merupakan kapasitas dasar belajar, bagi yang dianugerahi
IQ yang tinggi (superior) atau di bawah rata-rata (slow learners), kalau
kurang bimbingan yang memadai akan membawa ekses psikologis
(underachiever-prestasinya di bawah kapasitasnya karena malas atau nakal ;
inferiority conflex – rasa rendah diri karena tidak pernah mastery atau
mencapai hasil yang diharapkan dalam belajarnya).
c. Kadang-kadang terjadi ketidakselarasan, antara keinginan dan minat
seseorang dengan bakat khusus (aptitudes)-nya, sering membawa kesulitan
juga dalam memilih program/jurusan/jenis sekolah yang akan dimasukinya.
Banyak kegagalan studi mungkin bersumber pada pilihan yang kurang tepat
ini.
3. Masalah yang timbul berhubungan dengan perkembangan perilaku
sosial, moralitas, dan keagamaan.
a. Keterikatan hidup dalam gang (peers group) yang tidak terbimbing mudah
menimbulkan junevile delinquency (kenakalan remaja) yang berbentuk
perkelahian antar-kelompok, pencurian, perampokan, prostitusi, dan bentuk-
bentuk perilaku antisocial lainnya.
b. Konflik dengan orang tua, yang mungkin berakibat tidak senang di rumah,
bahkan minggat (melarikan diri dari rumah).
c. Melakukan perbuatan-perbuatan yang justru bertentangan dengan norma
masyarakat atau agamanya, seperti mengisap ganja, narkotika dan
sebagainya.
4. Masalah yang timbul berhubungan dengan perkembangan perilaku
afektif, konatif dan kepribadian.
a. Mudah sekali digerakkan untuk melakukan gerakan atau kegiatan
dekstruktif yang spontan untuk melampiaskan ketegangan instutif
emosionalnya meskipun ia tidak mengetahui maksud yang sebenarnya dari
tindakan-tindakannya itu. Mudah terlibat kegiatan-kegiatan masa remaja.
b. Ketidakmampuan menegakkan kata hatinya membawa akibat sukar
terintregasikan dan sintesis fungsi-fungsi psikofisiknya, yang berlanjut akan
sukar pula menemukan identitas pribadinya. Ia akan hidup dalam suasana
adolencentimes (remaja yang berkepanjangan) meskipun usianya sudah
menginjak dewasa.
Ketika memasuki masa pubertas, setiap anak telah mempunyai sistem
kepribadian yang merupakan pembentukan dari perkembangan selama ini.
Di luar sistem kepribadian anak seperti perkembangan ilmu pengetahuan
dan informasi, pengaruh media massa, keluarga, sekolah, teman sebaya,
budaya, agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat diabaikan dalam
proses pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali
berbagai faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling
berbenturan nilai.
1. Kutub Keluarga ( Rumah Tangga)
Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa
anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak
baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan
kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang
lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam
keluarga sehat/harmonis (sakinah).
Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain:
a. Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)
b. Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan
anak di rumah
c. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak
baik (buruk)
d. Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk
materi daripada kejiwaan (psikologis).
Selain daripada kondisi keluarga tersebut di atas, berikut adalah rincian
kondisi keluarga yang merupakan sumber stres pada anak dan remaja,
yaitu:
a. Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu
b. Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga
c. Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orangtua atau oleh
kakek/nenek
d. Sikap orangtua yang dingin dan acuh tak acuh terhadap anak
e. Sikap orangtua yang kasar dan keras kepada anak
f. Campur tangan atau perhatian yang berlebih dari orangtua terhadap anak
g. Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri lain
h. Sikap atau kontrol yang tidak konsisiten, kontrol yang tidak cukup
i. Kurang stimuli kongnitif atau sosial
j. Lain-lain, menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang
tua, dan lain sebagainya.
Sebagaimana telah disebutkan di muka, maka anak/remaja yang dibesarkan
dalam keluarga sebagaimana diuraikan di atas, maka resiko untuk
berkepribadian anti soial dan berperilaku menyimpang lebih besar
dibandingkan dengan anak/maja yang dibesarkan dalam keluarga yang
sehat/harmonis (sakinah).
2. Kutub Sekolah
Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar
anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak
didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik
tersebut, antara lain;
a. Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
b. Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
c. Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
d. Kesejahteraan guru yang tidak memadai
e. Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti
yang kurang
f. Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya.
3. Kutub Masyarakat (Kondisi Lingkungan Sosial)
Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat
merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku
menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian,
yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah
rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara
lain:
a. Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan)
1) Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini
hari
2) Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
3) Pengangguran
4) Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
5) Wanita tuna susila (wts)
6) Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya
pornografis dan kekerasan
7) Perumahan kumuh dan padat
8) Pencemaran lingkungan
9) Tindak kekerasan dan kriminalitas
10) Kesenjangan sosial
b. Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas)
1) Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya
2) Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal
3) Kebut-kebutan
4) Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan
5) Perkosaan
6) Pembunuhan
7) Tindak kekerasan lainnya
8) Pengrusakan
9) Coret-coret dan lain sebagainya
Kondisi psikososial dan ketiga kutub diatas, merupakan faktor yang kondusif
bagi terjadinya kenakalan remaja.
C. Bentuk – Bentuk Perilaku Menyimpang Remaja
Berdasarkan permasalahan remaja yang telah dipaparkan sebelumnya,
maka dapat dispesifikasikan bentuk- bentuk perilaku menyimpang atau
kenakalan remaja yang dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu:
1. Delikuensi Individual
Adalah perilaku menyimpang yang berupa tingkah laku kriminal yang
merupakan gejala personal dengan ciri khas “jahat“ yang disebabkan oleh
prodisposisi dan kecenderungan penyimpangan tingkah laku psikopat,
neourotis, dan antisosial. Penyimpangan perilaku ini dapat diperhebat
dengan stimuli sosial yang buruk, teman bergaul yang tidak tepat dan kodisi
kultural yang kurang menguntungkan. Perilaku menyimpang pada tipe ini
seringkali bersifat simptomatik karena muncul dengan disertai banyaknya
konflik-konflik intra psikis yang bersifat kronis dan disintegrasi pribadi.
2. Delinkuensi Situasional
Bentuk penyimpangan perilaku tipe ini pada umumnya dilakukan oleh
anak-anak dalam klasifikasi normal yang dapat dipegaruhi oleh berbagai
kekuatan situasional baik situasi yang berupa stimuli sosial maupun
kekuatan tekanan lingkungan teman sebaya yang semuanya memberikan
pengaruh yang “menekan dan memaksa“ pada pembentukan perilaku
menyimpang. Penyimpangan perilaku dalam bentuk ini seringkali muncul
sebagai akibat transformasi kondisi psikologis dan reaksi terhadap pengaruh
eksternal yang bersifat memaksa. Dalam kehidupa remaja situasi sosial
eksternal yang menekan, terutama dari kelompok sebaya dapat dengan
mudah mengalahkan unsure internal yang berupa pikiran sehat, peraaan
dan hati nurani sehingga memunculkan tingkah laku delinkuen situasional.
3. Delinkuensi Sistematik
Perbuatan menyimpang dan kriminal pada anak-anak remaja dapat
berkembang menjadi perilaku menyimpang yang disestematisir, dalam
bentuk suatu organisasi kelompok sebaya yang berperilaku seragam dalam
penyimpangan. Kumpulan tingkah laku yang menyimpang yang
disestematisir dalam pengaturan status, norma dan peranan tertentu kan
memunculkan sikap moral yang salah dan justru muncul rasa kebanggaan
terhadap perbedaan-perbedaan dengan norma umum yang berlaku.
Semua perilaku menyimpang yang seragam dilakukan oleh anggota
kelompok ini kemudian dirasionalisir dan dilakukan pembenaran sendiri oleh
seluruh anggota kelompok, sehingga perilaku menyimpang yang dilakukan
menjadi terorganisir dan sistematis sifatnya. Dorongan berperilaku
menyimpang pada kelompok remaja terutama muncul pada saat kelompok
remaja ini dalam kondisi tidak sadar atau setengah sadar, karena berbagai
sebab dan berada dalam situasi yang tidak terawasi oleh kontrol diri dan
kontrol sosial. Lama kelamaan perilaku menyimpang ini diulang dan diulang
kembali, dan kemudian dirasakan enak dan menyenangkan yang kemudian
diprofesionalisasikan yang pada akhirnya kemudian digunakan untuk
menegakkan gengsi diri secara tidak wajar.
4. Delinkuensi Komulatif
Pada hakekatnya bentuk delikuensi ini merupakan produk dari konflik
budaya yang merupakan hasil dari banyak konflik kultural yang kontroversial
dalam iklim yang penuh konflik.
Perilaku menyimpang tipe ini memiliki ciri utama, yaitu:
a. Mengandung banyak dimensi ketegangan syaraf, kegelisahan batin, dan
keresahan hati pada remaja, yang kemudian disalurkan dan
dikompensasikan secara negatif pada tindak kejahatan dan agresif tak
terkendali.
b. Merupakan pemberontakan kelompok remaja terhadap kekuasaan dan
kewibawaan orang dewasa yang dirasa berlebihan. Untuk dapat
menemukan identitas diri lewat perilaku yang melanggar norma sosial dan
hukum.
c. Diketemukan adanya banyak penyimpangan seksual yang disebabkan oleh
penundaan usia perkawinan, jauh sesudah kematangan biologis tercapai dan
tidak disertai oleh kontrol diri yang kuat, hal ini bisa terjadi karena sulitnya
lapangan pekerjaan ataupun sebab-sebab yang lain.
d. Banyak diketemukan munculnya tindak ekstrem radikal yang dilakukan oleh
kelompok remaja, yang mengganggu dan merugikan kehidupan masyarakat,
yaitu cara untuk memenuhi kebutuhan yang dilakukan dengan
menggunakan cara-cara kekerasan, penculikan, penyadaran dan
sebagainya.
Dengan mencermati bentuk perilaku menyimpang yang dilihat dari
dimensi penyebabnya, maka secara fisik wujud dari perilaku menyimpang
dapat berupa perilaku sebagai berikut :
a. Main kebut-kebutan di jalan perhitungan bahwa hal tersebut mengganggu
keamanan, keselamatan dan membahayakan jiwa diri sendiri maupun orang
lain.
b. Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan dan perilaku-perilaku lain yang
mengacaukan lingkungan sekitar. Hal ini sering dilakukan sebagai akibat
kelebihan energy dan dorongan primitive yang tak terkendali, serta upaya
mengisi waktu luang tanpa bimbingan orang dewasa.
c. Perkelahian antar individu, antar gang, antar kelompok, antar sekolah
ataupun antar suku, yang kesemuanya menunjukan akibat negatif.
d. Membolos sekolah dan bergelandangan sepanjang jalan atau bersembunyi
di tempat terpencil sambil melakukan berbagai eksperimen perilaku sosial.
e. Perilaku kriminalitas, yang berupa perbuatan mengancam, intimidasi
memeras, merampas dan sebagainya.
f. Berpestapora sambil mabuk-mabukan dan melakukan perbuatan seks bebas
yang mengganggu ligkungan.
g. Perkosaan dan agresifitas sosial atau pembunuhann karena motif seksual
atau didorong oleh reaksi-reaksi konpensatoris dan peranan inferior yang
menuntut pengakuan diri.
h. Kecanduan dan ketagihan obat terlarang yang erat kaitannya dengan tindak
kejahatan.
i. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan dengan taruhan yang
mengakibatkan ekses kriminalitas.
j. Perbuatan anti sosial dan a sosial yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan
pada anak-anak remaja simptomatik, neourotik dan gangguan jiwa lain.
k. Penyimpangan-penyimpangan perilaku lain yang disebabkan oleh kerusakan
pada karakter anak yang menuntut kompensasi disebabkan oleh organ-
organ yang inferior.
D. Implikasinya bagi PendidikanMemperhatikan permasalahan yang mungkin timbul dalam kehidupan
masa remaja, sudah jelas kata Conger (197:ix) pemahaman dan
pemecahannya harus dilakukan secara interdisipliner dan antarlembaga.
Meskipun demikian, pendekatan dan pemecahannya dari pendidikan
merupakan salah satu jalan yang paling strategis karena bagi sebagian
besar remaja bersekolah dengan para pendidik, khususnya gurulah, mereka
itu paling banyak mempunyai kesempatan berkomunikasi dan bergaul.
Di antara usaha-usaha pembinaan, sekurang-kurangnya untuk
mengurangi kemungkinan tumbuhnya permasalahan tersebut di atas, dalam
rangka kegiatan pendidikan yang dapat dilakukan para pendidik umumnya
dan para guru khususnya, ialah:
(a) Untuk memahami dan mengurangi permasalahan yang berhubungan
dengan perkembangan fisik dan perilaku psikomotorik, antara lain:
(1) Seyogiannya dalam program dan kegiatan pendidik tertentu, diadakan
program dan perlakuan layanan khusus bagi siswa remaja pria dan wanita
(misalnya, dalam pelajaran anatomi dan fisiologi dan pendidikan olahraga)
yang diberikan pula oleh para guru yang dapat menyelenggarakan
penjelasan nya dengan penuh dignity;
(2) Disamping itu melalui bentuk-bentuk pendidikan secara formal tersebut,
kiranya dapat pula diadakan diskusi atau panel atau ceramah tamu tentang
pendidikan jenis (sex education), bahaya-bahaya dari perilaku menyimpang
dalam pemuasan kehidupan seksual (masturbasi, onani, prostitusi, dan
sebagainya) terhadap kesehatan serta perkembangan jasmani dan rohani
yang sehat;
(3) Role playing, akan sangat tepat untuk mengurangi ekses sosial dari
perkembangan fisik dan perilaku psikomotorik, yang sebenarnya merupakan
hal wajar (natural) terjadi tidak perlu merupakan keanehan yang baru
ditabukan secara berlebihan.
(b) Untuk memahami dan mengurangi kemungkinan timbulnya permasalahan
yang berhubungan dengan perkembangan bahan perilaku kognitif, antara
lain:
(1) Kepada para guru bidang studi tertentu seperti bahasa asing, matematika,
seni suara, dan olahraga, tampaknya dituntut pemahaman yang mendalam
dan perlakuan layanan perndidikan dan bimbingan kebijaksanaan sehingga
siswa-siswa remaja yang biasanya mengalami kesulitan dan kelemahan
tertentu dalam bidang-bidang studi yang sensitif tersebut tidak menjurus
kepada situasi-situasi frustasi yang mengandung lahirnya reaksi-reaksi
mekanisme pertahanan diri atau defence mechanism atau sikap-sikap dan
tindakan-tindakan yang negatif destruktif, baik terhadap bidang studinya
maupun gurunya;
(2) Penggunaan strategi belajar-mengajar yang tepat (individualize atau small
group based instruction) untuk membantu siswa-siswa yang tepat (the
accelerated students), dan yang lambat (the slow leaners) misalnya
menggunakan sistem belajar modul;
(3) Penjurusan atau pemilihan dan penentuan program studi seyogyanya
memperhitungkan segala aspek selengkap mungkin dengan data atau
informasi secermat mungkin yang menyangkut kemampuan dasar
intelektual (iq), bakat khusus (aptitudes), di samping aspirasi atau keinginan
orangtuanya dan siswa yang bersangkutan.
b) Untuk memahami dan mengurangi kemungkinan timbulnya permasalahan
yang berhubungan dengan perkembangan perilaku social, moralitas dan
kesadaran hidup atau penghayatan keagamaan, antara lain:
1) Diusahakan terciptanya suasana dan tersedianya fasilitas yang
memungkinkan terbentuknya kelompok-kelompok perkumpulan remaja yang
mempunyai tujuan-tujuan dan program-program kegiatan yang positif
konstruktif berdasarkan minat, keolahragaan, kesenian, keagamaan, hobi,
kelompok belajar atau seperti diskusi, yang diorganisasikan oleh mereka
sendiri dengan guidance dari para pendidik seperlunya;
2) Diaktifkannya rumah dengan sekolah (parent-teacher association) untuk
saling mendekatkan dan menyelaraskan system nilai yang dikembangkan
dan cara pendekatan terhadap siswa remaja serta sikap dan tindakan
perlakuan layanan yang diberikan dalam pembinaannya;
3) Pertemuan dan kerja sama antarkelembagaan yang mempunyai tugas dan
kepentingan yang bersangkutan dengan kehidupan remaja secara rasional
(sekolah, lembaga keagamaan, lembaga kesehatan, lembaga keamanan,
lembaga pengabdian kanak-kanak, lembaga konsultasi psikologis, guidance
and consulting centre, jawatan sosial, jawatan penempatan tenaga kerja,
lembaga kesehatan mental, dan sebagainya), tampaknya akan sangat
bermanfaat dalam rangka membantu para remaja mengembangkan
program-program pembinaan minat, karier, dan aktifitas lainnya.
c) Untuk memahami dan mengurangi kemungkinan timbulnya permasalahan
yang berhubungan dengan perkembangan fungsi-fungsi konatif, afektif, dan
kepribadian, antara lain:
1) Sudah barang tentu jalan yang paling strategis untuk ini ialah apabila para
pendidik terutama para orang tua dan guru dapat menampilkan pribadi-
pribadinya yang dapat merupakan objek identifikasi sebagai pribadi idola
para remajanya;
2) Pemberian tugas-tugas yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab,
belajar menimbang, memilih dan mengambil keputusan atau tindakan yang
tepat akan sangat menunjang bagi pembinaan kepribadiannya.
BAB III
A. KESIMPULAN
Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus
perkembangan individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan
kepada perkembangan masa dewasa yang sehat (Konopka, dalam Pikunas,
1976; Kaczman & Riva, 1996).
Apabila gagal dalam tugas perkembangannya, dalam mengembangkan
rasa identitasnya. Maka remaja akan kehilangan arah. Dampaknya remaja
akan mengembangkan perilaku menyimpang (delinquent) melakukan
kriminalitas atau menutup diri (mengisolasi diri) dari masyarakat karena
tidak menduduki posisi yang harmonis dalam masyarakat. Faktor-faktor yang
dapat menentukan gagal atau berhasilnya tugas perkembangan tersebut,
ada 3 yakni : Kutub Keluarga, Kutub Sekolah, dan Kutub Masyarakat.
B. REKOMENDASIPendekatan dan pemecahannya dari pendidikan merupakan salah satu
jalan yang paling strategis untuk mengatasi delikuensi pada remaja karena
sebagian besar remaja yang bersekolah dengan para pendidik mempunyai
paling banyak kesempatan berkomunikasi dan bergaul. Metode untuk
mengatasi delikuensi pada remaja yaitu mengatasi masalah-masalah yang
dapat mengakibatkan delikuensi pada remaja, contohnya perkembangan
fisik dan psikomotorik, perkembangan bahasa dan perilaku kognitif,
perkembangan perilaku sosial, moralitas, dan keagamaan, perkembangan
perilaku afektif, konatif dan kepribadian.
D. MANFAAT PENULISAN
Dari tujuan yang diharapkan penulis dalam makalah ini, dapat ditarik
beberapa manfaat baik untuk pembaca maupun penulis sendiri, yaitu:
1. Bagi Pembaca
Jika penulisan makalah ini dirasakan dapat menambah pengetahuan
tentang isu dan permasalahan remaja serta implikasinya terhadap
pendidikan, diharapkan pembaca dapat lebih memahami isi dari makalah
ini.
2. Bagi Penulis
Penulisan karya tulis ini mejadi suatu pembelajaran, sebagai
pengetahuan kami untuk lebih mengetahui berbagai isu dan permasalahan
remaja.