islam dan negara: polarisasi pemikiran politik...
TRANSCRIPT
ISLAM DAN NEGARA: POLARISASI PEMIKIRAN
POLITIK ISLAM DALAM PILKADA DKI JAKARTA
2017
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh
Muhammad Alfrad Rusyd
1111112000052
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
ISLAM DAN NEGARA: POLARISASI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
DALAM PILKADA DKI JAKARTA 2017
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Mei 2018
Muhammad Alfrad Rusyd
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Muhammad Alfrad Rusyd
NIM : 1111112000052
Program Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
ISLAM DAN NEGARA: POLARISASI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
DALAM PILKADA DKI JAKARTA 2017
dan telah memenuhi persyaratan untuk d
Jakarta, 20 Mei 2018
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Ilmu Politik,
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Dr. Nawiruddin, M.Ag
NIP: 197010132005011003 NIP: 197201052001121003
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
ISLAM DAN NEGARA: POLARISASI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
DALAM PILKADA DKI JAKARTA 2017
oleh
Muhammad Alfrad Rusyd
1111112000052
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal . Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada
Program Studi Ilmu Politik.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Suryani, M.Si
NIP: 197010132005011003 NIP:197704242007102003
Penguji I Penguji II
Dr. Sirojuddin Aly, M.A Adi Prayitno M.Si
NIP: 195406052001121001 NIP: -
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 7 Juni 2018
Ketua Program Studi
Ilmu Politik,
Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP: 197010132005011003
v
ABSTRAK
Penggunaan isu agama pada kontestasi politik seperti pilkada bukanlah hal
yang baru dalam pilkada DKI Jakarta, dimana masyarakat DKI Jakarta memiliki
tingkat heterogenitas yang cukup tinggi baik suku, agama, dan ras,
penyelenggaraan pilkada DKI Jakarta 2017 diikuti oleh 3 pasangan calon kandidat
adalah sebagai berikut: 1. Agus Harimurti Yudhoyono-Sylvia Murni, 2. Basuki
Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan 3. Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga
Salahuddin Uno. Beberapa hal yang melatarbelakangi muculnya polarisasi adalah,
adanya calon kandidat yang berbeda agama dari beberapa calon lainnya, yang
membuat isu-isu kepemimpinan dalam agama kembali dimunculkan, hal ini
menjadi sebuah perdebatan dan kondisi yang beragam, perdebatan tersebut
dihadapkan dengan kondisi dan norma Islam di Indonesia yang memiliki
pandangan inklusif dan demokratis, sehingga hal ini menghasilkan sebuah sikap
penolakan dari kelompok-kelompok Islam. Beberapa faktor lain yang menunjang
hadirnya polarisasi pemikiran politik dalam Islam, adalah perbedaan sikap dan
pendapat keagamaan yang dihasilkan oleh lembaga dan ormas-ormas Islam dalam
bentuk himbauan keagamaan dan fatwa.
Pergolakan pemikiran tersebut, sesungguhnya menghasilkan tambahan
norma inklusifitas dalam Islam, karena tidak ada pertentangan antara ajaran Islam
dan konstitusi negara selama itu tidak merugikan bagi kelompoknya, hal ini
menjadi norma yang dianut oleh kelompok Islam akomodasionis, pandangan
mereka mengafirmasi kepemimpinan non-muslim, yang menyebabkan kelompok
Islam fundamentalis hampir kehilangan legitimasinya dalam penafsiran tentang
al-Ma‟idah ayat 51, akan tetapi beredarnya rekaman video yang isinya dianggap
menista agama, justru hal ini semakin memperkuat obsesi kelompok Islam
fundamentalis untuk menolak memilih calon yang berbeda agama dan menista
agama yang mana dengan segala fenomena itu terakumulasi dan mempengaruhi
masyarakat DKI Jakarta, sehingga memicu kekalahan Calon Gubernur incumbent.
Berbeda dengan kedua kelompok sebelumnya, pandangan kelompok Islam
reformis beranggapan bahwa kepemimpinan dalam Islam selama tidak
bertentangan terhadap aspek keIslaman akan selalu diterima selama aspek
kenegaraan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Kemudian respon
menurut Islam reformis mengenai pidato tersebut hanyalah sebagai contoh
pendidikan yang kurang baik. Dengan demikian Pilkada DKI Jakarta secara tidak
langsung memunculkan polarisasi pemikiran politik Islam dari tiga spektrum,
yaitu kelompok fundamentalis, reformis dan akomodasionis.
Kata kunci: polarisasi, pilkada, kepemimpinan non-muslim, Islam dan negara
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Tak lupa Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada
Rasullah Muhammad SAW. karena berkat beliaulah kita bisa seperti sekarang ini.
Setelah melewati tahapan dan prosenya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Islam dan Negara: Polarisasi Pemikiran
Politik dalam Pilkada DKI Jakarta 2017” penulisan skripsi ini sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultasa Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses menyelesaikan penelitian ini sehingga dapat menjadi sebuah
skripsi, banyak pihak dan lembaga yang turut membantu penulis sebagai perantara
dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Dengan segala kerendahan hati penulis
mohon maaf apabila tidak dapat menyebutkan nama mereka satu-persatu pada
bagian ini. Namun demikian penulis harus mengucapkan terima kasih kepada
beberapa diantara mereka yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Zulkifli, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Iding Rosyidin, S.Ag., M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu
Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Ibu Suryani, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
4. Kepada dosen pembimbing Dr. Nawiruddin, M.Ag. yang telah bersedia
menerima penulis sebagai mahasiswa bimbingannya untuk
menyelesaikan proses penelitian skripsi ini, serta Ibu Haniah Hanafie
yang juga turut membimbing serta membantu penulis dalam
menyelesaikan proses penelitian skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimakasih atas bimbingan
dan semangat intelektual dalam mentransfer ilmu kepada kami.
6. Terimakasih kepada kedua orang tua penulis yaitu Ima Facariany
Gunawan dan Ramli Amir. Terima kasih telah menjadi orang tua yang
sangat luar biasa. Dengan penuh kesabaran tiada tara, mamah dan
papah tidak pernah berhenti mengingatkan penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga kepada kakak kandung
penulis, Rashma Liandyati Putriana, terima kasih sudah menghibur
penulis. Teruntuk adik tersayang Aulia Syahrul Ramadhaan dan Zahra
Yasmin Ramadhan terima kasih atas candaan dan gurauannya selama
ini.
7. Ketiga narasumber yang paham mengenai pemikiran politik Islam
baik segi pemikiran maupun gerakan, yaitu Ali Munhanif, Adi
Prayitno, dan Rumadi Ahmad. Terima kasih telah memberikan penulis
pengetahuan dan informasi berbagai jawaban mengenai Islam dan
Negara: Polarisasi Pemikiran Politik Islam dalam Pilkada DKI Jakarta
2017.
viii
8. Kepada kawan-kawan senior dan junior HMI KOMFISIP, kanda
Sopian Hadi Permana, Achmad Fatoni, Ferdian Ramadhani dan Choir
Al Ayyubi Yunda Aisyah Zhafira dan Dara Amalia Pratiwi. Kepada
adinda Fajar Fachrian, Rizki Ahmad Zainuri, Sofyan Hadi, Fauzan
Munif, Hasymi Ramadhoni, Rahmat Sahputra, Luthfi Hasanal Bolqiah
Riyan Hidayat, Hendri Satrio, Dendi Budiman, Juansyah Wiandi dan
Travelio Ryan Agusta. Terimakasih atas ilmunya, melalui diskusi
panjang beberapa tahun silam, terima kasih atas dukungan dan
semangatnya.
9. Kepada teman seperjuangan penulis, Abimanyu Aji Wisnu, Gerry
Novandika Age, Bayu Nanda Permana, Hijri Prakarsa, Irfan
Zharfandy, Afdal Fitrah, Handi Raitiardi dan Afina Fitriani
Rahmawati, serta seluruh teman-teman FISIP angkatan 2011 yang tak
bisa penulis ucapkan satu-satu, penulis mengucapkan terima kasih atas
dukungan semangat dan kebersamaannya.
10. Kepada Fenindya Nur Chalidah penulis banyak ucapkan terima kasih
atas kesabaran, keikhlasan, serta motivasi yang tiada henti diberikan
kepada penulis. Sehingga berkat ketulusannyalah penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini.
11. Kepada teman-teman Selasar, Hanif Kamal, Irshat Fitharyono, Aziz
Putro Asito, Adha Rifadly, Reza Maulana, Ronggur, Irfan Fahmi,
Firman Ihsan, Nabil Rahdiga, Muhammad Syauqi, Khoirul Ahsan,
ix
Nurul FR, dan Apip Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas
canda, kebersamaan, dukungan yang tiada henti kepada penulis.
12. Kepada kawan-kawan Pensiunan, Humaedullah Irfan, Ismail, A Zakial
Pajir Nas, Husnul Qori, Ade Septiawan Putra, Kevin Dea Putra, Fariz
Abdurahman, dan Rois. Terima kasih atas dukungannya selama ini
tanpa mereka penulis merasa tak berarti.
Tanpa adanya ridho Allah SWT melalui perantara dukungan dan bantuan
tersebut, mustahil penelitian skripsi ini akan selesai. Semoga Allah SWT
membalas kebaikan mereka. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kata sempurna, maka demi memperbaiki kualitas skripsi ini penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun ke arah kesempurnaan.
Billahi Taufiq Walhidayah Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, 20 Mei 2018
Muhammad Alfrad Rusyd
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..............................................................................................................v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...........................................................................................................x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ............................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ........................................................................1
B. Pertanyaan Penelitian .....................................................................8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................9
D. Tinjauan Pustaka ..........................................................................10
E. Metodelogi Penelitian ..................................................................13
F. Sistematika Penelitian ..................................................................16
BAB II TEORI DAN KONSEP
A. Polarisasi ......................................................................................18
B. Pemikiran Politik Islam ................................................................23
1. Pengertian Politik Islam........................................................23
2. Perspektif Trikotomi .............................................................27
C. Konsep Kepemimpinan dalam Tinjauan Islam ............................30
1. Definisi Pemimpin ................................................................30
2. Istilah Pemimpin dalam Islam ..............................................32
3. Hukum Islam Mengangkat Pemimpin ..................................35
BAB III PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH (PILKADA) DKI
JAKARTA 2017
A. Gambaran Umum Pilkada DKI Jakarta 2017 ...............................40
1. Pengertian Pilkada ................................................................40
2. Profil Kandidat Pilkada DKI Jakarta 2017 ...........................42
xi
B. Tahapan Pada Pilkada DKI Jakarta 2017 .....................................54
BAB IV POLARISASI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM DAN BENTUK-
BENTUK POLARISASI PADA PILKADA DKI JAKARTA 2017
A. Faktor-Faktor Terjadinya Polarisasi .............................................61
B. Bentuk-Bentuk Polarisasi .............................................................72
1. Kelompok Fundamentalisme ................................................74
2. Kelompok Akomodasionis ....................................................78
3. Kelompok Reformis ..............................................................82
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................90
B. Saran .............................................................................................91
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... xix
Lampiran-Lampiran
xii
DAFTAR TABEL
Tabel III.B.1 Hasil Rekapitulasi KPU DKI Jakarta 2017 ………………… 58
Tabel III.B.2 Hasil Rekapitulasi KPU DKI Jakarta 2017 ………………. 59
Tabel V.A.1 Polarisasi Pemikiran Politik Islam Pilkada
DKI Jakarta 2017 ……………………………………….... 90
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Transkip Wawancara dengan Adi Prayitno …………… xxvii
Lampiran 2 Transkip Wawancara dengan Ali Munhanif …………… xxxiii
Lampiran 3 Transkip Wawancara dengan Rumadi Ahmad …………. xxxviii
xiv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Pedoman Transliterasi Arab-Latin ini merujuk pada SKB Menteri Agama
dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, tertanggal 22 januari 1988 No:
158/1987 dan 0543b/U/1987.
I. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
Alif ……….. tidak dilambangkan أ
Bā' B Be ب
Tā' T Te ت
Śā' Ś es titik atas ث
Jim J Je ج
Hā' H ح
∙
ha titik di bawah
Khā' Kh ka dan ha خ
Dal D De د
Źal Ź zet titik di atas ذ
Rā' R Er ر
Zai Z Zet ز
Sīn S Es س
Syīn Sy es dan ye ش
Şād Ş es titik di bawah ص
Dād D ض
∙
de titik di bawah
Tā' Ţ te titik di bawah ط
xv
Zā' Z ظ
∙
zet titik di bawah
Ayn …‘… koma terbalik (di atas)' ع
Gayn G Ge غ
Fā' F Ef ف
Qāf Q Qi ق
Kāf K Ka ك
Lām L El ل
Mīm M Em م
Nūn N En ن
Waw W We و
Hā' H Ha ه
Hamzah …’… Apostrof ء
Yā Y Ye ي
II. Konsonan rangkap karena tasydīd ditulis rangkap:
ditulis muta„aqqidīn متعبقديه
ditulis „iddah عدح
III. Tā' mrabūtah di akhir kata.
1. Bila dimatikan, ditulis:
ditulis hibah هجخ
ditulis jizyah جسيخ
xvi
(ketentuan ini tidak diperlukan terhadap kata-kata Arab yang sudah
terserap ke dalam bahasa Indonesia seperti zakat, shalat dan sebagainya,
kecuali dikehendaki lafal aslinya).
2. Bila dihidupkan karena berangkaian dengan kata lain, ditulis:
ditulis ni'matullāh وعمخهللا
ditulis zakātul-fitri زكبحالفطر
IV. Vokal pendek
__ __ (fathah) ditulis a contoh رة ditulis daraba ض
__ __(kasrah) ditulis i contoh فهم ditulis fahima
__ __(dammah) ditulis u contoh كتت ditulis kutiba
V. Vokal panjang:
1. fathah + alif, ditulis ā (garis di atas)
ditulis jāhiliyyah جبهليخ
2. fathah + alif maqşūr, ditulis ā (garis di atas)
ditulis yas'ā يسعي
3. kasrah + ya mati, ditulis ī (garis di atas)
ditulis majīd مجيد
4. dammah + wau mati, ditulis ū (dengan garis di atas)
ditulis furūd فروض
xvii
VI. Vokal rangkap:
1. fathah + yā mati, ditulis ai
ditulis bainakum ثيىكم
2. fathah + wau mati, ditulis au
ditulis qaul قىل
VII. Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata, dipisahkan dengan
apostrof.
ditulis a'antum ااوتم
ditulis u'iddat اعدد
ditulis la'in syakartum لئىشكرتم
VIII. Kata sandang Alif + Lām
1. Bila diikuti huruf qamariyah ditulis al- :
ditulis al-Qur'ān القران
ditulis al-Qiyās القيبش
2. Bila diikuti huruf syamsiyyah, sama dengan huruf qamariyah:
ditulis al-syams الشمص
'ditulis al-samā السمبء
xviii
IX. Huruf besar
Huruf besar dalam tulisan Latin digunakan sesuai dengan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD)
X. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat dapat ditulis menurut
penulisannya
ditulis zawi al-furūd ذوىبلفروض
ditulis ahl al-sunnah اهاللسىخ
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi. Dalam
perkembangan dan prakteknya, sistem demokrasi di Indonesia telah banyak
mengalami perubahan baik secara sistem dan penerapan. Salah satu pilar
doemokrasi adalah adanya sistem pemilihan umum baik pemeilihan kepala daerah
dan pemilihan presiden dan ini diatur dalam konsitusi dan UUD 1945.
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Indonesia sebagai salah satu
instrumen demokrasi telah dilaksanakan secara serentak yang diawali pada tahun
2015 hingga kurun tahun 2027. Tiap-tiap daerah yang ada di Indonesia sudah
memiliki jadwal penyelenggaraannya berdasarkan berakhirnya masa jabatan
kepala daerah. Salah satu daerah yang mengikuti pilkada serentak adalah DKI
Jakarta, pada tahun 2017 penyelenggaraan pilkada DKI Jakarta diikuti oleh 3
pasangan calon kandidat adalah sebagai berikut 1. Agus Harimurti Yudhoyono-
Sylvia Murni, 2. Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan 3. Anies
Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno.1
Ketiga pasangan calon pilkada DKI Jakarta ini, salah satu calon
kandidatnya adalah petahana (Incumbent) yaitu, pasangan calon Basuki Tjahaja
Purnama-Djarot Saiful Hidayat sedangkan 2 kandidat lainnya sebagai kandidat
baru. Dukungan partai terhadap pasangan calon pada putaran pertama pasangan
1Budi Setiawanto, “Tujuh gelombang pilkada serentak 2015 hingga 2027,”
Antaranews.com, 17 Februari 2015; tersedia di http://www.antaranews.com/berita/480618/tujuh-
gelombang-pilkada-serentak-2015-hingga-2027 diunduh pada 9 November 2017.
2
calon 1. Agus Harimurti Yudhoyono-Sylvia Murni (Demokrat, PKB, PPP, dan
PAN), 2. Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (PDI-P, Hanura, Golkar,
dan Nasdem), dan 3. Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Uno (Gerindra dan PKS).2
Hasil rekapitulasi yang diumumkan pada 26 Februari 2017 oleh KPUD
DKI Jakarta pasangan calon nomor urut 1. Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana
Murni: 937.955, 2. Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat: 2.364.577, dan
3. Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno: 2.197.333. Berdasarkan
ketentuan pasal 11 UU No. 29 Tahun 2007 menyebutkan pasangan calon gubernur
dan calon wakil gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50% +1 sehinga baru
bisa dikatakan sebagai calon pasangan gubernur dan calon wakil gubernur
terpilih, jika perolehan suara tiap pasangan calon kurang dari 50% perolehan
suara, maka pasangan calon tersebut dianggap gugur karena tidak memenuhi
ketentuan yang berlaku. Sehingga pada pemilihan putaran diikuti oleh dua
psangan calon yaitu, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies
Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno.3
Pilkada yang terjadi di DKI Jakarta 2017 tidak terlepas dari begitu
banyaknya permasalahan serta isu dan fatwa yang beredar di tengah-tengah
masyarakat Ibukota. Dari sekian banyaknya permasalahan yang terjadi dan
berkembang, permasalahan isu sara dan fatwa yang banyak diperhatikan oleh
masyarakat DKI Jakarta, serta penggunaan isu-isu yang berbau agama sangatlah
2 Elza Astari Retaduari, “4 Partai Pengusung Siap Antar Ahok-Djarot ke KPU DKI,”
Detik.com, 21 September 2016; tersedia di https://news.detik.com/berita/d-3302879/4-partai-
pengusung-siap-antar-ahok-djarot-ke-kpu-dki diunduh pada 9 November 2017. 3 Micom, “Pilkada Serentak dengan Aturan Berbeda, Hanya Jakarta 50% Plus Satu,”
Media Indonesia, 24 Juni 2016; tersedia di http://mediaindonesia.com/news/read/52907/pilkada-
serentak-dengan-aturan-berbeda-hanya-jakarta-50-plus-satu/2016-06-24 diunduh pada 19 Januari
2018.
3
memberikan dampak yang besar, hal ini kemudian mampu menarik perhatian
banyak kalangan dari berbagai segmen masyarakat baik di lingkup nasional
maupun internasional.
Penggunaan isu agama seperti yang terjadi dalam pilkada DKI Jakarta
sangat menjadi sorotan masyarakat, mengingat masyarakat DKI Jakarta tingkat
heterogenitasnya cukup tinggi baik suku, agama, dan ras.4 Berdasarkan sejarah
perkembangannya, sistem demokrasi yang di terapkan di negara-negara Islam
salah satu contohnya ialah negara Mesir, tidak selalu berjalan dengan baik dan
dianggap tidak sesuai penerapannya dalam sistem pemerintahan Islam. Ini
disebabkan atas kecurigaan Islam terhadap pemikiran barat, serta demokrasi yang
dianggap tidak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Hal ini senada dengan yang
dikatakan oleh John L. Esposito;“Tangkisan pihak muslim terhadap kekuasaan
dan dominasi Eropa-Kristen itu memperlihatkan dirinya pada penolakan adaptasi,
penolakan terhadap akulturasi dan reformasi”.5
Berbeda halnya dengan negara Indonesia, Islam di Indonesia mengalami
banyak proses pergelutan pemikiran antara tokoh pemikir Islam dan pendiri
bangsa, hal ini dikarenakan adanya penyesuaian-penyesuaian dengan nilai dan
prinsip demokrasi. Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi,
4 Kahfi Dirga Cahya, “Agama Disebut Jadi Isu Utama Putaran Kedua Pilkada DKI
Jakarta,” Kompas.com, 2 Maret 2017; tersedia di
http://megapolitan.kompas.com/read/2017/03/02/17144891/agama.disebut.jadi.isu.utama.putaran.k
edua.pilkada.dki.jakarta diunduh pada 27 Mei 2017. 5 John L. Esposito, Islam dan Politik (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1990), 57.
4
terlebih Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem demokrasi dan
mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam.6
Pada 27 September 2016 Gubernur Basuki Tjahaja Purnama
melaksanakan tugas kunjungan kerja di Pulau Pramuka, tetapi dalam pidato
kunjungan kerja Basuki Tjahaja Purnama menyinggung tentang surat al-Maidah
ayat 51 sebagai berikut: “Kan bisa saja dalam hati kecil, bapak, ibu tidak bisa
pilih saya karena dibohongi (orang) dengan surat Al-Maidah (ayat) 51 macam-
macam itu. Itu hak bapak dan ibu”7
Pernyataan tersebut menimbulkan respon serta tanggapan yang beragam,
ada yang pro dan kontra. Respon yang beragam ini hadir dari masyarakat tokoh
ulama dan ormas-ormas Islam. Salah satunya adalah demonstrasi turun ke jalan
dengan membawa beberapa tuntutan.yang diikuti Majelis Ulama Indonesia
(MUI), Front Pembela Islam (FPI), Forum Umat Islam (FUI), Gerakan Nasional
Pengawal Fatwa dan Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI), Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI), dan dari banyaknya pemahaman masyarakat dalam menanggapi
isu tersebut sehingga menimbulakan polarisasi atau perbedaan pandangan yang
berbeda-beda.
Pergelutan pemikiran politik Islam yang terjadi pada pilkada DKI Jakarta
dengan hadirnya isu-isu tidak lepas dari pemahaman masyarakat khususnya
pemeluk agama Islam tentang kepemimpinan dalam Islam. Pergelutan pemikiran
6 “Model Demokrasi di Negara Muslim,” Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 30 Agustus 2016; tersedia di http://www.uinjkt.ac.id/id/model-demokrasi-di-negara-
muslim/ diunduh pada 25 Mei 2017. 7 Pernyataan lengkap ini diambil dari video pidatonya, pada saat Basuki Tjahaja Purnama
berada di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Tersedia di
https://youtu.be/MNdJv3ZAqQE diunduh pada 29 Mei 2017.
5
politik Islam tersebut memuncak dalam perdebatan mengenai arti kandungan yang
ada pada surat al-Maidah ayat 57, sebagai berikut:
أب ۞ ٱنز كى فئ ى ي ن ي ت ۥءايا ء بعط ى إ ي ل ٱلل
ٱند تتخزا ش ذ ٱنص نب ل نبء بعضى أ و أ ٱنق
ه ١٥ ٱنظ
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-
orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu);
sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.
Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.QS. Al-
Maidah ayat 51
Namun pada pilkada DKI Jakarta salah satu calon kandidat yaitu Basuki
Tjahaja Purnama kandidat yang berasal dari suku Tionghoa dan beragamakan
Kristen Protestan.8
Dalam sikap dan tanggapannya terhadap dugaan kasus penistaan agama
yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
memberikan beberapa pendapat dan sikap keagamaannya, mengenai pandangan
tentang makna yang terkandung di dalam surat al-Maidah ayat 51. MUI
mengatakan dalam hal ini ulama wajib menyampaikan makna yang terkandung di
dalam surat al-Maidah bahwa memilih pemimpin Muslim adalah wajib
hukumnya.9
Sedangkan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang terwakilkan
oleh Said Aqil Siradj beliau berpendapat bahwa tidak menjadi persoalan bila
8 Rita Ayuningtyas, “Mengulik Kembali Perjalanan Kasus Ahok,” Liputan6, 26 Februari
2018; tersedia di https://www.liputan6.com/news/read/3322122/mengulik-kembali-perjalanan-
kasus-ahok diunduh pada 27 Mei 2017. 9 “Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI terhadap Ahok Bukan Fatwa, Benarkah Surat Al
Maidah Ayat 51 tentang Pemilihan Pemimpin?,” Kompasiana.com, 12 November 2016; tersedia di
http://www.kompasiana.com/blackdiamond/pendapat-dan-sikap-keagamaan-mui-terhadap-ahok-
bukan-fatwa-benarkah-surat-al-maidah-ayat-51-tentang-pemilihan-
pemimpin_5826d1a54423bd79346e4821 diunduh pada 26 Mei 2017.
6
calon kepala daerah itu berasal dari Non-Muslim tetapi jujur, adil dan dapat
dipercaya oleh rakyat.10
Beda halnya dengan pendapat Said Aqil Siradj, Habib
Rizieq selaku Imam besar FPI berpendapat bahwa Indonesia tidak pernah
kehabisan sosok putra-putri yang jujur serta beragama Islam, sehingga tidak perlu
umat Islam memilih pemimpin Non-Muslim.11
Bergulirnya polarisasi pemikiran politik Islam dari berbagai macam ormas
Islam berhasil mengelompokkan masyarakat DKI Jakarta pada penyelenggaraan
pilkada DKI Jakarta 2017 dalam berbagai sikap dan pemikiran. Ormas-ormas,
kelompok, dan tokoh agama yang terhimpun dan selalu terus menerus
mengkampanyekan pemimpin harus muslim.
Syarat utama seorang pemimpin yang layak dipilih oleh umat Islam adalah
yang berasal dari golongannya sendiri (Islam) jika berkaitan dengan ketentuan-
ketentuan yang berada di dalam al-Qur‟an dan hadits.12
Polarisasi pemikiran
politik Islam teridentifikasi dari tanggapan-tanggapan dan sikap keagamaan dari
berbagai ormas yang turut serta memainkan perannya dalam konteks menafsirkan
pemimpin yang harus dipilih oleh umat Islam.13
Ketiga pasangan calon pilkada DKI Jakarta ini, salah satu calon
kandidatnya adalah petahana (Incumbent) yaitu, pasangan calon Basuki Tjahaja
10
Hardani Triyoga, “Said Aqil: Mending Pemimpin Non-Muslim Tapi Jujur daripada
Muslim Tapi Zalim,” Detik.com, 16 April 2016; tersedia di
https://news.detik.com/berita/3189642/said-aqil-mending-pemimpin-non-muslim-tapi-jujur-
daripada-muslim-tapi-zalim diunduh pada 26 Mei 2017. 11
“Habib Rizieq: Umat Islam Tak Kehabisan Pemimpin yang Jujur,” Viva.co.id, 18
September 2016; tersedia di https://www.viva.co.id/berita/nasional/823308-habib-rizieq-umat-
islam-tak-kehabisan-pemimpin-yang-jujur diunduh pada 26 Mei 2017. 12
Jumal Ahmad, “Tentang Fatwa Dar Ifta‟ Mesir, Bolehnya Pemimpin Non Muslim,” 11
Februari 2017; tersedia di https://ahmadbinhanbal.wordpress.com/tag/fatwa-muhammadiyah-
tentang-pemimpin-non-muslim/ diunduh pada 28 Mei 2017. 13
Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam
di Indonesia (Jakarta: Democracy Project, 2011), 44.
7
Purnama-Djarot Saiful Hidayat sedangkan 2 kandidat lainnya sebagai kandidat
baru. Dukungan partai terhadap pasangan calon pada putaran pertama pasangan
calon 1. Agus Harimurti Yudhoyono-Sylvia Murni (Demokrat, PKB, PPP, dan
PAN), 2. Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (PDI-P, Hanura, Golkar,
dan Nasdem), dan 3. Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Uno (Gerindra dan
PKS).14
Hasil rekapitulasi yang diumumkan pada 26 Februari 2017 oleh KPUD
DKI Jakarta pasangan calon nomor urut 1. Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana
Murni: 937.955, 2. Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat: 2.364.577, dan
3. Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno: 2.197.333. Berdasarkan
ketentuan pasal 11 UU No. 29 Tahun 2007 menyebutkan pasangan calon gubernur
dan calon wakil gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50% +1 sehinga baru
bisa dikatakan sebagai calon pasangan gubernur dan calon wakil gubernur
terpilih, jika perolehan suara tiap pasangan calon kurang dari 50% perolehan
suara, maka pasangan calon tersebut dianggap gugur karena tidak memenuhi
ketentuan yang berlaku. Sehingga pada pemilihan putaran diikuti oleh dua
psangan calon yaitu, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies
Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno.15
Pilkada yang terjadi di DKI Jakarta 2017 tidak terlepas dari begitu
banyaknya permasalahan serta isu dan fatwa yang beredar di tengah-tengah
masyarakat Ibukota seperti . Dari sekian banyaknya permasalahan yang terjadi
dan berkembang, permasalahan isu sara dan fatwa yang banyak diperhatikan oleh
14
Retaduari, “4 Partai Pengusung,” Detik.com. 15
Micom, “Pilkada Serentak dengan Aturan Berbeda,” Media Indonesia.
8
masyarakat DKI Jakarta, serta penggunaan isu-isu yang berbau Suku Ras dan
Agama (SARA) sangatlah memberikan dampak yang besar,16
Hadirnya pemikiran politik Islam yang beragam dalam menanggapi isu
kepemimpinan dalam Islam tentang boleh atau tidaknya masyarakat DKI Jakarta
khususnya masyarakat yang memeluk agama Islam memilih pemimpin non-
Muslim, menjadi pemicu munculnya sikap dan pendapat keagamaan dari berbagai
tokoh, ormas-ormas keagamaan dan masyarakat DKI Jakarta, hal ini menjadikan
perhatian yang sentral di pilkada DKI Jakarta 2017, kemudian dari uraian di atas
maka peneleti tertarik untuk mengklasifikasikan pemikiran politik Islam serta
berbagai macam sikap dan pendapat keagamaan tersebut lebih ke arah mana
kecenderungannya sesuai dengan paradigma perspektif trikotomi fundamentalis,
reformis dan akomodasionis.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pemaparan masalah di atas maka penulis membatasi
penelitian ini berdasarkan dengan fokus masalah yang ingin penulis teliti dengan
instrumen pertanyaan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi munculnya polarisasi pemikiran politik
Islam dalam pilkada DKI Jakarta 2017?
2. Bagaimana bentuk polarisasi pemikiran politik Islam dalam pilkada DKI
Jakarta 2017?
16
Kahfi Dirga Cahya, “Agama Disebut Jadi Isu Utama,” Kompas.com.
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Penelitian yang berjudul “Polarisasi Pemikiran Politik Islam dalam
Pilkada DKI Jakarta 2017” memiliki 2 tujuan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui bagaimana polarisasi pemikiran politik Islam yang
terjadi dalam pilkada DKI Jakarta 2017, serta bagaimana perbedaan
pandangan tokoh ulama dalam menafsirkan pandangannya terhadap
konsep kepemipinan melalui sudut pandang Islam.
b. Untuk mengetahui beberapa pandangan yang berbeda dari berbagai
macam lembaga dan ormas Islam memberikan dampak polarisasi. Dari
polarisasi yang hadir dalam pilkada DKI Jakarta 2017 adakah varian
pemikiran politik Islam yang hadir.
2. Manfaat
Adapun manfaat serta kegunaan yang diperoleh dari penelitian ini
bertujuan untuk memperkaya khazanah intelektual umat Islam dalam
melihat pemikiran politik umat Islam yang sangat beragam di Indonesia.
Penulis mengharapkan agar dapat memberikan sumbangsih pemikiran
sebagai tambahan referensi dan perbandingan bagi studi-studi selanjutnya
yang akan menambah informasi dan wawasan tentang anjuran Islam dalam
memilih pemimpin.
a. Akademis
10
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
politik khususnya tentang konsep pemikiran politik Islam yang
diterapkan dalam konsep berpolitik dewasa ini.
b. Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan untuk intelektual
Islam lainnya di Indonesia. Serta memberikan wawasan yang luas
terhadap masyarakat sebagai informasi awal bagi kajian-kajian serupa di
masa mendatang, terutama bagi polarisasi pemikiran politik Islam serta
anjuran Islam dalam memilih pemimpinnya.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian ini, terdapat beberapa literature yang terdiri
dari jurnal dan skripsi yang juga membahas dan meneliti mengenai relasi Islam
dan Negara, terutama di Indonesia. Jurnal dan skripsi ini sebagai tinjauan pustaka
yang berguna bagi penulis sebagai tambahan informasi dan bahan referensi dalam
melakukan penelitian ini. Selain itu sumber-sumber literatu polarire ini meskipun
dengan tema yang sama namun memiliki fokus pembahasan yang berbeda dan
dapat menjadi perbandingan dalam melakukan penelitian ini.
Pertama, skripsi yang ditulis oleh Rohmat Syarifuddin dari UIN
Walisongo, Semarang. Dalam penelitian ini mengungkapkan hubungan Muslim
dan non Muslim, yang kerap diwarnai dengan isu-isu negatif. Banyak yang
berpandangan dengan salah satu aspek dalil al-Qur‟an bahwa tidak
memperbolehkan Muslim bergaul dengan non-Muslim dengan berbagai macam
11
alasan apapun, apalagi mengangkat non-Muslim sebagai pemimpin Muslim.
Rohmat mengatakan bahwa al-Qur‟an sebagai kitab suci yang sudah dijamin
keasliannya akan tetap relevan disetiap tempat dan waktu. Persoalan-persoalan
yang akan dibahas ialah bagaimana pemahaman dan penafsiran M. Quraish
Shihab terhadap ayat-ayat al-Qur‟an yang melarang non-Muslim diangkat
menjadi pemimpin Muslim. Serta bagaimana tahapan pengangkatan non-Muslim
menjadi pemimpin dalam pemerintahan menurut M. Quraish Shihab. 17
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Lukman Santoso dari UIN Sunan Kalijaga
Jogjakarta. Dalam penelitian ini turut membahas relasi antara Islam dan Negara
berdasarkan pemikiran tokoh Benazir Bhutto yang berasal dari Pakistan.
Penelitian ini juga berusaha mengkaji pemikiran Benazir Bhutto serta
kontribusinya terhadap politik Pakistan. Disebutkan bahwa pemikiran Benazir
adalah cenderung substantivik dimana bertentangan dengan mayoritas muslim
Pakistan yang tradisionalis dan fundamentalis. Benazir berusaha membawa
perubahan politik di Pakistan dengan gagasan yang modern baik dalam
lingkungan politik, ekonomi dan sosial yang kemudian dapat melahirkan
demokratisasi di negara Islam. Sedangkan relevansi pemikiran Benazir di
Indonesia lebih menekankan bahwa Islam tidak selalu harus menjadi dasar negara
sepanjang negara tersebut berpegang teguh terhadap prinsip-prinsip universal
17
Rohmat Syarifuddin,”Pengangkatan Pemimpin Non-Muslim dalam Al-Qur‟an”,
(Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang,
2016).
12
mengenai demokrasi, keadilan, egalitarianisme, persaudaraan, dan kebebasan
maka sistem negara tersebut benar menurut Islam.18
Ketiga, artikel dalam jurnal yang ditulis oleh Hamsah Hasan dari IAIN
Palopo Sulawesi Selatan. Dalam artikel ini membahas isu tentang hubungan
Islam dan Negara dalam perspektif politik Islam di Indonesia. Perspektif politik
Islam dalam penelitian ini untuk memahami hubungan Islam dan Negara tidak
dimaksudkan untuk mendirikan negara agama di Indonesia. Namun diharapkan
hubungan antara Islam dan negara dapat terintergrasi dalam relasi fungsional
sebagai bentuk yang saling melengkapi demi menciptakan keluhuran. Selain itu
politik Islam di Indonesia juga harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan
masyarakat di era kontemporer serta isu-isu kontemporer baik secara global
maupun nasional, seperti isu globalisasi ekonomi-politik dunia, sains dan
teknologi, isu-isu demokrasi, gender, HAM, dan pluralisme.19
Keempat, adalah skripsi yang ditulis oleh Muhammad Hijri Prakarsa dari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa
pemikiran FPI mengenai hubungan Islam dan Negara adalah merupakan suatu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. FPI di Indonesia yang berlandaskan ahlus
sunnah wal jamaah dengan menerapkan amar ma‟ruf nahi munkar, tidak
bermaksud untuk mengubah sistem negara dan ideologi negara Indonesia secara
total. Menurut FPI, Indonesia sudah merupakan negara Islam berdasarkan
mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. FPI bagi masyarakat bertindak
18
Lukman Santoso, “Pemikiran Benazir Bhutto tentang Relasi Islam dan Negara”,
(Skripsi S1, Fakultas Syari‟ah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta, 2009). 19
Hamsah Hasan, “Hubungan Islam dan Negara: Merespons Wacana Politik Islam
Kontemporer di Indonesia,” AL-AHKAM 25 (April, 2015): 19-42.
13
sebagai organisasi yang membela kepentingan umat Islam di Indonesia dan
berupaya menjaga kestabilan moral bangsa agar tidak terjerumus kepada
kemunkaran. Sedangkan bagi pemerintah, FPI bertindak sebagai kelompok
kepentingan dan kelompok penekan untuk meluruskan kebijakan-kebijakan yang
tidak sesuai dengan syariat Islam.20
Berdasarkan literatur di atas, penelitian ini berupaya memberikan
sumbangsih pemikiran atas terjadinya polarisasi pemikiran politik Islam antara
konsep pemikiran politik Islam. Jika jurnal Ari Ganjar Herdiansyah melihat
terbentuknya partai Islam hasil dari sentimen agama dan politik aliran, skripsi
Dedy Faisal menuliskan tentang masuknya nilai-nilai Islam kedalam pancasila
dianggap sebagai jalan tengah, dan dalam skripsi Hijri Prakarsa menulis bahwa
ormas FPI di Indonesia sebagai kelompok penekan dan penegak syariat moral
bangsa dan tidak bermaksud merubah ideologi bangsa, maka penulis menuliskan
tentang polarisasi pemikiran politik Islam dalam pilkada DKI Jakarta 2017 dengan
menggunakan konsep pemikiran politik Islam serta konsep kepemimpinan dalam
Islam.
E. Metodelogi Penelitian
1. Pendekatan penelitian
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang akan digunakan adalah
metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang
hasilnya diperoleh tidak dengan menggunakan cara pengukuran atau statistik
20
Muhammad Hijri Prakarsa, “Pemikiran Front Pembela Islam (FPI) Tentang Hubungan
Islam dan Negara: Studi Terhadap FPI di Indonesia”, (Skripsi S1, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.
14
seperti pada metode kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
karena data primer yang dihasilkan dari penelitian kualitatif adalah data-data
deskriptif berupa kalimat atau tulisan yang menggambarkan secara rinci dan
jelas mengenai perilaku subjek yang diamati.21
Dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif ini, penelitian diharapkan mampu menghasilkan uraian
yang mendalam dalam suatu konteks tertentu dan kemudian dikaji secara
komperehensif.
2. Sumber dan Jenis Data
Dalam melakukan penelitian ini, penulis memperoleh data dari dua
sumber yakni data primer dan sekunder. Data primer yang dimaksud adalah
data yang didapat secara langsung dari sumber utama, dapat dilakukan dengan
melakukan wawancara, observasi, survey, kuesioner, dan lain-lain. Sedangkan
data sekunder didapat melalui jurnal, buku, internet, artikel, dan sumber-
sumber lain yang didapat tidak secara langsung.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian kualitatif, peneliti mengumpulkan data
berdasarkan fakta-fakta yang berada di lapangan yang kemudian penulis
konstruksikan menjadi hipotesis dan teori. Teknik pengumpulan data baik
primer dan sekunder yang dapat penulis lakukan melalui:
a. Studi Literatur
Melalui studi literatur penulis akan mengumpulkan data-data
primer maupun sekunder yang berasal dari buku, jurnal, media massa,
21
John W. Creswell, Research Design Qualitative, Quantitative and mixed methods
design (California: Safe Publications, Inc, 1998), 24.
15
media online, website, skripsi, tesis, disertasi, dan dokumen yang
berkaitan dengan penelitian penulis.
b. Wawancara
Metode wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,
melibatkan satu orang yang ingin memperoleh informasi dari satu orang
lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan
tertentu. Teknik ini melakukan tanya jawab secara langsung dengan
narasumber yang tepat atau pihak-pihak yang bersangkutan dengan
penelitian penulis demi mendapatkan data yang valid sebagai data primer.
c. Observasi
Metode observasi yang digunakan penulis adalah dengan
mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis melalui pengamatan
dan pencatatan terhadap gejala-gejala sosial dan politik di tengah
masyarakat untuk memperoleh data sekunder.
d. Teknik Analisa Data
Dalam melakukan penelitian ini, metode yang digunakan untuk
menganalisa adalah deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis yang
dimaksud adalah kegiatan penelitian dengan melihat permasalahan yang
ada melalui pengumpulan data kemudian melakukan analisis dengan
mengaitkan data tersebut dengan teori yang digunakan.22
Data yang telah
diperoleh lalu penulis gambarkan secara umum untuk melihat fakta yang
terjadi di lapangan dan disusun secara sistmatis, faktual dan akurat.
22
R. Bogdan dan S. Biklen, Qualitative Research for Education (Boston, MA: Allyn and
Bacon, 1992), 21-22.
16
F. Sistematika Penelitian
Untuk memudahkan penulisan ini, maka penulis akan membagi skripsi ini
menjadi lima bab, tiap bab didalamnya terdiri dari beberapa sub bab.
Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:
Bab I. Pada bab ini penulis memaparkan pernyataan penelitian,
pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta tinjauan pustaka yang
telah disusun yang terkait dengan, pemikiran politik Islam (Studi Kasus Polarisasi
Pemikiran Politik Islam dalam Pilkada DKI Jakarta 2017). Selain itu penulis juga
menyebutkan metode penelitian yang dilakukan dengan metode kualitatif dan
menggunakan teknik analisa deskriptif melalui studi literatur dan wawancara.
Bab II. Pada bab ini penulis memaparkan konsep dan teori yang berpijak
pada landasan teoritis dan kerangka konseptual yang menjelaskan fenomena yang
diangkat penulis adalah Islam dan Negara: Polarisasi Pemikiran Politik Islam
dalam Pilkada DKI Jakarta 2017). Dengan menggunakan konsep Islam dan negara
serta pemikiran politik Islam dengan konsep perspektif trikotomi.
Bab III. Pada bab ini penulis memaparkan kondisi politik yang sedang
terjadi dalam pilkada DKI Jakarta 2017 serta profil calon kandidat yang ikut
dalam pilkada DKI Jakarta 2017.
Bab IV. Pada bab ini penulis akan memaparkan hasil temuannya di
lapangan terkait dengan adanya polarisasi pemikiran politik Islam mengenai
kepemimpinan dalam Islam, serta pendapat dari berbagai macam pandangan
17
pemikir politik Islam di Indonesia mengenai kepemimpinan dalam Islam. Serta
melihat bentuk dari polarisasi yang terjadi dalam pilkada DKI Jakarta 2017.
Bab V. Pada bab ini berisikan kesimpulan atas penelitian yang penulis
lakukan serta saran-saran yang dapat penulis berikan untuk perbaikan dan
perkembangan penelitian selanjutnya mengenai tema penelitian ini.
18
BAB II
TEORI DAN KONSEP
A. Polarisasi
Polarisasi adalah proses perbedaan dalam cara pandang yang
menghasilkan pertentangan antar kedua belah pihak dalam memahami persoalan
tertentu. Polarisasi terjadi disebabkan oleh pertentangan atas berbagai sikap dan
pandangan yang berbeda-beda dari individu atau kelompok. Polarisasi yang ada
dimasyarakat atau kelompok, didalamnya terdapat individu-individu yang
memiliki pandangan yang berbeda-beda. Adanya tanggapan yang reaksioner atas
ketidaksetujuan atas satu dengan yang lainnya di dalam sebuah kelompok atau
yang berada di luar kelompok ini yang menyebabkan adanya respon negatif dari
berbagai pihak.
Polarisasi yang berkembang dalam masyarakat disebabkan oleh adanya
pengidentifikasian diri yang sangat kuat dalam individu atau kelompok. Dengan
demikian, individu atau kelompok secara tidak sadar menolak gagasan dan
pandangan yang berbeda dari pihak yang bertentangan dengan mereka. Hal ini
dapat menciptakan putaran ketidaksukaan terhadap satu sama lain, semakin kita
tidak menyukai individu atau kelompok tertentu, akan semakin tak terbendung
pandangan negatif tentang individu atau kelompok tersebut. Adanya penilaian-
penilaian sepihak antar individu atau kelompok yang bertentangan, semakin
19
menguatkan identifikasi diri atas nilai-nilai yang selama ini mereka anggap
benar.23
Beberapa perselisihan atau pertentangan biasanya disebabkan oleh
ketidaksetujuan atas isu-isu yang berkembang luas dimasyarakat dan kelompok
tertentu, semakin individu atau kelompok berfikiran negatif atas isu yang belum
tentu benar dalam keabsahannya, semakin besar kemungkinannya menjadikan
individu atau kelompok berpandangan negatif atas ketidaksetujuan terhadap isu
yang berkembang. Penilaian-penilaian yang terjadi antar kedua belah pihak yang
berlawanan akan semakin memperburuk keadaan situasi dan kondisi yang terjadi
dan akan terus-menerus berputar dalam area ketidak-pahaman tersebut.24
Isu-isu tentang boleh atau tidaknya kepemimpinan non-Muslim yang
beredar luas dalam pilkada DKI Jakarta 2017 telah menyebabkan timbulnya
pandangan pro dan kontra antara pandangan yang membolehkan dan menolak
secara keras dengan secara perlahan mengemuka hal ini tidak secara faktual
terjadi menyebabkan ketidak-setujuan antar kedua pihak yang berlawanan, hal ini
lambat laun yang akan memicu adanya ambivalensi antar individu atau kelompok
tertentu. Kadang kala antara pihak yang berlawanan ini, disebabkan oleh
kurangnya pemahaman politik yang mendasar antara kedua belah pihak yang
berlawanan. Kemudian hal ini akan menunjukan identifikasi individu atau
23
Chloe Carmichael, “Political Polarization Is a Psychology Problem,” Huffpost, 8
November 2017; tersedia di https://www.huffingtonpost.com/entry/political-polarization-is-a-
psychology-problem_us_5a01dd9ee4b07eb5118255e5 diunduh pada 28 Desember 2017. 24
Piercarlo Valdesolo dan Jesse Graham, Social Psychology Of Political Polarization
(New York: Routledge, 2016), 25.
20
kelompok yang sangat kuat. Berdasarkan pada keadaan emosi yang bias makna
dari pada fakta yang terjadi.25
Konsekuensi yang saling tidak menguntungkan antara kedua belah pihak,
yang menyebabkan antara individu atau kelompok tertentu, telah menimbulkan
rasa kurang percaya satu sama lain untuk membicarakan perbedaan yang telah
terjadi. Kemudian hal ini akan menempatkan kedalam posisi yang rentan akan
terjadinya konflik yang meluas. Dimana stereotip yang telah mereka dapat tentang
pendapat orang-orang yang berada di luar pemahamannya atau “sisi lain”, yang
telah diperkuat oleh paradigma serta kesepakatan sosial dan perhatian selektif
terhadap isu utama tertentu daripada dengan pemahaman lengkap tentang semua
fakta yang relevan dari kedua belah pihak yang berlawanan. Hal inilah yang
terjadi antar individu atau kelompok pada kedua sisi.
Polarisasi yang terdapat di dalam pemikiran politik Islam adalah sebuah
upaya memahami nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam yang berfungsi
sebagai pecerahan atau pedoman terhadap umat manusia yang merupakan ajaran
universal untuk kesejahteraan dan kebaikan hidup umat manusia di dunia.
Kehidupan pada hakikatnya ditentukan oleh individu itu sendiri, sehingga
pencapaian yang dihasilkan baik atau buruk dalam kehidupan itu ditentukan oleh
individu. Maka dari itu berawal dari hal terpenting dalam peran dan fungsi ajaran
Islam dalam mempengaruhi peningkatan kualitas diri seseorang agar dapat
25
Valdesolo dan Graham, Social Psychology, 42.
21
memposisikan diri pada ketentuan dan martabatnya yang paling luhur dalam
memahami Islam.26
Untuk mencapai misi ajaran Islam yang membawa rahmat atau kebaikan
bagi sesama dalam tujuan pemahaman menyeluruh dalam nilai-nilai Islam yang
kemudian dikenal sebagai tradisi dalam pemikiran keIslaman, di dalam tradisi
keIslaman yang berkembang terdapat polarisasi interpretasi pemahaman yang
berbeda-beda. Terjadinya perbedaan pemikiran dalam Islam ini sesungguhnya
dipengaruhi oleh latar belakang pemikir itu sendiri, yang dalam prosesnya
menumbuhkan wacana dialektika pemikiran yang positif maupun negatif.
Sehingga menjadi sebuah khazanah intelektual dalam Islam. Khazanah intelektual
dalam Islam pada akhirnya akan menjadi sebuah peradaban dalam bidang
pemikiran yang akan menjadi alternatif budaya berfikir bagi umat Muslim. Oleh
sebab itu perubahan-perubahan dan penyesuaian dikemudian hari pada akhirnya
ajaran Islam tidak menjadi kaku dan bersifat dinamis sesuai perkembangan zaman
dalam kondisi ruang dan dimensi waktu tertentu.
Beragamnya kerumitan pemikiran Islam diilhami oleh dua aliran besar
dalam sejarah Islam yang mengiringi awal terjadinya perbedaan pendapat dalam
Islam. Kedua pemikiran aliran tersebut disebut sebagai ahlul hadits dan ahlul
ra‟yi. Pertama, Ahlul hadits yaitu adalah corak dan watak yang berkembang di
tanah kelahiran Islam itu sendiri yaitu Madinah yang tentunya tradisi-tradisi
keIslaman yang banyak dijadikan contoh dalam perilaku kehidupan para sahabat
menjadi sebuah pemikiran yang dominan dalam melatarbelakangi tradisi
26
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan KeIndonesian (Bandung: Mizan, 1989), 25.
22
pemikiran tersebut. Oleh karena itu pemikiran ahlul hadits disebut sebagai ajaran
yang terbilang statis dan tekstual terhadap pemahaman nash-nash yang ada.
Sehingga dalam perkembangannya aliran ini seringkali disebut sebagai gerakan
skriptualis yang bercirikan tradisionalis.27
Kedua, ahlul ra‟yi, yaitu gerakan pemikiran ke-Islaman yang berpusat di
Baghdad atau Irak dengan keadaan yang sangat jauh berbeda dengan Madinah
yang jarang sekali dijumpai tradisi-tradisi sahabat nabi Muhammad SAW yang
disebabkan oleh akulturasi budaya yang silih berganti. Berbagai persoalan
kehidupan, sehingga dalam penyelesaian persoalan kehidupan dalam tubuh umat
Islam terbagi kepada kemampuan tiap-tiap individu dalam memahami ajaran serta
nilai-nilai Islam sesuai dengan kapasitas akal atau rasio yang dimiliki seseorang.
Oleh karena itu tradisi pemikiran ke-Islaman aliran ini sangat kontekstual sesuai
dengan tuntutan perkembangan zamannya yang dikemudian hari dikenal sebagai
gerakan pemikiran rasionalis mengacu pada aspek kehidupan yang sedang
terjadi.28
Polarisasi yang terjadi pada pilkada DKI Jakarta 2017, sebenarnya secara
tidak langsung mengulang diskursus perdebatan lama, antara ajaran Islam yang
murni dengan pemikiran pembaharuan Islam. Secara tidak langsung fenomena
yang terjadi dalam pilkada DKI Jakarta 2017 memicu perdebatan lama untuk
dibahas kembali. Hal ini justru memberikan dampak polarisasi dalam hal
menanggapi boleh atau tidaknya pemimpin non-Muslim memimpin umat Islam.
27
Abdul Wahhab Khalaf, Khulasah Tarikh Al-Islami (Solo: Ramadhani, 1992), 75. 28
Hudhari Bik, Tarjamah Tarikh Al-Tasyri' Al-Islam: (Sejarah Pembinaan Hukum Islam)
(Jakarta: Darul Ikhya, 1980), 408.
23
B. Pemikiran Politik Islam
1. Pengertian Politik Islam
Hubungan integral antara agama dengan politik dalam Islam, dengan
penegasan kembali pihak Muslim untuk merealisasikan ketetapan Allah. Berbagai
macamnya pandangan kesatuan agama dengan politik akan selalu memperlihatkan
entitas yang berbeda dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam. Dalam sejarah
perkembangannya, sering kali memperlihatkan kontradiksi dengan idea Islam.
Permasalahan yang selalu ditimbulkan oleh perbedaan pemahaman serta
keyakinan dengan kenyataan telah menyebabkan bangkitnya perkembangan
pemikiran politik Islam.29
Beberapa tokoh pada zaman klasik hingga pertengahan seperti Ibnu Abi
Rabi‟, Ghazali dan Ibnu Taimiyah mengemukan pendapatnya dengan tegas
bahwa kekuasaan kepala negara atau raja itu merupakan mandat dari Allah yang
diberikan kepada hamba-hamba pilihannya. Ketiga pemikir yang sudah
disebutkan tadi mempunyai pendirian kuat bahwa khalifah itu adalah hasil
representasi Allah di muka bumi dengan kata lain semua ketentuan-ketentuan
yang ada di dunia harus berlandaskan ketentuan Allah yang tertuang dalam al
qur‟an dan hadits.30
Berakhirnya dinasti Abbasiyah kiranya belum berarti berakhirnya masa
keemasan Islam. Dampak perubahan yang terjadi merubah semua tatanan dan
watak Islam yang sudah bertahan lama. Kemudian dari peristiwa tersebut barulah
29 John L. Esposito, Islam dan Politik (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1990), 39. 30
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UI-
Press, 2011), 108.
24
hilangnya sistem ke-khalifahan yang mencerminkan kepemimpinan yang terpusat
dan tunggal bagi negara Islam di dunia. Hilangnya kelembagaan khalifah tak
semerta-merta meruntuhkan semangat dan terus mengembangkan pemikiran-
pemikiran politik Islam dengan semangat perkembangan zaman yang harus selalu
diimbangi.31
Islam memiliki keragaman wawasan pemikiran politik yang cukup luas,
diantaranya menyangkut pemikiran tentang hubungan agama dan negara. Dua
instrumen pemikiran yang mengemuka sejak lama dalam sejarah perkembangan
di dunia Islam dapat ditelusuri jejak pemikiran yang menginginkan adanya
pemisahan antara Islam dan politik dan begitupun sebaliknya.
Pemikiran seperti ini tidak dapat dilepaskan dari sifat Islam yang multi
interpretatif yang melekat pada ajaran Islam seperti terlihat dari mengemukanya
berbagai mazhab fiqh, teologis, dan berbagai macam lainnya. Kemudian sifat
multi interpretatif ini merupakan dasar kelenturan pemikiran Islam dalam sejarah
perkembangannya.
Topik pembahasan hubungan antara Islam dan negara selalu menimbulkan
perdebatan-perdebatan yang tidak ada habisnya, dikarenakan negara-negara
muslim yang ada di dunia khususnya negara Indonesia mengalami banyak
kesulitan dalam upaya mencari dan mengembangkan gagasan-gagasan politik
Islam dan negara dalam wilayah-wilayah tertentu yang mana ini disebabkan oleh
31
Sjadzali, Islam dan Tata Negara Ajaran, 111.
25
perbedaan budaya, letak geografis dan pemikirannya, serta ditandai dengan
ketegangan-ketegangan yang terjadi diantara intelektual Muslim. 32
Dua buah institusi ini merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat
khususnya yang ada di dalam wilayah keduanya. Agama sebagai sumber etika
moral mempunyai kedudukan yang sangat penting karena berkaitan dengan
perilaku seseorang dalam melakukan interaksi sosial di dalam kehidupannya, yang
mana agama dijadikan sebagai pedoman sekaligus alat ukur atau pembenaran
dalam semua proses kehidupannya. Sebagaimana dinyatakan oleh banyak para
ahli, agama (din) dapat dipandang sebagai instrumen ilahiah untuk mempermudah
manusia memahami dunia.33
Secara keseluruhan, istilah mengenai negara merupakan terjemahan dari
kata asing, yaitu state (bahasa Inggris), staat (bahasa Belanda dan Jerman), dan
etat (bahasa Prancis). Asal kata state, staat, dan etat berasal dari kata bahasa latin,
yaitu status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatau
yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.34
Sedangkan negara (daulah) merupakan sebuah kontruksi yang mencakup
seluruh aturan mengenai tata kelola dalam kehidupan bernegara. Secara singkat
dapat diambil pemahaman bahwa negara adalah sebuah institusi yang dibentuk
oleh sekumpulan orang-orang yang dalam wilayah tertentu dengan tujuan yang
sama dan terikat taat terhadap perundang-undangan serta memiliki sistem
32
Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, 2. 33
Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Kita Agama Masyarakat Demokrasi
(Jakarta: The Wahid Institute, 2006), 10. 34
Radian Syam dan Nurdin Muhamad, Pendidikan Kewarganegaraan (Jakarta: Dian
Rakyat, 2012), 8.
26
pemerintahan sendiri. Negara dibentuk atas dasar kesepakatan bersama untuk
mengatur anggota masyarakat dalam memperoleh kesejahteraan hidup dan
memenuhi kebutuhan hidup dalam bernegara.35
Hubungan Islam dan negara terbilang sangat dinamis dikerenakan
pemikiran-pemikiran para ahli yang beragam. Ketegangan dan perdebatan tentang
relasi antara Islam dan negara dikalangan para ahli ini didasari oleh hubungan
yang kaku antara Islam, sebagai agama (din) dan negara (daulah). Hubungan
agama dan negara yang tidak dapat dipisahkan, keduanya merupakan instrumen
penting dan sekaligus perantara antara moral bangsa serta umatnya.36
Pemikiran politik Islam di Indonesia telah banyak mengalami perubahan
dan penyesuaian, serta teori-teori yang telah berkembang untuk menentukan
sejauh mana kegunaan teori dan konsep pemikiran politik Islam ini menjelaskan
fenomena-fenomena yang terjadi di Indonesia. Diantaranya beberapa pendekatan
muncul, seperti teori “dekonfessionalisasi” Islam yang dikembangkan oleh C.A.O.
Van Nieuwenhuijze; teori “domestikasi” yang dikemukan oleh Harry J. Benda
dimana Islam hanya terbagi kedalam aspek-aspek spiritual; teori “dikotomi”
Santri-Abangan dari Jay dan Geertz; teori “Islam kultural” yang dikembangkan
oleh Donald K. Emmerson; dan teori “perspektif trikotomi” yang mendapatkan
porsi banyak dalam karya Allan Samson. Sedangkan mengacu pada fenomena
yang terjadi dalam pilkada DKI Jakarta tahun 2017, baik dekonfessionalisasi,
35
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan :Pancasila,
Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan KENCANA, 2003), 120. 36
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1985), 9.
27
domestikasi, santri-abangan, ataupun Islam kultural37
tidak cukup mampu untuk
menjabarkan dan menjawab polarisasi yang terjadi dalam tubuh Islam. Oleh
karena itu, dari paparan diatas penulis berpandangan bahwa pendekatan yang
relevan untuk menjawab persoalan yang terjadi dalam pilkada DKI Jakarta 2017
adalah pendekatan perspektif trikotomi.
2. Perspektif Trikotomi
Paradigma-paradigma terdahulu telah bertranformasi dan berkembang
yang tampaknya telah dirumuskan berdasarkan interaksi antara Islam dan realitas-
realitas politik yang terjadi, maka “perspektif trikotomi” hadir dan mencoba untuk
melihat realitas yang terjadi sebagai respon terhadap berbagai tantangan yang
dihadapkan kepada para aktivis Muslim serta ormas-ormas Islam. Sebagaimana
para teoritikus terdahulu pendekatan ini mendukung obsesi masyarakat politik
Muslim dengan gagasan negara Islam, kemudian mereka juga menyadari bahwa
sifat antagonisme antar golongan santri dan abangan. Terlepas dari itu, mereka
tidak secara otomatis mengasumsikan bahwa semua aktivis politik Muslim tidak
otomatis memperlihatkan intesitas yang sama sehubungan dengan agenda negara
Islam mereka.38
37
Dekonfessionalisasi pada mulanya berkembang di Belanda untuk kemudian
menunjukan bahwa, untuk mencapai tingkat kebersamaan yang diambil dari wakil-wakil
kelompok peribadatan dalam mencapai landasan bersama untuk menghindari implikasi-implikasi
tertentu dari sejumlah peribadatan untuk menghindari perbedaan pendapat, Domestikasi tidak
terbatas kepada tema ke-Islam-an saja, tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur ke-Jawa-annya
walaupun telah memeluk agama Islam, Dikotomi menjelaskan bahwa adanya istilah Santri-
Abangan, yaitu Santri diibaratkan sebagai Muslim yang taat atau Islamis, sedangkan Abangan
diibaratkan dengan pengertian Muslim yang kurang taat, Perpektif trikotomi mengelompokkan
Islam kedalam tiga bentuk yaitu kelompok fundamentalis, kelompok reformis, dan kelompok
akomodasionis. Islam kultural menekankan kepada upaya umat Muslim dalam merealisasikan
nilai-nilainya tanpa harus merubah negara menjadi berlandaskan Islam. 38
Effendy, Islam dan Negara, 44-45.
28
Demikian juga, mereka tidak menerima pandangan bahwa varian politik
santri dan abangan tidak punya ruang sama sekali untuk berkompromi. Dengan
memusatkan perhatian kepada keragaman dan kompleksitas politik Islam, mereka
menemukan tiga pendekatan politik fundamentalis, reformis,dan akomodasionis
yang tertuang dalam pemikiran politik Muslim.
Kemudian dalam struktur pemikiran, yang tampak menonjol dalam karya-
karya Allan Samson, dan beberapa pengamat lainnya yang melihat dalam contoh
kasus bahwa kekalahan partai-partai Islam disebabkan oleh perpecahan-
perpecahan politis dan ideologis internal. Dengan menganalisis perjalan partai
politik Islam “modern” terbesar dalam sejarah Indonesia, yakni Masyumi dan
Parmusi yang secara luas diklaim sebagai penerusnya Nahdlatul Ulama (NU)
yang “tradisionalis” terutama terlihat dengan pola interaksi terhadap watak
hegemonik negara di bawah kepemimpinan Soekarno dan Soeharto, Allan
Samson menemukan bahwa pandangan mereka terhadap politik, kekuasaan, dan
ideologi tidaklah tunggal.39
Peranan yang relevan untuk sebuah partai politik yang berlandaskan
agama khususnya Islam, pentingnya ideologi, dan pola interaksi antara kelompok-
kelompok Islam dan Non-Muslim memainkan peran cukup besar dalam
memunculkan dinamika pertentangan antar umat beragama dalam aspek religio-
politis internal. Munculnya orientasi bentuk fundamentalis, reformis, dan
akomodasionis dalam kelompok-kelompok pemikiran politik Islam. Allan
39
Effendy, Islam dan Negara, 45.
29
Simson berpendapat, ciri-ciri pokok para pendukung ketiga pendekatan yang
berbeda, sebagai berikut:
1. Kelompok Fundamentalis, kelompok ini mendukung jenis penafsiran
atas Islam yang kaku dan murni, menentang pemikiran sekular,
pengaruh Barat dan sinkretisme kepercayaan tradisional dan
menekankan keutamaan agama atas politik.
2. Kelompok Reformis, secara teoritis juga menekankan keutamaan
agama atas politik, tetapi kelompok ini jaun lebih kooperatif dengan
kelompok-kelompok sekular berdasarkan kesepakatan yang sama-
sama disepakati dibandingkan dengan kelompok fundamentalis.
Kelompok ini juga selalu berusaha menjadikan agama relevan dengan
era modern.
3. Kelompok Akomodasionis memberi apresiasi yang tinggi terhadap
kerangka persatuan yang diberikan Islam, tetapi kelompok ini juga
mempertahankan pandangannya bahwa kepentingan-kepentingan
sosial dan ekonomi harus mendapat prioritas utama oleh organisasi-
organisasi Islam. Lebih jauh, kelompok ini menekankan keharusan
untuk mengakui kepentingan-kepentingan yang bisa dibenarkan oleh
kelompok sekular, ataupun pembenaran yang sifatnya illahiah, serta
bekerjasama dengan mereka atas landasan yang sama-sama
disepakati.”40
40
Effendy, Islam dan Negara, 46.
30
Berdasarkan pandangan di atas kelompok-kelompok Islam dibagi menjadi
3 bentuk adalah fundamentalis, reformis, dan akomodasionis. Namun dalam
perkembangannya istilah ini bisa saja berbeda dengan realita yang terjadi tetapi
masih dengan pengidentifikasian yang sama.
C. Konsep Kepemimpinan dalam Tinjauan Islam
1. Definisi Pemimpin
Pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dalam
memimpin diri dan orang lain disekitarnya serta memiliki kemampuan yang lebih
dalam menjawab semua persoalan yang sedang terjadi. Pandangan-pandangan
sebelumnya berpendapat mereka yang dianggap sebagai pemimpin adalah
individu yang paling cerdik dalam berbagai hal yang erat kaitannya kepada
kelompok, dan pemimpin harus pandai dalam melakukannya.
Kata pemimpin serta kepemimpinan adalah sesuatu hal yang tidak dapat
dipisahkan baik secara tugas serta fungsinya. Artinya kata pemimpin dan
kepemimpinan saling mempunyai keterkaitan yang erat. Pemimpin dapat pula
diartikan sebagai individu yang menduduki suatu posisi tertentu di atas individu-
individu yang lain di dalam kelompok, dapat dikatakan sebagai pimpinan atau
pemimpin. Hal ini memungkinkan bahwa dalam menduduki posisinya
memberikan instrumen-instrumen secara formal atau non formal.
Kepemimpinan dipahami dalam dua aspek yaitu sebagai kekuatan untuk
menggerakkan dan mempengaruhi individu atau kelompok. Kepemimpinan hanya
sebuah sarana proses untuk mengajak individu-individu agar bersedia melakukan
31
sesuatu secara suka rela. Beberapa faktor yang dapat menggerakan seseorang
yaitu karena adanya intimidasi, penghargaan, otoritas dan adanya bujukan dalam
segi pendekata persuasif.41
Kepemimpinan ditinjau dari berbagai istilah dalam bahasa lain, berasal
dari kata leadership (kepemimpinan) berasal dari akar kata leader (pemimpin).
Asal mula kata ini muncul sekitar tahun 1300-an, sedangkan kata leadership
muncul kemudian pada tahun 1700-an. Hingga pada tahun 1940, kajian tentang
kepemimpinan berkembang yang didasarkan pada teori sifat. Teori ini terbatasa
hanya pada aspek mencari sifat-sifat kepribadian, sosial, fisik atau daya
intelektual yang membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin. Bahwa
pada artinya kepemimpinan dianggap sebagai bawaan sejak lahir atau bisa
dibilang sebagai bakat bawaan.42
Persoalan kepemimpinan dalam Islam yang selalu ditekankan oleh al-
Qur‟an dan al-Sunnah dalam proses melahirkan dan mewujudkan pemerintahan
Islam adalah selalu soal “kepemimpinan”, dikarenakan begitu pentingnya masalah
ini sehingga para ulama yang klasik hingga modern dirasa perlu untuk menulis
secara lebih khusu dan mendalam dalam beberapa karyanya.
Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah dimuka bumi, kemudian maka
dari itu manusia tidak terlepas dari perannya sebagai pemimpin yang merupakan
peran yang sangat sentral dalam setiap upaya-upaya pembinaan manusia dalam
41
Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2009),
30. 42
Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003), 8.
32
lingkup kecil yang tertuang dalam gerak langkah organisasi. Pentingnya masalah
kepemimpinan sehingga dalam al-Qur‟an, Allah telah mewajibkan dalam
firmannya akan kepatuhan terhadap pemimpin. Kepemimpinan dalam Islam, yang
terkenal dengan sebutan khalifah dan imamah adalah kepemimpinan tertinggi
yang erat kaitannya dengan urusan agama dan dunia.43
2. Istilah Pemimpin dalam Islam
Kata pemimpin dalam Islam yang sering digunakan dalam beberapa istilah
bahasa Arab yaitu sebagai berikut:
a. Istilah Khalifah
Asal mula kata khalifah berasal dari akar kata خهف yang berarti
dibelakang dari kata tersebut, kemudian lahir beberapa kata yang lain. Seperti
yang artinya lupa atau keliru, dan khalafa (خالف) khalāf ,(pengganti) خهفت
Dalam al-Qur‟an terdapat perkatan khalifah didalam bentuk mufrad .(خهف)
(tunggal), disebut sebanyak dua kali. Yaitu dalam QS. al-Baqarah ayat 30 dan
QS. Sad ayat 26. Kemudian ada dua bentuk jamak yang menunjukan banyak,
yaitu dalam perkataan khalā‟if yang disebutkan sebanyak empat kali. Yaitu
dalam QS. al-An‟am ayat 165, QS. Yunus ayat 14,73 dan QS. Fatir ayat 39
kemudian perkataan khulafa‟ disebut sebanyak tiga kali QS. al-A‟raf ayat
69,74 dan QS. an-Naml ayat 62.44
Khalifah dalam pengertiannya adalah bentuk mashdar dari kata kerja
lampau (khalafa), yang berarti menggantikan atau menempati tempatnya.,
43
Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, 35. 44
Yahaya Jusoh dan Kamarul Azmi Jasmi, Pendidikan Politik dan khilafah Islam dalam
Pelbagai Perspektif (Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia, Johor Darul Ta‟zim, 2006), 1.
33
kemudian makna dari kata ini merujuk kepada arti asal yaitu dibelakang.
Setelah nabi Muhammad SAW. wafat, dalam kepemimpinan Islam. Khalifah
juga sering diartikan sebagai Amīr al-Mu‟minīn (أيش انؤي) atau “pemimpin
orang yang beriman”.45
Khalifah dalam artian yang umum seseorang yang
dilantik sebagai pemimpin negara yang mempunyai otoritas dalam men-tadbir
urusan agama dan politik dunia secara adil. 46
b. Istilah Imām
Pengertian imām menurut etimologi kata imama diambil dari bahasa
Arab dan kata amama yang masdarnya imama yang berarti didepankan atau
maju kemuka (taqaddum) menuju ke penjurusan kata tertentu (al-Qashdu ila
jihatin mu‟aiyyanatin), hudayah, irsyad, qiyada (kapemimpinan), ah-liyah
(kemampuan), dan kecakapan untuk dijadikan teladan terhadap umat.
Menurut terminologi imām adalah “seorang yang memegang jabatan
umum dalam urusan agama dan dunia sekaligu.”penyetaraan kata imām dan
kata khalifah karena disejajarkan dengan kedudukan seorang imām shalat
jamaah dalam hal kepemimpinan yang harus diikuti .sebagaimana halnya
sebutan khalifah, muncul dari punngsinya menggantikan kepemimpinan rasul
bagi umat.47
45
Sahabuddin, Ensklopedi al-Qur‟an Kajian Kosa Kata (Jakarta: Lentera Hati, Juz III,
2007), 829. 46
Abul A‟la Al-Maududi, terj., Khilafah dan Kerajaan Evaluasi Kritis atas Sejarah
Pemerintahan Islam (Bandung: Mizan, 1998), 32. 47
Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam (Jakarta: Bulan Bintang,
1991), 26.
34
Menurut pandangan Ali As-Salus yang tertuang dalam bukunya
menyatakan bahwa “imām artinya pemimpin seperti ketua atau yang lainnya,
baik dia memberikan petunjuk ataupun menyesatkan”. Sebagaimana yang
tertuang dalam firman Allah sebagai berikut:
و ب كت أت ى ف ۥذعا كم أبس بئي ئك ۦب ن فأ
كت فتالا قشء ل ظه ١٥بى
Artinya:“(ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat
dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab
amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca
kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.” QS. al-Isrā‟ ayat
71
Di dalam al-Quran kata imām disebutkan sebanyak tujuh kali. yaitu
dalam QS. al-Isrā‟ ayat 71, QS. al-Furqān ayat 74, QS. al-Ahqāf ayat 12, QS.
al-Hijr ayat 79, QS. al-Baqarah ayat 124, dan QS. Yāsīn ayat 12.
Kata imām mempunyai makna dasar, yaitu setiap individu yang diikuti
pemikirannya dan didahulukan urusannya, kemudian dalam shalat yang
memiliki banyak makna filosofi yang terkandung yang diantaranya mempunya
aspek spiritual yakni kedekatannya dengan Allah SWT. Ibadah tersebut juga
bermakna kepada makna jama‟ah yang berarti seorang imām haruslah diikuti,
sehingga istilah imām lebih dikonotasikan sebagai individu yang menempati
kedudukan atau jabatan tertentu yang diadakan untuk mengganti tugas
kenabian di dalam memelihara agama dan mengatur dunia.48
c. Istilah Amīr
Istilah amīr merupakan bentuk isimfi‟il yang berasal dari akar kata
amara yang berarti memberi perintah atau menguasai. Tetapi pada dasarnya
48
Ahmad Dzajuli, Fiqih Siyasah (Bandung: Prenada Media, 2003), 87.
35
kata amara memiliki lima makna pokok yaitu lawan kata tumbuh atau
berkembang, larangan, urusan, tanda, dan hal yang mengesankan.
Namun, sekalipun tidak pernah ditemukan di dalam al-Qur‟an,
ternyata kata amīr itu sendiri seringkali digunakan dalam beberapa hadist.
Semisal, hadist riwayat al-Bukhari dari Abu Hurirah. Dalam hadis itu
disebutkan bahwa ulil amri atau pejabat wilayah adalah orang yang mendapat
amanah untuk mengurus urusan orang lain. Pemimpin yang dengan rasa penuh
tanggung jawab mengurus rakyatnya, tetapi jika ada pemimpin yang tidak
mengurus dan memperhatikan rakyatnya maka orang itu tidak bisa dikatakan
sebagai pemimpin lagi.49
3. Hukum Islam Mengangkat Pemimpin
Pada kalangan ulama terdapat pendapat yang berbeda-beda mengenai
hukum mengangkat pemimpin. menurut para ulama Sunni, Syi‟ah dan Murjiah,
mayoritas pengikut Mu‟tazilah dan Khawarij, kecuali pengikut sekte Najdat,
mengangkat kepala negara itu wajib hukumnya karena itu akan berdosa bila
meninggalkan kewajiban tersebut. Menurut kaum sunni, mengangkat kepala
negara itu merupakan suatu kewajiban yang berdasarkan dengan syariat atau
agama. Untuk melegitimasi pandangan tersebut, kaum sunni mengemukakan tiga
pendapatnya sebagai berikut:
49
Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Praktik (Jakarta:
Gema Insani, 2003), 119.
36
Pertama, dalam firman Allah, yang berbunyi sebagai berikut: “hai orang-
orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan Ulil Amrin
(pemerintah di antara kamu”, QS. an-Nisa‟ ayat 59
أب ا أطعا ٱنز ءاي أطعا ٱلل سل ن ٱنش أ يكى ٱليش
زعت إن فئ ت ء فشد ى ف ش سل ٱلل ب ٱنش إ كتى تؤي ٱلل
و أحس ٱلخش ٱن ش نك خال ر ١٥تأ
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”. QS. an-Nisa‟ ayat 59
Kedua, dalam hadist Nabi yang berbunyi sebagai berikut: “apabila ada
tiga orang yang melakukan perjalanan, maka hendaklah salah satu dari mereka
menajdi pemimpin perjalanan” HR. Abu Daud.50
Ketiga, ijma‟ sahabat dan tabi‟in. Dalil ketiga ini merujuk kepada
kesepakatan yang disepakati pada saat Abu Bakar berpidato di masjid bertepatan
dengan pelantikannya oleh seluruh umat Islam untuk mempertegas
pengangkatannya yang telah dilakukan oleh para sahabat tertua di Saqifah Bani
Saidah. Pada pidato pengukuhannya tersebut, Abu Bakar yang diantaranya
menyatakan sebagai berikut: “wahai sekalian manusia, siapa yang menyembah
Muhammad, kini Muhammad telah wafat. Tapi siapa yang menyembah Allah,
sesungguhnya Allah itu kekal selama-lamanya”. Kemudian di tengah-tengah
pidatonya tersebut, Abu Bakar melontarkan pertanyaan kepada segenap hadirin,
“(saudara-saudaraku), kini Muhammad telah tiada, tapi menurut pendapatku,”
50
Muhammad Nasiruddin al-Albani, Shahih Sunan Abu Daud (Jakarta: Pustaka Azzam,
2006), 192.
37
tegas Abu Bakar, harus ada orang yang melanjutkan perjuangannya. Bagaimana
menurut saudara-saudara?”. Tanya Abu Bakar, lalu segenap hadirin serentak
menjawab, “anda benar ya Abu Bakar”.
Menurut al-Rais 1036 M begitu juga dengan pendapat al-Mawardi 1058 M
dan al-Ghazali 1111 M, kewajiban tersebut buku semata-semata kewajiban
individual saja tetapi (wajib aini), tetapi kewajiban kolektif (wajib kifa‟i atau
fardu kifayah). Kaum Syiah pun mempunyai pandangan yang sama dengan kaum
sunni, yakni mengangkat kepala negara itu merupakan kewajiban berdasarkan
syariat. Hanya saja, dalam hal ini syiah berpendapat pengangkatan kepala negara
yang wajib mengangkatnya adalah Allah, bukan umat ataupun rakyat.
Pada umumnya bahwa pengangkatan kepala negara itu merupakan
kebutuhan manusia yang terbilang cukup cenderung hidup bermasyarakat.
Manusia sebagai makhluk sosial, tidak mungkin manusia hidup seorang diri
melainkan saling berdampingan dan membutuhkan satu sama lain. Dalam
interaksi yang terjadi amat rentan dengan terjadinya perselisihan, pertikaian,
konflik, bahkan dapat juga menyulut dan menabuh genderang perang yang akan
menelan banyak korban jiwa baik materi atau pun yang lainnya, yang merusak
sendi-sendi- kehidupan. 51
Kaum rasionalitas Mu‟tazilah, mempunyai pandangan bahwa baik dan
buruk dapat diketahui oleh akal dan rasio manusia. Sedangkan wahyu tidak lebih
hanya bersifat penegasan terhadap segala-segala sesuatu yang telah diketahui akal.
51
Nasaruddin Umar, Deradikalisasi Pemahaman al-Qur‟an dan Hadis (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2014), 201.
38
Karena itu, kewajiban mangangkat kepala negara dipandang sebagai suatu
kewajiban yang didasari oleh akal manusia.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bekenaan dengan
kewajiban mengangkat kepala negara dilandasi dengan tiga pemikiran yang
berbeda-beda sebagai berikut: pertama, wajib berdasarkan syariat, kedua, wajib
berdasarkan akal dan ketiga, berdasarkan rasio dan syariat. Islam adalah agama
yang paling sempurna, diantara kesempurnaannya Islam juga mengatur seluruh
aspek kehidupan manusia di dunia baik yang berhubungan dengan illahiah
(hablum minallah) serta hubungannya dengan sesama makhluk sosial (hablum
minannas), termasuk diantaranya masalah kepemimpinan di dalam negara.
52Kepemimpinan dilain sisi dapat bermakna pemegang kekuasaan, tetapi di sisi
lain juga bisa bermakna tanggung jawab. Ketika kepemimpinan dimaknai sebagai
kekuasaan, Allah SWT. mengingatkan kita bahwa dalam hakikatnya kekuasaan
itu adalah milik Allah semata. Allah SWT. yang memberikan kekuasaan kepada
setiap insan yang dikehendaki-Nya, dan Allah SWT. pula yang mencabut
kekuasaan itu.
قم تبذ عه إ تخفا يب ف صذسكى أ عهى يب ف ٱلل ث يب ف ٱنس ٱلسض ء قذش ٱلل كم ش ٩٥عه
Artinya:”Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan
kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut
kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang
yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau
kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya
Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. QS. Ali-Imran Ayat 29
52
Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyyasah Doktrin dan Pikiran Politik
Islam (Yogyakarta: Erlangga, 2008), 108.
39
Kemudian dalam al-Qur‟an dan sunnah ada beberapa syarat dan ketentuan
yang disandang oleh seseorang untuk bisa mengajukan diri menjadi sebagai
pemimpin. syarat-syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Pertama, harus seorang Muslim. Syarat ini antara lain ditemukan dalam
firmanNya berikut: “hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
rasul-Nya dan ulil amri (pemerintah) di antara kamu....”QS. an-Nisa ayat 59.
Syarat-syarat kepala negara harus beragama Islam itu, disampaikan dari kata
minkum yang termaktub pada akhir ayat di atas, yang oleh para pendukung syarat
ini selalu ditafsirkan menjadi minkumayyuhalmukminūn yang berarti dari
kalanganmu sendiri wahai orang-orang Muslim.
Kedua, harus seorang laki-laki. Syarat ini tertuang dalam firman Allah
SWT. yeng berbunyi sebagai berikut: “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi
kaum wanita....”QS an-Nisā‟ ayat 34
Ketiga, harus sudah dewasa syarat ini tertuang dalan firma sebagai berikut:
“dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna
akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu yang dijadikan Allah
sebagai pokok kehidupan.....”QS an-Nisā‟ ayat 553
Kepemimpinan dalam perspektif Islam merupakan sebuah amanat yang
diberikan kepada seseorang yang benar-benar ahli, berkualitas, mempunya daya
juang, dan memiliki tanggung jawab serta adil, jujur dan bermoral baik.
53
Syarif dan Zada, Fiqh Siyyasah, 248
40
BAB III
PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH (PILKADA) DKI JAKARTA
2017
A. Gambaran Umum Pilkada DKI Jakarta 2017
1. Pengertian Pilkada
Disejumlah negara yang menganut sistem demokrasi, pemilihan umum
dianggap sebagai cara, sekaligus tolok ukur, dan keberhasilan terhadap sistem
demokrasi. Hasil pemilihan yang diselenggarakan secara langsung dan terbuka
dengan kebebasan berpendapat serta kebebasan berserikat, dianggap
mencerminkan aspirasi dan partisipasi. Sekalipun demikian, disadari bahwa
pemilihan umum tidak merupakan salah satu indikator, tetapi perlu dilakukan
pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan dalam
berbagai aspek kegiatan yang dilakukan.54
Secara sederhana, pemilihan umum diartikan sebagai wadah atau suatu
cara bagi rakyat di dalam negara untuk memilih orang-orang yang pantas
mewakili rakyat dalam menjalankan roda pemerintahan. Merujuk pada UUD No.
7 tahun 2017 yang ditegaskan dalam Undang-Undang pemilu dilaksanakan
berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Kemudian
penyelenggara pemilu harus melaksanakan pemilu berdasarkan pada asas
sebagaimana yang tercantum dalam UUD. Penyelenggaraan pemilu harus
54
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2008), 461.
41
memenuhi prinsip mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka,
proporsional, profesional, akuntabel, efektif; dan efisien.55
Pengertian pemilihan kepala daerah (Pilkada), secara langsung baik
Gubernur, Wakil Gubernur ditingkat Provinsi, Bupati, Wakil Bupati, maupun
Walikota dan Wakil Walikota ditingkat kabupaten dan Kota. Kemudian yang
dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang
memenuhi syarat-syarat tertentu. Dalam sejarah perkembangan di Indonesia pada
awalnya calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih melalui Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).56
Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara
langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
atau disingkat Pilkada, Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni
tahun 2005.
Kemudian pilkada selanjutnya dilaksanakan secara langsung dan tidak lagi
melalui DPRD, tetapi dilaksanakan pilkada secara langsung yang hasilnya
ditentukan oleh perolehan suara rakyat yang ada dimasing-masing daerah
setempat. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan pada rezim pemilu,
sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil
55
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. 56
A. Rahman H.I, Sistem Politik Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), 147.
42
Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang
diselenggarakan berdasarkan undang-undang pilkada DKI Jakarta 2007.57
2. Profil Kandidat Pilkada DKI Jakarta 2017
a. Agus Harimurti Yudhoyono – Sylviana Murni
1) Agus Harimurti Yudhoyono
Letkol Inf. Agus Harimurti Yudhoyono, M.Sc., MPA., M.A. Lahir
di Bandung, Jawa Barat, pada 10 Agustus 1978 beliau merupakan anak
pertama mantan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Pada
tahun 1997 beliau berhasil menyelesaikan pendidikan SMA di Taruna
Nusantara & Akademi Militer pada tahun 2000. Kemudian beliau
mengambil gelar master di Institute of Defence and Strategic Studies,
Nanyang Technological University, Singapura dan lulus pada tahun 2006,
kemudian pada mei 2010 beliau menyelesaikan pendidikannya dan meraih
gelar Master of Public Administration di John F. Kennedy School of
Government, Harvard University, Massachusetts, Amerika Serikat.
Karir di militer, beliau pernah menjabat menjadi Wadan Yonif
Mekanis 201/Jaya Yudha, Batalyon Infanteri (Yonif) Mekanis, Kepala
Operasi Infanteri 17 Brigade Airbone Kostrad TNI AD. Karir militernya
terbilang sangat singkat dikarenakan karir militernya yang terbilang masih
sangat panjang, tetapi beliau lebih memilih mengambil dan melanjutkan
57
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum.
43
karirnya dipolitik serta mencalonkan diri sebagai kandidat pada pilkada
DKI Jakarta 2017.58
2) Sylviana Murni
Dr. Hj. Sylviana Murni, SH,M.Si. lahir di Jakarta 11 Oktober
1958, awal karir politiknya dengan menjadi PNS sebagai staf penatar BP-
7 DKI periode 1985-1987 kemudian naik menjadi Staf Biro Pembinaan
Mental DKI Jakarta. Beliau merupakan salah satu deputi gubernur DKI
Jakarta di Bidang Budaya dan Pariwisata satu dari dua wanita yang pada
masa jabatannya menduduki posisi tertinggi di pemprov DKI Jakarta.
Beliau juga pernah menduduki jabatan sebagai Walikota Jakarta Pusat
untuk periode 2008-2010 sebelum Rustam Effendi Anas.
Setelah lulus dari SMP 44 Jakarta dan SMA 12 Jakarta, Beliau
melanjutkan studinya di S1 Fakultas Hukum, Universitas Jayabaya,
Jakarta, kemudian mengambil gelar magister di Manajemen
Kependudukan Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia dan meraih gelar
doktor di Manajemen Pendidikan Fakultas Kependidikan, Universita
Jakarta. Keputusan beliau untuk mengundurkan diri dari jabatannya tidak
sedikit mengundang pro dan kontra karena banyak sekali yang
menyayangkan keputusan beliau untuk ikut dalam pilkada DKI Jakarta.59
58
“Pasangan Calon Gubernur DKI Jakarta 2017 Nomor Urut 1,” Tirto.id, 2017; tersedia
di https://tirto.id/m/agus-harimurti-yudhoyono--sylviana-murni-Jo diunduh pada 20 Januari 2018. 59
“Profil Sylviana Murni,” Merdeka.com, 2017; tersedia di
https://www.merdeka.com/sylviana-murni/ diunduh pada 20 Januari 2018.
44
b. Basuki Tjahaja Purnama – Djarot Saiful Hidayat
1) Basuki Tjahaja Purnama
Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal dengan panggilan
Ahok, beliau lahir di Manggar, Bangka Belitung, 28 Juni 1966 adalah
putra pertama dari pasangan Indra Tjahaja Purnama (Tjoeng Kiem Nam)
dan Buniarti Ningsing (Boen Nen Tjauw) dan memiliki tiga orang adik.
Mempunyai seorang istri bernama Veronica Tan, dengan dikaruniai tiga
orang anak.
Basuki Tjahaja menyelesaikan pendidikan SD dan SMP di
Belitung, kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA III
PSKD Jakarta, lalu melanjutkan pendidikannya lagi di Universitas
Trisakti, Jakarta dengan mengambil jurusan Teknik Geologi dan berhasil
mendapat gelar Insinyur pada tahun 1990. Pada usia 24 tahun beliau
berhasil memperoleh gelar Insinyur, dan kemudian kembali melanjutkan
pendidikan magisternya di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya
dan mendapatkan gelar master manajemen pada tahun 1994.60
Tidak berhenti di dunia bisnis saja beliau juga melangkahkan
karirnya politiknya dengan bergabung bersama Partai Indonesia Baru
(PIB) pada tahun 2004 kemudian beliau ditunjuk sebagai ketua DPC PIB
Kab. Belitung dan pada tahun yang sama beliau juga terpilih sebagai
anggota DPRD Kabupaten Belitun masa bakti 2004-2009. Pada tahun
60
Hedi Purnomo, “Menilik Latar Belakang Cagub dan Cawagub,” Kompasiana.com, 10
November 2016; tersedia di https://www.kompasiana.com/hedipurnomo45/menilik-latar-belakang-
cagub-dan-cawagub_58240fca6323bd54136ea20b diunduh pada 23 Januari 2018.
45
2005 beliau maju dalam pilkada sebagai Bupati Kabupaten Belitung Timur
bersama pasangannya Khairul Effendi, B.Sc masa bakti 2005-2010. Tidak
berlangsung lama beliau menjabat sebagai Bupati Belitung Timur
kemudian memilih untuk maju dalam pemilihan Gubernur Bangka
Belitung tahun 2007, namun dalam pemilihan Gubernur kalah oleh
kandidat Eko Maulana Ali yang diusung oleh partai Golkar. Tidak
berhenti sampai di sana, pada 2009 beliau mencalonkan diri menjadi
anggota DPR-RI dari Partai Golkar dan berhasil mengumpulkan 119.232
suara dan mendapat jabatan di komisi II DPR-RI. Semakin lama karir
politiknya semakin cemerlang, pada tahun 2012 beliau mendurkan diri dari
partai Golkar dan bergabung kedalam partai Gerindra mencalonkan diri
sebagai calon wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Joko Widodo
sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Pasangan ini diusung oleh partai
PDIP dan Gerindra kemudian berhasil menyingkirkan empat pasangan
calon lainnya.61
Memasuki tahun 2014, tepatnya pada 14 November 2014 beliau
diumumkan secara resmi menjadi Gubernur DKI Jakarta, melalui rapat
paripurna istimewa di gedung DPRD DKI Jakarta menggantikan Jokowi
Dodo Gubernur sebelumnya yang mengundurkan diri dan ikut dalam
pemilihan presiden. Beliau resmi dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta
oleh Presiden terpilih Joko Widodo pada 19 November 2014 di Istana
61
“Profil Ir. Basuki Tjahaja Purnama,” Viva.co.id, 2017; tersedia di
https://www.viva.co.id/siapa/read/85-ahok diunduh pada 23 Januari 2018.
46
Negara, setelah sebelumnya menjabat sebagai Pelaksana Tugas (PLT)
Gubernur sejak 16 Oktober hingga 19 November 2014.62
Sekitar 2 tahun menjabat, gelombang protes terus menerus
menerjang Basuki. Sikap ini terjadi atas reaksi berbagai kebijakan dan
pernyataan Basuki yang selalu mengundang kecaman dari berbagai
kalangan mulai dari DPRD, partai pengusung dan ornas-ormas baik ormas
primordial hingga ormas Islam.
Pada awal masa jabatannya Basuki sempat membongkar masjid-
masjid bersejarah yang telah berdiri selama puluhan tahun seperti masjid
Amir Hamzah di Taman Ismail Marzuki (TIM), kemudian masjid Baitul
Arif di Jatinegara, pembongkaran secara sepihak dan tidak adanya
kordinasi dengan warga setempat sehingga meimbulkan ketegangan
berbau SARA dengan alasan renovasi masjid tetapi tidak ada proses lebih
lanjut setelah pembongkaran itu dilaksanakan. Kontroversi berlanjut
hingga pelarangan kegiatan tabligh akbar dengan alasan akan membuat
kemacetan di area sekitar.63
Karir politiknya yang terbilang sangat berani dan berbeda dari
tokoh-tokoh politik yang ada di Indonesia, namun ini menjadikan beliau
sosok yang kontroversial dan penuh pro-kontra, yang membuat beliau
62
Ardhancn, “Harus Tau, Ini Biografi Calon Gubernur dalam Pilkada DKI 2017,” 24
September 2016; tersedia di http://ardhancn.blogspot.co.id/2016/09/harus-tau-ini-biografi-calon-
gubernur.html diunduh pada 24 Januari 2018. 63
Linclon Arsyad, “Daftar Kontroversi Ahok Tahun 2012-2014,” Kompasiana.com, 2
Oktober 2014; tersedia di https://www.kompasiana.com/proflincolinarsyad/daftar-kontroversi-
ahok-tahun-2012-2014_54f453e7745513942b6c8aa9 diunduh pada 24 Januari 2018.
47
cukup terkenal adalah gaya bahasanya yang berani, asal bicara, tegas dan
cenderung tidak memperdulikan perasaan orang lain.64
Puncak dari kontroversi Basuki terjadi pada bulan Oktober 2016
yang lalu, saat Basuki sedang melaksanakan kunjungan kerja di Kepulauan
Seribu dengan tuduhan penistaan agama, melalui video yang diunggah ke
media sosial facebook yang melontarkan pernyataannya tentang sepenggal
ayat dari surat Al-Maidah ayat 51. Kemudian hal inilah yang menimbulkan
aksi demonstrasi besar-besaran dari para ulama dan umat Islam yang
terwakilkan melalui ormas-ormas Islam.65
2) Djarot Saiful Hidayat
Djarot Saiful Hidayat lahir di Kota Magelang, 6 Juli 1962 anak
keempat dari keluarga M. Thoyib pensiunan militer dari detasemen
perhubungan. Uniknya dulu beliau hanya diberikan nama Saiful Hidayat
saja, nama Djarot sendiri dipanggil oleh penjual tempe yang kala itu
sempat mengasuh beliau saat masih kecil dan kemudian nama Djarot
melekat hingga sekarang.
Dalam bidang pendidikan beliau sukses menamatkan pendidikan
sarjananya di Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya Malang,
Jawa Timur, kemudian melanjutkan jenjang S2 di Fakultas Ilmu Politik,
64
Arya Janson Medianta, “Fenomena Ahok yang Kontroversial dan Pilgub DKI Jakarta
yang Bercita Rasa Pilpres,” Plimbi, 17 Februari 2017; tersedia di
http://www.plimbi.com/article/167054/fenomena-ahok-yang-kontroversial-dan-pilgub-dki-jakarta-
yang-bercita-rasa-pilpres- diunduh pada 24 Januari 2018. 65
Pernyataan lengkap ini bisa dilihat dari video pidatonya, pada saat Basuki Tjahaja
Purnama berada di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Tersedia di
https://youtu.be/MNdJv3ZAqQE diunduh pada 24 Januari 2018.
48
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Memulai karirnya menjadi dosen
di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Jawa Timur. Karier dalam
bidang pendidikannyapun kiat menanjak dari dosen, dekan, hingga
pembantu rektor 1 Untag 1945.
Selain aktif menjadi dosen, beliau juga aktif dalam dunia politik.
Beliau seseorang yang berlatar belakang sebagai akademisi. Pada tahun
1999 Djarot aktif sebagai Ketua 1 Pappuda PDI-Perjuangan, Jawa Timur
pada pemilu 1999, pemilu pertama setelah reformasi 1998, beliau terpilih
menjadi anggota DPRD Jawa Timur dan menjabat sebagai Ketua A DPRD
Jawar Timur masa bakti 1999-2000. Selama satu tahun menjabat beliau
mendapat kepercayaan penuh dari partai pengusung PDI-P untuk
mencalonkan Djarot sebagai Wali Kota Blitar dan berhasil memenangkan
pemilu tersebut, masa bakti 2000-2005, yang kemudian beliau kembali
dipercaya oleh rakyat Blitar kembali menduduki jabatan Wali Kota Blitar
pada periode masa bakti 2005-2010.66
Setelah Joko Widodo terpilih menjadi Presiden pada tahun 2014,
Basuki Tjahaja Purnama yang sebelumnya menjabat menjadi Wakil
Gubernur Joko Widodo, yang kemudian menggantikan Joko Widodo
menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kekosongan jabatan Wakil Gubernur
kemudian diisi oleh Djarot Saiful Hidayat, Djarot terpilih sebagai Wakil
Gubernur berkat rekam jejaknya memimpin Blitar dua periode. Kemudian
66
“Profil, Djarot Saiful Hidayat,” Viva.co.id, 2017; tersedia di
https://www.viva.co.id/siapa/read/124-djarot-saiful-hidayat diunduh pada 26 Januari 2018.
49
Djarot saiful Hidayat secara resmi menggantikan Basuki Tjahaja Purnama
sebagai Gubernur DKI Jakarta. Djarot menjabat gubernur ketiga dalam
periode 2012-2017.67
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, serta
sejumlah menteri Kabinet Kerja ikut hadir dalam acara pelantikan Djarot
di Istana Negara pada pagi ini. Acara dibuka dengan menyanyikan lagu
Indonesia Raya. Pelantikan tersebut sesuai Keputusan Presiden RI Nomor
76 P Tahun 2017 tentang pengesahan pemberhentian gubernur dan wakil
gubernur DKI Jakarta sisa masa jabatan tahun 2012-2017 dan pengesahan
gubernur DKI Jakarta sisa masa jabatan tersebut. Isi keputusan tersebut
yaitu mengesahkan pengangkatan Djarot Saiful sebagai gubernur DKI
Jakarta sisa masa jabatan 2012-2017. Beliau dilantik dikarenakan
terjeratnya Basuki yang saat itu sedang menjabat sebagai Gubernur DKI
Jakarta masa bakti 2012-2017 tentang kasus penistaan agama.68
c. Anies Rasyid Baswedan – Sandiaga Salahuddin Uno
1) Anies Rasyid Baswedan
Anies Rasyid Baswedan lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei
1969, dari pasangan Rasyid Baswedan dan Alliyah. Beliau tumbuh dan
berkembang di Kota Yogyakarta dari kecil hingga duduk dibangku
perkuliahan. Pada usia 5 tahun, beliau didaftarkan orang tuanya di taman
67
“Profil Biografi Djarot Siaful Hidayat,” Telegraf, 13 Oktober 2016; tersedia di
http://telegraf.co.id/profil-biografi-djarot-saiful-hidayat/ diunduh pada 26 Januari 2018. 68
Prima Gumilang, “Djarot Resmi Gantikan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta,” CNN
Indonesia, 15 Juni 2017; tersedia di https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170615092905-20-
221880/djarot-resmi-gantikan-ahok-sebagai-gubernur-dki-jakarta diunduh pada 26 Januari 2018.
50
kanak-kanak Masjid Syuhada, Yogyakarta. Kemudian setelah tamat,
beliau meneruskan di SD Laboratori, SMP Negeri 5, dan SMA Negeri 2
yang semuanya berada di Kota Yogyakarta.
Pada saat beliau duduk dibangku SMA, beliau mendapat beasiswa
satu tahun di Amerika. Dimana ini menyebabkan kelulusannya di SMA
terlambat setahun, yang seharusnya lulus pada tahun 1988, tetapi beliau
baru lulus pada tahun 1989. Setelah lulus dari SMA beliau melanjutkan
jenjang pendidikan strata satu di Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah
Mada, dan lulus pada usia 26 tahun. Kemudian setelah lulus beliau turut
ikut serta dan aktif di dalam lembaga kajian ekonomi masih dengan
almamater yang sama di Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi UGM.
Beliau kemudian mendapatkan beasiswa untuk jenjang pendidikan S2-S3,
S2 University of Maryland, School of Public Policy, College Park,
Amerika Serikat, dan jenjang S3 di Northern Illinois University,
Department of Political Science, Illinois, Amerika Serikat.69
Awal mula karirnya, setelah beliau menyandang gelar doktor di
Amerika kemudian kembali ke Indonesia, sekembalinya dari Amerika
beliau mengemban tugas di lembaga riset, The Indonesian Institute sebagai
Direktur Riset mengenai riset dan analisa kebijakan publik. Karirnya
dalam bidang akademisi berlanjut, beliau dilantik menjadi Rektor
Universitas Paramadina sekaligus Rektor termuda pada usia 38 tahun.
69
“Profil Anies Rasyid Baswedan,” Viva.co.id, 2017; tersedia di
https://www.viva.co.id/siapa/read/32-anies-baswedan diunduh pada 26 Januari 2018.
51
Beliau dikenal luas sebagai tokoh yang berpengaruh dalam bidang
pendidikan Indonesia. Beliau menggagas program Indonesia Mengajar
sejak tahun 2009, beliau merekrut, melatih, dan mengirim generasi muda
terbaik bangsa untuk menajar ke berbagai pelosok terpencil di Indonesia.
Karir politiknya bermula pada tahun 2013 menjajaki dunia politik
dengan mengikuti konvensi Partai Demokrat dalam penjaringan Pilpres
2014, tetapi pada saat itu Partai Demokrat hanya memiliki 10 persen pada
pemilu legislatif, yang ini berdampak dengan tidak bisanya mengusung
calon sendiri. Kegagalannya dalam mengikuti konvensi dengan Partai
Demokrat hal ini tidak sama sekali menyurutkan niatnya untuk tetap
berkarir dalam bidang politik, beliau kemudian bergabung dalam tim
pemenangan Jokowi-JK kepiawaiannya dalam berorasi membuatnya
ditunjuk sebagai juru bicara Jokowi-JK pada pilpres 2014.
Pada pemilihan Presiden 2014 beliau berhasil menghantarkan
pasangan Jokowi-JK sebagai pemenang, mengalahkan pasangan Prabowo-
Hatta, kemudian setelah kabinet kerja resmi diumumkan pada Oktober
2014, beliau diangkat menjadi Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar
dan Menengah. Sebelum selesai masa tugasnya menjadi Menteri, beliau
kemudian diganti dalam penyusunan kembali kabinet kerja pada 27 Juli
2016 oleh mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Muhadjir
Effendy. Kemudian dalam jangka waktu dua bulan, nama beliau mendapat
sorotan lebih dari beberapa partai politik. Beberapa partai politik
mengajukan untuk menjadi partai pengusung beliau untuk maju dalam
52
pilkada DKI Jakarta 2017, hanya saja partai Gerindra dan PKS saja yang
berhasil menarik perhatian beliau.70
2) Sandiaga Salahuddin Uno
Sandiaga Salahuddin Uno adalah seseorang sosok pengusaha muda
yang terjun dalam dunia politik. Beliau maju dalam pilkada DKI Jakarta
2017 mendampingi Anies Baswedan yang diusung oleh Partai Gerindra
dan PKS. Beliau lahir di Pekanbaru, 28 Juni 1969 seorang anak bungsu
dari dua bersaudara berasal dari pasangan Razif Halik Uno dan Rachmini
Rachma. Ayahnya bekerja di perusahaan Caltex di Riau dan ibunya
terkenal sebagai pakar pendidikan kepribadian.
Kemudian setelahnya tidak lagi bekerja di Caltex pada tahun 1970
keluargnya memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Sandiaga mengenyam
bangku pendidikan di SD PSKD, SMPN Jakarta, dan SMA Katolik.
Jenjang strata satunya dilanjutkan oleh beliau di Amerika serikat, masuk di
Wichita State University, Amerika Serikat. Beliau mengambil gelar
Bachelor of Business Administration dan lulus pada tahun 1990.
Kemudian bekerja di Bank Summa kemudian bertemu dengan William
Soeryadjaya sekaligus berguru dengan beliau, beliau adalh pemilik Bank
Summa. Memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan melanjutkan
70
Rina Atriana, “Begini Profil dan Perjalanan Anies Baswedan Jadi Cagub DKI,”
Detik.com, 24 September 2016; tersedia di https://news.detik.com/berita/d-3305643/begini-profil-
dan-perjalanan-anies-baswedan-jadi-cagub-dki diunduh pada 26 Januari 2018.
53
mengambil gelar Master of Business Administration dengan biaya
beasiswa di George Washington University.71
Pada tahun 1994 setelah kelulusannya beliau bekerja di Seapower
Asia Investment Limited di Singapura sebagai manajer investasi dan
sekaligus bekerja di MP Holding Limited Group setahun kemudia beliau
pindah ke perusahaan NTI Resources Ltd di Kanada menjabat sebagai
Executive Vice President, tahun-tahun sulit datang menghampiri beliau
karirnya terhalang oleh krisis moneter yang terjadi menyebabkan tempat
beliau mengalami kebangkrutan menjadikan beliau tidak lagi mempunyai
pekerjaan. Setelah kejadian tersebut beliau berusaha kembali dengan
mendirikan perusahaannya bersama dengan teman-temannya yaitu PT.
Recapital perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konsultan
keuangan. Pada saat terjadi krisi banyak perusahaan di tanah air mendekati
ambang kebangkrutan, kondisi ini yang menjadi peluang dan pasar
perusahaan beliau.
Tidak hanya dalam dunia bisnis beliau juga dikenal sebagai
penggiat olahraga, khususnnya lari dan renang. Sukses di dunia bisnis dan
olahraga, beliau juga tertarik dengan duni politik. Beliau didaulat menjadi
pengurus Partai Gerindra oleh Prabowo Subianto yang kemudian pada
71
“Biografi Sandiaga Uno,” Biografi Tokoh, 2017; tersedia di http://bio.or.id/biografi-
sandiaga-uno/ diunduh pada 26 Januari 2018.
54
pilkada DKI Jakarta 2017, beliau dicalonkan sebagai calon wakil
mendampingi Anies.72
B. Tahapan Pada Pilkada DKI Jakarta 2017
Pemilihan kepala daerah secara langsung akan dilaksanakan secara
serentak, dalam 7 tahapan. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah merumuskan
jadwal pelaksanaan berdasarkan masa jabatan kepala daerah yang berada
dimasing-masing daerah. Peraturan ini berdasarkan rapat paripurna DPR dan
pemerintah yang telah disepakati bersama. Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) telah mencatat ada 280 kepala daerah yang akan dipilih pada tahun
2015, kemudian ada 204 kepala daerah yang habis masa jabatannya tahun 2015
serta 76 kepala daerah yang berakhir pada semester pertama tahun 2016. Di dalam
Pasal 201 UU No. 1 Tahun 2015 mengamanatkan tiga gelombang pelaksanaan
pilkada sebelum akhirnya dilaksanakannya pilkada serentak secara nasional.73
Pilkada akan di laksanakan pada tahun 2017 untuk masyarakat DKI
Jakarta dan beberapa daerah lainnya yang diselenggarakan secara serentak
mengikuti gelombang pelaksanaan pilkada serentak. Pilkada DKI Jakarta yang
sering sekali mendapatkan perhatian lebih dari berbagai elemen masyarakat, hal
ini dikarenakan Jakarta adalah Ibukota Indonesia selalu memiliki berbagai macam
dinamika sosial dan politik. Peran media sebagai wahana sosialisasi memeberikan
72
“Profil Sandiaga Salahudin Uno,” Viva.co.id, 2017; tersedia di
https://www.viva.co.id/siapa/read/130-sandiaga-uno diunduh pada 26 Januari 2018. 73
Peraturan komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tahapan, Program
dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
55
efek dan dampak tertentu dalam penyajian isi konten di dalam pemberitaan yang
disajikan.
Kemudahan masyarakat dalam memperoleh informasi, membantu
masyarakat untuk lebih mengenal calon pasangan kandidat yang akan dipilihnya.
Latar belakang kandidat akan memberikan gambaran dan pandangan dari setiap
pasangan calon kandidat untuk dijadikan sebagai pertimbangan masyarakat dalam
memilih calon manakah yang pantas untuk dipilih untuk menjadi pemimpin serta
membawa cita-cita dan harapan masyarakat kedepannya.74
Situasi dan kondisi, serta dinamika persaingan antar calon kandidat yang
tercipta dengan keterlibatan berbagai macam media informasi ini menyebabkan
adanya situasi menjelang pilkada DKI Jakarta 2017 dilaksanakan semakin sengit.
Beragam persoalan muncul sebelum, selama dan sesudah penyelenggaraan
pilkada DKI Jakarta 2017. Salah satu persoalan yang banyak mendapat perhatian
publik ialah adanya kasus penistaan agama yang dilakukan oleh salah satu calon
pasangan kandidat yaitu Basuki Tjahaja Purnama terkait dengan pidato kunjungan
kerjanya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu dengan menyinggung salah satu
ayat yang ada di dalam kitab suci umat Islam, ini berpeluang memunculkan
polarisasi dukungan yang ada di dalam masyarakat DKI Jakarta.
Pernyataan Basuki Tjahaja Purnama tentang sepenggal kata dari surat al-
Maidah ayat 51 tentang:
74
Muhammad Fathan, “Dinamika Pilakda DKI,” Republika.co.id, 22 Oktober 2016;
tersedia di http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/16/10/22/offn854-dinamika-
pilkada-dki diunduh pada 19 Januari 2018.
56
أب ۞ ٱنز كى فئ ى ي ن ي ت ۥءايا ء بعط ى إ ي ل ٱلل
ٱن ٱند تتخزا ش ذ ص نب ل نبء بعضى أ و أ ٱنق
ه ١٥ ٱنظ
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-
orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu);
sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.
Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.QS. Al-
Maidah ayat 51
Dalam pidatonya yang menimbulkan berbagai macam reaksi dari berbagai
lapisan masyarakat, perbedaan pandangan dan pernyataan sikap serta berbagai
macam aksi merupakan bagian dari cara berdemokrasi. Mayoritas penduduk DKI
Jakarta adalah pemeluk agama Islam, yang membuat adanya aksi besar-besaran
umat Islam sepanjang sejarah era reformasi. Aksi yang dilakukan oleh umat Islam
sebagai respon atas pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dilakukan dalam berbagai
macam jenis kegiatan.
Pernyataan Basuki Tjahaja Purnama yang tidak tepat sehingga
menimbulkan kontroversi dari berbagai macam segmen masyarakat. Hal inilah
yang menyebabkan adanya penolakan dari pemeluk agama Islam. Penolakan ini
dibuktikan dengan adanya aksi bela Islam jilid I, II dan III. Berbagai macam
ormas-ormas Islam hadir dan masing-masing memberikan pandangan dan sikap
yang berbeda-beda menanggapi kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan
oleh salah satu kandidat yang ikut dalam kontestasi pilkada DKI Jakarta 2017.75
75
“Analisis Pilkada DKI Jakarta; Ahok dan Anies Menuju putaran Dua,” HIMA
Indonesia, 13 Februari 2017; tersedia di http://himaindonesia.com/2017/02/13/analisis-pilkada-
dki-jakarta-ahok-dan-anies-menuju-putaran-dua/ diunduh pada 19 Januari 2018.
57
Pilkada 9 Desember 2015 dilaksanakan untuk memilih kepala daerah yang
masa jabatannya berakhir pada tahun 2015 dan semester pertama tahun 2016.
Kemudian pilkada 15 Februari 2017 dilaksanakan untuk memilih pejabat yang
masa tugasnya berakhir pada semester kedua pada tahun 2016 dan sepanjang
tahun 2017. Sementara kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun
2018 dan 2019 akan digantikan pada pemilihan juni 2018 dan seterusnya
gelombang ini akan kembali berulang dalam rentang waktu lima tahun hingga
pilkada serentak nasional terlaksanakan.76
Berdasarkan SK KPUD No. 02 Tahun 2017 telah menetapkan jadwal
pemilihan dilaksanakan pada 15 Februari 2017. Pemilihan akan dilaksanakan di 7
provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten atau daerah khusus. Untuk kepala daerah
yang masa jabatannya berakhir antara juli 2016 dan desember 2017. Tujuh
provinsi yang akan melaksanakan pilkada 2017 adalah Aceh (NAD), Bangka
Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.77
Pilkada serentak dilaksanakan dimasing-masing daerah, tetapi peraturan
yang ada disetiap daerah tidaklah sama, melainkan memiliki peraturan yang
berbeda serta berlaku bagi daerahnya. Pada undang-undang yang tercantum pada
UU No. 8 Tahun 2015 pasal 109 ayat (1) menyebutkan pasangan calon gubernur
dan calon wakil gubernur yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai
pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur terpilih. Ketentuan dan aturan
ini hanya berlaku pada enam provinsi saja. Provinsi DKI Jakarta tidak berkenaan
76
Putri Adityowati, “Ini Gelombang Pilkada Menuju 100% Total Serentak,” Tempo.co,
18 Februari 2015; tersedia di https://nasional.tempo.co/read/643402/ini-gelombang-pilkada-
menuju-100-total-serentak diunduh pada 19 Januari 2018. 77
Surat Keputusan PKPU Nomor 02 Tahun 2017.
58
dengan UU No. 8 Tahun 2015 melainkan mengacu pada ketentuan pasal 11 UU
No. 29 Tahun 2007 tentang pemerintahan provinsi DKI Jakarta yang
menyebutkan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur yang
memperoleh suara lebih dari 50% +1 sehinga baru bisa dikatakan sebagai calon
pasangan gubernur dan calon wakil gubernur terpilih, jika perolehan suara tiap
pasangan calon kurang dari 50% perolehan suara, maka pasangan calon tersebut
dianggap gugur karena tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.78
Perhelatan pemilihan kepala daerah (pilkada) DKI Jakarta 2017 yang
diikuti oleh tiga pasangan calon 1. Agus Harimurti Yudhoyono - Sylviana Murni
2. Basuki Tjahaja Purnama – Djarot Saiful Hidayat dan 3. Anies Rasyid
Baswedan – Sandiaga Salahuddin Uno. Masing-masing calon kandidat didukung
oleh berbagai partai. Pada pasangan Agus Harimurti Yudhoyono - Sylviana Murni
didukung oleh Partai Demokrat, PPP (Parta Persatuan Pembangunan), Partai
Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Basuki Tjahaja
Purnama – Djarot Saiful Hidayat didukung oleh Partai Demokrasi Perjuangan
Indonesia (PDI-P), Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), Partai Golongan
Karya (Golkar), dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Anies Rasyid
Baswedan – Sandiaga Salahuddin Uno didukung oleh Partai Gerakan Indonesia
Raya (Gerindra) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).79
78
Micom, “Pilkada Serentak dengan Aturan Berbeda,” Media Indonesia. 79
Jessi Carina, “Agus-Sylvi Nomor 1, Ahok-Djarot Nomor 2, dan Anies-Sandiaga
Nomor 3,” Kompas.com, 25 Oktober 2016; tersedia di
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/10/25/20421221/agus-sylvi.nomor.urut.1.ahok-
djarot.nomor.2.dan.anies-sandiaga.nomor.urut.3 diunduh pada 19 Januari 2018.
59
Pada hari minggu 26 Februari 2017 yang bertempat di Puri Agung, Hotel
Grand Sahid Jaya, yang telah melalui Rapat Pleno yang dihadiri oleh 5 (lima)
orang anggota dan sekretaris Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI
Jakarta yang telah dilaksanakan pada 15 Februari 2017 memutuskan dan
menetapkan hasil perolehan suara dari 3 pasangan calon kandidat sebagai berikut:
Tabel III.B.1 Hasil Rekapitulasi KPU DKI Jakarta 2017
Pasangan Calon Kandidat Hasil Perolehan Suara
1. Agus – Sylvia 937.955
2. Basuki – Djarot 2.364.577
3. Anies – Sandiaga 2. 197.333
Sumber: SK KPU DKI Jakarta No 40 2017
Hasil rekapitulasi KPU DKI Jakarta menunjukkan bahwa terjadi
perselisihan yang sangat kecil antara pasangan nomor urut 2 dan 3, dalam amanat
UU yang mengacu pada ketentuan pasal 11 UU No. 29 Tahun 2007 tentang
pemerintahan provinsi DKI Jakarta yang menyebutkan pasangan calon gubernur
dan calon wakil gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50% +1 sehinga baru
bisa dikatakan sebagai calon pasangan gubernur dan calon wakil gubernur
terpilih. Sesuai dengan hasil rekapitulasi di atas, hasil menunjukan kemenengan
dengan selisih yang tipis antara pasangan dengan nomor urut 2 dan 3. Pasangan
dengan nomor urut 1 tidak bisa mengikuti kembali pilkada putaran kedua
dikarenakan perolehan suara yang tidak memenuhi syarat 50% +1. Pada tanggal
19 April 2017 pemungutan suara dilaksanakan, setelah melalui berbagai tahapan
yang telah dilakukan oleh KPU DKI Jakarta.
60
KPU DKI Jakarta telah menyusun jadwal penyelenggaraan putaran kedua
melalui SK KPU DKI Jakarta No. 49 Tahun 2017, Adapun masa kampanye
dilakukan pada rentang waktu 7 Maret – 15 April 2017. Setelah masa kampanye
berakhir , pilkada DKI Jakarta putaran kedua akan memasuki masa tenang pada
16-18 April 2017, dan pemungutan dan penghitungan suara yang ada di TPS
dilaksanakan pada 19 April 2017.80
Adapun hasil rekapitulasi yang ditetapkan
oleh KPU DKI Jakarta sebagai berikut:
Table III.B.2 Hasil Rekapitulasi KPU DKI Jakarta 2017
Sumber: SK KPU DKI Jakarta No. 87 Tahun 2017
Berdasarkan table diatas perolehan suara nomor urut 2 Basuki Tjahaja
Purnama – Djarot Saiful Hidayat dengan pasangan nomor urut 3 Anies Rasyid
Baswedan – Sandiaga Salahuddin Uno memiliki selisih perolehan suara yang
terbilang sangat jauh, bila dibandingkan dengan perolehan suara pada putaran
pertama. Banyak faktor yang menyebabkan kekalahan pasangan calon kandidat
Basuki-Djarot. Ini berdasarkan temuan di lapangan yang dilakukan oleh berbagai
macam lembaga survei pada pilkada DKI Jakarta 2017.
80
Nursita Sari, “Ini Jadwal Putaran Kedua Pilkada DKI Jakarta 2017,” Kompas.com, 5
Maret 2017; tersedia di
http://megapolitan.kompas.com/read/2017/03/05/11043881/ini.jadwal.putaran.kedua.pilkada.dki.ja
karta.2017 diunduh pada 27 Januari 2018.
Pasangan Calon Kandidat Hasil Perolehan Suara
2. Basuki – Djarot 2.350.366
3. Anies – Sandiaga 3.240.987
61
BAB IV
POLARISASI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM DAN BENTUK-BENTUK
POLARISASI PADA PILKADA DKI JAKARTA 2017
A. Faktor-Faktor Terjadinya Polarisasi
Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi tetapi dengan
jumlah pemeluk agama Islam terbanyak dimana tingkat heterogenitas di Indonesia
yang sangat beragam. Umat Islam di Indonesia secara tidak langsung bisa
dikatakan sebagai mayoritas. Dalam perjalanannya, nilai-nilai yang terkandung
dalam Islam perlahan mempengaruhi kebudayaan, watak dan pemikiran umat
Islam dalam segala aspek baik itu sosio-kultural, ekonomi dan politik di
Indonesia.
Dalam wawancara dengan Ali Munhanif berpendapat “pada kenyataannya
demokrasi menghasilkan satu kondisi dimana komunitas-komunitas yang
berbeda-beda tidak sepakat dalam beberapa hal, dengan demikian tidak akan
mengahasilkan sebuah kesepakatan yang sama itu sudah pasti, bahwa salah satu
karakter demokrasi adalah kemampuan demokrasi untuk memecah pandangan
visioner, ideologi maupun sikap-sikap politik dalam sebuah kelompok tertentu,
agama tidak terkecuali”81
Hal ini juga tertulis di dalam buku yang ditulis oleh Prof. Azyumardi Azra,
beliau mengatakan sebagai berikut:
“...jelas, kaum Muslimin Indonesia umumnya menerima demokrasi. Mereka
memandang bahwa demokrasi kompatibel dengan Islam pada dasarnya tidak ada
masalah di antara Islam dan demokrasi. Dengan penerimaan dan penerapan
demokrasi, Indonesia bukan hanya merupakan negara dengan penduduk Muslim
81
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ali Munhanif di Ruang LP2M UIN Jakarta 3
April 2018 pukul 17.00 WIB.
62
terbanyak di dunia, sekaligus juga negara demokrasi terbesar ketiga setelah India
dan Amerika Serikat.”82
Dalam implementasi kehidupan umat Islam mendasarkan sikap dan
pandangannya kepada ajaran serta norma-norma Islam dalam segala hal tanpa
terkecuali. Umat Islam di Indonesia melihat agama Islam dari sudut pandang
inklusif, kerelaan umat Islam dalam bergaul, berteman, dan beraktifitas, tetapi
perbedaan di dalam kehidupan sosial tidak menjadi penghalang umat Islam dalam
menjaga kerukunan umat antaragama. Tetapi pada sisi eksklusif umat Islam
terletak pada ritual keagamaan dan politik. Yang kemudian sifat ke-eksklusifan
umat Islam ini melahirkan perbedaan-perbedaan pandangan serta sikap
keagamaan yang beragam menanggapi keberadaan pemimpin non-Muslim di
Indonesia.83
Perbedaan-perbedaan yang terjadi dilandasi oleh berbagai faktor adalah
sebagai berikut:
“...perbedaan-perbedaan itu bersumber dari beberapa faktor. Pertama,
penafsiran dan pemahaman tentang hubungan antara Islam dan negara (din
siyâsah); kedua, corak keislaman arus utama penduduk Muslim; ketiga, tradisi dan
realitas sosial budaya dan keempat latar belakang historis.”84
Perbedaan-perbedaan yang turut hadir di Indonesia terletak pada sudut
pandang Islam itu sendiri, dikarenakan masyarakat Indonesia hampir semua
melandaskan segala sesuatunya berdasarkan kacamata agama (Islam). Masyarakat
yang berbasis keagamaan mempunyai peran penting dalam menyediakan
kepemimpinan alternatif dalam masa transisi dan konsolidasri demokrasi. Pada
82
Azyumardi Azra, Transformasi Politik Islam Radikalisme, Khilafatisme, dan
Demokrasi (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), 263. 83
Rumadi Ahmad, Fatwa Hubungan Antaragama di Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2016), 3. 84
Azra, Transformasi Politik, 270.
63
Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, terdapat 3 pasangan calon yang ditetapkan oleh
KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah); yaitu pasangan 1. Agus Harimurti
Yudhoyono-Sylvia Murni, 2. Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan
3. Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno.
Masing-masing calon kandidat diusung dari berbagai macam partai;
pasangan 1. Agus Harimurti Yudhoyono-Sylvia Murni yaitu Demokrat, PKB,
PPP, dan PAN, 2. Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yaitu PDI-P,
Hanura, Golkar, dan Nasdem, dan 3. Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga
Salahuddin Uno yaitu Gerindra dan PKS.85
Dalam undang-undang pilkada pasal 4 tentang persyaratan calon
menjelaskan bahwa syarat calon harus warga negara indonesia, bertakwa kepada
tuhan yang maha esa, setia kepada pancasila, undang-undang, sehat secara
jasmani dan rohani dan tidak pernah menjadi sebagai terpidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.86
Dalam
wawancara dengan Rumadi Ahmad (ketua Lakpesdam PBNU) mengatakan:
“...hal itu menjadi konsekuensi dari konstitusionalisme Indonesia, yang
memperlakukan seluruh warga negara dalam posisi yang sama, mereka punya hak
untuk memilih dan mereka juga punya hak untuk dipilih. Ya itu konsekuensinya
jadi kalo ada orang yang menolak seseorang non-Muslim untuk menjadi pimpinan
publik termasuk gubernur termasuk bupati sampai walikota segala macamnya itu
justru menunjukan bahwa mereka belum sepenuhnya menerima implikasi dari
konstitusionalisme di Indonesia.”87
85
Jessi Carina, “Pilkada DKI 2017 Resmi Diikuti Tiga pasang Cagub-Cawagub,”
Kompas.com, 24 Oktober 2016; tersedia di
https://megapolitan.kompas.com/read/2016/10/24/17335191/pilkada.dki.2017.resmi.diikuti.tiga.pa
sang.cagub-cawagub diunduh pada 20 Mei 2018. 86
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 87
Berdasarkan hasil wawancara dengan Rumadi Ahmad di Ruang Dosen UIN Jakarta 3
Mei 2018 pukul 15.00 WIB.
64
Mengacu pada PKPU pemilu tahun 2017 tidak ada pasal yang melarang
non-Muslim mencalonkan diri. Siapapun dengan latar belakang yang berbeda-
beda berhak mencalonkan diri dalam kontestasi pemilihan umum yang ada di
Indonesia.
Pada pilkada DKI Jakarta tahun 2017 tidak dilakukan secara 1 (kali)
putaran, melainkan 2 kali putaran yang dikarenakan hasil perolehan suara pada
pemilihan pertama tidak melebihi ketentuan 50% + 1 dengan hasil rekapitulasi
yang diumumkan pada 26 Februari 2017 oleh KPUD DKI Jakarta pasangan calon
nomor urut 1. Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni: 937.955, 2. Basuki
Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat: 2.364.577, dan 3. Anies Rasyid
Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno: 2.197.333.
Berdasarkan ketentuan pasal 11 UU No. 29 Tahun 2007 menyebutkan
pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur yang memperoleh suara lebih
dari 50% + 1 sehingga baru bisa dikatakan sebagai calon pasangan gubernur dan
calon wakil gubernur terpilih, jika perolehan suara tiap pasangan calon kurang
dari 50% perolehan suara, maka pasangan calon tersebut dianggap gugur karena
tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Sehingga pada pemilihan putaran kedua
diikuti oleh dua psangan calon yaitu, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful
Hidayat dan Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno.88
Pilkada DKI Jakarta tidak hanya diikuti oleh calon kandidat Muslim
melainkan Non- Muslim. Salah satu calon petahana berasal dari non-Muslim. Hal
88
Micom, “Pilkada Serentak dengan Aturan Berbeda,” Media Indonesia.
65
ini menjadi dinamika serta perdebatan dimasyarakat Muslim DKI Jakarta, serta
menjadi isu yang sangat sentral pada pilkada DKI Jakarta 2017. 89
Pencalonan Basuki Tjahaja Purnama pada pilkada DKI Jakarta 2017
memicu penolakan-penolakan serta respon dari tokoh ulama dan organisasi massa
(ormas) Islam di Jakarta tidak hanya dari tokoh ulama serta ormas-ormas Islam.
Seperti yang dijelaskan oleh Valdesolo dan Jesse Graham pada buku Social Psychology
Of Political Polarization,
“...Polarisasi terjadi disebabkan oleh pertentangan atas berbagai sikap dan
pandangan yang berbeda-beda dari individu atau kelompok. Polarisasi yang terjadi
dimasyarakat atau kelompok, didalamnya terdapat individu-individu yang memiliki
pandangan yang berbeda-beda. Adanya tanggapan yang reaksioner dan tidak setuju
atas satu dengan yang lainnya di dalam sebuah kelompok atau yang berada di luar
kelompok ini yang menyebabkan adanya respon negatif.” 90
Terjadinya ketidak-setujuan antar pihak yang berlawanan, lambat laun hal
ini yang akan memicu adanya polarisasi antar individu atau kelompok tertentu.
Kadang kala antara pihak yang berlawanan ini, disebabkan oleh kurangnya
pemahaman politik yang mendasar antara kedua belah pihak yang berlawanan.
Dapat dipahami bahwa polarisasi terjadi karena adanya perbedaan pandangan
mengenai suatu pemikiran, sehingga menimbulkan ketidak-setujuan dari
kelompok ormas, pada penelitian ini melihat adanya perbedaan pemahaman
mengenai kepemimpinan di Indonesia yang menganut sistem demokrasi.
Di sisi lain penolakan juga berasal dari masyarakat DKI Jakarta sendiri, ini
disebabkan oleh ketidaksukaan masyarakat pada saat Basuki Tjahaja Purnama
memimpin DKI Jakarta. Sosok Basuki Tjahaja Purnama yang terkenal dengan
sifat kearoganannya, seperti yang dijelaskan oleh Adi Prayitno”penolakan
89
Retaduari, “4 Partai Pengusung,” Detik.com. 90
Valdesolo dan Graham, Social Psychology, 25
66
pencalonan Basuki Tjahaja Purnama kembali menjadi kepala daerah juga berasal
dari anggota legislatif yang mewakili sebagian kecil masyarakat DKI Jakarta.”91
Disamping itu, penolakan Basuki Tjahaja Purnama untuk tidak ikut pada
pilkada DKI Jakarta ini terjadi dalam koalisi yang dibentuk oleh 7 partai
pengusung jauh sebelum pilkada DKI Jakarta 2017 berlangsung. Ketujuh partai
tersebut adalah: 1 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), 2. Gerakan
Indonesia Raya (Gerindra), 3. Partai Amanat Nasional (PAN), 4. Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), 5. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), 6. Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) dan 7. Partai Demokrat.92
Kemudian dalam menanggapi isu tentang kepemimpinan non-Muslim
berbagai tokoh ulama dan ormas-ormas Islam berinisiatif mengadakan
silahturahmi akbar. Kegiatan silahturahmi akbar ini dilakukan pada 18 September
2016 bertempat di Masjid Istiqlal, yang kemudian diinisiasikan dengan istilah
“risalah Istiqlal”. Kegiatan silahturahmi akbar ini dipelopori oleh Imam besar FPI
Habib Rizieq Shihab untuk menyatukan umat Islam dalam menyambut pilkada
2017 yang akan datang agar umat Muslim tidak memilih pemimpin non-
Muslim.93
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengamat politik Ali Munhanif
91
Berdasarkan hasil wawancara dengan Adi Prayitno di Lobby Ruang Tata Usaha FISIP
UIN Jakarta 6 April 2018 pukul 13.00 WIB. 92
Egi Adyatama, “Pilkada DKI, 7 Partai Bentuk Koalisi Kekeluargaan Lawan Ahok,”
Tempo.co, 8 Agustus 2016; tersedia di https://metro.tempo.co/read/794172/pilkada-dki-7-partai-
bentuk-koalisi-kekeluargaan-lawan-ahok diunduh pada 2 Mei 2018. 93
Nursita Sari, “Ini 9 Poin "Risalah Istiqlal" dari Sejumlah Ormas Islam,” Kompas.com,
18 September 2016; tersedia di
https://megapolitan.kompas.com/read/2016/09/18/18165831/ini.9.poin.risalah.istiqlal.dari.sejumla
h.ormas.islam diunduh pada 2 Mei 2018.
67
mengatakan “terlihat adanya ketakutan umat Islam dengan calon yang tidak
didukung oleh tokoh-tokoh umat Islam.”94
Kemudian kegiatan ini berlanjut, tetapi tidak jauh berbeda dengan kegiatan
sebelumnya, namun kegiatan kali ini dipelopori oleh Ust. Bachtiar Nasir dengan
tema “rapat luar biasa umat Islam” kegiatan ini berlangsung di Masjid Al Barakah
As-Syafi‟iyah 23 September 2016 adapun isi pembahasan dalam kegiatan ini
seputar poros kekuatan Islam jelang pilkada DKI Jakarta 2017. Disini penulis
berpendapat kelompok islam sudah menghimpun kekuatan untuk menolak dan
menggagalkan calon non- muslim jauh sebelum pilkada berlangsung, di atas
menjelaskan bahwa upaya-upaya yang dilakukan tokoh Islam, ormas-ormas Islam
dan partai pengusung untuk menolak Basuki Tjahaja Purnama sebagai calon
kandidat pilkada DKI Jakarta 2017 sudah lama dilakukan untuk menarik simpati
pemilih Muslim.95
Pada tanggal 27 September 2016, Basuki Tjahaja Purnama melakukan
kunjungan kerja ke pulau seribu, dalam upaya memaksimalkan usaha menengah
masyarakat, dalam kunjungan kerja Basuki Tjahaja Purnama dalam pidatonya
beliau menyinggung surat al-Maidah ayat 51 yang berisi; ”Kan bisa saja dalam
hati kecil, bapak, ibu tidak bisa pilih saya karena dibohongi (orang) dengan surat
94
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ali Munhanif di Ruang LP2M UIN Jakarta 3
April 2018 pukul 17.00 WIB. 95
“Tokoh dan Ulama Gelar Rapat Luar Biasa Sikapi Terbelahnya Calon Gubernur
Muslim¸” VOAIslam.com, 23 September 2016; tersedia di http://www.voa-
islam.com/read/indonesiana/2016/09/23/46334/tokoh-dan-ulama-gelar-rapat-luar-biasa-sikapi-
terbelahnya-calon-gubernur-muslim/#sthash.DADdeRrK.dpbs diunduh pada 27 Mei 2018.
68
Al-Maidah (ayat) 51 macam-macam itu. Itu hak bapak dan ibu”96
. Kemudian
menurut Adi Prayitno (Pengamat Politik) adalah sebagai berikut:
“...Tetapi pada prinsipnya bahwa yang saya ingin katakan bahwa dalam
undang-undang pilkada ada larangan dalam kampanye untuk menyerang suku
agama dan ras itu jelas ya tidak boleh dilakukan. Makanya kemudian dalam
kacamata terminologi semestinya kampanye dalam bingkai kunjungan pekerjaan
semestinya itu harus dihindari. Karena persoalan SARA ini dianggap menjadi
sesuatu hal yang sensitif yang dimiliki oleh perseorangan bahkan dianggap lebih
penting ketimbang pengangguran dan kemiskinan.”97
Pada tanggal 6 Oktober 2016 Buni Yani mengunggah video pidato Basuki
Tjahaja Purnama kedalam jejaring sosial media, hal ini memberikan reaksi serta
sikap yang beragam dari umat Muslim, video pidato Basuki Tjahaja Purnama
sebelumnya tidak memberikan dampak apapun karena video pidato tersebut sudah
lebih dulu diunggah kedalam situs resmi pemprov DKI Jakarta, tetapi beberapa
hari setelah video pidato tersebut diunggah, video tersebut diunggah kembali oleh
Buni Yani kedalam akun pribadi miliknya yaitu Facebook, setelah video ini
diunggah kedalam Facebook pribadi Buni Yani yang kemudian viral ini
mendapatkan perhatian serius dari setiap kalangan, karena dianggap video pidato
tersebut berindikasi menista agama Islam.98
Persoalan ungkapan Basuki Tjahaja Purnama menyoal surat al-Maidah
ayat 51 yang ada di dalam pidato tersebut memicu sikap dan tindakan yang
beragam dari umat Islam. Serangkaian aksi damai dilakukan oleh umat sebanyak
96
Pernyataan lengkap ini diambil dari video pidatonya, pada saat Basuki Tjahaja Purnama
berada di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Tersedia di
https://youtu.be/MNdJv3ZAqQE diunduh pada 29 Mei 2017. 97
Berdasarkan hasil wawancara dengan Adi Prayitno di Lobby Ruang Tata Usaha FISIP
UIN Jakarta 6 April 2018 pukul 13.00 WIB. 98
Gilang Fauzi, “Kronologi Kasus Buni Yani, Penyebar Video Ahok Soal Al Maidah,”
CNN Indonesia, 24 November 2016; tersedia di
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20161124075029-12-174911/kronologi-kasus-buni-yani-
penyebar-video-ahok-soal-al-maidah diunduh pada 2 Mei 2018.
69
7 kali, diantaranya adalah aksi damai yang dilakukan pertama kali pada 16
Oktober 2016, dalam aksi ini, massa aksi berpendapat bahwa Basuki Tjahaja
Purnama telah menistakan al-Qur‟an aksi ini dipimpin oleh Imam besar FPI
Habib Rizieq Shihab, massa aksi menuntut agar penyelidikan terhadap Basuki
Tjahaja Purnama segera dilaksanakan.99
Di tengah-tengah serangkaian aksi yang dilakukan oleh umat Islam,
lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 11 Oktober 2016, memberikan
pendapat dan sikap keagamaannya terkait dengan kasus dugaan penistaan agama
yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama, adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur‟an surah al-Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi larangan menjadikan
Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil
larangan menjadikan non-Muslim sebagai pemimpin.
2. Ulama wajib menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam
bahwa memilih pemimpin Muslim adalah wajib.
3. Setiap orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surah al-Maidah ayat 51
sebagai panduan dalam memilih pemimpin.
4. Menyatakan bahwa kandungan surah al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan
menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan,
hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap al-Qur‟an.
5. Menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah
ayat 51 tentang larangan menjadikan non-Muslim sebagai pemimpin adalah
penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.100
Pada 4 November 2016 aksi unjuk rasa umat Islam kembali dilakukan,
aksi serupa ini bertajuk aksi damai 411. Pada aksi ini massa meminta untuk
bertemu Presiden menuntut untuk segera diproses secara hukum. Aksi kemudian
berlanjut, kali ini dengan intensitas massa yang terbilang lebih banyak dari aksi
99
“Ini 7 Rangkaian Aksi Bela Islam Sebelum Ahok Divonis 2 Tahun Penjara,”
Republika.co.id, 10 May 2017; tersedia di
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/05/10/opp5r4330-ini-7-rangkaian-aksi-
bela-islam-sebelum-ahok-divonis-2-tahun-penjara-part1 diunduh pada 8 Mei 2018. 100
“Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI terkait Pernyataan Basuki Tjahaja Purnama,”
Majelis Ulama Indonesia, 20 Februari 2017; tersedia di http://mui.or.id/id/berita/pendapat-dan-
sikap-keagamaan-mui-terkait-pernyataan-basuki-tjahaja-purnama/ diunduh pada 8 Mei 2018.
70
sebelumnya, aksi yang dikenal dengan aksi 212 ini masih dengan tuntutan yang
sama.
Kemudian setelah beredarnya pendapat dan sikap keagamaannya oleh
MUI, Ust. Bachtiar Nasir berinisiatif untuk membentuk Gerakan Nasional
Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI), GNPF-MUI yang hadir pada aksi bela Islam
112. Aksi ini dikoordinasikan oleh GNPF-MUI dan Forum Ulama Indonesia
(FUI) sekjen Ust. Al Khaththath. Tidak hanya MUI yang memberikan pendapat
dan sikap keagamaannya, Front Pembela Islam, Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama sebagai organisasi Islam turut serta memberikan pandangannya.101
Dalam maklumat yang dikeluarkan oleh FPI tentang pilkada DKI Jakarta
2017, maklumat tersebut dalam beberapa poin berisikan keputusan politik FPI
adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur‟an, dan As-Sunnah serta Al-Ijma‟ yang melarang umat Islam untuk
menjadikan orang di luar Islam sebagai pemimpin.
2. AD/ART FPI terkait asasi perjuangan FPI.
3. Fatwa DPP-FPI sejak berdiri pada tahun 1998 yang mengharamkan umat Islam
Indonesia untuk memilih, mengangkat, dan menjadikan orang non Islam
sebagai pemimpin disemua tingkatan pemerintahan, kecuali di wilayah
minoritas Muslim.102
Maklumat yang dikeluarkan oleh FPI berasal dari tahun 2012 untuk
pilkada DKI Jakarta 2012, tetapi dgunakan kembali pada pilkada DKI Jakarta
2017. Maklumat ini dikeluarkan atas dasar mengingatkan kembali umat Islam
agar selalu berpedoman kepada al-Qur‟an dan hadits.
101
“Ini 7 Rangkaian Aksi Bela Islam,” Republika.co.id. 102
Aldi Gultom, “Inilah Maklumat Politik FPI Jakarta untuk Pilgub DKI,” RMOL.CO, 27
Agustus 2012; tersedia di http://www.rmol.co/read/2012/08/27/75884/Inilah-Maklumat-Politik-
FPI-Jakarta-untuk-Pilgub-DKI- diunduh pada 8 Mei 2018.
71
Seperti yang dijelasan Nahdlatul Ulama pada muktamar ke-30 tahun 1999
di Lirbiyo Kediri, Jawa Timur mngeluarkan fatwa tentang bagaimana hukum
orang Islam menguasakan urusan kenegaraan kepada non-Muslim, termasuk
memilih anggota DPR non-Muslim, adapun isi fatwa yang dikeluarkan sebagai
berikut:
“...Tidak boleh, kecuali dalam keadaan darurat: 1. Dalam bidang-bidang
yang tidak bisa ditangani sendiri oleh orang Islam secara langsung karena faktor
kemampuan. 2. Dalam bidang-bidang yang ada orang Islam berkemampuan untuk
menangani, tetapi terdapat indikasi kuat bahwa yang bersangkutan khianat. 3.
Sepanjang penguasaan urusan kenegaraan kepada non-Islam itu nyata pembawa
manfaat.”103
Sedangkan Muhammadiyah mengacu pada majelis tarjih tentang aturan
dan tata cara memilih partai politik dan calon legislatif, dengan melandaskan hal
yang menyangkut mengenai memilih pemimpin atau partai politik berdasarkan
kepada surat al-Maidah ayat 51 sebagai berikut:
أب ۞ ٱند ءايا ل تتخزا ٱنز ش نبء بعضى ٱنص أ
كى فئ ى ي ن ي ت نبء بعط ۥأ ى إ ي ذ ٱلل و ل ٱنق
ه ١٥ ٱنظ
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-
orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian
mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa
diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. QS. Al-Maidah Ayat 51
Dalam hal ini perbedaan pandangan mengenai pemikiran politik Islam
yang tertuang kedalam bentuk sikap dan fatwa keagamaannya dari masing-masing
ormas, ini memberikan pengaruh besar terhadap pilkada DKI Jakarta 2017. Salah
satunya terlihat dari jumlah hasil perolehan suara yang didapat oleh masing
103
Rumadi Ahmad, Fatwa Hubungan Antaragama di Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2016), 121.
72
masing calon, khususnya pasangan nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama dan
Djarot Saiful Hidayat yang mempunyai latarbelakang agama berbeda yaitu non-
Muslim.104
B. Bentuk-Bentuk Polarisasi
Pilkada DKI Jakarta 2017 diwarnai oleh polarisasi yang sangat jelas, ini
dapat dilihat dari dinamika serta perdebatan dimasyarakat Muslim DKI Jakarta
mengenai pencalonan yang mengusung pasangan non-Muslim serta perdebatan
pandangan masyarakat terutama tokoh ulama mengenai surat al-Maidah ayat 51
yang disinggung oleh calon kandidat Basuki Tjahaja Purnama. Dari permasalahan
ini kemudiam timbul penolakan dan pertentangan yang sangat besar antara
pendukung dan penentang sehingga terpecah menjadi dua kutub yang
memisahkan mereka menjadi dua kelompok (Polarisasi).105
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Polarisasi berarti pembagian atas
dua bagian (kelompok yang berkepentiangan) yang berlawanan. Polarisasi
mengandung beberapa implifikasi yang negatif, yang mendorong kearah
ekstrimisme, dan menarik anggota-anggotanya yang memiliki pandangan yang
sama untuk membuat suatu gerakan politik. Dalam kasus pilkada DKI Jakarta
polarisasi terbentuk dari isu-isu yang berkembang dimedia sosial baik sosial,
cetak dan televisi. Penulis melihat berkembangnya isu yang beredar luas
dimasyarakat DKI Jakarta, menimbulkan gerakan-gerakan dan protes masyarakat
104
“Memilih Partai Politik,” FatwaTarjih.com, 30 Oktober 2009; tersedia di
http://www.fatwatarjih.com/2011/09/memilih-partai-politik.html diunduh pada 9 Mei 2018. 105
Valdesolo dan Graham, Social Psychology, 42
73
yang beragam (polarisasi), sehingga memberikan dampak yang besar dari masing-
masing calon baik positif maupun negatif.
“..Isu-isu yang beredar luas dimasyarakat dan mengemuka tidak secara
faktual terjadi. Terjadinya ketidak-setujuan antar pihak yang berlawanan, lambat
laun hal ini yang akan memicu adanya ambivalensi antar individu atau kelompok
tertentu. Kadang kala antara pihak yang berlawanan ini, disebabkan oleh
kurangnya pemahaman politik yang mendasar antara kedua belah pihak yang
berlawanan. Kemudian hal ini akan menunjukan identifikasi individu atau
kelompok yang sangat kuat. Berdasarkan pada keadaan emosi yang bias makna
dari pada fakta yang terjadi”.106
Pada pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi salah satu pilkada yang menjadi
sorotan, ini dikarenakan banyaknya kelompok yang terlibat didalamnya sehingga
menjadi ramai, ramainya pilkada disebabkan adanya calon non-Muslim,
keturunan Tionghoa dan kasus dugaan penistaan agama terhadap surat al-Maidah
ayat 51, tak sedikit hal ini meninmbulkan respon yang berbeda-beda yang hadir
dari berbagai elemen masyarakat antara lain lembaga dan Organisasi Massa
(Ormas) keagamaan khususnya Islam, yaitu dari Front Pembela Islam (FPI),
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Peneliti menggunakan paradigma perspektif trikotomi ini sebagai
pendekatan politik yang sudah digunakan para teoritikus terdahulu untuk melihat
varian dalam politik Islam, yang digolongkan menjadi tiga kelompok
fundamentalis, reformis, dan akomodasionis. Beragamnya pemikiran politik Islam
serta kompleksitas yang berbeda-beda, terhadap obesesi masyarakat Muslim
mengenai gagasan penerapan hukum syariat Islam. Terlepas dari hal itu tidak
106
Valdesolo dan Graham, Social Psychology, 42.
74
secara otomatis semua varian pemikiran politik Islam yang beragam memiliki
intensitas yang sama terkait penerapan hukum syariat Islam di Indonesia.107
Agenda ormas-ormas berbasis keagamaan kerap kali berbeda dalam
penerapannya, tetapi dari berbagai ormas yang turut serta memberikan sikap dan
pendapatnya pada pilkada DKI Jakarta 2017 yang secara tidak langsung
memberikan dampak polarisasi didalam Islam, ada beberapa pola dan
kecenderungan yang menonjol dari tiap-tiap ormas. Berawal dari sini peneliti
mencoba untuk mengklasifikasikannya kedalam beberapa kategori yaitu
fundamentalisme, akomodasionis dan reformis.
1. Kelompok Fundamentalisme
Fundamentalisme adalah suatu paham yang berlandaskan kepada nilai-
nilai agama yang kuat, dengan kata lain fundamentalime dimaknai dengan
kembali kepada nilai yang mendasar. Lebih khusus mengenai nilai-nilai agama
Islam, agar selalu kembali kepada ajaran Islam yang murni. Paham
fundamentalisme menolak pemikiran sekular, pengaruh Barat dan akulturasi
budaya terhadap ajaran yang terkandung dalam agama. Dengan kata lain umat
Islam dituntut agar selalu berpegang teguh kepada ajaran Islam. Fundamentalisme
dapat juga dikatakan sebagai ideologi bilamana ajaran agama (Islam) dijadikan
sebagai pegangan hidup bermasyarakat maupun individu.108
Pada pilkada DKI
Jakarta kelompok yang dapat dikatakan sebagai kelompok fundamentalis adalah
Front Pembela Islam (FPI), peneliti dapat menjelaskan demikian karena dari sikap
107
Effendy, Islam dan Negara, 44. 108
Nur Khalik Ridwan, Agama Borjuis Kritik Atas Nalar Islam Murni (Yogyakarta:
Arruz Media, 2004), 5.
75
yang dikeluarkan FPI terhadap kepemimpinan non-Muslim menekankan aspek
keagamaan.
Dalam hal ini menurut Imam besar FPI Habib Rizieq Shihab beliau lebih
sepakat dengan adanya sistem syura dan menolak demokrasi yang ada di
Indonesia. Karena demokrasi adalah produk pemikiran Barat dan lahir dari
pertentangan terhadap agama Islam, sehingga menurut Habib Rizieq Shihab
baginya demokrasi selalu mengutamakan proses sekularisasi dalam berbangsa dan
bernegara. Seharusnya agama khususnya Islam dengan negara tidak terjadi
pemisahan, adanya proses integralistik diantara keduanya sangat diutamakan.109
Dalam maklumat yang dikeluarkan oleh front pembela Islam (FPI) terlihat
pertentangannya terhadap pengaruh Barat, dalam maklumat tersebut FPI
menyatakan bahwa; “Musuh Islam paling besar dan berbahaya abad ini adalah
kelompok kafir liberal. Mereka adalah antek iblis nomor satu yang sangat
membenci Islam. Sekali-kali jangan menyebut kelompok ini Islam liberal, sebab
Islam tidak berpaham liberal, dan liberal bukanlah Islam Agar tidak terjangkit
virus liberal, maka kenalilah ciri-cirinya.” FPI dengan sangat keras menolak
segala bentuk pemahaman yang berasal dari budaya Barat (Amerika Serikat).110
FPI yang turut serta dalam gelaran pilkada DKI Jakarta serta ormas yang
selalu vokal untuk menolak kepemimpinan non-Muslim. FPI berorientasi kepada
tindakan untuk selalu menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar, organisasi FPI ini
109
Muhammad Rizieq Syihab, Hancurkan Liberalisme Tegakkan Syariat Islam (Jakarta:
Suara Islam, 2011), 152-153. 110
Desastian, “FPI: Agar Tidak Murtad, Kenali Kafir Liberal dan Ciri-cirinya,”
VOAIslam.com, 15 Februari 2011; tersedia di http://www.voa-
islam.com/read/indonesiana/2011/02/15/13342/fpi-agar-tidak-murtad-kenali-kafir-liberal-dan-
ciricirinya/ diunduh pada 14 Mei 2018.
76
aktif baik secara langsung atau secara tidak langsung dalam setiap proses
bernegara serta memperjuangkan kebenaran, keadilan dan menghapuskan segala
bentuk kebatilan, perjuangan yang dilakukan FPI senantiasa mengedepankan
nilai-nilai keIslaman dalam setiap proses tindakannya. FPI berupaya untuk
menegakkan serta menjaga agar masyarakat Islam selalu berpegang teguh
terhadap aqidah ahlus sunnah wal jamaah.
Prinsip yang dianut oleh FPI mengadopsi lima prinsip yang digunakan
oleh Hasan al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin. Dalam prinsip tersebut
ditekankan Allah SWT. adalah Tuhan kami dan hanya kepada-Nya tujuan kami,
Nabi Muhammad SAW. adalah suri tauladan kami, al-Qur‟an adalah pedoman
kami, jihad adalah jalan kami, dan mati syahid adalah cita-cita kami.111
Dalam konteks pilkada DKI Jakarta 2017, corak pola model fundamentalis
ini dapat dilihat dari sikap Front Pembela Islam, sebagaimana pernyataan Habib
Rizieq Shihab; “saat ini Indonesia memiliki banyak putra-putri yang cerdas, jujur
dan beragama Islam, sehingga tidak perlu umat Islam memilih pemimpin non-
Muslim.”112
Kemudian pernyataan ini kembali ditegaskan pada aksi bela Islam
jilid III tanggal 2 Desember 2017, adapun pernyataan yang disampaikan dalam
khutbah jum‟at sebagai berikut:
“Hei orang-orang yang beriman jangan sekali-sekali kamu mati, jangan
sekali-sekali kau wafat, jangan sekali-sekali kau tinggalkan alam dunia ini kecuali
engkau sekalian tetap sebagai orang-orang Muslim yang berserah diri kepada Allah
SWT. Taqwa, dalam terminologi para ulama salaf kita secara umum adalah tidak
lain dan tidak bukan adalah menjalankan segala perintah Allah SWT dan
111
Wawan H. Purwanto, Mengurai Benang Kusut Konflik FPI-AKKBB (Jakarta: CMB
Press, 2009), 13. 112
“Habib Rizieq: Umat Islam Tak Kehabisan Pemimpin yang Jujur,” Viva.co.id.
77
meninggalkan segala larangannya semata-mata hanya untuk mengharap ridho
Allah SWT, jadi saudara Islam itu simple, Islam itu sederhana yaitu laksanakan
saja segala allah punya perintah dan rasulnya dan tinggalkan saja segala larangan
Allah SWT dan rasulnya. Apa yang Allah SWT nyatakan wajib, wajib kita untuk
laksanakan, apa yang Allah SWT nyatakan haram, maka haram untuk kita
kerjakan, pada kesempatan kali ini, saya ingin mengingatkan diri saya khususnya
dan segenap kaum Muslimin, tancapkan di dalam sanubari kita semua dalam jiwa
kita yang paling dalam bahwa hukum Allah SWT di atas segalanya tidak ada
satupun hukum yang lebih adil dari hukum Allah SWT yang lebih baik dari
hukum Allah SWT, yang lebih berkah dari hukum Allah SWT karenanya saudara
dalam surat al-Maidah ayat 49, tegas Allah SWT nyatakan berhukumlah kamu
dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah SWT artinya berhukumlah dengan al-
Qur‟an, karena itu kepada seluruh umat Muslim Indonesia kepada segenap kaum
Muslimin kita ingin ingatkan sekali lagi tancapkan dalam sanubari kita semua
bahwa hukum Allah SWT ada diatas segalanya bahwa ayat suci ada di atas ayat
konstitusi.”113
Dalam pidato Habib Rizieq Shihab mengatakan bahwa kita sebagai umat
Muslim agar selalu tunduk dan berserah diri menjalankan perintah yang tertuang
dalam kitab suci al-Qur‟an yang daripada itu kita sebagai umat Muslim dituntut
agar selalu menjaga kemurnian arti kandungan ayat suci al-Qur‟an. Ketetapan
hukum syariat Islam yang termanifestasi dalam surat al-Maidah ayat 51 wajib
kita patuhi karena ketetapan illahi berada di atas segalanya sekalipun konstitusi
Indonesia berlawanan dengan hukum syariat Islam.
Hal ini senada dengan apa yang diperjuangkan oleh ormas Islam Gerakan
Nasional Pengawal Fatwa-Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) dan Forum
Umat Islam (FUI). Ormas GNPF-MUI dan FUI terbentuk ketika MUI
mengeluarkan pendapat dan sikap keagamaannya. Kemudian ormas Islam tersebut
berusaha memperjuangkan agar pendapat dan sikap keagamaan MUI dijadikan
fatwa. Karena menurut kedua ormas tersebut hukum yang berasal dari institusi
keagamaan secara tidak langsung akan mempengaruhi persepsi masyarakat atas
113
Lihat Youtube, Ceramah Habib Rizieq pada Demo Bela Islam Jilid 3 (212/ 2-12-
2016) hari Jum'at, tersedia di https://www.youtube.com/watch?v=1euVcnEVPXI diunduh pada 12
Mei 2018.
78
pengetahuan mengenai penafsiran surat al-Maidah ayat 51 agar lebih terlegitimasi
atas dasar syariat Islam.114
2. Kelompok Akomodasionis
Berbeda dengan pandangan fundamentalisme yang melandaskan
pemahamannya terhadap nilai-nilai agama, pandangan akomodasionis justru
mengakar dari kepercayaan yang sekuler, atau dengan kata lain kelompok ini
memandang adanya pemisahan antara agama dan negara. Pandangan
akomodasionis ini juga dapat dilihat dari responnya yang terbuka terhadap
pengaruh dan akulturasi budaya Barat. Ajaran agama Islam diletakkan diruang
privat atau berbeda dengan konteks sosial kenegaraan, pemisahan ini tentu
memiliki pengaruh yang berbeda terhadap sikap keagamaan seorang Muslim.
Menurut kelompok akomodasionis dalam hal ini melandaskan pandangan
politiknya secara luas, dan lebih mengutamakan sikap lunaknya terhadap integrasi
sekularisme. Bagi akomodasionis sejauh kepentingan-kepentingan kelompoknya
bisa terakomodir dengan baik serta kebijakan negara tidak merugikan
kelompoknya hal ini dianggap kekuasaan yang absah bagi mereka.115
Selain fundamentalisme, polarisasi yang terjadi pada pilkada DKI 2017
juga menghadirkan respon akomodasionis terutama dari kalangan nahdiyin dalam
menyikapi kepemimpinan non-Muslim. Jika kalangan fundamentalis melakukan
penolakan besar-besaran, Nahdlatul Ulama (NU) justru berdiri di posisi yang
berbeda mengafirmasi kepemimpinan non Muslim. Hal ini dapat dilihat dari
114
Arsun Rodja, “Jadi, GNPF-MUI Itu Sebenarnya Apa?,” Seword, 2017; tersedia di
https://seword.com/politik/jadi-gnpf-mui-itu-sebenarnya-apa diunduh pada 14 Mei 2018. 115
Effendy, Islam dan Negara, 47.
79
pernyataan Rumadi Ahmad ketua Lakpesdam PBNU bahwa; “sebenarnya sudah
tidak layak lagi mempersoalkan boleh atau tidak kepemimpinan non-Muslim, hal
ini juga yang menjadi perhatian PBNU untuk persoalan sekarang ini, kemudian
selama ini NU juga tidak mempermasalahkan atau penolakan terhadap
kepemimpinan non-Muslim.”116
NU yang sebelumnya terkesan masuk kedalam kategori Islam tradisonal,
sejatinya justru lebih terbuka dengan sistem demokrasi. Tidak seperti halnya FPI
yang menginginkan sistem syuro, NU justru merasa pancasila dan demokrasinya
sudah final. Oleh karenanya baik pancasila maupun demokrasi tidak secara
ekspilisit menyinggung kepemimpinan berdasarkan salah satu agama. Seperti
halnya pernyataan yang dikeluarkan oleh ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj di kantor PBNU pada 16 April 2016, terkait
boleh atau tidaknya kepemimpinan non-Muslim adalah sebagai berikut: ”siapa
saja yang mampu dan dipercaya rakyat, pemimpin yang adil meski itu non-
Muslim tapi jujur, itu lebih baik daripada pemimpin Muslim tapi zalim.”117
Pernyataan beliau dilandaskan kepada pendapat Ibnu Taimiyah yang mengatakan
sebagai berikut; “Ibnu Taimiyah mendambakan ditegakkannya keadilan
sedemikian kuat, sehingga dia cenderung untuk beranggapan bahwa kepala negara
yang adil meskipun kafir adalah baik daripada kepala negara yang tidak adil
meskipun Islam.”118
116
Berdasarkan hasil wawancara dengan Rumadi Ahmad di Ruang Dosen UIN Jakarta 3
Mei 2018 pukul 15.00 WIB. 117
Triyoga, “Said Aqil: Mending Pemimpin Non-Muslim Tapi Jujur daripada Muslim
Tapi Zalim,” Detik.com. 118
Sjadzali, Islam dan Tata Negara Ajaran, 89-90.
80
Dalam konteks dakwahnya, NU memiliki sikap yang berbeda dengan FPI
yang dalam hal ini bersikeras menolak sistem demokrasi yang diyakini merupakan
pengaruh Barat. Meskipun sama-sama memperjuangkan amar ma‟ruf nahi
munkar, NU sejatinya menginginkan perubahan dengan cara ikut serta
memperbaiki sistem demokrasi dengan perlahan tanpa bermaksud menolak secara
keseluruhan. Bahkan pancasila dianggapnya sebagai pemersatu bangsa, sejauh ini
NU memandang bahwa peristiwa pada 16 Agustus 1980 DPR dalam sidang
paripurna, yakni ketika Presiden Suharto hendak menegaskan Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) kembali perlunya asas tunggal Pancasila sebagai kekuatan sosial
dan politik Indonesia. Kemudian hal ini menimbulkan gejolak pemikiran
dikalangan intelektual Muslim. adanya penegasan kembali dengan penerimaan
asas tunggal Pancasila. Oleh sebagian kalangan Muslim kebijakan penerimaan
asas tunggal tersebut mendapat respon penolakan keras karena dianggap akan
berpengaruh terhadap eksistensi umat Islam di Indonesia, karena hal ini dirasa
butuh pertimbangan yang betul-betul bijaksana dan profesional untuk menerima
Pancasila sebagai asas tunggal organisasi yang berlandaskan keIslaman.119
Ketika undang-undang mengenai kebijakan penerimaan Pancasila sebagai
asas tunggal diterapkan kedalam NU sebagai organisasi Islam menjadi organisasi
Islam yang pertama kali menerima kebijakan tersebut dengan lapang dada. Hal ini
dideklarasikan dalam musyawarah nasional alim ulama Nahdlatul Ulama
Sukorejo, Situbondo, 21 Desember 1983.120
119
Firdaus A.N., Dosa-Dosa Politik Orde Lama dan Orde Baru Yang Tidak Boleh
Berulang Lagi Di Era Reformasi (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1999), 122. 120
Abdul Mun‟im DZ, Piagam Perjuangan Kebangsaan (Jakarta: Setjen PBNU-NU
Online, 2011), 34.
81
Baik NU ataupun FPI, keduanya sama-sama menekankan posisi mereka
sebagai ahlu sunnah wal jamaah, namun keduanya senantiasa memiliki respon
yang berbeda mengenai persoalan kenegaraan bahkan relatif selalu bertentangan.
Untuk konteks hukum Islam misalnya, NU justru menolak hukum Islam
diterapkan sebagai hukum negara, NU lebih menekankan pada nilai atau aspek
ketuhanan yang senantiasa harus hadir dalam aspek sosial kemasyarakatan. Oleh
karenanya dakwah NU dikenal sebagai dakwah kultural yang objeknya seringkali
dimasyarakat pedesaan. Seperti ditegaskan oleh Abdul Mun‟im DZ beliau
berpendapat; “pendekatan budaya sebagai salah satu elemen penting dakwah
Islam di tanah air, melalui pendekatan budaya agama Islam dapat diterima dengan
baik oleh penduduk pribumi pada awal kedatangan Islam.”121
Sebut saja aksi bela Islam yang dilakukan beberapa kali, tidak satu kalipun
NU ikut serta di dalamnya. Hal ini merujuk pada cara tafsir yang berbeda antara
NU dengan FPI mengenai surat al-Maidah ayat 51. Bagi NU, seperti yang di
sampaikan saksi ahli agama Islam dari PBNU yang juga Rais Syuriah, Ahmad
Ishomuddin menurutnya dalam sidang kasus penodaan agama oleh Basuki Tjahaja
Purnama mengatakan bahwa arti kandungan surat al-Maidah ayat 51 secara
menyeluruh bukan menyoal tentang konteks kepemimpinan dalam Islam tetapi
tentang peperangan pada masa itu, melainkan tidak pada konteks kekinian.122
Hal
ini jauh berbeda dengan pendapat yang disampaikan oleh Habib Rizieq Shihab,
121
“NU Kuatkan Budaya Sebagai Metode Dakwah,” Republika.co.id, 27 Januari 2011;
tersedia di http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/11/01/27/161015-nu-
kuatkan-budaya-sebagai-metode-dakwah diunduh pada 15 Mei 2018. 122
Fikri Faqih, “Rais Syuriah PBNU sebut Al Maidah ayat 51 bukan soal pilih
Pemimpin,” Merdeka.com, 21 Maret 2017; tersedia di https://www.merdeka.com/jakarta/pbnu-
sebut-al-maidah-ayat-51-bukan-soal-pemimpin-melainkan-perang.html diunduh pada 15 Mei
2018.
82
menurutnya kandungan makna dalam surat al-Maidah ayat 51 adalah sebagai
berikut; ”Semua ahli tafsir salaf, saya katakan salaf maksudnya klasik. Semua
ahli tafsir salaf sepakat apakah itu diartikan teman setia, orang kepercayaan,
penolong, pelindung, pemimpin, semua sepakat bahwa ayat tersebut sah
dijadikan dalil haramnya orang kafir sebagai pemimpin bagi umat Islam.”123
3. Kelompok Reformis
Kelompok reformis memiliki cara pandang yang berbeda dibanding
dengan kelompok fundamentalis yang lebih menekankan terhadap integrasi nilai-
nilai keagamaan kedalam segala aspek kehidupan, baik sosial maupun politik
serta menolak pemahaman kenegaraan dan kelompok akomodasionis yang
melandasi pandangannya terhadap paham sekuler, serta jauh lebih terbuka
terhadap kepentingan negara. Di satu sisi, kelompok reformis ini melandasi
pendangannya kepada nilai-nilai agama atas politik seperti kelompok
fundamentalis serta tidak menolak adanya pembaharuan dalam menerapkan nilai-
nilai ke-Islaman, tetapi di sisi lain kelompok reformis ini juga menolak
pandangan-pandangan sekuler seperti halnya kelompok fundamentalis jika
pandangan kelompok reformis bertentangan dengan pandangan kenegaraan atau
berlawanan, dengan tegas kelompok reformis menolak pandangan kenegaraan
yang bertentangan.
Hal itu menunjukkan posisi kelompok reformis berada di antara dua
kelompok lainnya dalam spektrum pemikiran politik Islam. Kelompok ini
123
Rina Atriana, “Di Sidang Ahok, Habib Rizieq Jelaskan Arti Aulia di Al-Maidah 51,”
Detik.com, 28 Februari 2017; tersedia di https://news.detik.com/berita/d-3433868/di-sidang-ahok-
habib-rizieq-jelaskan-arti-aulia-di-al-maidah-51 diunduh pada 15 Mei 2018.
83
menginginkan adanya pembaharuan-pembaharuan terhadap pemahaman di era
modern, sedangkan mengenai sikapnya terhadap negara kelompok ini membatasi
pandangannya sesuai dengan norma-norma agama, jika kepentingan negara tidak
sesuai dengan pemahaman yang dianut oleh kelompok reformis, kelompok
reformis akan dengan lantang menolak kepentingan tersebut.124
Sikap kelompok reformis ini juga terkesan dinamis dan fleksibel jika
melihat peranan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam berbangsa dan bernegara.
MUI memandang peranannya sebagai berikut:
“Memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia dalam
mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhai Allah
Subhanahu wa Ta‟ala; memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah
keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat meningkatkan
kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama
dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta; Menjadi penghubung
antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat
dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional; Meningkatkan
hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendikiawan
muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat
khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal
balik.”125
Dari pernyataan diatas, peneliti melihat posisi lembaga MUI selalu
menekankan kepada aspek keIslaman dibandingkan dengan aspek kenegaraan,
serta menjadi penterjemah antara Islam dan negara, maka MUI berperan sebagai
kepanjangan tangan dari negara (pemerintah), adanya perpaduan antara MUI
dengan pemerintah sebagai bentuk afirmasi terhadap pemerintah atas segala
kebijakan yang telah diatur, dengan kata lain selama dalam proses tersebut tidak
124
Effendy, Islam dan Negara, 46-49. 125
“Sejarah MUI,” Majelis Ulama Indonesia, 11 April 2016; tersedia di
http://mui.or.id/id/category/profile-organisasi/sejarah-mui/ diunduh pada 16 Mei 2018.
84
menentang apa yang menjadi kehendak umat Islam akan selalu didukung, selama
tidak bertentangan dengan nilai-nilai keIslaman.
Dalam peristiwa Basuki Tjahaja Purnama di pilkada DKI 2017, MUI
memandang bahwa, “Al-Qur‟an surah al-Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi
larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat ini menjadi
salah satu dalil larangan menjadikan non-Muslim sebagai pemimpin; Ulama wajib
menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih
pemimpin muslim adalah wajib.”126
MUI bersikap meluruskan pemahaman masyarakat atas arti kandungan
ayat dalam surat al-Maidah ayat 51, yang sempat dikutip oleh Basuki Tjahaja
Purnama pada pidato kunjungan kerjanya di Pulau Seribu. Hal ini dianggap sangat
sensitif bagi lembaga MUI, karena menyangkut isi kandungan ayat dalam kitab
suci al-Qur‟an. Meski demikian hal itu hanyalah tafsir MUI mengenai surat al-
Maidah ayat 51, sedangkan sikap resmi secara kelembagaan, MUI tidak
mengeluarkan satu fatwapun terkait pelarangan umat Muslim untuk memilih
pemimpin non-Muslim.
Senada dengan pernyataan wakil ketua komisi fatwa MUI, Muhammad
Amin Suma berpendapat; “bahwa dalam kehidupan bernegara dan dalam undang-
undang dimungkinkan memilih seorang pemimpin non-Muslim, namun seorang
Muslim berhak memilih pemimpin yang beragama sama dengan dirinya, selama
126
“Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI terkait Pernyataan Basuki Tjahaja Purnama,”
Majelis Ulama Indonesia.
85
tidak bertentangan dengan undang-undang tidak jadi persoalan.”127
Berdasarkan
wawancara yang dilakukan dengan pengamat politik Adi Prayitno juga demikian,
beliau mengatakan; “bahwa banyak kalangan muslim menganjurkan untuk
memilih pemimpin yang seIman itu tidak ada masalah sebenarnya. Tetapi
kemudian ada beberapa pemahaman yang salah, yaitu salah satu calon kandidat
mengutip ayat dan memprovokasi kelompok lain untuk memusuhi orang yang
tidak se-Iman itu yang salah.”128
Oleh karena itu, peneliti menggolongkan pendapat dan sikap keagamaan
MUI mengenai adanya kasus penodaan agama yang dilakukan oleh Basuki
Tjahaja Purnama diatas sebagai kelompok reformis. Kendatipun MUI memandang
tafsir surah al-Maidah ayat 51 seperti halnya kelompok fundamentalis, tetapi
sikap yang diambil MUI untuk tidak mengeluarkan fatwa larangan memilih non-
muslim justru sesuai dengan sikap yang diambil oleh kelompok akomodasionis.
Begitupun dengan Muhammadiyah yang tidak menyandarkan
pemahamannya terhadap mazhab tertentu. Dengan kata lain, Muhammadiyah
hanya merujuk kepada sumber yang otentik dan memahami segala sesuatu
berdasarkan ayat-ayat yang ada di dalam kitab suci al-Qur‟an dan sunnah yang
shahih. salah satu contoh Muhammadiyah melandaskan setiap sikapnya pada
ayat-ayat suci al-Qur‟an adalah poin dalam Himbauan Majelis Tarjih dan Tajdid
127
Wahyu Aji, “Ini Penjelasan Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Soal Memilih
Pemimpin,” TribunNews.com, 13 Februari 2017; tersedia di
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/02/13/ini-penjelasan-wakil-ketua-komisi-fatwa-
mui-soal-memilih-pemimpin diunduh pada 16 Mei 2018. 128
Berdasarkan hasil wawancara dengan Adi Prayitno di Lobby Ruang Tata Usaha FISIP
UIN Jakarta 6 April 2018 pukul 13.00 WIB.
86
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta129
mengenai kepeminpinan
bahwa memilih pemimpin yang berdasarkan agama tidak menjadi persoalan,
karena tidak melanggar aturan yang sudah ditetapkan oleh UUD. Berdasarkan
dalil dalam QS. al-Anbiya‟ ayat 92 yang berbunyi:
ز إ أب سبكى ف ۦ حذةا تا تكى أي أي ٥٩ ٱعبذ
Artinya:”Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama
yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.”QS al-
Anbiya‟ ayat 92.
Oleh karena itu, peneliti memandang muhammadiyah sebagai kelompok
reformis sama halnyaa MUI. Kesamaan antara MUI dan Muhammadiyah dalam
aspek kenegaraan, kebangsaan dan bermasyarakat dilihat dari pernyataan
sekretaris umum PP Muhammadiyah Abdul Mu‟ti yang mengatakan bahwa,
“Indonesia bukanlah negara Islam, tetapi negara yang Islami, artinya apa?
Pancasila memang bukan agama dan tidak berasal dari agama, tetapi nilai-nilai
yang ada di dalam pancasila tidak bertentangan dengan agama, khususnya agama
Islam.”130
Seperti halnya MUI, Muhammadiyah juga menyikapi kasus penistaan
agama yang dilakukan oleh salah satu calon kandidat yaitu Basuki Tjahaja
Purnama, secara resmi PP Muhammadiyah dalam konferensi pers yang digelar di
kantor pimpinan pusat Muhammadiyah di Yogyakarta, PP Muhammadiyah
129
Lihat keputusan MTT dan PWM DKI Jakarta Himbauan Keagamaan No. 01/B/2/2017. 130
Yulida Medistiara, “Muhammadiyah: Indonesia Bukan Negara Islam tapi Islami,”
Detik.com, 19 Mei 2017; tersedia di https://news.detik.com/berita/d-3506550/muhammadiyah-
indonesia-bukan-negara-islam-tapi-islami diunduh pada 18 Mei 2018.
87
mengeluarkan tujuh poin sikap, diantaranya dalam konferensi tersebut; “
menyatakan percaya sepenuhnya jika penetapan Ahok sebagai tersangka telah
berdasarkan prisip hukum yang adil dan obyektif, yang telah diikhtiarkan dan
dijalankan seoptimal mungkin oleh Polri.” Sikap Muhammadiyah menyerahkan
segala proses hukum kepada instansi pemerintah, secara tidak langsung
Muhammadiyah berpandangan bahwa negara (pemerintah) mempunyai peran
penting dalam menjaga kerukunan umat antar agama. Haedar Nashir juga
menegaskan; “karenanya siapa pun harus menghormati setiap keyakinan agama,
termasuk oleh pemeluk yang berbeda agama, dengan sikap luhur dan toleran.”131
Di dalam himbauan yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta (MTT dan PWM DKI Jakarta),
terkait dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) pada Februari 2017
yang sudah dimulai berdasarkan tahapan-tahapannya, ada berbagai dinamika
keagamaan yang terjadi, di Jakarta lebih khususnya dan di Indonesia umumnya.
MTT dan PWM DKI Jakarta berpendapat:
“...Kehidupan muslim, dalam segala aspek, haruslah didasarkan pada tauhid.
Demikian halnya dalam aspek muamalah, tauhid juga harus menjadi prinsip
penuntun. Oleh karena itu, dalam memberikan dukungan politik, memilih
pemimpin politik, dan melakukan kerja-kerja politik (siyasah), setiap muslim
hendaknya mendasarkan pada iman tauhidnya. Misalnya, mempertimbangkan
apakah pilihan atau keputusannya selaras dengan ketaatan dan ketundukannya
kepada Allah, dan apakah pilihan atau keputusannya itu berdampak pada menguat
atau melemahnya ketauhidan umat. Pada prinsipnya, memilih pemimpin yang
muslim, sekaligus adil, terampil memimpin, berakhlak mulia, mencintai dan
dicintai rakyat, serta memiliki semangat nasionalisme keindonesiaan, adalah lebih
131
Pribadi Wicaksono, “Tujuh Sikap Muhammadiyah Terkait Kasus Ahok,” Tempo.co,
16 November 2016; tersedia di https://nasional.tempo.co/read/820675/tujuh-sikap-
muhammadiyah-terkait-kasus-ahok diunduh pada 18 Mei 2018.
88
dekat dan lebih selaras dengan nilai tauhid dan semangat kehidupan
kebangsaan.”132
Selain itu, peneliti melihat sedikit perbedaan cara pandang MUI dan
Muhammadiyah kendati keduanya sama-sama merupakan kelompok reformis.
Perbedaan tersebut terletak pada pandangan Muhammadiyah yang tidak hanya
melihat aspek kebangsaan dan kenegaraan dalam menyikapi kasus Basuki Thaja
Purnama tetapi juga memandang dari aspek kemasyarakatan terutama aspek
muamalah yang dalam hal ini adalah pendidikan sebagaimana dijelaskan dalam
keputusan MTT dan PWM DKI Jakarta Himbauan Keagamaan, sebagai berikut:
“...Edukasi adalah salah satu pilihan terbaik untuk melakukan amar makruf
nahi mungkar. Oleh karena itu, setiap muslim yang berilmu luas (ulama, kiai,
habib, ustadz, ilmuwan, cendekiawan dsb.) sebaiknya berusaha mencari cara untuk
memberikan edukasi dan pencerahan yang baik, yang penuh kejujuran, kesantunan
dan keteladanan, sesuai kapasitasnya masing-masing terkait opsi-opsi yang dimiliki
umat dalam kehidupan politik yang disinari pengetahuan wahyu. Seiring dengan
itu, setiap muslim hendaknya mencari cara untuk bisa mendapatkan edukasi
keagamaan yang baik terkait kehidupan bermuamalah, terutama kehidupan ber-
Indonesia, yang merupakan negara Pancasila, sebagai darul-„ahdi wasy-syahadah
(negeri konsensus dan kesaksian).”133
Muhammadiyah sebagai organisasi Gerakan Islam yang melaksanakan
dakwah Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (AMNM) sesuai dengan surah ali-Imran ayat
104 berpandangan sesuai Khittah Denpasar yang dikhawatirkan oleh Haedar
Nashir dimana, “keadaan perpolitikan yang terpolarisasi di tengah masyarakat
DKI Jakarta telah menimbulkan suasana yang kurang kondusif, untuk warga
Muhammadiyah untuk kembali memegang teguh kepada Khittah Denpasar.”
Adapun isi Khittah Denpasar menyatakan bahwa peran dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui dua strategi dan lapaangan
perjuangan. Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik, sebagaimana dilakukan
132
Lihat keputusan MTT dan PWM DKI Jakarta Himbauan Keagamaan No. 01/B/2/2017. 133
Lihat keputusan MTT dan PWM DKI Jakarta Himbauan Keagamaan No. 01/B/2/2017.
89
oleh partai-partai politik. Kedua, melalui kegiatan kemasyarakatan yang bersifat
pembinaan dan pemberdayaan.134
Oleh karenanya, ketika Muhammadiyah dituntut untuk memberikan sikap
mengenai berbangsa dan bernegara, Muhammadiyah tetap tidak melepaskan cara
pandang kemasyarakatan yang dalam hal ini adalah pendidikan masyarakat. Hal
ini menjadi menarik jika dilihat posisi Muhammadiyah sebagai kelompok
reformis, Muhammadiyah juga memiliki warna tersendiri dalam kelompok
reformis. Karena selain Muhammadiyah melihat kasus penistaan agama yang
dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama dari aspek keagamaan, Muhammadiyah
juga memandang melalui aspek pendidikan yakni bahwa pernyataan Basuki
Tjahaja Purnama mengenai surah al-Maidah ayat 51 sebagai pendidikan yang
kurang baik bagi masyarakat Indonesia terutama karena disampaikan oleh seorang
pejabat publik.
134
“Haedar Nashir: Tolong Sekarang Pakai Khittah Denpasar,” Suara Muhammadiyah, 5
Februari 2017; tersedia di http://www.suaramuhammadiyah.id/2017/02/05/haedar-nashir-tolong-
sekarang-pakai-khittah-denpasar/ diunduh pada 19 Mei 2018.
90
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berlangsungnya pilkada DKI Jakarta 2017, tak lepas dari kontroversi serta
isu-isu Suku, Agama dan Ras (SARA), serta adanya calon kandidat non-Muslim
pada pilkada DKI Jakarta menjadi perdebatan yang serius dikalangan umat Islam,
ditambah lagi dengan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh salah
satu calon kandidat Basuki Tjahaja Purnama terhadap ayat suci al-Qur‟an surat
al-Maidah ayat 51, yang beredar dimasyarakat DKI Jakarta. Hal ini menjadi
dinamika khususnya bagi kalangan umat Islam, kemudian dari sini muncul
pandangan yang berbeda-beda terkait boleh atau tidaknya calon pemimpin non-
Muslim serta perbedaan penafsiran terhadap surat al-Maidah ayat 51 dari lembaga
dan ormas-ormas keagamaan (Islam). Perbedaan-perbedaan yang dihasilkan dari
pendapat dan sikap keagamaan lembaga dan ormas-ormas Islam secara tidak
langsung menimbulkan polarisasi pemikiran politik Islam dimasyarakat DKI
Jakarta. Adapun polarisasi pemikiran politik Islam yang dihasilkan pada pilkada
DKI Jakarta 2017 bisa kita lihat dalam tabel sebagai berikut:
ORMAS KATEGORI NEGARA &
AGAMA PEMIMPINAN
NON-
MUSLIM AKSI
BELA
ISLAM ALASAN SUB-
ALASAN
FPI Fundamentalis Integralistik Menolak Ikut Hukum Allah
Ideologi
NU Akomodasionis Sekuler Menerima Tidak Ibn
Taimiyah Islam
Kultural MUI Reformis Simbiotik Menolak Ikut Hukum
Allah Pelecehan
Muhammadiyah Reformis Simbiotik Menerima Ikut Khittah Pendidikan
91
Tabel V.A.1 Polarisasi Pemikiran Politik Islam Pilkada DKI Jakarta 2017
B. Saran
Perbedaan-perbedaan pemahaman oleh lembaga dan ormas-ormas Islam
dalam berbagai sikap dan pendapat keagamaan atas respon boleh atau tidaknya
kepemimpinan non-Muslim dalam Islam harus lebih terkonsensus secara
terstruktur berdasarkan kesepakatan dari berbagai kelompok yang melandaskan
pandangannya kepada agama. Mengapa demikian, karena secara tidak langsung
perbedaan yang terjadi dalam wilayah teologis akan kian meluas memberikan
dampak polarisasi di dalam tubuh umat Islam.
Seharusnya para pemuka agama agar selalu mempertimbangkan segala
perkataannya agar tidak disalah artikan oleh pengikutnya. Karena hal ini juga
yang semakin memperkeruh suasana pilkada DKI Jakarta 2017. Secara tidak
langsung perkataan tokoh pemuka agama bagi masyarakat awam akan selalu
menjadikannya sebagai rujukan. Pertimbangkanlah setiap sikap dan pendapat
keagamaanya secara bijaksana.
Bila sikap keegoan masing-masing kelompok keagamaan bisa dibendung
sedemikian rupa agar mengijtihad kan segala bentuk perbedaannya menjadi satu
terlepas dari mazhab yang berbeda, kemungkinan hal ini dapat meredam asumsi-
asumsi yang bias makna dikalangan masyarakat DKI Jakarta.
xix
DAFTAR PUSTAKA
Buku
A.N., Firdaus. 1999. Dosa-Dosa Politik Orde Lama dan Orde Baru Yang Tidak
Boleh Berulang Lagi Di Era Reformasi. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Ahmad Dzajuli, Ahmad. 2003. Fiqih Siyasah. Bandung: Prenada Media.
Ahmad, Rumadi. 2016. Fatwa Hubungan Antaragama di Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Al-Albani, Muhammad Nasiruddin. 2006. Shahih Sunan Abu Daud. Jakarta:
Pustaka Azzam.
Al-Maududi, Abul A‟la. terj. 1998. Khilafah dan Kerajaan: Evaluasi Kritis atas
Sejarah Pemerintahan Islam. Bandung: Mizan.
Azra, Azyumardi. 2016. Transformasi Politik Islam Radikalisme, Khilafatisme,
dan Demokrasi. Jakarta: Prenadamedia Group.
Bik, Hudhari. 1980. Tarjamah Tarikh Al-Tasyri' Al-Islam: (Sejarah Pembinaan
Hukum Islam). Jakarta: Darul Ikhya.
Bogdan, R dan S. Biklen, 1992. Qualitative Research for Education. Boston, MA:
Allyn and Bacon.
Creswell, John W. 1998. Research Design Qualitative, Quantitative and Mixed
Methods Design. California: Safe Publications, Inc.
DZ, Abdul Mun‟im. 2011. Piagam Perjuangan Kebangsaan. Jakarta: Setjen
PBNU-NU Online.
Effendy, Bahtiar. 2011. Islam dan Negara, Transformasi Gagasan dan Praktik
Politik Islam di Indonesia. Jakarta: Democracy Project.
Esposito, John L. 1990. Islam dan Politik. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
H.I, A. Rahman. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Hafidhuddin, Didin dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Syariah dalam
Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Jusoh, Yahaya dan Kamarul Azmi jasmi. 2006. Pendidikan Politik dan khilafah
Islam dalam Pelbagai Perspektif. Malaysia: Universiti Teknologi
Malaysia.
Khalaf, Abdul Wahhab. 1992. Khulasah Tarikh Al-Islami. Solo: Ramadhani.
Madjid, Nurcholish. 1989. Islam Kemodernan dan KeIndonesian. Bandung:
Mizan
xx
Miriam Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.
Purwanto, Wawan H. 2009. Mengurai Benang Kusut Konflik FPI-AKKBB.
Jakarta: CMB Press.
Ridwan, Nur Khalik. 2004. Agama Borjuis Kritik Atas Nalar Islam Murni.
Yogyakarta: Arruz Media.
Rivai, Veithzal. 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
_____________. 2009. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta:
Rajawali Pers.
Sahabuddin. 2007. Ensklopedi al-Qur‟an Kajian Kosa Kata. Jakarta: Lentera
Hati.
Shiddieqy, Hasbi Ash. 1991. Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.
Sjadzali, Munawir. 2011. Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah dan Pemikiran.
Jakarta: UI-Press.
Syam, Radian dan Nurdin Muhamad, 2012. Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: Dian Rakyat.
Syarif, Mujar Ibnu dan Khamami Zada, 2008. Fiqh Siyyasah Doktrin dan Pikiran
Politik Islam. Yogyakarta: Erlangga.
Syihab, Muhammad Rizieq. 2011. Hancurkan Liberalisme Tegakkan Syariat
Islam. Jakarta: Suara Islam.
Ubaedillah, A. dan Abdul Rozak. 2003. Pendidikan kewarganegaraan :Pancasila,
Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan KENCANA.
Umar, Nasaruddin. 2014. Deradikalisasi Pemahaman al-Qur‟an dan Hadis.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Valdesolo, Piercarlo and Jesse Graham. 2016. Social Psychology Of Political
Polarization. New York: Routledge.
Wahid, Abdurrahman. 2006. Islamku Islam Anda Kita Agama Masyarakat
Demokrasi. Jakarta: The Wahid Institute.
Jurnal
Hasan, Hamsah. 2015. “Hubungan Islam dan Negara: Merespons Wacana Politik
Islam Kontemporer di Indonesia,” AL-AHKAM (hal. 19-42).
xxi
Herdiansah, Ganjar, Junaidi, dan Heni Ismiati. 2017. “Pembelahan Ideologi,
Kontestasi Pemilu, dan Persepsi Ancaman Kemanan Nasional: Spektrum
Politik Indonesia Pasca 2014?,” Jurnal Wacana Politik (hal. 61-73).
Penelitian
Prakarsa, Muhammad Hijri. 2017. “Pemikiran Front Pembela Islam (FPI) Tentang
Hubungan Islam dan Negara: Studi Terhadap FPI di Indonesia” Skripsi S1,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Santoso, Lukman. 2009. “Pemikiran Benazir Bhutto tentang Relasi Islam dan
Negara” Skripsi S1, Fakultas Syari‟ah, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Jogjakarta.
Syarifuddin, Rohmat. 2016. ”Pengangkatan Pemimpin Non-Muslim dalam Al-
Qur‟an”. Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, Universitas
Islam Negeri Walisongo, Semarang.
Dokumen Online
“Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum” JDIH BPK
RI. Diakses pada 13 Januari 2018
(https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/37644).
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, “Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum.” Diakses pada
14 Januari 2018 (www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2007_22.pdf).
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, “Keputusan PKPU Nomor 02
Tahun 2017 tentang Pemutakhiran Data dan Penyusunan Daftar Pemilih
dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.” Diakses pada 19 Januari 2018
(http://jdih.kpu.go.id/search-tahun-peraturan-kpu).
______________________________________, “Peraturan Komisi Pemilihan
Umum Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tahapan, Program dan Jadwal
Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.” Diakses pada 26
Januari 2018 (http://jdih.kpu.go.id/search-tahun-peraturan-kpu).
______________________________________, “Peraturan Komisi Pemilihan
Umum Nomor 3 Tahun 2017.” Diakses pada 3 Mei 2018
(http://jdih.kpu.go.id/data/data_pkpu/PKPU%203%202017_UPLOAD.pdf
).
Majelis Tarjih dan Tajdid pimpinan wilayah DKI Jakarta. “Keputusan MTT dan
PWM DKI Jakarta Himbauan Keagamaan No. 01/B/2/2017.” Diakses
xxii
pada 18 Mei 2018 (www.suaramuhammadiyah.id/wp.../sites/.../himbauan-
mtt-pwm.pdf).
Berita Online
Adityowati, Putri. 2015. “Ini Gelombang Pilkada Menuju 100% Total Serentak”
Tempo.co. Diakses pada 19 Januari 2018
(https://nasional.tempo.co/read/643402/ini-gelombang-pilkada-menuju-
100-total-serentak).
Adytama, Egi. 2016. “Pilkada DKI, 7 Partai Bentuk Koalisi Kekeluargaan Lawan
Ahok” Tempo.co. Diakses pada 2 Mei 2018
(https://metro.tempo.co/read/794172/pilkada-dki-7-partai-bentuk-koalisi-
kekeluargaan-lawan-ahok).
Ahmad, Jumal. 2017. “Tentang Fatwa Dar Ifta‟ Mesir, Bolehnya Pemimpin Non
Muslim”. Diakses pada 28 Mei 2017
(https://ahmadbinhanbal.wordpress.com/tag/fatwa-muhammadiyah-
tentang-pemimpin-non-muslim/).
Aji, Wahyu. 2017. “Ini Penjelasan Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Soal Memilih
Pemimpin” Tribunnews.com. Diakses pada 16 Mei 2018
(http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/02/13/ini-penjelasan-
wakil-ketua-komisi-fatwa-mui-soal-memilih-pemimpin).
Arsyad, Lincolin. 2015. “Daftar Kontroversi Ahok Tahun 2012-2014”
Kompasiana.com. Diakses pada 24 Januari 2018
(https://www.kompasiana.com/proflincolinarsyad/daftar-kontroversi-ahok-
tahun-2012-2014_54f453e7745513942b6c8aa9).
Atriana, Rina. 2016. “Begini Profil dan Perjalanan Anies Baswedan Jadi Cagub
DKI” Detik.com. Diakses pada 26 Januari 2018
(https://news.detik.com/berita/d-3305643/begini-profil-dan-perjalanan-
anies-baswedan-jadi-cagub-dki).
___________. 2017. “Di Sidang Ahok, Habib Rizieq Jelaskan Arti Aulia di Al-
Maidah 51” Detik.com. Diakses pada 15 Mei 2018
(https://news.detik.com/berita/d-3433868/di-sidang-ahok-habib-rizieq-
jelaskan-arti-aulia-di-al-maidah-51).
Ayuningtyas, Rita. 2018. “Mengulik Kembali Perjalanan Kasus Ahok”
Liputan6.com. Diakses pada 27 Mei 2017
(https://www.liputan6.com/news/read/3322122/mengulik-kembali-
perjalanan-kasus-ahok).
Cahya, Kahfi Dirga. 2017. “Agama Disebut Jadi Isu Utama Putaran Kedua
Pilkada DKI Jakarta” Kompas.com. Diakses pada 27 Mei 2017
xxiii
(http://megapolitan.kompas.com/read/2017/03/02/17144891/agama.disebu
t.jadi.isu.utama.putaran.kedua.pilkada.dki.jakarta).
Carina, Jessi. 2016. “Agus-Sylvi Nomor 1, Ahok-Djarot Nomor 2, dan Anies-
Sandiaga Nomor 3” Kompas.com. Diakses pada 19 Januari 2018
(http://megapolitan.kompas.com/read/2016/10/25/20421221/agus-
sylvi.nomor.urut.1.ahok-djarot.nomor.2.dan.anies-sandiaga.nomor.urut.3).
___________. 2016. “Pilkada DKI 2017 Resmi Diikuti Tiga pasang Cagub-
Cawagub” Kompas.com. Diakses pada 20 Mei 2018
(https://megapolitan.kompas.com/read/2016/10/24/17335191/pilkada.dki.2
017.resmi.diikuti.tiga.pasang.cagub-cawagub).
Carmichael, Chloe. 2017. “Political Polarization Is a Psychology Problem”
Huffingtonpost.com. Diakses pada 28 Desember 2017
(https://www.huffingtonpost.com/entry/political-polarization-is-a-
psychology-problem_us_5a01dd9ee4b07eb5118255e5).
Faqih, Fikri. 2017. “Rais Syuriah PBNU sebut Al Maidah ayat 51 bukan soal pilih
Pemimpin” Merdeka.com. Diakses pada 15 Mei 2018
(https://www.merdeka.com/jakarta/pbnu-sebut-al-maidah-ayat-51-bukan-
soal-pemimpin-melainkan-perang.html).
Fathan, Muhammad. 2016. “Dinamika Pilakda DKI” Republika.co.id. Diakses
pada 19 Januari 2018 (http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-
koran/16/10/22/offn854-dinamika-pilkada-dki).
Fauzi, Gilang. 2016. “Kronologi Kasus Buni Yani, Penyebar Video Ahok Soal Al
Maidah” CNNIndonesia. Diakses pada 2 Mei 2018
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20161124075029-12-
174911/kronologi-kasus-buni-yani-penyebar-video-ahok-soal-al-maidah).
Gultom, Aldi. 2012. “Inilah Maklumat Politik FPI Jakarta untuk Pilgub DKI”
RMOL.CO. Diakses pada 8 Mei 2018
(http://www.rmol.co/read/2012/08/27/75884/Inilah-Maklumat-Politik-FPI-
Jakarta-untuk-Pilgub-DKI-).
Gumilang, Prima. 2017. “Djarot Resmi Gantikan Ahok sebagai Gubernur DKI
Jakarta” CNNIndonesia. Diakses pada 26 Januari 2018
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170615092905-20-
221880/djarot-resmi-gantikan-ahok-sebagai-gubernur-dki-jakarta).
Medianta, Arya Janson. 2017. “Fenomena Ahok yang Kontroversial dan Pilgub
DKI Jakarta yang Bercita Rasa Pilpres” Plimbi.com. Diakses pada 24
Januari 2018 (http://www.plimbi.com/article/167054/fenomena-ahok-
yang-kontroversial-dan-pilgub-dki-jakarta-yang-bercita-rasa-pilpres-).
Medistiara, Yulida. 2017. “Muhammadiyah: Indonesia Bukan Negara Islam tapi
Islami” Detik.com. Diakses pada 18 Mei 2018
xxiv
(https://news.detik.com/berita/d-3506550/muhammadiyah-indonesia-
bukan-negara-islam-tapi-islami).
Micom. 2016. “Pilkada Serentak dengan Aturan Berbeda, Hanya Jakarta 50%
Plus Satu” Mediaindonesia.com. Diakses pada 19 Januari 2018
(http://mediaindonesia.com/news/read/52907/pilkada-serentak-dengan-
aturan-berbeda-hanya-jakarta-50-plus-satu/2016-06-24).
Purnomo, Hedi. 2016. “Menilik Latar Belakang Cagub dan Cawagub”
Kompasiana.com. Diakses pada 23 Januari 2018
(https://www.kompasiana.com/hedipurnomo45/menilik-latar-belakang-
cagub-dan-cawagub_58240fca6323bd54136ea20b).
Retaduari, Elza Astari. 2016. “4 Partai Pengusung Siap Antar Ahok-Djarot ke
KPU DKI” Detik.com. Diakses pada 9 November 2017
(https://news.detik.com/berita/d-3302879/4-partai-pengusung-siap-antar-
ahok-djarot-ke-kpu-dki).
Rodja, Arsun. 2017. “Jadi, GNPF-MUI Itu Sebenarnya Apa?” Seword.com.
Diakses pada 14 Mei 2018 (https://seword.com/politik/jadi-gnpf-mui-itu-
sebenarnya-apa).
Sari, Nursita. 2016. “Ini 9 Poin "Risalah Istiqlal" dari Sejumlah Ormas Islam”
Kompas.com. Diakses pada 2 Mei 2018
(https://megapolitan.kompas.com/read/2016/09/18/18165831/ini.9.poin.ris
alah.istiqlal.dari.sejumlah.ormas.islam).
_________. 2017. “Ini Jadwal Putaran Kedua Pilkada DKI Jakarta 2017”
Kompas.com. Diakses pada 27 Januari 2017
(http://megapolitan.kompas.com/read/2017/03/05/11043881/ini.jadwal.put
aran.kedua.pilkada.dki.jakarta.2017).
Setiawanto, Budi. 2015. “Tujuh Gelombang Pilkada Serentak 2015 hingga 2027”
Antaranews.com. Diakses pada 9 November 2017
(http://www.antaranews.com/berita/480618/tujuh-gelombang-pilkada-
serentak-2015-hingga-2027).
Simanullang, Ch. Robin. 2016. “Profil Biografi Djarot Siaful Hidayat”
Telegraf.co.id. Diakses pada 26 Januari 2018 (http://telegraf.co.id/profil-
biografi-djarot-saiful-hidayat/).
Triyoga, Hardani. 2016. “Said Aqil: Mending Pemimpin Non-Muslim Tapi Jujur
daripada Muslim Tapi Zalim” Detik.com. Diakses pada 26 Mei 2017
(https://news.detik.com/berita/3189642/said-aqil-mending-pemimpin-non-
muslim-tapi-jujur-daripada-muslim-tapi-zalim).
Wicaksono, Pribadi. 2016. “Tujuh Sikap Muhammadiyah Terkait Kasus Ahok”
Tempo.co. Diakses pada 18 Mei 2018
(https://nasional.tempo.co/read/820675/tujuh-sikap-muhammadiyah-
terkait-kasus-ahok).
xxv
Wijaya, Rony. “Biografi Sandiaga Uno” Bio.or.id. Diakses pada 26 Januari 2018
(http://bio.or.id/biografi-sandiaga-uno/).
“Analisis Pilkada DKI Jakarta; Ahok dan Anies Menuju putaran Dua.” 2017.
Himaindonesia.com. Diakses pada 19 Januari 2018
(http://himaindonesia.com/2017/02/13/analisis-pilkada-dki-jakarta-ahok-
dan-anies-menuju-putaran-dua/).
“Ceramah Habib Rizieq pada Demo Bela Islam Jilid 3 (212/ 2-12-2016)”
Youtube.com. Diakses pada 12 Mei 2018
(https://www.youtube.com/watch?v=1euVcnEVPXI).
“FPI: Agar Tidak Murtad, Kenali Kafir Liberal dan Ciri-cirinya” VOA-
Islam.com. Diakses pada 14 Mei 2018 (http://www.voa-
islam.com/read/indonesiana/2011/02/15/13342/fpi-agar-tidak-murtad-
kenali-kafir-liberal-dan-ciricirinya/).
“Habib Rizieq: Umat Islam Tak Kehabisan Pemimpin yang Jujur.” 2016.
Viva.co.id. Diakses pada 26 Mei 2017
(https://www.viva.co.id/berita/nasional/823308-habib-rizieq-umat-islam-
tak-kehabisan-pemimpin-yang-jujur).
“Haedar Nashir: Tolong Sekarang Pakai Khittah Denpasar.” 2017. Suara
Muhammadiyah. Diakses pada 19 Mei 2018
(http://www.suaramuhammadiyah.id/2017/02/05/haedar-nashir-tolong-
sekarang-pakai-khittah-denpasar/).
“Harus Tau, Ini Biografi Calon Gubernur dalam Pilkada DKI 2017.” 2016.
Diakses pada 24 Januari 2018
(http://ardhancn.blogspot.co.id/2016/09/harus-tau-ini-biografi-calon-
gubernur.html).
“Ini 7 Rangkaian Aksi Bela Islam Sebelum Ahok Divonis 2 Tahun Penjara.”
2017. Republika.co.id. Diakses pada 8 Mei 2018
(http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/05/10/opp5r4330
-ini-7-rangkaian-aksi-bela-islam-sebelum-ahok-divonis-2-tahun-penjara-
part1).
“Memilih Partai Politik.” 2009. Fatwatarjih.com. Diakses pada 9 Mei 2018
(http://www.fatwatarjih.com/2011/09/memilih-partai-politik.html).
“Model Demokrasi di Negara Muslim”. 2016. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Diakses pada 25 Mei 2017
(http://www.uinjkt.ac.id/id/model-demokrasi-di-negara-muslim/).
“NU Kuatkan Budaya Sebagai Metode Dakwah.” 2011. Republika.co.id. Diakses
pada 15 Mei 2018 (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-
nusantara/11/01/27/161015-nu-kuatkan-budaya-sebagai-metode-dakwah).
xxvi
“Pasangan Calon Gubernur DKI Jakarta 2017 Nomor Urut 1.” 2017. Tirto.id.
Diakses pada 20 Januari 2018 (https://tirto.id/m/agus-harimurti-
yudhoyono--sylviana-murni-Jo).
“Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI terhadap Ahok Bukan Fatwa, Benarkah
Surat Al Maidah Ayat 51 tentang Pemilihan Pemimpin?.” 2016.
Kompasiana.com. Diakses pada 26 Mei 2017
(http://www.kompasiana.com/blackdiamond/pendapat-dan-sikap-
keagamaan-mui-terhadap-ahok-bukan-fatwa-benarkah-surat-al-maidah-
ayat-51-tentang-pemilihan-pemimpin_5826d1a54423bd79346e4821).
“Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI terkait Pernyataan Basuki Tjahaja
Purnama.” 2017. Majelis Ulama Indonesia. Diakses pada 8 Mei 2018
(http://mui.or.id/id/berita/pendapat-dan-sikap-keagamaan-mui-terkait-
pernyataan-basuki-tjahaja-purnama/).
“Pidato Basuki Tjahaja Purnama saat berada di Kepulauan Seribu pada 27
September 2016”. Youtube.com. Diakses pada pada 29 Mei 2017
(https://youtu.be/MNdJv3ZAqQE).
“Profil Anies Rasyid Baswedan.” Viva.co.id. Diakses pada 26 Januari 2018
(https://www.viva.co.id/siapa/read/32-anies-baswedan).
“Profil Ir. Basuki Tjahaja Purnama.” Viva.co.id. Diakses pada 23 Januari 2018
(https://www.viva.co.id/siapa/read/85-ahok).
“Profil Sandiaga Salahudin Uno” Viva.co.id. Diakses pada 26 Januari 2018
(https://www.viva.co.id/siapa/read/130-sandiaga-uno).
“Profil Sylviana Murni.” Viva.co.id. Diakses pada 20 Januari 2018
(https://www.merdeka.com/sylviana-murni/).
“Profil, Djarot Saiful Hidayat.” Viva.co.id. Diakses pada 26 Januari 2018
(https://www.viva.co.id/siapa/read/124-djarot-saiful-hidayat).
“Sejarah MUI” Mui.or.id. Diakses pada 16 Mei 2018
(http://mui.or.id/id/category/profile-organisasi/sejarah-mui/).
“Tokoh dan Ulama Gelar Rapat Luar Biasa Sikapi Terbelahnya Calon Gubernur
Muslim.” VOA-Islam.com. Diakses pada 27 Mei 2018 (http://www.voa-
islam.com/read/indonesiana/2016/09/23/46334/tokoh-dan-ulama-gelar-
rapat-luar-biasa-sikapi-terbelahnya-calon-gubernur-
muslim/#sthash.DADdeRrK.dpbs).
Wawancara
Wawancara dengan Adi Prayitno di Lobby Ruang Tata Usaha FISIP UIN Jakarta
6 April 2018 pukul 13.00 WIB.
xxvii
Wawancara dengan Ali Munhanif di Ruang LP2M UIN Jakarta 3 April 2018
pukul 17.00 WIB.
Wawancara dengan Rumadi Ahmad di Ruang Dosen UIN Jakarta 3 Mei 2018
pukul 15.00 WIB.
Lampiran 1
Hasil Wawancara dengan Adi Prayitno M. Si,.
Wawancara dilakukan di Lobby Ruang TU FISIP UIN Jakarta
Pada Jumat, 6 April 2018 pukul 13.00 WIB
Alfrad: Bagaimana pendapat bapak tentang kasus penistaan agama yang
dilakukan oleh salah satu calon kandidat yang ikut dalam pilkada DKI Jakarta
2017 terhadap potongan kasus surat al-Maidah ayat 57?
Adi Prayitno: Pertama-tama semestinya dalam menyampaikan visi misi, itu tidak
boleh menyinggung ataupun mendeskriditkan salah satu suku dan agama tertentu.
*Dalam undang-undang pilkada itukan sudah diatur, bahwa dalam kampanye itu
dilarang menjelek-jelekan ataupun menyerang atau memfitnah seseorang dalam
bentuk apapun. Artinya secara regulasi memang dilarang menyudutkan atau
menyerang kelompok agama tertentu dan suku orang tertentu, saya tidak tahu
persis apakah pak ahok tujuannya untuk kelompok apapun, tetapi yang jelas
publik menganggapnya ahok mengkritik agama Islam, disatu sisi pak ahok juga
tidak mengerti agama Islam seperti apa, lalu kemudian inilah yang menjadi
blunder besar seakan-akan ahok itu ditafsirkan sebagai orang yang menista
agama. Tetapi pada prinsipnya bahwa yang saya ingin katakan bahwa dalam
undang-undang pilkada ada larangan dalam kampanye untuk menyerang suku
agama dan ras itu jelas ya tidak boleh dilakukan. Makanya kemudian dalam
kacamata terminologi semestinya kampanye dalam bingkai kunjungan pekerjaan
semestinya itu harus dihindari. Karena persoalan SARA ini dianggap menjadi
sesuatu hal yang sensitif yang dimiliki oleh perseorangan bahkan dianggap lebih
penting ketimbang pengangguran dan kemiskinan. Makanya kemudian kalau kita
xxviii
melihat orang lapar orang miskin, kan tidak banyak yang terlalu marah melihat
kejadian seperti itu disekitar kita, tetapi ketika sedikit saja agama itu disinggung
apalagi dianggap merendahkan agama tertentu apalagi Islam yang dianggap
sebagai mayortias sudah tentu akan menimbulkan reaksi yang bermacam-macam.
Dari situ kemudian terlepas dari ahok mengutip potongan surat al-maidah ini
untuk mengkritik atau memberikan masukan apapun, tetapi publik melihatnya ini
bukan domainnya pak ahok sebagai seorang yang non-muslim dan dia juga tidak
beragama Islam dan dalam konteks politik semestinya hal-hal yang bersifat dan
berbau SARA harus dihindari. Kemudian dari sinilah berujung kerusuhan-
kerusuhan dan tawaran-tawaran opini yang berkembang dimasyarakat ahok
diserang dari berbagai lini masyarakat sebagai orang yang dianggap menistakan
agama itu point pertamanya seperti itu.
Alfrad: Bagaimana pandangan bapak mengenai keharusan umat Islam yang
diwajibkan memilih pemimpin dari golongannya sendiri yang tertuang di dalam
Al-Qur‟an dan hadits?
Adi Prayitno: Saya kira tida ada persoalan apapun dalam banyak pilkada
ataupun pemilu yang sering kita ikuti, dimulai dari tahun 1999 pasca reformasi
hingga sekarang, isu yang berkaitan ataupun agitasi dan propaganda yang
dilakukan oleh banyak partai politik dan calon berkaitan untuk memilih pemimpin
yang seiman itu sejak dari dulu sudah ada kok. Itu bukan salah satu hal yang tabu
dalam politik kita bukan hanya terjadi di Jakarta saja dan sudah terjadi dibanyak
daerah. Bahwa banyak kalangan muslim menganjurkan untuk memilih pemimpin
yang seiman itu tidak ada masalah sebenarnya. Lalu kemudian apa yang salah
dari itu? Yang salah itu kalo salah satu calon kandidat mengutip ayat dan
memprovokasi kelompok lain untuk memusuhi orang yang tidak se-Iman itu yang
salah. Tetapi hanya selama sebatas himbauan dan fatwa-fatwa bahwa untuk
memilih pemimpin yang se-Iman itu tidak jadi persoalan di dalam politik selama
tidak menggunakan cara-cara kekerasan dan tidak dengan cara-cara provokatif
dan dalam konteks demokrasi itu sah-sah saja. Nah yang semestinya dilarang itu
adalah ketika seseorang menjadikan ayat atau Islam sebagai bahan untuk
xxix
memanipulasi isu tersebut sebagai bahan untuk menakut-nakuti kelompok lain
untuk memilih dirinya hal itu yang tidak sehat. Tetapikan masalahnya banyak
orang yang tidak melihat budaya politik Islam ini berbeda dengan budaya politik
demokrasi secara umum. Budaya politik Islam itu memang tidak memisahkan
antara Islam dan politik. Politik itu adalah bagian dari dakwah dan beribadah itu
yang kemudian umum dipahami dalam Islam tetapi dalam konteks budaya
demokrasi yang lebih umum di negara-negara yang berbeda dari Indonesia
politik ya politik soal agama ya agama coba untuk dipisahkan, nah dua tradisi ini
yang harusnya bisa dipahami oleh banyak orang, bahwa karena dalam
sejarahnya tradisi budaya politik Islam dengan tradisi budaya politik barat
secara umum itu sangat jauh berbeda. Di Indonesia karena mayoritas
penduduknya beragama Islam jadi wajar kalau segala sesuatunya ingin dikaitkan
dengan agama politik, jangankan soal politik tidur saja kita dianjurkan untuk
berdoa terlebih dahulu bahkan dengan urusan privat (hubungan suami istri) kita
dianjurkan untuk berdoa terlebih dahulu. Inilah yang harus dipahami jadi kalau
banyak politisi dan aktivis Islam mengutip ayat dan menyampaikan kebaikan-
kebaikan yang sesuai norma agama, memilih pemimpin yang se-Iman itu tidak
menjadi persoalan, yang jadi masalah itu kalau ayat tuhan dimanipulasi
dijadikan alat untuk mengkafir-kafirkan orang kalau rakyat tidak memilih yang
se-Iman itu salah. Tetapi jika itu disampaikan dalam koridor demokrasi hanya
ajakan biasa untuk memilih ya tidak ada persolan yang kita memang harus
memahami itu nah itu terutama terjadi di partai-partai Islam serta politisi yang
berbasiskan Islam sentimennya disitu apakah dia religius dan seterusnya.
Alfrad: Menurut pendapat bapak, bagaimana peran ormas-ormas Islam yang hadir
dalam pilkada DKI Jakarta 2017 yang kemudian turut serta memberikan
fatwanya?
Adi Prayitno: Ya semestinya insitusi yang berada dalam naungan pemerintah itu
dan fatwa yang diedarkan seharusnya bersifat netral. Tidak harus menjadi
blunder dan objektif, saya juga tidak terlalu setuju dengan fatwa yang
dikeluarkan oleh MUI yang menyuarakan memilih pemimpin yang se-Iman,
xxx
mestinya fatwa MUI tidak masuk pada ranah-ranah yang menurut saya cukup
politis ya, mestinya fatwa MUI ini hanya menjelaskan secara narasi seperti apa
tingkat objektifitasnya yang berkaitan dengan pemimpin ini. Nah kalo ormas-
ormas sih tidak apa-apa ormas-ormas Islam seperti FPI, GNPF-MUI dan
seterusnya memberikan fatwa-fatwa karena mereka adalah bagian salah satu
kepentingan politik tertentu, anggaplah mereka dulu itu mendukung AHY dan
Anies kan jadi wajar kalau mereka itu memberikan fatwa karena sifatnya non-
struktural bukan lembaga pemerintah dan mereka berafiliasi dengan Anies dan
AHY dan mereka kan asal bukan Ahok. Jadi kalau seperti FPI, GNPF dan yang
lainnya menyuarakan dan mengeluarkan fatwa harus memilih pemimpin yang se-
Iman itu tidak jadi masalah karena mereka semangatnya adalah anti Ahok dan
anti non-Muslim, yang jadi masalah kalau yang mengeluarkan fatwa ini adalah
MUI adalah lembaga negara yang menurut saya yang seharusnya memberikan
kesejukan-kesejukan dan keteduhan-keteduhan tanpa harus bermain di wilayah
abu-abu seperti fatwa tentang memilih pemimpin. Sekalipun MUI adalah wadah
Islam dan serta naungan-naungan ulama disitu, tetapi juga harus bisa menjaga
perasaan-perasaan komoditas lain yang berkaitan dengan fatwa-fatwa yang
keluarkan dikhawatirkan menimbulkan kegaduhan-kegaduhan yang
berkepanjangan dan terbukti sejak fatwa MUI dikeluarkan ini kan menjadi liar,
dahulukan MUI dipandang sebelah mata, yang dulu MUI dianggap terlalu politis
dan tendensius dan seterusnya. Semestinya fatwa MUI harus berada ditengah-
tengah dan netral sehingga wibawa dan marwah kelembagaan MUI bisa terjaga
dari hal-hal yang bersifat politis. Jadi kalupun toh kedepannya ada isu yang
berkaitan dengan agama semestinya MUI harus berada ditengah-tengah.
Alfrad: Menurut bapak, bagaimana pandangan serta pendapat bapak tentang
absennya PBNU dalam aksi damai?
Adi Prayitno: Ya tidak apa-apa, ini kan sebuah organisasi yang sifatnya non-
struktural ataupun lebih pada kultural gerakan-gerkannyakan tidak harus show
up ke publik, tetapi di aksi damai 212 atau 411 itu kan banyak juga orang-orang
NU disana dan banyak juga orang Muhammadiyah di sana tetapi tidak membawa
xxxi
struktur kelmbagaan secara utuh. Tetapi di bawah dilevel bawah kan masyarakat
kita ini kalau tidak NU ya Muhammadiyah. Jadi kalaupun toh NU secara
kelembagaan secara struktural misalnya tidak ikut dalam aksi damai 212 tidak
ada persoalan itukan sikap politik ataupun kebijakan yang mereka ambil tentu
untuk meredakan suasana ataupun tidak mau terlibat dengan persoalan yang
kisruh itu, tetapi bahwa secara personal serta perseorangan person by person
banyak anggota NU yang datang dalam aksi damai bahkan itu juga banyak orang
NUnya, serta banyak politisi-politisi yang datang juga NU tetapi mereka tidak
membawa identitas struktural mereka, mereka kultural aja kalaupun mereka NU
tidak mendukung atau tidak terlibat secara kelembagaan dalam aksi damai yang
dilakukan oleh umat Islam tidak ada persoalan apapun. Sepertinya NU cukup
berhati-hati dalam kasus polarisasi yang ada di DKI Jakarta pada saat itu yang
cukup berhati-hati karena inikan pertaruhan integritas NU sebagai ormas besar
yang mengayomi banyak komunitas saya kira tidak apa-apa. Karena memang
sejak awal NU inikan berdiri ditengah jadi kalaupun ada pertentangan cukup
ekstrim antara dua kutub mereka karena NU posisinya juga harus ditengah. NU
mencoba untuk menetralisir keadaan dengan tidak mendukung Ahok ataupun
mendukung yang anti ahok itu yang saya lihat dari kelembagaan PBNU.
Alfrad: Apakah latar belakang mazhab atau berasal dari ormas tertntu dan dianut
oleh salah satu calon kandidat tertentu mempunyai pengaruh meningkatkan
tingkat keterpilihan pada pilkada?
Adi Prayitno: Tergantung, kalau untuk di pulau Jawa memang terutama untuk
Jawa Timur dan Jawa Tengah memang sentimen ke-NU-an itu penting, karena
memang mayoritas Nukan rata-rata di Jawa kan, Jawa Timur dan Jawa Tengah
NU inikan cukup kuat jadi kalau ada kandidat ataupun partai politik yang
memiliki irisan dengan NU itu relatif akan banyak dipilih, karena memang
banyak orang NU disana meski orang NU ini tidak hanya satu parpol saja di
PKB ada PDI-P ada terus di PKS juga ada tetapi secara mayoritas orang NU itu
banyak di PKB dan PPP secara politik tetapi secara kultural orang NU itu
menyebar dimana-mana tentu untuk wilayah Jawa terutama Jawa Timur dan
xxxii
Jawa Tengah saya kira memang itu identitas ke-ormas-an seperti tokoh NU itu
penting tetapi di tempat lain belum tentu, misalnya kalau di NTB dan kau bukan
anggota Nahdlatul Wathan ataupun bukan seperti TGB anda tidak akan laku
karena di NTB itu hanya NW yang besar, sekalipun NU disitu ada tidak sekuat
NW kalaupun disitu ada Muhammadiyah tetapi tidak sekuat NW. Di Banten itu
ada yang kuat selain NU itu Mathla‟ul Anwar jadi kalaupun toh ormas seperti
NU dan Muhammadiyah ini penting dan kuat tetapi itu tidak berlaku umum
dibanyak tempat. Karena dibanayk tempat di wilayah-wilayah itu ormas-ornas
keagamaanya berbeda-beda misalnya juga di Jawa Barat NU sekalipun ada dan
lumayan kuat tetapikan ada Persis di sana ada PII yang juga kuat di sana jadi
penyeimbang kekuatan dari NU secara politik, nah ini yang secara kemudian
tidak bisa di simplifikasi atau sederhanakan bahwa misalnya kalaupun toh ada
tokoh NU di Jawa Barat ataupun tokoh Muhammadiyah di Jawa Barat, tetapi ada
tokoh-tokoh lain yang dari Persis maupun PII yang juga relatif bisa diterima.
Karena irisan masyarkatnya bukan hanya NU bukan hanya Muhammadiyah
tetapi juga Persis dan PII juga kuat. Saya mencotohkan di NTB ya NW, tetapi
kalau NU dan Muhammadiyah ini sudah tersebar luas jelas dimana terutama
untuk di Pulau Jawa. Penting sih menurut saya politik Identitas yang berbasi
keagamaan tetapi ini tidak berlaku umum untuk semua wilayah kadang kuat
disatu wilayah tetapi tidak di wilayah tertentu baik partai politik atau figur yang
diusung.
xxxiii
Lampiran 2
Hasil Wawancara dengan Ali Munhanif PhD
Wawancara dilakukan di Ruang LP2M UIN Jakarta
Pada Selasa, 3 April 2018 pukul 17.00 WIB
Alfrad: Kira-kira bisa kita mulai pak?
Ali Munhanif: Iya bisa kita mulai sekarang.
Alfrad: Menurut pandangan bapak bagaimana pendapat bapak tentang kasus
penistaan agama yang dilakukan oleh salah satu calon kandidat yang ikut dalam
pilkada DKI Jakarta 2017 terhadap potongan kasus surat al-maidah ayat 57?
Ali Munhanif: Ya, pada dasarnya kan tidak semestinya dimaknai sebagai
penistaan yang seperti itu jadi, kalau saja tidak ada pilkada maka sebenarnya
tindakan seperti itu adalah tindakan yang normatif saja, bahwa secara kebetulan
saja bahwa momentumnya saja dikatakan sebagai penistaan agama itu terjadi.
Tetapi kalau dilihat dengan sudut pandang berbeda dan secara jujur penafsiran
terhadap ayat Al-Qur‟an seperti model itukan umum terjadi dilakukan seperti
kebanyakan orang bahkan beberapa kali kemudian dijadikanlah bahan ceramah
yang sehingga beberapa orang menafsirkan hal itu berbeda-beda. Nah, ketika hal
itu diucapkan oleh seorang calon gubernur pada situasi yang sangat politis
kemudian menjadi bahan acuan untuk menjatuhkan tingkat keterpilihan lawan
politiknya yang dianggap oleh sebagian masyarakat DKI Jakarta menistakan
agama. Tetapi secara jujur kalaupun tidak ada masalah pasti tidak akan terjadi
hal sepeti kemarin.
Alfrad: Bagaimana pandangan bapak mengenai keharusan umat Islam yang
diwajibkan memilih pemimpin dari golongannya sendiri yang tertuang di dalam
Al-Qur‟an dan hadits?
Ali Munhanif: ya saya kira tidak, ada perasaan yang sangat mengkhawatirkan
begitu di kalangan umat Islam sejak terpilihnya Jokowi, pertama karena Jokowi
xxxiv
bukan hasil representasi dari tokoh-tokoh umat Islam, pada awalnya Jokowi
terlalu menjadi bahan pembicaraan dan begitu kuat pemberitaan dimedia tentang
Jokowi sebagai calon yang diusung oleh PDI-P lalu kemudian pada saat yang
sama, partai-partai Islam berada pada kubu lawan Jokowi pada 2014 waktu itu
lalu disitu sebenarnyalah yang menjadikan umat Islam kemudian merasa terus-
menerus tersisihkan secara proses politik dalam setiap elektoral. Memang sering
kali umat Islam merasa terancam ketika mereka gagal dalam proses demokratis,
kemudian tetapi kalau kita amati berbagai kemajuan Islam, katakanlah seperti
kelembagaan-kelembagaan identitas dan ajaran Islam pada ruang publik itu
sangat kuat, siapa yang bisa mengingkari bahwa pada saat ini berbagai aspirasi
ke-Islaman itu muncul dalam berbagai kebijakan pemerintah, termasuk seperti
kemampuan partai-partai dan orang-orang perwakilan umat Islam dalam politik,
dalam Golkar semisal tentang keterlibatan umat Islam dalam piagam Jakarta
pada saat itu, banyak sekali sekarang di dalam lembaga-lembaga, komisi
nasional mapun badan-badan, hampir semuanya umat Islam terlibat dan kuat
tanpa disadari, jadi tidak ada alasan bahwa kepentingan umat Islam terancam
dalam proses demokrasi saya kira seperti itu.
Alfrad: Apakah perbedaan pandangan diantara tokoh pemikir Islam tentang
kepemimpinan akan menyebabkan dampak polarisasi pemikiran politik Islam
terhadap masyarakat Islam di DKI Jakarta? Apa saja ragam pemikiran tersebut?
Ali Munhanif: Ya sebenarnya bahwa demokrasi menghasilkan satu kondisi
dimana komunitas-komunitas yang berbeda-beda tidak sepakat dalam beberapa
hal, tidak akan mengahasilkan sebuah kesepakatan yang sama itu sudah pasti,
bahwa salah satu karakter demokrasi adalah kemampuan demokrasi untuk
memecah pandangan visioner, ideologi maupun sikap-sikap politik dalam sebuah
kelompok tertentu. Agama tidak terkecuali, bahwa kelompok yang barbasis
agama khususnya Islam juga bisa menghasilkan satu penafsiran yang berbeda
tentang satu ajaran agama, oleh karena itu sebenarnya efek dari demokrasi
adalah menghancurkan institusi-institusi keagamaan yang bersifat tunggal,
kemudian disitulah mengapa Islam meskipun satu, seiring berjalannya waktu
xxxv
semakin terlihat bahwa kepentingan-kepentingan politik umat Islam tidak bersatu.
Ada beberapa partai yang saling menjatuhkan dan dari situlah permainan
demokrasi. Kalau semisal polarisasi itu dipicu oleh pilkada DKI Jakarta 2017
Jakarta saya kira tidak, bisa saja hal itu menyebabkan polarisasi tetapi pada
dasarnya sifat demokrasi itu pada dasarnya memecah. Tetapi kepentingan-
kepentingan politik jauh lebih mengemuka dibandingkan ideologi-ideologi
keagamaan.
Alfrad: Menurut pendapat bapak bagaimana peran ormas-ormas Islam yang hadir
dalam pilkada DKI Jakarta 2017 yang kemudian turut serta memberikan
fatwanya?
Ali Munhanif: Saya kira fatwa itu tidak terlalu memberikan efek, saya kira itu
seperti slogan politik atau sebagai ajakan politik untuk mengembangkan
jangkauan calon pemilih. Jadi kalau kita amati, jauh sebelum tersebar luasnya
kejadian yang dilakukan oleh salah satu calon kandidat di Pulau Pramuka
dianggap sebagai bentuk penistaan agama, kan tidak ada tanda-tanda bahwa
selain pak Ahok akan memenangkan pertarungan dalam proses pilkada pada saat
itu, tetapi dengan adanya peristiwa tersebut, lalu kemudian para tokoh yang
berkumpul dalam ormas-ormas semakin yakin bahwa agama menjadi satu-
satunya cara untuk mengalahkan calon petahana, dan mengusungnya. kemudian
disitulah sebenarnya ormas-ormas berkepentingan seperti elitnya dan
sebagainya, untuk memang sebagai strategi menjadikan pilkada DKI Jakarta
2017 sangat berbasis politik identitas dimainkan sedemikian rupa yang dibingkai
seolah-olah kalau Ahok menang akan terjadi kerusuhan oleh karena itu
mendorong umat Islam untuk memilih berbasis agama, bukan hanya itu sering
kali isu-isu yang berbasis agamapun dilontarkan untuk menakut-nakuti calon
pemilih dan tampaknya hal itu menjadi sangat efektif menjadikan agama sebagai
basis untuk penggalangan massa.
Alfrad: Menurut pandangan bapak, faktor apa saja yang menyebabkan adanya
polarisasi pada pilkada DKI Jakarta 2017? Apakah ada kaitannya dengan perasaan
paling benar? Atau ada sebab lain?
xxxvi
Ali Munhanif: Ada banyak spektrum-spektrum ideologi dalam Islam itu sendiri
menjadikan banyaknya pandangan yang berbeda-beda. Nah kemudian dari
situlah muncul adanya perasaan ego saling membenarkan dari individu-individu
umat Islam karena dipicu dari persoalan penafsiran tentang surat al-maidah ayat
57. Tetapi pada dasarnya proses demokrasi dan kepentingan-kepentingan politik
yang dibawa oleh kelompok atau ormas-ormas yang berbasis keagamaan dapat
pula menimbulkan efek yang bertentangan.
Alfrad: Terlihat dari hasil rekapitulasi putaran kedua serta hasil beberapa lembaga
survei, melihat adanya isu tentang masyarakat Islam wajib memilih pemimpin
dari golongannya tidak tergambarkan dengan jelas, ini terbukti oleh hasil survei
bahwa masih terdapat pemilih muslim yang memberikan hak pilihnya kepada
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), menurut pandangan bapak apakah masyarakat
Islam di DKI Jakarta masih melandasi pandangan kepercayaan dan ajaran-ajaran
yang tertuang di dalam Al-Qur‟an dan Hadits dalam memilih pemimpin?
Singkatnya, bagaimana anda menjelaskan peristiwa ini?
Ali Munhanif: Ya seperti itu kan masih menyangkut masalah penafsiran saja,
bagaimana sekelompok yang lain menafsirkan ayat itu dalam perspektif yang
mungkin saja berbeda-beda. Tapi dari semua itu sebenarnya adalah baik yang
memilih lalu kemudian melandaskan pilihan itu pada ajaran agama atau Al-
Qur‟an yang memang didasari dengan kepentingan-kepentingan yang lebih
pragmatis khususnya kepentingan politik maupun ekonomi. Nah adalah keliru
ketika kita berpandangan seolah-olah pemilih muslim yang memilih Anies itu
justru menunjukan ketaatan pada agama saya kira keliru. Kemudian bahwa
tafsir-tafsir itu sangat bergantung pada kepentingan-kepentingan tadi yang saya
sebutkan. Bahwa demokrasi adalah salah satu karakternya menjadikan
kepentingan yang berbasis sosial, politik dan ekonomi jauh lebih penting
dibanding kepentingan-kepentingan lain termasuk ajaran agama. Saya tidak ingin
mengatakan bahwa terjadi sekularisasi, tetapi pada dasarnya identitas lalu
kemudian diolah sedemikian rupa untuk menunjukan entah kepercayaan
kelemahan ataupun sebaliknya baik di Eropa atau di Amerika.
xxxvii
Alfrad: Apakah ormas-ormas Islam turut serta memberikan dampak polarisasi
kepada masyarakat DKI Jakarta?
Ali Munhanif: Ya polarisasikan memang adalah situasi yang sudah terjadi, tanpa
pilkadapun polarisasi sudah terjadi, ada ormas Islam yang memang mempunyai
pemikiran yang puritan seperti Persis lebih esensialis, tetapi ada juga ormas-
ormas Islam yang sangat tradisional tetapi mempunyai pemikiran yang lebih
prular selalu menjaga kebebasan dan dialog antar umat beragama, tetapi ada
juga yang ditengah moderat yang pada dasarnya dari semua jenis-jenis ormas
Islam masih menyimpan keinginan-keinginan menerapkan syariah, nah disitu
polarisasinya memang sudah terjadi namun kemudian menjadi meledak ketika
ada momentum pilkada DKI Jakarta 2017, jadi pilkada DKI Jakarta 2017 hanya
lebih merupakan pemicu kristalisasi identitas antar ormas Islam, ormas Islam
yang mendukung Ahok lebih menampakan diri sebagai moderat sementara
ormas-ormas yang mendukung Anies lebih menunjukan sikap-sikap entah itu
konservatif atau sebaliknya tetapi kalau sampai terjadi kerusuhan antar umat
beragama kita baru bisa mengatakan bahwa itu tindakan radikalisme.
xxxviii
Lampiran 3
Hasil Wawancara dengan Dr. Rumadi Ahmad
(Ketua LAKPESDAM, PBNU)
Wawancara dilakukan di Ruang Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
Pada Kamis, 3 Mei 2018 pukul 15.00 WIB
Alfrad: Kemarin pada pilkada DKI Jakarta 2017, salah satu calon kandidat berasal
dari non-Muslim?
Rumadi Ahmad: Ya itu konsekuensi dari konstitusionalisme Indonesia, yang
memperlakukan seluruh warga negara dalam posisi yang sama, mereka punya
hak untuk memilih dan mereka juga punya hak untuk dipilih. Ya itu
konsekuensinya jadi kalo ada orang yang menolak seseorang Non-Muslim untuk
menjadi pimpinan publik termasuk gubernur termasuk bupati sampai walikota
segala macamnya itu justru menunjukan bahwa mereka belum sepenuhnya
menerima implikasi dari konstitusionalisme di Indonesia jadi yaitu memang
sesuatu yang sudah kita menjadi dasar negara. Tidak ada masalah lain dari itu.
Alfrad Rusyd: Berikan alasan dan tujuan bapak menanggapi kasus penistaan
agama yang dilakukan oleh salah satu calon kandidat?
Rumadi Ahmad: Itu hal yang lain, antara hak untuk mencalonkan diri sebagai
non muslim yang mencalonkan diri untuk menjadi pimpinan publik dengan
persoalan penistaan agama, itu dua hal yang berbeda jangan dicampur adukan,
meskipun saya melihat bahwa persoalan penistaan agama yang terjadi pada
tahun 2017 pada ahok itu bagi saya itu bagian dari permainan politik saja
memang. Bagian dari political gain, untuk menghadang seorang calon yang tidak
disukai.
xxxix
Alfrad Rusyd: Bagaiman pandangan NU dengan kepemimpinan non-Muslim?
Rumadi Ahmad: Itu sebenarnya begini, lebih ke persoalan politik elektoral
sebenarnya, kenapa karena jawaban saya pertama begini, sebenarnya praktek
untuk menjadikan pemimpin dari non-Muslim untuk menjadi pemimpin publik, itu
sebenarnya sudah lama terjadi dimana-mana. Bahkan banyak partai-partai Islam
yang berkolaborasi dengan partai non-Islam bahkan ketika memilih
memasangkan calon bupati walikota itu ada calon yang Islam ada calon yang
berasal dari non-Muslim, itu berada di daerah-daerah seperti NTT di Papua itu
sudah terjadi. PKS juga misalnya sering berkolaborasi dengan partai yang tidak
berlandaskan Islam kemudian dia mencalonkan non-Muslim sebagai
kandidatnya. Itu artinya praktek untuk mendukung Non-Msulim, yang sebenarnya
itu sudah terjadi dimana-mana dan tidak ada persoalan. Nah yang terjadi di
Jakarta, itu sudah terjadi dimana-mana dengan persoalan persaingan politik
tetapi kalau itu serius penolakan itu terjadi berdasarkan keyakinan keagamaan
kenapa hanya politik pilkada DKI saja yang menjadi dipersoalkan yang lainnya
tidak dipersoalkan kalau ini menjadi perhatian, atau bahkan bisa jadi
menunjukan bahwa sebagian orang itu masih bisa menerima Indonesia menjadi
negara sekarang ini yang masih mempersoalkan apakah non-Muslim punya hak
untuk menjadi pemimpin atau tidak, dan itu sepertinya sudah tidak layak lagi
untuk diperbincangkan, yang lalu kemudian jadi persoalan untuk sekarang ini.
Selama ini NU gak ada masalah, gak pernah melakukan penolakan terhadap
kepemimpinan non-Muslim.
Alfrad Rusyd: Bagaimana tanggapan bapak tentang penafsiran surat al-maidah?
Rumadi Ahmad: Begini untuk persoalan pemimpin Non-Muslim, NU sudah punya
keputusan dalam muktamar tahun 1999 di Lirboyo yang mau menafsirkan al-
maidah segala macem tetapi garisnya NU begini, yang tertuang dalam buku yang
saya tulis Fatwa Hubungan Antar Agama yang menkaji tentang ormas-ormas
Islam NU, Muhammadiyah dan MUI. Salah satu putusan yang saya bahas
mengenai hukum urusan kenegaraan kepada Non-Muslim hukumnya itu begini
cara menjelaskan NU itu pada hukum asalnya tidak boleh. Hukum menyerahkan
xl
kenegaraan kepada Non-Muslim itu tidak boleh, kecuali karena tiga hal –tidak
ada orang Islam yang mampu, jadi jika tidak ada orang Muslim yang mampu, itu
boleh, - ada orang Islam yang mampu tetapi orang Islam ini dia punya rekam
jejak yang tidak baik misalnya dia koruptor atau dia berkhianat meskipun dia
muslim tidak semata-mata karena kemuslimannya dia harus didukung kalau
memang rekam jejaknya tidak baik ya tidak bisa didukung, dalam situasi seperti
itu Non-Msulim boleh. Non-Muslim tidak menjadi ancaman bagi umat Islam, jadi
meskipun dia Non-Muslim dia bukan orang yang mengancam dakwah Islam.
Kalau karena tiga hal ini sebenarnya Non-Muslim boleh tidak jadi masalah
meskipun hukum asalnya tidak boleh ya begitulah pandangan NU tentang
kepemimpinan Non-Muslim dan hukum ini dikaji lewat surat Al-Maidah segala
macam itu sudah lewat, sudah tidak lagi menjadi perbincangan di NU sudah
selesai dan tidak lagi jadi perdebatan.
Alfrad Rusyd: Bagaimana pandangan tentang aksi 212?
Rumadi Ahmad: Bagi saya, 212 itu hanya gegap gempita sesaat saja dan orang-
orang yang datang kesitu juga motivasinya macam-macam bahkan aktor-
aktornya juga terlihat sekarang kelihatan sekali dia punya kepentingan politik
yang kuat sekarang ini misalnya faksi-faksi dari dalam gerakan itu juga sudah
terlihat sekali jadi saya tidak terlalu mengkhawatirkan ini, yang ini gerakan
politik biasa saja tidak perlu terlalu berlebihan untuk ditanggapi.
Alfrad Rusyd: Aksi 212 afiliasi kemana dan mendukung siapa?
Rumadi Ahmad: Ada banyak kepentingan disitu, ada politisi yang memang dia
mempunyai kepentingan ya tidak bisa dinafikan. Ada kekuatan-kekuatan politik
yang memang dia menggerakkan ikut berkontribusi untuk menggerakkan aksi itu,
itu tidak bisa dinafikan. Kemudian ada orang yang memang tulus dan ikhlas
untuk memperjuangkan Islam, ada juga orang yang dia ingin mendapatkan
keuntungan-keuntungan otoritas keagamaan, misalnya dia memposisikan diri di
dalam aksi itu dia seolah-olah Indonesia ini sudah berada dalam genggamannya
sehingga dia dideklarasikan sebagai pemimpin besar umat Islam, jadi banyak
xli
sekali kepentingan yang ada di dalam aksi itu. Ya masing-masing orang punya
kepentingan punya target politik yang berbeda-beda juga di dalam aksi itu.
Alfrad Rusyd: Apakah keputusan sikap dan tindakan ormas Islam akan selalu
mengacu pada dalil dan hadits yang dipegang kuat dan teguh?
Rumadi Ahmad: NU itu organisasi keagamaan, yang seluruh putusan-
putusannya, terutama putusan-putusan politiknya itu didasarkan kepada paham
keagamaannya NU. Paham keagamaannya NU itu organisasi Islam yang secara
prinsip itu bermazhab, putusan-putusan politik itu yang berlandaskan dengan
cara bermazhab, bermazhab itu apa cara berfikir dimana yang diacu itu adalah
pendapat-pendapat fiqih yang sudah ditulis oleh ulama-ulama pada masa
lampau, serta jarang sekali bahkan tidak ada NU yang langsung mengacu pada
ayat al-Qur‟an atau langsung mengacu pada hadits itu jarang sekali dilakukan
oleh NU, NU selalu mendasarkan putusan-putusan politik penting sekalipun
misalnya penerimaan asas tunggal pancasila itu didaasarkan pada paham
fiqihnya pada mazhab fiqih yang dianut, jadi kalau semisal pancasila diacu ayat
al-qur‟annya apa NU tidak mengacu pada itu, tetapi mengacu pada mazhab yang
diasumsikan mazhab itu orang yang punya otoritas untuk memahami al-qur‟an,
cara berfikir yang menggunakan mazhab yang menurut NU itu seperti itu. Jadi
ulama-ulama NU itu ya seperti itu, bukan secara serampangan mengutip ayat al-
qur‟an mengutip hadits misalnya, untuk memberikan hukum atau menghakimi
sesuatu, yang dikutip adalah pendapat ulama.
Alfrad Ruysd: Menurut bapak bagaimana pandangan bapak tentang sikap
keagamaan yang dikeluarkan oleh MUI?
Rumadi Ahmad: Jadi begini, MUI itu kalau dikatakan dibawah negara tidak juga
MUI ya sebenarnya organisasi masyarakat ormas biasa tetapi dia punya
keistimewaan dalam bidang-bidang tertentu, istimewanya pada misalkan dalam
bidang ekonomi syariah, kekuatan dia berbeda dengan NU, fatwa atau keputusan
MUI itu mengikat secara hukum, tetapi dalam persoalan kepemimpinan Non-
Muslim segala macam yaa, apa yang diungkapkan MUI ya statusnya sama
xlii
dengan ungkapan NU atau ormas yang lainnya. Jadi kita harus hati-hati
memposisikan MUI itu agar tidak seolah-olah posisi MUI itu ada dibawah
wewenang lembaga negara tetapi dia tidak dibawah lembaga negara. MUI ormas
tapi dia punya titik perbedaan dengan ormas keagamaan yang lain.
Rumadi Ahmad: NU yaa dari dulu seperti itu, jadi di dalam NU itu model
pemikiran seperti apa saja itu ada, kalau dilihat pada perorangan. Tapi kalo
dilihat dari putusan-putusan organisasi itu dua hal yang harus dilihat secara
berbeda, putusan-putusan organisasi NU itu juga sejauh dia bisa dipertanggung
jawabkan secara fiqih itu yang akan dia ambil, jadi NU tidak peduli dengan
sebutan-sebutan yang dilontarkan dari berbagai macam ormas Islam lainnya.
Alfrad Rusyd: Bila kebijakan pemerintah tidak sejalan dengan nilai-nilai ormas
Islam dalam berbagai sikap dan tindakan apa yang akan dilakukan oleh ormas
Islam?
Rumadi Ahmad: Jadi begini ya, NU itu punya kesetiaan yang sangat tinggi
terhadap negara. NU tidak akan pernah berfikir untuk melakukan pemberontakan
terhadap negara itu sudah dibuktikan sejak dari awal kemerdekaan, dahulu ada
eksponen-eksponen Islam seperti DITII untuk merubah dasar negara menjadi
negara Islam, tetapi NU tidak pernah kenapa karena bagi NU paham ahlus
sunnah wal jamaah tetapi tidak mengikuti kekacauan yang terjadi karena
ketiadan pemimpin itu yang sangat bahaya, jadi ada pemimpin yang dzolim dia
masih bisa di kontrol atau melakukan pemberontakan jadi Bughat menjadi
dianggap tabu bagi NU tetapi kalo ada pemimpin yang melakukan kebijakan yang
dirasa melenceng atau berbeda dari keyakinan yang berbeda dari NU dia tidak
akan segan-segan untuk mengkritik terhadap pemimpin itu sudah berkali-kali di
lakukan oleh NU, misalkan yang terakhir dilakukan saat kebijakan pemerintah
Jokowi, yakni dilakukan oleh mentri pendidikan yang mengeluarkan kebijakan
Full day School, NU mengkritik kebijakan tersebut sampai akhirnya kebijakan
tersebut dirubah. Jadi NU bisa membedakan mana yang harus setia dan harus di
bela mati-mkatian tetapi ada beberapa daerah yang tidak harus dipersoalkan
misalkan yang terkait dengan dasar-dasar negara, dan pilar-pilar kebangsaan
xliii
maka NU akan siap siaga. Tetapi untuk kebijakan-kebijakan tertentu boleh di
kritik dan tideak jadi masalah.
Alfrad Rusyd: Menurut bapak, ormas-ormas yang hadir pada Pilkada Jakarta itu
memberikan dampak terhadap polarisasi Islam atau tidak?
Rumadi Ahmad: Jelas, tapi satu-satunya organisasi Islam yang paling tegas
menolak untuk ikut serta dalam aksi 212 adalah NU. Mungkin yang lainnya
seperti MUI atau Muhammadiyah agak malu-malu untuk menyatakan sikap,
sedangkan NU lewat ketua umumnya mengatakan dengan tegas tidak akan
pernah ikut serta sampai kapanpun dalam aksi 212. Karena pertimbangan-
pertimbangan analisis keagamaan dan politik yang dilakukan oleh NU termasuk
menolak jumatan di Monas, NU melihat adanya politisasi.
Alfrad Rusyd: Bagaimana ormas Islam seharusnya memposisikan diri ditengah-
tengah masyarakat Jakarta yang majemuk?
Rumadi Ahmad: Ya ormas tetap saja pada fungsinya sebagai organisasi
masyarakat yang dia bisa menjaga kohesifitas sosial, dia sebagai katalisator
antara negara dan masyarakat, tetapi pada saat yang sama dia tidak boleh
melakukan tindakan-tindakan yang justru memprovokasi masyarakat. misalanya,
kalau dalam pilkada DKI kemarin menurut saya sudah agak keterlaluan,
misalnya sampai ada kampanye untuk tidak menyolatkan orang yang meninggal
karena memilih calon si A. Itu menurut saya sudah keterlaluan, jadi politisasi
agama yang sudah keterlaluan, yang itu sudah merusak kehidupan sosial.
Organisasi keagamaan menurut saya tidak perlu melakukan tindakan sejauh itu.