isi

30
BAB I PENDAHULUAN Dalam melakanakan praktek sering kali kita jumpai pasien dengan keluhan nyeri di sekitar leher. Bahkan banyak pasien yang merasakan nyeri tersebut menjalar sampai ke lengan hingga jari tangan bahkan bahu sulit untuk diangkat karena adanya kelemahan otot-otot bahu. Gangguan tersebut merupakan kumpulan gejala-gejala yang dinamakan Cervical Root Syndrome atau lebih dikenal denganCRS. Nyeri yang menjalar tanpa atau adanya kelemahan otot-otot bahu menyebabkan pasien kehilangan jam kerjanya karena dirasakan sangat mengangggu dalam beraktifitas kerja maupun akifitas sehari-hari yang manggunakan bahu. Adanya pernmasalahan yang timbul karena adanya gangguan fungsi gerak bahu dan tangan maka fisiotrapis berperan aktif dalam menangani permasalahan mengurangi nyeri , mengurangi spasme dan meningkatkan kekuatan otot bahu. 1 Nyeri cervical merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan seseorang datang berobat ke fasilitas kesehatan. Di populasi didapatkan sekitar 34% pernah mengalami nyeri cervical dan hamper 14% mengalami nyeri tersebut lebih dari 6 bulan. 1,2 Kelemahan otot-otot bahu dan leher yang disebabkan oleh entrapment akar saraf servikal dapat diatasi dengan menggunakan modalitas fisioterapi yang berupa terapi latihan. Jenis terapi latihan yang digunakan untuk kondisi ini adalah adalah srengtening yaitu terapi latihan dengan menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation (PNF) dan terapi latihan berupa traksi cervical secara manual. Dengan traksi servical diharap terjadi penambahan ruangan pada intervertebralis maka penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat berkurang, serta diperoleh 1

Upload: jevisco-lau

Post on 09-Feb-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BACA

TRANSCRIPT

Page 1: Isi

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam melakanakan praktek sering kali kita jumpai pasien dengan keluhan nyeri di sekitar

leher. Bahkan banyak pasien yang merasakan nyeri tersebut menjalar sampai ke lengan hingga jari

tangan bahkan bahu sulit untuk diangkat karena adanya kelemahan otot-otot bahu. Gangguan tersebut

merupakan kumpulan gejala-gejala yang dinamakan Cervical Root Syndrome atau lebih dikenal

denganCRS. Nyeri yang menjalar tanpa atau adanya kelemahan otot-otot bahu menyebabkan pasien

kehilangan jam kerjanya karena dirasakan sangat mengangggu dalam beraktifitas kerja maupun

akifitas sehari-hari yang manggunakan bahu. Adanya pernmasalahan yang timbul karena adanya

gangguan fungsi gerak bahu dan tangan maka fisiotrapis berperan aktif dalam menangani

permasalahan mengurangi nyeri , mengurangi spasme dan meningkatkan kekuatan otot bahu.1

Nyeri cervical merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan seseorang datang

berobat ke fasilitas kesehatan. Di populasi didapatkan sekitar 34% pernah mengalami nyeri cervical

dan hamper 14% mengalami nyeri tersebut lebih dari 6 bulan.1,2

Kelemahan otot-otot bahu dan leher yang disebabkan  oleh entrapment akar saraf servikal 

dapat diatasi dengan menggunakan  modalitas fisioterapi yang berupa terapi latihan. Jenis terapi

latihan yang digunakan untuk kondisi ini adalah adalah srengtening yaitu terapi latihan dengan

menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation (PNF) dan terapi latihan berupa traksi

cervical secara manual. Dengan traksi servical diharap terjadi penambahan ruangan pada

intervertebralis maka penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat berkurang, serta diperoleh

relaksasi otot-otot leher. Sedangkan dengan PNF  berusaha memberikan rangsangan sedemikian

sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai dengan perangsangan yang akhirnya gerakan-

gerakan yang diinginkan tercapai. Berdasarkan prinsip PNF dari teori pergerakan yang menyatakan

bahwa PNF dapat memperbaiki kekuatan dan kondisi system neuro musuloseletal. Tehnik ini

bermanfaat untuk assisted otot-otot yang lemah sekaligus strengthening otot-otot yang lebih kuat.3,4

1

Page 2: Isi

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Cervical Root Syndrome1,2

II.1.1 Pengertian1

Cervical Root Syndrome atau syndroma akar saraf leher adalah suatu keadaan yang

disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan discus invertebralis,

gejalanya adalah nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas atau lengan bawah, parasthesia, dan

kelemahan atau spasme otot.

Salah satu contoh penyakitnya adalah Syndrome radikulopati. Radikulopati berarti radiks

posterior dan anterior yang dilanda proses patologik. Gangguan itu dapat setempat atau menyeluruh.

Dalam mempelajari tentang Cervikal Root Syndrome, ada beberapa istilah yang perlu diketahui

sebagai berikut :

Anasthesia : hilang perasaan ketika dirangsang ; hipestesia

Hiperesthesia : perasaan terasa berlebihan jika dirangsang (kebalikan anasthesia)

Parasthesia : perasaan yang timbul secara spontan, tanpa dirangsang ; disebut juga dengan

istilah “Kesemutan”.

Gangguan sensori negative : perasaan abnormal tubuh yang dinamakan anesthesia dan

parasthesia.

Gangguan sensori positive : hasil perangsangan pada nosiceptor serta unsur-unsur saraf yang

menghantarkan impuls nyeri ke kortex cerebri.

Ataksia : gangguan lintasan proprioseptif.

Hipesthesia radikular : hipesthesia dermatomal.

2

Page 3: Isi

II.1.2 Etiologi2,3

Beberapa kondisi pada leher banyak disebabkan oleh pergeseran atau penjepitan dari akar

saraf atau gangguan pada foramen intervertebralis mungkin disertai dengan tanda dan gejala dari

Cervical Root Syndrome. Kondisi tebanyak pada kasus ini disebabkan oleh proses degeneratif dan

herniasi dari discus intervertebralis.

II.2 Anatomi2,3

Pada daerah leher, banyak terdapat jaringan yang bisa merupakan sumber nyeri. Biasanya

rasa nyeri berasal dari jaringan lunak atau ligament, akar saraf, faset artikular, kapsul, otot serta

duramater. Nyeri bisa diakibatkan oleh proses degeneratif, infeksi/inflamasi, iritasi dan trauma. Selain

itu perlu juga diperhatikan adanya nyeri alih dari organ atau jaringan lain yang merupakan distribusi

dermatomal yang dipersarafi oleh saraf servikal.

Anatomi cervical

Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen intervertebral dan

disebut saraf spinal. Berkas serabut sensorik dari radiks posterior disebut dermatome. Pada

permukaan thorax dan abdomen, dermatome itu selapis demi selapis sesuai dengan urutan radiks

posterior pada segmen-segmen medulla spinalis C3-C4 dan T3-T12. Tetapi pada permukaan lengan

dan tungkai, kawasan dermatome tumpang tindih oleh karena berkas saraf spinal tidak langsung

menuju ekstremitas melainkan menyusun plexus dan fasikulus terkebih dahulu baru kemudian menuju

lengan dan tungkai. Karena itulah penataan lamelar dermatome C5-T2 dan L2-S3 menjadi agak kabur.

Segala sesuatunya yang bisa merangsang serabut sensorik pada tingkat radiks dan foramen

intervertebral dapat menyebabkan nyeri radikuler, yaitu nyeri yang berpangkal pada tulang belakang

tingkat tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatome radiks posterior yang bersangkutan.

Osteofit, penonjolan tulang karena faktor congenital, nukleus pulposus atau serpihannya atau tumor

dapat merangsang satu atau lebih radiks posterior.

3

Page 4: Isi

Pada umumnya, sebagai permulaan hanya satu radiks saja yang mengalami iritasi terberat,

kemudian yang kedua lainnya mengalami nasib yang sama karena adanya perbedaan derajat iritasi,

selisih waktu dalam penekanan, penjepitan dan lain sebagainya. Maka nyeri radikuler akibat iritasi

terhadap 3 radiks posterior ini dapat pula dirasakan oleh pasien sebagai nyeri neurogenik yang terdiri

atas nyeri yang tajam, menjemukan dan paraestesia.

Nyeri yang timbul pada vertebra servikalis dirasakan didaerah leher dan belakang kepala

sekalipun rasa nyeri ini bisa di proyeksikan ke daerah bahu, lengan atas, lengan bawah atau tangan.

Rasa nyeri di picu/diperberat dengan gerakan/posisi leher tertentu dan akan disertai nyeri tekan serta

keterbatasan gerakan leher.

A.      Sistem tulang2,3,4

1. Arcus

Arcus adalah bangunan yang merupakan lempengan dan simetris antara kanan dan kiri, terletak

pada posterior corpus. Pangkal dari corpus ini disebut radiks arcus vertebralis. Di sebelah posterior

dari lengkung ini bertemu linea mediana posterior dan selanjutnya membentuk tonjolan seperti duri

yang disebut prosessus spinosus. Tonjolan meruncing pada batas dataran radiks dan arus ke lateral

disebut prosessus tranversus.

2. Foramen vertebralis

Vertebra cervicalis membentuk suatu columna vertebralis, dengan sendirinya tiap foramen

vertebraeyang lain membentuk kanalis di dalam columna vertebralis yang ditempati oleh medulla

spinalis, yaituforamen vertebralis.

3. Vertebrae cervicalis

Vertebrae cevicalis terdiri dari tujuh vertebrae, yang masing-masing terhubung dengan yang

lain. Pada vertebra cervicalis satu sampai enam mempunyai corpus kecil. Processusnya

bersifat bifida(bercabang dua). Processus tranversusnya mempunyai foramen transversarium yang

membagi processus tranversum menjadi dua tonjolan yaitu tuberkulum anterius dan posterius. tetapi

4

Page 5: Isi

pada cervical enam terdapat pembesaran dari tuberkulum anterius yang disebut tuberkulum

karotikus yang terletak diarteria karotikus.

Sedangkan pada vertebrae cervical tujuh terdapat perbedaan susunan dengan vertebrae

cervicalis lainya karena prosessus spinosusnya disini meruncing menuju ke dorsal dan tidak

bercabang menjadi dua lagi dan sangat menonjol sehingga mudah diraba dari luar, oleh karena itu

vertebrae cervical tujuh disebut vertebrae prominens. Selain itu perbedaan yang lainya adalah

foramen tranversarium sangat kecil, sebab belum dilalui oleh pembuluh darah.

B. Sistem otot2,3,4

Sesuai dengan kondisi CRS ini maka dalam bab ini penulis akan membahas otot-otot yang

berhubungan dengan gerakan leher dan bahu yang meliputi flexor cervicalis otot-otot penggerak

utamanya adalah m. sternoleidomastoideus, m. sclaneus medius dan anterior posterior, dimana otot-

otot ini diinervasi oleh  C1-8, eksensor cervicalis otot penggerak utamanya adalah m. splennius

cervicis, m. semi spinalis, m. longisimus cervicalis, m. ilioastalis cervicis (diinervasi C3-T6), lateral

flexi otot penggerak utamanya adalah m. sternoleidomastoideus, m.  sclaneus anterior, medius dan

posterior (diinervasi C2-3),rotasi, penggerak utamanya adalah m. obliqus capitis inferior, m.

semispinalis cervicis, m.  splenius cervicis, m.  longus capitis (diinervasi C2-T5).

Sedangkan otot–otot penggerak bahu adalah m. deltoid anterior, m.  supra spinatus, dan m.

coraco radialis untuk gerakan flexi, m. latisimus dorsi dan m. teres mayor untuk ekstensi, m. deltoid

middle, m. supra spinatus untuk abduksi, m. latisimus dorsi, m. petoralis mayor, m. teres minor dan

m. coraco brachialisuntuk adduksi, m. infraspinatus, m. teres minor untuk internal dan eksternal

rotasi.

C. Sistem persarafan2,3,4

Sistem persarafan merupakan sistem penghantar yang berfungsi sebagai perantara impuls-impuls

saraf yang berjalan di kedua arah antara susunan saraf pusat dan jaringan tubuh lainya. Komponen

badan saraf terdiri dari serabut-serabut yang terikat menjadi satu oleh jaringan penyokong konektif.

Sistem persarafan yang terletak pada plexsus brachialis merupakan sistem saraf perifer yang mana

terdapat beberapa persarafan antara lain, n. medianus, n. ulnaris, n. cuaeus, dan n. radialis.

a.       Nerves Musculocutaneus

Nerves Musculocutaneus timbul dari fascicularis lateral plexsus brachialis dan terdiri dari

serabut-serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6. mula-mula nerves ini terletak di sebelah lateral

arteri axillaris, lalu menembus muscular coraco brachialis dan turun secara oblique di sebelah lateral

diantara musculus biceps dan brachialis.

5

Page 6: Isi

b.  Nerves axillaris (circumflexa, C5-C6)

Nerves axillaris berasal dari fasciculer post plexus brachialis dan terdiri dari serabut-serabut

yang berasal dari segmen C5 dan C6, kemudian serabut berjalan ke dorsal.

c.   Nerves radialis (musculospiralis, C6-8 dan Th 1)

Nerves radialis merupakan cabang yang terbesar daripada batas bawah muscular pectoralis

sebagai kelanjutan langsung dari fasciculer pectoralis dan serabut-serabut yang berasal dari tiga

segmen thoracal pertama dari medulla spinalis. Selama berjalan turun sepanjang lengan, n. radialis ini

menyertai arteri profundus dan sekitar humerus serta di dalam sulcus musculospinalis.

d.  Nerves Medianus (C6-8, Th1)

Nerves medianus dipercabangkan dari pleksus brachialis dengan dua buah caput. Kedua caput

tersebut berasal dari fasikulus lateral dan fasikulus medial. Kedua caput tersebut bersatu pada bawah

otot pectoralis minor, jadi serabut-serabut dari dalam trunkus berasal dari tiga segmen cervical yang

bawah dan dari segmen thorakal pertama medulla spinalis di dalam lengan atas bagian bawah

.

e.   Nerves Ulnaris (C8-Th1)

          Nerves ulnaris merupakan cabang terbesar daripada plexsus brachialis. Serabut syaraf ini terdiri

dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C8-Th1.  Nerves ulnaris ini berasal dari batas

bawahmusculus pectoralis minor dan berjalan turun pada sisi medial lengan dan menembus septum

intermuscular untuk melanjutkan perjalanan dalam sulcus pada caput medialis.

II.3. Patofisiologi5,6

Discus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan jaringan elastis, yang

dikelilingi oleh annulus fibrosus yang terbentuk oleh jaringan fibrosus. Kandungan air dalam nucleus

pulposus ini tinggi, tetapi semakin tua umur seseorang kadar air dalam nuleus pulposus semakin

berkurang terutama setelah seseorang berumur 40 tahun, bersamaan dengan itu terjadi perubahan

degenerasi pada begian pusat discus, akibatnya discus ini akan menjadi tipis, sehingga jarak antara

vertebrae yang berdekatan mejadi kecil dan ruangan discus menjadi sempit, selanjutnya annulus

fibrosus mengalami penekanan dan menonjol keluar.

Menonjolnya bagian discus ini maka jaringan sekitarnya yaitu corpus-corpus vertebrae yang

berbatasan akan terjadi suatu perubahan. Perubahannya yaitu terbentuknya jaringan ikat baru yang

dikenal dengan nama osteofit. Kombinasi antara menipisnya discus yang menyebabkan penyempitan

ruangan discus dan timbulnya osteofit akan mempersempit diameter kanalis spinalis. Pada kondisi

normal diameter kanalis spinalis adalah 17 mm sampai 18 mm. Tetapi pada kondisi CRS, kanalis ini

menyempit dengan diameter pada umumnya antara 9 mm sampai 10 mm.

6

Page 7: Isi

Pada keadaan normal, akar-akar saraf akan menempati seperempat sampai seperlima,

sedangkan sisanya akan diisi penuh oleh jaringan lain sehingga tidak ada ruang yang tersisa. Bila

foramen intervertebralis ini menyempit akibat adanya osteofit, maka akar-akar saraf yang ada

didalamnya akan tertekan. Saraf yang tertekan ini mula-mula akan membengkok. Perubahan ini

menyebabkan akar-akar saraf tersebut terikat pada dinding foramen intervertebralis sehingga

mengganggu peredaran darah. Selanjutnya kepekaan saraf akan terus meningkat terhadap penekanan,

yang akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat fisiologisnya. Penekanan akan menimbutkan rasa 

nyeri di sepanjang daerah yang mendapatkan persarafan dari akar saraf tersebut.

II.4 Tanda dan gejala5,6

Nyeri radikuler serviks ditandai dengan nyeri leher menjalar ke sisi posterior lengan bawah,

bahu dan kadang-kadang bisa mencapai ke tangan.Memancarkan nyeri mengikuti distribusi dermatom

dari saraf yang terkena, tetapi juga mempengaruhi jaringan diinervasi oleh saraf ini, seperti otot,

sendi, ligamen dan kulit. Nyeri yang berasal dari akar serviks keempat (C4) terlokalisir di leher dan

daerah supraskapular. Nyeri dari akar serviks kelima (C5) menjalar ke lengan bawah, sedangkan nyeri

dari akar keenam dan ketujuh (C6 dan C7) meluas ke leher, lengan bahu, dan tangan.

7

Page 8: Isi

II.5 Diagnosa7,8,9

II.5.1 Anamnesa

Anamnesa adalah hal-hal yang menjadi sejarah kasus pasien, juga berguna untuk menentukan

diagnosa, karena misalnya dengan pendekatan psikiatri terhadap depresinya yang kadang merupakan

factor dasar nyeri bahu ini. Gejala-gejala yang mungkin nampak pada inspeksi dan palpasi, misalnya :

1. Nyeri kaku pada leher

2. Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan

3. Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps

4. Berkurangnya reflex biceps

5. Dijumpai nyeri menjalar (referred pain) di bahu yang samar, dimana “nyeri bahu” hanya dirasa

bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan infrascapula atas.

II.5.2 Tes Khusus

Untuk tes-tes khusus yang harus dilakukan sebenarnya banyak, misalnya :

1. Tes Provokasi

Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi leher diekstensikan

dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan tekanan ke bawah pada puncak kepala.

Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi kepala.

Pemeriksaan ini sangat spesifik namun tidak sensitif guna mendeteksi adanya radikulopati servikal.

Pada pasien yang datang ketika dalam keadaan nyeri, dapat dilakukan distraksi servikal secara manual

dengan cara pasien dalam posisi supinasi kemudian dilakukan distraksi leher secara perlahan. Hasil

dinyatakan positif apabila nyeri servikal berkurang.

8

Page 9: Isi

Tes Provokasi

2. Tes Distraksi Kepala

Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh kompresi terhadap radiks

syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila kecurigaan iritasi radiks syaraf lebih memberikan gejala

dengan tes kompresi kepala walaupun penyebab lain belum dapat disingkirkan.

Tes Distraksi Kepala

3. Tindakan Valsava

Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak ruang di kanalis

vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan intratekal akan membangkitkan nyeri

radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan tingkat proses patologis dikanalis vertebralis bagian cervical.

Cara meningkatkan tekanan intratekal menurut Valsava ini adalah pasien disuruh mengejan sewaktu

ia menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul nyeri radikuler yang berpangkal di leher menjalar ke

lengan.

9

Page 10: Isi

Tindakan Valsava

II.5.3 Pemeriksaan Penunjang

1. CT scan menyediakan informasi yang baik pada struktur tulang, tetapi ada keterbatasan

berkaitan dengan jaringan lunak. MRI adalah pemeriksaan pilihan, menunjukkan perubahan

morfologi yang terjadi di diskus intervertebralis, saraf tulang belakang, akar saraf dan

jaringan lunak sekitarnya. Diagnosis tidak boleh hanya didasarkan pada temuan radiologis,

karena sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 30% dari pasien dengan temuan

MRI tidak menunjukkan gejala. Ketika klinis dan radiologis temuan cocok, maka akan lebih

mudah untuk membuat diagnosa yang tepat.

2. Tes elektrofisiologi

Tes elektrofisiologi termasuk konduksi saraf dan elektromiografi (EMG). Ini berguna ketika

ada kecurigaan cacat saraf tetapi mereka tidak memberikan informasi khusus mengenai nyeri.

10

Page 11: Isi

II.6 Diagnosis banding6,9

Banyak kondisi yang dapat menimbulkan nyeri pada leher dan bahu serta rasa tak nyaman pada

ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari mana asalnya dan bagaimana mekanisme terjadinya.

Diagnosis banding untuk CRS ini adalah :

1. Carpal Tunnel Syndrome,

         Adalah suatu gejala yang muncul bila ada penekanan nervus medianus oleh ligamen

transversum sehingga timbul kesemutan, nyeri menjalar ke tangan.

2. Thoracic outlet syndrome

a.      Anterior sclanei syndrome

         Disebabkan karena adanya kompresi bundle neurovaskuler diantara otot sclanei dan costa

pertama. Gejalanya adalah numbness, tingling, di lengan dan jari-jari tangan. Biasanya

menggambarkan kesemutan datang dan pergi dari tangan dan jari tangan. Nyeri ini letaknya dalam

biasanya datang setelah duduk lama

b.      Petoralis minor syndrome

Muncul bila ada penekanan bundle neuromuscular diantara bagian antero lateral atas dan otot

pectoralis minor terjadi bila hiperabduksi humerus mengulur otot pectoralis minor.

3. Claviculocostal syndrome

Timbul karena adanya penekanan pada bundle neurovasculer saat melewati belakang clavicula di

sebelah anterior costa pertama, gejala lainnya adalah adanya dropy posture yaitu posturnya salah,

lelah, cemas, dam depresi.

II.7 Pengobatan10,11

II.7.1 Pengobatan Konservatif10,11

Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase akut. Obat-obatan ini

biasanya diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat-obatan yang banyak digunakan biasanya dari

golongan salisilat atau NSAID. Bila keadaan nyeri dirasakan begitu berat, kadang-kadang diperlukan

juga analgetik golongan narkotik seperti codein, meperidin, bahkan bisa juga diberikan morfin.

Ansiolitik dapat diberikan pada mereka yang mengalami ketegangan mental. Pada kondisi tertentu

seperti nyeri yang diakibatkan oleh tarikan, tindakan latihan ringan yang diberikan lebih awal dapat

mempercepat proses perbaikan.

11

Page 12: Isi

Kepala sebaiknya diletakan pada bantal servikal sedemikian rupa yaitu sedikit dalam posisi

flexi sehingga pasien merasa nyaman dan tidak mengakibatkan gerakan kearah lateral. Istirahat

diperlukan pada fase akut nyeri,terutama pada spondilosis servikalis atau kelompok nyeri non

spesifik. Obat-obatan yang banyak digunakan adalah:

Ibuprofen 400 mg, tiap 4-6 jam (PO)

Naproksen 200-500 mg, tiap 12 jam (PO)

Fenoprofen 200 mg, tiap 4-6 jam (PO)

Indometacin 25-50 mg, tiap 8 jam (PO)

Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parentral)

Vit. B1, B6, B12

II.7.2 Pengobatan Pencegahan Nyeri10,11

1.   Epidural   Kortikosteroid   Injection 

Bila penyakit ini dalam bentuk yang akut atau subakut, injeksi kortikosteroid

diindikasikan.Teknik yang digunakan, adalah pendekatan translaminar posterior, sedangkan injeksi

epidural transforaminal dihindari karena risiko tinggi komplikasi yang parah, yang bertentangan

dengan tulang belakang lumbar mana pendekatan transforaminal disukai. Di seluruh dunia penelitian

sistematis mengarah pada kesimpulan bahwa injeksi kortikosteroid serviks epidural secara signifikan

efektif dalam pengobatan nyeri radikuler akut dan subakut serviks dan selalu harus diterapkan

sebelum keputusan operasi.

2.   Neuroplasty (adhesiolysis) dengan kateter Racz

Bila penyakit ini dalam bentuk-yang kronis yang biasanya terjadi setelah operasi tulang

belakang atau mengikuti fase akut dan subakut radikulitis dari herniasi yang telah undertreated dengan

terapi konservatif-neuroplasty (adhesiolysis) dengan kateter Racz diindikasikan. 

Masyarakat Amerika Dokter Nyeri Intervensional (ASIPP) diterbitkan pedoman berbasis bukti untuk

teknik invasif dalam pengelolaan nyeri tulang belakang kronis. Menurut pedoman ini, ada bukti kuat

yang menunjukkan kemanjuran neuroplasty dengan kortikosteroid dalam kontrol pendek dan jangka

panjang dari nyeri pada refraktori radiculopathy dan nyeri tulang belakang neuropatik.

12

Page 13: Isi

3.   Pulsed Radiofrequency Theraphy (PRF)

Studi terkontrol acak telah menunjukkan kemanjuran PRF diterapkan pada ganglion akar

dorsal tulang belakang (DRG) dari tulang belakang leher. Menurut pengobatan berbasis bukti,

penerapan metode dalam kasus radikulitis serviks kronis sangat dianjurkan. Durasi analgesia

bervariasi dari kasus ke kasus. Teknik ini aman dan dapat diulangi sebanyak yang diperlukan. Jika,

meskipun sesi terapi berulang-ulang dengan frekuensi radio berdenyut hasilnya telah membatasi

durasi, maka frekuensi radio konvensional dapat diterapkan. Aplikasi ini, bagaimanapun,

menghancurkan (ablates) ganglion dan dapat menyebabkan kelemahan otot sedikit di lengan.

4.  S   Stimulasi Cord Pinal 

Ini adalah terapi neuromodulatory, yang digunakan dalam kasus semua metode yang kurang

invasif lain gagal. Kemanjurannya dalam mengobati nyeri neuropatik yang kronis adalah signifikan.

II.7.3 Fisioterapi

Tujuan utama penatalaksanaan adalah reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau resolusi

defisit neurologis dan mencegah komplikasi atau keterlibatan medulla spinalis lebih lanjut.

1. Traksi

Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak berkurang atau pada

pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan adanya kompresi radiks saraf. Traksi dapat

dilakukan secara terus-menerus atau intermiten.

Traksi

2. Cervical Collar

Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi serta mengurangi kompresi

pada radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis collar yang benar-benar mencegah mobilisasi

leher. Salah satu jenis collar yang banyak digunakan adalah SOMI Brace (Sternal Occipital

Mandibular Immobilizer).

13

Page 14: Isi

Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam dan diubah secara

intermiten pada minggu II atau bila mengendarai kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan imobilisasi

ini bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu diantaranya berupa atrofi otot serta

kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi nyeri pada nyeri servikal

non spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu 2-3 bulan.

Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan indikasi

pelepasan collar.

Cervical Collar

3. Thermoterapi

Thermoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri. Modalitas terapi

ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot. Kompres dingin dapat

diberikan sebanyak 1-4 kali sehari selama 15-30 menit, atau kompres panas/pemanasan selama 30

menit 2-3 kali sehari jika dengan kompres dingin tidak dicapai hasil yang memuaskan. Pilihan antara

modalitas panas atau dingin sangatlah pragmatik tergantung persepsi pasien terhadap pengurangan

nyeri.

Thermoterapi

14

Page 15: Isi

4. Latihan

Berbagai modalitas dapat diberikan pada penanganan nyeri leher. Latihan bisa dimulai pada

akhir minggu I. Latihan mobilisasi leher kearah anterior, latihan mengangkat bahu atau penguatan otot

banyak membantu proses penyembuhan nyeri. Hindari gerakan ekstensi maupun flexi. Pengurangan

nyeri dapat diakibatkan oleh spasme otot dapat ditanggulangi dengan melakukan pijatan.

Teknologi Fisioterapi

Modalitas fisioterapi  yang digunakan dalam penanganan CRS ini adalah SWD, ultra sonic, dan terapi

latihan.

1.      SWD (Short Wave Diatermy)

            SWD adalah alat yang menggunakan energi listrik elektromagnetik yang dihasilkan arus

bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang diperbolehkan pada penggunaan SWD adalah 27 MHz

dengan panjang gelombang 11 m. Energi elektromagnetik yang dipancarkan dari emitter akan

menyebar sehingga kepadatan gelombang semakin berkurang pada jarak semakin jauh. Berkurangnya

intensitas energi elektromagnetik juga disebabkan oleh penyerapan jaringan.

Dalam kasus ini penulis menggunakan modalitas fisioterapi berupa Short Wave Diatermy ( SWD ).

Pemberian SWD diharapkan dapat merangsang serabut syaraf tipe II dan tipe III, sehingga akan

menghalangi masuknya impuls nosiseptif di tingkat medulla spinalis sehingga nyeri akan berkurang

dan selanjutnya akan memutus siklus nyeri, kemudian akan memberikan efek relaksasi otot-otot lain

yaitu mempengaruhi aliran darah lokal yang membuat spasme otot berkurang sehingga terapi

relaksasi dan nyeri dapat terhambat.

2.      Ultra Sonic

Gelombang ultra sonic adalah gelombang yang tidak dapat didengar oleh manusia. Merupakan

gelombang longitudinal yang gerakan partikelnya dari arah “ke” dan “dari” dan perambatannya

memerlukan media penghantar. Media pengahantar harus elastis agar partikel bisa merubah bentuk

dan kembali ke bentuk semula untuk memungkinkan gerakan “ke” dan “dari”. Dari sini dijumpai

daerah padat atau compression dan daerah renggang atau refraction.

Dalam penggunakan modalitas ultra sonic beberapa ahli membuktikan bahwa ultra sonic efektif untuk

mengurangi nyeri, karena ultra sonic dapat meningkatkan ambang rangsang, mekanisme dari efek

termal panas. Selain itu pembebasan histamin, efek fibrasi dari ulta sonic terhadap gerbang nyeri dan

dari suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian ultra sound dengan pulsa rendah .

15

Page 16: Isi

a. Efek Ultra sonic

1) Efek mekanik

           Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultra sonic

menimbulkan adanya peregangan dan perapatan didalam jaringan dengan frekuensi yang sama dengan

frekuensi dari ultra sonic. Efek mekanik ini juga disebut dengan micro massage. Pengaruhnya

terhadap jaringan yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap jaringan dan meningkatkan

metabolisme.

          Micro massage adalah merupakan efek terapeutik yang penting karena semua efek yang timbul

oleh terapi Ultra Sonic diakibatkan oleh micro massage ini.

2) Efek termal

           Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang dipakai, intensitas dan

lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima panas adalah jaringan antar kulit dan otot. Efek

termal akan memberikan pengaruh pada jaringan yaitu bertambahnya aktivitas sel, vasodilatasi yang

mengakibatkan penambahan oksigen dan sari makanan dan memperlancar proses metabolisme.

3)  Efek biologi

Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari pengaruh mekanik dan termal. Pengaruh

biologi ultra sonic terhadap jaringan antara lain:

a. Memperbaiki sirkulasi darah

Pemberian ultra sonic akan menyebabkan kenaikan temperatur yang menimbulkan vasodilatasi

sehingga aliran darah ke daerah yang diobati menjadi lebih lancar. Hal ini akan memungkinkan proses

metabolisme dan pengangkutan sisa metabolisme serta suplai oksigen dan nutrisi menjadi meningkat.

b. Relaksasi otot

Rileksasi otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan rasa sakit tidak ada.

Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat mempercepat proses pengangkutan sel P (zat

asam laktat) sehingga dapat memberikan efek rileksasi pada otot.

c. Meningkatkan permeabilitas jaringan

16

Page 17: Isi

Energi ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan pengaruh mekaniknya dapat

memperlunak jaringan pengikat.

d.  Mengurangi nyeri

Nyeri dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung terhadap saraf. Hal ini akibat

gelombang pulsa yang rendah intensitasnya memberikan efek sedatif dan analgetik pada ujung saraf

sensorik sehingga mengurangi nyeri. Dan dasar dari pengurangan rasa nyeri ini diperoleh dari,

perbaikan sirkulasi darah, normalisasi dari tonus otot, berkurangnya tekanan dalam jaringan,

berkurangnya derajat keasaman.

e Mempercepat penyembuhan

Pemberian Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan jaringan lunak . Adanya

peningkatan suplai darah akan meningkatkan zat antibodi yang mempercepat penyembuhan dan

perbaikan pembuluh darah untuk memperbaiki jaringan.

f. Pengaruh terhadap saraf parifer

 Menurut beberapa penelitian bahwa Ultra Sonic dapat mendepolarisasikan saraf efferent, ditunjukkan

bahwa getaran Ultra Sonic dengan intensitas 0,5-3 w/cm2 dengan gelombang kontinyu dapat

mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek ini berhubungan dengan efek panas. Sedangkan dari

aspek mekanik tidak terlalu berpengaruh.

3.      Terapi latihan

a. Dengan metode PNF

Terapi Latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaanya

menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif. Atau pula dapat

didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat proses penyembuhan dari suatu cidera yang

telah merubah cara hidupnya yang normal. Hilangnya suatu fungsi atau adanya hambatan dalam

melakanakan suatu fungsi dapat menghambat kemampuan dirinya untuk hidup

secara independentyaitu dalam melaksanakan aktifitas kerja.

          Tujuan dari Terapi latihan adalah (1) Memajukan aktifitas penderita, (2) Memperbaiki otot yang

tidak efisien dan memperoleh kembali jarak gerak sendi yang normal tanpa memperlambat usaha

mencapai gerakan yang berfungsi dan efisien, (3) Memajukan kemampuan penderita yang telah ada

untuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi serta bertujuan, sehingga dapat beraktifitas

normal.

17

Page 18: Isi

Jenis terapi latihan yang digunakan untuk kondisi CRS adalah Terapi latihan dengan

menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation (PNF) berusaha memberikan

rangsangan sedemikian sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai dengan perangsangan

yang akhirnya gerakan-gerakan yang diinginkan tercapai. Tujuan PNF adalah untuk meningkatkan

kekuatan otot. Berdasarkan prinsip PNF dari teori pergerakan yang menyatakan bahwa PNF dapat

memperbaiki kekuatan dan kondisi system neuro musuloseletal. Tehnik ini bermanfaat untuk assisted

otot-otot yang lemah sekaligus strengthening otot-otot yang lebih kuat tanpa melupakan prinsip-

prinsip dasar PNF dan teknik PNF. Adapun prinsip-prinsip dasar yang berhubumgan dengan kasus

CRS ini antara lain:

1. Tahanan maksimal  (optimal)

Tahanan maksimal maksudnya adalah tahanan maksimal yang masih bisa dilawan oleh

penderita dengan baik sehingga memungkinkan penderita untuk mempertahankan suatu posisi

(kontraksi isometric) dengan gerakan yang halus. Tahanan ini tergantung toleransi pasien.

Pegangan pada lumbrical akan mempermudah dalam memberikan tahanan rotasi. Tahanan

diberikan sejak awal gerakan sampai titik lemah gerakan. Faktor-faktor mekanis seperti cara kerja

“lever”., letak “as” dan gaya berat (gravitasi) sangat mempengaruhi terhadap besar-kecilnya tahanan

yang diberikan.

2. Manual contact

             Manual contact dimaksudkan agar pasien mengerti arah gerakan yang diminta oleh terapis

dan sebaiknya dilakukan dengan kedua tangan sehingga mudah untuk memberikan tahanan ataupun

assisted.

3. Stimulasi verbal (komando)

             Rangsangan suara dapat memacu semangat aktivitas penderita. Dalam memberikan aba-aba

kepada penerita harus jelas dan sering diulang-ulang.

4. Body position dan body mechanic

             Terapis berdiri pada grove dan menghadap ke pasien sehingga memungkinkan selalu

memperhatikan pasien agar dalam melakukan latihan di rumah sama seperti yang diajarkan terapis.

5. Traksi dan aproksimasi.

           Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu terhadap segmen

yang lain atau usaha mengulur segmen pada suatu ekstrimitas. Aproximasi adalah saling menekanya

18

Page 19: Isi

atau memberikan tekanan pada suatu segmern atau ekstrimitas. Aproximasi bertujuan untuk stabilisasi

sendi.

6. Pola gerak

            Pola gerak pada ekstrimitas atas adalah flksi-abduksi-eksoroasi, fleksi-adduksi-eksorotasi,

ektsensi, abduksi-eksorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi, ekstensi-adduksi-endorotasi. Teknik yang

digunakan pada kasus ini adalah “ repeated contration”. Repeated contrationadalah suatu teknik

isotonic untuk kelompok agonis, yang dilakukan pada bagian–bagian tertentu, dari lintasan gerakan

dengan jalan memberikan “ restrech “ yang disusun dengan kontraksi isotonic. Dan tujuan dari teknik

ini antara lain memperbaiki kekuatan otot dan daya tahan, memperbaiki lingkup gerak sendi secara

aktif, menurunkan ketegangan atau penguluran antagonis, serta penguatan (strengtening).

b. Dengan traksi cervical.

         Dengan traksi cervical diharap terjadi penambahan ruangan pada intervertebralis maka

penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat berkurang, serta diperoleh relaksasi otot-otot leher.

Dalam percobaan traksi yang diberikan pada susunan vertebrae cervicalis. oleh Olachis dan Strohm

disebutkan bahwa dalam keadaan lordosis servical normal. Traksi diberikan dengan tarikan diperoleh

regangan jarak antara prosessus spinosus pada vertebrae yng berbatasan sebesar 1-1,5mm

Problematika fisioterapi

1. Impairment, yaitu berupa nyeri,  penurunan kekuatan otot bahu dan leher, serta penurunan

lingkup gerak sendi bahu dan leher..

2. Functional limitation, berupa gangguan saat menengok dan menunduk, nyeri saat bangun tidur

dan tidur miring, nyeri saat mengangkat lengannya.

3. Disability, yaitu tidak ada gangguan dalam bersosialisasi dengan masyarakat.

II.7.4 Operasi

Tindakan operatif lebih banyak ditujukan pada keadaan yang disebabkan kompresi terhadap

radiks saraf atau pada penyakit medula spinalis yang berkembang lambat serta melibatkan tungkai dan

lengan. Pada penanggulangan kompresi tentunya harus dibuktikan dengan adanya keterlibatan

neurologis serta tidak memberikan respon dengan terapi medikamentosa biasa.

19

Page 20: Isi

II.8 Komplikasi11

Komplikasi dari Cervical Root Syndrome adalah atrofi otot-otot leher dan adanya kelemahan otot-otot

leher dan bahu, dan ketidakmampuan tangan untuk melakukan aktifitas

20

Page 21: Isi

BAB III

PENUTUP

Cervical Root Syndrome adalah sindroma atau keadaan yang ditimbulkan oleh adanya iritasi

atau kompresi pada radik saraf cervical yang ditandai dengan adanya rasa nyeri pada leher yang

dijalarkan ke bahu dan lengan sesuai dengan radik yang terkena.

Pasien yang mengalami Cervical Root Syndrome bila tidak mendapatkan penanganan secara

baik akan menimbulkan problem yang lebih sulit, sehingga lama kelamaan akan menimbulkan

komplikasi seperti keterbatasan gerak, dan penurunan kekuatan otot.

Pada kondisi ini pasien perlu mendapatkan perhatian khusus dan tidak bisa dianggap ringan.

Pemberian modalitas fisioterapi berupa Infra Red dan stretching selama lima kali pertemuan pasien

sudah merasa ada perkembangan yaitu mengurangnya nyeri, dan meningkatnya luas gerak sendi.

Pelaksanaan terapi yang teratur dan edukasi yang diberikan terapis kepada pasien, sehingga akan

mengoptimalkan hasil terapi yang diberikan. Pencapaian hasil yang diinginkan tidak hanya tergantung

kepada fisioterapi, tetapi juga kemauan dan kerjasama dari pasien itu sendiri untuk melakukan latihan

dan saran yang telah diberikan oleh fisioterapi maupun pihak petugas medis lainnya yang menangani.

21