isi
DESCRIPTION
BACATRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam melakanakan praktek sering kali kita jumpai pasien dengan keluhan nyeri di sekitar
leher. Bahkan banyak pasien yang merasakan nyeri tersebut menjalar sampai ke lengan hingga jari
tangan bahkan bahu sulit untuk diangkat karena adanya kelemahan otot-otot bahu. Gangguan tersebut
merupakan kumpulan gejala-gejala yang dinamakan Cervical Root Syndrome atau lebih dikenal
denganCRS. Nyeri yang menjalar tanpa atau adanya kelemahan otot-otot bahu menyebabkan pasien
kehilangan jam kerjanya karena dirasakan sangat mengangggu dalam beraktifitas kerja maupun
akifitas sehari-hari yang manggunakan bahu. Adanya pernmasalahan yang timbul karena adanya
gangguan fungsi gerak bahu dan tangan maka fisiotrapis berperan aktif dalam menangani
permasalahan mengurangi nyeri , mengurangi spasme dan meningkatkan kekuatan otot bahu.1
Nyeri cervical merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan seseorang datang
berobat ke fasilitas kesehatan. Di populasi didapatkan sekitar 34% pernah mengalami nyeri cervical
dan hamper 14% mengalami nyeri tersebut lebih dari 6 bulan.1,2
Kelemahan otot-otot bahu dan leher yang disebabkan oleh entrapment akar saraf servikal
dapat diatasi dengan menggunakan modalitas fisioterapi yang berupa terapi latihan. Jenis terapi
latihan yang digunakan untuk kondisi ini adalah adalah srengtening yaitu terapi latihan dengan
menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation (PNF) dan terapi latihan berupa traksi
cervical secara manual. Dengan traksi servical diharap terjadi penambahan ruangan pada
intervertebralis maka penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat berkurang, serta diperoleh
relaksasi otot-otot leher. Sedangkan dengan PNF berusaha memberikan rangsangan sedemikian
sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai dengan perangsangan yang akhirnya gerakan-
gerakan yang diinginkan tercapai. Berdasarkan prinsip PNF dari teori pergerakan yang menyatakan
bahwa PNF dapat memperbaiki kekuatan dan kondisi system neuro musuloseletal. Tehnik ini
bermanfaat untuk assisted otot-otot yang lemah sekaligus strengthening otot-otot yang lebih kuat.3,4
1
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Cervical Root Syndrome1,2
II.1.1 Pengertian1
Cervical Root Syndrome atau syndroma akar saraf leher adalah suatu keadaan yang
disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan discus invertebralis,
gejalanya adalah nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas atau lengan bawah, parasthesia, dan
kelemahan atau spasme otot.
Salah satu contoh penyakitnya adalah Syndrome radikulopati. Radikulopati berarti radiks
posterior dan anterior yang dilanda proses patologik. Gangguan itu dapat setempat atau menyeluruh.
Dalam mempelajari tentang Cervikal Root Syndrome, ada beberapa istilah yang perlu diketahui
sebagai berikut :
Anasthesia : hilang perasaan ketika dirangsang ; hipestesia
Hiperesthesia : perasaan terasa berlebihan jika dirangsang (kebalikan anasthesia)
Parasthesia : perasaan yang timbul secara spontan, tanpa dirangsang ; disebut juga dengan
istilah “Kesemutan”.
Gangguan sensori negative : perasaan abnormal tubuh yang dinamakan anesthesia dan
parasthesia.
Gangguan sensori positive : hasil perangsangan pada nosiceptor serta unsur-unsur saraf yang
menghantarkan impuls nyeri ke kortex cerebri.
Ataksia : gangguan lintasan proprioseptif.
Hipesthesia radikular : hipesthesia dermatomal.
2
II.1.2 Etiologi2,3
Beberapa kondisi pada leher banyak disebabkan oleh pergeseran atau penjepitan dari akar
saraf atau gangguan pada foramen intervertebralis mungkin disertai dengan tanda dan gejala dari
Cervical Root Syndrome. Kondisi tebanyak pada kasus ini disebabkan oleh proses degeneratif dan
herniasi dari discus intervertebralis.
II.2 Anatomi2,3
Pada daerah leher, banyak terdapat jaringan yang bisa merupakan sumber nyeri. Biasanya
rasa nyeri berasal dari jaringan lunak atau ligament, akar saraf, faset artikular, kapsul, otot serta
duramater. Nyeri bisa diakibatkan oleh proses degeneratif, infeksi/inflamasi, iritasi dan trauma. Selain
itu perlu juga diperhatikan adanya nyeri alih dari organ atau jaringan lain yang merupakan distribusi
dermatomal yang dipersarafi oleh saraf servikal.
Anatomi cervical
Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen intervertebral dan
disebut saraf spinal. Berkas serabut sensorik dari radiks posterior disebut dermatome. Pada
permukaan thorax dan abdomen, dermatome itu selapis demi selapis sesuai dengan urutan radiks
posterior pada segmen-segmen medulla spinalis C3-C4 dan T3-T12. Tetapi pada permukaan lengan
dan tungkai, kawasan dermatome tumpang tindih oleh karena berkas saraf spinal tidak langsung
menuju ekstremitas melainkan menyusun plexus dan fasikulus terkebih dahulu baru kemudian menuju
lengan dan tungkai. Karena itulah penataan lamelar dermatome C5-T2 dan L2-S3 menjadi agak kabur.
Segala sesuatunya yang bisa merangsang serabut sensorik pada tingkat radiks dan foramen
intervertebral dapat menyebabkan nyeri radikuler, yaitu nyeri yang berpangkal pada tulang belakang
tingkat tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatome radiks posterior yang bersangkutan.
Osteofit, penonjolan tulang karena faktor congenital, nukleus pulposus atau serpihannya atau tumor
dapat merangsang satu atau lebih radiks posterior.
3
Pada umumnya, sebagai permulaan hanya satu radiks saja yang mengalami iritasi terberat,
kemudian yang kedua lainnya mengalami nasib yang sama karena adanya perbedaan derajat iritasi,
selisih waktu dalam penekanan, penjepitan dan lain sebagainya. Maka nyeri radikuler akibat iritasi
terhadap 3 radiks posterior ini dapat pula dirasakan oleh pasien sebagai nyeri neurogenik yang terdiri
atas nyeri yang tajam, menjemukan dan paraestesia.
Nyeri yang timbul pada vertebra servikalis dirasakan didaerah leher dan belakang kepala
sekalipun rasa nyeri ini bisa di proyeksikan ke daerah bahu, lengan atas, lengan bawah atau tangan.
Rasa nyeri di picu/diperberat dengan gerakan/posisi leher tertentu dan akan disertai nyeri tekan serta
keterbatasan gerakan leher.
A. Sistem tulang2,3,4
1. Arcus
Arcus adalah bangunan yang merupakan lempengan dan simetris antara kanan dan kiri, terletak
pada posterior corpus. Pangkal dari corpus ini disebut radiks arcus vertebralis. Di sebelah posterior
dari lengkung ini bertemu linea mediana posterior dan selanjutnya membentuk tonjolan seperti duri
yang disebut prosessus spinosus. Tonjolan meruncing pada batas dataran radiks dan arus ke lateral
disebut prosessus tranversus.
2. Foramen vertebralis
Vertebra cervicalis membentuk suatu columna vertebralis, dengan sendirinya tiap foramen
vertebraeyang lain membentuk kanalis di dalam columna vertebralis yang ditempati oleh medulla
spinalis, yaituforamen vertebralis.
3. Vertebrae cervicalis
Vertebrae cevicalis terdiri dari tujuh vertebrae, yang masing-masing terhubung dengan yang
lain. Pada vertebra cervicalis satu sampai enam mempunyai corpus kecil. Processusnya
bersifat bifida(bercabang dua). Processus tranversusnya mempunyai foramen transversarium yang
membagi processus tranversum menjadi dua tonjolan yaitu tuberkulum anterius dan posterius. tetapi
4
pada cervical enam terdapat pembesaran dari tuberkulum anterius yang disebut tuberkulum
karotikus yang terletak diarteria karotikus.
Sedangkan pada vertebrae cervical tujuh terdapat perbedaan susunan dengan vertebrae
cervicalis lainya karena prosessus spinosusnya disini meruncing menuju ke dorsal dan tidak
bercabang menjadi dua lagi dan sangat menonjol sehingga mudah diraba dari luar, oleh karena itu
vertebrae cervical tujuh disebut vertebrae prominens. Selain itu perbedaan yang lainya adalah
foramen tranversarium sangat kecil, sebab belum dilalui oleh pembuluh darah.
B. Sistem otot2,3,4
Sesuai dengan kondisi CRS ini maka dalam bab ini penulis akan membahas otot-otot yang
berhubungan dengan gerakan leher dan bahu yang meliputi flexor cervicalis otot-otot penggerak
utamanya adalah m. sternoleidomastoideus, m. sclaneus medius dan anterior posterior, dimana otot-
otot ini diinervasi oleh C1-8, eksensor cervicalis otot penggerak utamanya adalah m. splennius
cervicis, m. semi spinalis, m. longisimus cervicalis, m. ilioastalis cervicis (diinervasi C3-T6), lateral
flexi otot penggerak utamanya adalah m. sternoleidomastoideus, m. sclaneus anterior, medius dan
posterior (diinervasi C2-3),rotasi, penggerak utamanya adalah m. obliqus capitis inferior, m.
semispinalis cervicis, m. splenius cervicis, m. longus capitis (diinervasi C2-T5).
Sedangkan otot–otot penggerak bahu adalah m. deltoid anterior, m. supra spinatus, dan m.
coraco radialis untuk gerakan flexi, m. latisimus dorsi dan m. teres mayor untuk ekstensi, m. deltoid
middle, m. supra spinatus untuk abduksi, m. latisimus dorsi, m. petoralis mayor, m. teres minor dan
m. coraco brachialisuntuk adduksi, m. infraspinatus, m. teres minor untuk internal dan eksternal
rotasi.
C. Sistem persarafan2,3,4
Sistem persarafan merupakan sistem penghantar yang berfungsi sebagai perantara impuls-impuls
saraf yang berjalan di kedua arah antara susunan saraf pusat dan jaringan tubuh lainya. Komponen
badan saraf terdiri dari serabut-serabut yang terikat menjadi satu oleh jaringan penyokong konektif.
Sistem persarafan yang terletak pada plexsus brachialis merupakan sistem saraf perifer yang mana
terdapat beberapa persarafan antara lain, n. medianus, n. ulnaris, n. cuaeus, dan n. radialis.
a. Nerves Musculocutaneus
Nerves Musculocutaneus timbul dari fascicularis lateral plexsus brachialis dan terdiri dari
serabut-serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6. mula-mula nerves ini terletak di sebelah lateral
arteri axillaris, lalu menembus muscular coraco brachialis dan turun secara oblique di sebelah lateral
diantara musculus biceps dan brachialis.
5
b. Nerves axillaris (circumflexa, C5-C6)
Nerves axillaris berasal dari fasciculer post plexus brachialis dan terdiri dari serabut-serabut
yang berasal dari segmen C5 dan C6, kemudian serabut berjalan ke dorsal.
c. Nerves radialis (musculospiralis, C6-8 dan Th 1)
Nerves radialis merupakan cabang yang terbesar daripada batas bawah muscular pectoralis
sebagai kelanjutan langsung dari fasciculer pectoralis dan serabut-serabut yang berasal dari tiga
segmen thoracal pertama dari medulla spinalis. Selama berjalan turun sepanjang lengan, n. radialis ini
menyertai arteri profundus dan sekitar humerus serta di dalam sulcus musculospinalis.
d. Nerves Medianus (C6-8, Th1)
Nerves medianus dipercabangkan dari pleksus brachialis dengan dua buah caput. Kedua caput
tersebut berasal dari fasikulus lateral dan fasikulus medial. Kedua caput tersebut bersatu pada bawah
otot pectoralis minor, jadi serabut-serabut dari dalam trunkus berasal dari tiga segmen cervical yang
bawah dan dari segmen thorakal pertama medulla spinalis di dalam lengan atas bagian bawah
.
e. Nerves Ulnaris (C8-Th1)
Nerves ulnaris merupakan cabang terbesar daripada plexsus brachialis. Serabut syaraf ini terdiri
dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C8-Th1. Nerves ulnaris ini berasal dari batas
bawahmusculus pectoralis minor dan berjalan turun pada sisi medial lengan dan menembus septum
intermuscular untuk melanjutkan perjalanan dalam sulcus pada caput medialis.
II.3. Patofisiologi5,6
Discus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan jaringan elastis, yang
dikelilingi oleh annulus fibrosus yang terbentuk oleh jaringan fibrosus. Kandungan air dalam nucleus
pulposus ini tinggi, tetapi semakin tua umur seseorang kadar air dalam nuleus pulposus semakin
berkurang terutama setelah seseorang berumur 40 tahun, bersamaan dengan itu terjadi perubahan
degenerasi pada begian pusat discus, akibatnya discus ini akan menjadi tipis, sehingga jarak antara
vertebrae yang berdekatan mejadi kecil dan ruangan discus menjadi sempit, selanjutnya annulus
fibrosus mengalami penekanan dan menonjol keluar.
Menonjolnya bagian discus ini maka jaringan sekitarnya yaitu corpus-corpus vertebrae yang
berbatasan akan terjadi suatu perubahan. Perubahannya yaitu terbentuknya jaringan ikat baru yang
dikenal dengan nama osteofit. Kombinasi antara menipisnya discus yang menyebabkan penyempitan
ruangan discus dan timbulnya osteofit akan mempersempit diameter kanalis spinalis. Pada kondisi
normal diameter kanalis spinalis adalah 17 mm sampai 18 mm. Tetapi pada kondisi CRS, kanalis ini
menyempit dengan diameter pada umumnya antara 9 mm sampai 10 mm.
6
Pada keadaan normal, akar-akar saraf akan menempati seperempat sampai seperlima,
sedangkan sisanya akan diisi penuh oleh jaringan lain sehingga tidak ada ruang yang tersisa. Bila
foramen intervertebralis ini menyempit akibat adanya osteofit, maka akar-akar saraf yang ada
didalamnya akan tertekan. Saraf yang tertekan ini mula-mula akan membengkok. Perubahan ini
menyebabkan akar-akar saraf tersebut terikat pada dinding foramen intervertebralis sehingga
mengganggu peredaran darah. Selanjutnya kepekaan saraf akan terus meningkat terhadap penekanan,
yang akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat fisiologisnya. Penekanan akan menimbutkan rasa
nyeri di sepanjang daerah yang mendapatkan persarafan dari akar saraf tersebut.
II.4 Tanda dan gejala5,6
Nyeri radikuler serviks ditandai dengan nyeri leher menjalar ke sisi posterior lengan bawah,
bahu dan kadang-kadang bisa mencapai ke tangan.Memancarkan nyeri mengikuti distribusi dermatom
dari saraf yang terkena, tetapi juga mempengaruhi jaringan diinervasi oleh saraf ini, seperti otot,
sendi, ligamen dan kulit. Nyeri yang berasal dari akar serviks keempat (C4) terlokalisir di leher dan
daerah supraskapular. Nyeri dari akar serviks kelima (C5) menjalar ke lengan bawah, sedangkan nyeri
dari akar keenam dan ketujuh (C6 dan C7) meluas ke leher, lengan bahu, dan tangan.
7
II.5 Diagnosa7,8,9
II.5.1 Anamnesa
Anamnesa adalah hal-hal yang menjadi sejarah kasus pasien, juga berguna untuk menentukan
diagnosa, karena misalnya dengan pendekatan psikiatri terhadap depresinya yang kadang merupakan
factor dasar nyeri bahu ini. Gejala-gejala yang mungkin nampak pada inspeksi dan palpasi, misalnya :
1. Nyeri kaku pada leher
2. Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan
3. Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps
4. Berkurangnya reflex biceps
5. Dijumpai nyeri menjalar (referred pain) di bahu yang samar, dimana “nyeri bahu” hanya dirasa
bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan infrascapula atas.
II.5.2 Tes Khusus
Untuk tes-tes khusus yang harus dilakukan sebenarnya banyak, misalnya :
1. Tes Provokasi
Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi leher diekstensikan
dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan tekanan ke bawah pada puncak kepala.
Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi kepala.
Pemeriksaan ini sangat spesifik namun tidak sensitif guna mendeteksi adanya radikulopati servikal.
Pada pasien yang datang ketika dalam keadaan nyeri, dapat dilakukan distraksi servikal secara manual
dengan cara pasien dalam posisi supinasi kemudian dilakukan distraksi leher secara perlahan. Hasil
dinyatakan positif apabila nyeri servikal berkurang.
8
Tes Provokasi
2. Tes Distraksi Kepala
Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh kompresi terhadap radiks
syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila kecurigaan iritasi radiks syaraf lebih memberikan gejala
dengan tes kompresi kepala walaupun penyebab lain belum dapat disingkirkan.
Tes Distraksi Kepala
3. Tindakan Valsava
Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak ruang di kanalis
vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan intratekal akan membangkitkan nyeri
radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan tingkat proses patologis dikanalis vertebralis bagian cervical.
Cara meningkatkan tekanan intratekal menurut Valsava ini adalah pasien disuruh mengejan sewaktu
ia menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul nyeri radikuler yang berpangkal di leher menjalar ke
lengan.
9
Tindakan Valsava
II.5.3 Pemeriksaan Penunjang
1. CT scan menyediakan informasi yang baik pada struktur tulang, tetapi ada keterbatasan
berkaitan dengan jaringan lunak. MRI adalah pemeriksaan pilihan, menunjukkan perubahan
morfologi yang terjadi di diskus intervertebralis, saraf tulang belakang, akar saraf dan
jaringan lunak sekitarnya. Diagnosis tidak boleh hanya didasarkan pada temuan radiologis,
karena sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 30% dari pasien dengan temuan
MRI tidak menunjukkan gejala. Ketika klinis dan radiologis temuan cocok, maka akan lebih
mudah untuk membuat diagnosa yang tepat.
2. Tes elektrofisiologi
Tes elektrofisiologi termasuk konduksi saraf dan elektromiografi (EMG). Ini berguna ketika
ada kecurigaan cacat saraf tetapi mereka tidak memberikan informasi khusus mengenai nyeri.
10
II.6 Diagnosis banding6,9
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan nyeri pada leher dan bahu serta rasa tak nyaman pada
ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari mana asalnya dan bagaimana mekanisme terjadinya.
Diagnosis banding untuk CRS ini adalah :
1. Carpal Tunnel Syndrome,
Adalah suatu gejala yang muncul bila ada penekanan nervus medianus oleh ligamen
transversum sehingga timbul kesemutan, nyeri menjalar ke tangan.
2. Thoracic outlet syndrome
a. Anterior sclanei syndrome
Disebabkan karena adanya kompresi bundle neurovaskuler diantara otot sclanei dan costa
pertama. Gejalanya adalah numbness, tingling, di lengan dan jari-jari tangan. Biasanya
menggambarkan kesemutan datang dan pergi dari tangan dan jari tangan. Nyeri ini letaknya dalam
biasanya datang setelah duduk lama
b. Petoralis minor syndrome
Muncul bila ada penekanan bundle neuromuscular diantara bagian antero lateral atas dan otot
pectoralis minor terjadi bila hiperabduksi humerus mengulur otot pectoralis minor.
3. Claviculocostal syndrome
Timbul karena adanya penekanan pada bundle neurovasculer saat melewati belakang clavicula di
sebelah anterior costa pertama, gejala lainnya adalah adanya dropy posture yaitu posturnya salah,
lelah, cemas, dam depresi.
II.7 Pengobatan10,11
II.7.1 Pengobatan Konservatif10,11
Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase akut. Obat-obatan ini
biasanya diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat-obatan yang banyak digunakan biasanya dari
golongan salisilat atau NSAID. Bila keadaan nyeri dirasakan begitu berat, kadang-kadang diperlukan
juga analgetik golongan narkotik seperti codein, meperidin, bahkan bisa juga diberikan morfin.
Ansiolitik dapat diberikan pada mereka yang mengalami ketegangan mental. Pada kondisi tertentu
seperti nyeri yang diakibatkan oleh tarikan, tindakan latihan ringan yang diberikan lebih awal dapat
mempercepat proses perbaikan.
11
Kepala sebaiknya diletakan pada bantal servikal sedemikian rupa yaitu sedikit dalam posisi
flexi sehingga pasien merasa nyaman dan tidak mengakibatkan gerakan kearah lateral. Istirahat
diperlukan pada fase akut nyeri,terutama pada spondilosis servikalis atau kelompok nyeri non
spesifik. Obat-obatan yang banyak digunakan adalah:
Ibuprofen 400 mg, tiap 4-6 jam (PO)
Naproksen 200-500 mg, tiap 12 jam (PO)
Fenoprofen 200 mg, tiap 4-6 jam (PO)
Indometacin 25-50 mg, tiap 8 jam (PO)
Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parentral)
Vit. B1, B6, B12
II.7.2 Pengobatan Pencegahan Nyeri10,11
1. Epidural Kortikosteroid Injection
Bila penyakit ini dalam bentuk yang akut atau subakut, injeksi kortikosteroid
diindikasikan.Teknik yang digunakan, adalah pendekatan translaminar posterior, sedangkan injeksi
epidural transforaminal dihindari karena risiko tinggi komplikasi yang parah, yang bertentangan
dengan tulang belakang lumbar mana pendekatan transforaminal disukai. Di seluruh dunia penelitian
sistematis mengarah pada kesimpulan bahwa injeksi kortikosteroid serviks epidural secara signifikan
efektif dalam pengobatan nyeri radikuler akut dan subakut serviks dan selalu harus diterapkan
sebelum keputusan operasi.
2. Neuroplasty (adhesiolysis) dengan kateter Racz
Bila penyakit ini dalam bentuk-yang kronis yang biasanya terjadi setelah operasi tulang
belakang atau mengikuti fase akut dan subakut radikulitis dari herniasi yang telah undertreated dengan
terapi konservatif-neuroplasty (adhesiolysis) dengan kateter Racz diindikasikan.
Masyarakat Amerika Dokter Nyeri Intervensional (ASIPP) diterbitkan pedoman berbasis bukti untuk
teknik invasif dalam pengelolaan nyeri tulang belakang kronis. Menurut pedoman ini, ada bukti kuat
yang menunjukkan kemanjuran neuroplasty dengan kortikosteroid dalam kontrol pendek dan jangka
panjang dari nyeri pada refraktori radiculopathy dan nyeri tulang belakang neuropatik.
12
3. Pulsed Radiofrequency Theraphy (PRF)
Studi terkontrol acak telah menunjukkan kemanjuran PRF diterapkan pada ganglion akar
dorsal tulang belakang (DRG) dari tulang belakang leher. Menurut pengobatan berbasis bukti,
penerapan metode dalam kasus radikulitis serviks kronis sangat dianjurkan. Durasi analgesia
bervariasi dari kasus ke kasus. Teknik ini aman dan dapat diulangi sebanyak yang diperlukan. Jika,
meskipun sesi terapi berulang-ulang dengan frekuensi radio berdenyut hasilnya telah membatasi
durasi, maka frekuensi radio konvensional dapat diterapkan. Aplikasi ini, bagaimanapun,
menghancurkan (ablates) ganglion dan dapat menyebabkan kelemahan otot sedikit di lengan.
4. S Stimulasi Cord Pinal
Ini adalah terapi neuromodulatory, yang digunakan dalam kasus semua metode yang kurang
invasif lain gagal. Kemanjurannya dalam mengobati nyeri neuropatik yang kronis adalah signifikan.
II.7.3 Fisioterapi
Tujuan utama penatalaksanaan adalah reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau resolusi
defisit neurologis dan mencegah komplikasi atau keterlibatan medulla spinalis lebih lanjut.
1. Traksi
Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak berkurang atau pada
pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan adanya kompresi radiks saraf. Traksi dapat
dilakukan secara terus-menerus atau intermiten.
Traksi
2. Cervical Collar
Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi serta mengurangi kompresi
pada radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis collar yang benar-benar mencegah mobilisasi
leher. Salah satu jenis collar yang banyak digunakan adalah SOMI Brace (Sternal Occipital
Mandibular Immobilizer).
13
Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam dan diubah secara
intermiten pada minggu II atau bila mengendarai kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan imobilisasi
ini bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu diantaranya berupa atrofi otot serta
kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi nyeri pada nyeri servikal
non spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu 2-3 bulan.
Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan indikasi
pelepasan collar.
Cervical Collar
3. Thermoterapi
Thermoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri. Modalitas terapi
ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot. Kompres dingin dapat
diberikan sebanyak 1-4 kali sehari selama 15-30 menit, atau kompres panas/pemanasan selama 30
menit 2-3 kali sehari jika dengan kompres dingin tidak dicapai hasil yang memuaskan. Pilihan antara
modalitas panas atau dingin sangatlah pragmatik tergantung persepsi pasien terhadap pengurangan
nyeri.
Thermoterapi
14
4. Latihan
Berbagai modalitas dapat diberikan pada penanganan nyeri leher. Latihan bisa dimulai pada
akhir minggu I. Latihan mobilisasi leher kearah anterior, latihan mengangkat bahu atau penguatan otot
banyak membantu proses penyembuhan nyeri. Hindari gerakan ekstensi maupun flexi. Pengurangan
nyeri dapat diakibatkan oleh spasme otot dapat ditanggulangi dengan melakukan pijatan.
Teknologi Fisioterapi
Modalitas fisioterapi yang digunakan dalam penanganan CRS ini adalah SWD, ultra sonic, dan terapi
latihan.
1. SWD (Short Wave Diatermy)
SWD adalah alat yang menggunakan energi listrik elektromagnetik yang dihasilkan arus
bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang diperbolehkan pada penggunaan SWD adalah 27 MHz
dengan panjang gelombang 11 m. Energi elektromagnetik yang dipancarkan dari emitter akan
menyebar sehingga kepadatan gelombang semakin berkurang pada jarak semakin jauh. Berkurangnya
intensitas energi elektromagnetik juga disebabkan oleh penyerapan jaringan.
Dalam kasus ini penulis menggunakan modalitas fisioterapi berupa Short Wave Diatermy ( SWD ).
Pemberian SWD diharapkan dapat merangsang serabut syaraf tipe II dan tipe III, sehingga akan
menghalangi masuknya impuls nosiseptif di tingkat medulla spinalis sehingga nyeri akan berkurang
dan selanjutnya akan memutus siklus nyeri, kemudian akan memberikan efek relaksasi otot-otot lain
yaitu mempengaruhi aliran darah lokal yang membuat spasme otot berkurang sehingga terapi
relaksasi dan nyeri dapat terhambat.
2. Ultra Sonic
Gelombang ultra sonic adalah gelombang yang tidak dapat didengar oleh manusia. Merupakan
gelombang longitudinal yang gerakan partikelnya dari arah “ke” dan “dari” dan perambatannya
memerlukan media penghantar. Media pengahantar harus elastis agar partikel bisa merubah bentuk
dan kembali ke bentuk semula untuk memungkinkan gerakan “ke” dan “dari”. Dari sini dijumpai
daerah padat atau compression dan daerah renggang atau refraction.
Dalam penggunakan modalitas ultra sonic beberapa ahli membuktikan bahwa ultra sonic efektif untuk
mengurangi nyeri, karena ultra sonic dapat meningkatkan ambang rangsang, mekanisme dari efek
termal panas. Selain itu pembebasan histamin, efek fibrasi dari ulta sonic terhadap gerbang nyeri dan
dari suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian ultra sound dengan pulsa rendah .
15
a. Efek Ultra sonic
1) Efek mekanik
Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultra sonic
menimbulkan adanya peregangan dan perapatan didalam jaringan dengan frekuensi yang sama dengan
frekuensi dari ultra sonic. Efek mekanik ini juga disebut dengan micro massage. Pengaruhnya
terhadap jaringan yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap jaringan dan meningkatkan
metabolisme.
Micro massage adalah merupakan efek terapeutik yang penting karena semua efek yang timbul
oleh terapi Ultra Sonic diakibatkan oleh micro massage ini.
2) Efek termal
Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang dipakai, intensitas dan
lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima panas adalah jaringan antar kulit dan otot. Efek
termal akan memberikan pengaruh pada jaringan yaitu bertambahnya aktivitas sel, vasodilatasi yang
mengakibatkan penambahan oksigen dan sari makanan dan memperlancar proses metabolisme.
3) Efek biologi
Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari pengaruh mekanik dan termal. Pengaruh
biologi ultra sonic terhadap jaringan antara lain:
a. Memperbaiki sirkulasi darah
Pemberian ultra sonic akan menyebabkan kenaikan temperatur yang menimbulkan vasodilatasi
sehingga aliran darah ke daerah yang diobati menjadi lebih lancar. Hal ini akan memungkinkan proses
metabolisme dan pengangkutan sisa metabolisme serta suplai oksigen dan nutrisi menjadi meningkat.
b. Relaksasi otot
Rileksasi otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan rasa sakit tidak ada.
Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat mempercepat proses pengangkutan sel P (zat
asam laktat) sehingga dapat memberikan efek rileksasi pada otot.
c. Meningkatkan permeabilitas jaringan
16
Energi ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan pengaruh mekaniknya dapat
memperlunak jaringan pengikat.
d. Mengurangi nyeri
Nyeri dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung terhadap saraf. Hal ini akibat
gelombang pulsa yang rendah intensitasnya memberikan efek sedatif dan analgetik pada ujung saraf
sensorik sehingga mengurangi nyeri. Dan dasar dari pengurangan rasa nyeri ini diperoleh dari,
perbaikan sirkulasi darah, normalisasi dari tonus otot, berkurangnya tekanan dalam jaringan,
berkurangnya derajat keasaman.
e Mempercepat penyembuhan
Pemberian Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan jaringan lunak . Adanya
peningkatan suplai darah akan meningkatkan zat antibodi yang mempercepat penyembuhan dan
perbaikan pembuluh darah untuk memperbaiki jaringan.
f. Pengaruh terhadap saraf parifer
Menurut beberapa penelitian bahwa Ultra Sonic dapat mendepolarisasikan saraf efferent, ditunjukkan
bahwa getaran Ultra Sonic dengan intensitas 0,5-3 w/cm2 dengan gelombang kontinyu dapat
mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek ini berhubungan dengan efek panas. Sedangkan dari
aspek mekanik tidak terlalu berpengaruh.
3. Terapi latihan
a. Dengan metode PNF
Terapi Latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaanya
menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif. Atau pula dapat
didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat proses penyembuhan dari suatu cidera yang
telah merubah cara hidupnya yang normal. Hilangnya suatu fungsi atau adanya hambatan dalam
melakanakan suatu fungsi dapat menghambat kemampuan dirinya untuk hidup
secara independentyaitu dalam melaksanakan aktifitas kerja.
Tujuan dari Terapi latihan adalah (1) Memajukan aktifitas penderita, (2) Memperbaiki otot yang
tidak efisien dan memperoleh kembali jarak gerak sendi yang normal tanpa memperlambat usaha
mencapai gerakan yang berfungsi dan efisien, (3) Memajukan kemampuan penderita yang telah ada
untuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi serta bertujuan, sehingga dapat beraktifitas
normal.
17
Jenis terapi latihan yang digunakan untuk kondisi CRS adalah Terapi latihan dengan
menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation (PNF) berusaha memberikan
rangsangan sedemikian sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai dengan perangsangan
yang akhirnya gerakan-gerakan yang diinginkan tercapai. Tujuan PNF adalah untuk meningkatkan
kekuatan otot. Berdasarkan prinsip PNF dari teori pergerakan yang menyatakan bahwa PNF dapat
memperbaiki kekuatan dan kondisi system neuro musuloseletal. Tehnik ini bermanfaat untuk assisted
otot-otot yang lemah sekaligus strengthening otot-otot yang lebih kuat tanpa melupakan prinsip-
prinsip dasar PNF dan teknik PNF. Adapun prinsip-prinsip dasar yang berhubumgan dengan kasus
CRS ini antara lain:
1. Tahanan maksimal (optimal)
Tahanan maksimal maksudnya adalah tahanan maksimal yang masih bisa dilawan oleh
penderita dengan baik sehingga memungkinkan penderita untuk mempertahankan suatu posisi
(kontraksi isometric) dengan gerakan yang halus. Tahanan ini tergantung toleransi pasien.
Pegangan pada lumbrical akan mempermudah dalam memberikan tahanan rotasi. Tahanan
diberikan sejak awal gerakan sampai titik lemah gerakan. Faktor-faktor mekanis seperti cara kerja
“lever”., letak “as” dan gaya berat (gravitasi) sangat mempengaruhi terhadap besar-kecilnya tahanan
yang diberikan.
2. Manual contact
Manual contact dimaksudkan agar pasien mengerti arah gerakan yang diminta oleh terapis
dan sebaiknya dilakukan dengan kedua tangan sehingga mudah untuk memberikan tahanan ataupun
assisted.
3. Stimulasi verbal (komando)
Rangsangan suara dapat memacu semangat aktivitas penderita. Dalam memberikan aba-aba
kepada penerita harus jelas dan sering diulang-ulang.
4. Body position dan body mechanic
Terapis berdiri pada grove dan menghadap ke pasien sehingga memungkinkan selalu
memperhatikan pasien agar dalam melakukan latihan di rumah sama seperti yang diajarkan terapis.
5. Traksi dan aproksimasi.
Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu terhadap segmen
yang lain atau usaha mengulur segmen pada suatu ekstrimitas. Aproximasi adalah saling menekanya
18
atau memberikan tekanan pada suatu segmern atau ekstrimitas. Aproximasi bertujuan untuk stabilisasi
sendi.
6. Pola gerak
Pola gerak pada ekstrimitas atas adalah flksi-abduksi-eksoroasi, fleksi-adduksi-eksorotasi,
ektsensi, abduksi-eksorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi, ekstensi-adduksi-endorotasi. Teknik yang
digunakan pada kasus ini adalah “ repeated contration”. Repeated contrationadalah suatu teknik
isotonic untuk kelompok agonis, yang dilakukan pada bagian–bagian tertentu, dari lintasan gerakan
dengan jalan memberikan “ restrech “ yang disusun dengan kontraksi isotonic. Dan tujuan dari teknik
ini antara lain memperbaiki kekuatan otot dan daya tahan, memperbaiki lingkup gerak sendi secara
aktif, menurunkan ketegangan atau penguluran antagonis, serta penguatan (strengtening).
b. Dengan traksi cervical.
Dengan traksi cervical diharap terjadi penambahan ruangan pada intervertebralis maka
penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat berkurang, serta diperoleh relaksasi otot-otot leher.
Dalam percobaan traksi yang diberikan pada susunan vertebrae cervicalis. oleh Olachis dan Strohm
disebutkan bahwa dalam keadaan lordosis servical normal. Traksi diberikan dengan tarikan diperoleh
regangan jarak antara prosessus spinosus pada vertebrae yng berbatasan sebesar 1-1,5mm
Problematika fisioterapi
1. Impairment, yaitu berupa nyeri, penurunan kekuatan otot bahu dan leher, serta penurunan
lingkup gerak sendi bahu dan leher..
2. Functional limitation, berupa gangguan saat menengok dan menunduk, nyeri saat bangun tidur
dan tidur miring, nyeri saat mengangkat lengannya.
3. Disability, yaitu tidak ada gangguan dalam bersosialisasi dengan masyarakat.
II.7.4 Operasi
Tindakan operatif lebih banyak ditujukan pada keadaan yang disebabkan kompresi terhadap
radiks saraf atau pada penyakit medula spinalis yang berkembang lambat serta melibatkan tungkai dan
lengan. Pada penanggulangan kompresi tentunya harus dibuktikan dengan adanya keterlibatan
neurologis serta tidak memberikan respon dengan terapi medikamentosa biasa.
19
II.8 Komplikasi11
Komplikasi dari Cervical Root Syndrome adalah atrofi otot-otot leher dan adanya kelemahan otot-otot
leher dan bahu, dan ketidakmampuan tangan untuk melakukan aktifitas
20
BAB III
PENUTUP
Cervical Root Syndrome adalah sindroma atau keadaan yang ditimbulkan oleh adanya iritasi
atau kompresi pada radik saraf cervical yang ditandai dengan adanya rasa nyeri pada leher yang
dijalarkan ke bahu dan lengan sesuai dengan radik yang terkena.
Pasien yang mengalami Cervical Root Syndrome bila tidak mendapatkan penanganan secara
baik akan menimbulkan problem yang lebih sulit, sehingga lama kelamaan akan menimbulkan
komplikasi seperti keterbatasan gerak, dan penurunan kekuatan otot.
Pada kondisi ini pasien perlu mendapatkan perhatian khusus dan tidak bisa dianggap ringan.
Pemberian modalitas fisioterapi berupa Infra Red dan stretching selama lima kali pertemuan pasien
sudah merasa ada perkembangan yaitu mengurangnya nyeri, dan meningkatnya luas gerak sendi.
Pelaksanaan terapi yang teratur dan edukasi yang diberikan terapis kepada pasien, sehingga akan
mengoptimalkan hasil terapi yang diberikan. Pencapaian hasil yang diinginkan tidak hanya tergantung
kepada fisioterapi, tetapi juga kemauan dan kerjasama dari pasien itu sendiri untuk melakukan latihan
dan saran yang telah diberikan oleh fisioterapi maupun pihak petugas medis lainnya yang menangani.
21