isi laporanjj

Upload: shandy-alviano

Post on 29-Oct-2015

106 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ku

TRANSCRIPT

  • RANCANGAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN

    PADA INDUSTRI KECIL PENGASAPAN IKAN BANDENG

    DI KABUPATEN SERANG

    PROVINSI BANTEN

    ADI GUSTUMAILI

    1008061

    KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

    PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INDUSTRI

    PROGRAM BEASISWA TENAGA PENYULUH LAPANGAN

    AKADEMI KIMIA ANALISIS

    BOGOR

    2011

  • ADI GUSTUMAILI. Rancangan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

    Industri Kecil Pengasapan Ikan Bandeng di Kabupaten Serang Provinsi Banten.

    Dibimbing oleh MAMAN SUKIMAN.

    RINGKASAN

    Jenis industri yang memiliki peluang cukup besar di Kabupaten Serang

    adalah industri pengasapan ikan. Pengasapan ikan merupakan salah satu cara yang

    dilakukan untuk mengawetkan dan memberi warna, aroma dan cita rasa yang khas.

    Industri pengasapan ikan umumnya adalah industri skala kecil dengan kapasitas

    produksi dan tenaga kerja yang terbatas serta teknologi yang digunakan masih

    sederhana.

    Masalah yang sering timbul pada industri kecil adalah sisa bahan dari proses

    produksi yang tidak diolah sehingga menjadi salah satu faktor pencemar yang dapat

    merusak lingkungan. Pada industri pengasapan ikan, limbah yang dihasilkan berupa

    limbah padat, cair, gas (asap/debu) serta bau yang merupakan hasil dari proses

    pengolahan ikan tersebut. Parameter limbah tersebut antara lain: minyak dan lemak,

    Total Suspended Solid (TSS) serta Biochemical Oxygen Demand (BOD). Umumnya

    industri kecil tidak mengolah limbah yang dihasilkan oleh industrinya. Hal ini

    dikarenakan kurangnya pengetahuan yang mengakibatkan sulitnya mengubah

    perilaku para pelaku industri. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan

    pemantauan lingkungan industri yang mudah untuk diterapkan.

    Tujuan dari pengelolaan dan pemantauan lingkungan industri pengasapan

    ikan adalah untuk menciptakan lingkungan kerja yang bersih serta ramah

    lingkungan. Tujuan tersebut dapat diterapkan melalui metode kerja yang sesuai

    dengan prinsip produksi bersih, penerapan sanitasi lingkungan industri serta

    dilakukannya pengelolaan limbah cair, padat dan gas secara optimal. Selain itu,

    pengelolaan dan pemantauan lingkungan industri pengasapan ikan juga bertujuan

    untuk menjadikan industri pengasapan ikan salah satu usaha yang dapat

    menghasilkan suatu produk yang aman dan sehat untuk dikonsumsi.

  • RANCANGAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN

    PADA INDUSTRI KECIL PENGASAPAN IKAN BANDENG

    DI KABUPATEN SERANG

    PROVINSI BANTEN

    LAPORAN TUGAS AKHIR I

    Diajukan Guna Melengkapi Syarat Pendidikan Diploma Tiga

    Oleh :

    ADI GUSTUMAILI

    1008061

    AKADEMI KIMIA ANALISIS

    BOGOR

    2011

    Pembimbing Akademik

    Ir. Maman Sukiman, M.Si.

    Direktur

    Akademi Kimia Analisis

    Ir. Hj. Juli Astuti, M.A.

  • Ku persembahkan karyaku ini untuk orang-orang yang sangat berarti dalam

    hidupku, yang selalu memberikan doa dan semangat untuk terus berjuang,

    Ayah dan Ibuku tercinta yang telah tersenyum manis disisiNYa,

    Kakang, teteh, keponakan serta seluruh keluarga besarku.......

    "Seseorang itu akan berkumpul bersama orang yang dikasihinya."

    (Bukhari - Muslim)

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,

    taufik serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas

    Akhir I yang berjudul Rancangan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

    Pada Industri Kecil Pengasapan Ikan Bandeng di Kabupaten Serang Provinsi

    Banten.

    Penulis menyadari laporan ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan dukungan

    dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang

    sebesar-besarnya kepada:

    1. Bapak Ir. Maman Sukiman, M.Si. sebagai Pembimbing Akademik yang telah

    bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan petunjuk serta

    saran dalam penyusunan laporan ini.

    2. Ibu Ir. Hj. Juli Astuti, M.A. Direktur Akademi Kimia Analisis Bogor serta

    seluruh dosen dan staf pengajar yang telah membimbing dan memberikan

    materi perkuliahan kepada penulis selama ini.

    3. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia yang telah menyelenggarakan

    Program Beasiswa Tenaga Penyuluh Lapangan sehingga penulis dapat

    melanjutkan pendidikan di AKA Bogor.

    4. Ayah dan ibu tercinta yang telah tersenyum manis disisiNya, terimakasih atas

    untaian cinta, kasih sayang, pendidikan serta doanya.

    5. Keluarga besarku, kakang dan teteh terimakasih telah menjadi sosok luar biasa

    yang selalu memberikan doa dan semangat bagi penulis untuk terus berjuang.

    6. Rekan-rekan mahasiswa TPL AKA Bogor yang sudah banyak memberikan arti

    kehidupan bagi penulis untuk terus berjuang dan berkarya, terimakasih atas

    kebersamaannya.

    7. Jazakumullah Khairan Katsir kepada rekan-rekan GENTAR 08 yang telah

    mewarnai hidup penulis dengan manisnya ukhuwah, tarbiyah serta hamasah

    untuk dapat berubah dan merubah. Semoga balasan akan kerasnya perjuangan

    selama ini bisa kita rasakan bersama di tempat muliaNya kelak.

  • vi

    8. Teman-teman seperjuangan AKA THE GREAT 08 yang telah banyak

    membantu, baik waktu, tenaga maupun pemikirannya.

    Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

    itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

    kesempurnaan Laporan Tugas Akhir I ini. Semoga Laporan Tugas Akhir I ini dapat

    memberikan informasi dan manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi

    kita semua.

    Bogor, Agustus 2011

    Penulis

  • vii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

    RINGKASAN .................................................................................................. ii

    LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii

    LEMBAR PERSEMBAHAN .......................................................................... iv

    KATA PENGANTAR ..................................................................................... v

    DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

    DAFTAR TABEL ........................................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii

    BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3

    2.1 Industri Kecil .............................................................................................. 3

    2.1.1 Definisi Industri ................................................................................ 3

    2.1.2 Definisi Industri Kecil ....................................................................... 3

    2.1.3 Kriteria Industri Kecil ........................................................................ 3

    2.1.4 Manfaat Industri Kecil ....................................................................... 4

    2.2 Ikan Bandeng .............................................................................................. 4

    2.3 Ikan Sebagai Bahan Mentah ........................................................................ 4

    2.3.1 Struktur Tubuh Ikan .......................................................................... 5

    2.3.2 Sifat Fisik Ikan .................................................................................. 6

    2.3.3 Struktur Daging Ikan ......................................................................... 7

    2.4 Komposisi Kimia Ikan ................................................................................ 7

    2.5 Pengasapan Ikan .......................................................................................... 10

    2.5.1 Prinsip Pengasapan Ikan .................................................................... 10

    2.5.2 Tujuan Pengasapan Ikan .................................................................... 10

    2.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengasapan ............................................ 11

    2.5.4 Jenis-jenis Pengasapan ...................................................................... 11

    2.5.5 Proses-proses Pada Pengasapan yang Mempunyai

    Efek Pengawetan ............................................................................... 13

  • viii

    Halaman

    2.5.6 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Ikan Asap ..................... 15

    2.5.7 Standar Mutu Ikan Asap .................................................................... 16

    2.5.8 Baku Mutu Lingkungan Industri Pengasapan Ikan ............................. 17

    2.6 Pengendalian Pencemar ............................................................................... 18

    2.6.1 Produksi Bersih ................................................................................. 19

    2.6.2 Pengelolaan Lingkungan Kerja yang Baik (Good House Keeping) ..... 21

    2.6.3 Sanitasi Lingkungan Industri ............................................................. 21

    2.6.4 Penghematan Bahan Baku dan Energi ............................................... 27

    2.6.5 Minimalisasi Limbah ......................................................................... 28

    2.6.6 Daur Ulang ........................................................................................ 28

    2.6.7 Recovery ........................................................................................... 28

    2.6.8 Pencegahan ....................................................................................... 29

    2.6.9 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ........................................... 29

    BAB III. PROFIL INDUSTRI ........................................................................ 31

    3.1 Potensi Industri Pengasapan Ikan ................................................................ 31

    3.1.1 Permintaan ........................................................................................ 32

    3.1.2 Peluang Pasar dan Persaingan ............................................................ 32

    3.1.3 Kendala Pemasaran ........................................................................... 34

    3.2 Aspek Produksi ........................................................................................... 34

    3.2.1 Lokasi Produksi ................................................................................. 34

    3.2.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan ......................................................... 34

    3.2.3 Proses Produksi ................................................................................. 35

    3.3 Dampak Industri Pengasapan Ikan ............................................................... 38

    3.3.1 Dampak Ekonomi .............................................................................. 38

    3.3.2 Dampak Lingkungan ......................................................................... 39

    BAB IV. PENGELOLAAN LINGKUNGAN ................................................. 41

    4.1 Alternatif Produksi Bersih ........................................................................... 42

    4.2 Pengelolaan Limbah Padat, Cair dan Gas (Asap/Debu) ............................... 45

    4.2.1 Limbah Padat .................................................................................... 46

    4.2.2 Limbah Cair ...................................................................................... 47

  • ix

    Halaman

    4.2.3 Limbah Gas (Asap/Debu) .................................................................. 51

    4.3 Penerapan Sanitasi Lingkungan Industri ...................................................... 52

    BAB V. PEMANTAUAN LINGKUNGAN .................................................... 54

    5.1 Cara Uji pH ................................................................................................. 54

    5.1.1 Prinsip ............................................................................................... 54

    5.1.2 Bahan ................................................................................................ 54

    5.1.3 Peralatan ........................................................................................... 55

    5.1.4 Persiapan Pengujian .......................................................................... 55

    5.1.5 Prosedur ............................................................................................ 55

    5.2 Cara Uji Minyak dan Lemak ....................................................................... 55

    5.2.1 Prinsip ............................................................................................... 55

    5.2.2 Prosedur ............................................................................................ 56

    5.2.3 Perhitungan ....................................................................................... 57

    5.3 Cara Uji Total Suspended Solid (TSS) ......................................................... 57

    5.3.1 Prinsip ............................................................................................... 57

    5.3.2 Bahan ................................................................................................ 57

    5.3.3 Peralatan ........................................................................................... 58

    5.3.4 Persiapan dan Pengawetan Contoh Uji ............................................... 58

    5.3.5 Persiapan Pengujian .......................................................................... 59

    5.3.6 Prosedur ............................................................................................ 59

    5.3.7 Perhitungan ....................................................................................... 60

    5.4 Cara Uji Biochemical Oxygen Demand (BOD) ............................................ 60

    5.4.1 Prinsip ............................................................................................... 60

    5.4.2 Bahan ................................................................................................ 60

    5.4.3 Peralatan ........................................................................................... 61

    5.4.4 Prosedur ........................................................................................... 61

    5.4.5 Perhitungan Nilai BOD5 .................................................................... 64

    BAB VI. PENUTUP ........................................................................................ 65

    6.1 Simpulan ..................................................................................................... 65

    6.2 Saran ........................................................................................................... 65

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 66

    LAMPIRAN ..................................................................................................... 68

  • x

    DAFTAR TABEL

    Nomor Halaman

    1. Kebutuhan Manusia Akan Daging Ikan ................................................. 8

    2. Komposisi Kimia Daging Ikan ............................................................... 8

    3. Persyaratan Mutu Ikan Segar ................................................................. 9

    4. Ciri-ciri Ikan Segar dan Busuk .............................................................. 9

    5. Beberapa Perbedaan Pengasapan Dingin (Cold Smoking) dan Pengasapan Panas (Hot Smoking) .................................................... 12

    6. Standar Mutu Ikan Asap ........................................................................ 17

    7. Baku Mutu Limbah Cair Industri Pengolahan Ikan ................................ 18

    8. Peralatan yang Digunakan Untuk Pengolahan Ikan Asap ....................... 35

    9. Permasalahan Lingkungan Pada Industri Pengasapan Ikan .................... 40

    10. Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Pengasapan Ikan .................... 42

    11. Beban Pencemar Industri Pengasapan Ikan .............................................. 48

    12. Penerapan Sanitasi Industri Pengasapan Ikan ........................................ 52

    13. Suhu Penyimpanan Contoh Uji BOD .................................................... 62

    14. Jumlah Contoh Uji BOD dan Faktor Pengencerannya ........................... 63

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Halaman

    1. Tempat Pencucian Ikan ......................................................................... 36

    2. Tempat Pembersihan Ikan ..................................................................... 36

    3. Tempat Pengasapan Ikan ....................................................................... 37

    4. Limbah Padat Hasi Produksi ................................................................. 46

    5. Saluran Pembuangan Limbah Cair ........................................................ 48

    6. Asap dari Cerobong .............................................................................. 51

  • xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Halaman

    1. Diagram Alir Proses Pembuatan Ikan Asap ........................................... 69

    2. Pengolahan Limbah Padat Industri Pengasapan Ikan .............................. 70

    3. Perhitungan Dimensi IPAL Industri Pengasan Ikan ................................ 71

    4. Perhitungan Efisiensi Pengolahan Limbah Cair Industri Pengasapan Ikan........................................................................ 73

    5. Rancangan Tempat Pengolahan Limbah Cair ......................................... 74

  • 1

    BAB I. PENDAHULUAN

    Industri merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam

    pembangunan dibidang ekonomi. Peran tersebut mendorong industri untuk dapat

    mengembangkan pembangunan secara seimbang dan terpadu dengan cara

    meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif dan mendayagunakan secara

    optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia. Dampak dari

    pembangunan yang semakin meningkat adalah pencemaran yang merusak

    lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi

    penunjang kehidupan menjadi rusak.

    Kabupaten Serang merupakan salah satu wilayah yang terletak di Provinsi

    Banten dengan luas wilayah sebesar 1.724,09 Km2 (DISDUKCAPIL KAB.

    SERANG, 2011). Kabupaten Serang memiliki potensi daerah dari sektor industri,

    perkebunan, pertanian dan perikanan. Potensi unggulan daerah terutama dari

    sektor industri, baik kecil maupun besar serta dari perikanan. Industri besar yang

    ada antara lain: industri kertas, sepatu, kabel, dan baja. Sedangkan untuk industri

    kecil yaitu industri kerajinan tangan, makanan, gerabah, emping melinjo dan

    pengolahan ikan.

    Jenis industri yang memiliki peluang cukup besar di Kabupaten Serang

    adalah industri pengasapan ikan. Sektor perikanan laut di Indonesia baru

    dimanfaatkan sekitar 59% dari total kekayaan yang ada yaitu sekitar 6,7 juta

    ton/tahun (DIREKTORAT KREDIT, BPR DAN UMKM, 2009). Hal ini

    membuktikan bahwa pengembangan perikanan ke arah industri memiliki peluang

    yang cukup besar.

    Pengasapan ikan merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk

    mengawetkan dan memberi warna, aroma dan cita rasa yang khas. Proses

    pengasapan bisa menghentikan aktivitas mikroba pembusuk dan enzim perusak

    dalam daging ikan sehingga proses pembusukan dapat dicegah. Teknik

    pengasapan sendiri pada prinsipnya merupakan proses penarikan air oleh berbagai

    senyawa yang berasal dari asap (MASITHOH, 2008).

  • 2

    Industri pengasapan ikan umumnya adalah industri skala kecil dengan

    kapasitas produksi dan tenaga kerja yang terbatas serta teknologi yang digunakan

    masih sederhana. Masalah yang sering timbul pada industri kecil adalah sisa

    bahan dari proses produksi yang tidak diolah sehingga menjadi salah satu faktor

    pencemar yang dapat merusak lingkungan.

    Pada industri pengasapan ikan, limbah yang dihasilkan berupa limbah padat,

    cair dan gas (asap/debu) yang merupakan hasil dari proses pengolahan ikan

    tersebut. Limbah padat yang dihasilkan berupa sisik, potongan bagian yang tidak

    dibutuhkan, dan isi perut (jeroan). Sedangkan untuk limbah cair yaitu air

    pencucian dan darah. Selain itu dampak yang dihasilkan dari proses pengasapan

    adalah asap dan timbulnya bau. Pada umumnya industri kecil tidak mengolah

    limbah tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan. Hal ini

    dikarenakan kurangnya pengetahuan yang mengakibatkan sulitnya mengubah

    perilaku para pelaku industri. Pencemaran lingkungan akibat sisa dari proses

    produksi yang dilakukan harus ditanggulangi secara berkelanjutan. Oleh karena

    itu pengelolaan dan pemantauan lingkungan industri diharapkan dapat diterapkan

    sehingga mampu menjadi alat penyeimbang antara pertumbuhan ekonomi dan

    kelestarian lingkungan hidup.

    Tujuan dari pengelolaan dan pemantauan lingkungan industri pengasapan

    ikan adalah untuk menciptakan lingkungan kerja yang bersih serta ramah

    lingkungan. Tujuan tersebut dapat diterapkan melalui metode kerja yang sesuai

    dengan prinsip produksi bersih, penerapan sanitasi lingkungan industri serta

    dilakukannya pengelolaan limbah cair, padat dan gas secara optimal. Selain itu,

    pengelolaan dan pemantauan lingkungan industri pengasapan ikan juga bertujuan

    untuk menjadikan industri pengasapan ikan salah satu usaha yang dapat

    menghasilkan suatu produk yang aman dan sehat untuk dikonsumsi.

  • 3

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Industri Kecil

    2.1.1 Definisi Industri

    Menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian, yang

    dimaksud dengan industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,

    bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan

    nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun

    dan perekayasaan industri (DITJEN IKM KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

    RI, 2009).

    2.1.2 Definisi Industri Kecil

    Industri kecil adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang

    industri dengan nilai investasi paling banyak Rp. 500 juta tidak termasuk nilai

    tanah dan bangunan tempat usaha (DITJEN IKM KEMENTERIAN

    PERINDUSTRIAN RI, 2009). Industri kecil menurut Undang-Undang No. 9

    tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki

    hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih,

    tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta.

    2.1.3 Kriteria Industri Kecil

    1. Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan

    operasi.

    2. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap

    sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan

    tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.

    3. Rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal

    sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari

    modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat,

    pedagang perantara, bahkan rentenir.

    4. Sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dimilikinya status

    hukum.

  • 4

    2.1.4 Manfaat Industri Kecil

    1. IKRT (industri kecil rumah tangga) menyerap banyak tenaga kerja.

    2. Kecenderungan menyerap banyak tenaga kerja umumnya membuat

    banyak IKRT juga intensif dalam menggunakan sumber daya alam lokal.

    3. Lokasinya banyak di pedesaan, sehingga pertumbuhan IKRT akan

    menimbulkan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja,

    pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi

    pendapatan, dan pembangunan ekonomi di pedesaan.

    2.2. Ikan Bandeng

    Bandeng adalah jenis ikan konsumsi yang tidak asing bagi masyarakat.

    Bandeng merupakan hasil tambak, dimana budidaya hewan ini mula-mula

    merupakan pekerjaan sampingan bagi nelayan yang tidak dapat pergi melaut.

    Itulah sebabnya secara tradisional tambak terletak di tepi pantai. Bandeng

    merupakan hewan air yang dapat hidup di air tawar, air asin maupun air payau.

    Selain itu bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya

    menyerang hewan air. Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih

    dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana dengan tingkat produktivitas

    yang relatif rendah. Jika dikelola dengan sistem yang lebih intensif produktivitas

    bandeng dapat ditingkatkan hingga 3 kali lipatnya.

    Ikan bandeng adalah sumber protein yang sehat sebab bandeng adalah

    sumber protein yang tidak mengandung kolesterol. Bandeng presto, bandeng asap,

    otak-otak adalah beberapa produk bandeng olahan yang dapat dijumpai dengan

    mudah di supermarket. Selama sepuluh tahun terakhir permintaan bandeng

    meningkat dengan 6,33% rata-rata per tahun, tetapi produksi hanya meningkat

    dengan 3,82%.

    2.3 Ikan Sebagai Bahan Mentah

    Ikan merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan

    mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia serta

    memiliki jaringan pengikat yang sedikit sehingga bisa dengan mudah dicerna oleh

    tubuh manusia. Hasil-hasil perikanan merupakan sumber daya alam yang sangat

  • 5

    besar manfaatnya untuk kehidupan manusia. Manfaat tersebut diantaranya sebagai

    sumber energi, membantu pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, memperkuat

    daya tahan tubuh serta memperlancar proses fisiologis dalam tubuh.

    Menurut ADAWYAH (2008) kelebihan dan kekurangan produk perikanan

    dibanding dengan produk hewani lainnya adalah sebagai berikut:

    1. Kandungan protein yang cukup tinggi (20%) dalam tubuh ikan tersusun oleh

    asam-asam amoino yang berpola mendekati pola kebutuhan asam amino

    dalam tubuh manusia.

    2. Daging ikan mudah dicerna oleh tubuh karena mengandung sedikit tenunan

    pengikat (tendon).

    3. Daging-daging ikan mengandung asam-asam lemak tak jenuh dengan kadar

    kolesterol sangat rendah yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

    Disamping itu, ikan juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu:

    1. Kandungan air yang tinggi (80%), pH tubuh ikan yang mendekati netral,

    dan daging ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis

    menyebabkan daging sangat lunak, sehingga menjadi media yang baik

    untuk pertumbuhan bakteri pembusuk.

    2. Kandungan asam lemak tak jenuh mengakibatkan daging ikan mudah

    mengalami proses oksidasi sehingga menyebabkan bau tengik.

    2.3.1 Struktur Tubuh Ikan

    Pada umumnya ikan mempunyai bentuk yang simetris kecuali untuk ikan

    sebelah. Tubuh ikan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala mulai dari bagian

    dari ujung mulut sampai akhir tutup insang. Badan, akhir tutup insang sampai

    pangkal sirip anal, dan dari sirip anal sampai ujung ekor disebut bagian ekor. Ikan

    memiliki beberapa sirip, yaitu sirip pektoral atau sirip dada, sepasang sirip ventral

    atau sirip perut, sirip dorsal atau sirip punggung, sirip anal atau sirip dubur, dan

    sirip ekor.

    Permukaan ikan terbungkus kulit yang bersisik atau semacam duri yang

    bersusun. Kulit ikan tersebut membungkus daging yang didukung oleh sisitem

    tulang. Pada bagian dalam tubuh terdapat organ yang menjalankan berbagai

    fungsi fisiologis, seperti pencernaan, perkembangbiakan, jantung, empedu, dan

  • 6

    gelembung renang. Jaringan daging ikan terdapat pada kepala, badan dan ekor

    tetapi sebagian besar pada bagian badan terdiri dari dua jaringan perut, dua

    jaringan punggung, dan empat longitudinal. Sel atau jaringan daging utama yang

    merupakan unsur dasar fungsional dan morfologi memiliki struktur yang

    kompleks.

    Permukaan tubuh ikan dibungkus selaput tipis, sarcolemma yang

    mengandung myofibril yang mengandung protein penggerak, yaitu aktin dan

    myosin, serta sarkoplasma. Bagian sarkloplasma mengandung mitokondria dan

    mikrosoma yang memiliki enzim untuk pernapasan, sintesis protein, menyimpan

    glikogen, lemak, dan lain-lain (ADAWYAH, 2008).

    2.3.2 Sifat Fisik Ikan

    Ada beberapa bentuk tubuh ikan yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan

    dalam melakukan pengolahan hasil perikanan, yaitu sebagai berikut:

    1. Bentuk torpedo, mirip dengan bentuk peluru torpedo pada kapal selam,

    silindris, melancip dibagian ujung tubuh, misalnya ikan tuna, tenggiri, dan

    lemuru.

    2. Bentuk panah, pipih memanjang dengan sirip dubur dan sirip punggung

    saling bersebrangan, misalnya ikan layur.

    3. Bentuk pipih, baik vertikal biasanya ikan sebelah atau horizontal misalnya

    ikan pari.

    4. Bentuk mirip ular, bulat, dan sangat panjang misalnya belut dan sidat.

    Di dalam industri perikanan, ukuran ikan biasanya diukur dari ujung mulut

    sampai pangkal ekor, tetapi kadang-kadang ikan diukur panjang keseluruhan

    (overall) sampai ujung ekor. Ikan yang berumur lebih tua terkadang ukurannya

    lebih panjang dan gemuk. Pada umur yang sama, ukuran ikan betina biasanya jauh

    lebih besar dibandingkan ikan jantan. Pada saat matang telur, ikan mengalami

    penambahan berat dan volume. Setelah bertelur, ikan akan mengalami penurunan

    berat badan (ADAWYAH, 2008).

  • 7

    2.3.3 Struktur Daging Ikan

    Daging ikan dibagi menjadi tiga tipe, yaitu daging yang bergaris

    melintang/lurik, daging yang polos, dan otot jantung. Daging ikan hampir

    seluruhnya terdiri dari daging bergaris melintang yang dibentuk oleh serabut-

    serabut daging. Daging ikan bergaris melintang menurut warnanya, dikenal

    dengan dua jenis daging, yaitu daging ikan putih dan merah.

    Warna merah pada daging ikan disebabkan adanya gurat sisi (paternal line)

    yang padat saraf. Saraf itu dilapisi dengan lemak dan dialiri pembuluh-pembuluh

    darah. Bagian tersebut banyak mengandung lemak dan mioglobin. Perbedaan

    warna pada daging ikan disebabkan adanya kandungan pigmen daging atau yang

    dikenal dengan mioglobin.

    Ikan dapat mengandung kedua jenis warna daging tersebut yang proporsinya

    bergantung dari jenis ikannya. Ikan dengan banyak bagian daging yang berwarna

    putih disebut ikan berdaging putih, daging ikan disebut berwarna merah apabila

    proporsi daging merah lebih banyak dari pada daging putih. Daging yang

    berwarna merah hanya terdapat dibagian samping dari tubuh ikan di bawah kulit,

    sedangkan daging yang berwarna putih terdapat hampir di semua bagian tubuh

    ikan (ADAWYAH, 2008).

    2.4 Komposisi Kimia Ikan

    Sejak beberapa abad yang lalu, manusia telah memafaatkan ikan sebagai

    salah satu bahan pangan yang banyak mengandung protein 18-30%. Protein ikan

    sangat diperlukan karena mengandung asam amino esensial, nilai biologisnya

    tinggi (90%), lebih murah dibandingkan dengan sumber protein yang lain, dan

    mudah dicerna. Selain kandungan protein, ikan juga mengandung lemak yang

    bersifat tak jenuh, vitamin, mineral, dan jaringan pengikatnya sedikit sehingga

    mudah dicerna.

    Ikan adalah hewan yang memiliki nilai biologis tinggi. Berdasarkan hasil

    penelitian, daging ikan mempunyai nilai biologis sebesar 90%. Nilai biologis

    adalah perbandingan antara jumlah protein yang dapat diserap dengan jumlah

    protein yang dikeluarkan oleh tubuh. Artinya, apabila berat daging ikan yang

  • 8

    dimakan 100 g, jumlah protein yang akan diserap oleh tubuh lebih kurang 90%,

    dan hanya 10% yang terbuang (ADAWYAH, 2008).

    Secara umum kebutuhan manusia akan daging ikan berbeda-beda sesuai

    dengan keadaan atau kondisi konsumen. Kebutuhan manusia akan daging ikan

    dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Kebutuhan Manusia Akan Daging Ikan

    No Keadaan Manusia

    Tingkat Kebutuhan

    Protein Daging Ikan

    (gram/orang/hari)

    1. Anak-anak 25-40 125-200

    2. Laki-laki dewasa 50-60 250-325

    3. Wanita dewasa 50-55 250-275

    4. Wanita hamil 60-75 300-375

    5. Wanita menyusui 75-80 375-400

    Sumber : Adawyah, 2008

    Berdasarkan hasil penelitian, daging ikan memiliki komposisi kimia seperti

    terlihat pada tebel berikut.

    Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Ikan

    Komposisi Jumlah Kandungan (%)

    Air

    Protein

    Lemak

    Karbohidrat

    Vitamin & Mineral

    60-84

    18-30

    0,1-0,2

    0,0-1,0

    Sisanya

    Sumber : Suhartini, 2005

    Ikan lebih dianjurkan untuk dikonsumsi dibandingkan daging hewan lainnya

    terutama bagi yang menderita kelebihan kolesterol dan gangguan tekanan darah

    ataupun jantung. Namun, ikan segar mudah sekali menjadi busuk. Setelah

    ditangkap, ikan akan mengalami kekakuan kemudian diikuti oleh proses

    pembusukan. Ikan yang telah busuk tidak baik untuk dikonsumsi karena

    mengandung bakteri yang dapat membahayakan kesehatan.

  • 9

    Kesegaran ikan memegang peranan penting dalam menentukan mutu

    produk hasil olahan ikan. Ada persyaratan khusus untuk bahan baku ikan yang

    akan diolah sebagai bahan pangan. Persyaratan bahan baku ikan secara

    organoleptik dan mikrobilogi dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Persyaratan Mutu Ikan Segar

    Jenis Uji Satuan Persyaratan

    a. Organoleptik Angka (1-9) 7

    b. Cemaran Mikroba*:

    ALT

    Escherchia coli

    Salmonella

    Vibrio Cholerae

    Koloni/g

    APM/g

    APM/25g

    APM/25g

    Maksimal 5,0 x 105

    Maksimal < 2

    Negatif

    Negatif

    c. Cemaran Kimia*:

    Raksa (Hg)

    Timbal (Pb)

    Histamin

    Cadmium (Cd)

    mg/kg

    mg/kg

    mg/kg

    mg/kg

    Maksimal 0,5

    Maksimal 0,4

    Maksimal 100

    Maksimal 0,1

    d. Parasit* Ekor Maksimal 0

    *) Bila diperlukan

    ALT: Angka Lempeng Total

    Uji Organoleptik meliputi: Penampakan, bau dan tekstur

    Sumber: SNI 01-2729.1-2006

    Kesegaran ikan tidak dapat ditingkatkan, tetapi hanya dapat dipertahankan.

    Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui perubahan-perubahan yang

    terjadi setelah ikan mati. Tindakan penanganan yang baik dapat dilakukan dalam

    upaya mempertahankan kesegaran ikan sehingga dapat digunakan sebagai bahan

    baku ikan asap. Ciri-ciri ikan segar dan ikan busuk dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tabel 4. Ciri-ciri Ikan Segar dan Busuk

    Parameter Ikan Segar Ikan Busuk

    Mata

    Pupil hitam menonjol dengan

    kornea jernih, bola mata

    cembung dan cemerlang atau

    cerah.

    Pupil mata kelabu tetutup lendir

    seperti putih susu, bola mata

    cekung dan keruh.

    Insang

    Warna merah cemerlang atau

    merah tua tanpa adanya

    lendir, tidak tercium bau yang

    menyimpang (off odor).

    Warna merah cokelat sampai

    keabu-abuan, bau menyengat,

    lendir tebal.

    Tekstur

    daging

    Elastis dan jika ditekan tidak

    ada bekas jari, serta padat

    atau kompak.

    Daging kehilangan elastisitasnya

    atau lunak dan jika ditekan maka

    ada bekas jari.

  • 10

    Tabel 4. (Lanjutan)

    Parameter Ikan Segar Ikan Busuk

    Keadaan

    kulit dan

    lendir

    Warnanya sesuai dengan

    aslinya dan cemerlang, lendir

    dipermukaan jernih dan

    transparan serta baunya segar

    khas menurut jenisnya.

    Warnanya sudah pudar dan

    memucat, lendir tebal dan

    menggumpal serta lengket,

    warnanya berubah seperti putih

    susu.

    Keadaan

    perut dan

    sayatan

    daging

    Perut tidak pecah masih utuh

    dan warna sayatan daging

    cemerlang serta jika ikan

    dibelah daging melekat kuat

    pada tulang terutama

    rusuknya.

    Perut sobek, warna sayatan

    kurang cemerlang dan terdapat

    warna merah sepanjang tulang

    belakang serta jika dibelah

    daging mudah lepas.

    Bau

    Spesifik menurut jenisnya,

    dan segar seperti bau rumput

    laut.

    Bau menusuk seperti asam asetat

    dan lama kelamaan berubah

    menjadi bau busuk yang

    menusuk hidung.

    Sumber : Junianto, 2003

    2.5 Pengasapan Ikan

    2.5.1 Prinsip Pengasapan

    Tujuan pengasapan ikan, pertama untuk mendapatkan daya awet yang

    dihasilkan asap. Tujuan kedua untuk memberikan aroma yang khas tanpa

    memperhatikan kemampuan daya awetnya.

    Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan

    memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia

    alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan

    terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan

    panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air

    yang ada dipermukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas

    pada produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan (ADAWYAH,

    2008).

    2.5.2 Tujuan Pengasapan

    Ikan asap sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Umumnya orang

    mengawetkan daging dan ikan dengan cara dikeringkan dibawah terik matahari.

    Namun, pada musim hujan dan musim dingin orang mengeringkannya dengan

    bantuan api sehingga pengaruh asap pun tidak dapat dihindarkan.

  • 11

    Pengasapan yang dihasilkan dari pembakaran kayu menyebabkan terjadinya

    proses pengeringan. Selain akibat panas, proses pengeringan terjadi karena adanya

    proses penarikan air dari jaringan tubuh ikan oleh penyerapan berbagai senyawa

    kimia yang berasal dari asap.

    Pengasapan ikan merupakan cara pengawetan ikan dengan menggunakan

    asap yang berasal dari pembakaran kayu atau bahan organik lainnya. Pengasapan

    ikan dilakukan dengan tujuan (ADAWYAH, 2008):

    a. Untuk mengawetkan ikan dengan memanfaatkan bahan-bahan alam

    b. Untuk memberi rasa dan aroma yang khas

    2.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengasapan

    Faktor yang mempengaruhi proses pengasapan diantaranya suhu

    pengasapan. Agar penempelan dan pelarutan asap berjalan efektif, suhu awal

    pengasapan sebaiknya rendah. Jika pengasapan langsung dilakukan pada suhu

    tinggi, maka lapisan air pada permukaan tubuh ikan akan cepat menguap dan

    daging ikan cepat matang sehingga akan menghambat proses penempelan asap.

    Setelah warna dan aroma terbentuk dengan baik, suhu pengasapan dapat dinaikan

    untuk membantu proses pengeringan dan pematangan ikan.

    Faktor lain yang mempengaruhi pengasapan adalah kelembaban udara, jenis

    kayu, jumlah asap, dan kecepatan aliran asap didalam alat pengasap. Faktor

    tersebut akan mempengaruhi banyaknya asap yang kontak dan menempel pada

    ikan (ADAWYAH, 2008).

    2.5.4 Jenis-jenis Pengasapan

    Ada dua jenis pengasapan yaitu pengasapan dingin (cold smoking) dan

    pengasapan panas (hot smoking), semuanya bergantung jumlah panas yang

    dibutuhkan. Perbedaan antara pengasapan dingin dengan pengasapan panas dapat

    dilihat pada Tabel 5.

  • 12

    Tabel 5. Beberapa Perbedaan Pengasapan Dingin (Cold Smoking) dan Pengasapan

    Panas (Hot Smoking)

    Jenis Pengasapan Temperatur Waktu Daya Awet

    Pengasapan dingin

    (cold smoking)

    40-50 0C 1-2 minggu 2-3 minggu sampai

    beberapa bulan

    Pengasapan panas

    (hot smoking)

    70-100 0C Beberapa jam Beberapa hari

    Sumber : Adawyah, 2008

    Suhu yang digunakan untuk pengasapan panas (hot smoking) cukup tinggi

    sehingga daging ikan menjadi matang. Daya awet ikan yang didapat melalui

    pengasapan panas dipengaruhi oleh garam, asap, dan panas. Sedangkan pada ikan

    dengan pengasapan dingin (cold smoking) dipengaruhi oleh garam, asam, dan

    pengeringan. Pengeringan tersebut akan terjadi akibat aliran asap dalam jangka

    waktu yang lama. Hal ini sangat penting karena daya awet yang ditimbulkan oleh

    asap dan garam tidak mencukupi. Pengasapan yang terlalu lama dan pemakaian

    asap yang terlalu panas akan menghilangkan kelezatan ikan karena terlalu banyak

    air yang hilang (ADAWYAH, 2008).

    Proses pengasapan dapat berlangsung melalui beberapa tahap. Tahap

    pertama yaitu penggaraman. Penggaraman dilakukan dengan jumlah garam yang

    bervariasi, bergantung pada tujuan. Tahap kedua yaitu pencucian ikan. Tahap ini

    bertujuan untuk mengurangi kadar garam pada kulit dan menghilangkan kristai-

    kristal garam pada permukaan daging ikan. Tahap selanjutnya, ikan digantung

    ditempat yang kering dan teduh selama 1-2 jam. Apabila memungkinkan, di

    tempat terbuka yang tertutup angin. Hal ini bertujuan untuk mengeringkan bagian

    permukaan ikan hingga terbentuk pellicle, yaitu permukaan ikan yang licin dan

    elastis, terutama ikan-ikan yang tidak bersisik. Alat penggantung ikan yang

    dipakai dalam pengeringan tersebut biasanya penggantung ikan yang dipakai pada

    proses pengasapan. Timbulnya pellicle mempercepat penempelan partikel-partikel

    asap pada ikan (ADAWYAH, 2008).

  • 13

    2.5.4.1 Pengasapan Dingin (Cold Smoking)

    Pengasapan dingin (cold smoking) merupakan cara pengasapan pada suhu

    rendah, yaitu pada suhu 40-500C. Waktu pengasapan dapat mencapai 1-2 minggu.

    Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau

    protein didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya, ikan asap yang dihasilkan

    masih tergolong setengah masak sehingga sebelum ikan asap dikonsumsi masih

    perlu diolah kembali menjadi produk yang siap untuk dikonsumsi (ADAWYAH,

    2008).

    2.5.4.2 Pengasapan Panas (Hot Smoking)

    Pengasapan panas (hot smoking) adalah pengasapan ikan yang

    menggunakan suhu yang cukup tinggi, yaitu 70-1000C. Waktu pengasapan lebih

    singkat, yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam, hal ini dikarenakan

    tingginya suhu pengasapan sehingga daging ikan hasil pengasapan pun menjadi

    masak dan dapat langsung dikonsumsi tanpa perlu diolah terlebih dahulu.

    Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif

    sehingga dapat mencegah pembusukan. Proses pengawetan tersebut juga

    dikarenakan adanya asap. Jika suhu yang digunakan 30-500C maka disebut

    pengasapan panas dengan suhu rendah dan jika 50-900C, maka disebut

    pengasapan panas pada suhu tinggi (ADAWYAH, 2008).

    2.5.5 Proses-proses Pada Pengasapan yang Mempunyai Efek Pengawetan

    Pada pengasapan terdapat beberapa proses yang mempunyai efek

    pengawetan, yaitu : penggaraman, pengeringan, pemanasan dan pengasapannya

    sendiri.

    2.5.5.1 Penggaraman

    Proses penggaraman dilakukan sebelum ikan diasapi, penggaraman dapat

    dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara penggaraman kering (dry salting)

    dan penggaraman basah atau larutan (brine salting). Penggaraman menyebabkan

    daging ikan menjadi lebih kompak, karena garam menarik air dan

    menggumpalkan protein dalam daging ikan. Pada konsentrasi tertentu, garam

  • 14

    dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Disamping itu garam juga menyebabkan

    daging ikan menjadi enak.

    2.5.5.2 Pengeringan

    Ikan yang sudah digarami dan ditiriskan dimasukkan ke dalam kamar asap

    yang berisi asap panas hasil pembakaran. Pemanasan secara tidak langsung

    menyebabkan terjadinya penguapan air pada daging ikan, sehingga permukaan air

    dan dagingnya mengalami pengeringan. Hal ini akan memberikan efek

    pengawetan karena bakteri-bakteri pembusuk lebih aktif pada produk-produk

    berair. Oleh karena itu, proses pengeringan mempunyai peranan yang sangat

    penting dan ketahanan mutu produk bergantung kepada banyaknya air yang

    diuapkan.

    2.5.5.3 Pemanasan

    Ikan dapat diasapi dengan pengasapan panas atau dengan pengasapan

    dingin. Pada pengasapan dingin panas yang timbul karena asap tidak begitu tinggi

    efek pengawetannya hampir tidak ada. Daya awet ikan dapat ditingkatkan dengan

    cara memperpanjang waktu pengasapan. Pada pengasapan panas karena jarak

    antara sumber api (asap) dengan ikan biasanya dekat, maka suhunya lebih tinggi

    sehingga ikan menjadi masak. Suhu yang tinggi dapat menghentikan aktifitas

    enzim-enzim yang tidak diinginkan, menggumpalkan protein ikan dan

    menguapkan sebagian air dari dalam jaringan daging ikan. Jadi selain diasapi ikan

    juga terpanggang sehingga dapat langsung dimakan.

    2.5.5.4 Pengasapan

    Tujuan dari pengasapan adalah untuk mengawetkan dan member warna dan

    rasa spesifik pada ikan. Sebenarnya asap sendiri daya pengawetnya sangat terbatas

    (bergantung kepada lama dan ketebalan asap), sehingga agar ikan dapat tahan

    lama, pengasapan harus dikombinasikan dengan cara-cara pengawetan lainnya,

    misalnya dengan pemakaian zat-zat pengawet atau penyimpanan pada suhu

    rendah.

  • 15

    2.5.6 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Ikan Asap

    2.5.6.1 Bahan Mentah (Raw Material)

    Pengasapan tidak dapat menyembunyikan atau menutupi karakteristik-

    karakteristik dari ikan yang sudah rendah kualitasnya. Ikan asap yang bermutu

    baik harus menggunakan bahan mentah (ikan) yang masih segar. Selain segar

    faktor-faktor lainnya juga dapat menentukan mutu dari produk akhir, misalnya

    pengaruh musim dan kondisi ikan tersebut. Baru-baru ini telah ditemukan bahwa

    ikan asap yang dibuat dari ikan kurus yang baru bertelur mempunyai rupa dan

    rasa yang kurang enak bila dibandingkan dengan ikan asap yang dibuat dari ikan-

    ikan gemuk dan dalam kondisi yang sangat baik.

    2.5.6.2 Perlakuan-perlakuan Pendahuluan (Pre Treatments)

    Ada beberapa jenis ikan asap yang dibuat dari ikan utuh atau ikan yang

    sudah dipotong tanpa kepala. Jenis ikan asap yang lain ada dalam bentuk sayatan

    (fillet) atau dibelah dengan berbagai cara, masing-masing dengan karakteristik

    tertentu. Satu hal yang harus diingat yaitu cara apapun yang dilakukan ikan harus

    benar-benar dibersihkan sebelum dilakukan proses pengawetan yang sebenarnya.

    Perlakuan pendahuluan yang paling umum dilakukan ialah penggaraman.

    Pada umumnya penggaraman dilakukan dengan cara penggaraman basah atau

    larutan (brine salting). Untuk mendapatkan perlakuan yang seragam campuran air

    garam dan ikan harus sekali-sekali diaduk. Ikan asap yang bermutu baik dapat

    diperoleh dengan menggunakan larutan garam yang mempunyai kejenuhan antara

    70 80%. Larutan di atas 100% akan merusak produk yaitu dengan terbentuknya

    kristal-kristal garam di atas permukaan ikan. Sebaliknya bila menggunakan

    larutan garam yang kejenuhannya di bawah 50% akan menghasilkan ikan asap

    yang kurang baik mutunya.

    Karena banyaknya garam yang terserap oleh ikan yang merupakan hal yang

    sangat penting pada proses pengawetan, maka kepekatan garam dalam larutan

    harus selalu dikontrol. Seringkali penambahan garam ke dalam larutan garam

    dilakukan secara sembarangan saja tanpa mengguankan salinometer (alat untuk

    mengukur kepekatan garam). Sebaliknya setiap kelompok ikan (batch) harus

    menggunakan larutan garam baru dan wadah-wadah harus dibersihkan, yaitu

    untuk mencegah terjadinya pencemaran ikan oleh bakteri-bakteri dan kotoran-

  • 16

    kotoran yang berasal dari insang dan sisik ikan-ikan yang telah digarami

    sebelumnya. Efek lain yang dapat ditimbulkan oleh pemakaian larutan garam

    bekas ialah adanya protein ikan yang melarut dan ini akan membentuk gumpalan-

    gumpalan yang akan menempel pada ikan hingga menyebabkan rupa ikan tidak

    menarik lagi.

    2.5.6.3 Pengeringan Sebelum Pengasapan

    Setelah penggaraman dan pencucian dengan air tawar, lalu dilakukan tahap

    pengeringan yaitu untuk menghilangkan sebagian air sebelum proses pengasapan.

    Pengeringan atau penirisan dapat dilakukan dengan cara mengantung ikan di atas

    rak-rak pengering di udara yang terbuka. Hal ini dapat dilakukan pada kondisi

    iklim di mana kelembaban nisbi rendah. Akan tetapi bila iklim setempat

    mempunyai kelembaban yang tinggi hingga proses pengeringan menjadi sangat

    lambat, maka tahap pengeringan harus dilakukan dalam lemari pengering.

    Protein ikan yang larut dalam garam akan membentuk lapisan yang agak

    lengket dan setelah kering akan menyebabkan permukaan ikan menjadi

    mengkilap. Kilap ini merupakan salah satu kriteria yang diinginkan pada ikan

    asap yang bermutu baik. Kilap yang baik dapat diperoleh dengan menggunakan

    larutan garam yang mempunyai kejenuhan 70 80%, sedangkan kejenuhan yang

    lebih rendah akan mengakibatkan rupa yang agak suram.

    2.5.7 Standar Mutu Ikan Asap

    Ikan asap harus diolah dengan memperhatikan berbagai faktor yang dapat

    mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, seperti cemaran mikroba dan

    kandungan bahan kimia dalam produk. Mutu ikan asap yang dihasilkan harus

    memenuhi standar yang telah ditetapkan, yaitu harus sesuai dengan SNI 2725.1:

    2009. Standar mutu ikan asap dapat dilihat pada Tabel 6.

  • 17

    Tabel 6. Standar Mutu Ikan Asap

    Jenis Uji Satuan Persyaratan

    a. Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7

    b. Cemaran Mikroba

    ALT Koloni/g Maksimal 1,0 x 105

    Escherichia coli APM/g Maksimal < 3

    Salmonella per 25 gr Negatif

    Vibrio cholerae* per 25 gr Negatif

    Staphylococcus aureus* Koloni/g Maksimal 1,0 x 105

    c. Kimia*

    Kadar air % fraksi massa Maksimal 60

    Kadar Histamin mg/kg Maksimal 100

    Kadar Garam % fraksi massa Maksimal 4

    *) Bila diperlukan

    ALT: Angka Lempeng Total

    Uji Organoleptik meliputi: Penampakan, bau dan tekstur

    Sumber : SNI 2725.1: 2009b)

    2.5.8 Baku Mutu Lingkungan Industri Pengasapan Ikan

    Secara umum industri pengasapan ikan tidak melakukan pengolahan limbah

    yang dihasilkan, tetapi langsung membuang limbah tersebut ke badan air. Limbah

    tersebut mungkin digunakan sebagai bahan makanan oleh jenis ikan tertentu.

    Akan tetapi, limbah tersebut juga dapat menghambat pertumbuhan organisme air

    yang berada di sekitar saluran pembuangan limbah. Jika limbah terkumpul pada

    suatu lokasi, akan terjadi penurunan kandungan oksigen sehingga akan

    memusnakan kehidupan perairan, khususnya ikan. Oleh karena itu, pengolahan

    limbah harus dilakukan dengan mengacu pada baku mutu yang ada. Baku mutu

    industri pengolahan ikan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan

    Hidup No. 6 Tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 7.

  • 18

    Tabel 7. Baku Mutu Limbah Cair Industri Pengolahan Ikan

    Parame-

    ter

    Kegiatan Pembekuan Kegiatan Pengalengan Pembuatan

    Tepung Ikan

    Kadar

    (mg/L)

    Beban Pencemaran

    (kg/ton) Kadar

    (mg/L)

    Beban Pencemaran

    (kg/ton) Kadar

    (mg/L)

    Beban

    Pence-

    maran

    (kg/ton) Ikan Udang

    Lain-

    lain Ikan Udang

    Lain-

    lain

    pH 6-9

    TSS 100 1 3 1,5 100 1,5 3 2 100 1,2

    Sulfida - - - - 1 0,015 0,03 0,02 1 0,012

    Amonia 10 0,1 0,3 0,15 5 0,075 0,15 0,1 5 0,06

    Klor

    bebas 1 0,01 0,03 0,015 1 0,015 0,03 0,02 - -

    BOD 100 1 3 1,5 75 1,125 2,25 1,5 100 1,2

    COD 200 2 6 3 150 2,25 4,5 3 300 3,6

    Minyak

    Lemak 15 0,15 0,45 0,225 15 0,225 0,45 0,3 15 0,18

    Kuanti-

    tas Air

    Limbah

    10 30 15 15 30 20 12

    Limbah industri pangan dapat menimbulkan masalah dalam penangannya

    kerena mengandung sejumlah protein, lemak serta bahan-bahan kimia yang

    digunakan dalam pengolahan dan pembersihan. Pada umumnya, limbah industri

    pangan tidak membahayakan kesehatan manusia, karena tidak terlihat langsung

    dalam perpindahan penyakit. Akan tetapi kandungan bahan organiknya dapat

    bertindak sebagai sumber makanan untuk pertumbuhan mikroba. Pasokan

    makanan yang berlimpah akan mengakibatkan mikroorganisme berkembang biak

    dengan cepat.

    2.6 Pengendalian Pencemaran

    Setiap industri baik skala besar, menengah maupu kecil berkewajiban untuk

    mengendalikan dan menanggulangai pencemaran yang diakibatkan industrinya.

    Setiap limbah yang keluar dari perusahaannya adalah menjadi kewajiban

    pengusaha untuk mengelolanya agar limbah yang dihasilkan tidak sampai

    mencemari lingkungan. Limbah yang dihasilkan harus memenuhi kriteria baku

    mutu limbah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan peraturan

    yang berlaku. Untuk melaksanakan tujuan tersebut akhir-akhir ini diperkenalkan

  • 19

    penggunaan teknologi bersih (clean tecnologi) yang menggunakan prinsip-prinsip

    dasar:

    2.6.1 Produksi Bersih

    Produksi Bersih merupakan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat

    preventif, terpadu dan diterapkan secara terus menerus pada setiap kegiatan mulai

    dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk, dan jasa untuk

    meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam, mencegah terjadinya

    pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya

    sehingga dapat meminimalisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan

    manusia serta kerusakan lingkungan (KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP,

    2009). Produksi bersih (clean production) adalah salah satu pendekatan untuk

    merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan

    produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan,

    dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam

    kerangka siklus ekologis.

    Produksi bersih merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan

    pendekatan secara konseptual dan operasional terhadap proses produksi dan jasa,

    dengan meminimumkan dampak terhadap lingkungan dan manusia dari

    keseluruhan daur hidup produknya. Secara umum, tujuan dari penerapan produksi

    bersih adalah untuk mencapai efisiensi produk/jasa melalui upaya penghematan

    penggunaan materi dan energi serta memperbaiki kualitas lingkungan melalui

    upaya minimisasi limbah.

    2.6.1.1 Prinsip-prinsip Produksi Bersih

    Prinsip-prinsip dalam menerapkan produksi bersih dilingkungan industri

    adalah sebagai berikut :

    Dirancang secara komprehensif dan pada tahap sedini mungkin. Produksi

    bersih dipertimbangkan pada tahap sedini mungkin dalam pengembangan

    proyek-proyek baru atau pada saat mengkaji proses atau aktivitas yang

    sedang berlangsung.

    Bersifat proaktif, harus diprakarsai oleh industri dan kepentingan-

    kepentingan yang terkait.

  • 20

    Bersifat fleksibel, dapat mengakomodasi berbagai perubahan,

    perkembangan di bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, ilmu pengetahuan

    dan teknologi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat.

    Perbaikan yang berkelanjutan.

    2.5.1.2 Manfaat Penerapan Produksi Bersih

    Penerapan produksi bersih pada suatu industri akan memberikan manfaat

    bagi industri maupun bagi lingkungan, manfaat tersebut antara lain :

    Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui upaya

    minimisasi limbah, daur ulang, pengolahan dan pembuangan limbah yang

    aman.

    Mendukung prinsip pemeliharaan lingkungan dalam rangka pelaksanaan

    pembangunan berkelanjutan.

    Dalam jangka panjang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

    penerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi yang efisien.

    Mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi

    eksploitasi sumber daya alam melalui penerapan daur ulang limbah dari

    dalam proses yang akhirnya menuju pada upaya konservasi sumber daya

    alam untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

    Memberi peluang keuntungan ekonomi, sebab di dalam produksi bersih

    terdapat strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction

    and in process recycling), yaitu mencegah terbentuknya limbah secara dini,

    dengan demikian dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan

    untuk pengolahan dan pembuangan limbah atau upaya perbaikan

    lingkungan.

    Memperkuat daya saing produk di pasar global.

    Meningkatkan citra produsen dan meningkatkan kepercayaan konsumen

    terhadap produk yang dihasilkan.

    Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja.

  • 21

    2.6.2 Pengelolaan Lingkungan Kerja yang Baik (Good House Keeping)

    Pengelolaan lingkungan yang selama ini dilakukan selalu dianggap sebagai

    suatu pengelolaan yang memerlukan pengoperasian dan biaya yang mahal.

    Persepsi ini terkadang menyebabkan keengganan suatu kegiatan usaha untuk

    melakukan pengelolaan lingkungan, baik pada kegiatan usaha skala besar,

    menengah maupun kecil. Para pakar telah membuat suatu konsep pengelolaan

    lingkungan yang dilakukan secara bertahap, dimulai dari tahap yang paling

    sederhana dan murah. Tahap awal dalam pengelolaan lingkungan adalah melalui

    Good House Keeping (GHK) atau pengelolaan internal yang baik.

    Good House Keeping (GHK) merupakan serangkaian kegiatan yang pada

    prinsipnya ditujukan untuk mengamati hal-hal yang sederhana namun dalam

    pelaksanaannya tidak hanya didasarkan pada cara membersihkan lingkungan

    kerja. Selain itu, GHK juga memerlukan komitmen dari setiap bagian perusahaan

    untuk mengatur penggunaan bahan baku, energi dan air secara optimal, yang pada

    akhirnya akan meningkatkan produktifitas kerja dan upaya pencegahan

    pencemaran lingkungan. GHK berkaitan dengan sejumlah langkah praktis

    berdasarkan pertimbangan umum yang dapat dilaksanakan oleh suatu industri atas

    inisiatif sendiri untuk meningkatkan kinerja operasional, menyempurnakan

    prosedur pembelajaran dalam organisasi serta meningkatkan keselamatan dan

    kesehatan kerja (KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP, 2009).

    Melalui GHK suatu industri dapat menemukan adanya suatu permasalahan

    yang selama ini mungkin tidak disadari. Penerapan GHK dipandu oleh

    seperangkat daftar periksa yang memuat pertanyaan-pertanyaan untuk

    menemukan masalah yang mungkin ada serta penyebabnya. Jika masalah dan

    penyebabnya telah ditemukan, maka suatu industri dapat menemukan langkah

    perbaikan yang perlu dilakukan.

    2.6.3 Sanitasi Lingkungan Industri

    Cara memproduksi pangan yang baik merupakan salah satu faktor yang

    penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk

    pangan. Melalui penerapan produksi pangan yang baik, industri pangan dapat

    menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan.

  • 22

    Upaya yang harus dilakukan oleh suatu industri dalam menciptakan lingkungan

    industri yang sehat adalah demgan memperhatikan aspek sanitasi lingkungan

    industri. Sanitasi merupakan usaha-usaha pengawasan terhadap semua faktor yang

    ada dalam lingkungan fisik yang memberi pengaruh terhadap kesehatan fisik,

    mental dan kesejahteraan sosial.

    Pelaksanaan sanitasi pangan yang dilakukan secara berkelanjutan dan

    konsisten pada suatu industri akan memberikan keuntungan bagi industri tersebut.

    Melalui penerapan sanitasi, suatu industri dapat menghasilkan produk makanan

    yang aman, bermutu, bergizi, lingkungan kerja yang nyaman dan bersih, serta

    terjaminnya mutu makanan sehingga dapat memberi perlindungan bagi kesehatan

    konsumen.

    Aspek yang perlu diperhatikan dalam penerapan sanitasi lingkungan industri

    yaitu, lokasi, lingkungan, bangunan dan fasilitas industri, peralatan produksi,

    suplai air, fasilitas dan kegiatan sanitasi, pengendalian hama serta kesehatan dan

    higine karyawan.

    A. Lokasi

    1. Bebas pencemaran, semak belukar, dan genangan air.

    2. Bebas dari serangan hama, khususnya serangga dan binatang pengerat.

    3. Tidak berada di daerah sekitar tempat pembuangan sampah, baik sampah

    padat maupun sampah cair atau daerah penumpukan barang bekas, dan

    daerah kotor lainnya.

    4. Industri tidak berada di daerah pemukiman penduduk yang kumuh.

    B. Lingkungan

    Lingkungan harus selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-

    cara sebagai berikut :

    1. Sampah harus dibuang dan tidak menumpuk.

    2. Tempat sampah harus selalu tertutup.

    3. Jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi dengan

    baik.

    C. Bangunan dan Fasilitas Produksi

    Bangunan dan fasilitas produksi dapat menjamin bahwa produk selama

    dalam proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia, serta

  • 23

    mudah dibersihkan. Hal yang harus diperhatikan oleh pengusaha terhadap kondisi

    bangunan industri antara lain:

    1. Disain dan Tata Letak :

    Ruang produksi seharusnya cukup luas dan mudah dibersihkan.

    2. Lantai :

    a. Lantai seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, tetapi tidak licin,

    kuat, mudah dibersihkan, dan dibuat miring untuk memudahkan aliran air.

    b. Lantai harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran

    lainnya.

    3. Dinding :

    a. Dinding seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna

    terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, kuat dan mudah dibersihkan.

    b. Dinding harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran

    lainnya.

    4. Langit-langit :

    a. Konstruksi langit-langit seharusnya didisain dengan baik untuk mencegah

    penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya hama

    serta terbuat dari bahan tahan lama dan mudah dibersihkan.

    b. Langit-langit harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, sarang laba-laba

    dan kotoran lainnya.

    5. Pintu, Jendela dan Lubang Angin :

    a. Pintu dan jendela seharusnya dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah

    pecah, rata, halus, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.

    b. Pintu, jendela dan lubang angin seharusnya dilengkapi dengan kawat kasa

    yang dapat dilepas untuk memudahkan perawatan dan pembersihan.

    c. Pintu seharusnya didesain membuka ke luar/ ke samping sehingga debu atau

    kotoran lain tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam ruang pengolahan.

    d. Pintu seharusnya dapat ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan

    tertutup.

    e. Lubang angin harus cukup sehingga udara segar selalu mengalir di ruang

    produksi.

    f. Lubang angin harus selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu, dan tidak

    dipenuhi sarang laba-laba.

  • 24

    6. Kelengkapan Ruang Produksi :

    a. Ruang produksi seharusnya cukup terang sehingga karyawan dapat

    mengerjakan tugasnya dengan teliti.

    b. Di ruang produksi seharusnya ada tempat untuk mencuci tangan yang selalu

    dalam keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya.

    c. Di ruang produksi harus tersedia perlengkapan Pertolongan Pertama Pada

    Kecelakaan (P3K).

    7. Tempat Penyimpanan :

    a. Tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu dan bahan tambahan

    pangan (BTP) seharusnya terpisah dengan produk akhir.

    b. Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahan-bahan

    bukan pangan seperti bahan pencuci, pelumas, dan oil.

    c. Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti

    serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung, atau mikroba dan ada

    sirkulasi udara.

    D. Peralatan Produksi

    Tata letak kelengkapan ruang produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi

    silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan seharusnya di

    desain, dikonstruksi dan diletakkan dengan baik untuk menjamin mutu dan

    keamanan produk yang dihasilkan.

    Hal-hal yang harus diperhatikan terhadap peralatan produksi antara lain:

    1. Peralatan produksi seharusnya terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat,

    mudah dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan.

    2. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan seharusnya halus, tidak

    bercelah, tidak mengelupas, dan tidak menyerap air.

    3. Peralatan produksi harus diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya

    sehingga memudahkan bekerja dan mudah dibersihkan.

    4. Semua peralatan seharusnya dipelihara agar berfungsi dengan baik dan

    selalu dalam keadaan bersih.

  • 25

    E. Suplai Air

    Air yang digunakan selama proses produksi harus cukup dan memenuhi

    persyaratan kualitas air bersih dan atau air minum. Air yang digunakan harus

    memperhatikan hal-hal sebgai berikut:

    1. Air yang digunakan harus air bersih dalam jumlah yang cukup memenuhi

    seluruh kebutuhan proses produksi.

    2. Sumber dan pipa air untuk keperluan selain pengolahan pangan seharusnya

    terpisah dan diberi warna yang berbeda.

    3. Air yang kontak langsung dengan pangan sebelum diproses harus memenuhi

    persyaratan air bersih.

    F. Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi

    Fasilitas dan kegiatan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan

    dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi

    silang dari karyawan.

    1. Alat cuci/Pembersih:

    a. Alat cuci/pembersih seperti sikat, pel, deterjen, dan bahan sanitasi harus

    tersedia dan terawat dengan baik.

    b. Air panas dapat digunakan untuk membersihkan peralatan tertentu.

    2. Fasilitas Higiene Karyawan

    a. Fasilitas higiene karyawan seperti tempat cuci tangan dan toilet harus

    tersedia dalam jumlah yang cukup dan selalu dalam keadaan bersih.

    b. Pintu toilet/jamban harus selalu dalam keadaan tertutup.

    3. Kegiatan Sanitasi

    a. Pembersihan dapat dilakukan secara fisik seperti dengan sikat atau secara

    kimia seperti dengan detergen atau gabungan keduanya.

    b. Jika diperlukan, penyucihamaan dapat dilakukan dengan menggunakan

    kaporit sesuai petunjuk yang dianjurkan.

    c. Kegiatan pembersihan, pencucian dan penyucihamaan.peralatan harus

    dilakukan secara rutin.

    d. Harus ada karyawan yang bertanggungjawab terhadap kegiatan

    pembersihan, pencucian dan penyucihamaan.

  • 26

    G. Pengendalian Hama

    Hama (tikus, serangga dan lain-lain) merupakan pembawa cemaran biologis

    yang dapat menurunkan mutu dan keamanan produk. Kegiatan pengendalian

    hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang

    produksi yang akan mencemari produk.

    1. Mencegah masuknya hama:

    a. Lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama harus

    selalu dalam keadaan tertutup.

    b. Hewan peliharaan seperti anjing, kucing, dan ayam tidak boleh

    berkeliaran di pekarangan industri apalagi di ruang produksi.

    c. Bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya

    hama.

    d. Industri seharusnya memeriksa lingkungannya dari kemungkinan

    timbulnya sarang hama.

    2. Pemberantasan hama:

    a. Hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan

    keamanan pangan.

    b. Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan

    perangkap tikus atau secara kimia seperti dengan racun tikus.

    c. Perlakuan dengan bahan kimia harus dilakukan dengan pertimbangan

    tidak mencemari pangan.

    H. Kesehatan dan Higine Karyawan

    Kesehatan dan higine karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja

    yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan produk tidak menjadi

    sumber pencemaran. Aspek yang harus diperhatikan antara lain:

    1. Kesehatan Karyawan:

    Karyawan yang bekerja di ruang produksi harus memenuhi persyaratan

    sebagai berikut :

    a. Dalam keadaan sehat. Karyawan yang sakit atau baru sembuh dari sakit

    dan diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan bekerja di

    pengolahan pangan.

  • 27

    b. Karyawan yang menunjukkan gejala atau sakit misalnya sakit kuning

    (virus hepatitis A) diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan,

    sakit kulit (gatal, kudis, luka, dan lain-lain), keluamya cairan dari telinga

    (congek), sakit mata (belekan), dan atau pilek tidak diperkenankan

    mengolah produk.

    c. Karyawan harus diperiksa dan diawasi kesehatannya secara berkala.

    2. Kebersihan Karyawan:

    a. Karyawan harus selalu menjaga kebersihan badannya.

    b. Karyawan seharusnya mengenakan pakaian kerja/celemek lengkap

    dengan penutup kepala, sarung tangan, dan sepatu kerja. Pakaian dan

    perlengkapannya hanya dipakai untuk bekerja.

    c. Karyawan harus menutup luka dengan perban.

    d. Karyawan harus selalu mencuci tangan sebelum memulai kegiatan

    mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah atau bahan yang

    kotor dan sesudah keluar dari toilet/jamban.

    3. Kebiasaan Karyawan:

    a. Karyawan tidak boleh bekerja sambil mengunyah, makan dan minum

    serta merokok.

    b. Tidak boleh meludah, bersin atau batuk ke arah produk, tidak boleh

    mengenakan perhiasan seperti giwang, cincin, gelang, kalung, arloji, dan

    peniti.

    GINTING (2007) mengemukakan bahwa dalam mengolah limbah industri

    dapat menerapkan prinsip-prinsip antara lain:

    2.6.4 Penghematan Bahan Baku dan Energi

    Berbagai jenis bahan baku membutuhkan bahan penolong untuk

    melengkapai proses produksi. Bahan baku dan bahan penolong merupakan salah

    satu sumber limbah. Penggunaan bahan baku dalam jumlah yang relatif banyak

    akan menghasilkan bahan pencemar yang banyak pula sekaligus menuntut

    persediaan (supplay) yang lebih tinggi. Penggunaan bahan baku yang banyak

    membuat penggunaan energi semakin meningkat. Penggunaan energi

    menghasilkan gas-gas buangan karbon yang dapat merubah komposisi udara pada

    tingkat regional dan buangan ini akan menghasilkan gas rumah kaca.

  • 28

    Penghematan bahan baku berarti pemanfaatan bahan baku sesuai dengan

    kebutuhan kapasitas bahan energi.

    2.6.5 Minimalisasi Limbah

    Air adalah satu transport yang paling efektif untuk memindahkan limbah,

    apalagi limbah yang terdiri dari limbah cair. Limbah cair dihasilkan selain

    terdapat dalam bahan baku itu sendiri, limbah ini juga merupakan keharusan

    karena ikut serta dalam proses produksi. Berbagai bahan penolong yang ikut

    dalam bahan baku akhirnya dibuang kembali setelah selesai proses produksi. Oleh

    karena itu ada dua hal yang penting yaitu penghematan penggunaan air sebagai

    bahan penolong dan perbaikan proses produksi agar limbah yang dihasilkan

    mengandung senyawa pencemar sekecil mungkin. Meminimalkan limbah berarti

    mengurangi resiko lingkungan dan resiko terhadap manusia.

    2.6.6 Daur Ulang

    Daur ulang mempunyai pengertian penggunaan kembali. Bila penggunaan

    kembali pada saat yang relatif singkat maka daur ulang ini dapat meningkatkan

    efisiensi pabrik. Artinya ada bahan-bahan yang terbuang bersama limbah,

    kemudian bahan ini diproses kembali oleh mesin yang sama dengan hasil yang

    sama. Jadi pendayagunaan limbah ditujukan pada limbah yang masih mempunyai

    nilai ekonomis. Ada pabrik tertentu yang limbahnya dapat digunakan secara

    berulang pada pabrik itu sendiri. Penggunaan limbah secara berulang-ulang akan

    mengurangi bahan buangan masuk badan perairan.

    2.6.7 Recovery

    Pengambilan kembali bahan-bahan buangan yang masih mempunyai nilai

    ekonomi dengan tujuan memproses secara teknologi disebut dengan recovery.

    Pada dasarnya semua produk-produk setelah habis masa pakai akan menjadi

    limbah. Pada kondisi tertentu suatu pabrik dapat menggunakan limbah sebagai

    bahan baku. Sebagian buangan dapat dimanfaatkan kembali dengan bantuan

    teknologi.

  • 29

    2.6.8 Pencegahan

    Pilihan teknologi dapat diantisipasi dengan analisis dampak lingkungan.

    Analisis ini meliputi evaluasi dan informasi yang diberikan lingkungan baik bagi

    industri yang sudah berdiri maupun yang akan berdiri. Analisis ini merupakan

    suatu konsep untuk melihat berbagai kondisi lingkungan serta komponen-

    komponen lingkungannya yang memiliki kepekaan terhadap kegiatan industri.

    Komponen terebut kemudian dianalisa untuk mengetahui dampak primer,

    sekunder dan tersier terhadap kegiatan industri. Maing-masing komponen tersebut

    dipantau melalui bagian-bagian kegiatan industri mulai dari pengadaan lahan

    sampai pada distribusi produk.

    Usaha pencegahan, pengendalian dan penanggulangan serta dampak lain

    yang ditimbulkan dapat diperinci dalam tiga pendekatan, yaitu pendekatan

    teknologi, pendekatan ekonomi dan pendekatan institusional. Pencegahan pada

    masa persiapan pendirian pabrik lebih efektif dengan cara pengaturan sistem

    pencegahan dan pengendalian sehingga tidak mengalami kesulitan pada masa

    yang akan datang. Pencegahan pencemaran pada pabrik yang telah beroperasi

    dilakukan melalui pengendalian proses, pengadaan peralatan pencegahan untuk

    mencegah timbulnya pencemaran akibat industri baik pada masa persiapan

    maupun pada masa pelaksanaan.

    2.6.9 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

    Pengendalian pencemaran yang dikenal masyarakat adalah menggunakan

    instalasi pengolahan air limbah. Instalasi pengolahan limbah pada prinsipnya

    bagian dari sebuah sistem pabrik dimana tersedia sejumlah input untuk diolah

    menjadi output. Adanya limbah sebagai bahan baku yang diolah dalam sistem

    kemudian hasilnya adalah limbah yang memenuhi syarat baku mutu.

    Instalasi pengolahan limbah mempunyai spesifikasi tertentu dengan kriteria-

    kriteria teknis seperti tingkat efisiensi, beban persatuan luas, waktu penahanan

    hidrolisis, waktu penahanan lumpur dan lain-lain. Pengolahan limbah

    menggunakan metode dan jenis tingkatan sedangkan penggunaannya bergantung

    pada jenis limbah yang diolah. Model instalasi pengolahan limbah bergantung

  • 30

    pada jenis parameter pencemar, volume limbah yang diolah, syarat baku mutu

    yang harus dipenuhi, kondisi lingkungan dan lain-lain.

  • 31

    BAB III. PROFIL INDUSTRI

    Setelah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan di wilayah Provinsi Banten,

    Kabupaten Serang terus melakukan pengembangan dibidang perikanan melalui

    pengolahan hasil tambak dan laut. Kawasan minopolitan merupakan konsep

    pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan dan

    sistem manajemen kawasan, dengan prinsip-prinsip integrasi, efisiensi, kualitas,

    dan akselerasi sehingga diharapkan dapat menjadi pusat pengembangan ikan

    tangkap dan budi daya. Pengolahan hasil tambak dan laut tersebut merupakan

    bentuk pemanfaatan sumber daya alam yang cukup melimpah karena sumber

    perikanan laut Indonesia baru dimanfaatkan sekitar 59% dari total kekayaan yang

    ada. Produk-produk olahan dari ikan di Kabupaten Serang sangat beragam mulai

    dari ikan asap, sate ikan, abon ikan, dan ikan asin. Hal ini membuktikan bahwa

    pengembangan perikanan ke arah industri memiliki peluang yang cukup besar.

    Ikan asap merupakan salah satu produk unggulan daerah. Jenis ikan yang

    digunakan beragam, tetapi jenis ikan yang sering digunakan adalah ikan bandeng.

    Ikan bandeng digunakan sebagai bahan baku utama karena jenis ikan ini banyak

    terdapat di Serang, sehingga persediaan bahan baku selalu tersedia. Industri

    pengasapan ikan yang ada merupakan industri skala kecil yang mempunyai

    kapasitas produksi 50-200 Kg per hari. Umumnya industri pengasapan ikan

    tersebut memiliki tenaga kerja yang terbatas serta peralatan yang digunakan masih

    sederhana. Kecilnya modal serta kurangnya pengetahuan yang dimiliki menjadi

    alasan pengusaha ikan asap untuk dapat mengembangkan usaha yang dimilikinya.

    3.1 Potensi Industri Pengasapan Ikan

    Pengasapan ikan merupakan salah satu jenis pengolahan ikan dengan tujuan

    untuk mendapatkan daya awet serta aroma yang khas. Industri yang bergerak

    dibidang pengolahan ikan bandeng asap di Kabupaten Serang dapat dikategorikan

    sebagai usaha perseorangan dengan skala Usaha Kecil Menengah (UKM).

    Menurut BANK INDONESIA (2009) para pelaku industri pengasapan ikan dapat

    dikategorikan menjadi dua yakni:

  • 32

    1. Kelompok Pengusaha 1

    Pengolah ikan bandeng asap tetap yang melakukan seluruh aktivitas usaha,

    mencangkup pembelian bahan baku, pengolahan dan pemasaran langsung

    produknya.

    2. Kelompok Pengusaha 2

    Pengolah ikan bandeng asap yang melakukan pengolahan apabila hanya ada

    pesanan dan biasanya mereka tidak menjual secara langsung produknya tetapi

    sebagai pemasok pada pengolah ikan bandeng asap tetap.

    Pada umumnya keterampilan dalam mengolah ikan asap diperoleh secara

    turun temurun dari orang tua, teman tetapi ada juga yang belajar sendiri

    (otodidak), hal ini dikarenakan industri pengasapan ikan lebih banyak ditemukan

    dalam skala kecil (rumah tangga). Bahan baku ikan bandeng diperoleh dari

    pemasok di daerah sekitar industri. Pasokan bahan baku ikan bandeng yang akan

    diolah menjadi produk ikan asap tidak mengalami masalah karena ketersediaan

    bahan baku dari tambak masih mencukupi.

    3.1.1 Permintaan

    Ikan bandeng asap sudah dikenal masyarakat Serang sejak lama dan bahkan

    sudah dapat mencapai pemasaran ke luar daerah. Permintaan terhadap ikan

    bandeng asap di dalam negeri cukup prospektif. Pemasaran produk bandeng asap

    keluar daerah sebagian besar disebabkan karena adanya kunjungan wisatawan ke

    daerah tersebut terutama pada saat liburan. Produk ikan bandeng asap sudah

    menjadi makanan khas Serang sehingga sering dijadikan sebagai oleh-oleh bagi

    orang yang berkunjung ke Serang.

    3.1.2 Peluang Pasar dan Persaingan

    Dalam era perdagangan bebas, produk perikanan dapat membuka peluang

    peningkatan usaha dibidang perikanan, baik dalam skala kecil, menengah,

    maupun besar. Namun disisi lain, persaingan yang dihadapi juga akan semakin

    berat. Oleh karena itu, dalam upaya memenangkan persaingan perlu adanya

    peningkatan daya saing melalui peningkatan mutu, produktifitas, dan efisiensi

  • 33

    usaha dengan memperhatikan aspek keamanan pangan dan pelestarian lingkungan

    hidup (BANK INDONESIA, 2009).

    Keberhasilan usaha dibidang pengasapan ikan sangat dipengaruhi oleh

    pengalaman usaha yang dimiliki pengusaha/pengolah dalam menjalankan

    usahanya. Pengasapan ikan yang bahan bakunya sangat bergantung pada faktor

    alam memerlukan pengetahuan yang baik mengenai perkembangan cuaca dan

    musim pemanenan. Ikan bandeng dominan diperoleh dari nelayan petambak, akan

    tetapi ada juga yang diperoleh dari hasil tangkapan di laut. Pengetahuan yang baik

    mengenai musim panen ikan ini akan membantu pengusaha dalam menentukan

    kapasitas produksi dan menyesuaikan dengan perkembangan permintaan pasar.

    Pada umumnya pengusaha ikan asap yang memiliki modal yang relatif besar

    memiliki usaha yang berkembang dan berjalan lancar, sementara pengusaha yang

    memiliki modal kecil relatif sulit untuk berkembang (BANK INDONESIA,

    2009).

    Minimnya modal menyebabkan pengusaha tidak mampu membeli bahan

    baku ikan yang tergolong mahal dalam jumlah besar terutama pada saat sulit

    mendapatkan ikan. Sementara itu, pengusaha yang memiliki modal dalam jumlah

    besar umumnya mampu terlebuh dahulu membeli hasil panen dan tangkapan

    dengan cara pembayaran di muka. Hal tersebut dilakukan sebelum para petambak

    memanen hasil tambaknya. Melalui cara tersebut, hasil panen akan diserahkan

    kepada pengusaha yang sudah membayar hasil tangkapan terlebih dahulu,

    sehingga hal ini merupkan salah satu persaingan dalam memperoleh bahan baku

    usaha pengasapan ikan.

    Peluang pasar pengasapan ikan di Kabupaten Serang dan dibeberapa daerah

    di pulau jawa masih sangat terbuka lebar. Ikan sebagai bagian dari makanan

    pokok dalam kehidupan sehari-hari tentunya akan memiliki kesinambungan

    permintaan. Selain itu selera masyarakat dan kesadaran akan pentingnya

    mengkonsumsi ikan juga menjadi faktor penting terhadap permintaan ikan,

    termasuk ikan bandeng asap sebagai salah satu jenis ikan yang dapat bertahan

    lama karena telah diawetkan melalui pengasapan.

    Hasil pengasapan ikan bisa dijual secara langsung oleh pengusaha atau

    melalui pedagang perantara. Akan tetapi, produk pengasapan ikan pada beberapa

  • 34

    daerah tertentu sudah dapat dipasarkan ke pasar swalayan, hal ini menunjukan

    konsumen ikan asap adalah golongan masyarakat perpendapatan rendah sampai

    tinggi (semua golongan).

    3.1.3 Kendala Pemasaran

    Kendala pemasaran ikan bandeng asap yang signifikan pada dasarnya

    adalah ketidakmampuan disimpan dalam waktu lama. Pada umumnya

    pengemasan dan aspek keamanan pengiriman ikan asap masih menjadi kendala.

    Selain itu, mutu dan persyaratan peralatan pengolahan pengasapan ikan masih

    rendah menjadi salah satu masalah bagi sebagian pengusaha (BANK

    INDONESIA, 2009).

    3.2 Aspek Produksi

    3.2.1 Lokasi Produksi

    Pada dasarnya tidak ada persyaratan khusus dalam menentukan lokasi

    pengolahan ikan bandeng asap. Lokasi pengolahan ikan bandeng asap yang baik

    tentunya adalah lokasi yang dekat dengan sumber bahan baku utama, yakni ikan

    bandeng segar, dan memiliki ketersediaan air yang cukup, serta akses yang luas

    terhadap pemasaran.

    Pengolahan ikan bandeng asap sebaiknya tidak jauh dari pantai/tambak,

    karena ikan bandeng yang berasal dari tambak harus sebisa mungkin segera

    sampai ditempat pengolahan agar tingkat kesegaran ikan tetap terjaga. Tingkat

    kesegaran ikan bandeng sangat mempengaruhi mutu ikan bandeng asap yang

    dihasilkan (BANK INDONESIA, 2009).

    3.2.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan

    Peralatan yang digunakan dalam pengolahan ikan bandeng asap masih

    tergolong tradisional. Jenis-jenis peralatan yang dibutuhkan dalam pengasapan

    ikan dapat dilihat pada Tabel 8.

  • 35

    Tabel 8. Peralatan yang Digunakan Untuk Pengolahan Ikan Asap

    Tahap Alat/Bahan Fungsi

    Persiapan

    Air PAM/Sumur

    Mencuci ikan setelah disiangi/dibersihkan

    isi perutnya serta untuk merendam ikan

    dalam air garam.

    Timbangan Menimbang ikan dan garam.

    Blong Wadah ikan sebelum diolah/dari pemasok.

    Ember Wadah pencucian ikan sebelum diolah.

    Kranjang plastik Wadah untuk penirisan ikan setelah dicuci.

    Pengasapan

    Alat pengasapan Mengasapi ikan.

    Tungku Memanaskan bahan bakar.

    Pengait Menggantung ikan saat diasapi.

    Blong

    perendaman

    Merendam ikan dalam larutan garam

    sebelum ikan dimasukkan dalam alat

    pengasapan.

    Keranjang

    plastik

    Meniriskan ikan setelah perendaman dalam

    larutan garam.

    Kayu

    bakar/sekam

    padi

    Bahan bakar berupa sekam padi atau kayu

    bakar.

    Garam

    Merendam dan memberikan rasa gurih

    serta kondisi fisik ikan yang lebih baik

    (daging menjadi kenyal).

    Pendinginan

    Kayu/bambu

    Mendinginkan ikan asap yang baru saja

    diasapi, dengan cara digantung sebelum

    dijual.

    Kertas koran

    Menutupi ikan asap agar tidak dihinggapi

    kotoran dan serangga pada saat

    pendinginan.

    Pengemasan Plastik Pengemas primer ikan asap yang terjual.

    Kemasan karton Pengemas sekunder.

    Sumber : Bank Indonesia, 2009

    Peralatan tersebut mencakup beberapa tahapan proses termasuk

    persiapan/penyiangan, pengolahan dan pengemasan. Semua peralatan yang kontak

    langsung dengan produk harus tidak bersifat korosif, mudah dibersihkan, dan

    bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan kimia berbahaya.

    3.2.4 Proses Produksi

    Pembuatan ikan asap dapat dilakukan melalui beberapa tahapan proses.

    Tahapan tersebut yaitu penyiangan dan pencucian ikan, pemotongan, perendaman

  • 36

    ikan dalam air garam, penirisan, pengasapan, pendinginan ikan, pengemasan dan

    penjualan/pemasaran.

    1. Penyiangan dan Pencucian Ikan

    Proses penyiangan dilakukan terhadap ikan bandeng segar untuk mengurangi

    kontaminasi bakteri terutama yang ada pada insang dan bagian alat pencernaan.

    Setelah penyiangan ikan selanjutnya dicuci sampai bersih dari kotoran dan sisa

    darah dengan air yang mengalir.

    2. Pemotongan

    Pomotongan dilakukan untuk menghilangkan bagian-bagian ikan yang tidak

    diperlukan, seperti kepala, kulit, tulang dan oesofagus ikan. Pemotongan

    bagian-bagian tersebut dapat menggunakan pisau dan ember/keranjang sebagai

    tempat penyimpanan ikan yang sudah dipotong.

    Gambar 1 :

    Tempat Pencucian Ikan

    Gambar 2 :

    Tempat Pemotongan Ikan

  • 37

    3. Perendaman Ikan dalam Air Garam

    Ikan yang sudah dibersihkan dan dipotong selanjutnya direndam dalam larutan

    garam selama 2 jam. Beberapa pengolah ada juga yang menambahkan

    bumbu (bawang putih) pada proses perendaman tersebut.

    4. Penirisan

    Penirisan ikan dilakukan setelah proses perendaman dalam larutan garam yang

    bertujuan untuk mengurangi jumlah air yang menempel pada ikan dengan cara

    menggantung ikan.

    5. Pengasapan

    Ikan yang sudah ditiriskan dimasukkan ke dalam alat pengasap selama 2-10

    jam bergantung pada keinginan pengolah dan berapa daya awet produk yang

    dikehendaki. Selama proses pengasapan, diupayakan jangan sampai terbentuk

    api karena hal tersebut dapat mempengaruhi mutu ikan asap yang dihasilkan.

    Penempelan