isi laporan ringkasan materi rsud
DESCRIPTION
RSUDTRANSCRIPT
MATERI I
PENGGUNAAN OBAT RASIONAL
A. Definisi
Penggunaan obat rasional adalah pemberian obat yang sesuai dengan
kebutuhan, dalam dosis yang sesuai, periode waktu yang tepat dan biaya yang
serendah mungkin. Pengobatan yang tidak sesuai dengan definisi penggunaan obat
rasional disebut pola pengobatan irasional.
Pengobatan cost effective menjadi sangat penting mengingat saat ini lebih dari
50% obat-obatan di dunia diresepkan secara tidak tepat. Pengobatan yang cost
effective dicapai dengan penggunaan obat rasional.
Penggunaan obat irasional terlihat dari perilaku di bawah ini :
1. Polifarmasi atau pemberian obat yang berlebihan
2. Pengobatan sendiri yang tidak tepat, misalnya pembelian obat di
apotek tanpa resep dokter.
3. Penggunaan antimikroba atau antibiotik tidak sesuai dosisnya,
tempatnya, maupun jenis penyakitnya. Contohnya penggunaan
antibiotik untuk infeksi virus.
4. Penggunaan pengobatan injeksi berlebih dimana pengobatan oral
sebenarnya masih bisa dilakukan
5. Pemberian resep yang tidak sesuai dengan indikasi klinis
B. Tujuan Penggunaan Obat Rasional
Tujuan dari penggunaan obat secara rasional adalah:
1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat
2. Mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga
terjangkau
3. Mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat yang dapat
membahayakan pasien
4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan
kesehatan
1
C. Kriteria Pengobatan Rasional
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kriteria pemakaian obat
(pengobatan) rasional, antara lain :
1. Sesuai dengan Indikasi Penyakit
Pengobatan didasarkan atas keluhan individual dan hasil pemeriksaan fisik
yang akurat
2. Diberikan dengan Dosis yang Tepat
Pemberian obat memperhitungkan umur, berat badan dan kronologis penyakit
3. Cara Pemberian dengan Interval Waktu Pemberian yang Tepat
Jarak minum obat sesuai dengan aturan pemakaian yang telah ditentukan
4. Lama Pemberian yang Tepat
Pada kasus tertentu memerlukan pemberian obat dalam jangka waktu tertentu
5. Obat yang Diberikan Harus Efektif, dengan Mutu Terjamin
Hindari pemberian obat yang kedaluarsa dan tidak sesuai dengan jenis keluhan
penyakit
6. Tersedia Setiap Saat dengan Harga yang Terjangkau
Jenis obat mudah didapatkan dengan harganya relatif murah
7. Meminimalkan Efek Samping dan Alergi Obat
Beri informasi standar tentang kemungkinan efek samping obat dan cara
mengatasinya
Kunci untuk mempromosikan penggunaan obat secara lebih rasional menurut
WHO adalah:
1. Pembentukan badan nasional multidisiplin untuk mengkoordinasikan peraturan
penggunaan obat
2. Penggunaan panduan klinis
3. Pengembangan dan penggunaan daftar obat esensial nasional
4. Pembentukan komite obat dan terapeutik di daerah dan rumah sakit
5. Memasukkan pelatihan farmakoterapi berbasis pemecahan masalah dalam
kurikulum sarjana
6. Melanjutkan edukasi medis mencakup pelayanan sebagai persyaratan lisensi
7. Supervisi, audit, dan umpan balik
8. Penggunaan informasi independen mengenai obat
2
9. Edukasi publik mengenai obat
10. Hindari insentif finansial tanpa alasan
11. Penggunaan regulasi yang cocok dan diperkuat
12. Ekspenditur pemerintah yang cukup untuk memastikan adanya obat dan staff
D. Faktor yang Menyebabkan pengobatan Irasional
Adanya pengobatan irasional disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara
lain:
1. Kurangnya rasa percaya diri seorang dokter akibat kurangnya pengetahuan
mengenai tatalaksana penyakit, dan perasaan khawatir akan pindahnya pasien
ke dokter lain dapat menyebabkan seorang dokter memberikan pengobatan
yang tidak rasional kepada pasiennya.
2. Pola pikir masyarakat yang menginginkan obat mujarab dengan hanya 1-2 kali
minum, belum merasa puas apabila belum disuntik, dan banyaknya pengobatan
sendiri yang tidak tepat dapat meningkatkan dampak penggunaan obat yang
dapat membahayakan pasien.
3. Gencarnya promosi obat bebas melalui berbagai media, banyaknya obat yang
beredar di pasaran dan kurangnya pengawasan dalam penjualan obat di apotik
merupakan faktor-faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap tingginya
penggunaan obat yang tidak rasional.
4. Keterjangkauan obat dipengaruhi banyak aspek seperti geografis, ekonomi,
sosial politik, serta persebaran penduduk.
5. Obat masih diutamakan sebagai komoditas perdagangan, sehingga
menghambat pelayanan kefarmasian yang baik.
6. Masih rendahnya informasi dan edukasi bagi masyarakat. Bersikap pasrah
terhadap pengobatan, tidak memberikan informasi secara baik dalam proses
diagnosa, desakan pasien terhadap dokter, serta tidak patuh dalam pengobatan.
Pola pengobatan tidak rasional adalah pola pengobatan yang tidak mengikuti
kaidah pengobatan rasional. Contoh dari penggunaan obat irasional adalah :
1. Polifarmasi atau pemberian obat terlalu banyak untuk jenis penyakit ringan
2. Penggunaan antimikroba atau antibiotik tidak sesuai dengan tempatnya, tidak
sesuai dosisnya, dan penggunaan antibiotik untuk infeksi non-bakteri (contoh
3
penyakit karena virus yang sebenarnya adalah ‘self limiting disease’ atau dapat
sembuh sendiri)
3. Penggunaan pengobatan suntikan berlebih dimana sebenarnya pengobatan
secara oral (diminum) dapat digunakan
4. Tidak mengikuti terapi pengobatan sesuai dengan panduan klinis (guidelines)
5. Pengobatan sendiri yang tidak tepat, umumnya untuk obat yang seharusnya
dibeli dengan resep dokter, dan dikonsumsi dengan dosis yang tidak sesuai.
4
MATERI II
REKAM MEDIS
A. Pendahuluan
Rekam Medis merupakan dokumen penting yang berisi seluruh data
mengenai seorang pasien. Di bidang kedokteran maupun kedokteran gigi, rekam
medis merupakan salah satu bukti tertulis tentang proses pelayanan yang diberikan.
Oleh karena itu setiap kegiatan pelayanan medis harus mempunyai rekam medis
yang lengkap dan akurat untuk setiap pasien dan setiap dokter dan dokter gigi wajib
mengisi rekam medis dengan benar, lengkap dan tepat waktu.
Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas , tidak hanya sekedar
kegiatan pencatatan, akan tetapi mempunyai pengertian sebagai suatu sistem
penyelenggaraan rekam medis yaitu mulai pencatatan selama pasien mendapatkan
pelayanan medik, dilanjutkan dengan penanganan berkas rekam medis yang
meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran berkas dari tempat
penyimpanan untuk melayani permintaan atau peminjaman apabila dari pasien atau
untuk keperluan lainnya (Gondodiputro, 2007).
Pemeliharaan rekam medis yang baik sangat diperlukan dalam rangka
memberi kualitas pelayanan kesehatan yang baik bagi pasien dalam pelayanan
kesehatan berkesinambungan dalam jangka waktu yang lama. Rekam medis yang
baik adalah cermin dari praktik kedokteran yang baik dan merupakan wujud dari
kedayagunaan dan ketepatgunaan perawatan pasien.
B. Definisi
1. Menurut Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran :
Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien.
2. Menurut Permenkes Nomor749a/Menkes/Per/XII/1989:
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada
pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
5
Kedua pengertian rekam medis diatas menunjukkan perbedaan yaitu Permenkes
hanya menekankan pada sarana pelayanan kesehatan, sedangkan dalam UU Praktik
Kedokteran tidak. Ini menunjukan pengaturan rekam medis pada UU Praktik
Kedokteran lebih luas, berlaku baik untuk sarana kesehatan maupun di luar sarana
kesehatan (Sjamsuhidajat et al., 2006).
Yang berkewajiban membuat rekam medis adalah tenaga kesehatan:
1. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi
2. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
3. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
4. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan
dan sanitarian.
5. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
6. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.
7. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi
elektromedis, analisi kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik, teknisi
tranfusi dan perekam medis.
C. Kerahasiaan Rekam Medis
1. UU No.29 Th. 2004 pasal 47(2) rekam medis harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi dan pimpinan sarana kesehatan setempat
2. Permenkes RI No.269/Menkes/PER/III/2008 pasal 13 menyebutkan bahwa
sarana kesehatan bertanggung jawab atas: hilangnya, rusaknya, atau pemalsuan
rekam medis serta penggunaan oleh orang/badan yang tidak berhak.
3. UU No.29 Th 2004 pasal 48 (2) rekam medis dapat dibuka dalam hal:
a. Rujukan, konsultasi dokter ahli, asuransi kesehatan
b. Keperluan hukum
c. Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri
d. Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan
e. Penelitian, Pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan
identitas pasien
6
Permintaan rekam medis harus dilakukan secara tertulis kepada pimpinan sarana
pelayanan kesehatan.
D. Kepemilikan Rekam Medis
Berdasarkan Permenkes No.749A/MENKES/PER/XII/1989, berkas rekam medis
merupakan milik sarana pelayanan kesehatan. Sedangkan isi rekam medis milik
pasien. Apabila pasien meminta isi rekam medis maka dapat diberikan dalam bentuk
ringkasan.
E. Manfaat Rekam Medis
1. Pengobatan pasien yaitu bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk
merencanakan dan menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan,
perawatan dan tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien.
2. Peningkatan kualitas pelayanan, dimana dalam pembuatan rekam medis bagi
penyelenggaraan praktik kedokteran dengan jelas dan lengkap akan
meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan untuk
pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
3. Dalam bidang pendidikan dan penelitian yaitu menyediakan data untuk
penelitian dan pendidikan.
4. Dalam hal pembiayaan perawatan pasien sebagai dasar dalam perhitungan biaya
pelayanan medis.
5. Bahan informasi statistik yaitu dapat digunakan sebagai bahan statistik
kesehatan, khususnya untuk mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat
dan untuk menentukan jumlah penderita pada penyakit-penyakit tertentu.
6. Pembuktian masalah hukum, disiplin dan etik merupakan bukti tertulis utama,
yang bermanfaat dalam penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik
(Sjamsuhidajat et al., 2006).
7
F. Isi Rekam Medis
1. Catatan
Yaitu uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan pasien, diagnosis,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik dilakukan oleh dokter dan dokter
gigi maupun tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensinya.
2. Dokumen
Yaitu kelengkapan dari catatan tersebut, antara lain foto rontgen, hasil
laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan kompetensi keilmuannya
(Sjamsuhidajat et al., 2006).
G. Macam-Macam Rekam Medis
1. Rekam Medis Konvensional (paper based documents) lembar administrasi dan
medis yang diolah, ditata dan disimpan secara manual.
2. Rekam medis manual dan registrasi komputerisasi (masih terbatas hanya pada
pendaftaran, data pasien masuk, dan data pasien keluar termasuk yang
meninggal).
3. Pelayanan Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) terbatas
Pelayanan rekam medis yang diolah secara komputerisasi yang berjalan secara
otomatis di unit kerja manajemen informasi kesehatan.
4. Pelayanan Sistem Informasi Terpadu
Computerized Patient Record (CPR), yang disusun dengan mengambil dokumen
langsung dari sistem image dan struktur sistem dokumen yang telah berubah.
H. Jenis RM
Berdasarkan Permenkes RI No.269/Menkes/PER/III/2008 ada beberapa jenis rekam
medis, yaitu:
1. Rekam Medis Rawat Jalan
Isi rekam medis sekurang-kurangnya memuat catatan/dokumen tentang:
a. identitas pasien;
b. pemeriksaan fisik;
c. diagnosis/masalah;
d. tindakan/pengobatan;
8
e. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
2. Rekam Medis Rawat Inap
Untuk pasien rawat inap isi rekam medis sekurang-kurangnya memuat
catatan/dokumen tentang:
a. identitas pasien;
b. pemeriksaan;
c. diagnosis/masalah;
d. persetujuan tindakan medis (bila ada);
e. tindakan/pengobatan;
f. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
3. Rekam medis gawat darurat
Sama dengan rekam medis rawat jalan, ditambah:
a. Kondisi pasien saat tiba di sarana pelayanan kesehatan
b. Identitas pengantar pasien
c. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan unit gawat darurat dan
rencana tindak lanjut
d. Nama dan tandatangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan
e. Sarana transportasi yang digunakan pasien bila dipindahkan kesarana
kesehatan yang lain
f. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
4. Rekam medis bencana
Sama dengan pada pasien gawat darurat, ditambah dengan :
a. Jenis bencana dan lokasi dimana pasien ditemukan
b. Kategori kegawatan dan nomor pasien bencana masal
c. Identitas orang yang menemukan pasien
5. Rekam medis dokter spesialis
Sama dengan rekam medis rawat jalan dan dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan.
9
6. Rekam medis untuk pengobatan massal atau dalam ambulans
Rekam medis pada pelayanan dalam ambulans atau pada pengobatan massal
dapat dicatat dalam rekam medis sesuai ketentuan pada pasien gawat darurat dan
disimpan pada sarana pelayanan kesehatan yang merawatnya.
I. Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis:
1. Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran menegaskan bahwa: dokter dan dokter
gigi wajib membuat rekam medis dalam menjalankan praktik kedokteran.
Setelah memberikan pelayanan praktik kedokteran kepada pasien, dokter dan
dokter gigi segera melengkapi rekam medis dengan mengisi atau menulis semua
pelayanan praktik kedokteran yang telah dilakukannya.
2. Selain dokter dan dokter gigi yang membuat / mengisi rekam medis, tenaga
kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien dapat
membuat / mengisi rekam medis atas perintah / pendelegasian secara tertulis dari
dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran.
3. Setiap catatan dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda
tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. Apabila dalam
pencatatan rekam medis menggunakan teknologi informasi elektronik,
kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan nomor
identitas pribadi/personal identification number (PIN).
4. Bila terjadi kesalahan saat melakukan pencatatan pada rekam medis, catatan dan
berkas tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun. Perubahan
catatan atas kesalahan dalam rekam medis hanya dapat dilakukan dengan
pencoretan dan kemudian dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan.
J. Penyimpanan Rekam Medis
Rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaan oleh dokter, dokter gigi dan
pimpinan sarana kesehatan. Batas waktu lama penyimpanan menurut Peraturan
Menteri Kesehatan paling lama 5 tahun dan resume rekam medis paling sedikit 25
tahun. Untuk Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan tahap rekam medis
dilakukan oleh pemerintah pusat, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintah daerah,
organisasi profesi.
10
MATERI III
SISTEM MANAJEMEN RUMAH SAKIT
1. Pendahuluan
Rumah sakit adalah tempat menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009. Rumah sakit sendiri terbagi menjadi beberapa
yaitu yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta.
RSUD Karanganyar merupakan rumah sakit pemerintah yang bersifat
BLUD sehingga memiliki otoritas dalam mengelola manajemen rumah sakitnya
sendiri. Selain itu dalam menjalankan tugasnya RSUD Karanganyar juga
memiliki sistem menegerial yang dikepalai oleh seorang direktur.
2. Sistem menejemen Rumah Sakit Karanganyar
Dalam sistem manajemen rumah sakit. rumah sakit dikepalai oleh seorang
direktur. Terdapat bagian tata usaha yang membawahi sub bagian umum dan
rumah tangga, sub bagian kepegawaian, sub bagian hukum informasi dan
pengaduan. Selain itu terdapat tiga bidang yaitu bidang pelayanan medik dan
keperawatan, bidang penunjang medik dan non medik, serta bidang pengelolaan
keuangan. Hal tersebut terlihat pada bagan di bawah ini
11
Bagan Struktur Organisasi RSUD Karanganyar
3. BLUD
Badan layanan umum daerah (BLUD) dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas sesuai dengan
Pasal 1 angka 23 UU No. 1 Tahun 2004,
12
SUB BAGIAN HUKUM,
INFORMASI DAN
PENANGANAN PENGADUAN
SUB BAGIAN KEPEGAWAIAN
BAGIAN TATA USAHA
SUB BAGIAN UMUM DAN RUMAH TANGGA
SEKSI PERBENDAHARAAN
DAN AKUTANSI
BIDANG PELAYANAN MEDIK DAN KEPERAWATAN
BIDANG PENUNJANG MEDIK DAN NONMEDIK
BIDANG PENGELOLAAN KEUANGAN
SEKSI PERENCANAA DAN
ANGGARANKELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
DIREKTUR
BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah yang memiliki
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan. Dalam BLUD upaya pengambilan
keputusan diselenggarakan oleh instansi tersebut sehingga pemberian layanan
kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif. Bentuk praktek bisnis yang
sehat :
1. Merencanakan dan menetapkan kebutuhan sumberdaya yang dibutuhkan
2. Pengelolaan belanja BLUD diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan
kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran
3. Pengelolaan kas BLUD
4. Pengadaan barang/jasa oleh BLUD (prinsip efisiensi dan ekonomis)
5. Sistem informasi manajemen keuangan
Dalam BLU diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional
non PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai
dengan kontribusinya. Keuangan dikendalikan secara ketat dalam perencanaan
dan penganggarannya, serta dalam pertanggungjawabannya. Rumah sakit wajib
menghitung harga pokok dari layanannya dengan kualitas dan kuantitas yang
distandarkan oleh menteri teknis pembina. Dalam pertanggung-jawabannya, RS
harus mampu menghitung dan menyajikan anggaran yang digunakannya dalam
kaitannya dengan layanan yang telah direalisasikan.
Pada Rumah Sakit Pemerintah / non profit, terdapat dua unsur tarif yaitu
tarif yang dibebankan pemerintah dan yang dibebankan masyarakat. Biaya
pemerintah seperti misalnya biaya gaji karyawan dan biaya investasi. Biaya yang
dibebankan masyarakat untuk biaya operasionalnya. Pola pengelolaan keuangan
dalam BLUD memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan masyarakat umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan
pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.
Penatausahaan keuangan diatur sebagai berikut :
a. Penerimaan dan pengeluaran RSUD, dibukukan di buku besar penerimaan
dan buku besar pengeluaran berdasarkan SPM-GU nihil yang dilengkapi
dengan bukti-bukti yang sah.
13
b. Penerimaan RSUD oleh pemegang kas dibukukan dalam buku kas umum atau
buku kas pembantu dengan didukung bukti penerimaan yang sah.
c. Penerimaan RSUD setiap hari disetorkan secara bruto ke rekening rumah
sakit umum daerah di bank yang ditunjuk
d. Pengeluaran RSUD pada pemegang kas dibukukan dalam buku kas umum/
Buku Kas Pembantu
Tarif pelayanan BLUD RSUD dapat memungut biaya kepada masyarakat
sebagai imbalan atas barang dan atau jasa layanan yang diberikan yang
ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya satuan
per unit layanan atau hasil per investasi dana.
Pengawasan operasional BLUD RSUD dilakukan oleh pengawas internal
(internal auditor yang berkedudukan langsung di bawah direktur). Evaluasi dan
penilaian kinerja BLUD RSUD dilakukan setiap tahun oleh bupati dan atau
dewan pengawas terhadap aspek keuangan dan non keuangan yang bertujuan
untuk mengukur tingkat pencapaian hasil pengeloaan BLUD sebagaimana
ditetapkan dalam renstra bisnis.
Kelebihan sistem BLUD
1. Kinerja RS menjadi lebih baik
2. Memperlancar proses pelayanan dengan mempercepat proses pengadaan
barang dan jasa.
3. Insentif bagi karyawan menjadi lebih baik dan meningkat
4. Fleksibilitas dalam operasionalisasi RS termasuk efektif dalam pengadaan
tenaga kerja
5. Motivasi dalam memberikan pelayanan menjadi lebih baik
6. Rumah sakit dapat lebih mudah menetapkan tarif di luar kelas III
Kekurangan sistem BLUD
1. RS harus menjalankan 2 sistem akuntansi secara bersamaan (Akuntansi
Pemerintah dan Akuntansi Keuangan)
2. Tanggung jawab sepenuhnya di pegang oleh RSUD
14
MATERI IV
SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN
A. Pendahuluan
Jaminan Kesehatan Nasional yang dimulai pada tahun 2014 merupakan tahap
awal menuju ke Universal Health Coverage. Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional
secara umum yaitu mempermudah masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan
dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu.
B. Dasar Hukum
Undang-Undang BPJS Nomor 24 Tahun 2011 mengamanatkan bahwa lembaga
yang melakukan pengawasan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional adalah
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan lembaga Independen. Lembaga
independen atau yang dimaksud adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
C. Perbandingan Asuransi Sosial dan Komersial
D. Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) berikut:
1. Prinsip kegotongroyongan
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam
hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan
kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu
peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang
berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud
karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang
15
bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong-royong jaminan sosial dapat
menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented).
Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan
peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga
hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk
kepentingan peserta.
Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip-prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana
yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
3. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan
jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah
pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
4. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta
sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh
rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan
pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai
dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat
menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
5. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada
badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
6. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk
sebesar-besar kepentingan peserta.
16
MATERI V
SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DAN KOORDINASI ANTAR SISTEM
KESEHATAN
A. Definisi
Sistem rujukan kesehatan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap
satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih
mampu menangani), atau secara horizontal. Sistem rujukan merupakan bagian dari
sub sistem upaya kesehatan dalam sistem kesehatan nasional.
B. Sub Sistem Upaya Kesehatan
Sub Sistem Upaya Kesehatan adalah tatanan yang menghimpun Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) secara
terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
1. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
adalah setiap kegiatan yang dilakukan pemerintah atau masyarakat serta swasta
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat.
2. Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP)
Adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat serta
swasta untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan.
C. Tingkatan dalam UKM dan UKP
1. UKM
a) Strata pertama adalah Puskesmas
b) Strata kedua adalah Dinas Kesehatan Kab/ Kota.
c) Strata ketiga adalah Dinas Kesehatan Propinsi
17
2. UKP
a) Strata pertama adalah Puskesmas , praktik dokter,dokter gigi , poliklinik,
bidan
b) Strata Kedua adalah praktik dokter spesialis, RS tipe C dan B non
pendidikan
c) Strata ketiga adalah praktik dr. spes. Konsultan, RS Tipe B pendidikan dan
RS tipe A.
D. Tujuan Sub Sistem Upaya Kesehatan
Terselenggaranya kesehatan yang tercapai (accessible), terjangkau (affordable),
dan bermutu (quality) untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan
guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
E. Macam Rujukan Kesehatan
1. Rujukan Medik
Rujukan ini berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan pasien. Disamping itu juga mencakup rujukan pengetahuan
(konsultasi medis) dan bahan-bahan pemeriksaan. Misalnya rujukan pasien,
rujukan spesimen dahak, atau konfirmasi hasil pemeriksaan dengan menyertakan
spesimen yang dimaksud.
2. Rujukan Kesehatan Masyarakat
Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan
peningkatan kesehatan (promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi,
sarana dan operasional.
F. Tujuan Rujukan Kesehatan
Tujuan dilakukan rujukan adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan
kepada seluruh lapisan masyarakat dengan didasarkan atas tanggung jawab bersama
antar semua unit pelayanan.
18
G. Tingkat Pelayanan Kesehatan
Rujukan kesehatan berkaitan dengan sistem pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan. Berdasarkan dari tingkatan pelayanan kesehatan tersebut rujukan
kesehatan dilakukan. Tingkatan pelayanan kesehatan antara lain :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)
adalah pelayanan kesehatan untuk pasien yang sakit ringan dan masyarakat yang
sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan. Jumlahnya
suatu populasi sangat besar (+85%), pelayanan diberikan merupakan pelayanan
kesehatan dasar (basic health services) atau juga merupakan pelayanan
kesehatan primer atau utama (primary health care). Contoh pelayanan ini di
Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, dan
balkesmas, dokter umum, dokter gigi, bidan, dll.
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services)
adalah pelayanan kesehatan yang diberikan pada masyarakat yang memerlukan
perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan
primer. Bentuk pelayanan ini misalnya rumah sakit tipe D, C, B non pendidikan
dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)
adalah pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau
pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder.
Pelayanan sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis.
Contoh pelayanan kesehatan tingkat tersier di Indonesia adalah rumah sakit tipe
A dan B Pendidikan.
19
Tahapan Pelayanan Kesehatan
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 159b/MENKES/H/1988 pasal 21,
pelaksanaan rujukan kesehatan rumah sakit dilaksanakan berjenjang dari puskesmas, RSU
kelas D, RSU kelas C, RSU kelas B1, RSU kelas B2 sampai dengan RSU kelas A atau
sebaliknya. Pembinaan rujukan RS dilaksanakan berjenjang dari atas ke bawah di bidang
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian.
20
Dinkes kab/Kota
BP4, BKMM, BKKM
RSUD Kab/Kota, BP4,
BKMM, BKKM. Sentra P3T,
Tingkat 2 Tingkat 2
Posyandu
sakabhakti
Posyandu
Polindes
Masyarakat Masyarakat
SakabhaktiYankes
Individu
Individu Individu
Puskesmas. Dokter Umum/Keluarga
Puskesmas. Dokter Umum/Keluarga Tingkat 1 Tingkat 1
Depkes/Dinkes PropinsiRSUD Propinsi/Pusat
Tingkat 3
MATERI VI
HOSPITAL DISASTER PLAN
A. Definisi
Hospital Disaster Plan adalah persiapan dan perencanaan
penanggulangan bencana di Rumah Sakit. Bencana adalah suatu keadaan dimana
terjadi kecelakaan atau bencana alam dan atau bencana yang dibuat oleh
manusia yang dalam waktu relatif singkat terdapat korban dalam jumlah banyak,
yang tidak dapat ditanggulangi oleh hanya satu unit kerja/bagian tertentu,
sehingga harus mendapat pertolongan segera.
B. Klasifikasi Bencana
Bencana terbagi atas 2 macam, antara lain :
1. Bencana internal, adalah bencana yang terjadi di sekitar lingkungan rumah
sakit dan menimpa rumah sakit dengan segala obyek vitalnya yaitu pasien,
pegawai, material dan dokumen.
Contoh : kebakaran, ancaman bom, keruntuhan gedung.
2. Bencana eksternal, adalah bencana yang terjadi di luar lingkungan rumah
sakit yang dalam waktu singkat mendatangkan korban bencana dalam
jumlah melebih rata-rata keadaan biasa sehingga memerlukan penanganan
khusus dan mobilisasi tenaga pendukung lainnya.
Contoh : kecelakaan lalu lintas, keracunan makanan, bencana alam.
C. Tingkatan Bencana
Tingkatan bencana ditentukan oleh jumlah korban yang terjadi akibat
bencana. Apabila jumlah korban yang datang mampu ditangani sendiri oleh IGD
termasuk sistem bencana massal. Namun, apabila jumlah korban melebihi kuota
rumah sakit sehingga tidak dapat ditangani oleh IGD termasuk dalam sistem
penanggulangan bencana massal.
Pembagiannya antara lain :
1. Tingkat I : jumlah korban 10 - 49 orang
2. Tingakat II: jumlah korban 50 – 99 orang
3. Tingkat III : jumlah korban 100 – 299 orang
4. Tingkat IV: jumlah korban >300 orang
21
D. Fase Penanggulangan Bencana
1. Fase Informasi
Fase informasi adalah fase saat rumah sakit mendapat berita adanya bencana
sehingga rumah sakit bisa segera mempersiapkan datangnya korban bencana.
2. Fase Siaga
Fase dimana rumah sakit siap untuk menangani korban bencana massal
dimana jumlah korban melebihi kemampuan IGD. Apabila diperlukan bisa
menghubungi tenaga kesehatan lini kedua atau ketiga.
3. Fase Triage Pelayanan
Fase dimana korban bencana sudah datang ke rumah sakit sehingga petugas
rumah sakit memulai penanganan korban bencana massal.
4. Fase Evaluasi
Fase Evaluasi adalah evaluasi keseluruhan kegiatan penanganan korban
bencana massal yang telah dilakukan.
E. Tata Laksana Penanggulangan Bencana
1. Fase Informasi
Pelaporan bencana yang terjadi saat jam kerja dilakukan oleh kepala IGD
untuk diinformasikan kepada Direktur Rumah Sakit, Kabid Yanmed,
Kasubid Perawat, Ketua Tim Siaga Bencana untuk menentukan status
“Siaga”. Sedangkan, pelaporan bencana diluar jam kerja dilakukan oleh
dokter jaga IGD, segera menghubungi direktur, ketua Tim Siaga Bencana,
Kepala IGD.
2. Fase Siaga
Fase Siaga segera ditetapkan saat ada informasi bencana dilaporkan
kemudian informasi bencana diumumkan agar segenap petugas kesehatan di
Rumah Sakit mempersiapkan diri dan sarana yang dibutuhkan.
3. Fase Triage
Penempatan korban sesuai pelabelan triage.
4. Fase Evaluasi
Evaluasi pelaksanaan penanganan bencana.
22
F. Triage
Triage adalah tindakan pemilahan korban sesuai dengan kondisi
penyakitnya, perlukaannya, untuk mendapat label tertentu dan dikelompokkan
untuk mendapatkan pertolongan sesuai dengan kebutuhan dan kegawatannya.
Tujuan dilakukan triage adalah untuk efektivitas penanganan bencana.
1. Label Biru adalah pasien sangat gawat, harapan hidup kecil
2. Label Merah adalah pasien gawat darurat, perlu tindakan cepat
3. Label Kuning adalah pasien darurat, tidak gawat
4. Label Hijau adalah pasien tidak gawat dan tidak darurat
5. Label Putih adalah pasien gawat tetapi tidak darurat
6. Label Hitam adalah pasien dengan ancaman meninggal dunia, dilakukan
resusitasi pun tidak akan menyelamatkan pasien
G. Organisasi Tim Disaster Rumah Sakit
1. Pimpinan Disaster
Pada saat jam kerja yang berperan sebagai pimpinan Tim Disaster adalah
Direktur Rumah sakit, sedangkan di luar jam kerja yang bertindak sebagai
pimpinan disaster adalah dokter jaga IGD yang bertugas saat itu sampai tim
yang berwenang datang.
Tugas pimpinan disaster :
a) Mengkoordinasi segenap unsur di rumah sakit yang bertugas
menanggulangi bencana.
b) Berkoordinasi dengan unsur dari luar rumah sakit bilamana dipandang
perlu setelah berkonsultasi dengan Direktur Rumah Sakit dan Ketua Tim
Disaster
2. Tim Evakuasi
Tim evakuasi terdiri atas perawat, petugas kebersihan, petugas administrasi
dan petugas keuangan.
Tugas Tim Evakuasi:
a) Membantu pasien dan keluarganya untuk keluar dari gedung rumah
sakit menyelamatkan diri, menyelamatkan harta benda milik rumah
sakit dan pasien.
23
3. Tim Keamanan
Tim keamanan adalah Satuan Pengamanan dari rumah sakit.
Tugas Tim Keamanan :
a) Mengamankan lokasi bencana dari orang orang yang tidak
bertanggungjawab.
b) Mengamankan jalur lalu lintas ambulans, tenaga medis, dokumen-
dokumen dan harta benda
c) Mengamankan jalur transportasi intern rumah sakit
4. Tim Medis
Tim Medis dipimpin oleh dokter IGD yang bertugas saat itu dan dibantu oleh
perawat IGD.
Wewenang :
a) Menentukan kondisi kegawatdaruratan korban
b) Menentukan penanganan lanjut untuk para korban misalnya dirujuk atau
tidak.
c) Menentukan tempat rujukan yang tepat buat korban
Tugas Tim Medis:
Memberikan pertolongan medis pertama kepada korban bencana
5. Tim Logistik Umum
Tim logistik terdiri atas petugas dapur dan laundry
Tugas Tim Logistik Umum :
Melakukan perencanaan dan menyediakan logistik umum yang dibutuhkan
oleh petugas maupun korban bencana yang dibutuhkan saat itu.
6. Tim Penunjang
Tim Penunjang ini terdiri dari:
b) Penunjang medik yaitu yang bertugas memberikan bantuan penunjang
medis sesuai bidangnya. Contoh :radiologi, farmasi, laboratorium,
ambulans, rekam medis.
c) Penunjang Umum yaitu petugas teknis yang akan memberikan bantuan
penunjang yang sifatnya umum. Contoh : pengamanan kelistrikan,
pemenuhan tenaga listrik, bantuan komunikasi serta bantuan umum yang
lain yang dibutuhkan saat bencana.
24
7. Tim Khusus
Tim khusus terdiri dari petugas perawat di kamar operasi.
Bila ada operasi yang sedang berlangsung dan operasi harus diselasaikan
maka operasi diselesaikan dan ditutup sementara.
Bila tidak ada operasi / operasi baru dimulai maka operasi dihentikan dan
dilakukan evakuasi pasien oleh petugas kamar operasi sesuai ketentuan.
Bila korban bencana dari luar rumah sakit maka perawat kamar operasi
berperan menyiapkan segala sesuatu untuk persiapan operasi baik kamar
operasi yang akan digunakan tim operasi yaitu dokter anastesi dan dokter
operator dll.
Tugas petugas kamar operasi :
a) Mengupayakan tenaga listrik tetap terjamin dengan berkoordinasi
petugas teknik
b) Berkoordinasi dengan pimpinan disaster untuk kondisi dan situasi
bencana
Wewenang :
Petugas kamar operasi berwenang menghentikan kegiatan operasi dan
mengevakuasi pasien bilamana situasi bencana tidak memungkinkan
lagi.
H. Skema Disaster Plan di RSUD Karanganyar
25
TRIAGEKorban Bencana/ Musibah massal
BiruMerahKuningHijauPutihHitam
DAFTAR PUSTAKA
Gondodiputro S (2007). Rekam medis dan sistem informasi kesehatan di sarana
pelayanan kesehatan primer (puskesmas). Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung, p:1.
Mukti, Hari. 2010. Pedoman Penanggulangan Bencana Disaster Plan) di Rumah Sakit.
Sepajang: Rumah Sakit Siti Khodijah Sepajang
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 340/MENKES/PER/III/2010
Sjamsuhidajat, Alwy S, Rusli A, Rasad A, Enizar, Irdjiati A, Subekti I, et al (2006).
Manual Rekam Medis Edisi ke-1. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Suryono, Bambang. 2008 Penyusunan Hospital Disaster Plan. Medical Management.
Salatiga : PMPK-UGM dan Dinkes Provinsi jawa tengah
26