irwan zalukhu et al 1 - 11 jurnal mix, volume 6 no. 1...
TRANSCRIPT
Irwan Zalukhu et al 1 - 11 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
1
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI DAN STRES
KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI
(Studi Kasus di Kantor Pusat Badan SAR Nasional Jakarta)
Irwan Zalukhu dan Ngadino Surip
Fakultas Pasca Sarjana Magister, Prog Manajemen, Universitas Mercu Buana
E-mail : [email protected] dan [email protected]
ABSTRACT
This study was conducted to determine the effect of emotional intelligence,
organizational climate and job stress on employee performance. The population in this
study were employees at the Head Office of National SAR Agency (BASARNAS) Jakarta.
Sampling was done by metore accidental sampling. The method used in this study is a
descriptive analysis of the data collection through literature review, observation,
interview. Analysis was conducted on the validity, reliability test, the classic assumption
test, correlation and regression testing.
Results of the analysis showed that emotional intelligence is partially significant
effect on employee performance is strongly correlated with empathy Dimension initiative.
Partial results of the analysis of organizational climate have a significant effect on
employee performance. Dimensional support strongly associated with cooperation.
Partial results of the analysis of job stress had no effect on employee performance.
Results of simultaneous analysis of emotional intelligence and organizational climate
have a significant effect on employee performance.
Keywords: Emotional Intelligence, Organizational Climate, Job Stress, Employee
Performance Jurnal diterima redaksi : Disetujui untuk publikasi :
Januari 2013 Febuari 2013
I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan Pusat Data Statistik dan Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian
Kelautan dan Perikanan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas
perairan 2/3 luas daratan yaitu sekitar 1,273,954.32 km2
(statistik.kkp.go.id). Perairan
Indonesia merupakan salah satu wilayah yang unik dengan berbagai tipe dan
keistimewaaan di tiap daerahnya. Tak jarang perairan yang kaya sumber daya alam ini
berubah menjadi sangat ganas dan menelan banyak korban jiwa.
Tersebarnya pulau – pulau di Indonesia menyebabkan tingginya tuntutan
pengembangan dan perluasan jasa transportasi pelayaran dan penerbangan sebagai
penghubung aktifitas sosial-ekonomi-politik antarwilayah, antarpulau, maupun antar-
negara, selain itu juga untuk kebutuhan angkutan penumpang dalam kaitannya dengan
pembangunan kepariwisataan.
Transportasi merupakan urat nadi perekonomian masyarakat dan bangsa
Indonesia. Aktivitas perkembangan transportasi di Indonesia yang terdiri dari berbagai
matra (transportasi laut dan transportasi lainnya) semakin meningkat. Hal ini merupakan
dampak dari aktivitas perekonomian dan aktifitas sosial budaya dan masyarakat.
Disamping itu, proses deregulasi proses pembaruan regulasi di bidang transportasi secara
nasional juga telah memicu peningkatan aktifitas transportasi. Peningkatan aktifitas
transportasi secara nasional baik dalam matra transportasi darat, laut, udara,
Irwan Zalukhu et al 1 - 11 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
2
perkeretaapian tersebut di sisi lain juga berdampak semakin meningkatnya insiden dan
kecelakaan transportasi.
Musibah kecelakaan transportasi darat juga sering terjadi, misalnya peristiwa
anjloknya gerbong kereta api dan kecelakaan lalu lintas di jalan. Musibah yang lain
berupa bencana yang terjadi di berbagai belahan wilayah tanah air seperti gempa tektonik,
tsunami dan meletusnya gunung berapi. Di bawah ini disajikan peta potensi bencana di
wilayah Indonesia menurut Himpunan Pemerhati Lingkungan Indonesia
(http://www.hpli.org/bencana.php)
Gambar 1.1. Peta potensi Bencana di Indonesia
Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang
beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak
dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas pergerakan lempeng
tektonik aktif di sekitar perairan Indonesia diantaranya adalah lempeng Eurasia, Australia
dan lempeng Dasar Samudera Pasifik. Pergerakan lempeng-lempeng tektonik tersebut
menyebabkan terbentuknya jalur gempa bumi, rangkaian gunung api aktif serta patahan-
patahan geologi yang merupakan zona rawan bencana gempa bumi dan tanah longsor.
Dari peta diatas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama (main
hazard potency) yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara
Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya bencana adalah
pencegahan dan mitigasi, yang merupakan upaya untuk mengurangi atau memperkecil
dampak kerugian atau kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh bencana.
Semua musibah yang terjadi merupakan kejadian yang serba tiba-tiba, serta tidak
dapat diketahui kapan dan dimana akan terjadi. Pada umumnya berakibat fatal terhadap
keselamatan jiwa dan kerugian harta benda. Tetapi, dampak tersebut dapat diantisipasi
dan diminimalisir jika ditangani dengan cepat, tepat, dan seksama. Oleh karena itu,
kehadiran tim pencari dan penyelamat sangat dibutuhkan jika terjadi suatu musibah. Yang
sekarang ini dijalankan oleh sebuah organisasi bernama Basarnas.
Badan SAR Nasional (disingkat Basarnas) adalah Lembaga Pemerintah Non
Kementrian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pencarian dan pertolongan (search and rescue/SAR).
Lahirnya organisasi SAR di Indonesia yang saat ini bernama Basarnas diawali
dengan adanya penyebutan Black Area bagi suatu negara yang tidak memiliki organisasi
SAR juga sebagai konsekuensi Indonesia menjadi anggota IMO (International Maritime
Organization) serta ICAO (International Civil Aviation Organization).
Irwan Zalukhu et al 1 - 11 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
3
Dalam penyelenggaraan operasi SAR, ada 5 komponen SAR yang merupakan
bagian dari sistem SAR yang harus dibangun kemampuannya, agar pelayanan jasa SAR
dapat dilakukan dengan baik. Komponen-komponen tersebut antara lain:
1. Organisasi (SAR Organization), merupakan struktur organisasi SAR, meliputi
aspek pengerahan unsur, koordinasi, komando dan pengendalian, kewenangan,
lingkup penugasan dan tanggung jawab penanganan musibah.
2. Komunikasi (Communication), sebagai sarana untuk melakukan fungsi deteksi
adanya musibah, fungsi komando dan pengendalian operasi dan koordinasi selama
operasi SAR.
3. Fasilitas (SAR Facilities), adalah komponen unsur, peralatan/perlengkapan serta
fasilitas pendukung lainnya yang dapat digunakan dalam operasi/misi SAR.
4. Pertolongan Darurat (Emergency Cares), adalah penyediaan peralatan atau
fasilitas perawatan darurat yang bersifat sementara ditempat kejadian, sampai
ketempat penampungan atau tersedianya fasilitas yang memadai.
5. Dokumentasi (Documentation), berupa pendataan laporan, analisa serta data
kemampuan operasi SAR guna kepentingan misi SAR yang akan datang.
Lingkup tugas pokok dan fungsi Basarnas sesuai dengan PP No. 36/2006-
Basarnas bertanggungjawab untuk menangani musibah kecelakaan transportasi, bencana
alam, dan musibah bencana lainnya, merupakan garda depan (front line) dalam proses
pencarian, pertolonganm, dan evakuasi korban manusia dan harta benda dalam wilayah
yurisdiksi NKRI hingga 200 mil laut ZEEI, di samping fungsinya sebagai koordinator
seluruh potensi SAR.
Tugas Basarnas akan dapat terlaksana dengan baik jika didukung dengan
ketersediaan dan kesiapan seluruh elemen utama Basarnas dan institusi pendukung
lainnya secara terintegrasi baik pada tingkatan substrukturnya (institusi/kelembagaan,
Sumber Daya Manusia, pembiayaan), pada tingkatan infrastrukturnya (prasarana dan
sarananya), maupun pada tingkatan suprastrukturnya (regulasi, peraturan, perundangan,
serta kewenangan lainnya) secara sistemik dan terintegrasi. Bangunan infrastruktur,
meliputi kondisi prasarana dan sarana utama, prasana dan sarana pendukung, bangunan
kantor SAR yang ada di 24 UPT (Unit Pelaksanaan Teknis), jauh dari memadai, bahkan
untuk kebutuhan paling minimal sekalipun.
Kekurangan peralatan juga menjadi salah satu keluhan dari petugas Basarnas
dalam rangka melaksanakan penangan kecelakaan di lapangan. Sebagai contoh pada saat
melakukan evakuasi korban kecelakaan Pesawat Sukhoi Superjet 100 di tebing gunung
salak Bogor pada bulan Mei lalu bahwa semua peralatan yang digunakan petugas
Basarnas yang digunakan adalah alat-alat standar, dan ada sebagian alat-alat yang bagus
tapi pinjaman (Akbar Zulfakar (Kapoksi) FPKS Komisi V DPR RI di Lanud Bandara
Halim Perdanakusuma, Sabtu (12/5/12) Liputan6.com, Jakarta). Hal ini akan
mempengaruhi kecepatan dan ketepatan penanganan evakuasi korban bencana di
lapangan.
Pegawai Basarnas dipimpin oleh seorang Kepala Badan SAR Nasional yang
bertanggung jawab secara keseluruhan tentang operasi SAR di Indonesia. Beliau berasal
dari kesatuan TNI AL RI dan tugaskan langsung oleh Presiden untuk menjadi Kepala
Basarnas. Dalam struktur organisasi Basarnas, sebagian besar bidang-bidang operasi
lapangan dipimpin oleh TNI. Namun, tidak jarang hal ini menjadi masalah dan
menimbulkan hubungan pimpinan dengan bawahan menjadi tidak baik karena terasa sulit
membangun komunikasi karena perbedaan kebiasaan dan latar belakang, sehingga
berakibat pada pengaplikasian tugas di lapangan. Sebagai contoh pada pencarian lokasi
Irwan Zalukhu et al 1 - 11 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
4
kecelakaan pesawat sukhoi super jet 100 Mei lalu yang sangat terlambat, ini sebabkan
koordinasi dan komunikasi tim SAR dengan komando atau atasan mereka tidak baik.
Bersadarkan hasil wawancara dengan beberapa pegawai di Basarnas bahwa
mereka merasa ada jarak yang terlalu jauh dengan atasan mereka. Salah satu contohnya
adalah ketika seorang Pimpinan Basarnas akan memasuki kantor atau pulang kantor maka
sekitar beberapa menit semua security sudah berbaris dari pintu lobby utama sampai di
depan lift khusus untuk pimpinan Basarnas. Semua pegawai yang ada disitu saat itu tidak
boleh merjalan mendahului Pimpinan karena dianggap tidak menghormati atasan. Iklim
organisasi ini yang dikeluhkan oleh kebanyakan pegawai Basarnas, hati mereka berontak
ketika mereka mengingat kelelahan, kecapean, kesakitan, dalam menjalankan pekerjaan
dan tidak pernah ada kata-kata simpatik, kata-kata penyemangat dari seorang Pimpinan
tersebut.
Dalam pelaksanaan tugas evakuasi korban bencana, kecelakaan pelayaran dan
penerbangan yang dilakukan oleh Basarnas di lapangan sering dibantu oleh tim SAR
gabungan dari instansi lain. Sebagai contoh pada pelaksanaan evakuasi korban bencana
Pesawat Sukhi Superjet 100 Mei lalu, petugas Basarnas dibantu oleh tim SAR gabungan
TNI, POLRI, PMI, serta para relawan lainnya, sehingga pelaksanaan tugas evakuasi
korban dilakukan dengan cepat. Namun, kendala yang sering dihadapi oleh petugas
Basarnas sendiri adalah adanya perbedaan cara kerja dari masing-masing instansi tersebut
sehingga petugas Basarnas kewalahan menyesuaikan diri dengan cara kerja mereka.
Kendala seperti ini sering dialamai oleh petugas Basarnas yang bertugas di lapangan,
namun dalam hal ini diperlukan kemampuan manajemen emosi diri petugas itu sendiri.
Sesuai dengan hasil wawancara dari beberapa pegawai di Basarnas bahwa kendala
lain yang sering dialami oleh petugas Basarnas ketika melakukan evakuasi di lapangan
adalah menghadapi keluarga korban bencana atau kecelakaan. Mungkin karena dalam
keadaan berkabung akibat kecelakaan yang menimpa mereka sehingga kebanyakan
keluarga korban menuntut lebih cepat dan menganggap tim Basarnas sengaja mengulur-
ngulur waktu pencarian korban, kinerja tim Basarnas tidak ada, dan lain sebagainya, pada
hal kenyataannya petugas Basarnas telah melakukan pekerjaan dengan tidak mengenal
lelah, tidak mengenal siang atau malam, tidak mengenal sakit dan tidak mengenal cuaca
serta lokasi kecelakaan dalam melakukan pencarian korban. Hal ini merupakan polemik
yang dialami petugas Basarnas dilapangan, sehingga tidak jarang petugas Basarnas
mengalami tekanan batin yang menimbulkan stres pada petugas itu sendiri.
Akibat dari keadaan seperti ini, kegiatan keseharian pegawai Basarnas di kantor
sangat terganggu, ini dibuktikan dengan persentase rata-rata absensi pegawai Basarnas
dari data Finger Print tiga bulan terakhir bahwa lebih dari 25% pegawai yang tidak masuk
kantor dengan alasan sakit perut, sakit kepala, tekanan darah tinggi, dibuktikan dengan
surat keterangan Dokter 15% dan tanpa alasan 10%. Bukan hanya itu, banyak terdapat
pegawai yang menggunakan waktu kerja untuk main game di computer, ngumpul-
ngumpul di smoking area, keseringan izin keluar kantor karena merasa bosan dikantor,
juga terdapat pegawai yang masuk kantor tidak sesuai dengan jam masuk kantor yang
ditentukan dan pulang kantor lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Hal ini perlu
perhatian penuh, jika tidak maka, akan sangat mengganggu pelaksanaan tugas yang
diemban Basarnas dalam melakukan penanganan bencana dan kecelakaan yang terjadi di
wilayah Indonesia.
Dari beberapa fenomena yang diungkapkan di atas maka, sumber daya manusia
yang ada dalam suatu organisasi dituntut memiliki kemampuan mengelola emosi dalam
berinteraksi dengan rekan kerja dan lingkungan sosial tempat kerja sehingga bisa
mencapai hasil kerja yang baik. Peran serta organisasi juga sangat berpengaruh,
Irwan Zalukhu et al 1 - 11 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
5
contohnya dalam hal support ketersediaan sarana yang digunakan dalam melakukan
pekerjaan serta sosialisasi prosedur-prosedur SAR yang harus dilakukan. Melakukan
penataan dan pengembangan serta pemberdayaan sumber daya manusia supaya tidak
menimbulkan rasa tertekan karena beban tugas, meskipun sebenarnya tantangan dan
tekanan cukup banyak, sehingga diharapkan pegawai mampu bekerja dengan kinerja yang
baik. Berdasarka uraian di atas maka, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul Pengaruh Kecerdasan Emosional, Iklim Organisasi dan Stres Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai Pada Badan SAR Nasional Jakarta. Berdasarkan uraian latar belakang di
atas maka didapat rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut :
1) Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas?
2) Apakah iklim organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas?
3) Apakah stres kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas?
4) Apakah kecerdasan emosional, iklim organisasi dan stress kerja secara bersama-
sama berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas?
II. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka pemikiran
yang digunakan dalam penelitian ini yang menggambarkan pengaruh kecerdasan
emosional, iklim organisasi dan stres kerja terhadap kinerja pegawai dapat disajikan
dalam gambar berikut :
Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran
Perumusan Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H1 : Kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas;
H2 : Iklim organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas;
H3 : Stres kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas;
H4 : Kecerdasan emosional, iklim organisasi dan stres kerja secara bersama-sama
berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas.
III. HASIL DAN ANALISA DATA
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesis dalam
penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linear sederhana. Dalam
Irwan Zalukhu et al 1 - 11 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
6
analisis regresi linear sederhana ini yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi dan
koefisien regresinya serta hasil uji-F dan uji-t.
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh variabel
independent (predictor) terhadap perubahan variabel dependent. Dari hasil pengolahan
data dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan R Square berikut :
Tabel 1. Koefisien Determinasi
Variables Entered/Removedb
Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1 Kecerdasan
Emosional
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Kinerja Pegawai
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .733a .538 .534 1.902
a. Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosional
Tabel di atas hasil korelasi r sebesar 0.813, hal ini memberi arti bahwa secara
bersama-sama hubungan kecerdasan emosional, dan iklim organisasi dengan kinerja
pegawai mempunyai hubungan yang positif, searah, dan sangat tinggi. Jika nilai
kecerdasan emosional, dan iklim organisasi naik, maka nilai kinerja pegawai juga akan
naik. Nilai koefisien determinasi R2 (Adjusted R Square) sebesar 0.655 atau 65.5%.
Artinya kontribusi variabel–variabel bebas secara bersama–sama yaitu kecerdasan
emosional, dan iklim organisasi terhadap kinerja pegawai adalah sebesar 65.5%
sedangkan sisanya sebesar 34.5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Uji-F (ANOVA)
Uji – F pada dasarnya menunjukkan apakan semua variabel yang dirumuskan
dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel
terikat atau tidak.
Tabel 2.
Hasil Uji F
ANOVAb
Model Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
1
Regressio
n 697.499 2 348.749 130.312 .000
a
Residual 358.618 134 2.676
Total 1056.117 136
a. Predictors: (Constant), Ikim Organisasi, Kecerdasan Emosional
b. Dependent Variable: Kinerja Pegawai
Irwan Zalukhu et al 1 - 11 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
7
Berdasarkan tabel 5.23 di atas hasil pengujian hipotesis dengan taraf signifikansi
5% maka diperoleh F hitung sebesar 130.312 dan signifikansi 0.000. Sementara F tabel dilihat
pada taraf signifikansi 5% dengan df pembilang (k-2) dan df penyebut (n-k) maka
diperoleh F tabel yaitu F(2:134) = 3.276. Oleh karena F hitung lebih besar dari F tabel , yaitu
130.312 lebih besar dari 3.276 dan signifikansi 0.000 lebih kecil dari 0.05, berarti Ho
ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian maka hipotesis penelitian keempat (H4)
dapat diterima atau terbukti. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosional, dan iklim organisasi secara bersama-sama (simultan) dianggap penting dan
berpengaruh signifikan dalam meningkatkan kinerja pegawai.
Koefisien Regresi
Analisis koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan variabel–variabel independen (kecerdasan emosional, dan iklim organisasi)
secara bersama–sama dalam menjelaskan variabel dependen (kinerja pegawai). Dari hasil
analisis didapat nilai R2 (Adjusted R Square) pada tabel 5.24 di bawah ini
Tabel 3.
Hasil Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .813a .660 .655 1.636
a. Predictors: (Constant), Ikim Organisasi, Kecerdasan Emosional
b. Dependent Variable: Kinerja Pegawai
Dari tabel 5.24 di atas hasil korelasi r sebesar 0.813, hal ini memberi arti bahwa
secara bersama-sama hubungan kecerdasan emosional, dan iklim organisasi dengan
kinerja pegawai mempunyai hubungan yang positif, searah, dan sangat tinggi. Jika nilai
kecerdasan emosional, dan iklim organisasi naik, maka nilai kinerja pegawai juga akan
naik. Nilai koefisien determinasi R2 (Adjusted R Square) sebesar 0.655 atau 65.5%.
Artinya kontribusi variabel–variabel bebas secara bersama–sama yaitu kecerdasan
emosional, dan iklim organisasi terhadap kinerja pegawai adalah sebesar 65.5%
sedangkan sisanya sebesar 34.5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Analisis Dimensi
Untuk menganalisis hubungan dimensi antar variabel bebas dan variabel terikat
perlu dilakukan matrik korelasi dimensi. Koefisien korelasi merupakan nilai yang
mencerminkan tingkat keeratan hubungan antar variabel yang digunakan dalam model
persamaan atau dengan kata lain koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antara variabel X (kecerdasan emosional, dan iklim organisasi) dengan
Y (kinerja pegawai)
Untuk dapat memberikan interpretasi terhadap tingginya hubungan maka dapat
digunakan pedoman yang tertera di bawah ini.
Irwan Zalukhu et al 1 - 11 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
8
Tabel 5.25
Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi.
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 - 0,799 Tinggi
0,80 – 1,000 Sangat Tinggi
Sumber : Sugiyono (2007) Di bawah ini adalah hasil matrik korelasi antar dimensi :
Tabel 5.26 Matrik Korelasi dimensi Kecerdasan Emosional dan Iklim Organisasi
Terhadap Kinerja Pegawai
V
V Y
D
D
Kuantitas
Kerja
Kualita
s Kerja
Pengetahua
n Pekerjaan
Kreativit
as
Kerjas
ama
Keretga
ntungan
Inisiati
f
kual
Person
X1
Kesadara
n Diri .151 .210
* .270
** .349
** .252
** .230
** .253
** .317
**
Manajem
en Diri .151 .198
* .317
** .410
** .224
** .365
** .159 .371
**
Motivasi
Diri .202
* .119 .349
** .296
** .095 .301
** .266
** .245
**
Empati .250**
.236**
.002 .323**
.332**
.206* .436
** .203
*
Keteramp
ilan
Sosial
.172* .258
** .139 .310
** .316
** .243
** .276
** .283
**
X2
Struktur .214* .113 .349
** .423
** .247
** .253
** .337
** .224
**
Standar-
standar .229
** .214
* .316
** .375
** .264
** .270
** .286
** .357
**
Tanggun
g Jawab .230
** .295
** .178
* .249
** .210
* .192
* .249
** .359
**
Pengharg
aan .206
* .176
* .188
* .245
** .269
** .149 .117 .347
**
Dukunga
n .106 .178
* .359
** .457
** .392
** .073 .265
** .337
**
Komitme
n .023 .193
* .126 .325
** .228
** .201
* .183
* .311
**
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari tabel 5.26 terlihat bahwa nilai matrik korelasi pearson dari masing masing item
variabel yaitu variabel iklim organisasi dengan kinerja pegawai yang paling tinggi
Irwan Zalukhu et al 1 - 11 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
9
hubungannya adalah X1.4-Y7 dengan korelasi pearson sebesar 0.457” dan tingkat
signifikansinya 0.01, nilai matrik korelasi pearson variabel kecerdasan emosional dengan
kinerja pegawai yang paling tinggi hubungannya adalah X2.5-Y4 dengan korelasi pearson
sebesar 0.436” dan tingkat signifikansinya 0.01.
Dari hasil korelasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa korelasi yang paling
tinggi adalah variabel iklim organisasi dengan kinerja pegawai, yaitu sebesar 0.457
dengan tingkat hubungan sedang. Dilihat dari dimensinya adalah dimensi dukungan
terhadap kreatifitas
Tabel 5.27 di bawah ini adalah hasil uji korelasi sederhana antara variabel
kecerdasan emosional dan iklim organisasi dengan kinerja pegawai.
Tabel 5.27 Korelasi Antar Variabel Dengan Kinerja Pegawai
Kecerdasan Emosional
Ikim Organisasi
Kinerja Pegawai
Kecerdasan Emosional
Pearson Correlation
1 .698** .733
**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 137 137 137
Ikim Organisasi
Pearson Correlation
.698** 1 .763
**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 137 137 137
Kinerja Pegawai
Pearson Correlation
.733** .763
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 137 137 137
Pada Tabel 5.27 di atas menunjukkan nilai koefisien korelasi yang dapat
disimpulkan bahwa variabel yang paling tinggi hubungannya dengan variabel kinerja
pegawai adalah variabel iklim organisasi karena menunjukan hasil hubungan yang tinggi
yaitu sebesar 0.763, kemudian diikuti oleh variabel kecerdasan emosional yaitu sebesar
0.733 dengan tingkat signifikansi 0.01. Hal ini memberikan arti bahwa hubungan kedua
variabel independen (kecerdasan emosional, dan iklim organisasi) dengan variabel
dependen (kinerja pegawai) mempunyai hubungan yang positif, searah dan tinggi, artinya
jika variabel kecerdasan emosional, dan iklim organisasi naik maka nilai kinerja pegawai
juga akan naik.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap variabel kecerdasan emosional,
variabel iklim organisasi, variabel stres kerja dan variabel kinerja pegawai, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
pegawai, artinya jika kecerdasan emosional baik maka kinerja akan meningkat.
Dimensi empati berhubungan kuat terhadap dimensi inisiatif.
2. Iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai,
artinya jika iklim organisasi kondusif maka kinerja akan meningkat. Dimensi
dukungan berhubungan kuat terhadap dimensi kerjasama.
Irwan Zalukhu et al 1 - 11 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
10
3. Kecerdasan emosional, iklim organisasi dan stres kerja secara bersama-sama
berpengaruh terhadap kinerja yaitu sebesar 65,5%, sedangkan sisanya sebesar
34,5% dijelaskan oleh variabel lain.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas serta hasil yang dicapai dalam penelitian ini, maka
penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan inisiatif pegawai maka Pimpinan organisasi harus
meningkatkan daya empati. Disarankan Pimpinan organisasi harus melakukan
komukasi terhadap bawahan secara intensif atau melakukan komunikasi dua arah.
2. Untuk meningkatkan kerjasama pegawai maka, dukungan harus diberikan berupa
fasilitas contohnya training, seminar, outbound, team building.
3. Untuk penelitian selanjutnya, dari temuan bahwa kinerja karyawan masih
ditentukan variabel lain yang tidak diteliti maka, disarankan untuk melakukan
penelitian yang terkait dengan variabel :
a. Job Description
b. Motivasi kerja
c. Latar belakang pendidikan pegawai
d. Budaya kepemimpinan
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Syafaruddin. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Strategi Keunggulan
Kompetitif, Yogyakarta : Badan Penerbit Fakultas Ekonomi,
Arikunto, Suharsimi. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta.
Chin-Ju Tsai, Paul Edwards, and Suknaya Sengupta, Human Resource Management,
Organizational Performance and Employee Attitudes and Behaviours:
Exploring the Linkages, Journal. www.esrc.ac.uk Diunduh tanggal 21
November 2011
Davidson, 2000. The importance of the avian immune system and its unique features.
Avian Immunology. San Diego: Elsevier.
Davis K, Newstrom JW, 2001. Perilaku dalam Organisasi. Jilid 1, Terjemahan. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Erlina, Sri Mulyani, 2007. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan
Manajemen, Penerbit USU Press, Medan.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Semarang :
Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Goleman, D. 2000. Kecerdasan Emosi : Mengapa Inteligensi Lebih Tinggi Daripada IQ,
Alih Bahasa T. Hermay, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
----------------2001. Emotional Intelligense Untuk Mencapai Puncak Prestasi, Alih bahasa :
Alex Tri K.W, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
--------------- 2007. Kecerdasan Emosi (Emotional Intellegence). Jakarta:
ramedia.Pustaka Utama
Gomes, Faustino Cardoso, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta :
Penerbit Andi.
Handoko. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.
Hasibuan, Malayu. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.
Irwan Zalukhu et al 1 - 11 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
11
Mangkunegara. A.A. Anwar Prabu 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung : Refika
Aditama.
Mathis, Robert. L dan Jackson John. H, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Jilid 2, Jakarta : Salemba Empat.
Mathis, Robert. L dan Jackson John. H, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 1,
Jakarta : Salemba Empat.
Munandar. 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Penerbit Salemba Empat
Ngadino Surip. 2011. Metode Penelitian Teori dan Terapan. Jakarta : Penerbit Mictra
Wanaca Media
Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright. 2010, Human Resource Management Gaining a
Competitive Advantage. Third Edition. McGraw-Hill Companies. Inc, Boston.
Novitasari. 2005. Pengaruh stres kerja terhadap motivasi kerja dan kinerja karyawan
PT. H.M. Sampoerna Tbk. http://www.damandiri.or.id Diunduh 6 Juni 2007.
Putri, Dita Astari, 2011. Pengaruh stres kerja terhadap kinerja pegawai PT. Bank Syariah
mandiri cabang gajah mada medan, Jurnal : USU
Reni Hidayati, Yadi Purwanto, Susatyo Yuwono
Kecerdasan Emosi, Stres Kerja Dan
Kinerja Karyawan, Jakarta : Dipublis oleh Gunadarma. e-Journal,
(http://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/viewFile/249/190) Di
unduh tanggal 21 November 2011
Rivai,Veithzal,. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori
ke Praktik. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
-------------------- 2005. Performance appraisal. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Robbins, Stephens. P. 2008. Perilaku Organisasi. Buku 1, Terjemahan Edisi Dua Belas.
Jakarta : Penerbit Salemba Empat.
----------------------------. 2008. Perilaku Organisasi. Buku 2, Terjemahan Edisi Dua
Belas. Jakarta : Penerbit Salemba Empat.
Shapiro, L.E., 2006. Mengajarkan Emotional Intelligence Pada anak. Jakarta : Gramedia.
Siagian, Sondang P. 2011. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Bumi
Aksara.
Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta : Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sopiah, 2008. Perilaku Organisasional. Malang : Penerbit ANDI Jogjakarta
Sugiono. 2011. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kedelapan. Bandung : CV. Alfabeta
Sulistiyani, Ambar T. dan Rosidah. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Supramono, dan Intyas Utami, 2004. Desain Proposal Penelitian Akuntansi dan
Keuangan, Yogyakarta : Penerbit Andi
Umar, Husein. 2008. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Edisi 8. Jakarta:
Penerbit Rajawali Pers.
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja Edisi Kedua. Jakarta : Rajagrafindo
Wirawan, 2007. Budaya dan Iklim Organisasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat
Ahrul Tsani et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
12
PENGARUH KOMPETENSI, PENEMPATAN KERJA DAN MOTIVASI
TERHADAP KINERJA PEGAWAI SEKRETARIAT JENDERAL
KEMENTERIAN LUAR NEGERI
Ahrul Tsani F dan Rina Astini
Fakultas Pasca Sarjana, Prog Magister Manajemen, Universitas Mercu Buana
E-mail: dan [email protected] dan [email protected]
ABSTRACT
The research was conducted to analyze how strong is the effect of competency,
work placement and motivation on performance of the employees of the Secretariat
General of Ministry of Foreign Affairs. Phenomenon indicated that performance
achievement of the Ministry showed by the result of LAKIP appraisal only meet the CC
criteria. This could be linked to the low performance of the Ministry staff, affected by
competency, work placement and motivation factors. The design of the research is causal
design which aimed to measure how strong are the effect of competency, work placement
and motivation on performance. The measurement of the variables is using Likert scale
and data were collected through questionnaire to 186 respondents. The data obtained was
analyzed using SPSS. The results of multiple regression analysis and t-test proved that the
competency had no effect, while work placement and motivation significantly effected on
performance. In conclusion, the research showed that the process of work placement by
considering academic achievement and motivation from a good relationship with
superiors could effect to the achievement of the employees performance.
Keywords: competency, work placement, motivation and performance
Jurnal diterima redaksi : Disetujui untuk publikasi :
Januari 2013 Febuari 2013
I. PENDAHULUAN
Kementerian Luar Negeri RI yang memiliki wewenang dan tugas pokok serta
fungsi dalam menyusun kebijakan dan melaksanakan hubungan/politik luar Negeri
Indonesia melalui diplomasi, dituntut untuk memiliki sumber daya manusia (SDM) yang
profesional, kompeten dan handal. SDM yang professional, kompeten dan handal ini
diperlukan, baik untuk menjadi pelaksana utama maupun pelaksana pendukung diplomasi
Indonesia, yang dilaksanakan di Pusat maupun di Perwakilan RI di Luar Negeri. Dengan
memiliki SDM yang handal dan tentunya berkinerja tinggi, diharapkan kinerja
Kementerian Luar Negeri sebagai sebuah organisasi juga turut meningkat.
Selama ini, kinerja Kementerian Luar Negeri, biasa dilihat dari penilaian atas
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Luar Negeri,
yang hasilnya belum maksimal, seperti tampak pada tabel berikut:
Ahrul Tsani et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
13
Tabel 1.1 Nilai dan Peringkat LAKIP Kemlu
Catatan: sejak tahun 2009, sistem peringkat dirubah menjadi system
pengkategorian yang terdiri dari AA, A, B, CC, C, dan D
Selain itu, kinerja Kementerian Luar Negeri juga biasa dinilai dari Laporan
Keuangan didasarkan pada opini BPK, dengan pencapaian sebagai berikut:
Table 1.2 Opini BPK atas Laporan Keuangan Kemlu
Dari kedua tabel di atas, nampak jelas bahwa kinerja Kementerian Luar Negeri
belum mencapai hasil maksimal seperti yang diharapkan. Penilaian atas hasil SAKIP dan
Laporan Keuangan di atas, menunjukkan bahwa di masa-masa yang akan datang,
Kementerian Luar Negeri, dituntut untuk melanjutkan proses perbaikan di dalam
keseluruhan manajemen keorganisasinya, termasuk yang terpenting adalah perbaikan
manajemen SDM. Peningkatan kualitas dan kapasitas SDM dalam suatu organisasi,
sangat penting, karena SDM merupakan unsur utama dalam organisasi. SDM berperan
sebagai perencana, pelaksana, dan sekaligus pengendali terwujud dan tercapainya tujuan
dan sasaran organisasi. Dalam rangka peningkatan kinerja SDM ini, Kementerian Luar
Negeri juga dituntut untuk mengupayakan peningkatan kualitas dan kapasitas SDM-nya
secara menyeluruh, meliputi semua kategori pegawai yang ada, baik itu mereka yang
masuk kategori Pejabat Dinas Luar Negeri (PDLN), maupun Pegawai Dinas Dalam
Negeri (PDDN).
Mengamati kebijakan kepegawaian di Kementerian Luar Negeri yang berlangsung
saat ini, penulis berpendapat bahwa proses peningkatan kualitas SDM Kementerian Luar
Negeri belum bersifat menyeluruh, dan lebih banyak terfokus kepada mereka yang
termasuk dalam kategori PDLN. Padahal seharusnya, dalam manajemen SDM
Kementerian Luar Negeri, semua kategori pegawai harus masuk dalam program
peningkatan kompetensi dan perbaikan kinerja yang dilakukan Kementerian. Karena
bagaimanapun, dalam rangka meningkatkan kinerja Kementerian sebagai Organisasi,
semua unsur pegawai tidak boleh tidak harus dilibatkan, sebagai satu kesatuan tim.
Fokus perbaikan dan peningkatan kompetensi dan kinerja yang lebih
mengutamakan PDLN ini, menurut pengamatan penulis, bukan saja terkait proses
rekruitmen, akan tetapi juga dari pendidikan dan latihan yang diberikan kepada mereka
pasca proses seleksi. Dalam rangka meningkatkan kompetensi PDLN, Kementerian Luar
Negeri telah memiliki program khusus pendidikan dan pelatihan bagi masing-masing
kategori. Bahkan bagi PDK, ada pendidikan fungsional berjenjang yang telah terprogram
Ahrul Tsani et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
14
dengan baik, mulai dari SEKDILU bagi diplomat pemula, SESDILU bagi diplomat muda
dan SESPARLU bagi diplomat utama. Begitu juga, bagi BPKRT dan PK, memiliki
program pendidikan dan latihan khusus, meskipun secara tidak berjenjang seperti PDK.
Sementara itu, untuk kategori PDDN, sangat jarang sekali ada program-program
pendidikan dan latihan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi mereka.
Di sisi lain, memperhatikan kebijakan rekruitmen dan pendidikan berbasis
kompetensi, yang pada dasarnya merupakan kebijakan yang baik, penulis juga
mendapatkan bahwa kebijakan tersebut, belum secara maksimal disinkronkan dengan
kebijakan penempatan kerja, baik ketika penempatan pertama pasca seleksi, maupun saat
ditempatkan di salah satu Perwakilan RI di Luar Negeri, dan penempatan kerja setelah
selesai penugasan di Luar Negeri. Akibat dari proses penempatan yang tidak berdasarkan
kompetensi tersebut, motivasi dan kinerja mereka pun sedikit banyak terganggu. Dengan
kompetensi tertentu yang dimiliki, para pegawai tentunya berharap dapat ditempatkan di
satuan/unit kerja yang sesuai dengan kompetensinya, agar dapat bekerja secara maksimal
dan menikmati pekerjaannya. Ketika pada kenyataannya, mereka ditempatkan di
satuan/unit kerja yang tidak sesuai dengan kompetensinya, hal itu sedikit banyak
berpengaruh kepada motivasi dan kinerja yang bersangkutan.
Sementara itu, terkait penempatan kerja, sebagian PDDN yang penulis temui,
banyak juga yang merasa bahwa Pimpinan kurang memperhatikan mereka dalam proses
mutasi terlebih promosi. Banyak dari mereka yang menempati suatu unit kerja dalam
waktu yang cukup lama, bahkan sejak masuk ke Kementeria Luar Negeri, tanpa pernah
dipindahkan ke unit lain, dan tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan promosi.
Kebijakan-kebijakan tersebut di atas, terutama yang belum ideal dan tidak sesuai
harapan, baik terkait kompetensi maupun penempatan kerja, menurut penulis, sedikit
banyak juga memiliki keterkaitan dengan tingkat motivasi yang dimiliki pegawai. Seperti
seorang PDLN yang merasa memiliki kompetensi tertentu, tapi kemudian ditempatkan
tidak sesuai dengan kompetensinya, akan mengalami demotivasi, yang akhirnya juga
mempengaruhi semangat dan kinerjanya. Begitu juga, para PDDN, akibat kebijakan
kepegawaian terkait kompetensi dan penempatan kerja yang kurang memperhatikan
mereka dan nampak diskriminatif, banyak yang mengalami demotivasi, sehingga
membuat mereka kurang bersemangat dalam bekerja, tidak berdisiplin dan sering
terlambat datang ke kantor, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja mereka
secara keseluruhan, serta mengganggu kinerja pegawai lainnya.
Memperhatikan kondisi kepegawaian tersebut di atas, nampak cukup menarik
apabila dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh dari kebijakan
Kementerian Luar Negeri terkait kompetensi, penempatan kerja dan motivasi terhadap
kinerja pegawai Kementerian Luar Negeri, baik secara parsial maupun bersama-sama.
Memang ada banyak faktor yang mempunyai pengaruh terhadap kinerja seseorang selain
faktor kompetensi, penempatan kerja dan motivasi. Namun demikian, menurut hemat
penulis, ketiga faktor tersebut diduga merupakan faktor yang paling dominan dalam
mempengaruhi kinerja pegawai Kementerian Luar Negeri. Selain itu, dengan
pertimbangan luasnya ruang lingkup Kementerian Luar Negeri yang terdiri dari 9 satuan
kerja setingkat eselon satu, penulis akan memilih salah satu satuan kerja setingkat eselon
satu, yaitu satuan kerja Sekretariat Jenderal sebagai objek penelitian.
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana penulis jelaskan di atas, maka
dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah kompetensi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal
2. Apakah penempatan kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai pegawai
Sekretariat Jenderal
Ahrul Tsani et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
15
3. Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai pegawai Sekretariat
Jenderal
4. Apakah kompetensi, penempatan kerja dan motivasi berpengaruh secara
bersamaan terhadap kinerja pegawal pegawai Sekretariat Jenderal
II. TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
Kinerja
Ada banyak pengertian kinerja, yang disampaikan para pakar. Salah satu definisi
yang penulis anggap dapat mewakili adalah apa yang disampaikan oleh Mangkunegara
(2009) yang mengatakan bahwa “Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.” Berdasarkan definisi ini, maka,
sebagai hasil dari pencapaian kerja seorang pegawai, kinerja bisa dilihat dan dinilai secara
kualitas maupun secara kuantitas. Maksud kualitas adalah dilihat apakah hasil pekerjaan
seorang pegawai mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan atau
tidak. Sementara secara kuantitas, hasil pekerjaan seorang pegawai dilihat dari jumlah
pekerjaan/produk yang dihasilkan, jumlah rupiah yang didapatkan, atau jumlah siklus
kegiatan yang diselesaikan.
Definisi lain, yang di dalamnya mengandung pengertian tentang apa yang dapat
disebut sebagai dimensi kinerja dan dijadikan dasar dalam penelitian ini, adalah
pengertian menerut Mathis dan Jackson (2002:78) yang mengatakan bahwa kinerja
karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi
kepada organisasi yang antara lain termasuk:
1. Kuantitas output
2. Kualitas output
3. Jangka waktu output
4. Kehadiran di tempat kerja
5. Sikap kooperatif
Kompetensi
Menurut Triwiyatno (2011), kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan
untuk melaksanakan tugas, peran dan tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan,
keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi dan kemampuan untuk
membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan
pembelajaran yang dilakukan. Dari pengertian ini, dapat dikatakan bahwa kompetensi
bukan merupakan karakter dasar, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang terpisah-
pisah, akan tetapi merupakan rangkaian dan perpaduan itu semua dan terumuskan dalam
serangkaian/sekelompok perilaku.
Mengikuti pendapat Spencer dan Spencer dalam Kaplan (2007), kompetensi
memiliki 5 tipe (dimensi), yaitu motif, traits, self concept, knowledge and skill:
1. Motif merupakan sesuatu yang konsisten dipikirkan atau diinginkan sehingga
menyebabkan suatu tindakan. Motif akan mendorong, mengarahkan dan
menentukan perilaku, terhadap tindakan atau tujuan tertentu dan tidak pada
yang lainnya.
2. Traits atau sifat bawaan/watak adalah karakteristik fisik dan respon konsisten
terhadap situasi atau informasi termasuk rangsangannya dan tekanan;
3. Self concept atau konsep diri adalah sikap, nilai-nilai, atau citra diri sesorang.
Ahrul Tsani et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
16
4. Knowledge atau pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam
area spesifik.
5. Skill atau ketrampilan adalah kemampuan untuk menyelesaikan sebuah tugas
atau suatu pekerjaan fisik atau mental tertentu.
Penempatan Kerja
Menurut Sulistiyani, dkk (2009) dalam buku „Manajemen Sumber Daya manusia,
Konsep, Teori dan Pengembangan dalam konteks Organisasi Publik‟, penempatan adalah
suatu kebijakan yang diambil oleh pimpinan suatu instansi, atau bagian personalia untuk
menentukan seseorang pegawai masih tetap atau tidak ditempatkan pada suatu posisi atau
jabatan tertentu berdasarkan pertimbangan keahlian, keterampilan atau kualifikasi
tertentu. Berdasarkan pengertian ini, penempatan kerja meliputi penempatan pertama
pasca seleksi maupun penempatan berikutnya setelah seseorang aktif bekerja, yang dapat
meliputi promosi, mutasi dan demosi.
Menurut Siswanto dalam Trispina (2007), dalam proses penempatan agar
terlaksana depat tepat, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
penempatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor prestasi akademis
2. Faktor Pengalaman
3. Faktor Kesehatan Fisik dan Mental
4. Faktor Status Perkawinan
5. Faktor Usia
Motivasi
Menurut Hasibuan (2003:92), motivasi berasal dari kata latin “MOVERE” yang
berarti “DORONGAN” atau “DAYA PENGGERAK”. Secara definitif, menurut Hasibuan
(2003:95), motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala
daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Sehubungan dengan peran penting dan krusial faktor motivasi dan pengaruhnya
terhadap pembentukan perilaku setiap orang yang bekerja di suatu organisasi/perusahaan,
maka perhatian para pakar terhadap kajian tentang motivasi sangatlah besar, dan sebagai
hasilnya, telah melahirkan banyak teori tentang motivasi. Teori-teori ini, menurut Luthans
dalam bukunya Organizational Behaviour sebagaimana dikutip Sulistiyani (2009:236),
secara garis besar terbagi ke dalam dua kategori, yaitu:
1. Teori Kepuasan
2. Teori Proses
Salah satu yang termasuk dalam teori kepuasan adalah teori Herzberg yang
digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini. Menurut Herzberg, ada dua faktor yang
mempengaruhi motivasi seseorang, yaitu yaitu faktor motivasional dan faktor higiene atau
„pemeliharaan‟. Yang dimaksud dengan faktor motivasional adalah hal-hal pendorong
berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri seseorang.
Sedangkan yang dimaksud dengan faktor higiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor
yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri seseorang.
Menurut Hezberg, yang tergolong sebagak faktor motivasional antara lain ialah
pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam
karir dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor higiene atau pemeliharaan
mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang karyawan
Ahrul Tsani et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
17
dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan
yang diterapkan oleh para penyelia, kebijaksanaan organisasi, sistem administrasi dalam
organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, masalah dalam penelitian ini adalah terkait
dengan masalah kompetensi, penempatan kerja dan motivasi serta pengaruhnya terhadap
kinerja pegawai. Dengan demikian, dalam penelitian ini terdapat tiga variabel bebas, yaitu
variabel kompetensi, penempatan kerja dan motivasi, dan satu variabel terikat, yaitu
kinerja pegawai.
Dari hasil kajian teori, penulis berkeyakinan bahwa kompetensi, penempatan kerja
dan motivasi memiliki pengaruh terhadap pencapaian kinerja seorang pegawai,
dikarenakan dimensi masing-masing faktor berhubungan erat dengan dimensi kinerja.
Menurut penulis, dimensi kinerja yang cukup menyeluruh adalah apa yang
disampaikan oleh Mathis dan Jackson, yaitu meliputi: kuantitas output, kualitas output,
jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif.
Sementara itu, dimensi-dimensi dari variabel kompetensi, penempatan kerja dan
motivasi serta hubungan dan pengaruhnya terhadap dimensi dari variabel kinerja adalah
seperti gambar di bawah ini:
Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian di atas, peneliti menyusun hipotesis
dalam penelitian ini sebagai berikut:
H1 : Kompetensi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal
Ahrul Tsani et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
18
Kementerian Luar Negeri
H2 : Penempatan kerja berpengaruh organisasi terhadap kinerja pegawai
Sekretariat Jenderal Kementerian Luar Negeri
H3 : Motivasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal
Kementerian Luar Negeri;
H4 : Kompetensi, penempatan kerja dan motivasi secara bersama-sama
berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal Kementerian
Luar Negeri.
IV. HASIL DAN ANALISA DATA
Data dalam penelitian ini didapatkan dari hasil kuesioner yang telah teruji validitas
dan reliabilitasnya, dan telah dibagikan kepada 186 responden yang merupakan sampel
dari keseluruhan populasi sebanyak 560 pegawai, yang diperoleh melalui rumus slovin
dengan margin kesalahan 6%. Setelah seluruh asumsi terpenuhi melalui uji asumsi klasik,
telah dilakukan analisis regresi linier berganda (multiple linear regressions) dan uji
hipotesis melalui Uji-t dan Uji-F terhadap data, dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Perhitungan Nilai Koefisien Persamaan Regresi
Coefficientsa
8.600 3.015 2.852 .005
.021 .045 .029 .465 .643
.298 .072 .267 4.141 .000
.323 .044 .453 7.290 .000
(Constant)
Kompetensi (X1)
Penempatan Kerja (X2)
Motivasi (X3)
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coef f icients
Beta
Standardized
Coef f icients
t Sig.
Dependent Variable: Kinerja (Y)a.
Berdasarkan output di atas didapat nilai konstanta dan koefisien regresi sehingga
dapat dibentuk persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 8,600 + 0,021 X1 +
0,298 X2 + 0,323 X3.
Sementara itu, untuk uji hipotesis, berdasarkan tabel yang sama, diperoleh nilai
thitung untuk variabel Kompetensi (X1) sebesar 0,465; nilai thitung untuk variabel
Penempatan Kerja (X2) sebesar 4,141; nilai thitung untuk variabel Motivasi (X3) sebesar
7,290, dan ttabel 1,973.
Berdasarkan hasil thitung untuk masing-masing variabel, diperoleh kesimpulan
bahwa hanya thitung untuk variabel Kompetensi (X1) yang lebih kecil daripada ttabel.
Sehingga, H0 -nya diterima dan Ha ditolak. Dan ini berarti bahwa Kompetensi (X1) tidak
berpengaruh terhadap Kinerja (Y). Sementara variabel penempatan kerja dan variabel
motivasi, karena thitung keduanya lebih besar daripada ttabel, maka H0 -nya ditolak dan Ha
diterima. Ini berarti, bahwa penempatan kerja dan motivasi berpengaruh signifikan
terhadap kinerja.
Dikarenakan variabel kompetensi terbukti tidak berpengaruh, maka dalam
penelitian ini, telah dilakukan pengulangan analisis regresi linier berganda tanpa mengikut
sertakan variabel kompetensi, dengan hasil sebagai berikut:
Ahrul Tsani et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
19
Tabel 2
Hasil Perhitungan Nilai Koefisien Persamaan Regresi Kedua
Coefficientsa
9.335 2.561 3.645 .000
.307 .069 .275 4.437 .000
.324 .044 .454 7.330 .000
(Constant)
Penempatan Kerja (X1)
Motivasi (X2)
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coeff icients
Beta
Standardized
Coeff icients
t Sig.
Dependent Variable: Kinerja (Y)a.
Berdasarkan output seperi nampak pada tabel di atas, didapat nilai kontstanta dan
koefisien regresi sehingga dapat dibentuk persamaan regresi linier berganda sebagai
berikut: Y = 9,335 + 0,307 X1 + 0,324 X2
Analisis Koefisien Korelasi
Selanjutnya telah diperoleh output hasil koefisien korelasi untuk variabel
penempatan kerja dan motivasi sebagai berikut:
Tabel 3
Nilai Koefisien Korelasi Product Moment
Model Summaryb
.591a .349 .342 4.74164
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Est imate
Predictors: (Constant), Motivasi (X2), Penempatan
Kerja (X1)
a.
Dependent Variable: Kinerja (Y)b.
Dari analisis diatas dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (R) adalah
sebesar 0,591. Nilai tersebut berdasarkan kriteria Guilford menunjukkan adanya hubungan
yang sedang antara variabel bebas secara simultan dengan variabel terikat.
Analisis Koefisien Determinasi
Setelah diketahui nilai R sebesar 0,591, sebagaimana tampak pada tabel di atas,
koefisien determinasi untuk kedua variabel bebas dapat dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut:
KD = R2 × 100%
= (0,591)2 × 100%
= 34,9%
Dengan demikian, maka diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 34,9% yang
menunjukkan arti bahwa Penempatan Kerja (X2) dan Motivasi (X3) memberikan pengaruh
simultan (bersama-sama) sebesar 34,9% terhadap Kinerja (Y). Sedangkan sisanya sebesar
65,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati di dalam penelitian ini.
Ahrul Tsani et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
20
Uji Simultan (Uji F)
Uji-F telah dilakukan untuk menguji apakah penempatan kerja dan motivasi secara
simultan berpengaruh terhadap kinerja, dengan hasil olah data sebagai berikut:
Tabel 4. Pengujian Hipotesis Simultan (Uji-F)
ANOVAb
2206.983 2 1103.492 49.081 .000a
4114.424 183 22.483
6321.408 185
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Motiv asi (X2), Penempatan Kerja (X1)a.
Dependent Variable: Kinerja (Y)b.
Berdasarkan output di atas diketahui nilai Fhitung sebesar 49,081 dengan p-value
(sig) 0,000. Dengan α=0,05 serta derajat kebebasan v1 = 2 dan v2 = 183 (n-(k+1)), maka di
dapat Ftabel 3,045. Dikarenakan nilai Fhitung > Ftabel (49,081 > 3,045) maka artinya variabel
bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja (Y).
Hasil Analisis Korelasi Dimensi
Analisis korelasi dimensi telah dilakukan untuk melengkapi analisis sebelumnya
yang dimaksudkan untuk mengetahui lebih detail hubungan antara masing-masing
dimensi pada variabel bebas (penempatan kerja dan motivasi) dengan variabel terikat
(kinerja), dengah hasil sebagai berikut:
Table 5.
Rekapitulasi Analisis Korelasi Dimensi
Variabel Dimensi
Kinerja (Y)
Kuantitas
Output
Kualita
s
Output
Jangka
Waktu
Output
Kehadiran
di Tempat
Kerja
Sikap
Kooperatif
Penempata
n Kerja
(X2)
Faktor Prestasi Akd
0,284 0,318 0,290 0,339 0,330
Faktor Pengalaman
0,188 0,202 0,190 0,175 0,287
Faktor Kes Fisik dan
mtl
0,217 0,257 0,289 0,215 0,280
Faktor Status pkw
0,042 0,083 0,151 0,136 0,108
Faktor Usia
0,005 0,159 0,255 0,124 0,181
Motivasi
(X3)
Pekerjaan itu sendiri
0,202 0,338 0,205 0,315 0,182
Keberhasilan yg diraih
0,162 0,273 0,169 0,350 0,305
Kesempatan bertumbuh
0,177 0,282 0,196 0,393 0,189
Kemajuan dalam karir
0,266 0,398 0,301 0,387 0,250
Pengakuan orang lain
0,348 0,422 0,263 0,396 0,277
Ahrul Tsani et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
21
Status dalam organisasi
0,218 0,335 0,131 0,210 0,159
Variabel Dimensi
Kinerja (Y)
Kuantit
as
Output
Kualitas
Output
Jangka
Waktu
Output
Kehadiran
di Tempat
Kerja
Sikap
Kooperatif
Motivasi
(X3)
Hubungan dgn atasan
0,387 0,494 0,426 0,423 0,413
Hub dgn rekan-rekan s
0,361 0,359 0,401 0,443 0,491
Tek penyelia yg diterap
0,214 0,322 0,253 0,311 0,240
Kebijak organisasi
0,018 0,197 0,166 0,257 0,169
Sis Adm organisasi
0,134 0,254 0,230 0,252 0,196
Kondisi kerja
0,311 0,428 0,317 0,460 0,372
Sistem imbalan
yang berlaku 0,023 0,233 0,158 0,353 0,113
Dari tabel di atas, didapatkan bahwa dimensi yang paling kuat hubungannya dari
variabel penempatan kerja (X2) dengan dimensi yang ada pada variabel kinerja (Y) adalah
dimensi „faktor akademis‟ dengan dimensi „kehadiran di tempat kerja‟. Sementara itu,
dimensi yang paling kuat hubungannya dari variabel motivasi (X3) dengan dimensi yang
ada pada variabel kinerja (Y) adalah dimensi „hubungan dengan atasan‟ dengan dimensi
„kualitas output.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil pengolahan data dan analisa pada penelitian yang berjudul “Pengaruh
kompetensi, penempatan kerja dan motivasi terhadap kinerja pegawai negeri di Sekretariat
Jenderal Kementerian Luar Negeri”, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Penempatan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja. Ini berarti, jika
penempatan kerja dilakukan dengan benar dan tepat, maka kinerja pegawai akan
meningkat. Dimensi faktor prestasi akademis berhubungan kuat dengan dimensi
kehadiran di tempat kerja, sikap kooperatif dan kualitas output.
2. Motivasi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja. Ini berarti, jika motivasi
pegawai baik, maka kinerja pegawai akan meningkat. Dimensi hubungan dengan
atas berhubungan kuat dengan kualitas, kuantitas dan jangka waktu output.
Sementara, hubungan dengan rekan-rekan sekerja memiliki hubungan kuat dengan
sikap kooperatif.
3. Penempatan Kerja dan Motivasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap
Kinerja sebesar 34,9%, sedangkan sisanya sebesar 65,1% dipengaruhi oleh faktor
lain yang tidak diamati di dalam penelitian ini.
Dari hasil penelitian dan kesimpulan di atas, penulis menyarankan hal-hal berikut:
1. Untuk meningkatkan kehadiran di tempat kerja, maka prestasi akademis harus
ditingkatkan. Untuk itu, disarankan, agar dalam proses penempatan kerja dan
proses kepegawaian lainnya seperti rekruitmen dan seleksi, Pimpinan perlu
memprioritaskan faktor prestasi akademis sebagai pertimbangan utama.
Ahrul Tsani et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
22
2. Untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan jangka waktu output, maka hubungan
dengan atasan harus ditingkatkan. Untuk itu, disarankan agar pimpinan
berkomunikasi aktif dengan staf dan menjaga agar komunikasi berlangsung dua
arah.
3. Untuk meningkatkan sikap kooperatif, maka hubungan dengan rekan-rekan sekerja
perlu ditingkatkan. Untuk itu, disarankan agar pimpinan dapat menjaga hubungan
baik antar staf dan menjaga keharmonisan antar mereka.
4. Untuk penelitian selanjutnya, dengan memperhatikan bahwa kinerja pegawai
dipegaruhi juga oleh variabel lain yang tidak diteliti, maka disarankan untuk
dilakukan penelitian terkait variabel-variabel lain yang diduga memiliki pengaruh
terhadap kinerja, seperti: Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Pengembangan
Karir, Pendidikan dan Pelatihan
DAFTAR PUSTAKA
Antariksa, Yodhia, http://strategimanajemen.net/2007/09/06/membangun-manajemen-
sdm-berbasis-kompetensi/
Ardana, I Komang, dan Ni Wayan Mujiati dan I Wayan Mudartha Utama, 2011,
Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Azwar, 2010, Reliabilitas dan Validitas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Badu, Abram A.M, 2011,http://repository.upi.edu/operator/upload/d_pls_0809647_
chapter2.pdfI
Esya, Febri Purnama, 2008, tesis Pengaruh Kompetensi Auditor dan Pemahaman System
Informasi Akuntan terhadap Kinerja Auditor Bea Cukai di wilayah Jakarta
Fahmi, Irham, 2010, Manajemen Kinerja, Teori dan Aplikasi, Alfabeta, CV, Bandung
Gani, Achmad, 2009, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Makassar
Ghozali, Imam, 2001, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro
Gibson, James L., dan Jhon M. Ivancevich, dan James H. Donnely Jr., 1997, Organisasi
dan Manajemen: Perilaku, Struktur, Proses, alih bahasa Djoerban Wahid, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Hartati, Iswahyu, 2005, Pengaruh Kesesuaian Kompetensi dan Motivasi Kerja terhadap
Kinerja Pegawai pada Sekretariat Daerah Kabupaten Malang
Hasibuan, H. Malayu S.P, 2003, Organisasi dan Motivasi, dasar peningkatan
produktivitas, Bumi Aksara,
Keputusan Kepala BKN No. 46A, 2003, diakses dari:
http://bkd.semarangkota.go.id/bkdsmg/datapdf/Kep%20BKN%20No%2046a%20Th
%202003.pdf
Laporan Progress RB Kementerian Luar Negeri, diakses dari:
http://www.deplu.go.id/Documents/Reformasi%20Birokrasi/Lap-Progr-RB-
Kemlu.pdf
LOMA‟s. 1998, Competency Dictionary
Mangkunegara, A.A Anwar Prabu, 2009, Evaluasi Kinerja SDM, PT. Refika Aditama,
Bandung
Moeheriono, 2009, Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi, Ghalia Indonesia, Bogor
Mathis, Robert L., dan John H. Jackson, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia,
terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira, Salemba Empat, Jakarta
Ahrul Tsani et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
23
Palan, R, 2007, Competence Management A Practicioners Guide (Kompetensi
Manajemen, Teknik Mengimplementasikan Manajemen SDM Berbasis Kompetensi
Untung Meningkatkan Daya Saing Organisasi, penerjemah Octa Melia Jalal, PPM,
Jakarta
Pesiwarissa, Eduard L, 2008, Pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja terhadap Prestasi
Kerja Pegawai Studi pada Pegawai Kantor Bappeda Kabupaten Nabire, Papua
Prasetiawan, Iwan, 2010, Tesis, Analisis Motivasi dan Gaya Kepemimpinan serta
Pengaruhnya terhadap Kinerja Pegawai Divisi Information System Solution PT.
Garuda Indonesia, Universitas Mercu Buana, Jakarta
Pribadi, Udik dan Thoyib, Armanu, 2004, Peningkatan Motivasi dan Kemampuan pada
Kinerja Kerja (Studi Penelitian pada Karyawan Tetap Produksi di PT. ISM
Bogasari Flour Mills Surabaya
Rencana Strategis Sekretariat Jenderal 2010-204 (2010), Kementerian Luar Negeri,
Jakarta
Rivai, Veitzhal, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori
ke Praktek, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Salviah, Silvi, 2010, Skripsi, Hubungan Penempatan Karyawan dengan Prestasi Kerja
Karyawan PT. BOMA BISMA INDRA PASURUAN,
Sastrohadiwirjo, B. Siswanto 2002, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia : Pendekatan
Administratif dan Operasional, Bumi Aksara, Jakarta
Siagian, S, 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Bumi Aksara, Jakarta
Sinungan, Murdiansyah, Produktivitas Apa dan Bagaimana Ed. 2 PT. Bumi Aksara,
Jakarta
Sudjana, 2005, Metoda Statistika, Tarsito, Bandung
Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung
------------, 2009, Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung
Sulistiyani, Ambar Teguh, dan Rosidah, 2009, Manajemen Sumber Daya manusia,
Konsep, Teori dan Pengembangan dalam konteks Organisasi Publik, Edisi II, Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Triwiyatno, Drs. Joko, M.Si 2011,dalam artikelnya yang berjudul “Upaya Peningkatan
Kompetensi PNS Melalui Perubahan Pola Pikir”
Trisfina, Yuni, Skripsi, 2007 Proses Pelaksanaan Rekruitmen, Seleksi, Ketepatan
Penempatan Karyawan Studi pada Pasaraya Sri Ratu Kediri
Walanggare, 2001, Gambaran Pelaksanaan Penarikan dan Seleksi sertaPenempatan
Karyawan Universitas Brawijaya Malang
Widayat, Eko Wahyu, 2010, Pengaruh Dimensi Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan
PT. Dunkindo Lestasi Cabang Medan
Wexley, Kenneth N dan Garry A. Yuki, 2005, Organizational Behavior and Personnel
Psychology, Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia, cetakan ketiga,
penerjemah Drs. Muh. Shobaruddin, Rineka Cipta, Jakarta
Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Kinerja
www.kemlu.go.id
Asep Tantula et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
24
PENGARUH KOMPENSASI, KOMPETENSI DAN MOTIVASI TERHADAP
KINERJA PENDIDIK DI LEMBAGA KURSUS DAN
PELATIHAN LADIKA
Asep Tantula dan Anik Tri Suwarni
Fakultas Pascasarjana Program Magister Manajemen, Universitas Mercu Buana
E-mail: [email protected] dan [email protected],_
ABSTRACT
This research examined the effect of compensation, competency, and motivation
on the performance of acupuncture teachers in LKP Ladika. This research used
quantitative approach with descriptive survey method. Data were taken using
questionnaires. Data were analyzed using SPSS. Methods of data analysis in this
research were multiple linear regression analysis with the classical assumption test, such
as normality test and multicollinearity test. At the multiple regression analysis will be
shown descriptive statistics, correlation test, determination test, t test and F test. The
results of this research shown that compensation, competency and motivation altogether
had significant influence toward those performance of acupuncture teachers in LKP
Ladika. Partially, only the variable of competency had statistical significant efeect to
their performance.
Keyword : Compensation, Competency, Motivation, Performance
Jurnal diterima redaksi : Disetujui untuk publikasi :
Januari 2013 Febuari 2013
I. PENDAHULUAN
Akupunktur merupakan teknik pengobatan tradisional Cina yang digunakan untuk
memperbaiki aliran dan keseimbangan energi sepanjang meridian-meridian tubuh.
Dewasa ini telah berkembang akupunktur medik yang mengintegrasikan pengetahuan
kedokteran konvensional dalam pelayanan akupunktur.
Terapi akupunktur telah berkembang pesat di Indonesia. Masyarakat mulai
mengenal akupunktur sebagai bentuk pengobatan yang handal sehingga terdapat tuntutan
terhadap kualitas dan kuantitas yang bermutu dalam pelayanan akupunktur. Untuk
memenuhi hal tersebut, diperlukan adanya lembaga pendidikan akupunktur yang dapat
menghasilkan akupunkturis yang terjamin kualitas dan kompetensinya. Berdasarkan data
informasi lembaga kursus yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan Kursus dan
Peserta Didik Ditjen PAUDNI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, saat ini terdaftar 69 lembaga kursus akupunktur di seluruh Indonesia.
Lembaga kursus dan pelatihan akupunktur Ladika (LKP Ladika) didirikan di
Jakarta pada tahun 2002 dan melaksanakan pendidikan akupunktur dan akupresur. LKP
Ladika sebagai lembaga kursus dan pelatihan dibentuk dengan tujuan menjamin kualitas
pelayanan akupunktur dan kompetensi dari lulusannya. Saat ini, LKP Ladika telah
menyelenggarakan kursus akupunktur dasar dan akupunktur tingkat lanjut di berbagai
daerah, antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Barat,
dan Nusa Tenggara Timur.
Selama periode 2008 -2011 lembaga pendidikan akupunktur LKP Ladika
mempunyai peserta didik sekitar 140 orang per tahunnya. Persentase jumlah lulusan LKP
Asep Tantula et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
25
Ladika yang dihasilkan selama periode waktu tersebut belum optimal seperti terlihat pada
Tabel 1 dan Tabel 2.
abel 1. Jumlah Peserta Didik LKP Ladika Periode 2008-2010
JENIS
PROGRAM TAHUN 2008 TAHUN 2009 TAHUN 2010
TARGET CAPAIAN % TARGET CAPAIAN % TARGET CAPAIAN %
Akupunktur
Dasar 60 84 140 60 58 97 80 64 80
Akupunktur
Kecantikan 30 20 67 30 25 83 40 29 73
Elektro
Akupunktur 30 24 80 30 22 73 40 31 78
Akupunktur
Analgesia 30 25 83 30 24 80 40 25 63
Tabel 2. Jumlah Lulusan Akupunktur Dasar Periode 2008-2010
NO URAIAN 2008 2009 2010
1 Jumlah Peserta Didik yang
lulus (akupunktur dasar)
80
(95%)
55
(94%)
61
(95%)
Kelulusan peserta didik pada kursus dan pelatihan akupunktur dipengaruhi
berbagai faktor baik dari peserta didik, pendidik, maupun dari lembaga penyelenggara
kursus. Pendidik akupunktur merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
kelulusan peserta didik. Pendidik akupunktur harus mampu mempersiapkan peserta didik
dengan pengetahuan dan keterampilan tentang akupunktur sesuai dengan Standar
Kompetensi Akupunktur Indonesia dan juga mampu memotivasi peserta didik untuk dapat
memaksimalkan potensi keilmuannya.
Berdasarkan penilaian kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika tahun 2011
didapatkan data bahwa pendidik akupunktur yang mempunyai kemampuan pendidik
sangat baik dan baik hanya 48%, sementara sisanya 52% pendidik akupunktur
mempunyai kemampuan pendidik kurang baik dan tidak baik.
Lembaga kursus dan pelatihan akupunktur Ladika memiliki tenaga pendidik
sebanyak 38 orang dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda seperti SMA,
D1/D3, S1, S2 bahkan S3 serta medis dan non medis. Perbedaan latar belakang
pendidikan tenaga pendidik mempengaruhi kemampuan mengajar dan kompetensinya
sehingga tidak sama satu dengan lainnya. Selain itu pengalaman mengajar dari tenaga
pendidik juga tidak sama karena terdapat pendidik yang sudah lebih dari 10 tahun bekerja
sebagai pendidik akupunktur dan masih banyak pendidik yang mempunyai pengalaman
kurang dari 2 tahun. Pengalaman mengajar pendidik berperan terhadap kemampuan
mengajarnya terutama pada pendidikan non formal (kursus) yang tergolong dalam
pendidikan vokasional khususnya dalam hal keterampilan (skill).
Pendidik (guru) merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
keberhasilan suatu proses pembelajaran dan transfer pengetahuan maupun
keterampilan kepada peserta didik yang diselenggarakan oleh lembaga kursus dan
pelatihan. Kesiapan pendidik dalam merencanakan, mempersiapkan dan melakukan
serta evaluasi dari proses belajar mengajar kepada peserta didiknya berpengaruh
terhadap mutu atau kualitas lulusan yang dihasilkannya. Posisi strategis pendidik
dalam proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh kinerja pendidik tersebut.
Asep Tantula et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
26
Kinerja pendidik di LKP Ladika dinilai oleh manajemen berdasarkan tingkat
kemampuan serta kompetensinya sebagai pendidik akupunktur. Peningkatan kompetensi
pendidik dilakukan secara berkesinambungan dan berkala setiap tahun yang dilaksanakan
oleh organisasi profesi akupunktur (PAKSI) bekerja sama dengan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Tenaga pendidik di lembaga kursus dan pelatihan akupunktur dihadapkan pada
kondisi pengajaran yang berbeda dari pendidikan formal. Pada pendidikan kursus dan
pelatihan akupunktur yang termasuk dalam pendidikan non formal pendidik dihadapkan
dengan peserta didik yang sangat bervariasi dalam beberapa hal seperti umur, latar
belakang pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. Hal tersebut menuntut tenaga pendidik
untuk dapat menyesuaikan metode pengajarannya di kelas agar dapat dimengerti oleh
peserta didik secara menyeluruh.
Di samping itu pendidik terkadang juga harus mampu mengajarkan beberapa
materi berbeda pada satu kelas. Pihak lembaga kursus dan pelatihan akupunktur
melakukan beberapa kegiatan untuk meningkatkan kemampuan mengajar dan kompetensi
akupunktur bagi pendidik seperti melalui acara bedah buku, seminar maupun kuliah dosen
tamu. Tetapi tidak semua pendidik bersedia mengikuti kegiatan tersebut dikarenakan
berbagai alasan.
Manajemen LKP Ladika berupaya memotivasi pendidik akupunktur untuk
meningkatkan keahliannya dengan cara mengikutkan pendidikan akupunktur tingkat
lanjut. Tetapi masih ada pendidik yang belum berusaha maksimal guna meningkatkan
kompetensi akupunkturnya. Hal ini menyebabkan pendidik tersebut belum memperbarui
substansi materi akupunktur yang diajarkannya secara berkala.
Profesi pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan akupunktur belum menjadi
profesi utama karena seluruh pendidik akupuntur di LKP Ladika mempunyai pekerjaan
utama baik sebagai pegawai negeri (PNS) maupun swasta. Hal ini menyebabkan profesi
pendidik akupunktur masih merupakan pekerjaan tambahan diluar pekerjaan utamanya.
Akibatnya adalah sering terjadi bentrok jadwal mengajar pendidik dengan jadwal
pekerjaan utamanya. Permasalahan tersebut terjadi terutama jika pendidik diharuskan
mengajar di luar kota dimana sering kesulitan dalam mengurus ijin ditempat mereka
bekerja.
Berdasarkan hasil wawancara dengan manajemen LKP Ladika diketahui bahwa
insentif yang diterima pendidik di LKP Ladika cukup memenuhi kriteria pasar dalam
pendidikan akupunktur. Meskipun demikian, insentif tersebut hanya sebagai penghasilan
tambahan bagi pendidik dimana pendidik akupunktur mempunyai penghasilan dari
pekerjaan utamanya. Besarnya insentif bagi tenaga pendidik berbeda-beda disesuaikan
dengan pembagian lini pendidik berdasarkan kompetensi, pengalaman mengajar dan
jumlah jam mengajar dari masing-masing pendidik.
Penilaian kinerja pendidik merupakan sarana bagi LKP Ladika untuk
mengevaluasi pendidik untuk kepentingan lembaga dan pendidik. Penilaian kinerja
pendidik secara terus menerus berguna meningkatkan mutu lulusan akupunkturis.
Pendidik merupakan faktor utama dalam sistem pengajaran di lembaga pendidikan selain
sarana dan prasarana pendukung. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja
tenaga pendidik di suatu lembaga pendidikan. Perlu dilakukan penilaian terhadap
pengaruh besarnya kompensasi yang diterima oleh pendidik dari proses pengajaran serta
penilaian terhadap motivasi pendidik yang dapat mempengaruhi kinerja pendidik di LKP
Ladika. Selain itu, kompetensi pendidik tetap menjadi perhatian dalam penilaian kinerja
pendidik. Untuk itu perlu dilakukan penelitian terhadap pengaruh kompensasi,
Asep Tantula et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
27
kompetensi, dan motivasi terhadap kinerja pendidik di lembaga kursus dan pelatihan
akupunktur Ladika.
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak dikaji dalam
penelitian adalah:
(1) Apakah kompensasi berpengaruh terhadap kinerja pendidik di LKP Ladika?
(2) Apakah kompetensi berpengaruh terhadap kinerja pendidik di LKP Ladika?
(3) Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja pendidik di LKP Ladika?
(4) Apakah kompensasi, kompetensi, dan motivasi berpengaruh secara bersama-sama
terhadap kinerja pendidik di LKP Ladika?
Maksud dan tujuan penelitian adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai
ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan dari kompensasi, kompetensi, dan motivasi
terhadap kinerja tenaga pendidik di LKP Ladika dan memberikan rekomendasi kepada
pihak manajemen lembaga pendidikan guna menentukan strategi yang lebih tepat dalam
rangka peningkatan kinerja pendidik
II. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Rerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka rerangka pemikiran
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Rerangka Penelitian
Berdasarkan rerangka di atas, ingin diketahui pengaruh kompensasi, kompetensi,
dan motivasi terhadap kinerja tenaga pendidik di LKP Ladika.
Perumusan Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara kompensasi, kompetensi, dan
motivasi terhadap kinerja baik secara parsial maupun secara bersama-sama.
H1: Ada pengaruh kompensasi terhadap kinerja.
H2 : Ada pengaruh kompetensi terhadap kinerja.
H3 : Ada pengaruh motivsi terhadap kinerja.
H4
H2
H1
H3
H0: p=0; H1: p≠0; H2: p≠0; H3: p≠0; H4: p≠0
Asep Tantula et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
28
H4 : Ada pengaruh kompensasi, kompetensi dan motivasi terhadap kinerja
secara bersama - sama.
III. HASIL DAN ANALISA DATA
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesis dalam
penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linier berganda. Dalam analisis
regresi linier berganda yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi dan koefisien
regresinya serta hasil uji-F dan uji-t.
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh variabel
independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap perubahan variabel
dependen. Dari hasil pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan
R Square berikut:
Tabel 3. Koefisien Determinasi
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .728a .530 .489 2.080 2.251
Berdasarkan Tabel 3 di atas, besarnya R (korelasi) adalah 0,728 yang berarti
menunjukkan hubungan korelasi yang kuat antara variabel independen (kompensasi,
kompetensi, dan motivasi) dengan variabel dependen (kinerja).
Besarnya R square adalah 0,530, hal ini berarti 53% pengaruh variabel dependen
(kinerja) dapat dijelaskan oleh variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan
motivasi). Sedangkan sisanya 47% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model.
Uji F (ANOVA)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua varibel independen
secara bersama-sama (simultan) dapat berpengaruh terhadap variebel dependen. Dalam
penelitian ini pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : μ = 0, artinya tidak ada pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi secara
bersama-sama terhadap kinerja
H4 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi secara bersama-
sama terhadap kinerja
Dari uji F test didapat nilai F hitung sebesar 12,786 dengan df = 3 (derajat
kebebasan pembilang 3) dan df2 = 38 (derajat kebebasan penyebut). Pengujian hipotesis
dengan membandingkan F tabel dengan df=3 dan df2=38 didapat 2,852 untuk taraf α=5%
dan 3,483 untuk taraf α=2,5%. F hitung (12,786) lebih besar dari F tabel (2,852 dan
3,483), maka H4 diterima dan H0 ditolak, artinya ada pengaruh kompensasi, kompetensi,
dan motivasi secara bersama-sama terhadap kinerja.
Asep Tantula et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
29
Tabel 4. Uji F (ANOVA) ANOVA
b
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 165.966 3 55.322 12.786 .000a
Residual 147.113 34 4.327
Total 313.079 37
a. Predictors: (Constant), Motivasi, Kompensasi, Kompetensi
b. Dependent Variable: Kinerja
Demikian juga bila dilihat pengujian signifikansi hipotesis melalui nilai
signifikansi. Pada kolom signifikansi didapat nilai signifikansi sebesar 0,000, yang berarti
H4 diterima dan H0 ditolak karena ketentuan penerimaan dan penolakan apabila
signifikansi di bawah atau sama dengan 0,05. Berdasarkan pengujian tersebut disimpulkan
bahwa model ini signifikan, artinya bahwa variabel dependen (kinerja) dipengaruhi oleh
variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) secara bersama-sama.
Dengan demikian model regresi memenuhi kriteria goodness of fit, artinya model regresi
cocok untuk digunakan sebagai model prediksi.
Koefisien Regresi dan Uji t
Output hasil uji koefisien regresi dengan menggunakan program SPSS dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Koefisien Regresi dan Uji t
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 9.499 5.062 1.876 .069
Kompensasi .108 .086 .151 1.255 .218 .958 1.044
Kompetensi .177 .075 .427 2.355 .024 .420 2.384
Motivasi .277 .168 .301 1.643 .110 .411 2.433
Berdasarkan Tabel 5 di atas terlihat dapat disimpulkan bahwa variabel dependen
(kinerja) dipengaruhi oleh variabel kompensasi, kompetensi, dan motivasi dengan
persamaan matematis sebagai berikut:
Kinerja = 9,499 + 0,108 Kompensasi + 0,177 Kompetensi + 0,277Motivasi
Konstanta sebesar 9,499 menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap
konstan, maka rata-rata nilai kinerja sebesar 9,499.
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial dari variabel
independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap variabel dependen (kinerja).
Dalam penelitian ini pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : μ = 0, artinya tidak ada pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi secara
parsial terhadap kinerja
H1 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh kompensasi terhadap kinerja
H2 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh kompetensi terhadap kinerja
H3 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh motivasi terhadap kinerja
Asep Tantula et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
30
Dari uji t pada Tabel 5 di atas didapatkan bahwa nilai t hitung kompensasi sebesar
1,255, nilai t hitung kompetensi sebesar 2,355, dan nilai t hitung motivasi sebesar 1,643
dengan df=38 (derajat kebebasan 38). Pengujian hipotesis dengan membandingkan t tabel
dengan df=38 didapatkan 1,686 untuk taraf α= 5% dan 2,024 untuk taraf α=2,5%. Hanya
nilai t hitung kompetensi (2,355) yang lebih besar dari t tabel (1,686 dam 2,024), maka
hanya H2 yang diterima dan H0 ditolak, artinya ada pengaruh kompetensi terhadap kinerja.
Sedangkan nilai t hitung kompensasi dan motivasi (1,255 dan 1,643) lebih kecil dari t
tabel (1,686 dam 2,024), maka H1 dan H3 ditolak dan H0 diterima, artinya tidak ada
pengaruh kompensasi maupun motivasi secara parsial terhadap kinerja.
Pada pengujian signifikansi hipotesis melalui nilai signifikansi. Pada kolom
signifikansi diperoleh nilai signifikansi dari variabel kompetensi sebesar 0,024, yang
berarti H2 diterima dan H0 ditolak signifikansi dibawah atau sama dengan 0,05.
Berdasarkan pengujian tersebut disimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap
kinerja secara signifikan.
Dengan mengetahui permasalahan yang berpengaruh terhadap kinerja baik secara
bersama maupun secara parsial diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan oleh pihak
manajemen LKP Ladika untuk lebih fokus memperhatikan faktor yang mempengaruhi
kinerja secara signifikan yaitu kompetensi.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data di atas diperoleh kenyataan bahwa
variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) mempunyai hubungan
korelasi yang kuat ( r = 0,728 ) terhadap variabel dependen (kinerja) dengan R square
sebesar 0,530. Dapat dijelaskan bahwa variabel independen (kompensasi, kompetensi,
dan motivasi) mempunyai pengaruh 53% terhadap variabel dependen (kinerja), sementara
sisanya 47% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model.
Hasil pengujian hipotesis pengaruh variabel independen secara bersama-sama
(simultan) terhadap variebel dependen menunjukkan bahwa nilai F hitung (12,786) lebih
besar dari F tabel (2,852 dan 3,483) yang sehingga dapat diartikan bahwa kompensasi,
kompetensi, dan motivasi secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja.
Hal tersebut di atas sesuai dengan Sedarmayanti (2001) yang menyatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi kinerja di antaranya adalah sikap mental dan kesempatan
berprestasi (motivasi kerja), pendidikan dan keterampilan (kompetensi), dan tingkat
penghasilan maupun gaji/ honor (kompensasi). Sementara faktor lain seperti manajemen
kepemimpinan, jaminan kesehatan dan jaminan sosial, iklim kerja, sarana dan
prasarana,serta teknologi juga berpengaruh terhadap kinerja di luar model yang diperoleh
pada penelitian ini.
Dengan menggunakan hasil koefisien regresi, pengaruh variabel independen
(kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap variabel dependen (kinerja) dapat
disimpulkan menggunakan persamaan matematis tersebut di atas. Rerata nilai kinerja
adalah sebesar 9,499 dengan anggapan bahwa variabel independen adalah konstan.
Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui pengaruh secara parsial (sendiri-sendiri)
dari variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap variabel
dependen (kinerja). Pada Tabel 5 di dapatkan nilai t hitung variabel kompensasi,
kompentensi, dan motivasi adalah sebesar 1,255, 2,355, dan 1,643. Dengan
membandingkan t hitung terhadap t tabel (1,686; α=5% dan 2,024; α=2,5%), ternyata
hanya kompetensi yang mempunyai nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel sehingga
dapat diartikan bahwa secara parsial kompetensi berpengaruh signifikan secara statistik
Asep Tantula et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
31
terhadap kinerja. Sementara itu kompensasi dan motivasi secara parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karena mempunyai nilai t hitung lebih kecil dari t tabel.
Menurut Keith Davies dalam Mangkunegara ( 2000) pencapaian kinerja
dipengaruhi oleh faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
McClelland menekankan pentingnya kebutuhan berpretasi karena berperan dalam
pelaksanaan pekerjaan dan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreatifitas dan
mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi
kerja optimal (kinerja). Sementara itu teori dua faktor menyatakan bahwa gaji/
kompensasi tidak dianggap sebagai motivator, terutama bagi pegawai profesional dan
manajerial dimana pengakuan kemajuan dan peluang untuk mengembangkan diri adalah
sebagai motivator dalam bekerja, asalkan gaji yang diterimanya cukup dan dianggap adil.
Berdasarkan analisis hasil uji t diatas ternyata hanya variabel kompetensi yang
secara parsial berpengaruh signifikan secara statistik terhadap variabel kinerja meskipun
secara bersama-sama (simultan) kompensasi, kompetensi, dan motivasi mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Secara parsial kompensasi tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap kinerja dapat dijelaskan dengan adanya penghasilan para
pendidik dari pekerjaan utama mereka dikarenakan profesi pendidik akupunktur di LKP
Ladika masih sebagai pekerjaan tambahan. Sementara motivasi secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja dapat dijelaskan dengan stuktur organisasi LKP
Ladika yang bersifat rigid dimana kesempatan pendidik untuk berprestasi dan menduduki
jabatan tertentu dalam organisasi sangat terbatas.
Berdasarkan penelitian, ternyata secara parsial hanya kompetensi yang mempunyai
pengaruh secara signifikan terhadap kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika. Untuk
meningkatkan kinerja pendidiknya, manajemen LKP Ladika harus meningkatkan
kompetensi dari pendidiknya. Peningkatan kompetensi profesional pendidik sebagai
akupunkturis dan pendidik akupunktur melalui pelatihan, acara bedah buku, seminar
profesi akupuntur maupun pendidikan akupuntur lanjutan berguna dalam meningkatkan
kualitas kerja pendidik akupunktur. Sementara peningkatan kompetensi andragogik dapat
melalui pelatihan dan sertifikasi pendidik akupunktur secara berkala serta menerapkan
evaluasi manajemen terhadap kemampuan pendidik berguna dalam meningkatkan
kuantitas hasil kerja pendidik akupunktur.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
(1) Kompensasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pendidik
akupunktur di Lembaga Kursus dan Pelatihan Akupunktur Ladika.
(2) Kompetensi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pendidik
akupunktur di Lembaga Kursus dan Pelatihan Akupunktur Ladika
(3) Motivasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pendidik
akupunktur di Lembaga Kursus dan Pelatihan Akupunktur Ladika
(4) Secara bersama-sama, kompensasi, kompetensi dan motivasi mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pendidik akupunktur di Lembaga
Kursus dan Pelatihan Akupunktur Ladika
Pada penelitian ini kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika dapat dijelaskan
dipengaruhi secara signifikan oleh kompensasi, kompetensi dan motivasi secara bersama-
sama yaitu sebesar 53%. Sedangkan sisanya 47% dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar
Asep Tantula et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
32
penelitian ini. Sementara secara parsial hanya kompetensi yang mempunyai pengaruh
signifikan secara statistik terhadap kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika. Adanya
penghasilan dari pekerjaan utama dan struktur organisasi yang rigid dapat menjelaskan
mengapa kompensasi dan motivasi tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap
kinerja pendidik di LKP Ladika. Untuk meningkatkan kinerja pendidiknya secara parsial,
manajemen LKP Ladika dapat memfokuskan pada peningkatan kompetensi dari pendidik
akupunktur.
DAFTAR PUSTAKA :
Denim, S, 2008. Kinerja Staf dan Organisasi. Bandung : Penerbit Pustaka Setia.
Dessler, G, 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Kesepuluh. Jakarta : Penerbit
Indeks.
Diposumarto, N.S, 2011. Metodologi Penelitian Teori dan Terapan. Jakarta :.Penerbit
Mitra Wacana Media.
Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, 2010. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Akupuntur. Jakarta. : Kementerian Pendidikan Nasional.
……………………, 2009. Panduan Kompetensi Lulusan Akupuntur. Jakarta :
Kementerian Pendidikan Nasional.
………..………….., 2007. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Akupuntur.
Jakarta : Kementerian Pendidikan Nasional.
………..………….., 2005. Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik Kursus
Akupuntur. Jakarta : Kementerian Pendidikan Nasional.
Gozalli, S, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia: Suatu Pendekatan Mikro. Jakarta :
Penerbit Djembatan.
Hasibuan, M.S.P, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Hidayat T, Istiadah N, 2011. Panduan Lengkap Menguasai SPSS 19 untuk mengolah Data
Statistik Penelitian. Jakarta : PT TransMedia.
Istijanto, 2006. Riset Sumber Daya Manusia Cara Praktis Mendeteksi Dimensi-dimensi
Kinerja Karyawan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ladika, 2011. Profil Lembaga Pendidikan Akupuntur LADIKA. Jakarta.
…….., 2011. Data Penilaian Kinerja Lembaga Pendidikan Akupuntur LADIKA. Jakarta.
Mangkunegara, A.P, 2005. Evaluasi Kinerja SDM, PT Rafika Aditama, Bandung.
…………………, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Manullang, M, 2001. Manajemen Personalia. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Mendiknas, 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
…………., 2005. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan.
…………, 2006. Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
…………, 2003. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
nasional.
Mulyasa, 2004.. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Nawawi, H, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Notoatmodjo, S, 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Rineka Cipta
Asep Tantula et al 24 - 33 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
33
Palan, R, 2003. Competency Management, teknik mengimplementasikan Kurikulum
Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi Manajemen
SDM.Berbasis Kompetensi Untuk meningkatkan Daya Saing Organisasi. Jakarta :
Penerbit PPM.
Priyatno D, 2009. SPSS untuk Analisis Korelasi, Regresi, dan Multivariate. Yogyakarta :
Penerbit Gaya Media.
Rachmawati, I.K, 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Penerbit
ANDI.
Rivai V, Basri A.F.M, 2005. Performance Apraisal, Sistem Yang Tepat Untuk Menilai
Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Jakarta : PT
Rajagrafindo Persada.
Samsudin, S, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung : CV Pustaka Setia.
Santosa PB,Ashari. 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS.
Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta.
Sedarmayanti, 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung : PT
Mandor Maju.
Siagian, S.P, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.
Sirait, J.T, 2006. Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dalam
Organisasi. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Usman, M, 2010. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Umar, H, 2008. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Wibowo, 2010. Manajemen Kinerja Edisi Ketiga, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Wirawan, 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, Teori, Aplikasi dan Penelitian,
Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Suhariyo et al 34 - 42 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
34
PENGARUH KUALITAS PRODUK, HARGA DAN REPUTASI MEREK
TERHADAP CUSTOMER LOYALTY MELALUI KEPUTUSAN PEMBELIAN
MICROSOFT DYNAMIC NAV (STUDI KASUS PD PT. AEVITAS)
Suhariyo dan Har adi basri
Fakultas Pascasarjana, Program Magister Manajemen, Universitas Mercu Buana
Email : [email protected] dan [email protected]
ABSTRACT
Research on customer loyalty through purchasing decisions on a software product
has been widely applied. This study aimed to observe the effect of product quality, price
and brand reputation on customer loyalty through dynamic purchasing decisions NAV
Microsoft software. Samples taken are population all customers of PT. Consulting
Aevitas by 60 respondents. Data were obtained through the census questionnaire, ie walk
in customers during 2011. Type of research is quantitative descriptions using Path
Analysis. The results of this study is the structural equation model 1 shows that the
quality of the product has the greatest influence on purchase decisions. While the
structural equation model 2 shows that good quality products, prices and brand
reputation have no influence on loyalty, however if through the purchase decision, all
three have an influence on customer loyalty.
Keywords: Product Quality, Price, Brand Reputation, Purchase Decisions and
Customer Loyalty.
Jurnal diterima redaksi : Disetujui untuk publikasi :
Januari 2013 Febuari 2013
PENDAHULUAN
Saat ini persaingan di dunia IT semakin ketat, khususnya persaingan produk ERP
software. Fakta memperlihatkan penjualan ERP software terus meningkat. Kondisi ini
membuat PT. Aevitas semakin meningkatkan inovasi dengan meluncurkan produk
software Microsoft dynamic NAV ERP versi terbaru untuk meningkatkan penguasaan
pasar. Aevitas Consulting memberikan spektrum yang komprehensif dari aplikasi dan
solusi bisnis untuk memberdayakan semua aspek dari bisnis. dengan menggunakan
Microsoft Dynamics solusi, organisasi dari semua ukuran dapat meningkatkan kinerja,
dan mendapatkan.
fleksibilitas untuk merespon kebutuhan bisnis yang berubah. Dengan kata lain cutomer
mendapatkan visibilitas dan kontrol dari proses bisnis dan kelincahan untuk merespon dan
mampu untuk mengubah bisnis customer menjadi kompetitif yang unggul dalam
organisasi.
Kondisi pasar suatu negara sejatinya memiliki keunikan tersendiri. Tidak
selamanya aplikasi ERP best practice di suatu negara bisa cocok dipraktikkan di negara
lain, termasuk di Indonesia. Kualitas produk harus mampu bersaing terhadap kompetitor-
kompetitor, baik vendor global seperti (SAP, ORACLE, QAD,dll) ataupun vendor lokal
(Erasoft, BosNet, Scylla, IndoBravo, dll). SAP software, dikenal sebagai perangkat lunak
yang paling mahal dan rumit. Harganya lebih mahal dan waktu lebih lama untuk
diterapkan daripada Microsoft, Oracle dan Tier 2 vendor Microsoft dan Tier 2 perangkat
lunak yang menawarkan harga jutaan lebih rendah dalam biaya implementasi.
Diantara merek-merek yang saat ini menguasai pasar dunia terutama di Indonesia
Suhariyo et al 34 - 42 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
35
selain dari microsoft adalah seperti SAP, Oracle, Baan, EpiCor, Exact, IFS, Infor,
Lawson, NetSuite, Sage, Syspro dan Lainnya yang merupakan vendor global setingkat
dengan Microsoft. Perbandingan Software ERP antara Tier I vendor, yaitu SAP, Oracle,
Microsoft, dengan Tier 2 vendor yang terdiri dari Baan, EpiCor, Exact, IFS, Infor,
Lawson, NetSuite, Sage, Syspro dan Lainnya.
Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya customer melakukan evaluasi
untuk melakukan pemilihan produk atau jasa. Evaluasi dan pemilihan yang digunakan
akan menghasilkan suatu keputusan yang merupakan sebuah proses yang terdiri dari
beberapa tahap, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif
sebelum pembelian, pembelian, konsumsi, dan evaluasi alternatif sesudah pembelian. Jika
customer telah mandapatkan kepuasan terhadap keputusan pembeliannya, maka akan
berimplikasi terhadap Loyalitas customer. Atas dasar latar belakang masalah tersebut,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Kualitas Produk ,
Harga, dan Reputasi Merek Terhadap Customer Loyalty Melalui Keputusan
Pembelian Microsoft Dynamic NAV” (Study Kasus Pada PT. Aevitas Consulting). Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka dapat ditarik sebuah
perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Pengaruh Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian Microsoft
Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting?
2. Bagaimana Pengaruh Harga terhadap Keputusan Pembelian Microsoft Dynamic NAV
PT. Aevitas Consulting?
3. Bagaimana Pengaruh Reputasi Merek terhadap Keputusan Pembelian Microsoft
Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting?
4. Bagaimana Pengaruh Keputusan Pembelian terhadap Loyalitas Customer Microsoft
Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting?
5. Bagaimana Pengaruh Kualitas Produk, Harga, dan Reputasi Merek terhadap
Keputusan Pembelian Microsoft Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting?
Maksud dan tujuan riset adalah Untuk mengetahui pengaruh signifikan dari kualitas
produk, harga, dan reputasi merek terhadap loyalitas melalui keputusan pembelian
Microsoft Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting.
I. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA
- Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka kerangka pemikiran
teoritis yang dikembangkan seperti tersaji pada gambar 1 berikut ini :
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Suhariyo et al 34 - 42 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
36
Persamaan substruktur pertama : Y1 = ρY1 X₁ + ρY1 X₂ + ρY1 X3 + €₁ Persamaan substruktur kedua : Y2 = ρY2 X₁ + ρY2 X₂+ ρY2 X3 + €₂
Dalam model analisis ini, terdapat independent variable, dependent variable serta
variabel perantara (moderating variable). Independent variable adalah variabel yang
mempengaruhi variabel terikatnya, dependent variable merupakan variabel yang dapat
diukur, diprediksi, atau dengan kata lain dapat dimonitor dan diharapkan dipengaruhi oleh
variabel bebas (Cooper dan Schindler, 2006). Sedangkan variabel perantara adalah
variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan variabel yang sedang diteliti, tetapi
tidak dapat dilihat, diukur, dan dimanipulasi, pengaruhnya harus disimpulkan dari
pengaruh-pengaruh variabel bebas terhadap gejala yang sedang diteliti (Sarwono, 2007).
- Perumusan Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Kualitas produk berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian.
H2 : Harga berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian.
H3 : Reputasi Merek berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian.
H4 : Kualitas produk, Harga, dan Reputasi Merek berpengaruh positif
terhadap Keputusan Pembelian.
H5 : Keputusan Pembelian berpengaruh positif terhadap Loyalitas.
H6 : Kualitas Produk berpengaruh positif terhadap Loyalitas.
H7 : Harga berpengaruh positif terhadap Loyalitas.
H8 : Reputasi Merek berpengaruh positif terhadap Loyalitas.
H9 : Kualitas produk, Harga, dan Reputasi Merek berpengaruh positif
terhadap Loyalitas.
II. HASIL DAN ANALISA DATA
- Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesis dalam
penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis jalur. Dalam analisis jalur ini yang
ingin diketahui adalah koefisien determinasi dan koefisien regresi serta hasil uji-F dan
uji-t. Koefisien jalur dihitung dengan membuat dua persamaan struktural yaitu
persamaan regresi yang menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan. Adapun dua
persamaan struktural diagram jalur sebagai berikut :
Model 1 : Y1 = 11
ˆXy 1X +
21ˆ
Xy 2X + 31
ˆXy 3X + 1̂
Model 2 : Y2 =12
ˆXy 1X +
22ˆ
Xy 2X +
32ˆ
Xy 3X +2̂
- koefisien Determinasi
Tabel 1. Koefisien Determinasi (R²) Jalur Model 1
Model Summary
Model R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .712a .507 .480 2.25391
a. Predictors: (Constant), Reputasi Merek, Kualitas Produk, Harga
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2011 (diolah)
Sumber : (Sarwono, 2007: .24 dan 27)
Suhariyo et al 34 - 42 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
37
Dari Tabel 1. Terlihat Model Summary jalur model 1 diperoleh nilai R square (r²)
adalah 0,507, sehingga dapat dijelaskan bahwa kontribusi pengaruh kualitas produk,
harga dan reputasi merek (variabel independen) secara simultan mempengaruhi
keputusan pembelian (variabel dependen) sebesar 50,7% sedangkan sisanya sebesar
49,3% dipengaruhi faktor lain yang tidak dijelaskan pada penelitian ini.
Tabel 2. Koefisien Determinasi (R²) Jalur Model 2
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .546a .298 .247 3.88404
a. Predictors: (Constant), Keputusan pembelian, Reputasi Merek, Kualitas
Produk, Harga
Sedangkan pada Tabel 2 Model Summary jalur model 2 diperoleh nilai R square
(r²) adalah 0,298, sehingga dapat dijelaskan bahwa kontribusi pengaruh kualitas produk,
harga, dan reputasi merek (variabel independen) secara simultan mempengaruhi kepuasan
customer (variabel dependen) sebesar 29,8 sedangkan sisanya sebesar 70,2% dipengaruhi
faktor lain.
Uji F (ANOVA)
Tabel 3. Uji F (Uji Simultan) Jalur Model 1
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 292.448 3 97.483 19.189 .000a
Residual 284.485 56 5.080
Total 576.933 59
a. Predictors: (Constant), , Kualitas Produk, Harga, Reputasi
Merek
b. Dependent Variable: Keputusan pembelian
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2011 (diolah)
Dari Tabel 3. Uji signifikansi pada tabel Anova menghasilkan nilai probabilitas
lebih kecil dari 0.05 (0,05 ≥ Sig), maka hasil hipotesa keempat yaitu terdapat pengaruh
positif secara bersama pada Model Jalur 1 dan pengujian secara terpisah terhadap
masing-masing variabel dapat dilakukan.
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2011 (diolah)
Suhariyo et al 34 - 42 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
38
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2011
(diolah)
Tabel 4 Uji F (Uji Simultan) Jalur Model 2
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 353.016 4 88.254 5.850 .001a
Residual 829.718 55 15.086
Total 1182.733 59
a. Predictors: (Constant), Keputusan pembelian, Reputasi Merek, Kualitas
Produk, Harga
b. Dependent Variable: Loyalitas
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2011 (diolah)
Dari Tabel 4. uji signifikansi pada tabel Anova menghasilkan nilai probabilitas
lebih kecil dari 0.05 (0,05 ≥ Sig), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat
dikatakan terdapat pengaruh positif secara bersama pada Model Jalur 2 dan pengujian
secara terpisah terhadap masing-masing variabel dapat dilakukan.
- Koefisien Regresi
uji-t Analisis Jalur Model 1
Pengujian secara terpisah terhadap masing-masing variabel kualitas produk, harga
dan reputasi merek terhadap keputusan pembelian dilakukan dengan cara Uji t seperti
yang disajikan pada Tabel 5. berikut: Tabel 5. Uji-t Jalur Model 1
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 7.442 2.363 3.150 .003
Kualitas Produk .291 .077 .697 3.801 .000
Harga -.103 .170 -.128 -.605 .548
Reputasi
Merek
.161 .111 .193 1.446 .154
a. Dependent Variable: Keputusan pembelian
Dari Tabel 5. di atas, hasil koefisien korelasi dapat diterjemahkan sebagai berukut:
1. Hubungan antara kualitas produk terhadap keputusan pembelian
Pada uji individual antara kualitas produk dengan keputusan pembelian didapatkan
sig. 0,003, dimana nilai tersebut lebih kecil dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≥ 0,003),
sehingga hasil hipotesa pertama yaitu : Terdapat pengaruh positif antara kualitas produk
terhadap keputusan pembelian sebesar 69,7%. Selain itu hal ini menunjukan hubungan
searah antara kedua variabel tersebut, jika kualitas produk meningkat maka keputusan
pembelian customer juga mengalami peningkatan.
2. Hubungan antara harga terhadap keputusan pembelian
Pada uji individual antara harga terhadap keputusan pembelian didapatkan sig.
0,081, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≤ 0,548),
sehingga hasil hipotesis kedua yaitu : Tidak terdapat pengaruh positif antara harga
Suhariyo et al 34 - 42 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
39
terhadap keputusan pembelian. Dengan pengaruh sebesar 12,8% antara harga terhadap
keputusan pembelian customer dianggap tidak signifikan.
3. Hubungan antara reputasi merek terhadap keputusan pembelian
Pada uji individual antara reputasi merek terhadap keputusan pembelian didapatkan
sig. 0,154, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≤ 0,154),
sehingga hasil hipotesis ketiga yaitu : Tidak terdapat pengaruh positif antara reputasi
merek terhadap keputusan pembelian. Dengan pengaruh sebesar 19,3% antara reputasi
merek terhadap keputusan pembelian customer dianggap tidak signifikan.
Uji-t Analisis Jalur Model 2
Pengujian secara terpisah terhadap masing-masing variabel kualitas produk, harga,
reputasi merek dan keputusan pembelian customer terhadap loyalitas dilakukan dengan
cara Uji t seperti yang disajikan pada Tabel 6. berikut :
1. Hubungan antara kualitas produk terhadap loyalitas
Pada uji individual antara kualitas produk dengan loyalitas didapatkan sig. 0,785,
dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≤ 0,785), sehingga hasil
hipotesis keenam adalah tidak terdapat pengaruh positif antara kualitas produk terhadap
loyalitas customer
2. Hubungan antara kualitas layanan terhadap loyalitas
Pada uji individual antara harga terhadap loyalitas didapatkan sig. 0,732, dimana
nilai tersebut lebih besar dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≥ 0,732), sehingga hasil
hipotesis ketujuh yaitu : Tidak terdapat pengaruh positif antara harga terhadap loyalitas
customer. Dengan pengaruh sebesar 8,8% antara harga terhadap loyalitas customer
dianggap tidak signifikan
Tabel 6. Uji-t Jalur Model 2
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 11.564 4.417 2.618 .011
Kualitas Produk .041 .148 .068 .275 .785
Harga .101 .293 .088 .344 .732
Reputasi Merek .178 .195 .150 .914 .365
Keputusan
pembelian
.469 .230 .328 2.037 .046
a. Dependent Variable: Loyalitas
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2011 (diolah)
Dari Tabel 6. hasil koefisein korelasi dapat diterjemahkan bahwa :
, pengaruhnya hanya sebesar 6,8% dan dianggap tidak signifikan.
.
3. Hubungan antara reputasi merek terhadap loyalitas
Pada uji individual antara reputasi merek terhadap loyalitas didapatkan sig. 0,365,
dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≥ 0,365), sehingga hasil
Suhariyo et al 34 - 42 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
40
hipotesis kedelapan yaitu : Tidak terdapat pengaruh positif antara reputasi merek
terhadap loyalitas customer. Dengan pengaruh sebesar 15% antara reputasi merek
terhadap loyalitas customer dianggap tidak signifikan.
4. Hubungan antara keputusan pembelian terhadap loyalitas
Pada uji individual antara keputusan pembelian terhadap loyalitas customer
didapatkan sig. 0,046 dimana nilai tersebut lebih kecil dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≥
0,046), sehingga hasil hipotesis kelima yaitu : Terdapat pengaruh positif antara keputusan
pembelian terhadap loyalitas customer. Dengan pengaruh sebesar 32,8% antara keputusan
pembelian terhadap loyalitas customer.
- Pembahasan
1. Pengaruh Kualitas Produk, Harga dan Reputasi Merek Terhadap
Keputusan Pembelian (Model 1)
Dari hasil analisis jalur pada Model 1 terlihat bahwa dari tiga variabel independen,
faktor kualitas produk berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Sedangkan
faktor harga tidak berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian, dan faktor reputasi
merek tidak berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Akan tetapi apabila
dilihat pengaruh variabel kualitas produk, harga dan reputasi merek secara bersama-sama
terhadap keputusan pembelian memiliki pengaruh yang positif sebesar 50,7%.
Kualitas produk memiliki pengaruh terbesar terhadap keputusan pembelian,
artinya dengan banyaknya pesaing dan informasi yang semakin luas, customer
menginginkan sebuah kualitas produk yang tinggi dari berbagai faktor, seperti dari sisi
performance, feature, reability, convernance, durability, service ability, esthetic dan
terakhir fit and finish. Sedangkan untuk harga bukannya tidak memiliki pengaruh
terhadap keputusan pembelian, akan tetapi dengan semakin terstandarisasinya suatu
produk software dalam bisnis prosesnya, maka harga bukan menjadi issue utama customer
melakukan keputusan dalam membeli suatu produk software ERP system. Sedangkan
untuk reputasi merek dalam keputusan pembelian ERP system juga memiliki pengaruh,
namun tidak sekuat pengaruh kualitas produk dalam menentukan customer melakukan
keputusan pembelian.
2. Pengaruh Kualitas Produk, Harga dan Reputasi Merek Terhadap
Loyalitas Customer Melalui Keputusan Pembelian (Model 2)
Dari hasil analisis jalur Model 2 terlihat bahwa dari tiga variabel independen yaitu
faktor kualitas produk, harga dan reputasi merek sama-sama tidak berpengaruh positif
terhadap loyalitas customer. Sedangkan keputusan pembelian memiliki pengaruh positif
terhadap loyalitas customer yaitu sebesar 32,8%. Akan tetapi apabila dilihat pengaruh
variabel kualitas produk, harga, reputasi merek dan keputusan pembelian terhadap
loyalitas customer secara bersama-sama cukup memiliki pengaruh yang positif sebesar
29,8%. Hasil analisis jalur pengaruh tidak langsung terbesar adalah dari faktor kualitas
produk terhadap loyalitas customer melalui keputusan pembelian sebesar 27,8%, dari
hasil ini terlihat bahwa walaupun reputasi merek tidak memiliki pengaruh langsung yang
positif terhadap loyalitas customer, akan tetapi apabila reputasi merek suatu produk dapat
memuaskan customer akan berimplikasi terhadap terhadap loyalitas customer.
Sedangkan melalui hasil analisis jalur pengaruh tidak langsung dari faktor harga
terhadap loyalitas customer melalui keputusan pembelian, mengindikasikan faktor harga
baik secara langsung maupun melalui keputusan pembelian, sama-sama tidak memiliki
pengaruh yang kuat terhadap loyalitas customer. Walaupun perlu dicatat, hasil pengaruh
harga terhadap loyalitas customer melalui keputusan pembelian memiliki pengaruh lebih
Suhariyo et al 34 - 42 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
41
besar yaitu sebesar 29,8% dibandingkan hasil secara parsial yang diperoleh variabel harga
terhadap loyalitas customer yaitu hanya sebesar 15,08%. Hasil analisis jalur pengaruh
tidak langsung terbesar adalah dari variabel reputasi merek terhadap loyalitas customer
melalui keputusan pembelian sebesar 45,6%, dari hasil ini terlihat bahwa walaupun
reputasi merek tidak memiliki pengaruh langsung yang positif terhadap loyalitas
customer, akan tetapi apabila reputasi merek suatu produk dapat memuaskan customer
akan berimplikasi terhadap terhadap loyalitas customer PT. Aevitas Consulting.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh kualitas
produk, harga dan reputasi merek terhadap loyalitas melalui keputusan pembelian
Microsoft dynamic NAV studi kasus pada PT. Aevitas Consulting menghasilkan beberapa
kesimpulan yaitu :
1. Kualitas produk Microsoft dynamic NAV berpengaruh terhadap keputusan
pembelian secara parsial. Apabila dilihat lebih detail ke dalam dimensinya future,
aesthatic dan fit and finish merupakan dimensi yang mempunyai hubungan yang
kuat dengan keputusan pembelian, sedangkan apabila dilihat kedalam tiap
indikatornya, empat indikator yang mempunyai hubungan kuat dengan keputusan
pembelian merupakan indikator dari kualitas produk.
2. Di sisi lain tidak ada pengaruh antara harga terhadap keputusan pembelian
customer secara parsial. Pada pembahasan di bab V, menunjukkan hasil negative
pada harga, yang artinya semakin turun tingkat harga maka akan semakin tinggi
tingkat keputusan pembelian yang dilakukan customer dalam membeli software
Microsoft dynamic NAV. Karna terdapat barang subtitusi pada software tersebut
yang menyebabkan tingginya keputusan pembelian seiring dengan menurunnya
tingkat harga
3. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan pada reputasi merek Microsoft dynamic
NAV terhadap keputusan pembelian, artinya reputasi merek dalam keputusan
pembelian software system Microsoft dynamic NAV memiliki pengaruh, namun
tidak sekuat pengaruh kualitas produk dalam menentukan customer melakukan
keputusan pembelian.
4. Secara parsial, baik kualitas produk Microsoft dynamic NAV, harga dan reputasi
merek tidak mempunyai pengaruh terhadap loyalitas customer. Akan tetapi
keputusan pembelian yang dilakukan customer mempunyai pengaruh positif dan
searah dengan loyalitas, dengan adanya keputusan pembelian dari customer maka
akan tercipta pembelian berulang dan manfaat yang dapat dirasakan customer
semakin bertambah yang merupakan ciri-ciri tindakan loyal dari seorang customer.
5. Simultan, artinya walaupun secara parsial harga dan reputasi merek tidak memiliki
pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Akan tetapi secara bersama-sama
bila di sinergikan dengan kualitas produk, harga dan reputasi merek, ketiganya,
dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian.
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David (2002), Measuring Brand Equity Across Products and Markets, California
Managing Reviews, Vol.38 No.3, Springs
Alma, Buchari (2002), Manajemen Pamasaran dan Pemasaran Jasa, Edisi Revisi,
Alfabeta, Bandung
Clark, B (2000), Consumer Behaviour . melalui < www.briclarke.hostinguk.com >
Suhariyo et al 34 - 42 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
42
Dharmmestha, (2005), Consumer Perception of Price, Quality and Value,
Gramedia, Jakarta
Dinawan, M. Rendra (2009), Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan
Pembelian, M. Rendra Semarang
Ferdinand, Augusty, (2000), Manajemen Pemasaran: Sebuah Pendekatan Strategik,
Research Paper Series, BP. UNDIP
-------- (2002), Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen Aplikasi
Model-modelRumit Dalam Penelitian Untuk Tesis Magister dan Desertasi Doktor,
BP UNDI
-------- (2006), Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen Aplikasi
Model-modelRumit Dalam Penelitian Untuk Tesis Magister dan Desertasi Doktor,
BP UNDIP
Habul (2001), Manajemen Pemasaran, Edisi ketiga, Mizan, Jakarta
Kertajaya, Hermawan (2007), Boosting Loyality Marketing Performance, Mizan, Jakarta
Kotler, Philip (2000), Marketing Management, Analyses, Planning, Implementation and
Control, 8th Edition, New Yersey, Prentice Hall
--------(2000), Principles of Marketing, , 5th Edition, New Yersey, Prentice Hall
--------dan Gary Amstrong (2004), Dasar-dasar Pemasaran, Edisi Kesembilan, Indeks,
Jakarta
--------dan Kevin Lane Keller (2009), Manajemen Pemasaran, Edisi Kedua Belas, Indeks,
Jakarta
Lubis (2007), Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Customer Dalam
Pembelian Sepeda Motor Merek Honda di Kota Medan, Lubis Medan
Mowen et. al., (2004) in Pan, Yue, and Zinkhan, George M., (2006). “Determinants of
Retail Patronage: a Meta-Analytical Perspective.” Journal of Retailing, 82, pp. 229-
243
Muharam (2004), Pengaruh Kualitas Ekuitas Merek Mesin Cuci Lux Terhadap Loyalitas
Customer di Kotamadya Bandung, Muharam Jakarta
Roy Morgan Single Source Indonesia (2011), Survey Customer Awareness,
Behavior dan Experience Report, Divisi Customer Management and Marketing
Sarwono, Jonathan (2007), Analisis Jalur untuk Riset Bisnis : Aplikasi dalam Riset
Pemasaran, Keuangan, MSDM dan Wirausaha, Andi Yogyakarta
-------dan Tutty Martadiredja (2008), Riset Bisnis untuk Pengambilan Keputusan,. Andi
Yogyakarta
Simamora, Bilson (2003), Panduan Riset Perilaku Konsumen, Gramedia, Jakarta
Stevenson, William J (2005), Operations Management, 8th Edition, .McGraw-Hill
107
Laurencia S. K et al 43 - 50 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
43
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP
KINERJA KARYAWAN
PADA PT. GLOBAL SARANA INFORMASI BERMUTU
Laurencia S. K dan Setyo Riyanto
Fakultas Pascasarjana Program Magister Manajemen,Universitas Mercu Buana
E-mail : [email protected] dan [email protected]
ABSTRACT
The purpose of this study is to determine the effect of education and work experiences to
employee performance at PT. Global Informasi Bermutu. Descriptive quantitative
research methods by using statistical correlation an multiple regression with the aim of
analyzing the effect of the two independent variables (Education and Work Experiences)
on the dependent variable (Employee Performance). The sample used was an employee of
employees as much as 240 respondents who made a sample random determination.
The result research showed that from the analysis are known, also demonstrated
from regression technique and significance, which states that both partially and jointly a
positive and significant of employee performance. From two independent variables, the
education has the most dominant influence on employee performance.
Key word :education, work experiences, employee performance.
Jurnal diterima redaksi : Disetujui untuk publikasi :
Januari 2013 Febuari 2013
I. PENDAHULUAN
Tuntutan perkembangan media semakin cepat dan pesat di era kompetisi
dewasa ini. PT. Global Informasi Bermutu (GlobalTV) yang merupakan salah
satu unit bisnis dari MNC Group.
Dalam persaingan industri broadcast, GlobalTV diharapkan mampu memiliki dan
dapat menjalankan strategi yang jitu dalam memenuhi permintaan konsumennya.
Hal tersebut tidak terlepas dari sumber daya yang dimiliki oleh GlobalTV, sumber
daya manusia menjadi pengerak utama berjalan dan suksesnya proses bisnis serta
tujuan dari GlobalTV. Strategi yang dijalankan untuk meningkatkan kualitas
sumber dayanya yaitu dengan penerapan standarisasi pendidikan minimum yang
dilaksanakan dalam proses perekrutan, permanen, dan promosi. Adanya kualifikasi
dalam perekrutan dalam memilih karyawan yang mempunyai pengalaman kerja
daripada yang belum berpengalaman. Hal ini disebabkan karena yang
berpengalaman lebih berkualitas dalam melaksanakan pekerjaan sekaligus
tanggung jawab yang diberikan perusahaan dapat dikerjakan sesuai dengan
ketentuan dan permintaan perusahaan sehingga pengalaman kerja juga merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Pengukuran pengalaman
kerja ditinjau sebagai sarana untuk menganalisa dan mendorong efisiensi dalam
melaksanakan tugas pekerjaan.
Jenis evaluasi penilaian kinerja di GlobalTV dibagi menjadi penilaian
selama masa kontrak kerja dan penilaian tahunan. Unsur penilaian dan gambaran
perilaku dari hasil penilain untuk kedua jenis evaluasi tersebut sama.Hasil
Laurencia S. K et al 43 - 50 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
44
penilaian kinerja tersebut digunakan sebagai dasar promosi karyawan baik level
atau status karyawan, dan penyesuaian dari benefit yang akan diberikan kepada
karyawan. Adanya kebijakan standarisasi pendidikan dalam penentuan promosi,
perekrutan karyawan, dan data dari masa kerja karyawan berkaitan dengan
pengalaman kerja yang dimilikinya menjadi sebuah topik yang menarik jika
diteliti pengaruhnya terhadap kinerja karyawan, sehinggadiharapkan penelitian ini
mendapatkan hasil yang lebih akurat dan signifikan. Berdasarkan latar belakang
permasalahan yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Apakah pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh secara bersama-sama
terhadap kinerja karyawan di GlobalTV ?
2. Apakah pendidikan karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan di
GlobalTV ?
3. Apakah pengalaman kerja yang dimiliki karyawan berpengaruh terhadap
kinerja karyawan di GlobalTV ?
Maksud dan tujuan riset adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai ada
atau tidaknya pengaruh yang signifikan dari pendidikan dan pengalaman kerja
terhadap kinerja karyawan pada PT. Global Informasi Bermutu dan memberikan
rekomendasi yang bermanfaat dalam pengelolaan sumber daya manusia di PT.
Global Informasi Bermutu.
II. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, kerangka pemikiran
yang digunakan dalam penelitian ini yang menggambarkan pengaruh pendidikan
dan pengalaman kerja terjadap kinerja karyawan dapat disajikan dalam gambar
berikut :
Pendidikan (X1)
1. Formal 2. Informal 3. Pembinaan 4. Perilaku Karyawan 5. Penerapan Pengalaman Kerja (X2)
1. Masa Kerja 2. Tingkat Pengetahuan
dan Keterampilan 3. Penguasaan
Terhadapa Peralatan dan Pekerjaan
4. Frekuensi dan Jenis Pekerjaaan
5. Implementasi
Kinerja Karyawan
(Y)
1. Kualitas Kerja
2. Ketepatan
3. Inisiatif
4. Kapabilitas
5. Komunikasi
Laurencia S. K et al 43 - 50 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
45
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, ingin diketahui pengaruh
pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan. Pendidikan dan
pengalaman kerja merupakan variabel bebas, sedangkan kinerja karyawan
merupakan variabel terikat.
Perumusan Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Terdapat pengaruh postitif yang signifikan pendidikan dan pengalaman
kerja secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan.
b. Terdapat pengaruh positif yang signifikan pendidikan terhadap kinerja
karyawan.
c. Terdapat pengaruh postitif yang signifikan pengalaman kerja terhadap kinerja
karyawan.
III. HASIL DAN ANALISA DATA
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesis
dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linier berganda.
Dalam analisis regresis linier berganda ini yang ingin diketahui adalah koefisien
determinasi dan koefisien regresinya serta uji-F, uji-t dan korelasi antar dimensi.
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh variabel
independen terhadap perubahan variabel dependen. Dari hasil pengolahan data
dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan berikut :
Tabel 1. Analisa Regresi Linier Berganda
Variabel
Independen
Koefisien
Regresi
Beta t-value Sig
(Constant) 5.679 5,756 0,000
Pendidikan 0,421 0,434 7,321 0,000
Pengalaman Kerja 0,285 0,289 4,880 0,000
R 0,639
R Square 0,408
F Hitung 81,599
Sig F 0,000
Sumber : Data diolah
Tabel di atas menjelaskan bahwa angka R didapat 0,639; artinya korelasi antara
variabel pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan sebesar
0,639. Hal ini berarti terjadi hubungan yang kuat.
Nilai R2 disebut juga sebagai koefisien determinasi, gunanya untuk mengetahui
besarnya kontribusi variabel independen (X) secara serempak dalam menjelaskan
variabel dependen (Y). R2 juga dapat menunjukkan ragam naik atau turunnya
variabel dependen yang dijelaskan oleh pengaruh linier variabel independen. Nilai
R2 sebesar 0,408 artinya prosentase sumbangan pengaruh variabel pendidikan dan
pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan sebesar 40,8 %, sedangkan sisanya
sebesar 59,2 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model
penelitian ini.
Laurencia S. K et al 43 - 50 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
46
Uji F
Dalam tabel di atas menjelaskan tentang hasil uji F yang digunakan untuk menguji
signifikansi pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen.
Dalam hal ini digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh pendidikan dan
pengalaman kerja secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan. Hasil uji F di
atas dapat dilihat F hitung sebesar 81,599, dengan menggunakan tingkat keyakinan
95%, α = 5%, df 1 (jumlah variabel – 1) atau 3-1 = 2 dan df 2 (n-1) atau 240-2-1 =
237 (n adalah jumlah kasus dan k adalah jumlah variabel independen), hasil
diperoleh F table sebesar 3,104. Karena F hitung > dari F table (81,599>3,100),
maka Ho ditolak, artinya pendidikan dan pengalaman kerja secara bersama-sama
berpengaruh terhadap kinerja karyawan di PT. Global Informasi Bermutu.
Koefisien Regresi
Setelah mengetahui pengaruh secara bersama-sama, selanjutnya akan dianalisis
bagaimana pengaruhnya secara parsial.
Kriteria pengujian uji t adalah :
a. Jika signifikansi t < α, maka H0 ditolak dan H1 tidak ditolak
b. Jika signifikansi t > α, maka H0 tidak ditolak dan H1 ditolak.
Berdasarkan data hasil regresi pada tabel di atas diketahui nilai t dengan
penjelasan sebagai berikut :
1. Nilai uji t untuk variabel pendidikan adalah sebesar 7,321 dengan tingkat
signifikansi 0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat
dinyatakan bahwa variabel pendidikan secara parsial berpengaruh terhadap
kinerja karyawan.
2. Nilai uji t untuk variabel pengalaman kerja adalah sebesar 4,880 dengan
tingkat signifikansi 0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05, sehingga
dapat dinyatakan bahwa variabel pengalaman kerja secara parsial berpengaruh
terhadap kinerja karyawan.
3. Dari nilai beta, menunjukkan bahwa untuk variabel pendidikan merupakan
variabel yang berpengaruh dominan, karena nilai beta variabel pendidikan
lebih besar yaitu 0,434 dibandingkan dengan nilai beta variabel pengalaman
kerja.
Korelasi Antar Dimensi
a. Pengaruh Pendidikan terhadap Kinerja Karyawan
Untuk mengetahui kuat lemahnya pengaruh antara dimensi-dimensi
variabel Pendidikan terhadap dimensi variabel Kinerja Karyawan, maka
diperoleh matriks seperti di bawah ini :
Tabel 2.
Matrix Hubungan Variabel Pendidikan terhadap Kinerja Karyawan
Variabel Kinerja Karyawan
Pendidikan
(X1)
Dimensi Y1 Y2 Y3 Y4 Y5
X11 0,211 0,202 0,087 0,273 0,281
X12 0,380 0,122 0,197 0,411 0,329
X13 0,451 0,243 0,196 0,300 0,507
X14 0,393 0,196 0,392 0,487 0,335
X15 0,431 0,198 0,131 0,246 0,188
Laurencia S. K et al 43 - 50 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
47
Sumber : Data diolah
Keterangan :
X11 = Formal Y1 = Kualitas Kerja
X12 = Informal Y2 = Ketepatan
X13 = Pembinaan Y3 = Inisiatif
X14 = Perilaku Y4 = Kapabilitas
X15 = Manfaat Y5 = Komunikasi
Dari keseluruhan data di Tabel 2, bahwa terdapat hubungan yang lemah
antara pendidikan formal dengan inisitiaf karyawan sebesar 0,087.
Hubungan yang lemah tersebut menjadi dimensi yang juga perlu
diperhatikan karena pendidikan formal tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap inisiatif karyawan. Pengaruh dari tingginya inisiatif karyawan
dapat lebih digali dari pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada karyawan
yang akan mengembangkan kemampuan karyawan dan memunculkan
inisiatif dan kreativitas yang berdampak positif dan berpengaruh pada
muncul dan berkembangnya inovasi baru bagi perusahaan.
Nilai terbesar terdapat pada dimensi pembinaan yaitu 0,507. Hal ini
berarti terdapat hubungan yang cukup kuat terhadap peningkatan kinerja
karyawan jika diberikan pembinaan kepada karyawan seperti job redesign,
task delegation, training, career development untuk pengembangan
karyawan.
b. Pengaruh Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Untuk mengetahui kuat lemahnya pengaruh antara dimensi-dimensi
variabel Pengalaman Kerja terhadap dimensi variabel Kinerja Karyawan,
maka diperoleh matriks seperti di bawah ini :
Tabel 3.
Matrix Hubungan Variabel Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Variabel Kinerja Karyawan
Pengalaman Kerja
(X2)
Dimensi Y1 Y2 Y3 Y4 Y5
X21 0,226 0,350 0,111 0,195 0,258
X22 0,306 0,210 0,311 0,373 0,315
X23 0,306 0,172 0,192 0,237 0,347
X24 0,169 0,249 0,266 0,195 0,170
X25 0,336 0,165 0,132 0,270 0,297
Sumber : Data diolah
Keterangan :
X21 = Masa kerja
X22 = Tingkat pengetahuan dan keterampilan
X23 = Penguasaan peralatan dan pekerjaan
X24 = Frekuensi dan jenis Pekerjaan
X25 = Penerapan
Y1 = Kualitas Kerja
Y2 = Ketepatan
Y3 = Inisiatif
Y4 = Kapabilitas
Y5 = Komunikasi
Laurencia S. K et al 43 - 50 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
48
Dari keseluruhan data di Tabel 3, bahwa hubungan yang lemah juga dilihat
dari masa kerja karyawan dengan inisiatif dari karyawan (0,111) sehingga
masa kerja yang telah dijalani karyawan tidak berpengaruh secara
signifikan dengan inisiatif yang timbul, sedangkan nilai terbesar terdapat
pada dimensi tingkat pengetahuan dan keterampilan (0,373). Hal ini
berarti terdapat hubungan yang kuat terhadap peningkatan kinerja
karyawan jika tingkat pengetahuan dan keterampilan meningkat.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data di atas diperoleh kenyataan
bahwa pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh kuat terjadap kinerja
kayawan. Hasil penelitian ini tidak bertentangan dengan teori dan penelitian
terdahulu seperti dari hasil penelitian Ahmad Nizam (2008), Nurhalis (2007) yang
menjelaskan bahwa adanya pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja terhadap
kinerja.
Hasil penelitian tersebut juga sesuai dan didukung dengan kajian teori yang
digunakan, menurut Stone (2002:37-38) mengemukakan bahwa kinerja karyawan
atau pegawai ditentukan oleh faktor - faktor yaitu kemampuan, keterampilan,
pengetahuan, pengalaman dan kepribadian serta persepsi kerja karyawan.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan dalam bab sebelumnya
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh variabel pendidikan dan pengalaman kerja bersama-sama
secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Global Informasi
Bermutu, yang berarti dengan meningkatkan pendidikan dan pengalaman kerja,
maka kinerja karyawan akan meningkat.
2. Terdapat pengaruh variabel pendidikan secara positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan di PT. Global Informasi Bermutu, yang berarti dengan
meningkatkan pendidikan, maka kinerja karyawan akan meningkat.
3. Terdapat pengaruh variabel pengalaman kerja secara positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan PT. Global Informasi Bermutu, yang berarti dengan
meningkatkan pengalaman kerja, maka kinerja karyawan akan meningkat.
4. Secara parsial variabel pendidikan mempunyai pengaruh yang lebih besar
dibandingkan variabel pengalaman kerja.
5. Dari hasil analisa hubungan variabel pendidikan dengan kinerja karyawan
diperoleh bahwa dimensi pembinaan karyawan menjadi faktor dominan
terhadap peningkatan kinerja karyawan. Selain pembinaan, hasil analisa
dimensi lain dari pendidikan secara lebih spesifik yang berpengaruh positif dan
kuat terhadap kinerja yaitu dimensi pendidikan formal dengan komunikasi,
pendidikan informal dengan kapabilitas karyawan, perilaku karyawan dengan
kualitas kerja karyawan dan manfaat dari pendidikan memberikan pengaruh
positif untuk kualitas kerja yang dihasilkan karyawan, sedangkan yang
memiliki hubungan lemah adalah pendidikan formal dengan inisiatif.
Peningkatan pendidikan formal karyawan tidak berpengaruh signifikan
terhadap munculnya inisiatif atau kreativitas dari karyawan.
6. Dari hasil analisa hubungan variabel pengalaman dengan kinerja karyawan
diperoleh bahwa dimensi tingkat pengetahuan dan keterampilan karyawan
menjadi faktor dominan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Selain faktor
Laurencia S. K et al 43 - 50 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
49
tersebut, hasil analisa dimensi lain dari pengalaman kerja secara lebih spesifik
yang berpengaruh positif dan cukup kuat terhadap kinerja yaitu dimensi masa
kerja terhadap ketepatan hasil kerja, tingkat pengetahuan dan keterampilan
karyawan terhadap kapabilitas, penguasaan peralatan dan pekerjaan terhadap
kualitas kerja, frekuensi dan jenis pekerjaan terhadap inisiatif karyawan,
penerapan pengalaman yang telah diperoleh karyawan terhadap kualitas kerja
yang dihasilkan karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
ACCA. 2010. Performance Management. London : BPP Learning Media Ltd.
Ashari dan Santosa, Purbaya Budi. 2005. Analisa statistik dengan Microsoft Excel
dan. SPSS. Yogyakarta: Andi.
Dessler, Gary. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Indeks.
Effendi, Marihot Tua. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta :
BPFE.
Foster, Bill. 2001. Pembinaan untuk Peningkatan Kinerja Karyawan. Jakarta :
PPM.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Semarang : Penerbit Universitas Diponegoro.
Gomes, Faustino Cardoso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta
: Andi Offset.
Hariandja, Marihot Tua E dan Yovita Iardiwati. 2002. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta : Grasindo.
Hartoto. 2008. Pengertian dan Unsur-Unsur Pendidikan. Makasar : Universitas
Negeri Makasar.
Hasibuan, Malayu. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Bumi
Aksara.
Hermawan, Asep. (2003). Pedoman Praktis Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta
: LPFE Universitas Trisakti
Hutapea, Parulian dan Nuriana Thoha. 2008. Kompetensi Plus : Teori, Desain,
Kasus dan Penerapan untuk HR serta Organisasi yang Dinamis. Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama.
J. Stone, Raymond. 2002. Human Resource Management. California : Kent
Publising Company.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Mudyaharjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan. Bandung : Raja Grafindo
Persada.
Muhibinsyah. 2003. Psikologi Pendidikan dan Pendekatan Baru. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Murtie, Afin. 2011. Menciptakan SDM yang Handal Dengan TMC. Jakarta :
Laskar Aksara.
Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta :
Rineka Cipta.
Oei, Istijanto, M.M., M.Comm. 2010. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta :
Gramedia.
Laurencia S. K et al 43 - 50 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
50
Priyatno,Duwi. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta :
Mediacom.
Rachmawati, I. K. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Andi.
Riduwan, 2008. Metode dan Teknik Penyusunan Tesis. Bandung : Penerbit
Alfabeta.
Rivai, Veithzal dkk. 2011. Performance Appraisal. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Robbin, Stephen R. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta : Salemba Empat.
Rowley, Chris, dan Keith Jackson. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Ruky, Ahmad. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung :
Mandar Maju.
Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Lembaga
Penerbit FEUI, Jakarta.
Veithzal Rivai, 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan.
Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Wibowo. 2011. Manajemen Kinerja. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Widiatrirahayu. 2008. Manajemen Pendidikan Berbasis Kinerja. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Wijaya, Toni. 2011.Cepat Menguasai SPSS 20. Yogyakarta : Cahya Atma
Pustaka.
Tine Yuliantini 51 - 64 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
51
PENGARUH KECERDASAN EMOSI (EQ) DAN MOTIVASI BERPRESTASI
TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKPARNAS-UNAS
JAKARTA
Tine Yuliantini dan A. A. Anwar Prabu Mangkunegara
Fakultas Pascasarjana, Program Magister Manajemen, Universitas Mercu Buana
[email protected] dan [email protected]
ABSTRACT
The research aims to analyze the influence of emotional intelligence and
achievement motivation to achievement in learning ofstudents in Akparnas Unas
Jakarta.The Research is descriptive research with used regression analysis and
correlation with data of questionnaire collected from the all students at Akparnas
Unas Jakarta.The result of research showed that Emotional intelligence and
achievement motivation have a positive and significant effect to achievement in
learning. The variable achievement motivationis the most dominant variable to
influence achievement in learning with almost powerful dimension is the dimension of
need of achievement.
Keywords :emotional intelligence, achievement motivation dan achievement in
learning
Jurnal diterima redaksi : Disetujui untuk publikasi :
Januari 2013 Febuari 2013
I. Pendahuluan
Dunia pendidikan masa kini mengenal tiga kompetensi penting yang harus
dimiliki oleh seorang mahasiswa setelah mengalami proses pendidikan yaitu, aspek
kognitif (pengetahuan umum), psikomotor (praktek), dan afektif (sikap diri). Selama ini
banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi
diperlukan kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi.
Namun, menurut hasil penelitian terbaru di bidang psikologi membuktikan bahwa
IQ bukanlah satu–satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, tetapi
ada banyak faktor lain yang mempengaruhi diantaranya adalah faktor lingkungan, faktor
biologis, dan faktor psikologis yang terdiri dari bakat, minat, dan kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosi (EQ) merupakan formulasi baru dari "soft skills” tradisional
(seperti leadership, sensitivity dan social skills) dimana kecerdasan emosi adalah
sejumlah kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pembinaan hubungan
sosial dengan lingkungan yang merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri
sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola
emosi dengan baik dan dalam hubungan dengan orang lain serta beradaptasi
menghadapi lingkungan sekitar dan penyesuaian secara cepat agar lebih berhasil dalam
mengatasi tuntutan lingkungan. Kecerdasan emosi tidak dapat diakses seperti fakta atau
jawaban, tetapi terlebih adalah sebuah proses bagaimana cara kita mengalami segala
sesuatu yang berhasil dimasa lalu dan mengantisifasi cara kita bertindak pada situasi
baru dan sebagaimana hal ini dapat diwujudkan di lembanga pendidikan tinggi sebagai
persiapan SDM yang berprestasi dan berkualitas untung menyongsong masa depan yang
penuh tantangan.
Tine Yuliantini 51 - 64 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
52
Goleman, seorang peneliti dalam bidang kecerdasan emosi mengatakan bahwa
kecerdasan emosi merupakan aspek psikologis yang sangat dominan dalam menentukan
sukses dalam hidup (80%).
Hal ini diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami
keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu
mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun
fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang
berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli
prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat
memperkirakan prestasi belajar seseorang.
Orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka
cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung
menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan
kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan
emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah..
Seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka
cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah
frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi
lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress.Kondisi itu sebaliknya tidak
akan terlihat pada seseorang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki
kecerdasan emosi yang tinggi. Di samping itu, bukti–bukti mutakhirneurologis
menunjukkan bahwa emosi merupakan bahan bakar yang sangat diperlukan bagi
kekuatan penalaran otak.
Dari pendapat–pendapat diatas maka semakin menguatkan pemikiran kita bahwa
IQ bukanlah satu–satunya faktor penentu keberhasilan seseorang. Akan tetapi ada hal
yang lebih berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang, yaitu kecerdasan
emosi.Kecerdasan emosi tumbuh (EQ) seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir
hingga meninggal dunia.Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, sekolah dan
keluarga dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya.Orang
tua adalah seseorang yang pertama kali harus memberitauladan dan contoh yang baik.
Agar mahasiswa memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dan stabil, dosen (pendidik),
orang tua harus menanamkan prinsip-prinsip sebagai berikut: Membina hubungan
persahabatan yang hangatdan harmonis, bekerja dalam kelompok secara harmonis,
berempati dengan sesama, memecahkan masalah, mengatasi konflik, membangkitan
rasa humor, memotivasi diri bila menghadapi masa sulit, menghadapi situasi yang sulit
dengan percaya diri dan menjalin keakraban.
Perlu diketahui untuk mengembangkan kecerdasan emosi, pendidik dan peserta
didik dalam pembelajaran perlu menyadari bahwa emosi itu adalah bener-benar ada dan
riil serta bila dapat mengelola emosi menjadi kecerdasan emosi yang baik akan
mengembangkan kreativitas dan imajinasi mahasiswa ketika belajar sehingga akan
akaan menunjukkan hasil yang jauh lebih baik dalam berprestasi. Dalam memotivasi,
seseorang dituntun melakukan suatu aktivitas untuk dirinya sendiri karena ingin
mendapatkan kesenangan dari pelajaran.
Selain kecerdasan emosi yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam
belajar atau prestasi belajar, ada faktor-faktor lainnya yang
dapatmempengaruhipencapaianhasil belajar yang baik, salah satunya adalah motivasi.
Motivasi itu berupa kumpulan perasaan antusiasme, gairah, dan keyakinan diri, emosi
Tine Yuliantini 51 - 64 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
53
itulah yang mendorong seseorang untuk berprestasi, dimana motivasi itu terbentuk bisa
berasal dari dalam diri anak ataupun dari lingkungan.
Dalam hubungannya dengan kecerdasan emosi dalam memotivasi, kecerdasan
emosi akan membantu memotivasi seseorang untuk melakukan segala hal seperti
berimajinasi,berkreativitas dan berprestasi. Maka imajinasi dan kreativitas yang telah
terbentuk akan memacu mahasiswa untukberfikir tingkat tinggi dan bergairah dalam
belajar sehingga dapat berprestasi dengan baik.
Pada dasarnya motivasi adalahdorongan untuk berperilaku. Motivasi merupakan
suatu proses psikologis yang mencerminkan sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan
yang terjadi pada diri seseorang. Banyak bakat anak tidak berkembang karena tidak
diperolehnya motivasi yang tepat.Jika seseorang mendapat motivasi yang tepat, maka
lepaslah tenaga yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil yang semula tidak terduga.
Untuk itu kita tidak boleh melupakan peran motivasi belajar dalam meraih
prestasi belajar. Seseorang berhasil dalam belajar karena dorongan hatinyayang
memacunya untuk belajar.Didalam dunia pendidikan motivasi berprestasi juga
merupakan komponenpenting dalam menentukan prestasi belajar mahasiswa. Para
mahasiswa seharusnya termotivasi dalam belajar karena hasil belajar akan optimal jika
ada motivasiyang tepat. Oleh karena itu, proses pembelajaran juga harus menjadi suatu
hal yang menyenangkan bagi mahasiswa.
Peran dosen sangat penting dalam memicu motivasi berprestasi, dosen sebisa
mungkin harus menciptakan suasanabelajar yang menarik bagi mahasiswa sehingga,
mahasiswa memiliki rasa ketertarikanyang tinggi serta dorongan belajar yang kuat atau
bisa disebut sebagaimotivasi untuk berprestasi, dimana dalam proses pembelajaran dosen
perlu memberikan suatu motivasi yang positif pada mahasiswa untuk menimbulkan minat
belajar. Namun ada kalanya, terdapat beberapa dosen dalam proses pembelajaran tidak
memberikan suatumotivasi yang positif dan hanya melihat aspek nilai hasil belajar saja,
padahal peran dosen sangat besar dalam memberi motivasi berprestasi terhadap
mahasiswanya. Dari uraian diatas penulis telah menemukan fenomena masalah tentang
pengaruh kecerdasan emosi, motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar mahasiswa
Akparnas- Unas, eeperti misalnya dengan kampus Akparnas yang berada di di kampus
Universitas Nasional yang terlentak di dalam kota Jakarta disekitar pemukiman penduduk
yang cukup padat dan ramai dimana kondisi dan suasana kampus tidak kondusif, dimana
kerap terjadi perselisihan antara mahasiswa dan penduduk disekitar kampus seperti yang
pernah terjadi pada bulan Febuari 2011 dimana demonstrasi mahasiswa Akparnas
Universitas Nasional berbuntut bentrok dengan warga sekitar (Tempo:2011). Fenomena
lainnya diliat dari kurangnya minat mahasiswa untuk berprestasi dimana dapat dikaitkan
dengan rendahnya kecerdasan emosi menyebabkan tidak termotivasinya seorang
mahasiswa untuk meraih prestasi dibidang apapun, seperti Tabel 1 memperlihatkan
beberapa kejuaran yang berhubungan dengan pariwisata yang tidak diikuti oleh para
mahasiswa Akademi Pariwisata Nasional –Unas. Tabel 1
Kejuaran Ketrampilan Pariwisata
Kejuaran
Tahun
Mengikuti
Tidak Mengikuti
Penghargaan
Karya tulis perjalanan
wisata 2011 Tidak mengikuti
Lomba Memasak
rendang se Sekolah
tinggi Pariwisata se
2011 Tidak mengikuti
Tine Yuliantini 51 - 64 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
54
Jakarta
English Debate on
Tourism for the Youth 2011 Mengikuti
pemenang kategori
Best Material
Kejuaran Barista se
Jakarta 2011 Tidak mengikuti
Sumber : Data Akparnas
Tabel 1 gambaran data kejuaran ketrampilan pariwisata yang diikuti dan tidak diikuti
mahasiswa Akparnas-Unas.
Dalam Tabel 1 digambarkan ada beberapa kejuaran ketrampilan yang berhubungan
dengan kepariwisataan yang sayangnya tidak diikuti oleh para mahasiswa Akparnas yang
mungkin tidak termotivasi untuk berprestasi dikejuaraan itu.
Pada Tabel 2 diperlihatkan data dari IPK mahasiswa yang mengalami fluktuasi
Tabel 2
Data IPK mahasiswa Akparnas dari tahun 2008 sampai 2011
Jurusan Perhotelan TAHUN AJARAN TAHUN AJARAN
2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012
Semester Ganjil 3,29 2,7 2,8 2,8
Genap 3,1 3,1 2,1 3,3
Rata-rata 3,02 2,9 2,4 3,01
Jurusan UPW TAHUN AJARAN TAHUN AJARAN
2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012
Semester Ganjil 2,9 3,01 2,3 3,1
Genap 3,12 2,7 2,5 2,88
Rata-rata 3,02 2,8 2,4 2,9 Sumber :Akparnas-Unas
Pada Tabel 1tergambar data IPK mahasiswa dari tahun 2008-2011.
Pada Tabel 1 terlihatbahwa terdapat fluktuasi IPK mahasiswa dari tahun 2008-
2011.Berdasarkan uraian diatas maka penulis telah memilih permasalahan yang berkaitan
dengan pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar.
Adapun permasalahan tersebut dirumuskan dalam permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi belajar secara simultan
(bersama-sama) terhadap prestasi belajar mahasiswaAkparnas-Unas
2. Apakah terdapat pengaruh kercerdasan emosi terhadap prestasi belajar mahasiswa
Akparnas-Unas
3. Apakah terdapat pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar mahasiswa
Akparnas-Unas
Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, dan kegunaan antara lain ialah :
1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
psikologi pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat
memberi gambaran mengenai pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi
dengan prestasi belajar.
2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan
informasi khususnya kepada para orang tua, konselor mahasiswa, dosen dan ketua
jurusan dalam upaya membimbing dan memotivasi mahasiswa untuk menggali
kecerdasan emosi yang dimilikinya.
Kegunaan Penelitian antara lain ialah :
1. Aspek teoritis keilmuan, bahwa hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
DAFTAR PUSTAKA dan bahan pengayaan atas hasil-hasil penelitian terdahulu,
Tine Yuliantini 51 - 64 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
55
berkaitan dengan pengaruh prestasi mahasiswa. Selain itu melalui penelitian ini
juga diharapkan ditemukan dasar-dasar konseptual yang mempunyai implikasi
metodologis bagi studi tentang masalah prestasi serta variabel-variabel terkait
lainnya.
2. Aspek praktis dapat digunakan menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi
pengambilan kebijakan dalam peningkatan prestasi mahasiswa di bidang ilmu
pariwisata.
II.KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Kajian Pustaka
A. Prestasi Belajar
Untuk mendapatkan suatu prestasi tidaklah semudah yang dibayangkan, karena
memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan yang harus
dihadapi. Prestasi belajar adalah merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika
mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu (Tu‟u 2004:75). Prestasi akademik
merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di kampus yang bersifat
kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Prestasi belajar
merupakan penguasaan terhadap mata pelajaran yang ditentukan lewat nilai atau
angka yang diberikan dosen. Berdasarkan hal ini, prestasi belajar dapat dirumuskan
Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai ketika mengikuti, mengerjakan
tugas dan kegiatan pembelajaran di kampus.
Prestasi belajar tersebut terutama dinilai aspek kognitifnya karena bersangkutan
dengan kemampuan mahasiswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesa dan evaluasi.
Prestasi belajar dibuktikan dan ditunjukkan melalui nilai atau angka dari hasil
evaluasi yang dilakukan oleh dosen.
Menurut Bloom (Nurman, 2006:36), prestasi belajar merupakan hasil
perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah kognitif terdiri atas : pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Menurut Poerwodarminto (Ratnawati, 2004:206) yang dimaksud dengan prestasi
belajar adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh
seseorang.Sedangkan prestasi belajar itu sendiri dapat diartikan sebagai prestasi yang
dicapai oleh seorang mahasiswa pada jangka waktu tertentu dan dicatat dalam laporan
indek prestasi.
Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi
belajar.Menurut Anwar (2005:8-9) mengemukakan tentang tes prestasi belajar bila
dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan sesorang dalam belajar.
B. Kecerdasan Emosi
Kemunculan istilah kecerdasan emosi dalam pendidikan, bagi sebagian orang
mungkin dianggap sebagai jawaban atas pertanyaan tentang faktor lain dari
keberhasilan dan kesuksesan seseorang selain dari faktor kecerdasan intelektual .
Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, Emotional Intellegence
memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang
relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa
kecerdasan emosi tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002:44)
Tine Yuliantini 51 - 64 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
56
Untuk lebih menjelaskan tentang pentingnya kecerdasan emosi, Steiner dan Perry
(Efendi, 2005:65) juga menegaskan dalam bukunya, Achieving Emotional Literacy
(1997), bahwa semata – mata IQ yang tinggi tidak akan membuat seseorang menjadi
cerdas.Tanpa kecerdasan emosi, kemampuan untuk memahami dan mengelola
perasaan–perasaan kita dan perasaan–perasaan orang lain serta kesempatan kita untuk
hidup bahagia menjadi sangat tipis.
Menurut Goleman (2002:512), kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang
mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with
intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness
of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri,
motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi,
kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan
kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain
(empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya,
Kecerdasan emosi juga adalah kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta
untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya.Ketrampilan ini dapat diajarkan
kepada anak-anak.Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki
kendali diri menderita kekurang mampuan pengendalian moral.Juga menurut
Goleman, mengatakan bahwa setinggi–tingginya, IQ hanya menyumbang kira–kira 20
persen bagi faktor–faktor yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 persen
diisi oleh kekuatan–kekuatan lain.
Kekuatan–kekuatan lain itu, selain dari kecerdasan emosi atau Emotional Quotient
(EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol
desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja
sama (Mangkunegara, 2000: 44).
Selain itu, Cooper dan Aymani (Efendi, 2005:65) juga menulis ”Voltaire
menunjukkan, bahwa bagi bangsa romawi, sensus communis dan sensibility
(kemampuan), adalah mencakup seluruh penggunaan indera, hati dan intuisi‟.
Dalam proses belajar bagi mahasiswa, kedua inteligensi yaitu IQ dan EQ
sangat diperlukan,. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi
penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah.Namun
biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi.Keseimbangan antara IQ dan EQ
merupakan kunci keberhasilan belajar mahasiswa di tempat belajar.Pendidikan di
sekolah atau dikampus-kampus bukan hanya perlu mengembangkan rational
intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami mahasiswa saja,
melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence mahasiswa itu.
Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis struktur
neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970) menunjukkan
bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului
intelegensi rasional.EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam
prestasi belajar membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan antar
sesama yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan
remaja (Goleman, 2002:17). Berdasarkan teori diatas maka kecerdasan emosi adalah
sejumlah kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pembinaan hubungan
sosial dengan lingkungan yang merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri
Tine Yuliantini 51 - 64 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
57
sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan
mengelola emosi dan mengelola hubungan dengan orang lain dengan baik.
C. Motivasi Berprestasi
Konsep motivasi berprestasi dirumuskan pertama kali oleh Henry
Alexander Murray dengan memakai istilah kebutuhan berprestasi (need for
achievement) untuk motivasi berprestasi, yang dideskripsikannya sebagai hasrat
atau tendensi untuk mengerjakan sesuatu yang sulit dengan secepat dan sebaik
mungkin (Purwanto, 2004:20-21). Menurut Murray (Winkel, 2004:29)
“Achievement motivation (motivasi berprestasi) adalah daya penggerak untuk
mencapai taraf prestasi belajar yang setinggi mungkin demi pengharapan
kepada dirinya sendiri.”
Sementara itu Hasibuan (2009:219), berpendapat bahwa motivasi
berprestasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan
seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif , dan terintegrasi
dengan segala daya upayanya untuk mencapai prestasi dan kepuasan.
McCelland (Mangkunegara, 2010:19), seorang psikologi dan masyarakat
dari Universitas Harvard, Amerika Serikat menyatakan teori motivasi dengan
mengemukakan bahwa produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh ”virus
mental” yang ada pada dirinya.Virus mental adalah kondisi jiwa yang
mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasi secara maksimal. Virus
mental yang dimaksud Achievement Motivation. Virus mental (komponen
motvasi berpretasi) yang dimaksud terdiri dari 3 golongan kebutuhan, yaitu Need
of achievement (kebutuhan untuk berprestasi), Need of affiliation (kebutuhan
untuk memperluas pergaulan), dan Need of power (kebutuhan untuk menguasai
sesuatu).
Berdasarkan teori McClelland tersebut sangat penting membina virus
mental (motivasi berprestasi) mahasiswa dengan cara mengembangkan potensi
mereka melalui lingkungan belajar yang dapat mendorong prestasi belajar yang
baik.Berdasarkan beberapa teori diatas maka motivasi berprestasi dapat diartikan
sebagai dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu
kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mencapai prestasi dengan
predikat terpuji.
Kerangka pemikiran
Dengan demikian berdasarkan uraian teoridiatas dan penelitian terdahulu maka
dapat diuraikan kerangka pemikiran dalam gambar skema konstelasi antar variabel
sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi terhadap prestasi
belajar mahasiswa Akparnas – Unas sebagaimana skema berikut :
Tine Yuliantini 51 - 64 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
58
Gambar 1Skema Konstelasi antar Variabel
H2
H1
H3
2. Terdapat pengaruh kecerdasan emosi terhadap prestasi belajar mahasiswa
Akparnas – Unas
sebagaimana skema berikut:
3. Terdapat pengaruh motivasi berprestasi berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa
Akparnas – Unas sebagaimana skema berikut :
Keterangan :
X1 = Kecerdasan Emosi
X2 = Motivasi Berprestasi
Y = Prestasi Belajar
Hipotesa Penelitian
Hipotesa dari penelitian ini dapat diasumsikan sebagai berikut :
1. H1: Terdapat pengaruh positif secara bersama-sama antara kecerdasan emosi dan motivasi
berprestasi terhadap prestasi belajar para siswa. Artinya makin baik kecardasan emosi yang
membantu motivasi berprestasi yang tinggi pada para mahasiswa akan membantu mereka
berprestasi dalam belajar.
2. H2: Terdapat pengaruh positif dari kecerdasan emosi terhadap prestasi belajar para
mahasiswa. Artinya, kecerdasan emosi yang baik membantu para mahasiswa secara
kejiwaannya mencapai keberhasilan dalam prestasi belajar.
3. H3: Terdapat pengaruh positif dari motivasi berprestasi terhadap prestasi para
mahasiswa.
Prestasi Belajar
(Y) Kecerdasan Emosi
(X1)
Motivasi
Berprestasi
(X2)
Prestasi Belajar
(Y)
Motivasi Berprestasi ( X2)
X2.1. Kebutuhan untuk
berprestasi.
X2.2 Kebutuhan
untukmemperluas
pergaulan.X2.3. Kebutuhan
menguasai sesuatu.
Prestasi Belajar (Y)
Y1.1.Nilai IPK mahasiswa
Kecerdasan Emosi (X1)
x1.1.kesadaran diri
X1.2.. Pengaturan diri
X1.3..Memotivasi diri
X1.4.Empati
X1.5.ketrampilan diri
Tine Yuliantini 51 - 64 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
59
Artinya, makin tinggi motivasi berprestasi maka prestasi belajar para mahasiswa akan
tercapai.
III. Metode Penelitian
Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui dua sumber yaitu
data primer dan sekunder, data prime diperoleh langsung dari responden berupa
populasi dari keseluruhan mahasiswa Akparnas-Unas yang berjumlah 115 dengan
menggunakan kuesioner dan data sekunder Diperoleh dari nilai tugas dan laporan IPK
para mahasiswa.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel
independen, yaitu variabel kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi serta terdiri
dari satu variabel dependen yaitu variabel prestasi belajar.
Variabel kecerdasan emosi terdiri dari empat dimensi yaitu kesadaran
diri,pengaturan diri,memotivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Variabel motivasi berprestasi terdiri dari tiga dimensi yaitu Need of
achievement (kebutuhan untuk berprestasi baik faktor internal dan eksternal), Need of
affiliation (kebutuhan untuk memperluas pergaulan) dan need of power (kebutuhan
untuk menguasai sesuatu).
Variabel prestasi belajar mempunyai satu dimensi yaitu prestasi belajar adalah
hasil dari pengukuran terhadap peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran
yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan (nilai
IPK).Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi dan
motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar belajar mahasiswa Akparnas-Unas
Jakarta. Variabel penelitian terdiri dari Variabel kecerdasan emosi (X1), variabel
motivasi berprestasi (X2) dan variabel prestasi belajar belajar (Y) dimana korelasi
antar variabel dan dimensi digambarkan sebagai berikut: Tabel 3
Matrik Hubungan Variabel Kecerdasan Emosi dan Motivasi Berprestasi
Terhadap Prestasi Belajar mahasiswa Akparnas-Unas
Variabel(X1)
Dimensi(X2)
Variabel Prestasi Belajar
(Y)
Kecerdasan Emosi X1.1 Kesadaran Diri X1.1 Y
(X1) X1.2 Pengaturan Diri X1.2 Y
(Goleman) X1.3 Memotivasi Diri X1.3 Y
X1.4 Empati X1.4Y
X1.5 ketrampilan Sosial X1.5Y
Motivasi berprestasi X2.1Kebutuhan Berprestasi X2.1 Y
(X2) X2.2 Kebutuhan Memperluas pergaulan X2.2 Y
(McCelland) X2.3 Kebutuhan Untuk Menguasi
sesuatu
X2.3 Y
Tabel 3 menggambarkanMatrik Hubungan Variabel Kecerdasan Emosi dan Motivasi
Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar mahasiswaAkparnas-Unas.
IV. HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN
Analisis Regresi (Uji pengaruh)
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan
emosi dan motivasi prestasi terhadap prestasi belajar
Pengaruh secara bersama Kecerdasan EmosidanMotivasi Berprestasiterhadap
Prestasi Belajar (Uji Simultan)
Tine Yuliantini 51 - 64 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
60
Pengaruh secara bersama kecerdasa emosi dan motivasi berprestasi terhadap
prestasi belajar mahasiswa akparnas-Unas terlihat hasilnya dalam Tabel 4. Tabel 4
Koefisien regresi Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi secara bersama- terhadap
Prestasi belajar
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.864 .025 74.608 .000
Kecerdasan emosi .004 .001 .146 3.320 .001
Motivasi berprestasi .024 .001 .846 19.186 .000
a. Dependent Variable: Prestasi belajar
Persamaan yang diperoleh adalah : Y = a + b1X1 + b2X2
Y = 1.864 + 0.004X1 + 0.240X2
Dengan : Y : Prestasi Belajar
X1 : Kecerdasan Emosi
X2 : Motivasi Berprestasi
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang
positif/berbanding lurus antar variabel kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi
terhadap prestasi belajar.
Hal ini dapat dilihat dari koefisien regresi yang bernilai positif.Sehingga, apabila terjadi
peningkatan kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi, maka prestasi belajar mahasiswa
juga meningkat dan sebaliknya.
Nilai intersep sebesar 1.864 berarti bahwa ketika kecerdasan emosi dan motivasi
berprestasi bernilai konstan, maka skor prestasi belajar akan bernilai 1,864. Nilai
koefisien regresi untuk variabel kecerdasan emosi sebesar 0,004 berarti bahwa setiap
kenaikan satu satuan pada variabel kecerdasan emosi akan menaikkan skor prestasi
belajar sebesar 0,004 dengan asumsi variabel yang lain konstan. Nilai koefisien regresi
untuk variabel motivasi berprestasi sebesar 0,240 berarti bahwa setiap kenaikan satu
satuan pada variabel motivasi berprestasi akan menaikkan skor prestasi belajar sebesar
0,240 dengan asumsi variabel yang lain konstan. Tabel 5
Uji F Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi secara bersama-sama terhadap
Prestasi Belajar
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 15.870 2 7.935 1358.925 .000a
Residual .654 112 .006
Total 16.524 114
a. Predictors: (Constant), Motivasi berprestasi, Kecerdasan emosi
b. Dependent Variable: Prestasi belajar
Tabel 5 ANOVA diatas mengindikasikan bahwa regresi berganda secara statistik
sangat signifikan dengan uji statistik F = 1358.925 untuk derajat kebebasan k = 2 dan n –
k – 1 = 115 – 2 – 1 = 112 dan P-value = 0.000 yang jauh lebih kecil dari α = 0.05. Dari
Tine Yuliantini 51 - 64 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
61
table ANOVA jelas sekali terlihat bahwa Ho ditolak dengan P-value = 0.000 lebih kecil
dari α = 0.05.
Analisis koefisien Determinasi
koefisien determinasi dihitung dengan mengkuadratkan koefisien korelasi.
Perhitungan koefisien korelasi dilakukan oleh SPSS versi 17, hasil analisis tersebut akan
memperlihatkan seberapa besar variabel independent mempengaruhi terhadap variabel
dependen. Hasil perhitungan terlihat pada Tabel 6 dibawah ini
Tabel 6
Analisis Koefisien DeterminasiModel Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .980a .960 .960 .07641
a. Predictors: (Constant), Motivasi berprestasi, Kecerdasan emosi
b. Dependen Variabel ; Prestasi Belajar
Berdasarkan Tabel 6 nilai output diatas diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar
98,0%. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara prestasi
belajar terhadap variabel indepedennya yaitu kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi
(batasan yang dipakai adalah 0,5 atau 50%) (Santoso, 2002:167) atau variabel independen
mempengaruhi variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Variabel
independen yang paling dominan berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah Variabel
motivasi berprestasi (X2). Hal ini bisa dilihat dari Nilai Nilai R2 (R Square) dari tabel 5.31
yang menunjukkan bahwa 95.7 % dari variance “motivasi berprestasi” dapat dijelaskan
oleh perubahan dalam variabel prestasi belajar.Faktor kedua yang paling berpengaruh
adalah variabel Kecerdasan emosi (X1). Hal ini bisa dilihat dari Nilai R2 (R Square) dari
tabel 5.28 yang menunjukkan bahwa 83 % dari variance “Kecerdasan emosi” dapat
dijelaskan oleh perubahan dalam variabel prestasi belajar.Nilai Adjusted R Square adalah
sebesar 96%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas yang digunakan dalam
penelitian inimampu menjelaskan pengaruh terhadap variabel terikat yaitu prestasi belajar
sebesar 96%.
Adapun analisis dalam penelitian ini yang dikaitkan dengan teori kecerdasan
emosi yang berpengaruh pada prestasi belajar berdasarkan teori Goleman, menerangkan
tentang kesadaran pengaturan emosi, yang mencakup kesadaran diri, pengaturan diri,
memotivasi diri, empati dan ketrampilan sosial, menunjukkan bahwa pengaruh
kecerdasan emosi terhadap prestasi belajar mahasiswa memiliki peranan yang signifikan
bagi prestasi belajar yang diraih oleh mahasiswa, hal ini di dukung dari hasil korelasi
antar dimensi dimana terdapat korelasi positif atau berbanding lurus diantara dimensi.
Jadi kecerdasanemosional dapat membantu mahasiswa dalam menggunakan kemampuan
kognitifnyasesuai dengan potensi yang dimilikinya secara maksimum, dimana kecerdasan
emosi merupakan aspek yang sangat dibutuhkan dalam bidang kehidupan sehari-hari kita
baik di lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Selain itu, kecerdasan
emosilah yang memotivasi kita untuk mencari manfaat, potensi dan mengubahnya dari
apa yang kita pikirkan menjadi apa yang kita lakukan. Sedangkan kaitannya dengan
motivasi berprestasi yang berpengaruh pada prestasi belajar berdasarkan teori McCelland
yang menerangkan tentang vitus mental pendorong motivasi diri yang mencakup
kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untukmemperluas pergaulan dan kebutuhan untuk
menguasai sesuatu,dalam peneliti ini menunjukkan bahwa motivasi berprestasi memiliki
Tine Yuliantini 51 - 64 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
62
pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar yang dipeloreh mahasiswa, Oleh
karena itu untuk mengoptimalkan dorongan bermotivasi berprestasi pada mahasiswa
mutlak dilakukan., karena motivasi berprestasi adalah pemberian daya penggerak yang
menciptakan kegairahan kerja dan belajar pada seseorang atau mahasiswa agar mereka
mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk
mencapai kepuasan dan prestasi belajar para masiswa untuk bekal dimasa depan mereka.
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
1. Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi secara bersama-sama berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Prestasi belajar itu artinya Kecerdasan emosi dan Motivasi
berprestasi harus lebih diperhatikan dan ditingkatkan oleh pihak universitas agar bisa
meningkatkan prestasi belajar para mahasiswa. Berdasarkan Nilai R2 (R Square)
menunjukkan bahwa 96 % dari variance “Kecerdasan emosi dan Motivasi
berprestasi” dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel Prestasi belajar.
Sisanya 4% dipengaruhi oleh variabel lain seperti prasaran dan sarana.
2. Pada variabel kecerdasan emosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel
prestasi belajar artinya perubahan nilai Kecerdasan emosi mempunyai pengaruh searah
terutama terhadap perubahan prestasi belajar atau dengan kata lain apabila Kecerdasan
emosi baik maka akan terjadi peningkatan prestasi belajar dan secara statistik memiliki
pengaruh yang signifikan. Variabel Kecerdasan emosi merupakan variabel kedua yang
paling berpengaruh terhadap prestasi belajar. Hal ini didukung dengan adanya korelasi
positif antar dimensi dan didukung dengan hasil nilai Nilai R2 (R Square) yang
menunjukkan bahwa 83% dari variance “Kecerdasan emosi” dapat dijelaskan oleh
perubahan dalam variabel prestasi belajar. Dan untuk dimensi pada kecerdasan
emosi, dimensi yang paling kuat hubungannya dengan dimensi Prestasi belajar
(IPK) pada variabel prestasi belajar adalah dimensi Kesadaran diri. karena memiliki
nilai koefisien = 0.905 (memiliki hubungan yang SangatKuat).Pada variabel motivasi
berprestasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel prestasi belajar
artinya perubahan nilai motivasi berprestasi mempunyai pengaruh searah terutama
terhadap perubahan prestasi belajar atau dengan kata lain apabila motivasi berprestasi
meningkat maka akan terjadi peningkatan pada prestasi belajar dan secara statistik
memiliki pengaruh yang signifikan.Variabel motivasi berprestasi merupakan variabel
yang paling dominan berpengaruh terhadap prestasi belajar. Hal ini bisa dilihat dengan
adanya korelasi positif antar dimensi dan didukung dari hasil dariNilai R2 (R Square)
yang menunjukkan bahwa 95,7 % dari variance “Motivasi berprestasi” dapat
dijelaskan oleh perubahan dalam variabel Prestasi belajar. Dan padavariable Motivasi
berprestasi , dimensi yang paling kuat hubungannya dengan dimensi Prestasi belajar
(IPK) pada variabel prestasi belajar adalah dimensi Need of achievement , karena
memiliki nilai koefisien = 0.957 (memiliki hubungan yang SangatKuat).
Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan:
1. Diharapkan para mahasiswa dapat mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi,
menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran
diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Karena
kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya
dimiliki oleh para mahasiswa yang memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar
yang lebih baik. Hal yang dapat dilakukan oleh akademi dan para dosen adalah :
a. Menjadikan fasilitas materi pelajaran secara teori dapat diprektekan, dalam
menumbuhkan analisis kreatif dan inovatif peserta didik melalui kelompok
Tine Yuliantini 51 - 64 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
63
pembelajaran penelitian seperti dengan memberikan lebih sering tugas-tugas
kepada mahasiswa dan para mahasiswa dapat mempresentasi tugas-tugas itu
dikelas, studi banding ke perguruan tinggi lain atau industri pariwisata lainnya dan
aktif mengunjungi pameran-pameran pariwisata.
b. Menjadikan fasilitas pendidikan sebagai sarana yang dapat berkembang sesuai
dengan peluang dan tantangan perkembangan ilmu dan pengetahuan seperti
mengupayakan berbagai kegiatan mahasiswa yang menunjang upaya terbentuknya
kecerdasan emosi terutama untuk seperti ceramah keagaman, ESQ dan seminar-
seminar yang dapat melatih ketrampilan dan wawasan para mahasiswa. Maknanya,
bila ini dapat diaplikasikan secara formal dan kontinu, kita dapat melihat kualitas
dari perubahan karakter dan kepribadian kualitas sumber daya manusia pada zaman
millennium sekarang ini.
2. Perlu adanya penanaman motivasi berprestasi pada para mahasiswa sejak dini melalui
dibangunnya hubungan yang akrab dan bersahabat antara pihak universitas dengan
para mahasiswa, sehingga para mahasiswa dapat menunjukan adanya keinginan,
harapan, penentuan untuk mencapai sesuatu hasil yang dinyatakan secara eksplisit.
mahasiswa perlu memahami dan mengenal diri sendiri termasuk juga memahami dan
mengembangkan gaya belajar yang dimilikinya. Upaya mahasiswa dalam
mengembangkan gaya belajar dan motivasi berprestasi dilakukan dengan
mengembangkan pemahaman kepada mahasiswa perlunya motivasi dalam usaha
mencapai suatu tujuan hidup, mengembangkan motivasi belajar dalam upaya mencapai
keberhasilan belajar dan mengembangkan motivasi berprestasi dan disiplin belajar
dalam mencapai prestasi akademik. Beberapa strategi motivasi berprestasi yang dapat
dilakukan dalam pembelajaran bisa dilakukan sebagai berikut:-
a. Memberi penghargaan dengan menggunakan kata-kata, seperti ucapan bagus
sekali, hebat, dan menakjubkan. Penghargaan yang dilakukan dengan kata-kata
(verbal) ini mengandung makna yang positif karena akan menimbulkan interaksi
dan pengalaman pribadi bagi diri mahasiswa itu sendiri.
b. Memberikan nilai ujian atau tes sebagai pemacu mahasiswa untuk belajar lebih
giat. Dengan mengetahui hasil yang diperoleh dalam belajar maka mahasiswa akan
termotivas untuk belajar lebih giat lagi dan termotivasi untuk berprestasi.
c. Menumbuhkan dan menimbulkan rasa ingin tahu dalam diri mahasiswa. Rasa
ingin tahu dapat ditimbulkan oleh suasana yang mengejutkan atau tiba-tiba.
d. Menumbuhkan persaingan dalam peserta didik. Maksudnya adalah dosen
memberikan tugas dalam setiap kegiatan yang dilakukan, dimana mahasiswa
dalam melakukan tugasnya tidak bekerjasam dengan mahasiswa lainnya. Dengan
demikian mahasiswa akan dapat membandingkan hasil pekerjaan yang
dilakukannya dengan hasil mahasiswa lainnya.
e. Memberikan contoh yang positif, artinya dalam memberikan pekerjaan kepada
mahasiswa dosen tidak dibenerkan meninggalkan ruangan untuk melaksanakan
pekerjaan lainnya.
f. Penampilan dosen yang menarik, bersih, rapi dan sopan serta tidak berlebih-
lebihan akan memotivasi mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran. Temasuk juga
kepribadian dosen, dosen yang masuk kelas dengan wajah tersenyum dan menyapa
mahasiswa dengan ramah akan membuat mahasiswa merasa nyaman dan senang
mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung sehingga akan termotivasi
berprestasi.
Tine Yuliantini 51 - 64 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
64
g. Upaya yang dapat dilakukan akademi dalam mendorong motivasi berprestasi pada
mahasiswa dengan mengadakan pertandingan-pertandingan antar mahasiswa
dilingkungan internal.
3. Dalam penelitian ini, peneliti hanya melihat pengaruh masing-masing variabel terikat
dengan prestasi belajar, dan juga pengaruhnya secara bersama-sama terhadap prestasi
belajar. Ada baiknya untuk penelitian selanjutnya dilihat pula pengaruh antar
variabel-variabel terikat.
4. Variabel dalam penelitian ini difokuskan pada dua faktor internal dari diri para
mahasiswa, ada baiknya dilakukan penelitian lanjutan yang variabelnya melibatkan
beberapa faktor internal dan eksternal dari diri mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA Agustian Ginanjar, Ary.(2004). ESQ POWER. Jakarta, Arga
Ahmadi, Abu. (2009). Psikologi Pendidiklan, Jakarta, Rinaka Cipta
Dessler, Gary, (2007), Manajemen Sumber Daya Manusia, 10 th Edition, New Jersey,
hlm. 98
Djmarah, (2006), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rieneka Cipta
Hasibuan, Malayu. (2009). Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalahnya, Jakarta,
Bumi Aksara.
Hasibuan, Malayu. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Gunung Agung.
Hsiung, Chin-Min, (Jurnal 2011), Using Mastery Goals in Music to Increase Student
Motivation. Aplications of Researh in Music Edition, p. 3-9.
Kerlinger, Fred N, (2006), Asas-asas Penelitian Behavioral, Yogyakarta, Gajah Mada
Universitas.
King, Laura A. ( 2010). Psikologi Umum, Jakarta, Salemba Humanika
Mangkunegara. (2010). Evaluasi Kinerja SDM,Bandung, Refika Aditama
Mangkunegara. (2005). Prilaku dan Budaya Organisasi, Bandung, Refika
Purwanto. (2010). Psikologi Pendidikan, Bandung,Remaja Rosda karya
Safarian, Trianto dan Uno, Hamzah. (2008) Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta,
Bumi Aksara
Slameto.(2003). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta, Rineka Cipta.
Uno, Hamzah. (2008). Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta, Bumi Aksara
Wibowo. (2011). Manajemen Kinerja, Jakarta,Rajagrafindo Persada.
Zainun, Buchari. ( 2003). Manajemen Motivasi, Jakarta, Balai Aksara.
Wibowo. (2011). Manajemen Kinerja, Jakarta,Rajagrafindo Persada.
Hipni<http://hipni.blogspot.com/pengertian-prestasi-belajar-definisi.html>
Iin Alma Pegaria 65 - 73 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
65
ANALISIS PERBANDINGAN PERSENTASE REJECT SEBELUM DAN
SETELAH PENERAPAN PROJECT IMPROVEMENT TEAM DI MESIN CUP
FORMING LINE 3 DI PT DdanD PACKAGING INDONESIA
Iin Alma Pegaria dan Lien Herliani Kusumah
Fakultas Pasca Sarjana Program Magister Manajemen, Universitas Mercu Buana
E-Mail: [email protected] dan [email protected]
ABSTRACT
The thesis aims to solve the problem in reducing reject level using PDCA and 8
Steps Quality Improvement. The results shows that the most dominant reject cup because
leak. Root causes of this reject caused by limitation of training to operator, machine
problem, no machine setting guidance and usage of more than one type of material. Base
on the root causes then improvements that have been made are operator training,
improved the machine, producing guidelines for setting the machine, and allocation of
material every single type of material in a period of time.
Keywords: PDCA, 8 Steps Quality Improvement, Reject Cup Forming
Jurnal diterima redaksi : Disetujui untuk publikasi :
Januari 2013 Febuari 2013
I. PENDAHULUAN
Industri manufaktur sejenis dewasa ini berkembang sangat pesat, hal ini
mengakibatkan persaingan yang sangat ketat antar perusahaan sejenis. Persaingan
tersebut dalam bentuk desain, kualitas dan harga, sebagai supplier dituntut oleh
manajemen untuk dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya dengan pengeluaran
sekecil-kecilnya, maka para manajer dituntut untuk dapat merefleksikan keinginan
manajemen dan customer dengan beberapa cara diantaranya dengan melakukan efisiensi,
meningkatkan produktivitas dengan penurunan downtime dan reject saat memproduksi
suatu produk. Sedangkan untuk memenuhi persyaratan customer dapat dilakukan
pengawasan terhadap kualitas barang saat diproduksi, pengiriman tepat waktu dan harga
yang kompetitif.
Pada triwulan pertama tahun 2011, masalah besar yang sering terjadi pada mesin
cup forming line 3 adalah meningkatnya persentase reject dibandingkan dengan triwulan
keempat tahun 2011 yaitu meningkat hingga diatas 3%, hal ini tidak sesuai dengan target
reject yang diterapkan untuk tahun 2011 yang seharusnya di bawah 1,5 persen, efeknya
mengakibatkan kendala rendahnya efisiensi mesin dan tingginya downtime. Jika hal
tersebut terus berlanjut dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif terhadap DIFOT
(Delivery In Full On Time) yang berakibat pada kepuasan pelanggan dimana salah
satunya adalah pengiriman tepat waktu dengan jumlah barang yang terkirim sesuai dengan
pesanan mereka namun di sisi lain harga tetap harus bersaing.
Dengan terbatasnya kapasitas mesin dan tenaga kerja yang ada, maka cara terbaik
untuk menghindari adanya over time atau waste yang tinggi jika sewaktu-waktu terjadi
peningkatan order mengingat mesin ini termasuk mesin idola adalah dengan menurunkan
tingkat reject barang sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja demi tercapainya
peningkatan kapasitas produksi yaitu dengan menerapkan Project Improvement Team
(PIT) yang merupakan salah satu bentuk kaizen untuk meningkatkan produktivitas kerja
Iin Alma Pegaria 65 - 73 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
66
operator yang bertujuan untuk mengurangi biaya untuk pengerjaan barang yang tidak baik
dan meningkatkan hasil order untuk memenuhi permintaan pelanggan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
(1) Faktor-faktor apa yang menyebabkan reject selama proses produksi?
(2) Bagaimana penerapan Project Improvement Team (PIT) di mesin cup forming line 3
untuk mencapai penurunan reject sesuai dengan target perusahaan?
(3) Berapa besarnya persentase reject sebelum dan setelah penerapan PIT?
Maksud dan tujuan penelitian adalah:
(1) Untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya reject selama proses
produksi
(2) Untuk menghitung dan menganalisis perbandingan persentase reject sebelum dan
setelah penerapan PIT
(3) Memberikan usulan perbaikan (standarisasi) untuk menurunkan reject selama proses
cup forming
II. RERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka pemikiran yang menjadi latar belakang ditulisnya karya akhir ini adalah
untuk mengetahui dampak penerapan PIT, efisiensi biaya operasi sebelum dan setelah PIT
dan juga perbandingannya. Rerangka pemikiran dalam penyelesaian masalah ini dapat
dilihat pada Gambar 1.
Daya Saing Perusahaan Rendah
Tingginya Biaya Produksi
Meningkatnya Presentasi Reject
Analisa Penyebab Masalah (Fishbone Diagram)
Identifikasi Masalah Utama (Pareto)
Analisis GAP (Toleransi Reject vs Aktual Reject)
LANGKAH KE-1: Penentuan Tema
LANGKAH KE-2: Menganalisa kondisi yang ada
LANGKAH KE-3: Penentuan Target
LANGKAH KE-4: Rencana penanggulangan masalah
LANGKAH KE-5: Proses penanggulangan masalah
Kesimpulan dan Rekomendasi
LANGKAH KE-7: Standarisasi
LANGKAH KE-8: Menentukan langkah berikutnya
Tahapan
Action
Tahapan
Check
Tahapan
Do
Tahapan
Plan
LANGKAH KE-6:
Evaluasi
Tidak
Ya
8 LANGKAH
Gambar 1. Diagram Alir Rerangka Pemikiran
Iin Alma Pegaria 65 - 73 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
67
III. HASIL DAN ANALISIS
Langkah ke-1: Penentuan Tema
Penentuan tema dilakukan berdasarkan hasil meeting Project Improvement Team,
data yang diambil pada pendataan Reject Internal di bagian Quality Control. Data reject
selama periode Januari hingga Maret 2011 dapat dilihat dalam Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Grafik Persentase Reject Periode Januari-Maret 2011
Setelah dibuat diagram pareto berdasarkan jenis reject diketahui bahwa reject terbagi
menjadi tiga kategori yaitu: leak base 92,01%, leak seam 7,02% dan seam seal 0,97%.
4M-1E N
o
Why Why Why Why Why
Man 1 Berbeda skill
setting bottom
feeder
Training operator
minim
Belum ada standar
setting mesin
Machine 2.
1
Pola heater tidak
rata
Panas preheat
tidak rata
Output nozzle
tekanan angin tidak
rata
Nozzle yang
dipakai tidak
sesuai
2.
2
Tekanan angin
kompressor
kurang stabil
Kompresor tidak
stabil
Tekanan Kompressor
dibawah 6 Bar
2.
3
Penambahan spray
di bottom finish
Untuk menghindari
baret/scratch
Ada kemungkinan
bagian yang
kasar/kurang halus
2.
4
Posisi mandrell
tidak center
terhadap bottom
finish
Cam mandrell aus
(Lebih cepat
dibanding yang
lainnya)
Bushing dan Rail di
bottom finish aus
Pelumasan
yang tidak
merata dan
tidak tepat
sasaran
Daily
lubricati
on tidak
dilakuka
n dengan
benar
Method 3 Belum ada standar
setting
Belum ada
panduan setting
mesin
Belum dibuat
Material 4 Material berbeda
karakter
Ada dua jenis
material yang
digunakan
Kebijakan
perusahaan
Env. 5 Tidak ada Tidak ada
Iin Alma Pegaria 65 - 73 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
68
Dengan mengacu data tersebut maka diketahui bahwa masalah didominansi oleh reject
leak base yang mencapai 92,01%. Dengan demikian dalam hal ini, reject menurunkan
leak base adalah merupakan tema yang dipilih.
Gambar 3. Diagram Pareto Reject Berdasarkan Jenis Januari-Maret 2011
Langkah ke-2: Menganalisis Kondisi yang ada
Hasil diskusi anggota tim PIT dalam menentukan faktor 4M-1E berdasarkan 5
Why’s dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Penentuan Akar Masalah Dengan Metode 5 Why’s
Analisis kondisi yang ada dengan cara melakukan diskusi antar anggota Project
Improvement Team dan menggunakan alat bantu diagram tulang ikan (fishbone diagram)
yang ditinjau dari faktor 4M-1E dengan tujuan menemukan penyebab masalah baik
penyebab utama maupun penyebab lainnya. Hasil diskusi anggota tim PIT tersebut dapat
dilihat pada Gambar 4.
Berbeda skill setting
bottom feeder
Training operator minim
MAN
Pola heater tidak rata Tekanan angin
kompressor kurang stabil
Kompresor tidak stabil
Untuk menghindari
baret/scratch
Ada kemungkinan bagian
yang kasar/kurang halus
Nozzle yang dipakai
tidak sesuai
Penambahan spray
dibottom finish
Output Nozzle
tekanan angin
tidak rata
Tidak
teridentifikasi
Posisi mandrell tidak center
terhadap bottom finish
MACHINE
LEAK
BASE
Belum ada panduan
setting mesin
Bushing dan Rail
dibottom finish aus
Cam mandrell aus (Lebih
cepat dibanding yang lainnya)
Belum ada standar setting
Ada dua jenis material
yang digunakan
Material berbeda karakter
Daily lubrication tidak
dilakukan dengan benar
Pelumasan yang tidak
merata dan tepat sasaran
METHOD
ENV.
MATERIAL
Belum ada standar
setting mesin
Panas preheat
tidak rata
Tekanan kompresor
dibawah 6 Bar
Belum dibuat
Kebijakan perusahaan
Gambar 4. Diagram fishbone Reject Leak Base
Langkah ke-3: Target
Iin Alma Pegaria 65 - 73 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
69
Target dari penyelesaian masalah ini adalah menurunkan reject dari nilai rata-rata
reject tiga bulan terakhir sebesar 3.32% menjadi sebesar 1.50% sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan oleh manajemen.
Langkah ke-4: Rencana Penanggulangan Masalah
Identifikasi akar masalah dibuat rencana penanggulangannya mengacu pada
metode 5W+1H seperti tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Rencana Penanggulangan Dengan Menggunakan Metode 5W + 1H
Langkah ke-5: Proses Penanggulangan Masalah
Proses perbaikan atau penanggulangan masalah:
(1) Training ini dilakukan selama satu hari dibagi ke dalam dua kelompok yaitu pada
tanggal 11 dan 13 April 2011 dengan tujuan pemahaman yang sama antar operator
dan untuk memperoleh masukan dari para operator tentang kendala yang ada saat
aktual produksi. Materi training mengacu pada panduan setting mesin yaitu proses
setting mesin yang benar dan sesuai standar yang ditetapkan untuk mencapai produk
bermutu tinggi.
(2) Hasil perbaikan mesin adalah sebagai beikut:
4M-1E No What Why How Who When Where
Man 1 Berbeda
skill
setting
bottom
feeder
Training operator minim Training operator mengacu standar
setting mesin
Engineering
Manager
13-Apr-12 Ruang
training dan
mesin Belum ada standar
setting mesin
Machine 2.1 Pola heater
tidak rata
Output Nozzle tekanan
angin tidak rata
1. Modifikasi Nozzle dari T ke L
2. Jarak kerapatan Rel Blank
dirapatkan
Engineering
Spv
4-Apr-12 Bengkel
Maintenance
Nozzle yang dipakai
tidak sesuai
Nozzle tidak sesuai
2.2 Tekanan
angin
kompressor
kurang
stabil
Kompresor tidak stabil Memastikan kompresor stabil dengan
cara dibuat terompet bunyi otomatis
saat kompresor turun hingga dibawah
6 Bar kemudian info ke bag. Eng.
untuk di setting
Maintenance
Manager
3-Apr-12 Ruang
Kompressor
Tekanan kompresor
dibawah 6 Bar
2.3 Penambahan
spray
dibottom
finish
Untuk menghindari
baret/scratch
Pisah spray bottom finish dan tamper
mineral oil
Maintenance
Staff
4-Apr-12 Area mesin
Ada kemungkinan
bagian yang
kasar/kurang halus
Tambahkan selenoid pada pengaturan
spray
Foreman 3-Apr-12 Area mesin
2.4 Posisi
mandrell
tidak
center
terhadap
bottom
finish
Cam mandrell aus,
Lebih cepat dibanding
yang lainnya
Setting sesuai standar Foreman 3-Apr-13 Area mesin
Bushing dan rail di
bottom finish aus
Dibuatkan pelumasan otomatis
Engineering
Spv
5-Apr-12 Area mesin
Pelumasan yang tidak
merata dan tepat sasaran
Daily lubrication tidak
dilakukan dengan benar
karena manual
Method 3 Belum ada
standar
setting
Belum ada panduan
setting mesin
Buat panduan setting mesin Production
Manager
9-Apr-12 Ruang
Produksi
Belum dibuat
Material 4 Material
berbeda
karakter
Ada dua jenis material
yang digunakan
Alokasi hanya satu jenis material pada
periode tertentu
Planning
Manager
2-Apr-12 Kantor
Kebijakan perusahaan
Iin Alma Pegaria 65 - 73 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
70
a. Modifikasi nozzle dilakukan pada tanggal 4 April 2011 di bengkel maintenance.
b. Modifikasi kompressor yang dilakukan pada tanggal 3 April 2011 bekerja sama
dengan supplier kompresor.
c. Pada tanggal 3 April 2011 Foreman produksi melakukan penambahan solenoid
dan melakukan setting posisi mandrel sesuai dengan standarnya.
d. Melakukan pemisahan spray bottom finish dan tamper mineral oil pada 4 April
2011.
e. Pada tanggal 5 April 2011 membuatkan pelumasan otomatis pada bottom finish.
(3) Panduan setting mesin dalam bentuk instruksi kerja diselesaikan pada tanggal 9 April
2011.
(4) Mulai awal April, melakukan alokasi material yang digunakan berdasarkan minggu.
Langkah ke-6: Evalusi
Proses evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan persentase total reject cup
sebelum dan setelah dilakukan proses Project Improvement Team (PIT). Hasil evaluasi
perbandingan ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Persentase Reject Sebelum dan Setelah Perbaikan
Sedangkan reject leak base jika dibandingkan sebelum dan setelah PIT maka
hasilnya dapat dilihat pada Gambar 6.
Iin Alma Pegaria 65 - 73 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
71
Gambar 6. Grafik Persentase Reject Leak Base Sebelum dan Setelah Perbaikan
Grafik pada Gambar 6. menunjukkan bahwa proses perbaikan mencapai target
yang direncanakan. Data diambil dan dimonitor sejak mulai perbaikan pada bulan April
dan dipantau terus hingga Juni 2011 untuk memastikan bahwa tindakan yang diambil
adalah efektif.
Langkah ke-7: Standarisasi
Proses perbaikan dibuat menjadi standar kerja mulai dari bagaimana setting mesin,
proses lubrikasi hingga standar alokasi material yang digunakan. Hal ini dituangkan
dalam dokumen Panduan Setting Mesin Cup Forming Line 3 yang berupa instruksi kerja.
Langkah ke-8: Menentukan Langkah Berikutnya
Langkah penentuan selanjutnya ditentukan dari masalah yang diangkat dari
masalah berikutnya yang belum sesuai target, dan proses diulang dari awal yaitu tahap
planning, sesuai dengan prinsip dari PDCA. Akan tetapi jika sasaran telah tercapai sesuai
dengan target yang sudah ditentukan dan permasalahan tersebut bukanlah permasalahan
yang sangat mengganggu proses kerja maka langkah selanjutnya dapat dilihat dari data
dengan faktor yang dominan atau permasalahan terbesar.
Analisis
Berdasarkan analisis menggunakan metode fishbone, terjadinya reject leak base
disebabkan karena ada perbedaan keahlian operator saat setting mesin, beberapa
permasalahan mesin, belum adanya panduan setting mesin dan adanya penggunaan
material lebih dari satu jenis yang berbeda karakteristik dalam hari yang sama.
Dari usulan perbaikan dilakukan tidakan perbaikan: melakukan training pada
operator, proses perbaikan pada mesin, pembuatan buku panduan setting mesin, serta
alokasi material setiap satu jenis material dalam periode waktu tertentu.
Setelah dilakukan proses perbaikan penyelesaian masalah ini diperoleh hasil
persentase reject cup lebih kecil dari standar dimana terjadi penurunan reject dari diatas
3,00% menjadi di bawah target 1,50% yaitu 1,00%. Metode PDCA-8 langkah ini telah
berhasil mengatasi masalah reject cup yang cukup signifikan, dengan reject menurun
maka kualitas meningkat, tidak hanya itu karena berkurangnya reject cup juga
menyebabkan menurunnya mesin downtime dan meningkatnya mesin efisiensi dan pada
akhirnya DIFOT (Delivery In Full On Time) juga tinggi, hal ini membuat kepercayaan
konsumen meningkat yang berdampak positif terhadap perkembangan perusahaan di masa
depan dan sejalan dengan sasaran mutu perusahaan seperti disebutkan pada bab awal
pendahuluan.
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari hasil penyelesaian masalah, penerapan dan analisis
yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:
Iin Alma Pegaria 65 - 73 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
72
1. Produk reject digolongkan 3 jenis yaitu leak base, leak seam dan seal seam. Reject
dominan yaitu leak base yang disebabkan perbedaan keahlian antar operator dari sisi
manusia, masalah mesin yaitu: pola panas preheat tidak rata, tekanan angin
kompressor kurang stabil, adanya penambahan spray di bottom finish, posisi mandrell
tidak center terhadap bottom finish. Sedangkan dari sisi metode disebabkan belum
ada standar setting dan dari sisi material adalah adanya perbedaan karakter dalam dua
material.
2. Tindakan perbaikan untuk menyelesaikam masalah reject leak base dilakukan dengan
cara: training untuk operator mesin cup forming line 3, perbaikan mesin dengan cara:
modifikasi nozzle, memastikan kompresor stabil, memisahkan spray bottom finish
dan tamper mineral oil, menambahkan selenoid pada pengaturan spray bottom finish,
setting posisi mandrell terhadap bottom finish sesuai standar dan dibuatkan
pelumasan secara semi otomatis pada cam mandrell. Selain itu dilakukan juga
pembuatan panduan setting mesin, serta alokasi material setiap satu jenis material
dalam periode waktu tertentu oleh Planning manager.
3. Penyelesaian masalah menerapkan konsep PDCA dan Delapan Langkah, hasil yang
didapat adalah terjadinya penurunan reject cup leak base dari di atas 3.00% menjadi
kurang dari 1.00%, hal ini memenuhi target perusahaan yaitu tidak melebihi dari
1,50%.
Rekomendasi
1. Rekomendasi untuk PT. DDPI yaitu:
- Menetapkan dan menerbitkan standar panduan standar setting mesin.
- Memastikan training diberikan untuk setiap operator baru dan refreshing training
untuk operator lama.
- Memastikan semua komponen mesin terawat dan sesuai standar.
- Memfasilitasi apa yang dibutuhkan oleh tim PIT demi tercapainya perbaikan tepat
waktu.
- Membentuk tim-tim PIT baru dari anggota yang berbeda agar kesadaran akan
perbaikan dapat menjadi budaya perusahaan.
- Memberikan waktu khusus di luar jam kerja untuk tim PIT agar dapat melakukan
pertemuan-pertemuan demi mendiskusikan perbaikan yang diinginkan.
2. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah agar diteliti lebih lanjut mengenai
PDCA dan Delapan Langkah ditinjau dari tingkat efisiensi mesin dan mesin
downtime sebelum dan setelah perbaikan kualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, Dorothea W, 2003, Manajemen Kualitas, Bogor : Ghalian Indonesia
Bayazir, Ozden. 2003. Total Quality Management (TQM) Practices In Turkish
Manufacturing Organizations. The TQM Magazine Vol. 15 No. 5, 2003. pp 345-350
Direktorat Jenderal Industri dan Dagang Kecil Menengah. 2007. Gugus Kendali Mutu,
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta
Feigenbaum, Armand V, 2002. Kendali Mutu Terpadu. Jakarta : Edisi ketiga. Erlangga.
Firmasyah, 2011. “Analisis perbadingan efisiensi biaya operasi sebelum dan setelah
penerapan kaizen di Weatherstrip Door D12D PT IRC INOAC D16D PT IRC INOAC
Indonesia”. Jakarta. Universitas Mercu Buana
Iin Alma Pegaria 65 - 73 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
73
Gasperz, Vincent. 2005. Total Quality Management. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama
Heizer, Jay and Barry Render. 2006. Operations Management (Manajemen Operasi).
Jakarta : Salemba Empat.
Johnson, CN. 2002. Benefits of PDCA, ASQ Quality Progress , May 2002; 35,5 pp 120
Juran. 1988. Juran's Quality Control Handbook 1dan2, 4th edition, McGrawHill, Inc.
Liker, Jeffrey. 2006. The Toyota Way. Jakarta. Erlangga
Masaaki, Imai. 2001. Gemba Kaizen: A Commonsense, Low-Cost Approach To
Management. McGraw-Hill
Nasution, M. N.. 2005. Manajemen Mutu Terpadu. Bogor : Ghalia Indonesia.
Reksohadiprojo, Soekanto dan Indriyo GitoSudarmo. 2000. Manajemen Produksi.
Yogjakarta : Edisi keempat. BPFE.
Rahmasari, Yuliana. 2011 “Analisi peningkatan kualitas pada divisi cetak koran dengan
metode USE-PDSA di PT. Masscomgraphy Semarang”. Semarang. Universitas
Diponegoro
Sefrina, Mega. 2008. “Aplikasi siklus PDCA (Plan, Do, Check ,Action) Dalam upaya
peningkatan mutu ayam goreng keres (Studi kasus di kedai ayam kremes “pinarak”
Semarang). Bogor : IPB
Donny Hendrawan et al 74 - 87 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
74
ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KESALAHAN
PENGIRIMAN BARANG DARI GUDANG
(STUDI KASUS : PT. NIRO CERAMIC SALES INDONESIA)
Donny Hendrawan , Aries susanty, Erry rimawan
[email protected] dan [email protected]
ABSTRACT
This thesis proposes to analyze some factors that caused error in delivery end
products from the warehouse to customer at PT. Niro Ceramic Sales Indonesia. This
research use the Five Whys Analysis and Fishbone Analysis as tools to identify some
factors that caused errors in delivery end products from the warehouse. Results of this
research showed that error of shipments of end products from warehouse to customer are
caused by humans (the employee do not have enough training and do not have enough
working hours) and methods (lack of Standart Operating Procedure, no exception rule
order for loyal customers and the material order request always urgently needed), even
for media or environment factors are not enough lighting and indoor building conditions
is not properly manage. Based on that result, this research proposes some recomendation
for the management of the company, i. e. conduct a routine training for all warehouse
personnel, add the number of warehouse personnel, change the working hours become
two shifts per day and evaluate daily expenditures’s procedure for delivery of end
product from warehouse to the customer or to dealer.
Keywords : Error Delivery, Five Whys Analysis, Fishbone Analysis Jurnal diterima redaksi : Disetujui untuk publikasi :
Januari 2013 Febuari 2013
I. PENDAHULUAN Dewasa ini pertumbuhan industri yang sangat pesat menyebabkan persaingan yang
sangat kompleks dalam semua hal, khususnya dalam bidang industri manufaktur. Dalam
industri ini, setelah melewati beberapa macam proses produksi dan proses-proses
sebelumnya maka akan menghasilkan suatu product atau barang jadi (finished goods).
Barang/product yang sudah jadi ini, pada prosesnya kemudian diserahkan ke bagian
gudang untuk disimpan sebelum kemudian dilakukan proses pengiriman ke pelanggan
(Hartungi, 2003).
PT. Niro Ceramic Sales Indonesia adalah suatu perusahaan yang bergerak di
bidang Granite Tile and Sanitary yang mempunyai beberapa gudang yang tersebar di
seluruh kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Pekanbaru dan
sebagainya. Selama ini banyak sekali keluhan dari bagian penjualan maupun dari
pelanggan mengenai terlalu seringnya pihak gudang melakukan kesalahan dalam
mengirimkan barang, kesalahan ini bisa berupa salah item, salah code, salah surface, salah
lot shade, quantity tidak sesuai dengan Surat jalan/DO (barang kurang atau lebih), barang
masih tertinggal di gudang (tidak terangkut) dan lain sebagainya.
Data di bawah ini merupakan daftar kesalahan pengiriman barang dari gudang
dan sudah dikeluhkan oleh pihak penjualan di sisi internal perusahaan maupun pihak
eksternal dari pelanggan (data diambil selama enam bulan terakhir), sebagai berikut :
Donny Hendrawan et al 74 - 87 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
75
Grafik 1. Jumlah Frekuensi Salah Kirim Barang dari Gudang
Berdasarkan Grafik 1 dapat disimpulkan bahwa selama 6 (enam) bulan di awal
tahun 2011, frekuensi kesalahan pengiriman barang tertinggi terjadi di bulan Maret 2011
yaitu 6 kali kesalahan pengiriman barang dari total pengiriman sebanyak 40.344 dus.
Frekuensi kesalahan terendah terjadi di bulan Januari 2011 yang mengalami 3 kali
kesalahan pengiriman barang dari total pengiriman sebanyak 15.530 dus.
Selama ini keluhan yang disampaikan oleh pelanggan ke bagian penjualan
dilakukan dengan cara menuliskan email beserta dilampirkan foto pendukung dari barang
yang salah terkirim tersebut dan dari bagian penjualan diteruskan lagi ke bagian
pengiriman/gudang via email untuk bisa dicek, diklarifikasi dan ditindaklanjuti.
Dari keluhan yang masuk karena kesalahan pengiriman tersebut menimbulkan
banyak sekali dampak atau akibat yang ditimbulkan, baik dari sisi internal perusahaan
maupun eksternal perusahaan.
Dampak internal bagi perusahaan sebagai berikut :
1. Kesalahan pengiriman barang menyebabkan harus dilakukannya pengiriman ulang ke
pelanggan.
2. Kesalahan pengiriman barang menyebabkan biaya tambahan untuk re-shipment ini.
3. Kesalahan pengiriman barang menyebabkan pihak gudang memerlukan tambahan
waktu untuk re-arrangement, melakukan loading on truck/containers dan unloading
barang retur yang salah.
4. Kesalahan pengiriman barang menyebabkan pihak shipping departement harus
mencari lagi trucking/ekspedisi untuk mengirim ulang dan menarik barang yang salah
tersebut.
5. Kesalahan pengiriman barang menyebabkan pihak sales/bagian penjualan harus
menginformasikan ulang skejul pengiriman kembali barang yang sesuai ke pelanggan.
Dampak eksternal bagi perusahaan sebagai berikut :
1. Kesalahan pengiriman barang menyebabkan lead time delivery tidak dapat terpenuhi,
khususnya customer project.
Donny Hendrawan et al 74 - 87 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
76
2. Kesalahan pengiriman barang menyebabkan tingkat kepercayaan konsumen terutama
toko dan sub-dealer menjadi berkurang dikarenakan seringnya kejadian seperti ini.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas, maka penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang
dari gudang ini bisa seringkali terjadi dan hal ini bisa dirumuskan melalui beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya kesalahan pengiriman barang
dari gudang ?
2. Dari beberapa faktor diatas, faktor manakah yang paling dominan yang menyebabkan
terjadinya kesalahan pengiriman barang dari gudang ?
3. Bagaimanakah solusi dan rekomendasi yang tepat untuk
perusahaan setelah mengetahui akar permasalahan dalam terjadinya kesalahan
pengiriman barang dari gudang ?
II. KERANGKA PEMIKIRAN
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka pemikiran
yang digunakan dalam penelitian ini dapat disajikan dalam Gambar 1.
Tujuan :
Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari
gudang PT. NCSI.
Untuk menemukan faktor apa yang paling dominan dari penyebab terjadinya kesalahan
pengiriman barang dari gudang PT. NCSI.
Memberikan rekomendasi dan solusi yang tepat bagi perusahaan dan pihak gudang setelah
mengetahui akar masalah terjadinya kesalahan pengiriman barang
Analisa :
1. Five Whys Analysis
2. Fishbone Analysis
Data :
Primer
Wawancara dengan divisi terkait.
Sekunder Hasil komplain dari shipping
departement dan sales selama 6
(enam) bulan.
Masalah :
Banyaknya keluhan dari bagian penjualan maupun pelanggan bahwa gudang seringkali melakukan
kesalahan dalam pengiriman barang.
Kesalahan bisa berupa salah kuantiti, salah tipe, salah lot-shade, salah surface, aksesoris sanitary tidak
lengkap dan sebagainya.
Dampak yang ditimbulkan dari kesalahan pengiriman barang ini yaitu tingkat kepercayaan customer
berkurang terhadap kebenaran barang kita kirim serta lead time delivery tidak terpenuhi, khususnya
pelanggan project.
Dampak lainnya yaitu harus kirim ulang ke konsumen barang yang benar, keluar biaya lagi untuk
pengiriman, cancellation invoice dan faktur pajak dan sebagainya.
Mjn pergud dan lay out
Analisa akar masalah
Teknik bertanya 5 Whys
Fishbone Diagram
Teori :
Donny Hendrawan et al 74 - 87 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
77
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
III. HASIL DAN ANALISA DATA
Berdasakan Tabel 1. berikut, dapat dilihat bahwa beberapa kali kesalahan kirim
barang dari gudang diantaranya yaitu barang yang dikirim jumlahnya kelebihan atau
kekurangan (tidak sesuai dengan kuantiti di Surat Jalan) serta ada beberapa yang salah
item code dan surfacea.
3.1. Faktor-faktor Penyebab Kesalahan Pengiriman Barang.
Kita bisa meng-identifikasi-kan faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan
pengiriman barang dari gudang (Harsono, 2008), dengan pengelompokan sebagai berikut
:
1. Kesalahan pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Manusia
(manpower/karyawan/staff gudang).
2. Kesalahan pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Metode
(method/standart operating procedure/SOP).
3. Kesalahan pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Material (variansi
product).
4. Kesalahan pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Media (lingkungan
kerja, waktu kerja, lay-out).
5. Kesalahan pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Manajemen
(supporting mananagement/soft skill training).
Diantara ke-5 faktor utama yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang
tersebut diatas, kita bisa cari tahu masing-masing penyebab (cause) dan alasan (reason),
dengan menggunakan teknik bertanya sebanyak 5 kali yang disebut Five Whys atau 5
WHYS (Gasperz, 2000).
Analisa dari akar masalah penyebab salah kirim
barang dari gudang
Hasil :
Donny Hendrawan et al 74 - 87 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
78
Tabel 1. Data Perincian Frekuensi Kesalahan Kirim Barang dari Gudang
Sumber : Dokumen PT. NCSI
3.1.1. Five Whys Analysis.
3.1.1.1. Faktor Manpower
Masalah utama : Barang yang dikirim jumlahnya tidak sesuai dengan surat jalan
(terkadang kelebihan dan ada kalanya kekurangan), yang intinya adalah salah kirim
barang juga.
1. Mengapa bisa salah kirim ? Karena tally checker tidak teliti
2. Mengapa tidak teliti ? Karena fisiknya kelelahan dan kecapekan
3. Mengapa kecapekan ? Karena kurang tidur atau kurang istirahat
4. Mengapa kurang isirahat ? Karena malam sebelumnya bekerja lembur
Donny Hendrawan et al 74 - 87 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
79
5. Mengapa sampai harus kerja lembur ? Karena order dari sales terlalu sore.
Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa ada suatu
prosedur yang tidak berjalan dengan semestinya, yaitu tidak adanya cut-off time terima
order, dari bagian sales support ke bagian shipping/distribution sehingga order di terima
gudang terlambat, yang menyebabkan staff gudang harus kerja sampai lembur sehingga
menyebabkan kelelahan secara fisik.
Hal ini terkait erat dan masuk dalam kategori Faktor Metode.
Ada kalanya untuk case-case tertentu biasanya dengan dalih urgent dari sales
minta dikirim keesokan harinya, order diterima sore hari dan minta barang harus dikirim
besok paginya, sehingga terkadang bagian gudang harus lembur mempersiapkan
barangnya supaya bisa dikirim ke-esokan paginya.
Dengan teknik bertanya yang lain, bisa disampaikan sebagai berikut :
1. Mengapa bisa salah kirim barang ? Karena staff gudang kurang terampil.
2. Mengapa staff gudang kurang terampil ? Karena kurangnya pengetahuan.
3. Mengapa kurang pengetahuan ? Karena tidak ada pelatihan khusus orang gudang
dari manajemen.
Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa analisa
penyebab kesalahan kirim barang ini dikarenakan kurangnya keterlibatan dari pihak
Manajemen untuk memberikan pelatihan mengenai product knowledge dan pelatihan
lainnya yang mendukung operasional sehari-hari di lapangan.
Hal ini terkait erat dan masuk dalam kategori Faktor Manajemen.
3.1.1.2. Faktor Metode
Masalah utama : Barang yang dikirim terutama sanitary/WC banyak yang kurang
aksesoris dan kelengkapannya, serta beberapa ada yang cacat produksi yang intinya
adalah salah kirim barang juga.
1. Mengapa barang tidak lengkap dikirim ke customer ? Karena staff gudang tidak
mempunyai waktu untuk mengecek isi kardus satu per satu.
2. Mengapa tidak mempunyai waktu untuk mengecek isi kardusnya ? Karena barang
disiapkan pagi itu juga disaat trucking sudah menunggu.
3. Mengapa baru disiapkan di hari yang sama ? Karena jika disiapkan sehari
sebelumnya akan menyebabkan overtime.
4. Mengapa harus overtime ? Karena jam kerja hanya ada 1 shift, yaitu jam 08.00-
17.00 WIB sedangkan order diterima setelah jam 16.00 WIB.
5. Mengapa cuma dibuat 1 shift di gudang NCSI ? Karena manpower terbatas.
6. Mengapa tidak mengusulkan penambahan manpower ? Karena tidak adanya
budget penambahan karyawan.
Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa kesalahan
pengiriman barang terjadi karena tidak adanya standart operating procedure (SOP) yang
jelas dan yang terukur. Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat
disimpulkan bahwa faktor kesalahan pengirirman barang bisa disebabkan oleh akar
masalah sebagai berikut :
1. Jam kerja hanya 1 (satu) shift.
2. Manpower terbatas
3. Budget tahunan tidak ada spare.
Untuk merubah jam kerja menjadi 2 shift diperlukan penambahan manpower dan
ini memerlukan keterlibatan dari sisi HR untuk menghitung berapa head count yang ada
Donny Hendrawan et al 74 - 87 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
80
di departemen tersebut dan disesuaikan dengan budget tahunan, sedang Manager Gudang
membuat perhitungan produktifitas manpower setiap bulan untuk pengajuan penambahan
manpower tersebut ke manajemen guna menghindari overtime dan mengurangi kesalahan
kirim barang.
Hal ini masuk dalam kategori Faktor Metode dan Faktor Manajemen.
3.1.1.3. Faktor Material
Masalah utama : Barang yang dikirim ke customer banyak yang tidak sesuai
antara surat jalan dengan fisiknya, terutama di variansi ukuran misal di surat jalan minta
ukuran 30 x 60 cm yang dikirim ukuran 15 x 60 cm, atau mintanya warna putih yang
dikirim warna hitam, yang intinya adalah salah kirim barang juga.
1. Mengapa bisa barang yang dikirim tidak sesuai ? Karena tally checker gudang
tidak secara detil memperhatikan kode di surat jalan.
2. Mengapa tidak di cek secara detil ? Karena begitu banyaknya variansi quantity
produk, variansi lot-shade, variansi ukuran dan variansi surface dan jumlahnya
banyak.
3. Mengapa jumlah yang banyak eceran berada dalam satu surat jalan ? Karena
barang akan dipakai buat promosi, ke masing-masing toko atau dealer dan dibagikan
ke seluruh Indonesia.
4. Mengapa barang yang jumlahnya eceran tersebut, tidak di cek terlebih dahulu ?
Karena permintaan mendadak dari sales atau bagian promosi.
5. Mengapa permintaan mendadak dari bagian promosi ? Karena tidak adanya SOP
permintaan barang.
Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa kesalahan
pengiriman barang terjadi karena banyaknya variansi produk, maka diperlukan
manajemen pengaturan pengambilan barang untuk keperluan promosi.
Sebagai contoh, misal dalam satu nomer Surat Jalan/DO ada sebanyak 33 lembar
dengan jumlah item sebanyak 100 item barang dan jumlahnya masing-masing 1 (satu)
dus, maka diperlukan beberapa hari sebelumnya bagi gudang untuk mempersiapkan
barangnya.
Hal ini termasuk kategori Faktor Metode.
3.1.1.4. Faktor Media
Masalah utama : Barang yang dikirim ke customer banyak yang tidak sesuai
antara surat jalan dengan fisiknya, terutama di item code-lot shading, di surat jalan minta
tipe Ester GMA07 lot R1123A3M3 sedang fisik yang dikirim adalah Carolina GMA02 lot
R1123A3M3, yang intinya adalah salah kirim barang juga.
1. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Karena helper gudang yang ambil barang dari lokasi
tidak teliti.
2. Mengapa helper tidak teliti waktu pengambilan barang dari lokasi ? Karena lokasi
penempatan barang tersebut terletak di gudang paling belakang, yang kondisi
penerangannya temaram, sehingga pandangan mata helper terganggu.
3. Mengapa bisa begitu, apakah ada alasan yang lain lagi ? Karena selain temaram,
kondisi sebagian atap bocor sehingga menyebabkan kardus keramik beberapa ada
yang basah dan rusak sehingga tulisan/marking item di kardus hilang serta samar
sehingga helper banyak yang ragu-ragu serta asal ambil saja barangnya.
Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa lay-out
lokasi penempatan barang perlu ditinjau ulang. Sedangkan dari sisi lay-out pengaturan 1
Donny Hendrawan et al 74 - 87 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
81
pintu saja untuk transfer in dan 1 pintu lain lagi untuk transfer out, untuk lebih
memudahkan tally checker dan supervisor dalam mengontrol keluar masuknya barang.
Hal ini masuk kategori faktor Media/Lingkungan/Environment.
3.1.1.5. Faktor Manajemen
Masalah utama : Barang yang dikirim tipenya tidak sesuai antara fisik dengan
surat jalan, di surat jalan yang diminta permukaan (surface) keramik yang halus,
dikirimnya permukaan (surface) keramik yang kasar, yang intinya adalah salah kirim
barang juga.
1. Mengapa bisa salah kirim barang ? Karena tally checker tidak mengecek tulisan
marking di kardus dan tidak cek di Surat Jalan.
2. Mengapa tidak di cek ? Karena order diterima oleh gudang terlalu sore.
3. Mengapa order diterima telat, tetap saja barang minta dikirim keesokan harinya ?
Karena adanya keputusan tidak tepat dari manajemen tentang prosedur pengiriman
barang.
4. Mengapa bisa keputusan dari manajemen tidak tepat ? Karena adanya ke-
berpihak-an terhadap customer tertentu.
5. Mengapa bisa berpihak ke salah satu customer ? Karena tidak adanya aturan baku
tentang pengecualian order.
Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa tidak
adanya aturan yang baku tentang pengecualian order bisa membuat gudang melakukan
kesalahan dalam pengiriman barang.
Hal ini masuk kedalam kategori Faktor Manajemen.
3.1.2. Pemetaan Fishbone Diagram
Dalam teknik bertanya 5 whys hasil yang diperoleh adalah saling berhubungan dan
keterkaitan antara satu dengan yang lain, misalkan kita tetapkan faktor manpower maka
jika diurutkan satu persatu dengan beberapa pertanyaan akan bersinergi dengan faktor lain
seperti faktor metode, media, manajemen dan lain sebagainya.
Dengan melakukan analisa dan diagnosa untuk mengidentifikasi faktor faktor
yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari gudang,, maka dari hasil analisa
dan beberapa wawancara dengan metode 5 Whys diatas, dapat di petakan hasilnya
kedalam diagram fishbone seperti gambar 2 di bawah ini.
Dari Gambar 2. dibawah ini, terlihat bahwa kejadian salah kirim barang yang
disebabkan oleh beberapa faktor 5 M mempunyai kesimpulan dan hasil akhir yang
kesemuanya (paling dominan) disebabkan oleh Faktor Metode / SOP.
Donny Hendrawan et al 74 - 87 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
82
Gambar 2. Pemetaan Diagram Fishbone Salah Kirim Barang
3.2. Faktor Paling Dominan Penyebab Kesalahan Pengiriman Brg dari Gudang.
Dari hasil wawancara dengan menggunakan Teknik Five Whys diatas, dapat
diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Untuk Faktor Manpower, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan
dengan hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode dan Faktor
Manajemen.
2. Untuk Faktor Method, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan dengan
hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode dan Faktor Manajemen.
3. Untuk Faktor Materials, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan dengan
hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode.
4. Untuk Faktor Media/Lingkungan/Environment, setelah dilakukan hasil wawancara
yang berkaitan dengan hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Media dan
Faktor Manajemen.
5. Untuk Faktor Management, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan
dengan hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode.
Oleh sebab itu, dari beberapa macam diatas bisa ditentukan bahwa Faktor yang
Paling Dominan dalam penyebab terjadinya kesalahan pengiriman barang dari gudang
yaitu Faktor Metode.
Donny Hendrawan et al 74 - 87 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
83
3.3. Upaya Perbaikan Kesalahan Pengiriman Barang
Dari banyak faktor diatas yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari
gudang, maka bisa diberikan beberapa alternatif solusi untuk mengurangi masalah
tersebut diatas sebagai berikut :
3.3.1. Mereview semua proses bisnis internal perusahaan.
Dari departemen penjualan, sales support, shipping dan warehouse department
semua saling keterkaitan, sejak menerima order dari customer, pengecekan stock
availability, pemesananan ekspedisi atau trucking dan proses penyiapan barang
sebelum dikirim ke customer.
3.3.2. Memberikan 2 alternatif untuk meng-absorp schedulle delivery.
Untuk bisa meng-absorp schedulle delivery sehari-hari, maka diperlukan 2 (dua)
alternatif yang harus dilakukan diantaranya sebagai berikut :
Memberikan overtime kepada personil gudang atau jam kerja dibuat menjadi
2 shift.
Jika jam kerja dibuat menjadi 2 shift, maka akan ada penambahan anpower.
3.3.3. Merubah prosedur pengambilan barang khusus sample atau promosi dari H-1
menjadi H-2 atau H-3 untuk memberikan ruang bagi bagian gudang dalam
mempersiapkan segala sesuatunya.
3.3.4. Perbaiki kondisi fisik, sarana dan prasarana gudang.
Dengan melihat kondisi fisik bangunan atau gudang, baik sarana dan prasarana,
maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Terutama atap yang bocor supaya tidak mengakibatkan kondisi kardus
rusak, basah, sobek, tinta marking di kardus hilang atau samar sehingga
mengakibatkan helper gudang kesulitan dalam membaca kode barang di box
sehingga salah ambil.
Tambahkan penerangan yang maksimal supaya untuk beberapa gudang yang
kondisinya dibelakang dan gelap, kondisi barang dan tulisan di marking bisa
terlihat dengan maksimal.
Desain lay-out gudang secara maksimal, buat jalur transfer in dan transfer
out dalam satu pintu, untuk lebih mempermudah pengawasan keluar
masuknya barang, merubah komposisi pengaturan penempatan barang
dengan teori FIFO dan LIFO.
3.3.5. Keterlibatan dari manajemen guna memberikan pelatihan dan terus menerus
terutama tentang Product Knowledge beserta update-nya, tidak hanya kepada sales
and marketing tapi juga kepada staff gudang atau back office.
Dari beberapa analisa faktor penyebab kesalahan pengiriman diatas serta
faktor mana saja yang paling dominan yang menyebabkannya, dapat diketahui bahwa
Faktor Metode memiliki peran yang cukup besar sebagai penyebab utama timbulnya
kesalahan pengiriman barang, sedangkan untuk Faktor Manajemen menempati urutan
berikutnya, sebagai faktor yang paling dominan yang menyebabkan kesalahan pengiriman
barang dari gudang ini bisa terjadi.
Adapun dari Tabel 2 dibawah ini bisa diketahui beberapa faktor yang
menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari gudang beserta rekomendasi atau upaya
perbaikan yang wajib dilakukan oleh perusahaan untuk setidaknya meminimalisasi
terjadinya kesalahan pengiriman barang dari gudang dengan berdasarkan unsur 5 W + 1 H
yaitu Why, What, Who, When, Where dan How yang kesemuanya diuraikan satu per satu
dalam Tabel 2 berikut ini.
Donny Hendrawan et al 74 - 87 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
84
Tabel 2. Upaya Perbaikan bagi Manajemen berdasarkan Unsur 5 W (Why, What,
Who, When and Where) + 1 H
(How.)
Donny Hendrawan et al 74 - 87 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
85
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, dan dari hasil analisa data
kesalahan kirim barang selama 6 (bulan) dengan menggunakan metode teknik bertanya
Five Whys dan Fishbone Diagram, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Setelah diidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang
dari gudang PT. NCSI diketahui dan disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut
: faktor manpower (manusia), faktor method (metode), faktor materials (varians
product), faktor media (lingkungan kerja) dan faktor management (manajemen
perusahaan) atau biasa disebut dengan 5 M dan dari kelima faktor tersebut di atas,
bisa diperinci detil dari akar masalahnya berdasarkan hasil wawancara dengan
beberapa departemen terkait dengan menggunakan teknik Five Whys yaitu sebagai
berikut :
Faktor Manusia, akar permasalahannya yaitu kurang pelatihan dan order
masuknya ke gudang terlalu sore.
Faktor Metode, akar permasalahannya yaitu pada jam kerja yang hanya 1
(satu) shift dan keterbatasan manpower gudang.
Faktor Material, akar permasalahannya yaitu pada jumlah varians dan
banyaknya barang serta tidak adanya SOP permintaan.
Faktor Media, akar permasalahannya yaitu pada penerangan yang kurang
terang dan atap yang bocor sehingga menyebabkan marking di kardus di rusak,
serta lay-out tidak cocok.
Faktor Manajemen, akar permasalahannya yaitu tidak adanya aturan baku
tentang pengecualian order.
2. Penyebab utama dari terjadinya salah pengiriman barang dari gudang adalah sangat
komplek dan kalau dibuatkan urutan berdasarkan faktor yang paling dominan yaitu :
Faktor Metode. Tidak menutup kemungkinan dari masing-masing faktor diatas saling
keterkaitan antara yang satu dengan yang lain, misalkan faktor manusia atau tingkat
ketelitian dari staff yang ada di lapangan, terkait juga oleh faktor metode yaitu
prosedur pengiriman barang dari gudang serta faktor material yaitu variasi jenis
produk yang dimiliki oleh perusahaan tersebut serta faktor manajemen perusahaan
yang mau tidak mau juga turut ambil bagian dalam menciptakan suatu proses
terjadinya kesalahan pengiriman barang.
3. Adapun usulan atau upaya perbaikan yang wajib dilakukan oleh perusahaan yaitu
mengenai perubahan jam kerja karyawan gudang, membuatkan SOP yang baku,
merubah komposisi lay out penempatan barang, merubah pola pengiriman barang
promosi dari H-1 menjadi H-3 dan me-review internal bisnis proses perusahaan serta
untuk faktor manajemen diperlukan turun tangan secara langsung dari level top-
management untuk menganalisa bisnis proses dan dari Human Resources-Training
Department memberikan pelatihan berupa product knowledge.
V. REKOMENDASI
Setelah dilakukan penelitian, analisa data dan pengamatan di lapangan serta
wawancara dengan beberapa departemen terkait, maka bisa diberikan solusi, usulan dan
rekomendasi bagi perusahaan untuk melakukan upaya-upaya perbaikan, dari sisi :
Donny Hendrawan et al 74 - 87 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
86
1. Faktor Metode.
Rekomendasi yang tepat dan sesuai bagi perusahaan untuk menyelesaikan masalah
mengenai pengiriman barang dari faktor metode, diantaranya yaitu :
Melakukan review mengenai internal proses, dari terima Purchase Order sampai
melakukan pengiriman ke customer.
Membuat batasan cut-off secara sistem, dengan cara menentukan time limit
penerimaan order dari sales department.
Membuat SOP mengenai pelaksaaan proses In-Out di gudang, yaitu proses
penerimaan barang import, barang transit, barang retur dan proses pengiriman
barang kepada customer.
Membuat SOP mengenai pengecekan secara fisik dan kelengkapannya untuk
barang jenis sanitary (acsesories and physically check list).
Merubah jam kerja dari 1 shift menjadi 2 shift.
Mengganti prosedur pengiriman barang khusus promosi, yang sebelumnya H-1
menjadi H-2 atau H-3
Merubah komposisi penyusunan barang serta metode pengambilan barang
(Mulcahy, 2004) dari LIFO (Last In First Out) menjadi FIFO (First In First
Out).
2. Faktor Manajemen.
Rekomendasi yang tepat dan sesuai bagi perusahaan untuk menyelesaikan masalah
mengenai pengiriman barang dari faktor manajemen, diantaranya yaitu :
Mengesahkan SOP pengiriman barang yang sudah dirancang, dibuat dan
disepakati bersama di level manajerial.
Memberikan sosialisasi kepada seluruh karyawan, baik yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung, mengenai standart baku dan prosedur baru
tentang proses pengiriman barang agar sampai di customer dengan cepat dan
tepat.
Menambah manpower gudang atas rekomendasi dari manager atau kepala gudang.
Menghitung existing head count dan mencocokkannya dengan annually budget
yang sudah disepakati sebelumnya.
Menyetujui dan mengesahkan perubahan jam kerja dari 1 shift (jam 08.00–17.00)
menjadi 2 shift (jam 07.00–15.00 dan jam 15.00– 23.00).
Menyetujui dan mengesahkan prosedur pengambilan barang sampel atau promosi
dari H-1 menjadi H-2 atau H-3 sehingga bisa memberikan ruang dan waktu bagi
personil gudang untuk menyiapkan barangnya.
Menyetujui, mengesahkan dan memberikan penekanan terhadap para sales and
marketing department untuk bisa memprioritaskan penjualan yang barang-barang
tipe lama (old stock) disamping barang-barang tipe baru (new product), guna
meng-antisipasi banyaknya persediaan barang slow-moving.
Memberikan assignment kepada Human Resources and Training Department
untuk melakukan pelatihan kepada personil gudang tentang Product Knowledge,
Production and Flow Process, Safety Induction and Warehouse Management
System, yang mana pelatihan ini tidak terbatas hanya kepada bagian Sales and
Marketing atau back office saja.
Memberikan penilaian dan appraisal terhadap personil gudang setelah dilakukan
pelatihan secara intensif dan reguler.
Donny Hendrawan et al 74 - 87 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
87
Memberikan bimbingan, arahan dan konseling kepada personil gudang atau tally
checker yang melakukan kesalahan dalam pengiriman barang di lapangan.
Memanggil kontraktor guna memperbaiki sarana dan prasarana gudang, seperti
menambahkan lampu penerangan di area gudang sehingga tidak temaram di
malam hari, menambal atap yang bocor jika musim penghujan serta merapikan
lantai yang berlubang dan tidak rata.
Memanggil konsultan sistem untuk me-review penggunaan modul MFG Pro di
perusahaan trading seperti PT. NCSI.
DAFTAR PUSTAKA
Gasperz, Vincent. 2002. Pedoman Implementasi Program Six Siqma terintegrasi
dengan ISO 9001 : 2000, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
Harsono, Ari. 2008. Metode Analisis Akar Masalah dan Solusi. Makara, Sosial
Humaniora, Vol. 12, No. 2, Desember 2008: 72-81
Hartungi, Djufri. 2003. Training Manajemen Pergudangan, C dan G
Training Network
Mulcahy, David E., 2004, Warehouse Distribution dan Operations Hand Book,
Grand Rapids Michigan, Mc Graw Hill Inc.
Johan Doerlaksono et al 88 - 101 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
88
PENGARUH ORIENTASI PASAR TERHADAP ORIENTASI STRATEGIS
ALTERNATIF DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA BISNIS
PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN DI KOTA TANGERANG DAN JAKARTA
INDONESIA
Johan Doerlaksono, Alugoro Mulyowahyudi , Endi Rekarti
Fakultas Pascasarjana, Program Magister Manajemen, Universitas Mercu Buana
E-mail : [email protected] dan [email protected]
ABSTRACT
The purpose of this study was to research the influence of the market orientation
on the alternative strategic orientations and their impact on business performance on
companies in the city of Tangerang and Jakarta, Indonesia. Alternative strategic
orientations in this study is innovation, learning, entrepreneurial and employee
orientations. This research is associative causal relationship to determine a causal
relationship between the independent variable, market orientation, intermediate
variables, innovation, learning, entrepreneurial and employee orientation, and dependent
variable, business performance. This study using the Structural Equation Modeling
(SEM).The results of the SEM analysis shows effect of market orientation on innovation,
learning, entrepreneurship, employee orientation and direct impact on business
performance gives the figure a significant correlation. The effect of learning orientation
on business performance gives the figures a moderate correlation. Effect of employee
orientation on business performance gives the figure a low correlation . Innovation and
entrepreneurial orientation influence on the business performance gives the figure a
negative correlation.The researcher recommends that the variables that have significant
correlations can be implemented while the variables that have a moderate, low and
negative correlation are recommended for future research to improve the questionnaire’s
statements and respondent terms of both quality and quantity.
Key words : Market , Innovation, Learning, Entrepreneurial, Employee, Business
Performance.
Jurnal diterima redaksi : Disetujui untuk publikasi :
Januari 2013 Febuari 2013
I. PENDAHULUAN
Kondisi rugi atau pailitnya perusahaan adalah suatu kondisi yang tidak diinginkan
dan menyangkut nasib semua orang yang terlibat baik didalam perusahaan maupun diluar
perusahaan. Menurut TEMPO.CO tertanggal 9 Nopember 2011, Dinas Perindustrian dan
Koperasi Pemerintah Kota Tangerang menerima laporan penutupan pabrik, baik industry
kecil, menengah, maupun besar. Sepanjang tiga tahun terakhir dari 2010, 2011 dan 2011
ada 13 pabrik yang tutup dengan alasan pailit.
Data dari Tribunnews.com tertanggal 27 Januari 2013 menyebutkan bahwa di
dalam aturan penangguhan upah buruh, menyatakan audit keuangan perusahaan harus
menyatakan bahwa perusahaan harus menyatakan rugi 2 tahun. Sampai saat ini sudah ada
908 perusahaan yang meminta penangguhan akibat kenaikan Upah Minimum Propinsi
khususnya di DKI Jakarta. Dari 908 perusahaan hanya 47 perusahaan yang dikabulkan.
Johan Doerlaksono et al 88 - 101 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
89
Dari berita tersebut dapat disimpulkan bahwa minimal ada 47 perusahaan di Jakarta yang
selama dua tahun dalam kondisi rugi.
Karena tidak memungkinkan untuk mendapatkan informasi tentang penyebab
pailit atau ruginya perusahaan-perusahaan tersebut, penulis melakukan studi literatur
tentang penyebab pailit atau ruginya perusahaan. Penemuan dari penelitian menunjukkan
bahwa kegagalan bisnis disebabkan oleh beberapa penyebab diantaranya adalah tekanan
dari pesaing dan pemain baru, rendahnya sales (Oparanwa, Hamilton, dan Opibi, 2010).
Selain itu salah satu penyebab kegagalan bisnis adalah tidak merespon sebagaimana
mestinya terhadap perubahan pasar secara cepat (WGdanL Accounting News, 1984). Ini
menunjukkan salah satu faktor kegagalan bisnis atau pailit disebabkan karena kurangnya
orientasi pasar.
Disisi lain kondisi di Indonesia sangat mendukung untuk pertumbuhan Industri.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap relative tinggi sejak tahun 2008 sampai kuartal II
2011. 2005 pertumbuhannya 5,7%, 2006 pertumbuhannya 5,5%, 2007 pertumbuhannya
6,3%, 2008 pertumbuhannya 6,0%, 2009 pertumbuhannya 4,6%, 2010 pertumbuhannya
6,1%, 2011 pertmbuhannya 6,5%, 2011 Q1 pertumbuhannya 6,3% dan 2011 Q2
pertumbuhannya 6,4% (Taufik, 2011, 69).
Menurut Kertajaya (2011), pada tahun 2010 golongan penduduk Indonesia
golongan menengah mencapai 134 Juta atau 56,5% penduduk Indonesia Penduduk
Indonesia golongan menengah ini adalah penduduk yang mempunyai pengeluaran 2
sampai dengan 20 Dolar Amerika per hari dan ini menjadi kekuatan pasar yang nyata di
Indonesia.
Perusahaan agar bisa bertahan dan berkembang harus mempunyai kinerja bisnis
yang bagus. Oleh karena itu perusahaan harus mengetahui variabel-variabel yang
mempunyai pengaruh yang secara signifikan berdampak terhadap kinerja bisnis sehingga
dapat menerapkan strategi-strategi yang efektif dan efisien untuk mencapai target kinerja
bisnis yang telah ditetapkan.
Melihat kondisi ini, peneliti ingin meneliti pengaruh Orientasi Pasar terhadap
Orientasi Strategi Alternatif dan dampaknya terhadap Kinerja Bisnis. Dalam kontek
Orientasi Pasar, orientasi strategi alternatif yang mempunyai kontribusi terhadap
keunggulan bersaing perusahaan adalah Orientasi Inovasi, Orientasi Pembelajaran,
Orientasi Kewirausahaan dan Orientasi Karyawan. Obyek yang akan kami teliti adalah
industri sedang dan besar yang berada di wilayah Kota Tangerang dan Jakarta.
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, dapat dirumuskan masalah riset sebagai berikut :
1) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi Inovasi.
2) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi Pembelajaran.
3) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi Kewirausahaan.
4) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi Karyawan.
5) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis..
6) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Bisnis.
7) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Bisnis.
8) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Karyawan terhadap Kinerja Bisnis.
9) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap Kinerja Bisnis.
Johan Doerlaksono et al 88 - 101 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
90
II. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti ditunjukkan didalam Gambar 1. di
bawah.
Gambar 1.
Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Hipotesis untuk penelitian ini ada sembilan hipotesis yang diuraikan sebagai
berikut :
H1 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Inovasi.
H2 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Pembelajaran.
H3 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Kewirausahaan.
H4 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Karyawan.
H5 Terdapat pengaruh dari Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis..
H6 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Bisnis.
H7 Terdapat pengaruh dari Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Bisnis.
H8 Terdapat pengaruh dari Orientasi Karyawan terhadap Kinerja Bisnis.
H9 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Kinerja Bisnis.
III. HASIL DAN ANALISIS
Pada penelitian ini telah terkumpul 72 kuesioner dari 72 perusahaan yang terdiri
dari 59 kuesioner melalui email dan 13 kuesioner hardcopy langsung. Setiap perusahaan
diwakili oleh satu orang responden. Adapun karakteristik responden adalah seperti pada
table 1. di bawah.
Dari 72 responden yang ada, dari karakteristik jenis kelamin yang terbanyak
adalah pria yaitu sebanyak 60 responden (83,3%). Dari karakteristik pendidikan yang
terbanyak adalah responden berpendidikan S1 sebanyak 51 responden (70,8%), dan
Johan Doerlaksono et al 88 - 101 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
91
urutan kedua adalah responden berpendidikan S2/S3 yaitu 16 responden (22,2%). Dari
karakteristik Jabatan yang terbanyak adalah responden yang mempunyai jabatan
manajer/staf yaitu 56 responden (77,8%), sedangkan urutan kedua adalah pemilik
perusahaan dengan jumlah 8 responden. Dari karakteristik bentuk usaha, yang terbanyak
adalah dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) yaitu berjumlah 58 (80.6%) perusahaan.
Dari karakteristik jumlah pegawai yang terbanyak adalah perusahaan yang mempunyai
pegawai lebih besar dari 99 orang (>99) yaitu memiliki pegawai 50 orang (69,4%) dan
sisanya 22 perusahaan (30,6%) adalah perusahaan yang mempunyai pegawai antara 20 –
99 orang. Karakteristik menurut lokasi perusahaan yang terbanyak adalah perusahaan
yang berlokasi di Jakarta yaitu 49 perusahaan (68,1%) dan sisanya berlokasi di Tangerang
yaitu berjumlah 23 perusahaan (31,9%).
Tabel 1. Karakteristik Responden
DESKRIPSI JUMLAH %
Jenis Kelamin :
Pria 60 83.3
Wanita 12 16.7
Total 72 100.0
Pendidikan :
SMU 2 2.8
Diploma 3 4.2
S1 51 70.8
S2/S3 16 22.2
Total 72 100.0
Jabatan :
Pemilik 8 11.1
Direktur 6 8.3
Manajer/Staf 56 77.8
Lainnya 2 2.8
Total 72 100.0
Bentuk Usaha :
Perseroan Terbatas 58 80.6
Lainnya 14 19.4
Total 72 100.0
Jumlah Pegawai :
20 - 90 22 30.6
>90 50 69.4
Total 72 100.0
Lokasi :
Tangerang 23 31.9
Jakarta 49 68.1
Total 72 100.0
Johan Doerlaksono et al 88 - 101 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
92
Analisis Hubungan
Di dalam analisa hubungan indikator dengan konstruk masih digunakan notasi
yang ada didalam AMOS diantarannya untuk arah panah untuk indikator berlawanan arah
dengan arah anak panah konvensional. Nama indikator tidak boleh ada spasi dan disingkat
menjadi 2 atau 3 suku kata.
1. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk
Variabel Kinerja Bisnis
Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Kinerja Bisnis ditunjukkan
dalam Tabel 2.
Tabel 2. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Kinerja Bisnis
Hubungan Estimates Kriteria Hasil
Untung <--- KinerjaBisnis 0.635 sebuah
indikator
bagian dari
konstruknya
jika factor
loadingnya
≥ 0.5
Bagian dr
Konstruk
PertumbuhanPenjualan <---
KinerjaBisnis 0.809
Bagian dr
Konstruk
KepuasanPelanggan <---
KinerjaBisnis 0.675
Bagian dr
Konstruk
ProdukBaru <---
KinerjaBisnis 0.769
Bagian dr
Konstruk
Dari Tabel 2. keempat indikator yaitu untung, pertumbuhan penjualan, kepuasan
pelanggan dan produk baru yang sukses nilai factor loading lebih besar dari 0,5 dan dapat
disimpulkan semua indikator adalah bagian dari konstruk Kinerja Bisnis.
Variabel Orientasi Pasar
Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi Pasar ditunjukkan
dalam Tabel 3.
Dari Tabel 3. Dari 9 indikator untuk orientasi pasar ada 8 indikator yaitu
“KontribusiNilaiPelanggan”, “InformasiKeFungsi”, “PelayananPurnaJua”,
“MengukurKepuasanPelanggan”, “TujuanKepuasanPelanggan”, “KebutuhanPelanggan”,
“NilaiPelanggan”, “KomitmenPelanggan” mempunyai nilai factor loading lebih besar
dari 0,5 dan dapat disimpulkan 8 indikator adalah bagian dari konstruk orientasi pasar.
Sedangkan indikator “MembagiInformasiPesaing” mempunyai nilai 0.473 dimana nilai
ini mendekati 0,5 dan dianggap masih bagian dari konstruk.
Johan Doerlaksono et al 88 - 101 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
93
Tabel 3. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Pasar
Hubungan Estimates Kriteria Hasil
KontribusiNilaiPelanggan <---
OrientasiPasar 0.634
sebuah
indikator
bagian dari
konstruknya
jika factor
loadingnya ≥
0.5
Bagian dr
Konstruk
InformasiKeFungsi <--- OrientasiPasar 0.694 Bagian dr
Konstruk
MembagiInformasiPesaing <---
OrientasiPasar 0.473
Bagian dr
Konstruk
PelayananPurnaJual <--- OrientasiPasar 0.635 Bagian dr
Konstruk
MengukurKepuasanPelanggan <---
OrientasiPasar 0.717
Bagian dr
Konstruk
TujuanKepuasanPelanggan <---
OrientasiPasar 0.743
Bagian dr
Konstruk
KebutuhanPelanggan <--- OrientasiPasar 0.600 Bagian dr
Konstruk
NilaiPelanggan <--- OrientasiPasar 0.720 Bagian dr
Konstruk
KomitmenPelanggan <--- OrientasiPasar 0.685 Bagian dr
Konstruk
Variabel Orientasi Inovasi
Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi Pasar ditunjukkan
dalam Tabel 4.
Tabel 4. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Inovasi
Hubungan Estimates Kriteria Hasil
KeinovasianManajemen <---
OrientasiInovasi 0.732
sebuah
indikator
bagian dari
konstruknya
jika factor
loadingnya ≥
0.5
Bagian dr
Konstruk
KeinovasianLayanan <---
OrientasiInovasi 0.629
Bagian dr
Konstruk
KemampuanBerinovasi <---
OrientasiInovasi 0.715
Bagian dr
Konstruk
Dari Tabel 4. ada 3 indikator untuk variabel orientasi inovasi yaitu
“KeinovasianManajemen”, “KeinovasianLayanan” dan “KemampuanBerinovasi”. Semua
indikator mempunyai nilai factor loading lebih besar dari 0,5 sehingga dapat disimpulkan
bahwa ketiga indikator tersebut merupakan bagian dari konstruk orientasi inovasi.
Variabel Orientasi Pembelajaran
Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi Pembelajaran
ditunjukkan dalam Tabel 5.
Johan Doerlaksono et al 88 - 101 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
94
Tabel 5. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Pembelajaran
Hubungan Estimates Kriteria Hasil
KomitmenBelajar <---
OrientasiPembelajaran 0.830
sebuah
indikator
bagian dari
konstruknya
jika factor
loadingnya
≥ 0.5
Bagian dr
Konstruk
VisiPosisiArah <---
OrientasiPembelajaran 0.879
Bagian dr
Konstruk
VisiDikomunikasikan <---
OrientasiPembelajaran 0.817
Bagian dr
Konstruk
PikiranTerbuka <---
OrientasiPembelajaran 0.693
Bagian dr
Konstruk
Dari Tabel 5. ada 4 indikator untuk variabel orientasi pembelajaran yaitu
“KomitmenBelajar”, “VisiPosisiArah”, VisiDikomunikasikan dan “PikiranTerbuka”.
Semua indikator mempunyai nilai factor loading lebih besar dari 0,5 sehingga dapat
disimpulkan bahwa ketiga indikator tersebut merupakan bagian dari konstruk orientasi
inovasi.
Variabel Orientasi Kewirausahaan
Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi Kewirausahaan
ditunjukkan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Kewirausahaan
Hubungan Estimates Kriteria Hasil
Proaktif <---
OrientasiKewirausahaan 0.597
sebuah
indikator
bagian dari
konstruknya
jika factor
loadingnya
≥ 0.5
Bagian dr
Konstruk
PengambilanResiko <---
OrientasiKewirausahaan 0.702
Bagian dr
Konstruk
Inovasi <---
OrientasiKewirausahaan 0.742
Bagian dr
Konstruk
Dari Tabel 6. ada 3 indikator untuk variabel orientasi inovasi yaitu “Proaktif”,
“PengambilanResiko” dan “Inovasi”. Semua indikator mempunyai nilai factor loading
lebih besar dari 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator tersebut
merupakan bagian dari konstruk orientasi inovasi.
Variabel Orientasi Karyawan
Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi Karyawan
ditunjukkan dalam Tabel 7.
Johan Doerlaksono et al 88 - 101 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
95
Tabel 7. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk
Orientasi Karyawan
Hubungan Estimates Kriteria Hasil
PendelegasianTanggungJawab <---
OrientasiKaryawan 0.750 sebuah
indikator
bagian dari
konstruknya
jika factor
loadingnya ≥
0.5
Bagian dr
Konstruk
InvestasiPengembanganKaryawan <---
OrientasiKaryawan 0.633
Bagian dr
Konstruk
PengambilanKeputusanDesentralisasi <---
OrientasiKaryawan 0.472
Bagian dr
Konstruk
Dari Tabel 7. Ada 3 indikator untuk variabel orientasi karyawan, dimana ada 2
indikator “PendelegasianTanggungJawab” dan “InvestasiPengembanganKaryawan”
mempunyai nilai loading factor lebih besar dari 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa
kedua indikator tersebut merupakan bagian dari konstruk orientasi karyawan. Ada 1
indikator yaitu “PengambilanKeputusanDesentralisasi” yang mempunyai nilai 0,472
dimana nilai ini sangat dekat dengan 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator
“PengambilanKeputusanDesentralisasi” masih bagian dari variabel orientasi karyawan.
4. Analisis Hubungan Antar Konstruk
Tabel 8. Analisis Ada Tidaknya Hubungan Konstruk (Variabel)
Estimate S.E. C.R. P
Evaluasi
(Ada hubungan yang
nyata jika P < 0.05)
OrientasiInovasi <---
OrientasiPasar 0.9510 0.179 5.306 ***
*** menunjukkan angka P
adalah 0.0000. Ada
hubungan yg nyata.
OrientasiPembelajaran <---
OrientasiPasar 0.8980 0.139 6.466 ***
*** menunjukkan angka P
adalah 0.0000. Ada
hubungan yg nyata.
OrientasiKaryawan <---
OrientasiPasar 0.7100 0.163 4.355 ***
*** menunjukkan angka P
adalah 0.0000. Ada
hubungan yg nyata.
OrientasiKewirausahaan <---
OrientasiPasar 0.7260 0.17 4.267 ***
*** menunjukkan angka P
adalah 0.0000. Ada
hubungan yg nyata.
KinerjaBisnis <---
OrientasiPembelajaran 0.3910 0.199 1.967 0.049 Ada hubungan yg nyata.
KinerjaBisnis <---
OrientasiKewirausahaan -0.4770 0.318 -1.499 0.134
Tidak ada hubungan yg
nyata (Signifikan)
KinerjaBisnis <---
OrientasiKaryawan 0.2400 0.211 1.137 0.255
Tidak ada hubungan yg
nyata (Signifikan)
Johan Doerlaksono et al 88 - 101 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
96
KinerjaBisnis <---
OrientasiInovasi -0.6150 1.094 -0.562 0.574
Tidak ada hubungan yg
nyata (Signifikan)
KinerjaBisnis <---
OrientasiPasar 1.0930 1.159 0.943 0.346
Tidak ada hubungan yg
nyata (Signifikan)
Hubungan antar konstruk / variabel hasil dari analisa SEM menggunakan AMOS
adalah seperti ditunjukkan dalam Tabel 8. Nilai P digunakan untuk menentukan apakah
ada hubungan antar konstruk atau tidak.
Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Inovasi
Tabel 8. menunjukkan bahwa simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai
0.0000, nilai ini lebih kecil dari pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ada
hubungan yg nyata Orientasi pasar terhadap orientasi inovasi.
Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar
terhadap orientasi inovasi adalah 0.962. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi inovasi sangat
erat (signifikan). Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H1 “Ada pengaruh Orientasi Pasar
terhadap Orientasi Inovasi” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu perusahaan
akan signifikan menentukan orientasi inovasi perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan
hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein.
Tabel 9. Analisis Erat Tidaknya Hubungan Konstruk (Variabel)
Hubungan
Estimates
(Angka
Korelasi)
Kriteria Hasil
OrientasiInovasi <---
OrientasiPasar 0.962
Di atas
0,5
dijadikan
acuan
adanya
keeratan
antara
dua
variabel
Positip
Signifikan
OrientasiPembelajaran <---
OrientasiPasar 0.838
Positip
Signifikan
OrientasiKaryawan <---
OrientasiPasar 0.752
Positip
Signifikan
OrientasiKewirausahaan <--
- OrientasiPasar 0.858
Positip
Signifikan
KinerjaBisnis <---
OrientasiPembelajaran 0.425
Positip tidak
Signifikan
KinerjaBisnis <---
OrientasiKewirausahaan -0.410
Negatip
Tidak
Signifikan
KinerjaBisnis <---
OrientasiKaryawan 0.230
Positip tidak
Signifikan
KinerjaBisnis <---
OrientasiInovasi -0.617
Negatip
Signifikan
KinerjaBisnis <---
OrientasiPasar 1.109
Positip
Signifikan
Johan Doerlaksono et al 88 - 101 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
97
Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Pembelajaran
Tabel 8. menunjukkan bahwa simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai
0.0000, nilai ini lebih kecil dari pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ada
hubungan yg nyata (signifikan) orientasi pasar terhadap orientasi pembelajaran.
Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar
terhadap orientasi pembelajaran adalah 0.838. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan
hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi
pembelajaran sangat erat. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H2 “Ada pengaruh
Orientasi Pasar terhadap Orientasi Pembelajaran” diterima. Dengan kata lain orientasi
pasar suatu perusahaan akan sangat menentukan orientasi pembelajaran perusahaan
tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein.
Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Kewirausahaan
Tabel 8. menunjukkan bahwa simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai
0.0000. nilai ini lebih kecil dari pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yg nyata (signifikan) orientasi pasar terhadap orientasi kewirausahaan.
Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar
terhadap orientasi kewirausahaan adalah 0.858. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan
hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi
pembelajaran sangat erat. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H3 “Ada pengaruh
Orientasi Pasar terhadap Orientasi Kewirausahaan” diterima. Dengan kata lain orientasi
pasar suatu perusahaan akan signifikan menentukan orientasi kewirausahaan perusahaan
tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein.
Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Karyawan
Tabel 8. menunjukkan bahwa simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai
0.0000. nilai ini lebih kecil dari pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yg nyata (signifikan) orientasi pasar terhadap orientasi karyawan.
Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar
terhadap orientasi karyawan adalah 0.752. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal
ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi karyawan
sangat erat. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H4 “Ada pengaruh Orientasi Pasar
terhadap Orientasi Karyawan” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu perusahaan
akan sangat menentukan orientasi karyawan perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan
hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein.
Hubungan Orientasi Inovasi Terhadap Kinerja Bisnis
Tabel 8. menunjukkan bahwa angka P adalah mempunyai nilai 0.574. Nilai P ini
lebih besar dari pada 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan orientasi inovasi terhadap kinerja bisnis.
Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi inovasi
terhadap kinerja bisnis adalah -0.617. Angka korelasi ini negatif dan hal ini menunjukkan
bahwa hubungan antara variabel orientasi inovasi dan kinerja bisnis sangat erat dan
mempunyai efek negatif. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H5 “Ada pengaruh
Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis”, ditolak. Dengan kata lain “Ada pengaruh
negatip Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis” atau naiknya nilai orientasi inovasi
suatu perusahaan akan menyebabkan turunnya kinerja bisnis pada perusahaan tersebut.
Kondisi ini tidak sesusai dengan penelitian sebelumnya. Hal ini bisa disebabkan karena
waktu respon yang diperlukan mulai munculnya ide inovasi, pelaksanaan dan hasil berupa
kinerja bisnis yang cukup lama atau kemampuan untuk mengimplementasikan ide inovasi
yang masih rendah. Hasil ini akan dijadikan rekomendasi untuk penelitian yang akan
datang.
Johan Doerlaksono et al 88 - 101 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
98
Hubungan Orientasi Pembelajaran Terhadap Kinerja Bisnis
Dari Tabel 8. menunjukkan bahwa angka P adalah 0.049, nilai P ini lebih kecil
dari pada 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang nyata orientasi
pembelajaran terhadap kinerja bisnis.
Dari Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi
pembelajaran terhadap kinerja bisnis adalah 0.425. Angka korelasi ini lebih kecil dari 0,5
dan hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pembelajaran dan
kinerja bisnis adalah sedang. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H6 “Ada pengaruh
Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Bisnis”, diterima tetapi hubungannya sedang.
Dengan kata lain orientasi pembelajaran suatu perusahaan akan tidak signifikan (sedang)
menentukan kinerja bisnis perusahaan tersebut. Kondisi ini akan dijadikan rekomendasi
untuk penelitian yang akan datang. Hasil ini masih sesuai dengan hasil penelitian
terdahulu.
Hubungan Orientasi Kewirausahaan Terhadap Kinerja Bisnis
Dari Tabel 8. menunjukkan bahwa angka P adalah 0.134, nilai P ini lebih besar
dari pada 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata (lemah)
orientasi kewirausahaan terhadap kinerja bisnis.
Dari Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi
kewirausahaan terhadap kinerja bisnis adalah -0.410. Angka korelasi ini negatip dan hal
ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi kewirausahaan dan kinerja
bisnis tidak erat dan mempunyai efek negatif. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H7
“Ada pengaruh Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis” ditolak. Dengan kata lain “Ada
pengaruh negatip Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Bisnis secara tidak
signifikan” atau naiknya nilai orientasi inovasi suatu perusahaan akan sangat
menyebabkan turunnya kinerja bisnis yang tidak signifikan pada perusahaan tersebut. Hal
ini tidak sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Oscar et. al. Kondisi ini
dapat disebabkan karena waktu respon yang dibutuhkan antara mulainya aktivitas
kewirausahaan dan hasil nyata kinerja bisnis membutuhkan waktu yang cukup lama.
Kondisi ini akan dijadikan rekomendasi untuk penelitian yang akan datang.
Hubungan Orientasi Karyawan Terhadap Kinerja Bisnis
Dari Tabel 8. menunjukkan bahwa angka P adalah 0.255, nilai P ini lebih besar
dari pada 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan orientasi
karyawan terhadap kinerja bisnis.
Dari Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi
karyawan terhadap kinerja bisnis adalah 0.230. Angka korelasi ini lebih kecil dari 0,5 dan
hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi karyawan dan kinerja
bisnis kurang erat (lemah). Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H8 “Ada pengaruh
Orientasi Karyawan terhadap Kinerja Bisnis” diterima tetapi lemah atau kurang
signifikan. Dengan kata lain orientasi karyawan suatu perusahaan akan tidak signifikan
menentukan kinerja bisnis perusahaan tersebut. Kondisi ini akan dijadikan rekomendasi
untuk penelitian yang akan datang.
Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Kinerja Bisnis
Dari Tabel 8. menunjukkan bahwa angka P adalah 0.346, nilai ini P ini lebih besar
dari pada 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan orientasi
pasar terhadap kinerja bisnis.
Dari Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar
terhadap kinerja bisnis adalah 1.109. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan kinerja sangat erat.
Angka korelasi lebih besar dari 1 ini dianggap bahwa hubungan sempurna antara orientasi
Johan Doerlaksono et al 88 - 101 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
99
pasar terhadap kinerja bisnis. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H9 “Ada pengaruh
Orientasi Pasar terhadap Kinerja Bisnis” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu
perusahaan akan signifikan menentukan kinerja Bisnis perusahaan tersebut. Hal ini sesuai
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Oscar, Javier dan Pablo.
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi
Inovasi.
2. Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi
Pembelajaran.
3. Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi
Kewirausahaan.
4. Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi
Karyawan.
5. Terdapat pengaruh yang kuat dan negatip dari Orientasi Inovasi terhadap Kinerja
Bisnis.
6. Terdapat pengaruh yang sedang dan positip dari Orientasi Pembelajaran terhadap
Kinerja Bisnis.
7. Terdapat pengaruh yang sedang dan negatip dari Orientasi Kewirausahaan terhadap
Kinerja Bisnis.
8. Terdapat pengaruh yang lemah dan positip dari Orientasi Karyawan terhadap Kinerja
Bisnis.
9. Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari Orientasi Pasar terhadap Kinerja Bisnis.
Rekomendasi
1. Untuk perusahaan industri sedang dan besar dapat mempertimbangkan untuk
menerapkan strategi yang hubungan antar variabel mempunyai pengaruh yang kuat
karena strategi orientasi tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan.
2. Untuk penelitian yang akan dilakukan pada masa yang akan datang disarankan untuk
mengalisa dan memperbaiki pernyataan atau responden baik jumlah maupun
kualitasnya untuk variabel yang mempunyai pengaruh sedang, lemah dan negatip.
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, Sofjan, (2011), Strategic Marketing, Sustaining Lifetime Customer Value,
Rajawali Pers, Jakarta.
Baker dan Sinkula, (1999), Learning Orientation, Market Orientation, and Innovation:
Integrating and Extending Models of Organizational Performance, Journal of
Market, p. 295.
BPS Provinsi DKI Jakarta, (2011), Jakarta Dalam Angka 2011, BPS Provinsi DKI
Jakarta, Jakarta.
Damanpour, F. (1991), Organizational Innovation: A Meta-Analysis of Effects of
Determinants and Moderators, Academy of Management Journal, Vol. 34 No. 3.
Dimitriades, (2006), Dimitriades, (2006), Customer Satisfaction, Loyalty and
Commitment in Service Organization, Some Evidence From Greece,
Management Research News Vol. 29 No. 12, 2006, pp. 782-80
Fritz, (1996), Market Orientation and Corporate Success: Finding from Germany,
European Journal of Marketing, Vol. 30 No. 8, p 59-74.
Gatignon, H dan Xuereb, J.M. (1997), Strategic Orientation of The Firm and New
Product Performance, Journal of marketing Research, Vol 34, p. 77-90.
Johan Doerlaksono et al 88 - 101 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
100
Grawe, Chen, dan Daugherty, (2009), The Reationship Between Strategic Orientation,
Service Innovation, and Performance, International Journal of Physical
Distribution and Logistics Management Vol 39 No 4, 2009, pp 282 – 300.
Gima dan Ko, (2001), An Empirical Investigation of the Effect of Market Orientation and
Entrepreneurship Orientation Alignment on Product Innovation, Organization
Science, Vol. 12, p. 54 – 74.
Grinstein Amir, (2008), The relationships between market orientation and alternative
strategic orientations, European Journal of Marketing Vol 42 No. ½, pp. 115-
134.
Kertajaya, Hermawan, (2011), Indonesia Middle Class : The Real Market Power,
Marketer Diner Seminar April 2011, MarkPlus, Inc., Jakarta.
Huan, J., Kim, N. dan Srivastava, R. (1998), Market Orientation and Organizational
Performance Is Innovation Missing Link ?, Journal of Marketing, Vol 34, No. ¾,
p 30-45.
Hameed dan Waheed, (2011), Employee Development and Its Affect on Employee
Performance, A Conceptual Framework, International Journal of Business and
Social Science Vol. 2 No. 13 [Special Issue - July 2011]
Hongming, Changyong dan Chunhui (2007), Relationships among market orientation,
learning orientation, organizational innovation and organizational performance:
An empirical study in the Pearl River Delta region of China, Guanli Shijie,
Management World, 2006, (2): 80–94, 143.
Hult dan Ketchen, (2001), Does Market Orientation Matter ? A Test of The Relationship
Between Positional Advantage and Performance, Strategic Management Journal,
Vol. 22, p. 899-906.
Jogiyanto, (2011), Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modelling (SEM) Berbasis
Varian Dalam Penelitian Bisnis, STIM YKPN Yogyakarta.
Kohli dan Jaworski, (1990), Market Orientation : The Construct, Research Propositions,
and Mangerial Implications, Journal of Marketing Vol. 54., pp. 1-18.
Kotler dan Keller, (2009), Marketing Management,13th
edition, Pearson Education Inc.,
New Jersey
Lin, Peng, dan Kao, (2008), The Innovativeness Effect of Market Orientation and
Learning Orientation on Business Performance, International Journal of Man
Power, Emerald Publishing Limited
Marquardt, (2002), Building The Learning Organization, Davis-Black Publishing, Palo
Alto.
Malhotra, (1993), Marketing Research, 5th
Edition, Pearson Education, New Jersey.
Narver dan Slater, (1990), The effect of a Market Orientation on Business Profitability,
Journal of Marketing 54, 4, pp. 20-35.
Narver dan Slater, (1995), Market Orientation and the Learning Organization, Journal of
Marketing 59, 3, pp. 63-74.
Oparanma, Hamilton dan Opibi, (2010), Diagnosis of the Causes of Business Failures : A
Nigerian Experience, International Journal of Management and Innovation
Volume 2 Issue 1.
Oscar, Javier dan Pablo, (2009), Role of Entrepreneurship and Market Orientation in
Firms’ Success, European Journal of Marketing Vol. 43 No. ¾, pp. 500 – 522.
Pfeffer, J. dan Veiga, J. (1999), Putting People First for Organizational Success, The
Academy of Management Executives, Vol. 13 No. 2, p. 37-48.
Johan Doerlaksono et al 88 - 101 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
101
Raaij dan Stoelhorst, (2008), The Implementation of a Market Orientation, A Review and
Integration of The Contributions to Date, European Journal of Marketing Vol 42
No.11/12 pp1265-1293.
Santoso, Singgih, (2011), Analisa SEM Menggunakan AMOS, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Senge, (1990), The Fifth Discipline, The Art Practice of The Learning Organization,
Bantam Doubleday Publishing, New York.
Sarjono, Haryadi dan Julianita, Winda, (2011), SPSS Vs LISREL: Sebuah Pengantar,
Aplikasi Untuk Riset, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Sekaran, (2006), Research Methode for Business, Edisi 4. Buku 2. Jakarta, Penerbit
Salemba.
Supramono dan Jony Oktavian Haryanto, (2005), Desain Proposal Penelitian Studi
Pemasaran, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Taufik, (2011), Rising Middle Class in Indonesia, Penerbit Gramedia, Jakarta
Tjiptono, Chandra dan Adriana, (2008), Pemasaran Strategik, Edisi 1, Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil,
Dan Menengah.
WGdanL Accounting News, (1984), Why Companies Go Bankrupt, WGdanL Accounting
News 4. 1 (Winter 1984): 25.
Zhang dan Duan, (2010), The Impact of Different Types of Market Orientation on Product
Innovation Performance, Evidence From Chinese Manufacturers, Management
Decision, Vol 48 No 6, 2010, pp. 849-867.
Dinar Hendrayani et al 102 - 112 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
102
PENGARUH KOMITMEN DAN JOB INSECURITY TERHADAP
INTENSI TURNOVER PADA OPERATOR GARUDA CALL CENTER
Dinar Hendrayani, Wawan Purwanto
Fakultas Pascasarjana, Program Magister Manajemen,Universitas Mercu Buana
E-mail: [email protected] dan [email protected]
ABSTRACT
Every Company wants its employees have the ability to high productivity in work.
This is an ideal desire for profit-oriented companies, because how can a company make a
profit if it is filled in by people who are not productive. However, sometimes companies
are not able to distinguish which employees are productive and which are not productive.
Garuda Call Centre operators are contracted to work for one year under the Employment
Services Provider Company, and after it had conducted an evaluation to determine
whether the employees in question will resume contract or the contract may be
terminated. This kind of employment contract system was influential on the level of
turnover. Result of research can be said a significant influence Commitment (X1) of the
Turnover Intention (Y) with most dominant in dimension of faith in the management
wishes to move, the correlation value is 0.849, there is a significant effect of Job
Insecurity (X2) on Turnover Intention (Y) with most dominant in dimension of the threat
of job loss itself wishes desire and commitment to move (X1), the correlation value is
0.829, and Job Insecurity (X2) are jointly significance influence on Turnover Intention
(Y).
Keyword : Commitment, Job Insecurity, Turnover Intention
Jurnal diterima redaksi : Disetujui untuk publikasi :
Januari 2013 Febuari 2013
I. PENDAHULUAN
Setiap perusahaan ingin karyawannya memiliki kemampuan produktivitas yang
tinggi dalam bekerja. Ini merupakan keinginan yang ideal bagi perusahaan yang
berorientasi pada keuntungan semata sebab bagaimana mungkin perusahaan memperoleh
keuntungan apabila di dalamnya diisi oleh orang-orang yang tidak produktif. Akan tetapi,
terkadang perusahaan tidak mampu membedakan mana karyawan yang produktif dan
mana yang tidak produktif. Hal ini disebabkan perusahaan kurang memiliki sense of
business yang menganggap karyawan sebagai investasi yang akan memberikan
keuntungan. Perusahaan lebih terfokus pada upaya pencapaian target produksi dan
keinginan menjadi pemimpin pasar. Akibatnya, perusahaan menjadikan karyawan tak
ubahnya seperti mesin. Ironisnya lagi mesin tersebut tidak dirawat atau diperlakukan
dengan baik. Perusahaan lupa kalau karyawan adalah investasi dari profit itu sendiri yang
perlu dipelihara agar tetap dapat berproduksi dengan baik.
Tingkat Turnover yang tinggi akan menimbulkan dampak negatif bagi organisasi,
hal ini seperti menciptakan ketidakstabilan dan ketidakpastian terhadap kondisi tenaga
kerja dan peningkatan biaya sumber daya manusia yakni yang berupa biaya pelatihan
yang sudah diinvestasikan pada karyawan sampai biaya rekrutmen dan pelatihan kembali.
Turnover yang tinggi juga mengakibatkan organisasi tidak efektif karena perusahaan
kehilangan karyawan yang berpengalaman dan perlu melatih kembali karyawan baru.
Dinar Hendrayani et al 102 - 112 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
103
Tingkat Turnover karyawan yang tinggi merupakan ukuran yang sering digunakan
sebagai indikasi adanya masalah yang mendasar pada organisasi. Turnover karyawan
dapat menelan biaya yang tinggi, oleh karena itu organisasi perlu menguranginya sampai
pada tingkat-tingkat yang dapat diterima. Namun demikian, mempertahankan tingkat
perputaran sebesar nol adalah tidak realistis dan bahkan tidak dikehendaki.
Dalam dunia kerja, komitmen seseorang terhadap organisasi atau perusahaan
seringkali menjadi isu yang sangat penting. Begitu pentingnya hal tersebut, sampai-
sampai beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat
untuk memegang suatu jabatan atau posisi yang ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan
pekerjaan. Sayangnya meskipun hal ini sudah sangat umum namun tidak jarang
pengusaha maupun pegawai masih belum memahami arti komitmen secara sungguh-
sungguh. Padahal pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi kerja yang
kondusif sehingga perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif.
Selain faktor komitmen, terdapat faktor lain yang makin menggejala di dunia kerja
atau industri yakni, makin meningkatnya Job Insecurity yang dialami karyawan. Adanya
berbagai perubahan yang terjadi dalam perusahaan, karyawan sangat mungkin merasa
terancam, gelisah, dan tidak aman karena potensi perubahan untuk mempengaruhi kondisi
kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterimanya dari perusahaan.
Karyawan mengalami rasa tidak aman yang makin meningkat karena ketidakstabilan
terhadap status kepegawaian mereka dan tingkat pendapatan yang makin tidak bisa
diramalkan, akibatnya intensi Turnover cenderung meningkat.
Garuda Call Center dibentuk atas tuntutan untuk memberikan pelayanan reservasi
yang cepat, tepat dan teliti. Garuda Call Center berdiri atas desakan pemakai jasa untuk
dapat menghubungi Garuda secara cepat tanpa harus menunggu lama. Selain itu,
tingginya tingkat Abandon Call (telepon yang terabaikan) yang terjadi di setiap Local
Reservation merupakan salah satu alasan utama PT. Garuda Indonesia untuk membuat
suatu call center sebagai sarana pelayanan penumpang melalui telepon. Operator Garuda
Call Center ini dikontrak untuk bekerja selama satu tahun dibawah Perusahaan Penyedia
Jasa Tenaga Kerja. dan setelah itu baru dilakukan evaluasi untuk memutuskan apakah
karyawan yang bersangkutan akan dilanjutkan kembali kontraknya atau akan diputuskan
kontraknya. Sampai bulan April tahun 2011 ini jumlah karyawan kontrak mencapai 200
orang. Sistem kontrak kerja semacam ini ternyata berpengaruh pada tingkat Turnover.
Ditemukan kenyataan bahwa angka pegawai yang mengundurkan diri dari perusahaan
tersebut dalam 3 (tiga) tahun ini mengalami peningkatan.
Sistem kontrak kerja semacam ini ternyata berpengaruh pada tingkat Turnover.
Ditemukan kenyataan bahwa angka pegawai yang mengundurkan diri dari perusahaan
tersebut dalam 3 (tiga) tahun ini mengalami peningkatan.
Dinar Hendrayani et al 102 - 112 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
104
Gambar 1.1
Data Karyawan yang Mengundurkan Diri Periode 2010 – 2012
Sumber : Garuda Call Center
Jan Feb Mar Apr Mei Jun JulAgust
Sep Okt Nop DesTOTAL
BULAN
Tahun 2010 3 9 11 19 12 13 11 17 17 14 14 15 155
Tahun 2011 15 33 31 15 35 25 24 28 25 20 32 34 317
Tahun 2012 20 18 26 31 20 23 24 35 24 34 25 45 325
050
100150200250300350
Jum
lah
Data Pegawai yang Mengundurkan Diri
Pihak HRD menghadapi permasalahan dari tingginya Turnover, dikarenakan
tingginya biaya untul rekrutmen dan pelatihan bagi operator baru. Dengan dasar
pemikiran tersebut maksud dan tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh
komitmen dan Job Insecurity terhadap intensi Turnover pada operator Garuda Call Center
dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan perusahaan.
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA
Tinjauan Pustaka
Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan
dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk
mempertahankan keangotaannya dalam organisasi.
Menurut Martin dan Nicholss (dalam Amstrong, 2004), ada 3 pilar besar dalam
komitmen. Ketiga pilar itu meliputi :
1. Adanya perasaan menjadi bagian dari organisasi 2. Adanya ketertarikan atau
kegairahan terhadap pekerjaan (a sense of excitement in the job )
3. Adanya keyakinan terhadap manajemen.
Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Suwandi dan Indriartoro, 2003) mendefinisikan
job insecurity sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang
diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam.
Komponen yang mengakibatkan timbulnya job insecurity menurut Grennhalgh
dan Rosenblatt adalah :
a. Tingkat ancaman yang dirasakan karyawan mengenai aspek-aspek pekerjaan seperti
kemungkinan untuk mendapat promosi, mempertahankan tingkat upah yang sekarang,
atau memperoleh kenaikan upah. Individu yang menilai aspek kerja tertentu yang
terancam (terdapat kemungkinan aspek kerja tersebut akan hilang) akan lebih gelisah dan
merasa tidak berdaya
b. Arti pekerjaan itu bagi individu. Seberapa pentingnya aspek kerja tersebut bagi individu
mempengaruhi tingkat insecure atau rasa tidak amannya.
c. Tingkat ancaman kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang secara negatif
mempengaruhi keseluruhan kerja individu, misalnya dipecat atau dipindahkan ke kantor
cabang yang lain.
Dinar Hendrayani et al 102 - 112 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
105
d.Tingkat kepentingan yang dirasakan individu mengenai potensi setiap peristiwa
tersebut. Komponen kalimat dalam konstruk job insecurity adalah ketidakberdayaan
(powerlesness) yang dirasakan individu
Menurut Mobley (dalam Muchinsky, 2001) tentang employee turnover, terdapat
hubungan antara kepuasan dan berhenti bekerja. Hubungan itu dimulai dari adanya
pikiran untuk berhenti bekerja (thinking of quitting), usaha-usaha untuk mencari pekerjaan
baru, berintensi untuk berhenti bekerja atau tetap bertahan dan yang terakhir adalah
memutuskan untuk berhenti bekerja. Diantaranya yaitu :
1. kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara
sukarela menurut pilihannya sendiri
2. Keinginan berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan
hubungannya dengan organisasi dan belum diwujudkan dalam tindakan pasti
meninggalkan organisasi
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka rerangka pemikiran
yang digunakan dalam penelitian ini yang menggambarkan kualitas persiapan dan
efektivitas pelaksanaan kontrak pengadaan barang dapat disajikan dalam gambar berikut :
Gambar 1. Kerangka Penelitian
Berdasarkan rerangka pemikiran di atas, ingin diketahui pengaruh komitmen dan
Job Insecurity terhadap intensi Turnover pada operator Garuda Call Center.
Perumusan Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
a. Komitment berpengaruh terhadap intensi Turnover pada Operator Garuda Call
Center.
b. Job Insecurity berpengaruh terhadap intensi Turnover pada Operator Garuda Call
Center.
c. Komitment dan Job Insecurity secara bersama-sama berpengaruh terhadap intensi
Turnover pada Operator Garuda Call Center.
Komitmen Intensi
Turnover Job
Insecurity
H1
H3
H2
Dinar Hendrayani et al 102 - 112 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
106
III. HASIL DAN ANALISA DATA
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesis dalam
penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linier sederhana. Dalam
analisis regresi linier sederhana ini yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi dan
koefisien regresinya serta hasil uji-F dan uji-t.
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh variable
independen terhadap perubahan variable dependen. Dari hasil pengolahan data dengan
program SPSS diperoleh hasil perhitungan R Square berikut:
Tabel 1. Koefisien Determinasi
Model Summaryb
.872a .760 .755 3.26849
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Est imate
Predictors: (Constant), Job Insecurity (X2), Komitmen
(X1)
a.
Dependent Variable: Intensi Turnover (Y)b.
KD = R2 × 100%
= (0,872)2 × 100%
= 76,0%
Dengan demikian, maka diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 76,0% yang
menunjukkan arti bahwa Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) memberikan pengaruh
simultan (bersama-sama) sebesar 76,0% terhadap Intensi Turnover (Y). Sedangkan
sisanya sebesar 24,0% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati di dalam penelitian
ini.
Untuk mengetahui persentase pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap
Intensi Turnover (Y), maka digunakan rumus Koefisien Beta × Zero-order, dengan hasil
sebagai berikut :
Tabel 2. Pengaruh Komitmen dan Job Insesurity terhadap Intensi Turnover
Coefficientsa
-.367 1.438
.227 .048 .556 .860 .433 .235
.351 .122 .335 .839 .278 .142
(Constant)
Komitmen (X1)
Job Insecurity (X2)
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coeff icients
Beta
Standardized
Coeff icients
Zero-order Part ial Part
Correlations
Dependent Variable: Intensi Turnover (Y)a.
1. Variabel Komitmen (X1) = 0,556 x 0,860 = 0,4782 = 47,82%
2. Variabel Job Insecurity (X2)= 0,335 × 0,839 = 0,2811 = 28,11%
Dinar Hendrayani et al 102 - 112 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
107
Dari hasil uji individu diatas diketahui bahwa variabel Komitmen (X1) terhadap
variabel Intensi Turnover (Y) memiliki pengaruh sebesar 0,4782 atau 47,82% dan variabel
Job Insecurity (X2) terhadap variabel Intensi Turnover (Y) memiliki pengaruh sebesar
0,2811 atau 28,11%.
Uji Simultan (Uji F)
Hipotesis:
H0 : Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) secara bersama-sama tidak berpengaruh
signifikan terhadap Intensi Turnover (Y);
Ha : Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap Intensi Turnover (Y).
Tingkat signifikan (α ) sebesar 5%
Kriteria Pengujian :
Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka H0 ditolak.
Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima.
Hasil pengujian hipotesis secara simultan adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Pengujian Hipotesis Simultan (Uji-F)
ANOVAb
3341.491 2 1670.746 156.392 .000a
1057.621 99 10.683
4399.112 101
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Job Insecurity (X2), Komitmen (X1)a.
Dependent Variable: Intensi Turnover (Y)b.
Berdasarkan output di atas diketahui nilai Fhitung sebesar 156,392 dengan p-value
(sig) 0,000. Dengan α = 0,05 serta derajat kebebasan v1 = 2 dan v2 = 99 (n-(k+1)), maka
di dapat Ftabel 3,088. Dikarenakan nilai Fhitung > Ftabel (156,392 > 3,088) maka H0 ditolak,
artinya variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover
(Y).
Uji Parsial (Uji t) Hasil perhitungan pengujian parsial adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Pengujian Hipotesis Parsial (Uji-t)
Coefficientsa
-.367 1.438 -.255 .799
.227 .048 .556 4.773 .000
.351 .122 .335 2.876 .005
(Constant)
Komitmen (X1)
Job Insecurity (X2)
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coeff icients
Beta
Standardized
Coeff icients
t Sig.
Dependent Variable: Intensi Turnover (Y)a.
Dari perhitungan diatas diperoleh nilai thitung untuk variabel Komitmen (X1)
sebesar 4,773 dan ttabel 1,984. Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha
diterima, artinya Komitmen (X1) berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y).
Sedangkan untuk variabel Job Insecurity (X2) sebesar 2,876 dan ttabel 1,984. Dikarenakan
nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Job Insecurity (X2)
berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Sedangkan untuk variabel Job
Dinar Hendrayani et al 102 - 112 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
108
Insecurity (X2) sebesar 2,876 dan ttabel 1,984. Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0
ditolak dan Ha diterima, artinya Job Insecurity (X2) berpengaruh signifikan terhadap
Intensi Turnover (Y).
Analisis Korelasi Pearson Pruduct Moment
Tabel 5. Rekapitulasi Analisis Pearson Product Moment
Variabel Dimensi
Intensi Turnover (Y)
Kecenderungan
atau Niat
Karyawan untuk
Berhenti dari
Pekerjaannya
secara Sukarela
(Y1)
Keinginan
Pindah Mengacu
pada Hasil
Evaluasi
Individu (Y2)
Komitmen
(X1)
Perasaan menjadi bagian dari
organisasi (X1.1) 0.799 0.807
Ketertarikan atau kegairahan
terhadap pekerjaan (X1.2) 0.803 0.825
Keyakinan terhadap manajemen
(X1.3) 0.818 0.849
Job
Insecurity
(X2)
Ancaman terhadap hilangnya
pekerjaan (the threat of job loss
itself) (X2.1)
0.825 0.829
Arti pekerjaan bagi individu (X2.2) 0.753 0.739
Tingkat ancaman kemungkinan
terjadinya peristiwa-peristiwa yang
secara negatif mempengaruhi
keseluruhan kerja individu (X2.3)
0.780 0.810
Tingkat kepentingan yang dirasakan
individu mengenai potensi setiap
peristiwa (X2.4)
0.767 0.749
Pembahasan
Dari hasil pengujian hipotesis pertama yaitu mengetahui Pengaruh Komitmen
Terhadap Intensi Turnover perolehan nilai thitung untuk variabel Komitmen (X1) sebesar
4,773 dan ttabel 1,984. Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima,
artinya Komitmen (X1) berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Dengan
hasil penelitian ini semakin memperkuat studi yang dilakukan oleh Cropanzano (dalam
Chiu dan Francesco, 2003) diketahui bahwa individu yang cenderung memiliki emosi
positif , memperlihatkan komitmen yang lebih tinggi dan kurang memiliki intensi
Turnover. Seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap
organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam pekerjaannya dan ada loyalitas serta afeksi
positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan
organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu
lama. Richard M. Steers (dalam Sri Kuntjoro, 2002) mendefinisikan komitmen organisasi
sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan
(kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas
(keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan
oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen
organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai,
dan sasaran organisasinya.
Untuk pengujian hipotesis Pengaruh Job Insecurity Terhadap Intensi Turnover
perolehan nilai thitung untuk variabel Job Insecurity (X2) sebesar 2,876 dan ttabel 1,984.
Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Job Insecurity
Dinar Hendrayani et al 102 - 112 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
109
(X2) berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Dengan hasil penelitian ini
semakin memperkuat Penelitian yang dilakukan oleh Barling dan Fiksenbaum (2002)
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara Job Insecurity dengan intensi Turnover,
karena Job Insecurity yang terjadi secara terus menerus akan mempengaruhi kondisi
psikologis karyawan. Semakin individu tersebut merasa tidak berdaya menghadapi
perubahan, maka akan meningkatkan rasa tidak aman dalam bekerja (insecure) yang jika
tidak didapatkan solusi yang memadai dapat menimbulkan efek negatif, baik bagi
individu tersebut maupun perusahaan / organisasinya. Peranan Job Insecurity dalam hal
ini adalah memunculkan rasa tidak tenang dalam bekerja (insecure), mengancam
keberadaan individu atau karyawan yang bersangkutan dan jika berlangsung terus
menerus dapat menimbulkan gangguan psikologis. Karena Job Insecurity mencerminkan
serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada
pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif dan
mengakibatkan karyawan berkeinginan untuk mencari pekerjaan baru di perusahaan lain.
Berdasarkan output nilai Fhitung > Ftabel (156,392 > 3,088) maka H0 ditolak, artinya
variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y).
Peranan komitmen terhadap organisasi berkaitan erat dengan niat atau intensi untuk tetap
bertahan, atau dengan kata lain bersikap loyal terhadap organisasi. Jika karyawan
memiliki komitmen yang rendah, maka kemungkinan karyawan untuk meninggalkan
organisasi semakin tinggi, karena perasaan menjadi anggota organisasi-nya juga rendah,
antusiasme dalam bekerja juga makin menipis dan kemungkinan muncul rasa tidak
percaya kepada pihak manajemen. Faktor Job Insecurity juga dianggap sebagai
determinan dari intensi Turnover, dimana semakin individu tersebut merasa tidak berdaya
menghadapi perubahan, maka akan meningkatkan rasa tidak aman dalam bekerja
(insecure) yang jika tidak didapatkan solusi yang memadai dapat menimbulkan efek
negatif, baik bagi individu tersebut maupun perusahaan / organisasinya. Karyawan yang
berada dalam keadaan komitmen yang rendah disertai dengan kekhawatiran terhadap
pekerjaannya akan mengakibatkan karyawan tidak nyaman dalam bekerja dan berpikir
dan berkeinginan untuk meninggalkan organisasi tempatnya bekerja. Melihat hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa komitmen dan Job Insecurity secara bersama-sama berpengaruh
terhadap intensi Turnover.
Korelasi variable Komitmen (dimensi keyakinan terhadap manajemen) terhadap
variable Intensi Turnover (dimensi keinginan pindah mengacu pada hasil evaluasi
individu) mempunyai hubungan paling kuat dibandingkan dimensi lainnya, yaitu sebesar
0.849. Artinya keinginan karyawan untuk pindah organisasi disebabkan oleh keyakinan
terhadap manajemen. Sedangkan korelasi variable Job Insecurity (dimensi ancaman
terhadap hilangnya pekerjaan) terhadap variable Intensi Turnover (dimensi keinginan
pindah mengacu pada hasil evaluasi individu) mempunyai hubungan paling besar
dibandingkan dimensi lainnya, yaitu sebesar 0.829. Artinya keinginan karyawan untuk
pindah organisasi disebabkan oleh ancaman terhadap hilangnya pekerjaan.
IV. KESIMPULAN
Dari hasil analisa dan pengolahan data pada penelitian tentang “Pengaruh
Komitmen dan Job security terhadap intensi Turnover karyawan pada Operator Garuda
Call Centre”, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh yang signifikan Komitmen (X1) terhadap Intensi Turnover (Y)
dengan dimensi yang paling kuat hubungannya adalah keyakinan terhadap manajemen
dengan dimensi keinginan berpindah
Dinar Hendrayani et al 102 - 112 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
110
2. Terdapat pengaruh yang signifikan Job Insecurity (X2) terhadap Intensi Turnover (Y)
dengan dimensi yang paling kuat hubungannya adalah ancaman terhadap hilangnya
pekerjaan (the threat of job loss itself) dengan dimensi keinginan berpindah
3. Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap Intensi Turnover (Y)
DAFTAR PUSTAKA Armstrong, Michael.2004. The Art of HRD : Managing People (Vol 5) . London: Crest
Publishing House
Allen, N. J. dan Meyer, J. P., 1993, Organizational commitment: Evidence of career stage
effects? Journal of Business Research, 26, 49-61
Cahyono, Rachmat Nugroho, 2001, Pengaruh komitmen organisasi dan job insecurity
karyawan terhadap intensi turnover. Tesis Pascasarjana, Pengembangan sumber
daya manusia Universitas Mercu Buana, Jakarta
Chiu, Randy ., Anne Marie Francesco.2003. Dispositional traits and turnover intention
:Examining the mediating role of job satisfaction and affective commitment
International Journal of Manpower, 24 (3):284-298
Curtis, Susan, and Dennis Wright, 2001, Retaining Employees - The Fast Track to
Commitment, Management Research News, Volume 24
Cut Zurnali, 2010, "Learning Organization, Competency, Organizational Commitment,
dan Customer Orientation : Knowledge Worker - Kerangka Riset Manajemen
Sumberdaya Manusia di Masa Depan", Penerbit Unpad Press, Bandung
Greenglass, Esther , Ronald Burke and Lisa Fiksenbaum. 2002.Impact of Restructuring,
Job Insecurity and Job Satisfaction in Hospital Nurses Stress News January
,14(1):1-10
Hadi, S. (2000). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset
Hartley, J., Jacobson, D., Klandermans, B., dan Van Vuuren T. (1991). Job Insecurity:
Coping with Jobs at Risk. London: Sage
Hasibuan, Malayu S.P., (2007), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT. Bumi
Aksara
Kuntjoro, Sri Zainuddin, 2002, Komitmen Organisasi, Salemba Empat, Jakarta
Kurniasari. 2005. Pengaruh komitmen organisasi dan job insecurity karyawan terhadap
intensi turnover. Tesis Pascasarjana, Pengembangan sumber daya manusia
Universitas Airlangga, Surabaya.
Maharani, Ardita Eva,2005, Pengaruh Komitmen Terhadap Kepuasan Kerja Dengan
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, (2006), Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
Mueller ,John Dwight Kammeyer.2003. Turnover Processes in a Temporal Context:It’s
About Time (online), (www.emeraldinsight.com, diakses 12 Mei 2004)
Muchinsky, Paul M, 2001. Psychology Applied to Work (4th
Edition). New York :Brooks/
Cole Publishing Company
Murnighan, K., dan Malhotra, D. (2002). The Effects of Contracts on Interpersonal Trust.
Administrative Science Quarterly.
Naswall, K., De Witte H. (2003). Who Feels Insecure in Europe? Predicting Job
Insecurity from Background Variabels. Economic and Industrial Democracy, 24
(2), 189-215
Dinar Hendrayani et al 102 - 112 Jurnal MIX, Volume 6 No. 1, Febuari 2013
111
Probst ,Tahira , Ty Brubaker.2001. The Effects of Job Insecurity on employee Safety
Outcomes: Cross-Sectional and Longitudinal Explorations. Educational Publishing
Foundation
Robbins SP, dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, Jakarta : Salemba Empat
Ruvio, A., dan Rosenblatt, Z. (1999). Job Insecurity among Israeli Schoolteachers
Sectoral Profiles and Organizational Implications. Journal of Educational
Administration, 37 (2), 139
Smithson, Janet., Suzan Lewis .2000. Is job insecurity changing the psychological
contract? Personnel Review
Suwandi,Nur Indriartoro. 2003. Pengujian Model Turnover Pasewark dan Strawser :
Studi Empiris pada Lingkungan Akuntansi Publik. Jogyakarta : Universitas Gadjah
Mada
Sopiah, Andi, 2008. Perilaku Organisasional. Yogyakarta : ANDI