investment -less growth? studi empiris … · 2 1. pendahuluan 1.1. latar belakang terlepas dari...

89
WP/5/2017 WORKING PAPER INVESTMENT-LESS GROWTH?: STUDI EMPIRIS DETERMINAN DAN PENGARUH PENANAMAN MODAL ASING TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY STUDI KASUS: INDONESIA Francisca Hastuti, Wahyu Dewati (Advisor) 2017 Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank Indonesia.

Upload: lamanh

Post on 06-May-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

1

WP/5/2017

WORKING PAPER

INVESTMENT-LESS GROWTH?: STUDI EMPIRIS DETERMINAN DAN PENGARUH PENANAMAN MODAL ASING TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY STUDI KASUS: INDONESIA

Francisca Hastuti, Wahyu Dewati (Advisor)

2017

Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank Indonesia.

Page 2: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

1

INVESTMENT-LESS GROWTH?:

Studi Empiris Determinan dan Pengaruh Penanaman Modal Asing terhadap Pertumbuhan

Ekonomi dan Total Factor Productivity Studi Kasus: Indonesia

Francisca Hastuti1, Wahyu Dewati 2(Advisor)

Abstrak

Studi ini ditujukan untuk menganalisis signifikansi pengaruh

penanaman modal asing (PMA) dalam menunjang pertumbuhan dan

produktivitas ekonomi, serta mengidentifikasikan motif utama PMA di

Indonesia berdasarkan signfikansi faktor determinan PMA di Indonesia.

Dengan menggunakan data panel dan metode structural VAR, hasil studi

empiris menunjukkan: (1) terlepas tren dekade terakhir yang menunjukan

peningkatan PMA di tengah pelambatan atau stagnansi pertumbuhan

ekonomi, secara umum PMA dinyatakan berpengaruh positif dan signifikan

pada pertumbuhan Indonesia; (2) peningkatan PMA berpengaruh positif dan

signifikan terhadap peningkatan produktivitas, khususnya yang terkait

dengan keunggulan PMA di bidang teknologi dan kapital. Adapun dalam

kaitan produktivitas tenaga kerja, pengaruh PMA hanya terbukti signifikan

dalam kaitan jam kerja, dan sebaliknya insignifikan terhadap produktivitas

jumlah tenaga kerja; (3) PMA di Indonesia lebih berorientasi pada motif

market seeking daripada motif-motif lainnya (supply, efficiency, ataupun

strategic asset seeking oriented); (4) tidak terindikasi linkage hulu-hilir

intrasektoral dan lintas sektoral oleh PMA; (5) PMA berpengaruh positif,

tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan PMDN. Di sisi lain PMA lebih

dipandang sebagai kompetitor bagi PMDN, khususnya untuk sektor primer

dan tersier. Kondisi persaingan mendorong pertumbuhan PMDN sekaligus

menjadi kendala untuk pengembangan keterkaitan (linkage) forward

ataupun backward antara PMA dan PMDN di Indonesia.

Keyword: penanaman modal asing, total factor productivity

JEL Classification: E20, E22

1 Peneliti di Departemen Riset Kebanksentalan, Bank Indonesia, Pos-el (e-mail): [email protected]. 2 Peneliti di Departemen Riset Kebanksentalan, Bank Indonesia, Pos-el (e-mail): [email protected].

Page 3: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

2

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung

atau foreign direct investment–selanjutnya disebut PMA-seperti keunggulan tidak

menimbulkan beban pembayaran luar negeri pada kemudian hari atau sebaliknya

potensial cost PMA dalam bentuk eksploitasi sumber daya yang dapat menjadi

akar masalah bagi jaminan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan; PMA

dipandang sebagai salah satu sumber dana eksternal yang dapat dimanfaatkan

oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang secara struktural dan

persisten menghadapi masalah kesenjangan I-S (I-S gap) dalam mewujudkan

potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi yang riil.

Historikal data sumber dana eksternal di Indonesia selama periode diamati,

yakni 1980-2015 menunjukan peningkatan stok dan aliran PMA yang lebih pesat

jika dibandingkan dengan instrumen utang pada dekade terakhir atau pascakrisis

multidimensi tahun 1997/1998 yang mulai dihadapi negara-negara kawasan Asia

Tenggara, termasuk Indonesia. Tren peningkatan pesat stok dan aliran PMA

dekade terakhir terjadi sedemikian rupa hingga pangsa terhadap produk domestik

bruto (PDB) nyaris sama dengan utang. Jika sebelum krisis, instrumen utang

mendominasi pangsa pada kisaran 60% dari PDB, pangsa tiap-tiap instrumen

pascakrisis relatif sama, yakni berada pada kisaran 30% dari PDB (lihat Grafik

1.1).

Grafik juga mengindikasikan krisis (atau sebaliknya stabilitas

makroekonomi) dan liberalisasi serta integrasi ekonomi dan keuangan

mempengaruhi perkembangan tiap-tiap instrumen tersebut. Jika

deregulasi/liberalisasi sektor riil dan keuangan (periode tahun 1980-1990-an)

menstimulasi pertumbuhan utang dengan pesat, era integrasi ekonomi dan

keuangan (periode pasca 2000) mempengaruhi peningkatan instrumen PMA lebih

pesat daripada utang. Layak diduga perkembangan tersebut tidak terlepas dari

arah implementasi global atau value chain yang memandang kawasan sebagai

rantai produksi dan distribusi komoditas dalam perdagangan internasional.

Adapun krisis memberikan pelajaran berharga, tidak hanya dalam bentuk

kontraksi ekonomi yang mencapai 13,1%, tetapi juga biaya pemulihan stabilitas

Page 4: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

3

perekonomian dan keuangan yang mencapai 51% dari PDB nilai biaya pemulihan

krisis Indonesia tercatat tertinggi kedua setelah Argentina unuk krisis yang terjadi

pada era abad 20.

Dengan pemelajaran krisis yang ada, fenomena pelambatan laju

pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global pascakrisis Asia 1997/1998

ataupun pascakrisis global 2007/2009 serta arah implementasi rantai produksi

regional ataupun global layak diduga sebagai faktor yang mempengaruhi

substitubilitas penggunaan kedua instrumen dan menstimulasi pertumbuhan

PMA.

Grafik 1. Stok dan Rasio PMA dan Utang Luar Negeri Indonesia (1970-2015)

Sumber data: UNCTAD-statistic (FDI) dan Bank Dunia (Utang luar negeri)

Tidak hanya dibandingkan dengan instrumen utang, pertumbuhan stok

dan aliran PMA juga tercatat lebih tinggi daripada penanaman modal dalam negeri

(PMDN). Gambaran itu mengisyaratkan bahwa I-S gap yang dihadapi Indonesia

bersifat struktural dan persisten. Persistensi I-S gap ini menjadikan dana

eksternal, termasuk PMA sebagai keniscayaan kebutuhan sumber pembiayaan

untuk mewujudkan potensi ekonomi Indonesia menjadi kekuatan riil. Tidak hanya

perannya pada pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan modal/kapital, PMA

dengan keunggulan penguasaan teknologi, manajemen, ataupun informasi pasar

global diharapkan mampu meningkatkan produktivitas ekonomi Indonesia sebagai

host country, baik secara langsung maupun tidak lansung, yakni melalui spillover

effect-nya pada peningkatan produktivitas investasi dalam negeri, setidaknya yang

Page 5: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

4

memiliki keterkaitan, baik secara backward maupun forward linkages dengan

industri PMA.

Namun, perkembangan PMA decade terakhir yang menunjukan peningkatan

tajam pada saat terjadi pelambatan atau stagnansi pertumbuhan ekonomi seakan

membantarkan (menolak) peran PMA dalam menstimulasi pertumbuhan dan

produktivitas ekonomi host country. Kondisi tersebut mengundang pertanyaan

benarkah PMA secara signifkan mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas

ekonomi Indonesia?. Timbulnya pertanyaan itu dikuatkan oleh studi empiris yang

menghasilkan simpulan yang berbeda-beda. Sebagian tetap menilai pengaruh

positif dan signifikan, sedangkan sebagian yang lain menilai pengaruh yang

rendah bahkan insignifikan. Kajian OECD (2008) menyimpulkan pengaruh positif

dan signifikan tidak hanya pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga disimbulkan

sebagai pendorong integrasi ekonomi internasional, stabilitas keuangan, dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pandangan positif juga dikemukakan oleh

Borenstein dkk. (1998) yang menilai PMA lebih berperan dalam menunjang

pertumbuhan ekonomi jika dibandingkan dengan PMDN, Balasubramanyam dkk.

(1996) yang menilai PMA menstimulasi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di

negara-negara berorientasi ekspor, tetapi Hanson (2001) justru mengekspektasi

rendah spillover effect pada host countries. Sementara itu, Aitken dan Harrison

(1999), Javorcik (2004), dan Liu (2008) menilai pengaruh PMA pada produktivitas

ternyata tidak signfikan.

Di sisi lain, terlepas dari perkembangan studi empiris yang menyatakan

pengaruh atau spillover effect PMA terhadap pertumbuhan ekonomi adalah rendah

atau bahkan insignifikan, pada era integrasi ekonomi dan keuangan sebagaimana

terjadi dalam dekade terakhir, negara-negara berkembang berlomba memberikan

insentif untuk menarik investasi asing. Avi-Yonah (1999) sebagaimana dikutip oleh

Hanson (2001) menyebutkan 103 negara menawarkan konsesi pajak, kemudahan

perizinan, hingga penyediaan fasilitas untuk menarik investasi korporasi-korporasi

asing/multinasional.

Gambaran kebutuhan akan sumber dana eksternal untuk pembiayaan

pembangunan ekonomi yang di satu sisi PMA-nya menjadi opsinya, sedangkan

perkembangan decade terakhir serta studi-studi empiris yang seakan

membantarkan pandangan tersebut. Hal itu mendorong minat kami untuk

meneliti peran dan spillover effect PMA pada pertumbuhan dan produktivitas

ekonomi serta faktor determinan PMA di Indonesia.

Page 6: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

5

1.2. Identifikasi dan Pembatasan Masalah

Kami mengidentifikasikan dua pokok masalah yang dihadapi dalam

pelaksanaan penelitian ini. Kedua masalah tersebut adalah (i) masalah yang

terkait dengan objek utama penelitian, yakni pengaruh PMA pada pertumbuhan

ekonomi, dan (ii) masalah pelaksanaan pengujian hipotesis. Kedua hal itu

diuraikan sebagai berikut.

a. Masalah terkait objek penelitian PMA: Ada tiga masalah yang dapat

diidentifikasi terkait objek penelitian. Pertama, stereotip kesenjangan I-S dan

implikasinya pada kebutuhan sumber dana eksternal untuk mewujudkan

potensi ekonomi potensial menjadi riil. Dengan dasar kondisi tersebut,

diasumsikan bahwa jika kondisi atau faktor lainnya cetiris paribus,

kesinambungan (atau sebaliknya gangguan) aliran PMA akan mempengaruhi

kesinambungan (atau sebaliknya gangguan) pertumbuhan ekonomi.

Pertanyaan selanjutnya dari asumsi dasar yang digunakan ini adalah (i)

seberapa signifikankah PMA mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

Indonesia? dan (ii) stok ataukah aliran PMA yang mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi Indonesia secara signfinikan?

Perbedaan hasil identifikasi stok atau aliran yang mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi perbedaan opsi kebijakan yang

diterapkan. Tren data selama periode diamati (1980-2015) menunjukan

penurunan stok secara signfiikan hanya terjadi pada era krisis, adapun pada

era sebelumnya, stok menunjukan tren peningkatan berkesinambungan dan

pertumbuhan ekonomi yang relatif berfluktuasi secara tahunan dan

peningkatan secara rerata periode lima tahunan. Sekuensi krisis dan

penurunan stok mengisyaratkan bahwa krisislah yang mempengaruhi

penurunan stok karena penurunan stok terjadi setelah krisis terpicu.

Penurunan stok tidak hanya mengindikasikan penghentian aliran, tetapi

terutama mengindikasikan terjadinya reversal/pembalikan arus dana

investasi PMA. Di sisi lain aliran penerimaan PMA bergerak seiring dengan

kinerja kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai host

country. Jika stok dianggap (dan terbukti) lebih signifikan mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi, kebijakan devisa kontrol yang menghilangkan potensi

terjadinya reversal yang tidak dikehendaki bisa menjadi opsi kebijakan yang

tepat. Namun, jika aliran yang lebih signifikan mempengaruhi pertumbuhan

Page 7: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

6

ekonomi, kebijakan menjaga stabilitas makroekonomi dan nilai tukar

diperkirakan akan lebih efektif jika dibandingkan dengan penerapan sistem

pengawasan devisa/kontrol devisa.

Kedua, masalah spillover effect keunggulan PMA terhadap perekonomian

domestik. Umumnya PMA diasumsikan memiliki tiga keunggulan, yakni

modal/kapital, teknologi, dan manajerial (termasuk di dalamnya skilled labor

dan pengetahuan pemasaran global). Ketiga bidang keunggulan tersebut

diharapkan dialihkan atau diteteskan (spillover) pada pelaku ekonomi

domestik, baik melalui pembentukan rantai produksi bersifat backward

maupun forward linkages antara PMA dan PMDN maupun melalui

perkembangan persaingan sehat dunia usaha yang meningkatkan efisiensi

pasar. Terkait harapan terjadi spillover effect pada industri dan produktivitas

ekonomi, pertanyaan pertama yang muncul adalah aspek keunggulan mana

yang paling signifikan dan seberapa signifikan pengaruh spillover effect

peningkatan kapital PMA pada produktivitas ekonomi domestik. Apakah

spillover effect PMA terhadap produktivitas terjadi melalui transmisi teknologi

atau tenaga kerja. Perbedaan identifikasi faktor yang dipengaruhi lebih baik

dan identifikasi permasalah untuk pelaksanaan transfer tersebut berpotensi

mempengaruhi fokus pilihan prioritas kebijakan yang akan dapat diterapkan.

Transfer teknologi, misalnya, keunggulan yang berarti perbedaan signifikan

teknologi yang digunakan oleh PMA dengan PMDN tidak berarti PMDN dapat

serta merta mengganti teknologinya dengan teknologi yang diterapkan PMA

(termasuk dalam kondisi standardisasi proses jika terdapat keterkaitan antara

PMA dan PMDN secara forward ataupun backward linkages).

Ketiga, masalah motif investasi PMA di Indonesia. Teori dan studi empiris

mengidentifikasikan PMA menstimulasi pertumbuhan ekonomi yang lebih

tinggi pada negara-negara yang berorientasi ekspor (lihat Kindleberger dan

Subramanyam). Studi tersebut mengisyaratkan orientasi motif supply

dan/atau efficiency seeking lebih mengakselerasi pertumbuhan ekonomi jika

dibandingkan dengan motif (domestic) market-seeking oriented. Di sisi lain,

dalam kaitan kesinambungan aliran dana PMA, pengamanan pasar (market-

seeking oriented) dan/atau pasokan faktor produksi (supply-seeking oriented)

diekspektasi lebih berkesinambungan/permanen jika dibandingkan dengan

motif efisiensi (efficiency-seeking oriented) atau penguasaan aset strategis

(strategic asset-seeking oriented). Dalam hal orientasi motif adalah efisiensi,

Page 8: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

7

layak diduga PMA akan segera merelokasikan industrinya (atau kepemilikan

asetnya) apabila daya saing ekonomi host country menunjukan penurunan

dan semakin tertinggal jika dibandingkan dengan potensi negara lain sebagai

kompetitornya. Pertanyaannya adalah di antara empat motif PMA, motif

manakah yang paling signifikan untuk PMA di Indonesia?

b. Masalah utama yang dihadapi dalam analisis adalah masalah ketersediaan

dan konsistensi data yang diperlukan serta masalah orthogonalitas sektoral.

Masalah ketersediaan data bersumber pada perkembangan lingkup pengertian

PMA. Pada definisi awal, PMA dikaitkan dengan pendirian unit-unit

operasional bisnis di host country atau yang saat ini dikenal dengan istilah

green-field investment. Definisi saat ini tidak hanya bentuk pendirian unit-unit

produksi langsung di host country, tetapi juga dalam bentuk kepemilikan

modal pada unit bisnis operasional yang telah ada di host country. Definisi

itu, antara lain, tercermin pada versi investopedia, OECD, ataupun IMF.

Investopedia mendefinisikan PMA sebagai an investment made by a company

or individual in one country in business interest in another country, in the form

of establishing business operation or acquiring business asset in other

country, such as ownership or controlling interest in foreign company3.

Dalam kaitan pemilihan kepentingan/kepemilikan sebagai tolok ukur

pendefinifian PMA, OECD (Benchmark definition, 2008) ataupun IMF (BPM-

Balance of Payment Manual, 2009) mengisyaratkan bahwa penguasaan tidak

harus sepenuhnya (100%), tetapi threshold 10% hak suara pada manajemen

usaha untuk dikatagorikan sebagai PMA. OECD mendefinisikan PMA sebagai

… a category of cross-border investment made by a resident in one economy (the

direct investor) with the objective of establishing a lasting interest in an

enterprises (the direct investment enterprises) that is resident in an economy

other than that of the direct investor. The lasting interest is evidenced when the

direct investor owns at least 10% of the voting power of the direct

investment enterprises. Senada dengan pedoman OECD yang menjadi

rujukan standar internasional pencatatan PMA, BMP-IMF juga menetapkan

threshold kepemilikan sebesar 10% pengendali untuk dikatagorikan sebagai

investasi langsung. Walaupun demikian, definisi IMF juga mengisyaratkan

bahwa investor asing dapat saja memiliki saham di bawah 10% threshold,

tetapi dikatagorikan PMA jika secara efektif menjadi pengendali manajemen

3 www.investopedia.com/terms/f/fdi.asp.

Page 9: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

8

(… a threshold of 10% per equity ownership to qualify an investor as foreign

direct investor … own less than 10% of ordinary shares or voting power of

enterprise yet still maintain an effective voice in management).

Implementasi di Indonesia relatif tidak tegas. Definisi PMA versi Undang-

Undang No. 1 Tahun 1967 mengisyaratkan green-field investment. Dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal PMA tidak harus bersifat green-field atau kepemilikan 100% oleh asing.

Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 sebagai pedoman pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 walaupun menetapkan persyaratan

setidaknya 20% hingga 95% kepemilikan asing pada sejumlah aktivitas

ekonomi, baik di sektor primer, sekunder, maupun tertie. Namun, peraturan

tersebut tidak menunjukan standar minimum kepemilikan modal untuk

dikatagorikan sebagai perusahaan PMA.

Permasalahan itu mempengaruhi tingkat kepercayaan pada data yang tersedia

di dalam negeri. Untuk mengatasi kendala tersebut dan untuk menjaga

integritas data, digunakan data yang dipublikasikan UNCTAD dan BIS sebagai

sumber data utama PMA, baik stok, aliran secara total, maupun sektoral.

Masalah kedua yang dihadapi ialah orthogonalisme sektoral yang dapat

mempengaruh hasil ekspektasi tingkat pengaruh PMA pada pertumbuhan

ekonomi. Belajar dari studi Rosen yang mengidentifikasikan hanya

kepemilikan pada industri yang mempengaruhi produktivitas dan PMA

industri yang ortogonal4 terhadap PMA sektor keuangan bersifat eksogen

terhadap pertumbuhan produktivitas. Dengan kata lain, pemisahan antara

industri sektor riil dan keuangan ataupun antara sektor riil yang non-

orthogonal dan orthogonal5 terhadap industri sektor keuangan diperlukan

untuk mengevaluasi spillover effect PMA karena efek produktivitas pada kedua

sektor yang berbeda.

Pemilahan data subsektoral khusus jasa keuangan tidak tersedia pada

publikasi Biro Pusat Statistik, Badan Penanaman Modal, ataupun Bank

Indonesia. Ketiga lembaga ataupun data eksternal hanya memisahkan

4 Orthogonal adalah bidang yang mempunyai sudut sejajar dan tegak lurus terhadap proyektornya. Konsep ini menunjukan fungsi keuangan bersifat procyclical terhadap perkembangan sektor binis/riil. 5 Pengertian industri orthogonal dikaitkan dengan karakteristik prosiklikalitas antarsektor tersebut. Industri keuangan–secara umum-memiliki karakter prosiklikal terhadap perkembangan industri sektor riil dan dengan demikian industri ini dinyatakan bersifat orthogonal terhadap perkembangan industri primer dan atau sekunder.

Page 10: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

9

orientasi pengelompokan industri ke dalam industri primer, sekunder, dan

tersier6. Sehubungan dengan kondisi itu, pada tahap awal kami

mengasumsikan bahwa sektor tertierer (yang termasuk di dalamnya jasa

keuangan) bersifat non-orthogonal terhadap sektor riil, yakni primer dan

sekunder. Untuk mengatasi masalah orto vs non-orthogonal, kajian ini

menggunakan data sektoral. Dengan demikian, tingkat dan signifikansi

pengaruh lintas sektoral justru digunakan sebagai dasar untuk

mengidentifikasikan masalah ini.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan dilandasi latar belakang dan identifikasi masalah sebagaimana

dipaparkan di atas, penelitian ini dilaksanakan untuk tujuan-tujuan sebagai

berikut:

a. Memetakan dan menganalisis pengaruh PMA pada pertumbuhan dan

produktivitas ekonomi Indonesia;

b. Memetakan dan menganalisis faktor determinan aliran dana PMA di Indonesia

sebagai dasar untuk mengidentifikasikan orientasi motif utama PMA di

Indonesia; dan

c. Memetakan dan menganalisis fokus strategi PMA didasarkan pada identifikasi

orientasi motif utama dan motif utama tersebut diharapkan untuk menunjang

pengaruh dan spillover effect PMA pada pertumbuhan dan produktivitas

ekonomi yang diharapkan lebih tinggi lagi.

1.4. Produk Akhir dan Sistimatika Laporan Hasil Penelitian

1. Produk akhir dan Manfaat: Hasil penelitian dituangkan dalam bentuk Laporan

Hasil Penelitian yang diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka

penyempurnaan dan/atau pemikiran kebijakan untuk menarik PMA ke

Indonesia atau setidaknya menjadi salah satu sumber pengetahuan dan

referensi yang menstimulasi penelitian lain yang lebih mendalam terkait PMA.

2. Sistimatika Penulisan Laporan: Guna memberikan pemahaman yang runut,

paparan selanjutnya secara berurutan disajikan sebagai berikut: (1) landasan

teori dan (pengembangan) kerangka pikir dengan fokus bahasan yang

6 Industri primer adalah industri yang berorientasi pada pengolahan sumber daya alam seperti pertanian, perkebunan, pertambangan, dan perikanan. Industri sekunder adalah industri yang berorientasi pada industri manufaktur dan industri tersier berorientasi pada industri sektor jasa. Dengan kata lain, industri sektor keuangan menjadi bagian industri tersier.

Page 11: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

10

ditujukan untuk memberikan kesepemahaman mengenai pemikiran-pemikiran

transmisi PMA pada pertumbuhan dan produktivtas ekonomi host country dan

identifikasi faktor determinan yang mempengaruhi pemilihan PMA. Paparan

pada bab merupakan hasil studi literatur yang digunakan sebagai referensi.

Hasil studi literatur juga digunakan untuk menyusun kerangka pikir dan

mengidentifikasikan model hipotesis faktor determinan PMA dan pengaruh

jangka menengah panjang PMA pada pertumbuhan dan produktivitas ekonomi

Indonesia. (2) Data dan metodologi dengan fokus bahasan jenis dan sumber

data serta metodologi yang digunakan untuk menganalisis, menguji hipotesis,

dan mengestimasi signifikansi faktor determinan PMA dan pengaruh PMA pada

tingkat pertumbuhan dan produktivitas ekonomi. (3) Analisis dengan fokus

pada analisis tren historikal data dan kejadian (trend and event analysis)

dalam kerangka memetakan/mengidentifikasikan faktor-faktor yang potensial

mempengaruhi PMA dan pengaruh PMA pada pertumbuhan dan produktivitas

ekonomi Indonesia serta analisis temuan empiris dengan menggunakan

metode kuantitatif yang direncanakan untuk memastikan keyakinan praduga

(hipotesis) tersebut. Tulisan diakhiri dengan penutup yang berisi simpulan

yang merupakan pokok-pokok ringkasan bahasan yang dianggap penting

dalam paparan bab-bab sebelumnya dan analisis implikasi kebijakan yang

disusun dengan mempertimbangkan analisis hasil temuan.

Page 12: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

11

2. Landasan Teori dan Kerangka Pikir

2.1. Review Literatur–Landasan Teori

Dari studi literatur, pengidentifikasian kerangka teori dan pemikiran PMA

dilandasi berbagai sudut pandang atau asumsi. Resume beberapa teori/konsep

pemikiran tersebut tampak sebagai berikut.

Pertama, konsep/teori PMA dengan basis asumsi kondisi pasar, yakni

antarpasar persaingan sempurna (perfect market competition). Teori/pemikiran

awal konsep itu tercermin pada pemikiran MacDougall (1958, 1960), Kemp (1962),

dan MacDougall-Kemp (1964) yang mengasumsikan marginal productivity yang

sama antara home dan host country dan lalu lintas dana antarnegara. Kesamaan

marginal productivity antar-PMA mengisyaratkan bentuk pasar persaingan

sempurna. McDougall dan Kemp mengidentifikasikan bahwa tidak terjadi

penurunan produk dan pendapatan yang dihasilkan Multi-National Corporation

(MNC) PMA di home country, sebaliknya MNC-PMA memperolah peningkatan

penghasilan dari investasi di luar negeri/host country. Raymond Vernon (66)

memperkenalkan Life-cycle product theory dengan fokus pada aspek ownership dan

location untuk menjelaskan bagaimana perusahaan MNC memperdalam dan

memperluas pasar dan lokasi sebagai bagian tahap pembaharuan standar

produksi. Vernon yang mendeskripsikan perkembangan organisasi perusahaan-

perusahaan Amerika Serikat dari perusahaan setempat menjadi MNC yang

mendominasi perdagangan global serta implikasinya pada peningkatan

pendapatan per kapita Amerika Serikat jauh di atas negara-negara maju lainnya.

Kedua, konsep/teori PMA dengan basis asumsi persaingan tak sempurna

(imperfect market competition). Pandangan itu dikemukakan oleh Hymer (1960,

1976) dan Kindleberger (1969). Perkembangan pendekatan teori dengan asumsi

imperfect market competition bebarapa di antaranya ialah (a) industrial organization

approach (Hymer, 1960 dan 1976; Kindleberger, 1969; dan Caves, 1974). Hymer

berpandangan bahwa dalam bersaing dengan penanaman modal dalam negeri

(PMDN) di host country, PMDN memiliki keunggulan dalam kaitan pemahaman

kultur, bahasa, sistem hukum, dan pereferensi konsumen; PMA memanfaatkan

keunggulan spesifik di bidang teknologi untuk mempengaruhi produktivitas.

Kindleberger menambahkan merek dagang, keahlian manajemen dan pemasaran,

skala ekonomi, serta akses sumber pembiayaan yang lebih murah sebagai

Page 13: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

12

keunggulan lain yang dimiliki PMA jika dibandingan dengan PMDN. Adapun Caves

(1971) mengidentifikasikan potensi transfer keunggulan antarunit bisnis/usaha,

baik berlokasi di negara yang sama ataupun di negara yang berbeda. Dengan kata

lain, pandangan Caves, khususnya mengidentifikasikan peluang spillover effect

antar-PMA di suatu negara ataupun antar-negara serta mengidentifikasikan

peluang spillover effect PMA pada PMDN. Spillover effect tersebut terjadi melalui

transfer keunggulan teknologi dan manajemen. Spillover teknologi (ataupun

manajemen) terjadi secara veritikal (rantai proses produksi) ataupun horizontal

(rantai produk dan persaingan); (b) monopolistic power yang dikemukakan

Kindleberger. Kindleberger berpandangan bahwa keunggulan yang dimiliki MNC-

PMA dapat digunakan untuk memperoleh monopoli. Semakin besar MNC-PMA

memperoleh hak monopoli, semakin tinggi dorongan untuk melakukan investasi;

(c) teori internalisasi (internalization theory) yang dikemukakan Buckley dan

Carson (1976) dengan tiga dalil motif, yakni maksimisasi keuntungan, pendalaman

pasar, dan pendalaman pasar global/antarnegara. Teori itu menunjukan bahwa

tidak hanya pasar di host country (atau demand oriented di host country), tetapi

juga ekspor ke negara lain, baik dalam bentuk barang setengah jadi (work in

process) yang diperlukan bagi jaringan MNC-PMA atau antar-MNC-PMA maupun

barang jadi untuk konsumsi. Perkembangan konsep pasar tidak hanya pada pasar

di host country, tetapi mengarah pula pada perdagangan internasional yang

mengisyaratkan perubahan dari (domestic) market-seeking oriented ke supply-

seeking oriented; (d) teori oligopolistik dikemukakan oleh Knickerbocker (1973)

dengan asumsi bahwa peningkatan akses pasar dan akses sumber daya yang

berlimpah di host country serta persaingan sebagai motif utama MNC-PMA memilih

lokasi investasi. Knickerbocker berpandangan bahwa MNC-PMA cenderung

mengikuti kompetitornya dalam mendirikan operasional bisnis di host country

untuk pertimbangan menghindari harga yang tidak bersaing (underpriced) jika

dibandingkan dengan kompetitornya. Perkembangan pemikiran kompetisi

mempengaruhi investasi yang mengisyaratkan bahwa pertumbahan orientasi tidak

hanya terjadi pada market dan/atau supply seeking oriented, tetapi terjadi pula

pada pelaksanaan PMA sebagai bagian strategic asset seeking oriented yang

dilakukan MNC-PMA; (e) ecletic paradigm theory atau dikenal pula dengan istilah

OLI paradigm dikembangkan Dunning (1977). Dunning mendalilkan tiga

keunggulan suatu MNC-PMA jika dibandingkan dengan operasional bisnis lainnya

(baik sesama MNC-PMA maupun PMDN) dalam melakukan (atau memperluas)

investasi langsung di luar negeri. Ketiga dalil keunggulan tersebut adalah

Page 14: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

13

ownership, location, dan internalisation. Dunning mengategorikan empat

karakteristik tujuan investasi langsung yang dilakukan MNC. Keempat

karakteristik tersebut adalah (1) memenuhi dan/atau memperluas pasar baru

produk yang dihasilkan atau yang kemudian diperkenalkan sebagai market

seeking oriented, (2) mengakses sumber daya alam dan tenaga kerja dalam rangka

menjamin pasokan input/faktor produksi atau yang dikenal sebagai resource atau

supply-seeking oriented, (3) memaksimalkan profit melalui peningkatan efisiensi

produksi yang diperkenalkan dengan istilah efficiency seeking oriented, dan (4)

melindungi atau meningkatkan keunggulan spesifik O (ownership), baik melalui

investasi portofolio, maupun melalui merger dan/atau akusisi terhadap PMA

lainnya atau terhadap perusahaan setempat untuk mengurangi pesaing yang

diperkenalkan sebagai strategic asset-seeking oriented. Dari gambaran itu,

Dunning dapat dikatakan menggabungkan konsep/pemikiran PMA yang

berkembang sebelumnya.

Perkembangan studi empiris dengan objek PMA dapat dikatakan lebih

banyak menggunakan teori OLI-Dunning, baik difokuskan pada satu aspek

maupun padalebih dari satu aspek secara bersama-sama. Aspek L (location) diikuti

O (ownership) relatif lebih banyak menjadi fokus penelitian jika dibandingkan

dengan aspek efisiensi dan strategic asset. Fujita dkk. (99), misalnya,

memfokuskan kajiannya pada pengaruh aglomerasi ekonomi dan klaster industri

pada pilihan lokasi (aspek L) oleh MNC. Maskel dan Malmberg (1999) atau Maskell

(2001) memfokuskan pada aspek spesifik kepemilikan (O) dan infrastruktur

(sebagai bagian aspek I) dengan pilihan lokasi PMA. Maskell dan Malmberg

mengidentifikasikan bahwa pada tahap awal pengembangan lokasi, faktor

keterkaitan produk (backward vs forward linkage), infrastruktur, dan kebijakan

ekonomi yang bersifat heterogen antarwilayah sebagai perbedaan komparatif

bersifat fundamental yang menarik minat PMA.

Adapun Bloom, Sadun, dan Van Reenen (2009), Keller dan Yeaple (2009),

ataupun Haskel, Pereira, dan Slaughter (2007) mengevaluasi pengaruh perbedaan

tingkat ownweship antar-satu MNC-PMA pada produktivitas. Dengan objek yang

sama, tetapi pemisahan tingkat kepemilikan, Desai, Foley, dan Forbes (2007)

ataupun Alfaro dan Chen (2011) mengevaluasi pengaruh PMA yang 100% dimiliki

oleh MNC-PMA pada produktivitas. Secara umum kajian-kajian mereka

menyimpulkan adanya korelasi positif antara kepemilikan asing dan produktivitas

Page 15: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

14

serta adanya korelasi positif antar spillover effect pada produktivitas perusahaan

setempat.

Di sisi lain, studi Yin dkk. (2014) menyimpulkan bahwa spillover effect

positif hanya terjadi pada negara maju, tetapi tidak pada negara berkembang.

Kajian Aitken dan Harrison (1999) menyimpulkan bahwa tidak ada bukti adanya

keterkaitan antara perubahan kepemilikan asing dan produktivitas. Senada

dengan Aitken dan Horrisson, Gutierrez dan Philippon (2016) dengan fokus pada

aspek I (internalisasi) sebagai intangible asset–dengan menggunakan data investasi

swasta di Amerika Serikat selama 30 tahun terakhir--menyimpulkan tidak ada

bukti bahwa investasi yang rendah disebabkan oleh produktivitas yang rendah.

Lebih lanjut, dinyatakan bahwa faktor persaingan dan kebijakan pemerintahlah

yang lebih mempengaruhi investasi jika dibandingkan dengan aspek lainnya,

termasuk akses keuangan dan globalisasi. Semakin dibatasi (less entry) dan

terkonsentrasi, semakin rendah minat investasi walaupun telah dilakukan

penetrasi pasar. Hasil tersebut mengisyaratkan bahwa keterbukaan ekonomi dan

kebijakan pemerintah mempengarui minat investasi asing.

Dalam kaitan dengan spillover effect, Rosen dkk. (2013) mengidentifikasikan

rendah tingkat spillover effect produktivitas PMA pada pertumbuhan produktivitas

PMDN. Rendahnya spillover effect mengindikasikan bahwa transfer teknologi dan

keunggulan manajemen PMA ke PMDN juga terjadi secara lamban atau setidaknya

menghadapi kendala.

Dalam konteks pengaruh PMA pada pertumbuhan ekonomi sebagai

indikator peningkatan produktivitas, juga terjadi pro-kons. Studi Borensztein dkk.

(1998) yang menganalisis pengaruh PMA pada pertumbuhan ekonomi negara-

negara berkembang sebagai host country PMA mengidentifikasikan peran PMA

yang lebih tinggi daripada PMDN. PMA berperan sebagai penggerak pertumbuhan

melalui penerapan teknologi baru. Borenztein juga mengidentifikasikan

produktivitas PMA yang lebih tinggi jika ditunjang oleh human capital di host

countrySimpulan studi tersebut mengisyaratkan transfer teknologi hanya dapat

terjadi jika ditunjang oleh tenaga kerja berkualitas. Studi Bulasubramanyam dkk.

(1996), Walsh dan Yu (2010), ataupun Ozturk (2007) menyimpulkan pengaruh

positif PMA dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Walsh dan Yu

menggunakan spesifikasi kondisi makroekonomi, yakni keterbukaan (openness,

pertumbuhan ekonomi, rata-rata inflasi selama tiga tahun sebelumnya, log GDP

Page 16: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

15

per kapita, REER (real effective exchange rate), dan stok PMA (untuk estimasi

dampak klustering PMA).

Terlepas dari perbedaan simpulan antara yang satu dan yang lain, telah

dipetakan faktor-faktor determinan PMA berdasarkan hasil literatur review

dimaksud. Peta faktor determinan dikelompokan sesuai dengan karakteristik

spesifik tujuan PMA, yakni market seeking oriented, resource seeking atau supply-

seeking oriented, efficiency seeking oriented, dan strategic seeking oriented

pemilihan Indonesia sebagai host country. Peta faktor determinan itu adalah

sebagai berikut.

1. Motif market-seeking mencakup PDB, baik nominal maupun pertumbuhan

secara menyeluruh ataupun sektoral untuk proxy indikator market

size/demand dan PDB per kapita untuk proxy indicator disposable income atau

daya beli masyarakathingga jumlah penduduk dan tingkat konsumsi baik

nominal maupun pangsanya terhadap PDB.

2. Motif supply-chain seeking mencakup upah riil (upah dibagi harga retail) untuk

proxy indicator upah tenaga kerja atau tingkat CPI/consumer price index dan

PPI/producers price index masing-masing sebagai indikator daya beli dan biaya

produksi. Faktor terkait tenaga kerja yang diamati adalah tingkat pendidikan

yang dicerminkan pada school enrollment. Pengamatan memisahkan tingkat

penddikan ke dalam elementary, secondary ataupun tertiary untuk proxy

tingkat keahlian tenaga kerja, dan produktivitas tenaga kerja (yang dihasilkan

dari jumlah tenaga kerja dibagi dengan PDB ataupun produktivitas per jam

kerja).

3. Motif efisiency-seeking secara umum identik pertimbangan supply-seeking

dengan penambahan indikator infrastruktur penunjang, seperti jasa

transportasi dan komunikasi, akses keuangan, keterbukaan ekonomi dan

keuangan (economic-trade dan financial openness), hukum hingga stabilitas

makroekonomi dengan proxy indikator mencakup nilai tukar, dan harga

produk (producer prices) ataupun inflasi sebagai proxy indikator tingkat harga

konsumen.

4. Motif strategic asset seeking oriented dengan faktor mencakup indikator harga

aset, persaingan antar-PMA dan kecenderungan PMA untuk mengikuti

kemana pesaingnya bergerak, serta pilihan instrumen dan strategi tersedia

(misalnya, mendirikan bisnis unit operasional, akusisi perusahaan sesama

Page 17: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

16

PMA, ataupun PMDN melalui proses merger and aqusition atau investasi

portofolio aset pada perusahaan-perusahaan potensial). Untuk menilai

keunggulan aset, digunakan harga aset dan global risk aversion sebagai

indikatornya. Adapun dalam kaitan potensi investasi portofolio aset, harga aset

PMDN atau perusahaan-perusahaan yang tercatat di bursa saham menjadi

proxy indikator yang diamati.

2.2. Kerangka Pemikiran

Dengan didasarkan pada review literatur yang dijadikan referensi untuk

penyusunan hipotesis, kami menyusun kerangka pikir mengenai determinan dan

transmisi spillover effect PMA terhadap pertumbuhan maupun produktivitas

ekonomi Indonesia sebagai host country digambarkan sebagai berikut.

Pertama, transmisi aliran PMA dari home ke host country melalui

peningkatan modal/kapital. Pemikiran itu dilandasi pertimbangan asumsi kondisi

I-S gap yang dihadapi Indonesia sebagai host country dan pertimbangan surplus

dan optimalisasi penghasilan investasi pada sisi investor di home country. Dengan

didasarkan konsep rasionalitas suatu tindakan ekonomi, motif investasi ditunjang

oleh tujuan optimalisasi keuntungan dan mempertimbangkan potensi dan

keunggulan relatif (comparative advantages) kandidat host country terhadap negara

lainnya sebagai pesaingnya.

Kedua, transmisi PMA terhadap pertumbuhan dan produktivitas

dilandaskan pada pertimbangan stereotipe keunggulan perusahaan MNC-PMA

bidang teknologi dan manajerial, termasuk pengetahuan mengenai pasar global.

Keunggulan teknologi dengan merujuk pada konsep fungsi produksi Cobb-

Douglass (mikro) atau model pertumbuhan Sollow (makro-aspek) yang

diformulasikan dalam persamaan fungsional y = 𝜜KαLβ7 mengisyaratkan pengaruh

peningkatan modal pada produktivitas modal, tenaga kerja, atau teknologi.

Transmisi produktivitas langsung ataupun tidak langsung diekspektasi

terjadi melalui transfer teknologi lintas operasional bisnis, baik sesama MNC-PMA

maupun dengan PMDN. Transmisi juga diekspektasi terjadi secara lintas sektoral

melaui backward ataupun melaui forward linkages dengan industri MNC-PMA.

7 y = 𝜜KαLβ7. Y adalah produksi, A adalah total factor productivity yang merupakan penjumlahan

produktivitas modal/K dan tenaga kerja/L dan keduanya dipengaruhi oleh teknologi, K adalah input modal/kapital, dan L adalah input tenaga kerja/labor, serta α dan β mencerminkan elstisitas output masing masing terhadap modal dan tenaga kerja. Nilai elastisitas tersebut diasumsikan konstan/tetap dipengaruhi oleh ketersediaan teknologi. Dengan kata lain, perubahan elastisitas dipengaruhi oleh perubahan teknologi.

Page 18: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

17

Dengan kata lain, dengan didasarkan pada ekspektasi backward dan forward

linkages, transfer teknologi akan mempengaruhi pertumbuhan ataupun

produktivitas output dalam skala yang lebih luas, yakni TFP perekonomian dan

bukan sekadar produktivitas kapital yang dimiliki PMA.

Secara keseluruhan kerangka pikir mengenai transmisi pengaruh PMA

terhadap pertumbuhan dan produktivitas ekonomi digambarkan sebagai berikut.

Page 19: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

18

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Sederhana Transmisi Pengaruh PMA pada Pertumbuhan dan Produktivitas Ekonomi Host

Country

Page 20: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

19

3. Data dan Metodologi Penelitian

3.1. Data

Dengan didasarkan pada pemetaan faktor-faktor yang mempengaruhi PMA,

baik yang dinyatakan terbukti signifikan maupun sebaliknya dalam studi-studi

empiris yang dijadikan referensi. Penelitian ini memetakan jenis, frekuensi, dan

sumber data yang diperlukan sebagai berikut.

1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data mencakup (a) PMA (baik mencakup nilai total, sektoral, dan

negara asal maupun pangsa masing-masing nilai total dan PDB) sebagai endogen-

dependen variabel yang diamati; (b) PMDN (mencakup nilai total dan per sektoral

serta pangsanya terhadap PDB); (c) data PDB (baik nominal total maupun per

sektoral) sebagai proxy indikator untuk market size dan nilai pertumbuhan sebagai

proxy indicator market potential; (d) PDB per kapita, inflasi/consumer prices dan

producer prices untuk indikator daya beli masyarakat; (e) indikator harga yang

mencakup nilai tukar, harga aset, tingkat suku bunga, dan VIX untuk determinan

faktor comparative advantage. Faktor nilai tukar dianggap sebagai instrumen

kebijakan yang dapat mempengaruhi langsung ataupun tidak langsung aliran

dana luar negeri termasuk PMA; (f) ketenagakerjaan, baik jumlah dan rasio tenaga

kerja sektoral terhadap total angkatan kerja, rasio jumlah tenaga kerja terhadap

jumlah penduduk, school enrollment yang dipisahkan antara elementary,

secondary dan tertiary digunakan sebagai proxy indicator tingkat keterampilan

tenaga kerja (skill labor) dengan asumsi bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi

keahlian dan produktivitas kerja, serta produktivitas tenaga kerja secara jumlah

maupun produktivitas jam kerja.

Kajian ini menggunakan data sekunder yakni data yang disediakan oleh

sumber/produsen data yang dikenal luas dan sering menjadi rujukan di kalangan

peneliti, baik dalam maupun luar negeri. Sumber-sumber data dimaksud adalah

UNCTAD, IMF, Bank Dunia/World Bank, BIS, OECD, dan The Fed-NY untuk

sumber data parastatal internasional, sedangkan untuk sumber data parastatal di

Indonesia berasaal dari BI dan BPS.

Page 21: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

20

2. Frekuensi data

Kajian ini menggunakan data tahunan dengan periode observasi dari 1980--

2015. Kami menganggap cakupan n=36 cukup memadai untuk keperluan

pengujian stasionaritas data dan model hipotesis. Dengan pengembangan model

pengujian hioptesis menggunakan data panel PMA secara sektoral yang mencakup

sektor primer, sekunder, dan terisier (k=3), secara keseluruhan jumlah data

observasi adalah 108 (n x k). Jumlah data observasi itu dinilai cukup untuk

mengevaluasi pengaruh jangka menengah-panjang PMA terhadap pertumbuhan

dan produktivitas ekonomi secara menyeluruh ataupun lintas sektoral serta untuk

mengevaluasi backward dan forward linkages sektoral, baik antar-PMA maupun

terhadap PMDN.

Jenis, frekuensi, dan sumber data yang digunakan tersebut tampak dalam

tabel berikut.

Page 22: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

21

Tabel 3.1. Jenis, Frekuensi, dan Sumber Data

Page 23: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

22

3.2. Metodologi Penelitian

Untuk mengidentifikasi pengaruh PMA pada pertumbuhan dan

produktivitas ekonomi serta untuk mengidentifikasi pengaruh faktor determinan

PMA, digunakan dua metode analisis yaitu sebagai berikut:

1. Metode analisis tren data historis dan kejadian (trend and event analysis) yang

bersifat deskriptif untuk mengestimasi arah signal pengaruh faktor-faktor

determinan pertumbuhan dan produktivitas ekonomi serta PMA yang diamati

sebagai objek utama penelitian ini. Faktor determinan yang diamati adalah

faktor-faktor yang diidentifikasikan dalam studi-studi empiris yang dijadikan

referensi, baik yang dinyatakan terbukti maupun tak terbukti mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi dan/atau produktivitas secara signifikan. Peta faktor

determinan yang diamati selengkapnya terdapat dalam Tabel 3.1.

2. Metode structural vector auto regreesive ataupun regression (SVAR) digunakan

untuk menguji hipotesis signifikansi pengaruh PMA pada pertumbuhan dan

produktivitas ekonomi ataupun faktor determinan terhadap PMA. Untuk

operasional pengujian, model hipotesis dibangun dengan menggunakan model

production life cycle yang dapat dikatakan identik dengan model cobb-douglas

production function (mikro) ataupun model pertumbuhan sollow (makro) yang

diformulasikan dalam persamaan sebagai berikut:

У = 𝜜KαLβ …………………………………………………………………. (1)

У adalah output produksi yang pada skala makro adalah PDB.

A adalah total factor productivity yang mengidentifikasikan perubahan

produktivitas output yang dipengaruhi oleh perubahan teknologi,

K adalah input modal/kapital. Dalam kajian ini input kapital dapat

diasumsikan bersumber pada PMA dan PMDN.

L adalah input tenaga kerja/labor,

α dan β mencerminkan elastisitas output masing-masing terhadap modal

(produktivitas kapital yang diperhitungkan sebagai rasio K terhadap Y atau

∂K/∂У) dan tenaga kerja yang diperhitungkan sebagai rasio L terhadap Y atau

∂L/∂У. Nilai elastisitas tersebut diasumsikan konstan dipengaruhi oleh

ketersediaan tenaga kerja. Dengan demikian, PMA diekspektasi mempengaruhi

perubahan α dan β melalui keunggulan teknologi yang mengubah teknologi

sebelumnya.

Page 24: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

23

Dengan menggunakan model cobb-douglass production function sebagai

landasan, diformulasikan model persamaan fungsional sebagai berikut:

Уt = C0 + αKt + βLt + εt ………………………………………..……..…. (2)

dengan εt sebagai error-term.

Model itu akan digunakan sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi

pengaruh PMA pada pertumbuhan dan produktivitas, baik TFP, produktivitas

modal, maupun produktivitas tenaga kerja.

Faktor K yang secara makro umumnya menggunakan data gross-capital

formation diganti dengan nilai PMA. Dengan demikian, model persamaan

fungsional disesuaikan menjadi:

Уt = C0 + αPMAt + βLt + εt ……………………………………………..... (3)

Dengan menggunakan konsep marginal dari tiap-tiap variabel yang diamati,

model di atas digunakan untuk menganalisis pengaruh PMA pada

pertumbuhan dan produktivitas ekonomi yang masing-masing dicerminkan

dalam persamaan fungsional sebagai berikut:

∂Уt = C0 + α ∂PMAt + β ∂Lt + εt …………………………………….……. (4)

∂Уt/∂Уt = Φ0 + Φ1 ∂PMAt/∂Уt + Φ2 ∂Lt/∂Уt + εt ………………………. (5)

Φ0 adalah proxy indikator TFP yang disebabkan perubahan teknologi

∂PMAt/∂Уt adalah proxy indikator produktivitas Kapital PMA

∂Lt/∂Уt adalah proxy indikator produktivitas tenaga kerja yang didekati dengan

simulasi-simulasi jumlah, produktivitas jam kerja, ataupun jumlah angkatan

kerja berdasarkan tingkat pendidikan sebagai indikator tingkat tenaga kerja

terdidik.

Untuk pengujian signifikansi faktor determinan dan spillover effect PMA secara

sektoral8 dalam kerangka mengidentifikasikan fenomena aglomerasi industri

PMA, backward, ataupun forward linkages antarsesama PMA, dilakukan

pengembangan model dasar di atas. Untuk itu pengujian dilakukan dengan

8 Penelitian ini mengatagorikan PMA dalam tiga sektor yakni primer, sekunder, dan tersier. PMA sektor primer adalah PMA yang bergerak pada sektor industri pertanian dalam arti luas. Sektor ini mencakup pertanian, perkebunan, pertambangan, kehutanan, dan perikanan. PMA sektor sekunder adalah PMA yang bergerak pada sektor industri manufaktur, sedangkan PMA sektor tersier adalah PMA yang bergerak pada sektor industri jasa, termasuk di dalamnya sektor industri jasa keuangan.

Page 25: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

24

menambahkan control variables ke dalam persamaan dasar (persamaan #3)

sehingga menjadi:

Уt = C0 + αPMAt + βLt + ΦXit + εt ………………………………….……. (6)

dengan fokus tujuan mengidentifikasikan determinan PMA, lalu dilakukan

penyesuaian persamaan menjadi:

PMAt= Φ0 + Φ1 Уt + Φ2 Lt + Φ3 Xit + εt …………………………….…… (7)

dengan Xi adalah control variable(s) determinan PMA selain GDP (У) dan tenaga

kerja (L). Kami mengamati empat belas control variables determinan У dan L

yang diidentifikasikan dalam persamaan dasar. Keempat belas faktor

determinan tersebut adalah upah riil, purchasing power parity (PPP), producers

price index (PPI), consumer price index (CPI), keterbukaan ekonomi (dengan

indikator CAB dan X) dan keuangan (dengan indikator KAB ataupun sisi

kewajiban secara spesifik, dan Cadangan devisa), REER, Harga asset, EFFR,

VIX dan PMDN.

Data GDP atau PDB yang diamati adalah nilai nominal, baik pertumbuhan

total maupn sektoral, serta PDB per kapita dan PPP. Ketiga variabel tersebut

diidentifikasikan sebagai proxy indikator market size Indonesia dan dengan

demikian dikaitkan dengan motif market-seeking oriented.

Kelompok control variables kedua adalah faktor-faktor yang diidentifikasi

sebagai determinan motif supply seeking oriented. Faktor determinan tersebut

mencakup upah riil, PPI, CPI, ketenagakerjaan, dan REER. Faktor REER juga

digunakan sebagai proxy indicator shock/guncangan bersifat kebijakan. Intervensi

kebijakan nilai tukar dianggap sebagai external shock yang mempengaruhi aliran

PMA. Di samping upah riil sebagai indikator biaya produksi, juga digunakan

simulasi faktor jumlah dan produktivitas tenaga kerja, serta angkatan kerja

berdasarkan tingkat scholl-enrollement sebagai proxy indicator L. Simulasi

pengujian data proxy indicator L ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa

supply-seeking oriented yang menekankan pada akses sumber daya murah dan

produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan serta dengan

pertimbangan bahwa transfer teknologi di tengah kesenjangan teknologi

memerlukan kesiapan dan ketersediaan tenaga kerja dengan pengetahuan dan

keahlian yang memadai.

Kelompok control variables ketiga adalah faktor-faktor yang diidentifikasikan

sebagai indikator motif efficiency-seeking oriented. Dengan kata lain, di samping

Page 26: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

25

faktor biaya produksi, variabel yang diamati mencakup keterbukaan ekonomi

(yang menunjang perluasan pasar) dan keterbukaan keuangan (yang menunjang

perluasan akses keuangan) bagi PMA. Faktor yang diamati untuk indikator

keterbukaan ekonomi mencakup current account balance (CAB) dan ekspor, baik

nominal maupun pertumbuhan, ataupun rasio masing-masing terhadap PDB.

Adapun faktor yang diamati untuk indikator keterbukaan keuangan mencakup

Capital Account Balance (KAB), KAB dari sisi kewajiban dan cadangan devisa, baik

nominal, pertumbuhan, atau rasio masing-masing terhadap PDB. Faktor-faktor itu

dipertimbangkan sebagai proxy indikator potensi investor yang memilih Indonesia

sebagai bagian strategi global value chain (jaringan produksi dan/atau pemasaran

produk) antarnegara. Faktor KAB, khususnya KAL, juga dipertimbangkan sebagai

indikator substitability instrumen, baik pada pasar domestik maupun secara

internasional.

Kelompok control variables keempat adalah faktor-faktor yang

diidentifikasikan sebagai indikator motif strategic asset-seeking oriented yang

mencakup EFFR, VIX, dan PMDN. Faktor-faktor tersebut dipandang sebagai

indikator daya saing dalam kaitan imbal hasil dan risiko PMA Indonesia terhadap

investasi global, serta persaingan di dalam negeri.

Dengan demikian, pengujian signfikansi faktor determinan didasarkan pada

hipotesis sebagai berikut:

H0 = α, β, Φ = 0 dengan

Hi = α, β, Φ ≠ 0

H0 diterima jika Tstat < Ttabel yang berarti bahwa control variabel dimaksud (K, L,

ataupun Xi) dinyatakan tidak terbukti signifikan mempengaruhi perilaku dependen

variabel yang diamati; sebaliknya tidak diterima (dan dengan demikian menerima

Hi) jika Tstat > Ttabel yang berarti bahwa control variabel tersebut dinyatakan terbukti

mempengaruhi perilaku dependen variabel yang diamati secara signifikan.

Pengujian dan analisis signifikansi pengaruh control variable(s) terhadap

dependent variable(s) yang diamati dilakukan dengan mengacu pada model

structural vector auto regressive ataupun regreesion (SVAR)9.

Penelitian menggunakan metode ini dengan mempertimbangkan tiga hal

berikut. Pertama, asumsi utama dalam model SVAR adalah bahwa semua variabel

9 Pemodelan dan pengujian lihat Lampiran 1

Page 27: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

26

(dependen ataupun independent/control variables) yang diamati diperlakukan

sebagai variabel endogen. Dengan demikian, analisis hasil pengujian akan

sekaligus melihat pengaruh atau korelasi antarvariabel endogen yang diamati,

yakni PMA serta pertumbuhan dan produktivitas ekonomi, termasuk spillover

effect PMA pada pertumbuhan PMDN.

Kedua, Pilihan SVAR–dan bukan VAR-didasari pertimbangan analisis Sims

(1992) yang mengidentifikasikan hasil pengujian VAR tidak dapat dianalisis secara

akurat karena adanya potensi dampak suatu goncangan (yang dalam kajian Sims

diterapkan pada kebijakan moneter) terhadap variabel lainnya yang bersifat

contempreneous (terjadi bersamaan). Dengan kata lain, pergerakan faktor lain

yang tidak terkait dengan underlying shockdianggap perlu diisolasikan untuk

dapat menganalisis dampak sesungguhnya suatu shock terhadap faktor yang

diamati/ditargetkan. Metode yang mengisolasi perubahan faktor yang tidak terkait

dengan perubahan underlying dikenal sebagai metode SVAR.

Ketiga, SVAR model banyak digunakan untuk analisis model dinamis yang

mengekspektasi gangguan yang bersifat tak terduga (unexpected shock). Model

SVAR yang pada awalnya populer digunakan untuk menganalisis mekanisme

transmisi kebijakan moneter, kini juga populer digunakan untuk mengevaluasi

fluktuasi atau ganguan pada siklus bisnis. Kajian ini pun mengasumsikan bahwa

aliran PMA yang bersifat tak terduga ataupun perubahan teknologi seiring dengan

masuknya PMA terhadap pertumbuhan ekonomi serta variabel REER sebagai

variabel kebijakan di samping variabel ekonomi lainnya terhadap siklus alian PMA

merupakan potensi gangguan. Keempat, SVAR dapat menerapkan beragam

restriksi yang bertujuan membatasi atau memisahkan pergerakan variabel

endogen dengan variabel yang mengalami gangguan. SVAR dinilai lebih mudah,

untuk menganalisis/menginterpretasikan perilaku variabel dan proyeksi suatu

dampak kebijakan terhadap perilaku ekonomi. Kelima, model ini terdapat dalam

aplikasi software EViews dan relatif mudah dioperasionalkan.

Prosedural pengujian dan analisis hipotesis dilakukan dengan langkah-

langkah: (a) identifikasi variabel penelitian; (b) deskripsi data yang diperlukan

untuk pengujian; (c) uji stasionaritas untuk melihat apakah error term dari data

terdistribusi secara normal atau tidak normal. Uji stasionaritas dianggap perlu

untuk memastikan bahwa hasil regresi yang menunjukan nilai koefisien ataupun

R2 yang tinggi dan T-test yang signifikan secara statistik, tetapi hubungan

antarvariabel di dalam model dinyatakan semu (spurious) sehingga tidak memiliki

Page 28: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

27

makna apapun. Pengujian dilakukan dengan melihat correlogram ataupun hasil

estimasi unit root test. Estimasi dengan menggunakan unit root test (AR) sekaligus

digunakan untuk melihat panjang lag optimal; (d) pembentukan model SVAR

dengan memperhatikan peta impulse response atau dekomposisi respons; dan (e)

uji stabilitas model dengan memperhatikan peta impulse response variabel yang

diamati terhadap perubahan variabel-variabel lainnya. Analisis impulse respons

ditujukan untuk memastikan seberapa besar dan seberapa cepat dampak

pertumbuhan; atau sebaliknya, gangguan aliran PMA mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi.

Pelaksanaan langka proses tersebut serta analisis hasil pengujian dilakukan

dengan menggunakan aplikasi/software EViews9.

Dengan menggunakan metode SVAR, tujuh variabel yang diamati dianggap

sebagai variabel endogen. Korelasi (atau efek) PMA terhadap pertumbuhan dan

produktivitas ekonomi diasumsikan dalam persamaan fungsional yang bersifat

regresif karena Xt = αXt-1 + μt dan ∆Xt = βo + β1Xt-1 + μt

dengan X adalah skalar untuk tujuh variabel endogen yang diamati, yakni

atau jika dijabarkan dalam bentuk persamaan fungsional selengkapnya menjadi

sebagai berikut.,

a1.1PMAt + a1.2GDP t + a1.3Labor t + a1.4Makroekon t + a1.5 Ec.opennesst +

a1.6 Fin.opennest + a1.7EFFRt + a1.8VIXt + a1.9REERt = β1.0+ β1.1PMAt-1 +

β1.2GDPt-1 + β1.3Labort-1 + β1.4Makroekont-1 + β1.5Ec.opennesst-1 +

β1.6Fin.opennesst-1 + β1.7EFFR t-1 + β1.8VIXt-1 + β1.9REERt-1 + μt

Page 29: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

28

dijabarkan dalam bentuk matriks menjadi sebagai berikut:

diformulasikan kembali dalam persamaan

A-1.∆Xt = A-1.β0 + A-1∆Xt-1 + A-1μt

Nilai A-1 dilakukan dengan melakukan restriksi pengaruh jangka pendek pada nilai

residual dari setiap faktor determinan yang diamati, yaitu sebagai berikut:

@e1 = c(1)*@u1

@e2 = -c(2)*@e1+c(3)@u2

@e3 = -c(4)*@e1-(5)*@e2+c(5)@u3

@e4 = -c(7)*@e1 - c(8)*@e2 - c(9)*@e3 + c(10)*@u4.

@e5 = - c(11)*@e1 - c(12)*@e2 - c(13)*@e3 - c(14)*@e4 + c(15)*@u5

@e6 = - c(16)*@e1 - c(17)*@e2 - c(18)*@e3 - c(19)*@e4 - c(20)*@e5 +

c(21)*@u6

@e7 = -c(22)*@e1-c(23)*@e2 - c(24)*@e3 - c(25)*@e4 - c(26)*@e5 -

c(27)*@e6 + c(28)*@u7

@e8 = -c(29)*@e1 -c(30)*@e2 - c(31)*@e3 - c(32)*@e4 - c(33)*@e5c-

c(34)*@e6 - c(35)*@e7 + c(36)@u8

@e9 = -c(37)*@e1- c(38)*@e2 - c(39)*@e3 - c(40)*@e4 –c(41)*@e5 -

c(42)*@e6 - c(43)*@e7 - c(44)@ e8 + c(45)*@u9

Jumlah restriksi yang dibentuk disesuaikan dengan jumlah variable endogen yang

diamati.

Dengan A-1A adalah identity matriks, persamaan dikembalikan dalam bentuk

Xt = β0 + β1Xt-1 + et

Dengan mempertimbangkan pandangan bahwa urutan variabel mencerminkan

mekanisme transmisi pengaruh dari suatu shock/gangguan, dalam operasional

running model dipertimbangkan kemungkinan perubahan urutan dari variabel

diamati untuk mencari hasil terbaik.

Page 30: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

29

Peta identifikasi variabel endogen (dependen atau independen) tersebut

dapat dikembangkan jika dari hasil-hasil simulasi model terindikasi faktor

determinan (yang diidentifikasikan menjadi proxy alternatif bagi suatu faktor

determinan) yang secara konsisten dan/atau signifikan dinyatakan mempengaruhi

PMA. Penambahan dilakukan jika hasil pengujian pascapenambahan variabel

tidak menunjukan terjadinya masalah stasionaritas, otokolinearitas atau

multikolinearitas, heteroskedastisitas, serta residual tetap dinyatakan terbukti

terdistribusi secara normal.

Implementasi analisis tren dan kejadian serta temuan hasil running model

menjadi fokus paparan selanjutnya.

Page 31: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

30

4. Analisis Tren, Determinan, dan Pengaruh Penanaman Modal Asing di

Indonesia

Dengan dilandasi pertimbangan: (1) karakteristik I-S gap perekonomian

menjadi landasan pemikiran kebutuhan sumber dana eksternal, termasuk PMA

untuk membiayai aktivitas ekonomi produktif dalam rangka meningkatkan

pertumbuhan ekonomi riil mendekati tingkat potensialnya serta (2) tujuan utama

kajian ini ialah menganalisis pengaruh PMA pada pertumbuhan dan produktivitas

ekonomi serta mengidentifikasi faktor determinan PMA ke Indonesia: analisis

difokuskan pada tren dan kejadian, sedangkan hasil temuan pengujian hipotesis

diperoleh dengan menggunakan metode SVAR. Masing-masing adalah sebagai

berikut.

4.1. Analisis Tren dan Pengaruh PMA pada Pertumbuhan Ekonomi di

Indonesia

1. Data mapper net-aliran FDI 2015 - Bank Dunia mengindikasikan Indonesia-

dengan net-inflow senilai USD 20,05 miliar - dikatagorikan pada kelompak dua

terendah penerima dana PMA antarnegara terbesar global. Peta menunjukan

bahwa Cina merupakan satu-satunya negara berkembang yang masuk dalam

kelompok pertama penerima dana terbesar (di atas 119 miliar USD). Hanya

empat negara yang masuk dalam katagori ini. Keempat negara yang masuk

pada kategori ini adalah Amerika Serikat (379,34 miliar USD), Cina (USD

249,86 miliar), Irlandia (USD 203,46 miliar), dan Swiss (USD 119,71 miliar).

Untuk melengkapi keempat negara penerima dana terbesar dengan enam

negara penerima dana PMA terbesar di kelompok kedua, tercatat sepuluh

negara dengan net-inflow terbesar. Keenam negara tersebut secara berurutan

berdasarkan tingkat penerimaan aliran dana PMA adalah (1) Belanda (USD

101,79 miliar), (2) Brasil (USD 75,08 miliar), (3) Canada (USD 55,68 miliar), (4)

Inggris (USD 50,44 miliar), (5) Jerman (USD 46,23 miliar), dan (6) India (USD

44,01 miliar). Cina, Brasil, dan India merupakan tiga dari empat negara

berkembang dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi dan menjadi

motor penggerak pertumbuhan global pada dekade terakhir. PMA yang tinggi

dan pertumbuhan yang tinggi pada tiga negara berkembang tersebut seakan

membenarkan konsep pemikiran bahwa PMA berpengaruh positif pada

pertumbuhan ekonomi host country. Di sisi lain, dengan berdasarkan

Page 32: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

31

pandangan bahwa investasi adalah tindakan yang didasari keputusan rasional

dalam kerangka optimalisasi hasil, PMA-pun memberikan manfaat pada home

country.

Disisi lain, pada klasifikasi negara berkembang, Indonesia tercatat pada

urutan keenam dari sepuluh negara berkembang penerima dana PMA.

Kesepuluh negara tersebut secara berurutan berdasarkan nilai PMA masing-

masing adalah Cina, Brasil, India, Mexico (USD 32,06 miliar), Chile (USD

20,46 miliar), Indonesia (USD 20,05 miliar), Turki (USD16,96 miliar), Yaman

(USD15,445 miliar), Argentina (USD 11,98 miliar), dan Colombia (USD 11,73

miliar). Data menunjukan bahwa Indonesia berada pada urutan ketiga negara

berkembang di luar Cina, Brasil, dan India sebagai negara berkembang

penerima dana terbesar secara global yang sekaligus menjadi penggerak

pertumbuhan ekonomi global pada dekade terakhir seperti tampak pada

Gambar 4.1. Jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang ASEAN,

Indonesia jauh lebih unggul daripada Vietnam (USD 11,8 miliar), Malaysia

(USD10,96 miliar), Thailand (USD 9,004 miliar), Philipina (USD 5,835 miliar),

Korea Selatan (USD 5,042 miliar), Myanmar (USD 4,08 miliar), ataupun

Cambodia (USD 1,70 miliar). Data ini mengisyaratkan bahwa jika

dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya di kawasan Asia

Pasifik (diluar Cina, Brasil, India, Mexico, dan Chile), Indonesia menjadi

pilihan lokasi invetasi langsung antarnegara. Jika dibandingkan dengan

negara-negara berkembang lainnya di kawasan, pertumbuhan ekonomi

Indonesia (ataupun n=penerima aliran dana PMA terbesar) tercatat di atas

rerata pertumbuhan ekonomi kawasan Asia.

Page 33: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

32

Gambar 4.1. Peta Net-Aliran dana PMA Global (2015)

2. Tren umum inflow PMA lima tahun terakhir periode observasi menunjukan

peningkatan. Walaupun begitu, jika diamati, terdapat perbedaan tren

peningkatan secara sektoral. Gambaran sektoral mengunjukan pelambatan,

bahkan penurunan pada inflow PMA sektor primer dan sekunder pada dua

tahun terakhir. Sebaliknya sektor tersier mengalami peningkatan yang tajam

pada dua tahun terakhir. Gerak tren sektor tersier juga relatif terbaik dengan

PMA pada sektor primer dan sekunder. Jika hingga 2013 sektor primer dan

sekunder mengalami peningkatan, aliran PMA pada sektor tersier justru

mengalami penurunan. Sebaliknya jika pada periode dua tahun terakhir,

sektor primer dan sekunder mengalami penurunan atau pelambatan, inflow

PMA sektor tersier justru mengalami peningkatan.

Jika dilihat lebih jauh pada komoditas antarsektoral, PMA pertambangan

tercatat dominan pada sektor primer, otomotif, elektronik, sedangkan kimia

dominan pada sektor sekunder, adapun transportasi, komunikasi, energi, dan

perumahan dominan pada sektor tersier. (lihat Grafik 4.1)

Page 34: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

33

Grafik 4.1. Tren Pertumbuhan PMA Menurut Sektor Ekonomi (2010-2015)

Sumber: UNCTAD statistik-FDI, http://unctadstat.unctad.org/wds/TableViewer/tableView.aspx

Tren penurunan PMA pada sektor primer dan sekunder dalam dua tahun

terakhir layak diduga seiring atau dipengaruhi oleh tren pelambatan

pertumbuhan perdagangan dan ekonomi global, pelemahan harga komoditas

primer (yang menjadi andalan ekspor nasional), ataupun pelemahan daya

saing perekonomian nasional relatif terhadap Cina dan negara kawasan Asia

lainnya. Di sisi lain, perkembangan PMA sektor tersier layak diduga

dipengaruhi oleh perkembangan orientasi kebijakan pembangunan

infrastruktur di Indonesia.

3. Indikasi korelasi positif PMA dengan pertumbuhan ekonomi ditunjukan oleh

kesearahan tren antara kedua variabel tersebut. Walaupun begitu, kesearahan

tren selama periode diamati mengindikasikan adanya perubahan antardekade

(periode praderegulasi, periode deregulasi, dan periode pascakrisis). Pada

dekade 1971-1980 (periode praderegulasi sektor riil), misalnya ditandai dengan

rerata pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

periode-periode lainnya. Pada saat yang sama, rerata pertumbuhan aliran

dana PMA juga lebih tinggi daripada periode lainnya. Demikian juga jika

dibandingkan antara rerata pertumbuhan ekonomi dan aliran dana PMA

prakrisis (1998) yang tercatat lebih tinggi daripada pascakrisis. Sebaliknya

Page 35: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

34

tren pelambatan pertumbuhan aliran PMA, misal tren dekade 1980-1990

ataupun 2000-2010 yang dibandingkan dengan dekade sebelumya, ditandai

dengan tren pelambatan pertumbuhan ekonomi (lihat Grafik 4.2). Gambaran

tersebut mengisyaratkan bahwa pertumbuhan aliran dana PMA berkorelasi

positif dengan pertumbuhan ekonomi.

Grafik 4.2. Tren Rerata Pertumbuhan PMA dan Ekonomi Indonesia

1970-2015

Sumber: UNCTAD statistik-FDI,

http://unctadstat.unctad.org/wds/TableViewer/tableView.aspx

Kesearahan atau perubahan gerak tren tampak lebih nyata jika pengamatan

menggunakan data tahunan. Pada periode pra -1976 (diidentifikasikan sebagai

periode praderegulasi sektor riil) dan periode pascakrisis, kesearahan gerak

kedua variabel tampak cukup jelas. Adapun pada periode 1976-1996

walaupun gambaran linearnya menunjukan kesearahan tren, pergerakan

tahunannya tidak menunjukan kejelasan pengaruh korelasi posifif antarkedua

variabel tersebut. Pada periode ini, nilai aliran menunjukan peningkatan

berkesinambungan dari tahun ke tahun, demikian pula rasionya terhadap

PDB yang terjaga, tetapi pertumbuhan ekonomi justru berfluktuasi atau tidak

menunjukan kesinambungan. Pada periode ini tercatat beberapa kali terjadi

pelambatan laju pertumbuhan dari yang ringan (kurang dari 0,5%) hingga

tajam (antara 2 hingga 2,5%) jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya

walaupun tren aliran PMA terus meningkat (lihat Grafik 4.3).

Page 36: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

35

Grafik 4.3. Tren Pertumbuhan Pangsa PMA dan Pertumbuhan Ekonomi

Sumber: UNCTAD stattistik-FDI, http://unctadstat.unctad.org/wds/TableViewer/tableView.aspx

Faktor substitutabilitas instrumen investasi antarnegara layak diduga

menunjang terjadinya fenomena ketidaksearahan tren kedua variabel atau

bahwa tren pertumbuhan ekonomi tidak dipengaruhi oleh tren PMA. Pada

periode ini seiring dengan pelaksanaan deregulasi sektor/sistem keuangan

yang dimulai sejak awal 1980-an, ada indikasi terjadi pergeseran investasi

asing dari instrumen PMA ke instrumen utang. Para periode ini peningkatan

instrumen utang jauh lebih tajam daripad instumen PMA (lihat Grafik 1 pada

halaman 1). Seiring dengan perubahan orientasi instrumen investasi tersebut,

tren pertumbuhan ekonomi pada periode ini juga lebih menunjukan

kesearahan gerak dengan tren pertumbuhan utang jika dibandingkan dengan

pertumbuhan PMA.

Pengamatan tren pascakrisis 1997/98 (yang pemulihannya hingga 2003) dan

khususnya pada dekade terakhir menunjukan kembali terjadi peningkatan

dana PMA sekaligus fluktuasinya. Faktor peningkatan fluktuasi aliran dana

layak diduga memperlemah signifikansi pengaruh PMA pada pertumbuhan

ekonomi sebagaimana tercermin pada pergerakan aliran dana PMA yang

meningkat pesat di tengah pelambatan laju pertumbuhan ekonomi pada

dekade terakhir.

4. Korelasi positif PMA dengan produktivitas tenaga kerja (diperhitungkan per

tenaga kerja ataupun per jam kerja) yang secara umum ditunjukan oleh

kesearahan gerak indikator-indikator dimaksud (lihat Grafik 4.4). Seperti

Page 37: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

36

halnya pada pertumbuhan ekonomi, kesearahan gerak tersebut tampak relatif

nyata pada periode prakrisis, terutama praderegulasi sektor riil (1980).

Walaupun secara umum menunjukan kesearahan, korelasi PMA terhadap

produktivitas tenaga kerja relatif tak sejelas kesearahan PMA dengan

pertumbuhan ekonomi pada periode pascaderegulasi hingga krisis (1980-

1996). Pascakrisis korelasi yang ditunjukan oleh kesearahan gerak kedua

variabel tersebut semakin kurang jelas. Kondisi tersebut mengisyaratkan

kemungkinan pengaruh PMA pada produktivitas tenaga kerja yang potensial

bersifat insignifikan jika pengamatan tren difokuskan pada tren PMA dan

produktivitas tenaga kerja secara point to point pada tahun yang sama.

Grafik 4.4. Tren Pertumbuhan Stok PMA dan Produktivitas Tenaga Kerja

Indonesia (1970-2015)

Sumber: UNCTAD stattistik-FDI,

http://unctadstat.unctad.org/wds/TableViewer/tableView.aspx dan The Conference

Board Total Economy Database™, November 2016, http://www.conference-

board.org/data/economydatabase/.

5. Berbeda dengan produktivitas tenaga kerja, pengaruh PMA terhadap

produktivitas ekonomi (lihat Grafik 4.5.a) dan total factor productivity/TFP

(lihat Grafik 4.5.b) menunjukan pergerakan yang relatif lebih secara konsisten

menunjukan kesearahan. Kesearahan tren tampak cukup jelas selama periode

prakrisis dan menjadi kurang jelas sesudahnya.

Hal itu mengindikasikan bahwa produktivitas modal dan teknologi yang

dibawa ke Indonesia sebagai keunggulan perusahaan PMA lebih

mempengaruhi TPF dan pada gilirannya mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi daripada produktivitas tenaga kerja. Kondisi tersebut mengisyaratkan

Page 38: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

37

bahwa PMA lebih mengutamakan karakteristik keunggulan kapital dan

teknologi daripada mengandalkan ketersediaan tenaga kerja sebagai

keunggulan sumber daya lokal.

Kesearahan gerak PMA dengan produktivitas ekonomi sekaligus

mengisyaratkan bahwa motif pasar menjadi pertimbangan investor non-

residen melakukan investasi langsung ke Indonesia. Hal ini disebabkan baik

pertumbuhan ekonomi (GDP) maupun pendapatan per kapita (GDP perkapita)

lazim digunakan sebagai indikator potensi pasar.

Grafik 4.5. Tren Pertumbuhan PMA, Produktivitas Ekonomi dan Total Factor

Productivity Indonesia (1970–2015)

a. Tren Produktivitas Ekonomi

b. Tren TFP

Sumber: The Conference Board Total Economy Database™, November 2016,

http://www.conference-board.org/data/economydatabase.

4.2. Analisis Tren Faktor Determinan PMA di Indonesia

Dengan dilandasi hasil review literature terkait, kami memetakan sebelas

faktor determinan PMA. Kesebelas faktor tersebut adalah (1) PDB, (2) PDB per

kapita, (3) tenaga kerja (dengan indikator upah riil atau produktivitas tenaga

Page 39: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

38

kerja), (4) CPI, (5) PPI, (6) keterbukaan ekonomi (dengan indikator CAB atau

ekspor), (6) keuangan (dengan indikator KAB), dan (7) indikator EFFR, (8) VIX dan

REER, serta PMAt-1 (lihat Bab II Metodologi Penelitian). Ke-sebelas faktor diamati

tersebut sekaligus diamati sebagai proxy indikator motif inevastor melakukan PMA

di Indonesia. Kecuali faktor PMA yang merupakan variabel endogen dependen yang

diamati, faktor lainnya dikelompokan dalam endowmen domestik dan eksternal,

masing-masing dipaparkan sebagai berikut.

1. Faktor Determinan Domestik

Endowmen domestik mencakup PDB dan PDB per kapita, Tenaga kerja

(dengan indikator upah riil atau produktivitas tenaga kerja), CPI, PPI, keterbukaan

ekonomi (dengan indikator CAB atau ekspor), keuangan (dengan indikator KAB),

dan REER. Dalam kaitannya dengan keterbukaan faktor institutional, observasi

difokuskan pada perubahan kebijakan devisa dan nilai tukar. Fenomena yang

mengindikasikan faktor-faktor tersebut mempengaruhi aliran PMA seperti

dipaparkan berikut.

a. Indikasi tren stabilitas dan kesinambungan makroekonomi mempengaruhi

PMA tercermin dengan adanya kesearahan gerak PDB, PDB per kapita, CPI,

dan PPI dengan PMA. Dalam kaitan PDB dan PDB per kapita sebagai ukuran

pertumbuhan ekonomi, misalnya, tampak bahwa semakin tinggi, semakin

stabil, dan semakin berkesinambungan pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi

pula aliran PMA. Kecenderungan tren tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia

tetapi juga terjadi di kawasan Asia. Dengan rerata pertumbuhan ekonomi yang

lebih tinggi, rerata aliran PMA ke kawasan Asia juga tercatat lebih tinggi

daripada aliran PMA ke kawasan lainnya (Amerika Latin, Afrika, ataupun

Eropa Timur) Lihat Grafik 4.6. Tidak hanya dengan rerata pertumbuhan yang

lebih tinggi, kawasan-kawasan tersebut dapat dikatakan memiliki stereotype

perekonomian yang serupa (hal itu didominasi sektor primer yang bergerak ke

arah pengembangan industri manufaktur dan jasa) dan walaupun kawasan

Amerika Latin memiliki tingkat pendapatan per kapita lebih tinggi jika

dibandingkan dengan negara berkembang kawasan Asia, kawasan Asia lebih

menunjukan stabilitas dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi daripada

kawasan lainnya. Selama periode diamati, kawasan Asia hanya mencatatkan

satu kali krisis dengan dampak kontraksi ekonomi. Sementara itu, kawasan

Amerika Latin hampir setiap dekade sejak 1970-an mengalami krisis ekonomi,

utang, fiskal ataupun keuangan. Di sisi lain, sebagian besar negara

Page 40: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

39

berkembang di kawasan Afrika sering kali menghadapi masalah fiskal dan

beban utang yang tinggi yang berujung pada moratorium utang luar negeri.

Sebagian negara berkembang di kawasan ini dikatagorikan sebagai severe

indebtedness low atau maksimum medium income countries.

Grafik 4.6. Tren Aliran PMA ke Negara Berkembang Menurut Kawasan (1970-

2015)

a. Tren Inflow Aliran PMA ke Negara Berkembang menurut Kawasan

b. Tren Pangsa Aliran dana PMA ke Negara Berkembang menurut Kawasan

Sumber: UNCTAD stattistik-FDI,

http://unctadstat.unctad.org/wds/TableViewer/tableView.aspx

Dalam kasus individual negara, fenomena Indonesia dan Cina menjadi contoh

tak terbantahkan untuk menunjukan kecederungan tersebut. Dengan rerata

pertumbuhan ekonomi di atas, rerata pertumbuhan ekonomi negara

berkembang secara global ataupun kawasan Asia (dan Cina) mencatatkan

tingkat pertumbuhan tertinggi dan menjadi motor pertumbuhan global di

Page 41: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

40

tengah kelumpuhan dan pelambatan ekonomi yang dialami negara-negara

maju yang secara tradisional menjadi motor pertumbuhan ekonomi global.

Kedua negara tersebut mampu menarik PMA lebih signifikan jika

dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya di kawasan Asia

Tenggara (Lihat Grafik 4.7). Meskipun begitu, tidak hanya tingkat

pertumbuhan, tetapi juga perkembangan struktur ekonomi diidentifikasikan

mempengaruhi motif investasi langsung. Pada kasus Cina faktor infrastruktur

(transportasi dan penunjang perdagangan internasional) layak diduga sebagai

faktor yang menarik investasi asing di samping faktor pertumbuhan ekonomi

tinggi dan jumlah penduduk sebagai indikator daya absorbsi ekonomi dan

potensi pasar yang besar. Demikian pula yang terjadi pada Singapore,

Cambodia, Vietnam, dan Laos, Singapore dengan pendapatan per kapitanya

dan infrastruktur, baik perdagangan maupun keuangannya tidak hanya

diidentifikasi sebagai pasar potensial, tetapi juga intermediasi perdagangan

dan keuangan kawasan (bahkan global). Kondisi tersebut menunjang tidak

hanya motif market-oriented, tetapi juga ke efisiensi atau strategic seeking

oriented. Negara ini tercatat menerima aliran dana PMA terbesar di antara

anggota ASEAN. Disisi lain, relatif tingginya aliran dana PMA ke Cambodia,

Vietnam, dan Laos layak diduga sebagai implikasi tingginya output gap yang

mencerminkan daya absorbsi perekonomian yang tinggi dan didukung

ketersediaan sumber daya, termasuk dan terutama tenaga kerja murah.

Gambaran tersebut sekaligus mengindikasikan bahwa prospek pertumbuhan

ekonomi bisa mempengaruhi keputusan investasi langsung para investor

asing.

Page 42: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

41

c. Pangsa Aliran PMA Ke ASEAN+

Grafik 4.7. Tren Pangsa PMA Negara-Negara ASEAN (1970-2015)

a. Aliran PMA Ke Negara berkembang dan ASEAN b. Aliran PMA ke ASEAN5

d. Pangsa Aliran PMA ke ASEAN+2

Page 43: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

42

e. Pangsa Aliran PMA ke ASEAN kecuali Singapore

f. Pangsa Aliran PMA ke ASEAN kecuali Singapore dan Brunei

Sumber: UNCTAD statistik-FDI, http://unctadstat.unctad.org/wds/TableViewer/tableView.aspx

Page 44: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

43

Indikasi stabilitas makroekonomi mempengaruhi aliran juga tercermin pada

kondisi sebaliknya, yakni krisis yang mencerminkan instabilitas. Aliran PMA

selama periode krisis menunjukan tren penurunan yang berarti krisis

berpengaruh negatif pada aliran dana tersebut. Semakin dalam krisis (yang

mengarah pada kondisi resesi), semakin dalam dampak negatif pada aliran

dana. Dampak krisis yang dalam dan berkepanjangan tidak sekadar dalam

bentuk penurunan nilai aliran dana PMA, tetapi sudah dalam bentuk

pembalikan arus dana yang mengakibatkan penurunan stok PMA. Selama

periode diamati (1980-2015), diidentifikasikan dua periode krisis yang

berdampak penurunan aliran PMA secara cukup signifikan bagi Indonesia dan

negara-negara kawasan Asia secara umum. Kedua krisis tersebut adalah krisis

Asia dan krisis Global. Pada periode krisis Asia10, aliran dana PMA ke

kelompok negara berkembang turun 30% (dari USD 232 miliar pada tahun

1998 sebagai titik tertinggi sebelum krisis menjadi USD 166,7 miliar pada

tahun 2001 sebagai titik terendah aliran setelah krisis). Aliran dana PMA ke

negara ASEAN sebagai kawasan terkena krisis langsung, turun secara lebih

signifikan, yakni 53% (dari USD 35,94miliar pada tahun 1997 secara

berkesinambungan turun hingga hanya sebesar USD17miliar pada tahun

2002). Tren penurunan aliran dana PMA ke negara-negara ASEAN juga

berlangsung lebih lama jika dibandingkan dengan negara berkembang secara

umum pada periode yang sama (1997-2002).

Demikian juga implikasinya bagi Indonesia, pengaruh tidak hanya sekadar

penurunan aliran, tetapi juga stok PMA (lihat Grafik 4.2). Seiring dengan

kedalaman krisis yang dihadapi Indonesia, penurunan aliran dan stok PMA

tercatat juga yang terdalam di antara negara anggota ASEAN lainnya. Tren

penurunan aliran PMA bahkan masih terus berlangsung hingga tahun 2003

terlepas Indonsia mengumumkan perubahan sistem devisa dan nilai tukar ke

sistem yang lebih bebas. Fenomena itu mengisyaratkan bahwa krisis

mempengaruhi keputusan investasi PMA secara lebih signfikan jika

dibandingkan dengan liberalisasi sistem devisa dan nilai tukar.

Di samping kinerja, perkembangan stereotip perekonomian juga

mempengaruhi aliran dana. Semakin maju perekonomian, yang ditandai oleh

peralihan industri primer ke sekunder dan tersier, semakin tinggi pula PMA.

10 Periode krisis diasumsikan mencakup 1998 – 2001 dengan mempertimbangkan skala sebaran dan dimulainya tren pemulihan ekonomi yang ditunjukan oleh pertumbuhan positif.

Page 45: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

44

Layak diduga terjadi korelasi antara perubahan stereotip perekonomian host

country dan karakteristik keunggulan PMA di bidang modal dan teknologi.

PMA dengan keunggulan modal dan teknologi akan lebih berorientasi pada

sektor sekunder dan/atau tersier yang bersifat padat modal dan

mengandalkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi proses produksi dan

pemasaran daripada penggunaan tenaga kerja/padat karya. Tendensi tersebut

sejalan dengan karakteristik PMA pada era integrasi ekonomi dan keuangan

global yang akan lebih berorientasi pada motif efisiensi dan strategic asset

seeking. Aliran PMA ke Cina menjadi indikasinya. Dengan cepat sebagai

pengekspor komoditas manufaktur, negara itu menjadi tujuan utama PMA

untuk kelompok negara berkembang (lihat Grafik 4.8).

Grafik 4.8. Tren PMA ke Negara Berkembang Pengekspor Komoditas Primer

dan Manufaktur (1970-2015)

a. Negara Berkembang Pengekspor Komoditas Manufaktur

b. Negara Berkembang Pengekspor Komoditas Primer dan Manufaktur

Sumber data: UNCTAD-statistic (FDI)

Page 46: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

45

Kedua grafik juga mengisyaratkan keunggulan Cina sebagai eksportir

komoditas manufaktur yang lebih menarik minat investasi asing secara

langsung jika dibandingkan dengan Cina sebagai negara eksportir komoditas

primer. Indikasi tersebut tercermin dari area pangsa aliran PMA ke Cina

sebagai eksportir komoditas manufaktur terhadap negara-negara eksportir

manufaktur utama pada sektor tersebut secara lebih luas jika dibandingkan

dengan pangsanya sebagai eksportir komoditas primer dan manufaktur.

Hasil observasi mengindikasikan pelemahan daya saing (comparative

advantage) Indonesia diantara negara-negara berkembang pengekspor

komoditas primer ataupun manufaktur. Indikasi pelemahan daya saing

tersebut layak diduga seiring dengan tren perkembangan CPI, PPI, ataupun

REER yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara pesaing serta

seiring dengan perkembangan infrastruktur, khususnya sarana transportasi

dan distribusi barang dan jasa. Dalam hal pelemahan daya saing ekonomi

terus berlangsung serta daya absorbsi perekonomian dicerminkan oleh tingkat

dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita,

tendensi pelemahan tersebut potensial menunjang terjadinya pergeseran motif

utama PMA di Indonesia dari motif supply seeking ke motif market seeking

oriented.

Pelemahan daya saing dalam konteks regional/kawasan juga potensial

berimplikasi negatif pada perekonomian host country. Pelemahan daya saing

nasional terhadap kompetitor berpotensi menjadi salah satu pertimbangan

relokasi industi oleh PMA ke negara berkembang lain di kawasan Asia, seperti

Thailand, Vietnam, Cambodia, ataupun Laos. Indikasi relokasi industri PMA

itu mulai dirasakan, baik pada sektor otomotif, elektronik, garmen, maupun

apparel. Perkembangan industri PMA di Indonesia saat ini-dalam konteks

global value chain-tampak lebih berorientasi ke sektor industri hulu primer.

Adapun negara anggota ASEAN lainnya, khususnya anggota pendiri, bergerak

pada sektor industri sekunder dan tersier. Indonesia, misalnya, merupakan

produsen CPO (sekaligus penyedia lahan untuk perkebunan kelapa sawit).

Malaysia menjadi produsen PKO (palm kernel oil) sebagai produk refineri CPO,

sedangkan produk akhir turunan CPO, yakni sabun, sampoo, pasta gigi,

hingga obat-obatan dihasilkan oleh Thailand dan Singapore untuk

pengemasan produk. Singapore juga menjadi penghubung perdagangan

antarnegara, termasuk ekspor komoditas tersebut kembali ke Indonesia.

Page 47: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

46

Indikasi kesinambungan kinerja makroekonomi mempengaruhi aliran dana

PMA yang tidak hanya tercermin pada korelasi positif tren antarpertumbuhan

ekonomi, tetap juga terjadi pada indikator makroekonomi lain, seperti

harga/inflasi. Indikasi harga mempengaruhi keputusan investasi yang

tercermin dalam kesearahan tren CPI dan PPI sebagai indikator stabilitas

harga (lihat Grafik 4.9).

Grafik 4.9. Tren Perkembangan Indikator Harga Indonesia (1980-2015)

Sumber data: UNCTAD-statistic (FDI)

Di samping itu, terlepas dari pandangan bahwa investasi PMA bersifat jangka

panjang, ada indikasi peningkatan fluktuasi dan volatilitas aliran dana seiring

dengan peningkatan rasionya terhadap PDB (lihat Tabel 4.1). Peningkatan

rasio PMA terhadap PDB mengisyaratkan peningkatan dependensi terhadap

sumber pembiayaan eksternal tersebut. Dengan kata lain, seiring adanya

peningkatan rasio PMA terhadap PDB, terindikasi pula adanya peningkatan

kerentanan perekonomian dalam hal terjadi gangguan aliran dana tersebut. Di

samping itu, seperti halnya instrumen utang, faktor profitabilitas menjadi

pertimbangan investasi lintas negara. Cambodia diidentifikasikan sebagai

negara dengan peningkatan rasio PMA terhadap PDB tertinggi dan

berkesinambungan dalam dua dekade terakhir, kemudian diikuti Laos.

Sementara itu, Vietnam dan Myanmar justru relatif mengalami penurunan

pada lima tahun terakhir daripada dekade sebelumnya. Volatilitas aliran dana

PMA ke Myanmar, Cambodia, dan Laos juga terindikasi mengalami

peningkatan secara berkesinambungan.

Page 48: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

47

Tabel 4.1. Perkembangan Volatilitas Aliran dan Pangsa PMA terhadap PDB

Sumber: Perhitungan Peneliti, Volatilitas dihitung berdasarkan standar deviasi rasio

PMA terhadap PDB

b. Indikasi keterbukaan ekonomi dan keuangan mempengaruhi aliran PMA. Hal

itu, antara lain, tercermin pada impak peningkatan PMA seiring dengan

peningkatan kerja sama ekonomi11 dan deregulasi/liberalisasi ekonomi.

Dengan memisahkan periode sebelum deregulasi sektor riil dan keuangan

yang diimplementasikan sejak awal 1980-an dan/atau memisahkan antara

periode sebelum tahun 1999 yang dianggap sebagai titik awal penerapan

sistem devisa bebas dengan diumumkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun

1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar ataupun periodisasi

keduanya sebagai cermin peningkatan keterbukaan, pelonjakan aliran dana

PMA terjadi sejak pengimplementasian kebijakan deregulasi ekonomi dan

keuangan.

Stok PMA, misalnya, meningkat dari hanya USD 180 juta (1970) menjadi USD

4,56 miliar tahun 1980, menjadi USD 31,39 miliar tahun 1998 tercatat

sebagai posisi tertinggi pra krisis, dan menjadi USD 224,84 miliar tahun 2015.

Rerata peningkatan stok per tahun selama periode diamati juga meningkat

dari USD 2,23 miliar per tahun pada periode 1970-1980 menjadi USD 12,94

miliar per tahun pada periode 1980-1996), dan menjadi USD 22,48 miliar per

tahun pada periode 2001-2015. Tren stok menunjukan peningkatan

berkesinambungan selama periode diamati, kecuali pada tahun 2000. Pada

periode tersebut stok PMA menunjukan penurunan tajam senilai USD 14,35

miliar hanya dalam kurun satu tahun. Penurunan itu sekaligus

mengisyaratkan penarikan keluar dana investasi PMA, sekaligus juga

11 Keterbukaan ekonomi umumnya diawali dengan deregulasi sektor riil, pakta perdagangan bebas (free trade area), dan pakta integrasi ekonomi yang ditandai dengan kebebasan lalu lintas faktor produksi.

Page 49: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

48

mengindikasikan bahwa gangguan stabilitas makroekonomi (krisis)

berpengaruh negatif pada PMA.

Seperti halnya stok, aliran dana PMA juga menunjukan tren peningkatan dari

rerata USD 414,5 juta per tahun pada periode 1970-1980 menjadi USD 1,51

miliar per tahun pada 1980-1997 dan menjadi USD 12,05 miliar per tahun

pada periode 2004-2015.

Indikasi keterbukaan dan integrasi ekonomi mempengaruhi PMA juga

tercermin pada perkembangan PMA intra-ASEAN. Aliran PMA intra-ASEAN

meningkat pesat pasca-Bali Concord tahun 2003 yang mencanangkan

pelaksanaan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN/ASEAN Economic Community)

pada tahun 2015. Data Sekretariat ASEAN menunjukan peningkatan pangsa

aliran dana PMA antarnegara anggota ASEAN pada tiga tahun terakhir

mengungguli investasi langsung dari negara-negara maju yang merupakan

traditional home country PMA di Indonesia (lihat Tabel 4.2). Dalam tiga tahun

terakhir nominal dan pangsa aliran PMA intra-ASEAN meningkat dari USD

19,6 miliar pada tahun 2013 menjadi USD 22,2 miliar pada tahun 2015 atau

dari 15,7% menjadi 18,4% dari total inflow PMA ke kawasan ASEAN. Di sisi

lain, aliran dana PMA dari luar kawasan tercatat menurun, yakni dari USD

105,30 miliar menjadi USD 98,59 miliar, demikian pula pangsanya–walaupun

masih tetap dominan-menurun dari 84,3% menjadi 81,6% dari total aliran

PMA ke kawasan ASEAN pada periode yang sama. (lihat Tabel 4.2)

Page 50: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

49

Tabel 4.2. Tren Aliran dan Pangsa PMA ASEAN (2013-2015)

Walaupun begitu, khususnya, 14 negara (Austria, Amerika Serikat, Belanda,

Canada, Denmark, Finlandia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Norwegia,

Perancis, Spanyol, dan Swedia) masih tercatat sebagai traditional home country

PMA di Indonesia. Lebih dari 90% aliran PMA berasal dari ke-14 negara

tersebut (Lihat Grafik 4.10.a). Dari ke-14 negara tersebut, lima negara–

Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Jerman, dan Perancis-secara tradisional

menjadi pemasok PMA terbesar (lihat Grafik 4.10.b).

Page 51: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

50

Grafik 4.10. Rerata Pangsa Aliran Dana PMA ke Indonesia (1980-2015)

a. 14 Negara Asal Dominan

b. Lima Negara Asal Paling Dominan

Sumber data: UNCTAD-statistic (FDI)

Indikasi keterbukaan keuangan (dan dengan demikian akses pembiayaan

global) mempengaruhi aliran PMA tercermin pada kasus Singapura. Di antara

negara anggota ASEAN, Singapura dapat dikatakan lebih dahulu menerapkan

sistem devisa bebas jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN

yang lain dan negara tersebut menerima aliran PMA terbesar (lihat Grafik

4.7.e). Walaupun begitu, berbeda dengan negara anggota lainnya yang

dikatagorikan sebagai negara berkembang, Singapore dengan pendapatan

perkapita di atas USD40 ribu per tahun (posisi 2015 mencapai USD 51.855)

tercatat sebagai urutan ke-14 pendapatan per kapita terbesar secara global

dan dikatagorikan sebagai negara maju. Selain itu, akses dan kedalaman

pasar keuangan, infrastruktur, dan parastatal serta status negara tersebut

Page 52: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

51

sebagai pusat pasar keuangan global kawasan Asia (disamping Tokyo dan

Hongkong) layak diduga sebagai daya tarik utama investasi asing langsung di

samping karakteristik pengembangan negara kota sebagai pusat perdagangan

global. Kondisi itu juga mengisyaratkan bahwa motif strategic asset-seeking

dan implementasi global value chain sebagai motif PMA di negeri ini.

Gambaran di atas mengisyaratkan potensi kerja sama ekonomi mempengaruhi

aliran dana PMA dan pengembangan strategi PMA berbasis pasar dan supply.

Penggabungan konsep orientasi tersebut berkaitan dengan penyebaran lokasi

PMA pada sejumlah negara sebagai mata rantai industri hulu-hilir ataupun

sebagai mata rantai industri dan distribusi. Kemungkinan tersebut semakin

terbuka jika didukung oleh keterbukaan ekonomi yang tercermin pada

pengintegrasian sistem ekonomi dan lalu lintas devisa yang semakin bebas.

Seiring dengan peningkatan keterbukaan keuangan dan sistem devisa

mempengaruhi perkembangan instrumen pasar keuangan yang pada

gilirannya mempengaruhi aliran dana PMA, terindikasi pula peningkatan

subtitutabilitas instumren investasi. Subsitutabilitas tercermin pada

pergerakan tren rasio instrumen utang dan investasi langsung masing-masing

terhadap PDB. Tren umum rasio utang terhadap PDB menunjukan

penurunan, sebaliknya tren rasio investasi langsung terhadap PDB

menunjukan peningkatan. Jika pada periode deregulasi hingga prakrisis

(1980-1997) instrumen utang jauh di atas PMA, pascakrisis peningkatan PMA

lebih pesat sehingga rasio terhadap PDB sejak tahun 2010 mendekati rasio

utang swasta terhadap PDB. Pada posisi akhir tahun 2015, rasio keduanya

berada pada pasca kisaran 30% dari PDB (lihat Grafik 4.11). Namun, jika

diamati lebih jauh, penurunan tren rasio utang terhadap PDB terjadi pada

utang sektor publik (termasuk korporasi yang dijamin oleh publik, seperti

utang badan-badan usaha milik negara), sedangkan utang sektor korporasi

swasta terus mengalami peningkatan. Dengan kata lain, aliran instrumen

utang swasta seperti halnya PMA mengalami peningkatan dengan tren

peningkatan PMA yang relatif lebih pesat jika dibandingkan dengan instrumen

utang luar negeri.

Page 53: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

52

Grafik 4.11. Tren Utang Luar Negeri dan Investasi Langsung Indonesia (1970-2015)

Sumber data: UNCTAD-statistic (FDI) dan Bank Dunia (Utang Luar Negeri)

2. Faktor Determinan–Sektor Eksternal

Indikator kuantitatif sektor eksternal yang diobservasi mencakup CAB, KAB,

REER, EFFR, dan VIX. Dua faktor yang disebut pertama masing-masing menjadi

proxy indikator keterbukaan ekonomi dan keuangan. Adapun EFFR dan VIX

menjadi proxy indikator peluang dan risiko investasi lintas negara. CAB, KAP, dan

VIX menunjukan kesearahan gerak tren dengan PMA, sedangan EFFR sebaliknya.

Hal itu semakin menguatkan indikasi bahwa keterbukaan ekonomi dan keuangan

berpengaruh positif pada aliran dana PMA serta EFFR berpengaruh negatif

terhadap aliran PMA ke Indonesia. Lihat Grafik 4.12.

Grafik 4.12. Tren Perkembangan Indikator Harga dan Risiko Global (1980-2015)

Sumber data: UNCTAD-statistic (FDI), The Federal Reserve Bank-New York (EFFR), BIS

Jika terbukti signifikan, tren EFFR dan VIX dapat sekaligus digunakan

sebagai indikasi motif efisiensi dan atau strategic asset seeking oriented menjadi

prioritas motif PMA di Indonesia. Hal ini disebabkan EFFR dan VIX menjadi

Page 54: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

53

benchmark indikator masing-masing untuk margin penghasilan dan risiko

investasi global.

EFFR yang selama periode diamati menunjukan pola pengaruh tertentu

indikator tersebut pada aliran maupun rasio aliran PMA terhadap PDB. REER

menunjukan korelasi positif, sebaliknya EFFR menunjukan korelasi bersifat

negatif. Tren indikasi itu sejalan dengan konsep pemikiran bahwa PMA

mempengaruhi nilai tukar. Di sisi lain, EFFR dipandang sebagai indikator pilihan

Amerika sebagai opsi/alternatif lokasi investasi atau tolok ukur margin revenue

potensial bagi investasi lintas negara. Seiring dengan penurunan dan rendahnya

EFFR yang terpelihara pada kisaran 0,25% sejak Q3:2007 hingga akhir periode

pengamatan, aliran dana investasi asing langsung ke Indonesia (ataupun ke

negara-negara berkembang kawasan Asia) meningkat tajam. Peningkatan tersebut

jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan rerata aliran saat deregulasi

perekonomian mulai dijalankan (periode 1980-an). Dengan mempertimbangkan

rerata pertumbuhan ekonomi pascakrisis yang belum mencapai rerata

pertumbuhan ekonomi era deregulasi yang mencapai 7% per tahun, hal itu

mengisyaratkan bahwa faktor eksternal dapat mempengaruhi pertimbangan

pemilihan lokasi PMA.

Di samping observasi inikator kuantitatif tersebut, observasi tren

perkembangan sektor ekstrenal yang potensial mempengaruh aliran dana PMA

sekaligus volatilitas/fluktuasinya. Perkembangan tersebut di antaranya adalah

sebagai berikut.

a. Krisis eksternal atau imbas krisis secara konseptual dianggap berpengaruh

negatif terhadap aliran dana ke host country. Namun, kami menilai potensi

sebaliknya dari krisis yang terjadi di negara lain. Krisis yang terjadi di negara

lain, baik home country maupun sebagai kompetitor host country, potensial

meningkatkan aliran dana ke negara-negara lain yang tidak terkena/terimbas

krisis. Krisis atau resesi yang terjadi di kawasan Amerika Latin, misalnya,

sangat potensial mendorong investor merelokasi investasinya ke kawasan lain

yang dianggap lebih stabil. Walaupun begitu, permasalahan atau

pertimbangan relokasi tersebut potensial terkendala oleh stereotip sovereign

dan credit rating instrumen negara-negara berkembang (termasuk Indonesia)

yang maksimum berada pada kriteria investment grade terendah (BBB - atau

BBB). Sebagian besar malah berada pada peringkat below grade dengan

maksimum level CCC. Dengan tingkat investasi terendah atau bahkan di

Page 55: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

54

bawah tingkat layak investasi, investasi di negara-negara berkembang dinilai

rentan mengalami pembusukan dan menjadi kelompok junk ‘sampah’ yang

tidak bernilai.

Indikasi bahwa krisis eksternal relatif tidak mempengaruhi aliran PMA ke

Indonesia tercermin pada tren aliran dana tersebut selama periode-periode

krisis eksternal, yakni krisis utang dan keuangan negara-negara berkembang

kawasan Amerika Latin dan Eropa Timur (1980-1990-an), Krisis utang dan

keuangan Asia (1997-2000) dan Krisis keuangan global (2007-2010). Data

menunjukan gangguan berupa penurunan aliran dana hanya diidentifikasikan

saat terjadi krisis Asia (1997-2000) dan krisis global (2007-2010). Jika diamati

dari ketiga periode krisis tersebut, Krisis Asialah yang paling menunjukan

penurunan PMA secara sangat signfiikan, baik aliran maupun stok secara

nominal dan pangsanya terhadap PDB. Adapun pada periode krisis eksternal

lainnya, relatif tidak menunjukan pengaruh signifikan yang

berkeseinambungan.

Saat terjadi krisis di kawasan Amerika Latin dan Eropa Timur (1980-1990),

aliran PMA ke Indonesia terus mengalami peningkatan, demikian pula

stoknya. Adapun aliran dana PMA ke Indonesia pada periode krisis global

(yang melanda negara-negara maju sebagai home country tradisional PMA di

Indonesia), hanya mencatatkan penurunan singkat, yakni pada periode 2009

jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Aliran PMA menurun menjadi

USD 4,88 miliar jauh lebih rendah daripada aliran dana tahun sebelumnya

(2008) yang mencapai USD 9,32 miliar. Disisi lain, tren tiga tahun terakhir

(2006-2008) sebagai periode awal terindikasi krisis terjadi di Amerika Serikat

sebagai episentrum krisis global, aliran PMA ke Indonesia justru menunjukan

peningkatan yang berkesinambungan dari USD 4,9 miliar pada tahun 2006

menjadi USD 6,93 miliar pada tahun 2006 dan menjadi USD 9,32 miliar pada

tahun 2008. Aliran dana kembali tinggi (sekitar USD 15 hingga 21 miliar) pada

dekade terakhir (2010–2015). Tren tersebut mengindikasikan pengaruh krisis

eksternal, bahkan yang terjadi di negara maju sebagai home country

tradisional PMA di Indonesia bisa bersifat sementara dan potensial tidak

terbukti signifikan. Lihat Grafik 4.13.

Page 56: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

55

Grafik 4.13. Tren Perkembangan Stok dan Aliran PMA selama Periode Krisis

a. Tren Nominal Stok dan Aliran

b. Tren Pangsa Stok dan Aliran PMA terhadap PDB

Sumber data: UNCTAD-statistic

Penurunan paling signifikan, baik nominal maupun pangsanya terjadi selama

periode krisis Asia. Penurunan pangsa PMA terhadap PDB juga terjadi selama

periode-periode krisis yang diamati tersebut. Dengan mempertimbangkan

periode krisis Asia, termasuk di dalamnya Indonesia, gambaran di atas

mengisyaratkan bahwa stabilitas dan kesinambungan makroekonomi

domestiklah yang lebih utama mempengaruhi PMA. Sepanjang makroekonomi

dapat dipertahankan, krisis eksternal relatif tidak berpengaruh signifikan pada

penurunan PMA dan imbas krisis eksternal potensial berlangsung dalam

jangka pendek walaupun tidak terjadi peningkatan pada peringkat investasi di

Indonesia.

Page 57: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

56

b. Indikasi terjadi substitutabilitas antarkelompok negara dan instrumen seiring

dengan keterbukaan sistem devisa/keuangan. Dalam kaitan investasi lintas

negara, substitutabilitas terindikasi pada bentuk simetris dengan arah yang

berlawanan dengan aliran PMA berdasarkan kelompok negara tersebut. Jika

pangsa aliran PMA ke negara maju terhadap total PMA meningkat, dalam

waktu yang sama terjadi penurunan pada aliran PMA ke negara berkembang.

Demikian pula sebaliknya, jika pangsa aliran PMA ke negara maju terhadap

total PMA menurun, pada waktu yang sama terjadi peningkatan pada aliran

PMA ke negara berkembang (lihat Gambar 4.14). Gambaran kondisi tersebut

mengisyaratkan bahwa perubahan parameter pasar investasi di negara-negara

maju yang secara umum menjadi margin indikator tingkat penghasilan

ataupun risiko global mempengaruhi aliran PMA ke negara-negara lainnya,

termasuk Indonesia. Gambaran itu menunjukan persaingan menarik investasi

asing tidak hanya terjadi antarnegara berkembang, tetapi juga terjadi

antarnegara maju.

Grafik 4.14. Tren dan Pangsa Aliran PMA Global menurut Kelompok Negara

(1970-2015)

Sumber: UNCTAD stattistik-FDI,

http://unctadstat.unctad.org/wds/TableViewer/tableView.aspx

Grafik di atas menunjukan fluktuasi aliran dana ke negara-negara maju yang

lebih tajam daripada ke negara berkembang. Hal itu layak diduga dipengaruhi

oleh karakteristik instrumen investasi selain keterbukaan dan kinerja

makroekonomi dan keuangan yang terjadi pada periode krisis. Instrumen

investasi langsung -di negara-negara maju- diduga lebih beriorientasi pada

strategic asset seeking, yakni bentuk kepemilikan portofolio aset keuangan

daripada dengan pendirian unit operasional produksi (green-field investment)

Page 58: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

57

yang lazim di negara-negara berkembang. Walaupun berfluktuasi, tingginya

aliran dana ke negara-negara maju layak diduga didukung oleh infrastruktur

pasar keuangan (tercermin pada perkembangan instrumen investasi dan akses

pembiayaan) dan proses dan kepastian hukum dunia usaha (tercermin pada

pranata merger dan aqutision) yang secara tak langsung memberikan

kepastian akan kelangsungan dan perhitungan untung-rugi, terutama jika

terjadi kepailitan dan akusisi perusahaan.

Paparan analisis tren dan kejadian berdasarkan periode data pengamatan

1980-2015 di atas mengindikasikan beberapa hal berikut. Pertama, korelasi

positif antara aliran PMA dan pertumbuhan ekonomi-terlepas tren pada lima

tahun terakhir-menunjukan peningkatan aliran PMA di tengah pelambatan

atau setidaknya stagnansi pertumbuhan ekonomi. Konsistensi tren antara

PMA, PDG, dan PDB per kapita mengisyaratkan kuatnya motif market seeiking

oriented PMA di Indonesia. Ada indikasi bahwa perkembangan/perubahan

stereotip perekonomian dari primer ke sekunder dan/atau tersier

mempengaruhi aliran dana serta ada indikasi bahwa sektor manufaktur lebih

menarik minat investasi asing daripada sektor primer. Kedua, tren motif

market dan supply seeking oriented relatif lebih kuat jika dibandingkan dengan

motif efficiency ataupun strategic asset seeking oriented. Indikasi tersebut

tercermin pada konsistensi kesearahan tren PDB, PDB kapita (motif market

oriented) CPI, PPI, Upah riil/produktivitas tenaga kerja, dan REER (motif

supply seeking) jika dibandingkan dengan tren EFFR, VIX, bahkan PMDN

sebagai indikator motif efficiency dan/atau strategic asset seeking oriented

yang memandang persaingan antar-PMA sebagai pertimbangan berinvestasi

selain harga aset.

Ketiga, faktor keterbukaan atau integrasi ekonomi dan sistem lalu lintas

devisa berpotensi mempengaruhi motif investasi lintas negara dengan motif

efficiency dan/atau strategic asset seeking oriented.

Dengan mempertimbangkan gambaran tersebut, pertanyaan yang muncul

kemudian adalah seberapa besar dan seberapa signifikan pengaruh PMA pada

pertumbuhan dan produktivitas ekonomi serta seberapa signifikankah faktor-

faktor yang diidentifikasikan sebagai determinan mempengaruhi PMA ke

Indonesia atau adakah faktor yang yang lebih konsisten dan signifikan

mempengaruhi perilaku PMA di Indonesia.

Page 59: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

58

Untuk mengidentifikasikan hal-hal tersebut, dilakukan pengujian hipotesis

dengan menggunakan metode kuantitatif SVAR. Temuan dan analisis hasil

pengujian hipotesis menjadi objek bahasan subbab selanjutnya.

4.3. Analisis Temuan Hasil Pengujian Empiris Pengaruh dan Determinan

PMA di Indonesia

1. Pengaruh PMA pada Pertumbuhan Ekonomi

Implementasi bentuk otoregresif model pertumbuhan ekonomi-sollow (yang

pada hakikatnya mirip dengan cobb-douglass production function untuk skala

mikro) digunakan untuk mengidentifikasi pengaruh pembentukan modal/kapital

(K yang direpresentasikan oleh PMA dan PMDN) dan tenaga kerja (L) pada

pertumbuhan ekonomi12 sehingga menunjukan hal sebagai berikut.

a. Pengujian stasionaritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas menunjukan

bahwa simulasi-simulasi model yang digunakan dengan persamaan fungsional

dasar GDP = c + c2*PMA + c3*PMDN + c4*L dengan model restriksi Ae=Bu dan

E(uu1)=1 serta model restriksi pengaruh jangka pendek untuk mengisolasi

dampak guncangan pada faktor selain faktor yang diamati diformulasikan:

@e1=c(1)*@ u1

@e2=-c(2)*@e1+c(3)*@u2

@e3=-c(4)*@e1-c(5)*@e2+c(6)*@u3

@e4=-c(7)*@e1-c(8)*@e2-c(9)*@e3 +c(10)*@u4

yaitu @ei adalah residual GDP,

@e2 adalah residual PMA,

@e3 adalah residual PMDN, dan

@e4 adalah residual labor/tenaga kerja,

12 Simulasi model dilakukan dengan menggunakan model VAR sebagai underlyingnya dan SVAR (yang dikembangkan dari model VAR) dengan melakukan restriksi). Simulasi pengujian dillakukan dengan menggunakan data nominal ataupun pertumbuhan untuk tiap-tiap variabel endogen yang diamati dan ekspektasi lag optimum pada model yang diindentifikasikan melalui proses operasional model dengan menggunakan Eviews9.

Simulasi menggunakan persamaan fungsional dasar GDP = c + c2*PMA + c3*PMDN + c4*L dengan proxy untuk simulasi mencakup nominal GDP, d (GDP) pertumbuhan GDP, d (pertumbuhan GDP), GDP per kapita, d (GDP per kapita), ataupun d (GDPgrowth). Hal yang sama diberlakukan untuk simulasi variabel PMA dan PMDN. Adapun untuk faktor tenaga kerja, simulasi digunakan dengan mengunakan Jumlah L, d (L), pertumbuhan L, d (pertumbuhan L), produktivitas L, dan produktivitas jam kerja.

Page 60: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

59

Temuan dan analisis hasil pengujian secara umum menunjukan bahwa:

1) Model memenuhi syarat stasionaritas yang ditunjukan oleh nilai modulus

pada unit roots pada pengujian ARroots yang lebih kecil (<) dari 1. Dengan

demikian, data/model dinyatakan tidak mengalami perubahan dari waktu

ke waktu (stasioner);

2) Tidak terindikasi terjadi oto-korelasi ataupun multikolonearitas

antarvariabel endogen yang diamati yang mengakibatkan model bersifat

spurious (semu), hal itu ditunjukan oleh nilai LM-stat yang lebih besar (>)

dari nilai Ttabel pada α0,05 dan probablilitas LM-stat yang mendekati atau

bahkan nil (0);

3) Tidak terindikasi adanya heteroskedastisitas yang ditunjukan oleh nilai

Fstat yang lebih besar (>) jika dibandingkan dengan Ftabel ataupun

probablitas F dan Chi-sq yang mendekati nil (0); dan

4) Terindikasi residual terdistribusi secara normal yang ditunjukan oleh nilai

probabilitas chi-sq ataupun hasil uji jarque-bera. Grafik colleogram juga

menunjukan bahwa tidak terindikasi adanya penyimpangan residual

melebih 2 standar devisasi selama periode diamati.

b. PMA dinyatakan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, baik

dengan metode VAR sebagai undelying maupun SVAR. Walaupun begitu,

berbeda dengan pengujian model VAR yang menghasilkan koefisien korelasi

GDPt dengan PMAt atau PMAt-1 yang sangat rendah (2.07E-17), model SVAR

mengekspektasi nilai koefisien berada pada kisaran 0,002 hingga 0,006 atau

lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil pengujian VAR. Hal itu sekaligus

menyiratkan hasil yang sama pada pengujian Sims yang seakan menunjukan

tidak ada pengaruh antara kebijakan moneter pada suku bunga berdasarkan

pengujian VAR, tetapi sebaliknya jika menggunakan metode SVAR.

Demikian pula pada pengujian signifikansi pengaruh faktor control variables,

pada model SVAR, dengan nilai Tstat lebih besar (>) dari Ttabel (setidaknya

pada α0,05 dan df136 yang tercatat sebesar 1.656135), secara konsisten

pengaruh tersebut dinyatakan signifikan.

Jika dilihat dari pengaruh secara sektoral mengindikasikan bahwa lintas

sektoral PMA terbukti tidak saling mempengaruhi (non-orthogonal). Hal itu

mengisyaratkan bahwa PMA di Indonesia belum membentuk mata rantai

(keterkaitan) yang bersifat lintas sektoral. Hal itu layak diduga terkait dengan

Page 61: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

60

karakteristik PMA yang menguasai sendiri hulu-hilir produksi jika

dibandingkan dengan memilih mata rantai produksi melalui kerja sama antar-

PMA ataupun dengan PMDN yang bersifat lintas sektoral, misalnya, sektor

pertanian dan sektor manufaktur hasil pertanian sebagai kerja sama antar-

PMA ataupun antara PMA dan PMDN.

c. Seperti halnya terhadap pertumbuhan ekonomi, pengaruh PMA terhadap

PMDN juga diidentifikasikan positif. Walaupun begitu, pengaruh tersebut

secara konsisten diidentifikasikan insignifikan. Hasil yang berbeda

diidentifikasikan pada pengaruh PMA pada PMDN. PMA diestimasi

berpengaruh positif walaupun insignifikan. Di sisi lain, pola pengaruh PMDN

pada PMA justru secara konsisten diidentifikasikan negatif dan signifikan.

Temuan koefisien negatif pengaruh PMDN pada PMA itu mengisyaratkan

bahwa PMA lebih memandang PMDN sebagai kompetitor/pesaing daripada

sebagai kolaburator/partner dalam proses produksi atau aktivitas ekonomi

dengan keterkaitan hulu (forward linkage) ataupun hilir (backward linkage).

Adapun pengaruh positif PMA terhadap PMDN mengisyaratkan potensi

pengembangan keterkaitan antara PMA dan PMDN melalui pola backward-

forward linkage atapun dampak positif dari peningkatan persaingan di pasar

dengan PMA. Indikasi itu ditunjukan oleh arah koefien dan peta impulse

response PMDN terhadap PMA. Lihat Grafik 4.15.

d. Di samping hal-hal di atas, hasil pengujian signifikansi dampak dan peta

impulse response juga menunjukan hal-hal sebagai berikut.

1) Pengaruh PMA terhadap pertumbuhan ekonomi terjadi dengan lag

tertentu. Lag pengaruh optimum diidentifikasikan 4 tahun kemudian,

Efek optimum itu layak diduga berkaitan dengan karakteristik PMA di

Indonesia yang bersifat green-field investment (yakni pendirian unit-unit

operasional produksi). Lag tersebut mencerminkan durasi proses inflow

dana PMA hingga pembentukan produk atau durasi dari initial investment

hingga memproduksi secara efektif.

2) PMA terbukti secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan tenaga kerja

jika menggunakan model SVAR. Tingkat signifikansi meningkat jika

menggunakan lag data (-1) atau (-2) pada pertumbuhan tenaga kerja

sebagai variabel endogen bersifat control variabel. Hasil itu mengisyaratkan

bahwa PMA memerlukan durasi tertentu untuk pemenuhan SDM pada

tingkat keahlian/kemahiran tertentu yang dibutuhkannya.

Page 62: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

61

-10

0

10

20

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of FDIGROWT H to FDIGROWTH

-10

0

10

20

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of FDIGROWTH to GDPGROWT H

-10

0

10

20

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of FDIGROWTH to D(PMDN)

-10

0

10

20

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of FDIGROWTH to T KGROWTH

-1

0

1

2

3

4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of GDPGROWTH to FDIGROWT H

-1

0

1

2

3

4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of GDPGROWTH to GDPGROWTH

-1

0

1

2

3

4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of GDPGROWT H to D(PMDN)

-1

0

1

2

3

4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of GDPGROWT H to T KGROWTH

-2,000

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of D(PMDN) to FDIGROWTH

-2,000

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of D(PMDN) to GDPGROWTH

-2,000

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of D(PMDN) to D(PMDN)

-2,000

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of D(PMDN) to T KGROWTH

-1

0

1

2

3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of T KGROWT H to FDIGROWTH

-1

0

1

2

3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of T KGROWTH to GDPGROWTH

-1

0

1

2

3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of T KGROWT H to D(PMDN)

-1

0

1

2

3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of T KGROWTH to T KGROWTH

Response to Cholesky One S.D. Innov ations

Grafik 4.15. Peta Impulse response Model SVAR–Pertumbuhan Ekonomi

Sumber: olahan data peneliti dari operasional running model

2. Pengaruh PMA pada Produktivitas

Jika diasumsikan nilai konstanta/c pada model-model pertumbuhan

ekonomi yang diuji adalah TPF (total factor productivity), nilai konstanta pertama

(c0) yang secara konsisten menunjukan koefisien positif dan signifikan adalah nilai

Tstat yang melebih Ttabel. Berdasarkan hasil itu dapat disimpulkan bahwa PMA

berpengaruh positif pada TPF Indonesia. Temuan ini sejalan dengan konsep bahwa

PMA dengan keunggulan teknologinya mempengaruhi pertumbuhan TPF host

country.

Walaupun diisyaratkan pengaruh positif PMA pada produktivitas dengan

memperhatikan nilai konstansta pada pengujian model yang dilakukan, hasil

pengujian dengan menggunakan data spesifik produktivitas yang mencakup TFP,

produktivitas kapital, atau produktivitas tenaga kerja menunjukan hal-hal sebagai

berikut.

Page 63: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

62

1) Model memenuhi syarat stasionaritas yang ditunjukan oleh nilai modulus

pada pengujian ARroots yang lebih kecil (<) dari 1. Dengan demikian,

data/model dinyatakan tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu

(stasioner).

2) Tidak terindikasi terjadi otokorelasi ataupun multikolonearitas

antarvariabel endogen yang diamati yang mengakibatkan model bersifat

spurious (semu), hal itu ditunjukan oleh nilai LM-stat yang lebih besar (>)

dari nilai Ttabel pada α0,05 dan pobablilitas LM-stat yang mendekati atau

bahkan nil (0).

3) Tidak terindikasi adanya heteroskedastisitas yang ditunjukan oleh nilai

Fstat yang lebih besar (>) jika dibandingkan dengan Ftabel ataupun

probablitas F dan Chi-sq yang mendekati nil (0).

4) Terindikasi residual terdistribusi secara normal yang ditunjukan oleh nilai

probabilitas chi-sq ataupun hasil uji jarque-bera. Grafik colleogram juga

menunjukan tidak terindikasi adanya penyimpangan residual melebih 2

standar devisasi selama periode diamati.

5) Dengan menggunakan model SVAR, terindikasi korelasi positif dan

signfiikan antara pertumbuhan PMA dan produktivitas K-PMA, antara

produktivitas K-PMA dan TFP, ataupun antara produktivitas K-PMA dan

produktivitas L, baik dalam hal jumlah maupun dalam hal jam kerja

dengan data yang disarikan tampak sebagai berikut.

Tabel 4.3. Produktivitas dan PMA

Produktivitas

K-PMA TFP L JamKerja

Pertumbuhan

PMA

α 0.225655 1.829022 1.137973 1.017186

SD 0.08212 1.387074 0.96695 .061905

Tstat 2.74798 1.31863 1.17687 1.70776

Sumber: Perhitungan Peneliti

Tingkat signifikansi pertumbuhan PMA pada produktivitas K-PMA yang

lebih tinggi daripada produktivitas lainnya mengisyaratkan bahwa keunggulan

teknologi yang dibawa oleh PMA mempengaruhi signifikansi pengaruhnya pada

produktivitas kapital. Di sisi lain, relatif rendahnya tingkat signifikansi

produktivitas tenaga kerja mengindikasikan bahwa orientasi tidak pada jumlah

tenaga kerja ataupun tingkat pendidikan angkatan kerja. Hasil yang lebih baik

Page 64: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

63

ditunjukan pada tingkat dan signifikansi pengaruh produktivitas tenaga kerja

(ataupun jam kerja) terhadap PMA yang bersifat positif yang terbukti signifikan.

Pengaruh yang positif dan signifikan, baik TPF, kapital, maupun produktivitas

kerja ini konsisten dengan identifikasi nilai konstanta yang secara signifikan juga

dinyatakan positif dan signifikan.

3. Determinan PMA

Pengujian dilakukan dengan menggunakan faktor-faktor yang berdasarkan

studi literatur diidentifikasikan sebagai faktor determinan PMA. Faktor-faktor

tersebut juga digunakan sebagai proxy indikator untuk orientasi motif PMA di

Indonesia. Motif-motif dimaksud–menurut Dunning (1977)-adalah motif market

seeking oriented, supply seeking oriented, efficiency seeking oriented, dan strategic

seeking oriented. Dengan demikian, faktor-faktor yang layak diduga menjadi

determinan PMA yang diobservasi mencakup beberapa hal berikut.

a. PDB atau GDP dan GDP per kapita, baik nominal ataupun pertumbuhan

masing-masing sebagai proxy indikator pasar secara riil dan potensial menjadi

dasar untuk motif market-seeking oriented. Dengan mempertimbangkan bahwa

PMA diharapkan berorientasi ekspor dan sejalan dengan tren potensi

pengembangan global value chain sehingga faktor keterbukaan ekonomi juga

menjadi bagian pertimbangan pencarian pasar. Dalam kaitan dengan hal itu,

CAB dan X (ekspor), baik dalam bentuk nominal maupun pangsa masing-

masing terhadap GDP digunakan sebagai proxy indikator keterbukaan

ekonomi.

b. CPI, PPI, REER, Upah riil, dan produktivitas tenaga kerja13. Khususnya data

produktivitas tenaga kerja disimulasikan baik sebagai produktivitas kerja

maupun sebagai produktivitas jam kerja. Faktor-faktor tersebut digunakan

sebagai proxy indikator motif supply seeking oriented.

c. KAB dari sisi kewajiban dan PMDN, baik nominal maupun pangsanya

terhadap GDP, EFFR, dan VIX sebagai proxy indicator untuk motif strategic

asset seeking oriented. Faktor KAB dianggap sebagai proxy untuk

subtitutabilitas instrumen investasi antarnegara. Adapun PMDN diasumsikan

sebagai faktor pesaing sekaligus potensi pengembangkan backward dan

13 Simulasi model tidak membahas lagi hasil pengujian yang menggunakan data jumlah dan /atau pertumbuhan tenaga kerja, angkatan kerja, ataupun school enrollment sebagai variabel endogen kontrol variable. Hal itu disebabkan hasil pengujian faktor-faktor tersebut relatif rendah dan secara konsisten terbukti insignifikan.

Page 65: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

64

forward linkage penunjang PMA. Faktor EFFR dan VIX sebagai indikator

potensi marginal revenue dan global risk aversion yang potensial

mempengaruhi indikator pasar keuangan global dan dengan demikian secara

tidak langsung aliran dana ke Indonesia.

Hasil pengujian model VAR sebagai underlying dan SVAR sebagai model

utama dengan menggunakan asumsi faktor determinan PMA sebagaimana

dinyatakan di atas tampak sebagai berikut.

a. Pengujian stasionaritas, otokorelasi antaravariabel endogen, dan

heteroskedastisitas menunjukan hasil simulasi-simulasi model dengan

menggunakan persamaan fungsional dFDI = f (GDP, GDPkap, CPI, PPI/Real

wages, REER, LHPg/LPLg, CAD, EFFR, VIX) dan model restriksi, yaitu Ae=Bu

dan E(uu1)=1 serta dengan restriksi model jangka pendek (short term

restriction) adalah:

@e1=c(1)*@ u1

@e2=-c(2)*@e1+c(3)*@u2

@e3=-c(4)*@e1-c(5)*@e2+c(6)*@u3

@e4=-c(7)*@e1-c(8)*@e2-c(9)*@e3 +c(10)*@u4

@e5=-c(11)*@e1-c(12)*@e2-c(13)*@e3 –c(14)*@e4 +c(15)*@u5

@e6=-c(16)*@e1-c(17)*@e2-c(18)*@e3 –c(19)*@e4 –c(20)*@e5 +c(21)*@u6

@e7=-c(22)*@e1-c(23)*@e2-c(24)*@e3 –c(25)*@e4 –c(26)*@e5 –c(27)*@e6

+c(28)*@u7

@e8=-c(29)*@e1-c(30)*@e2-c(31)*@e3 –c(32)*@e4 –c(33)*@e5 –c(34)*@e6 –

c(35)*@e7 +c(36)*@u8

@e9=-c(37)*@e1-c(38)*@e2-c(39)*@e3 –c(40)*@e4 –c(41)*@e5 –c(42)*@e6 –

c(43)*@e7 -c(44)*@e8 +c(45)*@u9

@e10=-c(46)*@e1-c(47)*@e2-c(48)*@e3 –c(49)*@e4 –c(50)*@e5 –c(51)*@e6

–c(52)*@e7 -c(53)*@e8 –c(54)*e9 +c(55)*@u10, dan

@e11=-c(56)*@e1-c(57)*@e2-c(58)*@e3 –c(59)*@e4 –c(60)*@e5 –c(61)*@e6

–c(62)*@e7 -c(63)*@e8 –c(64)*e9 –c(65)*e10 +c(66)*@u11

yaitu @ei adalah residual PMA,

@e2 adalah residual GDP,

Page 66: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

65

@e3 adalah residual GDP kapita,

@e4 adalah residual PMDN,

@e5 adalah residual CPI,

@e6 adalah residual PPI atau upah riil,

@e7 adalah residual REER,

@e8 adalah residual produktivitas tenaga kerja,

@e9 adalah residual CAD atau Ekspor,

@e10 adalah residual untuk EFFR, dan

@e11 adalah residual VIX.

serta restriksi jangka panjang dilakukan dengan formulasi long-run

@LR2(@u1)=0. Formulasi restriksi tersebut menggunakan aplikasi sistem.

Pokok-pokok temuan dan analisis hasil pengujian itu adalah sebagai berikut.

1) Model memenuhi syarat stasionaritas yang ditunjukan oleh nilai modulus

pada pengujian ARroots yang lebih kecil (<) dari 1. Dengan demikian,

model dinyatakan tidak berubah dari waktu ke waktu (stasioner).

2) Tidak terindikasi terjadi otokolonearitas ataupun multi-kolonearitas

antarvariabel endogen yang diamati yang mengakibatkan model bersifat

spurious (semu). Simpulan ini didasarkan pada nilai LM-stat yang lebih

besar (>) dari nilai Ttabel pada α0.05 dan pobablilitas LM-stat yang

mendekati atau bahkan nil (0).

3) Tidak terindikasi adanya heteroskedastisitas yang ditunjukan oleh nilai

Fstat yang lebih besar (>) jika dibandingkan dengan Ftabel ataupun

probablitas F dan Chi-sq yang mendekati nil (0)

4) Terindikasi residual terdistribusi secara normal yang ditunjukan oleh nilai

probabilitas chi-sq ataupun hasil uji jarque-bera.Grafik colleogram juga

menunjukan bahwa tidak terindikasi adanya penyimpangan residual

selama periode diamati melebih 2 standar devisasi.

b. Pengujian arah, tingkat, dan signifikansi pengaruh faktor determinan PMA.

1) Aliran PMA secara konsisten dan signifikan mempengaruhi GDP jika

dibandingkan dengan model pengaruh stok PMA terhadap GDP. Dengan

mempertimbangkan hasil temuan itu, analisis selanjutnya akan

Page 67: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

66

difokuskan pada hasil pengujian dengan menggunakan aliran PMA

sebagai variabel endogen bersifat dependen variabel yang diamati.

Dengan dasar pertimbangan bukan stok, tetapi aliran yang mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi di satu sisi dan karakteristik temuan pengaruh

negatif PMDN pada PMA yang menyiratkan PMA lebih memandang PMDN

sebagai pesaing, penetapan daftar negatif investasi menjadi alat untuk

mengendalikan pengaruh negatif tersebut.

Tuntutan kemitraan pada sejumlah aktivitas penanaman modal pada

sektor primer dan sekunder dan pembatasan maksimum penanaman

modal asing sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 44

Tahun 2016, sangat potensial untuk mengembangkan backward ataupun

forward linkages antarsektoral PMA ataupun antara PMA dan PMDN.

Namun, tampaknya tidak hanya kejelasan peraturan yang bersifat teknis

operasional untuk pelaksanaannya, pendefinisian kemitraan juga sangat

terbatas pada sektor khususnya primer.

2) Kecuali indikator CAB (khususnya KAB terhadap GDP), EFFR dan VIX,

serta variabel endogen lainnya yang diamati (GDP, GDP kapita, PMDN,

CPI, PPI, REER, dan produktivitas tenaga kerja) dinyatakan

mempengaruhi aliran PMA ke Indonesia secara signifikan.

3) GDP dan GDP per kapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap PMA.

Hasil ini mengafirmasi bahwa motif market seeking oriented MNC-PMA

memilih Indonesia sebagai host country. Nilai koefisien dan tingkat

signifikansi pengaruh GDP pada PMA yang lebih tinggi dan konsisten

daripada faktor determinan lainnya mengisyaratkan motif market seeking

lebih dominan jika dibandingkan dengan motif-motif lainnya.

4) Seperti halnya dengan hasil pengujian pengaruh PMDN terhadap PMA

pada model sederhana (GDP=f(PMA, PMDN, dan Tenaga kerja) yang

konsisten dinyatakan negatif, hasil pengujian menggunakan model SVAR

dengan pengembangan variabel endogen determinan PMA juga secara

konsisten menghasilkan sinyal negatif. Walaupun begitu, berbeda dengan

pengujian sederhana yang mengestimasi pengaruh tersebut bersifat

insignifikan, hasil pengujian SVAR mengestimasi pengaruh tersebut

signifikan walaupun dengan tingkat relatif kecil. Hasil ini mengafirmasi

Page 68: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

67

pandangan yang selama ini muncul, yakni bahwa PMA menjadi kompetitor

bagi PMDN.

5) Hasil pengembangan model dengan menggunakan data sektoral (non-

panel) mengisyaratkan bahwa sektor primer dan tersier yang konsisten

mengidentifikasikan pengaruh negatif PMA pada PMDN bersifat signifikan.

Di sisi lain, pada sektor sekunder (manufaktur), pengaruh negatif tersebut

dinyatakan insignifikan. Faktor karakteristik PMA di sektor manufaktur

yang utama yakni industri otomotif dan kimia yang relatif bersifat spesifik

trade mark dan teknologi (atau setidaknya menjadi keunggulan spesifik

PMA) yang tidak dimiliki PMDN secara setara layak diduga mendukung

insignifikansi hasil. Persaingan industri yang menunjukan keunggulan

spesifik teknologi diestimasi terjadi antarsesama MNC-PMA.

6) Pengaruh GDP sebagai indikator motif market seeking dan insignifikansi

pengaruh PMDN sektor sekunder terhadap PMA yang diasumsikan sebagai

proxy indikator persaingan antara PMDN dan PMA memperkuat asumsi

bahwa market seeking oriented menjadi motif utama MNC-PMA sektor

sekunder memilih Indonesia sebagai host country. Di sisi lain, adanya

dugaan persaingan lebih signifikan terjadi antar-MNC-PMA dan bukan

antara MNC-PMA dan PMDN mengindikasikan motif strategic asset

seeking oriented. Investasi yang dilakukan suatu MNC-PMA di sektor

sekunder mengikuti arah gerak sesama MNC-PMA sebagai kompetitornya.

Adapun investasi di sektor primer dan tersier akan lebih memandang

kemampuan PMDN memenuhi permintaan domestik.

7) Faktor CPI dan produktivitas tenaga kerja berpengaruh positif dan

signifikan. Adapun PPI dan REER berpengaruh negatif dan siginifikan.

Hasil tersebut mengisyaratkan potensi penggunaan nilai tukar sebagai

instrumen kebijakan untuk mempenagruhi aliran dana PMA. Tren

depresiatif –dengan arah yang negatif - potensial mengundang semakin

besar investasi asing. Sebaliknya tren apresiatif akan mengurangi aliran

dana PMA. Namun, pengaruh negatif REER ini searah dengan pengaruh

postif CPI pada PMA. Hal yang perlu diwaspadai dari kondisi ini adalah

bawa surplus aliran dana luar negeri termasuk PMA berimplikasi pada

penguatan nilai tukar dan tekanan inflasi (CPI).

8) Penggantian PPI sebagai indikator biaya produksi yang mempengaruhi

motif supply capabilities dengan upah riil menghasilkan hal yang sama,

Page 69: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

68

seperti halnya PPI, upah riil berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

PMA. Hasil tersebut mengisyaratkan peningkatan upah riil secara

berkesinambungan berpotensi menurunkan minat investasi MNC-PMA ke

Indonesia.

9) Faktor produktivitas tenaga kerja, baik produktivitas tenaga kerja maupun

jam kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap PMA. Signifikansi

semakin meningkat jika menggunakan lag setidaknya 1 tahun. Di sisi lain

simulasi pengujian dengan menggunakan pertumbuhan dan jumlah

angkatan kerja, jumlah penduduk, atau jumlah penduduk yang

dikelompokan berdasarkan tingkat pendidikan (primer, sekunder, dan

tersier) sebagai proxy produktivitas (atau setidaknya faktor yang

mempengaruhi produktivitas) tidak menunjukan pengaruh yang

signifikan. Hasil pengujian yang menunjukan hasil signifikansi yang lebih

baik jika menggunakan lag2 mengisyaratkan adanya kesenjangan

kebutuhan dengan ketersediaan tenaga kerja terampil. Dengan lag,

diasumsikan tenaga kerja telah memperoleh praktik kerja yang

meningkatkan keterampilan sesuai dengan kebutuhan kerjanya. Layak

diduga bahwa sistem pendidikan formal yang kurang menyiapkan sisi

keterampilan kerja menjadi sumber kendalanya. Data school enrollment

yang digunakan tidak dapat mencerminkan data “ketersediaan tenaga

kerja terampil” yang dibutuhkan untuk pengujian. Data school enrollment

digunakan dengan asumsi bahwa semakin tinggi pengetahuan, semakin

mudah bagi tenaga kerja untuk melakukan pemahaman dan penyesuaian

tuntutan pekerjaan. Peningkatan tingkat signifikasi dengan menggunakan

lag2 mengisyaratkan bahwa penyesuaian keterampilan tersebut

berlangsung cukup lama yakni dua tahun.

10) Signifikansi pengaruh produktivitas tenaga kerja, PPI ataupun upah riil

terhadap PMA mengisyaratkan bahwa motif supply seeking oriented juga

menjadi pertimbangan investasi langsung MNC-PMA di Indonesia. Tingkat

koefisien PPI atau upah riil yang lebih tinggi daripada produktivitas

mengisyaratkan bahwa motif supply seeking oriented tersebut didasari

oleh pertimbangan upah tenaga kerja yang relatif murah. Dalam kaitan

dengan hal itu, peningkatan upah riil yang terjadi terus-menerus dan

gangguan produktivitas kerja (khususnya dalam kaitan produktivitas jam

Page 70: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

69

kerja) sebagai dampak pelaksanaan demo buruh berpotensi menjadi faktor

yang kurang menguntungkan untuk menarik investasi asing ke Indonesia.

11) Pengaruh CAD (nominal ataupun pertumbuhan) dan rasio CAD/GDP

sebagai indikator keterbukaan ekonomi terhadap PMA secara konsisten

dinyatakan positif tetapi insignifikan. Demikian juga jika menggantikan

variabel tersebut dengan data ekspor (jumlah, pertumbuhan maupun

rasionya terhadap GDP) sebagai proxy keterbukaan ekonomi sekaligus

peluang menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi atau salah satu

mata rantai dari global value chain yang ditargetkan sebagai strategi

pengembangan pasar dan produksi oleh MNC-PMA. Hasil itu semakin

memperkuat bahwa motif utama PMA di Indonesia adalah market-seeking

oriented dengan target utama adalah pasar domestik.

12) Faktor eksternal lainnya yang diamati adalah kebijakan moneter The Fed

yakni EFFR (sebagai proxy indikator bagi benchmark return on international

investment, khususnya di negara-negara maju) dan VIX (sebagai proxy

indikator untuk harga aset di pasar global sekaligus global risk aversion).

Pengaruh kedua variabel tersebut terhadap PMA secara konsisten

dinyatakan insignifikan. EFFR khususnya diestimasikan berpengaruh

negatif. Hasil itu mengisyaratkan implementasi pengetatan kebijakan

moneter The Fed–yang dicerminkan pada peningkatan Fed Fund-Rate

termasuk program normalisasi kebijakan yang berimplikasi sama dengan

pengetatan kebijakan moneter--akan mempengaruhi aliran PMA ke negara

tersebut dan dengan demikian juga mempengaruhi aliran dana ke negara-

negara lainnya, termasuk Indonesia. Walaupun begitu, insignifikansi hasil

mengisyaratkan bahwa dampak tersebut bisa tak terjadi jika kinerja dan

stabilitas makroekonomi Indonesia (GDP, CPI, PPI, produktivitas tenaga

kerja, upah riil, dll) dapat setidaknya dipertahankan.

13) Berbeda dengan EFFR yang berkorelasi negatif terhadap PMA, pengaruh

VIX secara konsisten dinyatakan positif. Hasil itu di luar estimasi semula

yang memprediksikan pengaruh VIX–dalam konteks sebagai indikator

harga aset di pasar keuangan global-seperti halnya EFFR adalah negatif.

Namun, hasil ini sejalan dengan estimasi jika VIX dipandang sebagai

indikator global risk (risiko investasi) global. Arah koefisien positif

menunjukan bahwa peningkatan risiko di pasar global akan membuka

peluang aliran dana PMA ke Indonesia sepanjang faktor-faktor determinan

Page 71: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

70

lainnya bersifat kondusif cet-par. Peta impulse response juga menunjukan

pengaruh perubahan EFFR yang segera diikuti oleh perubahan VIX.

Hasil pembahasan di atas secara umum mengafirmasi pengaruh PMA pada

pertumbuhan dan produktivitas ekonomi serta pengaruh faktor determinan PMA

sebagaimana diduga. Peta dan analisis temuan hasil pengujian signifikansi

pengaruh faktor-faktor determinan PMA di atas menunjukan bahwa motif utama

PMA di Indonesia adalah market-seeking oriented. Motif ini lebih dominan jika

dibandingkan dengan motif supply-seeking atau strategis asset seeking oriented.

Prioritas motif market seeking oriented ini berpotensi menimbulkan tekanan

persaingan yang lebih ketat bagi PMDN. Dengan keunggulan pada modal,

teknologi, dan manajerial pasar, dampak negatif potensial semakin kuat. Estimasi

tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa spesifikasi keunggulan PMA di

bidang permodalan, manajerial, dan khususnya teknologi menjadi dasar

keunggulan monopoli atau setidaknya oligopolistik PMA. Kemungkinan

oligopolistik dapat terbentuk antarsesama MNC-PMA. Semakin besar keunggulan

monopoli, semakin besar minat investasi langsung di Indonesia.

Page 72: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

71

5. Penutup

5.1. Simpulan

1. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan (i) menganalisis pengaruh PMA

pada pertumbuhan dan produktivitas ekonomi Indonesia, (ii)

mengidentifikasikan faktor determinan dalam kerangka mengidentifikasikan

motif investasi PMA di Indonesia, dan (iii) memetakan strategi yang

menunjang optimalisasi pengaruh PMA pada pertumbuhan dan produktivitas

ekonomi.

2. Analisis tren dan kejadian untuk menngidentifikasikan awal tren PMA dan

pertumbuhan dan produktivitas ekonomi mengindikasikan beberapa hal

berikuyt. Pertama, semakin tinggi PMA yang diterima suatu negara

berkembang, termasuk Indonesia, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi

negara yang bersangkutan di atas rerata kawasan. Kedua, pelambatan

pertumbuhan PMA pada sektor primer dan sekunder yang searah dengan

pelambatan laju pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global, sebaliknya

PMA sektor tersier menunjukan tren peningkatan seiring dengan

implementasi kebijakan pembangunan infrastruktur. Ketiga, stabilitas dan

kesinambungan makroekonomi (dengan indikator di antaranya pertumbuhan

ekonomi, pendapatan perkapita, devisa/nilai tukar, serta inflasi pada tingkat

konsumen dan produsen) mempengaruhi pertumbuhan PMA. Adapun

gangguan stabilitas yang tercermin pada krisis berpengaruh negatif pada

PMA. Perkembangan struktur dan keterbukaan ekonomi, kedalaman pasar

keuangan, dan ketersediaan infrastruktur penunjang fisik dari sarana

transportasi hingga media informasi juga menjadi pertimbangan pemilihan

lokasi PMA. Keempat, pengaruh faktor eksternal (keterbukaan, kerja sama

ekonomi, sertaa kondisi pasar dan keuangan global) mempengaruhi aliran

PMA ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal itu ditunjukan oleh tren

subsitutabilitas PMA antarkelompok negara, peningkatan PMA seiring dengan

pengintegrasian, dan tren PMA terhadap EFFR ataupunn VIX sebagai

indikator marginal pendapatan dan risiko investasi global. Adapun pengaruh

krisis eksternal, baik yang terjadi di home maupun di competitor host country

tidak sekuat krisis yang terjadi di dalam negeri. Kelima, motif market,

supply,dan strategic asset seeking mempengaruhi pilihan Indonesia sebagai

lokasi PMA.

Page 73: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

72

3. Hasil pengujian hipotesis pengaruh PMA pada pertumbuhan dan produktivitas

ekonomi yang dibangun berlandaskan model sollow-growth (makro) atau cobb-

douglass production function (mikro) dan menggunakan metode pengujian

SVAR menghasilkan temuan-temuan sebagai berikut. Pertama, pengaruh

aliran PMA pada pertumbuhan ekonomi lebih konsisten dinyatakan signifikan

dibandingkan stok PMA. Kedua, jeda/lag waktu optimum pengaruh PMA pada

pertumbuhan ekonomi sangat konsisten dengan karakteristik PMA di

Indonesia yang bersifat green-field investment. Ketiga, pengujian sektoral

menunjukan karakteristik non-orthogonal antarsektoral PMA sehingga belum

membentuk mata rantai hulu (primer atau sekunder) dan hilir (sekunder atau

tersier). Keempat, PMA mempengaruhi produktivitas ekonomi, baik TFP,

kapital, maupun tenaga kerja. Tingkat dan signifikansi pengaruh PMA pada

produktivitas K-PMA dan TFP lebih tinggi jika dibandingkan dengan

produktivitas tenaga kerja.

Hasil pengujian hipotesis yang dibangun berlandaskan pengembangan

variabel endogen pada model sollow-growth (makro) atau cobb-douglass

production function (mikro) dan metode pengujian SVAR menghasilkan

temuan-temuan sebagai berikut. (1) GDP, GDP kapita, keterbukaan ekonomi,

PMDN, CPI, PPI, REER, dan produktivitas tenaga kerja terhadap PMA secara

signifikan mempengaruhi PMA. Variabel-variabel tersebut mengindikasikan

motif MSO, SSO, ESO ataupun SASO menjadi motif PMA di Indonesia. (2)

Pengaruh negatif PMDN terhadap PMA, tetapi pengaruh PMA pada PMDN yang

justru sebaliknya mengindikasikan PMA lebih dipandang sebagai

pesaing/kompetitor bagi PMDN. Faktor keunggulan spesifik PMA yang tidak

dimiliki PMDN secara setara layak diduga mendukung hasil ini. (3) Pengaruh

negatif PPI, upah riil terhadap PMA mengisyaratkan peningkatan upah riil

secara berkesinambungan berpotensi menurunkan minat investasi MNC-PMA

ke Indonesia. Tingkat koefisien PPI atau upah riil yang lebih tinggi daripada

produktivitas mengisyaratkan bahwa motif supply seeking oriented didasari

pertimbangan upah tenaga kerja yang relatif murah. (4) Tingkat dan

signifikansi pengaruh negatif REER terhadap aliran PMA mengisyaratkan

potensi penggunaan nilai tukar sebagai instrumen kebijakan untuk

mempengaruhi aliran dana PMA. (5) Signifikansi pengaruh produktivitas

tenaga kerja yang lebih baik daripada pertumbuhan atau jumlah angkatan

kerja, penduduk atau tingkat pendidikan, serta peningkatan tingkat

Page 74: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

73

signifikansi yang lebih baik jika menggunakan jeda waktu (lag)

mengisyaratkan masalah kesiapan kerja sebagai kendala dan mengisyaratkan

kebutuhan penyempurnaan sistem pendidikan formal dan vocational di

Indonesia untuk mempersiapkan tenaga kerja yang tidak hanya terdidik

(educated), tetapi yang lebih utama adalah terlatih (skilled labor). (6) Motif

market dan supply seeking sebagai motif utama pemilihan Indonesia sebagai

host country diidentifikasikan dari tingkat dan signifikansi pengaruh GDP dan

GDP per kapita terhadap pertumbuhan aliran PMA. Walaupun demikian,

signifikansi dan konsistensi pengaruh GDP dan GDP per kapita daripada

pengaruh produktivitas tenaga kerja, PPI, atau upah riil serta insignifikansi

pengaruh CAD ataupun X terhadap PMA mengisyaratkan bahwa motif

domestic market seeking lebih utama. Dengan kata lain, telah terjadi

pergeseran platform peran PMA. Indonesia memulai platform dengan

menyediakan sumber daya murah (supply seeking) untuk mengembangkan

produk-produk akhir yang sebagian hasilnya ditujukan untuk ekspor. (7)

Pengaruh EFFR yang negatif dan pengaruh positif VIX terhadap aliran PMA di

Indonesia menunjukan substitutabilitas PMA ke Indonesia dengan investasi

global. Adapun tingkat korelasi yang rendah dan insignifikansi dari kedua

faktor tersebut mengindikasikan bahwa SASO bukanlah motif utama PMA di

Indonesia.

5.2 Pembelajaran dan Pemikiran Opsi Pengembangan Kebijakan PMA

sebagai Stimulus Peningkatan Pertumbuhan dan Produktivitas Ekonomi

Perumusan suatu kebijakan yang komprehensif memerlukan pemahaman

atas masalah yang dihadapi, memerlukan kejelasan visi peran PMA dalam strategi

pembangunan ekonomi nasional, serta melibatkan lintas bidang dari industri,

fiskal, keuangan, dan moneter dalam konstalasi kebijakan makroekonomi sehingga

untuk paparan pembelajaran dan pemikiran harus dilandasi identifikasi masalah

utama yang berdasarkan hasil temuan. Masalah yang dimaksud adalah (i)

tantangan mengubah orientasi motif PMA dari domestic market oriented menjadii

supply-oriented atau export-led oriented yang mengembangkan orientasi pasar,

tidak hanya domestik tetapi pasar ekspor/eksternal; (ii) tantangan meningkatkan

spillover effect PMA bagi PMDN melalui transformasi anggapan/pandangan

karakteristik persaingan antara PMA dan PMDN menjadi karakteristik kemitraan

dengan backward dan/atau forward linkages, dan (iii) pemanfaatan peran PMA

Page 75: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

74

dalam kerangka meningkatkan daya saing produk Indonesia di era globalisasi dan

perkembangan Regional Value Chain MEA ataupun Global Value Chain-APEC.

Gambaran tiap-tiap masalah dan peta opsi kebijakan yang disusun

berdasarkan pengamatan atas strategi kebijakan yang dilakukan negara lain

sebagai berikut.

1. Kebijakan mengubah motif domestic market-seeking oriented menjadi supply

seeking dan export-led oriented. Jika belajar dari Korea yang sukses

melakukan pengalihan strategi subsitusi impor ke promosi ekspor, strategi

kebijakan mencakup (peralihan sektor andalan dari sektor primer dan industri

penunjang sektor primer (pertanian) ke industri yang berbasis teknologi tinggi

(elektronik, otomotif, perkapalan, dan industri berat). Penerapan kebijakan

didukung oleh (1) penetapan sektor/industri spesifik yang akan menjadi

andalan/champion; (2) penyediaan fasilitas fiskal, keuangan, atau light form

policy untuk menunjang perkembangan industri andalan berbasis ekspor.

Kebijakan itu, antara lain, berupa pembebasan atau pengurangan pajak impor

bahan baku, akses pembiayaan eksternal, dan suku bunga pinjaman yang

rendah disesuaikan dengan kinerja ekspor; (3) dukungan R dan D, penyediaan

sarana-prasarana (tol, kereta, pelabuhan, dan bandara), program edukasi dan

pelatihan di dalam/luar negeri, baik formal maupun praktik magang hingga

dukungan pengembangan kontrak-kontrak dengan MNC-PMA melalui

pemberian jaminan dan persyaratan magang kerja bagi tenaga kerja Korea di

home country ataupun host country lain MNC-PMA.

Dari review literatur, Velde ((2001) memetakan kebijakan untuk meningkatkan

peran PMA pada perekonomian yang didasarkan pada (a) aspek tujuan yang

memisahkan antara upaya mengundang investor baru, meningkatkan

investasi dari investor yang telah ada, dan meningkatkan keterkaitan

(linkages) PMA dengan PMDN dan (b) kendali penetapan kebijakan yang

dipisahkan antara otoritas dalam negeri dan kerja sama secara eksternal. Peta

kebijakan versi Velde dapat dilihat pada Tabel 5.1.a. Adapun Echandi (2015)

memetakan kebijakan fiskal (mencakup pajak penghasilan, pajak

pertambahan nilai/VAT, dan kepabeanan) dan akses keuangan dalam

kerangka mendorong PMA (lihat Tabel 5.1.b).

Page 76: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

75

Tabel 5.1. Kebijakan Mendorong PMA

a. Kebijakan untuk Menarik Investasi Asing (Velde)

Economic policies largely under domestic control Other policies and factors

Industrial policies Macro-economic policies

Affecting

potential

foreign

investors

(‘determinants’)

Financial and fiscal incentives and bargaining

Efficient administrative

procedures and rules on ownership

Promotion targeting and

image building

Developing key sectors

(agglomeration and clustering)

Developing export platforms (EPZs)

Availability of infrastructure and a skilled workforce and good labour relations

Sound macroeconomic

performance and prospects

Privatisation

opportunities

Development of

financial market and debt position

No impediments to trade of goods and

services

Global economic integration and transportation costs

International, regional

and bilateral treaties, including BITs and WTO

Insurance (ICSID,

MIGA, ECGD, OPIC) and political risk ratings

Location near large and

wealthy markets

Availability of natural

resources

Historical ties and language-use

Absence of corruption

Financial conditions in

home countries

Affecting

established

foreign

investors

(‘upgrading’)

Taxation

Performance requirements (TRIMS etc)

Interaction with research institutions and other firms

Encouragement of R&D

Training of employees

Labour market policy

Trade policies, export promotion and infrastructure

Competition policy

Development of

financial market

Regional and

international investment treaties

Global economic

integration

Civil society

Affecting the

response of

domestic firms

(‘linkages’)

Encouragement of

linkages with multinationals

Encouraging technological capabilities (R&D)

Encouraging human

resources (training)

Supply side

management

Education and skill

generation

Labour mobility

Competition policy

Export promotion

Global economic

integration

b. Kebijakan/Fasilitas Pajak dan Keuangan untuk Mendorong PMA

Fiscal Incentives Fiscal Incentives

Income tax Tax holiday or lower tax rate Direct grants & cost-sharing

schemes

Cash grants on proof of start-up or after X years of

operation

Investment allowance Matching grants

Accelerated depreciation Public sector equity

participation Special deductions Reduced

market

values/direct

provision of

land

Public land or buildings

sold to investors at below

market values

Page 77: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

76

Exempted income Low input prices from

para-statal

companies

Reduced rates on public utilities (e.g. electricity,

water and transportation)

Exemption from withholding Lending

instruments

and guarantees

Soft loans

Tax rebate/credit Interest subsidies

Value

added tax

VAT zero rated goods Loan guarantees

Exemption from import VAT

VAT exemption (domestic

sales)

Remission from VAT

Customs

duty

Duty exemption

Duty remission

Sumber: Velde, pg.15, dan Current Issues in Asia Pacific Foreign Direct Investment (2015)

pg.36

Arah kebijakan investasi di Indonesia saat ini dapat dikatakan mencakup:

(1) Jaminan penerapan prinsip no-harm policy untuk mengundang investor.

Arah kebijakan ini tercermin pada penetapan Undang-Undang Nomor 25

Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyatukan pengaturan

PMA (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967) dan PMDN (Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1968) mencerminkan prinsip nondiskriminatif antara PMA

dan PMDN14.

(2) Peningkatan linkages dengan meningkatkan spillover effect PMA pada

PMDN untuk pengembangan investor yang ada. Arah visi kebijakan ini

tercermin dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 sebagai

pedoman pelaksanaan utama Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal. Peraturan ini, antara lain, menetapkan

persyaratan kandungan lokal (local content) untuk produk PMA,

persyaratan kemitraan dengan PMDN-baik skala mikro-kecil maupun

menengah, penetapan daftar negatif investasi bagi masuknya PMA,

pembatasan modal hingga penetapan persyaratan perizinan dan jaminan

kesinambungan pasokan, ataupun kewajiban transfer teknologi.

(3) Pembangunan infrastruktur yang mencakup sarana-prasarana fisik (tol,

kereta, pelabuhan, dan bandara) ataupun nonfisik, seperti pembenahan

dan penyederhanaan tata kelola dan administrasi perizinan penanaman

modal dalam kerangka meningkatkan persepsi ease of doing business di

Indonesia.

14 Dua prinsip lainnya adalah kejelasan visi mengenai peran PMA dalam strategi pembangunan dan melibatkan banyak pemangku kepentingan/stakeholder.

Page 78: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

77

Seberapa jauh kebijakan tersebut dapat efektif, perlulah dikaji tersendiri.

Studi Echandi, misalnya, menilai kebijakan yang bersifat membatasi atau

penetapan persyaratan justru dinilai lebih mendistorsi perdagangan jika

dibandingkan dengan kebijakan yang berorientasi pada penyediaan infrastruktur

(lihat Tabel 5.2).

Tabel 5.2. Kebijakan Penunjang Peningkatan Peran PMA

Ways to achieve the objective Policy Examples

Most trade

distortive

A. Local content policies by fiat:

Competition and trade distortive.

May deter FDI inflows.

Local content performance requirements for the establishment

of a foreign investment Local content requirement to access public procurement by foreign investors

B. Value addition with mixed outcomes:

May distort competition and trade.

Have shown positive effects on local in

some cases (large markets, sufficient capacity).

Incentives to promote domestic value addition

Least trade

distortive

C. Other (desirable) domestic value addition policies:

Naturally promote domestic value

addition in a sustained manner by increasing investment and domestic firms competitiveness

Supporting non-equity modes of investment Corporate social responsibility/creation of shared

value. Capacity building including skills development and R&D Improving logistics Investing in infrastructure Improving other aspects of business friendly environment (i.e. regulatory transparency) Other aspects of private sector development

2. Kebijakan untuk meningkatkan/mengembangan peran dan spillover effect

keberadaan PMA. Jika mengamati studi-studi yang memetakan kebijakan

investasi lintas negara, kebijakan itu mencakup (a) kejelasan statemen visi

pelaksanaan kebijakan sebagai bagian strategi pembangunan ekonomi

nasional jangka menengah-panjang atau ukuran-ukuran pencapaiannya; (b)

penyiapan sarana-prasarana yang menunjang mobilitas faktor dan sumber

daya secara efektif dan efisien; (c) pembangunan sistem sel/blok produksi

sesuai dengan endowment regional yang ditunjang jasa/sarana transportasi

dan distribusi yang efektif dan efisien; dan (d) dukungan kegiatan R dan D,

Page 79: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

78

edukasi, dan pelatihan untuk menunjang pengembangan industri berbasis

teknologi.

Kebijakan untuk menunjang perubahan persepsi persaingan dan spillover

effect PMA bagi PMDN ataupun antar-PMA. Kebijakan umum yang digunakan

untuk menunjang spillover effect dan sekaligus mengurangi persaingan (atau

sebaliknya meningkatkan kerja sama) antara PMA dan PMDN mencakup (a)

penetapan persyaratan kemitraan bagi kedua usaha tersebut, (b)

pembangunan/pengembangan infrastruktur (termasuk sarana/prasarana

transportasi dan distribusi, teknologi informasi dan komunikasi, peluang promosi,

akses pembiayaan, jaringan distribusi hingga konsistensi arah kebijakan lintas

bidang yang mencakup kebijakan sektor riil/industri, fiskal, keuangan ataupun

makroekonomi), penciptaan lingkungan yang kondusif bagi penanaman modal dan

peningkatan keahlian (middle-higher skill) tenaga kerja.

Jika belajar dari Korea, spillover effect tidak dilakukan dalam bentuk penetapan

syarat kemitraan, tetapi dilakukan dalam bentuk persyaratan pelatihan bagi SDM-

Korea untuk praktik kerja di MNC-PMA home-country ataupun host country-

lainnya katagori negara maju atau kontrak produksi komponen tertentu yang

memberikan nilai tambah tinggi dari suatu rangkaian produk antar-negara atau

MNC-PMA utama. Samsung dan LG yang kini menjadi korporasi industri ICT

terbesar dunia, misalnya, menjadi supplier layar LCD bagi ICT MNC-Japan (Nokia,

Sonny, Toshiba, dll). Adapun Hyundai menjadi supplier blok mesin untuk Nisan,

Daihatsu, Isuzu, Toyota, dan Mercedes Benz.

3. Kebijakan meningkatkan daya saing dan meningkatkan orientasi produk

Indonesia dari sektor primer ke sekunder dan/atau tersier dalam Regional

Value Chain MEA ataupun Global Value Chain-APEC. Arah kerja sama regional,

khususnya MEA dan APEC–terlepas dari perkembangan terkini penarikan diri

Amerika Serikat dari TPP-mengisyaratkan bahwa (a) PMA bersifat

komplementer dengan perdagangan kawasan ini, (b) implementasi eficiency

seeking dan pengembangan blok-blok produksi dalam kerangka meningkatkan

nilai tambah dan kesejahteraan masyarakat didasarkan pada keunggulan dan

endowment tiap-tiap anggota, dan (c) comparative advantage yang dicerminkan

oleh biaya produksi dan biaya jasa perdagangan menjadi kuncinya.

Hasil pengujian menunjukan potensi permasalahan pelemahan comparative

advantage sebagai salah satu akar masalah pengembangan industri yang

berorientasi ekspor. Pelemahan daya saing tercermin pada signifikansi pengaruh

Page 80: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

79

REER, CPI, dan PPI jika dibandingkan dengan hal yang sama pada negara-negara

anggota MEA lainnya, khususnya Vietnam, Laos, dan Cambodia. Ease of doing

business Indonesia–berada pada peringkat 108 juga lebih rendah daripada

Vietnam yang berada pada posisi 82 atau Malaysia pada posisi 23 dan Thailand

pada posisi 46 sebagai kompetitor utama. Rendahnya daya saing menjadikan

Indonesia dipilih sebagai lokasi industri primer atau hulu yang relatif

menggunakan low-technology daripada industri hilir dengan middle atau bahkan

high technology. Di bidang otomotif, misalnya, kini ada kecenderungan, baik

Jepang (Toyota, Mitsubishi, Hino, Isuzu, dan/atau Yamaha) maupun

Amerika/Eropa (Ford, General Motor, dan BMW) merelokasikan industri

manufakturnya ke Thailand dan Vietnam. Faktor masalah ketenagakerjaan diduga

menjadi salah satu pertimbangan relokasi industri itu.

Dalam kaitan PMA intra-ASEAN, Indonesia juga lebih menjadi lokasi

industri hulu daripada industri hilir. Indonesia menjadi pilihan PMA perkebunan

sawit dengan hasil CPO, produk-produk turunan CPO ataupun olahan lanjutan

CPO seperti olefein atau oleochemical yang menjadi bahan campuran untuk

industri dari makanan hingga sabun, kosmetik, dan obat-obatan berada di negara

lain (Malaysia dan Thailand). Sebagian hasil akhir tersebut diekspor kembali ke

Indonesia.

Dalam kaitan itu, dengan didasarkan pada kerangka OLI yang juga

didasarkan pada asumsi pasar persaingan tak sempurna, opsi pengembangan

industri berdasarkan peta potensial endowment secara spatial regional pada

pertumbuhan ekonomi nasional perlu dipertimbangkan. Jika didukung dengan

perkembangan sarana transportasi, faktor ketersediaan sumber daya terdidik

relatif bukanlah masalah di Indonesia. Sebaliknya faktor sistem ketenagakerjaan

(termasuk jaminan kelangsungan kerja dan sistem pensiun, politisasi sistem

pengupahan, ketimpangan sarana penunjang kualitas hidup antarregional, dan

demo buruh) yang mempengaruhi tingkat produktivitas tenaga/jam kerja dan

faktor kepastian/penegakan hukum ataun penyelesaian sengkera bisnis/kontrak

antarpihak yang melibatkan banyak stakeholder dan bersifat multinasional,

dipandang sebagai faktor yang mengurangi minat investasi asing. Pembenahan

atas aspek-aspek yang dapat melemahkan produktivitas tersebut tidak hanya

memberikan kepastian aliran PMA, tetapi juga daya saing Indonesia dalam konteks

perdagangan regional/global.

Page 81: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

80

Daftar Pustaka

Beata Smarzynska Javorcik, “Does Foreign Direct Investment Increase the

Productivity of Domestic Firms? In Search of Spillovers Through Backward

Linkages”, The American Economic Review, Vol. 94, No. 3 (Jun., 2004), pp.

605-627.

Brian J. Aitken and Ann E. Harrison: “Do Domestic Firms Benefit from Direct

Foreign Investment? Evidence from Venezuela”, The Mnerican Economic

Review, June 1999.

Bruce A. Blonigen, “A Review of the Empirical Literature on FDI Determinants”,

University of Oregon and NBER, April 2005.

Carlo Altomonte_Enrico Pennings, “Domestic plant productivity and incremental

spillovers from foreign direct investment”, ERIM Report Series Research in

Management reference number ERS-2009-012-STR. February 2008.

Christian Fons-Rosen, Sebnem Kalemli-Ozcan, Bent E. Sørensen, Carolina

Villegas-Sanchez, Vadym Volosovych. “Quantifying Productivity Gains from

Foreign Investment”, National Berau of Economic Reseach WP No. 18920,

March 2013.

Christopher A. Sims: “Interpreting The Macroeconomic Time Series Facts: The

Effects of Monetary Policy”, August 1991.

E. Borensztein, J. De Gregoriob, J-W. Lee, “How does foreign direct investment

affect economic growth?”, Journal of International Economics 45 (1998)

115–135.

James P. Walsh and Jiangyan Yu,”Determinants of Foreign Direct Investment: A

Sectoral and Institutional Approach”, IMF Working Paper WP/10/187, July

2010.

John H. Dunning, “The eclectic paradigm as an envelope for economic and

business theories of MNE activity, International Business Review 9 (2000)

163–190, www.elsevier.com/locate/ibusrev.

Jonathan E. Haskel, Sonia C. Pereira, Matthew J. Slaughter, “Does Inward Foreign

Direct Investment Boost the Poductivity of Domestic Firms?”, National

Berau of Economic Reseach Working Paper Series, Working Paper 8724,

http://www.nber.org/papers/w8724, January 2002, econpaper (2007).

Laura Alfaro, Maggie Chen: “Surviving The Global Financial Crisis: Foreign

Ownership and Establishment Performance”, National Berau of Economic

Reseach Working Paper Series, Working Paper 17141,

http://www.nber.org/papers/w17141, June 2011.

Page 82: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

81

Laura Alfaro and Andrew Charlton, “Intra-lndustry Foreign Direct Investment”,

American Economic Review 2009, 99:5, 2096-2119 http://www.

aeaweb.org/articles.php?doi=10.1257/aer. 99.5.2096.

Mihir A. Desai, C. Fritz Foley, Kristin J. Forbes: “Financial Constraints and Growth:

Multinational and Local Firm Responses to Currency Depreciations”,

Oxford University Pres.-Advance Access publication, March 17, 2007.

Nicholas Bloom, Raffaella Sadun and John Van Reenen: “The Organization of Firms

across Countries”, CEP Discussion Paper No 937, June 2009.

Ozturk, Ilhan, “Foreign Direct Investment – Growth Nexus: A Review of The Recent

Literature”, International Journal of Applied Econometrics and Quantitative

Studies Vol. 4-2 (2007).

Pol Antràs, Mihir A. Desai, C. Fritz Foley: “Multinational Firms, FDI Flows and

Imperfect Capital Markets”, National Berau of Economic Research Working

Paper Series, Working Paper 12855,

http://www.nber.org/papers/w12855. January 2007.

Wolfgang Keller: “International Trade, Foreign Direct Investment, and Technology

Spillovers”, National Berau of Economic Reseach Working Paper Series,

Working Paper 15442, http://www.nber.org/papers/w15442, October

2009, 2009a.

V. N. Balasubramanyam, M. Salisu and David Sapsford, “Foreign Direct Investment

and Growth in EP and IS Countries”, The Economic Journal, 106

(January), 92-I05.

Robert E. Lipsey, “Home- and Host-Country Effects of Foreign Direct Investment”

National Bureau of Economic Research publication “Challenges to

Globalization: Analyzing the Economics”

http://www.nber.org/books/bald04-1, February 2004.

Salvador Barrios, Holger Görg and Eric Strobl, “Multinational Enterprises and New

Trade Theory: Evidence for the Convergence Hypothesis”, Centre for

Research on Globalisation and Labor Markets, Research Paper 2000/19.

Tain-Jy Chen, Homin Chen and Ying-Hua Ku, “Foreign direct investment and local

linkages”, journal of International Business Studies (2004) 35, 320-333?

2004 Palgrave Macmillan Ltd.

Page 83: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

82

Lampiran

1. (contoh) Hasil Pengujian Empiris Hipotesis PMA dan Pertumbuhan Ekonomi

Model Simulasi 1: endogen var GDP, PMA, PMDN, TK

Simulasi model ini dilakukan dengan (a) menggunakan data pertumbuhan (hasil

pengujian sebagaimana tabel di atas, (b) menggunakan data d (X) dengan X

adalah nominal GDP, PMA, PMDN, dan Jumlah Angkatan Kerja, (c) model dengan

lag optimum teridentifikasi, dan (d) simulasi dengan ataupun tanpa intercept

sebagai exogen variable.

Page 84: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

83

Simulasi 2: menggantikan PMDN pada model simulasi 1 dengan GDP kapita

dengan pertimbangan GDP kapita menjadi proxy kemampuan saving domestik.

Simulasi lanjut model seperti halnya model 1.

Page 85: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

84

2. (contoh) Hasil Pengujian Empiris Hipotesis PMA dan Produktivitas

Model Simulasi 1: dengan variable endogen PMA, KP, TFP, dan LP

KP adalah produktivitas Kapital PMA (dPMA/dGDP), TFP adalah Total Factor

Productivity, dan LP adalah Labor Productivity. Simulasi model ini dilakukan (a)

atas indikator produktivitas tenaga kerja, yakni LPLP (labor productivity), LPHG

(man-hour labor productivity) dan (b) dengan ataupun tanpa intercept sbg eksogen.

Page 86: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

85

3. (contoh) Hasil Pengujian Empiris Hipotesis Determinan indikator Motif PMA

Page 87: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

86

Simulasi model dilakukan dengan menggunakan (a) nominal ataupun

pertumbuhan, (b) penggantian indikator keterbukaan ekonomi (CAD) dengan X,

keterbukaan keuangan (KAB) dengan sisi liabilities capital acc atau cadangan

devisa, penggantian PMDN dengan kemampuan tabungan domestik, serta tenaga

kerja (TK) dengan jumlah angkatan kerja, enrollment, produktivitas jumlah,

ataupun jam kerja, (c) simulasi dengan menggunakan reduced form, yakni

mengeliminasi variabel yang secara konsisten dinyatakan insignifikan, (d) simulasi

model dengan ataupun tanpa intercept. Hasil pengujian yang diperhatikan wajib

memenuhi tes stabilitas, normalitas, heteroskedastisitas, serta pemenuhan

justrifikasi SVAR dalam model.

Page 88: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

87

Page 89: INVESTMENT -LESS GROWTH? STUDI EMPIRIS … · 2 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terlepas dari pro-kons mengenai benefit penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment–selanjutnya

88

Contoh Peta Impulse Respon – pada model pengujian SVAR Determinan PMA