investigasi status jamur mikoriza - puspijak

4
Investigasi Status Jamur Mikoriza Dipterokarpa dikenal sebagai famili tumbuhan yang mendominasi hutan hujan tropika. Kayunya yang bernilai ekonomi nggi menjadikan jenis tersebut dieksploitasi. Akibat eksploitasi tersebut terjadi degradasi lahan, baik dalam hal kuantas maupun kualitas lahannya. Upaya rehabilitasi telah dilakukan, yaitu salah satunya melalui pengayaan (enrichment planng) dalam sistem silvikultur yang diterapkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk memanfaatkan secara opmal sumber daya hutan dan berupaya menjaga keberlanjutan regenerasi hutan pasca- penebangan melalui tahapan-tahapan kegiatannya (Soekotjo, 2009). Regenerasi dipterokarpa dikenal mempunyai ketergantungan nggi terhadap jamur mikoriza melalui asosiasi simbiosis mutualisme pada sistem perakarannya, terutama jamur ektomikoriza. Namun demikian, rehabilitasi hutan hujan tropika sekunder melalui inokulasi jamur mikoriza di ngkat pembibitan menjadi permasalahan tersendiri keka lahan yang harus direhabilitasi sangat luas dan membutuhkan ketersediaan inokulan yang banyak. Penelian ini berupaya mengetahui ketersediaan jamur ektomikoriza potensial yang persisten pasca-eksploitasi, yang dapat mendukung rehabilitasi hutan hujan tropika sekunder. Berdasarkan hasil penelian ini, beberapa hal yang direkomendasikan dalam upaya rehabilitasi hutan hujan tropika sekunder, yaitu (1) perlu segera dilakukan invesgasi status jamur ektomikoriza pada areal tebang/ tambang untuk mengetahui potensi jamur ektomikoriza; (2) perlu segera dilakukan penanaman apabila memang ada potensi jamur ektomikoriza; (3) jenis-jenis tanaman yang perlu ditanam pada Log Over Area (LOA) adalah jenis-jenis dipterokarpa yang mempunyai pola asosiasi simbiosis yang luas dengan jamur ektomikoriza, misalnya Dipterocarpus sp. dan Cotylelobium sp. Keganya kemudian perlu dindaklanju dengan memperkuat kebijakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dengan memasukkan substansi jamur ektomikoriza ke dalam kebijakan KLHK terkait dengan Reduced Impact Logging (RIL). Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) Maliyana Ulfa, S.P., M.Sc sebagai Bagian Langkah Pelacakan Kondisi Lahan Pasca Eksploitasi untuk Menjamin Keberhasilan Rehabilitasi Hutan Indonesia Volume 14 No. 6 tahun 2020 ISSN: 2085-787X Badan Penelian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Penelian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim Policy Brief 1 Investigasi Status Jamur Mikoriza sebagai Bagian Langkah Pelacakan Kondisi Lahan Pasca Eksploitasi untuk Menjamin Keberhasilan Rehabilitasi Hutan Indonesia

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Investigasi Status Jamur Mikoriza - puspijak

Investigasi Status Jamur Mikoriza

Dipterokarpa dikenal sebagai famili tumbuhan yang mendominasi hutan hujan tropika. Kayunya yang bernilai ekonomi �nggi menjadikan jenis tersebut dieksploitasi. Akibat eksploitasi tersebut terjadi degradasi lahan, baik dalam hal kuan�tas maupun kualitas lahannya. Upaya rehabilitasi telah dilakukan, yaitu salah satunya melalui pengayaan (enrichment plan�ng) dalam sistem silvikultur yang diterapkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk memanfaatkan secara op�mal sumber daya hutan dan berupaya menjaga keberlanjutan regenerasi hutan pasca-penebangan melalui tahapan-tahapan kegiatannya (Soekotjo, 2009). Regenerasi dipterokarpa dikenal mempunyai ketergantungan �nggi terhadap jamur mikoriza melalui asosiasi simbiosis mutualisme pada sistem perakarannya, terutama jamur ektomikoriza. Namun demikian, rehabilitasi hutan hujan tropika sekunder melalui inokulasi jamur mikoriza di �ngkat pembibitan menjadi permasalahan tersendiri ke�ka lahan yang harus direhabilitasi sangat luas dan membutuhkan ketersediaan inokulan yang banyak. Peneli�an ini berupaya mengetahui ketersediaan jamur ektomikoriza potensial yang persisten pasca-eksploitasi, yang dapat mendukung rehabilitasi hutan hujan tropika sekunder. Berdasarkan hasil peneli�an ini, beberapa hal yang direkomendasikan dalam upaya rehabilitasi hutan hujan tropika sekunder, yaitu (1) perlu segera dilakukan inves�gasi status jamur ektomikoriza pada areal tebang/ tambang untuk mengetahui potensi jamur ektomikoriza; (2) perlu segera dilakukan penanaman apabila memang ada potensi jamur ektomikoriza; (3) jenis-jenis tanaman yang perlu ditanam pada Log Over Area (LOA) adalah jenis-jenis dipterokarpa yang mempunyai pola asosiasi simbiosis yang luas dengan jamur ektomikoriza, misalnya Dipterocarpus sp. dan Cotylelobium sp. Ke�ganya kemudian perlu di�ndaklanju� dengan memperkuat kebijakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dengan memasukkan substansi jamur ektomikoriza ke dalam kebijakan KLHK terkait dengan Reduced Impact Logging (RIL).

RingkasanEksekutif

(Executive Summary)

Maliyana Ulfa, S.P., M.Sc

sebagai Bagian Langkah Pelacakan Kondisi Lahan

Pasca Eksploitasi untuk Menjamin Keberhasilan

Rehabilitasi Hutan Indonesia

Volume 14 No. 6 tahun 2020

ISSN: 2085-787X

Badan Peneli�an, Pengembangan dan InovasiKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Peneli�an dan Pengembangan Sosial,Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim

PolicyBrief

1Investigasi Status Jamur Mikoriza sebagai Bagian Langkah Pelacakan Kondisi Lahan

Pasca Eksploitasi untuk Menjamin Keberhasilan Rehabilitasi Hutan Indonesia

Page 2: Investigasi Status Jamur Mikoriza - puspijak

2 Policy Brief Volume 14 No. 6 Tahun 2020

Regenerasi yang berhasil adalah ke�ka baik permudaan alam maupun b u a t a n d a p a t m e l a n g s u n g k a n hidupnya hingga menggan�kan pohon d e wa s a ( K i m m i n s , 1 9 9 7 ) . Pe r-masalahan yang dihadapi adalah keberadaan dan distribusi jamur mikoriza di hutan hujan tropika telah b e r u b a h p a s c a - e k s p l o i t a s i . Pengelolaan sumber daya hutan hujan tropika berupa eksploitasi kayu selain menyebabkan hilangnya beberapa pohon dewasa sebagai sumber benih, juga menyebabkan menurunnya populasi jamur ektomikoriza yang d a p at m e n ga n c a m re g e n e ra s i . Berkurangnya pohon-pohon dewasa karena eksploitasi kayu melalui p e n e b a n g a n m e n y e b a b k a n menurunnya regenerasi. Tidak hanya karena makin sedikitnya sumber propagu l genera�f, penurunan r e g e n e r a s i j u g a d i k a r e n a k a n b e r k u r a n g n y a p o p u l a s i j a m u r

ektomikoriza (Brundre� et al., 1996) dan mengubah komposisi komunitas jamur ektomikor iza yang te lah terbentuk sebelumnya (Jones et al., 2003; Durall et al., 2006; Kerfahi et al., 2014). Sementara itu, asumsi bahwa asosiasi ektomikoriza adalah spesifik (host specific) menjadikan upaya rehabilitasi melalui permudaan atau tanaman pengayaan harus/perlu inokulasi jamur pembentuk mikoriza �dak se luruhnya benar karena kemungkinan masih adanya jamur e k t o m i ko r i z a p o t e n s i a l u n t u k mendukung regenerasi. Uraian di atas menunjukkan bahwa ketersediaan jamur ektomikoriza yang persisten pasca-eksploitasi sebagai pendukung regenerasi pen�ng untuk diketahui agar upaya rehabilitasi hutan hujan tropika sekunder melalui penanaman pengayaan dapat dilakukan secara efisien.

Pernyataan Masalah

(Statement of the Issue/

Problem)

Temuan Kunci (Key Findings)

Hutan hujan tropika sekunder akibat eksploitasi penebangan masih mempunyai ketersediaan jamur ektomikoriza yang persisten. Hal ini

karena masih adanya tegakan �nggal dan kemampuan mul�-inang jamur ektomikoriza, sehingga regenerasi dipterokarpa �dak terganggu.

P i l i h a n d a n r e ko m e n d a s i kebijakan yang disampaikan dalam policy brief ini ditujukan pada kondisi hutan hujan tropika sekunder akibat eksploitasi penebangan. Pada kondisi tersebut, jamur ektomikoriza yang persisten mempunyai ketersediaan dan karakter asosiasi yang mendukung r e g e n e r a s i a l a m i j e n i s - j e n i s dipterokarpa. Rekomendasi kebijakan yang disampaikan adalah:1) perlu segera dilakukan inves�gasi

status jamur ektomikoriza pada areal tebang/ tambang untuk

m e n g e t a h u i p o t e n s i j a m u r ektomikoriza;

2) perlu segera dilakukan penanaman apabila memang ada potensi jamur ektomikoriza dan;

3) jenis-jenis tanaman yang perlu ditanam pada Log Over Area (LOA) adalah jenis-jenis dipterokarpa yang mempunyai pola asosiasi simbiosis yang luas dengan jamur e k t o m i k o r i z a , m i s a l n y a Dipterocarpus sp. dan Cotylelobium sp. Ke�ganya kemudian perlu d i � n d a k l a n j u � d e n g a n

Pilihan dan Rekomendasi

kebijakan (Policy Options and Recommendations)

Page 3: Investigasi Status Jamur Mikoriza - puspijak

3

memperkuat kebijakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dengan memasukkan substansi jamur ektomikoriza ke dalam kebijakan KLHK terkait dengan Reduced Impact Logging (RIL).

Rekomendasi 1 dan 2 dilakukan d e n g a n m e m a s u k k a n t a h a p a n inves�gasi status jamur mikoriza pada areal tebang/ tambang pada standar operasional pelaksanaan teknis sebelum dan sesudah pelaksanaan restorasi ekosistem pada areal, yang termaktub pada Permenhut No. P. 6 4 / M e n h u t - I I / 2 0 1 4 t e n t a n g Penerapan Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi. Hal tersebut khususnya BAB III mengenai Silvikultur Restorasi Ekosistem Bagian Kesatu Umum, Pasal 5 dan lebih spesifik pada Bagian Kedua, terkait dengan �ndakan penanaman/ pengayaan dan permudaan alam yang dipercepat. Untuk mendukung hal tersebut, perlu dibentuk Tim Inves�gasi status jamur mikoriza yang melibatkan peneli� yang berkompeten, pegawai p e r u s a h a a n , d a n i n v e s � g a t o r p e l a k s a n a a n r e h a b i l i t a s i ya n g ditugaskan oleh Dirjen Bina Produksi K e h u t a n a n d a n a p a b i l a a r e a l rehabilitasi berada dalam kawasan DAS, maka pen�ng untuk melibatkan inves�gator dari Dirjen Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung. Pembentukan �m tersebut harus diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri KLHK seper� halnya yang diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 13. Selama pelaksanaan rehabilitasi, Tim Inves�gator KLHK dapat juga menjadi pendamping agar kegiatan penanaman/ pengayaan dapat terlaksana secara terukur dan tepat sasaran. Terkait dengan hal tersebut di atas, langkah-langkah prak�s inves�gasi

status jamur ektomikoriza pasca-t e b a n g y a n g p e r l u u n t u k diimplementasikan adalah mengetahui p o t e n s i k e b e r a d a a n j a m u r e k t o m i k o r i z a y a n g p e r s i s t e n berdasarkan kecukupan keberadaan pancang yang telah memiliki kestabilan s imbiosis . Dalam kondis i ke�ka �ngkatan pertumbuhan pancang ditemukan di areal pengayaan maka �dak diperlukan intervensi inokulasi jamur ektomikoriza, sebaliknya jika � d a k d i t e m u k a n � n g k a t a n pertumbuhan pancang maka intervensi i n o k u l a s i j a m u r e k t o m i ko r i z a d iper lukan untuk keberhas i lan rehabilitasi. Adapun inves�gasi status jamur mikoriza pada lahan bekas tambang juga pen�ng untuk dilakukan melalui pembentukan Tim Inves�gasi yang dibentuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang terdiri dari tenaga peneli� yang kompeten, inves�gator dari Dirjen Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung, petugas perusahaan yang masuk dalam divisi reklamasi lahan pasca-tambang, dan inves�gator dari Kementerian Energi Sumber Daya Alam. Pembentukan �m tersebut diusulkan untuk melengkapi Peraturan Menteri KLHK No P.59/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019. Pembentukan Tim Inves�gator pen�ng untuk dibentuk selain adanya pembentukan Tim Penilai seper� yang tercantum pada BAB IV mengenai Penilaian Keberhasilan dan Serah Terima Hasil Penanaman. Adanya Tim I nve s� gato r d a p at m e n d u ku n g pelaksanaan penanaman, seper� yang d iatur da lam Bab I I I mengenai Pelaksanaaan Penanaman dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai, Bagian Kesatu, Pasal 10 Ayat 1, 2, dan 3, serta Bagian Kedua mengenai Penyusunan Rencana Penanaman pada P a s a l 1 1 . D e n g a n d e m i k i a n ,

Investigasi Status Jamur Mikoriza sebagai Bagian Langkah Pelacakan Kondisi Lahan

Pasca Eksploitasi untuk Menjamin Keberhasilan Rehabilitasi Hutan Indonesia

Page 4: Investigasi Status Jamur Mikoriza - puspijak

4 Policy Brief Volume 14 No. 6 Tahun 2020

pembentukan dan kesinambungan antara hasil inves�gasi dan penilaian dapat lebih menjamin pemulihan lahan pasca-eksploitasi. Keterpaduan semua pihak yang terkait sangat pen�ng

dalam rangka memperoleh visi dan misi yang sama mengenai pelaksanaan reklamasi, indikator kerusakan dan keberhasilan, dan pemanfaatan pasca-reklamasi.

Kol. Burlian KM 6,5 Pun�kayu PalembangEmail: [email protected]. 08127101642

Rujukan untuk konsultasi

(Sources consulted)

Daftar Pustaka(References)

Becker, P. 1983. Effects of insect herbivory and ar�ficial defolia�on on survival of seedlings of Shorea. In: Su�on, S.L., Whitmore, T,C., and Chadwick, A.C. (eds.) Tropical rain forest ecology and management, 241-252. Blackwell, Oxford.

Brearley, F. Q., Saner, P., Uchida, A., Burslem, D. F. R. P., Hector, A., Nilus, R., Egli, S. 2016. Plant Ecology & Diversity Tes�ng the importance of a common ectomycorrhizal network for dipterocarp seedling growth and survival in tropical forests of Borneo. Plant Ecology & Diversity, 9(5–6), 563–576.

Brundre�, M.C., Bougher, N., Dell, B., Grove, T., & Malajczuk, N. 1996. Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. ACIAR Monograhph. The Journal of Biological Chemistry, 32(June 1982), 374.

Durall, D. M., Gamiet, S., Simard, S. W., Kudrna, L., & Sakakibara, S. M. 2006. Effects of clearcut logging and tree species composi�on on the divers i ty and community composi�on of epigeous fruit bodies formed by ectomycorrhizal jamur. Botany, 84(6), 966–980.

Ingleby, K., Munro, R. C., Noor, M., Mason, P. A., & Clearwater, M. J. 1998. Ectomycorrhizal popula�ons and growth of Shorea parvifolia (Dipterocarpaceae) seedlings regenera�ng under three different forest canopies following logging. Forest Ecology and Management, 111(2-3), 171-179.

Jones, M. D., Durall, D. M., & Cairney, J. W. G. 2003. Ectomycorrhizal fungal communi�es in young forest stands regenera�ng a�er clearcut logging. New Phytologist, 157(3), 399–422.

Kerfahi, D., Tripathi, B. M., Lee, J., Edwards, D. P., & Adams, J. M. 2014. The Impact of Selec�ve-Logging and Forest Clearance for Oil Palm on Fungal Communi�es in Borneo. PLoS ONE, 9(11), 1–8.

Kimmins, J.P. 1997. Forest Ecology (A Founda�on for Sustainable Management). Second ed. Pren�ce Hall, Upper Saddle RIver, New Jersey.

Lee, S. S., Alexander, I. J., & Watling, R. 1997. Ectomycorrhizas and puta�ve ectomycorrhizal jamur of Shorea leprosula miq. (Dipterocarpaceae). Mycorrhiza, 7(2), 63–81.

Lee, S. S., Watling, R., & Sikin, Y. N. 2002. Ectomycorrhizal basidiomata frui�ng in lowland rain forests of Peninsular Malaysia. Bois et forêts des tropiques, (274), 33-43.

Lee, S. S., Watling, R., & Turnbull, E. 2003. Diversity of puta�ve ectomycorrhizal fungi in Pasoh Forest Reserve. In Pasoh (pp. 149-159). Springer, Tokyo.

Lee S. S., Thi BK & Patahayah, M. 2010. An ectomycorrhizal thelephoroid fungus of Malaysian dipterocarp seedlings. Journal of Tropical Forest Science, 355-363.

Murnia�, A. P. 2002. From Imperata cylindrica grasslands to produc�ve agroforestry. Tropenbos Interna�onal.

Omon, R. M. 2008. Pengaruh dosis tablet mikoriza terhadap pertumbuhan dua jenis meran� merah asal benih dan stek di HPH PT. ITCIKU, Balikpapan, Kalimantan Timur. Info Hutan, 5(4), 329-335.

Phosri, C., Polme, S., Taylor, A. F. S., Koljalg, U., Suwannasai, N., & Tedersoo, L. 2012. Diversity and community composi�on of ectomycorrhizal jamur in a dry deciduous dipterocarp forest in Thailand. Biodiversity and Conserva�on, 21(9), 2287–2298.

Santoso, E., Turjaman, M., & Irianto, R. S. B. 2006. Aplikasi mikoriza untuk meningkatkan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi. Prosiding Ekspose hasil Peneli�an Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Peneli�an dan Pengembangan Kementerian Kehutanan Indonesia.

Sirikantaramas, S., Sugioka, N., Lee, S. S., Mohamed, L. A., Lee, H. S., & Szmidt, A. E. 2003. Molecular iden�fica�on of ectomycorrhizal jamur associated with. Tropics, 13.

Smits, W.T.M. 1983. Dipterocarps and Mycorrhiza: An ecological adapta�on and a factor in forest regenera�on. Flora Malesiana Bulle�n, 36, 3926–3937.

Soekotjo. 2009. Teknik Silvikultur Intensif. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tata, M. H. L. 2008. Mycorrhizae on dipterocarps in rubber agroforests (RAF) in Sumatra. Utrecht University.

Turjaman, M., Tamai, Y., Segah, H., Limin, S. H., Joo, Y. C., Osaki, M., & Tawaraya, K. 2005. Inocula�on with the ectomycorrhizal jamur Pisolithus arhizus and Scleroderma sp. improves early growth of Shorea pinanga nursery seedlings. New Forests, 30(1), 67–73.

Turjaman, M., Tamai, Y., Segah, H., Limin, S. H., Osaki, M., & Tawaraya, K. 2006. Increase in early growth and nutrient uptake of shorea seminis seedlings inoculated with two ectomycorrhizal jamur. Journal of Tropical Forest Science, 18(4), 243–249.

Watling, R., Lee, S. S., & Turnbull, E. 2002. Tropical Mycology Volume 1, Macromycetes: The Occurrence and Distribu�on of 3 Puta�ve Ectomycorrhizal Basidiomycetes in a Regenera�ng South-east Asian Rainforest (1st ed.).

Whitmore, T. C., & Brown, N. D. 1996. Dipterocarp seedling growth in rain forest canopy gaps during six and a half years. Phil. Trans. R. Soc. Lond. B, 351(1344), 1195-1203.

Yasman, I. 1995. Dipterocarpaceae  : Tree-Mycorrhizae-Seedling Connec�ons.

Yuwa-Amornpitak, T., Vichitsoonthonkul, T., Tan�charoen, M., Cheevadhanarak, S., & Ratchadawong, S. 2006. Diversity of ectomycorrhizal jamur on dipterocarpaceae in Thailand. Journal of Biological Sciences 6: 1059–1064.

P3SEKPI

Maliyana UlfaBalai Litbang LHK Palembang Jl.