institutional repository uin syarif hidayatullah jakarta: home€¦ · hasil yang didapat adalah,...
TRANSCRIPT
TINGKAT KEPUASAN ORANG TULI DALAM
MENONTON PROGRAM BERITA DI TELEVISI
NASIONAL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)
Oleh:
Lukman Hakim
NIM: 1112051100029
PROGRAM STUDI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2019 M
v
ABSTRAK
Lukman Hakim, 1112051100029, Tingkat Kepuasan Orang
Tuli dalam Menonton Program Berita di Televisi Nasional
Kehidupan manusia saat ini tidaklah bisa terlepas dari adanya
media. Media memiliki peranan penting dalam keseharian manusia
yang telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu tapi
juga bagi masyarakat dan kelompok.
Televisi sebagai salah satu bagian dari media memiliki pengaruh
yang paling kuat kepada khalayaknya. Namun apa yang disajikan
televisi belum mampu menangkap jaringan luas khalayak, salah
satunya mereka yang memiliki keterbatasan pada pendengarannya.
Ketidakmampuan ini membuat informasi yang disalurkan oleh
televisi menjadi kurang efektif. Dari latar belakang diatas, timbul
pertanyaan, seberapa besar keinginan Orang Tuli dalam
memperoleh kepuasan dari menonton televisi? Lalu apakah yang
mereka cari sudah terpenuhi oleh televisi? Kemudian seberapa
besar pengaruh fitur penerjemah bahasa isyarat dan fitur
aksesibilitas lainnya?
Penelitian ini menggunakan paradigma deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif. Sedangkan metode analisis yang
digunakan adalah Uses and Gratification, metode ini menekankan
pada perbandingan besaran keinginan subjek dengan apa yang
didapat, yang pada penelitian ini adalah menghitung seberapa
besar tingkat kepuasan Orang Tuli dalam menggunakan televisi
setelah diberikan variabel lain yaitu aksesibilitas penerjemah
bahasa isyarat. Pengukuran keinginan dan kepuasan sampel
menggunakan kuesioner yang kemudian diolah datanya dengan
software IBM SPSS Statistic 25.
Hasil yang didapat adalah, televisi masih belum memenuhi tingkat
kepuasan dari keinginan Orang Tuli. Walaupun saat ini sudah
terdapat penerjemah bahasa isyarat di setiap program berita tetapi
masih belum terasa efektif.
Kata Kunci: Media, Televisi, Uses and Gratification, Orang
Tuli.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT
karena atas nikmat dan karuniaNya penelitian skripsi ini dapat
berjalan dengan baik tanpa halangan yang berarti. Shalawat serta
salam juga tidak lupa ditunjukkan kepada Nabi Muhamad SAW
beserta para sahabat.
Tidak lupa, peneliti sampaikan rasa terima kasih kepada keluarga,
dosen dan sahabat yang selalu memberi dukungan kepada peneliti
untuk menyelesaikan penelitian tepat waktu. Kepada dosen
pembimbing, Dr. Tantan Hermansah, M.Si., terima kasih telah
memberi arahan serta saran yang membangun selama menyusun
penelitian ini dari awal hingga selesai. Peneliti sangat menghargai
segala masukan yang diberikan baik itu mengenai tata cara
penulisan maupun pengertian dalam menggunakan teori. Kepada
kepala jurusan dan sekretaris jurusan Bapak Kholis Ridho, M.Si.
dan Ibu Dra. Hj. Musfirah Nurlaili, MA., terima kasih telah
membantu peneliti dalam mengurus segala persyaratan akademik
baik itu mengenai mata kuliah ataupun sidang sehingga peneliti
bisa mengujikan penelitian yang telah dibuat, semoga selalu diberi
kesehatan serta kebahagiaan untuk kalian.
vii
Teruntuk Mas Andrew Sihombing dan Teman-Teman Tuli dari
GERKATIN Kota Tangerang Selatan terima kasih telah
menyempatkan waktunya kepada peneliti dan memberi bantuan
berupa informasi yang bermanfaat sehingga penelitian ini memiliki
nilai yang berarti. Terima kasih juga kepada Mbak Intan yang telah
menjembatani peneliti berkomunikasi dengan Teman-Teman Tuli
juga kepada pengurus PUSBISINDO dan Kopi Tuli yang telah
menyediakan tempat untuk bersosialisasi dan melakukan
penelitian. Penelitian ini tidak akan bisa terwujud jika tanpa
bantuan kalian. Terima kasih juga kepada Bapak Ade Masturi, MA
dan Ibu Rubiyanah, MA., selaku dosen penguji yang sudah
menyempatkan waktu dan pikiran untuk memberi masukan agar
penelitian ini dapat lebih baik lagi.
Peneliti juga ingin meyampaikan rasa terima kasih yang mendalam
kepada orang tua tercinta, Ayahanda Namat dan Ibunda Sati yang
selalu memperjuangkan dan mendukung peneliti untuk bisa meraih
pendidikan yang setinggi-tingginya serta harapan dan doa sehingga
peneliti bisa menyelesaikan pendidikan strata satu. Teruntuk kakak
petama Sainah & Deden (alm), kakak kedua Samsul Anwar &
Linda, kakak ketiga Satiri Ahmad & Irma, kakak keempat Nur
Hasanah, kakak keenam Nur Aini & Yanto, dan adik tercinta Lutfi
& Riska, serta keponakan dan seluruh keluarga yang telah memberi
motivasi dan semangat setiap harinya. Tidak lupa kepada Puji
Astuti yang selalu menemani peneliti mencari data serta memberi
dukungan setiap harinya.
viii
Kepada teman-teman Jurnalistik 2012, terima kasih selalu
memberikan tempat dan waktu bagi penulis untuk belajar. Khusus
kepada Reza Armando, Yasir Arafat, Hafidz Fathur, Yusuf Yanuar,
Arfian Mubarak, Firman Hadi, Atika Fauziyyah, Eva Fauziyah, dan
Ruqoyah semoga momen menyelesaikan tugas akhir ini dapat
selalu terkenang dan selalu terjalin silaturahmi yang baik.
Terakhir namun tetap yang spesial, peneliti menyampaikan terima
kasih kepada Kawan-Kawan Berkah, Ahmad Faathir, Anisa
Indriani, Annisa Rahmah, Dwinda Nur Oceani, Indah Permata Sari,
dan Rizki Ananda karena selalu memberi hal baru ketika bertemu,
dan tidak lupa selalu ada kata-kata mutiara untuk peneliti agar
menyelesaikan skripsi dengan segera.
Begitu banyak kesan dan manfaat yang dirasakan oleh peneliti saat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga apa yang telah peneliti lakukan
dapat bermanfaat untuk para pembaca, memberikan nilai kebaikan
khususnya bagi peneliti maupun pembaca sekalian dan semoga
dapat menjadi kebaikan dalam bidang dakwah dan komunikasi di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Aamiin Ya Rabbal Alamiin
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Jakarta, 8 Juli 2019
Lukman Hakim
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ........................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIAN UJIAN .............................. iv
ABSTRAK ............................................................................................ v
KATA PENGANTAR ......................................................................... vi
DAFTAR ISI........................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ............................................................................. xiii
BAB I ..................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Batasan Masalah ........................................................................ 7
C. Rumusan Masalah ...................................................................... 8
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ................................. 9
1. Tujuan Penelitian ................................................................... 9
2. Manfaat Penelitian ................................................................. 9
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ...................................................... 10
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 13
BAB II ................................................................................................. 15
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 15
A. Media dan Proses Komunikasi ................................................. 15
1. Televisi ................................................................................. 17
2. Program Berita Televisi ....................................................... 20
3. Khalayak Media ................................................................... 23
4. Bahasa Sebagai Alat Komunikasi ........................................ 26
5. Komunikasi Verbal .............................................................. 30
6. Komunikasi Non-Verbal ...................................................... 32
x
7. Bahasa Isyarat ...................................................................... 33
B. Motif dan Kepuasan ................................................................. 36
1. Motif .................................................................................... 38
2. Kepuasan .............................................................................. 42
C. Tuli dan Tunarungu .................................................................. 43
BAB III ................................................................................................ 46
METODE PENELITIAN .................................................................. 46
A. Populasi dan Sampel ................................................................ 46
1. Populasi ................................................................................ 47
2. Sampel.................................................................................. 49
B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 50
C. Sumber Data ............................................................................. 50
1. Data Primer .......................................................................... 51
2. Data Sekunder ...................................................................... 51
D. Variabel Penelitian ................................................................... 52
1. Variabel Bebas (Independent) .............................................. 52
2. Variabel Terikat (Dependent) .............................................. 53
3. Variabel Moderator .............................................................. 53
E. Definisi Operasional ................................................................ 54
F. Instrumen Penelitian ................................................................ 56
1. Uji Validitas ......................................................................... 56
2. Uji Reliabilitas ..................................................................... 58
G. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 59
1. Kuesioner (angket) ............................................................... 60
2. Studi Kepustakaan (Library Research) ................................ 60
H. Teknik Pengolahan Data .......................................................... 60
1. Uji Kolmogorov-Smirnov .................................................... 62
2. Uji Regresi Linear Berganda................................................ 63
3. Uji F-Test ............................................................................. 64
4. Uji T-Test ............................................................................. 65
xi
I. Gambaran Umum ..................................................................... 67
1. Gerakan Kesejahteraan Tuli Indonesia (GERKATIN) ........ 67
2. Sejarah Berdirinya GERKATIN .......................................... 69
3. Struktur Organisasi GERKATIN ......................................... 71
4. Visi dan Misi GERKATIN .................................................. 72
5. Tujuan GERKATIN ............................................................. 73
6. Landasan Hukum GERKATIN ............................................ 74
7. Kegiatan dan Program Kerja GERKATIN .......................... 75
BAB IV ................................................................................................ 79
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 79
A. Pengolahan Uji Instrumen ........................................................ 79
B. Rekapitulasi Validitas dan Reliabilitas Instrumen ................... 79
1. Validitas ............................................................................... 79
2. Reliabilitas ........................................................................... 85
C. Karakteristik Responden .......................................................... 85
1. Usia Responden ................................................................... 85
2. Jenis Kelamin Responden .................................................... 86
3. Tingkat Pendidikan Responden ........................................... 86
4. Keaktifan Penggunaan Media Responden ........................... 87
5. Stasiun Televisi yang Ditonton Responden ......................... 87
6. Frekuensi Responden Menonton Televisi dalam Seminggu 89
7. Lamanya Responden Menonton Televisi ............................. 90
D. Hasil Analisis Uji Statistik ....................................................... 90
1. Analisis Gratification Sought dan Gratification Obtained .. 90
2. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ................................. 95
3. Uji Regresi Linier Berganda ................................................ 95
4. Uji F-Test ........................................................................... 100
5. Uji T-Test ........................................................................... 101
E. Pembahasan ............................................................................ 102
BAB V ............................................................................................... 106
xii
PENUTUP ......................................................................................... 106
A. Kesimpulan ............................................................................ 106
B. Saran ...................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 108
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Populasi Masyarakat Kota Tangerang Selatan ...................... 48
Tabel 3.2 Hubungan Tiap Variabel Penelitian ..................................... 53
Tabel 3.3 Indikator Penelitian ............................................................... 54
Tabel 3.4 Struktur Organisasi GERKATIN Periode 2015 – 2020 ........ 71
Tabel 4.1 Uji Validitas Motif ................................................................ 80
Tabel 4.2 Uji Validitas Kepuasan ......................................................... 82
Tabel 4.3 Uji Validitas Aksesibilitas .................................................... 84
Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas ............................................................. 85
Tabel 4.5 Data Responden Berdasarkan Usia ............................. 85
Tabel 4.6 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............. 86
Tabel 4.7 Data Responden Berdasarkan Pendidikan .................. 86
Tabel 4.8 Data Responden Berdasarkan Keaktifan Menggunakan
Media........................................................................................... 87
Tabel 4.9 Data Stasiun Televisi yang Ditonton Responden ........ 87
Tabel 4.10 Data Frekuensi Responden Menonton Televisi dalam
Seminggu .................................................................................... 89
Tabel 4.11 Data Rata-Rata Waktu Responden Menonton
Televisi ........................................................................................ 90
Tabel 4.12 Skor Rata-Rata Gratification Sought ........................ 91
xiv
Tabel 4.13 Skor Rata-Rata Gratification Obtained ..................... 92
Tabel 4.14 Perbandingan Gratification Sought dengan
Gratification Obtained ................................................................ 94
Tabel 4.15 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ...................... 95
Tabel 4.16 Perhitungan Koefisien Korelasi ................................ 96
Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Korelasi ....................................... 96
Tabel 4.18 Ringkasan Uji Regresi Linier Berganda ................... 98
Tabel 4.19 Hasil Perhitungan Koefisien ..................................... 99
Tabel 4.20 Anova ...................................................................... 100
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia saat ini tidaklah bisa terlepas dari
adanya media. Sebagai wadah penyampai informasi media
memiliki peranan penting dalam kehidupan saat ini. Banyak
informasi yang didapat manusia dari adanya media entah itu
mengenai realitas yang terjadi ataupun sekedar informasi
hiburan. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi
individu tapi juga bagi masyarakat dan kelompok.
Dalam perkembangannya, media berevolusi untuk
mendukung segala aktivitas manusia hingga saat ini kita
mengenal adanya media massa. Media massa dapat dibagi
menjadi tiga jenis yaitu media cetak (koran, taboid, majalah),
media elektronik (televisi, radio) dan media siber1 (media
online).
Menurut Ardianto dan Erdinaya, dari semua media
komunikasi yang ada, televisi lah yang paling berpengaruh
pada kehidupan manusia.2 Ardianto dan Erdinaya
menyebutkan fungsi televisi yaitu sama dengan fungsi media
1 Media baru yang hadir dengan adanya teknologi internet. Media ini
sangat bergantung pada penggunaan internet dan tetap berpegang pada
Undang-Undang Pers. Merujuk dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Media_siber. 2 Elvinaro Ardianto dan Erdinaya, Komunikasi Massa: Suatu
Pengantar, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2004), Cet. Pertama, h. 125.
2
massa lainnya (surat kabar dan radio siaran), yakni memberi
informasi, mendidik, menghibur, dan membujuk.3
Televisi pun dianggap merupakan media yang dapat
mendominasi komunikasi massa, karena sifatnya yang dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Kini, di
Indonesia sudah banyak bermunculan stasiun televisi,
terhitung hingga saat ini sudah ada 15 stasiun televisi nasional
yang mengudara (terdiri dari 1 televisi publik dan 14 televisi
komersil)4. Namun tidak menjamin dengan banyaknya stasiun
televisi tersebut maka informasi yang diberikan dapat
terdistribusi dengan merata. Infomasi melalui siaran berita
tentu menjadi hal yang penting bagi masyarakat agar
mengetahui perkembangan yang terjadi di dalam maupun luar
negeri. Tetapi mereka yang menikmati siaran televisi memiliki
latar belakang yang berbeda-beda, seperti difabel yang salah
satunya adalah Orang Tuli, yaitu mereka yang memiliki
keterbatasan dalam pendengarannya. Jika merujuk kedalam
undang-undang tentu saja mereka memiliki hak yang sama
untuk memperoleh informasi.
Difabel menurut situs resmi WHO (World Health
Organization) adalah istilah yang meliputi gangguan,
keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan
3 Elvinaro Ardianto dan Erdinaya, Komunikasi Massa: Suatu
Pengantar, h. 128. 4 Wikipedia, “Daftar Stasiun Televisi di Indonesia”, Wikipedia,
diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_stasiun_televisi_di_Indonesia, pada
tanggal 10 Desember 2017 pukul 14.30
3
adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya;
suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh
individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan
pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh
individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. Jadi
difabel adalah sebuah fenomena kompleks, yang
mencerminkan interaksi antara ciri dari tubuh seseorang dan
ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.5
Penggunaan kata difabel berbeda dengan disabilitas
walaupun keduanya memiliki rujukan yang sama. Yakni
mereka yang memiliki keterbatasan fisik ataupun mental. Akan
tetapi penggunaan kata difabel lebih menuju orang-orang
tersebut bukan tidak memiliki kemampuan dalam melakukan
berbagai hal, hanya saja kemampuan yang mereka miliki
berbeda dengan orang lain pada umumnya.
Tuli6 adalah sebutan bagi mereka yang memiliki
keterbatasan pendengaran. Pada umumnya istilah ini biasa
dikenal oleh masyarakat luas sebagai tunarungu. Kedua istilah
ini merujuk pada hal yang sama yaitu mereka yang memiliki
keterbatasan pada indra pendengarannya baik itu sebagian atau
5 WHO, “Disabilities”, World Health Organization, diakses dari
http://www.who.int/topics/disabilities/en/, pada tanggal 11 Desember 2017
pukul 10.40. 6 Tuli adalah kata yang sedang di kampanyekan oleh mereka yang
memiliki keterbatasan pada pendengarannya dan menggunakan bahasa isyarat
untuk berkomunikasi. Saat ini masyarakat terbiasa dengan istilah tunarungu
namun orang yang memiliki keterbatasan pada pendengarannya menganggap
istilah ini semakin mengucilkan mereka karena secara tidak langsung
menganggap ini sebagai kekurangan dan harus disembukan. Merujuk dari
https://kumparan.com/@kumparannews/sebut-saja-kami-tuli.
4
menyeluruh, yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka
secara menyeluruh terutama dalam berkomunikasi. Namun
sebenarnya kedua istilah ini memiliki pemahaman yang
berbeda. Berdasarkan hasil pencarian peneliti melalui media
online (portal berita, jurnal online, kanal YouTube) istilah Tuli
merujuk pada sekelompok orang yang memiliki keterbatasan
pada pendengarannya dan menggunakan bahasa isyarat untuk
berkomunikasi, sementara tunarungu lebih kepada istilah
medis memiliki arti alat pendengaran yang rusak, harus
menjalani perawatan atau terapi agar bisa seperti orang dengar7
lainnya. Atas perbedaan istilah itulah kenapa saat ini mereka
yang memiliki keterbatasan pada pendengarannya memilih
untuk dipanggil sebagai Tuli dan mengkampanyekannya.
Bagi mereka, kata Tuli memiliki cerminan identitas diri
bagi orang yang tidak bisa mendengar dan menggunakan
bahasa isyarat dalam berkomunikasi. Istilah ini menekankan
pada cara mereka berkomunikasi dan mengembangkan budaya
sendiri.
Dalam berkomunikasi, mereka yang memiliki keterbatasan
pada pendengarannya ini biasa menggunakan bahasa isyarat
dan gerak bibir yang mengandalkan gerakan tangan atau tubuh
mereka untuk menyampaikan atau merespon sesuatu, cara
berkomunikasi seperti ini lebih mudah mereka pahami
daripada harus membaca gerakan mulut lawan bicaranya saja.
7 Orang Tuli dan Orang Dengar adalah kedua istilah yang digunakan
dalam komunitas Tuli untuk membedakan mereka yang dapat mendengar dan
tidak. Merujuk dari
https://libertysites.wordpress.com/2018/03/24/komunikasi-orang-tuli/.
5
Bahasa isyarat tidak memiliki bahasa internasional karena
bahasa isyarat di tiap negara memiliki perbedaan. Hal ini sama
seperti bahasa verbal yang juga memiliki perbedaan di setiap
tempat, perbedaan ini didasari oleh keragaman lingkungan dan
budaya tempat bahasa itu berkembang. Orang Tuli di Indonesia
berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat yang mengacu
pada dua sistem yaitu BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia)
dan SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia). Kedua sistem ini
memiliki asal yang berbeda, BISINDO adalah bahasa yang
lahir dari Orang Tuli sendiri atau bahasa ibu bagi mereka dan
dikembangkan oleh GERKATIN (Gerakan Kesejahteraan Tuli
Indonesia) sedangkan SIBI adalah sistem bahasa isyarat yang
dikembangkan oleh orang dengar dan disahkan oleh
KEMENDIKBUD (Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan) yang kemudian dimasukkan kedalam kurikulum
belajar SLB B (Sekolah Luar Biasa khusus Tuli).
Beberapa stasiun televisi nasional mulai menerapkan
penerjemah bahasa isyarat dalam program siarannya, hal ini
bertujuan untuk memberikan hak yang sama kepada setiap
golongan masyarakat dalam memperoleh informasi. Pada
mulanya pemerintah hanya menerapkan Sistem Isyarat Bahasa
Indonesia (SIBI) sebagai bahasa isyarat yang digunakan oleh
televisi nasional untuk menjangkau penonton Tuli, seperti yang
diterapkan pertama kali oleh TVRI Nasional pada Desember
2013 dalam program berita Indonesia Malam. Kemudian
penggunaan penerjemah bahasa isyarat semakin berkembang
dan sudah menggunakan dua sistem bahasa (SIBI dan
6
BISINDO) yang ditayangkan secara bergantian setiap harinya
sesuai hari ganjil dan genap, hal ini bertujuan untuk
penyebaran informasi yang merata ke setiap elemen
masyarakat khususnya Orang Tuli yang memiliki dua sistem
bahasa.
Alasan peneliti mengambil judul ini karena siaran televisi
memiliki pengaruh yang paling kuat dalam menyebarkan
informasi diantara media massa lainnya, bersifat audio visual
dan mudah ditemui baik itu dirumah maupun ruang publik.
Namun dampak tersebut belum sepenuhnya dapat dirasakan
oleh Orang Tuli karena keterbatasannya dalam pendengaran.
Oleh karena itu, adanya penerjemah bahasa isyarat diharapkan
dapat membantu Orang Tuli dalam memahami pesan yang
diberikan selain membaca judul dan menerka apa yang
dibicarakan pada program berita di televisi. Seperti halnya
yang telah diterapkan pada program berita di TVRI sejak akhir
tahun 2013, peneliti ingin mendalami apakah dengan adanya
penerjemah bahasa isyarat dapat meningkatkan kepuasan
Orang Tuli dalam memenuhi keinginannya menonton program
berita di televisi serta mencari tahu keinginan apa yang paling
mereka inginkan dari menonton program berita di televisi
tersebut.
Peneliti berfokus pada komunitas GERKATIN sebagai
subjek penelitian karena komunitas ini merupakan wadah bagi
Orang Tuli di Indonesia dalam bersosialisasi dan
mengembangkan budaya mereka. komunitas ini tersebar di
seluruh Indonesia, namun yang peneliti pilih sebagai sampel
7
adalah mereka yang tergabung kedalam komunitas
GERKATIN Kota Tangerang Selatan. Hal ini dikarenakan
komunitas GERKATIN Kota Tangerang Selatan masih
merintis dan mereka aktif mensosialisasikan kegiatan mereka
baik itu di media sosial maupun musyawarah rencana
pembangunan (musrembang) desa di Kota Tangerang Selatan.
Untuk jumlah populasi yang diambil adalah berdasarkan pada
data komunitas GERKATIN Tangerang Selatan yang memiliki
jumlah anggota Tuli pada tahun 2017, kurang lebih sebanyak
100 orang. Sesuai dengan latar belakang tersebut, maka
peneliti tertarik untuk mengkaji tentang “Tingkat Kepuasan
Orang Tuli dalam Menonton Program Berita di Televisi
Nasional”.
B. Batasan Masalah
Untuk populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah
Orang Tuli di Kota Tangerang Selatan khususnya yang
tergabung kedalam komunitas GERKATIN Kota Tangerang
Selatan. Peneliti akan menganalisis tingkat kepuasan subjek
penelitian terhadap program berita televisi nasional yang
memiliki penerjemah bahasa isyarat. Tingkat kepuasan diukur
berdasarkan kepuasan responden terhadap motif yang
diinginkan, penulisan keterangan berita, dan kejelasan
informasi yang didapat dari penerjemah bahasa isyarat pada
program berita televisi nasional.
8
Program berita yang di tonton oleh subjek sudah peneliti
batasi menjadi lima belas stasiun televisi yang mengudara
secara nasional di Indonesia. Kelima belas televisi ini adalah
TVRI, RCTI, GTV, MNCTV, iNews, SCTV, Indosiar, ANTV,
TVOne, MetroTV, Trans7, TransTV, RTV, KompasTV, dan
NET.
Kelima belas stasiun televisi ini secara umum terbagi
menjadi dua jenis, yaitu televisi generalis dan televisi spesialis;
televisi generalis adalah televisi yang menyajikan program
atau acara beragam sementara televisi spesialis adalah televisi
yang fokus pada satu program tertentu, jika di Indonesia
televisi spesialis adalah televisi yang fokus dalam menyiarkan
berita.8
Program berita yang ditayangkan kelima belas stasiun
televisi ini sama-sama menampilkan penerjemah bahasa
isyarat di dalamnya. Waktu penelitian ini adalah enam bulan,
dimulai dari bulan maret 2018 sampai september 2018.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka rumusan masalah ini adalah:
“Bagaimana tingkat kepuasan Orang Tuli di Kota Tangerang
Selatan terhadap motif yang di cari pada program berita televisi
nasional yang menampilkan penerjemah bahasa isyarat?”
8 Usman, Television News Reporting and Writing, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009), h. 2.
9
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk
mengetahui tingkat kepuasan subjek penelitian terhadap
program berita televisi nasional yang menampilkan
penerjemah bahasa isyarat.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
wawasan dalam penelitian media massa melalui siaran
televisi khususnya penggunaan sistem bahasa isyarat
untuk Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
Penelitian ini dapat berguna untuk memperdalam
wawasan dan menambah referensi dalam bidang
penyiaran di perkuliahan.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi informasi awal
dan menjadi kontribusi positif dalam penelitian
penyiaran dan penelitian yang serupa. Selain itu,
penelitian ini dapat menjadi tambahan bagi para
mahasiswa jurnalistik untuk mengetahui bagaimana
tingkat kepuasan dari penggunaan sistem isyarat pada
televisi nasional. Juga memberi masukan akademis
10
bagi program televisi dan para tim produksi
penerjemah bahasa isyarat.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Dalam penelitian ini peneliti menemukan beberapa
tinjauan pustaka yang pembahasannya mendekati dengan apa
yang diteliti oleh peneliti. Beberapa diantaranya yaitu:
1. Skripsi yang berjudul Efektivitas Pengunaan Sistem
Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) Pada Siaran Berita
TVRI Nasional (Studi Pada Penyandang Tunarungu di
Kota Banda Aceh). Ditulis oleh Siti Nur Chotimah Azhari,
mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Syiah Kuala
Darussalam, Banda Aceh tahun 2016. Skripsi ini
menghitung tingkat efektivitas bahasa isyarat dalam
program berita Indonesia Malam TVRI bagi Orang Tuli di
Kota Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan teori uses
and gratifications dalam mengukur efektivitas bahasa
isyarat dengan menggunakan lima indikator pengukuran
(1) perhatian, (2) pemahaman, (3) efek kognitif, (4) efek
afektif, (5) efek behavioral. Kesimpulan yang didapat pada
penelitan ini ialah penggunaan bahasa isyarat dalam
program Indonesia Malam TVRI nyatanya tidaklah efektif
karena hasil yang didapat tidak memenuhi kelima indikator
yang sudah disediakan.
11
2. Skripsi yang berjudul Realisasi Hak Publik dalam
Produksi Berita Bahasa Isyarat di Televisi (Studi Kasus
Program Berita Indonesia Malam Versi Bahasa Isyarat
di TVRI). Ditulis oleh Wuri Aryani, mahasiswi
Konsentrasi Jurnalistik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Wuri Aryani meneliti
tentang bagaimana proses pra – pro – post produksi
penerjemah bahasa isyarat pada program Indonesia Malam
TVRI. Disini Ia menemukan bahwa keseluruhan proses
produksi penerjemah bahasa isyarat sepenuhnya tanggung
jawab Kementerian Sosial, TVRI selaku lembaga
penyiaran hanya menjadi media bagi penerjemah bahasa
isyarat tersebut agar dapat diakses oleh Orang Tuli.
Penelitian ini menggunakan Teori Ruang Publik (Public
Sphere) milik Jurgen Habermas, dan Wuri Aryani selaku
peneliti menilai konsep penerjemah bahasa isyarat dalam
program Indonesia Malam TVRI sudah mewakili konsep
ruang publik dengan memberikan fasilitas penerjemah
kepada Orang Tuli untuk memperoleh informasi yang sama
seperti masyarakat lainnya.
3. Skripsi yang berjudul Bahasa Isyarat Indonesia di
Komunitas Gerakan Untuk Kesejahteraan Tunarungu
Indonesia. Ditulis oleh Diyah Kardini Maulida, mahasiswi
Konsentrasi Jurnalistik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2017. Penelitian ini fokus pada
bagaimana mengartikan bahasa kata dan tulisan menjadi
12
sebuah simbol (isyarat), teori yang digunakan adalah
semiotika Ferdinand de Saussure karena penelitian ini
fokus pada menginterpretasi sebuah simbol. Kemudian
Diyah K. Maulida selaku peneliti mencari tahu persamaan
gerakan bahasa isyarat yang digunakan di Indonesia –
dalam hal ini BISINDO – dengan negara lainnya. Hasil
yang didapat adalah dalam berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa isyarat, peran ekspresi, gerak bibir,
bahasa tubuh, dan interpreter sangatlah dibutuhkan. Selain
hal tersebut, upaya memahami bahasa isyarat sebaiknya
dipelajari juga oleh orang dengar agar proses komunikasi
dapat lebih luas. Dan bahasa isyarat yang digunakan di tiap
negara memiliki keunikan masing-masing tergantung pada
latar belakang budaya tempat bahasa isyarat itu
berkembang.
4. Skripsi yang berjudul Hubungan Antara Motif dan
Kepuasan Mahasiswa Jurnalistik UIN Jakarta
Terhadap Breaking News Detik.com. Ditulis oleh Gani
Wulani Martani, mahasiswi Konsentrasi Jurnalistik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2015. Penelitian ini mencari tahu tingkat kepuasan
mahasiswa setelah mengakses breaking news detik.com
dan mengetahui hubungan antara motif dan kepuasan
mahasiswa terhadap breaking news detik.com. Teori yang
digunakan adalah Uses and Gratifications dengan populasi
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2012
13
– 2014 sebanyak 95 responden. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan breaking news detik.com mampu memenuhi
kebutuhan khalayak pada motif identitas pribadi dan
hiburan, namun pada motif informasi, motif integrasi dan
motif interaksi sosial belum terpenuhi.
Dari keempat hasil penelitian diatas, dapat
disimpulkan bahwa belum ada penelitian yang mengkaji
“Tingkat Kepuasan Orang Tuli dalam Menonton
Program Berita di Televisi Nasional”.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjad lima bab.
Setiap bab terdiri atas sub-bab yang memiliki keterkaitan satu
dengan yang lainnya. Sistematika penulisan tersebut antara lain
sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Membahas tentang latar belakang masalah, batasan masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian,
tinjauan kajian terdahulu dan sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menguraikan apa itu media dan proses komunikasi, televisi,
program berita televisi, khalayak media, bahasa sebagai alat
komunikasi, komunikasi verbal, komunikasi non-verbal,
14
bahasa isyarat, teori motif dan kepuasan (uses and
gratification), Tuli dan tunarungu.
BAB III
METODE PENELITIAN
Berisi populasi dan sampel, tempat dan waktu penelitian,
sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data,
dan teknik pengolahan data.
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Menjelaskan hasil temuan penelitian dan pembahasan
penelitian dari data yang telah diisi oleh anggota komunitas
GERKATIN (Gerakan untuk Kesejahteraan Tuli Indonesia)
Kota Tangerang Selatan mengenai kepuasannya dalam
menonton program berita televisi nasional yang menampilkan
penerjemah bahasa isyarat di dalamnya.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Memberi kesimpulan dari hasil penelitian serta saran dari
peneliti mengenai hal-hal yang telah dibahas dalam penelitian
ini.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Media dan Proses Komunikasi
Saat ini manusia dan media adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Dimulai dari saat membuka mata di pagi hari
sampai kembali tertidur, manusia saat ini selalu bertemu
dengan media. Suara penyiar berita yang menginformasikan
kabar terbaru di televisi, radio yang memainkan musik
kesukaan kita saat sedang berkendara, dan iklan yang muncul
ketika sedang membaca artikel di media online gawai kita.
Sepanjang hari, rata-rata orang menghabiskan waktu lebih
banyak dengan media daripada tanpa media. Beberapa bentuk
media menyentuh kehidupan manusia setiap hari, secara
ekonomi, sosial, dan budaya. Media massa dapat
mempengaruhi apa yang manusia makan, cara berbicara
maupun bagaimana seseorang membelanjakan uangnya.1
Secara etimologi, media berasal dari kata Yunani yaitu
“medius” yang berarti tengah, perantara, atau pengantar.
Sedangkan secara terminologi, media adalah sebuah ‘alat’
yang mengantarkan atau menjadi perantara antara pesan yang
disampaikan oleh pengirim ‘komunikator’ kepada
1 Shirley Biagi, Media/Impact: Pengantar Media Massa, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2010), Edisi 9, h. 5.
16
penerimanya ’komunikan’.2 Menurut Association for
Educational Communications & Technology (AECT), media
merupakan setiap bentuk saluran yang dipakai dalam proses
penyampaian ataupun penyaluran pesan.3 Dalam kamus
telekomunikasi, media adalah sarana ‘alat’ yang digunakan
oleh komunikator untuk menyampaikan pesan kepada
komunikan, apabila komunikan jauh tempatnya dan banyak
jumlahnya. Jadi segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai
alat bantu dalam berkomunikasi disebut media komunikasi,
adapun bentuk dan jenisnya beragam.4
Sedangkan komunikasi adalah sebuah tindakan atau
perilaku mengirim pesan, ide, dan pendapat dari seseorang ke
orang lainnya. Menulis, berbicara, memberi isyarat, dan
menggerakkan tubuh adalah contoh dari berkomunikasi. Ada
tiga cara menggambarkan seseorang dalam berkomunikasi,
yaitu:5
Komunikasi Intrapersonal – komunikasi pada diri sendiri;
Komunikasi Interpersonal – komunikasi antar dua orang
atau lebih dan memiliki timbal balik secara langsung;
2 Arief S. Sadiman, dkk, Media Pendidikan: Pengertian,
Pengembangan, dan Pemanfaatannya, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1990),
h. 6. 3 Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran,
(Jakarta: Ciputat Press, 2002), Cet. Pertama, h. 11. 4 Gouzali Saydam, Kamus Istilah Telekomunikasi, (Bandung:
Djambatan, 1992), h. 227. 5 Shirley Biagi, Media/Impact: Pengantar Media Massa, h. 8 – 9.
17
Komunikasi Massa – komunikasi dari seseorang atau
kelompok dengan menggunakan suatu media kepada
banyak orang.
Untuk melakukan apa yang dinamakan dengan komunikasi
massa, para peneliti komunikasi menggunakan model-model
komunikasi. Hal ini mencakup enam istilah kunci, yaitu
pengirim (sender), pesan (message), penerima (receiver),
saluran (channel), umpan balik (feedback), dan gangguan
(noise).6 Contohnya sebuah perusahaan susu sapi siap minum
cap beruang (pengirim) membuat iklan dengan animasi naga
yang terbuat dari susu melawan hujan anak panah (pesan),
khalayak7 (penerima) yang menonton menjadi bingung dengan
kandungan susu tersebut (umpan balik) karena ada tiga
makhluk yang tergambarkan (gangguan) dari susu siap minum
itu.
1. Televisi
Kata televisi berasal dari bahasa Yunani “tele” yang
berarti jarak jauh dan bahasa Latin “visio” yang berarti
penglihatan. Sehinga televisi dapat diartikan sebagai alat
komunikasi jarak jauh yang menggunakan media visual
atau penglihatan. Televisi adalah sebuah media
telekomunikasi yang berfungsi sebagai penerima siaran
gambar bergerak beserta suara, baik itu yang monokrom
6 Shirley Biagi, Media/Impact: Pengantar Media Massa, h. 9. 7 Khalayak memiliki arti pendengar, penonton atau pembaca, yaitu
publik yang memiliki kesamaan minat dalam memilih suatu media. Merujuk
dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/khalayak.
18
‘hitam putih’ maupun berwarna. Perangkat penampil visual
yang tanpa dilengkapi dengan penerima sinyal biasanya
disebut sebagai monitor. Dampak pemberitaan melalui
televisi bersifat powerfull ‘kuat’, karena melibatkan aspek
suara dan gambar, sehingga lebih memberi pengaruh yang
kuat kepada khalayaknya.8 Sedangkan menurut Skornia
dalam bukunya “Television and Society: An Inquest and
Agenda for Improvement” (1965), dibandingkan media
massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku, dsb),
televisi mempunyai sifat istimewa. Televisi merupakan
gabungan dari media suara dan gambar. Sifat politisnya
sangat besar karena bisa menyampaikan informasi, hiburan
dan pendidikan, atau gabungan dari ketiga unsur tersebut
secara kasat mata.9
Dari awal debutnya memasuki dunia penyiaran sejak
196010 hingga sekarang, televisi masih menarik perhatian
khalayak dengan kekuatannya menampilkan suara dan
gambar juga dapat diterima dimana saja. Maka dari itu
televisi mempunyai lebih banyak khalayak dari pada
sepupu media elektroniknya, radio yang hanya dapat
dinikmati dengan satu indra saja ‘pendengaran’ atau media
8 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 45. 9 Adi Badjuri, Jurnalistik Televisi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010),
h. 6. 10 Shirley Biagi, Media/Impact: Pengantar Media Massa, h. 315.
19
cetak yang hanya dapat dinikmati dengan indra
‘penglihatan’ dan pengguna harus mengerti cara membaca.
Dalam buku Jurnalistik Televisi, Adi Badjuri
menjelaskan karakteristik televisi sebagai berikut:11
a. Mengutamakan gambar
Kekuatan televisi terletak pada tampilan visual yang
didukung dengan narasi teks atau audio. Tentu hal ini
yang menjadi nilai lebih televisi dibanding media
lainnya.
b. Mengutamakan kecepatan
Televisi mengutamakan kecepatan. Kecepatan bahkan
menjadi salah satu unsur yang mejadikan televisi
bernilai. Jika terjadi suatu peristiwa, dengan cepat
televisi akan menayangkannya dalam bentuk breaking
news.
c. Bersifat sekilas
Durasi berita televisi terbatas. Berita yang ditayangkan
televisi cenderung bersifat sekilas dan tidak mendalam.
d. Bersifat satu arah
Khalayak tidak dapat memberi respon secara langsung
kepada program yang sedang ditayangkan. Khalayak
hanya memiliki satu kesempatan dalam memahami
informasi yang ada di televisi. Misalnya khalayak tidak
11 Adi Badjuri, Jurnalistik Televisi, h. 39 – 40.
20
bisa meminta presenter membacakan ulang berita yang
sudah disampaikan.
e. Daya jangkau luas
Televisi menjangkau segala lapisan masyarakat,
dengan berbagai latar belakang sosial-ekonomi.
Seorang tunaaksara tentu tidak akan bisa menikmati
media cetak tetapi dapat menikmati televisi
2. Program Berita Televisi
Kehadiran informasi atau berita merupakan konten
yang sangat penting bagi suatu media massa selain konten
pendidikan dan hiburan. Baik itu cetak, elektronik maupun
siber. Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi
yang semakin modern, informasi dan berita menjadi salah
satu kebutuhan yang paling mendesak untuk segera
dipenuhi pada masa ini.12
Untuk memenuhi sifat keingintahuan manusia akan hal
yang terjadi di sekelilingnya, stasiun televisi bersaing
menghadirkan berbagai program untuk disajikan kepada
khalayak. Melalui berbagai program ini stasiun televisi
menjelajahi rasa keingintahuan manusia untuk menarik
sebanyak mungkin khalayak. Salah satu program andalan
televisi dalam memenuhi kebutuhan infomasi masyarakat
adalah program berita.
12 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Ciputat: Kalam Indonesia,
2005), h. 56.
21
Program berita di televisi banyak memberikan
informasi untuk memenuhi rasa keingintahuan khalayak
terhadap suatu hal. Program informasi adalah segala jenis
siaran yang tujuannya untuk memberikan tambahan
pengetahuan kepada khalayak. Daya tarik program ini
adalah informasi, dan informasi inilah yang ‘dijual’ kepada
khalayak.13
Tidak semua informasi adalah berita, namun berita
adalah sebuah informasi. Menurut Morissan “berita adalah
informasi yang penting dan/atau menarik bagi khalayak.”14
Jadi suatu informasi dapat dikatakan sebagai berita jika
memenuhi kedua aspek ini, penting dan menarik.
Aspek penting adalah suatu informasi yang mampu
memberikan pengaruh dan memiliki dampak kepada
khalayaknya. Berita yang penting biasanya berita yang
bersentuhan langsung dengan masyarakat, misalnya berita
yang mengancam nyawa manusia, stabilitas ekonomi, atau
sesuatu yang dapat menganggu aktivitas kehidupan
masyarakat. Kemudian aspek menarik adalah suatu
informasi yang jika disampaikan mampu mambangkitkan
rasa kagum, lucu atau yang bersifat unik.15 Contohnya
seperti pemberitaan atlet lari Lalu Muhammad Zohri yang
memenangkan kejuaraan dunia atletik junior U-20 di
13 Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir (Jakarta: Kencana, 2010),
h. 25. 14 Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir, h. 8. 15 Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir, h. 8 – 10.
22
Finlandia pada 11 Juli 2018 lalu, pemberitaan ini menarik
perhatian publik karena nama Zohri yang belum pernah
terekspos media dan kabar bahwa Ia menggunakan
Bendera Negara Polandia yang dibalik saat upacara
pengalungan medali.
Informasi yang disampaikan melalui media televisi
dapat bertahan dalam ingatan manusia lebih lama. Hal ini
disebabkan karena gambar atau visualisasi bergerak yang
berfungsi sebagai tambahan dan dukungan informasi
penulisan narasi penyiar atau reporter memiliki
kemampuan untuk memperkuat daya ingat manusia dan
memanggilnya kembali.16 Hal tersebut dapat terjadi karena
informasi yang berasal dari televisi tersalurkan melalui dua
medium, audio visual. Sehingga khalayak yang
menggunakan televisi sebagai sumber informasi akan lebih
mudah menangkap pesan yang diberikan.
Kemudian, bagaimana jika khalayak televisi hanya
menggunakan salah satu dari panca indra? Misalnya
mereka yang memiliki keterbatasan pada pendengarannya
atau Orang Tuli. Sebagai media yang menggunakan ranah
publik yaitu frekuensi, stasiun televisi wajib memberikan
aksesibilitas17 kepada khalayaknya, dalam hal ini Orang
16 Deddy I. Muda, Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. Ke-2, h. 27. 17 Dapat diakses atau mudah untuk digunakan, biasanya disediakan
untuk penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan /
kesetaraan dalam menikmati fasilitas publik. Merujuk dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/aksesibilitas.
23
Tuli. Maka saat ini sebagian stasiun televisi melengkapinya
dengan penerjemah bahasa isyarat yang hadir pada
program berita. Jadi, mereka yang memiliki keterbatasan
pada pendengarannya ini masih bisa untuk memahami isi
informasi yang tengah disampaikan pada televisi tersebut.18
Secara umum, stasiun televisi di Indonesia terdiri atas
televisi generalis dan televisi spesialis. Televisi generalis
menyajikan program atau acara yang beragam, mulai dari
sinetron, acara anak-anak, hingga berita. Sementara televisi
spesialis adalah televisi yang fokus pada satu program
tertentu, misalnya menyiarkan berita saja.19
Berita dan informasi ternyata bisa menjadi komoditas
bisnis yang menjanjikan. Tayangan berita yang hadir di
setiap waktu (pagi, siang, malam) menjadikan televisi
sebagai sumber referensi dalam mendapatkan informasi.
Yang kemudian mempengaruhi rating20 dan mendatangkan
iklan sebagai sumber penghasilan stasiun televisi tersebut.
3. Khalayak Media
Setiap media baik cetak, elektronik maupun siber
memiliki khalayaknya masing-masing. Khalayak bisa
berasal dari masyarakat ataupun media dan kontennya, baik
18 Deddy I. Muda, Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional,
h. 26. 19 Usman, Television News Reporting and Writing, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009), h. 2. 20 Persentase jumlah total pemirsa dari sebuah program di televisi.
Merujuk dari Wimmer dan Dominick, Media Management, (New York: Tayor
and Francis Group, 2000), h. 317.
24
itu dari khalayak yang memang ingin mengkonsumsi suatu
media sesuai dengan kebutuhanya maupun khalayak yang
sengaja ditarik oleh media dengan konten yang mereka
tawarkan. Media secara terus-menerus mencoba
membangun dan mencari khalayak baru, dengan demikian
media tidak akan kehilangan penggunanya dan dapat
mengantisipasi apa yang sebaiknya mungkin menjadi
tuntunan yang spontan, atau mengidentifikasi kebutuhan
dan kepentingan potensial yang belum muncul.
Jumlah khalayak di setiap media dibatasi oleh selera,
kepentingan dan motivasi publik. Dalam hal ini media dan
khalayak sama-sama melakukan seleksi.21 Seleksi dari
media biasanya mengacu pada usia, jenis kelamin, jenjang
pendidikan dan letak geografi. Contohnya, media akan
menayangkan program berita di jam pagi karena pada jam
ini masyarakat akan memulai aktivitasnya dan cenderung
mencari informasi baru dari kejadian hari ini, kemarin
ataupun yang akan datang.
Oleh karena itu, khalayak dapat berubah-ubah dalam
memilih media yang sesuai dengan kepentingan dan
kebutuhannya. Khalayak media merupakan sasaran utama
bagi mereka yang ingin menggunakan media dengan tujuan
khusus seperti iklan komersial, kampanye politik dan
lainnya. Hal tersebut yang membuat khalayak menjadi
21 William L. Rivers, dkk, Media Massa & Masyarakat Modern
(Jakarta: Kencana, 2003), Cet. ke-2, h. 302.
25
komoditas penting bagi media. Pengiklan selalu berusaha
mencari tahu seberapa dalam karakteristik khalayak dari
suatu media, dan tidak hanya melihat dari jumlah
khalayaknya saja melainkan melihat dari segi program
yang paling digemari, jam berapa khalayak menyimak
pesan media dan jenis apa yang paling cocok untuk produk
pengiklan.22
Khalayak sampai saat ini bergantung dengan media
karena dengan media khalayak mendapatkan
kebutuhannya akan informasi dan keinginan-keinginan
khalayak lainnya.23 Lalu atas dasar apa khalayak memilih
media? Wilbur Schramm memberi jawaban atas dasar
orang-orang memilih media yang diutarakan Rivers,
Jensen, dan Paterson dalam buku “Media Massa dan
Masyarakat Modern” (2003). Schramm mengajukan dua
dasar orang-orang memilih media, yaitu:24
a. Prinsip Kemudahan, bahwa pemirsa, pembaca dan
pendengar memilih suatu media yang paling mudah
diperolehnya. Selama medianya tersedia, khalayak
akan memilih yang paling dekat dengan jangkauannya
yang tidak merepotkan.
22 William L. Rivers, dkk, Media Massa & Masyarakat Modern, h.
308 – 309. 23 William L. Rivers, dkk, Media Massa & Masyarakat Modern, h.
302. 24 William L. Rivers, dkk, Media Massa & Masyarakat Modern, h.
311 – 313.
26
b. Prinsip Harapan Imbalan, bahwa orang-orang akan
memilih media yang menurut harapannya akan
memberikan imbalan terbesar.
Oleh sebab itu, selain dari keinginan khalayak dalam
memilih media untuk memenuhi kebutuhannya akan
informasi dan mendapat hiburan. Media pun saling
berlomba untuk menarik khalayaknya dengan menyajikan
program yang sekiranya digemari, seakan semua yang
khalayak butuhkan dapat terpenuhi dalam media tersebut.
Namun untuk memenuhi kebutuhan khalayak, media
belum optimal dalam hal pemenuhan kebutuhan khalayak
minoritas.
Media dinilai masih bermain dalam zona nyaman
dengan menyiarkan program yang disesuaikan kepada
golongan mayoritas, tentu hal ini dianggap wajar jika
melihat media mencari penghasilan dari tingkatan rating
dan masuknya iklan. Namun kelompok minoritas ini juga
memiliki pasar yang menarik jika mereka diberikan akses
yang sama dan hak mereka dalam mendapatkan informasi
dilindungi oleh undang-undang. Dalam konteks ini,
minoritas yang peneliti maksud ialah mereka yang
memiliki keterbatasan pada pendengarannya atau Tuli.
4. Bahasa Sebagai Alat Komunikasi
Dalam pengertian populer, bahasa adalah bentuk
percakapan; sementara dalam ruang lingkup wacana
linguistik bahasa dapat diartikan sebagai simbol bunyi
27
bermakna dan berartikulasi, yang bersifat arbitrer25 dan
konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi
oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan
pikiran.26 Bahasa merupakan teknologi yang berkembang
seiring dengan perkembangan manusia sejak awal
peradaban, bahasa digunakan manusia untuk bertukar
pikiran, bersosialisasi ataupun memberi peringatan akan
bahaya. Terkadang bahasa memiliki kemampuan untuk
menyatakan lebih daripada apa yang disampaikan, hal ini
bergantung dari hubungan khusus antar manusia yang
menggunakan bahasa tersebut. Contohnya ucapan ‘selamat
datang kembali’ yang diberikan oleh pegawai minimarket
tentu akan terasa berbeda dengan yang diucapkan oleh
teman kuliah setelah seseorang tidak hadir dalam waktu
yang cukup lama karena sakit.
Dapat dikatakan bahasa sebagai satu-satunya sarana
yang menjembatani komunikasi antar manusia untuk
menyatakan pikiran, perasaan dan maksud.27 Penggunaan
bahasa dalam kehidupan manusia menjadi ciri khusus
25 Arti kata dari acak/ tidak tetap/ berubah-ubah. Maksudnya adalah
tidak ada hubungan wajib antara lambang bahasa dengan pengertian yang
dimaksud, misalnya istilah ‘kambing’ dengan pengertian ‘hewan mamalia
berkaki empat yang mengembik dan memiliki pupil persegi’ mengapa tidak
disebut sebagai ‘penyu’ atau ‘koala’. Namun memiliki istilah lain dalam
bahasa Jawa yaitu ‘wedus’ atau dalam bahasa Inggris yaitu ‘goat’. Merujuk
dari Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 45. 26 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012), Cet. Ke-6, h. 42. 27 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010), h. 261.
28
bahwa manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya.
Manusia merupakan makhluk sosial, untuk memenuhi
hasratnya sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan
bahasa sebagai alat untuk berinteraksi dengan sesamanya.
Maka dari itu, bahasa mempunyai fungsi yang amat
penting bagi kehidupan manusia, terutama sebagai fungsi
sosial.
Berdasarkan pada definisi bahasa tersebut, maka
penggunaan bahasa dapat dikategorikan ke dalam
komunikasi verbal, yaitu komunikasi yang disampaikan
secara lisan dan diterima melalui indra pendengaran.
Penggunaan bahasa dapat berbeda di tiap wilayah, inilah
yang menjadi batas kemampuan bahasa. Manusia
menggunakan bahasa berdasarkan kesepakatan yang telah
dibuat, satu istilah dapat menyimbolkan hal yang berbeda
di komunitas lain begitupun sebaliknya, sebuah simbol
memiliki istilah yang lain di suatu komunitas biarpun objek
yang dimaksud itu sama. Misal, kata ‘air’ dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris yang memiliki tulisan sama
namun maksud yang dituju berbeda, dan seekor mamalia
berkaki empat, memiliki janggut juga pupil persegi yang
dalam bahasa Indonesia disebut ‘kambing’ memiliki
sebutan berbeda dalam Bahasa Jawa ‘wedus’ dan Bahasa
Inggris ‘goat’.
Karena itulah kita mengenal perbedaan bahasa
bergantung pada kebudayaan atau kelompok manusia yang
29
menggunakannya. Bahasa dapat bersifat arbitrer asalkan
makna kata tersebut dapat diterima dalam komunitas dan
disetujui sebagai bentuk bahasa.
Dalam praktiknya manusia tidak hanya menggunakan
bahasa lisan ‘komunikasi verbal’ untuk berkomunikasi,
tetapi ada juga bahasa isyarat ‘komunikasi non-verbal’
untuk membaca emosi lawan bicaranya atau sebagai alat
komunikasi alternatif ketika penggunaan bahasa lisan tidak
mendukung. Misalnya dalam suatu konser musik
penggunaan bahasa lisan tidak akan efektif digunakan
karena suara bising oleh karena itu dalam kondisi seperti
ini penggunaan bahasa isyarat akan lebih efektif.
Secara sederhana, komunikasi non-verbal adalah
semua isyarat yang tidak menggunakan kata-kata. Bisa
berupa simbol, ekspresi wajah, gerak anggota tubuh,
ataupun gesture saat menyapa orang lain. Jika
dibandingkan dengan studi komunikasi verbal yang sudah
memulai perannya sejak masa Yunani Kuno, studi
mengenai komunikasi non-verbal baru dimulai pada tahun
1873 oleh Charles Darwin yang menulis tentang ekspresi
wajah. Sejak itu, banyak orang mengkaji pentingnya
komunikasi non-verbal demi keberhasilan komunikasi.28
Penggunaan komunikasi non-verbal ini salah satunya
diaplikasikan oleh Orang Tuli untuk berkomunikasi dengan
28 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h. 345.
30
menggunakan bahasa isyarat. Keleluasaan komunikasi
non-verbal dalam menyapaikan pesan dimanfaatkan Orang
Tuli untuk saling terhubung dan bertukar pikiran, biarpun
tidak ada isyarat yang universal dan masih terikat dengan
budaya dan wilayah tempat bahasa itu berkembang. Bahasa
isyarat pun memiliki keberagaman seperti bahasa lisan
pada umumnya.
5. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah semua jenis simbol yang
menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua
rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam
komunikasi verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang
dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang
lain secara lisan.29 Jacobson dalam buku “Pesan, Tanda
dan Makna” (2004) karya Marcel Danesi mengungkapkan
bahwa komunikasi verbal jauh dari sekedar pemindahan
informasi yang sederhana.30
Bahasa mampu menjadi penerjemah berbagai macam
hal abstrak yang ada di dalam pikiran manusia ketika
sedang berkomunikasi. Dengan menggunakan bahasa
manusia mampu mengungkapkan pesan yang ingin
disampaikan kepada yang lainnya, baik itu yang
berhubungan dengan saat ini, masa lampau maupun
29 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h. 260. 30 Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna, (Yogyakarta: Jalasutra,
2004), h. 123.
31
rencana-rencana yang disusun untuk masa mendatang.
Berkat berkembangnya bahasa dalam kehidupan manusia
kini manusia memiliki beragam budaya dan mampu
mengembangkan teknologi untuk kemudahan hidupnya.
Dengan adanya bahasa, manusia memiliki
kemungkinan untuk mengungkapkan hal-hal abstrak yang
ada di dalam pikiran yang tidak mungkin untuk
diungkapkan dengan lambang lain. Dalam komunikasi
verbal, bahasa mempunyai dua jenis pengertian, yaitu
makna denotatif dan makna konotatif.31 Makna denotatif
merupakan jenis bahasa yang mengandung arti sebenarnya
dan dapat diterima secara umum oleh masyarakat yang
berbudaya serta berbahasa yang sama. Pesan denotatif
tidak akan menimbulkan interpretasi ‘kesimpulan’ berbeda
pada komunikan ketika pesan itu disampaikan. Sedangkan
makna konotatif merupakan jenis bahasa yang
mengandung pengertian emosional atau evaluatif. Hal ini
disebabkan karena orang yang satu dengan yang lainnya
dapat menginterpretasikan pesan konotatif secara berbeda.
Maka dari itu, ketika suatu pesan konotatif tidak dapat
dicerna dengan baik oleh komunikan, komunikator harus
bisa menjelaskanya agar semua dapat mengerti dan
menginterpretasikanya secara sama.
31 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), h. 35.
32
6. Komunikasi Non-Verbal
Secara sederhana komunikasi non-verbal didefinisikan
sebagai komunikasi yang selain menggunakan kata-kata
‘bahasa lisan’.32 Dalam situasi yang sulit untuk
menjelaskan kata-kata, komunikasi non-verbal dapat
digunakan untuk menegaskan sebuah maksud. Contohnya
bisa berupa ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan ataupun
gerak tubuh.33
Jurgen Ruesch mengklasifikasikan komunikasi non-
verbal ini menjadi tiga bagian. Pertama, bahasa tanda (sign
language) – acungan jempol untuk menunjukkan tanda
setuju kepada orang lain, bahasa isyarat Orang Tuli; kedua,
bahasa tindakan (action language) – semua gerakan tubuh
yang tidak digunakan secara ekslusif untuk memberikan
sinyal, misalnya berjalan; dan ketiga, bahasa objek (object
language) – pertunjukan benda, pakaian, dan lambang non-
verbal bersifat publik lainnya seperti ukuran ruangan,
bendera, gambar (lukisan), musik (misalnya marching
band), dan sebagainya, baik secara sengaja ataupun tidak.34
Komunikasi non-verbal dikenal lebih jujur dalam
mengungkapkan hal yang ingin diungkapkan karena
bersifat spontan. Disamping itu, komunikasi non-verbal
juga lebih sulit ditafsirkan karena bersifat kabur.
32 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h. 343. 33 Paul D. Holtzman dan Donald H. Ecroyd, Communication
Concepts and Models, (Skokie: National Textbook Company, 1976), h. 45. 34 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h. 352.
33
Kekaburan ini disebabkan karena struktur komunikasi non-
verbal tidak jelas. Cara mempelajari komunikasi non-
verbal pun lebih sulit daripada mempelajari komunikasi
verbal. Sebab perbendaharan kata, tata kalimat, dan tata
bahasanya sulit ditunjuk.35
7. Bahasa Isyarat
Bahasa isyarat adalah bahasa yang menitikberatkan
pada penggunaan indra penglihatan. Hal ini dikarenakan
bahasa isyarat menggunakan bahasa tubuh dan gerak bibir,
bukannya suara untuk berkomunikasi. Orang Tuli adalah
kelompok utama yang menggunakan bahasa isyarat secara
penuh. Bahasa isyarat biasanya terdiri dari
pengkombinasian bentuk, orientasi dan gerak tangan,
lengan, tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan
isi pikiran komunikator.36
Bahasa isyarat merupakan jenis komunikasi non-verbal
karena bahasa isyarat tidak menggunakan suara atau lisan
tetapi menggunakan bentuk dan arah tangan, pergerakan
bibir, badan serta ekspresi wajah untuk menyampaikan
maksud dan pikiran dari komunikator.
Bahasa isyarat belum memiliki bahasa internasional
untuk diterapkan karena bahasa isyarat di tiap wilayah
35 Agus M. Harjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal,
(Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 26. 36 Wikipedia, “Bahasa Isyarat”, Wikipedia, diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_isyarat, pada tanggal 15 Juni 2018 pukul
14.15.
34
memiliki perbedaan. Ada beberapa bahasa isyarat yang
dipakai di suatu wilayah tetapi tidak ditemukan di wilayah
lain. Misalnya bahasa isyarat untuk warga Amerika Serikat
dan Inggris, biarpun dalam tutur bahasa lisan menggunakan
bahasa yang sama yaitu Bahasa Inggris, tetapi dalam
penggunaannya bahasa isyarat mereka berbeda (American
Sign Language) dan (British Sign Language). Hal yang
sebaliknya juga berlaku, Inggris dan Spanyol yang
memiliki tutur bahasa berbeda justru menggunakan bahasa
isyarat yang sama.
Berikut adalah beberapa bahasa isyarat yang ada
American Sign Language (ASL), French Sign Language
(LSF), German Sign Language (DGS), dan Arabic Sign
Language (ArSL).
Orang Tuli di Indonesia berkomunikasi menggunakan
bahasa isyarat yang mengacu pada dua sistem yaitu
BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia) dan SIBI (Sistem
Isyarat Bahasa Indonesia). Kedua sistem ini memiliki asal
yang berbeda, BISINDO adalah bahasa yang lahir dan
dikembangkan oleh Orang Tuli sendiri melalui
GERKATIN (Gerakan Kesejahteraan Tuli Indonesia).
Sementara SIBI adalah sistem bahasa yang dikembangkan
oleh orang dengar, bukan Orang Tuli. SIBI menggunakan
sistem yang sama dengan bahasa isyarat yang digunakan di
Amerika Serikat yaitu American Sign Language (ASL).
Sistem bahasa SIBI inilah yang kemudian menjadi standar
35
ajar di Sekolah Luar Biasa khusus Tuli (SLB B) seluruh
Indonesia.
Isyarat dapat didefinisikan secara sederhana sebagai
penggunaan tangan, lengan, dan kadang-kadang kepala
untuk membuat tanda.37 Banyak terdapat persamaan isyarat
di berbagai budaya, baik sejauh mana isyarat itu digunakan
maupun penafsiran dalam penggunaan isyarat tertentu.
Isyarat mencakup keseluruhan lingkup signifikasi.
Penggunaan telunjuk merupakan bentuk manifestasi dari
penunjukan indeksial untuk menunjukkan arah dan sumber
acuan jarak, meskipun bisa dilakukan oleh bagian tubuh
yang lain. Isyarat ikonis biasanya digunakan untuk
merepresentasikan bentuk benda. Biasanya komunikasi
isyarat ikonis mengacu pada bentuk benda yang
direpresentasikan oleh tangan. Selain itu, jari juga dapat
merepresentasikan isyarat sebuah simbol. Lazimnya,
isyarat jari digunakan untuk bahasa Orang Tuli. Ada pula
isyarat simbolis yang biasa digunakan berdasarkan
kesepakatan bersama untuk melakukan protokol interaksi
seperti bentuk penyambutan terhadap suatu hal, penegasan
ataupun bentuk penolakan secara halus.38
Bahasa isyarat memiliki banyak kesamaan dalam
bentuk struktur dengan bahasa vokal. Gerakan tangan
37 Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna, h. 65 – 66. 38 Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna, h. 67.
36
bersifat spesial dan orientatif, serta ekspresi wajah dan
gerakan tubuh menjadi tata bahasa dan kosakata dalam
bahasa ini.
Bahasa isyarat merupakan salah satu bentuk bahasa
yang bisa dipelajari dengan mengutamakan bahasa tubuh,
ekspresi wajah dan beberapa sinyal yang tidak bersumber
dari suara sebagai medium dalam berkomunikasi. Bahasa
isyarat ini merupakan bahasa primer ‘utama’ bagi orang
yang mengalami keterbatasan pada pendengarannya atau
Orang Tuli.
B. Motif dan Kepuasan
Teori Uses and Gratifications milik Blumler dan Katz
mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif
dalam memilih dan menggunakan media. Dengan kata lain,
pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses
komunikasi. Teori ini merupakan kebalikan dari Teori Peluru
yang berasumsi kalau media sangat aktif dan ‘all powerful’,
sementara khalayak berada di pihak yang pasif. Dalam Uses
and Gratifications ditekankan bahwa khalayak aktif untuk
menentukan media mana yang harus dipilih untuk memuaskan
kebutuhanya.39
39 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: Rajawali Pers,
2013), h. 191 – 192.
37
Wilbur Schramm (1954) berusaha menegaskan bahwa
audien media massa menilai tingkat hasil (level of rewards)
atau kepuasan (gratifications) yang mereka harapkan dari
media dan pesan yang disampaikan dengan cara
membandingkannya dengan banyaknya pengorbanan yang
harus mereka berikan untuk mendapatkan hasil. Gagasan ini
adalah elemen utama dari apa yang kemudian dikenal sebagai
teori penggunaan dan kepuasan, walaupun istilah ini belum
digunakan pada saat itu.40
Pada tahun 1969, Jay Blumler dan Denis McQuail
mengkategorisasi motivasi khalayak untuk menonton program
politik pada era pemilu di Inggris tahun 1964. Gagasan Maslow
(1970) bahwa manusia secara aktif mencari segala hal yang
dapat memenuhi kebutuhannya (pencari aktif kebutuhan)
sangat sesuai dengan gagasan dari Katz, Blumler, dan
Gurevitch mengenai bagaimana orang mengonsumsi
komunikasi massa. Manusia secara aktif ikut serta dalam
proses komunikasi massa.41
Katz, Jay G. Blumler, Gurevitch (1974) yang
mengembangkan teori Uses and Gratifications menyatakan
lima asumsi dasar teori penggunaan dan kepuasan yaitu (1)
audiensi aktif dan berorientasi pada tujuan ketika
40 Wilbur L. Schramm, The Process and Effects of Mass
Communication, (Urbana: University of Illinois Press, 1954) dalam West-
Turner, Introducing Communication Theory, h. 425. 41 Abraham H. Maslow, Motivation and Personality, 2nd Edition,
(New York: Harper & Row, 1970) dalam Morissan, Teori Komunikasi Massa,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 84.
38
menggunakan media; (2) inisiatif untuk mendapatkan
kepuasan media ditentukan audiensi; (3) media bersaing
dengan sumber kepuasan lain; (4) audiensi sadar sepenuhnya
terhadap ketertarikan, motif, dan penggunaan media; dan (5)
penilaian isi media ditentukan oleh audiensi.42
Inti teori Uses and Gratifications adalah khalayak pada
dasarnya menggunakan media massa berdasarkan motif-motif
tertentu. Media dianggap berusaha memenuhi motif khalayak.
Jika motif ini terpenuhi maka kebutuhan khalayak akan
terpenuhi. Pada akhirnya, media yang mampu memenuhi
kebutuhan khalayak disebut media yang efekif.43
Teori ini menunjukkan bahwa permasalahan utamanya
bukan pada bagaimana cara media mengubah sikap dan
perilaku khalayak, tetapi lebih kepada bagaimana media
memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak. Khalayak
memiliki sekumpulan kebutuhan yang dicari pemuasannya
melalui media massa. Sehingga pengguna mempunyai pilihan
alternatif untuk memuaskan kebutuhannya.
1. Motif
Motif berasal dari bahasa Inggris “motive” yang berarti
secara objektif merupakan dorongan dari dalam diri
individu untuk menentukan pilihannya dari berbagai
42 Richard West dan Lynn H. Turner, Introducing Communication
Theory, (McGraw Hill, 2007), h. 428, dalam Morissan, Teori Komunikasi:
Individu Hingga Massa, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 509. 43 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta:
Kencana, 2012), Cet. Ke-6, h. 208.
39
perilaku tertentu, sesuai dengan tujuan. Sedangkan definisi
subjektif motif merupakan dasar bagi seseorang untuk
bergerak, berperilaku, dan bertindak menurut tujuan atau
kegiatan membangkitkan daya gerak yang terdapat pada
diri sendiri agar melaksanakan tindakan tertentu dalam
rangka mencapai tujuan ataupun kepuasan.44
Motif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
memiliki pengertian sebuah alasan ‘sebab’ seseorang
melakukan sesuatu.45 Motif merupakan suatu pengertian
yang melingkupi semua pergerakan, alasan-alasan atau
dorongan-dorongan dalam diri manusia yang
menyebabkan ia berbuat sesuatu.46 Menurut Lindzey, Hall,
dan Thompson, motif adalah sesuatu yang menimbulkan
tingkah laku.47
Dalam hubunganya dengan media, Dennis McQuail
membuat kategori penggunaan motif pengonsumsian
media sebagai berikut:48
44 Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2001), h. 23. 45 KBBI, “Motif”, Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/motif, pada tanggal 08 Agustus 2018
pukul 19.20. 46 W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresco, 1988), Cet.
Ke-11, h. 140. 47 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h.
177. 48 Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Erlangga,
2002), h. 388.
40
a. Motif informasi (surveillance) – berkenaan dengan
kebutuhan individu akan informasi dan eksplorasi
sosial;
b. Motif identitas pribadi (personal identity) – referensi
diri, eksplorasi realitas, penguatan nilai, motif yang
ditunjukkan untuk memperkuat atau menonjolkan
sesuatu yang penting dalam kehidupan atau situasi
khalayak yang bersangkutan;
c. Motif integrasi dan interaksi sosial (personal
relationship) – motif yang merajuk pada kelangsungan
hubungan individu tersebut dengan orang lain,
persahabatan, dan kegunaan sosial;
d. Motif hiburan (diversion) – motif yang meliputi
kebutuhan untuk melepaskan diri dari rutinitas,
tekanan, dan masalah; sarana pelepasan emosi;
kebutuhan akan hiburan.
Umumnya riset Uses and Gratifications memfokuskan
pada motif sebagai variabel independen yang memengaruhi
penggunaan media. Manusia menggunakan atau tidak
menggunakan suatu media dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu, yaitu didasari motif pemenuhan kebutuhan yang
ingin dipenuhi.49
49 Heru P. Winarso, Sosiologi Komunikasi Massa, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2005), h. 111.
41
Dalam definisi tersebut motif jika dihubungkan dengan
konsumsi media berarti segala alasan dan dorongan dalam
diri khalayak yang menyebabkan dirinya menggunakan
media dan tujuannya menggunakan media tersebut. Seleksi
terhadap media yang dilakukan oleh khalayak disesuaikan
dengan kebutuhan dan motif.
Untuk menanyakan apakah motif-motif khayalak telah
terpenuhi setelah menggunakan media, Philip Palmgreen
mengembangkan konsep pengukuran kepuasan yakni
Gratification Sought (GS) dan Gratification Obtained
(GO).50
Gratification Sought adalah kepuasan yang dicari atau
dinginkan individu ketika mengonsumsi suatu jenis media
tertentu (radio, tv atau koran). Gratification Sought adalah
motif yang mendorong seseorang mengonsmsi media. GS
dibentuk dari kepercayaan seseorang mengenai apa yang
media dapat berikan dan evaluasi seseorang mengenai isi
media. Sebagai contoh, jika seseorang percaya bahwa acara
Karma ANTV dapat memberikan hiburan dan orang
tersebut mengevaluasi hiburan itu bagus, maka ia mencari
kepuasan dan kebutuhan hiburan dengan menonton Karma.
Sebaliknya, jika seseorang percaya bahwa tayangan Karma
memberikan pandangan mengenai kehidupan yang tidak
realistik dan mengevaluasi isi acara tersebut tidak bermutu,
50 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 210
42
maka ia akan menghindari untuk menonton acara Karma.
Sedangkan Gratification Obtained adalah kepuasan nyata
yang diperoleh seseorang setelah mengonsumsi suatu jenis
media tertentu. GO mempertanyakan hal-hal yang khusus
mengenai apa saja yang telah diperoleh setelah
menggunakan media dengan menyebutkan acara atau
rubrik tertentu secara spesifik. Misalnya menanyakan hal
apa yang telah terpenuhi setelah seseorang menonton acara
Karma ANTV.51
2. Kepuasan
Kepuasan berasal dari kata ‘puas’ sebagai kata sifat
yang berarti merasa senang (lega, gembira, kenyang, atau
sebagainya karena sudah terpenuhi hasrat hatinya).52
Kepuasan atau ketidakpuasan khalayak merupakan salah
satu respon dari kesesuaian dan ketidaksesuaian antara
harapan yang ingin dicapai dengan hasil yang telah didapat.
Berdasarkan konsep yang dibuat oleh Palmgreen,
kepuasan diukur berdasarkan terpenuhinya motif awal
(gratification sought) yang mendasari ketika memilih
siaran tertentu. Kepuasan terjadi saat individu merasa
gratification sought yang dimilikinya sudah terpenuhi
51 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 210 –
211. 52 KBBI, “Puas”, Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kepuasan, pada tanggal 08 Agustus 2018
pukul 21.20.
43
(obtained) oleh perilaku atau cara individu tersebut
menggunakan media.
Dalam hal ini kepuasan yang akan peneliti ukur adalah
terpenuhinya keinginan Orang Tuli dalam mencari
informasi yang berasal dari program berita yang mereka
tonton, dalam hal ini program berita yang memiliki
penerjemah bahasa isyarat.
C. Tuli dan Tunarungu
Ada beragam istilah di masyarakat untuk menyebut orang
yang memiliki keterbatasan pada pendengarannya, misalnya
istilah seperti: Tuli, tunarungu, kurang dengar, bisu, dan
tunawicara. Namun istilah yang umum di masyarakat dan
dunia pendidikan saat ini adalah tunarungu. Istilah tunarungu
diambil dari dua kata yaitu “tuna” dan “rungu”, tuna berarti
kurang atau terbatas dan rungu artinya pendengaran jadi
tunarungu memiliki arti mereka yang memiliki kekurangan
atau keterbatasan pada pendengarannya. Jika dilihat secara
fisik mereka yang memiliki keterbatasan pada pendengarannya
ini tidak memiliki perbedaan dengan orang dengar lainnya, hal
ini baru akan terlihat jika kita berkomunikasi dengan mereka.53
Murni Winangsih mengungkapkan penyandang tunarungu
adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan
53 Sutjihati Somantri, Tunarungu Dalam Pandangan Sosial,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 1996), h. 74.
44
kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang
diakibatkan oleh tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran. Sedangkan menurut Tin Suharmini tunarungu
dapat diartikan sebagai keadaan dimana seorang individu
mengalami kerusakan pada indra pendengaran sehingga tidak
bisa menangkap berbagai rangsangan suara.54 Jadi dari kedua
pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa mereka yang
memiliki keterbatasan pada pendengarannya tidak mampu
mendengar sebagian atau secara total kecuali menggunakan
Alat Bantu Mendengar (ABM). Ketidakmampuan mendengar
ini dapat terjadi di salah satu organ telinga maupun keduanya,
yang disebabkan oleh penyakit, faktor genetik atau kecelakaan.
Ketidakmampuan mendengar ini berdampak besar bagi
kehidupan mereka yang memiliki keterbatasan dalam
pendengarannya, terutama dalam kehidupan sosial, dimana
mereka tidak mampu berkomunikasi secara lancar dengan
orang lain.
Namun belakangan ini –awal tahun 2018– mereka yang
memiliki keterbatasan pada pendengarannya mulai
mengkampanyekan penyebutan Tuli, istilah yang selama ini
dianggap kasar oleh masyarakat. Bahasa Indonesia yang
mengenal istilah “penghalusan” mengubah beberapa kata agar
lebih sopan dan halus untuk diucap, contohnya seperti kata
disabilitas yang mengganti istilah cacat, atau tunanetra yang
54 Murni Winangsih, Pembinaan Tunarungu Dalam Lingkungan
Sosial, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 23.
45
mengganti istilah buta dan tunarungu untuk mengganti istilah
Tuli. Penghalusan kata ini memiliki tujuan agar penyandang
disabilitas tidak tersinggung dan merasa direndahkan. Akan
tetapi hal ini ditanggapi berbeda oleh mereka yang memiliki
keterbatasan dalam mendengar, mereka lebih nyaman disebut
dengan istilah Tuli daripada tunarungu. Menurut mereka
tunarungu masih memiliki rasa kasihan karena kata itu muncul
dari istilah kedokteran yang menganggap ada kerusakan fisik
pada pendengarannya, jadi perlu untuk diperiksa, diberi alat
bantu mendengar, dipasang implan koklea, atau menjalani
terapi agar dapat seperti orang dengar lainnya.
Sementara itu, kata Tuli dianggap sebagai istilah yang
netral bagi mereka. Kata Tuli tidak membawa kesan bahwa ada
kerusakan pada pendengaran mereka, tetapi menjelaskan
bahwa mereka terlahir sudah dalam kondisi seperti itu, tidak
ada kerusakan, dan mereka memiliki budaya, bahasa serta
identitas sendiri. Hambatan yang mereka alami jika
berinteraksi dengan orang dengar hanyalah pada perbedaan
budaya dan bahasa, serta lingkungan yang tidak mendukung,
seperti aksesibilitas bahasa isyarat, penggunaan tulisan
berjalan dan gambar visual.55
55 Adang Iskandar, “Peduli Tuli”, Media Indonesia, diakses dari
http://mediaindonesia.com/read/detail/133795-peduli-tuli, pada tanggal 12
Juni 2018 pukul 14.35.
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari
objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari,
kemudian ditarik suatu kesimpulan.1
Populasi (kumpulan objek penelitian) dapat berupa
manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai,
peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya; sehingga objek-objek
ini bisa menjadi sumber data penelitian.2
Seorang peneliti dapat mengambil sebagian dari populasi
yang disebut sampel. Misalnya, peneliti ingin melakukan
penelitian mengenai tingkat kepuasan Orang Tuli dalam
menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan informasi,
peneliti tidak perlu melakukan penelitian kepada seluruh
Orang Tuli di Indonesia ataupun di seluruh Jabodetabek.
Cukup sebagian Orang Tuli saja yang dijadikan sampel.
Syaratnya sampel harus memenuhi unsur representatif atau
mewakili dari seluruh sifat-sifat populasi yang diteliti. Dalam
1 Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2002), h.
55. 2 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta:
Kencana, 2014), Cet. Ke-8, h. 109.
47
penelitian kuantitatif, representatif sampel sangat diperlukan
karena penelitian kuantitatif bersifat dapat digeneralisasikan.3
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah Orang Tuli yang
tergabung ke dalam komunitas GERKATIN Kota
Tangerang Selatan. Alasan peneliti memilih Orang Tuli
yang tergabung ke dalam komunitas ini adalah karena
mereka yang tergabung ke dalam komunitas GERKATIN
bisa dipastikan dapat memahami dan menggunakan bahasa
isyarat di kehidupan sehari-hari. Kemudian untuk wilayah
yang dipilih karena komunitas GERKATIN Kota
Tangerang Selatan merupakan komunitas Tuli yang masih
merintis dan komunitas ini aktif dalam mengkampanyekan
budaya Orang Tuli baik itu melalui media sosial maupun
musyawarah rencana pembangunan (musrembang) desa.
Kota Tangerang Selatan merupakan hasil pemekaran
dari Kabupaten Tangerang yang memiliki otonomi
daerahnya sendiri pada tanggal 26 November 2008,
wilayah ini memiliki luas 147,19km2 dan secara
administratif terdiri atas tujuh kecamatan (Ciputat, Ciputat
Timur, Pamulang, Pondok Aren, Serpong, Serpong Utara,
dan Setu).4
3 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta:
Kencana, 2012), Cet. Ke-6, h. 153 – 154. 4 Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang
Selatan dalam Angka, (Kota Tangerang Selatan, 2017), h. 3.
48
Berdasarkan hasil riset Badan Pusat Statistik (BPS)
Kota Tangerang Selatan, jumlah penduduk pada tahun
2016 terdapat 1.593.812 jiwa. Dengan pembagian per
kecamatan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Populasi Masyarakat Kota Tangerang Selatan
Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa)
2014 2015 2016
Ciputat 219.384 225.974 232.559
Ciputat Timur 197.960 202.386 206.729
Pamulang 323.957 332.984 341.967
Pondok Aren 353.904 366.568 379.354
Serpong 163.915 170.731 177.677
Serpong Utara 155.998 163.755 171.749
Setu 77.881 80.811 83.777
Kota Tangerang Selatan 1.492.999 1.543.209 1.593.812
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan
Adapun jumlah penyandang difabel di wilayah Kota
Tangerang Selatan pada tahun 2015 menurut riset yang
dilakukan BPS berjumlah 542 orang.5 Sementara itu,
menurut data yang peneliti peroleh dari GERKATIN Kota
Tangerang Selatan jumlah anggota komunitas ini pada
tahun 2017 kurang lebih sejumlah 100 anggota.
5 Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang
Selatan dalam Angka, h. 122 – 123.
49
2. Sampel
Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik Purposive Sampling, yaitu
pengambilan sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu
yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tujuan penelitian.
Subjek yang tidak sesuai dengan kriteria yang telah dibuat
tidak akan diambil untuk dijadikan sampel.6 Pada
penelitian ini sampel yang diambil adalah anggota
GERKATIN Kota Tangerang Selatan. Pemilihan sampel
ini didasarkan pada anggota komunitas mewakili Orang
Tuli di wilayah Kota Tangerang Selatan dan aktif dalam
menggunakan bahasa isyarat.
Kemudian untuk menentukan jumlah sampel yang akan
diambil dari populasi, peneliti menggunakan rumus Slovin.
Rumus Slovin digunakan untuk menentukan ukuran
sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya. Pada
penelitian ini, penggunaannya adalah sebagai berikut:
𝑛 =𝑁
1 + 𝑁𝑒2
𝑛 =100
1 + 100 (0,1)2
𝑛 =100
1 + 1
𝑛 =100
2 𝑛 = 50
6 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 158.
50
Keterangan:
𝑛 = Ukuran sampel
𝑁 = Ukuran populasi
𝑒 = Standar deviasi sebesar 10%
Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel yang
dapat mewakili populasi Orang Tuli di GERKATIN yaitu
50 orang.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung di Sekretariat Pusat Bahasa
Isyarat Indonesia (PUSBISINDO) yang beralamat di Komplek
Rawa Bambu 1 Jalan D No. 6, Pasar Minggu, Jakarta Selatan,
12520. Peneliti sengaja memilih Sekretariat PUSBISINDO di
Pasar Minggu, Jakarta Selatan karena GERKATIN Kota
Tangerang Selatan belum memiliki sekretariat resmi.
Waktu penelitian ini berlangsung selama enam bulan,
dimulai dari bulan Maret 2018 sampai September 2018.
C. Sumber Data
Ada beberapa sumber data yang biasa digunakan dalam
penelitian. Sumber data ini sangat ditentukan oleh metodologi
penelitian, apakah kuantitatif atau kualitatif. Dalam metode
kuantitatif dikenal pengumpulan data: Kuesioner (angket),
wawancara (biasanya berstruktur), dan dokumentasi. Peneliti
dapat menggunakan salah satu atau gabungan dari metode di
51
atas tergantung masalah yang dihadapi.7 Sedangkan kategori
sumber data terbagi menjadi dua, yakni data primer dan data
sekunder :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh oleh peneliti
langsung dari sumber pertama di lokasi penelitian
dilakukan atau dari objek penelitian itu sendiri.8 Penelitian
ini menggunakan kuesioner atau angket sebagai sumber
data primer untuk mendapatkan data penelitian yang
kemudian peneliti olah agar mudah dibaca. Metode
kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data
dengan menggunakan serangkaian atau daftar pertanyaan
yang disusun secara sistematis, kemudian diberikan untuk
diisi oleh responden.9 Adapun kuesioner yang digunakan
adalah kuesioner tertutup dimana alternatif jawaban yang
harus dijawab oleh responden telah disediakan oleh
peneliti.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber
kedua atau sumber sekunder dari data yang dibutuhkan.10
Peneliti mendapatkan data sekunder dari hasil studi
pustaka, buku, media internet, jurnal ilmiah, ataupun data
yang diperoleh dari penelitian sebelumnya. Data tersebut
7 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 95. 8 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, h. 132. 9 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, h. 133. 10 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, h. 132.
52
dikumpulkan dan dikaitkan dengan topik penelitian
sehingga dapat menjelaskan ide peneliti.
D. Variabel Penelitian
Variabel merupakan pusat perhatian dalam penelitian
kuantitatif yang dapat didefinisikan sebagai konsep yang
memiliki variasi atau memiliki bermacam-macam nilai.
Variabel merupakan suatu istilah yang berasal dari kata vary
“berubah” dan able “dapat” yang berarti dapat berubah-ubah
atau bervariasi. Dengan kata lain, dinamakan variabel karena
ada variasinya (masing-masing dapat berbeda).11 Secara
teoritis variabel penelitian adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian dapat ditarik kesimpulannya.12
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan terbagi
menjadi tiga, yaitu:
1. Variabel Bebas (Independent)
Variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah motif yang dicari Orang Tuli
dari menonton program berita di televisi.
11 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta, Kencana, 2014),
Cet. Ke-4, h. 47 – 48. 12 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Bandung: Alfabeta,
2014), h. 63.
53
2. Variabel Terikat (Dependent)
Variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena
adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikat
adalah kepuasan yang diperoleh Orang Tuli setelah
menonton program berita di televisi.
3. Variabel Moderator
Variabel yang mempengaruhi (memperkuat atau
memperlemah) hubungan antara variabel bebas dan terikat.
Variabel moderator dalam penelitian ini berupa
penerjemah bahasa isyarat yang ada pada program berita di
televisi dan beberapa penunjang lainnya (judul beserta
caption berita).
Tabel 3.2 Hubungan Tiap Variabel Penelitian
Variabel Bebas Variabel Terikat
Motif Orang Tuli
saat menonton
program berita di
televisi
Kepuasan Orang
Tuli setelah
menonton program
berita di televisi
Variabel Moderator
Adanya interpreter/ penerjemah bahasa isyarat, judul yang
sesuai, subtitel dan caption berita yang membantu
54
E. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan gambaran mengenai
proses yang diperlukan untuk memasukkan unit-unit analisis
‘indikator’ ke dalam kategori-kategori tertentu dari tiap-tiap
variabel.13 Pada penelitian ini konsep Gratification Sought
(GS) dan Gratification Obtained (GO) dijadikan tolak ukur
untuk mengetahui perbandingan antara kepuasan yang
diharapkan dan kepuasan yang didapatkan oleh subjek.
Indikator yang digunakan untuk mengukur gratification sought
sama halnya dengan indikator yang digunakan untuk
mengukur gratification obtained, yaitu kategori motif
pengonsumsian media menurut McQuail. Kerangka dibawah
ini dikutip dari kategori pengonsumsian media menurut
McQuail, yaitu:14
Tabel 3.3 Indikator Penelitian
Dimensi Indikator
Informasi 1. Ingin mengetahui berbagai peristiwa dan
kondisi yang berkaitan dengan lingkungan
masyarakat terdekat.
2. Ingin mengetahui berbagai informasi
mengenai peristiwa dan kondisi yang
berkaitan dengan keadaan dunia.
3. Ingin mencari bimbingan menyangkut
berbagai masalah.
13 Bambang Prasetyo dan Lina M. Jannah, Metode Penelitian
Kuantitatif, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), Cet. Ke-7, h. 90 – 91. 14 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 212.
55
Dimensi Indikator
4. Ingin mencari bimbingan menyangkut
berbagai pendapat.
5. Ingin memperoleh pengetahuan lebih
mengenai suatu hal.
Identitas
Pribadi
1. Ingin menemukan penunjangan nilai-nilai
yang berkaitan dengan pribadi penonton itu
sendiri.
2. Ingin mengidentifikasikan diri dengan nilai-
nilai lain dalam media.
3. Ingin memperoleh nilai lebih sebagai
penonton.
Integrasi
dan
Interaksi
Sosial
1. Ingin memperoleh pengetahuan yang
berkenaan dengan empati sosial.
2. Ingin menemukan bahan percakapan dan
interaksi sosial dengan orang lain
disekitarnya.
3. Keinginan untuk menjalankan peran sosial.
4. Keinginan untuk dekat dengan orang lain.
5. Keinginan untuk dihargai oleh orang lain.
Motif
Hiburan
1. Ingin melepaskan diri dari permasalahan.
2. Ingin bersantai dan mengisi waktu luang.
3. Ingin menyalurkan emosi.
4. Ingin mendapatkan hiburan dan kesenangan.
56
Kategori-kategori tersebut diukur dengan menggunakan
skala Likert (skala sikap). Cara pengukurannya dengan
menghadapkan seorang responden dengan sebuah daftar
pertanyaan mengenai motif yang harus dijawab dengan sikap
pernyataan kesetujuan dan ketidaksetujuan.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang dapat
digunakan untuk memperoleh, mengolah, dan
menginterpretasikan informasi yang diperoleh dari para
responden yang dilakukan dengan menggunakan pola ukur
yang sama.15 Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian
berupa kuesioner yang diberikan kepada anggota GERKATIN
Kota Tangerang Selatan dan peneliti mewawancarai ketua
organisasi tersebut untuk data tambahan namun tidak
dimasukkan sebagai instrumen penelitian.
1. Uji Validitas
Validitas instrumen ‘alat ukur’ adalah akurasi
instrumen terhadap yang diukur walaupun dilakukan
berkali-kali dan dimana-mana. Ini artinya instrumen yang
digunakan haruslah memiliki akurasi yang baik terutama
apabila instrumen tersebut digunakan sehingga validitas
akan meningkatkan bobot kebenaran data yang diinginkan
15 Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana,
2013), Cet. Ke-4, h. 46.
57
peneliti.16 Suatu instrumen dikatakan valid apabila
instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur.
Pada penelitian ini, uji validitas tidak diperlukan karena
peneliti menggunakan kuesioner yang sudah digunakan
sebelumnya, yaitu dari skripsi dengan judul “Respon
Pengguna Line Terhadap Pemberitaan dan Pemilihan
Judul Berita dalam Fitur Line Today” karya Annisa
Rahmah mahasiswi Jurnalistik UIN Jakarta tahun 2012.
Namun peneliti tetap melakukan uji validitas karena
berguna untuk mengetahui apakah terdapat pertanyaan-
pertanyaan pada kuesioner yang harus dibuang atau diganti
karena tidak relevan.
Uji kualitas terhadap instrumen yang dipakai untuk
mengukur variabel penelitian dilakukan sebelum
menganalisis pokok masalah. Jika instrumen valid, maka
kriteria yang digunakan batas minimun suatu instrumen
atau angket dinyatakan valid atau dianggap memenuhi
syarat.17 Koefisien korelasi yang digunakan berada pada
angka minimal 0,285 jika melebihi dari angka tersebut
maka dinyatakan valid.
16 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, h. 107 – 108. 17 Rony Kountur, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan
Tesis, seri umum no. 5, (Jakarta: Penerbit PPM, 2004), h. 152.
58
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas instrumen ‘alat ukur’ adalah kesesuaian
instrumen dengan yang diukur, sehingga instrumen dapat
dipercaya atau diandalkan.18 Reliabilitas instrumen
merujuk pada konsistensi hasil perekaman data
(pengukuran) saat instrumen tersebut melakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang
sama.19
Suatu kuesioner dapat dikatakan reliabel jika jawaban
responden dinilai konsisten terhadap pertanyaan yang telah
diberikan meskipun diuji berkali-kali. Pengukuran
reliabilitas pada kuesioner penelitian ini menggunakan
Internal Consistency, yaitu pengukuran yang cukup
dilakukan sekali saja dan kemudian dianalisis dengan
menggunakan teknik tertentu. Disini peneliti menggunakan
teknik Alpha Cronbach dengan tahapan rumus:20
a. Menentukan nilai varians tiap butir pertanyaan.
𝜎𝑖2 =
∑ 𝑋𝑖2 −
(∑ 𝑋𝑖)2
𝑛𝑛
b. Menentukan nilai varians total.
18 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, h. 106. 19 Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif, h. 55. 20 Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif, h. 56 – 58.
59
𝜎𝑡2 =
∑ 𝑋2 −(∑ 𝑋)2
𝑛𝑛
c. Menentukan reliabilitas instrumen.
𝑟11 = [𝑘
𝑘 − 1] [1 −
∑ 𝜎𝑏2
𝜎𝑡2 ]
Keterangan:
𝑛 Jumlah sampel
𝑋𝑖 Jawaban responden untuk setiap butir pertanyaan
∑ 𝑋 Total jawaban responden untuk setiap butir pertanyaan
∑ 𝜎𝑏2 Jumlah varian butir
𝑘 Jumlah butir pertanyaan
𝑟11 Koefisien reliabilitas instrumen
Kriteria suatu instrumen penelitian dikatakan reliable
dengan menggunakan teknik ini, bila hasil perhitungan
menunjukkan angka > 0,60.21
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode
pengumpulan data dengan menggunakan metode kuesioner
(angket), dan studi kepustakaan (library research) sebagai
tambahan informasi data yang kemudian dianalisis dan diuji
21 Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif, h. 57.
60
kebenarannya. Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut:
1. Kuesioner (angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan memberi daftar pertanyaan untuk diisi
oleh responden yang kemudian diproses oleh peneliti.
Responden disini adalah para Orang Tuli yang
tergabung ke dalam GERKATIN Kota Tangerang Selatan
dan mengerti bahasa verbal, oleh karena itu maka peneliti
dapat langsung memberikan kuesioner untuk diisi. Jikapun
ada pertanyaan yang tidak dimengerti maka peneliti akan
dibantu oleh penerjemah bahasa isyarat.
2. Studi Kepustakaan (Library Research)
Teknik yang digunakan peneliti untuk menambahkan
data-data penelitian yang diperoleh dari buku, media
internet, jurnal ilmiah, ataupun data yang diperoleh dari
penelitian sebelumnya.
H. Teknik Pengolahan Data
Pada penelitian kuantitatif, ada beberapa tahap pengolahan
data yang secara umum dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
proses memeriksa (editing), proses pemberian identitas
(coding), dan proses pembeberan (tabulating).22
22 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, h. 174.
61
Editing merupakan kegiatan yang dilaksanakan setelah
peneliti selesai mengumpulkan data di lapangan. Dimulai dari
memberikan identitas pada instrumen penelitian yang telah
terjawab lalu memeriksa satu persatu lembar instrumen
pengumpulan data, dan kemudian memeriksa poin-poin serta
jawaban yang tersedia. Setelah melakukan tahap editing,
selanjutnya adalah mengklasifkasi data-data tersebut melalui
tahap coding. Pada tahap ini data yang telah diperiksa akan
diberi identitas sehingga memiliki arti tertentu pada saat
dianalisis. Dan kemudian pada tahap terakhir, tabulating data
dimasukkan pada tabel-tabel tertentu yang kemudian peneliti
mengatur angka-angka untuk dihitung.23
Untuk menganalisis data, peneliti memerlukan alat uji
statistik yang sesuai. Dalam penelitian ini analisis terhadap
hasil pengolahan data akan dilakukan dengan statistik
deskriptif. Statistik deskriptif digunakan pada penelitian
kuantitatif deskriptif yang bertujuan hanya menggambarkan
keadaan gejala sosial apa adanya, tanpa melihat hubungan-
hubungan yang ada atau mempertanyakan kenapa gejala
tersebut terjadi.24
Untuk mengukur data dari sampel, teknik pengolahan data
yang dipakai adalah skala Likert. Skala Likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
23 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, h. 175 – 178. 24 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, h. 180.
62
sekelompok orang tentang suatu fenomena sosial.25 Skala ini
terdiri dari sejumlah pertanyaan yang membutuhkan reaksi
responden. Respon negatif (sangat tidak setuju) diberi nilai
paling rendah, sementara respon positif (sangat setuju) diberi
nilai paling tinggi.
Skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini
menghilangkan jawaban ragu-ragu (undecided). Pertanyaan
dibuat demikian karena kategori ragu-ragu memiliki makna
ganda, yaitu dapat diartikan belum bisa memberikan jawaban,
netral atau ragu-ragu.26 Adapun penilaian dalam bentuk skala
Likert adalah sebagai berikut:
Sangat Setuju (SS) Mendapat skor 4
Setuju (S) Mendapat skor 3
Tidak Setuju (TS) Mendapat skor 2
Sangat Tidak Setuju (STS) Mendapat skor 1
Data hasil analisis berdasarkan variabel motif dan
kepuasan yang diperoleh melalui kuesioner selanjutnya dapat
dianalisis dengan cara:
1. Uji Kolmogorov-Smirnov
Uji ini membandingkan serangkaian data pada sampel
terhadap distribusi normal serangkaian nilai dengan mean
dan standar deviasi yang sama. Uji ini dilakukan untuk
25 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2011), h. 93. 26 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 139.
63
mengetahui kenormalan distribusi beberapa data.27 Uji
normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah data yang
terkumpul dari setiap variabel dependen ‘terikat’ dan
independen ‘tidak terikat’ atau keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik
adalah yang mendekati normal. Dasar pengambilan
keputusannya adalah:
a. Jika nilai signifikasinya lebih besar dari 0,05 maka data
tersebut berdistribusi normal.
b. Jika nilai signifikasinya lebih kecil dari 0,05 maka data
tersebut tidak berdistribusi normal.
2. Uji Regresi Linear Berganda
Regresi linear berganda adalah salah satu teknik yang
digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua atau
lebih variabel independen dengan salah satu variabel
dependen. Rumusan regresi linear berganda adalah sebagai
berikut:28
𝑌 = 𝑎 + 𝑏1𝑋1 + 𝑏2𝑋2 + 𝑏3𝑋3 + 𝑏4𝑋4
Keterangan:
𝑌 Variabel terikat atau dependen (kepuasan Orang Tuli)
𝑎, 𝑏1, 𝑏2, 𝑏3, 𝑏4 Konstanta
𝑋1 Variabel bebas pertama
27 Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif, h. 148. 28 Pangestu Subagyo dan Djarwanto Ps, Statistika Induktif,
(Yogyakarta: BPPE-Yogyakarta, 2005), Cet. Ke-5, h. 270.
64
𝑋2 Variabel bebas kedua
𝑋3 Variabel bebas ketiga
𝑋4 Variabel bebas keempat
3. Uji F-Test
Uji F-Test adalah pengujian serentak, yaitu pengujian
yang dilakukan untuk melihat apakah secara bersama-sama
koefisien regresi variabel bebas dapat mempengaruhi
variabel terikat.
Ho : Variabel-variabel motif secara bersama-sama tidak
berpengaruh terhadap kepuasan Orang Tuli saat
menonton berita di televisi.
Ha : Variabel-variabel motif secara bersama-sama
berpengaruh terhadap kepuasan Orang Tuli saat
menonton berita di televisi.
Jika F hitung > F tabel maka tidak terdapat pengaruh yang
signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Sedangkan, jika F hitung < F tabel maka terdapat pengaruh
signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat. Nilai
F tabel dapat dicari dengan cara:
F tabel = F {(1-α)(dk pembilang = m), (dk penyebut = n-m-1)
Keterangan:
n Jumlah sampel
m Variabel
α Taraf signifikasi
65
4. Uji T-Test
Berbeda dengan Uji F-Test, Uji T-Test dilakukan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh dari masing-masing
variabel bebas terhadap variabel terikat. Nilai taraf
signifikasinya adalah 0,05 dengan kriteria pengujian
sebagai berikut:
Jika: Sig<α, maka Ho ditolak
Jika: Sig>α, maka Ho diterima
a. Variabel motif informasi
Ho : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan
antara variabel motif informasi terhadap kepuasan
Orang Tuli saat menonton berita di televisi.
Ha : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara
variabel motif informasi terhadap kepuasan Orang
Tuli saat menonton berita di televisi.
b. Variabel motif identitas pribadi
Ho : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan
antara variabel motif identitas pribadi terhadap
kepuasan Orang Tuli saat menonton berita di
televisi.
Ha : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara
variabel motif identitas pribadi terhadap kepuasan
Orang Tuli saat menonton berita di televisi.
c. Variabel motif integrasi dan interaksi sosial
66
Ho : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan
antara variabel motif integrasi dan interaksi sosial
terhadap kepuasan Orang Tuli saat menonton
berita di televisi.
Ha : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara
variabel motif integrasi dan interaksi sosial
terhadap kepuasan Orang Tuli saat menonton
berita di televisi.
d. Variabel motif hiburan
Ho : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan
antara variabel motif hiburan terhadap kepuasan
Orang Tuli saat menonton berita di televisi.
Ha : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara
variabel motif hiburan terhadap kepuasan Orang
Tuli saat menonton berita di televisi.
e. Variabel faktor aksesibilitas
Ho : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan
antara variabel moderator aksesibilitas terhadap
kepuasan Orang Tuli saat menonton berita di
televisi.
Ha : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara
variabel moderator aksesibilitas terhadap
kepuasan Orang Tuli saat menonton berita di
televisi.
67
I. Gambaran Umum
1. Gerakan Kesejahteraan Tuli Indonesia (GERKATIN)
Tuli merupakan sebuah bentuk dari hilangnya
kemampuan pendengaran yang dapat terjadi semenjak
masih dalam kandungan maupun setelah terlahir yang
disebabkan oleh banyak faktor, antara lain sakit,
kecelakaan, ataupun faktor usia. Dengan keterbatasannya
dalam mendengar, Orang Tuli memiliki ketertinggalan dari
setiap informasi dan komunikasi yang berbentuk verbal
(ucapan). Tetapi hal ini dapat diatasi dengan adanya
pendidikan komunikasi non-verbal (tulisan, gerak tubuh,
dan bahasa isyarat), dari penggunaan komunikasi non-
verbal inilah Orang Tuli dapat menyamai posisi mereka
dengan orang dengar dalam hal berkomunikasi dan
mendapatkan informasi.29
Dalam dunia medis, istilah Tuli ini lebih dikenal
dengan sebutan tunarungu, yaitu sebuah kondisi dimana
indra pendengaran seseorang mengalami sebuah gangguan
dalam menghantarkan dan mempersepsi rangsangan suara
baik itu bersifat penurunan kemampuan mendengar
ataupun tidak mampu mendengar sama sekali. Secara
pedagogis30, seorang anak dapat dikategorikan memiliki
29 Brosur GERKATIN 30 Pedagogi adalah ilmu atau bagaimana cara seorang guru mengatur
kelasnya agar murid dapat memahami materi yang ia diajarkan. Contohnnya
seperti bagaimana cara seorang guru menyampaikan materi, bertanya dalam
kelas, mengoreksi pemahaman yang salah, atau untuk mengajak murid agar
68
gangguan pada indra pendengarannya jika dampak dari
disfungsi organ-organ yang berfungsi sebagai penghantar
dan persepsi pendengaran mengakibatkan ia tidak mampu
mengikuti program pendidikan dengan anak-anak lainnya
yang dapat mendengar, sehingga diperlukan layanan
pendidikan khusus untuk memonitor perkembangannya.31
Menurut Andreas Dwijosumarto (dalam Sutjihati
Somantri, 2007: 74) ketidakmampuan mendengar
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu Tuli (deaf) atau
kurang dengar (hard of hearing).32 Tuli adalah kondisi
dimana indra pendengaran tidak mampu menerima
rangsangan suara sama sekali sehingga tidak dapat
mendengar. Sedangkan kurang dengar adalah kondisi indra
pendengaran memiliki kesulitan dalam menerima
rangsangan suara, hal ini dapat diatasi dengan memasang
alat bantu dengar (hearing aids).
Boothroyd (dalam Murni Winangsih, 2007: 23)
mengklasifikasi ketidakmampuan mendengar kedalam
lima kelompok, yaitu:33
lebih aktif dalam proses ajar. Merujuk dari
http://www.pdmathsci.net/findings/topic/5. 31 Nandiyah Abdullah, Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus,
(Klaten: Universitas Widya Dharma, 2013), h. 2. 32 T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung:
Refika Aditama, 2007), h. 74. 33 Murni Winangsih, Intervensi Dini Bagi Anak Tunarungu dalam
Pemerolehan Bahasa, (Jakarta: Depdikbud Dirjendikti, 2007), h. 23.
69
a. Kelompok I: Kehilangan 15-30 dB, mild hearing
losses atau ketunarunguan ringan; daya tangkap
terhadap suara cakapan manusia normal.
b. Kelompok II: Kehilangan 31-60 dB, moderate hearing
losses atau ketunarunguan sedang; daya tangkap
terhadap suara cakapan manusia hanya sebagian.
c. Kelompok III: Kehilangan 61-90 dB, severe hearing
losses atau ketunarunguan berat; daya tangkap terhadap
suara cakapan manusia tidak ada.
d. Kelompok IV: Kehilangan 91-120 dB, profound
hearing losses atau ketunarunguan berat; daya tangkap
terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.
e. Kelompok V: Kehilangan lebih dari 120 dB, total
hearing losses atau ketunarunguan total; daya tangkap
terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.
2. Sejarah Berdirinya GERKATIN
Sebelum berdirinya Gerakan Kesejahteraan Tuli
Indonesia (GERKATIN) sebagai wadah komunitas Tuli
Indonesia, sudah ada beberapa komunitas yang terbentuk
terlebih dahulu. Hanya saja komunitas-komunitas tersebut
bersifat kedaerahan, seperti yang terbentuk pada tahun
1960 di Bandung dengan nama Serikat Kaum Tuli Bisu
Indonesia (SERKATUBI), Semarang memiliki komunitas
Persatuan Tunarungu Semarang (PTRS), Yogyakarta
Perhimpunan Tunarungu Indonesia (PERTRI), dan
70
Surabaya dengan Perkumpulan Kaum Tuli Surabaya
(PEKATURI).
Dengan banyaknya komunitas Orang Tuli yang
tersebar di seluruh Indonesia dengan latar belakang daerah
masing-masing, maka pada tanggal 23 Februari 1981
beberapa pemimpin komunitas Tuli di daerah mengadakan
Kongres Nasional I di Jakarta. Hasil dari Kongres Nasional
I ini membuahkan keputusan yang salah satunya adalah
menyempurnakan nama komunitas menjadi satu, maka
tercetuslah Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia
(GERKATIN) atau dalam Bahasa Inggris-nya menjadi
Indonesian Association for the Welfare of the Deaf
(IAWD) sebagai komunitas yang mewadahi Orang Tuli
baik itu dalam urusan advokasi ataupun pengembangan
bahasa isyarat dan lainnya. Dalam perkembangan
selanjutnya GERKATIN/ IAWD telah terdaftar sebagai
anggota World Federation of the Deaf (WFD) sejak tahun
1983 yang bermarkas di Helsinki, Finlandia.34 Berikut
merupakan penjelasan dan bagan dari struktur organisasi
GERKATIN di tiap wilayah:35
a. Tingkat Nasional, terdiri dari Dewan Pembina
Organisasi, Dewan Pertimbangan organisasi, dan
Dewan Pengurus Pusat.
34 Brosur GERKATIN 35 Brosur GERKATIN
71
b. Tingkat Daerah/ Provinsi, terdiri dari Dewan Pembina
Daerah, Dewan Pertimbangan Organisasi, dan Dewan
Pengurus Daerah dengan jumlah 30 dari 34 provinsi.
c. Tingkat Cabang, terdiri dari Dewan Pembina Cabang,
Dewan Pertimbangan Organisasi Cabang, Organisasi
Cabang dan Dewan Pengurus Cabang dengan jumlah
69 dari 276 kota / kabupaten.
3. Struktur Organisasi GERKATIN
Tabel 3.4 Struktur Organisasi GERKATIN
Periode 2015 – 2020
Dewan Pembina Pusat : Direktur ODK Kemensos RI
: Ketua Umum DNKS
: Ketua Umum PPDI Pusat
Dewan Pertimbangan Organisasi Pusat
1. Ketua
2. Sekretaris
: Ir. H. Aprizar Zakaria
: Rama Syahti
Dewan Pengurus Pusat
1. Ketua Umum
2. Wakil Ketua Umum
3. Sekretaris Umum
4. Wakil Sekretaris Umum
5. Bendahara Umum
6. Wakil Bendahara Umum
: Bambang Prasetyo
: Juniati Effendi
: Tori Hermawan
: Wilma Redjeki
: Dita Indriyanti
: Achmad Iwan
Koordinator Bidang-Bidang
1. Aksesibilitas
2. Kesejahteraan
2.1 Tenaga Kerja
2.2 Kesenian dan Kebudayaan
2.3 Kesehatan
3. Kepemudaan
: Irdanelly
: Andrew Sihombing
: Nasaruddin
: Myrna Mustika Sari
: Dimas Hendrayanto
72
4. Olahraga
5. Pendidikan
6. Organisasi
7. Humas dan Publikasi
8. Advokasi dan HAM
9. Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak
10. Hubungan Internasional
11. Teknologi Infokom
12. Pendataan
13. Penguatan Kapasitas
14. Ekonomi Kreatif/ Wiraswasta
15. Peduli Lanjut Usia
: Kumala Manurung
: Panji Surya Sahetapy
: Budi Heryawan
: Fedayen Alquasi
: Lidya Miranita
: Wilma Redjeki
: Iwan Sartyawan
: Abdul Abbas
: Phieter Angdika
: Muh. Isnaini
: Tori Hermawan
: Hendra Pangestu
Koordinator Penghubung Antar Wilayah
1. Sumatera dan Kepulauan Riau
2. Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat
3. Jawa Tengah, DIY Yogyakarta dan
Jawa Timur
4. Bali, NTB dan NTT
5. Kalimantan
6. Sulawesi
7. Papua
: Ferinaldi
: Billy Permana
: Yuyun Maskurun
: Andri Donasi
: Yusna
: Yassin
: Ibu Hemi
Sumber: Brosur GERKATIN
4. Visi dan Misi GERKATIN
c. Visi GERKATIN
1) Mencapai kesetaraan kesempatan dalam semua aspek
kehidupan dan penghidupan.
2) Menciptakan organisasi tunarungu yang madani.
3) Menjadi Organisasi Nasional yang bermitra dengan
pemerintah dan non pemerintah untuk mewujudkan
tercapainya kesetaraan dalam kesempatan,
meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi
73
tunarungu dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan.
d. Misi GERKATIN
1) Memberdayakan tunarungu agar dapat turut berperan
aktif selaku insan pembangunan yang berintegrasi,
mandiri dan produktif di era globalisasi.
2) Meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat
umum melalui media sosial dan informasi tentang
kemampuan tunarungu menggunakan bahasa isyarat
dalam berkomunikasi.
3) Melindungi dan melakukan advokasi terhadap
perjuangan hak dan pencapaian kesejahteraan
tunarungu.
4) Menjembatani keterpaduan langkah dan potensi
tunarungu dalam rangka meningkatkan kualitas,
efektivitas, efisiensi dan relevansi dengan kemitraan
yang saling menguntungkan dan bermartabat.
5) Meningkatkan peran tunarungu dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
5. Tujuan GERKATIN
a. Menghimpun tunarungu Warga Negara Indonesia.
b. Menjalin persatuan dan membina komunitas tunarungu
di Indonesia.
c. Menggali dan meningkatkan potensi Sumber Daya
Manusia (SDM) Tunarungu Indonesia.
74
d. Membina dan mengembangkan kerjasama dengan
organisasi yang menangani tunarungu, baik di dalam
maupun luar negeri.
e. Berperan aktif membantu melaksanakan usaha-usaha
pemerintah dalam program pembangunan
kesejahteraan sosial bagi Tunarungu Indonesia.
f. Mengupayakan pemenuhan hak-hak Tunarungu
Indonesia.
g. Memperjuangkan kesamaan kesempatan bagi
tunarungu dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan.
6. Landasan Hukum GERKATIN
a. Hasil Kongres Nasional I GERKATIN, tahun 1981.
b. Akta Notaris Anasrul Jambi. Nomor 12, tertanggal 05
Maret 1985.
c. Pengesahan dari Kementerian Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 192/D, III.2/VII/2009, tertanggal 30
Juli 2009.
d. Pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM RI
Nomor Register AHU-166.AH.01.06 Tahun 2010,
tertanggal 20 Desember 2010; dan
e. Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 tentang Konvensi
Hak Disabilitas.
75
7. Kegiatan dan Program Kerja GERKATIN
a. Kegiatan yang Telah Dilaksanakan
1) Mengadakan PORTRIN (Pekan Olahraga Tuna
Rungu Indonesia) tiap tiga tahun sekali.
2) Menjadi tuan rumah pertemuan Delegasi Pengurus
Tuna Rungu se-Asia Pasifik ke-16 di Jakarta tahun
2004.
3) Menjadi tuan rumah Perkemahan Kepemudaan Tuna
Rungu se-Asia Pasifik ke-empat di Jakarta dan
Sukabumi tahun 2008.
4) Menyelenggarakan RAKERNAS I GERKATIN
tahun 2009 di Jakarta dan RAKERNAS II
GERKATIN tahun 2013 di Denpasar, Bali.
5) Mengadakan Kongres Nasional GERKATIN I
sampai IX setiap empat tahun sekali.
6) Mengajar kemahiran Bahasa Isyarat Indonesia
(BISINDO) yang telah menjadi kurikulum di
Universitas Indonesia.
7) Menerbitkan pertama kali buku dengan judul
“Berkenalan dengan Bahasa Isyarat Indonesia
(BISINDO)” dan buku Kamus Bahasa Isyarat
Jakarta, Yogyakarta serta yang lain menyusul.
8) Memberikan bantuan beasiswa dari
KEMENDIKNAS untuk anak Sekolah Dasar atau
Sekolah Menengah Pertama yang memiliki orang tua
tunarungu pada tahun 2011 sebanyak 150 orang
76
sebesar Rp750.000 dan Rp1.000.000 pada tahun
2013 untuk 250 anak dari orang tua tunarungu.
9) Sosialisasi CPRD/UU No. 19 Tahun 2015.
10) Workshop Pekanbaru tahun 2015.
11) Pelatihan Guru Anak Tunarungu di Jakarta tahun
2016.
b. Program Kerja GERKATIN
1) Pendidikan: Menyelenggarakan pelatihan, kursus,
seminar, lokakarya Bahasa Isyarat Indonesia
(BISINDO).
2) Pengembangan BISINDO: Kerjasama dengan tim
proyek Kamus Bahasa Isyarat Asia Pasifik;
Menghimpun kosa kata lokal; Menerbitkan buku
pengantar BISINDO dan pelatihan penerjemahan
BISINDO; Mendirikan perkumpulan interpreter/
penerjemah BISINDO.
3) Hubungan Masyarakat: Mempublikasi Tunarungu
Indonesia melalui media elektronik; Pelatihan
teknologi informasi dan komunikasi; Menerbitkan
Warta Tunarungu Indonesia; Mengedarkan brosur;
dan Membuat website GERKATIN.
4) Kesehatan: Mengusahakan bebas biaya atau
keringanan biaya perawatan/ pengobatan THT;
Menyediakan Alat Bantu Dengar; Mengusahakan
asuransi kesehatan (ASKES).
77
5) Kesenian dan Kebudayaan: Mendukung peran
seniman; Menyelenggarakan pentas seni di tingkat
daerah, nasional dan internasional; Mengembangkan
kreativitas seni budaya sebagai aset bangsa;
Menyediakan pameran/ bazar hasil karya budaya
daerah masing-masing.
6) Tenaga Kerja: Menempatkan dan menyalurkan
tenaga kerja tunarungu yang telah lulus pelatihan
kejuruan ke industri/ perusahaan; Mengadakan
pameran hasil karya kerajinan tangan;
Mengimplementasikan UU No. 4 Tahun 1997
tentang Quota 1%.
7) Kepemudaan: Mendirikan seksi kepemudaan
tingkat pusat, daerah dan cabang; Mendata anggota
usia 17-35 tahun; Mengadakan perkemahan antar
anggota GERKATIN; Menyelenggarakan 4th WFD
Regional Secretariat Asia Pacific Deaf Youth Camp
2008; Mengirim wakil anggota ke Duskin Leadership
Training di Jepang.
8) Kewanitaan: Mendirikan seksi kewanitaan;
Melakukan pendataan Wanita Tunarungu Indonesia;
Memberi perlindungan hukum bagi wanita tunarungu
korban kekerasan; Pendidikan kesehatan bagi wanita
dewasa/ lanjut usia.
9) Organisasi: Berperan aktif secara luas sebagai mitra
kerja dengan pemerintah pusat/ departemen terkait,
yayasan sosial, WFD Regional Secretariat Asia
78
Pacific, dan Yayasan Pendidikan SLB B; Berperan
aktif mensosialisasikan Undang-Undang serta
Peraturan Pemerintah kepada seluruh anggota
GERKATIN; Membuat laporan berkala mengenai
aktivitas dan keuangan organisasi; Aktif menjalin
komunikasi antar pusat, daerah dan cabang melalui
internet; Memiliki staff kantor sekretariat DPP
GERKATIN.
79
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengolahan Uji Instrumen
Untuk mendapatkan data primer peneliti melakukan
penyebaran kuesioner kepada Orang Tuli yang tergabung
kedalam komunitas GERKATIN Kota Tangerang Selatan.
Peneliti menyebar 50 kuesioner dari total anggota sejumlah
100 orang. Angka 50 ini adalah hasil perhitungan sampel yang
peneliti ambil dengan menggunakan rumus Slovin. Rumus
Slovin digunakan untuk menentukan ukuran sampel dari
populasi yang diketahui jumlahnya.
Berdasarkan uji reliabilitas instrumen keseluruhan
menggunakan rumus Alpha Cronbach dan software IBM SPSS
Statistic 25 diperoleh nilai uji instrumen sebesar 0,956. Nilai
tersebut menunjukkan tingkat kehandalan ukur yang baik
karena berada di atas nilai minimun kehandalan yaitu 0,6.
B. Rekapitulasi Validitas dan Reliabilitas Instrumen
1. Validitas
Untuk mengetahui validitas instrumen dari masing-
masing pertanyaan, peneliti memaparkannya pada tabel
berikut ini.
80
Tabel 4.1 Uji Validitas Motif
No. Pertanyaan r
Hitung
r
Tabel
Hasil
Instrumen
1 Saya menonton berita di televisi
untuk mencari informasi yang
dibutuhkan
0,628 0,285 valid
2 Berita di televisi membantu saya
dalam mendapatkan tambahan
informasi mengenai hal yang
terjadi di sekitar saya
0,586 0,285 valid
3 Saya menonton berita di televisi
untuk mengetahui informasi
terbaru seputar dunia
0,406 0,285 valid
4 Dengan menonton berita di
televisi saya mencari seputar tren
terbaru
0,576 0,285 valid
5 Saya menonton berita di televisi
untuk mendapat pengetauan lebih
mengenai suatu hal
0,635 0,285 valid
6 Setelah menonton berita di
televisi saya memiliki rasa
percaya diri yang lebih baik
0,709 0,285 valid
7 Saya menonton berita di televisi
untuk mendapatkan contoh
berperilaku baik dalam kehidupan
sehari-hari
0,714 0,285 valid
8 Menonton berita di televisi
membantu saya mendapatkan
ilmu yang tidak saya dapatkan di
sekolah formal
0,605 0,285 valid
81
No. Pertanyaan r
Hitung
r
Tabel
Hasil
Instrumen
9 Saya ingin dikenal banyak orang
sebagai pribadi yang berwawasan
luas dari menonton berita di
televisi
0,664 0,285 valid
10 Dengan menonton berita di
televisi saya ingin mendapat
bahan percakapan dengan orang
lain
0,780 0,285 valid
11 Saya ingin mengenal lebih banyak
karakter orang lain setelah
menonton berita di televisi
0,716 0,285 valid
12 Setelah menonton berita di
televisi saya ingin bertukar
pendapat mengenai berita yang
saya lihat
0,671 0,285 valid
13 Saya ingin menjadi orang yang
pertama tahu akan suatu hal dari
menonton berita di televisi
0,701 0,285 valid
14 Dengan menonton berita di
televisi saya ingin mengisi waktu
luang di sela-sela kegiatan saya
0,590 0,285 valid
15 Saya ingin mendapat informasi
yang menghibur dari menonton
berita di televisi
0,465 0,285 valid
16 Dengan menonton berita di
televisi saya ingin menghilangkan
rasa kesepian
0,672 0,285 valid
17 Saya ingin melepas rasa bosan
dengan menonton berita di televisi
0,675 0,285 valid
18 Setelah menonton berita di
televisi saya ingin merasa bahagia
0,424 0,285 valid
Sumber: Hasil Olah Data
82
Tabel 4.2 Uji Validitas Kepuasan
No. Pertanyaan r
Hitung
r
Tabel
Hasil
Instrumen
1 Saya menonton berita di televisi
untuk mencari informasi yang
dibutuhkan
0,570 0,285 valid
2 Berita di televisi membantu saya
dalam mendapatkan tambahan
informasi mengenai hal yang
terjadi di sekitar saya
0,802 0,285 valid
3 Saya menonton berita di televisi
untuk mengetahui informasi
terbaru seputar dunia
0,788 0,285 valid
4 Dengan menonton berita di
televisi saya mencari seputar tren
terbaru
0,756 0,285 valid
5 Saya menonton berita di televisi
untuk mendapat pengetauan lebih
mengenai suatu hal
0,670 0,285 valid
6 Setelah menonton berita di
televisi saya memiliki rasa
percaya diri yang lebih baik
0,710 0,285 valid
7 Saya menonton berita di televisi
untuk mendapatkan contoh
berperilaku baik dalam kehidupan
sehari-hari
0,570 0,285 valid
8 Menonton berita di televisi
membantu saya mendapatkan
ilmu yang tidak saya dapatkan di
sekolah formal
0,682 0,285 valid
9 Saya ingin dikenal banyak orang
sebagai pribadi yang berwawasan
luas dari menonton berita di
televisi
0,500 0,285 valid
83
No. Pertanyaan r
Hitung
r
Tabel
Hasil
Instrumen
10 Dengan menonton berita di
televisi saya ingin mendapat
bahan percakapan dengan orang
lain
0,753 0,285 valid
11 Saya ingin mengenal lebih banyak
karakter orang lain setelah
menonton berita di televisi
0,658 0,285 valid
12 Setelah menonton berita di
televisi saya ingin bertukar
pendapat mengenai berita yang
saya lihat
0,765 0,285 valid
13 Saya ingin menjadi orang yang
pertama tahu akan suatu hal dari
menonton berita di televisi
0,601 0,285 valid
14 Dengan menonton berita di
televisi saya ingin mengisi waktu
luang di sela-sela kegiatan saya
0,690 0,285 valid
15 Saya ingin mendapat informasi
yang menghibur dari menonton
berita di televisi
0,682 0,285 valid
16 Dengan menonton berita di
televisi saya ingin menghilangkan
rasa kesepian
0,528 0,285 valid
17 Saya ingin melepas rasa bosan
dengan menonton berita di televisi
0,741 0,285 valid
18 Setelah menonton berita di
televisi saya ingin merasa bahagia
0,625 0,285 valid
Sumber: Hasil Olah Data
84
Tabel 4.3 Uji Validitas Aksesibilitas
No. Pertanyaan r
Hitung
r
Tabel
Hasil
Instrumen
1 Kotak penerjemah bahasa isyarat
memiliki ukuran yang sesuai
0,652 0,285 valid
2 Gerak tangan penerjemah bahasa
isyarat dapat dilihat dengan jelas
0,753 0,285 valid
3 Penerjemah bahasa isyarat sudah
sesuai dalam menerjemahkan
informasi
0,769 0,285 valid
4 Judul pada berita di televisi
membangkitkan minat untuk
menonton
0,841 0,285 valid
5 Judul yang diberikan sudah
mewakili isi berita
0,863 0,285 valid
6 Judul berita tidak bersifat ambigu
(bermakna ganda) sehingga tidak
menimbulkan keraguan
0,720 0,285 valid
7 Caption berita memiliki ukuran
yang sesuai sehingga mudah
dibaca
0,890 0,285 valid
8 Caption berita menjelaskan
peristiwa yang diliput sehingga
mudah dimengerti
0,783 0,285 valid
9 Caption berita menggunakan
Bahasa Indonesia yang baik dan
benar
0,880 0,285 valid
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan data yang terdapat pada tabel, dapat
diketahui bahwa nilai validitas instrumen variabel motif
dan kepuasan rata-rata lebih besar dari nilai r tabel
sehingga dapat dikatakan valid.
85
2. Reliabilitas
Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan
Microsoft Excel dan software IBM SPSS Statistic 25,
dengan nilai koefisien reliabilitas Alpha Cronbach sebagai
berikut :
Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas
Cronbach’s Alpha N of Items
0,956 45
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan hasil uji reliabilitas tersebut, maka
diperoleh nilai Cronbach Alpha sebesar 0,956 untuk itu
dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan
memiliki kehandalan dan dapat digunakan sebagai alat
ukur pada penelitian ini karena berada diatas angka 0,60.
C. Karakteristik Responden
1. Usia Responden
Tabel 4.5 Data Responden Berdasarkan Usia
No. Usia Frekuensi Persentase
1 15 - 20 16 32%
2 21 - 30 31 62%
3 31 - 40 2 4%
4 41 - 50 1 2%
Jumlah 50 100%
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.5, diketahui bahwa 16 responden
berusia 15-20 tahun, 31 responden berusia 21-30 tahun, 2
86
responden berusia 31-40 tahun, dan 1 responden berada
pada usia 41-50 tahun.
2. Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.6 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
1 Laki-Laki 27 54%
2 Perempuan 23 46%
Jumlah 50 100%
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.6, didapati bahwa identitas
responden berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki
sebanyak 27 orang dengan persentase 54% dan perempuan
sebanyak 23 orang dengan persentase 46%. Dengan begitu
terlihat bahwa jumlah responden pada penelitian ini
didominasi oleh laki-laki yang melebihi setengah dari
populasi.
3. Tingkat Pendidikan Responden
Tabel 4.7 Data Responden Berdasarkan Pendidikan
No. Pendidikan Frekuensi Persentase
1 SMP 5 10%
2 SMA/SMK 29 58%
3 Perguruan Tinggi 14 28%
4 Lainnya 2 4%
Jumlah 50 100%
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.7, dapat diketahui bahwa 5
responden menempuh pendidikan tingkat menengah
pertama (SMP), 29 responden menempuh pendidikan
87
menengah atas (SMA), 14 responden menempuh
perguruan tinggi, dan 2 responden memilih lainnya yaitu
bisa melalui kelas khusus atau pesantren.
4. Keaktifan Penggunaan Media Responden
Tabel 4.8 Data Responden Berdasarkan Keaktifan
Menggunakan Media
No. Pendidikan Frekuensi Persentase
1 Aktif 40 80%
2 Tidak Aktif 10 20%
Jumlah 50 100%
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.8, dapat diketahui bahwa 80%
responden aktif menggunakan media, dan 20% tidak aktif
menggunakan media. Alasan peneliti menggunakan data
responden yang aktif menggunakan media atau tidak yaitu
untuk mengukur tingkat keaktifan responden dalam
mengakses media, responden yang aktif tentu memiliki
motif yang diinginkan sehingga mereka menggunakan
media tersebut.
5. Stasiun Televisi yang Ditonton Responden
Tabel 4.9 Data Stasiun Televisi yang Ditonton Responden
No. Stasiun Televisi Frekuensi Persentase
1 ANTV 2 4%
2 GTV 6 12%
3 Indosiar 2 4%
4 INews 4 8%
5 KompasTV 1 2%
6 MetroTV 3 6%
88
No. Stasiun Televisi Frekuensi Persentase
7 MNCTV 2 4%
8 NET. 10 20%
9 RCTI 1 2%
10 RTV 1 2%
11 SCTV 7 14%
12 Trans7 2 4%
13 TransTV 3 6%
14 TVOne 5 10%
15 TVRI 1 2%
Jumlah 50 100%
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.9, jumlah stasiun televisi yang
paling banyak ditonton oleh responden untuk menyaksikan
program berita yaitu NET. dengan jumlah penonton 10
responden, kemudian SCTV dengan 7 penonton dari
responden, GTV dengan 6 penonton, dan TVONE dengan
5 penonton, INEWS 4 penonton, lalu ada TRANSTV dan
METROTV dengan masing-masing 3 penonton, sementara
ANTV, INDOSIAR, MNCTV, dan TRANS7 memiliki 2
penonton dari responden; sementara KOMPASTV, RCTI,
RTV, dan TVRI memiliki 1 penonton dari responden yang
peneliti ambil. Alasan peneliti mencari stasiun televisi yang
sering ditonton responden yaitu untuk mengetahui stasiun
televisi mana yang paling diminati dan memiliki daya tarik
yang tinggi bari orang Tuli.
89
6. Frekuensi Responden Menonton Televisi dalam
Seminggu
Tabel 4.10 Data Frekuensi Responden Menonton Televisi
dalam Seminggu
No. Jumlah Hari Frekuensi Persentase
1 1 Hari 5 10%
2 2 Hari 1 2%
3 3 Hari 4 8%
4 4 Hari 6 12%
5 5 Hari 4 8%
6 6 Hari 3 6%
7 7 Hari (Setiap Hari) 27 54%
Jumlah 50 100%
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.10, dapat dilihat responden yang
hanya menonton televisi sehari dalam seminggu berjumlah
5 orang, lalu diikuti dari yang yang menonton 2 hari dalam
seminggu sejumlah 1 orang, kemudian yang menonton
televisi 3 hari dalam seminggu ada 4 orang, dan yang
menonton selama 4 hari dalam seminggu berjumlah 6
orang, sedangkan yang menonton televisi 5 hari dalam
seminggu ada 4 ornag, dan yang menonton selama 6 hari
dalam seminggu berjumlah 3 orang, sementara itu
responden yang menonton 7 hari dalam seminggu atau
dapat dikatakan menonton televisi setiap hari berjumlah 27
orang.
90
7. Lamanya Responden Menonton Televisi
Tabel 4.11 Data Rata-Rata Waktu Responden Menonton
Televisi
No. Rata-Rata Waktu Frekuensi Persentase
1 <60 Menit 28 56%
2 60 - 120 Menit 20 40%
3 180 - 240 Menit 2 4%
4 >300 Menit 0 0%
Jumlah 50 100%
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.11, diketahui rata-rata responden
menghabiskan waktu menonton televisi dalam sehari yaitu
kurang dari 60 menit sampai 120 menit dengan pembagian
28 orang menonton kurang dari 60 menit dalam sehari dan
20 orang menonton antara 60 – 120 menit, sedangkan ada
2 orang yang waktu menontonnya 180 – 240 menit, dan
tidak ada yang menonton lebih dari 300 menit dalam sehari.
D. Hasil Analisis Uji Statistik
1. Analisis Gratification Sought dan Gratification Obtained
Menurut teori Uses and Gratification, khalayak bebas
menentukan media massa yang dapat memenuhi dirinya
sesuai dengan motif yang mereka butuhkan. McQuail
mengkategorikan motif pengonsumsian media kedalam
empat kategori yaitu motif informasi, motif identitas
pribadi, motif integrasi dan interaksi sosial,dan motif
hiburan. Selanjutnya untuk mengukur tingkat kepuasan
91
tersebut maka digunakanlah konsep Gratification Sought
dan Gratification Obtained sebagai tolak ukur
perbandingan kepuasan yang diinginkan dan kepuasan
yang didapat.
Untuk mengukur kepuasan orang Tuli terhadap media
massa khususnya siaran berita di televisi, peneliti
menyebar kuesioner kepada 50 responden. Responden
pada penelitian ini adalah mereka yang tergabung dalam
komunitas GERKATIN Kota Tangerang Selatan. Berikut
adalah tabel skor rata-rata variabel gratification sought dan
gratification obtained.
Tabel 4.12 Skor Rata-Rata Gratification Sought
No. Dimensi Skor Rata-
Rata Ranking
1 Motif Informasi 164,5 1
2 Motif Identitas Pribadi 150,2 2
3 Motif Integrasi dan
Interaksi Sosial 147,7 4
4 Motif Hiburan 149,4 3
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.12, motif tertinggi saat responden
menonton berita di televisi ada pada keinginan
memperoleh informasi dengan skor rata-rata 164,5. Pada
motif ini responden memiliki keinginan paling tinggi untuk
mengetahui informasi terkini mengenai peristiwa-peristiwa
yang terjadi di lingkungan sekitar dan dunia.
92
Selanjutnya di peringkat kedua, motif identitas pribadi
menjadi alasan bagi responden mengakses berita di televisi
dengan perolehan skor rata-rata 150,2. Pada motif ini
responden memiliki harapan untuk menjadi orang yang
berwawasan luas serta menumbuhkan rasa percaya diri
dengan adanya informasi yang diterima.
Pada peringkat ketiga, kepuasan yang dicari responden
saat menonton televisi adalah mendapatkan hiburan,
dengan skor rata-rata 149,4. Pada motif ini responden ingin
mendapatkan informasi yang menghibur.
Terakhir, pada peringkat keempat adalah motif
integrasi dan interaksi sosial dengan skor rata-rata 147,7.
Pada motif ini responden berharap menjadi orang yang
pertama tahu akan suatu hal di lingkungan keluarga
maupun teman untuk dijadikan bahan bertukar pikiran.
Tabel 4.13 Skor Rata-Rata Gratification Obtained
No. Dimensi Skor Rata-
Rata Ranking
1 Motif Informasi 159 1
2 Motif Identitas Pribadi 152,4 3
3 Motif Integrasi dan
Interaksi Sosial 154 2
4 Motif Hiburan 146,8 4
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.13, kepuasan utama yang
diperoleh responden ketika menonton berita di televisi ada
pada motif informasi dengan skor rata-rata 159. Pada motif
93
ini, responden merasa puas terhadap informasi yang
dibutuhkan juga dapat mengetahui informasi terbaru
seputar dunia.
Selanjutnya di peringkat kedua, kepuasan yang
diperoleh responden yaitu motif integrasi dan interaksi
sosial dengan skor rata-rata 154. Pada motif ini, responden
bisa mengenal lebih banyak karakter orang lain dan dapat
bertukar pikiran dengan orang lain menngunakan informasi
yang didapat setelah menonton berita di televisi.
Kemudian pada peringkat ketiga, kepuasan yang
diperoleh responden adalah motif identitas pribadi dengan
skor rata-rata 152,4. Pada motif ini, responden mendapat
kepuasan melalui pengetahuan yang lebih baik dan contoh
berperilaku yang baik untuk kehidupan sehari-hari.
Terakhir, pada peringkat keempat adalah motif hiburan
dengan perolehan skor rata-rata 146,8. Pada motif ini,
mendapat informasi yang menghibur dan merasa bahagia
setelah menonton televisi merupakan kepuasan yang paling
banyak dirasakan oleh responden.
Jadi dapat disimpulkan bahwa motif yang mampu
memenuhi keinginan responden penelitian ini adalah motif
identitas pribadi dan motif integrasi dan interaksi sosial.
Hal ini terjadi karena kedua motif ini memiliki standar
pencapaian yang lebih rendah sehingga apa yang
diinginkan responden dapat dengan mudah terpenuhi.
94
Tabel 4.14 Perbandingan Gratification Sought dengan
Gratification Obtained
No. Dimensi Mean
GS
Mean
GO
∆GO-
GS Keterangan Ranking
1 Informasi 164,5 159 -5,5 GS>GO 4
2 Identitas Pribadi 150,2 152,4 2,2 GS<GO 2
3 Integrasi dan
Interaksi Sosial 147,7 154 6,3 GS<GO 1
4 Hiburan 149,4 146,8 -2,6 GS>GO 3
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.14, terlihat bahwa apa yang
diharapkan oleh responden (gratification sought) tidak
sepenuhnya dapat diperoleh setelah menonton berita di
televisi (gratification obtained). Motif yang mampu
terpenuhi setelah menonton berita di televisi dengan nilai
kepuasan tertinggi ada pada motif integrasi dan interaksi
sosial dengan selisih skor ∆GO-GS sebesar 6,3. Kemudian
pada peringkat kedua ditempati motif identitas pribadi
yang memiliki selisih skor ∆GO-GS sebesar 2,2.
Sedangkan pada motif hiburan dan motif informasi justru
menunjukkan hasil yang sebaliknya, yaitu gratification
sought lebih besar dari gratificaion obtained. Pada motif
hiburan selisih skor ∆GO-GS yang didapat sebesar -2,6.
Sedangkan pada motif informasi selisih skor ∆GO-GS
sebesar -5,5.
95
Beberapa kendala yang dihadapi responden saat
menonton berita di televisi adalah kurangnya komponen
pendukung informasi bagi Orang Tuli, contohnya seperti
ukuran kotak penerjemah bahasa isyarat yang dinilai kecil,
dan tidak adanya subtitel dari berita yang sedang berjalan.
Sehingga selain memanfaatkan kotak penerjemah bahasa
isyarat, mereka hanya melihat tampilan gambar dengan
bantuan judul dan caption berita untuk memahami isi
pemberitaan.
2. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tabel 4.15 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
TOTAL SKOR .091 36 .200* .988 36 .955
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.15, diketahui bahwa nilai
signifikasi dari uji normalitas Kolmogorov-Smirnov adalah
sebesar 0,091. Nilai tersebut lebih besar dari alpha 0,05
maka dari itu data dinyatakan terdistribusi dengan normal.
3. Uji Regresi Linier Berganda
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diolah dengan
menggunakan software IBM SPSS Statistic 25, maka
diperoleh hasil sebagai berikut:
96
Tabel 4.16 Perhitungan Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199 Hubungan dapat dianggap ada
0,20 - 0,399 Hubungan ada tetapi rendah
0,40 - 0,599 Hubungan cukup tinggi
0,60 - 0,799 Hubungan tinggi
0,80 - 1,000 Hubungan sangat tinggi
Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Korelasi
Correlations
Pearson Correlation Kepuasan
Motif Informasi .532
Motif Identitas Pribadi .680
Motif Integrasi dan Interaksi Sosial .691
Motif Hiburan .782
Faktor Aksesibilitas .518
Sumber: Hasil Olah Data
Dengan menggunakan tabel perhitungan koefisien
korelasi, peneliti membandingkan nilai yang didapat
dengan batasan nilai yang telah dibuat untuk mengukur
tingkat hubungan tiap variabel.
Tabel 4.17 menunjukkan besaran nilai korelasi parsial
antara motif informasi yang diharapkan oleh responden
dengan kepuasan yang didapat sebesar r = 0,532. Nilai ini
menunjukkan hubungan yang cukup kuat antara motif
informasi dengan tingkat kepuasan, artinya bila nilai motif
naik maka kepuasan yang didapatkan juga akan naik.
97
Kemudian pada korelasi parsial variabel motif identitas
pribadi dengan kepuasan yang didapat memperoleh nilai
sebesar r = 0,680. Nilai ini menunjukkan hubungan yang
tinggi antara motif memperoleh identitas pribadi dengan
tingkat kepuasan, artinya jika nilai motif naik maka
kepuasan yang didapat juga akan naik secara signifikan.
Pada korelasi parsial variabel motif integrasi dan
interaksi sosial dengan kepuasan setelah menonton berita
di televisi memperoleh nilai sebesar r = 0,691. Nilai ini
menunjukkan hubungan yang tinggi antara motif
medapatkan integrasi dan interaksi sosial dengan tingkat
kepuasan, artinya jika nilai motif naik maka kepuasan yang
didapat juga akan naik secara signifikan.
Selanjutnya pada korelasi parsial variabel motif
hiburan dengan kepuasan yang didapat memperoleh nilai
sebesar r = 0,782. Nilai ini menunjukkan hubungan yang
tinggi antara motif memperoleh hiburan setelah menonton
berita di televisi dengan tingkat kepuasan, artinya jika nilai
motif naik maka kepuasan yang didapat juga akan naik
secara signifikan.
Pada bagian terakhir, yaitu korelasi parsial variabel
faktor aksesibilitas memiliki tingkat kepuasan sebesar r =
0,518. Nilai ini menunjukkan hubungan yang cukup tinggi
antara motif mendapatkan aksesibilitas ketika menonton
berita di televisi dengan tingkat kepuasan, artinya jika nilai
motif naik maka kepuasan yang didapat juga akan naik.
98
Tabel 4.18 Ringkasan Uji Regresi Linier Berganda
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
R Square
Change
1 .824a .679 .642 4.47837 .679
a. Predictors: (Constant), Faktor Aksesibilitas, Motif Hiburan, Motif Identitas, Motif
Informasi, Motif Interaksi
b. Lilliefors Significance Correction Dependent Variable: Kepuasan
Sumber: Hasil Olah Data
Korelasi (R) yang secara simultan (bersama-sama)
antara variabel motif informasi (𝑋1), identitas pribadi (𝑋2),
integrasi dan interaksi sosial (𝑋3), hiburan (𝑋4), dan faktor
aksesibilitas saat menonton program berita di televisi (𝑋5)
terhadap tingkat kepuasan (Y) seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 4.18 memiliki nilai R sebesar 0,824.
Kemudian persentase pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat yang disebut dengan koefisien determinasi
dengan notasi R Square atau hasil dari penguadratan dari
nilai R adalah sebesar 0,679. Angka tersebut menunjukkan
bahwa pengaruh variabel independen (gratification sought)
terhadap variabel dependen (gratification obtained) yang
sudah dipengaruhi oleh variabel moderator (aksesibilitas
Orang Tuli pada program berita televisi) adalah sebesar
67,9%, sedangkan nilai yang lainnya dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak termasuk dalam pembahasan pada
penelitian ini.
99
Tabel 4.19 Hasil Perhitungan Koefisien
Coefficientsa
Unstandarized
Coefficient
Standarized
Coefficient
Model B Std. Error Beta t Sig.
(Constant) 16.615 6.354 2.615 .012
M. Informasi -.397 .622 -.080 -.638 .527
M. Identitas .775 .498 .260 1.557 .127
M. Interaksi .312 .620 .085 .503 .617
M. Hiburan 1.700 .397 .581 4.283 .000
F. Aksesibilitas .093 .169 .060 .551 .584
a. Dependent Variable: Kepuasan
Sumber: Hasil Olah Data
Dari Tabel 4.19, diperoleh persamaan regresi linier
berganda yaitu:
Y = 16.615 - 0,397𝑋1 + 0,775𝑋2 + 0,312𝑋3 + 1.700𝑋4 + 0,093𝑋5
Dari persamaan tersebut dapat diartikan bahwa
koefisien regresi variabel motif informasi sebesar -0,397
yang artinya hubungan dinilai negatif karena tidak
memberikan nilai yang berarti bagi responden, selanjutnya
pada variabel motif identitas pribadi memiliki nilai 0,775
yang artinya terjadi hubungan yang positif antara keinginan
responden dengan yang didapatkan setelah menonton
televisi.
Pada koefisien regresi variabel motif integrasi dan
interaksi sosial memiliki nilai 0,312 artinya ada hubungan
100
yang positif namun dinilai rendah terhadap keinginan dan
kepuasan yang dirasakan oleh responden, dan kemudian
pada variabel hiburan hasilnya dinilai sangat tinggi karena
memiliki nilai 1,700 dari hasil perhitungan, lalu pada
koefisien regresi variabel faktor aksesibilitas bagi Orang
Tuli memiliki nilai 0,093 yang artinya hubungan dianggap
tidak ada karena kurang memenuhi apa yang diinginkan
oleh responden.
Hal ini menunjukkan bahwa koefisien regresi antara
variabel-variabel motif Orang Tuli dalam menonton berita
di televisi dan faktor aksesibilitas mampu memberikan
kepuasan bagi Orang Tuli walaupun pada variabel motif
informasi dan faktor aksesibilitas tidak memenuhi syarat.
4. Uji F-Test
Tabel 4.20 Anova
ANOVAa
Model Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 1863.465 5 372.693 18.583 .000b
Residual 882.455 44 20.056
Total 2745.920 49
a. Dependent Variable: Kepuasan
b. Predictors: (Constant), Faktor Aksesibilitas, Motif Indormasi, Motif Interaksi,
Motif Hiburan, Motif Identitas
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diolah dengan
menggunakan software IBM SPSS Statistic 25, dari Tabel
101
4.20 hasil perhitungan Anova diperoleh nilai F hitung sebesar
18,58. Kemudian dengan rumus pencarian nilai F tabel:
F {(1-α)(dk pembilang = m), (dk penyebut = n-m-1)
F {(1-0,05), (44,4) = 4,51
Diketahui besaran nilai F tabel adalah 4,51. Hal ini
berarti F hitung > F tabel sehingga Ho ditolak, bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antar tiap variabel independen
secara bersama-sama terhadap kepuasan Orang Tuli saat
menonton berita di televisi.
5. Uji T-Test
Berdasarkan Tabel 4.19, dapat diketahui bahwa t1
hitung sebesar 0,527; t2 hitung sebesar 0,127; t3 hitung
sebesar 0,617; t4 hitung sebesar 0,000; dan t5 sebesar 0,584.
Maka dapat disimpulkan bahwa:
a. t1 hitung > 0,05. Tidak terdapat pengaruh yang
signifikan antara variabel motif informasi terhadap
kepuasan Orang Tuli saat menonton program berita di
televisi.
b. t2 hitung > 0,05. Tidak terdapat pengaruh signifikan
antara variabel motif identitas pribadi terhadap
kepuasan yang diperoleh Orang Tuli saat menonton
program berita di televisi.
c. t3 hitung > 0,05. Tidak terdapat pengaruh yang
signifikan antara variabel motif integrasi dan interaksi
102
sosial terhadap kepuasan Orang Tuli saat menonton
program berita di televisi.
d. t4 hitung < 0,05. Terdapat pengaruh signifikan antara
variabel motif informasi terhadap kepuasan Orang Tuli
saat menonton program berita di televisi.
e. t5 hitung > 0,05. Tidak terdapat pengaruh signifikan
antara variabel motif informasi terhadap kepuasan
Orang Tuli saat menonton program berita di televisi.
E. Pembahasan
Peneliti telah mengumpulkan data melalui kuesioner yang
disebar kepada 50 responden, yakni anggota GERKATIN Kota
Tangerang Selatan yang merupakan wadah bagi Orang Tuli
untuk mengembangkan budaya mereka. Kuesioner berisi 18
pertanyaan untuk variabel gratification sought, 18 pertanyaan
untuk gratification obtained, dan 9 pertanyaan mengenai
aksesibilitas bagi Orang Tuli pada media televisi. Penyebaran
kuesioner berlangsung di Sekretariat Pusat Bahasa Indonesia
(PUSBISINDO) yang berada di Pasar Minggu, Jakarta Selatan
karena tempat yang mudah diakses dan alasan lainnya yaitu
GERKATIN Kota Tangerang Selatan belum memiliki
sekretariat resmi.
Berdasarkan perhitungan skor rata-rata pada gratification
sought dan gratification obtained, diperoleh data bahwa nilai
rata-rata kepuasan yang diharapkan masih lebih besar dari
kepuasan yang didapatkan. Hal ini menunjukkan bahwa Orang
Tuli di Kota Tangerang Selatan masih belum merasa
103
terpuaskan oleh pemberitaan di televisi sebagai salah satu
media mendapatkan informasi. Walaupun saat ini pemerintah
sudah menetapkan wajib menggunakan interpreter
(penerjemah) bahasa isyarat akan tetapi hal ini masih dirasa
kurang, karena fitur penerjemah yang masih terbatas dan
kurangnya komponen pendukung lainnya.
Motif tertinggi yang diharapkan oleh responden adalah
motif informasi dengan skor rata-rata 164,5. Selanjutnya motif
identitas pribadi, motif hiburan, kemudian yang terakhir motif
integrasi dan interaksi sosial. Responden memiliki harapan
tinggi untuk mendapatkan informasi, terbukti dari pernyataan
pada masing-masing motif, yaitu responden sangat ingin
mengetahui peristiwa terbaru yang terjadi di lingkungan sekitar
mereka dan juga dunia. Responden juga mengharapkan
menjadi pribadi yang berwawasan luas serta memiliki rasa
percaya diri karena selalu tahu informasi terkini.
Kepuasan tertinggi yang didapatkan oleh responden adalah
motif informasi dengan skor 159 walaupun masih dibawah
skor yang diharapkan yaitu 164,5. Pada motif ini rata-rata
responden merasa puas dengan informasi yang mereka terima
dan dapat mengetahui kabar seputar dunia.
Hubungan motif dan kepuasan memiliki ikatan yang kuat
dengan nilai R sebesar 0,824 dan pengaruh motif terhadap
kepuasan sebesar 67,9% sedangkan 32,1% sisanya dipengaruhi
oleh faktor diluar motif-motif yang diujikan.
104
Hasil uji beda rata-rata menggunakan Uji T-Test
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara
kepuasan yang diharapkan (gratification sought) dan kepuasan
yang diperoleh (gratification obtained) dengan nilai signifikasi
0,000.
Dalam Teori Uses and Gratification, khalayak berperan
aktif dalam memilih dan menggunakan media. Khalayak yang
menentukan media mana yang harus dipilih untuk memenuhi
kebutuhannya. Menurut hasil dari perhitungan gratification
sought dan gratification obtained, angka kepuasan yang
didapat masih lebih kecil daripada motif yang dicari. Sesuai
dengan Teori Uses and Gratification, menurut hemat peneliti
bahwa program berita di televisi masih belum efektif dalam
memenuhi kebutuhan khalayak, khususnya Orang Tuli. Hal
tersebut bisa dikarenakan oleh beberapa alasan yang harus
diteliti lebih lanjut lagi, terutama fitur yang dapat membantu
Orang Tuli memahami pesan pada program televisi lebih baik
lagi.
Keberagaman karakter yang dimiliki responden pada
penelitian ini menjadi salah satu alasan adanya perbedaan
respon kepuasan terhadap program berita di televisi. Beberapa
perbedaan karakter tersebut adalah rentang usia, jenis kelamin,
dan tingkat pendidikan. Selain itu faktor mereka menikmati
media juga berpengaruh seperti tingkat keaktifan
menggunakan media, stasiun tv yang sering di tonton, jumlah
105
hari menonton televisi dalam seminggu, dan lamanya waktu
menonton dalam satu hari.
Sesuai dengan fungsi televisi sebagai alat memperoleh
informasi, para responden dalam penelitian ini memiliki motif
untuk dapat memenuhi kebutuhan kognitif, afektif, integrasi
personal dan sosial, serta kebutuhan pelepas ketegangan. Atau
dalam penelitian ini menggunakan kategori motif
pengonsumsian media oleh Denis McQuail sebagai
pengukuran kepuasan.
106
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian, motif yang dicari Orang Tuli
dalam menonton berita di televisi adalah motif informasi,
motif identitas pribadi, motif integrasi dan interaksi sosial,
dan motif hiburan, kemudian faktor aksesibilitas yang
berperan sebagai variabel moderator juga menjadi penentu
bagi Orang Tuli untuk menikmati program berita di
televisi. Dari kelima variabel tersebut, motif yang berhasil
memenuhi keinginan Orang Tuli adalah motif integrasi dan
interaksi sosial, kemudian disusul motif identitas pribadi,
sedangkan di peringkat selanjutnya adalah motif hiburan,
dan motif informasi yang tidak mampu memenuhi batas
keinginan karena memiliki standar keinginan yang lebih
tinggi.
2. Harapan yang dimiliki Orang Tuli saat menonton program
berita di televisi rata-rata memiliki nilai yang lebih tinggi
daripada kepuasan yang mereka peroleh. Perbedaan yang
signifikan ini dapat diketahui setelah melakukan
perhitungan skor secara terpisah antara lima dimensi
tersebut (motif informasi, motif identitas pribadi, motif
integrasi dan interaksi sosial, motif hiburan, dan faktor
aksesibilitas). Hal ini menunjukkan bahwa apa yang
107
diinginkan oleh Orang Tuli terhadap menonton berita di
televisi masih belum terpenuhi.
B. Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh setelah melakukan
penelitian dan pengamatan, berikut adalah saran-saran untuk
penelitian ini:
1. Kepada para stasiun televisi agar memberikan aksesibilitas
yang lebih baik lagi terhadap keperluan Orang Tuli.
Adanya interpreter/ penerjemah bahasa isyarat yang ada
saat ini sudah cukup membantu daripada hanya melihat
judul berita dan menilai isinya dari gabar saja, namun
mereka juga membutuhkan adanya subtitel di bagian
bawah agar dapat mengerti lebih lanjut perihal informasi
yang sedang diberikan. Dengan semakin bertambahnya
fitur ini diharapkan Orang Tuli tidak lagi kesulitan
mendapatkan menerima informasi dari televisi.
2. Peneliti menberikan saran kepada para peneliti selanjutnya,
agar memilih ruang lingkup yang lebih luas. Selain ruang
lingkup, ada baiknya peneliti selanjutnya membandingkan
dengan program televisi atau fitur aksesibilitas lainnya agar
dapat diketahui sebab belum terpenuhinya kepuasan
khalayak terhadap informasi yang diberika media televisi.
108
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Nandiyah. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus.
Klaten: Universitas Widya Dharma, 2013.
Ahmadi, Abu. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya. Komunikasi Massa: Suatu
Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2004.
Asnawir dan M. Basyiruddin Usman. Media Pembelajaran.
Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Badjuri, Adi. Jurnalistik Televisi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.
Biagi, Shirley. Media/Impact: Pengantar Media Massa. Jakarta:
Salemba Humanika, 2010.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
Kencana, 2014.
Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 1994.
Danesi, Marcel. Pesan, Tanda dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra,
2004.
Fajar, Marhaeni. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Gerungan, W. A. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco, 1988.
Harjana, Agus M. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal.
Yogyakarta: Kanisius, 2003.
109
Holtzmana, Paul D. dan Donald H. Ecroyd. Communication
Concepts and Models. Skokie: National Textbook
Company, 1976.
Kountur, Rony. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan
Tesis, seri umum no. 5. Jakarta: Penerbit PPM, 2004.
Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta:
Kencana, 2012.
Maslow, Abraham H. Motivation and Personality, 2nd Edition.
New York: Harper & Row, 1970. dalam Morissan. Teori
Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
McQuail, Dennis. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga,
2002.
Morissan. Jurnalistik Televisi Mutakhir. Jakarta: Kencana, 2010.
Muda, Deddy Iskandar. Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010.
Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana, 2014.
Nurudin. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Rajawali Pers,
2013.
Prasetyo, Bambang dan Lina M. Jannah. Metode Penelitian
Kuantitatif. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012.
110
Rakhmat, Jalaludin. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2001.
Rivers, William L., dkk. Media Massa & Masyarakat Modern.
Jakarta: Kencana, 2003.
Sadiman, Arief, dkk. Media Pendidikan: Pengertian,
Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 1990.
Saydam, Gouzali. Kamus Istilah Telekomunikasi. Bandung:
Djambatan, 1992.
Schramm, Wilbur L., The Process and Effects of Mass
Communication. Urbana: University of Illinois Press,
1954. Dalam Richard L. West dan Lynn H. Turner.
Introducing Communication Theory. New York: McGraw
Hill Education. 2013.
Siregar, Syofian. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
Kencana, 2013.
_____________. Statistika Deskriptif. Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2011.
Skornia. Television and Society: An Inquest and Agenda for
Improvement. Boston: Beacon Press, 1965.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012.
111
Somantri, Sutjihati. Tunarungu Dalam Pandangan Sosial.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 1996.
_______________. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika
Aditama, 2007.
Subagyo, Pangestu dan Djarwanto. Statistika Induktif.
Yogyakarta: BPPE-Yogyakarta, 2005.
Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta,
2014.
________. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta, 2011.
________. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2002.
Suryawati, Indah. Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik.
Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.
Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Ciputat: Kalam Indonesia,
2005.
Usman. Television News Reporting and Writing. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009.
West, Richard dan Lynn H. Turner. Introducing Communication
Theory. McGraw Hill, 2007. dalam Morissan. Teori
Komunikasi: Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana,
2013.
Wimmer dan Dominick. Media Management. New York: Tayor
and Francis Group, 2000.
112
Winangsih, Murni. Intervensi Dini Bagi Anak Tunarungu dalam
Pemerolehan Bahasa. Jakarta: Depdikbud Dirjendikti,
2007.
_______________. Pembinaan Tunarungu Dalam Lingkungan .
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Winarso, Heru P. Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2005.
Internet
http://www.pdmathsci.net/findings/topic/5 diakses pada tanggal
30 September 2018 Pukul 8.20
https://id.wikipedia.org/wiki/Media_siber diakses pada tanggal
10 Desember 2017 Pukul 14.00
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/aksesibilitas diakses pada
tanggal 9 Maret 2017 Pukul 20.30
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kepuasan diakses pada
tanggal 8 Agustus 2018 Pukul 21.20
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/khalayak diakses pada
tanggal 24 Februari 2017 Pukul 16.30
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/motif diakses pada tanggal 8
Agustus 2018 Pukul 19.20
113
Iskandar, Adang. “Peduli Tuli”, diakses dari
http://mediaindonesia.com/read/detail/133795-peduli-
tuli pada tanggal 12 Juni 2018 Pukul 14.35
Kumparan. “Sebut Saja Kami Tuli”, diakses dari
https://kumparan.com/@kumparannews/sebut-saja-
kami-tuli pada tanggal 11 Desember 2017 Pukul 11.30
Luhulima, Hendro. “Orang Tuli: Komunikasi dan
Permasalahannya”, diakses dari
https://libertysites.wordpress.com/2018/03/24/komunik
asi-orang-tuli/ pada tanggal 11 Desember 2017 Pukul
14.30
WHO. “Disabilities”, diakses dari
http://www.who.int/topics/disabilities/en/ pada tanggal
11 Desember 2017 Pukul 10.30
Wikipedia. “Bahasa Isyarat”, diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_isyarat pada tanggal
15 Juni 2018 Pukul 14.15
________. “Daftar Stasiun Televisi di Indonesia”, diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_stasiun_televisi_di_I
ndonesia pada tanggal 10 Desember 2017 Pukul 14.30
Lain-Lain
114
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang
Selatan dalam Angka. Kota Tangerang Selatan. 2017.
Brosur GERKATIN
LAMPIRAN
No. Responden :
Tanggal :
Nama Responden :
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN JURNALISTIK
KESIONER PENELITIAN
Assalamu’alaikum wr. wb. Dalam rangka perolehan data untuk
skripsi saya yang berjudul “Tingkat Kepuasan Orang Tuli
dalam Menonton Program Berita di Televisi Nasional”. Saya
meminta kesediaan saudara/i untuk menjadi responden penelitian
saya dengan mengisi daftar pertanyaan di bawah ini secara jujur
dan apa adanya. Peneliti menjamin kerahasiaan identitas
responden. Atas bantuan dan kesediaan saudara/i, saya ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Lukman Hakim / 1112051100029
Jurnalistik, FIDKOM – UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
A. DATA RESPONDEN
(Pilihlah jawaban yang sesuai dengan identitas anda)
Usia : a. 15-20
b. 21-30
c. 31-40
d. 41-50
Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan
Tingkat Pendidikan
Terakhir
: a. SMP
b. SMA/SMK
c. Perguruan Tinggi
d. Lainnya …………
B. PENGGUNAAN MEDIA
(Isilah jawaban dibawah ini yang sesuai dengan pendapat
anda)
1. Apakah anda pengguna aktif televisi?
a. Ya b. Tidak
2. Pilih salah satu stasiun televisi yang sering anda tonton
sehari-hari untuk mendapatkan berita. Berapa hari rata-rata
dalam satu minggu (1-7) anda menonton stasiun televisi
tersebut :
Petunjuk :
Pada pilihan ganda atau isian tabel, responden dapat memberi
tanda silang (), atau centang () untuk jawaban yang paling
sesuai.
Stasiun Televisi
Jumlah Hari
1 2 3 4 5 6 7
TVRI
RCTI
GTV
MNCTV
iNews
SCTV
Indosiar
ANTV
TVOne
MetroTV
Trans7
TransTV
RTV
KompasTV
NET.
3. Berapa rata-rata waktu yang anda habiskan untuk
menonton televisi dalam sehari?
a. <60 menit c. 180 menit – 240 menit
b. 60 menit – 120
menit
d. >300 menit
C. MOTIF
Pertanyaan di bawah ini merupakan hal-hal yang anda
harap bisa dapatkan dari menonton berita di televisi.
Apa motif/ keinginan yang anda harapkan dari menonton
program berita televisi?
No. Pertanyaan STS TS S SS
1 Saya menonton berita di
televisi untuk mencari
informasi yang dibutuhkan
2 Berita di televisi membantu
saya dalam mendapatkan
tambahan informasi mengenai
hal yang terjadi di sekitar
saya
3 Saya menonton berita di
televisi untuk mengetahui
informasi terbaru seputar
dunia
4 Dengan menonton berita di
televisi saya mencari seputar
tren terbaru
5 Saya menonton berita di
televisi untuk mendapat
pengetauan lebih mengenai
suatu hal
Petunjuk :
SS : Sangat Setuju S : Setuju
TS : Tidak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju
No. Pertanyaan STS TS S SS
6 Setelah menonton berita di
televisi saya memiliki rasa
percaya diri yang lebih baik
7 Saya menonton berita di
televisi untuk mendapatkan
contoh berperilaku baik
dalam kehidupan sehari-hari
8 Menonton berita di televisi
membantu saya mendapatkan
ilmu yang tidak saya dapatkan
di sekolah formal
9 Saya ingin dikenal banyak
orang sebagai pribadi yang
berwawasan luas dari
menonton berita di televisi
10 Dengan menonton berita di
televisi saya ingin mendapat
bahan percakapan dengan
orang lain
11 Saya ingin mengenal lebih
banyak karakter orang lain
setelah menonton berita di
televisi
12 Setelah menonton berita di
televisi saya ingin bertukar
pendapat mengenai berita
yang saya lihat
13 Saya ingin menjadi orang
yang pertama tahu akan suatu
hal dari menonton berita di
televisi
14 Dengan menonton berita di
televisi saya ingin mengisi
No. Pertanyaan STS TS S SS
waktu luang di sela-sela
kegiatan saya
15 Saya ingin mendapat
informasi yang menghibur
dari menonton berita di
televisi
16 Dengan menonton berita di
televisi saya ingin
menghilangkan rasa kesepian
17 Saya ingin melepas rasa
bosan dengan menonton
berita di televisi
18 Setelah menonton berita di
televisi saya ingin merasa
bahagia
D. KEPUASAN
Pertanyaan di bawah ini merupakan kepuasan yang anda
peroleh dari menonton berita di televisi.
Apakah program berita di televisi memenuhi motif/ kebutuhan
yang anda harapkan?
Petunjuk :
SS : Sangat Setuju S : Setuju
TS : Tidak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju
No. Pertanyaan STS TS S SS
1 Dengan menonton berita di
televisi saya mendapatkan
informasi yang saya butuhkan
2 Saya mendapatkan tambahan
informasi mengenai hal yang
terjadi di sekitar saya
3 Dengan menonton berita di
televisi saya mengetahui
informasi terbaru seputar
dunia
4 Saya mendapat informasi
seputar tren terbaru dari
menonton berita di televisi
5 Setelah menonton berita di
televisi saya memiliki
pengetauan lebih terhadap
suatu hal
6 Saya memiliki rasa percaya
diri yang lebih baik setelah
mendapat informasi dari
berita di televisi
7 Dari televisi saya mendapat
contoh berperilaku baik untuk
kehidupan sehari-hari
8 Saya memperoleh ilmu yang
tidak saya dapatkan di
sekolah formal dengan
menonton berita di televisi
9 Dari menonton berita di
televisi saya dikenal banyak
orang sebagai pribadi yang
berwawasan luas
No. Pertanyaan STS TS S SS
10 Saya mendapat bahan
percakapan dengan orang lain
dari menonton berita di
televisi
11 Dengan menonton berita di
televisi saya dapat mengenal
lebih banyak karakter orang
lain
12 Saya ingin bertukar pendapat
mengenai berita yang saya
lihat setelah menonton
televisi
13 Dari menonton berita di
televisi saya menjadi orang
yang pertama tahu akan suatu
hal di lingkungan keluarga
atau teman
14 Saya mengisi waktu luang di
sela-sela kegiatan saya
dengan menonton televisi
15 Dengan menonton berita di
televisi saya mendapat
informasi yang menghibur
16 Saya menghilangkan rasa
kesepian dengan menonton
televisi
17 Setelah menonton berita di
televisi saya dapat melepas
rasa bosan
18 Saya merasa lebih bahagia
setelah menonton berita di
televisi
E. AKSESIBILITAS
Pertanyaan di bawah ini merupakan hal-hal yang menjadi
respon atau pendapat anda mengenai aksesibilitas orang
Tuli dalam memperoleh informasi di televisi.
Berikan jawaban yang menurut anda sudah sesuai terkait
aksesibilitas Tuli pada program berita di televisi!
No. Pertanyaan STS TS S SS
1 Kotak penerjemah bahasa
isyarat memiliki ukuran yang
sesuai
2 Gerak tangan penerjemah
bahasa isyarat dapat dilihat
dengan jelas
3 Penerjemah bahasa isyarat
sudah sesuai dalam
menerjemahkan informasi
4 Judul pada berita di televisi
membangkitkan minat untuk
menonton
5 Judul yang diberikan sudah
mewakili isi berita
6 Judul berita tidak bersifat
ambigu (bermakna ganda)
sehingga tidak menimbulkan
keraguan
Petunjuk :
SS : Sangat Setuju S : Setuju
TS : Tidak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju
No. Pertanyaan STS TS S SS
7 Caption berita memiliki
ukuran yang sesuai sehingga
mudah dibaca
8 Caption berita menjelaskan
peristiwa yang diliput
sehingga mudah dimengerti
9 Caption berita menggunakan
Bahasa Indonesia yang baik
dan benar
DATA RESPONDEN
BERDASARKAN USIA
USIA JUMLAH PERSENTASE
15-20 16 32%
21-30 31 62%
31-40 2 4%
41-50 1 2%
TOTAL 50 100%
BERDASARKAN JENIS KELAMIN
JENIS
KELAMIN JUMLAH PERSENTASE
LAKI-LAKI 27 54%
PEREMPUAN 23 46%
TOTAL 50 100%
BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN
PENDIDIKAN JUMLAH PERSENTASE
SMP 5 10%
SMA / SMK 29 58%
Perguruan
Tinggi 14 28%
Lainnya 2 4%
TOTAL 50 100%
PENGGUNAAN MEDIA
BERDASARKAN TINGKAT KEAKTIFAN
TINGKAT JUMLAH PERSENTASE
AKTIF 40 80%
TIDAK AKTIF 10 20%
TOTAL 50 100%
BERDASARKAN STASIUN TELEVISI YANG
DITONTON
STASIUN TELEVISI JUMLAH PERSENTASE
TVRI 1 2%
RCTI 1 2%
GTV 6 12%
MNCTV 2 4%
INEWS 4 8%
SCTV 7 14%
INDOSIAR 2 4%
ANTV 2 4%
TVONE 5 10%
METROTV 3 6%
TRANS7 2 4%
TRANSTV 3 6%
RTV 1 2%
KOMPASTV 1 2%
NET. 10 20%
TOTAL 50 100%
BERDASARKAN HARI DALAM SEMINGGU
JUMLAH HARI JUMLAH PERSENTASE
1 5 10%
2 1 2%
3 4 8%
4 6 12%
5 4 8%
6 3 6%
7 27 54%
TOTAL 50 100%
LAMANYA WAKTU MENONTON DALAM SEHARI
RATA-RATA WAKTU JUMLAH PERSENTASE
<60 MENIT 28 56%
60 - 120 MENIT 20 40%
180 - 240 MENIT 2 4%
>300 MENIT 0 0%
TOTAL 50 100%
RESPONDEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 4 4 4 3 3 3 3 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 3
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 2 3 4 3 3
5 3 4 3 4 3 3 3 2 2 3 2 3 2 4 2 4 3 2
6 3 4 4 3 2 2 3 4 2 3 2 3 3 4 4 4 4 3
7 3 3 4 3 4 2 3 4 1 3 4 3 3 2 4 4 1 2
8 3 4 3 3 3 3 4 2 3 3 4 3 3 2 3 3 4 2
9 3 3 3 2 2 3 2 2 1 1 2 3 3 3 3 1 2 3
10 2 1 3 3 2 2 1 3 1 1 1 2 2 2 2 1 1 3
11 3 4 4 3 1 4 4 4 3 1 3 3 3 3 2 2 2 4
12 3 3 4 4 3 3 2 2 3 3 2 2 3 1 4 4 3 3
13 4 3 3 4 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 4 4 3 3
14 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2 3 1 3 4
DATA MENTAH GRATIFICATION SOUGHT
RESPONDEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
15 3 3 4 4 3 3 2 2 3 3 2 3 3 2 4 4 3 3
16 3 3 4 3 3 3 4 2 2 3 2 1 3 3 3 3 3 4
17 3 3 4 3 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3
18 4 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 4 1 2 4
19 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3
20 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3
21 3 3 3 2 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2
22 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3
23 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2
24 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
25 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
26 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3
27 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
28 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
DATA MENTAH GRATIFICATION SOUGHT
RESPONDEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
29 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 3 3 3
30 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 2 3 2 4 3
31 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
32 3 3 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4
33 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
34 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4
35 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 3
36 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3
37 4 4 4 2 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3
38 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
39 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
40 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
41 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3
42 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2
DATA MENTAH GRATIFICATION SOUGHT
RESPONDEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
43 4 4 4 3 4 3 3 4 3 4 3 4 4 3 4 4 4 3
44 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 3 4 2 2 3 2 2 2
45 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 2 4
46 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3
47 3 3 4 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 4 4 2 3 2
48 3 4 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 4 3 2 4
49 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3
50 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 2 3 3 4 2 2 3
DATA MENTAH GRATIFICATION SOUGHT
RESPONDEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
5 3 3 3 3 4 2 3 3 2 3 3 3 2 4 2 4 2 2
6 3 4 4 3 4 3 3 4 2 3 2 3 4 3 4 3 3 3
7 3 3 3 3 4 2 4 3 1 3 3 3 2 2 3 4 4 3
8 4 3 4 4 3 2 3 2 2 2 3 4 3 3 2 3 3 2
9 2 3 3 2 3 3 2 1 2 2 2 3 4 2 3 2 2 3
10 4 1 2 2 2 1 2 1 4 1 2 1 2 1 1 3 1 3
11 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 4
12 3 3 3 3 2 3 2 4 3 3 3 2 3 3 3 4 3 3
13 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3
14 3 3 3 4 3 3 2 2 3 3 4 3 3 3 3 4 2 3
DATA MENTAH GRATIFICATION OBTAINED
RESPONDEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
15 3 3 3 3 2 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3
16 3 3 3 4 3 3 4 2 3 4 4 3 3 3 3 4 2 3
17 3 3 3 3 3 3 4 2 3 2 3 3 3 3 3 4 2 3
18 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3
19 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3
20 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3
21 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2
22 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 2 3
23 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
24 3 3 4 3 4 3 3 2 4 3 3 4 3 3 4 2 3 3
25 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
26 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 4 4
27 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4
28 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
DATA MENTAH GRATIFICATION OBTAINED
RESPONDEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
29 3 3 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 2 2 3 3 4 3
30 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3
31 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
32 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3 4 3 4
33 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4
34 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
35 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3
36 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3
37 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3
38 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
39 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
40 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 4 4 3 2 2 2 2 2
41 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2
42 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2
DATA MENTAH GRATIFICATION OBTAINED
RESPONDEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
43 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4
44 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 2 2 3 2 3 2
45 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 2 3
46 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3
47 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 2 2 2
48 3 3 3 3 3 3 4 2 3 3 2 2 3 3 3 2 2 3
49 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
50 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 4 2 3 2 2 3
DATA MENTAH GRATIFICATION OBTAINED
RESPONDEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 4 3 3 3 3 2 3 3 3
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 3 3 3 3 3 2 3 3 3
5 4 4 4 3 4 3 4 4 4
6 2 2 3 3 3 3 3 3 3
7 3 2 3 3 3 3 3 3 3
8 4 4 4 3 2 2 4 4 4
9 3 3 3 3 2 2 3 3 3
10 2 1 2 1 1 1 2 2 2
11 4 4 3 3 3 3 4 3 4
12 4 3 3 4 3 3 4 3 4
13 4 3 3 4 3 3 4 3 4
14 3 3 2 3 2 3 2 3 3
DATA MENTAH FAKTOR AKSESIBILITAS
RESPONDEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
15 4 3 3 4 3 3 4 3 4
16 4 4 4 4 3 1 3 1 3
17 4 4 4 4 3 3 4 3 3
18 3 3 3 3 3 3 3 3 3
19 4 4 3 4 4 3 3 3 4
20 2 3 4 3 3 3 3 3 3
21 3 3 3 3 3 3 3 3 3
22 3 4 4 3 3 2 3 2 3
23 4 4 4 4 4 4 4 4 4
24 4 4 4 4 4 2 4 4 4
25 4 4 4 4 4 4 4 4 4
26 4 4 4 4 4 4 4 4 4
27 4 4 4 4 4 4 4 4 4
28 4 4 4 4 4 4 4 4 4
DATA MENTAH FAKTOR AKSESIBILITAS
RESPONDEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
29 4 4 4 4 4 4 4 4 4
30 4 4 4 4 4 4 4 4 4
31 4 4 4 4 4 4 4 4 4
32 4 4 4 4 4 4 4 4 4
33 4 4 4 4 4 4 4 4 4
34 4 4 4 4 4 4 4 4 4
35 4 4 4 4 4 4 4 4 4
36 4 4 3 3 3 1 3 3 4
37 2 2 4 4 4 4 4 4 4
38 3 3 3 3 3 3 3 3 3
39 4 4 4 4 4 4 4 4 4
40 4 4 4 4 4 4 4 4 4
41 4 3 4 4 3 2 3 3 3
42 2 2 3 2 3 3 3 3 3
DATA MENTAH FAKTOR AKSESIBILITAS
RESPONDEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
43 1 3 3 4 4 4 4 4 4
44 2 3 3 3 3 3 3 3 3
45 3 3 3 3 3 2 3 3 3
46 3 3 3 3 3 3 3 3 3
47 3 4 3 3 2 3 3 3 3
48 3 4 4 4 3 2 3 3 3
49 3 3 3 3 3 3 3 3 3
50 3 3 3 3 3 4 4 4 4
DATA MENTAH FAKTOR AKSESIBILITAS
VALIDITAS
TOTAL VALID 45
TOTAL TIDAK VALID 0
JUMLAH 45
RELIABILITAS
JUMLAH VARIAN BUTIR 17,3761
VARIAN BUTIR 301,929
JUMLAH BUTIR 45
ALPHA CRONBACH 0,956
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.956 45
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
140.3000 301.929 17.37609 45
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
TOTAL SKOR JAWABAN .091 36 .200* .988 36 .955
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
R Square
Change
1 .824a .679 .642 4.47837 .679
a. Predictors: (Constant), Faktor Aksesibilitas, Motif Hiburan, Motif Identitas,
Motif Informasi, Motif Interaksi
b. Lilliefors Significance Correction Dependent Variable: Kepuasan
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 1863.465 5 372.693 18.583 .000b
Residual 882.455 44 20.056
Total 2745.920 49
a. Dependent Variable: Kepuasan
b. Predictors: (Constant), Faktor Aksesibilitas, Motif Informasi, Motif Interaksi, Motif Hiburan, Motif
Identitas
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 16.615 6.354 2.615 .012
Motif Informasi -.397 .622 -.080 -.638 .527
Motif Identitas .775 .498 .260 1.557 .127
Motif Interaksi .312 .620 .085 .503 .617
Motif Hiburan 1.700 .397 .581 4.283 .000
Faktor Aksesibilitas .093 .169 .060 .551 .584
a. Dependent Variable: Kepuasan