inhalasi

60
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernapasan atau respirasi adalah pertukaran gas antara mahkluk hidup (organisme) dengan ligkungannya. Secara umum, pernapasan dapat diartikan sebagai proses menghirup oksigen dari udara serta mengeluarkan karbon dioksida dan uap air. Dalam proses pernapasan, oksigen merupakan zat kebutuhan utama. Oksigen untuk pernapasan diperoleh dari udara di lingkungan sekitar. Bila dalam proses ini terjadi suatu bronkokontriksi atau penyempitan bronkus adalah suatu penyempitan jalan nafas khususnya bronkioli. Penyempitan ini disebabkan oleh kontriksi otot ataupun akibat reaksi radang, sentuhan (misal: intubasi bronkoskopi),bahan kimia (misal: alergen/ asap). Penumpukan mukus di dalam saluran napas, peradangan dan pengecilan saluran napas ketika serangan asma dapat dikurangi secara cepat dengan

Upload: rani

Post on 10-Dec-2015

79 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

inhalasi

TRANSCRIPT

Page 1: inhalasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernapasan atau respirasi adalah pertukaran gas antara mahkluk hidup

(organisme) dengan ligkungannya. Secara umum, pernapasan dapat diartikan

sebagai proses menghirup oksigen dari udara serta mengeluarkan karbon

dioksida dan uap air. Dalam proses pernapasan, oksigen merupakan zat

kebutuhan utama. Oksigen untuk pernapasan diperoleh dari udara di

lingkungan sekitar. Bila dalam proses ini terjadi suatu bronkokontriksi atau

penyempitan bronkus  adalah suatu penyempitan jalan nafas khususnya

bronkioli. Penyempitan ini disebabkan oleh kontriksi otot ataupun akibat reaksi

radang, sentuhan (misal: intubasi bronkoskopi),bahan kimia (misal: alergen/

asap). Penumpukan mukus di dalam saluran napas, peradangan dan pengecilan

saluran napas ketika serangan asma dapat dikurangi secara cepat dengan obat

dan teknik penggunaan inhaler yang sesuai. Obat bronkodilator pada saat

serangan dan atau obat antiimflmasi sebagai obat pengendali untuk menekan

reaksi imflamasi yang terjadi (Warner, 1998).

Pemberian bronkodilator ini diberikan melalui jalur inhalasi. Pengobatan

ini bertujuan untuk memperlebar jalan nafas, dengan melemaskan otot

bronkioli atau mengurangi rasa radang. Terapi inhalasi merupakan satu teknik

pengobatan penting dalam proses pengobatan penyakit respiratori (saluran

pernafasan) akut dan kronik. Penumpukan mukus di dalam saluran napas,

1

Page 2: inhalasi

2

peradangan dan pengecilan saluran napas ketika serangan asma dapat dikurangi

secara cepat dengan obat dan teknik penggunaan inhaler yang sesuai.

Obat yang diberikan dengan cara ini absorpsinya terjadi secara cepat

karena permukaan absorpsinya luas, terhindar dari eliminasi lintas pertama di

hati, dan pada penyakit paru-paru misalnya asma bronkial, obat dapat diberikan

langsung pada bronkus. Tidak seperti penggunaan obat secara oral (tablet dan

sirup) yang terpaksa melalui sistem penghadangan oleh berbagai sistem tubuh,

seperti eleminasi di hati (Setiawati 1995).

Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk

segera bekerja. Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah

obat yang perlu diberikan lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya. Tapi

cara pemberian obat ini diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit

dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan obatnya sering mengiritasi epitel paru

(Setiawati, 1995).

Terapi inhalasi pada asma dewasa telah banyak digunakan dan

keberhasilannya cukup baik. Penggunaannya pada anak belum banyak atau

apabila diberikan seringkali cara dan jenis obat inhalasi tidak tepat atau bahkan

anak atau orang tua tidak cukup mengerti kapan dan bagaimana

penggunaannya untuk pengobatan asma anaknya. Selain itu jenis terapi inhalasi

yang dipasarkan saat ini dibuat untuk orang dewasa yang kemudian digunakan

juga untuk anak. Untuk menunjang keberhasilan penggunaan pada anak

diperlukan pengetahuan mengenai perbedaan antara dewasa dananak dalam hal

Page 3: inhalasi

3

fisiologi dan sistem koordinasi serta tentang teknik inhalasi yang optimal

sehingga penggunaan terapi inhalasi dapat lebih dipahami Dolovich, 2001).

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari inhalasi ?

2. Apa anatomi dari saluran pernafasan?

3. Apa  Tujuan Pemasangan Terapi Inhalasi?

4. Apa  Indikasi Terapi Inhalasi?

5. Bagaimana Cara Penggunaan Terapi Inhalasi?

6. Apa sajakah zat yang terkandung dalam terapi inhalasi?

7. Apakah efek samping dan komplikasi dari terapi inhalasi?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tentang pemberian obat secara inhalasi

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Untuk mengetahui definisi, etiologi, dan prosedur pemberian obat

secara inhalasi.

b. Dapat memberikan piñatalaksanaan pada pasien yang menggunakan obat

secara inhalasi

Page 4: inhalasi

4

D. Manfaat Penelitian

Penulisan makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi tenaga kesehatan

dalam memberikan obat serta memberikan penyuluhan tentang pemberian obat

secara inhalasi, serta semoga makalah ini bermanfaat bagi masyarakat umum

guna menambah pengetahuan tentang pengobatan secara inhalasi.

Page 5: inhalasi

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Saluran Nafas

Untuk memahami tentang penggunaan serta farmakokinetik (terutama

absorpsi dan bioavailabilitas) dan farmakodinamik obat secara inhalasi,

sebelumnya kita harus memahami anatomi dan fisiologi pernapasan terlebih

dahulu. Secara fungsional saluran pernapasan dibagi atas bagian yang

berfungsi sebagai konduksi (penghantar udara) dan bagian yang berfungsi

sebagai respirasi (pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara bolak-balik di

antara atmosfir dan jalan napas seakan organ ini tidak berfungsi (dead space),

akan tetapi organ tersebut selain sebagai konduksi juga berfungsi sebagai

proteksi dan pengaturan kelembaban udara. Adapun yang termasuk ke dalam

konduksi adalah rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus

bronkur dan bronkiolus nonrespiratorius (Rab, 1996). 

Pada gambar II.1 adapun yang termasuk ke dalam konduksi adalah rongga

hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus bronkur dan bronkiolus

nonrespiratorius . Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difus)

yang sering disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus

respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan sakus alveolaris (Rab, 1996).

5

Page 6: inhalasi

6

Gambar II.1 Target jalan napas dan anatomi jalan napas (lee, 2009)

Secara histologis epitel yang melapisi permukaan saluran pernapasan

terdiri dari epitel gepeng berlapis berkeratin dan tanpa keratin di bagian

rongga mulut; epitel silindris bertingkat bersilia pada rongga hidung, trakea,

dan bronkus; epitel silindris rendah/kuboid bersilia dengan sel piala pada

bronkiolus terminalis; epitel kuboid selapis bersilia pada bronkiolus

respiratorius; dan epitel gepeng selapis pada duktus alveolaris dan sakus

alveolaris serta alveolus. Di bawah lapisan epitel tersebut terdapat lamina

propria yang berisi kelenjar-kelenjar, pembuluh darah, serabut saraf dan

kartilago. Dan berikutnya terdapat otot polos dan serabut elastin (Ganong,

1995).

Page 7: inhalasi

7

Dari semua itu barulah kita pahami bagaimana obat dapat masuk dan

bekerja pada paru-paru. Obat masuk dengan perantara udara pernapasan

(mekanisme inspirasi dan ekspirasi) melalui saluran pernapasan, kemudian

menempel pada epitel selanjutnya diabsorpsi dan sampai pada target organ

bisa berupa pembuluh darah, kelenjar dan otot polos. Agar obat dapat sampai

pada saluran napas bagian distal dan mencapai target organ, maka ukuran

partikel obat harus disesuaikan dengan ukuran/diameter saluran napas.

B. Definisi Terapi  Inhalasi

Memurut Rasmin (2001), terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam

saluran napas dengan cara inhalasi. Definisi lainnya menyebutkan bahwa

terapi inhalasi adalah cara pengobatan dengan memberi obat untuk dihirup

agar dapat langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran obatnya.

Terapi inhalasi merupakan cara pengobatan dengan memberi obat dalam

bentuk uap secara langsung pada alat pernapasan menuju paru-paru. Terapi

inhalasi dapat digunakan pada proses perawatan penyakit saluran pernafasan

yang akut maupun yang kronik, misalnya asma (penyakit asma paling sering

dijumpai pada anak-anak) dan pada saat bayi/anak terserang batuk berlendir.

Terapi inhalasi juga dapat diartikan sebagai suatu pengobatan yang ditujukan

untuk mengembalikan perubahan-perubahan patofisiologi pertukaran gas

sistem kardiopulmoner ke arah yang normal, seperti dengan menggunakan

respitor atau alat penghasil aerosol (Bia, 1994).

Page 8: inhalasi

8

C. Tujuan Pemasangan Terapi Inhalasi

Prinsip farmakologis terapi inhalasi yang ideal untuk penyakit saluran

napas adalah obat dapat sampai pada organ target dengan menghasilkan

partikel aerosol berukuran optimal agar terdeposisi di paru, onset kerjanya

cepat, dosis obat kecil, efek samping minimal karena konsentrasi obat di

dalam darah sedikit atau rendah, mudah digunakan, serta efek terapeutik

tercapai yang ditandai dengan tampaknya perbaikan klinis (Dolovich, 2001).

Meskipun saluran napas mempunyai beberapa mekanisme antara lain

refleks batuk, bersin serta klirens mukosilier yang akan melindungi terhadap

masuk dan mengendapnya partikel obat sehingga akan mengeliminasi obat

inhalasi. Namun dengan memperhatikan metode untuk menghasilkan aerosol

serta cara penyampaian/delivery obat yang akan mempengaruhi ukuran

partikel yang dihasilkan dan jumlah obat yang mencapai berbagai tempat di

saluran napas maka diharapkan obat terdeposisi secara efektif (Newman,

1997).

Pada gambar II.2 menunjukkan mekanisme deposisi di jalan napas yaitu

berupa impaksi, sedimentasi dan difusi. Ukuran partikel akan mempengaruhi

sampai sejauh mana partikel menembus saluran napas. Partikel berukuran >

15 mm tersaring oleh filtrasi rambut hidung sedangkan > 10 mm akan

mengendap di hidung dan nasofaring. Partikel yang besar ini terutama

mengendap karena benturan inersial bila terdapat aliran udara yang cepat

disertai perubahan arah atau arus turbulen. Partikel berukuran 0,5 – 5 mm

akan mengendap secara sedimentasi karena gaya gravitasi sedangkan partikel

Page 9: inhalasi

9

berukuran < 0,1 mm akan mengendap karena gerak Brown. Dengan demikian

untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan secara

inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran pernapasan.

Bentuk aerosol yang digunakan yaitu suspensi partikel di dalam gas, dan

partikel dalam aerosol yang mempunyai ukuran berkisar 2-10 Ïm7 atau 1-7

Ïm.9 Penelitian lainnya mendapatkan bahwa partikel berukuran 1-8 Ïm

mengalami benturan dan pengendapan di saluran nafas besar, kecil, dan

alveoli (Kanner 1997).

Gambar II.2 Mekanisme deposisi di jalan napas (Dolovich 2001)

Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan absorpsinya

terjadi secara cepat dibanding cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi

sangat bermanfaat pada keadaan serangan yang membutuhkan pengobatan

Page 10: inhalasi

10

segera dan untuk menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkannya

(Rasmin, 2001).

Biasanya terapi inhalasi ditujukan untuk mengatasi bronkospasme, meng-

encerkan sputum, menurunkan hipereaktiviti bronkus, serta mengatasi infeksi.

Terapi inhalasi ini baik digunakan pada terapi jangka panjang untuk

menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkan obat, terutama

penggunaan kortikosteroid (Rasmin, 2001).

Pada asma penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurang efek

samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral atau peroral, karena

dosis yang sangat kecil dibandingkan dengan jenis lainnya, dan pada bayi

yang mengalami batuk lendir, pada bayi atau anak- anak ini kemampuan

reflek batuk ini sangat lemah. Sehingga dibutuhkan  terapi inhalasi ini

yang  akan membantu lendir di dalam paru- paru mencair. Terapi ini biasanya

digunakan dalam proses perawatan penyakit saluran pernafasan yang akut

maupun kronik, misalnya pada penyakit asma. Asma termasuk penyakit yang

sering terjadi pada anak-anak. Asthma adalah suatu gangguan pada saluran

bronchial yang mempunyai ciri bronchospasme periodik (kontraksi spasme

pada saluran nafas). Selain asma ada batuk / pilek karena alergi adalah

gangguan saluran pernafasan yang paling umum terjadi. Banyak cara dicoba

untuk mempercepat penyembuhan dan pengurangan gejala akibat masalah ini

termasuk secara inhalasi.

Page 11: inhalasi

11

D. Indikasi Terapi Inhalasi

Penggunaan terapi inhalasi ini diindikasikan untuk pengobatan asma,

penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), sindrom obstruktif post tuberkulosis,

fibrosis kistik, bronkiektasis, keadaan atau penyakit lain dengan sputum yang

kental dan lengket (Rasmin, 2001).

Menurut Setawati (1995), penggunaan obat ini terbatas hanya untuk obat-

obat yang berbentuk gas atau cairan yang mudah menguap dan obat lain yang

berbentuk aerosol. Pada penyakit Asma dan Chronic Obstructive pulmonal

disease (COPD = PPOK & PPOM) terapi inhalasi merupakan terapi pilihan

(Rab, 1996).

Dengan terapi inhalasi obat dapat masuk sesuai dengan dosis yang

diinginkan, langsung berefek pada organ sasaran. Dari segi kenyamanan

dalam penggunaan, cara terapi MDI banyak disukai pasien karena obat dapat

mudah di bawa ke mana-mana. Kemasan obat juga menguntungkan karena

dalam satu botol bisa dipakai untuk 30 atau sampai 90 hari penggunaan

(Rasmin, 2001).

E. Kontra Indikasi Terapi Inhalasi

Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi tidak ada. Indikasi relatif pada

pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang digunakan (Rasmin,

2001).

Page 12: inhalasi

12

F. Alat terapi inhalasi:

1. Metered Dose Inhaler (MDI) dengan spacer

2. Metered Dose Inhaler (MDI) tanpa Spacer      

Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut,

sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini

mengurangi pengendapan di orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa

tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk

lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Penggunaan spacer ini

sangat menguntungkan pada anak

G. Cara Penggunaan Berbagai Terapi Inhalasi

Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (Rasmin, 2001):

1. Inhaler dosis terukur (MDI, metered dose inhaler)

2. Penguapan (gas powered hand held nebulizer)

3. Inhalasi dengan intermitten positive pressure breathing (IPPB), serta

4. Pemberian melalui intubasi pada pasien yang menggunakan ventilator.

1. Inhaler dosis terukur (MDI/ Metered Dose Inhaler)

Metered dose inhaler (MDI) atau inhaler dosis terukur merupakan

cara inhalasi yang memerlukan teknik inhalasi tertentu agar sejumlah dosis

obat mencapai saluran pernafasan. Pada inhaler ini bahan aktif obat

disuspensikan dalam kurang lebih 10 ml cairan pendorong (propelan) dan

yang biasa digunakan adalah kloroflurokarbon (chlorofluorocarbon =

CFC) pada tekanan tinggi. Akhir-akhir ini mulai dikembangkan

Page 13: inhalasi

13

penggunaan bahan non-CFC yaitu hidrofluroalkana (HFA) yang tidak

merusak lapisan ozon (Leach, 1997; Bleecker, 1997).

Propelan mempunyai tekanan uap tinggi sehingga di dalam tabung

(kanister) tetap berbentuk cairan. Bila canister ditekan, aerosol

disemprotkan keluar dengan kecepatan tinggi yaitu 30 m/detik dalam

bentuk droplet dengan dosis tertentu melalui aktuator (lubang). Pada ujung

aktuator ukuran partikel berkisar 35 Ïm, pada jarak 10 cm dari kanister

besarnya menjadi 14 Ïm, dan setelah propelan mengalami evaporasi

seluruhnya ukuran partikel menjadi 2,8-4,3 Ïm. Dengan teknik inhalasi

yang benar maka 80% aerosol akan mengendap di mulut dan orofarings

karena kecepatan yang tinggi dan ukurannya besar, 10% tetap berada

dalam aktuator, dan hanya sekitar 10% aerosol yang disemprotkan akan

sampai ke dalam paru-paru (Reiser, 1986).

Inhaler dosis terukur atau lebih sering disebut MDI diberikan dalam

bentuk inhaler aerosol dengan/tanpa spacer dan bubuk halus (dry powder

inhaler) yaitu diskhaler, rotahaler, dan turbohaler. Pada umumnya

digunakan pada pasien yang sedang berobat jalan dan jarang dipergunakan

di rumah sakit. Cara ini sangat mudah dan dapat dibawa kemana-mana

oleh pasien, sehingga menjadi pilihan utama pagi penderita asma (Rasmin,

2001).

MDI terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian kotak yang mengandung zat

dan bagian mouthpiece. Bila bagian kotak yang mengandung zat ini dibuka

(ditekan), maka inhaler akan keluar melalui mouthpiece (Rab, 1996).

Page 14: inhalasi

14

a. Pemakaian inhaler aerosol.

Pemberian inhaler aerosol yang ideal adalah dengan alat yang

sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai

saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas

atas, serta dapat digunakan oleh anak, orang cacat, dan orang tua.

Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai

(Rasmin, 2001).

Pemakaian inhaler aerosol tanpa ruang antara (spacer).

Menurut Kamps (2000) dan Dolovich (2001) pada cara inhalasi ini

diperlukan koordinasi anatar penekanan canister dengan inspirasi

napas. Berikut cara pemakaian inhaler aerosol tanpa ruang antara

(spacer):

1) Inhaler dikocok lebih dahulu agar obat homogen

2) Tutup inhaler dibuka inhaler dipegang tegak

3) Dilakukan maksimal ekspirasi pelan-pelan mulut inhaler diletakan

di antara kedua bibir

4) Mulut canister diletakkan diatara bibir, lalu bibir dirapatkan dan

lakukan inspirasi perlahan sampai maksimal

5) Pada waktu yang sama kanester ditekan untuk mengeluarkan obat

tersebut dan penarikan napas diteruskan sedalam-dalamnya

6) Menahan napas sampai 10 detik atau dengan menghitung hitungan

10 hitungan pada inspirasi maksimal

Page 15: inhalasi

15

7) Prosedur tadi dapat diulangi setelah 30 detik sampai 1 menit

kemudian tergantung dosis yang diberikan oleh dokter.

8) Setelah proses selai jangan lupa berkumur untuk mencegah efek

samping.

Langkah-langkah di atas harus dilaksanakan sebelum pasien

menggunakan obat asma jenis MDI. Langkah di atas sering tidak

diikuti sehingga pengobatan asma kurang efektif dan timbul efek

samping yang tidak diinginkan. Beberapa ahli mengidentifikasi

beberapa kesalahan yang sering dijumpai antara lain kurangnya

koordinasi pada saat menekan kanister dan saat menghisap, terlalu

cepat inspirasi, tidak berhenti sesaat setelah inspirasi, tidak mengocok

kanister sebelum digunakan, dan terbalik pemakaiannya.

Kesalahankesalahan di atas umumnya dilakukan oleh anak yang lebih

muda, manula, wanita, dan penderita dengan social ekonomi dan

pendidikan yang rendah (kamps, 2000).

Pemakaian inhaler aerosol dengan ruang antara (spacer).

Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara aktuator

dengan mulut sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi

berkurang dan akan dihasilkan partikel berukuran kecil yang

berpenetrasi ke saluran pernafasan perifer. Hal ini merupakan

kelebihan dari penggunaan spacer karena mengurangi pengendapan di

orofaring. Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan

Page 16: inhalasi

16

panjang sekitar 10- 20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan

volume 700-1000 ml. Untuk bayi dianjurkan menggunakan spacer

volume kecil (babyhaler) agar aerosol yang dihasilkan lebih mampat

sehingga lebih banyak obat akan terinhalasi pada setiap inspirasi.

Beberapa alat dilengkapi dengan katup satu arah yang akan terbuka

saat inhalasi dan akan menutup pada saat ekshalasi misalnya

Nebuhaler (Astra), Volumatic (A&H) (Nikander, 2000).

Pengendapan di orofaring akan berkurang yaitu sekitar 5% dosis

yang diberikan bila digunakan spacer dengan katup satu arah. Pada

spacer tanpa katup satu arah, pengendapan di orofaring sekitar 8-60%

dosis. Dengan penggunaan spacer, deposit pada paru akan meningkat

menjadi 20% dibandingkan tanpa spacer. Penggunaan spacer ini

sangat menguntungkan pada anak karena pada anak koordinasinya

belum baik. Dengan bantuan spacer, koordinasi pada saat menekan

kanister dengan saat penghisapan dapat dikurangi atau bahkan tidak

memerlukan koordinasi (Ahonen, 2000).

Apabila spacer ini tidak tersedia maka sebagai penggantinya bisa

digunakan spacer sederhana yang murah dan mudah dibuat yaitu dari

plastic coffee cup yang dilubangi dasarnya untuk tempat aerosol. Cara

ini sudah terbukti bermanfaat hanya untuk bronkodilator dan belum

dibuktikan berguna untuk natrium kromoglikat dan steroid (Reiser,

1986).

Page 17: inhalasi

17

Berikut adalah cara penggunaan Metered Dose Inhalaer (MDI)

dengan spacer:

1) Inhaler dikocok lebih dahulu dan buka tutupnya

2) Kemudian mulut inhaler dimasukan ke dalam lubang ruang antara

3) mouth piece diletakan di antara kedua bibir, lalu kedua bibir

dikatupkan, pastikan tidak ada kebocoran

4) tangan kiri memegang spacer, dan tangan kanan memegang

kanester inhaler à tekan kanester sehingga obat akan masuk ke

dalam spacer,

5) kemudian tarik napas perlahan dan dalam, tahan napas sejenak, lalu

keluarkan napas lagi. Hal ini bisa diulang sampai merasa yakin

obat sudah terhirup habis.

Easyhaler

Easyhaler adalah inhaler serbuk multidosis yang merupakan

alternatif dari MDI. Komponennya terdiri dari plastik dan cincin

stainless steel dan mengandung serbuk untuk sekurang-kurangnya 200

dosis. Masing-masing dosis obat dihitung secara akurat dengan cara

menekan puncak alat (overcap) yang akan memutari silinder (metering

cylindric) pada bagian bawah alat tersebut. Cekungan dosis berisi

sejumlah obat berhubungan langsung dengan mouth piece. Saluran

udara ke arah mouthpiece berbentuk corong dengan tujuan untuk

mengoptimalkan deposisi obat di saluran napas. Terdapat takaran dosis

Page 18: inhalasi

18

yang berguna untuk memberi informasi kepada pasien mengenai sisa

dosis obat. Pelindung penutup berguna untuk mencegah kelembaban.

Partikel obat yang halus (<10 Ï) sulit untuk melayang jauh dan

cenderung untuk menggumpal, oleh karena itu zat aktif tersebut

dicampur dengan sejumlah kecil laktosa yang berperan sebagai

pembawa. Pada easyhaler ukuran partikel laktosa cukup besar untuk

deposit di saluran napas bawah sehingga diharapkan akan jatuh di

orofaring. Keadaan ini mempunyai keuntungan untuk memberitahukan

pada penderita bahwa obatnya benar terhisap dengan rasa manis di

mulut (Ahonen, 2000).

b. Dry Powder Inhaler (DPI)

Pada awalnya di tahun 1957 jenis inhaler ini digunakan untuk

delivery serbuk antibiotik. Selanjutnya banyak penelitian uji klinis

yang menunjukkan bahwa DPI bias digunakan untuk pengobatan asma

anak. Dalam perkembangannya pada tahun 1970 dibuat inhaler yang

hanya memuat serbuk kering dosis tunggal seperti misalnya spinhaler

dan rotahaler, dan akhir tahun 1980 diperkenalkan inhaler yang

memuat multiple dosis yaitu yang dikenal dengan diskhaler (8 dosis)

dan turbuhaler. Beberapa tahun terakhir ini diperkenalkan diskus (di

Inggris dikenal dengan accuhaler) yang memuat 60 dosis dan dapat

dipergunakan untuk 1bulan terapi (Newman, 1997).

Page 19: inhalasi

19

Inhaler jenis ini tidak mengandung propelan sehingga mempunyai

kelebihan dari MDI. Penggunaan obat serbuk kering pada DPI

memerlukan inspirasi yang cukup kuat. Pada anak yang kecil hal ini

sulit dilakukan mengingat inspirasi kuat belum dapat dilakukan,

sehingga deposisi obat pada saluran pernafasan berkurang. Pada anak

yang lebih besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah,

karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan dengan MDI.

Dengan cara ini deposisi obat di dalam paru lebih tinggi dan lebih

konstan dibandingkan MDI sehingga dianjurkan diberikan pada anak

di atas 5 tahun. Cara DPI ini tidak memerlukan spacer sebagai alat

bantu sehingga mudah dibawa dan dimasukkan ke dalam saku. Hal ini

yang juga memudahkan pasien dan lebih praktis (Dolovich, 2001).

Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI

memerlukan hirupan yang cukup kuat. Pada anak yang kecil, hal ini

sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar, penggunaan obat serbuk

ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi

dibandingkan MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih

tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan. Sehingga dianjurkan

diberikan pada anak di atas 5 tahun.

Pemakaian diskhaler

1) Lepaskan tutup pelindung diskhaler,

2) pegang kedua sudut tajam,

Page 20: inhalasi

20

3) tarik sampai tombol terlihat

4) tekan kedua tombol dan keluarkan talam bersamaan rodanya

5) letakkan diskhaler pada roda, angka 2 dan 3 letakkan di depan

bagianmouth piece 

6) masukan talam kembali, letakan mendatar dan tarik penutup

sampai tegak lurus dan tutup kembali

7) keluarkan napas, masukan diskhaler dan rapatkan bibir, jangan

menutupi lubang udara, bernapas melalui mulut sepat dan dalam,

kemudian tahan napas, lalu keluarkan napas perlahan-lahan.

8) putar diskhaler dosis berikut dengan menarik talam keluar dan

masukan kembali.

Pemakaian rotahaler.

1) Pegang bagian mulut rotahaler secara vertikal, tangan lain memutar

badan rotahaler sampai terbuka

2) masukan rotacaps dengan sekali menekan secara tepat ke dalam

lubang empat persegi sehingga puncak rotacaps berada pada

permukaan lubang

3) pegang permukaan rotahaler secara horizontal dengan titik putih di

atas dan putar badan rotahaler berlawanan arah sampai maksimal

untuk membuka rotacaps

Page 21: inhalasi

21

4) keluarkan napas semaksimal mungkin di luar rotahaler, masukan

rotahaler dan rapatkan bibir dengan kepala agak ditinggikan

dengan kepala agak ditengadahkan ke belakang

5) hiruplah dengan kuat dan dalam, kemudian tahan napas selama

mungkin.

6) Lalu keluarkan rotahaler dari mulut, sambil keluarkan napas secara

perlahan-lahan.

Pemakaian turbohaler.

1) Putar dan lepas penutup turbohaler

2) pegang turbohaler dengan tangan kiri dan menghadap atas lalu

dengan tangan kanan putar pegangan (grip) ke arah kanan sejauh

mungkin kemudian putar kembali keposisi semula sampai

terdengar suara klik

3) hembuskan napas maksimal di luar turbohaler

4) letakkan mouth piecedi antara gigi, rapatkan kedua bibir sehingga

tidak ada kebocoran di sekitar mouth piece kemudian tarik napas

dengan tenang sekuat dan sedalam mungkin

5) sebelum menghembuskan napas, keluarkan turbohaler dari mulut.

Jika yang diberikan lebih dari satu dosis ulangi tahapan 2 – 5

(tanda panah) dengan selang waktu 1 – 2 menit – pasang kembali

tutupnya.

Page 22: inhalasi

22

Setelah penggunaan inhaler. 

Basuh dan kumur dengan menggunakan air. Ini untuk

mengurangi/menghilangkan obat yang tertinggal di dalam rongga mulut

dan tenggorokan, juga untuk mencegah timbulnya penyakit di mulut akibat

efek obat (terutama kortikosteroid) (Rasmin, 2001).

Cara mencuci inhaler.

Kegagalan mencuci inhaler dengan cara yang benar akan menimbulkan

sumbatan dan pada akhirnya dapat mengurangi jumlah/dosis obat. Cuci

bekas serbuk yang tertinggal di corong inhaler. Keluarkan bekas obat dan

basuh inhaler dengan air hangat dengan sedikit sabun. Keringkan dan

masukan kembali ke dalam tempatnya (Rasmin, 2001). 

Cara untuk mengetahui inhaler sudah kosong.

Setiap inhaler telah dilabelkan dengan jumlah dos yang ada. Contoh di

bawah akan menerangkan bagaimana untuk menentukan kandungan obat

di dalam inhaler. Jika botol obat mengandungi 200 hisapan dan kita harus

mengambil 8 hisapan sehari, maka obat habis dalam 25 hari. Jika kita mula

menggunakan inhaler pada tanggal 1 Mei, maka gantikan inhaler tersebut

dengan yang baru pada/atau sebelum tanggal 25 Mei. Tulis tanggal mula

menggunakan inhaler pada botol obat untuk menghindari kesalahan

(Rasmin, 2001).

Kandungan inhaler juga boleh diperkirakan dengan cara memasukkan

botol obat ke dalam air. Kedudukan botol obat di dalam air

menggambarkan kandungan obat dalam inhaler.

Page 23: inhalasi

23

2. Penguapan (Nebulizer)

Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi

aerosol terus menerus, dengan tenaga yang berasal dari udara yang

dipadatkan, atau gelombang ultrasonik. Aerosol yang berbentuk dihirup

penderita melalui mouth piece atau sungkup Bronkodilator yang diberikan

dengan nebulizer . memberikan efek bronkodilatasi (pelebaran bronkus)

yang bermakna tanpa menimbulkan efek samping. Hasil pengobatan

dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada jenis nebulizer yang

digunakan. Ada nebulizer yang menghasilkan partikel aerosol terus-

menerus, ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul pada

saat penderita melakukan inhalasi, sehingga obat tidak banyak terbuang

(Bertrand, 2001).

Keuntungan terapi inhalasi menggunakan nebuliser adalah tidak atau

sedikit memerlukan koordinasi pasien, hanya memerlukan pernafasan

tidal, beberapa jenis obat dapat dicampur (misalnya salbutamol dan

natrium kromoglikat). Kekurangannya adalah karena alat cukup besar,

memerlukan sumber tenaga listrik dan relatif mahal (Reiser, 1986).

Cara ini digunakan dengan memakai disposible nebulizer mouth

piecedan pemompaan udara (pressurizer) atau oksigen. Larutan nebulizer

diletakan di dalam nebulizer chamber. Cara ini memerlukan latihan khusus

dan banyak digunakan di rumah sakit. Keuntungan dengan cara ini adalah

dapat digunakan dengan larutan yang lebih tinggi konsentrasinya dari

MDI. Kerugiannya adalah hanya 50 – 70% saja yang berubah menjadi

Page 24: inhalasi

24

aerosol, dan sisanya terperangkap di dalam nebulizer itu sendiri (Rab,

1996).

Jumlah cairan yang terdapat di dalam hand held nebulizer adalah 4 cc

dengan kecepatan gas 6 – 8 liter/menit. Biasanya dalam penggunaannya

digabung dalam mukolitik (asetilsistein) atau natrium bikarbonat. Untuk

pengenceran biasanya digunakan larutan NaCl (Rab, 1996).

Cara menggunakannya yaitu (Rasmin, 2001):

a. Buka tutup tabung obat, masukan cairan obat ke dalam alat penguap

sesuai dosis yang ditentukan

b. gunakan mouth piece atau masker (sesuai kondisi pasien). Tekan

tombol “on” pada nebulizer

c. jika memakai masker, maka uap yang keluar dihirup perlahan-lahan

dan dalam inhalasi ini dilakukan terus menerus sampai obat habis

masker.

d. Bila memakai mouth piece, maka tombol pengeluaran aerosol ditekan

sewaktu inspirasi, hirup uap yang keluar perlahan-lahan dan dalam.

e. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai obat habis (10 – 15 menit).

Beberapa contoh jenis nebulizer uap antara lain:

a. Simple nebulizer

b. Jet nebulizer, menghasilkan partikel yang lebih halus, yakni antara 2 –

8 mikron. Biasanya tipe ini mempunyai tabel dan paling banyak

dipakai di rumah sakit. Alat ini paling banyak digunakan banyak

Page 25: inhalasi

25

negara karena relatif lebih murah daripada ultrasonic nebuliser.

Dengan gas jet berkecepatan tinggi yang berasal dari udara yang

dipadatkan dalam silinder ditiupkan melalui lubang kecil dan akan

dihasilkan tekanan negatif yang selanjutnya akan memecah larutan

menjadi bentuk aerosol. Aerosol yang terbentuk dihisap pasien melalui

mouth piece atau sungkup. Dengan mengisi suatu tempat pada

nebuliser sebanyak 4 ml maka dihasilkan partikel aerosol berukuran <

5 Ïm, sebanyak 60-80% larutan nebulisasi akan terpakai dan lama

nebulisasi dapat dibatasi. Dengan cara yang optimal maka hanya 12%

larutan akan terdeposit di paru-paru (Reiser, 2007). Bronkodilator yang

diberikan dengan nebulizer memberikan efek bronkodilatasi yang

bermakna tanpa menimbulkan efek samping (Bertrand, 2001).

c. Ultrasonik nebulizer, alat tipe ini menggunakan frekuensi vibrator

yang tinggi, sehingga dengan mudah dapat mengubah cairan menjadi

partikel kecil yang bervolume tinggi, yakni mencapai 6 cc/menit

dengan partikel yang uniform. Besarnya partikel adalah 5 mikron dan

partikel dengan mudah masuk ke saluran pernapasan, sehingga dapat

terjadi reaksi, seperti bronkospasme dan dispnoe. Oleh karena itu alat

ini hanya dipakai secara intermiten, yakni untuk menghasilkan sputum

dalam masa yang pendek pada pasien dengan sputum yang kental. Alat

ini juga menghasilkan aerosol melalui osilasi frekuensi tinggi dari

piezo-electric crystal yang berada dekat larutan dan cairan memecah

menjadi aerosol. Keuntungan jenis nebuliser ini adalah tidak

Page 26: inhalasi

26

menimbulkan suara bising dan terus menerus dapat mengubah larutan

menjadi aerosol sedangkan kekurangannya alat ini mahal dan

memerlukannbiaya perawatan lebih besar.

d. Antomizer nebulizer, partikel yang dihasilkan cukup besar, yakni

antara 10 – 30 mikron. Digunakan untuk pengobatan laring, terutama

pada pasien dengan intubasi trakea.

Beberapa bentuk jet nebulizer dapat pula diubah sesuai dengan keperluan,

sehingga dapat digunakan pada ventilator dan IPPB, dimana dihubungkan

dengan gas kompresor.

3. Intermiten Positive Pressure Breathing (IPPB)

Cara ini biasanya diberikan di rumah sakit dan memerlukan tenaga

yang terlatih. Cara ini jauh lebih mahal dan mempunyai indikasi yang

terbatas, terutama untuk pasien yang tidak dapat bernapas dalam dan

pasien-pasien yang sedang dalam keadaan gawat yang tidak dapat

bernapas spontan. Untuk pengobatan di rumah cara yang terbaik adalah

dengan menggunakan MDI (Rab, 1996).

4. Ventilator

Dapat dengan menggunakan MDI atau hand held nebulizer, yakni

melalui bronkodilator Tee. Dengan cara ini sebenarnya tidak efektif oleh

karena banyak aerosol yang mengendap, sehingga cara ini dianggap

kurang efektif dibandingkan dengan MDI (Rab, 1996).

Page 27: inhalasi

27

H. Kortikosteroid Inhalasi

Kortikosteroid terdapat dalam beberapa bentuk sediaan antara lain oral,

parenteral, dan inhalasi. Ditemukannya kortikosteroid yang larut lemak (lipid-

soluble) seperti beclomethasone, budesonide, flunisolide, fluticasone, and

triamcinolone, memungkinkan untuk mengantarkan kortikosteroid ini ke

saluran pernafasan dengan absorbsi sistemik yang minim. Pemberian

kortikosteroid secara inhalasi memiliki keuntungan yaitu diberikan dalam

dosis kecil secara langsung ke saluran pernafasan (efek lokal), sehingga tidak

menimbulkan efek samping sistemik yang serius. Biasanya, jika penggunaan

secara inhalasi tidak mencukupi barulah kortikosteroid diberikan secara oral,

atau diberikan bersama dengan obat lain (kombinasi, misalnya dengan

bronkodilator). Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada

kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa minggu setelah

berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien telah

menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun atau

lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan

pertama pada serangan akut yang parah.

Contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain:

a. Fluticasone Flixotide (flutikason propionate50 μg , 125 μg /dosis) Inhalasi

aerosol Dewasa dan anak > 16 tahun: 100-250 μg, 2 kali sehariAnak 4-16

tahun; 50-100 μg, 2 kali sehari

Page 28: inhalasi

28

b. Beclomethasone dipropionate Becloment (beclomethasone dipropionate

200μg/ dosis) Inhalasi aerosol Inhalasi aerosol: 200μg , 2 kali seharianak:

50-100 μg 2 kali sehari.

c. Budesonide Pulmicort (budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg / dosis)

Inhalasi aerosolSerbuk inhalasi Inhalasi aerosol: 200 μg, 2 kali

sehariSerbuk inhalasi: 200-1600 μg / hari dalam dosis terbagianak: 200-

800 μg/ hari dalam dosis terbagi.

d. Dosis untuk masing-masing individu pasien dapat berbeda, sehingga harus

dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter, dan jangan menghentikan

penggunaan kortikosteroid secara langsung, harus secara bertahap dengan

pengurangan dosis.

Berikut adalah contoh dari penggunaan terapi inhalasi :

1. Contoh obat Nebulizer (Ventolin) dan dosis :

Gambar II.3 : Ventolin Nebules, Dosis anak dan dewasa

Page 29: inhalasi

29

I. Keberhasilan Terapi Inhalasi  ( aerosol )

Aerosol adalah  gas yang dihasil kan melalui proses dispersi (pemecahan)

atau suspensi partiel padat maupun cair. Keberhasilan pengobatan aerosol ini

tergantung pada beberapa faktor, yaitu (Rab, 1996):

1. Ukuran partikel.

Partikel dengan ukuran 8 – 15 mikron dapat sampai ke bronkus dan

bronkiolus, sedangkan partikel dengan ukuran 2 mikron dapat sampai le

alveolus. Akan tetapi partikel dengan ukuran 40 mikron hanya dapat

sampai di bronkus utama. Partikel yang banyak digunakan pada terapi

aerosol adalah partikel yang berukuran antara 8 – 15 mikron.

2. Gravitasi (gaya berat).

Semakin besar suatu partikel, maka akan semakin cepat pula partikel

tersebut menempel pada saluran pernapasan. Akan tetapi keadaan ini juga

tergantung pada viskositas dari bahan pelarut yang dipakai.

3. Inersia

Inersia menyebabkan partikel didepositkan. Molekul air mempunyai massa

yang lebih besar daripada molekul gas di dalam saluran pernapasan.

Partikel yang ada di bronkus lebih mudah bertabrakan daripada parti.kel

yang ada di saluran pernapasan yang besar. Semakin kecil diameter

saluran pernapasan, maka akan semakin besar pula pengaruh dari inersia

gas.

Page 30: inhalasi

30

4. Aktivitas kinetic

Keadaan ini dialami oleh partikel yang lebih kecil dari 0,5 mikron.

Semakin besar energi kinetik yang digunakan, maka akan semakin besar

kemungkinan terjadinya tabrakan di antara aerosol dan akan semakin

mudah terjadinya kolisi dan selain itu juga akan semakin mudah partikel

tersebut bergabung.

5. Sifat-sifat alamiah dari partikel.

Sifat-sifat alamiah dari partikel ditentukan oleh tonik (osmotik). Larutan

yang hipotonik akan mudah kehilangan air akibat dari penguapan. Aerosol

elektrik yang dihasilkan oleh ultrasonik nebulizer bermuatan lebih besar

daripada mekanikal nebulizer. Pada temperatur yang panas molekul-

molekul akan mempunyai ukuran yang lebih besar dan akan mudah jatuh.

6. Sifat-sifat dari pernapasan.

Pada prinsifnya jumlah dari aerosol yang berubah menjadi cairan

ditentukan pula oleh volume tidal, frekuensi pernapasan, kecepatan aliran

inspirasi, dan apakah bernapas melalui mulut atau hidung, dan juga

memeriksa faal pernapasan pada umumnya.

Sedangkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi delivery

aerosol pada anak antara lain (Dolovich, 2001):

1. Perubahan anatomi

Bagaimana efek perubahan anatomi pada awaltahun kehidupan tidak jelas.

Saluran pernapasan anak relatif lebih kecil dibandingkan dewasa sehingga

Page 31: inhalasi

31

aliran udara inspirasi lebih rendah yang menyebabkan deposit obat

terutama pada saluran pernapasan sentral.

2. Kompetensi

Kompetensi atau kemampuan anak merupakan faktor sangat penting

dalam delivery obat. Anak kecil tidak mempunyai kompetensi untuk

melakukan manuver inhalasi yang kompleks. Alat/ jenis inhalasi yang

tersedia dan dipasarkan saat ini dibuat untuk orang yang bisa melakukan

inhalasi melalui mulut waktu melakukan manuver inhalasi yang kompleks,

misalnya pressured metered dosed inhalers (pMDIs). Anak sekolah sudah

dapat melakukan usaha inspirasi maksimal yang diperlukan untuk

menggunakan alat inhalasi jenis dry powder inhaler (DPI) dan hanya

sedikit yang bisa menggunakan pMDI

3. Pola pernapasan bayi

Pola pernapasan bayi dan anak akan mempengaruhi seberapa banyak

aerosol yang diinhalasi ke dalam paru-paru. Pernapasan pada bayi dan

anak menunjukkan volume pernapasan tidal yang kecil sehingga

mengurangi delivery obat, pola pernapasan bervariasi luas dengan aliran

udara inspirasi (inspiratory flow rates=IFR) bervariasi antara 0 sampai 40

L/menit. Aliran udara yang cepat akan menyebabkan deposit pada saluran

napas yang lebih proksimal.

4. Anak yang menangis mempunyai IFR tinggi dan terjadi pernapasan mulut

sehingga seharusnya akan meningkatkan delivery obat ke paru-paru.

Page 32: inhalasi

32

Namun, kenyataannya jumlah obat yang diinhalasi ke paruparu berkurang

karena kurang baiknya masker muka menempel dan pada waktu menangis

pernapasan pendek dan cepat.

J. Beberapa zat yang terdapat pada terapi inhalasi

Beberapa zat yang biasanya digunakan secara aerosol pada umumnya

adalah beta 2 simpatomimetik, seperti metaprotenolol (Alupen), albuterol

(Venolin dan Proventil), terbutalin (Bretaire), bitolterol (Tornalat), isoetarin

(Bronkosol), Steroid seperti beklometason (Ventide), triamnisolon

(Azmacort), flunisolid ( Aerobid), Antikolinergik seperti atropin dan

ipratropium (Atrovent), dan Antihistamin sebagai pencegahan seperti natrium

kromolin (Intal) (Rab, 1996).

Keuntungan dari aerosol ini baik diberikan secara aerosol maupun dengan

inhaler, adalah memberikan efek bronkodilator yang maksimal yang lebih baik

dari cara pemberian lain, sementara itu pengaruh sistemiknya hampir tidak

ada. Oleh karena itu cara pengobatan ini adalah merupakan cara yang paling

optimal (rab, 1996).

Salah satu terapi inhalasi yang paling banyak digunakan adalah terapi

inhalasi pada asma. yaitu tata laksana serangan dan tata laksana jangka

panjang. Seorang anak yang telah didiagnosis asma harus ditentukan

klasifikasinya. Berdasarkan Konsensus Nasional Penanganan Asma (KNAA)

klasifikasi asma di luar serangan adalah asma episodik jarang, episodic sering,

dan asma persisten (UKK Pulmunologi IDAI, 2000).

Page 33: inhalasi

33

Pada asma episodik jarang, tidak diperlukan obat pengendali (controller)

untuk tata laksana jangka panjangnya sedangkan pada asma episodik sering

dan asma persisten harus diberikan obat pengendali. Obat pengendali dari

golongan antiinflamasi yang sering digunakan adalah budesonid,

beklometason dipropionat, flutikason, dan golongan natrium kromoglikat

(UKK Pulmunologi IDAI, 2000).

Bila terjadi serangan maka digunakan obat pereda (reliever). Obat yang

sering digunakan yaitu golongan bronkodilator seperti metilsantin (teofilin),

β2 agonis, dan ipratropium bromida. Obat-obat ini dapat digunakan secara

oral, parenteral, dan inhalasi, tetapi untuk metilsantin pemberian secara oral

dan intravena lebih dipilih daripada inhalasi karena obat ini menyebabkan

iritasi saluran napas (Reiser, 1986).

Telah diketahui secara luas bahwa obat antiinflamasi yang sering

digunakan adalah golongan steroid. Mekanisme dasar asma adalah terjadinya

reaksi inflamasi sehingga pengendalian dengan obat antiinflamasi sangat

dianjurkan pada asma episodik sering dan persisten. Namun harus disadari

penggunaan kortikosteroid jangka panjang peroral atau parenteral dapat

mengganggu tumbuh kembang anak secara keseluruhan selain efek samping

lain yang mungkin timbul seperti hipertensi dan moon-face. Untuk itu

pemberian inhalasi sangat dianjurkan. Jenis terapi inhalasi yang diberikan

dapat disesuaikan dengan usia pasien dan patokan ini tidak berlaku secara

kaku. Patokan yang diajukan oleh Dolovich dan Everard di bawah ini dapat

Page 34: inhalasi

34

dipakai sebagai acuan. Bagaimana sebenarnya penggunaan obat inhalasi pada

asma anak dapat diterangkan sebagai berikut:

Tabel II.1 Nebulizer pada kelompok umur

Umur (tahun)

Pereda Pengendali

0-3 pMDI / dengan spacer nebuliser

pMDI / dengan spacer nebuliser

3-5 pMDI / dengan spacer nebuliser

pMDI / dengan spacer nebulizer DPI

>5 pMDI / dengan spacer DPI nebuliser

pMDI / dengan space DPI

Pada saat serangan obat yang digunakan adalah obat golongan

bronkodilator dan yang sering digunakan yaitu β2 agonis yang dapat diberikan

sendiri atau bersama-sama dengar ipratropium bromid. Pada serangan asma

yang ringan obat inhalasi yang diberikan hanya β2 agonis saja meskipun ada

juga yang menambahkan dengan ipratropium bromida. Schuch dkk dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa dengan menggunakan β2 agonis saja dapat

meningkatkan FEV1 dan menghilangkan gejala serangannya, sedangkan

penambahan ipratropium bromida akan meningkatkan FEV1 yang lebih tinggi

lagi (Schuch, 1995).

Pada serangan asma yang berat, KNAA (2000), menganjurkan pemberian

β2 agonis bersama-sama dengan ipratropium bromid.

Pemberian cara nebuliser untuk usia 18 bulan- 4 tahun dianjurkan

menggunakan mouthpiece daripada masker muka untuk menghindarkan

deposisi obat di muka dan mata (Reiser,1986).

Page 35: inhalasi

35

Apabila dengan pemberian inhalasi obat tersebut serangan asma tidak

teratasi/sedikit perbaikan maka dapat diberikan steroid sistemik. Pemberian

steroid sistemik perlu diperhatikan pada anak dengan serangan asma yang

sering karena anak ini berisiko mengalami efek samping akibat pemberian

steroid sistemik berulang kali seperti supresi adrenal, gangguan pertumbuhan

tulang, dan osteoporosis. Untuk mengurangi pemberian steroid oral berulang,

maka sebagai alternatifnya dapat diberikan inhalasi budesonid dosis tinggi

(1600 mg perhari) pada anak yang serangan asmanya tidak teratasi dengan

penanganan inhalasi β2 agonis di rumah dan mereka belum/tidak perlu

perawatan di rumah sakit (Nuhoglu, 2001).

Penggunaan obat pereda secara inhalasi pada serangan asma sangat

bermanfaat dan justru sangat dianjurkan, namun demikian penggunaannya

masih belum banyak. Hal ini dimungkinkan karena penggunaannya yang

belum banyak diketahui dan harga obat masih mahal. Hal ini berlaku bukan

hanya di Indonesia, tetapi juga berlaku di negara maju. Penggunaannya pada

orang dewasa lebih banyak dibandingkan dengan anak (Nikander, 2000;Rabe,

2000)

Penatalansanaan di luar serangan maka obat inhalasi asma hanya diberikan

apabila memerlukan obat pengendali; yang biasa digunakan adalah natrium

kromoglikat dan golongan steroid. Natrium kromoglikat menurut KNAA

diberikan apabila termasuk asma episodik sering sedangkan penggunaan

steroid dapat diberikan pada asma episodik sering dan asma persisten.

Natrium kromoglikat menunjukkan absorbsi yang tidak baik sehingga hanya

Page 36: inhalasi

36

efektif bila diberikan secara inhalasi. Obat ini tersedia dalam nebuliser

solution, serbuk aerosol dan aerosol dengan dosis 20 mg untuk nebulizer atau

2 mg secara aerosol (Reiser, 1986).

Penggunaan steroid pada asma anak masih jarang mengingat samping

yang mungkin ditimbulkan. Namun beberapa peneliti telah membuktikan

bahwa dengan penggunaan yang tepat dengan dosis, cara, dan jenis yang

sesuai maka efek samping dapat dikurangi. Penggunaan obat inhalasi yang

salah akan meningkatkan efek samping seperti jamur/kandidiasis di daerah

mulut, suara serak, dan efek lainnya. Dengan inhalasi sebagian obat juga akan

beredar ke seluruh tubuh melalui sistem gastrointestinal dan selanjutnya akan

dielimininasi melalui hati sehingga dalam peredaran sistemik kadarnya

berkurang (Gambar II.3). Obat yang baik adalah yang dapat elimininasi tubuh

dengan baik artinya kadar di dalam sirkulasi menjadi kecil. Penggunaan

steroid inhalasi pada asma episodik sering dan asma persisten memerlukan

waktu yang lama dan dosis yang mungkin bervariasi. Pada awal pengobatan

dapat diberikan dosis tinggi (400-800 mg per hari) dan diturunkan secara

perlahan sampai tercapai dosis optimum untuk anak tersebut dan

dipertahankan pada dosis optimum untuk beberapa lama dan kemudian

diturunkan secara bertahap sampai pada akhirnya kalau memungkinkan tidak

digunakan sama sekali. Penggunaan waktu lama (sekitar 2-3 tahun) dengan

dosis 400 mg perhari tidak mengganggu proses tumbuh kembang anak

(Allen,2000).

Page 37: inhalasi

37

Untuk bayi dan anak berusia di bawah 4 tahun yang memerlukan steroid

inhalasi dapat digunakan suspensi budesonid inhalasi (pulmicort respules)

yang diberikan dengan nebulizer (Szefler, 2001).

Jadi penggunaan steroid inhalasi dapat lebih aman apabila kita mengetahui

cara penggunaannya.

K. Efek Samping dan Komplikasi Terapi Inhalasi

Jika aerosol diberikan dalam jumlah besar, maka dapat menyebabkan

penyempitan pada saluran pernapasan (bronkospasme). Disamping itu bahaya

iritasi dan infeksi pada jalan napas, terutama infeksi nosokomial juga dapat

terjadi (rab, 1996).

Page 38: inhalasi

38

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan

cara inhalasi.Terapi inhalasi merupakan satu teknik pengobatan penting dalam

proses pengobatan penyakit respiratori (saluran pernafasan) akut dan kronik.

Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk

segera bekerja. Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah

obat yang perlu diberikan adalah lebih sedikit dibanding cara pemberian

lainnya. Sayangnya pada cara pemberian ini diperlukan alat dan metoda

khusus yang agak sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering obatnya

mengiritasi epitel paru.

Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan

absorpsinya terjadi secara cepat dibanding cara sistemik, maka penggunaan

terapi inhalasi sangat bermanfaat pada keadaan serangan yang membutuhkan

pengobatan segera dan untuk menghindari efek samping sistemik yang

ditimbulkannya. Seperti untuk  mengatasi bronkospasme, meng-encerkan

sputum, menurunkan hipereaktiviti bronkus, serta mengatasi infeksi.

Pemberian per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke

dalam saluran napas melalui hirupan. Pada asma, penggunaan obat secara

inhalasi dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada pemberian

38

Page 39: inhalasi

39

parenteral atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis

lainnya.Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan

per inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas.

Obat yang digunakan biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel

dalam gas.

Penggunaannya terbatas hanya untuk obat-obat yang berbentuk gas

atau cairan yang mudah menguap dan obat lain yang berbentuk aerosol.

Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi tidak ada. Kontra indikasi relatif

pada pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang digunakan

Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (1) inhaler dosis terukur

(MDI, metered dose inhaler), (2) penguapan (gas powered hand held

nebulizer), (3) inhalasi denganintermitten positive pressure breathing (IPPB),

serta (4) pemberian melalui intubasi pada pasien yang menggunakan

ventilator.

Obat/zat yang biasanya digunakan secara aerosol pada umumnya

adalah beta 2 simpatomimetik, kortikosteroid, antikolinergik, dan

antihistamin. Bahaya iritasi saluran napas dan terjadinya bronkospasme serta

reaksi hipersensitivitas (obat atau vehikulum) dapat terjadi pada penggunaan

terapi ini.

Page 40: inhalasi

40

B. Saran

Setelah mengetahui pemberikan obat secara inhalasi diiharapkan kepada

pembaca maupun masyarakat dapat mengetahui dengan baik bagaimana

penggunaan terapi inhalasi dengan baik dan benar.