info kegiatan pengurangan risiko bencana · depan harus jelas dan memberi manfaat bagi orang...

6
BULETIN SIAGA Info Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana 26 JUNE 2009 VOLUME 1 FORMALISASI SATLINMAS Satuan Perlindungan Masyarakat Penanganan Banjir dan Pengungsi (SATLINMAS PBP) dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 96 tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan Bab V SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta tersebut, SATLIMAS PBP adalah unsur pelaksana penanggulangan bencana pada tingkat kelurahan, namun optimalisasi SATLINMAS PBP masih dirasa kurang, dikarenakan beberapa hal antara lain ; Pemahaman yang keliru mengenai SATLIMAS PBP, penanggulangan bencana yang selama ini terfokus pada pemerintah dan ketua-ketua RW, serta masyarakat yang belum dilibatkan secara maksimal. Untuk mewujudkan SATLINMAS PBP yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya, maka ACF mencoba memfasilitasi 3 kelurahan, yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan untuk memiliki gerakan penanggulangan bencana yang terlembaga dan mampu melakukan kegiatan secara terencana, terpadu dan menyeluruh dengan cara penguatan kepada SATLINMAS PBP di masing-masing kelurahan tersebut. Sedangkan dengan kesepakatan bersama, Kelurahan Cipinang Besar Utara membentuk Satuan Tugas Penanggulangan Bencana kelurahan CBU, disingkat dengan STPB-CBU. Pelatihan, workshop, FGD, dan berbagai kegiatan penguatan kapasitas lainnya di fasilitasi oleh ACF untuk mencapai visi dan misi SATLINMAS PBP dan STPB-CBU. Adapun visi daripada SATLINMAS PBP adalah untuk dapat melakukan penanggulangan bencana secara terpadu, sedangkan misi yang diusung meliputi ; Penyelamatan masyarakat dari bencana, meminimalisir resiko bencana, peduli terhadap warga dan lingkungan, mengelola bencana, serta menyelamatkan pengungsi. Kedepannya diharapkan organisasi penanganan bencana yang telah terbentuk di 3 Kelurahan tersebut dapat mandiri dan melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai garda terdepan dalam menghadapi bencana dengan maksimal.

Upload: vuthuy

Post on 19-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Info Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana · depan harus jelas dan memberi manfaat bagi orang banyak. Setelah hasil karya Satlinmas dikenal dan dipercaya, langkah Satlinmas ... melalui

BULETIN SIAGA Info Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana

2 6 J U N E 2 0 0 9 V O L U M E 1

FORMALISASI SATLINMAS

Satuan Perlindungan Masyarakat Penanganan Banjir dan Pengungsi (SATLINMAS PBP) dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi

DKI Jakarta No. 96 tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana dan

Penanganan Pengungsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan Bab V SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta tersebut, SATLIMAS PBP adalah

unsur pelaksana penanggulangan bencana pada tingkat kelurahan, namun optimalisasi SATLINMAS PBP masih dirasa kurang, dikarenakan

beberapa hal antara lain ; Pemahaman yang keliru mengenai SATLIMAS PBP, penanggulangan bencana yang selama ini terfokus pada

pemerintah dan ketua-ketua RW, serta masyarakat yang belum dilibatkan secara maksimal.

Untuk mewujudkan SATLINMAS PBP yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya, maka ACF mencoba memfasilitasi 3 kelurahan, yaitu

Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan untuk memiliki gerakan penanggulangan bencana yang terlembaga dan mampu

melakukan kegiatan secara terencana, terpadu dan menyeluruh dengan cara penguatan kepada SATLINMAS PBP di masing-masing kelurahan

tersebut. Sedangkan dengan kesepakatan bersama, Kelurahan Cipinang Besar Utara membentuk Satuan Tugas Penanggulangan Bencana

kelurahan CBU, disingkat dengan STPB-CBU.

Pelatihan, workshop, FGD, dan berbagai kegiatan penguatan kapasitas lainnya di fasilitasi oleh ACF untuk mencapai visi dan misi SATLINMAS

PBP dan STPB-CBU. Adapun visi daripada SATLINMAS PBP adalah untuk dapat melakukan penanggulangan bencana secara terpadu, sedangkan

misi yang diusung meliputi ; Penyelamatan masyarakat dari bencana, meminimalisir resiko bencana, peduli terhadap warga dan lingkungan,

mengelola bencana, serta menyelamatkan pengungsi. Kedepannya diharapkan organisasi penanganan bencana yang telah terbentuk di 3

Kelurahan tersebut dapat mandiri dan melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai garda terdepan dalam menghadapi bencana dengan

maksimal.

Page 2: Info Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana · depan harus jelas dan memberi manfaat bagi orang banyak. Setelah hasil karya Satlinmas dikenal dan dipercaya, langkah Satlinmas ... melalui

KEKUATAN TANGAN—TANGAN LOKAL MENGHADAPI BENCANA

ACF Memasuki Masa Akhir Program Kerja

Kegiatan ACF dalam mendampingi Satlinmas melalui penguatan

organisasi dan peningkatan kapasitas manajemen bencana

berlangsung dari tahun 2007 sampai pada saat ini. Misi ini akan

berakhir pada pertengahan November 2009, oleh karena itu,

setahap demi setahap ACF mulai menyerahkan kendali program

kepada Satlinmas dan masyarakat di tiga kelurahan dampingan

ACF, yaitu Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, dan

Penjaringan. Di kemudian hari Satlinmas diharapkan untuk dapat

menyokong kegiatan-kegiatan Pengurangan Risiko Bencana di

kelurahnnya masing-masing.

Indikasi keberhasilan Satlinmas sebagai suatu organisasi

masyarakat yang swadaya dapat dilihat dari keberhasilan

pemimpin-pemimpinnya. Pengurus Satlinmas yang telah dibekali

dengan kemampuan dasar manajemen bencana adalah para

motivator yang akan terus membangkitkan anggota-

anggotanya. Tidak hanya pengurus, anggota-anggota

Satlinmas yang merupakan orang-orang unggulan

masyarakat juga turut berperan dalam ketahanan

masyarakat terhadap bencana di tingkat lokal.

Satlinmas yang digolongkan berhasil juga mampu

mempromosikan dirinya sendiri sehingga mendapat

dukungan penuh dari pemerintah lokal dan

masyarakat. Relasi dengan beberapa organisasi dan

institusi lain juga penting untuk dijaga dan diperluas;

ACF hanyalah salah satu dari banyaknya organisasi

yang bergerak dalam Pengurangan Risiko Bencana

(PRB).

Kegiatan yang di-inisiasikan oleh Satlinmas

merupakan kegiatan-kegiatan bakti dan jasa bagi

masyarakat, kampanye-kampanye waspada bencana

dan kebersihan, serta peduli terhadap lingkungan

hidup merupakan beberapa dari tugas Satlinmas.

Satlinmas di tiga kelurahan juga telah berjasa dalam memberikan

peringatan bencana kepada masyarakat agar masyarakat dapat

segera bertindak menghindari bencana. Dalam satu tahun

masyarakat menderita kerugian akibat banjir sebanyak tiga

sampai empat kali, setinggi sampai setengah meter. Disinilah

Satlinmas memberikan pelayanan respon bencana kepada

masyarakat, tidak hanya membantu memberikan peringatan,

tetapi juga dalam menanggulangi masalah kesehatan dampak

banjir. Dengan melakukan antisipasi dan memperkuat kapasitas

masyarakat terhadap bencana, Satlinmas membantu mengurangi

kerentanan bencana masyarakat di daerahnya masing-masing.

Dipercaya dalam siklus lima tahun sekali banjir besar akan

melanda Jakarta, walaupun masyarakat dan pemerintah telah

melakukan berbagai upaya untuk mengurangi risiko ini, namun

kenyataannya bencana banjir besar masih terjadi. Satlinmas

menyatakan siap menghadapi banjir ini, pelatihan penyelamatan

di air serta berbagai keahlian mendirikan tenda pengungsian,

mendaftar pengungsi dan mendistribusikan bantuan telah

mereka miliki.

Setelah masa tugas ACF berakhir untuk pendampingan tiga

kelurahan tersebut, para Satlinmas akan terus menjalankan

mandat sebagai pelayan masyarakat yang berbakti tanpa pamrih,

sebagai pemimpin-pemimpin masyarakat dalam penguatan terhadap

bencana.

Di kemudian hari Satlinmas secara swadaya juga akan mencari

pendanaan-pendanaan untuk tetap menghidupkan usaha PRB demi

kebaikan seluruh masyarakat. Cara yang paling manjur untuk mencari

pendanaan adalah dengan bertindak, melakukan, beraksi,

merealisasikan, tidak sekedar membuat perencanaan. Program ke

depan harus jelas dan memberi manfaat bagi orang banyak. Setelah

hasil karya Satlinmas dikenal dan dipercaya, langkah Satlinmas

menggandeng tangan organisasi/institusi atau bahkan perusahaan

melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan akan lebih lancar.

Selain Satlinmas, penggerak masyarakat dalam usaha ketahanan

terhadap bencana dan pengurangan risiko juga termasuk para guru.

Sekolah sebagai institusi pendidikan bagi masyarakat memiliki peran

besar dalam membangun moral dan mental

masyarakat yang peduli lingkungan dan siaga

bencana.

Mengetahui kekuatan sekolah dan terutama guru

dalam penguranan risiko bencana, ACF

memberikan pelatihan kepada guru-guru SD, SMP,

dan SMA di tiga kelurahan dampingan ACF. Para

guru dengan semangat tinggi berusaha

menelurkan siswa-siswi yang dapat dijadikan

tunas harapan dan penggerak bangsa.

Masyarakat dampingan ACF telah menorehkan

bukti-bukti kepedulian dan keberhasilan mereka

sendiri. ACF merasa terhormat dapat bekerja di

tiga kelurahan tersebut, yang telah membuktikan

bahwa masyarakat merupakan elemen yang

sangat penting dan berdaya dalam usaha

pengurangan risiko bencana dan mengantisipasi

perubahan iklim dunia.

Masyarakat Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, dan Penjaringan

telah memulai usaha PRB, melalui Satlinmas dan STPB, namun

perjalanan masih panjang, masih banyak kendala yang harus diatasi.

Sering kali penghambat utama keberhasilan organisasi masyarakat

adalah terlalu sedikitnya pemimpin yang visioner, atau sedikitnya

anggota yang benar-benar peduli nasib orang banyak. Terkadang

organisasi masyarakat juga terlalu bergantung pada bantuan luar

sehingga seolah-olah tidak berdaya dan hanya mengulurkan tangan

menunggu sumbangan. Namun demikian, semangat Satlinmas dan

STPB menumbuhkan harapan ACF bahwa organisasi masyarakat sedikit

demi sedikit terlihat lebih kuat dan maju, sudah saatnya kita bertindak

dan menjadi pelaku utama perubahan.

Di akhir program, ACF berharap masyarakat di tiga kelurahan dapat

melanjutkan keberhasilan-keberhasilan mereka, dengan lebih terbuka

lagi membantu kelurahan-kelurahan lain untuk juga menghasilkan

pemimpin-pemimpin yang peduli bencana.

P A G E 2

“Ben, Satlinmas ini milik

s a y a d a n o r a n g

Penjaringan. Terima kasih

ACF sudah membantu

meningkatkan kapasitas

kita, tetapi kalau ACF ngga

ada bukan berarti kita

bubar!” (Darwis, Satlinmas

Penjaringan, kepada Ben,

CO Penjaringan, Juni, 2009)

Page 3: Info Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana · depan harus jelas dan memberi manfaat bagi orang banyak. Setelah hasil karya Satlinmas dikenal dan dipercaya, langkah Satlinmas ... melalui

PETA RISIKO

V O L U M E 1

Pemetaan Risiko Berbasis Masyarakat

Masyarakat yang siaga terhadap bencana merupakan

masyarakat yang siap dan mampu mengurangi kerentanan

dengan meningkatkan kapasitas terhadap risiko bencana yang

dihadapi. Dalam membangun kesiapsiagaan terhadap bencana,

peningkatan pengetahuan dan pengenalan terhadap

karakteristik ancaman perlu dilakukan, selain itu pengenalan

masyarakat akan raung atau wilayah tempat tinggal mereka

sendiri. Pengetahuan akan wilayahnya sendiri sebenarnya telah

ada dan berkembang seiring dengan kehidupan mereka yang

selalu dinamis atau beraktivitas di dalam atau disekitar

wilayahnya. Untuk meningkatkan pemahaman menyeluruh dan

lebih waspada terhadap daerah yang lebih rentan dari pada

daerah lain, diperlukan sebuah media berupa peta yang mudah

dibaca dan ditafsirkan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Ketersediaan peta risiko bencana di tingkat pemerintahan

administrasi Kelurahan biasanya sedikit jumlahnya bahkan tidak

ada dan kurang akurat serta kurang update. Disamping itu peta

tersebut kurang mengenai sasaran, oleh karena itu diperlukan

suatu Peta Resiko Bencana yang sederhana dan mudah dibaca.

Dengan inisiatif ini, ACF mendukung kegiatan pembuatan peta

risiko bencana di tiga kelurahan, Cipinang Besar Utara, Kampung

Melayu, dan Penjaringan.

Peran anggota masyarakat dalam pemetaan partisipatif

sangatlah penting. Masyarakat menjadi pelaku pemetaan dan

informasi yang disajikan bersumber dari informasi masyarakat

sendiri. Masyarakat mengidentifikasi, mengumpulkan,

memproses, dan menyajikan data yang berkaitan dengan

ancaman / bahaya di lingkungannya menjadi sebuah sistem

informasi. Semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam

proses pemetaan akan semakin mendalam informasi yang

diperoleh. Masyarakat akan semakin mengenali wilayah tempat

tinggalnya dan dapat mengenali ancaman/bahaya yang sewaktu

-waktu dapat mangancam kehidupan.

Dalam pembuatan peta risiko, perlu kita ketahui terlebih dahulu

apa komponen-komponen yang mempengaruhi risiko. Berikut

penjabarannya:

Semakin besar potensi ancaman, semakin tinggi kerentanan,

dan rendah kapasitas yang dimiliki komunitas, maka semakin

besar pula risiko bencana yang akan dihadapi sebuah komunitas.

Pada tahun 2007, Action Contre la Faim (ACF) melakukan

pemetaan resiko bencana di tiga Kelurahan yaitu Kampung

Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan. Kemudian pada

bulan April-Mei 2009, ACF bersama KERTAKAYU memperbaharui

peta risiko banjir di tiga kelurahan tersebut. Berikut adalah

hasilnya (Laporan Kegiatan Kertakayu, 2009):

• Pada tahun 2007, tingkat resiko banjir di Kelurahan

Cipinang Besar Utara mencapai 26% tingkat resiko tinggi

dan sangat tinggi, 29% tingkat resiko sedang, dan 45%

tingkat resiko rendah. Pada tahun 2009, tingkat resiko

berubah menjadi 55% tingkat resiko sedang dan 45%

tingkat resiko rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa resiko bencana

banjir di Kelurahan Cipinang Besar Utara telah berkurang

• Pada tahun 2007, tingkat resiko banjir di Kelurahan Penjaringan mencapai

21% tingkat resiko tinggi dan sangat tinggi, 41% tingkat resiko sedang, 36%

tingkat resiko rendah, dan 2% tingkat resiko sangat rendah. Pada tahun 2009,

tingkat resiko berubah menjadi 62% tingkat resiko sedang, 36% tingkat resiko

rendah, dan 2% tingkat resiko sangat rendah. Hal tersebut membuktikan

bahwa resiko bencana banjir di Kelurahan Penjaringan telah berkurang

• Pada tahun 2007, tingkat resiko banjir di Kelurahan Kampung Melayu

mencapai 46% tingkat resiko tinggi dan sangat tinggi, 39% tingkat resiko

sedang, dan 15% tingkat resiko rendah. Pada tahun 2009, tingkat resiko

berubah menjadi 85% tingkat resiko sedang, 15% tingkat resiko rendah. Hal

tersebut membuktikan bahwa resiko bencana banjir di Kelurahan Kampung

Melayu telah berkurang

Daerah yang semula pada tahun 2007 tingkat resikonya sangat tinggi, saat ini pada

tahun 2009 telah berubah tingkat resikonya menjadi tingkat resiko sedang.

Sebagian daerah tersebut tingkat resikonya berubah dikarenakan saat ini terdapat

Tiang Pancang, Sirine, Signboard, Sensor Air didaerah tersebut, dan terdapatnya

kapasitas organisasi penanggulangan bencana.

Sedangkan daerah yang semula pada tahun 2007 tingkat resikonya sedang dan

rendah pada tahun 2009 tingkat resikonya tidak berubah, tetapi hanya mengalami

peningkatn nilai kapasitas dengan adanya kapasitas organisasi penanggulangan

bencana di wilayah Kelurahan Kampung Melayu.

Ternyata teknologi canggih yang disebut teknik Penginderaan Jauh dengan

interpretasi/penafsiran citra satelit dan Sistem Informasi Geografis (GIS) dapat

dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan masyarakat, yang penting adalah

masyarakat dapat memanfaatkan hasil-hasilnya dengan baik, sehingga

meningkatkan pengetahuan, kewaspadaan dan kesiapsiagaan untuk mengurangi

risiko bencana di wilayah tmpat tinggalnya.

P A G E 3

RISIKO = Ancaman x Kerentanan

Kapasitas

236 41

21236

62

00

50

100

Tin

gk

at R

isik

o B

an

jir

(%

)

Penjaringan

2007

2009

1539 46

15

85

00

50

100

Tin

gka

t R

isik

o B

an

jir

(%) Kampung Melayu

2007

2009

45

29 26

4555

00

1020

3040

5060

rendah sedang tinggi/sangat

tinggi

Tin

gka

t R

isik

o B

an

jir (

%)

Cipinang Besar Utara

2007

2009

Page 4: Info Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana · depan harus jelas dan memberi manfaat bagi orang banyak. Setelah hasil karya Satlinmas dikenal dan dipercaya, langkah Satlinmas ... melalui

P A G E 4

PERTEMUAN PRA—BANJIR

MONIKA Nama Monika yang indah merupakan sebuah singkatan, yaitu Alat Monitor Informasi Ketinggian Air. Alat ini

dipasang di bendungan Katulampa, Bogor pada bulan April 2008 lalu. Monika memiliki peran penting dalam

kesiapsiagaan bencana, teknologi canggih ini digunakan untuk mengetahui seberapa tinggi air di Katulampa,

sehingga warga dapat mengantisipasi terjadinya banjir.

Pembuat Monika Ahmad Witjaksono dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjelaskan

cara kerja Monika. Sistem Monika melibatkan pemasangan sensor air di bendungan, sensor ini berwarna

biru, untuk mengetahui level siaga (siaga empat sampai siaga satu). Info ini akan masuk ke komputer, yang

akan mengirimkan signal ke kelurahan, satlinmas, dan media massa. Untuk kelurahan dan media massa,

pihaknya akan memberikan informasi gratis. Pihak kelurahan dan media massa dapat mengirimkan nomor

HP yang akan disimpan pada data base Monika. Mereka selanjutnya akan mendapat informasi mengenai

ketinggian air secara otomatis. Sedangkan bagi warga lain di DKI Jakarta yang memerlukan info ketinggian

air, dapat mengirimkan SMS dengan mengetik Monika ke sebuah nomor telepon, yang kemudian akan

dijawab oleh sistem komputer otomatis SMS info ketinggian air. (Harian Umum Pelita, Juni 09)

Pada saat ini Sistem Monika sedang tidak berfungsi akibat sambaran petir beberapa waktu lalu. Tidak hanya

Monika, sistem lain di DKI juga ikut terkena imbas sambaran petir ini. Menurut keterangan penjaga pintu

air, Andi Sudirman, alat ini sedang diperbaiki dan akan kembali berfungsi pada bulan September 2009.

Diharapkan sistem ini dapat berfungsi kembali dan memberikan manfaat bagi warga sekitar.

Pertemuan pra-banjir yang diadakan di Kampung

Melayu, Penjaringan, dan Cipinang Besar Utara

dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat dalam

menangani banjir yang wajib datang setiap tahun.

Pertemuan ini ditujukan untuk melihat kembali dan

mengukur kesiapan Satlinmas/STPB dan

masyarakatnya dalam menghadapi banjir. Untuk

menghadapi banjir, idealnya Satlinmas/STPB dan

masyarakat telah mempunyai tim yang kompeten,

peralatan yang cukup, dan prosedur tetap yang siap

untuk dipakai.

Masing – masing pertemuan yang diadakan di tiap

kelurahan membawa agenda yang berbeda.

Pertemuan pra-banjir yang diadakan di Penjaringan

bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan

Satlinmas terhadap bencana, meningkatkan

koordinasi di setiap pelaku masyarakat, dan

mengidentifikasi kebutuhan untuk strategi

penanganan banjir tahun 2009. Pertemuan ini

menghasilkan struktur baru Satlinmas PBP

Penjaringan yang lebih efektif sehingga setiap unit

Satlinmas PBP mempunyai rencana kerja yang jelas

untuk kesiapsiagaan banjir. Untuk itu, Satlinmas PBP

bermaksud untuk mengadakan pertemuan bulanan

yang diadakan pada minggu ketiga setiap bulannya.

Empat RW di Penjaringan juga telah bersedia untuk

berkoordinasi dalam penanganan banjir.

Di Cipinang Besar Utara, agenda pertemuan pra-banjir fokus pada

4 hal yaitu: keterkaitan sistem penanganan bencana yang sudah

ada dengan Protap, kapasitas masyarakat untuk menolong dirinya

sendiri sewaktu terjadi bencana, kecukupan peralatan, dan

koordinasi di antara pelaku penanganan bencana. Hasilnya STPB

bersama dengan Kelurahan dan RT/RW akan berkoordinasi

bersama untuk mengurangi risiko bencana. Kelurahan juga telah

membangun pusat banjir dan mengadakan gerakan kebersihan di

setiap RW. Sebagai upaya penanganan banjir juga, sistem

peringatan dini akan disebarkan melalui ulama dan RT/RW.

Lain halnya dengan Cipinang Besar Utara dan Penjaringan,

pertemuan pra-banjir yang diadakan di Kampung Melayu diawali

dengan mendiskusikan struktur Satlinmas yang baru dan kemudian

mendiskusikan peran – peran setiap unit yang ada di Satlinmas

dalam penanganan banjir.

Page 5: Info Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana · depan harus jelas dan memberi manfaat bagi orang banyak. Setelah hasil karya Satlinmas dikenal dan dipercaya, langkah Satlinmas ... melalui

SEMINAR GURU

V O L U M E 1

Siswa di sekolah merupakan salah satu kelompok yang paling rentan

sewaktu bencana terjadi. Bencana bukan saja menyebabkan kerugian

harta benda dan kehilangan akses kepada pendidikan tapi juga

menyebabkan hilangnya nyawa siswa di sekolah. Karena alasan itulah

pendidikan pengurangan risiko bencana untuk guru dan siswa menjadi hal

yang sangat penting.

Seminar guru yang diadakan oleh ACF mengundang 20 guru dari 10

sekolah di 3 kelurahan, yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan

Penjaringan. Dalam seminar ini, guru diajak untuk berpartisipasi bersama

dalam mengembangkan aksi pengurangan risiko bencana dan turut

menggandakan hasil terbaik pengurangan risiko bencana dari sekolah lain.

Seminar ini menghasilkan desain tindakan pengurangan risiko bencana

yang dapat dilakukan di tingkat sekolah sebelum, saat, dan setelah

terjadinya bencana yang terdiri dari daftar masalah yang teridentifikasi,

solusi alternatif, Siapa melakukan Apa, jadwal, dan sumber dana dari

setiap sekolah.

tang Jakarta sebagai pusat pemban-

gunan nasional yang memberikan pen-

garuh positif dan negatif, kedua adalah

kampanye masyarakat mengenai kesa-

daran terhadap tata ruang kota.

Diskusi radio tahap pertama membi-

carakan tentang tata kota vs banjir per-

kotaan di DKI Jakarta. Topik ini diangkat

untuk melihat pengaruh perkembangan

kota Jakarta sebagai pusat pemban-

gunan nasional terhadap banjir perko-

taan dan antisipasi yang telah dipersiap-

kan oleh pemerintah DKI Jakarta. Dalam

diskusi yang diadakan di Radio Sonora

ini, ACF mengundang narasumber dari

BAPPEDA DKI Jakarta sebagai pakar

pembangunan perkotaan.

Diskusi ini mencakup dua topik besar,

yang pertama adalah mendidik

masyarakat melalui materi diskusi ten-

Karena keterbatasan waktu, tidak semua

pembahasan topik kedua terselesaikan.

Namun tanggapan dari masyarakat cukup

baik terhadap kedua topik di atas. Hal ini

menandakan bahwa masih ada masyarakat

yang peduli dan ingin mengubah keadaan

lingkungan sekitarnya.

mempraktekkan hasil pelatihannya dengan menjadi pasukan yang

terlibat aktif dalam kegiatan – kegiatan sebelum, saat, dan sesudah

bencana.

Proses pelatihan respon tanggap darurat pun berjalan dengan baik dan

meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana. Para

peserta menjalani pelatihan dengan semangat tinggi sehingga tidak

merasa lelah. Kerja sama antar tim yang dilakukan oleh peserta juga

berjalan dengan baik dan peserta terlihat kompak dalam menjalankan

tugas – tugasnya selama pelatihan berlangsung.

ACF mengadakan program pelatihan respon tanggap darurat dalam

rangka melatih pasukan siap siaga menangani bencana banjir yang

terjadi di 3 kelurahan, yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara,

dan Penjaringan. Sebelum program pelatihan respon tanggap darurat

dilaksanakan, ACF terlebih dahulu melakukan perekrutan para

peserta yang dapat mengikuti program pelatihan ini.

Tujuan dari perekrutan ini adalah untuk menyaring peserta pelatihan

yang mempunyai komitmen kuat untuk membantu masyarakat dalam

kesiapsiagaan dan berbadan sehat serta masih muda. Peserta yang

telah terrpilih untuk mengikuti program ini diharapkan dapat

PELATIHAN RESPON TANGGAP DARURAT

RADIO TALK SHOW TAHAP 1

P A G E 5

”Dinas tata kota telah melakukan

pemeliharaan serta pengembangan sarana

dan prasarana drainase dan pengendali

banjir, namun ada kendala seperti hunian

liar di bantaran sungai dan waduk-

waduk” (Bappeda, 2009)

Page 6: Info Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana · depan harus jelas dan memberi manfaat bagi orang banyak. Setelah hasil karya Satlinmas dikenal dan dipercaya, langkah Satlinmas ... melalui

ACTION CONTRE LA FAIM—MISI INDONESIA

PROGRAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA

BULETIN SIAGA #1

TIM PENYUSUN :

Nina Rossiana, Fredy Chandra, Patricia Dwi

Wulandari, Ervin Ayu, Putri Sortaria

KONTAK KAMI :

Jl. Dharmawangsa IX no. 120

Kebayoran Baru

Jakarta Selatan, 12160

Tel. +62 21 7257 320, 7220 775

Fax. +62 21 7248 768

Email : [email protected]

www.actioncontrelafaim.org

www.drracfjktind.wordpress.com

www.drracfjkteng.wordpress.com

SEJARAH ACTION CONTRE LA FAIM—INDONESIA

ACF Internasional

Action contre la Faim (ACF) adalah organisasi non pemerintah yang didirikan di

Perancis untuk memberikan bantuan kepada negara-negara di seluruh dunia.

Sasaran ACF adalah melawan kelaparan dan penyakit yang mengancam hidup

manusia.

Dalam menjalani setiap kegiatan, ACF menghormati prinsip-prinsip: kebebasan,

netral, non diskriminasi, akses bebas dan langsung kepada korban,

profesionalisme, dan transparansi.

ACF di Indonesia

ACF – Indonesia berdiri sejak tahun 1998 atas permintaan dari Menteri Kesehatan

kepada ACF – Perancis untuk meningkatkan akses air bersih dan gizi di Irian Jaya.

Sejak itu, ACF – Indonesia menyediakan bantuan kepada lebih dari 350.000 orang

yang terkena dampak krisis kemanusiaan di daerah Maluku, Aceh, Jawa, dan

Sumatra.

ACF – Indonesia menjalankan programnya di 4 bidang yaitu gizi, ketahanan

pangan, air dan sanitasi, dan pengurangan risiko bencana. Di wilayah DKI Jakarta,

ACF menjalankan program pengurangan risiko bencana.

Latar Belakang Berdirinya ACF di DKI Jakarta

Jakarta merupakan wilayah yang rawan banjir karena adanya sejumlah sungai

yang melintasi kota Jakarta dan karena ada sebagian wilayah Jakarta yang

permukaannya rendah. Di samping itu, perilaku manusia dan pengaturan tata air

yang kurang baik juga merupakan penyebab utama banjir ini.

Akibat paling buruk yang pernah dialami Jakarta adalah banjir yang terjadi tahun

2002 dan 2007. Kerugian yang dialami saat banjir tahun 2002 adalah sebesar Rp.

9.9 triliun dan pada banjir tahun 2007 adalah sebesar Rp. 8.8 triliun.

ACF Indonesia 2002—2007

Untuk menindaklanjuti banjir tahun 2002, ACF dengan memperoleh dana dari

DIPECHO melaksanakan program kesiapsiagaan bencana di Kampung Melayu

yang saat itu dinilai rawan terhadap banjir.

Pada tahun 2006, ACF melakukan perpanjangan program hingga tengah tahun

2008 dan memilih tiga kelurahan yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara,

dan Penjaringan sebagai wilayah dampingannya.

ACF Indonesia 2008—sekarang

Menjelang berakhirnya program di tengah tahun 2008, ACF telah melakukan

survey lebih lanjut dalam rangka perpanjangan program. Survey tersebut

menghasilkan program yang dimulai dari tengah tahun 2008—sekarang.

Judul Program

Memperkuat integrasi pengurangan risiko bencana tingkat lokal di kelurahan

Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan.

Tujuan Program

Berkontribusi dalam pengurangan kerentanan bahaya dari masyarakat yang

tinggal di daerah perkampungan DKI Jakarta melalui sistem penanggulangan

bencana yang terintegrasi.

Jangkauan Program

• · Meningkatkan efektivitas penanggulangan risiko bencana pada tingkat

lokal melalui perencanaan/pengamatan & evaluasi yang lebih baik

• Mempromosikan pengetahuan mengenai risiko & kesadaran masyarakat

menuju kapasitas respon banjir & bahaya lainnya yang lebih baik

• Meningkatkan keamanan masyarakat & mengurangi kerugian pada level

komunitas melalui sistim peringatan dini yang terintegrasi

Hasil Program

• Menguatnya sistem pengurangan risiko bencana tingkat lokal di 3 kelurahan

• Meningkatnya pengetahuan risiko tingkat lokal (institusi dan populasi) di 3

kelurahan

• Meningkatnya kemitraan/koordinasi dan bantuan dari pemerintah lokal,

daerah, dan pemerintah terhadap inisiatif pengurangan risiko bencana

tingkat lokal

• Meningkatnya keamanan dan kesiapsiagaan masyarakat di 3 kelurahan

KOMISI BANTUAN KEMANUSIAAN UNI

EROPA (ECHO)

Komisi Bantuan Kemanusiaan Uni Eropa

(ECHO) mendanai kegiatan bantuan untuk

korban bencana alam dan konflik di luar Uni

Eropa. Bantuan disalurkan secara tidak

berpihak, langsung kepada korban, tidak

memandang ras, kelompok etnis, jenis

kelamin, usia, kebangsaan atau paham politik.

Uni Eropa adalah pendonor terbesar untuk

p e n d a n a a n o p e r a s i o n a l b a n t u a n

kemanusiaan.

Publikasi ini diterbitkan

dengan bantuan Uni

Eropa. Isi dari publikasi

ini tidak merefleksikan

pandangan Uni Eropa.