zakat sebagai pengurangan pajak

22
BAB I PENDAHULUAN Zakat yang berarti tumbuh berkembang dan sebagai suatu kesucian terhadap diri atau harta, merupakan kewajiban Islam yang banyak tercantum dalam al-quran dan hadist. Zakat adalah rukun Islam yang kelima, dan orang yang tidak mengeluarkan sebagian hartanya untuk zakat, maka akan dicela dan mendapat siksa yang keras di akhirat. Masalah zakat dan hukumnya secara syari dan perundang-undangan sudah sangat jelas, pelaksanaan kewajiban zakat tak hanya mengacu pada tuntunan Alquran dan sunah, tetapi juga Undang- Undang No 23 Tahun 2011, dan Fatwa MUI 03 Tahun 2003, sehingga memudahkan umat untuk melaksanakan kewajiban ini secara benar, konsisten, dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Di Indonesia sendiri mengenal adanya pajak sebagai salah satu kebijakan fiskal serta sumber pendapatan negara. Banyak perbedaan antara pajak dan zakat. Pajak dan zakat merupakan dua istilah yang berbeda dari segi sumber atau dasar pemungutannya, namun sama dalam hal sifatnya sebagai upaya

Upload: elsha-sophia

Post on 05-Dec-2014

70 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: Zakat Sebagai Pengurangan Pajak

BAB I

PENDAHULUAN

Zakat yang berarti tumbuh berkembang dan sebagai suatu kesucian terhadap diri atau harta,

merupakan kewajiban Islam yang banyak tercantum dalam al-quran dan hadist. Zakat adalah

rukun Islam yang kelima, dan orang yang tidak mengeluarkan sebagian hartanya untuk zakat,

maka akan dicela dan mendapat siksa yang keras di akhirat.

Masalah zakat dan hukumnya secara syari dan perundang-undangan sudah sangat jelas,

pelaksanaan kewajiban zakat tak hanya mengacu pada tuntunan Alquran dan sunah, tetapi

juga Undang-Undang No 23 Tahun 2011, dan Fatwa MUI 03 Tahun 2003, sehingga

memudahkan umat untuk melaksanakan kewajiban ini secara benar, konsisten, dan sesuai

dengan hukum yang berlaku.

Di Indonesia sendiri mengenal adanya pajak sebagai salah satu kebijakan fiskal serta sumber

pendapatan negara. Banyak perbedaan antara pajak dan zakat. Pajak dan zakat merupakan

dua istilah yang berbeda dari segi sumber atau dasar pemungutannya, namun sama dalam hal

sifatnya sebagai upaya mengambil atau memungut kekayaan dari masyarakat untuk

kepentingan sosial, zakat untuk kepentingan yang diatur oleh Allah SWT sedangkan Pajak

digunakan untuk kepentingan yang diatur Negara. Pajak dipaksa hukum Negara.

Kewajiban pajak bagi penduduk adalah bagian dari maslahah mursalah dalam konteks fikih

Islam asal tidak ada kezaliman dan mencekik para wajib pajak. Artinya, negara boleh

menariknya terhadap umat Islam asalkan diterapkan prinsip-prisnsip syariah, yaitu amanah

(kejujuran), ‘adalah (keadilan), musawah (kesamaan), tasamuh (toleransi), ta’awun (saling

membantu), takaful ijtima (tanggung jawab bersama), dan ‘adamul masyaqqah (tidak

memberatkan).

Page 2: Zakat Sebagai Pengurangan Pajak

Bila pajak dinilai memberatkan wajib pajak bahkan kezaliman, maka agama melarang

kezaliman itu, yang ada harus adil. Prinsip-prinsip yang dimaksud dalam konteks pajak di

atas ialah sebagai berikut: Amanah yang dimaksud dalam konteks pajak tentu saja berkaitan

dengan para penarik dan pengelolanya. Adalah merupakan kewajiban para penarik pajak

menyetorkan kepada negara sesuai dengan yang dihasilkannya.

Demikian pula pengelolaannya harus jelas ke mana, berapa besaranya, dan untuk apa. Bila

tidak, kasus perpajakan sebagaimana terjadi akhir-akhir ini akan terus terjadi. Kasus mafia

pajak yang selama ini menggerogoti uang negara, uang rakyat pembayar pajak, diakibatkan

oleh para pelaksananya bukan orang yang jujur (amanah), bahkan dari sini muncul para mafia

hukum yang berkaitan dengan pembebasan para narapidana pajak.

Prinsip keadilan merupakan sisi lain yang perlu diperhatikan negara dalam penarikan pajak.

Bukan hanya keadilan dalam menetapkan besarnya pajak, melainkan adil dalam distribusi

dan menetapkan para pelanggar pajak. Di sinilah tanggung jawab negara dalam mengelola

keuangan pajak yang semula rakyat, walaupun berat dan telat, tetap pajak itu dibayar sesuai

dengan perundangan yang berlaku.

Namun, bila dalam perpajakan ada kezaliman terhadap wajib pajak atau pajak digunakan

terhadap sesuatu yang diharamkan agama, itu adalah suatu bentuk kezaliman. Pajak harus

digunakan untuk kemaslahatan negara, umat, dan bangsa. Sehubungan dengan kezaliman,

Rasul pernah bersabda, “Tidak akan masuk surga pengambil usyr (sepersepuluh) penghasilan

dengan khianat”. (HR Ahmad). Bila kezaliman terjadi dalam pajak, bahkan zakat sekalipun,

maka hukumnya haram. Dan bahkan Imam az-Zahabi menyatakan bahwa itu dosa besar.

Dalam konteks perundangan di Indonesia, diwacanakan bahwa zakat akan mengurangi

pembayaran pajak. Hal ini dapat dibenarkan dan patut disambut dengan hati terbuka dan

Page 3: Zakat Sebagai Pengurangan Pajak

disyukuri agar tidak memberatkan kaum Muslim yang sudah wajib zakat dan pajak.

Sebagaimana di negara Muslim lain, ada yang sudah menerapkan model pajak dan zakat,

sehingga zakat sudah dipisahkan langsung oleh negara.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pajak dan zakat sama-sama merupakan kewajiban dalam bidang harta, namun keduanya

mempunyai karakteristik yang berbeda. Ada beberapa persamaan antar zakat dan pajak,

namun juga banyak perbedaan di dalamnya. Ada sebagian pendapat dari umat Islam yang

beranggapan bahwa kalau sudah mengeluarkan pajak tidak usah bayar zakat, padahal dalam

Alquran jelas syariat tentang zakat dan diulang berkali-kali dalam Alquran.

Menurut definisi ahli keuangan, pajak adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib

pajak, yang harus disetorkan kepada Negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat

prestasi kembali dari Negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

di satu pihak dan untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan

lain yang ingin dicapai oleh Negara. Adapun zakat menurut para ahli fikih, ialah hak tertentu

yang diperuntukan bagi mereka, yang dalam Alquran disebut kalangan fakir miskin, dan

mustahik lainnya sebagai tanda syukur kepada Allah dan untuk mendekaatkan diri

kepadaNya.

Dari definisi di atas kita mendapatkan beberapa persamaan dan perbedaan dalam pajak dan

zakat. Adapun titik persamaan tersebut diantaranya; Pertama, adanya unsur paksaan dalam

pajak dan zakat dalam pengumpulannya. Kedua, Bila pajak harus disetor kepada lembaga

Negara, yaitu kantor pajak di bawah departemen keuangan, maka zakatpun sama dipungut

Page 4: Zakat Sebagai Pengurangan Pajak

oleh Negara lewat Badan Amil Zakat. Ketiga, bagi pembayar baik pajak maupun zakat tidak

mendapatkan imbalan tertenu dari harta yang dikeluarkannya, melainkan hanya berupa

fasiitas umum dan perlindungan dari Negara dan pemerintahan, sama halnya dengan zakat,

seseorang berzakat dikarenakan ingin mendapat ridho Allah dan mendapatkan keamanan dan

solidaritas dari saudaranya sesama muslim, keempat, pajak memiliki tujuan kemasyarakatan,

ekonomi dan politik disamping tujuan keuangan, maka zakat pun memiliki tujuan lebih luas

dari pajak, yang mana tujuan zakat berpengaruh terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat.

Adapun beberapa perbedaan zakat dengan pajak adalah sebagai berikut:

Dari namanya

Adapun makna zakat, artinya suci, tumbuh dan berkah. Dengan zakat harta menjadi bersih,

tumbuh dan berkah, juga jiwanya menjadi suci dan tenang. Seperti firmanNya, “Allah

memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah (zakat)”. Juga dalam firmanNya “Ambilah

sedekah dari sebahagian harta mereka, dengan harta itu kamu membersihkan dan

mensucikannya”.

Sedangkan pajak dalam bahasa Arab dari kata dharibah dari kata dharaba yang artinya utang,

pajak tanah atau upeti juga berarti memukul dan sebagainya. Jadi pajak adalah sesuatu yang

menjadi beban, termasuk dalam pengeritan tersebut apa yang dikatakan Alquran “dhuribat

alaihim adzillatu wal maskanatu”. Artinya “Dan ditimpakan kepada mereka kehinaan dan

kemiskinan”. Dimana makna dhuribat artinya beban yang ditimpakan. Biasanya orang

membayar pajak itu menjadi beban yang harus dikeluarkan, adapun zakat biasanya

dikeluarkan karena keikhlasan.

Zakat merupakan ibadah yang diwajibkan kepada orang Islam dan merupakan rukun Islam

yang ketiga, dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah dan manifestasi dari keimanan

Page 5: Zakat Sebagai Pengurangan Pajak

seseorang. Adapun pajak semata-mata hanya kewajiban Negara dan tidak ada hubungannya

dengan ibadah dan pendekatan diri kepada Allah. Karena zakat adalah ibadah umat Islam

maka tidak diwajibkan kepada umaat selain Islam, tetapi pajak adalah kewajiban seluruh

warga Negara. Batas nisab dan ketentuannya

Dari hakekat dan tujuannya

Zakat adalah hak yang ditentukan Allah sebagai pembuat syariat, maka nisabnya pun sudah

ditentukan lewat RasulNya, tergantung objek zakatnya ada yang 20%, 10%, 5%, 2.5% dan

sebaginya sesuai dengan objek zakatnya, dan tidak ada seorang pun boleh merubah ketentuan

tersebut. Adapun pajak tergantung kepada kebijakan dan ketentuan pemerintah dan bisa

berubah-ubah setiap saat, bahkan Negara atas kesepakatan bersama bisa menghapus pajak.

Mengenai kelestarian dan kelangsungannya

Zakat akan terus ada kewajibannya sampai akhir zaman, bersifat tetap dan terus-menerus,

tidak ada seorangpun yang boleh menghapus kewajiban zakat. Adapun pajak tidak memiliki

sifat yang tetap dan terus-menerus, baik mengenai macamnya, prosentasenya dan kadarnya.

Tiap pemerintah dapat mengurangi, menambah dan bahkan menghapuskanya.

Mengenai Sasarannya

Zakat mempunyai sasaran khusus yang ditetapkan oleh Allah dalam Alquran dan dijelaskan

oleh Rasulullah yaitu untuk fakir, miskin, amil, mualaf, hamba sahaya, orang yang berhutang,

fii sabilillah dan ibnu sabil. Adapun pajak dikeluarkan untuk membiayai pengeluaran umum

Negara, yang sudah ditetapkan oleh Negara.

Page 6: Zakat Sebagai Pengurangan Pajak

Maksud dan tujuan

Zakat memiliki tujuan spiritual dan moral lebih tinggi dari pajak, oleh sebab itu banyak kita

temukan orang lebih jujur membayar zakat daripada membayar pajak, karena mereka

beranggapan akan berdosa jika curang membayar zakat, beda halnya dengan pajak, mereka

jika tidak membayar pajak takut atas ketentuan Negara. Biasanya para pengusaha dan wajib

pajak dengan jumlah besar melakukan berbagai cara untuk mengecilkan pajak seperti yang

terjadi di Indonesia saat ini dengan terkuaknya berbagai skandal pajak akhir-akhir ini.

BAB III

PEMBAHASAN

Dalam setiap agama yang ada di Indonesia memang berlaku berbagai ketentuan berbeda

terkait kewajiban keagamaan. Dalam agama Islam misalnya, ada kewajiban mengeluarkan

zakat sebesar 2,5%, dan dalam agama Kristen ada kewajiban pembayaran persepuluhan

sebesar 10%.

Kewajiban mengeluarkan zakat ini didasarkan pada Al-Quran surat Al Baqarah: 267 yang

menentukan bahwa setiap pekerjaan yang halal yang mendatangkan penghasilan, setelah

dihitung selama satu tahun hasilnya mencapai nisab (senilai 85 gram emas) maka wajib

dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% (sumber: Badan Amil Zakat Nasional).

Mengenai proses hingga zakat mengurangi pembayaran pajak (dalam hal ini pajak

penghasilan), hal ini sudah diatur sejak adanya UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan

Zakat (“UU 38/1999”), dan kemudian lebih dipertegas oleh UU Zakat yang terbaru yang

Page 7: Zakat Sebagai Pengurangan Pajak

menggantikan UU 38/1999 yaitu UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (“UU

23/2011”).

Latar belakang dari pengurangan ini dijelaskan dalam penjelasan Pasal 14 ayat (3) UU

38/1999 bahwa pengurangan zakat dari laba/pendapatan sisa kena pajak adalah dimaksudkan

agar wajib pajak tidak terkena beban ganda, yakni kewajiban membayar zakat dan pajak.

Ketentuan ini masih diatur dalam UU yang terbaru yakni dalam Pasal 22 UU 23/2011:

“Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari

penghasilan kena pajak.”

Hal ini ditegaskan pula dalam ketentuan perpajakan sejak adanya UU No. 17 Tahun 2000

tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yakni diatur

dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a nomor 1 yang berbunyi:

“Yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah: bantuan sumbangan, termasuk zakat yang

diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh

Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.”

Dalam ketentuan pasal tersebut baru diatur secara eksplisit bahwa yang tidak termasuk objek

pajak adalah zakat. Sedangkan, pengurangan pajak atas kewajiban pembayaran sumbangan

untuk agama lain belum diatur ketika itu. Hal ini memang berpotensi menimbulkan

kecemburuan dari agama lain yang juga diakui di Indonesia.

Dengan dikeluarkannya UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7

Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU Pajak Penghasilan”) pasal tersebut mengalami

perubahan sehingga berbunyi:

“Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

Page 8: Zakat Sebagai Pengurangan Pajak

bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga

amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima

zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang

diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan

oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang

ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.”

Ketentuan serupa ditegaskan pula dalam Pasal 9 ayat (1) UU Pajak Penghasilan.

Selain itu, Pasal 1 ayat (1) PP No. 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan

yang Sifatnya Wajib yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto juga menentukan:

“Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari

penghasilan bruto meliputi:

a. Zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk

agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh

pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang

dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; atau

b. Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi Wajib Pajak orang pribadi pemeluk

agama selain agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang

dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam, yang diakui di Indonesia yang

dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh

Pemerintah.”

Sedangkan, badan/Lembaga yang ditetapkan sebagai penerima zakat atau sumbangan

keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 yang berlaku sejak tanggal 11

Page 9: Zakat Sebagai Pengurangan Pajak

Juni 2012 yang sebelumnya diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-

33/PJ/2011, yang di antaranya adalah: Badan Amil Zakat Nasional, LAZ Dompet Dhuafa

Republika, LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia, Lembaga Sumbangan Agama Kristen

Indonesia (LEMSAKTI), dan Badan Dharma Dana Nasional Yayasan Adikara Dharma

Parisad (BDDN YADP) - yang keseluruhannya saat ini berjumlah 21 badan/lembaga.

Karena semua peraturan yang telah disebutkan di atas telah berlaku efektif, maka ketentuan

pengecualian zakat atau sumbangan wajib keagamaan dari objek pajak sudah berlaku efektif

di Indonesia.

Mekanisme pengurangan zakat dari penghasilan bruto ini dapat kita temui dalam Peraturan

Dirjen Pajak No. PER-6/PJ/2011 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan

Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib

yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto sebagai berikut:

Pasal 2

(1). Wajib Pajak yang melakukan pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang

sifatnya wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib melampirkan fotokopi bukti

pembayaran pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak

dilakukannya pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib.

(2). Bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :

a. dapat berupa bukti pembayaran secara langsung atau melalui transfer rekening bank,

atau pembayaran melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM), dan

b. paling sedikit memuat:

Page 10: Zakat Sebagai Pengurangan Pajak

1) Nama lengkap Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

pembayar;

2) Jumlah pembayaran;

3) Tanggal pembayaran;

4) Nama badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan yang

dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan

5) Tanda tangan petugas badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga

keagamaan, yang dibentuk atau disahkan Pemerintah, di bukti pembayaran,

apabila pembayaran secara langsung; atau

6) Validasi petugas bank pada bukti pembayaran apabila pembayaran melalui

transfer rekening bank.

Pasal 3

Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dapat dikurangkan dari

penghasilan bruto apabila :

a. tidak dibayarkan oleh Wajib Pajak kepada badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau

lembaga keagamaan, yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan/atau

b. bukti pembayarannya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2 ayat (2).

Pasal 4

Page 11: Zakat Sebagai Pengurangan Pajak

(1). Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak

Penghasilan Wajib Pajak yang bersangkutan dalam Tahun Pajak dibayarkan zakat atau

sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tersebut.

(2). Dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan, zakat atau sumbangan

keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana ayat (1) dilaporkan untuk menentukan

penghasilan neto.

BAB IV

KESIMPULAN

Jadi, sesuai uraian di atas, pemberian zakat memang dapat mengurangi pajak, karena zakat

dikecualikan dari objek pajak. Pengurangan pajak ini juga berlaku atas sumbangan wajib

keagamaan bagi pemeluk agama lain yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga

keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima

sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Pemerintah. Dan peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di atas telah berlaku

efektif di Indonesia, demikian pula dengan mekanisme yang telah diaturnya.

Dasar hukum:

1. Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat;

2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 7 Tahun 1983

tentang Pajak Penghasilan;

Page 12: Zakat Sebagai Pengurangan Pajak

3. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983

tentang Pajak Penghasilan;

4. Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat;

5. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang

Sifatnya Wajib yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto;

6. Peraturan Dirjen Pajak No. PER-6/PJ/2011 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan

Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib

yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto;

7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER- 33/PJ/2011 tentang Badan/Lembaga yang

Dibentuk atau Disahkan oleh Pemerintah yang Ditetapkan Sebagai Penerima Zakat atau

Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan

Bruto;

8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tentang Perubahan Peraturan

Direktur Jenderal Pajak No. PER-33/PJ/2011 tentang Badan/Lembaga yang Dibentuk atau

Disahkan oleh Pemerintah yang Ditetapkan Sebagai Penerima Zakat atau Sumbangan

Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

Menurut pengalaman di Malaysia, dengan perlakuan zakat sebagai bagian dari setoran pajak

ternyata jumlah penerimaan pajak meningkat dan penerimaan zakat juga. Fakta ini

merupakan bukti bahwa ketentuan agama Islam itu adalah rahmatan lil alamiin, yang kadang

tidak mengikuti rasionalitas manusia yang terbatas.

Page 13: Zakat Sebagai Pengurangan Pajak

DAFTAR PUSTAKA

Zakhiyah Solikhah., Kolaborasi Pajak dan Zakat Sejahterakan Umat.

http://www.pajak.go.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=10198:pajak-dan-zakat&catid=87:Berita

%20Perpajakan&Itemid=123. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2012.

Mas’udi, Masdar F.., 2010. Pajak Itu Zakat, Uang Allah Untuk Rakyat.

Bandung: Mizan

Muktiyanto, Ali & Hendrian. Zakat sebagai Pengurang Pajak.

http://www.lppm.ut.ac.id/htmpublikasi/04-ali.pdf. Diakses pada tanggal 20 Oktober

2012.

Djuanda, Gustian., 2006. Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan. Jakarta:

Rajawali Press.

Qardhawi, Yusuf. 2009. Hukum Zakat. Jakarta: Litera Antar Nusa.

Page 14: Zakat Sebagai Pengurangan Pajak

Seminar Ekonomi Islam

ZAKAT SEBAGAI PENGURANGAN PAJAK

Oleh :

Page 15: Zakat Sebagai Pengurangan Pajak

ELSHA SOPHIA 041014150

Ekonomi Islam

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Airlangga

2013