zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak
TRANSCRIPT
ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK
( Studi Terhadap Pelaksanaan Undang-undang Zakat di Kabupaten Bekasi )
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Mariah
NIM : 107044101907
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1432H/2011M
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
Tiada kata selain rasa syukur yang paling dalam kehadirat Allah swt, atas
hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang sangat
sederhana ini dengan baik dan tepat waktu. Salawat dan salam semoga tetap tercurah
limpahkan kepada Rasul-Nya Nabi Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat dan
pengikutnya sampai akhir zaman.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui hambatan dan
cobaan. Walaupun harus melalui proses yang cukup sulit dan rumit, namun berkat
hidayah dan inayah Allah swt sebagai manifestasi kasih sayang-Nya, penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan Penulis sadar dengan sepenuh hati bahwa skripsi ini
hanyalah setitik debu untuk menuju jalan kesuksesan. Penulis juga sadar sepenuhnya
bahwa diri ini berutang budi kepada banyak pihak yang telah membantu langsung
maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga ingin mengucapkan
rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada para pihak yang telah berjasa, baik
berupa bimbingan, arahan serta bantuan yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu penulis patut menghaturkan
ucapan terima kasih serta penghargaan yang tinggi kepada:
iv
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhamad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs., H. A. Basiq Djalil, SH., selaku Ketua Jurusan dan ibu Hj.
Rosdiana, MA., sebagai Sekertaris Jurusan Program Studi Ahwal Al-
Syakhsyiah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak. Dr. Abdurrahman Dahlan,M.A., Selaku Dosen Pembimbing yang
telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, fikiran dan kesabarannya untuk
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini dari awal
hingga akhir.
4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang tidak bias disebutkan satuu
persatu yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan studi di kampus ini.
5. Bapak pimpinan dan staf karyawan perpustakaan utama, perpustakaan
Syariah dan Hukum universitas Islam (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan
yang telah membantu dan menyediakan bahan-bahan bacaan untuk penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ayahanda H.Maman dan Ibunda Hj.Nuryanah tercinta atas pengorbanan dan
cinta kasihnya baik moril dan materill, serta doa yang tak terhingga sepanjang
masa untuk keberhasilan studi Penulis. Segala hormat Penulis sembahkan.
Tidak lupa kakanda Marini, S.Pd.I dan adinda Maruli, marsan Al-mudzaki,
v
Mardli As-sirajy yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada
penulis hingga penulis berhasil menyusun skripsi ini.
7. Bapak Solahudin Sebagai Kabag.Humas Direktorat Pajak dan Bapak Teten
Kustiawan sebagai Wakil Bendahara BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)
yang telah bersedia memberikan waktunya untuk diwawancarai.
8. Teman-temanku tercinta, teman-teman seperjuangan di Peradilan Agama A
dan B angkatan 2007, semuanya yang tidak biasa disebutkan satu persatu,
yang senantiasa menebarkan benih-benih keceriaan dalam bingkai
kebersamaan. Semoga ukhuwah dan pertemanan yang kita jalin berjalan
dengan baik selamanya
9. Sahabat Delimaku, Astrian Widiyantri, Desi Amalia, Tajul Mutaqin, Laila
Wahdah dan Mariam Mahdalina, yang selalu berbagi dalam suka dan duka,
yang setia mendengarkan keluh kesah penulis dan selalu siap membantu
penulis ketika penulis mengalami kesulitan. Terimakasih atas persahabatan
dan dukungan yang kalian berikan. Semoga persahabatan kita abadi
selamanya sampai tua nanti.
10. Rekan-rekan Pondok Pesantren Daar el-Hikam: Abi-Umi, teh ai oweng,
njenk,teh imas, dinah, eva, Khususnya orang-orang yang menyayangiku dan
masih banyak lagi yang tidak dapat disebut satu persatu, sehingga
menimbulkan kesan tertentu kepada penulis.
Hanya kepada Allah-lah penulis berharap dan berdo’a agar beliau-beliau
mendapat balasan dari Allah dengan sebaik-baik balasan. Amin……..
vi
Suatu kenyataan yang tak terpungkiri lagi terhadap kekurangan dan
kebodohan diri Penulis dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, untuk itu kritik
dan saran konstruktif selalu Penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan
datang.
Akhirnya hanya kepada Allah Penulis memohon dan berharap, semoga skripsi
yang sederhana ini ada guna dan manfaatnya, baik untuk pribadi Penulis maupun bagi
mereka yang mencintai ilmu pengetahuan, serta bagi generasi penerus. Amin ya
Rabbal ‘Alamin
Sebagai kata akhir, penulis panjatkan doa semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amin.
Jakarta, 04 Juli 2011
( Penulis )
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 9
D. Review Studi Terdahulu .......................................................... 10
E. Kerangka Teori ........................................................................ 11
F. Metodologi Penelitian ............................................................. 13
G. Sistematika Penulisan .............................................................. 15
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT
A. Pengertian ............................................................................... 18
B. Dasar Hukum .......................................................................... 19
C. Tujuan, Hikmah dan Hakikat .................................................. 23
D. Harta yang Wajib Dizakati ....................................................... 26
E. Sasaran Zakat ........................................................................... 29
viii
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PAJAK
A. Pengertian ............................................................................... 32
B. Dasar Hukum .......................................................................... 33
C. Jenis-jenis ................................................................................ 35
D. Fungsi dan Pengaruhnya di Masyarakat .................................. 37
E. Syarat-syarat Pemungutan ...................................................... 39
F. Perbandingan antara Zakat dan Pajak ..................................... 41
BAB IV ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA
PAJAK
A. Zakat dalam Yurisdiksi Pajak Penghasilan .............................. 45
B. Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) ...... 48
C. Penghitungan Zakat dan Pajak Penghasilan ............................ 52
D. Analisis Penulis ........................................................................ 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 64
B. Saran-saran ............................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Surat Kesedian menjadi Pembimbing Skripsi
2. Surat Mohon Data atau Wawancara kepada Pimpinan BAZNAS Jakarta Pusat
atau wawancara Kepada Bagian Humas Direktorat jendral Pajak
3. Surat Mohon Data
ix
4. Surat keterangan wawancara Kantor Direktorat jendral Pajak
5. Hasil wawancara Kantor Direktorat jendral Pajak
6. Surat Keterangan Wawancara BAZNAS ( Badan Zakat Nasional )
7. Hasil Wawancara BAZNAS ( Badan Zakat Nasional )
8. Contoh Lembar SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib PajakPribadi
9. Contoh Lembar Bukti Setor Zakat BAZNAS ( Badan Amil Zakat NAsional)
10. Contoh KArtu Nomor Pokok Wajib Zakat
11. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000
12. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999
13. Peraturan Mentri Keuangan Nomor 254 /PMK.03/2010
14. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Pengertian Zakat
Zakat berasal dari Bahasa Arab زآ�ة kata ini bersumber dari fi’il kata
kerja yang berarti tumbuh,berkembang,suci atau bersih.Imam Abu bakar bin
Muhamad Al-Husainiy mengatakan:
������ � �� ������ ��� ������� �������� ���������� ��� !�� �"�� #$�%�&�� �'�(�� �) *+� ,�-�. � /�0����1�� �2�����3�4 ����� �� ��� !�� 56���� �7���8�4 �9�:� �( �. �;�<������4 �2����������
���1��!��.١ Zakat menurut pengertian syara’(terminology)adalah suatu nama yang
khusus untuk menentukan kadar harta benda yang akan diserahkan kepada
ashnaf (golongan) tertentu dengan syarat-syarat ( yang tertentu pula )
dinamakan zakat karena harta benda itu tumbuh dan mengandung barakah
ketika dikeluarkan dan ketika didoakan oleh orang-orang yang menerimanya.
Sayyid Sabiq mengatakan :
�9�:� �(�. *+����&>!�� �?�@ �?� A�B *C� DE�F �"�� 6� G�H�I!�� �J�0������ � �� �'�(�� �� �K���� �L����:��!� �4 � /�:� ���B�. �M!>���� �2�:�����B �. �2�����3!�� *+� 0�$ �"�� � /�:�N 6��O�� � �� P�� ��Q
��� ����� �"�� R��S���1!��� � /�H�I�N T2�����3!��� ��$� /U�V���. W+� ����� ���X�..٢
11 Bakar,Abu bin Muhamad Al-Husainy, Kifayatul Akhyar fii-halli Ghaayatil Ikhtishaar, (Semarang: Thaha Putra, 2001) h.172
2 Al-Sayyid,Sabiq, Fiqh al- Sunnah, Juz I, (Libanon: Daarul Fikr, 1400 H/1980) h.276
2
Zakat merupakan suatu nama ( yang ditetapkan ) kepada sesuatu benda
yang dikeluarkan oleh manusia dari hak Allah kepada fakir miskin.dinamakn
zakat karena keberadaannya mengandung harapan barakah,kebersihan jiwa
dan pertumbuhan kebaikan.maka hal tersebut dinamakan zakat karena
mengandung pengertian tumbuh,bersih dan berakah. yang cukup senisab dan
berkewajiban agar mengeluarkannya karena hal itu termasuk salah satu rukun
Islam yang kelima.
kelebihan ajaran zakat poin-poin lain dari rukun Islam diatas bahwa
hanya zakat lah yang memiliki dimensi sosial yang kental.oleh sebab itu zakat
dalam mata rantai peningkatan kesejahteraan umat Islam tidak akan mungkin
diremehkan.dalam fikih masalah zakat ditempatkan pada kitab kedua dari
Rubb al-ibadah,dengan demikian ibadah zakat mudah diketahui secara
otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keIslaman seseorang (
ma’lum min al-din bi al-darurah).3
Namun dalam perjalanan sejarah masyarakat Islam ajaran zakat
dengan dimensi yang dimiliki sepertinya tercecer dari perhatian umat
Islam.zakat menjadi apa yang di sebut sebagai ibadah mahdhah pribadi-
pribadi kaum muslimin dari suatu ajaran yang luas dan mendalam yang
3Ali yafie, Menggagas Fikih Sosial dari Soal Lingkungan Hidup Asuransi Hingga Ukhuwah,(
Bandung: Mizan, 1995), cet.ke-3 h.231
3
dikembangkan Rosul dan sahabat,zakat menjadi ajaran yang sempit bersama
mundurnya umat Islam dan menurunnya kemauan berpikir4
2. Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara( peralihan kekayaan
partikelir kesektor) berdasarkan undang-undang(dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbalik (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjukan
dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum(publieke
uitgaven).5
Pajak menurut ahli keuangan ialah kewajiaban yang ditetapkan
terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada Negara sesuai dengan
ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari Negara dan hasilnya untuk
membiayai pengeluaran umum di satu pihak untuk merealisir sebagian tujuan
ekonomi, sosial, politik, dan tujuan- tujuan lain6.
Akan tetapi Undang-undang perpajakan No.36 tahun 2008
merumuskan pengertian pajak bab I pasal I sebagai berikut:“Pajak
penghasilan dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorang dan badan
4Sofyan Idris, Gerakan Zakat dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat Pendekatan Transformati,( Jakarta: PT.Citra Putra bangsa,1997), cet.Ke-I h.76
5 Rahmat Soemitro, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan th 1944,seperti dalam
Munawir, Perpajakan (Yogyakarta: liberty 1992)h.57 6 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa,1988), h.999
4
berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu
tahun.”7
Dari pemaparan diatas maka zakat dan pajak sama-sama kewajiban yang
harus dilaksanakan namun Dualisme pemungutan ini pada gilirannya tentu akan
menyulitkan pemilik harta atau pemilik penghasilan. Kontraksi dana dengan
dualisme sistem ini potensial menimbulkan efek yang kontra produktif dalam
konteks mensejahtarakan rakyat.
Dengan diberlakukannya Undang-undang No.38 Tahun 1999 dan Undang-
undang Nomor 17 Tahun 2000, secara eksplisit diakui adanya perbedaan antara
zakat dengan pajak. Pemberlakuan dua undang-undang tersebut memisahkan
dengan tegas antara kewajiban menunaikan zakat bagi umat Islam dan kewajiban
pajak bagi wajib pajak. Namun aspek efektivitas penarikannya bagi
perekonomian, pengakuan pengeluaran zakat dalam akuntansi pajak dan metode
pengkreditan zakat atas pajak atau metode pengkreditan pajak atas zakat. Cita-cita
paling mendasar dari pembentukan negara adalah agar negara mampu melindungi
dan mensejahterakan warga dan rakyatnya. Zakat dan pajak memiliki peluang
yang sama sebagai alat negara untuk mewujudkan cita-citanya
Memperbincangkan relasi zakat dan pajak di Indonesia adalah sebuah hal
penting, karena beberapa hal berikut ini :
7Redaksi PT.Ichtiar baru-van heove, Himpunan Peraturan PerUndang-undangan RI,(Jakarta: PT.Intermasa, 1989)
5
a. Keduanya merupakan hal yang signifikan di dalam upaya pensejahteraan
rakyat, karena kenyataan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan
kenyataan lain bahwa pajak adalah primadona penerimaan negara.
b. Keduanya memiliki kesamaan. Qardhawi mengungkapkan persamaan antara
zakat dan pajak dalam beberapa hal ; (a) keduanya memiliki unsur paksaan,
(b) keduanya harus di setorkan kepada lembaga masyarakat (negara), (c)
keduanya tidak menyediakan imbalan tertentu, (d) keduanya memiliki tujuan
ke masyarakatan, ekonomi, politik di samping tujuan keuangan.
c. Keduanya memiliki perbedaan. Masih menurut Qardhawi, keduanya memiliki
perbedaan dalam beberapa hal yakni dalam hal nama dan etikatnya, dalam hal
hakikat dan tujuannya, dalam hal nisab dan ketentuannya, dalam hal
kelestarian dan kelangsungannya, dalam hal pengeluarannya, dalam hal
hubungan dengan penguasa dan dalam hal maksud dan tujuannya.8
Pada saat di undangkan, namun terdapat kendala pelaksanaan UU No 38
tahun 1999 yang menyebutkan bahwa Zakat yang telah di bayarkan kepada Badan
Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat di kurangkan dari laba / pendapatan sisa
kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Karena UU pajak penghasilan yang berlaku
saat itu belum terdapat ketentuan yang mengatur perihal zakat.Oleh sebab itu di
tetapkan UU Nomor 17 tahun 2000 yang di berlakukan mulai tahun 2001 tentang
perubahan Ketiga atas UU Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan,
8 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa,1988), h.995
6
menegaskan bahwa zakat atas penghasilan yang nyata-nyata di bayarkan kepada
Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang di bentuk dan di sahkan oleh
pemerintah dapat di kurangkan atas penghasilan kena pajak dalam perhitungan
pajak penghasilan orang pribadi maupun badan dan zakat bukan merupakan objek
pajak bagi si penerima zakat.
Dalam kaitan ini, penetapan UU No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan
zakat dan UU No 17 tahun 2000 (sebagai perubahan atas UU No 7 tahun 1983)
tentang pajak penghasilan dapat di pandang sebagai langkah maju menuju sinergi
zakat dengan pajak.
Pertama, UU No 38 / 1999 telah mengakui bahwa sesungguhnya zakat adalah
kewajiban yang harus di tunaikan oleh setiap muslim warga negara Indonesia
yang mampu. UU ini memang tidak menyebut hukuman bagi yang melanggar
kewajiban zakat, tetapi setidaknya pemerintah telah eksplisit bertanggung jawab
memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki, mustahik
dan amil zakat.
Kedua, pemerintah telah melibatkan diri lebih jauh dalam pengelolaan zakat
dengan membentuk Badan Amil Zakat (BAZ) di berbagai tingkat kewilayahan
dari kecamatan hingga nasional. Pemerintah juga mengukuhkan dan mengawasi
Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang di bentuk secara swadaya oleh masyarakat
sehingga pengelolaan dana zakat dapat lebih di pertanggungjawabkan.
Ketiga, seperti di sebutkan dalam UU No 38/1999 bahwa zakat yang telah di
bayarkan kepada BAZ atau LAZ akan di kurangkan terhadap laba / pendapatan
7
sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan. Di dalam UU No 17/2000
juga ditetapkan bahwa zakat atas penghasilan yang nyata- nyata di bayarkan
secara resmi oleh wajib pajak Orang Pribadi pemeluk Islam atau wajib Pajak
badan dalam Negeri yang di miliki kaum muslimin, dapat di kurangkan atas
penghasilan kena pajak. Dengan kata lain, sebagaimana yang di atur dalam
keputusan Dirjen Pajak No KEP- 542/PJ/2001 bahwa zakat atas penghasilan
dapat di kurangkan atas penghasilan netto.
Dengan demikian dalam rangka meningkatkan semangat berzakat
dikalangan umat Islam khususnya berkaitan dengan posisi zakat dalam kehidupan
bernegara, ijtihad bahwa zakat bisa menjadi pengurang penghasilan kena pajak
merupakan sebuah keberanian sendiri,adanya kenyataan di Malaysia bahwa zakat
bisa menguranhi pajak menjadi sebuah inspirasi Indonesia untuk membuat
Undang-undang penglolaan zakat No.38 tahun1999 pasal 14 ayat 3 yang
berbunyi:
“Zakat yang telah dibayarkan kpada Badan Zakat nasional atau Lembaga Amil Zakat dikurangkan dari laba atau pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesua dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. yang kemudian juga dikuatkan dengan undang-undang No.36 tahun 2008 tentang
Pajak penghasilan terutaman pasal 9 ayat 1 huruf g yang berbunyi:
“Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah”.
8
Dengan demikian penelitian posisi zakat yang dikaitkan dengan pajak
dalam kasus Indonesia yang memberikan peluang bagi umat Islam yang
menunaikan zakat untuk dapat mengurangkan zakat yang dibayar itu kepada
penghasilan kena pajak kiranya sangat penting untuk ditelaah lebih lanjut
sehingga dapat memberikan pemahaman yang utuh dan akurat kepada
masyarakat.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih akurat dan terarah sehingga tidak
menimbulkan masalah baru serta pelebaran secara meluas maka penulis akan
membatasi permasalahan ini sebagai berikut:
a. Zakat dalam skripsi ini dibatasi pada zakat mal
b. Penghasilan kena pajak dalam skripsi ini dibatasipada pajak penghasilan
c. Undang-undang di Indonesia dibatasi pada Undang-Undang No.38 Tahun
1999 dan Undang-undang No.17 tahun 2000 serta Peraturan Menteri
Keuangan No.254/PMK.03/2010 dan Peraturan Pemerintah No.60tahun
2010.
2. Perumusan Masalah
Umat Islam diwajibkan membayar dua hal dari kewajibannya, yaitu
pajak untuk Negara, dan zakat untuk mustahiq dalam Agama Islam.
Masalahnya dapatkah zakat mengurangi kewajiban penghasilan kena pajak.
9
Hal ini sangatlah penting untuk ditelaah lebih lanjut sehingga dapat
memberikan pemahaman yang utuh dan akurat kepada masyarakat.
Untuk memperjelas masalah ini, maka penulis merumuskan penelitian
ini sebagai berikut:
a. Dapatkah Zakat Menjadi Pengurang Pajak ?
b. Bagaimana Pelaksanaan Kebijakan Zakat sebagai Pengurang Penghasilan
Kena Pajak di Indonesia ?
c. Bagaimana Pelaksanaan Administratif Zakat sebagai Pengurang
Penghasilan Kena Pajak di Indonesia Khususnya Kabupaten Bekasi ?
Dengan pembatasan dan perumusan masalah di atas, diharapkan
skripsi ini dapat menjelaskan sesuai dengan tema yang penulis ambil,
yaitu“Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak (Studi Terhadap
Pelaksanaan Undang-undang Zakat di Kabupaten Bekasi”.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Seiring dengan pembatasan dan perumusan masalah di atas, maka
yang akan menjadi tujuan dari penelitian skripsi ini adalah:
a. Untuk mengetahui dapatkah zakat menjadi pengurang pajak
b. Untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan zakat sebagai pengurang
penghasilan kena pajak di Indonesia.
c. Untuk mengetahui pelaksanaan administratif zakat sebagai pengurang
penghasilan kena pajak.
10
2. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dari pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi
pembaca pada umumnya dan mahasiswa UIN pada khususnya.
b. Untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
hukum yang menyangkut hal zakat dan pajak.
c. Sebagai bahan referensi bagi masyarakat yang ingin tahu kewajiban-
kewajibannya dalam mentaati hukum tanpa ada salah satu yang
ditinggalkan.
D. Review Studi Terdahulu
Penulis menemukan beberapa judul skripsi yang pernah ditulis oleh
mahasiswa sebelumnya dan buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi yang
akan diteliti oleh penulis yang sekiranya dapat dijadikan sebagai studi review,
yaitu:
1. Judul : “Pemberdayaan Zakat Modern Pada Yayasan Baitul Maal Bank
Rakyat Indonesia.” Penulis : Abdul Barri/fakultas Syariah dan
Hukum/jurusan keadministrasian Islam/tahun 2007.
Skripsi ini membahas seputar bagaiman pemberdayaan zakat modern pada
yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia.
2. Buku hasil karya Masdar F Mas’udi yang berjudul”Agama,Keadilan,Risalah
Zakat (Pajak) dalam Islam”Inti dari tulisan ini adalah pejabaran posisi zakat
dalam struktur ke Islaman dengan mengaca pada pengalaman 12 abad,dia
11
menyatakan bahwa ajaran zakat telah ”kehilangan hampir segala-
galanya”sejak munculnya pandangan formalistik meskipun sudah ada upaya
untuk menyelesaikan gejala ini,namun Masdar masih menganggapnya awet
dan tak kunjung selesai.
3. Buku Hasil karya M.Djamal “Membangun Ekonomi Umat Melalui
Pengelolaan Zakat”.ini merupakan doa yang menginginkan pengumpulan
zakat dengan sistem administrasi pajak dan upaya untuk melepas umat Islam
dari kewajiban ganda yakni kewajiban membayar zakat disamping pajak
Studi review yang diambil dari dua buku diatas dapat diambil benang
merah oleh penulis setelah adanya Undanng-undang kebijakan pengurang
penghasilan kena pajak karena telah membayar zakat,kenyatan ini merupakan
prestasi yang hendaknya ditindak lanjuti hingga mencapai harapan ideal seperti
Negara Malalysia yang dijadikan sebagai tolak ukurnya yakni zakat bisa
mengurangi pajak bukan penghasilan kena pajak saja.
E. Kerangka Teori
Zakat adalah hak tertentu yang diwajibkan oleh Allah pada harta orang
Islam untuk diberikan kepada pihak-pihak yang telah ditentukan oleh Allah. Dan
pajak sebagai fungsi alat Negara untuk melakukan retribusi pendapatan kekayaan
berhadap-hadapan dengan fungsi zakat yang secara subtansi terdapat beberapa
kemiripan. maka timbul Undang-undang pengelolaan zakat No.38 tahun 1999.
Akan tetapi pelaksanaan Undang-undang No.38 tahun 1999 belum
terealisasikan karena Undang-undang pajak penghasilan yang berlaku saat itu
12
belum terdapat ketentuan yang mengatur perihal zakat. oleh sebab itu kemudian
ditetapkan undang-undang No.36 tahun 2008 tentang perubahan ke-4 atas
Undang-undang No.7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan yang berbunyi :
“harta yang dihibahkan,bantuan atau sumbangan dan warisan sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat 3 huruf a dan huruf b kecuali zakat penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada badan Zakat nasional dan lembaga amil Zakat orang yang disahin oleh pemetrintah.”9
Mulai tahun 2001 sebenarnya para pembayar zakat penghasilan sudah
dapat menjadikan jumlah zakat yang dibayar sebagai faktor pengurang atas
Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari Pajak Penghasilan. Ini adalah langkah awal
yang baik, walaupun langkah ini belumlah cukup karena zakat bukan hanya ada
pada penghasilan kena pajak tapi meliputi banyak hal yang justru oleh pemerintah
tidak dikenakan pajak, tapi merupakan sesuatu yang sangat ditekankan dalam
Agama. Sebagai misal adalah zakat hasil pertanian, dan zakat hewan ternak.
Namun demikian, Pemerintah secara tidak langsung menghargai zakat sebagai
salah satu kewajiban (rukun) bagi yang beragama Islam untuk mendorong
sekaligus mengingatkan bahwa zakat adalah suatu kewajiban yang harus ditaati
dan dilaksanakan.
Yang kemudian menjadi persoalan adalah adanya anggapan bahwa umat
Islam di Indonesia yang membayar zakat seolah-olah terkena pengeluaran
berganda, selain membayar pajak juga membayar zakat dari penghasilan yang
9 Depag RI, Lahirnya UU No.38 tahun 1999 tentang zajak Penghasilan, Jakarta : 2006
13
diperolehnya. Oleh karena itu untuk keadilan sudah selayaknya dipikirkan
bagaimana agar umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia ini
bisa menjadi warga Negara yang baik sekaligus menjadi umat Islam yang taat.
Dan salah satu cara yang telah ditempuh adalah ditetapkannya zakat sebagai
faktor pengurang dalam perhitungan penghasilan kena pajak (PKP).10
Dan permasalan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak baru-
baru ini dikuatkan oleh Peraturan Menteri Keuangan NO.254/PMK.03/2010 pada
Tanggal 28 Desember 2010 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.60
Tahun 2010 Tentang Zakat atau Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang
dapat dikurangkan dari Penghasilan kena pajak pada pasal 1 ayat 1 (a):
”Zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama Islam atau oleh wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah akan tetapi jika pembayaran zakatnya tidak melalui badan atau lembaga yang disahkan oleh Negara maka pengurangan terhadap penghasilan kena pajak tidak berlaku”.
F. Metodologi Penelitian
Untuk menghasilkan data yang valid, maka metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Jenis Penelitian
Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah dengan cara
menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan memusatkan perhatian pada
10sofyan idris, gerakan zakat dalam pemberdayaan ekonomi umat pendekatan transformati, Jakarta, PT.Citra Putra bangsa,1997, cet.Ke-I hal.74
14
prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala dalam
kehidupan manusia.11
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu
penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk mempelajari secara
mendalam suatu individu, kelompok, institusi atau masyarakat tertentu
tentang latar belakang, keadaan/kondisi, faktor-faktor atau interaksi-interaksi
social atau hukum yang terjadi di dalamnya.12
2. Kriteria Data
a. Data Primer
1) Al-Qur’an dan Hadist
2) Undang-Undang No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan
Undang-undang No.36. Tahun 2008 tentang pajak
3) Peraturan Menteri Keuangan NO.254/PMK.03/2010 dan Peraturan
Pemerintah No.60 Tahun 2010 tentang zakat yang dapat dikirangi dari
penghasilan Netto
4) Wawancara tambahan dari BAZNAS, kantor Direktorat Pajak dan
KPP ( Kantor Pelayanan Pajak) Pratama Bekasi
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara
membandingkan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
11 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hl. 20 12Bambang Sanggona, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2003),h. 36
15
masalah yang diajukan, dokumen-dokumen yang dimaksud adalah Al-
Qur’an, Hadis, buku-buku ilmiah, Undang-undang , serta peraturan-
peraturan lainnya yang erat kaitannya dengan masalah yang diajukan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data/informasi tersebut digunakan tehnik
penelitian sebagai berikut :
a. Penelitian Kepustakaan
Penelitian ini dilakukan guna memperoleh data sekunder yaitu melalui
pengkajian perundang-undangan, buku-buku serta tulisan para pakar
hukum yang ada hubunganya dengan penelitian ini.
b. Penelitian lapangan
Penelitian lapangan dilakukan guna mempeoleh data primer tentang
implementasi pembayaran zakat sebagai pengurang penghasilan kena
pajak, dengan metode wawancara di Kantor Direktorat Jendral Pajak dan
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) karena dua lembaga ini adalah
lembaga yang berkaitan dengan karyatulis dalam penelitian penulis.
4. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan metode
deskriptif kualitatif, yaitu menganalisa dengan cara menguraikan dan
mendeskripsikan hasil wawancara yang diperoleh. Sehingga didapat suatu
kesimpulan yang objektif, logis, konsisten dan sistematis sesuai dengan tujuan
yang dilakukan penulis dalam penelitian ini.
16
G. Sistematika Penulisan
Di dalam melakukan penyusunan proposal ini penulis memberikan
gambaran guna mempermudah pembaca dalam memahami proposal ini, dalam
hal ini penulis menyusunnya dalam lima bab. Isi dari proposal ini secara singkat
adalah sebagai berikut:
Bab Pertama : Pendahuluan yang diawali dengan Latar belakang masalah yang
didalamnya menjelaskan awal mulanya masalah yang diangkat oleh peneliti untuk
dijadikan bahan penelitian dan masalah yang diteliti dibatasi dengan pembatasan
dan perumusan masalah agar pembahasan permasalah yang diteliti tidak
bercabang kemana-mana sehingga fokus dengan apa yang peneliti saja dan
masalah yang diteliti ada tujuan dan manfaat penelitian agar penelitian yang
diteliti mendapat manfaat khususnya untuk pribadi umumnya untuk maasyarakat
luas, review studi terdahulu, metode penelitian serta sistematika penulisan.
Bab Kedua :Menyajikan Kajian kepustakaan.Pertama yang membahas tentang
Landasan (kerangka) Teori (untuk studi empiris yang bersifat eksplanatoris dan
verifikatif atau kerangka konseptual dan landasan teorotis harus didasarkan pada
teori-teori yang relevan. khususnya pada masalah tetang konsep hukum zakat dan
pajak menurut fikih dan Undang-undang
Bab Ketiga :Menyajikan data hasil penelitian, berupa deskripsi data berkenan
dengan variabel yang ditelti secara objektif dalam arti tidak dicampur dengan
opini penelitian.deskripsi data penelitian harus ditampilkan secara jelas dan
lengkap khususnya tentang profil Badan Zakat Nasional dan Badan Perpajakan
17
terdiri atas sejarah berdirinya, tujuan, visi dan misi sturtur organisasi dan program
kegiatan.
Bab Keempat :Analisis terhadap data penelitian yang telah didapatkan
dideskripsikan guna menjawab masalah penelitian.dalam kasus analisis kita juga
penafsirkan dan menginprestasikan temuan penelitian kedalam bingkai
pengetahuan yang telah mapan,memodifikasikan teori yang ada atau menyusun
teori yang ada yang pada tulisan Membahas tentang kondisi zakat dan pajak di
Indonesia setelah pengesahan Undang-undang NO.38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat dan Undang-undang No.17 tahun 2000 tentang pajak
penghasilan yang lebih khusus menyoroti zakat sebagai pengurang penghalian
kena pajak
Bab Kelima :Penutup dengan usainya pembahasan diatas dalam bab terakhir ini
disampaikan beberapa butir kesimpulan sekaligus berfungsi sebagai jawaban
konkret atas masalah yang telah dirumuskan dalam bab pendahuluan.berikut
dengan saran-saran yang ditunjukan kepada para cendikiawan muslim untuk lebih
gigih dan giat dalam mengembangkan dunia ilmu khususnya yang berkaitan
dengan hukum islam konteporer.
18
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT
A. Pengertian
Zakat menurut bahasa adalah merupakan kata masdar dari zaka’yang
berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji yang semua arti ini sangat populer dalam
menterjemahkan baik al-qur’an dan hadist.1 Imam Abu Bakar bin Muhamad Al-
Husainiy Mengatakan
�2���������� ��� ������� �������� ���������� ��� !�� �"�� #$�%�&�� �'�(�� �)������ � �� ���������1��!�� *+� ,�-�. � /�0����1�� �2�����3�4 ����� �� ��� !�� 56���� �7���8�4 �9�:� �( �. �;�<������4.٢
“Zakat menurut pengertian Syara’ (terminologi) adalah suatu nama yang
khusus untuk menentukan kadar-harta benda yang akan diserahkan kepada ashnaf
(golongan) tertentu dengan syarat-syarat (yang tertentu pula) dinamakan zakat
karena harta-benda itu tumbuh dan mengadung barakah ketika dikeluarkan dan
ketika didoakan oleh orang-arang yang menerimannya”.Sayyid Sabiq mengatakan
P�� ��Q �9�:� �(�. *+����&>!�� �?�@ �?� A�B *C� DE�F �"�� 6� G�H�I!�� �J�0������ � �� �'�(�� �� �K���� � /�H�I�N �L����:��!� �4 � /�:� ���B�. �M!>���� �2�:�����B �. �2�����3!�� *+� 0�$ �"�� � /�:�N 6��O�� � ��
��� ����� �"�� R��S���1!��� T2�����3!��� ��$� /U�V���. W+� ����� ���X�..٣
1 Muhammad, Zakat Profesi Wacana Pemikiran dalam Fikih Konteforer, (Jakarta: salemba diniyah ) cet.1 h.10
2 Muhammad, Zakat Profesi Wacana Pemikiran dalam Fikih Konteforer, (Jakarta: salemba
diniyah ) cet.1 h.10 3Al-Sayyid Sabiq, Fiqh al- Sunnah, Juz I, (Libanon: Daarrul Fikr, 1400H/1980, h.276
19
“Zakat merupakan suatu nama (yang ditetapkan)kepada sesuatu benda
yang dikeluarkan oleh manusia dari hak Allah kepada fakir miskin.Dinamakan
zakat karena keberadaannya mengandung harapan barakah,kebersihan jiwa dan
pertumbuhan kebaikan.maka hal tersebut dinamakan zakat karena mengandung
pengertian tumbuh,bersih dan barakah.
Arti tumbuh dan suci sebenarnya tidak hanya digunakan untuk harta
kekayaan tetapi kata itu bisa juga dipakai untuk menerangkan jiwa orang yang
mengeluarkan zakat(muzzaki) dalam pandangan yusuf qardawi kata zakat dalam
bentuk ma’rifat definisi disebutkan tiga puluh kali dalam al-quran diantaranya
duapuluh tujuh kali disebutkan dalam satu ayat bersama shalat dan hanya satu kali
disebut dalam kontek yang sama dengan shalat tetapi tidak dalam satu ayat surat
al-mu’minun 1-4 menurut penelitiannya dalam Al-Qur’an tiga puluh kali kata
zakat disebutkan delapan kali terdapat dalam surat –surat yang diturunkan
dimakkah(makkiyah) sedangkan lainnya diturunkan dimadinah(madaniyah).4
B. Dasar Hukum
1. Al-Qur’an
Meskipun sudah disinggung secara umum tentang dasar hukum zakat
pada halaman-halaman sebelumnya penulis merasa perlu untuk
mengelompokan sumber pijakan zakat. Karena zakat merupakan sesuatu yang
diberikan untuk harta yang dikeluarkan oleh seorang manusia sebagai hak
Allah Ta’ala yang diserahkan pada orang fakir. Adapun makna zakat itu
4 Yusuf Qarawi, Fikh al-zakat (Beirut: Muasaah al-Risalah, Juz I,1997) cet. 4 h. 39
20
sendiri adalah harapan akan adanya keberkahaan, kesucian jiwa, dan terdapat
didalamnya kebaikan sebagaimana firman Allah SWT dalam surah At-Taubah
10
õ‹è{ ô ÏΒ öΝÏλ Î;≡uθ øΒ r& Zπ s%y‰|¹ öΝèδ ã�Îdγ sÜ è? ΝÍκ Ïj.t“ è?uρ $ pκÍ5 Èe≅ |¹uρ öΝÎγ ø‹ n=tæ ( ¨β Î) y7 s?4θ n=|¹ Ö s3y™
öΝçλ °; 3 ª!$#uρ ìì‹ Ïϑy™ íΟŠÎ=tæ ∩⊇⊃⊂∪ )24�Z��/\ :^_`( Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 9: At-Taubah :103 )
Setelah turunnya ayat yang mewajibkan zakat dan makna dari zakat itu
sendiri untuk diri kita pribadi zakat pun mempunyai makna dalam kehidupan
sosial bahwa apabila zakat itu berjalan maka zakat itu sendiri akan menimbul
sifat rasa tolong menolong antara sikaya dan simiskin jadi tidak ada
perbedaan umat dimata Allah karena dengan zakat kita saling mengisi,
menjaga pertolongan, saling kasih sayang sekaligus mempererat hubungan
antara sesama melalui zakat.Surah At-Taubah 71
tβθ ãΖÏΒ ÷σßϑø9 $#uρ àM≈ oΨÏΒ ÷σßϑø9 $#uρ öΝßγ àÒ ÷èt/ â !$ uŠÏ9 ÷ρr& <Ù÷è t/ 4 šχρâ�ß∆ù' tƒ Å∃ρã� ÷è yϑø9 $$ Î/ tβ öθ yγ ÷Ζtƒ uρ
Ç tã Ì� s3Ζßϑø9 $# šχθßϑŠÉ)ムuρ nο4θ n=¢Á9 $# šχθè?÷σムuρ nο4θ x.¨“9 $# šχθãèŠÏÜ ãƒ uρ ©!$# ÿ…ã& s!θ ß™u‘ uρ
4 y7 Í× ¯≈s9 'ρé& ãΝßγ çΗxq ÷�z-y™ ª!$# 3 ¨β Î) ©! $# ͕tã ÒΟŠÅ3ym ∩∠⊇∪ )24�Z��/\ :b^(
Artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka
21
menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.9: At-Taubah: 71 )
Adapun ayat selanjutnya menerangkan bahwa zakat yang sudah
dikeluarkan oleh seorang Muzaki di berikan kepada orang-orang yang berhak
mendapatkan zakat tersebut dan yang dimaksud orang yang berhak menerima
zakat disini ialah 8 ( delapan ) golongan yang dijelaskan dalam Surah At-Taubah
ayat 60:
* $ yϑ̄ΡÎ) àM≈ s%y‰¢Á9 $# Ï !#t� s)à ù=Ï9 È Å3≈|¡ yϑø9 $#uρ t, Î#Ïϑ≈ yè ø9 $#uρ $pκö n=tæ Ïπ x ©9 xσßϑø9 $#uρ öΝåκæ5θ è=è% † Îû uρ
É>$ s%Ìh�9$# tÏΒ Ì�≈ tóø9 $#uρ † Îû uρ È≅‹Î6 y™ «!$# Èø⌠$#uρ È≅‹Î6 ¡¡9$# ( ZπŸÒƒ Ì� sù š∅ÏiΒ «!$# 3 ª!$#uρ íΟŠÎ=tæ
ÒΟ‹Å6 ym ∩∉⊃∪ )24�Z��/\ :c_( Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang
miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya(mualaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS.9: At-Taubah: 60)
Imam Bukhari dan Muslim telah menghimpun Hadist-hadist yang
berkaitan dengan zakat sekitar 800 hadist, termasuk beberapa atsar diantara hadist
yang paling popular mengenai zakat adalah
22
��� d � �/���, *C� �e�f�$ ��� �, �"�4� �"�, :�'5g�(�. �J�:�g�, WC� �hg�� *C� ����(�$ ��� d . �e���4#M� �1 �hg�, �i�j�(�I!�� : �i� d���. *C� ����(�$ �k%� �l�� 56�m�. WC� U�n�� �J���� �n !6�m ���-� /�o
��. ��� ����� *+� Z�����. ���j�����6� p���$ �i�����. U�q�l!�.٥ “Dari Umar ra Rasullah SAW bersabda Islam dibangun atas lima pondasi pokok yakni kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhamad itu utusan Allah mendirikan shalat melaksanakan haji menunaikan zakat dan berpuasa dibulan ramadan
Hadist tersebut adalah sebagian dari nash yang bersifat umum yang
menegaskan tentang kewajiban Zakat Mal dan Zakat Fitrah.sedangkan beberapa
hadist lainya bersifat umum menjelaskan sub-sub masalah zakat seperti jenis harta
yang dizakati, nisab, haul, asnaf ( golongan ) yang terkait dengannya.
Hadist berikutnya dari ibnu abbas bahwa ketika Nabi SAW mengutus
Muadz bin Jabal RA ke yaman beliau bersabda:
�"� �:!�� �?�� �J���, WC� �e�f�$ �S� A�� �r�A�4 �e�3���� 56�m �J���, WC� �e�f�$ #s5 3�, �"�4� �"�, T��� &�N :�?�� �'�/�,�-m : ����,� t�m �'�X !6� �N *C� ����(�$ eDH���. WC� 5n�� �J���� �n !6�m ��-� /�o
uC� 56�m �'�/� �g�,���N �7���8�� !6� �N �2�g�:���. #i���� vw� �x �L����g�� �M� �1 �'�/�:�g�, �y���Z!N��%�d �"�� 8�1�z�B �'�/��������m �x P2�d�%�� �'�/�:�g�, �y���Z!N�� uC� 56�m �'�/� �g�,���N �7���8�� ����,� t�m
�'�/�<����&N �hg�, {-���B�. �'�/�<� �!|�m) .�J�:�g�, �E�>�Z��(٦ “Dari ibnu Abbas ra berkata Rosul SAW bersabda kepada Muadz bin Jabal ketika diutus keyaman:sesungguhnya engkau akan mendatangi sebuah komunitas ahli kitab maka ketika kau sampai disana ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhamad adalah utusannya jika mereka mematuhi
5 Muhamad Musthafa Diba al-Bagho, Mukhtashor Shahih al-Bukhari, cet al-Yamama
Univ.Damaskus Tahun 1999 hal.7 6Ibid, Muhamad Musthafa Diba alBagho, h.213
23
mu maka informasikan bahwa Allah telah mewajibkan shadaqah yang akan diambil dari golongan yang kaya diantara mereka dan akan didistribusikan kepada golongan yang fakir.(HR.Bukhori dan Muslim)
Hadist ini menjelaskan bahwa kewajiban zakat adalah sebuah salah satu
perkembangan Islam di Mekkah secara mutlak tidak dibatasi berapa besar harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya, tidak pula jumlah yang harud dizakatkan.
Semua itu diserahkan kepada kesadaran dan kemurahan kaum Muslimin
belaka.dan pada tahun kedua setelah hijrah menurut keterangan yang mashur
ditetepkan besar dan jumlah jenis harta yang dijelaskan secara terperinci.7
C. Tujuan, Hikmah, serta hakikat Zakat
Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam melaksanakan ibadah zakat.
Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, vertikal dan
horizontal.8Artinya secara vertikal, zakat sebagai ibadah dan wujud ketakwaan
dan kesyukuran seorang hamba kepada Allah atas nikmat berupa harta yang
diberikan kepadanya serta untuk membersihkan dan mensucikan diri dan hartanya
itu.Dalam konteks inilah zakat betujuan untuk menata hubungan seorang hamba
dengan Tuhannya sebagai pemberi rezeki.
Sedangkan secara horizontal zakat bertujuan mewujudkan rasa keadilan
sosial dan kasih sayang diantara pihak yang mampu dengan pihak yang tidak
mampu dan memperkecil problema dan kesenjangan sosial serta ekonomi umat
7Al-Sayyid Sabiq, Fikih al-Sunnah 3, ( Bandung : Al-ma’arif, 1990) h.7 8 Asnaini, Zakat Produktif dalam Persfektif Hukum Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2008), h. 42
24
dalam kontek ini diharapakan dapat mewujudkan pemerataan dan keadilan sosial
diantara sesama manusia.Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam
kehidupan ummat manusia, terutama Islam.
Dalam hal ini, para ulama telah membahas mengenai apa hikmah dan
tujuan dari adanya zakat. Diantaranya, menurut Yusuf Qardhawi9, secara umum
terdapat dua tujuan dari ajaran zakat, yaitu untuk kehudupan individu dan untuk
kehidupan sosial kemasyarakat. Tujuan yang pertama meliputi pensucian jiwa
dari sifat kikir, mengembang sifat suka berinfak atau memberi, mengobati dari
cinta dunia, mengembangkan kekayaan batin dan menumbuhkan rasa simpati dan
cinta sesama manusia, dengan ungkapan lain, esensi dari semua tujuan ini adalah
pendidikan yang bertujuan untuk memperkaya jiwa manusia dengan nilai-nilai
spiritual yang dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Tujuan kedua zakat dilihat dari keseimbangan sosial, zakat mendorong
umat Islam untuk selalu menghindari kemudbaziran, bakhil dan tamak. Dengan
zakat pula dapat memperbaiki perasaan-perasaan yang buruk yang timbul diantara
orang-orang kaya dan miskin, dan memperbaiki hubungan antara mereka yang
mengeluarkan zakat dengan kelompok-kelompok yang menerima zakat.10
Tujuan zakat dalam hubungan ini secara praktisnya tersebut adalah
sebagai berikut: 11
9Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, ( Jakarta: Lentera, 1991), h. 848 10Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’ly, Ekonomi Zakat, ( Jakarta: PT.Grafindo Persada.2006 )
h.133 11M.Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, ( Jakarta: UI Press, 1988), h. 40
25
1. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin.
2. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang.
3. Mengangkat derajat dan membantunya keluar dari kesulitan hidup mustahik.
4. Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.
Adapun hakikat zakat, berdasarkan dalil-dalil yang mewajibkannya adalah
merupakan hak mustahiq dan bukan merupakan pemberian atau kebaikan hati
orang-orang kaya semata. Dengan kata lain, zakat mencermikan kewajiban bagi
orang-orang kaya dan hak yang legal bagi golongan miskin, baik di minta ataupun
tidak. 12
Dengan demikian di dalam zakat tidak ada istilah hutang budi, balas budi,
malu ataupun hina.Hal ini karena hakikatnya zakat adalah pemberian dari Allah
swt. Lagi pula menurut Islam seseorang yang kaya tidak lah berlebih
kedudukannya di sisi Allah dari prang miskin karena hartanya. Karena yang
membedakannya hanya derajat ketakwaannya.
Hakikat zakat yang demikian menanamkan kesadaran bahwa segala yang
ada di bumi dan di langit serta di seisinya adalah milik Allah, dan harta yang di
miliki seseorang itu pada hakikatnya adalah amanah dari Allah swt semata. Hal
ini di dasarkan pada firman Allah SWT surat at-taubah ayat 104
12 Asnaini, Zakat Produktif dalam Persfektif Hukum Islam(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008),
h. 44
26
óΟ s9 r& (#þθãΚ n=÷è tƒ ¨β r& ©! $# uθ èδ ã≅ t7ø)tƒ sπ t/öθ −G9 $# ô tã ÍνÏŠ$t7 Ïã ä‹ è{ù' tƒ uρ ÏM≈ s%y‰¢Á9 $# 4χ r& uρ ©!$# uθ èδ Ü>#§θ −G9 $# ÞΟŠÏm §�9 $# ∩⊇⊃⊆∪ )24�Z��/\ :^_}(
Artinya: Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima Taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang (QS. 9: At-Taubah: 104)
Makna ayat ini lanjutan dari ayat sebelumnya yaitu QS: At-Taubah :103
bahwasanya sekelompok orang yang imanya masih lemah, yang
mencampurbaurkan amal baik dan buruk dalam kegiatanya. Dan mereka
mengharap ampunan dari Allah SWT dan salah satu cara pengampunannya adalah
melalui sedekah dan pembayaran zakat.13
D. Harta Yang Wajib di Zakatkan
Secara umum zakat terbagi menjadi dua macam: pertama.zakat yang
berhubungan dengan badanatau disebut zakat fitrah.zakat fitrah merupakan
kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan
dari nafkah keluarga yang wajar yang dilaksanakan maksimal sebelum khatib
turun dari mimbar pada hari raya idul fitri,sebagai tanda syukur kepada Allah
SWT karena telah selesai menunaikan ibadah puasa selain untuk menggembirakan
hati fakir miskin pada hari raya, kedua, zakat yang berhubungan dengan harta atau
zakat maal. Dalam penulisan ini lebih memfokuskan pada zakat maal yang telah
13M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 5, ( Jakarta: Lentera Hati, 2002) h.706
27
mengalami perkembangan pada perekonomian modern, sehingga dengan
demikian hanya sedikit membahas tentang zakat fitrah.14
Menurut Al-Jaziri, ulama mazhab yang empat secara Ittifaq (sependapat)
mengatakan bahwa jenis harta yangwajib dizakatkan ada lima macam yaitu :
binatang ternak (unta, sapi, kerbau, kambing/domba) emas dan perak,
perdagangan, pertambangan, harta temuan dan petanian.15Sementara itu menurut
Yasuf Al-Qardhawi16 jenis-jenis harta yang wajib dizakati adalah: binatang
ternak, emas dan perak, hasil perdagangan, hasil pertanian, hasil sewa tanah,
madu dan produksi hean lainnya, barang tambang dan hasil laut, hasil investasi
pabrik dan gudang, hasil pencarian dan profesi, hasil saham dan obligasi.
Memperhatikan pendapat diatas,maka jenis harta yang wajib dizakati
mengalami perubahan dan perkembangan.artinya jenis- jenis harta sebagaimana
disebut diatas,masih dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada perkembangan dan kemajuan
ekonomi dan dunia usaha.
Sedangkan dalam Undang-undang tentang pengelolaan Zakat17 disebutkan
jenis harta yang dikenai zakat, yaitu: emas dan perak, uang, perdagangan dan
14Shahih Bukhori (Riyadh: Daar el-Salam,2000 ), h. 925-927 15Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazhab al-Arba’ah,( Beirut: Ihya Turats al-
arabi,tt), h. 596 16Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, ( Bandung: Mizan, 1996), h. 122-123 17Bab IV, pasal 11(2), Undang-undang No. 38/1999,h. 9
28
perusahaan,hasil pertanian,hasil perkebunan, hasil perikanan, hasil petambangan,
hasil perternakan, hasil pendapatana dan jasa. Dan rikaz (harta temuan).
Harta kekayaan sebagaimana disebut diatas, wajib dikeluarkan zakatnya
apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat (mencapai nisab, kadar, dan
waktu/haul).
Adapun syarat-syarat yang wajib dizakati yaitu:18
1. Milik penuh, yaitu kekayaan yang berada dibawah kekuasaan pemilik dan
tidak tersangkut didalamnya hak orang lain.
2. Berkembang, yaitu kekayaan yang dikembangakan atau mempunyai potensi
untuk berkembanga produktif dan memberikan keuntungan atau pendapatan.
3. Cukup nisab, yaitu jumlah minimal yang harus dikeluarkan zakatnya.
4. Lebih dari kebutuhan rutin. Yang dimaksudkebutuhan rutin adalah sesuatu
yang harus ada untuk ketahanan hidup seperti makan, minum, pakaian,
perumahan dan sebagainya.
5. Bebas dari hutang (pemilikan sempurna) orang yang mempunyai hutang
sebesar atau mengurangi senisab yang harus dibayar pada waktu yang
sama(dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari
zakat.
6. Berlaku satu tahun, maksudnya adlah bahwa pemilikan harta tersebut sudah
berlalu satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan
18Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, ( Jakarta: Lentera, 1991), h. 848-876
29
dan perniagaan, sedang hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang
temuan) tidak ada syarat haul.
E. Sasaran Zakat19
Mustahiq zakat atau orang yang berhak menerima zakat harta benda
(zakat maal) ada delapan asnaf (golongan) yakni fakir, miskin, amil (petugas
zakat), muallaf(orang yang baru masuk Islam).Riqab (budak), gharimin (orang
yang berhutang), fisabilillah (orang yang berijtihad dijalan Allah).Ibnu sabil
(yang dalam perjalanan) sebagaimana didasarkan pada firman Allah SWT yang
berbunyi:
$ yϑ̄ΡÎ) àM≈ s%y‰¢Á9 $# Ï !#t� s)à ù=Ï9 ÈÅ3≈ |¡ yϑø9 $#uρ t, Î#Ïϑ≈ yè ø9 $#uρ $ pκö n=tæ Ïπ x ©9 xσßϑø9 $#uρ öΝåκæ5θ è=è% †Îû uρ
É>$ s%Ìh�9$# tÏΒ Ì�≈ tóø9 $#uρ † Îû uρ È≅‹Î6 y™ «!$# Èø⌠$#uρ È≅‹Î6 ¡¡9$# ( ZπŸÒƒ Ì� sù š∅ÏiΒ «!$# 3 ª!$#uρ íΟŠÎ=tæ
ÒΟ‹Å6 ym ∩∉⊃∪ )24�Z��/\ :c_( Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang
miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya(mualaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”(QS. 9: At-Taubah: 60)
1. Fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan usaha, atau mempunyai
harta yang kurang dari seperdua kecukupanya20, tidak ada oang yang
berkewajiban memberi belanja.21
19 Muhamad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 189-194
30
2. Miskin adalah orang yang mempunyai harta atau usaha sebanyak seperdua
kecukupannya atau lebih tetapi tidak sampai mencukupi.
3. Amilin adalah orang yang bertugas mengambil zakat dari dari para muzakki
dan mendistribusikan kepada para mustahiq.22
4. Muallaf adalah orang-orang yang yang sedang dilunakan hatinya untuk
memeluk Islam atau untuk menguatkan Islamnya, atau untuk memnjegah
keburukan sikapnya terhadap kaum muslimin.
Muallaf ada empat macam:
a. Orang yang baru masuk Islam, sedangkan imannya belum teguh.
b. Orang Islam yang yang berpengaruh dalam kaumnya, dan kita
berpengharapan kalau dia diberikan zakat, maka orang lain dari kaumnya
akan masuk Islam.
c. Orang Islam yang berpengaruh terhadap kafir. Kalau dia diberi zakat, kita
akan terpelihara dari kejahatan kafir yang dibawah pengaruhnyanya.
d. Orang yang menolak kejahatan orang anti zakat.23
20 Yang dimaksud dengan kecukupan ialah menurut umur biasa 62 tahun maka yang
mencukupi dalam masa tersebut dinamakan”kaya”, tidak boleh diberi zakat, dan ini dinamakan kaya dengan harta.adapun kaya dengan usaha, seperti orang yang mempunyai penghasilan yang tertentu yang tiap-tiap hari atau bulanan, maka kecukupannya dihitung tiap hari atau tiap bulan. Apabila suatu hari penghasilannya tidak mencukupi hari itu dia boleh menerima zakat. Adanya rumah yang didiami, pekakas tumah tangga dan lain-lain yang diperlukan tiap hari tidak dihitung sebagai kekayaan berarti tidak menghalanginya dari keadaan yang tergolong fakir atau miskin
21 Sualaiman Rajid, Fikih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algonsindo,1995), hal. 213 22M. Ali Hasan, Zakat dan Infak, (Jakarta: kencana, 2006), Hal.96 23Departemen Agama RI, Pedoman Zakat seri 9,(Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Zakat
dan Wakaf, 2006), h.83
31
5. Riqab (orang-orang yang memerdekakan budak) adalah orang yang mmebeli
budak dari harta zakatnya untuk memerdekakannya. Dalam hal ini babyak
dalil yang cukup dan sangat jelas bahwa Islam telah memenuhi berbagai jalan
dalam rangka menghapus perbudakan. Hukun ini sudah tidak berlaku karena
pebudakan telah tiada
6. Al-Gharimah (orang yang mempunyai utang) adalah orang yang mempunyai
hutang yang dipergunakan untuk perbuatan yang bukan maksiat. Dan zakat
diberikan agar mereka dapat membayar hutang mereka., menurut kesepakatan
para ulama mazhab.
7. Fisabilillah (orang yang berada dijalan Allah) menurut empat mazhab orang-
orang yang berpegang secara suka rela untuk membela Islam.
8. Ibnu sabil adalah orang asing yang menempuh perjalanan kenegeri lain dan
sudah tidak punya harta lagi zakat boleh diberikan kepadanya sesuai dengan
ongkos perjalanan untuk kembali kenegaranya24
24 Muhamad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab,(Jakarta: Lentera,2007), h. 189-194
32
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG PAJAK
A. Pengertian
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara (peralihan kekayaan
partikelir kesektor) berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbalik (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjukan dan
yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum(publieke uitgaven).1
Pajak menurut ahli keuangan ialah kewajiban yang ditetapkan terhadap
wajib pajak, yang harus disetorkan kepada Negara sesuai dengan ketentuan, tanpa
mendapat prestasi kembali dari Negara dan hasilnya untuk membiayai
pengeluaran umum di satu pihak untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi,
sosial, politik, dan tujuan- tujuan lain2.
Dalam hukum Islam terdapat beberapa istilah yang dapat diartikan sebagai
pajak. Misalnya: Istilah jizyah merupakan suatu bagian kekayaan yang diambil
dari orang-orang kafir zimmi sebagai kewajiban baginya karena telah dilindungi
keselamatan diri dan hartanya oleh pemerintah Islam.3
Al-kharaj merupakan bagian suatu kekayaan yang telah dikeluarkan oleh
setiap penduduk yang tunduk dibawah kekuasaan pemerintahan Islam bagi yang
memiliki pertanian atau perkebunan. Adh-dariibah merupakan suatu bagian
1 Rahmat Soemitro, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, (Yogyakarta: Libert 1992),h.57
2 Yusuf Qardhowi, Hukum Zakat, (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa, 1988), h.999 3Najuddin, Masaail Fiqhiyyah, (Jakarta: Kalam Mulya, 2003), h.163
33
kekayaan yang dikeluarkan oleh orang-orang kafir yang telah dilakukan oleh
tentara Islam dengan sebutan al-Harbi dengan membebani pajak 10 % dari
kekayaannya.4 Al-‘usyuriyah yaitu pajak yang dikeluarkan oleh setiap warga
dibawah kekuasaan pemerintah islam yang terdiri dari golongan Muslim, Ahlul
Dzimmi dan Ahlul Harbi. Hal ini dikatakan ‘isyuriyah karena jumlahnya 10%
dikeluarkan dari kekayaan Ahlul Harbi dengan istilah “al-“usyur”dan 5%
dikeluarkan dari kekayaan Ahlul Dzimmi dengan istilah “Nusful ‘Usyur”serta
2,5% dikeluarkan dari kekayaan orang-oran Muslim dengan istilah”Rubu’ul
‘usyur” .pajak yang seperti ini disebut”Al-Kharaaf 5.
Akan tetapi Undang-undang perpajakan No.36 tahun 2008 merumuskan
pengertian pajak bab I pasal I sebagai berikut:“Pajak penghasilan dikenakan
terhadap orang pribadi atau perseorang dan badan berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun.”6
B. Sumber Hukum
Hukum pajak adalah sabagai hukum positif merupakan bagian hukum
nasional yang berlaku dengan memiliki sumber hukum.akan tetapi sumber hukum
yang dimilki oleh hokum pajak hanya bersumber pada hukum tertulis yang
4Najuddin, Masaail Fiqhiyyah, (Jakarta: Kalam Mulya, 2003), h.172 5 Asy-Syaukaaniy, Nailul Author, Juz VIII (Mesir: Mustahafaa Al-baby Al-Halaby), h.71 6Redaksi PT.Ichtiar baru-van heove, Himpunan Peraturan PerUndang-undangan RI,(Jakarta:
PT.Intermasa, 1989) 6Abi Fadhil Ahmad bin ali bin Hajar al-Asqolani, Bulughu Al-Maram min Al-Adilatul Ahkam,
(Mesir: Daarul Abidin, Tahun 1998), h.295
34
berkaitan dibidang perpajakan karena keberadaan hukum pajak hanya didukung
oleh peraturan perundang-undangan perpajakan sebagai produk legislatif untuk
lebih jelasnya mengenai sumber hukum pajak dapat diuraikan satu persatu
sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2009 Tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 607/KMK.04/1994 Tentang Tata Cara
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau
Pembatalan Ketetapan Pajak, Tanggal 21 Desember 1994.
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 542/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Dan Pengurangan atau
Penghapusan Ketetapan Pajak. Tanggal 22 Desember 2000.
4. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 18/PJ.24/1995 Tentang Perubahan
atas Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 05/PJ.24/1995 Tanggal 3 Februari
1995 Tentang Bentuk Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak atas
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah Tanggal 5 Mei 1995.
5. Peraturan menteri Keuangan NO.254/PMK.03/2010 tata cara pembebanan
zakat atau sumbangan keagaman yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto.
35
6. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang zakat atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghailan bruto
(lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 98,tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia 5148).7
C. Jenis-jenis 8
Dalam hukum pajak terdapat berbagai perbedaan jenis-jenis pajak, yang
dibagi kedalam perbedaan pajak menurut golongan, perbedaan pajak menutut
sifatnya dan perbedaan pajak menurut lembaga pemungutannya, adapun semua
itu dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menurut golongannya pajak dibagi menjadi dua, yaitu pajak langsung dan
pajak tidak langsung, berikut ini diuraikan pengertian masing-masing:
a. Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus dipikul sendirir oleh
wajib pajak yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada orang
lain. Contoh : pajak penghasilan
b. Pajak tidak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya dapat
dilimpahkan kepada pihak ketiga atau konsumen. Adapun dalam
pengertian administrative pajak tidak langsung adalah pajak yang
dipungut setiap terjadi peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan
terutangnya pajak misalnya terjadi penyerahan barang,pembuatan akte.
Contoh : pajak pertambahan nilai dan bea materai.
7 Hhtp://blogdeta.blogspotcom/2009/Dasar Hukum-Pajak.html 31 mei 2009 8 Rahmat Soemitro, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, (Yogyakarta:
Liberty,1992), h.9-10
36
2. Menurut sifatnya pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak subjektif dan pajak
objektif berikut ini diuraukan pengertian masing-masing:
a. Pajak Subjektif ( bersifat perorangan) adalah pajak yang memperhatikan
pertama-tama keadaan pribadi wajib pajak untuk memetapakan pajaknya
harus ditemukan alas an-alasan yang objektif yang berhubungan erat
dengan keadaan materialnya. Contoh : pajak penghasilan orang pribadi,
hubungan antara pajak dan wajib pajak langsung oleh karena besarnya
pajak penghasilan yang harus dibayar tergantung pada besarnya
penghasilan sesorang.
b. Pajak objektif ( bersifat kebendaan) adalah pajak objektif pertama-tama
melihat kepada objeknya baik itu berupa benda dapat pula berupa
keadaan,perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya
kewajiban membayar pajak.
3. Menurut lembaga pemungutannya pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak
Negara dan pajak daerah,berikut ini diuranikan pengertian masing-masing :
a. Pajak Negara adalah pajak yang dipungut pemerintah pusat yang
penyelengaraanya dilaksanakan oleh departemen keuangan dan hasilnya
akan digunakan untuk pembiayaan rumah tangga Negara pada
umumnya.contoh :
- Pajak penghasilan adalah merupakan salah satu pajak Negara memiliki
objek yang dapat dokenakan pajak, yakni “penghasilan”. Adapun
pengertian penghasilan menurut pasal 4 ayat (1) UU PPh adalah setiap
37
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib
pajak baik yan berasal di Indonesia maupun yang di luar Indonesia
- PPN (pajak pertambahan nilai) secara tegas diatur dalam UU PPN,
yang menyatakan bahwa pajak pertambahan nilai dikenakan atas pajak
penjualan atas barang mewah penyerahan jasa dan ekspor barang
pengusaha
- Pajak bumi dan bangunan, keduanya dapat berdiri sendiri atau secara
bersama-sama sebagai objek yang dapat dikenakan pajak bumi dan
bangunan adapun yang dimaksud dengan bumi itu sendiri meliputi
bagian dalam bumi seperti tanah, peraianran pedalaman serta laut
daerah Indonesia,dan yang dimaksud bangunan itu sendiri adalah
bangunan yang berdiri diatas permukaan bumi seperti hotel, pabrik
jalan tol dan lain-lain.
- Bea materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang
digunakan oleh orang pribadi atau badan dalam lalu lintas hukum.
b. Pajak daerah adalah pajak-pajak yang dimungut oleh daerah, kabupaten
maupun kotamadya berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan
hasilnya untuk pembiayaan rumah tangga daerah masing-masing Contoh :
pajak kendaraan bermotor, pajak radio, dan pajak pembangunan.
D. Fungsi dan pengaruhnya dimasyarakat
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
38
merupakan sumber pendapatan Negara untuk membiayai semua pengeluaran
termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak
mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1. Fungsi anggaran (budgetair) adalah Sebagai sumber pendapatan Negara
pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk
menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan,
negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.
Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai ,
belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan
pembangunan, uang dikeluarkan dari pegawai pemerintah, yakni penerimaan
dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun
ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang
semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.9
2. Fungsi stabilitas yaitu dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga
inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan
mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan
pajak yang efektif dan efisien.10
3. Fungsi redistribusi pendapatan yaitu pajak yang sudah dipungut oleh
negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk
9 R.Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Eresco N.V.,1965), h.16 10R.Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Eresco N.V.,1965), h.6
39
juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan
kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.11
Setiap pajak terdiri dari sasaran atau objek pajak(tax bas ) dan tarif pajak
(tax rate).objek pajak adalah segala sesuatu yang dapat dapat dikenai pajak yang
berupa pendapatan,barang-barang ,kekayaan dan juga perpindahan hak milik atas
barang.12dan dalam pemungutuan pajak itu sendiri terdapat perlawanan sebagai
bentuk reaksi ketidak cocokan masyarakat terhadap diberlakukannya pajak sering
kali diwujudkan dalam perlawan akibat tekanan pajak.
E. Syarat-syarat Pemungutan
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu
tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah,
maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak
menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi
persyaratan yaitu:
1. Pemungutan pajak harus adil yaitu seperti halnya produk hukum pajak pun
mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak.
Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya: Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak dan pajak
diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib
11Muhamad Djafar Saidi, Pembaruan Hukum Pajak, ( Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2007), h.33 12 M.Suparmoko, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta: Badan Penerbit
FE UGM,1987) h.143-144
40
pajak serta sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai
dengan berat ringannya pelanggaran.13
2. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU yaitu sesuai dengan Pasal 23
UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan
negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu: Pemungutan pajak
yang dilakukan oleh Negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin
kelancarannya Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan
secara umum serta Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para
wajib pajak.14
3. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian Pemungutan pajak
harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi
perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa.
Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan
menghambat lajunya usaha masyarakat pemasuk pajak, terutama masyarakat
kecil dan menengah.15
4. Pemungutan pajak harus efesien Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam
rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang
13Ahmad Tjahjono dan M.Fakhri Husaen, Perpajakan, ( Jakarta: UPP AMPYKPN, 2005),
h.16 14 Muhamad Djafar Saidi, Pembaruan Hukum Pajak, ( Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2007), h.5 15 R.Santoso Brotodiharjo,Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Eresco N.V.,1965),
hal.27-28
41
diterima lebih rendah dari pada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena
itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan.
Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Bagaimana pajak dipungut
akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang
sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak
yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib
pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya,
jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar
pajak 16
F. Perbandingan Antara Zakat Dan Pajak
Dari uraian sebelumnya telah dijelaskan mengenai pengertian pajak dan
zakat maka diantara kedua terdapat pesamaan dan perbedaan keduanya, Adapun
persamaan antara zakat dan pajak adalah:
1. Unsur paksaan dan kewajiban yang merupakan cara untuk menghasilkan
pajak, juga terdapat dalam zakat yang harus dibayar tiap tahunnya.17 Bila
sorang muslim terlambat membayar zakat, karena keimanan dan
keislamannnya belum kuat, disini pemerintah Islam akan memaksanya,
16 R.Santoso Brotodiharjo,Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Eresco N.V.,1965),
hal.28 17 Najuddin, Masaail Fiqhiyyah, (Jakarta: Kalam Mulya, 2003), H.175
42
bahkan memeranggi mereka yang enggan membayar zakat, bila mereka punya
kekuatan.
2. Bila pajak harus disetorkan kepada lembaga masyarakat atau Negara, pusat
maupun daerah, maka zakat pun demikian, karena pada dasarnya zakat itu
harus diserahkan kepada pemerintah sebagai badan yang disebut dalam Al-
qur’an yaitu amil zakat.
3. Diantara ketentuan pajak ialah tidak adanya imbalan tertentu. Pada wajib
pajak menyerahkan pajaknya selaku anggota masyarakat. Ia hanya
memperoleh berbagai fasilitas untuk dapat melangsungkan kegiatan usahanya.
Demikia halnya dalam zakat. Pezakat tidak memperoleh suatu imbalan. Ia
membayar zakat selaku masyarakat Islam. Dia hanya memperoleh
perlindungan, penjagaan dan solidaritas dari masyarakat. Ia wajib
memberikan haertanya untuk menolong warga masyarakat dan membantu
mereka dalam menangulanggi kemiskinan, kelemahan dan penderitaan hidup
dan demi tegaknya kalimat Allah dan kebenaran di muka bumi tanda
mendapat prestasi kembali atas pembayaran zakatnya.
4. Apabila pajak pada zaman moderen mempunyai tujuan kemasyarakatan,
ekonomi dan politik di samping tujuan keuangan, maka zakat itu mempunyai
tujuan yang lebih jauh dan jangkawan yang lebih luas dan sangat besar
pengaruhnya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat18.
18 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, ( Jakarta: Lentera, 1991 ), h.999-1000
43
Adapun beberapa perbedaan antara zakat dan pajak adalah:
1. Zakat mengandung arti suci, tumbuh dan berkah. orang yang mengeluarkan
zakat, jiwanya bersih dari sifat kikir, tamak, hartanya tidak kotor lagi karena
hak orang telah disisihkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Harta yang dizakati itu membawa berkah, dan tumbuh berkembang dari
pengetian zakat tersebut sehinga timbul dari simuzaki bahwa zakt itu bukan
sebuah perintah semata akan tetapi keharusan bagi simuzaki untuk
mengeluarkannya agar harta yang dia memiliki terdapat keberkahaan dan
kesucian didalamnya. Sedangkan pajak artinya hutang, pajak tanah, upeti dan
sebagainya yang wajib dibayar, sehingga kesan pajak adalah beban berat yang
dipaksakan walaupun hasil pajak itu di manfaatkan untuk pembangunan dan
kepentingan Negara.
2. Zakat ialah ibadah yang diwajibkan kepada umat sebagai tanda bersyukur
kepada Allah, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan pajak adalah
kewajiban atas muslim ataupun non muslim yang tidak dikaitkan dengan
ibadah. Berbeda dengan zakat, harus di niatkan mengeluarkan zakat itu,
sedangkan pajak tidak memerlukan niat, apalagi non muslim.
3. Zakat ketentuannya dari Allah dan rasul-Nya yaitu penentuan nisab dan
penyalurannya, sedangkan pajak sangan bergantung kepada kebijaksanaan
penguasa (pemeritah). Orang yang dikenakan pajak belum tentu membayar
zakat karena zakat ada patokan nisabnya yang berlaku, sedangkan pajak bisa
dimunculkan dan mungkin dihapuskan.
44
4. Zakat adalah kewajiban yang bersifat permanen, terus menerus berjalan
selama hidup dan kewajiabn mengeluarkan zakat tidak dihapuskan oleh
siapapun. berbeda dengan pajak yang bisa ditambah, dikurangi dan bahkan
dihapuskan sesuai dengan kepentingan negara.
5. Pos- pos penyaluran zakat sudah di jelaskan dalam Al-qur’an dan diikuti oleh
amal perbuatan Rasulullah dan para sahabat. Pos- pos pengeluarannya lebih
terbatas bila dibandingkan dengan pajak yang cakupannya lebih umum.
6. Wajib pajak berhubungan dengan pemerintah dan adakalanya orang
menghindar dari kewajiban membayar pajak. Berbeda dengan zakat orang
yang wajib zakat langsung berhubungan dengan Allah.
7. Maksud dan tujuan zakat mengadung pembinaan spiritual dan moral yang
lebih tinggi dari maksud dan tujuan pajak19.
19 M.Ali Hasan, Masail Fiqhiyah ,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2003), h.63
45
BAB IV
ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK
A. Zakat dalam yuridiksi pajak penghasilan
Menurut pasal 1 (2) UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat,
zakat didefinisikan sebagai harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau
badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk
diberikan kepada yang berhak kapada yang berhak menerimanya.1 Zakat
merupakan ibadah yang bukan hanya berdimensi vertikal yaitu hubungan antara
seorang muslim dengan Allah, namun zakat juga merupakan bentuk kepedulian
sosial seorang muslim. Dengan demikian, sejak keberadaan UU No.38 Tahun
1999 zakat memiliki peranan penting bagi kepedulian sosial seorang/komunitas
muslim dimana didalam sebagian hartanya ada yang merupakan hak orang lain
yang wajib dikeluarkan.2
Secara lebih spesifik, dalam pembukaan UU No.38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat bahwa dasar-dasar pertimbangan dikeluarkannya undang-
undang tersebut adalah:
1. Bahwa Negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaaan tiap-tiap
penduduk untuk beribadat menurut agamanya masing-masing;
2. Bahwa penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam Indonesia yang
mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
1Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat 2Yusuf Qardhowi, Hukum Zakat, (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa, 1988), h.1112
46
3. Bahwa zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang
kurang mampu.
4. Bahwa upaya penyempurnaan system pengelolaan zakat perlu terus
ditingkatkan agar pelaksanaan zakat lebih berhasil dan berdayaguna dapat
dipertanggung jawabkan.3
Beberapa pertimbangan diatas merupakan dasar dikeluarkannya UU No.
38 Tahun 1999 dengan undang-undang tersebut diharapakan pengelolaan zakat
akan semakin efektif dan efisien. Hal ini dilakuakan agar kaum muslimin di
Indonesia yang telah membayar zakat tidak terkena beban ganda. Di samping ia
harus membayar zakat, ia juga memiliki kewajiban Negara dengan membayar
pajak. Dengan ada UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan zakatupaya dapat
memperkecil beban berganda yang telah ditanggung umat muslim di Indonesia.
Oleh karena itu pedoman yang dikeluarkan adalah berupa pengurangan zakat dari
laba/pendapatan sisa kena pajak.4
Hal tersebut memang yang diharapakan oleh pemerintah sesuai dengan
bunyi pasal 14 ayat 3 undang-undang tersebut berbunyi: “zakat yang telah
dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dapat dikurangkan
3A.Rahman Zaenudin, Berbagai pandangan tentang zakat: Implikasinya pada pemerataan,
(Jakarta: paramadina, 2000), h.17 4Ibid
47
dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”5
Adapun peraturan yang mengatur masalah pajak penghasilan khususnya
yang berhubungan dengan masalah zakat adalah UU No. 17 Tahun 2000 Tentang
pajak penghasilan dapat dilihat dari pasal 4 ayat 3 huruf a No.1 disebutkan bahwa
“ yang tidak termasuk sebagai objek pajak adalah bantuan sumbangan, termasuk
zakat yang diterima oleh Badan amil zakat atau Lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintahkan dan para penerimaan zakat yang
berhak”.6
Kemudian pasal 9 ayat 1 huruf g menyatakan: “untuk menentukan
besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam Negeri dan bentuk usaha
tetap tidak boleh dikurangkan: harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan
dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 3 huruf a dan b kecuali
zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayar oleh wajib pajak orang pribadi
pemeluk agama Islam atau wajib pajak dalam Negeri yang dimiliki oleh pemeluk
agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang ditentukan
atau disahkan oleh pemerintah.”
Ketentuan di atas jelas menyatakan bahwa zakat diperlukan sebagai unsur
pengurang penghasilan untuk menentukan penghasilan kena pajak yang
digunakan sebagai dasar pengenaan pajak. Untuk menentukan penghasilan kena
5Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat 6Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan
48
pajak suatu penghasilan harus dikurangi dengan biaya-biaya sebagaimana
dijelaskan dalam pasal 6 UU No.17 Tahun 2000. Sedangkan untuk menentukan
angka penghasilan kena pajak yang akan dikalikan dengan tarif pajak. Suatu
penghasilan juga dimungkinkan oleh undang-undang dapat dikurangi dengan
pengeluaran tertentu, sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat 1 huruf g UU No.17
Tahun 2000.7
B. Zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak
Sejak tahun 1968, umat Islam Indonesia telah berjuang untuk membentuk
lembaga yang berkecimpungan di bidang zakat. Keinginan tersebut dijawab
dengan lahirnya undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat,
meskipun masih juga belum memuaskan semua pihak, namun paling tidak dengan
adanya undang-undang tersebut usaha untuk meningkatkan kesejateraan umat
melalui jalur zakat mulai terbuka.8 Dengan adanya UU No. 38 tahun 1999 dana
yang dikumpulkan berupa ZIS (zakat, infak dan sadaqoh) dapat dikelola lebih
efektif dan efisien melalui lembaga khusus yang disahkan oleh pemerintah yakni
Badan amil zakat (BAZ) atau lembaga amil zakat (LAZ).9
Adapun zakat yang secara sah dapat dikurangi dari penghasilan untuk
menentukan besarnya penghasilan kena pajak maka wajib pajak harus melampiri
bukti setoran zakat atas penghasilan yang dibayarnya pada surat pemberitahuan
7R.Mansyuri, Pembahasan Mendalam atas Penghasilan. (Jakarta: Penerbit YP4, 2000), h.35 8A.Rahman Zaenudin, Berbagai Pandangan tentang Zakat: Implikasinya pada pemerataan,
(Jakarta: Paramadina,2000), hal.17 9Tengku M.Hasbi ash-Shiddieq, Pedoman Zakat, (Jakarta: PT.Pustaka Rizki Putra,1999), h.19
49
pajak. Hak ini sesuai dengan keputusan Dirjen Pajak No.KEP-214/PJ/2001
Tanggal 15 Maret 2001. Adapun ketentuan lengkap pasal 3 No.39 Keputusan
Dirjen Pajak No. KEP-214/PJ/2001 adalah sebagai berikut: “ keterangan atau
dokumen lain yang harus dilampirkan pada surat pemberitahuan pajak
penghasilan wajib pajak pribadi yang menyelenggarakan pembukuan adalah bukti
setoran zakat atas penghasilan yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi
pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga zakat yang dibentuk
dan disahkan oleh pemerintah.”
Dengan adanya peraturan-peraturan diatas merupakan momentum baru
dalam system pengelolaan zakat di Negara kita sekaligus momentum yang tepat
untuk meningkatkan penerimaan zakat untuk mengangkat kualitas perekonomian
umat Islam di Nergeri ini yang konon kurang lebih 90% penduduknya beragama
Islam. Momentum ini semakin kuat ketika pemerintah akan memberlakukan
Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ) mulai Januari 2001. Hal tersebut ditegaskan
oleh Menteri agama, Sayyid Agil Husain Al-Munawar yang dimuat di harian
Koran Tempo sebagai berikut: “mulai januari 2002 mendatang, pemerintah akan
memberlakukan Nomor Pokok Wajib Zakat bagi umat Islam. Pembayaran zakat
yang memiliki NPWZ itu akan mendapat potongan pajak penghasilan sebesar
2,5% dari nilai pajak yang harus dibayarkan.10. Dengan demikan, seorang wajib
pajak yang memiliki kewajiban zakat akan memiliki dua nomor identitas
10Koran Tempo, Pemerintah berlakukan Nomor Wajib Pajak., 22 Nopember 2001
50
sekaligus yaitu NPWP dan NPWZ yang menurut kasubdit pemeriksaan II KPDJP,
keduanya dikaitkan satu sama lain atau disatukan sekaligus.11
Wacana ini diperkuat oleh peraturan pemerintah yang baru-baru ini
dikeluarkan yaitu Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2010 pasal 1 b yaitu
“sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi wajib pajak orang pribadi
pemeluk agama selain agama Islam oleh wajib pajak dalam Negeri yang dimiliki
oleh pemeluk agama selain agama Islam yang diakui di Indosesia yang
dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan oleh
pemerintah.” Adapun hal yang menjelaskan tentang persyaratan adanya bukti
setoran zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak ditegaskan dalam pasal 2
yang berbunyi “apabila pengeluaran untuk zakat atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib tidak dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga zakat
keagamaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 maka pengeluaran tersebut
tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto”.12
Peraturan Menteri Keuangan No.254/PMK.03/2010 Pasal 1 ayat 1 juga
menjelaskan tentang zakat dapat dikurangkan sebagai pengurang penghasilan
kena pajak yang berbunyi “sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi wajib
pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam oleh wajib pajak dalam
Negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam yang diakui di
11Berita Pajak, Konsep Penyetoran dan Pemungutan Zakat oleh Negara, 15 Desember 2001 12Peraturan Pemerintah Republik Ondonesia No.60 Tahun 2010 tentang Zakat atau
Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib dapat dikurangkan dari Penghasilan
51
Indosesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk dan
disahkan oleh pemerintah”. Sedangkan hal yang menjelaskan tentang persyaratan
adanya bukti setoran zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak ditegaskan
dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 yang berbunyi “apabila pengeluaran untuk zakat atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dibayarkan kepada badan amil
zakat atau lembaga zakat keagamaan sebagaiman yang dimaksud dalam pasal 1
ayat 1 maka pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto.”13
Adapun Mekanisme zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak
(PKP) adalah14:
1. Zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP) hanya berlaku bagi
muzakki yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
2. Zakat yang dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga zakat akan
mendapatkan bukti setor zakat.dan bukti setor zakat akan diperoleh setelah
muzakki mempunyai Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ)
3. Apabila muzakki ingin zakat yang dibayarkan mengurangi PKP,maka:
- Pada SPT Tahunan kolom 6 dituliskan jumlah zakat yang dibayarkan ke
BAZ dan LAZ
- Bukti setoran zakat lembar 1 disertakan sebagai lampiran SPT Tahunan
13Peraturan Menteri Keuangan No.254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat
atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib dapat dikurangkan dari Penghasilan 14BAZNAS, Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak, makalah
forum zakat, hal.4
52
- Apabila ada kelebihan bayar pada SPT tahunan akibat pembayaran zakat
maka zakat yang telah dibayar akan dikembalikan kepada wajib pajak
C. Perhitungan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak
Sebelum kita membahas tentang perhitungan zakat sebagai pengurang
penghasilan kena pajak kita harus mengetahui dahulu bagaimana perhitungan
penghasilan kena pajak dan penghasilan tidak kena pajak itu sendiri adapun
ketentuan dan perhitungannya sudah diatur dalam undang-undang perpajakan
No.17 tahun 2000 pasal 17 yaitu:15
1. Pajak penghasilan orang pribadi
PKP s.d Rp.25.000.000 tarif pajak 5%
Rp.25.000.000 s.d Rp.50.000.000 tarif pajak 10%
Rp.50.000.000 s.d Rp.100.000.000 tarif pajak 15%
Rp.100.000.000 s.d Rp.200.000.000 tarif pajak 25%
Di atas Rp.200.000.000 tarif pajak 35%
2. Pajak penghasilan badan
PKP s.d Rp.50.000.000 tarif pajak 10%
Rp.50.000.000 s.d Rp.100.000.000 tarif pajak 15%
Di atas Rp.100.000.000 tarif pajak 30%
Untuk menghitung penghasilan kena pajak (PKP) bagi wajib pajak orang
pribadi penghasilan nettonya dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak
15Gustian Djuanda,dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta:Raja
Grafindo Persada, 2006),h.107
53
(PTKP). Besarnya PTKP bagi wajib pajak orang pribadi berdasarkan status wajib
pajak yang bersangkutan. Sedangkan status wajib pajak ditentukan menurut
keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.16
Untuk memperjelas ciri-ciri bahwa pajak penghasilan orang pribadi adalah
merupakan pajak subjektif personal yang diatur dalam pasal 7 Undang-undang
PPh (pajak penghasilan) memberikan keringanan berupa penghasilan tidak kena
pajak (PTKP) yang dihubungkan dengan keadaan pribadi wajib pajak (keluarga
dan tanggungan) status wajib pajak terdiri dari:17
1. Tidak kawin (TK) beserta tanggungannya misalnya,TK/1:tidak kawin dengan
satu tanggungan,TK/2,TK/3,dan TK/0
2. Kawin beserta tanggungannya misalnya kawin tanpa tanggungan (K/0), kawin
dengan satu tanggungan (K/1),(K/2),(K/3). Wajib pajak dengan status seperti
ini berarti wajib pajak (WP) kawin, istrinya tidak mempunyai penghasilan
atau istrinya mempunyai penghasilan tetapi tidak perlu digabung dengan
penghasilan suaminya di SPT PPh orang pribadi.
3. Kawin, istri punya penghasilan dan digabungkan dengan penghasilan
suaminya, serta jumlah tanggunannya, disingkat K/i/…misalnya:K/i/O artinya
WP kawin,istrinya punya penghasilan dan digabungkan dengan penghasilan
suaminya di SPT dan tanpa tanggungan.
4. PH:status wajib pajak (WP) adalah melakukan perjanjian tertulis untuk pisah
harta dan penghasilan.
16 Ibid.,hal.109-110 17Gustian Djuanda,dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta:Raja
Grafindo Persada,2006), h.110
54
Yang boleh menjadi tanggungan adalah anggota keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya seperti orang tua
lurus keatas dan anak lurus kebawah, dan keluarga semenda dalam garis lurus
yang menjadi tanggungan sepenuhnya seperti mertua, serta anak angkat. yang
boleh menjadi tanggungan paling banyak adalah 3 (tiga) orang. Yang dimaksud
menjadi tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai
penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh wajib pajak.18
Besarnya penghasilan tidak kena pajak yang boleh dikurangkan
terhadap penghasilan bruto wajib pajak pribadi berdasarkan pasal 7 UU Nomor 17
tahun 2000 berlaku sampai dengan tahun pajak 2004. kemudian mulai tanggal 1
januari 2005 berlaku ketentuan PTKP baru berdasarkan peraturan menteri
keuangan RI Nomor: 564/KMK.03/2004 tentang penyesuaian besarnya
penghasilan tidak kena pajak.besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
berdasarkan pasal 1 menteri keuangan Nomor: 564/KMk.03/2004 adalah sebagai
berikut:19
1. Untuk diri wajib pajak PTKP sebesar Rp.12.000.000
2. Tambahan untuk wajib kawin PTKP sebesar 1.200.000
3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami PTKP sebesar 12.000.000
18Ahmad Tjahjono dan M.Fakhri Husaein, Perpajakan, (Yogyakarta : UPPAMPYKPN,
2005), h.130 19Ahmad Tjahjono dan M.Fakhri Husaein, Perpajakan, (Yogyakarta : UPPAMPYKPN,
2005), h.131
55
4. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Untuk mendapatkan gambaran perhitungan zakat sebagai pengurang
penghasilan kena pajak berikut ini contoh perhitungannya yaitu:
Contoh 1: wajib pajak orang pribadi:
Saudara D adalah pekerja dengan gaji Rp.2.000.000,- per bulan. ia
mempunya istri dan 3 orang anak. Cara menghitungnya adalah:
Penghasilan bruto 12x Rp.2.000.000,- Rp.24.000.000,-
Biaya jabatan 5% x 24.000.000,- Rp.1.200.000.-
Penghasilan netto sebelum zakat Rp.22.800.000,-
Zakat yang harus dibayar 2,5% x 22.800.000.- Rp.570.000.-
Penghasilan netto setelah zakat Rp.22.230.000.-
PTKP K/3:
1. Wajib pajak : Rp.12.000.000,-
2. Tambahan untuk wajib pajak kawin : Rp.1.200.000,-
3. Tambahan untuk setiap anggota keluarga 3 x Rp.1.200.000 : Rp.3.600.000,-
Rp.16.800.000,-
Penghasilan netto – PTKP K/3 Rp.22.230.000,-
Rp.16.800.000,-
Rp.5.430.000,-
PPh terutang 5% x Rp.5.430.000 Rp.271.500,-
56
Contoh 2 : wajib pajak badan yang dimiliki pemeluk agama Islam:
Kondisi PT W adalah prusahaan dagang dengan penjualan tahun 2010
sebesar Rp.80.000.000.- harga pokok penjualan Rp.50.000.000 biaya umum dan
administrasinya Rp.15.000.000,-
Penghitungan:
Penghasilan bruto Rp.80.000.000,-
Harga pokok penjualan Rp.50.000.000,-
Laba bruto usaha Rp.30.000.000,-
Biaya umum dan adminitrasi Rp.15.000.000,-
Penghasilan netto sebelum zakat Rp.15.000.000,-
Zakat yang harus dibayar 2,5% x Rp.15.000.000 Rp.375.000,-
Penghasilan netto setelah zakat Rp.14.625.000,-
PTKP/TK0 Rp.12.000.000,-
Penghasilan kena pajak Rp.2.625.000,-
PPh terutang 10% x 2.625.000,- Rp.262.500,-
Contoh 3 wajib pajak badan yang mempunyai tanggungan: Kondisi sdr.Y
mempunyai toko dagang dengan penjualan tahun 2010 sebesar Rp.70.000.000,-
harga pokok penjualan Rp.30.000.000,- biaya umum administrasi
Rp.10.000.000,- sdr Y mempunyai istri dan 3 orang anak.
Perhitungan :
Penghasilan bruto Rp.70.000.000,-
Harga pokok penjualan Rp.30.000.000,-
57
Biaya umum administrasi Rp.10.000.000,-
Laba bruto usaha Rp.30.000.000,-
Penghasilan netto sebelum zakat Rp.30.000.000,-
Zakat yang harus dibayar 2,5% x 30.000.000,- Rp.750.000,-
Penghasilan netto setelah zakat Rp.29.250.000,-
PTKP/K3 Rp.16.800.000,-
Penghasilan kena pajak Rp.12.450.000,-
PPh terutang 5% x 12.450.000 Rp. 622.500,-
D. Analisis Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak
1. Analisis Teori
Kewajiban zakat merupakan ketentuan yang datang dari Tuhan bagi
umat Islam dimana klausal dan sistematika hukumnya terdapat dalam al-
Qur’an dan dijelaskan lebih rinci dalam al-Hadits. Sebagai suatu kewajiban
yang datang dari agama dimana Indonesia bukan Negara agama maka tanpa
ada hukum positif atau perundang-undangan sesuatu kewajiban yang harus
ditegakan dalam kacamata agama tidak otomatis sama menurut kacamata
Negara. Artinya meskipun shalat, puasa atau zakat merupakan kewajiban
agama (Islam) namun Negara tidak memiliki pranata hukum untuk
menegakan kewajiban tersebut. Untuk itu perlunya proses pengundangan
hukum-hukum Islam menjadi hukum Negara Apabila suatu ketentuan syariat
kemaslahatannya dianggap perlu untuk dijadikan hukum Negara.
58
Dengan telah diundangkannya UU No.38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat maka proses ke arah pengundangan tersebut disebut
sebagai”sedang terjadi”karena proses tersebut sesungguhnya belum final.
Artinya untuk menjadi sebuah produk perundang-undangan yang memiliki
sifat memaksa sebagaimana biasa dikenal dalam dunia perpajakan maka jika
kita lihat UU No.38 Tahun 1999 ketentuan yang dibuat hanya sebatas
mengatur pengelolaan zakat khususnya lembaga amil zakat. Padahal hal
terpenting suatu perundang-undangan adalah bagaimana ketentuan-ketentuan
yang termuat didalam undang-undang dapat menjamin penegakan hukum atas
isi perundang-undangan tersebut. Misalnya aturan tentang sanksi jika pihak
yang mendapat kewajiban untuk melakukan sesuatu sebagaimana yang
diinginkan oleh isi ketentuan tersebut tidak menjalankan, contoh dalam bab
VII pasal 21 UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat diatur tentang
sanksi. Namun sanksi yang dimaksud adalah diperuntukan bagi pengelolaan
(amil) zakat bukan bagi pembayar zakat.
Bandingkan dalam undang-undang perpajakan yang telah memiliki
hukum yang lengkap sesuai tata urutan perundangan Negara Republik
Indonesia, yang telah dimulai dari UUD 1945 pasal 23 dalam konteks ini
berarti pengundangan peraturan zakat penghasilan belum sejajar dengan
peraturan tentang pajak penghasilan.
59
2. Analisis atas Ketentuan Perundang-Undangan
a. UU No.38 Tahun 1999 (Tentang Pengeloaan Zakat)
Dengan dikeluarkannya UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan
zakat maka munculah kesadaran bahwa peningkatan secara terus menerus
terhadap system pengelolaan zakat agar lebih berdayaguna dengan memenuhi
prinsip kepastian serta akuntabilitas. Kegiatan pengelolaan zakat mencakup
kegiatan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan
dan pendistribusian serta pendayaguanaan zakat.
Dengan adanya undang-undang ini diharapakan sumber dana zakat
dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentas
kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan social dengan pengelolaan secara
professional dan bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarkat bersama-
sama dengan pemerintah.
Undang-undang ini lebih bersifat mendidik dan menfasilitasi para
wajib zakat dengan memberi arahan, pembinaan serta pengawasan bagi para
wajib zakat yang tidak menunaikan kewajibannya atau tidak jujur dengan
menginformasikan kewajiban zakat kepada ‘amilin. Adapun yang berkenaan
dengan sanksi undang-undang ini hanya mengatur sanksi hukum atas
pelanggaran yang dilakukan amil.
Dengan demikian, posisi undang-undang ini diharapakan menjadi
tonggak dari suatu proses kearah pengelolaan zakat yang penuh otoritas
dengan dukungan legal yang memaksa, sebagaimana yang diberlakukan atas
60
penarikan pajak. Dalam kontek syariah zakat sebagai guru dan pajak sebagai
murid atau pendukung. Posisi zakat di masa yang akan datang harus lebih
kokoh diatas semangat taqwa dan dalam dukungan legal.
Dengan diberlakukan undang-undang ini juga, diharapkan komunitas
muslimin sedikit terkurangi beban ganda yang ditanggungnya selamai ini,
yaitu selain membayar zakat komunitas muslim masih harus membayar zakat.
Selain itu, diharapakan juga undang-undang ini akan berefek samping yang
positif yaitu meningkatkan kesadaran membayar pajak karena terpacu telah
membayar zakat
b. UU No.17 Tahun 2000 yang Berkaitan dengan Masalah Zakat
UU NO.17 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas UU No.7 Tahun
1983 tentang pajak penghasilan juga mengatur tentang masalah zakat. Hal ini
dapat kita kihat di pasal 4 dan pasal 9 undang-undang tersebut. Dalam pasal 4
dan 3 huruf a No.1 disebutkan bahwa”yang tidak termasuk sebagai objek
pajak adalah bantuan sumbangan, termasuk zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak,” yang diperkuat oleh
peraturan Menteri Keuangan No.254/PMK.03/2010 Pasal 1 ayat 1 yang
berbunyi “sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi wajib pajak orang
pribadi pemeluk agama selain agama Islam oleh wajib pajak dalam Negeri
yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam yang diakui di
Indosesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk dan
disahkan oleh pemerintah.” Pasal ini dengan jelas menyatakan bahwa zakat
61
yang dibayarkan bukan merupakan objek pajak, sehingga tidak dipungut
pajaknya.
Kemudian pasal 9 ayat 1 huruf g menyatakan: “untuk menentukan
besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap tidak boleh dikurangkan: harta yang dihibahkan, bantuan atau
sumbangan dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 3 huruf a
dan b kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayar oleh wajib
pajak orang pribadi pemeluk agama Islam atau wajib pajak dalam negeri yang
dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang ditentukan atau disahkan oleh pemerintah. ketentuan di atas
secara jelas menyatakan bahwa zakat diperlakukan sebagai unsur pengurang
penghasilan untuk menetukan penghasilan kena pajak yang akan digunakan
sebagai dasar pengenaan pajak.
c. Analisis dari Narasumber dan Hasil Wawancara
Pada dasarnya zakat merupakan institusi yang bersumber dari syariat
Islam. Sedangkan pajak merupakan institusi yang bersumber dari teori dan
praktek dalam pengelolaan Negara. Dalam Negara yang tidak berideologi
pada agama (Islam),biasanya institusi pajak lebih mapan berdasarkan undang-
undang. karena Indonesia bukan Negara Islam institusional lembaga pajak
penghasilan jauh lebih maju dibandingkan dengan zakat penghasilan. Dengan
telah ditetapkannya UU No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat maka
kini kedua institusi tersebut telah berdiri relative sejajar sebagai lembaga yang
62
dikelola oleh Negara. Namun, karena peraturan tersebut masih baru maka
pemberdayaan dan pengelolaan institusi zakat oleh Negara masih memerlukan
reposisi yang membutuhkan waktu.
Dalam menentukan apakah zakat dapat dikurangkan terhadap
penghasilan kena pajak itu tergantung pada system yang dianut oleh suatu
Negara yang ditetapkan dalam peraturan yang telah ada. Sedangkan di
Indonesia dengan telah diterbitkannya UU no.38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat penghasilan sebagai instrument penggalangan dana publik
bagi keperluan Negara disamping instrument pajak penghasilan yang telah ada
lebih dahulu.
Sebagai sebuah proses atas reposisi institusi zakat penghasilan dimasa-
masa mendatang, maka keberadaan kedua undang-undang tersebut sudah
memadai. Disatu sisi kadang-kadang zakat penghasilan yang sebelumnya
dilakukan oleh individu-individu masyarakat menuju pengelolaan yang lebih
professional dibawah instirusi Negara melalui lembaga pemerintah. Disisi lain
undang-undang pajak penghasilan mencoba untuk mengakomodasi undang-
undang pengelolaan zakat kedalam pasal-pasal yang ada dalam undang-
undang pajak penghasilan.contoh peraturan yang menyatakan bahwa zakat
penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak salam pasal 14 (3)
Undang-undang pengelolaan zakatdi tamping dalam Undang-undan pajak
penghasilan pasal 9 ayat 1 (g) yang menyatakan bahwa zakat penghasilan
dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak dengna catatan zakat tersebut
63
merupakan zakat yang benar-benar dibayarkan kepada Badan amil zakat atau
Lembaga amil zakat yang ditunjuk oleh pemerintah.
Dalam hal ini, pasal 4 ayat 3 a (1),UU No.17 tahun 2000 kerap
menjadi kontraversi karena prinsip”deductible-texable”(boleh dikurang-tidak
boleh dikurang) sering digenelasiri pemakaiannya. Contohnya batuan ,
sumbangan atau hibah yang diberikan kepada para pihak yang satu derajat
garis lurus kebawah (anak) bukan merupakan objek pajak sehingga tidak
dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Alasan zakat penghasilan
dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak sementara hibah, bantuan atau
sumbangan tidak, asumsinya adalah bahwa pemerintah tidak ikut campur
dalam aktivitas hibah, bantuan dan sumbangan. Sedangkan dalam zakat
pemerintah ikut berpartisipasi dengna memberi inisiatif sejumlah maksimal
30% (tarif PPn) dalam pembayaran zakat yang dikeluarkan oleh wajib pajak.
Alasan lain tentang diperkenankannnya zakat penghasilan sebagai
pengurang penghasilan kena pajak sebagai diamanatkan dalam Undang-
undang pajak penghasilan pasal 9 ayat 1 (g) dimaksudkan untuk
mengakomodasi dari pasal 14 Undang-undang No.38 Tahun 1999 yang telah
yang diperkuat dengan Peraturan pemerintah No.60 Tahun 2010 pasal 1 (b)
dan Peraturan Menteri Keuangan No.254/PMK.03/2010 pasal 1 ayat 1dan 2
lebih yang menyebutkan bahwa zakat penghasilan dapat dikurangkan dari
penghasilan kena pajak dengan catatan wajib zakat tersebut memiliki Nomor
Pokok Wajib pajak (NPWP) dan Nomor Wajib Pokok Zakat (NPWZ).
64
F. Penemuan dan Pembahasan
1. Profil Daerah Bekasi
Kota Bekasi menjadi kota yang supersibuk karena selain harus
melayani warga dari daerah sendiri juga dari wilayah yang mengelilinginya
seperti DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Bekasi. Perkembangan
Kota Bekasi sudah terlihat sewaktu masih berstatus sebagai kecamatan dan
kota administratif. Jumlah penduduk Bekasi kian membengkak karena migrasi
penduduk dari luar. Lahan permukiman di wilayah seluas 21.049 hektar ini
terkonsentrasi di beberapa kecamatan bekas kotif seperti Bekasi Utara, Bekasi
Selatan, Bekasi Barat dan Bekasi Timur. Di kecamatan-kecamatan tersebut
hampir tidak ada lahan kosong. Total tanah Bekasi yang sudah terbangun
seluas 10.773 hektar dengan 90 % berupa permukiman. Sisanya untuk industri
dan perdagangan dan jasa masing-masing 4 dan 3 %. Lahan untuk pendidikan
dan pemerintahan dan bangunan umum masing-masing 2 dan 1 %. Dan
kecamatan Bantargebang dilupakan sebagai pusat industri di wilayah ini.
Selama ini Kota Bekasi memang lebih menonjol dengan sektor properti
khususnya perumahan. Sejak tahun 2001 wilayah administrasi Kota Bekasi
terbagi menjadi 10 kecamatan yang terdiri dari 52 kelurahan.
Arah Timur Kabupaten Karawang Arah Barat Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi Arah Utara Laut Jawa Arah Selatan Kabupaten Bogor
65
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Bekasi Tahun 2010 2009 2008
Jumlah Pria (jiwa) 1.345.500 1.059.221 1.037.065 Jumlah Wanita (jiwa) 1.284.051 1.061.901 1.039.081 Total (jiwa) 2.629.551 2.121.122 2.076.146 Pertumbuhan Penduduk (%)
5 2 -
Kepadatan Penduduk (jiwa/Km²)
2.071 - -
Pendapatan Domestik Regional Bruto Daerah ( Harga Konstant )
Sektor
Tahun
2010 2009 2008 2007
Rupiah
(juta) % Rupiah (juta) %
Rupiah
(juta) %
Rupiah
(juta) %
Pertanian 881.002 1,90 859.059 1,96 862.060 2,18 841.132 0,16
Pertambangan 580.274 1,25 596.695 1,36 457.832 1,16 482.681 0,09
Industri Pengolahan 37.060.103 79,73 35.043.950 80,02 31.795.223 80,38 30.023.618 5,88
Listrik dan Air Bersih 827.176 1,78 786.107 1,80 723.021 1,83 68.101.568 13,33
Bangunan 547.239 1,18 482.599 1,10 442.792 1,12 406.365.393 79,56
Perdagangan, Hotel,
Restoran 4.334.092 9,32 3.947.359 9,01 3.636.987 9,19 3.353.750 0,66
Angkutan/Komunikasi 692.404 1,49 629.069 1,44 470.245 1,19 520.089 0,10
Bank/Keu/Perum 489.177 1,05 451.850 1,03 371.923 0,94 350.431 0,07
Jasa 1.068.824 2,30 996.686 2,28 795.025 2,01 718.566 0,14
Total 46.480.292 100 43.793.375 100 39.555.108 100 510.757.229 100
Laju Pertumbuhan 6 11 - -
66
Tabel.4.1 Hasil Out Put Item Butir Pertanyaan Undang-undang No.38 Tahun 1999 (X1)
Butir Pertanyaan
r hitung r table Keterangan
1 0.380 0,381 Tidak Valid 2 0.670 0,381 Valid 3 0.819 0,381 Valid 4 0.723 0,381 Valid 5 0.618 0,381 Valid 6 0.470 0,381 Valid 7 0.684 0,381 Valid 8 0.616 0,381 Valid 9 0.592 0,381 Valid 10 0.656 0,381 Valid
Dari hasil SPSS diatas dapat disimpulkan bahwa dari 10 Butir pertanyaan
untuk Undang-undang No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, 1 diantaranya
adalah tidak valid.hal ini dapat dilihat dari perbandingan r hitung lebih kecil dati r
table yaitu butir pertanyaan ke-1 sedangkan untuk butir pertanyaan lainnya yaitu
2,3,4,5,6,7,8,9 dan 10 adalah valid.
Tabel.4.2 Hasil Validitas Try Out Butir Pertanyaan Undang-undang Pajak penghasilan No.17 Tahun 2000
Butir Pertanyaan
r Hitung r Tabel Keterangan
1 0.614 0,381 Valid 2 0.785 0,381 Valid 3 0.588 0,381 Valid 4 0.824 0,381 Valid 5 0.623 0,381 Valid 6 0.713 0,381 Valid
67
Dari hasil uji SPSS diatas dapat disimpulkan bahwa butir semua nutir
pertanyaan pada variable ini adalah valid. Pertanyaan inilah yang akan dipakai
untuk pengujian selanjutnya.hal ini dapat dilihat bahwa r hitung lebih besar dari r
table.
Tabel.4.3 Hasil Try Out Item Butir Pertanyaan Pelaksanaan Zakat sebagai pengurang
Penghasilan Kena pajak
Butir Pertanyaan r hitung r table Keterangan 1 0.291 0.381 Tidak Valid 2 0.584 0.381 Valid 3 0.701 0.381 Valid 4 0.821 0.381 Valid 5 0.721 0.381 Valid 6 0.646 0.381 Valid 7 0.721 0.381 Valid 8 0.851 0.381 Valid 9 0.496 0.381 Valid 10 0.654 0.381 Valid
Dari hasil uji SPSS diatas dapat disimpulkan bahwa butir pertabyaan
1,3,4,5,6,7,8,9 dan 10 valid.pertanyaan inilah yang akan dipakai untuk pengujian
selanjutnya.hal ini dapat dilihat bahwa r hitung lebih besar dari r table, sedangkan
untuk pertanyaan butir 1 dinyatakan tidak valid.karena r hitung lebih kecil dari r
table.
2. Karakterikris responden
Dalam penelitian ini karakteristis responden yang dipakai adalah jenis
kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, pekerjaan dan penghasilan rata-rata
perbulan responden.
68
Tabel.4.4 Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan Responden 60 20
Sumber : Data Primer yang diolah
Dilihat dari jenis kelamin pada data responden yang telah diolah,
responden yang berjenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 60 orang atau 75%dari
80 responden. sedangkan sebanyak 20 orang atau 25% adalah responden berjenis
perempuan.
Tabel.4.5 Jenis Usia
Usia Responden 17-30 Tahun 20 17-30 Tahun 43 46-60 Tahun 16 Lebih dari 60 Tahun 1 Total 80
Sumber : Data Primer yang diolah
Dilihat dari usia responden pada data yang diolah, responden yang berusia
17-30 tahun adalah sebanyak 20 orang atau 25% dari 80 responden.responden
yang berusia 31-45 tahun adalah sebanyak 43 orang atau 53,75% responden yang
berusia 46-60 tahun adalah 16 orang atau 20% dari 80 responden.sedangkan
sebanyak 1 orang atau 1,25%dari 80 responden adalah berusia diata 60
tahun.seingga dapat disimpulkan bahwa dari 80 responden yang diambil secara
acak, 42 orang diantaranya atau yang paling banyak menjadi responden dalam
69
penelitian ini adalah 31-45 tahun.hal ini menyimpulkan bahwa kebanyakan wajib
pajak PPh diseluruh KPP Kabupaten Bekasi adalah 31-45 tahun.
Tabel.4.6 Latar Belakang Pendidikan Responden
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden SD 0 SMP 0 SMU 26 Diplomat 12 Sarjana (S1) 36 Master (S2) 6 Doktor (S3) 0 Total 80
Sumber : Data Primer yang diolah
Dari data yang telah diolah, respondan yang telah menyelesaikan
pendidikan jenjang pendidikan SMU berjumlah 26 orang atau 32,5% dari 80
responden.12 orang atau 15% adalah lulusan diplomat 36 orang atau 45% dan 6
orang atau 7,5% dari 80 orang adalah berpendidikan S2 sedangkan Doktor (S3)
adalah 0% atau tidak ada begitu juga dengan lulusan SD dan SMP adalah (0)%
atau tidak ada. Hal ini dapat diartikan bahwa dari 80 responden yang diambil
secara acak di KPP Pratama Bekasi adalah kebanyakan responden yang memiliki
jenjang pendidikan sarjana S1.
Tabel.4.7 Pekerjaan Responden Responden
Jenis Pekerjaan Jumlah Responden Pegawai Swasta 48 Wiraswasta 20 Lain-Lain 12 Total 80 Sumber : Data Primer yang diolah
70
Dilihat dari pekerjaan responden pada data yang telah diolah, responden
yang bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 48 orang atau 60%, 20 orang atau
25% adalah bekerja sebagai wirausaha dan sisanya lain-lain sebanyak 12
responden atau sekitar 15%.
Tabel.4.8 Penghasilan Rata-rata Responden
Jumlah Penghasilan Jumlah Responden <Rp.1.000.000 0 Rp.1.000.000-2.000.000 30 Rp.2.000.000-3.000.000 27 >Rp.3.000.000 22 Total 80
Sumber : Data Primer yang diolah
Dapat dilihat dari table penghasilan rata-rata responden 0 atau tidak ada
dari 80 responden yang berpenghasilan dibawah Rp.1.000.000, 30responden atau
37,5% adalah berpenghasilan Rp.1.000.000-2.000.000,28 responden atau 35%
dari 80 responden adalah berpenghasilan antara Rp.2.000.000-3.000.000 dan
sisanya 22 responden atau 27,5% adalah berpenghasilan lebih 3.000.000.
Tabel.4.9 Undang-undang No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan zakat
Skala Likert Frekwensi Persentase Sangat Setuju 15 18,75% Setuju 33 41,25% Ragu-ragu 12 15% Tidak Setuju 14 17,5% Sangat Tidak Setuju 6 7,5% Total 80 100%
Sumber : Data Primer yang diolah
71
Butir pertanyaan ini adalah butir pertanyaan fovariabel pada variable
Undang-undang No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.atau butir
pertanyaan yang mengharapkan responden menjawab sangat setuju atau setuju
karena dengan ini berarti responden memilki tingkat pelaksanaan yang tinggi
mengenai zakat sebagai pengurang pengasilan kena pajak.
Dari 80 responden 15 orang atsu 18,75% menjawab sangat setuju 33 orang
atau 41,25% menjawab setuju, 12 orang atau 15% menjawab ragu-ragu,14 orang
atau 17,5% menjawab tidak setuju dan 6 orang atau 7.5% dari 80 responden
menjawab sangat tidak sutuju. Data ini menunjukan bahwa setengah populasi
lebih menyetujui zakat dapat mengurangi penghasilan agar umat islam tidak
terbebani dengan pembayaran ganda.
Tabel.4.9 Undang-undang No.17 Tahun 2000 tentang pajak penghasilan
Skala Likert Frekwensi Persentase Sangat Setuju 8 10% Setuju 41 51,25% Ragu-ragu 11 13,75% Tidak Setuju 12 15% Sangat Tidak Setuju 8 10% Total 80 100%
Sumber : Data Primer yang diolah
Butir pertanyaan ini adalah butir pertanyaan favorable,ini artinya jika
responden menjawab sangat setuju atau setuju maka responden memang
mengetahui bahwa adanya Undang-undang pajak penghasilan No.17 Tahun 2000
telah mengakomodir zakat.
72
Dari 80 orang 10 orang atau 10% menjawab sangat setuju, 41 orang atau
51,25% menjawab setuju, 11 orang atau 13,75% menjawab ragu-ragu, 12 orang
atau 15% menjawab tidak setuju dan 8 orang atau 10% dari 80 orang menjawab
sangat tidak setuju.ini artinya lebih dari setengah populasi sampel telah
mengetahui bahwa undang-undang No.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan
telah mengakomodir masalah zakat.
Tabel.4.9 Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak
Skala Likert Frekwensi Persentase Sangat Setuju 19 23,75% Setuju 34 42,5% Ragu-ragu 13 16,25% Tidak Setuju 10 12,5% Sangat Tidak Setuju 4 5% Total 80 100%
Sumber : Data Primer yang diolah
Pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang No.38 Tahun 1999
tentang pengelolaan zakat, begitupun Undang-undang pajak telah disesuaikan
agar zakat dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak dengan tujuan umat
muslim Indonesia tidak membayar beban ganda. Dan dapat diketahui dukungan
masyarakat akan adanya zakat dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak.
Dari 80 responden wajib pajak KPP Bekasi adala 19 orang atau 23,75%
menjawab sangat setuju, 52 orang atau 65% menjawab setuju, tidak ada atau 0%,
menjawab Ragu-ragu 9 orang atau 11,25% menjawab tidak setuju dari 80
responden tidak ada yg menjawab sangat tidak setuju.
73
3. Analisis deskritif
Berdasarkan hasil pengolahan regresi bergsn dengan menggunkan SPSS
15,0 for Windos data diketahui deskritif statistic data ini melalui table dibawah
ini:
N Min Max Mean Std Deviation
Variance
Undang-undang No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan zakat Undang-undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Pelaksanaan Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak Valid N (listwise)
80 80 80 80
11.00 10.00 16.00
43.00 27.00 43.00
31.1125 20.9250 35.3626
8.20311 23.134 45.753
67.291 23.134 45.753
Tabel ini dapat dilihat mean (rata-rata) dari undang-undang tahun 1999
sebesar 31,1125 dengan standar deviasi 8,20311. Untuk undang-undang No.17
Tahun 2000 memiliki mean 20,9250 dengan standar deviasi dan mean 4,80973
pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak sebesar 35,3625
dengan standar 6,76410.
4. Uji Hipotesis
Hasil Uji t Hitung
Unstandardized coefficiien
Standardized coefficien
B Std. Error
Beta t Sig
Constans Undang-undang No.38
15.395 .368
2.979 .081
.446
5.167 4.553
.000
.000
74
Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat Undand-undang No.17 Tahun 2000 tentang pajak penghasilan
.407
.138
.298
.2.953
.004
Dari hasil pengolahan data pada table ini nilai t hitung pada variable X adalah:
a. Variabel Undang-undang No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat
memiliki nilai p-value 0,000>0,05 artinya signifikan,sedangkan t hitung
4,553> dari t table 2,000 artinya signifikan,yang artinya secara parsial
undang-undang No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat mempunyai
pengaruh sinifikan terhadap pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan
kena pajak
b. Variable Undang-undang pajak penghasiln No.17 tahun 2000 memilki nilai p-
Value 0.004>0,05 sedangkan hasil t hiutng 2,953>t table 2,000 berarti variable
ini signifikan. Yang artinya secr parsial terdapat pengaruh yang signifikan
antara Undang-undang No.17 Tahun1999 tentang pajak penghasilan terhadap
pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
Hasil penelitian ini yang focus pada daerah penelitian wajib pajak yang ter
daftar di KPP Bekasi, peran undang-undang No.38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat dan undang-undang No.17 tahun 2000 tentang pajak
penghasilan secara paersial memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan zakat
sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
75
Uji f Hitung
Model Sum of Squares
df Mean Square
f Sig
Regression Residual Total
1416.896 2197.591 3614.488
2 77 79
708.448 28.540
24.823 .000(a)
Dari table hasil uji F diatas sebesar 3,44 artinya f hitung > F table signifikansi
sebesar 0,000 jauh lebih kecil dari 0,05 maka regresi bisa dipakai untuk
memprediksi variable pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena
pajak sevara simultan ( bersama-sama) berpengaruh terhadap pelaksanaan
zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
5. Hasil Uji RegresiLinier Berganda
Berdasarkan table diatas diperoleh persamaan berikut:
Pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak = 15,395 +
0,369 UU No.38 tahun 1999 + 0,407 UU No.17 tahun 2000
Dari persamaaan tersebut dapat diartikan bahwa 15,395 merupakan nilai
konstanta (α) menunjukan jika variable undang-undang No.38 Tahun 1999 dan
Undang-undang No.17 tahun 2000 dianggap konstan, maka pelaksanaan zakat
sebagai pengurang penghasilan kena pajak adala sebesar 15,305.
Variabel undang-undang No.38 tahun 1999 mempunya pengaruh positif
terhadap pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak dengan
koefisien regresi 0,368 yang artinya jika factor pelaksanaan terhadap undang-
undang No.38 tahun 1999 meningkat sebesar 1 tingkat maka pelaksanaan zakat
76
mengurangi penghasilan kena pajak akan sebesar 0,368 dan hasil uji signifikansi
sebesar 0,000 < 0.05 artinya signifikan. Dan variable undang-undang No.17 tahun
2000 mempunya pengaruh positif terhadap pelaksanaan zakat sebagai pengurang
penghasilan kena pajak dengan koefisien regresi 0,407 artinya factor pelaksanaan
Undang-undang No.17 tahun 2000 meningkat sebesar 1 tingkat maka pelaksanaan
zakat mengurangi penghasilan kena pajak akan meningkat sebesar 0,407.dan hasil
uji t menunjukan nilai signifikan sebesar 0,0004 < 0,05 artinya variable ini
signifikan.
Dari dua pengujian secara parsial (t), maka dapat dibuat kesimpulan
bahwa Ho ditolak dan Ha diterima.artinya Undang-undang No.38 tahun 1999
tentang pengelolaan zakat dan undang-undang No.17 tahun 2000 berpengaaruh
terhadap pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Dan dari
hasil penelitian penilis di KPP kabupaten Bekasi maka dapat dipersentasikan
beapa persent dari seluruhwajib pajak yang melaksanakan zakat sebagai
pengurang penghasilan kena pajak.
PERSENTASE PELAKSANAAN ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK BAGI WAJIB PAJAK KPP KABUPATEN BEKASI KODE KANTOR
UNIT.KERJA Jumlah Wajib Pajak (WP)
Jumlah PPKP WP
Pesrsentase PPKP WP
405 KPP Madya Bekasi 686.098 Jiwa 341.049 Jiwa 51% 432 KPP Pratama
Bekasi Selatan 598.761 Jiwa 234.561 Jiwa 42%
413 KPP Pratama Cikarang Selatan
445.792 Jiwa 682 Jiwa 0,22%
414 KPP Pratama 456.784 Jiwa 73 Jiwa 0,05%
77
Cikarang utara 435 KPP Pratama
Cibitung 433.116 Jiwa 102 Jiwa 0,09%
Alamat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Kab.Bekasi
KODE KANTOR
UNIT.KERJA ALAMAT NOMOR TELPON NOMOR FAXMILI
405 KPP Madya Bekasi
Gd.Menara pasifik Lt.5-6 Jl.MH.Yhamrin Kav.107
8800253,8800367 8802525,8822563
432 KPP Pratama Bekasi Selatan
Jl.Cut Mutia No.125 88346418,8834644 8893550
413 KPP Pratama Cikarang Selatan
Jl.Cikarang Baru Raya Office Park No.10 Mekar Mukti
89112105,8911210,89112107
89112108
414 KPP Pratama Cikarang utara
Jababeka Education Park Jl.ki HAjar Dewantara Kav.7,Cikarang Baru
89113584,8911360 89113604
435 KPP Pratama Cibitung
Gd.graha Sucofindo, Jl.Arteri Tol Cibitung No.1
88339637,8833963
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dengan adanya Undang-undang No.17 tahun 2000 zakat dapat menjadi
pengurang penghasilan kena pajak sehingga dapat mengurangi beban ganda
kewajiban yang harus dibayar oleh orang Muslim.
2. Adanya undang-undang zakat sebagai pengurang pengahasilan kena pajak
dinilai cukup maju namun pelaksanaannya nampaknya belum begitu
maksimal mengingat beberapa kelemahan antara lain dari segi sosilisasi
banyak masyarakat yang belum mengetahui adanya undang-undang tersebut
khususnya masyarakat bekasi.
3. Adapun pelaksanaan administrative zakat sebagai pengurang penghasilan
kena pajak adalah penghasilan bruto pribadi muslim atau lembaga muslim
dikurangi zakat 2,5 % hasil netto dari pengurangan zakat dibayarkan pajak
dengan membawa bukti setor zakat kepada kantor pajak.
B. Saran
1. Perlu ditingkatkannya sosialisasi zakat PKP sekaligus kebijakan bukti setor
zakat (BSZ) dan NPWZ banyak yang belum mengetahui adanya Undang-
undang No.17 tahun 200 oleh karena itu perlu sosialisasi kemasyarakat.
2. Perlu adanya perubahan administrative dari Undang-undang No.17 tahun
2000 dan undang-undang zakat No.38 tahun 1999 tentang pajak penghasilan
79
agar berubah yang awalnya zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak
menjadi zakat sebagai pengurang pajak.
3. Perlunya dilakukan perubahan Undang-undang No.38 tahun 1999 tentang
penggelolaan zakat dengan diberlakukannya sanksi bagi yang tidak
membayar zakat karena dalam undang-undang N0.38 tahun 1999 hanya
terdapat sanksi untuk amil saja.
80
DAFTAR PUSTAKA Al-Asqolani, Abi Fadhil Ahmad bin ali bin Hajar, Bulughu Al-Maram min Al-
Adilatul Ahkam, Mesir: Daarul Abidin, Tahun 1998
Al-Bagho, Muhamad Musthafa Diba, Mukhtashor Shahih al-Bukhari, cet al-Yamama Univ.Damaskus Tahun 1999
Al-Husainy, Abu Bakar bin Muhamad, Kifayatul Akhyar fii-halli Ghaayatil Ikhtishaar, Semarang: Thaha Putra, 2001
Ali, M.Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI Press, 1988
Al-Jaziri, Abdurrahman, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazhab al-Arba’ah, Beirut: Ihya Turats al-arabi,tt
Al-Sayyid, Sabiq, Fiqh al- Sunnah, Juz I, Libanon: Daarul Fikr, 1400 H/1980
Ash-Shiddieq, Tengku M.Hasbi, Pedoman Zakat, Jakarta: PT.Pustaka Rizki Putra,1999
Ashshofa, Burhan Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hl. 20
Asnaini, Zakat Produktif dalam Persfektif Hukum Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008
Asy-Syaukaaniy, Nailul Author, Juz VIII, Mesir: Mustahafaa Al-baby Al-Halaby
Bab IV, pasal 11(2), Undang-undang No. 38/1999
BAZNAS, Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak, makalah forum zakat
Berita Pajak, Konsep Penyetoran dan Pemungutan Zakat oleh Negara, 15 Desember 2001
Brotodiharjo, R.Santoso, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: Eresco N.V.,1965
Depag RI, Lahirnya UU No.38 tahun 1999 tentang zajak Penghasilan, Jakarta : 2006
Departemen Agama RI, Pedoman Zakat seri 9, Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf, 2006
81
Diba, Al- Al-Bagho, Muhamad Musthafa, Mukhtashor Shahih al-Bukhari, cet al-Yamama Univ.Damaskus Tahun 1999
Djuanda, Gustian, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2006
Hasan, M. Ali, Zakat dan Infak, Jakarta: kencana, 2006
Hhtp://blogdeta.blogspotcom/2009/Dasar Hukum-Pajak.html 31 mei 2009
Idris, Sofyan, Gerakan Zakat dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat Pendekatan Transformati, Jakarta: PT.Citra Putra bangsa,1997, cet.Ke-I
Koran Tempo, Pemerintah berlakukan Nomor Wajib Pajak., 22 Nopember 2001
Mahmud, Al-Ba’lyAbdul Al-Hamid, Ekonomi Zakat, Jakarta: PT.Grafindo Persada. 2006
Mansyuri, R., Pembahasan Mendalam atas Penghasilan. Jakarta: Penerbit YP4, 2000
Mughniyah, Muhamad Jawad, Fikih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2007
Muhammad, Zakat Profesi Wacana Pemikiran dalam Fikih Konteforer, Jakarta: salemba diniyah, cet.1
Najuddin, Masaail Fiqhiyyah, Jakarta: Kalam Mulya, 2003
Peraturan Menteri Keuangan No.254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib dapat dikurangkan dari Penghasilan
Peraturan Pemerintah Republik Ondonesia No.60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib dapat dikurangkan dari Penghasilan
Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat, Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa,1988
Qardhowi, Yusuf, Hukum Zakat, Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa, 1988
Rajid, Sualaiman, Fikih Islam, Bandung: Sinar Baru Algonsindo,1995
Redaksi PT.Ichtiar baru-van heove, Himpunan Peraturan PerUndang-undangan RI, Jakarta: PT.Intermasa, 1989
82
Redaksi PT.Ichtiar baru-van heove, Himpunan Peraturan PerUndang-undangan RI, Jakarta: PT.Intermasa, 1989
Saidi, Muhamad Djafar, Pembaruan Hukum Pajak, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007
Sanggona, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003
Shahih Bukhori, Riyadh: Daar el-Salam,2000
Shihab, M.Quraish, Tafsir Al-Misbah Volume 5, Jakarta: Lentera Hati, 2002
Soemitro, Rahmat, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan th 1944,seperti dalam Munawir, Perpajakan, Yogyakarta: liberty 1992
Soemitro, Rahmat, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, Yogyakarta: Libert 1992
Suparmoko, M., Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Badan Penerbit FE UGM,1987
Tjahjono, Ahmad dan Husaen, M.Fakhri, Perpajakan, Jakarta: UPP AMPYKPN, 2005
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan
Yafie, Ali, Menggagas Fikih Sosial dari Soal Lingkungan Hidup Asuransi Hingga Ukhuwah, Bandung: Mizan, 1995, cet.ke-3
Zaenudin, A.Rahman, Berbagai pandangan tentang zakat: Implikasinya pada pemerataan, Jakarta: paramadina, 2000