infertilitas manusia
DESCRIPTION
Infertilitas ManusiaTRANSCRIPT
FISIOLOGI REPRODUKSI
Nama : Soyadesita
NIM : 120342422490
Off : GZ
UJIAN 2 FISIOLOGI REPRODUKSI
1. Jelaskan apa saja faktor yang mempengaruhi sepasang suami istri sulit mempunyai anak?
Suami istri yang sulit mempunyai anak diakibatkan oleh infertilitas pada istri maupun
pada suami, atau kombinasi keduanya. Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil
setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual sedikitnya empat kali seminggu
tanpa kontrasepsi. Infertilitas pada wanita dan pria sebagai berikut:
A. Infertilitas pada wanita (istri)
1. Gangguan perkembangan folikuler dan ovulasi
Folikulogenenesis merupakan proses perubahan yang terjadi pada folikel
ovarium selama siklus ovarium. Perubahan folikel dari folikel primordia menjadi
folikel sekunder kemudian berubah menjadi folikel tersier dan terakhir menjadi folikel
De Graaf. Setelah terjadi ovulasi atau keluarnya sel telur, folikel De Graaf akan
berubah menjadi korpus luteum. Folikulogenesis dipengaruhi oleh sekresi hormon
Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) dari hipotalamus yang akan merangsang
pelepasan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari hipofisis yang mempengaruhi
maturasi folikel selama proses folikuler dan Lutenizing Hormone (LH) berperan
dalam proses ovulasi serta produksi progesteron oleh korpus luteum. Ketika terjadi
gangguan yang menyebabkan tidak disekresi atau kurangnya sekresi hormon, maka
akan menghambat maturasi folikel dan proses ovulasi sehingga ovum atau sel telur
sulit dihasilkan. Jarangnya sel telur yang dihasilkan ini mengakibatkan sulitnya suami
istri memperoleh keturunan karena ketika ada sel spermatozoa yang masuk ke saluran
reproduksi wanita tidak ada sel telur yang siap dibuahi.
Gangguan ovulasi jumlahnya sekitar 30-40% dari seluruh kasus infertilitas
wanita. Gangguan-gangguan ini umumnya sangat mudah didiagnosis menjadi
penyebab infertilitas. Terjadinya anovulasi dapat disebabkan tidak ada atau sedikitnya
produksi Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) oleh hipotalamus, sedikitnya
FISIOLOGI REPRODUKSI
sekresi hormon prolaktin, Polycystic Ovary Syndrome (PCOS), dan kegagalan
ovarium dini.
2. Gangguan anatomi saluran reproduksi
a. Gangguan pada vagina
Infeksi vagina seperti vaginitis, adanya infeksi yang diakibatkan Trichomonas
vaginalis yang hebat akan menyebabkan infeksi lanjut pada serviks, endometrium
bahkan sampai ke tuba falopi yang dapat menyebabkan gangguan pergerakan dan
penyumbatan pada tuba falopi sebagai organ reproduksi vital terjadinya fertilisasi dan
kehamilan. Disfungsi seksual dapat juga mencegah penetrasi penis, atau lingkungan
vagina yang sangat asam dapat mengurangi daya hidup sperma.
b. Gangguan pada serviks
Gangguan pada serviks yaitu perkembangan serviks yang abnormal sehingga
dapat mencegah migrasi sperma dan tidak mampu mempertahankan produk
kehamilan. Tumor serviks (polip, mioma) juga dapat menutupi saluran sperma atau
menimbulkan discharge yang mengganggu jalannya spermatozoa. Infeksi pada
serviks yang diakibatkan oleh genus Streptococcus, Staphylococcus, Gonococcus, dan
Tricomonas dapat menyebabkan servisitis.
c. Gangguan pada uterus
Gangguan pada uterus yaitu septum uteri, mioma uteri, adanya polip, dan
endometritis. Septum uteri yaitu kapasitas uterus kecil sehingga dapat menghambat
maturasi normal embrio, dibagi menjadi 3 kelompok yaitu stadium I yang memiliki
uterus 0-1 cm, stadium II yaitu 1-3 cm, dan stadium III yaitu > 3 cm. Mioma uteri
dapat menyebabkan infertilitas wanita 5-10%, mioma menghalangi transportasi sel
telur dan migrasi spermatozoa. Gangguan pada uterus dapat mengganggu implantasi,
pertumbuhan janin, serta penyaluran nutrisi dan oksigen ke janin.
d. Gangguan pada tuba falopi
Gangguan pada tuba falopi paling sering ditemukan yaitu 25-50%. Gangguan
pada tuba falopi dapat menghambat pergerakan ovum ke uterus, mencegah masuknya
sperma dan menghambat implantasi ovum yang telah dibuahi. Sumbatan pada tuba
falopi dapat terjadi akibat infeksi dan inflamasi. Infertilitas yang berhubungan dengan
gangguan pada tuba falopi ditandai dengan adanya peningkatan insiden penyakit
FISIOLOGI REPRODUKSI
radang panggul atau Pelvic Inflammatory Disease (PID). Pelvic Inflammatory Disease
menyebabkan adanya jaringan yang memblok kedua tuba falopi.
e. Gangguan pada ovarium
Gangguan pada ovarium yang dapat mempengaruhi infertilitas yaitu kista atau
tumor ovarium, penyakit ovarium polikistik, endometriosis, atau riwayat pembedahan
yang mengganggu siklus ovarium. Gangguan pada ovarium lainnya yaitu tidak adanya
ovulasi dan kelainan fungsi korpus luteum.
B. Infertilitas pada pria (suami)
1. Gangguan spermatogenesis
Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel spermatozoa,
spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus pada testis pria. Spermatozoa awalnya
berkembang dari spermatogonium A, spermatogonium B, spermatosit primer,
spermatosit sekunder, spermatid, hingga menjadi spermatozoa yang siap dirilis.
Proses spermatogenesis dipengaruhi pada kerja Follicle Stimulating Hormone (FSH)
dan Luteinizing Hormone (LH) yang dihasilkan oleh hipotalamus, hipofisis, dan testis
sendiri. Luteinizing Hormone (LH) bekerja pada sel-sel interstisial atau sel Leydig
yang merangsang pembentukan testosteron yang diperlukan untuk perkembangan
normal sel-sel spermatogenik. Follicle Stimulating Hormone (FSH) diketahui bekerja
pada sel Sertoli yang merangsang spermatogenesis dan memudahkan sintesis dan
sekresi protein pengikat androgen. Ketika terjadi gangguan yang menyebabkan tidak
disekresi atau kurangnya sekresi hormon, maka akan menghambat proses
spermatogenesis sehingga sel-sel spermatozoa sedikit dihasilkan, morfologinya tidak
normal seperti kepala besar atau kecil, ekor melilit, ekor melekuk, kepala patah, satu
kepala dua ekor, satu ekor dua kepala, dll. Sedikitnya spermatozoa yang dihasilkan,
kelainan morfologi (abnormalitas), dan motilitas spermatozoa yang kurang atau
spermatozoa tidak bergerak progresif menyebabkan persentase kemungkinan sperma
mencapai sel telur saat terjadi koitus semakin sedikit, sehingga tidak dapat terjadi
fertilisasi. Kegagalan spermatogenesis juga dapat disebabkan faktor genetik seperti
sindrom Klinefelter, mikrodelesi kromosom Y, atau kerusakan langsung lainnya
terkait anatomi (crytorchidism, varikokel), infeksi, atau gonadotoksin.
2. Gangguan fungsi sperma
Gangguan fungsi sperma terjadi akibat antibodi antisperma, radang saluran
genital (prostatitis), varikokel, kegagalan reaksi akrosom, ketidaknormalan biokimia,
FISIOLOGI REPRODUKSI
atau gangguan dengan perlengketan sperma (ke zona pelusida) atau penetrasi.
Gangguan-gangguan tersebut menyebabkan kegagalan fertilisasi sehingga tidak
terjadi kehamilan.
3. Gangguan koitus dan ejakulasi
Faktor-faktor fisik yang menyebabkan ketidakmampuan koitus dan ejakulasi,
misalnya diabetes, hipospadia, epispadia, deviasi penis seperti priapismus atau
penyakit peyronie serta faktor-faktor psikologis yang menyebabkan ketidakmampuan
untuk mencapai atau mempertahankan ereksi dan kebiasaan pria alkoholisme kronik
dapat menyebabkan kegagalan fertilisasi dan terjadinya kehamilan.
4. Gangguan anatomi saluran reproduksi
Gangguan saluran reproduksi pria misalnya sumbatan pada duktus akibat
vasektomi, tidak adanya vas deferens bilateral, atau sumbatan kongenital pada
epididimis atau duktus ejakulatorius menyebabkan spermatozoa tidak dapat atau
sedikit diejakulasikan sehingga jumlah atau konsentrasinya kurang dan tidak dapat
membuahi sel telur.
C. Gangguan fertilisasi
Fertilisasi adalah proses peleburan inti sel telur (ovum) dan inti sel sperma sehingga
membentuk zigot. Gangguan pada fertilisasi dapat terjadi apabila spermatozoa gagal
mencapai ovum akibat kurangnya konsentrasi dan motilitas spermatozoa, gagalnya proses
kapasitasi atau penyesuaian spermatozoa dalam saluran reproduksi wanita, dan gagalnya
reaksi akrosom menembus zona pelucida. Jika kapasitasi gagal, maka reaksi akrosom tidak
akan terjadi, gagalnya kapasitasi bisa disebabkan oleh kurangnya molekul yang berperan
dalam peningkatan permiabilitas membran spermatozoa sehingga kadar kalsium rendah, jika
kadar kalsium rendah maka aktivitas adenyl cyclase pada spermatozoa rendah dan kadar
cAMP rendah, rendahnya kadar cAMP menyebabkan kurangnya fosforilasi pada protein
spermatozoa. Kegagalan reaksi akrosom dapat terjadi misalnya akibat adanya antigen
fertilisasi-1 (FA-1) yang merupakan antigen yang terdapat pada sel-sel germinal laki-laki.
FA-1 adalah glikoprotein spesifik-sperma yang didapatkan dari membran plasma sel germinal
manusia. Reaksi antibodi terhadap FA-1 tidak mengaglutinasi atau menyebabkan
immobilisasi sel sperma, antibodi ini menghambat fertilisasi dengan cara mempengaruhi
FISIOLOGI REPRODUKSI
interaksi antara sperma dan zona pellucida. FA-1 menghambat penetrasi sperma ke ovum
melalui pengaruhnya terhadap kapasitasi dan reaksi akrosom sel sperma.