infertilitas pada pria
DESCRIPTION
referatTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurang lebih 10-15% istri dari pasangan suami-istri atau pasutri yang
berhubungan seksual tanpa mempergunakan alat kontrasepsi belum hamil pada
tahun pertama perkawinan. Kegagalan pasutri dalam memperoleh keturunan itu,
30% disebabkan oleh faktor yang berasal dari suami, 20% disebabkan oleh faktor
yang berasal dari suami dan isteri. Jadi paling sedikit terdapat 50% penyebab
infertilitas berasal dari pria.1
Meskipun pada tahun-tahun berikutnya kemungkinan untuk mendapatkan
kehamilan masih tetap ada, tetapi pasutri yang belum berhasil pada saat itu
kemungkinan untuk tetap infertile (mandul) cukup besar sehingga evaluasi medik
harus sudah mulai dilakukan.2
Mengingat kemungkinan infertilitas yang disebabkan oleh istri juga cukup
besar maka evaluasi infertilitas pada pasutri harus dilakukan secara komprehensif
bersama-sama dengan seorang spesialis ginekologi.1,2
WHO pada awal tahun 90-an mendata 50 sampai 80 juta pasangan didunia
mempunyai masalah fertilitas, dan diperkirakan sekitar 2 juta pasangan infértil
baru muncul setiap tahun, jumlah ini diperkirakan terus meningkat. Walaupun
angka ini kecil dibandingkan 5,9 juta kasus baru kanker per tahun dan 100 juta
kasus baru malaria,masalah infertilitas cukup berarti dan dapat menimbulkan
penderitaan pribadi, masalah keluarga dan sosial. Di samping itu infertilitas
mungkin merupakan manifestasi klinis dari keadaan patologis, baik pada pihak
istri maupun suami. Lebih kurang seperlima pasangan usia subur di Amerika
Serikat adalah pasangan infertil.Sekitar 10% dari pasangan suami-istri mengalami
infertilitas. Faktor peyebabinfertilitas berasal dari suami, istri, atau keduanya.
Faktor lain dari kedua belah pihak sebesar 30-40%. Menurut penelitian yang
dilakukan Lim dan Ratnam, faktor penyebabyang berasal dari suami sebesar 33%,
sedangkan hasil penelitian WHO pada 1989 sebesar 40%. Penelitian yang
dilakukan Arsyad terhadap 246 pasangan infertil di Palembangmenunjukkan
infertilitas yang disebabkan faktor pria sebesar 48,4% .1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, patogenesa,
diagnosa, terapi, dari infertilisasi pada pria ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi,, patofisiologi, patogenesa,
diagnosa, terapi dari Infertilitas pada pria.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Infertilitas
Infertilitas adalah tidak terjadinya konsepsi setelah bersenggama dalam
waktu satu tahun tanpa proteksi (smith). Definisi lain dari infertilitas adalah tidak
adanya kehamilan setelah satu tahu bersenggama dengan frekuensi yang wajar
tanpa menggunakan kontrasepsi.
Infertilitas adalah suatu keadaaan pasangan suami istri yang telah kawin
satu tahun atau lebih (WHO 2 tahun) dan telah melakukan hubungan seksual
secara teratur dan adekuat tanpa memakai kontrasepsi tapi tidak memperoleh
kehamilan atau keturunan. Dari pengertian infertil ini terdapat tiga faktor yang
harus memenuhi persyaratan yaitu lama berusaha, adanya hubungan seksual
secara teratur dan adekuat, tidak memakai kontrasepsi
Secara garis besar infertilitas dapat di bagi dua yaitu:
1. Infertilitas primer, suatu pasangan dimana istri belum hamil walau telah
berusahaselama satu tahun atau lebih dengan hubungan seksual yang teratur
dan adekuattanpa kontrasepsi.
2. Infertilitas sekunder, bila suatu pasangan dimana sebelumnya istri telah hamil,
tapikemudian tidak hamil lagi walau telah berusaha untuk memperoleh
kehamilan satutahun atau lebih dan pasangan tersebut telah melakukan
hubungan seksual secarateratur dan adekuat tanpa kontrasepsi.Pada infertilitas
sekunder ini sebagian telah mempunyai anak, tapi adakeinginan untuk
menambah anak, baik karena anaknya masih satu atau karena jeniskelamin
yang diinginkan belum didapatkan. Dan sebagian lagi memang istri
telah pernah hamil mungkin anak yang lahir meninggal atau mengalami
keguguran dan sebagainya (Masrizal,2006)
2.2 Epidemiologi
Infertility terjadi pada 15% pasanyan. Sekitar 40% kasus disebabkan
masalah pada pria , 40% masalah dari wanita dan 20% sisanya disebabkan oleh
keduanya.(smith)
Menurut WHO, insidensi infertilitas adalah sekitar 8-10% dari pasangan
suami istri di seluruh dunia (sekitar 50-80 juta pasangan). Sedangkan di
Indonesia, insidensinya adalah sekitar 12% (3 juta pasangan). Bahkan dari
kepustakaan lain ada yang menyebutkan 1 dari 7 pasutri di Indonesia mengalami
infertilitas.
2.3 Etiologi
Proses reproduksi untuk mencapai suatu kehamilan adalah suatu proses
yang kompleks, hasil dari beberapa tahapan. Untuk terjadinya sebuah kehamilan,
diperlukan hal-hal sebagai berikut:2,3
1. Adanya pelepasan oosit yang normal saat ovulasi
2. Produksi spermatozoa yang adekuat (jumlah, bentuk, dan geraknya)
3. Tuba fallopi yang normal dimana fertilisasi terjadi, dan
4. Transport dari tuba ke endometrium untuk implantasi dan pertumbuhan.
Infertilitas dapat disebabkan oleh gangguan dalam salah satu dari langkah-
langkah tersebut di atas.
Infertilitas yang disebabkan faktor wanita berjumlah sekitar 40% dari
seluruh kasus. Faktor pria juga sekitar 40% kasus. Sedangkan sisanya yaitu
sebanyak 20% kasus tidak diketahui penyebabnya.4
Mereka yang mengalami infertilitas dengan penyebab yang tidak diketahui
ini dapat dikategorikan sebagai normal infertile couple (NIC), yang menunjukkan
bahwa semua tes standar yang dilakukan untuk mengevaluasi pasangan
memberikan hasil yang normal.1,4
Banyak faktor yang menyebabkan mengapa seorang wanita tidak bisa atau
sukar menjadi hamil setelah kehidupan seksual normal yang cukup lama. Diantara
faktor-faktor tersebut yaitu faktor organik / fisiologik, faktor ketidakseimbangan
jiwa dan kecemasan berlebihan.6 Dimic dkk di Yugoslavia mendapatkan 554
kasus (81,6%) dari 678 kasus pasangan infertil disebabkan oleh kelainan organik,
dan 124 kasus (18,4%) disebabkan oleh faktor psikologik. Ingerslev dalam
penelitiannya mengelompokkan penyebab infertilitas menjadi 5 kelompok yaitu
faktor anatomi, endokrin, suami, kombinasi, dan tidak diketahui (unexplained
infertility).7
Sumapraja membagi masalah infertilitas dalam beberapa kelompok yaitu
air mani, masalah vagina, masalah serviks, masalah uterus, masalah tuba, masalah
ovarium, dan masalah peritoneum. Masalah air mani meliputi karakteristiknya
yang terdiri dari koagulasinya dan likuefasi, viskositas, rupa dan bau, volume, pH
dan adanya fruktosa dalam air mani. Pemeriksaan mikroskopis spermatozoa dan
uji ketidakcocokan imunologi dimasukkan juga kedalam masalah air mani.8
2.4 Fisiologi reproduksi pria
Kemampuan seorang pria untuk memberikan keturunan tergantung pada
kualitas sperma yang dihasilkan oleh testis dan kemampuan organ reproduksinya
untuk menghantarkan sperma bertemu dengan ovum. Kualitas sperma yang baik
dapat dihasilkan oleh testis yang sehat setelah mendapatkan rangsangan dari
organ-organ pretestikuler melalui sumbu hipotalamo-hipofisis-gonad.
Kemampuan sperma untuk melakukan fertilisasi ditentukan oleh patensi organ-
organ pasca testikuler dalam menyalurkan sperma untuk bertemu dengan ovum.
Spermatogenesis
Sperma diproduksi di dalam testis melalui proses spermatogenesis. Proses
ini diatur oleh sumbu hipotalamo-hipofisis-gonad. Hipotalamus mengeluarkan
hormon Gonadotropin releasing hormone (GnRH) yang merangsang kelenjar
hipofisis anterior untuk memproduksi hormon gonadotropin yaitu Follicle
Stimulating hormone (FSH) dan Luteinizing hormone (LH).
Gambar 1 : Komponen utama aksis HPG dan dikenal sistem hormon umpan balik. GnRH, gonadotropin- melepaskan hormon; PRL, prolaktin; T, testosteron; FSH, follicle-stimulating hormone, LH, luteinizing hormon; +, umpan balik positif; -, umpan balik negate
Produksi hormon testosteron oleh sel Leydig di dalam testis diatur oleh LH
dan pada kadar tertentu, testosteron memberikan umpan balik negatif kepada
hipotalamus/hipofisis sebagai kontrol terhadap produksi LH. FSH merangsang
tubuli seminiferi (terutama sel-sel Sertoli) dalam proses spermatogenesis, di
samping itu sel-sel ini memproduksi inhibin yaitu suatu substansi yang
mengontrol produksi FSH melalui mekanisme umpan balik negatif (Gambar 17-
1).
Gambar 2 Skema reproduksi pria, dimulai dari fase pre testikuler-testikuler (pada sumbu hipotalamo-hipofisis-gonad) sampai pasca testikuler. HT: hipotalamus, HA: hipofisis anterior.
1. Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan
menjadi spermatosit primer. Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat
melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini
mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit
primer. Spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau mengandung 23 kromosom
berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel germinal yang disebut
spermatogonia tipe A. Spermatogonia tipe A membelah secara mitosis menjadi
spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini
akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih bersifat diploid
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya
dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu
spermatosit sekunder.
2. Tahapan Meiois
Spermatosit primer menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak
dan segera mengalami meiosis I menghasilkan spermatosit sekunder yang n
kromosom (haploid). Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara
meiosis II membentuk empat buah spermatid yang haploid juga.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang
lengkap terpisah, tapi masih berhubungan lewat suatu jembatan (Interceluler
bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang
gelap.
3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4
fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir
berupa empat spermatozoa (sperma) masak. Ketika spermatid dibentuk pertama
kali, spermatid memiliki bentuk seperti sel-sel epitel. Namun, setelah spermatid
mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat bentuk yang terdiri dari kepala
dan ekor.
Gambar 3 Spermatogenesis
Bila spermatogenesis sudah selesai, maka ABP testosteron (Androgen
Binding Protein Testosteron) tidak diperlukan lagi, sel Sertoli akan menghasilkan
hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada hipofisis agar menghentikan
sekresi FSH dan LH.
Spermatozoa akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar cowper.
Spermatozoa bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut dikenal sebagai semen
atau air mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat mengeluarkan 300 –
400 juta sel spermatozoa.
Proses Ejakulasi
Sperma yang dibentuk di tubuli seminiferi terkumpul di dalam rete testis,
(yaitu tempat bermuaranya tubuli seminiferi di dalam testis), yang kemudian
disalurkan ke epididimis melalui duktuli eferentes. Di dalam epididimis sperma
mengalami maturasi sehingga mampu bergerak (motile), disimpan beberapa saat
di kauda epididimis, dan selanjutnya dialirkan melalui vas deferens untuk
disimpan di ampula duktus deferens.
Sperma dikeluarkan dari organ reproduksi pria melalui proses ejakulasi.
Proses ini diawali dari fase emisi yaitu terjadinya kontraksi otot vas deferens dan
penutupan leher buli-buli dibawah kontrol saraf simpatik. Proses itu menyebabkan
sperma beserta cairan vesikula seminalis dan cairan prostat terkumpul di dalam
uretra posterior dan siap untuk disemprotkan keluar dari uretra. Proses ejakulasi
terjadi karena adanya dorongan ritmik dari kontraksi otot bulbo kavernosus.
Komposisi cairan yang diejakulasikan atau disebut semen terdiri atas
spermatozoa (1%), cairan vesikula seminalis (50-55%), cairan prostat (15-20%),
dan cairan-cairan dari epididimis dan vas deferens.
Setelah dideposit di dalam vagina, sperma masih dapat hidup hingga 36-72
jam. Dalam waktu 5 menit sperma dapat bergerak mencapai ampula tuba falopii
dan setelah mengalami perubahan fisiologis bertemu dengan ovum dan terjadilah
fertilisasi.
Diagram 1 : proses ejakulasi
Struktur Sperma
Sperma diproduksi di testis, organ reproduksi pria. Pria mulai
memproduksi sperma saat pubertas (kurang lebih usia 15 tahun), dan sebagian
besar pria mempunyai sperma dewasa sampai usia tua. Sperma diproduksi
sebanyak 300 juta per hari, dan mampu bertahan hidup selama 48 jam setelah
ditempatkan di dalam vagina sang wanita. Rata-rata volume air mani untuk setiap
ejakulasi adalah 2.5 sampai 6 ml, dan rata-rata jumlah sperma yang diejakulasikan
adalah 40-100 juta per ml.
Spermatozoa masak terdiri dari :
1. Kepala (caput), terdiri dari sel berinti tebal dengan hanya sedikit
sitoplasma, mengandung inti (nukleus) dengan kromosom dan bahan
genetiknya. Pada bagian membran permukaan di ujung kepala sperma
terdapat selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom mengandung
enzim hialuronidase dan proteinase yang berfungsi untuk menembus
lapisan pelindung ovum.
2. Leher (cervix), menghubungkan kepala dengan badan.
3. Badan (corpus), banyak mengandung mitokondria yang berfungsi sebagai
penghasil energi untuk pergerakan sperma.
4. Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam
vas deferen dan ductus ejakulotoris.
Gambar 4 : struktur sperma
2.5 Etiologi
Infertilitas pria dapat disebabkan oleh karena kelainan yang terdapat pada
fase: (1) pre testikuler yaitu kelainan pada rangsangan proses spermatogenesis, (2)
testikuler yaitu kelainan dalam proses spermatogenesis, dan (3) pasca testikuler
yaitu kelainan pada proses transportasi sperma hingga terjadi fertilisasi (Tabel 17-
1 dan Gambar 17-1). Selain itu 40% penyebab infertilitas pria adalah idiopatik
yaitu infertilitas yang masih belum dapat diketahui penyebabnya.
Tabel 17-1. Etiologi Infertilitas Pria
PreTestikuler • Kelainan pada hipotalamus
• Defisiensi hormon gonadotropin yaitu LH, dan FSH
• Kelainan pada Hipofisis
• Insufisiensi hipofisis oleh karena tumor, radiasi, atau operasi
• Hiperprolaktinemia
• Hemokrornatosis
• Substitusi/terapi hormon yang berlebihan
Testikuler • Anomali kromosom
• Anorkhismus bilateral
• Gonadotoksin : obat-obatan, radiasi
• Orkitis
• Trauma testis
• Penyakit sistemik: gagal ginjal, gagal hepar, anemi bulan sabit
• Kriptorkismus
• Varikokel
Pasca
Testikuler
• Gangguan transportasi sperma
• Kelainan bawaan: vesikula seminalis atau vas deferens tidak
terbentuk yaitu pada keadaan congenital bilateral absent of the
vas deferens (CBAVD)
• Obstruksi vas deferens/epididimis akibat infeksi atau
vasektomi
• Disfungsi ereksi, gangguan emisi, dan gangguan
ejakulasi (ejakulasi retrograd)
• Kelainan fungsi dan motilitas sperma
• Kelainan bawaan ekor sperma
• Gangguan maturasi sperma
• Kelainan imunologik
• Infeksi
Tabel 1 : penyebab infertilitas pada pria
Penyebab infertilitas pada pria.
Pretesticular / Penyakit hipotalamus.
1) Gonodotropin defisiensi (kaliman syndrome)
Gejalanya adalah anosmia, wajah asimetris, buta warna, kalainan ginjal,
mikrocefalus dan cryptochidismus. Dan gejala utamanya adalah
terlambarnya purbertas, testis pasien atropi (<2 cm) dengan biopsy
memperlihatkan germ cell arrest dan sel leydig hipoplasi. Evaluasi
hormon : testoteron, LH dan FSH rendah.
2) Isolated LH defisiensi (Fertile cunuch)
LH cukup untuk stimulasi produksi testoteron intra testiculan dan
spermatogenesis tapi tidak dapat merangsang maskulinisasi. Akibatnya
pasien memiliki proporsi tubuh eunuchoid, maskulinisasi yang bervariasi
dan sering gynecomasti, ukuran testis normal tapi hasil ejakulasi,
spermanya sangat sedikit, estenormal, tetapi LH dan testoteron menurun.
3) Defisiensi FSH.
Maskulinisasi normal, testis normal, LH & FSH normal, FSH turun dan
dengan GnRH tidak berrespon jumlah sperma azoospermia hingga
oligosperma.
4) Cengenital Hypogonadotropik sindrom.
(Prader – willi syndrome) Delesi gen kromoson 15. Tandanya : Obesitas
genetik, retardasi, tangan & kaki kecil, spermatogenesis dapat di rangsang
dengan FSH dan LH eksogen.
Pituitary desease
1) Pituitary insufisiensi
Bisa disebabkan oleh tumor, infalk, pembedahan radiasi, dan infitresi dan
granuloma proses.
2) Hiperprdaktinani
3) Hormon eksogen dan endogen
Bisa berupa estrogen, endrogen, glukokortikaid, hiper dan hipotiroid, dan
growth hormone.
Testicular
1) Kelainan kromosom
Yang tersering adalah klinefelter sindrom trias klinefelter sindrom,: testis
kecil, gejnekomosti, dan azoosperma, kelainan kromosom yang lain adalah
hoonan sindrom yang ditandai dengan webbed neck, badan pendek, dan
kelainan jantung.
Beberapa sindrom lainnya : xx male sindrom, XYY sindrom, myotonic
distrofi, vanishing testis sindrom, sertoli cell only sindrom, Y kromosom
mikrodelesi.
2) Gonadotoksin
Radiasi masih diperdebatkan efeknya terhadap produksi sperma. Obat –
obatan yang dapat pengaruhi infestiktis adalah ketokanazol, spironalakton dan
alkohol yang hambat sintesis teskoteron, cemetidin yang merupakan antagonis
androgen dan beberapa obat lain sperti : CCB, As Valproath, kolkisin,
alfabloker, litium dll.
3) Penyakit sistemik
Penyakit sistemik yang dapat sebabkan infertilitas, gagal ginjal (Uremia
menyebabkan menurunya libido, disfungsi ereksi dan ginekomasti, sirosis
hepatis juga penyakit siokle sel.
4) Aktivitas androgen yang disebabkan dua kondisi : defisiensi 5 – alfa reduktase
& defisiensi reseptor androgen.
5) Anorkidisme
Anorkidisme adalah penyakit dimana testis hanya bejumlah satu atau tidak
ada sama sekali.
6) Cidera testis :
- Orkitis : Inflamasi jaringan testis yang paling banyak disebabkan infleksi
bakteri dan virus (mumps arkitis)
- Torsio testis : golden periode nya adalah 6 jam jika lebih dapat menjadi
inferti munokosis.
Post testicular
1) Uretritis
Uretritis adalah peradangan uretra dengan gejala rasa gatal pada penis dan
sering buang air kecil. Organisme yang paling sering menyebabkan uretritis
adalah Chlamydia trachomatis, Ureplasma urealyticum atau virus herpes.
2) Prostatitis
Prostatitis adalah peradangan prostat yang sering disertai dengan
peradangan pada uretra. Gejalanya berupa pembengkakan yang dapat
menghambat uretra sehingga timbul rasa nyeri bila buang air kecil.
Penyebabnya dapat berupa bakteri, seperti Escherichia coli maupun bukan
bakteri.
3) Epididimitis
Epididimitis adalah infeksi yang sering terjadi pada saluran reproduksi
pria. Organisme penyebab epididimitis adalah E. coli dan Chlamydia.
4) Orkitis
Orkitis adalah peradangan pada testis yang disebabkan oleh virus parotitis.
Jika terjadi pada pria dewasa dapat menyebabkan infertilitas.
Hyperthropic prostat
Hyperthropic prostat adalah pembesaran kelenjar prostat yang biasanya
terjadi pada usia-usia lebih dari 50 tahun. Penyebabnya belum jelas diketahui
2.6 Evaluasi dan Diagnosis
Evaluasi pasutri yang menderita infertilitas harus dilakukan secara
komprehensif bersama ahli obstetri dan ginekologi, yang bertujuan untuk mencari
kemungkinan adanya kelainan dari fihak isteri. Evaluasi dari fihak pria meliput
anamnesis, pemeriksaan fisis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang yang
mungkin dapat mememukan penyebab infertilitas.
Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan mengenai riwayat seksual, riwayat penyakit yang
pernah diderita, dan riwayat reproduksi sang isteri seperti terlihat pada tabel 2
I. Riwayat seksual:Libido/potensi seksual, frekuensi senggama, dan penggunaan lubrikan pada saat senggama
II. Riwayat penyakit dahulu:- Penyakit sistemik (kencing manis, gangguan faal ginjal, faal liver, dan
fungsi tiroid), infeksi saluran kemih, mump (gondongen), sering menderita episode febris, trauma, atau torsio testis
- Riwayat pemakaian obat-obatan dalam jangka lama : marijuana dan steroid
- Riwayat operasi: pasca herniorafi, orkidopeksi, dan pembedahan pada retroperitoneal
- Pekerjaan dan kebiasaan: perokok, alkohol, terpapar oleh radiasi, dan pestisida
III. Riwayat reproduksi pasangannya (isteri).Tabel 2 : Anamnesis pasien infertil
Libido maupun potensi seksual yang lemah mengurangi kemampuan
sperma mengumpul di vagina, sedangkan penggunaan pelicin sewaktu senggama
dapat mengurangi motilitas sperma seperti pada pemakaian air ludah/saliva, dan
bahkan dapat membunuh sperma seperti pada pemakaian jeli KY.
Tindakan pembedahan yang pernah dijalani pada masa lalu dapat pula
mempengaruhi sistem reproduksi, antara lain: herniorafi dapat merusak pembuluh
darah vas deferens, pembedahan pada pelvis dan rongga retroperitoneal dapat
mempengaruhi fungsi seksual.
Penyakit sistemik (kencing manis, gagal ginjal, gagal liver, anemia bulan
sabit, dan disfungsi tiroid) dapat menurunkan kualitas testis dan mengurangi
potensi seksual. Infeksi gonore atau tuberkulosis pada masa lalu menyebabkan
pembuntuan vas deferens, epididimis, maupun duktus ejakulatorius. Demikian
pula serangan parotitis akut (mump) yang diderita pada usia pubertas dapat
meyebabkan kerusakan testis.
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dicari kemungkinan adanya kelainan sistemik atau
kelainan endokrinologi yang mempengaruhi proses spermatogenesis dan proses
transportasi sperma, seperti terlihat pada tabel 17-3.
Diperhatikan penampilan pasien, apakah tampak feminin atau seperti
orang yang telah dikebiri (orang kasim atau eunuchoidism) yaitu badannya
tumbuh besar, pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, dan badan sangat jarang,
dan organ genitalia ukurannya kecil. Dicari kemungkinan adanya ginekomasti,
anosmia (pada sindroma Kallmann), galaktore, dan gangguan lapangan
penglihatan yang terdapat pada tumor hipofisis.
Pemeriksaan genitalia pria meliputi testis, epididimis, vas deferens,
vesikula seminalis, prostat, dan penis. Pada palpasi testis, diperhatikan konsistensi
dan ukurannya. Panjang testis diukur dengan kaliper, sedangkan volume testis
diukur dengan orkidometer atau USG. Panjang testis normal orang pada dewasa
adalah lebih dari 4 cm dengan volume 20 ml. Testis yang mengecil merupakan
tanda adanya kerusakan tubulus seminiferus. Dicari pula kemungkinan adanya
varikokel yang dapat mempengaruhi kualitas maupun kuantitas sperma.
Epididimis diperiksa mulai dari kaput, korpus, dan kauda. Adanya
obstruksi pada epididimis ditandai dengan adanya jaringan fibrosis yang teraba
seperti tasbeh akibat infeksi kuman tuberkulosis.
Tidak didapatkannya vas deferens pada kedua sisi perlu difikirkan adanya
kelainan bawaan pada vas deferens atau congenital bilateral absent of the vas
deferens (CBAVD), yang menyebabkan kegagalan dalam transportasi sperma.
I. Pemeriksaan Umum:Fisik tubuh kekar, ginekomasti, galaktore, anosmia, atau penyenpitan lapangan pandang (visualfield)
II. Pemeriksaan genitaliaJaringan parut (bekas herniotomi atau bekas orkidopeksi / orkidektomi), keadaan testis (jumlah, ukuran, dan konsistensinya), varikokel, epididimis atau vas deferens menebal atau tak teraba, adanya hipospadi, atau penyempitan muara uretra
III. Colok duburMenilai pembesaran/nyeri pada prostat, keadaan vesikula seminalis, dan reflek bulbokavernosus.
Tabel 3 : Pemeriksaan Infertilitas pada Pria
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium adalah bagian penting dari evaluasi inpertilitas pada
pria. Pemeriksaan yang di perlukan :
1) Urinalisa dapat memberikan informasi : adanya infeksi, kematuri, glukosauria,
atau penyakit ginjal dan gambaran kelainan anatomi atau masalah medis pada.
2) Semen Analisa : memberikan informasi produksi sperma dan patensi dari
saluran reproduksi, nilai normal semen analisa berdasarkan standar WHO
(1999) terdapat pada tabel berikut :
Vomule ejakulasi 1,5 – 5,5 mlKonsentrasi sperma >20 x 106 Sperma/ ml
Mobilitas >50 %Florward Iorogresion 2 (Skala 1 – 4)
Morfologi >30% bentuk normalTanpa aglutinasi (clumping), white cells, atau meningkatnya viskositas
Tabel 4 : Penilaian dan nilai normal analisis sperma
Semen Collection : Cara pengumpulan semen mempengaruhi hasil analisa
semen. Jika pasien absen caitus selama, 1 minggu, volume semen bisa
mencapai 0,4 ml, dan konsetrasi sperma bisa mencapai 10 – 15 juta/ ml.
motilitas sperma berkurang jika absen koitus 5 km 5 hari/ lebih dengan
alasan itu, pengumpulan sperma, dilakukan setelah 48 – 72 jam setelah
koitus, dibutuhkan 2 x pengumpulan sperma, dikeluarkan bisa dengan self
stimulation atau coitus interplus (yang ideal) atau dengan kondom yang
nonspermiciadal. Analisa dilakukan harus dalam 1 jam setelah ejakulasi,
karena jika lebih bisa pengaruhi motalitas dan sample disimpan dalam
temperature tubuh.
Computer Assisted semen Analysis.
Seminal fructose and postejaculate urinalysis
Fruktosa adalah karbohidrat dari vasicula seminalis dan ada dalam hasil
ejakulasi. Jika tidak terdapat fruktosa, mengindikasikan obstruksi/ agenisis
vesicular seminalis. Di Indikasikan pada pasien daya volume ejakulasi
yang rendah dan konsentrasi sperma yang kurang.
3) Pemeriksaan hormon.
Evaluasi dari pituitary – gonadal axis dapat member informasi berharga
masalah pada pituitary axis dapat menyebabkan infertilises seperti
hyperprolaktinemi, defisiensi gonadotropin, congerital adrenal hyperplasia
FSH, testoteron, LH, Prolaktin, Thyroid hormon, estrodiol.
Kondisi Testoteram FSH LH ProlaksinNormal NL NL NL NLPrimary testis failatre ↓ ↑ NL / ↑ NLNy Pogonadotropic , Nypogonadisme ↓ ↓ ↓ NLNy Perprolaetinemi ↓ ↓/ NL ↓ ↑Androgen Resisten ↑ ↑ ↑ NL
NL : Normal, ↑ : meningkat , ↓ : Menurun.
Tabel 5 : Pemeriksaan hormon
4) Adjunctive test.
- Semen leukasih analysies.
- Anti sperma antibody test
Jika semen terdapat aglutinesi atau elaimpinsi dan motilitas sperma yang
rendah dengan riwayat penbedahan atau trauma testis, infetiltias yang
tidak ditemukan penyebabnya.
- Hyprosmotic sweding test
- Sperma penetration Assay
- Sperm chromatin structure
- Chromosanal, studes klinefelter syndrome (xxy) adalah kelainan sex
kromosom yang paling sering terjadi pada infertilitas pada pria.
- Cyshic fibrosis mutation
- Y chromosome microdeletion analysis.
5) Radiologic Testing
- Scrotal Ultrasonografi : frekuasi 7,5 – 10 mHz untuk evaluasi lesi testis &
serotum scrotal di Indikasikan untuk hidrokel & testis tak teraba. USG
scrotal dapat digunakan untuk investigasi varikokel.
- Venograf
- Trans rectal ultrasound : untuk lihat prostat, vasikula seminalis dan ductus
ejakulatorius. Indikasi Trus : Infertil karena ejakulasi volume rendah,
azoosperma, oligo sperma, ↓ motilites.
- Ct scan / MRI pelvis : untuk lihat saluran reproduksi, diindikasikan untuk
varikokel kanan soliter, kondisi – kondisi yang dihubungkan dengan
patologi retroperitoneal, dan evaluasi testisyang tidak teraba
6) Biopsi testis dan Vasografi : Biopsi testis berguna untuk evaluasi proses
spermatogenesis dan pasien suspek intratubular germcell. Untuk vasografi,
kontras di suntikkan di vas deferens, vesicula seminalis dan ductus
ejakulatorius gunannya untuk melihat sumbatan.
7) Fine medle Aspiration “Mapping” Of testis
8) Kultur Semen : diindikasikan untuk pasien infertile dengan riwayat infeksi
saluran genitalia, sekresi prostat abnormal, adanya, >1000 bakteri patogren
permilitan semen, dan adanya > 1 x 106 leukosit / ml dari semen (pyospermia)
Organism tersering penyebab infeksi genetalia pada pria.
- Nisseria gonorrhoeae
- Chlamydia trachomatis
- Trichamonas vaginalis
- Ureaplasma urealyticum
- Mycoplasma hominis
- Cytomegalovirus
- Herpes simplex II
- Human papilloma virus
- Escherichia coli - Epstein barr virus
- HIV
2.7 Dasar-dasar Urologi Infertilitas
Testis yang pernah mengalami torsio, trauma serta didapatkannya
varikokel atau kriptorkismus dapat mempengaruhi spermatogenesis. Di samping
itu torsio atau trauma pada testis dapat menyebabkan reaksi imunitas testis akibat
rusaknya blood testis bqrier.
Pemakaian obat-obatan nitrofurantoin, simetidin, kokain, nikotin, dan
marijuana dapat menurunkan kemampuan spermatogenesis. Pada pemakaian
steroid dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan hipogonadotropik
hipogonadisme yang menghambat spermatogenesis.
Untuk mencari keberadaan dan adanya kelainan pada vesikula seminalis
serta kelenjar prostat, dilakukan colok dubur atau USG transrektal. Tidak
didapatkannya vesikula seminalis mungkin disebabkan karena kelainan bawaan.
Prostat yang teraba keras, besar dan nyeri merupakan tanda dari prostatitis. Pada
penis diperhatikan adanya hipospadi atau korde yang keduanya dapat
mempengaruhi kemampuan pengumpulan sperma di vagina.
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan kimia klinik rutin untuk
mencari kemungkinan adanya kelainan sistemik, pemeriksaan analisis semen,
pemeriksaan hormon untuk menilai fungsi sumbu hipotalamo-hipofisis-gonad
(FSH, LH, testosteron, dan prolaktin), uji fungsi sperma, biopsi testis, dan
beberapa pemeriksaan imunologik yang mungkin diperlukan untuk membantu
mencari penyebab infertilitas.
Kadang-kadang dibutuhkan pemeriksaan pencitraan antara lain: USG
doppler guna membantu mencari adanya varikokel, vasografi untuk menilai
patensi saluran vas deferens/duktus ejakulatorius, dan USG transrektal untuk
mencari keberadaan vesikula seminalis.
Uji Fungsi Sperma
Sekarang banyak sekali pemeriksaan untuk menilai kemampuan fungsi
sperma dalam menembus organ genitalia wanita hingga bertemu dengan sel telur
dan terjadinya pembuahan. Beberapa pengujian itu adalah: interaksi sperma
dengan mukus (getah) serviks, uji penetrasi sperma (zone free harmster
penetration), hemizona assay, dan hyposmotic swelling test.
2.8 Terapi
Medikamentosa
Kelainan-kelainan yang mungkin masih dapat dikoreksi secara
medikamentosa adalah defisiensi hormon, reaksi imunologik antibodi antisperma,
infeksi, dan ejakulasi retrograd.
Pada hipogonadotropik-hipogonadismus (hipogonadismus sekunder) dapat
dicoba diberikan LH untuk merangsang sel Leydig memproduksi testosteron;
kemudian diberikan hormon human chorionic gonadotropin atau hCG (misalkan
dengan Pregnyl atau Profasi).
Adanya antibodi antisperma yang didapatkan pada pemeriksaan
imunologik dapat dicoba dengan pemberian kortikosteroid. Untuk mengurangi
aliran retrograd semen, dapat dicoba diberikan golongan adrenergik alfa atau
trisiklik antidepresan (imipramin) yang dapat menyebabkan kontraksi leher buli-
buli pada saat emisi sperma pada uretra posterior.
Pembedahan
Usaha pembedahan yang dilakukan ditujukan pada tempat
kelainan penyebab infertilitas, yaitu mungkin operasi pada organ pretestikuler,
koreksi terhadap penyebab kerusakan testis, dan koreksi saluran yang membuntu
penyaluran sperma. Tindakan itu bisa berupa:
1. Adenomektomi hipofisis pada adenoma hipofisis.
2. Varikokel yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada
spermatogonium dilakukan operasi vasoligasi tinggi atau varikokelektomi.
3. Jika terdapat penyumbatan pada vas deferens karena infeksi atau setelah
menjalani vasektomi dilakukan penyambungan kembali vas deferens atau vaso-
vasostomi, sedangkan pada pembuntuan yang lebih proksimal yaitu pada
epididimis dilakukan penyambungan epididimo-vasostomi yaitu
penyambungan epididimis dengan vas deferens. Melalui teknik bedah
mikroskopik angka keberhasilan penyambungan vas deferens (yang ditandai
dengan terdapatnya sperma pada ejakulat) ± 80-90% sedangkan angka
keberhasilan fungsional (pasangan menjadi hamil) ±50-60%.
4. Penyumbatan pada duktus ejakulatorius dilakukan reseksi transuretral.
Teknik reproduksi artifisial
Pada klinik infertilitas modern, saat ini telah dikembangkan teknik untuk
mengatasi hambatan dalam proses fertilisasi (pertemuan antara sel sperma dengan
ovum) melalui inseminasi buatan. Teknik itu antara lain adalah inseminasi intra
utrine (IUI), fertilisasi in vitro (IVF), gamete intrafallopian tube transfer (GIFT),
dan mikromanipulasi.
Dengan diketemukan teknik mikromanipulasi pada gamet melalui teknik
intracyto-plasmic sperm injection (ICSI) saat ini perkembangan fertilisasi in vitro
semakin bertambah maju. Pada teknik ICSI, satu sperma disuntikkan ke dalam sel
telur (yang telah mengalami prosesing) sehingga hambatan fertilisasi berupa
ketidak mampuan sperma untuk menembus zona pelusida sel telur sudah tidak ada
lagi.
Gambar 5 : Beberapa kelainan vena spermatika interna kiri menyebabkan varikokel lebih sering terjadi di sebelah kiri.
Sperma diambil dari ejakulat, epididimis, ataupun langsung dari testis.
Pengambilan sperma dari epididimis/testis dilakukan pada pasien azoospermia
obstruktif (pasca testikuler). Pasien yang menderita kelainan bawaan karena tidak
mempunyai vas deferens pada kedua sisi (CBAVD) dibuatkan lubang pada
epididimis (spermatokel aloplastik) sehingga dapat dilakukan aspirasi sperma
langsung dari epididimis. Teknik aspirasi sperma ini dapat dilakukan melalui
bedah mikroskopik yang disebut dengan microsurgical epididymal sperm
aspiration (MESA) atau melalui perkutan yang disebut percutaneous epididymal
sperm aspiration (PESA).
DAFTAR PUSTAKA
1. Wasito B.2010.Kajian Infertil Pria di Laboratorium Infertil – Andrologi Puslitbang Sistem danKebijakan Keseshatan Surabaya, Tahun 2005 – 2008. Buletin Penelitian SistemKesehatan – Vol. 13 No. 2 April 2010: 181–188
2. Jain T, Gupta RS. Trends in the use of intracytoplasmic sperm injection in the United States. University of Maryland Medical Center. 2011.
3. Emil A. Tanagho et al, Smith’s General Urology. 17th edition. New York;
Mc Graw Hill Medical. 2008.
4. Basuki P. Dasar-dasar Urologi; Jakarta. Sagung Seto. 2011
5.Hinting, Aucky. 2009. Penatalaksanaan Infertilitas Pria Terkini. Cermin Dunia Kedokteran –Vol 26 No 4 Juli-Agustus 2009: 266-270