infeksi oleh taenia solium dan pengobatannya
DESCRIPTION
Infeksi Oleh Taenia Solium Dan PengobatannyaTRANSCRIPT
Definisi, Gejala, dan Pengobatan
Penyakit karena Taenia solium
Disusun oleh:
Gery Soemara – 09700278
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
2010
Kata Pengantar
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul:
“Definisi, Gejala, dan Pengobatan Penyakit karena Taenia solium”
Saya menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan
Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, saya telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan
baik dan oleh karenanya, saya dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima
masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Demikian makalah ini saya buat semoga dapat menambah ilmu
Surabaya, 2 November 2010
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………….. .i
Daftar isi……………………………………………………………………………………….ii
BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………………………………….1
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………..3
BAB III: PEMBAHASAN…………………………………………………………………….5
BAB IV: KESIMPULAN & SARAN……………….………………………………………...7
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………………….8
Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN
Taeniasis pada manusia disebabkan oleh cacing cestoda dewasa yang hidup dalam usus halus,
yaitu Taenia solium (cacing pita babi) dan Taenia saginata (cacing pita sapi)
Menurut kutipan yang saya ambil dari buku Sinopsis Kedokteran Tropis karangan Soedarto
halaman 128 dituliskan bahwa “Penyebaran cacing Taenia ini adalah kosmopolit, terdapat di
seluruh dunia. Di Indonesia laporan kasus taeniasis solium terutama berasal dari daerah yang
pendudukna memelihara dan makan daging babi, misalnya Sumatera Utara, Sulawesi Utara,
Bali”
Taenia solium termasuk parasit zoonosis, yang melibatkan hewan dalam siklus hidupnya,
yaitu babi yang merupakan hospes perantara. Dalam tinja yang terdapat dalam usus penderita,
segmen paling ujung akan pecah, dan telur akan keluar dari segmen. Jika telur yang keluar
bersama tinja penderita dimakan babi, maka dalama usu babi dinding telur akan pecah dan
onkosfer akan terlepas.
Pada Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat FKUI Jakarta tertulis “ Gejala klinis
yang lebih berarti dan sering diderita, disebabkan oleh larva yang disebut sistiserkosis.
Infeksi ringan biasanya tidak menunjukan gejala, kecuali bila alat yang dihinggapi adalah alat
tubuh yang penting. Pada manusia, sistiserkus atau larva Taenia solium sering menghinggapi
jaringan subkutis, mata, jaringan otak, otot, otot jantung, hati, paru, dan rongga perut.”
Pada jaringan otak atau medulla spinalis, sistiserkus jarang mengalami kalsifikasi. Keadaan
ini sering menimbulkan reaksi jaringan dan dapat mengakibatkan serangan ayan (epilepsi),
meningoensefalitis, gejala yang disebabkan oleh tekanan intracranial yang tinggi seperti nyeri
kepala dan kadang-kadang kelainan jiwa.
Manusia terinfeksi dengan cara makan daging babi mentah atau kurang masak yang
mengandung larva sistiserkus. Di dlama usu manusia, skoleks akan mengadakan eksvaginasi
dan melekarkan diri dengan alat isapnya pada dinding usus, lalu tumbuh menjadi caing
dewasa dan kemudian membentuk strobila. Dalam waktu 2-3 bulan, cacing telah dewasa
yang mampu memproduksi telur.
Untuk mencegah terjadinya penularan taeniasis solium, dilakukan tindakan-tindakan sebagai
berikut: (Soedarto 2008)
1. Mengobati penderita, untuk mengurangi sumber infeksi dan mencegah terjadinya
autoinfeksi dengan larva cacing.
2. Pengawasan daging babi yang dijual, agar bebas larva cacing (sistiserkus)
3. Memasak daging babi sampai diatas 50 derajat Celcius selama 30 menit, untuk
membunuh kista larva cacing.
4. Menjaga kebersihan lingkungan dan tidak memberikan tinja manusia sebagai
makanan babi,”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Terdapat tiga spesies penting cacing pita Taenia, yaitu Taenia solium, Taenia saginata, dan
Taenia asiatica. Ketiga spesies Taenia ini dianggap penting karena dapat menyebabkan
penyakit pada manusia, yang dikenal dengan istilah taeniasis dan sistiserkosis.
Cacing pita Taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang merupakan induk semang
definitif. Segmen tubuh Taenia yang telah matang dan mengandung telur keluar secara aktif
dari anus manusia atau secara pasif bersama-sama feses manusia.
Bila inang definitif (manusia) maupun inang antara (sapi dan babi) menelan telur maka telur
yang menetas akan mengeluarkan embrio (onchosphere) yang kemudian menembus dinding
usus.
Embrio cacing yang mengikuti sirkulasi darah limfe berangsur-angsur berkembang menjadi
sistiserkosis yang infektif di dalam otot tertentu. Otot yang paling sering terserang sistiserkus
yaitu jantung, diafragma, lidah, otot pengunyah, daerah esofagus, leher dan otot antar tulang
rusuk.
Infeksi Taenia dikenal dengan istilah Taeniasis dan Sistiserkosis. Taeniasis adalah penyakit
akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia yang dapat menular dari
hewan ke manusia, maupun sebaliknya. Taeniasis pada manusia disebabkan oleh spesies
Taenia solium atau dikenal dengan cacing pita babi, sementara Taenia saginata dikenal juga
sebagai cacing pita sapi.
Sistiserkosis pada manusia adalah infeksi jaringan oleh bentuk larva Taenia (sistiserkus)
akibat termakan telur cacing Taenia solium (cacing pita babi). Cacing pita babi dapat
menyebabkan sistiserkosis pada manusia, sedangkan cacing pita sapi tidak dapat
menyebabkan sistiserkosis pada manusia. Sedangkan kemampuan Taenia asiatica dalam
menyebabkan sistiserkosis belum diketahui secara pasti. Terdapat dugaan bahwa Taenia
asiatica merupakan penyebab sistiserkosis di Asia.
Manusia terkena taeniasis apabila memakan daging sapi atau babi yang setengah matang
yang mengandung sistiserkus sehingga sistiserkus berkembang menjadi Taenia dewasa dalam
usus manusia.
Manusia terkena sistiserkosis bila tertelan makanan atau minuman yang mengandung telur
Taenia solium. Hal ini juga dapat terjadi melalui proses infeksi sendiri oleh individu
penderita melalui pengeluaran dan penelanan kembali makanan.
Sumber penularan cacing pita Taenia pada manusia yaitu :
1. Penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau segmen tubuh
(proglotid) cacing pita.
2. Hewan, terutama babi dan sapi yang mengandung larva cacing pita (sistisekus).
Makanan, minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing pita.
BAB III
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
1. Taeniasis.
Taeniasis ialah penyakit zoonosis parasiter yang disebkan oleh cacing pita yang
tergolong dalam genus Taenia (Taenia saginata,Taenia solium dan Taenia asiatica )
pada manusia.
2. Sistiserkosis/neurosistiserkosis.
Sistiserkosis (Cysticercosis) ialah infeksi oleh bentuk larva Taenia solium
(Cysticercus Cellulosa) atau Taenia asiatica (jarang terjadi) pada manusia, Apabila
infeksi tersebut berlangsung pada sistim saraf pusat, maka
disebut neurosistiserkosis (neurocysticercosis).
B. HOSPES
Hospes definitif dari Taenia Sp hanya manusia, kecuali untuk Taenia Solium dan Taenia
asiatica manusia juga berperan sebagai hospes perantara. Sedangkan hewan (hospes)
perantara ialah babi untuk Taenia Solium.
C. SUMBER PENULARAN
Sumber penularan taeniasis/sistiserkosis :
1. Penderita teaniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau proglotid cacing pita.
2. Hewan (terutama) babi, sapi yang mengandunglarva cacing pita (cysticercus).
3. Makanan/minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur-telur cacing pita.
D. CARA PENULARAN
Seseorang bisa terkemna infeksi cacing pita (taeniasis) melalui makanan yaitu memakan
daging yang mengadung larva, baik larva yang terdapat pada daging sapi (cysticercus bovis)
maupun larva Taenia Solium(Cysticerosis cellulosa) atau larva Taenia asiatica yang terdapat
pada daging babi.
Sedangkan penularan sistiserkosis/neurosistiserkosis pada manusia adalah melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh telurtelur cacing Taenia Solium atau Taenia asiatica,
Penularan dapat juga terjadi karena autoinfeksi, yaitu langsung melalui ano-oral akibat
kebersihan tangan yang kurang dari penderita Taniasis solium, atau autoinfeksi internal
akibat adanya gerakan antiperistatik dari usus maupun pemakaian obat teniacidal. Telur
Taenia saginata tidak menimbulkan sistiserkosis pada manusia.
E. PENGOBATAN
1. Pengobatan taeniasis
Penderita Taeniasis diobati ( secara massal ) dengan Praziquantel , Dosis 100 mg /
kg , dosis tunggal.
2. Pengobatan sistiserkosis
a) Praziquantel dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, dosis tunggal /dibagi 3 dosis per oral
selama 15 hari, atau
b) Albendazole 15 mg/kg BB/hari, dosis tunggal dibagi 3 dosis per oral selama 7 hari
Untuk pengobatan dengan praziquantel maupun albendazole,reaksi dari tubuh dapat
BAB IV
KESIMPULAN & SARAN
Untuk mencegah penyebaran Taeniasis dapat sebaiknya dilakukan hal sebagai berikut:
1. Usaha untuk menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati penderita taenasis
2. Pemakaian jamban keluarga ,sehingga tinja manusia tidak dimakan oleh babi dan tidak
mencemari tanah atau rumput.
3. Pemelihara sapi atau babi pada tempat yang tidak tercemar atau sapi dikandangkan
sehingga tidak dapat berkeliaran
4. Pemeriksaan daging oleh dokter hewan/mantri hewan di RPH, sehingga daging yang
mengandung kista tidak sampai dikonsumsi masyarakat (kerjasama lintas sektor dengan
dinas Peternakan)
5. Daging yang mengandung kista tidak boleh dimakan. Masyarakat diberi gambaran tentang
bentuk kista tersebut dalam daging, hal ini penting dalam daerah yang banyak memotong
babi untuk upacara-upacara adat seperti di Sumatera Utara, Bali dan Irian jaya.
6. Menghilanglkan kebiasaan maka makanan yang mengandung daging setengah matang atau
mentah.
7. Memasak daging sampai matang ( diatas 57 º C dalam waktu cukup lama ) atau
membekukan dibawah 10º selama 5 hari . Pendekatan ini ada yang dapat diterima ,tetapi
dapat pula tidak berjalan , karena perubahan yang bertentangan dengan adat istiadat
setempat akan mengalami hambatan. Untuk itu kebijaksanaan yang diambil dapat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Penatalaksanaan Taeniasis dan Sistiserkosis. http://myhealing.wordpress.com/tag/infeksi/
Platyhelminthes dan Nemathelminthes. http://diniarifah.wordpress.com/2008/05/25/platyhelminthes-dan-nemathelminthes-i-pendahuluan/
Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik. Airlangga University Press
Soedarto. 2008. Sinopsis Kedokteran Tropis. Airlangga University Press
Staff pengajar departemen parasitologi, FKUI, Jakarta. 2006. Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran Edisi Keempat
Taenia solium. http://www.iptek.net.id/ind/pd_invertebrata/index.php?mnu=2&id=10