paper malaria, demam berdarah dan cacing pita taenia solium

41
Page | 0 P A P E R P A R A S I T O L O G I Dosen Pembimbing: Dr. (Ikm) Ir. Odi Roni Pinontoan, ms MALARIA, DENGUE HAEMORRAGIC FEVER, dan CYCLOPHYLLIDEA TAENIA SOLIUM Disusun oleh: Fransisco Christian Polandos 09061048

Upload: fransisco-polandos

Post on 26-Jun-2015

549 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 0

P A P E R P A R A S I T O L O G I

Dosen Pembimbing:

Dr. (Ikm) Ir. Odi Roni Pinontoan, ms

MALARIA, DENGUE HAEMORRAGIC FEVER, dan

CYCLOPHYLLIDEA TAENIA SOLIUM

Disusun oleh:

Fransisco Christian Polandos

09061048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE

MANADO

2010

Page 2: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 1

MALARIA

1. Sejarah

Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Gejala

penyakit malaria adalah khas, mudah dikenal, karena demam

yang naik turun dan teratur disertai menggigil, maka pada waktu

itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Disamping

itu terdapat kelainan pada limpa, yaitu splenomegali yaitu limpa

membesar dan menjadi keras, sehingga dahulu penyakit malaria

disebut demam kura.

Meskipun penyakit ini telah diketahui sejak lama,

penyebabnya belum diketahui. Dahulu diduga bahwa penyakit ini

disebabkan oleh hukuman dari dewa-dewa karena waktu itu ada

wabah di sekitar kota Roma. Ternyata penyakit ini banyak

terdapat di daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk

disekitarnya, maka penyakitnya disebut “malaria” (mal area =

udara buruk = bad air).

Baru pada abad ke-19, Laveran melihat “bentuk pisang dalam

darah seorang penderita malaria. Kemudian diketahui bahwa

malaria ditularkan oleh nyamuk (Ross, 1897) yang banyak

terdapat di rawa.

2. Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

protozoa yang berjenis Plasmodium yang menyerang sel eritrosit

dalam darah yang perkembangbiakannya secara aseksual.

Plasmodium yang menyebarkan penyakit malaria berasal dari

spesies Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax,

Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium

knowlesi.

Page 3: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 2

Vektor (perantara) yang berperan dalam penularan penyakit

ini adalah nyamuk Anopheles, terutamanya Anopheles sundaicus

di Asia dan Anopheles gambiae di Afrika. Malaria merupakan

salah satu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk

di daerah tropis dan subtropis. Penyakit tersebut semula banyak

ditemukan di daerah rawa-rawa dan dikira disebabkan oleh

udara rawa yang buruk, sehingga dikenal sebagai malaria (mal =

jelek; aria=udara).

3. Penyebab Penyakit Malaria

Penyakit malaria disebabkan oleh bibit penyakit yang hidup di

dalam darah manusia. Bibit penyakit tersebut termasuk hewan

bersel satu, tergolong amuba yang disebut Plasmodium.

Ada 4 macam plasmodium yang menyebabkan malaria:

1. Plasmodium falcipharum, penyebab malaria Tropika, yang

bisa menimbulkan kematian. Masa inkubasi 12 hari.

2. Plasmodium vivax, penyebab malaria Tertiana. Penyakit ini

sulit sembuh namun sulit juga kambuh.masa inkubasi 15 hari.

3. Plasmodium malariae, penyebab malaria kuartana. Disebut

kuarnana karena serangan demam berulang pada tiap hari

keempat. Penyakit ini di Indonesia tidak banyak ditemukan.

Masa inkubasi 17 hari.

4. Plasmodium ovale, penyebab penyakit malaria ovale. Malaria

ini merupakan jenis ringan dan dapat sembuh sendiri.

Penyakit ini tidak terdapat di Indonesia. Masa inkubasi 28 hari.

Kerja plasmodium adalah merusak sel-sel darah merah.

Dengan perantara nyamuk anopheles, plasodium masuk ke

dalam darah manusian dan berkembang biak dengan membelah

diri.

Page 4: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 3

4. Daur Hidup Plasmodium

A. Dalam Tubuh Mansuia

- Parasit berkembang secara asexual ( schizogoni ).

- Parasit tersebut bisa hidup dan berkembang biak di hati

manusia.

- Sporozoit yang dimasukan kedalam tubuh manusia oleh

nyamuk, masuk kedalam peredaran darah dan setelah ½

jam bersarang dihati dan membentuk siklus pre-eritrosit :

trofozoit schizont merozoit. Siklus ini berlangsung

beberapa hari dan tidak menimbulkan gejala.

- Merozoit sebagian masuk kembali kedalam hati

meneruskan siklus ekso-eritrosit, sebagian masuk kedalam

aliran darah (eritrosit) untuk memulai siklus eritrosit :

merozoit trofozoit muda (bentuk cincin) trofozoit tua

schizont schizont pecah merozoit memasuki

eritrosit baru.

- Sebagian merozoit memulai dengan gametogoni

membentuk mikro dan makrogametosit.

- Siklus tersebut disebut masa tunas intrinsik.

B. Dalam Tubuh Nyamuk

- Berkembang secara seksual (sporogoni).

- Parasit tersebut bisa hidup dan berkembang biak di ludah

nyamuk jenis anopheles

- Dalam lambung nyamuk makro dan mikrogametosit

berkembang menjadi makro dan mikrogamet yang akan

membentuk zygote, disebut ookinet.

- Ookinet menembus dinding lambung nyamuk membentuk

ookista yang membentuk banyak sporozoit.

- Sporozoit dilepaskan dan masuk kedalam kelenjar liur

nyamuk.

- Siklus tersebut disebut masa tunas ektrinsik.

Page 5: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 4

- Cara infeksi dapat melalui gigitan nyamuk atau melalui

transfusi darah.

5. Distribusi Geografik Penyakit Malaria

Malaria ditemukan 640 Lintang Utara (Archangel di Rusia)

sampai 320 Lintang Selatan (Cordoba di Argentina), dari daerah

rendah 400 meter di bahwa permukaan laut (Laut Mati) sampai

2600 meter di atas permukaan laut (Londiani di Kenya) atau

2800 meter (Cochabamba di Bolivia). Antara batas-batas garis

lintang dan garis bujur terdapat daerah-daerah yang bebas

malaria. Di Indonesia penyakit malaria ditemukan tersebar di

seluruh kepulauan, terutama di kawasan timur Indonesia.

6. Penularan dan Penyebaran Penyakit Malaria

Penularan penyakit malaria dari orang yang sakit kepada

orang sehat, sebagian besar melalui gigitan nyamuk. Bibit

penyakit malaria dalam darah manusia dapat terhisap oleh

nyamuk, berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, dan

ditularkan kembali kepada orang sehat yang digigit nyamuk

tersebut

Jenis-jenis vektor (perantara) malaria antara lain:

1. Anopheles Sundaicus, nyamuk perantara malaria di daerah

pantai.

2. Anopheles Aconitus, nyamuk perantara malaria daerah

persawahan.

3. Anopheles Maculatus, nyamuk perantara malaria daerah

perkebunan, kehutanan dan pegunungan.

4. Penularan yang lain adalah melalu transfusi darah. Namun

kemungkinannya sangat kecil.

Page 6: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 5

7. Gejala Penyakit Malaria

Gejala serangan penyakit malaria pada penderita yaitu:

a. Gejala Klasik, biasanya ditemukan pada penderita yang

berasal dari daerah non endemis malaria atau yang belum

mempunyai kekebalan (immunitas); atau yang pertama kali

menderita malaria. Gejala ini merupakan suatu parokisme,

yang terdiri dari tiga stadium berurutan:

1. Menggigil (selama 15-60 menit), terjadi setelah pecahnya

sizon dalam eritrosit dan keluar zat-zat antigenik yang

menimbulkan mengigil-dingin.

2. Demam (selama 2-6 jam), timbul setelah penderita

mengigil, demam dengan suhu badan sekitar 37,5-400

celcius, pada penderita hiper parasitemia (lebih dari 5

persen) suhu meningkat sampai lebih dari 400 celcius.

3. Berkeringat (selama 2-4 jam), timbul setelah demam,

terjadi akibat gangguan metabolisme tubuh sehingga

produksi keringat bertambah. Kadang-kadang dalam

keadaan berat, keringat sampai membasahi tubuh seperti

orang mandi. Biasanya setelah berkeringat, penderita

merasa sehat kembali.

b. Gejala malaria dalam program pemberantasan malaria:

1. Demam

2. Menggigil

3. Berkeringat

4. Dapat disertai dengan gejala lain: Sakit kepala, mual dan

muntah.

5. Gejala khas daerah setempat: diare pada balita (di Timtim),

nyeri otot atau pegal-pegal pada orang dewasa (di Papua),

pucat dan menggigil-dingin pada orang dewasa (di

Yogyakarta).

c. Gejala malaria berat atau komplikasi, yaitu gejala malaria

klinis ringan diatas dengan disertai salah satu gejala di bawah

ini:

Page 7: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 6

1. Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit)

2. Kejang, beberapa kali kejang

3. Panas tinggi diikuti gangguan kesadaran

4. Mata kuning dan tubuh kuning

5. Perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan

6. Jumlah kencing kurang (oliguri)

7. Warna urine seperti I tua

8. Kelemahan umum (tidak bisa duduk/berdiri)

9. Nafas sesak

10. Kadar darah putih, leukosit, cenderung meningkat.

Jika tidak segera diobati biasanya akan timbul jaundice

ringan (sakit kuning) serta pembesaran hati dan limpa.

11. Kadar gula darah rendah.

12. Jika sejumlah parasit menetap di dalam darah

kadang malaria bersifat menetap. Menyebabkan

penurunan nafsu makan, rasa pahit pada lidah, lemah,

sertai demam.

Gejala malaria berdasarkan jenis malaria antara lain:

1. Gejala Malaria Vivax & Ovale

Gejala yang terlihat sangat samar; berupa demam ringan

yang tidak menetap, keringat dingin, dan berlangsung

selama 1 minggu membentuk pola yang khas. Biasanya

demam akan terjadi antara 1 – 8 jam. Setelah demam reda,

pengidap malaria ini merasa sehat sampai gejala susulan

kembali terjadi. Gejala jenis malaria ini cenderung terjadi

setiap 48 jam.

2. Gejala Malaria Falciparum

Gejala awal adalah demam tinggi, suhu tubuh naik secara

bertahap kemudian tiba-tiba turun. Serangan bisa

berlangsung selama 20 – 36 jam, dan penderita mengalami

sakit kepala hebat. Setelah gejala utama mereda, pengidap

akan merasa tidak nyaman.

Page 8: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 7

3. Gejala Malaria Malariae (kuartana)

Suatu serangan seringkali dimulai secara samar-samar.

Serangannya menyerupai malaria vivax, dengan selang

waktu setiap 72 jam.

8. Bahaya Penyakit Malaria

1. Rasa sakit yang ditimbulkan sangat menyiksa si penderita,

2. Tubuh yang sangat lemah, sehingga tidak dapat bekerja seperti

biasa,

3. Dapat menimbulkan kematian, terlebih pada anak-anak atau

bayi,

4. Perkembangan otak bisa terganggu pada anak-anak dan bayi,

sehingga menyebabkan kebodohan.

9. Pengobatan Penyakit Malaria

1. Memutus rantai penularan dengan memilih mata rantai yang

paling lemah. Mata rantai tersebut adalah penderita dan

nyamuk malaria.

2. Seluruh penderita yang memiliki tanda-tanda malaria diberi

pengobatan pendahuluan dengan tujuan untuk

menghilangkan rasa sakit dan mencegah penularan selama

10 hari.

3. Bagi penderita yang dinyatakan positif menderita malaria

setelah diuji di laboratorium, akan diberi pengobatan secara

sempurna.

4. Bagi orang-orang yang akan masuk ke daerah endemis

malaria seperti para calon transmigran, perlu diberi obat

pencegahan.

10. Pencegahan Penyakit Malaria

Page 9: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 8

Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan

salah satu langkah yang penting untuk mencegah gigitan

nyamuk yang aktif di malam hari ini. Keberhasilan langkah ini

sangat ditentukan oleh kesadaran masyarakat setempat.

Pencegahan tanpa obat, yaitu dengan menghindari gigitan

nyamuk dapat dilakukan dengan cara:

1. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik

lagi dengan kelambu berinsektisida.

2. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).

3. Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot

maupun lainnya.

4. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.

5. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.

6. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi

tidak menyebar.

7. Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan

memberantas sarang nyamuk.

8. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan

pakaian yang bergantungan serta genangan air.

9. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti

larva (bubuk abate) pada genangan air atau menebarkan ikan

atau hewan (cyclops) pemakan jentik.

10. Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak

berkembang biak di rawa payau sepanjang pantai.

Langkah lainnya adalah mengantisipasi dengan meminum

obat satu bulan sebelum seseorang melakukan bepergian ke luar

daerah tempat tinggalnya yang bebas malaria, sebaiknya

mengkonsumsi obat antimalaria, misalnya klorokuin, karena obat

ini efektif terhadap semua jenis parasit malaria. Aturan

pemakaiannya adalah: Pendatang sementara ke daerah

endemis, dosis klorokuin adalah 300 mg/minggu, 1 minggu

sebelum berangkat selama berada di lokasi sampai 4 minggu

Page 10: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 9

setelah kembali. Penduduk daerah endemis dan penduduk baru

yang akan menetap tinggal, dosis klorokuin 300 mg/minggu.

Obat hanya diminum selama 12 minggu (3 bulan). Semua

penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuin dosis

tunggal 600 mg jika daerah itu plasmodium falciparum sudah

resisten terhadap klorokuin ditambahkan primakuin sebanyak

tiga tablet.

DENGUE HAEMORRAGIC FEVER

Page 11: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 10

1. Definisi

Dengue Hemorraggic Fever (DHF) atau yang lebih kita kenal

sebagai Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit

infeksi menular yang disebabkan oleh virus dengue yang dibaha

oleh nyamuk Aedes aegypti (senang bersarang di dalam rumah)

maupun Aedes albopictus (nyamuk kebun), dengan manifestasi

klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai lekopenia,

ruam, limfadenopati, sakit kepala yang hebat, nyeri pada

pergerakan bola mata, gangguan rasa mengecap,

trombositopenia ringan, bintik-bintik perdarahan spontan, dan

diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang

ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau

penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue

(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang

ditandai oleh renjatan / syok.

DHF/DBD merupakan penyakit yang sangat berbahaya

karena dapat menyebabkan penderita meninggal dalam waktu

yang sangat pendek (beberapa hari). Penyakit ini masuk ke

Indonesia sejak tahun 1968 melalui pelabuhan Surabaya dan

pada tahun 1980, DHF telah dilaporkan tersebar secara luas

serta melanda di seluruh propinsi di Indonesia.

2. Gejala Klinis

Gejala klinis DHF berupa demam tinggi yang berlangsung

terus menerus selama 2-7 hari dan manifestasi perdarahan yang

Page 12: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 11

biasanya didahului dengan terlihatnya tanda khas berupa bintik-

bintik merah (petechia) pada bagian-bagian badan penderita.

Penderita dapat mengalami sindrom syok dan meninggal.

Sampai sekarang penyakit ini masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat dan masih banyak laporan mengenai

meninggalnya penderita karena kurang cepat ditanggani oleh

petugas kesehatan. Vektor (perantara) utama DHF adalah

nyamuk Aedes aegypti, sedangkan vektor potensialnya adalah

Aedes albopictus.

Berikut ini gejala yang penting untuk diperhatikan pada

penderita DHF:

1. Demam; demam tinggi timbul mendadak, terus menerus,

berlangsung dua sampai tujuh hari turun secara cepat.

2. Perdarahan; perdarahan yang terjadi akibat berkurangnya

trombosit (trombositopeni) serta gangguan fungsi dari

trombosit sendiri akibat metamorfosis trombosit. Perdarahan

dapat terjadi di semua organ yang berupa: Uji torniquet

positif, Ptekie, purpura, echymosis dan perdarahan

konjungtiva, Epistaksis dan perdarahan gusi, Hematemesis,

melena, hematuri.

3. Hepatomegali (pembesaran hepar); Biasanya dijumpai pada

awal penyakit, Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya

penyakit, Nyeri tekan pada daerah ulu hati tanpa diikuti

dengan ikterus. Pembesaran ini diduga berkaitan dengan

strain serotipe virus dengue.

4. Syok; Yang dikenal dengan DSS , disebabkan oleh karena :

Perdarahan dan kebocoran plasma didaerah intravaskuler

melalui kapiler yang rusak. Sedangkan tanda-tanda syok

adalah: Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari

dan kaki, Gelisah dan Sianosis disekitar mulut, Nadi cepat,

lemah , kecil sampai tidak teraba, Tekanan darah menurun

(tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang dari

Page 13: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 12

80 mmHg), Tekanan nadi menurun (sampai 20mmHg atau

kurang).

5. Trombositopeni; Jumlah trombosit dibawah 150.000 /mm3

yang biasanya terjadi pada hari ke tiga sampai ke tujuh.

6. Hemokonsentrasi; Meningkatnya nilai hematokrit merupakan

indikator kemungkinan terjadinya syok.

7. Gejala-gejala lain seperti; Anoreksi , mual muntah, sakit perut,

diare atau konstipasi serta kejang, Penurunan kesadaran.

3. Derajat DHF menurut WHO

1. Derajat 1:

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan.

Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan

hemokonsentrasi.

2. Derajat 2:

Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala

perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis,

melena, perdarahan gusi.

3. Derajat 3:

Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan

lembut, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi

disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi

gelisah. Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah

seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi

sempit (120 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80 ,

120/100 , 120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0)

4. Derajat 4:

Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut

140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit

tampak biru.Renjatan berat dengan nadi yang tidak diraba

dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.

Page 14: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 13

4. Morfologi dan Daur HIdup

Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika

dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex

quinquefasciatus), mempunyai warna dasar yang hitam dengan

bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya terutama pada

kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai

nyamuk yang mempunyai gambaran lira yang putih pada

punggungnya. Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang

bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai kain kasa.

Larva Aedes aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi

sisir yang berduri lateral.

Spesies ini seperti juga nyamuk ANOPHELINI lainnya

mengalami metamorfosis sempurna. Nyamuk betina meletakkan

telurnya di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada

dinding tempat perindukannya. Seekor nyamuk betina dapat

meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur.

Setelah kira-kira 2 hari telur menetas menjadi larva lalu

mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tubuh menjadi

pupa dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur

sampai menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari.

Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-

tempat berisi air bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah

penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah.

Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan buatan

manusia; seperti tempayan tempat penyimpanan air minum, bak

mandi, jambangan, kaleng, botol, ban mobil yang terdapat di

halaman rumah atau di kebun yang berisi air hujan, juga berupa

tempat perindukan alamiah; seperti kelopak daun tanaman

(keladi, pisang), tempurung kelapa, tonggak bambu dan lubang

pohon yang berisi air hujan. Di tempat perindukan Aedes aegypti

sering kali ditemukan larva Aedes albopictus yang hidup

bersama-sama.

Page 15: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 14

5. Prilaku Nyamuk Dewasa Betina

Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang

hari yang dilakukan baik di dalam rumah ataupun di luar rumah.

Pengisapan darah dilakukan dari pagi hari sampai petang dengan

2 puncak waktu yaitu setelah matahari terbit (8.00 - 10.00) dan

sebelum matahari terbenam (15.00 – 17.00). Tempat istirahat

Aedes aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah

termasuk rerumputan yang terdapat di

halaman/kebun/pekarangan rumah, juga berupa benda-benda

yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah

dan sebagainya. Umur nyamuk dewasa betina di alam bebas

kira-kira 10 hari, sedangkan di laboratorium mencapai umur 2

bulan, Aedes aegypti mampu terbang sejauh 2 km, walaupun

umumnya jarak terbangnya adalah pendek yaitu kurang lebih 40

meter.

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Laboratorium

Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan

hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan meningginya nilai

hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nila

hematokrit pada masa konvalesen. Pada pasien dengan 2 atau 3

patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan

hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat

diagnosis DHF dengan tepat. Juga dijumpai leukopenia yang akan

terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat

peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena

berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.

b. Radiologi

Page 16: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 15

Pada foto thorac terdapat efusi pleura, terutama pada

hemithoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma

hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemithoraks.

Pemeriksaan rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral

decubitus kanan (pasien tidur pada posisi badan sebelah kanan).

Asites dan efusi pleura dapat juga dideteksi gengan USG.

7. Epidemiologi

Aedes aegypti tersebar luas di seluruh Indonesia. Walaupun

ditemukan di kota-kota pelabuhan yang penduduknya padat,

namun spesis nyamuk ini juga ditemukan di daerah pedesaan

yang terletak di sekitar kota pelabuhan. Penyebaran Aedes

aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan karena larva Aedes

aegypti terbawa melalui transportasi yang mengangkut benda-

benda berisi air hujan pengandung larva spesis ini.

Walaupun nyamuk ini umurnya pendek yaitu kira-kira sepuluh

hari, tetapi dapat menularkan virus dengue yang masa

inkubasinya antara 3-10 hari.

Pengendalian spesis ini dilakukan dengan berbagai cara:

a. Perlindungan perseorangan untuk mencegah terjadinya

gigitan Aedes aegypti yaitu dengan memasang kawat kasa di

lubang-lubang angin di atas jendela atau pintu, tidur dengan

kelambu, penyemprotan dinding rumah dengan insektisida

dan penggunaan repellent pada saat berkebun.

b. Pembungana atau mengubur benda-benda di pekarangan

atau di kebun yang dapat menampung air hujan seperti

kaleng, botol, ban mobil dan tempat-tempat lain yang

menjadi tempat perindukan Aedes aegypti.

c. Mengganti air atau membersihkan tempat-tempat air secara

teratur seminggu sekali, pot bunga, tempayan dan bak

mandi.

Page 17: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 16

d. Pemberian abate ke dalam tempat penampungan

air/penyimpanan air bersih (abatisasi).

e. Malakukan fogging dengan malathion setidak-tidaknya 2 kali

dengan jarak waktu 10 hari di daerah yang terkena wabah,

daerah endemi DHF.

f. Pendidikan kesehatan masyarakat melalui ceramah agar

rakyat dapat memelihara kebersihan lingkungan dan turut

secara perseorangan memusnahkan tempat-tempat

perindukan Aedes aegypti di sekitar rumah.

Disamping itu memonitor kepadatan polulasi Aedes aegypti

yang juga merupakan hal penting sekali dalam upaya membantu

mengevaluasi adanya ancaman penyakit DHF di suatu daerah

dan juga untuk meningkatkan tindakanpengendalian vektor.

Pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang belum dewasa

dilakukan dengan cara pemeriksaan tempat-tempat perindukan

di dalam dan di luar rumah dari 100 rumah yang terdapat di

daerah pemeriksaan. Ada 3 angka indeks yang perlu diketahui

yaitu;

1. Angka rumah (house index), ialah persentase rumah yang

positif dengan larva Aedes aegypti,

2. Angka tempat perindukan (container indekx), yaitu

persentase tempat perindukan yang positif dengan larva

Aedes aegypti,

3. Angka Beteau (Breteau index), yaitu jumlah tempat

perindukan yang positif dengan larva Aedes aegypti dalam

tiap 100 rumah.

Vektor (perantara) potensial DHF selain yang telah disebut di

atas adalah Aedes albopictus. Spesies ini juga ditemukan di

Indonesia dan tersebar luas di seluruh kepulauan di Indonesia.

Spesies ini sepintas tampak seperti nyamuk Aedes aegypti ,

yaitu mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih

Page 18: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 17

pada bagian-bagian badannya, tetapi pada mesonotumnya

terdapat gambaran menyerupai garis tebal putih yang berjalan

vertikal. Walaupun kadang-kadang larva Aedes albbopictus

ditemukan hidup bersama dalam satu tempat perindukan

dengan Aedes aegypti namun larva nyamuk ini lebih menyukai

tempat-tempat perindukan alamiah (plant containers); seperti

kelopak daun, tanaman, tonggak bambu dan tempurun kelapa

yang menganduk air hujan. Perilaku nyamuk dewasa Aedes

albopictus boleh dikatakan sama dengan perilaku nyamuk

dewasa Aedes aegypti meskipun nyamuk ini lebih suka

beristirahat di luar rumah.

CYCLOPHYLLIDEA TAENIA SOLIUM

Nama Latin : Taenia solium

Phylum : Platyhelminthes

Kelas : Cestoda

Ordo : Cyclophyllidea

Family : Taeniidae

Species : Taenia solium

Page 19: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 18

1. Sejarah

Cacing pita terdapat pada daging babi diketahui sejak

zaman Hippocrates, atau mungkin sudah sejak zaman para Nabi

walaupun pada waktu itu belum dapat dibedakan antara cacing

pita daging sapi dengan cacing pita daging babi, sampai pada

karya Goeze (1782).

Aristophane dan Aristoteles melukiskan stadium larva atau

sistiserkus selulose pada lidah babi hutan. Gessner dan Rumler

(1588), melaporkan stadium larva pada manusia. Kuchenmeister

(1855) dan Leuckart (1856), adalah sajana-sarjana pertama kali

mengadakan penelitian daur hidup cacing tersebut dan

membuktikan bahwa cacing gelembung yang didapatkan pada

daging babi, adalah stadium larva cacing Taenia solium.

2. Hospes Dan Penyakit

Hospes definitif cacing Taenia solium adalah manusia,

sedangkan hospes perantaranya adalah manusia dan babi.

Manusia yang dihinggapi cacing dewasa Taenia solium, juga

menjadi hospes perantara cacing ini.

Nama penyakit yang disebabkan oleh cacing Taenia solium

adalah Taeniasis dan Sistiserkosis. Taeniasis adalah penyakit

akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam genus

Taenia yang dapat menular dari hewan ke manusia, maupun

sebaliknya. Sistiserkosis ialah infeksi jaringan oleh bentuk larva

Taenia solium (sistiserkus selulosa) pada manusia akibat

termakan telur cacing Taenia solium pada daging babi.

Sedangkan istilah Neurosistiserkosis digunakan untuk infeksi

oleh larva yang mengenai sistem saraf pusat (SSP).

3. Penyebaran

A. Di Dunia

Page 20: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 19

Cacing pita Taenia tersebar secara luas di seluruh dunia.

Penyebaran Taenia dan kasus infeksi akibat Taenia lebih

banyak terjadi di daerah tropis karena daerah tropis memiliki

curah hujan yang tinggi dan iklim yang sesuai untuk

perkembangan parasit ini. Taeniasis dan sistiserkosis akibat

infeksi cacing pita babi Taenia solium merupakan salah satu

zoonosis di daerah yang penduduknya banyak mengkonsumsi

daging babi dan tingkat sanitasi lingkungannya masih rendah,

seperti di Asia Tenggara, India, Afrika Selatan, dan Amerika

Latin.

Salah satu bukti lebih luasnya penyebaran Taenia di daerah

tropis yaitu ditemukannya spesies ketiga penyebab taeniasis

pada manusia di beberapa negara Asia yang dikenal dengan

sebutan Taiwan Taenia atau Asian Taenia. Asian Taenia

dilaporkan telah ditemukan di negara-negara Asia yang

umumnya beriklim tropis seperti Indonesia, Thailand,

Malaysia, Filipina, Korea dan Cina. Kini Asian Taenia disebut

Taenia asiatica. Kejadian T. asiatica yang tinggi terutama

ditemukan di Pulau Samosir, Indonesia.

Sistiserkosis merupakan infeksi yang sering ditemukan

pada babi dan manusia terutama di negara berkembang.

Penyebaran sistiserkus pada manusia dipengaruhi oleh kontak

antara babi dan feses manusia, tidak adanya pemeriksaan

kesehatan daging saat penyembelihan, dan konsumsi daging

mentah atau setengah matang. Penyebaran penyakit ini luas

karena Taenia dapat memproduksi puluhan bahkan ratusan

ribu telur setiap hari yang dapat disebar oleh air hujan ke

lingkungan bahkan pada lokasi yang jauh dari tempat

pelepasan telur.

B. Di Indonesia

Infeksi cacing pita Taenia tertinggi di Indonesia terjadi di

Provinsi Papua. Di Kabupaten Jayawijaya Papua, Indonesia

Page 21: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 20

ditemukan 66,3% (106 orang dari 160 responden) positif

menderita taeniasis solium/sistiserkosis selulosae dari babi.

Sementara 28,3% orang adalah penderita sistiserkosis yang

dapat dilihat dan diraba benjolannya di bawah kulit [3].

Sebanyak 18,6% (30 orang) di antaranya adalah penderita

sistiserkosis selulosae yang menunjukkan gejala epilepsi. Dari

257 pasien yang menderita luka bakar di Papua, sebanyak

82,8% menderita epilepsi akibat adanya sistiserkosis pada

otak.

Prevalensi sistiserkosis pada manusia berdasarkan

pemeriksaan serologis pada masyarakat Bali sangat tinggi

yaitu 5,2% sampai 21%, sedangkan prevalensi taeniasis di

provinsi yang sama berkisar antara 0,4%-23%. Sebanyak

13,5% (10 dari 74 orang) pasien yang mengalami epilepsi di

Bali didiagnosa menderita sistiserkosis di otak. Prevalensi

taeniasis T. asiatica di Sumatera Utara berkisar 1,9%-20,7%.

Kasus T. asiatica di Provinsi ini umumnya disebabkan oleh

konsumsi daging babi hutan setengah matang.

4. Morfologi Dan Daur Hidup

Cacing pita Taenia solium, berukuran panjang kira-kira 2-4

meter dan kadang-kadang sampai 8 meter. Cacing ini terdiri dari

skoleks, leher dan strobila, yang terdiri dari 800-1000 ruas

proglotid. Skoleks yang bulat berukuran kira-kira 1 milimeter,

mempunyai 4 buah batil isap dengan rostelum yang mempunyai

2 baris kait-

kait,

masing-

masing

sebanyak 25-

30 buah.

Lubang

Page 22: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 21

kelamin letaknya bergantian selang-seling pada sisi kanan atau

kiri strobila secara tidak beraturan.

Proglotid gravid berisi kira-kira 30.000-50.000 buah telur

dan keluar menlalui celah robekan pada proglotid. Telur tersebut

bila termakan oleh hospes perantara, maka dindingnya dicerna

dan embrio heksakan keluar dari telur, menembus dinding usus

dan masuk ke saluran getah bening atau darah. Embrio

heksakan kemudian ikut aliran darah dan menyangkut di

jaringan otot babi. Cacing gelembung biasanya ditemukan pada

otot lidah, punggung dan pundak babi. Hospes perantara lain

seperti monyet, onta, anjing, babi hutan, domba, kucing, tikus

dan manusia. Bila daging babi yang dimakan oleh manusia,

dinding kista dicerna, skoleks mengalami evaginasi untuk

kemudian melekat pada dinding usus halus seperti yeyunum.

Dalam waktu 3 bulan cacing tersebut menjadi dewasa dan

melepaskan proglotid dengan telur.

5. Patologi Dan Gejala Klinis

Cacing dewasa, yang biasanya berjumlah seekor, tidak

menyebabkan gejala klinis yang berarti. Bila ada, dapat berupa

nyeri ulu hati, mencret, mual, obstipasi dan sakit kepala. Gejala

klinis yang lebih berarti dan sering diderit, disebarkan oleh larva

dan disebut sistiserkosis.

Infeksi ringan biasanya tidak menunjukkan gejala, kecuali

bila alat yang dihinggapi adalah alat tubuh yang penting.

Pada manusia, sistiserkus atau larva Taenia solium sering

menghinggapi jaringan subkutis, mata, jaringan otak, otot, otot

jantung, hati, paru dan rongga perut. Walaupun sering dijumpai,

kalsifikasi (perkapuran) pada sistiserkus tidak menimbulkan

gejala, akan tetapi sewaktu-waktu terdapat pseudohipertrofi

otot, disertai gejala miositis, demam tinggi dan eosinofilia.

Page 23: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 22

Pada jaringan otak atau medula spinalis, sistiserkus jaringan

mengalami klasifikasi. Keadaan ini sering menimbulkan reaksi

jaringan dan dapat mengakibatkan serangan ayan (epilepsi),

meningo-ensefalitis, gejala yang disebabkan oleh tekanan

intrakranial yang tinggi seperti nyeri kepala dan kadang-kadang

kelainan jiwa. Hidrosefalus internus dapat terjadi, bila timbul

sumbatan aliran cairan serebrospinal.

Berdasarkan laporan menyatakan, bahwa sebuah sistiserkus

tunggal yang ditemukan dalam ventrikel IV dari otak, dapat

menyebabkan kematian.

Gejala-gejala klinis yang sering dikeluhkan:

1. Pengeluaran segmen tubuh cacing dalam feses (95%)

2. Gatal-gatal pada anus (77%)

3. Mual (46%)

4. Pusing (42%)

5. Peningkatan nafsu makan (30%)

6. Sakit kepala (26%)

7. Diare (18%)

8. Lemah (17%)

9. Merasa lapar (16%)

10. Sembelit (11%)

11. Penurunan berat badan (6%)

12. Rasa tidak enak di lambung (5%)

13. Letih (4%)

14. Muntah (4%)

15. Tidak ada selera makan saat lapar (1%)

16. Pegel-pegel pada otot (1%)

17. Nyeri di perut, ngantuk, kejang-kejang, gelisah, gatal-gatal

di kulit dan gangguan pernapasan (masing-masing < 1%).

Sistiserkosis menimbulkan gejala dan efek yang beragam

sesuai dengan lokasi parasit dalam tubuh. Manusia dapat

terjangkit satu sampai ratusan sistiserkus di jaringan tubuh yang

Page 24: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 23

berbeda-beda. Sistiserkus pada manusia paling sering ditemukan

di otak (disebut neurosistiserkosis), mata, otot dan lapisan

bawah kulit.

Dampak kesehatan yang paling ditakuti dan berbahaya

akibat larva cacing Taenia yaitu neurosistiserkosis yang dapat

menimbulkan kematian. Neurosistiserkosis adalah infeksi sistem

saraf pusat akibat sistiserkus dari larva Taenia solium.

Neurosistiserkosis merupakan faktor risiko penyebab stroke baik

pada manusia yang muda maupun setengah baya, epilepsi dan

kelainan pada tengkorak. Sistiserkosis merupakan penyebab 1%

kematian pada rumah sakit umum di Meksiko City dan penyebab

25% tumor dalam otak.

6. Diagnosis

Diagnosis teniasis solium dilakukan dengan menemukan

telur dan proglotid. Diagnosis sistiserkosis kulit dapat dilakukan

dengan biopsi pada otot dan secara radiologis, pada jaringan

otak dengan computerized tomographic scan (C.T.scan).

Beberapa cara serologi yang dapat digunakan adalah uji

hemaglutinasi Counter Immuno Electrophoresis, ELISA, EIBT

(Western Blot) dan PCR. Imunodiagnosis juga dilakukan untuk

mendeteksi coproantigen.

A. Taeniasis

Diagnosa Taeniasis dapat ditegakkan dengan dua cara:

1. Menanyakan riwayat penyakit (anamnesis)

Didalam anamnesis perlu ditanyakan antara lain apakah

penderita pernah mengeluarkan proglotid (segmen) dari

cacing pita baik pada waktu buang air besar maupun secara

spontan.

2. Pemeriksaan Tinja

Page 25: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 24

Tinja yang diperiksa adalah tinja sewaktu berasal dari

defekasi spontan. Sebaiknya diperiksa dalam keadaan

segar. Bila tidak memungkinkan untuk diperiksa segera ,

tinja tersebut diberi formalin 5 – 10% atau spiritus sebagai

pengawet.

Pemeriksaan tinja secara mikroskopis dilakukan antara

lain dengan metode langsung (secara natif), bahan

pengencer yang dipakai NaCL 0,9 % atau lugol. Dari satu

spesimen tinja dapat digunakan menjadi 4 sediaan.

Bilamana ditemukan telur cacing Taenia SP, maka

pemeriksaan menunjukkan hasil positif taeniasis. Pada

pemeriksaan tinja secara makroskopis dapat juga ditemukan

proglotid.

Pemeriksaan dengan metode langsung ini kurang sensitif

dan spesifik,, terutama telur yang tidak selalu ada dalam

tinja dan secara morfologi sulit diidentifikasi. Metode

pemeriksaan lain yang lebih sensitif dan spesifik misalnya

teknis sedimentasi eter, anal swab, dan coproantigen (paling

sensitif dan spesifik).

B. Sistiserkosis

Dinyatakan tersangka sistiserkosis apabila pada

a) Anamnesis :

1. Berasal dari /berdomisili didaerah endemis taeniasis /

Sistiserkosis

2. Gejala taeniasis

3. Riwayat mengeluarkan proglotid

4. Benjolan (“ nodul subkutan” ) pada salah satu atau lebih

bagian tubuh

5. Gejala pada mata dan gejala sistiserkosis lainnya

6. Riwayat / gejala epilepsi

7. Gejala peninggian tekanan intra kranial

8. Gejala neurologis lainnya

Page 26: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 25

b) Pemeriksaan fisik :

1. Teraba benjolan /nodul sub kutan atau intra muskular

satu lebih

2. Kelainan mata ( oscular cysticercosis ) dan kelainan

lainnya yang disebabkan oleh sistiserkosis

3. Kelainan neurologis

c) Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan tinja secara makroskopis : Proglotid

2. Pemeriksaan tinja secara mikroskopis : telur cacing taenia

sp

3. Pemeriksaan serologis : sistiserkosis

4. Pemeriksaan biopsi pada nodul subkutan gambaran

menunjukkan patologi anatomi yang khas untuk

sistiserkosis.

C. Neurosistiserkosis

Dinyatakan tersangka neurosistusekosis apabila :

a). Anamnesis

1) Berasal dari / berdomisili didaerah endemis

2) Gejala taeniasis

3) Riwayat mengeluarkan proglotid

4) Gejala pada mata dan gejala sistiserkosis lainnya

5) Riwayat /gejala epilepsi

6) Gejala peninggian tekanan intra kranial

7) Gejala neurologis lainnya

b). Pemeriksaan fisik

1. Teraba benjolan / nodul sub kutan atau intra muskular

satu atau lebih

2. Kelainan mata ( ocular cysticercosis ) dan kelainan

lainnya yang disebabkan cysticercosis

3. Kelainan neurologis

c). Pemeriksaan penunjang

Page 27: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 26

1) Pemeriksaan secara tinja makroskopis : proglotid (+)

2) Pemeriksaan tinja secara mikroskopis : telur cacing

Taenia sp ( + )

3) Pemeriksaan darah tepi : Hb , leukosit ( leukositosis ),

Eritrosit, hitung jenis ( Eosinofilia ), laju endap darah / LED

( meningkat ) dan gula darah

4) Punksi lumbal : sel ( eosinofil meningkat 70 % ), Protein

( meningkat 100 % ) glukosa ( menurun 70 %

dibandingkan dengan glukosa darah ) NaCI

5) Pemeriksaan serologi ( ELISa dan atau Immunoblot ) :

sistiserkosis ( +) Spesimen yang diperiksa berupa cairan

otak ( LCS ) kurang lebih sebanyak 2-3 cc. Tempat

pemeriksaan di laboratorium yang telah ditentukan.

Pengiriman spesimen cairan otak dengan tabung / botol

steril dan es batu ( suhu 1 º C )

6) Bila memungkinkan dilakukan pemeriksaan foto kepala

( untuk kista yang sudah mengalami kalsifikasi ) dan lebih

baik lagi pemeriksaan CT Scan ( Computerized

tomography scanning ) atau MRI ( magnetic resonance

imaging ).

7. Pengobatan

Untuk pengobatan penyakit taeniasis solium digunakan

Prazikuantel dan untuk sistiserkosis digunakan obat prazikuantel,

albendazol atau dilakukan pembedahan.

1. Taeniasis

Penderita taeniasis diobati secara massal dengan

prazikuantel dosis tunggal 100 mg/kg berat badan (BB).

Satu hari sebelum pemberian obat cacing penderita

dianjurkan untuk memakan makanan yang lunak tanpa

minyak dan serat. Pada malam harinya setelah makan

malam penderita harus menjalani puasa. Pemberian obat

Page 28: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 27

diberikan keesokan harinya dalam keadaan perut pasien

masih kosong. Dua jam setelah pemberian obat, penderita

diberi garam Inggris (MgSO4) yang telah dilarutkan dalam

sirup. Dosisnya 30 gram untuk dewasa dan 15 gram atau

7,5 gram untuk anak-anak. Selama itu penderita tidak boleh

makan sampai buang air besar yang pertama. Setelah

buang air besar penderita diberi makan bubur.

Sebagian kecil tinja dari buang air besar pertama

dikumpulkan dalam botol yang berisi formalin 5-10% untuk

menemukan telur taenia. Tinja dari buang air besar pertama

dan tinja selama 24 jam ditampung dalam baskom plastik.

Kemudian tinja disiram dengan air panas supaya cacing

menjadi rileks. Setelah itu tinja diayak dan disaring untuk

mendapatkan proglotid dan skoleks Taenia sp. Pengobatan

dinyatakan berhasil bila skoleks Taenia sp dapat ditemukan

utuh bersama proglotid.

2. Sistiserkosis dan Neurosistiserkosis

Pengobatan sistiserkosis dan neurosistiserkosis

menggunakan prazikuantel per oral 50 mg/kgBB/hari dosis

tunggal atau dibagi dalam tiga dosis selama 15 hari. Selain

itu dapat pula digunakan albendazol per oral 15

mg/kgBB/hari dosis tunggal atau dibagi dalam tiga dosis

selama 7 hari. Penggunaan obat tersebut biasanya

menimbulkan efek samping yang membuat penderita

kurang nyaman. Hal itu dapat dikurangi dengan

memberikan kortikosteroid, yaitu prednison 1mg/kgBB/hari

dosis tunggal atau dibagi dalam tiga dosis. Kortikosteroid

yang juga dapat diberikan adalah deksametason dengan

dosis yang setara dengan prednison.

Berbeda dengan sistiserkosis, penderita

neurosistiserkosis harus dirawat di rumah sakit. Penderita

diberi prazikuantel per oral 50 mg/kgBB/hari dosis tunggal

Page 29: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 28

atau dibagi dalam tiga dosis selama 15 hari. Selain itu bisa

juga digunakan albendazol per oral 15 mg/kgBB/hari dosis

tunggal atau dibagi dalam tiga dosis selama 30 hari. Untuk

mengurangi efek samping obat tersebut, penderita diberi

deksametason atau prednison per oral selama 45 hari. Perlu

diperhatikan bahwa penurunan dosis obat tersebut harus

dilakukan secara bertahap, yaitu 15 hari pertama diberikan

3×5 mg/hari, 15 hari kedua diberikan 2×5 mg/hari, dan 15

hari ketiga diberikan 1×5 mg/hari.

Keberhasilan pengobatan sistiserkosis dapat diketahui

melalui pemeriksaan tinja pada bulan ketiga sampai bulan

keenam setelah pengobatan. Pengobatan dinyatakan

berhasil bila tidak ditemukan telur Taenia sp dan

proglotidnya. Apabila ditemukan telur Taenia sp, prologtid,

atau keduanya maka hal itu menandakan telah terjadi

infeksi baru (reinfeksi). Pengobatan penderita

neurosistiserkosis dinyatakan berhasil apabila frekuensi

serangan epilepsi makin berkurang. Apabila dalam dua

tahun berturut-turut tidak ada serangan epilepsi,

pengobatan epilepsi masih diteruskan selama enam bulan

dengan dosis yang diturunkan secara bertahap untuk

kemudian dihentikan sama sekali.

8. Epidemiologi

Walapun cacing ini kosmopolit, kebiasaan hidup penduduk

yang dipengaruhi tradisi kebudayaan dan agama, memainkan

peranan penting. Pada orang-orang yang bukan pemeluk agama

Islam, yang biasanya memakan daging babi, penyakit ini

ditemukan.

Cara menyantap daging tersebut, yaitu matang, setengah

matang, atau mentah dan pengertian akan kebersihan atau

higiene, memainkan peranan penting dalam penularan cacing

Page 30: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 29

Taenia soleum maupun sistiserkus selulose. Pengobatan

perorangan maupun masal harus dilakukan agar penderita tidak

menjadi sumber infeksi bagi diri sendiri maupun ternak.

Pendidikan mengenai kesehatan harus dirintis. Cara-cara

ternak babi harus diperbaiki, agar tidak ada kontak dengan tinja

manusia. Sebaiknya untuk ternak babi harus digunakan kandang

yang bersih dan makanan ternak yang sesuai.

9. Pengendalian Dan Upaya Pencegahan

Pengendalian cacing pita Taenia dapat dilakukan dengan

memutuskan siklus hidupnya. Pemutusan siklus hidup cacing

Taenia sebagai agen penyebab penyakit dapat dilakukan melalui

diagnosa dini dan pengobatan terhadap penderita yang

terinfeksi. Beberapa obat cacing yang dapat digunakan yaitu

Atabrin, Librax dan Niclosamide dan Praziquantel. Sedangkan

untuk mengobati sistiserkosis dapat digunakan Albendazole dan

Dexamethasone. Untuk mengurangi kemungkinan infeksi oleh

Taenia ke manusia maupun hewan diperlukan peningkatan daya

tahan tubuh inang. Hal ini dapat dilakukan melalui vaksinasi

pada ternak, terutama babi di daerah endemis

taeniasis/sistiserkosis serta peningkatan kualitas dan kecukupan

gizi pada manusia.

Lingkungan yang bersih sangat diperlukan untuk

memutuskan siklus hidup Taenia karena lingkungan yang kotor

menjadi sumber penyebaran penyakit. Pelepasan telur Taenia

dalam feses ke lingkungan menjadi sumber penyebaran

taeniasis/sistiserkosis. Faktor risiko utama transmisi telur Taenia

ke babi yaitu pemeliharaan babi secara ekstensif, defekasi

manusia di dekat pemeliharaan babi sehingga babi memakan

feses manusia dan pemeliharaan babi dekat dengan manusia.

Hal yang sama juga berlaku pada transmisi telur Taenia ke sapi.

Telur cacing ini dapat terbawa oleh air ke tempat-tempat lembab

Page 31: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 30

sehingga telur cacing lebih lama bertahan hidup dan

penyebarannya semakin luas.

Kontrol penyakit akibat Taenia di lingkungan dapat

dilakukan melalui peningkatan sarana sanitasi, pencegahan

konsumsi daging yang terkontaminasi, pencegahan kontaminasi

tanah dan tinja pada makanan dan minuman. Pembangunan

sarana sanitasi, misalnya kakus dan septic tank, serta

penyediaan sumber air bersih sangat diperlukan. Pencegahan

konsumsi daging yang terkontaminasi dapat dilakukan melalui

pemusatan pemotongan ternak di rumah potong hewan (RPH)

yang diawasi oleh dokter hewan.

Pencegahan taeniasis yang utama adalah menghilangkan

sumber infeksi dengan mengobati semua penderita taeniasis di

suatu daerah. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan menjaga

kebersihan diri dan lingkungan, salah satunya dengan

menyediakan jamban keluarga. Penyediaan jamban keluarga

bertujuan untuk mencegah agar tinja manusia tidak dimakan

oleh babi dan tidak mencemari tanah atau rumput. Peternak dan

pemelihara sapi atau babi juga harus menjaga agar hewan

peliharaannya tidak berkeliaran sehingga tidak mencemari

lingkungan.

Pemeriksaan daging oleh dokter hewan pun harus dilakukan

sehingga masyarakat tidak mengonsumsi daging yang

mengandung kista. Selain itu perlu dilakukan penyuluhan

mengenai bahaya mengonsumsi daging yang mengandung kista.

Oleh karena itu masyarakat juga harus mengetahui bentuk kista

dalam daging. Hal tersebut penting dilakukan terutama di daerah

yang banyak memotong babi untuk upacara adat seperti di

Sumatera Utara, Bali, dan Irian jaya.

Di beberapa daerah di tanah air yang memiliki kebiasaan

memakan daging setengah matang atau daging mentah pun

perlu dilakukan penyuluhan untuk menghilangkan kebiasaan

tersebut. Masyarakat harus diberi pemahaman tentang risiko

Page 32: Paper Malaria, Demam Berdarah dan Cacing Pita Taenia Solium

P a g e | 31

yang akan diperoleh apabila memakan daging mentah atau

setengah matang. Penting pula bagi masyarakat untuk

mengetahui manfaat memasak daging sampai matang (di atas

57ºC dalam waktu cukup lama) atau membekukan di bawah 100

C selama lima hari. Pendekatan tersebut biasanya tidak selalu

dapat diterima oleh masyarakat setempat karena keputusan

akhir yang diambil harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi

daerah yang bersangkutan. (Primz, Sumber : www.depkes.org,

Maret 2007)