laporan arskot - kota pita

18
PENDAHULUAN Kota sebagai ekspresi kehidupan orang sebagai pelaku dan pembuatnya adalah paling penting dan sangat perlu diperhatikan. Hal tersebut di sebabkan karena permukiman perkotaan tidak memiliki makna yang berasal dari dirinya sendiri, melainkan dari kehidupan di dalamnya. Kota memiliki sifat yang sangat mempengaruhi kehidupan tempatnya. Di dalam arsitektur kota perlu memperhatikan aspek-aspek fundamental, yaitu arti ruang kota, serta morfologinya. Sebuah permukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota bukan dari segi ciri-ciri morfologis tertentu, atau bahkan kumpulan cirri-cirinya, melainkan dari segi suatu fungsi khusus, yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang-ruang efektif melalui pengorganisasian sebuah daerah pedalaman yang lebih besar, berdasarkan hierarki-hierarki tertentu. Arsitek memandang kota dengan menaruh perhatian pada aspek-aspek arsitektural bangunan-bangunan tunggal ataupun kelompok bangunan, ruang-ruang terbuka di dalam dan sekitarnya, dan berbagai peraturan yang berkaitan dengan perancangan dan pelaksanaan pembangunan.

Upload: abdel-ramonkz

Post on 30-Jun-2015

197 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan arskot - kota pita

PENDAHULUAN

Kota sebagai ekspresi kehidupan orang sebagai pelaku dan pembuatnya

adalah paling penting dan sangat perlu diperhatikan. Hal tersebut di sebabkan karena

permukiman perkotaan tidak memiliki makna yang berasal dari dirinya sendiri,

melainkan dari kehidupan di dalamnya. Kota memiliki sifat yang sangat

mempengaruhi kehidupan tempatnya. Di dalam arsitektur kota perlu memperhatikan

aspek-aspek fundamental, yaitu arti ruang kota, serta morfologinya. Sebuah

permukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota bukan dari segi ciri-ciri

morfologis tertentu, atau bahkan kumpulan cirri-cirinya, melainkan dari segi suatu

fungsi khusus, yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang-ruang efektif

melalui pengorganisasian sebuah daerah pedalaman yang lebih besar, berdasarkan

hierarki-hierarki tertentu.

Arsitek memandang kota dengan menaruh perhatian pada aspek-aspek

arsitektural bangunan-bangunan tunggal ataupun kelompok bangunan, ruang-ruang

terbuka di dalam dan sekitarnya, dan berbagai peraturan yang berkaitan dengan

perancangan dan pelaksanaan pembangunan.

Page 2: laporan arskot - kota pita

A. DEFENISI KOTA

Kota adalah sebuah kumpulan artefak (pembuatan) beserta manusia. Ruang

kota terwujud di dalam dimensi fisik (nyata), social, serta mental, (psikis/psikologis).

Bentuk kota memperhatikan aspek morfologi kota secara fungsional, visual, dan

struKtural. Semua hal tersebuat membutuhkan sebuah pandangan terhadapnya dengan

memakai perspektif ‘dari atas’ (system politik/ ekonomi/budaya) serta ‘dari bawah’

(tindakan perilaku sehari-hari). Oleh sebab semua dimensi , aspek dan perspektif

tersebut, arsitektur kota tampil sebagai suatu produk maupun sebagai suatau proses

yang bersifat sosio-spasial. Produk dan prosesnya akan mempengaruhi artefak serta

manusia yang ada di dalam kota. Dinamika perkotaan yang sirkular tersebut

berlangsung berulang kali secara terus menerus.

Pendekatan daefenisi dari para ahli mengenai Kota ditinjau dari sudut

pandang Motfologi adalah sebagai berikut :

Menurut Kostof bahwa kota adalah tempat kumpulan bangunan dan

manusia. (cities are place made up of buildings and people)

Menurut Sandi Siregar, kota adalah artifak yang dihuni. Kota sebagai

lingkungan buatan manusia yang memperlihatkan karya anjiniring besar

dan kompleks, terdiri dari kumpulan bangunan (dan elemen-elemen fisik

lainnya) serta manusia dengan konfigurasi tertentu membentuk satu

kesatuan ruang fisik (physical-spatial entity)

Menurut E.N. Bacon bahwa kota adalah artikulasi ruang yang

memberikan suatu pengalaman ruang tertentu kepada partisipator. Oleh

karena itu, lingkup perhatian perancang kota akan lebih lengkap jika

meliputi bangunan, setting dan karakter kota.

Page 3: laporan arskot - kota pita

Menurut Ali Madanipour bahwa kota adalah kumpulan berbagai bangunan

dan artefak (a collection of buildings and artefact) serta tempat untuk

berhubungan sosial (a site for social relationships). Morfologi kota

merupakan suatu geometri dari proses perubahan keadaan yang bersifat

sosio-spatial (the geometry of a socio-spatial continum).

Menurut Also Rossi18 bahwa kota adalah karya kolektif.

Menurut Paul D. Spereiregen juga menekankan pada pengertian kota

sebagai bentukan fisik yang secara keseluruhan saling mengisi satu sama

lainnya dan membentuk satu kesatuan penampilan kota.

Kota menurut Gallion and Eisner adalah suatu laboratorium tempat

pencarian kebebasan dilaksanakan dan percobaan-percobaan diuji

mengenai bentukan-bentukan fisik. Bentukan-bentukan fisik kota adalah

perwujudan kehidupan manusia ; polanya dijalin dengan pikiran dan

tangan yang dibimbing oleh suatu tujuan. Bentukan fisik kota terjalin

dalam aturan yang juga mengemukakan lambang-lambang pola-pola

ekonomi, sosial, politis dan spiritual serta peradaban masyarakatnya. Kota

adalah tempat mengaduk kekuatan-kekuatan budaya dan rancangan kota

merupakan ekspresinya.

B. BENTUK KOTA

Page 4: laporan arskot - kota pita

Sesuatu kota selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

Perkembangan dalam hal ini menyangkut aspek aspek politik, social, budaya,

teknologi, ekonomi dan fisik. Khusus mengenai aspek yang berkaitan langsung

dengan penggunaan lahan kekotaan maupun lahan kedesaan adalah perkembangan

fisik khususnya perubahan arealnya.

Tinjauan terhadap morfologi kota ditekankan pada bentuk bentuk fisikal dari

lingkungan kekotaan dan hal ini dapat diamati dari kenampakan kota secara fisikal

yang antara lain tercermin pada system jalan jalan yang ada, blok blok bangunan baik

daerah hunian maupun bukan (perdagangan dan industry) dan juga bangunan

individual (Herbert, 1973). Sementara itu Smailes (1955) sebelumnya telah

memperkenalkan 3 unsur morfologi kota yaitu: (1) unsure unsure penggunaan lahan

(2) pola pola jalan dan (3) tipe tipe bangunan.

Berikut ini beberapa bentuk ekspresi keruangan morfologi kota:

Bentuk-bentuk Kompak

1) Bentuk bujur sangkar (the square cities)

Kota berbentuk bujur sangkar menunjukkan adanya kesempatan perluasan

kota ke segala arah yang relative seimbang dan kendala fisikal relative tidak

begitu berarti. Hanya saja adanya jalur transportasi pada sisi sisi

memungkinkan terjadinya percepatan pertumbuhan areal kota pada arah jalur

bersangkutan.

2) Bentuk empat persegi panjang (the rectangular cities)

Page 5: laporan arskot - kota pita

Dimensi memanjang lebih besar daripada dimensi melebar. Hal ini

dimungkinkan timbul karena adanya hambatan hambatan fisikal terhadap

perkembangan areal kota pada salah satu sisi sisinya. Hambatannya antara lain

lereng yang terjal, perairan, gurun pasir, hutan dsb.

3) Bentuk kipas (fan shaped cities)

Bentuknya merupakan bentuk sebagian lingkaran. Dalam hal ini, kea rah luar

lingkaran kota yang bersangkutan mempunyai kesempatan berkembang yang

relative seimbang. Hambatannya dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian

yaitu, (1) hambatan alami, misalnya perairan, pegunungan (2) hambatan

artificial, misalnya saluran buatan, zoning, rings road.

4) Bentuk bulat (rounded cities)

Page 6: laporan arskot - kota pita

Bentuk kota seperti ini merupakan bentuk paling ideal daripada kota. Hal ini

disebabkan karena kesempatan perkembangan areal ke arah luar dapat

dikatakan seimbang.

5) Bentuk pita (ribbon shaped cities)

Bentuknya mirip dengan rectangular city tetapi dimensi memanjangnya jauh

lebih besar daripada dimensi melebar maka bentuk ini menempati klasifikasi

sendiri. Bentuk seperti ini mungkin tercipta dari sepanjang lembah

pegunungan, sepanjang jalur transportasi darat utama.

6) Bentuk gurita/bintang (octopus/star shaped cities)

Peranan jalur transportasi pada bentuk ini juga sangat dominan. Hanya saja

pada bentuk ini jalur transportasi tidak hanya satu arah saja, tetapi beberapa

arah ke luar kota.hal ini mungkin apabila daerah hinter land dan pinggirannya

tidak memberikan halangan fisik yang berarti terhadap perkembangan areal

kekotaannya.

Page 7: laporan arskot - kota pita

7) Bentuk yang tidak berpola (unpatternd cities)

Kota seperti ini merupakan kota yang terbentuk pada suatu daerah dengan

kondisi geografis yang khusus. Daerah dimana kota tersebut berada telah

menciptakan latar belakang dengan kendala kendala pertumbuhan sendiri.

B. Bentuk-bentuk tidak kompak (Non Compact Form)

Bentuk bentuk areal kekotaan yang tidak kompak pada umumnya merupakan

suatu daerah kekotaan yang mempunyai areal kekotaan yang terpisah pisah oleh

kenampakan bukan kekotaan. Pemisahnya dapat berupa kenampakan geografis

maupun kenampakan agraris.

Page 8: laporan arskot - kota pita

1) Bentuk terpecah (fragmented cities)

Kota jenis ini pada awal pertumbuhannya mempunyai bentuk yang kompak

dalam skala wilayah yang kecil. Dalam perkembangan selanjutnya perluasan

areal kekotaan baru yang tercipta ternyata tidak langsung menyatu dengan

kota induknya, tetapi cenderung membentuk “exclaves” pada daerah daerah

pertanian di sekitarnya.

2) Bentuk berantai (chained cities)

Kota ini juga sebenarnya merupakan bentuk terpecah, namun karena

terjadinya hanya disepanjang rute tertentu, kota ini seolal olah mata rantai

yang dihubungkan oleh rute transportasi.

Page 9: laporan arskot - kota pita

3) Bentuk terbelah (split cities)

Sebenarnya jenis kota ini merupakan kota yang kompak, namun berhubung

ada perairan yang cukup lebar membelah kotanya, maka seolah olah kota

tersebut terdiri dari 2 bagian yang terpisah. Biasanya masing masing bagian

mempunyai nama yang berbeda dengan bagian yang lain.

4) Bentuk Stellar (stellar cities)

Kondisi morfologi kota seperti ini biasanya terdapat pada kota kota besar yang

dikelilingi oleh kota kota satelit. Dalam hal ini terjadi gejala penggabungan

antar kota besar utama dengan kota kota satelit di sekitarnya, sehingga

kenampakan morfologi kotanya mirip “telapak katak pohon” dimana pada

ujung ujung jarinya terdapat bulatan bulatan.

Page 10: laporan arskot - kota pita

C. KOTA MALANG

Malang sebagai salah satu kota di Jawa Timur mempunyai letak geografis

yang strategis, sekaligus juga indah. Inilah salah satu modal bagi kota kecil di

pedalaman ini untuk tumbuh menjadi kota kedua terbesar di Jawa Timur setelah

Surabaya. Pada tahun 1900 Malang masih merupakan kota kabupaten kecil di

pedalaman. Sampai tahun 1900-an Malang adalah ibukota Kabupaten Malang, yang

merupakan bagian dari Karisidenan Pasuruan. .

Pada tahun 1800, jumlah penduduknya hanya 12.040 jiwa, dan pada tahun

1905 baru 29.541 jiwa (Karsten, 1935: 66). Jadi selama 105 tahun jumlah

penduduknya hanya bertambah 2,45 kali lipat. Bandingkan selama 10 tahun (1920-

1930) penduduk kota Malang bertambah lebih dari 2 kali lipat, yaitu pada tahun 1920

sebesar 42.981 jiwa, dan pada tahun 1930 berjumlah 86.645 jiwa

(Karsten, 1935:66) . Luas wilayahnya pada tahun 1914 baru mencapai 1503 Ha

(Staadsgemeente Malang, 1939).

Perkembangan yang pesat telah menggeser citra Malang sebagai kota terindah

di Hindia Belanda sebelum perang dunia kedua. Kini bertebaran pusat-pusat

perdagangan (commercial centre) bernuansa modern. Penataan kawasan cenderung

menghilangkan bangunan-bangunan kuno yang mempunyai nilai sejarah.Dengan

perkembangan tersebut mendorong pengembanganwilayah ke arah pinggiran kota

yang disertai dengan infrastruktur kotayang dibutuhkan.

Namun dalam tahapannya harus memperhatikanperkembangan Kota Malang

yang sudah ada.Untuk itu perlu mengetahui perkembangan Kota Malang danproduk-

produk rencananya agar penataan ruang tahap selanjutnyaberkesinambungan.

Rangkaian proses perkembangan tata ruang sangat mempengaruhi struktur tata ruang

yang ada sekarangmaupun yang akan datang. Ada pun pengaruh tersebut terlihat pada

pola penggunaan lahan, struktur tata ruang, model tata ruang, pola pergerakan dan

pola pengembangan.

Page 11: laporan arskot - kota pita

D. PERKEMBANGAN KOTA MALANG

Berdasarkan Algemeen jaarlijsch verslang 1823, dapatdiketahui bahwa Kota

Malang saat itu merupakan bagian dariKarisidenan Pasuruan yang meliputi

Kabupaten Pasuruan,Kabupaten Bangil dan Kabupaten Malang berdasarkan

Staadsblad1819 nomor 16 (Widomoko, 1987: 49).

Pemerintahan Kolonial pada tahun 1882 membuat alun-alun sebagai pusat

kekuasaan administrasi kolonial. Selain itu, juga untukkepentingan ekonomi

kolonial, yaitu sebagai tujuan produksi dankontrol perkembangan ekonomi masa itu.

Alun-alun kota Malang secara tipologi sama dengan kota-kota kabupaten di Jawa

padaumumnya.

Seiring dengan pertumbuhannya, pada tanggal 1 April 1914pemerintah

Hindia Belanda memutuskan membentuk Kota Malangsebagai kotamadya

(Gemeente). Seperti umumnya kota di Jawa, padatahun 1914 pola permukiman di

Kota Malang dibagi menjadipermukiman Eropa, Timur Asing dan pribumi.

Perkembanganpenduduk Eropa yang cepat di Kota Malang menyebabkan

permukimanorang Eropa kian menjauhi pusat kota. Hal inimenyebabkan Kota

Malang berbentuk seperti pita memanjang (ribbon shaped cities).

Perkembangan Kota Malang tahun 1914-1929

Antara tahun 1914-1916, pihak kotamadya lebih meningkatkan prasarana,

antara lain air bersih dan listrik. Perluasan pembangunan kota selanjutnya terbagi

menjadi delapan tahap:

Bouwplan I, karena tidak mencukupi pekembangan bagigolongan Eropa,

maka perkembangannya diarahkan kesepanjang jalan Tjelaket-Lowokwaru.

Saat ini bisa dilihat pada Jl.Dr. Cipto, RA. Kartini, DR. Soetomo,

Diponegoro, MH. Thamrin,Cokroaminoto.

Page 12: laporan arskot - kota pita

Bouwplan II ditandai dengan diputuskannya membuat daerahpusat pemerintah

baru, karena yang lama terlalu berbau Indisch,dan terealisasi pada tahun 1922

yang dinamakan Gouvener-Generaalbuurt (alun-alun Bunder).

Bouwplan III, perluasan ini berupa pembangunan komplekpemakaman bagi

orang Eropa yang terletak di daerah Sukundan di Klonjenlor.

Bouwplan IV diperuntukkan bagi kalangan menengah ke bawahyang

dilengkapi prasarana sendiri, antara lain makam, sekolahdan lapangan

olahraga. Yang dilaksanakan di daerah antarasungai Brantas dan jalan ke

Surabaya yaitu pada daerah antaraKampung Celaket dan Lowokwaru.

Bouwplan V, guna mencegah bentuk kota yang memanjang kearah utara-

selatan, dilakukan pembangunan daerah perumahanbagi golongan Eropa di

sebelah barat Kota Malang. Sekarangdikenal dengan Jl. Kawi, Ijen, Semeru

atau dikenal sebagaidaerah Bergenbuurt (daerah gunung-gunung).

Bouwplan VI diarahkan pada bagian tenggara kota yaitu darialun-alun ke

selatan dari sawahan ke timur dan barat yangbertujuan untuk tidak

meninggalkan daerah Pecinan. Jalan-jalanyang ada, antara lain Jl. Lombok,

Sumba, Flores, Madura, Bali,Kangean, Bawean, Sapudi dan Seram.

Bouwplan VII diarahkan untuk perumahan elit (villa) dan sebuah pacuan

kuda. Sekarang dikenal dengan sekitar LapanganMalabar dan simpang

Balapan.

Bouwplan VIII berupa pembangunan daerah industri di daerahdekat

emplasemen kereta api dan trem di selatan kota. Sekarang jalan Perusahaan

dan sekitarnya.

Page 13: laporan arskot - kota pita

Kota Malang semakin luas, yang akhirnya memunculkanrencana perluasan

Kotamadya Malang pada tahun 1935 (rencanatambahan global Kotamadya Malang

tahun 1935 oleh Karsten). Maksud utama tambahan global oleh Ir. Herman Thomas

Karsten,secara umum adalah untuk memberikan arah pertumbuhan kota dimasa

mendatang (kurang lebih 25 tahun).

Dalam rencana tersebut Karsten membagi kotamadya menjadi lingkungan-

lingkungan dengan tujuan/peruntukkan tertentu,yaitu daerah untuk bangunan dan

gedung, daerah untuk jalan lintas kota, daerah untuk penghijauan, daerah untuk

industri serta daerah untuk agraris. Pembangunan villa dan perumahan kecil oleh

Karsten dibiarkan berkembang ke arah barat kota, sedangkan komplek kampung baru

ditempatkan di bagian selatan utara tanah kotamadya.Perbaikan kampung baru ini

pada dasarnya untuk kepentingan Belanda agar keamanan dan keselamatan mereka

tidak terganggu.