industriseratsabutkelapa1

25
 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI SERAT SABUT KELAPA BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected]  

Upload: joni-zohra-as-seggaf

Post on 07-Apr-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 1/25

 

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

INDUSTRI SERAT SABUT KELAPA

BANK INDONESIA

Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected] 

Page 2: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 2/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 1

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2a. Latar Belakang ................................ ................................ ........... 2

b. Tujuan, Ruang Ligkup dan Metode Penelitian ................................ ... 3

2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan ................................ ............... 5a. Profil Usaha ................................ ................................ ............... 5

b. Pola Pembiayaan ................................ ................................ ........ 5

3. Aspek Pemasaran ................................ ................................ ........ 7a. Permintaan ................................ ................................ ................ 7b. Penawaran ................................ ................................ ................. 8c. Harga ................................ ................................ ........................ 8

d. Persaingan dan Peluang Pasar ................................ ....................... 8e. Jalur Pemasaran Produk ................................ ............................... 9f. Kendala dan Hambatan ................................ .............................. 10

4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 11a. Lokasi Usaha ................................ ................................ ............ 11b. Fasilitas Produksi ................................ ................................ ...... 11c. Bahan Baku ................................ ................................ ............. 11

d. Tenaga Kerja ................................ ................................ ........... 11e. Proses Produksi ................................ ................................ ........ 12f. Jenis dan Mutu Produksi ................................ ............................. 13h. Produksi Optimum ................................ ................................ .... 14

i. Kendala dan Hambatan ................................ ............................... 15

5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 16a. Komponen Biaya ................................ ................................ ....... 16b. Pendapatan................................ ................................ .............. 16c. Arus Kas ................................ ................................ .................. 17d. Evaluasi Profitabilitas dan Analisa Sensitivitas ................................ 17e. Hambatan dan Kendala ................................ .............................. 18

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 20a. Aspek Sosial Ekonomi ................................ ................................ 20

b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ .. 20

7. Penutup ................................ ................................ ..................... 22a. Kesimpulan ................................ ................................ .............. 22b. Saran ................................ ................................ ..................... 23

LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 24 

Page 3: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 3/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 2

1. Pendahuluan 

a. Latar Belakang 

Sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan kondisiagroklimat yang mendukung, Indonesia merupakan negara penghasil kelapayang utama di dunia. Pada tahun 2000, luas areal tanaman kelapa di

Indonesia mencapai 3,76 juta Ha, dengan total produksi diperkirakansebanyak 14 milyar butir kelapa, yang sebagian besar (95 persen)merupakan perkebunan rakyat. Kelapa mempunyai nilai dan peran yangpenting baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun sosial budaya.

Sabut kelapa merupakan hasil samping, dan merupakan bagian yangterbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa.

Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahunadalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta ton sabutkelapa yang dihasilkan. Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besarbelum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapatmeningkatkan nilai tambahnya.

Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai CocoFiber, Coir fiber, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasilpengolahan sabut kelapa. Secara tradisionil serat sabut kelapa hanyadimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumahtangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran

konsumen untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapadimanfaatkan menjadi bahan baku industri karpet, jok dan dashboardkendaraan, kasur, bantal, dan hardboard. Serat sabut kelapa jugadimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat sabut kelapa diproses untukdijadikan Coir Fiber Sheet yang digunakan untuk lapisan kursi mobil, SpringBed dan lain-lain.

Serat sabut kelapa bagi negara-negara tetangga penghasil kelapa sudahmerupakan komoditi ekspor yang memasok kebutuhan dunia yang berkisar75,7 ribu ton pada tahun 1990. Indonesia walaupun merupakan negara

penghasil kelapa terbesar di dunia, pangsa pasar serat sabut kelapa masihsangat kecil. Kecenderungan kebutuhan dunia terhadap serat kelapa yangmeningkat dan perkembangan jumlah dan keragaman industri di Indonesiayang berpotensi dalam menggunakan serat sabut kelapa sebagai bahan baku

  / bahan pembantu, merupakan potensi yang besar bagi pengembanganindustri pengolahan serat sabut kelapa.

Hasil samping pengolahan serat sabut kelapa berupa butiran-butiran gabussabut kelapa, dikenal dengan nama Coco Peat. Sifat fisika-kimianya yangdapat menahan kandungan air dan unsur kimia pupuk, serta dapatmenetralkan keasaman tanah menjadikan hasil samping ini mempunyai nilai

Page 4: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 4/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 3

ekonomi. Coco Peat digunakan sebagai media pertumbuhan tanamanhortikultur dan media tanaman rumah kaca.

Dari aspek teknologi, pengolahan serat sabut kelapa relatif sederhana yangdapat dilaksanakan oleh usaha-usaha kecil. Adapun kendala dan masalahdalam pengembangan usaha kecil/menengah industri pengolahan serat sabutkelapa adalah keterbatasan modal, akses terhadap informasi pasar dan pasaryang terbatas, serta kualitas serat yang masih belum memenuhipersyaratan.

Dalam rangka menunjang pengembangan industri serat sabut kelapa yangpotensial ini, diperlukan acuan yang dapat dimanfaatkan pihak perbankan,investor serta pengusaha kecil dan menengah sehingga memudahkan semuapihak dalam mengimplementasikan pengembangan usaha pengolahan serat

sabut kelapa ini. Hasil penelitian yang disusun dalam bentuk Lending Modelini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

b. Tujuan, Ruang Ligkup dan Metode Penelitian 

Tujuan 

Tujuan dari penyusunan buku ini adalah:

1.  Menyediakan rujukan bagi perbankan dalam rangka meningkatkanrealisasi kredit usaha kecil, khususnya untuk komoditi serat sabut

kelapa2.  Menyediakan informasi dan pengetahuan untuk mengembangkanusaha kecil serat sabut kelapa terutama tentang aspek keuangan,produksi, dan pemasaran.

Ruang Lingkup

Penyusunan lending model ini memerlukan studi mengenai polapembiayaannya yang mencakup aspek-aspek sebagai berikut:

1.  Aspek pemasaran yang meliputi antara lain kondisi permintaan(termasuk pasar ekspor), penawaran, persaingan, harga, proyeksipermintaan pasar;

2.  Aspek produksi yang meliputi gambaran komoditi, persyaratan teknisproduk, proses pengolahan, dan penanganannya;

3.  Aspek keuangan yang meliputi perhitungan kebutuhan biaya investasidan kelayakan keuangan (menggunakan alat analisis rugi-laba, cashflow, net present value, pay back period, benefit cost ratio, daninternal rate of return) dilengkapi analisa sensitivitas;

4.  Aspek sosial-ekonomi yang meliputi pengaruh pengembangan usahakomoditi yang diteliti terhadap perekonomian, penciptaan lapangankerja, dan pengaruh terhadap sektor lain;

5.  Aspek dampak lingkungan.

Page 5: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 5/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 4

Metode Penelitian 

Survei lapang dilakukan untuk memperoleh data sebagai berikut:

1.  Data primer dari pengusaha kecil (pengusaha coco fiber);2.  Data sekunder dari perbankan dan instansi terkait (Kandep

Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ciamis).3.  Tokoh masyarakat setempat (tokoh formal dan tokoh informal).

Analisis data tersebut di atas selanjutnya dilakukan atas hal-hal sebagaiberikut:

1.  analisis usaha, dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruhkomoditi yang diteliti dilihat dari aspek-aspek pemasaran, produksi,

sosial-ekonomi, dan dampak lingkungannya;2.  analisis pembiayaan, dilakukan untuk mengetahui bagaimana

pembiayaan proyek dan kelayakan usaha dilihat dari aspekkeuangannya.

Untuk kepentingan pengumpulan dan analisis data tersebut di atas, sampelusaha kecil di wilayah penelitian diambil secara acak dengan persyaratanbahwa usaha kecil tersebut yang paling banyak terdapat di wilayah studi,tetapi dengan mengutamakan mereka yang mendapat kredit bank untukusahanya.

Page 6: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 6/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 5

2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan 

a. Profil Usaha 

Berdasarkan studi kasus industri pengolahan serat sabut kelapa di KabupatenCiamis, usaha industri pengolahan serat sabut kelapa adalah dalam bentukusaha kecil. Usaha ini awalnya berkembang sebagai wujud kemitraan dengan

seorang pengusaha di kota Bandung pada tahun 1990, dimana pengusahamemberikan fasilitas mesin pemisah serat sabut kelapa dalam bentuk kreditdengan nilai sekitar Rp. 40 juta. Pengembalian kredit kepada pengusahadilakukan melalui hasil penjualan produk serat sabut kelapa. Menurut KandepPerindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ciamis jumlah usaha kecil yangterlibat dalam skema kemitraan tersebut berjumlah 27 pengusaha. Informasiyang diperoleh dari responden pengusaha kecil yang melaksanakan

kemitraan tersebut menyatakan bahwa pada umumnya kredit tersebut sudahlunas - walaupun demikian sebagian pengusaha kecil masih melaksanakanikatan bisnis dengan pengusaha tersebut dalam bentuk penjualan hasil.

Berdasarkan kriteria Deperindag, di antara 27 pengusaha tersebut sebagianbesar merupakan usaha kecil non-formal dan hanya 4 usaha yang tergolongdalam kelompok industri kecil formal, dalam pengertian mempunyai izinusaha dan persyaratan formal lain seperti NPWP. Selain ke-27 usaha kecil, diwilayah kasus terdapat 1 (satu) perusahaan yang dapat dikategorikan skalamenengah/besar dan satu unit yang merupakan kegiatan usaha koperasi.

Studi kasus menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden pengusahaberagam dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Usaha industri seratsabut kelapa merupakan pekerjaan atau sumber penghasilan utama sebagianresponden. Sebagian responden lain menyatakan usaha ini bukan merupakansatu-satunya usaha, dan sebagian besar dari responden kelompok inimenyerahkan operasional kegiatan industri (kecuali pemasaran) kepadaorang lain.

b. Pola Pembiayaan 

Hasil wawancara dengan responden pengusaha kecil serat sabut kelapamenunjukkan bahwa keseluruhan kebutuhan biaya untuk operasi usahaberasal dari dana sendiri. Berdasarkan informasi yang diperoleh dariresponden bank umum yang beroperasi di Kabupaten Ciamis, tercatat hanya

satu Bank yang memberikan fasilitas kredit kepada pengusaha kecil industriserat sabut kelapa, dan inipun terbatas hanya kepada 2 orang pengusaha.Kredit yang diberikan adalah berupa kredit investasi dengan jumlah masing-masing pengusaha Rp. 40 juta, dengan suku bunga 21 % dan jangka waktupengembalian 3 tahun. Kredit investasi tersebut diberikan atas pertimbanganbahwa usaha industri sabut kelapa yang dibiayai layak dan menguntungkanserta adanya mitra sebagai penjamin pasar produk serat sabut kelapa, serta

Page 7: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 7/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 6

  jaminan dalam bentuk sertifikat tanah/bangunan tempat usaha dan mesinyang dibiayai.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak responden perbankan diperolehkesan bahwa pihak perbankan relatif bersifat "menunggu" untuk memberikanfasilitas kredit kepada usaha serat sabut kelapa ini serta terbatasnyainformasi tentang prospek pasar dan kelayakan usaha serat sabut kelapa ini.Di lain pihak, hasil wawancara dengan pengusaha kecil menunjukkan bahwapengusaha kecil serat sabut kelapa dihadapkan kepada kendala dalammemenuhi persyaratan dan prosedur untuk memperoleh kredit. Kendalatersebut menyebabkan pengusaha kecil "enggan" untuk mengajukan aplikasikredit, walaupun dibutuhkan terutama untuk modal kerja. Kebutuhan modalkerja bagi pengusaha kecil merupakan hal yang penting, oleh karenapengusaha kecil memperoleh pembayaran dari hasil penjualan produk serat

setelah 3 - 4 minggu.

Page 8: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 8/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 7

3. Aspek Pemasaran 

a. Permintaan 

Serat sabut kelapa atau dalam perdagangan dunia dikenal dengan CoconutFiber atau Coconut Coir, merupakan bahan baku untuk berbagai industri,antara lain industri karpet, dashboard dan jok untuk kendaraan, jok perabotrumah tangga, matras, spring bed, kemasan serta tali. Karakteristik produkyang bersifat heat retardant dan biodegradable, serta kecenderungankonsumen produk industri dalam penggunaan bahan alami mendorongpeningkatan permintaan terhadap serat sabut kelapa.

Pada tahun 1990 kebutuhan dunia terhadap serat sabut kelapa sudahmencapai 75,7 ribu ton dan terus menunjukkan kecenderungan meningkat.

Kebutuhan serat sabut kelapa dunia tersebut masih didominasi oleh Srilanka,India, Malaysia, Thailand dan negara-negara Afrika (Palungkun, 1992).Walaupun ekspor serat sabut kelapa Indonesia menunjukkan peningkatansejak tahun 1998, hanya sebagian kecil saja dari kebutuhan dunia tersebutyang dipasok oleh Indonesia (Tabel 3.1). Negara tujuan ekspor serat sabut

kelapa Indonesia adalah Inggris, Jerman, Belgia, Jepang, Taiwan, KoreaSelatan, Singapura, Malaysia dan Australia. Berdasarkan informasi yangdiperoleh dari responden pengusaha sabut kelapa, setiap bulan diperkirakanChina membutuhkan sekitar 50.000 ton serat sabut kelapa per bulan untukmemenuhi kebutuhan industrinya.

Keberadaan dan berkembangnya industri perabot rumah tangga, khususnyaSpring Bed di Indonesia merupakan pasar potensial untuk industri seratsabut kelapa. Berdasarkan data Statistik Industri Besar dan Sedang (1998),secara Nasional penggunaan serat sabut kelapa sebagai bahan baku tercatatsebesar 2.123,9 ton. Dari total kebutuhan bahan serat sabut kelapa yangbernilai sekitar Rp. 11,7 milyar, senilai Rp. 1,99 milyar (17,1 persen) berasaldari impor dan dari segi volume sebesar 2,53 persen berasal dari impor.Apabila dibandingkan dengan volume ekspor serat sabut kelapa pada tahunyang sama (1998), yaitu sebesar 19,1 ton (Tabel 3.1), maka berarti bahwapasar serat kelapa masih didominasi untuk kebutuhan domestik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha kecil serat sabut kelapa diKabupaten Ciamis, semua responden menyatakan bahwa prospek pasarserat sabut kelapa adalah cerah. Semua responden menyatakan bahwapermintaan terhadap produk serat cukup besar, dimana rata-rata permintaanterhadap produk mereka sekitar 25 ton per bulan, yang semuanya tidakdapat dipenuhi karena keterbatasan modal kerja dan kapasitas mesin. Diantara responden malah ada yang menyatakan adanya permintaan yangtidak dapat dipenuhi karena ketidakcocokan harga.

Page 9: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 9/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 8

b. Penawaran 

Berdasarkan Statistik Industri Besar dan Sedang (1998), produksi serat

sabut kelapa tercatat oleh Industri Besar dan Sedang hanya sebesar 423 ton.Apabila dibandingkan dengan penggunaan serat sabut kelapa oleh industribesar dan sedang pada tahun yang sama yang berasal dari produksi lokalsebesar 2070,1 ton maka dapat ditafsirkan bahwa sebagian besar kebutuhantersebut, yaitu sebesar 1647,1 ton dipasok oleh usaha kecil / menengah. Halini menunjukkan bahwa produsen serat sabut kelapa sebagian besar adalahusaha kecil / menengah.

Statistik jumlah usaha kecil (industri kecil atau industri rumah tangga) danproduksi serat sabut kelapa yang dihasilkan secara Nasional masih belumtersedia. Berdasarkan studi kasus di Kabupaten Ciamis, setiap jumlah unit

usaha kecil industri serat sabut kelapa di Kabupaten Ciamis tercatatsebanyak 29 unit usaha yang sebagian besar (86,2 % atau 25 unit usaha)masih berstatus sebagai industri kecil non-formal. Kapasitas produksi setiapunit usaha bervariasi berkisar antara 55 - 300 ton per tahun atau rata-ratasekitar 100 ton per tahun.

c. Harga 

Berdasarkan studi kasus di Kabupaten Ciamis, harga serat sabut kelapa ditingkat produsen berkisar antara Rp. 500 - Rp.600 per Kg, sedangkan hargadi tingkat pembeli (Jakarta) berkisar antara Rp. 900 - Rp. 1200 per Kg, yang

tergantung kepada kualitas sabut yang dihasilkan.

Harga serat sabut kelapa di pasaran ekspor berdasarkan hasil wawancaraadalah sebesar US $ 210 per ton (FOB), sedangkan harga CIF di negaratujuan (Rotterdam) adalah sebesar US $ 360 per ton. Harga serat sabutkelapa Indonesia di pasaran ekspor relatif lebih rendah dibandingkan denganserat sabut kelapa ex. India, yang bernilai sekitar US $ 290 - 320 per ton(FOB), akan tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan produksi Srilanka yaitusebesar US $ 220 - 270 per ton (FOB). Merujuk kepada perkembangan hargamattress fiber produksi Srilanka, terdapat kecenderungan kenaikan hargadalam periode 1997 - 1999, yaitu rata-rata sebesar 3 persen per tahun.

d. Persaingan dan Peluang Pasar 

Potensi persaingan industri serat sabut kelapa dapat ditinjau dari aspekpersaingan produk substitusi dan persaingan industri sejenis. Dari aspekpersaingan produk substitusi, khususnya sebagai bahan baku untuk industri

  jok kursi (mobil dan rumah tangga), dash board mobil, tali dan produksejenis, serat sabut kelapa menghadapi persaingan dengan industri produksintetis seperti karet busa dan plastik. Walaupun demikian, karakteristikfisika-kimia serat sabut kelapa yang spesifik dan biodegradable sertaberfungsi sebagai heat retardant menjadikan serat sabut kelapa mempunyaifungsi yang spesifik yang tidak dapat digantikan oleh produk sintetis. Selain

Page 10: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 10/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 9

itu kesadaran konsumen terhadap kelestarian akan lingkungan dankecenderungan untuk kembali menggunakan produk alami, menyebabkanserat sabut kelapa mempunyai peluang pasar dan mampu bersaing dengan

produk-produk sintetis. Selain itu karakteristik fisika-kimia serat sabut kelapamenjadikan serat sabut kelapa berpotensi sebagai bahan baku untukpengembangan produk industri seperti geotextile.

Dari aspek persaingan industri sejenis, serat sabut kelapa Indonesiadihadapkan kepada negara-negara pesaing yang lebih maju dalam halteknologi produksi serat sabut kelapa, sehingga mempunyai kualitas yanglebih unggul. Persaingan tersebut juga dihadapi oleh karena perkembanganaplikasi teknologi yang lebih maju dalam membuat produk industri denganbahan baku serat sabut kelapa. Negara-negara pesaing Indonesia tersebutantara lain adalah Srilanka, India, Thailand dan Philipina.

Ditinjau dari kecenderungan permintaan dunia terhadap serat sabut kelapayang meningkat, serta kontribusi Indonesia yang masih sangat kecil dalamperdagangan dunia, serat sabut kelapa Indonesia mempunyai keunggulankomparatif (potensi produksi sabut kelapa) dan mempunyai peluang yangbesar. Peluang tersebut dapat diraih dengan syarat adanya perbaikan danpengembangan teknologi proses sehingga menghasilkan serat yangmemenuhi persyaratan kualitas yang diinginkan pasar.

e. Jalur Pemasaran Produk 

Rantai pemasaran serat sabut kelapa secara garis besar dapat dilihat padaGrafik 3.1. Usaha kecil serat sabut kelapa secara umum tidak dapat langsungmemasarkan produknya kepada eksportir sabut kelapa. Hal ini karenapersyaratan mutu produk usaha kecil masih belum dapat memenuhi

persyaratan mutu yang diinginkan. Selain itu, ketiadaan fasilitas mesinpengepress sabut - menyebabkan biaya transportasi per Kg produk untukdipasarkan langsung ke eksportir menjadi mahal dan tidak layak.

Page 11: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 11/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 10

Grafik 3.1. Rantai Tataniaga Serat Sabut Kelapa

f. Kendala dan Hambatan 

Berdasarkan hasil studi kasus industri kecil pengolahan sabut kelapa diKabupaten Ciamis, kendala dan hambatan yang dihadapi oleh pengusahaadalah relatif mahalnya biaya transportasi produk untuk pemasaran langsung

ke industri pengguna serat sabut kelapa atau eksportir. Hal ini karenaketerbatasan dan kendala modal untuk pengadaan mesin "press". Aksesterhadap informasi dan pasar ekspor merupakan salah satu kendala usahakecil serat sabut kelapa pada aspek pemasaran ini. Hal ini juga berhubungandengan kelengkapan mesin / peralatan produksi pada usaha kecil yangmenyebabkan jumlah dan kualitas produk yang dihasilkan tidak dapatmemenuhi kebutuhan untuk ekspor langsung. Pada tingkat pemasaran lokaldan domestik yang terjadi selama ini, kendala yang dihadapi oleh pengusahakecil adalah lamanya realisasi pembayaran hasil penjualan produk. Kendalaini semakin dirasakan oleh pengusaha kecil karena keterbatasan modal kerja.

Page 12: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 12/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 11

4. Aspek Produksi 

a. Lokasi Usaha

Serat sabut kelapa atau Coco Fiber merupakan produk yang berasal dariproses pemisahan serat dari bagian kulit buah (epicarp dan mesocarp).

Bagian kulit buah merupakan bagian terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar35 % dari total bobot. Bahan baku kulit buah kelapa bersifat kamba,sehingga untuk efisiensi biaya transportasi serta kemudahan dalampengadaan bahan baku, maka lokasi usaha ditetapkan dekat atau padadaerah sentra produksi kelapa. Lokasi usaha seyogyanya juga tidak padalokasi pemukiman, karena hasil samping pengolahan berupa bagian gabus(coco peat) dapat mengganggu lingkungan. Usaha ini memerlukan area yangcukup luas untuk penampungan bahan baku, penjemuran, dan penampungan

hasil samping karena karakteristik bahan baku dan hasil samping yangkamba.

b. Fasilitas Produksi 

Proses produksi serat sabut kelapa secara teknologi relatif sederhana danmenggunakan mesin / peralatan yang sudah diproduksi oleh produsen mesinperalatan di dalam negeri. Berdasarkan informasi yang diperoleh, produsenmesin peralatan untuk produksi serat sabut kelapa untuk wilayah Jawa Baratberada di wilayah Jabotabek dan Bandung. Secara umum fasilitas produksiutama yang dibutuhkan adalah mesin pengurai dan pemisah serat dari sabut

kelapa, fasilitas penjemuran atau mesin pengering, dan alat press seratsabut kelapa dan serbuk gabus sabut kelapa.

c. Bahan Baku 

Bahan baku industri serat sabut kelapa adalah sabut kelapa yang merupakanhasil samping dari usaha perdagangan buah kelapa untuk konsumsi rumahtangga serta industri pengolahan kopra atau minyak kelapa. Bahan baku inisecara umum terdapat secara melimpah di daerah sentra produksi buahkelapa, terutama Propinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Lampung, JawaBarat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah danSulawesi Selatan, serta NTT dan Maluku.

Bahan baku sabut kelapa yang diinginkan adalah yang berasal dari buahkelapa dalam dengan tingkat kematangan yang sesuai untuk pembuatanminyak kelapa atau kopra.

d. Tenaga Kerja 

Secara relatif industri serat sabut kelapa merupakan industri yang bersifatpadat karya terutama untuk industri yang masih menggunakan teknologiproses yang sederhana. Untuk industri seperti ini, kebutuhan tenaga kerjaterbesar adalah pada tahap sortasi dan pembersihan serat dari butiran

Page 13: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 13/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 12

gabus, yang tidak memerlukan keterampilan khusus. Tingkat keterampilanyang sederhana diperlukan untuk tenaga kerja yang bertugas sebagaioperator mesin/peralatan yang relatif dapat dilatih dengan mudah. Tingkat

keterampilan yang lebih tinggi diperlukan untuk operator perawatan danperbaikan mesin, khususnya mesin penggerak. Berdasarkan studi kasus diwilayah Kabupaten Ciamis, setiap unit usaha industri serat sabut kelapamembutuhkan tenaga kerja dengan status operator mesin sekitar 5 - 6 orangdan tenaga kerja sortasi dan pembersihan sekitar 20 - 30 HOK per hari.

e. Proses Produksi 

Proses produksi serat sabut kelapa secara garis besar dapat dilihat padaGrafik 4.1.

1.  Persiapan Bahan

Pada tahap persiapan, sabut kelapa yang utuh dipotong membujurmenjadi sekitar lima bagian, kemudian bagian ujungnya yang kerasdipotong. Sabut tersebut kemudian direndam selama sekitar 3 harisehingga bagian gabusnya membusuk dan mudah terpisah dari seratnya,dan kemudian ditiriskan. Praktek proses produksi yang dilakukan olehpengusaha kecil di lokasi studi tidak melaksanakan tahap persiapanbahan, akan tetapi sabut kelapa langsung diproses.

2.  PelunakanSabut

Pelunakan sabut secara tradisionil dilakukan manual, yaitu dengan caramemukul sabut dengan palu sehingga sabut kelapa menjadi lebih terurai.Pada tahap ini sudah dihasilkan hasil samping berupa butiran gabus.Secara modern, pelunakan sabut dilakukan dengan menggunakan mesinpemukul yang disebut mesin double cruiser atau hammer mill. Sepertihalnya dengan tahap perendaman, usaha kecil di lokasi studi tidakmelaksanakan tahap pelunakan sabut ini, akan tetapi sabut langsungdimasukkan ke dalam mesin pemisah serat (defifibring machine).

3.  Pemisahan Serat.

Pada tahap ini, sabut kelapa dimasukkan ke dalam mesin pemisah seratuntuk memisahkan bagian serat dengan gabus. Komponen utama mesinpemisah serat atau defifibring machine adalah silinder yangpermukaannya dipenuhi dengan gigi-gigi dari besi yang berputar untukmemukul dan "menggaruk" sabut sehingga bagian serat terpisah. Padatahap ini dihasilkan butiran-butiran gabus sebagai hasil samping.

4.  Sortasi/Pengayakan

Pada tahap ini bagian serat yang telah terpisah dari gabus dimasukkan kedalam mesin sortasi untuk memisahkan bagian serat halus dan kasar.

Page 14: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 14/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 13

Mesin sortasi atau pengayak (refaulting screen) adalah berupa saringanberbentuk cone yang berputar dengan tenaga penggerak motor. Sortasidan pengayakan juga dilakukan pada butiran gabus dengan

menggunakan ayakan atau saringan yang dilakukan secara manual,sehingga dihasilkan butiran-butiran halus gabus.

5.  Pembersihan dan Pengeringan.

Tahap pembersihan dilakukan untuk memisahkan bagian gabus yangmasih menempel pada bagian serat halus yang telah terpisah dari bagian

serat kasar. Tahap ini dilakukan secara manual. Tergantung kepadatingkat kekeringan serat dan butiran gabus, proses pengeringan dilakukandengan cara penjemuran atau dengan menggunakan mesin pengering.

6.  Serat sabut kelapa yang sudah bersih dan kering kemudian dipakdengan menggunakan alat press.

Ukuran kemasan adalah sekitar 90 x 110 x 45 cm. Secara tradisional,pemadatan serat dilakukan secara manual dengan cara diinjak yangmenghasilkan bobot setiap kemasan hanya sekitar 40 Kg. Denganmenggunakan mesin press bobot setiap kemasan mencapai sekitar 100Kg. Khusus untuk bagian butiran gabus, wadah kemasan adalah karung,dan setiap kemasan menampung sekitar 100 lt. Pada tingkat usaha kecilpemadatan butiran gabus dengan menggunakan alat press tidakdilakukan.

f. Jenis dan Mutu Produksi 

Jenis produk yang dihasilkan dari industri pengolahan serat dapatdikelompokan menjadi dua yaitu : (1) Serat Sabut Kelapa (Gambar 4.1) dan

(2) Butiran Gabus.

Mutu serat sabut kelapa atau Coconut Fibre, ditentukan oleh warna,persentase kotoran, kadar air, dan proporsi antara bobot serat panjang danserat pendek. Spesifikasi mutu produk serat yang diekspor oleh salah satuperusahaan eksportir di Jakarta adalah:

1.  Kadar air < 10 %2.  Kandungan gabus: < 5 %3.  Panjang serat ( 2- 10 cm) 30 %4.  Panjang serat (10 - 25 cm) 70 %5.  Ukuran Bale 70 x 70 x 50 cm6.  Bobot /Bale 50 Kg /Bale

Page 15: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 15/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 14

Gambar 4.1. Produk Coco Fiber (Serat Sabut Kelapa)

Butiran gabus yang dikenal dalam perdagangan sebagai Coconut Peatmutunya ditentukan oleh kandungan benda asing, ukuran butiran, kadar air,dan kandungan mineral. Spesifikasi mutu Coconut Peat yang diekspor olehsalah satu perusahaan eksportir di Jakarta adalah sebagai berikut :

1.  Tidak mengandung kandungan kimia2.  Bebas dari weed dan seeds3.  Kadar air <20 %4.  pH 5,985.  EC 0,60 mS/cm6.  NaCl 0.54%

7. 

NH4 0.08%8.  Ca: 0.45%9.  SO4: 0.00%10.  P: 0.00%

h. Produksi Optimum 

Berdasarkan hasil studi kasus untuk industri serat sabut kelapa di wilayahKabupaten Ciamis, tingkat produksi maksimum serat sabut kelapa terutamaditentukan oleh kapasitas mesin pemisah serat dan mesin sortasi / pengayakserta jam kerja mesin atau jumlah shift kerja. Seperti halnya industrimanufaktur yang lain, maka kapasitas mesin pada setiap tahapan atau

rangkaian proses produksi harus seimbang (balance). Pada kasus usahaindustri kecil serat sabut kelapa di Kabupaten Ciamis, rata-rata kapasitasmesin maksimum adalah berkisar 400 - 600 kg serat per hari (@ 8

  jam/hari). Pada kondisi kapasitas tersebut usaha menjadi tidakmenguntungkan dan tidak layak jika tingkat produksi berada di bawah 350kg serat per hari dengan parameter teknis dan biaya adalah tetap. Semakinbesar tingkat produksi sampai batas maksimum kapasitas mesin, makatingkat keuntungan dan kelayakan usaha semakin baik.

Page 16: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 16/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 15

i. Kendala dan Hambatan 

Berdasarkan hasil studi kasus di wilayah Kabupaten Ciamis, tidak ada

kendala dan hambatan yang dihadapi pada segi bahan baku. Kendala danhambatan yang sering dihadapi adalah dari segi kinerja (performance) mesinproduksi dan mesin penggerak. Hambatan tersebut adalah jika terjadikerusakan mesin sehingga jumlah produksi tidak sesuai dengan yangdiharapkan. Kinerja mesin menyebabkan kualitas produk dari segi panjangdan kebersihan serat yang tidak dapat memenuhi standar kualitas untuk

ekspor. Selain panjang dan kebersihan serat, tingkat kekeringan jugamerupakan salah satu kriteria kualitas yang tidak dapat dipenuhi oleh usahakecil, yang disebabkan kendala modal untuk pengadaan mesin pengering.Selain itu, tidak dimilikinya mesin "press" menyebabkan mahalnya ongkosuntuk transportasi produk, yang dapat membatasi alternatif pemasaran

produk bagi usaha kecil.

Page 17: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 17/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 16

5. Aspek Keuangan 

a. Komponen Biaya 

Analisa aspek keuangan diperlukan untuk mengetahui kelayakan usaha darisisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikankredit yang diperoleh dari bank. Analisa keuangan ini juga dapatdimanfaatkan pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha industripengolahan serat sabut kelapa.

Perhitungan aspek keuangan terdiri dari dua skenario berdasarkankelengkapan alat dan proses yang digunakan, yang berimplikasi kepada totalkebutuhan dana, kapasitas, kualitas dan harga produk serta jangkauanpasar. Skenario teknologi -1, usaha dilengkapi dengan mesin pengering dan

mesin pengepress, dengan kapasitas usaha yang lebih besar yaitu 1500 kgserat per hari. Pada skenario -2, pengeringan dengan cara penjemuran danpengepressan dilakuan secara manual. Teknologi-2 yang sederhana inisebagian besar diterapkan oleh usaha kecil di daerah penelitian (KabupatenCiamis). Ke dua skenario tersebut menggunakan sumber kredit yang sama,

dengan tingkat bunga 24% per tahun.

Untuk penyusunan dan proyek kelayakan usaha diperlukan adanya beberapaasumsi mengenai parameter teknologi proses maupun biaya. Asumsi inidiperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha industri serat sabut kelapa didaerah penelitian serta informasi yang diperoleh dari pengusaha dan

pustaka. Asumsi tersebut disajikan pada Tabel 5.1.

Komponen biaya usaha industri pengolahan mencakup biaya investasi danbiaya operasi usaha. Biaya investasi mencakup (1) pengadaan alat danmesin, (2) bangunan, dan (3) modal kerja. Modal kerja direncanakan untukkebutuhan dana operasi selama 4 bulan. Perincian kebutuhan biaya investasidan biaya operasi usaha yang dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biayatidak tetap dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Pada Tabel 5.2 disajikantotal kebutuhan biaya untuk setiap skenario rencana usaha.

b. Pendapatan 

Pendapatan usaha industri serat sabut kelapa diperoleh dari produk utama,yaitu serat dan hasil samping berupa gabus yang dikenal sebagai Coco Peat.

Pendapatan usaha diproyeksikan dengan asumsi bahwa pada tahun pertamausaha beroperasi pada kapasitas 80% dan pada tahun kedua kapasitas 90%,dan pada tahun ke tiga dan seterusnya beroperasi pada kapasitas 100%.Perincian tentang rencana produksi, penerimaan dan proporsi penerimaanusaha selama umur proyek disajikan pada Lampiran 3.

Pada skenario teknologi -1, kelengkapan mesin dan peralatan menyebabkanusaha diproyeksikan mampu menghasilkan produk dengan kualitas yang

Page 18: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 18/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 17

dapat diterima atau dipasarkan langsung ke konsumen industri penggunaatau eksportir. Pada skenario teknologi -2, teknologi yang sederhanamenyebabkan produk yang dihasilkan tidak mempunyai mutu yang dapat

diterima langsung oleh industri pengguna atau eksportir. Perbedaan skenarioteknologi berimplikasi kepada biaya produksi dan harga produk denganproyeksi pendapatan dan keuntungan yang dapat dilihat pada Lampiran 4 .

Berdasarkan informasi yang disajikan pada Lampiran 4, secara garis besarproyeksi pendapatan dan keuntungan/kerugian usaha dapat dilihat padaTabel 5.3.

Seperti dapat dilihat pada Tabel 5.3 serta Lampiran 4, keuntungan usahaindustri pengolahan serat sabut kelapa dengan teknologi proses yang lebihbaik dan pemasaran langsung ke industri pengguna atau eksportir

memberikan keuntungan yang lebih baik dibandingkan dengan teknologiyang lebih sederhana (Teknologi-2).

c. Arus Kas 

Proyeksi arus kas dengan pengelolaan dana pembiayaan dari Bank maupunDana Milik Sendiri menunjukkan bahwa industri sabut serat kelapa dapatmengembalikan kewajiban kepada Bank. Kedua skenario teknologimenunjukkan tidak terjadinya defisit anggaran selama umur proyek, dantelah berhasil mengembalikan pinjaman pada akhir tahun ke-lima. Seluruhmodal yang ditanamkan pada usaha telah dapat dikembalikan pada tahun

ke-4. Secara rinci, proyeksi aliran kas dapat dilihat pada Lampiran 5.

d. Evaluasi Profitabilitas dan Analisa Sensitivitas 

Berdasarkan asumsi-asumsi yang dikemukakan pada Lampiran 1 danLampiran 2, serta berdasarkan proyeksi aliran kas, indikator-indikatorprofitabilitas usaha industri serat sabut kelapa untuk ke-dua skenarioteknologi dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. menunjukkan bahwa usahaindustri serat sabut kelapa adalah layak secara finansial. Apabiladibandingkan antara skenario teknologi-1 dan teknologi-2, informasi yangdisajikan pada Tabel 5.4 menunjukkan bahwa perbaikan kualitas danpeningkatan kapasitas usaha melalui kelengkapan mesin/peralatan proses

memberikan kelayakan yang lebih baik dibandingkan dengan teknologisederhana.

Penambahan investasi sebanyak 4 (empat) kali lipat dibandingkan denganteknologi-2 memberikan Net Present Value sekitar 5 (lima) kali lipat

dibandingkan teknologi -2. Hal ini berarti bahwa korbanan penambahaninvestasi mesin/peralatan serta peningkatan biaya operasi menghasilkanmanfaat keuangan yang lebih baik. Rata-rata Nilai Titik Impas untuk keduaskenario teknologi yang sekitar 30 persen menunjukkan bahwa usahaindustri serat sabut kelapa ini masih mampu memberikan keuntungan,

Page 19: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 19/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 18

walaupun volume penjualan/produksi turun menjadi sekitar 30% darikapasitas normal.

Analisa sensitivitas usaha dilakukan dengan mencoba menurunkan harga jualproduk, kenaikan biaya variabel dan biaya tetap masing-masing sebesar 10persen. Hasil analisis seperti ditunjukkan data pada Tabel 5.4. menyatakanbahwa usaha ini sangat sensitif terhadap perubahan harga jual produk.Apabila dibandingkan antara skenario teknologi-1 dan teknologi-2, makausaha industri dengan teknologi - 2 relatif sangat rentan terhadap perubahankondisi usaha, yang dalam hal ini adalah harga jual, biaya variabel dan biayatetap. Persentase perubahan indikator-indikator kelayakan usaha akibatperubahan harga jual dan biaya usaha dapat dilihat pada Lampiran 6.

Analisa sensitivitas juga dilakukan terhadap proporsi produk coco peat yang

dapat dipasarkan. Hal ini perlu dilakukan mengingat informasi dan estimasikebutuhan dan permintaan terhadap produk coco peat yang relatif lebihterbatas dibandingkan produk coco fiber.

Hasil analisa menunjukkan bahwa usaha tetap layak apabila volumepenjualan coco peat untuk tahun pertama, kedua, dan ketiga dan seterusnyamasing-masing hanya sebesar 50%, 70% dan 80%. Akan tetapi untukskenario kedua usaha tetap layak apabila proporsi hasil penjualan coco peatuntuk tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya hanya sebesar 70%,80% dan 90%.

e. Hambatan dan Kendala 

Hambatan dan kendala yang dihadapi oleh industri serat sabut kelapa ini dariaspek keuangan menyangkut aspek arus kas masuk dan keluar keuangan.Pada aspek arus kas masuk adalah terjadinya penundaan pembayaran hasilpenjualan produk yang menyebabkan akumulasi keuntungan usaha tidakdapat membiayai operasi usaha selama masa penundaan pembayaran.Walaupun demikian hambatan dan kendala ini dapat di atasi apabilapengusaha mempunyai "track record" yang baik di mata perbankan,sehingga dapat diatasi melalui kredit modal kerja yang dapat disediakan olehperbankan. Pada aspek arus kas masuk, khususnya yang menyangkutdengan kebutuhan modal investasi, kendala yang dihadapi oleh pengusaha

kecil adalah pada aspek administrasi dan persyaratan yang harus dipenuhiuntuk memperoleh kredit dari perbankan. Di samping itu, hambatan dankendala akan dihadapi oleh pengusaha dalam memperoleh kredit apabilaperbankan belum mempunyai informasi yang lengkap tentang kelayakan danprospek usaha ini, serta pengusaha atau calon pengusaha yang akanberinvestasi pada industri serat sabut kelapa ini belum pernah menjadinasabah bank.

Pada aspek arus kas keluar, tidak ada hambatan dan kendala pada aspekkeuangan apabila penurunan harga jual dan kenaikan biaya operasi masih didalam kisaran yang dimungkinkan untuk kelayakan finansial. Simulasi

Page 20: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 20/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 19

terhadap aspek finansial menunjukkan bahwa usaha ini akan menghadapimasalah finansial jika terjadi kenaikan biaya usaha lebih dari 40% ataupenurunan harga jual produk mencapai lebih dari 25%.

Page 21: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 21/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 20

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan

a. Aspek Sosial Ekonomi

Manfaat Sosial Ekonomi 

Bahan baku sabut kelapa merupakan hasil samping dari industri pengolahan

kopra atau petani / pedagang buah kelapa. Keberadaan industri pengolahanserat ini menjadikan hasil samping sabut kelapa memberikan nilai ekonomisyang lebih baik, sehingga meningkatkan pendapatan petani/pedagang buahkelapa. Pemanfaatan sabut kelapa sebagai bahan baku industri sehinggamenjadi komoditi perdagangan menyebabkan terbukanya kesempatan kerjabaru, yaitu dalam bentuk adanya pedagang pengumpul sabut kelapa sertausaha jasa transportasi.

Karakteristik usaha kecil industri pengolahan sabut kelapa secara umumtidak sepenuhnya menggunakan mesin / peralatan dalam prosesproduksinya, khususnya pada tahap pembersihan, penyaringan danpengeringan. Pada kondisi teknologi produksi tersebut, usaha inimembutuhkan tenaga kerja paling sedikit sekitar 20 - 30 HOK, dengan jamkerja sekitar 6 - 8 jam per hari.

Manfaat Regional 

Secara umum keberadaan dan pengembangan industri serat sabut kelapa

memberikan dampak yang positif bagi wilayah. Terbukanya peluang kerjaserta peningkatan pendapatan masyarakat dan sekaligus peningkatanpendapatan daerah merupakan dampak positif bagi pengembangan industriserat sabut kelapa.

Serat sabut kelapa merupakan komoditi ekspor, sehingga akan memberikankontribusi bagi pendapatan devisa negara dan sekaligus juga menghematdevisa. Oleh karena serat sabut kepala merupakan bahan baku bagi industrimatras, jok mobil, tali dan lain-lain, maka pengembangan industri ini dapatmendorong berkembangnya industri pengguna serat sabut kelapa.

b. Dampak Lingkungan

Industri pengolahan serat sabut kelapa tidak menghasilkan limbah cairmaupun gas. Limbah yang terjadi adalah dalam bentuk fisik, yaitu berupa

hasil samping gabus sabut kelapa dalam jumlah atau volume yang besar.Setiap 1000 butir sabut kelapa yang diproses akan menghasilkan sekitar 100- 125 liter butiran gabus. Akan tetapi, hasil samping butiran gabus atau CocoPeat ini masih mempunyai nilai ekonomi, dalam pengertian dapat dijualapabila dilakukan proses penyaringan dan pengeringan serta denganteknologi pengemasan sehingga memenuhi persyaratan mutu yang

Page 22: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 22/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 21

dikehendaki konsumen. Coco Peat dapat digunakan sebagai media tanamantara untuk tanaman jamur.

Gabus sabut kelapa dalam bentuk debu dari proses pemisahan dan sortasiserat berpotensi terhadap kesehatan tenaga kerja, apabila tenaga kerja tidakdilengkapi dengan pelindung atau masker. Akan tetapi karena ukuranpartikelnya yang relatif besar, maka debu gabus kelapa ini tidak memberikandampak yang negatif terhadap lingkungan sekitarnya.

Industri pengolahan serat memberikan dampak lingkungan fisik yang positif 

oleh karena dapat mengurangi limbah sabut kelapa sebagai hasil sampingdari kegiatan usaha perdagangan buah kelapa dan usaha pengolahan kopra.

Page 23: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 23/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 22

7. Penutup

a. Kesimpulan

1.  Industri pengolahan serat sabut kelapa merupakan industri yangberpotensi untuk dikembangkan, dengan sumber bahan baku sabutkelapa yang sangat berlimpah yaitu sekitar 1,7 juta ton. Indonesiamasih belum memanfaatkan secara optimal potensi sabut kelapauntuk dijadikan serat sabut kelapa yang mempunyai nilai ekonomissebagai komoditi perdagangan dan bahan baku industri.

2.  Serat sabut kelapa dan hasil sampingnya berupa butiran gabus kelapa(coco peat) merupakan salah satu komoditi yang mempunyai pasaryang cukup potensial baik untuk pasar domestik maupun pasar

ekspor. Kebutuhan dunia terhadap serat sabut kelapa adalah sekitar75,7 ribu ton, dan kontribusi Indonesia terhadap kebutuhan seratsabut kelapa dunia masih sangat kecil. Serat dan butiran gabus sabutkelapa mempunyai keunggulan komparatif ditinjau dari aspekkarakteristik fisika-kimia yang tidak dapat digantikan oleh produksintetis, dan mempunyai prospek untuk produk industri yangberorientasi ramah lingkungan. Industri serat sabut kelapa Indonesiamenghadapi persaingan dengan negara produsen serat yang telahlebih maju dari segi teknologi dan pasar, yaitu antara lain Srilanka,India, dan Thailand.

3.  Pengembangan usaha industri serat sabut kelapa memberikan manfaat

yang positif baik dari aspek sosial ekonomi, wilayah maupunlingkungan.

4.  Teknis produksi serat sabut kelapa relatif sederhana dan dapatdiusahakan oleh usaha kecil, dengan kebutuhan modal investasi yangmasih terjangkau untuk usaha kecil / menengah. Terdapat duaalternatif teknologi industri yang dapat dilaksanakan, yaitu teknologisederhana dan teknologi yang lebih maju dari segi peralatan produksiyang digunakan, yang keduanya secara finansial adalah laik. Kreditinvestasi dapat dikembalikan pada tahun ke-6, dan selama umurproyek usaha industri serat sabut kelapa tidak mengalami defisit alirankas.

5.  Secara finansial industri serat sabut kelapa dengan mesin/peralatanyang lengkap memberikan indikator-indikator kelayakan yang lebihbaik dibandingkan dengan aplikasi teknologi yang sederhana.Peningkatan kebutuhan modal investasi yang empat kali lebih besar(Rp. 530 juta) dibandingkan kebutuhan modal investasi dengan

teknologi sederhana (Rp, 138,6 juta) memberikan manfaat NPV yanglima kali lebih besar (Rp. 608 juta) dibandingkan teknologi sederhana(Rp.127 juta), selama 15 tahun umur proyek.

6.  Pada tingkat suku bunga 24 % per tahun, usaha industri pengolahanserat sabut kelapa pada skala 600 kg serat per hari adalah layak

Page 24: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 24/25

Page 25: IndustriSeratSabutKelapa1

8/6/2019 IndustriSeratSabutKelapa1

http://slidepdf.com/reader/full/industriseratsabutkelapa1 25/25

Bank Indonesia – Industri Serat Sabut Kelapa 24

LAMPIRAN