indonesia dalam mine ban treaty
TRANSCRIPT
-
7/23/2019 Indonesia Dalam Mine Ban Treaty
1/15
"
Tugas Individu Matakuliah International Relations
Jurusan Diplomasi Pertahanan
Universitas Pertahanan
Analisis Teori Pilihan Rasional Diplomasi Pertahanan
Indonesia dalam Rezim InternasionalMine Ban treaty
Oleh:
Budi Hartono
Pendahuluan
Pada era Perang Dingin, Amerika Serikat maupun Uni Soviet
merupakan produsen utama persenjataan bagi negara-negara sekutunya.
Terdapat beberapa kategori senjata utama (major weapons) yang dikirim ke
negara sekutunya antara lain tank, mobil lapis baja, artileri, pesawat
tempur, helikopter serang, kapal perang, landmine, dan misil.1Bahkan
Amerika Serikat pada tahun 1950-1994, menyediakan senjata dan amunisi
bernilai U$55.2 triliun melalui Program Bantuan Militer (MAP), ditambah
perlengkapan militer sebesar U$6.5 triliun.2
Situasi Perang Dingin membuat negara produsen senjatakonvensional menggunakan dan mentransfer senjata konvensional secara
besar-besaran. Penggunaan dan penyebaran tersebut membuat senjata-
1Denik Iswardani Witarti, (2010), Ancaman Pengedaran Haram Senjata Kecil dan Ringan (SKR) diIndonesia: Analisis Keselamatan Nasional, Disertasi (tidak diterbitkan), Kuala Lumpur: UniversitiKebangsaan Malaysia, hlm. 2.2Michael T. Klare, (1998), Light Weapons Diffusion and Global Violence in the Post-Cold War Era. DalamDenik Iswardani Witarti, (2010), Ancaman Pengedaran Haram Senjata Kecil dan Ringan (SKR) diIndonesia: Analisis Keselamatan Nasional, Disertasi (tidak diterbitkan), Kuala Lumpur: UniversitiKebangsaan Malaysia, hlm. 2.
-
7/23/2019 Indonesia Dalam Mine Ban Treaty
2/15
#
senjata konvensional masih tetap ada di wilayah paska perang. Adapun
senjata konvensional tersebut berjenis ranjau darat (landmine) yang masih
tersebar di Vietnam, Kamboja, dan Afghanistan. Menurut laporan
Pemerintah Vietnam, terdapat 35 juta ranjau darat tertanam diwilayahnya.3
Di Afghanistan, penggunaan dan penyebaran ranjau darat terjadi
pada saat Perang Afghanistan. Paska perang tersebut, terdapat sekitar
5,000 ranjau darat yang masih tersebar di wilayah Afghanistan.4Landmine
yang masih berada di wilayah pasca perang, menimbulkan korban jiwa.
Korban dari senjata konvensional landmine, khususnya yang berada di
wilayah paska perang seperti Vietnam, Kamboja, dan Afghanistan
diperkirakan telah melukai 26.000 orang yang terdiri dari 90 persen warga
sipil dan 10 persen personil militer.5
Dampak negatif dari minimnya pengontrolan akan penggunaan
dan penyebaran senjata konvensional yang berakibat terjadinya krisis
kemanusiaan membuat individu, negara, dan entitas di Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk aturan rezim internasional dalam
rangka melakukan kontrol dari penggunaan dan penyebaran senjata
konvensional. Terdapat beberapa definisi mengenai rezim internasional.Menurut Stephen D. Krasner, rezim internasional adalah tatanan yang
berisi kumpulan prinsip, norma, aturan, proses pembuatan keputusan
yang memuat kepentingan aktor dalam hubungan internasional.6John
Ruggie juga memberikan pengertian yang hampir sama mengenai rezim
internasional yaitu sekumpulan ekspektasi atau pengharapan bersama,
peraturan, rencana, komitmen organisasi dan finansial yang telah
3Embassy of the Socialist Republic of Vietnam in the United States of America, (11 Maret 2014),The US Veterans Help Land Mine Removal in Vietnam,http://vietnamembassy-usa.org/relations/us-veterans-help-land-mine-removal-vietnam dikutip11 Maret 2014.4Waslat Hasrat-Nazimi , (4 April 2013), Hidden Enemies: Afghanistan Combats Landmine,http://www.dw.de/hidden-enemies-afghanistan-combats-landmines/a-16716914 dikutip 11Maret 20145AM Fachir, (27 Juni, 2011), Perkembangan Konvensi Anti Personnel Mines.http://www.balitbang.kemnhan.go.id/?q=content/perkembangan-konvensi-anti-personnel-minesdikutip 7 Maret 2014.6Stephen D. Krasner, 1983, International Regimes, Itacha, New York: Cornell University, hal. 7.Dalam buku Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, 2006, Pengantar IlmuHubungan Internasional, Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm. 28.
-
7/23/2019 Indonesia Dalam Mine Ban Treaty
3/15
$
diterima dan disepakati oleh sekelompok negara.7Sedangkan Keohane
dan Joseph S. Nye mendefinisikan rezim internasional sebagai
serangkaian rencana yang didalamnya terdapat aturan, norma, dan
prosedur-prosedur yang mengatur tingkah laku dan mengontrol efekyang ditimbulkan oleh rezim itu sendiri.8 Dari ketiga definisi tersebut
rezim internasional dapat diartikan sebagai suatu tatanan berisi prinsip,
norma, aturan, yang di dalamnya memuat kepentingan aktor dan pada
akhirnya diterima dan disepakati oleh mereka. Adapun rezim
internasional yang mengatur landmine adalahMine Ban treaty.
Pembentukan Mine Ban Treaty dimulai pada tahun 1996. Proses
pembentukan hingga pengadopsian dari Mine Ban Treaty terbilang cukup
singkat yaitu hanya berkisar 1 tahun yaitu dari tahun 1996 hingga 1997.
Indonesia merupakan salah satu negara yang turut aktif dalam proses
pembentukanMine Ban Treaty. Setelah itu, Indonesia turut menandatangi
dan meratifikasi konvensi ini. Dari penjabaran di atas, maka pertanyaan
dalam tulisan ini adalah apa cost dan benefit dari ratifikasi Indonesia terhadap
Mine Ban Treaty?
Pembahasan
Rezim InternasionalMine Ban Treaty
Convention on the Prohibition of the Use, Stockpilling, Production and
Transfer of Anti-Personnel Mines and on their Destruction (RDAP),Mine Ban
Treaty atau yang dikenal dengan Konvensi Ottawa merupakan perjanjian
internasional yang mengatur mengenai ranjau anti-personil (anti-personnel
mines). Perjanjian ini melarang penggunaan, produksi, penimbunan ranjau
anti-personil, dan mengharuskan setiap negara menghancurkan
persediaan yang ada.9Tujuan dari pembentukan perjanjian ini adalah
untuk mengakhiri penderitaan dari korban jiwa yang disebabkan oleh
7Ibid.8Robert O. Keohane and Joseph S. Nye, 1977, Power and Interdependence: World Politics in Transition,Boston: Little Brown Company, hlm. 19.9Themonitor, (2009, 24 September), Landmine and Cluster Munition Monitor Factshests:Antipersonnel Landmine Stockpiles and Their Destruction.http://www.the-monitor.org/index.php/content/view/full/18719 diakses 8 Maret 2014.
-
7/23/2019 Indonesia Dalam Mine Ban Treaty
4/15
%
penggunaan ranjau anti-personil melalui pelarangan penggunaan dan
pemusnahan timbunan ranjau anti-personil. 10 Untuk mencapai tujuan
tersebut, negara-negara yang menandatangani dan meratifikasi perjanjian
ini memiliki beberapa kewajiban. Kewajiban dari setiap negara antaralain:
Melaporkan jumlah ranjau darat anti-personil yangdimiliki di gudang munisi (stockpile) dan jumlah/luasladang ranjau, menyatakan jumlah ranjau yang ingindisimpan atau dipertahankan untuk tujuan pendidikan danpelatihan, menghancurkan stockpile, membuat legislasinasional untuk melarang penggunaan, penyimpanan,produksi, atau transfer ranjau anti-personil yang dilengkapisanksi kriminal.11
Pada penjelasan di atas terdapat beberapa kewajiban negara di
dalam Mine Ban Treaty. Kewajiban tersebut seperti setiap negara wajib
melaporkan jumlah ranjau anti-personil yang dimiliki, ranjau anti-personil
yang disimpan hanya untuk tujuan latihan, dan membuat legislasi
nasional untuk mengontrol penggunaan, penyimpanan, produksi, atau
transfer. Perlu ditekankan bahwa pada Mine Ban Treaty, pengaturan
mengenai ranjau anti-personil hanya spesifik terhadap ranjau anti-
personil, dan tidak termasuk dengan ranjau anti-tank, claymore, dan booby-traps.
Sebelum tahun 1996, norma hukum internasional yang mengatur
penggunaan ranjau anti-personil adalah Convention on Prohibitions, or
Restrictions on the Use of Certain Conventional Weapons Which May Be Deemed
to be Excessively Injurious or to Have Indiscriminate Effects atau Konvensi
Tentang Senjata Konvensional Tertentu (CCW) yang berlaku sejak tahun
1983. Konvensi CCW merupakan suatu umbrella treaty yang meliputi
lima protokol yaitu, Protokol I, melarang penggunaan senjata yang
dirancang untuk melukai yang diakibatkan oleh pecahan yang tidak
dapat dideteksi dalam tubuh manusia dengan sinar-X. 12 Protokol II,
10Geneva: Anti Personnel Mine Ban Convention, (2012), Twelfth Meeting of the states Parties, 3-7Desember, hlm. 2.11Kemlu, (2010, 7 Juli), Konvensi Pelarangan Menyeluruh Ranjau Darat Anti-Personil.http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=22&l=id diakses 8 Maret 2014.12United Nations Information Centre, (14 November, 2011), Konvensi Tentang SenjataKonvensional Tertentu (CCW).
-
7/23/2019 Indonesia Dalam Mine Ban Treaty
5/15
&
mengatur pembatasan ranjau darat anti-personil. Protokol III, melarang
penggunaan senjata yang dapat menyulut kebakaran atau menyebabkan
luka bakar. Protokol IV, melarang penggunaan senjata yang dirancang
membutakan. Protokol V, mencegah dan meminimalkan dampak dari bomyang tidak meledak dan senjata peledak yang ditinggalkan terhadap
manusia.13
Terkait dengan permasalahan pengaturan ranjau darat, terdapat
perundingan di dalam Konvensi CCW pada tahun 1996. Pada
perundingan Peninjauan Ulang (Review Conference) Konvensi CCW, 70
lembaga internasional non pemerintah antara lain Palang Merah
Internasional (ICRC) dan International Campaign to Ban Landmines (ICBL)
mendesak perubahan pada provisi dan tujuan Konvensi CCW.14Akan
tetapi perundingan tersebut hanya menyepakati suatu provisi baru yaitu
penggunaan ranjau darat dikategorikan ke dalam smart mines. Hasil
perundingan tersebut dianggap gagal oleh sebagian negara pihak
Konvensi CCW, seperti Kanada dan beberapa negara Eropa.
Kegagalan tersebut membuat Kanada dan lembaga-lembaga
internasional non-pemerintah mengajukan norma hukum internasional
baru dengan tujuan menghapuskan ranjau anti-personil secaramenyeluruh. Proses pembentukan Mine Ban Treaty dimulai pada tahun
1996. Kanada menjadi negara yang melakukan launchingterhadap proses
pembentukanMine Ban Treaty.Pembahasan mengenai pelarangan ranjau
anti-personil dilakukan melalui pertemuan negara-negara yang memiliki
pandangan yang sama yaitu melakukan gerakan anti-ranjau. Pertemuan
pertama pada tahun 1996 bernama International strategy conference:
Towards a global ban on anti-personnel mines, dilaksanakan pada tanggal 3 -
5 Oktober 1996.
Proses pembentukan Mine Ban Treaty dikenal dengan istilah
Ottawa Process. Pada pertemuan tersebut terdapat 50 negara yang
www.unic-jakarta.org dikutip 8 Maret 2014.13Ibid.14AM Fachir, (27 Juni, 2011), Perkembangan Konvensi Anti Personnel Mines.http://www.balitbang.kemhan.go.id/?q=content/perkembangan-konvensi-anti-personnel-minesdikutip 8 Maret 2014 .
-
7/23/2019 Indonesia Dalam Mine Ban Treaty
6/15
'
menyatakan setuju atas pengaturan secara universal mengenai ranjau
anti-personil.15Setelah proses Ottawa, pada bulan Desember 1996 terdapat
Sidang Majelis Umum terkait pembahasan mengenai pengaturan ranjau
anti-personil. Sidang Majelis Umum mengadopsi Resolusi 51/45S yangmenjelaskan setiap negara didorong untuk melanjutkan pembentukan
pengaturan yang mengikat secara hukum mengenai pelarangan
penggunaan, penimbunan, produksi, dan transfer ranjau anti-personil.16
Pada sidang ini terdapat 157 negara yang setuju, 10 negara abstain, dan
tidak ada negara yang menolak. Pada bulan September 1997
diselenggarakan Konferensi Diplomatik terkait dengan pembahasan
pengadopsian Mine Ban Treaty. Setelah konferensi tersebut terjadi
kesepakatan mengenai pengadopsianMine Ban Treaty.PengadopsianMine
Ban Treaty dilakukan pada tanggal 18 September 1997. Sesuai dengan
pasal 15, Konvensi ini mulai dibuka untuk ditandatangani di Ottawa,
Kanada pada 3 Desember 1997. Pada 3 - Desember 1997 terdapat 123
negara yang menandatangani dan pada 1 Maret 1999 Mine Ban Treaty
mulai berlaku.
Sejak penandatangan Konvensi Ottawa pada 3 - 4 Desember 1997,
mayoritas negara negara di dunia turut berpartisipasi aktif dalam setiappertemuan Konferensi Negara-negara Pihak di Konvensi Ottawa. Pada
bulan November - Desember 2005 dilakukan Pertemuan Keenam Negara-
negara Anggota di Zagreb, Kroasia terkait pembahasan mengenai
implementasiMine Ban Treaty. Selain itu, mayoritas negara berpartisipasi
pada pertemuan antar sesi Panitia Pengawas bulan Juni 2005 dan Mei
2006. Kedua pertemuan itu bertujuan untuk membahas mengenai rincian
proses ratifikasi dari Mine Ban Treaty. Pada tahun 2007 negara yang
meratifikasi perjanjian ini adalah 155 negara.17 Setelah itu, pada bulan
Januari 2008 Mayoritas negara menyerahkan laporan pertama (initial
15Icrc, (1998, 31 Desember), An International Ban on Anti-Personnel Mines: History andNegotiation of the Ottawa Treaty.http://www.icrc.org/eng/resources/documents/misc/57jpjn.htm diakses 8 Maret 201416Ibid.17ICRC, (15 Agustus 2007), Overview of the Convention on the Prohibition of Anti-PersonnelMines,http://www.icrc.org/eng/resources/documents/legal-fact-sheet/landmines-factsheet-150807.htmdiakses 12 Maret 2014.
-
7/23/2019 Indonesia Dalam Mine Ban Treaty
7/15
(
report) implementasi Konvensi Ottawa. Pada laporan tersebut setiap
negara memberikan informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan
ranjau anti-personil. Berdasarkan Mine Ban Treaty, tenggat waktu yang
wajib dilakukan oleh setiap negara dalam menghancurkan cadanganranjau anti-personil adalah 4 tahun sejak Konvensi mulai berlaku.
Indonesia dalam Rezim InternasionalMine Ban Treaty
Indonesia menjadi salah satu negara yang menandatangi Mine Ban
Treaty pada tanggal 4 Desember 1997. Setelah menandatangani pada
tahun 1997, Indonesia mulai melakukan proses ratifikasi terhadap Mine
Ban Treaty.Pada tanggal 12 Oktober 2005, Presiden Indonesia Megawati
Soekarno Putri menyatakan persetujuan dimulainya proses ratifikasi dari
Mine Ban Treaty. Setelah persetujuan Presiden pada tanggal 9 Maret 2006,
perwakilan Departemen Luar Negeri, Departemen Pertahanan, dan
Tentara Nasional Republik Indonesia bertemu dan menyetujui rancangan
ratifikasi.18Setelah pertemuan tersebut, rancangan perundangan diberikan
kepada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 23
Maret 2006 untuk dilakukan revisi akhir. Setelah dilakukan revisi
rancangan tersebut diberikan kepada Presiden untuk disetujui, kemudiandiserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada tanggal 29
Desember 2006, Melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2006 pada
akhirnya Indonesia meratifikasi Konvensi Ottawa. Isi UU No. 20 Tahun
2006 tersebut menyatakan bahwa:
Indonesia mendukung upaya pembersihan ranjau darat danrehabilitasi para korban ranjau darat di wilayah tertentu. Sejakmenjadi penanda tangan Konvensi Ottawa, Indonesia telah ikutserta berperan aktif dalam setiap pertemuan KonferensiNegara-Negara Pihak pada Konvensi Ottawa.19
18Themonitor, (2005, 1 Mei), Indonesia.http://www.the-monitor.org/index.php/publications/display?url=lm/2006/indonesia.in.htmldiakses 27 November 2013.19Indonesia, (2006), Pengesahan Convention on the Prohibition of the Use, Stockpiling, Production andTransfer of Anti-Personnel Mines and on Their Destruction (Konvensi Tentang PelaranganPenggunaan, Penimbunan, Produksi dan Transfer Ranjau Darat Anti Personel danPemusnahannya) Tahun 2006.
-
7/23/2019 Indonesia Dalam Mine Ban Treaty
8/15
)
Indonesia berpartisipasi aktif dalam proses pembentukanMine Ban
Treaty. Meskipun ratifikasi yang dilakukan Indonesia terhadap Mine Ban
treaty cukup lama yaitu tahun 2006, tetapi Indonesia berpartisipasi aktif
dalam proses Ottawa. Indonesia selalu memilih untuk menyetujui semuaresolusi Sidang Umum PBB sejak 1996 yang mendukung larangan
penggunaan ranjau darat, termasuk Resolusi 60/80 tanggal 2005 yang
meminta implementasi total atas Perjanjian Anti Ranjau Darat.20
Sejak penandatangan Konvensi Ottawa pada 4 Desember 1997,
Indonesia turut berpartisipasi aktif dalam setiap pertemuan Konferensi
Negara-negara Pihak di Konvensi Ottawa. Pada bulan November -
Desember 2005, Indonesia berpartisipasi sebagai pengamat dalam
Pertemuan Keenam Negara-negara Anggota di Zagreb, Kroasia terkait
pembahasan mengenai implementasi Mine Ban Treaty. Selain itu,
Indonesia turut berpartisipasi pada pertemuan antar sesi Panitia
Pengawas bulan Juni 2005 dan Mei 2006. Kedua pertemuan tersebut
bertujuan untuk membahas mengenai rincian proses ratifikasi dari Mine
Ban Treaty. Pada pertemuan tersebut Indonesia menyatakan akan
menyiapkan Laporan Transparansi tahun 2007 sesuai ayat ke 7 dari Mine
Ban Treaty.21Hal tersebut dilakukan meskipun pada saat itu Indonesiabelum meratifikasiMine Ban Treaty.
Indonesia menyerahkan laporan pertama (initial report)
implementasi Konvensi Ottawa pada bulan Januari 2008. Pada laporan
tersebut Indonesia memberikan informasi mengenai hal-hal yang terkait
dengan ranjau anti-personil milik Indonesia. BerdasarkanMine Ban Treaty,
tenggat waktu Indonesia dalam menghancurkan cadangan ranjau anti-
personil adalah tanggal 1 Agustus 2011 atau 4 tahun sejak Konvensi mulai
berlaku bagi Indonesia. Akan tetapi pada akhir tahun 2008, tiga tahun
lebih cepat dari tenggat waktu yang diberikan, Indonesia telah
melaksanakan kewajiban dengan menghancurkan simpanan ranjau anti-
personil dalam tiga tahap sebanyak 11.603.22
20Ibid.21Ibid.22Kemlu, (2010, 7 Juli), Konvensi Pelarangan Menyeluruh Ranjau Darat Anti-Personil.
-
7/23/2019 Indonesia Dalam Mine Ban Treaty
9/15
*
Analisis Teori Pilihan Rasional Diplomasi Pertahanan Indonesia di
Mine Ban treaty
Diplomasi pertahanan merupakan upaya negara dalam
mengamankan kepentingan nasional di bidang pertahanan dalamkerangka hubungan internasional yang meliputi lobi pembelian alutsista,
pengamanan keamanan wilayah, perundingan dalam konteks bilateral,
regional, dan multilateral mengenai proliferasi nuklir, senjata kimia, dan
landmine. 23 Indonesia menggunakan diplomasi pertahanan untuk
mencapai kepentingan nasional terkait pengontrolan penggunaan ranjau
anti-personil. Adapun diplomasi pertahanan yang dilakukan melalui
perundingan multilateral yaitu Proses Ottawa.
Selanjutnya, untuk mengetahui cost dan benefitdari ratifikasi yang
dilakukan Indonesia, maka tulisan ini akan menggunakan teori pilihan
rasional. Rational choice theory atau teori pilihan rasional dalam ilmu
Hubungan Internasional terbentuk di awal 1960-an. Teori pilihan rasional
diartikan sebagai instrumen mengenai maksud-tujuan atau pilihan dari
tujuan-terarah suatu aktor.24 Untuk memutuskan pilihan apa yang akan
diambil oleh aktor, teori pilihan rasional berupaya untuk memberikan
penjelasan mengenai pilihan optimal bagi para pembuat keputusan. 25Teori pilihan rasional merupakan teori yang digunakan untuk menjawab
mengenai apa keputusan terbaik untuk mencapai kepentingan dari aktor
di lingkungan internasional. Penjelasan lebih rinci mengenai teori pilihan
rasional dinyatakan oleh Stephen M. Waltz dalam jurnalnya yang
berjudul Rigor or Rigor Mortis? Rational Choice and Security Studies. Pada
jurnalnya, Waltz menyatakan bahwa:
1. Rational choice theory is individualistic: social and politicaloutcomes are viewed as the collective product of individual choices (oras the product of choices made by unitary actors).
http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=22&l=id diakses 28 November 201323Yanyan Mochamad Yani, 2014, Diplomasi Pertahanan, Power PointMata Kuliah: Foreign PolicyAnalyses.
24Robert Jackson & Geor Sorensen, 2009, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta:Pustaka Belajar, hlm. 297.25Ibid.
-
7/23/2019 Indonesia Dalam Mine Ban Treaty
10/15
"+
2. Rational choice theory assumes that each actor seeks to maximizeits subjective expected utility. Given a particular set of preferencesand a fixed array of possible choices, actors will select the outcome thatbrings the greatest expected benefits.
3. The specification of actors preferences is subject to certainconstraints: (a) an actors preferences must be complete (meaning wecan rank order their preference for different outcomes); and (b)
preferences must be transitive (if A is preferred to B and B to C, thenA is preferred to C).26
Pada penjelasan di atas terdapat tiga poin yang dijelaskan oleh
Waltz mengenai teori pilihan rasional. Pertama, teori pilihan rasional
bersifat individu yaitu hasil-hasil sosial dan politik dipandang sebagai
produk kolektif atas pilihan individu (atau sebagai produk dari pilihan
yang dibuat oleh aktor kesatuan). Dapat dikatakan Waltz menambahkanmengenai aktor kesatuan (negara) pada aktor teori pilihan rasional, yang
sebelumnya dijelaskan oleh Latsis yaitu individu. Kedua, Waltz
mengasumsikan bahwa aktor berusaha memaksimalkan kepentingannya,
hal tersebut dilakukan oleh aktor dengan mengambil suatu pilihan yang
akan membawa hasil maksimal terhadap pencapaian kepentingannya.
Ketiga, teori pilihan rasional menspesifikasikan preferensi dari
aktor terhadap kendala tertentu, misalkan aktor memiliki beberapa
pilihan (artinya peneliti dapat membentuk urutan peringkat dari
preferensi untuk hasil yang berbeda). Selain itu, pilihan harus bersifat
transitif (jika pilihan A lebih dinilai penting dibanding dengan pilihan B
dan C, maka aktor akan memilih A). Waltz pada intinya menyatakan
bahwa teori pilihan rasional merupakan alat untuk membuat kesimpulan
logis tentang bagaimana manusia (atau negara) membuat keputusan.27
Dari penjelasan mengenai teori pilihan rasional dapat disimpulkan bahwa
teori pilihan rasional merupakan instrumen mengenai maksud dan tujuanatau pilihan terarah dari negara untuk mencapai kepentingannya di
lingkungan internasional. Melalui teori pilihan rasional, akan diketahui
26Stephen M Waltz, (1999), Rigor or Rigor Mortis? Rational Choice and Security Studies,MITPress Journals, Spring.http://mitpress.mit.edu/journals diakses 7 Desember 2013.27Ibid.
-
7/23/2019 Indonesia Dalam Mine Ban Treaty
11/15
""
apa kepentingan, cost, dan benefit Indonesia dalam rezim internasional
Mine Ban Treaty.
Secara normatif keputusan Indonesia untuk menandatangani
konvensi ini adalah pencerminan Indonesia terhadap tujuan pokokkonvensi yaitu untuk mengakhiri penderitaan dan korban, terutama
rakyat sipil yang tidak berdosa. Dari segi cost, konvensi Mine Ban Treaty
mengikat Indonesia untuk dilarang melakukan produksi, transfer, dan
penggunaan ranjau anti-personil. Namun, hal ini tidak menjadi
permasalahan penting untuk Indonesia karena jumlah ranjau anti-personil
yang dimiliki Indonesia terbilang sedikit. Data yang dimiliki oleh TNI AD
(satuan zipur) dan TNI AL (satuan zeni marinir) jumlah ranjau anti-
personil yang dimiliki Indonesia tersebut tidak mampu membekali
sepertiga bekal pokok untuk satuan batalion zeni. 28 Jadi, dapat
disimpulkan bahwa cost dari Indonesia terkait ratifikasi diMine Ban Treaty
tidak berdampak signifikan.
Sementara itu, terdapat beberapa benefit yang diterima Indonesia
atas ratifikasi yang dilakukannya dalam konvensi ini. Pertama,
peningkatan citra Indonesia sebagai salah satu negara yang mendukung
perlindungan nilai-nilai kemanusiaan. Hal tersebut dapat dikatakansebagai strategi soft power Indonesia di dalam lingkungan internasional,
sehingga suara Indonesia dapat didengar oleh aktor lain dan Indonesia
tidak terasingkan dalam forum internasional khususnya forum yang
membahas mengenai isu keamanan khususnya perlucutan senjata.
Dampak dari strategi ini terlihat ketika Indonesia diwakilkan oleh Duta
Besar Desra Percaya pada 2012 terpilih menjadi Ketua Komite 1 Majelis
Umum PBB atas perannya dalam kontribusi Indonesia terhadap isu
perlucutan senjata dan keamanan internasional. 29 Kedua, memperkuat
sistem hukum nasional Indonesia mengenai hukuman bagi individu
28AM Fachir, (27 Juni, 2011), Perkembangan Konvensi Anti Personnel Mines.http://www.balitbang.kemhan.go.id/?q=content/perkembangan-konvensi-anti-personnel-minesdikutip 9 Desember 2013.29Republika Online(7 September, 2012)http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/09/07/m9yciy-ri-terpilih-sebagai-ketua-komite-perlucutan-senjata-pbb dikutip 24 Oktober 2014.
-
7/23/2019 Indonesia Dalam Mine Ban Treaty
12/15
"#
maupun kelompok yang terlibat dalam kegiatan yang sesuai dengan
ketentuan Konvensi Ottawa.
Kesimpulan
Pada era Perang Dingin AS dan Soviet saling menyuplai senjata
konvensional ke negara-negara proxynya. Pasca Perang Dingin, senjata
seperti land mine masih berada di wilayah seperti Vietnam, Kamboja, dan
Afghanistan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Hal tersebut
membuat entitas internasional membentuk aturan mengenai land mine
yaitu Mine Ban Treaty. Indonesia menjadi salah satu negara yang
mendukung dan meratifikasi konvensi ini.
Apabila dibandingkan cost dan benefit dapat disimpulkan bahwa
benefit yang diterima Indonesia lebih besar dibandingkan cost. Beberapa
benefit yang diperoleh Indonesia seperti pelarangan penggunaan ranjau
anti-personil tidak menjadi masalah serius karena Indonesia tidak
menggunakan ranjau anti-personil sebagai senjata primer, citra positif
Indonesia di lingkungan internasional sebagai negara yang berkontribusi
dalam isu perlucutan senjata dan keamanan internasional. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa ratifikasi yang dilakukan Indonesia di Mine Ban
Treaty merupakan pilihan yang rasional.
Daftar Pustaka
Buku dan Jurnal
Melissa Gillis, (2009), Disarmament: A Basic Guide, New York: UnitedNations.
Denik Iswardani Witarti, (2010), Ancaman Pengedaran Haram Senjata Kecildan Ringan (SKR) di Indonesia: Analisis Keselamatan Nasional, Disertasi(tidak diterbitkan), Kuala Lumpur: Universiti Kebangsaan Malaysia.
Michael T. Klare, (1998), Light Weapons Diffusion and Global Violence in thePost-Cold War Era. Dalam Denik Iswardani Witarti, (2010), AncamanPengedaran Haram Senjata Kecil dan Ringan (SKR) di Indonesia: AnalisisKeselamatan Nasional, Disertasi (tidak diterbitkan), Kuala Lumpur:Universiti Kebangsaan Malaysia.
-
7/23/2019 Indonesia Dalam Mine Ban Treaty
13/15
"$
Melissa Gillis,( 2009), Disarmament: A Basic Guide, New York: UnitedNations.
Denik Iswardani Witarti, (2010), Ancaman Pengedaran Haram Senjata Kecil
dan Ringan (SKR) di Indonesia: Analisis Keselamatan Nasional, Disertasi(tidak diterbitkan), Kuala Lumpur: Universiti Kebangsaan Malaysia.
Indonesia, (2006), Pengesahan Convention on the Prohibition of the Use,Stockpiling, Production and Transfer of Anti-Personnel Mines and on TheirDestruction (Konvensi Tentang Pelarangan Penggunaan, Penimbunan,Produksi dan Transfer Ranjau Darat Anti Personel dan Pemusnahannya)Tahun 2006.
Website
Republika Online(7 September, 2012)http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/09/07/m9yciy-ri-terpilih-sebagai-ketua-komite-perlucutan-senjata-pbb dikutip 24Oktober 2014.
Embassy of the Socialist Republic of Vietnam in the United States ofAmerica, (11 Maret 2014), The US Veterans Help Land Mine Removal inVietnam,http://vietnamembassy-usa.org/relations/us-veterans-help-land-mine-removal-vietnam dikutip 11 Maret 2014.
Waslat Hasrat-Nazimi , (4 April 2013), Hidden Enemies: AfghanistanCombats Landmine,http://www.dw.de/hidden-enemies-afghanistan-combats-landmines/a-16716914 dikutip 11 Maret 2014
Cluster Munition Coalition, (11 Maret 2014), Timeline of Cluster BombUse,http://www.stopclustermunitions.org/the-problem/history-harm/dikutip 12 Maret 2014.
Small Arms Survey, 11 Maret 2014, Small Arms Transfer Control
Measures and the Arms Trade Treaty,http://www.smallarmssurvey.org/about-us/highlights/highlight-att-review.html dikutip 11 Maret 2014.
Oxfaminternational, (2 Juni, 2013), Government Sign Historic GlobalTreaty to Regulate the $85bn Arms Trade,http://www.oxfam.org/en/pressroom/pressrelease/2013-06-
03/governments-sign-historic-global-treaty-regulate-85bn-arms-tradediakses 12 Maret 2014.
-
7/23/2019 Indonesia Dalam Mine Ban Treaty
14/15
"%
Small Arms Survey, 11 Maret 2014, Small Arms Transfer ControlMeasures and the Arms Trade Treaty,http://www.smallarmssurvey.org/about-us/highlights/highlight-att-
review.html dikutip 11 Maret 2014.AM Fachir, (27 Juni, 2011), Perkembangan Konvensi Anti PersonnelMines.http://www.balitbang.kemnhan.go.id/?q=content/perkembangan-konvensi-anti-personnel-mines dikutip 7 Maret 2014.
Damir Sagoli, (2008), Cluster Munition Victim: What is Known and Whatis Needed?.http://www.icrc.org/eng/assets/files/other/cluster-munition-victims-factsheet-2010.pdf diakses 7 Maret 2014.
Themonitor, (2009, 24 September), Landmine and Cluster MunitionMonitor Factshests: Antipersonnel Landmine Stockpiles and TheirDestruction.http://www.the-monitor.org/index.php/content/view/full/18719diakses 8 Maret 2014.
Geneva: Anti Personnel Mine Ban Convention, (2012), Twelfth Meeting ofthe states Parties, 3-7 Desember, hlm. 2.
Kemlu, (2010, 7 Juli), Konvensi Pelarangan Menyeluruh Ranjau Darat
Anti-Personil.http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=22&l=iddiakses 8 Maret 2014.
United Nations Information Centre, (14 November, 2011), KonvensiTentang Senjata Konvensional Tertentu (CCW).www.unic-jakarta.org dikutip 8 Maret 2014.
AM Fachir, (27 Juni, 2011), Perkembangan Konvensi Anti PersonnelMines.http://www.balitbang.kemhan.go.id/?q=content/perkembangan-
konvensi-anti-personnel-mines dikutip 8 Maret 2014 .
Icrc, (1998, 31 Desember), An International Ban on Anti-Personnel Mines:History and Negotiation of the Ottawa Treaty.http://www.icrc.org/eng/resources/documents/misc/57jpjn.htmdiakses 8 Maret 2014
Themonitor, (2005, 1 Mei), Indonesia.
-
7/23/2019 Indonesia Dalam Mine Ban Treaty
15/15
"&
http://www.the-monitor.org/index.php/publications/display?url=lm/2006/indonesia.in.html diakses 27 November 2013.
Kemlu, (2010, 7 Juli), Konvensi Pelarangan Menyeluruh Ranjau DaratAnti-Personil.http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=22&l=iddiakses 28 November 2013
AM Fachir, (27 Juni, 2011), Perkembangan Konvensi Anti PersonnelMines.http://www.balitbang.kemhan.go.id/?q=content/perkembangan-konvensi-anti-personnel-mines dikutip 9 Desember 2013.