indikasi exodonsia klmpk 4
DESCRIPTION
indikasi exodonsiaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu tindakan medis yang sering dilakukan
oleh dokter gigi. Dokter gigi harus berusaha untuk melakukan setiap pencabutan secara ideal,
dan untuk memperolehnya ia harus mampu menyesuaikan teknik pencabutan giginya agar
bisa menangani kesulitan-kesulitan selama pencabutan dan kemungkinan komplikasi dari tiap
pencabutan gigi yang dapat terjadi.
Tindakan pencabutan gigi tentunya membutuhkan dasar pengetahuan yang cukup
tentang indikasi pencabutan gigi. Persepsi masyarakat luas yang menganggap pencabutan
gigi merupakan cara yang paling efektif untuk mengatasi berbagai permasalahan gigi seperti
gigi berlubang, membuat seorang dokter gigi harus benar-benar memahami indikasi
pencabutan gigi.
Indikasi untuk pencabutan gigi banyak dan bervariasi. Jika perawatan konservasi gagal
atau tidak indikasi, sebuah gigi mungkin harus dicabut karena penyakit periodontal, karies,
infeksi periapkes, erosi, abrasi, atrisi, hiploplasia, atau kelainan pulpa.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan penjelasan yang lebih
terperinci dan lebih mendalam mengenai indikasi pencabutan gigi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pencabutan Gigi
Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan
tang, elevator, atau pendekatan transalveolar. Pencabutan bersifat irreversible dan
terkadang menimbulkan komplikasi. Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan
sebuah gigi atau akar yang utuh tanpa menimbulkan rasa sakit, dengan trauma yang
sekecil mungkin pada jaringan penyangganya sehingga luka bekas pencabutan akan
sembuh secara normal dan tidak menimbulkan problema prostetik pasca-bedah.
B. Indikasi Pencabutan Gigi
1. Gigi yang dipandang sebagai fokus infeksi
Terkadang gigi terlihat baik. Tetapi evaluasi melalui radiografi merupakan
faktor yang menentukan apakah gigi tersebut tergolong sebagai fokus infeksi atau
tidak. Fokus infeksi diartikan sebagai perubahan patologis pada regio rahang yang
dikenali sebagai sumber dari inflamasi akut atau kronik. Kondisi apapun yang
menggambarkan perubahan yang infeksius harus dianggap sebagai fokus aktif.
Sedangkan kondisi apapun yang mungkin di masa depan berkembang menjadi
proses yang menular merupakan fokus potensial infeksi.
Pencabutan dilakukan apabila gigi tidak dapat dipertahankan dan akan
menghalangi penyebaran infeksi. Gigi dapat dicabut pada tiap tahap dari proses
infeksi. Menunggu hilangnya pembengkakan hanya akan menunda penyembuhan
infeksi.
2. Gigi dengan jaringan pulpa non vital
Menurut definisinya gigi non vital adalah gigi dengan pulpa nekrosis. Nekrosis
pulpa dicurigai ketika gigi tidak bereaksi terhadap stimulasi panas, listrik, atau
mekanik, tetapi diagnosis ditetapkan hanya setelah inspeksi dan pemeriksaan ruang
pulpa dan saluran akar. Jaringan pulpa yang nekrosis dan saluran akar akan
terinfeksi tanpa terkecuali walaupun gigi secara klinis terlihat utuh. Dari waktu ke
waktu, bakteri pada saluran akar akan menginduksi inflamasi diluar gigi,
2
membentuk granuloma atau kista apikal. Jika terapi endodontik tidak
memungkinkan, maka akan dilakukan pencabutan.
3. Gigi yang menderita periodontoklasia yang berat
Periodontoklasia adalah bentuk umum dari peradangan jaringan lunak alveolar
yang mengakibatkan degenerasi pada soket gigi dengan kehilangan gigi sebagai
konsekuensinya. Hal ini dapat dihasilkan dari berbagai faktor yang berinteraksi,
seperti iritasi mekanik, infeksi dan kerusakan jaringan akibat kekurangan vitamin C.
4. Gigi yang tidak dapat dirawat melalui apikoektomi
Apikoektomi adalah suatu prosedur pemotongan akar gigi bagian apikal yang
terinfeksi dan penguretan jaringan nekrosis dan jaringan yang meradang pada daerah
periapikal gigi. Apikoektomi merupakan salah satu dari jenis operasi endodontik
selain kuretase periapikal dan insisi untuk drainase. Prinsip apikoetomi adalah
membersihkan saluran akar dari debris dan mengisinya sampai ke ujung apeks
dengan bahan pengisi saluran akar.
Jika saat dilakukan tindakan konservatif tersebut gagal untuk mengatasi
patologi apikal, baik karena alasan teknis atau karena faktor sistemik, gigi tersebut
diindikasikan untuk ekstraksi sebelum patologi apikal melebar dengan melibatkan
gigi sebelahnya.
5. Gigi yang tidak dapat lagi dirawat dengan operative dentistry
Saat gigi secara ekstensif rusak oleh karies gigi, dokter gigi harus
mengevaluasi kelayakan gigi karies yang akan dikonservasi. Walaupun pasien dan
dokter gigi ingin mempertahankan gigi tersebut, gigi diindikasikan untuk ekstraksi
jika semua prosedur konservasi telah gagal. Kadang-kadang margin yang tajam dari
gigi mengulserasi mukosa. Jumlah gigi karies yang lebih dari satu dapat
menyebabkan buruknya kebersihan mulut. Dalam kasus seperti itu, pencabutan gigi
akan meningkatkan kebersihan mulut.
6. Gigi yang impaksi
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam lengkung rahang pada
kisaran waktu yang diperkirakan. Suatu gigi mengalami impaksi akibat gigi
tetangga, lapisan tulang yang padat, atau jaringan lunak yang tebal dan menghambat
3
erupsi. Karena gigi impaksi tidak erupsi, maka akan tertahan seumur hidup pasien
kecuali dilakukan pembedahan untuk mengeluarkannya.
Gigi impaksi dapat menimbulkan gangguan ringan sampai serius jika gigi
tersebut tidak erupsi. Tidak semua gigi impaksi menimbulkan masalah klinis yang
signifikan, namun setiap gigi impaksi memiliki potensi tersebut. Gigi yang tidak
erupsi akan menimbulkan rasa nyeri jika terjadi infeksi. Saat pemeriksaan, ketiadaan
gigi, karies atau mobilitas gigi tetangga harus diperhatikan. Terjadinya infeksi dapat
dilihat dari pembengkakan, pengeluaran pus, trismus, dan pelunakan limfonodus
servikal regional
7. Gigi supernumerary
Supernumerary teeth adalah gigi tambahan/berlebih, sehingga jumlah gigi
yang terbentuk dalam rahang lebih banyak dari jumlah normal. Supernumerary teeth
dapat menyebabkan susunan gigi-geligi yang terlalu berjejal atau malah dapat
menghambat pertumbuhan gigi sebelahnya.
Diagnosa sedini mungkin dan perawatan yang tepat sangat diperlukan untuk
mencegah kelainan yang lebih parah. Perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi
tergantung dari keparahan kasus. Biasanya dilakukan tindakan pencabutan gigi yang
berlebih atau hanya dilakukan observasi bila ada pertimbangan-pertimbangan
tertentu.
8. Retensi gigi desidui bila gigi permanen pengganti telah erupsi
Ada retensi gigi desidui ketika gigi permanen telah atau segera akan erupsi
merupakan tanda bahwa gigi desidui siap di ekstraksi. Retensi gigi desidui dapat
disebabkan oleh adanya aktivitas osteoklas yang terganggu, sehingga proses resorbsi
akar gigi desidui terhambat. Gigi desidui tersebut harus dicabut untuk mencegah
maloklusi dari gigi permanen.
9. Gigi malposisi yang tidak dapat dilakukan perawatan secara ortodonsi
Gigi yang mengalami malposisi dapat diindikasikan untuk pencabutan dalam
situasi yang parah. Jika gigi mengalami trauma jaringan lunak dan tidak dapat
ditangani oleh perawatan ortodonsi, gigi tersebut harus diekstraksi. Contoh umum
ini adalah molar ketiga rahang atas yang keluar kearah bukal yang parah dan
4
menyebabkan ulserasi dan trauma jaringan lunak di pipi. Dalam situasi gigi yang
mengalami malposisi ini dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pencabutan.
10. Keperluan mendapatkan ruang untuk perawatan ortodonsi
Perawatan ortodonti terkadang memerlukan pencabutan gigi untuk merawat
susunan gigi yang tidak teratur. Pada perawatan ortodonti ada dua alasan untuk
mencabut gigi. Pertama: mendapatkan ruangan untuk penyusunan gigi pada kasus
gigi berjejal dengan derajat berat, kedua: untuk menggerakkan gigi pada kasus
protrusi yang memerlukan retraksi.
Pada kasus pencabutan gigi geligi untuk mendapatkan ruang dibutuhkan waktu
untuk penutupun ruang bekas pencabutan tersebut. Sebelum dilakukan pencabutan
gigi permanen pada masa geligi pergantian perlu diperhatikan bahwa gigi permanen
yang lain ada meskipun saat itu masih belum erupsi. Pemilihan gigi yang akan
dicabut membutuhkan pertimbangan yang kompleks yang menyangkut semua aspek
perawatan ortodontik.
11. Sisa akar yang masih tertanam di prosesus alveolaris
Sisa akar dapat tidak aktif untuk jangka waktu lama. Maka, setiap pasien harus
hati-hati dievaluasi untuk memutuskan apakah pengambilan sisa akar diperlukan.
Misalnya, sisa akar pada submukosa menimbulkan ulserasi berulang di bawah gigi
tiruan. Ulserasi tersebut mungkin menyakitkan atau mungkin mengalami perubahan
neoplastik. Dalam keadaan ini pengambilan akar diperlukan.
Kadang-kadang sisa akar mungkin terlibat dalam inisiasi patologi tulang
seperti osteomyelitis, kista atau neoplasma. Jika fragmen tersebut berhubungan erat
dengan bundel neurovaskular, pasien mungkin mengeluh nyeri wajah atau mati rasa.
Secara statistik, telah diamati bahwa banyak sisa akar yang rusak tetap
simtomatik. Hal ini menimbulkan kontroversi mengenai apakah sisa akar tersebut
diindikasikan untuk diambil. Aturan umumnya, sisa akar yang sangat kecil dapat
dibiarkan dan pasien diamati secara berkala. Dengan kemajuan zaman, pasien secara
medis dikompromikan. Maka, pencabutan diindikasikan segera setelah didiagnosis,
alih-alih menunggu gejala muncul sebelum kesehatan umum pasien mulai
bermasalah.
12. Gigi yang menyebabkan iritasi kronis atau trauma jaringan lunak
5
Iritasi kronis pada jaringan lunak disebabkan karena adanya bakteri, iritasi
terhadap bahan restorasi silikat dan akrilik yang berkepanjangan, radang pulpa yang
berlanjut, gangguan neoplastik, kondisi periodontal dan faktor perkembangan dan
trauma.
Ketika jaringan periodontal terlibat, klinisi harus memutuskan apakah akan
mengekstraksi gigi atau tidak. Keputusan akhir tergantung pada keberhasilan terapi
periodontal, sikap pasien terhadap konsep koservasi gigi yang sudah seperti itu dan
faktor ekonomi dan waktu. Bahkan jika pasien menginginkan gigi tetap
dipertahankan, kehilangan lebih dari 40% dari dukungan jaringan periodontal
memerlukan pencabutan gigi.
6
BAB III
KESIMPULAN
Indikasi dilakukannya pencabutan gigi adalah gigi yang dipandang sebagai fokus
infeksi, gigi dengan jaringan pulpa non vital, gigi yang menderita periodontoklasia yang
berat. gigi yang tidak dapat dirawat melalui apikoektomi, gigi yang tidak dapat lagi dirawat
dengan operative dentistry, gigi yang impaksi, gigi supernumerary, retensi gigi desidui bila
gigi permanen pengganti telah erupsi, gigi malposisi yang tidak dapat dilakukan perawatan
secara ortodonsi, keperluan mendapatkan ruang untuk perawatan ortodonsi, sisa akar yang
masih tertanam di prosesus alveolaris, dan gigi yang menyebabkan iritasi kronis atau trauma
jaringan lunak.
7
DAFTAR PUSTAKA
Archer, W.H. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery. 5th Edition. W.B. Saunders.
Datarkar, A.N. 2007. Exodontia Practice. New Delhi. Jaypee.
Erliera, A.H.S. 2006. Hal-Hal yang Harus Dipertimbangkan Dalam Menentukan Indikasi
Ekstraksi atau Non Ekstraksi Pada Perawatan Orthodonti. Dentika Dental Journal. Vol
2(11): 198-201.
Howe, G.L. 1993. Pencabutan Gigi Geligi. Edisi 2. Jakarta. EGC.
Pedlar, J. dan Frame, J.W. 2001. Oral and Maxillofacial Surgery. London. Churchill.
Sailer, H.F. dan Pajarola, G.F. 1999. Oral Surgery for The General Dentist. New York.
Thieme
Susilowati, S. 2007. Korelasi Antara Lebar Mesiodistal Gigi Dengan Kecembungan Profil
Jaringan Lunak Wajah Orang Bugis-Makassar. Dentofacial. Vol 2(6): 73.
Tarigan, R. 2004. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Jakarta. EGC.
Tronstad, L. 2009. Clinical Endodontics. 3rd Edition. New York. Thieme.
Whittington, S.L. dan Reed, D.M. 2009. Bones Of The Maya : Studies Of Ancient Skeletons.
University Of Alabama Press
8